BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembuatan Ekstrak Etil Asetat dari Didemnum sp. Langkah awal dalam penelitian ini adalah membuat sediaan ekstrak etil asetat. Disebut ekstrak etil asetat karena pelarut yang digunakan disini adalah pelarut semi polar etil asetat. Metode yang digunakan adalah maserasi karena proses ekstraksi dengan cara dingin dapat mencegah terurainya metabolit metabolit yang tidak tahan pemanasan. Waktu maserasi yang digunakan untuk satu kali perendaman adalah 2x24 jam yang dilakukan agar proses perendaman terjadi secara optimal dimana kandungan senyawa metabolit yang diikat juga dapat ditarik secara optimal. Ekstraksi ini dilakukan hingga pelarut berwarna bening yang menunjukkan bahwa sudah tidak ada lagi senyawa metabolit yang bisa diikat oleh pelarut (Edawati 2012 ). Jumlah sampel Didemnum sp. yang digunakan sebanyak 200 gram dimana sebelumnya sampel ditimbang terlebih dahulu dan dihaluskan agar senyawa yang terkandung didalamnya lebih mudah diikat oleh pelarut. Selanjutnya sampel direndam dalam pelarut etil asetat sebanyak 1000 ml. perbandingan yang digunakan disini adalah 1 : 5 untuk sampel dan pelarut. Selanjutnya adalah penguapan filtrat yang diperoleh dari proses maserasi dengan menggunakan rotary vacuum evaporator pada suhu 60 0 C. Jika suhu penguapan terlalu tinggi, dikhawatirkan dapat menyebabkan senyawa aktif yang terkandung di dalam sampel akan rusak. Penguapan dilakukan untuk mendapatkan ekstrak kental etil asetat dari Didemnum sp. selanjutnya dari proses penguapan tersebut, pelarut yang menguap dapat ditampung kembali dan digunakan kembali untuk proses maserasi selanjutnya. Untuk proses ekstraksi dapat dilihat pada Lampiran 2. Ekstrak etil asetat yang diperoleh berwarna hijau pekat, kental dan juga berbau amis. Ekstrak yang diperoleh dari sampel sebanyak 200 gram adalah sebanyak 2,49 gram dan ini setara dengan 1,24%. Hasil ekstraksi ini tidak termasuk kedalam 25

2 26 kisaran rata rata nilai persentase ascidian secara umum yang disebutkan oleh Schupp (2000) dalam Edawati (2012) yang menyatakan bahwa persentase ekstrak dari ascidian adalah pada kisaran 1,5 hingga 15%. Hal ini diperkirakan karena pelarut yang digunakan bukan pelarut polar yang dapat menarik seluruh senyawa pada sampel, namun pelarut yang digunakan adalah pelarut semi polar yang tidak menarik seluruh senyawa yang terdapat pada sampel Didemnum sp. Bila dibandingkan dengan pelarut polar seperti metanol, ekstrak yang didapatkan akan lebih banyak karena metanol akan menarik semua senyawa yang terdapat pada sampel. Berikut ini merupakan hasil maserasi dari sampel Didemnum sp. dengan perbandingan sampel : pelarut 1 : 5 Tabel 2. Hasil maserasi dan rendemen ekstrak Sampel Pelarut Filtrat Ekstrak Rendemen 200 g 1000 ml 800 ml 1,53 g 0.76 % 1000 ml 950 ml 0,68 g 0.34 % 1000 ml 970 ml 0.22 g 0.11 % 1000 ml 980 ml 0.06 g 0.03 % Jumlah 2,49 g 1,24%. Tabel 2 menunjukkan adanya pengurangan hasil maserasi dimana pada setiap pengulangan, jumlah filtrat yang dihasilkan semakin banyak. Hal ini disebabkan oleh berkurangnya senyawa yang dapat ditarik oleh pelarut etil asetat pada setiap perendaman. Pada perendaman pertama, jumlah filtrat yang dihasilkan jauh lebih sedikit bila dibandingkan dengan perendaman selanjutnya yang dikarenakan oleh penguapan pelarut dan tingkat penyerapan oleh sampel. Namun ekstrak yang dihasilkan pada perendaman pertama tersebut jauh lebih banyak daripada saat dilakukan pengulangan yaitu sebanyak 1,53 gram dengan rendemen terbesar pula yaitu 0,76%. Selanjutnya pada ulangan pertama, kedua, dan ketiga, jumlah senyawa yang terikat semakin sedikit karena sebagian besarnya sudah terikat pada perendaman

3 27 pertama. Pengulangan perendaman dilakukan dengan menggunakan kembali residu pada perendaman awal dan direndam dengan menggunakan pelarut etil asetat sebanyak 1000 ml. Tingkat penyerapan pelarut juga dapat dilihat dari perubahan warna saat perendaman, dimana semakin banyak senyawa yang diikat, warna filtrat pun semakin pekat dan semakin sedikit senyawa yang diikat maka warna filtrat yang dihasilkan akan semakin bening. Perubahan warna filtrat dapat dilihat pada Gambar 4. a b c d Gambar 4. Filtrat Hasil Ekstraksi (a) Filtrat 1 (b) Filtrat 2 (c) Filtrat 3 (d) Filtrat Analisis Fitokimia Didemnum sp. Uji fitokimia adalah analisa yang mencakup pada aneka ragam senyawa organik yang dibentuk dan ditimbun makhluk hidup, yaitu mengenai struktur kimia, biosintesa, perubahan metabolisme, penyebaran secara alamiah dan fungsi biologinya. Analisis fitokimia dilakukan untuk menentukan ciri senyawa yang terdapat dalam suatu bahan yang mempunyai efek racun atau yang bermanfaat, yang ditunjukkan oleh ekstrak kasar bila diuji dengan sistem biologi (Harborne 1987). Uji fitokimia dapat digunakan untuk menganalisa struktur kimia suatu bahan, biosintesis, perubahan metabolisme, dan fungsi biologi dari suatu bahan yang sedang dianalisa. Tujuan dari dilakukannya analisis fitokimia adalah untuk mengetahui kandungan senyawa metabolit apa saja yang terdapat pada Didemnum sp. Analisis fitokimia dilakukan dengan melakukan uji alkaloid, uji steroid/triterpenoid, uji flavonoid, uji saponin, dan uji tanin.

4 28 Ilustrasi analisis fitokimia dari sampel segar Didemnum sp. dapat dilihat pada Gambar 5 dan 6 dan keterangannya dapat dilihat pada Tabel 3 di bawah ini : Tabel 3. Hasil fitokimia sampel segar ascidian Didemnum sp. Uji Fitokimia Hasil (warna) Standar (warna) Alkaloid - Meyer - Wagner Steroid / Triterpenoid Endapan putih (+) Endapan coklat (+) Warna keunguan untuk steroid (+) Endapan putih kekuningan Endapan coklat Terbentuk warna merah untuk triterpenoid dan warna hijau atau ungu untuk steroid. Flavonoid Warna hijau kuning (-) Warna jingga kemerahan Saponin Busa 5 cm dan konstan setelah penambahan HCl 2N (+) Terbentuk busa stabil 1 10 cm Tanin Warna kuning orange (-) terjadi warna biru tua atau hijau kehitaman Gambar 5. Hasil Positif Uji Alkaloid (kiri) dengan Pereaksi Meyer (kanan) dengan Pereaksi Wagner

5 29 Hasil uji fitokimia terhadap Didemnum sp. menunjukkan bahwa ascidian jenis ini mengandung senyawa kimia berupa alkaloid, steroid, dan saponin. Senyawa flavonoid tidak terdeteksi dalam uji fitokimia ini, karena hasil uji menunjukkan kontrol negatif dimana dalam pengujiannya menunjukkan bahwa terbentuk warna hijau kekuningan bukan warna jingga kemerahan. Untuk uji saponin didapatkan hasil positif dimana terbentuk busa setinggi 5 cm setelah dikocok vertikal dan busa tersebut tetap stabil setelah ditambahkan dengan beberapa tetes larutan HCl 2N. saponin memiliki glikosil yang berfungsi sebagai gugus polar dan gugus steroid dan triterpenoid sebagai gugus nonpolar. Senyawa yang memiliki gugus polar dan nonpolar bersifat aktif permukaan sehingga saat dikocok dengan air, saponin dapat membentuk misel. Pada struktur misel, gugus polar menghadap ke luar sedangkan gugus nonpolarnya menghadap ke dalam (Sangi et al 2008). Keadaan tersebutlah yang tampak seperti busa. Hal tersebut menyebabkan dalam analisis ini dilihat kemampuan sampel dalam membentuk busa. Terbentuknya warna keunguan menunjukkan sampel Didemnum sp. positif mengandung steroid. Analisis ini didasarkan pada kemampuan senyawa triterpenoid dan steroid membentuk warna oleh H 2 SO 4 pekat dalam pelarut asam asetat anhidrida. Hasil positif diberikan pada sampel yang membentuk warna merah jingga untuk analisis triterpenoid dan biru keunguan untuk analisis steroid (Harborne 1987). Untuk uji tanin diperoleh hasil negatif dimana setelah beberapa tetes sampel ditambahkan dengan 1 2 tetes pereaksi FeCl 3, warna yang dihasilkan bukan warna biru tua atau hijau kehitaman, melainkan warna kuning orange dan terbentuk endapan. Ilustrasi uji fitokimia dapat dilihat pada Lampiran 3. Hasil pengujian fitokimia positif senyawa steroid dan saponin pada sampel segar Didemnum sp. dapat dilihat pada Gambar 6.

6 30 Gambar 6. Hasil Positif (kiri) Uji steroid dan (kanan) Uji Saponin Kandungan senyawa fitokimia yang menunjukkan hasil positif pada Didemnum sp. ini merupakan senyawa bioaktif untuk antikanker, terutama alkaloid (Malla et al 2004). Prinsip dari analisis alkaloid adalah reaksi pengendapan yang terjadi karena adanya penggantian ligan. Atom nitrogen yang mempunyai pasanagan elektron bebas pada alkaloid dapat mengganti ion iodo dalam pereaksi pereaksi yang digunakan. Pereaksi Wagner mengandung iod dan kalium iodida, sedangkan pereaksi Meyer mengandung kalium iodida dan merkuri klorida (Sangi et al 2008). Pernyataan ini diperkuat oleh penelitian yang dilakukan di Thailand, dimana senyawa alkaloid ectinascidian yang berasal dari Ectenascidia thurstoni yang bersifat sitotoksik terhadap sel kanker payudara, paru paru, dan jaringan nasofaring (Rinehart 2000). Selain ketiga senyawa aktif tersebut, flavonoid juga merupakan salah satu senyawa bioaktif untuk antikanker karena senyawa tersebut mempunyai aktivitas antioksidan, dimana golongan yang memiliki aktifitas antioksidan adalah flavon, flavonol, isoflavon, dan kalkon (Prabowo 2009).

7 31 Dalam pertahanan dirinya, ascidian mengeluarkan sejenis lendir untuk melindungi diri dari predator, begitu pula ketika sampel diambil juga mengeluarkan lendir berwarna hijau. Lendir tersebut merupakan salah satu bentuk metabolit sekunder yang dikeluarkan oleh ascidian, dimana metabolit sekunder ini diduga merupakan komponen bioaktif alkaloid. Alkaloid ini merupakan metabolit sekunder yang berguna untuk pertahanan diri, pencegahan infeksi, dan persaingan ruang (Hardiningtyas 2009). 4.3 Fraksinasi Didemnum sp. Tahap selanjutnya dari penelitian ini adalah fraksinasi. Fraksinasi disini adalah proses pemisahan senyawa aktif dalam crude extract sampel berdasarkan tingkat kepolaranya masing masing. Dalam proses ini dilakukan fraksinasi bertingkat, dimana prosesnya dimulai dengan n-heksan sebagai pelarut non polar, etil asetat sebagai pelarut semi polar, dan air yang berperan sebagai pelarut polar. Proses fraksinasi yang dilakukan adalah fraksinasi cair cair bertingkat dimana dilakukan dengan menggunakan dua pelarut dalam prosesnya. Seluruh ekstrak digunakan karena yang akan digunakan pada tahap selanjutnya dari penelitian ini adalah fraksi fraksi yang terbentuk dari proses fraksinasi ekstrak kasar dari Didemnum sp. yaitu fraksi n-heksan, fraksi etil asetat, dan fraksi air. Tujuan dari fraksinasi cair cair bertingkat ini adalah untuk memisahkan kandungan senyawa metabolit sekunder yang terdapat pada Didemnum sp. berdasarkan tingkat kepolarannya. Fraksinasi dilakukan dari pelarut dengan tingkat kepolaran rendah atau nonpolar bertujuan agar proses pengikatan senyawa bertahap dan agar seluruh senyawa tidak ditarik oleh pelarut polar yang bersifat menarik seluruh senyawa (Edawati 2012). Kemampuan mengikat senyawa oleh tingkat kepolaran tersebut menyebabkan fraksinasi dengan pelarut polar dilakukan paling akhir. Proses fraksinasi dilakukan dengan air dan n-heksan. Kedua pelarut ini digunakan untuk memisahkan antara senyawa yang terkandung dalam sampel Didemnum sp. dimana bila pada sampel terdapat senyawa polar, maka akan ditarik

8 32 oleh air dan senyawa non polar akan ditarik oleh pelarut non polar yaitu n-heksan. Hasil fraksinasi dengan menggunakan air dan n-heksan menyebabkan jumlah fraksi air bertambah sebanyak 7 ml dan jumlah fraksi n-heksan berkurang sebanyak 7 ml. hal ini disebabkan karena adanya bagian dari ekstrak yang ikut tertarik dan diikat oleh air yang bersifat polar. Berkurangnya jumlah fraksi n-heksan disebabkan oleh adanya bagian dari n-heksan yang ikut terikat oleh air dan sejumlah lainnya menguap. Fraksinasi selanjutnya dengan menggunakan pelarut polar dan pelarut semi polar, yaitu air dan etil asetat. Dari proses fraksinasi polar dengan semi polar diketahui bahwa jumlah fraksi etil asetat yang semula berjumlah 57 ml berkurang sebanyak 7 ml dan menjadi 50 ml (Lampiran 4) dan jumlah fraksi air tetap sebanyak 57 ml tanpa adanya pengurangan. Berkurangnya jumlah etil asetat dalam fraksinasi polar dengan semi polar ini disebabkan karena adanya sejumlah bagian dari pelarut ini yang menguap. Setelah diperoleh hasil dalam fraksinasi cair cair, maka proses yang selanjutnya dilakukan adalah mengentalkan fraksi fraksi tersebut dengan menggunakan rotary vacuum evaporator. Untuk fraksi n-heksan, suhu yang digunakan adalah 50 0 C. Hal ini dilakukan agar hanya pelarut n-heksan saja yang menguap dan agar senyawa aktif yang ditarik oleh n-heksan tidak rusak, karena bila menggunakan suhu yang tinggi dikhawatirkan akan merusak kandungan senyawa aktif yang ditarik oleh n-heksan tersebut. Selanjutnya untuk fraksi etil asetat, suhu penguapan yang digunakan juga adalah 50 0 C dikarenakan alasan yang sama, yaitu agar yang menguap hanya pelarutnya saja dan agar senyawa aktif yang ditarik oleh etil setat tidak rusak dan menguap. Untuk fraksi air, suhu yang digunakan cukup tinggi yaitu dengan menggunakan suhu didihnya C, hal ini dilakukan karena ketika digunakan suhu 60 0 C pelarut tidak menguap, dan selanjutnya suhu terus dinaikkan hingga C sampai akhirnya pelarut menguap. Hasil dari proses fraksinasi menunjukkan bahwa ekstrak dari Didemnum sp. lebih banyak larut pada pelarut non polar, yaitu n-heksan dimana berat fraksi yang diperoleh adalah 0,24 gram. Berat fraksi yang diperoleh dari pelarut semi polar etil

9 33 asetat adalah 0,18 gram, sedangkan fraksi air menunjukkan hasil yang paling sedikit bila dibandingkan dengan pelarut non polar dan semi polar, yaitu hanya seberat 0,12 gram (Tabel 4). Tabel 4. Perbandingan berat dan persentase rendemen dari setiap fraksi Fraksi Volume Volume Hasil Fraksi (g) Rendemen Awal (ml) Fraksi (ml) n-heksan ,24 9,63% Etil Asetat ,18 7,23% Air ,12 4,82% 4.4 Uji LC 50 Screening Awal Potensi Antikanker Penetasan Telur Artemia salina Telur Artemia salina ditimbang sebanyak 1 gram kemudian dimasukkan ke dalam wadah yang berisi air laut. Setelah itu telur dibiarkan selama 48 jam dibawah pencahayaan lampu dan diaerasi agar telur menetas sempurna. Larva yang sudah menetas kemudian diambil untuk digunakan dalam uji toksisitas. Ilustrasi proses penetasan telur Artemia salina dapat dilihat pada Lampiran 5. Setelah menetas, larva dapat bertahan hidup selama 2 hari tanpa diberi makanan. Larva yang baru menetas berwarna kemerah merahan karena masih ada cadangan makanan. Setelah 24 jam menetas, cadangan makanan larva habis. Oleh karena itu larva membutuhkan lebih banyak makanan untuk kelangsungan hidupnya (Goretti 1984). Larva yang digunakan untuk penelitian ini adalah larva yang berumur 48 jam karena larva berada dalam keadaan paling peka pada saat berumur 48 jam. Hal ini dikarenakan pada umur 48 jam, organ organ artemia sudah terbentuk lengkap ( Sorgeloos 1973). Dengan terbentuknya mulut, artemia dapat meminum air laut yang sudah diberi fraksi fraksi dari ascidian dengan berbagai konsentrasi, sehingga

10 34 kematian artemia benar benar disebabkan karena fraksi fraksi ascidian dalam berbagai konsentrasi tersebut Uji LC 50 Hasil brine shrimp lethality test (BSLT) adalah berupa data mortalitas larva Artemia salina setelah pemberian fraksi pada berbagai tingkat konsentrasi. Nilai yang diperoleh dari setiap ulangan pada setiap tingkat konsentrasi kemudian dikoreksi dengan hasil pengujian kontrol. Metode ini merupakan uji pendahuluan suatu komponen aktif dari sampel yang kemudian dapat didukung oleh uji lanjutan terhadap senyawa aktif yang telah diisolasi. BSLT dapat meramalkan sitotoksisitas dan aktivitas pestisida. Hasil uji BSLT mempunyai korelasi yang positif dengan toksisitas dan sitotoksisitas pada sel leukemia dan sel tumor (Colegate dan Molyneux 2008). Hasil uji yang didapatkan adalah nilai LC50 yang apabila nilainya berada di bawah 1000 ppm, maka ekstrak yang diujikan memiliki sifat sitotoksik dan potensi sebagai antikanker Sebelum fraksi fraksi yang diperoleh dari proses fraksinasi digunakan sebagai makanan larva Artemia salina, maka setiap fraksi tersebut dibuat menjadi beberapa konsentrasi. Fraksi n-heksan dibuat dengan 5 konsentrasi berbeda, yaitu mulai dari konsentrasi terkecil hingga terbesar dari 10 ppm, 100 ppm, 250 ppm, 500 ppm, dan 1000 ppm. Selain itu untuk fraksi etil setat dan fraksi air dibuat konsentrasi yang sama dengan konsentrasi pada n-heksan. Setiap konsentrasi dibuat sebagai stok karena pada pengujiannya dilakukan dengan tiga kali pengulangan dan ditambah dengan konsentrasi kontrol dimana tidak diberikan fraksi apapun. Setiap pengujian pada fraksi dan kontrol dilakukan dengan menggunakan masing masing 20 ekor larva Artemia salina (Lampiran 6). Setelah pengujian, didapatkan jumlah larva yang mati dan kemudian digunakan untuk menghitung persentase kematian larva tersebut. Setelah 24 jam, larva yang hidup dihitung. Larva dikatakan hidup jika masih bergerak aktif sekecil apapun gerakan tersebut. Larva tidak mungkin diam, karena selain berfungsi sebagai alat gerak, antenna II dari artemia juga berfungsi sebagai alat

11 35 pernafasan (Mudjiman 1983). Setelah jumlah larva hidup diketahui, jumlah larva yang mati dapat dihitung. Kemudian dihitung persen kematian pada masing masing konsentrasi perlakuan dan kontrol. Kontrol digunakan untuk mengoreksi kematian larva yang bukan disebabkan oleh pengaruh penambahan fraksi. Untuk melihat data mortalitas uji BSLT fraksi Didemnum sp. dapat dilihat pada Lampiran 7. Tabel 5. Rata rata persentase kematian larva artemia akibat pemberian fraksi n- heksan Konsentrasi (ppm) % kematian larva Artemia salina Rata rata jumlah artemia yang mati 0 3, , , ,33 60 Tabel 6. Rata rata persentase kematian larva artemia akibat pemberian fraksi etil asetat Konsentrasi (ppm) % kematian larva Artemia salina 0 3, , , ,67 4 Rata rata jumlah artemia yang mati

12 36 Tabel 7. Rata rata persentase kematian larva artemia akibat pemberian fraksi air Konsentrasi (ppm) % kematian larva Artemia salina Rata rata jumlah artemia yang mati 0 3, , , , , ,67 7 )* persentase masing masing tabel tanpa pengurangan dengan mortalitas pada kontrol Data yang didapat (Tabel 5,6,7) kemudian dianalisis dengan analisis probit menggunakan program EPA probit versi 1,5 dengan selang kepercayaan 95% untuk mendapatkan nilai LC 50. Selain itu, untuk perhitungan persentase kematian larva artemia dihitung dengan menggunakan rumus berikut ini : x 100% dimana jumlah kematian pada kontrol (0 ppm) diabaikan karena pada tabel dijelaskan bahwa kontrol merupakan penggunaan fraksi fraksi Didemnun sp. dengan konsentrasi 0 ppm. Berdasarkan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa masing masing fraksi dari ascidian ini memiliki nilai toksisitas yang beragam pada setiap fraksi dan konsentrasi. Tabel 5,6, dan 7 menunjukkan bahwa rata rata mortalitas berkisar antara 1,67 60% tergantung fraksi dan konsentrasi yang digunakan. Pada pengujian toksisitas ini dibuat kontrol dimana jumlahnya sama dengan larutan uji, namun tidak ditambahkan dengan ekstrak. Nilai LC 50 dari fraksi fraksi Didemnum sp. dapat dilihat pada Tabel 8 di bawah ini :

13 37 Tabel 8. Nilai rata rata mortalitas dan LC 50 larva Artemia salina setelah diberikan fraksi n-heksan, etil asetat, dan air pada berbagai konsentrasi. Jenis fraksi Konsentrasi Nilai LC (ppm) Mortalitas (%) Kategori N-heksan 1,67 1,67 8, ,820 Toksik Etil asetat 1,67 1,67 8,33 5 3,33 1,38x10 20 Tidak toksik Air 3,33 3,33 3,33 5 8,33 5x10 8 Tidak toksik *) - rata rata dari 3 kali ulangan - dikoreksi dengan mortalitas kontrol Dalam uji toksisitas ini menunjukkan bahwa fraksi n-heksan dari Didemnum sp. menunjukkan bahwa nilai LC 50 nya tergolong dalam kategori toksik, yaitu pada nilai 538,820 ppm (Lampiran 8) dan untuk etil asetat tergolong tidak toksik karena nilai LC 50 nya sangat tinggi yaitu 1,38x10 20 ppm (Lampiran 9) dan untuk fraksi air adalah pada nilai 5x10 8 (Lampiran 10). Hasil tersebut menunjukkan bahwa fraksi etil asetat dan fraksi air sangat tidak toksik terhadap larva Artemia salina karena nilai LC 50 dari fraksi keduanya lebih besar dari 1000 ppm (Meyer 1982 dalam Hanif 2012). Fraksi n-heksan dari Didemnum sp. merupakan fraksi dengan nilai terbaik dibandingkan dengan fraksi lainnya karena memiliki nilai LC 50 yang lebih kecil dari 1000 ppm. Hal tersebut menunjukkan bahwa fraksi n-heksan dari Didemnum sp. dapat digunakan pada uji lanjutan yaitu uji antikanker terhadap sel kanker. Berdasarkan perhitungan persentase kematian dari masing masing fraksi juga dapat dilihat kadar ketoksikan dari fraksi n-heksan adalah pada rentang 1,67% hingga 60% (Tabel 5). Dimana dengan konsentrasi 500 ppm fraksi, telah dapat membunuh 50% dari larva Artemia salina, dan pada konsentrasi 1000 ppm hanya mampu membunuh 60% dari larva Artemia salina. Namun pada konsentrasi ppm, fraksi n-heksan tidak mampu membunuh 10% dari larva Artemia salina dan

14 38 menunjukkan bahwa apabila konsentrasi fraksi yang digunakan lebih kecil dari 500 ppm, fraksi n-heksan ini tidak dapat dijadikan sebagai antikanker, karena tidak mampu membunuh 50% larva Artemia salina Kandungan Metabolit Sekunder dari Fraksi Paling Aktif Setelah dilakukan uji toksisitas dengan menggunakan larva Artemia salina, diketahui bahwa fraksi n-heksan memiliki nilai toksisitas yang paling tinggi bila dibandingkan dengan fraksi fraksi yang lainnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa fraksi n-heksan merupakan fraksi paling aktif dan berpotensi untuk dijadikan sebagai antikanker. Untuk mengetahui kandungan metabolit sekunder yang terdapat pada fraksi n-heksan ini, maka dilakukan analisis fitokimia seperti pada prosedur sebelumnya yaitu meliputi uji alkaloid, uji flavonoid, uji steroid/triterpenoid, uji saponin, dan uji tanin. Hasil analisis fitokimia dari fraksi Didemnum sp. dapat dilihat pada Lampiran 11 dan keterangannya dapat dilihat pada Tabel 9 di bawah ini : Tabel 9. Hasil analisis fitokimia dari fraksi paling aktif Uji Fitokimia Hasil (warna) Standar (warna) Alkaloid - Meyer - Wagner Endapan putih (+) Endapan coklat (+) Endapan putih kekuningan Endapan coklat Steroid / Triterpenoid Warna hijau keunguan dan positif steroid (+) Terbentuk warna merah untuk triterpenoid dan warna hijau atau ungu untuk steroid. Flavonoid Warna hijau kuning (-) Warna jingga kemerahan Saponin Busa tidak terbentuk (-) Terbentuk busa stabil 1 10 cm Tanin Warna kuning orange (-) terjadi warna biru tua atau hijau kehitaman

15 39 Berdasarkan hasil analisis fitokimia pada fraksi n-heksan ini, diketahui bahwa terdapat perbedaan kandungan senyawa metabolit sekunder dari sampel segar dengan sampel fraksi n-heksan. Perbedaan tersebut terlihat pada senyawa saponin. Saponin sendiri ketika diujikan ketika sampel masih segar terdeteksi keberadaannya, namun ketika diujikan pada fraksi n-heksan ini, kandungan senyawa saponin menjadi hilang. Hilangnya kandungan saponin tersebut dikarenakan saponin merupakan senyawa polar dan bersifat mudah larut dalam air dan glikosida glikosida yang mempunyai tegangan permukaan yang kuat (Suradikusumah 1989). Karena saponin tersebut merupakan senyawa polar, maka senyawa ini diperkirakan tidak terikat oleh pelarut n-heksan yang bersifat non polar Alkaloid Hasil analisis fitokimia faksi menunjukkan bahwa pada fraksi n-heksan terdapat dua jenis metabolit sekunder yaitu alkaloid dan steroid. Berdasarkan Tabel 9, alkaloid ditunjukkan dengan terbentuknya endapran putih saat beberapa tetes filtrat dari fraksi n-heksan yang direndam dengan ammonia direaksikan dengan pereaksi meyer dan terdapat endapan coklat ketika direaksikan dengan pereaksi wagner. Untuk hasil uji alkaloid, dapat dilihat ilustrasinya pada Gambar 7. Gambar 7. Uji alkaloid fraksi n-heksan

16 40 Alkaloid adalah senyawa organik mengandung nitrogen yang banyak ditemui pada tumbuhan. Nitrogen dalam alkaloid terdapat dalam bentuk amina primer, sekunder dan tersier, bahkan alkaloid dengan amina kuaterner masih ditemui di alam. Menurut Bruneton (1993), alkaloid merupakan senyawa organik siklik yang mengandung atom nitrogen, umumnya merupakan bagian dari cincin heterosiklik (sebagai gugus amina atau amida) dan bersifat basa. Alkaloid sebagai basa, tidak larut atau hanya larut sebagian dalam air, larut dalam pelarut non polar, pelarut organik agak polar dan hidroalkohol. Alkaloid dalam bentuk garam umumnya larut dalam air dan alkohol tetapi tidak larut dalam pelarut organik. Adanya alkaloid dalam uji ini disebabkan karena alkaloid ini dapat larut dalam pelarut polar dan non polar. Jenis alkaloid yang terdapat pada fraksi n-heksan ini diperkirakan mengandung lebih banyak atom nitrogen yang menyebabkannya lebih basa dan bersifat non polar (Bhat 2006). Alkaloid sendiri telah diuji cobakan sebagai komponen utama antikanker dengan melalui beberapa tahapan yang berbeda dengan menggunakan uji klinis yang termasuk aplidin, ecteinascidin-734 (Yondelis), bryostatin-1, squalamin, dan dolastatin. Alkaloid yang digunakan disini diisolasi dari beberapa jenis biota laut, termasuk di dalamnya adalah ascidian. Lebih dari senyawa telah diisolasi dari biota - biota tersebut dan diketahui sebanyak 150 senyawa toksik terhadap sel tumor yang berbeda (Kuumar dan Rawat 2011). Selain itu telah ditemukan empat senyawa alkaloid lamellarin yang diisolasi dari ascidian Didemnum obscurum dari perairan India oleh Malla et al (2004) dan senyawa alkaloid tersebut bersifat toksik terhadap sel kanker coloractal. Penelitian yang dilakukan oleh Hammad et al (2005) juga membuktikan bahwa pada ascidian terdapat beberapa jenis senyawa alkaloid. Dimana terdapat dua jenis alkaloid trisiklik, yaitu polycitorols A dan polycitorol B yang diisolasi bersamaan dengan lepadiformin dari kelas polycitoridae. Menurut Mc Clintock dan Baker (1998) ascidian mempunyai senyawa kimia untuk perlindungan dari radiasi UV. Sebagian besar dari metabolit yang terkandung

17 41 pada kelas didemnidae adalah alkaloid. Dari beberapa jenis yang telah diisolasi, ekstrak dari ascidian mengandung alkaloid aktif etinascidian, alkaloid tambjamine, didemnim depsipeptide, dan alkaloid polyandrocarpidine. Dari hasil penelitian tentang uji alkaloid dari fraksi n-heksan Didemnum sp. ini ditemukan bahwa terdapat kandungan alkaloid pada fraksi n-heksan. Penelitian yang telah dilakukan Mc Clintock dan Baker (1998) menyebutkan bahwa pada kelas ascidiaceae terdapat beberapa jenis senyawa alkaloid Steroid Hasil analisis fitokimia pada fraksi n-heksan menunjukkan bahwa pada fraksi ini terdapat senyawa metabolit sekunder selain alkaloid, yaitu senyawa steroid. Senyawa ini terdeteksi dikarenakan senyawa steroid merupakan senyawa yang bersifat non polar (Harborne 1984) sehingga steroid ini dapat larut pada pelarut organik n-heksan karena memiliki sifat yang sama yaitu non polar. Ilustrasi positif pengujian steroid dapat dilihat pada Gambar 8. Gambar 8. Uji steroid fraksi n-heksan

18 42 Hasil uji steroid/triterpenoid dikatakan positif apabila dari lapisan kloroform terbentuk kerak berwarna hijau keunguan untuk uji steroid dan warna merah untuk uji triterpenoid. Pada penelitian ini ditemukan bahwa fraksi n-heksan Didemnum sp. positif mengandung steroid karena terbentuk kerak berwarna hijau keunguan. Steroid pada mulanya hanya dipertimbangkan hanya sebagai komponen pada substansi hewan saja (sebagai hormone seks, hormone adrenal, asam empedu, dan lain sebagainya), namun akhir akhir ini ditemukan pada substansi tumbuhan (Harborne 1987). Hasil pengujian fitokimia menunjukkan bahwa Didemnum sp. mengandung senyawa steroid baik pada sampel segar dan juga pada fraksi yang telah dipisah pisahkan berdasarkan tingkat kepolaran pelarutnya. Hal ini menekankan bahwa sangatlah wajar apabila steroid terdeteksi pada Didemnum sp. yaitu pada fraksi n- heksan.

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Pengambilan sampel ascidian telah dilakukan di Perairan Kepulauan Seribu. Setelah itu proses isolasi dan pengujian sampel telah dilakukan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 14. Hasil Uji Alkaloid dengan Pereaksi Meyer; a) Akar, b) Batang, c) Kulit batang, d) Daun

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 14. Hasil Uji Alkaloid dengan Pereaksi Meyer; a) Akar, b) Batang, c) Kulit batang, d) Daun BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Uji Fitokimia Sampel Kering Avicennia marina Uji fitokimia ini dilakukan sebagai screening awal untuk mengetahui kandungan metabolit sekunder pada sampel. Dilakukan 6 uji

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. tanaman binahong (A. cordifolia) yang diperoleh dari Desa Toima Kecamatan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. tanaman binahong (A. cordifolia) yang diperoleh dari Desa Toima Kecamatan BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Latar dan Waktu Penelitian Tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah bagian daun dari tanaman binahong (A. cordifolia) yang diperoleh dari Desa Toima Kecamatan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Agustus hingga bulan Desember 2013 di Laboratorium Bioteknologi Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan selama lima bulan dari bulan Mei hingga September 2011, bertempat di Laboratorium Kimia Hasil Hutan, Bengkel Teknologi Peningkatan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Serbuk halus daun tumbuhan jeringau sebanyak 400 g diekstraksi dengan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Serbuk halus daun tumbuhan jeringau sebanyak 400 g diekstraksi dengan 4.1 Ekstraksi dan Fraksinasi BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Serbuk halus daun tumbuhan jeringau sebanyak 400 g diekstraksi dengan cara maserasi menggunakan pelarut metanol, maserasi dilakukan 3 24 jam. Tujuan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain kulit jengkol, larva

BAB III METODE PENELITIAN. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain kulit jengkol, larva 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan April 2015 di Laboratorium Kimia Universitas Medan Area. 3.2 Bahan dan Alat Penelitian

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat)

IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat) IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat) Abstrak Kulit buah langsat diekstraksi menggunakan metode maserasi dengan pelarut yang berbeda

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Pengambilan sampel buah Debregeasia longifolia dilakukan di Gunung

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Pengambilan sampel buah Debregeasia longifolia dilakukan di Gunung BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Pengambilan sampel buah Debregeasia longifolia dilakukan di Gunung Lawu. Sedangkan pengujian sampel dilakukan di Laboratorium Biologi dan Kimia

Lebih terperinci

2 METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Tahapan Penelitian Determinasi Tanaman Preparasi Sampel dan Ekstraksi

2 METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Tahapan Penelitian Determinasi Tanaman Preparasi Sampel dan Ekstraksi 3 2 METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Bahan Alam, Pusat Penelitian Bioteknologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Cibinong dan Badan Tenaga Atom

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Hasil Ekstraksi Daun dan Buah Takokak

HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Hasil Ekstraksi Daun dan Buah Takokak 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Penentuan kadar air berguna untuk mengidentifikasi kandungan air pada sampel sebagai persen bahan keringnya. Selain itu penentuan kadar air berfungsi untuk mengetahui

Lebih terperinci

LAMPIRAN LAMPIRAN 1. Alur Kerja Ekstraksi Biji Alpukat (Persea Americana Mill.) Menggunakan Pelarut Metanol, n-heksana dan Etil Asetat

LAMPIRAN LAMPIRAN 1. Alur Kerja Ekstraksi Biji Alpukat (Persea Americana Mill.) Menggunakan Pelarut Metanol, n-heksana dan Etil Asetat 47 LAMPIRAN LAMPIRAN 1. Alur Kerja Ekstraksi Biji Alpukat (Persea Americana Mill.) Menggunakan Pelarut Metanol, n-heksana dan Etil Asetat Biji Alpukat - Dicuci dibersihkan dari kotoran - Di potong menjadi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengambilan Sampel Ascidian Didemnum molle Pengambilan sampel dilakukan pada Bulan Maret 2013 di perairan Kepulauan Seribu meliputi wilayah Pulau Pramuka, Pulau Panggang

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret sampai dengan bulan Juni 2014 di Laboratorium Kimia Instrumen dan Laboratorium Kimia Riset Makanan

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. - Beaker glass 1000 ml Pyrex. - Erlenmeyer 1000 ml Pyrex. - Labu didih 1000 ml Buchi. - Labu rotap 1000 ml Buchi

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. - Beaker glass 1000 ml Pyrex. - Erlenmeyer 1000 ml Pyrex. - Labu didih 1000 ml Buchi. - Labu rotap 1000 ml Buchi BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Alat-alat - Beaker glass 1000 ml Pyrex - Erlenmeyer 1000 ml Pyrex - Maserator - Labu didih 1000 ml Buchi - Labu rotap 1000 ml Buchi - Rotaryevaporator Buchi R 210 - Kain

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Kadar Air

HASIL DA PEMBAHASA. Kadar Air Pemilihan Eluen Terbaik Pelat Kromatografi Lapis Tipis (KLT) yang digunakan adalah pelat aluminium jenis silika gel G 60 F 4. Ekstrak pekat ditotolkan pada pelat KLT. Setelah kering, langsung dielusi dalam

Lebih terperinci

METODE. Waktu dan Tempat Penelitian

METODE. Waktu dan Tempat Penelitian 2 dalam menurunkan kadar glukosa dalam darah, selain itu daun anggrek merpati juga memiliki kandungan flavonoid yang tinggi, kandungan flavonoid yang tinggi ini selain bermanfaat sebagai antidiabetes juga

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Bioaktivitas Ekstrak Kasar Kayu Teras Suren Contoh uji yang digunakan dalam penelitian didapatkan dari Desa Cibadak, Sukabumi. Sampel daun dikirim ke Herbarium Bogoriense,

Lebih terperinci

3. METODOLOGI. Gambar 5 Lokasi koleksi contoh lamun di Pulau Pramuka, DKI Jakarta

3. METODOLOGI. Gambar 5 Lokasi koleksi contoh lamun di Pulau Pramuka, DKI Jakarta 3. METODOLOGI 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini diawali dengan melakukan koleksi contoh lamun segar di Pulau Pramuka Kepulauan Seribu, DKI Jakarta (Gambar 5). Gambar 5 Lokasi koleksi contoh

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mengkarakterisasi simplisia herba sambiloto. Tahap-tahap yang dilakukan yaitu karakterisasi simplisia dengan menggunakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Ekstraksi dan Fraksinasi Sampel buah mahkota dewa yang digunakan pada penelitian ini diperoleh dari kebun percobaan Pusat Studi Biofarmaka, Institut Pertanian Bogor dalam bentuk

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan 21 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dimulai pada bulan Maret sampai Juni 2012 di Laboratorium Riset Kimia dan Material Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret sampai dengan bulan Juni 2013 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material serta di Laboratorium

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di dua tempat yang berbeda, yaitu: 1. Tempat pengambilan sampel dan preparasi sampel dilakukan di desa Sembung Harjo Genuk Semarang

Lebih terperinci

3. BAHAN DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian. Pengambilan sampel karang lunak dilakukan pada bulan Juli dan Agustus

3. BAHAN DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian. Pengambilan sampel karang lunak dilakukan pada bulan Juli dan Agustus 3. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Pengambilan sampel karang lunak dilakukan pada bulan Juli dan Agustus 2010 di Area Perlindungan Laut Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta pada

Lebih terperinci

SKRINING AKTIVITAS SITOTOKSIK EKSTRAK DAN FRAKSI BEBERAPA JENIS SPON LAUT ASAL PULAU MANDEH SUMATERA BARAT

SKRINING AKTIVITAS SITOTOKSIK EKSTRAK DAN FRAKSI BEBERAPA JENIS SPON LAUT ASAL PULAU MANDEH SUMATERA BARAT SKRINING AKTIVITAS SITOTOKSIK EKSTRAK DAN FRAKSI BEBERAPA JENIS SPON LAUT ASAL PULAU MANDEH SUMATERA BARAT 1 Noveri Rahmawati, 2 Dian Handayani, 1 Nofri Mulyanti 1 Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Riau Pekanbaru

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Juni 2012.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Juni 2012. 26 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material Jurusan Pendidikan Kimia, Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). Penelitian

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komposisi Proksimat Komposisi rumput laut Padina australis yang diuji meliputi kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, dan kadar abu tidak larut asam dilakukan

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari 2012 sampai Juli 2012. Pengambilan sampel dilakukan di Perairan Lampung Selatan, analisis aktivitas antioksidan dilakukan di

Lebih terperinci

BIOAKTIVITAS EKSTRAK METANOL DAN FRAKSI N-HEKSANA DAUN SUNGKAI (PERONEMA CANESCENS JACK) TERHADAP LARVA UDANG (ARTEMIA SALINA LEACH)

BIOAKTIVITAS EKSTRAK METANOL DAN FRAKSI N-HEKSANA DAUN SUNGKAI (PERONEMA CANESCENS JACK) TERHADAP LARVA UDANG (ARTEMIA SALINA LEACH) BIOAKTIVITAS EKSTRAK METANOL DAN FRAKSI N-HEKSANA DAUN SUNGKAI (PERONEMA CANESCENS JACK) TERHADAP LARVA UDANG (ARTEMIA SALINA LEACH) Islamudin Ahmad dan Arsyik Ibrahim Laboratorium Penelitian dan Pengembangan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Tanaman Uji Serangga Uji Uji Proksimat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Tanaman Uji Serangga Uji Uji Proksimat BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Analitik, Departemen Kimia, Institut Pertanian Bogor (IPB), Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi Serangga, Departemen

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan tempat Penelitian Penelitian telah dilaksanakan dari bulan Agustus 2006 sampai Juli 2007, bertempat di Laboratorium Bioteknologi Hasil Perairan Departemen Teknologi

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Bahan yang digunakan adalah daun salam, daun jati belanda, daun jambu biji yang diperoleh dari Pusat Studi Biofarmaka (PSB) LPPM-IPB Bogor. Bahan yang digunakan untuk uji

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat 19 Metode ekstraksi tergantung pada polaritas senyawa yang diekstrak. Suatu senyawa menunjukkan kelarutan yang berbeda-beda dalam pelarut yang berbeda. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemilihan pelarut

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian. Lokasi pengambilan sampel bertempat di sepanjang jalan Lembang-

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian. Lokasi pengambilan sampel bertempat di sepanjang jalan Lembang- 18 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian Lokasi pengambilan sampel bertempat di sepanjang jalan Lembang- Cihideung. Sampel yang diambil adalah CAF. Penelitian

Lebih terperinci

TOKSISITAS EKSTRAK ETANOL KULIT UMBI KETELA GENDRUWO

TOKSISITAS EKSTRAK ETANOL KULIT UMBI KETELA GENDRUWO TOKSISITAS EKSTRAK ETANOL KULIT UMBI KETELA GENDRUWO (Manihot utilissima Pohl) DENGAN BRINE SHRIMP LETHALITY TEST Susan Retnowati, 2011 Pembimbing : (I) Sajekti Palupi, (II) Elisawati Wonohadi ABSTRAK

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan dan Ekstraksi Sampel Uji Aktivitas dan Pemilihan Ekstrak Terbaik Buah Andaliman

HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan dan Ekstraksi Sampel Uji Aktivitas dan Pemilihan Ekstrak Terbaik Buah Andaliman 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan dan Ekstraksi Sampel Sebanyak 5 kg buah segar tanaman andaliman asal Medan diperoleh dari Pasar Senen, Jakarta. Hasil identifikasi yang dilakukan oleh Pusat Penelitian

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Prosedur Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Prosedur Penelitian 9 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan mulai bulan November 2010 sampai dengan bulan Juni 2011 di Laboratorium Kimia Analitik Departemen Kimia FMIPA dan Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material Jurusan Pendidikan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material Jurusan Pendidikan BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Februari sampai dengan Juli 2010 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Lokasi dan Waktu Penelitian

BAHAN DAN METODE. Lokasi dan Waktu Penelitian 15 HN DN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Pengendalian Serangga Hama dan iodegradasi UPT. alai Penelitian dan Pengembangan iomaterial LIPI dan Laboratorium Parasitologi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kandungan Metabolit Sekunder Daun Rhizophora mucronata Lamk. Kandungan metabolit sekunder pada daun Rhizophora mucronata Lamk. diidentifikasi melalui uji fitokimia. Uji

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kadar Air Ekstraksi dan Rendemen Hasil Ekstraksi

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kadar Air Ekstraksi dan Rendemen Hasil Ekstraksi 24 Rancangan ini digunakan pada penentuan nilai KHTM. Data yang diperoleh dianalisis dengan Analysis of Variance (ANOVA) pada tingkat kepercayaan 95% dan taraf α 0.05, dan menggunakan uji Tukey sebagai

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Oktober Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Oktober Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan 30 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Waktu pelaksanaan penelitian ini adalah pada bulan Juli sampai Oktober 2013. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan Sawit

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Monggupo Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Monggupo Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo, BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penyiapan Sampel Sampel daging buah sirsak (Anonna Muricata Linn) yang diambil didesa Monggupo Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo, terlebih

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2012 hingga Juli 2012. Penelitian ini diawali dengan pengambilan sampel yang dilakukan di persawahan daerah Cilegon,

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 27 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Api-api (Avicennia marina (Forks.)Vierh.) Pohon api-api (Avicennia marina (Forks.)Vierh.) merupakan tumbuhan sejati yang hidup di kawasan mangrove. Morfologi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. s n. Pengujian Fitokimia Biji Kelor dan Biji. Kelor Berkulit

HASIL DAN PEMBAHASAN. s n. Pengujian Fitokimia Biji Kelor dan Biji. Kelor Berkulit 8 s n i1 n 1 x x i 2 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Fitokimia Kelor dan Kelor Berkulit s RSD (%) 100% x Pengujian Fitokimia Kelor dan Kelor Berkulit Pengujian Alkaloid Satu gram contoh dimasukkan ke dalam

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret sampai dengan Juni 2010 di

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret sampai dengan Juni 2010 di BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret sampai dengan Juni 2010 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel atau bahan penelitian ini adalah daun M. australis (hasil

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel atau bahan penelitian ini adalah daun M. australis (hasil BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Sampel dan Lokasi Penelitian Sampel atau bahan penelitian ini adalah daun M. australis (hasil determinasi tumbuhan dilampirkan pada Lampiran 1) yang diperoleh dari perkebunan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan April 2013 sampai Agustus 2013 di Laboratoium Kimia Riset Makanan dan Material serta di Laboratorium Instrumen

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel atau bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel atau bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Sampel dan Lokasi Penelitian Sampel atau bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun Artocarpus communis (sukun) yang diperoleh dari Garut, Jawa Barat serta

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret sampai dengan Juli 2014 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Laboratorium Kimia Instrumen Jurusan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. polyanthum) asal NTB. Untuk memastikan identitas dari tanaman salam

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. polyanthum) asal NTB. Untuk memastikan identitas dari tanaman salam BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Objek dan Lokasi Penelitian Objek atau bahan penelitian ini adalah daun salam (Syzygium polyanthum) asal NTB. Untuk memastikan identitas dari tanaman salam yang didapatkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3. 1 Waktu dan Lokasi Penelitian Waktu penelitian dimulai dari bulan Februari sampai Juni 2014. Lokasi penelitian dilakukan di berbagai tempat, antara lain: a. Determinasi sampel

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah biji paria (Momordica charantia)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah biji paria (Momordica charantia) BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Objek dan Lokasi Penelitian Objek atau bahan penelitian ini adalah biji paria (Momordica charantia) yang diperoleh dari Kampung Pamahan, Jati Asih, Bekasi Determinasi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel dari penelitian ini adalah daun murbei (Morus australis Poir) yang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel dari penelitian ini adalah daun murbei (Morus australis Poir) yang BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Sampel dan Lokasi Penelitian Sampel dari penelitian ini adalah daun murbei (Morus australis Poir) yang diperoleh dari perkebunan murbei di Kampung Cibeureum, Cisurupan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Pembuatan Pereaksi Pendeteksi. Sebanyak 10 gram NaOH dilarutkan dengan aquades dalam gelas beker

Lampiran 1. Prosedur Pembuatan Pereaksi Pendeteksi. Sebanyak 10 gram NaOH dilarutkan dengan aquades dalam gelas beker Lampiran. Prosedur Pembuatan Pereaksi Pendeteksi. Pereaksi pendeteksi Flavonoid Pereaksi NaOH 0% Sebanyak 0 gram NaOH dilarutkan dengan aquades dalam gelas beker kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur

Lebih terperinci

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Determinasi Tanaman. acuan Flora of Java: Spermatophytes only Volume 2 karangan Backer dan Van

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Determinasi Tanaman. acuan Flora of Java: Spermatophytes only Volume 2 karangan Backer dan Van 22 BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN A. Determinasi Tanaman Determinasi merupakan suatu langkah untuk mengidentifikasi suatu spesies tanaman berdasarkan kemiripan bentuk morfologi tanaman dengan buku acuan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan dari Bulan Maret sampai Bulan Juni 2013. Pengujian aktivitas antioksidan, kadar vitamin C, dan kadar betakaroten buah pepaya

Lebih terperinci

UJI AKTIVITAS SITOTOKSIK EKSTRAK ETANOL DARI VARIASI TEH DAUN SIRSAK (Annona muricata Linn) TERHADAP LARVA UDANG (Artemia salina Leach)

UJI AKTIVITAS SITOTOKSIK EKSTRAK ETANOL DARI VARIASI TEH DAUN SIRSAK (Annona muricata Linn) TERHADAP LARVA UDANG (Artemia salina Leach) UJI AKTIVITAS SITOTOKSIK EKSTRAK ETANOL DARI VARIASI TEH DAUN SIRSAK (Annona muricata Linn) TERHADAP LARVA UDANG (Artemia salina Leach) Mega Yulia, Devahimer Harsep Rosi Akademi Farmasi Imam Bonjol Bukittinggi

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan III. METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan preparasi sampel, bahan, alat dan prosedur kerja yang dilakukan, yaitu : A. Sampel Uji Penelitian Tanaman Ara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keanekaragaman hayati (mega-biodiversity) yang dimiliki perairan

BAB I PENDAHULUAN. Keanekaragaman hayati (mega-biodiversity) yang dimiliki perairan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Keanekaragaman hayati (mega-biodiversity) yang dimiliki perairan Indonesia sangat berpotensi untuk dimanfaatkan dalam banyak hal, di antaranya adalah sebagai sumber

Lebih terperinci

BAB IV PROSEDUR KERJA

BAB IV PROSEDUR KERJA BAB IV PROSEDUR KERJA 4.1. Penyiapan Bahan Bahan tumbuhan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun alpukat dan biji alpukat (Persea americana Mill). Determinasi dilakukan di Herbarium Bandung Sekolah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan sampel bertempat di daerah Cihideung Lembang Kab

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan sampel bertempat di daerah Cihideung Lembang Kab BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Deskripsi Penelitian Lokasi pengambilan sampel bertempat di daerah Cihideung Lembang Kab Bandung Barat. Sampel yang diambil berupa tanaman KPD. Penelitian berlangsung sekitar

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun Artocarpus

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun Artocarpus BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Objek dan Lokasi Penelitian Objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun Artocarpus communis (sukun) yang diperoleh dari Jawa Barat. Identifikasi dari sampel

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah kentang merah dan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah kentang merah dan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembuatan Tepung Kentang Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah kentang merah dan kentang. Pembuatan tepung kentang dilakukan dengan tiga cara yaitu tanpa pengukusan,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. ini berlangsung selama 4 bulan, mulai bulan Maret-Juni 2013.

BAB III METODE PENELITIAN. ini berlangsung selama 4 bulan, mulai bulan Maret-Juni 2013. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia, Jurusan Pendidikan Kimia, Fakultas Matematika dan IPA, Universitas Negeri Gorontalo (UNG). Penelitian

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 18 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai April 2012. Pengambilan sampel dilakukan di Pantai Ekowisata Mangrove, Pantai Kapuk, Muara Karang, Jakarta Utara.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ascidian Ascidian merupakan nama bagi kelompok hewan yang termasuk ke dalam Kelas Ascidiacea, yang menyusun hampir sebagian besar jenis-jenis dalam Subfilum Urochordata dari

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah daun pohon suren (Toona sinensis

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah daun pohon suren (Toona sinensis 22 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Objek dan Lokasi Penelitian Objek atau bahan penelitian ini adalah daun pohon suren (Toona sinensis Roem) yang diperoleh dari daerah Tegalpanjang, Garut dan digunakan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia dan Laboratorium Kimia Instrumen

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia dan Laboratorium Kimia Instrumen 19 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret sampai dengan bulan Juni 2012 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material Jurusan Pendidikan Kimia

Lebih terperinci

SKRINING FITOKIMIA DAN UJI TOKSISITAS EKSTRAK ETANOL DARI DAUN TURI (Sesbania grandiflora Pers)

SKRINING FITOKIMIA DAN UJI TOKSISITAS EKSTRAK ETANOL DARI DAUN TURI (Sesbania grandiflora Pers) SKRINING FITOKIMIA DAN UJI TOKSISITAS EKSTRAK ETANOL DARI DAUN TURI (Sesbania grandiflora Pers) Ardi Kurniawan Makalalag 1, Meiske Sangi 2, Maureen Kumaunang 2 1 Balai Riset dan Standarisasi Industri,

Lebih terperinci

BAB III. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset, Jurusan Pendidikan Kimia,

BAB III. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset, Jurusan Pendidikan Kimia, BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset, Jurusan Pendidikan Kimia, Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) yang bertempat di jalan Dr. Setiabudhi No.229

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan April sampai dengan bulan Juli 2013 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material, dan Laboratorium

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan dari bulan Agustus 2009 sampai dengan bulan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan dari bulan Agustus 2009 sampai dengan bulan III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan dari bulan Agustus 2009 sampai dengan bulan Januari 2010. Daun gamal diperoleh dari Kebun Percobaan Natar, Lampung Selatan

Lebih terperinci

Uji Fitokimia dan Uji Toksisitas (Brine Shrimp Lethality Test) Ekstrak Daun Kelakai (Stenochlaena palustris)

Uji Fitokimia dan Uji Toksisitas (Brine Shrimp Lethality Test) Ekstrak Daun Kelakai (Stenochlaena palustris) Uji Fitokimia dan Uji Toksisitas (Brine Shrimp Lethality Test) Ekstrak Daun Kelakai (Stenochlaena palustris) Devi Anggraeni S. 1,* dan Erwin 1 1 Program Studi Kimia FMIPA Universitas Mulawarman *Email:

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat Penelitian Serangga Uji Bahan Tanaman Uji Penyiapan Tanaman Pakan

BAHAN DAN METODE Tempat Penelitian Serangga Uji Bahan Tanaman Uji Penyiapan Tanaman Pakan BAHAN DAN METODE Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Organik, Departemen Kimia FMIPA dan Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas

Lebih terperinci

Lampiran 1. Surat Keterangan Identifikasi Spons

Lampiran 1. Surat Keterangan Identifikasi Spons Lampiran 1. Surat Keterangan Identifikasi Spons 96 97 98 Lampiran 2. Pembuatan Larutan untuk Uji Toksisitas terhadap Larva Artemia salina Leach A. Membuat Larutan Stok Diambil 20 mg sampel kemudian dilarutkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu, dan Tempat Penelitian Lokasi pengambilan sampel bertempat di daerah Cibarunai, Kelurahan Sarijadi, Bandung. Sampel yang diambil berupa tanaman

Lebih terperinci

HASIL. Kadar Air Daun Anggrek Merpati

HASIL. Kadar Air Daun Anggrek Merpati 6 konsentrasi yang digunakan. Nilai x yang diperoleh merupakan konsentrasi larutan yang menyebabkan kematian terhadap 50% larva udang. Ekstrak dinyatakan aktif apabila nilai LC50 lebih kecil dai 1000 μg/ml.

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan 17 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan dari Januari sampai April 2010. Keong pepaya dibeli dari nelayan di sekitar Perairan Cirebon. Analisis proksimat keong ini dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

POTENSI SITOTOKSIK EKSTRAK AIR DAUN SIRIH HITAM (Piper sp.) ABSTRAK

POTENSI SITOTOKSIK EKSTRAK AIR DAUN SIRIH HITAM (Piper sp.) ABSTRAK POTENSI SITOTOKSIK EKSTRAK AIR DAUN SIRIH HITAM (Piper sp.) Nadia Rahma Kusuma Dewi*, Hadi Kuncoro, Laode Rijai Laboratorium Penelitian dan Pengembangan FARMAKA TROPIS, Fakultas Farmasi, Universitas Mulawarman,

Lebih terperinci

UJI FITOKIMIA, TOKSISITAS DAN AKTIVITAS ANTIOKSIDAN ALAMI DAUN TUMBUHAN KELAKAI (Stenochlaena palustris) DENGAN METODE DPPH

UJI FITOKIMIA, TOKSISITAS DAN AKTIVITAS ANTIOKSIDAN ALAMI DAUN TUMBUHAN KELAKAI (Stenochlaena palustris) DENGAN METODE DPPH UJI FITOKIMIA, TOKSISITAS DAN AKTIVITAS ANTIOKSIDAN ALAMI DAUN TUMBUHAN KELAKAI (Stenochlaena palustris) DENGAN METODE DPPH ABSTRACT The phytochemical test, brine shrimp lethality test and activity antioxidant

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan 15 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan dari bulan Januari sampai bulan Mei 2010. Tempat penelitian di Laboratorium Karakteristik Bahan Baku, Laboratorium Bioteknologi dan Laboratorium

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan September hingga Desember 2013. Pengambilan ascidian Didemnum molle dilakukan di Kepulauan Seribu. Identifikasi

Lebih terperinci

UJI TOKSISITAS FRAKSI DARI SPONGS LAUT Xestospongia DENGAN METODE BRINE SHRIMP TEST (BST)

UJI TOKSISITAS FRAKSI DARI SPONGS LAUT Xestospongia DENGAN METODE BRINE SHRIMP TEST (BST) UJI TOKSISITAS FRAKSI DARI SPONGS LAUT Xestospongia DENGAN METODE BRINE SHRIMP TEST (BST) Oleh: FRANSISCHA GALUH KARTIKASARI 15060002 Dosen Pembimbing: Awik Puji Dyah Nurhayati S.Si, M.Si Drs. Agus Wahyudi

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. Gambar 3 Garis besar jalannya penelitian

3 METODE PENELITIAN. Gambar 3 Garis besar jalannya penelitian 3 METODE PENELITIAN 3. 1 Waktu dan tempat penelitian Penelitian ini dilakukan di laboratorium Protozoologi, Bagian Parasitologi dan Entomologi Kesehatan, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat

Lebih terperinci

Edisi Agustus 2014 Volume VIII No. 2 ISSN

Edisi Agustus 2014 Volume VIII No. 2 ISSN UJI TOKSISITAS EKSTRAK DARI KULIT BATANG Aglaia glabrata DENGAN METODE BRINE SHRIMP LETHALITY TEST (BSLT) Karina Agust 1, Asep Supriadin 2, Mimin Kusmiyati 3 1,2 Jurusan Kimia Fakultas Sains dan Teknologi

Lebih terperinci

BAB IV PROSEDUR PENELITIAN

BAB IV PROSEDUR PENELITIAN BAB IV PROSEDUR PENELITIAN 4.1. Pengumpulan Bahan Tumbuhan yang digunakan sebagai bahan penelitian ini adalah daun steril Stenochlaena palustris. Bahan penelitian dalam bentuk simplisia, diperoleh dari

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian BAB III METODE PENELITIAN Penelitian dilaksanakan dari bulan April sampai bulan Oktober 2013, bertempat di Laboratorium Kimia Makanan Jurusan Pendidikan Kimia Fakultas Matematika

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset, Jurusan Pendidikan Kimia,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset, Jurusan Pendidikan Kimia, BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset, Jurusan Pendidikan Kimia, Universitas Pendidikan Indonesia yang bertempat di jalan Dr. Setiabudhi No.

Lebih terperinci

BAB III METODELOGI PENELITIAN

BAB III METODELOGI PENELITIAN BAB III METODELOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret sampai bulan Juli 2014 yang sebagian besar dilakukan di Laboratorium Riset Jurusan Pendidikan Kimia

Lebih terperinci

OPTIMASI PEMBUATAN KOPI BIJI PEPAYA (Carica papaya)

OPTIMASI PEMBUATAN KOPI BIJI PEPAYA (Carica papaya) JURNAL TEKNOLOGI AGRO-INDUSTRI Vol. 2 No.2 ; November 2015 OPTIMASI PEMBUATAN KOPI BIJI PEPAYA (Carica papaya) MARIATI Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Politeknik Negeri Tanah Laut, Jl. A. Yani, Km

Lebih terperinci

3 METODOLOGI. Desikator. H 2 SO 4 p.a. pekat Tanur pengabuan

3 METODOLOGI. Desikator. H 2 SO 4 p.a. pekat Tanur pengabuan 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan mulai bulan Februari 2011 sampai dengan Juni 2011. Sampel anemon laut (Stichodactyla gigantea) diambil disekitar kawasan Pulau Pramuka, Taman Nasional

Lebih terperinci

Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian

Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei Juli 2013 di Bintan Provinsi Kepulauan Riau (Gambar 4). Dimana penelitian ini meliputi persiapan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (Pandanus amaryllifolius Roxb.) 500 gram yang diperoleh dari padukuhan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (Pandanus amaryllifolius Roxb.) 500 gram yang diperoleh dari padukuhan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Preparasi Sampel Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah pandan wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.) 500 gram yang diperoleh dari padukuhan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan April 2014 sampai dengan bulan Januari 2015 bertempat di Laboratorium Riset Kimia Makanan dan Material serta

Lebih terperinci

Lampiran 1. Bagan Alir Uji Fitokimia. a. Uji Alkaloid

Lampiran 1. Bagan Alir Uji Fitokimia. a. Uji Alkaloid LAMPIRAN 58 59 Lampiran 1. Bagan Alir Uji Fitokimia a. Uji Alkaloid Sampel Daun Enhalus acoroides - Ditimbang sebanyak 1 gram - Dilarutkan dengan amonia (NH₄OH 10%) sampai terendam kemudian ditambahkan

Lebih terperinci

KAJIAN FITOKIMIA DAN TOKSISITAS EKSTRAK METANOL DAUN PINANG YAKI Areca Vestiaria Giseke

KAJIAN FITOKIMIA DAN TOKSISITAS EKSTRAK METANOL DAUN PINANG YAKI Areca Vestiaria Giseke KAJIAN FITOKIMIA DAN TOKSISITAS EKSTRAK METANOL DAUN PINANG YAKI Areca Vestiaria Giseke Max R.J Runtuwene dan Jessy Paendong 1 Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sam

Lebih terperinci

Analisis Fitokimia (Harborne 1987) Uji alkaloid. Penentuan Bakteriostatik Uji flavonoid dan senyawa fenolik. Penentuan Bakterisidal

Analisis Fitokimia (Harborne 1987) Uji alkaloid. Penentuan Bakteriostatik Uji flavonoid dan senyawa fenolik. Penentuan Bakterisidal 6 dari 1 maka volume bakteri yang diinokulasikan sebanyak 50 µl. Analisis Fitokimia (Harborne 1987) Uji alkaloid. Sebanyak 0.1 gram serbuk hasil ekstraksi flaonoid dilarutkan dengan 3 ml kloroform dan

Lebih terperinci