KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS
|
|
- Suhendra Hermanto
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS Kerangka Berpikir Paradigma Adopsi Inovasi Paradigma lama kebijakan pembangunan selama ini mengalami distorsi terhadap pluralitas bangsa dengan melakukan perencanaan program pembangunan dari atas (top down planning) dan menggunakan pola penyeragaman dalam strategi pembangunan masyarakat yang bersifat instruktif. Hal ini berlaku pada kegiatan penelitian dan transfer inovasi teknologi. Penyuluhan harus dilaksanakan sesuai dengan juklak dan juknisnya sehingga masyarakat hanya berperan sebagai obyek pembangunan. Usaha di atas secara teknis seringkali mengalami kegagalan. Transfer teknologi dari stasiun penelitian ke lahan petani seringkali hanya diadopsi sebagian atau bahkan tidak diadopsi sama sekali oleh petani. Para petani umumnya memiliki sumber daya yang terbatas, dengan kondisi sosio-ekonomi atau budaya yang berbeda dengan kondisi di stasiun percobaan inovasi teknologi. Pola pertanian ladang berpindah, menanam jenis umbi-umbian seperti ubi jalar (betatas), keladi, ubi kayu dan kini wortel adalah budaya pertanian masyarakat Papua Barat yang sulit diintroduksi dengan pola pertanian atau inovasi baru lainnya. Ubi jalar dan keladi, selain merupakan makanan pokok bagi masyarakat Papua Barat juga memiliki nilainilai yang dipercayai untuk kehidupan mereka. Introduksi tanaman pertanian yang baru seperti kentang, wortel, jagung, jeruk, buncis, bawang, kol, kacang tanah dilakukan oleh missi keagamaan dan Pemerintah, namun tidak jarang mendapat penolakan dari masyarakat setempat (Widjojo dan Yogaswara, 1995:93). Model difusi dan adopsi inovasi telah dikritik oleh Downs, Mohr dan Gonzales (Jahi, 1988:41) sebagai model yang sarat dengan nilai melalui asumsi bahwa inovasi tersebut baik dan adopsi ialah sesuatu yang dengan sendirinya diinginkan. Dalam hal ini pertanian bukan hanya sekadar mata pencaharian, melainkan cara hidup masyarakat. Kegiatan pertanian mengandung makna hubungan antara petani dengan tanahnya, dan dalam hubungan tersebut melibatkan kepercayaan dan cara hidup petani (Mead, 1960:179). Dipertegas oleh Gonzales (Jahi, 1988:43) bahwa penolakan suatu inovasi tidak selamanya boleh dianggap sebagai gejala keterbelakangan (konservatif), tetapi penolakan ini malah menunjukkan kekreatifan penduduk setempat. 64
2 Pola pertanian tersebut di atas yang kurang dipahami oleh peneliti dan penyuluh. Susanto (1985:13), Fujisaka (1993:271), Pretty (1995:320) menemukan penyebab para petani menolak teknologi inovasi adalah: (1) Teknologi yang direkomendasikan seringkali tidak menjawab masalah yang dihadapi petani sasaran; (2) Teknologi yang ditawarkan sulit diterapkan petani dan mungkin tidak lebih baik dibandingkan dengan teknologi lokal yang sudah ada; (3) Inovasi teknologi justru menciptakan masalah baru bagi petani karena kurang sesuai dengan kondisi sosial, ekonomi, norma budaya, pranata sosial dan kebiasaan masyarakat setempat; (4) Penerapan teknologi membutuhkan biaya tinggi sementara imbalan yang diperoleh kurang memadai; (5) Sistem dan strategi penyuluhan yang masih lemah sehingga tidak mampu menyampaikan pesan dengan tepat, tidak informatif dan tidak dimengerti; dan (6) Ketidak-pedulian petani terhadap tawaran teknologi baru, seringkali akibat pengalaman kurang baik di masa lalu dan telah merasa puas dengan apa yang dirasakan saat ini. Masyarakat Papua Barat, cepat atau lambat pasti mengalami perubahan dari masyarakat tradisional ke masyarakat modern, yaitu perubahan yang terencana sehingga masyarakat tersebut meningkat kesejahteraannya. Berbagai studi tentang masyarakat dan pembangunan menunjukkan bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi yang sering disebut inovasi memiliki peran yang besar terhadap perubahan sosial budaya di masyarakat (ESCAP, 1984:3; Rogers, 1983:12). Namun demikian, teknologi sendiri tidak dapat merubah masyarakat tanpa peran serta lembaga-lembaga sosial budaya. Penerimaan inovasi menyangkut kesiapan, kebutuhan, dan manfaat inovasi tersebut bagi masyarakat setempat (Savitri, 1997:26-27). Pola Pengaruh dalam Keputusan Adopsi Inovasi Menurut Rogers (1983:164), proses pengambilan keputusan adopsi inovasi adalah suatu proses mental sejak seseorang individu atau organisasi mulai dari pertama kali menyadari adanya suatu inovasi, membentuk sikap terhadap inovasi tersebut, memutuskan untuk menolak atau menerima, mengimplementasikan suatu ide baru, dan membuat konfirmasi atas keputusannya menerima atau menolak inovasi. Mental itu sendiri, menurut Koentjaraningrat (2004:5-8), adalah salah satu wujud dari kebudayaan yang paling abstrak, namun dapat dilihat dari perilaku (wujud ke-2) dan karya (wujud ke-3) manusia itu sendiri. 65
3 Proses keputusan untuk mengadopsi atau menolak sesuatu inovasi bukanlah suatu keputusan yang mendadak. Keputusan tersebut merupakan keputusan yang terjadi setelah melewati suatu proses yang panjang dan berbagai tahapan. Pengambilan keputusan adopsi inovasi oleh individu umumnya bersifat opsional atau pilihan. Proses pengambilan keputusan adopsi inovasi opsional oleh individu umumnya lebih singkat dibanding oleh kelompok atau suatu lembaga. Menurut Rogers (1983: ), pengambilan keputusan tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor: (1) Saluran komunikasi (interpersonal dan media massa); (2) Kondisi sebelumnya (cara lama, kebutuhan belajar, keinovatifan, norma dari sistem sosial); (3) Karakteristik unit pengadopsi (sosial, ekonomi, budaya; variabel kepribadian; perilaku komunikasi); (4) Karakteristik inovasi (keuntungan relatif, kesesuaian, kerumitan, kemungkinan dicoba, dan, kemudahan diamati). Pengaruh Kondisi Adopter terhadap Tahap Pengetahuan Adopsi Soedijanto (2004:3-4) mengatakan bahwa dahulu penyuluh pertanian menghadapi petani produsen tetapi sekarang menghadapi petani pengusaha (agribisnis) yang memiliki budaya berlainan dengan petani produsen. Penyuluh bukanlah proses transfer teknologi, tetapi proses pembelajaran dan pemberdayaan masyarakat. Menyuluh bukannya mengajar cara bertani melainkan mengajar petani. Penyuluhan pertanian adalah proses pembelajaran yaitu timbulnya proses belajar dari petani, bukan proses mengajar yang dilakukan oleh penyuluh. Dengan kata lain, diperlukan perubahan pola pendekatan baru dari yang bersifat menggurui (teaching) ke pola saling belajar bersama (learning) antara petani dengan intitusi penelitian dan pembangunan. Hal ini sejalan dengan pernyataan Cornwall et al. (1994:98-117), yang mengatakan bahwa kunci penerapan pendekatan partisipatif pada berbagai konsteks haruslah pendekatan yang lebih strategis, lebih lentur dan lebih manusiawi. Proses adopsi inovasi menurut Gonzales (Jahi, 1988:38) adalah mengikuti hirarkhi efek belajar yaitu: Belajar Merasakan Bertindak. Kondisi adopter sebelum inovasi berlangsung, misalnya kebutuhan akan pengetahuan pertanian, nilai-nilai budaya, dan pengalaman penyuluhan yang pernah mereka terima akan mempengaruhi proses adopsi inovasi, yaitu pada tahap pengetahuan atau perkenalan suatu inovasi. Petani tidak akan mau belajar kalau tidak membutuhkan perubahan perilaku pada usaha taninya. Petani sebagai warga belajar membutuhkan pengetahuan, ketrampilan, sikap dan nilai-nilai yang akan merubah perilaku untuk memajukan usaha taninya, itulah yang 66
4 disebut kebutuhan belajar. Aspek pengetahuan disebut pula sebagai aspek kognitif karena untuk mengembangkan kemampuan daya nalar peserta pelajar. Aspek sikap disebut pula aspek afektif karena untuk mengembangkan sikap, budi pekerti dan ahlak sesuai dengan norma-norma, keyakinan dan kepercayaan yang berlaku atau diajarkan oleh agama, adat istiadat peserta belajar. Aspek keterampilan yang disebut pula dengan aspek psikomotorik, yaitu aspek untuk mengembangkan ketrampilan, gerak jasmani atau keahlian tertentu yang sifatnya dapat diamati secara empiris. Kebutuhan belajar dalam proses adopsi inovasi dipengaruhi oleh karakteristik dari adopter itu sendiri. Karateristik terdiri dari kondisi sosial dan ekonomi, kepribadian, dan perilaku komunikasinya. Petani yang memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi, berempati, dan akses informasi yang besar akan lebih cepat mengadopsi inovasi. Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa inovasi teknologi yang diperkenalkan kepada masyarakat sering terjadi penolakan. Hal ini menurut Spicer (Pono, 1990:8) dapat disebabkan adanya ketidaksesuaian dengan keadaan sosial budaya setempat. Terdapat kesenjangan nilai atau sistem. Timbul ketakutan bahwa masuknya teknologi baru tersebut akan memasukkan nilai-nilai asing yang memiliki standar nilai yang berbeda dan tujuan yang berbeda. Dijelaskan oleh Krober dan Kluckhon (Pono, 1990:9) bahwa kebudayaan adalah cara hidup yang diikuti oleh komunitas termasuk semua prosedur kemasyarakatan yang sudah terpola. Kebudayaan dari suatu suku bangsa merupakan kumpulan dari kepercayaan dan prosedur yang terpola pula. Sesuai dengan wujud kedua dari kebudayaan menurut Koentjaraningrat (2004:5-8), yaitu aktivitas kelakuan berpola dari manusia dalam masyarakat. Wujud ini sering disebut sistem sosial, mengenai kelakuan berpola dari manusia itu sendiri. Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia-manusia yang berinteraksi, berhubungan serta bergaul satu dengan yang lain, yang dari detik ke detik, dari hari ke hari, dan dari tahun ke tahun selalu mengikuti pola-pola tertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan. Tiga wujud kebudayaan (1) abstrak (ide, gagasan, nilai, norma, pengetahuan, peraturan dsb.); (2) sistem sosial; dan (3) benda-benda hasil karya, dalam kenyataan kehidupan masyarakat tidak terpisah satu dengan yang lain. Kebudayaan ideal dan adat istiadat mengatur dan memberi arah kepada perbuatan dan karya manusia. Baik pikiran-pikiran dan ide-ide, maupun perbuatan dan karya manusia, menghasilkan benda-benda kebudayaan fisiknya. Sebaliknya, kebudayaan fisik itu membentuk suatu lingkungan hidup tertentu yang makin lama makin menjauhkan manusia dari lingkungan 67
5 alamiahnya, sehingga mempengaruhi pula pola-pola perbuatannya, bahkan juga mempengaruhi cara berpikirnya. Nilai-nilai budaya yang dianggap penting karena merupakan aset budaya yang dapat dipakai untuk menunjang pembangunan menurut Koentjaraningrat (2004:34-36) adalah: (1) Nilai budaya yang berorientasi ke masa depan; (2) Nilai budaya yang berhasrat untuk mengeksplorasi lingkungan alam; (3) Nilai budaya yang menilai tinggi hasil dari karya manusia, dan (4) Nilai budaya tentang pandangan terhadap sesama manusia. Pola pengaruh antara kebutuhan belajar, nilai-nilai budaya, dan sikap adopter terhadap penyuluhan selama ini dengan adopsi inovasi tahap pengetahuan terlihat pada Gambar 1. Kondisi Adopter Kebutuhan belajar Nilai-nilai budaya Sikap terhadap penyuluhan Tahap pengetahuan Karakteristik Adopter Sosial ekonomi Kepribadian (Sistem nilai) Perilaku komunikasi Gambar 1. Pengaruh Kondisi dan Karakteristik Adopter terhadap Tahap Pengetahuan Adopsi Inovasi Pengaruh Faktor-faktor Kekuatan Masyarakat dalam Adopsi Inovasi Faktor-faktor kekuatan masyarakat petani dalam penelitian ini akan dijadikan peubahpeubah independen yang mempengaruhi proses adopsi inovasi (variabel dependen). Terdapat tiga jenis kekuatan dalam masyarakat yaitu: (1) Kekuatan pendorong, (2) Kekuatan bertahan, dan (3) Kekuatan pengganggu. Kekuatan pendorong adalah nilai-nilai sosial budaya dalam bentuk instrumen yang akan mendorong kemajuan suatu individu, kelompok dan masyarakat. Termasuk dalam nilai-nilai sosial budaya yang mendorong dalam penelitian ini adalah: (1) Empati, (2) Rasionalitas, (3) Sikap mau ambil risiko, (4) Optimis, (5) Keinovatifan, dan (6) Sikap terhadap perubahan. 68
6 Sebaliknya kekuatan bertahan adalah nilai-nilai sosial budaya yang mempertahankan sesuatu yang ada dalam kehidupan masyarakat. Biasanya, kekuatan ini dicerminkan oleh rasa menentang setiap inovasi baru atau inovasi tertentu yang diduga akan menimbulkan perubahan terhadap sesuatu yang selama ini telah dimiliki dan dipertahankan, atau disebut nilai-nilai sosial budaya terbelakang. Termasuk dalam nilai-nilai sosial budaya yang bertahan dalam penelitian ini adalah antitesis dari nilai-nilai sosial budaya maju seperti: (1) Antipati, (2) Emosional, (3) Sikap tidak mau ambil risiko, (4) Pesimis, (5) Pasif, dan (6) Konservatif. Faktor kekuatan pengganggu dalam penelitian ini adalah faktor-faktor yang menghambat kecepatan proses adopsi dan difusi inovasi. Rogers (1983), menyatakan atribut atau ciri-ciri inovasi yang mengganggu proses adopsi inovasi adalah: (1) Keuntungan relatif, (2) Kesesuaian, (3) Kerumitan, (4) Bisa dicoba, (5) Mudah diamati, dan (6) Ketersediaan alat atau bahan inovasi tersebut di lingkungan petani. Atribut inovasi akan berpengaruh terhadap tahap persuasif adopsi inovasi. Ketiga kekuatan (pendorong, bertahan, dan pengganggu) tersebut berkembang dalam aktivitas keseharian pada suku pedalaman Arfak seperti kegiatan bercocok tanam ubi-ubian, sebagai mata pencaharian utama dan bahan makanan pokok masyarakat pedalaman di Papua Barat. Bertani dengan cara menggunakan pengetahuan dan teknologi yang mereka miliki secara turun temurun adalah ciri masyarakat yang tinggal di pedalaman yang jauh akses dari dataran rendah atau perkotaan. Saluran komunikasi sangat berperan dalam proses adopsi inovasi tersebut, mulai dari tahap pengetahuan sampai dengan tahap adopsi. Penelitian ini akan dilihat ketiga faktor kekuatan sosial budaya dalam aktivitas bercocok tanam ubi jalar. Hasil pengamatan nilai-nilai sosial budaya melalui pengukuran (skor) akan memperoleh nilai-nilai budaya yang perlu dikembangkan yaitu nilai-nilai budaya yang esensial dan pelengkap (Gambar 2). 69
7 Kekuatan Pendorong (+) Empati Rasionalitas Sikap mau ambil risiko Optimis Keinovatifan Kekuatan Bertahan (-) Antipati Irasionalitas Sikap tdk mau ambil resiko Pesimis Pasif Nilai Budaya Esensial Pelengkap Sikap positif terhadap perubahan Kekuatan Pengganggu (+/-) Keuntungan relatif Konservatif Adopsi Inovasi Kesesuaian Kerumitan Kemungkinan dicoba Ketersediaan Kemudahan diamati Gambar 2. Pengaruh Faktor-faktor Kekuatan (Sosial Budaya) terhadap Adopsi Inovasi Kegagalan oleh pengetahuan dan teknologi modern selama ini, telah kembali melirik keberadaan pengetahuan lokal. Muncul suatu pandangan baru yang lebih mengarah ke usaha serius untuk menyuarakan norma, nilai dan pengetahuan ekologi petani, serta strategi petani dalam menghadapi permasalahannya. Adanya usaha perpaduan, saling melengkapi antara pengetahuan teknologi lokal dengan modern menghasilkan beberapa peluang yaitu (1) Sistem pengetahuan lokal dan pengetahuan ilmiah saling melengkapi; (2) Kedua sistem pengetahuan tersebut selaras, menggunakan istilah berbeda untuk hal yang sama; (3) Dua pandangan tersebut saling bertentangan, ini merupakan tantangan yang akan diteliti dalam penelitian ini; dan (4) Pengetahuan lokal tersebut dapat disempurnakan dan dilengkapi dengan gagasan pengetahuan modern. Keterpaduan inilah menghasilkan teknologi tepat guna bagi petani lokal. Cara ini umumnya mempunyai tingkat keberhasilan yang lebih tinggi daripada memberikan rekomendasi dalam bentuk satuan paket teknologi. Terlepas dari ditolaknya paket teknologi tersebut, ternyata para petani juga tertarik pada bagian tertentu dari paket teknologi. Ketertarikan tersebut akan dilanjutkan dengan uji coba dan jika hasilnya seperti yang diharapkan barulah diadopsi (Chambers, 1988: ; 70
8 Fujisaka, 1993: ). Para petani seringkali memodifikasi inovasi anjuran tersebut untuk disesuaikan dengan keperluan dan keterbatasan mereka. Upaya untuk memecahkan permasalahan di tingkat petani, banyak ahli menganjurkan suatu penelitian dan pendekatan pembangunan alternatif untuk memperkuat kemampuan uji coba petani (Clarke, 1991:217; den Biggelaar, 1991:25; Anderson dan Sinclair, 1993:345; Ruddell et al., 1997:200). Kebutuhan Belajar (X1): Pengetahuan Ketrampilan Sikap mental Orientasi Nilai Budaya (X2): Hakikat hidup Hakikat karya manusia Persepsi manusia terhadap waktu Pandangan manusia thdp alam Hakikat hubungan manusia dgn sesamanya Tahap Pengetahuan (Y1) Saluran Komunikasi (X6): Interpersonal Mdi Tahap Persuasif (Y2) Tahap Keputusan (Adopsi) (Y3) Sikap terhadap Penyuluhan (X3): Materi Metode Kehadiran Karakteristik Petani (X4): Sosial ekonomi Individu/Sistem nilai Komunikasi Atribut Inovasi (X5): Keuntungan relatif Kesesuaian Kerumitan Kemungkinan dicoba Kemudahan diamati Kemudahan diperoleh Gambar 3. Kerangka Berpikir dan Hubungan saling Pengaruh Peubah Penelitian Berdasarkan uraian di atas, maka faktor perilaku budaya masyarakat Papua Barat atau khususnya Suku Pedalaman Arfak sangat berperan dalam proses adopsi inovasi. Lebih jelas kerangka berpikir dan pengaruh antar peubah dalam penelitian ini tampak pada Gambar 3. Hipotesis Penelitian Penelitian ini selain mengungkap informasi yang bersifat kuantitatif melalui pengujian hipotesis, juga tidak kurang pentingnya informasi yang bersifat kualitatif tentang pengetahuan dan teknologi lokal sebagai peubah penunjang dalam mengungkap fenomena- 71
9 fenomena pengaruh sosial budaya dalam penelitian. Beberapa hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah: (1) Terdapat hubungan yang nyata saling mempengaruhi antara kebutuhan belajar, nilainilai budaya, sikap terhadap penyuluhan, dan karakteristik masyarakat petani Arfak terhadap tahap pengetahuan adopsi inovasi; (2) Atribut inovasi yang diterima masyarakat petani Arfak secara nyata berpengaruh terhadap tahap persuasif adopsi inovasi; (3) Saluran komunikasi inovasi yang dimiliki masyarakat petani Arfak secara nyata berpengaruh terhadap tahapan adopsi inovasi (tahap pengetahuan, tahap persuasif, dan tahap keputusan). 72
PENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Provinsi Papua Barat merupakan provinsi pemekaran dari Provinsi Papua memiliki keanekaragaman sumber daya alam yang belum dimanfaatkan secara maksimal. Di sisi lain, memiliki
Lebih terperinciBAB VII KESIMPULAN DAN IMPLIKASI PENELITIAN. penelitian, sedangkan pada bagian implikasi penelitian disajikan beberapa saran
BAB VII KESIMPULAN DAN IMPLIKASI PENELITIAN Bagian ini menyajikan uraian kesimpulan dan rekomendasi penelitian. Kesimpulan yang disajikan merupakan hasil kajian terhadap permasalahan penelitian, sedangkan
Lebih terperincidilengkapi dengan alat bajak singkal dan alat garu sisir (Sitompul, 1998).
xiv 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Perkembangan penggunaan teknologi pertanian sangat pesat dalam upaya meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Pengaturan Pola Tanam dan Tertib Tanam (P2T3) pola tanam bergilir, yaitu menanam tanaman secara bergilir beberapa jenis
TINJAUAN PUSTAKA Pengaturan Pola Tanam dan Tertib Tanam (P2T3) Pola tanam adalah pengaturan penggunaan lahan pertanaman dalam kurun waktu tertentu, tanaman dalam satu areal dapat diatur menurut jenisnya.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. dirasa baru oleh individu atau unit adopsi lain. Sifat dalam inovasi tidak hanya
5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Inovasi Rogers (2003) mengartikan inovasi sebagai ide, praktik atau objek yang dirasa baru oleh individu atau unit adopsi lain. Sifat dalam inovasi tidak hanya pengetahuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumberdaya energi mempunyai peran yang sangat penting bagi pembangunan ekonomi nasional. Dalam jangka panjang, peran energi akan lebih berkembang khususnya guna mendukung
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang sering muncul ketika pertama kali mengkaji inovasi adalah masalah
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Pengertian Inovasi pengertian inovasi telah ditelaah dari berbagai sudut pandang dan disiplin ilmu, seperti manajemen bisnis, sosiologi, antropologi dan psikologi.
Lebih terperinciVIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI PENELITIAN. penelitian, sedangkan pada bagian implikasi penelitian disajikan beberapa saran
283 VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI PENELITIAN Bagian ini menyajikan uraian kumpulan dan rekomendasi penelitian. Kesimpulan yang disajikan merupakan hasil kajian terhadap permasalahan penelitian, sedangkan
Lebih terperinciModul 4 : Adopsi, Difusi dan Inovasi dalam Penyuluhan Peternakan
Modul 4 : Adopsi, Difusi dan Inovasi dalam Penyuluhan Peternakan Pengertian Adopsi - Proses yg melibatkan dimensi Waktu - Berkaitan dengan pengambilan keputusan Adopsi :Proses /Peristiwa diterimanya suatu
Lebih terperinciKERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS
53 KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS Alur Pikir Proses Penelitian Kerangka berpikir dan proses penelitian ini, dimulai dengan tinjauan terhadap kebijakan pembangunan pertanian berkelanjutan termasuk pembangunan
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN. kegiatan belajar mengajar di dalam kelas adalah sebuah proses dimana
1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian anak, baik di luar dan di dalam sekolah yang berlangsung seumur hidup. Proses
Lebih terperinciVIII. POTENSI DAN KENDALA PENERAPAN KALENDER TANAM DALAM MENGANTISIPASI KEJADIAN IKLIM EKSTRIM
141 VIII. POTENSI DAN KENDALA PENERAPAN KALENDER TANAM DALAM MENGANTISIPASI KEJADIAN IKLIM EKSTRIM Persoalan mendasar sektor pertanian menurut Tim Penyusun Road Map (2010) diantaranya adalah meningkatnya
Lebih terperinciDIFUSI INOVASI. Agustina Bidarti Fakultas Pertanian Unsri
DIFUSI INOVASI M ETODE PENGEMBANGAN PARTISIPATIF Agustina Bidarti Fakultas Pertanian Unsri Faktor yang Mempengaruhi Kecepatan Adopsi 1. Sifat inovasi (keuntungan relatif, kompabilitas, kompleksitas, triabilitas,
Lebih terperinciPerubahan Sosial Mutia Rahmi Pratiwi Pengantar Sosiologi UDINUS Semarang
Perubahan Sosial Mutia Rahmi Pratiwi Pengantar Sosiologi UDINUS Semarang Apakah kalian bagian dari perubahan??? Apa yg dimaksud perubahan? Perbandingan masa lalu - masa sekarang Masy statis, tidak maju,
Lebih terperincia. Hakekat peradaban manusia Koentjaraningrat berpendapat bahwa kata peradaban diistilahkan dengan civilization, yang biasanya dipakai untuk menyebut
a. Hakekat peradaban manusia Koentjaraningrat berpendapat bahwa kata peradaban diistilahkan dengan civilization, yang biasanya dipakai untuk menyebut unsur-unsur kebudayaan yang dianggap halus, maju, dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. serta ketrampilan yang diperlukan oleh setiap orang. Dirumuskan dalam
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan manusia seutuhnya bertujuan agar individu dapat mengekspresikan dan mengaktualisasi diri dengan mengembangkan secara optimal dimensi-dimensi kepribadian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. fisik, psikis dan emosinya dalam suatu lingkungan sosial yang senantiasa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada hakikatnya pendidikan merupakan proses pengembangan kemampuan peserta didik sesuai dengan perkembangan dan pertumbuhan fisik, psikis dan emosinya dalam
Lebih terperinciprogram yang sedang digulirkan oleh Badan Litbang Pertanian adalah Program Rintisan dan Akselerasi Pemasyarakatan Inovasi Teknologi Pertanian yang
PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Pembangunan pertanian di Indonesia telah mengalami perubahan yang pesat. Berbagai terobosan yang inovatif di bidang pertanian telah dilakukan sebagai upaya untuk memenuhi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menjadi modal dasar pembangunan nasional disektor pertanian sebagai prioritas
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris, artinya masyarakat banyak yang bermata pencaharian sebagai petani. Luas daratan yang terbentang dari sabang sampai merauke yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rizki Panji Ramadana, 2013
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hak dasar bagi setiap Warga Negara Indonesia, tak terkecuali bagi anak berkebutuhan khusus. Semua anak berhak mendapatkan pendidikan. Pendidikan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. diam, melainkan suatu proses yang tidak berhenti. Karena di dalam masyarakat
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perubahan Sosial Masyarakat tidak dapat dibayangkan dalam suatu keadaan yang tetap dan diam, melainkan suatu proses yang tidak berhenti. Karena di dalam masyarakat akan selalu
Lebih terperincimemasuki lingkungan yang lebih luas yakni lingkungan masyarakat. PENDAHULUAN A. Permasalahan Penelitian
PENDAHULUAN A. Permasalahan Penelitian Pendidikan merupakan aset penting bagi kemajuan sebuah bangsa dan merupakan kebutuhan sepanjang hayat. Setiap manusia membutuhkan pendidikan, sampai kapanpun dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian mempunyai peranan yang sangat penting dalam perekonomian negara Indonesia, menjadi fondasi perekonomian negara, dan merupakan andalan sebagai pendorong pembangunan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah suatu proses untuk membina dan mengantarkan anak
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu proses untuk membina dan mengantarkan anak didik agar dapat menemukan dirinya. Ini artinya pendidikan adalah suatu proses untuk membentuk
Lebih terperinciLANDASAN SOSIOLOGIS. Ruang lingkup yang dipelajari oleh sosiologi pendidikan meliputi empat bidang :
LANDASAN SOSIOLOGIS PENGERTIAN LANDASAN SOSIOLOGIS : Sosiologi pendidikan merupakan analisis ilmiah tentang proses sosial dan pola-pola interaksi sosial di dalam sistem pendidikan. Ruang lingkup yang dipelajari
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN TEORITIS
8 BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Konsep Difusi Inovasi Sejumlah konsep dan teori mengenai difusi inovasi yang dirujuk dari Rogers dan Shoemaker (1971) dan Rogers (1995) yang dikemukakan dalam subbab ini
Lebih terperinciKERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS
KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS Kerangka Berpikir Landasan berpikir penelitian ini dimulai dari pemikiran bahwa setiap insan manusia termasuk petani memiliki kemampuan dalam melaksanakan suatu tindakan/perilaku
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kecamatan Wonosari merupakan salah satu dari 7 kecamatan yang ada di
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keadaan Umum Wilayah Penelitian Kecamatan Wonosari merupakan salah satu dari 7 kecamatan yang ada di Kabupaten Boalemo, Di lihat dari letak geografisnya, Kecamatan Wonosari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mendidik anak-anak bangsa untuk taat kepada hukum (Azizy, 2003: 3).
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan di Indonesia dinilai banyak kalangan mengalami kegagalan. Kondisi ini ada benarnya apabila dilihat kondisi yang terjadi di masyarakat maupun dari
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertanian Konvensional Pertanian Konvensional adalah sistem pertanian tradisional yang mengalami perkembangan dalam hal ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga bisa dikatakan
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian
PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Pembangunan pertanian merupakan faktor penunjang ekonomi nasional. Program-program pembangunan yang dijalankan pada masa lalu bersifat linier dan cenderung bersifat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memberi dampak positif dalam aspek kehidupan manusia.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu kebutuhan yang sangat penting bagi setiap manusia. Pendidikan sangat penting artinya bahwa tanpa pendidikan manusia akan sulit untuk
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan pembangunan di Indonesia telah sejak lama mengedepankan peningkatan sektor pertanian. Demikian pula visi pembangunan pertanian tahun 2005 2009 didasarkan pada tujuan pembangunan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran merupakan esensi dari sebuah pendidikan. Pendidikan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran merupakan esensi dari sebuah pendidikan. Pendidikan dikatakan berhasil manakala hasil dari proses pembelajaran itu sendiri bermutu. Pembelajaran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara dengan tingkat keberagaman yang tinggi. Baik keberagaman hayati
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara dengan tingkat keberagaman yang tinggi. Baik keberagaman hayati (biodiversity) maupun keberagaman tradisi (culture diversity).
Lebih terperinciKurikulum Berbasis TIK
PENDAHULUAN Ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang terus, bahkan dewasa ini berlangsung dengan pesat. Perkembangan itu bukan hanya dalam hitungan tahun, bulan, atau hari, melainkan jam, bahkan menit
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Proses kegiatan belajar mengajar merupakan suatu aktivitas yang bertujuan
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses kegiatan belajar mengajar merupakan suatu aktivitas yang bertujuan mengarahkan siswa pada perubahan tingkah laku yang di inginkan. Pengertian ini cukup
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Data Balai Pemantapan Kawasan Hutan Jawa-Madura tahun 2004 menunjukkan bahwa kawasan hutan Jawa seluas 3.289.131 hektar, berada dalam kondisi rusak. Lahan kritis di dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perubahan sistem kerap muncul sebagai bentuk reformasi dari sistem sebelumnya.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Roda pemerintahan terus bergulir dan silih berganti. Kebijakan baru dan perubahan sistem kerap muncul sebagai bentuk reformasi dari sistem sebelumnya. Dampak
Lebih terperinciPENDEKATAN ILMIAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM MADRASAH IBTIDAIYAH (Studi Analisis Desain Strategi Pendidikan Agama Islam)
PENDEKATAN ILMIAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM MADRASAH IBTIDAIYAH (Studi Analisis Desain Strategi Pendidikan Agama Islam) Oleh: Muhamad Fatih Rusydi Syadzili I Pendidikan esensinya bukan sebagai sarana transfer
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Teori Teori Adopsi dan Difusi Inovasi
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Teori 2.1.1 Teori Adopsi dan Difusi Inovasi Inovasi menurut Rogers (1983) merupakan suatu ide, praktek atau obyek yang dianggap baru oleh individu atau kelompok pengadopsi.
Lebih terperinciKIP dan Perubahan Sikap
KIP dan Perubahan Sikap Pertemuan ke 8-9 1 Pengaruh komunikasi interpersonal terhadap perubahan sikap terjadi dalam dua arah. Arah pertama bersifat incongruent, yaitu perubahan sikap yang menuju ke arah
Lebih terperinciModel Mazmanian dan Sabatier
Kuliah 11 Model Mazmanian dan Sabatier 1 Model Mazmanian dan Sabatier Tiga variabel yg mempengaruhi implementasi kebijakan : 1.Karakteristik masalah; 2.Struktur manajemen program yang tercermin dalam berbagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan cara manusia untuk menggunakan akal /rasional mereka untuk jawaban dalam menghadapi berbagai masalah yang timbul dimasa yang akan datang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tersebut mempunyai rasa percaya diri yang memadai. Rasa percaya diri (Self
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rasa percaya diri diperlukan dalam hidup seseorang guna mencapai tujuan dalam kehidupannya. Tujuan tersebut akan dapat diraih manakala orang tersebut mempunyai
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Bangsa Indonesia terkenal dengan kemajemukannya yang terdiri dari berbagai suku bangsa dan hidup bersama dalam negara kesatuan RI dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika. Dalam keanekaragaman
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan temuan penelitian dan analisis hasil penelitian tentang
72 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Berdasarkan temuan penelitian dan analisis hasil penelitian tentang Bagaimana penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan inklusivitas
Lebih terperinciPENYULUHAN KEHUTANAN Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kecepatan Adopsi I. PENDAHULUAN. merupakan usaha untuk mengubah pengetahuan, sikap, kebiasaan dan
Tugas : PENYULUHAN KEHUTANAN Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kecepatan Adopsi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyuluhan merupakan proses pendidikan diluar sekolah yang diselenggarakan secara sistematis
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN
16 II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Tinjauan Pustaka Definisi pembangunan masyarakat yang telah diterima secara luas adalah definisi yang telah ditetapkan oleh Peserikatan
Lebih terperinciDefinisi-definisi Difusi adalah proses inovasi yang dikomunikasikan melalui saluran-saluran tertentu kepada anggota sistem sosial Komunikasi adalah se
DIFUSI INOVASI Everett M. Rogers Jat Jat Wirijadinata Definisi-definisi Difusi adalah proses inovasi yang dikomunikasikan melalui saluran-saluran tertentu kepada anggota sistem sosial Komunikasi adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. prestasi belajar siswa dengan berbagai upaya. Salah satu upaya tersebut
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Guru sebagai agen pembelajaran merasa terpanggil untuk meningkatkan prestasi belajar siswa dengan berbagai upaya. Salah satu upaya tersebut adalah mengoptimalkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mempelajari pengetahuan berdasarkan fakta, fenomena alam, hasil pemikiran
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu kimia merupakan salah satu cabang dari IPA (sains) yang mempelajari pengetahuan berdasarkan fakta, fenomena alam, hasil pemikiran (produk) para ahli dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan bahwa pembentukan Pemerintah Negara Indonesia untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Perwujudan dari amanat itu, yaitu
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. dilakukan atau kegiatan-kegiatan yang terjadi pada fisik maupun non-fisik, merupakan
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Aktivitas Belajar Mulyono (2001: 26) aktivitas artinya kegiatan atau keaktifan. Jadi, segala sesuatu yang dilakukan atau kegiatan-kegiatan yang terjadi pada fisik maupun
Lebih terperincidengan memberi tekanan dalam proses pembelajaran itu sendiri. Guru harus mampu menciptakan kondisi pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting dalam pembangunan sumber daya manusia Indonesia seutuhnya. Oleh karena itu, pendidikan sangat perlu untuk dikembangkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. manusia untuk mengembangkan pengetahuan dan kepribadiannya. Pendidikan ini
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada hakikatnya adalah usaha sadar yang dilakukan oleh manusia untuk mengembangkan pengetahuan dan kepribadiannya. Pendidikan ini memiliki peranan
Lebih terperinciKETERLAKSANAAN LAYANAN PEMBELAJARAN DALAM BIMBINGAN BELAJAR OLEH GURU KELAS BERDASARKAN TANGGAPAN SISWA DI SEKOLAH DASAR
KETERLAKSANAAN LAYANAN PEMBELAJARAN DALAM BIMBINGAN BELAJAR OLEH GURU KELAS BERDASARKAN TANGGAPAN SISWA DI SEKOLAH DASAR SUYONO Guru SD Negeri 007 Suka Damai Kecamatan Singingi Hilir suyonos976@gmail.com
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi kehidupan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi kehidupan manusia dalam rangka mencapai cita-cita dan tujuan yang diharapkan karena itu pendidikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses pembentukan kepribadian manusia. Pendidikan mempunyai peran penting dalam membentuk manusia yang berakal, berilmu, dan bermoral.
Lebih terperinciDUKUNGAN PENYULUH DI KELEMBAGAAN PETANI PADA PENGUATAN PERKEBUNAN KOPI RAKYAT
DUKUNGAN PENYULUH DI KELEMBAGAAN PETANI PADA PENGUATAN PERKEBUNAN KOPI RAKYAT Dayat Program Studi Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian, Bogor E-mail: sttp.bogor@deptan.go.id RINGKASAN Indonesia merupakan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kehidupan manusia sebagai makhluk sosial dihadapkan kepada masalah sosial
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan manusia sebagai makhluk sosial dihadapkan kepada masalah sosial yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan. Masalah sosial ini timbul sebagai akibat
Lebih terperinciBAB VIII PENGAMBILAN KEPUTUSAN INOVASI PRIMA TANI OLEH PETANI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGANNYA
59 BAB VIII PENGAMBILAN KEPUTUSAN INOVASI PRIMA TANI OLEH PETANI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGANNYA 8.1 Pengambilan Keputusan Inovasi Prima Tani oleh Petani Pengambilan keputusan inovasi Prima
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Remaja Karakteristik Remaja Kepribadian Remaja dalam Sudut Pandang Konsumen
TINJAUAN PUSTAKA Remaja Karakteristik Remaja Masa remaja dimulai sekitar usia 10 hingga 13 tahun dan berakhir pada sekitar usia 18 hingga 22 tahun (Santrock 2007). Menurut Santrock (2002), ciri utama remaja
Lebih terperinciI. PENGANTAR. Presiden Joko Widodo, yaitu 'meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing
I. PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Bermula dari salah satu program 'Nawacita' yang dicanangkan oleh Presiden Joko Widodo, yaitu 'meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional'.
Lebih terperinciPERBEDAAN MOTIVASI MENGEMBANGKAN KARIR ANTARA TIPE KEPRIBADIAN EKSTROVERT DAN INTROVERT PADA KARYAWAN. Skripsi
PERBEDAAN MOTIVASI MENGEMBANGKAN KARIR ANTARA TIPE KEPRIBADIAN EKSTROVERT DAN INTROVERT PADA KARYAWAN Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Diajukan oleh : Gatot
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia adalah Bangsa yang heterogen, kita menyadari bahwa bangsa
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia adalah Bangsa yang heterogen, kita menyadari bahwa bangsa Indonesia memang sangat majemuk. Oleh karena itu lahir sumpah pemuda, dan semboyan bhineka
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada saat ini telah menjadi kebutuhan yang sangat penting dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Membahas masalah pendidikan tidak dapat terlepas dari pengertian pendidikan secara umum. Pendidikan memiliki ruang lingkup yang sangat luas. Pendidikan pada
Lebih terperinciV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Responden penelitian ini adalah para petani di Desa Poncowarno Kecamatan
V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Identitas Responden Responden penelitian ini adalah para petani di Desa Poncowarno Kecamatan Kalirejo Kabupaten Lampung Tengah yang berjumlah 69 orang. Untuk mendapatkan
Lebih terperinciPraktikum Perilaku Konsumen
Modul ke: Praktikum Perilaku Konsumen Difusi dan Inovasi Konsumen Fakultas EKONOMI DAN BISNIS Ade Permata Surya, S.Gz., MM. Program Studi MANAJEMEN www.mercubuana.ac.id Definisi Inovasi dan Difusi Inovasi
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. Tabel 1. Statistik Kunjungan Wisatawan ke Indonesia Tahun Tahun
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Hal ini berdasarkan pada pengakuan berbagai organisasi
Lebih terperinciKeterlibatan siswa baik secara fisik maupun mental merupakan bentuk
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Proses pembelajaran pada dasarnya merupakan transformasi pengetahuan, sikap, dan keterampilan dengan melibatkan aktivitas fisik dan mental siswa. Keterlibatan
Lebih terperinciDampak Perubahan Sosial Budaya
Dampak Perubahan Sosial Budaya Terhadap Kesehatan dr.taufik Suryadi,SpF (abiforensa@yahoo.com) Ahli Kedokteran Forensik dan Medikolegal, Lulusan FK USU Lulusan Program Bioetika, Hukum Kedokteran dan HAM
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memandang latar belakang maupun kondisi yang ada pada mereka. Meskipun
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan mempunyai peran yang amat menentukan, tidak hanya bagi perkembangan dan perwujudan diri individu tetapi juga bagi pembangunan suatu bangsa dan negara.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. manusia -manusia pembangunan yang ber-pancasila serta untuk membentuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah segala usaha orang dewasa dalam pergaulannya dengan anak-anak untuk memimpin perkembangan jasmani dan rohaninya ke arah kedewasaan (Ngalim Purwanto,
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. nilai budaya, memberikan manfaat/benefit kepada masyarakat pengelola, dan
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Hutan Kemasyarakatan (HKm) Hutan kemasyarakatan (HKm) adalah hutan negara dengan sistem pengelolaan hutan yang bertujuan memberdayakan masyarakat (meningkatkan nilai ekonomi, nilai
Lebih terperincitersisih ", mengandung pengertian bahwa kaum gay pada akhirnya tetap
BABI PENDAHUL UAN 1.1. Latar Belakang Masalah. Pada umumnya, masyarakat di Indonesia mengenal adanya 3 Jems orientasi seksual. Ketiga orientasi tersebut adalah heteroseksual, homoseksual dan biseksual.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pendapat Suroso Prawiroharjo sebagaimana dikutip Raka Joni (1984 : 5), salah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan mulai dilaksanakan sejak manusia berada di muka bumi, adanya pendidikan sudah setua dengan adanya kehidupan manusia itu sendiri. Menurut pendapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Secara umum pendidikan mampu manghasilkan manusia sebagai individu dan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Visi, misi, dan tujuan pendidikan nasional harus mencerminkan kemampuan sistem pendidikan nasional untuk mengakomodasi berbagi tuntutan peran yang multidimensional.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Lingkungan keluarga seringkali disebut sebagai lingkungan pendidikan informal
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan koloni terkecil di dalam masyarakat dan dari keluargalah akan tercipta pribadi-pribadi tertentu yang akan membaur dalam satu masyarakat. Lingkungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa dituntut kreatif, inovatif dan berperan aktif dalam berinteraksi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mahasiswa dituntut kreatif, inovatif dan berperan aktif dalam berinteraksi sosial. Dalam upayanya untuk kreatif, inovatif dan berperan aktif, mahasiswa memerlukan bantuan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. timbul pada diri manusia. Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 Bab 1 Pasal 1
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses dalam pembangunan manusia untuk mengembangkan dirinya agar dapat menghadapi segala permasalahan yang timbul pada diri manusia. Menurut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan pilar utama bagi kemajuan bangsa dan negara.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan pilar utama bagi kemajuan bangsa dan negara. Semua negara membutuhkan pendidikan berkualitas untuk mendukung kemajuan bangsa, termasuk Indonesia.
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian
PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Undang-Undang No 16 tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan menyebutkan bahwa penyuluhan merupakan bagian dari upaya mencerdaskan kehidupan
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sumber penghidupan jutaan rakyat Indonesia sebagai mata pencaharian pokok, sumber pendapatan, penyedia bahan makanan, penyedia bahan baku industri,
Lebih terperinciPERNYATAAN KEASLIAN TESIS
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS Yang bertanda tangan di bawah ini, saya: Nama : Widiharto NIM : S200070130 Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis yang berjudul Peningkatan Keterampilan Berbicara dengan Teknik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah bentuk dari proses pembelajaran manusia mengenai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah bentuk dari proses pembelajaran manusia mengenai berbagai macam hal didunia. Setiap manusia harus mendapatkan pendidikan yang mampu mencakup
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
27 PENDAHULUAN Latar Belakang Paradigma baru pembangunan Indonesia lebih diorientasikan pada sektor pertanian sebagai sumber utama pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan kapasitas lokal. Salah satu fokus
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. khas minang di kota Padang dengan menguji hubungan antara entrepreneurial
BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor yang menentukan kinerja pada industri mikro, kecil, dan menengah (IKM) makanan khas minang di kota Padang dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari banyak pulau
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari banyak pulau dan memiliki berbagai macam suku bangsa, bahasa, adat istiadat atau sering disebut kebudayaan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan manusia tidak akan lepas dengan namanya pendidikan. Masalah pendidikan adalah masalah yang sangat penting dalam kehidupan yang merupakan kegiatan secara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menghadapi perkembangan ini dan harus berfikiran lebih maju. Ciri-ciri
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Majunya perkembangan IPTEK pada era globalisasi sekarang ini membuat dunia terasa semakin sempit karena segala sesuatunya dapat dijangkau dengan sangat mudah.
Lebih terperinciBAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. kesimpulan bahwa proses difusi, inovasi dan adopsi motor trail pada komunitas
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Dari data-data penelitian yang diperoleh di lapangan yakni melalui kuesioner, wawancara dan hasil pengamatan, maka peneliti dapat menarik kesimpulan bahwa proses
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan pembangunan nasional sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas hidup
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pedesaan adalah bagian integral dari pembangunan daerah dan pembangunan nasional sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Idealnya, program-program
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Akhlak sebagai potensi yang bersemayam dalam jiwa menunjukkan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Akhlak sebagai potensi yang bersemayam dalam jiwa menunjukkan bahwa akhlak bersifat abstrak, tidak dapat diukur, dan diberi nilai oleh indrawi manusia (Ritonga,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. pesat menyebabkan munculnya berbagai gejala sosial dan perubahan dalam. jawab dalam menghadapi tantangan di masa depan.
BAB 1 PENDAHULUAN Pendahuluan merupakan suatu tindakan yang harus dilakukan sebelum meneliti sesuatu, yaitu mencari suatu permasalahan, latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. A. Keterlaksanaan Pembelajaran Matematika
BAB II LANDASAN TEORI A. Keterlaksanaan Pembelajaran Matematika Pengertian pembelajaran sebagaimana tercantum dalam UU RI nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional adalah suatu proses interaksi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu proses terhadap anak didik yang berlangsung terus sampai anak didik mencapai pribadi dewasa susila. Proses ini berlangsung dalam jangka
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Berdasarkan fungsi dan tujuan pendidikan diperlukan pembangunan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berdasarkan fungsi dan tujuan pendidikan diperlukan pembangunan pendidikan. Salah satu orientasi pembangunan pendidikan dewasa ini adalah peningkatan kualitas
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN. A. Kesimpulan Kreativitas mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN A. Kesimpulan Kreativitas mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Melalui kreativitas yang dimilikinya, manusia memberikan bobot dan makna
Lebih terperinci