2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Informasi

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Informasi"

Transkripsi

1 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Informasi Teskey yang dikutip oleh Pendit (1992) membedakan antara data, informasi, dan pengetahuan seperti berikut ini : a. Data adalah hasil dari observasi langsung terhadap suatu kejadian atau suatu keadaan; ia merupakan entitas (entity) yang dilengkapi dengan nilai tertentu. Entitas ini merupakan perlambangan yang mewakili objek atau konsep dalam dunia nyata. Misalnya, temperatur merupakan perlambangan dari suatu keadaan tertentu dalam alam semesta. Sebuah data tentang temperatur, misalnya adalah air mendidih pada temperatur 100 derajat celcius. Data ini bisa disimpan dalam bentuk lebih kongkrit, misalnya dalam bentuk tertulis, grafis, elektronik, dan sebagainya. b. Informasi adalah kumpulan data yang terstruktur untuk memperlihatkan adanya hubungan-hubungan entitas di atas. Jadi, misalnya air mendidih pada temperatur 100 derajat; bakteri kolera mati pada lingkungan bertemperatur 100 derajat; maka sebelum minum, masaklah air sampai mendidih, agar terhindar dari kolera, adalah satu informasi yang direkayasa otak manusia ketika ia menemukan data tentang temperatur air dan tentang bakteri kolera. c. Pengetahuan adalah model yang digunakan manusia untuk memahami dunia, dan yang dapat diubah-ubah oleh informasi yang diterima pikiran manusia. Misalnya, pengetahuan manusia tentang kolera selama ini telah diisi (dan diubah-ubah) sepanjang jaman oleh berbagai informasi tentang penyakit itu dan cara pencegahannya. Dalam dunia ilmu pengetahuan dan ilmu informasi, terjadi perubahan dalam cara memandang informasi, yaitu paradigma kognitif dan paradigma fisik. Dalam paradigma kognitif, informasi dipandang sebagai sesuatu yang subjektif, individual dan tidak dapat disentuh, yang terjadi melalui proses konstruksi dalam diri manusia. Kunci utama pada paradigma kognitif adalah individu pemakai. Dalam hal ini, informasi merupakan sesuatu yang diciptakan (constructed or created) oleh individu pemakai (Ellis, 1992). Paradigma fisik memandang informasi sebagai suatu obyek, berada di luar manusia dan dapat disentuh misalnya dalam bentuk buku, majalah, tesis dan bahan pustaka lainnya. Paradigma fisik memfokuskan diri pada bentuk-bentuk nyata dalam suatu sistem

2 informasi. Informasi juga dikolaborasikan dalam kaitannya dengan fungsinya. Beberapa fungsi informasi adalah mengurangi ketidakpastian, khususnya sebagai masukan untuk pemecahan masalah, pembuatan keputusan, perencanaan dan peningkatan pengetahuan. Pada konsep ini informasi berfungsi untuk menjelaskan suatu tugas dan mencapai tujuan (Dervin, 1992). Dalam upaya memahami istilah informasi, beberapa ahli merumuskan pengertian antara lain menurut Fabiosoff yang dikutip oleh Kaniki (1992) bahwa informasi merupakan sesuatu yang mengurangi ketidakpastian. McFadden (1999) dan Davis (1999) yang dikutip oleh Kadir (2003) mendefinisikan informasi sebagai data yang telah diproses sedemikian rupa sehingga meningkatkan pengetahuan seseorang yang menggunakan data tersebut. Senada dengan itu, Porat (1977) yang dikutip oleh Kurniadi (2004) mendefinisikan informasi sebagai data yang diorganisir dan dikomunikasikan. Kemudian Kaniki (1992) merumuskan informasi sebagai ide, fakta, karya imajinatif pikiran, data yang berpotensi untuk pengambilan keputusan, pemecahan masalah serta jawaban atas pertanyaan yang dapat mengurangi ketidakpastian. Definisi di atas lebih melihat informasi sebagai produk, benda kongkrit yang berada di luar individu (eksternal). Pada paradigma fisik ini, komunikasi yang terjadi dipandang sebagai proses transfer informasi dari pihak yang lebih mengerti kepada pihak yang kurang mengerti. Informasi tersebut bersifat objektif. Menurut Lien (1996), informasi obyektif yaitu bagian dari dunia informasi yang diperlukan untuk suksesnya pencapaian tujuan pencari informasi, tidak peduli apakah pencari informasi menyadarinya atau tidak. Banyak penelitian komunikasi yang menggunakan paradigma fisik. Misalnya, penelitian tentang respon petani terhadap informasi pada media cetak atau elektronik, respon petani terhadap informasi yang disampaikan penyuluh. Ada juga penelitian yang memandang informasi dari sudut pandang pengamat (peneliti). Informasi dalam penelitiannya diartikan sebagai informasi yang objektif. Penelitian Wijayanti (2003) tentang kebutuhan informasi petani tanaman hias menampilkan informasi dari sudut pandang peneliti (observer). Informasi yang dikaji adalah informasi objektif, yaitu informasi yang secara ideal harus dimanfaatkan oleh petani, dipandang dari perspektif peneliti. Peneliti mengartikan informasi sebagai data atau produk yang sudah tersedia di luar individu petani. Penggalian kebutuhan informasi petani dilakukan dengan menyebar kuisioner kepada100 orang responden. Analisis data dilakukan secara kuantitatif, dengan 8

3 mengukur tingkat kebutuhan informasi dengan memberi skor pada setiap informasi. Misalnya, 1 = tidak dibutuhkan; 2 = agak dibutuhkan; 3 = dibutuhkan; 4 = sangat dibutuhkan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebutuhan informasi petani tanaman hias meliputi : informasi teknologi, permodalan, tempat usaha, saprodi, dan pasar. Secara umum tingkat kelima kebutuhan petani akan informasi tersebut berada dalam kategori tinggi. Wiener mengartikan informasi sebagai sebuah sarana untuk mencapai efektivitas dalam hidup, dan kita bersandar padanya untuk memperoleh efektivitas tersebut. Kemudian Miller mendefinisikan informasi sebagai sebuah kebutuhan, kebutuhan yang hadir pada saat kita dihadapkan pada suatu pilihan. Semakin banyak pilihan yang hadir sebagai alternatif, semakin kuat pula kebutuhan kita akan informasi. Definisi lainnya adalah dari Shannon, informasi adalah sesuatu yang membuat pengetahuan kita berubah, yang secara logis mensahkan perubahan, memperkuat atau menemukan hubungan yang ada pada pengetahuan yang kita miliki (Kurniawan 2002). Mengamati definisi-definisi di atas, informasi dipandang lebih berperan sebagai sebuah komponen daripada sebuah produk dalam suatu perubahan. Sebagai komponen, informasi akan menempatkan dirinya di tengah-tengah proses informasi berada dalam posisi penggerak yang mendorong terjadinya perubahan. Termasuk di sini bahwa informasi menjadi komponen perubahan dalam kehidupan petani gurem pada lahan sawah tadah hujan. Menurut Krikelas (1983) informasi adalah suatu rangsangan yang menciptakan ketidakpastian, membuat seseorang sadar akan kebutuhan dan menciptakan suatu perubahan dalam tingkat atas derajat tertentu. Sementara itu menurut Pannen (1996) informasi adalah jawaban yang memberikan individu jalan keluar dari permasalahan. Selanjutnya menurut Mangindaam dkk (1993) dalam Hasyim (1999) informasi merupakan alat untuk membantu seseorang mengatasi situasi problematik sehingga seseorang dapat kembali meneruskan perjalanan kognitifnya. Sedangkan menurut Dervin (1992) informasi adalah jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang muncul pada saat seseorang berada dalam situasi problematika. Definisi informasi tersebut mengartikan informasi sebagai sebuah jawaban yang diperlukan individu di saat mengalami situasi bermasalah dalam melintasi ruang dan waktu. Informasi pada definisi di sini dipandang dalam paradigma kognitif yaitu sebagai sesuatu yang diciptakan dalam pikiran individu dan berada 9

4 di dalam individu (internal). Sehingga informasi tersebut bersifat subjektif, yaitu bagian dari dunia informasi yang menurut si pencari informasi berguna baginya, ada dalam status aktif yang menggerakkan proses berpikir si pemakai informasi. Era paradigma pembangunan saat ini (empowerment : pemberdayaan) menuntut lembaga pelayanan informasi (misalnya : lembaga penyuluhan, pusat informasi pedesaan) dapat melayani kebutuhan informasi petani. Pada paradigma ini, informasi harus digali dari perspektif petani bukan perspektif agen pembangunan atau peneliti. Informasi yang dihasilkan pun benar-benar berasal dari petani, bukan informasi yang sudah ditentukan oleh pihak luar. Ada proses dialog antara petani dengan agen pembangunan atau peneliti. Komunikasi yang ada diartikan sebagai proses pertukaran informasi antar pelaku komunikasi. Sebaiknya pendekatan yang dipakai tidak lagi berorientasi pada peneliti atau sumber melainkan berorientasi kepada pemakai (petani). Untuk itu, penelitian ini mencoba membantu lembaga-lembaga tersebut memperoleh masukan tentang kebutuhan dan perilaku pencarian informasi petani gurem pada lahan sawah tadah hujan di daerahnya. Penelitian ini akan berorientasi kepada pemakai (petani). Menurut Pannen (1996), asumsi dasar yang melandasi penelitian-penelitian berorientasi kepada pemakai adalah : a. Informasi adalah sesuatu alat berharga dan berguna bagi individu dalam usahanya untuk bertahan hidup. Informasi berguna dan berharga karena dapat mengurangi ketidakpastian yang dihadapi. Jika individu bergerak dalam suatu ruang dan waktu, maka informasi mampu menjelaskan dan memprediksi realitas dalam ruang dan waktu tersebut, sehingga individu dapat terus bergerak dengan efektif. b. Adanya universal truth tentang pemakai. Jika pemakai mempunyai atribut sama, maka ia akan membutuhkan dan menggunakan informasi yang sama, dan nilai informasi tersebut, juga akan sama bagi setiap pemakai. Dokter akan memerlukan informasi yang sama dimanapun ia berada dan dalam situasi apapun. Jika seseorang dokter memerlukan informasi x dan informasi yang sama diberikan kepada dokter-dokter lain, maka informasi x tersebut akan sama (obyektif). c. Perbedaan antar pemakai, dan antara pemakai dengan sistem informasi merupakan tujuan penelitian. 10

5 Dari beberapa definisi informasi di atas, informasi dalam penelitian ini adalah informasi yang dipandang dari paradigma kognitif, yaitu jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang muncul di saat petani gurem berada dalam situasi bermasalah, yang mengurangi ketidakpastian, diciptakan petani gurem dalam pikirannya, bersifat subjektif, berguna dan berharga dalam usaha petani gurem untuk memenuhi kebutuhan dasar yaitu bekerja baik menjalankan usahatani maupun pekerjaan lain. Pendekatan kognitif mempunyai nuansa yang berbeda dengan pendekatan yang lainnya. Pendekatan kognitif menekankan bahwa individu (petani) yang bergerak melintasi ruang dan waktu, kemudian mengalami kesenjangan, akan berusaha menjembatani kesenjangan tersebut. Dalam usahanya tersebut, individu selalu menggunakan dan menciptakan informasi. Individu juga mempunyai kebebasan untuk menciptakan informasi tersebut dari segala sesuatu yang ada di lingkungannya. Pendekatan kognitif berfokus pada bagaimana seseorang menciptakan sense, pada pemanfaatan informasi pada situasi yang unik. Walaupun demikian, pendekatan kognitif tidak dimaksudkan untuk menggantikan pendekatan lainnya. Lebih tepat jika dikatakan bahwa pendekatan kognitif adalah untuk melengkapi pendekatan lainnya. Sehingga penelitian ini akan melengkapi penelitian-penelitian sebelumnya. 2.2 Kebutuhan Informasi Nicholas (2000) menjelaskan bahwa kebutuhan informasi muncul ketika seseorang berkeinginan memenuhi satu atau lebih dari tiga kebutuhan dasar manusia, yaitu kebutuhan fisiologis (makan, tempat tinggal, dan lainnya); kebutuhan psikologis (kekuasaan, rasa aman); dan kebutuhan kognitif (pendidikan, perencanaan). Meskipun bukan merupakan kebutuhan primer, kebutuhan informasi merupakan hal yang penting karena keberhasilan seseorang dalam memenuhi salah satu atau semua kebutuhan dasar dipengaruhi oleh pemenuhan kebutuhan informasi. Menurut Dictionary for Library and Information yang disusun oleh Reitz (2004), kebutuhan informasi adalah kesenjangan dalam pengetahuan seseorang yang dialami pada tingkat kesadaran tertentu sebagai pertanyaan yang timbul untuk mendapatkan jawaban. Krikelas (1983) mengartikan kebutuhan informasi sebagai pengakuan seseorang atas adanya ketidakpastian dalam dirinya. Rasa ketidakpastian ini mendorong seseorang untuk mencari informasi. Sedangkan 11

6 menurut Kuhlthau (1991) yang dikutip oleh Kurniadi (2004) mengatakan kebutuhan informasi menjadi akibat munculnya kesenjangan pengetahuan yang ada dalam diri seseorang dengan kebutuhan informasi yang diperlukan. Senada dengan hal tersebut, Belkin yang dikutip oleh Dervin dan Nilan (1986) mendefinisikan kebutuhan informasi sebagai suatu kondisi dan situasi yang muncul ketika dalam diri seseorang terjadi kekosongan. Dalam kondisi seperti ini seseorang tidak mempunyai cukup pengetahuan dan konsepsi yang sesuai atau cocok untuk melakukan pekerjaan, penyelesaian masalah atau pemecahan ketidakpastian. Wersig yang dikutip oleh Pendit (1992) memunculkan teori bahwa kebutuhan informasi dipicu oleh apa yang dinamakan sebagai a problematic situation. Ini merupakan situasi yang terjadi dalam diri manusia yang dirasakan tidak memadai oleh yang bersangkutan untuk mencapai tujuan tertentu dalam hidupnya. Hal yang dimaksud dengan situasi problematik dalam penelitian ini adalah situasi pada saat petani merasakan kekurangan informasi dalam rangka melaksanakan kegiatan usahatani dan usaha lain dalam rangka tujuan subsistensinya. Menurut Line (1969) yang dikutip oleh Nicholas (2000) bahwa kebutuhan informasi tampak ketika disadari terdapat informasi yang dibutuhkan oleh seseorang. Belkin (1989) yang dikutip oleh Nicholas (2000) menjelaskan bahwa kebutuhan informasi tumbuh ketika seseorang menyadari adanya kesenjangan antara pengetahuan dengan keinginan untuk memecahkan masalah. Sementara itu menurut Nicholas (2000) bahwa kebutuhan informasi adalah perlu agar seseorang dapat bekerja secara efektif, efisien, nyaman dan bahagia. Hampir semua orang tidak menyadari kebutuhan akan informasi setiap saat sampai mereka mengalami masalah atau kesulitan atau di bawah tekanan. Kebutuhan emosional dan kognitif pada kondisi ini harus dipenuhi atau sebagian dapat dipenuhi dengan memperoleh dan menggunakan informasi. Akar permasalahan dari perilaku pencarian informasi adalah konsep kebutuhan informasi. Sebenarnya kebutuhan tersebut merupakan pengalaman subjektif yang hanya ada di benak orang yang memerlukannya, yang karenanya tidak dapat diketahui secara langsung oleh seseorang. Pengalaman akan kebutuhan ini hanya dapat ditemukan melalui proses deduksi dari perilaku atau melalui laporan dari orang yang melakukannya. Dalam rangka memenuhi 12

7 kebutuhan-kebutuhan tersebut, orang memerlukan informasi (Wilson dan Christina 1996). Selanjutnya model yang diperkenalkan Wilson ini berdasarkan pada dua proposisi. Pertama adalah bahwa kebutuhan informasi bukanlah kebutuhan utama atau primer tetapi merupakan kebutuhan sekunder yang timbul karena keinginan untuk memenuhi kebutuhan primer atau kebutuhan dasarnya. Proposisi kedua adalah bahwa dalam usahanya menemukan informasi untuk memuaskan kebutuhannya, pencari informasi menghadapi kendala (barriers). Kebutuhan informasi terdiri dari tiga macam. Pertama, kebutuhan informasi yang tidak disadari (dormand needs atau unrecognised needs). Kebutuhan ini dialami oleh mereka yang seringkali tidak mengetahui informasi apa yang mereka butuhkan. Mereka tidak meyadari ada kesenjangan informasi. Mereka juga tidak mengetahui bahwa informasi baru memberikan sesuatu tentang apa yang telah mereka ketahui. Mereka akan menyadari ada kebutuhan informasi tertentu jika mengalami masalah tertentu. Misalnya, seseorang tidak mengetahui jika ia menderita suatu penyakit. Pengecekan kesehatan memberikan kesadaran kepadanya untuk menjalani terapi kesehatan (berobat). Informasi tentang pengobatan adalah informasi yang tidak disadari sebelum ia mengetahui tentang gangguan kesehatannya. Kedua, kebutuhan informasi yang tidak diekspresikan (unexpressed needs). Kebutuhan ini dialami oleh mereka yang sadar membutuhkan informasi tertentu, tetapi tidak dapat atau tidak mau melakukan sesuatu untuk memenuhinya. Ketiga, kebutuhan informasi yang diekspresikan (expresed needs), yaitu kebutuhan yang disadari dan diupayakan dipenuhi oleh mereka yang sadar akan kesenjangan antara pengetahuan dan keinginan pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari (Nicholas 2000). Jika kita mengidentifikasi kebutuhan informasi, maka perlu diperhatikan halhal berikut :(1) kebutuhan informasi adalah konsep yang relatif; (2) kebutuhan informasi berubah setiap saat; (3) kebutuhan informasi berbeda-beda dari satu orang dengan orang lain; (4) kebutuhan informasi tergantung dari lingkungan dimana orang tersebut berada; (5) mengukur kebutuhan informasi adalah hal yang sulit; (6) kebutuhan informasi sering sekali diperlukan dalam waktu yang cepat; (7) kebutuhan informasi sering berubah setelah menerima beberapa informasi (Chowdhury 2004). Nicholas (2000) menguraikan banyak faktor yang mempengaruhi kebutuhan informasi, yaitu (1) jenis pekerjaan; (2) latar belakang budaya atau 13

8 bangsa; (3) kepribadian; (4) tingkat kesadaran informasi/ pelatihan; (5) jenis kelamin; (6) usia; (7) ketersediaan waktu individu, (8) akses yaitu sejauhmana menelusur informasi secara internal atau eksternal; (9) sumberdaya atau keuangan; (10) informasi yang berlebihan. Kaniki (1992) menyampaikan bahwa kebutuhan informasi bervariasi tergantung dari pengguna (user), waktu, tujuan, tempat, alternatif yang tersedia dan sebagainya. Beberapa penelitian telah mengawali perilaku pencarian informasi sebagian kelompok pada usaha untuk mengidentifikasi dan memprediksi kebutuhan informasinya. Salah satu ahli yang telah melakukan penelitian tentang kebutuhan informasi adalah Brenda Dervin dengan pendekatan sense making yang amat terkenal itu. Sebagai sebuah pendekatan penelitian, sense-making dikembangkan oleh Dervin dan kolega-koleganya lebih dari 36 tahun yang lalu (sekitar tahun 1972). Sense-making adalah satu dari sekian pendekatan penelitian yang banyak diterapkan dalam ilmu komunikasi sekaligus dapat diterapkan dalam ilmu perpustakaan dan informasi. Sense-making sudah dipakai untuk mendapatkan deskripsi yang jelas tentang kebutuhan informasi berdasarkan persepsi pemakai dalam berbagai kasus, seperti kebutuhan informasi pasien kanker, kebutuhan informasi pemakai perpustakaan, kebutuhan informasi peneliti, dan kebutuhan informasi pemakai komputer. Selain itu, pendekatan ini dapat digunakan untuk menggambarkan kendala dan bantuan yang diinginkan dalam mencari informasi (Dervin, 1992). Sebagai metode, sense-making digunakan untuk menelaah kebutuhan, pencarian, penggunaan informasi dari sudut persepsi individu pemakai. Sensemaking mempunyai beberapa kelebihan, antara lain : a. Metode ini memberikan kesempatan untuk dapat mengungkap kebutuhan dan pencarian informasi seseorang sesuai yang ada dalam sense (pikiran) seseorang. b. Metode ini dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan sistem pelayanan informasi yang sesuai dengan sense (pikiran) pengguna yang sebenarnya (Dervin dan Nilan 1986; Pannen 1996) Premis dasar metode sense-making (Dervin dan Nilan 1986; Pannen 1996) adalah : a. Individu pemakai harus diperlakukan sebagai individu yang unik (individuality) 14

9 b. Setiap individu pemakai bergerak melintasi ruang dan waktu yang unik (situationality) c. Informasi adalah sesuatu yang dapat membantu individu untuk make sense terhadap situasinya (utility of information) d. Ada pola umum yang dapat disimpulkan tentang persepsi orang terhadap situasi yang dialaminya. Penelitian kebutuhan informasi banyak diteliti oleh ilmuwan ilmu informasi dan perpustakaan. Kurniadi (2004) dan Budiyanto (2000) meneliti kebutuhan dan perilaku pencarian informasi peneliti bidang ilmu sosial dan kemanusiaan. Handajani (2004) meneliti kebutuhan informasi pejabat fungsional di Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara. Wijayanti (2000) dan Hasyim (1999)meneliti kebutuhan dan perilaku pencaria informasi staf pengajar (dosen). Suryantini (2000) meneliti tentang kebutuhan informasi penyuluh pertanian di Kabupaten Bogor. Desain penelitian yang digunakan adala survei yang bersifat deskripsi korelasional, dengan mengambil sejumlah 60 orang dari 189 orang penyuluh pertanian secara acak sebagai responden. Data penelitian disajikan dalam tabel distribusi frekuensi. Kebutuhan informasi dalam penelitian ini didefinisikan sebagai kesenjangan (gap) antara pengetahuan yang dimiliki petani gurem dengan keinginan untuk menyelesaikan masalah dalam upaya memenuhi kebutuhan dasar yaitu saat bekerja baik menjalankan usahatani maupun pekerjaan lain, sebagai sebuah pertanyaan yang memerlukan jawaban dan menimbulkan ketidakpastian. 2.3 Perilaku Pencarian Informasi Alasan kebutuhan di atas menyebabkan petani melakukan tindakan untuk mencari informasi. Tindakan inilah yang menyebabkan adanya perilaku pencarian informasi. Perilaku adalah aspek yang dapat menggambarkan mengapa hingga bagaimana dan untuk apa sesuatu dilakukan manusia (Wersig, diacu dalam Kurniadi 2004). Perilaku pencarian informasi dimulai dari adanya kesenjangan dalam diri pencari informasi, yaitu antara pengetahuan yang dimiliki dengan kebutuhan informasi yang diperlukan. Kesenjangan ini dirumuskan dalam bentuk Anomalous State of Knowledge atau disingkat ASK (Belkin dan Vickery 1985, diacu dalam Kurniadi 2004). 15

10 Perilaku pencarian informasi (information seeking behavior) merupakan upaya menemukan informasi dengan tujuan tertentu sebagai akibat dari adanya kebutuhan untuk memenuhi tujuan tertentu (Wilson 2000). Menurut Pannen (1996), perilaku pencarian informasi merupakan perilaku seseorang yang selalu terus bergerak berdasarkan lintas waktu dan ruang, mencari informasi untuk menjawab segala tantangan yang dihadapi, menentukan fakta, memecahkan masalah, menjawab pertanyaan dan memahami suatu masalah. Perilaku pencarian informasi dimulai dari adanya kesenjangan dalam diri pencari informasi, yaitu antara pengetahuan yang dimiliki dengan kebutuhan informasi yang diperlukan. Sedangkan menurut Krikelas (1983), perilaku pencarian informasi adalah kegiatan seseorang yang dilakukan untuk mendapatkan informasi. Manusia akan menunjukkan perilaku pencarian informasi untuk memenuhi kebutuhannya. Perilaku pencarian informasi dimulai ketika seseorang merasa bahwa pengetahuan yang dimilikinya saat itu kurang dari pengetahuan yang dibutuhkannya. Untuk memenuhi kebutuhannya tersebut seseorang mencari informasi dengan menggunakan berbagai sumber informasi. Sejak seseorang merasa membutuhkan informasi, pada saat itu sebenarnya pencari informasi telah menunjukkan perilakunya. Perilaku merupakan salah satu dari perwujudan sikap, baik yang nampak maupun tersembunyi. Perilaku pencarian informasi dapat dilihat melalui pemilihan sumber informasi. Sumber informasi terdiri dari sumber informasi internal dan sumber eksternal. Sumber internal dapat berupa memori catatan pribadi, hasil pengamatan. Sedangkan sumber eksternal adalah berupa sumber informasi yang didapat dengan cara hubungan langsung dengan sumber informasi terekam, tertulis, atau manusia lain (Krikelas 1983, diacu dalam Kurniadi 2004). Dalam memilih sumber informasi, beberapa hal yang sering dijadikan pertimbangan, antara lain : ketersediaan sumber informasi, kemudahan sumber informasi diperoleh, kemudahan sumber informasi digunakan, dan biaya pemanfaatan sumber informasi (Hasyim 1999). Salah satu tujuan penelitian Iskandar (1999) yaitu mengetahui sumber informasi teknologi yang digunakan oleh petani kentang di Kecamatan Pengalengan Dati II Bandung. Dalam penelitiannya, Iskandar menggunakan pendekatan positivistik dengan metode survei dengan menyebarkan kuisioner kepada 90 responden petani kentang yang dipilih secara acak. Salah satu hasil 16

11 temuannya yaitu sumber informasi teknologi yang digunakan oleh petani kentang meliputi teman sesama petani, tengkulak, petani maju, penyuluh pertanian, pengurus koperasi. Purnaningsih (1999) meneliti tentang pemanfaatan sumber informasi usahatani sayuran oleh petani. Pendekatan yang digunakan yaitu positivistik dengan menetapkan beberapa hipotesis untuk diuji secara korelasional. Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar respoden di Desa Cipendawa memilih teman sebagai sumber informasi, sedangkan di Desa Sukatani memilih orang tua/kerabat dan teman sebagai sumber informasi. Responden di Desa Sukatani tidak memilih penyuluh dan pemasok barang sebagai sumber informasi. Ma mir (2001) juga meneliti perilaku petani sayuran dalam pemanfaatan sumber informasi. Desain penelitian adalah survei terhadap 100 orang petani sayuran. Data dianalisis secara kuantitatif dan beberapa hipotesis yang ditetapkan diuji secara korelasional. Temuan penelitian ini antara lain tingkat pemanfaatan sumber informasi agribisnis tanaman sayuran yang paling tinggi, baik prosentase jumlah petani dan intensitas keterdedahan informasi tanaman sayuran maupun pemanfaatan informasi adalah melalui saluran interpersonal disusul kemudian media elektronik dan media cetak. Penelitian perilaku komunikasi dan penggunaan sumber informasi juga diteliti oleh Yusmasari (2003). Salah satu tujuan penelitiannya yaitu mengetahui perilaku komunikasi masyarakat sekitar kawasan Mangrove yaitu di Desa Pematang Pasir Kecamatan Ketapang Lampung Selatan berkaitan dengan informasi manfaat dan pelestarian mangrove. Ia melakukan teknik wawancara terstruktur, menyebar kuisioner, dan menguji korelasi antar vaiabel dengan menetapkan 74 orang petambak sebagai responden. Hasil penelitian menunjukkan masyarakat di lokasi penelitian terdedah dengan sumber informasi interpersonal, media cetak, dan media elektronik. Dalam hasilnya, penelitian tersebut juga menyebutkan ada tiga kelompok masyarakat yaitu 1) masyarakat dengan keterdedahan tinggi terhadap sumber informasi yaitu yang mencari dan menerima informasi, 2) keterdedahan sedang yaitu yang hanya menerima informasi, dan 3) keterdedahan rendah yaitu yang tidak keduanya baik mencari maupun menerima informasi. Kifli (2002) meneliti tentang perilaku komunikasi petani padi. Salah satu tujuan penelitiannya yaitu menguraikan perilaku komunikasi petani padi di Desa Kalibuaya Kecamatan Tegalsari Kabupaten Karawang dalam penerapan 17

12 usahatani tanaman pangan. Metode yang digunakan adalah metode kuantitatif dengan uji korelasional. Salah satu hasil temuan menunjukkan sebagian besar (88,7 persen) responden menggunakan Petugas Penyuluh Lapang (PPL) sebagai sumber utama informasi. Penelitian Sudradjat (1998) senada dengan penelitian Kifli (2002). Penelitiannya berjudul Perilaku Pemanfaatan Saluran Komunikasi dalam Penerapan Teknologi PHT di Kalangan Petani Kabupaten Sukabumi. Salah satu tujuan penelitian adalah mengetahui sejauhmana pemanfaatan saluran komunikasi melalui SLPHT di Kabupaten Sukabumi. Desain penelitian yang digunakan adalah survei terhadap 150 orang petani peserta SLPHT dan 90 orang pemandu (PHP, PPL, Petandu). Penelitian ini juga menguji hipotesishipotesis yang bersifat korelasional. Penelitian perilaku komunikasi juga banyak dilakukan oleh peneliti-peneliti jaringan komunikasi seperti penelitian Ellyta (2006), Hanafi (2002), dan Indraningsih (2002). Secara garis besar tujuan penelitian ketiga penelitian tersebut yaitu mengetahui keragaan jaringan komunikasi (perilaku komunikasi menemui sumber informasi berkaitan dengan masalah pertanian. Ketiga penelitian menggunakan pendekatan kuantitatif dan menetapkan hipotesishipotesis untuk diuji secara korelasional. Marquis dan Allen (1989), mendefinisikan penggunaan informasi (information use) sebagai perilaku. Data dikoleksi dengan berbagai perilaku seperti bertanya pada seseorang, mengamati kejadian, melihat dokumendokumen. Dengan kata lain penggunaan informasi adalah perilaku pencarian informasi yang memandu penggunaan informasi dalam rangka memenuhi kebutuhan seseorang. Terdapat beberapa pola perilaku pencarian informasi. Di antaranya adalah pola yang ditemukan olah Carol Collier Kuhlthau. Kuhlthau (2004a;2004b) menjelaskan bahwa ada tujuh kegiatan dalam model Proses Penelusuran Informasi (Information Search Process / ISP), yaitu ; (1) inisiasi (initiation) adalah merenungkan penentuan tugas, masalah, atau proyek kemudian mengidentifikasi pertanyaan atau masalah yang akan ditelusuri jawabannya: ketidakpastian; (2) seleksi (selection) yaitu menyeleksi topik tertentu, masalah atau jawaban terhadap suatu pertanyaan:optimisme; (3) eksplorasi (exploration) adalah menghadapi perasaan yang tidak konsisten dan tidak nyaman terhadap suatu gagasan dan informasi:kebingungan;(4) formulasi (formulation) yaitu 18

13 menentukan suatu fokus perspektif terhadap informasi yang dihadapi:kejelasan; (5) koleksi (collection) adalah mengumpulkan dan mendokumentasikan informasi yang telah ditetapkan:keyakinan; (6) presentasi (presentation) yaitu menghubungkan dan memperluas perspektif fokus untuk mempresentasikan kepada khalayak apa yang telah dipelajari:memuaskan atau mengecewakan. Sementara itu model perilaku pencarian informasi yang dikembangkan oleh Ellis, Cox, dan Hall (1993), yaitu : (1) memulai (starting) : dilakukan oleh pengguna yang mulai mencari informasi, misalnya menanyakan kepada sejawat yang lebih ahli dalam hal informasi tersebut; (2) merangkaikan (chaining) : mengikuti mata rantai atau mengaitkan daftar literatur yang ada pada rujukan inti, meliputi mengaitkan ke belakang (backward chaining) dan mengaitkan ke depan (forward chaining); (3) menelusur (browsing) : menelusur secara tidak langsung atau semi terstruktur karena telah mengarah pada bidang yang diminati ; (4) membeda-bedakan (differentiating): kegiatan membedakan sumber informasi untuk menyaring informasi berdasarkan sifat kualitas rujukan, secara selektif mengidentifikasi sumber informasi yang relevan; (5) mengawasi (monitoring): memantau perkembangan yang terjadi terutama dalam bidang yang diminati dengan cara mengikuti sumber secara teratur; (6) menyarikan (extracting): menyaring informasi dari sumber informasi relevan; (7) memverifikasi (verifying): melakukan pengecekan atau penilaian apakah informasi yang didapat telah sesuai dengan yang diinginkan (pengecekan akurasi informasi); (8) menyelesaikan (ending): mengakhiri pencarian informasi. Sedangkan model perilaku pencarian informasi yang lain diperkenalkan oleh Wilson dan Christina (1996) yang disebut dengan a model of information seeking behaviour. Model ini menekankan pada dua proposisi yaitu :(1) kebutuhan informasi bukan merupakan kebutuhan utama atau primer namun merupakan kebutuhan sekunder yang timbul karena keinginan untuk memenuhi kebutuhan primer atau dasarnya; (2) dalam usaha menemukan informasi untuk memuaskan kebutuhannya, pencari informasi menghadapi kendala (barriers). Kemudian Wilson dan Christina (1996) menyebutkan kendala sebagai variabel penghalang (intervening variables). Kendala tersebut adalah : kendala dari dalam individu (diri sendiri), hubungan interpersonal (antara individu), dan environmental (lingkungan). Kendala individu merupakan faktor yang menghambat pencarian informasi yang berasal dari dalam diri pencari informasi, misalnya faktor sifat, pendidikan, dan status sosial ekonomi. Kendala 19

14 interpersonal timbul ketika individu berinteraksi dengan individu lain saat melakukan pencarian informasi. Sedangkan kendala lingkungan berasal dari lingkungan sekitar individu pencari informasi, misalnya fasilitas yang membatasi akses informasi, alur pencarian informasi yang rumit, waktu yang lama dalam mengakses informasi, situasi politik ekonomi, kebijakan pemerintah, dan sebagainya. Pada Gambar 1 terlihat model perilaku pencarian informasi menurut Wilson (1981;1996). KONTEKS KEBUTUHAN INFORMASI KENDALA PERILAKU PENCARIAN INFORMASI LINGKUNGAN PERAN SOSIAL INDIVIDU Kebutuhan fisiologis, afektif, kognitif personal interpersonal lingkungan Starting Chaining Browsing Differentiating Monitoring Extracting Verifying Ending (Ellis,Cox,and Hall) Gambar 1 Model Perilaku Pencarian Informasi (Wilson dan Christina 1996) Penelitian tentang perilaku pencarian informasi juga telah dikembangkan oleh Dervin dengan pendekatan sense-making sejak Sense-making adalah salah satu konsep dan metode yang dapat digunakan untuk merancang dan mengevaluasi pelayanan jasa perpustakaan, dokumentasi, dan informasi berdasarkan pendekatan kognitif. Pendekatan kognitif merupakan pendekatan yang berlandaskan pada paradigma konstruktivisme. Kunci utama pendekatan kognitif adalah individu pemakai. Dalam pendekatan kognitif, informasi adalah sesuatu yang diciptakan oleh individu pemakai (Dervin 1992). Menurut Dervin (1992), pendekatan kognitif mempunyai karakteristik (1) Berfokus pada pemakai sebagai orang yang selalu mencipta dan aktif, (2) Berorientasi pada situasi yang unik dari setiap individu pemakai, (3) Holistik memandang segala sesuatu (permasalahan) dari berbagai segi, (4) Mementingkan proses kognisi pemakai dalam mendefinisikan situasi, kesenjangan (gap), kebutuhan, dan penggunaan informasi, (5) 20

15 Mempertimbangkan pola umum yang terlihat dari beragam situasi yang unik dari individu, (6) Bersifat lebih kualitatif. Dalam pengertian umum, sense-making diartikan sebagai perilaku internal maupun eksternal yang memungkinkan individu mengkonstruksi dan merancang perjalanannya melintasi ruang dan waktu. Sense-making secara konseptual merupakan seperangkat metode yang digunakan untuk mengkaji proses penciptaan sense oleh individu-individu dalam perjalanan melintasi ruang dan waktu. Perilaku penciptaan sense adalah perilaku komunikasi yang dapat berlangsung pada semua tataran komunikasi (intrapersonal, interpersonal, komunikasi massa, komunikasi antar budaya dan sosial). Perilaku pencarian dan penggunaan informasi (information seeking and use behaviour) adalah inti dari sense-making (Dervin, 1983). Adapun beberapa asumsi dalam metode sense-making, antara lain : a. Pada kenyataannya, sesuatu itu tidaklah lengkap tetapi lebih dipenuhi dengan ketidaklengkapan atau ketidakberlanjutan (kesenjangan). b. Kondisi ketidakberlanjutan tersebut karena sesuatu pada dasarnya tidak berhubungan. Pada dasarnya, sesuatu itu selalu berubah. Situasi pada titik ruang dan waktu tertentu adalah unik bagi yang mengalaminya. c. Proses komunikasi diartikan sebagai pertukaran informasi antar pelaku komunikasi, dan bukan sebagai transfer informasi dari orang yang lebih tahu kepada orang yang belum tahu. d. Penggunaan informasi dan sistem informasi oleh seseorang (human information use) dipelajari dari perspektif yang diteliti (actor), bukan dari perspektif peneliti. e. Penggunaan informasi dan sistem informasi oleh seseorang harus dikonseptualisasikan sebagai perilaku; pengambilan langkah-langkah yang diambil seseorang untuk meng konstruk sense yang sesuai dunia mereka. f. Penggunaan informasi oleh seseorang dikonseptualisasikan sebagai proses yang dinamis. g. Informasi bukanlah sesuatu yang bebas melainkan merupakan hasil dari pengamatan manusia. h. Informasi merupakan hal yang subjektif. i. Pencarian dan penggunaan informasi dipandang sebagai aktivitas seseorang mengkonstruksi sense (Dervin, 1992). 21

16 Pendekatan yang digunakan oleh sense making adalah konstruktivisme. Untuk itu, maka penelitian tidak didasarkan pada definisi komunikasi secara tradisional, yaitu komunikasi diartikan sebagai transfer informasi dari orang yang ahli ke yang kurang ahli. Oleh karena pendekatan tradisional tidak memfokuskan pada perilaku mengkonstruksi tetapi lebih kepada penggunaan sumber informasi pada pekerjaan dan jaringan. Di sisi lain, sense making memfokuskan pada bagaimana seseorang menggunakan pengamatan yang lain sebaik pengamatan sendiri untuk mengkonstruksi dan menggunakannya untuk memandu perilaku (Dervin, 1992). Ada tiga peubah dalam metode sense making, yaitu : situasi (situation), kesenjangan (gap), dan penggunaan informasi (use). Situasi adalah konteks ruang dan waktu pada saat sense (pikiran) seseorang dikonstruksi. Kesenjangan sering diterjemahkan sebagai kebutuhan informasi atau secara operasional adalah pertanyaan-pertanyaan yang muncul pada saat seseorang melintasi ruang dan waktu. Sementara itu uses menunjuk pada kondisi seseorang menciptakan sense (pikiran) baru. Uses juga diartikan sebagai information use, yaitu tindakan-tindakan fisik maupun mental yang dilakukan seseorang ketika seseorang menggabungkan informasi yang ditemukannya dengan pengetahuan dasar yang sudah ia miliki sebelumnya. Dengan kata lain, penggunaan informasi adalah perilaku pencarian informasi yang memandu penggunaan informasi dalam rangka memenuhi kebutuhan seseorang. Use juga sering diartikan sebagai manfaat atau nilai informasi. Pada Gambar 2 terlihat model pendekatan sense making dari Brenda Dervin, dan Gambar 3 memperlihatkan Metafor sensemaking dari Brenda Dervin. SITUATION GAP USES Gambar 2 Segitiga Sense Making (Dervin, 1992) 22

17 Gambar 3 Metafor Sense Making (Dervin 1992, diacu dalam Pannen 1996) Menurut teori sense making, pada saat melintasi ruang dan waktu, seseorang menghadapi situasi bermasalah. Situasi problematik ini terjadi karena adanya kesenjangan. Kesenjangan adalah pertanyaan-pertanyaan yang muncul pada saat seseorang berada dalam situasi problematik. Kesenjangan inilah yang disebut dengan kebutuhan informasi. Kebutuhan informasi mendorong seseorang melakukan pencarian informasi sehingga kebutuhan informasinya dapat terpenuhi dan seseorang dapat melanjutkan perjalanan melintasi ruang dan waktu. Pencarian informasi yang dimaksud adalah upaya yang dilakukan seseorang untuk mendapatkan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut (Dervin 1992). Strategi pencarian informasi dapat dibedakan menjadi strategi yang berkaitan dengan diri sendiri dan strategi yang berkaitan dengan orang lain (Mangindaan dkk 1993, diacu dalam Hasyim 1999). Strategi yang berkaitan dengan diri sendiri adalah strategi yang banyak mengandalkan pada kemampuan diri sendiri dalam upaya mendapatkan informasi, misalnya : membaca dan belajar, berusaha sendiri, serta bertanya kepada diri sendiri. Strategi yang berkaitan dengan orang lain adalah strategi yang melibatkan orang lain dalam upaya mendapatkan informasi, misalnya bertanya kepada teman dan bertanya kepada otoritas. Sementara itu, strategi pencarian informasi dapat pula dibedakan menjadi strategi yang berkaitan dengan benda dan strategi yang berkaitan dengan lembaga. Strategi yang berkaitan dengan benda adalah 23

18 strategi yang memanfaatkan benda dalam upaya mendapatkan informasi, misalnya membaca koran/buku/brosur, melihat katalog, mencari pada koleksi pribadi, dan merawak di pangkalan data. Strategi yang berkaitan lembaga adalah strategi yang memanfaatkan lembaga dalam upaya mendapatkan informasi, misalnya ke toko buku, perpustakaan atau lembaga informasi lainnya (Suwanto 1997, diacu dalam Hasyim 1999). Dalam upaya mengidentifikasi pertanyaan-pertanyaan tersebut, menurut Dervin (1983) dapat digunakan kategori 5W + 1H (who, what, when, where, why, dan how). Pertanyaan dapat disebut berkategori who manakala pertanyaan berkenaan dengan orang, what manakala pertanyaan berkenaan dengan benda, when manakala pertanyaan berkenaan dengan waktu, where manakala pertanyaan berkenaan dengan tempat, why manakala pertanyaan berkenaan dengan alasan, dan how manakala pertanyaan berkenaan dengan cara/prosedur/ketrampilan. Di samping dapat dikagorikan berdasarkan kategori 5W + 1H tersebut, pertanyaan dapat pula dikategorikan berdasarkan fokus pertanyaannya (entity focus). Dari beberapa pendapat para ahli di atas, penelitian ini mengartikan perilaku pencarian informasi sebagai perilaku atau strategi seseorang (petani) dalam upaya mendapatkan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang muncul di saat berada dalam situasi problematik, upaya pemenuhan kebutuhan informasi untuk mengurangi kesenjangan, ketidakpastian, dan menambah pengetahuan dalam dirinya pada upaya memenuhi kebutuhan dasar yaitu bekerja di usahatani dan luar usahatani. Model perilaku pencarian informasi pada penelitian ini mencoba menggabungkan model perilaku pencarian informasi dari Ellis et al, pendekatan sense-making dari Brenda Dervin, dan Tom D Wilson. 2.4 Kendala dalam Pencarian Informasi Hampir dapat dipastikan bahwa setiap orang akan mengalami suatu kendala dalam pencarian informasi. Kendala tersebut disebabkan oleh faktor internal dan atau faktor eksternal. Bagi setiap orang tingkat berat atau ringan kendala tersebut berbeda-beda. Segala tindakan manusia didasarkan pada suatu keadaan yang dipengaruhi oleh lingkungan, pengetahuan, situasi dan tujuan yang ada pada diri manusia (Wersig, diacu dalam Pendit 1992). Wilson dan Christina (1996) mengatakan bahwa dalam pencarian informasi untuk memenuhi kebutuhan dasarnya, petani akan menemui kendala. Kendala 24

19 tersebut dapat dikategorikan menjadi kendala dari dalam individu (diri sendiri), hubungan interpersonal (antara individu), dan environmental (lingkungan). Kendala individu merupakan faktor yang menghambat pencarian informasi yang berasal dari dalam diri pencari informasi, misalnya faktor sifat, pendidikan, dan status sosial ekonomi. Kendala interpersonal timbul ketika individu berinteraksi dengan individu lain saat melakukan pencarian informasi. Sedangkan kendala lingkungan berasal dari lingkungan sekitar individu pencari informasi, misalnya fasilitas yang membatasi akses informasi, alur pencarian informasi yang rumit, waktu yang lama dalam mengakses informasi, situasi politik ekonomi, kebijakan pemerintah, dan sebagainya. Kendala dalam pencarian informasi pada penelitian ini adalah kendalakendala baik dari dalam maupun luar diri petani gurem, yang ditemui ketika individu petani gurem tersebut melakukan usaha pencarian informasi yang akan dimanfaatkan untuk menyelesaikan permasalahan dalam memenuhi kebutuhan dasarnya. 2.5 Petani Gurem pada Lahan Marjinal Dari berbagai referensi dan literatur yang mengupas tentang kaum tani, diperoleh keterangan bahwa petani di negara kita dapat digolongkan ke dalam empat pengertian, yakni petani besar, petani kecil, petani gurem dan petani buruh/buruh tani. Petani besar umumnya menggambarkan tentang sosok petani yang umumnya memliki lahan sawah di atas satu hektar. Petani kecil menggambarkan jati diri petani yang memiliki lahan antara 0,5 satu hektar. Petani gurem memiliki lahan antara 0,1-0,5 hektar, dan petani buruh adalah mereka yang sama sekali tidak memiliki lahan sawah (Sastraatmadja 2009). Berdasar Sensus Pertanian Tahun 2003 banyaknya rumah tangga petani gurem (RTPG) meningkat cukup tajam yakni sekitar 9,4 juta RTPG menjadi 13,3 juta RTPG dalam periode Sekitar tiga-per-empat dari jumlah RTPG berada di Pulau Jawa (Winoto dan Hermanto S 2007). Hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak petani kecil yang menggantungkan hidupnya pada lahan yang sempit. Petani gurem di Indonesia secara umum memiliki karakteristik/ciri-ciri yang cenderung memiliki kesamaan dengan petani di Afrika Tropis maupun Afrika Tengah, antara lain : (1) termasuk petani miskin dan cenderung terpinggirkan; (2) bersifat konvensional/subsisten dan turun temurun; (3) tingkat pendidikannya 25

20 rendah dan sulit mengadopsi inovasi baru; (4) memilih keselamatan dan terlalu memperhitungkan resiko dari usaha taninya apabila menerapkan penggunaan sarana produksi lain yang tidak menjadi kebiasaannya (Karen 2008). Catatan panjang sejarah Indonesia, secara umum menunjukkan kondisi petani kita yang serba suram. Petani selalu digambarkan sebagai kelompok sosial yang lemah baik secara politik maupun ekonomi, tidak memiliki tanah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya, sebagai penyakap tidak memiliki posisi tawar di hadapan pemilik tanah, sebagai petani gurem yang miskin seringkali ditindas atau diintimidasi untuk melepaskan hak atas tanahnya, bahkan seringkali dipaksa untuk menanam komoditas tertentu sesuai kehendak penguasa, dan masih banyak lagi gambaran buruk lainnya (Husodo 2004). Dalam sebuah karyanya Scott (1981) The Moral Economy of the Peasant, digambarkan bahwa bagaimanapun sesungguhnya petani ibarat orang yang selamanya berdiri terendam dalam air sampai ke leher, sehingga ombak yang kecil sekalipun sudah cukup menenggelamkannya. Menurutnya petani adalah golongan orang-orang pasif. Mengapa pasif? Karena petani paling khawatir terhadap perubahan. Dunia yang diangankan oleh petani adalah kestabilan. Kestabilan adalah kepastian. Secara dialektis Scott (1981) juga memberikan deskripsi bahwa persepsi moral merupakan dasar dari setiap tindakan petani dalam aktivitasnya. Secara moral petani tidak akan mengambil tindakan yang berbahaya, beresiko tinggi dan mengancam tingkat subsistensi mereka. kehidupan petani (peasant) adalah masyarakat yang harmoni dan stabil. Komunitas petani ini adalah suatu kelompok sosial yang memiliki kepentingan untuk menjaga kelangsungan keterikatan antar individunya. Kaum ekonomi moral memandang kemanan sebagai sesuatu yang paling penting mengingat bahwa petani miskin dan selalu dekat dengan garis bahaya, sehingga penurunan sedikit saja terhadap produksi dapat menimbulkan bencana besar bagi kelangsungan hidup rumahtangga mereka. Perhatian besar terhadap subsistensi dan keamanan ini dinamakan prinsip dahulukan selamat ( safety first ) yaitu para petani enggan mengambil resiko (averse to risk) dan lebih memusatkan diri pada usaha menghindarkan jatuhnya produksi, bukan kepada usaha memaksimumkan keuntungankeuntungan harapan. Dalam pandangan ekonomi moral para petani itu anti pasar, lebih menyukai pemilikan harta bersama daripada pemilikan pribadi, dan tidak menyukai pembelian dan penjualan. 26

21 Di sisi lain, secara dialektis pula Popkin (1986) justru menunjukkan bahwa bukan soal moral yang paling menentukan setiap tindakan petani melainkan rasionalitas kerjanya. Dalam pandangan Popkin petani bukan tidak mau mengambil resiko dalam segala tindakannya. Persepsi petani kerap kali justru dipengaruhi oleh aspek-aspek spekulatif dan perhitungan untung rugi yang sangat cerdik. Antara Scott dan Popkin ada perbedaan cara pandang terhadap petani, namun tidak disebutkan bahwa petani tidak membutuhkan informasi. Petani sebagai manusia, seperti manusia lain, petani juga rasional, memiliki harapanharapan, keinginan-keinginan dan kemauan untuk hidup lebih baik. Petani juga memiliki naluri untuk memenuhi kebutuhan hidup terutama kebutuhan dasar (subsistensi) dan mempertahankan hidup. Untuk memenuhi kebutuhan hidup tersebut, petani melakukan usaha atau upaya-upaya seperti berusaha tani atau berusaha lain di luar pertanian. Dalam usaha tersebut petani akan mengalami situasi problematik dan ada kesenjangan antara pengetahuan yang dimiliki dengan harapan-harapan yang akan dicapai. Kesenjangan tersebut menimbulkan pertanyaan-pertanyaan yang memerlukan jawaban, inilah yang disebut dengan kebutuhan informasi. Jadi, sebagai manusia, petani membutuhkan informasi untuk menggapai harapan-harapannya. Dalam pembangunan, petani sebagai aktor sosial sebaiknya tidak hanya dilihat sebagai objek pasif dari sebuah intervensi namun dianggap sebagai partisipan aktif yang memproses informasi dan ikut membentuk strategi dalam menghadapi berbagai aktor lokal dan institusi atau personel luar (Boot 1994, diacu dalam Hidayaturrahman 2000), sehingga ketika melihat kebijakan pemerintah (aras makro) yang berhubungan dengan petani sebagai pelaksana lapangan (aras mikro) tidak harus terbatas pada intervensi dari atas, model top down atau oleh pemerintah, agen-agen pembangunan tetapi harus juga melihat pada aras mikro dimana petani sebagai aktor. Hal ini disebabkan kelompokkelompok lokal secara aktif merumuskan dan berusaha mewujudkan program pembangunan hasil rencananya sendiri yang sering berbenturan dengan kepentingan otoritas sentral dan agen-agen pembangunan (Long dan Ploeg 1989, diacu dalam Hidayaturrahman 2000). 27

KEBUTUHAN DAN PERILAKU PENCARIAN INFORMASI STAF PENGAJAR POLITEKNIK NEGERI SEMARANG DALAM MELAKSANAKAN KEGIATAN PENELITIAN

KEBUTUHAN DAN PERILAKU PENCARIAN INFORMASI STAF PENGAJAR POLITEKNIK NEGERI SEMARANG DALAM MELAKSANAKAN KEGIATAN PENELITIAN ORBITH VOL. 13 NO. 1 Maret 2017 : 1 8 KEBUTUHAN DAN PERILAKU PENCARIAN INFORMASI STAF PENGAJAR POLITEKNIK NEGERI SEMARANG DALAM MELAKSANAKAN KEGIATAN PENELITIAN Oleh: Sri Sumarsih Pustakawan UPT Perpustakaan

Lebih terperinci

SUGENG PRIYANTO LOGO

SUGENG PRIYANTO LOGO Kajian dan Teori TBI SUGENG PRIYANTO LOGO LOGO Kajian TBI dapat dilihat dari 2 perspektif computer-centred view, yang berhubungan dengan membangun sistem komputer yang efisien untuk menyimpan, mengorganisasi

Lebih terperinci

KEBUTUHAN DAN PERILAKU PENCARIAN INFORMASI PETANI GUREM (Kasus Desa Rowo Kecamatan Kandangan Kabupaten Temanggung) HANIFAH IHSANIYATI

KEBUTUHAN DAN PERILAKU PENCARIAN INFORMASI PETANI GUREM (Kasus Desa Rowo Kecamatan Kandangan Kabupaten Temanggung) HANIFAH IHSANIYATI KEBUTUHAN DAN PERILAKU PENCARIAN INFORMASI PETANI GUREM (Kasus Desa Rowo Kecamatan Kandangan Kabupaten Temanggung) HANIFAH IHSANIYATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 27 PENDAHULUAN Latar Belakang Paradigma baru pembangunan Indonesia lebih diorientasikan pada sektor pertanian sebagai sumber utama pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan kapasitas lokal. Salah satu fokus

Lebih terperinci

BAB VII KESIMPULAN DAN IMPLIKASI PENELITIAN. penelitian, sedangkan pada bagian implikasi penelitian disajikan beberapa saran

BAB VII KESIMPULAN DAN IMPLIKASI PENELITIAN. penelitian, sedangkan pada bagian implikasi penelitian disajikan beberapa saran BAB VII KESIMPULAN DAN IMPLIKASI PENELITIAN Bagian ini menyajikan uraian kesimpulan dan rekomendasi penelitian. Kesimpulan yang disajikan merupakan hasil kajian terhadap permasalahan penelitian, sedangkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN LITERATUR

BAB II TINJAUAN LITERATUR BAB II TINJAUAN LITERATUR 2.1 Informasi Setiap manusia selalu membutuhkan informasi ketika melakukan suatu kegiatan. Tanpa informasi manusia tidak akan dapat berperan banyak dalam melakukan kegiatannya.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pemasaran

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pemasaran II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pemasaran Pemasaran adalah proses untuk merencanakan dan melaksanakan perancangan, penetapan harga, promosi, dan distribusi dari ide, barang, dan layanan untuk menimbulkan

Lebih terperinci

KEBUTUHAN INFORMASI PETANI GUREM (Kasus Desa Rowo Kec Kandangan Kabupaten Temanggung) Oleh : Hanifah Ihsaniyati*) ABSTRACT

KEBUTUHAN INFORMASI PETANI GUREM (Kasus Desa Rowo Kec Kandangan Kabupaten Temanggung) Oleh : Hanifah Ihsaniyati*) ABSTRACT 102 KEBUTUHAN INFORMASI PETANI GUREM (Kasus Desa Rowo Kec Kandangan Kabupaten Temanggung) Oleh : Hanifah Ihsaniyati*) ABSTRACT Information has a very important role in our efforts to reach goals. It serves

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Pembangunan pertanian merupakan faktor penunjang ekonomi nasional. Program-program pembangunan yang dijalankan pada masa lalu bersifat linier dan cenderung bersifat

Lebih terperinci

Universitas Airlangga Surabaya merupakan salah satu universitas negeri terbesar

Universitas Airlangga Surabaya merupakan salah satu universitas negeri terbesar LITERASI INFORMASI MAHASISWA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA (STUDI DEKRIPTIF MENGENAI LITERASI INFORMASI MAHASISWA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

II. LANDASAN TEORI. falsafah baru ini disebut konsep pemasaran (marketing concept). Konsep

II. LANDASAN TEORI. falsafah baru ini disebut konsep pemasaran (marketing concept). Konsep II. LANDASAN TEORI 2.1 Arti dan Pentingnya Pemasaran Pemasaran merupakan faktor penting untuk mencapai sukses bagi perusahaan akan mengetahui adanya cara dan falsafah yang terlibat didalamnya. Cara dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Menurut Iskandar (2009), penelitian kualitatif digunakan untuk

BAB III METODE PENELITIAN. Menurut Iskandar (2009), penelitian kualitatif digunakan untuk 51 BAB III METODE PENELITIAN A. Penelitian Kualitatif Menurut Iskandar (2009), penelitian kualitatif digunakan untuk mengetahui makna yang tersembunyi, memahami interaksi sosial, mengembangkan teori, memastikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. rumahtangga yang mengusahakan komoditas pertanian. Pendapatan rumahtangga

I. PENDAHULUAN. rumahtangga yang mengusahakan komoditas pertanian. Pendapatan rumahtangga I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendapatan rumahtangga petani adalah pendapatan yang diterima oleh rumahtangga yang mengusahakan komoditas pertanian. Pendapatan rumahtangga petani dapat berasal dari

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Pendekatan pembangunan yang saat ini diterapkan di Indonesia bersifat bottom up yang menggantikan pendekatan lama yang bersifat top down. Dalam konteks pembangunan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dirasa baru oleh individu atau unit adopsi lain. Sifat dalam inovasi tidak hanya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dirasa baru oleh individu atau unit adopsi lain. Sifat dalam inovasi tidak hanya 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Inovasi Rogers (2003) mengartikan inovasi sebagai ide, praktik atau objek yang dirasa baru oleh individu atau unit adopsi lain. Sifat dalam inovasi tidak hanya pengetahuan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Penciptaan inovasi pertanian oleh Badan Penelitian dan Pengembangan (Badan Litbang) Pertanian serta aplikasinya terus dilakukan melalui berbagai program penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Belajar pada hakekatnya adalah proses interaksi terhadap semua situasi yang ada

I. PENDAHULUAN. Belajar pada hakekatnya adalah proses interaksi terhadap semua situasi yang ada I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Belajar pada hakekatnya adalah proses interaksi terhadap semua situasi yang ada di sekitar individu. Belajar dapat dipandang sebagai proses yang diarahkan kepada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pencarian informasi erat kaitannya dengan kebutuhan akan informasi.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pencarian informasi erat kaitannya dengan kebutuhan akan informasi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pencarian informasi erat kaitannya dengan kebutuhan akan informasi. Seseorang yang membutuhkan informasi memerlukan waktu untuk berpikir apa yang dibutuhkan,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pengembangan pertanian memiliki tantangan dalam ketersediaan sumberdaya lahan. Di samping itu, tingkat alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian (perumahan, perkantoran,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menyebabkan terjadinya perubahan struktur penguasaan lahan pertanian, pola

I. PENDAHULUAN. menyebabkan terjadinya perubahan struktur penguasaan lahan pertanian, pola 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Proses pelaksanaan pembangunan, dalam jangka menengah dan panjang menyebabkan terjadinya perubahan struktur penguasaan lahan pertanian, pola hubungan kerja dan stuktur

Lebih terperinci

PROSES KEPERAWATAN KELUARGA. SITI ZAHARA NASUTION, S.Kp. Fakultas Kedokteran Program Studi Keperawatan Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN

PROSES KEPERAWATAN KELUARGA. SITI ZAHARA NASUTION, S.Kp. Fakultas Kedokteran Program Studi Keperawatan Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN PROSES KEPERAWATAN KELUARGA SITI ZAHARA NASUTION, S.Kp. Fakultas Kedokteran Program Studi Keperawatan Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN Perawatan keluarga yang komprehensip merupakan suatu proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Upaya mewujudkan pembangunan pertanian tidak terlepas dari berbagai macam

BAB I PENDAHULUAN. Upaya mewujudkan pembangunan pertanian tidak terlepas dari berbagai macam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya mewujudkan pembangunan pertanian tidak terlepas dari berbagai macam masalah yang dihadapi pada saat ini. Masalah pertama yaitu kemampuan lahan pertanian kita

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Paradigma Sejauh ini ada tiga macam konstruktivisme seperti yang diungkapkan oleh Suparno : pertama, konstruktivisme radikal; kedua, realisme hipotesis; ketiga, konstruktivisme

Lebih terperinci

DAN TUJUAN PENELITIAN TOPIK-4 MPS 2008

DAN TUJUAN PENELITIAN TOPIK-4 MPS 2008 PERUMUSAN MASALAH DAN TUJUAN PENELITIAN TOPIK-4 MPS 2008 Latar Belakang Topik masalah Menyadari ada permasalahan kehidupan (fenomena sosial) yang dihadapi d i manusia atau masyarakat 1) Masalah kehidupan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian eksploratif. Penelitian eksploratif adalah penelitian penjajagan yang sering dilakukan sebagai langkah pertama untuk penelitian yang lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya perkembangan pada ilmu pengetahuan dan teknologi. Perkembangan yang terjadi tersebut menuntut

Lebih terperinci

PERILAKU PENCARIAN INFORMASI MAHASISWA DALAM PENULISAN SKRIPSI (Studi Kasus di Sekolah Tinggi Agama Islam Nahdlatul Ulama (STAINU) Jakarta) TESIS

PERILAKU PENCARIAN INFORMASI MAHASISWA DALAM PENULISAN SKRIPSI (Studi Kasus di Sekolah Tinggi Agama Islam Nahdlatul Ulama (STAINU) Jakarta) TESIS UNIVERSITAS INDONESIA PERILAKU PENCARIAN INFORMASI MAHASISWA DALAM PENULISAN SKRIPSI (Studi Kasus di Sekolah Tinggi Agama Islam Nahdlatul Ulama (STAINU) Jakarta) TESIS Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara agraris karena dari 186 juta hektar luas daratan Indonesia sekitar 70 persennya lahan tersebut digunakan untuk usaha pertanian. Selain daratan,

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORI

BAB II KERANGKA TEORI BAB II KERANGKA TEORI 2.1 Landasan Teori Landasan teori merupakan dasar-dasar teori dari berbagai penjelasan para ahli yang digunakan sebagai dasar untuk melakukan pengkajian terhadap fenomena ataupun

Lebih terperinci

MENUMBUHKEMBANGKAN DAN MENGELOLA KREATIVITAS PENELITIAN

MENUMBUHKEMBANGKAN DAN MENGELOLA KREATIVITAS PENELITIAN MENUMBUHKEMBANGKAN DAN MENGELOLA KREATIVITAS PENELITIAN Oleh : Suhandoyo, MS *) (* Dosen FMIPA UNY, Makalah disampaikan dalam forum pembinaan karya tulis ilmiah mahasiswa Fak. Sains dan Teknologi, UIN

Lebih terperinci

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS Kerangka Berpikir Paradigma Adopsi Inovasi Paradigma lama kebijakan pembangunan selama ini mengalami distorsi terhadap pluralitas bangsa dengan melakukan perencanaan program

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pengaturan Pola Tanam dan Tertib Tanam (P2T3) pola tanam bergilir, yaitu menanam tanaman secara bergilir beberapa jenis

TINJAUAN PUSTAKA. Pengaturan Pola Tanam dan Tertib Tanam (P2T3) pola tanam bergilir, yaitu menanam tanaman secara bergilir beberapa jenis TINJAUAN PUSTAKA Pengaturan Pola Tanam dan Tertib Tanam (P2T3) Pola tanam adalah pengaturan penggunaan lahan pertanaman dalam kurun waktu tertentu, tanaman dalam satu areal dapat diatur menurut jenisnya.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setelah revolusi industri lembaga sekolah berkembang lebih pesat, sehingga sekolah dipandang sebagai sebuah proses produksi. Keberhasilannya pun diukur sebagaimana

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan pertanian berkelanjutan merupakan suatu program yang mutlak dilakukan dalam upaya pemenuhan kebutuhan pangan, memperluas lapangan kerja dan pengentasan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berubahnya orientasi usahatani dapat dimaklumi karena tujuan untuk meningkatkan pendapatan merupakan konsekuensi dari semakin meningkatnya kebutuhan usahatani dan kebutuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (entrepreneurship) sering sekali terdengar, baik dalam bisnis, seminar, pelatihan,

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (entrepreneurship) sering sekali terdengar, baik dalam bisnis, seminar, pelatihan, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini istilah wirausaha (entrepreneur) dan kewirausahaan (entrepreneurship) sering sekali terdengar, baik dalam bisnis, seminar, pelatihan, program pemberdayaan sampai

Lebih terperinci

KODE ETIK, PELAKSANAAN DAN EFEKTIFITAS PENGAWASANNYA

KODE ETIK, PELAKSANAAN DAN EFEKTIFITAS PENGAWASANNYA 1 KODE ETIK, PELAKSANAAN DAN EFEKTIFITAS PENGAWASANNYA Oleh Ashadi Siregar ( 1 ) Kode etik suatu profesi dan pengawasan penerapannya dapat dibicarakan secara normatif, yaitu bertolak dari suatu standar

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan pembangunan di Indonesia telah sejak lama mengedepankan peningkatan sektor pertanian. Demikian pula visi pembangunan pertanian tahun 2005 2009 didasarkan pada tujuan pembangunan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Sektor pertanian hingga kini masih menjadi andalan program pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Selama krisis ekonomi berlangsung prioritas kebijakan lebih besar

Lebih terperinci

Perilaku Informasi, Semesta Pengetahuan

Perilaku Informasi, Semesta Pengetahuan Perilaku Informasi, Semesta Pengetahuan Oleh: Putu Laxman Pendit www.iperpin.wordpress.com Perilaku manusia tak lekang dari semesta yang menghidupinya. Bagi profesor TD Wilson, kalimat ini berlaku mutlak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh perusahaan dalam usahanya untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh perusahaan dalam usahanya untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pemasaran Pemasaran merupakan salah satu fungsi pokok yang harus dilakukan oleh perusahaan dalam usahanya untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya,

Lebih terperinci

BAB II HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA POKOK BAHASAN MENGHITUNG LUAS PERSEGI DAN PERSEGI PANJANG DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME

BAB II HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA POKOK BAHASAN MENGHITUNG LUAS PERSEGI DAN PERSEGI PANJANG DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME BAB II HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA POKOK BAHASAN MENGHITUNG LUAS PERSEGI DAN PERSEGI PANJANG DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME A. Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar Mata pelajaran Matematika

Lebih terperinci

TEORI DAN METODOLOGI

TEORI DAN METODOLOGI TEORI DAN METODOLOGI MEMBANGUN PARADIGMA DALAM TEORI SOSIOLOGI 3 PARADIGMA FAKTA SOSIAL DEFINISI SOSIAL PERILAKU SOSIAL Sudut pandang sistem sosial sebagai keseluruhan Sudut pandang struktur sosial Tindakan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA PERILAKU PENCARIAN INFORMASI PEJABAT DI FAKULTAS TARBIYAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI AMBON TESIS. Rivalna Rivai NPM

UNIVERSITAS INDONESIA PERILAKU PENCARIAN INFORMASI PEJABAT DI FAKULTAS TARBIYAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI AMBON TESIS. Rivalna Rivai NPM UNIVERSITAS INDONESIA PERILAKU PENCARIAN INFORMASI PEJABAT DI FAKULTAS TARBIYAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI AMBON TESIS Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Humaniora Rivalna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran umum objek penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran umum objek penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran umum objek penelitian Sandang pangan pasti menjadi kebutuhan pokok bagi masyarakat. Beberapa daerah di Jawa barat menurut wakil gubernur Jawabarat Deddy Mizwar mengatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu 1

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penulisan SMAN 1 Padalarang adalah salah satu SMA negeri di wilayah Kabupaten Bandung Barat yang telah menerapkan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan kontekstual,

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Sebelumnya 2.2 Arsitektur Enterprise

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Sebelumnya 2.2 Arsitektur Enterprise II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Sebelumnya Secara umum penelitian penggunaan dan pemanfaatan Perencanaan Arsitektur Enterprise yang dilakukan ditujukan untuk studi kasus atas organisasi yang bergerak

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Perilaku Konsumen Pemahaman tentang perilaku konsumen berkaitan dengan segala cara yang dilakukan orang untuk mendapatkan barang konsumsi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Pendekatan Penelitian dan Jenis Penelitian Burhan Bungin (2003:63) mengemukakan bahwa penelitian kualitatif mengacu pada prosedur penelitian yang menghasilkan data secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam situasi masyarakat yang selalu berubah, idealnya pendidikan tidak

BAB I PENDAHULUAN. Dalam situasi masyarakat yang selalu berubah, idealnya pendidikan tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam situasi masyarakat yang selalu berubah, idealnya pendidikan tidak hanya berorientasi pada masa lalu dan masa kini, tetapi sudah seharusnya merupakan proses

Lebih terperinci

Interaksi Pustakawan Dan Pemustaka

Interaksi Pustakawan Dan Pemustaka Interaksi Pustakawan Dan Pemustaka Abstrak : Selain menguasai bidang ilmu perpustakaan, pustakawan diharapkan mampu memahami kondisi pemustaka melalui interaksi sosial. Dalam berinteraksi dengan pemustaka,

Lebih terperinci

BAB VIII PENGAMBILAN KEPUTUSAN INOVASI PRIMA TANI OLEH PETANI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGANNYA

BAB VIII PENGAMBILAN KEPUTUSAN INOVASI PRIMA TANI OLEH PETANI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGANNYA 59 BAB VIII PENGAMBILAN KEPUTUSAN INOVASI PRIMA TANI OLEH PETANI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGANNYA 8.1 Pengambilan Keputusan Inovasi Prima Tani oleh Petani Pengambilan keputusan inovasi Prima

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tanaman padi merupakan salah satu komoditas tanaman pangan yang penting dalam rangka ketahanan pangan penduduk Indonesia. Permintaan akan beras meningkat pesat seiring dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Geografi sebagai salah satu mata pelajaran dari beberapa mata pelajaran yang diajarkan di Sekolah Mengah Atas (SMA). Geografi juga masuk dalam mata pelajaran yang diujikan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain Penelitian Waktu dan Tempat Penelitian

METODE PENELITIAN Desain Penelitian Waktu dan Tempat Penelitian METODE PENELITIAN Desain Penelitian Penelitian ini dirancang dengan metode survei deskriptif-korelasional. Menurut Kerlinger dan Lee (2000), penelitian survei mengkaji populasi (universe) yang besar dengan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Kemiskinan merupakan salah satu isu penting dalam pelaksanaan pembangunan, bukan hanya di Indonesia melainkan hampir di semua negara di dunia. Dalam Deklarasi Millenium Perserikatan

Lebih terperinci

PEDOMAN WAWANCARA. Tabel 2. Pedoman Wawancara. Lampiran 1 Pedoman Wawancara

PEDOMAN WAWANCARA. Tabel 2. Pedoman Wawancara. Lampiran 1 Pedoman Wawancara 165 Tabel 2. Pedoman Wawancara PEDOMAN WAWANCARA No Topik Sub Topik Sumber Data 1 Struktur demografi a. Bagaimana jumlah penduduk dan tingkat kepadatan b. Bagaimana komposisi penduduk menurut umur, mata

Lebih terperinci

MANAGEMENT SUMMARY CHAPTER 7 DECISION MAKING

MANAGEMENT SUMMARY CHAPTER 7 DECISION MAKING MANAGEMENT SUMMARY CHAPTER 7 DECISION MAKING MANAJER SEBAGAI PEMBUAT KEPUTUSAN PROSES MEMBUAT KEPUTUSAN Manajer bertugas membuat keputusan. Dan mereka ingin keputusan tersebut menjadi keputusan yang terbaik,

Lebih terperinci

memasuki lingkungan yang lebih luas yakni lingkungan masyarakat. PENDAHULUAN A. Permasalahan Penelitian

memasuki lingkungan yang lebih luas yakni lingkungan masyarakat. PENDAHULUAN A. Permasalahan Penelitian PENDAHULUAN A. Permasalahan Penelitian Pendidikan merupakan aset penting bagi kemajuan sebuah bangsa dan merupakan kebutuhan sepanjang hayat. Setiap manusia membutuhkan pendidikan, sampai kapanpun dan

Lebih terperinci

PEMBAHASAN Gambaran Model Konseptual Keperawatan Menurut Imogene M. King

PEMBAHASAN Gambaran Model Konseptual Keperawatan Menurut Imogene M. King PEMBAHASAN Gambaran Model Konseptual Keperawatan Menurut Imogene M. King Imogene M. King mengawali teori ini melalui studi literatur dalam keperawatan, ilmu-ilmu perilaku terapan, diskusi dengan beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pencaharian penduduknya hidup dari hasil bercocok tanam/bertani, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. pencaharian penduduknya hidup dari hasil bercocok tanam/bertani, sehingga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara agraris yang sebahagian besar mata pencaharian penduduknya hidup dari hasil bercocok tanam/bertani, sehingga pertanian merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bukan hanya cerita khayal atau angan-angan dari pengarangnya, melainkan wujud

BAB I PENDAHULUAN. bukan hanya cerita khayal atau angan-angan dari pengarangnya, melainkan wujud BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra merupakan wujud gagasan pengarang dalam memandang lingkungan sosial yang berada di sekelilingnya dengan menggunakan bahasa yang indah. Sastra hadir sebagai hasil

Lebih terperinci

Bab III Analisa dan Kerangka Usulan

Bab III Analisa dan Kerangka Usulan Bab III Analisa dan Kerangka Usulan III.1 Perencanaan Strategis dalam Pengembangan CIF III.1.1 Kendala Pengembangan CIF Pembangunan dan pengembangan CIF tentunya melibatkan banyak sekali aspek dan kepentingan

Lebih terperinci

PERENCANAAN ARSITEKTUR ENTERPRISE STMIK SUMEDANG. Oleh : Asep Saeppani, M.Kom. Dosen Tetap Program Studi Sistem Informasi S-1 STMIK Sumedang

PERENCANAAN ARSITEKTUR ENTERPRISE STMIK SUMEDANG. Oleh : Asep Saeppani, M.Kom. Dosen Tetap Program Studi Sistem Informasi S-1 STMIK Sumedang PERENCANAAN ARSITEKTUR ENTERPRISE STMIK SUMEDANG. Oleh : Asep Saeppani, M.Kom. Dosen Tetap Program Studi Sistem Informasi S-1 STMIK Sumedang ABSTRAK Arsitektur enterprise merupakan suatu upaya memandang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap tahun jumlah penduduk di Indonesia semakin meningkat dari tahun ke tahun. Ini dikarenakan angka kelahiran lebih besar daripada angka kematian. Berdasarkan

Lebih terperinci

KETERAMPILAN KONSELING : KLARIFIKASI, MEMBUKA DIRI, MEMBERIKAN DORONGAN, MEMBERIKAN DUKUNGAN, PEMECAHAN MASALAH DAN MENUTUP PERCAKAPAN

KETERAMPILAN KONSELING : KLARIFIKASI, MEMBUKA DIRI, MEMBERIKAN DORONGAN, MEMBERIKAN DUKUNGAN, PEMECAHAN MASALAH DAN MENUTUP PERCAKAPAN KETERAMPILAN KONSELING : KLARIFIKASI, MEMBUKA DIRI, MEMBERIKAN DORONGAN, MEMBERIKAN DUKUNGAN, PEMECAHAN MASALAH DAN MENUTUP PERCAKAPAN oleh Rosita E.K., M.Si Konsep dasar dari konseling adalah mengerti

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitiaan yang digunakan dalam penelitiaan Nasionalisme

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitiaan yang digunakan dalam penelitiaan Nasionalisme 123 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitiaan yang digunakan dalam penelitiaan Nasionalisme Generasi Muda dalam Era Otonomi Khusus Papua ini adalah metode kualitatif. Digunakannya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. 1 http ://cianjur.go.id (diakses15 Mei 2011)

PENDAHULUAN. 1 http ://cianjur.go.id (diakses15 Mei 2011) PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan pertanian mempunyai peranan yang strategis dalam penyerapan tenaga kerja yang ada di Indonesia, yaitu dengan tingginya penyerapan tenaga kerja sekitar 44 persen dari

Lebih terperinci

Materi Minggu 3. Pengambilan Keputusan dalam Organisasi

Materi Minggu 3. Pengambilan Keputusan dalam Organisasi T e o r i O r g a n i s a s i U m u m 2 11 Materi Minggu 3 Pengambilan Keputusan dalam Organisasi 3.1 Definisi dan Dasar Pengambilan Keputusan Pengambilan keputusan dibutuhkan ketika kita memiliki masalah

Lebih terperinci

PENGELOLAAN PROYEK SISTEM INFORMASI

PENGELOLAAN PROYEK SISTEM INFORMASI 9/28/2011 PENGELOLAAN SISTEM INFORMASI PERTEMUAN - 1 GAMBARAN UMUM MANAJEMEN 1 2 1. Peserta memahami tentang proyek 2. Peserta memahami konsep-konsep manajemen yang diperlukan dalam manajemen proyek Fungsi-fungsi

Lebih terperinci

Bab 4 Bagaimana Melaksanakan Lesson Study?

Bab 4 Bagaimana Melaksanakan Lesson Study? Bab 4 Bagaimana Melaksanakan Lesson Study? A. Siapa yang Melakukan Lesson Study? Lesson study adalah sebuah kegiatan kolaborasi dengan inisiatif pelaksanaan idealnya datang dari Kepala Sekolah bersama

Lebih terperinci

dibakukan berdasarkan pengukuran tertentu. Dalam pendekatan kualitatif dilakukan pemahaman

dibakukan berdasarkan pengukuran tertentu. Dalam pendekatan kualitatif dilakukan pemahaman BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada bab ini akan diuraikan mengenai metode yang digunakan dalam penelitian mengenai Proses Penyesuaian Diri di Lingkungan Sosial pada Remaja Putus Sekolah. Metodologi penelitian

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Undang-Undang No 16 tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan menyebutkan bahwa penyuluhan merupakan bagian dari upaya mencerdaskan kehidupan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN Feed Back BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Subjek Penelitian Produk Kerajinan kriya anyam bahan lidi memiliki beragam varian, produkproduk tersebut memiliki nilai fungsi dan estetis yang menarik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesinambungan pelanggan dengan potensi profitable dengan membangun sebuah

BAB I PENDAHULUAN. kesinambungan pelanggan dengan potensi profitable dengan membangun sebuah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pelanggan merupakan kunci keberhasilan bisnis. Oleh sebab itu, perusahaan melakukan berbagai cara untuk membuat pelanggan meningkat dan tetap setia, namun

Lebih terperinci

LAMPIRAN LAMPIRAN ARAHAN STRATEGI (STRATEGIC INTENTION) Wawancara dilakukan pada pengguna aplikasi (user) yang berhubungan

LAMPIRAN LAMPIRAN ARAHAN STRATEGI (STRATEGIC INTENTION) Wawancara dilakukan pada pengguna aplikasi (user) yang berhubungan LAMPIRAN LAMPIRAN I. KUISIONER HUBUNGAN LIGHTS-ON DAN PROYEK DENGAN ARAHAN STRATEGI (STRATEGIC INTENTION) Wawancara dilakukan pada pengguna aplikasi (user) yang berhubungan dan staf senior dari departemen

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Bangsa Indonesia dengan jumlah

I. PENDAHULUAN. baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Bangsa Indonesia dengan jumlah 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan bagian integral dalam pembangunan, karena pendidikan memegang peran penting dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Keberhasilan pembangunan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perilaku Konsumen 2.1.1 Definisi Perilaku Konsumen Menurut American Marketing Association (Peter dan Olson, 2013:6), perilaku konsumen sebagai dinamika interaksi antara pengaruh

Lebih terperinci

Perilaku Pencarian Informasi Mahasiswa STAINU Jakarta

Perilaku Pencarian Informasi Mahasiswa STAINU Jakarta Perilaku Pencarian Informasi Mahasiswa STAINU Jakarta Siti Rozinah, S.Sos, M.Hum Dosen Pengampu Mata Kuliah Sistim Informasi Pendidikan PENDAHULUAN Perkembangan informasi sangat bermanfaat dalam memenuhi

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Penentuan Lokasi dan Waktu Penelitian Populasi dan Sampel Data dan Instrumentasi

METODE PENELITIAN Penentuan Lokasi dan Waktu Penelitian Populasi dan Sampel Data dan Instrumentasi 41 METODE PENELITIAN Penentuan Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian dipilih secara sengaja (purposive) yaitu Desa Ciaruteun Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor Jawa Barat. Pemilihan

Lebih terperinci

Batasan Definisi Petani (Peasent)

Batasan Definisi Petani (Peasent) Batasan Definisi Petani (Peasent) Sofyan Sjaf Beberapa bulan yang lalu, penulis menghadiri seminar tentang seputar permasalahan petani-peternak yang diadakan oleh Fakultas Peternakan IPB. Salah satu pembicara

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Metakognisi merupakan suatu istilah yang dimunculkan oleh beberapa ahli

TINJAUAN PUSTAKA. Metakognisi merupakan suatu istilah yang dimunculkan oleh beberapa ahli 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoretis 1. Keterampilan Metakognisi Metakognisi merupakan suatu istilah yang dimunculkan oleh beberapa ahli psikologi sebagai hasil dari perenungan mereka terhadap kondisi

Lebih terperinci

MAKALAH MANAJEMEN PENGANTAR MEMAHAMI KONTEKS MANAJEMEN PENGAMBILAN KEPUTUSAN

MAKALAH MANAJEMEN PENGANTAR MEMAHAMI KONTEKS MANAJEMEN PENGAMBILAN KEPUTUSAN MAKALAH MANAJEMEN PENGANTAR MEMAHAMI KONTEKS MANAJEMEN PENGAMBILAN KEPUTUSAN Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Manajemen Pengantar Dosen Pengampu : Dyna Herlina Suwanto, M.Sc Disusun Oleh : Muh.

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Berubah atau mati!, adalah kalimat yang diserukan oleh para manajer di seluruh dunia untuk menggambarkan keharusan setiap organisasi atau perusahaan untuk terus

Lebih terperinci

PERILAKU PENCARIAN INFORMASI MAHASISWA PROGRAM DOKTORAL DALAM PENYUSUNAN DISERTASI

PERILAKU PENCARIAN INFORMASI MAHASISWA PROGRAM DOKTORAL DALAM PENYUSUNAN DISERTASI PERILAKU PENCARIAN INFORMASI MAHASISWA PROGRAM DOKTORAL DALAM PENYUSUNAN DISERTASI Yasir Riady Staf Universitas Terbuka, UPBJJ-UT Jakarta Abstract The background of this study on information search attitude

Lebih terperinci

Manfaat Penggunaan Balanced Scorecard

Manfaat Penggunaan Balanced Scorecard Manfaat Penggunaan Balanced Scorecard Balanced scorecard digunakan dalam hampir keseluruhan proses penyusunan rencana. Tahapan penyusunan rencana pada dasarnya meliputi enam kegiatan berikut: perumusan

Lebih terperinci

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk atau jasa, termasuk

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk atau jasa, termasuk II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Perilaku Konsumen Perilaku konsumen adalah tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk atau jasa, termasuk

Lebih terperinci

Tidak ada proses penelitian yang benar-benar memiliki fokus yang sama dengan penelitian kebijakan atau berorientasi tindakan

Tidak ada proses penelitian yang benar-benar memiliki fokus yang sama dengan penelitian kebijakan atau berorientasi tindakan Penelitian kebijakan sebuah usaha untuk mempelajari masalah-masalah sosial fundamental dan sebuah usaha untuk mengkreasi serangkaian tindakan pragmatis untuk mengurangi masalah-masalah. Tidak ada proses

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. pelaksanaan, dan hasil terhadap dampak keberhasilan FMA agribisnis kakao di

BAB VI PEMBAHASAN. pelaksanaan, dan hasil terhadap dampak keberhasilan FMA agribisnis kakao di 63 BAB VI PEMBAHASAN Berdasarkan data hasil analisis kesesuaian, pengaruh proses pelaksanaan, dan hasil terhadap dampak keberhasilan FMA agribisnis kakao di Kecamatan Nangapanda Kabupaten Ende dapat dibahas

Lebih terperinci

Tinjauan Ilmu Penyuluhan dalam Perspektif Filsafat Ilmu

Tinjauan Ilmu Penyuluhan dalam Perspektif Filsafat Ilmu Tinjauan Ilmu Penyuluhan dalam Perspektif Filsafat Ilmu Oleh : Agustina Abdullah *) Arti dan Pentingnya Filsafat Ilmu Manusia mempunyai seperangkat pengetahuan yang bisa membedakan antara benar dan salah,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu isu yang muncul menjelang berakhirnya abad ke-20 adalah persoalan gender. Isu tentang gender ini telah menjadi bahasan yang memasuki setiap analisis sosial. Gender

Lebih terperinci

KEBAHAGIAAN SAUDARA KANDUNG ANAK AUTIS. Skripsi

KEBAHAGIAAN SAUDARA KANDUNG ANAK AUTIS. Skripsi i KEBAHAGIAAN SAUDARA KANDUNG ANAK AUTIS Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Diajukan oleh: RONA MARISCA TANJUNG F 100 060 062 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Paradigma Penelitian Paradigma yang digunakan oleh Peneliti adalah paradigma konstruktivistik. Menurut Harmon, paradigma adalah cara mendasar untuk mempersepsi, berpikir,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dekade ini termasuk di Indonesia. Berdasar Undang-undang Nomor 18 tahun 2012

BAB I PENDAHULUAN. dekade ini termasuk di Indonesia. Berdasar Undang-undang Nomor 18 tahun 2012 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketahanan pangan (food security) telah menjadi isu global selama dua dekade ini termasuk di Indonesia. Berdasar Undang-undang Nomor 18 tahun 2012 tentang Pangan disebutkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. orang pada tahun (Daryanto 2010). Daryanto (2009) mengatakan

I. PENDAHULUAN. orang pada tahun (Daryanto 2010). Daryanto (2009) mengatakan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian di era global ini masih memainkan peran penting. Sektor pertanian dianggap mampu menghadapi berbagai kondisi instabilitas ekonomi karena sejatinya manusia memang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan status Universitas Gadjah Mada (UGM) dari universitas yang

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan status Universitas Gadjah Mada (UGM) dari universitas yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan status Universitas Gadjah Mada (UGM) dari universitas yang berstatus Badan Hukum Milik Negara (BHMN) berdasar Peraturan Pemerintah Nomor 153 Tahun 2000 menjadi

Lebih terperinci

Jurnal Pustaka Budaya, Vol. 3, No. 2 Juli 2016 PERBANDINGAN TEORI PERILAKU PENCARIAN INFORMASI MENURUT ELLIS, WILSON DAN KUHLTHAU.

Jurnal Pustaka Budaya, Vol. 3, No. 2 Juli 2016 PERBANDINGAN TEORI PERILAKU PENCARIAN INFORMASI MENURUT ELLIS, WILSON DAN KUHLTHAU. PERBANDINGAN TEORI PERILAKU PENCARIAN INFORMASI MENURUT ELLIS, WILSON DAN KUHLTHAU. Oleh: Widiyastuti Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta widiyastuti07@yahoo.com Abstrak Setiap pemustaka

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Penyuluhan pertanian mempunyai peranan strategis dalam pengembangan kualitas sumber daya manusia (petani) sebagai pelaku utama usahatani. Hal ini ditegaskan dalam Undang-Undang

Lebih terperinci

peristiwa lebih mudah menyentuh dan diingat oleh khalayak.

peristiwa lebih mudah menyentuh dan diingat oleh khalayak. BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian ini menggunakan analisis framing, analisis framing adalah pendekatan untuk mengetahui bagaimana perspektif atau cara pandang yang digunakan oleh wartawan dalam

Lebih terperinci

MODEL GROUP MAPPING ACTIVITY (GMA) DALAM PEMBELAJARAN MEMBACA

MODEL GROUP MAPPING ACTIVITY (GMA) DALAM PEMBELAJARAN MEMBACA MODEL GROUP MAPPING ACTIVITY (GMA) DALAM PEMBELAJARAN MEMBACA Rasional Pengajaran membaca dalam bahasa, termasuk dalam bahasa Sunda, kini telah berkembang. Namun khususnya dalam pengajaran membaca, hasil

Lebih terperinci