TINJAUAN PUSTAKA. Pengaturan Pola Tanam dan Tertib Tanam (P2T3) pola tanam bergilir, yaitu menanam tanaman secara bergilir beberapa jenis

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TINJAUAN PUSTAKA. Pengaturan Pola Tanam dan Tertib Tanam (P2T3) pola tanam bergilir, yaitu menanam tanaman secara bergilir beberapa jenis"

Transkripsi

1 TINJAUAN PUSTAKA Pengaturan Pola Tanam dan Tertib Tanam (P2T3) Pola tanam adalah pengaturan penggunaan lahan pertanaman dalam kurun waktu tertentu, tanaman dalam satu areal dapat diatur menurut jenisnya. Ada pola tanam monokultur, yakni menaman tanaman sejenis pada satu areal tanam. Ada pola tanam campuran, yakni beragam tanaman ditanam pada satu areal. Ada pula pola tanam bergilir, yaitu menanam tanaman secara bergilir beberapa jenis tanaman pada waktu berbeda di aeral yang sama (Mahmudin, 2008). Menurut Purba (2008) pola tanam merupakan suatu urutan tanam pada sebidang lahan dalam satu tahun, termasuk didalamnya masa pengolahan tanah. Pelaksanaan pola tanam dari suatu daerah irigasi teknis dalam satu tahun, biasanya dilaksanakan berdasarkan Surat Keputusan Kepala Daerah setempat. Disamping pertimbangan untuk mendukung kebijakan pangan nasional, penentuan pola tanam tersebut juga dibuat berdasarkan faktor ketersediaan air dan aspirasi petani. Pola tanam dapat digunakan sebagai landasan untuk meningkatkan produktivitas lahan. Hanya saja dalam pengelolaannya diperlukan pemahaman kaedah teoritis dan keterampilan yang baik tentang semua faktor yang menentukan produktivitas lahan tersebut. Biasanya, pengelolaan lahan sempit untuk mendapatkan hasil/pendapatan yang optimal maka pendekatan pertanian terpadu, ramah lingkungan, dan semua hasil tanaman merupakan produk utama adalah pendekatan yang bijak (Andoko, 2008). Pola tanam juga bertujuan untuk meminimalisasi serangan hama, sehingga produktivitas hasil panen yang diinginkan dapat tercapai. Dalam pelaksanaannya,

2 program P2T3 didaerah-daerah sering terkendala oleh sistem sosial masyarakat yang tradisional, sehingga petani cenderung enggan merubah komoditi tanam yang sesuai dengan anjuran pemerintah. Hal ini disebabkan oleh mereka belum terlalu percaya dengan keuntungan-keuntungan yang dapat dicapai oleh inovasi baru tersebut (Sudaryanto, dkk 2002). Tertib tanam adalah kesepakatan tanam masyarakat pada penentuan waktu tanam, gilvar (giliran varians), dan (giltan) giliran tanam pada suatu lahan usaha tani yang disepakati bersama dan dituangkan dalam RDK (rencana definitif kelompok) (Hasibuan, 2008). Menurut Pramono (2010) petani sebagai pengelola usahatani dapat memilih dan mengambil keputusan terhadap usahataninya. Tujuan P2T3 sendiri secara khusus yaitu pengaturan pola tanam dan tertib tanam untuk pengendalian hama wereng batang coklat, hama tikus, serta memperoleh jadwal panen, guna mengisi persaingan pasar pada bulan tertentu. Tujuan umum dari P2T3 yaitu mendayagunakan sumber daya lahan, tenaga kerja, agroklimat, modal serta keterampilan, produksi dan produktivitas yang lebih tinggi. Menurut (Hasibuan, 2008) adapun tujuan dilaksanakanya penerapan pengaturan pola tanam dan tertib tanam (P2T3) adalah sebagai berikut : 1. Memperdayagunakan pemanfaatan air irigasi. 2. Meningkatkan kestabilan kesuburan lahan. 3. Memotong siklus hidup hama / penyakit dan organisme pengganggu tanaman (OPT). 4. Menambah peluang lapangan pekerjaan di perdesaan. 5. Mengurangi resiko gagal panen.

3 6. Mengoptimalkan peningkatan produktivitas hasil tanaman. 7. Menjaga kestabilan harga jual hasil panen. 8. Membuka peluang pengembangan usaha agribisnis perdesaan. Landasan Teori Mardikanto (1988) menyebutkan, terdapat beberapa variabel pengambilan keputusan petani. Variabel-variabel tersebut antara lain adalah: 1.Sifat-sifat inovasi Ray (1998) menyebutkan terdapat lima atribut yang menandai setiap gagasan atau cara-cara baru dan diadosi dalam pengambilan keputusan, yaitu: a. Keuntungan-keuntungan relatif (relatif advantages) : yaitu apakah cara-cara atau gagasan baru ini memberikan suatu keuntungan relatif daripada inovasi sebelumnya. Sejalan dengan hal tersebut, Mardikanto (1988) menyebutkan bahwa sebenarnya keuntungan tersebut tidak hanya terbatas pada keuntungan dalam arti ekonomi, tetapi mencakup: Keuntungan teknis, yang berupa: produktivitas tinggi, ketahanan terhadap resiko kegagalan dan berbagai gangguan yang menyebabkan ketidakberhasilannya. Keuntungan ekonomis, yang berupa: biaya lebih rendah, dan atau keuntungan yang lebih tinggi. Pemanfaatan sosial-psikologis, seperti: pemenuhan kebutuhan fisiologis (pangan), kebutuhan psikologis (pengakuan/ penghargaan dari lingkungannya, kepuasan, dan rasa percaya diri), maupun kebutuhankebutuhan sosiologis (pakaian, papan, status sosial dan lain-lain).

4 b. Keserasian (compatibility); yaitu apakah inovasi mempunyai sifat lebih sesuai dengan nilai yang ada, pengalaman sebelumnya, dan kebutuhan yang diperlukan penerima. c. Kerumitan (complexity); yakni apakah inovasi tersebut dirasakan rumit. Mardikanto dan Sri Sutarni (1982) menambahkan bahwa inovasi baru akan sangat mudah untuk dimengerti dan disampaikan manakala cukup sederhana, baik dalam arti mudahnya bagi komunikator maupun mudah untuk dipahami dan dipergunakan oleh komunikasinya. d. Dapat dicobakan (triability); yaitu suatu inovasi akan mudah diterima apabila dapat dicobakan dalam ukuran kecil. e. Dapat dilihat (observability); jika suatu inovasi dapat disaksikan dengan mata. 2. Tipe keputusan inovasi Wayne Lamble dalam Ibrahim dkk (2003) menyatakan bahwa tingkat adopsi suatu inovasi sangat dipengaruhi oleh oleh keputusan untuk mengadopsi atau menolak suatu inovasi. Tipe keputusan ini diklasifikasikan menjadi: a. keputusan opsional, yaitu keputusan yang dibuat seseorang dengan mengabaikan keputusan yang dilakukan orang-orang lainnya dalam suatu sistem sosial. Dalam kaitannya dengan hubungan individual antara penyuluh dengan adopter, Rejeki, dkk (1999) menambahkan bahwa penyuluh sangat berperan dalam pengambilan keputusan yang diambil secara individual. Penyuluh berperan sebagai akseleran pengambilan keputusan secara opsional.

5 b. keputusan kolektif, yaitu keputusan yang dilakukan individu-individu dalam suatu sistem sosial yang telah dimufakati atau disetujui bersama. c. keputusan otoritas, yaitu keputusan yang dipaksakan oleh seseorang yang memiliki kekuasaan lebih besar kepada individu lainnya. Hanafi (1987) menyatakan bahwa tipe keputusan inovasi mempengaruhi kecepatan adopsi. Secara umum kita dapat mengharapkan bahwa inovasi yang diputuskan secara otoritas akan diadopsi lebih cepat karena orang yang terlibat dalam proses pengambilan keputusan inovasi lebih sedikit. Akan tetapi, jika bentuk keputusan itu tradisional mungkin tempo adopsinya juga lebih lambat. Keputusan opsional biasanya lebih cepat daripada keputusan kolektif, tetapi lebih lambat daripada keputusan otoritas. Barangkali yang paling lambat adalah tipe keputusan kontingen karena harus melibatkan keputusan inovasi atau lebih. 3. Saluran Komunikasi Rogers dalam Mardikanto (1988) menyatakan bahwa saluran komunikasi sebagai sesuatu melalui mana pesan dapat disampaikan dari sumber kepada penerimanya. Saluran komunikasi dapat dibedakan menjadi saluran interpersonal dan media massa. a. Saluran kumunikasi antarpribadi (interpersonal). Cangara (2009) menyebutkan, saluran komunikasi antarpribadi (interpersonal) ialah saluran yang melibatkan dua orang atau lebih secara tatap muka. Mardikanto (1988) menyebutkan bahwa saluran antarpribadi merupakan segala bentuk hubungan atau pertukaran pesan antar dua orang atau lebih secara langsung (tatap muka),

6 dengan atau tanpa alat bantu yang memungkinkan semua pihak yang berkomunikasi dapat memberikan respons atau umpan balik secara langsung. b. Saluran komunikasi media massa. Rogers (1983) mendefinisikan, saluran media massa adalah alat-alat penyampai pesan yang memungkinkan sumber mencapai suatu audiens dalam jumlah besar yang dapat menembus batasan waktu dan ruang. Misalnya radio, televisi, film, surat kabar, buku, dan sebagainya. Sumber dan saluran komunikasi memberi rangsangan (informasi) kepada seseorang selama proses keputusan inovasi berlangsung. Seseorang pertama kali mengenal dan mengetahui inovasi terutama dari saluran media massa. Pada tahap persuasi, seseorang membentuk persepsinya terhadap inovasi dari saluran yang lebih dekat dan antar pribadi. Seseorang yang telah memutuskan untuk menerima inovasi (pada tahap keputusan) ada kemungkinan untuk meneruskan atau menghentikan penggunaannya (Hanafi, 1987). 4. Sistem Sosial Hal lain yang perlu dipertimbangkan juga mempengaruhi kecepatan pengadopsian suatu inovasi adalah sistem sosial, terutama norma-norma sistem. Dalam hal ini Mardikanto (1988) menyebutkan ada dua sistem soisal yang mempengaruhi dalam pengambilan keputusan petani yaitu : a. Tradisional. Dalam masyarakat tradisional yang masih memegang teguh apa yang mereka yakini benar. Bukan merupakan hal gampang untuk membuat suatu program inovasi dapat berjalan lancar dalam pelaksanaanya. Perlu pendekatan persuasif agar tujuan penyuluhan yang diharapkan dapat tercapai

7 dengan tidak membuat sitem sosial kemasyarakatan yang sudah tertanam lama berubah (Ban dan Hawkins, 1999). b. Modern. Dalam suatu sistem modern, tempo adopsi mungkin lebih cepat karena di sini kurang ada rintangan sikap diantara para penerima, sedangkan dalam sistem yang tradisional, tempo adopsi juga lebih lambat. Adopsi inovasi di dalam masyarakat modern relatif lebih cepat dibanding dengan adopsi inovasi di dalam masyarakat yang masih tradisional. Demikian pula adopsi dalam masyarakat lokalit akan lebih lambat bila dibandingkan di dalam masyarakat kosmopolit (Mardikanto dan Sri Sutarni, 1982). 5. Kegiatan Promosi Hanafi (1987) juga menyebutkan bahwa kecepatan adopsi juga dipengaruhi oleh gencarnya usaha-usaha promosi yang dilakukan oleh agen pembaru. Usaha keras agen pembaru itu ditandai dengan lebih seringnya mereka berada di lapangan daripada di kantor. Mereka lebih sering mengadakan kontak dengan kliennya, terutama kontak-kontak pribadi untuk menyebarkan ide baru. Lebih banyak anggota masyarakat yang mereka hubungi, dan lebih beragam jalan yang ditempuh untuk menyampaikan pesan-pesan inovasi. Sejalan dengan hal tersebut Mardikanto (1993) menambahkan bahwa semakin rajin penyuluh menawarkan inovasi, maka kecepatan adopsi suatu inovasi juga akan meningkat. Mardikanto dan Sri Sutarni (1982) menyebutkan pula bahwa semakin intensif dan seringnya intensitas atau frekuensi yang dilakukan oleh agen pembaharuan (penyuluh) setempat dan atau pihak-pihak lain yang berkompeten dengan adopsi inovasi tersebut sepeti lembaga penelitian produsen, pedagang, dan atau sumber informasi (inovasi) tersebut.

8 6. Urgensi Masalah Urgensi ataupun tingkat kepentingan suatu masalah mempengaruhi dalam pengambilan keputusan yang dilakukan oleh petani. Petani akan mempertimbangkan keputusan mana yang akan dia ambil dikaitkan dengan urgensi masalah dalam usaha taninya (Suprapto dan Fahrianoor, 2004). Pola tanam dan tertib tanam (P2T3) merupakan tata urutan tanaman yang diusahakan pada sebidang tanah tertentu selama satu jangka waktu tertentu yang dipengaruhi oleh kondisi agroklimat, tanah, jenis tanaman, teknik budidaya dan sosial ekonomi. Pengaturan pola tanam dan tertib tanam terhadap musim yang berlangsung sangat penting untuk mengantisipasi gagal panen akibat curah hujan yang terlalu tinggi ataupun kekeringan apabila masuk musim kemarau. Selain itu dalam pelakasanan pengaturan pola tanam dan tertib tanam (P2T3) selalu di selaraskan dengan 7 komponen inovasi budidaya yaitu pengolahan tanah, pemilihan benih, penanaman, pemupukan, pengendalian hama dan penyakit, panen, dan pasca panen. (Sinar Tani, 2001). Kerangka Pemikiran Inovasi merupakan segala sesuatu menyangkut ide-ide, cara-cara ataupun obyek yang dianggap baru bagi seseorang. Inovasi ini dapat berupa barang (bersifat fisik) dan bukan barang bersifat non-fisik. Inovasi yang bersifat fisik yang menimbulkan konsekuensi tindakan-tindakan konkret yang mudah dalam menilai keberhasilannya. Sedangkan inovasi yang bersifat non fisik menimbulkan tindakan-tindakan yang sulit menilai tingkat keberhasilannya. Disamping itu resiko akan ketidakpastian akan mempengaruhi keputusan yang akan diambil.

9 Dalam penyuluhan pertanian masalah tentang adopsi teknologi sering kali terjadi, hal ini dikarenakan setiap individu memiliki karakteristik yang berbeda pula, serta sistem sosial masyarakat setempat yang belum tentu mau ataupun mampu menerapkan inovasi tersebut (Ibrahim dkk, 2003). Baum dan Stokes M. Tolbert (1988) menyebutkan bahwa para petani pada umumnya adalah pengambil keputusan yang rasional. Mereka menyeleksi teknologi yang paling produktif yang dapat mereka pakai, dengan sumberdaya yang tersedia untuk mereka, pengetahuan yang terakhir, dan keprihatinan mereka pada resiko. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi petani untuk tidak memanfaatkan teknologi terbaik yang tersedia. Pertama, masukan yang melekat pada teknologi baru. Kedua, teknologi tersedia di pusat penelitian, namun petani tidak diberi penyuluhan. Ketiga, kemungkinan biaya untuk membuat teknologi baru tidak terjangkau. Keempat, teknologi baru tidak cocok dengan keadaan dan situasi mereka. Peranan petani sebagai pengelola usahatani berfungsi mengambil keputusan dalam mengorganisir faktor-faktor produksi yang diketahui. Sebenarnya program P2T3 bukanlah sesuatu atau inovasi baru namun dalam penerapanya dilapangan masih banyak petani yang belum menerapkanya dengan baik, sehingga dirasa perlu untuk menganilisis faktor apa saja yang menyebabkan petani enggan menerapkan program P2T3. Dalam pengambilan keputusan dalam usahataninya apakah petani akan menerapkan program P2T3 dengan baik dan benar dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya beberapa variabel penjelas kecepatan adopsi suatu inovasi yaitu terdiri dari sifat inovasi, jenis keputusan, saluran komunikasi, sistem sosial, kegiatan promosi, serta urgensi masalah. Jika lingkungan sosial dan lingkungan

10 ekonomi mendukung situasi yang memungkinkan untuk bertanam padi sawah sesuai dengan anjuran P2T3, maka petani akan lebih mudah memilih bertanam padi sawah dengan pengaplikasian program P2T3. Jika pengaplikasian program P2T3 mempunyai keuntungan yang tinggi, sesuai dengan kondisi setempat, mudah dilaksanakan maka program P2T3 itu akan mudah diadopsi oleh petani. Sehingga dalam penelitian ini dapat dibuat suatu kerangka pemikiran sebagai berikut : Kerangka Pemikiran FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN : 1. Sifat inovasi a. Keuntungan relatif b. Kesesuaian c. Dapat dicoba d. Dapat dilihat e. Kerumitan 2. Jenis Keputusan a. Opsional b. Kolektif c. Otoritas 3. Saluran Komunikasi a. Mass media b. Interpersonal Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran 4. Keterangan Sistem Sosial : : menyatakan hubungan a. Tradisional b. Modern 5. Kegiatan Promosi 6. Urgensi Masalah PELAKSANAAN P2T3 : 1. Pengolahan Tanah 2. Pemilihan Benih 3. Penanaman 4. Pemupukan 5. Pengendalian Hama Penyakit 6. Panen 7. Pasca Panen MASALAH UPAYA UNTUK MENGATASI MASALAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Program Food Safety Masuk Desa (FSMD) 2.1.1 Keamanan Pangan (Safety Food) Keamanan pangan (safety Food) diartikan sebagai kondisi pangan aman untuk dikonsumsi. Keamanan pangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dirasa baru oleh individu atau unit adopsi lain. Sifat dalam inovasi tidak hanya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dirasa baru oleh individu atau unit adopsi lain. Sifat dalam inovasi tidak hanya 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Inovasi Rogers (2003) mengartikan inovasi sebagai ide, praktik atau objek yang dirasa baru oleh individu atau unit adopsi lain. Sifat dalam inovasi tidak hanya pengetahuan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. budidaya ini meluas praktiknya sejak paruh kedua abad ke 20 di dunia serta

TINJAUAN PUSTAKA. budidaya ini meluas praktiknya sejak paruh kedua abad ke 20 di dunia serta TINJAUAN PUSTAKA Monokultur Pertanaman tunggal atau monokultur adalah salah satu cara budidaya di lahan pertanian dengan menanam satu jenis tanaman pada satu areal. Cara budidaya ini meluas praktiknya

Lebih terperinci

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI PENELITIAN. penelitian, sedangkan pada bagian implikasi penelitian disajikan beberapa saran

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI PENELITIAN. penelitian, sedangkan pada bagian implikasi penelitian disajikan beberapa saran 283 VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI PENELITIAN Bagian ini menyajikan uraian kumpulan dan rekomendasi penelitian. Kesimpulan yang disajikan merupakan hasil kajian terhadap permasalahan penelitian, sedangkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. komunikasi informasi secara sadar dengan tujuan membantu sasarannya

TINJAUAN PUSTAKA. komunikasi informasi secara sadar dengan tujuan membantu sasarannya TINJAUAN PUSTAKA Peranan Penyuluh Pertanian Penyuluhan merupakan keterlibatan seseorang untuk melakukan komunikasi informasi secara sadar dengan tujuan membantu sasarannya memberikan pendapat sehingga

Lebih terperinci

BAB VII FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TINGKAT KEINOVATIFAN PETANI DAN LAJU ADOPSI INOVASI

BAB VII FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TINGKAT KEINOVATIFAN PETANI DAN LAJU ADOPSI INOVASI BAB VII FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TINGKAT KEINOVATIFAN PETANI DAN LAJU ADOPSI INOVASI Sebagaimana telah dikemukakan di depan, fokus studi difusi ini adalah pada inovasi budidaya SRI yang diintroduksikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Program adalah pernyataan tertulis tentang keadaan, masalah, tujuan dan cara mencapai tujuan yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Meskipun sebagai bahan makanan pokok, padi dapat digantikan atau disubstitusi

TINJAUAN PUSTAKA. Meskipun sebagai bahan makanan pokok, padi dapat digantikan atau disubstitusi TINJAUAN PUSTAKA Padi Sebagai Bahan Makanan Pokok Padi adalah salah satu bahan makanan yang mengandung gizi dan penguat yang cukup bagi tubuh manusia, sebab didalamnya terkandung bahan-bahan yang mudah

Lebih terperinci

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. seperti industri, jasa, pemasaran termasuk pertanian. Menurut Rogers (1983),

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. seperti industri, jasa, pemasaran termasuk pertanian. Menurut Rogers (1983), II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI A. Landasan Teori 1. Penerapan Inovasi pertanian Inovasi merupakan istilah yang sering digunakan di berbagai bidang, seperti industri, jasa, pemasaran termasuk pertanian.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 27 PENDAHULUAN Latar Belakang Paradigma baru pembangunan Indonesia lebih diorientasikan pada sektor pertanian sebagai sumber utama pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan kapasitas lokal. Salah satu fokus

Lebih terperinci

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Responden penelitian ini adalah para petani di Desa Poncowarno Kecamatan

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Responden penelitian ini adalah para petani di Desa Poncowarno Kecamatan V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Identitas Responden Responden penelitian ini adalah para petani di Desa Poncowarno Kecamatan Kalirejo Kabupaten Lampung Tengah yang berjumlah 69 orang. Untuk mendapatkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tumbuhan padi (Oryza sativa L) termasuk golongan tumbuhan. Tumbuhan padi bersifat merumpun, artinya tanaman tanamannya anak beranak.

TINJAUAN PUSTAKA. Tumbuhan padi (Oryza sativa L) termasuk golongan tumbuhan. Tumbuhan padi bersifat merumpun, artinya tanaman tanamannya anak beranak. TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Padi Sawah Tumbuhan padi (Oryza sativa L) termasuk golongan tumbuhan Gramineae, yang mana ditandai dengan batang yang tersusun dari beberapa ruas. Tumbuhan padi bersifat merumpun,

Lebih terperinci

II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI. ilmu usahatani merupakan ilmu yang mempelajari cara-cara petani menentukan,

II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI. ilmu usahatani merupakan ilmu yang mempelajari cara-cara petani menentukan, II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Usahatani Padi Sistem Jajar Legowo Ilmu usahatani merupakan ilmu yang mempelajari bagaimana mengusahakan dan mengkoodinir faktor produksi seperti lahan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan pembangunan di Indonesia telah sejak lama mengedepankan peningkatan sektor pertanian. Demikian pula visi pembangunan pertanian tahun 2005 2009 didasarkan pada tujuan pembangunan

Lebih terperinci

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS 69 KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS Kerangka Berpikir Kerangka berpikir penelitian ini dimulai dengan pendapat Spencer dan Spencer (1993:9-10) menyatakan bahwa setiap kompetensi tampak pada individu dalam

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ADOPSI BIOPESTISIDA OLEH PETANI DI KECAMATAN MOJOGEDANG KABUPATEN KARANGANYAR

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ADOPSI BIOPESTISIDA OLEH PETANI DI KECAMATAN MOJOGEDANG KABUPATEN KARANGANYAR FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ADOPSI BIOPESTISIDA OLEH PETANI DI KECAMATAN MOJOGEDANG KABUPATEN KARANGANYAR Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana Pertanian di Fakultas

Lebih terperinci

VIII. POTENSI DAN KENDALA PENERAPAN KALENDER TANAM DALAM MENGANTISIPASI KEJADIAN IKLIM EKSTRIM

VIII. POTENSI DAN KENDALA PENERAPAN KALENDER TANAM DALAM MENGANTISIPASI KEJADIAN IKLIM EKSTRIM 141 VIII. POTENSI DAN KENDALA PENERAPAN KALENDER TANAM DALAM MENGANTISIPASI KEJADIAN IKLIM EKSTRIM Persoalan mendasar sektor pertanian menurut Tim Penyusun Road Map (2010) diantaranya adalah meningkatnya

Lebih terperinci

Pepi Rospina Pertiwi, Rinda Noviyanti, Dewi Juliah Ratnaningsih 1. ABSTRAK

Pepi Rospina Pertiwi, Rinda Noviyanti, Dewi Juliah Ratnaningsih 1. ABSTRAK PERSEPSI PETANI TENTANG DETERMINAN SELEKSI SALURAN KOMUNIKASI DALAM PENERIMAAN INFORMASI USAHATANI PADI (KASUS PETANI KABUPATEN SERANG PROVINSI BANTEN) Pepi Rospina Pertiwi, Rinda Noviyanti, Dewi Juliah

Lebih terperinci

BAB VII KESIMPULAN DAN IMPLIKASI PENELITIAN. penelitian, sedangkan pada bagian implikasi penelitian disajikan beberapa saran

BAB VII KESIMPULAN DAN IMPLIKASI PENELITIAN. penelitian, sedangkan pada bagian implikasi penelitian disajikan beberapa saran BAB VII KESIMPULAN DAN IMPLIKASI PENELITIAN Bagian ini menyajikan uraian kesimpulan dan rekomendasi penelitian. Kesimpulan yang disajikan merupakan hasil kajian terhadap permasalahan penelitian, sedangkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Sawah irigasi sebagai basis usahatani merupakan lahan yang sangat potensial serta menguntungkan untuk kegiatan usaha tani. Dalam satu tahun setidaknya sawah irigasi dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dekade ini termasuk di Indonesia. Berdasar Undang-undang Nomor 18 tahun 2012

BAB I PENDAHULUAN. dekade ini termasuk di Indonesia. Berdasar Undang-undang Nomor 18 tahun 2012 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketahanan pangan (food security) telah menjadi isu global selama dua dekade ini termasuk di Indonesia. Berdasar Undang-undang Nomor 18 tahun 2012 tentang Pangan disebutkan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sub sektor pertanian tanaman pangan memiliki peranan sebagai penyedia bahan pangan bagi penduduk Indonesia yang setiap tahunnya cenderung meningkat seiring dengan pertambahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. diam, melainkan suatu proses yang tidak berhenti. Karena di dalam masyarakat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. diam, melainkan suatu proses yang tidak berhenti. Karena di dalam masyarakat BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perubahan Sosial Masyarakat tidak dapat dibayangkan dalam suatu keadaan yang tetap dan diam, melainkan suatu proses yang tidak berhenti. Karena di dalam masyarakat akan selalu

Lebih terperinci

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti: PROPOSAL PENELITIAN TA. 2015 POTENSI, KENDALA DAN PELUANG PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN BUKAN SAWAH Tim Peneliti: Bambang Irawan PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Penyuluhan pertanian mempunyai peranan strategis dalam pengembangan kualitas sumber daya manusia (petani) sebagai pelaku utama usahatani. Hal ini ditegaskan dalam Undang-Undang

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian nasional. Peran strategis pertanian tersebut digambarkan melalui kontribusi yang nyata melalui pembentukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN TEORITIS 8 BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Konsep Difusi Inovasi Sejumlah konsep dan teori mengenai difusi inovasi yang dirujuk dari Rogers dan Shoemaker (1971) dan Rogers (1995) yang dikemukakan dalam subbab ini

Lebih terperinci

Lampiran 1. Gambar Paradigma Laju Adopsi Inovasi

Lampiran 1. Gambar Paradigma Laju Adopsi Inovasi Lampiran 1. Gambar Paradigma Laju Adopsi Inovasi Variabel-variabel Pengaruh Variabel Terpengaruh I. KARAKTERISTIK INOVASI Keuntungan Relatif Kompatibilitas Kompleksitas Kemungkinan Dicoba kemungkinan Diamati

Lebih terperinci

Praktikum Perilaku Konsumen

Praktikum Perilaku Konsumen Modul ke: Praktikum Perilaku Konsumen Difusi dan Inovasi Konsumen Fakultas EKONOMI DAN BISNIS Ade Permata Surya, S.Gz., MM. Program Studi MANAJEMEN www.mercubuana.ac.id Definisi Inovasi dan Difusi Inovasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan pokok manusia yang harus dipenuhi. Di

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan pokok manusia yang harus dipenuhi. Di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan pokok manusia yang harus dipenuhi. Di Indonesia salah satu tanaman pangan yang penting untuk dikonsumsi masyarakat selain padi dan jagung

Lebih terperinci

METODE DEMONSTRASI. Oleh :Tuty Herawati

METODE DEMONSTRASI. Oleh :Tuty Herawati METODE DEMONSTRASI Oleh :Tuty Herawati Metode demonstrasi sering kali dipandang sebagai metode yang paling efektif, karena metode seperti ini sesuai dengan kata pepatah seeing is believing yang dapat diartikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Sejarah Perkembangan Pertanian Organik di Indonesia Perkembangan pertanian organik diawali

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Konferensi Bali dan berbagai organisasi dunia, baik lembaga swadaya masyarakat maupun lembaga pemerintah, sudah mengakui dampak perubahan iklim terhadap berbagai sektor, khususnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemerintah sedang berupaya menjaga ketahanan pangan Indonesia dengan cara meningkatkan produksi tanaman pangan agar kebutuhan pangan Indonesia tercukupi. Ketidak tersediaan

Lebih terperinci

POLA TANAM TANAMAN PANGAN DI LAHAN SAWAH DAN KERING

POLA TANAM TANAMAN PANGAN DI LAHAN SAWAH DAN KERING POLA TANAM TANAMAN PANGAN DI LAHAN SAWAH DAN KERING TEKNOLOGI BUDIDAYA Pola tanam Varietas Teknik Budidaya: penyiapan lahan; penanaman (populasi tanaman); pemupukan; pengendalian hama, penyakit dan gulma;

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumberdaya energi mempunyai peran yang sangat penting bagi pembangunan ekonomi nasional. Dalam jangka panjang, peran energi akan lebih berkembang khususnya guna mendukung

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian lapangan dilaksanakan Kecamatan Sayegan, Kabupaten Sleman,

III. METODE PENELITIAN. Penelitian lapangan dilaksanakan Kecamatan Sayegan, Kabupaten Sleman, III. METODE PENELITIAN Penelitian lapangan dilaksanakan Kecamatan Sayegan, Kabupaten Sleman, Propinsi DIY. Penelitian ini berlangsung pada bulan April sampai dengan Mei 2017. Kecamatan Sayegan berada pada

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kecamatan Wonosari merupakan salah satu dari 7 kecamatan yang ada di

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kecamatan Wonosari merupakan salah satu dari 7 kecamatan yang ada di BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keadaan Umum Wilayah Penelitian Kecamatan Wonosari merupakan salah satu dari 7 kecamatan yang ada di Kabupaten Boalemo, Di lihat dari letak geografisnya, Kecamatan Wonosari

Lebih terperinci

overtime among the members of a social system), proses dimana suatu inovasi

overtime among the members of a social system), proses dimana suatu inovasi xx BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Difusi dan Inovasi Difusi Inovasi terdiri dari dua padanan kata yaitu difusi dan inovasi. Rogers 1995 dalam Sciffman dan Kanuk (2010) mendefinisikan difusi sebagai

Lebih terperinci

BAB VI PROSES DIFUSI, KATEGORI ADOPTER DAN LAJU ADOPSI INOVASI SYSTEM OF RICE INTENSIFICATION (SRI) DI DUSUN MUHARA

BAB VI PROSES DIFUSI, KATEGORI ADOPTER DAN LAJU ADOPSI INOVASI SYSTEM OF RICE INTENSIFICATION (SRI) DI DUSUN MUHARA BAB VI PROSES DIFUSI, KATEGORI ADOPTER DAN LAJU ADOPSI INOVASI SYSTEM OF RICE INTENSIFICATION (SRI) DI DUSUN MUHARA Adanya komponen waktu dalam proses difusi, dapat mengukur tingkat keinovativan dan laju

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. definisi sempit dan pertanian organik dalam definisi luas. Dalam pengertian

TINJAUAN PUSTAKA. definisi sempit dan pertanian organik dalam definisi luas. Dalam pengertian 5 TINJAUAN PUSTAKA Pertanian organik Pertanian organik meliputi dua definisi, yaitu pertanian organik dalam definisi sempit dan pertanian organik dalam definisi luas. Dalam pengertian sempit, pertanian

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. kehidupan para petani di pedesaan tingkat kesejahteraannya masih rendah.

PENDAHULUAN. kehidupan para petani di pedesaan tingkat kesejahteraannya masih rendah. PENDAHULUAN Latar Belakang Pandangan, perhatian dan pemeliharaan terhadap para petani di pedesaan sudah semestinya diperhatikan pada masa pembangunan saat ini. Kenyataannya kehidupan para petani di pedesaan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang kaya akan hasil pertanian, kehutanan, perkebunan, peternakan, dan perikanan yang artinya masyarakat banyak yang bermata pencaharian

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian dan analisis mengenai Potensi Pengembangan Produksi Ubi Jalar (Ipomea batatas L.)di Kecamatan Cilimus Kabupaten. Maka sebagai bab akhir pada tulisan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan komoditas yang bernilai ekonomi tinggi dan banyak memberi

BAB I. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan komoditas yang bernilai ekonomi tinggi dan banyak memberi BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai merupakan komoditas yang bernilai ekonomi tinggi dan banyak memberi manfaat tidak saja digunakan sebagai bahan pangan tetapi juga sebagai bahan baku industri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Budidaya Padi Sawah Menurut Purwono dan Purnamawati (2009), padi tergolong dalam famili Gramineae (rumput-rumputan).padi dapat beradaptasi pada lingkungan aerob dan nonaerob.batang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka Program adalah pernyataan tertulis tentang keadaan, masalah, tujuan dan cara mencapai tujuan yang disusun dalam bentuk

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sumber penghidupan jutaan rakyat Indonesia sebagai mata pencaharian pokok, sumber pendapatan, penyedia bahan makanan, penyedia bahan baku industri,

Lebih terperinci

Waspada Serangan Hama Tanaman Padi Di Musim Hujan Oleh : Bambang Nuryanto/Suharna (BB Padi-Balitbangtan)

Waspada Serangan Hama Tanaman Padi Di Musim Hujan Oleh : Bambang Nuryanto/Suharna (BB Padi-Balitbangtan) Waspada Serangan Hama Tanaman Padi Di Musim Hujan Oleh : Bambang Nuryanto/Suharna (BB Padi-Balitbangtan) Memasuki musim hujan tahun ini, para petani mulai sibuk mempersiapkan lahan untuk segera mengolah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Pembangunan pertanian merupakan faktor penunjang ekonomi nasional. Program-program pembangunan yang dijalankan pada masa lalu bersifat linier dan cenderung bersifat

Lebih terperinci

PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU

PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU Malina Rohmaya, SP* Dewasa ini pertanian menjadi perhatian penting semua pihak karena pertanian memiliki peranan yang sangat besar dalam menunjang keberlangsungan kehidupan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian sebagai sumber pendapatan bagi sebagian besar penduduknya.

I. PENDAHULUAN. pertanian sebagai sumber pendapatan bagi sebagian besar penduduknya. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan sektor pertanian sebagai sumber pendapatan bagi sebagian besar penduduknya. Kemampuan sektor pertanian dapat ditunjukan

Lebih terperinci

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS Kerangka Berpikir Paradigma Adopsi Inovasi Paradigma lama kebijakan pembangunan selama ini mengalami distorsi terhadap pluralitas bangsa dengan melakukan perencanaan program

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Padi Sawah Padi (Oryza sativa) merupakan tanaman semusim yang sangat bermanfaat di Indonesia karena menjadi bahan makanan pokok. Tanaman ini dapat tumbuh pada daerah mulai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. rumahtangga yang mengusahakan komoditas pertanian. Pendapatan rumahtangga

I. PENDAHULUAN. rumahtangga yang mengusahakan komoditas pertanian. Pendapatan rumahtangga I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendapatan rumahtangga petani adalah pendapatan yang diterima oleh rumahtangga yang mengusahakan komoditas pertanian. Pendapatan rumahtangga petani dapat berasal dari

Lebih terperinci

DIFUSI INOVASI. Agustina Bidarti Fakultas Pertanian Unsri

DIFUSI INOVASI. Agustina Bidarti Fakultas Pertanian Unsri DIFUSI INOVASI M ETODE PENGEMBANGAN PARTISIPATIF Agustina Bidarti Fakultas Pertanian Unsri Faktor yang Mempengaruhi Kecepatan Adopsi 1. Sifat inovasi (keuntungan relatif, kompabilitas, kompleksitas, triabilitas,

Lebih terperinci

BAB VIII PENGAMBILAN KEPUTUSAN INOVASI PRIMA TANI OLEH PETANI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGANNYA

BAB VIII PENGAMBILAN KEPUTUSAN INOVASI PRIMA TANI OLEH PETANI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGANNYA 59 BAB VIII PENGAMBILAN KEPUTUSAN INOVASI PRIMA TANI OLEH PETANI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGANNYA 8.1 Pengambilan Keputusan Inovasi Prima Tani oleh Petani Pengambilan keputusan inovasi Prima

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan bahan makanan yang menghasilkan beras. Bahan makanan

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan bahan makanan yang menghasilkan beras. Bahan makanan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Padi merupakan bahan makanan yang menghasilkan beras. Bahan makanan ini merupakan makanan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Padi adalah salah satu bahan makanan

Lebih terperinci

MOTIVASI PETANI DALAM MENGGUNAKAN BENIH PADI HIBRIDA PADA KECAMATAN NATAR DI KABUPATEN LAMPUNG SELATAN. Oleh: Indah Listiana *) Abstrak

MOTIVASI PETANI DALAM MENGGUNAKAN BENIH PADI HIBRIDA PADA KECAMATAN NATAR DI KABUPATEN LAMPUNG SELATAN. Oleh: Indah Listiana *) Abstrak MOTIVASI PETANI DALAM MENGGUNAKAN BENIH PADI HIBRIDA PADA KECAMATAN NATAR DI KABUPATEN LAMPUNG SELATAN Oleh: Indah Listiana *) Abstrak Penelitian ini dilakukan pada petani padi yang menggunakan benih padi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu usahatani diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana mengalokasikan sumberdaya yang dimiliki secara efektif dan efisien dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melalui pendekatan edukatif (Subejo, 2010). Pendekatan edukatif diartikan sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melalui pendekatan edukatif (Subejo, 2010). Pendekatan edukatif diartikan sebagai BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penyuluhan Pertanian Penyuluhan merupakan upaya perubahan perilaku manusia yang dilakukan melalui pendekatan edukatif (Subejo, 2010). Pendekatan edukatif diartikan sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan yang dilakukan di negara-negara dunia ketiga masih menitikberatkan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan yang dilakukan di negara-negara dunia ketiga masih menitikberatkan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan yang dilakukan di negara-negara dunia ketiga masih menitikberatkan pada sektor pertanian. Di Indonesia sektor pertanian memiliki peranan besar dalam menunjang

Lebih terperinci

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. pola bertanam yang berselang-seling antara dua atau lebih (biasanya dua atau

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. pola bertanam yang berselang-seling antara dua atau lebih (biasanya dua atau II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI A. Pendekatan Teori 1. Sistem Tanam Jajar legowo Menurut Badan Litbang Pertanian (2013), sistem tanam jajar legowo adalah pola bertanam yang berselang-seling antara dua atau

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perubahan strategik dalam tatanan pemerintahan Indonesia diawali. dengan pemberlakuan Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang

I. PENDAHULUAN. Perubahan strategik dalam tatanan pemerintahan Indonesia diawali. dengan pemberlakuan Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan strategik dalam tatanan pemerintahan Indonesia diawali dengan pemberlakuan Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Dalam bidang pertanian

Lebih terperinci

DIFUSI INOVASI JARING PENGUSIR BURUNG PADA KELOMPOK TANI SUMBER MAKMUR DI DESA KALIBELO, KECAMATAN GAMPENGREJO, KABUPATEN KEDIRI

DIFUSI INOVASI JARING PENGUSIR BURUNG PADA KELOMPOK TANI SUMBER MAKMUR DI DESA KALIBELO, KECAMATAN GAMPENGREJO, KABUPATEN KEDIRI DIFUSI INOVASI JARING PENGUSIR BURUNG PADA KELOMPOK TANI SUMBER MAKMUR DI DESA KALIBELO, KECAMATAN GAMPENGREJO, KABUPATEN KEDIRI Oleh: Gres Kurnia (071015025) - B Email: grassgresy@yahoo.com ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian sangat diandalkan sebagai salah satu tumpuan. dalam memulihkan kondisi perekonomian masyarakat, bahkan secara

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian sangat diandalkan sebagai salah satu tumpuan. dalam memulihkan kondisi perekonomian masyarakat, bahkan secara I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian sangat diandalkan sebagai salah satu tumpuan dalam memulihkan kondisi perekonomian masyarakat, bahkan secara bertahap sektor pertanian diharapkan mampu

Lebih terperinci

TINGKAT PENERAPAN TEKNOLOGI PADA USAHATANI PADI SAWAH SYSTEM

TINGKAT PENERAPAN TEKNOLOGI PADA USAHATANI PADI SAWAH SYSTEM TINGKAT PENERAPAN TEKNOLOGI PADA USAHATANI PADI SAWAH SYSTEM OF RICE INTENSIFICATION (SRI) (Studi Kasus Pada Kelompoktani Angsana Mekar Desa Cibahayu Kecamatan Kadipaten Kabupaten ) Oleh: Laras Waras Sungkawa

Lebih terperinci

PEMANFAATAN SUMBER INFORMASI USAHATANI OLEH PETANI SAYURAN DI DESA WAIHERU KOTA AMBON

PEMANFAATAN SUMBER INFORMASI USAHATANI OLEH PETANI SAYURAN DI DESA WAIHERU KOTA AMBON PEMANFAATAN SUMBER INFORMASI USAHATANI OLEH PETANI SAYURAN DI DESA WAIHERU KOTA AMBON Risyat Alberth Far-Far Staf Pengajar Prodi Agribisnis FAPERTA UNPATI-AMBON, e-mail: - ABSTRAK Perilaku pemanfaatan

Lebih terperinci

program yang sedang digulirkan oleh Badan Litbang Pertanian adalah Program Rintisan dan Akselerasi Pemasyarakatan Inovasi Teknologi Pertanian yang

program yang sedang digulirkan oleh Badan Litbang Pertanian adalah Program Rintisan dan Akselerasi Pemasyarakatan Inovasi Teknologi Pertanian yang PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Pembangunan pertanian di Indonesia telah mengalami perubahan yang pesat. Berbagai terobosan yang inovatif di bidang pertanian telah dilakukan sebagai upaya untuk memenuhi

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang . PENDAHULUAN. Latar Belakang Kesejahteraan dapat dilihat dari tersedianya dan terpenuhinya kebutuhan pangan. Apabila tidak tercukupinya ketersediaan pangan maka akan berdampak krisis pangan. Tanaman pangan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. A. Konsep Dasar, Definisi Operasional dan Pengukuran. variabel- variabel yang digunakan dalam penelitian ini akan diukur dan

III. METODE PENELITIAN. A. Konsep Dasar, Definisi Operasional dan Pengukuran. variabel- variabel yang digunakan dalam penelitian ini akan diukur dan 47 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar, Definisi Operasional dan Pengukuran Definisi opersional merupakan pengertian dan petunjuk mengenai bagaimana variabel- variabel yang digunakan dalam penelitian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. seluruh uang atau hasil material lainnya yang dicapai dari penggunaan kekayaan

TINJAUAN PUSTAKA. seluruh uang atau hasil material lainnya yang dicapai dari penggunaan kekayaan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Pendapatan Petani Salah satu indikator utama untuk mengukur kemampuan masyarakat adalah dengan mengetahui tingkat pendapatan masyarakat. Pendapatan menunjukkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Pola Tanam. yang perlu diperhatikan yaitu jenis tanaman, lahan dan kurun waktu tertentu

TINJAUAN PUSTAKA. A. Pola Tanam. yang perlu diperhatikan yaitu jenis tanaman, lahan dan kurun waktu tertentu II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pola Tanam Pola tanam dapat didefinisikan sebagai pengaturan jenis tanaman atau urutan jenis tanaman yang diusahakan pada sebidang lahan dalam kurun waktu tertentu (biasanya satu

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 98 BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Pada bagian ini akan dikemukakan hasil temuan studi yang menjadi dasar untuk menyimpulkan keefektifan Proksi Mantap mencapai tujuan dan sasarannya. Selanjutnya dikemukakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. bagi masyarakat peternak di Kabupaten Pandeglang. Usaha peternakan kerbau di

PENDAHULUAN. bagi masyarakat peternak di Kabupaten Pandeglang. Usaha peternakan kerbau di 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kabupaten Pandeglang merupakan sentra populasi kerbau di Provinsi Banten dengan jumlah populasi kerbau sebesar 29.106 ekor pada tahun 2012 (Arfiani, 2016). Beternak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Untuk menunjang pembangunan pertanian tidak terlepas dari kemampuan petani dalam menerapkan teknologi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Jumlah penduduk Indonesia yang terus tumbuh berimplikasi pada meningkatnya jumlah kebutuhan bahan pangan. Semakin berkurangnya luas lahan pertanian dan produksi petani

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Kerangka Pemikiran

KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Kerangka Pemikiran 27 KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS Kerangka Pemikiran Persoalan mengenai kesejahteraan, peningkatan produksi dan peningkatan pendapatan serta kemandirian pangan masih menjadi persoalan yang penting di

Lebih terperinci

SISTEM BUDIDAYA PADI GOGO RANCAH

SISTEM BUDIDAYA PADI GOGO RANCAH SISTEM BUDIDAYA PADI GOGO RANCAH 11:33 PM MASPARY Selain ditanam pada lahan sawah tanaman padi juga bisa dibudidayakan pada lahan kering atau sering kita sebut dengan budidaya padi gogo rancah. Pada sistem

Lebih terperinci

Perilaku Petani dalam Usahatani Padi di Lahan Rawa Lebak

Perilaku Petani dalam Usahatani Padi di Lahan Rawa Lebak Prosiding Seminar Nasional Budidaya Pertanian Urgensi dan Strategi Pengendalian Alih Fungsi Lahan Pertanian Bengkulu 7 Juli 011 ISBN 78-0-147-0- 115 Perilaku Petani dalam Usahatani Padi di Lahan Rawa Lebak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dimana sebagian besar penduduknya bermata

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dimana sebagian besar penduduknya bermata I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dimana sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani sehingga sektor pertanian memegang peranan penting sebagai penyedia

Lebih terperinci

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. dalam arti sempit dan dalam artisan luas. Pertanian organik dalam artisan sempit

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. dalam arti sempit dan dalam artisan luas. Pertanian organik dalam artisan sempit II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Pertanian Padi Organik dan Padi Konvensional Ada dua pemahaman tentang pertanian organik, yaitu pertanian organik dalam arti sempit dan dalam artisan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembangunan sektor pertanian selalu dikaitkan dengan kondisi kehidupan para

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembangunan sektor pertanian selalu dikaitkan dengan kondisi kehidupan para BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian selalu dikaitkan dengan kondisi kehidupan para petani di daerah pedesaan dimana tempat mayoritas para petani menjalani kehidupannya sehari-hari,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya peningkatan produksi tanaman pangan khususnya pada lahan sawah melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. Pertambahan jumlah penduduk

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Petani rumput laut yang kompeten merupakan petani yang mampu dan menguasai

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Petani rumput laut yang kompeten merupakan petani yang mampu dan menguasai PENDAHULUAN Latar Belakang Petani rumput laut yang kompeten merupakan petani yang mampu dan menguasai aspek teknik budidaya rumput laut dan aspek manajerial usaha tani rumput laut. teknik manajemen usahatani.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Bagi negara-negara yang sedang berkembang, termasuk Indonesia, pembangunan pertanian pada abad ke-21 selain bertujuan untuk mengembangkan sistem pertanian yang berkelanjutan

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Kerangka Pemikiran

KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Kerangka Pemikiran 31 KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS Kerangka Pemikiran Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) Padi merupakan salah satu program pemerintah (dalam hal ini Kementrian Pertanian) untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki iklim tropis sehingga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki iklim tropis sehingga 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki iklim tropis sehingga Indonesia cocok untuk melestarikan dan memajukan pertanian terutama dalam penyediaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan adalah upaya yang dilakukan secara sadar dan terencana, dilaksanakan terus-menerus oleh pemerintah bersama-sama segenap warga masyarakatnya atau dilaksanakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Komunikasi Penyuluhan

TINJAUAN PUSTAKA Komunikasi Penyuluhan TINJAUAN PUSTAKA Komunikasi Penyuluhan Komunikasi adalah salah satu aspek yang senantiasa mengiringi kehidupan manusia. Fenomena komunikasi terjadi di mana-mana, yang terjadi pada satu atau lebih individu.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang cocok untuk kegiatan pertanian. Disamping itu pertanian merupakan mata

I. PENDAHULUAN. yang cocok untuk kegiatan pertanian. Disamping itu pertanian merupakan mata I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia dikenal sebagai negara agraris dan memiliki iklim tropis yang cocok untuk kegiatan pertanian. Disamping itu pertanian merupakan mata pencaharian utama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peranan yang sangat penting dalam ketahanan nasional, mewujudkan ketahanan

BAB I PENDAHULUAN. peranan yang sangat penting dalam ketahanan nasional, mewujudkan ketahanan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sub sektor tanaman pangan sebagai bagian dari sektor pertanian memiliki peranan yang sangat penting dalam ketahanan nasional, mewujudkan ketahanan pangan, pembangunan

Lebih terperinci

Latar Belakang PENDAHULUAN

Latar Belakang PENDAHULUAN PENDAHULUAN Latar Belakang Kegiatan penyuluhan pertanian yang dilaksanakan di berbagai daerah, termasuk Maluku, tidak saja mempunyai andil yang cukup penting dalam sektor pertanian, tetapi telah pula menimbulkan

Lebih terperinci

5 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penyuluh Pertanian Dalam UU RI No. 16 Tahun 2006 menyatakan bahwa penyuluhan pertanian dalam melaksanakan tugasnya

5 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penyuluh Pertanian Dalam UU RI No. 16 Tahun 2006 menyatakan bahwa penyuluhan pertanian dalam melaksanakan tugasnya 5 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penyuluh Pertanian Dalam UU RI No. 16 Tahun 2006 menyatakan bahwa penyuluhan pertanian dalam melaksanakan tugasnya memiliki beberapa fungsi sistem penyuluhan yaitu: 1. Memfasilitasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia kaya akan potensi sumberdaya alam, tanah yang subur dan didukung

I. PENDAHULUAN. Indonesia kaya akan potensi sumberdaya alam, tanah yang subur dan didukung 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia kaya akan potensi sumberdaya alam, tanah yang subur dan didukung oleh ketersediaannya air yang cukup merupakan faktor fisik pendukung majunya potensi

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN

PEMERINTAH KABUPATEN POTENSI LAHAN PERTANIAN DI KABUPATEN TULUNGAGUNG Lahan Pertanian (Sawah) Luas (km 2 ) Lahan Pertanian (Bukan Sawah) Luas (km 2 ) 1. Irigasi Teknis 15.250 1. Tegal / Kebun 30.735 2. Irigasi Setengah Teknis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu roda penggerak pembangunan

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu roda penggerak pembangunan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu roda penggerak pembangunan nasional. Dilihat dari kontribusinya dalam pembentukan PDB pada tahun 2002, sektor ini menyumbang sekitar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dengan sektor pertanian sebagai sumber. penduduknya menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian.

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dengan sektor pertanian sebagai sumber. penduduknya menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara agraris dengan sektor pertanian sebagai sumber matapencaharian dari mayoritas penduduknya, sehingga sebagian besar penduduknya menggantungkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang semakin meningkat menyebabkan konsumsi beras perkapita per tahun

I. PENDAHULUAN. yang semakin meningkat menyebabkan konsumsi beras perkapita per tahun I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan luas lahan yang sangat luas dan keanekaragaman hayati yang sangat beragam, memungkinkan Indonesia menjadi negara agraris terbesar

Lebih terperinci

peningkatan produksi dan produktifitas melalui intensifikasi, ekstensifikasi,

peningkatan produksi dan produktifitas melalui intensifikasi, ekstensifikasi, BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Untuk menjaga konsistensi produksi beras dan oleh karena urgensi dari pangan itu sendiri maka dibutuhkan sebuah program yang bisa lebih mengarahkan petani dalam pencapaiannya.

Lebih terperinci