Batasan Definisi Petani (Peasent)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Batasan Definisi Petani (Peasent)"

Transkripsi

1 Batasan Definisi Petani (Peasent) Sofyan Sjaf Beberapa bulan yang lalu, penulis menghadiri seminar tentang seputar permasalahan petani-peternak yang diadakan oleh Fakultas Peternakan IPB. Salah satu pembicara dalam seminar tersebut katanya seorang petani-peternak. Sebelum memberikan komentarnya tentang seputar permasalahan petani-peternak, moderator menyampaikan biodata pembicara petani-peternak tersebut. Disebutkan dalam biodata tersebut, pembicara peasent beralamat di Villa Padjajaran Bogor dan mempunyai puluhan hektar tanah serta hasil produksi pertanian yang sudah memperoleh keuntungan yang lemayan besar. Ilustrasi dari pengalaman penulis di atas, menggambarkan definisi petani (peasent/ peisan [1]) seringkali didistorsikan dari arti yang sesungguhnya. Peng-usaha petani (farmer) seringkali disamakan dengan peasent, padahal dalam pendefinisian secara teoritis kedua istilah tersebut sangat jauh berbeda, baik dari tinjauan ideologi, ekonomi, geografis, sosial dan budaya. Untuk itu, dalam tulisan ini, penulis mencoba memberikan batasan definisi peasent dari berbagai tinjauan teoritis beberapa ahli tentang masyarakat yang bertradisi kecil ini, sehingga tidak menimbulkan kerancuan terhadap definisi peasent yang sesungguhnya. Secara garis besar, untuk mempermudah pema-haman dalam tulisan ini, penulis mencoba melakukan pendekatan definisi peasent berdasarkan pendekatan ideologi, geografis, ekonomi, dan sosial kebudayaan yang dimiliki oleh peasent. Ideologi Secara umum, ideologi dapat diartikan sebagai sistem kepercayaan yang menjadi page 1 / 8

2 anutan oleh masyarakat. Berbeda dengan masyarakat umumnya, peasent dalam beraktivitas mempunyai pengertian-pengertian simbolik, suatu ideologi, yang menyangkut kodrat pengalaman-pengalaman manusiawi. [2] Sehingga ideo-logi petani menurut Wolf [3], terdiri dari: (1) perbuatan-perbuatan dan gagasan-gagasan, upacara dan kepercayaan; dan (2) perangkat-perangkat perbuatan dan gagasan itu untuk memenuhi beberapa fungsi. Sebagai contoh, saat waktu panen padi tiba, berbagai ritual dilakukan oleh peasent yang mana merupakan tindakan atau kebiasaan-kebiasaan yang sejak lama dilakukan. Tindakan atau kebiasaan ini menjadi semacam kepercayaan yang mereka anuti, sehingga jika tidak dilaksanakan terasa adanya ketidakseimbangan atau kekurangan. Suatu ideologi bagi peasent mempunyai arti moral [4]. Ini berarti suatu idologi peasent menopang cara hidup yang baik, dan dengan demikian menopang ikatan-ikatan sosial yang mempersatukan masyarakat. Selain itu, Wolf [5] menambahkan bahwa kehadiran ideologi sangat membantu menanggulangi ketegangan-ketegangan yang timbul pada waktu berlangsungnya transaksi-transaksi di antara orang-orang, dan memperkuat sentimen-sentimen yang menen-tukan kontinuitas sosial. Geografis Berdasarkan pendekatan geografis atau tempat kediaman peasent, sebagian besar para ahli sepakat bahwa peasent berkedudukan atau bertempat tinggal di pedesaan. Mereka mengelompok dan mengolah lahan pertanian serta memanfaat-kan hasil-hasil pertanian sekedar untuk terpenuhinya kehidupan subsistensi mereka. Menurut Marzali [6], berdasarkan dari beberapa studi teoritisnya, men-definiskan peasent sebagai masyarakat yang hidup menetap dalam komunitas-komunitas pedesaan ( masyarakat antara ) yang mengelolah tanah dengan bantuan tenaga keluarga sendiri; berhubungan dengan kota-kota pusat pasar, dan kadang-kadang kota metropolitan. Sementara itu, berdasarkan pendekatan geografis, peasent menurut Scott [7] adalah mereka yang mode of production-nya dibidang pertanian dan tinggal di pedesaan. Selanjutnya, Scott menambahkan bahwa desa bagi para peasent meru-pakan suatu kolektifitas (desa koorporat) yang kerjanya tipikal untuk menjamin suatu pendapatan minimum bagi para warganya, serta merupakan suatu unit fungsional fungsi-sungsi internalnya untuk meratakan kesempatan-kesempatan hidup dan resiko-resiko hidup para warganya. Senada page 2 / 8

3 dengan Scott tentang tempat tinggal peasent, Kuntowijoyo [8] yang melakukan penelitian di daerah Jawa mengatakan bahwa peasent atau wong cilik bertempat tinggal di desa yang berbeda dengan kalangan atas atau priyayi di Jawa bertempat tinggal di kota. Kondisi ini tercipta tidak lain merupakan sejarah panjang akibat dari koloni-alisme yang feodalistik. Secara tegas, ciri-ciri masyarakat peasent dijelaskan oleh Shanin dalam kata pengantar Sajogyo pada buku Perlawanan Petani. Terdapat 4 (empat) ciri-ciri peasent, yaitu: (1) satuan keluarga (rumah tangga) peasent adalah satuan dasar dalam masyarakat desa yang berdimensi ganda; (2) peasent hidup dari usaha tani, dengan mengolah tanah (lahan); (3) pola kebudayaan peasent berciri tradisional dan khas; dan (4) peasent menduduki rendah dalam masyarakat desa; mereka adalah orang kecil terhadap masyarakat di-atas-desa. Memperkuat definisi di atas, Redfield [9] memberikan tambahan definisi. Peasent atau masyarakat kecil menurutnya adalah orang-orang desa yang mengendalikan dan mengolah tanah untuk menyambung hidupnya dan sebagai suatu bagian dari ciri hidup lama yang melihat kepada dan dipengaruhi oleh kaum bangsawan atau atau orang kota yang cara hidupnya serupa dengan mereka namun dalam bentuk yang lebih berbudaya. Sistem Ekonomi Pendefinisian peasent dalam pendekatan sistem ekonomi sangat beragam, namun para ahli sependapat bahwa peasent pada dasarnya identik dengan keseder-hanaan, keterbatasan, dekat dengan garis subsistensi dan lain sebagainya. Ini dapat dilihat dari batasan definisi yang sangat luas arti peasent dengan pendekatan ekonomi yang dikemukakan oleh Firth [10]. Menurutnya, sistem ekonomi peasent adalah satu sistem ekonomi dengan teknologi dan keterampilan sederhana, sistem pembagian kerja sederhana, hubungan dengan pasar yang sangat terbatas, alat pro-duksi dikuasi dan diorganisasi secara non-kapitalistik, dan skala produksi kecil. Jadi, batasan ekonomi peasent menurut Fith, didalamnya termasuk para nelayan dan perajin yang tinggal di pedesaan. Penjelasan yang diutarakan oleh Fith ini, ditentang oleh Wolf dan Ellis [11] yang mengatakan bahwa peasent memiliki arti yang khas yaitu petani subsistensi yang page 3 / 8

4 hidup dari usaha pengelolahan tanah milik sendiri. Oleh karena itu nelayan, perajin, dan petani kebun tidak termasuk ke dalam batasan definisi peasent. Sehingga menurut Wolf [12]peasent sebenarnya identik dengan usahatani berskala rumah tangga, sedangkan petani farmer identik dengan usahatani bersifat komer-siil. Senada dengan Wolf dan Ellis, Scott [13] berpendapat bahwa peasent dalam bertani enggan mengambil resiko (averse to rish) dan lebih memusatkan diri pada usaha menghindarkan jatuhnya produksi, bukan kepada usaha memaksimumkan keuntungan-keuntungan harga. Dalam arti, peasent cenderung dekat dengan garis subsis-tensi (dahulukan selamat), keamanan (security) dan kesejahteraan (wel-fare ). Sehingga, jika terjadinya perubahan unsur-unsur tersebut, akibat dari tidak bersahabatnya pelaksana aparatur desa (desa tidak lagi koorporat), maka akan terjadi perlawanan-perlawanan yang dilakukan oleh petani baik dalam bentuk terbuka maupun tertutup. Dalam batasan kesederhanaan ini, Popkin [14] memberi-kan penjelasan mengenai peasent yang berbeda dengan Scott. Menurutnya, meskipun peasent sangat miskin dan sangat dekat dengan garis bahaya, akan tetapi masih dijumpai peasent yang mempunyai kelebihan dan kemudian mela-kukan tindakatan-tindakatan investasi yang berisiko, seperti: investasi jangka panjang (anak). Sosial-Kultural Menjelaskan definisi peasent melalui pendekatan sosial-kutural, menurut Marzali [15], perlu untuk memperhatikan perkembangan sosial-kultur dari masya-rakat peasent, terdiri dari: (1) secara umum masyarakat peasent berada di antara masyarakat primitif dan masyarakat modern; (2) peasent adalah masyarakat yang hidup menetap dalam kominitas-komunitas pedesaan; dan (3) peasent berada pada tahapan transisi antara petani primitif dan farmer. Dari ketiga perkembangan di atas, maka pendefinisian peasent untuk lebih tepatnya dapat dilihat dari hubungannya dengan kota untuk membedakannya dengan masyarakat primitif atau petani farmer. Seperti pembagian yang dilakukan oleh Marzali bahwa peasent adalah masyarakat yang hidup menetap di pedesaan, dan secara tepat Kroeber [16] mengatakan bahwa peasent hidup di pedesaan dan berhubungan dengan kota-kota pusat pasar, serta kadang-kadang kota metropolitan. page 4 / 8

5 Sehingga, dapat dikatakan kehadiran peasent merupakan bagian atau sempalan dari budaya kota dimana ia berhubungan. Selanjutnya, Marzali [17] meng-atakan bahwa terbentuknya kotalah yang membuat adanya peasant, dan dengan tegas sejak dulu Reidfield [18] mengatakan bahwa tidak ada peasent sebelum kota pertama muncul di muka bumi. Hubungan peasent ini berbeda dengan masya-rakat primitif yang hidup terisolasasi dan tidak mempunyai hubungan secara sosial, ekonomi, politik, budaya dengan kota. Kemudian, untuk membedakan pendefinisian antara peasent dan petani farmer berdasarkan batasannya dengan kota secara sosial-ekonomi-politik-budaya dapat dilihat dari sifat usaha pertanian mereka. Sifat usaha pertanian peasent berupa pengolahan lahan/tanah dengan bantuan keluarga sendiri untuk meng-hasilkan bahan makanan bagi keperluan hidup sehari-hari keluarga petani tersebut (cara hidup subsistensi). Sedangkan petani farmer sebaliknya, dimana pengolahan lahan pertanian dengan bantuan tenaga buruh tani, dan mereka menjalankan pro-duksi dalam rangka untuk mencari keuntungan yang mana hasil produksi perta-nian mereka di jual ke pasar untuk memperoleh uang kontan. Dari penjelasan di atas, dengan beberapa pendekatan yang disajikan dapat-lah ditarik pemahaman bersama bahwa pelabelan peasent atau petani harus sesuai dengan terminologi yang jelas tentang peasent atau petani tersebut. Mes-kipun demikian, ada beberapa hal yang belum masuk dalam kajian tulisan ini jika disesuaikan dengan konteks ke-inodnesia-an mengenai peasent atau petani yaitu posisi buruh tani dan petani yang tidak mempunyai lahan tapi bekerja atau ber-mata pencaharian dari pertanian. Apakah mereka dapat dikatan sebagai peasent atau tidak? Untuk itu, diperlukan penelusuran lebih jauh lagi tentang batasan pen-definisian peasent sehingga mereka yang tergolong buruh tani dan petani yang tidak mempunyai lahan mempunyai kejelasan status pendefinisian. Daftar Pustaka Kuntowijoyo Radikalisasi Petani. Penerbit Bentang Yogyakarta. page 5 / 8

6 Marzali, A. xxxx. Konsep Peisan dan Kajian Masyarakat Pedesaan Di Indonesia. Diterbitkan oleh Journal Antropologi No. 54. Redfield, R Masyarakat Petani dan Kebudayaan. Penerbit CV. Rajawali Jakarta. Scott, James C Moral Ekonomi Petani: Pergolakan dan Subsistensi di Asia Tenggara. Pener-bit LP3S. Jakarta. Popkin, S Petani Rasional. Penerbit Yayasan Padamu Negeri Jakarta. Wolf, E.R Petani: Suatu Tinjauan Antropologi. Penerbit CV. Rajawali Jakarta. [1] Penggunaan istilah peisan oleh Marzali bertujuan untuk mempermudah ejaan bahasa bagi mereka yang disebut petani. Peisan berasal dari kata nahasa nggris peisant dan bahasa Perancis paysan. [2] Wolf, E.R Petani: Suatu Tinjauan Antropologi. Penerbit CV. Rajawali Jakarta. [3]Ibid, hal [4]Ibid, hal [5]Ibid, hal page 6 / 8

7 [6] Marzali, A. dalam tulisan yang berjudul Konsep Peisan dan Kajian Masyarakat Pedesaan Di Indonesia diterbitkan oleh Journal Antropologi No. 54. [7] Scott, James C Moral Ekonomi Petani: Pergolakan dan Subsistensi di Asia Tenggara. Pener-bit LP3S. Jakarta. [8] Kuntowijoyo Radikalisasi Petani. Penerbit Bentang Yogyakarta. [9] Redfield, R Masyarakat Petani dan Kebudayaan. Penerbit CV. Rajawali Jakarta. [10] Firth dalam Marzali, A. dalam tulisan yang berjudul Konsep Peisan dan Kajian Masyarakat Pedesaan Di Indonesia diterbitkan oleh Journal Antropologi No. 54. [11] Wolf dan Ellis dalam Marzali, A. dalam tulisan yang berjudul Konsep Peisan dan Kajian Masyarakat Pedesaan Di Indonesia diterbitkan oleh Journal Antropologi No. 54. [12] Wolf dalam Marzali, A. dalam tulisan yang berjudul Konsep Peisan dan Kajian Masyarakat Pedesaan Di Indonesia diterbitkan oleh Journal Antropologi No. 54. [13] Scott, James C Perlawanan Kaum Tani. Penerbit Yayasan Obor Indonesia Jakarta. [14] Popkin, S Petani Rasional. Penerbit Yayasan Padamu Negeri Jakarta. [15] Marzali, A. dalam tulisan yang berjudul Konsep Peisan dan Kajian Masyarakat Pedesaan Di Indonesia diterbitkan oleh Journal Antropologi No. 54. page 7 / 8

8 [16] Kroeber (1948) dalam Marzali, A. dalam tulisan yang berjudul Konsep Peisan dan Kajian Masyarakat Pedesaan Di Indonesia diterbitkan oleh Journal Antropologi No. 54. [17] Marzali, A. dalam tulisan yang berjudul Konsep Peisan dan Kajian Masyarakat Pedesaan Di Indonesia diterbitkan oleh Journal Antropologi No. 54. [18] Reidfield (1953) dalam Marzali, A. dalam tulisan yang berjudul Konsep Peisan dan Kajian Masyarakat Pedesaan Di Indonesia diterbitkan oleh Journal Antropologi No. 54. page 8 / 8

Petani dalam Struktur Agraria: Tinjauan Sebab Timbulnya Aksi dari Petani

Petani dalam Struktur Agraria: Tinjauan Sebab Timbulnya Aksi dari Petani http://sofyansjaf.staff.ipb.ac.id/2010/06/13/petani-dalam-struktur-agraria-tinjauan-sebab-timbulnyaa Petani dalam Struktur Agraria: Tinjauan Sebab Timbulnya Aksi dari Petani Sofyan Sjaf Kehadiran petani

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. terdapat suatu aturan yang sudah disepakati dalam masyarakat tersebut. Salah satu

BAB II KAJIAN PUSTAKA. terdapat suatu aturan yang sudah disepakati dalam masyarakat tersebut. Salah satu BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Moral Ekonomi Pedagang Kehidupan masyarakat akan teratur, baik, dan tertata dengan benar bila terdapat suatu aturan yang sudah disepakati dalam masyarakat tersebut. Salah satu

Lebih terperinci

Bab I PENDAHULUAN. memegang peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional.kondisi ini

Bab I PENDAHULUAN. memegang peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional.kondisi ini Bab I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sampai saat ini Indonesia masih merupakan negara petanian, artinya petanian memegang peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional.kondisi ini dapat dibuktikan

Lebih terperinci

BAB VIII PENUTUP. Penelitian dengan tema kebijakan hutan rakyat dan dinamika sosial

BAB VIII PENUTUP. Penelitian dengan tema kebijakan hutan rakyat dan dinamika sosial BAB VIII PENUTUP Penelitian dengan tema kebijakan hutan rakyat dan dinamika sosial ekonomi masyarakat di Kabupaten Banyumas ini mengambil tiga fokus kajian yakni ekonomi politik kebijakan hutan rakyat,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris dimana sebagian besar penduduknya mempunyai mata pencaharian sebagai petani. Mereka menggantungkan hidupnya dari hasil bercocok tanam atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Setiap manusia harus memenuhi kebutuhannya, guna kelangsungan hidup.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Setiap manusia harus memenuhi kebutuhannya, guna kelangsungan hidup. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap manusia harus memenuhi kebutuhannya, guna kelangsungan hidup. Upaya pemenuhan kebutuhan ini, pada dasarnya tak pernah berakhir, karena sifat kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tinggi umumnya bermatapencarian sebagai petani. Adapun jenis tanaman yang

BAB I PENDAHULUAN. tinggi umumnya bermatapencarian sebagai petani. Adapun jenis tanaman yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, manusia senantiasa menyesuaikan diri dengan kondisi geografis tempat tinggal mereka. Kondisi inilah yang menyebabkan mengapa sebagian

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu isu yang muncul menjelang berakhirnya abad ke-20 adalah persoalan gender. Isu tentang gender ini telah menjadi bahasan yang memasuki setiap analisis sosial. Gender

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanaman pangan (palawija), merupakan makanan pokok bagi masyarakat. total pendapatan domestik bruto (id.wikipedia.org).

BAB I PENDAHULUAN. tanaman pangan (palawija), merupakan makanan pokok bagi masyarakat. total pendapatan domestik bruto (id.wikipedia.org). BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara agraris, artinya masyarakat banyak yang bermata pencaharian sebagai petani. Penggolongan pertanian terbagi atas dua macam, yakni

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. kebiasaan-kebiasaan tersebut adalah berupa folklor yang hidup dalam masyarakat.

I.PENDAHULUAN. kebiasaan-kebiasaan tersebut adalah berupa folklor yang hidup dalam masyarakat. I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara kepulauan, yang memiliki berbagai macam suku bangsa yang kaya akan kebudayaan serta adat istiadat, bahasa, kepercayaan, keyakinan dan kebiasaan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah yang paling lazim dipakai untuk menyebut kesatuan kesatuan hidup

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah yang paling lazim dipakai untuk menyebut kesatuan kesatuan hidup 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Kehidupan Masyarakat Istilah yang paling lazim dipakai untuk menyebut kesatuan kesatuan hidup manusia, baik dalam tulisan ilmiah maupun bahasa sehari-hari adalah masyarakat.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. peranan penting dalam penyediaan pangan, pangsa pasar, dan hasil produksi.

I. PENDAHULUAN. peranan penting dalam penyediaan pangan, pangsa pasar, dan hasil produksi. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sektor pertanian berpengaruh bagi pertumbuhan perekonomian Indonesia, terutama pada wilayah-wilayah di pedesaan. Sektor pertanian juga memegang peranan penting

Lebih terperinci

EKONOMI PRODUKSI PERTANIAN: teori dan aplikasi di Indonesia

EKONOMI PRODUKSI PERTANIAN: teori dan aplikasi di Indonesia EKONOMI PRODUKSI PERTANIAN: teori dan aplikasi di Indonesia Modul 1 Tutorial Ekonomi Produksi Pertanian ini wajib dibaca sebagai bahan kajian utama pada tutorial pertama. Sumber pembelajaran dan komunikasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebelum berbicara mengenai konsep dan pola Patron-Klien, Scott (1989,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebelum berbicara mengenai konsep dan pola Patron-Klien, Scott (1989, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep dan Pola Hubungan Patron Klien Sebelum berbicara mengenai konsep dan pola Patron-Klien, Scott (1989, hlm 1-18) melihat bahwa petani yang berada di daerah Asia Tenggara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris, artinya kegiatan pertanian

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris, artinya kegiatan pertanian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris, artinya kegiatan pertanian memegang peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Desa Situ Udik Desa Situ Udik terletak dalam wilayah administratif Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Desa Situ Udik terletak

Lebih terperinci

POLA KERUANGAN DESA A. Potensi Desa dan Perkembangan Desa-Kota Bintarto

POLA KERUANGAN DESA A. Potensi Desa dan Perkembangan Desa-Kota Bintarto POLA KERUANGAN DESA A. Potensi Desa dan Perkembangan Desa-Kota Pengertian desa dalam kehidupan sehari-hari atau secara umum sering diistilahkan dengan kampung, yaitu suatu daerah yang letaknya jauh dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meski belum ada SMP dan SMA tidak mematahkan semangat anak-anak yang

BAB I PENDAHULUAN. meski belum ada SMP dan SMA tidak mematahkan semangat anak-anak yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di Nek Sawak terdapat satu sekolah dasar bernama SD N 11 Nek Sawak, meski belum ada SMP dan SMA tidak mematahkan semangat anak-anak yang ingin melanjutkan ke

Lebih terperinci

BAB VI HUBUNGAN FAKTOR-FAKTOR PENGUASAAN LAHAN TERHADAP TINGKAT PENGUASAAN LAHAN

BAB VI HUBUNGAN FAKTOR-FAKTOR PENGUASAAN LAHAN TERHADAP TINGKAT PENGUASAAN LAHAN 51 BAB VI HUBUNGAN FAKTOR-FAKTOR PENGUASAAN LAHAN TERHADAP TINGKAT PENGUASAAN LAHAN 6.1 Keragaman Penguasaan Lahan Penguasaan lahan menunjukkan istilah yang perlu diberi batasan yaitu penguasaan dan tanah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bila berbicara mengenai penyimpangan dimasyarakat, perhatian seseorang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bila berbicara mengenai penyimpangan dimasyarakat, perhatian seseorang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bila berbicara mengenai penyimpangan dimasyarakat, perhatian seseorang tertuju pada perilaku yang tidak sesuai dengan yang diharapkan oleh masyarakat. Perilaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Meskipun Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi pertanian yang

BAB I PENDAHULUAN. Meskipun Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi pertanian yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meskipun Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi pertanian yang sangat tinggi, namun belum banyak upaya yang dilakukan untuk mengidentifikasi keberhasilan agribisnis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia hingga saat ini masih tergolong negara yang sedang berkembang dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia hingga saat ini masih tergolong negara yang sedang berkembang dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia hingga saat ini masih tergolong negara yang sedang berkembang dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi. Selain itu juga Indonesia merupakan negara agraris

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial juga makhluk budaya. Sebagai makhluk

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial juga makhluk budaya. Sebagai makhluk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia adalah makhluk sosial juga makhluk budaya. Sebagai makhluk sosial, manusia selalu hidup bersama dalam artian bahwa sesungguhnya manusia hidup dalam interaksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada makanan tertentu bukan hanya sekedar pemenuhan kebutuhan biologis,

BAB I PENDAHULUAN. Pada makanan tertentu bukan hanya sekedar pemenuhan kebutuhan biologis, BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Kebutuhan manusia yang paling mendasar adalah kebutuhan untuk makan. Dalam upayanya untuk mempertahankan hidup, manusia memerlukan makan. Makanan adalah sesuatu

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Usaha tani agribisnis terdapat tiga subsistem yaitu (1) subsistem agribisnis hilir yaitu kegiatan ekonomi yang mengubah hasil pertanian primer menjadi produk olahan baik siap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Secara umum tipologi masyarakat dikategorikan menjadi dua,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Secara umum tipologi masyarakat dikategorikan menjadi dua, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara umum tipologi masyarakat dikategorikan menjadi dua, masyarakat tradisional dan masyarakat yang sudah modern. Masyarakat tradisional adalah masyarakat

Lebih terperinci

Bab II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah patron berasal dari bahasa Latin patronus atau pater, yang berarti

Bab II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah patron berasal dari bahasa Latin patronus atau pater, yang berarti Bab II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Patron Klien pada Masyarakat Petani Istilah patron berasal dari bahasa Latin patronus atau pater, yang berarti ayah (father). Karenanya, Ia adalah seorang yang memberikan perlindungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengartikan pembangunan ekonomi. Secara tradisional, pembangunan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. mengartikan pembangunan ekonomi. Secara tradisional, pembangunan ekonomi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Istilah pembangunan ekonomi bisa saja diartikan berbeda oleh satu orang dengan orang lain, daerah yang satu dengan daerah yang lain, negara satu dengan negara lain.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. lingkungan sekitarnya. Perubahan tersebut bisa terlihat didalam perilaku atau

BAB II KAJIAN PUSTAKA. lingkungan sekitarnya. Perubahan tersebut bisa terlihat didalam perilaku atau BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Perubahan Sosial di Pedesaan Setiap individu atau masyarakat tentunya mengalami suatu perubahan. Lambat atau cepat perubahan itu terjadi tergantung kepada banyaknya faktor di

Lebih terperinci

PEMAHAMAN TENTANG MASYARAKAT (DESA), Bahan Kuliah Ravik Karsidi (2007)

PEMAHAMAN TENTANG MASYARAKAT (DESA), Bahan Kuliah Ravik Karsidi (2007) PEMAHAMAN TENTANG MASYARAKAT (DESA) Bahan Kuliah: Dasar-Dasar Pengembangan Masyarakat RAVIK KARSIDI (2007) 1 1 4 2 3 B A C THE WHOLE (A) ADALAH BATASAN- BATASAN ABSTRAK DAN ARBITRER YANG MELINGKUPI SEBUAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari berbagai suku bangsa, agama, bahasa, budaya. Kemajemukan

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari berbagai suku bangsa, agama, bahasa, budaya. Kemajemukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat Indonesia merupakan suatu masyarakat majemuk yang terdiri dari berbagai suku bangsa, agama, bahasa, budaya. Kemajemukan bangsa yang terbangun dari perbedaan

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI NAFKAH MASYARAKAT SEBELUM DAN SESUDAH TERJADINYA KONVERSI LAHAN

BAB VI STRATEGI NAFKAH MASYARAKAT SEBELUM DAN SESUDAH TERJADINYA KONVERSI LAHAN BAB VI STRATEGI NAFKAH MASYARAKAT SEBELUM DAN SESUDAH TERJADINYA KONVERSI LAHAN 6.1. Strategi Nafkah Sebelum Konversi Lahan Strategi nafkah suatu rumahtangga dibangun dengan mengkombinasikan aset-aset

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap masyarakat senantiasa mengalami perubahan dari masyarakat tradisional ke

BAB I PENDAHULUAN. Setiap masyarakat senantiasa mengalami perubahan dari masyarakat tradisional ke BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap masyarakat senantiasa mengalami perubahan dari masyarakat tradisional ke masyarakat transisi dan menuju masyarakat modern. Perubahan itu mengakibatkan

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI TEORETIS DAN FOKUS PENELITIAN

BAB II DESKRIPSI TEORETIS DAN FOKUS PENELITIAN BAB II DESKRIPSI TEORETIS DAN FOKUS PENELITIAN A. Deskripsi Teoretis 1. Hakikat Tradisi dan Kebudayaan Tradisi adalah adat kebiasaan turun temurun (dari nenek moyang) yang masih dijalankan dalam masyarakat.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. seperti halnya suku-suku lain. Di dalam pergaulan-pergaulan hidup maupun

I. PENDAHULUAN. seperti halnya suku-suku lain. Di dalam pergaulan-pergaulan hidup maupun I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Suku Jawa adalah salah satu suku di Indonesia yang banyak memiliki keunikan seperti halnya suku-suku lain. Di dalam pergaulan-pergaulan hidup maupun perhubungan-perhubungan

Lebih terperinci

RESISTENSI PETANI : SUATU TINJAUAN TEORITIS

RESISTENSI PETANI : SUATU TINJAUAN TEORITIS RESISTENSI PETANI : SUATU TINJAUAN TEORITIS Oetami Dewi Abstract. If we are talking about the resistance, we can t avoid talking and discussing about the peasant, because the concept for resistance actually

Lebih terperinci

BAB II KONDISI DESA BELIK KECAMATAN BELIK KABUPATEN PEMALANG. melakukan berbagai bidang termasuk bidang sosial.

BAB II KONDISI DESA BELIK KECAMATAN BELIK KABUPATEN PEMALANG. melakukan berbagai bidang termasuk bidang sosial. 18 BAB II KONDISI DESA BELIK KECAMATAN BELIK KABUPATEN PEMALANG A. Keadaan Geografis 1. Letak, Batas, dan Luas Wilayah Letak geografis yaitu letak suatu wilayah atau tempat dipermukaan bumi yang berkenaan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Etika subsistensi merupakan sebuah teori yang dikemukaan James C. Scott

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Etika subsistensi merupakan sebuah teori yang dikemukaan James C. Scott BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Teori Etika Subsistensi Etika subsistensi merupakan sebuah teori yang dikemukaan James C. Scott mengenai prinsip dahulukan selamat: ekonomi subsistensi bahwa petani lebih mengutamakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik dalam politik, sosial maupun ekonomi. Berbicara masalah ekonomi berarti

BAB I PENDAHULUAN. baik dalam politik, sosial maupun ekonomi. Berbicara masalah ekonomi berarti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Islam merupakan agama universal yang mencakup segala aspek kehidupan baik dalam politik, sosial maupun ekonomi. Berbicara masalah ekonomi berarti membicarakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Koentjaraningrat sebagaimana yang dikutip oleh Adon Nasrulloh 2 memberikan

BAB I PENDAHULUAN. Koentjaraningrat sebagaimana yang dikutip oleh Adon Nasrulloh 2 memberikan BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Desa merupakan kesatuan wilayah yang dihuni oleh sejumlah keluarga, yang mempunyai sistem pemerintahan sendiri (dikepalai oleh seorang kepala desa). 1 Koentjaraningrat

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Peran Pekerjaan dan Keluarga Fenomena wanita bekerja di luar rumah oleh banyak pihak dianggap sebagai sesuatu yang relatif baru bagi masyarakat Indonesia. Kendati semakin lumrah,

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Definisi Kemitraan Definisi kemitraan diungkapkan oleh Hafsah (1999) yang menyatakan bahwa kemitraan adalah suatu strategi bisnis yang dilakukan

Lebih terperinci

ADOPSI INOVASI DALAM KEGIATAN USAHATANI PADA BEBERAPA SPESIFIK SOSIOBUDAYA PETANI DI PROPINSI LAMPUNG

ADOPSI INOVASI DALAM KEGIATAN USAHATANI PADA BEBERAPA SPESIFIK SOSIOBUDAYA PETANI DI PROPINSI LAMPUNG ADOPSI INOVASI DALAM KEGIATAN USAHATANI PADA BEBERAPA SPESIFIK SOSIOBUDAYA PETANI DI PROPINSI LAMPUNG Oleh Tubagus Hasanuddin 1) ABSTRACT The succesfull of development agriculture cannot be participation

Lebih terperinci

2. KERANGKA TEORITIS 2.1. Pengambilan Keputusan Usahatani

2. KERANGKA TEORITIS 2.1. Pengambilan Keputusan Usahatani 2. KERANGKA TEORITIS 2.1. Pengambilan Keputusan Usahatani Pengambilan keputusan adalah tindakan untuk memilih salah satu dari berbagai alternatif yang mungkin. Sedangkan pengambilan keputusan menurut Besluitneming

Lebih terperinci

1 Universitas Indonesia

1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan yang dilaksanakan di Indonesia hingga saat ini belum mampu mensejahterakan seluruh masyarakat Indonesia. Sebagian besar masyarakat masih belum merasakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangsa tersebut menghasilkan berbagai macam tradisi dan budaya yang beragam disetiap

BAB I PENDAHULUAN. bangsa tersebut menghasilkan berbagai macam tradisi dan budaya yang beragam disetiap BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Indonesia adalah Negara majemuk dimana kemajemukan tersebut mengantarkan Negara ini kedalam berbagai macam suku bangsa yang terdapat didalamnya. Keaneka ragaman suku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kalimantan, sebagaimana dengan wilayah Indonesia lainnya yang kaya akan

BAB I PENDAHULUAN. Kalimantan, sebagaimana dengan wilayah Indonesia lainnya yang kaya akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Kalimantan Selatan merupakan salah satu dari lima provinsi yang ada di Kalimantan, sebagaimana dengan wilayah Indonesia lainnya yang kaya akan keanekaragaman

Lebih terperinci

DESA - KOTA : 1. Wilayah meliputi tanah, letak, luas, batas, bentuk, dan topografi.

DESA - KOTA : 1. Wilayah meliputi tanah, letak, luas, batas, bentuk, dan topografi. GEOGRAFI KELAS XII IPS - KURIKULUM GABUNGAN 16 Sesi NGAN DESA - KOTA : 1 A. PENGERTIAN DESA a. Paul H. Landis Desa adalah suatu wilayah yang penduduknya kurang dari 2.500 jiwa dengan ciri-ciri sebagai

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Misi ini berkaitan dengan program-program lain untuk meningkatkan

BAB V PENUTUP. Misi ini berkaitan dengan program-program lain untuk meningkatkan BAB V PENUTUP V.1. Kesimpulan Dengan latar belakang kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang masih miskin dan tertinggal oleh pembangunan, maka upaya kesehatan ibu dan anak perlu ditingkatkan dalam konteks

Lebih terperinci

Pengembangan Kawasan Transmigrasi dalam Rangka Meningkatkan Stadia Perkembangan Wilayah dan Interaksi dengan Wilayah Sekitarnya

Pengembangan Kawasan Transmigrasi dalam Rangka Meningkatkan Stadia Perkembangan Wilayah dan Interaksi dengan Wilayah Sekitarnya Pengembangan Kawasan Transmigrasi dalam Rangka Meningkatkan Stadia Perkembangan Wilayah dan Interaksi dengan Wilayah Sekitarnya Junaidi Bahan Diskusi Koordinasi Penilaian dan Penetapan Kawasan Transmigrasi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Lestari (2009) mendefinisikan alih fungsi lahan atau lazimnya disebut sebagai konversi

TINJAUAN PUSTAKA. Lestari (2009) mendefinisikan alih fungsi lahan atau lazimnya disebut sebagai konversi II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Alih Fungsi Lahan dan Faktor-Faktor Penyebabnya Lestari (2009) mendefinisikan alih fungsi lahan atau lazimnya disebut sebagai konversi lahan adalah perubahan fungsi sebagian

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. (imperata cylindrical). Bukit Batu Agung merupakan area perladangan

BAB V PENUTUP. (imperata cylindrical). Bukit Batu Agung merupakan area perladangan BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN Bukit Panjang merupakan bagian dari hamparan Bukit Batu Agung yang berada di Nagari Paninggahan dengan kondisi area yang didominasi oleh alangalang (imperata cylindrical). Bukit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Urbanisasi adalah perpindahan penduduk dari desa ke kota. Urbanisasi dapat menjadi masalah yang cukup serius bagi kita apabila pemerintah tidak dapat mengatur

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Bila kita lihat fenomena hari ini, hubungan antara kopi dengan gaya hidup

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Bila kita lihat fenomena hari ini, hubungan antara kopi dengan gaya hidup BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Bila kita lihat fenomena hari ini, hubungan antara kopi dengan gaya hidup masyarakat sangat terkait. Kopi hadir di kegiatan-kegiatan publik seperti seminar,

Lebih terperinci

2015 KAJIAN PEMIKIRAN IR. SUKARNO TENTANG SOSIO-NASIONALISME & SOSIO-DEMOKRASI INDONESIA

2015 KAJIAN PEMIKIRAN IR. SUKARNO TENTANG SOSIO-NASIONALISME & SOSIO-DEMOKRASI INDONESIA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Nasionalisme atau rasa kebangsaan tidak dapat dipisahkan dari sistem pemerintahan yang berlaku di sebuah negara. Nasionalisme akan tumbuh dari kesamaan cita-cita

Lebih terperinci

Pemanfaatan Uang Ganti Rugi Lahan Pertanian (Studi Kasus Pembangunan Jalan Tol di Desa Kedunglosari, Kecamatan Tembelang, Kabupaten Jombang)

Pemanfaatan Uang Ganti Rugi Lahan Pertanian (Studi Kasus Pembangunan Jalan Tol di Desa Kedunglosari, Kecamatan Tembelang, Kabupaten Jombang) Pemanfaatan Uang Ganti Rugi Lahan Pertanian (Studi Kasus Pembangunan Jalan Tol di Desa Kedunglosari, Kecamatan Tembelang, Kabupaten Jombang) Wahyu Prabowo Putra putra.akses@gmail.com (Antropologi FISIP-

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gender yaitu suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun

BAB I PENDAHULUAN. gender yaitu suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembicaraan tentang gender sudah semakin merebak. Konsep gender yaitu suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksi secara sosial

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik

BAB II KAJIAN PUSTAKA. gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Konsep Kesenian Sebagai Unsur Kebudayaan Koentjaraningrat (1980), mendeskripsikan bahwa kebudayaan merupakan keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keberlangsungan hidup manusia. Disamping kebutuhan-kebutuhan lainnya seperti

BAB I PENDAHULUAN. keberlangsungan hidup manusia. Disamping kebutuhan-kebutuhan lainnya seperti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu kebutuhan yang mendasar bagi keberlangsungan hidup manusia. Disamping kebutuhan-kebutuhan lainnya seperti pangan, tempat tinggal dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing,

BAB I PENDAHULUAN. memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehidupan bangsa di dunia yang mendiami suatu daerah tertentu memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing, setiap bangsa memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk hidup dalam melangsungkan kehidupannya

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk hidup dalam melangsungkan kehidupannya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk hidup dalam melangsungkan kehidupannya tidak lepas dari lingkungan hidup sekitarnya. Lingkungan hidup manusia tersebut menyediakan berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi modal dasar pembangunan nasional disektor pertanian sebagai prioritas

BAB I PENDAHULUAN. menjadi modal dasar pembangunan nasional disektor pertanian sebagai prioritas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris, artinya masyarakat banyak yang bermata pencaharian sebagai petani. Luas daratan yang terbentang dari sabang sampai merauke yang

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. makna koleksi tersebut dalam konteks budaya tempat koleksi berasal. Perbedaan. koleksi epigrafi Jawa Kuno, dan koleksi etnik Aceh.

BAB V PENUTUP. makna koleksi tersebut dalam konteks budaya tempat koleksi berasal. Perbedaan. koleksi epigrafi Jawa Kuno, dan koleksi etnik Aceh. BAB V PENUTUP Setelah dilakukan penelitian secara cermat dan mendalam dapat diketahui bahwa pemaknaan koleksi di Pameran Asia Tenggara memiliki perbedaan dengan makna koleksi tersebut dalam konteks budaya

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN KEMITRAAN PETANI TEBU DENGAN PG. KREBET BARU:PERILAKU EKONOMI PETANI TEBU. Fadila Maulidiah

PERKEMBANGAN KEMITRAAN PETANI TEBU DENGAN PG. KREBET BARU:PERILAKU EKONOMI PETANI TEBU. Fadila Maulidiah PERKEMBANGAN KEMITRAAN PETANI TEBU DENGAN PG. KREBET BARU:PERILAKU EKONOMI PETANI TEBU Fadila Maulidiah Prodi Pendidikan Sejarah, Jurusan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Malang Jl. Semarang

Lebih terperinci

Tabel 15. Hubungan Luas Lahan dengan Tingkat Pendapatan Tahun 2011

Tabel 15. Hubungan Luas Lahan dengan Tingkat Pendapatan Tahun 2011 59 BAB VII HUBUNGAN PENGARUH TINGKAT PENGUASAAN LAHAN TERHADAP KONDISI SOSIAL EKONOMI RUMAH TANGGA PETANI 7.1 Hubungan Pengaruh Luas Lahan Terhadap Tingkat Pendapatan Pertanian Penguasaan lahan merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Rajabasa dan merupakan desa pesisir pantai, secara geografis Desa Hargo

I. PENDAHULUAN. Rajabasa dan merupakan desa pesisir pantai, secara geografis Desa Hargo 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Desa Hargo Pancuran merupakan salah satu desa dalam wilayah kecamatan Rajabasa dan merupakan desa pesisir pantai, secara geografis Desa Hargo Pancuran merupakan

Lebih terperinci

2

2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Hukum adalah pembatasan kebebasan setiap orang demi kebebasan semua orang... Kaidah hukum mengarahkan diri hanya pada perbuatanperbuatan lahiriah. Jadi. saya berbuat sesuai dengan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Keadaan Umum dan Geografis Penelitian dilakukan di Desa Lebak Muncang, Kecamatan Ciwidey, Kabupaten Bandung. Desa Lebak Muncang ini memiliki potensi yang baik dalam

Lebih terperinci

MELAMPAUI KASUR - SUMUR - DAPUR

MELAMPAUI KASUR - SUMUR - DAPUR Bab 9 Kesimpulan Kehidupan rumah tangga nelayan tradisional di Kecamatan Rowosari, Kabupaten Kendal pada umumnya berada di bawah garis kemiskinan. Penyebab kemiskinan berasal dari dalam diri nelayan sendiri

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menyebabkan terjadinya perubahan struktur penguasaan lahan pertanian, pola

I. PENDAHULUAN. menyebabkan terjadinya perubahan struktur penguasaan lahan pertanian, pola 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Proses pelaksanaan pembangunan, dalam jangka menengah dan panjang menyebabkan terjadinya perubahan struktur penguasaan lahan pertanian, pola hubungan kerja dan stuktur

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. petak-petak sawah dikerjakan bersama-sama antar keluarga petani dengan

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. petak-petak sawah dikerjakan bersama-sama antar keluarga petani dengan BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 6.1 Pembangunan Pertanian Tidak Merubah Kehidupan Keluarga Petani Usaha tani yang dilakukan keluarga-keluarga petani ternyata membawa pengulangan cara dan tujuan bertani

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang merupakan hasil cipta, karsa dan karya manusia. Hal ini di sebabkan oleh beberapa faktor

BAB I PENDAHULUAN. yang merupakan hasil cipta, karsa dan karya manusia. Hal ini di sebabkan oleh beberapa faktor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bangsa Indonesia di kenal sebagai bangsa yang memiliki berbagai ragam kebudayaan yang merupakan hasil cipta, karsa dan karya manusia. Hal ini di sebabkan oleh beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Umar Hadikusumah, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Umar Hadikusumah, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Fenomena menarik setelah diberlakukannya UU No 22 dan UU No 25 tahun 1999 sebagai landasan hukum otonomi daerah adalah keinginan beberapa daerah, baik itu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Struktural Fungsional Struktur menunjuk pada kegiatan membangun sesuatu dan menghasilkan produk akhir yaitu mengembangkan suatu tindakan. Dimana tindakan tersebut membawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Jaenudin, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Jaenudin, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Nama perkakas berbahan bambu merupakan nama-nama yang sudah lama dikenal dan digunakan oleh penutur bahasa Sunda. Dalam hal ini, masyarakat Sunda beranggapan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dan terpenting dalam perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah kemampuannya dalam menyerap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara beriklim tropis mempunyai potensi yang besar

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara beriklim tropis mempunyai potensi yang besar I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara beriklim tropis mempunyai potensi yang besar mengembangkan sektor pertanian. Sektor pertanian tetap menjadi tumpuan harapan tidak hanya dalam

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN. sosial-politik yang melingkupinya. Demikian pula dengan Islamisasi dan

BAB VI KESIMPULAN. sosial-politik yang melingkupinya. Demikian pula dengan Islamisasi dan 1 BAB VI KESIMPULAN Sebagaimana proses sosial lainnya, proselitisasi agama bukanlah sebuah proses yang berlangsung di ruang hampa. Ia tidak bisa dilepaskan dari konteks sosial-politik yang melingkupinya.

Lebih terperinci

GUBERNUR SULAWESI TENGAH

GUBERNUR SULAWESI TENGAH GUBERNUR SULAWESI TENGAH SAMBUTAN PENJABAT GUBERNUR SULAWESI TENGAH PADA ACARA PEMBUKAAN SEMINAR PENELUSURAN DAN PENYUSUNAN BUKTI SEJARAH PERJUANGAN PERGERAKAN PEREMPUAN DALAM RANGKA HARI KARTINI KAMIS,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Budaya berkenaan dengan cara manusia hidup. Manusia belajar berpikir,

BAB I PENDAHULUAN. Budaya berkenaan dengan cara manusia hidup. Manusia belajar berpikir, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Budaya berkenaan dengan cara manusia hidup. Manusia belajar berpikir, merasa, mempercayai dan mengusahakan apa yang patut menurut budayanya. Bahasa, persahabatan, kebiasaan

Lebih terperinci

BAB I (Times New Roman 16, Bold) PENDAHULUAN

BAB I (Times New Roman 16, Bold) PENDAHULUAN BAB I (Times New Roman 16, Bold) PENDAHULUAN a. Latar Belakang (Times New Roman 14) Menguraikan tentang alasan dan motivasi dari penulis terhadap topik permasalahan yang diteliti / dikaji. Indonesia memiliki

Lebih terperinci

PENGARUH PRODUKSI LAHAN SAWAH TERHADAP PERAN ISTRI PETANI DALAM PEREKONOMIAN RUMAHTANGGA (Kasus Desa Sendangmulyo Kecamatan Minggir Sleman)

PENGARUH PRODUKSI LAHAN SAWAH TERHADAP PERAN ISTRI PETANI DALAM PEREKONOMIAN RUMAHTANGGA (Kasus Desa Sendangmulyo Kecamatan Minggir Sleman) PENGARUH PRODUKSI LAHAN SAWAH TERHADAP PERAN ISTRI PETANI DALAM PEREKONOMIAN RUMAHTANGGA (Kasus Desa Sendangmulyo Kecamatan Minggir Sleman) Rantie Kartika Sari Ramali rantieksramali@yahoo.co.id Rika Harini

Lebih terperinci

ETOS KERJA PETANI. (Studi DiDesa Sukamaju Kecamatan Wonosari Kabupaten Boalemo) SUMIATI PAKAYA DR. RAUF A HATU M.SI

ETOS KERJA PETANI. (Studi DiDesa Sukamaju Kecamatan Wonosari Kabupaten Boalemo) SUMIATI PAKAYA DR. RAUF A HATU M.SI ETOS KERJA PETANI (Studi DiDesa Sukamaju Kecamatan Wonosari Kabupaten Boalemo) SUMIATI PAKAYA DR. RAUF A HATU M.SI YOWAN TAMU S.Ag MA PROGRAM STUDI SI SOSIOLOGI ABSTRAK SUMIATI PAKAYA. 281 409 106. Etos

Lebih terperinci

KURIKULUM Kompetensi Dasar. Mata Pelajaran PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN. Untuk KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN TAHUN 2012

KURIKULUM Kompetensi Dasar. Mata Pelajaran PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN. Untuk KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN TAHUN 2012 KURIKULUM 2013 Kompetensi Dasar Mata Pelajaran PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN Untuk Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN TAHUN 2012 PENDIDIKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pedagang, jasa, serta usaha informal lainnya. Sementara itu Quibria (1990), menyatakan

BAB I PENDAHULUAN. pedagang, jasa, serta usaha informal lainnya. Sementara itu Quibria (1990), menyatakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Atiq (1994). Petani yang berlahan yang sempit cenderung memperoleh pendapatan besar daripada usaha di luar sektor pertanian seperti buruh industri, pedagang,

Lebih terperinci

PANDUAN PERTANYAAN UNTUK INFORMAN

PANDUAN PERTANYAAN UNTUK INFORMAN LAMPIRAN 79 PANDUAN PERTANYAAN UNTUK INFORMAN NAMA: TANGGAL: 1. Apakah pernah terjadi permasalahan lahan dengan pihak perkebunan? 2. Permasalahan lahan seperti apa yang terjadi? 3. Berapa kali permasalahan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN. terdapat di Indonesia, baik sebagai tanaman liar maupun sebagai tanaman di

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN. terdapat di Indonesia, baik sebagai tanaman liar maupun sebagai tanaman di TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN Tinjauan Pustaka Tanaman jeruk (Citrus sp) adalah tanaman tahunan berasal dari Asia Tenggara, terutama Cina. Sejak ratusan tahun yang lampau, tanaman

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis dilandasi oleh teori-teori mengenai konsep marketable dan marketed surplus, serta faktor-faktor yang memepengaruhinya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Semakin pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi modern

BAB I PENDAHULUAN. Semakin pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi modern 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semakin pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi modern dewasa ini, maka banyak terjadi perubahan diberbagi aspek kehidupan. Demikian pula dengan

Lebih terperinci

BAB l PENDAHULUAN. pencapaian inovasi tersebut manusia kerap menggunakan kreativitas untuk menciptakan

BAB l PENDAHULUAN. pencapaian inovasi tersebut manusia kerap menggunakan kreativitas untuk menciptakan BAB l PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan mahkluk yang memiliki akal pikiran untuk melakukan inovasiinovasi dalam mencapai tujuan tertentu sesuai yang diinginkannya. Di dalam proses pencapaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam lagi bahasa tercakup dalam kebudayaan. Bahasa menggambarkan cara berfikir

BAB I PENDAHULUAN. dalam lagi bahasa tercakup dalam kebudayaan. Bahasa menggambarkan cara berfikir BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa dan kebudayaan merupakan dua hal yang saling mempengaruhi. Bahasa selalu menggambarkan kebudayaan masyarakat yang bersangkutan; lebih dalam lagi bahasa

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum Peranan Tokoh Masyarakat dalam Menumbuhkan

II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum Peranan Tokoh Masyarakat dalam Menumbuhkan II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Teoritis A. Tinjauan Umum Peranan Tokoh Masyarakat dalam Menumbuhkan Kesadaran Tolong Menolong 1. Pengertian Peranan Secara umum peranan adalah perilaku yang dilakukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. agama-agama asli (agama suku) dengan pemisahan negeri, pulau, adat yang

I. PENDAHULUAN. agama-agama asli (agama suku) dengan pemisahan negeri, pulau, adat yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberagamaan orang Maluku, dapat dipahami melalui penelusuran sejarah yang memberi arti penting bagi kehidupan bersama di Maluku. Interaksiinteraksi keagamaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daerah pesisir pantai yang ada di Medan. Sebagaimana daerah yang secara

BAB I PENDAHULUAN. daerah pesisir pantai yang ada di Medan. Sebagaimana daerah yang secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan merupakan salah satu daerah pesisir pantai yang ada di Medan. Sebagaimana daerah yang secara geografis berada di pesisir

Lebih terperinci

Membangun Wilayah yang Produktif

Membangun Wilayah yang Produktif Membangun Wilayah yang Produktif Herry Darwanto *) Dalam dunia yang sangat kompetitif sekarang ini setiap negara perlu mengupayakan terbentuknya wilayah-wilayah yang produktif untuk memungkinkan tersedianya

Lebih terperinci

DISTRIBUSI PEMILIKAN DAN PENGUSAHAAN LAHAN PERTANIAN DI SULAWESI SELATAN*

DISTRIBUSI PEMILIKAN DAN PENGUSAHAAN LAHAN PERTANIAN DI SULAWESI SELATAN* DISTRIBUSI PEMILIKAN DAN PENGUSAHAAN LAHAN PERTANIAN DI SULAWESI SELATAN* Oleh : Chaerul Saleh DISTRIBUSI PEMILIKAN DAN PENGUSAHAAN LAHAN PERTANIAN Dalam pemilikan lahan pertanian memperlihatkan kecenderungan

Lebih terperinci

FAKTOR FAKTOR KELEMBAGAAN DALAM EKONOMI PERTANIAN

FAKTOR FAKTOR KELEMBAGAAN DALAM EKONOMI PERTANIAN FAKTOR FAKTOR KELEMBAGAAN DALAM EKONOMI PERTANIAN A. Lembaga dan Peranannya Lembaga: organisasi atau kaidah, baik formal maupun informal, yang mengatur perilaku dan tindakan anggota masyarakat tertentu

Lebih terperinci

V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Demografi Desa Citeko, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor Desa Citeko merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan Cisarua. Desa Citeko memiliki potensi lahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan agraris, dimana terdiri dari banyak pulau dan sebagian besar mata pencaharian penduduknya bercocok tanam atau petani. Pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagaimana penyelesaian masalah tersebut. Peran itu dapat dilihat dari sikap

BAB I PENDAHULUAN. bagaimana penyelesaian masalah tersebut. Peran itu dapat dilihat dari sikap BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Peran pemerintah sangat penting dalam merancang dan menghadapi masalah pembangunan ekonomi. Seberapa jauh peran pemerintah menentukan bagaimana penyelesaian

Lebih terperinci