BAB II KAJIAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Prakonsep Menurut Soedjadi (1995) pra konsep adalah konsep awal yang dimiliki seseorang tentang suatu objek. Didalam proses pembelajaran setiap siswa sudah mempunyai pengetahuan awal dari pengalaman dan pembelajaran yang sudah didapat sebelumnya. Pengetahuan awal siswa dipakai sebagai pegangan guru dalam pembelajaran selanjutnya sehingga pengetahuan awal atau prakonsep diartikan sebagai konsep yang dimiliki siswa sebelum proses pembelajaran berlangsung, meskipun mereka sudah pernah mendapatkan pelajaran tersebut sebelumnya (Suparno, 2005). Contoh prakonsep dalam matematika misalnya: Ketika kita akan mempelajari sistem persamaan linier maka kita terlebih dahulu memahami konsep aljabar. 2. Konsep Ormrod (2008) menyatakan bahwa konsep merupakan cara mengelompokkan dan mengkategorikan secara mental berbagai objek atau peristiwa yang mirip dalam hal tertentu. Konsep merupakan inti pemikiran kita, beberapa ahli memandangnya sebagai unit pikiran yang paling kecil (Ferrari dan Elik, 2003). Selain itu, konsep juga kadang-kadang memadatkan berbagai macam informasi menjadi sebuah entitas tunggal karena itu dapat mengurangi beban memori kerja yang kapasitasnya memang terbatas (Bruner, 1996; Ormrod 2008). Ormrod juga berpendapat bahwa siswa tidak sepenuhnya memahami suatu konsep sampai mereka dapat mengidentifikasi baik contoh maupun yang bukan contoh dari konsep itu dengan tingkat keakuratan tinggi. Piaget (Ormrod, 2008) menggagaskan tentang anak-anak makin mampu berfikir tentang gagasan-gagasan abstrak seiring semakin bertambah usianya. Kecenderungan ini tercermin dalam perkembangan konsep mereka (Gagne, 1985; Liu dkk 2001). Bagian yang penting dari menguasai konsep adalah mempelajari keterkaitannya dengan konsepkonsep lain. Heruman (2010) memaparkan pembelajaran yang ditekankan pada konsep-konsep matematika yaitu: 1) Penanaman Konsep Dasar (Penanaman Konsep), yaitu pembelajaran suatu konsep baru matematika, ketika siswa belum pernah mempelajari konsep tersebut; 2) 5

2 6 Pemahaman Konsep, yaitu pembelajaran lanjutan dari penanaman konsep, yang bertujuan agar siswa lebih memahami suatu konsep matematika; 3) Pembinaan Keterampilan, yaitu pembelajaran lanjutan dari penanaman konsep dan pemahaman konsep. Pembelajaran pembinaan keterampilan bertujuan agar siswa lebih terampil dalam menggunakan berbagai konsep matematika. Selain itu cara mengajarkan konsep menurut Panjaitan (2012) ada empat cara yang pertama adalah dengan cara membandingkan obyek matematika yang termasuk konsep dan yang tidak termasuk konsep. Sebagai contoh, ketika membahas pengertian segitiga siku-siku, seorang guru dapat memaparkan gambar bangun datar yang merupakan segitiga siku-siku dan yang bukan segitiga siku-siku. Cara yang kedua adalah dengan pendekatan deduktif, dimana proses pembelajarannya dimulai dari definisi dan diikuti dengan contohcontoh dan yang bukan contohnya. Ketika membahas pengertian atau konsep segitiga siku-siku; seorang guru SD dapat memulai proses pembelajarannya dengan mengemukakan definisi bahwa: Segitiga sikusiku adalah suatu segitiga yang salah satu sudutnya berbentuk siku-siku. Dengan definisi atau pengertian itu sang guru lalu membahas contoh segitiga siku-siku dan yang bukan segitiga siku-siku. Hal ini dapat dilakukan dengan tanya jawab, sehingga para siswa dapat menentukan mana yang termasuk segitiga siku-siku dan mana yang bukan beserta sebab-sebabnya. Cara yang ketiga adalah dengan pendekatan induktif, dimulai dari contoh lalu membahas definisinya. Cara yang terakhir adalah dengan kombinasi deduktif dan induktif, dimulai dari contoh lalu membahas definisinya dan kembali ke contoh, atau dimulai dari definisi lalu membahas contohnya lalu kembali membahas definisinya. Konsep juga mempunyai tingkat pencapaian konsep, Klausmeier (Dahar, 2011) menghipotesiskan bahwa ada empat tingkatan pencapaian konsep, yaitu tingkat konkret, tingkat identitas, tingkat klasifikasi, dan tingkat formal. Tingkat konkret dapat disimpulkan bahwa seseorang telah mencapai konsep pada tingkat konkret apabila seseorang itu mengenal suatu benda yang telah dihadapinya. Siswa harus dapat memperlihatkan benda itu dan dapat membedakan benda itu dari stimulus-stimulus yang ada di lingkungannya. Selanjutnya siswa harus menyajikan benda itu sebagai suatu gambaran mental dan menyimpan gambaran mental itu.

3 7 Tingkat identitas seseorang akan mengenal suatu objek: a) sesudah selang waktu; b) bila orang itu mempunyai orientasi ruang (spatial orientation) yang berbeda terhadap objek itu; atau c) bila objek itu ditentukan melalui suatu cara indra yang berbeda, misalnya mengenal suatu bola dengan cara mnyentuh bola itu bukan melihatnya. Tingkat klasifikasi siswa mengenal persamaan (equivalence) dari dua contoh yang berbeda dari kelas yang sama. Walaupun siswa itu tidak dapat menentukan kriteria atribut ataupun menentukan kata yang dapat mewakili konsep itu, ia dapat mengklasifikasikan contoh dan noncontoh konsep, sekalipun contoh dan noncontoh itu mempunyai banyak atribut yang mirip. Tingkat formal siswa harus dapat menentukan atribut-atribut yang membatasi konsep. Selain itu siswa dapat memberi nama konsep, mendefinisikan konsep itu dalam atribut-atribut kriterianya, mendiskriminasi dan memberi nama atribut-atribut yang membatasi, dan mengevaluasi atau memberikan secara verbal contoh dan noncontoh konsep. 3. Konsepsi Konsepsi menurut Berg (1991) adalah tafsiran perorangan terhadap banyak konsep berbeda-beda. Saptono (Finatri dkk., 2007) mendefinisikan konsepsi sebagai kemampuan memahami konsep, baik yang diperoleh melalui interaksi dengan lingkungan maupun konsep yang diperoleh dari pendidikan formal. Konsepsi siswa menurut PMR (Pendekatan Matematika Realistik) sebagai berikut (Daryanto dkk, 2012): a. Siswa mempunyai seperangkat konsep alternatif tentang ide ide matematika yang mempengaruhi belajar selanjutnya b. Siswa memperoleh pengetahuan baru dengan membentuk pengetahuan itu untuk dirinya sendiri c. Pembentukan pengetahuan merupakan proses perubahan yang meliputi penambahan, kreasi, modifikasi, penghalusan, penyusunan kembali dan penolakan d. Pengetahuan baru yang dibangun oleh siswa untuk dirinya sendiri berasal dari seperangkat ragam pengalaman e. Setiap siswa tanpa memandang ras, budaya, dan jenis kelamin mampu memahami dan mengerjakan matematik

4 8 Selain itu penelitian Driver (Sutriyono, 1999) tentang konsepsi siswa mengenai berbagai obyek peristiwa menunjukkan ciri-ciri umum pemahaman siswa dan menerangkan faktor-faktor yang mempengaruhi konsepsi, diantaranya : a. Pemikiran siswa bersifat personal Setiap siswa mempunyai konsepsi tentang berbagai hal secara berbeda atau bersendirian. Semua itu bergantung pada pengalaman dan pembentukan pengetahuan berdasarkan corak pemikiran yang dipunyai siswa tersebut. Setiap siswa mengadakan pengabstrakan reflektif secara berbeda-beda atau bersendirian berdasarkan corak pemikiran yang dipunyainya, namun perlu disadari bahwa pemikiran siswa bersifat personal tidak berarti bahwa pemikiran itu tidak dipunyai orang lain. b. Ide-ide siswa nampak tidak koheren Siswa seringkali mempunyai beberapa konsepsi yang berbeda tentang suatu hal atau gejala tertentu. Konsepsi yang berbeda itu digunakan untuk menjelaskan atau meramalkan dalam konteks yang berbeda-beda pula. Seringkali konsepsi yang berbeda-beda itu membawa pertentangan bila dipandang dari acuan ilmuwan. Tentu saja tidak mengherankan mengapa sering terjadi penjelasan berbeda dari siswa yang berbeda untuk satu fenomena yang sama. c. Ide siswa bersifat stabil Sering dijumpai bahwa sekalipun siswa telah mengikuti pelajaran dari guru, pemikirannya tidak berubah (bersifat stabil). Meskipun pengajar telah mencoba untuk mengubahnya sesuai dengan konsep ilmuwan. Hal ini dikarenakan corak pemikiran yang dipunyai siswa tersebut begitu kuat sehingga banyak konteks akan selalu diasimilasi secara sama. d. Pemikiran siswa banyak didominasi oleh persepsi Banyak pemikiran siswa masih didominasi oleh hal yang teramati secara langsung berdasarkan pengalaman yang dilihatnya. e. Pusat perhatian siswa terbatas

5 9 Banyak kasus para siswa hanya memperhatikan aspekaspek tertentu saja dari suatu peristiwa. Pusat perhatian tergantung pada hal-hal yang kelihatan mencolok. 4. Kontruktivisme Kontruktivisme menjelaskan bahwa pengetahuan seseorang adalah bentukan (konstruksi) orang itu sendiri (Suparno, 2001). Konstruktivisme lebih menekankan pada perkembangan konsep dan pengertian yang mendalam (Suparno, 1997). Fosnot (Suparno,1997) memaparkan Konstruktivisme lebih menekankan pengetahuan sebagai konstruksi aktif si pelajar. Nik Aziz (Sutriyono, 2012) juga menjelaskan konstruktivisme menekankan bahwa pengetahuan matematika perlu dibangun atau dikonstruksi sendiri oleh individu melalui tiga aktivitas dasar yang terdiri dari pelibatan aktif, refleksi, dan pengabstrakan. Pembelajaran, konstruktivisme memandang sebagai suatu proses sosial (wacana) membangun pengetahuan (yang ilmiah) yang dipengaruhi oleh pengetahuan awa, pamdangan, dan keyakinan peserta didik serta pengaruh pendidik (Tobin et al., 1994; Gunstone, 2002; Suratno,2008). Selain itu, pembelajaran konstruktivisme dapat dipahami sebagai teori tentang pembentukan makna yang di dalamnya berisi penjelasan tentang hakikat pengetahuan dan bagaimana manusia belajar (Saptono, 2011). Pembelajaran konstruktivisme peran guru tidak sekadar menjadi pemberi pengetahuan namun guru berperan sebagai pemandu, fasilitator, dan rekan penjelajah yang mendorong pembelajar untuk bertanya, menantang, dan memformulasikan gagasan-gagasan, pendapat-pendapat dan kesimpulan-kesimpulan mereka sendiri (Saptono, 2011). Berikut prinsip-prinsip teori konstruktivisme menurut Driver (Suparno, 1997) adalah a) pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri baik secara personal atau sosial, b) pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru kepada siswa kecuali hanya dengan keaktifan siswa sendiri untuk menalar, c) siswa aktif mengkonstruksi terus-menerus, sehingga terjadi perubahan konsep menuju konsep yang lebih rinci, lengkap serta sesuai dengan konsep ilmiah, dan d) guru sekedar membantu menyediakan sarana dan situasi agar proses konstruksi siswa berjalan mulus.

6 10 5. Konsep Kesebangunan dan Kekongruenan Gambar 2.1 Peta Konsep Kesebangunan bangun datar terdiri dari dua bangun datar yaitu dua bangun datar kongruen dan dua bangun datar sebangun. Berikut syarat-syarat dua bangun datar sebangun dan dua bangun datar kongruen: a. Syarat dua bangun datar dikatakan sebangun : 1) Mempunyai sudut-sudut yang bersesuaian sama besar 2) Panjang sisi-sisi yang bersesuaian dari kedua bangun itu memiliki perbandingan senilai Gambar 2.2 Dua Bangun Datar yang Sebangun b. Syarat dua bangun datar dikatakan kongruen 1) Mempunyai bentuk ukuran sama 2) Mempunyai sisi-sisi yang bersesuaian sama panjang 3) Mempunyai sudut-sudut yang bersesuaian sama besar Gambar 2.3 Dua Bangun Datar yang Kongruen

7 11 c. Sifat-sifat segitiga sebangun 1) Sisi-sisi yang bersesuaian sebanding (S-S-S) 2) Sudut-sudut yang seletak sama besar (Sd-Sd-Sd) 3) Satu sudut sama besar dan kedua sisi yang mengapitnya sebanding (S-Sd-S) d. Sifat-sifat segitiga kongruen 1) Sisi-sisi yang bersesuaian sama panjang 2) Sudut-sudut yang bersesuaian sama besar e. Syarat segitiga kongruen 1) Sisi-sisi yang bersesuaian sama panjang (S-S-S) 2) Dua sisi yang bersesuaian sama panjang dan dua sudut yang diapitnya sama besar (S-Sd-S) 3) Dua sudut yang bersesuaian sama besar dan sisi yang berada di antaranya sama panjang (Sd-S-Sd) 4) Dua sudut yang bersesuaian sama besar dan sisi yang berada dihadapannya sama panjang (Sd-Sd-S) B. Penelitian yang relevan Sehubungan dengan masalah yang akan diteliti, terlebih dahulu mencari dan menemukan penelitian yang relevan untuk mendukung penelitian yang dilakukan. Penelitian yang dilakukan Kesumawati (2008) yang berjudul Pemahaman Konsep Matematik dalam Pembelajaran Matematika dengan tujuan pencapaian dalam menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah. Hasil dari penelitian tersebut yakni pemahaman konsep merupakan bagian yang sangat penting dalam proses pembelajaran matematika. Pemahaman konsep matematik juga merupakan landasan penting untuk menyelesaikan persoalan-persoalan dalam kehidupan sehari-hari. Penelitian yang dilakukan Nuraeni (2013) dengan judul Konsepsi Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Banyubiru tentang Segiempat dengan tujuan untuk mengetahui konsepsi siswa SMP tersebut. Penelitian ini menghasilkan konsepsi siswa tentang segiempat berbeda-beda antara siswa satu dengan yang lain. Siswa tidak dapat menggeneralisasikan konsep bangun datar segiempat. Siswa tidak dapat menyatakan bahwa persegi bagian dari kelompok belah ketupat dan persegi panjang, belah ketupat bagian dari kelompok layang-layang, serta belah ketupat dan persegi panjang bagian dari

8 12 jajargenjang. Siswa dalam menentukan bangun-bangun datar yang termasuk dalam jenis bangun segiempat tertentu masih banyak yang hanya terpaku kepada bentuk gambar, bukan ciri-ciri bangun segiempat yang dimaksud. Penelitian yang dilakukan Ardhianingsih (2008) dengan judul Pemahaman Siswa Kelas V SD tentang Bangun Datar dan Bangun Ruang bertujuan untuk mengetahui konsep-konsep dalam bangun datar dan bangun ruang. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa penjelasan siswa tentang bangun ruang dan bangun datar yang diberikan secara tertulis seringkali tidak diikuti dengan penjelasan figuratif yang tetap. Hasil penelitian banyak juga ditemui bahwa penjelasan tertulisnya benar tapi penjelasan figuratifnya tidak sesuai. Sebaliknya penjealsan figuratifnya benar tetapi penjelasan tertulisnya kurang tepat. Penjelasan tertulis saja tidak cukup bagi seorang guru untuk meyakinkan bahwa siswa sudah paham dengan konsep yang diberikan. Penelitian ini fokus pada konsepsi siswa tentang kesebangunan dan kekongruenan. Berbeda dengan penelitian sebelumnya tentang kesebangunan dan kekongruenan yang sebagian besar berorientasi pada PTK atau membandingkan antar kedua model pembelajaran atau lebih yang kurang membahas tentang konsepsi kesebangunan dan kekongruenan. Penelitian ini adalah penitian deskriptif kualitatif dengan teknik yang digunakan wawancara semi terstruktur dengan tujuan menggali konsepsi siswa tentang kesebangunan dan kekongruenan. Subyek penelitian ini adalah 6 siswa kelas IX SMP Negeri 2 Salatiga.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Konsep, Konsepsi, dan Miskonsepsi Konsep menurut Berg (1991:8) adalah golongan benda, simbol, atau peristiwa tertentu yang digolongkan berdasarkan sifat yang dimiliki

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengertian Konsep, Konsepsi dan Prakonsepsi Konsep adalah satuan arti yang mewakili sejumlah objek, misalnya benda-benda atau kejadian-kejadian yang mewakili kesamaan ciri khas

Lebih terperinci

Kata kunci : konsep, pemahaman konsep, segitiga.

Kata kunci : konsep, pemahaman konsep, segitiga. KONSEPSI SISWA SMP PANGUDI LUHUR AMBARAWA TERHADAP LUAS SEGITIGA Yolanda Leonino, Tri Nova Hasti Yunianta, M.Pd., Novisita Ratu, S.Si., M.Pd. Program Studi Pendidikan Matematika Universitas Kristen Satya

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Konsep Hudoyo (1988) mengartikan konsep sebagai ide yang dibentuk dengan memandang sifat-sifat yang sama dari sekumpulan eksemplar yang cocok, sedangkan Berg (1991)

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengertian Konsep, Konsepsi dan Representasi Solso dan Maclin (2008) mendefinisikan konsep sebagai penggambaran mental, ide, atau proses. Hurlock (1999) juga mengungkapkan konsep

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran problem solving merupakan salah satu model pembelajaran

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran problem solving merupakan salah satu model pembelajaran 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pemecahan Masalah (Problem Solving) Model pembelajaran problem solving merupakan salah satu model pembelajaran yang berlandaskan teori konstruktivisme. Konstruktivisme merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bilangan, (b) aljabar, (c) geometri dan pengukuran, (d) statistika dan peluang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bilangan, (b) aljabar, (c) geometri dan pengukuran, (d) statistika dan peluang 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pemahaman Konsep Matematika Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) tahun 2006 untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP), disebutkan bahwa standar kompetensi mata pelajaran

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Belajar Jean Piaget Dalam belajar, kognitivisme mengakui pentingnya faktor individu dalam belajar tanpa meremehkan faktor eksternal atau lingkungan. Bagi kognitivisme, belajar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Piaget dalam Siswanto (2008), pikiran manusia mempunyai struktur yang disebut skema atau skemata (jamak) yang sering disebut dengan struktur kognitif. Skemata

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS

BAB II KAJIAN TEORITIS BAB II KAJIAN TEORITIS A. Pembelajaran Matematika Realistik a. Pengertian matematika realistik Pembelajaran matematika realistik atau Realistic Mathematics Education (RME) adalah sebuah pendekatan pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sumber daya insani yang sepatutnya mendapat perhatian terus menerus dalam upaya peningkatan mutunya. Peningkatan mutu pendidikan berarti

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB II KAJIAN TEORITIK BAB II KAJIAN TEORITIK A. Deskripsi Konseptual 1. Analisis Analisis menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Departemen Pendidikan Nasional (2007) adalah penyelidikan terhadap suatu peristiwa (karangan, perbuatan,

Lebih terperinci

09. Mata Pelajaran Matematika A. Latar Belakang B. Tujuan

09. Mata Pelajaran Matematika A. Latar Belakang B. Tujuan 09. Mata Pelajaran Matematika A. Latar Belakang Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. mengetahui derajat kualitas (Arifin, 2009). Sedangkan menurut. komponen, hubungan satu sama lain, dan fungsi masing-masing dalam

BAB II KAJIAN TEORI. mengetahui derajat kualitas (Arifin, 2009). Sedangkan menurut. komponen, hubungan satu sama lain, dan fungsi masing-masing dalam BAB II KAJIAN TEORI A. Analisis Analisis merupakan suatu tahap yang harus ditempuh untuk mengetahui derajat kualitas (Arifin, 2009). Sedangkan menurut Komaruddin (2002), analisis adalah kegiatan berpikir

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak dengan tiba-tiba. Pengetahuan

II. TINJAUAN PUSTAKA. diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak dengan tiba-tiba. Pengetahuan 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Konstruktivisme Konstruktivisme merupakan landasan berpikir pendekatan kontekstual, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Matematika, menurut Ruseffendi adalah bahasa simbol; ilmu deduktif

BAB I PENDAHULUAN. Matematika, menurut Ruseffendi adalah bahasa simbol; ilmu deduktif BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Matematika, menurut Ruseffendi adalah bahasa simbol; ilmu deduktif yang tidak menerima pembuktiaan secara induktif; ilmu tentang pola keteraturan, dan struktur

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIK. A. Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis. 1. Pengertian Pemahaman Konsep Matematis

BAB II KAJIAN TEORITIK. A. Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis. 1. Pengertian Pemahaman Konsep Matematis 5 BAB II KAJIAN TEORITIK A. Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis 1. Pengertian Pemahaman Konsep Matematis Pemahaman konsep adalah salah satu aspek penilaian dalam pembelajaran. Penilaian pada aspek pemahaman

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan model pengembangan ADDIE yaitu tahap analysis (analisis),

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan model pengembangan ADDIE yaitu tahap analysis (analisis), BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Berdasarkan model pengembangan ADDIE yaitu tahap analysis (analisis), design (perancangan), development (pengembangan), implementation (implementasi),

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA Skim tidak dapat dilepaskan dari bagaimana pengetahuan itu dibangun. Teori tentang pembentukan pengetahuan akan dapat diketahui apabila kita memahami teori pembentukan pengetahuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia merupakan faktor penting dalam membangun suatu

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia merupakan faktor penting dalam membangun suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumber daya manusia merupakan faktor penting dalam membangun suatu bangsa. Penduduk yang banyak tidak akan menjadi beban suatu negara apabila berkualitas, terlebih

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. melalui generalisasi dan berfikir abstrak. Konsep merupakan prinsip dasar

II. TINJAUAN PUSTAKA. melalui generalisasi dan berfikir abstrak. Konsep merupakan prinsip dasar 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Konsep merupakan pemikiran dasar yang diperoleh dari fakta peristiwa, pengalaman melalui generalisasi dan berfikir abstrak. Konsep merupakan prinsip dasar yang sangat penting

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kemampuan Penalaran Penalaran adalah suatu proses atau aktifitas berpikir untuk menarik kesimpulan membuat pernyataan baru yang benar berdasarkan pada pernyataan yang telah dibuktikan

Lebih terperinci

Pemecahan. Masalah Kontekstual. Gambar 1. Pemecahan Masalah Realistik (Gravemeijer, 1994)

Pemecahan. Masalah Kontekstual. Gambar 1. Pemecahan Masalah Realistik (Gravemeijer, 1994) imagorganisir bahan ajar. Ketiga hal tersebut perlu diorganisir secara matematis linatematisasi). Pendekatan realistik adalah suatu pendekatan yang menggunakan masalah realistik sebagai pangkal tolak pembelajaran.

Lebih terperinci

Diajukan Oleh : IRFAKNI BIRRUL WALIDATI A

Diajukan Oleh : IRFAKNI BIRRUL WALIDATI A -USAHA PENINGKATAN KEMAMPUAN BERNALAR SISWA DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA MELALUI PENDEKATAN BELAJAR SOMATIS, AUDITORI, VISUAL DAN INTELEKTUAL (SAVI) ( PTK Pembelajaran Matematika Kelas VII SMP N II Wuryantoro)

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian teori 1. Konsep Secara umum konsep adalah suatu abstraksi yang menggambarkan ciri-ciri umum sekelompok objek, peristiwa atau fenomena lainnya. Wayan Memes (2000), mendefinisikan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pendekatan Realistic Mathematics Education atau Pendekatan Matematika

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pendekatan Realistic Mathematics Education atau Pendekatan Matematika 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pendekatan Realistic Mathematics Education Pendekatan Realistic Mathematics Education atau Pendekatan Matematika Realistik merupakan suatu pendekatan pembelajaran dalam pendidikan

Lebih terperinci

KTSP Perangkat Pembelajaran SMP/MTs, KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP) Mapel Matematika kls VII s/d IX. 1-2

KTSP Perangkat Pembelajaran SMP/MTs, KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP) Mapel Matematika kls VII s/d IX. 1-2 KTSP Perangkat Pembelajaran SMP/MTs, PERANGKAT PEMBELAJARAN STANDAR KOMPETENSI DAN KOMPETENSI DASAR Mata Pelajaran Satuan Pendidikan Kelas/Semester : Matematika. : SMP/MTs. : VII s/d IX /1-2 Nama Guru

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. 1. Kemampuan Penalaran Matematis

BAB II KAJIAN TEORI. 1. Kemampuan Penalaran Matematis BAB II KAJIAN TEORI A. Diskrip Konseptual 1. Kemampuan Penalaran Matematis Penalaran merupakan komponen utama dalam matematika khususnya dalam pemecahan masalah (Bergqvist dkk, 2006). Senada dengan Bergqvist,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Resgiana, 2015

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Resgiana, 2015 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya semua siswa akan mengalami kesulitan walaupun mereka telah mengeluarkan seluruh tenaga dan pikirannya untuk belajar. Pengetahuan dan pemahaman

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN MATEMATIKA di SD

PEMBELAJARAN MATEMATIKA di SD Kegiatan Belajar 3 PEMBELAJARAN MATEMATIKA di SD A. Pengantar Seorang guru SD atau calon guru SD perlu mengetahui beberapa karakteristik pembelajaran matematika di SD. Seperti yang telah diuraikan sebelumnya,

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN GEOMETRI BIDANG DATAR DI SEKOLAH DASAR BERORIENTASI TEORI BELAJAR PIAGET

PEMBELAJARAN GEOMETRI BIDANG DATAR DI SEKOLAH DASAR BERORIENTASI TEORI BELAJAR PIAGET PEMBELAJARAN GEOMETRI BIDANG DATAR DI SEKOLAH DASAR BERORIENTASI TEORI BELAJAR PIAGET Mursalin Dosen Prodi Pendidikan Matematika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Malikussaleh E-mail: mursalin@unimal.ac.id

Lebih terperinci

Tita Mulyati. Abstrak elajar menuntut peran serta semua pihak. Pengetahuan bukan sesuatu yang diserap

Tita Mulyati. Abstrak elajar menuntut peran serta semua pihak. Pengetahuan bukan sesuatu yang diserap PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME DAN DAMPAKNYA BAGI PENINGKATAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA SD Tita Mulyati Abstrak elajar menuntut peran serta semua pihak. Pengetahuan bukan sesuatu yang diserap BB secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan sehari- hari maupun dalam ilmu pengetahuan.

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan sehari- hari maupun dalam ilmu pengetahuan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Matematika merupakan cabang ilmu pengetahuan yang sangat berperan dalam perkembangan dunia. Matematika sangat penting untuk mengembangkan kemampuan dalam pemecahan

Lebih terperinci

Skripsi Diajukan untuk memenuhi syarat memperoleh gelar sarjana pendidikan Universitas Muhammadiyah Surakarta. Oleh: AMBAR SUSILOWATI A

Skripsi Diajukan untuk memenuhi syarat memperoleh gelar sarjana pendidikan Universitas Muhammadiyah Surakarta. Oleh: AMBAR SUSILOWATI A 0 UPAYA PENINGKATAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIKA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK SEKOLAH DASAR BERBASIS MEDIA DAN BERKONTEKS LOKAL SURAKARTA (PTK di SDN 1 dan 2 Gentan Sukoharjo Kelas III

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI A.

BAB II KAJIAN TEORI A. BAB II KAJIAN TEORI A. Tahap-tahap Berpikir van Hiele Pierre van Hiele dan Dina van Hiele-Geldof adalah sepasang suami-istri bangsa Belanda yang mengabdi sebagai guru matematika di negaranya. Pada tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latarbelakang Masalah. Konsep merupakan dasar pembangun kemampuan berpikir siswa untuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latarbelakang Masalah. Konsep merupakan dasar pembangun kemampuan berpikir siswa untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang Masalah Konsep merupakan dasar pembangun kemampuan berpikir siswa untuk mengembangkan proses mental yang lebih tinggi dalam merumuskan prinsip dan generalisasi terhadap

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pemahaman Matematika 1. Pengertian Pemahaman Pemahaman adalah kemampuan untuk menggunakan pengetahuan dalam situasi baru, mampu menghubungkan antara apa yang dipelajari dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sistematis dalam menyelesaikan persoalan kehidupan sehari-hari atau dalam

BAB I PENDAHULUAN. sistematis dalam menyelesaikan persoalan kehidupan sehari-hari atau dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika sebagai bagian dari kurikulum, memegang peranan yang sangat penting dalam upaya meningkatkan kualitas lulusan yang mampu bertindak atas dasar pemikiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang mereka temukan dalam kehidupan ialah hal yang sangat. menemukan berbagai pertanyaan mengenai masalah-masalah matematika.

BAB I PENDAHULUAN. yang mereka temukan dalam kehidupan ialah hal yang sangat. menemukan berbagai pertanyaan mengenai masalah-masalah matematika. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan peserta didik banyak dijumpai permasalahan yang harus diselesaikan. Beberapa masalah itu ialah situasi-situasi akrab yang dapat diselesaikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika adalah salah satu ilmu pengetahuan dasar dan memberikan andil yang sangat besar dalam kemajuan bangsa. Pernyataan ini juga didukung oleh Kline (Suherman,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Belajar Matematika Menurut Slameto (dalam Bahri, 2008:13), Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. zaman inilah yang mendorong para pendidik untuk lebih kreatif dalam. nasional (Marsigit dalam Renni Indrasari,2005:1).

BAB I PENDAHULUAN. zaman inilah yang mendorong para pendidik untuk lebih kreatif dalam. nasional (Marsigit dalam Renni Indrasari,2005:1). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika dalam dunia pendidikan merupakan salah satu ilmu dasar yang dapat digunakan untuk menunjang adanya ilmu ilmu lain seperti ilmu fisika, kimia, komputer,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. 1. Kemampuan Penalaran Induktif Matematis. yaitu reasoning, dalam Cambridge Learner s Dictionary berarti the

BAB II KAJIAN TEORI. 1. Kemampuan Penalaran Induktif Matematis. yaitu reasoning, dalam Cambridge Learner s Dictionary berarti the 39 BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Konseptual 1. Kemampuan Penalaran Induktif Matematis Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdiknas, 2007) penalaran berasal dari kata nalar yang berarti pertimbangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mutu pendidikan dari bangsa itu sendiri karena pendidikan yang tinggi dapat

BAB I PENDAHULUAN. mutu pendidikan dari bangsa itu sendiri karena pendidikan yang tinggi dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan pengubahan sikap dan tingkah laku seseorang atau kelompok orang dalam mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu fakta, operasi, konsep, dan prinsip, (2) Berdasar pada perjanjian atau

BAB I PENDAHULUAN. yaitu fakta, operasi, konsep, dan prinsip, (2) Berdasar pada perjanjian atau 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ciri-ciri matematika secara umum yang disepakati bersama memiliki 6 karakteristik, adalah sebagai berikut : (1) Mempunyai objek yang abstrak yaitu fakta, operasi,

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK (PMR)

PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK (PMR) PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK (PMR) Oleh : Iis Holisin Dosen FKIP UMSurabaya ABSTRAK Objek yang ada dalam matermatika bersifat abstrak. Karena sifatnya yang abstrak, tidak jarang guru maupun siswa

Lebih terperinci

41. Mata Pelajaran Matematika untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs)

41. Mata Pelajaran Matematika untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs) 41. Mata Pelajaran Matematika untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs) A. Latar Belakang Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari seringkali kita menjumpai suatu hal yang erat kaitannya dengan kegiatan berhitung. Bagi setiap orang dan tidak menutup kemungkinan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. aplikasi dari konsep matematika. Pengenalan konsep-konsep matematika

BAB II KAJIAN TEORI. aplikasi dari konsep matematika. Pengenalan konsep-konsep matematika BAB II KAJIAN TEORI A. Pendekatan Realistik 1. Pengertian Pendekatan Realistik Pendekatan realistik adalah salah satu pendekatan pembelajaran matematika yang menekankan pada keterkaitan antar konsep-konsep

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Matematika sebagai salah satu mata pelajaran di sekolah dinilai memegang peranan penting dalam membentuk siswa menjadi berkualitas, karena matematika merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adanya jembatan yang dapat menetralisir perbedaan atau pertentangan tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. adanya jembatan yang dapat menetralisir perbedaan atau pertentangan tersebut. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran matematika di SD/MI merupakan salah satu kajian yang selalu menarik untuk dikemukakan karena adanya perbedaan karakteristik khususnya antara hakikat

Lebih terperinci

42. Mata Pelajaran Matematika untuk Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Tunanetra (SMPLB A)

42. Mata Pelajaran Matematika untuk Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Tunanetra (SMPLB A) 42. Mata Pelajaran Matematika untuk Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Tunanetra (SMPLB A) A. Latar Belakang Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Kajian Teori dan Hasil Penelitian Yang Relevan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Kajian Teori dan Hasil Penelitian Yang Relevan BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori dan Hasil Penelitian Yang Relevan 1. Hakikat Pemahaman Konsep Luas Bangun Luas a. Pengertian Pemahaman Pemahaman yang baik sangat diperlukan dalam mempelajarai suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rendahnya kualitas pendidikan baik pendidikan formal, informal maupun

BAB I PENDAHULUAN. rendahnya kualitas pendidikan baik pendidikan formal, informal maupun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu aspek dalam kehidupan yang memegang peranan penting. Suatu negara dapat mencapai sebuah kemajuan dalam teknologinya, jika pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembelajaran, hal ini menuntut guru dalam perubahan cara dan strategi

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembelajaran, hal ini menuntut guru dalam perubahan cara dan strategi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal utama yang dibutuhkan untuk menjamin kelangsungan hidup manusia karena pendidikan merupakan sarana untuk meningkatkan dan mengembangkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Belajar adalah suatu kegiatan yang selalu ada dalam kehidupan manusia. Belajar

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Belajar adalah suatu kegiatan yang selalu ada dalam kehidupan manusia. Belajar BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Belajar dan Pembelajaran 2.1.1 Pengertian Belajar dan Pembelajaran Belajar adalah suatu kegiatan yang selalu ada dalam kehidupan manusia. Belajar merupakan proses perubahan dalam

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. membujuk, menganalisis asumsi dan melakukan penelitian ilmiah. Berpikir kritis

II. TINJAUAN PUSTAKA. membujuk, menganalisis asumsi dan melakukan penelitian ilmiah. Berpikir kritis 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoretis 1. Kemampuan Berpikir Kritis Berpikir kritis merupakan sebuah proses yang terarah dan jelas yang digunakan dalam kegiatan mental seperti memecahkan masalah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi yang begitu pesat

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi yang begitu pesat BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi yang begitu pesat membuat setiap orang dapat mengakses segala bentuk informasi yang positif maupun negatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indrie Noor Aini, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indrie Noor Aini, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu disiplin ilmu yang diajarkan pada setiap jenjang pendidikan, matematika diharapkan dapat memberikan sumbangan dalam rangka mengembangkan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK SISWA SD KELAS RENDAH DAN PEMBELAJARANNYA

KARAKTERISTIK SISWA SD KELAS RENDAH DAN PEMBELAJARANNYA KARAKTERISTIK SISWA SD KELAS RENDAH DAN PEMBELAJARANNYA Oleh: Sekar Purbarini Kawuryan PPSD FIP UNY Pendahuluan Pembentukan kemampuan siswa di sekolah dipengaruhi oleh proses belajar yang ditempuhnya.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan Ilmu pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) saat ini sangat pesat sehingga informasi yang terjadi di dunia dapat diketahui segera dan waktu serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Peran pendidikan sangat dibutuhkan dalam mempersiapkan dan

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Peran pendidikan sangat dibutuhkan dalam mempersiapkan dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan terpenting dalam kehidupan manusia. Peran pendidikan sangat dibutuhkan dalam mempersiapkan dan mengembangkan sumber

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Matematika merupakan suatu ilmu yang tersusun secara deduktif (umum ke khusus) yang menyatakan hubungan-hubungan, struktur-struktur yang diatur menurut aturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika sebagai salah satu mata pelajaran yang diberikan pada setiap jenjang pendidikan di Indonesia mengindikasikan bahwa matematika sangatlah penting untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Syarifudin, 2007: 21). Dalam arti luas, pendidikan berlangsung bagi siapapun,

BAB I PENDAHULUAN. (Syarifudin, 2007: 21). Dalam arti luas, pendidikan berlangsung bagi siapapun, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah segala pengalaman (belajar) di berbagai lingkungan yang berlangsung sepanjang hayat dan berpengaruh positif bagi perkembangan individu (Syarifudin,

Lebih terperinci

Skripsi. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan. Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1. Pendidikan Matematika. Disusun Oleh :

Skripsi. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan. Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1. Pendidikan Matematika. Disusun Oleh : PENINGKATAN KEAKTIFAN BELAJAR DAN PEMAHAMAN KONSEP SUDUT MELALUI PENDEKATAN KONTEKSTUAL DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA ( PTK Bagi Siswa Kelas V Semester Gasal SDIT AL Falaah Simo Boyolali ) Skripsi Untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kewajiban sebagai warga negara yang baik. Pendidikan pada dasarnya merupakan

BAB I PENDAHULUAN. kewajiban sebagai warga negara yang baik. Pendidikan pada dasarnya merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sarana atau wahana yang berfungsi untuk meningkatkan kualitas manusia baik aspek kemampuan, kepribadian, maupun kewajiban sebagai warga

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar Pengertian belajar dalam kamus besar B. Indonesia adalah berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu. Menurut fontana (Erman Suhaerman,

Lebih terperinci

41. Mata Pelajaran Matematika untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs)

41. Mata Pelajaran Matematika untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs) 41. Mata Pelajaran Matematika untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs) A. Latar Belakang Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai

Lebih terperinci

KONSEPSI SISWA KELAS VII SMP NEGERI 2 BANYUBIRU TENTANG SEGIEMPAT

KONSEPSI SISWA KELAS VII SMP NEGERI 2 BANYUBIRU TENTANG SEGIEMPAT KONSEPSI SISWA KELAS VII SMP NEGERI 2 BANYUBIRU TENTANG SEGIEMPAT SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi syarat guna mencapai gelar Sarjana Pendidikan Program Studi S1 Pendidikan Matematika Oleh ENDAH TRI NURAENI

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIS

BAB II KAJIAN TEORETIS BAB II KAJIAN TEORETIS A. Kajian Teori 1. Model Pembelajaran Search, Solve, Create, and Share (SSCS) Model pembelajaran Search, Solve, Create, and Share (SSCS) pertama kali dikembangkan oleh Pizzini tahun

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. A. Pembelajaran SAVI (Somatis, Auditori, Visual, Intelectual)

BAB II LANDASAN TEORI. A. Pembelajaran SAVI (Somatis, Auditori, Visual, Intelectual) BAB II LANDASAN TEORI A. Pembelajaran SAVI (Somatis, Auditori, Visual, Intelectual) Model pembelajaran SAVI (Somatis, Auditori, Visual, Intelektual) adalah pembelajaran yang menekankan bahwa belajar haruslah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diberikan sejak tingkat pendidikan dasar sampai dengan pendidikan menengah di

BAB I PENDAHULUAN. diberikan sejak tingkat pendidikan dasar sampai dengan pendidikan menengah di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu dari sekian banyak mata pelajaran yang diberikan sejak tingkat pendidikan dasar sampai dengan pendidikan menengah di negara

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG MASALAH

A. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Matematika merupakan salah satu mata pelajaran di sekolah yang wajib dipelajari oleh setiap siswa pada jenjang pendidikan manapun, baik dari tingkat Sekolah

Lebih terperinci

KONSEPSI MAHASISWA TENTANG TEKANAN HIDROSTATIS

KONSEPSI MAHASISWA TENTANG TEKANAN HIDROSTATIS KONSEPSI MAHASISWA TENTANG TEKANAN HIDROSTATIS Petrus Ongga *), Yani Sanwaty *), Ferdy Semuel Rondonuwu **), Wahyu Hari Kristiyanto ***) Email : whkris_fisika@yahoo.com, whkris@staff.uksw.edu *) Mahasiswa

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Pembelajaran Matematika Menurut Mulyasa (2004) pembelajaran adalah proses interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya sehingga terjadi perbedaan perilaku ke arah yang lebih

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat II. TINJAUAN PUSTAKA A. Efektivitas Pembelajaran Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat keberhasilan dari suatu proses pembelajaran. Pembelajaran dikatakan efektif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Belajar dan mengajar merupakan dua konsep yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Belajar menunjukkan kepada apa yang harus dilakukan seseorang sebagai penerima

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau bukti-bukti baru dalam lapangan pendidikan dan menguji fakta-fakta lama,

BAB I PENDAHULUAN. atau bukti-bukti baru dalam lapangan pendidikan dan menguji fakta-fakta lama, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pauline V. Young dalam Scientific Social Survey and Research mengemukakan tujuan penelitian kependidikan seperti yang dikutip oleh Hartono, yaitu Menemukan faktafakta

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIK. sebagai proses dimana pelajar menemukan kombinasi aturan-aturan yang

BAB II KAJIAN TEORITIK. sebagai proses dimana pelajar menemukan kombinasi aturan-aturan yang BAB II KAJIAN TEORITIK A. Kemampuan Pemecahan Masalah Menurut Nasution (2010), memecahkan masalah dapat dipandang sebagai proses dimana pelajar menemukan kombinasi aturan-aturan yang telah dipelajarinya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah pembelajaran yang menekankan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah pembelajaran yang menekankan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Contextual Teaching and Learning (CTL) Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin ilmu dan memajukan daya pikir

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR. A. Kajian Pustaka

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR. A. Kajian Pustaka BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR A. Kajian Pustaka 1. Masalah Masalah sebenarnya sudah menjadi hal yang tidak terpisahkan dalam kehidupan manusia. Masalah tidak dapat dipandang sebagai suatu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. meningkatkan hasil belajar siswa apabila secara statistik hasil belajar siswa menunjukan

II. TINJAUAN PUSTAKA. meningkatkan hasil belajar siswa apabila secara statistik hasil belajar siswa menunjukan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Efektivitas Pembelajaran Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat keberhasilan dari suatu proses pembelajaran. Pembelajaran dikatakan efektif

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG MASALAH

A. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Salah satu tujuan pembelajaran matematika pada sekolah menengah atas adalah siswa memiliki kemampuan memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN TRIGONOMETRI BERORIENTASI FILOSOFI KONSTRUKTIVISTIK

PEMBELAJARAN TRIGONOMETRI BERORIENTASI FILOSOFI KONSTRUKTIVISTIK PEMBELAJARAN TRIGONOMETRI BERORIENTASI FILOSOFI KONSTRUKTIVISTIK Oleh: Nasaruddin Dosen Prodi Matematika STAIN Palopo Abstrak: Tulisan ini membahas tentang berbagai konsep mengenai pembelajaran secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mata pelajaran matematika wajib diberikan kepada semua peserta didik mulai

BAB I PENDAHULUAN. Mata pelajaran matematika wajib diberikan kepada semua peserta didik mulai A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Mata pelajaran matematika wajib diberikan kepada semua peserta didik mulai dari jenjang sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Rahmawati, 2013:9). Pizzini mengenalkan model pembelajaran problem solving

BAB II KAJIAN TEORI. Rahmawati, 2013:9). Pizzini mengenalkan model pembelajaran problem solving BAB II KAJIAN TEORI A. Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis, Model Pembelajaran Search, Solve, Create and Share (SSCS), Pembelajaran Konvensional dan Sikap 1. Model Pembelajaran Search, Solve, Create and

Lebih terperinci

, 2015 PENGARUH PENGGUNAAN MODEL GUIDED DISCOVERY LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA SMP

, 2015 PENGARUH PENGGUNAAN MODEL GUIDED DISCOVERY LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA SMP BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang diajarkan pada setiap jenjang pendidikan di Indonesia mulai dari Sekolah Dasar (SD) sampai Sekolah Menengah

Lebih terperinci

PENGETAHUAN KONSEPTUAL DAN PROSEDURAL DALAM PEMBELAJARAN PERKALIAN BILANGAN PECAH DESIMAL BERDASARKAN PAHAM KONSTRUKTIVISME PADA SISWA SD KELAS V

PENGETAHUAN KONSEPTUAL DAN PROSEDURAL DALAM PEMBELAJARAN PERKALIAN BILANGAN PECAH DESIMAL BERDASARKAN PAHAM KONSTRUKTIVISME PADA SISWA SD KELAS V PENGETAHUAN KONSEPTUAL DAN PROSEDURAL DALAM PEMBELAJARAN PERKALIAN BILANGAN PECAH DESIMAL BERDASARKAN PAHAM KONSTRUKTIVISME PADA SISWA SD KELAS V SAMSIAR RIVAI Abstrak: Permasalahan pada pembelajaran perkalian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut adanya sumber daya manusia yang berkualitas, yang mampu menghadapi berbagai tantangan dan mampu bersaing. Sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan berpikir kritis, sistematis, logis, dan mampu mengkomunikasikan

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan berpikir kritis, sistematis, logis, dan mampu mengkomunikasikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat sangat berpengaruh terhadap perkembangan di semua aspek kehidupan. Dalam hal ini diperlukan sumber

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIK. dalam diri peserta didik untuk belajar secara aktif, kreatif, efektif,

BAB II KAJIAN TEORITIK. dalam diri peserta didik untuk belajar secara aktif, kreatif, efektif, BAB II KAJIAN TEORITIK A. Deskripsi Konseptual 1. Motivasi Belajar a. Pengertian Motivasi Belajar Menurut Hanafiah (2009) motivasi belajar merupakan kekuatan, daya pendorong, atau alat pembangun keinginan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIS

BAB II KAJIAN TEORETIS BAB II KAJIAN TEORETIS A. Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Menurut Baird (Cahyati: 2009), Komunikasi merupakan proses yang meliputi penyampaian dan penerimaan hasil pemikiran melalui simbol kepada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini pembangunan di Indonesia antara lain diarahkan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini pembangunan di Indonesia antara lain diarahkan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini pembangunan di Indonesia antara lain diarahkan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Sumber daya manusia yang berkualitas sangat diperlukan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan tidak dapat dilepaskan dari kehidupan manusia karena merupakan kebutuhan manusia sepanjang hidupnya. Pendidikan menjadi sarana untuk mengembangkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Percaya Diri 1. Pengertian Percaya Diri Masalah dengan percaya diri hampir dialami oleh setiap individu dari usia remaja hingga dewasa. Percaya diri merupakan hal yang sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan kemampuan untuk memperoleh informasi, memilih informasi dan

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan kemampuan untuk memperoleh informasi, memilih informasi dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan suatu bangsa berkaitan erat dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi bangsa tersebut. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut seseorang

Lebih terperinci

Meilantifa, Strategi Kognitif Pada Pembelajaran Persamaan Linier Satu. Strategi Konflik Kognitif Pada Pembelajaran Persamaan Linier Satu Variabel

Meilantifa, Strategi Kognitif Pada Pembelajaran Persamaan Linier Satu. Strategi Konflik Kognitif Pada Pembelajaran Persamaan Linier Satu Variabel 41 Strategi Konflik Kognitif Pada Pembelajaran Persamaan Linier Satu Variabel Meilantifa Email : meilantifa@gmail.com Jurusan Pendidikan Matematika, Fakultas Bahasa dan Sains Universitas Wijaya Kusuma

Lebih terperinci

mengobservasi, membandingkan, menemukan kesamaan-kesamaan dan 3. Aktivitas-aktivitas peserta didik sepenuhnya didasarkan pada pengkajian.

mengobservasi, membandingkan, menemukan kesamaan-kesamaan dan 3. Aktivitas-aktivitas peserta didik sepenuhnya didasarkan pada pengkajian. 9 Ada beberapa ciri pembelajaran efektif yang dirumuskan oleh Eggen & Kauchak (Warsita, 2008) adalah: 1. Peserta didik menjadi pengkaji yang aktif terhadap lingkungannya melalui mengobservasi, membandingkan,

Lebih terperinci