Khalid Fikri Fiddien Indarti Komala Dewi Ni Made Esti Nurmani

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Khalid Fikri Fiddien Indarti Komala Dewi Ni Made Esti Nurmani"

Transkripsi

1 IDENTIFIKASI PENGARUH KEGIATAN INDUSTRI BESAR TERHADAP PERKEMBANGAN PERUMAHAN DI KABUPATEN TANGERANG (Studi Kasus : Kecamatan Balaraja, Cikupa dan Tigaraksa) Khalid Fikri Fiddien Indarti Komala Dewi Ni Made Esti Nurmani Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik, Universitas Pakuan kfiddien@gmail.com Kawasan industri besar memberikan pengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan hunian di Kecamatan Balaraja, Cikupa dan Tigaraksa. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perkembangan industri di Kecamatan Balaraja, Cikupa dan Tigaraksa pada tahun 2005 dan tahun, mengetahui perkembangan perumahan di Kecamatan Balaraja, Cikupa dan Tigaraksa pada tahun 2005 dan serta mengetahui pengaruh kegiatan industri terhadap perkembangan perumahan di Kecamatan Balaraja, Cikupa dan Tigaraksa. Penelitian ini menggunakan analisa Sistem Informasi Geografis (SIG) dan analisa deskiptif. Analisa SIG dilakukan dengan teknik overlay atau tumpang tindih peta, data yang digunakan adalah peta penggunaan lahan tahun 2005 dan tahun. Analisa deskriptif adalah hasil jawaban berdasarkan kuesioner yang ditabulasikan dengan metode deskirptif dengan teknik cross tabulation atau tabulasi silang yang didukung dengan analisa SIG. Berdasarkan hasil analisa SIG perkembangan industri di Kecamatan Balaraja, Cikupa dan Tigaraksa tahun 2005 dan tahun adalah sebesar 840,88 Ha atau 6,5 dari luas keseluruhan Kecamatan Balaraja, Cikupa dan Tigaraksa sedangkan perkembangan perumahan di Kecamatan Balaraja, Cikupa dan Tigaraksa tahun 2005 dan tahun adalah sebesar 861,80 Ha atau 6,7 dari luas keseluruhan Kecamatan Balaraja, Cikupa dan Tigaraksa. Pengaruh kegiatan industri besar terhadap perkembangan perumahan adalah luas penggunaan lahan untuk perumahan secara spasial bertambah. Perkembangan perumahan didominasi oleh perumahan swadaya dengan luas sebesar 521,65 Ha atau 4 dari luas keseluruhan wilayah Kecamatan Balaraja, Cikupa dan Tigaraksa. Sedangkan perkembangan perumahan developer tahun 2005 dan adalah 117,12 Ha atau 2,7 dari luas keseluruhan wilayah Kecamatan Balaraja, Cikupa dan Tigaraksa. Pola persebaran industri dan perumahan di Kecamatan Balaraja, Cikupa dan Tigaraksa mengikuti pekembangan industri. Kata Kunci : Industri, Perumahan dan Pola Persebaran. 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kabupaten Tangerang merupakan salah satu Kabupaten yang mengalami perkembangan yang cukup pesat dalam pembangunannya. Salah satu penyebabnya adalah letak wilayahnya yang merupakan kawasan hinterland dari Ibu Kota Jakarta, letaknya yang strategis ini membuat Kabupaten Tangerang menjadi salah satu Kabupaten tujuan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Bentuk kebutuhan yang dapat dipenuhi di Kabupaten Tangerang adalah kebutuhan akan lapangan kerja. Keberadaan kawasan industri memberikan berbagai trend positif bagi kemajuan kesejahteraan masyarakat lokal maupun masyakat pendatang. Dengan tingginya tingkat kesejahteraan masyarakat, aktivitas dan perkembangan wilayah, maka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat lokal maupun masyarakat pendatang akan tercapai. Kegiatan industri yang merupakan sektor unggulan di Kabupaten Tangerang tentunya berpengaruh pada perubahan penggunaan lahan. Bentuk perubahan yang terjadi adalah adanya perubahan penggunaan lahan sektor agraris menjadi industri yang sangat signifikan di Kabupaten Tangerang. Salah satu kawasan industri yang memberikan pengaruh besar terhadap perubahan penggunaan lahan di wilayah Kabupaten Tangerang adalah di kawasan industri besar yang berada di Kecamatan Balaraja, Cikupa, dan Tigaraksa. Perkembangan industri besar di 3 (tiga) Kecamatan tersebut dari masa-kemasa telah memberikan pengaruh besar terhadap perkembangan dan perubahan berbagai kegiatan masyarakat khususnya di Kecamatan Balaraja, Cikupa dan Tigaraksa. Sebagai kawasan industri, berbagai kegiatan pun ikut tumbuh, antara lain adalah munculnya peluang bisnis untuk 1

2 masyarakat pemilik modal untuk membangun rumah-rumah kontrakan disekitar kawasan industri atau didekat perusahaan industri. Perencanaan kawasan industri yang tidak komperhensif dengan perencanaan penataan ruang yang buruk akan menimbulkan masalahmasalah penataan ruang. Selain itu, arus urbanisasi dan keterbatasan ketersediaan fasilitas tempat tinggal/hunian mendorong tenaga kerja untuk bertempat tinggal didekat kawasan industri di Kecamatan Balaraja, Cikupa dan Tigaraksa dengan pola tinggal yang tidak terencana dan sporadis. Hal ini, menyebabkan penurunan kualitas lingkungan, kesehatan kota dan produktifitas kegiatan industri itu sendiri. Oleh karena itu penyediaan fasilitas hunian sangat diperlukan untuk menciptakan penataan ruang yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan. 1.2 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Mengetahui perkembangan industri Kecamatan Balaraja, Cikupa dan Tigaraksa pada tahun 2005 dan. 2. Mengetahui perkembangan perumahan di Kecamatan Balaraja, Cikupa dan Tigaraksa pada tahun 2005 dan. 3. Mengetahui pengaruh kegiatan industri besar terhadap perkembangan perumahan di Kecamatan Balaraja, Cikupa dan Tigaraksa. 2. LANDASAN TEORI 2.1. Pengertian dan Pengelompokan Industri Menurut UU RI No tentang Perindustrian bidang usaha industri adalah lapangan kegiatan yang bersangkutan dengan cabang industri yang mempunyai ciri khusus yang sama dan atau hasilnya bersifat akhir dalam proses produksi. Menurut Hendro (2000, dalam Abdullah 2010:35) Industri merupakan suatu bentuk kegiatan masyarakat sebagai bagian dari sistem perekonomian atau sistem mata pencaharian dan merupakan suatu usaha manusia dalam menggabungkan atau mengolah bahan-bahan dari sumber daya lingkungan menjadi barang yang bermanfaat bagi manusia. Menurut Peraturan Pemerintah No tentang Kawasan Industri, Kawasan Industri adalah kawasan tempat pemusatan kegiatan Industri yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana penunjang yang dikembangkan dan dikelola oleh Perusahaan Kawasan Industri yang telah memiliki Izin Usaha Kawasan Industri. Sedangkan zona Industri adalah merupakan bentangan lahan yang diperuntukan bagi kegiatan industri berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah atau Kota yang bersangtkutan. Perusahaan Kawasan Industri adalah perusahaan yang mengusahakan pengembangan dan pengelolaan Kawasan Industri. Perusahaan Industri adalah badan usaha yang melakukan kegiatan di bidang usaha Industri di wilayah Indonesia. Kawasan Peruntukan Industri adalah bentangan lahan yang diperuntukkan bagi kegiatan Industri berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pengklasifikasian industri didasarkan pada kriteria yaitu berdasarkan bahan baku, tenaga kerja, pangsa pasar, modal, atau jenis teknologi yang digunakan. Menurut International Standar of Industrial Classification (ISIC) pengklasifikasian industri adalah berdasarkan pengorganisasian industri yang terdiri atas : a. Industri kecil, yaitu industri yang memiliki ciri-ciri: modal relatif kecil, teknologi sederhana, pekerjanya kurang dari 10 orang biasanya dari kalangan keluarga, produknya masih sederhana, dan lokasi pemasarannya masih terbatas (berskala lokal). b. Industri menengah, yaitu industri yang memiliki ciri-ciri: modal relative besar, teknologi cukup maju tetapi masih terbatas, pekerja antara orang, tenaga kerja tidak tetap, dan lokasi pemasarannya relative lebih luas (berskala regional). c. Industri besar, yaitu industri yang memiliki ciri-ciri: modal sangat besar, teknologi canggih dan modern, organisasi teratur, tenaga kerja dalam jumlah banyak dan terampil, pemasarannya berskala nasional atau internasional Dampak Industri Terhadap Perkembangan Perumahan Soemarwoto (2003: 183) dan Kristanto (2004: 300) menjelaskan dampak dari pembangunan industri berdampak langsung pada lahan melalui tahap persiapan, berupa kenaikan kepadatan penduduk, penurunan produksi pertanian, penggusuran penduduk, dan konstruksi prasarana dan kompleks industri. Alih fungsi lahan adalah sebuah mekanisme yang mempertemukan permintaan dan penawaran terhadap lahan dan menghasilkan kelembagaan lahan baru dengan karakteristik sistem produksi yang berbeda. (Nugroho, 2004: 155). Secara garis besar, alih fungsi lahan dapat berjalan secara sistematis dan sporadis. Peralihan secara sistematis memuat karakter perencanaan dan keinginan publik sehingga luasan lahan hasil 2

3 peralihan lebih terkendali dan terkonsolidasi dalam kerangka perencanaan tata ruang. Mekanisme ini terlihat dalam pembangunan kawasan industri, pemukiman, dan sarana infrastrukturnya. Peralihan secara sporadis memuat karakter lebih individual atau oleh sekelompok masyarakat sehingga luasan hasil peralihan tidak dapat diprediksi dan menyebar tidak terkonsolidasi (Nugroho, 2004: 155). Adapun dampak industri terhadap perkembangan perumahan memiliki dua dampak yaitu dampak perkembangan perumahan secara positif dan perkembangan negatif. Perkembangan negatif dari pengaruh kegiatan industri adalah munculnya perumahanperumahan kumuh di zona industri Pengertian Perumahan dan Sarana Prasarana Perumahan Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, menyebutkan bahwa perumahan dan kawasan permukiman adalah suatu kesatuan sistem yang terdiri atas pembinaan, penyelenggaraan perumahan, penyelenggaraan kawasan permukiman, pemeliharaan dan perbaikan, pencegahan dan berpeningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh, penyediaan tanah pendanaan dan sistem pembiayaan serta peram masyarakat. Perumahan adalah kumpulan rumah sebagai bagian dari permukiman, baik perkotaan maupun perdesaan, yang dilengkapi dengan prasarana, sarana dan utilitas umum sebagai hasil upaya pemenuhan rumah yang layak huni. Kawasan permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik berupa kawasan perkotaan maupun kawasan perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan. Daerah perumahan harus disediakan saransarana seperti pendidikan, kesehatan, peribatan, perdagangan dan jasa, rekreasi dan lainnya yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan penduduk yaitu sebagai berikut (Nathan Jimbro, 2010): a. Sarana pendidikan. b. Sarana perdagangan dan jasa. c. Sarana olahraga dan ruang terbuka hijau. d. Jalur hijau. 3. METODE PENELITIAN 3.1. Ruang lingkup Penelitian Ruang lingkup wilayah pada penelitian ini terdapat di 3 (tiga) Kecamatan yang termasuk kawasan industri Kabupaten Tangerang yaitu Kecamatan Balaraja, Cikupa dan Tigaraksa. Latar belakang penetapan ruang lingkup wilayah studi adalah ketentuan RTRW Kabupaten Tangerang tahun dan perkembangan industri yang secara fisik lebih pesat dibandingkan kecamatan lainnya di Kabupaten Tangerang. Untuk lebih jelasnya mengenai ruang lingkup wilayah dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1 : Peta Ruang Lingkup Wilayah Penetiltian Lingkup pembahasan materi pada kegiatan penelitian ini dibatasi pada pembahasan sebagai berikut : 1. Jenis industri dalam penelitian ini adalah industri besar. 2. Kawasan industri yang dimaksud dalam penelitian ini adalah zone industri yang berada di Kecamatan Balaraja, Cikupa dan Tigaraksa. 3. Perumahan adalah kumpulan rumah sebagai bagian dari permukiman, baik perkotaan maupun perdesaan Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Data primer : pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, dokumentasi dan penyebaran quesioner kepada masyarakat di Kecamatan Balaraja, Cikupa dan Tiagaraksa Kabupaten Tangerang. 2. Data Sekunder : Pengumpulan data sekunder yang dilakukan dengan mencari data dari instansi terkait, baik instansi pemerintahan maupun instansi swasta. 3. Metode Pengambilan Sample Dalam penelitian ini teknik pengambilan sampel dengan menggunakan metode random sampling (Sugiarto dalam Gunawan 2014) dengan rumus sebagai berikut : 3

4 Keterangan : n = Ukuran sampel N = Ukuran Populasi e = Persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengembilan sampel yang masih dapat ditolerir atau diinginkan. Sampel yang dipilih adalah individu yang menurut pertimbangan peneliti dapat didekati. kategori sample adalah sebagai berikut : 1. Tenaga kerja industri 2. Mayarakat 3. Pengelola industri 4. Pemerintah Kabupaten Tangerang 3.3. Metode Analisa Dalam penelitian ini analisa yang digunakan adalah analisa Sistem Informasi Geografis (SIG) dengan teknik Overlay untuk mengetahui perkembangan industri dan perkembangan perumahan di Kabupaten Tangerang secara spasial. Overlay adalah analisa spasial yang mengombinasikan dua layer tematik yang menjadi masukannya. Dengan menggunakan metode Overlay, kedua layer yang digabungkan akan menghasilkan layer baru berdasarkan informasi masukannya. Secara umum, teknis mengenai analisa ini terbagi ke dalam format datanya. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2. Gambar 2 : Analisa Overlay Sedangkan untuk mengetahui pengaruh indusri terhadap perkembangan perumahan analisa data deskriptif yang didasari untuk mengetahui keadaaan sesuatu yang bersifat kualitatif dengan penafsiran persentase data kualitatif melalui metode pengumpulan data yakni berupa angket (kuesioner). Statistik deskriptif adalah metode-metode yang berkaitan dengan pengumpulan dan penyajian suatu gugus data sehingga menaksir kualitas data berupa jenis variabel, ringkasan statistik (mean, median, modus, standar deviasi, etc), distribusi, dan representasi bergambar (grafik), tanpa rumus probabilistik apapun (Walpole, 1993; Correa-Prisant, 2000; Dodge, 2006). Crosstabs atau tabulasi silang digunakan untuk memperoleh jumlah pada nilai-nilai lebih dari satu variabel. Apabila analisis statistik deskriptif sebelumnya mengolah data secara keseluruhan dalam setiap variabel dengan menghitung perhitungan statistik seperti mean, standar deviasi, kurtosis, dan lainnya. 4. ANALISA PENGARUH KEGIATAN INDUSTRI BESAR TERHADAP PERKEMBANGAN PERUMAHAN DI KABUPATEN TANGERANG 4.1. Identifikasi Perkembangan Industri di Kecamatan Balaraja, Cikupa dan Tigaraksa 2005 dan a. Analisa Perkembangan Industri 2005 dan Berdasarkan hasil analisa SIG perkembangan industri di Kecamatan Balaraja, Cikupa dan Tigaraksa adalah sebesar 840,88 Ha. Perkembangan industri terbesar terdapat di Kecamatan Cikupa dengan luas perkembangan industri sebesar 512,29 Ha, disusul oleh Kecamatan Balaraja dengan luas perkembangan industri sebesar 251,18 Ha, dan Kecamatan Tigaraksa dengan luas perkembangan industri sebesar 76,42 Ha. Untuk lebih jelasnya mengenai perkembangan industri di wilayah studi dapat dilihat pada Tabel 1 dan Gambar 3. Tabel 1 Perkembangan Industri 2005 dan No. Kecamatan Lahan 2005 Lahan Perkembangan Lahan 1. Balaraja 214,61 465,75 252,18 2. Cikupa 728, ,73 512,29 3. Tigaraksa 58,82 134,88 76,42 Jumlah 1002, ,36 840,88 Gambar 3 : Peta Perkembangan Industri 2005 dan 4

5 Perkembangan industri yang terjadi di Kecamatan Balaraja, Cikupa dan Tigaraksa sudah sesuai dengan Peraturan Daerah No. 13 tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang (RTRW) Kabupaten Tangerang tahun pasal 53 huruf (a) menyebutkan bahwa, kawasan industri besar dikembangkan di Kecamatan Pasar Kemis, Cikupa, Jambe, Tigaraksa, Sepatan, dan Balaraja. b. Perubahan Penggunaan Lahan Industri Berdasarkan hasil analisa SIG, perubahan penggunaan lahan menjadi industri di Kecamatan Balaraja, Cikupa dan Tigaraksa adalah sebesar 840,88 Ha. Perubahan lahan terbesar menurut jenis penggunaan lahan adalah tegalan menjadi industri, dengan luas sebesar 402,03 Ha. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 2 dan Gambar 4. Tabel 2 Perubahan Penggunaan Lahan Industri 2005 dan No. Penggunaan Lahan 2005 Keterangan 1. Perkebunan Industri 24,62 Berubah 2. Perumahan Industri 225,04 Berubah 3. RTH Industri 88,95 Berubah 4. Sawah Industri 100,24 Berubah 5. Tegalan Industri 402,03 Berubah Jumlah 840,88 Berubah dan Tigaraksa. Berdasarkan hasil analisa SIG perkembangan perumahan di Kecamatan Balaraja, Cikupa dan Tigaraksa adalah sebesar 861,80 Ha. Perkembangan industri terbesar terdapat di Kecamatan Cikupa dengan luas perkembangan perumahan sebesar 496,78 Ha, disusul oleh Kecamatan Tigaraksa dengan luas perkembangan perumahan sebesar 232,22 Ha, dan Kecamatan Balaraja dengan luas perkembangan perumahan sebesar 132,80 Ha. Untuk lebih jelasnya mengenai perkembangan perumahan di Kecamatan Balaraja, Cikupa dan Tigaraksa dapat dilihat pada Tabel 3 dan Gambar 5. Tabel 3 Perkembangan Perumahan 2005 dan No. Kecamatan Lahan 2005 Lahan Perkembangan Lahan 1. Balaraja 659,71 765,41 132,80 2. Cikupa 1.324, ,12 496,78 3. Tigaraksa 933, ,29 232,22 Jumlah 2.917, ,83 861,80 Berdasarkan Peraturan Daerah No. 13 tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang (RTRW) Kabupaten Tangerang tahun pasal 55 huruf (a) menyebutkan bahwa permukiman perkotaan dengan kepadatan tinggi dengan luas kurang lebih Ha meliputi 20 Kecamatan. Salah satu permukiman perkotaan dengan kepadatan tinggi adalah Kecamatan Balaraja, Cikupa dan Tigaraksa yang merupakan Kecamatan Balaraja, Cikupa dan Tigaraksa. Oleh karena itu perkembangan perumahan di Kecamatan Balaraja, Cikupa dan Tigaraksa sudah sesuai dengan arahan RTRW Kabupaten Tangerang. Gambar 4 : Peta Perubahan Lahan Industri 2005 dan 4.2. Identifikasi Perkembangan Perumahan di Kecamatan Balaraja, Cikupa dan Tigaraksa 2005 dan a. Analisa Perkembangan Industri 2005 dan Secara keseluruhan perkembangan perumahan tahun 2005 dan terjadi di seluruh wilayah di Kecamatan Balaraja, Cikupa Gambar 5 : Peta Perkembangan Perumahan 2005 dan 5

6 b. Perubahan Penggunaan Lahan Perumahan Berdasarkan hasil analisa SIG, perubahan penggunaan lahan menjadi perumahan di Kecamatan Balaraja, Cikupa dan Tigaraksa adalah sebesar 861,80 Ha. Sedangkan akibat perkembangan industri pula terjadi pengurangan lahan perumahan sebesar 225,04 Ha. Perubahan lahan terbesar adalah RTH menjadi perumahan, dengan luas sebesar 322,32 Ha. Sedangkan perubahan penggunaan lahan terkecil adalah danau/kolam menjadi perumahan sebesar 12,72 Ha. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 4, Tabel 5 dan Gambar 6. Tabel 4 Perubahan Penggunaan Lahan Perumahan 2005 dan Jenis Penggunaan Lahan No. Keterangan Danau/Kolam Perumahan 8,76 Bertambah 2. Industri Perumahan 12,72 Bertambah 3. Perkebunan Perumahan 49,72 Bertambah 4. RTH Perumahan 322,32 Bertambah 5. Sawah Perumahan 258,16 Bertambah 6. Tegalan Perumahan 210,11 Bertambah Jumlah 861,80 Bertambah Gambar 6 : Peta Perubahan Penggunaan Lahan Perumahan 2005 dan 4.3. Identifikasi Pengaruh Kegiatan Industri Besar Terhadap Perkembangan Perumahan di Kabupaten Tangerang a. Pengaruh Terhadap Perkembangan Perumahan dan Jenis Perumahan Berdasarkan hasil analisa spasial, perkembangan perumahan pada tahun 2005 dan adalah sebesar 861,80 Ha atau 6,7 dari luas keseluruhan Kecamatan Balaraja, Cikupa dan Tigaraksa. Sementara trend perkembangan perumahan tahun 2005 dan didominasi oleh perumahan swadaya dengan luas luas perkembangan 521,65 Ha atau 4 dari luas keseluruhan wilayah. Sedangkan perkembangan perumahan developer tahun 2005 dan adalah 117,12 Ha atau 2,7 dari luas keseluruhan wilayah. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 6. No Tabel 6 dan Jenis Perkembangan Perumahan Jenis Perumahan Perumahan Swadaya Perumahan Developer Penggunaan Lahan 2005 Perkembangan () 2535, ,81 521,65 4,0 384,35 501,47 117,12 2,7 Jumlah 2917, ,83 861,8 6,7 Hal ini menunjukan bahwa perumahan swadaya atau perumahan yang didirikan atas prakarsa masyarakat lebih berkembang dibandingkan perumahan developer, perkembangan industri menyebabkan arus urbanisasi yang tinggi di Kecamatan Balaraja, Cikupa dan Tigaraksa. Berdasarkan data Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Tangerang, jumlah perusahaan industri adalah 3079 unit dengan jumlah tenaga kerja sebanyak jiwa. Dengan adanya pendatang maka kebutuhan akan perumahan akan meningkat dan berdampak pada terjadinya pembangunan kontrakan oleh masyarakat pemilik modal untuk membangun kontrakan disekitar zona industri. Berdasarkan analisa, maka diperoleh informasi bahwa lama kontrakan berdiri 1-5 tahun dengan jumlah responden 18 unit berlokasi di Kecamatan Balaraja 17, Kecamatan Cikupa 56, dan Kecamatan Tigaraksa 28. Lama kontrakan berdiri 6-10 tahun responden 38 unit berlokasi di Kecamatan Balaraja 39, Kecamatan Cikupa 34, dan Kecamatan Tigaraksa 26. Lama kontrakan yang berdiri tahun dengan jumlah responden 31 jiwa berlokasi di Kecamatan Balaraja 55, Kecamatan Cikupa 26 dan Kecamatan Tigaraksa 19. Lama kontrakan yang berdiri tahun dengan jumlah responden 10 jiwa berlokasi di Kecamatan Balaraja 60, Kecamatan Cikupa 30 dan Kecamatan Tigaraksa 10 sedangkan lama kontrakan yang berdiri lebih dari 20 tahun dengan jumlah persentase 3 jiwa berlokasi di Kecamatan Balaraja 100. Untuk lebih jelasnya lihat Tabel 7. 6

7 Tabel 7 Lama Kontrakan Berdiri dengan Lokasi Kontarakan Lama Kontarakan Berdiri Lokasi Kontrakan (Kecamatan) Balaraja Cikupa Tigaraksa Jumlah Jumlah Jumlah 1-5 tahun tahun tahun tahun > 20 tahun Hal ini menunjukan bahwa, perkembangan perumahan marak terjadi pada 6-10 tahun yang lalu. Keberadaan industri dan perkembangannya merupakan daya tarik dan peluang bisnis bagi masyarakat pemilik modal untuk membuat usaha kontrakan dan membantu para tenaga kerja dalam pemenuhan kebutuhan hunian. Berdasarkan hasil analisa maka diperoleh informasi lama kontrakan berdiri dari 1-5 tahun dengan jumlah responden 18 jiwa dengan keadaan lahan sebelumnya berupa lahan kosong sebesar 50, Kebun sebesar 22, lainnya 28. Lama kontrakan berdiri dar 6-10 tahun dengan jumlah responden 38 jiwa dengan keadaan lahan sebelumnya berupa lahan kosong sebesar 55, kebun 18, dan lainnya 26. Lama kontrakan berdiri dari tahun dengan jumlah responden 31 jiwa dengan keadaan sebelumnya berupa lahan kosong 39, kebun 32, dan lainnya 39. Lama kontrakan berdiri dari tahun dengan jumlah responden 10 jiwa dengan keadaan sebelumnya berupa lahan kosong sebesar 90 dan lainnya sebesar 10. Sedangkan lama kontrakan berdiri lebih dari 20 tahun dengan jumlah responden 3 jiwa dengan keadaan lahan sebelumnya berupa lahan kosong sebesar 33 dan kebun sebesar 67. Untuk lebih jelasnya lihat Tabel 8. Tabel 8 Lama Kontrakan Berdiri dengan Keadaan Lahan Sebelumnya Lama Kontrakan Berdiri Keadaan Lahan Sebelumnya Lahan Kosong Kebun Lainnya Jumlah Jumlah Jumlah 1-5 tahun tahun tahun tahun > 20 tahun Hal ini menunjukan bahwa terjadi perubahan penggunaan lahan di Kecamatan Balaraja, Cikupa dan Tigaraksa. Perkembangan industri membuka peluang bisnis bagi masyarakat pemilik modal untuk menginvestasikan uangnya dan membangun kontrakan. Disisi lain, munculnya kontrakankontrakan tersebut sedikit banyak membantu pada tenaga kerja industri khususnya para pendatang untuk memenuhi kebutuhannya berupa hunian. Berdasarkan hasil analisa, maka diperoleh informasi bahwa perusahaan industri yang berdiri dari 6-10 tahun dengan jumlah responden 1 unit berlokasi di Kecamatan Balaraja. Perusahaan industri yang berdiri tahun dengan jumlah responden 2 unit berlokasi di Kecamatan Balaraja sebesar 50, dan Kecamatan Cikupa sebesar 50. Sedangkan perusahaan industri yang berdiri dari tahun dengan jumlah responden 7 unit berlokasi di Kecamatan Balaraja sebesar 57, Kecamatan Cikupa 29 dan Kecamatan Tigaraksa 14. Untuk lebih jelasnya lihat Tabel 9. Tabel 9 Lama Industri Berdiri dengan Lokasi Industri Lama Industri Berdiri Lokasi Industri (Kecamatan) Balaraja Cikupa Tigaraksa Jumla Jumlah Jumlah h 6-10 tahun tahun tahun Hal ini menunjukan bahwa kegiatan industri di Kecamatan Balaraja, Cikupa dan Tigaraksa didominasi oleh perusahaan industri yang sudah berdiri dari tahun. Perusahaan industri tersebut merupakan perusahaan yang dapat bertahan dalam keadaan ekonomi yang tidak stabil, hal ini tidak terlepas dari managerial perusahaan industri yang baik (Bonavite). b. Pengaruh Industri Terhadap Pola Persebaran Perumahan Berdasarkan hasil analisa SIG, pola penggunaan lahan industri di Kecamatan Balaraja, Cikupa dan Tigaraksa mengikuti koridor jalan raya Serang yang merupakan jalan utama atau jalan arteri. Selain itu jalan utama atau jalan arteri tersebut sudah terintegrasi oleh jalan tol. Hal ini merupakan faktor pendukung perkembangan industri di Kecamatan Balaraja, Cikupa dan Tigaraksa. Penempatan lokasi industri yang dekat dengan jalan membuat 7

8 industri di Kecamatan Balaraja, Cikupa dan Tigaraksa dapat menekan biaya distribusi hasil produksi (weight lossing). Dengan berkembangnya industri disepanjang jalan arteri maka pola persebaran perumahan pun mengikuti arah perkembangan industri. Hal ini menunjukan bahwa perkembangan industri berpengaruh terhadap pola persebaran perumahan di Kecamatan Balaraja, Cikupa dan Tigaraksa, kecenderungan tenaga kerja industri yang memilih bertempat tinggal di dekat zona industri di Kecamatan Balaraja, Cikupa dan Tigaraksa menjadi penyebab terbentuknya pola perumahan yang berada di dekat zona industri. Sedangkan wilayah selatannya lebih dikembangkan untuk pusat pemerintahan Kabupaten Tangerang yaitu Kecamatan Tigaraksa. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 7. Berdasarkan hasil analisa maka diperoleh informasi bahwa, tenaga kerja industri yang bekerja dan bertempat tinggal di Kecamatan Cikupa persentasenya 67, disusul oleh kriteria bekerja dan bertempat tinggal di Kecamatan Balaraja persentasenya 22 dan kriteria bekerja dan bertempat tinggal di Kecamatan Tigaraksa persentasenya 11. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10 Tempat Bekerja dengan Tempat Tinggal Tempat Bekerja Gambar 7 : Peta Pola Persebaran Industri dan Perumahan Juml ah Tempat Tinggal (Kecamatan) Balaraja Cikupa Tigaraksa Juml ah Juml ah Balaraja Cikupa Tigaraksa Hal ini menunjukan bahwa tenaga kerja di Kecamatan Balaraja, Cikupa dan Tigaraksa lebih memilih bertempat tinggal di dekat lokasi industri dimana mereka bekerja karena dinilai dapat menghemat biaya. Berdasarkan hasil analisa, tenaga kerja industri kriteria dekat tempat kerja dengan jarak kurang dari 5 Km adalah 57, kriteria jarak sedang dengan jarak 5 Km adalah 42, kriteria jauh dari tempat kerja dengan jarak lebih dari 5 Km adalah 1. Untuk lebih jelasnya lihat Tabel 11. Tabel 11 Pertimbangan Tempat Tinggal dengan Jarak Tempat Kerja Pertimbangan Tempat Tinggal Jarak Tempat Bekerja Kurang dari Lebih dari 5 5 KM 5 KM KM Jumla Jumla Jumla h h h Dekat tempat kerja Jaraknya sedang Jauh dari tempat kerja Berdasarkan hasil analisa, maka diperoleh informasi bahwa tenaga kerja yang bekerja di Kecamatan Balaraja dengan jumlah responden 22 jiwa berbanding alasan tinggal akses mudah memiliki persentase 91, alasan harga sewa rumah murah memiliki persentase 4,5, kriteria mudah mendapatkan tempat tinggal memiliki persentase 4,5. Tenaga kerja yang bekerja di Kecamatan Cikupa dengan jumlah responden 67 jiwa berbanding alasan tinggal akses mudah memiliki persentase 91, harga sewa rumah murah memiliki persentase 3 dan alasan mudah mendapatkan tempat tinggal memiliki persentase 6. Tenaga kerja yang bekerja di Tigaraksa dengan jumlah responden 11 jiwa berbanding alasan tempat tinggal akses mudah memiliki persentase 73 dan mudah mendapatkan tempat tinggal memiliki persentase 27. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12 Berdasarkan Tempat Tinggal dengan Alasan Tempat Tinggal Tempat Bekerja Akses Mudah Alasan Bertempat Tinggal Harga Sewa Murah Mudah Mendapatkan Tempat Tinggal Jumlah Jumlah Jumlah Balaraja Cikupa Tigaraksa Alasan tenaga kerja industri menjawab akses mudah dikarenakan Kecamatan Balaraja, Cikupa dan Tigaraksa dilewati oleh jalan arteri primer dan jalan tol yang dapat diakses melalui pintu tol Balaraja Barat, pintu tol Balaraja Timur, pintu tol Pasar Kemis dan pintu tol Bitung. 8

9 Selain itu, ketersediaan moda transportasi yang baik sangat mendukung tenaga kerja industri dalam melakukan kegiatan terkait dengan pekerjaan yang mereka geluti, tenaga kerja industri dapat menggunakan moda transportasi yang tersedia. Untuk lebih jelasnya mengenai moda transportasi dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13 Kode dan Rute Trayek Kode No. Rute Trayek 1. A.02 Balaraja Cimone 2. A.07 Curug Bitung Balaraja 3. A.09 Balaraja Cibadak Tigaraksa Daru 4. E.01 Balaraja Cikande Gintung 5. E.04 Balaraja Cisoka 4. E.05 Balaraja Cikupa Pasar Kemis 5. G.07 Kota Bumi Bitung Cikupa Balaraja Sumber : Dishubkominfo Kabupaten Tangerang Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa trayek-trayek tersebut melewati rute kawasan industri. Hal ini merupakan suatu keuntungan bagi pihak pengusaha industri maupun tenaga kerja industri itu sendiri. Bila ditelaah lebih dalam keuntungan untuk tenaga kerja industri adalah kemudahan mengakses jalan dan kemudahan mendapatkan moda transportasi sehingga dapat melakukan kegiatan produksi dengan lebih efektif. Untuk lebih jelasnya mengenai sarana dan prasarana transportasi dapat dilihat pada Gambar 8. Gambar 8 : Peta Pola Sarana Transportasi 5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Perkembangan industri tahun 2005 dan adalah sebesar 840,88 Ha atau 6,5 dari luas wilayah studi. Perkembangan perumahan tahun 2005 dan adalah sebesar 861,80 Ha atau 6,7 dari luas wilayah studi. Pengaruh kegiatan industri besar terhadap perkembangan perumahan adalah luas penggunaan lahan untuk perumahan secara spasial bertambah. Perkembangan perumahan tahun 2005 dan didominasi oleh perumahan swadaya dengan luas 521,65 Ha dan perumahan developer dengan luas117,12 Ha. Pola persebaran industri dan perumahan mengikuti jalan arteri. Sementara kemampuan tenaga kerja yang terbatas menyebabkan ketidakmampuan untuk mendapatkan rumah yang layak sehingga terjadi perumahan kumuh disekitar zona industri Saran Berdasarkan hasil analisa perumahan yang disarankan adalah rumah susun sederhana sewa (RUSUNAWA). Pengembangan tersebut sebaiknya lebih banyak diarahkan ke selatan yakni Kecamatan Tigaraksa, karena berdasarkan RTRW Kecamatan Tigaraksa diarahkan untuk permukiman padat selain itu ketersediaan lahan memungkinkan untuk membangun rumah susun sederhana sewa (RUSUNAWA). lahan pembangunan RUSUNAWA berdasarkan standar dan ketentuan dari Kementerian Pekerjaan Umum yaitu luas lahan bangunan RUSUNAWA 50m² x 100m² =5000 m² dengan luas satuan unit 24m². Harga sewa Rp Rp sesuai dengan kemampuan ekonomi tenaga kerja di Kabupaten Tangerang. Untuk mendukung pembangunan tersebut, maka harus dilengkapi oleh sarana berupa akses jalan dan fasilitas transportasi berupa angkutan umum. DAFTAR PUSTAKA [1] [Bappeda] Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Tangerang Rencana Tata Ruang Kabupaten Tangerang Peraturan Daerah Kabupaten Tangerang Nomor [2] Abdullah Pengaruh Perkembangan Industri Terhadap Pola Pemanfaatan Lahan Di Wilayah Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang. [Tesis]. Semarang : Program Pasca Sarjana Magister Teknik Pembangunan Wilayah dan Kota Universitas Diponegoro. [3] UU RI No tentang Perindustrian [4] Undang-Undang No.1 tahun 2011 tentang perumahan dan kawasan permukiman [5] Gunawan Identifikasi Wisata Kuliner Kota Bogor. [Tugas Akhir]. Bogor : Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota Universitas Pakuan. 9

10 [6] Nurmani, Ni Made Esti Keterkaitan Pajak Lahan Dengan Penggunaan Lahan (Studi Kasus : Kecamatan Cibinong, dan Cileungsi Kabupaten Bogor). [Tesis]. Bogor : Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. [7] [BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Tangerang Tangerang. Tangerang Dalam Angka, Kecamatan Balaraja Dalam Angka 2010-, Kecamatan Cikupa Dalam Angka 2010-, Kecamatan Tigaraksa Dalam Angka 2010-, Statistik Dearah Kecamatan Balaraja, Statisk Daerah Kecamatan Cikupa, Statistik Daerah Kecamatan Tigaraksa. [8] [Disnakertran] Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Kabupaten Tangerang Tangerang. Data Perusahaan dan Tenaga Kerja Kabupaten Tangerang. [9] [Dishubkominfo] Dinas Perhubungan dan Komunikasi Informasi Kabupaten Tangerang Tangerang. Data Trayek dan Anguktan Kabupaten Tangerang. [10] (Walpole, 1993; Correa-Prisant, 2000; Dodge, 2006). PENULIS : 1. Khalid Fikri Fiddien, S.T. (Alumni) 2014 Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota FT-Unpak. 2. Dr. Ir. Indarti Komala Dewi, M.Si, Staf Dosen Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota FT-Unpak. 3. Ir. Ni Made Esti Nurmani, M.Si, Staf Dosen Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota FT-Unpak. 10

KAJIAN KESESUAIAN LAHAN UNTUK PERMUKIMAN DI KABUPATEN SEMARANG TUGAS AKHIR

KAJIAN KESESUAIAN LAHAN UNTUK PERMUKIMAN DI KABUPATEN SEMARANG TUGAS AKHIR KAJIAN KESESUAIAN LAHAN UNTUK PERMUKIMAN DI KABUPATEN SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh: HENDRA WIJAYA L2D 307 014 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2009 i ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lokasi yang paling efisien dan efektif untuk kegiatan-kegiatan produktif sehubungan dengan ketersediaan sarana dan prasarana.

BAB I PENDAHULUAN. lokasi yang paling efisien dan efektif untuk kegiatan-kegiatan produktif sehubungan dengan ketersediaan sarana dan prasarana. BAB I PENDAHULUAN Bab pendahuluan ini berisi mengenai latar belakang yang digunakan sebagai dasar penelitian, perumusan masalah, tujuan dan sasaran, ruang lingkup, kebutuhan data, teknik pengumpulan data,

Lebih terperinci

: Ir. Mirna Amin. MT (Asisten Deputi Pengembangan Kawasan Skala Besar)

: Ir. Mirna Amin. MT (Asisten Deputi Pengembangan Kawasan Skala Besar) Kota Kekerabatan Maja dan Masa Depan Oleh : Ir. Mirna Amin. MT (Asisten Deputi Pengembangan Kawasan Skala Besar) Persoalan perumahan masih menjadi salah satu issue penting dalam pembangunan ekonomi mengingat

Lebih terperinci

ARAHAN PENGEMBANGAN PUSAT PERTUMBUHAN WILAYAH PENGEMBANGAN IV KABUPATEN BEKASI ABSTRAK

ARAHAN PENGEMBANGAN PUSAT PERTUMBUHAN WILAYAH PENGEMBANGAN IV KABUPATEN BEKASI ABSTRAK ARAHAN PENGEMBANGAN PUSAT PERTUMBUHAN WILAYAH PENGEMBANGAN IV KABUPATEN BEKASI Yunan Maulana 1, Janthy T. Hidajat. 2, Noordin Fadholie. 3 ABSTRAK Wilayah pengembangan merupakan bagian-bagian wilayah yang

Lebih terperinci

KETERSEDIAAN RUANG BERMAIN ANAK DI KELURAHAN BARANANGSIANG, KECAMATAN BOGOR TIMUR

KETERSEDIAAN RUANG BERMAIN ANAK DI KELURAHAN BARANANGSIANG, KECAMATAN BOGOR TIMUR KETERSEDIAAN RUANG BERMAIN ANAK DI KELURAHAN BARANANGSIANG, KECAMATAN BOGOR TIMUR 1) Joao Da Silva Gusmao, 2) Janthy Trilusianthy, 3) Indarti Komala Dewi. ABSTRAK Bermain sangatlah penting dalam proses

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI POTENSI DAN KENDALA PENGEMBANGAN OBYEK WISATA ALAM DI KECAMATAN CIGUDEG, KABUPATEN BOGOR. Oleh ;

IDENTIFIKASI POTENSI DAN KENDALA PENGEMBANGAN OBYEK WISATA ALAM DI KECAMATAN CIGUDEG, KABUPATEN BOGOR. Oleh ; IDENTIFIKASI POTENSI DAN KENDALA PENGEMBANGAN OBYEK WISATA ALAM DI KECAMATAN CIGUDEG, KABUPATEN BOGOR Oleh ; Dwi Prasetiyo Putra 1, Edy Mulyadi 2, Janthy. T. Hidayat 3 Abstrak Kawasan wisata di Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang penelitian Perwilayahan adalah usaha untuk membagi bagi permukaan bumi atau bagian permukaan bumi tertentu untuk tujuan yang tertentu pula (Hadi Sabari Yunus, 1977).

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI SEBARAN MINIMARKET DI KELURAHAN TIGARAKSA KECAMATAN TIGARAKSA, KABUPATEN TANGERANG ABSTRAK

IDENTIFIKASI SEBARAN MINIMARKET DI KELURAHAN TIGARAKSA KECAMATAN TIGARAKSA, KABUPATEN TANGERANG ABSTRAK IDENTIFIKASI SEBARAN MINIMARKET DI KELURAHAN TIGARAKSA KECAMATAN TIGARAKSA, KABUPATEN TANGERANG Oleh : Alvianie Nurul Marilys 1), Janthy T. Hidayat 2), Ichwan Arief 3) ABSTRAK Perkembangan suatu kota dan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG Sesuai dengan amanat Pasal 20 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang

Lebih terperinci

DAYA DUKUNG LAHAN UNTUK PENGEMBANGAN KAWASAN PERMUKIMAN PERKOTAAN DI KABUPATEN PESAWARAN PROVINSI LAMPUNG

DAYA DUKUNG LAHAN UNTUK PENGEMBANGAN KAWASAN PERMUKIMAN PERKOTAAN DI KABUPATEN PESAWARAN PROVINSI LAMPUNG DAYA DUKUNG LAHAN UNTUK PENGEMBANGAN KAWASAN PERMUKIMAN PERKOTAAN DI KABUPATEN PESAWARAN PROVINSI LAMPUNG Yulianti Samsidar 1), Indarti Komala Dewi 2), Bayu Wirawan 3) 1) Mahasiswa Program Studi PWK Fakultas

Lebih terperinci

cukup besar bagi struktur perekonomian di Kabupaten Magelang. Data pada tahun

cukup besar bagi struktur perekonomian di Kabupaten Magelang. Data pada tahun 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri pengolahan merupakan sektor yang mempunyai konstribusi cukup besar bagi struktur perekonomian di Kabupaten Magelang. Data pada tahun 2012 menunjukkan bahwa

Lebih terperinci

EVALUASI RUTE TRAYEK ANGKUTAN UMUM PENUMPANG (AUP) BERDASARKAN PERSEBARAN PERMUKIMAN DI KABUPATEN SRAGEN TUGAS AKHIR

EVALUASI RUTE TRAYEK ANGKUTAN UMUM PENUMPANG (AUP) BERDASARKAN PERSEBARAN PERMUKIMAN DI KABUPATEN SRAGEN TUGAS AKHIR EVALUASI RUTE TRAYEK ANGKUTAN UMUM PENUMPANG (AUP) BERDASARKAN PERSEBARAN PERMUKIMAN DI KABUPATEN SRAGEN TUGAS AKHIR Oleh: ANGGA NURSITA SARI L2D 004 298 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA DAN KEBUTUHAN RUANG PKL DI KORIDOR SURYAKENCANA

IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA DAN KEBUTUHAN RUANG PKL DI KORIDOR SURYAKENCANA IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA DAN KEBUTUHAN RUANG PKL DI KORIDOR SURYAKENCANA Dhian Krisna Kusuma Umar Mansyur Ni Made Esti Program Studi Perencanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Lahan merupakan unsur penting dalam kehidupan manusia. Lahan sebagai ruang untuk tempat tinggal manusia dan sebagian orang memanfaatkan lahan sebagai

Lebih terperinci

PERAN DEVELOPER DALAM PENYEDIAAN RUMAH SEDERHANA DI KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR. Oleh: IKE ISNAWATI L2D

PERAN DEVELOPER DALAM PENYEDIAAN RUMAH SEDERHANA DI KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR. Oleh: IKE ISNAWATI L2D PERAN DEVELOPER DALAM PENYEDIAAN RUMAH SEDERHANA DI KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh: IKE ISNAWATI L2D 001 431 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2006 ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Septi Sri Rahmawati, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Septi Sri Rahmawati, 2015 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Lahan merupakan salah satu faktor penunjang kehidupan di muka bumi baik bagi hewan, tumbuhan hingga manusia. Lahan berperan penting sebagai ruang kehidupan,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan dan pengembangan wilayah merupakan dinamika daerah menuju kemajuan yang diinginkan masyarakat. Hal tersebut merupakan konsekuensi logis dalam memajukan kondisi sosial,

Lebih terperinci

PERUBAHAN FUNGSI PEMANFAATAN RUANG DI KELURAHAN MOGOLAING KOTA KOTAMOBAGU

PERUBAHAN FUNGSI PEMANFAATAN RUANG DI KELURAHAN MOGOLAING KOTA KOTAMOBAGU PERUBAHAN FUNGSI PEMANFAATAN RUANG DI KELURAHAN MOGOLAING KOTA KOTAMOBAGU Feki Pebrianto Umar 1, Rieneke L. E. Sela, ST, MT², & Raymond Ch. Tarore, ST, MT 3 1 Mahasiswa S1 Program Studi Perencanaan Wilayah

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENYELENGGARAAN PENGEMBANGAN PERUMAHAN KAWASAN INDUSTRI MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penduduk atau barang atau jasa atau pikiran untuk tujuan khusus (dari daerah asal ke daerah

BAB I PENDAHULUAN. penduduk atau barang atau jasa atau pikiran untuk tujuan khusus (dari daerah asal ke daerah BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Transportasi merupakan proses yang pembahasannya menekankan pada pergerakan penduduk atau barang atau jasa atau pikiran untuk tujuan khusus (dari daerah asal ke daerah

Lebih terperinci

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN 2011-2031 I. UMUM 1. Faktor yang melatarbelakangi disusunnya Rencana Tata Ruang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap penduduk kota maupun penduduk dari wilayah yang menjadi wilayah

BAB I PENDAHULUAN. terhadap penduduk kota maupun penduduk dari wilayah yang menjadi wilayah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkotaan sebagai pusat permukiman dan sekaligus pusat pelayanan (jasa) terhadap penduduk kota maupun penduduk dari wilayah yang menjadi wilayah pengaruhnya (hinterland)

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Wilayah dan Hirarki Wilayah

II. TINJAUAN PUSTAKA Wilayah dan Hirarki Wilayah II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Wilayah dan Hirarki Wilayah Secara yuridis, dalam Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, pengertian wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pada setiap tahunnya juga berpengaruh terhadap perkembangan pembangunan

I. PENDAHULUAN. pada setiap tahunnya juga berpengaruh terhadap perkembangan pembangunan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan jumlah penduduk di Provinsi Lampung yang selalu bertambah pada setiap tahunnya juga berpengaruh terhadap perkembangan pembangunan otonomi daerah, serta pertambahan

Lebih terperinci

2016 KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU BERD ASARKAN JUMLAH PEND UD UK D I KECAMATAN JATINANGOR KABUPATEN SUMED ANG

2016 KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU BERD ASARKAN JUMLAH PEND UD UK D I KECAMATAN JATINANGOR KABUPATEN SUMED ANG BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ruang terbuka hijau (RTH) merupakan suatu ruang terbuka di kawasan perkotaan yang didominasi tutupan lahannya oleh vegetasi serta memiliki fungsi antara lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kota Bandung, merupakan sebuah kota metropolitan dimana didalamnya terdapat beragam aktivitas kehidupan masyarakat. Perkembangan kota Bandung sebagai kota metropolitan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 24 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Laju dan Pola Konversi Lahan Pertanian di Kabupaten Tangerang 5.1.1. Laju Konversi Lahan di Kabupaten Tangerang Penggunaan lahan di Kabupaten Tangerang dikelompokkan menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Kecamatan Bogor Tengah merupakan kecamatan yang posisinya berada di

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Kecamatan Bogor Tengah merupakan kecamatan yang posisinya berada di BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Kecamatan Bogor Tengah merupakan kecamatan yang posisinya berada di pusat Kota Bogor dan sekaligus menjadi pusat pemerintahan Kota Bogor. Selain pusat pemerintahan, wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses pembangunan yang terjadi di wilayah perkotaan sedang mengalami perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan yang terjadi lebih banyak

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Perkembangan fisik yang paling kelihatan adalah perubahan penggunaan

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Perkembangan fisik yang paling kelihatan adalah perubahan penggunaan BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 6.1. Kesimpulan 1. Perkembangan fisik Kota Taliwang tahun 2003-2010 Perkembangan fisik yang paling kelihatan adalah perubahan penggunaan lahan dari rawa, rumput/tanah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengaruhnya (hinterland) akan mempunyai struktur (tata) ruang tertentu dalam

BAB I PENDAHULUAN. pengaruhnya (hinterland) akan mempunyai struktur (tata) ruang tertentu dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkotaan sebagai pusat permukiman dan sekaligus pusat pelayanan (jasa) terhadap penduduk kota ma 8upun penduduk dari wilayah yang menjadi wilayah pengaruhnya (hinterland)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. murah, aman dan nyaman. Sebagian besar masalah transportasi yang dialami

BAB I PENDAHULUAN. murah, aman dan nyaman. Sebagian besar masalah transportasi yang dialami BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Sektor transportasi dengan sarana dan prasarana yang memadai, sangatlah diperlukan adanya untuk pertumbuhan dan perkembangan wilayah sebagai tempat kegiatan manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses berkembangnya suatu kota baik dalam aspek keruangan, manusia dan aktifitasnya, tidak terlepas dari fenomena urbanisasi dan industrialisasi. Fenomena seperti

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL, PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN KAWASAN BERORIENTASI TRANSIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. wilayahnya yang sebelumnya berbasis agraris menjadi Industri. Masuknya Industri

BAB V KESIMPULAN. wilayahnya yang sebelumnya berbasis agraris menjadi Industri. Masuknya Industri BAB V KESIMPULAN Perkembangan fisik Kota Bekasi paling besar terjadi akibat Industrialisasi dan juga Konsepsi Jabotabek. Pada awal pemerintahan Orde Baru melalui program Pelita yang salah satu tujuannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar, dimana kondisi pusat kota yang demikian padat menyebabkan terjadinya

BAB I PENDAHULUAN. besar, dimana kondisi pusat kota yang demikian padat menyebabkan terjadinya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan perkotaan sekarang ini terasa begitu cepat yang ditandai dengan kepadatan penduduk yang semakin tinggi. Hal ini terutama terjadi di kotakota besar, dimana

Lebih terperinci

APARTEMEN DI BEKASI BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

APARTEMEN DI BEKASI BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Bekasi adalah penyangga ibukota Republik Indonesia, DKI Jakarta. Terletak di sebelah timur DKI Jakarta, dengan letak astronomis 106 55 bujur timur dan 6 7-6 15

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sumber daya lahan yang terdapat pada suatu wilayah, pada dasarnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sumber daya lahan yang terdapat pada suatu wilayah, pada dasarnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumber daya lahan yang terdapat pada suatu wilayah, pada dasarnya merupakan modal dasar pembangunan yang perlu digali dan dimanfaatkan dengan memperhatikan karakteristiknya.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas tentang pendahuluan yang merupakan bagian

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas tentang pendahuluan yang merupakan bagian 1 BAB 1 PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas tentang pendahuluan yang merupakan bagian awal dari penelitian. Pendahuluan adalah awal suatu cara untuk mengetahui suatu masalah dengan cara mengumpulkan

Lebih terperinci

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tam

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tam BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1408, 2017 KEMEN-ATR/BPN. Pengembangan Kawasan Berorientasi Transit. PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

FAKTOR PENYEBAB PENGEMBANG MEMILIH LOKASI PERUMAHAN DI KECAMATAN SUNGAI TABUK KABUPATEN BANJAR INTISARI

FAKTOR PENYEBAB PENGEMBANG MEMILIH LOKASI PERUMAHAN DI KECAMATAN SUNGAI TABUK KABUPATEN BANJAR INTISARI JPG (Jurnal Pendidikan Geografi) Volume 4 No 1 Januari 2017 Halaman 19-26 e-issn : 2356-5225 http://ppjp.unlam.ac.id/journal/index.php/jpg FAKTOR PENYEBAB PENGEMBANG MEMILIH LOKASI PERUMAHAN DI KECAMATAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Jakarta sebagai ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan kota megapolitan yang memiliki peran sebagai pusat pemerintahan, perdagangan, bisnis, industri,

Lebih terperinci

ALTERNATIF POLA HUBUNGAN KOTA TEGAL DALAM KONTEKS KAWASAN BREGAS TUGAS AKHIR

ALTERNATIF POLA HUBUNGAN KOTA TEGAL DALAM KONTEKS KAWASAN BREGAS TUGAS AKHIR ALTERNATIF POLA HUBUNGAN KOTA TEGAL DALAM KONTEKS KAWASAN BREGAS TUGAS AKHIR Oleh: DONY WARDONO L2D 098 426 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2003 iv

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang yaitu bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang yaitu bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya 1 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan usaha untuk meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Sebagaimana diamanatkan dalam pasal 33 ayat (3) UUD 1945 yaitu bahwa bumi dan air

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan penduduk kota yang semakin pesat saat ini harus dapat berjalan seiring dengan peningkatan usaha pemenuhan kebutuhan hidup penduduk kota itu sendiri. Meningkatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak manusia diciptakan di atas bumi, sejak itu manusia telah beradaptasi

BAB I PENDAHULUAN. Sejak manusia diciptakan di atas bumi, sejak itu manusia telah beradaptasi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejak manusia diciptakan di atas bumi, sejak itu manusia telah beradaptasi dengan alam sekelilingnya atau lingkungannya. Seiring dengan perkembangan zaman,

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BONDOWOSO TAHUN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BONDOWOSO TAHUN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BONDOWOSO TAHUN 2011-2031 I. UMUM Proses pertumbuhan dan perkembangan wilayah Kabupaten

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

A. LATAR BELAKANG PENELITIAN 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Indonesia adalah negara agraris dimana mayoritas penduduknya mempunyai mata pencaharian sebagai petani. Berbagai hasil pertanian diunggulkan sebagai penguat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan penduduk dapat memberikan pengaruh positif sekaligus negatif bagi suatu daerah. Di negara maju pertumbuhan penduduk mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi,

Lebih terperinci

KAJIAN PENERAPAN SISTEM DINAMIS DALAM INTERAKSI TRANSPORTASI DAN GUNA LAHAN KOMERSIAL DI WILAYAH PUSAT KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR

KAJIAN PENERAPAN SISTEM DINAMIS DALAM INTERAKSI TRANSPORTASI DAN GUNA LAHAN KOMERSIAL DI WILAYAH PUSAT KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR KAJIAN PENERAPAN SISTEM DINAMIS DALAM INTERAKSI TRANSPORTASI DAN GUNA LAHAN KOMERSIAL DI WILAYAH PUSAT KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh: BAMBANG WIDYATMOKO L2D 098 412 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBANGUNAN PERUMAHAN PONDOK RADEN PATAH TERHADAP PERUBAHAN KONDISI DESA SRIWULAN KECAMATAN SAYUNG DEMAK TUGAS AKHIR

PENGARUH PEMBANGUNAN PERUMAHAN PONDOK RADEN PATAH TERHADAP PERUBAHAN KONDISI DESA SRIWULAN KECAMATAN SAYUNG DEMAK TUGAS AKHIR PENGARUH PEMBANGUNAN PERUMAHAN PONDOK RADEN PATAH TERHADAP PERUBAHAN KONDISI DESA SRIWULAN KECAMATAN SAYUNG DEMAK TUGAS AKHIR Oleh: NUR ASTITI FAHMI HIDAYATI L2D 303 298 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 1490, 2014 KEMENPERA. Perumahan. Kawasan Pemukiman. Daerah. Pembangunan. Pengembangan. Rencana. Pedoman. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN Kondisi Wilayah Letak Geografis dan Wilayah Administrasi Wilayah Joglosemar terdiri dari kota Kota Yogyakarta, Kota Surakarta dan Kota Semarang. Secara geografis ketiga

Lebih terperinci

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 92 IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 4.1. Kota Bekasi dalam Kebijakan Tata Makro Analisis situasional daerah penelitian diperlukan untuk mengkaji perkembangan kebijakan tata ruang kota yang terjadi

Lebih terperinci

KAJIAN PERMUKIMAN DI KAWASAN HUTAN BAKAU DESA RATATOTOK TIMUR DAN DESA RATATOTOK MUARA KABUPATEN MINAHASA TENGGARA

KAJIAN PERMUKIMAN DI KAWASAN HUTAN BAKAU DESA RATATOTOK TIMUR DAN DESA RATATOTOK MUARA KABUPATEN MINAHASA TENGGARA KAJIAN PERMUKIMAN DI KAWASAN HUTAN BAKAU DESA RATATOTOK TIMUR DAN DESA RATATOTOK MUARA KABUPATEN MINAHASA TENGGARA Marthen A. Tumigolung 1, Cynthia E.V. Wuisang, ST, M.Urb.Mgt, Ph.D 2, & Amanda Sembel,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Bandar Lampung telah terus berkembang dari sisi jumlah penduduk, kewilayahan dan ekonomi. Perkembangan ini menuntut penyediaan sarana angkutan umum yang sesuai

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pada kota-kota metropolitan, perkembangan sangat dipengaruhi oleh pertumbuhan penduduk yang diikuti dengan meluasnya kegiatan ekonomi perkotaan. Tingginya pertumbuhan penduduk

Lebih terperinci

STRATEGI PEMBANGUNAN DAN PENGEMBANGAN PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN PROVINSI BANTEN

STRATEGI PEMBANGUNAN DAN PENGEMBANGAN PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN PROVINSI BANTEN STRATEGI PEMBANGUNAN DAN PENGEMBANGAN PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN PROVINSI BANTEN Tiar Pandapotan Purba 1), Topan Himawan 2), Ernamaiyanti 3), Nur Irfan Asyari 4) 1 2) Program Studi Perencanaan Wilayah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan teknologi di bidang transportasi sangat membantu manusia dalam menghemat waktu perjalanan yang tadinya berlangsung sangat lama menjadi lebih cepat. Teknologi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Aktifitas kegiatan di perkotaan seperti perdagangan, pemerintahan, persaingan yang kuat di pusat kota, terutama di kawasan yang paling

I. PENDAHULUAN. Aktifitas kegiatan di perkotaan seperti perdagangan, pemerintahan, persaingan yang kuat di pusat kota, terutama di kawasan yang paling 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aktifitas kegiatan di perkotaan seperti perdagangan, pemerintahan, pemukiman semakin lama membutuhkan lahan yang semakin luas. Terjadi persaingan yang kuat di pusat kota,

Lebih terperinci

PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI KECAMATAN PARIGI KABUPATEN PARIGI MAUTONG TAHUN 2008 DAN 2013

PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI KECAMATAN PARIGI KABUPATEN PARIGI MAUTONG TAHUN 2008 DAN 2013 PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI KECAMATAN PARIGI KABUPATEN PARIGI MAUTONG TAHUN 2008 DAN 2013 NILUH RITA AYU ROSNITA A 351 09 044 JURNAL PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GEOGRAFI JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 31 TAHUN 2013

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 31 TAHUN 2013 1 BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PENGATURAN INTENSITAS PEMANFAATAN RUANG KORIDOR JALAN LETJEND S. PARMAN - JALAN BRAWIJAYA DAN KAWASAN SEKITAR TAMAN BLAMBANGAN

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1. Sejarah Kota Bekasi Berdasarkan Undang-Undang No 14 Tahun 1950, terbentuk Kabupaten Bekasi. Kabupaten bekasi mempunyai 4 kawedanan, 13 kecamatan, dan 95 desa.

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kota Tangerang Selatan merupakan daerah otonom baru yang sebelumnya merupakan bagian dari Kabupaten Tangerang Provinsi Banten berdasarkan Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2008

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota seringkali menyebabkan terjadinya perubahan kondisi ekologis lingkungan perkotaan yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota seringkali menyebabkan terjadinya perubahan kondisi ekologis lingkungan perkotaan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota seringkali menyebabkan terjadinya perubahan kondisi ekologis lingkungan perkotaan yang mengakibatkan penurunan kualitas lingkungan. Oleh karena itu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan tingginya kepadatan penduduk dan diwarnai dengan strata sosial ekonomi yang heterogen

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Transportasi merupakan faktor pendukung pertumbuhan perekonomian di sebuah

I. PENDAHULUAN. Transportasi merupakan faktor pendukung pertumbuhan perekonomian di sebuah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi merupakan faktor pendukung pertumbuhan perekonomian di sebuah wilayah. Menurut Nasution (1996), transportasi berfungsi sebagai sektor penunjang pembangunan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Perubahan Penggunaan Lahan 4.1.1. Analisis Penggunaan Lahan Tahun 2010 Pola penggunaan lahan Kecamatan Tembalang tahun 2010 menunjukkan bahwa penggunaan lahan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Tanah atau lahan memiliki arti penting bagi kehidupan manusia. Manusia membutuhkan lahan untuk mendirikan bangunan sebagai tempat tinggal serta melakukan aktivitasnya

Lebih terperinci

KEBUTUHAN TAMAN KOTA RAMAH LANSIA DI KOTA BOGOR Eneng Dayu Saidah 1) ; Indarti Komala Dewi 2) ; Ni Made Esti Nurmani 3).

KEBUTUHAN TAMAN KOTA RAMAH LANSIA DI KOTA BOGOR Eneng Dayu Saidah 1) ; Indarti Komala Dewi 2) ; Ni Made Esti Nurmani 3). KEBUTUHAN TAMAN KOTA RAMAH LANSIA DI KOTA BOGOR Eneng Dayu Saidah 1) ; Indarti Komala Dewi 2) ; Ni Made Esti Nurmani 3). Abstrak Pada tahun 2050 penduduk perkotaan dunia didominasi oleh penduduk lansia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perlunya perumahan dan pemukiman telah diarahkan pula oleh Undang-undang Republik

BAB I PENDAHULUAN. perlunya perumahan dan pemukiman telah diarahkan pula oleh Undang-undang Republik BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG I.1.1. Latar Belakang Eksistensi Proyek Pemukiman dan perumahan adalah merupakan kebutuhan primer yang harus dipenuhi oleh manusia. Perumahan dan pemukiman tidak hanya

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Hasil penelitian ini mencakup penggunaan lahan, faktorfaktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan, dan dampak perubahan penggunaan lahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Bandung merupakan Ibukota Provinsi Jawa Barat dengan jumlah penduduk berdasarkan proyeksi sensus penduduk tahun 2012 yaitu 2,455,517 juta jiwa, dengan kepadatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang tabel 1.1

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang tabel 1.1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Tegal terletak di pantai utara Jawa Tengah dengan wilayah pantai dan laut yang berbatasan dengan Kabupaten Tegal oleh Sungai Ketiwon di sebelah timur dan dengan

Lebih terperinci

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP LAMPIRAN II PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN PROVINSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak, masih dianggap belum dapat menjadi primadona. Jika diperhatikan. dialihfungsikan menjadi lahan non-pertanian.

BAB I PENDAHULUAN. banyak, masih dianggap belum dapat menjadi primadona. Jika diperhatikan. dialihfungsikan menjadi lahan non-pertanian. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan nasional bertujuan untuk kemakmuran rakyat, memerlukan keseimbangan antar berbagai sektor. Sektor pertanian yang selama ini merupakan aset penting karena

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I No.5883 KESRA. Perumahan. Kawasan Pemukiman. Penyelenggaraan. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 101). PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai tambang timah rakyat dilakukan di Kabupaten Bangka Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Penelitian dilaksanakan pada bulan April

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI III.1 Pendekatan Penelitian

BAB III METODOLOGI III.1 Pendekatan Penelitian BAB III METODOLOGI III.1 Pendekatan Penelitian Pendekatan ini didasari adanya perkembangan Kota Semarang yang cukup pesat. Salah satu buktinya dapat dilihat dari semakin susahnya memilih tempat tinggal

Lebih terperinci

PENJELASAN A T A S PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN

PENJELASAN A T A S PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN 72 PENJELASAN A T A S PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN 2011-2031 I. UMUM. Latar belakang disusunnya Rencana Tata Ruang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk terbanyak ketiga di dunia. Hal ini setara dengan kedudukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk terbanyak ketiga di dunia. Hal ini setara dengan kedudukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk terbanyak ketiga di dunia. Hal ini setara dengan kedudukan Indonesia sebagai negara termiskin ketiga di dunia. Pertambahan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN DAN STRATEGI PEMBANGUNAN KAWASAN PERMUKIMAN PERKOTAAN DAN PERDESAAN

KEBIJAKAN DAN STRATEGI PEMBANGUNAN KAWASAN PERMUKIMAN PERKOTAAN DAN PERDESAAN KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT DIREKTORAT JENDERAL CIPTA KARYA DIREKTORAT PENGEMBANGAN KAWASAN PERMUKIMAN KEBIJAKAN DAN STRATEGI PEMBANGUNAN KAWASAN PERMUKIMAN PERKOTAAN DAN PERDESAAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN

BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 Pengertian pasar tradisional menurut peraturan Menteri perdagangan RI, (2008): Pasar Tradisional adalah pasar yang dibangun dan dikelola oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, Swasta, Badan Usaha Milik

Lebih terperinci

PENGARUH KEBERADAAN TRANSPORTASI UMUM ANGKUTAN DESA TERHADAP PERGERAKAN PENDUDUK DI KECAMATAN DELANGGU KABUPATEN KLATEN. Publikasi Karya Ilmiah

PENGARUH KEBERADAAN TRANSPORTASI UMUM ANGKUTAN DESA TERHADAP PERGERAKAN PENDUDUK DI KECAMATAN DELANGGU KABUPATEN KLATEN. Publikasi Karya Ilmiah PENGARUH KEBERADAAN TRANSPORTASI UMUM ANGKUTAN DESA TERHADAP PERGERAKAN PENDUDUK DI KECAMATAN DELANGGU KABUPATEN KLATEN Publikasi Karya Ilmiah Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Persyaratan Mencapai Derajat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Pendahuluan Dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, manusia tepaksa melakukan pergerakan (mobilisasi) dari suatu tempat ke tempat yang lainnya, seperti dari tempat pemukiman (perumahan)

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 1999 TENTANG KAWASAN SIAP BANGUN DAN LINGKUNGAN SIAP BANGUN YANG BERDIRI SENDIRI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 1999 TENTANG KAWASAN SIAP BANGUN DAN LINGKUNGAN SIAP BANGUN YANG BERDIRI SENDIRI PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 1999 TENTANG KAWASAN SIAP BANGUN DAN LINGKUNGAN SIAP BANGUN YANG BERDIRI SENDIRI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Mengingat : Menetapkan :

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pada hakekatnya pembangunan adalah upaya perubahan dari kondisi kurang baik menjadi lebih baik. Untuk itu pemanfaatan sumber daya alam dalam proses pembangunan perlu selalu dikaitkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Transportasi umum merupakan sebuah alat yang disediakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari manusia dalam pengembangan ekonomi suatu bangsa. Menurut Nasution

Lebih terperinci

PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN SEPANJANG KORIDOR JALAN MANADO- BITUNG DI KECAMATAN KALAWAT

PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN SEPANJANG KORIDOR JALAN MANADO- BITUNG DI KECAMATAN KALAWAT PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN SEPANJANG KORIDOR JALAN MANADO- BITUNG DI KECAMATAN KALAWAT David H. Tujuwale 1, Dr. Judy O. Waani, ST, MT 2 & Ir. Sonny Tilaar, MSi 3 1 Mahasiswa S1 Program Studi Perencanaan

Lebih terperinci

tahun ke tahun. Demand bidang perdagangan dan perekonomian kota Sragen dalam kurun waktu mencapai peningkatan 60%. Namun perkembangan yang

tahun ke tahun. Demand bidang perdagangan dan perekonomian kota Sragen dalam kurun waktu mencapai peningkatan 60%. Namun perkembangan yang 1.1 LATAR BELAKANG Pertumbuhan ekonomi yang terjadi pada suatu daerah disertai pertambahan penduduk dengan pergerakan yang tinggi mempengaruhi peningkatan mobilitas antar Propinsi, Kabupaten, Kecamatan,

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI LOKASI AGROWISATA DI DESA TUGU JAYA, KECAMATAN CIGOMBONG, KABUPATEN BOGOR. Oleh : Vina Hedyati Ningsih, Priyatna Prawiranegara.

IDENTIFIKASI LOKASI AGROWISATA DI DESA TUGU JAYA, KECAMATAN CIGOMBONG, KABUPATEN BOGOR. Oleh : Vina Hedyati Ningsih, Priyatna Prawiranegara. IDENTIFIKASI LOKASI AGROWISATA DI DESA TUGU JAYA, KECAMATAN CIGOMBONG, KABUPATEN BOGOR Oleh : Vina Hedyati Ningsih, Priyatna Prawiranegara Abstrak Desa Tugu Jaya yang merupakan wilayah dari Kecamatan Cigombong

Lebih terperinci

STUDI EVALUASI PERANAN KOTA KECIL PADA SISTEM PERKOTAAN SEPANJANG KORIDOR JALAN REGIONAL KABUPATEN SEMARANG TUGAS AKHIR L2D

STUDI EVALUASI PERANAN KOTA KECIL PADA SISTEM PERKOTAAN SEPANJANG KORIDOR JALAN REGIONAL KABUPATEN SEMARANG TUGAS AKHIR L2D STUDI EVALUASI PERANAN KOTA KECIL PADA SISTEM PERKOTAAN SEPANJANG KORIDOR JALAN REGIONAL KABUPATEN SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh: RICI SUSANTO L2D 099 447 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan dan saran ini merupakan hasil dari penelitian mengenai Dampak Sosial dan Ekonomi Pembangunan Rusunawa Gowongan Yogyakarta. Kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilakukannya penelitian ini terkait dengan permasalahan-permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. dilakukannya penelitian ini terkait dengan permasalahan-permasalahan BAB I PENDAHULUAN Pada bab pendahuluan akan dipaparkan mengenai latar belakang dilakukannya penelitian ini terkait dengan permasalahan-permasalahan infrastruktur permukiman kumuh di Kecamatan Denpasar

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 9. Klasifikasi dan Sebaran Land Use/Land Cover Kota Bogor Tahun 2003 dan 2007

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 9. Klasifikasi dan Sebaran Land Use/Land Cover Kota Bogor Tahun 2003 dan 2007 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pola Sebaran Penggunaan/Penutupan Lahan dan Perubahan Luasannya di Kota Bogor Kota Bogor memiliki luas kurang lebih 11.267 Ha dan memiliki enam kecamatan, yaitu Kecamatan Bogor

Lebih terperinci

STUDI KARAKTERISTIK HOUSING CAREER GOLONGAN MASYARAKAT BERPENDAPATAN MENENGAH-RENDAH DI KOTA SEMARANG

STUDI KARAKTERISTIK HOUSING CAREER GOLONGAN MASYARAKAT BERPENDAPATAN MENENGAH-RENDAH DI KOTA SEMARANG STUDI KARAKTERISTIK HOUSING CAREER GOLONGAN MASYARAKAT BERPENDAPATAN MENENGAH-RENDAH DI KOTA SEMARANG (Studi Kasus: Perumnas Banyumanik dan Perumahan Bukit Kencana Jaya) TUGAS AKHIR Oleh: ARIEF WIBOWO

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dipungkiri bahwa pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan aktivitas

BAB I PENDAHULUAN. dipungkiri bahwa pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan aktivitas 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan merupakan salahsatu sumberdaya utama dalam pembangunan. Tata ruang menata dan merencanakan seoptimal mungkin dalam memanfaatkan lahan yang ketersediaannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkotaan merupakan suatu kawasan yang memiliki daya tarik tersendiri bagi masyarakat karena mempunyai kegiatan utama bukan pertanian, dengan susunan fungsi kawasan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri.

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri. Seiring dengan semakin meningkatnya aktivitas perekonomian di suatu wilayah akan menyebabkan semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berkembangnya jaman yang semakin maju menyebabkan kebutuhan manusia semakin banyak dan beragam. Setiap tahap pembangunan pasti menimbulkan tuntutan berkelanjutan dalam

Lebih terperinci