INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK INDONESIA TAHUN 2013 FAKTA KORUPSI DALAM LAYANAN PUBLIK

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK INDONESIA TAHUN 2013 FAKTA KORUPSI DALAM LAYANAN PUBLIK"

Transkripsi

1 INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK INDONESIA TAHUN 2013 FAKTA KORUPSI DALAM LAYANAN PUBLIK DIREKTORAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN 2014

2

3 INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK INDONESIA TAHUN 2013 FAKTA KORUPSI DALAM LAYANAN PUBLIK DIREKTORAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN 2014

4 INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK INDONESIA TAHUN 2013 FAKTA KORUPSI DALAM LAYANAN PUBLIK Disusun oleh Direktorat Penelitian dan Pengembangan Kedeputian Bidang Pencegahan Komisi Pemberantasan Korupsi. Diterbitkan oleh Direktorat Penelitian dan Pengembangan Kedeputian Bidang Pencegahan Komisi Pemberantasan Korupsi. ISBN Integritas Sektor Publik Indonesia Tahun 2013 Fakta Korupsi dalam Layanan Publik 188 hlm + viii Kegiatan Survei Integritas Sektor Publik 2013 didanai oleh APBN Jl. H.R. Rasuna Said Kav. C-1 Jakarta Selatan - Indonesia Telp. (021) Fax. (021)

5 Kata Pengantar Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas terselesaikannya buku Integritas Sektor Publik Indonesia Tahun 2013: Fakta Korupsi dalam Layanan Publik. Buku ini adalah bagian dari rangkaian survei integritas sektor publik yang telah rutin dilaksanakan oleh Direktorat Penelitian dan Pengembangan Kedeputian Bidang Pencegahan Komisi Pemberantasan Korupsi sejak tahun Survei tahun 2013 dilakukan terhadap 20 instansi pusat, 5 instansi vertikal pada 33 kota/ibu kota provinsi dan 60 pemerintah daerah kabupaten/kota dengan total 484 unit layanan yang memberikan pelayanan kepada publik (masyarakat, perusahaan, maupun layanan antar-lembaga). Responden dalam survei ini adalah pengguna layanan langsung (bukan calo atau biro jasa) dari layanan yang disediakan dari instansi tersebut. Survei dilaksanakan pada Mei September Seluruh data yang diperoleh dalam laporan survei ini adalah data primer yang bersumber dari hasil wawancara secara langsung dengan responden di lapangan. Kami menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan maupun bantuan dalam pelaksanaan survei serta dalam penyusunan buku ini. Semoga buku ini memberikan dampak yang bermanfaat bagi peningkatan integritas sektor publik di Indonesia. Jakarta, Mei 2014 Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi

6 iv

7 v Daftar Isi Kata Pengantar iii 1 PENDAHULUAN LATAR BELAKANG TUJUAN METODOLOGI Unit Layanan dan Lokasi Karakteristik Responden Variabel, Indikator, Sub-Indikator, dan Struktur Pertanyaan ANALISIS DATA 12 2 INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK TINGKAT NASIONAL INDEKS INTEGRITAS TINGKAT NASIONAL (IIN) PENGALAMAN INTEGRITAS DI LAYANAN PUBLIK TINGKAT NASIONAL Pengalaman Korupsi di Layanan Publik Tingkat Nasional Cara Pandang Terhadap Korupsi di Layanan Publik Tingkat Nasional POTENSI INTEGRITAS DI LAYANAN PUBLIK TINGKAT NASIONAL Lingkungan Kerja di Layanan Publik Tingkat Nasional Sistem Administrasi di Layanan Publik Tingkat Nasional Perilaku Individu di Layanan Publik Tingkat Nasional Pencegahan Korupsi di Layanan Publik Tingkat Nasional INDEKS INTEGRITAS TOTAL PUSAT INDEKS INTEGRITAS TOTAL DAERAH 39 3 INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK TINGKAT PUSAT INDEKS INTEGRITAS TINGKAT PUSAT PENGALAMAN INTEGRITAS DI LAYANAN PUBLIK TINGKAT PUSAT Pengalaman Korupsi di Layanan Publik Tingkat Pusat Cara Pandang Terhadap Korupsi di Layanan Publik Tingkat Pusat 50

8 vi 3.3 POTENSI INTEGRITAS DI LAYANAN PUBLIK TINGKAT PUSAT Lingkungan Kerja di Layanan Publik Tingkat Pusat Sistem Administrasi di Layanan Publik Tingkat Pusat Perilaku Individu di Layanan Publik Tingkat Pusat Pencegahan Korupsi di Layanan Publik Tingkat Pusat 69 4 INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK TINGKAT VERTIKAL INDEKS INTEGRITAS LEMBAGA VERTIKAL PENGALAMAN INTEGRITAS DI LAYANAN PUBLIK TINGKAT VERTIKAL Pengalaman Korupsi di Layanan Publik Tingkat Vertikal Cara Pandang Terhadap Korupsi di Layanan Publik Tingkat Vertikal POTENSI INTEGRITAS DI LAYANAN PUBLIK TINGKAT VERTIKAL Lingkungan Kerja di Layanan Publik Tingkat Vertikal Sistem Administrasi di Layanan Publik Tingkat Vertikal Perilaku Individu di Layanan Publik Tingkat Vertikal Pencegahan Korupsi di Layanan Publik Tingkat Vertikal 99 5 INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK TINGKAT DAERAH INDEKS INTEGRITAS TINGKAT DAERAH PENGALAMAN INTEGRITAS DI LAYANAN PUBLIK TINGKAT DAERAH Pengalaman Korupsi di Layanan Publik Tingkat Daerah Cara Pandang Terhadap Korupsi di Layanan Publik Tingkat Daerah POTENSI INTEGRITAS DI LAYANAN PUBLIK TINGKAT DAERAH Lingkungan Kerja di Layanan Publik Tingkat Daerah Sistem Administrasi di Layanan Publik Tingkat Daerah Perilaku Individu di Layanan Publik Tingkat Daerah Pencegahan Korupsi di Layanan Publik Tingkat Daerah KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 135 LAMPIRAN Indeks Integritas Nasional (IIN), Pengalaman Integritas, dan Potensi Integritas Berdasarkan Instansi Indeks Integritas Nasional (IIN), Pengalaman Integritas, dan Potensi Integritas Berdasarkan Unit Layanan 142

9 vii 3. Indeks Integritas Total Pusat (IITP), Pengalaman Integritas, dan Potensi Integritas Berdasarkan Instansi Indeks Integritas Pusat (IIP), Pengalaman Integritas, dan Potensi Integritas Berdasarkan Instansi Indeks Integritas Pusat (IIP), Pengalaman Integritas, dan Potensi Integritas Berdasarkan Unit Layanan Indeks Integritas Vertikal (IIV), Pengalaman Integritas, dan Potensi Integritas Berdasarkan Instansi Indeks Integritas Vertikal (IIV), Pengalaman Integritas, dan Potensi Integritas Berdasarkan Unit Layanan Indeks Integritas Vertikal (IIV), Pengalaman Integritas, dan Potensi Integritas Berdasarkan Instansi Kota Indeks Integritas Vertikal (IIV), Pengalaman Integritas, dan Potensi Integritas Berdasarkan Unit Layanan Kota Indeks Integritas, Pengalaman Integritas, dan Potensi Integritas Kepolisian Republik Indonesia Indeks Integritas, Pengalaman Integritas, dan Potensi Integritas Badan Pertanahan Nasional Indeks Integritas, Pengalaman Integritas, dan Potensi Integritas Kementerian Hukum dan HAM Indeks Integritas, Pengalaman Integritas, dan Potensi Integritas Kementerian Agama Indeks Integritas, Pengalaman Integritas, dan Potensi Integritas Mahkamah Agung Indeks Integritas, Pengalaman Integritas, dan Potensi Integritas Unit Layanan Surat Izin Mengemudi (SIM) Indeks Integritas, Pengalaman Integritas, dan Potensi Integritas Unit Layanan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) Indeks Integritas, Pengalaman Integritas, dan Potensi Integritas Unit Layanan Peningkatan Hak atas Tanah Indeks Integritas, Pengalaman Integritas, dan Potensi Integritas Unit Layanan Peralihan Hak atas Tanah Indeks Integritas, Pengalaman Integritas, dan Potensi Integritas Unit Layanan Paspor Indeks Integritas, Pengalaman Integritas, dan Potensi Integritas Unit Layanan Lembaga Pemasyarakatan Indeks Integritas, Pengalaman Integritas, dan Potensi Integritas Unit Layanan Administrasi Pernikahan KUA 174

10 viii 22. Indeks Integritas, Pengalaman Integritas, dan Potensi Integritas Unit Layanan Administrasi Sidang Peradilan Agama Indeks Integritas Total Daerah (IITD), Pengalaman Integritas, dan Potensi Integritas Indeks Integritas Daerah (IID), Pengalaman Integritas, dan Potensi Integritas Berdasarkan Instansi Indeks Integritas Daerah (IID), Pengalaman Integritas, dan Potensi Integritas Berdasarkan Unit Layanan Indeks Integritas, Pengalaman Integritas, dan Potensi Integritas Unit Layanan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) Indeks Integritas, Pengalaman Integritas, dan Potensi Integritas Unit Layanan Kesehatan Dasar Puskesmas Indeks Integritas, Pengalaman Integritas, dan Potensi Integritas Unit Layanan Pengadaan Barang dan Jasa 186

11 PENDAHULUAN

12 INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK INDONESIA TAHUN FAKTA KORUPSI DALAM LAYANAN PUBLIK 1.1 LATAR BELAKANG Output dari tugas pokok dan fungsi instansi/lembaga pemerintah adalah layan an yang diberikan kepada masyarakat. Instansi/lem baga pemerintah yang dalam melaksana kan tugas dan fungsinya dibiayai oleh pajak masyarakat sudah sewajarnya untuk selalu berusaha memberikan layanan publik yang sesuai harapan masyarakat. Transparansi dan akuntabilitas dalam proses layanan menjadi keharusan. Fakta layanan publik di Indonesia menunjukkan bahwa sektor ini masih rawan korupsi dalam bentuk penyuapan, peme rasan, gratifikasi ataupun penyalahgunaan wewenang. Walau pun nilai korupsi tidak se lalu besar, korupsi yang terjadi pada layanan publik akan memengaruhi citra instansi/lembaga pemerintah di mata masyarakat luas. Tingkat kepercayaan masyarakat akan jatuh kepada lembaga pemerintah yang memiliki layanan publik yang buruk dan koruptif. Apabila tingkat

13 1. PENDAHULUAN 3 kepercayaan masyarakat sudah rendah, memulihkan nama baik instansi/lembaga pemerintah di mata masyarakat bukanlah hal yang mudah. Dalam rangka mencegah secara efektif terjadinya korupsi, hendaknya tidak cukup dilaku kan pengukuran yang sematamata bertujuan untuk mendeteksi pelaku korupsi dan menghukumnya. Penting untuk menempat kan strategi pencegahan korupsi dengan tujuan untuk mengeliminasi faktorfaktor penyebab terjadinya korupsi sejak awal. Demikian halnya pada sektor publik, dalam menetapkan strategi pencegahan korupsi, perlu diidentifikasi dan dianalisis faktor-faktor yang menjadi akar penyebab yang berkontribusi menimbulkan korupsi pada layanan publik. Menilai tingkat integritas layanan publik merupakan salah satu upaya yang perlu dilakukan untuk memastikan faktor penyebab terjadinya korupsi di layanan publik. Penilaian yang dilakukan juga dapat menggambarkan sifat-sifat korupsi di layanan publik tersebut. Hasil dari indeks integritas mencerminkan apakah unit layanan pada lembaga/instansi pemerintah sudah menjalankan tugasnya sesuai dengan yang diharapkan masyarakat. Survei Integritas Sektor Publik oleh Komisi Pemberantasan Korupsi dilakukan dalam rangka hal tersebut. Penilaian yang dilakukan berdasarkan sudut pengguna layanan publik diharapkan mampu mengubah perspektif layanan dari orientasi pada penyedia layanan (supply) menjadi perspektif pengguna layanan (demand). Hasil ini juga diharapkan akan mendorong sektor publik secara sukarela melakukan upayaupaya pemberantasan korupsi dalam layanan publiknya. Upaya tersebut bila dilakukan secara komprehensif pada akhirnya akan menaikkan integritas layanan publik yang bersangkutan dan meningkatkan kepercayaan masyarakat pada sektor publik. 1.2 TUJUAN Survei Integritas Sektor Publik dilakukan dalam rangka mendapatkan data primer terkait unsur-unsur integritas sektor publik dan bagaimana unsur tersebut dimiliki dan diterapkan oleh layanan publik menurut penilaian pengguna layanan publik. Tujuan dari Survei Integritas Sektor Publik adalah sebagai berikut.

14 INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK INDONESIA TAHUN FAKTA KORUPSI DALAM LAYANAN PUBLIK 1. Memetakan tingkat integritas layanan publik. 2. Menyampaikan tingkat integritas tersebut kepada lembaga/instansi pemerintah yang memiliki layanan publik tersebut dan masyarakat luas. 3. Menyampaikan rekomendasi perbaikan ke pada tiap-tiap unit layanan publik berdasarkan nilai indeks integritas yang dicapainya. 1.3 METODOLOGI Survei Integritas Sektor Publik 2013 merupakan upaya mendapatkan penilaian dari masyarakat pengguna layanan terhadap unsur-unsur integritas dalam layanan publik. Penilaian diarahkan untuk men jaring pengalaman langsung responden selama mengurus layanan. Oleh karena itu, responden yang dipilih adalah yang mengurus langsung layanan dalam kurun waktu satu tahun terakhir. Pelaksanaan kegiatan didahului dengan penen tuan variabel, indikator, dan subindikator penyusun nilai integritas. Acuan yang dipakai berasal dari Anti-Corruption and Civil Rights Commission of Korea (dahulu Korea Independent Commission Against Corruption- KICAC). Dalam perkembangannya, instrumen tersebut dikembangkan oleh KPK sesuai dengan kebutuhan dan kondisi pelayanan publik di Indonesia. Bobot variabel, indikator, dan sub-indikator mengacu pada bobot yang ditetapkan pakar yang berlatar belakang sosial politik, kebijakan publik, sosiologi, psikologi, komunikasi sosial, statistik, dan praktisi. Varia bel, indikator, dan sub-indikator yang telah ditetapkan selanjutnya diterjemahkan ke dalam pertanyaan-pertanyaan tertutup yang dituangkan dalam kuesioner. Sebelum survei dilakukan ke semua daerah penelitian, terlebih dahulu dilakukan uji coba kuesioner untuk melihat validasi dan keandalannya. Isian kuesioner yang ditanyakan kepada responden adalah kuesioner yang telah disesuaikan berdasarkan hasil uji coba. Nilai integritas dalam survei ini berkisar antara Nilai ini menunjukkan bahwa semakin mendekati 10, integritas untuk layanan semakin baik dan sebaliknya jika mendekati 0, integritas layanan semakin buruk. Penjelasan umum mengenai metodologi pelaksanaan survei dijelaskan pada tabel berikut.

15 1. PENDAHULUAN Tabel 1.1 Metodologi Pelaksanaan Survei Integritas Sektor Publik No. Item Uraian 1 Waktu pelaksanaan survei Survei dilaksanakan pada bulan Mei hingga September Lokasi survei Unit layanan instansi pusat dilakukan di Jakarta dan sekitarnya Unit layanan instansi vertikal dilakukan di 33 kota/ibu kota provinsi Unit layanan pemerintah daerah dilakukan di 60 kabupaten/kota 3 Jumlah instansi dan unit layanan yang disurvei Instansi pusat : 40 unit layanan pada 20 instansi pusat Instansi vertikal : 264 unit layanan pada 5 instansi vertikal Pemerintah daerah : 180 unit layanan pada 60 kabupaten/kota Pengguna layanan yang merasakan langsung layanan dalam 1 tahun terakhir dan telah menjalani seluruh prosedur layanan, individu/mewakili perusahaan/instansi. 4 Responden 5 Komponen yang dinilai Khusus responden pada unit layanan Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ) ditambahkan kriteria bahwa responden adalah perusahaan yang pernah mengikuti tender/lelang di instansi/pemerintah daerah dan memiliki peringkat 3 besar pada tahapan akhir proses tender/lelang. Total Responden : dengan jumlah minimal responden per unit layanan 30 a. Instansi pusat : responden b. Instansi vertikal : responden c. Pemerintah daerah : responden Variabel 1. Pengalaman Integritas 2. Potensi Integritas 1. Pengalaman Korupsi 2. Cara Pandang Terhadap Korupsi Indikator 3. Lingkungan Kerja 4. Sistem Administrasi 5. Perilaku Individu 6. Pencegahan Korupsi 1. Jumlah/Besaran Gratifikasi 2. Frekuensi Pemberian Gratifikasi 3. Waktu Pemberian Gratifikasi 4. Arti Pemberian Gratifikasi 5. Tujuan Pemberian Gratifikasi 6 Kebiasaan Pemberian Gratifikasi 7. Kebutuhan Pertemuan di Luar Prosedur 8. Keterlibatan Calo Sub-Indikator 9. Fasilitas di Sekitar Lingkungan Pelayanan 10. Suasana/Kondisi di Sekitar Pelayanan 11. Kepraktisan SOP 12. Keterbukaan Informasi 13. Pemanfaatan Teknologi Informasi 14. Keadilan dalam Layanan 15. Ekspektasi Petugas Terhadap Gratifikasi 16. Perilaku Pengguna Layanan 17. Tingkat Upaya Anti-Korupsi 18. Mekanisme Pengaduan Masyarakat 5

16 INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK INDONESIA TAHUN 2013 FAKTA KORUPSI DALAM LAYANAN PUBLIK No. Item Uraian 6 Metode pengukuran 7 Instrumen pengumpulan data 8 Nilai Pembobotan variabel, indikator, dan sub-indikator oleh pakar melalui Focus Group Discussion (FGD) dengan menggunakan metode Analytical Hierarchical Process (AHP) Penilaian dengan instrumen pertanyaan dalam kuesioner yang dijawab langsung oleh responden 1. Wawancara 2. Pengamatan deskriptif unit layanan Sebaran : 0 10 Arti : Semakin mendekati nilai 10, maka indeks integritas semakin baik UNIT LAYANAN DAN LOKASI Penilaian integritas sektor publik tahun 2013 dilakukan terhadap 484 unit layanan dengan perincian sebagai berikut: Tabel 1.2 Jumlah Unit Layanan Survei Integritas Sektor Publik 2013 No. Instansi Jumlah Unit Layanan 1 Pusat 40 unit layanan Kementerian/ Lembaga 2 Vertikal 264 unit layanan 3 Pemerintah Daerah 180 unit layanan Di tingkat pusat, survei dilakukan terhadap unit layanan instansi/lembaga yang berlokasi di Jakarta dan sekitarnya. Pada lembaga/ instansi vertikal, survei dilakukan terhadap 5 unit layanan yang berlokasi di 33 kota/ ibu kota provinsi. Di instansi daerah, survei dilakukan pada 3 unit layanan, yaitu SIUP, layanan kesehatan dasar, dan layanan pengadaan barang dan jasa yang tersebar di 60 pemerintah kabupaten/kota. Tabel 1.3 Unit Layanan Survei Integritas Sektor Publik 2013 No. Instansi Unit layanan 1 Kementerian 1 Pusat 2 Vertikal 3 Pemerintah Daerah 2 Lembaga Non-Kementerian Catatan: Nama Unit layanan berbeda setiap instansi 1 Kepolisian RI Pembuatan SIM Pembuatan SKCK 2 Kementerian Hukum dan Hak Asasi Pembuatan dan Perpanjangan Paspor Manusia Layanan Lembaga Pemasyarakatan 3 Kementerian Agama Administrasi Pernikahan di KUA 4 Mahkamah Agung Administrasi Sidang di Pengadilan Agama 5 Badan Pertanahan Nasional 1 Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) 2 Layanan Kesehatan Dasar di Puskesmas 3 Layanan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah Peningkatan Hak Atas Tanah Peralihan Hak Atas Tanah 6

17 1. PENDAHULUAN 7 Nama unit layanan sampel tingkat pusat ditunjukkan dalam tabel berikut. Tabel 1.4 Nama Instansi dan Unit Layanan Sampel Tingkat Pusat pada Survei Integritas 2013 No. Instansi No. Unit Layanan 1 Kementerian Perdagangan 2 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 3 Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral 4 Kementerian Keuangan 5 Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi 6 Kementerian Perhubungan 7 Kementerian Komunikasi dan Informatika 8 Kementerian Perindustrian 9 Kementerian Kelautan dan Perikanan 10 Kementerian Kesehatan 11 Kementerian Pertanian 12 Kementerian Kehutanan 13 Kementerian Lingkungan Hidup 14 Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif 15 Kementerian Luar Negeri 16 Badan Pengawas Obat dan Makanan 17 Badan Koordinasi Penanaman Modal 18 Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI 19 RSUP Fatmawati 20 RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo 1 Nomor Pengenal Importir Khusus 2 Pengadaan Barang dan Jasa 1 Bantuan Penelitian 2 Pengadaan Barang dan Jasa 1 Surat Keterangan Terdaftar 2 Pengadaan Barang dan Jasa 1 Administrasi Sengketa Pajak 2 Pengadaan Barang dan Jasa 1 Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) 2 Pengadaan Barang dan Jasa 1 Izin Penyelenggaraan Angkutan Pariwisata 2 Pengadaan Barang dan Jasa 1 Pengujian Perangkat Telekomunikasi 2 Pengadaan Barang dan Jasa 1 LS Pro Pustan SNI 2 Pengadaan Barang dan Jasa 1 Izin Penangkapan Ikan 2 Pengadaan Barang dan Jasa 1 Izin Edar Alat Kesehatan 2 Pengadaan Barang dan Jasa 1 Rekomendasi Izin Impor Beras Jenis Tertentu 2 Pengadaan Barang dan Jasa 1 Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan 2 Pengadaan Barang dan Jasa 1 Jasa Pengolahan Limbah B3 2 Pengadaan Barang dan Jasa 1 Tanda Pendaftaran Pembuatan Film Iklan 2 Pengadaan Barang dan Jasa 1 Izin Exit Permit 2 Pengadaan Barang dan Jasa 1 Pendaftaran Izin Edar Makanan 2 Pengadaan Barang dan Jasa 1 Izin Usaha 2 Pengadaan Barang dan Jasa 1 Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri (KTKLN) 2 Pengadaan Barang dan Jasa 1 Layanan Rawat Inap Non-Jaminan 2 Pengadaan Barang dan Jasa 1 Layanan Rawat Inap Non-Jaminan 2 Pengadaan Barang dan Jasa Di tingkat vertikal, unit layanan yang disurvei men cakup 33 provinsi yang diwakili oleh la yan an vertikal di 33 ibu kota provinsi, yaitu Samarinda, Denpasar, Tanjungpinang,

18 INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK INDONESIA TAHUN FAKTA KORUPSI DALAM LAYANAN PUBLIK Gorontalo, Mamuju, Bandar Lampung, Mataram, Manado, Palu, Ternate, Padang, Banda Aceh, Banjarmasin, Kupang, Ambon, Jambi, Makassar, Surabaya, Yogyakarta, Kendari, Pangkalpinang, Pontianak, Palangkaraya, Semarang, Serang, Pekanbaru, Bandung, DKI Jakarta, Palembang, Bengkulu, Medan, Manokwari, Jayapura. Pada tingkat daerah, survei dilakukan di 60 pemerintah kota/kabupaten. Dari 60 pemerintah kota/kabupaten tersebut, 33 di antaranya adalah ibu kota provinsi yang juga dijadikan lokasi sampel unit layanan vertikal. Dua puluh tujuh lainnya merupakan pemko/ pemkab yang dipilih dengan alasan intensitas pelayanan publik yang tinggi di kota/ kabupaten ter sebut. Tabel berikut menjelaskan nama 60 pemerintah kota/kabupaten yang menjadi sampel survei integritas sektor publik, spesifik pelayanan publik SIUP, layanan kesehatan dasar, dan layanan PBJ. Tabel 1.5 Lokasi Survei Integritas Sektor Publik 2013 Korwil No. Provinsi Pemerintah Daerah I II III IV 1 Aceh Pemko Banda Aceh 2 Aceh Pemko Lhokseumawe 3 Sumatera Utara Pemko Medan 4 Sumatera Utara Pemko Binjai 5 Sumatera Utara Pemko Pematangsiantar 6 Riau Pemko Dumai 7 Riau Pemko Pekanbaru 8 Sumatera Barat Pemko Bukittinggi 9 Sumatera Barat Pemko Padang 10 Kepulauan Riau Pemko Tanjungpinang 11 Kepulauan Riau Pemko Batam 12 Kepulauan Bangka Belitung Pemko Pangkalpinang 13 Bengkulu Pemko Bengkulu 14 Sumatera Selatan Pemko Lubuklinggau 15 Sumatera Selatan Pemko Palembang 16 Jambi Pemko Jambi 17 Lampung Pemko Metro 18 Lampung Pemko Bandar Lampung 19 DKI Jakarta Pemko Jakarta 20 Banten Pemko Serang 21 Banten Pemko Cilegon 22 Banten Pemko Tangerang 23 Jawa Barat Pemko Depok 24 Jawa Barat Pemko Bandung 25 Jawa Barat Pemko Bogor 26 Jawa Barat Pemko Cirebon 27 Jawa Barat Pemko Bekasi 28 Jawa Tengah Pemko Semarang 29 Jawa Tengah Pemko Surakarta 30 Jawa Tengah Pemko Pekalongan 31 Jawa Tengah Pemkab Banyumas 32 DI Yogyakarta Pemko Yogyakarta Korwil No. Provinsi Pemerintah Daerah V VI VII VIII 33 Jawa Timur Pemko Surabaya 34 Jawa Timur Pemkab Sidoarjo 35 Jawa Timur Pemko Malang 36 Jawa Timur Pemkab Jember 37 Jawa Timur Pemko Kediri 38 Jawa Timur Pemko Madiun 39 Kalimantan Barat Pemko Pontianak 40 Kalimantan Timur Pemko Samarinda 41 Kalimantan Timur Pemko Balikpapan 42 Kalimantan Tengah Pemko Palangkaraya 43 Kalimantan Selatan Pemko Banjarmasin 44 Kalimantan Selatan Pemko Banjarbaru 45 Bali Pemko Denpasar 46 Nusa Tenggara Barat Pemko Mataram 47 Nusa Tenggara Barat Pemko Bima 48 Nusa Tenggara Timur Pemko Kupang 49 Sulawesi Selatan Pemko Makassar 50 Sulawesi Selatan Pemko Parepare 51 Sulawesi Barat Pemkab Mamuju 52 Sulawesi Tengah Pemko Palu 53 Sulawesi Tenggara Pemko Kendari 54 Sulawesi Utara Pemko Manado 55 Sulawesi Utara Pemko Bitung 56 Gorontalo Pemko Gorontalo 57 Maluku Utara Pemko Ternate 58 Maluku Pemko Ambon 59 Papua Pemko Jayapura 60 Papua Barat Pemkab Manokwari

19 1. PENDAHULUAN KARAKTERISTIK RESPONDEN Total jumlah responden pada survei integritas tahun 2013 adalah orang. Responden tersebut merupakan individu atau perwakilan suatu institusi yang mengurus layanan secara langsung pada unit layanan di instansi daerah, instansi vertikal, maupun instansi pusat dalam kurun waktu 12 bulan terakhir. Jumlah responden di setiap unit layanan adalah 30 responden. Profil responden ditunjukkan pada tabel berikut. Tabel 1.6 Profil Responden Nasional Kelompok Umur tahun 4,7% tahun 32,3% tahun 32,2% tahun 21,9% 50 tahun ke atas 8,9% Total,0% Status dalam Rumah Tangga Kepala Rumah Tangga 40,7% Istri Kepala Rumah Tangga 33,1% Anak 26,2% Total,0% Pekerjaan Saat Ini Wiraswasta 31,5% Karyawan Swasta 29,7% Ibu Rumah Tangga 15,3% Pelajar/Mahasiswa 9,1% PNS/TNI/Polri 4,4% Buruh/Petani/Nelayan 2,7% Pengajar/Dosen 1,8% Profesional 1,0% Pensiunan/Purnawirawan 0,8% Lainnya 3,7% Total,0% Gender Laki-laki 55,3% Perempuan 44,7% Total,0% Pendidikan yang Ditamatkan Tidak Sekolah/Tidak Tamat SD 0,6% SD 3,6% SLTP 8,0% SLTA 52,1% Akademi/Diploma 9,1% D-4/Sarjana 24,3% Pasca-Sarjana 2,3% Total,0% Kelompok Pengeluaran Kurang dari Rp ,1% Rp s.d. Rp ,7% Rp s.d. Rp ,8% Rp s.d. Rp ,0% Rp s.d. Rp ,1% Rp s.d. Rp ,0% Rp s.d. Rp ,0% Lebih dari Rp ,3% Total,0% Persentase responden secara nasional lebih didominasi laki-laki (55,3%), usia tahun (32,3%), pendidikan yang ditamatkan SLTA (52,1%), pekerjaan wiraswasta (31,5%), dan rata-rata pengeluaran rumah tangga per bulan Rp s.d. Rp (32,0%).

20 INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK INDONESIA TAHUN FAKTA KORUPSI DALAM LAYANAN PUBLIK VARIABEL, INDIKATOR, SUB-INDIKATOR, DAN STRUKTUR PERTANYAAN Terdapat dua variabel utama dalam menentukan tingkat integritas suatu unit layanan dan instansi, (1) Pengalaman Integritas dan (2) Potensi Integritas. Kedua variabel utama tersebut diturunkan ke dalam beberapa indi kator dan sub-indikator untuk kemudian di jabarkan ke dalam 26 pertanyaan tertutup. Tabel 1.7 Variabel, Indikator, dan Sub-Indikator berdasarkan Bobot Penilaian Integritas Variabel Indikator Sub-Indikator Jumlah/Besaran Gratifikasi (0,210) Pengalaman Integritas (0,667) Pengalaman Korupsi (0,250) Cara Pandang Terhadap Korupsi (0,750) Lingkungan Kerja (0,127) Frekuensi Pemberian Gratifikasi (0,550) Waktu Pemberian Gratifikasi (0,240) Arti Pemberian Gratifikasi (0,250) Tujuan Pemberian Gratifikasi (0,750) Kebiasaan Pemberian Gratifikasi (0,392) Kebutuhan Pertemuan di Luar Prosedur (0,164) Keterlibatan Calo (0,221) Integritas Total (1,00) Fasilitas di Sekitar Lingkungan Pelayanan (0,) Suasana Kondisi di Sekitar Pelayaan (0,123) Potensi Integritas (0,333) Sistem Administrasi (0,280) Perilaku Individu (0,280) Pencegahan Korupsi (0,313) Kepraktisan SOP (0,281) Keterbukaan Informasi (0,584) Pemanfaatan Teknologi Informasi (0,135) Keadilan dalam Layanan (0,413) Ekspektasi Petugas Terhadap Gratifikasi (0,327) Perilaku Pengguna Layanan (0,260) Tingkat Upaya Anti-Korupsi (0,750) Mekanisme Pengaduan Masyarakat (0,250) Keterangan: (...) adalah bobot

21 1. PENDAHULUAN 11 Struktur pertanyaan yang digunakan dalam kuesioner Survei Integritas 2013 dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 1.8 Struktur Pertanyaan dalam Kuesioner Survei Integritas Sektor Publik 2013 A. Identifikasi/Pengenal Kuesioner 1 Nomor kuesioner 2 Unit layanan 3 Kode instansi B. Identitas Responden 1 Nama 2 Pekerjaan 3 Pendidikan C. Identitas Perusahaan 1 Nama 2 Alamat D. Pengalaman Korupsi 1 Sesuai/tidaknya biaya dengan ketentuan/biaya resmi 2 Jumlah biaya tambahan yang dibayarkan 3 Berapa kali memberikan biaya tambahan 4 Kapan biaya tambahan diberikan 5 Bentuk-bentuk biaya tambahan yang diberikan E. Cara Pandang Terhadap Korupsi 1 Pendapat tentang biaya tambahan/gratifikasi 2 Tujuan memberikan biaya tambahan 3 Alasan utama memberikan biaya tambahan F. Lingkungan Kerja 1 Intensitas praktik pemberian uang tambahan di unit layanan 2 Bagaimana pemberian uang tambahan di unit layanan 3 Pernah/tidak melakukan pertemuan di luar prosedur saat mengurus layanan 4 Berapa kali pertemuan di luar prosedur dilakukan 5 Tujuan melakukan pertemuan di luar prosedur 6 Melihat ada/tidaknya keberadaan perantara di luar prosedur beroperasi 8 Berapa jumlah perantara di luar prosedur di unit layanan 9 Pengaruh dari keberadaan perantara di luar prosedur dalam unit layanan 10 Bagaimana cara perantara di luar prosedur beroperasi 11 Bagaimana kondisi fasilitas (sarana dan prasarana) di lingkungan layanan 12 Bagaimana suasana/kondisi fasilitas di lingkungan layanan G. Sistem Administrasi 1 Mudah/sulit prosedur (tahapan) pengurusan layanan 2 Mudah/sulit persyaratan pengurusan layanan 3 Tepat waktu/lambat waktu penyelesaian pengurusan layanan 4 Bagaimana biaya yang dibayar dalam pengurusan layanan 5 Tingkat keterbukaan informasi di unit layanan 6 Kejelasan informasi yang diperoleh di layanan 7 Kondisi dari sistem teknologi informasi (sistem antrean, sistem informasi) pada unit layanan 8 Tujuan utama menggunakan teknologi informasi 9 Kapan teknologi informasi tersebut digunakan H. Perilaku Individu 1 Penilaian pengguna layanan terhadap petugas yang melayani 2 Ada/tidaknya pembedaan perlakukan petugas dalam memberi layanan 3 Dasar pengguna layanan berinisiatif memberikan uang tambahan 4 Siapa berinisiatif memberikan uang tambahan 5 Cara petugas meminta uang tambahan I. Pencegahan Korupsi 1 Ada/tidaknya kampanye/media antikorupsi di layanan 2 Bentuk kampanye/media antikorupsi yang tersedia 3 Berapa banyak kegiatan/media antikorupsi di layanan 4 Tingkat aksesibilitas media pengaduan/pengajuan komplain 5 Media pengaduan apa yang ada di unit layanan 6 Tindak lanjut/respons petugas dari pengaduan yang disampaikan 7 Siapakah yang menjadi perantara di luar prosedur

22 INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK INDONESIA TAHUN FAKTA KORUPSI DALAM LAYANAN PUBLIK 1.4 ANALISIS DATA Proses pengolahan data menggunakan apli kasi R-Statistical Analysis Package, SPSS for Advanced Analysis, dan Excel. Aplikasi ini digunakan untuk membantu menerapkan formula sesuai dengan ketentuan skoring yang telah ditetapkan. Hasil dari pengolahan data adalah nilai-nilai yang telah diproses mengikuti semua formula yang telah ditentukan. Sumber data adalah file SPSS yang merupakan hasil inputan dari jawaban responden. Data selanjutnya diolah secara bertahap ke dalam sub-indikator, indikator, dan variabel hingga menghasilkan indeks integritas unit layanan, pemda, instansi vertikal, instansi pusat, sampai nasional. Hasil pengolahan data disajikan dalam skala nilai 0 10, menunjukkan bahwa semakin mendekati nilai 10 maka indeks integritas semakin baik yang menggambarkan baiknya pelayanan sektor publik terhadap masyarakat saat pengurusan layanan.

23 INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK TINGKAT NASIONAL

24 INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK INDONESIA TAHUN FAKTA KORUPSI DALAM LAYANAN PUBLIK 2.1 INDEKS INTEGRITAS TINGKAT NASIONAL (IIN) Tahun 2013 Indeks Integritas Nasional yang menunjukkan nilai integritas layanan publik secara nasional berada di posisi 6,80. Nilai ini meningkat dibandingkan tahuntahun sebelumnya. Pada skala 0 10, indeks integritas nasional tahun 2013 sudah berada di atas nilai standar minimal yang ditetapkan KPK (6,00) ,21 6,84 6,00 5,53 5,96 5,34 6,50 5,87 6,71 5,70 5,42 6,48 6,31 5,97 6,89 6,37 5,34 7,19 6,80 6,02 Pengalaman Integritas Nilai IIN Potensi Integritas 4, Gambar 2.1 Perkembangan Indeks Integritas Nasional (IIN) Tahun Dalam kurun waktu 7 tahun terakhir, IIN mengalami fluktuasi pada range nilai antara 5,42 6,84. Nilai IIN sempat meningkat pada tahun 2008, kemudian menurun sampai tahun Pada tahun 2011, IIN kemudian mengalami peningkatan hingga tahun (Gambar 2.1) Indeks Integritas Nasional disusun berdasarkan variabel, indikator, dan subindikator komponen integritas dari 40 unit layanan di 20 instansi pusat, 264 unit layanan pada 5 instansi vertikal, dan 180 unit layanan pada 60 instansi pemerintah daerah.

25 2. INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK TINGKAT NASIONAL 7,19 Pengalaman Integritas 7,25 7,17 Pengalaman Korupsi Cara Pandang Terhadap Korupsi 6,93 7,36 7,29 7,05 7,22 Jumlah/Besaran Gratifikasi Frekuensi Pemberian Gratifikasi Waktu Pemberian Gratifikasi Arti Pemberian Gratifikasi Tujuan Pemberian Gratifikasi 6,80 INDEKS INTEGRITAS 7,70 Lingkungan Kerja 6,62 9,70 8,22 7,65 7,58 Kebiasaan Pemberian Gratifikasi Kebutuhan Pertemuan di Luar Prosedur Keterlibatan Calo Fasilitas di Sekitar Lingkungan Pelayanan Suasana/Kondisi di Sekitar Lingkungan Pelayanan 7,04 Kepraktisan SOP 6,02 Potensi Integritas 6,35 Sistem Administrasi 6,20 5,56 Keterbukaan Informasi Pemanfaatan Teknologi Informasi 6,60 Perilaku Individu 7,42 6,32 5,64 Keadilan dalam Layanan Ekspektasi Petugas Terhadap Gratifikasi Perilaku Pengguna Layanan Keterangan: Nilai di bawah 6 (di bawah standar minimum integritas) 4,54 Pencegahan Korupsi 4,55 4,51 Tingkat Upaya Anti-Korupsi Mekanisme Pengaduan Masyarakat Gambar 2.2 Indeks Integritas Nasional (IIN) dan Komponen Penyusunnya Dari 18 sub-indikator penyusun IIN, hanya 4 sub-indikator yang nilainya di bawah 6,00. Empat belas sub-indikator sudah berada di atas standar 6,00. Peningkatan skor IIN pada tahun ini menunjukkan telah ada upayaupaya perbaikan layanan sektor publik yang dilakukan oleh layanan publik di daerah, vertikal, maupun pusat. Nilai Pengalaman Integritas memberikan kontribusi yang baik dalam meningkatkan nilai IIN, sedangkan nilai Potensi Integritas hanya sedikit berada di atas nilai standar minimal. Pada potensi integritas, nilai yang masih rendah terdapat pada indikator Pencegahan Korupsi (4,54), dan sub-indikator Pemanfaatan Teknologi Informasi (5,56), Perilaku Pengguna Layanan (5,64), Tingkat Upaya Anti-Korupsi (4,55), dan Mekanisme Pengaduan Masyarakat (4,51). Peringkat indeks integritas tingkat nasional Tahun 2013 dari 60 pemerintah daerah, 5 instansi vertikal, dan 20 instansi pusat yang disurvei KPK ditunjukkan pada Tabel

26 INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK INDONESIA TAHUN 2013 FAKTA KORUPSI DALAM LAYANAN PUBLIK Tabel 2.1 Peringkat Nasional Integritas Tingkat Nasional Tahun 2013 No. Instansi/Pemda Integritas 1 Pemko Parepare 7,71 2 Badan Pengawas Obat dan Makanan 7,69 3 Kementerian Lingkungan Hidup 7,64 4 Pemko Surabaya 7,61 5 RS Fatmawati 7,58 6 Badan Koordinasi Penanaman Modal 7,57 7 Pemko Bitung 7,54 8 Pemko Tanjungpinang 7,50 9 Pemko Gorontalo 7,49 10 Kementerian Pertanian 7,49 11 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 7,46 12 RS Cipto Mangunkusumo 7,45 13 Kementerian Kesehatan 7,41 14 Kementerian Komunikasi dan Informatika 7,41 15 Pemko Pematangsiantar 7,41 16 Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi 7,40 17 Kementerian Keuangan 7,38 18 Pemko Mataram 7,36 19 Kementerian Perindustrian 7,32 20 Kementerian Energi Sumber Daya Mineral 7,31 21 Pemko Denpasar 7,30 22 Pemko Bogor 7,29 23 Kementerian Perdagangan 7,28 24 Pemko Yogyakarta 7,28 25 Pemko Samarinda 7,27 26 Kementerian Luar Negeri 7,24 27 Kementerian Perhubungan 7,23 28 Pemko Cilegon 7,20 29 Pemkab Sidoarjo 7,20 30 Pemko Pekalongan 7,18 31 Kementerian Kehutanan 7,17 32 Pemko Lhokseumawe 7,13 33 Kementerian Kelautan dan Perikanan 7,12 34 DKI Jakarta 7,10 35 Mahkamah Agung 7,10 36 BNP2 TKI 7,09 37 Pemko Pangkalpinang 7,05 38 Pemko Bandung 7,01 39 Pemko Makassar 7,00 40 Pemko Kupang 7,00 41 Pemko Serang 6,99 42 Pemko Padang 6,99 43 Kementerian Hukum dan HAM 6,99 No. Instansi/Pemda Integritas 44 Pemko Bekasi 6,97 45 Pemko Banjarmasin 6,94 46 Pemko Banda Aceh 6,93 47 Pemko Jambi 6,90 48 Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif 6,88 49 Pemko Bukittinggi 6,83 50 Pemko Depok 6,82 51 Pemko Madiun 6,81 52 Pemko Metro 6,79 53 Pemko Manado 6,75 54 Pemko Batam 6,74 55 Pemko Binjai 6,73 56 Pemko Cirebon 6,72 57 Pemko Palembang 6,72 58 Pemkab Banyumas 6,70 59 Pemko Ambon 6,67 60 Pemko Medan 6,65 61 Kepolisian Republik Indonesia 6,63 62 Pemko Malang 6,63 63 Pemko Tangerang 6,60 64 Pemko Kendari 6,59 65 Pemko Dumai 6,59 66 Pemkab Mamuju 6,58 67 Pemko Pontianak 6,58 68 Kementerian Agama 6,54 69 Pemko Kediri 6,53 70 Pemkab Manokwari 6,50 71 Pemko Lubuklinggau 6,47 72 Pemko Ternate 6,47 73 Pemko Surakarta 6,41 74 Pemko Banjarbaru 6,40 75 Pemko Bandar Lampung 6,38 76 Badan Pertanahan Nasional 6,36 77 Pemkab Jember 6,31 78 Pemko Semarang 6,29 79 Pemko Balikpapan 6,19 80 Pemko Palu 6,16 81 Pemko Bima 6,10 82 Pemko Pekanbaru 6,05 83 Pemko Bengkulu 6,04 84 Pemko Palangkaraya 5,97 85 Pemko Jayapura 5,66 16

27 2. INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK TINGKAT NASIONAL 17 Peringkat terbaik integritas di tingkat nasional Tahun 2013 dicapai oleh Pemko Parepare. Sementara itu, dua instansi yang memiliki nilai di bawah standar minimal yang ditetapkan KPK adalah Pemko Palangkaraya dan Pemko Jayapura. 2.2 PENGALAMAN INTEGRITAS DI LAYANAN PUBLIK TINGKAT NASIONAL Pengalaman Integritas memiliki bobot lebih tinggi (0,667) dibandingkan potensi integritas (0,333). Nilai pengalaman integritas disusun dari indikator Pengalaman Korupsi dan Cara Pandang terhadap Korupsi. 6,93 Jumlah/Besar Gratifikasi 7,25 Pengalaman Korupsi 7,36 Frekuensi Pemberian Gratifikasi 7,19 Pengalaman Integritas 7,17 Cara Pandang terhadap Korupsi 7,29 7,05 7,22 Waktu Pemberian Gratifikasi Arti Pemberian Gratifikasi Tujuan Pemberian Gratifikasi Gambar 2.3 Nilai Variabel Pengalaman Integritas dan Komponen Penyusunnya di Layanan Publik Tingkat Nasional Nilai variabel Pengalaman Integritas Nasional adalah 7,19. Nilai tersebut dan komponen penyusunnya berada pada posisi di atas nilai standar minimal (6,00). Nilai Pengalaman Integritas secara nasional ditunjukkan pada Tabel 2.2 berikut.

28 INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK INDONESIA TAHUN FAKTA KORUPSI DALAM LAYANAN PUBLIK Tabel 2.2 Peringkat Nasional Berdasarkan Pengalaman Integritas di Layanan Publik Tingkat Nasional Tahun 2013 No. Instansi/Pemda Pengalaman Integritas 1 RS Fatmawati 7,99 2 Pemko Lhokseumawe 7,95 3 Badan Pengawas Obat dan Makanan 7,95 4 Pemko Surabaya 7,93 5 Pemkab Sidoarjo 7,90 6 Pemko Gorontalo 7,89 7 Pemko Tanjungpinang 7,87 8 Kementerian Lingkungan Hidup 7,85 9 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 7,85 10 Pemko Parepare 7,83 11 Badan Koordinasi Penanaman Modal 7,80 12 Pemko Pematangsiantar 7,79 13 RS Cipto Mangunkusumo 7,79 14 Kementerian Kesehatan 7,75 15 Pemko Mataram 7,75 16 Pemko Pekalongan 7,73 17 Kementerian Pertanian 7,71 18 Pemko Denpasar 7,67 19 Pemko Bogor 7,66 20 Pemko Bitung 7,66 21 Pemkab Mamuju 7,66 22 Kementerian Keuangan 7,64 23 Pemko Cilegon 7,64 24 Pemko Samarinda 7,62 25 Mahkamah Agung 7,62 26 Pemko Padang 7,60 27 Kementerian Energi Sumber Daya Mineral 7,60 28 Kementerian Kehutanan 7,60 29 Kementerian Komunikasi dan Informatika 7,58 30 Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi 7,57 31 Pemko Jambi 7,57 32 Pemko Yogyakarta 7,56 33 Pemko Pangkalpinang 7,56 34 Kementerian Luar Negeri 7,52 35 Pemko Serang 7,51 36 Pemko Makassar 7,51 37 Kementerian Perindustrian 7,49 38 DKI Jakarta 7,47 39 Pemko Banda Aceh 7,46 40 Pemko Kupang 7,43 41 Kementerian Perdagangan 7,42 42 Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI 7,41 43 Kementerian Hukum dan HAM 7,40 No. Instansi/Pemda Pengalaman Integritas 44 Pemko Bandung 7,39 45 Pemko Cirebon 7,39 46 Pemko Banjarmasin 7,38 47 Pemko Madiun 7,38 48 Pemko Medan 7,32 49 Pemko Bukittinggi 7,31 50 Kementerian Perhubungan 7,30 51 Pemko Bekasi 7,27 52 Kementerian Kelautan dan Perikanan 7,24 53 Pemko Binjai 7,19 54 Pemko Depok 7,19 55 Pemko Metro 7,19 56 Pemkab Banyumas 7,18 57 Pemko Lubuklinggau 7,15 58 Pemkab Manokwari 7,12 59 Pemko Ambon 7,09 60 Pemko Malang 7,06 61 Pemko Palembang 7,04 62 Pemko Batam 7,04 63 Kementerian Agama 7,03 64 Pemko Dumai 7,03 65 Kepolisian Republik Indonesia 6,99 66 Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif 6,96 67 Pemko Kendari 6,96 68 Pemko Manado 6,96 69 Pemko Ternate 6,95 70 Pemko Kediri 6,89 71 Pemko Tangerang 6,88 72 Pemko Pontianak 6,83 73 Pemko Palu 6,80 74 Pemko Bima 6,77 75 Pemko Bandar Lampung 6,75 76 Badan Pertanahan Nasional 6,67 77 Pemko Banjarbaru 6,62 78 Pemkab Jember 6,58 79 Pemko Bengkulu 6,51 80 Pemko Surakarta 6,46 81 Pemko Semarang 6,39 82 Pemko Pekanbaru 6,34 83 Pemko Balikpapan 6,31 84 Pemko Palangkaraya 6,28 85 Pemko Jayapura 5,80

29 2. INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK TINGKAT NASIONAL 19 Peringkat terbaik nilai Pengalaman Integritas di tingkat nasional adalah RS Fatmawati. Adapun yang nilai pengalaman integritasnya masih di bawah standar minimal integritas adalah Pemko Jayapura PENGALAMAN KORUPSI DI LAYANAN PUBLIK TINGKAT NASIONAL Pengalaman Korupsi yang merupakan indikator dari pengalaman integritas adalah praktik atau kejadian korupsi di unit layanan publik yang dirasakan langsung oleh masyarakat pengguna layanan. Pengalaman korupsi ditunjukkan dalam bentuk biaya-biaya tambah an (gratifikasi) yang harus dibayarkan oleh pengguna layanan di luar biaya resmi yang ditetapkan. Tiga sub-indikator pengalaman korup si adalah Jumlah/Besaran Gratifikasi, Frekuensi Pemberian Gratifikasi, serta Waktu Pemberian Gratifikasi. 6,93 Jumlah/Besar Gratifikasi 7,25 Pengalaman Korupsi 7,36 Frekuensi Pemberian Gratifikasi 7,29 Waktu Pemberian Gratifikasi Gambar 2.4 Nilai Indikator Pengalaman Korupsi dan Sub-Indikator Penyusunnya di Layanan Publik Tingkat Nasional Nilai indikator Pengalaman Korupsi di tingkat nasional adalah 7,25 yang disusun dari 3 subindikator dengan nilai masing-masing sudah di atas standar minimal yang ditetapkan oleh KPK sebesar 6,0. Bagian selanjutnya menjelaskan detail sub-indikator dari indikator Pengalaman Korupsi. A. Jumlah/Besaran Gratifikasi di Layanan Publik Tingkat Nasional Nilai sub-indikator Jumlah/Besaran Gratifikasi adalah 6,93. Dengan nilai ini, masih ada peng guna layanan yang mengeluarkan biaya tidak resmi dalam mengurus layanan. Berdasarkan hasil survei, terdapat 15% pengguna layanan publik menyatakan bahwa biaya yang dikeluarkan tidak sesuai dengan biaya resmi. Biaya tambahan yang dikeluarkan cukup bervariasi, namun sebagian besar me ngeluarkan biaya tambahan lebih dari 50% dari biaya resmi yang ditetapkan (Gambar 2.5).

30 INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK INDONESIA TAHUN 2013 FAKTA KORUPSI DALAM LAYANAN PUBLIK Memberi dengan nilai > 50% dari biaya resmi 86% Tidak memberi 85% Memberi 15% Tidak sesuai 14% Memberi dengan nilai < 50% dari biaya resmi Gambar 2.5 Jumlah/Besaran Gratifikasi di Layanan Publik Tingkat Nasional B. Frekuensi Pemberian Gratifikasi di Layanan Publik Tingkat Nasional Nilai sub-indikator Frekuensi Pemberian Gratifikasi adalah 7,36. Nilai ini menunjukkan seberapa sering pemberian uang tambahan dilakukan oleh 15% pengguna layanan yang memberi kan gratifikasi. Sebagian besar (66%) di antaranya melakukan hal itu setidaknya satu kali pada saat proses pengurusan layanan. Sisanya mengaku memberikan 2 kali, bahkan lebih dari 2 kali (19%). (Gambar 2.6) Tidak memberi 85% Memberi 15% Memberi 2 kali 15% Lebih dari 2 kali 19% 1 kali 66% Gambar 2.6 Frekuensi Pemberian Gratifikasi di Layanan Publik Tingkat Nasional 20

31 2. INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK TINGKAT NASIONAL 21 C. Waktu Pemberian Gratifikasi di Layanan Publik Tingkat Nasional Sub-indikator Waktu Pemberian Gratifikasi menginformasikan kapan pemberian biaya tambah an dilakukan oleh pengguna layanan. Dengan nilai 7,29, responden yang menyatakan pernah memberikan biaya tambahan, 40%-nya mengaku memberikan pada saat akhir pengurusan. (Gambar 2.7) 24% Tidak memberi 85% Memberi 15% Memberi 26% 40% Pada awal pengurusan layanan Pada saat pengurusan layanan Pada akhir pengurusan layanan 10% Kombinasi 2 atau 3 tahap Gambar 2.7 Waktu Pemberian Gratifikasi di Layanan Publik Tingkat Nasional Gambar 2.7 juga menjelaskan bahwa terdapat 26% pengguna layanan yang memberi biaya tambahan pada awal pengurusan layanan dan 24% di tengah/pada saat pengurusan layanan. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa terdapat gratifikasi antara pengguna dan petugas layanan terkait pengurusan layanan publik. Bahkan, 10% pengguna layanan menyatakan memberi biaya tambahan lebih dari 1 kali CARA PANDANG TERHADAP KORUPSI DI LAYANAN PUBLIK TINGKAT NASIONAL Upaya meningkatkan integritas tidak hanya dapat dilakukan oleh pihak pemberi layanan, tetapi bisa juga memerlukan peran pengguna layanan. Masyarakat sebagai peng guna layanan seharusnya mengubah atau mem perbaiki cara pan dang mereka terhadap korupsi, khususnya terhadap praktik pemberian gratifikasi. Cara pandang terhadap gratifikasi ini akan memengaruhi sikap dan keputusan seseorang untuk tidak memberi gratifikasi.

32 INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK INDONESIA TAHUN FAKTA KORUPSI DALAM LAYANAN PUBLIK 7,17 Cara Pandang terhadap Korupsi 7,05 7,22 Arti Pemberian Gratifikasi Tujuan Pemberian Gratifikasi Gambar 2.8 Nilai Indikator Cara Pandang Terhadap Korupsi dan Sub-Indikator Penyusunnya di Layanan Publik Tingkat Nasional Nilai indikator Cara Pandang terhadap Korupsi di tingkat nasional adalah 7,17, disusun dari sub-indikator Arti Pemberian Gratifikasi (7,05) dan Tujuan Pemberian Gratifikasi (7,22) (Gambar 28). Bagian selanjutnya akan menjelaskan tiap sub-indikator dari indikator Cara Pandang terhadap Korupsi. A. Arti Pemberian Gratifikasi di Layanan Publik Tingkat Nasional Arti Pemberian Gratifikasi menunjukkan bagaimana masyarakat mengartikan biaya tambahan atau imbalan yang mereka keluarkan, apakah tergolong gratifikasi atau tidak. Dengan nilai 7,05 menunjukkan bahwa secara umum masyarakat memahami bahwa tindakan memberi gratifikasi kepada petugas layanan publik adalah sesuatu yang melanggar hukum, harus dilaporkan serta perbuatan yang memalukan dan tercela (74,0%). Namun, masih terdapat 23,7% yang menyatakan bahwa gratifikasi boleh dilakukan kalau terpaksa dan boleh dilakukan asal tidak terlalu sering. Yang harus mendapat perhatian adalah masih terdapat 2,3% pengguna layanan yang menyatakan bahwa gratifikasi dan layanan publik adalah perbuatan yang harus dilakukan dalam setiap layanan serta boleh dan sering dilakukan. Perbuatan yang melanggar hukum dan harus dilaporkan 43,0% Perbuatan yang memalukan dan tercela 31,0% Perbuatan yang hanya boleh dilakukan kalau terpaksa 14,2% Perbuatan yang boleh dilakukan asalkan tidak terlalu sering 9,5% Perbuatan yang harus dilakukan dalam setiap layanan 1,2% Perbuatan yang boleh dan sering dilakukan 1,1% Gambar 2.9 Arti Pemberian Gratifikasi di Layanan Publik Tingkat Nasional

33 2. INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK TINGKAT NASIONAL 23 B. Tujuan Pemberian Gratifikasi di Layanan Publik Tingkat Nasional Nilai sub-indikator Tujuan Pemberian Gratifikasi adalah 7,22, menggambarkan tujuan dan alasan yang membuat pengguna layanan memberikan uang tambahan kepada petugas. Dari responden yang mengaku pernah mem berikan biaya tambahan, sebagian besar tujuannya adalah untuk mem percepat waktu pengurusan (40,2%). Selain itu, responden beralasan biaya tambahan ter sebut diberikan karena merasa puas dengan layanan petugas (34,3%). (Gambar 2.10) TUJUAN PEMBERIAN GRATIFIKASI Mempercepat waktu pengurusan 40,2% Tidak ada tujuan tertentu 19,6% Memastikan pengurusan tepat waktu 19,5% Menghindarkan perlakuan semena-mena petugas 11,1% Meluluskan pengurusan walaupun syarat tidak terpenuhi 9,6% ALASAN PEMBERIAN GRATIFIKASI Karena merasa puas dengan layanan petugas 34,3% Karena petugas meminta kepada saya 27,6% Karena petugas mempersulit saya 18,6% Karena petugas bersikap ramah kepada saya 10,0% Karena petugas malas-malasan melayani saya 7,1% Karena kasihan kepada petugas yang gajinya kecil 2,4% Gambar 2.10 Tujuan dan Alasan Pemberian Gratifikasi di Layanan Publik Tingkat Nasional Alasan pemberian gratifikasi oleh 34,3% pengguna layanan adalah karena merasa puas dengan layanan petugas. Yang harus menjadi perhatian adalah alasan pemberian yang dilakukan karena berdasar permintaan petugas, yaitu karena petugas mempersulit atau bermalas-malasan melayani. Data tentang pengalaman integritas yang dihasilkan dalam survei ini mencerminkan kondisi riil dari unit layanan berdasarkan pengalaman yang langsung dirasakan pengguna layanan saat mengurus layanan dalam kurun waktu satu tahun terakhir.

34 INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK INDONESIA TAHUN FAKTA KORUPSI DALAM LAYANAN PUBLIK 2.3 POTENSI INTEGRITAS DI LAYANAN PUBLIK TINGKAT NASIONAL Potensi Integritas merupakan variabel yang memberikan bobot kontribusi sebesar 0,333 terhadap indeks integritas. Variabel Potensi Integritas penting dinilai dalam rangka mencegah atau memperkecil peluang terjadinya tindak pidana korupsi pada masa mendatang. Potensi Integritas disusun dari indikator Lingkungan Kerja, Sistem Administrasi, Perilaku Individu, dan Pencegahan Korupsi. Nilai setiap indikator dan sub-indikator ditunjukkan pada Gambar ,70 Lingkungan Kerja 6,62 Kebiasaan Pemberian Gratifikasi 9,70 Kebutuhan Pertemuan di Luar Prosedur 8,22 Keterlibatan Calo 7,65 Fasilitas di Sekitar Lingkungan Pelayanan 7,58 Suasana/Kondisi di Sekitar Lingkungan Pelayanan 7,04 Kepraktisan SOP 6,02 POTENSI INTEGRITAS 6,35 Sistem Administrasi 6,20 5,56 Keterbukaan Informasi Pemanfaatan Teknologi Informasi 7,42 Keadilan dalam Layanan 6,60 Perilaku Individu 6,32 Ekspektasi Petugas Terhadap Gratifikasi 5,64 Perilaku Pengguna Layanan 4,54 Pencegahan Korupsi Keterangan: Nilai di bawah 6 (di bawah standar minimum integritas) 4,55 4,51 Tingkat Upaya Anti-Korupsi Mekanisme Pengaduan Masyarakat Gambar 2.11 Nilai Variabel Potensi Integritas dan Komponen Penyusunnya di Layanan Publik Tingkat Nasional Nilai variabel Potensi Integritas Nasional adalah 6,02. Nilai ini menunjukkan bahwa peluang korupsi pada layanan publik di Indonesia masih rawan terjadi apabila tidak ada program-program pencegahan korupsi yang dilakukan oleh pemerintah daerah, instansi vertikal, maupun instansi pusat dalam layanan publiknya. Berdasarkan Gambar 2.11, hal yang perlu diperhatikan untuk mem perkecil peluang terjadinya korupsi, yaitu dengan meningkatkan Pemanfaatan Teknologi Informasi (5,56), mengubah Perilaku Pengguna Layanan (5,64), meningkatkan Upaya Anti-Korupsi (4,55), dan memperjelas Mekanisme Pengaduan Masyarakat (4,51). Tabel 2.3 berikut menjelaskan urutan nilai Potensi Integritas Tahun 2013 dari 60 pemerintah daerah, 8 instansi vertikal, dan 20 instansi pusat yang disurvei KPK.

35 2. INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK TINGKAT NASIONAL 25 Tabel 2.3 Peringkat Nasional Berdasarkan Potensi Integritas di Layanan Publik Tingkat Nasional Tahun 2013 No. Instansi/Pemda Potensi Integritas 1 Pemko Parepare 7,46 2 Pemko Bitung 7,29 3 Kementerian Lingkungan Hidup 7,23 4 Badan Pengawas Obat dan Makanan 7,17 5 Badan Koordinasi Penanaman Modal 7,11 6 Kementerian Perhubungan 7,09 7 Kementerian Komunikasi dan Informatika 7,07 8 Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi 7,06 9 Kementerian Pertanian 7,03 10 Kementerian Perdagangan 6,99 11 Kementerian Perindustrian 6,99 12 Pemko Surabaya 6,98 13 Kementerian Kelautan dan Perikanan 6,88 14 Kementerian Keuangan 6,86 15 RS Fatmawati 6,77 16 Pemko Tanjungpinang 6,77 17 RS Cipto Mangunkusumo 6,75 18 Kementerian Kesehatan 6,73 19 Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif 6,73 20 Kementerian Energi Sumber Daya Mineral 6,73 21 Pemko Yogyakarta 6,71 22 Pemko Gorontalo 6,70 23 Kementerian Luar Negeri 6,70 24 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 6,69 25 Pemko Pematangsiantar 6,63 26 Pemko Samarinda 6,57 27 Pemko Denpasar 6,56 28 Pemko Mataram 6,56 29 Pemko Bogor 6,54 30 Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI 6,45 31 DKI Jakarta 6,36 32 Pemko Bekasi 6,36 33 Pemko Cilegon 6,34 34 Pemko Manado 6,34 35 Kementerian Kehutanan 6,32 36 Pemko Surakarta 6,31 37 Pemko Bandung 6,26 38 Kementerian Hukum dan HAM 6,17 39 Pemko Kupang 6,14 40 Pemko Batam 6,14 41 Pemko Semarang 6,10 42 Pemko Pekalongan 6,08 43 Pemko Pontianak 6,08 No. Instansi/Pemda Potensi Integritas 44 Pemko Depok 6,08 45 Mahkamah Agung 6,06 46 Pemko Palembang 6,06 47 Pemko Banjarmasin 6,05 48 Pemko Tangerang 6,05 49 Pemko Pangkalpinang 6,02 50 Pemko Metro 6,00 51 Pemko Makassar 5,99 52 Pemko Serang 5,96 53 Pemko Balikpapan 5,96 54 Pemko Banjarbaru 5,95 55 Kepolisian Republik Indonesia 5,90 56 Pemko Bukittinggi 5,88 57 Pemko Banda Aceh 5,86 58 Pemko Kendari 5,85 59 Pemko Ambon 5,84 60 Pemko Kediri 5,82 61 Pemkab Sidoarjo 5,79 62 Pemko Binjai 5,79 63 Pemko Padang 5,77 64 Pemkab Jember 5,76 65 Pemko Malang 5,76 66 Pemkab Banyumas 5,76 67 Badan Pertanahan Nasional 5,72 68 Pemko Dumai 5,70 69 Pemko Madiun 5,68 70 Pemko Bandar Lampung 5,64 71 Kementerian Agama 5,55 72 Pemko Jambi 5,55 73 Pemko Ternate 5,51 74 Pemko Lhokseumawe 5,47 75 Pemko Pekanbaru 5,46 76 Pemko Cirebon 5,39 77 Pemko Jayapura 5,36 78 Pemko Palangkaraya 5,35 79 Pemko Medan 5,30 80 Pemkab Manokwari 5,26 81 Pemko Lubuklinggau 5,12 82 Pemko Bengkulu 5,09 83 Pemko Palu 4,88 84 Pemko Bima 4,74 85 Pemkab Mamuju 4,42

36 INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK INDONESIA TAHUN FAKTA KORUPSI DALAM LAYANAN PUBLIK Tabel 2.3 menjelaskan terdapat 58,8% atau 50 instansi/pemerintah daerah yang memiliki nilai variabel Potensi Integritas di atas standar minimal yang telah ditetapkan (6,00). Dari 41,2% atau 35 instansi/pemerintah daerah yang masih di bawah standar minimal integritas, 32 di antaranya adalah pemerintah daerah dan 3 lainnya adalah instansi vertikal LINGKUNGAN KERJA DI LAYANAN PUBLIK TINGKAT NASIONAL Lingkungan kerja yang baik tentu saja akan menimbulkan suasana kerja yang baik pula. Apabila lingkungan kerja tidak didukung oleh fasilitas yang memadai, suasana pelayanan yang tidak nyaman bahkan jika ditambah dengan prosedur yang berbelit-belit akan mendorong responden untuk melakukan penyimpangan dalam proses layanan. Jenis penyimpangan bisa dalam bentuk pertemuan di luar prosedur dan pemberian gratifikasi untuk memperlancar proses pengurusan. 6,62 Kebiasaan Pemberian Gratifikasi 9,70 Kebutuhan Pertemuan di Luar Prosedur 7,70 Lingkungan Kerja 8,22 Keterlibatan Calo 7,65 Fasilitas di Sekitar Lingkungan Pelayanan 7,58 Suasana/Kondisi di Sekitar Lingkungan Pelayanan Gambar 2.12 Nilai Indikator Lingkungan Kerja dan Sub-Indikator Penyusunnya di Layanan Publik Tingkat Nasional Nilai indikator Lingkungan Kerja di tingkat nasional adalah 7,70. Dibanding dengan indikator lain, lingkungan kerja mendapatkan skor yang lebih baik. Lima sub-indikatornya juga mendukung perolehan nilai tersebut. Hanya sub-indikator Kebiasaan Pemberian Gratifikasi yang nilainya di bawah 7, sedangkan lainnya mendekati 8. Bagian selanjut nya akan menjelaskan tiap sub-indikator dari indikator Lingkungan Kerja.

37 2. INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK TINGKAT NASIONAL 27 A. Kebiasaan Pemberian Gratifikasi di Layanan Publik Tingkat Nasional Kebiasaan pengguna dan petugas layanan dalam memberi maupun meminta biaya tam bahan (gratifikasi) dalam layanan publik masih saja terjadi. Nilai sub-indikator Kebia saan Pemberian Gratifikasi (6,62) menunjukkan masih terdapat 39,4% pengguna layanan publik mengetahui ada praktik pemberian uang tambahan/ gratifikasi (Gambar 2.13). 60,6% 27,9% 9,0% 2,5% Tidak pernah terjadi Kadang-kadang terjadi Sering terjadi Selalu terjadi Gambar 2.13 Kebiasaan Pemberian Gratifikasi di Layanan Publik Tingkat Nasional B. Kebutuhan Pertemuan di Luar Prosedur di Layanan Publik Tingkat Nasional Secara umum, kebutuhan pengguna layanan untuk melakukan pertemuan di luar prosedur sudah sangat baik. Nilai sub-indikator yang 9,70 menunjukkan hal tersebut. Namun, masih ada 4% yang mengaku pernah melakukannya dengan intensitas paling dominan 1 kali (42,2%). (Gambar 2.14) Pertemuan di luar prosedur dilakukan oleh pengguna layanan dengan tujuan untuk mempercepat waktu pengurusan (31,7%) (Gambar 2.15). 42,2% 32,6% Pernah 25,2% Tidak pernah 96% 4% Pernah 1 kali 2 kali Lebih dari 2 kali Gambar 2.14 Kebutuhan Pertemuan di Luar Prosedur di Layanan Publik Tingkat Nasional

38 INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK INDONESIA TAHUN FAKTA KORUPSI DALAM LAYANAN PUBLIK Mempercepat waktu pengurusan 31,7% Melengkapi sejumlah persyaratan 26,8% Menegosiasikan persyaratan yang tidak bisa dipenuhi 24,3% Menegosiasikan biaya yang harus dibayar 17,2% Gambar 2.15 Tujuan Pertemuan di Luar Prosedur di Layanan Publik Tingkat Nasional C. Keterlibatan Perantara Tidak Resmi di Layanan Publik Tingkat Nasional Nilai sub-indikator Keterlibatan Calo adalah 8,22. Berdasarkan hasil survei, terdapat 14% pengguna layanan publik yang menyatakan pernah melihat calo saat mengurus layanan. Dari responden yang mengaku pernah melihat calo, 49,6%-nya menyatakan calo yang dilihat adalah orang luar (eksternal sebagai perseorangan). Apabila dilihat cara kerja calo beroperasi, sebagian besar melakukannya dengan cara sembunyisembunyi. (Gambar 2.16) Orang luar 49,6% Tidak melihat calo 86% Melihat calo 14% MELIHAT CALO Kombinasi 2 atau lebih perantara/calo Petugas lain yang bekerja di instansi tersebut 11,8% 20,3% Orang yang bekerja di sekitar unit layanan 10,3% Petugas langsung yang mengurus layanan 8,0% Sembunyi-sembunyi 8% Terang-terangan 6% Tidak melihat calo 86% Gambar 2.16 Pengalaman Melihat Calo dan Cara Calo Beroperasi di Layanan Publik Tingkat Nasional

39 2. INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK TINGKAT NASIONAL 29 D. Fasilitas di Sekitar Lingkungan Pelayanan di Layanan Publik Tingkat Nasional Keberadaan fasilitas dalam unit layanan merupakan salah satu sebab pengguna layanan mengambil keputusan mengurus sendiri layanannya atau memilih menggunakan jasa calo. Sebagian besar pengguna layanan (90,7%) menyatakan bahwa fasilitas yang tersedia di unit layanan yang didatangi sudah memadai dan 9,3% yang menyatakan sebaliknya. (Gambar 2.18) 1,7% Tidak memadai 7,6% Kurang memadai 83,7% Memadai 7,0% Sangat memadai Gambar 2.18 Fasilitas di Sekitar Lingkungan Pelayanan di Layanan Publik Tingkat Nasional E. Suasana/Kondisi di Sekitar Pelayanan di Layanan Publik Tingkat Nasional Suasana/kondisi sekitar pelayanan di tingkat nasional oleh lebih dari 85,0% pengguna layanan dinilai sudah cukup baik. Kondisi tersebut ditunjukkan oleh tahapan layanan yang teratur, ruangan yang teratur dan rapi, serta suasana yang tenang dan nyaman. Meski secara dominan responden menilai suasana/kondisi sekitar pelayanan sudah cukup mendukung dalam menciptakan layanan yang bersih dan transparan, instansi/ pemerintah daerah tetap perlu melakukan peningkatan kualitas lingkungan kerja untuk semakin meminimalisasi potensi korupsi di layanan publik. 0% 20% 40% 60% 80% % Nyaman 14,9% 85,1% Tenang 11,7% 88,3% Ruangan teratur dan rapi 8,8% 91,2% Tahapan layanan teratur 7,0% 93,0% Tidak Ya Gambar 2.19 Suasana/Kondisi di Sekitar Pelayanan di Layanan Publik Tingkat Nasional

40 INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK INDONESIA TAHUN FAKTA KORUPSI DALAM LAYANAN PUBLIK SISTEM ADMINISTRASI DI LAYANAN PUBLIK TINGKAT NASIONAL Sistem administrasi yang baik dan transparan akan memudahkan pengguna layanan dalam mengurus layanan. Sistem Administrasi disusun dari 3 sub-indikator, yakni Kepraktisan SOP, Keterbukaan Informasi, dan Pemanfaatan Teknologi Informasi. 7,04 Kepraktisan SOP 6,35 Sistem Administrasi 6,20 Keterbukaan Informasi 5,56 Pemanfaatan Teknologi Informasi Keterangan: Nilai di bawah 6 (di bawah standar minimum integritas) Gambar 2.20 Nilai Indikator Sistem Administrasi dan Sub-Indikator Penyusunnya di Layanan Publik Tingkat Nasional Nilai indikator Sistem Administrasi di tingkat nasional adalah 6,35. Dari 3 sub-indikator pembentuknya, Pemanfaatan Teknologi Informasi merupakan sub-indikator yang masih memer lukan perbaikan karena nilainya di bawah standar minimal. Walaupun demikian, nilai keterbukaan informasi juga masih perlu un tuk ditingkatkan. Bagian selanjutnya akan men jelaskan tiap sub-indikator dari indikator Sistem Administrasi. A. Kepraktisan SOP di Layanan Publik Tingkat Nasional Kepraktisan SOP mencerminkan tingkat efek tivitas prosedur pengurusan layanan, syarat, biaya, dan waktu pengurusan layanan. Berdasarkan hasil survei, terdapat pengguna layanan yang menyatakan kesulitan dan tidak jelas prosedur layanan (7,8%), persyaratannya (7,1%), lambat dan tidak jelas waktu pengurusan (16,8%), serta mahal dan tidak jelas biaya pengurusan (11,3%). (Gambar 2.21) 63,7% 65,8% 72,9% 70,7% 28,5% 27,1% 14,3% 10,3% 1,5% 6,3% 1,3% 5,8% 2,5% 2,5% 8,8% 18,0% Tidak jelas Sulit Wajar Mudah Tidak jelas Sulit Wajar Mudah Tidak jelas Lambat Tepat waktu Lebih cepat Tidak jelas Mahal Wajar Murah Prosedur Persyaratan Waktu Biaya Gambar 2.21 Kepraktisan SOP di Layanan Publik Tingkat Nasional

41 2. INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK TINGKAT NASIONAL B. Keterbukaan Informasi di Layanan Publik Tingkat Nasional Dalam rangka memberikan informasi terkait prosedur, persyaratan, biaya, dan waktu pengurusan layanan, maka ketersediaan informasi di setiap unit layanan menjadi penting. Tingkat keterbukaan informasi layanan di jelaskan pada Gambar Prosedur Tidak ada pengumuman/penjelasan petugas Dijelaskan petugas hanya jika ditanya Dijelaskan petugas tanpa ditanya Diumumkan terbuka Diumumkan terbuka dan dijelaskan petugas tanpa ditanya 8,4% 12,5% 20,6% 21,1% 37,4% Persyaratan Tidak ada pengumuman/penjelasan petugas Dijelaskan petugas hanya jika ditanya Dijelaskan petugas tanpa ditanya Diumumkan terbuka 4,5% 22,1% 22,9% 38,5% Diumumkan terbuka dan dijelaskan petugas tanpa ditanya 12% Waktu Tidak ada pengumuman/penjelasan petugas Dijelaskan petugas hanya jika ditanya Dijelaskan petugas tanpa ditanya Diumumkan terbuka 7,0% 18,8% 20,8% 41,5% Diumumkan terbuka dan dijelaskan petugas tanpa ditanya 11,9% Biaya Tidak ada pengumuman/penjelasan petugas Dijelaskan petugas hanya jika ditanya Dijelaskan petugas tanpa ditanya Diumumkan terbuka Diumumkan terbuka dan dijelaskan petugas tanpa ditanya 13,8% 12,8% 22,4% 19,3% 31,7% Gambar 2.22 Keterbukaan Informasi di Layanan Publik Tingkat Nasional Berdasarkan informasi pada Gambar 2.22, ter lihat bahwa masih terdapat unit layanan yang tidak mengumumkan/menjelaskan biaya, waktu, persyaratan, dan prosedur la yanan publiknya kepada pengguna layanan. Kondisi ini akan membuka peluang pengguna layanan ataupun petugas untuk melakukan pengurusan di luar prosedur yang sarat dengan peluang penyuapan dan pemerasan. 31

42 INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK INDONESIA TAHUN FAKTA KORUPSI DALAM LAYANAN PUBLIK C. Pemanfaatan Teknologi Informasi di Layanan Publik Tingkat Nasional Nilai sub-indikator Pemanfaatan Teknologi Informasi adalah 5,56. Nilai ini berada di bawah standar minimal KPK dan menunjukkan bahwa teknologi informasi belum banyak dimiliki dan dimanfaatkan layanan publik di Indonesia. Berdasarkan hasil survei, hanya terdapat 12% pengguna layanan yang menyatakan pernah memanfaatkan teknologi informasi di unit layanan. Bagi yang pernah menggunakan Teknologi informasi, oleh responden digunakan dengan tujuan utama untuk memproses layanan (55,7%). Pernah 12% Tidak pernah 88% Memproses layanan 55,7% Tidak memerlukan 54,5% Mengetahui informasi yang diurus 31,5% Tidak ada teknologi informasi 39,7% Mengetahui status penyelesaian pengurusan 12,8% Tidak tahu cara penggunaannya 4,3% Tidak berfungsi 1,5% Gambar 2.23 Pemanfaatan Teknologi Informasi di Layanan Publik Tingkat Nasional PERILAKU INDIVIDU DI LAYANAN PUBLIK TINGKAT NASIONAL Peran individu dalam upaya pencegahan korupsi sangat penting. Hal ini karena sebagus apa pun sistem dibuat tidak akan digunakan sesuai dengan tujuan jika terdapat penyimpangan dari individu yang berada dalam sistem tersebut. Individu yang dimaksud adalah individu internal, yaitu petugas layanan dan individu yang berasal dari eksternal unit layanan yaitu masyarakat pengguna unit layan an. Perilaku Individu disusun dari 3 subindikator, yakni Keadilan dalam Layanan, Ekspektasi Petugas terhadap Gratifikasi, dan Perilaku Pengguna Layanan.

43 2. INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK TINGKAT NASIONAL 33 7,42 Keadilan dalam Layanan 6,60 Perilaku Individu 6,32 Ekspektasi Petugas Terhadap Gratifikasi 5,64 Perilaku Pengguna Layanan Keterangan: Nilai di bawah 6 (di bawah standar minimum integritas) Gambar 2.24 Nilai Indikator Perilaku Individu dan Sub-Indikator Penyusunnya di Layanan Publik Tingkat Nasional Walaupun nilai indikator perilaku individu (6,60) berada di atas standar minimal, masih terdapat sub-indikator yang nilainya rendah yaitu Perilaku Pengguna Layanan dengan nilai 5,64. Ekspektasi petugas terhadap gratifikasi juga masih memerlukan perhatian karena nilainya masih 6,32. Bagian berikut menjelaskan lebih rinci sub-indikator penyusun Perilaku Individu. A. Keadilan dalam Layanan di Layanan Publik Tingkat Nasional Keadilan dalam layanan didefinisikan sebagai tindakan/sikap petugas unit layanan dalam memberikan layanan tanpa membeda-bedakan perlakuan terhadap pengguna la yanan. Berdasarkan hasil survei, terdapat 22,7% pengguna layanan publik menyatakan bahwa petugas layanan membedakan saat melayani masyarakat. (Gambar 2.25) 1,9% 77,3% 20,8% Ya, Selalu Ya, kadang-kadang Tidak membedakan Gambar 2.25 Perbedaan Perlakuan Petugas di Layanan Publik Tingkat Nasional

44 INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK INDONESIA TAHUN FAKTA KORUPSI DALAM LAYANAN PUBLIK B. Ekspektasi Petugas Terhadap Gratifikasi di Layanan Publik Tingkat Nasional Sub-indikator ekspektasi petugas terhadap gratifikasi didefinisikan sebagai tindakan/ sikap petugas unit layanan terhadap pengguna layanan yang dapat diindikasikan sebagai sinyal mengharapkan gratifikasi. Nilai sub-indikator Ekspektasi Petugas terhadap Gratifikasi adalah 6,32. Meski nilai ini berada di atas standar minimal, berdasarkan hasil survei masih terdapat 14,7% pengguna layanan yang menyatakan petugas meminta uang tambahan saat memberikan layanan, 52,9% di antaranya meminta secara langsung namun tidak terbuka. (Gambar 2.26) Tidak ada yang berinisiatif 60,9% Inisiatif Petugas 14,7% CARA MEMINTA 52,9% 32,6% 14,5% Inisiatif Pengguna Layanan 24,4% Langsung tidak terbuka Langsung terbuka Melalui pihak lain Gambar 2.26 Ekspektasi Petugas Terhadap Gratifikasi di Layanan Publik Tingkat Nasional C. Perilaku Pengguna Layanan di Layanan Publik Tingkat Nasional Inisiatif adanya uang tambahan dalam layanan publik bukan semata-mata dari petugas layanan, namun pengguna layanan juga berperan dalam suburnya praktik gratifikasi. Data menunjukkan bahwa 24,3% pengguna layanan mengaku merekalah yang berinisiatif memberikan uang tambahan kepada petugas saat mengurus layanan. Inisiatif tersebut muncul lebih dominan disebabkan perilaku pengguna layanan sen diri (63,6%), sedangkan yang disebabkan karena adanya sinyal petugas hanya 36,4%. (Gambar 2.27)

45 2. INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK TINGKAT NASIONAL 35 Inisiatif petugas 14,8% 63,6% 36,4% Tidak ada yang berinisiatif 60,9% CARA MEMBERI Inisiatif pengguna layanan 24,3% Inisiatif saya sendiri Sinyal dari petugas Gambar 2.27 Perilaku Pengguna Layanan di Layanan Publik Tingkat Nasional PENCEGAHAN KORUPSI DI LAYANAN PUBLIK TINGKAT NASIONAL Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah gratifikasi dalam layanan publik adalah dengan melakukan tindakan pencegahan. Upaya tersebut salah satunya dapat diukur melalui upaya antikorupsi dan mekanisme pengaduan pengguna layanan yang dilakukan oleh unit layanan seperti ditunjukkan pada Gambar ,54 Pencegahan Korupsi 4,55 4,51 Tingkat Upaya Anti-Korupsi Mekanisme Pengaduan Masyarakat Keterangan: Nilai di bawah 6 (di bawah standar minimum integritas) Gambar 2.28 Nilai Indikator Pencegahan Korupsi dan Sub-Indikator Penyusunnya di Layanan Publik Tingkat Nasional Dibanding dengan indikator lainnya, indikator Pencegahan Korupsi di layanan publik nasional memiliki nilai yang paling rendah (4,54). Nilai tersebut jauh di bawah standar minimal yang ditetapkan KPK (6,00). Kondisi ini menunjukkan Tingkat Upaya Anti-Korupsi (4,55) dan Mekanisme Pengaduan Masyarakat (4,51) masih kurang dan perlu dibenahi. Dua sub-indikator dari Pencegahan Korupsi dijelaskan lebih lanjut pada bagian berikut.

46 INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK INDONESIA TAHUN FAKTA KORUPSI DALAM LAYANAN PUBLIK A. Tingkat Upaya Anti-Korupsi di Layanan Publik Tingkat Nasional Tingkat Upaya Anti-Korupsi merupakan salah satu sub-indikator di pencegahan korupsi yang nilainya masih rendah. 65,6% Tidak ada 38% Ada 62% JUMLAH 32,2% Satu 2 5 kegiatan/ media 2,2% Lebih dari lima Gambar 2.29 Tingkat Upaya Anti-Korupsi di Layanan Publik Tingkat Nasional Nilai 4,55 menunjukkan bahwa layanan publik kurang melakukan kegiatan/ kampanye antikorupsi di layanan publiknya. Ber dasarkan hasil survei, terdapat 38,0% peng guna layanan publik di tingkat nasional menya takan tidak melihat kegiatan/ media anti korupsi. Bagi unit layanan yang melakukan program kampanye, umumnya (65,6%) menyatakan hanya satu media antikorupsi yang terlihat di unit layanan tersebut. Stiker/poster/spanduk adalah ben tuk kampanye/media antikorupsi yang lebih banyak dilihat oleh pengguna layanan publik di tingkat nasional (Gambar 2.30). Stiker/poster/spanduk/standing banner 94,7% Petugas memakai atribut (pin, baju, topi, dll.) 23,3% Terdapat buku/modul/komik antikorupsi 13,4% Pemutaran video/film/iklan 12,4% Kegiatan workshop/seminar masyarakat 10,8% Kegiatan workshop/seminar 10,8% Gambar 2.30 Bentuk Kampanye/Media Anti-Korupsi di Layanan Publik Tingkat Nasional

47 2. INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK TINGKAT NASIONAL 37 B. Mekanisme Pengaduan Masyarakat di Layanan Publik Tingkat Nasional Selain kampanye antikorupsi, faktor lain yang menjadi ukuran sebuah instansi/ pemerintah daerah telah melaksanakan pencegahan korupsi adalah adanya meka nisme pengaduan masyarakat. Sub-indikator ini menun jukkan respons petugas unit layanan terhadap pengaduan yang disampaikan oleh masyarakat. Dari pengaduan yang masuk, diharapkan unit layanan dapat melakukan pembenahan yang pada akhir nya meningkatkan kualitas layanan. 48,5% 42,1% 8,4% 1,0% Sulit Mudah Sangat mudah Tidak tersedia Gambar 2.31 Mekanisme Pengaduan Masyarakat di Layanan Publik Tingkat Nasional Keberadaan media pengaduan di unit layanan diakui oleh sekitar 57,9% dari pengguna layanan. Kemudahan dalam mengakses pengaduan masyarakat harusnya diikuti dengan tanggapnya petugas dalam menindaklanjuti pengaduan yang masuk tersebut. Berdasarkan pengalaman responden, dari 6,0% yang pernah mengadu hanya 58,3% saja yang mendapat respons (ditanggapi dan ditindaklanjuti) (Gambar 2.32). Ditanggapi 40,1% Ditampung 32,2% Tidak pernah 94% PERNAH Pernah 6% Ditindaklanjuti 18,2% Diabaikan 8,1% Ditolak 1,4% Gambar 2.32 Tindak Lanjut/Respons Petugas dari Pengaduan yang Disampaikan oleh Pengguna Layanan di Layanan Publik Tingkat Nasional

48 INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK INDONESIA TAHUN FAKTA KORUPSI DALAM LAYANAN PUBLIK 2.4 INDEKS INTEGRITAS TOTAL PUSAT Indeks Integritas Total Pusat (IITP) diperoleh dari gabungan antara Indeks Integritas Pusat (IIP) dengan Indeks Integritas Vertikal (IIV). Indeks Integritas Pusat (IIP) didefinisikan sebagai indeks integritas dari instansi pusat yang memiliki unit layanan di bawah tanggung jawab langsung instansi di tingkat pusat tersebut. Sementara itu, Indeks Integritas Vertikal (IIV) adalah indeks integritas dari instansi ver tikal yang mengelola unit layanan di daerah yang merupakan pelaksana tugas pokok dan fungsi dari instansi yang induknya ada di pemerintah pusat. Indeks Integritas Total Pusat (IITP) disusun berdasarkan nilai dari sub-indikator pada 40 unit layanan dari 20 instansi pusat dengan total responden orang dan 8 unit layanan pada 5 instansi vertikal di 33 pemerintah daerah (ibu kota provinsi) dengan total responden orang. Nilai IITP ditunjukkan pada Gambar ,17 Pengalaman Integritas 7,24 7,14 Pengalaman Korupsi Cara Pandang Terhadap Korupsi 6,90 7,37 7,26 7,08 7,17 Jumlah/Besaran Gratifikasi Frekuensi Pemberian Gratifikasi Waktu Pemberian Gratifikasi Arti Pemberian Gratifikasi Tujuan Pemberian Gratifikasi 6,80 INDEKS INTEGRITAS 7,63 Lingkungan Kerja 6,49 9,79 8,09 7,65 7,57 Kebiasaan Pemberian Gratifikasi Kebutuhan Pertemuan di Luar Prosedur Keterlibatan Calo Fasilitas di Sekitar Lingkungan Pelayanan Suasana/Kondisi di Sekitar Lingkungan Pelayanan 6,05 Potensi Integritas 6,30 Sistem Administrasi 6,93 6,17 5,58 Kepraktisan SOP Keterbukaan Informasi Pemanfaatan Teknologi Informasi 6,43 Perilaku Individu 7,38 6,08 5,34 Keadilan dalam Layanan Ekspektasi Petugas Terhadap Gratifikasi Perilaku Pengguna Layanan 4,83 Pencegahan Korupsi 4,90 4,64 Tingkat Upaya Anti-Korupsi Mekanisme Pengaduan Masyarakat Keterangan: Nilai di bawah 6 (di bawah standar minimum integritas) Gambar 2.33 Indeks Integritas Total Pusat (IITP) dan Komponen Penyusunnya

49 2. INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK TINGKAT NASIONAL 39 Indeks Integritas Total Pusat (IITP) sebesar 6,80, nilai ini berada pada posisi di atas standar minimal integritas (6,00). Pengalaman Integritas memberikan kontribusi lebih baik dibandingkan Potensi Integritas. Nilai Potensi Integritas yang masih sedikit di atas standar minimal menunjukkan masih terdapat indikator dan sub-indikator yang nilainya rendah. Indikator yang nilainya rendah adalah Pencegahan Korupsi (4,83), sedangkan subindikator yang nilainya masih rendah terdiri atas Pemanfaatan Teknologi Informasi (5,58), Perilaku Pengguna Layanan (5,34), Tingkat Upaya Anti-Korupsi (4,90), dan Mekanisme Pengaduan Masyarakat (4,64). 2.5 INDEKS INTEGRITAS TOTAL DAERAH Indeks Integritas Total Daerah (IITD) diperoleh dari gabungan antara Indeks Integritas Vertikal (IIV) dan Indeks Integritas Daerah (IID). Integritas Vertikal (IIV) adalah indeks integritas dari instansi vertikal yang mengelola unit layanan di daerah yang merupakan pelaksana tugas pokok dan fungsi dari instansi yang induknya ada di pemerintah pusat. Adapun Indeks Integritas Daerah (IID) adalah indeks integritas dari pemerintah daerah yang memiliki unit layanan di bawah tanggung jawab pemerintah daerah masing-masing, seperti SIUP, Kesehatan Dasar Puskesmas, dan Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ). Indeks Integritas Total Daerah (IITD) disusun berdasarkan nilai dari sub-indikator pada 8 unit layanan pada 5 instansi vertikal di 33 pemerintah daerah (ibu kota provinsi) dengan total responden orang dan 3 unit layanan di 60 pemerintah daerah dengan total responden orang. Nilai IITD ditunjukkan pada Gambar 2.34.

50 INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK INDONESIA TAHUN FAKTA KORUPSI DALAM LAYANAN PUBLIK 7,16 Pengalaman Integritas 7,22 7,13 Pengalaman Korupsi Cara Pandang Terhadap Korupsi 6,89 7,34 7,26 6,99 7,18 Jumlah/Besaran Gratifikasi Frekuensi Pemberian Gratifikasi Waktu Pemberian Gratifikasi Arti Pemberian Gratifikasi Tujuan Pemberian Gratifikasi 6,75 INDEKS INTEGRITAS 7,64 Lingkungan Kerja 6,49 9,68 8,21 7,64 7,57 Kebiasaan Pemberian Gratifikasi Kebutuhan Pertemuan di Luar Prosedur Keterlibatan Calo Fasilitas di Sekitar Lingkungan Pelayanan Suasana/Kondisi di Sekitar Lingkungan Pelayanan 5,94 Potensi Integritas 6,31 6,51 Sistem Administrasi Perilaku Individu 7,03 6,15 5,53 7,38 6,22 5,51 Kepraktisan SOP Keterbukaan Informasi Pemanfaatan Teknologi Informasi Keadilan dalam Layanan Ekspektasi Petugas Terhadap Gratifikasi Perilaku Pengguna Layanan Keterangan: Nilai di bawah 6 (di bawah standar minimum integritas) 4,41 Pencegahan Korupsi 4,40 4,46 Tingkat Upaya Anti-Korupsi Mekanisme Pengaduan Masyarakat Gambar 2.34 Indeks Integritas Total Daerah (IITD) dan Komponen Penyusunnya Indeks Integritas Total Daerah (IITD) sebesar 6,75. Nilai ini berada pada posisi di atas standar minimal integritas (6,00). Variabel Pengalaman Integritas memberikan kontribusi lebih baik dibandingkan Potensi Integritas. Nilai Potensi Integritas yang di bawah standar minimal menunjukkan masih terdapat indikator dan sub-indikator yang nilainya rendah. Indikator yang nilainya rendah adalah Pencegahan Korupsi (4,41), sedangkan sub-indikator yang nilainya masih rendah terdiri atas Pemanfaatan Teknologi Informasi (5,53), Perilaku Pengguna Layanan (5,51), Tingkat Upaya Anti-Korupsi (4,40), dan Mekanisme Pengaduan Masyarakat (4,46). Intensifnya usaha-usaha yang dilakukan untuk meningkatkan potensi integritas merupakan bentuk keseriusan instansi/pemerintah daerah dalam upaya memerangi korupsi. Sebagai trigger mechanism, KPK sangat mendorong upaya-upaya tersebut, khususnya terkait dengan unsur-unsur transparansi, suap, pungut an liar, gratifikasi, sistem administrasi, perilaku individu, serta lingkungan kerja di sektor layanan publik.

51 INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK TINGKAT PUSAT

52 INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK INDONESIA TAHUN FAKTA KORUPSI DALAM LAYANAN PUBLIK 3.1 INDEKS INTEGRITAS TINGKAT PUSAT Survei Integritas Sektor Publik tingkat pusat tahun 2013 dilakukan terhadap 40 unit layanan pada 20 instansi tingkat pusat, dengan responden secara keseluruhan adalah orang. Dengan menggunakan skala 0 10, Indeks Integritas Pusat (IIP) Tahun 2013 adalah 7,37. Indeks Integritas Tingkat Pusat yang disusun dari variabel Pengalaman Integritas dan Potensi Integritas merefleksikan pengalaman pengguna layanan terhadap korupsi yang dialaminya dan faktor-faktor yang menurut penilaian pengguna layanan memiliki potensi korupsi pada layanan publik di tingkat pusat yang didatanginya. Nilai Indeks Integritas Tingkat Pusat meningkat dibandingkan Indeks Integritas Pusat (IIP) Tahun 2012 yang tercatat sebesar 6,86. Kondisi ini menunjukkan bahwa pada tahun 2013 telah ada upaya perbaikan layanan publik oleh instansi pusat yang mengarah pada semakin berkurangnya praktik dan potensi korupsi. Nilai IIP dan seluruh komponen penyusunnya ditunjukkan pada Gambar ,61 Pengalaman Integritas 7,57 7,62 Pengalaman Korupsi Cara Pandang Terhadap Korupsi 7,38 7,59 7,67 7,70 7,59 Jumlah/Besaran Gratifikasi Frekuensi Pemberian Gratifikasi Waktu Pemberian Gratifikasi Arti Pemberian Gratifikasi Tujuan Pemberian Gratifikasi 7,37 INDEKS INTEGRITAS 8,34 Lingkungan Kerja 8,04 9,95 8,34 7,76 7,60 Kebiasaan Pemberian Gratifikasi Kebutuhan Pertemuan di Luar Prosedur Keterlibatan Calo Fasilitas di Sekitar Lingkungan Pelayanan Suasana/Kondisi di Sekitar Lingkungan Pelayanan 6,91 Potensi Integritas 6,74 Sistem Administrasi 7,15 6,74 5,90 Kepraktisan SOP Keterbukaan Informasi Pemanfaatan Teknologi Informasi 7,51 Perilaku Individu 7,81 7,42 7,14 Keadilan dalam Layanan Ekspektasi Petugas Terhadap Gratifikasi Perilaku Pengguna Layanan Keterangan: 5,94 Pencegahan Korupsi 6,28 4,91 Tingkat Upaya Anti-Korupsi Mekanisme Pengaduan Masyarakat Nilai di bawah 6 (di bawah standar minimum integritas) Gambar 3.1 Indeks Integritas Pusat (IIP) dan Komponen Penyusunnya

53 3. INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK TINGKAT PUSAT Pada tahun 2013, nilai integritas pusat yang tinggi disebabkan nilai Pengalaman Integritas yang tinggi. Sementara itu, nilai variabel Potensi Integritas hanya berada sedikit di atas nilai standar minimal. Karena bobot variabel pengalaman integritas yang lebih dominan dibandingkan potensi integritas, maka indeks integritas tingkat pusat sangat ditentukan oleh nilai pengalaman integritas tersebut. Nilai ini sekaligus menunjukkan indikator dalam potensi integritas berikut sub-indikatornya yang masih rendah. Nilai indikator dan subindikator yaitu Pencegahan Korupsi (5,94), dan Pemanfaatan Teknologi Informasi (5,90), serta dan Mekanisme Pengaduan Masyarakat (4,91). Peringkat nasional dan indeks integritas tingkat pusat Tahun 2013 dari 20 instansi pusat dan 40 unit layanannya ditunjukkan pada Tabel 3.1 dan Tabel 3.2. Tabel 3.1 Peringkat Integritas Tingkat Pusat Tahun 2013 No. Instansi Pusat Inte gritas 1 Badan Pengawas Obat dan Makanan 7,69 2 Kementerian Lingkungan Hidup 7,64 3 RS Fatmawati 7,58 4 Badan Koordinasi Penanaman Modal 7,57 5 Kementerian Pertanian 7,49 6 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 7,46 7 RS Cipto Mangunkusumo 7,45 8 Kementerian Kesehatan 7,41 9 Kementerian Komunikasi dan Informatika 7,41 10 Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi 7,40 No. Instansi Pusat Inte gritas 11 Kementerian Keuangan 7,38 12 Kementerian Perindustrian 7,32 13 Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral 7,31 14 Kementerian Perdagangan 7,28 15 Kementerian Luar Negeri 7,24 16 Kementerian Perhubungan 7,23 17 Kementerian Kehutanan 7,17 18 Kementerian Kelautan dan Perikanan 7,12 19 Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI 7,09 20 Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif 6,88 Secara umum indeks integritas instansi berikut unit layanannya yang ada tingkat pusat relatif baik, ditunjukkan oleh nilainya yang lebih dari 6. Tabel 3.2 Peringkat Integritas Unit Layanan Tingkat Pusat Tahun 2013 No. Instansi Pusat Unit Layanan Pusat Inte gritas 1 Kementerian Perindustrian LS Pro Pustan SNI 7,77 2 Badan Pengawas Obat dan Makanan Pengadaan Barang dan Jasa 7,76 3 Kementerian Lingkungan Hidup Jasa Pengolahan Limbah B3 7,73 4 Badan Koordinasi Penanaman Modal Pengadaan Barang dan Jasa 7,64 5 Kementerian Komunikasi dan Informatika Pengadaan Barang dan Jasa 7,63 6 Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Pengadaan Barang dan Jasa 7,63 7 Badan Pengawas Obat dan Makanan Pendaftaran Izin Edar Makanan 7,60 8 RS Fatmawati Rawat Inap Non-Jaminan 7,59 9 RS Fatmawati Pengadaan Barang dan Jasa 7,57 10 Kementerian Pertanian Pengadaan Barang dan Jasa 7,57 11 Kementerian Kelautan dan Perikanan Pengadaan Barang dan Jasa 7,56 12 Kementerian Lingkungan Hidup Pengadaan Barang dan Jasa 7,55 13 Badan Koordinasi Penanaman Modal Izin Usaha 7,51 14 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Bantuan Penelitian 7,49 15 Kementerian Perdagangan Pengadaan Barang dan Jasa 7,48 16 RS Cipto Mangunkusumo Pengadaan Barang dan Jasa 7,46 43

54 INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK INDONESIA TAHUN FAKTA KORUPSI DALAM LAYANAN PUBLIK No. Instansi Pusat Unit Layanan Pusat Inte gritas 17 Kementerian Luar Negeri Pengadaan Barang dan Jasa 7,46 18 Kementerian Keuangan Administrasi Sengketa Pajak 7,45 19 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Pengadaan Barang dan Jasa 7,44 20 Kementerian Kesehatan Izin Edar Alat Kesehatan 7,44 21 Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI Pengadaan Barang dan Jasa 7,43 22 Kementerian Kesehatan Pengadaan Barang dan Jasa 7,38 23 RS Cipto Mangunkusumo Rawat Inap Non-Jaminan 7,37 24 Kementerian Pertanian Rekomendasi Izin Impor Beras Tertentu 7,37 25 Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Pengadaan Barang dan Jasa 7,33 26 Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Surat Keterangan Terdaftar 7,33 27 Kementerian Perhubungan Pengadaan Barang dan Jasa 7,32 28 Kementerian Keuangan Pengadaan Barang dan Jasa 7,31 29 Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Pengadaan Barang dan Jasa 7,29 30 Kementerian Kehutanan Pengadaan Barang dan Jasa 7,26 31 Kementerian Komunikasi dan Informatika Pengujian Perangkat Telekomunikasi 7,18 32 Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) 7,16 33 Kementerian Perdagangan Nomor Pengenal Importir Khusus (NPIK) 7,09 34 Kementerian Luar Negeri Izin Exit Permit 7,06 35 Kementerian Perhubungan Izin Penyelenggara Angkutan Pariwisata 7,06 36 Kementerian Kehutanan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan 6,87 37 Kementerian Perindustrian Pengadaan Barang dan Jasa 6,87 38 Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI Pembuatan Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri (KTKLN) 6,73 39 Kementerian Kelautan dan Perikanan Izin Penangkapan Ikan 6,68 40 Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Tanda Pendaftaran Pembuatan Film Iklan 6,45 Dengan nilai rata-rata Integritas Tingkat Pusat 7,37, terdapat 8 instansi pusat yang indeks integritas semua unit layanannya di atas ratarata tingkat pusat, serta 8 instansi pusat yang indeks integritas sebagian unit layanannya di Keterangan Indeks integritas semua unit layanan di atas nilai rata-rata (7,37) Indeks integritas unit layanan sebagian di atas nilai rata-rata dan sebagian di bawah rata-rata (7,37) Indeks integritas semua unit layanan di bawah nilai rata-rata (7,37) Tabel 3.3 Kelompok Instansi Pusat Berdasarkan Indeks Integritas Jumlah Instansi Pusat atas rata-rata dan sebagian lainnya di bawah rata-rata. Sisanya terdapat 4 instansi pusat yang indeks integritas seluruh unit layanannya di bawah rata-rata (lihat Tabel 3.3). Instansi Pusat Badan Pengawas Obat dan Makanan Kementerian Lingkungan Hidup RS Fatmawati Badan Koordinasi Penanaman Modal Kementerian Pertanian Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RS Cipto Mangunkusumo Kementerian Kesehatan Kementerian Komunikasi dan Informatika Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kementerian Keuangan Kementerian Perindustrian Kementerian Perdagangan Kementerian Luar Negeri Kementerian Kelautan dan Perikanan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI Kementerian Perhubungan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Kementerian Kehutanan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral

55 3. INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK TINGKAT PUSAT PENGALAMAN INTEGRITAS DI LAYANAN PUBLIK TINGKAT PUSAT Pengalaman integritas tingkat pusat dengan nilai 7,61 disusun dari indikator Pengalaman Korupsi dan Cara Pandang terhadap Korupsi dengan nilai masing-masing 7,57 dan 7,62. Nilai variabel Pengalaman Integritas dan komponen penyusunnya berada pada posisi di atas standar minimal, dengan nilai indikator Cara Pandang terhadap Korupsi lebih tinggi dibandingkan Pengalaman Korupsi. 7,38 Jumlah/Besar Gratifikasi 7,57 Pengalaman Korupsi 7,59 Frekuensi Pemberian Gratifikasi 7,61 Pengalaman Integritas 7,62 Cara Pandang Terhadap Korupsi 7,67 7,70 7,59 Waktu Pemberian Gratifikasi Arti Pemberian Gratifikasi Tujuan Pemberian Gratifikasi Gambar 3.2 Nilai Variabel Pengalaman Integritas dan Komponen Penyusunnya di Layanan Publik Tingkat Pusat Nilai variabel Pengalaman Integritas tingkat pusat Tahun 2013 dari 20 instansi pusat yang disurvei KPK menunjukkan bahwa semua instansi pusat mendapatkan nilai Pengalaman Integritas di atas standar minimal yang telah ditetapkan (6,00), dengan peringkat terbaik dicapai oleh RS Fatmawati (Tabel 3.4). Tabel 3.4 Peringkat Nilai Variabel Pengalaman Integritas di Layanan Publik Tingkat Pusat Tahun 2013 No. Instansi Pusat Nilai 1 RS Fatmawati 7,99 2 Badan Pengawas Obat dan Makanan 7,95 3 Kementerian Lingkungan Hidup 7,85 4 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 7,85 5 Badan Koordinasi Penanaman Modal 7,80 6 RS Cipto Mangunkusumo 7,79 7 Kementerian Kesehatan 7,75 8 Kementerian Pertanian 7,71 9 Kementerian Keuangan 7,64 10 Kementerian Kehutanan 7,60 No. Instansi Pusat Nilai 11 Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral 7,60 12 Kementerian Komunikasi dan Informatika 7,58 13 Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi 7,57 14 Kementerian Luar Negeri 7,52 15 Kementerian Perindustrian 7,49 16 Kementerian Perdagangan 7,42 17 Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI 7,41 18 Kementerian Perhubungan 7,30 19 Kementerian Kelautan dan Perikanan 7,24 20 Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif 6,96 Gambar 3.3 berikut menunjukkan unit layanan dengan nilai pengalaman integritas 5 tertinggi dan 5 terendah. Unit layanan yang mendapatkan nilai tinggi umumnya memiliki nilai Pengalaman Integritas tinggi juga dan sebaliknya. Hal tersebut disebabkan bobot Pengalaman Integritas (0,667) lebih dominan dibandingkan Potensi Integritas (0,333).

56 INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK INDONESIA TAHUN FAKTA KORUPSI DALAM LAYANAN PUBLIK Pengadaan Barang dan Jasa (BPOM) 8,01 LS Pro Pustan SNI (Kemenperin) 8,00 Bantuan Penelitian (Kemendikbud) 8,00 Rawat Inap Non-Jaminan (RS Fatmawati) 7,99 Pengadaan Barang dan Jasa (RS Fatmawati) 7,99 Pembuatan Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri (BNP2TKI) 7,14 Izin Penyelenggara Angkutan Pariwisata (Kemenhub) 7,04 Pengadaan Barang dan Jasa (Kemenperin) 6,97 Izin Penangkapan Ikan (KKP) 6,76 Tanda Pendaftaran Pembuatan Film Iklan (Kemenparekraf) 6,33 Gambar 3.3 Nilai Variabel Pengalaman Integritas di Layanan Publik Tingkat Pusat (Nilai Tertinggi dan Nilai Terendah) Secara berturut-turut unit layanan dengan nilai pengalaman integritas tertinggi didapatkan unit layanan Pengadaan Barang dan Jasa (BPOM), LS Pro Pustan SNI (Kementerian Perindustrian), Bantuan Penelitian (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan), Rawat Inap Non-Jaminan (RS Fatmawati), dan Pengadaan Barang dan Jasa (RS Fatmawati). Lima unit layanan tersebut memiliki nilai pengalaman integritas rata-rata di atas 7,90. Sementara itu, 5 unit layanan yang memiliki nilai pengalaman integritas terendah adalah Tanda Pendaftaran Pem buatan Film Iklan (Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif), Izin Penangkapan Ikan (Kementerian Kelautan dan Perikanan), Pengadaan Barang dan Jasa (Kementerian Perin dustrian), Izin Penyelenggaraan Angkutan Pariwisata (Kementerian Perhubungan), dan Pembuatan Kartu Tanda Kerja Luar Negeri (BNP2TKI). Tiga dari 5 unit layanan tersebut memiliki nilai pengalaman integritas kurang dari 7, PENGALAMAN KORUPSI DI LAYANAN PUBLIK TINGKAT PUSAT Nilai indikator Pengalaman Korupsi di instansi pusat adalah 7,57. Nilai ini terbentuk dari subindikator Jumlah/Besaran Gratifikasi dengan nilai 7,38, Frekuensi Pemberian Gratifikasi (7,59), dan Waktu Pemberian Gratifikasi (7,67). Nilai ketiga sub-indikator yang berada di atas standar minimal menunjukkan bahwa pengendalian gratifikasi pada layanan tingkat pusat sudah membaik.

57 3. INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK TINGKAT PUSAT 47 7,38 Jumlah/Besar Gratifikasi 7,57 Pengalaman Korupsi 7,59 Frekuensi Pemberian Gratifikasi 7,67 Waktu Pemberian Gratifikasi Gambar 3.4 Nilai Indikator Pengalaman Korupsi dan Sub-Indikator Penyusunnya di Layanan Publik Tingkat Pusat Semua instansi pusat memiliki nilai indikator Pengalaman Korupsi di atas standar minimal. Hanya terdapat 1 instansi pusat yaitu Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif yang memiliki nilai Pengalaman Korupsi di bawah nilai 7,00, seperti ditunjukkan pada Tabel 3.5 berikut. Tabel 3.5 Peringkat Nilai Indikator Pengalaman Korupsi di Layanan Publik Tingkat Pusat No. Instansi Nilai 1 Badan Pengawas Obat dan Makanan 8,00 2 RS Fatmawati 8,00 3 RS Cipto Mangunkusumo 7,88 4 Kementerian Lingkungan Hidup 7,87 5 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 7,80 6 Kementerian Kesehatan 7,79 7 Badan Koordinasi Penanaman Modal 7,76 8 Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi 7,72 9 Kementerian Komunikasi dan Informatika 7,71 10 Kementerian Pertanian 7,62 No. Instansi Nilai 11 Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI 7,53 12 Kementerian Keuangan 7,53 13 Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral 7,50 14 Kementerian Perindustrian 7,42 15 Kementerian Luar Negeri 7,37 16 Kementerian Perdagangan 7,34 17 Kementerian Kehutanan 7,26 18 Kementerian Perhubungan 7,16 19 Kementerian Kelautan dan Perikanan 7,10 20 Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif 6,68 A. Jumlah/Besaran Gratifikasi di Layanan Publik Tingkat Pusat Nilai integritas sub-indikator Jumlah/Besar Gratifikasi adalah 7,38. Nilai ini menunjukkan biaya total pengurusan layanan yang dikeluarkan oleh sebagian besar pengguna layanan sebagian besar sudah sesuai dengan biaya resmi (92%). Meskipun nilai ini cukup baik, pada kenyataannya masih ada 8% pengguna layanan yang membayar lebih dari biaya resmi.

58 INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK INDONESIA TAHUN 2013 FAKTA KORUPSI DALAM LAYANAN PUBLIK 1% INSTANSI TINGKAT PUSAT 7% 0% 20% 40% 60% 80% % Pengadaan Barang dan Jasa (BPOM) LS Pro Pustan SNI (Kemenperin) Bantuan Penelitian (Kemendikbud) Rawat Inap Non-Jaminan (RSCM) Pengadaan Barang dan Jasa (RS Fatmawati) Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (Kemenhut) Nomor Pengenal Importir Khusus (Kemendag) % Izin Penangkapan Ikan (KKP) Pengadaan Barang dan Jasa (Kemenperin) Tanda Pendaftaran Pembuatan Film Iklan (Kemenparekraf) Sesuai biaya resmi < 50% dari biaya resmi > 50% dari biaya resmi NILAI RENDAH NILAI TINGGI Gambar 3.5 Jumlah/Besaran Gratifikasi di Layanan Publik Tingkat Pusat pada Sebagian Instansi dengan Nilai Tinggi dan Nilai Rendah Pada 5 unit layanan dengan nilai sub-indikator dan Perikanan), dan Nomor Pengenal Importir Jumlah/Besaran Gratifikasi rendah, pemberian Khusus (Kementerian Perdagangan). Bahkan, uang tambahan dilaku kan oleh lebih dari pada layanan Tanda Pendaftaran Pembuatan 20% terjadi di 4 unit layanan, yaitu Tanda Film Iklan masih terdapat 17% pengguna Daftar Pembuatan Film Iklan (Kementerian layanan yang mengaku membayar lebih dari Pariwisata dan Ekonomi Kreatif), Pengadaan 50% dari biaya resmi. Barang dan Jasa (Kementerian Perindustrian), Izin Penangkapan Ikan (Kementerian Kelautan B. Frekuensi Pemberian Gratifikasi di Layanan Publik Tingkat Pusat Nilai sub-indikator Frekuensi Pemberian Gratifikasi adalah 7,59. Nilai tersebut menunjukkan seberapa sering/frekuensi pemberian uang tambahan yang dilakukan oleh responden yang menyatakan pernah memberikan uang tambahan. Hasilnya menunjukkan bah wa dari 8% pengguna layanan yang mengaku pernah memberikan uang tambahan saat pengurusan layanan, 4% mengaku memberi 1 kali, 2% memberi 2 kali, dan 2% lebih dari 2 kali pada saat mengurus layanan (lihat Gambar 3.6). INSTANSI TINGKAT PUSAT 4% 2% 2% 92% 0% 20% 40% 60% 80% % Pengadaan Barang dan Jasa (BPOM) LS Pro PustanSNI (Kemenperin) Bantuan Penelitian (Kemendikbud) Rawat Inap Non-Jaminan (RSCM) Pengadaan Barang dan Jasa (RS Fatmawati) Pengadaan Barang dan Jasa (Kemenperin) Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (Kemenhut) Izin Penyelenggaran Angkutan Pariwisata (Kemenhub) Izin Penangkapan Ikan (KKP) Tanda Pendaftaran Pembuatan Film Iklan (Kemenparekraf) Tidak pernah 1 kali 2 kali Lebih dari 2 kali NILAI RENDAH NILAI TINGGI 48 Gambar 3.6 Frekuensi Pemberian Gratifikasi di Layanan Publik Tingkat Pusat pada Sebagian Instansi dengan Nilai Tinggi dan Nilai Rendah

59 3. INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK TINGKAT PUSAT 49 Pada 5 unit layanan dengan nilai subindikator Frekuensi Pemberian Gratifikasi rendah, pengguna layanan umumnya cenderung mem berikan uang tambahan 1 kali dalam proses pengurusan layanan. Namun, pengguna layanan pada Tanda Daftar Pembuatan Film Iklan (Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif) yang mengaku memberikan gratifikasi 2 kali atau lebih dari 2 kali cukup banyak (33%). Demikian juga pada Izin Penangkapan Ikan (17%) dan Izin Penyelenggaraan Angkutan Pariwisata (17%). C. Waktu Pemberian Gratifikasi di Layanan Publik Tingkat Pusat Nilai sub-indikator Waktu Pemberian Gratifikasi adalah 7,67. Waktu Pemberian Gratifikasi menunjukkan kapan pemberian uang tambahan dilakukan oleh pengguna layanan. Pada responden yang menyatakan pernah memberikan uang tambahan, 68%- nya mengaku memberikannya saat akhir proses pengurusan. Sisanya memberikan pada awal pengurusan (11%) atau pada saat proses pengurusan (17%), bahkan kombinasi 2 atau 3 tahap proses pengurusan (4%). INSTANSI TINGKAT PUSAT 4% 68% 11% 17% 0% 20% 40% 60% 80% % Pengadaan Barang dan Jasa (BPOM) LS Pro PustanSNI (Kemenperin) Bantuan Penelitian (Kemendikbud) Rawat Inap Non-Jaminan (RSCM) Pengadaan Barang dan Jasa (RS Fatmawati) Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (Kemenhut) Izin Penyelenggaran Angkutan Pariwisata (Kemenhub) Izin Penangkapan Ikan (KKP) Pengadaan Barang dan Jasa (Kemenperin) Tanda Pendaftaran Pembuatan Film Iklan (Kemenparekraf) Tidak memberi Awal proses Saat proses Akhir proses Kombinasi 2 atau 3 proses NILAI RENDAH NILAI TINGGI Gambar 3.7 Waktu Pemberian Gratifikasi di Layanan Publik Tingkat Pusat pada Sebagian Instansi dengan Nilai Tinggi dan Nilai Rendah Pada 5 unit layanan dengan nilai subindikator Waktu Pemberian Gratifikasi rendah, responden yang pernah melakukan gratifikasi pada pengurusan layanan umumnya memberikan uang tambahan pada akhir pengurusan layanan. Pemberian yang dilakukan pada akhir proses layanan biasanya dilakukan dalam rangka ucapan terima kasih. Adapun pemberian pada awal, pertengahan, bahkan lebih dari 1 kali umumnya dilakukan dalam rangka memperlancar dan atau mempercepat proses layanan. Terlihat bahwa pada unit layanan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan, Izin Penyelenggaraan Angkutan Pariwisata, Izin Penangkapan Ikan, Pengadaan Barang dan Jasa (Kemenperin), Tanda Pendaftaran Pembuatan Film Iklan, usaha pengguna layanan dan petugas layanan memperlancar/ mem percepat proses layanan di luar prosedur dengan memberi/meminta biaya tambahan masih terjadi.

60 INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK INDONESIA TAHUN FAKTA KORUPSI DALAM LAYANAN PUBLIK CARA PANDANG TERHADAP KORUPSI DI LAYANAN PUBLIK TINGKAT PUSAT Upaya meningkatkan nilai integritas tidak hanya dapat dilakukan oleh pihak pemberi layanan, tetapi juga oleh pengguna layanan. Masyarakat sebagai pengguna layanan seharusnya dapat diberdayakan dengan mengubah atau memperbaiki cara pandang mereka ter hadap korupsi, khususnya terhadap praktik pemberian gratifikasi. Cara pandang terhadap gratifikasi ini akan memengaruhi sikap dan keputusan seseorang untuk memberikan atau tidak memberikan gratifikasi termasuk di layanan publik. 7,62 Cara Pandang Terhadap Korupsi 7,70 Arti Pemberian Gratifikasi 7,59 Tujuan Pemberian Gratifikasi Gambar 3.8 Nilai Indikator Cara Pandang Terhadap Korupsi dan Sub-Indikator Penyusunnya di Layanan Publik Tingkat Pusat Dua sub-indikator Arti Pemberian Gratifikasi dan Tujuan Pemberian Gratifikasi mulai memberikan kontribusi yang cukup baik pada indikator Cara Pandang Terhadap Gratifikasi. Dengan nilai masing-masing di atas 7 menunjukkan bahwa masyarakat pengguna layanan publik di tingkat pusat memiliki cara pandang yang baik terkait gratifikasi dalam layanan publik. Apabila dilihat berdasarkan instansi, nilai indikator Cara Pandang terhadap Korupsi di ting kat pusat bervariasi dengan rentang antara 7,06 sampai 7,98. (Tabel 3.6) Tabel 3.6 Peringkat Nilai Indikator Cara Pandang Terhadap Korupsi di Layanan Publik Tingkat Pusat No. Instansi Nilai 1 RS Fatmawati 7,98 2 Badan Pengawas Obat dan Makanan 7,93 3 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 7,87 4 Kementerian Lingkungan Hidup 7,85 5 Badan Koordinasi Penanaman Modal 7,81 6 RS Cipto Mangunkusumo 7,76 7 Kementerian Pertanian 7,75 8 Kementerian Kesehatan 7,74 9 Kementerian Kehutanan 7,71 10 Kementerian Keuangan 7,68 No. Instansi Nilai 11 Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral 7,63 12 Kementerian Luar Negeri 7,57 13 Kementerian Komunikasi dan Informatika 7,53 14 Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi 7,52 15 Kementerian Perindustrian 7,51 16 Kementerian Perdagangan 7,45 17 Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI 7,36 18 Kementerian Perhubungan 7,35 19 Kementerian Kelautan dan Perikanan 7,28 20 Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif 7,06

61 3. INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK TINGKAT PUSAT 51 A. Arti Pemberian Gratifikasi di Layanan Publik Tingkat Pusat Arti Pemberian Gratifikasi menunjukkan bagai mana masyarakat mengartikan biaya atau imbalan yang mereka keluarkan. Nilai sub-indikator Arti Pemberian Gratifikasi adalah 7,70 yang menunjukkan bahwa secara umum masya rakat me mahami bahwa tindakan mem beri gratifikasi kepada pe tugas layanan publik adalah sesuatu yang melanggar hukum dan harus dilaporkan serta perbuatan yang memalukan dan tercela (83,9%). Sayang sekali, masih terdapat 16,1% yang menyatakan sebaliknya. Melanggar hukum dan harus dilaporkan 57,5% Memalukan dan tercela 26,4% Boleh dilakukan kalau terpaksa 10,7% Boleh dilakukan asal tidak terlalu sering 4,5% Boleh dan sering dilakukan 0,1% Harus dilakukan 0,8% 0% 20% 40% 60% 80% % Pengadaan Barang dan Jasa (Kemenlu) Pengadaan Barang dan Jasa (Kemendikbud) Pengadaan Barang dan Jasa (Kemendag) Pengadaan Barang dan Jasa (BKPM) Pengadaan Barang dan Jasa (BNP2TKI) Izin Penangkapan Ikan (KKP) Tanda Pendaftar Pembuatan Film Iklan (Kemenparekraf) Pengujian Perangkat Telekomunikasi (Kemenkominfo) Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (Kemenakertrans) NILAI RENDAH NILAI TINGGI Pembuatan Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri (BNP2TKI) Harus dilakukan Boleh dilakukan kalau terpaksa Boleh dan sering dilakukan Memalukan dan tercela Boleh dilakukan asal tidak terlalu sering Melanggar hukum dan harus dilaporkan Gambar 3.9 Arti Pemberian Gratifikasi di Layanan Publik Tingkat Pusat pada Sebagian Instansi dengan Nilai Tinggi dan Nilai Rendah Pada 5 unit layanan dengan nilai subindikator Arti Pemberian Gratifikasi rendah, yaitu Pembuatan Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri (BNP2TKI), Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi), Pengujian Perangkat Telekomunikasi (Kementerian Komunikasi dan Informatika), Tanda Pendaftaran Pembuatan Film Iklan (Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif), dan Izin Penangkapan Ikan (Kementerian Kelautan dan Perikanan) terlihat bahwa lebih dari 40% respondennya menganggap bahwa pemberian uang tam bahan/gratifikasi

62 INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK INDONESIA TAHUN 2013 FAKTA KORUPSI DALAM LAYANAN PUBLIK boleh dilakukan. Variasi jawaban yang diberikan yaitu gratifikasi boleh dilakukan kalau terpaksa dan boleh dilakukan asal tidak terlalu sering. Bahkan, masih terdapat 0,8% pengguna layanan yang menyatakan bahwa gratifikasi dalam layanan publik harus dilakukan apa bila ingin mendapatkan layanan. (Gambar 3.9) B. Tujuan Pemberian Gratifikasi di Layanan Publik Tingkat Pusat Berdasarkan fakta yang dijumpai di unit indikator Tujuan Pemberian Gratifikasi rendah layanan tingkat pusat, tujuan utama terlihat bahwa tujuan utama pemberian pengguna layanan memberikan uang gratifikasi pada layanan publik adalah untuk tambah an adalah untuk mempercepat waktu mempercepat waktu pengurusan layanan pengurusan layanan (37%), sisanya untuk dan memastikan waktu pengurusannya memastikan peng urusan tepat waktu (16%), tepat waktu. menghindarkan tindakan semena-mena Namun, perlu mendapat perhatian dari oleh petugas (16%) dan untuk meluluskan syarat peng urusan layanan (6%). (Gambar 3.10). Pada 5 unit layanan dengan nilai sub- penyelenggara layanan publik bahwa tujuan memberi dalam rangka menghindarkan diri dari tindakan semena-mena petugas masih saja terjadi. Mempercepat waktu 37% Tidak ada tujuan tertentu 26% Memastikan tepat waktu 16% Menghindarkan petugas semena-mena 16% Meluluskan syarat pengurusan 6% 0% 20% 40% 60% 80% % Pengadaan Barang dan Jasa (BPOM) LS Pro Pustan SNI (Kemenperin) Bantuan Penelitian (Kemendikbud) Rawat Inap Non-Jaminan (RS Fatmawati) Pengadaan Barang dan Jasa (RS Fatmawati) Nomor Pengenal Importir Khusus (Kemendag) Izin Penyelenggaran Angkutan Pariwisata (Kemenhub) Pengadaan Barang dan Jasa (Kemenperin) Izin Penangkapan Ikan (KKP) NILAI RENDAH NILAI TINGGI Tanda Pendaftaran Pembuatan Film Iklan (Kemenparekraf) Menghindarkan petugas semena-mena Meluluskan syarat pengurusan Memastikan tepat waktu Mempercepat waktu Tidak ada tujuan tertentu Tidak memberikan Gambar 3.10 Tujuan Pemberian Gratifikasi di Layanan Publik Tingkat Pusat pada Sebagian Instansi dengan Nilai Tinggi dan Nilai Rendah 52

63 3. INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK TINGKAT PUSAT 53 Alasan utama yang diakui pengguna layanan memberikan uang tambahan/ gratifikasi dalam pengurusan layanan publik responden adalah ra sa puas terhadap kualitas layanan yang diberikan oleh petugas. (Gambar 3.11) Puas dengan layanan petugas 47% Petugas ramah 13% Petugas mempersulit 13% Petugas meminta 13% Kasihan gaji petugas kecil 8% Petugas malas melayani 6% 0% 20% 40% 60% 80% % Pengadaan Barang dan Jasa (BPOM) LS Pro Pustan SNI (Kemenperin) Bantuan Penelitian (Kemendikbud) Rawat Inap Non-Jaminan (RS Fatmawati) Pengadaan Barang dan Jasa (RS Fatmawati) Nomor Pengenal Importir Khusus (Kemendag) Izin Penyelenggaraan Angkutan Pariwisata (Kemenhub) Pengadaan Barang dan Jasa (Kemenperin) Izin Penangkapan Ikan (KKP) NILAI RENDAH NILAI TINGGI Tanda Pendaftaran Pembuatan Film Iklan (Kemenparekraf) Petugas meminta Puas dengan layanan petugas Petugas mempersulit Petugas ramah Petugas malas melayani Tidak memberi Kasihan gaji petugas kecil Gambar 3.11 Alasan Pemberian Gratifikasi di Layanan Publik Tingkat Pusat pada Sebagian Instansi dengan Nilai Tinggi dan Nilai Rendah Pada 5 unit layanan dengan nilai subindikator alasan pemberian gratifikasi rendah, terlihat bahwa alasan puas dengan layanan petugas mendominasi. Pada layanan Tanda Pendaftaran Pembuatan Film Iklan (Kemenparekraf) terlihat bahwa alasan karena kasihan gaji petugas kecil cukup dominan (23%).

64 INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK INDONESIA TAHUN FAKTA KORUPSI DALAM LAYANAN PUBLIK 3.3 POTENSI INTEGRITAS DI LAYANAN PUBLIK TINGKAT PUSAT Potensi integritas tingkat pusat dengan nilai 6,91 memberikan kontribusi sebesar 0,333 terhadap indeks integritas. Poten si integritas yang merupakan variabel penting dalam memperkecil peluang korupsi dalam layanan publik disusun oleh 4 indikator, yaitu Lingkungan Kerja dengan nilai 8,34, Sistem Administrasi dengan nilai 6,74, Perilaku Individu dengan nilai 7,51, dan Pencegahan Korupsi dengan nilai 5,94. Setiap indikator terdiri dari 2 5 sub-indikator, seperti ditunjukkan oleh Gambar ,34 Lingkungan Kerja 8,04 Kebiasaan Pemberian Gratifikasi 9,95 Kebutuhan Pertemuan di Luar Prosedur 8,34 Keterlibatan Calo 7,76 Fasilitas di Sekitar Lingkungan Pelayanan 7,60 Suasana/Kondisi di Sekitar Lingkungan Pelayanan 7,15 Kepraktisan SOP 6,91 POTENSI INTEGRITAS 6,74 Sistem Administrasi 6,74 5,90 Keterbukaan Informasi Pemanfaatan Teknologi Informasi 7,81 Keadilan dalam Layanan 7,51 Perilaku Individu 7,42 Ekspektasi Petugas Terhadap Gratifikasi 7,14 Perilaku Pengguna Layanan 5,94 Pencegahan Korupsi Keterangan: Nilai di bawah 6 (di bawah standar minimum integritas) 6,28 4,91 Tingkat Upaya Anti-Korupsi Mekanisme Pengaduan Masyarakat Gambar 3.12 Nilai Variabel Potensi Integritas dan Komponen Penyusunnya di Layanan Publik Tingkat Pusat Nilai potensi integritas tingkat pusat dari 20 instansi adalah 6,91. Walaupun nilai tersebut berada di atas nilai standar minimal KPK, masih terdapat indikator dengan nilai di bawah 6. Pencegahan Korupsi masih memerlukan penguatan karena nilainya masih di bawah standar minimal. Apabila dilihat dari subindikatornya, nilai Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Mekanisme Pengaduan Masyarakat juga masih rendah. Nilai Potensi Integritas dari 20 instansi pusat berada pada rentang 6,32 sampai 7,23. Apabila dibandingkan pengalaman integritas, nilai po tensi integritas secara umum lebih rendah (Tabel 3.7).

65 3. INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK TINGKAT PUSAT 55 Tabel 3.7 Peringkat Nilai Variabel Potensi Integritas di Layanan Publik Tingkat Pusat Tahun 2013 No. Instansi Nilai 1 Kementerian Lingkungan Hidup 7,23 2 Badan Pengawas Obat dan Makanan 7,17 3 Badan Koordinasi Penanaman Modal 7,11 4 Kementerian Perhubungan 7,09 5 Kementerian Komunikasi dan Informatika 7,07 6 Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi 7,06 7 Kementerian Pertanian 7,03 8 Kementerian Perdagangan 6,99 9 Kementerian Perindustrian 6,99 10 Kementerian Kelautan dan Perikanan 6,88 Tabel 3.7 menunjukkan bahwa walaupun semua instansi pusat mendapatkan nilai Potensi Inte gritas di atas standar minimal (6,00), hanya 7 (tujuh) instansi yang nilai potensi inte gritasnya di atas 7,00. Adapun 13 instansi pusat, yaitu Kementerian Perdagangan (6,99), Kementerian Perindustrian (6,99), Kementerian Kelautan dan Perikanan (6,88), Kementerian No. Instansi Nilai 11 Kementerian Keuangan 6,86 12 RS Fatmawati 6,77 13 RS Cipto Mangunkusumo 6,75 14 Kementerian Kesehatan 6,73 15 Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif 6,73 16 Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral 6,73 17 Kementerian Luar Negeri 6,70 18 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 6,69 19 Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI 6,45 20 Kementerian Kehutanan 6,32 Keuangan (6,86), RS Fatmawati (6,77), RS Cipto Mangunkusumo (6,75), Kementerian Kesehatan (6,73), Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (6,73), Kementerian ESDM (6,73), Kementerian Luar Negeri (6,70), Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (6,69), BPN2TKI (6,45), dan Kementerian Kehutanan (6,32) nilai potensi integritasnya masih di bawah 7,00. Jasa Pengolahan Limbah B3 (KLH) 7,36 LS Pro Pustan SNI (Kemenperin) 7,31 Pengadaan Barang dan Jasa (BPOM) 7,26 Pengadaan Barang dan Jasa (KKP) 7,25 Izin Usaha (BKPM) 7,15 Pengadaan Barang dan Jasa (Kemenhut) 6,47 Bantuan Penelitian (Kemendikbud) 6,45 Rawat Inan Non-Jaminan (RSCM) 6,41 Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (Kemenhut) 6,00 Pembuatan Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri (BNP2TKI) 5,91 Gambar 3.13 Nilai Variabel Potensi Integritas di Layanan Publik Tingkat Pusat (Nilai Tertinggi dan Nilai Terendah) Unit layanan dengan nilai Potensi Integritas tertinggi dicapai oleh unit layanan Jasa Pengolahan Limbah B3 (Kementerian Lingkungan Hidup) dengan nilai 7,36. Sementara itu, nilai potensi integritas terendah adalah unit layanan Pembuatan Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri (BNP2TKI) dengan nilai 5,91. (Gambar 3.13)

66 INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK INDONESIA TAHUN FAKTA KORUPSI DALAM LAYANAN PUBLIK LINGKUNGAN KERJA DI LAYANAN PUBLIK TINGKAT PUSAT Lingkungan kerja yang baik merupakan salah satu faktor peningkatan kinerja layanan. Apabila lingkungan kerja tidak didukung oleh fasilitas yang memadai, suasana pelayanan yang tidak nyaman bahkan jika ditambah dengan prosedur yang berbelitbelit akan mendorong pengguna layanan untuk melakukan penyimpangan dalam proses layanan. Penyimpangan tersebut bisa dalam bentuk pertemuan di luar prosedur pemberian gratifikasi untuk memperlancar prosedur pengurusan, ataupun bentuk penyim pangan lainnya. 8,04 Kebiasaan Pemberian Gratifikasi 9,95 Kebutuhan Pertemuan di Luar Prosedur 8,34 Lingkungan Kerja 8,34 Keterlibatan Calo 7,76 Fasilitas di Sekitar Lingkungan Pelayanan 7,60 Suasana/Kondisi di Sekitar Lingkungan Pelayanan Gambar 3.14 Nilai Indikator Lingkungan Kerja dan Sub-Indikator Penyusunnya di Layanan Publik Tingkat Pusat Gambar 3.14 menjelaskan bahwa pencapaian nilai Lingkungan Kerja sebesar 8,34 didukung oleh tingginya nilai Kebutuhan Pertemuan di Luar Prosedur (9,95). Artinya, pengguna layanan yang melakukan pertemuan di luar prosedur sangat rendah. Namun, sub-indikator Fasilitas di Lingkungan Pelayanan dan Suasana/Kondisi di Sekitar Lingkungan Pelayanan nilainya tidak terlalu tinggi. Gambaran peringkat nilai indikator Lingkungan Kerja dapat dilihat pada Tabel 3.8 berikut. Tabel 3.8 Peringkat Nilai Indikator Lingkungan Kerja di Layanan Publik Tingkat Pusat Tahun 2013 No. Instansi Nilai 1 RS Fatmawati 8,86 2 Kementerian Lingkungan Hidup 8,75 3 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 8,71 4 RS Cipto Mangunkusumo 8,63 5 Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral 8,62 6 Kementerian Perindustrian 8,58 7 Kementerian Pertanian 8,57 8 Kementerian Keuangan 8,49 9 Badan Pengawas Obat dan Makanan 8,49 10 Kementerian Kesehatan 8,47 No. Instansi Nilai 11 Kementerian Perhubungan 8,42 12 Kementerian Perdagangan 8,40 13 Badan Koordinasi Penanaman Modal 8,37 14 Kementerian Kehutanan 8,35 15 Kementerian Luar Negeri 8,28 16 Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif 8,13 17 Kementerian Kelautan dan Perikanan 8,11 18 Kementerian Komunikasi dan Informatika 7,78 19 Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi 7,74 20 Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI 7,43

67 3. INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK TINGKAT PUSAT 57 Nilai Lingkungan Kerja semua instansi pusat di atas standar yang ditetapkan bahkan terdapat 17 instansi pusat yang memiliki nilai di atas 8,00. Penjelasan lebih lanjut mengenai 5 sub-indikator yang mendukung indikator Lingkungan Kerja ditunjukkan pada bagian berikut. A. Kebiasaan Pemberian Gratifikasi di Layanan Publik Tingkat Pusat Kebiasaan pengguna dan petugas layanan dalam memberi maupun meminta uang tam bah an (gratifikasi) dalam layanan publik masih saja terjadi. Hal ini ditunjukkan oleh nilai sub-indikator Kebiasaan Pemberian Gratifikasi yang meski di atas standar minimal, masih terdapat 16% pengguna layan an yang mengetahui/melihat adanya praktik pemberian uang tambahan/ gratifikasi pada layan an publik yang mereka datangi (Gambar 3.15). 0% 20% 40% 60% 80% % 2% 1% INSTANSI TINGKAT PUSAT 13% 84% Pengadaan Barang dan Jasa (BPOM) Jasa Pengolahan Limbah B3 (KLH) Rawat Inap Non-Jaminan (RSCM) Rawat Inap Non-Jaminan (RS Fatmawati) Pengadaan Barang dan Jasa (Kemenhut) 3 97 Pengujian Perangkat Telekomunikasi (Kemenkominfo) Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) Tanda Pendaftar Pembuatan Film Iklan (Kemenparekraf) Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (Kemenhut) NILAI RENDAH NILAI TINGGI Pembuatan Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri (BNP2TKI) Selalu terjadi Sering terjadi Kadang-kadang terjadi Tidak pernah terjadi Gambar 3.15 Kebiasaan Pemberian Gratifikasi di Layanan Publik Tingkat Pusat pada Sebagian Instansi dengan Nilai Tinggi dan Nilai Rendah Pada unit layanan dengan nilai kebiasaan pemberian gratifikasi yang rendah, terlihat bahwa unit layanan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (Kementerian Kehutanan), 9% pengguna layanannya menjawab bahwa praktik pemberian uang tambahan selalu terjadi. Sementara itu, pada unit layanan Pembuatan Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri (BNP2TKI), 7% menyatakan intensitas pemberian sering terjadi. B. Kebutuhan Pertemuan di Luar Prosedur di Layanan Publik Tingkat Pusat Secara umum, kebutuhan pengguna layanan untuk melakukan pertemuan di luar prosedur sudah sangat minimal. Nilai 9,95 menunjukkan hal tersebut (Gambar 3.16).

68 INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK INDONESIA TAHUN 2013 FAKTA KORUPSI DALAM LAYANAN PUBLIK Pernah 1% INSTANSI TINGKAT PUSAT Tidak pernah 99% 0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% % Rawat Inap Non-Jaminan (RSCM) Jasa Pengolahan Limbah B3 (KLH) Rawat Inap Non-Jaminan (RS Fatmawati) Pengadaan Barang dan Jasa (BPOM) Pengadaan Barang dan Jasa (Kemenkominfo) Pengadaan Barang dan Jasa (Kemenlu) 3 97 LS Pro Pustan SNI (Kemenperin) 3 97 Pengadaan Barang dan Jasa (Kemenperin) 3 97 Izin Edar Alat Kesehatan (Kemenkes) 3 97 Pengadaan Barang dan Jasa (BNP2TKI) Lebih dari dua kali Dua kali Satu kali Tidak pernah NILAI RENDAH NILAI TINGGI Gambar 3.16 Kebutuhan Pertemuan di Luar Prosedur di Layanan Publik Tingkat Pusat pada Sebagian Instansi dengan Nilai Tinggi dan Nilai Rendah Gambar 3.16 menjelaskan bahwa dari seluruh responden, terdapat 99% yang tidak pernah melakukan pertemuan di luar prosedur. Hanya 1% yang mengaku pernah melakukan pertemuan di luar prosedur dan Jasa di BNP2TKI. Secara umum, pada seluruh unit layanan yang disurvei di tingkat pusat, layanan Pengadaan Barang dan Jasa merupakan layanan yang masih terjadi pertemuan di luar prosedur. Padahal, proses saat pengurusan layanan. Persentase pengadaan barang dan jasa pemerintah saat tinggi pengguna layanan yang mengaku melakukan pertemuan di luar prosedur adalah pada layanan Pengadaan Barang ini sudah melakukan prosedur e-procurement dalam rangka mengurangi peluang tatap muka antara panitia dengan peserta tender. Mempercepat waktu 34% Melengkapi persyaratan 22% Negosiasi biaya yang dibayar 22% Negosiasi persyaratan 22% 0% 20% 40% 60% 80% % Rawat Inap Non-Jaminan (RSCM) Jasa Pengolahan Limbah B3 (KLH) Rawat Inap Non-Jaminan (RS Fatmawati) Pengadaan Barang dan Jasa (BPOM) Pengadaan Barang dan Jasa (Kemenkominfo) Pengadaan Barang dan Jasa (Kemenlu) 3 97 LS Pro Pustan SNI (Kemenperin) 3 97 Pengadaan Barang dan Jasa (Kemenperin) 3 97 Izin Edar Alat Kesehatan (Kemenkes) 3 97 Pengadaan Barang dan Jasa (BNP2TKI) NILAI RENDAH NILAI TINGGI Negosiasi persyaratan Melengkapi persyaratan Mempercepat waktu Tidak melakukan pertemuan Negosiasi biaya yang dibayar Gambar 3.17 Tujuan Pertemuan di Luar Prosedur di Layanan Publik Tingkat Pusat pada Sebagian Instansi dengan Nilai Tinggi dan Nilai Rendah 58

69 3. INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK TINGKAT PUSAT 59 Tujuan yang lebih dominan melatarbelakangi pengguna layanan melakukan pertemuan di luar prosedur dalam proses pengurusan layanan umumnya adalah untuk mempercepat waktu pengurusan (34%). Tujuan lain adalah untuk negosisasi biaya maupun persyaratan. C. Keterlibatan Calo di Layanan Publik Tingkat Pusat Peran calo/perantara dalam pengurusan layanan dianggap sebagian pengguna layanan masih cukup signifikan. Berdasarkan hasil survei, terdapat 13% pengguna layanan yang menyatakan pernah melihat calo/ perantara di luar prosedur saat mengurus layanan. Dari pengguna layanan yang mengaku pernah melihat calo/perantara di luar prosedur, 77%-nya menyatakan calo/perantara di luar prosedur yang dilihat adalah orang luar (eksternal sebagai perseorangan). Namun, yang harus mendapat perhatian serius adalah terdapat petugas, baik yang memberi layanan langsung maupun pegawai lain di instansi yang berperan sebagai calo (Gambar 3.18). Apabila dilihat cara kerja calo/perantara di luar prosedur ber operasi mendekati responden, sebagian besar dengan cara terang-terangan. 0% 20% 40% 60% 80% % 3% 5% INSTANSI TINGKAT PUSAT 15% 77% Rawat Inap Non-Jaminan (RSCM) Jasa Pengolahan Limbah B3 (KLH) Rawat Inap Non-Jaminan (RS Fatmawati) Pengadaan Barang dan Jasa (BPOM) Pengadaan Barang dan Jasa (Kemenkominfo) Izin Penangkapan Ikan (KKP) Izin Usaha (BKPM) Pembuatan Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri (BNP2TKI) Pengujian Perangkat Telekomunikasi (Kemenkominfo) Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (Kemenakertrans) NILAI RENDAH NILAI TINGGI Petugas langsung Orang luar Petugas lain Kombinasi 2 atau lebih perantara Orang yang bekerja di sekitar unit Tidak pernah Gambar 3.18 Pengalaman Melihat Calo di Layanan Publik Tingkat Pusat pada Sebagian Instansi dengan Nilai Tinggi dan Nilai Rendah Pada 5 unit layanan dengan nilai rendah, sebagian besar pengguna layanan menginformasikan bahwa calo/perantara di luar pro sedur umumnya melakukan pendekatan kepada pengguna layanan secara terang-terangan. Namun, di unit layanan

70 INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK INDONESIA TAHUN FAKTA KORUPSI DALAM LAYANAN PUBLIK Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi), Pengujian Pe rang kat Telekomunikasi (Kementerian Komunikasi dan Informatika), Pem buatan Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri (BNP2TKI), dan Izin Penangkapan Ikan (Kementerian Kelautan dan Perikanan) ada juga yang menyebutkan cara calo/perantara di luar prosedur beroperasi dengan pendekatan secara sembunyi-sembunyi (Gambar 3.19). 0% 20% 40% 60% 80% % 3% 10% INSTANSI TINGKAT PUSAT 87% Rawat Inap Non-Jaminan (RSCM) Jasa Pengolahan Limbah B3 (KLH) Rawat Inap Non-Jaminan (RS Fatmawati) Pengadaan Barang dan Jasa (BPOM) Pengadaan Barang dan Jasa (Kemenkominfo) Izin Penangkapan Ikan (KKP) Izin Usaha (BKPM) Pembuatan kartu Tenaga Kerja Luar Negri (BNP2TKI) Pengujian Perangkat Telekomunikasi (Kemenkominfo) Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (Kemenakertrans) Secara terang-terangan Secara sembunyi-sembunyi Tidak pernah melihat calo NILAI RENDAH NILAI TINGGI Gambar 3.19 Cara Calo Beroperasi di Layanan Publik Tingkat Pusat pada Sebagian Instansi dengan Nilai Tinggi dan Nilai Rendah D. Fasilitas di Sekitar Lingkungan Pelayanan di Layanan Publik Tingkat Pusat Keberadaan fasilitas dalam unit layanan pengguna layanan (92,9%) menyatakan merupakan salah satu sebab pengguna bah wa fasilitas yang tersedia di unit layanan layanan mengambil keputusan mengurus yang didatangi sudah memadai dan 7,1% sendiri layanannya atau memilih mengurus yang menyatakan sebaliknya. layanan di luar prosedur. Sebagian besar 0% 20% 40% 60% 80% % 0,2% 6,9% 5,3% INSTANSI TINGKAT PUSAT 87,6% Nomor Pengenal Importir Khusus (Kemendag) Administrasi Sengketa Pajak (Kemenkeu) Pembuatan Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri (BNP2TKI) 93 7 Izin Edar Alat Kesehatan (Kemenkes) Rawat Inap Non-Jaminan (RSCM) 93 7 Pengadaan Barang dan Jasa (Kemenlu) Pengujian Perangkat Telekomunikasi (Kemenkominfo) Rekomendasi Izin Impor Beras Tertentu (Kementan) Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (Kemenakertrans) Pengadaan Barang dan Jasa (BNP2TKI) NILAI RENDAH NILAI TINGGI Tidak memadai Kurang memadai Memadai Sangat memadai Gambar 3.20 Fasilitas di Sekitar Lingkungan Pelayanan di Layanan Publik Tingkat Pusat pada Sebagian Instansi dengan Nilai Tinggi dan Nilai Rendah

71 3. INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK TINGKAT PUSAT 61 Meskipun sebagian besar pengguna layanan menyatakan kondisi fasilitas memadai, pada 5 unit layanan dengan nilai subindikator Kondisi Fasilitas rendah, masih banyak fasilitas yang dianggap kurang memadai, bahkan tidak memadai, terutama pada unit layanan Pengujian Perangkat Telekomunikasi (Kementerian Komunikasi dan Informatika) dan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi). E. Suasana/Kondisi di Sekitar Pelayanan di Layanan Publik Tingkat Pusat Suasana/kondisi sekitar pelayanan di tingkat pusat oleh lebih dari 83,0% pengguna layanan dinilai teratur tahapan layanan nya, ruangan teratur dan rapi, serta tenang, dan nyaman. Meski secara dominan responden menilai suasana/kondisi sekitar pela yanan sudah cukup mendukung dalam menciptakan layanan yang bersih dan transparan, instansi pusat tetap perlu melakukan pe ning katan kualitas lingkungan kerja agar sema kin meminimalisasi potensi korupsi di layanan publik. Tahapan layanan teratur 92,5% Tenang 92,3% Ruangan teratur dan rapi 92,0% Nyaman 83,5% Nomor Pengenal Importir Khusus (Kemendag) Izin Usaha (BKPM) 97 Jasa Pengolahan Limbah B3 (KLH) 97 Pengadaan Barang dan Jasa (Kemenparekraf) 97 Pengadaan Barang dan Jasa (Kemenkeu) 93 Tanda Pendaftaran Pembuatan Film Iklan (Kemenparekraf) Pendaftaran Izin Edar Makanan (BPOM) Pengadaan Barang dan Jasa (RSCM) Pengujian Perangkat Telekomunikasi (Kemenkominfo) NILAI RENDAH NILAI TINGGI Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (Kemenkertrans) Nyaman Tenang Ruangan teratur dan rapi Tahapan layanan teratur Gambar 3.21 Suasana/Kondisi di Sekitar Pelayanan di Layanan Publik Tingkat Pusat pada Sebagian Instansi dengan Nilai Tinggi dan Nilai Rendah

72 INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK INDONESIA TAHUN FAKTA KORUPSI DALAM LAYANAN PUBLIK SISTEM ADMINISTRASI DI LAYANAN PUBLIK TINGKAT PUSAT Sistem administrasi yang transparan akan memudahkan pengguna layanan dalam mengurus layanan. Sistem Administrasi disusun dari 3 sub-indikator, yakni Kepraktisan SOP, Keterbukaan Informasi, dan Pemanfaatan Teknologi Informasi. 7,15 Kepraktisan SOP 6,74 Sistem Administrasi 6,74 Keterbukaan Informasi 5,90 Pemanfaatan Teknologi Informasi Keterangan: Nilai di bawah 6 (di bawah standar minimum integritas) Gambar 3.22 Nilai Indikator Sistem Administrasi dan Sub-Indikator Penyusunnya di Layanan Publik Tingkat Pusat Nilai indikator Sistem Administrasi di tingkat pusat adalah 6,74. Nilai ini berada pada posisi di atas standar minimal yang ditetapkan KPK (6,00). Pemanfaatan Teknologi Informasi merupakan sub-indikator yang masih memerlukan perbaikan karena nilainya di bawah standar minimal (5,90). Nilai indikator Sistem Administrasi pada instansi pusat berkisar antara 6,23 sampai 7,50. Semua instansi mendapatkan nilai indikator Sistem Administrasi di atas standar minimal, seperti ditunjukkan oleh Tabel 3.9 berikut. Tabel 3.9 Peringkat Nilai Indikator Sistem Administrasi di Layanan Publik Tingkat Pusat Tahun 2013 No. Instansi Nilai 1 Badan Koordinasi Penanaman Modal 7,50 2 Kementerian Perdagangan 7,04 3 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 7,03 4 Kementerian Pertanian 6,97 5 Kementerian Lingkungan Hidup 6,92 6 Kementerian Perhubungan 6,85 7 Kementerian Kehutanan 6,85 8 Badan Pengawas Obat dan Makanan 6,83 9 Kementerian Perindustrian 6,81 10 Kementerian Keuangan 6,77 No. Instansi Nilai 11 Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral 6,74 12 Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi 6,74 13 Kementerian Komunikasi dan Informatika 6,74 14 Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif 6,63 15 Kementerian Luar Negeri 6,52 16 Kementerian Kesehatan 6,51 17 Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI 6,47 18 Kementerian Kelautan dan Perikanan 6,38 19 RS Cipto Mangunkusumo 6,27 20 RS Fatmawati 6,23

73 3. INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK TINGKAT PUSAT 63 A. Kepraktisan SOP di Layanan Publik Tingkat Pusat Kepraktisan SOP mencerminkan tingkat dalam prosedur (6%), kesulitan dan efektivitas prosedur pengurusan layanan, ketidakjelasan dalam persyaratan (5%), sya rat, biaya, dan waktu pengurusan kelambatan dan ketidakjelasan dalam layanan. Berdasarkan hasil survei, waktu (14%), serta mahal dan tidak jelasnya masih terdapat pengguna layanan yang biaya (3%). (Gambar 3.23) menyatakan kesulitan dan ketidakjelasan 74% 76% 68% 84% 20% 19% 18% 13% 1% 5% 1% 4% 1% 1% 2% 13% Tidak Jelas Sulit Wajar Mudah Tidak Jelas Sulit Wajar Mudah Tidak Jelas Lambat Tepat waktu Lebih cepat Tidak Jelas Mahal Wajar Murah Prosedur Persyaratan Waktu Biaya Gambar 3.23 Kepraktisan SOP di Layanan Publik Tingkat Pusat B. Keterbukaan Informasi di Layanan Publik Tingkat Pusat Dalam mencegah ketidakjelasan prosedur, persyaratan, biaya, dan ketidaktepatan wak tu dalam pengurusan layanan, maka ketersediaan informasi di setiap unit layanan menjadi penting dan sangat membantu pengguna layanan saat mengurus layanan. Tingkat keterbukaan informasi layanan dijelas kan pada Gambar 3.24.

74 INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK INDONESIA TAHUN FAKTA KORUPSI DALAM LAYANAN PUBLIK Prosedur Tidak ada pengumuman/penjelasan petugas 8% Dijelaskan petugas hanya jika ditanya 23% Dijelaskan petugas tanpa ditanya 24% Diumumkan terbuka 33% Diumumkan terbuka dan dijelaskan petugas tanpa ditanya 12% Persyaratan Tidak ada pengumuman/penjelasan petugas 5% Dijelaskan petugas hanya jika ditanya 23% Dijelaskan petugas tanpa ditanya 25% Diumumkan terbuka 35% Diumumkan terbuka dan dijelaskan petugas tanpa ditanya 12% Waktu Biaya Tidak ada pengumuman/penjelasan petugas 8% Dijelaskan petugas hanya jika ditanya 21% Dijelaskan petugas tanpa ditanya 22% Diumumkan terbuka 37% Diumumkan terbuka dan dijelaskan petugas tanpa ditanya 12% Tidak ada pengumuman/penjelasan petugas 14% Dijelaskan petugas hanya jika ditanya 24% Dijelaskan petugas tanpa ditanya 22% Diumumkan terbuka 28% Diumumkan terbuka dan dijelaskan petugas tanpa ditanya 12% Gambar 3.24 Keterbukaan Informasi di Layanan Publik Tingkat Pusat Gambar 3.24 menunjukkan bahwa tingkat keterbukaan informasi unit layanan di tingkat pusat ditunjukkan melalui pengumuman waktu (21%), dan biaya (24%) yang dijelaskan petugas jika peng guna layanan bertanya. Bahkan, masih ada unit layanan yang tidak terbuka, informasi terkait prosedur, transparan mengumumkan/menjelaskan persyaratan, waktu dan biaya layanan oleh unit layanan. Yang harus menjadi per hatian informasi terkait prosedur (8%), persyaratan (5%), wak tu (8%), dan biaya (14%). unit layanan adalah masih adanya informasi terkait prosedur (23%), persyaratan (23%), C. Pemanfaatan Teknologi Informasi di Layanan Publik Tingkat Pusat Pemanfaatan teknologi informasi juga menjadi dasar pengukuran dalam sistem administrasi. Dari total pengguna layanan yang disurvei, hanya 19% pengguna layanan yang menjawab pernah menggunakan teknologi informasi saat pengurusan layanan. Tujuan utama pengguna layanan menggunakan teknologi informasi adalah untuk mengetahui informasi terkait layanan yang diurus (38%). (Gambar 3.25)

75 3. INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK TINGKAT PUSAT 65 Untuk mengetahui informasi terkait layanan yang diurus 38% Tidak pernah 81% Pernah 19% PERNAH Untuk memproses layanan (nomor antrian, entry biodata, dsb.) Untuk mengetahui status penyelesaian pengurusan layanan 26% 36% Gambar 3.25 Pengalaman Memanfaatkan Teknologi Informasi di Layanan Publik Tingkat Pusat Sementara itu, pengguna layanan yang mengaku tidak pernah memanfaatkan teknologi informasi beralasan karena merasa tidak memerlukannya (50,2%) dan sebagian lainnya menyatakan bahwa di unit layanan pusat yang mereka datangi tidak menyediakan teknologi informasi (30,0%). Pada 5 unit layanan dengan nilai pemanfaatan teknologi rendah, semua responden di unit layanan tersebut mengaku tidak pernah memanfaatkan teknologi informasi. (Gambar 3.26) Tidak pernah karena tidak memerlukan 50,2% Tidak pernah karena tidak ada teknologi informasi 30,0% Tidak pernah karena tidak tahu cara penggunaannya 0,7% Tidak pernah karena teknologi yang ada tidak berfungsi 0,3% Pernah 18,8% 0% 20% 40% 60% 80% % Nomor Pengenal Importir Khusus (Kemendag) NILAI RENDAH NILAI TINGGI Pendaftaran Izin Edar Makanan (BPOM) Izin Edar Alat Kesehatan (Kemenkes) Pengadaan Barang dan Jasa (Kemendikbud) Pengadaan Barang dan Jasa (Kemenkeu) Rawat Inap Non-Jaminan (RSCM) Administrasi Sengketa Pajak (Kemenkeu) Rawat Inap-Jaminan (RS Fatmawati) Pengadaan Barang dan Jasa (RS Fatmawati) Izin Exit Permit (Kemenlu) Tidak pernah karena teknologi yang ada tidak berfungsi Tidak pernah karena tidak tahu cara penggunaannya Tidak pernah karena tidak memerlukan Tidak pernah karena tidak ada teknologi informasi Pernah Gambar 3.26 Pemanfaatan Teknologi Informasi di Layanan Publik Tingkat Pusat pada Sebagian Instansi dengan Nilai Tinggi dan Nilai Rendah

76 INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK INDONESIA TAHUN FAKTA KORUPSI DALAM LAYANAN PUBLIK PERILAKU INDIVIDU DI LAYANAN PUBLIK TINGKAT PUSAT Terjadinya gratifikasi pada unit layanan tidak hanya disebabkan oleh sistem yang ada, tetapi ditentukan oleh individu-individu yang terlibat dalam suatu proses layanan. Individu yang dimaksud bisa dari internal unit layanan, yaitu petugas yang memberikan layanan dan individu yang berasal dari eksternal unit layanan, yaitu masyarakat pengguna unit layanan. Salah satu faktor internal adalah sikap atau perlakuan petugas dalam memberikan layanan. Petugas yang cenderung membedabedakan layanan, mendorong pengguna layanan untuk memberikan uang tambahan pada petugas tersebut agar mendapat perlakuan sesuai dengan yang diinginkan pengguna dari petugas unit layanan. Tiga sub-indikator penyusun indikator Perilaku Indi vidu (7,51), yaitu Keadilan dalam Layanan (7,81), Ekspektasi Petugas terhadap Gratifikasi (7,42), dan Perilaku Pengguna Layanan (7,14). (Gambar 3.27) 7,81 Keadilan dalam Layanan 7,51 Perilaku Individu 7,42 Ekspektasi Petugas Terhadap Gratifikasi 7,14 Perilaku Pengguna Layanan Gambar 3.27 Nilai Indikator Perilaku Individu dan Sub-Indikator Penyusunnya di Layanan Publik Tingkat Pusat Nilai Indikator Perilaku Individu dalam Integritas Sektor Publik Tingkat Pusat menunjukkan rentang yang tidak lebar, berkisar dari 6,80 pada BNP2TKI sampai 7,89 pada RS Fatmawati (Tabel 3.10). Penjelasan lebih lanjut mengenai 3 sub-indikator penyusun indikator Perilaku Individu disampaikan pada bagian berikut. Tabel 3.10 Peringkat Nilai Indikator Perilaku Individu di Layanan Publik Tingkat Pusat Tahun 2013 No. Instansi Nilai 1 RS Fatmawati 7,89 2 Kementerian Lingkungan Hidup 7,87 3 Badan Pengawas Obat dan Makanan 7,78 4 RS Cipto Mangunkusumo 7,78 5 Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral 7,71 6 Badan Koordinasi Penanaman Modal 7,69 7 Kementerian Pertanian 7,66 8 Kementerian Perindustrian 7,63 9 Kementerian Kesehatan 7,58 10 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 7,55 No. Instansi Nilai 11 Kementerian Kehutanan 7,55 12 Kementerian Perdagangan 7,46 13 Kementerian Keuangan 7,45 14 Kementerian Luar Negeri 7,43 15 Kementerian Komunikasi dan Informatika 7,42 16 Kementerian Perhubungan 7,41 17 Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi 7,39 18 Kementerian Kelautan dan Perikanan 7,29 19 Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif 7,05 20 Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI 6,80

77 3. INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK TINGKAT PUSAT 67 A. Keadilan dalam Layanan di Layanan Publik Tingkat Pusat Keadilan dalam layanan didefinisikan sebagai tindakan/sikap petugas unit layanan dalam memberikan pelayanan tanpa membeda-bedakan perlakuan terhadap pengguna layanan. Berdasarkan hasil survei, terdapat 8% pengguna layanan publik di tingkat pusat yang menyatakan bahwa perbedaan per lakuan petugas kepada pengguna layanan masih terjadi saat melayani masyarakat. (Gambar 3.28) 0% 20% 40% 60% 80% % 1% 7% INSTANSI TINGKAT PUSAT 92% Izin Usaha (BKPM) Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (Kemenhut) Rawat Inap Non-Jaminan (RSCM) Pengadaan Barang dan Jasa (Kemenhut) Pengadaan Barang dan Jasa (Kemenkeu) Pengujian Perangkat Telekomunikasi (Kemenkominfo) Pengadaan Barang dan Jasa (Kemenlu) Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (Kemenakertrans) Tanda Pendaftaran Pembuatan Film Iklan (Kemenparekraf) NILAI RENDAH NILAI TINGGI Izin Penangkapan Ikan (KKP) Ya, selalu Ya, kadang-kadang Tidak membedakan Gambar 3.28 Perbedaan Perlakuan Petugas di Layanan Publik Tingkat Pusat pada Sebagian Instansi dengan Nilai Tinggi dan Nilai Rendah Pada layanan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi) dan Pengujian Perang kat Telekomunikasi (Kementerian Telekomunikasi dan Informatika), sekitar persen res pondennya mengaku mendapat perlakuan yang berbeda dari petugas, bahkan merasa selalu dibedakan (5%). Adapun pada unit layanan Tanda Pendaftaran Pembuatan Film Iklan (Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif), Izin Penangkapan Ikan (Kementerian Kelautan dan Perikanan), dan Pengadaan Barang dan Jasa (Kementerian Luar Negeri), sekitar persen respondennya merasakan kadang-kadang ada perbedaan perilaku petugas layanan. Namun, pada 5 unit layanan dengan nilai tinggi pada sub-indikator ini, seluruh responden (%) menjawab tidak pernah merasakan perbedaan perlakuan petugas layanan saat proses pengurusan layanan. (Gambar 3.28)

78 INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK INDONESIA TAHUN 2013 FAKTA KORUPSI DALAM LAYANAN PUBLIK B. Ekspektasi Petugas Terhadap Gratifikasi di Layanan Publik Tingkat Pusat Perilaku petugas layanan lainnya yang juga terjadi salah satunya karena petugas berpengaruh terhadap integritas layanan meminta. Gambar berikut menjelaskan cara adalah ekspektasi petugas terhadap petugas meminta uang tambahan kepada gratifikasi. Artinya, petugas layanan melalui pengguna layanan. Dari 5% responden yang sinyal-sinyal tertentu, baik langsung mengaku memberikan gratifikasi kepada maupun tidak langsung mengharapkan imbalan dari pengguna layanan. Hasil survei petugas, 3% di antaranya menjawab karena petugas layanan meminta uang tambahan menunjukkan bahwa 5% pengguna layanan secara langsung, tetapi tidak terbuka. menjawab pemberian uang tambahan (Gambar 3.29) 0% 20% 40% 60% 80% % 1% 3% 1% INSTANSI TINGKAT PUSAT 12% 83% Pengadaan Barang dan Jasa (BPOM) Jasa Pengolahan Limbah B3 (KLH) Rawat Inap Non-Jaminan (RSCM) Rawat Inap Non-Jaminan (RS Fatmawati) Pengadaan Barang dan Jasa (Kemenhut) 3 97 Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (Kemenakertrans) Izin Penangkapan Ikan (KKP) Tanda Pendaftaran Pembuatan Film Iklan (Kemenparekraf) Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (Kemenhut) NILAI RENDAH NILAI TINGGI Pembuatan Kartu Tenaga Kerja Luar Negri (BNP2TKI) Langsung terbuka Inisiatif pengguna layanan Langsung tidak terbuka Tidak ada yang berinisiatif Melalui pihak lain Gambar 3.29 Ekspektasi Petugas Terhadap Gratifikasi di Layanan Publik Tingkat Pusat pada Sebagian Instansi dengan Nilai Tinggi dan Nilai Rendah Pada 5 unit layanan dengan nilai subindikator Ekspektasi terhadap Gratifikasi rendah, terlihat bahwa cara petugas meminta dan menerima uang tambahan cukup bervariasi. Pada layanan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (Kementerian Kehutanan) permintaan secara langsung tidak terbuka terlihat dominan, sedangkan pada layanan Pembuatan Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri (BNP2TKI) dilakukan dengan cara melalui pihak lain, secara langsung tidak terbuka, dan secara langsung terbuka. C. Perilaku Pengguna Layanan di Layanan Publik Tingkat Pusat Inisiatif adanya uang tambahan dalam layanan publik bukan semata-mata dari petugas layanan, namun pengguna layanan juga berperan dalam suburnya praktik gratifikasi. Data menunjukkan bahwa 9% pengguna layanan mengaku merekalah yang berinisiatif memberikan uang tambahan kepada petugas saat mengurus layanan. (Gambar 3.30) 68

79 3. INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK TINGKAT PUSAT 69 4% 9% INSTANSI TINGKAT PUSAT 4% 83% 0% 20% 40% 60% 80% % Pengadaan Barang dan Jasa (BPOM) Jasa Pengolahan Limbah B3 (KLH) Rawat Inap Non-Jaminan (RSCM) Rawat Inap Non-Jaminan (RS Fatmawati) Pengadaan Barang dan Jasa (Kemenhut) 3 97 Izin Penangkapan Ikan (KKP) Pengadaan Barang dan Jasa (BNP2TKI) Tanda Pendaftaran Pembuatan Film Iklan (Kemenparektraf) Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (Kemenhut) Pembuatan Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri (BNP2TKI) Sinyal dari petugas Inisiatif pengguna sendiri Petugas yang berinisiatif Tidak ada yang berinisiatif NILAI RENDAH NILAI TINGGI Gambar 3.30 Perilaku Pengguna Layanan di Layanan Publik Tingkat Pusat pada Sebagian Instansi dengan Nilai Tinggi dan Nilai Rendah PENCEGAHAN KORUPSI DI LAYANAN PUBLIK TINGKAT PUSAT Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah gratifikasi adalah dengan melakukan pencegahan korupsi pada layanan publik. Upaya tersebut salah satunya dapat diukur melalui upaya antikorupsi dan mekanisme pengaduan pengguna layanan yang dilakukan oleh unit layanan sebagaimana dapat dilihat pada Gambar ,94 Pencegahan Korupsi 6,28 4,91 Tingkat Upaya Anti-Korupsi Mekanisme Pengaduan Masyarakat Keterangan: Nilai di bawah 6 (di bawah standar minimum integritas) Gambar 3.31 Nilai Indikator Pencegahan Korupsi dan Sub-Indikator Penyusunnya di Layanan Publik Tingkat Pusat Dibanding dengan indikator lainnya, indikator Pencegahan Korupsi di layanan publik pusat memiliki nilai yang paling rendah (5,94). Nilai tersebut di bawah standar minimal yang ditetap kan KPK (6,00). Hal ini berarti bahwa Tingkat Upaya Anti-Korupsi (6,28) dan Mekanisme Pengaduan Masyarakat (4,91) masih menyediakan ruang pembenahan.

80 INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK INDONESIA TAHUN 2013 FAKTA KORUPSI DALAM LAYANAN PUBLIK Tabel 3.11 Peringkat Nilai Indikator Pencegahan Korupsi di Layanan Publik Tingkat Pusat Tahun 2013 No. Instansi Nilai 1 Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi 6,76 2 Kementerian Komunikasi dan Informatika 6,76 3 Kementerian Perhubungan 6,48 4 Kementerian Kelautan dan Perikanan 6,45 5 Badan Pengawas Obat dan Makanan 6,41 6 Kementerian Lingkungan Hidup 6,32 7 Kementerian Perdagangan 5,97 8 Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif 5,96 9 Kementerian Perindustrian 5,95 10 Kementerian Pertanian 5,91 Tabel 3.11 menjelaskan bahwa hanya 6 instansi yang memiliki nilai Pencegahan Korupsi di atas standar minimal yang ditetapkan KPK. Adapun 14 yang lain berada di bawah standar minimal, bahkan terdapat instansi yaitu Kementerian Pendidikan dan No. Instansi Nilai 11 Badan Koordinasi Penanaman Modal 5,74 12 Kementerian Keuangan 5,74 13 Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI 5,73 14 Kementerian Luar Negeri 5,57 15 RS Cipto Mangunkusumo 5,49 16 Kementerian Kesehatan 5,48 17 RS Fatmawati 5,42 18 Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral 5,06 19 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 4,80 20 Kementerian Kehutanan 3,93 Kebudayaan dan Kementerian Kehutanan dengan nilai Pencegahan Korupsi di bawah 5,00. Penjelasan lebih lanjut mengenai 2 subindikator penyusun indikator Pen cegahan Korupsi dijelaskan dalam bagian berikut. A. Tingkat Upaya Anti-Korupsi di Layanan Publik Tingkat Pusat Program kampanye antikorupsi di unit layanan saat ini masih rendah. Sebanyak 15% peng guna layanan menyatakan tidak melihat adanya media/kegiatan antikorupsi. Bagi pengguna layanan yang melihat ada media/kegiatan antikorupsi, umumnya menyatakan bahwa hanya satu media/ kegiatan antikorupsi yang terlihat pada unit layanan tersebut. Dari 5 instansi pusat dengan nilai Tingkat Upaya Anti-Korupsi rendah, keberadaan program kampanye antikorupsi di unit layanan publiknya diakui oleh tidak lebih dari 70% responden. Stiker/ poster/spanduk adalah bentuk kampanye/ media antikorupsi yang lebih banyak dilihat oleh pengguna layanan publik di tingkat pusat. (Gambar 3.32 dan Gambar 3.33) 0% 20% 40% 60% 80% % INSTANSI TINGKAT PUSAT 49% 33% 15% Pengujian Pernagkat Telekomunikasi (Kemenkominfo) Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (Kemenakertrans) LS Pro Pustan SNI (Kemenperin) Pengadaan Barang dan Jasa (RSCM) Izin Edar Alat Kesehatan (Kemenkes) % Pengadaan Barang dan Jasa (Kemen ESDM) Rawat Inap Non-Jaminan (RSCM) Pengadaan Barang dan Jasa (Kemenhut) Bantuan Penelitian (Kemendikbud) Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (Kemenhut) Tidak ada 1 kegiatan/media 2 5 kegiatan/media > 5 kegiatan/media NILAI RENDAH NILAI TINGGI Gambar 3.32 Tingkat Upaya Anti-Korupsi di Layanan Publik Tingkat Pusat pada Sebagian Instansi dengan Nilai Tinggi dan Nilai Rendah 70

81 3. INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK TINGKAT PUSAT 71 Stiker/poster/spanduk/standing banner 77,1% Petugas memakai atribut (pin, baju, topi, dll.) 25,8% Pemutaran video/film/iklan 18,5% Terdapat buku/modul/komik anti korupsi 17,5% Kegiatan workshop/seminar masyarakat 17,1% Kegiatan workshop/seminar petugas 10,2% Gambar 3.33 Bentuk Kampanye/Media Anti-Korupsi di Layanan Publik Tingkat Pusat B. Mekanisme Pengaduan Masyarakat di Layanan Publik Tingkat Pusat Selain kampanye antikorupsi, faktor lain yang menjadi ukuran sebuah instansi telah melaksanakan pencegahan korupsi adalah adanya mekanisme pengaduan masyarakat. Sub-indikator ini menunjukkan respons petugas unit layanan terhadap pengaduan yang disampaikan oleh masyarakat. Pengaduan masyarakat merupakan salah satu cara mengontrol unit layanan. Dari pengaduan yang masuk, diharapkan unit layanan da pat melakukan pembenahan yang pada akhirnya meningkatkan kualitas layanan. 40% 31% 18% 11% Tidak ada media pengaduan Satu media pengaduan Dua media pengaduan Lebih dari dua media pengaduan 0% 20% 40% 60% 80% % 1% INSTANSI TINGKAT PUSAT 54% 40% Izin Penyelenggaraan Angkutan Pariwisata (Kemenhub) Nomor Pengenal Importir Khusus (Kemendag) Tanda Pendaftaran Pembuatan Film Iklan (Kemenparekraf) Pendaftaran Izin Edar Makanan (BPOM) Pengujian Perangkat Telekomunikasi (Kemenkominfo) Pengadaan Barang dan Jasa (Kemenhut) Pengadaan Barang dan Jasa (Kemenhub) % Pengadaan Barang dan Jasa (Kemenlu) Pengadaan Barang dan Jasa (Kemen ESDM) Pengadaan Barang dan Jasa (Kemenkes) Sulit Mudah Sangat mudah Tidak ada media pengaduan NILAI RENDAH NILAI TINGGI Gambar 3.34 Mekanisme Pengaduan Masyarakat di Layanan Publik Tingkat Pusat pada Sebagian Instansi dengan Nilai Tinggi dan Nilai Rendah

82 INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK INDONESIA TAHUN FAKTA KORUPSI DALAM LAYANAN PUBLIK Keberadaan media pengaduan di unit layanan diakui oleh sekitar 60% pengguna layanan tingkat pusat, dan 54%-nya menyatakan bahwa media pengaduan tersebut mudah untuk diakses. Namun, kemudahan aksesibilitas media pengaduan ter sebut akan efektif apabila petugas menindaklanjuti pengaduan yang masuk. Berdasarkan pengalaman responden, dari 12% yang pernah mengadu terdapat 28% yang tidak mendapatkan respons seperti yang mereka inginkan. Mereka masingmasing menyatakan pengaduan diabaikan (14%), sekadar ditampung (13%), bahkan ditolak (1%). 38% 34% Tidak pernah 88% Pernah 12% PERNAH 14% 13% 1% Pengaduan ditanggapi Pengaduan ditindaklanjuti Pengaduan diabaikan Pengaduan ditampung Pengaduan ditolak Gambar 3.35 Tindak Lanjut/Respons Petugas dari Pengaduan yang Disampaikan oleh Pengguna Layanan di Layanan Publik Tingkat Pusat Upaya menaikkan nilai potensi integritas menunjukkan keseriusan unit layanan dan ins tansi di sektor layanan publik dalam memerangi korupsi secara komprehensif di luar upaya penindakan yang dilakukan. Semakin intensif usahausaha dilakukan untuk meningkatkan potensi integritas, maka sema kin efektif pula upaya pemberantasan korupsi bisa dilakukan di unit layanan dan instansi yang bersangkutan. Komisi Pemberantasan Korupsi dalam perannya sebagai trigger mechanism sangat mendorong upaya-upaya pemberantasan korupsi melalui perbaikan layanan publik. Potret kondisi aktual pelayanan publik terkait dengan transparansi, suap, pungutan liar, gratifikasi, sistem administrasi, perilaku in dividu, lingkungan kerja, dan upayaupaya pencegahan korupsi ini dilakukan juga dalam upaya meningkatkan efektivitas pemberantasan korupsi yang dilakukan KPK terutama di sektor layanan publik.

83 INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK TINGKAT VERTIKAL

84 INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK INDONESIA TAHUN 2013 FAKTA KORUPSI DALAM LAYANAN PUBLIK 4.1 INDEKS INTEGRITAS LEMBAGA VERTIKAL Survei integritas sektor publik di Tingkat Vertikal dilakukan terhadap 8 unit layanan dari 5 Instansi Vertikal, yaitu Surat Izin Mengemudi (SIM), Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK), Peningkatan Hak Atas Tanah, Peralihan Hak Atas Tanah, Paspor, Lem baga Pemasyarakatan, Administrasi Pernikahan KUA, dan Administrasi Sidang Peradilan Agama. Jumlah unit layanan secara keseluruhan yaitu 264 layanan yang tersebar di 33 kota yang menjadi ibu kota provinsi dengan total responden orang. Indeks Integritas Vertikal merupakan satu dari unsur penyusun indeks integritas nasional. Nilai tiap-tiap variabel, indikator, dan subindikator tingkat vertikal ditunjukkan dalam Gambar ,10 Pengalaman Integritas 7,19 7,07 Pengalaman Korupsi Cara Pandang Terhadap Korupsi 6,82 7,33 7,20 6,98 7,10 Jumlah/Besaran Gratifikasi Frekuensi Pemberian Gratifikasi Waktu Pemberian Gratifikasi Arti Pemberian Gratifikasi Tujuan Pemberian Gratifikasi 6,71 INDEKS INTEGRITAS 7,52 Lingkungan Kerja 6,24 9,77 8,05 7,63 7,56 Kebiasaan Pemberian Gratifikasi Kebutuhan Pertemuan di Luar Prosedur Keterlibatan Calo Fasilitas di Sekitar Lingkungan Pelayanan Suasana/Kondisi di Sekitar Lingkungan Pelayanan 5,91 Potensi Integritas 6,24 Sistem Administrasi 6,89 6,08 5,53 Kepraktisan SOP Keterbukaan Informasi Pemanfaatan Teknologi Informasi 6,27 Perilaku Individu 7,32 5,89 Keadilan dalam Layanan Ekspektasi Petugas Terhadap Gratifikasi 5,09 Perilaku Pengguna Layanan 4,66 Pencegahan Korupsi 4,68 4,58 Tingkat Upaya Anti-Korupsi Mekanisme Pengaduan Masyarakat Keterangan: Nilai di bawah 6 (di bawah standar minimum integritas) Gambar 4.1 Indeks Integritas Vertikal (IIV) dan Komponen Penyusunnya Nilai Indeks Integritas Vertikal (IIV) sebesar 6,71 diakibatkan bobot pengalaman integritas yang cukup tinggi (0,667) dibandingkan nilai potensi integritas (0,333), sehingga nilai pengalaman integritas sebesar 7,10 meningkatkan nilai integritas tingkat vertikal. 74

85 4. INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK TINGKAT VERTIKAL 75 Meskipun demikian, nilai potensi integritas berada di bawah standar minimal (6,00). Nilai yang masih rendah terdapat pada sub-indikator Pemanfaatan Teknologi Informasi (5,53), Ekspektasi Petugas Terhadap Gratifikasi (5,89), Perilaku Pengguna Layanan (5,09), Tingkat Upaya Anti-Korupsi (4,68), dan Mekanisme Pengaduan Masyarakat (4,58). Rendahnya nilai pada 2 sub-indikator di indikator Pencegahan Korupsi membuat nilai Pencegahan Korupsi menjadi rendah (4,66). Tabel 4.1 menunjukkan semua Instansi Vertikal memiliki indeks integritas di atas standar minimal (6,00). Peringkat terbaik integritas secara nasional tahun 2013 diperoleh Mahkamah Agung dengan indeks integritas mencapai 7,10 dan menjadi satu-satunya instansi vertikal yang nilainya di atas 7,00. Tabel 4.1 Peringkat Integritas Tingkat Vertikal Tahun 2013 No. Instansi Vertikal Integritas 1 Mahkamah Agung 7,10 2 Kementerian Hukum dan HAM 6,99 3 Kepolisian Republik Indonesia 6,63 4 Kementerian Agama 6,54 5 Badan Pertanahan Nasional 6,36 Dengan nilai rata-rata instansi vertikal 6,71, maka Mahkamah Agung dan Kementerian Hukum dan HAM memiliki nilai di atas ratarata. 7,2 7 7,10 7,03 6,91 6,8 6,6 6,4 6,2 6 5,8 Administrasi Sidang Peradilan Agama Paspor Lembaga Pemasyarakatan 6,79 Surat Keterangan Catatan Kepolisian 6,43 Surat Izin Mengemudi 6,54 Administrasi Pernikahan KUA 6,38 Peralihan Hak atas Tanah 6,33 Peningkatan Hak atas Tanah Mahkamah Agung Kementerian Hukum dan HAM Kepolisian Republik Indonesia Kementerian Agama Badan Pertanahan Nasional Gambar 4.2 Indeks Integritas Unit Layanan Vertikal

86 INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK INDONESIA TAHUN FAKTA KORUPSI DALAM LAYANAN PUBLIK Dari 8 unit layanan yang disurvei di Tingkat Vertikal, Indeks Integritas Unit Layanan Administrasi Persidangan di Pengadilan Agama adalah yang tertinggi (7,10). Jika dibanding dengan indeks rata-rata Tingkat Vertikal, layanan SKCK, Paspor, Lembaga Pemasyarakatan, dan Administrasi Sidang Peradilan Agama memiliki indeks di atas ratarata. Adapun layanan SIM, Peningkatan Hak Atas Tanah, Peralihan Hak Atas Tanah, dan Administrasi Pernikahan KUA memiliki indeks di bawahnya. Apabila dibandingkan di tiap daerah, unit layanan vertikal dengan indeks integritas 10 tertinggi didominasi oleh layanan Administrasi Sidang Peradilan Agama dan Paspor, kemudian disusul SKCK. Administrasi Sidang Peradilan Agama di Manado (7,77) merupakan unit layanan yang memperoleh nilai tertinggi. Sementara itu, sepuluh terendah semuanya memperoleh nilai di bawah standar minimal dan didominasi unit layanan Peningkatan Hak Atas Tanah. Indeks integritas terendah terjadi pada layanan Peningkatan Hak Atas Tanah di Manokwari dengan indeks sebesar 3,54. Tabel 4.2 Peringkat Integritas Unit Layanan Tingkat Vertikal Tahun 2013 (Nilai Tertinggi dan Nilai Terendah) No. Unit Layanan Vertikal Integritas 1 Manado Administrasi Sidang Peradilan Agama 7,77 2 Tanjungpinang Peralihan Hak atas Tanah 7,74 3 Mataram Lembaga Pemasyarakatan 7,72 4 Samarinda Administrasi Sidang Peradilan Agama 7,69 Nilai Tertinggi 5 Gorontalo Paspor 7,65 6 Mataram Surat Keterangan Catatan Kepolisian 7,64 7 Samarinda Paspor 7,62 8 Palangkaraya Surat Keterangan Catatan Kepolisian 7,60 9 Surabaya Paspor 7,60 10 Kendari Administrasi Sidang Peradilan Agama 7,58 11 Jayapura Peralihan Hak atas Tanah 5,15 12 DKI Jakarta Peningkatan Hak atas Tanah 5,14 13 Medan Lembaga Pemasyarakatan 5,05 14 Manokwari Surat Izin Mengemudi 4,82 Nilai Terendah 15 Jayapura Surat Izin Mengemudi 4,70 16 Pekanbaru Peningkatan Hak atas Tanah 4,55 17 Surabaya Administrasi Pernikahan KUA 4,52 18 Serang Administrasi Pernikahan KUA 4,39 19 Manokwari Peralihan Hak atas Tanah 3,65 20 Manokwari Peningkatan Hak atas Tanah 3,54

87 4. INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK TINGKAT VERTIKAL PENGALAMAN INTEGRITAS DI LAYANAN PUBLIK TINGKAT VERTIKAL Pengalaman integritas Tingkat Vertikal dengan nilai 7,10 disusun dari indikator Pengalaman Korupsi dan Cara Pandang Terhadap Korupsi dengan nilai masing-masing 7,19 dan 7,07. 7,10 Pengalaman Integritas 6,82 Jumlah/Besar Gratifikasi 7,19 Pengalaman Korupsi 7,33 7,20 Frekuensi Pemberian Gratifikasi Waktu Pemberian Gratifikasi 7,07 Cara Pandang Terhadap Korupsi 6,98 7,10 Arti Pemberian Gratifikasi Tujuan Pemberian Gratifikasi Gambar 4.3 Nilai Variabel Pengalaman Integritas dan Komponen Penyusunnya di Layanan Publik Tingkat Vertikal Peringkat terbaik nilai Pengalaman Integritas diperoleh Mahkamah Agung (7,62) dan nilai terendah oleh Badan Pertanahan Nasional (6,67). Tabel 4.3 Peringkat Nilai Variabel Pengalaman Integritas di Layanan Publik Tingkat Vertikal Tahun 2013 No. Instansi Vertikal Nilai 1 Mahkamah Agung 7,62 2 Kementerian Hukum dan HAM 7,40 3 Kementerian Agama 7,03 4 Kepolisian Republik Indonesia 6,99 5 Badan Pertanahan Nasional 6,67 Di tingkat daerah, layanan Administrasi Sidang Peradilan Agama di Manokwari berada pada peringkat tertinggi, sedangkan nilai terendah ada pada layanan Peralihan Hak atas Tanah juga di Kota Manokwari (3,38). Layanan Badan Pertanahan Nasional mendominasi nilai 5 terendah variabel Pengalaman Integritas. (Gambar 4.4)

88 INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK INDONESIA TAHUN FAKTA KORUPSI DALAM LAYANAN PUBLIK Sidang Peradilan Agama - Manokwari 8,19 Administrasi Pernikahan KUA - Manokwari 8,19 Paspor - Palu 8,15 Lembaga Pemasyarakatan - Surabaya 8,14 Sidang Peradilan Agama - Palu 8,13 Peningkatan Hak atas Tanah - Pekanbaru 4,49 Surat izin Mengemudi - Jayapura 4,14 Administrasi Pernikahan KUA - Surabaya 4,00 Peningkatan Hak atas Tanah - Manokwari 3,39 NILAI TERENDAH NILAI TERTINGGI Peralihan Hak atas Tanah - Manokwari 3,38 Gambar 4.4 Nilai Variabel Pengalaman Integritas di Layanan Publik Tingkat Vertikal (Nilai Tertinggi dan Nilai Terendah) PENGALAMAN KORUPSI DI LAYANAN PUBLIK TINGKAT VERTIKAL Pengalaman korupsi yang langsung dirasakan masyarakat pada saat proses pengurusan layanan ditunjukkan dalam bentuk uang tambahan (gratifikasi) yang dibayarkan pengguna layanan di luar biaya resmi, berapa kali diberikan, berapa besarnya, serta kapan gratifikasi tersebut diberikan. Nilai Pengalaman Korupsi di tingkat Vertikal adalah 7,19. Nilai ini menunjukkan bahwa jumlah pengguna layanan yang membayar lebih daripada biaya resmi sudah mulai menurun. 6,82 Jumlah/Besar Gratifikasi 7,19 Pengalaman Korupsi 7,33 Frekuensi Pemberian Gratifikasi 7,20 Waktu Pemberian Gratifikasi Gambar 4.5 Nilai Indikator Pengalaman Korupsi dan Sub-Indikator Penyusunnya di Layanan Publik Tingkat Vertikal Dari 5 instansi vertikal yang disurvei semua nya memiliki nilai indikator Pengalaman Korupsi di atas standar minimal, yaitu 4 instansi memiliki nilai di atas 7,00 dan 1 instansi (Badan Pertanahan Nasional) masih di bawah 7,00. Kondisi ini menunjukkan standar layanan publik di Badan Pertanahan Nasional masih berada di bawah instansi vertikal lainnya.

89 4. INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK TINGKAT VERTIKAL 79 Tabel 4.4 Peringkat Nilai Indikator Pengalaman Korupsi di Layanan Publik Tingkat Vertikal No. Instansi Nilai 1 Mahkamah Agung 7,67 2 Kementerian Hukum dan HAM 7,51 3 Kementerian Agama 7,22 4 Kepolisian Republik Indonesia 7,11 5 Badan Pertanahan Nasional 6,68 Penjelasan 3 sub-indikator penyusun Indikator Pengalaman Korupsi akan dijelaskan pada bagian berikut. A. Jumlah/Besaran Gratifikasi di Layanan Publik Tingkat Vertikal 0% 20% 40% 60% 80% % INSTANSI TINGKAT VERTIKAL 2,5% 13,5% 84,0% Administrasi Pernikahan KUA - Manokwari Sidang Peradilan Agama - Manokwari Paspor - Palu Lembaga Pemasyarakatan - Surabaya Sidang Peradilan Agama - Palu SIM - Jayapura Peralihan Hak atas Tanah - Manado Administrasi Pernikahan KUA - Surabaya Peralihan Hak atas Tanah - Manokwari Peningkatan Hak atas Tanah - Manokwari NILAI RENDAH NILAI TINGGI >50% dari biaya resmi <50% dari biaya resmi Sesuai biaya resmi Gambar 4.6 Jumlah/Besaran Gratifikasi di Layanan Publik Tingkat Vertikal pada Sebagian Instansi dengan Nilai Tinggi dan Nilai Rendah Nilai integritas sub-indikator Jumlah/Besar Gratifikasi adalah 6,82. Nilai jumlah/besaran gratifikasi menunjukkan jumlah/besaran gratifikasi/biaya tambahan yang diberikan pengguna layanan kepada petugas. Fakta menunjukkan, di tingkat vertikal masih terdapat 16,0% pengguna layanan yang membayar lebih dari biaya resmi dengan rincian 13,5%-nya membayar lebih dari 50% dan 2,5% membayar kurang dari 50% dari biaya resmi. (Gambar 4.6)

90 INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK INDONESIA TAHUN FAKTA KORUPSI DALAM LAYANAN PUBLIK Pada 5 unit layanan dengan nilai jumlah/ besaran gratifikasi rendah, lebih dari 70% pengguna layanan menyatakan memberikan biaya tambahan lebih dari 50% dari biaya resmi. Kondisi tersebut terjadi di layanan Peningkatan Hak Atas Tanah di Manokwari, Peralihan Hak Atas Tanah di Manokwari, dan Administrasi Pernikahan KUA di Surabaya. B. Frekuensi Pemberian Gratifikasi di Layanan Publik Tingkat Vertikal Nilai sub-indikator Frekuensi Pemberian pernah memberikan uang tambahan saat Gratifikasi adalah 7,33. Nilai tersebut pengurusan layanan, 11,4% memberikan menunjukkan seberapa sering/frekuensi biaya tambahan satu kali dalam satu pemberi an uang tambahan yang pengurusan, 2,0% memberikannya dua kali dilakukan oleh pengguna layanan yang dalam satu pengurusan, dan sisanya 2,6% menyatakan pernah memberikan uang memberikan lebih dari dua kali dalam satu tambahan. Hasilnya menunjukkan bahwa pengurusan layanan. (Gambar 4.7) dari 16,0% pengguna layanan mengaku 0% 20% 40% 60% 80% % INSTANSI TINGKAT VERTIKAL 11,4% 2,0% 2,6% 84,0% Administrasi Pernikahan KUA - Manokwari Sidang Peradilan Agama - Manokwari Paspor - Palu Lembaga Pemasyarakatan - Surabaya Sidang Peradilan Agama - Palu Peralihan Hak atas Tanah - Jayapura SIM - Jayapura Peningkatan Hak atas Tanah - Manokwari Peralihan Hak atas Tanah - Manokwari NILAI RENDAH NILAI TINGGI SIM - Manokwari Tidak pernah 1 kali 2 kali Lebih dari 2 kali Gambar 4.7 Frekuensi Pemberian Gratifikasi di Layanan Publik Tingkat Vertikal pada Sebagian Instansi dengan Nilai Tinggi dan Nilai Rendah Pada 5 unit layanan dengan nilai Frekuensi Pemberian Gratifikasi rendah, pengguna layanan mengaku memberikan uang tambahan bervariasi 1 sampai lebih dari 2 kali. Empat puluh delapan persen pengguna layanan SIM di Manokwari mengaku memberikan gratifikasi lebih dari 2 kali pada saat mengurus layanan.

91 4. INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK TINGKAT VERTIKAL 81 C. Waktu Pemberian Gratifikasi di Layanan Publik Tingkat Vertikal Nilai sub-indikator Waktu Pemberian Gratifikasi adalah 7,20. Waktu Pemberian Gratifikasi menunjukkan kapan pemberian uang tambahan dilakukan oleh pengguna layanan. Umumnya pemberian uang tambahan layanan di tingkat vertikal dilakukan pada awal dan akhir proses pengurusan dengan persentase masingmasing sebesar 34%. (Gambar 4.8) Kondisi tersebut menggambarkan bahwa masih terdapat indikasi suap yang ditunjukkan dari waktu dominan pengguna layanan yang memberikan gratifikasi. Pemberian gratifikasi pada awal, tengah, maupun kombinasi keduanya saat mengurus layanan menunjukkan indikasi suap. Sementara itu, pemberian pada akhir layanan walaupun tidak menunjukkan prinsip antikorupsi, umumnya merupakan bentuk ucapan terima kasih. 0% 20% 40% 60% 80% % INSTANSI TINGKAT VERTIKAL 34% 7% 25% 34% Administrasi Pernikahan KUA - Manokwari Sidang Peradilan Agama - Manokwari Paspor - Palu Lembaga Pemasyarakatan - Surabaya Sidang Peradilan Agama - Palu Administrasi Pernikahan KUA - Serang SKCK - Surabaya Administrasi Pernikahan KUA - Surabaya Peralihan Hak atas Tanah - Manokwari NILAI RENDAH NILAI TINGGI Peningkatan Hak atas Tanah - Manokwari Tidak memberi Awal proses Saat proses Akhir proses Kombinasi 2 atau 3 proses Gambar 4.8 Waktu Pemberian Gratifikasi di Layanan Publik Tingkat Vertikal pada Sebagian Instansi dengan Nilai Tinggi dan Nilai Rendah Pada 5 unit layanan dengan nilai Waktu Pemberian Gratifikasi rendah, pengguna layanan yang pernah melakukan gratifikasi lebih banyak memberikan uang tambahan pada awal pengurusan layanan sehingga dicurigai sebagai bentuk penyuapan. Tujuan pengguna layanan memberi gratifikasi umumnya dalam rangka memperlancar dan atau mempercepat proses layanan.

92 INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK INDONESIA TAHUN FAKTA KORUPSI DALAM LAYANAN PUBLIK CARA PANDANG TERHADAP KORUPSI DI LAYANAN PUBLIK TINGKAT VERTIKAL Upaya meningkatkan integritas tidak hanya dapat dilakukan oleh pihak pemberi layanan, tetapi juga oleh pengguna layanan. Masyarakat sebagai pengguna layanan seharusnya dapat mengubah atau memperbaiki cara pandang mereka terhadap korupsi, dalam hal ini terkait praktik pemberian gratifikasi di layanan publik. Cara pandang terhadap gratifikasi ini akan memengaruhi sikap dan keputusan seseorang dalam memberikan gratifikasi. 7,07 Cara Pandang Terhadap Korupsi 6,98 Arti Pemberian Gratifikasi 7,10 Tujuan Pemberian Gratifikasi Gambar 4.9 Nilai Indikator Cara Pandang Terhadap Korupsi dan Sub-Indikator Penyusunnya di Layanan Publik Tingkat Vertikal Nilai indikator Cara Pandang Terhadap Korupsi di Tingkat Vertikal adalah 7,07. Nilai tersebut pada tingkat instansi bervariasi dengan rentang antara 6,67 dan 7,60. Terdapat 2 Instansi Vertikal yang memiliki nilai indikator Cara Pandang Terhadap Korupsi di atas 7,00, yaitu Mahkamah Agung dan Kementerian Hukum dan HAM. Tiga instansi lainnya di bawah 7,00. (Tabel 4.5) Tabel 4.5 Peringkat Nilai Indikator Cara Pandang Terhadap Korupsi di Layanan Publik Tingkat Vertikal No. Instansi Nilai 1 Mahkamah Agung 7,60 2 Kementerian Hukum dan HAM 7,36 3 Kementerian Agama 6,97 4 Kepolisian Republik Indonesia 6,95 5 Badan Pertanahan Nasional 6,67 Bagian berikut menjelaskan sub-indikator penyusun Indikator Cara Pandang Terhadap Korupsi. A. Arti Pemberian Gratifikasi di Layanan Publik Tingkat Vertikal Arti Pemberian Gratifikasi menunjukkan bagaimana masyarakat mengartikan biaya atau imbalan yang mereka keluarkan, apakah tergolong gratifikasi atau tidak. Nilai sub-indikator Arti Pemberian Gratifikasi di tingkat vertikal adalah 6,98. Pengguna layanan vertikal belum sepenuhnya memahami bahwa tindakan memberi

93 4. INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK TINGKAT VERTIKAL gratifikasi kepada petugas layanan adalah sesuatu yang melanggar hukum. Masih terdapat 24,5% pengguna layanan yang menyatakan bahwa gratifikasi boleh dilakukan jika terpaksa dan tidak terlalu sering. Yang lebih memprihatinkan 3% pengguna layanan menyatakan bahwa gratifikasi dalam layanan publik boleh dan sering dilakukan, bahkan harus dilakukan dalam setiap layanan. (Gambar 4.10) 0% 20% 40% 60% 80% % INSTANSI TINGKAT VERTIKAL 42,1% 30,4% 15,6% 8,9% 1,5% 1,5% Administrasi Pernikahan KUA - Manokwari Sidang Peradilan Agama - Manokwari Peningkatan Hak atas Tanah - Manokwari SKCK - Surabaya Paspor - Palu Peningkatan Hak atas Tanah - Mataram Administrasi Pernikahan KUA - Kendari Peralihan Hak atas Tanah - Mataram SIM - Kendari NILAI RENDAH NILAI TINGGI SIM - Jayapura Melanggar hukum dan harus dilaporkan Boleh dilakukan jika terpaksa Boleh dan sering dilakukan Memalukan dan tercela Boleh dilakukan asalkan tidak terlalu sering Harus dilakukan dalam setiap layanan Gambar 4.10 Arti Pemberian Gratifikasi di Layanan Publik Tingkat Vertikal pada Sebagian Instansi dengan Nilai Tinggi dan Nilai Rendah Pada layanan SIM di Jayapura, SIM di Kendari, Peralihan Hak atas Tanah di Mataram, Administrasi Pernikahan KUA di Kendari, dan Peningkatan Hak atas Tanah di Mataram terlihat bahwa lebih dari 66% respondennya menganggap bahwa pemberian uang tambahan/gratifikasi boleh dilakukan. Variasi jawaban yang diberikan yaitu gratifikasi boleh dilakukan jika terpaksa, boleh asal tidak terlalu sering, bahkan ada yang menyatakan boleh dan sering dilakukan. B. Tujuan Pemberian Gratifikasi di Layanan Publik Tingkat Vertikal Nilai sub-indikator Tujuan Pemberian Gratifikasi adalah 7,10. Sub-indikator ini menggambarkan tujuan dan alasan yang membuat pengguna layanan memberikan uang tambahan saat mengurus layanan. Berdasarkan fakta yang dijumpai di unit layanan Tingkat Vertikal, tujuan utama responden memberikan uang tambahan adalah untuk mempercepat waktu pengurusan layanan (39%). (Gambar 4.11) 83

94 INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK INDONESIA TAHUN 2013 FAKTA KORUPSI DALAM LAYANAN PUBLIK 0% 20% 40% 60% 80% % INSTANSI TINGKAT VERTIKAL 25% 39% 10% 8% 18% Administrasi Pernikahan KUA - Manokwari Sidang Peradilan Agama - Manokwari Paspor - Palu Lembaga Pemasyarakatan - Surabaya Sidang Peradilan Agama - Palu Peningkatan Hak atas Tanah - Pekanbaru Administrasi Pernikahan KUA - Serang Administrasi Pernikahan KUA - Surabaya Peralihan Hak atas Tanah - Manokwari NILAI RENDAH NILAI TINGGI Peningkatan Hak atas Tanah - Manokwari Menghindarkan petugas semena-mena Meluluskan syarat pengurusan Memastikan tepat waktu Mempercepat waktu Tidak ada tujuan tertentu Tidak memberikan Gambar 4.11 Tujuan Pemberian Gratifikasi di Layanan Publik Tingkat Vertikal pada Sebagian Instansi dengan Nilai Tinggi dan Nilai Rendah Pada 5 unit layanan dengan nilai rendah terlihat bahwa alasan utama pengguna layanan memberikan gratifikasi adalah untuk memastikan tepat waktu pengurusan layanan. Apabila dikaji lebih dalam, alasan utama pengguna layanan memberikan uang tambahan/gratifikasi saat proses pengurusan layanan adalah karena petugas meminta (41%), puas dengan layanan petugas (27%), dan petugas mempersulit (22%). 0% 20% 40% 60% 80% % INSTANSI TINGKAT VERTIKAL 22% 41% 7% 3% 27% Pernikahan KUA - Manokwari Sidang Peradilan Agama - Manokwari Paspor - Palu Lembaga Pemasyarakatan - Surabaya Sidang Peradilan Agama - Palu Peningkatan Hak atas Tanah - Pekanbaru Pernikahan KUA - Serang Pernikahan KUA - Surabaya Peralihan Hak atas Tanah - Manokwari NILAI RENDAH NILAI TINGGI Peningkatan Hak atas Tanah - Manokwari Petugas meminta Kasihan gaji petugas kecil Tidak memberi Petugas mempersulit Puas dengan layanan petugas Petugas malas melayani Petugas ramah Gambar 4.12 Alasan Pemberian Gratifikasi di Layanan Publik Tingkat Vertikal pada Sebagian Instansi dengan Nilai Tinggi dan Nilai Rendah Pada 5 unit layanan dengan nilai alasan pemberian gratifikasi rendah menunjukkan bahwa alasan yang paling sering dikemukakan adalah petugas meminta, petugas mempersulit, dan puas dengan layanan petugas. (Gambar 4.12) 84

95 4. INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK TINGKAT VERTIKAL 4.3 POTENSI INTEGRITAS DI LAYANAN PUBLIK TINGKAT VERTIKAL Potensi Integritas Tingkat Vertikal dengan nilai 5,91 memberikan kontribusi sebesar 0,333 terhadap indeks integritas. Potensi integritas yang merupakan variabel penting dalam memperkecil peluang korupsi disusun oleh 4 indikator, yaitu Lingkungan Kerja dengan nilai 7,52, Sistem Administrasi dengan nilai 6,24, Perilaku Individu dengan nilai 6,27 dan Pencegahan Korupsi dengan nilai 4,66. Tiap-tiap indikator terdiri dari 2 5 subindikator, seperti ditunjukkan oleh Gambar ,52 Lingkungan Kerja 6,24 9,77 8,05 7,63 7,56 Kebiasaan Pemberian Gratifikasi Kebutuhan Pertemuan di Luar Prosedur Keterlibatan Calo Fasilitas di Sekitar Lingkungan Pelayanan Suasana/Kondisi di Sekitar Lingkungan Pelayanan 5,91 Potensi Integritas 6,24 Sistem Administrasi 6,89 6,08 5,53 Kepraktisan SOP Keterbukaan Informasi Pemanfaatan Teknologi Informasi 6,27 Perilaku Individu 7,32 5,89 5,09 Keadilan dalam Layanan Ekspektasi Petugas Terhadap Gratifikasi Perilaku Pengguna Layanan 4,66 Pencegahan Korupsi 4,68 4,58 Tingkat Upaya Anti-Korupsi Mekanisme Pengaduan Masyarakat Keterangan: Nilai di bawah 6 (di bawah standar minimum integritas) Gambar 4.13 Nilai Variabel Potensi Integritas dan Komponen Penyusunnya di Layanan Publik Tingkat Vertikal Indikator Pencegahan Korupsi dengan 2 subindikatornya, yaitu Tingkat Upaya Anti-Korupsi dan Mekanisme Pengaduan Masyarakat masih memiliki nilai di bawah standar. Ke depan, indikator ini memerlukan penguatan, termasuk juga penguatan pada 3 sub-indikator yang nilainya masih di bawah standar minimal, yaitu Pemanfaatan Teknologi Informasi, Ekspektasi Petugas Terhadap Gratifikasi, dan Perilaku Pengguna Layanan. Nilai Potensi Integritas dari 5 Instansi Vertikal berkisar antara 5,55 sampai 6,17. Nilai Potensi Integritas lebih rendah dari nilai Pengalaman Integritas. Artinya, sebagian besar instansi di Tingkat Vertikal kurang memprioritaskan upaya-upaya menutup potensi korupsi di layanan publiknya, dibandingkan upaya yang sifatnya langsung mendeteksi korupsi dalam layanan publik (contoh: melarang suap dan pungli). 85

96 INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK INDONESIA TAHUN FAKTA KORUPSI DALAM LAYANAN PUBLIK Tabel 4.6 Peringkat Nilai Variabel Potensi Integritas di Layanan Publik Tingkat Vertikal Tahun 2013 No. Instansi Nilai 1 Kementerian Hukum dan HAM 6,17 2 Mahkamah Agung 6,06 3 Kepolisian Republik Indonesia 5,90 4 Badan Pertanahan Nasional 5,72 5 Kementerian Agama 5,55 Tabel 4.6 menunjukkan bahwa hanya 2 Instansi Vertikal yang memiliki nilai Potensi Integritas di atas standar minimal (6,00). Tiga Instansi Vertikal lainnya, yaitu Kementerian Agama, Badan Pertanahan Nasional, dan Kepolisian Republik Indonesia masih perlu meningkatkan upaya untuk meminimalkan potensi korupsi yang ada di layanan publiknya. Sidang Peradilan Agama - Manado 7,34 NILAI TER ENDAH NILAI TERTINGGI Surat Keterangan Catatan Kepolisian - Samarinda 7,19 Paspor - Samarinda 7,15 Lembaga Pemasyarakatan - Kendari 7,13 Peralihan Hak atas Tanah - Tanjungpinang 7,11 Peralihan Hak atas Tanah - Manokwari 4,20 Sidang Peradilan Agama - Ambon 4,19 Lembaga Pemasyarakatan - Medan 3,88 Peningkatan Hak atas Tanah - Manokwari 3,85 Administrasi Pernikahan KUA - Serang 3,58 Gambar 4.14 Nilai Variabel Potensi Integritas di Layanan Publik Tingkat Vertikal (Nilai Tertinggi dan Nilai Terendah) Pada tingkat unit layanan, nilai Potensi Integritas tertinggi dicapai oleh unit layanan Administrasi Sidang Peradilan Agama di Manado dengan nilai 7,34. Adapun nilai potensi integritas terendah adalah unit layanan Administrasi Pernikahan KUA di Serang dengan nilai 3,58. (Gambar 4.14)

97 4. INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK TINGKAT VERTIKAL LINGKUNGAN KERJA DI LAYANAN PUBLIK TINGKAT VERTIKAL Lingkungan kerja yang baik akan menciptakan suasana kerja yang kondusif. Apabila lingkungan kerja tidak didukung oleh fasilitas yang memadai, suasana pelayanan yang tidak nyaman, apalagi jika ditambah dengan prosedur yang berbelit-belit, akan mendorong pengguna layanan untuk melakukan penyimpangan dalam proses layanan. Bentuk penyimpangan tersebut di antaranya adalah pertemuan di luar prosedur dan pemberian gratifikasi untuk memperlancar prosedur pengurusan. 6,24 Kebiasaan Pemberian Gratifikasi 9,77 Kebutuhan Pertemuan di Luar Prosedur 7,52 Lingkungan Kerja 8,05 Keterlibatan Calo 7,63 Fasilitas di Sekitar Lingkungan Pelayanan 7,56 Suasana/Kondisi di Sekitar Lingkungan Pelayanan Gambar 4.15 Nilai Indikator Lingkungan Kerja dan Sub-Indikator Penyusunnya di Layanan Publik Tingkat Vertikal Nilai indikator Lingkungan Kerja di tingkat vertikal adalah 7,52. Pencapaian ini terutama didukung oleh nilai Kebutuhan Pertemuan di Luar Prosedur yang tinggi (9,77). Gambaran peringkat nilai indikator Lingkungan Kerja dapat dilihat pada Tabel 4.7 berikut. Tabel 4.7 Peringkat Nilai Indikator Lingkungan Kerja di Layanan Publik Tingkat Vertikal Tahun 2013 No. Instansi Nilai 1 Mahkamah Agung 8,11 2 Kementerian Agama 7,79 3 Kementerian Hukum dan HAM 7,77 4 Kepolisian Republik Indonesia 7,18 5 Badan Pertanahan Nasional 7,18 Semua Instansi Vertikal mendapatkan nilai Lingkungan Kerja di atas standar yang ditetapkan, bahkan terdapat 1 instansi yang memiliki nilai di atas 8,00. Penjelasan lebih lanjut mengenai 5 sub-indikator yang mendukung nilai indikator Lingkungan Kerja ditunjukkan pada bagian berikut.

98 INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK INDONESIA TAHUN FAKTA KORUPSI DALAM LAYANAN PUBLIK A. Kebiasaan Pemberian Gratifikasi di Layanan Publik Tingkat Vertikal 0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% % INSTANSI TINGKAT VERTIKAL 32% 11% 3% 54% Sidang Peradilan Agama - Samarinda Lembaga Pemasyarakatan - Mataram Sidang Peradilan Agama - Kendari Sidang Peradilan Agama - Manokwari Administrasi Pernikahan KUA - Manokwari Peralihan Hak atas Tanah - Manokwari Peralihan Hak atas Tanah - Medan SIM - Medan Peningkatan Hak atas Tanah - Manokwari NILAI RENDAH NILAI TINGGI Lembaga Pemasyarakatan - Medan Tidak pernah terjadi Kadang-kadang terjadi Sering terjadi Selalu terjadi Gambar 4.16 Kebiasaan Pemberian Gratifikasi di Layanan Publik Tingkat Vertikal pada Sebagian Instansi dengan Nilai Tinggi dan Nilai Rendah Kebiasaan pengguna dan petugas layanan dalam memberi maupun meminta uang tambahan (gratifikasi) dalam layanan publik masih sulit diubah. Hal ini ditunjukkan oleh nilai sub-indikator Kebiasaan Pemberian Gratifikasi (6,24) yang meskipun di atas standar minimal, masih terdapat 46% yang mengetahui praktik pemberian uang tambahan/gratifikasi di unit layanan yang mereka datangi. (Gambar 4.16) Pada unit layanan Lembaga Pemasyarakatan di Medan, 23% responden menjawab intensitas praktik pemberian uang tambahan selalu terjadi. Adapun pada unit layanan Peningkatan Hak Atas Tanah di Manokwari, 73% menyatakan intensitas pemberian sering terjadi. Namun pada 5 unit layanan dengan nilai tinggi, % responden mengaku tidak pernah melakukan pemberian gratifikasi. B. Kebutuhan Pertemuan di Luar Prosedur di Layanan Publik Tingkat Vertikal Secara umum, kebutuhan pengguna layanan untuk melakukan pertemuan di luar prosedur sudah sangat minim. Nilai 9,77 menunjukkan hal tersebut. Gambar 4.17 menjelaskan bahwa dari seluruh pengguna layanan, terdapat 96,7% yang tidak pernah melakukan pertemuan di luar prosedur pada saat pengurusan layanan, sedangkan 3,3% lainnya mengaku pernah melakukannya. Persentase tertinggi pengguna layanan yang mengaku melakukan pertemuan di luar prosedur satu kali yaitu pada unit layanan Peningkatan Hak Atas Tanah di Manokwari dengan persentase sebesar

99 4. INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK TINGKAT VERTIKAL 31%. Adapun persentase tinggi pengguna layanan yang melakukan pertemuan di luar prosedur 2 kali, ada pada unit layanan Peralihan Hak Atas Tanah di Manokwari dengan persentase 37%. Sementara itu, persentase tinggi pengguna layanan yang melakukan pertemuan di luar prosedur lebih dari 2 kali yaitu pada layanan Administrasi Sidang Peradilan Agama di Jayapura dengan persentase 10%. Pada 5 unit layanan dengan nilai sub-indikator Pertemuan di Luar Prosedur tinggi, % responden menyatakan tidak pernah melakukan pertemuan di luar prosedur. 0% 20% 40% 60% 80% % INSTANSI TINGKAT VERTIKAL 0,9% 1,6% 0,8% 96,7% Sidang Peradilan Agama - Manado SKCK - Samarinda Paspor - Samarinda Lembaga Pemasyarakatan - Kendari Peralihan Hak atas Tanah - Tanjungpinang Sidang Peradilan Agama - Jayapura Peralihan Hak atas Tanah - Jayapura Peralihan Hak atas Tanah - Manokwari SIM - Jayapura NILAI RENDAH NILAI TINGGI Peningkatan Hak atas Tanah - Manokwari Tidak pernah Pernah, satu kali Pernah, dua kali Pernah, lebih dari dua kali Gambar 4.17 Kebutuhan Pertemuan di Luar Prosedur di Layanan Publik Tingkat Vertikal pada Sebagian Instansi dengan Nilai Tinggi dan Nilai Rendah Tujuan yang lebih dominan melatarbelakangi pengguna layanan melakukan pertemuan di luar prosedur dalam proses pengurusan layanan umumnya adalah untuk mempercepat waktu pengurusan layanan (50,0%). (Gambar 4.18) 0% 20% 40% 60% 80% % INSTANSI TINGKAT VERTIKAL Sidang Peradilan Agama - Manado SKCK - Samarinda Paspor - Samarinda 18,3% 12,6% Lembaga Pemasyarakatan - Kendari 19,1% Peralihan Hak atas Tanah - Tanjungpinang 50,0% Peningkatan Hak atas Tanah - Mataram 24 3 SKCK - Jayapura Peningkatan Hak atas Tanah - Jayapura Sidang Peradilan Agama - Jayapura NILAI RENDAH NILAI TINGGI Peralihan Hak atas Tanah - Jayapura Negosiasi persyaratan Mempercepat waktu Negosiasi biaya yang dibayar Melengkapi persyaratan Tidak melakukan pertemuan Gambar 4.18 Tujuan Pertemuan di Luar Prosedur di Layanan Publik Tingkat Vertikal pada Sebagian Instansi dengan Nilai Tinggi dan Nilai Rendah 89

100 INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK INDONESIA TAHUN 2013 FAKTA KORUPSI DALAM LAYANAN PUBLIK C. Keterlibatan Calo di Layanan Publik Tingkat Vertikal Peran calo/perantara di luar prosedur dalam pengurusan layanan masih ada. Berdasarkan hasil survei, terdapat 17% pengguna layanan publik yang menyatakan pernah melihat calo/perantara di luar prosedur saat mengurus layanan. Dari pengguna layanan yang mengaku pernah melihat calo, 48%- nya menyatakan calo yang dilihat adalah orang luar (eksternal sebagai perseorangan). Namun, masih terdapat 29% pengguna layanan yang menyatakan bahwa calo yang mereka lihat adalah bagian dari pegawai/ petugas di instansi tersebut, baik petugas langsung maupun petugas/pegawai lain dan orang yang bekerja di sekitar unit layanan. (Gambar 4.19) 0% 20% 40% 60% 80% % INSTANSI TINGKAT VERTIKAL 23% 0% 8% 12% 48% 9% Sidang Peradilan Agama - Manado SKCK - Samarinda Lembaga Pemasyarakatan - Kendari Peralihan Hak atas Tanah - Tanjungpinang Sidang Peradilan Agama - Samarinda Peralihan Hak atas Tanah - Manado Paspor - Mataram SIM - Pontianak SIM - Makassar Paspor - Pontianak NILAI RENDAH NILAI TINGGI Tidak pernah melihat calo Petugas lain Orang luar Petugas langsung Orang yang bekerja di sekitar unit Kombinasi 2 atau lebih perantara/calo Gambar 4.19 Pengalaman Melihat Calo di Layanan Publik Tingkat Vertikal pada Sebagian Instansi dengan Nilai Tinggi dan Nilai Rendah Cara calo beroperasi, sebagian besar dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Pada 4 unit layanan dengan nilai rendah, sebagian besar pengguna layanan menginformasikan bahwa perantara di luar prosedur/calo umumnya melakukan pendekatan ke pengguna layanan secara terang-terangan. Namun, di unit layanan peralihan hak atas tanah di Manado lebih banyak yang menyebutkan cara calo beroperasi dengan pendekatan secara sembunyi-sembunyi. (Gambar 4.20) 90

101 4. INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK TINGKAT VERTIKAL 91 0% 20% 40% 60% 80% % INSTANSI TINGKAT VERTIKAL 9% 83% 8% Sidang Peradilan Agama - Manado SKCK - Samarinda Lembaga Pemasyarakatan - Kendari Peralihan Hak atas Tanah - Tanjungpinang Sidang Peradilan Agama - Samarinda Peralihan Hak atas Tanah - Manado Paspor - Mataram SIM - Pontianak SIM - Makassar Paspor - Pontianak NILAI RENDAH NILAI TINGGI Tidak pernah melihat calo Secara sembunyi-sembunyi Secara terang-terangan Gambar 4.20 Cara Calo Beroperasi di Layanan Publik Tingkat Vertikal pada Sebagian Instansi dengan Nilai Tinggi dan Nilai Rendah D. Fasilitas di Sekitar Lingkungan Pelayanan di Layanan Publik Tingkat Vertikal Keberadaan fasilitas dalam unit layanan merupakan salah satu sebab pengguna layanan mengambil keputusan mengurus sendiri layanannya atau memilih menggunakan jasa calo/perantara di luar prosedur. Hampir seluruh pengguna layanan (90%) menyatakan bahwa fasilitas yang tersedia di unit layanan yang didatangi sudah memadai. (Gambar 4.21) 0% 20% 40% 60% 80% % INSTANSI TINGKAT VERTIKAL 7% 1% 83% 9% Paspor - Kupang SKCK - Samarinda Peningkatan Hak atas Tanah - Padang Lembaga Pemasyarakatan - Kendari SKCK - Kupang SKCK - Mamuju Administrasi Pernikahan KUA - Mamuju Peralihan Hak atas Tanah - Manokwari Peralihan Hak atas Tanah - Jayapura NILAI RENDAH NILAI TINGGI Peningkatan Hak atas Tanah - Manokwari 4 96 Tidak memadai Kurang memadai Memadai Sangat memadai Gambar 4.21 Fasilitas di Sekitar Lingkungan Pelayanan di Layanan Publik Tingkat Vertikal pada Sebagian Instansi dengan Nilai Tinggi dan Nilai Rendah

102 INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK INDONESIA TAHUN FAKTA KORUPSI DALAM LAYANAN PUBLIK Meskipun sebagian besar pengguna layanan menyatakan kondisi fasilitas memadai, pada 5 unit layanan dengan nilai Kondisi Fasilitas rendah, masih terdapat fasilitas yang dianggap kurang dan tidak memadai, terutama pada unit layanan Peningkatan Hak Atas Tanah di Manokwari, Peralihan Hak Atas Tanah di Jayapura, Peralihan Hak Atas Tanah di Manokwari, Administrasi Pernikahan KUA di Mamuju, dan SKCK di Mamuju. E. Suasana/Kondisi di Sekitar Pelayanan di Layanan Publik Tingkat Vertikal Suasana/kondisi sekitar pelayanan di Tingkat Vertikal oleh lebih dari 85% pengguna layanan dinilai teratur tahapan layanannya, ruangan teratur dan rapi, serta tenang, dan nyaman. Meskipun secara dominan pengguna layanan menilai suasana/kondisi se kitar pelayanan sudah cukup mendukung dalam menciptakan layanan yang bersih dan transparan, Instansi Vertikal di daerah tetap perlu melakukan peningkatan kualitas lingkungan kerja agar semakin meminimalisasi potensi korupsi di layanan publik. Tahapan layanan teratur 93% Ruangan teratur dan rapi 91% Tenang 87% Nyaman 85% NILAI RENDAH NILAI TINGGI Lembaga Pemasyarakatan - Kendari Paspor - Serang Paspor - Surabaya Administrasi Pernikahan KUA - Manado Sidang Peradilan Agama - Yogyakarta SIM - Manokwari Peningkatan Hak atas Tanah - Jayapura SIM - Mamuju Peralihan Hak atas Tanah - Manokwari Peningkatan Hak atas Tanah - Manokwari Nyaman Tenang Ruangan teratur dan rapi Tahapan layanan teratur Gambar 4.22 Suasana/Kondisi di Sekitar Pelayanan di Layanan Publik Tingkat Vertikal pada Sebagian Instansi dengan Nilai Tinggi dan Nilai Rendah

103 4. INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK TINGKAT VERTIKAL SISTEM ADMINISTRASI DI LAYANAN PUBLIK TINGKAT VERTIKAL Sistem administrasi yang baik dan transparan akan memudahkan pengguna layanan dalam mengurus layanan. Sistem Administrasi disusun dari 3 sub-indikator, yakni Kepraktisan SOP, Keterbukaan Informasi, dan Pemanfaatan Teknologi Informasi. Nilai indikator Sistem Administrasi di tingkat vertikal adalah 6,24. Gambar 4.23 menunjukkan bahwa Pemanfaatan Teknologi Informasi merupakan sub-indikator yang masih memerlukan perbaikan karena nilainya di bawah standar minimal. 6,89 Kepraktisan SOP 6,24 Sistem Administrasi 6,08 Keterbukaan Informasi 5,53 Pemanfaatan Teknologi Informasi Keterangan: Nilai di bawah 6 (di bawah standar minimum integritas) Gambar 4.23 Nilai Indikator Sistem Administrasi dan Sub Indikator Penyusunnya di Layanan Publik Tingkat Vertikal Nilai indikator Sistem Administrasi pada Instansi Vertikal berkisar antara 5,96 sampai 6,44. Terdapat 4 Instansi Vertikal mendapatkan nilai Sistem Administrasi di atas standar minimal, seperti ditunjukkan oleh Tabel 4.8 berikut. Tabel 4.8 Peringkat Nilai Indikator Sistem Administrasi di Layanan Publik Tingkat Vertikal Tahun 2013 No. Instansi Nilai 1 Kementerian Hukum dan HAM 6,44 2 Kepolisian Republik Indonesia 6,28 3 Mahkamah Agung 6,23 4 Kementerian Agama 6,00 5 Badan Pertanahan Nasional 5,96 A. Kepraktisan SOP di Layanan Publik Tingkat Vertikal Kepraktisan SOP mencerminkan tingkat kemu dahan dan kejelasan prosedur pengurusan layanan, syarat, biaya, dan waktu pengurusan layanan. Berdasarkan hasil survei, terdapat responden yang menyatakan kesulitan dan ketidakjelasan dalam prosedur (9%), kesulitan dan ketidakjelasan dalam persyaratan (8%), kelambatan dan ketidakjelasan dalam waktu (19%), serta mahal dan tidak jelasnya biaya (15%). (Gambar 4.24)

104 INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK INDONESIA TAHUN FAKTA KORUPSI DALAM LAYANAN PUBLIK 64% 67% 76% 73% 2% 7% 27% 2% 6% 25% 3% 16% 5% 3% 12% 12% Tidak jelas Sulit Wajar Mudah Tidak jelas Sulit Wajar Mudah Tidak jelas Lambat Tepat waktu Lebih cepat Tidak jelas Mahal Wajar Murah Prosedur Persyaratan Waktu Biaya Gambar 4.24 Kepraktisan SOP di Layanan Publik Tingkat Vertikal B. Keterbukaan Informasi di Layanan Publik Tingkat Vertikal Dalam mencegah ketidakjelasan prosedur, persyaratan, biaya, dan ketidaktepatan waktu dalam pengurusan layanan, maka ketersediaan informasi di setiap unit layanan menjadi penting saat mengurus layanan. Tingkat keterbukaan informasi layanan dijelaskan pada Gambar Tidak ada pengumuman/penjelasan petugas 8% Prosedur Dijelaskan petugas hanya jika ditanya Dijelaskan petugas tanpa ditanya Diumumkan terbuka Diumumkan terbuka dan dijelaskan petugas tanpa ditanya 12% 23% 24% 33% Persyaratan Tidak ada pengumuman/penjelasan petugas Dijelaskan petugas hanya jika ditanya Dijelaskan petugas tanpa ditanya Diumumkan terbuka Diumumkan terbuka dan dijelaskan petugas tanpa ditanya 5% 12% 23% 25% 35% Tidak ada pengumuman/penjelasan petugas 8% Waktu Dijelaskan petugas hanya jika ditanya Dijelaskan petugas tanpa ditanya Diumumkan terbuka Diumumkan terbuka dan dijelaskan petugas tanpa ditanya 12% 21% 22% 37% Tidak ada pengumuman/penjelasan petugas 14% Dijelaskan petugas hanya jika ditanya 24% Biaya Dijelaskan petugas tanpa ditanya Diumumkan terbuka Diumumkan terbuka dan dijelaskan petugas tanpa ditanya 12% 22% 28% Gambar 4.25 Keterbukaan Informasi di Layanan Publik Tingkat Vertikal

105 4. INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK TINGKAT VERTIKAL 95 Gambar 4.25 menunjukkan yang harus menjadi perhatian unit layanan di tingkat vertikal adalah masih adanya informasi terkait prosedur (23%), persyaratan (23%), waktu (21%), dan biaya (24%) yang baru dijelaskan petugas jika pengguna layanan bertanya. Bahkan, masih ada unit layanan yang tidak transparan mengumumkan/ menjelaskan informasi terkait prosedur (8%), persyaratan (5%), waktu (8%), dan biaya (14%). C. Pemanfaatan Teknologi Informasi di Layanan Publik Tingkat Vertikal Pemanfaatan teknologi informasi juga menjadi dasar pengukuran dalam sistem administrasi. Dari total pengguna layanan yang disurvei, hanya 10,3% yang menjawab pernah menggunakan teknologi informasi saat pengurusan layanan. Tujuan utama pengguna layanan menggunakan teknologi informasi adalah untuk memproses layanan seperti nomor antrean, memasukkan/entry biodata, dan lain-lain (66,2%). Hal ini seperti ditunjukkan oleh Gambar Untuk memproses layanan (nomor antrean, entry biodata, dsb.) 66,2% Tidak pernah 89,7% Pernah 10,3% PERNAH Untuk mengetahui informasi terkait layanan yang diurus Untuk mengetahui status penyelesaian pengurusan layanan 10,3% 23,5% Gambar 4.26 Pengalaman Memanfaatkan Teknologi Informasi di Layanan Publik Tingkat Vertikal Sementara itu, responden yang mengaku tidak pernah memanfaatkan teknologi informasi beralasan karena merasa tidak memerlukannya (49%) dan sebagian lainnya menyatakan bahwa di unit layanan daerah tersebut tidak tersedia teknologi informasi (35%). Pada 4 unit layanan dengan nilai pemanfaatan teknologi rendah, semua pengguna layanan di unit layanan tersebut mengaku tidak pernah memanfaatkan teknologi informasi.

106 INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK INDONESIA TAHUN 2013 FAKTA KORUPSI DALAM LAYANAN PUBLIK 0% 20% 40% 60% 80% % INSTANSI TINGKAT VERTIKAL 35% 10% 2% 4% 49% Lembaga Pemasyarakatan - Mataram Sidang Peradilan Agama - Gorontalo Peralihan Hak atas Tanah - Yogyakarta Peningkatan Hak atas Tanah - Yogyakarta Paspor - Yogyakarta Lembaga Pemasyarakatan - Kendari Lembaga Pemasyarakatan - Yogyakarta SIM - Palu Paspor - Palu NILAI RENDAH NILAI TINGGI Pernikahan KUA - Serang Tidak pernah karena teknologi yang ada tidak berfungsi Tidak pernah karena tidak memerlukan Pernah Tidak tahu cara penggunaannya karena tidak pernah dijelaskan Tidak pernah karena tidak ada teknologi informasi Gambar 4.27 Pemanfaatan Teknologi Informasi di Layanan Publik Tingkat Vertikal pada Sebagian Instansi dengan Nilai Tinggi dan Nilai Rendah PERILAKU INDIVIDU DI LAYANAN PUBLIK TINGKAT VERTIKAL Perilaku individu dalam upaya pencegahan korupsi sangat penting, karena sebagus apapun sistem dibuat tidak akan maksimal tanpa didukung oleh perilaku individu yang terlibat dalam layanan. Tiga sub-indikator penyusun indikator Perilaku Individu (6,27), yaitu Keadilan dalam Layanan (7,32), Ekspektasi Petugas Terhadap Gratifikasi (5,89), dan Perilaku Pengguna Layanan (5,09). (Gambar 4.28) 7,32 Keadilan dalam Layanan 6,27 Perilaku Individu 5,89 Ekspektasi Petugas Terhadap Gratifikasi 5,09 Perilaku Pengguna Layanan Keterangan: Nilai di bawah 6 (di bawah standar minimum integritas) Gambar 4.28 Nilai Indikator Perilaku Individu dan Sub-Indikator Penyusunnya di Layanan Publik Tingkat Vertikal Nilai Indikator Perilaku Individu dalam Integritas Sektor Publik Tingkat Vertikal memiliki rentang 5,90 sampai 6,93. Dua Instansi Vertikal, yaitu Badan Pertanahan Nasional dan Kepolisian Republik Indonesia nilainya masih di bawah 6. (Tabel 4.9) 96

107 4. INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK TINGKAT VERTIKAL 97 Tabel 4.9 Peringkat Nilai Indikator Perilaku Individu di Layanan Publik Tingkat Vertikal Tahun 2013 No. Instansi Nilai 1 Mahkamah Agung 6,93 2 Kementerian Hukum dan HAM 6,55 3 Kementerian Agama 6,41 4 Badan Pertanahan Nasional 5,97 5 Kepolisian Republik Indonesia 5,90 Penjelasan lebih lanjut mengenai 3 sub-indikator penyusun indikator Perilaku Individu disampaikan pada bagian berikut. A. Keadilan dalam Layanan di Layanan Publik Tingkat Vertikal Keadilan dalam layanan didefinisikan sebagai tindakan/sikap petugas unit layanan dalam memberikan pelayanan tanpa membedabedakan perlakuan terhadap penguna layanan. Berdasarkan hasil survei, terdapat 26,3% pengguna layanan publik di Tingkat Vertikal menyatakan bahwa petugas layanan membedakan saat melayani masyarakat. 0% 50% % INSTANSI TINGKAT VERTIKAL 23,9% 73,7% 2,4% Administasi Pernikahan KUA - Denpasar Administasi Pernikahan KUA - Palangkaraya SKCK - Samarinda Administasi Pernikahan KUA - Kupang Paspor - Samarinda Sidang Peradilan Agama - Jayapura Peningkatan Hak atas Tanah - Jayapura Peralihan Hak atas Tanah - Manokwari Peralihan Hak atas Tanah - Jayapura NILAI RENDAH NILAI TINGGI Peningkatan Hak atas Tanah - Manokwari Tidak membedakan Ya, kadang-kadang Ya, selalu Gambar 4.29 Perbedaan Perlakuan Petugas di Layanan Publik Tingkat Vertikal pada Sebagian Instansi dengan Nilai Tinggi dan Nilai Rendah Pada layanan Peningkatan Hak Atas Tanah di Jayapura, Peralihan Hak Atas Tanah di Jayapura, Administrasi Sidang Peradilan Agama di Jayapura, dan Peningkatan Hak Atas Tanah di Manokwari sekitar 3 30 persen pengguna layanannya mengaku selalu mendapat perlakuan yang berbeda dari petugas. Sementara itu, pada unit layanan Peralihan Hak Atas Tanah di Manokwari, Peningkatan Hak Atas Tanah

108 INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK INDONESIA TAHUN 2013 FAKTA KORUPSI DALAM LAYANAN PUBLIK di Manokwari, Peralihan Hak Atas Tanah di Jayapura, Pening katan Hak Atas Tanah di Jayapura, dan Administrasi Sidang Peradilan Agama di Jayapura, sekitar persen respondennya merasakan kadang-kadang ada perbedaan perilaku petugas layanan. Namun pada 4 unit layanan dengan nilai tinggi pada sub-indikator ini, seluruh pengguna layanan menjawab tidak pernah merasakan perbedaan perlakuan petugas layanan saat proses pengurusan layanan. B. Ekspektasi Petugas Terhadap Gratifikasi di Layanan Publik Tingkat Vertikal Perilaku petugas layanan lainnya yang juga berpengaruh terhadap integritas layanan adalah eskpektasi petugas terhadap gratifikasi. Artinya, petugas layanan melalui sinyal-sinyal tertentu, baik langsung maupun tidak langsung mengharapkan imbalan dari pengguna layanan. Hasil survei menunjukkan bahwa 26% responden menjawab pemberian uang tambahan terjadi salah satunya karena petugas memintanya. Gambar berikut menjelaskan cara petugas meminta uang tambahan kepada pengguna layanan. Dari 50% responden yang mengaku memberikan gratifikasi kepada petugas, 4% di antaranya menjawab karena petugas layanan meminta uang tambahan melalui pihak lain. 0% 20% 40% 60% 80% % INSTANSI TINGKAT VERTIKAL 4% 24% 50% 13% 9% Lembaga Pemasyarakatan - Kendari Sidang Peradilan Agama - Samarinda Lembaga Pemasyarakatan - Mataram Sidang Peradilan Agama - Kendari Sidang Peradilan Agama - Manokwari Administasi Pernikahan KUA - Kendari SKCK - Medan Lembaga Pemasyarakatan - Medan SKCK - Surabaya Administasi Pernikahan KUA - Surabaya NILAI RENDAH NILAI TINGGI Tidak ada yang berinisiatif Inisiatif pengguna layanan Melalui pihak lain Langsung tidak terbuka Langsung terbuka Gambar 4.30 Ekspektasi Petugas Terhadap Gratifikasi di Layanan Publik Tingkat Vertikal pada Sebagian Instansi dengan Nilai Tinggi dan Nilai Rendah Pa da 5 unit layanan dengan nilai sub - indikator Ekspektasi Terhadap Gratifikasi rendah, terlihat bahwa cara petugas meminta dan menerima uang tambahan cukup bervariasi. Pada layanan Lembaga Pemasyarakatan di Medan permintaan secara langsung terbuka terlihat dominan, namun cara lain, seperti secara langsung tidak terbuka dan melalui pihak lain juga dilakukan di unit layanan ini. (Gambar 4.30) 98

109 4. INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK TINGKAT VERTIKAL C. Perilaku Pengguna Layanan di Layanan Publik Tingkat Vertikal Inisiatif adanya uang tambahan dalam layanan publik tidak semata-mata dari petugas layanan, namun pengguna layanan juga berperan dalam suburnya praktik gratifikasi. Data menunjukkan bahwa 19% pengguna layanan mengaku merekalah yang berinisiatif memberikan uang tambahan kepada petugas saat mengurus layanan. 0% 20% 40% 60% 80% % INSTANSI TINGKAT VERTIKAL 13% 19% 50% 18% Lembaga Pemasyarakatan - Kendari Sidang Peradilan Agama - Samarinda Lembaga Pemasyarakatan - Mataram Sidang Peradilan Agama - Kendari Sidang Peradilan Agama - Manokwari Peralihan Hak atas Tanah - Manokwari Administasi Pernikahan KUA - Kendari Peningkatan Hak atas Tanah - Manokwari Administasi Pernikahan KUA - Serang NILAI RENDAH NILAI TINGGI Lembaga Pemasyarakatan - Medan Sinyal dari petugas Petugas yang berinisiatif Inisiatif saya sendiri Tidak ada yang berinisiatif Gambar 4.31 Perilaku Pengguna Layanan di Layanan Publik Tingkat Vertikal pada Sebagian Instansi dengan Nilai Tinggi dan Nilai Rendah Gambar 4.31 menjelaskan bahwa pada unit layanan dengan nilai perilaku pengguna layanan rendah, inisiatif pengguna layanan dalam memberikan gratifikasi turut menjadi pemicu terjadinya gratifikasi dalam layanan publik. Oleh karena itu, diperlukan upaya intervensi kepada pengguna layanan dalam hal mencegah gratifikasi dalam layanan publik PENCEGAHAN KORUPSI DI LAYANAN PUBLIK TINGKAT VERTIKAL Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah gratifikasi adalah dengan melakukan tindakan pencegahan. Upaya tersebut salah satunya dapat diukur melalui upaya antikorupsi dan mekanisme pengaduan pengguna layanan yang dilakukan oleh unit layanan sebagaimana dapat dilihat pada Gambar

110 INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK INDONESIA TAHUN 2013 FAKTA KORUPSI DALAM LAYANAN PUBLIK 4,66 Pencegahan Korupsi 4,68 4,58 Tingkat Upaya Anti-Korupsi Mekanisme Pengaduan Masyarakat Keterangan: Nilai di bawah 6 (di bawah standar minimum integritas) Gambar 4.32 Nilai Indikator Pencegahan Korupsi dan Sub-Indikator Penyusunnya di Layanan Publik Tingkat Vertikal Dibanding dengan indikator lainnya, indikator Pencegahan Korupsi di layanan publik vertikal memiliki nilai yang paling rendah (4,66). Nilai tersebut di bawah standar minimal yang ditetapkan KPK (6,00). Artinya, Tingkat Upaya Anti-Korupsi (4,68) dan Mekanisme Pengaduan Masyarakat (4,58) masih kurang sehingga ke depan perlu menjadi perhatian utama. Tabel 4.10 Peringkat Nilai Indikator Pencegahan Korupsi di Layanan Publik Tingkat Vertikal Tahun 2013 No. Instansi Nilai 1 Kepolisian Republik Indonesia 5,06 2 Kementerian Hukum dan HAM 4,94 3 Badan Pertanahan Nasional 4,70 4 Mahkamah Agung 4,31 5 Kementerian Agama 3,47 Tabel 4.10 menjelaskan bahwa tidak ada Instansi Vertikal yang memiliki nilai Pencegahan Korupsi di atas standar minimal yang ditetapkan KPK. Bahkan, 4 instansi, yaitu Kementerian Hukum dan HAM, Badan Pertanahan Nasional, Mahkamah Agung, dan Kementerian Agama memiliki nilai di bawah 5,00. Penjelasan lebih lanjut mengenai 2 subindikator penyusun indikator Pencegahan Korupsi dijelaskan dalam bagian berikut. A. Tingkat Upaya Anti-Korupsi di Layanan Publik Tingkat Vertikal Program kampanye antikorupsi di unit layanan Publik Vertikal masih rendah. Sebanyak 35% pengguna layanan menyatakan tidak melihat adanya media/ kegiatan antikorupsi. Dari 5 Instansi Vertikal dengan nilai Tingkat Upaya Anti-Korupsi rendah, program kampanye antikorupsi dinyatakan tidak ada oleh semua pengguna layanan di unit layanan tersebut. Bagi yang memilih media antikorupsi, stiker/poster/ spanduk adalah bentuk kampanye/media antikorupsi yang lebih banyak dilihat oleh pengguna layanan publik di Tingkat Vertikal.

111 4. INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK TINGKAT VERTIKAL 101 INSTANSI TINGKAT VERTIKAL Stiker/poster/spanduk 45,8% 46% 18% Atribut antikorupsi (pin, baju, topi, dll.) Buku/modul/komik, dll. tentang antikorupsi 5,5% 10,1% 35% 1% Memutar video/film/iklan antikorupsi 5,1% Tidak ada 1 kegiatan/media 2 5 kegiatan/media > 5 kegiatan/media Workshop/seminar petugas Workshop/seminar masyarakat 4,3% 4,1% Gambar 4.33 Bentuk Kampanye/Media Anti-Korupsi di Layanan Publik Tingkat Vertikal B. Mekanisme Pengaduan Masyarakat di Layanan Publik Tingkat Vertikal Selain kampanye antikorupsi, faktor disampaikan oleh pengguna layanan. Dari lain yang menjadi ukuran pelaksanaan pengaduan yang masuk, diharapkan unit pencegahan korupsi adalah adanya layanan dapat melakukan pembenahan mekanisme pengaduan masyarakat. Subindikator ini menunjukkan respons petugas yang pada akhirnya meningkatkan kualitas layanan. unit layanan terhadap pengaduan yang 41% 43% 11% 5% Tidak ada media pengaduan Satu media pengaduan Dua media pengaduan Lebih dari dua media pengaduan 0% 20% 40% 60% 80% % 1% INSTANSI TINGKAT VERTIKAL 49% 41% 9% Sidang Peradilan Agama - Manado Sidang Peradilan Agama - Mataram Paspor - Ambon Administasi Pernikahan KUA - Denpasar Peningkatan Hak atas Tanah - Yogyakarta SIM - Pangkalpinang Administasi Pernikahan KUA - Ambon Administasi Pernikahan KUA - Manokwari Sidang Peradilan Agama - Ambon Administasi Pernikahan KUA - Serang NILAI RENDAH NILAI TINGGI Tidak ada media pengaduan Sulit Mudah Sangat mudah Gambar 4.34 Mekanisme Pengaduan Masyarakat (Aksesibilitas Pengaduan) di Layanan Publik Tingkat Vertikal pada Sebagian Instansi dengan Nilai Tinggi dan Nilai Rendah

112 INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK INDONESIA TAHUN FAKTA KORUPSI DALAM LAYANAN PUBLIK Pengguna layanan sebanyak 41% mengakui bahwa tidak ada media pengaduan di unit layanan yang mereka datangi. Berdasarkan pengalaman pengguna layanan yang pernah mengadu, 35% menyatakan bahwa pengaduan yang mereka sampaikan hanya sekadar ditampung, bahkan 7,5% menyatakan pengaduan diabaikan dan ditolak. (Gambar 4.35) 39% 35% Tidak pernah 92,3% Pernah 7,7% PERNAH 18,5% 6,9% 0,6% Pengaduan ditanggapi Pengaduan ditampung Pengaduan ditindaklanjuti Pengaduan diabaikan Pengaduan ditolak Gambar 4.35 Tindak Lanjut/Respons Petugas dari Pengaduan yang Disampaikan oleh Pengguna Layanan di Layanan Publik Tingkat Vertikal Upaya menaikkan nilai potensi integritas menunjukkan keseriusan unit layanan dan instansi di sektor layanan publik dalam memerangi korupsi secara komprehensif di luar upaya penindakan yang dilakukan. Semakin intensif usahausaha dilakukan untuk meningkatkan potensi integritas, maka semakin efektif pula upaya pemberantasan korupsi bisa dilakukan di unit layanan dan instansi yang bersangkutan. Komisi Pemberantasan Korupsi dalam perannya sebagai trigger mechanism sangat mendorong upaya-upaya pemberantasan korupsi melalui perbaikan layanan publik. Potret kondisi aktual pelayanan publik terkait dengan transparansi, suap, pungutan liar, gratifikasi, sistem administrasi, perilaku individu, lingkungan kerja, dan upayaupaya pencegahan korupsi ini dilakukan juga dalam upaya meningkatkan efektivitas pem berantasan korupsi yang dilakukan KPK terutama di sektor layanan publik.

113 INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK TINGKAT DAERAH

114 INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK INDONESIA TAHUN 2013 FAKTA KORUPSI DALAM LAYANAN PUBLIK 5.1 INDEKS INTEGRITAS TINGKAT DAERAH S daerah dilakukan terhadap 3 unit layanan Indeks Integritas Tingkat Daerah disusun berdasarkan variabel Pengalaman Integritas yang merefleksikan pengalaman pengguna layanan terhadap tingkat korupsi yang dialaminya dan variabel Potensi Integritas yang merefleksikan faktor-faktor yang berpotensi menjadi penyebab terjadinya korupsi berdasarkan pengalaman/penilaian pengguna layanan. Indeks Integritas Daerah (IID) Tahun 2013 adalah 6,82. Nilai ini berada pada posisi di atas standar minimal yang ditetapkan KPK (6,00) dan meningkat dibandingkan Indeks Integritas Daerah (IID) Tahun 2012 yang tercatat sebesar 6,32. Kondisi ini memberikan indikasi bahwa pada tahun 2013 telah ada upaya perbaikan layanan publik oleh Pemerintah Daerah yang mengarah pada semakin berkurangnya praktik korupsi. Nilai IID dan seluruh komponen penyusunnya ditunjukkan pada Gambar ,23 Pengalaman Integritas 7,27 7,22 Pengalaman Korupsi Cara Pandang Terhadap Korupsi 6,98 7,35 7,34 7,00 7,29 Jumlah/Besaran Gratifikasi Frekuensi Pemberian Gratifikasi Waktu Pemberian Gratifikasi Arti Pemberian Gratifikasi Tujuan Pemberian Gratifikasi 6,82 INDEKS INTEGRITAS 7,81 Lingkungan Kerja 6,83 9,57 8,45 7,65 7,59 Kebiasaan Pemberian Gratifikasi Kebutuhan Pertemuan di Luar Prosedur Keterlibatan Calo Fasilitas di Sekitar Lingkungan Pelayanan Suasana/Kondisi di Sekitar Lingkungan Pelayanan 6,00 Potensi Integritas 6,42 Sistem Administrasi 7,24 6,24 5,54 Kepraktisan SOP Keterbukaan Informasi Pemanfaatan Teknologi Informasi 6,88 Perilaku Individu 7,48 6,72 6,14 Keadilan dalam Layanan Ekspektasi Petugas Terhadap Gratifikasi Perilaku Pengguna Layanan 4,09 Pencegahan Korupsi 4,01 4,33 Tingkat Upaya Anti-Korupsi Mekanisme Pengaduan Masyarakat Keterangan: Nilai di bawah 6 (di bawah standar minimum integritas) Gambar 5.1 Indeks Integritas Daerah (IID) dan Komponen Penyusunnya 104

115 5. INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK TINGKAT DAERAH 105 Nilai Pengalaman Integritas memberikan kontribusi dalam meningkatkan nilai IID, sedangkan nilai Potensi Integritas berada pada nilai standar minimal. Indikator yang nilainya rendah pada potensi integritas adalah Pencegahan Korupsi (4,09), sedangkan sub-indikator yang nilainya masih rendah terdiri dari Pemanfaatan Teknologi Informasi (5,54), Tingkat Upaya Anti-Korupsi (4,01), dan Mekanisme Pengaduan Masyarakat (4,33). Tabel 5.1 Peringkat Integritas Tingkat Daerah Tahun 2013 No. Pemerintah Daerah Integritas No. Pemerintah Daerah Integritas 1 Pemko Parepare 7,71 31 Pemko Manado 6,75 2 Pemko Surabaya 7,61 32 Pemko Batam 6,74 3 Pemko Bitung 7,54 33 Pemko Binjai 6,73 4 Pemko Tanjungpinang 7,50 34 Pemko Cirebon 6,72 5 Pemko Gorontalo 7,49 35 Pemko Palembang 6,72 6 Pemko Pematangsiantar 7,41 36 Pemkab Banyumas 6,70 7 Pemko Mataram 7,36 37 Pemko Ambon 6,67 8 Pemko Denpasar 7,30 38 Pemko Medan 6,65 9 Pemko Bogor 7,29 39 Pemko Malang 6,63 10 Pemko Yogyakarta 7,28 40 Pemko Tangerang 6,60 11 Pemko Samarinda 7,27 41 Pemko Kendari 6,59 12 Pemko Cilegon 7,20 42 Pemko Dumai 6,59 13 Pemkab Sidoarjo 7,20 43 Pemkab Mamuju 6,58 14 Pemko Pekalongan 7,18 44 Pemko Pontianak 6,58 15 Pemko Lhokseumawe 7,13 45 Pemko Kediri 6,53 16 DKI Jakarta 7,10 46 Pemkab Manokwari 6,50 17 Pemko Pangkalpinang 7,05 47 Pemko Lubuklinggau 6,47 18 Pemko Bandung 7,01 48 Pemko Ternate 6,47 19 Pemko Makassar 7,00 49 Pemko Surakarta 6,41 20 Pemko Kupang 7,00 50 Pemko Banjarbaru 6,40 21 Pemko Serang 6,99 51 Pemko Bandar Lampung 6,38 22 Pemko Padang 6,99 52 Pemkab Jember 6,31 23 Pemko Bekasi 6,97 53 Pemko Semarang 6,29 24 Pemko Banjarmasin 6,94 54 Pemko Balikpapan 6,19 25 Pemko Banda Aceh 6,93 55 Pemko Palu 6,16 26 Pemko Jambi 6,90 56 Pemko Bima 6,10 27 Pemko Bukittinggi 6,83 57 Pemko Pekanbaru 6,05 28 Pemko Depok 6,82 58 Pemko Bengkulu 6,04 29 Pemko Madiun 6,81 59 Pemko Palangkaraya 5,97 30 Pemko Metro 6,79 60 Pemko Jayapura 5,66 Tabel 5.1 menunjukkan hanya terdapat 2 Pemerintah Daerah, yaitu Pemko Palangkaraya dan Pemko Jayapura, dengan indeks integritas di bawah 6,00. Peringkat terbaik integritas secara nasional tahun 2013 dicapai oleh Pemko Parepare, kemudian disusul oleh Pemko Surabaya dan Pemko Bitung.

116 INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK INDONESIA TAHUN FAKTA KORUPSI DALAM LAYANAN PUBLIK Dari 3 unit layanan daerah yang disurvei di tingkat daerah, Indeks Integritas Unit Layanan Kesehatan Dasar adalah yang tertinggi (7,08). Jika dibanding dengan indeks rata-rata tingkat daerah, maka layanan SIUP dan layanan Kesehatan Dasar memiliki indeks di atas ratarata, sedangkan layanan PBJ memiliki indeks di bawahnya. 6,82 Indeks Integritas Daerah (IID) 6,84 Indeks Integritas Unit Layanan SIUP 7,08 Indeks Integritas Unit Layanan Kesehatan Dasar Gambar 5.2 Indeks Integritas Unit Layanan Daerah 6,50 Indeks Integritas Unit Layanan PBJ Unit layanan dengan indeks integritas 10 tertinggi di daerah didominasi oleh layanan SIUP, kemudian disusul Kesehatan Dasar Puskesmas. SIUP di Pemko Parepare (7,92) merupakan unit layanan yang memperoleh nilai tertinggi. Layanan Kesehatan Dasar Puskesmas di Pemko Gorontalo (7,78) merupakan unit layanan dengan integritas Kesehatan Dasar Puskesmas tertinggi, dan PBJ di Pemko Pematangsiantar (7,84) adalah yang tertinggi untuk layanan PBJ. Tabel 5.2 Peringkat Integritas Unit Layanan Tingkat Daerah Tahun 2013 (Nilai Tertinggi dan Nilai Terendah) No. Unit Layanan Daerah Integritas 1 SIUP Pemko Parepare 7,92 2 PBJ Pemko Pematangsiantar 7,84 3 PBJ Pemko Parepare 7,84 4 Kesehatan Dasar Puskesmas Pemko Gorontalo 7,78 5 SIUP Pemko Tanjungpinang 7,77 6 Kesehatan Dasar Puskesmas Pemko Surabaya 7,72 7 Kesehatan Dasar Puskesmas Pemko Banjarbaru 7,67 8 SIUP Pemko Gorontalo 7,66 9 SIUP Pemko Bitung 7,64 10 SIUP Pemko Samarinda 7,61 Nilai Tertinggi Sementara itu, sepuluh indeks integritas terendah hampir keseluruhannya adalah layanan PBJ. Indeks integritas terendah adalah pada layanan PBJ di Pemko Palu dengan nilai No. Unit Layanan Daerah Integritas 11 SIUP Pemko Jayapura 5,23 12 PBJ Pemko Jember 5,20 13 PBJ Pemko Bandar Lampung 5,16 14 PBJ Pemko Pontianak 5,10 15 PBJ Pemko Kediri 5,09 16 PBJ Pemko Banjarbaru 5,07 17 PBJ Pemko Bima 4,84 18 PBJ Pemko Pekanbaru 4,73 19 PBJ Pemko Palangkaraya 4,42 20 PBJ Pemko Palu 4,24 Nilai Terendah 4,24, disusul oleh PBJ di Pemko Palangkaraya (4,42), PBJ di Pemko Pekanbaru (4,73), dan PBJ di Pemko Bima (4,84).

117 5. INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK TINGKAT DAERAH PENGALAMAN INTEGRITAS DI LAYANAN PUBLIK TINGKAT DAERAH Pengalaman integritas tingkat daerah dengan nilai 7,23 disusun oleh indikator Pengalaman Korupsi dan Cara Pandang Terhadap Korupsi dengan nilai masing-masing 7,27 dan 7,22. Nilai variabel Pengalaman Integritas dan komponen penyusunnya secara keseluruhan sudah berada pada posisi di atas standar minimal, dengan nilai indikator Pengalaman Korupsi yang lebih tinggi dibandingkan Cara Pandang Terhadap Korupsi. 7,23 Pengalaman Integritas 6,98 Jumlah/Besar Gratifikasi 7,27 Pengalaman Korupsi 7,35 7,34 Frekuensi Pemberian Gratifikasi Waktu Pemberian Gratifikasi 7,22 Cara Pandang Terhadap Korupsi 7,00 Arti Pemberian Gratifikasi 7,29 Tujuan Pemberian Gratifikasi Gambar 5.3 Nilai Variabel Pengalaman Integritas dan Komponen Penyusunnya di Layanan Publik Tingkat Daerah Nilai variabel Pengalaman Integritas tingkat daerah Tahun 2013 dari 60 Pemerintah Daerah ditunjukkan pada Tabel 5.3. Hanya satu pemerintah daerah yang nilai pengalaman integritasnya di bawah 6,00. Peringkat terbaik diperoleh Pemko Lhokseumawe (7,95) dan terendah 5,80 yaitu Pemko Jayapura. Tabel 5.3 Peringkat Nilai Variabel Pengalaman Integritas di Layanan Publik Tingkat Daerah Tahun 2013 No. Pemerintah Daerah Nilai 1 Pemko Lhokseumawe 7,95 2 Pemko Surabaya 7,93 3 Pemkab Sidoarjo 7,90 4 Pemko Gorontalo 7,89 5 Pemko Tanjungpinang 7,87 6 Pemko Parepare 7,83 7 Pemko Pematangsiantar 7,79 8 Pemko Mataram 7,75 9 Pemko Pekalongan 7,73 10 Pemko Denpasar 7,67 11 Pemko Bogor 7,66 12 Pemko Bitung 7,66 13 Pemkab Mamuju 7,66 14 Pemko Cilegon 7,64 15 Pemko Samarinda 7,62 16 Pemko Padang 7,60 17 Pemko Jambi 7,57 18 Pemko Yogyakarta 7,56 19 Pemko Pangkalpinang 7,56 20 Pemko Serang 7,51 No. Pemerintah Daerah Nilai 21 Pemko Makassar 7,51 22 DKI Jakarta 7,47 23 Pemko Banda Aceh 7,46 24 Pemko Kupang 7,43 25 Pemko Bandung 7,39 26 Pemko Cirebon 7,39 27 Pemko Banjarmasin 7,38 28 Pemko Madiun 7,38 29 Pemko Medan 7,32 30 Pemko Bukittinggi 7,31 31 Pemko Bekasi 7,27 32 Pemko Binjai 7,19 33 Pemko Depok 7,19 34 Pemko Metro 7,19 35 Pemkab Banyumas 7,18 36 Pemko Lubuklinggau 7,15 37 Pemkab Manokwari 7,12 38 Pemko Ambon 7,09 39 Pemko Malang 7,06 40 Pemko Palembang 7,04 No. Pemerintah Daerah Nilai 41 Pemko Batam 7,04 42 Pemko Dumai 7,03 43 Pemko Kendari 6,96 44 Pemko Manado 6,96 45 Pemko Ternate 6,95 46 Pemko Kediri 6,89 47 Pemko Tangerang 6,88 48 Pemko Pontianak 6,83 49 Pemko Palu 6,80 50 Pemko Bima 6,77 51 Pemko Bandar Lampung 6,75 52 Pemko Banjarbaru 6,62 53 Pemkab Jember 6,58 54 Pemko Bengkulu 6,51 55 Pemko Surakarta 6,46 56 Pemko Semarang 6,39 57 Pemko Pekanbaru 6,34 58 Pemko Balikpapan 6,31 59 Pemko Palangkaraya 6,28 60 Pemko Jayapura 5,80

118 INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK INDONESIA TAHUN FAKTA KORUPSI DALAM LAYANAN PUBLIK Pada kombinasi unit layanan di tingkat daerah dengan nilai tertinggi dan terendah, terlihat bahwa SIUP dan Kesehatan Dasar Puskesmas mendominasi peringkat tertinggi. Nilai Pengalaman Integritas 5 tertinggi semuanya di atas 8,00, sedangkan 5 terendah semuanya jauh di bawah standar minimal (6,00). Surat Izin Usaha Perdagangan di Pemkab Manokwari merupakan unit layanan yang nilai Pengalaman Integritasnya tertinggi. Nilai pengalaman integritas 5 terendah semuanya diperoleh unit layanan PBJ. Pengadaan Barang Jasa di Pemko Palu merupakan unit layanan dengan nilai Pengalaman Integritas terendah. Gambar 5.4 menjelaskan kondisi tersebut. SIUP-Pemkab Manokwari 8,18 NILAI TERENDAH NILAI TERTINGGI Puskesmas-Pemko Gorontalo 8,15 SIUP-Pemko Palu 8,14 Puskesmas-Pemko Pontianak 8,11 Puskesmas-Pemko Mataram 8,11 PBJ-Pemko Bima 4,81 PBJ-Pemko Kediri 4,71 PBJ-Pemko Pekanbaru 4,51 PBJ-Pemko Palangkaraya 4,21 PBJ-Pemko Palu 4,21 Gambar 5.4 Nilai Variabel Pengalaman Integritas di Layanan Publik Tingkat Daerah (Nilai Tertinggi dan Nilai Terendah) PENGALAMAN KORUPSI DI LAYANAN PUBLIK TINGKAT DAERAH Pengalaman korupsi yang langsung dirasakan masyarakat pada saat proses pengurusan layanan adalah dalam bentuk uang tambahan (gratifikasi) yang biasanya dibayarkan oleh pengguna layanan di luar biaya resmi. Nilai indikator Pengalaman Korupsi di Pemerintah Daerah adalah 7,27. Nilai ini disu sun dari sub-indikator Jumlah/Besaran Gratifikasi dengan nilai 6,98, Frekuensi Pemberian Gratifikasi dengan nilai 7,35, dan Waktu Pemberian Gratifikasi dengan nilai 7,34. Ketiga nilai ini menunjukkan bahwa pengendalian gratifikasi pada layanan publik tingkat daerah menunjukkan progres yang positif.

119 5. INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK TINGKAT DAERAH 109 6,98 Jumlah/Besar Gratifikasi 7,27 Pengalaman Korupsi 7,35 Frekuensi Pemberian Gratifikasi 7,34 Waktu Pemberian Gratifikasi Gambar 5.5 Nilai Indikator Pengalaman Korupsi dan Sub-Indikator Penyusunnya di Layanan Publik Tingkat Daerah Pengalaman Korupsi pada Pemerintah Daerah memiliki rentang nilai yang cukup lebar. Tiga Pemerintah Daerah dengan nilai tertinggi 8,00 dicapai Pemko Pematangsiantar, Pemko Tanjungpinang, dan Pemko Bitung. Adapun nilai terendah, yaitu Pemko Jayapura (5,85) dan Pemko Balikpapan (5,93). Kondisi ini menunjukkan tidak adanya standar layanan publik yang sama antardaerah. Tabel 5.4 Peringkat Nilai Indikator Pengalaman Korupsi di Layanan Publik Tingkat Daerah No. Pemerintah Daerah Nilai 1 Pemko Pematangsiantar 8,00 2 Pemko Tanjungpinang 8,00 3 Pemko Bitung 8,00 4 Pemko Lhokseumawe 7,92 5 Pemko Denpasar 7,91 6 Pemko Parepare 7,87 7 Pemko Surabaya 7,85 8 Pemkab Sidoarjo 7,85 9 Pemko Gorontalo 7,83 10 Pemko Cilegon 7,82 11 Pemko Pekalongan 7,81 12 Pemko Padang 7,80 13 Pemko Bogor 7,77 14 Pemko Pangkalpinang 7,75 15 Pemko Banjarmasin 7,71 16 Pemko Samarinda 7,70 17 Pemkab Mamuju 7,69 18 Pemko Yogyakarta 7,67 19 Pemko Mataram 7,65 20 Pemko Cirebon 7,65 No. Pemerintah Daerah Nilai 21 Pemko Medan 7,59 22 DKI Jakarta 7,58 23 Pemko Serang 7,57 24 Pemko Kupang 7,55 25 Pemko Makassar 7,53 26 Pemko Jambi 7,50 27 Pemko Bukittinggi 7,49 28 Pemko Madiun 7,48 29 Pemko Bandung 7,41 30 Pemkab Banyumas 7,40 31 Pemko Banda Aceh 7,31 32 Pemko Metro 7,30 33 Pemko Palembang 7,29 34 Pemko Depok 7,23 35 Pemko Bekasi 7,21 36 Pemko Malang 7,19 37 Pemko Lubuklinggau 7,15 38 Pemko Batam 7,14 39 Pemko Dumai 7,02 40 Pemko Ternate 7,00 No. Pemerintah Daerah Nilai 41 Pemko Kendari 6,96 42 Pemko Binjai 6,96 43 Pemko Bengkulu 6,95 44 Pemko Kediri 6,94 45 Pemko Ambon 6,92 46 Pemko Manado 6,90 47 Pemkab Manokwari 6,88 48 Pemko Tangerang 6,85 49 Pemko Pontianak 6,74 50 Pemkab Jember 6,64 51 Pemko Semarang 6,61 52 Pemko Bima 6,54 53 Pemko Surakarta 6,53 54 Pemko Bandar Lampung 6,45 55 Pemko Palu 6,42 56 Pemko Palangkaraya 6,41 57 Pemko Pekanbaru 6,33 58 Pemko Banjarbaru 6,14 59 Pemko Balikpapan 5,93 60 Pemko Jayapura 5,85 A. Jumlah/Besaran Gratifikasi di Layanan Publik Tingkat Daerah Nilai sub-indikator Jumlah/Besar Gratifikasi adalah 6,98. Nilai ini menunjukkan unit layanan yang menerima biaya layanan yang melebihi biaya resmi yang telah ditetapkan semakin berkurang. Dari total responden, 86% pengguna layanan menjawab membayar sesuai dengan ketentuan saat pengurusan layanan. Masih terdapat 14% pengguna layanan yang membayar lebih dari biaya resmi dengan dominasi jumlah pembayaran lebih dari 50% dari biaya resmi.

120 INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK INDONESIA TAHUN FAKTA KORUPSI DALAM LAYANAN PUBLIK 0% 20% 40% 60% 80% % INSTANSI TINGKAT DAERAH 2% 12% 86% SIUP - Pemkab Manokwari Puskesmas - Pemko Gorontalo SIUP - Pemko Palu Puskesmas - Pemko Pontianak Puskesmas - Pemko Mataram PBJ - Pemko Bima PBJ - Pemko Palangkaraya PBJ - Pemko Kediri PBJ - Pemko Pekanbaru PBJ - Pemko Palu NILAI RENDAH NILAI TINGGI Sesuai biaya resmi <50% dari biaya resmi >50% dari biaya resmi Gambar 5.6 Jumlah/Besaran Gratifikasi di Layanan Publik Tingkat Daerah pada Sebagian Instansi dengan Nilai Tinggi dan Nilai Rendah Pada 5 unit layanan dengan nilai subindikator Jumlah/Besaran Gratifikasi rendah, pemberian uang tambahan dilakukan oleh lebih dari 60% pengguna layanan terjadi pada 5 unit layanan di Pemko Palu, Pekanbaru, Kediri, Palangkaraya, dan Bima. B. Frekuensi Pemberian Gratifikasi di Layanan Publik Tingkat Daerah Nilai sub-indikator Frekuensi Pemberian Gratifikasi adalah 7,35. Nilai tersebut menunjukkan frekuensi pemberian uang tambahan yang dilakukan oleh pengguna layanan sudah semakin berkurang. Namun, masih terdapat 14% pengguna layanan mengaku pernah memberikan uang tambahan saat pengurusan layanan, seperti terlihat pada Gambar % 20% 40% 60% 80% % INSTANSI TINGKAT DAERAH SIUP - Pemkab Manokwari 8% 3% 3% 86% Puskesmas - Pemko Gorontalo SIUP - Pemko Palu Puskesmas - Pemko Pontianak Puskesmas - Pemko Mataram PBJ - Pemko Palu PBJ - Pemko Binjai PBJ - Pemko Bandar Lampung PBJ - Pemko Balikpapan NILAI RENDAH NILAI TINGGI PBJ - Pemko Banjarbaru Tidak pernah 1 kali 2 kali Lebih dari 2 kali Gambar 5.7 Frekuensi Pemberian Gratifikasi di Layanan Publik Tingkat Daerah pada Sebagian Instansi dengan Nilai Tinggi dan Nilai Rendah

121 5. INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK TINGKAT DAERAH 111 Pada 5 unit layanan dengan nilai subindikator Frekuensi Pemberian Gratifikasi rendah, pengguna layanan umumnya menyatakan memberikan uang tambahan satu kali. Namun, pengguna layanan pada PBJ Pemko Banjarbaru sebagian besar (63%) mengaku memberikan gratifikasi lebih dari 2 kali pada saat mengurus layanan. C. Waktu Pemberian Gratifikasi di Layanan Publik Tingkat Daerah Nilai sub-indikator Waktu Pemberian Gratifikasi adalah 7,34. Waktu Pemberian Gratifikasi menunjukkan kapan pemberian uang tambahan dilakukan oleh pengguna layanan. Terdapat 14% pengguna layanan yang mengaku memberikan uang tambahan/gratifikasi. Pada pengguna layanan yang menyatakan pernah memberikan uang tambahan, 44%-nya mengaku memberikan saat pada akhir proses pengurusan. Pemberian pada akhir layanan biasanya dilakukan sebagai wujud ucapan terima kasih atas layanan yang diberikan. Namun, Gambar 5.8 juga menjelaskan masih terdapat indikasi suap pada layanan publik yang ditunjukkan dari waktu pemberian gratifikasi yang dilakukan pengguna layanan pada awal, tengah, maupun kombinasi di antara waktu-waktu tersebut (pemberian gratifikasi 2 atau 3 kali). 0% 20% 40% 60% 80% % INSTANSI TINGKAT DAERAH SIUP - Pemkab Manokwari 15% 17% 44% 24% Puskesmas - Pemko Gorontalo SIUP - Pemko Palu Puskesmas - Pemko Pontianak Puskesmas - Pemko Mataram PBJ - Pemko Palangkaraya PBJ - Pemko Balikpapan PBJ - Pemko Bima PBJ - Pemko Pekanbaru NILAI RENDAH NILAI TINGGI PBJ - Pemko Palu Tidak memberi Pada awal pengurusan layanan Pada akhir pengurusan layanan Kombinasi 2 atau 3 tahap Pada saat pengurusan layanan (di tengah proses) Gambar 5.8 Waktu Pemberian Gratifikasi di Layanan Publik Tingkat Daerah pada Sebagian Instansi dengan Nilai Tinggi dan Nilai Rendah Pada 5 unit layanan dengan nilai subindikator Waktu Pemberian Gratifikasi rendah, sebagian besar pengguna layanan menyatakan lebih banyak memberikan uang tambahan di akhir pengurusan layanan. Namun, pemberian pada awal atau pada saat proses pengurusan juga masih terjadi. Pemberian pada awal, pertengahan bahkan lebih dari 1 kali umumnya dilakukan dalam rangka memperlancar dan atau mempercepat proses layanan.

122 INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK INDONESIA TAHUN FAKTA KORUPSI DALAM LAYANAN PUBLIK CARA PANDANG TERHADAP KORUPSI DI LAYANAN PUBLIK TINGKAT DAERAH Upaya meningkatkan integritas tidak hanya dapat dilakukan oleh pihak pemberi layanan, tetapi juga oleh pengguna layanan. Masyarakat sebagai pengguna layanan seharusnya dapat diberdayakan dengan mengubah atau memperbaiki cara pandang mereka terhadap korupsi, khususnya terhadap praktik pemberian gratifikasi. Cara pandang terhadap gratifikasi ini akan memengaruhi sikap dan keputusan seseorang untuk mau atau tidak memberi gratifikasi. 7,22 Cara Pandang Terhadap Korupsi 7,00 Arti Pemberian Gratifikasi 7,29 Tujuan Pemberian Gratifikasi Gambar 5.9 Nilai Indikator Cara Pandang Terhadap Korupsi dan Sub-Indikator Penyusunnya di Layanan Publik Tingkat Daerah Nilai indikator cara pandang terhadap korupsi adalah 7,22. Nilai ini di tingkat daerah bervariasi dengan rentang yang sempit antara 7,00 sampai 7,29. Terdapat 98,3% atau 59 Pemerintah Daerah yang memiliki nilai indikator Cara Pandang Terhadap Korupsi di atas standar minimal. (Gambar 5.9) Tabel 5.5 Peringkat Nilai Indikator Cara Pandang Terhadap Korupsi di Layanan Publik Tingkat Daerah No. Pemerintah Daerah Nilai 1 Pemko Lhokseumawe 7,96 2 Pemko Surabaya 7,95 3 Pemkab Sidoarjo 7,92 4 Pemko Gorontalo 7,90 5 Pemko Tanjungpinang 7,82 6 Pemko Parepare 7,82 7 Pemko Mataram 7,79 8 Pemko Pematangsiantar 7,73 9 Pemko Pekalongan 7,70 10 Pemkab Mamuju 7,65 11 Pemko Bogor 7,63 12 Pemko Jambi 7,59 13 Pemko Denpasar 7,59 14 Pemko Samarinda 7,59 15 Pemko Cilegon 7,57 16 Pemko Bitung 7,55 17 Pemko Padang 7,54 18 Pemko Yogyakarta 7,53 19 Pemko Banda Aceh 7,51 20 Pemko Makassar 7,50 No. Pemerintah Daerah Nilai 21 Pemko Pangkalpinang 7,50 22 Pemko Serang 7,49 23 DKI Jakarta 7,44 24 Pemko Kupang 7,38 25 Pemko Bandung 7,38 26 Pemko Madiun 7,35 27 Pemko Cirebon 7,30 28 Pemko Bekasi 7,29 29 Pemko Banjarmasin 7,28 30 Pemko Binjai 7,27 31 Pemko Bukittinggi 7,25 32 Pemko Medan 7,23 33 Pemkab Manokwari 7,20 34 Pemko Depok 7,18 35 Pemko Metro 7,15 36 Pemko Lubuklinggau 7,14 37 Pemko Ambon 7,14 38 Pemkab Banyumas 7,10 39 Pemko Dumai 7,03 40 Pemko Malang 7,02 No. Pemerintah Daerah Nilai 41 Pemko Batam 7,01 42 Pemko Manado 6,98 43 Pemko Palembang 6,96 44 Pemko Kendari 6,96 45 Pemko Ternate 6,93 46 Pemko Palu 6,93 47 Pemko Tangerang 6,89 48 Pemko Kediri 6,87 49 Pemko Pontianak 6,86 50 Pemko Bima 6,85 51 Pemko Bandar Lampung 6,85 52 Pemko Banjarbaru 6,78 53 Pemkab Jember 6,56 54 Pemko Surakarta 6,44 55 Pemko Balikpapan 6,44 56 Pemko Bengkulu 6,37 57 Pemko Pekanbaru 6,35 58 Pemko Semarang 6,32 59 Pemko Palangkaraya 6,23 60 Pemko Jayapura 5,79

123 5. INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK TINGKAT DAERAH 113 A. Arti Pemberian Gratifikasi di Layanan Publik Tingkat Daerah Arti Pemberian Gratifikasi menunjukkan bagaimana masyarakat mengartikan biaya atau imbalan yang mereka keluarkan, apakah tergolong gratifikasi atau tidak. Nilai sub-indikator Arti Pemberian Gratifikasi adalah 7,00. Nilai ini menunjukkan bahwa secara umum masyarakat memahami bahwa tindakan memberi gratifikasi kepada petugas layanan publik adalah sesuatu yang tidak dibenarkan dan menyalahi aturan (74,0%). Namun, masih terdapat 26,0% yang menyatakan sebaliknya. 0% 20% 40% 60% 80% % INSTANSI TINGKAT DAERAH 41% 33% 13% 11% 1% 1% SIUP - Pemkab Manokwari SIUP - Pemko Gorontalo Puskesmas - Pemko Gorontalo PBJ - Pemkab Manokwari SIUP - Pemko Palu PBJ - Pemkab Jember PBJ - Pemko Pontianak PBJ - Pemko Banjarbaru PBJ - Pemko Kediri PBJ - Pemko Ternate NILAI RENDAH NILAI TINGGI Melanggar hukum dan harus dilaporkan Boleh dilakukan jika terpaksa Boleh dan sering dilakukan Memalukan dan tercela Boleh dilakukan asalkan tidak terlalu sering Harus dilakukan dalam setiap layanan Gambar 5.10 Arti Pemberian Gratifikasi di Layanan Publik Tingkat Daerah pada Sebagian Instansi dengan Nilai Tinggi dan Nilai Rendah Pada 5 unit layanan dengan nilai subindikator Arti Pemberian Gratifikasi nilai rendah, yaitu pada layanan PBJ di Pemko Ternate, Kediri, Banjarbaru, Pontianak, dan Pemkab Jember terlihat bahwa lebih dari 60% pengguna layanannya menganggap bahwa pemberian uang tambahan/gratifikasi dalam pengurusan layanan publik boleh dilakukan. Variasi jawaban yang diberikan mulai dari gratifikasi boleh dilakukan kalau terpaksa asal tidak terlalu sering, sampai ada yang menyatakan gratifikasi boleh dan sering dilakukan. (Gambar 5.10) B. Tujuan Pemberian Gratifikasi di Layanan Publik Tingkat Daerah Nilai sub-indikator Tujuan Pemberian Gratifikasi adalah 7,29, menggambarkan tujuan dan alasan yang membuat pengguna layanan memberikan uang tambahan kepada petugas. Berdasarkan fakta yang dijumpai di unit layanan tingkat daerah, tujuan utama pengguna layanan memberikan uang tambahan adalah untuk mempercepat waktu pengurusan layanan (42,0%).

124 INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK INDONESIA TAHUN FAKTA KORUPSI DALAM LAYANAN PUBLIK Pada 5 unit layanan dengan nilai subindikator Tujuan Pemberian Gratifikasi rendah terlihat bahwa tujuan utama pemberian gratifikasi pada layanan publik adalah mempercepat waktu pengurusan layanan dan menghindarkan diri dari perlakuan petugas yang semena-mena. (Gambar 5.11) 0% 20% 40% 60% 80% % INSTANSI TINGKAT DAERAH 22% 16% 9% 11% 42% SIUP - Pemkab Manokwari Puskesmas - Pemko Gorontalo SIUP - Pemko Palu Puskesmas - Pemko Pontianak Puskesmas - Pemko Mataram PBJ - Pemko Kediri PBJ - Pemko Semarang PBJ - Pemko Pekanbaru PBJ - Pemko Palu PBJ - Pemko Palangkaraya Menghindarkan petugas semena-mena Meluluskan syarat pengurusan Memastikan tepat waktu Mempercepat waktu Tidak ada tujuan tertentu Tidak memberikan NILAI RENDAH NILAI TINGGI Gambar 5.11 Tujuan Pemberian Gratifikasi di Layanan Publik Tingkat Daerah pada Sebagian Instansi dengan Nilai Tinggi dan Nilai Rendah Apabila dikaji lebih dalam, alasan pengguna layanan memberikan uang tambahan/ gratifikasi saat proses pengurusan layanan karena rasa puas terhadap layanan yang diberikan oleh petugas. Namun, perlu juga mendapat perhatian bahwa alasan lain yang negatif, yaitu karena petugas meminta, mempersulit, atau malas melayani juga menjadi alasan pengguna layanan memberikan uang tambahan saat mengurus layanan. (Gambar 5.12) 0% 20% 40% 60% 80% % INSTANSI TINGKAT DAERAH 11% 15% 47% 17% 9% 1% SIUP - Pemkab Manokwari Puskesmas - Pemko Gorontalo SIUP - Pemko Palu Puskesmas - Pemko Pontianak Puskesmas - Pemko Mataram PBJ - Pemko Kediri PBJ - Pemko Semarang PBJ - Pemko Pekanbaru PBJ - Pemko Palu NILAI RENDAH NILAI TINGGI PBJ - Pemko Palangkaraya Petugas meminta Petugas mempersulit Petugas malas melayani Kasihan gaji petugas kecil Puas dengan layanan petugas Petugas ramah Tidak memberi Gambar 5.12 Alasan Pemberian Gratifikasi di Layanan Publik Tingkat Daerah pada Sebagian Instansi dengan Nilai Tinggi dan Nilai Rendah

125 5. INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK TINGKAT DAERAH 5.3 POTENSI INTEGRITAS DI LAYANAN PUBLIK TINGKAT DAERAH Potensi Integritas tingkat daerah dengan nilai 6,00 memberikan kontribusi sebesar 0,333 terhadap indeks integritas. Potensi integritas yang merupakan variabel penting dalam memperkecil peluang korupsi pada layanan publik disusun oleh 4 indikator, yaitu Lingkungan Kerja dengan nilai 7,81, Sistem Administrasi dengan nilai 6,42, Perilaku Individu dengan nilai 6,88, dan Pencegahan Korupsi dengan nilai 4,09. Setiap indikator terdiri dari 2 5 sub-indikator, seperti ditunjukkan oleh Gambar ,81 Lingkungan Kerja 6,83 9,57 8,45 7,65 7,59 Kebiasaan Pemberian Gratifikasi Kebutuhan Pertemuan di Luar Prosedur Keterlibatan Calo Fasilitas di Sekitar Lingkungan Pelayanan Suasana/Kondisi di Sekitar Lingkungan Pelayanan 6,00 Potensi Integritas 6,42 Sistem Administrasi 7,24 6,24 5,54 Kepraktisan SOP Keterbukaan Informasi Pemanfaatan Teknologi Informasi 6,88 Perilaku Individu 7,48 6,72 6,14 Keadilan dalam Layanan Ekspektasi Petugas Terhadap Gratifikasi Perilaku Pengguna Layanan 4,09 Pencegahan Korupsi 4,01 4,33 Tingkat Upaya Anti-Korupsi Mekanisme Pengaduan Masyarakat Keterangan: Nilai di bawah 6 (di bawah standar minimum integritas) Gambar 5.13 Nilai Variabel Potensi Integritas dan Komponen Penyusunnya di Layanan Publik Tingkat Daerah Nilai potensi integritas tingkat daerah adalah 6,00. Nilai tersebut menunjukkan indikator Pencegahan Korupsi masih memerlukan penguatan karena nilainya yang di bawah standar minimal. Masih terdapat 3 sub-indikator, yaitu Pemanfaatan Teknologi Informasi, Tingkat Upaya Anti-Korupsi, dan Mekanisme Pengaduan Masyarakat yang nilainya di bawah 6,00. Nilai Potensi Integritas dari 60 Pemerintah Daerah berkisar antara 4,42 sampai 7,46. Apabila dibanding dengan pengalaman integritas, nilai Potensi Integritas secara umum lebih rendah. Artinya, sebagian besar Pemerintah Daerah masih kurang maksimal menyiapkan upaya-upaya untuk menutup potensi korupsi pada layanan publiknya. 115

126 INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK INDONESIA TAHUN FAKTA KORUPSI DALAM LAYANAN PUBLIK Tabel 5.6 Peringkat Nilai Variabel Potensi Integritas di Layanan Publik Tingkat Daerah Tahun 2013 No. Pemerintah Daerah Nilai No. Pemerintah Daerah Nilai No. Pemerintah Daerah Nilai 1 Pemko Parepare 7,46 2 Pemko Bitung 7,29 3 Pemko Surabaya 6,98 4 Pemko Tanjungpinang 6,77 5 Pemko Yogyakarta 6,71 6 Pemko Gorontalo 6,70 7 Pemko Pematangsiantar 6,63 8 Pemko Samarinda 6,57 9 Pemko Denpasar 6,56 10 Pemko Mataram 6,56 11 Pemko Bogor 6,54 12 DKI Jakarta 6,36 13 Pemko Bekasi 6,36 14 Pemko Cilegon 6,34 15 Pemko Manado 6,34 16 Pemko Surakarta 6,31 17 Pemko Bandung 6,26 18 Pemko Kupang 6,14 19 Pemko Batam 6,14 20 Pemko Semarang 6,10 21 Pemko Pekalongan 6,08 22 Pemko Pontianak 6,08 23 Pemko Depok 6,08 24 Pemko Palembang 6,06 25 Pemko Banjarmasin 6,05 26 Pemko Tangerang 6,05 27 Pemko Pangkalpinang 6,02 28 Pemko Metro 6,00 29 Pemko Makassar 5,99 30 Pemko Serang 5,96 31 Pemko Balikpapan 5,96 32 Pemko Banjarbaru 5,95 33 Pemko Bukittinggi 5,88 34 Pemko Banda Aceh 5,86 35 Pemko Kendari 5,85 36 Pemko Ambon 5,84 37 Pemko Kediri 5,82 38 Pemkab Sidoarjo 5,79 39 Pemko Binjai 5,79 40 Pemko Padang 5,77 41 Pemkab Jember 5,76 42 Pemko Malang 5,76 43 Pemkab Banyumas 5,76 44 Pemko Dumai 5,70 45 Pemko Madiun 5,68 46 Pemko Bandar Lampung 5,64 47 Pemko Jambi 5,55 48 Pemko Ternate 5,51 49 Pemko Lhokseumawe 5,47 50 Pemko Pekanbaru 5,46 51 Pemko Cirebon 5,39 52 Pemko Jayapura 5,36 53 Pemko Palangkaraya 5,35 54 Pemko Medan 5,30 55 Pemkab Manokwari 5,26 56 Pemko Lubuklinggau 5,12 57 Pemko Bengkulu 5,09 58 Pemko Palu 4,88 59 Pemko Bima 4,74 60 Pemkab Mamuju 4,42 Tabel 5.6 menunjukkan bahwa 46,7% atau 28 Pemerintah Daerah memiliki nilai Potensi Integritas di atas standar minimal (6,00). Sementara itu, 53,3% atau 32 Pemerintah Daerah lainnya masih perlu meningkatkan upaya untuk meminimalkan potensi korupsi yang ada di layanan publiknya. Nilai Potensi Integritas 32 Pemerintah Daerah tersebut masih di bawah standar minimal, terlebih pada 3 Pemerintah Daerah, yaitu Pemko Palu (4,88), Pemko Bima (4,74), dan Pemkab Mamuju (4,42). PBJ-Pemko Pematangsiantar 7,75 NILAI TERENDAH NILAI TERTINGGI PBJ-Pemko Parepare 7,67 SIUP-Pemko Bitung 7,63 SIUP-Pemko Parepare 7,59 SIUP-Pemko Tanjungpinang 7,58 PBJ-Pemko Bandar Lampung 4,61 SIUP-Pemkab Mamuju 4,55 PBJ-Pemko Palu 4,30 PBJ-Pemkab Mamuju 3,93 SIUP-Pemko Bima 3,71 Gambar 5.14 Nilai Variabel Potensi Integritas di Layanan Publik Tingkat Daerah (Nilai Tertinggi dan Nilai Terendah)

127 5. INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK TINGKAT DAERAH 117 Unit layanan dengan nilai Potensi Integritas tertinggi dicapai oleh unit layanan PBJ di Pemko Pematangsiantar dengan nilai 7,75. Adapun nilai potensi integritas terendah adalah unit layanan SIUP di Pemko Bima dengan nilai 3, LINGKUNGAN KERJA DI LAYANAN PUBLIK TINGKAT DAERAH Lingkungan kerja yang baik tentunya akan menimbulkan suasana kerja yang baik pula. Apabila lingkungan kerja tidak didukung oleh fasilitas yang memadai, suasana pelayanan yang tidak nyaman, bahkan jika ditambah dengan prosedur yang berbelit-belit akan mendorong pengguna layanan untuk melakukan penyimpangan dalam proses layanan, seperti pertemuan di luar prosedur dan pemberian gratifikasi untuk memperlancar prosedur pengurusan. 6,83 Kebiasaan Pemberian Gratifikasi 9,57 Kebutuhan Pertemuan di Luar Prosedur 7,81 Lingkungan Kerja 8,45 Keterlibatan Calo 7,65 Fasilitas di Sekitar Lingkungan Pelayanan 7,59 Suasana/Kondisi di Sekitar Lingkungan Pelayanan Gambar 5.15 Nilai Indikator Lingkungan Kerja dan Sub Indikator Penyusunnya di Layanan Publik Tingkat Daerah Nilai integritas indikator Lingkungan Kerja adalah 7,81. Pencapaian ini terutama didukung oleh tingginya nilai Kebutuhan Pertemuan di Luar Prosedur (9,57), artinya pengguna layanan yang melakukan pertemuan di luar prosedur sangat rendah. Gambaran peringkat nilai indikator Lingkungan Kerja pada tiap pemerintah daerah dapat dilihat pada Tabel 5.7 berikut. Tabel 5.7 Peringkat Nilai Indikator Lingkungan Kerja di Layanan Publik Tingkat Daerah Tahun 2013 No. Pemerintah Daerah Nilai 1 Pemko Parepare 8,85 2 Pemko Pekalongan 8,76 3 Pemko Cilegon 8,73 4 Pemko Lhokseumawe 8,70 5 Pemko Pematangsiantar 8,67 6 Pemko Bogor 8,65 7 Pemko Gorontalo 8,63 8 Pemko Banjarmasin 8,54 9 Pemko Bitung 8,54 10 Pemko Serang 8,52 No. Pemerintah Daerah Nilai 11 Pemko Yogyakarta 8,48 12 Pemko Samarinda 8,41 13 Pemko Tanjungpinang 8,40 14 DKI Jakarta 8,36 15 Pemko Pangkalpinang 8,34 16 Pemkab Sidoarjo 8,32 17 Pemko Jambi 8,30 18 Pemko Bekasi 8,22 19 Pemko Mataram 8,17 20 Pemko Denpasar 8,15 No. Pemerintah Daerah Nilai 21 Pemko Surabaya 8,14 22 Pemko Madiun 8,13 23 Pemko Kupang 8,12 24 Pemko Banda Aceh 8,08 25 Pemko Makassar 7,91 26 Pemkab Banyumas 7,90 27 Pemko Bandung 7,89 28 Pemko Malang 7,88 29 Pemko Metro 7,81 30 Pemko Surakarta 7,80

128 INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK INDONESIA TAHUN FAKTA KORUPSI DALAM LAYANAN PUBLIK No. Pemerintah Daerah Nilai No. Pemerintah Daerah Nilai No. Pemerintah Daerah Nilai 31 Pemko Depok 7,75 32 Pemko Batam 7,74 33 Pemkab Manokwari 7,74 34 Pemko Binjai 7,72 35 Pemko Semarang 7,72 36 Pemko Ambon 7,66 37 Pemko Cirebon 7,66 38 Pemko Manado 7,64 39 Pemko Ternate 7,62 40 Pemko Dumai 7,56 41 Pemko Palembang 7,53 42 Pemko Balikpapan 7,52 43 Pemko Bengkulu 7,50 44 Pemko Kediri 7,47 45 Pemkab Jember 7,29 46 Pemko Banjarbaru 7,29 47 Pemko Padang 7,25 48 Pemko Bandar Lampung 7,19 49 Pemko Palu 7,17 50 Pemko Palangkaraya 7,14 51 Pemko Pontianak 7,07 52 Pemko Bukittinggi 7,04 53 Pemko Tangerang 7,01 54 Pemko Lubuklinggau 6,99 55 Pemko Pekanbaru 6,99 56 Pemko Medan 6,93 57 Pemko Kendari 6,86 58 Pemkab Mamuju 6,54 59 Pemko Bima 6,13 60 Pemko Jayapura 5,95 Penjelasan lebih lanjut mengenai 5 sub-indikator yang mendukung indikator Lingkungan Kerja ditunjukkan pada bagian berikut. A. Kebiasaan Pemberian Gratifikasi di Layanan Publik Tingkat Daerah Kebiasaan pengguna dan petugas layanan dalam memberi maupun meminta uang tambahan (gratifikasi) dalam layanan publik masih memerlukan waktu untuk berubah. Hal ini ditunjukkan oleh nilai sub-indikator Kebiasaan Pemberian Gratifikasi (6,83) yang meski di atas standar minimal namun masih terdapat 35% pengguna layanan publik di tingkat daerah yang mengetahui/ melihat praktik pemberian uang tambahan/ gratifikasi di layanan publik yang mereka datangi. 0% 20% 40% 60% 80% % INSTANSI TINGKAT DAERAH 25% 65% 8% 2% Puskesmas - Pemko Manado Puskesmas - Pemko Surabaya Puskesmas - Pemko Banjarbaru Puskesmas - Pemko Binjai Puskesmas - Pemko Samarinda SIUP - Pemko Bima PBJ - Pemko Palangkaraya PBJ - Pemko Pontianak PBJ - Pemko Kediri PBJ - Pemko Bima NILAI RENDAH NILAI TINGGI Tidak pernah terjadi Kadang-kadang terjadi Sering terjadi Selalu terjadi Gambar 5.16 Kebiasaan Pemberian Gratifikasi di Layanan Publik Tingkat Daerah pada Sebagian Instansi dengan Nilai Tinggi dan Nilai Rendah

129 5. INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK TINGKAT DAERAH 119 Pada unit layanan PBJ Pemko Kediri, 74% pengguna layanan menjawab intensitas praktik pemberian uang tambahan selalu terjadi. Sementara itu, pada unit layanan PBJ Pemko Pontianak dan SIUP Pemko Bima, 63% menyatakan intensitas pemberian sering terjadi. (Gambar 5.16) B. Kebutuhan Pertemuan di Luar Prosedur di Layanan Publik Tingkat Daerah Secara umum, kebutuhan pengguna layanan untuk melakukan pertemuan di luar prosedur sudah sangat minimal. Nilai 9,57 menunjukkan hal tersebut. Namun, masih ada 6% dari pengguna layanan yang mengaku pernah melakukan pertemuan di luar prosedur. INSTANSI TINGKAT DAERAH 2% 2% 2% 0% 20% 40% 60% 80% % PBJ - Pemko Pematang Siantar PBJ - Pemko Pare Pare SIUP - Pemko Bitung SIUP - Pemko Pare pare SIUP - Pemko Tanjung Pinang NILAI TINGGI PBJ - Pemko Pekanbaru % PBJ - Pemkab Jember PBJ - Pemko Palangkaraya PBJ - Pemko Dumai NILAI RENDAH PBJ - Pemko Bima Tidak pernah Pernah, satu kali Pernah, dua kali Pernah, lebih dari dua kali Gambar 5.17 Kebutuhan Pertemuan di Luar Prosedur di Layanan Publik Tingkat Daerah pada Sebagian Instansi dengan Nilai Tinggi dan Nilai Rendah Gambar 5.17 menjelaskan bahwa dari seluruh pengguna layanan, terdapat 94% yang tidak pernah melakukan pertemuan di luar prosedur. Sementara itu, 6% lainnya mengaku pernah melakukan pertemuan di luar prosedur saat pengurusan layanan. Persentase tertinggi pengguna layanan yang mengaku melakukan pertemuan di luar prosedur satu kali yaitu pada unit layanan PBJ Pemko Palangkaraya dengan persentase sebesar 30%. Adapun yang melakukan pertemuan di luar prosedur 2 kali, persentase tertinggi ada pada layanan PBJ Pemko Bima (63%) dan persentase tertinggi melakukan pertemuan di luar prosedur lebih dari 2 kali yaitu pada layanan PBJ Pemko Dumai dengan persentase 50%. Pada 5 unit layanan dengan nilai subindikator Pertemuan di Luar Prosedur tinggi, % responden menyatakan tidak pernah melakukan pertemuan di luar prosedur.

130 INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK INDONESIA TAHUN FAKTA KORUPSI DALAM LAYANAN PUBLIK INSTANSI TINGKAT DAERAH 18% 32% 16% 34% PBJ - Pemko Pematangsiantar PBJ - Pemko Parepare SIUP - Pemko Bitung SIUP - Pemko Parepare SIUP - Pemko Tanjungpinang PBJ - Pemko Pekanbaru PBJ - Pemkab Jember PBJ - Pemko Palangkaraya PBJ - Pemko Dumai PBJ - Pemko Bima 0% 20% 40% 60% 80% % Negosiasi persyaratan Mempercepat waktu Negosiasi biaya yang dibayar Melengkapi persyaratan Tidak melakukan pertemuan NILAI RENDAH NILAI TINGGI Gambar 5.18 Tujuan Pertemuan di Luar Prosedur di Layanan Publik Tingkat Daerah pada Sebagian Instansi dengan Nilai Tinggi dan Nilai Rendah Tujuan yang lebih dominan melatarbelakangi layanan umumnya adalah untuk melengkapi pengguna layanan melakukan pertemuan persyaratan pengurusan layanan (34%). di luar prosedur dalam proses pengurusan (Gambar 5.18) C. Keterlibatan Calo di Layanan Publik Tingkat Daerah INSTANSI TINGKAT DAERAH 45% 16% 11% 14% 14% PBJ - Pemko Pematangsiantar PBJ - Pemko Parepare SIUP - Pemko Parepare SIUP - Pemko Tanjungpinang Puskesmas - Pemko Bitung PBJ - Pemko Palangkaraya 40 SIUP - Pemko Kendari SIUP - Pemko Surabaya 30 SIUP - Pemko Banjarbaru 40 SIUP - Pemko Bima % 20% 40% 60% 80% % NILAI RENDAH NILAI TINGGI Tidak pernah melihat calo Petugas lain Orang luar Petugas langsung Orang yang bekerja di sekitar unit Kombinasi 2 atau lebih perantara/calo Gambar 5.19 Pengalaman Melihat Calo di Layanan Publik Tingkat Daerah pada Sebagian Instansi dengan Nilai Tinggi dan Nilai Rendah

131 5. INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK TINGKAT DAERAH 121 Peran calo dalam pengurusan layanan publik masih terjadi. Berdasarkan hasil survei, terdapat 11% pengguna layanan yang menyatakan pernah melihat calo saat mengurus layanan. Dari yang mengaku pernah melihat calo, 45%- nya menyatakan calo yang dilihat adalah orang luar (eksternal sebagai perseorangan). Apabila dilihat cara kerjanya, calo biasanya berinisiatif mendekati pengguna layanan, sebagian besar dengan cara sembunyi-sembunyi. (Gambar 5.19) Pada 4 unit layanan dengan nilai rendah, sebagian besar pengguna layanan menginformasikan bahwa perantara/ calo umumnya melakukan pendekatan ke pengguna layanan secara sembunyisembunyi. Namun, di unit layanan SIUP Pemko Bima ada juga yang menyebutkan cara calo beroperasi dengan pendekatan secara terang-terangan. (Gambar 5.20) 0% 20% 40% 60% 80% % INSTANSI TINGKAT DAERAH 7% 4% 89% PBJ - Pemko Pematangsiantar PBJ - Pemko Parepare SIUP - Pemko Parepare SIUP - Pemko Tanjungpinang Puskesmas - Pemko Bitung PBJ - Pemko Palangkaraya SIUP - Pemko Kendari SIUP - Pemko Surabaya SIUP - Pemko Banjarbaru NILAI RENDAH NILAI TINGGI SIUP - Pemko Bima Tidak pernah melihat calo Secara sembunyi-sembunyi Secara terang-terangan Gambar 5.20 Cara Calo Beroperasi di Layanan Publik Tingkat Daerah pada Sebagian Instansi dengan Nilai Tinggi dan Nilai Rendah D. Fasilitas di Sekitar Lingkungan Pelayanan di Layanan Publik Tingkat Daerah Keberadaan fasilitas dalam unit layanan merupakan salah satu sebab pengguna layanan mengambil keputusan mengurus sendiri layanannya atau memilih menggunakan jasa calo. Sebagian besar pengguna layanan (98%) menyatakan bahwa fasilitas yang tersedia di unit layanan yang didatangi sudah memadai.

132 INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK INDONESIA TAHUN FAKTA KORUPSI DALAM LAYANAN PUBLIK 0% 20% 40% 60% 80% % INSTANSI TINGKAT DAERAH 8% 2% 6% 84% Puskesmas - Pemko Banjarbaru PBJ - Pemko Pematangsiantar Puskesmas - Pemko Manado PBJ - Pemko Cilegon Puskesmas - Pemko Tanjungpinang PBJ - Pemko Palu PBJ - Pemko Jayapura PBJ - Pemko Kediri PBJ - Pemko Malang PBJ - Pemko Pontianak NILAI RENDAH NILAI TINGGI Tidak memadai Kurang memadai Memadai Sangat Memadai Gambar 5.21 Fasilitas di Sekitar Lingkungan Pelayanan di Layanan Publik Tingkat Daerah pada Sebagian Instansi dengan Nilai Tinggi dan Nilai Rendah Meskipun sebagian besar pengguna layanan menyatakan kondisi fasilitas memadai, pada 5 unit layanan dengan nilai sub-indikator Kondisi Fasilitas rendah, masih banyak fasilitas yang dianggap kurang memadai bahkan tidak memadai, terutama pada unit layanan PBJ di Pemko Pontianak, Palu, Malang, Jayapura, dan Kediri. (Gambar 5.21) E. Suasana/Kondisi di Sekitar Pelayanan di Layanan Publik Tingkat Daerah Suasana/kondisi sekitar pelayanan di tingkat daerah oleh lebih dari 85% pengguna layanan dinilai teratur tahapan layanannya, ruangan teratur dan rapi, serta tenang, dan nyaman. Meskipun secara dominan pengguna layanan menilai suasana/kondisi sekitar pelayanan sudah cukup mendukung dalam menciptakan layanan yang bersih dan transparan, Pemerintah Daerah tetap perlu melakukan peningkatan kualitas lingkungan kerja agar semakin meminimalkan potensi korupsi di layanan publik. (Gambar 5.22)

133 5. INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK TINGKAT DAERAH 123 Tahapan layanan teratur 93 Ruangan teratur dan rapi 92 Tenang Nyaman PBJ - Pemko Parepare SIUP - Pemko Parepare SIUP - Pemko Gorontalo PBJ - Pemko Pekalongan Puskesmas - Pemko Surabaya PBJ - Pemko Lubuklinggau PBJ - Pemko Pontianak PBJ - Pemko Cilegon PBJ - Pemko Kediri NILAI RENDAH NILAI TINGGI PBJ - Pemko Malang Nyaman Tenang Ruangan teratur dan rapi Tahapan layanan teratur Gambar 5.22 Suasana/Kondisi di Sekitar Pelayanan di Layanan Publik Tingkat Daerah pada Sebagian Instansi dengan Nilai Tinggi dan Nilai Rendah SISTEM ADMINISTRASI DI LAYANAN PUBLIK TINGKAT DAERAH Sistem administrasi yang baik dan transparan akan memudahkan pengguna layanan dalam mengurus layanan. Sistem Administrasi disusun dari 3 sub-indikator, yakni Kepraktisan SOP, Keterbukaan Informasi, dan Pemanfaatan Teknologi Informasi. 7,24 Kepraktisan SOP 6,42 Sistem Administrasi 6,24 5,54 Keterbukaan Informasi Pemanfaatan Teknologi Informasi Keterangan: Nilai di bawah 6 (di bawah standar minimum integritas) Gambar 5.23 Nilai Indikator Sistem Administrasi dan Sub-Indikator Penyusunnya di Layanan Publik Tingkat Daerah

134 INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK INDONESIA TAHUN FAKTA KORUPSI DALAM LAYANAN PUBLIK Nilai indikator Sistem Administrasi di tingkat daerah adalah 6,42. Nilai ini berada pada posisi di atas standar minimal yang ditetapkan KPK (6,00). Pemanfaatan Teknologi Informasi merupakan sub-indikator yang masih memerlukan perbaikan karena nilainya masih di bawah standar minimal. Nilai indikator Sistem Administrasi pada Pemerintah Daerah berkisar antara 4,43 sampai 7,56. Terdapat 90% atau 54 Pemerintah Daerah mendapatkan nilai di atas standar, seperti ditunjukkan oleh Tabel 5.8 berikut. Tabel 5.8 Peringkat Nilai Indikator Sistem Administrasi di Layanan Publik Tingkat Daerah Tahun 2013 No. Pemerintah Daerah Nilai No. Pemerintah Daerah Nilai No. Pemerintah Daerah Nilai 1 Pemko Bitung 7,56 2 Pemko Banjarbaru 7,18 3 Pemko Manado 7,09 4 Pemko Mataram 7,07 5 Pemko Parepare 7,04 6 Pemko Yogyakarta 6,98 7 Pemko Gorontalo 6,95 8 Pemko Surabaya 6,81 9 Pemko Kediri 6,77 10 Pemko Bogor 6,76 11 Pemko Pangkalpinang 6,74 12 Pemkab Banyumas 6,73 13 Pemko Kupang 6,67 14 Pemko Tangerang 6,66 15 Pemko Bekasi 6,64 16 Pemko Dumai 6,63 17 Pemko Banjarmasin 6,62 18 Pemko Ambon 6,62 19 Pemko Malang 6,58 20 Pemko Tanjungpinang 6,57 21 Pemko Surakarta 6,56 22 DKI Jakarta 6,54 23 Pemko Kendari 6,53 24 Pemko Bandung 6,53 25 Pemko Makassar 6,47 26 Pemko Balikpapan 6,47 27 Pemko Pontianak 6,47 28 Pemko Pekalongan 6,47 29 Pemkab Sidoarjo 6,45 30 Pemko Binjai 6,44 31 Pemko Pematangsiantar 6,43 32 Pemko Samarinda 6,41 33 Pemko Lhokseumawe 6,41 34 Pemko Medan 6,40 35 Pemkab Jember 6,39 36 Pemko Banda Aceh 6,38 37 Pemko Semarang 6,38 38 Pemko Palembang 6,36 39 Pemkab Manokwari 6,34 40 Pemko Batam 6,34 41 Pemko Jambi 6,32 42 Pemko Padang 6,30 43 Pemko Bukittinggi 6,28 44 Pemko Metro 6,23 45 Pemko Palangkaraya 6,23 46 Pemko Serang 6,21 47 Pemko Pekanbaru 6,20 48 Pemko Bengkulu 6,18 49 Pemko Cirebon 6,16 50 Pemko Denpasar 6,15 51 Pemko Palu 6,15 52 Pemko Madiun 6,12 53 Pemko Depok 6,10 54 Pemko Bandar Lampung 6,09 55 Pemko Cilegon 5,97 56 Pemkab Mamuju 5,78 57 Pemko Bima 5,71 58 Pemko Ternate 5,65 59 Pemko Lubuklinggau 5,23 60 Pemko Jayapura 4,43 Penjelasan terkait 3 sub-indikator dari Sistem Administrasi disampaikan pada bagian berikut. A. Kepraktisan SOP di Layanan Publik Tingkat Daerah Kepraktisan SOP mencerminkan tingkat efektivitas prosedur pengurusan layanan, syarat, biaya, dan waktu pengurusan layanan. Berdasarkan hasil survei, terdapat responden yang menyatakan kesulitan dan tidak jelas dalam prosedur (6%), kesulitan dan tidak jelas dalam persyaratan (6%), kelambatan dan tidak jelas dalam waktu (15%), serta mahal dan tidak jelasnya biaya (7%). (Gambar 5.24)

135 5. INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK TINGKAT DAERAH 61% 63% 69% 65% 33% 31% 28% 1% 5% 1% 5% 3% 12% 16% 2% 5% Tidak jelas Sulit Wajar Mudah Tidak jelas Sulit Wajar Mudah Tidak jelas Lambat Tepat waktu Lebih cepat Tidak jelas Mahal Wajar Murah Prosedur Persyaratan Waktu Biaya Gambar 5.24 Kepraktisan SOP di Layanan Publik Tingkat Daerah B. Keterbukaan Informasi di Layanan Publik Tingkat Daerah Dalam mencegah ketidakjelasan prosedur, persyaratan, biaya, dan ketidaktepatan waktu dalam pengurusan layanan, maka ketersediaan informasi di setiap unit layanan menjadi penting dan sangat membantu pengguna layanan saat mengurus layanan. Tingkat keterbukaan informasi layanan dijelas kan pada Gambar Prosedur Tidak ada pengumuman/penjelasan petugas Dijelaskan petugas hanya jika ditanya Dijelaskan petugas tanpa ditanya Diumumkan terbuka Diumumkan terbuka dan dijelaskan petugas tanpa ditanya 7% 11% 19% 21% 42% Persyaratan Tidak ada pengumuman/penjelasan petugas Dijelaskan petugas hanya jika ditanya Dijelaskan petugas tanpa ditanya Diumumkan terbuka Diumumkan terbuka dan dijelaskan petugas tanpa ditanya 5% 10% 21% 23% 41% Waktu Tidak ada pengumuman/penjelasan petugas Dijelaskan petugas hanya jika ditanya Dijelaskan petugas tanpa ditanya Diumumkan terbuka Diumumkan terbuka dan dijelaskan petugas tanpa ditanya 6% 10% 6% 18% 21% 45% Biaya Tidak ada pengumuman/penjelasan petugas Dijelaskan petugas hanya jika ditanya Dijelaskan petugas tanpa ditanya Diumumkan terbuka Diumumkan terbuka dan dijelaskan petugas tanpa ditanya 15% 22% 18% 12% 33% Gambar 5.25 Keterbukaan Informasi di Layanan Publik Tingkat Daerah 125

136 INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK INDONESIA TAHUN FAKTA KORUPSI DALAM LAYANAN PUBLIK Gambar 5.25 menunjukkan tingkat keterbukaan informasi unit layanan di tingkat daerah berdasarkan informasi prosedur, persyaratan, waktu, dan biaya layanan. Yang harus menjadi perhatian adalah masih adanya unit layanan yang tidak transparan mengumumkan/menjelaskan informasi terkait prosedur (7%), persyaratan (5%), waktu (6%), dan biaya (15%). Hal lain adalah petugas baru menjelaskan hanya jika ditanya oleh pengguna layanan tentang prosedur (19%), persyaratan (21%), waktu (18%), dan biaya (22%). C. Pemanfaatan Teknologi Informasi di Layanan Publik Tingkat Daerah Pemanfaatan teknologi informasi juga menjadi dasar pengukuran dalam sistem administrasi. Hanya 12% pengguna layanan yang menjawab pernah menggunakan teknologi informasi saat pengurusan layanan. Tujuan utama pengguna layanan meng gunakan teknologi informasi adalah untuk memproses layanan, seperti nomor antrean, memasukkan/entry biodata, dan lain-lain (49,9%). Hal ini seperti ditunjukkan oleh Gambar Tidak pernah 88% PERNAH Untuk memproses layanan (nomor antrean, entry biodata, dsb.) Untuk mengetahui informasi terkait layanan yang diurus 38,8% 49,9% Pernah 12% Untuk mengetahui status penyelesaian pengurusan layanan 11,3% Gambar 5.26 Pengalaman Memanfaatkan Teknologi Informasi di Layanan Publik Tingkat Daerah Adapun pengguna layanan yang mengaku tidak pernah memanfaatkan teknologi informasi, beralasan karena merasa tidak memerlukannya (46,6%) dan sebagian lainnya menyatakan bahwa di unit layanan daerah tersebut tidak tersedia teknologi informasi (36,3%). Pada 5 unit layanan dengan nilai pemanfaatan teknologi rendah, semua pengguna layanan di unit layanan tersebut mengaku tidak pernah memanfaatkan teknologi informasi. (Gambar 5.27)

137 5. INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK TINGKAT DAERAH 127 Tidak pernah karena tidak memerlukan 46,6% Tidak pernah karena tidak ada teknologi informasi 36,3% Tidak pernah karena tidak tahu cara penggunaannya Tidak pernah karena teknologi yang ada tidak berfungsi 1,2% 4,2% Pernah 11,7% 0% 20% 40% 60% 80% % SIUP - Pemko Gorontalo NILAI RENDAH NILAI TINGGI PBJ - Pemko Banjarbaru SIUP - Pemko Yogyakarta SIUP - Pemko Tanjungpinang PBJ - Pemko Mataram Puskesmas - Pemko Mataram Puskesmas - Pemko Metro Puskesmas - Pemko Palu Puskesmas - Pemko Pekalongan SIUP - Pemko Pekalongan Tidak pernah karena teknologi yang ada tidak berfungsi Tidak tahu cara penggunaannya karena tidak pernah dijelaskan Tidak pernah karena tidak memerlukan Tidak pernah karena tidak ada teknologi informasi Pernah Gambar 5.27 Pemanfaatan Teknologi Informasi di Layanan Publik Tingkat Daerah pada Sebagian Instansi dengan Nilai Tinggi dan Nilai Rendah PERILAKU INDIVIDU DI LAYANAN PUBLIK TINGKAT DAERAH Terjadinya gratifikasi pada unit layanan tidak hanya disebabkan oleh faktor kelembagaan, tetapi ditentukan oleh individu-individu yang terlibat dalam proses layanan. Individu berasal dari internal unit layanan, yaitu petugas yang memberikan layanan, dan individu eksternal, yaitu masyarakat pengguna unit layanan. Salah satu faktor yang berasal dari individu internal adalah sikap atau perlakuan petugas dalam memberikan pelayanan. Petugas yang cenderung membeda-bedakan pelayanan, terutama apabila berdasarkan pemberian yang diterima dari pengguna layanan, mendorong peng guna layanan untuk memberikan uang tambahan pada petugas tersebut agar mendapat perlakuan istimewa/ semestinya dari petugas unit layanan. Tiga sub-indikator penyusun indikator Perilaku Individu (6,88), yaitu Keadilan dalam Layanan (7,48), Ekspektasi Petugas Terhadap Gratifikasi (6,72), dan Perilaku Pengguna Layanan (6,14).

138 INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK INDONESIA TAHUN FAKTA KORUPSI DALAM LAYANAN PUBLIK 7,48 Keadilan dalam Layanan 6,88 Perilaku Individu 6,72 Ekspektasi Petugas Terhadap Gratifikasi 6,14 Perilaku Pengguna Layanan Gambar 5.28 Nilai Indikator Perilaku Individu dan Sub-Indikator Penyusunnya di Layanan Publik Tingkat Daerah Terdapat rentang yang cukup lebar di antara nilai Perilaku Individu Tingkat Daerah, yaitu berkisar 5,18 pada Pemko Jayapura sampai 7,93 pada Pemko Cilegon (Tabel 5.9). Tabel 5.9 Peringkat Nilai Indikator Perilaku Individu di Layanan Publik Tingkat Daerah Tahun 2013 No. Pemerintah Daerah Nilai 1 Pemko Cilegon 7,93 2 Pemko Bitung 7,83 3 Pemko Bogor 7,80 4 Pemko Pekalongan 7,74 5 Pemko Parepare 7,72 6 Pemko Pematangsiantar 7,72 7 Pemko Gorontalo 7,67 8 Pemko Banjarmasin 7,67 9 Pemko Samarinda 7,62 10 Pemko Serang 7,52 11 Pemko Bekasi 7,42 12 Pemko Yogyakarta 7,38 13 Pemko Surabaya 7,35 14 DKI Jakarta 7,35 15 Pemko Tanjungpinang 7,35 16 Pemko Pangkalpinang 7,33 17 Pemko Mataram 7,28 18 Pemkab Banyumas 7,26 19 Pemko Lhokseumawe 7,24 20 Pemko Denpasar 7,23 No. Pemerintah Daerah Nilai 21 Pemko Malang 7,20 22 Pemkab Sidoarjo 7,15 23 Pemko Banda Aceh 7,09 24 Pemko Kediri 7,07 25 Pemko Makassar 7,05 26 Pemko Madiun 7,03 27 Pemko Ambon 7,03 28 Pemko Jambi 7,02 29 Pemko Bandung 6,98 30 Pemko Manado 6,93 31 Pemko Kupang 6,92 32 Pemko Bandar Lampung 6,90 33 Pemko Depok 6,88 34 Pemko Banjarbaru 6,85 35 Pemko Pontianak 6,84 36 Pemko Metro 6,83 37 Pemko Dumai 6,78 38 Pemko Surakarta 6,77 39 Pemko Batam 6,76 40 Pemko Palembang 6,68 No. Pemerintah Daerah Nilai 41 Pemko Semarang 6,68 42 Pemko Binjai 6,66 43 Pemko Ternate 6,65 44 Pemko Balikpapan 6,55 45 Pemkab Jember 6,50 46 Pemko Cirebon 6,40 47 Pemko Bima 6,40 48 Pemkab Manokwari 6,37 49 Pemko Tangerang 6,32 50 Pemko Bukittinggi 6,29 51 Pemko Palangkaraya 6,19 52 Pemko Bengkulu 6,03 53 Pemko Padang 5,96 54 Pemko Pekanbaru 5,92 55 Pemko Lubuklinggau 5,91 56 Pemko Kendari 5,81 57 Pemko Palu 5,67 58 Pemko Medan 5,44 59 Pemkab Mamuju 5,40 60 Pemko Jayapura 5,18 Penjelasan lebih lanjut mengenai 3 sub-indikator penyusun indikator Perilaku Individu disampaikan pada bagian berikut. A. Keadilan dalam Layanan di Layanan Publik Tingkat Daerah Keadilan dalam layanan didefinisikan sebagai tindakan/sikap petugas unit layanan dalam memberikan pelayanan tanpa membeda-bedakan perlakuan terhadap penguna layanan. Berdasarkan hasil survei, terdapat 21,1% pengguna layanan publik di tingkat daerah menyatakan bahwa petugas layanan membedakan saat melayani masyarakat. (Gambar 5.29)

139 5. INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK TINGKAT DAERAH 129 0% 20% 40% 60% 80% % INSTANSI TINGKAT DAERAH 19,7% 78,9% 1,4% PBJ - Pemko Pematangsiantar Puskesmas - Pemko Banjarbaru PBJ - Pemko Cilegon SIUP - Pemko Tanjungpinang SIUP - Pemko Samarinda PBJ - Pemko Palangkaraya Puskesmas - Pemko Jayapura SIUP - Pemko Jayapura Puskesmas - Pemkab Manokwari PBJ - Pemko Jayapura NILAI RENDAH NILAI TINGGI Tidak membedakan Ya, kadang-kadang Ya, selalu Gambar 5.29 Perbedaan Perlakuan Petugas di Layanan Publik Tingkat Daerah pada Sebagian Instansi dengan Nilai Tinggi dan Nilai Rendah Pada layanan SIUP Pemko Jayapura, layanan Kesehatan Dasar Puskesmas Pemko Jayapura, layanan PBJ Pemko Jayapura, dan PBJ Pemko Palangkaraya, sekitar 7 28 persen pengguna layanannya mengaku selalu mendapat perlakuan yang berbeda dari petugas. Sementara itu, pada unit layanan Kesehatan Dasar Puskesmas Pemko Manokwari, PBJ Pemko Jayapura, PBJ Pemko Palangkaraya, Kesehatan Dasar Puskesmas Pemko Jayapura, dan SIUP Pemko Jayapura, sekitar persen pengguna layanan merasakan kadang-kadang ada perbedaan perlakuan dari petugas layanan kepada mereka. B. Ekspektasi Petugas Terhadap Gratifikasi di Layanan Publik Tingkat Daerah Perilaku petugas layanan lainnya yang juga berpengaruh terhadap integritas layanan adalah ekspektasi petugas terhadap gratifikasi. Artinya, petugas layanan melalui sinyal-sinyal tertentu, baik langsung maupun tidak langsung, mengharapkan imbalan dari pengguna layanan. Hasil survei menunjukkan bahwa 11% responden menjawab pemberian uang tambahan terjadi salah satunya karena petugas memintanya. Gambar berikut menjelaskan cara petugas meminta uang tambahan kepada pengguna layanan. Dari 11% responden yang mengaku memberikan gratifikasi kepada petugas, 6% di antaranya menjawab karena petugas layanan meminta uang tambahan secara langsung, tetapi tidak terbuka. (Gambar 5.30)

140 INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK INDONESIA TAHUN 2013 FAKTA KORUPSI DALAM LAYANAN PUBLIK 0% 20% 40% 60% 80% % INSTANSI TINGKAT DAERAH 24% 2% 6% 3% 65% Puskesmas - Pemko Bitung Puskesmas - Pemko Surabaya Puskesmas - Pemko Banjarbaru Puskesmas - Pemko Cilegon Puskesmas - Pemko Manado PBJ - Pemko Jayapura SIUP - Pemko Padang PBJ - Pemko Palu PBJ - Pemko Palangkaraya NILAI RENDAH NILAI TINGGI SIUP - Pemko Medan Tidak ada yang berinisiatif Inisiatif pengguna layanan Melalui pihak lain Langsung tidak terbuka Langsung terbuka Gambar 5.30 Ekspektasi Petugas Terhadap Gratifikasi di Layanan Publik Tingkat Daerah pada Sebagian Instansi dengan Nilai Tinggi dan Nilai Rendah Pada 5 unit layanan dengan nilai rendah, dominan, namun cara lain seperti secara terlihat bahwa cara petugas meminta dan langsung tetapi tidak terbuka dan meminta menerima uang tambahan cukup bervariasi. melalui pihak lain juga dilakukan di unit Pada layanan SIUP Pemko Medan misalnya, layanan ini. permintaan secara langsung terbuka terlihat C. Perilaku Pengguna Layanan di Layanan Publik Tingkat Daerah Inisiatif adanya uang tambahan dalam layanan publik bukan semata-mata dari petugas layanan, namun pengguna layanan juga berperan dalam suburnya praktik gratifikasi. Data menunjukkan bahwa 18% pengguna layanan mengaku merekalah yang berinisiatif memberikan uang tambahan kepada petugas saat mengurus layanan. (Gambar 5.31) INSTANSI TINGKAT DAERAH 7% 18% 65% 10% 0% 20% 40% 60% 80% % Puskesmas - Pemko Bitung Puskesmas - Pemko Surabaya Puskesmas - Pemko Banjarbaru Puskesmas - Pemko Cilegon Puskesmas - Pemko Manado PBJ - Pemko Dumai PBJ - Pemko Palu PBJ - Pemko Pekanbaru PBJ - Pemko Metro NILAI RENDAH NILAI TINGGI SIUP - Pemko Medan Sinyal dari petugas Inisiatif pengguna sendiri Petugas yang berinisiatif Tidak ada yang berinisiatif Gambar 5.31 Perilaku Pengguna Layanan di Layanan Publik Tingkat Daerah pada Sebagian Instansi dengan Nilai Tinggi dan Nilai Rendah 130

141 5. INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK TINGKAT DAERAH PENCEGAHAN KORUPSI DI LAYANAN PUBLIK TINGKAT DAERAH Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah gratifikasi dalam layanan publik adalah dengan melakukan tindakan pencegahan. Upaya tersebut salah satunya dapat diukur melalui upaya antikorupsi dan mekanisme pengaduan pengguna layanan yang dilakukan oleh unit layanan sebagaimana dapat dilihat pada Gambar ,09 Pencegahan Korupsi Keterangan: Nilai di bawah 6 (di bawah standar minimum integritas) 4,01 4,33 Tingkat Upaya Anti-Korupsi Mekanisme Pengaduan Masyarakat Gambar 5.32 Nilai Indikator Pencegahan Korupsi dan Sub Indikator Penyusunnya di Layanan Publik Tingkat Daerah Dibanding dengan indikator lainnya, indikator Pencegahan Korupsi di layanan publik daerah memiliki nilai yang paling rendah (4,09). Tingkat Upaya Anti-Korupsi (4,01) dan Mekanisme Pengaduan Masyarakat (4,33) masih harus terus dibenahi untuk mewujudkan upaya pencegahan korupsi pada layanan publik di daerah. Tabel 5.10 Peringkat Nilai Indikator Pencegahan Korupsi di Layanan Publik Tingkat Daerah Tahun 2013 No. Pemerintah Daerah Nilai 1 Pemko Parepare 7,06 2 Pemko Surabaya 6,32 3 Pemko Jayapura 6,12 4 Pemko Bitung 6,05 5 Pemko Tanjungpinang 5,77 6 Pemko Denpasar 5,69 7 Pemko Yogyakarta 5,15 8 Pemko Surakarta 5,07 9 Pemko Samarinda 5,02 10 Pemko Pematangsiantar 5,01 11 Pemko Tangerang 4,87 12 Pemko Kendari 4,86 13 Pemko Gorontalo 4,83 14 Pemko Mataram 4,81 15 Pemko Batam 4,75 16 Pemko Bandung 4,73 17 Pemko Semarang 4,68 18 Pemko Bukittinggi 4,68 19 Pemko Depok 4,65 20 Pemko Pontianak 4,65 No. Pemerintah Daerah Nilai 21 Pemko Palembang 4,65 22 Pemko Manado 4,60 23 Pemko Padang 4,53 24 DKI Jakarta 4,50 25 Pemko Bekasi 4,40 26 Pemko Bogor 4,35 27 Pemko Balikpapan 4,34 28 Pemko Metro 4,31 29 Pemko Cilegon 4,28 30 Pemko Kupang 4,18 31 Pemkab Jember 3,91 32 Pemko Makassar 3,84 33 Pemko Pekanbaru 3,75 34 Pemko Binjai 3,65 35 Pemko Lubuklinggau 3,56 36 Pemko Medan 3,51 37 Pemko Ternate 3,50 38 Pemko Banjarbaru 3,50 39 Pemko Bandar Lampung 3,49 40 Pemko Banda Aceh 3,40 No. Pemerintah Daerah Nilai 41 Pemko Ambon 3,34 42 Pemko Serang 3,31 43 Pemko Pangkalpinang 3,25 44 Pemko Kediri 3,19 45 Pemko Pekalongan 3,17 46 Pemko Dumai 3,15 47 Pemko Madiun 3,10 48 Pemko Palangkaraya 3,09 49 Pemko Banjarmasin 3,09 50 Pemkab Sidoarjo 2,95 51 Pemko Cirebon 2,89 52 Pemko Malang 2,87 53 Pemkab Banyumas 2,67 54 Pemko Jambi 2,41 55 Pemko Bengkulu 2,30 56 Pemkab Manokwari 2,27 57 Pemko Palu 2,12 58 Pemko Bima 1,83 59 Pemko Lhokseumawe 1,73 60 Pemkab Mamuju 1,46

142 INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK INDONESIA TAHUN FAKTA KORUPSI DALAM LAYANAN PUBLIK Tabel 5.10 menjelaskan bahwa hanya 4 Pemerintah Daerah yang memiliki nilai Pencegahan Korupsi di atas standar minimal yang ditetapkan KPK. Sementara itu, 56 yang lain berada di bawah standar minimal, bahkan terdapat 3 Pemerintah Daerah, yaitu Pemkab Mamuju, Pemko Lhokseumawe, dan Pemko Bima nilainya di bawah 2,00. Penjelasan lebih lanjut mengenai 2 sub-indikator penyusun indikator Pencegahan Korupsi dijelaskan dalam bagian berikut. A. Tingkat Upaya Anti-Korupsi di Layanan Publik Tingkat Daerah Program kampanye antikorupsi di unit layanan saat ini masih rendah. Sebanyak 47% pengguna layanan menyatakan tidak melihat adanya media/kegiatan antikorupsi. dengan nilai Tingkat Upaya Anti-Korupsi rendah, program kampanye antikorupsi dinyatakan tidak ada oleh semua penerima layanannya. Dari bentuk kampanye yang Bagi pengguna layanan yang melihat ada dijumpai, stiker/poster/spanduk adalah media/kegiatan antikorupsi, umumnya bentuk kampanye/media antikorupsi yang menyatakan bahwa hanya satu media/ kegiatan antikorupsi yang terlihat pada unit lebih banyak dilihat oleh pengguna layanan publik di tingkat daerah. (Gambar 5.34) layanan tersebut. Dari 5 Pemerintah Daerah 0% 20% 40% 60% 80% % INSTANSI TINGKAT DAERAH PBJ - Pemko Pematangsiantar % 47% 16% 1% PBJ - Pemko Parepare SIUP - Pemko Tanjungpinang PBJ - Pemko Jayapura SIUP - Pemko Parepare SIUP - Pemko Pekalongan Puskesmas - Pemkab Sidoarjo Puskesmas - Pemkab Mamuju SIUP - Pemkab Mamuju NILAI RENDAH NILAI TINGGI PBJ - Pemkab Mamuju Tidak ada kegiatan/media 1 kegiatan/media 2 5 kegiatan/media > 5 kegiatan/media Gambar 5.33 Tingkat Upaya Anti-Korupsi di Layanan Publik Tingkat Daerah pada Sebagian Instansi dengan Nilai Tinggi dan Nilai Rendah

143 5. INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK TINGKAT DAERAH 133 Stiker/poster/spanduk/standing banner 48,4% Petugas memakai atribut (pin, baju, topi, dll.) 12,5% Terdapat buku/modul/komik antikorupsi 7,1% Kegiatan workshop/seminar petugas 6,9% Pemutaran video/film/iklan Kegiatan workshop/seminar masyarakat 6,2% 5,7% Gambar 5.34 Bentuk Kampanye/Media Anti-Korupsi di Layanan Publik Tingkat Daerah B. Mekanisme Pengaduan Masyarakat di Layanan Publik Tingkat Daerah Selain kampanye antikorupsi, faktor lain yang menjadi ukuran layanan publik telah melaksanakan pencegahan korupsi adalah adanya mekanisme pengaduan masyarakat. Sub-indikator ini menunjukkan respons petugas unit layanan terhadap pengaduan yang disampaikan oleh masyarakat. Pengaduan masyarakat merupakan salah satu cara mengontrol unit layanan. Dari pengaduan yang masuk, diharapkan unit layanan dapat melakukan pembenahan yang pada akhirnya meningkatkan kualitas layanan. 44,4% 42,7% 8,5% 4,4% Tidak ada media pengaduan Satu media pengaduan Dua media pengaduan Lebih dari dua media pengaduan INSTANSI TINGKAT DAERAH 36% 47% 16% 1% SIUP - Pemko Denpasar SIUP - Pemko Bitung PBJ - Pemko Semarang Puskesmas - Pemko Gorontalo SIUP - Pemko Yogyakarta Puskesmas - Pemko Banjarbaru Puskesmas - Pemko Manado Puskesmas - Pemko Bima SIUP - Pemko Pekalongan Puskesmas - Pemkab Manokwari 0% 20% 40% 60% 80% % Tidak ada media pengaduan Sulit Mudah Sangat mudah NILAI RENDAH NILAI TINGGI Gambar 5.35 Mekanisme Pengaduan Masyarakat di Layanan Publik Tingkat Daerah pada Sebagian Instansi dengan Nilai Tinggi dan Nilai Rendah

144 INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK INDONESIA TAHUN FAKTA KORUPSI DALAM LAYANAN PUBLIK Keberadaan media pengaduan di unit layanan diakui oleh sekitar 53% pengguna layanan, dan 17%-nya menyatakan bahwa media pengaduan tersebut mudah (16%) dan sangat mudah (1%) untuk diakses. Namun, kemudahan aksesibilitas media pengaduan tersebut akan efektif apabila petugas menindaklanjuti pengaduan yang masuk. Berdasarkan pengalaman responden, dari 13% yang pernah mengadu terdapat 44% yang menyatakan bahwa pengaduan mereka tidak ditanggapi dan ditindaklanjuti, tetapi hanya ditampung bahkan diabaikan atau ditolak. (Gambar 5.36) 41% 34% Tidak pernah 87% Pernah 13% PERNAH 15% 8% 2% Pengaduan ditanggapi Pengaduan ditampung Pengaduan ditindaklanjuti Pengaduan diabaikan Pengaduan ditolak Gambar 5.36 Tindak Lanjut/Respons Petugas dari Pengaduan yang Disampaikan oleh Pengguna Layanan di Layanan Publik Tingkat Daerah Upaya menaikkan nilai potensi integritas menunjukkan keseriusan unit layanan dan Pemerintah Daerah di sektor layanan publik dalam memerangi korupsi secara komprehensif di luar upaya penindakan yang dilakukan. Semakin intensif usahausaha dilakukan untuk meningkatkan potensi integritas, maka semakin efektif pula upaya pemberantasan korupsi bisa dilakukan di unit layanan dan Pemerintah Daerah yang bersangkutan. Komisi Pemberantasan Korupsi dalam perannya sebagai trigger mechanism sangat mendorong upaya-upaya pemberantasan korupsi melalui perbaikan layanan publik. Potret kondisi aktual pelayanan publik terkait dengan transparansi, suap, pungutan liar, gratifikasi, sistem administrasi, perilaku individu, lingkungan kerja, dan upayaupaya pencegahan korupsi ini dilakukan juga dalam upaya meningkatkan efektivitas pemberantasan korupsi yang dilakukan KPK terutama di sektor layanan publik.

145 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

146 INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK INDONESIA TAHUN FAKTA KORUPSI DALAM LAYANAN PUBLIK Indeks Integritas Nasional pada tahun 2013 adalah 6,80, meningkat dari tahun sebelumnya yang sebesar 6,37. Namun, unit layanan tetap perlu secara terus-menerus melakukan perbaikan dan berorientasi pada peningkatan integritas layanan yang diberikan kepada pengguna layanan. Simpulan dan rekomendasi kepada pimpinan unit layanan berdasarkan Survei Integritas Sektor Publik yang dilakukan KPK adalah sebagai berikut: Kesimpulan Hasil Survei Rekomendasi Indeks Integritas Sektor Publik di Indonesia tahun 2013 adalah 6,80. Rata-rata Indeks Integritas Sektor Publik: Indeks Integritas Nasional (IIN): 6,80 Indeks Integritas Pusat (IIP): 7,37 Indeks Integritas Vertikal (IIV): 6,71 Indeks Integritas Daerah (IID): 6,82 Instansi di tingkat Pusat, Vertikal, dan Daerah yang membawahkan unit layanan publik melakukan peningkatan kualitas layanan kepada masyarakat dengan memperhatikan komponen penyusun integritas, yaitu Pengalaman Integritas dan Potensi Integritas. 1. Pengalaman Korupsi Unit layanan perlu melakukan sosialisasi besaran biaya resmi/sesuai dengan peraturan yang berlaku, melarang petugas dan pengguna layanan meminta dan memberikan biaya tambahan di luar biaya resmi, serta menerapkan sanksi tegas kepada petugas layanan yang menerima atau meminta imbalan/tips/biaya tambahan dalam melayani masyarakat pengguna layanan. 2. Cara Pandang Terhadap Korupsi Pimpinan unit layanan/instansi harus menanamkan dan mempraktikkan sikap bahwa birokrat adalah pelayan masyarakat serta melakukan sosialisasi antikorupsi kepada petugas layanan dan pengguna layanan. 3. Lingkungan Kerja Unit layanan harus menciptakan suasana, desain, dan layout ruangan yang memungkinkan tidak terjadi kontak antara petugas dan pengguna layanan. Jikalau harus ada, pertemuan antara petugas dan pengguna sebaiknya dilakukan di tempat yang terbuka dan dapat dimonitor oleh banyak orang sehingga jika terjadi pemberian suap dapat segera terlihat. Unit layanan perlu menyediakan fasilitas yang memadai dan menciptakan suasana lingkungan kerja yang nyaman, tenang, rapi, dan tahapan yang teratur untuk meminimalkan penggunaan calo. 4. Sistem Administrasi Unit layanan/instansi harus melakukan perbaikan sistem administrasi dan mengevaluasinya secara berkala dan menciptakan mekanisme yang dapat memastikan bahwa seluruh perangkat yang berupa SOP/sistem/aturan maupun fasilitas yang telah ada dijalankan oleh petugas layanan dan dimanfaatkan oleh pengguna layanan. SOP/sistem/aturan mengenai prosedur, waktu, dan biaya harus dapat diketahui/diumumkan kepada pengguna layanan sehingga mempermudah pengguna layanan saat mengurus layanan.

147 6. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 137 Kesimpulan Hasil Survei Rekomendasi 5. Perilaku Individu Unit layanan/instansi memastikan bahwa terdapat keadilan dalam layanan dan tidak ada perbedaan perlakuan petugas dalam memberi layanan sehingga memicu pengguna layanan berinisiatif memberikan uang tambahan, salah satunya dengan cara menerapkan sistem antrean. Unit layanan memastikan petugas siap melayani, berpenampilan rapi dan sopan, serta menguasai tugas dan tanggung jawabnya. 6. Pencegahan Korupsi Unit layanan/instansi meningkatkan kegiatan kampanye antikorupsi yang efektif kepada petugas dan pengguna layanan serta menyediakan sarana pengaduan yang mudah diakses. Setiap pengaduan yang masuk ditindaklanjuti oleh petugas dan disampaikan hasilnya kepada pengadu. Sosialisasi kepada pengguna layanan terhadap upaya pencegahan yang dilakukan menjadi bagian penting yang harus ditindaklanjuti. Nilai Pengalaman Integritas Sektor Publik di Indonesia tahun 2013 adalah 7,19. Nilai Pengalaman Integritas Sektor Publik: Tingkat Nasional: 7,19 Tingkat Pusat: 7,61 Tingkat Vertikal: 7,10 Tingkat Daerah: 7,23 Perlu dilakukan perbaikan pada: 1. Jumlah/Besaran Gratifikasi Unit layanan perlu melakukan sosialisasi besaran biaya resmi/sesuai dengan peraturan yang berlaku dengan mengumumkan daftar biaya pengurusan layanan di loket/unit layanan yang dapat dengan mudah diakses pengguna layanan. Petugas layanan dapat menjelaskan besaran dan dasar perhitungan/rincian biaya layanan. 2. Arti Pemberian Gratifikasi Pimpinan unit layanan/instansi harus menanamkan dan mempraktikkan sikap bahwa birokrat adalah pelayan masyarakat serta melakukan sosialisasi dalam kurun waktu tertentu untuk mengingatkan kepada petugas layanan dan pengguna layanan tentang arti pemberian gratifikasi. Nilai Potensi Integritas Sektor Publik di Indonesia tahun 2013 adalah 6,02. Nilai Potensi Integritas Sektor Publik: Tingkat Nasional: 6,02 Tingkat Pusat: 6,91 Tingkat Vertikal: 5,91 Tingkat Daerah: 6,00 Perlu dilakukan perbaikan pada: 1. Pemanfaatan Teknologi Informasi Unit layanan/instansi menyediakan fasilitas berbasis IT untuk memudahkan pengguna layanan dalam mengakses data, jenis layanan, dan berbagai informasi seputar layanan (biaya, waktu, prosedur, dan alur) serta informasi yang berkaitan dengan pengurusan layanan. Unit layanan/instansi menggunakan sistem antrean untuk memberi keadilan bagi pengguna layanan yang datang lebih dulu ke lokasi layanan. 2. Ekspektasi Petugas Terhadap Gratifikasi Instansi perlu membangun mekanisme reward dan punishment terhadap kinerja petugas unit layanan, misalnya memberikan sanksi bagi petugas layanan yang meminta imbalan dan menerima suap.

148 INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK INDONESIA TAHUN FAKTA KORUPSI DALAM LAYANAN PUBLIK Kesimpulan Hasil Survei Rekomendasi 3. Perilaku Pengguna Layanan Pimpinan unit layanan/instansi menanamkan kepada petugas dan mempraktikkan bahwa birokrat adalah pelayan masyarakat, melakukan sosialisasi kepada pengguna layanan untuk tidak melakukan pemberian imbalan/tips/biaya tambahan kepada petugas. 4. Tingkat Upaya Antikorupsi Melakukan sosialisasi/kampanye antikorupsi terhadap petugas dan pengguna layanan dengan cara menempelkan stiker/poster/spanduk/ antikorupsi di area sekitar loket pelayanan, menyebarkan buku/modul tentang antikorupsi, memutar video/film/iklan antikorupsi di monitor di sekitar unit layanan, mengadakan workshop/seminar tentang antikorupsi kepada petugas dan melibatkan masyarakat secara aktif atau dengan cara lain yang dianggap efektif oleh unit layanan. 5. Mekanisme Pengaduan Masyarakat Menyediakan fasilitas/media pengaduan yang mudah diakses oleh masyarakat pengguna layanan (baik melalui kotak pengaduan, sms pengaduan, saluran [hotline] pengaduan, , dan sebagainya), serta membuat mekanisme/alur penanganan yang ditempel di unit pengaduan layanan. Pengaduan tersebut harus direspons dan ditindaklanjuti oleh petugas dan disampaikan hasilnya kepada pengadu.

149 LAMPIRAN

150 INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK INDONESIA TAHUN FAKTA KORUPSI DALAM LAYANAN PUBLIK Lampiran 1 Indeks Integritas Nasional (IIN), Pengalaman Integritas, dan Potensi Integritas Berdasarkan Instansi No. Instansi Pengalaman Potensi Integritas 1 Pemko Parepare 7,83 7,46 7,71 2 Badan Pengawas Obat dan Makanan 7,95 7,17 7,69 3 Kementerian Negara Lingkungan Hidup 7,85 7,23 7,64 4 Pemko Surabaya 7,93 6,98 7,61 5 RS Fatmawati 7,99 6,77 7,58 6 Badan Koordinasi Penanaman Modal 7,80 7,11 7,57 7 Pemko Bitung 7,66 7,29 7,54 8 Pemko Tanjungpinang 7,87 6,77 7,50 9 Pemko Gorontalo 7,89 6,70 7,49 10 Kementerian Pertanian 7,71 7,03 7,49 11 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 7,85 6,69 7,46 12 RS Cipto Mangunkusumo 7,79 6,75 7,45 13 Kementerian Kesehatan 7,75 6,73 7,41 14 Kementerian Komunikasi dan Informatika 7,58 7,07 7,41 15 Pemko Pematangsiantar 7,79 6,63 7,41 16 Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi 7,57 7,06 7,40 17 Kementerian Keuangan 7,64 6,86 7,38 18 Pemko Mataram 7,75 6,56 7,36 19 Kementerian Perindustrian 7,49 6,99 7,32 20 Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral 7,60 6,73 7,31 21 Pemko Denpasar 7,67 6,56 7,30 22 Pemko Bogor 7,66 6,54 7,29 23 Kementerian Perdagangan 7,42 6,99 7,28 24 Pemko Yogyakarta 7,56 6,71 7,28 25 Pemko Samarinda 7,62 6,57 7,27 26 Kementerian Luar Negeri 7,52 6,70 7,24 27 Kementerian Perhubungan 7,30 7,09 7,23 28 Pemko Cilegon 7,64 6,34 7,20 29 Pemkab Sidoarjo 7,90 5,79 7,20 30 Pemko Pekalongan 7,73 6,08 7,18 31 Kementerian Kehutanan 7,60 6,32 7,17 32 Pemko Lhokseumawe 7,95 5,47 7,13 33 Kementerian Kelautan dan Perikanan 7,24 6,88 7,12 34 DKI Jakarta 7,47 6,36 7,10 35 Mahkamah Agung 7,62 6,06 7,10 36 Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI 7,41 6,45 7,09 37 Pemko Pangkalpinang 7,56 6,02 7,05 38 Pemko Bandung 7,39 6,26 7,01 39 Pemko Makassar 7,51 5,99 7,00 40 Pemko Kupang 7,43 6,14 7,00 41 Pemko Serang 7,51 5,96 6,99

151 LAMPIRAN 141 No. Instansi Pengalaman Potensi Integritas 42 Pemko Padang 7,60 5,77 6,99 43 Kementerian Hukum dan HAM 7, ,99 44 Pemko Bekasi 7,27 6,36 6,97 45 Pemko Banjarmasin 7,38 6,05 6,94 46 Pemko Banda Aceh 7,46 5,86 6,93 47 Pemko Jambi 7,57 5,55 6,90 48 Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif 6,96 6,73 6,88 49 Pemko Bukittinggi 7,31 5,88 6,83 50 Pemko Depok 7,19 6,08 6,82 51 Pemko Madiun 7,38 5,68 6,81 52 Pemko Metro 7,19 6,00 6,79 53 Pemko Manado 6,96 6,34 6,75 54 Pemko Batam 7,04 6,14 6,74 55 Pemko Binjai 7,19 5,79 6,73 56 Pemko Cirebon 7,39 5,39 6,72 57 Pemko Palembang 7,04 6,06 6,72 58 Pemkab Banyumas 7,18 5,76 6,70 59 Pemko Ambon 7,09 5,84 6,67 60 Pemko Medan 7,32 5,30 6,65 61 Kepolisian Republik Indonesia 6,99 5,90 6,63 62 Pemko Malang 7,06 5,76 6,63 63 Pemko Tangerang 6,88 6,05 6,60 64 Pemko Kendari 6,96 5,85 6,59 65 Pemko Dumai 7,03 5,70 6,59 66 Pemkab Mamuju 7,66 4,42 6,58 67 Pemko Pontianak 6,83 6,08 6,58 68 Kementerian Agama 7,03 5,55 6,54 69 Pemko Kediri 6,89 5,82 6,53 70 Pemkab Manokwari 7,12 5,26 6,50 71 Pemko Lubuklinggau 7,15 5,12 6,47 72 Pemko Ternate 6,95 5,51 6,47 73 Pemko Surakarta 6,46 6,31 6,41 74 Pemko Banjarbaru 6,62 5,95 6,40 75 Pemko Bandar Lampung 6,75 5,64 6,38 76 Badan Pertanahan Nasional 6,67 5,72 6,36 77 Pemkab Jember 6,58 5,76 6,31 78 Pemko Semarang 6,39 6,10 6,29 79 Pemko Balikpapan 6,31 5,96 6,19 80 Pemko Palu 6,80 4,88 6,16 81 Pemko Bima 6,77 4,74 6,10 82 Pemko Pekanbaru 6,34 5,46 6,05 83 Pemko Bengkulu 6,51 5,09 6,04 84 Pemko Palangkaraya 6,28 5,35 5,97 85 Pemko Jayapura 5,80 5,36 5,66

152 INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK INDONESIA TAHUN FAKTA KORUPSI DALAM LAYANAN PUBLIK Lampiran 2 Indeks Integritas Nasional (IIN), Pengalaman Integritas, dan Potensi Integritas Berdasarkan Unit Layanan No. Kota Instansi Unit Layanan Penga laman Potensi Inte gritas 1 Parepare Pemko Parepare Surat Izin Usaha Perdagangan 8,09 7,59 7,92 2 Pematangsiantar Pemko Pematangsiantar Pengadaan Barang dan Jasa 7,89 7,75 7,84 3 Parepare Pemko Parepare Pengadaan Barang dan Jasa 7,92 7,67 7,84 4 Gorontalo Pemko Gorontalo Kesehatan Dasar Puskesmas 8,15 7,03 7,78 5 Jakarta Kementerian Perindustrian LS Pro Pustan SNI 8,00 7,31 7,77 6 Tanjungpinang Pemko Tanjungpinang Surat Izin Usaha Perdagangan ,58 7,77 7 Manado Mahkamah Agung Administrasi Sidang Peradilan Agama 7,98 7,34 7,77 8 Jakarta Badan Pengawas Obat dan Makanan Pengadaan Barang dan Jasa 8,01 7,26 7,76 9 Tanjungpinang Badan Pertanahan Nasional Peralihan Hak atas Tanah 8,05 7,11 7,74 10 Jakarta Kementerian Negara Lingkungan Hidup Jasa Pengolahan Limbah B3 7,91 7,36 7,73 11 Surabaya Pemko Surabaya Kesehatan Dasar Puskesmas 8,04 7,07 7,72 12 Mataram Kementerian Hukum dan HAM Lembaga Pemasyarakatan 8,08 6,99 7,72 13 Samarinda Mahkamah Agung Administrasi Sidang Peradilan Agama 8,01 7,04 7,69 14 Banjarbaru Pemko Banjarbaru Kesehatan Dasar Puskesmas 8,10 6,81 7,67 15 Gorontalo Pemko Gorontalo Surat Izin Usaha Perdagangan 7,90 7,17 7,66 16 Gorontalo Kementerian Hukum dan HAM Paspor 8,08 6,81 7,65 17 Bitung Pemko Bitung Surat Izin Usaha Perdagangan 7,65 7,63 7,64 18 Mataram Kepolisian Republik Indonesia Surat Keterangan Catatan Kepolisian 8,00 6,92 7,64 19 Jakarta Badan Koordinasi Penanaman Modal Pengadaan Barang dan Jasa 7,91 7,09 7,64 20 Jakarta Kementerian Komunikasi dan Informatika Pengadaan Barang dan Jasa 7,92 7,07 7,63 21 Jakarta Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Pengadaan Barang dan Jasa 7,92 7,05 7,63 22 Samarinda Kementerian Hukum dan HAM Paspor 7,85 7,15 7,62 23 Samarinda Pemko Samarinda Surat Izin Usaha Perdagangan 7,88 7,09 7,61 24 Jakarta Badan Pengawas Obat dan Makanan Pendaftaran Izin Edar Makanan 7,90 7,01 7,60 25 Palangkaraya Kepolisian Republik Indonesia Surat Keterangan Catatan Kepolisian 8,06 6,69 7,60 26 Surabaya Kementerian Hukum dan HAM Paspor 8,05 6,70 7,60 27 Surabaya Pemko Surabaya Surat Izin Usaha Perdagangan 8,04 6,71 7,60 28 Pontianak Pemko Pontianak Kesehatan Dasar Puskesmas 8,11 6,55 7,59 29 Mataram Pemko Mataram Pengadaan Barang dan Jasa 7,71 7,35 7,59 30 Jakarta RS Fatmawati Rawat Inap Non-Jaminan 7,99 6,79 7,59 31 Bitung Pemko Bitung Kesehatan Dasar Puskesmas 7,73 7,30 7,58 32 Kendari Mahkamah Agung Administrasi Sidang Peradilan Agama 8,07 6,59 7,58 33 Denpasar Pemko Denpasar Kesehatan Dasar Puskesmas 8,05 6,64 7,58 34 Jakarta RS Fatmawati Pengadaan Barang dan Jasa 7,99 6,74 7,57 35 Jakarta Kementerian Pertanian Pengadaan Barang dan Jasa 7,83 7,04 7,57 36 Samarinda Kepolisian Republik Indonesia Surat Keterangan Catatan Kepolisian 7,75 7,19 7,56 37 Jakarta Kementerian Kelautan dan Perikanan Pengadaan Barang dan Jasa 7,72 7,25 7,56 38 Mataram Kepolisian Republik Indonesia Surat Izin Mengemudi 7,88 6,92 7,56 39 Gorontalo Mahkamah Agung Administrasi Sidang Peradilan Agama 7,85 6,95 7,55 40 Jakarta Kementerian Negara Lingkungan Hidup Pengadaan Barang dan Jasa 7,79 7,07 7,55

153 LAMPIRAN 143 No. Kota Instansi Unit Layanan Penga laman Potensi Inte gritas 41 Makassar Kementerian Hukum dan HAM Lembaga Pemasyarakatan 7,95 6,74 7,55 42 Denpasar Mahkamah Agung Administrasi Sidang Peradilan Agama 8,06 6,50 7,54 43 Bogor Pemko Bogor Pengadaan Barang dan Jasa 7,76 7,08 7,54 44 Manado Pemko Manado Kesehatan Dasar Puskesmas 8,06 6,45 7,53 45 Jakarta Badan Koordinasi Penanaman Modal Izin Usaha 7,69 7,15 7,51 46 Kendari Kementerian Hukum dan HAM Lembaga Pemasyarakatan 7,68 7,13 7,50 47 Pontianak Kementerian Hukum dan HAM Lembaga Pemasyarakatan 7,92 6,65 7,50 48 Gorontalo Kementerian Hukum dan HAM Lembaga Pemasyarakatan 7,84 6,79 7,49 49 Manado Kepolisian Republik Indonesia Surat Keterangan Catatan Kepolisian 7,81 6,83 7,49 50 Jakarta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Bantuan Penelitian 8,00 6,45 7,49 51 Bandar Lampung Mahkamah Agung Administrasi Sidang Peradilan Agama 8,00 6,45 7,48 52 Tanjungpinang Badan Pertanahan Nasional Peningkatan Hak atas Tanah 7,77 6,91 7,48 53 Jakarta Kementerian Perdagangan Pengadaan Barang dan Jasa 7,75 6,93 7,48 54 Jakarta RS Cipto Mangunkusumo Pengadaan Barang dan Jasa 7,74 6,91 7,46 55 Jakarta Kementerian Luar Negeri Pengadaan Barang dan Jasa 7,82 6,75 7,46 56 Binjai Pemko Binjai Kesehatan Dasar Puskesmas 7,99 6,39 7,45 57 Serang Kementerian Hukum dan HAM Paspor 7,73 6,90 7,45 58 Jakarta Kementerian Keuangan Administrasi Sengketa Pajak 7,77 6,80 7,45 59 Bandung Kementerian Hukum dan HAM Paspor 7,84 6,67 7,45 60 Jakarta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Pengadaan Barang dan Jasa 7,70 6,93 7,44 61 Gorontalo Kepolisian Republik Indonesia Surat Izin Mengemudi 7,89 6,53 7,44 62 Jakarta Kementerian Kesehatan Izin Edar Alat Kesehatan 7,67 6,96 7,44 63 Manokwari Mahkamah Agung Administrasi Sidang Peradilan Agama 8,19 5,92 7,43 64 Manokwari Pemkab Manokwari Surat Izin Usaha Perdagangan 8,18 5,94 7,43 65 Jakarta Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI Pengadaan Barang dan Jasa 7,68 6,93 7,43 66 Cilegon Pemko Cilegon Kesehatan Dasar Puskesmas 7,88 6,52 7,42 67 Sidoarjo Pemkab Sidoarjo Pengadaan Barang dan Jasa 8,09 6,06 7,41 68 Surabaya Pemko Surabaya Pengadaan Barang dan Jasa 7,70 6,78 7,40 69 Tanjungpinang Pemko Tanjungpinang Pengadaan Barang dan Jasa 7,85 6,47 7,39 70 Denpasar Kepolisian Republik Indonesia Surat Keterangan Catatan Kepolisian 7,73 6,68 7,38 71 Jakarta Kementerian Kesehatan Pengadaan Barang dan Jasa 7,83 6,47 7,38 72 Yogyakarta Pemko Yogyakarta Pengadaan Barang dan Jasa 7,57 6,98 7,37 73 Jakarta RS Cipto Mangunkusumo Rawat Inap Non-Jaminan 7,85 6,41 7,37 74 Jakarta Kementerian Pertanian Rekomendasi Izin Impor Beras Tertentu 7,56 6,99 7,37 75 Makassar Pemko Makassar Kesehatan Dasar Puskesmas 8,03 6,03 7,36 76 Bandar Lampung Kementerian Hukum dan HAM Lembaga Pemasyarakatan 7,72 6,62 7,36 77 Surabaya Kementerian Hukum dan HAM Lembaga Pemasyarakatan 8,14 5,79 7,36 78 Ternate Mahkamah Agung Administrasi Sidang Peradilan Agama 7,79 6,47 7,35 79 Ternate Badan Pertanahan Nasional Peralihan Hak atas Tanah 7,80 6,43 7,35 80 Jakarta Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Pengadaan Barang dan Jasa 7,59 6,81 7,33 81 Bekasi Pemko Bekasi Pengadaan Barang dan Jasa 7,48 7,04 7,33 82 Ternate Kementerian Hukum dan HAM Lembaga Pemasyarakatan 7,79 6,40 7,33 83 Jakarta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Surat Keterangan Terdaftar 7,52 6,96 7,33

154 INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK INDONESIA TAHUN FAKTA KORUPSI DALAM LAYANAN PUBLIK No. Kota Instansi Unit Layanan Penga laman Potensi Inte gritas 84 Pekalongan Pemko Pekalongan Pengadaan Barang dan Jasa 7,45 7,08 7,33 85 Manokwari Kementerian Hukum dan HAM Paspor 8,11 5,76 7,33 86 Samarinda Kementerian Agama Administrasi Pernikahan KUA 7,70 6,59 7,33 87 Surabaya Mahkamah Agung Administrasi Sidang Peradilan Agama 8,01 5,96 7,33 88 Manado Kementerian Hukum dan HAM Lembaga Pemasyarakatan 7,69 6,57 7,32 89 Jakarta Kementerian Perhubungan Pengadaan Barang dan Jasa 7,57 6,82 7,32 90 Surabaya Kepolisian Republik Indonesia Surat Izin Mengemudi 7,99 5,99 7,32 91 Parepare Pemko Parepare Kesehatan Dasar Puskesmas 7,49 6,97 7,31 92 Kupang Kementerian Hukum dan HAM Lembaga Pemasyarakatan 7,84 6,25 7,31 93 Jakarta Kementerian Keuangan Pengadaan Barang dan Jasa 7,50 6,91 7,31 94 Manado Kementerian Hukum dan HAM Paspor 7,61 6,67 7,29 95 Tanjungpinang Pemko Tanjungpinang Kesehatan Dasar Puskesmas 7,89 6,10 7,29 96 Pekanbaru Kepolisian Republik Indonesia Surat Keterangan Catatan Kepolisian 7,72 6,43 7,29 97 Padang Kementerian Hukum dan HAM Paspor 7,87 6,14 7,29 98 Denpasar Kementerian Agama Administrasi Pernikahan KUA 7,76 6,35 7,29 99 Kediri Pemko Kediri Kesehatan Dasar Puskesmas 8,06 5,73 7,29 Jakarta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Pengadaan Barang dan Jasa 7,68 6,50 7, Mataram Pemko Mataram Kesehatan Dasar Puskesmas 8,11 5,63 7, Pangkalpinang Kementerian Agama Administrasi Pernikahan KUA 7,88 6,10 7, Ambon Pemko Ambon Kesehatan Dasar Puskesmas 7,99 5,85 7, Bandar Lampung Kementerian Agama Administrasi Pernikahan KUA 7,77 6,29 7, Denpasar Kementerian Hukum dan HAM Paspor 7,83 6,16 7, Binjai Pemko Binjai Surat Izin Usaha Perdagangan 8,08 5,67 7, Jakarta Kementerian Kehutanan Pengadaan Barang dan Jasa 7,65 6,47 7, Surabaya Badan Pertanahan Nasional Peralihan Hak atas Tanah 7,69 6,40 7, Yogyakarta Pemko Yogyakarta Surat Izin Usaha Perdagangan 7,44 6,86 7, Bandung Pemko Bandung Kesehatan Dasar Puskesmas 7,85 6,03 7, Padang Pemko Padang Pengadaan Barang dan Jasa 7,67 6,37 7, Mamuju Kementerian Hukum dan HAM Paspor 7,83 6,05 7, DKI Jakarta Mahkamah Agung Administrasi Sidang Peradilan Agama 7,49 6,73 7, Palu Kepolisian Republik Indonesia Surat Keterangan Catatan Kepolisian 7,74 6,21 7, Denpasar Pemko Denpasar Pengadaan Barang dan Jasa 7,59 6,49 7, Balikpapan Pemko Balikpapan Kesehatan Dasar Puskesmas 7,65 6,37 7, Kupang Mahkamah Agung Administrasi Sidang Peradilan Agama 7,79 6,08 7, Pontianak Kepolisian Republik Indonesia Surat Keterangan Catatan Kepolisian 7,66 6,34 7, Palu Pemko Palu Kesehatan Dasar Puskesmas 8,05 5,56 7, Bitung Pemko Bitung Pengadaan Barang dan Jasa 7,61 6,42 7, Ambon Kementerian Hukum dan HAM Lembaga Pemasyarakatan 7,68 6,27 7, Pematangsiantar Pemko Pematangsiantar Surat Izin Usaha Perdagangan 7,58 6,44 7, Kupang Kepolisian Republik Indonesia Surat Keterangan Catatan Kepolisian 7,64 6,32 7, Gorontalo Kementerian Agama Administrasi Pernikahan KUA 7,51 6,57 7, Padang Kepolisian Republik Indonesia Surat Izin Mengemudi 7,79 6,00 7, Banda Aceh Pemko Banda Aceh Surat Izin Usaha Perdagangan 7,72 6,14 7,19

155 LAMPIRAN 145 No. Kota Instansi Unit Layanan Penga laman Potensi Inte gritas 127 Manado Kepolisian Republik Indonesia Surat Izin Mengemudi 7,71 6,15 7, Pangkalpinang Kepolisian Republik Indonesia Surat Izin Mengemudi 7,76 6,05 7, Manokwari Kementerian Agama Administrasi Pernikahan KUA 8,19 5,19 7, Denpasar Badan Pertanahan Nasional Peningkatan Hak atas Tanah 7,68 6,20 7, Banjarmasin Badan Pertanahan Nasional Peningkatan Hak atas Tanah 7,58 6,42 7, Jakarta Kementerian Komunikasi dan Informatika Pengujian Perangkat Telekomunikasi 7,30 6,94 7, Mamuju Kementerian Hukum dan HAM Lembaga Pemasyarakatan 7,71 6,12 7, Pontianak Mahkamah Agung Administrasi Sidang Peradilan Agama 7,65 6,22 7, Yogyakarta Pemko Yogyakarta Kesehatan Dasar Puskesmas 7,68 6,18 7, Banda Aceh Mahkamah Agung Administrasi Sidang Peradilan Agama 7,68 6,16 7, Lhokseumawe Pemko Lhokseumawe Kesehatan Dasar Puskesmas 7,96 5,60 7, Kediri Pemko Kediri Surat Izin Usaha Perdagangan 7,89 5,75 7, Ambon Kementerian Hukum dan HAM Paspor 7,60 6,34 7, Ternate Badan Pertanahan Nasional Peningkatan Hak atas Tanah 7,66 6,19 7, Banda Aceh Badan Pertanahan Nasional Peningkatan Hak atas Tanah 7,68 6,15 7, Yogyakarta Badan Pertanahan Nasional Peningkatan Hak atas Tanah 7,24 7,03 7, Bogor Pemko Bogor Kesehatan Dasar Puskesmas 7,75 6,02 7, Mataram Pemko Mataram Surat Izin Usaha Perdagangan 7,43 6,63 7, Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Jakarta Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Asing (RPTKA) 7,28 6,92 7, Mamuju Badan Pertanahan Nasional Peralihan Hak atas Tanah 7,86 5,75 7, Sidoarjo Pemkab Sidoarjo Kesehatan Dasar Puskesmas 8,08 5,32 7, Gorontalo Badan Pertanahan Nasional Peralihan Hak atas Tanah 7,85 5,77 7, Medan Pemko Medan Pengadaan Barang dan Jasa 7,60 6,25 7, Pekanbaru Kementerian Hukum dan HAM Paspor 7,74 5,97 7, DKI Jakarta DKI Jakarta Pengadaan Barang dan Jasa 7,38 6,69 7, Banda Aceh Pemko Banda Aceh Kesehatan Dasar Puskesmas 7,90 5,63 7, Manokwari Kementerian Hukum dan HAM Lembaga Pemasyarakatan 7,82 5,80 7, Ternate Pemko Ternate Kesehatan Dasar Puskesmas 7,83 5,78 7, Mamuju Badan Pertanahan Nasional Peningkatan Hak atas Tanah 7,63 6,16 7, Banjarmasin Mahkamah Agung Administrasi Sidang Peradilan Agama 7,63 6,16 7, Banda Aceh Kementerian Hukum dan HAM Lembaga Pemasyarakatan 7,41 6,59 7, Tangerang Pemko Tangerang Kesehatan Dasar Puskesmas 7,94 5,54 7, Makassar Pemko Makassar Pengadaan Barang dan Jasa 7,62 6,17 7, Serang Kepolisian Republik Indonesia Surat Keterangan Catatan Kepolisian 7,65 6,10 7, Palu Kementerian Hukum dan HAM Lembaga Pemasyarakatan 7,79 5,83 7, Depok Pemko Depok Kesehatan Dasar Puskesmas 7,57 6,26 7, Mamuju Mahkamah Agung Administrasi Sidang Peradilan Agama 7,81 5,77 7, Kupang Pemko Kupang Surat Izin Usaha Perdagangan 7,45 6,49 7, Bogor Pemko Bogor Surat Izin Usaha Perdagangan 7,48 6,43 7, Mataram Mahkamah Agung Administrasi Sidang Peradilan Agama 7,56 6,27 7, Semarang Kementerian Hukum dan HAM Lembaga Pemasyarakatan 7,42 6,55 7, Pematangsiantar Pemko Pematangsiantar Kesehatan Dasar Puskesmas 7,91 5,55 7,13

156 INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK INDONESIA TAHUN FAKTA KORUPSI DALAM LAYANAN PUBLIK No. Kota Instansi Unit Layanan Penga laman Potensi Inte gritas 169 Denpasar Pemko Denpasar Surat Izin Usaha Perdagangan 7,37 6,62 7, Makassar Kepolisian Republik Indonesia Surat Keterangan Catatan Kepolisian 7,85 5,65 7, Yogyakarta Mahkamah Agung Administrasi Sidang Peradilan Agama 7,39 6,58 7, Lhokseumawe Pemko Lhokseumawe Surat Izin Usaha Perdagangan 8,03 5,30 7, Kupang Pemko Kupang Kesehatan Dasar Puskesmas 7,99 5,37 7, Serang Pemko Serang Kesehatan Dasar Puskesmas 7,98 5,38 7, Yogyakarta Kepolisian Republik Indonesia Surat Keterangan Catatan Kepolisian 7,50 6,32 7, Jember Pemkab Jember Kesehatan Dasar Puskesmas 7,72 5,86 7, Samarinda Pemko Samarinda Kesehatan Dasar Puskesmas 7,44 6,42 7, Cilegon Pemko Cilegon Surat Izin Usaha Perdagangan 7,66 5,98 7, Bandar Lampung Kepolisian Republik Indonesia Surat Izin Mengemudi 7,88 5,54 7, Gorontalo Pemko Gorontalo Pengadaan Barang dan Jasa 7,60 6,08 7, Padang Kementerian Hukum dan HAM Lembaga Pemasyarakatan 7,46 6,36 7, Pekalongan Pemko Pekalongan Surat Izin Usaha Perdagangan 7,94 5,41 7, Samarinda Pemko Samarinda Pengadaan Barang dan Jasa 7,54 6,20 7, Metro Pemko Metro Kesehatan Dasar Puskesmas 7,85 5,57 7, Pangkalpinang Pemko Pangkalpinang Surat Izin Usaha Perdagangan 7,64 6,00 7, Bandar Lampung Pemko Bandar Lampung Kesehatan Dasar Puskesmas 7,69 5,90 7, Cilegon Pemko Cilegon Pengadaan Barang dan Jasa 7,37 6,52 7, Banjarmasin Pemko Banjarmasin Pengadaan Barang dan Jasa 7,49 6,28 7, Jakarta Kementerian Perdagangan Nomor Pengenal Importir Khusus (NPIK) 7,14 6,99 7, Palu Mahkamah Agung Administrasi Sidang Peradilan Agama 8,13 5,01 7, Samarinda Badan Pertanahan Nasional Peralihan Hak atas Tanah 7,31 6,64 7, Pangkalpinang Pemko Pangkalpinang Kesehatan Dasar Puskesmas 7,60 6,04 7, DKI Jakarta DKI Jakarta Kesehatan Dasar Puskesmas 7,61 6,01 7, Bandar Lampung Badan Pertanahan Nasional Peralihan Hak atas Tanah 7,90 5,43 7, Palangkaraya Kementerian Hukum dan HAM Paspor 7,39 6,45 7, Pekanbaru Mahkamah Agung Administrasi Sidang Peradilan Agama 7,62 5,98 7, Lhokseumawe Pemko Lhokseumawe Pengadaan Barang dan Jasa 7,87 5,47 7, Malang Pemko Malang Kesehatan Dasar Puskesmas 7,65 5,91 7, DKI Jakarta Kementerian Hukum dan HAM Paspor 7,41 6,38 7, Padang Mahkamah Agung Administrasi Sidang Peradilan Agama 7,30 6,60 7, Jakarta Kementerian Luar Negeri Izin Exit Permit 7,32 6,55 7, Jakarta Kementerian Perhubungan Izin Penyelenggara Angkutan Pariwisata 7,04 7,11 7, Bukittinggi Pemko Bukittinggi Pengadaan Barang dan Jasa 7,50 6,16 7, Palembang Pemko Palembang Kesehatan Dasar Puskesmas 7,53 6,11 7, Jambi Pemko Jambi Kesehatan Dasar Puskesmas 7,88 5,42 7, Ternate Kementerian Hukum dan HAM Paspor 7,46 6,25 7, Semarang Kementerian Hukum dan HAM Paspor 7,67 5,82 7, Kendari Pemko Kendari Kesehatan Dasar Puskesmas 7,30 6,57 7, Serang Badan Pertanahan Nasional Peningkatan Hak atas Tanah 7,53 6,10 7, Dumai Pemko Dumai Surat Izin Usaha Perdagangan 7,70 5,76 7, Kendari Kementerian Hukum dan HAM Paspor 7,76 5,65 7,05

157 LAMPIRAN 147 No. Kota Instansi Unit Layanan Penga laman Potensi Inte gritas 212 Serang Pemko Serang Surat Izin Usaha Perdagangan 7,24 6,68 7, Makassar Mahkamah Agung Administrasi Sidang Peradilan Agama 7,59 5,98 7, Palangkaraya Mahkamah Agung Administrasi Sidang Peradilan Agama 7,71 5,71 7, Palu Kementerian Hukum dan HAM Paspor 8,15 4,83 7, DKI Jakarta DKI Jakarta Surat Izin Usaha Perdagangan 7,43 6,25 7, Ambon Pemko Ambon Surat Izin Usaha Perdagangan 7,44 6,22 7, Bekasi Pemko Bekasi Kesehatan Dasar Puskesmas 7,54 6,00 7, Pekanbaru Pemko Pekanbaru Kesehatan Dasar Puskesmas 7,55 5,98 7, Dumai Pemko Dumai Kesehatan Dasar Puskesmas 7,44 6,20 7, Palu Pemko Palu Surat Izin Usaha Perdagangan 8,14 4,80 7, Denpasar Kementerian Hukum dan HAM Lembaga Pemasyarakatan 7,31 6,43 7, Pekalongan Pemko Pekalongan Kesehatan Dasar Puskesmas 7,80 5,44 7, Surakarta Pemko Surakarta Kesehatan Dasar Puskesmas 7,40 6,20 7, Pontianak Pemko Pontianak Surat Izin Usaha Perdagangan 7,52 5,95 7, Banjarmasin Pemko Banjarmasin Kesehatan Dasar Puskesmas 7,64 5,71 7, Bandung Pemko Bandung Pengadaan Barang dan Jasa 7,43 6,12 6, Palu Badan Pertanahan Nasional Peningkatan Hak atas Tanah 7,77 5,44 6, Serang Mahkamah Agung Administrasi Sidang Peradilan Agama 7,75 5,45 6, Banjarmasin Kepolisian Republik Indonesia Surat Keterangan Catatan Kepolisian 7,41 6,11 6, Jambi Kementerian Agama Administrasi Pernikahan KUA 7,58 5,77 6, Jambi Kepolisian Republik Indonesia Surat Keterangan Catatan Kepolisian 7,82 5,27 6, Palangkaraya Pemko Palangkaraya Kesehatan Dasar Puskesmas 7,62 5,68 6, Bima Pemko Bima Kesehatan Dasar Puskesmas 7,70 5,52 6, Padang Badan Pertanahan Nasional Peralihan Hak atas Tanah 7,59 5,71 6, Tanjungpinang Kementerian Hukum dan HAM Paspor 7,64 5,61 6, Tanjungpinang Kementerian Agama Administrasi Pernikahan KUA 7,49 5,88 6, Jambi Pemko Jambi Pengadaan Barang dan Jasa 7,67 5,53 6, Ternate Kementerian Agama Administrasi Pernikahan KUA 7,38 6,09 6, Bukittinggi Pemko Bukittinggi Kesehatan Dasar Puskesmas 7,71 5,40 6, Ambon Kementerian Agama Administrasi Pernikahan KUA 7,77 5,27 6, Banda Aceh Kementerian Hukum dan HAM Paspor 7,20 6,41 6, Ambon Kepolisian Republik Indonesia Surat Izin Mengemudi 7,37 6,09 6, Tanjungpinang Mahkamah Agung Administrasi Sidang Peradilan Agama 7,64 5,52 6, Jambi Kementerian Hukum dan HAM Lembaga Pemasyarakatan 7,65 5,49 6, Pangkalpinang Pemko Pangkalpinang Pengadaan Barang dan Jasa 7,45 5,89 6, Madiun Pemko Madiun Pengadaan Barang dan Jasa 7,50 5,77 6, Kendari Kepolisian Republik Indonesia Surat Izin Mengemudi 7,22 6,32 6, Kupang Kementerian Hukum dan HAM Paspor 7,48 5,80 6, Jambi Kementerian Hukum dan HAM Paspor 7,57 5,61 6, Banyumas Pemkab Banyumas Kesehatan Dasar Puskesmas 7,51 5,72 6, Padang Kepolisian Republik Indonesia Surat Keterangan Catatan Kepolisian 7,46 5,81 6, Sidoarjo Pemkab Sidoarjo Surat Izin Usaha Perdagangan 7,54 5,64 6, Pontianak Kementerian Hukum dan HAM Paspor 7,54 5,64 6,90

158 INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK INDONESIA TAHUN FAKTA KORUPSI DALAM LAYANAN PUBLIK No. Kota Instansi Unit Layanan Penga laman Potensi Inte gritas 255 Bandar Lampung Badan Pertanahan Nasional Peningkatan Hak atas Tanah 7,69 5,32 6, Banjarmasin Kepolisian Republik Indonesia Surat Izin Mengemudi 7,48 5,73 6, Jambi Badan Pertanahan Nasional Peralihan Hak atas Tanah 7,72 5,26 6, Jayapura Kementerian Hukum dan HAM Paspor 7,31 6,06 6, Manado Kementerian Agama Administrasi Pernikahan KUA 7,04 6,61 6, Banyumas Pemkab Banyumas Pengadaan Barang dan Jasa 7,40 5,87 6, Kupang Kepolisian Republik Indonesia Surat Izin Mengemudi 7,59 5,48 6, Tanjungpinang Kementerian Hukum dan HAM Lembaga Pemasyarakatan 7,68 5,30 6, Metro Pemko Metro Surat Izin Usaha Perdagangan 6,98 6,69 6, Padang Pemko Padang Surat Izin Usaha Perdagangan 7,59 5,46 6, Samarinda Badan Pertanahan Nasional Peningkatan Hak atas Tanah 7,15 6,32 6, Jakarta Kementerian Kehutanan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan 7,31 6,00 6, Jakarta Kementerian Perindustrian Pengadaan Barang dan Jasa 6,97 6,67 6, Batam Pemko Batam Kesehatan Dasar Puskesmas 7,58 5,46 6, Semarang Kepolisian Republik Indonesia Surat Keterangan Catatan Kepolisian 7,37 5,88 6, Palu Kepolisian Republik Indonesia Surat Izin Mengemudi 7,65 5,31 6, Surabaya Badan Pertanahan Nasional Peningkatan Hak atas Tanah 7,10 6,41 6, Banjarmasin Badan Pertanahan Nasional Peralihan Hak atas Tanah 7,42 5,74 6, Lubuklinggau Pemko Lubuklinggau Kesehatan Dasar Puskesmas 7,77 5,03 6, Banda Aceh Kementerian Agama Administrasi Pernikahan KUA 7,30 5,98 6, Medan Mahkamah Agung Administrasi Sidang Peradilan Agama 7,82 4,92 6, Mamuju Kepolisian Republik Indonesia Surat Izin Mengemudi 7,94 4,68 6, Mataram Kementerian Hukum dan HAM Paspor 7,15 6,26 6, Semarang Pemko Semarang Surat Izin Usaha Perdagangan 6,98 6,58 6, Jayapura Kementerian Agama Administrasi Pernikahan KUA 7,58 5,38 6, Tanjungpinang Kepolisian Republik Indonesia Surat Keterangan Catatan Kepolisian 7,34 5,85 6, Madiun Pemko Madiun Kesehatan Dasar Puskesmas 7,33 5,87 6, Bandar Lampung Pemko Bandar Lampung Surat Izin Usaha Perdagangan 7,13 6,25 6, Mamuju Pemkab Mamuju Kesehatan Dasar Puskesmas 7,86 4,77 6, Mataram Kementerian Agama Administrasi Pernikahan KUA 7,30 5,87 6, Bandar Lampung Kepolisian Republik Indonesia Surat Keterangan Catatan Kepolisian 7,59 5,33 6, Batam Pemko Batam Pengadaan Barang dan Jasa 6,93 6,61 6, Denpasar Badan Pertanahan Nasional Peralihan Hak atas Tanah 7,18 6,12 6, Mamuju Kepolisian Republik Indonesia Surat Keterangan Catatan Kepolisian 7,86 4,74 6, Serang Pemko Serang Pengadaan Barang dan Jasa 7,31 5,83 6, Cirebon Pemko Cirebon Surat Izin Usaha Perdagangan 7,61 5,23 6, Padang Pemko Padang Kesehatan Dasar Puskesmas 7,54 5,36 6, Malang Pemko Malang Surat Izin Usaha Perdagangan 7,28 5,88 6, Makassar Kementerian Hukum dan HAM Paspor 7,18 6,07 6, Cirebon Pemko Cirebon Kesehatan Dasar Puskesmas 7,49 5,43 6, Pangkalpinang Kementerian Hukum dan HAM Paspor 7,23 5,96 6, Samarinda Kepolisian Republik Indonesia Surat Izin Mengemudi 6,91 6,59 6, Tanjungpinang Kepolisian Republik Indonesia Surat Izin Mengemudi 7,30 5,79 6,80

159 LAMPIRAN 149 No. Kota Instansi Unit Layanan Penga laman Potensi Inte gritas 298 Banda Aceh Badan Pertanahan Nasional Peralihan Hak atas Tanah 7,43 5,50 6, Semarang Mahkamah Agung Administrasi Sidang Peradilan Agama 7,26 5,83 6, Banjarmasin Kementerian Hukum dan HAM Paspor 7,33 5,69 6, Banjarmasin Kementerian Agama Administrasi Pernikahan KUA 7,41 5,52 6, Kupang Kementerian Agama Administrasi Pernikahan KUA 7,63 5,06 6, Yogyakarta Kementerian Hukum dan HAM Paspor 6,92 6,45 6, Palembang Mahkamah Agung Administrasi Sidang Peradilan Agama 7,02 6,23 6, Jayapura Kementerian Hukum dan HAM Lembaga Pemasyarakatan 7,24 5,80 6, Mamuju Kementerian Agama Administrasi Pernikahan KUA 7,85 4,55 6, Ambon Kepolisian Republik Indonesia Surat Keterangan Catatan Kepolisian 7,11 6,03 6, Samarinda Kementerian Hukum dan HAM Lembaga Pemasyarakatan 6,89 6,46 6, Yogyakarta Kementerian Agama Administrasi Pernikahan KUA 6,97 6,28 6, Bandung Kementerian Hukum dan HAM Lembaga Pemasyarakatan 7,08 6,05 6, Banjarmasin Pemko Banjarmasin Surat Izin Usaha Perdagangan 7,02 6,17 6, Madiun Pemko Madiun Surat Izin Usaha Perdagangan 7,30 5,59 6, Depok Pemko Depok Surat Izin Usaha Perdagangan 7,08 6,03 6, Jakarta Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI Pembuatan Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri (KTKLN) 7,14 5,91 6, Makassar Kementerian Agama Administrasi Pernikahan KUA 7,29 5,60 6, Mamuju Pemkab Mamuju Surat Izin Usaha Perdagangan 7,80 4,55 6, Bandung Pemko Bandung Surat Izin Usaha Perdagangan 6,89 6,38 6, Palu Badan Pertanahan Nasional Peralihan Hak atas Tanah 7,39 5,37 6, Manokwari Kepolisian Republik Indonesia Surat Keterangan Catatan Kepolisian 7,19 5,76 6, Jambi Kepolisian Republik Indonesia Surat Izin Mengemudi 7,11 5,91 6, Bandung Mahkamah Agung Administrasi Sidang Peradilan Agama 7,33 5,46 6, Bengkulu Kementerian Hukum dan HAM Lembaga Pemasyarakatan 6,97 6,18 6, Ambon Badan Pertanahan Nasional Peningkatan Hak atas Tanah 7,43 5,24 6, Semarang Badan Pertanahan Nasional Peningkatan Hak atas Tanah 7,30 5,50 6, Banda Aceh Kepolisian Republik Indonesia Surat Izin Mengemudi 6,99 6,11 6, Bengkulu Kementerian Hukum dan HAM Paspor 7,07 5,93 6, Bengkulu Pemko Bengkulu Kesehatan Dasar Puskesmas 7,39 5,29 6, Kupang Pemko Kupang Pengadaan Barang dan Jasa 6,82 6,42 6, Jambi Mahkamah Agung Administrasi Sidang Peradilan Agama 7,58 4,89 6, Palembang Pemko Palembang Surat Izin Usaha Perdagangan 6,93 6,17 6, Jambi Pemko Jambi Surat Izin Usaha Perdagangan 7,17 5,69 6, Jakarta Kementerian Kelautan dan Perikanan Izin Penangkapan Ikan 6,76 6,51 6, Denpasar Kepolisian Republik Indonesia Surat Izin Mengemudi 6,97 6,10 6, Pangkalpinang Mahkamah Agung Administrasi Sidang Peradilan Agama 7,17 5,60 6, Pekanbaru Kementerian Agama Administrasi Pernikahan KUA 7,25 5,43 6, Pangkalpinang Kementerian Hukum dan HAM Lembaga Pemasyarakatan 6,76 6,40 6, Depok Pemko Depok Pengadaan Barang dan Jasa 6,93 6,06 6, Kupang Badan Pertanahan Nasional Peningkatan Hak atas Tanah 7,10 5,70 6, Palembang Kementerian Agama Administrasi Pernikahan KUA 7,04 5,82 6,64

160 INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK INDONESIA TAHUN FAKTA KORUPSI DALAM LAYANAN PUBLIK No. Kota Instansi Unit Layanan Penga laman Potensi Inte gritas 340 Serang Badan Pertanahan Nasional Peralihan Hak atas Tanah 6,72 6,42 6, Tangerang Pemko Tangerang Surat Izin Usaha Perdagangan 6,99 5,85 6, Palangkaraya Kementerian Agama Administrasi Pernikahan KUA 7,18 5,46 6, Makassar Badan Pertanahan Nasional Peningkatan Hak atas Tanah 7,24 5,30 6, Ternate Pemko Ternate Surat Izin Usaha Perdagangan 7,52 4,73 6, Lubuklinggau Pemko Lubuklinggau Pengadaan Barang dan Jasa 7,15 5,43 6, Serang Kementerian Hukum dan HAM Lembaga Pemasyarakatan 6,98 5,72 6, Semarang Badan Pertanahan Nasional Peralihan Hak atas Tanah 7,01 5,62 6, Bekasi Pemko Bekasi Surat Izin Usaha Perdagangan 6,80 6,03 6, Jember Pemkab Jember Surat Izin Usaha Perdagangan 7,01 5,60 6, Ternate Kepolisian Republik Indonesia Surat Keterangan Catatan Kepolisian 7,14 5,31 6, Pekanbaru Kepolisian Republik Indonesia Surat Izin Mengemudi 7,01 5,56 6, Kendari Kepolisian Republik Indonesia Surat Keterangan Catatan Kepolisian 6,52 6,52 6, Cirebon Pemko Cirebon Pengadaan Barang dan Jasa 7,06 5,45 6, Bandung Kepolisian Republik Indonesia Surat Keterangan Catatan Kepolisian 6,88 5,79 6, Manado Pemko Manado Pengadaan Barang dan Jasa 6,66 6,22 6, DKI Jakarta Kepolisian Republik Indonesia Surat Keterangan Catatan Kepolisian 6,88 5,78 6, Medan Badan Pertanahan Nasional Peningkatan Hak atas Tanah 7,28 4,91 6, Jambi Badan Pertanahan Nasional Peningkatan Hak atas Tanah 7,02 5,42 6, DKI Jakarta Kementerian Agama Administrasi Pernikahan KUA 6,94 5,57 6, Palembang Kementerian Hukum dan HAM Paspor 6,87 5,71 6, DKI Jakarta Kementerian Hukum dan HAM Lembaga Pemasyarakatan 6,77 5,92 6, Bukittinggi Pemko Bukittinggi Surat Izin Usaha Perdagangan 6,71 6,00 6, Medan Pemko Medan Kesehatan Dasar Puskesmas 7,28 4,85 6, Ambon Mahkamah Agung Administrasi Sidang Peradilan Agama 7,60 4,19 6, Batam Pemko Batam Surat Izin Usaha Perdagangan 6,61 6,15 6, Padang Kementerian Agama Administrasi Pernikahan KUA 7,05 5,28 6, Makassar Pemko Makassar Surat Izin Usaha Perdagangan 6,87 5,63 6, Semarang Pemko Semarang Kesehatan Dasar Puskesmas 7,17 5,02 6, Yogyakarta Kementerian Hukum dan HAM Lembaga Pemasyarakatan 6,62 6,12 6, Pekanbaru Kementerian Hukum dan HAM Lembaga Pemasyarakatan 6,87 5,62 6, Bima Pemko Bima Surat Izin Usaha Perdagangan 7,82 3,71 6, Jakarta Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Tanda Pendaftaran Pembuatan Film Iklan 6,33 6,69 6, Palembang Kepolisian Republik Indonesia Surat Keterangan Catatan Kepolisian 6,72 5,87 6, Pontianak Kepolisian Republik Indonesia Surat Izin Mengemudi 6,73 5,84 6, Metro Pemko Metro Pengadaan Barang dan Jasa 6,74 5,78 6, Medan Kementerian Agama Administrasi Pernikahan KUA 7,18 4,91 6, Banda Aceh Pemko Banda Aceh Pengadaan Barang dan Jasa 6,76 5,73 6, Palangkaraya Pemko Palangkaraya Surat Izin Usaha Perdagangan 7,00 5,24 6, Medan Kementerian Hukum dan HAM Paspor 7,18 4,89 6, Medan Badan Pertanahan Nasional Peralihan Hak atas Tanah 7,28 4,67 6, Palangkaraya Kementerian Hukum dan HAM Lembaga Pemasyarakatan 6,49 6,25 6, Palu Kementerian Agama Administrasi Pernikahan KUA 7,32 4,52 6,39

161 LAMPIRAN 151 No. Kota Instansi Unit Layanan Penga laman Potensi Inte gritas 383 Bandar Lampung Kementerian Hukum dan HAM Paspor 6,52 6,14 6, Bengkulu Mahkamah Agung Administrasi Sidang Peradilan Agama 7,16 4,82 6, Kendari Pemko Kendari Pengadaan Barang dan Jasa 6,84 5,46 6, Yogyakarta Badan Pertanahan Nasional Peralihan Hak atas Tanah 6,35 6,43 6, Palembang Pemko Palembang Pengadaan Barang dan Jasa 6,67 5,75 6, Bandung Kepolisian Republik Indonesia Surat Izin Mengemudi 6,66 5,76 6, Banjarbaru Pemko Banjarbaru Surat Izin Usaha Perdagangan 6,94 5,18 6, Banyumas Pemkab Banyumas Surat Izin Usaha Perdagangan 6,62 5,68 6, Medan Pemko Medan Surat Izin Usaha Perdagangan 7,08 4,74 6, Pekanbaru Badan Pertanahan Nasional Peralihan Hak atas Tanah 6,99 4,92 6, DKI Jakarta Kepolisian Republik Indonesia Surat Izin Mengemudi 6,63 5,65 6, Banda Aceh Kepolisian Republik Indonesia Surat Keterangan Catatan Kepolisian 6,59 5,68 6, Pekanbaru Pemko Pekanbaru Surat Izin Usaha Perdagangan 6,98 4,88 6, Pangkalpinang Badan Pertanahan Nasional Peralihan Hak atas Tanah 6,77 5,30 6, Surakarta Pemko Surakarta Pengadaan Barang dan Jasa 6,12 6,54 6, Bengkulu Kepolisian Republik Indonesia Surat Keterangan Catatan Kepolisian 6,70 5,36 6, Kendari Pemko Kendari Surat Izin Usaha Perdagangan 6,65 5,40 6, Ambon Badan Pertanahan Nasional Peralihan Hak atas Tanah 6,89 4,90 6, Manokwari Pemkab Manokwari Pengadaan Barang dan Jasa 6,92 4,81 6, Makassar Badan Pertanahan Nasional Peralihan Hak atas Tanah 6,63 5,39 6, Manado Pemko Manado Surat Izin Usaha Perdagangan 6,15 6,35 6, Pontianak Badan Pertanahan Nasional Peralihan Hak atas Tanah 6,47 5,69 6, Padang Badan Pertanahan Nasional Peningkatan Hak atas Tanah 6,23 6,15 6, Mamuju Pemkab Mamuju Pengadaan Barang dan Jasa 7,33 3,93 6, Kendari Badan Pertanahan Nasional Peningkatan Hak atas Tanah 6,55 5,47 6, Pangkalpinang Badan Pertanahan Nasional Peningkatan Hak atas Tanah 6,11 6,35 6, Gorontalo Badan Pertanahan Nasional Peningkatan Hak atas Tanah 6,32 5,88 6, Banjarmasin Kementerian Hukum dan HAM Lembaga Pemasyarakatan 6,53 5,45 6, Bengkulu Pemko Bengkulu Pengadaan Barang dan Jasa 6,55 5,29 6, Yogyakarta Kepolisian Republik Indonesia Surat Izin Mengemudi 6,25 5,81 6, Semarang Kementerian Agama Administrasi Pernikahan KUA 6,57 5,12 6, Palangkaraya Badan Pertanahan Nasional Peralihan Hak atas Tanah 6,43 5,28 6, Palembang Badan Pertanahan Nasional Peningkatan Hak atas Tanah 6,13 5,86 6, Mataram Badan Pertanahan Nasional Peningkatan Hak atas Tanah 6,26 5,61 6, Bengkulu Kementerian Agama Administrasi Pernikahan KUA 6,52 5,07 6, Bandung Badan Pertanahan Nasional Peralihan Hak atas Tanah 6,08 5,92 6, Palembang Badan Pertanahan Nasional Peralihan Hak atas Tanah 6,09 5,89 6, Palangkaraya Kepolisian Republik Indonesia Surat Izin Mengemudi 6,05 5,81 5, Gorontalo Kepolisian Republik Indonesia Surat Keterangan Catatan Kepolisian 5,81 6,29 5, Surakarta Pemko Surakarta Surat Izin Usaha Perdagangan 5,86 6,19 5, Palangkaraya Badan Pertanahan Nasional Peningkatan Hak atas Tanah 6,43 5,03 5, Tangerang Pemko Tangerang Pengadaan Barang dan Jasa 5,70 6,45 5, Lubuklinggau Pemko Lubuklinggau Surat Izin Usaha Perdagangan 6,52 4,81 5,95

162 INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK INDONESIA TAHUN FAKTA KORUPSI DALAM LAYANAN PUBLIK No. Kota Instansi Unit Layanan Penga laman Potensi Inte gritas 426 Malang Pemko Malang Pengadaan Barang dan Jasa 6,26 5,32 5, Palembang Kepolisian Republik Indonesia Surat Izin Mengemudi 6,08 5,67 5, Pontianak Kementerian Agama Administrasi Pernikahan KUA 6,26 5,20 5, Mataram Badan Pertanahan Nasional Peralihan Hak atas Tanah 5,90 5,90 5, Serang Kepolisian Republik Indonesia Surat Izin Mengemudi 6,20 5,25 5, Jayapura Pemko Jayapura Pengadaan Barang dan Jasa 6,22 5,19 5, Kupang Badan Pertanahan Nasional Peralihan Hak atas Tanah 6,13 5,33 5, Manado Badan Pertanahan Nasional Peningkatan Hak atas Tanah 5,86 5,74 5, Balikpapan Pemko Balikpapan Surat Izin Usaha Perdagangan 5,99 5,45 5, Jayapura Badan Pertanahan Nasional Peningkatan Hak atas Tanah 6,17 5,08 5, Jayapura Mahkamah Agung Administrasi Sidang Peradilan Agama 5,97 5,47 5, Bengkulu Badan Pertanahan Nasional Peningkatan Hak atas Tanah 6,31 4,71 5, Bengkulu Badan Pertanahan Nasional Peralihan Hak atas Tanah 6,30 4,72 5, Jayapura Pemko Jayapura Kesehatan Dasar Puskesmas 5,83 5,66 5, Manokwari Pemkab Manokwari Kesehatan Dasar Puskesmas 6,25 4,76 5, Bandung Badan Pertanahan Nasional Peningkatan Hak atas Tanah 5,79 5,66 5, Bandung Kementerian Agama Administrasi Pernikahan KUA 6,06 5,08 5, Bengkulu Kepolisian Republik Indonesia Surat Izin Mengemudi 5,89 5,39 5, Makassar Kepolisian Republik Indonesia Surat Izin Mengemudi 6,00 5,15 5, Pangkalpinang Kepolisian Republik Indonesia Surat Keterangan Catatan Kepolisian 6,10 4,90 5, Jayapura Kepolisian Republik Indonesia Surat Keterangan Catatan Kepolisian 6,10 4,82 5, Ambon Pemko Ambon Pengadaan Barang dan Jasa 5,83 5,28 5, Dumai Pemko Dumai Pengadaan Barang dan Jasa 5,95 4,98 5, Ternate Kepolisian Republik Indonesia Surat Izin Mengemudi 5,81 5,22 5, Manado Badan Pertanahan Nasional Peralihan Hak atas Tanah 5,47 5,86 5, DKI Jakarta Badan Pertanahan Nasional Peralihan Hak atas Tanah 5,41 5,97 5, Ternate Pemko Ternate Pengadaan Barang dan Jasa 5,49 5,78 5, Kendari Badan Pertanahan Nasional Peralihan Hak atas Tanah 5,96 4,70 5, Balikpapan Pemko Balikpapan Pengadaan Barang dan Jasa 5,29 5,93 5, Semarang Pemko Semarang Pengadaan Barang dan Jasa 5,02 6,44 5, Medan Kepolisian Republik Indonesia Surat Keterangan Catatan Kepolisian 5,80 4,63 5, Pontianak Badan Pertanahan Nasional Peningkatan Hak atas Tanah 5,27 5,64 5, Medan Kepolisian Republik Indonesia Surat Izin Mengemudi 5,71 4,76 5, Binjai Pemko Binjai Pengadaan Barang dan Jasa 5,52 4,98 5, Semarang Kepolisian Republik Indonesia Surat Izin Mengemudi 5,52 4,96 5, Palembang Kementerian Hukum dan HAM Lembaga Pemasyarakatan 5,41 5,12 5, Kendari Kementerian Agama Administrasi Pernikahan KUA 5,77 4,39 5, Bengkulu Pemko Bengkulu Surat Izin Usaha Perdagangan 5,60 4,69 5, Surabaya Kepolisian Republik Indonesia Surat Keterangan Catatan Kepolisian 5,13 5,63 5, Jayapura Pemko Jayapura Surat Izin Usaha Perdagangan 5,23 5,24 5, Jember Pemkab Jember Pengadaan Barang dan Jasa 5,02 5,57 5, Bandar Lampung Pemko Bandar Lampung Pengadaan Barang dan Jasa 5,43 4,61 5, Jayapura Badan Pertanahan Nasional Peralihan Hak atas Tanah 5,24 4,98 5,15

163 LAMPIRAN 153 No. Kota Instansi Unit Layanan Penga laman Potensi Inte gritas 469 DKI Jakarta Badan Pertanahan Nasional Peningkatan Hak atas Tanah 4,89 5,63 5, Pontianak Pemko Pontianak Pengadaan Barang dan Jasa 4,86 5,57 5, Kediri Pemko Kediri Pengadaan Barang dan Jasa 4,71 5,84 5, Banjarbaru Pemko Banjarbaru Pengadaan Barang dan Jasa 4,83 5,56 5, Medan Kementerian Hukum dan HAM Lembaga Pemasyarakatan 5,63 3,88 5, Bima Pemko Bima Pengadaan Barang dan Jasa 4,81 4,89 4, Manokwari Kepolisian Republik Indonesia Surat Izin Mengemudi 4,88 4,69 4, Pekanbaru Pemko Pekanbaru Pengadaan Barang dan Jasa 4,51 5,17 4, Jayapura Kepolisian Republik Indonesia Surat Izin Mengemudi 4,14 5,82 4, Pekanbaru Badan Pertanahan Nasional Peningkatan Hak atas Tanah 4,49 4,69 4, Surabaya Kementerian Agama Administrasi Pernikahan KUA 4,00 5,56 4, Palangkaraya Pemko Palangkaraya Pengadaan Barang dan Jasa 4,21 4,82 4, Serang Kementerian Agama Administrasi Pernikahan KUA 4,80 3,58 4, Palu Pemko Palu Pengadaan Barang dan Jasa 4,21 4,30 4, Manokwari Badan Pertanahan Nasional Peralihan Hak atas Tanah 3,38 4,20 3, Manokwari Badan Pertanahan Nasional Peningkatan Hak atas Tanah 3,39 3,85 3,54 Lampiran 3 Indeks Integritas Total Pusat (IITP), Pengalaman Integritas, dan Potensi Integritas Berdasarkan Instansi No. Instansi Pengalaman Potensi Integritas 1 Badan Pengawas Obat dan Makanan 7,95 7,17 7,69 2 Kementerian Negara Lingkungan Hidup 7,85 7,23 7,64 3 RS Fatmawati 7,99 6,77 7,58 4 Badan Koordinasi Penanaman Modal 7,80 7,11 7,57 5 Kementerian Pertanian 7,71 7,03 7,49 6 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 7,85 6,69 7,46 7 RS Cipto Mangunkusumo 7,79 6,75 7,45 8 Kementerian Kesehatan 7,75 6,73 7,41 9 Kementerian Komunikasi dan Informatika 7,58 7,07 7,41 10 Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi 7,57 7,06 7,40 11 Kementerian Keuangan 7,64 6,86 7,38 12 Kementerian Perindustrian 7,49 6,99 7,32 13 Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral 7,60 6,73 7,31 14 Kementerian Perdagangan 7,42 6,99 7,28 15 Kementerian Luar Negeri 7,52 6,70 7,24 16 Kementerian Perhubungan 7,30 7,09 7,23 17 Kementerian Kehutanan 7,60 6,32 7,17 18 Kementerian Kelautan dan Perikanan 7,24 6,88 7,12 19 Mahkamah Agung 7,62 6,06 7,10 20 Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI 7,41 6,45 7,09 21 Kementerian Hukum dan HAM 7,40 6,17 6,99

164 INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK INDONESIA TAHUN 2013 FAKTA KORUPSI DALAM LAYANAN PUBLIK No. Instansi Pengalaman Potensi Integritas 22 Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif 6,96 6,73 6,88 23 Kepolisian Republik Indonesia 6,99 5,90 6,63 24 Kementerian Agama 7,03 5,55 6,54 25 Badan Pertanahan Nasional 6,67 5,72 6,36 Lampiran 4 Indeks Integritas Pusat (IIP), Pengalaman Integritas, dan Potensi Integritas Berdasarkan Instansi No. Instansi Pengalaman Potensi Integritas 1 Badan Pengawas Obat dan Makanan 7,95 7,17 7,69 2 Kementerian Negara Lingkungan Hidup 7,85 7,23 7,64 3 RS Fatmawati 7,99 6,77 7,58 4 Badan Koordinasi Penanaman Modal 7,80 7,11 7,57 5 Kementerian Pertanian 7,71 7,03 7,49 6 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 7,85 6,69 7,46 7 RS Cipto Mangunkusumo 7,79 6,75 7,45 8 Kementerian Kesehatan 7,75 6,73 7,41 9 Kementerian Komunikasi dan Informatika 7,58 7,07 7,41 10 Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi 7,57 7,06 7,40 11 Kementerian Keuangan 7,64 6,86 7,38 12 Kementerian Perindustrian 7,49 6,99 7,32 13 Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral 7,60 6,73 7,31 14 Kementerian Perdagangan 7,42 6,99 7,28 15 Kementerian Luar Negeri 7,52 6,70 7,24 16 Kementerian Perhubungan 7,30 7,09 7,23 17 Kementerian Kehutanan 7,60 6,32 7,17 18 Kementerian Kelautan dan Perikanan 7,24 6,88 7,12 19 Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI 7,41 6,45 7,09 20 Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif 6,96 6,73 6,88 Lampiran 5 Indeks Integritas Pusat (IIP), Pengalaman Integritas, dan Potensi Integritas Berdasarkan Unit Layanan No Kota Instansi Unit Layanan Penga laman Potensi Inte gritas 1 DKI Jakarta Kementerian Perindustrian LS Pro Pustan SNI 8,00 7,31 7,77 2 DKI Jakarta Badan Pengawas Obat dan Makanan Pengadaan Barang dan Jasa 8,01 7,26 7,76 3 DKI Jakarta Kementerian Negara Lingkungan Hidup Jasa Pengolahan Limbah B3 7,91 7,36 7,73 4 DKI Jakarta Badan Koordinasi Penanaman Modal Pengadaan Barang dan Jasa 7,91 7,09 7,64 5 DKI Jakarta Kementerian Komunikasi dan Informatika Pengadaan Barang dan Jasa 7,92 7,07 7,63 6 DKI Jakarta Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Pengadaan Barang dan Jasa 7,92 7,05 7,63 154

165 LAMPIRAN 155 No Kota Instansi Unit Layanan Penga laman Potensi Inte gritas 7 DKI Jakarta Badan Pengawas Obat dan Makanan Pendaftaran Izin Edar Makanan 7,90 7,01 7,60 8 DKI Jakarta RS Fatmawati Rawat Inap Non-Jaminan 7,99 6,79 7,59 9 DKI Jakarta RS Fatmawati Pengadaan Barang dan Jasa 7,99 6,74 7,57 10 DKI Jakarta Kementerian Pertanian Pengadaan Barang dan Jasa 7,83 7,04 7,57 11 DKI Jakarta Kementerian Kelautan dan Perikanan Pengadaan Barang dan Jasa 7,72 7,25 7,56 12 DKI Jakarta Kementerian Negara Lingkungan Hidup Pengadaan Barang dan Jasa 7,79 7,07 7,55 13 DKI Jakarta Badan Koordinasi Penanaman Modal Izin Usaha 7,69 7,15 7,51 14 DKI Jakarta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Bantuan Penelitian 8,00 6,45 7,49 15 DKI Jakarta Kementerian Perdagangan Pengadaan Barang dan Jasa 7,75 6,93 7,48 16 DKI Jakarta RS Cipto Mangunkusumo Pengadaan Barang dan Jasa 7,74 6,91 7,46 17 DKI Jakarta Kementerian Luar Negeri Pengadaan Barang dan Jasa 7,82 6,75 7,46 18 DKI Jakarta Kementerian Keuangan Administrasi Sengketa Pajak 7,77 6,80 7,45 19 DKI Jakarta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Pengadaan Barang dan Jasa 7,70 6,93 7,44 20 DKI Jakarta Kementerian Kesehatan Izin Edar Alat Kesehatan 7,67 6,96 7,44 21 DKI Jakarta Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI Pengadaan Barang dan Jasa 7,68 6,93 7,43 22 DKI Jakarta Kementerian Kesehatan Pengadaan Barang dan Jasa 7,83 6,47 7,38 23 DKI Jakarta RS Cipto Mangunkusumo Rawat Inap Non-Jaminan 7,85 6,41 7,37 24 DKI Jakarta Kementerian Pertanian Rekomendasi Izin Impor Beras Tertentu 7,56 6,99 7,37 25 DKI Jakarta Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Pengadaan Barang dan Jasa 7,59 6,81 7,33 26 DKI Jakarta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Surat Keterangan Terdaftar 7,52 6,96 7,33 27 DKI Jakarta Kementerian Perhubungan Pengadaan Barang dan Jasa 7,57 6,82 7,32 28 DKI Jakarta Kementerian Keuangan Pengadaan Barang dan Jasa 7,50 6,91 7,31 29 DKI Jakarta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Pengadaan Barang dan Jasa 7,68 6,50 7,29 30 DKI Jakarta Kementerian Kehutanan Pengadaan Barang dan Jasa 7,65 6,47 7,26 31 DKI Jakarta Kementerian Komunikasi dan Informatika 32 DKI Jakarta Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Pengujian Perangkat Telekomunikasi Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) 7,30 6,94 7,18 7,28 6,92 7,16 33 DKI Jakarta Kementerian Perdagangan Nomor Pengenal Importir Khusus (NPIK) 7,14 6,99 7,09 34 DKI Jakarta Kementerian Luar Negeri Izin Exit Permit 7,32 6,55 7,06 35 DKI Jakarta Kementerian Perhubungan Izin Penyelenggara Angkutan Pariwisata 7,04 7,11 7,06 36 DKI Jakarta Kementerian Kehutanan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan 7,31 6,00 6,87 37 DKI Jakarta Kementerian Perindustrian Pengadaan Barang dan Jasa 6,97 6,67 6,87 38 DKI Jakarta Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI Pembuatan Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri (KTKLN) 7,14 5,91 6,73 39 DKI Jakarta Kementerian Kelautan dan Perikanan Izin Penangkapan Ikan 6,76 6,51 6,68 40 DKI Jakarta Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Tanda Pendaftaran Pembuatan Film Iklan 6,33 6,69 6,45

166 INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK INDONESIA TAHUN FAKTA KORUPSI DALAM LAYANAN PUBLIK Lampiran 6 Indeks Integritas Vertikal (IIV), Pengalaman Integritas, dan Potensi Integritas Berdasarkan Instansi No. Instansi Pengalaman Potensi Integritas 1 Mahkamah Agung 7,62 6,06 7,10 2 Kementerian Hukum dan HAM 7,40 6,17 6,99 3 Kepolisian Republik Indonesia 6,99 5,90 6,63 4 Kementerian Agama 7,03 5,55 6,54 5 Badan Pertanahan Nasional 6,67 5,72 6,36 Lampiran 7 Indeks Integritas Vertikal (IIV), Pengalaman Integritas, dan Potensi Integritas Berdasarkan Unit Layanan No. Instansi Unit Layanan Pengalaman Potensi Integritas 1 Mahkamah Agung Administrasi Sidang Peradilan Agama 7,62 6,06 7,10 2 Kementerian Hukum dan HAM Paspor 7,52 6,06 7,03 3 Kementerian Hukum dan HAM Lembaga Pemasyarakatan 7,28 6,17 6,91 4 Kepolisian Republik Indonesia Surat Keterangan Catatan Kepolisian 7,18 6,00 6,79 5 Kementerian Agama Administrasi Pernikahan KUA 7,03 5,55 6,54 6 Kepolisian Republik Indonesia Surat Izin Mengemudi 6,81 5,69 6,43 7 Badan Pertanahan Nasional Peralihan Hak atas Tanah 6,71 5,71 6,38 8 Badan Pertanahan Nasional Peningkatan Hak atas Tanah 6,63 5,73 6,33 Lampiran 8 Indeks Integritas Vertikal (IIV), Pengalaman Integritas, dan Potensi Integritas Berdasarkan Instansi Kota No Kota Pengalaman Potensi Integritas 1 Samarinda 7,46 6,78 7,23 2 Denpasar 7,58 6,36 7,17 3 Tanjungpinang 7,61 6,08 7,10 4 Gorontalo 7,39 6,47 7,09 5 Mamuju 7,81 5,62 7,08 6 Bandar Lampung 7,61 5,96 7,06 7 Mataram 7,26 6,53 7,02 8 Manado 7,15 6,62 6,97 9 Palu 7,75 5,33 6,94 10 Ternate 7,35 6,12 6,94 11 Padang 7,34 6,08 6,92 12 Banda Aceh 7,29 6,16 6,91 13 Banjarmasin 7,35 5,93 6,87 14 Kupang 7,39 5,78 6,86

167 LAMPIRAN 157 No Kota Pengalaman Potensi Integritas 15 Ambon 7,43 5,63 6,83 16 Jambi 7,47 5,53 6,83 17 Makassar 7,21 5,89 6,77 18 Surabaya 7,00 6,31 6,77 19 Yogyakarta 6,91 6,47 6,76 20 Kendari 7,02 6,02 6,69 21 Pangkalpinang 6,98 6,09 6,69 22 Pontianak 6,94 5,95 6,61 23 Palangkaraya 6,97 5,86 6,60 24 Semarang 7,01 5,71 6,58 25 Serang 6,92 5,76 6,53 26 Pekanbaru 6,97 5,60 6,52 27 Bandung 6,72 5,86 6,43 28 DKI Jakarta 6,57 6,02 6,38 29 Palembang 6,43 5,86 6,24 30 Bengkulu 6,61 5,34 6,19 31 Medan 6,74 4,68 6,06 32 Manokwari 6,37 5,19 5,98 33 Jayapura 6,20 5,46 5,96 Lampiran 9 Indeks Integritas Vertikal (IIV), Pengalaman Integritas, dan Potensi Integritas Berdasarkan Unit Layanan Kota No. Kota Instansi Unit Layanan Pengalaman Potensi Integritas 1 Manado Mahkamah Agung Administrasi Sidang Peradilan Agama 7,98 7,34 7,77 2 Tanjungpinang Badan Pertanahan Nasional Peralihan Hak atas Tanah 8,05 7,11 7,74 3 Mataram Kementerian Hukum dan HAM Lembaga Pemasyarakatan 8,08 6,99 7,72 4 Samarinda Mahkamah Agung Administrasi Sidang Peradilan Agama 8,01 7,04 7,69 5 Gorontalo Kementerian Hukum dan HAM Paspor 8,08 6,81 7,65 6 Mataram Kepolisian Republik Indonesia Surat Keterangan Catatan Kepolisian 8,00 6,92 7,64 7 Samarinda Kementerian Hukum dan HAM Paspor 7,85 7,15 7,62 8 Palangkaraya Kepolisian Republik Indonesia Surat Keterangan Catatan Kepolisian 8,06 6,69 7,60 9 Surabaya Kementerian Hukum dan HAM Paspor 8,05 6,70 7,60 10 Kendari Mahkamah Agung Administrasi Sidang Peradilan Agama 8,07 6,59 7,58 11 Samarinda Kepolisian Republik Indonesia Surat Keterangan Catatan Kepolisian 7,75 7,19 7,56 12 Mataram Kepolisian Republik Indonesia Surat Izin Mengemudi 7,88 6,92 7,56 13 Gorontalo Mahkamah Agung Administrasi Sidang Peradilan Agama 7,85 6,95 7,55 14 Makassar Kementerian Hukum dan HAM Lembaga Pemasyarakatan 7,95 6,74 7,55 15 Denpasar Mahkamah Agung Administrasi Sidang Peradilan Agama 8,06 6,50 7,54 16 Kendari Kementerian Hukum dan HAM Lembaga Pemasyarakatan 7,68 7,13 7,50 17 Pontianak Kementerian Hukum dan HAM Lembaga Pemasyarakatan 7,92 6,65 7,50 18 Gorontalo Kementerian Hukum dan HAM Lembaga Pemasyarakatan 7,84 6,79 7,49 19 Manado Kepolisian Republik Indonesia Surat Keterangan Catatan Kepolisian 7,81 6,83 7,49

168 INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK INDONESIA TAHUN FAKTA KORUPSI DALAM LAYANAN PUBLIK No. Kota Instansi Unit Layanan Pengalaman Potensi Integritas 20 Bandar Lampung Mahkamah Agung Administrasi Sidang Peradilan Agama 8,00 6,45 7,48 21 Tanjungpinang Badan Pertanahan Nasional Peningkatan Hak atas Tanah 7,77 6,91 7,48 22 Serang Kementerian Hukum dan HAM Paspor 7,73 6,90 7,45 23 Bandung Kementerian Hukum dan HAM Paspor 7,84 6,67 7,45 24 Gorontalo Kepolisian Republik Indonesia Surat Izin Mengemudi 7,89 6,53 7,44 25 Manokwari Mahkamah Agung Administrasi Sidang Peradilan Agama 8,19 5,92 7,43 26 Denpasar Kepolisian Republik Indonesia Surat Keterangan Catatan Kepolisian 7,73 6,68 7,38 27 Bandar Lampung Kementerian Hukum dan HAM Lembaga Pemasyarakatan 7,72 6,62 7,36 28 Surabaya Kementerian Hukum dan HAM Lembaga Pemasyarakatan 8,14 5,79 7,36 29 Ternate Mahkamah Agung Administrasi Sidang Peradilan Agama 7,79 6,47 7,35 30 Ternate Badan Pertanahan Nasional Peralihan Hak atas Tanah 7,80 6,43 7,35 31 Ternate Kementerian Hukum dan HAM Lembaga Pemasyarakatan 7,79 6,40 7,33 32 Surabaya Mahkamah Agung Administrasi Sidang Peradilan Agama 8,01 5,96 7,33 33 Manokwari Kementerian Hukum dan HAM Paspor 8,11 5,76 7,33 34 Samarinda Kementerian Agama Administrasi Pernikahan KUA 7,70 6,59 7,33 35 Manado Kementerian Hukum dan HAM Lembaga Pemasyarakatan 7,69 6,57 7,32 36 Surabaya Kepolisian Republik Indonesia Surat Izin Mengemudi 7,99 5,99 7,32 37 Kupang Kementerian Hukum dan HAM Lembaga Pemasyarakatan 7,84 6,25 7,31 38 Manado Kementerian Hukum dan HAM Paspor 7,61 6,67 7,29 39 Pekanbaru Kepolisian Republik Indonesia Surat Keterangan Catatan Kepolisian 7,72 6,43 7,29 40 Padang Kementerian Hukum dan HAM Paspor 7,87 6,14 7,29 41 Denpasar Kementerian Agama Administrasi Pernikahan KUA 7,76 6,35 7,29 42 Pangkalpinang Kementerian Agama Administrasi Pernikahan KUA 7,88 6,10 7,28 43 Bandar Lampung Kementerian Agama Administrasi Pernikahan KUA 7,77 6,29 7,28 44 Denpasar Kementerian Hukum dan HAM Paspor 7,83 6,16 7,27 45 Surabaya Badan Pertanahan Nasional Peralihan Hak atas Tanah 7,69 6,40 7,26 46 Mamuju Kementerian Hukum dan HAM Paspor 7,83 6,05 7,24 47 DKI Jakarta Mahkamah Agung Administrasi Sidang Peradilan Agama 7,49 6,73 7,24 48 Palu Kepolisian Republik Indonesia Surat Keterangan Catatan Kepolisian 7,74 6,21 7,23 49 Kupang Mahkamah Agung Administrasi Sidang Peradilan Agama 7,79 6,08 7,22 50 Pontianak Kepolisian Republik Indonesia Surat Keterangan Catatan Kepolisian 7,66 6,34 7,22 51 Ambon Kementerian Hukum dan HAM Lembaga Pemasyarakatan 7,68 6,27 7,21 52 Kupang Kepolisian Republik Indonesia Surat Keterangan Catatan Kepolisian 7,64 6,32 7,20 53 Gorontalo Kementerian Agama Administrasi Pernikahan KUA 7,51 6,57 7,20 54 Padang Kepolisian Republik Indonesia Surat Izin Mengemudi 7,79 6,00 7,20 55 Manado Kepolisian Republik Indonesia Surat Izin Mengemudi 7,71 6,15 7,19 56 Pangkalpinang Kepolisian Republik Indonesia Surat Izin Mengemudi 7,76 6,05 7,19 57 Manokwari Kementerian Agama Administrasi Pernikahan KUA 8,19 5,19 7,19 58 Denpasar Badan Pertanahan Nasional Peningkatan Hak atas Tanah 7,68 6,20 7,19 59 Banjarmasin Badan Pertanahan Nasional Peningkatan Hak atas Tanah 7,58 6,42 7,19 60 Mamuju Kementerian Hukum dan HAM Lembaga Pemasyarakatan 7,71 6,12 7,18 61 Pontianak Mahkamah Agung Administrasi Sidang Peradilan Agama 7,65 6,22 7,18 62 Banda Aceh Mahkamah Agung Administrasi Sidang Peradilan Agama 7,68 6,16 7,18 63 Ambon Kementerian Hukum dan HAM Paspor 7,60 6,34 7,18

169 LAMPIRAN 159 No. Kota Instansi Unit Layanan Pengalaman Potensi Integritas 64 Ternate Badan Pertanahan Nasional Peningkatan Hak atas Tanah 7,66 6,19 7,17 65 Banda Aceh Badan Pertanahan Nasional Peningkatan Hak atas Tanah 7,68 6,15 7,17 66 Yogyakarta Badan Pertanahan Nasional Peningkatan Hak atas Tanah 7,24 7,03 7,17 67 Mamuju Badan Pertanahan Nasional Peralihan Hak atas Tanah 7,86 5,75 7,16 68 Gorontalo Badan Pertanahan Nasional Peralihan Hak atas Tanah 7,85 5,77 7,16 69 Pekanbaru Kementerian Hukum dan HAM Paspor 7,74 5,97 7,15 70 Manokwari Kementerian Hukum dan HAM Lembaga Pemasyarakatan 7,82 5,80 7,15 71 Mamuju Badan Pertanahan Nasional Peningkatan Hak atas Tanah 7,63 6,16 7,14 72 Banjarmasin Mahkamah Agung Administrasi Sidang Peradilan Agama 7,63 6,16 7,14 73 Banda Aceh Kementerian Hukum dan HAM Lembaga Pemasyarakatan 7,41 6,59 7,14 74 Serang Kepolisian Republik Indonesia Surat Keterangan Catatan Kepolisian 7,65 6,10 7,14 75 Palu Kementerian Hukum dan HAM Lembaga Pemasyarakatan 7,79 5,83 7,14 76 Mamuju Mahkamah Agung Administrasi Sidang Peradilan Agama 7,81 5,77 7,13 77 Mataram Mahkamah Agung Administrasi Sidang Peradilan Agama 7,56 6,27 7,13 78 Semarang Kementerian Hukum dan HAM Lembaga Pemasyarakatan 7,42 6,55 7,13 79 Makassar Kepolisian Republik Indonesia Surat Keterangan Catatan Kepolisian 7,85 5,65 7,12 80 Yogyakarta Mahkamah Agung Administrasi Sidang Peradilan Agama 7,39 6,58 7,12 81 Yogyakarta Kepolisian Republik Indonesia Surat Keterangan Catatan Kepolisian 7,50 6,32 7,11 82 Bandar Lampung Kepolisian Republik Indonesia Surat Izin Mengemudi 7,88 5,54 7,10 83 Padang Kementerian Hukum dan HAM Lembaga Pemasyarakatan 7,46 6,36 7,10 84 Palu Mahkamah Agung Administrasi Sidang Peradilan Agama 8,13 5,01 7,09 85 Samarinda Badan Pertanahan Nasional Peralihan Hak atas Tanah 7,31 6,64 7,09 86 Bandar Lampung Badan Pertanahan Nasional Peralihan Hak atas Tanah 7,90 5,43 7,08 87 Palangkaraya Kementerian Hukum dan HAM Paspor 7,39 6,45 7,08 88 Pekanbaru Mahkamah Agung Administrasi Sidang Peradilan Agama 7,62 5,98 7,07 89 DKI Jakarta Kementerian Hukum dan HAM Paspor 7,41 6,38 7,07 90 Padang Mahkamah Agung Administrasi Sidang Peradilan Agama 7,30 6,60 7,06 91 Ternate Kementerian Hukum dan HAM Paspor 7,46 6,25 7,06 92 Semarang Kementerian Hukum dan HAM Paspor 7,67 5,82 7,06 93 Serang Badan Pertanahan Nasional Peningkatan Hak atas Tanah 7,53 6,10 7,05 94 Kendari Kementerian Hukum dan HAM Paspor 7,76 5,65 7,05 95 Makassar Mahkamah Agung Administrasi Sidang Peradilan Agama 7,59 5,98 7,05 96 Palangkaraya Mahkamah Agung Administrasi Sidang Peradilan Agama 7,71 5,71 7,05 97 Palu Kementerian Hukum dan HAM Paspor 8,15 4,83 7,04 98 Denpasar Kementerian Hukum dan HAM Lembaga Pemasyarakatan 7,31 6,43 7,02 99 Palu Badan Pertanahan Nasional Peningkatan Hak atas Tanah 7,77 5,44 6,99 Serang Mahkamah Agung Administrasi Sidang Peradilan Agama 7,75 5,45 6, Banjarmasin Kepolisian Republik Indonesia Surat Keterangan Catatan Kepolisian 7,41 6,11 6, Jambi Kementerian Agama Administrasi Pernikahan KUA 7,58 5,77 6, Jambi Kepolisian Republik Indonesia Surat Keterangan Catatan Kepolisian 7,82 5,27 6, Padang Badan Pertanahan Nasional Peralihan Hak atas Tanah 7,59 5,71 6, Tanjungpinang Kementerian Hukum dan HAM Paspor 7,64 5,61 6, Tanjungpinang Kementerian Agama Administrasi Pernikahan KUA 7,49 5,88 6, Ternate Kementerian Agama Administrasi Pernikahan KUA 7,38 6,09 6,95

170 INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK INDONESIA TAHUN FAKTA KORUPSI DALAM LAYANAN PUBLIK No. Kota Instansi Unit Layanan Pengalaman Potensi Integritas 108 Ambon Kementerian Agama Administrasi Pernikahan KUA 7,77 5,27 6, Banda Aceh Kementerian Hukum dan HAM Paspor 7,20 6,41 6, Ambon Kepolisian Republik Indonesia Surat Izin Mengemudi 7,37 6,09 6, Tanjungpinang Mahkamah Agung Administrasi Sidang Peradilan Agama 7,64 5,52 6, Jambi Kementerian Hukum dan HAM Lembaga Pemasyarakatan 7,65 5,49 6, Kendari Kepolisian Republik Indonesia Surat Izin Mengemudi 7,22 6,32 6, Kupang Kementerian Hukum dan HAM Paspor 7,48 5,80 6, Jambi Kementerian Hukum dan HAM Paspor 7,57 5,61 6, Padang Kepolisian Republik Indonesia Surat Keterangan Catatan Kepolisian 7,46 5,81 6, Pontianak Kementerian Hukum dan HAM Paspor 7,54 5,64 6, Bandar Lampung Badan Pertanahan Nasional Peningkatan Hak atas Tanah 7,69 5,32 6, Banjarmasin Kepolisian Republik Indonesia Surat Izin Mengemudi 7,48 5,73 6, Jambi Badan Pertanahan Nasional Peralihan Hak atas Tanah 7,72 5,26 6, Jayapura Kementerian Hukum dan HAM Paspor 7,31 6,06 6, Manado Kementerian Agama Administrasi Pernikahan KUA 7,04 6,61 6, Kupang Kepolisian Republik Indonesia Surat Izin Mengemudi 7,59 5,48 6, Tanjungpinang Kementerian Hukum dan HAM Lembaga Pemasyarakatan 7,68 5,30 6, Samarinda Badan Pertanahan Nasional Peningkatan Hak atas Tanah 7,15 6,32 6, Semarang Kepolisian Republik Indonesia Surat Keterangan Catatan Kepolisian 7,37 5,88 6, Palu Kepolisian Republik Indonesia Surat Izin Mengemudi 7,65 5,31 6, Surabaya Badan Pertanahan Nasional Peningkatan Hak atas Tanah 7,10 6,41 6, Banjarmasin Badan Pertanahan Nasional Peralihan Hak atas Tanah 7,42 5,74 6, Banda Aceh Kementerian Agama Administrasi Pernikahan KUA 7,30 5,98 6, Medan Mahkamah Agung Administrasi Sidang Peradilan Agama 7,82 4,92 6, Mamuju Kepolisian Republik Indonesia Surat Izin Mengemudi 7,94 4,68 6, Mataram Kementerian Hukum dan HAM Paspor 7,15 6,26 6, Jayapura Kementerian Agama Administrasi Pernikahan KUA 7,58 5,38 6, Tanjungpinang Kepolisian Republik Indonesia Surat Keterangan Catatan Kepolisian 7,34 5,85 6, Mataram Kementerian Agama Administrasi Pernikahan KUA 7,30 5,87 6, Bandar Lampung Kepolisian Republik Indonesia Surat Keterangan Catatan Kepolisian 7,59 5,33 6, Denpasar Badan Pertanahan Nasional Peralihan Hak atas Tanah 7,18 6,12 6, Mamuju Kepolisian Republik Indonesia Surat Keterangan Catatan Kepolisian 7,86 4,74 6, Makassar Kementerian Hukum dan HAM Paspor 7,18 6,07 6, Tanjungpinang Kepolisian Republik Indonesia Surat Izin Mengemudi 7,30 5,79 6, Pangkalpinang Kementerian Hukum dan HAM Paspor 7,23 5,96 6, Samarinda Kepolisian Republik Indonesia Surat Izin Mengemudi 6,91 6,59 6, Banda Aceh Badan Pertanahan Nasional Peralihan Hak atas Tanah 7,43 5,50 6, Semarang Mahkamah Agung Administrasi Sidang Peradilan Agama 7,26 5,83 6, Banjarmasin Kementerian Hukum dan HAM Paspor 7,33 5,69 6, Banjarmasin Kementerian Agama Administrasi Pernikahan KUA 7,41 5,52 6, Kupang Kementerian Agama Administrasi Pernikahan KUA 7,63 5,06 6, Yogyakarta Kementerian Hukum dan HAM Paspor 6,92 6,45 6, Palembang Mahkamah Agung Administrasi Sidang Peradilan Agama 7,02 6,23 6, Jayapura Kementerian Hukum dan HAM Lembaga Pemasyarakatan 7,24 5,80 6,76

171 LAMPIRAN 161 No. Kota Instansi Unit Layanan Pengalaman Potensi Integritas 152 Mamuju Kementerian Agama Administrasi Pernikahan KUA 7,85 4,55 6, Ambon Kepolisian Republik Indonesia Surat Keterangan Catatan Kepolisian 7,11 6,03 6, Samarinda Kementerian Hukum dan HAM Lembaga Pemasyarakatan 6,89 6,46 6, Yogyakarta Kementerian Agama Administrasi Pernikahan KUA 6,97 6,28 6, Bandung Kementerian Hukum dan HAM Lembaga Pemasyarakatan 7,08 6,05 6, Makassar Kementerian Agama Administrasi Pernikahan KUA 7,29 5,60 6, Palu Badan Pertanahan Nasional Peralihan Hak atas Tanah 7,39 5,37 6, Manokwari Kepolisian Republik Indonesia Surat Keterangan Catatan Kepolisian 7,19 5,76 6, Jambi Kepolisian Republik Indonesia Surat Izin Mengemudi 7,11 5,91 6, Bandung Mahkamah Agung Administrasi Sidang Peradilan Agama 7,33 5,46 6, Bengkulu Kementerian Hukum dan HAM Lembaga Pemasyarakatan 6,97 6,18 6, Ambon Badan Pertanahan Nasional Peningkatan Hak atas Tanah 7,43 5,24 6, Semarang Badan Pertanahan Nasional Peningkatan Hak atas Tanah 7,30 5,50 6, Banda Aceh Kepolisian Republik Indonesia Surat Izin Mengemudi 6,99 6,11 6, Bengkulu Kementerian Hukum dan HAM Paspor 7,07 5,93 6, Jambi Mahkamah Agung Administrasi Sidang Peradilan Agama 7,58 4,89 6, Denpasar Kepolisian Republik Indonesia Surat Izin Mengemudi 6,97 6,10 6, Pangkalpinang Mahkamah Agung Administrasi Sidang Peradilan Agama 7,17 5,60 6, Pekanbaru Kementerian Agama Administrasi Pernikahan KUA 7,25 5,43 6, Pangkalpinang Kementerian Hukum dan HAM Lembaga Pemasyarakatan 6,76 6,40 6, Kupang Badan Pertanahan Nasional Peningkatan Hak atas Tanah 7,10 5,70 6, Palembang Kementerian Agama Administrasi Pernikahan KUA 7,04 5,82 6, Serang Badan Pertanahan Nasional Peralihan Hak atas Tanah 6,72 6,42 6, Palangkaraya Kementerian Agama Administrasi Pernikahan KUA 7,18 5,46 6, Makassar Badan Pertanahan Nasional Peningkatan Hak atas Tanah 7,24 5,30 6, Serang Kementerian Hukum dan HAM Lembaga Pemasyarakatan 6,98 5,72 6, Semarang Badan Pertanahan Nasional Peralihan Hak atas Tanah 7,01 5,62 6, Ternate Kepolisian Republik Indonesia Surat Keterangan Catatan Kepolisian 7,14 5,31 6, Pekanbaru Kepolisian Republik Indonesia Surat Izin Mengemudi 7,01 5,56 6, Kendari Kepolisian Republik Indonesia Surat Keterangan Catatan Kepolisian 6,52 6,52 6, Bandung Kepolisian Republik Indonesia Surat Keterangan Catatan Kepolisian 6,88 5,79 6, DKI Jakarta Kepolisian Republik Indonesia Surat Keterangan Catatan Kepolisian 6,88 5,78 6, Medan Badan Pertanahan Nasional Peningkatan Hak atas Tanah 7,28 4,91 6, Jambi Badan Pertanahan Nasional Peningkatan Hak atas Tanah 7,02 5,42 6, DKI Jakarta Kementerian Agama Administrasi Pernikahan KUA 6,94 5,57 6, Palembang Kementerian Hukum dan HAM Paspor 6,87 5,71 6, DKI Jakarta Kementerian Hukum dan HAM Lembaga Pemasyarakatan 6,77 5,92 6, Ambon Mahkamah Agung Administrasi Sidang Peradilan Agama 7,60 4,19 6, Padang Kementerian Agama Administrasi Pernikahan KUA 7,05 5,28 6, Yogyakarta Kementerian Hukum dan HAM Lembaga Pemasyarakatan 6,62 6,12 6, Pekanbaru Kementerian Hukum dan HAM Lembaga Pemasyarakatan 6,87 5,62 6, Palembang Kepolisian Republik Indonesia Surat Keterangan Catatan Kepolisian 6,72 5,87 6, Pontianak Kepolisian Republik Indonesia Surat Izin Mengemudi 6,73 5,84 6, Medan Kementerian Agama Administrasi Pernikahan KUA 7,18 4,91 6,42

172 INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK INDONESIA TAHUN FAKTA KORUPSI DALAM LAYANAN PUBLIK No. Kota Instansi Unit Layanan Pengalaman Potensi Integritas 196 Medan Kementerian Hukum dan HAM Paspor 7,18 4,89 6, Medan Badan Pertanahan Nasional Peralihan Hak atas Tanah 7,28 4,67 6, Palangkaraya Kementerian Hukum dan HAM Lembaga Pemasyarakatan 6,49 6,25 6, Palu Kementerian Agama Administrasi Pernikahan KUA 7,32 4,52 6, Bandar Lampung Kementerian Hukum dan HAM Administrasi Sidang Peradilan Agama 6,52 6,14 6, Bengkulu Mahkamah Agung Administrasi Sidang Peradilan Agama 7,16 4,82 6, Yogyakarta Badan Pertanahan Nasional Peralihan Hak atas Tanah 6,35 6,43 6, Bandung Kepolisian Republik Indonesia Surat Izin Mengemudi 6,66 5,76 6, Pekanbaru Badan Pertanahan Nasional Peralihan Hak atas Tanah 6,99 4,92 6, DKI Jakarta Kepolisian Republik Indonesia Surat Izin Mengemudi 6,63 5,65 6, Banda Aceh Kepolisian Republik Indonesia Surat Keterangan Catatan Kepolisian 6,59 5,68 6, Pangkalpinang Badan Pertanahan Nasional Peralihan Hak atas Tanah 6,77 5,30 6, Bengkulu Kepolisian Republik Indonesia Surat Keterangan Catatan Kepolisian 6,70 5,36 6, Ambon Badan Pertanahan Nasional Peralihan Hak atas Tanah 6,89 4,90 6, Makassar Badan Pertanahan Nasional Peralihan Hak atas Tanah 6,63 5,39 6, Pontianak Badan Pertanahan Nasional Peralihan Hak atas Tanah 6,47 5,69 6, Padang Badan Pertanahan Nasional Peningkatan Hak atas Tanah 6,23 6,15 6, Kendari Badan Pertanahan Nasional Peningkatan Hak atas Tanah 6,55 5,47 6, Pangkalpinang Badan Pertanahan Nasional Peningkatan Hak atas Tanah 6,11 6,35 6, Gorontalo Badan Pertanahan Nasional Peningkatan Hak atas Tanah 6,32 5,88 6, Banjarmasin Kementerian Hukum dan HAM Lembaga Pemasyarakatan 6,53 5,45 6, Yogyakarta Kepolisian Republik Indonesia Surat Izin Mengemudi 6,25 5,81 6, Semarang Kementerian Agama Administrasi Pernikahan KUA 6,57 5,12 6, Palangkaraya Badan Pertanahan Nasional Peralihan Hak atas Tanah 6,43 5,28 6, Palembang Badan Pertanahan Nasional Peningkatan Hak atas Tanah 6,13 5,86 6, Mataram Badan Pertanahan Nasional Peningkatan Hak atas Tanah 6,26 5,61 6, Bengkulu Kementerian Agama Administrasi Pernikahan KUA 6,52 5,07 6, Bandung Badan Pertanahan Nasional Peralihan Hak atas Tanah 6,08 5,92 6, Palembang Badan Pertanahan Nasional Peralihan Hak atas Tanah 6,09 5,89 6, Palangkaraya Kepolisian Republik Indonesia Surat Izin Mengemudi 6,05 5,81 5, Gorontalo Kepolisian Republik Indonesia Surat Keterangan Catatan Kepolisian 5,81 6,29 5, Palangkaraya Badan Pertanahan Nasional Peningkatan Hak atas Tanah 6,43 5,03 5, Palembang Kepolisian Republik Indonesia Surat Izin Mengemudi 6,08 5,67 5, Pontianak Kementerian Agama Administrasi Pernikahan KUA 6,26 5,20 5, Mataram Badan Pertanahan Nasional Peralihan Hak atas Tanah 5,90 5,90 5, Serang Kepolisian Republik Indonesia Surat Izin Mengemudi 6,20 5,25 5, Kupang Badan Pertanahan Nasional Peralihan Hak atas Tanah 6,13 5,33 5, Manado Badan Pertanahan Nasional Peningkatan Hak atas Tanah 5,86 5,74 5, Jayapura Badan Pertanahan Nasional Peningkatan Hak atas Tanah 6,17 5,08 5, Jayapura Mahkamah Agung Administrasi Sidang Peradilan Agama 5,97 5,47 5, Bengkulu Badan Pertanahan Nasional Peningkatan Hak atas Tanah 6,31 4,71 5, Bengkulu Badan Pertanahan Nasional Peralihan Hak atas Tanah 6,30 4,72 5, Bandung Badan Pertanahan Nasional Peningkatan Hak atas Tanah 5,79 5,66 5, Bandung Kementerian Agama Administrasi Pernikahan KUA 6,06 5,08 5,73

173 LAMPIRAN 163 No. Kota Instansi Unit Layanan Pengalaman Potensi Integritas 240 Bengkulu Kepolisian Republik Indonesia Surat Izin Mengemudi 5,89 5,39 5, Pangkalpinang Kepolisian Republik Indonesia Surat Keterangan Catatan Kepolisian 6,10 4,90 5, Makassar Kepolisian Republik Indonesia Surat Izin Mengemudi 6,00 5,15 5, Jayapura Kepolisian Republik Indonesia Surat Keterangan Catatan Kepolisian 6,10 4,82 5, Ternate Kepolisian Republik Indonesia Surat Izin Mengemudi 5,81 5,22 5, Manado Badan Pertanahan Nasional Peralihan Hak atas Tanah 5,47 5,86 5, DKI Jakarta Badan Pertanahan Nasional Peralihan Hak atas Tanah 5,41 5,97 5, Kendari Badan Pertanahan Nasional Peralihan Hak atas Tanah 5,96 4,70 5, Medan Kepolisian Republik Indonesia Surat Keterangan Catatan Kepolisian 5,80 4,63 5, Pontianak Badan Pertanahan Nasional Peningkatan Hak atas Tanah 5,27 5,64 5, Medan Kepolisian Republik Indonesia Surat Izin Mengemudi 5,71 4,76 5, Semarang Kepolisian Republik Indonesia Surat Izin Mengemudi 5,52 4,96 5, Palembang Kementerian Hukum dan HAM Lembaga Pemasyarakatan 5,41 5,12 5, Kendari Kementerian Agama Administrasi Pernikahan KUA 5,77 4,39 5, Surabaya Kepolisian Republik Indonesia Surat Keterangan Catatan Kepolisian 5,13 5,63 5, Jayapura Badan Pertanahan Nasional Peralihan Hak atas Tanah 5,24 4,98 5, DKI Jakarta Badan Pertanahan Nasional Peningkatan Hak atas Tanah 4,89 5,63 5, Medan Kementerian Hukum dan HAM Lembaga Pemasyarakatan 5,63 3,88 5, Manokwari Kepolisian Republik Indonesia Surat Izin Mengemudi 4,88 4,69 4, Jayapura Kepolisian Republik Indonesia Surat Izin Mengemudi 4,14 5,82 4, Pekanbaru Badan Pertanahan Nasional Peningkatan Hak atas Tanah 4,49 4,69 4, Surabaya Kementerian Agama Administrasi Pernikahan KUA 4,00 5,56 4, Serang Kementerian Agama Administrasi Pernikahan KUA 4,80 3,58 4, Manokwari Badan Pertanahan Nasional Peralihan Hak atas Tanah 3,38 4,20 3, Manokwari Badan Pertanahan Nasional Peningkatan Hak atas Tanah 3,39 3,85 3,54 Lampiran 10 Indeks Integritas, Pengalaman Integritas, dan Potensi Integritas Kepolisian Republik Indonesia No Kota Instansi Pengalaman Potensi Integritas 1 Mataram Kepolisian Republik Indonesia 7,94 6,92 7,60 2 Manado Kepolisian Republik Indonesia 7,76 6,52 7,35 3 Samarinda Kepolisian Republik Indonesia 7,38 6,88 7,21 4 Palu Kepolisian Republik Indonesia 7,73 5,76 7,07 5 Kupang Kepolisian Republik Indonesia 7,61 5,98 7,07 6 Denpasar Kepolisian Republik Indonesia 7,37 6,44 7,06 7 Padang Kepolisian Republik Indonesia 7,63 5,90 7,05 8 Bandar Lampung Kepolisian Republik Indonesia 7,75 5,45 6,99 9 Banjarmasin Kepolisian Republik Indonesia 7,45 5,91 6,94 10 Pekanbaru Kepolisian Republik Indonesia 7,37 5,99 6,91 11 Mamuju Kepolisian Republik Indonesia 7,90 4,79 6,86 12 Tanjungpinang Kepolisian Republik Indonesia 7,35 5,86 6,85 13 Ambon Kepolisian Republik Indonesia 7,24 6,06 6,85

174 INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK INDONESIA TAHUN FAKTA KORUPSI DALAM LAYANAN PUBLIK No Kota Instansi Pengalaman Potensi Integritas 14 Palangkaraya Kepolisian Republik Indonesia 7,11 6,28 6,83 15 Jambi Kepolisian Republik Indonesia 7,42 5,65 6,83 16 Pontianak Kepolisian Republik Indonesia 7,19 6,09 6,83 17 Kendari Kepolisian Republik Indonesia 6,87 6,53 6,76 18 Gorontalo Kepolisian Republik Indonesia 6,85 6,44 6,71 19 Yogyakarta Kepolisian Republik Indonesia 6,90 6,06 6,62 20 Serang Kepolisian Republik Indonesia 6,94 5,80 6,56 21 Banda Aceh Kepolisian Republik Indonesia 6,79 5,97 6,52 22 Makassar Kepolisian Republik Indonesia 6,92 5,48 6,44 23 Bandung Kepolisian Republik Indonesia 6,77 5,78 6,44 24 DKI Jakarta Kepolisian Republik Indonesia 6,75 5,76 6,42 25 Surabaya Kepolisian Republik Indonesia 6,57 6,08 6,41 26 Pangkalpinang Kepolisian Republik Indonesia 6,89 5,40 6,40 27 Palembang Kepolisian Republik Indonesia 6,40 5,76 6,19 28 Semarang Kepolisian Republik Indonesia 6,44 5,41 6,10 29 Ternate Kepolisian Republik Indonesia 6,48 5,26 6,07 30 Bengkulu Kepolisian Republik Indonesia 6,29 5,38 5,98 31 Manokwari Kepolisian Republik Indonesia 6,01 5,21 5,74 32 Medan Kepolisian Republik Indonesia 5,75 4,69 5,40 33 Jayapura Kepolisian Republik Indonesia 5,14 5,47 5,25 Lampiran 11 Indeks Integritas, Pengalaman Integritas, dan Potensi Integritas Badan Pertanahan Nasional No. Kota Instansi Pengalaman Potensi Integritas 1 Tanjungpinang Badan Pertanahan Nasional 7,91 7,00 7,61 2 Ternate Badan Pertanahan Nasional 7,73 6,31 7,26 3 Mamuju Badan Pertanahan Nasional 7,75 5,96 7,15 4 Surabaya Badan Pertanahan Nasional 7,42 6,41 7,08 5 Banjarmasin Badan Pertanahan Nasional 7,50 6,12 7,04 6 Denpasar Badan Pertanahan Nasional 7,43 6,20 7,02 7 Samarinda Badan Pertanahan Nasional 7,24 6,50 7,00 8 Bandar Lampung Badan Pertanahan Nasional 7,79 5,39 6,99 9 Banda Aceh Badan Pertanahan Nasional 7,56 5,83 6,98 10 Serang Badan Pertanahan Nasional 7,12 6,36 6,87 11 Palu Badan Pertanahan Nasional 7,58 5,40 6,86 12 Yogyakarta Badan Pertanahan Nasional 6,79 6,81 6,79 13 Jambi Badan Pertanahan Nasional 7,33 5,34 6,67 14 Gorontalo Badan Pertanahan Nasional 7,08 5,82 6,66 15 Semarang Badan Pertanahan Nasional 7,15 5,56 6,62 16 Padang Badan Pertanahan Nasional 6,91 5,93 6,58 17 Ambon Badan Pertanahan Nasional 7,17 5,08 6,47

175 LAMPIRAN 165 No. Kota Instansi Pengalaman Potensi Integritas 18 Medan Badan Pertanahan Nasional 7,28 4,79 6,45 19 Makassar Badan Pertanahan Nasional 6,93 5,45 6,44 20 Kupang Badan Pertanahan Nasional 6,65 5,51 6,27 21 Pangkalpinang Badan Pertanahan Nasional 6,39 5,93 6,24 22 Palembang Badan Pertanahan Nasional 6,12 5,88 6,04 23 Palangkaraya Badan Pertanahan Nasional 6,43 5,14 6,00 24 Mataram Badan Pertanahan Nasional 6,08 5,80 5,99 25 Kendari Badan Pertanahan Nasional 6,32 5,12 5,92 26 Bandung Badan Pertanahan Nasional 5,93 5,85 5,91 27 Pontianak Badan Pertanahan Nasional 5,87 5,67 5,80 28 Bengkulu Badan Pertanahan Nasional 6,31 4,71 5,78 29 Manado Badan Pertanahan Nasional 5,66 5,80 5,71 30 Jayapura Badan Pertanahan Nasional 5,70 5,03 5,48 31 Pekanbaru Badan Pertanahan Nasional 5,76 4,79 5,44 32 DKI Jakarta Badan Pertanahan Nasional 5,15 5,80 5,37 33 Manokwari Badan Pertanahan Nasional 3,39 4,10 3,63 Lampiran 12 Indeks Integritas, Pengalaman Integritas, dan Potensi Integritas Kementerian Hukum dan HAM No. Kota Instansi Pengalaman Potensi Integritas 1 Gorontalo Kementerian Hukum dan HAM 7,96 6,88 7,60 2 Surabaya Kementerian Hukum dan HAM 8,09 6,24 7,48 3 Mataram Kementerian Hukum dan HAM 7,61 6,75 7,33 4 Manado Kementerian Hukum dan HAM 7,65 6,66 7,32 5 Kendari Kementerian Hukum dan HAM 7,72 6,37 7,27 6 Manokwari Kementerian Hukum dan HAM 7,97 5,78 7,24 7 Padang Kementerian Hukum dan HAM 7,67 6,38 7,24 8 Pontianak Kementerian Hukum dan HAM 7,73 6,18 7,21 9 Mamuju Kementerian Hukum dan HAM 7,76 6,09 7,21 10 Ternate Kementerian Hukum dan HAM 7,63 6,33 7,19 11 Ambon Kementerian Hukum dan HAM 7,64 6,31 7,19 12 Makassar Kementerian Hukum dan HAM 7,56 6,41 7,18 13 Denpasar Kementerian Hukum dan HAM 7,58 6,36 7,17 14 Samarinda Kementerian Hukum dan HAM 7,35 6,78 7,16 15 Kupang Kementerian Hukum dan HAM 7,68 6,06 7,14 16 Bandung Kementerian Hukum dan HAM 7,46 6,44 7,12 17 Semarang Kementerian Hukum dan HAM 7,54 6,22 7,10 18 Palu Kementerian Hukum dan HAM 7,97 5,33 7,09 19 Banda Aceh Kementerian Hukum dan HAM 7,30 6,63 7,08 20 Serang Kementerian Hukum dan HAM 7,36 6,36 7,03 21 Tanjungpinang Kementerian Hukum dan HAM 7,66 5,49 6,93

176 INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK INDONESIA TAHUN FAKTA KORUPSI DALAM LAYANAN PUBLIK No. Kota Instansi Pengalaman Potensi Integritas 22 Jambi Kementerian Hukum dan HAM 7,59 5,59 6,93 23 Bandar Lampung Kementerian Hukum dan HAM 7,14 6,41 6,89 24 Jayapura Kementerian Hukum dan HAM 7,28 5,95 6,83 25 Pekanbaru Kementerian Hukum dan HAM 7,31 5,79 6,80 26 DKI Jakarta Kementerian Hukum dan HAM 7,09 6,18 6,79 27 Palangkaraya Kementerian Hukum dan HAM 6,94 6,43 6,77 28 Bengkulu Kementerian Hukum dan HAM 7,02 6,12 6,72 29 Pangkalpinang Kementerian Hukum dan HAM 6,87 6,34 6,70 30 Yogyakarta Kementerian Hukum dan HAM 6,77 6,33 6,62 31 Banjarmasin Kementerian Hukum dan HAM 6,92 5,57 6,47 32 Palembang Kementerian Hukum dan HAM 6,12 5,46 5,90 33 Medan Kementerian Hukum dan HAM 6,40 4,38 5,73 Lampiran 13 Indeks Integritas, Pengalaman Integritas, dan Potensi Integritas Kementerian Agama No. Kota Instansi Pengalaman Potensi Integritas 1 Samarinda Kementerian Agama 7,70 6,59 7,33 2 Denpasar Kementerian Agama 7,76 6,35 7,29 3 Pangkalpinang Kementerian Agama 7,88 6,10 7,28 4 Bandar Lampung Kementerian Agama 7,77 6,29 7,28 5 Gorontalo Kementerian Agama 7,51 6,57 7,20 6 Manokwari Kementerian Agama 8,19 5,19 7,19 7 Jambi Kementerian Agama 7,58 5,77 6,97 8 Tanjungpinang Kementerian Agama 7,49 5,88 6,95 9 Ternate Kementerian Agama 7,38 6,09 6,95 10 Ambon Kementerian Agama 7,77 5,27 6,94 11 Manado Kementerian Agama 7,04 6,61 6,89 12 Banda Aceh Kementerian Agama 7,30 5,98 6,86 13 Jayapura Kementerian Agama 7,58 5,38 6,84 14 Mataram Kementerian Agama 7,30 5,87 6,83 15 Banjarmasin Kementerian Agama 7,41 5,52 6,78 16 Kupang Kementerian Agama 7,63 5,06 6,77 17 Mamuju Kementerian Agama 7,85 4,55 6,75 18 Yogyakarta Kementerian Agama 6,97 6,28 6,74 19 Makassar Kementerian Agama 7,29 5,60 6,73 20 Pekanbaru Kementerian Agama 7,25 5,43 6,64 21 Palembang Kementerian Agama 7,04 5,82 6,64 22 Palangkaraya Kementerian Agama 7,18 5,46 6,60 23 DKI Jakarta Kementerian Agama 6,94 5,57 6,48 24 Padang Kementerian Agama 7,05 5,28 6,46 25 Medan Kementerian Agama 7,18 4,91 6,42 26 Palu Kementerian Agama 7,32 4,52 6,39 27 Semarang Kementerian Agama 6,57 5,12 6,09

177 LAMPIRAN 167 No. Kota Instansi Pengalaman Potensi Integritas 28 Bengkulu Kementerian Agama 6,52 5,07 6,04 29 Pontianak Kementerian Agama 6,26 5,20 5,91 30 Bandung Kementerian Agama 6,06 5,08 5,73 31 Kendari Kementerian Agama 5,77 4,39 5,31 32 Surabaya Kementerian Agama 4,00 5,56 4,52 33 Serang Kementerian Agama 4,80 3,58 4,39 Lampiran 14 Indeks Integritas, Pengalaman Integritas, dan Potensi Integritas Mahkamah Agung No. Kota Instansi Pengalaman Potensi Integritas 1 Manado Mahkamah Agung 7,98 7,34 7,77 2 Samarinda Mahkamah Agung 8,01 7,04 7,69 3 Kendari Mahkamah Agung 8,07 6,59 7,58 4 Gorontalo Mahkamah Agung 7,85 6,95 7,55 5 Denpasar Mahkamah Agung 8,06 6,50 7,54 6 Bandar Lampung Mahkamah Agung 8,00 6,45 7,48 7 Manokwari Mahkamah Agung 8,19 5,92 7,43 8 Ternate Mahkamah Agung 7,79 6,47 7,35 9 Surabaya Mahkamah Agung 8,01 5,96 7,33 10 DKI Jakarta Mahkamah Agung 7,49 6,73 7,24 11 Kupang Mahkamah Agung 7,79 6,08 7,22 12 Pontianak Mahkamah Agung 7,65 6,22 7,18 13 Banda Aceh Mahkamah Agung 7,68 6,16 7,18 14 Banjarmasin Mahkamah Agung 7,63 6,16 7,14 15 Mamuju Mahkamah Agung 7,81 5,77 7,13 16 Mataram Mahkamah Agung 7,56 6,27 7,13 17 Yogyakarta Mahkamah Agung 7,39 6,58 7,12 18 Palu Mahkamah Agung 8,13 5,01 7,09 19 Pekanbaru Mahkamah Agung 7,62 5,98 7,07 20 Padang Mahkamah Agung 7,30 6,60 7,06 21 Makassar Mahkamah Agung 7,59 5,98 7,05 22 Palangkaraya Mahkamah Agung 7,71 5,71 7,05 23 Serang Mahkamah Agung 7,75 5,45 6,98 24 Tanjungpinang Mahkamah Agung 7,64 5,52 6,93 25 Medan Mahkamah Agung 7,82 4,92 6,85 26 Semarang Mahkamah Agung 7,26 5,83 6,79 27 Palembang Mahkamah Agung 7,02 6,23 6,76 28 Bandung Mahkamah Agung 7,33 5,46 6,71 29 Jambi Mahkamah Agung 7,58 4,89 6,68 30 Pangkalpinang Mahkamah Agung 7,17 5,60 6,65 31 Ambon Mahkamah Agung 7,60 4,19 6,46 32 Bengkulu Mahkamah Agung 7,16 4,82 6,38 33 Jayapura Mahkamah Agung 5,97 5,47 5,80

178 INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK INDONESIA TAHUN FAKTA KORUPSI DALAM LAYANAN PUBLIK Lampiran 15 Indeks Integritas, Pengalaman Integritas, dan Potensi Integritas Unit Layanan Surat Izin Mengemudi (SIM) No. Kota Instansi Unit Layanan Penga laman Potensi Inte gritas 1 Mataram Kepolisian Republik Indonesia Surat Izin Mengemudi 7,88 6,92 7,56 2 Gorontalo Kepolisian Republik Indonesia Surat Izin Mengemudi 7,89 6,53 7,44 3 Surabaya Kepolisian Republik Indonesia Surat Izin Mengemudi 7,99 5,99 7,32 4 Padang Kepolisian Republik Indonesia Surat Izin Mengemudi 7,79 6,00 7,20 5 Manado Kepolisian Republik Indonesia Surat Izin Mengemudi 7,71 6,15 7,19 6 Pangkalpinang Kepolisian Republik Indonesia Surat Izin Mengemudi 7,76 6,05 7,19 7 Bandar Lampung Kepolisian Republik Indonesia Surat Izin Mengemudi 7,88 5,54 7,10 8 Ambon Kepolisian Republik Indonesia Surat Izin Mengemudi 7,37 6,09 6,94 9 Kendari Kepolisian Republik Indonesia Surat Izin Mengemudi 7,22 6,32 6,92 10 Banjarmasin Kepolisian Republik Indonesia Surat Izin Mengemudi 7,48 5,73 6,90 11 Kupang Kepolisian Republik Indonesia Surat Izin Mengemudi 7,59 5,48 6,88 12 Palu Kepolisian Republik Indonesia Surat Izin Mengemudi 7,65 5,31 6,87 13 Mamuju Kepolisian Republik Indonesia Surat Izin Mengemudi 7,94 4,68 6,85 14 Samarinda Kepolisian Republik Indonesia Surat Izin Mengemudi 6,91 6,59 6,80 15 Tanjungpinang Kepolisian Republik Indonesia Surat Izin Mengemudi 7,30 5,79 6,80 16 Jambi Kepolisian Republik Indonesia Surat Izin Mengemudi 7,11 5,91 6,71 17 Banda Aceh Kepolisian Republik Indonesia Surat Izin Mengemudi 6,99 6,11 6,69 18 Denpasar Kepolisian Republik Indonesia Surat Izin Mengemudi 6,97 6,10 6,68 19 Pekanbaru Kepolisian Republik Indonesia Surat Izin Mengemudi 7,01 5,56 6,53 20 Pontianak Kepolisian Republik Indonesia Surat Izin Mengemudi 6,73 5,84 6,43 21 Bandung Kepolisian Republik Indonesia Surat Izin Mengemudi 6,66 5,76 6,36 22 DKI Jakarta Kepolisian Republik Indonesia Surat Izin Mengemudi 6,63 5,65 6,30 23 Yogyakarta Kepolisian Republik Indonesia Surat Izin Mengemudi 6,25 5,81 6,10 24 Palangkaraya Kepolisian Republik Indonesia Surat Izin Mengemudi 6,05 5,81 5,97 25 Palembang Kepolisian Republik Indonesia Surat Izin Mengemudi 6,08 5,67 5,94 26 Serang Kepolisian Republik Indonesia Surat Izin Mengemudi 6,20 5,25 5,89 27 Bengkulu Kepolisian Republik Indonesia Surat Izin Mengemudi 5,89 5,39 5,72 28 Makassar Kepolisian Republik Indonesia Surat Izin Mengemudi 6,00 5,15 5,71 29 Ternate Kepolisian Republik Indonesia Surat Izin Mengemudi 5,81 5,22 5,61 30 Medan Kepolisian Republik Indonesia Surat Izin Mengemudi 5,71 4,76 5,39 31 Semarang Kepolisian Republik Indonesia Surat Izin Mengemudi 5,52 4,96 5,33 32 Manokwari Kepolisian Republik Indonesia Surat Izin Mengemudi 4,88 4,69 4,82 33 Jayapura Kepolisian Republik Indonesia Surat Izin Mengemudi 4,14 5,82 4,70

179 LAMPIRAN 169 Lampiran 16 Indeks Integritas, Pengalaman Integritas, dan Potensi Integritas Unit Layanan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) No. Kota Instansi Unit Layanan Pengalaman Potensi Integritas 1 Mataram Kepolisian Republik Indonesia SKCK 8,00 6,92 7,64 2 Palangkaraya Kepolisian Republik Indonesia SKCK 8,06 6,69 7,60 3 Samarinda Kepolisian Republik Indonesia SKCK 7,75 7,19 7,56 4 Manado Kepolisian Republik Indonesia SKCK 7,81 6,83 7,49 5 Denpasar Kepolisian Republik Indonesia SKCK 7,73 6,68 7,38 6 Pekanbaru Kepolisian Republik Indonesia SKCK 7,72 6,43 7,29 7 Palu Kepolisian Republik Indonesia SKCK 7,74 6,21 7,23 8 Pontianak Kepolisian Republik Indonesia SKCK 7,66 6,34 7,22 9 Kupang Kepolisian Republik Indonesia SKCK 7,64 6,32 7,20 10 Serang Kepolisian Republik Indonesia SKCK 7,65 6,10 7,14 11 Makassar Kepolisian Republik Indonesia SKCK 7,85 5,65 7,12 12 Yogyakarta Kepolisian Republik Indonesia SKCK 7,50 6,32 7,11 13 Banjarmasin Kepolisian Republik Indonesia SKCK 7,41 6,11 6,98 14 Jambi Kepolisian Republik Indonesia SKCK 7,82 5,27 6,97 15 Padang Kepolisian Republik Indonesia SKCK 7,46 5,81 6,91 16 Semarang Kepolisian Republik Indonesia SKCK 7,37 5,88 6,87 17 Tanjungpinang Kepolisian Republik Indonesia SKCK 7,34 5,85 6,84 18 Bandar Lampung Kepolisian Republik Indonesia SKCK 7,59 5,33 6,83 19 Mamuju Kepolisian Republik Indonesia SKCK 7,86 4,74 6,82 20 Ambon Kepolisian Republik Indonesia SKCK 7,11 6,03 6,75 21 Manokwari Kepolisian Republik Indonesia SKCK 7,19 5,76 6,71 22 Ternate Kepolisian Republik Indonesia SKCK 7,14 5,31 6,53 23 Kendari Kepolisian Republik Indonesia SKCK 6,52 6,52 6,52 24 Bandung Kepolisian Republik Indonesia SKCK 6,88 5,79 6,52 25 DKI Jakarta Kepolisian Republik Indonesia SKCK 6,88 5,78 6,51 26 Palembang Kepolisian Republik Indonesia SKCK 6,72 5,87 6,44 27 Banda Aceh Kepolisian Republik Indonesia SKCK 6,59 5,68 6,29 28 Bengkulu Kepolisian Republik Indonesia SKCK 6,70 5,36 6,25 29 Gorontalo Kepolisian Republik Indonesia SKCK 5,81 6,29 5,97 30 Pangkalpinang Kepolisian Republik Indonesia SKCK 6,10 4,90 5,70 31 Jayapura Kepolisian Republik Indonesia SKCK 6,10 4,82 5,67 32 Medan Kepolisian Republik Indonesia SKCK 5,80 4,63 5,41 33 Surabaya Kepolisian Republik Indonesia SKCK 5,13 5,63 5,29

180 INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK INDONESIA TAHUN FAKTA KORUPSI DALAM LAYANAN PUBLIK Lampiran 17 Indeks Integritas, Pengalaman Integritas, dan Potensi Integritas Unit Layanan Peningkatan Hak atas Tanah No. Kota Instansi Unit Layanan Pengalaman Potensi Integritas 1 Tanjungpinang Badan Pertanahan Nasional Peningkatan Hak atas Tanah 7,77 6,91 7,48 2 Denpasar Badan Pertanahan Nasional Peningkatan Hak atas Tanah 7,68 6,20 7,19 3 Banjarmasin Badan Pertanahan Nasional Peningkatan Hak atas Tanah 7,58 6,42 7,19 4 Ternate Badan Pertanahan Nasional Peningkatan Hak atas Tanah 7,66 6,19 7,17 5 Banda Aceh Badan Pertanahan Nasional Peningkatan Hak atas Tanah 7,68 6,15 7,17 6 Yogyakarta Badan Pertanahan Nasional Peningkatan Hak atas Tanah 7,24 7,03 7,17 7 Mamuju Badan Pertanahan Nasional Peningkatan Hak atas Tanah 7,63 6,16 7,14 8 Serang Badan Pertanahan Nasional Peningkatan Hak atas Tanah 7,53 6,10 7,05 9 Palu Badan Pertanahan Nasional Peningkatan Hak atas Tanah 7,77 5,44 6,99 10 Bandar Lampung Badan Pertanahan Nasional Peningkatan Hak atas Tanah 7,69 5,32 6,90 11 Samarinda Badan Pertanahan Nasional Peningkatan Hak atas Tanah 7,15 6,32 6,88 12 Surabaya Badan Pertanahan Nasional Peningkatan Hak atas Tanah 7,10 6,41 6,87 13 Ambon Badan Pertanahan Nasional Peningkatan Hak atas Tanah 7,43 5,24 6,70 14 Semarang Badan Pertanahan Nasional Peningkatan Hak atas Tanah 7,30 5,50 6,70 15 Kupang Badan Pertanahan Nasional Peningkatan Hak atas Tanah 7,10 5,70 6,64 16 Makassar Badan Pertanahan Nasional Peningkatan Hak atas Tanah 7,24 5,30 6,59 17 Medan Badan Pertanahan Nasional Peningkatan Hak atas Tanah 7,28 4,91 6,49 18 Jambi Badan Pertanahan Nasional Peningkatan Hak atas Tanah 7,02 5,42 6,49 19 Padang Badan Pertanahan Nasional Peningkatan Hak atas Tanah 6,23 6,15 6,20 20 Kendari Badan Pertanahan Nasional Peningkatan Hak atas Tanah 6,55 5,47 6,19 21 Pangkalpinang Badan Pertanahan Nasional Peningkatan Hak atas Tanah 6,11 6,35 6,19 22 Gorontalo Badan Pertanahan Nasional Peningkatan Hak atas Tanah 6,32 5,88 6,17 23 Palembang Badan Pertanahan Nasional Peningkatan Hak atas Tanah 6,13 5,86 6,04 24 Mataram Badan Pertanahan Nasional Peningkatan Hak atas Tanah 6,26 5,61 6,04 25 Palangkaraya Badan Pertanahan Nasional Peningkatan Hak atas Tanah 6,43 5,03 5,96 26 Manado Badan Pertanahan Nasional Peningkatan Hak atas Tanah 5,86 5,74 5,82 27 Jayapura Badan Pertanahan Nasional Peningkatan Hak atas Tanah 6,17 5,08 5,81 28 Bengkulu Badan Pertanahan Nasional Peningkatan Hak atas Tanah 6,31 4,71 5,78 29 Bandung Badan Pertanahan Nasional Peningkatan Hak atas Tanah 5,79 5,66 5,75 30 Pontianak Badan Pertanahan Nasional Peningkatan Hak atas Tanah 5,27 5,64 5,39 31 DKI Jakarta Badan Pertanahan Nasional Peningkatan Hak atas Tanah 4,89 5,63 5,14 32 Pekanbaru Badan Pertanahan Nasional Peningkatan Hak atas Tanah 4,49 4,69 4,55 33 Manokwari Badan Pertanahan Nasional Peningkatan Hak atas Tanah 3,39 3,85 3,54

181 LAMPIRAN 171 Lampiran 18 Indeks Integritas, Pengalaman Integritas, dan Potensi Integritas Unit Layanan Peralihan Hak atas Tanah No. Kota Instansi Unit Layanan Pengalaman Potensi Integritas 1 Tanjungpinang Badan Pertanahan Nasional Peralihan Hak atas Tanah 8,05 7,11 7,74 2 Ternate Badan Pertanahan Nasional Peralihan Hak atas Tanah 7,80 6,43 7,35 3 Surabaya Badan Pertanahan Nasional Peralihan Hak atas Tanah 7,69 6,40 7,26 4 Mamuju Badan Pertanahan Nasional Peralihan Hak atas Tanah 7,86 5,75 7,16 5 Gorontalo Badan Pertanahan Nasional Peralihan Hak atas Tanah 7,85 5,77 7,16 6 Samarinda Badan Pertanahan Nasional Peralihan Hak atas Tanah 7,31 6,64 7,09 7 Bandar Lampung Badan Pertanahan Nasional Peralihan Hak atas Tanah 7,90 5,43 7,08 8 Padang Badan Pertanahan Nasional Peralihan Hak atas Tanah 7,59 5,71 6,96 9 Jambi Badan Pertanahan Nasional Peralihan Hak atas Tanah 7,72 5,26 6,90 10 Banjarmasin Badan Pertanahan Nasional Peralihan Hak atas Tanah 7,42 5,74 6,86 11 Denpasar Badan Pertanahan Nasional Peralihan Hak atas Tanah 7,18 6,12 6,82 12 Banda Aceh Badan Pertanahan Nasional Peralihan Hak atas Tanah 7,43 5,50 6,79 13 Palu Badan Pertanahan Nasional Peralihan Hak atas Tanah 7,39 5,37 6,72 14 Serang Badan Pertanahan Nasional Peralihan Hak atas Tanah 6,72 6,42 6,62 15 Semarang Badan Pertanahan Nasional Peralihan Hak atas Tanah 7,01 5,62 6,55 16 Medan Badan Pertanahan Nasional Peralihan Hak atas Tanah 7,28 4,67 6,41 17 Yogyakarta Badan Pertanahan Nasional Peralihan Hak atas Tanah 6,35 6,43 6,37 18 Pekanbaru Badan Pertanahan Nasional Peralihan Hak atas Tanah 6,99 4,92 6,30 19 Pangkalpinang Badan Pertanahan Nasional Peralihan Hak atas Tanah 6,77 5,30 6,28 20 Ambon Badan Pertanahan Nasional Peralihan Hak atas Tanah 6,89 4,90 6,23 21 Makassar Badan Pertanahan Nasional Peralihan Hak atas Tanah 6,63 5,39 6,22 22 Pontianak Badan Pertanahan Nasional Peralihan Hak atas Tanah 6,47 5,69 6,21 23 Palangkaraya Badan Pertanahan Nasional Peralihan Hak atas Tanah 6,43 5,28 6,05 24 Bandung Badan Pertanahan Nasional Peralihan Hak atas Tanah 6,08 5,92 6,03 25 Palembang Badan Pertanahan Nasional Peralihan Hak atas Tanah 6,09 5,89 6,02 26 Mataram Badan Pertanahan Nasional Peralihan Hak atas Tanah 5,90 5,90 5,90 27 Kupang Badan Pertanahan Nasional Peralihan Hak atas Tanah 6,13 5,33 5,86 28 Bengkulu Badan Pertanahan Nasional Peralihan Hak atas Tanah 6,30 4,72 5,78 29 Manado Badan Pertanahan Nasional Peralihan Hak atas Tanah 5,47 5,86 5,60 30 DKI Jakarta Badan Pertanahan Nasional Peralihan Hak atas Tanah 5,41 5,97 5,60 31 Kendari Badan Pertanahan Nasional Peralihan Hak atas Tanah 5,96 4,70 5,54 32 Jayapura Badan Pertanahan Nasional Peralihan Hak atas Tanah 5,24 4,98 5,15 33 Manokwari Badan Pertanahan Nasional Peralihan Hak atas Tanah 3,38 4,20 3,65

182 INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK INDONESIA TAHUN FAKTA KORUPSI DALAM LAYANAN PUBLIK Lampiran 19 Indeks Integritas, Pengalaman Integritas, dan Potensi Integritas Unit Layanan Paspor No. Kota Instansi Unit Layanan Pengalaman Potensi Integritas 1 Gorontalo Kementerian Hukum dan HAM Paspor 8,08 6,81 7,65 2 Samarinda Kementerian Hukum dan HAM Paspor 7,85 7,15 7,62 3 Surabaya Kementerian Hukum dan HAM Paspor 8,05 6,70 7,60 4 Serang Kementerian Hukum dan HAM Paspor 7,73 6,90 7,45 5 Bandung Kementerian Hukum dan HAM Paspor 7,84 6,67 7,45 6 Manokwari Kementerian Hukum dan HAM Paspor 8,11 5,76 7,33 7 Manado Kementerian Hukum dan HAM Paspor 7,61 6,67 7,29 8 Padang Kementerian Hukum dan HAM Paspor 7,87 6,14 7,29 9 Denpasar Kementerian Hukum dan HAM Paspor 7,83 6,16 7,27 10 Mamuju Kementerian Hukum dan HAM Paspor 7,83 6,05 7,24 11 Ambon Kementerian Hukum dan HAM Paspor 7,60 6,34 7,18 12 Pekanbaru Kementerian Hukum dan HAM Paspor 7,74 5,97 7,15 13 Palangkaraya Kementerian Hukum dan HAM Paspor 7,39 6,45 7,08 14 DKI Jakarta Kementerian Hukum dan HAM Paspor 7,41 6,38 7,07 15 Ternate Kementerian Hukum dan HAM Paspor 7,46 6,25 7,06 16 Semarang Kementerian Hukum dan HAM Paspor 7,67 5,82 7,06 17 Kendari Kementerian Hukum dan HAM Paspor 7,76 5,65 7,05 18 Palu Kementerian Hukum dan HAM Paspor 8,15 4,83 7,04 19 Tanjungpinang Kementerian Hukum dan HAM Paspor 7,64 5,61 6,96 20 Banda Aceh Kementerian Hukum dan HAM Paspor 7,20 6,41 6,94 21 Kupang Kementerian Hukum dan HAM Paspor 7,48 5,80 6,92 22 Jambi Kementerian Hukum dan HAM Paspor 7,57 5,61 6,91 23 Pontianak Kementerian Hukum dan HAM Paspor 7,54 5,64 6,90 24 Jayapura Kementerian Hukum dan HAM Paspor 7,31 6,06 6,90 25 Mataram Kementerian Hukum dan HAM Paspor 7,15 6,26 6,85 26 Makassar Kementerian Hukum dan HAM Paspor 7,18 6,07 6,81 27 Pangkalpinang Kementerian Hukum dan HAM Paspor 7,23 5,96 6,80 28 Banjarmasin Kementerian Hukum dan HAM Paspor 7,33 5,69 6,78 29 Yogyakarta Kementerian Hukum dan HAM Paspor 6,92 6,45 6,76 30 Bengkulu Kementerian Hukum dan HAM Paspor 7,07 5,93 6,69 31 Palembang Kementerian Hukum dan HAM Paspor 6,87 5,71 6,48 32 Medan Kementerian Hukum dan HAM Paspor 7,18 4,89 6,41 33 Bandar Lampung Kementerian Hukum dan HAM Paspor 6,52 6,14 6,39

183 LAMPIRAN 173 Lampiran 20 Indeks Integritas, Pengalaman Integritas, dan Potensi Integritas Unit Layanan Lembaga Pemasyarakatan No. Kota Instansi Unit Layanan Penga laman Potensi Inte gritas 1 Mataram Kementerian Hukum dan HAM Lembaga Pemasyarakatan 8,08 6,99 7,72 2 Makassar Kementerian Hukum dan HAM Lembaga Pemasyarakatan 7,95 6,74 7,55 3 Kendari Kementerian Hukum dan HAM Lembaga Pemasyarakatan 7,68 7,13 7,50 4 Pontianak Kementerian Hukum dan HAM Lembaga Pemasyarakatan 7,92 6,65 7,50 5 Gorontalo Kementerian Hukum dan HAM Lembaga Pemasyarakatan 7,84 6,79 7,49 6 Bandar Lampung Kementerian Hukum dan HAM Lembaga Pemasyarakatan 7,72 6,62 7,36 7 Surabaya Kementerian Hukum dan HAM Lembaga Pemasyarakatan 8,14 5,79 7,36 8 Ternate Kementerian Hukum dan HAM Lembaga Pemasyarakatan 7,79 6,40 7,33 9 Manado Kementerian Hukum dan HAM Lembaga Pemasyarakatan 7,69 6,57 7,32 10 Kupang Kementerian Hukum dan HAM Lembaga Pemasyarakatan 7,84 6,25 7,31 11 Ambon Kementerian Hukum dan HAM Lembaga Pemasyarakatan 7,68 6,27 7,21 12 Mamuju Kementerian Hukum dan HAM Lembaga Pemasyarakatan 7,71 6,12 7,18 13 Manokwari Kementerian Hukum dan HAM Lembaga Pemasyarakatan 7,82 5,80 7,15 14 Banda Aceh Kementerian Hukum dan HAM Lembaga Pemasyarakatan 7,41 6,59 7,14 15 Palu Kementerian Hukum dan HAM Lembaga Pemasyarakatan 7,79 5,83 7,14 16 Semarang Kementerian Hukum dan HAM Lembaga Pemasyarakatan 7,42 6,55 7,13 17 Padang Kementerian Hukum dan HAM Lembaga Pemasyarakatan 7,46 6,36 7,10 18 Denpasar Kementerian Hukum dan HAM Lembaga Pemasyarakatan 7,31 6,43 7,02 19 Jambi Kementerian Hukum dan HAM Lembaga Pemasyarakatan 7,65 5,49 6,93 20 Tanjungpinang Kementerian Hukum dan HAM Lembaga Pemasyarakatan 7,68 5,30 6,88 21 Jayapura Kementerian Hukum dan HAM Lembaga Pemasyarakatan 7,24 5,80 6,76 22 Samarinda Kementerian Hukum dan HAM Lembaga Pemasyarakatan 6,89 6,46 6,75 23 Bandung Kementerian Hukum dan HAM Lembaga Pemasyarakatan 7,08 6,05 6,74 24 Bengkulu Kementerian Hukum dan HAM Lembaga Pemasyarakatan 6,97 6,18 6,70 25 Pangkalpinang Kementerian Hukum dan HAM Lembaga Pemasyarakatan 6,76 6,40 6,64 26 Serang Kementerian Hukum dan HAM Lembaga Pemasyarakatan 6,98 5,72 6,56 27 DKI Jakarta Kementerian Hukum dan HAM Lembaga Pemasyarakatan 6,77 5,92 6,48 28 Yogyakarta Kementerian Hukum dan HAM Lembaga Pemasyarakatan 6,62 6,12 6,45 29 Pekanbaru Kementerian Hukum dan HAM Lembaga Pemasyarakatan 6,87 5,62 6,45 30 Palangkaraya Kementerian Hukum dan HAM Lembaga Pemasyarakatan 6,49 6,25 6,41 31 Banjarmasin Kementerian Hukum dan HAM Lembaga Pemasyarakatan 6,53 5,45 6,17 32 Palembang Kementerian Hukum dan HAM Lembaga Pemasyarakatan 5,41 5,12 5,31 33 Medan Kementerian Hukum dan HAM Lembaga Pemasyarakatan 5,63 3,88 5,05

184 INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK INDONESIA TAHUN FAKTA KORUPSI DALAM LAYANAN PUBLIK Lampiran 21 Indeks Integritas, Pengalaman Integritas, dan Potensi Integritas Unit Layanan Administrasi Pernikahan KUA No. Kota Instansi Unit Layanan Penga laman Potensi Integritas 1 Samarinda Kementerian Agama Administrasi Pernikahan KUA 7,70 6,59 7,33 2 Denpasar Kementerian Agama Administrasi Pernikahan KUA 7,76 6,35 7,29 3 Pangkalpinang Kementerian Agama Administrasi Pernikahan KUA 7,88 6,10 7,28 4 Bandar Lampung Kementerian Agama Administrasi Pernikahan KUA 7,77 6,29 7,28 5 Gorontalo Kementerian Agama Administrasi Pernikahan KUA 7,51 6,57 7,20 6 Manokwari Kementerian Agama Administrasi Pernikahan KUA 8,19 5,19 7,19 7 Jambi Kementerian Agama Administrasi Pernikahan KUA 7,58 5,77 6,97 8 Tanjungpinang Kementerian Agama Administrasi Pernikahan KUA 7,49 5,88 6,95 9 Ternate Kementerian Agama Administrasi Pernikahan KUA 7,38 6,09 6,95 10 Ambon Kementerian Agama Administrasi Pernikahan KUA 7,77 5,27 6,94 11 Manado Kementerian Agama Administrasi Pernikahan KUA 7,04 6,61 6,89 12 Banda Aceh Kementerian Agama Administrasi Pernikahan KUA 7,30 5,98 6,86 13 Jayapura Kementerian Agama Administrasi Pernikahan KUA 7,58 5,38 6,84 14 Mataram Kementerian Agama Administrasi Pernikahan KUA 7,30 5,87 6,83 15 Banjarmasin Kementerian Agama Administrasi Pernikahan KUA 7,41 5,52 6,78 16 Kupang Kementerian Agama Administrasi Pernikahan KUA 7,63 5,06 6,77 17 Mamuju Kementerian Agama Administrasi Pernikahan KUA 7,85 4,55 6,75 18 Yogyakarta Kementerian Agama Administrasi Pernikahan KUA 6,97 6,28 6,74 19 Makassar Kementerian Agama Administrasi Pernikahan KUA 7,29 5,60 6,73 20 Pekanbaru Kementerian Agama Administrasi Pernikahan KUA 7,25 5,43 6,64 21 Palembang Kementerian Agama Administrasi Pernikahan KUA 7,04 5,82 6,64 22 Palangkaraya Kementerian Agama Administrasi Pernikahan KUA 7,18 5,46 6,60 23 DKI Jakarta Kementerian Agama Administrasi Pernikahan KUA 6,94 5,57 6,48 24 Padang Kementerian Agama Administrasi Pernikahan KUA 7,05 5,28 6,46 25 Medan Kementerian Agama Administrasi Pernikahan KUA 7,18 4,91 6,42 26 Palu Kementerian Agama Administrasi Pernikahan KUA 7,32 4,52 6,39 27 Semarang Kementerian Agama Administrasi Pernikahan KUA 6,57 5,12 6,09 28 Bengkulu Kementerian Agama Administrasi Pernikahan KUA 6,52 5,07 6,04 29 Pontianak Kementerian Agama Administrasi Pernikahan KUA 6,26 5,20 5,91 30 Bandung Kementerian Agama Administrasi Pernikahan KUA 6,06 5,08 5,73 31 Kendari Kementerian Agama Administrasi Pernikahan KUA 5,77 4,39 5,31 32 Surabaya Kementerian Agama Administrasi Pernikahan KUA 4,00 5,56 4,52 33 Serang Kementerian Agama Administrasi Pernikahan KUA 4,80 3,58 4,39

185 LAMPIRAN 175 Lampiran 22 Indeks Integritas, Pengalaman Integritas, dan Potensi Integritas Unit Layanan Administrasi Sidang Peradilan Agama No. Kota Instansi Unit Layanan Penga laman Potensi Inte gritas 1 Manado Mahkamah Agung Administrasi Sidang Peradilan Agama 7,98 7,34 7,77 2 Samarinda Mahkamah Agung Administrasi Sidang Peradilan Agama 8,01 7,04 7,69 3 Kendari Mahkamah Agung Administrasi Sidang Peradilan Agama 8,07 6,59 7,58 4 Gorontalo Mahkamah Agung Administrasi Sidang Peradilan Agama 7,85 6,95 7,55 5 Denpasar Mahkamah Agung Administrasi Sidang Peradilan Agama 8,06 6,50 7,54 6 Bandar Lampung Mahkamah Agung Administrasi Sidang Peradilan Agama 8,00 6,45 7,48 7 Manokwari Mahkamah Agung Administrasi Sidang Peradilan Agama 8,19 5,92 7,43 8 Ternate Mahkamah Agung Administrasi Sidang Peradilan Agama 7,79 6,47 7,35 9 Surabaya Mahkamah Agung Administrasi Sidang Peradilan Agama 8,01 5,96 7,33 10 DKI Jakarta Mahkamah Agung Administrasi Sidang Peradilan Agama 7,49 6,73 7,24 11 Kupang Mahkamah Agung Administrasi Sidang Peradilan Agama 7,79 6,08 7,22 12 Pontianak Mahkamah Agung Administrasi Sidang Peradilan Agama 7,65 6,22 7,18 13 Banda Aceh Mahkamah Agung Administrasi Sidang Peradilan Agama 7,68 6,16 7,18 14 Banjarmasin Mahkamah Agung Administrasi Sidang Peradilan Agama 7,63 6,16 7,14 15 Mamuju Mahkamah Agung Administrasi Sidang Peradilan Agama 7,81 5,77 7,13 16 Mataram Mahkamah Agung Administrasi Sidang Peradilan Agama 7,56 6,27 7,13 17 Yogyakarta Mahkamah Agung Administrasi Sidang Peradilan Agama 7,39 6,58 7,12 18 Palu Mahkamah Agung Administrasi Sidang Peradilan Agama 8,13 5,01 7,09 19 Pekanbaru Mahkamah Agung Administrasi Sidang Peradilan Agama 7,62 5,98 7,07 20 Padang Mahkamah Agung Administrasi Sidang Peradilan Agama 7,30 6,60 7,06 21 Makassar Mahkamah Agung Administrasi Sidang Peradilan Agama 7,59 5,98 7,05 22 Palangkaraya Mahkamah Agung Administrasi Sidang Peradilan Agama 7,71 5,71 7,05 23 Serang Mahkamah Agung Administrasi Sidang Peradilan Agama 7,75 5,45 6,98 24 Tanjungpinang Mahkamah Agung Administrasi Sidang Peradilan Agama 7,64 5,52 6,93 25 Medan Mahkamah Agung Administrasi Sidang Peradilan Agama 7,82 4,92 6,85 26 Semarang Mahkamah Agung Administrasi Sidang Peradilan Agama 7,26 5,83 6,79 27 Palembang Mahkamah Agung Administrasi Sidang Peradilan Agama 7,02 6,23 6,76 28 Bandung Mahkamah Agung Administrasi Sidang Peradilan Agama 7,33 5,46 6,71 29 Jambi Mahkamah Agung Administrasi Sidang Peradilan Agama 7,58 4,89 6,68 30 Pangkalpinang Mahkamah Agung Administrasi Sidang Peradilan Agama 7,17 5,60 6,65 31 Ambon Mahkamah Agung Administrasi Sidang Peradilan Agama 7,60 4,19 6,46 32 Bengkulu Mahkamah Agung Administrasi Sidang Peradilan Agama 7,16 4,82 6,38 33 Jayapura Mahkamah Agung Administrasi Sidang Peradilan Agama 5,97 5,47 5,80

186 INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK INDONESIA TAHUN FAKTA KORUPSI DALAM LAYANAN PUBLIK Lampiran 23 Indeks Integritas Total Daerah (IITD), Pengalaman Integritas, dan Potensi Integritas No. Kota Pengalaman Potensi Integritas 1 Parepare 7,83 7,46 7,71 2 Bitung 7,66 7,29 7,54 3 Pematangsiantar 7,79 6,63 7,41 4 Bogor 7,66 6,54 7,29 5 Samarinda 7,48 6,72 7,22 6 Cilegon 7,64 6,34 7,20 7 Tanjungpinang 7,67 6,26 7,20 8 Sidoarjo 7,90 5,79 7,20 9 Denpasar 7,57 6,40 7,18 10 Pekalongan 7,73 6,08 7,18 11 Gorontalo 7,46 6,52 7,15 12 Lhokseumawe 7,95 5,47 7,13 13 Mataram 7,35 6,52 7,07 14 Bekasi 7,27 6,36 6,97 15 Mamuju 7,77 5,34 6,96 16 Surabaya 7,17 6,44 6,92 17 Padang 7,39 5,98 6,92 18 Banda Aceh 7,31 6,07 6,90 19 Banjarmasin 7,34 5,97 6,89 20 Bandar Lampung 7,37 5,85 6,86 21 Yogyakarta 7,03 6,52 6,86 22 Manado 6,98 6,58 6,85 23 Kupang 7,34 5,87 6,85 24 Jambi 7,48 5,56 6,84 25 Bukittinggi 7,31 5,88 6,83 26 Pangkalpinang 7,21 6,04 6,82 27 Depok 7,19 6,08 6,82 28 Madiun 7,38 5,68 6,81 29 Metro 7,19 6,00 6,79 30 Makassar 7,21 5,92 6,78 31 Ternate 7,16 5,97 6,77 32 Batam 7,04 6,14 6,74 33 Ambon 7,27 5,68 6,74 34 Binjai 7,19 5,79 6,73 35 Cirebon 7,39 5,39 6,72 36 Banyumas 7,18 5,76 6,70 37 Palu 7,44 5,19 6,69 38 DKI Jakarta 6,88 6,15 6,64 39 Malang 7,06 5,76 6,63 40 Kendari 6,97 5,94 6,63

187 LAMPIRAN 177 No. Kota Pengalaman Potensi Integritas 41 Serang 7,01 5,85 6,63 42 Tangerang 6,88 6,05 6,60 43 Dumai 7,03 5,70 6,59 44 Pontianak 6,85 5,98 6,56 45 Bandung 6,85 5,95 6,55 46 Kediri 6,89 5,82 6,53 47 Lubuklinggau 7,15 5,12 6,47 48 Semarang 6,75 5,84 6,45 49 Surakarta 6,46 6,31 6,41 50 Banjarbaru 6,62 5,95 6,40 51 Palangkaraya 6,72 5,70 6,38 52 Pekanbaru 6,73 5,56 6,34 53 Palembang 6,52 5,89 6,31 54 Jember 6,58 5,76 6,31 55 Balikpapan 6,31 5,96 6,19 56 Medan 6,81 4,86 6,16 57 Bima 6,77 4,74 6,10 58 Bengkulu 6,49 5,27 6,08 59 Manokwari 6,50 5,20 6,07 60 Jayapura 6,06 5,43 5,85 Lampiran 24 Indeks Integritas Daerah (IID), Pengalaman Integritas, dan Potensi Integritas Berdasarkan Instansi No. Kota Pengalaman Potensi Integritas 1 Pemko Parepare 7,83 7,46 7,71 2 Pemko Surabaya 7,93 6,98 7,61 3 Pemko Bitung 7,66 7,29 7,54 4 Pemko Tanjungpinang 7,87 6,77 7,50 5 Pemko Gorontalo 7,89 6,70 7,49 6 Pemko Pematangsiantar 7,79 6,63 7,41 7 Pemko Mataram 7,75 6,56 7,36 8 Pemko Denpasar 7,67 6,56 7,30 9 Pemko Bogor 7,66 6,54 7,29 10 Pemko Yogyakarta 7,56 6,71 7,28 11 Pemko Samarinda 7,62 6,57 7,27 12 Pemko Cilegon 7,64 6,34 7,20 13 Pemkab Sidoarjo 7,90 5,79 7,20 14 Pemko Pekalongan 7,73 6,08 7,18 15 Pemko Lhokseumawe 7,95 5,47 7,13 16 DKI Jakarta 7,47 6,36 7,10 17 Pemko Pangkalpinang 7,56 6,02 7,05

188 INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK INDONESIA TAHUN FAKTA KORUPSI DALAM LAYANAN PUBLIK No. Kota Pengalaman Potensi Integritas 18 Pemko Bandung 7,39 6,26 7,01 19 Pemko Makassar 7,51 5,99 7,00 20 Pemko Kupang 7,43 6,14 7,00 21 Pemko Serang 7,51 5,96 6,99 22 Pemko Padang 7,60 5,77 6,99 23 Pemko Bekasi 7,27 6,36 6,97 24 Pemko Banjarmasin 7,38 6,05 6,94 25 Pemko Banda Aceh 7,46 5,86 6,93 26 Pemko Jambi 7,57 5,55 6,90 27 Pemko Bukittinggi 7,31 5,88 6,83 28 Pemko Depok 7,19 6,08 6,82 29 Pemko Madiun 7,38 5,68 6,81 30 Pemko Metro 7,19 6,00 6,79 31 Pemko Manado 6,96 6,34 6,75 32 Pemko Batam 7,04 6,14 6,74 33 Pemko Binjai 7,19 5,79 6,73 34 Pemko Cirebon 7,39 5,39 6,72 35 Pemko Palembang 7,04 6,06 6,72 36 Pemkab Banyumas 7,18 5,76 6,70 37 Pemko Ambon 7,09 5,84 6,67 38 Pemko Medan 7,32 5,30 6,65 39 Pemko Malang 7,06 5,76 6,63 40 Pemko Tangerang 6,88 6,05 6,60 41 Pemko Kendari 6,96 5,85 6,59 42 Pemko Dumai 7,03 5,70 6,59 43 Pemkab Mamuju 7,66 4,42 6,58 44 Pemko Pontianak 6,83 6,08 6,58 45 Pemko Kediri 6,89 5,82 6,53 46 Pemkab Manokwari 7,12 5,26 6,50 47 Pemko Lubuklinggau 7,15 5,12 6,47 48 Pemko Ternate 6,95 5,51 6,47 49 Pemko Surakarta 6,46 6,31 6,41 50 Pemko Banjarbaru 6,62 5,95 6,40 51 Pemko Bandar Lampung 6,75 5,64 6,38 52 Pemkab Jember 6,58 5,76 6,31 53 Pemko Semarang 6,39 6,10 6,29 54 Pemko Balikpapan 6,31 5,96 6,19 55 Pemko Palu 6,80 4,88 6,16 56 Pemko Bima 6,77 4,74 6,10 57 Pemko Pekanbaru 6,34 5,46 6,05 58 Pemko Bengkulu 6,51 5,09 6,04 59 Pemko Palangkaraya 6,28 5,35 5,97 60 Pemko Jayapura 5,80 5,36 5,66

189 LAMPIRAN 179 Lampiran 25 Indeks Integritas Daerah (IID), Pengalaman Integritas, dan Potensi Integritas Berdasarkan Unit Layanan No. Instansi Unit Layanan Pengalaman Potensi Integritas 1 Pemko Parepare Surat Izin Usaha Perdagangan 8,09 7,59 7,92 2 Pemko Pematangsiantar Pengadaan Barang dan Jasa 7,89 7,75 7,84 3 Pemko Parepare Pengadaan Barang dan Jasa 7,92 7,67 7,84 4 Pemko Gorontalo Kesehatan Dasar Puskesmas 8,15 7,03 7,78 5 Pemko Tanjungpinang Surat Izin Usaha Perdagangan 7,86 7,58 7,77 6 Pemko Surabaya Kesehatan Dasar Puskesmas 8,04 7,07 7,72 7 Pemko Banjarbaru Kesehatan Dasar Puskesmas 8,10 6,81 7,67 8 Pemko Gorontalo Surat Izin Usaha Perdagangan 7,90 7,17 7,66 9 Pemko Bitung Surat Izin Usaha Perdagangan 7,65 7,63 7,64 10 Pemko Samarinda Surat Izin Usaha Perdagangan 7,88 7,09 7,61 11 Pemko Surabaya Surat Izin Usaha Perdagangan 8,04 6,71 7,60 12 Pemko Pontianak Kesehatan Dasar Puskesmas 8,11 6,55 7,59 13 Pemko Mataram Pengadaan Barang dan Jasa 7,71 7,35 7,59 14 Pemko Bitung Kesehatan Dasar Puskesmas 7,73 7,30 7,58 15 Pemko Denpasar Kesehatan Dasar Puskesmas 8,05 6,64 7,58 16 Pemko Bogor Pengadaan Barang dan Jasa 7,76 7,08 7,54 17 Pemko Manado Kesehatan Dasar Puskesmas 8,06 6,45 7,53 18 Pemko Binjai Kesehatan Dasar Puskesmas 7,99 6,39 7,45 19 Pemkab Manokwari Surat Izin Usaha Perdagangan 8,18 5,94 7,43 20 Pemko Cilegon Kesehatan Dasar Puskesmas 7,88 6,52 7,42 21 Pemkab Sidoarjo Pengadaan Barang dan Jasa 8,09 6,06 7,41 22 Pemko Surabaya Pengadaan Barang dan Jasa 7,70 6,78 7,40 23 Pemko Tanjungpinang Pengadaan Barang dan Jasa 7,85 6,47 7,39 24 Pemko Yogyakarta Pengadaan Barang dan Jasa 7,57 6,98 7,37 25 Pemko Makassar Kesehatan Dasar Puskesmas 8,03 6,03 7,36 26 Pemko Bekasi Pengadaan Barang dan Jasa 7,48 7,04 7,33 27 Pemko Pekalongan Pengadaan Barang dan Jasa 7,45 7,08 7,33 28 Pemko Parepare Kesehatan Dasar Puskesmas 7,49 6,97 7,31 29 Pemko Tanjungpinang Kesehatan Dasar Puskesmas 7,89 6,10 7,29 30 Pemko Kediri Kesehatan Dasar Puskesmas 8,06 5,73 7,29 31 Pemko Mataram Kesehatan Dasar Puskesmas 8,11 5,63 7,29 32 Pemko Ambon Kesehatan Dasar Puskesmas 7,99 5,85 7,28 33 Pemko Binjai Surat Izin Usaha Perdagangan 8,08 5,67 7,27 34 Pemko Yogyakarta Surat Izin Usaha Perdagangan 7,44 6,86 7,25 35 Pemko Bandung Kesehatan Dasar Puskesmas 7,85 6,03 7,25 36 Pemko Padang Pengadaan Barang dan Jasa 7,67 6,37 7,24 37 Pemko Denpasar Pengadaan Barang dan Jasa 7,59 6,49 7,22 38 Pemko Balikpapan Kesehatan Dasar Puskesmas 7,65 6,37 7,22 39 Pemko Palu Kesehatan Dasar Puskesmas 8,05 5,56 7,22 40 Pemko Bitung Pengadaan Barang dan Jasa 7,61 6,42 7,21

190 INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK INDONESIA TAHUN FAKTA KORUPSI DALAM LAYANAN PUBLIK No. Instansi Unit Layanan Pengalaman Potensi Integritas 41 Pemko Pematangsiantar Surat Izin Usaha Perdagangan 7,58 6,44 7,20 42 Pemko Banda Aceh Surat Izin Usaha Perdagangan 7,72 6,14 7,19 43 Pemko Yogyakarta Kesehatan Dasar Puskesmas 7,68 6,18 7,18 44 Pemko Lhokseumawe Kesehatan Dasar Puskesmas 7,96 5,60 7,18 45 Pemko Kediri Surat Izin Usaha Perdagangan 7,89 5,75 7,18 46 Pemko Bogor Kesehatan Dasar Puskesmas 7,75 6,02 7,17 47 Pemko Mataram Surat Izin Usaha Perdagangan 7,43 6,63 7,16 48 Pemkab Sidoarjo Kesehatan Dasar Puskesmas 8,08 5,32 7,16 49 Pemko Banda Aceh Kesehatan Dasar Puskesmas 7,90 5,63 7,15 50 Pemko Medan Pengadaan Barang dan Jasa 7,60 6,25 7,15 51 DKI Jakarta Pengadaan Barang dan Jasa 7,38 6,69 7,15 52 Pemko Ternate Kesehatan Dasar Puskesmas 7,83 5,78 7,15 53 Pemko Tangerang Kesehatan Dasar Puskesmas 7,94 5,54 7,14 54 Pemko Makassar Pengadaan Barang dan Jasa 7,62 6,17 7,14 55 Pemko Depok Kesehatan Dasar Puskesmas 7,57 6,26 7,14 56 Pemko Kupang Surat Izin Usaha Perdagangan 7,45 6,49 7,13 57 Pemko Bogor Surat Izin Usaha Perdagangan 7,48 6,43 7,13 58 Pemko Pematangsiantar Kesehatan Dasar Puskesmas 7,91 5,55 7,13 59 Pemko Denpasar Surat Izin Usaha Perdagangan 7,37 6,62 7,12 60 Pemko Lhokseumawe Surat Izin Usaha Perdagangan 8,03 5,30 7,12 61 Pemko Kupang Kesehatan Dasar Puskesmas 7,99 5,37 7,11 62 Pemko Serang Kesehatan Dasar Puskesmas 7,98 5,38 7,11 63 Pemkab Jember Kesehatan Dasar Puskesmas 7,72 5,86 7,10 64 Pemko Samarinda Kesehatan Dasar Puskesmas 7,44 6,42 7,10 65 Pemko Cilegon Surat Izin Usaha Perdagangan 7,66 5,98 7,10 66 Pemko Gorontalo Pengadaan Barang dan Jasa 7,60 6,08 7,10 67 Pemko Pekalongan Surat Izin Usaha Perdagangan 7,94 5,41 7,10 68 Pemko Samarinda Pengadaan Barang dan Jasa 7,54 6,20 7,10 69 Pemko Metro Kesehatan Dasar Puskesmas 7,85 5,57 7,09 70 Pemko Pangkalpinang Surat Izin Usaha Perdagangan 7,64 6,00 7,09 71 Pemko Bandar Lampung Kesehatan Dasar Puskesmas 7,69 5,90 7,09 72 Pemko Cilegon Pengadaan Barang dan Jasa 7,37 6,52 7,09 73 Pemko Banjarmasin Pengadaan Barang dan Jasa 7,49 6,28 7,09 74 Pemko Pangkalpinang Kesehatan Dasar Puskesmas 7,60 6,04 7,08 75 DKI Jakarta Kesehatan Dasar Puskesmas 7,61 6,01 7,08 76 Pemko Lhokseumawe Pengadaan Barang dan Jasa 7,87 5,47 7,07 77 Pemko Malang Kesehatan Dasar Puskesmas 7,65 5,91 7,07 78 Pemko Bukittinggi Pengadaan Barang dan Jasa 7,50 6,16 7,06 79 Pemko Palembang Kesehatan Dasar Puskesmas 7,53 6,11 7,06 80 Pemko Jambi Kesehatan Dasar Puskesmas 7,88 5,42 7,06 81 Pemko Kendari Kesehatan Dasar Puskesmas 7,30 6,57 7,06 82 Pemko Dumai Surat Izin Usaha Perdagangan 7,70 5,76 7,05 83 Pemko Serang Surat Izin Usaha Perdagangan 7,24 6,68 7,05

191 LAMPIRAN 181 No. Instansi Unit Layanan Pengalaman Potensi Integritas 84 DKI Jakarta Surat Izin Usaha Perdagangan 7,43 6,25 7,04 85 Pemko Ambon Surat Izin Usaha Perdagangan 7,44 6,22 7,03 86 Pemko Bekasi Kesehatan Dasar Puskesmas 7,54 6,00 7,03 87 Pemko Pekanbaru Kesehatan Dasar Puskesmas 7,55 5,98 7,03 88 Pemko Dumai Kesehatan Dasar Puskesmas 7,44 6,20 7,03 89 Pemko Palu Surat Izin Usaha Perdagangan 8,14 4,80 7,03 90 Pemko Pekalongan Kesehatan Dasar Puskesmas 7,80 5,44 7,02 91 Pemko Surakarta Kesehatan Dasar Puskesmas 7,40 6,20 7,00 92 Pemko Pontianak Surat Izin Usaha Perdagangan 7,52 5,95 7,00 93 Pemko Banjarmasin Kesehatan Dasar Puskesmas 7,64 5,71 7,00 94 Pemko Bandung Pengadaan Barang dan Jasa 7,43 6,12 6,99 95 Pemko Palangkaraya Kesehatan Dasar Puskesmas 7,62 5,68 6,97 96 Pemko Bima Kesehatan Dasar Puskesmas 7,70 5,52 6,97 97 Pemko Jambi Pengadaan Barang dan Jasa 7,67 5,53 6,95 98 Pemko Bukittinggi Kesehatan Dasar Puskesmas 7,71 5,40 6,94 99 Pemko Pangkalpinang Pengadaan Barang dan Jasa 7,45 5,89 6,93 Pemko Madiun Pengadaan Barang dan Jasa 7,50 5,77 6, Pemkab Banyumas Kesehatan Dasar Puskesmas 7,51 5,72 6, Pemkab Sidoarjo Surat Izin Usaha Perdagangan 7,54 5,64 6, Pemkab Banyumas Pengadaan Barang dan Jasa 7,40 5,87 6, Pemko Metro Surat Izin Usaha Perdagangan 6,98 6,69 6, Pemko Padang Surat Izin Usaha Perdagangan 7,59 5,46 6, Pemko Batam Kesehatan Dasar Puskesmas 7,58 5,46 6, Pemko Lubuklinggau Kesehatan Dasar Puskesmas 7,77 5,03 6, Pemko Semarang Surat Izin Usaha Perdagangan 6,98 6,58 6, Pemko Madiun Kesehatan Dasar Puskesmas 7,33 5,87 6, Pemko Bandar Lampung Surat Izin Usaha Perdagangan 7,13 6,25 6, Pemkab Mamuju Kesehatan Dasar Puskesmas 7,86 4,77 6, Pemko Batam Pengadaan Barang dan Jasa 6,93 6,61 6, Pemko Serang Pengadaan Barang dan Jasa 7,31 5,83 6, Pemko Cirebon Surat Izin Usaha Perdagangan 7,61 5,23 6, Pemko Padang Kesehatan Dasar Puskesmas 7,54 5,36 6, Pemko Malang Surat Izin Usaha Perdagangan 7,28 5,88 6, Pemko Cirebon Kesehatan Dasar Puskesmas 7,49 5,43 6, Pemko Banjarmasin Surat Izin Usaha Perdagangan 7,02 6,17 6, Pemko Madiun Surat Izin Usaha Perdagangan 7,30 5,59 6, Pemko Depok Surat Izin Usaha Perdagangan 7,08 6,03 6, Pemkab Mamuju Surat Izin Usaha Perdagangan 7,80 4,55 6, Pemko Bandung Surat Izin Usaha Perdagangan 6,89 6,38 6, Pemko Bengkulu Kesehatan Dasar Puskesmas 7,39 5,29 6, Pemko Kupang Pengadaan Barang dan Jasa 6,82 6,42 6, Pemko Palembang Surat Izin Usaha Perdagangan 6,93 6,17 6, Pemko Jambi Surat Izin Usaha Perdagangan 7,17 5,69 6,68

192 INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK INDONESIA TAHUN FAKTA KORUPSI DALAM LAYANAN PUBLIK No. Instansi Unit Layanan Pengalaman Potensi Integritas 127 Pemko Depok Pengadaan Barang dan Jasa 6,93 6,06 6, Pemko Tangerang Surat Izin Usaha Perdagangan 6,99 5,85 6, Pemko Ternate Surat Izin Usaha Perdagangan 7,52 4,73 6, Pemko Lubuklinggau Pengadaan Barang dan Jasa 7,15 5,43 6, Pemko Bekasi Surat Izin Usaha Perdagangan 6,80 6,03 6, Pemkab Jember Surat Izin Usaha Perdagangan 7,01 5,60 6, Pemko Cirebon Pengadaan Barang dan Jasa 7,06 5,45 6, Pemko Manado Pengadaan Barang dan Jasa 6,66 6,22 6, Pemko Bukittinggi Surat Izin Usaha Perdagangan 6,71 6,00 6, Pemko Medan Kesehatan Dasar Puskesmas 7,28 4,85 6, Pemko Batam Surat Izin Usaha Perdagangan 6,61 6,15 6, Pemko Makassar Surat Izin Usaha Perdagangan 6,87 5,63 6, Pemko Semarang Kesehatan Dasar Puskesmas 7,17 5,02 6, Pemko Bima Surat Izin Usaha Perdagangan 7,82 3,71 6, Pemko Metro Pengadaan Barang dan Jasa 6,74 5,78 6, Pemko Banda Aceh Pengadaan Barang dan Jasa 6,76 5,73 6, Pemko Palangkaraya Surat Izin Usaha Perdagangan 7,00 5,24 6, Pemko Kendari Pengadaan Barang dan Jasa 6,84 5,46 6, Pemko Palembang Pengadaan Barang dan Jasa 6,67 5,75 6, Pemko Banjarbaru Surat Izin Usaha Perdagangan 6,94 5,18 6, Pemkab Banyumas Surat Izin Usaha Perdagangan 6,62 5,68 6, Pemko Medan Surat Izin Usaha Perdagangan 7,08 4,74 6, Pemko Pekanbaru Surat Izin Usaha Perdagangan 6,98 4,88 6, Pemko Surakarta Pengadaan Barang dan Jasa 6,12 6,54 6, Pemko Kendari Surat Izin Usaha Perdagangan 6,65 5,40 6, Pemkab Manokwari Pengadaan Barang dan Jasa 6,92 4,81 6, Pemko Manado Surat Izin Usaha Perdagangan 6,15 6,35 6, Pemkab Mamuju Pengadaan Barang dan Jasa 7,33 3,93 6, Pemko Bengkulu Pengadaan Barang dan Jasa 6,55 5,29 6, Pemko Surakarta Surat Izin Usaha Perdagangan 5,86 6,19 5, Pemko Tangerang Pengadaan Barang dan Jasa 5,70 6,45 5, Pemko Lubuklinggau Surat Izin Usaha Perdagangan 6,52 4,81 5, Pemko Malang Pengadaan Barang dan Jasa 6,26 5,32 5, Pemko Jayapura Pengadaan Barang dan Jasa 6,22 5,19 5, Pemko Balikpapan Surat Izin Usaha Perdagangan 5,99 5,45 5, Pemko Jayapura Kesehatan Dasar Puskesmas 5,83 5,66 5, Pemkab Manokwari Kesehatan Dasar Puskesmas 6,25 4,76 5, Pemko Ambon Pengadaan Barang dan Jasa 5,83 5,28 5, Pemko Dumai Pengadaan Barang dan Jasa 5,95 4,98 5, Pemko Ternate Pengadaan Barang dan Jasa 5,49 5,78 5, Pemko Balikpapan Pengadaan Barang dan Jasa 5,29 5,93 5, Pemko Semarang Pengadaan Barang dan Jasa 5,02 6,44 5, Pemko Binjai Pengadaan Barang dan Jasa 5,52 4,98 5,34

193 LAMPIRAN 183 No. Instansi Unit Layanan Pengalaman Potensi Integritas 170 Pemko Bengkulu Surat Izin Usaha Perdagangan 5,60 4,69 5, Pemko Jayapura Surat Izin Usaha Perdagangan 5,23 5,24 5, Pemkab Jember Pengadaan Barang dan Jasa 5,02 5,57 5, Pemko Bandar Lampung Pengadaan Barang dan Jasa 5,43 4,61 5, Pemko Pontianak Pengadaan Barang dan Jasa 4,86 5,57 5, Pemko Kediri Pengadaan Barang dan Jasa 4,71 5,84 5, Pemko Banjarbaru Pengadaan Barang dan Jasa 4,83 5,56 5, Pemko Bima Pengadaan Barang dan Jasa 4,81 4,89 4, Pemko Pekanbaru Pengadaan Barang dan Jasa 4,51 5,17 4, Pemko Palangkaraya Pengadaan Barang dan Jasa 4,21 4,82 4, Pemko Palu Pengadaan Barang dan Jasa 4,21 4,30 4,24 Lampiran 26 Indeks Integritas, Pengalaman Integritas, dan Potensi Integritas Unit Layanan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) No. Kota Unit Layanan Pengalaman Potensi Integritas 1 Pemko Parepare Surat Izin Usaha Perdagangan 8,09 7,59 7,92 2 Pemko Tanjungpinang Surat Izin Usaha Perdagangan 7,86 7,58 7,77 3 Pemko Gorontalo Surat Izin Usaha Perdagangan 7,90 7,17 7,66 4 Pemko Bitung Surat Izin Usaha Perdagangan 7,65 7,63 7,64 5 Pemko Samarinda Surat Izin Usaha Perdagangan 7,88 7,09 7,61 6 Pemko Surabaya Surat Izin Usaha Perdagangan 8,04 6,71 7,60 7 Pemkab Manokwari Surat Izin Usaha Perdagangan 8,18 5,94 7,43 8 Pemko Binjai Surat Izin Usaha Perdagangan 8,08 5,67 7,27 9 Pemko Yogyakarta Surat Izin Usaha Perdagangan 7,44 6,86 7,25 10 Pemko Pematangsiantar Surat Izin Usaha Perdagangan 7,58 6,44 7,20 11 Pemko Banda Aceh Surat Izin Usaha Perdagangan 7,72 6,14 7,19 12 Pemko Kediri Surat Izin Usaha Perdagangan 7,89 5,75 7,18 13 Pemko Mataram Surat Izin Usaha Perdagangan 7,43 6,63 7,16 14 Pemko Kupang Surat Izin Usaha Perdagangan 7,45 6,49 7,13 15 Pemko Bogor Surat Izin Usaha Perdagangan 7,48 6,43 7,13 16 Pemko Denpasar Surat Izin Usaha Perdagangan 7,37 6,62 7,12 17 Pemko Lhokseumawe Surat Izin Usaha Perdagangan 8,03 5,30 7,12 18 Pemko Cilegon Surat Izin Usaha Perdagangan 7,66 5,98 7,10 19 Pemko Pekalongan Surat Izin Usaha Perdagangan 7,94 5,41 7,10 20 Pemko Pangkalpinang Surat Izin Usaha Perdagangan 7,64 6,00 7,09 21 Pemko Dumai Surat Izin Usaha Perdagangan 7,70 5,76 7,05 22 Pemko Serang Surat Izin Usaha Perdagangan 7,24 6,68 7,05 23 DKI Jakarta Surat Izin Usaha Perdagangan 7,43 6,25 7,04

194 INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK INDONESIA TAHUN FAKTA KORUPSI DALAM LAYANAN PUBLIK No. Kota Unit Layanan Pengalaman Potensi Integritas 24 Pemko Ambon Surat Izin Usaha Perdagangan 7,44 6,22 7,03 25 Pemko Palu Surat Izin Usaha Perdagangan 8,14 4,80 7,03 26 Pemko Pontianak Surat Izin Usaha Perdagangan 7,52 5,95 7,00 27 Pemkab Sidoarjo Surat Izin Usaha Perdagangan 7,54 5,64 6,91 28 Pemko Metro Surat Izin Usaha Perdagangan 6,98 6,69 6,88 29 Pemko Padang Surat Izin Usaha Perdagangan 7,59 5,46 6,88 30 Pemko Semarang Surat Izin Usaha Perdagangan 6,98 6,58 6,84 31 Pemko Bandar Lampung Surat Izin Usaha Perdagangan 7,13 6,25 6,84 32 Pemko Cirebon Surat Izin Usaha Perdagangan 7,61 5,23 6,82 33 Pemko Malang Surat Izin Usaha Perdagangan 7,28 5,88 6,81 34 Pemko Banjarmasin Surat Izin Usaha Perdagangan 7,02 6,17 6,74 35 Pemko Madiun Surat Izin Usaha Perdagangan 7,30 5,59 6,73 36 Pemko Depok Surat Izin Usaha Perdagangan 7,08 6,03 6,73 37 Pemkab Mamuju Surat Izin Usaha Perdagangan 7,80 4,55 6,72 38 Pemko Bandung Surat Izin Usaha Perdagangan 6,89 6,38 6,72 39 Pemko Palembang Surat Izin Usaha Perdagangan 6,93 6,17 6,68 40 Pemko Jambi Surat Izin Usaha Perdagangan 7,17 5,69 6,68 41 Pemko Tangerang Surat Izin Usaha Perdagangan 6,99 5,85 6,61 42 Pemko Ternate Surat Izin Usaha Perdagangan 7,52 4,73 6,59 43 Pemko Bekasi Surat Izin Usaha Perdagangan 6,80 6,03 6,54 44 Pemkab Jember Surat Izin Usaha Perdagangan 7,01 5,60 6,54 45 Pemko Bukittinggi Surat Izin Usaha Perdagangan 6,71 6,00 6,48 46 Pemko Batam Surat Izin Usaha Perdagangan 6,61 6,15 6,46 47 Pemko Makassar Surat Izin Usaha Perdagangan 6,87 5,63 6,46 48 Pemko Bima Surat Izin Usaha Perdagangan 7,82 3,71 6,45 49 Pemko Palangkaraya Surat Izin Usaha Perdagangan 7,00 5,24 6,42 50 Pemko Banjarbaru Surat Izin Usaha Perdagangan 6,94 5,18 6,36 51 Pemkab Banyumas Surat Izin Usaha Perdagangan 6,62 5,68 6,31 52 Pemko Medan Surat Izin Usaha Perdagangan 7,08 4,74 6,30 53 Pemko Pekanbaru Surat Izin Usaha Perdagangan 6,98 4,88 6,28 54 Pemko Kendari Surat Izin Usaha Perdagangan 6,65 5,40 6,24 55 Pemko Manado Surat Izin Usaha Perdagangan 6,15 6,35 6,22 56 Pemko Surakarta Surat Izin Usaha Perdagangan 5,86 6,19 5,97 57 Pemko Lubuklinggau Surat Izin Usaha Perdagangan 6,52 4,81 5,95 58 Pemko Balikpapan Surat Izin Usaha Perdagangan 5,99 5,45 5,81 59 Pemko Bengkulu Surat Izin Usaha Perdagangan 5,60 4,69 5,30 60 Pemko Jayapura Surat Izin Usaha Perdagangan 5,23 5,24 5,23

195 LAMPIRAN 185 Lampiran 27 Indeks Integritas, Pengalaman Integritas, dan Potensi Integritas Unit Layanan Kesehatan Dasar Puskesmas No. Kota Unit Layanan Pengalaman Potensi Integritas 1 Pemko Gorontalo Kesehatan Dasar Puskesmas 8,15 7,03 7,78 2 Pemko Surabaya Kesehatan Dasar Puskesmas 8,04 7,07 7,72 3 Pemko Banjarbaru Kesehatan Dasar Puskesmas 8,10 6,81 7,67 4 Pemko Pontianak Kesehatan Dasar Puskesmas 8,11 6,55 7,59 5 Pemko Bitung Kesehatan Dasar Puskesmas 7,73 7,30 7,58 6 Pemko Denpasar Kesehatan Dasar Puskesmas 8,05 6,64 7,58 7 Pemko Manado Kesehatan Dasar Puskesmas 8,06 6,45 7,53 8 Pemko Binjai Kesehatan Dasar Puskesmas 7,99 6,39 7,45 9 Pemko Cilegon Kesehatan Dasar Puskesmas 7,88 6,52 7,42 10 Pemko Makassar Kesehatan Dasar Puskesmas 8,03 6,03 7,36 11 Pemko Parepare Kesehatan Dasar Puskesmas 7,49 6,97 7,31 12 Pemko Tanjungpinang Kesehatan Dasar Puskesmas 7,89 6,10 7,29 13 Pemko Kediri Kesehatan Dasar Puskesmas 8,06 5,73 7,29 14 Pemko Mataram Kesehatan Dasar Puskesmas 8,11 5,63 7,29 15 Pemko Ambon Kesehatan Dasar Puskesmas 7,99 5,85 7,28 16 Pemko Bandung Kesehatan Dasar Puskesmas 7,85 6,03 7,25 17 Pemko Balikpapan Kesehatan Dasar Puskesmas 7,65 6,37 7,22 18 Pemko Palu Kesehatan Dasar Puskesmas 8,05 5,56 7,22 19 Pemko Yogyakarta Kesehatan Dasar Puskesmas 7,68 6,18 7,18 20 Pemko Lhokseumawe Kesehatan Dasar Puskesmas 7,96 5,60 7,18 21 Pemko Bogor Kesehatan Dasar Puskesmas 7,75 6,02 7,17 22 Pemkab Sidoarjo Kesehatan Dasar Puskesmas 8,08 5,32 7,16 23 Pemko Banda Aceh Kesehatan Dasar Puskesmas 7,90 5,63 7,15 24 Pemko Ternate Kesehatan Dasar Puskesmas 7,83 5,78 7,15 25 Pemko Tangerang Kesehatan Dasar Puskesmas 7,94 5,54 7,14 26 Pemko Depok Kesehatan Dasar Puskesmas 7,57 6,26 7,14 27 Pemko Pematangsiantar Kesehatan Dasar Puskesmas 7,91 5,55 7,13 28 Pemko Kupang Kesehatan Dasar Puskesmas 7,99 5,37 7,11 29 Pemko Serang Kesehatan Dasar Puskesmas 7,98 5,38 7,11 30 Pemkab Jember Kesehatan Dasar Puskesmas 7,72 5,86 7,10 31 Pemko Samarinda Kesehatan Dasar Puskesmas 7,44 6,42 7,10 32 Pemko Metro Kesehatan Dasar Puskesmas 7,85 5,57 7,09 33 Pemko Bandar Lampung Kesehatan Dasar Puskesmas 7,69 5,90 7,09 34 Pemko Pangkalpinang Kesehatan Dasar Puskesmas 7,60 6,04 7,08 35 DKI Jakarta Kesehatan Dasar Puskesmas 7,61 6,01 7,08 36 Pemko Malang Kesehatan Dasar Puskesmas 7,65 5,91 7,07

196 INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK INDONESIA TAHUN FAKTA KORUPSI DALAM LAYANAN PUBLIK No. Kota Unit Layanan Pengalaman Potensi Integritas 37 Pemko Palembang Kesehatan Dasar Puskesmas 7,53 6,11 7,06 38 Pemko Jambi Kesehatan Dasar Puskesmas 7,88 5,42 7,06 39 Pemko Kendari Kesehatan Dasar Puskesmas 7,30 6,57 7,06 40 Pemko Bekasi Kesehatan Dasar Puskesmas 7,54 6,00 7,03 41 Pemko Pekanbaru Kesehatan Dasar Puskesmas 7,55 5,98 7,03 42 Pemko Dumai Kesehatan Dasar Puskesmas 7,44 6,20 7,03 43 Pemko Pekalongan Kesehatan Dasar Puskesmas 7,80 5,44 7,02 44 Pemko Surakarta Kesehatan Dasar Puskesmas 7,40 6,20 7,00 45 Pemko Banjarmasin Kesehatan Dasar Puskesmas 7,64 5,71 7,00 46 Pemko Palangkaraya Kesehatan Dasar Puskesmas 7,62 5,68 6,97 47 Pemko Bima Kesehatan Dasar Puskesmas 7,70 5,52 6,97 48 Pemko Bukittinggi Kesehatan Dasar Puskesmas 7,71 5,40 6,94 49 Pemkab Banyumas Kesehatan Dasar Puskesmas 7,51 5,72 6,91 50 Pemko Batam Kesehatan Dasar Puskesmas 7,58 5,46 6,87 51 Pemko Lubuklinggau Kesehatan Dasar Puskesmas 7,77 5,03 6,86 52 Pemko Madiun Kesehatan Dasar Puskesmas 7,33 5,87 6,84 53 Pemkab Mamuju Kesehatan Dasar Puskesmas 7,86 4,77 6,83 54 Pemko Padang Kesehatan Dasar Puskesmas 7,54 5,36 6,81 55 Pemko Cirebon Kesehatan Dasar Puskesmas 7,49 5,43 6,81 56 Pemko Bengkulu Kesehatan Dasar Puskesmas 7,39 5,29 6,69 57 Pemko Medan Kesehatan Dasar Puskesmas 7,28 4,85 6,47 58 Pemko Semarang Kesehatan Dasar Puskesmas 7,17 5,02 6,46 59 Pemko Jayapura Kesehatan Dasar Puskesmas 5,83 5,66 5,77 60 Pemkab Manokwari Kesehatan Dasar Puskesmas 6,25 4,76 5,76 Lampiran 28 Indeks Integritas, Pengalaman Integritas, dan Potensi Integritas Unit Layanan Pengadaan Barang dan Jasa No. Kota Unit Layanan Pengalaman Potensi Integritas 1 Pemko Pematangsiantar Pengadaan Barang dan Jasa 7,89 7,75 7,84 2 Pemko Parepare Pengadaan Barang dan Jasa 7,92 7,67 7,84 3 Pemko Mataram Pengadaan Barang dan Jasa 7,71 7,35 7,59 4 Pemko Bogor Pengadaan Barang dan Jasa 7,76 7,08 7,54 5 Pemkab Sidoarjo Pengadaan Barang dan Jasa 8,09 6,06 7,41 6 Pemko Surabaya Pengadaan Barang dan Jasa 7,70 6,78 7,40 7 Pemko Tanjungpinang Pengadaan Barang dan Jasa 7,85 6,47 7,39 8 Pemko Yogyakarta Pengadaan Barang dan Jasa 7,57 6,98 7,37 9 Pemko Bekasi Pengadaan Barang dan Jasa 7,48 7,04 7,33

197 LAMPIRAN 187 No. Kota Unit Layanan Pengalaman Potensi Integritas 10 Pemko Pekalongan Pengadaan Barang dan Jasa 7,45 7,08 7,33 11 Pemko Padang Pengadaan Barang dan Jasa 7,67 6,37 7,24 12 Pemko Denpasar Pengadaan Barang dan Jasa 7,59 6,49 7,22 13 Pemko Bitung Pengadaan Barang dan Jasa 7,61 6,42 7,21 14 Pemko Medan Pengadaan Barang dan Jasa 7,60 6,25 7,15 15 DKI Jakarta Pengadaan Barang dan Jasa 7,38 6,69 7,15 16 Pemko Makassar Pengadaan Barang dan Jasa 7,62 6,17 7,14 17 Pemko Gorontalo Pengadaan Barang dan Jasa 7,60 6,08 7,10 18 Pemko Samarinda Pengadaan Barang dan Jasa 7,54 6,20 7,10 19 Pemko Cilegon Pengadaan Barang dan Jasa 7,37 6,52 7,09 20 Pemko Banjarmasin Pengadaan Barang dan Jasa 7,49 6,28 7,09 21 Pemko Lhokseumawe Pengadaan Barang dan Jasa 7,87 5,47 7,07 22 Pemko Bukittinggi Pengadaan Barang dan Jasa 7,50 6,16 7,06 23 Pemko Bandung Pengadaan Barang dan Jasa 7,43 6,12 6,99 24 Pemko Jambi Pengadaan Barang dan Jasa 7,67 5,53 6,95 25 Pemko Pangkalpinang Pengadaan Barang dan Jasa 7,45 5,89 6,93 26 Pemko Madiun Pengadaan Barang dan Jasa 7,50 5,77 6,92 27 Pemkab Banyumas Pengadaan Barang dan Jasa 7,40 5,87 6,89 28 Pemko Batam Pengadaan Barang dan Jasa 6,93 6,61 6,82 29 Pemko Serang Pengadaan Barang dan Jasa 7,31 5,83 6,82 30 Pemko Kupang Pengadaan Barang dan Jasa 6,82 6,42 6,69 31 Pemko Depok Pengadaan Barang dan Jasa 6,93 6,06 6,64 32 Pemko Lubuklinggau Pengadaan Barang dan Jasa 7,15 5,43 6,58 33 Pemko Cirebon Pengadaan Barang dan Jasa 7,06 5,45 6,52 34 Pemko Manado Pengadaan Barang dan Jasa 6,66 6,22 6,51 35 Pemko Metro Pengadaan Barang dan Jasa 6,74 5,78 6,42 36 Pemko Banda Aceh Pengadaan Barang dan Jasa 6,76 5,73 6,42 37 Pemko Kendari Pengadaan Barang dan Jasa 6,84 5,46 6,38 38 Pemko Palembang Pengadaan Barang dan Jasa 6,67 5,75 6,37 39 Pemko Surakarta Pengadaan Barang dan Jasa 6,12 6,54 6,26 40 Pemkab Manokwari Pengadaan Barang dan Jasa 6,92 4,81 6,22 41 Pemkab Mamuju Pengadaan Barang dan Jasa 7,33 3,93 6,20 42 Pemko Bengkulu Pengadaan Barang dan Jasa 6,55 5,29 6,13 43 Pemko Tangerang Pengadaan Barang dan Jasa 5,70 6,45 5,95 44 Pemko Malang Pengadaan Barang dan Jasa 6,26 5,32 5,95 45 Pemko Jayapura Pengadaan Barang dan Jasa 6,22 5,19 5,88 46 Pemko Ambon Pengadaan Barang dan Jasa 5,83 5,28 5,65 47 Pemko Dumai Pengadaan Barang dan Jasa 5,95 4,98 5,63

198 INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK INDONESIA TAHUN FAKTA KORUPSI DALAM LAYANAN PUBLIK No. Kota Unit Layanan Pengalaman Potensi Integritas 48 Pemko Ternate Pengadaan Barang dan Jasa 5,49 5,78 5,59 49 Pemko Balikpapan Pengadaan Barang dan Jasa 5,29 5,93 5,50 50 Pemko Semarang Pengadaan Barang dan Jasa 5,02 6,44 5,49 51 Pemko Binjai Pengadaan Barang dan Jasa 5,52 4,98 5,34 52 Pemkab Jember Pengadaan Barang dan Jasa 5,02 5,57 5,20 53 Pemko Bandar Lampung Pengadaan Barang dan Jasa 5,43 4,61 5,16 54 Pemko Pontianak Pengadaan Barang dan Jasa 4,86 5,57 5,10 55 Pemko Kediri Pengadaan Barang dan Jasa 4,71 5,84 5,09 56 Pemko Banjarbaru Pengadaan Barang dan Jasa 4,83 5,56 5,07 57 Pemko Bima Pengadaan Barang dan Jasa 4,81 4,89 4,84 58 Pemko Pekanbaru Pengadaan Barang dan Jasa 4,51 5,17 4,73 59 Pemko Palangkaraya Pengadaan Barang dan Jasa 4,21 4,82 4,42 60 Pemko Palu Pengadaan Barang dan Jasa 4,21 4,30 4,24

199

200 INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK INDONESIA TAHUN 2013 DIREKTORAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI REPUBLIK INDONESIA Jl. H.R. Rasuna Said Kav. C-1 Jakarta Selatan Telp Fax

PAPARAN HASIL SURVEI INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK INDONESIA 2011

PAPARAN HASIL SURVEI INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK INDONESIA 2011 PAPARAN HASIL SURVEI INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK INDONESIA 2011 Komisi Pemberantasan Korupsi Direktorat Penelitian dan Pengembangan Agenda Tujuan dan Metodologi Responden dan Layanan Indeks Nasional (IIN)

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA, -1- SALINAN PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2018 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR 15 TAHUN 2017 TENTANG ORGANISASI

Lebih terperinci

2017, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Komunikasi dan I

2017, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Komunikasi dan I No.1273, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-KOMINFO. ORTA. UPT Monitor Frekuensi Radio. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2017 TENTANG

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWASAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN KETUJUH ATAS KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWASAN NOMOR: KEP-06.00.00-286/K/2001 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN, PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN NOMOR: PER-61/K/SU/2012 TENTANG PERUBAHAN KELIMA ATAS KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN NOMOR KEP-06.00.00-286/K/2001

Lebih terperinci

INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK INDONESIA TAHUN 2014

INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK INDONESIA TAHUN 2014 INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK INDONESIA TAHUN 2014 Direktorat Litbang, Deputi Pencegahan Komisi Pemberantasan Korupsi www.kpk.go.id Agenda 1. Latar Belakang 2. Definisi, Tujuan dan Metodologi 3. Fakta Hasil

Lebih terperinci

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Kepala Badan Pengawasan

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Kepala Badan Pengawasan No.1864, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA. Perwakilan. Orta. Perubahan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN KEPALA BADAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.538,2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR : 10/PER/M.KOMINFO/03/2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR 03 /PER/M.KOMINFO/03/2011

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2015 NOMOR : SP DIPA /2015

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2015 NOMOR : SP DIPA /2015 SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 215 MOR SP DIPA-15.9-/215 DS689-2394-8-376 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 17 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. UU No. 1

Lebih terperinci

2017, No Penyesuaian dan Penetapan Kembali Pensiun Pokok Pensiunan Hakim dan Janda/Dudanya, serta Orang Tua dari Hakim yang Tewas dan Tidak Men

2017, No Penyesuaian dan Penetapan Kembali Pensiun Pokok Pensiunan Hakim dan Janda/Dudanya, serta Orang Tua dari Hakim yang Tewas dan Tidak Men No.979, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BKN. Penetapan Format Nomor Keputusan Kepala Badan Kepegawaian Negara. Pencabutan. PERATURAN KEPALA BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG PENETAPAN

Lebih terperinci

2015, No Kepegawaian Negara Untuk Menetapkan Keputusan Penyesuaian dan Penetapan Kembali Pensiun Pokok Pensiunan Pegawai Negeri Sipil dan Janda

2015, No Kepegawaian Negara Untuk Menetapkan Keputusan Penyesuaian dan Penetapan Kembali Pensiun Pokok Pensiunan Pegawai Negeri Sipil dan Janda BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1381, 2015 BKN. Keputusan Penyesuaian. Penetapan Kembali. Pensiun Pokok. PNS. Janda/Duda. Format Nomor. Keputusan Kepala BKN. Pencabutan. Pencabutan. PERATURAN KEPALA

Lebih terperinci

Indeks Harga Konsumen di 66 Kota (2007=100),

Indeks Harga Konsumen di 66 Kota (2007=100), Umum Banda Aceh 216,59 246,43 278,90 295,67 112,07 139,01 172,41 190,86 109,37 115,47 119,06 124,90 127,19 Lhokseumawe 217,73 242,90 273,06 295,55 111,38 124,28 143,10 154,71 108,33 116,24 121,61 130,52

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN INDUK

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN INDUK SURAT PENGESAHAN NOMOR SP DIPA-.09-0/AG/2014 DS 2461-5774-5715-7500 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. UU No. 23 Tahun

Lebih terperinci

NOMOR : 36 TAHUN 2015 TANGGAL z 9 SEPTEMBER2OlS BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA

NOMOR : 36 TAHUN 2015 TANGGAL z 9 SEPTEMBER2OlS BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PENYELENGGARA SELEKSI CALON DAN PENILAIAN KOMPETENSI PEGAWAI APARATUR SIPIL NEGARA PERATURAN KEPALA BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA NOMOR : 36 TAHUN 2015

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI BADAN PUSAT STATISTIK No. 30/04/Th. XIX, 01 April 2016 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI MARET 2016 INFLASI 0,19 PERSEN Pada terjadi inflasi sebesar 0,19 persen dengan Indeks Harga Konsumen ()

Lebih terperinci

Dalam rangka pengembangan kapasitas pegawai Direktorat Jenderal Kekayaan Negara tahun 2015, dengan ini kami sampaikan hal-hal sebagai berikut:

Dalam rangka pengembangan kapasitas pegawai Direktorat Jenderal Kekayaan Negara tahun 2015, dengan ini kami sampaikan hal-hal sebagai berikut: ~ OOai Iskandar A I NIP 19600124{981121002 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL KEKAYAAN NEGARA SEKRETARIAT DIREKTORAT JENDERAL GEDUNG SYAFRUDDIN PRAWIRANEGARA IlLANTAI 9 SELATAN

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI BADAN PUSAT STATISTIK No. 22/03/Th. XIX, 01 Maret 2016 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI FEBRUARI 2016 DEFLASI 0,09 PERSEN Pada 2016 terjadi deflasi sebesar 0,09 persen dengan Indeks Harga Konsumen

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK NOMOR DIPA--0/2013 DS 0053-2318-0274-1679 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. UU No. 1 Tahun 2004 tentang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.16/Menhut-II/2013 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.16/Menhut-II/2013 TENTANG PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.16/Menhut-II/2013 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 6188/KPTS-II/2002 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL Yth. (Daftar terlampir) SURAT EDARAN Nomor SE- 7 /PB/2018 TENTANG BATAS MAKSIMUM PENCAIRAN DANA DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN PENERIMAAN

Lebih terperinci

MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA,

MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA, PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR : 03 /PER/M.KOMINFO/03/2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS BIDANG MONITOR SPEKTRUM FREKUENSI RADIO MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA,

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI ahk BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR No. 31/05/64/Th.XIX, 2 Mei 2016 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/ DI KOTA TARAKAN BULAN APRIL 2016 0,45 PERSEN Kota Tarakan pada bulan April 2016 mengalami Inflasi sebesar

Lebih terperinci

Berikut tempat uji kompetensi pelaksanaan seleksi CPNS Tahun 2014 di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Berikut tempat uji kompetensi pelaksanaan seleksi CPNS Tahun 2014 di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Tabel Wilayah Tempat Uji Kompetensi Berikut tempat uji kompetensi pelaksanaan seleksi CPNS Tahun 2014 di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Wila yah Unit Kerja TUK Provinsi Kabupaten/Kota

Lebih terperinci

ALOKASI ANGGARAN SATKER PER PROVINSI MENURUT SUMBER PEMBIAYAAN KEMENTERIAN KESEHATAN RI TAHUN 2011 PADA UNIT ESELON I PROGRAM

ALOKASI ANGGARAN SATKER PER PROVINSI MENURUT SUMBER PEMBIAYAAN KEMENTERIAN KESEHATAN RI TAHUN 2011 PADA UNIT ESELON I PROGRAM ALOKASI ANGGARAN SATKER PER PROVINSI MENURUT SUMBER PEMBIAYAAN KEMENTERIAN KESEHATAN RI TAHUN 2011 PADA UNIT ESELON I PROGRAM (dalam ribuan rupiah) RUPIAH MURNI NO. SATUAN KERJA NON PENDAMPING PNBP PINJAMAN

Lebih terperinci

JUMLAH DAN LOKASI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI DAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL KABUPATEN/KOTA BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI DAN LOKASI

JUMLAH DAN LOKASI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI DAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL KABUPATEN/KOTA BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI DAN LOKASI 2013, No.1161 4 LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI No. 18/04/82/Th XVI, 03 April 2017 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI Maret 2017, KOTA TERNATE DEFLASI SEBESAR 0,31 PERSEN Pada Maret 2017, Kota Ternate mengalami deflasi sebesar 0,31 persen dengan

Lebih terperinci

Survei Integritas (SI) KPK dan Indeks Persepsi Korupsi (IPK) TII

Survei Integritas (SI) KPK dan Indeks Persepsi Korupsi (IPK) TII Peluncuran Indeks Persepsi Korupsi Indonesia 2010 Survei Integritas (SI) KPK dan Indeks Persepsi Korupsi (IPK) TII Pimpinan KPK Chandra M. Hamzah 9 November 2010 Agenda 1 Tujuan 2 Metodologi 3 Responden

Lebih terperinci

Perkembangan Indeks Harga Konsumen/Inflasi Kota Ternate

Perkembangan Indeks Harga Konsumen/Inflasi Kota Ternate Perkembangan Indeks Harga Konsumen/ Ternate No. 58/11/82/Th. XVI, 01 November 2017 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI MALUKU UTARA Perkembangan Indeks Harga Konsumen/ Ternate Oktober 2017, Ternate mengalami

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI ahk BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR No. 30/05/64/Th.XIX, 2 Mei 2016 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR BULAN APRIL 2016 DEFLASI -0,34 PERSEN Provinsi Kalimantan Timur

Lebih terperinci

REKAPITULASI SK PPID KOTA SE INDONESIA PUSAT PENERANGAN SEKRETARIAT JENDERAL KEMENTERIAN DALAM NEGERI TAHUN 2013

REKAPITULASI SK PPID KOTA SE INDONESIA PUSAT PENERANGAN SEKRETARIAT JENDERAL KEMENTERIAN DALAM NEGERI TAHUN 2013 REKAPITULASI SK PPID KOTA SE INDONESIA PUSAT PENERANGAN SEKRETARIAT JENDERAL KEMENTERIAN DALAM NEGERI TAHUN 2013 NO KOTA SK No TENTANG TANGGAL PROV 1 Kota Banda Aceh Keputusan Walikota Banda Aceh Nomor

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI . 01/01/82/Th XVI, 03 Januari 2017 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DESEMBER 20, KOTA TERNATE INFLASI SEBESAR 0,32 PERSEN Pada Desember 20, Ternate mengalami inflasi sebesar 0,32 persen dengan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI ahk BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR No. 50/07/64/Th.XIX, 1 Juli 2016 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/ DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR BULAN JUNI 2016 1,10 PERSEN Provinsi Kalimantan Timur pada bulan Juni

Lebih terperinci

LIST PENGADILAN TINGGI YANG SUDAH KIRIM SOSIALISASI ( PER TANGGAL 31 JANUARI 2017 JAM 14:10)

LIST PENGADILAN TINGGI YANG SUDAH KIRIM SOSIALISASI ( PER TANGGAL 31 JANUARI 2017 JAM 14:10) 1 PT Banda Aceh - tgl 26 Januari 2017 via ) 2 PT Medan (Lengkap) 3 PT Padang (Lengkap) 4 PT Pekanbaru 5 PT Jambi - 6 PT Palembang (Lengkap) tgl 31 Januari 2017 via ) 7 PT Bangka Belitung 8 PT Bengkulu

Lebih terperinci

Perkembangan Indeks Harga Konsumen (IHK) Provinsi Kalimantan Timur Bulan September 2017

Perkembangan Indeks Harga Konsumen (IHK) Provinsi Kalimantan Timur Bulan September 2017 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KALIMANTAN TIMUR Perkembangan Indeks Harga Konsumen (IHK) Provinsi Kalimantan Timur Bulan September 2017 Selama September 2017, terjadi deflasi sebesar 0,01 persen di Kalimantan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI PROVINSI PAPUA BARAT

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI PROVINSI PAPUA BARAT BADAN BPS PROVINSI PUSAT STATISTIK PAPUA BARAT No. 44/11/91 Th. VII, 01 November PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI PROVINSI PAPUA BARAT Pada bulan Provinsi Papua Barat mengalami deflasi gabungan

Lebih terperinci

LAPORAN REKAPITULASI PENERIMAAN PNBP Imigrasi TANGGAL : 01-09-2012 S/D 30-09-2012 NO. NAMA BIAYA BIAYA JUMLAH SUB TOTAL

LAPORAN REKAPITULASI PENERIMAAN PNBP Imigrasi TANGGAL : 01-09-2012 S/D 30-09-2012 NO. NAMA BIAYA BIAYA JUMLAH SUB TOTAL DEPARTEMEN HUKUM DAN HAM RI SEKRETARIS DIREKTORAT JL. H.R. RASUNA SAID KAV 8-9 KUNINGAN 021-5225034 021-5208531 LAPORAN REKAPITULASI PENERIMAAN PNBP Imigrasi TANGGAL : 01-09-2012 S/D 30-09-2012 NO. NAMA

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK Perkembangan Indeks Harga Konsumen/Inflasi Provinsi Kalimantan Timur Bulan Oktober 2017 No. 85/64/Th.XX, 1 November 2017 BERITA RESMI STATISTIK BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KALIMANTAN TIMUR Perkembangan

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN Yth. (Daftar terlampir) SURAT EDARAN NomorSE- 2./PB/2018 TENTANG BATAS MAKSIMUM PENCAIRAN DANA DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN

Lebih terperinci

KODE KANTOR WILAYAH DIREKTORAT JENDERAL PAJAK DAN KANTOR PELAYANAN PAJAK NO UNIT KANTOR KODE 1.

KODE KANTOR WILAYAH DIREKTORAT JENDERAL PAJAK DAN KANTOR PELAYANAN PAJAK NO UNIT KANTOR KODE 1. LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 161/KMK.01/2007 TENTANG KODE KANTOR WILAYAH DIREKTORAT JENDERAL PAJAK DAN KANTOR PELAYANAN PAJAK KODE KANTOR WILAYAH DIREKTORAT JENDERAL PAJAK DAN KANTOR PELAYANAN

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI ahk BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR No. 86/11/64/Th.XIX, 1 November 2016 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR BULAN OKTOBER 2016 DEFLASI -0,09 PERSEN Provinsi Kalimantan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI ahk BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR No. 72/09/64/Th.XIX, 1 September 2016 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR BULAN AGUSTUS 2016 INFLASI 0,14 PERSEN Provinsi Kalimantan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI ahk BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR No. 42/06/64/Th.XIX, 1 Juni 2016 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR BULAN MEI 2016 INFLASI 0,09 PERSEN Provinsi Kalimantan Timur pada

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI No. 23/05/82/Th XVI, 02 Mei 2017 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI April 2017, KOTA TERNATE INFLASI SEBESAR 0,36 PERSEN Pada April 2017, Kota Ternate mengalami inflasi sebesar 0,36 persen dengan

Lebih terperinci

PENYAMPAIAN LAPORAN HASIL SOSIALISASI SIWAS DARI PENGADILAN TINGGI ( PER TANGGAL 31 JANUARI 2017 JAM 16:00 WIB FIX)

PENYAMPAIAN LAPORAN HASIL SOSIALISASI SIWAS DARI PENGADILAN TINGGI ( PER TANGGAL 31 JANUARI 2017 JAM 16:00 WIB FIX) 1 PT Banda Aceh Lengkap 2 PT Medan Lengkap 3 PT Padang Lengkap 4 PT Pekanbaru Belum Lengkap - 5 PT Jambi Belum Lengkap - 6 PT Palembang Lengkap tgl 31 Januari 2017 via ) tgl 31 Januari 2017 via ) 7 PT

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI BADAN PUSAT STATISTIK No. 01/09/81/Th. XVIII, 1 September 2016 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI PADA AGUSTUS 2016 TERJADI INFLASI SEBESAR 0,43 PERSEN DI KOTA AMBON DAN DEFLASI 0,27 PERSEN DI

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK Perkembangan Indeks Harga Konsumen/Inflasi Gabungan 2 Kota No. 68/10/21/Th. XII, 2 Oktober BERITA RESMI STATISTIK BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KEPULAUAN RIAU Perkembangan /Inflasi Gabungan 2 Kota September

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI ahk BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR No. 71/09/64/Th.XX, 04 September 2017 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR BULAN AGUSTUS 2017 DEFLASI -0,28 PERSEN Provinsi Kalimantan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI ahk BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR No. 52/07/64/Th.XX, 3 Juli 2017 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/ DI KOTA TARAKAN BULAN JUNI 2017 1,89 PERSEN Kota Tarakan pada bulan Juni 2017 mengalami Inflasi sebesar

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI PROVINSI PAPUA BARAT

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI PROVINSI PAPUA BARAT BADAN BPS PROVINSI PUSAT STATISTIK PAPUA BARAT No. 05/02/91 Th. VII, 01 Februari 2013 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI PROVINSI PAPUA BARAT Pada bulan 2013 Provinsi Papua Barat mengalami deflasi

Lebih terperinci

Hasil Evaluasi Pelayanan Publik Tahun Jakarta 24 Januari 2018

Hasil Evaluasi Pelayanan Publik Tahun Jakarta 24 Januari 2018 Hasil Evaluasi Pelayanan Publik Tahun 2017 Jakarta 24 Januari 2018 Evaluasi Pelayanan Publik Tahun 2017 Evaluasi Pelayanan Publik Tahun 2017 Evaluasi Pelayanan Publik Tahun 2017 ASPEK KEMENTERIAN Evaluasi

Lebih terperinci

JUMLAH DAN LOKASI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI DAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL KABUPATEN/KOTA

JUMLAH DAN LOKASI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI DAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL KABUPATEN/KOTA BADAN NARKOTIKA NASIONAL REPUBLIK INDONESIA JUMLAH DAN LOKASI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI DAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL KABUPATEN/KOTA No BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI DAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI ahk BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR No. 08/02/64/Th.XIX, 1 Februari 2016 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR BULAN JANUARI 2016 INFLASI 0,19 PERSEN Provinsi Kalimantan

Lebih terperinci

LAPORAN REKAPITULASI PENERIMAAN PNBP Imigrasi TANGGAL : 01-08-2012 S/D 31-08-2012 NO. NAMA BIAYA BIAYA JUMLAH SUB TOTAL

LAPORAN REKAPITULASI PENERIMAAN PNBP Imigrasi TANGGAL : 01-08-2012 S/D 31-08-2012 NO. NAMA BIAYA BIAYA JUMLAH SUB TOTAL DEPARTEMEN HUKUM DAN HAM RI SEKRETARIS DIREKTORAT JL. H.R. RASUNA SAID KAV 8-9 KUNINGAN 021-5225034 021-5208531 LAPORAN REKAPITULASI PENERIMAAN PNBP Imigrasi TANGGAL : 01-08-2012 S/D 31-08-2012 NO. NAMA

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI ahk BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR No. 01/01/64/Th.XX, 3 Januari 2017 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR BULAN DESEMBER 2016 INFLASI 1,04 PERSEN Provinsi Kalimantan

Lebih terperinci

Perkembangan Indeks Harga Konsumen/Inflasi Provinsi Kalimantan Timur

Perkembangan Indeks Harga Konsumen/Inflasi Provinsi Kalimantan Timur ahk BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR No. 09/02/64/Th.XX, 1 Februari 2017 Perkembangan Indeks Harga Konsumen/Inflasi Provinsi Kalimantan Timur BULAN JANUARI 2017 INFLASI 1,04 PERSEN Provinsi Kalimantan Timur

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI ahk BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR No. 25/04/64/Th.XX, 3 April 2017 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR BULAN MARET 2017 INFLASI 0,15 PERSEN Provinsi Kalimantan Timur

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI ahk BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR No. 98 /12/64/Th.XIX, 1 Desember 2016 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR BULAN NOVEMBER 2016 INFLASI 0,21 PERSEN Provinsi Kalimantan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI . 36/07/82/Th XVI, 03 Juli 2017 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI JUNI 2017, KOTA TERNATE INFLASI SEBESAR 1,55 PERSEN Pada Juni 2017, Ternate mengalami inflasi sebesar 1,55 persen dengan indeks

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI BPS PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR No. 01/11/53/Th. XIX, 1 November 2016 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI OKTOBER 2016 NUSA TENGGARA TIMUR INFLASI 0,19 PERSEN Oktober 2016, Nusa Tenggara Timur

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI ahk BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR No. 36/06/64/Th.XVIII, 1 Juni 2015 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR* ) BULAN MEI 2015 INFLASI 0,41 PERSEN Kalimantan Timur pada

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI BPS PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR No. 01/03/53/Th. XIX, 1 Maret 2016 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI FEBRUARI 2016 NUSA TENGGARA TIMUR DEFLASI 0,33 PERSEN Februari 2016, Nusa Tenggara Timur terjadi

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI BPS PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR No. 01/10/53/Th. XVIII, 1 Oktober 2015 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI SEPTEMBER 2015 NUSA TENGGARA TIMUR INFLASI 0,26 PERSEN Berbeda arah dengan bulan sebelumnya

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI BPS PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR No. 01/06/53/Th. XX, 2 Juni 2017 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI MEI 2017 NUSA TENGGARA TIMUR INFLASI -0.01 PERSEN Mei 2017 Nusa Tenggara Timur mengalami deflasi

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI ahk BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR No. 45/06/64/Th.XX, 2 Juni 2017 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR BULAN MEI 2017 INFLASI 0,36 PERSEN Provinsi Kalimantan Timur pada

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Governance) menjadi berhubungan satu dengan yang lainnya. Tujuan reformasi

BAB 1 PENDAHULUAN. Governance) menjadi berhubungan satu dengan yang lainnya. Tujuan reformasi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bertolak dari proses reformasi yang menginginkan suatu perubahan mendasar dalam penyelenggaraan pemerintah yang lebih transparan, berkeadilan dan akuntabel, maka tuntunan

Lebih terperinci

DAFTAR LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN R.I. : 45/M-DAG/PER/9/2009 TANGGAL : 16 September 2009

DAFTAR LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN R.I. : 45/M-DAG/PER/9/2009 TANGGAL : 16 September 2009 DAFTAR LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN R.I. NOMOR : 45/M-DAG/PER/9/2009 TANGGAL : 16 September 2009 A. LAMPIRAN I : Formulir Isian untuk Memperoleh Angka Pengenal Importir Umum (Dinas Provinsi)

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI GABUNGAN 2 KOTA IHK DI KEPULAUAN RIAU SEPTEMBER 2016 INFLASI 0,32 PERSEN

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI GABUNGAN 2 KOTA IHK DI KEPULAUAN RIAU SEPTEMBER 2016 INFLASI 0,32 PERSEN BPS PROVINSI KEPULAUAN RIAU No. 80/10/21/Th. XI, 3 Oktober 2016 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI GABUNGAN 2 KOTA IHK DI KEPULAUAN RIAU SEPTEMBER 2016 INFLASI 0,32 PERSEN Pada September 2016,

Lebih terperinci

PENYAMPAIAN LAPORAN HASIL SOSIALISASI SIWAS DARI PENGADILAN TINGGI ( PER TANGGAL 1 FEBRUARI 2017)

PENYAMPAIAN LAPORAN HASIL SOSIALISASI SIWAS DARI PENGADILAN TINGGI ( PER TANGGAL 1 FEBRUARI 2017) 1 PT Banda Aceh Lengkap 2 PT Medan Lengkap 3 PT Padang Lengkap 4 PT Pekanbaru Belum Lengkap - 5 PT Jambi Belum Lengkap - 6 PT Palembang Lengkap 7 PT Bangka Belitung Belum Lengkap - - 8 PT Bengkulu Belum

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI ahk BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR No. 17/03/64/Th.XIX, 1 Maret 2016 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR BULAN FEBRUARI 2016 INFLASI 0,24 PERSEN Provinsi Kalimantan Timur

Lebih terperinci

INDEKS KOTA TOLERAN (IKT) 2015

INDEKS KOTA TOLERAN (IKT) 2015 RINGKASAN LAPORAN INDEKS KOTA TOLERAN (IKT) 2015 SETARA Institute, 16 November 2015 Tentang Laporan Dalam rangka memperingati Hari Toleransi Internasional yang diperingati setiap tanggal 16 November, SETARA

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI ahk BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR No. 51/07/64/Th.XX, 3 Juli 2017 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR BULAN JUNI 2017 INFLASI 0,98 PERSEN Provinsi Kalimantan Timur pada

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI BPS PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR No. 01/12/53/Th. XVIII, 1 Desember 2015 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI NOVEMBER 2015 NUSA TENGGARA TIMUR INFLASI 0,70 PERSEN Masih melanjutkan trend dengan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN Perkembangan Indeks Harga Konsumen Provinsi DKI Jakarta No. 41/09/31/Th.XIX, 4 September 2017 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN DKI JAKARTA BULAN AGUSTUS 2017 MENGALAMI INFLASI 0,13 PERSEN YANG DISEBABKAN

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI GABUNGAN 2 KOTA IHK DI KEPULAUAN RIAU AGUSTUS 2016 DEFLASI 0,28 PERSEN

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI GABUNGAN 2 KOTA IHK DI KEPULAUAN RIAU AGUSTUS 2016 DEFLASI 0,28 PERSEN BPS PROVINSI KEPULAUAN RIAU No. 72/09/21/Th. XI, 1 September 2016 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI GABUNGAN 2 KOTA IHK DI KEPULAUAN RIAU AGUSTUS 2016 DEFLASI 0,28 PERSEN Pada Agustus 2016, gabungan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI ahk BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR No. 69/10/64/Th.XVIII, 1 Oktober 2015 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR* ) BULAN SEPTEMBER 2015 DEFLASI -0,11 PERSEN Kalimantan Timur

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI BPS PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR No. 01/09/53/Th. XVIII, 1 September 2015 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI AGUSTUS 2015 NUSA TENGGARA TIMUR DEFLASI 0,73 PERSEN Berbeda dengan bulan sebelumnya,

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TAHUN 2007 TENTANG

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TAHUN 2007 TENTANG PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.00.05.21.3592 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 05018/SK/KBPOM TAHUN 2001 TENTANG

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI ahk BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR No. 01/01/64/Th.XIX, 4 Januari 2016 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR* ) BULAN DESEMBER 2015 INFLASI 1,05 PERSEN Kalimantan Timur

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI PROVINSI PAPUA BARAT

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI PROVINSI PAPUA BARAT BADAN BPS PROVINSI PUSAT STATISTIK PAPUA BARAT No. 24/06/91 Th. VII, 03 Juni PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI PROVINSI PAPUA BARAT Pada bulan Provinsi Papua Barat mengalami inflasi gabungan sebesar

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI BADAN PUSAT STATISTIK No. 01/01/Th. XIX, 4 Januari 2016 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DESEMBER 2015 INFLASI 0,96 PERSEN Pada 2015 terjadi inflasi sebesar 0,96 persen dengan Indeks Harga Konsumen

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI BPS PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR No. 01/02/53/Th. XVIII, 2 Februari 2015 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI JANUARI 2015 NUSA TENGGARA TIMUR INFLASI 0,61 PERSEN Pada uari 2015, Nusa Tenggara Timur

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI ahk BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR No. 33/05/64/Th.XX, 2 Mei 2017 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR BULAN APRIL 2017 INFLASI 0,13 PERSEN Provinsi Kalimantan Timur pada

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.23/MEN/2011 TENTANG

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.23/MEN/2011 TENTANG PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.23/MEN/2011 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR PER.22/MEN/2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI BPS PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR No. 01/06/53/Th. XIX, 1 Juni 2016 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI MEI 2016 NUSA TENGGARA TIMUR INFLASI 0,61 PERSEN Mei 2016, Nusa Tenggara Timur mengalami inflasi

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI SEPTEMBER 2017 INFLASI SEBESAR 0,23 PERSEN

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI SEPTEMBER 2017 INFLASI SEBESAR 0,23 PERSEN BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI LAMPUNG PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI SEPTEMBER 2017 INFLASI SEBESAR 0,23 PERSEN Kota Bandar Lampung menempati peringkat ke-22 dan Kota Metro peringkat ke-39,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1995 TENTANG PEMBENTUKAN PENGADILAN TINGGI AGAMA DI BENGKULU, DI PALU, DI KENDARI, DAN DI KUPANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1995 TENTANG PEMBENTUKAN PENGADILAN TINGGI AGAMA DI BENGKULU, DI PALU, DI KENDARI, DAN DI KUPANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1995 TENTANG PEMBENTUKAN PENGADILAN TINGGI AGAMA DI BENGKULU, DI PALU, DI KENDARI, DAN DI KUPANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN Perkembangan Indeks Harga Konsumen Provinsi DKI Jakarta No. 37/08/31/Th.XIX, 1 Agustus 2017 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN DKI JAKARTA BULAN JULI 2017 MENGALAMI INFLASI 0,40 PERSEN YANG DISEBABKAN

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK LAMPIRAN SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : SE-07/PJ/2016 TENTANG

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK LAMPIRAN SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : SE-07/PJ/2016 TENTANG KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK LAMPIRAN SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : SE-07/PJ/2016 TENTANG PENETAPAN TARGET DAN STRATEGI PENCAPAIAN RASIO KEPATUHAN WAJIB

Lebih terperinci

Perkembangan Indeks Harga Konsumen/Inflasi Kota Ternate

Perkembangan Indeks Harga Konsumen/Inflasi Kota Ternate BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI MALUKU UTARA Perkembangan Indeks Harga Konsumen/ Ternate September 2017, Ternate mengalami Deflasi sebesar 0,51 persen Pada September 2017, Ternate mengalami deflasi sebesar

Lebih terperinci

NOMOR : 35 TAHUN 2015 TANGGAL : 9 SEPTEMBER zols BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA KEMBALI PENSIUN POKOK PENSIUNAN PEGAWAI NEGERI SIPIL

NOMOR : 35 TAHUN 2015 TANGGAL : 9 SEPTEMBER zols BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA KEMBALI PENSIUN POKOK PENSIUNAN PEGAWAI NEGERI SIPIL BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA FORMAT NOMOR KEPUTUSAN KEPALA BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA UNTUK MENETAPI(AN KEPUTUSAN PENYESUAIAN DAN PENETAPAN KEMBALI PENSIUN POKOK PENSIUNAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN JANDA/DUDANYA,

Lebih terperinci

UANG PENGINAPAN, UANG REPRESENTASI DAN UANG HARIAN PERJALANAN DINAS KELUAR DAERAH DAN DALAM DAERAH

UANG PENGINAPAN, UANG REPRESENTASI DAN UANG HARIAN PERJALANAN DINAS KELUAR DAERAH DAN DALAM DAERAH LAMPIRAN III TENTANG PERUBAHAN ATAS NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PERJALANAN DINAS DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA NO. TUJUAN UANG PENGINAPAN, UANG REPRESENTASI DAN UANG HARIAN PERJALANAN DINAS

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI BPS PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR No. 01/02/53/Th. XX, 1 Februari 2017 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI JANUARI 2017 NUSA TENGGARA TIMUR INFLASI 0,74 PERSEN Mengawali Tahun 2017, Januari 2017

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI BPS PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR No. 01/08/53/Th. XVIII, 3 Agustus 2015 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI JULI 2015 NUSA TENGGARA TIMUR INFLASI 1,06 PERSEN Pada Juli 2015, Nusa Tenggara Timur

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 62 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 66 TAHUN 2016

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI BPS PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR No. 01/07/53/Th. XVIII, 1 Juli 2015 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI JUNI 2015 NUSA TENGGARA TIMUR INFLASI 0,59 PERSEN Pada Juni 2015, Nusa Tenggara Timur terjadi

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 24/M-DAG/PER/5/2010 TANGGAL : 24 Mei 2010 DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 24/M-DAG/PER/5/2010 TANGGAL : 24 Mei 2010 DAFTAR LAMPIRAN LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA : 24/M-DAG/PER/5/2010 DAFTAR LAMPIRAN LAMPIRAN I : INSTANSI PENERBIT SKA LAMPIRAN II : INSTANSI PENERBIT SKA YANG MELAKSANAKAN PENERBITAN SKA DENGAN

Lebih terperinci

PENYAMPAIAN LAPORAN HASIL SOSIALISASI SIWAS DARI PENGADILAN TINGGI ( PER TANGGAL 16 FEBRUARI 2017)

PENYAMPAIAN LAPORAN HASIL SOSIALISASI SIWAS DARI PENGADILAN TINGGI ( PER TANGGAL 16 FEBRUARI 2017) 1 PT Banda Aceh Lengkap 2 PT Medan Lengkap 3 PT Padang Lengkap 4 PT Pekanbaru Lengkap Notulen dikirim tanggal 2 Februari 2017 jam 16:58 WIB 5 PT Jambi Belum Lengkap - 6 PT Palembang Lengkap 7 PT Bangka

Lebih terperinci

KOTA BANDAR LAMPUNG, OKTOBER 2017 INFLASI 0,11

KOTA BANDAR LAMPUNG, OKTOBER 2017 INFLASI 0,11 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI LAMPUNG KOTA BANDAR LAMPUNG, OKTOBER INFLASI 0,11 Kelompok Bahan Makanan mengalami inflasi tertinggi sebesar 0,44 persen pada Oktober Oktober, Kota Bandar Lampung mengalami

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI BPS PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR No. 01/04/53/Th. XX, 3 April 2017 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI MARET 2017 NUSA TENGGARA TIMUR DEFLASI 0,79 PERSEN Maret 2017 Nusa Tenggara Timur mengalami

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI BPS PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR No. 01/09/53/Th. XVII, 1 September 2014 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI AGUSTUS 2014 NUSA TENGGARA TIMUR DEFLASI 0,71 PERSEN Pada Agustus 2014, Nusa Tenggara

Lebih terperinci