Hasil Tata Laksana Glaukoma Primer Sudut Tertutup pada Ras Melayu Indonesia

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Hasil Tata Laksana Glaukoma Primer Sudut Tertutup pada Ras Melayu Indonesia"

Transkripsi

1 Artikel Penelitian Hasil Tata Laksana Glaukoma Primer Sudut Tertutup pada Ras Melayu Indonesia Widya Artini Departemen Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta Abstrak: Penelitian ini bertujuan mengevaluasi tatalaksana glaukoma primer sudut tertutup (GPSTp) pada pasien etnik melayu di Indonesia. Desain penelitian yang dipakai adalah cross sectional. Subjek penelitian adalah pasien dengan GPSTp asimptomatik berdasarkan catatan medis dari Januari Agustus 2009 dan dipantau selama enam bulan. Rata-rata subjek berusia 59 (40-88) tahun dan berjenis kelamin wanita (70%). Hasil akhir tata laksana GPSTp dinilai melalui pengukuran tekanan intraokular (TIO) pada 117 mata dari 92 subjek. Terdapat 80 mata dengan keadaan glaukoma lanjut dan 37 mata dengan glukoma ringan dan sedang. Tata laksana yang diberikan adalah laser peripheral iridotomy (LPI) pada 23 mata, trabekulektomi pada 32 mata, phacoemulsification+iol pada 24 mata, dan kombinasi phacoemulsification+iol-trabekulektomi pada 38 mata sesuai dengan tingkat keparahan GPSTp. Berdasarkan hasil pemantauan enam bulan setelah operasi pada seluruh subjek, ditemukan bahwa 43% memiliki TIO <15 mmhg, 76% <21 mmhg, dan 24% >21 mmhg. Terdapat berbagai metode tatalaksana GPSTp yang dapat diberikan. Pemilihan tindakan dilakukan berdasarkan tingkat keparahan, ada tidaknya katarak, kondisi medis, dan derajat TIO. J Indon Med Assoc. 2011;61: Kata kunci: glaukoma primer sudut tertutup, trabeculectomy, laser peripheral iridotomy, phacoemulsification 280

2 Outcome of Primary Angle Closure Glaucoma Management in Indonesian Population Widya Artini Department of Ophthalmology, Faculty of Medicine Universitas Indonesia, Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta Abstract: This study evaluated the result of Primary Angle Closure Glaucoma (PACG) management performed to Malay ethnic in Indonesia. This is a cross sectional study. The data was collected from medical records starting from January 2006 until August 2009 and observed during six month period. The subjects mean age was 59 (40-88) year and 70% of all subjects were female. This study assessed final intraocular pressure (IOP) as the result of glaucoma management in 117 eyes from 92 PACG patients. There are 80 eyes in advanced stage and 37 eyes in mild to moderate stage of glaucoma. Several forms of glaucoma management had been done according to subjects stages of glaucoma. Laser Peripheral Iridotomy (LPI) was performed in 23 eyes, trabeculectomy in 32 eyes, phacoemulsification+iol in 24 eyes, and combined phacoemulsification+iol-trabeculectomy in 38 eyes. The IOP of all subjects six months after surgery was less than 15 mmhg (43%), less than 21 mmhg (76%) and more than 21 mmhg (24%). There are various management in PACG eyes. Factors such as the stages of glaucoma, coexist ing cataract, medical conditions, and degree of IOP all contribute to the selection of procedure. J Indon Med Assoc. 2011;61: Keywords: primary angle closure glaucoma, trabeculectomy, laser peripheral iridotomy, phacoemulsification. Pendahuluan Glaukoma adalah kelainan mata yang ditandai dengan adanya neuropati optik glaukomatosa dan hilangnya lapang pandang yang khas, dengan peningkatan TIO sebagai salah satu faktor risiko utama. GPSTp kronik ditandai dengan menempelnya pangkal iris di anyaman trabekulum sehingga terjadi penutupan anyaman trabekulum dan peningkatan TIO secara perlahan-lahan. 1 Glaukoma dikenal sebagai penyebab kebutaan kedua terbanyak setelah katarak. 2 Pada tahun 2010 diperkirakan terdapat 60,7 juta penderita glaukoma, 44,7 juta di antaranya adalah glaukoma primer sudut terbuka dan 15,7 juta GPSTp. 3 GPSTp merupakan bentuk glaukoma yang banyak terdapat di Asia Timur. Di Cina terdapat 3,1 juta penderita GPSTp dengan angka kebutaan kedua mata sebanyak 18,1%. 4 Berdasarkan data dari tahun 2001 sampai tahun 2008 di Poliklinik Ilmu Kesehatan Mata RS Cipto Mangunkusumo, terdapat 2544 pasien baru glaukoma. Data tersebut juga memperlihatkan terdapat 348 penderita GPSTp. Sebanyak 20,7% buta pada kedua mata dan 42,9% pada satu mata. 5 Faktor risiko GPSTp adalah usia di atas 40 tahun, jenis kelamin wanita, adanya riwayat keluarga menderita glaukoma sudut tertutup, dan ras Asia. Faktor predisposisi yang berpengaruh terhadap berkembangnya GPSTp adalah sudut bilik mata depan sempit, bilik mata depan yang dangkal, lensa tebal, meningkatnya kurvatura anterior lensa, aksis bola mata pendek, hipermetropia, diameter kornea kecil, dan kecilnya kurvatura radius kornea. Diagnosis GPSTp ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan oftalmologis, dan lapang pandang. 6-8 Prinsip tatalaksana GPSTp adalah membuka sudut bilik mata depan, menurunkan TIO, mempertahankan struktur serta fungsi diskus optikus dan sel ganglion retina. Terapi definitif GPSTp adalah iridektomi perifer (laser maupun bedah), dilanjutkan dengan medikamentosa. Tindakan bedah lain yang dapat dilakukan pada pasien GPSTp meliputi trabekulektomi, ekstraksi katarak, kombinasi ekstraksi katarak dan trabekulektomi, implantasi drainase, dan bedah siklodestruktif Penderita GPSTp yang berumur lebih dari 40 tahun umumnya juga menderita katarak. Pada tingkat awal glaukoma, tindakan ekstraksi katarak primer tanpa iridektomi dapat menurunkan TIO, namun pada stadium lanjut dengan TIO sangat tinggi, kombinasi ekstraksi katarak dan trabekulektomi memberikan hasil yang lebih memuaskan. Belum ada kesepakatan mengenai tatalaksana GPSTp sehingga setiap institusi memiliki prosedur yang berbeda. Hasil-hasil penelitian yang dilaporkan masih sangat bervariasi 281

3 dan masih sedikit penelitian mengenai efektivitas masingmasing prosedur penatalaksanaan GPSTp. Perbedaan etnis juga turut mempengaruhi tingkat keberhasilan tindakan. Tatalaksana GPSTp dan tingkat keberhasilan yang sangat bervariasi merupakan latar belakang dilakukannya penelitian ini. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hasil tatalaksana pasien etnik melayu dengan GPSTp yang datang ke Poliklinik Ilmu Kesehatan Mata FKUI-RSCM dalam periode waktu Metode Desain penelitian yang digunakan adalah potong lintang. Penelitian ini dilakukan di Divisi Glaukoma Poliklinik Ilmu Kesehatan Mata FKUI-RSCM. Sampel yang digunakan adalah semua pasien baru GPSTp yang tercatat pada buku registrasi sejak bulan Januari 2006 hingga Agustus Semua penderita baru GPSTp asimptomatik dengan usia lebih dari 40 tahun yang belum pernah menjalani tindakan laser maupun operasi glaukoma diikutsertakan dalam penelitian. Selanjutnya pada subjek penelitian dilakukan tindakan penatalaksanaan GSTp dan dipantau selama minimal 6 bulan. Pasien dengan GPSTp simptomatik, glaukoma sekunder, glaukoma absolut tidak diikutsertakan dalam penelitian. Data diambil dari rekam medis pasien berupa riwayat perjalanan penyakit, tajam penglihatan dengan proyektor huruf Snellen, hasil pemeriksaan biomikroskopik dengan lampu celah, statik-dinamik gonioskopi dengan lensa kontak Sussman 4 cermin, TIO aplanasi tonometri Goldmann, hasil evaluasi papil nervus optikus dengan lensa non kontak Volk, serabut saraf retina dengan Optical Coherent Tomography (Carl Zeiss) dan lapang pandang dengan perimeter Humphrey (Carl Zeiss). Tingkat keparahan glaukoma yang digunakan pada penelitian ini menggunakan kesepakatan dari closed angle glaucoma group. Sukses lengkap adalah keadaan apabila setelah tata laksana, TIO akhir mencapai <21 mmhg tanpa medikamentosa. Sukses terkontrol adalah keadaan ketika TIO akhir setelah tatalaksana mencapai <21 mmhg dengan medikamentosa obat tetes mata antiglaukoma. Gagal adalah keadaan setelah tata laksana saat TIO akhir tetap di atas 21 mmhg walaupun dengan pemberian medikamentosa. Tajam penglihatan diubah menjadi kesetaraan logmar. Gradasi penutupan sudut sesuai dengan metode klasifikasi modifikasi Shaeffer. 9,10 Hasil Terdapat 117 mata pasien GPSTp yang masuk kedalam kriteria inklusi dengan 80 mata sudah mengalami glaukoma stadium lanjut sedangkan 37 mata masih pada stadium awal dan sedang. Sebanyak 62 mata menderita katarak dengan rata-rata tajam penglihatan 0,74 ± 0,6. Karakteristik subjek penelitian dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Data Karakteristik Pasien GPSTp Data Karakteristik Jumlah Jenis kelamin Laki-laki 32 Perempuan 85 Umur (tahun) Rata-rata 60,6±8,03 Rentang TIO (mmhg) Rata-rata 29,4±11,7 Rentang Visus Rata-rata 0,74±0,6 Rasio Cup/Disk Rata-rata 0,72±0,2 <0,7 37 >0,7 80 Katarak Dengan katarak 62 Tanpa katarak 55 Tabel 2. Tata Laksana Pasien GPSTp Tata laksana (n) Rasio C/D TIO awal TIO akhir x±sd mmhg±sd mmhg±sd Iridektomi perifer (23) 0,55±0,1 18,64±5,3 15,47±1,9 Fakoemulsifikasi+IOL (24) 0,63±0,1 22,11±5,1 14,35±2,8 Trabekulektomi (32) 0,71±0,05 34,75±6,2 14,09±1,6 Bedah kombinasi (38) 0,72±0,1 35,27±5,08 14,70±1,7 Pada 23 mata dengan GPSTp stadium awal (rasio C/D 0,55±0,1) dilakukan Laser Iridektomi Perifer (LIP). Setelah dilakukan LIP 19 mata tetap memerlukan obat tetes mata anti glaukoma, dan tiga mata memerlukan tindakan bedah trabekulektomi. Hanya enam mata yang mempunyai TIO dibawah 15 mmhg dan 20 mata di bawah 21 mmhg. Tabel 3. Tingkat Keberhasilan Tata Laksana GPSTp Sukses Sukses Gagal Lengkap terkontrol Iridektomi Perifer 1/23 (4,3%) 19/23 (82,6%) 3/23 (13,0%) Fakoemulsifikasi+IOL 6/24 (25%) 16/24 (66,7%) 2/24 (8,3%) Trabekulektomi 6/32 (18,8%) 22/32 (68,8%) 4/32 (12,5%) Bedah kombinasi 1/38 (2,6%) 20/38 (52,6%) 2/38 (5,3%) Pada 32 mata GPSTp stadium sedang dan lanjut (rasio C/D: 0,71±0,05) dilakukan trabekulektomi. Pada 22 dari 32 mata tersebut tetap diberikan obat tetes mata anti glaukoma untuk menjaga TIO di bawah 21 mmhg, sedangkan TIO 4 mata lain tetap di atas 21 mmhg. Katarak pada GPSTp turut mempengaruhi tata laksana. Terdapat 24 mata yang mempunyai rasio C/D 0,63 ± 0,1 (stadium awal-sedang) dan dilakukan tindakan fakoemulsifikasi (tanpa melalui LIP). Hasil TIO akhir rata-rata adalah sebesar 14,35 ± 2,8 mmhg. Walaupun demikian, 16 dari 24 mata tetap memerlukan obat tetes mata antiglaukoma untuk mempertahankan TIO di bawah 21 mmhg dan dua mata mengalami kegagalan. 282

4 Penelitian ini juga memperlihatkan bahwa 38 mata GPSTp yang sudah dalam stadium lanjut dengan rasio C/D 0,72±0,1; disertai adanya katarak, maka tindakan yang dipilih adalah bedah kombinasi trabekulektomi-fakoemulsifikasi. Walaupun telah dilakukan tindakan kombinasi, 20 mata tetap memerlukan obat tetes mata anti glaukoma, dan 11 mata memiliki rata-rata TIO di bawah 15 mmhg sesuai yang ditargetkan. Terdapat dua mata yang mengalami kegagalan. Diskusi Tata laksana glaukoma primer sudut tertutup sampai saat ini masih dalam perdebatan karena patogenesisnya yang multifaktorial. Disepakati bahwa blokade pupil masih merupakan faktor penyebab utama (50%) dan disusul oleh faktor lensa serta plateau iris. Tindakan LIP adalah tindakan definitif pertama untuk semua kasus GPSTp kronik, 6-8 khususnya pada pasien GPSTp stadium awal dengan TIO berkisar di bawah 30 mmhg disertai luas sinekia anterior perifer dibawah LIP berguna untuk menghilangkan faktor blokade pupil dengan menyeimbangkan tekanan di bilik mata anterior dan posterior. Dengan meminimalkan perbedaan tekanan, pangkal iris tidak terdorong ke depan dan diharapkan tidak menutup anyaman trabekulum. 6-8 Nolan et al 11 mengungkapkan bahwa seiring berjalannya waktu, pada ras Mongoloid yang telah dilakukan LIP sebanyak 47% mata mengalami peningkatan TIO kembali sehingga besar kemungkinan bahwa blokade pupil bukan merupakan satusatunya penyebab tertutup anyaman trabekulum oleh pangkal iris. Rosman et al 12 membandingkan hasil LIP pada mata ras Kaukasia dan Asia. Dari hasil penelitiannya didapatkan pada ras Kaukasia terdapat 41,3% mata yang membutuhkan pemberian obat anti glaukoma dan 31% mata lainnya membutuhkan tindakan bedah trabekulektomi, sementara 27,5% mata cukup dilakukan laser trabekuloplasti. Pada pasien Singapura dengan etnis Cina terdapat 41% mata yang membutuhkan pemberian obat dan 51% mata membutuhkan tindakan bedah trabekulektomi. Pada penelitian ini, dari 23 mata yang dilakukan LIP terdapat 19 mata yang tetap membutuhkan pemberian obat antiglaukoma dan 3 mata yang memerlukan tindakan lanjutan. Keadaan tersebut menunjukkan bahwa proses penutupan sudut tetap berlangsung dan faktor blokade pupil bukan satu-satunya patogenesis sehingga pasien tersebut tetap memerlukan kontrol teratur. Bila pasien tinggal jauh dari fasilitas kesehatan, tindakan lebih agresif perlu dipertimbangkan, contohnya bedah trabekulektomi dengan tidak melakukan LIP sebelumnya. Pada pasien dengan TIO yang kembali naik, faktor plateau iris perlu diperhitungkan. Keadaan tersebut dapat diatasi dengan melakukan laser gonioplasti, dengan membuka 250 sudut bp dan mengurangi SAP, namun diperlukan pengamatan perjalanan penyakit ini. 13 Pada pasien GPSTp dengan TIO diatas 21 mmhg setelah diberikan obat anti glaukoma dan dilakukan LIP, perlu dilakukan trabekulektomi. Trabekulektomi adalah pilihan bedah yang utama pada pasien dengan stadium sedang dan lanjut saat TIO yang diinginkan menjadi berkisar 10 mmhg. Penelitian ini memperlihatkan bahwa walaupun telah dilakukan trabekulektomi pada 32 mata GPSTp, 22 mata tetap memerlukan obat tetes mata antiglaukoma dan empat mata lainnya TIO tidak terkontrol dengan obat. Terlihat jelas bahwa faktor lain selain blokade pupil seperti tebal lensa, plateau iris, serta rusaknya struktur anyaman trabekulum memegang peranan. Efusi koroidal, letak posisi insersi pangkal iris yang lebih ke depan, dan iris yang tebal adalah faktor lain menyebabkan penyakit 250 bp tersebut tetap berlanjut. 14 Terdapat dua pemilihan tindakan bedah pada penderita GPSTp yang disertai katarak, yakni bedah dua tahap (bedah filtrasi lalu dilanjutkan dengan bedah katarak atau sebaliknya) dan bedah satu tahap (bedah katarak saja atau bedah kombinasi: trabekulektomi dengan fakoemulsifikasi disertai lensa tanam/ IOL). 15 Pada pasien dengan GPSTp stadium awal dan sedang yang disertai katarak dan TIO masih di atas 30 mmhg setelah pemberian infus manitol (cairan hiperosmotik yang menurunkan TIO) lebih dianjurkan untuk melakukan bedah 2 tahap, yakni trabekulektomi yang dilanjutkan dengan tindakan ekstraksi katarak di waktu yang berbeda. Bila TIO di bawah 30 mmhg, maka tindakan bedah 1 tahap (fakoemulsifikasi saja) memberikan hasil yang memuaskan. Hal tersebut ditunjukkan pada penelitian ini. Sebanyak 24 mata pasien GPSTp stadium awal dengan TIO di bawah 30 mmhg dilakukan fakoemulsifikasi dan penurunan TIO yang terjadi cukup memuaskan. Tindakan bedah fakoemulsifikasi lebih mudah, cepat dan jarang disertai komplikasi. Akan tetapi, pada pasien yang mempunyai TIO di atas 30 mmhg prosedur ini sering menimbulkan komplikasi seperti glaukoma maligna, prolap vitreous, dan koroidal hemoragik. Zang et al 16 melaporkan bahwa dengan hanya melakukan tindakan fakoemulsifikasi pada pasien GPSTp yang disertai adanya katarak dengan luas sinekia anterior perifer (SAP) kurang dari keberhasilan yang dicapai sebanyak 81,5%. Pada pasien dengan luas SAP telah mencapai lebih dari lebih baik dilakukan tindakan bedah kombinasi. Tham et al 17 melakukan penelitian uji klinis dengan randomisasi pada pasien GPSTp yang TIO nya terkontrol. Penelitian tersebut memperlihatkan bahwa bedah kombinasi lebih memperlihatkan keberhasilan bila dibandingkan dengan fakoemulsifikasi saja. Hanya saja bedah kombinasi lebih sulit dilakukan, lebih lama, serta memiliki kemungkinan komplikasi yang lebih besar. Penelitian serupa juga dilakukan pada pasien GPSTp yang tidak terkontrol dengan obat antiglaukoma dan memperlihatkan hasil yang tidak berbeda. 18 Secara keseluruhan, penanganan pasien dengan GPSTp adalah poses yang sulit dan sangat individual. Umumnya GPSTp disertai dengan TIO awal yang tinggi sehingga membuat pasien lebih cepat mengalami kebutaan dibandingkan dengan glaukoma sudut terbuka. Setiap kasus membutuhkan perhatian yang seksama, walaupun tindakan 283

5 pertama yang dipilih adalah iridektomi perifer. Pada setiap pemilihan tindakan perlu diperhatikan dan dipertimbangkan luas sinekia anterior perifer, TIO awal, stadium glaukoma, ada tidaknya katarak, serta jauh dekatnya tempat tinggal pasien dari fasilitas kesehatan mata. Kelemahan penelitian yang kami lakukan adalah sifatnya yang retrospektif sehingga banyak data penting seperti luas SAP, defek lapang penglihatan, banyaknya obat yang diberikan tidak dapat diperoleh. Padahal, faktor-faktor tersebut sangat menentukan prognosis hasil tatalaksana. Penelitian prospektif disertai uji klinik dengan waktu pengamatan yang lebih panjang sangat diperlukan untuk melihat pola penyakit GPSTp. Kesimpulan Pemilihan tindakan bedah pada GPSTp bermacammacam dan tergantung dengan kondisi saat pasien datang, seperti tingkat keparahan glaukoma, TIO awal, respons terhadap banyaknya obat anti glaukoma yang diberikan, ada tidaknya katarak, serta kondisi finansial dan tempat tinggal. Daftar Pustaka 1. American Academy of Ophthalmology. Glaucoma. In: American Academy of Ophthalmology Staff, editors. Fundamentals and principles of ophthalmology. Section 10. AAO: San Fransisco; Thylefors B, Négrel AD. The global impact of glaucoma. Bull World Health Organ. 1994;72: Quigley HA, Broman AT. The number of persons with glaucoma worldwide in 2010 and Br J Ophthalmol. 2006; 90: Foster PJ, Johnson GJ. Glaucoma in China: how big is the problem? Br J Ophthalmol. 2001;85: Syukri M, Virna S. Insiden kebutaan akibat glaukoma pada penderita baru glaukoma di poliklinik mata sub divisi glaukoma di RS Cipto Mangunkusumo. Presentasi di APAO Bagian Ilmu Penyakit Mata FKUI: Jakarta; Stamper RL, Lieberman MF, Drako MV. Primary angle closure glaucoma. In: Becker-Shaffer s diagnosis and therapy of the glaucoma. 8th ed. St. Louis: Mosby; p Kanski JJ. Clinical ophthalmology. 6 th ed. Edinburg: Elsevier Ltd; Yanoff M, Duker JS. Ophthalmology. 3 rd ed. UK: Mosby; Boyd BF. Highlights of ophthalmology. Vol. 1 part 3. World atlas series of ophthalmic surgery: Highlight of Ophthalmology International; South East Asia Glaucoma Interest Group. Asia Pacific glaucoma guidelines. Sydney: SEAGIG; Nolan WP, Foster PJ, Devereux JG, Uranchimeg D, Johnson W, Baasanhu J. YAG laser iridotomy treatment for primary angle closure in east Asian eyes. Br J Ophthalmol. 2000;84: Rosman M, Aung T, Ang LP, Chew PT, Liebmann JM, Ritch R. Chronic angle closure with glaucomatous damage: long-term clinical course in a North American population and comparison with an Asian population. Ophthalmology. 2002;109: Sun X, Liang YB, Wang NL, Fan SJ, Sun LP, Li SZ, et al. Laser peripheral iridotomy with and without iridoplasty for primary angle-closure glaucoma: 1 year results of a randomized pilot study. Am J Ophthalmol. 2010;150: Ming AL, Ritch R, Seah S, Lam DSC. Lowe-Lim s primary closed angle angle glaucoma. 2nd Ed. Singapore: Elsevier; Coleman AL, Morrison JC. Management of cataracts and glaucoma. Taylor and Francis; Zhang W, Wu JH, Zhou ZH. Management of primary angle closure glaucoma by phacoemulsification with foldable intra ocular lens. Yan ke Xue Buo. 2007;23(2): Tham CC, Kwong YY, Lam SW, Lam DS, Lei JS. Phaco-emulsification vs Phacotrabeculectomy with controlled chronic angle closure glaucoma. Ophthalmology. 2008;115: Tham CC, Kwong YY, Lam SW, Lam DS, Lei JS. Phacoemulsification vs Phacotrabeculectomy with uncontrolled chronic angle closure glaucoma. Ophthalmology. 2009;116: MH 284

PERBEDAAN TEKANAN INTRAOKULER PASCA OPERASI IRIDEKTOMI PERIFER DAN LASER IRIDOTOMI PADA GLAUKOMA PRIMER SUDUT TERTUTUP AKUT PERIODE 1 JANUARI 2004

PERBEDAAN TEKANAN INTRAOKULER PASCA OPERASI IRIDEKTOMI PERIFER DAN LASER IRIDOTOMI PADA GLAUKOMA PRIMER SUDUT TERTUTUP AKUT PERIODE 1 JANUARI 2004 PERBEDAAN TEKANAN INTRAOKULER PASCA OPERASI IRIDEKTOMI PERIFER DAN LASER IRIDOTOMI PADA GLAUKOMA PRIMER SUDUT TERTUTUP AKUT PERIODE 1 JANUARI 2004 31 DESEMBER 2007 DI RSUP DR. KARIADI SEMARANG ARTIKEL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hilangnya serat saraf optik (Olver dan Cassidy, 2005). Pada glaukoma akan terdapat

BAB I PENDAHULUAN. hilangnya serat saraf optik (Olver dan Cassidy, 2005). Pada glaukoma akan terdapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Glaukoma adalah suatu neuropati optik multifaktorial dengan karakteristik hilangnya serat saraf optik (Olver dan Cassidy, 2005). Pada glaukoma akan terdapat kelemahan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebutaan merupakan suatu masalah kesehatan di dunia, dilaporkan bahwa

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebutaan merupakan suatu masalah kesehatan di dunia, dilaporkan bahwa BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutaan merupakan suatu masalah kesehatan di dunia, dilaporkan bahwa terdapat lebih dari 50 juta orang buta di dunia saat ini dan hampir 90%-nya berada di negara berkembang,

Lebih terperinci

Glaukoma. 1. Apa itu Glaukoma?

Glaukoma. 1. Apa itu Glaukoma? Glaukoma Glaukoma dikenal sebagai "Pencuri Penglihatan" karena tidak ada gejala yang jelas pada tahap awal terjadinya penyakit ini. Penyakit ini mencuri penglihatan Anda secara diam-diam sebelum Anda menyadarinya.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut data Riskesdas 2013, katarak atau kekeruhan lensa

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut data Riskesdas 2013, katarak atau kekeruhan lensa BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut data Riskesdas 2013, katarak atau kekeruhan lensa kristalin mata merupakan salah satu penyebab kebutaan terbanyak di indonesia maupun di dunia. Perkiraan

Lebih terperinci

PROFIL GLAUKOMA SEKUNDER AKIBAT KATARAK SENILIS PRE OPERASI DI RSUP. PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO PERIODE JANUARI 2011 DESEMBER 2011

PROFIL GLAUKOMA SEKUNDER AKIBAT KATARAK SENILIS PRE OPERASI DI RSUP. PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO PERIODE JANUARI 2011 DESEMBER 2011 PROFIL GLAUKOMA SEKUNDER AKIBAT KATARAK SENILIS PRE OPERASI DI RSUP. PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO PERIODE JANUARI 011 DESEMBER 011 1 Dwi Ananda Thayeb J.S.M Saerang Laya M. Rares 1Kandidat SKRIPSI Fakultas

Lebih terperinci

GLAUKOMA DEFINISI, KLASIFIKASI, EPIDEMIOLOGI, ETIOLOGI, DAN FAKTOR RISIKO

GLAUKOMA DEFINISI, KLASIFIKASI, EPIDEMIOLOGI, ETIOLOGI, DAN FAKTOR RISIKO GLAUKOMA DEFINISI, KLASIFIKASI, EPIDEMIOLOGI, ETIOLOGI, DAN FAKTOR RISIKO LTM Pemicu 2 Modul Penginderaan Komang Shary Karismaputri NPM 1206238633 Kelompok Diskusi 16 Outline Pendahuluan Definisi Kesimpulan

Lebih terperinci

Muhammadiyah Yogyakarta, 2 Departemen Mata, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta ABSTRACT

Muhammadiyah Yogyakarta, 2 Departemen Mata, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta ABSTRACT Perbandingan Peningkatan Tekanan Intraokular pada Pasien Post Operasi Ekstraksi Katarak Ekstrakapsular dibandingkan dengan Fakoemulsifikasi di AMC Yogyakarta pada Tahun 2011-2012 The Comparison of Intraocular

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa atau akibat keduaduanya

BAB I PENDAHULUAN. hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa atau akibat keduaduanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Katarak adalah setiap keeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa atau akibat keduaduanya yang disebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik optik neuropati yang berhubungan dengan menyempitnya lapang

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik optik neuropati yang berhubungan dengan menyempitnya lapang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Glaukoma merupakan suatu kumpulan gejala yang mempunyai suatu karakteristik optik neuropati yang berhubungan dengan menyempitnya lapang pandangan, walaupun kenaikan

Lebih terperinci

ABSTRAK ANGKA KEJADIAN KATARAK SENIL DAN KOMPLIKASI KEBUTAAN DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI 2009 DESEMBER 2011

ABSTRAK ANGKA KEJADIAN KATARAK SENIL DAN KOMPLIKASI KEBUTAAN DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI 2009 DESEMBER 2011 ABSTRAK ANGKA KEJADIAN KATARAK SENIL DAN KOMPLIKASI KEBUTAAN DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI 2009 DESEMBER 2011 Lukas Jesse Tangguh, 2012, Pembimbing I : L. K. Liana, dr., Sp.PA, M.Kes

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Glaukoma adalah sekumpulan gejala dengan tanda karakteristik berupa

BAB I PENDAHULUAN. Glaukoma adalah sekumpulan gejala dengan tanda karakteristik berupa 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Glaukoma adalah sekumpulan gejala dengan tanda karakteristik berupa adanya neuropati optik glaukomatosa bersamaan dengan defek atau gangguan penyempitan lapang pandangan

Lebih terperinci

Terapi Glaukoma Primer Sudut Tertutup Akut dengan Iridoplasti dan Iridotomi Laser

Terapi Glaukoma Primer Sudut Tertutup Akut dengan Iridoplasti dan Iridotomi Laser KARANGAN ASLI Terapi Glaukoma Primer Sudut Tertutup Akut dengan Iridoplasti dan Iridotomi Laser Edi S. Affandi, Indriani Pudjiastuti Departemen Ilmu Penyakit Mata Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mata adalah organ tubuh yang menentukan kualitas hidup. seseorang, walaupun kerusakan pada mata tidak langsung berhubungan

BAB I PENDAHULUAN. Mata adalah organ tubuh yang menentukan kualitas hidup. seseorang, walaupun kerusakan pada mata tidak langsung berhubungan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mata adalah organ tubuh yang menentukan kualitas hidup seseorang, walaupun kerusakan pada mata tidak langsung berhubungan dengan kematian akan tetapi tanpa penglihatan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Gambaran Umum Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama bulan Mei sampai bulan Agustus 2015 di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta unit

Lebih terperinci

PERBANDINGAN EFEKTIVITAS PENURUNAN TEKANAN INTRAOKULER PADA LASER IRIDOTOMI DENGAN POWER KURANG DARI 700mW DAN LEBIH DARI 700mW

PERBANDINGAN EFEKTIVITAS PENURUNAN TEKANAN INTRAOKULER PADA LASER IRIDOTOMI DENGAN POWER KURANG DARI 700mW DAN LEBIH DARI 700mW PERBANDINGAN EFEKTIVITAS PENURUNAN TEKANAN INTRAOKULER PADA LASER IRIDOTOMI DENGAN POWER KURANG DARI 700mW DAN LEBIH DARI 700mW MF Ayu Maharani 1, Fifin Luthfia Rahmi 2 1 Mahasiswa Program Pendidikan S-1

Lebih terperinci

JOI Vol. 7. No. 5 Juni 2011

JOI Vol. 7. No. 5 Juni 2011 189 Jurnal Oftalmologi Indonesia JOI Vol. 7. No. 5 Juni 2011 Glaucoma Caused Blindness with Its Characteristic in Cipto Mangunkusumo Hospital Widya Artini, Dame Department of Ophthalmology, Faculty of

Lebih terperinci

PERBANDINGAN EFEKTIVITAS PENURUNAN TEKANAN INTRAOKULER PADA LASER IRIDOTOMI DENGAN POWER KURANG DARI 700mW DAN LEBIH DARI 700mW

PERBANDINGAN EFEKTIVITAS PENURUNAN TEKANAN INTRAOKULER PADA LASER IRIDOTOMI DENGAN POWER KURANG DARI 700mW DAN LEBIH DARI 700mW PERBANDINGAN EFEKTIVITAS PENURUNAN TEKANAN INTRAOKULER PADA LASER IRIDOTOMI DENGAN POWER KURANG DARI 700mW DAN LEBIH DARI 700mW Jurnal Media Medika Muda Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Glaukoma adalah suatu neuropati kronik di dapat yang ditandai oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Glaukoma adalah suatu neuropati kronik di dapat yang ditandai oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Glaukoma adalah suatu neuropati kronik di dapat yang ditandai oleh pencengkungan (cupping) diskus optikus dan pengecilan lapangan pandang biasanya disertai dengan peningkatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. diabetes retinopati (1%), penyebab lain (18%). Untuk di negara kita, Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. diabetes retinopati (1%), penyebab lain (18%). Untuk di negara kita, Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gangguan penglihatan masih menjadi sebuah masalah di dunia. Angka kejadian gangguan penglihatan di dunia cukup tinggi yakni mencakup 4,25 % dari penduduk dunia atau

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN KARAKTERISTIK PASIEN RAWAT INAP DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE 1 JANUARI DESEMBER 2012

ABSTRAK GAMBARAN KARAKTERISTIK PASIEN RAWAT INAP DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE 1 JANUARI DESEMBER 2012 ABSTRAK GAMBARAN KARAKTERISTIK PASIEN RAWAT INAP DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE 1 JANUARI 2012-31 DESEMBER 2012 Erfina Saumiandiani, 2013 : Pembimbing I : dr. Dani,M.Kes.

Lebih terperinci

Obat Diabetes Melitus Dapat Menghindari Komplikasi Mata Serius

Obat Diabetes Melitus Dapat Menghindari Komplikasi Mata Serius Obat Diabetes Melitus Dapat Menghindari Komplikasi Mata Serius Konsumsi Obat Diabetes Melitus Memperingan Resiko Komplikasi Mata Anda mungkin pernah mendengar bahwa diabetes menyebabkan masalah mata dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kornea merupakan jaringan transparan avaskular yang berada di dinding depan bola mata. Kornea mempunyai fungsi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kornea merupakan jaringan transparan avaskular yang berada di dinding depan bola mata. Kornea mempunyai fungsi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kornea merupakan jaringan transparan avaskular yang berada di dinding depan bola mata. Kornea mempunyai fungsi sebagai lapisan pelindung bola mata dan media refraksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyakit. Lensa menjadi keruh atau berwarna putih abu-abu, dan. telah terjadi katarak senile sebesar 42%, pada kelompok usia 65-74

BAB I PENDAHULUAN. penyakit. Lensa menjadi keruh atau berwarna putih abu-abu, dan. telah terjadi katarak senile sebesar 42%, pada kelompok usia 65-74 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Katarak adalah kekeruhan lensa mata yang dapat menghambat cahaya masuk ke mata. Menurut WHO, kebanyakan katarak terkait dengan masalah penuaan, meskipun kadang-kadang

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEBUTAAN PADA PASIEN BARU DENGAN GLAUKOMA PRIMER DI POLIKLINIK PENYAKIT MATA RSUPN DR CIPTO MANGUNKUSUMO JAKARTA JANUARI 2007 - OKTOBER 2009

Lebih terperinci

PERBEDAAN TEKANAN INTRAOKULAR PRA DAN PASCAOPERASI KATARAK PADA PASIEN GLAUKOMA AKIBAT KATARAK DI RSUD DR MOEWARDI SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan

PERBEDAAN TEKANAN INTRAOKULAR PRA DAN PASCAOPERASI KATARAK PADA PASIEN GLAUKOMA AKIBAT KATARAK DI RSUD DR MOEWARDI SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan PERBEDAAN TEKANAN INTRAOKULAR PRA DAN PASCAOPERASI KATARAK PADA PASIEN GLAUKOMA AKIBAT KATARAK DI RSUD DR MOEWARDI SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran NISAUL AMALIA RAHMAWATI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utama kebutaan yang tidak dapat disembuhkan. Glaukoma umumnya

BAB I PENDAHULUAN. utama kebutaan yang tidak dapat disembuhkan. Glaukoma umumnya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Glaukoma merupakan penyebab utama kebutaan setelah katarak di dunia. Penyakit ini mengenai hampir 90 juta populasi dunia dan merupakan penyebab utama kebutaan yang

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN KELAINAN REFRAKSI ANAK USIA 6-15 TAHUN DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE 1 JANUARI DESEMBER 2012

ABSTRAK GAMBARAN KELAINAN REFRAKSI ANAK USIA 6-15 TAHUN DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE 1 JANUARI DESEMBER 2012 ABSTRAK GAMBARAN KELAINAN REFRAKSI ANAK USIA 6-15 TAHUN DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE 1 JANUARI 2012 31 DESEMBER 2012 Jason Alim Sanjaya, 2014, Pembimbing I : July Ivone, dr.,m.k.k.,mpd.ked.

Lebih terperinci

PERBANDINGAN PENURUNAN TEKANAN INTRAOKULER PADA TERAPI TIMOLOL MALEAT DAN DORSOLAMID PASIEN GLAUKOMA. Jurnal Media Medika Muda

PERBANDINGAN PENURUNAN TEKANAN INTRAOKULER PADA TERAPI TIMOLOL MALEAT DAN DORSOLAMID PASIEN GLAUKOMA. Jurnal Media Medika Muda PERBANDINGAN PENURUNAN TEKANAN INTRAOKULER PADA TERAPI TIMOLOL MALEAT DAN DORSOLAMID PASIEN GLAUKOMA Jurnal Media Medika Muda Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai gelar Sarjana Strata

Lebih terperinci

PERBEDAAN TAJAM PENGLIHATAN PASCAFAKOEMULSIFIKASI ANTARA PASIEN KATARAK SENILIS EMETROP DAN MIOPIA DERAJAT TINGGI DI RSUD DR.

PERBEDAAN TAJAM PENGLIHATAN PASCAFAKOEMULSIFIKASI ANTARA PASIEN KATARAK SENILIS EMETROP DAN MIOPIA DERAJAT TINGGI DI RSUD DR. PERBEDAAN TAJAM PENGLIHATAN PASCAFAKOEMULSIFIKASI ANTARA PASIEN KATARAK SENILIS EMETROP DAN MIOPIA DERAJAT TINGGI DI RSUD DR. MOEWARDI SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

Lebih terperinci

GLUKOMA PENGERTIAN GLAUKOMA

GLUKOMA PENGERTIAN GLAUKOMA GLUKOMA PENGERTIAN GLAUKOMA Glaukoma adalah suatu penyakit dimana tekanan di dalam bola mata meningkat, sehingga terjadi kerusakan pada saraf optikus dan menyebabkan penurunan fungsi penglihatan. 1 Terdapat

Lebih terperinci

ABSTRAK PASIEN USIA LANJUT DI RUANG RAWAT INTENSIF RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE 1 AGUSTUS JANUARI 2010

ABSTRAK PASIEN USIA LANJUT DI RUANG RAWAT INTENSIF RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE 1 AGUSTUS JANUARI 2010 ABSTRAK PASIEN USIA LANJUT DI RUANG RAWAT INTENSIF RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE 1 AGUSTUS 2009-31 JANUARI 2010 Yuvens, 2010. Pembimbing I : Vera, dr.,sp.pd. Pembimbing II : dra. Endang Evacuasiany,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Katarak berasal dari bahasa Yunani Katarrhakies, Ingris Cataract, dan Latin

BAB 1 PENDAHULUAN. Katarak berasal dari bahasa Yunani Katarrhakies, Ingris Cataract, dan Latin BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Katarak berasal dari bahasa Yunani Katarrhakies, Ingris Cataract, dan Latin Cataracta yang berarti air terjun. Dalam bahasa Indonesia disebut bular dimana penglihatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Dorland, 2010). Dalam keadaan normal, tekanan intraokular rata rata sekitar 15 mm

BAB I PENDAHULUAN. (Dorland, 2010). Dalam keadaan normal, tekanan intraokular rata rata sekitar 15 mm 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dalam mata terdapat tekanan, yang disebut dengan tekanan intraokular (Dorland, 2010). Dalam keadaan normal, tekanan intraokular rata rata sekitar 15 mm

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Leber Hereditary Optic Neuropathy (LHON) merupakan penyakit

BAB I PENDAHULUAN. Leber Hereditary Optic Neuropathy (LHON) merupakan penyakit BAB I PENDAHULUAN 1..1Latar Belakang Leber Hereditary Optic Neuropathy (LHON) merupakan penyakit diturunkan secara maternal yang menyebabkan penderitanya mengalami degenerasi pada serabut saraf retina

Lebih terperinci

SOP KATARAK. Halaman 1 dari 7. Rumah Sakit Umum Daerah Kota Cilegon SMF. Ditetapkan Oleh Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Kota Cilegon.

SOP KATARAK. Halaman 1 dari 7. Rumah Sakit Umum Daerah Kota Cilegon SMF. Ditetapkan Oleh Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Kota Cilegon. SPO Tanggal Terbit 1 dari 7 Ditetapkan Oleh Direktur PENGERTIAN ANAMNENIS Dr. H. Zainoel Arifin, M. Kes Nip. 19591104 198511 1 001 Pemeriksaan gangguan penglihatan yang disebabkan perubahan lensa mata

Lebih terperinci

Penurunan Tekanan Intraokular Pascabedah Katarak pada Kelompok Sudut Bilik Mata Depan Tertutup dan Terbuka

Penurunan Tekanan Intraokular Pascabedah Katarak pada Kelompok Sudut Bilik Mata Depan Tertutup dan Terbuka Penurunan Tekanan Intraokular Pascabedah Katarak pada Kelompok Sudut Bilik Mata Depan Tertutup dan Terbuka Rakhma Indria Hapsari, Andika Prahasta, Sutarya Enus Departemen Ilmu Kesehatan Mata, Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. total kebutaan di dunia, disebabkan oleh glaukoma. 1 Sedangkan di Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. total kebutaan di dunia, disebabkan oleh glaukoma. 1 Sedangkan di Indonesia, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Glaukoma merupakan penyakit mata dimana terjadi kerusakan saraf optik (neuropati optik) diikuti oleh kelainan lapangan pandang dengan kenaikan tekanan intraokuler

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sembilan puluh persen dari 285 juta penderita gangguan penglihatan tinggal

BAB I PENDAHULUAN. Sembilan puluh persen dari 285 juta penderita gangguan penglihatan tinggal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sembilan puluh persen dari 285 juta penderita gangguan penglihatan tinggal di negara berkembang, termasuk Indonesia. 1 Di Indonesia, satu orang menjadi buta

Lebih terperinci

Kebutaan pada Pasien Glaukoma Primer di Rumah Sakit Umum Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

Kebutaan pada Pasien Glaukoma Primer di Rumah Sakit Umum Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta Artikel Penelitian Kebutaan pada Pasien Glaukoma Primer di Rumah Sakit Umum Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta Blindness among Primary Glaucoma Patients in Dr. Cipto Mangunkusumo General Hospital Jakarta Fetty

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Miopia (nearsightedness) adalah suatu kelainan refraksi dimana sinar-sinar sejajar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Miopia (nearsightedness) adalah suatu kelainan refraksi dimana sinar-sinar sejajar BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 KERANGKA TEORI II.1.1 DEFINISI Miopia (nearsightedness) adalah suatu kelainan refraksi dimana sinar-sinar sejajar masuk ke bola mata tanpa akomodasi akan dibiaskan di depan

Lebih terperinci

Perbandingan Komplikasi Glaukoma Sekunder antara Pasien Post Operasi Tunggal dan Kombinasi Vitrektomi - Sklera Bukle

Perbandingan Komplikasi Glaukoma Sekunder antara Pasien Post Operasi Tunggal dan Kombinasi Vitrektomi - Sklera Bukle ARTIKEL PENELITIAN Wowo Masthuro Mahfud, Perbandingan Komplikasi Glaukoma Sekunder... Mutiara Medika Vol. 14 No. 1: 46-50, Januari 2014 Perbandingan Komplikasi Glaukoma Sekunder antara Pasien Post Operasi

Lebih terperinci

ANATOMI DAN FISIOLOGI MATA

ANATOMI DAN FISIOLOGI MATA ANATOMI DAN FISIOLOGI MATA Secara garis besar anatomi mata dapat dikelompokkan menjadi empat bagian, dan untuk ringkasnya fisiologi mata akan diuraikan secara terpadu. Keempat kelompok ini terdiri dari:

Lebih terperinci

Hilman Mahyuddin, Lutfi Hendriansyah Departemen Bedah Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia RSUPN Cipto Mangunkusumo

Hilman Mahyuddin, Lutfi Hendriansyah Departemen Bedah Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia RSUPN Cipto Mangunkusumo Efek Terapi Bedah terhadap Reversibilitas Gangguan Penglihatan pada Penderita Tumor Intrakranial Studi Retrospektif di Departemen Bedah Saraf RSUPN Cipto Mangunkusumo Tahun 2000 2005 Hilman Mahyuddin,

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA CARCINOMA MAMMAE DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI 2012-DESEMBER 2013

ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA CARCINOMA MAMMAE DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI 2012-DESEMBER 2013 ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA CARCINOMA MAMMAE DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI 2012-DESEMBER 2013 Bram Adhitama, 2014 Pembimbing I : July Ivone, dr, MKK.MPd.Ked Pembimbing II : Cherry Azaria,dr.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk melaksanakan kegiatan sehari-hari. Kesehatan indera. penglihatan merupakan faktor penting dalam meningkatkan kualitas

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk melaksanakan kegiatan sehari-hari. Kesehatan indera. penglihatan merupakan faktor penting dalam meningkatkan kualitas BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indera penglihatan merupakan organ vital bagi manusia untuk memperoleh informasi dalam bentuk visual yang digunakan untuk melaksanakan kegiatan sehari-hari.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jumlah penderitadiabetes mellitus (DM) baru di seluruh dunia meningkat secara

BAB I PENDAHULUAN. Jumlah penderitadiabetes mellitus (DM) baru di seluruh dunia meningkat secara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jumlah penderitadiabetes mellitus (DM) baru di seluruh dunia meningkat secara drastis, dari 150 juta penderita pada tahun 2009 dan diperkirakan mencapai 300 juta penderita

Lebih terperinci

Anita's Personal Blog Glaukoma Copyright anita handayani

Anita's Personal Blog Glaukoma Copyright anita handayani Glaukoma Penyakit glaukoma disebabkan oleh saluran cairan yang keluar dari bola mata terhambat sehingga bola mata akan membesar dan kemudian menekan saraf mata yang berada di belakang bola mata yang akhirnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup, suatu sistem antara tubuh, pikiran, dan jiwa. 2. kota besar tersebut. Yoga menjadi menu latihan di sanggar-sanggar senam,

BAB I PENDAHULUAN. hidup, suatu sistem antara tubuh, pikiran, dan jiwa. 2. kota besar tersebut. Yoga menjadi menu latihan di sanggar-sanggar senam, BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar belakang Olahraga yang teratur merupakan suatu pilihan gaya hidup yang sehat. Aktivitas fisik yang teratur dan berkesinambungan dapat meningkatkan kesehatan. 1 Salah satu olahraga

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kebutaan baik di dunia maupun di Indonesia. Menurut World Health. (10,2%), age-macular degeneration (AMD) (8,7%), trakhoma (3,6%),

BAB 1 PENDAHULUAN. kebutaan baik di dunia maupun di Indonesia. Menurut World Health. (10,2%), age-macular degeneration (AMD) (8,7%), trakhoma (3,6%), BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Mata merupakan salah satu indera manusia yang berfungsi untuk memberikan informasi visual ke otak. Apabila terjadi glaukoma pada mata, maka informasi visual ke otak

Lebih terperinci

Diagnosa banding MATA MERAH

Diagnosa banding MATA MERAH Diagnosa banding MATA MERAH Konjungtivitis Keratitis Uveitis Anterior Glaukoma Kongestif Akut Visus Normal Tergantung letak infiltrat Menurun perlahan, tergantung Menurun ak letak radang Hiperemi konjungtiva

Lebih terperinci

Berdasarkan tingginya dioptri, miopia dibagi dalam(ilyas,2014).:

Berdasarkan tingginya dioptri, miopia dibagi dalam(ilyas,2014).: MIOPIA A. Definisi Miopia merupakan kelainan refraksi dimana berkas sinar sejajar yang memasuki m ata tanpa akomodasi, jatuh pada fokus yang berada di depan retina. Dalam keadaan ini objek yang jauh tidak

Lebih terperinci

Ketebalan Lapisan Serabut Saraf dan Sel Ganglion Retina pada Pasien dengan Bilik Mata Depan Sudut Tertutup Primer

Ketebalan Lapisan Serabut Saraf dan Sel Ganglion Retina pada Pasien dengan Bilik Mata Depan Sudut Tertutup Primer Widya Artini ejki ARTIKEL PENELITIAN Ketebalan Lapisan Serabut Saraf dan Sel Ganglion Retina pada Pasien dengan Bilik Mata Depan Sudut Tertutup Primer Widya Artini Departemen Ilmu Kesehatan Mata FK Universitas

Lebih terperinci

ABSTRAK PREVALENSI INFEKSI MALARIA DI LABORATORIUM RUMAH SAKIT UMUM PANGLIMA SEBAYA TANAH GROGOT KALIMANTAN TIMUR PERIODE

ABSTRAK PREVALENSI INFEKSI MALARIA DI LABORATORIUM RUMAH SAKIT UMUM PANGLIMA SEBAYA TANAH GROGOT KALIMANTAN TIMUR PERIODE ABSTRAK PREVALENSI INFEKSI MALARIA DI LABORATORIUM RUMAH SAKIT UMUM PANGLIMA SEBAYA TANAH GROGOT KALIMANTAN TIMUR PERIODE 2006-2010 Sahala Triyanto S,2012. Pembimbing I : Budi Widyarto Lana,dr., M.H. Pembimbing

Lebih terperinci

Gambar 2.1. Struktur interna dari mata manusia (Junqueria, 2007)

Gambar 2.1. Struktur interna dari mata manusia (Junqueria, 2007) BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aliran Aqeuous Humour 2.1.1. Anatomi dan Histologi Struktur dasar mata yang berhubungan dengan aqueous humour adalah korpus siliriaris, sudut kamera okuli anterior dan sistem

Lebih terperinci

ACUTE GLAUCOMA ON RIGHT EYE

ACUTE GLAUCOMA ON RIGHT EYE [ LAPORAN KASUS ] ACUTE GLAUCOMA ON RIGHT EYE Laras Maranatha Tobing Faculty of Medicine, Universitas Lampung Abstract Acute glaucoma or primary angle closure glaucoma is a medical emergency case that

Lebih terperinci

O P T I K dan REFRAKSI. SMF Ilmu Kesehatan Mata RSD Dr.Soebandi FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JEMBER

O P T I K dan REFRAKSI. SMF Ilmu Kesehatan Mata RSD Dr.Soebandi FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JEMBER O P T I K dan REFRAKSI SMF Ilmu Kesehatan Mata RSD Dr.Soebandi FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JEMBER SINAR MATA (Organ Penglihatan) KORNEA + 43 D B M D Media optik PUPIL LENSA + 20 D MEDIA REFRAKSI BADAN

Lebih terperinci

Pengukuran Tekanan Intraokular pada Mata Normal Dibandingkan dengan Mata Penderita Miop sebagai Faktor Risiko Glaukoma

Pengukuran Tekanan Intraokular pada Mata Normal Dibandingkan dengan Mata Penderita Miop sebagai Faktor Risiko Glaukoma ARTIKEL PENELITIAN Mutiara Medika Vol. 11 No. 3: 189-194, September 2011 Pengukuran Tekanan Intraokular pada Mata Normal Dibandingkan dengan Mata Penderita Miop sebagai Faktor Risiko Glaukoma Measurement

Lebih terperinci

ARTIKEL PENELITIAN. Putu Giani Anabella Bestari Putri 1, I Wayan Eka Sutyawan 2, AA Mas Putrawati Triningrat 2

ARTIKEL PENELITIAN. Putu Giani Anabella Bestari Putri 1, I Wayan Eka Sutyawan 2, AA Mas Putrawati Triningrat 2 E-JURNAL Putu MEDIKA, Giani VOL. Anabella 7 NO. Bestari 1, JANUARI, Putri, 2018 I Wayan : 16 Eka - 21Sutyawan, AA Mas Putrawati Triningrat (Karakteristik penderita glaukoma...) ISSN: 2303-1395 Karakteristik

Lebih terperinci

AKURASI KEKUATAN LENSA INTRAOKULER PADA PASIEN MIOPIA AKSIAL MENGGUNAKAN ALAT OPTICAL BIOMETRY

AKURASI KEKUATAN LENSA INTRAOKULER PADA PASIEN MIOPIA AKSIAL MENGGUNAKAN ALAT OPTICAL BIOMETRY AKURASI KEKUATAN LENSA INTRAOKULER PADA PASIEN MIOPIA AKSIAL MENGGUNAKAN ALAT OPTICAL BIOMETRY ACCURACY OF INTRAOCULAR LENS POWER CALCULATION IN PATIENTS WITH AXIAL MYOPIA USING OPTICAL BIOMETRY Rahma

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. Saraf optik merupakan kumpulan akson yang berasal. dari sel-sel ganglion retina menuju khiasma nervus

BAB I. Pendahuluan. Saraf optik merupakan kumpulan akson yang berasal. dari sel-sel ganglion retina menuju khiasma nervus BAB I Pendahuluan I.1 Latar belakang Saraf optik merupakan kumpulan akson yang berasal dari sel-sel ganglion retina menuju khiasma nervus optikus dan berakhir di korpus genikulatum lateral (Hartono, 1994).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. berbagai kegiatan. Apabila mata menderita kelainan atau gangguan seperti low vision

BAB I PENDAHULUAN UKDW. berbagai kegiatan. Apabila mata menderita kelainan atau gangguan seperti low vision BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Mata merupakan salah satu organ indera yang menjadi sarana masuknya informasi untuk selanjutnya diproses oleh otak. Mata berperan penting bagi manusia, melalui

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. Saraf optik merupakan kumpulan akson yang berasal. dari sel-sel ganglion retina menuju chiasma nervus

BAB I. Pendahuluan. Saraf optik merupakan kumpulan akson yang berasal. dari sel-sel ganglion retina menuju chiasma nervus 1 BAB I Pendahuluan I.1 Latar belakang Saraf optik merupakan kumpulan akson yang berasal dari sel-sel ganglion retina menuju chiasma nervus optikus dan berakhir di korpus genikulatum (Hartono, 1999). Neuropati

Lebih terperinci

GAMBARAN KANKER PAYUDARA BERDASARKAN STADIUM DAN KLASIFIKASI HISTOPATOLOGI DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN TAHUN

GAMBARAN KANKER PAYUDARA BERDASARKAN STADIUM DAN KLASIFIKASI HISTOPATOLOGI DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN TAHUN GAMBARAN KANKER PAYUDARA BERDASARKAN STADIUM DAN KLASIFIKASI HISTOPATOLOGI DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2012-2013 Oleh : IKKE PRIHATANTI 110100013 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

GLAUCOMA. Glukoma adalah sekelompok kelainan mata yang ditandai dengan peningkatan tekanan intraokuler.( Long Barbara, 1996)

GLAUCOMA. Glukoma adalah sekelompok kelainan mata yang ditandai dengan peningkatan tekanan intraokuler.( Long Barbara, 1996) GLAUCOMA A. DEFINISI Glukoma adalah suatu penyakit yang memberikan gambaran klinik berupa peninggian tekanan bola mata, penggaungan papil saraf optik dengan defek lapang pandangan mata.(sidarta Ilyas,2000).

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA PENYAKIT KANKER PARU PERIODE 1 JANUARI DESEMBER 2012 DI RS. IMMANUEL KOTA BANDUNG

ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA PENYAKIT KANKER PARU PERIODE 1 JANUARI DESEMBER 2012 DI RS. IMMANUEL KOTA BANDUNG ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA PENYAKIT KANKER PARU PERIODE 1 JANUARI 2011 31 DESEMBER 2012 DI RS. IMMANUEL KOTA BANDUNG Dwirama Ivan Prakoso Rahmadi, 1110062 Pembimbing I : dr. Sri Nadya J Saanin, M.Kes Pembimbing

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. dikumpulkan melalui indera penglihatan dan pendengaran.

BAB 1 : PENDAHULUAN. dikumpulkan melalui indera penglihatan dan pendengaran. BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Glaukoma adalah suatu neuropati optik multifaktorial dengan karakteristik hilangnya serat saraf optik. Pada glaukoma akan terdapat kelemahan fungsi mata dengan terjadinya

Lebih terperinci

KARYA TULIS ILMIAH. Disusun oleh ENDAH FITRI NOVITASARI PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

KARYA TULIS ILMIAH. Disusun oleh ENDAH FITRI NOVITASARI PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN KARYA TULIS ILMIAH POLA PENGGUNAAN ANTI MALARIA PADA PENGOBATAN MALARIA VIVAX TANPA KOMPLIKASI DI INSTALASI RAWAT JALAN RSUD SCHOLOO KEYEN KABUPATEN SORONG SELATAN PROPINSI PAPUA BARAT PERIODE JANUARI-MEI

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI KARAKTERISTIK PENDERITA GLAUKOMA DI RUMAH SAKIT UMUM DR. SOEDARSO PONTIANAK TAHUN NUR ASICHA I

NASKAH PUBLIKASI KARAKTERISTIK PENDERITA GLAUKOMA DI RUMAH SAKIT UMUM DR. SOEDARSO PONTIANAK TAHUN NUR ASICHA I NASKAH PUBLIKASI KARAKTERISTIK PENDERITA GLAUKOMA DI RUMAH SAKIT UMUM DR. SOEDARSO PONTIANAK TAHUN 2009-2010 NUR ASICHA I11107066 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TANJUNGPURA

Lebih terperinci

Nova Faradilla, S. Ked

Nova Faradilla, S. Ked Author : Nova Faradilla, S. Ked Faculty of Medicine University of Riau Pekanbaru, Riau 2009 0 Files of DrsMed FK UNRI (http://www.files-of-drsmed.tk GLAUKOMA DEFINISI Glaukoma berasal dari kata Yunani

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Katarak adalah kekeruhan yang terjadi pada lensa mata dan menjadi penyebab

BAB I PENDAHULUAN. Katarak adalah kekeruhan yang terjadi pada lensa mata dan menjadi penyebab BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Katarak adalah kekeruhan yang terjadi pada lensa mata dan menjadi penyebab kebutaan utama di seluruh dunia termasuk Indonesia. Pembedahan masih merupakan satu-satunya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Miopia adalah suatu kelainan refraksi dimana sinar-sinar sejajar yang

BAB I PENDAHULUAN. Miopia adalah suatu kelainan refraksi dimana sinar-sinar sejajar yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Miopia adalah suatu kelainan refraksi dimana sinar-sinar sejajar yang datang dari sebuah benda difokuskan di depan retina pada saat mata dalam keadaan tidak berakomodasi

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA DENGUE HAEMORRHAGIC FEVER

ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA DENGUE HAEMORRHAGIC FEVER ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA DENGUE HAEMORRHAGIC FEVER GRADE I DAN II PADA ANAK 0 14 TAHUN DI RSUD PROF. W. Z. JOHANNES KUPANG PERIODE JANUARI DESEMBER 2007 Yasinta Adolfina Making. 2009. Pembimbing I :

Lebih terperinci

PERBANDINGAN PENURUNAN TEKANAN INTRAOKULER PADA TERAPI TIMOLOL MALEAT DAN DORSOLAMID PASIEN GLAUKOMA LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

PERBANDINGAN PENURUNAN TEKANAN INTRAOKULER PADA TERAPI TIMOLOL MALEAT DAN DORSOLAMID PASIEN GLAUKOMA LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH PERBANDINGAN PENURUNAN TEKANAN INTRAOKULER PADA TERAPI TIMOLOL MALEAT DAN DORSOLAMID PASIEN GLAUKOMA LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai gelar Sarjana

Lebih terperinci

Glaukoma. Apakah GLAUKOMA itu?

Glaukoma. Apakah GLAUKOMA itu? Apakah GLAUKOMA itu? adalah kerusakan penglihatan yang biasanya disebabkan oleh meningkatnya tekanan bola mata. Meningkatnya tekanan di dalam bola mata ini disebabkan oleh ketidak-seimbangan antara produksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. staff, 2010). Berdasarkan survey kesehatan mata yang dilakukan oleh. penyebab kebutaan terbanyak di Indonesia (Depkes, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. staff, 2010). Berdasarkan survey kesehatan mata yang dilakukan oleh. penyebab kebutaan terbanyak di Indonesia (Depkes, 2014). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Glaukoma adalah kelainan optik neuropati disertai kelainan lapang pandang yang karakteristik dan peningkatan tekanan intraokular (TIO) merupakan faktor resiko

Lebih terperinci

ABSTRAK. Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK. Universitas Sumatera Utara HUBUNGAN STRESS OKSIDATIF MARKER MALONILDIALDEHYDE DAN REDOX ENZYME GLUTHATHION PEROXIDASE DENGAN PROGRESIFITAS SYARAF OPTIK PASKA PEMBERIAN GINKGO BILOBA PADA PENDERITA GLAUKOMA SUDUT TERBUKA PRIMER ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara efektif. Diabetes Melitus diklasifikasikan menjadi DM tipe 1 yang terjadi

BAB I PENDAHULUAN. secara efektif. Diabetes Melitus diklasifikasikan menjadi DM tipe 1 yang terjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus (DM) merupakan suatu penyakit kronik yang ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah akibat tidak terbentuknya insulin oleh sel-β pankreas atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. al., 2009). Lebih dari 60 juta penduduk di dunia mengalami Glaukoma (Wong et

BAB I PENDAHULUAN. al., 2009). Lebih dari 60 juta penduduk di dunia mengalami Glaukoma (Wong et 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Glaukoma adalah kelainan mata yang ditandai dengan neuropati optik Glaukomatosa serta hilangnya lapang pandang yang khas, disertai peningkatan tekanan intraokuler

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setiap tahun di antara orang terdapat seorang penderita baru katarak (Kemenkes RI,

BAB I PENDAHULUAN. setiap tahun di antara orang terdapat seorang penderita baru katarak (Kemenkes RI, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit katarak merupakan penyebab utama kebutaan di seluruh dunia, yaitu sebesar 51% (WHO, 2012). Perkiraan insiden katarak di Indonesia adalah 0,1%/tahun atau setiap

Lebih terperinci

ABSTRAK KORELASI ANTARA TOTAL LYMPHOCYTE COUNT DAN JUMLAH CD4 PADA PASIEN HIV/AIDS

ABSTRAK KORELASI ANTARA TOTAL LYMPHOCYTE COUNT DAN JUMLAH CD4 PADA PASIEN HIV/AIDS ABSTRAK KORELASI ANTARA TOTAL LYMPHOCYTE COUNT DAN JUMLAH CD4 PADA PASIEN HIV/AIDS Ardo Sanjaya, 2013 Pembimbing 1 : Christine Sugiarto, dr., Sp.PK Pembimbing 2 : Ronald Jonathan, dr., MSc., DTM & H. Latar

Lebih terperinci

ABSTRAK PREVALENSI KANKER PAYUDARA DI RUMAH SAKIT HASAN SADIKIN, BANDUNG PERIODE JANUARI DESEMBER 2009

ABSTRAK PREVALENSI KANKER PAYUDARA DI RUMAH SAKIT HASAN SADIKIN, BANDUNG PERIODE JANUARI DESEMBER 2009 ABSTRAK PREVALENSI KANKER PAYUDARA DI RUMAH SAKIT HASAN SADIKIN, BANDUNG PERIODE JANUARI DESEMBER 2009 Ervina, 2011 Pembimbing I : dr. July Ivone, MKK, Mpd Ked Pembimbing II : dr. Sri Nadya Saanin M.Kes

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah mata merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia karena mata

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah mata merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia karena mata BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah mata merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia karena mata merupakan organ sensoris yang sangat vital. Delapan puluh persen informasi diperoleh dari penglihatan

Lebih terperinci

ABSTRAK. Hubungan Penurunan Pendengaran Sensorineural dengan Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Terkontrol dan Tidak Terkontrol di RSUP Sanglah

ABSTRAK. Hubungan Penurunan Pendengaran Sensorineural dengan Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Terkontrol dan Tidak Terkontrol di RSUP Sanglah ABSTRAK Hubungan Penurunan Pendengaran Sensorineural dengan Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Terkontrol dan Tidak Terkontrol di RSUP Sanglah Dini Nur Muharromah Yuniati Diabetes melitus (DM) merupakan suatu

Lebih terperinci

(dr. Cut Masdalena, M. Ked (Oph)) Universitas Sumatera Utara

(dr. Cut Masdalena, M. Ked (Oph)) Universitas Sumatera Utara Lampiran 1 LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN Selamat pagi/siang Bapak/Ibu, pada hari ini, saya Dr. Cut Masdalena akan melakukan penelitian yang berjudul Hubungan gangguan lapang pandangan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. data yang artinya terhadap subjek yang diteliti tidak diberikan perlakuan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. data yang artinya terhadap subjek yang diteliti tidak diberikan perlakuan BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Rancangan Penelitian Penelitian ini adalah penelitian observasional dengan pengukuran data yang artinya terhadap subjek yang diteliti tidak diberikan perlakuan dan pengambilan

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN PENYAKIT KANKER OVARIUM DI RUMAH SAKIT HASAN SADIKIN BANDUNG PERIODE JANUARI 2011-DESEMBER 2011

ABSTRAK GAMBARAN PENYAKIT KANKER OVARIUM DI RUMAH SAKIT HASAN SADIKIN BANDUNG PERIODE JANUARI 2011-DESEMBER 2011 ABSTRAK GAMBARAN PENYAKIT KANKER OVARIUM DI RUMAH SAKIT HASAN SADIKIN BANDUNG PERIODE JANUARI 2011-DESEMBER 2011 Adindha, 2012; Pembimbing I : Laella K. Liana, dr., Sp. PA., M. Kes. Pembimbing II : Rimonta

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN SKOR OHIP-14 PASIEN KANKER KEPALA DAN LEHER YANG MENDAPATKAN RADIOTERAPI DAN KEMOTERAPI DI RSUP SANGLAH TAHUN 2016

ABSTRAK GAMBARAN SKOR OHIP-14 PASIEN KANKER KEPALA DAN LEHER YANG MENDAPATKAN RADIOTERAPI DAN KEMOTERAPI DI RSUP SANGLAH TAHUN 2016 ABSTRAK GAMBARAN SKOR OHIP-14 PASIEN KANKER KEPALA DAN LEHER YANG MENDAPATKAN RADIOTERAPI DAN KEMOTERAPI DI RSUP SANGLAH TAHUN 2016 Kanker kepala dan leher adalah kanker tersering ke lima di dunia. Banyak

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian...

DAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... DAFTAR ISI Halaman SAMPUL DALAM...i LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING...ii PENETAPAN PANITIA PENGUJI...iii PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN...iv ABSTRAK...v ABSTRACT...vi RINGKASAN...vii SUMMARY...ix KATA PENGANTAR...xi

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN PENYAKIT DIABETES MELITUS PADA ORANG DEWASA YANG DIRAWAT INAP DIRUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI DESEMBER 2014

ABSTRAK GAMBARAN PENYAKIT DIABETES MELITUS PADA ORANG DEWASA YANG DIRAWAT INAP DIRUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI DESEMBER 2014 ABSTRAK GAMBARAN PENYAKIT DIABETES MELITUS PADA ORANG DEWASA YANG DIRAWAT INAP DIRUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE Evan Anggalimanto, 2015 Pembimbing 1 : Dani, dr., M.Kes Pembimbing 2 : dr Rokihyati.Sp.P.D

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Arteri Perifer (PAP) adalah suatu kondisi medis yang disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Arteri Perifer (PAP) adalah suatu kondisi medis yang disebabkan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyakit Arteri Perifer (PAP) adalah suatu kondisi medis yang disebabkan oleh adanya sumbatan pada arteri yang mendarahi lengan atau kaki. Arteri dalam kondisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mata merupakan bagian pancaindera yang sangat penting dibanding

BAB I PENDAHULUAN. Mata merupakan bagian pancaindera yang sangat penting dibanding BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mata merupakan bagian pancaindera yang sangat penting dibanding indera lainnya. Para ahli mengatakan, jalur utama informasi 80% adalah melalui mata. Mata sering disebut

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian retrospektif analitik dengan melihat

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian retrospektif analitik dengan melihat BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian retrospektif analitik dengan melihat rekam medis pasien katarak senilis pascaoperasi fakoemulsifikasi di Rumah Sakit PKU

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dalam kandungan dan faktor keturunan(ilyas, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dalam kandungan dan faktor keturunan(ilyas, 2006). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Katarak adalah keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa atau terjadi akibat kedua-duanya.

Lebih terperinci

GLAUKOMA ABSOLUT POST TRABEKULEKTOMI DAN GLAUKOMA POST PERIFER IRIDEKTOMI

GLAUKOMA ABSOLUT POST TRABEKULEKTOMI DAN GLAUKOMA POST PERIFER IRIDEKTOMI LaporanKasus GLAUKOMA ABSOLUT POST TRABEKULEKTOMI DAN GLAUKOMA POST PERIFER IRIDEKTOMI Pembimbing : dr. Djoko Heru, sp.m Disusunoleh : Irene Dwiyanti 406117046 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Glaukoma merupakan suatu kumpulan gejala yang mempunyai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Glaukoma merupakan suatu kumpulan gejala yang mempunyai BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Glaukoma merupakan suatu kumpulan gejala yang mempunyai suatu karakteristik optik neuropati yang berhubungan dengan hilangnya lapangan pandang. Walaupun kenaikan tekanan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. dalam proses refraksi ini adalah kornea, lensa, aqueous. refraksi pada mata tidak dapat berjalan dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. dalam proses refraksi ini adalah kornea, lensa, aqueous. refraksi pada mata tidak dapat berjalan dengan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Mata merupakan suatu organ refraksi yang berfungsi untuk membiaskan cahaya masuk ke retina agar dapat diproses oleh otak untuk membentuk sebuah gambar. Struktur

Lebih terperinci

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PENDERITA GLAUKOMA DENGAN KETAATAN MENGGUNAKAN OBAT LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PENDERITA GLAUKOMA DENGAN KETAATAN MENGGUNAKAN OBAT LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PENDERITA GLAUKOMA DENGAN KETAATAN MENGGUNAKAN OBAT LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH Diajukan sebagai syarat untuk mengikuti ujian seminar hasil karya tulis mahasiswa program

Lebih terperinci

DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN GLAUKOMA SUDUT TERTUTUP SEKUNDER OD + ASTIGMAT HIPERMETROPIA KOMPOSITUS OD + SUDUT TERTUTUP SEKUNDER OS + HIPERMETROPIA

DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN GLAUKOMA SUDUT TERTUTUP SEKUNDER OD + ASTIGMAT HIPERMETROPIA KOMPOSITUS OD + SUDUT TERTUTUP SEKUNDER OS + HIPERMETROPIA DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN GLAUKOMA SUDUT TERTUTUP SEKUNDER OD + ASTIGMAT HIPERMETROPIA KOMPOSITUS OD + SUDUT TERTUTUP SEKUNDER OS + HIPERMETROPIA SIMPLEK OS e.c NANOPHTHALMOS Oleh: Rova Virgana Bagian

Lebih terperinci

ABSTRAK PREVALENSI DIABETES MELITUS TIPE 2 DENGAN HIPERTENSI DI RSUP SANGLAH DENPASAR TAHUN 2015

ABSTRAK PREVALENSI DIABETES MELITUS TIPE 2 DENGAN HIPERTENSI DI RSUP SANGLAH DENPASAR TAHUN 2015 ABSTRAK PREVALENSI DIABETES MELITUS TIPE 2 DENGAN HIPERTENSI DI RSUP SANGLAH DENPASAR TAHUN 2015 Diabetes melitus tipe 2 didefinisikan sebagai sekumpulan penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemik

Lebih terperinci