EFEK PEMBERIAN EKSTRAK RIMPANG TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) TERHADAP PERTUMBUHAN SEL-SEL OTAK BESAR ANAK TIKUS SECARA IN VITRO YUNITA ARDINI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "EFEK PEMBERIAN EKSTRAK RIMPANG TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) TERHADAP PERTUMBUHAN SEL-SEL OTAK BESAR ANAK TIKUS SECARA IN VITRO YUNITA ARDINI"

Transkripsi

1 EFEK PEMBERIAN EKSTRAK RIMPANG TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) TERHADAP PERTUMBUHAN SEL-SEL OTAK BESAR ANAK TIKUS SECARA IN VITRO YUNITA ARDINI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

2 ABSTRACT YUNITA ARDINI. The Effect of Curcuma xanthorrhiza Roxb. Rhizome Extracts on the Newborn Rat Cerebrum Cells In Vitro Growth. Under direction of ITA DJUWITA and MIN RAHMINIWATI. Research has been conducted on in vitro culture of newborn rat (Sprague Dawley) cerebrum cells in DMEM (Dulbecco s Modified Eagle s Medium) containing 10% NBCS (Newborn Calf Serum) and 50 µg/ml gentamycin (mdmem), with and without Curcuma xanthorrhiza Roxb. rhizome extracts (CZ). There are five groups of treatment, consisted of positive control (mdmem+30 µg/ml asiaticoside (AC)), negative control (mdmem), CZ 100 ppm (mdmem+100 ppm CZ), CZ 200 ppm (mdmem+200 ppm CZ), and CZ 400 ppm (mdmem+400 ppm CZ). Culture was done in 5% CO 2 incubator at 37 C for 6 days. The parameters observed were Population Doubling Time (PDT), neuron and glia composition, and the length of axon and dendrite, were done based on calculation using hemocytometer, Hematoxylin Eosin (HE) staining, and measured using micrometer, respectively. Data were analyzed using statistical ANOVA and Duncan. The results showed that Curcuma xanthorrhiza Roxb. rhizome extracts concentration 100 ppm inhibited the neuronal cells proliferation (P<0,05). However, at concentration 400 ppm increased axon and dendrite length growth. Keywords: cell culture, Curcuma xanthorrhiza Roxb. rhizome extract, neuron

3 RINGKASAN YUNITA ARDINI. Efek Pemberian Ekstrak Rimpang Temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb.) terhadap Pertumbuhan Sel-Sel Otak Besar Anak Tikus secara In Vitro. Dibimbing oleh ITA DJUWITA dan MIN RAHMINIWATI. Penyakit neurodegenerasi menyebabkan disfungsi sistem saraf pada otak. Disfungsi sistem saraf sulit disembuhkan karena sel saraf memiliki keterbatasan kemampuan dalam beregenerasi. Penyakit neurodegenerasi juga disebabkan oleh penurunan neurotransmiter seperti asetilkolin yang berperan dalam proses penyimpanan memori. Temulawak merupakan salah satu tanaman obat yang memiliki banyak khasiat, seperti menurunkan kadar kolesterol, sebagai antiinflamasi, antibakteri, memiliki antioksidan yang tinggi, dan antitumor. Efek ekstrak rimpang temulawak terhadap pertumbuhan sel otak besar belum diketahui sehingga dilakukan penelitian untuk mengevaluasi efek ekstrak rimpang temulawak terhadap pertumbuhan sel-sel otak besar. Penelitian ini dilakukan secara in vitro menggunakan sel-sel otak besar anak tikus (Sprague Dawley) umur tiga hari dalam medium dasar DMEM (Dulbecco s Modified Eagle s Medium) yang mengandung NBCS (Newborn Calf Serum) 10% and gentamisin 50 µg/ml (mdmem) dengan dan tanpa ekstrak rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb. (CZ)). Terdapat lima kelompok perlakuan yang terdiri dari kontrol positif (mdmem+asiaticoside (AC) 30 µg/ml), kontrol negatif (mdmem), CZ 100 ppm (mdmem+cz 100 ppm), CZ 200 ppm (mdmem+cz 200 ppm), dan CZ 400 ppm (mdmem+cz 400 ppm). Kultur dilakukan dalam inkubator CO 2 5% dan suhu 37 C selama enam hari. Parameter yang diamati yaitu tingkat proliferasi berdasarkan Population Doubling Time (PDT), komposisi sel saraf dan sel glia, serta pertumbuhan panjang akson dan dendrit masing-masing berdasarkan penghitungan menggunakan hemositometer, pewarnaan HE, dan pengukuran sel saraf menggunakan mikrometer. Data PDT, panjang akson dan dendrit dianalisis menggunakan uji statistik ANOVA dan Duncan. Hasil penelitian menunjukkan nilai PDT pada medium yang ditambahkan ekstrak rimpang temulawak CZ 100 ppm, 200 ppm, dan 400 ppm berturut-turut adalah 4,39 ± 0,52 hari, 5,15 ± 0,99 hari, dan 6,62 ± 0,57 hari sedangkan nilai PDT pada kontrol positif dan kontrol negatif adalah 3,27 ± 0,26 hari, dan 3,78 ± 0,51 hari. Pemberian ekstrak rimpang temulawak memiliki nilai PDT yang tinggi dibandingkan kontrol positif dan kontrol negatif. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian ekstrak rimpang temulawak pada medium kultur sel saraf menghambat proliferasi sel saraf. Medium yang ditambahkan ekstrak rimpang temulawak CZ 400 ppm memiliki akson dan dendrit yang paling panjang yaitu 20,90 ± 0,01 µm, dan 13,81 ± 0,64 µm. Berdasarkan data diatas, dapat disimpulkan bahwa pemberian ekstrak rimpang temulawak dapat menghambat proliferasi sel saraf, namun mampu meningkatkan pertumbuhan panjang akson dan dendrit pada CZ 400 ppm. Kata kunci : ekstrak rimpang temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb), kultur sel, sel saraf

4 EFEK PEMBERIAN EKSTRAK RIMPANG TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) TERHADAP PERTUMBUHAN SEL-SEL OTAK BESAR ANAK TIKUS SECARA IN VITRO YUNITA ARDINI Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

5 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul Efek Pemberian Ekstrak Rimpang Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) terhadap Pertumbuhan Sel-Sel Otak Besar Anak Tikus secara In Vitro adalah karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Oktober 2011 Yunita Ardini B

6 Hak Cipta milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

7 Judul Skripsi Nama NIM : Efek Pemberian Ekstrak Rimpang Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) terhadap Pertumbuhan Sel-Sel Otak Besar Anak Tikus secara In Vitro : Yunita Ardini : B Disetujui Dr. Drh. Hj. Ita Djuwita, M.Phil Pembimbing I Drh. Min Rahminiwati, MS, Ph.D Pembimbing II Diketahui Dr. Nastiti Kusumorini Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor Tanggal Lulus:

8 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 8 Juni Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Gerhat, S.Si dan Ibu Rina Yuliana. Penulis mengawali sekolah dasar pada tahun 1995 di Sekolah Dasar Negeri Cinagara 3 dan diselesaikan pada tahun Tahun 2001 penulis melanjutkan pendidikan Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Cigombong sampai tahun Penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Atas 3 Bogor pada tahun 2004 dan lulus pada tahun Tahun 2007 penulis diterima di Fakultas Kedokteran Hewan IPB melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di Badan Eksekutif Mahasiswa Kabinet Sinergis ( ) dan Kabinet Katalis ( ), Himpunan Minat dan Profesi Hewan Kesayangan dan Satwa Akuatik (HKSA) FKH IPB ( ) sebagai Ketua Divisi Satwa Akuatik dan Eksotik, dan Komunitas Seni dan Teatrikal (STERIL) FKH IPB.

9 PRAKATA Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi yang berjudul Efek Pemberian Ekstrak Rimpang Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) terhadap Pertumbuhan Sel-Sel Otak Besar Anak Tikus secara In Vitro. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Terima kasih penulis sampaikan kepada Ibu Dr. Drh. Hj. Ita Djuwita, M.Phil dan Drh. Min Rahminiwati, MS, Ph.D selaku dosen pembimbing yang telah memberikan pengarahan, bimbingan, dan pendampingan sejak persiapan penyusunan usulan penelitian, pelaksanaan penelitian, seminar, sampai penulisan skripsi ini selesai. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Drh. Susi Soviana, M.Si selaku dosen pembimbing akademik atas semua bimbingan dan arahannya; Pusat Studi Biofarmaka LPPM IPB; Seluruh dosen dan staf Laboratorium Embriologi FKH IPB; Kak Devi, Kak Yeni, Bu Eka, Pak Wahyu atas bantuan selama pelaksanaan penelitian; teman-teman satu penelitian (Ani, Disa, dan Irma) atas kerjasama dan bantuannya selama penelitian. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Gerhat, S.Si (Ayah), Rina Yuliana (Ibu), dan Gerri Setia Darmawan (Adik) yang selalu memberikan dukungan dan doa yang tiada hentinya. Selanjutnya ucapan terima kasih kepada Shandy Maha Putra atas dukungan, semangat, dan doa yang telah diberikan. Terakhir teman-teman Gianuzzi Angkatan 44 Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor yang sama-sama berjuang menempuh pendidikan di FKH IPB. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran untuk melengkapi skripsi ini. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi penulis, pembaca, dan semua pihak yang berkepentingan. Bogor, Oktober 2011 Yunita Ardini

10 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... PENDAHULUAN Halaman Latar Belakang... 1 Tujuan... 2 Manfaat... 2 TINJAUAN PUSTAKA Temulawak... 3 Otak Besar (Cerebrum)... 6 Sel Saraf... 7 Kultur In Vitro... 9 Kultur Sel Saraf METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Ekstrak Rimpang Temulawak Persiapan Kultur Sel Saraf Otak Besar Isolasi dan Kultur Sel Saraf Otak Besar Evaluasi Hasil Kultur Sel Saraf Tingkat Proliferasi Berdasarkan PDT Diferensial Sel untuk Menentukan Sel Saraf dan Sel Glia Pertumbuhan Panjang Akson dan Dendrit Rancangan Percobaan HASIL DAN PEMBAHASAN Tingkat Proliferasi Berdasarkan Population Doubling Time (PDT) Komposisi Jumlah Sel Saraf dan Sel Glia Pertumbuhan Panjang Akson dan Dendrit SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xi xii xiii

11 DAFTAR TABEL Halaman 1 Komposisi kandungan kimia temulawak dan manfaatnya Tingkat proliferasi sel saraf pada masing-masing perlakuan Persentase sel saraf dan sel glia pada masing-masing perlakuan Panjang akson dan dendrit pada masing-masing perlakuan... 20

12 DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Tanaman temulawak Struktur sel saraf Berbagai tipe sel saraf dan sel glia Morfologi sel glia dan sel saraf dengan pewarnaan HE... 18

13 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Hasil analisis ANOVA dan Duncan PDT Hasil analisis ANOVA dan Duncan persentase sel saraf dan sel glia Hasil analisis ANOVA dan Duncan panjang akson Hasil analisis ANOVA dan Duncan panjang dendrit... 33

14 PENDAHULUAN Latar Belakang Otak merupakan organ yang sangat kompleks bagi manusia dan hewan. Menurut Kuntarti (2007), otak dibagi menjadi 6 divisi utama yaitu cerebum, diensefalon, cerebelum, midbrain, pons, dan medula oblongata. Otak besar (cerebrum) merupakan bagian otak yang paling besar. Permukaan otak besar menjadi sangat luas karena banyaknya lipatan-lipatan yang disebut gyri dan dipisahkan oleh lekukan (sulcus) dan lekukan dalam (fisura) (Frandson 1992). Otak besar tersusun atas jaringan saraf yang terdiri atas sel saraf (neuron) dan sel glia. Sel saraf berfungsi untuk menghantarkan impuls dari sel saraf ke sel saraf lainnya dan sel glia berfungsi untuk melindungi dan mendukung sel saraf. Penyakit neurodegenerasi disebabkan oleh berkurangnya sel-sel saraf pada struktur saraf pusat maupun saraf tepi sehingga menyebabkan disfungsi sistem saraf. Sel saraf memiliki keterbatasan kemampuan dalam beregenerasi jika terjadi kerusakan (Kuntarti 2007). Ketidakmampuan sel saraf untuk melakukan regenerasi menjadi faktor penyebab timbulnya penyakit Alzheimer, Parkinson, dan Huntington (Eriksson et al. 1998). Selain ketidakmampuan sel saraf dalam melakukan regenerasi, penyakit neurodegenerasi juga disebabkan oleh penurunan neurotransmiter yaitu asetilkolin yang berperan dalam proses penyimpanan memori (Japardi 2002). Untuk mempertahankan asetilkolin tetap tinggi maka penguraian asetilkolin menjadi asetil dan kolin oleh enzim asetilkolinesterase harus dihambat (Japardi 2002). Dewasa ini pengobatan menggunakan obat herbal sangat diminati oleh masyarakat. Temulawak adalah tanaman obat yang mempunyai prospek cerah untuk dikembangkan. Bagian tanaman temulawak yang digunakan sebagai obat adalah rimpang atau umbi akar. Rimpang temulawak memiliki khasiat sebagai hepatoprotektor atau mencegah penyakit hati, menambah nafsu makan, antioksidan, antiinflamasi, antitumor, dan antibakteri (Mangan 2008). Ekstrak rimpang temulawak menghasilkan metabolit sekunder yaitu kurkumin dan xanthorrhizol. Kurkumin dapat menghambat penyebaran kanker,

15 pertumbuhan sel tumor, dan menghambat penurunan fungsi otak dengan menghambat enzim asetilkolinesterase agar asetilkolin tidak diurai (Syukur & Fatimah 2008). Menurut Zhu et al. (2004), kurkumin juga dapat melindungi sel saraf yang mengalami stress oksidatif. Selain terdapat kurkumin, ekstrak rimpang temulawak juga menghasilkan xanthorrhizol. Berdasarkan penelitian Cheah et al. (2006), xanthorrhizol dapat memberikan efek antiploriferasi pada sel kanker payudara. Efek pemberian ekstrak rimpang temulawak terhadap pertumbuhan sel saraf normal belum diketahui sehingga perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui efek ekstrak rimpang temulawak terhadap pertumbuhan sel saraf normal pada otak besar. Asiaticoside merupakan senyawa aktif yang terkandung dalam pegagan (Centella asiatica). Asiaticoside dilaporkan dapat melindungi neuron dari stress oksidatif (Jana et al. 2010) dan berpotensi sebagai neuroprotektif (Heleagrahara & Ponnusamy 2010). Dosis optimum pemberian asiaticoside pada kultur sel saraf adalah 100 µg/ml. Bila dosis asiaticoside yang diberikan lebih dari 100 µg/ml, maka akan bersifat neurotoksik (Musalmah et al. 2006). Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan, asiaticoside digunakan sebagai kontrol positif dengan dosis 30 µg/ml. Tujuan Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) terhadap pertumbuhan sel otak besar anak tikus yang ditumbuhkan secara in vitro pada beberapa tingkatan konsentrasi ekstrak rimpang temulawak. Manfaat Manfaat dari penelitian ini adalah untuk memberikan informasi kemampuan proliferasi secara in vitro sel otak besar anak tikus dalam medium dengan dan tanpa ekstrak rimpang temulawak yang dapat berguna untuk perbaikan memori.

16 TINJAUAN PUSTAKA Temulawak (Curcuma xanthorhiza Roxb.) Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) adalah tanaman asli Indonesia yang berkhasiat untuk menjaga kesehatan dari berbagai penyakit (Hembing 2010). Temulawak dikenal dengan nama Koneng Gede (Jawa Barat), temolabak (Jawa Tengah), tetemulawak (Sumatera) (Mangan 2008). Menurut Soesilo (1989), sistematika temulawak yaitu : Kingdom : Plantae Subkingdom : Tracheobionta Super Divisi : Spermatophyta Divisi : Magnoliophyta Kelas : Liliopsida Sub Kelas : Commelinidae Ordo : Zingiberales Famili : Zingiberaceae Genus : Curcuma Spesies : Curcuma xanthorrhiza Roxb. Tanaman temulawak termasuk tanaman tahunan yang tumbuh merumpun dengan batang semu dan tingginya dapat mencapai 2-2,5 meter (Mahendra 2005). Tiap rumpun tanaman ini terdiri atas beberapa anakan dan tiap anakan memiliki 2-9 helai daun. Daun tanaman temulawak bentuknya panjang dan agak lebar, berwarna hijau tua dengan garis-garis coklat (Mangan 2008). Panjang daun sekitar cm dan lebar ±18 cm (Rukmana 1995). Bunga temulawak biasanya muncul dari batang semunya setelah tanaman cukup dewasa. Bunga berukuran pendek dan lebar, berwarna putih kekuningan bercampur merah (Gambar 1). Temulawak menghasilkan rimpang temulawak (umbi akar) yang bentuknya bulat seperti telur (silinder dengan pusatnya berwarna kuning tua dan kulitnya berwarna kuning muda) (Gambar 1). Jika rimpang dibelah akan beraroma khas dan jika dimakan akan terasa pahit (Mangan 2008). Bagian tanaman yang digunakan sebagai obat adalah umbi akar atau rimpangnya.

17 A B Gambar 1 Tanaman temulawak. Bunga (A). Rimpang (B) (Rukmana 1995) Rimpang temulawak mempunyai efek farmakologi yaitu hepatoprotektor, menurunkan kadar kolestrol, antiinflamasi, laxative, diuretik, meningkatkan produksi ASI, tonikum, dan menghilangkan nyeri sendi (Mahendra 2005). Rimpang temulawak mempunyai berbagai khasiat yaitu sebagai analgesik, antibakteri, antijamur, antidiabetik, antidiare, antiinflamasi, antihepatotoksik, antioksidan, antitumor, depresan, diuretik, hipolipidemik, dan insektisida (Purnomowati 2008). Komposisi kimia rimpang temulawak tersusun atas pati 29-30%, kurkumin 2-2,81% per berat kering (Kiswanto 2005), dan minyak atsiri 6-10% (Sidik et al. 1993). Komposisi kandungan kimia pada rimpang temulawak dan khasiat untuk kesehatan dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Komposisi kandungan kimia temulawak dan manfaatnya No. Kandungan kimia Khasiat untuk kesehatan 1. Zat tepung meningkatkan kerja ginjal 2. Kurkumin Antiinflamasi 3. Minyak atsiri antiinflamasi, antihepatotoksik 4. Kurkuminoid antikeracunan empedu, antikolestrol 5. Fellandrean anemia, antioksidan, dan antikanker 6. Turmerol antimikroba, sakit limpa, dan asma 7. Kamfer meningkatkan produksi ASI dan nafsu makan 8. Glukosida obat jerawat, sakit pinggang 9. Foluymetik sakit kepala, cacar 10. Karbinol sariawan, asma, dan nyeri haid. (Sumber : Istafid 2006)

18 Kurkuminoid pada rimpang temulawak merupakan turunan dari diferuloilmetan terdiri atas senyawa dimetoksi diferuloilmetan (kurkumin) dan monodesmetoksi diferuloilmetan (desmetoksikurkumin). Kurkumin berwarna kuning, rasa sedikit pahit, larut dalam aseton, alkohol, asam asetat glasial, dan alkali hidroksida. Manfaat kurkumin antara lain sebagai obat jerawat, meningkatkan nafsu makan, antioksidan, pencegah kanker, dan antimikroba (Purnomowati 2008). Zat warna kurkumin dimanfaatkan sebagai pewarna untuk makanan manusia dan ternak. Hasil penelitian Liang et al menyatakan bahwa kurkumin rimpang temulawak berkhasiat menetralkan racun, menghilangkan rasa nyeri sendi, menurunkan kadar kolesterol darah, mencegah pembentukan lemak dalam sel hati dan sebagai antioksidan. Jumlah kurkumin yang aman dikonsumsi oleh manusia adalah 100 mg/hari sedangkan untuk tikus 5 g/hari (Commandeur & Vermeulen 1996). Berdasarkan penelitiaan Zhu et al. (2004), kurkumin dapat melindungi sel saraf dari kerusakan oksidatif setelah sel diiinduksi tert-butyl hydroperoxide (t- BHP). T-BHP merupakan zat yang dapat menimbulkan kerusakan oksidatif pada sel saraf tikus. Perlakuan kultur sel saraf tikus dewasa menggunakan kurkumin dapat melindungi sel saraf dari kerusakan dan kematian sel sehingga kurkumin dapat digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit neurodegenerasi (Kim et al. 2008). Minyak atsiri merupakan senyawa yang dapat meningkatkan produksi getah empedu dan sebagai antiinflamasi. Kandungan kimia minyak atsiri antara lain feladren, kamfer, tumerol, tolil-metilkarbinol, arkurkumen, zingiberen, kuzerenon, germakron, β-tumeron serta xanthorrhizol yang dihasilkan hingga 40% (Rahardjo & Rostiana 2004). Menurut Ozaki (1990), efek antiinflamasi pada temulawak disebabkan oleh adanya germakron. Senyawa fenol yang terdapat pada temulawak bisa berfungsi sebagai antioksidan karena kemampuannya mennghilangkan radikal-radikal bebas dan radikal peroksida sehingga efektif dalam menghambat oksidasi lipida (Kinsella et al. 1993). Xanthorrhizol merupakan senyawa yang terkandung dalam minyak atsiri. Xanthorrhizol merupakan antibakteri potensial yang memiliki spektrum luas

19 terhadap aktivitas antibakteri, stabil terhadap panas, dan aman terhadap kulit manusia. Xanthorrhizol secara efisien dapat menghambat infeksi pada gigi dan penyakit kulit, dapat dimanfaatkan pada berbagai produk misalnya digunakan sebagai agen antibakteri, pasta gigi, sabun, pembersih mulut, permen karet, dan kosmetik yang memerlukan aktivitas antibakteri (Hwang 2004). Xanthorrhizol memberikan efek antiproliferasi pada sel kanker payudara (Cheah et al. 2006). xanthorrhizol bersifat toksik terhadap sel normal ginjal sapi (Norzilla et al. 2005). Otak Besar (Cerebrum) Otak hewan dewasa secara garis besar dibagi menjadi tiga bagian yaitu cerebrum, cerebelum, dan batang otak (Frandson 1992). Cerebrum merupakan bagian terbesar dari otak mamalia. Cerebrum bertugas menerima dan menginterpretasikan informasi sensoris, menginisiasi rangsangan pada otot rangka, dan mengintegrasikan aktivitas sel saraf yang secara normal berhubungan dengan komunikasi, ekspresi respon emosional, belajar, memori, daya ingat, dan kebiasaan lainnya yang dilakukan secara sadar (Colville & Bassert 2002). Cerebrum tersusun atas substansia abu-abu sebagai lapisan terluar dari otak dan substansia putih yang berada di bawah cortek cerebri (Colville & Bassert 2002). Permukaan otak besar menjadi sangat luas karena banyaknya lipatanlipatan yang disebut gyri dan dipisahkan oleh lekukan (sulcus) dan lekukan dalam (fisura) (Frandson 1992). Cerebrum terdiri atas dua bagian yang disebut hemisphere yang simetris. Tiap hemisphere dibagi menjadi empat lobus yaitu lobus frontal (pusat fungsi intelektual), lobus parietal (pusat kesadaran sensorik), lobus oksipital (pusat penglihatan), dan lobus temporal (pusat pendengaran) (Kuntarti 2007). Hippocampus merupakan bagian otak besar yang terletak di lobus temporal yang berhubungan dengan fungsi memori. Jika suatu bagian dari cerebrum mengalami kerusakan dan tidak berfungsi karena kekurangan oksigen, keracunan, stroke, hewan akan mengalami kegagalan untuk menyimpan atau mengingat informasi (Colville & Bassert 2002). Berdasarkan fungsi otak besar yang berperan dalam memori, maka penelitian ini menggunakan otak besar untuk melihat efek ekstrak rimpang temulawak terhadap sel-sel otak besar yang berpengaruh terhadap fungsi memori.

20 Sel Saraf Sistem saraf merupakan salah satu sistem organ yang ada di tubuh kita. Setiap jaringan saraf terdiri atas sel saraf dan sel glia (sel penunjang) (Frandson 1992). Sel saraf adalah unit anatomis dan fungsional sistem saraf. Menurut Kuntarti (2007), sel saraf terdiri atas tiga bagian yaitu badan sel, dendrit, dan akson (Gambar 2). Badan sel terdiri atas suatu massa sitoplasma yang berukuran relatif besar, sebuah nukleus, dengan satu atau lebih nukleoli. Sitoplasma sering disebut neuroplasma. Diantara bagian-bagian neuroplasma terdapat organelorganel penting meliputi mitokondria, fibril, badan golgi, dan sentrosom (Frandson 1992). Dendrit adalah tonjolan yang menghantarkan informasi menuju badan sel. Tonjolan tunggal dan panjang yang menghantarkan informasi keluar dari badan sel disebut akson (Feriyawati 2006). Gambar 2 Struktur sel saraf (Anonim 2000a) Sel saraf dapat diklasifikasikan berdasarkan struktur dan fungsinya. Sel saraf berdasarkan strukturnya dibagi menjadi tiga tipe, yaitu sel saraf multipolar, sel saraf bipolar, sel saraf unipolar (Gambar 3). Sel saraf unipolar hanya mempunyai satu serabut yang dibagi menjadi satu cabang sentral yang berfungsi sebagai akson dan satu cabang perifer yang berfungsi sebagai dendrit. Jenis sel saraf ini merupakan sel saraf sensorik saraf perifer seperti sel-sel ganglion cerebrospinalis. Sel saraf bipolar mempunyai dua serabut yaitu satu akson dan satu dendrit. Jenis sel saraf ini dijumpai dalam epitel olfaktiorus, retina, dan telinga. Sel saraf multipolar mempunyai beberapa dendrit dan satu akson. Jenis

21 neuron ini paling sering dijumpai pada sel-sel motoris pada medulla spinalis dan sel ganglion otonom (Chung 1993). Sel glia merupakan sel penunjang yang berfungsi melindungi, merawat, dan sumber nutrisi sel saraf. Sel glia terdiri atas astrosit, oligodendrosit, mikroglia, dan sel ependimal (Gambar 3). Astrosit merupakan sel glia terbesar, badan sel berbentuk bintang dengan banyak tonjolan. Fungsi astrosit adalah mempertahankan sirkulasi darah di otak, mengatur kadar ion dan nutrien, memperbaiki dan mencegah jaringan saraf dari kerusakan (Kuntarti 2007). Oligodendrosit merupakan sel glia yang melapisi akson dengan menghasilkan myelin. Mikroglia melindungi susunan saraf pusat dengan menghilangkan debris yang berasal dari sel-sel otak yang mati, bakteri, dan lain-lain dengan mekanisme fagositosis. Sel ependim merupakan sel yang melapisi rongga atau ruang yang terdapat pada otak yang disebut ventrikel dan kanalis sentralis pada medulla spinalis. Ependimal berperan dalam produksi cairan cerebrospinal (Feriyawati 2006). Menurut Junqueira & Carneiro (2005) seluruh otak memiliki jumlah sel glia 10 kali lebih banyak dibandingkan sel saraf pada keadaan in vivo. Pada kondisi in vitro, astrosit menunjang fungsi sel saraf dengan perbandingan 1:4 (Woehrling et al. 2010). Pada tikus dan mencit, perbandingan jumlah astrosit dengan sel saraf di korteks serebri pada keadaan in vitro yaitu 1:3 (Nedergaard et al. 2003). Kultur In Vitro Gambar 3 Berbagai tipe sel saraf dan sel glia (Anonim 2000b)

22 Teknik kultur jaringan pertama kali dilakukan oleh Ross Harirson (1907) (Malole 1990). Kultur in vivo merupakan pencangkokan bagian jaringan atau organ ke dalam tubuh dari host dewasa atau embrio, atau ke dalam jaringan aksesori embrio (Thomas 1970). Kebalikan dengan in vivo, in vitro berasal dari bahasa latin yang berarti di dalam kaca. In vitro merupakan semua proses yang berjalan di luar tubuh dimana sebagai pengganti habitat aslinya diperankan oleh unsur yaitu medium sebagai tempat tumbuh, dan keadaan lainnya seperti suhu, substrat, dan udara. Kultur in vitro merupakan pengambilan bagian dari jaringan makhluk hidup yang kemudian ditanam pada suatu lingkungan yang menyerupai kondisi fisiologis untuk diamati pertumbuhan dari sel tersebut (Freshney 2005). Menurut Paul (1970), metode kultur dibagi menjadi tiga kultur utama yaitu kultur organ, kultur jaringan, dan kultur sel. Diantara kultur organ dan jaringan terdapat sedikit perbedaan pada media dan perkembangannya. Kultur Organ merupakan kultur dari sebagian organ atau seluruh organ secara in vitro dengan sifat jaringan dan fungsi organ masih dapat dipertahankan seperti keadaaan in vivo. Kultur organ tetap mempertahankan sifat-sifat jaringan yaitu adanya interaksi antar sel dan perbedaan histologi dan biokimia antar sel dalam waktu yang lama sampai beberapa minggu (Malole 1990). Kultur jaringan merupakan pembiakan jaringan atau potongan organ berdiferensiasi menjadi jaringan tertentu. Sedangkan kultur sel merupakan kultur sel-sel yang berasal dari organ atau jaringan yang telah diuraikan secara mekanis dan atau secara enzimatis menjadi suspensi sel. Suspensi sel dibiakkan menjadi satu lapis jaringan (monolayer) diatas permukaan keras (tabung, botol, dan cawan) atau menjadi suspensi sel dalam media penumbuh (Malole 1990). Kultur sel membutukan medium dan lingkungan yang sesuai dengan kondisi in vivo. Kondisi ini diciptakan dengan pengaturan temperatur, ph, oksigen, CO 2, tekanan osmosis, permukaan untuk melekat sel, nutrien, proteksi terhadap zat toksik, hormon, dan faktor pertumbuhan yang mengatur pertumbuhan dan diferensiasi sel (Malole 1990). Temperatur yang ideal untuk pertumbuhan sel adalah pada 37 C dengan ph optimum 7,4 (Paul 1970; Malole 1990). Selama kultur diusahakan ph tidak lebih rendah dari 7,0 karena akan memperlambat

23 pertumbuhan sel. Pengaturan ph dapat dilakukan dengan menambahkan NaHCO 3 pada medium dan inkubasi pada CO 2 5% (Malole 1990). Substrat merupakan tempat melekat sel agar dapat tumbuh. Substrat yang digunakan umumnya plastik polystyrene yang sudah mengalami perlakuan khusus sehingga lembab dan bermuatan negatif. Gelatin, kolagen, laminin, atau fibronectin merupakan bahan yang digunakan untuk melapisi substrat sehingga daya lekat sel pada substrat lebih kuat (Freshney 2005). Pada kultur sel saraf, substrat dilapisi oleh gelatin atau kolagen untuk memberikan muatan positif (Malole 1990). Medium pada kultur in vitro sangat dibutuhkan karena sel atau jaringan tidak dapat mensintesa nutrisi sendiri (Paul 1970). Medium dasar untuk kultur sel adalah larutan garam seimbang. Larutan ini berfungsi sebagai pengatur ph, tekanan osmosis dalam medium, dan sumber ion inorganik yang esensial (Malole 1990). Medium pertumbuhan yang sering digunakan untuk kultur sel mamalia adalah Dulbecco s Modified Eagle Medium (DMEM). DMEM mengandung konsentrasi asam amino dua kali lipat lebih banyak dari Eagle s Minimal Essential Medium (MEM), empat kali vitamin, dan mengatur konsentrasi HCO 3 dan CO 2 (Freshney 2005). Kebutuhan nutrisi untuk pemeliharaan sel tidak hanya terdapat pada medium. Penambahan serum pada medium dapat mendukung daya hidup dan pertumbuhan berbagi sel hewan mamalia dalam kultur. Serum yang digunakan dapat diperoleh dari berbagai hewan seperti sapi (Fetal Calf Serum (FCS), Newborne Calf Serum (NBCS)), kuda, dan manusia. Jumlah serum yang ditambahkan biasanya 5-20% (Malole 1990). Serum berfungsi sebagai penyedia faktor pertumbuhan, faktor hormonal, dan faktor pelekat dan penyebar sel (Malole 1990). Penggunaan antibiotik pada kultur sel dapat mencegah risiko kontaminasi bakteri (Jakoby & Pastan 1979). Kultur Sel Saraf Kultur sel merupakan teknik menumbuhkan dan mengembangbiakan tipe sel yang berbeda-beda. Sel yang langsung diperoleh dari organ lalu ditumbuhkan secara in vitro disebut kultur primer (Malole 1990). Kultur sel berguna untuk

24 menyelidiki karakteristik fisiologi dan metabolisme sel dan menguji efek zat tertentu terhadap suatu sel (Malole 1990). Kultur primer sel saraf didapatkan dari jaringan saraf pada masa embrionik (Butler 2004). Penggunaan jaringan embrional lebih baik karena dapat berkembang biak secara terus menerus dalam media kultur optimal dan dalam keadaan tertentu dapat diarahkan untuk berdifferensiasi menjadi berbagai sel yang terdifferensiasi seperti sel jantung, sel kulit, sel saraf, dan sel hati sehingga dapat dipakai untuk mengganti jaringan yang rusak (Trenggono 2009). Sel glia yang berasal dari mencit dan manusia dalam kultur in vitro tumbuh seperti fibroblast yang multipolar (Trenggono 2009). Sel glia mampu menjalankan serangkaian pembelahan mitosis sehingga jumlah sel glia dalam kultur bertambah dan jumlah sel glia lebih banyak dari jumlah sel saraf. Ukuran sel menjadi semakin kecil pada setiap pembelahan sehingga mencapai suatu konfluenitas sel pada cawan petri.

25 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2011 sampai dengan bulan Juli 2011 di Laboratorium Embriologi Departemen Anatomi, Fisiologi, dan Farmakologi Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Alat dan Bahan Alat yang digunakan antara lain cawan petri steril, peralatan bedah steril, pinset, mikropipet, tip, biosafety cabinet, gelas beker, gelas ukur, tabung konikal, tabung mikro, mikrofilter, spuid 1 cc, sentrifuge, object glass, cover glass, hemositometer, inkubator, mikroskop, spatula, dan timbangan digital. Bahan yang digunakan antara lain otak besar dari tikus putih (Rattus norvegicus) strain Sprague Dawley umur tiga hari (newborn); gelatin 0,1%; larutan pencuci phosphate buffered saline (PBS) yang ditambahkan gentamisin 50 µg/ml dan newborn calf serum (NBCS) 0,1% (mpbs); medium kultur mdmem yaitu DMEM (Dulbecco s Modified Eagle s Medium) yang dimodifikasi dengan penambahan asam amino non-esensial (AANE) 10%, gentamisin 50 µg/ml, sodium bikarbonat 3,7 µg/ml, dan newborn calf serum (NBCS) 10%; asiaticoside (AC) 30 µg/ml; ekstrak rimpang temulawak (CZ); dan pewarna Hematoksilin Eosin (HE). Metode Ekstrak Rimpang Temulawak Ekstrak rimpang temulawak yang dipakai pada penelitian ini merupakan ekstrak siap pakai yang berasal dari Pusat Studi Biofarmaka LPPM IPB. Ekstrak ini dibuat dengan metode maserasi menggunakan pelarut etanol 30%. Persiapan Kultur Sel Saraf Otak Besar Sebelum digunakan, cawan petri (Corning ) dilapisi dengan 1 ml gelatin 0,1% dan didiamkan pada suhu kamar selama 1 jam. Setelah satu jam, gelatin dibuang dan dicuci dengan PBS kemudian didiamkan selama 5 menit. Cawan

26 petri diisi dengan mdmem dan perlakuan (asiaticoside 30 µg/ml, ekstrak rimpang temulawak (CZ) konsentrasi 100 ppm, 200 ppm, dan 400 ppm) sebanyak 2 ml kemudian diinkubasi selama minimal satu jam ke dalam inkubator CO 2 5% pada suhu 37 C. Isolasi dan Kultur Sel Saraf Otak Besar Sel saraf diisolasi dari otak besar tikus (Rattus norvegicus) umur 3 hari. Otak besar dipotong kecil-kecil dan disuspensi menggunakan spuid 1 cc di dalam larutan mpbs. Suspensi otak besar disentrifugasi dengan kecepatan 210 g selama 10 menit, pencucian ini dilakukan dengan mpbs sebanyak empat kali dan mdmem sebanyak satu kali. Sebelum dikultur, jumlah sel saraf dihitung menggunakan hemositometer. Sel dengan konsentrasi 6,5x10 4 sel/ml dimasukkan ke dalam cawan petri yang berisi mdmem dan perlakuan sebanyak 2 ml. Setiap kultur dilakukan duplo, terdiri atas cawan yang dilapisi dan tidak dilapisi cover glass. Cawan yang dilapisi cover glass digunakan untuk pewarnaan HE. Kultur diinkubasi di dalam inkubator CO 2 5% pada suhu 37 C. Medium mdmem dan perlakuan diganti setiap 2 hari sekali sebanyak 2 ml setiap penggantian. Kultur dilakukan sampai hari keenam. Evaluasi Hasil Kultur Sel Saraf Tingkat Proliferasi Berdasarkan Population Doubling Time (PDT) Tingkat proliferasi ditentukan dengan menghitung jumlah sel saraf pada saat sebelum dikultur dan setelah kultur hari keenam. Sel tersebut dibuang mediumnya lalu dicuci dengan PBS kemudian dimasukkan larutan tripsin 0,1% dalam mpbs sebanyak 1 ml. Sel diinkubasi selama 5 menit sampai sel terlihat soliter dan diamati di bawah mikroskop. Pemipetan berulang dapat dilakukan untuk mempermudah disosiasi sel. Sel yang telah terdisosiasi disentrifugasi di dalam mpbs, selanjutnya sel dihitung menggunakan hemositometer Improved Neubauer dengan perhitungan : Total sel (sel/ml) = jumlah sel pada 5 kotak x faktor pengenceran x 10 4

27 Population Doubling Time (PDT) dihitung menggunakan rumus: 1 PDT (hari) = (log jumlah sel akhir-log jumlah sel awal) x 3,32 Waktu Diferensial Sel untuk Menentukan Sel Saraf dan Sel Glia Jumlah sel dihitung dengan metode pewarnaan HE. Kultur sel yang ditumbuhkan di atas cover glass dicuci dengan PBS kemudian difiksasi dalam larutan buffer paraformaldehid 4% selama 24 jam. Kultur yang telah difiksasi disimpan dalam alkohol 70% sampai dilakukan pewarnaan HE. Pewarnaan dimulai dengan merendam hasil kultur sel saraf ke dalam alkohol 50% selama 3 menit. Setelah itu direndam dalam aquades selama 5 menit, hematoksilin 10 menit, dan dibilas dengan aquades selama 5 menit. Selanjutnya dilakukan perendaman dalam eosin selama 5 menit, dibilas dengan aquades selama 5 menit, dan dilakukan dehidrasi bertingkat menggunakan alkohol 70%, 80%, 90%, 96%, 100% (absolut) tiga kali, masing-masing selama 10 menit dan dilanjutkan dalam xylol dua kali ulangan masing-masing selama 10 menit, kemudian cover glass ditempelkan dengan object glass menggunakan entelan dan diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 40x10 untuk menghitung jumlah sel-sel saraf dan sel-sel glia. Pertumbuhan Panjang Akson dan Dendrit Pengamatan pertumbuhan panjang akson dan dendrit melalui pengamatan natif pada hari keenam. Kultur sel saraf difoto sebanyak 4 lapang pandang dengan pembesaran 10x10. Panjang akson dan dendrit diukur dengan menggunakan perangkat lunak imagej. Rancangan Percobaan Terdapat lima kelompok perlakuan yang terdiri dari kontrol positif (mdmem+asiaticoside 30 µg/ml), kontrol negatif (mdmem), CZ 100 ppm (mdmem+cz 100 ppm), CZ 200 ppm (mdmem+cz 200 ppm), CZ 400 ppm

28 (mdmem+cz 400 ppm). Masing-masing kelompok perlakuan terdiri atas satu cawan yang dilapisi cover glass untuk pewarnaan HE dan satu cawan tanpa cover glass untuk menghitung Population Doubling Time (PDT). Masing-masing perlakuan dilakukan sebanyak tiga kali ulangan. Parameter yang diamati yaitu PDT, jumlah sel saraf dan sel glia, serta panjang akson dan dendrit. Data PDT serta panjang akson dan dendrit dianalisis menggunakan uji statistik ANOVA dan Duncan.

29 HASIL DAN PEMBAHASAN Tingkat Proliferasi Berdasarkan Population Doubling Time (PDT) Population Doubling Time (PDT) adalah waktu yang diperlukan oleh populasi sel untuk menjadikan jumlahnya dua kali dari jumlah semula. Menurut Martin (1994), sel saraf memiliki PDT sekitar 3-4 hari. Proliferasi sel yang cepat ditunjukkan dengan PDT yang rendah. Hasil PDT kultur sel saraf yang diberi perlakuan ekstrak rimpang temulawak dibandingkan dengan kontrol disampaikan pada Tabel 2. Tabel 2 Tingkat PDT sel saraf yang tumbuh pada masing-masing perlakuan Kontrol Kontrol Konsentrasi CZ positif negatif 100 ppm 200 ppm 400 ppm 3,27 ± 0,26 a 3,78 ± 0,51 a 4,39 ± 0,52 b 5,15 ± 0,99 b 6,62 ± 0,57 c Ket: Huruf superscript yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan adanya perbedaan nyata (P<0,05). Kontrol positif (mdmem+asiaticoside (AC) 30µg/mL); kontrol negatif (mdmem); ekstrak rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) (CZ)100 ppm (mdmem+cz 100 ppm); CZ 200 ppm (mdmem+cz 200 ppm); CZ 400 ppm(mdmem+cz 400 ppm) Pemberian ekstrak rimpang temulawak pada kultur sel saraf pada konsentrasi CZ 100 ppm, 200 ppm, dan 400 ppm menunjukkan hasil berbeda nyata dengan kontrol positif dan negatif (P<0,05). Nilai PDT pada medium yang ditambahkan ekstrak rimpang temulawak CZ 100 ppm, 200 ppm, dan 400 ppm berturut-turut adalah 4,39 ± 0,52 hari, 5,15 ± 0,99 hari, dan 6,62 ± 0,57 hari sedangkan nilai PDT pada kontrol positif dan kontrol negatif adalah 3,27 ± 0,26 hari, dan 3,78 ± 0,51 hari. Pemberian ekstrak rimpang temulawak memiliki nilai PDT yang lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol positif dan kontrol negatif. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian ekstrak rimpang temulawak pada medium kultur sel saraf dapat menghambat proliferasi sel saraf. Komponen kimiawi ekstrak rimpang temulawak adalah kurkumin dan xanthorrhizol. Kurkumin memberikan warna kuning pada rimpang temulawak dan mempunyai khasiat medis (Suwiyah 1991). Zat ini berkhasiat menetralkan racun, menghilangkan rasa nyeri sendi, menurunkan kadar kolesterol dan trigliserida darah, antibakteri, dan sebagai antioksidan (Liang et al. 1985). Kurkumin dapat meningkatkan aktivitas enzim antioksidan seperti superoxidase dismutase,

30 catalase, dan gluthatione peroxidase (Reddy & Lokesh 2004). Menurut Kim et al. (2008), dosis kurkumin paling efektif untuk meningkatkan proliferasi sel saraf adalah 92,1 ppm. Semakin tinggi dosis kurkumin yang diberikan maka akan semakin lambat proliferasi sel saraf. Hal ini disebabkan dosis kurkumin dalam jumlah besar dapat merusak sel saraf (Kim et al. 2008). Selain terdapat kurkumin, ekstrak rimpang temulawak menghasilkan metabolit yaitu xanthorrhizol. Menurut Handayani (2008), xanthorrhizol mempunyai aktivitas antiproliferasi terhadap sel normal hati dan sel normal ginjal monyet. Hasil penelitian tersebut sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya yang membuktikan bahwa xanthorrhizol bersifat toksik terhadap sel normal ginjal sapi (Norzilla et al. 2005). Dengan adanya xanthorrhizol dalam ekstrak rimpang temulawak maka akan terjadi penghambatan proliferasi sel saraf. Hal ini dibuktikan dengan nilai PDT yang tinggi pada medium yang ditambahkan ekstrak rimpang temulawak dibandingkan dengan medium yang ditambahkan asiaticoside ataupun medium tanpa penambahan ekstrak rimpang temulawak. Komposisi Jumlah Sel Saraf dan Sel Glia Sel glia merupakan sel-sel yang berfungsi untuk menjaga, memelihara, mendukung dan sumber nutrisi sel saraf. Sel glia menyusun 40% volume otak dan medulla spinalis (Feriyawati 2006). Empat macam sel glia di sistem saraf pusat yaitu astrosit, oligodendrosit, mikroglia, dan sel ependimal. Astrosit berfungsi memberikan nutrisi pada sel saraf, mempertahankan sawar darah otak, serta memperbaiki dan mencegah jaringan saraf dari kerusakan. Badan sel astrosit berbentuk bintang. Oligodendrosit merupakan sel glia yang melapisi akson dengan myelin. Mikroglia mempunyai sifat-sifat fagosit yang dapat menyingkirkan debris-debris yang dapat berasal dari sel otak yang mati, bakteri, dan lain-lain (Feriyawati 2006). Sel ependimal merupakan sel epitel yang melapisi dinding ventrikel, membentuk, memonitor, dan membantu sirkulasi cairan cerebrospinal (Kuntarti 2007). Sel glia yang ditemukan pada kultur sel saraf adalah astrosit, oligodendrosit, dan mikroglia. Astrosit memiliki inti yang paling besar dan bulat. Oligodendrosit memiliki ukuran inti yang lebih kecil dibandingkan dengan inti astrosit dan

31 memiliki penjuluran lebih sedikit dan kecil. Mikroglia memiliki inti sel kecil, bulat, dan dikelilingi dengan banyak penjuluran kecil (Junqueira & Carnerio 2005). Sel ependimal tidak ditemukan pada kultur ini karena sel melapisi dinding ventrikel otak. Morfologi ketiga sel glia tersebut dapat dilihat pada gambar A 3 B C D Gambar 4 Morfologi sel glia dan sel saraf. Sel glia (A, B, C). Astrosit (1), oligodendrosit (2), mikroglia (3). Sel saraf (D). Sel saraf bipolar (4), sel saraf multipolar (5) Pewarnaan HE. Bar: 5µm. Menurut Junqueira & Carneiro (2005) seluruh otak memiliki jumlah sel glia 10 kali lebih banyak dibandingkan sel saraf pada keadaan in vivo. Persentase jumlah sel saraf dan sel glia pada masing-masing perlakuan dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Persentase sel saraf dan sel glia pada masing-masing perlakuan Jenis Kontrol Kontrol Konsentrasi CZ sel positif negatif 100 ppm 200 ppm 400 ppm Sel 69,03 ± 3,47 c 47,20 ± 9,96 b 45,11 ± 2,44 ab 36,18 ± 0,20 a 37,25 ± 4,43 a saraf Sel glia 30,97 ± 3,47 a 52,80 ± 9,96 b 54,88 ± 2,44 bc 63,81 ± 0,20 c 62,75 ± 4,43 c

32 Jumlah sel glia lebih banyak daripada sel saraf pada medium yang diberikan ekstrak rimpang temulawak. Peningkatan persentase sel glia tertinggi adalah pada perlakuan CZ 400 ppm sebanyak 62,75%. Peningkatan jumlah sel glia pada medium yang diberikan ekstrak rimpang temulawak dikarenakan sel glia berfungsi sebagai sel pendukung sel saraf. Menurut Le Roux dan Reh (1994), astrosit memiliki kemampuan untuk mendukung pertumbuhan dendrit. Kurkumin yang terdapat dalam ekstrak rimpang temulawak bekerja pada sel glia dengan cara meningkatkan jumlah oligodendrosit (Surendra et al. 2003). Pemberian ekstrak rimpang temulawak pada kultur sel saraf dapat menurunkan jumlah sel saraf. Hal ini dikarenakan kurkumin dapat menghambat aktivitas tirosin kinase (Hong et al. 1999). Enzim tirosin kinase adalah enzim yang berperan penting dalam mengatur pertumbuhan dan diferensiasi sel. Mekanisme penghambatan enzim tirosin kinase oleh kurkumin terjadi melalui dua cara, yaitu menghambat aktivitas enzimatik dari protein tersebut dan menurunkan kadar enzim tirosin kinase. Aktivitas ganda yang ditujukkan oleh kurkumin tersebut sangat efektif untuk mencegah proliferasi sel saraf dan mencegah penyebarannya. Pemberian asiaticoside pada kultur sel saraf menunjukkan persentase sel saraf yang tinggi. Menurut Sushma et al. (2010), asiaticoside yang terkandung dalam Centella asiatica secara in vitro dapat mempercepat regenerasi sel saraf dengan meningkatkan elongasi akson. Persentase sel saraf dan sel glia pada kontrol negatif adalah 47,20% dan 52,80%. Hasil ini hampir sama dengan penelitian Riyacumala (2010) yang memberikan hasil komposisi sel saraf dengan sel glia pada mdmem adalah 48,50% dan 51,50%. Pertumbuhan Panjang Akson dan Dendrit Akson dan dendrit merupakan penjuluran sel saraf yang berfungsi untuk menghantarkan impuls (Kuntarti 2007). Akson umumnya memiliki ukuran lebih panjang daripada dendrit. Pertumbuhan panjang akson dan dendrit pada masingmasing perlakuan dapat dilihat pada Tabel 4.

33 Tabel 4 Panjang akson dan dendrit pada masing-masing perlakuan (µm) Kontrol Positif Kontrol negatif Konsentrasi CZ 100 ppm 200 ppm 400 ppm Akson 19,78 ± 4,25 ab 18,44 ± 2,99 a 18,72 ± 1,50 a 17,78 ± 1,79 a 20,90 ± 0,01 b Dendrit 10,07 ± 2,04 a 10,93 ± 1,04 a 10,35 ± 2,25 a 11,66 ± 4,07 b 13,81 ± 0,64 b Huruf superscript yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan adanya perbedaan nyata (P<0.05). Medium yang ditambahkan ekstrak rimpang temulawak CZ 400 ppm memiliki akson dan dendrit yang panjang. Medium yang ditambahkan ekstrak rimpang temulawak CZ 400 ppm memiliki nilai PDT yang tinggi sebesar 6,62 ± 0,57 hari. Nilai PDT yang tinggi mengindikasikan penghambatan proliferasi sel saraf. Proliferasi yang lambat mengakibatkan peningkatan pertumbuhan panjang akson dan dendrit. Hal ini dikarenakan semua energi terpusat pada pertumbuhan panjang akson dan dendrit. Pernyimpanan memori bergantung pada jumlah percabangan dendrit dan ukuran badan sel saraf (Putranto 2009). Semakin banyak percabangan dendrit makin besar kemungkinan untuk melakukan sinaps dengan sel saraf lain. Sinaps merupakan titik temu antara sel saraf satu dengan sel saraf lainnya. Semakin banyak sinaps antar sel saraf maka kemampuan otak untuk menampung infromasi yang masuk menjadi lebih banyak pula (Affari 2011). Pemberian ekstrak rimpang temulawak CZ 400 ppm pada kultur sel otak besar memiliki dendrit yang panjang. Semakin panjang dendrit akan dapat menjangkau daerah yang lebih luas sehingga semakin banyak sinaps antar sel saraf. Banyaknya sinaps antar sel mengakibatkan meningkatnya kemampuan otak untuk menampung informasi lebih besar. Neural Progenitor Cell (NPC) merupakan sumber perkembangan sel saraf dan sel glia yang membentuk semua bagian otak pada perkembangan embrio. NPC bersifat mampu membelah, migrasi, dan berdiferensiasi menjadi neuron (Kim et al. 2007). Menurut Kalverbour et al. (1999), progenitor sel saraf akan berkembang menjadi sel saraf dan penjulurannya akan membentuk akson dan dendrit. Ukuran panjang akson dan dendrit pada medium dasar (mdmem) berdasarkan penelitian Riyacumala (2010) adalah berkisar 167,7µm dan 102,5µm, sedangkan pada penelitian ini panjang akson dan dendrit hanya berkisar 20,90 µm

34 dan 13,81 µm. Ukuran panjang akson dan dendrit yang lebih pendek disebabkan karena sel saraf yang tumbuh yaitu progenitor sel saraf. Progenitor sel saraf memiliki penjuluran yang pendek. Selain itu, pengukuran pada penelitian Riyacumala (2010) dilakukan pada hari kesebelas sedangkan pada penelitian ini pengukuran dilakukan pada hari keenam sehingga mempengaruhi panjang akson dan dendrit yang terbentuk. Berdasarkan data-data yang diperoleh, pemberian ekstrak rimpang temulawak pada kultur sel otak besar memberikan efek antiproliferasi terhadap sel saraf. Namun, pemberian ekstrak rimpang temulawak pada kultur sel otak besar mampu meningkatkan pertumbuhan panjang akson dan dendrit. Pada otak terdapat sawar darah otak atau disebut blood brain barrier. Blood brain barrier berfungsi untuk melindungi sistem saraf pusat dari perubahan konsentrasi ion yang terjadi secara tiba-tiba di cairan ekstraselular dan menahan atau membatasi masuk molekul-molekul yang terlarut dalam darah dan keluarnya bahan-bahan kimia dari jaringan otak (Kuntarti 2007). Dengan adanya blood brain barrier ini, zat kimia sulit masuk ke dalam jaringan otak sehingga jika ekstrak rimpang temulawak ini diberikan secara in vivo sedikit kemungkinan terjadinya efek antiproliferasi terhadap sel saraf.

35 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Ekstrak rimpang temulawak memiliki efek antiproliferasi terhadap sel-sel otak besar secara nyata pada konsentrasi 100 ppm, tetapi ekstrak rimpang temulawak mampu meningkatkan pertumbuhan panjang akson dan dendrit pada konsentrasi 400 ppm. Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui efek ekstrak rimpang temulawak pada sel otak besar secara in vivo agar dapat diketahui efek pemakaiannya dalam perbaikan fungsi memori. Selain itu, dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai senyawa aktif yang terdapat dalam ekstrak rimpang temulawak yang dapat meningkatkan kemampuan proliferasi sel-sel saraf otak besar.

36 DAFTAR PUSTAKA Affari L Otak tambah pintar dengan bersepeda. enties [08 Oktober 2011]. [Anonim]. 2000a. Morphology neuron. [07 Juli 2011]. [Anonim]. 2000b. Brain region-specific neuronal networks in vitro. [07 Juli 2011]. Butler M Animal Cell Culture & Technology. Cornwall UK: Bios Scientific Publishers. Cheah YH, Azimahtol HLP, Abdullah NR Xanthorrhizol exhibits antiproliferative activity on MCF-7 Breast cancer cell via apoptosis induction. Anticancer Research 26: Chung KW Gross Anatomy. Jakarta: Binarupa Aksara. Colville T, Bassert JM Clinical Anatomy & Physiology for Veterinary Technicians. United States of America: Mosby Inc. Commandeur JN, Vermeulen NP Cytotoxicity and cytoprotective activities of natural compounds. The case of curcumin. Xenobiotica 26: Eriksson PS et al Neurogenesis in the adult human hippocampus. Nature Medicine 4(11): Feriyawati L Anatomi sistem saraf dan peranannya dalam regulasi kontraksi otot rangka [Tesis]. Sumatera Utara: Fakultas Kedokteran, Universitas Sumatera Utara. Frandson RD Anatomi dan Fisiologi Ternak. Ed Ke-4. Gadjah Mada University Press: Yogyakarta. Freshney RI Culture of Animal Cells, a Manual of Basic Technique. Ed Ke-5. Hoboken NJ, John Wiley & Sons, Inc. Handayani T Pengaruh xanthorrhizol terhadap sel hepatoma HepG2. Jurnal Kedokteran Maranatha 8(1):

37 Heleagrahara N, Ponnusamy K Neuroprotective effect of Centella assiatica extract (CAE) on experimentally induced parkinsonism in aged spraguedawley rats. Journal Toxicological Sciences 35(1): Hembing W Curcuma xanthorrhiza rhizoma, diabetes. [12 April 2011]. Hong R, Spohn WH, Hung M Curcumin inhibit tyrosine kinase activity of P185 neu and depletes P185 neu. Clinical Cancer Research 5: Hwang JK Xanthorrhizol: a potential antibacterial agent from Curcuma xanthorrhiza against Streptococcus mutans. Planta Medica 66: Istafid W Visibility studi minuman instan ekstrak temulawak dan ekstrak mengkudu sebagai minuman kesehatan [Skripsi]. Semarang: Fakultas Teknik, Universitas Negeri Semarang. Jakoby WB, Pastan IH, editor Cell Culture. USA: Academic Press Inc. Jana U, Sur TK, Maity LN, Debnath PK, Bhattacharyya D A clinical study on the management of generalized anxiety disorder with Centella asiatica. Nepal Medicine College Journal 12(1): Japardi I Penyakit Alzheimer. Sumatra Utara: Fakultas Kedokteran, Universitas Sumatera Utara. Junqueira LC, Carnerio J Basic Histology. Ed ke-11. USA: The McGraw- Hill Companies Inc. Kalverbour AF, Genta ML, Hopkins JB Current Issues in Developmental Psychology. Neteherlands: Kluwer Academic Publisher. Kim SJ et al Curcumin stimulates proliferation of embryonic neural progenitor cells and neurogenesis in the adult hippocampus. The Journal of Biological Chemistry 283 (21): Kinsella JE, Frankel E, German B, Kanmer J Possible mechanism for the protective role of antioxidants in wine and plant foods. Journal Food Technology 4:5-89. Kiswanto Perubahan kadar senyawa bioaktif rimpang temulawak dalam penyimpanan (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) [Tesis]. Yogyakarta: Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Gadjah Mada. Kuntarti Anatomi sistem saraf. staff.ui.ac.id/internal/ /material/anatomisaraf.pdf. [16 Maret 2011].

TINJAUAN PUSTAKA Temulawak ( Curcuma xanthorhiza Roxb.

TINJAUAN PUSTAKA Temulawak ( Curcuma xanthorhiza Roxb. TINJAUAN PUSTAKA Temulawak (Curcuma xanthorhiza Roxb.) Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) adalah tanaman asli Indonesia yang berkhasiat untuk menjaga kesehatan dari berbagai penyakit (Hembing 2010).

Lebih terperinci

Efek Ekstrak Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) terhadap Proliperasi dan Diferensiasi Sel Otak Besar Anak Tikus Berumur 3 Hari in vitro

Efek Ekstrak Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) terhadap Proliperasi dan Diferensiasi Sel Otak Besar Anak Tikus Berumur 3 Hari in vitro Efek Ekstrak Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) terhadap Proliperasi dan Diferensiasi Sel Otak Besar Anak Tikus Berumur 3 Hari in vitro Min Rahminiwati Ita Djuwita Yunita Ardini Latifah K Darusman

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Tipe-tipe Sel yang Tumbuh dan Berkembang dalam Kultur

HASIL DAN PEMBAHASAN Tipe-tipe Sel yang Tumbuh dan Berkembang dalam Kultur yaitu tingkat proliferasi, PDT dan panjang akson-dendrit dianalisis menggunakan metoda statistik T-test dengan tingkat kepercayaan 95%. HASIL DAN PEMBAHASAN Tipe-tipe Sel yang Tumbuh dan Berkembang dalam

Lebih terperinci

Lampiran 1 Pembuatan Medium Kultur DMEM Lampiran 2 Pembuatan Larutan PBS Lampiran 3 Prosedur Pewarnaan HE

Lampiran 1 Pembuatan Medium Kultur DMEM Lampiran 2 Pembuatan Larutan PBS Lampiran 3 Prosedur Pewarnaan HE LAMPIRAN Lampiran 1 Pembuatan Medium Kultur DMEM Medium kultur DMEM merupakan medium Dulbecco s Modified Eagle s Medium (DMEM; Sigma) yang telah dimodifikasi dengan penambahan asam amino non-esensial (AANE;

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Obat adalah zat yang digunakan untuk terapi, mengurangi rasa nyeri, serta

BAB I PENDAHULUAN. Obat adalah zat yang digunakan untuk terapi, mengurangi rasa nyeri, serta BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obat adalah zat yang digunakan untuk terapi, mengurangi rasa nyeri, serta mengobati dan mencegah penyakit pada manusia maupun hewan (Koga, 2010). Pada saat ini banyak

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Tanaman mahkota dewa (Winarto 2009).

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Tanaman mahkota dewa (Winarto 2009). TINJAUAN PUSTAKA Mahkota Dewa Di daerah Sumatera (Melayu), mahkota dewa dikenal dengan nama buah simalakama sedangkan di pulau Jawa mahkota dewa dikenal dengan nama makuto dewo (Habsari 2010). Sistematika

Lebih terperinci

PENGARUH CONDITIONED MEDIUM RAT EMBRYONIC FIBROBLAST

PENGARUH CONDITIONED MEDIUM RAT EMBRYONIC FIBROBLAST i PENGARUH CONDITIONED MEDIUM RAT EMBRYONIC FIBROBLAST (CM-REF) DENGAN DAN TANPA LEUKEMIA INHIBITORY FACTOR (LIF) DALAM MEDIUM TERHADAP TINGKAT PROLIFERASI DAN SIFAT PLURIPOTENSI MESENCHYMAL STEM CELL

Lebih terperinci

Waktu dan Tempat Penelitian Materi Penelitian Metode Penelitian Pembuatan Tikus Diabetes Mellitus Persiapan Hewan Coba

Waktu dan Tempat Penelitian Materi Penelitian Metode Penelitian Pembuatan Tikus Diabetes Mellitus Persiapan Hewan Coba Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2007 sampai dengan bulan Juli 2008 di Laboratorium Bersama Hewan Percobaan Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tahapan dalam siklus sel. Sebagaimana Allah Swt berfirman dalam surat an Nuh :

BAB I PENDAHULUAN. tahapan dalam siklus sel. Sebagaimana Allah Swt berfirman dalam surat an Nuh : 13 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu ciri kehidupan sel ditandai dengan terjadinya proliferasi. Proliferasi merupakan pertumbuhan yang disebabkan oleh pembelahan sel yang aktif dan bukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Darah adalah cairan yang terdapat pada semua makhluk hidup (kecuali

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Darah adalah cairan yang terdapat pada semua makhluk hidup (kecuali BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Darah Darah adalah cairan yang terdapat pada semua makhluk hidup (kecuali tumbuhan) tingkat tinggi yang berfungsi mengirimkan zat-zat dan oksigen yang dibutuhkan oleh jaringan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. milyaran sel-sel neuron yang berorganisasi dengan berbagai macam jaringan. proses proliferasi pada sel saraf otak (Sloane, 2003).

BAB I PENDAHULUAN. milyaran sel-sel neuron yang berorganisasi dengan berbagai macam jaringan. proses proliferasi pada sel saraf otak (Sloane, 2003). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem saraf merupakan struktur pusat pengaturan yang tersusun oleh milyaran sel-sel neuron yang berorganisasi dengan berbagai macam jaringan (Carlsson dkk, 2000).

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan broiler dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu broiler modern

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan broiler dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu broiler modern 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Broiler Perkembangan broiler dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu broiler modern dan broiler klasik. Broiler modern mempunyai pertumbuhan yang cepat dan bobot tubuh pada

Lebih terperinci

EFEK PEMBERIAN EKSTRAK DAUN MAHKOTA DEWA (Phaleria macrocarpa) TERHADAP PERTUMBUHAN SEL-SEL OTAK BESAR ANAK TIKUS SECARA IN VITRO ANI MURTISARI

EFEK PEMBERIAN EKSTRAK DAUN MAHKOTA DEWA (Phaleria macrocarpa) TERHADAP PERTUMBUHAN SEL-SEL OTAK BESAR ANAK TIKUS SECARA IN VITRO ANI MURTISARI EFEK PEMBERIAN EKSTRAK DAUN MAHKOTA DEWA (Phaleria macrocarpa) TERHADAP PERTUMBUHAN SEL-SEL OTAK BESAR ANAK TIKUS SECARA IN VITRO ANI MURTISARI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

xanthorrhiza Roxb atau lebih dikenal dengan nama temulawak (Afifah, 2005). Kandungan temulawak yang diduga bertanggung jawab dalam efek peningkatan

xanthorrhiza Roxb atau lebih dikenal dengan nama temulawak (Afifah, 2005). Kandungan temulawak yang diduga bertanggung jawab dalam efek peningkatan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Nafsu makan adalah keinginan psikologis untuk makan dan hal ini berkaitan dengan perasaan senang terhadap makanan (Insel et al, 2010). Mekanisme rasa lapar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Paru-paru, jantung, pusat syaraf dan otot skelet bekerja berat dalam melakukan

I. PENDAHULUAN. Paru-paru, jantung, pusat syaraf dan otot skelet bekerja berat dalam melakukan I. PENDAHULUAN Stamina adalah kemampuan daya tahan lama organisme manusia untuk melawan kelelahan dalam batas waktu tertentu, dimana aktivitas dilakukan dengan intensitas tinggi (tempo tinggi, frekuensi

Lebih terperinci

EFEK PEMBERIAN V IRGIN COCONUT OIL

EFEK PEMBERIAN V IRGIN COCONUT OIL EFEK PEMBERIAN VIRGIN COCONUT OIL (VCO) TERHADAP PROFIL IMUNOHISTOKIMIA ANTIOKSIDAN SUPEROXIDE DISMUTASE (SOD) PADA JARINGAN GINJAL TIKUS DIABETES MELLITUS NOVITA SARI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. unggas air yang cocok untuk dikembangbiakkan di Indonesia. Sistem

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. unggas air yang cocok untuk dikembangbiakkan di Indonesia. Sistem 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Itik Peking Itik Peking merupakan itik tipe pedaging yang termasuk dalam kategori unggas air yang cocok untuk dikembangbiakkan di Indonesia. Sistem pemeliharaan itik Peking

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Pemberian Vitamin E (α-tokoferol) dalam Media DMEM terhadap Konfluenitas Sel Ginjal Fetus Hamster yang Dikultur Primer Berdasarkan hasil penelitian dan analisis

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tujuan

TINJAUAN PUSTAKA. Tujuan Dibandingkan dengan tipe sel lain seperti sel fibroblas dan epitel, kultur primer sel saraf otak lebih susah ditumbuhkan. Sel saraf berkembang dari progenitor saraf dan tidak mampu membelah ketika sudah

Lebih terperinci

Anesty Claresta

Anesty Claresta Anesty Claresta 102011223 Skenario Seorang perempuan berusia 55 tahun datang ke poliklinik dengan keluhan berdebar sejak seminggu yang lalu. Keluhan berdebar ini terjadi ketika ia mengingat suaminya yang

Lebih terperinci

Y PENGARUH EKSTRAK RIMPANG TEMULAWAK

Y PENGARUH EKSTRAK RIMPANG TEMULAWAK BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negeri yang memiliki kekayaan dan keanekaragaman hayati yang tinggi, baik di darat maupun di laut. Indonesia adalah negara yang diapit oleh dua benua,

Lebih terperinci

PROFIL SEL β PULAU LANGERHANS JARINGAN PANKREAS TIKUS DIABETES MELLITUS YANG DIBERI VIRGIN COCONUT OIL (VCO) AMILIA DAYATRI URAY

PROFIL SEL β PULAU LANGERHANS JARINGAN PANKREAS TIKUS DIABETES MELLITUS YANG DIBERI VIRGIN COCONUT OIL (VCO) AMILIA DAYATRI URAY PROFIL SEL β PULAU LANGERHANS JARINGAN PANKREAS TIKUS DIABETES MELLITUS YANG DIBERI VIRGIN COCONUT OIL (VCO) AMILIA DAYATRI URAY FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 ABSTRACT AMILIA

Lebih terperinci

Sekilas Tentang Jurnal Fitofarmaka

Sekilas Tentang Jurnal Fitofarmaka Sekilas Tentang Jurnal Fitofarmaka Jurnal Fitofarmaka merupakan media untuk mempublikasikan tulisan asli yang berkaitan dengan ilmu farmasi khususnya bahan alam. Diterbitkan secara elektronik dan cetak

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL RIMPANG TEMU PUTIH

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL RIMPANG TEMU PUTIH PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL RIMPANG TEMU PUTIH (Curcuma zedoariae (Berg.) Roscoe) TERHADAP GAMBARAN KLINIS PRE DAN POST OPERASI PADA KELINCI YANG DIINDUKSI TUMOR HERYUDIANTO VIBOWO FAKULTAS KEDOKTERAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dalam kelas Liliopsida yang merupakan salah satu tumbuhan berbunga lidah dari

TINJAUAN PUSTAKA. dalam kelas Liliopsida yang merupakan salah satu tumbuhan berbunga lidah dari TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Menurut Jones dan Luchsinger (1979), tumbuhan anggrek termasuk ke dalam kelas Liliopsida yang merupakan salah satu tumbuhan berbunga lidah dari sekian banyak tumbuhan berbunga

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Morfologi Sel Fibroblas dalam Kultur In Vitro Hasil pengamatan kultur sel otot fetus tikus menunjukkan secara morfologi adanya dua bentuk sel, yakni sel fibrosit, berbentuk spindel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penggunaan tanaman yang berkhasiat sebagai obat untuk penanggulangan berbagai masalah kesehatan telah dikenal bangsa Indonesia sejak lama. Pemanfaatan tanaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Neoplasma secara harafiah berarti pertumbuhan baru, adalah massa abnormal dari sel-sel yang mengalami proliferasi. Sel neoplastik adalah otonom dalam arti tumbuh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi, karena memiliki protein yang

I. PENDAHULUAN. penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi, karena memiliki protein yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Daging ayam merupakan salah satu bahan pangan yang memegang peranan cukup penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi, karena memiliki protein yang berkualitas tinggi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kemudian dikembangkan di penjuru dunia. Puyuh mulai dikenal dan diternakkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kemudian dikembangkan di penjuru dunia. Puyuh mulai dikenal dan diternakkan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Puyuh (Cortunix- cortunix japonica) Puyuh merupakan jenis aves yang tidak dapat terbang, ukuran tubuhnya relatif kecil, berkaki pendek. Puyuh pertama kali diternakkan di Amerika

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. primer sel otak fetus hamster ini merupakan penelitian eksperimental yang

BAB III METODE PENELITIAN. primer sel otak fetus hamster ini merupakan penelitian eksperimental yang 32 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian peran vitamin E (alpha tokoferol) terhadap proliferasi kultur primer sel otak fetus hamster ini merupakan penelitian eksperimental yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian pengaruh ekstrak daun sirsak (Annona muricata L.) terhadap

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian pengaruh ekstrak daun sirsak (Annona muricata L.) terhadap BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian pengaruh ekstrak daun sirsak (Annona muricata L.) terhadap kadar glukosa darah dan histologi pankreas tikus (Rattus norvegicus) yang diinduksi

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juli 2007 sampai Juni 2008 di kandang percobaan Fakultas Peternakan dan di Bagian Patologi, Departemen Klinik Reproduksi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian Pengaruh Vitamin E (α-tocoferol) Terhadap Kerusakan,

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian Pengaruh Vitamin E (α-tocoferol) Terhadap Kerusakan, BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian Pengaruh Vitamin E (α-tocoferol) Terhadap Kerusakan, Viabilitas, dan Abnormalitas Kultur Primer Sel Paru-Paru Fetus Hamster Yang Dipapar Etanol

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang jumlah penduduknya terus

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang jumlah penduduknya terus I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang jumlah penduduknya terus mengalami peningkatan sehingga permintaan akan ketersediaan makanan yang memiliki nilai

Lebih terperinci

ORGANISASI KEHIDUPAN. Sel

ORGANISASI KEHIDUPAN. Sel ORGANISASI KEHIDUPAN Sel Sel adalah unit terkecil dari makhluk hidup. Ukuran sangat kecil untuk melihat harus dibantu dengan mikroskop. Kata sel berasal dari bahasa latin cellulae, yang berarti bilik kecil.

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. penelitian dan penulisan skripsi yang berjudul PENGARUH PENAMBAHAN. AIR KELAPA (Cocos nucifera) TERHADAP VIABILITAS KULTUR SEL

KATA PENGANTAR. penelitian dan penulisan skripsi yang berjudul PENGARUH PENAMBAHAN. AIR KELAPA (Cocos nucifera) TERHADAP VIABILITAS KULTUR SEL KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim Alhamdulillah, puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan karunia sampai saat ini sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Obat herbal telah diterima secara luas di hampir seluruh negara di dunia. Menurut World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa negara-negara di Afrika, Asia dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. digunakan sebagai obat tradisional yang dapat dikembangkan secara luas. 1

BAB I PENDAHULUAN. digunakan sebagai obat tradisional yang dapat dikembangkan secara luas. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Indonesia memiliki kekayaan keanekaragaman hayati yang luar biasa, yaitu sekitar 40.000 jenis tumbuhan, dari jumlah tersebut sekitar 1300 diantaranya digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seimbang. Demikian juga tubuh manusia yang diciptakan dalam keadaan

BAB I PENDAHULUAN. seimbang. Demikian juga tubuh manusia yang diciptakan dalam keadaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Allah SWT memiliki kekuasaan yang mutlak untuk mengatur dan menciptakan segala sesuatu yang ada di alam semesta ini dalam keadaan seimbang. Demikian juga tubuh manusia

Lebih terperinci

ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga RINGKASAN. Dwi Aprilia Anggraini. Gambaran Mikroskopis Sel Astrosit dan Sel

ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga RINGKASAN. Dwi Aprilia Anggraini. Gambaran Mikroskopis Sel Astrosit dan Sel 57 RINGKASAN Dwi Aprilia Anggraini. Gambaran Mikroskopis Sel Astrosit dan Sel Piramid Cerebrum pada Tikus Putih (Rattus novergicus) Galur Wistar Setelah Pemberian Ekstrak Etanol Daun Pegagan (Centella

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Superovulasi Superovulasi merupakan suatu teknologi reproduksi yang mampu meningkatkan jumlah korpus luteum yang dihasilkan (Manalu et al. 1996). Jumlah korpus luteum ini memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap tubuh karena akan mengalami proses detoksifikasi di dalam organ tubuh.

BAB I PENDAHULUAN. terhadap tubuh karena akan mengalami proses detoksifikasi di dalam organ tubuh. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Alkohol merupakan zat kimia yang dapat menimbulkan berbagai dampak terhadap tubuh karena akan mengalami proses detoksifikasi di dalam organ tubuh. Penggunaan alkohol

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. produk yang bernilai gizi dan ekonomis tinggi. Pertambahan berat badan yang. maupun kuantitasnya (Supratman dan Iwan, 2001).

I. PENDAHULUAN. produk yang bernilai gizi dan ekonomis tinggi. Pertambahan berat badan yang. maupun kuantitasnya (Supratman dan Iwan, 2001). I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Semua jenis ternak memerlukan pakan untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok, pertumbuhan, produksi, dan reproduksi. Ternak ruminansia seperti sapi memiliki kemampuan memanfaatkan

Lebih terperinci

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL BUDIDAYA TEMULAWAK. Mono Rahardjo dan Otih Rostiana

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL BUDIDAYA TEMULAWAK. Mono Rahardjo dan Otih Rostiana STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL BUDIDAYA TEMULAWAK Mono Rahardjo dan Otih Rostiana PENDAHULUAN Kegunaan utama rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) adalah sebagai bahan baku obat, karena dapat merangsang

Lebih terperinci

Sistem Saraf pada Manusia

Sistem Saraf pada Manusia Sistem Saraf pada Manusia Apa yang dimaksud dengn sistem saraf? Sistem saraf merupakan salah satu sistem koordinasi yang bertugas menyampaikan rangsangan dari reseptor untuk dideteksi dan direspon oleh

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1.Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Riset Kimia Universitas Pendidikan Indonesia dan Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor pada

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Peralatan Persiapan Kandang Penelitian

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Peralatan Persiapan Kandang Penelitian 14 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai November 2011. Kegiatan pemeliharaan dan perlakuan hewan coba bertempat di fasilitas kandang hewan percobaan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Mei 2012. Pengamatan berat telur, indeks bentuk telur, kedalaman kantung udara, ketebalan kerabang, berat kerabang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. memiliki aktifitas penghambat radang dengan mekanisme kerja

I. PENDAHULUAN. memiliki aktifitas penghambat radang dengan mekanisme kerja 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang NSAID (non-steroidal antiinflamatory drugs) merupakan obat yang memiliki aktifitas penghambat radang dengan mekanisme kerja menghambat biosintesis prostaglandin melalui

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan dua rancangan penelitian, yaitu : deskriptif

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan dua rancangan penelitian, yaitu : deskriptif 26 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan dua rancangan penelitian, yaitu : deskriptif eksploratif dan eksperimental. Penelitian deskriptif eksploratif meliputi isolasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagian besar penyakit diawali oleh adanya reaksi oksidasi yang berlebihan di dalam tubuh. Reaksi oksidasi ini memicu terbentuknya radikal bebas yang sangat aktif

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Alur penelitian yang akan dilakukan secara umum digambarkan dalam skema pada Gambar 6.

METODE PENELITIAN. Alur penelitian yang akan dilakukan secara umum digambarkan dalam skema pada Gambar 6. METODE PENELITIAN Alur penelitian yang akan dilakukan secara umum digambarkan dalam skema pada Gambar 6. Pengujian probiotik secara in vivo pada tikus percobaan yang dibagi menjadi 6 kelompok perlakuan,

Lebih terperinci

UJIAN AKHIR SEMESTER 1 SEKOLAH MENENGAH TAHUN AJARAN 2014/2015 Mata Pelajaran : Biotek

UJIAN AKHIR SEMESTER 1 SEKOLAH MENENGAH TAHUN AJARAN 2014/2015 Mata Pelajaran : Biotek Nama : UJIAN AKHIR SEMESTER 1 SEKOLAH MENENGAH TAHUN AJARAN 2014/2015 Mata Pelajaran : Biotek Kelas : 8 Waktu : 12.15-13.45 No.Induk : Hari/Tanggal : Kamis, 04 Desember 2014 Petunjuk Umum: Nilai : 1. Isikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Neoplasma adalah suatu massa jaringan abnormal yang berproliferasi cepat, tidak terkoordinasi melebihi jaringan normal dan dapat menetap setelah hilangnya rangsang

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE PENELITIAN

MATERI DAN METODE PENELITIAN MATERI DAN METODE PENELITIAN Waktu dan tempat penelitian Penelitian ini dilaksakan di Bagian Patologi, Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Perlakuan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Alur penelitian yang akan dilakukan secara umum digambarkan dalam skema pada Gambar 5.

BAHAN DAN METODE. Alur penelitian yang akan dilakukan secara umum digambarkan dalam skema pada Gambar 5. BAHAN DAN METODE Alur penelitian yang akan dilakukan secara umum digambarkan dalam skema pada Gambar 5. Pengujian Lactobacillus plantarum (BAL1) dan Lactobacillus fermentum (BAL2) pada tikus dengan perlakuan:

Lebih terperinci

DENY HERMAWAN. SKRIPSI sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan

DENY HERMAWAN. SKRIPSI sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan ii EFEKTIFITAS EKSTRAK SAMBILOTO (Andrographis paniculata Nees) DENGAN PELARUT AIR HANGAT TANPA EVAPORASI DAN KAJIAN DIFFERENSIAL LEUKOSIT PADA AYAM YANG DIINFEKSI DENGAN Eimeria tenella DENY HERMAWAN

Lebih terperinci

TIPE KEMATIAN SEL HeLa SETELAH PAPARAN EKSTRAK ETANOLIK CURCUMA LONGA

TIPE KEMATIAN SEL HeLa SETELAH PAPARAN EKSTRAK ETANOLIK CURCUMA LONGA TIPE KEMATIAN SEL HeLa SETELAH PAPARAN EKSTRAK ETANOLIK CURCUMA LONGA Suryani Hutomo, Chandra Kurniawan Bagian Mikrobiologi, Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Duta Wacana Fakultas Kedokteran Universitas

Lebih terperinci

KAJIAN MORFOLOGI SALURAN PERNAFASAN BURUNG WALET LINCHI (Collocalia linchi) DENGAN TINJAUAN KHUSUS PADA TRAKEA DAN PARU-PARU REZA HELMI SYAFIRDI

KAJIAN MORFOLOGI SALURAN PERNAFASAN BURUNG WALET LINCHI (Collocalia linchi) DENGAN TINJAUAN KHUSUS PADA TRAKEA DAN PARU-PARU REZA HELMI SYAFIRDI KAJIAN MORFOLOGI SALURAN PERNAFASAN BURUNG WALET LINCHI (Collocalia linchi) DENGAN TINJAUAN KHUSUS PADA TRAKEA DAN PARU-PARU REZA HELMI SYAFIRDI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

MANFAAT KULIT MANGGIS. OKTOBER 2013 Abdul Malik

MANFAAT KULIT MANGGIS. OKTOBER 2013 Abdul Malik MANFAAT KULIT MANGGIS OKTOBER 2013 Abdul Malik - 649226 Manggis (Garcinia mangostana) adalah tumbuhan tropis yang diperkirakan berasal dari Asia Tenggara. Buah manggis adalah buah musiman dengan kulitnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gorengan adalah produk makanan yang diolah dengan cara menggoreng

BAB I PENDAHULUAN. Gorengan adalah produk makanan yang diolah dengan cara menggoreng BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Gorengan adalah produk makanan yang diolah dengan cara menggoreng dalam minyak. Masyarakat Indonesia sebagian besar menggunakan minyak goreng untuk mengolah

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Peremajaan Aktinomiset dari Kultur Penyimpanan Perbanyakan Sclerotium rolfsii dari Kultur Penyimpanan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Peremajaan Aktinomiset dari Kultur Penyimpanan Perbanyakan Sclerotium rolfsii dari Kultur Penyimpanan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB) mulai Maret 2011 sampai

Lebih terperinci

JARINGAN DASAR HEWAN. Tujuan : Mengenal tipe-tipe jaringan dasar yang ditemukan pada hewan. PENDAHULUAN

JARINGAN DASAR HEWAN. Tujuan : Mengenal tipe-tipe jaringan dasar yang ditemukan pada hewan. PENDAHULUAN JARINGAN DASAR HEWAN Tujuan : Mengenal tipe-tipe jaringan dasar yang ditemukan pada hewan. PENDAHULUAN Tubuh hewan terdiri atas jaringan-jaringan atau sekelompok sel yang mempunyai struktur dan fungsi

Lebih terperinci

3. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian 3.2. Hewan Coba dan Pemeliharaannya 3.3. Alat dan Bahan

3. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian 3.2. Hewan Coba dan Pemeliharaannya 3.3. Alat dan Bahan 19 3. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober 2009 sampai dengan Juni 2010 di Kandang Unit Hewan Laboratorium, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit infeksi jamur yang menyebabkan penyakit kulit dan kuku

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit infeksi jamur yang menyebabkan penyakit kulit dan kuku BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksi jamur yang menyebabkan penyakit kulit dan kuku masih banyak dijumpai. Penyakit tersebut disebabkan oleh beberapa jamur salah satunya adalah Tricophyton

Lebih terperinci

KULTUR IN VITRO SEL-SEL OTAK BESAR (CEREBRUM) ANAK TIKUS VIVIT RIYACUMALA

KULTUR IN VITRO SEL-SEL OTAK BESAR (CEREBRUM) ANAK TIKUS VIVIT RIYACUMALA KULTUR IN VITRO SEL-SEL OTAK BESAR (CEREBRUM) ANAK TIKUS VIVIT RIYACUMALA FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Saya menyatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyakit kongenital. Diperkirakan ada kasus baru pada setiap

BAB I PENDAHULUAN. penyakit kongenital. Diperkirakan ada kasus baru pada setiap 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker merupakan penyakit yang terjadi karena pembelahan sel yang tidak terkontrol dan tidak terbatas (Djajanegara, 2010). Di beberapa bagian dunia, dalam waktu singkat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. asiatica L.) terhadap Pertumbuhan Sel Hepar Baby hamster yang Dipapar 7.12-

BAB III METODE PENELITIAN. asiatica L.) terhadap Pertumbuhan Sel Hepar Baby hamster yang Dipapar 7.12- BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Rancangan penelitian tentang Pengaruh Ekstrak Pegagan (Centella asiatica L.) terhadap Pertumbuhan Sel Hepar Baby hamster yang Dipapar 7.12- dimetilbenz(α)antrasen

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian. Bahan dan Alat Metode Penelitian Pembuatan Larutan Ekstrak Rumput Kebar

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian. Bahan dan Alat Metode Penelitian Pembuatan Larutan Ekstrak Rumput Kebar BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian dilaksanakan dari bulan Desember 2008 sampai dengan Mei 2009. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fisiologi, Departemen Anatomi, Fisiologi

Lebih terperinci

PROFIL SENYAWA PENCIRI DAN BIOAKTIVITAS TANAMAN TEMULAWAK PADA AGROBIOFISIK BERBEDA WARAS NURCHOLIS

PROFIL SENYAWA PENCIRI DAN BIOAKTIVITAS TANAMAN TEMULAWAK PADA AGROBIOFISIK BERBEDA WARAS NURCHOLIS PROFIL SENYAWA PENCIRI DAN BIOAKTIVITAS TANAMAN TEMULAWAK PADA AGROBIOFISIK BERBEDA WARAS NURCHOLIS SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk persenyawaan dengan molekul lain seperti PbCl 4 dan PbBr 2.

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk persenyawaan dengan molekul lain seperti PbCl 4 dan PbBr 2. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Timbal merupakan logam yang secara alamiah dapat ditemukan dalam bentuk persenyawaan dengan molekul lain seperti PbCl 4 dan PbBr 2. Logam ini telah digunakan sejak

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Materi Penelitian Rancangan Percobaan Metode Penelitian Koleksi Blastosis

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Materi Penelitian Rancangan Percobaan Metode Penelitian Koleksi Blastosis METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai dari September 2006 sampai dengan Mei 2007, di Laboratorium Embriologi dan Laboratorium Histologi, Departemen Anatomi, Fisiologi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konsumsi minuman ini. Secara nasional, prevalensi penduduk laki-laki yang

BAB I PENDAHULUAN. konsumsi minuman ini. Secara nasional, prevalensi penduduk laki-laki yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Minuman beralkohol telah banyak dikenal oleh masyarakat di dunia, salah satunya Indonesia. Indonesia merupakan salah satu negara yang cukup tinggi angka konsumsi minuman

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimen, karena

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimen, karena BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimen, karena dalam penelitian ini dilakukan dengan mengadakan manipulasi terhadap objek penelitian

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Mei 2012. Persiapan telur tetas dan penetasan dilaksanakan di Laboratorium Penetasan Telur, Departemen Ilmu

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. adanya perubahan kondisi kesehatan ikan baik akibat faktor infeksi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. adanya perubahan kondisi kesehatan ikan baik akibat faktor infeksi digilib.uns.ac.id BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Darah Gambaran darah merupakan salah satu parameter yang menjadi indikasi adanya perubahan kondisi kesehatan ikan baik akibat faktor infeksi (mikroorganisme)

Lebih terperinci

RINGKASAN. (Centella asiatica [L.] Urban) Terhadap Jumlah Sel Cerebrum Yang. Mengalami Apoptosis Pada Tikus Putih (Rattus norvegicus).

RINGKASAN. (Centella asiatica [L.] Urban) Terhadap Jumlah Sel Cerebrum Yang. Mengalami Apoptosis Pada Tikus Putih (Rattus norvegicus). RINGKASAN Dodik Prasetyo. Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Pegagan (Centella asiatica [L.] Urban) Terhadap Jumlah Sel Cerebrum Yang Mengalami Apoptosis Pada Tikus Putih (Rattus norvegicus). Di bawah bimbingan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 20 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tingkat Proliferasi Berdasarkan Population Doubling Time (PDT) Population Doubling Time (PDT) adalah waktu yang diperlukan oleh populasi sel untuk menjadikan jumlahnya dua

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pakan. Biaya untuk memenuhi pakan mencapai 60-70% dari total biaya produksi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pakan. Biaya untuk memenuhi pakan mencapai 60-70% dari total biaya produksi 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Pakan Sapi Perah Faktor utama dalam keberhasilan usaha peternakan yaitu ketersediaan pakan. Biaya untuk memenuhi pakan mencapai 60-70% dari total biaya produksi (Firman,

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. memiliki karakteristik ekonomis dengan ciri khas yaitu pertumbuhan yang cepat, konversi

I. TINJAUAN PUSTAKA. memiliki karakteristik ekonomis dengan ciri khas yaitu pertumbuhan yang cepat, konversi I. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Pedaging Ayam Pedaging adalah istilah untuk menyebutkan strain ayam budidaya teknologi yang memiliki karakteristik ekonomis dengan ciri khas yaitu pertumbuhan yang cepat,

Lebih terperinci

INTISARI. UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL RIMPANG TEMU GIRING (Curcuma Heyneana Val) TERHADAP PERTUMBUHAN Shigella Dysentriae SECARA IN VITRO

INTISARI. UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL RIMPANG TEMU GIRING (Curcuma Heyneana Val) TERHADAP PERTUMBUHAN Shigella Dysentriae SECARA IN VITRO INTISARI UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL RIMPANG TEMU GIRING (Curcuma Heyneana Val) TERHADAP PERTUMBUHAN Shigella Dysentriae SECARA IN VITRO Ria Hervina Sari 1 ; Muhammad Arsyad 2 ; Erna Prihandiwati

Lebih terperinci

EFEK EKSTRAK KLOROFORM BUAH Brucea javanica (L.) Merr. TERHADAP ANGIOGENESIS TUMOR PAYUDARA TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus L.)

EFEK EKSTRAK KLOROFORM BUAH Brucea javanica (L.) Merr. TERHADAP ANGIOGENESIS TUMOR PAYUDARA TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus L.) SEMINAR NASIONAL PERHIPBA JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS TANJUNGPURA PONTIANAK, 2011 EFEK EKSTRAK KLOROFORM BUAH Brucea javanica (L.) Merr. TERHADAP ANGIOGENESIS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit periodontal adalah penyakit yang umum terjadi dan dapat ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit periodontal adalah penyakit yang umum terjadi dan dapat ditemukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit periodontal adalah penyakit yang umum terjadi dan dapat ditemukan pada 90% dari populasi dunia. Penyakit periodontal merupakan salah satu penyakit gigi dan

Lebih terperinci

SEL SARAF MENURUT BENTUK DAN FUNGSI

SEL SARAF MENURUT BENTUK DAN FUNGSI SISTEM SARAF SEL SARAF MENURUT BENTUK DAN FUNGSI 1. SEL SARAF SENSORIK. 2. SEL SARAF MOTORIK. 3. SEL SARAF INTERMEDIET/ASOSIASI. Sel Saraf Sensorik Menghantarkan impuls (pesan) dari reseptor ke sistem

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. untuk Microsoft Windows.

BAB III METODOLOGI. untuk Microsoft Windows. 18 BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2010 sampai Agustus 2011. Kegiatan pemeliharaan dan perlakuan hewan coba bertempat di Fasilitas Kandang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. negara berkembang seperti Indonesia (Stella et al, 2012). S. typhii adalah bakteri

BAB I PENDAHULUAN UKDW. negara berkembang seperti Indonesia (Stella et al, 2012). S. typhii adalah bakteri BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah S. typhi merupakan salah satu penyebab infeksi tersering di daerah tropis, terutama di tempat-tempat yang memiliki sanitasi yang buruk (Brooks, 2007). Penularan

Lebih terperinci

DIFERENSIASI EMBRYONIC STEM CELLS MENCIT MENJADI NEURON MENGGUNAKAN CONDITIONED MEDIUM RIRIS LINDIAWATI PUSPITASARI

DIFERENSIASI EMBRYONIC STEM CELLS MENCIT MENJADI NEURON MENGGUNAKAN CONDITIONED MEDIUM RIRIS LINDIAWATI PUSPITASARI DIFERENSIASI EMBRYONIC STEM CELLS MENCIT MENJADI NEURON MENGGUNAKAN CONDITIONED MEDIUM RIRIS LINDIAWATI PUSPITASARI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN ORISINALITAS Dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kimia, kini penggunaan obat-obatan herbal sangat populer dikalangan

BAB I PENDAHULUAN. kimia, kini penggunaan obat-obatan herbal sangat populer dikalangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan zaman, ilmu pengetahuan di bidang kedokteran juga semakin berkembang. Selain pengembangan obat-obatan kimia, kini penggunaan obat-obatan

Lebih terperinci

Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN

Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN Berbagai jenis makanan dan minuman yang dibuat melalui proses fermentasi telah lama dikenal. Dalam prosesnya, inokulum atau starter berperan penting dalam fermentasi.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pengaruh pemberian ekstrak etanol daun sirsak (Annona

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pengaruh pemberian ekstrak etanol daun sirsak (Annona BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian tentang pengaruh pemberian ekstrak etanol daun sirsak (Annona muricata L.) terhadap morfologi dan histologi hepar mencit betina (Mus musculus)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. Kafein adalah kristal putih, alkaloid pahit, dengan rumus kimia C 8 H 10 N 4 O 2

BAB I PENDAHULUAN UKDW. Kafein adalah kristal putih, alkaloid pahit, dengan rumus kimia C 8 H 10 N 4 O 2 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kafein adalah kristal putih, alkaloid pahit, dengan rumus kimia C 8 H 10 N 4 O 2 yang terkandung dalam kopi atau teh dan banyak digunakan dalam pengobatan

Lebih terperinci

POTENSI HEPATOPROTEKTOR EKSTRAK ROSELLA (Hibiscus sabdariffa L) TERHADAP HATI TIKUS YANG DIINDUKSI PARASETAMOL QAMARUDDIN ARYADI

POTENSI HEPATOPROTEKTOR EKSTRAK ROSELLA (Hibiscus sabdariffa L) TERHADAP HATI TIKUS YANG DIINDUKSI PARASETAMOL QAMARUDDIN ARYADI POTENSI HEPATOPROTEKTOR EKSTRAK ROSELLA (Hibiscus sabdariffa L) TERHADAP HATI TIKUS YANG DIINDUKSI PARASETAMOL QAMARUDDIN ARYADI PROGRAM STUDI BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT

Lebih terperinci

Kajian Aktivitas Ekstrak Etanol Rimpang Kunyit (Curcuma longa Linn.) Dalam Proses Persembuhan Luka Pada Mencit (Mus musculus Albinus.

Kajian Aktivitas Ekstrak Etanol Rimpang Kunyit (Curcuma longa Linn.) Dalam Proses Persembuhan Luka Pada Mencit (Mus musculus Albinus. Kajian Aktivitas Ekstrak Etanol Rimpang Kunyit (Curcuma longa Linn.) Dalam Proses Persembuhan Luka Pada Mencit (Mus musculus Albinus.) WENI KURNIATI DEPARTEMEN KLINIK REPRODUKSI DAN PATOLOGI FAKULTAS KEDOKERAN

Lebih terperinci

KANDUNGAN SENYAWA ISOFLAVON DALAM TEMPE DAN MANFAATNYA BAGI KESEHATAN. Dr. Sri Handayani

KANDUNGAN SENYAWA ISOFLAVON DALAM TEMPE DAN MANFAATNYA BAGI KESEHATAN. Dr. Sri Handayani KANDUNGAN SENYAWA ISOFLAVON DALAM TEMPE DAN MANFAATNYA BAGI KESEHATAN Dr. Sri Handayani Tim PPM Jurusan Pendidikan Kimia FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2008

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertambahan penduduk, perkembangan ekonomi, perubahan gaya hidup serta kesadaran

BAB I PENDAHULUAN. pertambahan penduduk, perkembangan ekonomi, perubahan gaya hidup serta kesadaran BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan masyarakat terhadap pangan asal hewan terus meningkat sejalan dengan pertambahan penduduk, perkembangan ekonomi, perubahan gaya hidup serta kesadaran masyarakat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Broiler adalah ayam-ayam muda jantan atau betina yang umumnya dipanen umur

II. TINJAUAN PUSTAKA. Broiler adalah ayam-ayam muda jantan atau betina yang umumnya dipanen umur II. TINJAUAN PUSTAKA A. Broiler Broiler adalah ayam-ayam muda jantan atau betina yang umumnya dipanen umur 5--6 minggu dengan tujuan sebagai penghasil daging. Broiler mempunyai peranan yang penting sebagai

Lebih terperinci

Gambar 1 Tanaman uji hasil meriklon (A) anggrek Phalaenopsis, (B) bunga Phalaenopsis yang berwarna putih

Gambar 1 Tanaman uji hasil meriklon (A) anggrek Phalaenopsis, (B) bunga Phalaenopsis yang berwarna putih BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Isolasi dan perbanyakan sumber inokulum E. carotovora dilakukan di Laboratorium Bakteriologi Departemen Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian, Institut Pertanian

Lebih terperinci

ABSTRAK. UJI SITOTOKSISITAS EKSTRAK BUAH MERAH (Pandanus conoideus Lam) TERHADAP KULTUR SEL RAJI

ABSTRAK. UJI SITOTOKSISITAS EKSTRAK BUAH MERAH (Pandanus conoideus Lam) TERHADAP KULTUR SEL RAJI ABSTRAK UJI SITOTOKSISITAS EKSTRAK BUAH MERAH (Pandanus conoideus Lam) TERHADAP KULTUR SEL RAJI Skolastika Prima, 2006 Pembimbing : Hana Ratnawati, dr.,mkes. Kanker penyebab kematian kedua terbesar setelah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memicu timbulnya penyakit degeneratif termasuk kanker. Kandungan terbesar dalam

BAB I PENDAHULUAN. memicu timbulnya penyakit degeneratif termasuk kanker. Kandungan terbesar dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan alkohol sebagai minuman yang sudah tentu bertentangan dengan ajaran islam saat ini ada kecenderungan meningkat di masyarakat. Penggunaan alkohol terutama

Lebih terperinci