HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 27 HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam penelitian ini kajian dilakukan diseluruh instansi yang mempunyai tupoksi berkaitan dengan strategi pencegahan dan pengendalian bruselosis di seluruh Kalimantan. Instansi-instansi tersebut meliputi: Unit Pelaksana Teknis Karantina Pertanian (UPTKP), yaitu instansi yang mempunyai tupoksi mencegah masuk dan tersebarnya bruselosis ke Pulau Kalimantan dan instansi yang menjalankan fungsi kesehatan hewan di kabupaten dan kota yang ada di Pulau Kalimantan, yaitu Dinas yang mempunyai tupoksi pengendalian bruselosis di Pulau Kalimantan. Ada beberapa unsur dan variabel yang telah diteliti dalam kajian strategis pencegahan dan pengendalian bruselosis di Kalimantan ini, meliputi: pelaku kebijakan, lingkungan kebijakan dan sistem kebijakan. Hasil Unit Pelaksana Teknis Karantina Pertanian (UPTKP) Dari hasil pengumpulan data di 16 UPTKP maka dapat diperoleh data sebagai berikut : Pelaku Kebijakan UPTKP Dari hasil pengamatan ke-16 UPTKP jumlah pelaku kebijakan secara umum cukup memadai hanya saja penyebarannya kurang merata, Sumber daya manusia (SDM) pada UPTKP sebagian besar merupakan pengiriman SDM dari kementrian pertanian melalui Badan Karantina Pertanian yang direkrut hampir setiap tahun. Penerimaan ini melalui tes calon pegawai negeri sipil yang diselenggarakan serentak secara nasional diseluruh Indonesia. Data jumlah SDM yang dimiliki UPTKP terkait dengan program pencegahan bruselosis di Kalimantan dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Ketersediaan sumber daya manusia UPTKP Sumber Daya Manusia Rata-rata (orang) Maksimum (orang) Minimum (orang) Medik Paramedik Administrasi 6 34

2 28 Sumber daya manusia yang dimiliki oleh UPTKP yang melalulintaskan hewan rentan bruselosis ke Kalimantan rata rata memiliki medik, paramedik dan administrasi. Terlihat pada tabel 5 bahwa setiap UPTKP rata rata memiliki 8 medik veteriner dengan maksimum 37 medik dan minimum 1 medik per UPTKP. Untuk paramedik setiap UPTKP memiliki 16 paramedik dengan maksimum 39 dan mimimum 1 paramedik per UPTKP. Tenaga administrasi per UPTKP rata rata memiliki 6 tenaga administrasi dengan maksimum 34 tenaga administrasi namun ada UPTKP yang tidak mempunyai tenaga administrasi. Menurut data-data yang diperoleh, karakteristik para pelaku kebijakan di UPTKP dapat digambarkan sebagai berikut : 1. Kepala Seksi Pelayanan Operasional Karantina Hewan Menurut pengamatan pada kelompok Kepala Seksi Pelayanan Operasional Karantina Hewan (Kasi yanop KH) sebagian besar adalah laki laki, pada umur 31-4 tahun, lamanya masa kerja 1-15 tahun dan berpendidikan S1. Mayoritas kepala seksi tidak pernah mengikuti pelatihan yang berkaitan dengan bruselosis. 2. Medik Veteriner Karantina Menurut pengamatan pada kelompok medik veteriner, lebih banyak perempuan daripada laki laki, mayoritas berumur diantara 31-4 tahun, dan mempunyai masa kerja dibawah 5 tahun. Sebagian besar medik veteriner juga tidak pernah mengikuti pelatihan berkaitan dengan bruselosis. Pengetahuan tentang bruselosis pada medik veteriner baik diikuti dengan sikap yang baik pula. 3. Paramedik Veteriner Karantina Menurut pengamatan pada kelompok paramedik veteriner, lebih banyak laki laki daripada perempuan, pada umur merata dan paling banyak di bawah umur 3 tahun, mayoritas lamanya masa kerja 1-15 tahun serta pendidikan adalah SLTA. Sebagian besar paramedik veteriner tidak pernah mengikuti pelatihan yang berkaitan dengan bruselosis. Pengetahuan paramedik veteriner tentang bruselosis cukup dengan diikuti sikap yang baik. Pelatihan, pengetahuan dan sikap para pelaku kebijakan UPTKP terkait bruselosis secara rinci disajikan pada Tabel 5.

3 29 Tabel 5 Karakteristik pelaku kebijakan UPTKP No Karakteristik Kepala Seksi 1 Pelatihan terkait bruselosis : Tidak pernah 4 1 kali kali kali Pengetahuan terkait pencegahan bruselosis Sangat baik Baik Cukup Kurang baik Tidak baik 3 Sikap terkait pencegahan bruselosis Sangat baik Baik Cukup Kurang baik Tidak baik Medik Paramedik Lingkungan Kebijakan UPTKP 1. Sumber Dana Menurut data dari beberapa UPTKP bahwa sumber dana yang dimiliki oleh Dinas ini bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Secara umum semua UPTKP mempunyai anggaran untuk melakukan pengamatan penyakit dan tindak karantina hewan. Menurut data yang diperoleh ada 89.58% UPTKP yang menyebutkan menyediakan dana khusus untuk pengamatan bruselosis % UPTKP menyediakan dana untuk koordinasi dengan Dinas terkait. Untuk pengembangan sumber daya manusia hanya 68.75% UPTKP yang menyediakan dana untuk pelatihan dan 58.33% UPTKP untuk in house training. Alokasi sumber dana secara rinci dapat terlihat pada Tabel 6. Tabel 6 Alokasi dana UPTKP untuk pencegahan bruselosis di Kalimantan No Ketersediaan dana UPTKP 1 Pengamatan bruselosis termasuk surveilans dan tindakan karantina hewan (perjalanan, bahan dan alat pengambilan sampel serta bahan dan alat laboratorium) 2 Koordinasi dengan Dinas terkait Pengembangan sumber daya : Pelatihan In house training

4 3 2. Sarana dan Prasarana Sarana dan prasarana yang dimiliki UPTKP sebagian besar berasal dari pengadaan barang dan jasa yang bersumber dari APBN. Menurut data yang diperoleh secara umum ketersediaan sarana dan prasana pada instalasi karantina hewan hampir semua UPTKP tersedia, ketersediaan sarana prasarana pada instalasi karantina hewan, peralatan laboratorium, peralatan pengambilan sampel, kendaraan operasional dan alat pengolah data relatif lengkap. Sarana dan parasarana dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 Ketersediaan sarana prasana UPTKP No Sarana dan Prasarana UPTKP Pemasukan (Kalimantan) UPTKP Pengeluaran (Luar Kalimantan) 1 Instalasi Karantina Hewan Peralatan 1 1 Bahan 1 1 Ruang Pemeriksaan hewan Laboratorium (Pemeriksaan RBT) Peralatan 1 1 Bahan Antigen RBT 1 1 Bahan Kontrol Positif Brucella Pengambilan sampel 1 1 Ada beberapa hal penting yang terlihat kurang tersedia seperti ruang periksa hewan dan bahan reagen kontrol positif Brucella sp. Pada ruang periksa hewan hanya 33% dari UPTKP di Kalimantan yang memiliki ruang periksa hewan. Selain itu pada bahan laboratorium yaitu reagen kontrol positif RBT hanya 33% UPTKP di Kalimantan yang tersedia.kedua sarana ini cukup penting dan dibutuhkan dalam strategi ini. Ruang pemeriksaan sangat dibutuhkan dalam pemeriksaan hewan serta pengambilan sampel sehingga harus tersedia. Reagen positif kontrol Brucella sp dalam pemeriksaan rose bengal test (RBT) sangat dibutuhkan dalam penentuan hasil pemeriksaan serologis, tanpa positif kontrol suatu uji tidak dapat dipastikan kebenarannya. Sistem Kebijakan Karantina pertanian dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya dalam tindakan karantina hewan terkait bruselosis tidak terlepas dari Undang Undang no.16 tahun 1992 tentang Karantina hewan, ikan dan tumbuhan, Peraturan

5 31 Pemerintah no.82 tahun 2 tentang karantina hewan serta peraturan peraturan terkait lainnya. Dalam UU dan PP tersebut dijelaskan mengenai prosedur tindak karantina hewan yang dikenal dengan istilah 8P yaitu pemeriksaan, pengasingan, pengamatan, perlakuan, penahanan, penolakan, pemusnahan dan pembebasan. Dari hasil yang diperoleh bahwa seluruh UPTKP telah melakukan tindakan karantina hewan sesuai dengan aturan kebijakan tetapi ada beberapa hal yang belum dapat terimplementasi sesuai dengan standar internasional (OIE). Implementasi sistem kebijakan secara rinci terlihat seperti pada Tabel8. Tabel 8 Sistem Kebijakan UPTKP No Sistem kebijakan UPTKP Pemasukan (Kalimantan) 1 Pemeriksaan a. Pemeriksaan dokumen Dilakukan pemeriksaan kelengkapan, kebenaran isi, dan keabsahan dokumen Dokumen menjelaskan hewan berasal dari peternakan bebas bruselosis Dokumen menjelaskan hewan berasal dari daerah yang bebas bruselosis b. Pemeriksaan fisik (kesehatan hewan) c. Pemeriksaan laboratorium UPTKP Pengeluaran (Luar Kalimantan) Pengambilan sampel serum 1 1 Pemeriksaan RBT dan Uji Lanjut 1 1 CFT Pemeriksaan Laboratorium pada sapi bibit dari daerah tidak bebas bruselosis dilakukan 2 kali dengan interval waktu 3 hari (Dilakukan satu kali setelah 3-5 hari kedatangan) Pemeriksaan Laboratorium pada sapi potong 3 hari sebelum keberangkatan/3 hari setelah kedatangan. (Dilakukan satu kali setelah 3-5 hari kedatangan) (Dilakukan satu kali sebelum 3-14 hari keberangkatan) (Dilakukan satu kali sebelum 3-5 hari keberangkatan) 2 Pengasingan Pengamatan Perlakuan Penahanan Penolakan Pemusnahan Pembebasan 1 1 Menurut hasil pengamatan hanya 5% UPTKP pengeluaran (di luar Kalimantan) yang melakukan pemeriksaan terhadap dokumen yang menjelaskan

6 32 hewan berasal dari peternakan yang bebas bruselosis dan hanya 4% UPTKP pengeluaran (di luar Kalimantan) yang melakukan pemeriksaan terhadap dokumen yang menjelaskan hewan berasal dari daerah yang bebas bruselosis. Seluruh UPTKP sudah melaksanakan pemeriksaan laboratorium secara serologis 2 kali terhadap hewan bibit yang dilalulintas. Pertama di daerah asal (tempat pengeluaran) yaitu 3-14 hari sebelum keberangkatan dan kedua di daerah Kalimantan (tempat pemasukan) yaitu 3-5 hari setelah pemasukan sehingga interval waktu pemeriksaan 6-19 hari. UPTKP juga melakukan pemeriksaan laboratorium pada sapi potong tetapi hanya satu kali saja yaitu 3-5 hari sebelum keberangkatan di daerah pengeluaran / setelah kedatangan di deaerah pemasukan, jadi bila UPTKP daerah pengeluaran sudah melakukan pemeriksaan maka UPTKP daerah pemasukan tidak melakukannya lagi, begitu juga sebaliknya bila UPTKP daerah pengeluaran tidak melakukan maka UPTKP daerah pemasukan melakukan pemeriksaan. Dinas yang Menjalankan Fungsi Kesehatan Hewan Kabupaten/Kota di Kalimantan Dari ke-54 Dinas yang menjalankan fungsi kesehatan hewan di kabupaten/kota yang diberikan kuisioner hanya 14 Dinas yang mengembalikan hasil kuisioner tersebut. Sehingga dari ke-14 Dinas tersebut diperoleh data-data sebagai berikut. Pelaku Kebijakan Dari hasil pengamatan ke-14 Dinas yang menjalankan fungsi kesehatan hewan di kabupaten/kota, jumlah pelaku kebijakan secara umum kurang memadai dan penyebarannya tidak merata, Sumber daya manusia (SDM) pada instansi ini sebagian merupakan perekrutan pegawai dari Pemerintah Daerah itu sendiri dan sebagian adalah kiriman dari pusat. Perekrutan tidak selalu dilaksanakan setiap tahun. Data jumlah SDM yang dimiliki di ke-14 Dinas ini terkait dengan program pencegahan bruselosis di Kalimantan dapat dilihat pada Tabel 9.

7 33 Tabel 9 Ketersediaan sumber daya manusia dinas kabupaten/kota Sumber Daya Manusia Rata-rata (orang) Maksimum (orang) Minimum (orang) Medik 3 6 Paramedik 3 1 Administrasi 1 3 Terlihat pada data tabel diatas bahwa setiap Dinas rata rata memiliki 3 medik veteriner dengan maksimum 6 medik veteriner namun ada Dinas yang tidak memiliki medik veteriner. Untuk paramedik, setiap Dinas memiliki 1 paramedik dengan maksimum 3 paramedik dan ada Dinas yang tidak memiliki paramedik. Tenaga administrasi per-dinas rata rata memiliki 1 tenaga administrasi dengan maksimum 3 tenaga administrasi namun ada Dinas yang tidak mempunyai tenaga administrasi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ada Dinas yang menjalankan fungsi kesehatan hewan di kabupaten/kota terkait strategi pengendalian bruselosis di Kalimantan yang tidak memiliki medik, paramedik maupun administrasi. Menurut data-data yang diperoleh, karakteristik para pelaku kebijakan di Dinas yang melakukan fungsi kesehatan hewan di kabupaten/kota di seluruh Kalimantan dapat digambarkan sebagai berikut : 1. Kepala Seksi Kesehatan Hewan Menurut pengamatan pada kelompok Kepala Seksi Kesehatan Hewan (Kasi keswan) sebagian besar adalah laki laki, pada umur 31-4 tahun, lamanya masa kerja hampir merata diantara 5-1 tahun dan 15-2 tahun serta berpendidikan Strata 1 (S1). Mayoritas kepala seksi tidak pernah mengikuti pelatihan yang berkaitan dengan bruselosis. 2. Medik Veteriner Menurut pengamatan pada kelompok medik veteriner, jenis kelamin hampir seimbang, mayoritas berumur diantara 31-4 tahun, dan mempunyai masa kerja dibawah 5 tahun. Sebagian besar medik veteriner juga tidak pernah mengikuti pelatihan berkaitan dengan bruselosis. Berpendidikan rata-rata Strata 1 (S1). Pengetahuan tentang bruselosis pada medik veteriner rata rata cukup diikuti dengan sikap yang baik.

8 34 3. Paramedik Veteriner Menurut pengamatan pada kelompok paramedik veteriner, lebih banyak laki laki daripada perempuan, pada umur merata dan paling banyak diantara umur 31-4 tahun, mayoritas lamanya masa kerja dibawah 5 tahun serta pendidikan mayoritas adalah Diploma 3 (D3). Sebagian besar paramedik veteriner tidak pernah mengikuti pelatihan yang berkaitan dengan bruselosis. Pengetahuan paramedik veteriner tentang bruselosis cukup dengan diikuti sikap yang baik. Terlihat pada data, mayoritas para pelaku kebijakan di Dinas yang melaksanakan fungsinya terkait dengan strategi pengendalian bruselosis di Kalimantan mempunyai pengetahuan yang cukup dan sikap yang baik. Sebagaian besar belum pernah mengikuti pelatihan yang berkaitan dengan bruselosis. Pelatihan, pengetahuan dan sikap para pelaku kebijakan terkait bruselosis secara rinci disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Karakteristik pelaku kebijakan dinas kabupaten/kota No Karakteristik Kepala Seksi 1 Pelatihan terkait bruselosis : Tidak pernah kali 2 kali kali kali 5 kali Pengetahuan terkait pencegahan bruselosis Sangat baik Baik Cukup Kurang baik Tidak baik 3 Sikap terkait pencegahan bruselosis Sangat baik Baik Cukup Kurang baik Tidak baik Medik Paramedik

9 35 Lingkungan Kebijakan Sumber Dana Menurut data dari beberapa Dinas bahwa sumber dana yang dimiliki oleh Dinas ini bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) serta Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Menurut pengamatan hanya sebagian dari ke-14 Dinas yang mempunyai anggaran untuk melakukan pengamatan penyakit. Menurut data yang diperoleh ada 5% Dinas yang menyebutkan menyediakan dana khusus untuk pengamatan bruselosis % Dinas menyediakan dana untuk pengawasan pergerakan hewan (check point). Untuk kompensasi peternak yang ternaknya yang dipotong dalam program test and slaughter hanya 14.29% Dinas yang menganggarkan hal tersebut % Dinas yang menyediakan dana untuk pemusnahan hewan reaktor. Untuk pengembangan sumber daya hanya 28.57% Dinas untuk pelatihan dan inhouse training. Alokasi sumber dana secara rinci dapat terlihat pada Tabel 11. Tabel 11 Alokasi sumber dana untuk pengendalian bruselosis di Kalimantan No Ketersediaan dana Dinas kabupaten/kota 1 Pengamatan bruselosis 5 2 Pengawasan pergerakan hewan (check point) Kompensasi ternak yang dipotong Pemusnahan hewan reaktor Koordinasi dengan Dinas terkait Pengembangan sumber daya : Pelatihan In house training Sarana dan Prasarana Sarana dan prasarana yang dimiliki Dinas yang menjalankan fungsi kesehatan hewan di kabupaten/kota di Kalimantan sebagian besar berasal dari pengadaan barang dan jasa yang bersumber dari APBN dan APBD. Ada beberapa hal penting yang terlihat kurang tersedia seperti ruang periksa hewan, bahan dan alat laboratorium, serta alat pengambilan sampel. Pada ruang periksa hewan hanya 7.14% Dinas yang memiliki ruang periksa hewan. Selain itu pada alat dan bahan laboratorium hanya 28.57% Dinas yang memiliki alat dan bahan laboratorium sedangkan pada reagen kontrol positif RBT tidak ada Dinas yang memiliki reagen

10 36 kontrol positif RBT. Selain itu juga pada alat pengambilan sampel hanya 64.29% Dinas yang tersedia. Ketersedian sarana dan prasarana di ke-14 Dinas ini terlihat terbatas pada beberapa hal yang penting. Sebagai contoh, pada ketersediaan alat pengambilan sampel serum yang diperlukan dalam pengamatan atau surveilans penyakit seperti bruselosis. Keterbatasan sarana dan prasarana tentu saja dapat menghambat pelaksanaan program pengendalian bruselosis di Kalimantan. Ketersediaan sarana dan prasarana secara rinci terlihat pada Tabel12. Tabel 12 Ketersediaan sarana prasarana dinas kabupaten/kota No Sarana dan prasarana Dinas kabupaten/kota % 1 Poskeswan/klinik hewan Peralatan Bahan Ruang Pemeriksaan hewan Laboratorium (Pemeriksaan RBT) Peralatan Bahan Antigen RBT Bahan Kontrol Positif Brucella 3 Alat Pengambilan sampel Sistem Kebijakan Menurut data yang diperoleh dari ke-14 Dinas bahwa secara umum seluruh dinas peternakan kabupaten/kota di Kalimantan melakukan strategi pemotongan bersyarat (test and slaughter) terhadap hewan yang terbukti positif terinfeksi bruselosis walaupun hanya 21.43% Dinas yang memberikan kompensasi kepada peternak % Dinas melakukan pemeriksaan secara klinis, 71.43% Dinas melakukan pemeriksaan secara serologis dan 64.29% Dinas yang melakukan pemeriksaan secara epidemiologi (surveilans). Pada pengawasan lalu lintas ternak, 85.71% Dinas yang selalu berkoordinasi dengan karantina dan hanya 42.86% Dinas yang melakukan pengawasan antar daerah di perbatasan antar kota/kab (check point). Kalimantan daerah yang bebas sehingga tidak dilakukan vaksinasi % Dinas melakukan pengujian laboratorium, selebihnya dikirim ke BPPV regional V Banjarbaru % Dinas melakukan koordinasi dengan instansi terkait lainnya. Data sistem kebijakan lebih rinci dapat dilihat pada Tabel13

11 37 Tabel 13 Sistem kebijakan dinas yang menjalankan fungsi kesehatan hewan No Sistem kebijakan Dinas Peternakan kabupaten/kota (Di Kalimantan) 1 Pemeriksaan - Secara Klinis Secara Serologis Secara Epidemiologi (surveilans) Pengawasan lalu lintas ternak - Berkoordinasi dengan Karantina Hewan Pengawasan antar daerah (check point) Vaksinasi 4 Pengujian Laboratorium Pemotongan bersyarat (test and slaughter) 1 6 Kompensasi peternak Koordinasi Dinas terkait Pembahasan Bruselosis adalah penyakit utama pada ternak ruminasia yang menyebabkan kegagalan reproduksi. Bruselosis juga merupakan penyakit zoonosis yang menyebabkan dampak ekonomi yang cukup besar walau mortalitasnya tidak terlalu tinggi. Di Kalimantan, jumlah kasus telah berkurang karena adanya program dan strategi pemberantasan selama kurun waktu 1 tahun dari tahun (BPPV 28) dan telah ditetapkan menjadi daerah bebas pada tahun 29 dengan diterbitkannya surat keputusan menteri pertanian No. 254/ Kpts/PD.61/ 6/29 tanggal 15 Juni 29 dinyatakan bahwa pulau Kalimantan bebas dari penyakit keluron menular brucelosis pada sapi dan kerbau. Pulau Kalimantan telah dinyatakan bebas tetapi kewaspadaan harus tetap ada karena pada tahun 21 ditemukan beberapa reaktor-reaktor kecil di beberapa daerah di Kalimantan. Di Kalimantan Barat ditemukan 13 ekor sapi jenis sapi Bali dan sapi FH, di Kalimantan Selatan ada 12 ekor jenis sapi Bali serta di Kalimantan Timur ada 3 ekor jenis sapi Bali (BPPV 211). Adanya pemasukan atau lalu lintas ternak ruminansia dari daerah yang tidak bebas seperti Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Jawa barat, Jawa Timur merupakan resiko masuk dan tersebarnya bruselosis di Kalimantan. Mempertahankan Kalimantan dalam status bebas tentu saja bukan pekerjaan yang mudah. Sebaliknya hal ini membutuhkan suatu pendekatan yang komprehensif dan investasi dalam jangka panjang misalnya dalam hal surveilans, pengujian laboratorium isolasi, pemusnahan hewan terinfeksi (test and slaughter),

12 38 kesadaran publik, kegiatan pendidikan kesehatan dan komitmen yang kuat. Oleh karena itu diperlukan strategi pencegahan dan pengendalian bruselosis di Kalimantan. Strategi pencegahan dan pengendalian bruselosis di Kalimantan telah dilaksanakan oleh instansi-instansi yang berwenang. Instansi-instansi tersebut adalah UPTKP selaku instansi yang mempunyai tupoksi dalam pencegahan masuk dan tersebarnya penyakit termasuk bruselosis di Kalimantan dan dinas daerah dalam hal ini dinas peternakan atau dinas yang membidangi kesehatan hewan yang mempunyai tupoksi dalam pengendalian penyakit termasuk bruselosis di Kalimantan. Suksesnya suatu strategi kebijakan tentu saja harus didukung oleh beberapa faktor. Menurut Dunn (211) faktor faktor yang mendukung suatu analisi kebijakan antara lain, pelaku kebijakan, lingkungan dan sistem kebijakan. Melihat kondisi diatas maka dalam Penelitian ini telah melakukan analisis deskriptif pada program strategi pencegahan bruselosis di Kalimantan kepada instansi yang terkait. Adapun unsur yang diteliti terdiri dari tiga unsur, yaitu: pelaku kebijakan, lingkungan kebijakan (sumberdaya dan sarana prasana), dan kebijakan publik. Pelaku Kebijakan Para pelaku kebijakan yang dimaksud adalah pemegang kebijakan dan pelaksana kebijakan di suatu instansi yang melaksanakan strategi pencegahan dan pengendalian bruselosis di Kalimantan. Menurut Terrestrial Animal Health Code OIE (211) bahwa suatu Instansi pelayanan kesehatan hewan (Authority Veterinarian services) harus mempunyai sumber daya manusia sebagai pelaku kebijakan yang cukup dan sesuai dengan kebutuhan. Adapun sumber daya manusia tersebut adalah dokter hewan, paramedik dan administrasi. Tugas pokok dan fungsi masing-masing personel harus jelas dan rinci sehingga dapat memberikan jaminan terhadap pencegahan dan pengendalian penyakit yang sedang dilakukan. Pelaku kebijakan juga harus mempunyai pengetahuan tentang kesehatan hewan dan sikap yang baik dalam upaya mendukung program pencegahan dan pengendalian penyakit hewan. Pelaku kebijakan harus dapat mermberikan pelayanan kedokteran

13 39 hewan dengan dasar informasi yang efektif, misalnya dapat melaksanakan pelaporan penyakit serta pengawasan. Terlihat pada data, setiap UPTKP mempunyai medik, paramedik dan administrasi dalam menjalankan tupoksinya sedangkan pada dinas kabupaten/kota, ada beberapa dinas kabupaten/kota di Kalimantan yang tidak mempunyai medik ataupun paramedik. Kondisi kekurangan sumber daya manusia di Kabupaten/kota di Kalimantan ini tentu saja menjadi hal yang sangat krusial mengingat pentingnya sumber daya manusia yang mempunyai kompetensi untuk menjalankan program strategi ini. Melihat kondisi diatas maka perlu perekrutan sumber daya manusia pada dinas tersebut terutama perekrutan dokter hewan dan paramedik karena suatu instansi pelayanan kesehatan hewan harus mutlak mempunyai dokter hewan dan paramedik veteriner dalam upaya mendukung program pencegahan dan pengendalian penyakit hewan. Mayoritas para pelaku kebijakan di UPTKP mempunyai pengetahuan cukup baik dan diikuti sikap yang baik pula, walaupun sebagaian besar belum pernah mengikuti pelatihan yang berkaitan dengan bruselosis. Sedangkan pada medik veteriner di dinas kabupaten/kota yang ada, mayoritas medik veteriner mempunyai pengetahuan yang cukup baik diikuti dengan sikap yang baik pula sedangkan pada paramedik veteriner mayoritas mempunyai pengetahuan yang kurang baik tetapi diikuti dengan sikap yang baik. Mayoritas seluruh pelaku kebijakan tidak pernah mengikuti pelatihan. Sehingga memang diperlukan pelatihan khusus terkait bruselosis untuk meningkatkan pengetahuan, kemampuan, keahlian dan sikap yang lebih baik dan merata dalam mendukung program pencegahan penyakit tersebut di Kalimantan. Menurut Halim (211) pelatihan merupakan penciptaan suatu lingkungan dimana kalangan tenaga kerja dapat memperoleh dan mempelajari sikap, kemampuan, keahlian, pengetahuan perilaku spesifik yang berkaitan dengan pekerjaan. Pelatihan merupakan serangkaian aktivitas yang dirancang untuk meningkatkan keahlian, pengetahuan, pengalaman, ataupun perubahan sikap seseorang inidividu. Lingkungan Kebijakan Lingkungan kebijakan dalam hal ini sumber dana dan sarana prasarana yang dibutuhkan untuk strategi pencegahan dan pengendalian harus terpenuhi. Menurut

14 4 McDermott dan Arimi (22) parameter ekonomi relatif penting terkait dengan penanganan dan membuat keputusan yang lebih baik dalam strategi pencegahan dan pengendalian bruselosis. Melihat data-data yang diperoleh bahwa seluruh UPTKP telah menganggarkan dana setiap tahunnya untuk kegiatan tindak karantina hewan secara umum termasuk pada strategi pencegahan bruselosis di Kalimantan. Tetapi ada sebagian kecil UPTKP yang tidak mengganggarkan dana khusus seperti dalam koordinasi dengan instansi terkait dan pengembangan sumber daya, sehingga perlu dianggarkan untuk periode anggaran berikutnya. Menurut pengamatan yang telah dilakukan tidak semua dinas menganggarkan dana secara khusus untuk strategi pengendalian bruselosis di Kalimantan ini. Seperti terlihat pada alokasi dana untuk pengawasan pergerakan hewan (check point), hanya sedikit dinas yang menganggarkan. Selain itu juga hanya sedikit dinas yang menganggarkan dana untuk kompensasi ternak yang dipotong. Tanpa kompensasi ternak tentu saja akan mengakibatkan peternak merasa keberatan bila ternaknya akan dipotong sehingga memungkinkan peternak akan menjual sapi yang terinfeksi tersebut dan bisa mengakibatkan penyebaran semakin tidak terkontrol. Menurut AHA (25) pergerakan hewan mempunyai risiko yang tinggi terhadap penyebaran penyakit. Sejalan dengan itu, menurut Donev (21) strategi pencegahan, pengendalian dan pemberantasan dengan menggunakan strategi test and slaughter tanpa vaksinasi membutuhkan biaya yang sangat besar. Kompensasi pada peternak dan pengawasan pergerakan hewan merupakan bagian penting dalam program ini. Sistem Kebijakan Pada sistem kebijakan dalam strategi pencegahan dan pengendalian bruselosis di Kalimantan dilakukan oleh beberapa instansi yang pada penelitian ini telah dikaji pada 2 instansi yang mempunyai tupoksi berkaitan dengan strategi tersebut. Instansi instansi tersebut adalah UPTKP dan Dinas daerah kabupaten/kota yang membidangi kesehatan hewan. UPTKP

15 41 UPT Karantina pertanian dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya dalam tindakan karantina hewan terkait bruselosis tidak terlepas dari Undang Undang no 16 tahun 1992 tentang Karantina hewan, ikan dan tumbuhan, Peraturan Pemerintah no 82 tahun 2 tentang karantina hewan serta peraturan peraturan terkait lainnya. Dalam UU dan PP tersebut dijelaskan mengenai prosedur tindak karantina hewan yang dikenal dengan istilah 8P yaitu pemeriksaan, pengasingan, pengamatan, perlakuan, penahanan, penolakan, pemusnahan dan pembebasan. Dalam penelitian telah dilakukan analisis tindakan karantina hewan tersebut dikaitkan dengan strategi pencegahan bruselosis di Kalimantan. Dari hasil yang diperoleh bahwa sebagian besar UPTKP telah melakukan tindakan karantina hewan sesuai dengan aturan kebijakan yaitu melakukan pemeriksaan secara fisik dan dokumen, pengasingan, pengamatan dan perlakuan penahanan, penolakan, pemusnahan dan pembebasan. Namun ada beberapa aturan yang belum sepenuhnya sesuai dengan pengawasan yang sesuai dengan OIE. Adapun beberapa hal yang tidak sesuai dengan standar OIE adalah : 1. Tidak ada perbedaan perlakuan antara ternak yang berasal dari daerah tertular ataupun daerah bebas. 2. Pemeriksaan laboratorium secara serologis terhadap pemasukan ternak bibit yang berasal dari daerah tertular tidak sesuai dengan aturan OIE. Faktanya pemeriksaan memang dilakukan 2 kali pemeriksaan hanya saja interval waktu pemeriksaan hanya 6-19 hari. Pemeriksaan pertama dilaksanakan di daerah pengeluaran dan pemeriksaan kedua dilaksanakan di daerah pemasukan di Kalimantan. Menurut OIE (211) pemasukan sapi bibit dari daerah tertular harus dilakukan isolasi/pengasingan/karantina sebelum keberangkatan dan dilakukan pemerikasaan laboratoris secara serologis yang dilakukan dua kali (duplo) dengan waktu interval 3 hari antara kedua test dan pada pengujian kedua dilakukan 15 hari sebelum keberangkatan. Kondisi ini dianggap tidak sah pada sapi yang baru melahirkan selama 14 hari. 3. Pemeriksaan laboratorium secara serologis terhadap pemasukan ternak potong yang berasal dari daerah tertular tidak sesuai dengan aturan OIE.

16 42 Faktanya pemeriksaan laboratorium secara serologis pada ternak potong dilakukan satu kali pemeriksaan. Bila pemeriksaan telah dilakukan di daerah pengeluaran maka daerah pemasukan tidak melakukan pemeriksaan dan begitu juga sebaliknya. Pemeriksaan laboratorium secara serologis dengan hasil negatif dilaksanakan 3 hari sebelum keberangkatan Melihat ketentuan dari OIE dan fakta yang ada maka terlihat bahwa aturan internasional yang tertuang dalam OIE belum semuanya dapat diimplementasikan seluruhnya terutama pada status daerah asal hewan dan waktu interval pengujian sehingga sebaiknya dibuat suatu aturan kebijakan/strategi yang terpadu sehingga bisa mengakomodir semua instansi berwenang baik pusat maupun daerah untuk melaksanakan aturan sesuai dengan aturan yang benar. Dinas Daerah kabupaten/kota Dinas daerah kabupaten/kota adalah instansi daerah yang menjalankan fungsi kesehatan hewan dan mempunyai tupoksi berkaitan dengan pengendalian penyakit hewan termasuk bruselosis. Setelah tercapainya status bebas bruselosis pada tahun 29 telah terjadi kesepatan antar instansi terkait untuk melaksanakan program pengendalian dalam mempertahankan status bebas bruselsosis. Dinas daerah kabupaten/kota dalam melaksanakan tupoksinya terkait dengan bruselosis mengacu kepada keputusan Menteri Pertanian Nomor: 828/Kpts/OT.21/1/98 tentang pedoman pemberantasan penyakit hewan keluron menular (bruselosis) pada ternak. Dalam kepmentan tersebut terdapat strategi yang harus dilakukan sesuai dengan keberadaan bruselosis di suatu daerah. Kalimantan adalah daerah yang bebas bruselosis sehingga stategi yang harus dilaksanakan adalah pemeriksaan termasuk surveilans, pengawasan lalu lintas ternak, pengujian laboratorium, pemotongan bersyarat ( test and slaughter) dan koordinasi dengan Dinas terkait. Menurut data yang ada tidak semua dinas kabupaten/kota yang telah melaksanakan strategi pencegahan dan pengendalian bruselosis sesuai dengan kebijakan yang ada. Adapun beberapa hal yang belum dapat dilaksanakan adalah :

17 43 1. Belum adanya keseragaman pemahaman dinas kabupaten/kota di Kalimantan dalam melaksanakan strategi pencegahan dan pengendalian bruselosis di Kalimantan. 2. Tidak semua dinas kabupaten/kota yang melaksanakan surveilans bruselosis yang rutin dilakukan setiap tahun 3. Tidak semua dinas kabupaten/kota yang melaksanakan pengawasan pergerakan hewan di perbatasan wilayah kabupaten/kota (check point) 4. Tidak semua dinas menyediakan dana kompensasi terhadap pemilik ternak yang ternaknya dilakukan pemotongan paksa (test and slaughter) Seperti yang disebutkan sebelumnya bahwa menurut AHA (25) pergerakan hewan mempunyai risiko yang tinggi terhadap penyebaran penyakit. Sejalan dengan itu, menurut Donev (21). Kompensasi pada peternak dan pengawasan pergerakan hewan merupakan bagian penting dalam program ini. Sehingga melihat dari fakta dan referensi yang ada perlu perhatian dari pemerintah daerah di Kalimantan melaksanakan program strategi pengendalian sesuai dengan sistem kebijakan yang ada. Strategi Pencegahan dan Pengendalian Bruselosis yang Terpadu di Kalimantan Banyak faktor yang harus dipertimbangkan dalam memutuskan suatu strategi, yaitu jenis peternakan, geografi daerah, pola perdagangan, keuangan, teknis dan personil sumber daya yang tersedia dan yang paling penting, prevalensi penyakit dan penerimaan strategi oleh ternak pemilik (WHO / MZCP 1988 dalam Abellan 22). Kalimantan merupakan daerah dengan status bebas bruselosis atau mempunyai prevalensi yang rendah, sehingga pemilihan strategi yang tepat dalam pencegahan dan pengendalian bruselosis sesuai dengan diagram pada gambar 3 adalah surveilans, pemotongan bersyarat (test and slaughter) dan pengawasan pergerakan hewan. Setiap strategi pencegahan dan pengendalian penyakit bertujuan untuk meminimalkan dampak kerugian ekonomi dan risiko penyebaran penyakit yang berasal dari kontak langsung atau tidak langsung dengan hewan yang terinfeksi,

18 44 produk hewan, atau lingkungan sekitar. Berikut pendekatan prosedur untuk pencegahan dan pengendalian brucellosis di Kalimantan yang dapat dianjurkan: 1. Menghilangkan agen patogen penyakit (the fight againt zoonoses). Prevalensi bruselosis di Kalimantan sangat rendah sehingga kebiajkan untuk menghilangkan agen patogen adalah dengan pendekatan pemotongan bersyarat (test and slaughter). 2. Peningkatan kapasitas dan pelatihan untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan hewan dan diagnostik laboratorium yang tepat berdasarkan standar internasional OIE, termasuk standarisasi dan kualitas kontrol kit diagnostik / reagen yang diperlukan. 3. Pengembangan dan pelaksanaan peraturan dan kebijakan kesehatan hewan dalam penerapan pelaksanaan strategi pencegahan dan pengendalian bruselosis yang tepat. 4. Pelaksanaan surveilans dengan pengujian yang standar menurut OIE. Surveilans ini dilaksanakan secara terus menerus dan pelaporan yang diperlukan untuk identifikasi dan analisa risiko, untuk memantau keberadaan brucellosis pada populasi di Kalimantan, untuk memantau efektivitas program pencegahan dan pengendalian dan untuk memastikan peringatan dini terhadap penyebaran penyakit/infeksi ke daerah baru. 5. Pelaksanaan pengawasan pergerakan hewan diperketat terutama di pintu pemasukan baik di pelabuhan dan bandar udara di seluruh Kalimantan dan pelaksanaannya sesuai dengan peraturan karantina dan OIE sebagai standar internasional. 6. Pemberian identitas pada ternak mutlak diperlukan dalam pelaksanaan pengawasan pergerakan hewan. Hewan bisa diberikan identitas dengan tatoo, microchip ataupun eartag. 7. Mempererat kerjasama intersektoral antara pelayanan kesehatan hewan dan publik pelayanan kesehatan, pemerintah dan lembaga non-pemerintah yang terlibat termasuk peternak sehingga pelaksanaan strategi pencegahan dan pengendalian bruselosis menjadi lebih efektif dan efisien. 8. Peningkatan kesadaran masyarakat.

19 45 Berdasarkan data yang diperoleh dan diskusi dengan para pelaku kebijakan serta sesuai dengan beberapa literatur ilmiah dan peraturan-perturan di Indonesia dan internasional maka ada beberapa usulan yang dapat dipertimbangkan dalam strategi pencegahan dan pengendalian bruselosis agar dapat terimplementasikan dengan baik. Usulan tersebut secara rinci dapat terlihat dibawah ini. Usulan Teknis Strategi Pencegahan Bruselosis Di Kalimantan Pada UPTKP 1. Hewan yang akan dilalulintaskan harus mempunyai rekomendasi dari daerah asal (dinas yang mempunyai fungsi pelayanan kesehatan hewan). Rekomendasi yang dimaksud adalah rekomendasi yang sesuai dengan rekomendasi OIE. 2. Perbedaan perlakuan terhadap ternak sesuai dengan status bruselosis daerah asal. 3. Pemeriksaan laboratorium secara serologis pada hewan bibit yang berasal dari daerah bebas bruselosis dilaksanakan pada 3 hari sebelum keberangkatan di daerah pengeluaran 4. Pemeriksaan laboratorium secara serologis pada hewan bibit yang berasal dari daerah tertular bruselosis dilaksanakan harus dua kali pemeriksaan dengan interval waktu 3 hari dan pada pemeriksaan kedua dilaksanakan 15 hari sebelum keberangkatan di daerah pengeluaran. 5. Setiap hewan harus mempunyai identitas baik dengan memakai eartag, tatoo ataupun microchip. Pemberian identitas ini agar hewan mudah ditelusuri sehingga sistem traceability bisa berjalan dengan baik. 6. Pembangunan fasilitas instalasi karantina hewan permanen milik pemerintah di suatu daerah yang terisolir ataupun di suatu pulau yang bisa dijadikan pulau karantina. 7. Pengembangan wawasan pelaksana kebijakan dengan mengadakan pelatihan, workshop ataupun in house training terkait bruselosis. 8. Peningkatan kesadaran masyarakat agar program strategi pencegahan bruselosis dapat dengan mudah diterima dan didukung sepenuhnya oleh masyarakat.

20 46 Usulan Teknis Strategi Pencegahan Bruselosis Di Kalimantan Pada Dinas Kabupaten/kota Yang Membawahi Fungsi Kesehatan Hewan 1. Seluruh status kesehatan ternak harus dibawah kendali Dinas kabupaten/kota yang membawahi fungsi kesehatan hewan 2. Pemasukan hewan ke Kalimantan harus berasal dari daerah yang bebas bruselosis atau peternakan yang bebas bruselosis atau bila tidak harus dilakukan perlakuan khusus sesuai dengan rekomendasi dari OIE 3. Setiap pemasukan hewan harus selalu berkoordinasi dengan Karantina Pertanian setempat 4. Dilakukan pengawasan lalu lintas hewan antar kabupaten/kota di dalam wilayah Kalimantan itu sendiri 5. Melakukan surveilans bruselosis secara rutin setiap enam bulan 6. Seluruh reaktor bruselosis (ternak terinfeksi bruselosis) harus dilakukan pemotongan paksa (test and slaughter) 7. Setiap hewan harus mempunyai identitas baik dengan memakai eartag, tatoo ataupun microchip. Pemberian identitas ini agar hewan mudah ditelusuri sehingga sistem traceability bisa berjalan dengan baik. 8. Peninjauan kembali kebijakan program swasembada pangan terkait ternak mengingat risiko pemasukan ternak dari daerah tertular. Untuk meminimalisasi risiko masuk dan tersebarnya bruselosis dari daerah tertular dan terpenuhi target swasembada pangan terkait ternak maka diusulkan pemasukan ternak diperbolehkan untuk ternak bibit saja dan berasal hanya dari daerah bebas. Sedangkan untuk memenuhi kebutuhan akan pangan daging sebaiknya mendatangkan produk dari luar wilayah Kalimantan sampai swasemdada daging di Kalimantan dapat tercapai. 9. Perekrutan Sumber Daya Manusia (SDM) yang mempunyai potensi terkait dalam strategi pengendalian bruselsosis dalam hal ini dokter hewan dan paramedik. 1. Pengembangan wawasan pelaksana kebijakan dengan mengadakan pelatihan, workshop ataupun in house training terkait bruselosis. 11. Peningkatan sarana dan prasarana terkait dengan strategi pengendalian bruselosis di Kalimantan.

21 Penyediaan dana anggaran terkait strategi pengendalian bruselosis di Kalimantan yang harus tersedia setiap tahun, termasuk kompensasi untuk peternak yang ternaknya dilakukan pemotongan paksa. 13. Peningkatan kesadaran masyarakat agar program strategi pencegahan bruselosis dapat dengan mudah diterima dan didukung sepenuhnya oleh masyarakat.

BAHAN DAN METODE Kerangka Konsep Penelitian Variabel Penelitian Pelaku kebijakan

BAHAN DAN METODE Kerangka Konsep Penelitian Variabel Penelitian Pelaku kebijakan 21 BAHAN DAN METODE Kerangka Konsep Penelitian Menurut Dunn (2011) analisa kebijakan strategis terdiri dari kebijakan publik, pelaku kebijakan dan lingkungan kebijakan dan oleh pemikiran peneliti dapat

Lebih terperinci

STANDAR PELAYANAN PUBLIK JANGKA WAKTU LAYANAN KARANTINA ( SERVICE LEVEL AGREEMENT )

STANDAR PELAYANAN PUBLIK JANGKA WAKTU LAYANAN KARANTINA ( SERVICE LEVEL AGREEMENT ) 1 STANDAR PELAYANAN PUBLIK JANGKA WAKTU LAYANAN KARANTINA ( SERVICE LEVEL AGREEMENT ) KEMENTERIAN PERTANIAN BADAN KARANTINA PERTANIAN BALAI KARANTINA PERTANIAN KELAS I BANJARMASIN 2015 2 STANDAR PELAYANAN

Lebih terperinci

GUBERNUR RIAU PERATURAN GUBERNUR RIAU NOMOR : 72 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN KOMISI INFORMASI PROVINSI

GUBERNUR RIAU PERATURAN GUBERNUR RIAU NOMOR : 72 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN KOMISI INFORMASI PROVINSI GUBERNUR RIAU PERATURAN GUBERNUR RIAU NOMOR : 72 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN KOMISI INFORMASI PROVINSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR RIAU, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PEDOMAN IDENTIFIKASI DAN PENGAWASAN TERNAK RUMINANSIA BESAR BAB I PENDAHULUAN

PEDOMAN IDENTIFIKASI DAN PENGAWASAN TERNAK RUMINANSIA BESAR BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 16/Permentan/OT.140/1/2010 TANGGAL : 29 Januari 2010 PEDOMAN IDENTIFIKASI DAN PENGAWASAN TERNAK RUMINANSIA BESAR A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Ternak

Lebih terperinci

TENTANG. wilayah Provinsi Sumatera Utara dapat menyebabkan penyebaran penyakit keluron menular (Brucr,llosis);

TENTANG. wilayah Provinsi Sumatera Utara dapat menyebabkan penyebaran penyakit keluron menular (Brucr,llosis); SALINAN MENULAR GUBERNUR SUMATERA UTARA PERATURAN GUBERNUR SUMATERA UTARA NOMOR 21. TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN MASUKI{YA PEI{YAKIT KELURON {BRUCELLOS$I KE DALAM WILAYAH PROVINSI SUMATERA UTARA DENGAN

Lebih terperinci

PENGENDALIAN PENYAKIT BRUCELLOSIS DI KABUPATEN SLEMAN TAHUN 2017

PENGENDALIAN PENYAKIT BRUCELLOSIS DI KABUPATEN SLEMAN TAHUN 2017 PENGENDALIAN PENYAKIT BRUCELLOSIS DI KABUPATEN SLEMAN TAHUN 2017 Oleh : drh Nyoman A Anggreni T PENDAHULUAN Pengendalian terhadap penyakit brucellosis di Indonesia, pulau Jawa dan khususnya di terus dilaksanakan

Lebih terperinci

- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENGENDALIAN SAPI DAN KERBAU BETINA PRODUKTIF

- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENGENDALIAN SAPI DAN KERBAU BETINA PRODUKTIF - 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENGENDALIAN SAPI DAN KERBAU BETINA PRODUKTIF I. UMUM Provinsi Jawa Timur dikenal sebagai wilayah gudang ternak sapi

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.130, 2014 LINGKUNGAN HIDUP. Penyakit Hewan. Peternakan. Pengendalian. Penanggulangan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5543) PERATURAN

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA 2014 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

LAPORAN KINERJA 2014 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 9 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Provinsi

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37/Permentan/OT.140/3/2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37/Permentan/OT.140/3/2014 TENTANG PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37/Permentan/OT.140/3/2014 TENTANG TlNDAKAN KARANTINA HEWAN TERHADAP PEMASUKAN DAN PENGELUARAN UNGGAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.78, 2010 Kementerian Pertanian. Identifikasi. Ternak Ruminansia Besar. Pedoman.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.78, 2010 Kementerian Pertanian. Identifikasi. Ternak Ruminansia Besar. Pedoman. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.78, 2010 Kementerian Pertanian. Identifikasi. Ternak Ruminansia Besar. Pedoman. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 16/Permentan/OT.140/1/2010 TENTANG PEDOMAN IDENTIFIKASI

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PENGENDALIAN TERNAK SAPI DAN KERBAU BETINA PRODUKTIF

PEMERINTAH PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PENGENDALIAN TERNAK SAPI DAN KERBAU BETINA PRODUKTIF PEMERINTAH PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PENGENDALIAN TERNAK SAPI DAN KERBAU BETINA PRODUKTIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI Menimbang : a.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG OTORITAS VETERINER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG OTORITAS VETERINER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG OTORITAS VETERINER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.214, 2012 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LINGKUNGAN HIDUP. Peternakan. Kesehatan. Veteriner. Hewan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5356) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 52/Permentan/OT.140/9/2011 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 52/Permentan/OT.140/9/2011 TENTANG PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 52/Permentan/OT.140/9/2011 TENTANG REKOMENDASI PERSETUJUAN PEMASUKAN DAN PENGELUARAN TERNAK KE DALAM DAN KELUAR WILAYAH NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI Isu-isu strategis berdasarkan tugas dan fungsi Dinas Peternakan adalah kondisi atau hal yang harus diperhatikan atau dikedepankan dalam perencanaan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.20, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LINGKUNGAN HIDUP. Otoritas Veteriner. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6019) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL MEDIK VETERINER DAN PARAMEDIK VETERINER BAB I PENDAHULUAN

PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL MEDIK VETERINER DAN PARAMEDIK VETERINER BAB I PENDAHULUAN 5 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA Nomor 83/Permentan/OT.140/12/2012 TENTANG PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL MEDIK VETERINER DAN PARAMEDIK VETERINER PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 83/Permentan/OT.140/12/2012 TENTANG PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL MEDIK VETERINER DAN PARAMEDIK VETERINER

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 83/Permentan/OT.140/12/2012 TENTANG PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL MEDIK VETERINER DAN PARAMEDIK VETERINER PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 83/Permentan/OT.140/12/2012 TENTANG PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL MEDIK VETERINER DAN PARAMEDIK VETERINER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang

Lebih terperinci

OLEH DR. Drh. RAIHANAH, M.Si. KEPALA DINAS KESEHATAN HEWAN DAN PETERNAKAN ACEH DISAMPAIKAN PADA :

OLEH DR. Drh. RAIHANAH, M.Si. KEPALA DINAS KESEHATAN HEWAN DAN PETERNAKAN ACEH DISAMPAIKAN PADA : OLEH DR. Drh. RAIHANAH, M.Si. KEPALA DINAS KESEHATAN HEWAN DAN PETERNAKAN ACEH DISAMPAIKAN PADA : WORKSHOP PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN BAHAYA RABIES DINAS PETERNAKAN KAB/KOTA SE PROVINSI ACEH - DI

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

*37679 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 82 TAHUN 2000 (82/2000) TENTANG KARANTINA HEWAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

*37679 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 82 TAHUN 2000 (82/2000) TENTANG KARANTINA HEWAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Copyright (C) 2000 BPHN PP 82/2000, KARANTINA HEWAN *37679 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 82 TAHUN 2000 (82/2000) TENTANG KARANTINA HEWAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a.

Lebih terperinci

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2013

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2013 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 9 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Provinsi

Lebih terperinci

2015, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 2

2015, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 2 No.1866, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMTAN. Hewan. Penyakit. Pemberantasan. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61/Permentan/PK.320/12/2015 TENTANG PEMBERANTASAN PENYAKIT HEWAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61/Permentan/PK.320/12/2015 TENTANG PEMBERANTASAN PENYAKIT HEWAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61/Permentan/PK.320/12/2015 TENTANG PEMBERANTASAN PENYAKIT HEWAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61/Permentan/PK.320/12/2015 TENTANG PEMBERANTASAN PENYAKIT HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 113/Permentan/PD.410/10/2013 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 113/Permentan/PD.410/10/2013 TENTANG PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 113/Permentan/PD.410/10/2013 TENTANG TINDAKAN KARANTINA HEWAN TERHADAP PEMASUKAN SAPI INDUKAN, SAPI BAKALAN, DAN SAPI SIAP POTONG KE DALAM WILAYAH NEGARA

Lebih terperinci

BAB III. AKUNTABILITAS KINERJA. Berikut ini merupakan gambaran umum pencapaian kinerja Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur :

BAB III. AKUNTABILITAS KINERJA. Berikut ini merupakan gambaran umum pencapaian kinerja Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur : BAB III. AKUNTABILITAS KINERJA 3.1. CAPAIAN KINERJA ORGANISASI 3.1.1. Capaian Kinerja Berikut ini merupakan gambaran umum pencapaian kinerja Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur : Tujuan 1 Sasaran : Meningkatkan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1218, 2013 KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN. Karantina Hewan. Sapi. Indukan. Bakalan. Siap Potong. Tindakan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2000 TENTANG KARANTINA HEWAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2000 TENTANG KARANTINA HEWAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2000 TENTANG KARANTINA HEWAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang perkarantinaan hewan

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI Isu-isu strategis berdasarkan tugas dan fungsi Dinas Pean adalah kondisi atau hal yang harus diperhatikan atau dikedepankan dalam perencanaan pembangunan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 34/Permentan/OT.140/7/2006 TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PENETAPAN INSTALASI KARANTINA HEWAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 34/Permentan/OT.140/7/2006 TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PENETAPAN INSTALASI KARANTINA HEWAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 34/Permentan/OT.140/7/2006 TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PENETAPAN INSTALASI KARANTINA HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

GUBERNUR BENGKULU PERATURAN DAERAH PROVINSI BENGKULU NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENGENDALIAN TERNAK SAPI DAN KERBAU BETINA PRODUKTIF

GUBERNUR BENGKULU PERATURAN DAERAH PROVINSI BENGKULU NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENGENDALIAN TERNAK SAPI DAN KERBAU BETINA PRODUKTIF 1 GUBERNUR BENGKULU PERATURAN DAERAH PROVINSI BENGKULU NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENGENDALIAN TERNAK SAPI DAN KERBAU BETINA PRODUKTIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BENGKULU, Menimbang : a.

Lebih terperinci

LAPORAN ANALISIS RISIKO PEMASUKAN SAPI BIBIT BALI YANG DIKIRIM DARI LOMBOK- NTB KE MAKASSAR TERHADAP PENYAKIT ANTHRAKS

LAPORAN ANALISIS RISIKO PEMASUKAN SAPI BIBIT BALI YANG DIKIRIM DARI LOMBOK- NTB KE MAKASSAR TERHADAP PENYAKIT ANTHRAKS LAPORAN ANALISIS RISIKO PEMASUKAN SAPI BIBIT BALI YANG DIKIRIM DARI LOMBOK- NTB KE MAKASSAR TERHADAP PENYAKIT ANTHRAKS Oleh : 1. Drh. Muhlis Natsir NIP 080 130 558 2. Drh. Sri Utami NIP 080 130 559 BALAI

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.2030, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMTAN. Karatina Hewan. Instalasi. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70/Permentan/KR.100/12/2015 TENTANG INSTALASI KARANTINA

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 071 TAHUN 2013 TENTANG PENGELUARAN TERNAK DI PROVINSI KALIMANTAN SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 071 TAHUN 2013 TENTANG PENGELUARAN TERNAK DI PROVINSI KALIMANTAN SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 071 TAHUN 2013 TENTANG PENGELUARAN TERNAK DI PROVINSI KALIMANTAN SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 34/Permentan/OT.140/7/2006 TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PENETAPAN INSTANSI KARANTINA HEWAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 34/Permentan/OT.140/7/2006 TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PENETAPAN INSTANSI KARANTINA HEWAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 34/Permentan/OT.140/7/2006 TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PENETAPAN INSTANSI KARANTINA HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PEMBENTUKAN KANTOR SERTA SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA KANTOR PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN KABUPATEN BENGKAYANG DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT HEWAN

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT HEWAN PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT HEWAN I. UMUM Pengaturan pengendalian dan penanggulangan Penyakit Hewan menjadi

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 159/Kpts/OT.220/3/2004 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 159/Kpts/OT.220/3/2004 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 159/Kpts/OT.220/3/2004 TENTANG TATA HUBUNGAN TEKNIS FUNGSIONAL PEMERIKSAAN, PENGAMATAN DAN PERLAKUAN PENYAKIT HEWAN KARANTINA MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No.5543 LINGKUNGAN HIDUP. Penyakit Hewan. Peternakan. Pengendalian. Penanggulangan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 130) PENJELASAN ATAS

Lebih terperinci

-2- Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Re

-2- Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Re GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 104 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA DINAS PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437), sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437), sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Menimbang PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN RABIES DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU TIMUR, : a. bahwa rabies merupakan

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 63 TAHUN 2016 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 63 TAHUN 2016 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 63 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, URAIAN TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS PETERNAKAN PROVINSI JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

umum digunakan untuk brucellosis yang di Indonesia umumnya menggunakan teknik Rose Bengal Plate Test (RBPT), Serum Agglutination Test (SAT), dan Compl

umum digunakan untuk brucellosis yang di Indonesia umumnya menggunakan teknik Rose Bengal Plate Test (RBPT), Serum Agglutination Test (SAT), dan Compl DIAGNOSA PENYAKIT BRUCELLOSIS PADA SAP] DENGAN TEKNIK UJI PENGIKATAN KOMPLEMEN Yusuf Mukmin Balai Penelitian Veteriner, Jalan R.E. Martadinata 30, Bogor 11614 PENDAHULUAN Brucellosis adalah penyakit bakterial

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PENGAWASAN LALU LINTAS TERNAK DAN PEREDARAN BAHAN ASAL HEWAN DI KABUPATEN BULUKUMBA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PENGAWASAN LALU LINTAS TERNAK DAN PEREDARAN BAHAN ASAL HEWAN DI KABUPATEN BULUKUMBA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PENGAWASAN LALU LINTAS TERNAK DAN PEREDARAN BAHAN ASAL HEWAN DI KABUPATEN BULUKUMBA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUKUMBA,

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2010

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2010 PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN TERNAK PEMERINTAH Dl PROVINSI KALIMANTAN SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI BALI DINAS PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN

PEMERINTAH PROVINSI BALI DINAS PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN PEMERINTAH PROVINSI BALI DINAS PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN Jln. W.R Supratman No.71 Telepon (0361) 224184 (Fax) 225368 Email. disnakkeswanbali@gmail.com D E N P A S A R PROFIL DINAS PETERNAKAN DAN KESEHATAN

Lebih terperinci

BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 42 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PETERNAKAN KABUPATEN BLITAR BUPATI BLITAR,

BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 42 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PETERNAKAN KABUPATEN BLITAR BUPATI BLITAR, BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 42 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PETERNAKAN KABUPATEN BLITAR BUPATI BLITAR, Menimbang : a. bahwa untuk pelaksanaan lebih lanjut Peraturan

Lebih terperinci

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2013

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2013 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 9 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Provinsi

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 07/Permentan/OT.140/1/2008 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 07/Permentan/OT.140/1/2008 TENTANG PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 07/Permentan/OT.140/1/2008 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BENIH, BIBIT TERNAK, DAN TERNAK POTONG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN,

Lebih terperinci

GUBERNUR RIAU PERATURAN GUBERNUR RIAU NOMOR : 30 TAHUN 2012 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN RABIES DI PROVINSI RIAU

GUBERNUR RIAU PERATURAN GUBERNUR RIAU NOMOR : 30 TAHUN 2012 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN RABIES DI PROVINSI RIAU GUBERNUR RIAU PERATURAN GUBERNUR RIAU NOMOR : 30 TAHUN 2012 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN RABIES DI PROVINSI RIAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR RIAU Menimbang : a. bahwa rabies merupakan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48/Permentan/PK.210/10/2016

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48/Permentan/PK.210/10/2016 - 679 - PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48/Permentan/PK.210/10/2016 TENTANG UPAYA KHUSUS PERCEPATAN PENINGKATAN POPULASI SAPI DAN KERBAU BUNTING DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG

PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENGENDALIAN TERNAK SAPI DAN KERBAU BETINA PRODUKTIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 1 TAHUN 2015

LEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 1 TAHUN 2015 1 LEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 1 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGENDALIAN PEMOTONGAN TERNAK RUMINANSIA BESAR BETINA PRODUKTIF

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17/PERMENTAN/KR.120/5/2017 TENTANG DOKUMEN KARANTINA HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17/PERMENTAN/KR.120/5/2017 TENTANG DOKUMEN KARANTINA HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17/PERMENTAN/KR.120/5/2017 TENTANG DOKUMEN KARANTINA HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

2017, No Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 5

2017, No Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 5 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.755, 2017 KEMTAN. Dokumen Karantina Hewan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17/PERMENTAN/KR.120/5/2017 TENTANG DOKUMEN KARANTINA HEWAN

Lebih terperinci

Bagian Keenam Bidang Kesehatan Hewan dan Kesmavet Pasal 16 (1) Bidang Kesehatan Hewan dan Kesmavet mempunyai tugas pokok menyelenggarakan pengkajian

Bagian Keenam Bidang Kesehatan Hewan dan Kesmavet Pasal 16 (1) Bidang Kesehatan Hewan dan Kesmavet mempunyai tugas pokok menyelenggarakan pengkajian Bagian Keenam Bidang Kesehatan Hewan dan Kesmavet Pasal 16 (1) Bidang Kesehatan Hewan dan Kesmavet mempunyai tugas pokok menyelenggarakan pengkajian bahan kebijakan teknis dan fasilitasi kesehatan hewan

Lebih terperinci

-1- GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 127 TAHUN 2016 TENTANG

-1- GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 127 TAHUN 2016 TENTANG -1- GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 127 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS PETERNAKAN ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH,

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH

GUBERNUR JAWA TENGAH GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 77 TAHUN 2008 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.127, 2013 KEMENTERIAN KESEHATAN. Keracunan Pangan. Kejadian Luar Biasa. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG KEJADIAN LUAR BIASA

Lebih terperinci

MEKANISME ALUR LAYANAN KARANTINA

MEKANISME ALUR LAYANAN KARANTINA MEKANISME ALUR LAYANAN KARANTINA PERSYARATAN DAN PROSEDUR ANTAR AREA KELUAR MP HPHK KATEGORI RESIKO TINGGI PERSYARATAN DAN PROSEDUR KELUAR Media Pembawa : DOC (ayam bibit) Negara / Daerah Tujuan : Sulawesi

Lebih terperinci

MEMUTUSKAN: KETIGA : Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

MEMUTUSKAN: KETIGA : Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. 3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587); 4. Peraturan Pemerintah

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BLITAR RENCANA KERJA ( RENJA )

PEMERINTAH KABUPATEN BLITAR RENCANA KERJA ( RENJA ) Pemerintah Kabupaten Blitar PEMERINTAH KABUPATEN BLITAR RENCANA KERJA ( RENJA ) DINAS PERTERNAKAN KABUPATEN BLITAR TAHUN 2017 Jl. Cokroaminoto No. 22 Telp. (0342) 801136 BLITAR 1 KATA PENGANTAR Puji syukur

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2000 TENTANG KARANTINA HEWAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2000 TENTANG KARANTINA HEWAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2000 TENTANG KARANTINA HEWAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang perkarantinaan hewan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 110/Kpts/PD.610/3/2006 TENTANG PEMBENTUKAN UNIT PENGENDALI PENYAKIT AVIAN INFLUENZA

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 110/Kpts/PD.610/3/2006 TENTANG PEMBENTUKAN UNIT PENGENDALI PENYAKIT AVIAN INFLUENZA KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 110/Kpts/PD.610/3/2006 TENTANG PEMBENTUKAN UNIT PENGENDALI PENYAKIT AVIAN INFLUENZA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS STASIUN KARANTINA PERTANIAN KELAS I SAMARINDA

RENCANA STRATEGIS STASIUN KARANTINA PERTANIAN KELAS I SAMARINDA RENCANA STRATEGIS STASIUN KARANTINA PERTANIAN KELAS I SAMARINDA 1. PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara agraris yang kaya akan berbagai sumber daya alam hayati hewani dan sumberdaya alam nabati dengan

Lebih terperinci

BUPATI MOJOKERTO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MOJOKERTO,

BUPATI MOJOKERTO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MOJOKERTO, BUPATI MOJOKERTO PERATURAN BUPATI MOJOKERTO NOMOR 33 TAHUN 2010 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN KABUPATEN MOJOKERTO DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR 19-P TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN URAIAN TUGAS JABATAN STRUKTURAL PADA DINAS PERTANIAN WALIKOTA SURAKARTA,

PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR 19-P TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN URAIAN TUGAS JABATAN STRUKTURAL PADA DINAS PERTANIAN WALIKOTA SURAKARTA, PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR 19-P TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN URAIAN TUGAS JABATAN STRUKTURAL PADA DINAS PERTANIAN WALIKOTA SURAKARTA, Menimbang : a. bahwa sebagai tindaklanjut ditetapkannya Peraturan

Lebih terperinci

RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS)

RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS) UNIVERSITAS NUSA CENDANA FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS) Program Studi Kompetensi Lulusan Bahan Kajian : Kedokteran Hewan : Mampu merancang konsep kesehatan

Lebih terperinci

WALIKOTA SINGKAWANG. PROVINSI KALIMANTAN BARAT.

WALIKOTA SINGKAWANG. PROVINSI KALIMANTAN BARAT. WALIKOTA SINGKAWANG. PROVINSI KALIMANTAN BARAT. PERATURAN WALIKOTA SINGKAWANG NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN TERNAK SAPI BETINA PRODUKTIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SINGKAWANG,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 51/Permentan/OT.140/9/2011 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 51/Permentan/OT.140/9/2011 TENTANG PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 51/Permentan/OT.140/9/2011 TENTANG REKOMENDASI PERSETUJUAN PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BENIH DAN/ATAU BIBIT TERNAK KE DALAM DAN KE LUAR WILAYAH NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I No.6019 LINGKUNGAN HIDUP. Otoritas Veteriner. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 20) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

GUBERNUR SUMATERA BARAT

GUBERNUR SUMATERA BARAT GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 30 TAHUN 2017 TENTANG URAIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN PROVINSI SUMATERA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Bandar Lampung, Pebruari Panitia

KATA PENGANTAR. Bandar Lampung, Pebruari Panitia KATA PENGANTAR Dengan memanjatkan syukur alhamdulillah kehadirat Allah SWT, bahwa kami selaku tim panitia Rapat Koordinasi Kesehatan Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner Se Wilayah Pelayanan Balai

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 28 TAHUN 2008 T E N T A N G TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PERTANIAN DAN PETERNAKAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BUPATI TASIKMALAYA KEPUTUSAN BUPATI TASIKMALAYA NOMOR 18 TAHUN 2004 TENTANG

BUPATI TASIKMALAYA KEPUTUSAN BUPATI TASIKMALAYA NOMOR 18 TAHUN 2004 TENTANG BUPATI TASIKMALAYA KEPUTUSAN BUPATI TASIKMALAYA NOMOR 18 TAHUN 2004 TENTANG URAIAN TUGAS UNIT DINAS PETERNAKAN, PERIKANAN DAN KELAUTAN KABUPATEN TASIKMALAYA BUPATI TASIKMALAYA Menimbang : a. bahwa dengan

Lebih terperinci

Revisi ke : 04 Tanggal : 31 Desember 2014

Revisi ke : 04 Tanggal : 31 Desember 2014 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN : SATU SET DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN A. DASAR HUKUM : 1. UU No. 17 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. 2. UU No. 1 Tahun 24 tentang Perbendaharaan

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS (RENSTRA)

RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) Instansi Visi : Dinas, : Terwujudnya Masyarakat Yang Sehat dan Produktif Melalui Pembangunan, Kelautan dan yang Berwawasan agribisnis dan Berbasis Sumberdaya lokal Misi 1. Meningkatkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pertama kali saat terjadinya perang di Crimea, Malta pada tahun Gejala

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pertama kali saat terjadinya perang di Crimea, Malta pada tahun Gejala 5 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Etiologi Brucellosis Penyakit keguguran / keluron menular pada hewan ternak kemungkinan telah ada sejak berabad-abad lalu seperti deskripsi dari Hippocrates dan mewabah pertama

Lebih terperinci

BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 64 TAHUN 2015 TENTANG PENERAPAN KARTU TERNAK SAPI DI KABUPATEN BADUNG

BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 64 TAHUN 2015 TENTANG PENERAPAN KARTU TERNAK SAPI DI KABUPATEN BADUNG BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 64 TAHUN 2015 TENTANG PENERAPAN KARTU TERNAK SAPI DI KABUPATEN BADUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang : a. bahwa sapi

Lebih terperinci

EVALUASI KEGIATAN DIREKTORAT KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER TAHUN 2017 & RENCANA KEGIATAN TAHUN 2018 RAKONTEKNAS II SURABAYA, 12 NOVEMBER 2017

EVALUASI KEGIATAN DIREKTORAT KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER TAHUN 2017 & RENCANA KEGIATAN TAHUN 2018 RAKONTEKNAS II SURABAYA, 12 NOVEMBER 2017 EVALUASI KEGIATAN DIREKTORAT KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER TAHUN 2017 & RENCANA KEGIATAN TAHUN 2018 RAKONTEKNAS II SURABAYA, 12 NOVEMBER 2017 Direktorat Kesehatan Masyarakat Veteriner Direktorat Jenderal

Lebih terperinci

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PELAYANAN KARANTINA HEWAN BALAI KARANTINA PERTANIAN KELAS II TARAKAN

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PELAYANAN KARANTINA HEWAN BALAI KARANTINA PERTANIAN KELAS II TARAKAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PELAYANAN KARANTINA HEWAN BALAI KARANTINA PERTANIAN KELAS II TARAKAN Lampiran 1. ALUR MEKANISME IMPOR/PEMASUKAN DOMESTIK KETERANGAN 1.1.Pengguna jasa/pemilik melaporkan

Lebih terperinci

WALIKOTA MALANG PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA MALANG PROVINSI JAWA TIMUR WALIKOTA MALANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 43 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS PERTANIAN DAN KETAHANAN PANGAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG

PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENGENDALIAN TERNAK SAPI DAN KERBAU BETINA PRODUKTIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA

Lebih terperinci

PERMASALAHAN DALAM PELAKSANAAN PENGENDALIAN FLU BURUNG DI JAWA BARAT. oleh : Ir. Koesmajadi TP Kepala Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat

PERMASALAHAN DALAM PELAKSANAAN PENGENDALIAN FLU BURUNG DI JAWA BARAT. oleh : Ir. Koesmajadi TP Kepala Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat PERMASALAHAN DALAM PELAKSANAAN PENGENDALIAN FLU BURUNG Latar Belakang DI JAWA BARAT oleh : Ir. Koesmajadi TP Kepala Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat Highly Pathogenic Avian influenza(hpai) adalah satu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Tingkat Partisipasi Responden Deskripsi Karakteristik Responden

HASIL DAN PEMBAHASAN Tingkat Partisipasi Responden Deskripsi Karakteristik Responden 50 HASIL DAN PEMBAHASAN Tingkat Partisipasi Responden Kegiatan pengumpulan data untuk penelitian ini dilakukan selama 45 hari dan diperoleh hasil ada 49 UPTKP yang berpartisipasi dalam penelitian ini dari

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rumah Potong Hewan yang telah dibangun merupakan satu-satunya RPH

BAB I PENDAHULUAN. Rumah Potong Hewan yang telah dibangun merupakan satu-satunya RPH BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rumah Potong Hewan adalah (RPH) adalah suatu bangunan atau komplek bangunan dengan desain dan konstruksi khusus yang memenuhi persyaratan teknis dan higienis tertentu

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PENGENDALIAN TERNAK SAPI DAN KERBAU BETINA PRODUKTIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PENGENDALIAN TERNAK SAPI DAN KERBAU BETINA PRODUKTIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PENGENDALIAN TERNAK SAPI DAN KERBAU BETINA PRODUKTIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR RIAU, Menimbang: a. bahwa ternak sapi dan kerbau

Lebih terperinci

KEBIJAKAN UMUM PENGENDALIAN FLU BURUNG DI INDONESIA DIREKTUR PANGAN DAN PERTANIAN BOGOR, 25 FEBRUARI 2009

KEBIJAKAN UMUM PENGENDALIAN FLU BURUNG DI INDONESIA DIREKTUR PANGAN DAN PERTANIAN BOGOR, 25 FEBRUARI 2009 KEBIJAKAN UMUM PENGENDALIAN FLU BURUNG DI INDONESIA DIREKTUR PANGAN DAN PERTANIAN BOGOR, 25 FEBRUARI 29 1 OUTLINE 1. PENDAHULUAN 2. DAMPAK WABAH AI 3. PERMASALAHAN 4. KEBIJAKAN UMUM 4.1. STRATEGI PENGENDALIAN

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TERHADAP IMPORTASI ZONA BASE

KEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TERHADAP IMPORTASI ZONA BASE KEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TERHADAP IMPORTASI ZONA BASE Direktur Jenderal FDP Peternakan 15: 24-02-2017 dan Kesehatan

Lebih terperinci

- 1 - BUPATI BANYUWANGI PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 44 TAHUN 2011 TENTANG

- 1 - BUPATI BANYUWANGI PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 44 TAHUN 2011 TENTANG - 1 - BUPATI BANYUWANGI PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 44 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS PETERNAKAN KABUPATEN BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI,

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN ZOONOSIS DALAM OTONOMI DAERAH

KEBIJAKAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN ZOONOSIS DALAM OTONOMI DAERAH KEBIJAKAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN ZOONOSIS DALAM OTONOMI DAERAH Disampaikan oleh : DIREKTORAT JENDERAL PEMERINTAHAN UMUM KEMENTERIAN DALAM NEGERI 1 I. LATAR BELAKANG WILAYAH INDONESIA MEMILIKI KONDISI

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 35/Permentan/OT.140/7/2011 TENTANG PENGENDALIAN TERNAK RUMINANSIA BETINA PRODUKTIF

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 35/Permentan/OT.140/7/2011 TENTANG PENGENDALIAN TERNAK RUMINANSIA BETINA PRODUKTIF PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 35/Permentan/OT.140/7/2011 TENTANG PENGENDALIAN TERNAK RUMINANSIA BETINA PRODUKTIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci