INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK INDONESIA TAHUN 2009

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK INDONESIA TAHUN 2009"

Transkripsi

1

2 INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK INDONESIA TAHUN 2009 Direktorat Penelitian dan Pengembangan 2010

3 ii INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK INDONESIA TAHUN 2009 FAKTA KORUPSI DALAM LAYANAN PUBLIK Disusun oleh Direktorat Penelitian dan Pengembangan Kedeputian Bidang Pencegahan Komisi Pemberantasan Korupsi Diterbitkan oleh Direktorat Penelitian dan Pengembangan Kedeputian Bidang Pencegahan Komisi Pemberantasan Korupsi Jakarta, September 2010 ISBN Fakta Korupsi dalam Layanan Publik 166 hlm + vi Kegiatan Survei Publik 2009 didanai oleh APBN Terjemahan dan Pencetakan didanai oleh World Bank Jl. H.R. Rasuna Said Kav C1 Jakarta SelatanIndonesia Telp. (021) Fax. (021)

4 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa bahwa buku : Fakta Korupsi dalam Layanan Publik telah diselesaikan oleh Direktorat Penelitian dan Pengembangan Kedeputian Bidang Pencegahan Komisi Pemberantasan Korupsi. Survei Publik telah kami lakukan sejak tahun Survei tahun 2009 dilakukan terhadap 39 instansi pusat, 10 pemerintah provinsi dan 49 pemerintah kabupaten/kota dengan total 371 unit layanan yang memberikan pelayanan kepada publik (masyarakat, perusahaan maupun layanan antar lembaga). Responden dalam survei ini adalah pengguna layanan langsung (bukan calo atau biro jasa) dari layanan yang disediakan oleh instansi tersebut. Survei dilaksanakan pada AprilSeptember Seluruh data yang diperoleh dalam laporan survei ini adalah data primer yang bersumber dari hasil wawancara secara langsung dengan responden di lapangan. Kami menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan maupun bantuan dalam pelaksanaan survei serta dalam penyusunan buku ini. Mudahmudahan buku ini bermanfaat bagi peningkatan integritas sektor publik di Indonesia. iii Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi Jakarta, September 2010

5

6 DAFTAR ISI Kata Pengantar Daftar Isi iii I. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Maksud dan Tujuan Survei Metodologi... 3 II. Integritas Nasional 2.1.Total Integritas Tingkat Nasional Nilai Integritas Nasional Unit Layanan dan Instansi yang Dinilai Pengalaman Integritas Tingkat Nasional Pengalaman Masyarakat terhadap korupsi di Pelayanan Publik Tingkat Nasional Cara Pandang Masyarakat terhadap Korupsi di Pelayanan Publik Tingkat Nasional Potensi Integritas Nasional Lingkungan Kerja di Pelayanan Publik Tingkat Nasional Sistem Administrasi di Pelayanan Publik Tingkat Nasional Perilaku Individu di Pelayanan Publik Tingkat Nasional Pencegahan Korupsi di Pelayanan Publik Tingkat Nasional Upaya Peningkatan Nilai Integritas Nasional v III. Publik Tingkat Pusat 3.1. Total Integritas Tingkat Pusat Nilai Integritas Pusat Unit Layanan Tingkat Pusat Pengalaman Integritas Tingkat Pusat Pengalaman Masyarakat terhadap korupsi di Pelayanan Publik Tingkat Pusat Cara Pandang Masyarakat terhadap Korupsi di Pelayanan Publik Tingkat Pusat Potensi Integritas Tingkat Pusat Lingkungan Kerja di Pelayanan Publik Tingkat Pusat Sistem Administrasi di Pelayanan Publik Tingkat Pusat Perilaku Individu di Pelayanan Publik Tingkat Pusat Pencegahan Korupsi di Pelayanan Publik Tingkat Pusat Upaya Peningkatan Nilai Integritas Tingkat Pusat IV. Publik Tingkat Provinsi 4.1. Total Integritas Tingkat Provinsi Nilai Integritas Pemerintah Provinsi Unit Layanan Pemerintah Provinsi Pengalaman Integritas Tingkat Provinsi Pengalaman Masyarakat terhadap korupsi di Pelayanan Publik Tingkat Provinsi Cara Pandang Masyarakat terhadap Korupsi di Pelayanan Publik Tingkat Provinsi Potensi Integritas Tingkat Provinsi Lingkungan Kerja di Pelayanan Publik Tingkat Provinsi Sistem Administrasi di Pelayanan Publik Tingkat Provinsi Perilaku Individu di Pelayanan Publik Tingkat Provinsi Pencegahan Korupsi di Pelayanan Publik Tingkat Provinsi Peningkatan Nilai Integritas Tingkat Provinsi... 84

7 vi V. Publik Tingkat Kabupaten/Kota 5.1 Total Integritas Tingkat Kabupaten/Kota Nilai Integritas Pemerintah Kabupaten/Kota Unit Layanan Pemerintah Kabupaten/Kota Pengalaman Integritas Tingkat Kabupaten/Kota Pengalaman Masyarakat terhadap Korupsi di Pelayanan Publik Tingkat Kabupaten/Kota Cara Pandang Masyarakat terhadap Korupsi di Pelayanan Publik Tingkat Kabupaten/Kota Potensi Integritas Tingkat Kabupaten/Kota Lingkungan Kerja di Pelayanan Publik Tingkat Kabupaten/Kota Sistem Administrasi di Pelayanan Publik Tingkat Kabupaten/Kota Perilaku Individu di Pelayanan Publik Tingkat Kabupaten/Kota Pencegahan Korupsi di Pelayanan Publik Tingkat Kabupaten/Kota Upaya Peningkatan Nilai Integritas Tingkat Kabupaten/Kota VI. Kesimpulan Lampiran 1. Metodologi Nilai Publik Nasional Nilai Pengalaman Integritas Nasional Nilai Potensi Integritas Nasional Peringkat Integritas Unit Layanan Tingkat Pusat Nilai dan Peringkat Integritas Instansi dan Unit Layanan Tingkat Pusat Nilai Integritas Instansi BUMN Nilai Integritas Lembaga Pemerintah Non Kementerian Nilai Integritas Kementerian Peringkat dan Nilai Pengalaman Integritas Instansi Tingkat Pusat Peringkat dan Nilai Pengalaman Integritas Unit Layanan Tingkat Pusat Peringkat dan Nilai Potensi Integritas Instansi Tingkat Pusat Peringkat dan Nilai Potensi Integritas Unit Layanan Tingkat Pusat Nilai dan Peringkat Integritas Pemerintah Provinsi dan Unit Layanannya Nilai dan Peringkat Integritas Unit Layanan Izin Trayek Antar Kota Tingkat Provinsi Nilai dan Peringkat Integritas Unit Layanan Izin Pendirian Koperasi/UKM Tingkat Provinsi Nilai dan Peringkat Integritas Unit Layanan Rumah Sakit Umum Daerah Tingkat Provinsi Nilai dan Peringkat Integritas Pengadaan Barang dan Jasa SKPD Tingkat Provinsi Peringkat dan Nilai Pengalaman Integritas Unit Layanan Tingkat Provinsi Peringkat dan Nilai Potensi Integritas Unit Layanan Tingkat Provinsi Nilai dan Peringkat Integritas Unit Layanan Tingkat Kabupaten/Kota Nilai dan Peringkat Integritas Pemerintah Kabupaten/Kota dan Unit Layanan Kabupaten/Kota Nilai dan Peringkat Integritas Unit Layanan Bantuan Pembangunan/Renovasi/Perbaikan Sekolah dari APBD II Nilai dan Peringkat Integritas Unit Layanan Akte Kelahiran Tingkat Kabupaten/Kota Nilai dan Peringkat Integritas Unit Layanan Pelayanan Kesehatan Dasar di Puskesmas/RSUD Kelas C Peringkat dan Nilai Pengalaman Integritas Pemerintah Kabupaten/Kota Peringkat dan Nilai Potensi Integritas Pemerintah Kabupaten/Kota

8 PENDAHULUAN 1

9 2 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Instansi Pemerintah, baik di tingkat pusat dan daerah merupakan sektor publik yang bertugas memberikan pelayanan kepada masyarakat. Di dalam melaksanakan tugasnya, sektor publik ini menggunakan dana dari APBN/ APBD yang sebagian besar bersumber dari dana masyarakat dalam bentuk pajak yang dibayar oleh masyarakat. Salah satu bentuk pertanggungjawaban penggunaan dana tersebut adalah melalui pemberian pelayanan yang terbaik kepada masyarakat dengan tidak membebani mereka dengan berbagai pungutan. Fakta yang dijumpai saat ini, pelayanan sektor publik merupakan salah satu sektor di mana tindak pidana korupsi terutama dalam bentuk penyuapan, pemerasan maupun gratifikasi masih banyak terjadi. Bahkan hal tersebut sudah mulai dilakukan secara sistematis serta semakin meluas dan semakin canggih dalam proses pelaksanaannya. Untuk dapat mencegah secara efektif terjadinya korupsi, hendaknya dihindari pengukuran korupsi yang sematamata bertujuan untuk mendeteksi pelaku korupsi dan menghukumnya. Penting untuk menempatkan strategi pencegahan korupsi dengan tujuan untuk mengeliminasi faktorfaktor penyebab terjadinya korupsi sejak awal. Dalam menetapkan strategi pencegahan korupsi, perlu diidentifikasi dan dianalisa faktorfaktor yang menjadi akar penyebab yang berkontribusi menimbulkan korupsi pada sektor publik. Olehkarena itu penting untuk menilai tingkat integritas sektor publik yang secara sistematis dapat menggambarkan sifatsifat korupsi di sektor publik tersebut. Penilaian yang dilakukan langsung oleh pengguna layanan publik ini diharapkan mampu mengubah perspektif layanan dari orientasi pada penyedia layanan (supply) menjadi perspektif pengguna layanan (demand). Survei Integritas Sektor Publik yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) secara reguler tiap tahun dilakukan untuk mengukur hal tersebut. Melalui diseminasi secara aktif hasil survei integritas sektor publik kepada media massa, masyarakat dan lembaga penyedia layanan, diharapkan akan mendorong sektor publik secara sukarela melakukan upayaupaya pemberantasan korupsi terutama di unit layanan publiknya. Upaya tersebut bila dilakukan secara komprehensif pada akhirnya akan menaikkan integritas sektor publik yang bersangkutan dan meningkatkan kepercayaan masyarakat pada sektor publik Maksud dan Tujuan Survei Mendapatkan informasi data primer dari pengguna layanan mengenai unsurunsur integritas sektor publik dan bagaimana unsur integritas tersebut dimiliki dan diterapkan oleh sektor publik menurut penilaian pengguna layanan. Survei ini bertujuan untuk : a. Memetakan tingkat integritas sektor publik melalui kegiatan survei rutin setiap tahun; b. Memberikan informasi mengenai kinerja sektor publik di Indonesia; c. Memberikan informasi tingkat pelaksanaan unsurunsur integritas di sektor publik di Indonesia; d. Memberikan masukan dalam rangka peningkatan integritas sektor publik di Indonesia.

10 1.3. Metodologi Penjelasan singkat mengenai metodologi pelaksanaan survei dijelaskan dalam tabel berikut. No Uraian Penjelasan 1 Waktu Pelaksanaan Survei Survei dilaksanakan pada 21 April hingga 7 September Lokasi Survei Untuk Unit Layanan Tingkat Pemerintah Pusat dilakukan di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi Untuk Unit Layanan Tingkat Pemerintah Provinsi dilakukan di 10 provinsi Untuk Unit Layanan Tingkat Pemerintah Kabupaten/Kota dilakukan di 49 kabupaten/ kota 3 Jumlah Instansi dan Unit Tingkat Pusat : 136 unit layanan pada 39 Instansi (19 Kementerian, 8 LPND, Layanan yang disurvei 12 BUMN/ BLU) Tingkat Provinsi: masingmasing 4 unit layanan di 10 pemerintah provinsi, kecuali Jawa Timur hanya 3 unit layanan Tingkat Kab/Kota : masingmasing 4 unit layanan di 49 kabupaten/kota yang tersebar di 10 Provinsi 3 4 Nama Unit Layanan Tingkat Pusat: Program, Layanan Perizinan, Layanan Non Perizinan dan yang disurvei Pengadaan Barang & Jasa Tingkat Provinsi:1) Izin trayek antar kota dalam provinsi; 2)Izin pendirian koperasi/ UKM; 3)Pelayanan RSUD Kelas B Tingkat Provinsi; dan 4)Pengadaan barang&jasa di SKPD lingkungan pemerintah provinsi Tingkat Kab/Kota : 1) Akte kelahiran; 2)Bantuan pembangunan/renovasi/ perbaikan fisik sekolah dari APBD II; 3)Pelayanan kesehatan dasar di puskesmas/rsud Kelas C; 4)Pengadaan barang&jasa di SKPD di lingkungan Pemkab/ Pemkot 5 Responden Kriteria : pengguna langsung unit layanan dalam 1 tahun terakhir, telah selesai menjalani seluruh prosedur pelayanan, individu atau mewakili perusahaan/instansi, berusia di atas 18 tahun Jumlah Responden total orang, terdiri dari di pusat, di tingkat provinsi dan di tingkat kabupaten/kota 6 Alat Ukur Variabel (2): Pengalaman Integritas dan Potensi Integritas Indikator (6) : Pengalaman Korupsi, Cara Pandang terhadap Korupsi, Lingkungan Kerja, Sistem Administrasi, Perilaku Individu, Pencegahan Korupsi SubIndikator(18) : Frekuensi pemberian gratifikasi, Jumlah/besaran gratifikasi, Waktu pemberian gratifikasi, Arti pemberian gratifikasi, Tujuan pemberian gratifikasi, Kebiasaan pemberian gratifikasi,kebutuhan pertemuan di luar prosedur, Keterlibatan calo, Fasilitas di sekitar lingkungan pelayanan, Suasana/kondisi di sekitar pelayanan, Kepraktisan SOP, Keterbukaan informasi, Pemanfaatan teknologi informasi, Keadilan dalam layanan, Ekspektasi petugas terhadap gratifikasi, Perilaku pengguna layanan, tingkat/upaya anti korupsi korupsi, Mekanisme pengaduan masyarakat 7 Metode pengukuran Pembobotan variabel, indikator dan sub indikator oleh para pakar melalui diskusi kelompok terfokus (Focus Group Discussion) dengan metode Analytical Hierarchy Process (AHP) Penilaian kuesioner oleh responden 8 Instrumen Pengumpulan Kuesioner Data dan Informasi Wawancara Pengamatan 9 Nilai Indeks Sebaran Nilai : 110 Arti Nilai : semakin mendekati 10 maka integritas semakin baik Tabel 1 Metodologi pelaksanaan survei ingegritas sektor publik

11 Metodologi yang digunakan pada tahun 2009 ini tidak jauh berbeda dengan yang digunakan pada tahun 2008, perbedaannya hanya pada penambahan ruang lingkup survei untuk tahun 2009 yang juga mencakup layanan publik di tingkat Pemerintah Provinsi. Sementara pada tahun 2008 survei baru dilakukan pada layanan publik Pemerintah di tingkat pusat dan pemerintah Kabupaten/Kota. Penjelasan lebih lengkap tentang metodologi ada pada lampiran. 4

12 2INTEGRITAS NASIONAL

13 6 INTEGRITAS NASIONAL Nilai Integritas Nasional disusun berdasarkan variabel Pengalaman Integritas dan Potensi Integritas yang keduanya diperoleh dari indikator dan sub indikator pada unit layananunit layanan publik yang disurvei di tingkat pusat, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota. Secara lebih terperinci, nilai integritas nasional berasal dari: (a) 136 unit layanan di 39 instansi pusat; (b) 39 unit layanan di 10 pemerintah provinsi; dan (c) 196 unit layanan di 49 pemerintah kabupaten/kota Total Integritas Tingkat Nasional Nilai Integritas Nasional Nilai ratarata adalah 6,50. Nilai tersebut lebih rendah dibanding dengan nilai integritas tingkat pusat dan daerah tahun 2008 yang ratarata 6,84 dan 6,69, namun sedikit lebih tinggi dari nilai integritas pusat tahun 2007 yang ratarata 5,53. Penurunan tersebut sebagian dikarenakan mulai tahun 2009, KPK menetapkan standar minimal integritas sektor publik, dengan nilai 6 sebagai standar integritas minimal yang harus dipenuhi oleh instansi penyedia layanan publik. Penetapan standar minimal integritas tersebut sekaligus bertujuan untuk membatasi keragaman jawaban responden atas persepsi yang berbeda akibat perbedaan tingkat pendidikan, golongan umur, domisili, jenis pekerjaan maupun status responden terhadap pertanyaan yang diajukan. Nilai integritas 6,50 dianggap masih cukup rendah, mengingat hanya sekitar 0,5 di atas standar integritas minimal yang ditetapkan oleh KPK. Nilai tersebut juga masih jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan negara lain seperti Korea yang memiliki nilai integritas mencapai 9. Gambaran secara menyeluruh mengenai nilai masingmasing indikator dan subindikator untuk tingkat nasional dijelaskan dalam tabel berikut:

14 Integritas Total 2 Variabel 6 Indikator 18 SubIndikator Integritas Total (1,00)= 6,50 Pengalaman Integritas (0,750)=6,71 Potensi Integritas (0,250)= 5,87 Pengalaman Korupsi (0,800)= 6,73 Cara Pandang Terhadap Korupsi (0,200)= 6,65 Lingkungan Kerja (0,357)= 6,54 Sistem Administrasi (0,394)= 5,53 Perilaku Individu (0,156)= 7,02 Pencegahan Korupsi (0,094)= 2,82 Frekuensi Pemberian Gratifikasi (0,333)= 7 Jumlah/Besaran gratifikasi (0,140)= 6 Waktu pemberian gratifikasi (0,528) = 7 Arti pemberian gratifikasi (0,167)= 5 Tujuan pemberian gratifikasi (0,833) = 7 Kebiasaan pemberian gratifikasi (0,502) = 6 Kebutuhan pertemuan di luar prosedur (0,058) = 8 Keterlibatan calo (0,222) =7 Fasilitas di sekitar lingkungan pelayanan (0,107) = 6 Suasana/kondisi di sekitar pelayanan (0,112) = 7 Kepraktisan SOP (0,258)= 6 Keterbukaan informasi (0,637)= 6 Pemanfaatan teknologi informasi (0,105) = 4 Keadilan dalam layanan (0,281)= 6 Ekspektasi petugas terhadap gratifikasi (0,584)= 7 Perilaku pengguna layanan (0,135) = 7 Tingkat Upaya Anti Korupsi (0,800)= 3 Mekanisme Pengaduan Masyarakat (0,200)= 3 Tabel 2.1. Nilai Integritas, Variabel, Indikator dan Sub Indikator Sektor Publik Tingkat Nasional Keterangan: (...) = Bobot;... = Nilai 7 Dengan nilai ratarata integritas 6,50, terlihat bahwa nilai potensi integritas masih rendah yaitu 5,87, di bawah nilai integritas minimal yang ditetapkan KPK sebesar 6,0. Dari variabel potensi integritas, indikator sistem administrasi dan pencegahan korupsi merupakan kontributor terbesar yang menurunkan nilai potensi integritas. Pada indikator sistem administrasi, pemanfaatan teknologi informasi memiliki nilai yang sangat rendah. Sementara pada pencegahan korupsi, seluruh sub indikator (tingkat upaya anti korupsi dan mekanisme pengaduan masyarakat) berkontribusi dalam rendahnya nilai pencegahan korupsi. Nilai total integritas terhadap 98 instansi di tingkat nasional memiliki rentang nilai yang tidak terlalu lebar yaitu berkisar antara 7,62 sampai 4,75. Rentang yang sempit tersebut sebagai akibat penetapan standar integritas minimal sektor publik yang ditetapkan oleh KPK. Dengan standar yang ditetapkan tersebut, pengguna layanan akan menjawab pertanyaan dengan standar yang seragam sehingga perbedaan persepsi bisa diminimalisir. Peringkat nasional integritas sektor publik ditunjukkan dalam Lampiran 2.

15 Dengan nilai ratarata integritas nasional 6,50 terdapat 49 instansi/pemprov/pemkabpemkot (50%) yang nilainya sama atau di bawah ratarata, dan 49 instansi (50%) yang nilai integritasnya di atas ratarata. Berdasarkan standar minimal yang ditetapkan KPK sebesar 6,0 sebagai dasar bahwa instansi yang bersangkutan sudah bisa memenuhi standar minimal pelayanan yang berintegritas, terlihat bahwa masih terdapat 15 instansi/pemprov/pemkabpemkot yang memiliki nilai integritas di bawah 6,0. Artinya, 15 persen instansi di Indonesia masih memiliki standar pelayanan di bawah yang ditetapkan KPK dan harus terus meningkatkan kualitas layanannya supaya paling tidak bisa mencapai standar minimal integritas yang 6,0, seperti ditunjukkan oleh tabel berikut. 8 No Instansi/Pemprov/ Nilai Integritas Total PemkabPemkot di bawah 6,0 Peringkat (1100) 1 Kabupaten Garut 5, Kota Makasar 5, Kabupaten Gowa 5, Kota Manado 5, Kabupaten Deli Serdang 5, Kepolisian 5, Kabupaten Maros 5, Kementerian Perindustrian 5, Provinsi DKI Jakarta 5, Kota Samarinda 5, Kota Bandar Lampung 5, Kabupaten Kuningan 5, Kota Jakarta Selatan 4, Provinsi Sulawesi Utara 4, Provinsi Sulawesi Selatan 4,75 98 Tabel 2.2. Instansi/Pemprov/ PemkabPemkot dengan Nilai Integritas di bawah Standar Minimal Integritas yang ditetapkan KPK Namun demikian 85 persen instansi/provinsi/pemkab Pemkot dianggap sudah cukup memenuhi standar minimal integritas dalam pelayanan, walaupun bila diperinci secara lebih detail dari instansi yang sudah memenuhi standar integritas minimal tersebut masih banyak memiliki kelemahankelemahan dalam praktek pelayanannya. Informasi lain yang menarik adalah ada 2 pemerintah provinsi dan 1 pemerintah kota yang mempunyai nilai total integritas di bawah 5,0. Kondisi ini menggambarkan masih ada layanan publik pada pemerintah daerah yang masih dibayangi oleh nilai merah dalam memberikan layanannya karena masih suburnya perilaku korup. Nilai integritas yang diperoleh di tiap instansi baik di tingkat pusat maupun daerah, merupakan akumulasi dari nilai pengalaman integritas dan potensi integritas dengan masingmasing bobot 0,750 dan 0,250. Nilai ratarata integritas sektor publik tingkat nasional sebesar 6,50 tersebut diperoleh dengan memperhitungkan nilai ratarata pengalaman integritas 6,71 dan nilai ratarata potensi integritas 5,87. Terlihat bahwa nilai ratarata pengalaman integritas lebih tinggi dibandingkan dengan nilai potensi integritas. Oleh karena bobot pengalaman integritas yang lebih tinggi, tingginya skor pengalaman integritas membuat nilai total integritas nasional juga menjadi tinggi. Nilai pengalaman integritas yang lebih tinggi daripada nilai potensi integritas dapat menjelaskan kondisi berikut: 1. Nilai potensi integritas yang masih rendah menunjukkan bahwa secara umum belum tersedia sistem dan lingkungan yang berpotensi mendukung terselenggaranya transparansi dan profesionalitas petugas dalam melayani masyarakat. Peluang terjadinya korupsi masih terbuka karena sistem pendukung layanan belum menunjukkan ke arah anti korupsi 2. Sistem dan fasilitas yang telah tersedia untuk mendukung pelayanan publik dinilai masyarakat belum mendukung terselenggaranya pelayanan sesuai yang diharapkan oleh masyarakat 3. Nilai pengalaman integritas yang cukup baik menunjukkan bahwa praktekpraktek suap dan pungutan liar secara nyata telah mulai berkurang Unit Layanan dan Instansi yang Dinilai Penilaian integritas sektor publik nasional tahun 2009 dilakukan terhadap 371 unit layanan di tingkat pusat, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota. Secara terperinci unit layanan tersebut dijelaskan dalam tabel berikut.

16 Instansi Unit Layanan Pusat 1. Program 2. Perizinan 3. Non Perizinan 4. Pengadaan Barang dan Jasa Catatan: nama layanan berbeda tiap instansi Pemerintah Provinsi 1. Pelayanan RSUD Tingkat Provinsi (Kelas B) 2. Pengadaan Barang dan Jasa di SKPD Lingkungan Pemerintah Provinsi 3. Izin Trayek antar Kota dalam Provinsi 4. Izin Pendirian Koperasi/UKM Pemerintah Kabupaten/Kota Catatan: nama layanan sama untuk tiap provinsi 1. Pelayanan RSUD Tingkat Provinsi (Kelas C) 2. Pengadaan Barang dan Jasa di SKPD Lingkungan Pemerintah Kabupaten/ Kota 3. Akte Kelahiran 4. Bantuan Pembangunan/Renovasi/ Perbaikan Fisik Sekolah dengan APBD II Catatan: nama layanan sama untuk tiap provinsi Tabel 2.3. Unit Layanan pada Survei Integritas Sektor Publik Pada unit layanan tingkat pusat oleh karena nama unit layanannya berbeda untuk tiap instansi maka ditetapkan unit layanan yang dipilih dapat digolongkan sebagai program, layanan perizinan, layanan non perizinan dan pengadaan barang dan jasa. Sedangkan untuk pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota, ditetapkan unit layanannya seragam yang mewakili golongan pelayanan dasar, perizinan, non perizinan, program dan pengadaan barang dan jasa. Nilai ratarata integritas per unit layanan yang disurvei menunjukkan bahwa pelayanan pengadaan barang dan jasa baik di tingkat pusat, pemerintah provinsi maupun pemerintah kabupaten/kota merupakan unit layanan yang nilainya masih rendah. Nilai integritas yang relatif baik dicapai oleh unit pelayanan dasar dan programprogram pemerintah pusat maupun daerah. Sedangkan layanan perizinan dan non perizinan masih harus dilakukan perbaikan dan peningkatan. Lihat gambar berikut. Pusat Pemprov Pemkab/Pemkot 6,94 6,73 6,67 6,21 7,18 5,75 5,89 5,75 7,10 5,97 7,36 5,41 Program Perizinan Non Perizinan PBJ Pusat RSUD Kelas B Izin Trayek Antar Kota Izin Pendirian Koperasi/ UKM PBJ Pemprov Kesehatan dasar Puskesmas RSUD kelas C Akte Kelahiran Bantuan Pembangunan/ perbaikan Fisik Sekolah PBJ Pemkab/ Pemkot Gambar 2.1. Nilai Ratarata Unit Layanan pada Survei Integritas di Tingkat Pusat, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota

17 Bila nilai integritas unit layanan dibandingkan dengan nilai ratarata integritas nasional, secara nasional dapat dilihat bahwa terdapat 23 instansi di tingkat pusat, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota yang unit layanan sampelnya seluruhnya memiliki nilai integritas di atas ratarata nasional (6,50). Namun masih ada 5 instansi yang berada di pusat dan pemerintah kabupaten yang seluruh unit layanannya memiliki nilai integritas di bawah ratarata nasional. Lihat tabel berikut. Nilai Integritas Unit Layanan (Nasional) Jumlah Instansi Pusat/ Provinsi/ Kabupaten/Kota Jumlah Instansi Pusat/Provinsi/ Kabupaten/Kota 10 Nilai Integritas Unit Layanan Tingkat Nasional seluruhnya di atas ratarata 23 (1) Kementan; (2) PT Pos Indonesia; (3) PT Pertamina; (4) Badan Pengawas Obat dan Makanan; (5) PT Jamsostek; (6) Badan Akreditasi Negara; (7) PT Angkasa Pura II; (8) PT Pelayaran Nasional Indonesia; (9) Kemdiknas; (10) PT Perusahaan Gas Negara; (11) Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat; 12) PT KAI; (13) PT Asuransi Jasa Raharja; (14) Kemenkeu; (15) Kemenkes; (16) Pemprov Jatim; (17) Pemprov Kalsel; (18) Pemkot Denpasar; (19) Pemkot Balikpapan; (20) Pemkab Tanah Bumbu; (21) Pemkot Banjarmasin; (22) Pemkot Malang; (23) Pemkab Sampang Nilai Integritas Unit Layanan Tingkat Nasional sebagian di atas ratarata dan sebagian di bawah ratarata 70 (1) PT Kawasan Berikat Nusantara; (2) Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia; (3) Kemenkop UKM; (4) Kemenakertrans; (5) PT Pelindo II; (6) Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional; (7) BPN; (8) Kemenhub; (9) Kemendag; (10) Kemenhut; (11)Kesdm; (12) KKP; (13) MA; (14) Kemenkumham; (15) PLN; (16) Kemenag; (17) Kemlu; (18) Kemen PU; (19) Kemenpera; (20) POLRI; (21) Pemprov Jabar; (22) Pemprov Kaltim; (23) Pemprov Bali; (24) Pemprov Lampung; (25) Pemprov Sumut; (26) Pemprov DKI Jakarta; (27) Pemprov Sulut; (28) Pemprov Sulsel; (29) Pemkot Medan; (30) Pemkab Langkat; (31) Pemkab Deli Serdang; (32) Pemkab Tapsel; (33) Pemkot Bandar Lampung; (34 )Pemkab Lampung Selatan; (35) Pemkab Lampung Tengah; (36) Pemkot Metro; (37) Pemkot Jakarta Selatan; (38) Pemkot Jakarta Timur; (39) Pemkot Jakarta Barat; (40) Pemkot Jakarta Pusat; (41) Pemkot Jakarta Utara; (42) Pemkab bandung; (43) Pemkab garut; (44) Pemkab Majalegka; (45) Pemkab Cirebon; (46) Pemkot Bekasi; (47) Pemkab Sukabumi; (48) Pemkab Cianjur; (49) Pemkot Bogor; (50) Pemkot Surabaya; (51) Pemkab Sumenep; (52) Pemkab Sidoarjo; (53) Pemkab Gresik; (54) Pemkab Lamongan; (55) Pemkab Kediri; (56) pemkab Bojonegoro; (57) Pemkab Badung; (58) Pemkab Gianyar; (59) Pemkot Kotabaru; (60) Pemkot Banjarbaru; (61) Pemkab Kutai Kertanegara; (62 )Pemkot Samarinda; (63) Pemkot Bontang; (64) Pemkot Makassar; (65) Pemkab Gowa; (66) Pemkab Pangkep; (67) Pemkab Maros; (68) Pemkot Manado; (69) Pemkot Tomohon; (70) Pemkab Minahasa Utara Nilai Integritas Unit Layanan Tingkat Nasional seluruhnya di bawah ratarata 5 (1) Kejaksaan; (2) RSCM; (3) Kemenkominfo; (4) Kemenperin; (5) Pemkab Kuningan Tabel 2.4. Kelompok Nilai Integritas Unit Nasional

18 Bagian yang paling besar adalah instansi di mana sebagian nilai integritas unit layanannya di atas ratarata dan sebagian lagi di bawah ratarata dengan jumlah mencapai 70 instansi. Dari 70 instansi tersebut, 23 instansi yang unit layanan sampel nya sebagian besar (4 dari 5 unit layanan sampel, 3 dari 4, atau 2 dari 3) memiliki nilai integritas di atas ratarata, jumlah unit layanan yang nilai integritasnya di atas ratarata dan di bawah ratarata sama (22 atau 11) sebanyak 29 instansi, sedangkan untuk instansi yang unit layanannya lebih banyak yang nilai integritasnya di bawah ratarata sebanyak 18 instansi Pengalaman Integritas Tingkat Nasional Pengalaman Integritas (Experienced Integrity) merupakan salah satu unsur penyusun nilai integritas publik. Experienced Integrity disusun dari indikator Pengalaman Korupsi (Experienced Corruption) dengan bobot 0,800 dan Cara Pandang Korupsi (Perceived Corruption) dengan bobot 0,200. Variabel Indikator SubIndikator 11 Pengalaman Integritas (0,750)=6,71 Pengalaman Korupsi (0,800)= 6,73 Cara Pandang Terhadap Korupsi (0,200)= 6,65 Frekuensi Pemberian Gratifikasi (0,333)= 7 Jumlah/Besaran gratifikasi (0,140)= 6 Waktu pemberian gratifikasi (0,528) = 7 Arti pemberian gratifikasi (0,167)= 5 Tujuan pemberian gratifikasi (0,833) = 7 Tabel 2.5. Nilai Variabel Pengalaman Integritas beserta Indikator dan Sub Indikatornya Nasional Nilai ratarata pengalaman integritas dari 98 instansi pusat, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota adalah 6,71. Seperti halnya total integritas nasional, nilai pengalaman integritas memiliki rentang nilai yang tidak terlalu lebar, yaitu dari 7,92 pada Kementerian Pertanian sampai yang terendah 4,55 pada Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan. Gambaran lebih lengkap ditunjukkan dalam Lampiran 3. Terdapat 49 instansi pusat/pemprov/pemkabpemkot yang nilai pengalaman integritasnya di bawah ratarata pengalaman integritas nasional. Dari 49 tersebut, 12 diantaranya nilai pengalaman integritasnya di bawah ratarata standar integritas minimal yang ditetapkan KPK, seperti ditunjukkan oleh tabel berikut. No Instansi/Pemprov/ Nilai Pengalaman Integritas Peringkat (1100) PemkabPemkot di bawah 6,0 1 Kota Manado Kota Makasar Kepolisian Kabupaten Maros Kota Samarinda Provinsi DKI Jakarta Kementerian Perindustrian Kota Bandar Lampung Kabupaten Kuningan Kota Jakarta Selatan Provinsi Sulawesi Utara Provinsi Sulawesi Selatan Tabel 2.6. Instansi/Pemprov/ PemkabPemkot dengan Nilai Pengalaman Integritas di bawah Standar Minimal Integritas yang ditetapkan KPK

19 Data yang ditampilkan menggambarkan bahwa nilai pengalaman integritas yang berada di bawah standar integritas minimal KPK sebagian besar adalah pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota. Bahkan 3 pemerintah daerah yaitu Jakarta Selatan, Sulawesi Utara dan Sulawesi Selatan memiliki nilai pengalaman integritas kurang dari 5. Sedangkan instansi pusat yang memiliki nilai pengalaman integritas kurang dari 6 adalah Kepolisian RI dan Kementerian Perindustrian. Bagian selanjutnya akan membahas 2 indikator dari pengalaman integritas, yaitu pengalaman korupsi dan cara pandang masyarakat terhadap korupsi Pengalaman Masyarakat terhadap Korupsi di Pelayanan Publik Tingkat Nasional Pengalaman korupsi yang langsung dirasakan masyarakat dalam mengurus atau memperoleh layanan publik ditunjukkan dalam bentuk biayabiaya tambahan (gratifikasi) yang harus dibayarkan oleh masyarakat pengguna layanan di luar biaya resmi yang ditetapkan, berapa kali biaya tambahan diberikan dan berapa besarnya serta kapan gratifikasi tersebut diberikan. Indikator Pengalaman Korupsi (0,800)= 6,73 SubIndikator Frekuensi Pemberian Gratifikasi (0,333)= 7 Jumlah/Besaran gratifikasi (0,140)= 6 Waktu pemberian gratifikasi (0,528) = 7 Tabel 2.7. Nilai Indikator Pengalaman Korupsi dan Sub Indikatornya Nasional Nilai ratarata pengalaman korupsi adalah 6,73. Nilai tersebut sudah masuk dalam standar integritas minimal yang ditetapkan oleh KPK, namun pada faktanya tindakan pemberian gratifikasi pada unit layanan masih dijumpai. Sebanyak 25 persen responden dari total responden orang menyatakan bahwa mereka memberikan biaya tambahan pada saat mengurus layanan. Dari 25 persen responden yang memberikan biaya tambahan, terlihat bahwa 30 persennya memberikan uang tambahan lebih dari 1 kali. 2 kali 9% 74.36% 25.64% Ya Tidak Sekali 70% Lebih dari 2 kali 21% Gambar 2.2. Persentase dan Frekuensi Pengguna Layanan Yang Membayar Biaya Tambahan (Gratifikasi) secara Nasional Sub indikator jumlah/nilai gratifikasi nilainya masih sama dengan standar minimal KPK. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa secara nasional masih dijumpai adanya gratifikasi pada unit layanan walaupun dalam jumlah yang tidak besar. Hampir seluruh responden yang menyatakan membayar biaya tambahan mengatakan bahwa biaya tambahan diberikan kepada petugas dalam bentuk uang (96%). Uang tambahan tersebut diberikan di akhir pengurusan (44%). Namun demikian ada juga yang membayar uang tambahan tersebut di awal atau pada saat proses pengurusan, atau bahkan ada yang membayar di 2 dari 3 tahap tersebut atau bahkan di awal, di saat pengurusan maupun akhir pengurusan, seperti ditunjukkan oleh gambar berikut.

20 Awal Pengurusan 44% Saat Pengurusan Awal Pengurusan 33% 36% Gambar 2.3. Waktu Pengguna Layanan Memberikan Uang Tambahan (jawaban multiple) Cara Pandang Masyarakat terhadap Korupsi di Pelayanan Publik Tingkat Nasional 13 Yang dimaksud dengan cara pandang adalah bagaimana masyarakat memandang korupsi di lembaga layanan publik, bagaimana masyarakat mengartikan biayabiaya atau imbalan yang mereka keluarkan, apakah tergolong korupsi atau tidak. Apa tujuan mereka membayar biaya tambahan tersebut, dan seberapa jauh tingkat toleransi masyarakat terhadap biayabiaya tambahan yang harus mereka keluarkan. Indikator Cara Pandang Terhadap Korupsi (0,200)= 6,65 SubIndikator Arti pemberian gratifikasi (0,167)= 5 Tujuan pemberian gratifikasi (0,833) = 7 Tabel 2.8. Nilai Indikator Cara Pandang Terhadap Korupsi dan Sub Indikatornya Nasional Nilai cara pandang masyarakat Indonesia terhadap korupsi adalah 6,65 dan cukup memenuhi standar integritas minimal yang ditetapkan oleh KPK. Namun bila dilihat dari sub indikatornya terlihat bahwa arti pemberian gratifikasi dengan nilai 5 dianggap masih relatif rendah. Kondisi tersebut mencerminkan bahwa masyarakat umumnya mengartikan gratifikasi belumlah suatu perbuatan yang memalukan dan tercela, tetapi hanyalah suatu perbuatan yang seharusnya tidak boleh dilakukan. Bahkan sebagian berpendapat bahwa perbuatan tersebut lazim dilakukan. Toleransi yang cukup tinggi dari masyarakat memiliki toleransi dalam memandang gratifikasi dan korupsi di layanan publik ditunjukkan oleh masih adanya 21 persen masyarakat yang menganggap bahwa pemberian uang tambahan dalam pengurusan layanan publik merupakan perbuatan yang lazim. Berdasarkan fakta yang dijumpai di unit layanan, tujuan utama responden memberikan uang tambahan atau gratifikasi adalah sebagai ucapan terimakasih (57%) dan mempercepat waktu pengurusan (45%). 57% 45% Ucapan terima kasih Mempercepat waktu pengurusan 11% Tidak ada alasan khusus 9% Meluluskan pengurusan walaupun syarat2 tidak terpenuhi 5% Menghindari perlakuan semenamena dari Petugas 3% Rasa kasihan karena gaji petugas rendah 14% Lain lain Gambar 2.4. Tujuan Pengguna Layanan Memberikan Uang Tambahan? (jawaban multiple)

21 Bila pertanyaan diperdalam lagi mengenai alasan memberikan uang tambahan, sebagian besar responden (45%) menyatakan bahwa mereka merasa telah dibantu petugas, 43% dalam rangka mempercepat proses pengurusan dan 34% karena petugas meminta secara langsung atau dalam bentuk sinyal, menahannahan pengurusan/mempersulit pengurusan dan karena adanya persyaratan yang tidak bisa dipenuhi (5%), seperti ditunjukkan oleh gambar berikut. Telah dibantu oleh Petugas 45% Untuk mempercepat proses pengurusan 43% Petugas meminta secara langsung 15% Pengguna menawarkan sendiri uang tambahan 11% 14 Puas dengan pelayanan petugas 9% Pengguna menawarkan sendiri uang tambahan Petugas menahannahan/mempersulit pengurusan Ada persyaratan yang tidak bisa dipenuhi Kasihan kepada petugas 7% 7% 5% 4% Gambar 2.5. Alasan Pengguna Layanan Memberikan Uang Tambahan dalam Proses Pengurusan Layanan (jawaban multiple) Sebenarnya secara umum (63%) masyarakat pengguna layanan berpendapat bahwa adanya uang tambahan dalam pengurusan layanan merupakan perbuatan yang seharusnya tidak boleh dilakukan. Bahkan 34% dari masyarakat menganggap bahwa adanya uang tambahan dalam pengurusan layanan merupakan perbuatan yang memalukan dan tercela. Lihat gambar berikut. Perbuatan yang seharusnya tidak boleh dilakukan 63% Perbuatan yang memalukan dan tercela 34% Perbuatan yang lazim terjadi 21% Perbuatan yang boleh dilakukan kalau terpaksa Perbuatan yang boleh dilakukan sesekali Perbuatan yang harus dilakukan dalam setiap pelayanan 1% 9% 11% Gambar 2.6. Pendapat Pengguna Layanan tentang Pembayaran Uang Tambahan dalam Pengurusan Layanan (jawaban multiple) Faktafakta yang dijumpai dalam pengalaman integritas ini mencerminkan kondisi nyata dari unit layanan dan instansi berdasarkan pengalaman yang langsung dirasakan oleh pengguna layanan. Penilaian pengalaman integritas yang buruk mencerminkan kondisi pelayanan aktual yang buruk menurut penilaian pengguna layanan yang selama setahun terakhir melakukan pengurusan layanan di unit layanan yang bersangkutan.

22 2.3. Potensi Integritas Tingkat Nasional Potensi Integritas (Potential Integrity) merupakan salah satu unsur penyusun nilai integritas publik. Terdapat empat indikator yang digunakan untuk menyusun Potential Integrity yakni indikator Lingkungan Kerja (Working Environtment) dengan bobot 0,357, Sistem Administrasi (Administration System) dengan bobot 0,394, Perilaku Individu (Personal Attitude) dengan bobot 0,156 dan Pencegahan Korupsi (Corruption Control Measures) dengan bobot 0,094. Variabel Indikator SubIndikator Kebiasaan pemberian gratifikasi (0,502) = 6 Kebutuhan pertemuan di luar Lingkungan Kerja prosedur (0,058) = 8 (0,357)= 6,54 Keterlibatan calo (0,222) =7 Fasilitas di sekitar lingkungan pelayanan (0,107) = 6 Suasana/kondisi di sekitar pelayanan (0,112) = 7 Kepraktisan SOP Sistem Administrasi (0,258)= 6 (0,394)= 5,53 Keterbukaan informasi Potensi Integritas (0,637)= 6 (0,250)= 5,87 Pemanfaatan teknologi informasi (0,105) = 4 Keadilan dalam layanan Perilaku Individu (0,281)= 6 (0,156)= 7,02 Ekspektasi petugas terhadap gratifikasi (0,584)= 7 Perilaku pengguna layanan (0,135) = 7 Tingkat Upaya Anti Korupsi Pencegahan Korupsi (0,800)= 3 (0,094)= 2,82 Mekanisme Pengaduan Masyarakat (0,200) = 3 Tabel 2.9. Nilai Variabel Potensi Integritas beserta Indikator dan Sub Indikatornya Nasional 15 Nilai ratarata potensi integritas dari 98 instansi pusat, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota adalah 5,87. Nilai tersebut masih berada di bawah standar integritas minimal yang ditetapkan oleh KPK. Artinya masih cukup banyak indikator potensi integritas terutama sistem administrasi dan pencegahan korupsi yang nilainya masih sangat rendah (5,53 dan 2,82) walaupun sebenarnya nilai indikator lingkungan kerja dan perilaku individu juga terlihat masih kurang memuaskan. Seperti halnya pada pengalaman integritas, nilai potensi integritas memiliki rentang nilai yang tidak terlalu lebar, yaitu dari 6,70 pada Kementerian Pertanian sampai yang terendah 5,00 pada Pemerintah Kabupaten Kuningan. Gambaran lebih lengkap ditunjukkan dalam Lampiran 4. Dari 98 instansi yang disurvei secara nasional, 53 instansi atau 54 persen berada di bawah ratarata potensi integritas nasional, bahkan 64 persennya (63 instansi) masih di bawah standar potensi integritas minimal yang ditetapkan KPK. Lihat tabel berikut Tabel ini sekaligus menjelaskan bahwa hanya 35 instansi (36%) yang potensi integritasnya memenuhi standar minimal integritas yang ditetapkan KPK. Artinya masih ada 64% instansi yang lingkungan kerja, sistem administrasi, perilaku individu dan upaya pencegahan korupsinya masih harus terus dilakukan perbaikan supaya paling tidak bisa memenuhi standar minimial integritas yang ditetapkan.

23 16 No Instansi/Pemprov/ Nilai Pengalaman Integritas Peringkat (1100) PemkabPemkot di bawah 6,0 1 Kabupaten Bojonegoro Provinsi Jawa Barat Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional Provinsi Jawa Timur Kabupaten Sidoarjo Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Cianjur PT Pelabuhan Indonesia II Kota Bogor Kementerian Agama Kota Metro Kota Jakarta Pusat Kementerian Luar Negeri Kota Tomohon Kabupaten Minahasa Utara Kementerian Kehutanan Kabupaten Lampung Selatan Kementerian Perdagangan Kementerian Pekerjaan Umum PT Asuransi Jasa Raharja Kota Malang Kementerian Hukum dan HAM Kementerian Komunikasi dan Informatika Kota Bekasi Kabupaten Sampang Kabupaten Cirebon Kabupaten Lampung Tengah Provinsi Lampung Kota Jakarta Utara Kota Makasar Provinsi Sumatera Utara Kementerian Perindustrian PT Perusahaan Listrik Negara Kabupaten Badung Kementerian SDM Kota Banjarmasin Mahkamah Agung Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Provinsi Kalimantan Timur Kejaksaan Kabupaten Sumenep Provinsi DKI Jakarta Kota Surabaya Kabupaten Gresik PT Kereta Api Indonesia Kementerian Perumahan Rakyat Kabupaten Kutai Kartanegara Badan Pertanahan Nasional Tabel Instansi/Pemprov/ PemkabPemkot dengan Nilai Potensi Integritas di bawah Standar Minimal Integritas yang ditetapkan KPK

24 Lanjutan Tabel 2.10 No Instansi/Pemprov/ Nilai Pengalaman Integritas Peringkat (1100) PemkabPemkot di bawah 6,0 49 Kota Manado Provinsi Kalimantan Selatan Kota Bandar Lampung Kabupaten Maros Kabupaten Gowa Provinsi Sulawesi Selatan Kota Jakarta Selatan Kabupaten Deli Serdang Kabupaten Langkat Kabupaten Garut Kabupaten Tapanuli Selatan Kota Samarinda Provinsi Sulawesi Utara Kepolisian Kabupaten Kuningan Nilai Potensi Integritas Ratarata Nasional 5.87 Tabel Instansi/Pemprov/ PemkabPemkot dengan Nilai Potensi Integritas di bawah Standar Minimal Integritas yang ditetapkan KPK 17 Bagian selanjutnya akan membahas 4 indikator dari potensi integritas, yaitu lingkungan kerja, sistem administrasi, perilaku individu dan pencegahan korupsi Lingkungan Kerja di Pelayanan Publik Tingkat Nasional Lingkungan kerja memiliki potensi untuk mendorong terjadinya praktik korupsi, tidak terkecuali lingkungan kerja di sektor pelayanan publik. Berdasarkan fakta di lapangan, kebiasaan pemberian gratifikasi dan adanya keterlibatan calo akan menurunkan nilai potensi integritas secara signifikan. Namun demikian suasana/kondisi lingkungan pelayanan dan fasilitas yang disediakan serta adanya pertemuan di luar prosedur merupakan faktor yang juga akan menurunkan nilai potensi integritas. Indikator Lingkungan Kerja (0,357)= 6,54 SubIndikator Kebiasaan pemberian gratifikasi (0,502) = 6 Kebutuhan pertemuan di luar prosedur (0,058) = 8 Keterlibatan calo (0,222) =7 Fasilitas di sekitar lingkungan pelayanan (0,107) = 6 Suasana/kondisi di sekitar pelayanan (0,112) = 7 Tabel Nilai Indikator Lingkungan Kerja dan Sub Indikatornya Nasional Walaupun indikator lingkungan kerja sudah mampu mencapai nilai standar unsur integritas minimal KPK yaitu sebesar 6,54, namun beberapa sub indikator masih harus terus dilakukan perbaikan. Nilai 6 pada sub indikator kebiasaan pemberian gratifikasi menunjukkan bahwa kebiasaan tersebut masih terjadi, sekitar 50 % masyarakat pengguna layanan menyatakan bahwa praktek pemberian uang tambahan di lingkungan pelayanan yang mereka datangi masih terjadi.

25 Selalu terjadi 4% Sering terjadi 15% Kadang terjadi 32% Tidak ada 50% Gambar 2.7. Intensitas Praktek Pemberian Uang Tambahan di Lingkungan pelayanan 18 Pertanyaan lanjutan disampaikan bahwa menurut pengalaman yang dirasakan sendiri oleh pengguna layanan, bagaimana pemberian uang tambahan di lingkungan pelayanan, sebagian besar pengguna layanan menyatakan bahwa hal tersebut dilakukan oleh pengguna layanan (48%) dan diterima oleh petugas layanan (22%). Lihat tabel berikut. Pernyataan Persen Dilakukan oleh semua pengguna layanan 6% Dilakukan oleh sebagian besar pengguna layanan 15% Dilakukan oleh sebagian kecil pengguna layanan 27% Tidak pernah dilakukan oleh pengguna layanan 36% Pernyataan Persen Diterima oleh hampir semua petugas 7% Diterima oleh sebagian petugas 15% Tidak diterima oleh petugas sama sekali 13% Pernyataan Persen Ditolerir oleh pimpinan/pengawas di unit layanan 3% Sebagian ditolerir oleh pengawas/pimpinan unit layanan 3% Tidak ditolerir sama sekali oleh pengawas/pimpinan unit layanan 5% Tabel Pemberian Uang Tambahan dalam Layanan Publik berdasarkan Pengalaman Pengguna Layanan (jawaban multiple) Kebutuhan pertemuan di luar prosedur dalam pengurusan layanan diakui oleh sebagian besar pengguna layanan sudah tidak ada. Hanya sekitar 6 % dari pengguna layanan yang menyatakan pernah melakukan pertemuan di luar prosedur pada saat mengurus layanan. Bagi yang pernah melakukan pun, sebagian besar menyatakan bahwa pertemuan di luar prosedur tersebut umumnya hanya dibutuhkan dalam satu tahapan saja. Tujuan masyarakat melakukan pertemuan di luar prosedur adalah: a)untuk mempercepat waktu pengurusan (54%); b) untuk menjalin perkenalan/silaturahmi dengan petugas (41%); c)untuk melengkapi sejumlah persyaratan (23%); d) untuk menegosiasikan biaya yang harus dibayar (20%); e) untuk memasukkan permohonan (16%); f )untuk mengambil (dokumen) yang diurus (12%); g)untuk memanipulasi sebagian persyaratan (3%); dan h)lain lain (9%). Keterlibatan calo dalam lingkungan kerja juga cukup berpengaruh dalam menurunkan nilai potensi integritas sektor publik. Sebagian pengguna layanan (11%) menyatakan melihat calo/perantara beroperasi di tempat mereka mengurus layanan. Siapakah perantara/calo tersebut? Jawaban yang didapat dari responden pengguna layanan ternyata cukup mengejutkan. Perantara/calo paling banyak ternyata adalah petugas sendiri, baik petugas yang langsung mengurus layanan atau petugas yang bekerja di instansi tersebut tetapi tidak berurusan langsung dalam pengurusan layanan (66%). Bahkan jumlah tersebut jauh lebih besar dibanding dengan perusahaan jasa pengurusan. Calo lain yang dominan menguasai layanan perizinan di Indonesia adalah orang yang secara perorangan memang beroperasi sebagai calo di unit layanan. Keberadaan calo tersebut umumnya sepengetahuan unit layanan maupun petugas layanan. Lihat penjelasan gambar berikut.

26 Orang luar (perantara diluar prosedur dari eksternal/perorangan) 48% Petugas yang langsung mengurus layanan 35% Bukan Petugas langsung tapi bekerja di unit layanan tersebut 31% Pekerja di sekitar unit layanan (tukang parkir, satpam, pedagang kantin, dll) Perusahaan/Badan Usaha Jasa Pengurusan 12% 14% Gambar 2.8. Perantara di Luar Prosedur yang Beroperasi di Unit Layanan Publik (jawaban multiple) Peran para perantara/calo dalam proses pelayanan menurut responden ternyata cukup signifikan. Empat puluh delapan persen reponden menyatakan bahwa keberadaan perantara mempercepat waktu pengurusan dari waktu yang ditetapkan. Sedangkan 33% menyatakan bahwa dengan menggunakan perantara mereka bisa mempermudah komunikasi petugas dengan pengguna dalam memenuhi prosedur, dan 20 % bisa melakukan tawar menawar biaya. Namun demikian masih ada pengguna layanan (11%) yang menyatakan bahwa mengurus lewat perantara/calo tidak ada bedanya dengan mengurus sendiri. Lihat tabel berikut. 19 Pernyataan Persen Mempercepat waktu pengurusan dari waktu yang ditetapkan 48% Mempermudah komunikasi petugas dengan pengguna dalam memenuhi prosedur Bisa melakukan tawar menawar biaya 20% Bisa melakukan tawar menawar persyaratan 14% Bisa melakukan tawar menawar untuk tidak melewati prosedur tertentu 13% Tidak ada bedanya dengan mengurus sendiri 11% Menjadi syarat utama: layanan hanya akan diurus jika melalui mereka 8% Menghindarkan pengguna dari eksploitasi petugas 2% 33% Tabel Peran Perantara di Luar Prosedur menurut Penilaian Pengguna Layanan berdasarkan Fakta yang Dialami (jawaban multiple) Mengenai jumlah calo/perantara di tempat layanan, 43% pengguna layanan menyatakan jumlahnya masih banyak. Pada umumnya mereka beroperasi secara sembunyisembunyi (46% responden) dan terangterangan (47% responden). Keberadaan calo/perantara tentu memberikan dampak kepada pengguna layanan. Sebagian besar responden (43%) menyatakan bahwa keberadaan mereka mengganggu, sedangkan 32% menyatakan tidak mengganggu, bahkan 24% menyatakan keberadaan mereka justru menguntungkan. Sementara bila ditanya lebih lanjut, sebagian responden (53 %) menyatakan bahwa mereka sebenarnya tidak terlalu membutuhkan calo/perantara tersebut, namun jumlah yang menyatakan membutuhkan juga masih besar (47%). Fasilitas pelayanan yang disediakan di lingkungan layanan terlihat sudah masuk dalam standar minimal (nilai 6). Sebagian besar responden (91 %) menyatakan bahwa tingkat kesediaan fasilitas di lingkungan unit layanan yang mereka datangi umumnya memadai. Hanya 9% yang menyatakan tidak memadai. Jenisjenis fasilitas yang dinyatakan tersedia di unit layanan oleh sebagian besar responden adalah ruang tunggu, tempat duduk/kursi, papan pengumuman/informasi, toilet, tempat parkir, tempat sampah. Sedangkan fasilitas yang masih jarang dijumpai di unit layanan adalah toilet, AC, nomor antrian, pengeras suara, mesin fotokopi, dan ATM. Lihat gambar berikut.

27 Tempat sampah 97% Tempat duduk / kursi 97% Toilet 96% Tempat Parkir 95% Ruang tunggu 93% Papan Pengumuman/informasi 91% 82% Kotak pengaduan AC Pengeras Suara Mesin fotokopi, ATM, dll Nomor antrian 47% 44% 48% 60% 68% Gambar 2.9. Fasilitas yang Tersedia dan kurang Tersedia di Unit Layanan Sesuai dengan Pengalaman Pengguna Layanan (jawaban multiple) 20 Sebagai akibat dari ketersediaan sebagian fasilitas pada unit layanan, sebagian besar responden (91%) juga menyatakan bahwa suasana/kondisi fasilitas di lingkungan unit layanan yang didatangi umumnya teratur sistem pelayanannya Sistem Administrasi di Pelayanan Publik Tingkat Nasional Keterbukaan informasi dan kemudahan layanan atau kepraktisan SOP serta pemanfaatan teknologi informasi merupakan sub indikator sistem administrasi yang harus dicapai dalam rangka memenuhi standar potensi integritas sektor publik. Indikator Sistem Administrasi (0,394)= 5,53 SubIndikator Kepraktisan SOP (0,258)= 6 Keterbukaan informasi (0,637)= 6 Pemanfaatan teknologi informasi (0,105) = 4 Tabel Nilai Indikator Sistem Administrasi dan Sub Indikatornya Nasional Hasil survei menunjukkan bahwa nilai sistem administrasi tidak mampu mencapai standar integritas minimum yang ditetapkan KPK. Nilai 5,53 menunjukkan bahwa subindikator kepraktisan SOP, keterbukaan informasi dan terutama pemanfaatan teknologi informasi masih harus terus ditingkatkan. Terkait dengan SOP (Standar Operasi Prosedur), sebagian besar responden (75%) menyatakan bahwa mereka mengetahui prosedur pengurusan layanan. Menurut mereka prosedur dan syarat pengurusan layanan relatif mudah, tetapi waktu penyelesaian masih dianggap lambat oleh 28% responden dan 22% menyatakan biaya masih terlalu mahal. SOP Kriteria % responden Prosedur pengurusan layanan Syarat pengurusan layanan Waktu penyelesaian layanan Biaya pengurusan layanan mudah 88% sulit 12% mudah 89% sulit 11% cepat 39% tepat waktu 33% lambat 28% murah 78% mahal 22% Tabel Penilaian Standar Operation Procedure (SOP) Unit Layanan oleh Pengguna Layanan

INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK INDONESIA TAHUN 2014

INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK INDONESIA TAHUN 2014 INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK INDONESIA TAHUN 2014 Direktorat Litbang, Deputi Pencegahan Komisi Pemberantasan Korupsi www.kpk.go.id Agenda 1. Latar Belakang 2. Definisi, Tujuan dan Metodologi 3. Fakta Hasil

Lebih terperinci

PAPARAN HASIL SURVEI INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK INDONESIA 2011

PAPARAN HASIL SURVEI INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK INDONESIA 2011 PAPARAN HASIL SURVEI INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK INDONESIA 2011 Komisi Pemberantasan Korupsi Direktorat Penelitian dan Pengembangan Agenda Tujuan dan Metodologi Responden dan Layanan Indeks Nasional (IIN)

Lebih terperinci

INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK INDONESIA TAHUN 2013 FAKTA KORUPSI DALAM LAYANAN PUBLIK

INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK INDONESIA TAHUN 2013 FAKTA KORUPSI DALAM LAYANAN PUBLIK INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK INDONESIA TAHUN 2013 FAKTA KORUPSI DALAM LAYANAN PUBLIK DIREKTORAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN 2014 INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK INDONESIA TAHUN 2013 FAKTA KORUPSI DALAM LAYANAN PUBLIK

Lebih terperinci

Survei Integritas (SI) KPK dan Indeks Persepsi Korupsi (IPK) TII

Survei Integritas (SI) KPK dan Indeks Persepsi Korupsi (IPK) TII Peluncuran Indeks Persepsi Korupsi Indonesia 2010 Survei Integritas (SI) KPK dan Indeks Persepsi Korupsi (IPK) TII Pimpinan KPK Chandra M. Hamzah 9 November 2010 Agenda 1 Tujuan 2 Metodologi 3 Responden

Lebih terperinci

INDEKS PERSEPSI KORUPSI INDONESIA 2017Survei Di Antara Pelaku Usaha. Survei di antara Pelaku Usaha 12 Kota di Indonesia

INDEKS PERSEPSI KORUPSI INDONESIA 2017Survei Di Antara Pelaku Usaha. Survei di antara Pelaku Usaha 12 Kota di Indonesia INDEKS PERSEPSI KORUPSI INDONESIA 2017Survei Di Antara Pelaku Usaha Survei di antara Pelaku Usaha 12 Kota di Indonesia 2012 2013 2014 2015 2016 SKOR 32 PERINGKAT 118 SKOR 32 PERINGKAT 114 SKOR 34 PERINGKAT

Lebih terperinci

SOSIALISASI PENILAIAN INISIATIF ANTI KORUPSI 2011

SOSIALISASI PENILAIAN INISIATIF ANTI KORUPSI 2011 SOSIALISASI PENILAIAN INISIATIF ANTI KORUPSI 2011 (PIAK 2011) 24 Februari 2011 AGENDA 1. Gambaran Singkat tentang PIAK 2. Sekilas Hasil Pelaksanaan PIAK 2010 3. Rencana Pelaksanaan PIAK 2011 1. Gambaran

Lebih terperinci

INDIKATOR PENILAIAN INISIATIF ANTI KORUPSI (PIAK) 2011

INDIKATOR PENILAIAN INISIATIF ANTI KORUPSI (PIAK) 2011 INDIKATOR PENILAIAN INISIATIF ANTI KORUPSI (PIAK) 2011 Variabel Indikator Sub Indikator 1. Kode Etik 2. Transparansi Manajemen SDM 1. Ketersediaan Kode Etik 2. Ketersediaan Mekanisme Penerapan dan Pelembagaan

Lebih terperinci

Integritas Sektor Publik 2007

Integritas Sektor Publik 2007 Integritas Sektor Publik 2007 Komisi Pemberantasan Korupsi Direktorat Penelitian dan Pengembangan 2007 Integritas Sektor Publik Indonesia 2007 Fakta Korupsi dalam Layanan Publik Survei Integritas Sektor

Lebih terperinci

Direktorat Penelitian dan Pengembangan. Kamis, 4 Oktober 2012

Direktorat Penelitian dan Pengembangan. Kamis, 4 Oktober 2012 Direktorat Penelitian dan Pengembangan Kamis, 4 Oktober 2012 Agenda A Pendahuluan B Metode Pelaksanaan PIAK 2012 C Hasil Penilaian Inisiatif Antikorupsi (PIAK) 2012 D Kesimpulan A.Pendahuluan 1. Latar

Lebih terperinci

KEBUTUHAN FORMASI CPNS BNN TAHUN 2013

KEBUTUHAN FORMASI CPNS BNN TAHUN 2013 BADAN NARKOTIKA NASIONAL REPUBLIK INDONESIA KEBUTUHAN FORMASI CPNS BNN TAHUN 2013 LAMPIRAN PENGUMUMAN NOMOR : PENG/01/IX/2013/BNN TANGGAL : 4 SEPTEMBER 2013 No. 1 ACEH BNNP Aceh Perawat D-3 Keperawatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tinggi (Katz, dalam Moeljarto 1995). Pembangunan nasional merupakan

I. PENDAHULUAN. tinggi (Katz, dalam Moeljarto 1995). Pembangunan nasional merupakan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan dirumuskan sebagai proses perubahan yang terencana dari suatu situasi nasional yang satu ke situasi nasional yang lain yang dinilai lebih tinggi (Katz, dalam

Lebih terperinci

Integritas Pelayanan Publik

Integritas Pelayanan Publik Integritas Pelayanan Publik Sosialisasi UU No 25 Th 2009 Bagi kementrian / lembaga ( Instansi Pusat ) Kementrian PAN dan RB 21 Juni 2011 Haryono Umar Pimpinan KPK Kondisi saat ini dipengaruhi oleh : 1)

Lebih terperinci

TANGGAPAN TERHADAP GLOBAL CORRUPTION BAROMETER. Jakarta, 9 Juli 2013

TANGGAPAN TERHADAP GLOBAL CORRUPTION BAROMETER. Jakarta, 9 Juli 2013 1 TANGGAPAN TERHADAP GLOBAL CORRUPTION BAROMETER Jakarta, 9 Juli 2013 SEKTOR KORUPSI KPK 1. Bansos 2. APBN-APBD (banggar, satuan tiga = belanja K/L) 3. Hutan 4. Pajak 5. Kebijakan publik 6. Izin importasi

Lebih terperinci

2016, No terhadap layanan jasa hukum sehingga perlu diganti; c. bahwa pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, serta untuk

2016, No terhadap layanan jasa hukum sehingga perlu diganti; c. bahwa pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, serta untuk BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1209, 2016 KEMENKUMHAM. Jabatan Notaris. Formasi. Penentuan Kategori Daerah. Pencabutan. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN

Lebih terperinci

Peran ORI dalam penyelesaian laporan/pengaduan dan pengawasan implementasi UU Pelayanan Publik

Peran ORI dalam penyelesaian laporan/pengaduan dan pengawasan implementasi UU Pelayanan Publik Peran ORI dalam penyelesaian laporan/pengaduan dan pengawasan implementasi UU Pelayanan Publik Oleh : Budi Santoso, SH, LL.M (Ombudsman RI Bid.Penyelesaian Laporan/Pengaduan) Jakarta, 24 Juli 2013 Rekapitulasi

Lebih terperinci

Ringkasan Hasil Penelitian Survei Kepuasan Masyarakat (SKM) Terhadap Pelayanan Pertanahan Tahun 2016

Ringkasan Hasil Penelitian Survei Kepuasan Masyarakat (SKM) Terhadap Pelayanan Pertanahan Tahun 2016 Ringkasan Hasil Penelitian Survei Kepuasan Masyarakat (SKM) Terhadap Pelayanan Pertanahan Tahun 2016 1 METODOLOGI DASAR HUKUM Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor

Lebih terperinci

JADWAL UJIAN SERTIFIKASI APRIL 2010

JADWAL UJIAN SERTIFIKASI APRIL 2010 No Tanggal Ujian Instansi Tempat Pelaksanaan Jumlah Peserta 1 01-Apr-10 Balai Diklat Keuangan Balikpapan Kemenkeu RI Samarinda 100 2 01-Apr-10 Politeknik Batam Batam 100 3 01-Apr-10 Sekretariat Negara

Lebih terperinci

MATERI KPK. Indonesia Kita. Pemberantasan Korupsi. Gratifikasi

MATERI KPK. Indonesia Kita. Pemberantasan Korupsi. Gratifikasi MATERI Pemberantasan Korupsi KPK Gratifikasi Indonesia Kita Rumah Mewah Rp. 3 miliar Keluarga Bahagia Bersantai Menikmati Vila Bali Itu dulu... Sekarang??? Pasrah!! Divonis: 30 tahun Rp 74 miliar dirampas

Lebih terperinci

LAPORAN PENYELENGGARAAN KEGIATAN PENGANUGERAHAAN KETERBUKAAN INFORMASI BADAN PUBLIK TAHUN 2016 JAKARTA, ISTANA WAKIL PRESIDEN, 20 DESEMBER 2016

LAPORAN PENYELENGGARAAN KEGIATAN PENGANUGERAHAAN KETERBUKAAN INFORMASI BADAN PUBLIK TAHUN 2016 JAKARTA, ISTANA WAKIL PRESIDEN, 20 DESEMBER 2016 KOMISI INFORMASI PUSAT REPUBLIK INDONESIA LAPORAN PENYELENGGARAAN KEGIATAN PENGANUGERAHAAN KETERBUKAAN INFORMASI BADAN PUBLIK TAHUN 2016 JAKARTA, ISTANA WAKIL PRESIDEN, 20 DESEMBER 2016 Yang terhormat,

Lebih terperinci

PAPARAN HASIL Studi Prakarsa Anti Korupsi SPAK-BUMN 2011

PAPARAN HASIL Studi Prakarsa Anti Korupsi SPAK-BUMN 2011 PAPARAN HASIL Studi Prakarsa Anti Korupsi SPAK-BUMN 2011 Jakarta, 1 November 2011 Direktorat Penelitian dan Pengembangan Komisi Pemberantasan Korupsi AGENDA LATAR BELAKANG INDIKATOR SPAK-BUMN 2011 PELAKSANAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pelayanan publik pada saat ini menjadi topik pembicaraan yang tiada

BAB I PENDAHULUAN. Pelayanan publik pada saat ini menjadi topik pembicaraan yang tiada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelayanan publik pada saat ini menjadi topik pembicaraan yang tiada hentinya untuk dikritikisasi. Hal tersebut dengan mudah dapat dibuktikan dengan banyaknya

Lebih terperinci

REKAPITULASI TARGET PNBP KEMENTERIAN/LEMBAGA TA

REKAPITULASI TARGET PNBP KEMENTERIAN/LEMBAGA TA REKAPITULASI TARGET PNBP KEMENTERIAN/LEMBAGA TA 2009-2012 BA KEMENTERIAN/LEMBAGA APBN TA 2009 APBN-P TA 2009 APBN TA 2010 APBN-P TA 2010 APBN TA 2011 APBN-P TA 2011 APBN 2012 001 Majelis Permusyawaratan

Lebih terperinci

KOMISI INFORMASI PUSAT REPUBLIK INDONESIA

KOMISI INFORMASI PUSAT REPUBLIK INDONESIA KOMISI INFORMASI PUSAT REPUBLIK INDONESIA LAPORAN PEMERINGKATAN KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK TAHUN 2014 ISTANA WAKIL PRESIDEN RI JAKARTA JUM AT, 12 DESEMBER 2014 Berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun

Lebih terperinci

Kategori Badan Publik Dikirim Diterima TOTAL Kuesioner Penilaian Mandiri ( Self Assessment Questioner Kuesioner (Verifikasi Website)

Kategori Badan Publik Dikirim Diterima TOTAL Kuesioner Penilaian Mandiri ( Self Assessment Questioner Kuesioner (Verifikasi Website) Berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP), dalam Pasal 28 Ayat (1) Komisi Informasi Pusat bertanggung jawab kepada Presiden dan menyampaikan laporan tentang

Lebih terperinci

2017, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Komunikasi dan I

2017, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Komunikasi dan I No.1273, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-KOMINFO. ORTA. UPT Monitor Frekuensi Radio. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2017 TENTANG

Lebih terperinci

SURVEI NASIONAL ANTI KORUPSI

SURVEI NASIONAL ANTI KORUPSI SURVEI NASIONAL ANTI KORUPSI 1 METODOLOGI RISET 2 Data survei dikumpulkan dari April Juni, 2017 Catatan : Tanggal mencakup Survei kuantitatif Nasional dan Provinsi Oversample, dan Survei kualiatif (FGD)

Lebih terperinci

JADWAL UJIAN SERTIFIKASI MEI No Tanggal Ujian Instansi Tempat Pelaksanaan Jumlah Peserta

JADWAL UJIAN SERTIFIKASI MEI No Tanggal Ujian Instansi Tempat Pelaksanaan Jumlah Peserta 1 01-Mei-10 LPKM Universitas Palangkaraya Palangkaraya 57 2 01-Mei-10 Ditjen IKM kementerian Perindustrian Jakarta 42 3 01-Mei-10 Pusdiklat BPK RI Jakarta 37 4 01-Mei-10 BPKP Perwakilan Provinsi kalimantan

Lebih terperinci

Hasil Evaluasi Pelayanan Publik Tahun Jakarta 24 Januari 2018

Hasil Evaluasi Pelayanan Publik Tahun Jakarta 24 Januari 2018 Hasil Evaluasi Pelayanan Publik Tahun 2017 Jakarta 24 Januari 2018 Evaluasi Pelayanan Publik Tahun 2017 Evaluasi Pelayanan Publik Tahun 2017 Evaluasi Pelayanan Publik Tahun 2017 ASPEK KEMENTERIAN Evaluasi

Lebih terperinci

PBJ, KORUPSI & REFORMASI BIROKRASI

PBJ, KORUPSI & REFORMASI BIROKRASI PBJ, KORUPSI & REFORMASI BIROKRASI Abdullah Hehamahua Penasihat KPK (LKPP, Jakarta, 8 Juni 2011) TUJUAN KEMERDEKAAN KEHIDUPAN BANGSA YANG CERDAS KESEJAHTERAAN UMUM MASYARAKAT YANG AMAN, DAMAI & TENTERAM

Lebih terperinci

A. Hasil Penilaian Kepatuhan Standar Pelayanan Publik Sesuai Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik Tahun 2016

A. Hasil Penilaian Kepatuhan Standar Pelayanan Publik Sesuai Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik Tahun 2016 1 HASIL PENILAIAN KEPATUHAN TERHADAP STANDAR PELAYANAN DAN KOMPETENSI PENYELENGGARA PELAYANAN SESUAI UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2009 TENTANG PELAYANAN PUBLIK A. Hasil Penilaian Kepatuhan Standar Pelayanan

Lebih terperinci

JADWAL UJIAN SERTIFIKASI MARET No Tanggal Ujian Instansi Tempat Pelaksanaan

JADWAL UJIAN SERTIFIKASI MARET No Tanggal Ujian Instansi Tempat Pelaksanaan No Tanggal Ujian Instansi Tempat Pelaksanaan Jumlah Peserta 1 04-Mar-09 BKDPP Pemkab Badung Badung 99 2 04-Mar-09 PSIK I Jakarta 32 3 05-Mar-09 Setda Pemerintah Kota Bontang Bontang 181 4 05-Mar-09 BPSDMP

Lebih terperinci

49/PIH/KOMINFO/7/2011

49/PIH/KOMINFO/7/2011 Siaran Pers No. 49/PIH/KOMINFO/7/2011 tentang Peringatan Sangat Serius Bagi Badan Publik (Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif) Pusat dan Daerah Yang Belum Menetapkan Pejabat Yang Bertanggung Jawab Dalam

Lebih terperinci

KAJIAN KEBIJAKAN TATA-NIAGA KOMODITAS STRATEGIS: DAGING SAPI. 20 Februari 2013 Direktorat Penelitian dan Pengembangan

KAJIAN KEBIJAKAN TATA-NIAGA KOMODITAS STRATEGIS: DAGING SAPI. 20 Februari 2013 Direktorat Penelitian dan Pengembangan KAJIAN KEBIJAKAN TATA-NIAGA KOMODITAS STRATEGIS: DAGING SAPI 20 Februari 2013 Direktorat Penelitian dan Pengembangan Preview Kajian - 1 1. Durasi : 2011 Pra-Riset Sektor Ketahanan Pangan, Februari September

Lebih terperinci

2015, No Mengingat : Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 85,

2015, No Mengingat : Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 85, LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.135, 2015 KEUANGAN. BPK. Organisasi. Tugas. Wewenang. Pencabutan. PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PEMBAGIAN TUGAS

Lebih terperinci

PENERAPAN KEBIJAKAN PERTAMBANGAN DI DAERAH, TATA KELOLA PEMERINTAH DAERAH DALAM PRAKTEK LAPANGAN

PENERAPAN KEBIJAKAN PERTAMBANGAN DI DAERAH, TATA KELOLA PEMERINTAH DAERAH DALAM PRAKTEK LAPANGAN PENERAPAN KEBIJAKAN PERTAMBANGAN DI DAERAH, TATA KELOLA PEMERINTAH DAERAH DALAM PRAKTEK LAPANGAN Hasil Survei Pertambangan Kabupaten Dan Provinsi Di Indonesia Tahun 2015 Oleh: Dipresentasikan Pada Acara:

Lebih terperinci

LEMBAGA KEBIJAKAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH DEPUTI BIDANG PENGEMBANGAN DAN PEMBINAAN SDM DIREKTORAT BINA SERTIFIKASI PROFESI

LEMBAGA KEBIJAKAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH DEPUTI BIDANG PENGEMBANGAN DAN PEMBINAAN SDM DIREKTORAT BINA SERTIFIKASI PROFESI 1 01 Februari 2011 RSUD Tarakan Pemda DKI Jakarta Jakarta 50 Terselengara 2 02 Februari 2011 Ditjen Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan Sumedang 100 Terselengara 3 02 Februari 2011 Badan

Lebih terperinci

Penyelenggaraan Mal Pelayanan Publik. Dalam Rangka Percepatan Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik

Penyelenggaraan Mal Pelayanan Publik. Dalam Rangka Percepatan Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik Penyelenggaraan Mal Pelayanan Publik Dalam Rangka Percepatan Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik Belajar dari Good Practices Dunia (Georgia dan Azerbaijan) Tipe Pelayanan Model Pelayanan 1. Direct Services

Lebih terperinci

JADWAL UJIAN SERTIFIKASI JUNI Terselenggara 7 04-Jun-10

JADWAL UJIAN SERTIFIKASI JUNI Terselenggara 7 04-Jun-10 No Tanggal Ujian Instansi Tempat Pelaksanaan Jumlah Peserta 1 01-Jun-10 Fakultas Kedokteran, Universitas Padjajaran Bandung 29 2 03-Jun-10 BKD Pemkab Banyuwangi Banyuwangi 100 3 03-Jun-10 Kejaksaan Agung

Lebih terperinci

LEMBAGA KEBIJAKAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH DEPUTI BIDANG PENGEMBANGAN DAN PEMBINAAN SDM DIREKTORAT BINA SERTIFIKASI PROFESI

LEMBAGA KEBIJAKAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH DEPUTI BIDANG PENGEMBANGAN DAN PEMBINAAN SDM DIREKTORAT BINA SERTIFIKASI PROFESI 1 01 Februari 2011 RSUD Tarakan Pemda DKI Jakarta Jakarta 50 Terselengara 2 02 Februari 2011 Ditjen Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan Sumedang 100 Terselengara 3 02 Februari 2011 Badan

Lebih terperinci

LEMBAGA KEBIJAKAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH DEPUTI BIDANG PENGEMBANGAN DAN PEMBINAAN SDM DIREKTORAT BINA SERTIFIKASI PROFESI

LEMBAGA KEBIJAKAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH DEPUTI BIDANG PENGEMBANGAN DAN PEMBINAAN SDM DIREKTORAT BINA SERTIFIKASI PROFESI 1 01 Juni 2011 Pengadilan Tinggi Agama Palu Palu 60 Terselenggara 2 01 Juni 2011 Setjen Pusdiklat PU Sorong 120 Terselenggara 3 06 Juni 2011 PLN Palembang Palembang 100 Terselenggara 4 08 Juni 2011 KPU

Lebih terperinci

OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA. Laporan Hasil Penelitian KEPATUHAN KEMENTERIAN DALAM PELAKSANAAN UNDANG UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2009 PELAYANAN PUBLIK

OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA. Laporan Hasil Penelitian KEPATUHAN KEMENTERIAN DALAM PELAKSANAAN UNDANG UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2009 PELAYANAN PUBLIK OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA Laporan Hasil Penelitian KEPATUHAN KEMENTERIAN DALAM PELAKSANAAN UNDANG UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2009 PELAYANAN PUBLIK PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kondisi pelayanan publik di

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 064 TAHUN 2014 TENTANG PELAKSANAAN PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 064 TAHUN 2014 TENTANG PELAKSANAAN PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 064 TAHUN 2014 TENTANG PELAKSANAAN PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

GUBERNUR SULAWESI SELATAN

GUBERNUR SULAWESI SELATAN - 1 - GUBERNUR SULAWESI SELATAN KEPUTUSAN GUBERNUR SULAWESI SELATAN NOMOR 26/I/TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN TIM UNIT KOORDINASI REAKSI CEPAT PELAYANAN TERPADU SATU PINTU PADA BADAN KOORDINASI PENANAMAN

Lebih terperinci

Pendidikan dan Budaya Anti Korupsi

Pendidikan dan Budaya Anti Korupsi Prototipe Media Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Pendidikan dan Budaya Anti Korupsi Prakata SALAM SEHAT TANPA KORUPSI, Korupsi merupakan perbuatan mengambil sesuatu yang sebenarnya bukan haknya,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pelayanan publik merupakan suatu kewajiban aparatur negara untuk

I. PENDAHULUAN. Pelayanan publik merupakan suatu kewajiban aparatur negara untuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelayanan publik merupakan suatu kewajiban aparatur negara untuk melayani masyarakat. Hal tersebut senada dengan Surjadi (2012:7), bahwa pelayanan publik merupakan

Lebih terperinci

PEMAPARAN HASIL STUDY DAN DISKUSI PUBLIK RKA-DIPA, Masihkan Rahasia?

PEMAPARAN HASIL STUDY DAN DISKUSI PUBLIK RKA-DIPA, Masihkan Rahasia? PEMAPARAN HASIL STUDY DAN DISKUSI PUBLIK RKA-DIPA, Masihkan Rahasia? Sekretariat Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran SEKNAS FITRA Bekerjasama dengan KOALISI MASYARAKAT SIPIL UNTUK KETERBUKAAN

Lebih terperinci

JADWAL UJIAN SERTIFIKASI MARET Terselenggara. 80 Terselenggara. 104 Terselenggara

JADWAL UJIAN SERTIFIKASI MARET Terselenggara. 80 Terselenggara. 104 Terselenggara 1 02-Mar-10 Badiklat Kemhan Pusdiklat Manajemen Pertahanan Jakarta 118 2 03-Mar-10 PSIK Jakarta 80 3 03-Mar-10 Proyek Penyempurnaan Pengelolaan Keuangan dan Bekasi 44 administrasi Pendapatan Negara Kementerian

Lebih terperinci

TREN PENANGANAN KASUS KORUPSI SEMESTER I 2017

TREN PENANGANAN KASUS KORUPSI SEMESTER I 2017 TREN PENANGANAN KASUS KORUPSI SEMESTER I 217 LATAR BELAKANG 1. Informasi penanganan kasus korupsi yang ditangani oleh aparat penegak hukum tidak dipublikasi secara transparan, khususnya Kepolisian dan

Lebih terperinci

DAFTAR KUOTA PELATIHAN KURIKULUM 2013 PAI PADA MGMP PAI SMK KABUPATEN/KOTA

DAFTAR KUOTA PELATIHAN KURIKULUM 2013 PAI PADA MGMP PAI SMK KABUPATEN/KOTA NO PROVINSI DK KABUPATEN JUMLAH PESERTA JML PESERTA PROVINSI 1 A C E H 1 Kab. Aceh Besar 30 180 2 Kab. Aceh Jaya 30 3 Kab. Bireuen 30 4 Kab. Pidie 30 5 Kota Banda Aceh 30 6 6 Kota Lhokseumawe 30 2 BANGKA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengaruh globalisasi memicu para pelaku bisnis dan ekonomi untuk melakukan

BAB I PENDAHULUAN. Pengaruh globalisasi memicu para pelaku bisnis dan ekonomi untuk melakukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pengaruh globalisasi memicu para pelaku bisnis dan ekonomi untuk melakukan berbagai tindakan agar kegiatan bisnisnya tetap bertahan. Mereka diharuskan untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. suatu kegiatan yang terjadi dalam interaksi langsung antar seseorang dengan

I. PENDAHULUAN. suatu kegiatan yang terjadi dalam interaksi langsung antar seseorang dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelayanan adalah kebutuhan pokok bagi manusia, bahkan dapat dikatakan bahwa pelayanan tidak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia. Pelayanan merupakan suatu kegiatan yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan merupakan salah satu unsur

I. PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan merupakan salah satu unsur I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan merupakan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita Bangsa Indonesia sebagaimana yang tercantum

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK Perkembangan Indeks Harga Konsumen/Inflasi Provinsi Kalimantan Timur Bulan Oktober 2017 No. 85/64/Th.XX, 1 November 2017 BERITA RESMI STATISTIK BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KALIMANTAN TIMUR Perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sementara pelayanan publik bukanlah suatu hal yang baru. Terdapat beberapa hal

BAB I PENDAHULUAN. Sementara pelayanan publik bukanlah suatu hal yang baru. Terdapat beberapa hal BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Secara umum tingkat pelayanan publik di Indonesia saat ini masih rendah. Sementara pelayanan publik bukanlah suatu hal yang baru. Terdapat beberapa hal yang menunjukkan

Lebih terperinci

PEMBINAAN JABATAN FUNGSIONAL PENGELOLA PENGADAAN BARANG/JASA

PEMBINAAN JABATAN FUNGSIONAL PENGELOLA PENGADAAN BARANG/JASA PEMBINAAN JABATAN FUNGSIONAL PENGELOLA PENGADAAN BARANG/JASA Yogyakarta, 15 September 2016 Multipurpose Presentation LEMBAGA KEBIJAKAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH Deputi Bidang Pengembangan dan Pembinaan

Lebih terperinci

MULTILATERAL MEETING II PRIORITAS NASIONAL : PENINGKATAN IKLIM INVESTASI DAN IKLIM USAHA

MULTILATERAL MEETING II PRIORITAS NASIONAL : PENINGKATAN IKLIM INVESTASI DAN IKLIM USAHA KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL MULTILATERAL MEETING II PRIORITAS NASIONAL : PENINGKATAN IKLIM INVESTASI DAN IKLIM USAHA Jakarta, 15 April 2016 Multilateral

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Implementasi kebijakan..., Atiek Meikhurniawati, FISIP UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Implementasi kebijakan..., Atiek Meikhurniawati, FISIP UI, Universitas Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Direktorat Jenderal Pemasyarakatan marupakan instansi pemerintah yang berada dibawah naungan Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia RI yang memiliki visi pemulihan

Lebih terperinci

Hasil Evaluasi Pelaksanaan Undang-Undang No. 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik

Hasil Evaluasi Pelaksanaan Undang-Undang No. 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik Hasil Evaluasi Pelaksanaan Undang-Undang No. 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik Implementasi Inpres No. 7 tahun 2015 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Dalam rangka implementasi

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI ahk BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR No. 86/11/64/Th.XIX, 1 November 2016 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR BULAN OKTOBER 2016 DEFLASI -0,09 PERSEN Provinsi Kalimantan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI ahk BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR No. 72/09/64/Th.XIX, 1 September 2016 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR BULAN AGUSTUS 2016 INFLASI 0,14 PERSEN Provinsi Kalimantan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA, SALINAN PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2017 TENTANG LAPORAN HARTA KEKAYAAN PENYELENGGARA NEGARA DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA DENGAN

Lebih terperinci

Menakar Kinerja Kota Kota DiIndonesia

Menakar Kinerja Kota Kota DiIndonesia Menakar Kinerja Kota Kota DiIndonesia Oleh Doni J Widiantono dan Ishma Soepriadi Kota-kota kita di Indonesia saat ini berkembang cukup pesat, selama kurun waktu 10 tahun terakhir muncul kurang lebih 31

Lebih terperinci

HASIL SURVEI PERTAMBANGAN KABUPATEN DAN PROVINSI DI INDONESIA TAHUN 2015

HASIL SURVEI PERTAMBANGAN KABUPATEN DAN PROVINSI DI INDONESIA TAHUN 2015 HASIL SURVEI PERTAMBANGAN KABUPATEN DAN PROVINSI DI INDONESIA TAHUN 2015 HASIL SURVEI PERTAMBANGAN KABUPATEN DAN PROVINSI DI INDONESIA TAHUN 2015 Oleh: Dipresentasikan Pada Acara: INDONESIAN MINING INSTITUTE

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara. Hubungan keduanya dijelaskan dalam Hukum Okun yang menunjukkan

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara. Hubungan keduanya dijelaskan dalam Hukum Okun yang menunjukkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengangguran merupakan satu dari banyak permasalahan yang terjadi di seluruh negara di dunia, terutama di negara berkembang seperti Indonesia. Hal ini terjadi karena

Lebih terperinci

Yang Terhormat: 1. Menteri Kelautan RI / Eselon 1 di KKP. 2. Kepala Staf Kantor Kepresidenan. 3. Ketua Satgas IUU Fishing

Yang Terhormat: 1. Menteri Kelautan RI / Eselon 1 di KKP. 2. Kepala Staf Kantor Kepresidenan. 3. Ketua Satgas IUU Fishing SAMBUTAN PIMPINAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DALAM KEGIATAN RAPAT MONEV KOORDINASI DAN SUPERVISI GERAKAN NASIONAL PENYELAMATAN SUMBERDAYA ALAM SEKTOR KELAUTAN 3 PROVINSI (SULAWES SELATAN, SULAWESI TENGAH

Lebih terperinci

DAFTAR LEMBAGA DIKLAT PEMERINTAH TERAKREDITASI DALAM MENYELENGGARAKAN DIKLAT PRAJABATAN DAN DIKLAT KEPEMIMPINAN

DAFTAR LEMBAGA DIKLAT PEMERINTAH TERAKREDITASI DALAM MENYELENGGARAKAN DIKLAT PRAJABATAN DAN DIKLAT KEPEMIMPINAN LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAFTAR LEMBAGA DIKLAT PEMERINTAH TERAKREDITASI DALAM MENYELENGGARAKAN DIKLAT PRAJABATAN DAN DIKLAT KEPEMIMPINAN Per 31 Desember 2012 A. KEMENTERIAN DAN LPNK

Lebih terperinci

Program NIHONGO Partners Pedoman Pendaftaran bagi Sekolah (2018/2019) Deadline Aplikasi 8 September 2017

Program NIHONGO Partners Pedoman Pendaftaran bagi Sekolah (2018/2019) Deadline Aplikasi 8 September 2017 Program NIHONGO Partners Pedoman Pendaftaran bagi Sekolah (2018/2019) Deadline Aplikasi 8 September 2017 1. Ikhtisar Program Program NIHONGO Partners (NP) adalah program yang mendukung pendidikan bahasa

Lebih terperinci

LEMBAGA KEBIJAKAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH DEPUTI BIDANG PENGEMBANGAN DAN PEMBINAAN SDM DIREKTORAT BINA SERTIFIKASI PROFESI

LEMBAGA KEBIJAKAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH DEPUTI BIDANG PENGEMBANGAN DAN PEMBINAAN SDM DIREKTORAT BINA SERTIFIKASI PROFESI 1 01 Oktober 2011 Bupati Buru Selatan Namrole 100 Terselenggara 2 01 Oktober 2011 Bupati Kaimana kaimana 165 Terselenggara 3 01 Oktober 2011 KPU Semarang 60 Terselenggara 4 01 Oktober 2011 ULP Universitas

Lebih terperinci

SOSIALISASI FORUM PRA MUSRENBANGNAS TAHUN 2015

SOSIALISASI FORUM PRA MUSRENBANGNAS TAHUN 2015 KEMENTERIAN PERENCANAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL SOSIALISASI FORUM PRA MUSRENBANGNAS TAHUN 2015 Direktur Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal Jakarta, 10 April 2015 AGENDA

Lebih terperinci

JUMLAH DAN LOKASI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI DAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL KABUPATEN/KOTA BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI DAN LOKASI

JUMLAH DAN LOKASI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI DAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL KABUPATEN/KOTA BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI DAN LOKASI 2013, No.1161 4 LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA

Lebih terperinci

PENDIDIKAN ANTI KORUPSI STRATEGI KOMUNIKASI STRATEGI KOMUNIKASI B U DAYA PENDIDIKAN ANTI KORUPSI ANTI KORUPSI KOMUNIKASI PENDIDIKAN STRATEGI

PENDIDIKAN ANTI KORUPSI STRATEGI KOMUNIKASI STRATEGI KOMUNIKASI B U DAYA PENDIDIKAN ANTI KORUPSI ANTI KORUPSI KOMUNIKASI PENDIDIKAN STRATEGI strategi komunikasi Pendidikan budaya anti korupsi; strategi komunikasi Pendidikan dan budaya anti korupsi; Pendidikan dan budaya anti korupsi; strategi komunikasi Pendidikan dan budaya anti korupsi; strategi

Lebih terperinci

PETUNJUK PELAKSANA DAN PETUNJUK TEKNIS NOMOR 002/JUKNIS/FCBI/I/2015 TENTANG KOORDINATOR DAERAH (KORDA) REGIONAL FANS CLUB BARCELONA INDONESIA (FCBI)

PETUNJUK PELAKSANA DAN PETUNJUK TEKNIS NOMOR 002/JUKNIS/FCBI/I/2015 TENTANG KOORDINATOR DAERAH (KORDA) REGIONAL FANS CLUB BARCELONA INDONESIA (FCBI) PETUNJUK PELAKSANA DAN PETUNJUK TEKNIS NOMOR 002/JUKNIS/FCBI/I/2015 TENTANG KOORDINATOR DAERAH (KORDA) REGIONAL FANS CLUB BARCELONA INDONESIA (FCBI) I. Latar Belakang Pada Musyawarah Nasional ke-3 FCBI

Lebih terperinci

LEMBAGA KEBIJAKAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH DEPUTI BIDANG PENGEMBANGAN DAN PEMBINAAN SDM DIREKTORAT BINA SERTIFIKASI PROFESI

LEMBAGA KEBIJAKAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH DEPUTI BIDANG PENGEMBANGAN DAN PEMBINAAN SDM DIREKTORAT BINA SERTIFIKASI PROFESI 1 02 Mei 2011 Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anaka RI Jakarta 50 Terselenggara 2 02 Mei 2011 Pusdiklat kemenlu Jakarta 100 Terselenggara 3 03 Mei 2011 Proyek Peningkatan Kapasitas

Lebih terperinci

EVALUASI KINERJA PELAYANAN PUBLIK PEMERINTAH DAERAH

EVALUASI KINERJA PELAYANAN PUBLIK PEMERINTAH DAERAH EVALUASI KINERJA PELAYANAN PUBLIK PEMERINTAH DAERAH Jakarta, 23 November 2017 Oleh: Damayani Tyastianti Asisten Deputi Koordinasi Pelaksanaan Kebijakan dan Evaluasi Pelayanan Publik Wilayah III Kementerian

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI KONSUMEN

INDEKS TENDENSI KONSUMEN No. 10/02/91 Th. VI, 6 Februari 2012 INDEKS TENDENSI KONSUMEN A. Penjelasan Umum Indeks Tendensi Konsumen (ITK) adalah indikator perkembangan ekonomi terkini yang dihasilkan Badan Pusat Statistik melalui

Lebih terperinci

Assalamu alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Assalamu alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh KETUA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN KETUA DPR-RI Pada Acara Gelar Nasional Pencegahan Korupsi Komite Pusat Gerakan Masyarakat Peduli Akhlak Mulia (GMP-AM) Di Exhibition Hall-SMESCO

Lebih terperinci

JADWAL UJIAN SERTIFIKASI JULI 2009

JADWAL UJIAN SERTIFIKASI JULI 2009 1 01-Jul-09 Setkot Pemerintah Kota Bandar Lampung Bandar Lampung 68 2 01-Jul-09 Pusdiklat Pegawai Departemen Pendidikan Nasional Sawangan 60 3 02-Jul-09 Dinas Pertanian Tanaman Pangan, Pemerintah Aceh

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI ahk BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR No. 71/09/64/Th.XX, 04 September 2017 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR BULAN AGUSTUS 2017 DEFLASI -0,28 PERSEN Provinsi Kalimantan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA, MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 108 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN ANGKUTAN ORANG DENGAN KENDARAAN BERMOTOR UMUM TIDAK DALAM TRAYEK

Lebih terperinci

Jakarta, 2 Februari 2015

Jakarta, 2 Februari 2015 Jakarta, 2 Februari 2015 PENDAHULUAN Perpres No. 55 Tahun 2012 tentang Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi (Stranas PPK) Jangka Panjang Tahun 2012-2025 dan Jangka Menengah Tahun 2012-2014

Lebih terperinci

Pemberantasan Korupsi Untuk Meningkatkan Kesejahteraan dan Martabat Bangsa Indonesia

Pemberantasan Korupsi Untuk Meningkatkan Kesejahteraan dan Martabat Bangsa Indonesia Pemberantasan Korupsi Untuk Meningkatkan Kesejahteraan dan Martabat Bangsa Indonesia Eko Soesamto Tjiptadi Deputi Pencegahan Jakarta, 4 Maret 2011 Daftar Isi qgambaran Korupsi Di Indonesia qkebijakan Anti

Lebih terperinci

Maret 2018 PELAYANAN PUBLIK PERPUSTAKAAN UMUM : BAGAIMANA PERKEMBANGANNYA

Maret 2018 PELAYANAN PUBLIK PERPUSTAKAAN UMUM : BAGAIMANA PERKEMBANGANNYA Maret 2018 PELAYANAN PUBLIK PERPUSTAKAAN UMUM : BAGAIMANA PERKEMBANGANNYA Tupoksi Ombudsman RI Pengawas terhadap pelayanan publik yang dilakukan oleh seluruh Kementerian, Lembaga, BUMN/D serta Pemerintah

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEUANGAN. Pedoman. Dana Insentif Daerah.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEUANGAN. Pedoman. Dana Insentif Daerah. No.465, 2009 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEUANGAN. Pedoman. Dana Insentif Daerah. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 198/PMK.07/2009 TENTANG ALOKASI DAN PEDOMAN UMUM PENGGUNAAN

Lebih terperinci

LEMBAGA KEBIJAKAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH DEPUTI BIDANG PENGEMBANGAN DAN PEMBINAAN SDM DIREKTORAT BINA SERTIFIKASI PROFESI

LEMBAGA KEBIJAKAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH DEPUTI BIDANG PENGEMBANGAN DAN PEMBINAAN SDM DIREKTORAT BINA SERTIFIKASI PROFESI 1 01 April 2011 Setda Pemkab Lembata Lembata 100 Terselenggara 2 01 April 2011 LPPM Universitas Airlangga Surabaya 240 Terselenggara 3 01 April 2011 LAN RI Balikpapan 100 Terselenggara 4 01 April 2011

Lebih terperinci

ProfilAnggotaDPRdan DPDRI 2014-2019. Pusat Kajian Politik Departemen Ilmu Politik FISIP UniversitasIndonesia 26 September 2014

ProfilAnggotaDPRdan DPDRI 2014-2019. Pusat Kajian Politik Departemen Ilmu Politik FISIP UniversitasIndonesia 26 September 2014 ProfilAnggotaDPRdan DPDRI 2014-2019 Pusat Kajian Politik Departemen Ilmu Politik FISIP UniversitasIndonesia 26 September 2014 Pokok Bahasan 1. Keterpilihan Perempuan di Legislatif Hasil Pemilu 2014 2.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Suatu organisasi berdiri dengan maksud dan tujuan tertentu. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. Suatu organisasi berdiri dengan maksud dan tujuan tertentu. Untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Suatu organisasi berdiri dengan maksud dan tujuan tertentu. Untuk mewujudkan maksud dan tujuan tersebut dalam pelaksanaannya melibatkan banyak unsur sumber

Lebih terperinci

Perkembangan Indeks Harga Konsumen (IHK) Provinsi Kalimantan Timur Bulan September 2017

Perkembangan Indeks Harga Konsumen (IHK) Provinsi Kalimantan Timur Bulan September 2017 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KALIMANTAN TIMUR Perkembangan Indeks Harga Konsumen (IHK) Provinsi Kalimantan Timur Bulan September 2017 Selama September 2017, terjadi deflasi sebesar 0,01 persen di Kalimantan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI ahk BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR No. 25/04/64/Th.XX, 3 April 2017 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR BULAN MARET 2017 INFLASI 0,15 PERSEN Provinsi Kalimantan Timur

Lebih terperinci

TENTANG PENETAPAN STANDAR PELAYANAN PENERBITAN IZIN TINGGAL TERBATAS KEPALA KANTOR IMIGRASI KELAS I KHUSUS JAKARTA SELATAN

TENTANG PENETAPAN STANDAR PELAYANAN PENERBITAN IZIN TINGGAL TERBATAS KEPALA KANTOR IMIGRASI KELAS I KHUSUS JAKARTA SELATAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA KANTOR WILAYAH DKI JAKARTA KANTOR IMIGRASI KELAS I KHUSUS JAKARTA SELATAN KEPUTUSAN KEPALA KANTOR IMIGRASI KELAS I KHUSUS JAKARTA SELATAN NOMOR:

Lebih terperinci

Fasilitas Penempatan Vektor Eigen (yang dinormalkan ) Gaji 0,648 0,571 0,727 0,471 0,604 Jenjang 0,108 0,095 0,061 0,118 0,096

Fasilitas Penempatan Vektor Eigen (yang dinormalkan ) Gaji 0,648 0,571 0,727 0,471 0,604 Jenjang 0,108 0,095 0,061 0,118 0,096 PENERAPAN ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) DALAM PEMILIHAN PERUSAHAAN BADAN USAHA MILIK NEGARA (BUMN) SEBAGAI TEMPAT KERJA MAHASISWA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA (USU) 1. Permasalahan Pemilihan Perusahaan

Lebih terperinci

NOTA DINAS Nomor : ND 6/D4/1/2017 Tanggal : 16 Januari 2017

NOTA DINAS Nomor : ND 6/D4/1/2017 Tanggal : 16 Januari 2017 BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN DEPUTI BIDANG PENGAWASAN PENYELENGGARAAN KEUANGAN DAERAH Jl.Pramuka No.33 Jakarta 320 Telepon 02-8584863 Faksimile 02-8590332 NOTA DINAS Nomor : ND 6/D4//207 Tanggal

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI ahk BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR No. 98 /12/64/Th.XIX, 1 Desember 2016 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR BULAN NOVEMBER 2016 INFLASI 0,21 PERSEN Provinsi Kalimantan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI ahk BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR No. 42/06/64/Th.XIX, 1 Juni 2016 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR BULAN MEI 2016 INFLASI 0,09 PERSEN Provinsi Kalimantan Timur pada

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI ahk BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR No. 69/10/64/Th.XVIII, 1 Oktober 2015 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR* ) BULAN SEPTEMBER 2015 DEFLASI -0,11 PERSEN Kalimantan Timur

Lebih terperinci

Perkembangan Indeks Harga Konsumen/Inflasi Provinsi Kalimantan Timur

Perkembangan Indeks Harga Konsumen/Inflasi Provinsi Kalimantan Timur ahk BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR No. 09/02/64/Th.XX, 1 Februari 2017 Perkembangan Indeks Harga Konsumen/Inflasi Provinsi Kalimantan Timur BULAN JANUARI 2017 INFLASI 1,04 PERSEN Provinsi Kalimantan Timur

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI ahk BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR No. 01/01/64/Th.XIX, 4 Januari 2016 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR* ) BULAN DESEMBER 2015 INFLASI 1,05 PERSEN Kalimantan Timur

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI ahk BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR No. 50/07/64/Th.XIX, 1 Juli 2016 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/ DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR BULAN JUNI 2016 1,10 PERSEN Provinsi Kalimantan Timur pada bulan Juni

Lebih terperinci

Komite Advokasi Nasional & Daerah

Komite Advokasi Nasional & Daerah BUKU SAKU PANDUAN KEGIATAN Komite Advokasi Nasional & Daerah Pencegahan Korupsi di Sektor Swasta Direktorat Pendidikan & Pelayanan Masyarakat Kedeputian Pencegahan Komisi Pemberantasan Korupsi KATA PENGANTAR

Lebih terperinci

INFORMASI UPAH MINIMUM REGIONAL (UMR) TAHUN 2010, 2011, 2012

INFORMASI UPAH MINIMUM REGIONAL (UMR) TAHUN 2010, 2011, 2012 INFORMASI UPAH MINIMUM REGIONAL (UMR) TAHUN 2010, 2011, 2012 Berikut Informasi Upah Minimum Regional (UMR) atau Upah Minimum Kabupaten (UMK) yang telah dikeluarkan masing-masing Regional atau Kabupaten

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA LEMBAGA PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA LEMBAGA PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA LEMBAGA PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL,

Lebih terperinci