OPTIMASI PROSES DAN MODIFIKASI DESAIN BAK PASTEURISASI DAN BAK PENDINGIN PRODUK MINUMAN DI PT. TRITEGUH MANUNGGAL SEJATI, TANGERANG

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "OPTIMASI PROSES DAN MODIFIKASI DESAIN BAK PASTEURISASI DAN BAK PENDINGIN PRODUK MINUMAN DI PT. TRITEGUH MANUNGGAL SEJATI, TANGERANG"

Transkripsi

1 OPTIMASI PROSES DAN MODIFIKASI DESAIN BAK PASTEURISASI DAN BAK PENDINGIN PRODUK MINUMAN DI PT. TRITEGUH MANUNGGAL SEJATI, TANGERANG OLEH DWINATA APRIALDI F FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2 Judul Skripsi Nama NIM : Optimasi Proses dan Modifikasi Desain Bak Pasteurisasi dan Bak Pendingin Produk Minuman di PT. Triteguh Manunggal Sejati, Tangerang : Dwinata Aprialdi : F Menyetujui Pembimbing I Pembimbing II Dr.Ir. Lilik Pujantoro, M.Agr Prof. Dr. Ir. Hadi K. Purwadaria, M.Sc NIP NIP Pembimbing III Iwan Surjawan, Ph.D NIP Mengetahui : Ketua Departemen Dr. Ir. Desrial, M.Eng NIP Tanggal Lulus :

3 OPTIMASI PROSES DAN MODIFIKASI DESAIN BAK PASTEURISASI DAN BAK PENDINGIN PRODUK MINUMAN DI PT. TRITEGUH MANUNGGAL SEJATI, TANGERANG SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor OLEH DWINATA APRIALDI F FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

4 Dwinata Aprialdi. F Optimasi Proses dan Modifikasi Desain Bak Pasteurisasi dan Bak Pendingin Produk Minuman di PT. Triteguh Manunggal Sejati, Tangerang. Dibawah Bimbingan Dr.Ir. Lilik Pujantoro, M.Agr, Prof.Dr.Ir. Hadi K. Purwadaria, M.Sc, dan Iwan Surjawan Ph.D RINGKASAN Penggunaan panas untuk tujuan pengawetan baru diawali pada tahun 1800-an, yaitu ketika Napoleon Bonaparte menghadapi masalah untuk mensuplai makanan bagi tentaranya di medan perang. Nicolas Appert yang berhasil menciptakan metode pengawetan makanan tersebut, yaitu dengan cara memanaskan makanan di dalam wadah botol gelas. Cara yang dilakukannya sangat sederhana, yaitu ke dalam wadah gelas dimasukkan makanan, kemudian ditutup rapat. Setelah itu, wadah gelas berisi makanan tersebut direbus dalam air mendidih beberapa saat, lalu didinginkan. Dengan proses pemasakan seperti ini, ternyata makanan dalam wadah gelas tersebut tidak membusuk dan dapat awet beberapa bulan. Proses pemanasan makanan dalam gelas atau kaleng ini kemudian sering disebut sebagai proses Appertisasi (Appertization), sebagai penghargaan kepada Nicolas Appert sebagai penemunya. Sepuluh tahun kemudian, Peter Durand berhasil mengawetkan makanan dalam wadah kaleng. Pada tahun 1813, pabrik pengalengan makanan pertama berdiri di Inggris. Selanjutnya, dengan banyaknya permintaan terhadap makanan kaleng, industri pengalengan terus berkembang. Teknologi pengalengan makanan terus berkembang dan menjadi salah satu teknologi pengawetan pangan yang penting. Hal ini karena teknologi pengalengan mampu memperpanjang masa simpan produk pangan hingga beberapa bulan sampai beberapa tahun. Teknologi pengalengan telah diterapkan untuk pengawetan aneka ragam produk pangan, seperti daging olahan, buah-buahan, sayuran, susu, dan sebagainya. Demikian juga, jenis kemasan yang digunakan pun bervariasi, baik dari jenis (seperti kaleng, gelas, dan kantung rebus), ukuran maupun bentuk. Salah satu proses dalam penggunaan panas ialah proses pasteurisasi. Secara umum proses pasteurisasi adalah suatu proses pemanasan yang relatif cukup rendah (umumnya dilakukan pada suhu di bawah 100 o C) dengan tujuan untuk mengurangi populasi mikroorganisme pembusuk, sehingga bahan pangan yang mengalami proses pasteurisasi tersebut akan mempunyai daya awet beberapa hari (seperti produk susu pasteurisasi) sampai beberapa bulan (seperti produk sari buah pasteurisasi). Sedangkan pendinginan bertujuan untuk menurunkan suhu produk setelah melewati proses pasteurisasi. Proses pasteurisasi di PT. Triteguh Manunggal Sejati, Banten, saat ini menggunakan tipe bak, sedangkan proses pendingin menggunakan tipe bak dengan dua tingkatan (pra-pendingin dan pendingin). Proses pasteurisasi dan pendingin di PT. Triteguh Manunggal Sejati, Banten yang akan diteliti untuk produk koko drink, dan jelly drink. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan kesesuaian suhu dan lama pasteurisasi dengan SOP industri. Kemudian menghitung energi dan pindah panas

5 sehingga didapat waktu dan suhu proses yang tepat pada bak pasterurisasi dan bak pendingin, dan moodifikasi desain dari bak pasteurisasi dan bak pendingin. Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober sampai November 2009, bertempat di PT. Triteguh Manunggal Sejati (TRMS), Keroncong, Tangerang. Penelitian dilakukan dengan dua tahapan percobaan. Tahapan percobaan pertama digunakan saat bak pasteurisasi, bak pra-pendingin dan pendingin belum dimasukkan oleh produk (pra-produksi). Sedangkan tahapan percobaan kedua digunakan saat proses produksi sedang berjalan, artinya produk berada di bak pasteurisasi, bak pra-pendingin, dan bak pendingin. Hasil penelitian didapat bahwa titik terdingin pada bak pasteurisasi berada di titik 4 dan perbedaan suhu dengan titik terpanas sebesar C. Diperlukan waktu pemanasan selama 117 menit dari pemanasan suhu air C dan 86 0 C dan energi pemanasan sebesar MJ. Konsumsi energi selama proses pasteurisasi sebesar MJ untuk jumlah produk sebanyak cup. Waktu proses pasteurisasi minimal 7 menit agar target suhu output produk C dapat tercapai, dengan suhu media sebesar C. Efisiensi Pemanasan sebesar 86.5% dan efisiensi pemakaian energi sebesar 80.8%. Coefficient Of Performance (COP) untuk pendinginan di bak pra-pendingin sebesar 6.2 dan suhu rata rata output produk sebesar C. Coefficient Of Performance (COP) untuk produk jelly drink sebesar Suhu rata rata output produk sebesar C (berada dalam batas suhu target suhu output produk sebesar 37 0 C), sehingga tidak dilakukan perhitungan optimasi suhu output produk. Coefficient Of Performance (COP) untuk produk koko drink sebesar Suhu minimal media sebesar C agar target suhu output produk 27 0 C dapat tercapai, dengan suhu input sebesar C dan waktu proses 3 menit. Perbaikan desain bak pasteurisasi berupa penambahan pipa steam menjadi 5 pipa (2.5 kali lebih banyak dari semula) menghasilkan waktu pemanasan menjadi lebih cepat, yaitu menit dari 117 menit dengan dua pipa steam dan energi pemanasan naik menjadi MJ.

6 KATA PENGANTAR Alhamdulillahirabbil alamin, segala puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat, karunia dan kasih sayang- NYA sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini dengan judul Optimasi Proses dan Modifikasi Desain Bak Pasteurisasi dan Bak Pendingin Produk Minuman di PT. Triteguh Manunggal Sejati, Tangerang Pada kesempatan kali ini penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada : 1. Ayah dan Ibu tercinta yang selalu mengalirkan doa demi kesuksesan penulis. 2. Dr.Ir. Lilik Pujantoro, M.Agr sebagai dosen pembimbing akademik pertama atas bimbingan dan arahannya dalam penyusunan Proposal Penelitian ini. 3. Prof. Dr. Ir. Hadi K. Purwadaria, M.Sc sebagai dosen pembimbing akademik kedua atas bimbingan dan arahannya dalam penyusunan Proposal Penelitian ini. 4. Teman-teman TEP 42 yang selalu memberi motivasi dan semangat bagi penulis. Penulis menyadari dalam penulisan penelitian ini masih terdapat kekurangan. Saran dan kritik dari pembaca sangat penulis harapkan sebagai masukan yang sangat berharga untuk perbaikan di masa mendatang. Harapan penulis, semoga hasil penelitian ini dapat berguna dan memberi manfaat bagi semua pihak yang membutuhkan. Bogor, Maret 2010 Penulis i

7 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR GAMBAR... iv DAFTAR TABEL... v DAFTAR LAMPIRAN... vi I. PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang... 1 B. Tujuan... 2 II. TINJAUAN PUSTAKA... 3 A. Pasteurisasi dan Pendinginan... 3 B. Titik Terdingin... 7 C. Proses Pembuatan Minuman di PT. Triteguh Manunggal Sejati III. METODE PENDEKATAN A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan B. Bak Pasteurisasi dan Bak Pendingin C. Alat dan Bahan D. Diagram Alir Penelitian E. Metode Penelitian Pengambilan Data di Bak Pasteurisasi dan Bak Pendingin Pengambilan Data Produk di Bak Pasteurisasi dan Bak Pendingin Penghitungan Energi dan Pindah Panas Modifikasi Desain dari Bak Pasteurisasi dan Bak Pendingin IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Bak Pasteurisasi Pola Sebaran Suhu Medium dalam Bak Pasteurisasi Energi Pemanasan Air Pra-Produksi di Bak Pasteurisasi Energi Pemanasan Proses Pasteurisasi a. Pola Sebaran Suhu selama Pasteurisasi b. Panas yang Diterima Produk per Cup c. Efisiensi Pemanasan ii

8 d) Efisiensi Pemakaian Energi e) Optimasi Lama Waktu Proses Pasteurisasi B. Bak Pra-Pendingin Energi Panas yang Diserap selama Pendinginan Koefisien Kinerja Pendinginan (COP) C. Bak Pendingin Energi Panas yang Diserap selama Pendinginan untuk Produk Jelly Koefisien Kinerja Pendinginan (COP) untuk Produk Jelly Suhu Output Produk Jelly selama Pendinginan Energi Panas yang Diserap selama Pendinginan untuk Produk koko Koefisien Kinerja Pendinginan (COP) untuk Produk Koko Optimasi Suhu Medium Bak untuk Produk Koko di Bak Pendingin Kebutuhan Massa Es Balok (M es) untuk Pendinginan Produk Koko V. KESIMPULAN DAN SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN iii

9 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Bak Pasteurizer untuk Proses Pasteurisasi Sistem Bak... 6 Gambar 2. Terowongan Pasteurisasi... 6 Gambar 3. Perubahan Suhu Retort Terhadap Waktu Selama Proses Termal... 7 Gambar 4. Perubahan Suhu Badan (Kaleng) Terhadap Suhu Retort... 8 Gambar 5. Profil Data Penetrasi Panas... 9 Gambar 6. Titik Terdingin dari Produk Gambar 7. Bagan Alir Pembuatan Minuman Gambar 8. Bak Pasteurisasi Gambar 9. Bak Pendingin Gambar 10. Ilustrasi Dimensi Bak Pasteurisasi, Pra-Pendingin, dan Pendingin 14 Gambar 11. Alur Proses Penelitian Utama Gambar 12. Piktorial dari Bak Pasteurisasi Gambar 13. Distribusi Titik Pengukuran Suhu Air Medium Pemanas sebelum Proses Pasteurisasi Gambar 14. Distribusi Titik Pengukuran Suhu Air selama Proses Pasteurisasi 19 Gambar 15. Titik Termokopel dalam Cup Produk Gambar 16. Pola Sebaran Suhu di Bak Pasteurisasi tanpa Produk Gambar 17. Piktorial dari Penambahan Pipa Steam di Bak Pasteurisasi Gambar 18. Pola Sebaran Suhu Produk Jelly di Bak Pasteurisasi Gambar 19. Pengambilan Produk di Bak Pasteurisasi Gambar 20. Bak Pra-Pendingin Gambar 21. Pola Sebaran Suhu Produk Koko di Bak Pra-Pendingin Gambar 22. Pengambilan Produk di Bak Pra-Pendingin Gambar 23. Pengukuran di Bak Pendingin Gambar 24. Pola Sebaran Suhu Produk Jelly di Bak Pendingin Gambar 25. Pola Sebaran Suhu Produk Koko di Bak Pendingin Gambar 26. Gambar 26. Perubahan Suhu Produk Terhadap Suhu Medium iv

10 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Kondisi dan Tujuan Pasteurisasi dari Beberapa Produk Pangan... 4 Tabel 2. Dimensi Bak Pasteurisasi, Pra-Pendingin,dan Pendingin Tabel 3. SOP Proses Pasteurisasi di Industri Tabel 4. Plot Suhu Terhadap Waktu Tabel 5. Sebaran Suhu Produk di Bak Pasteurisasi Tabel 6. Sebaran Suhu Produk di Bak Pra-Pendingin Tabel 7. Sebaran Suhu Produk Jelly di Bak Pendingin Tabel 8. Sebaran Suhu Produk Koko di Bak Pendingin v

11 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Gambar Piktorial Bak Pasteurisasi Lampiran 2. Gambar Tampak Atas Bak Pasteurisasi Lampiran 3. Gambar Tampak Samping Bak Pasteurisasi Lampiran 4. Gambar Piktorial Pipa Steam Existing Lampiran 5. Gambar Tampak Atas Pipa Steam Existing Lampiran 6. Gambar Tampak Samping Pipa Steam Existing Lampiran 7. Gambar Piktorial Pipa Steam Modifikasi Lampiran 8. Gambar Tampak Atas Pipa Steam Modifikasi Lampiran 9. Gambar Tampak Samping Pipa Steam Modifikasi Lampiran 10. Tabel Entahphi Steam Lampiran 11. Tabel Nilai k,μ, dan Pr dari Air Lampiran 12. Tabel Rumus Nusselt Number untuk Geometri Silinder vi

12 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penggunaan panas untuk tujuan pengawetan baru diawali pada tahun 1800-an, yaitu ketika Napoleon Bonaparte menghadapi masalah untuk mensuplai makanan bagi tentaranya di medan perang. Nicolas Appert yang berhasil menciptakan metode pengawetan makanan tersebut, yaitu dengan cara memanaskan makanan di dalam wadah botol gelas. Cara yang dilakukannya sangat sederhana, yaitu ke dalam wadah gelas dimasukkan makanan, kemudian ditutup rapat. Setelah itu, wadah gelas berisi makanan tersebut direbus dalam air mendidih beberapa saat, lalu didinginkan. Dengan proses pemasakan seperti ini, ternyata makanan dalam wadah gelas tersebut tidak membusuk dan dapat awet beberapa bulan. Proses pemanasan makanan dalam gelas atau kaleng ini kemudian sering disebut sebagai proses Appertisasi (Apperti-zation), sebagai penghargaan kepada Nicolas Appert sebagai penemunya. Sepuluh tahun kemudian, Peter Durand berhasil mengawetkan makanan dalam wadah kaleng. Pada tahun 1813, pabrik pengalengan makanan pertama berdiri di Inggris. Selanjutnya, dengan banyaknya permintaan terhadap makanan kaleng, industri pengalengan terus berkembang. Meskipun Nicolas Appert dapat mengaitkan makanan dengan proses pemanasan, tetapi pada saat itu dia belum mampu menjelaskan bagaimana mekanisme pengawetan yang terjadi yang menyebabkan makanan dalam gelas tersebut dapat menjadi awet dalam jangka waktu lama. Baru lima puluh tahun kemudian, Louis Pasteur -seorang ahli mikrobiologi- yang dapat memberikan jawaban tentang mekanisme pembusukan dalam makanan kaleng. Ia menunjukkan bahwa mikroorganisme-lah yang bertanggung jawab terhadap kebusukan makanan dan proses pemanasan dapat membunuh atau memusnahkan mikroba pembusuk yang ada di dalam makanan tersebut. Penelitian yang dilakukan di Massachusets Institute of Technology yang dimulai tahun 1895 menyimpulkan bahwa kebusukan makanan kaleng disebabkan oleh kurangnya pemanasan untuk membunuh mikroorganisme. 1

13 Teknologi pengalengan makanan terus berkembang dan menjadi salah satu teknologi pengawetan pangan yang penting. Hal ini karena teknologi pengalengan mampu memperpanjang masa simpan produk pangan hingga beberapa bulan sampai beberapa tahun. Teknologi pengalengan telah diterapkan untuk pengawetan aneka ragam produk pangan, seperti daging olahan, buah-buahan, sayuran, susu, dsb. Demikian juga, jenis kemasan yang digunakan pun bervariasi, baik dari jenis (seperti kaleng, gelas, dan kantung rebus), ukuran maupun bentuk. Salah satu proses dalam penggunaan panas ialah proses pendingin dan pasteurisasi. Secara umum proses pasteurisasi adalah suatu proses pemanasan yang relatif cukup rendah (umumnya dilakukan pada suhu di bawah 100 o C) dengan tujuan untuk mengurangi populasi mikroorganisme pembusuk, sehingga bahan pangan yang mengalami proses pasteurisasi tersebut akan mempunyai daya awet beberapa hari (seperti produk susu pasteurisasi) sampai beberapa bulan (seperti produk sari buah pasteurisasi).. Proses pasteurisasi di PT. Triteguh Manunggal Sejati, Banten, saat ini menggunakan tipe bak, sedangkan proses pendingin menggunakan tipe bak dengan dua tingkatan (pra-pendingin dan pendingin). Proses pasteurisasi dan pendingin di PT. Triteguh Manunggal Sejati, Banten yang akan diteliti untuk produk koko drink, dan jelly drink. B. Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Menentukan kesesuaian suhu dan lama pasteurisasi dengan SOP industri. 2. Menghitung energi dan pindah panas sehingga didapat waktu dan suhu proses yang tepat pada bak pasterurisasi dan bak pendingin. 3. Modifikasi desain dari bak pasteurisasi dan bak pendingin. 2

14 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pasteurisasi dan Pendinginan Secara umum proses pasteurisasi adalah suatu proses pemanasan yang relatif cukup rendah (umumnya dilakukan pada suhu di bawah 100 o C) dengan tujuan untuk mengurangi populasi mikroorganisme pembusuk, sehingga bahan pangan yang di-pasteurisasi tersebut akan mempunyai daya awet beberapa hari (seperti produk susu pasteurisasi) sampai beberapa bulan (seperti produk sari buah pasteurisasi) (Bejan dan Alan, 2003). Walaupun proses ini hanya mampu membunuh sebagian populasi mikroorganisme, namun pasteurisasi ini sering diaplikasikan terutama jika: (1) Dikhawatirkan bahwa penggunaan panas yang lebih tinggi akan menyebabkan terjadinya kerusakan mutu (misalnya pada susu). (2) Tujuan utama proses pemanasan hanyalah untuk membunuh mikroorganisme patogen (penyebab penyakit, misalnya pada susu) atau inaktivasi enzimenzim yang dapat merusak mutu (misalnya pada sari buah). (3) Diketahui bahwa mikroorganisme penyebab kebusukan yang utama adalah mikroorganisme yang sensitif terhadap panas (misalnya khamir/ragi pada sari buah). (4) Akan digunakan cara atau metode pengawetan lainnya yang dikombinasikan dengan proses pasteurisasi, sehingga sisa mikroorganisme yang masih ada setelah proses pasteurisasi dapat dikendalikan dengan metode pengawetan tersebut (misalnya pasteurisasi dikombinasikan dengan pendinginan, penambahan gula dan/atau asam, dan lain-lain). Proses kombinasi pasteurisasi dan pengawetan lain ini di antaranya diaplikasikan dalam proses hot filling, seperti dalam proses pengolahan saus dan jem. Proses pasteurisasi secara umum dapat mengawetkan produk pangan dengan adanya inaktivasi enzim dan pembunuhan mikroorganisme yang sensitif terhadap panas (terutama khamir, kapang dan beberapa bakteri yang tidak membentuk spora), tetapi hanya sedikit menyebabkan perubahan/penurunan mutu gizi dan organoleptik. Keampuhan proses pemanasan dan peningkatan daya awet yang dihasilkan dari proses pasteurisasi ini dipengaruhi oleh karakteristik bahan 3

15 pangan, terutama nilai ph. Sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 1, kondisi dan tujuan pasteurisasi dari beberapa produk pangan dapat berbeda-beda, tergantung dari ph produk. Tabel 1. Kondisi dan Tujuan Pasteurisasi dari Beberapa Produk Pangan Jenis Produk Pangan Tujuan Utama Pasteurisasi Tujuan Sampingan/Ikutan Kondisi Minimum Proses Pasteurisasi ph < 4,5 Sari Buah Inaktivasi enzim (pektinesterase Membunuh mikroorganisme 65 o C selama 30 menit; 77 o C selama dan pembusuk (kapang 1 menit, 88 o C poligalakturonas dan khamir) selama 15 detik e) Bir Membunuh mikroorganisme pembusuk (khamir, Lactobacillus o C selama 20 menit (dalam botol); o C selama 1-4 menit pada tekanan kpa sp.) dan sisa khamir/ragi yang ditambahkan pada proses fermentasi (Saccharomyces sp.) ph>4,5 Susu Membunuh mikroorganisme patogen (Brucella abortis, Membunuh mikroorganisme pembusuk dan beberapa enzim 63 o C selama 30 menit; 71,5 o C selama 15 detik 4

16 Mycobacterium tuberculosis (Coxiella burnettii) Telur cair Membunuh mikroorganisme pathogen Salmonella sp. Membunuh mikroorganisme pembusuk 64,4 o C selama 2,5 menit; 60 o C selama 3,5 menit Es Krim Membunuh mikroorganisme patogen Membunuh mikroorganisme pembusuk 65 o C selama 30 menit; 71 o C selama 10 menit; 80 o C selama 15 detik Sumber : Hariyadi dan Feri (2008) Peralatan pasteurisasi yang digunakan dapat berupa sistem batch atau sinambung. Dalam sistem batch, pasteurisasi menggunakan bak air panas pada suhu yang telah ditentukan, dimana bahan pangan yang akan di-pasteurisasi dicelupkan ke dalam air panas tersebut selama selang waktu yang telah ditentukan (Gambar 1). Jika pemanasan telah tercapai, maka produk tersebut diangkat dan kemudian dicelupkan ke dalam bak lain yang berisi air dingin. Proses pasteurisasi dalam sistem sinambung menggunakan konveyor yang secara sinambung akan mentransportasikan produk masuk melalui bak air panas dan akhirnya melalui bak air pendingin (Gambar 2). Waktu pemanasan dapat dikendalikan dengan mengendalikan kecepatan konveyor. Disain alat pasteurisasi kontinyu adalah berupa suatu terowongan yang dapat dibagi menjadi 3 bagian utama, dimana pada masing-masing bagian dilengkapi dengan penyemprot (sprayer ataupun atomizer) yang akan menyemprotkan air panas atau air dingin. Selain menggunakan air panas, terowongan pasteurisasi dapat menggunakan uap panas sebagai medium pemanas. Keuntungannya adalah bahwa proses pemanasan akan berjalan lebih cepat, sehingga tidak memerlukan ruangan yang terlalu besar. 5

17 Proses pasteurisasi yang dilakukan sebelum dikemas dapat menerapkan sistem sinambung. Teknologi ini terutama digunakan memproses produk cair (susu, sari buah, telur cair, dll) ataupun produk semi padat (pasta, yoghurt, bubur, dll), dimana proses pemanasannya dapat dilakukan dengan alat penukar panas (heat exchanger) yang umumnya beroperasi secara sinambung/kontinyu. Beberapa produk memerlukan perlakuan aerasi (misalnya sari buah dan produk anggur/wine) untuk mencegah kerusakan oksidatif. Karena itu sebelum proses pasteurisasi, produk demikian biasanya disemprotkan ke dalam ruangan vakum sehingga udara terlarut akan terhisap oleh pompa vakum. Gambar 1. Bak Pasteurizer untuk Proses Pasteurisasi Sistem Bak Gambar 2. Terowongan Pasteurisasi 6

18 B. Titik Terdingin Selama proses pasteurisasi atau sterilisasi berlangsung, akan terjadi perubahan suhu retort terhadap waktu yang dapat dibagi menjadi 3 fase, yaitu (a) fase pemanasan (heating), dimana suhu retort meningkat sehingga tercapai suhu yang diinginkan; (b) fase holding, yaitu mempertahankan suhu retort pada suhu proses yang diinginkan; dan (c) fase pendinginan (pendingin), yaitu menurunkan suhu retort pada suhu tertentu. Pola perubahan suhu terhadap waktu tersebut dapat diilustrasikan pada Gambar 3. Pada kenyataannya, suhu bahan pangan di dalam retort akan mencapai suhu yang lebih rendah dibandingkan suhu retortnya (T R ), karena panas harus berpenetrasi ke wadah dan mencapai titik terdinginnya. Gambar 4 menunjukkan profil suhu retort (T R ) dan suhu kaleng (T C ). Suhu retort berangsur meningkat hingga mencapai suhu yang diinginkan, yaitu 250 o F. Setelah mencapai suhu tersebut, suhu retort dipertahankan selama beberapa waktu (holding), kemudian didinginkan (pendingin). Suhu kaleng pun meningkat selama proses pemanasan, tetapi selalu lebih rendah dibanding suhu retortnya (pada waktu tertentu akan mendekati suhu retort). Gambar 3. Perubahan Suhu Retort Terhadap Waktu Selama Proses Termal (Richardson, 2000) Keterangan : t = waktu IT = suhu awal (suhu awal produk sebelum di-pasteurisasi) 7

19 tc = waktu antara dimulainya pemanasan sampai mencapai suhu pasteurizer yang diinginkan dan biasanya disebut dengan CUT tp = waktu dari berakhirnya tc sampai dengan waktu akhir pemanasan T = Suhu pada waktu tertentu T C = Suhu ditengah kontainer (kemasan) yang disebut dengan coldest point (suhu terendah dan diberi istilah CP) T R = Suhu retort dalam hal ini suhu pasteurizer Gambar 4. Perubahan Suhu Bahan (Kaleng) Terhadap Suhu Retort (Richardson, 2000) Data penetrasi panas diperlukan untuk menentukan kurva hubungan antara suhu bahan terhadap waktu selama proses termal, mulai dari tahap pemanasan, holding hingga pendinginan, sebagaimana diilustrasikan pada Gambar 3. Pengukuran data penetrasi panas dilakukan dengan menggunakan termokopel yang dipasang pada titik terdingin dari kemasan dan dihubungkan dengan rekorder 8

20 yang akan mencatat data perubahan suhu terhadap waktu. Titik terdingin atau the coldest point (CP) dari kemasan adalah titik dari bagian kemasan yang paling lambat menerima panas selama proses termal. Pengukuran penetrasi panas dilakukan pada bagian retort yang paling lambat menerima panas, yaitu ditentukan dengan cara mengukur distribusi panas. Gambar 4 menunjukkan profil distribusi panas di titik-titik tertentu di dalam retort. Titik terdingin dari retort adalah yang paling lambat menerima panas. Dalam grafik tersebut, termokopel di titik no. 10 yang paling lambat menerima panas. Gambar 5. Profil data penetrasi panas. Termokopel pada titik ke-10 (T10) adalah yang paling lambat menerima panas (Hariyadi dan Feri, 2008) Titik terdingin menjadi perhatian penting dalam proses termal, karena apabila titik terdingin telah mendapat pemanasan yang mencukup, maka titik-titik lain dalam kemasan dianggap sudah mendapat panas yang mencukupi pula. Penentuan titik terdingin produk dapat diperkirakan dari sifat perambatan panas yang terjadi, bentuk kemasan dan ukuran headspace. Menurut Richardson (2000) perambatan panas dengan konduksi dengan bentuk kaleng silindris serta headspace yang minimal maka titik terdingin akan terdapat di tengah kaleng. Jika headspace-nya diperbesar maka titik terdingin akan mendekati permukaan (tutup kaleng). Sedangkan perambatan konveksi pada kemasan kaleng dengan bentuk silindris vertikal akan memberikan titik terdingin di bagian dasar kemasan. Untuk produk yang dikemas dengan pengemas yang mempunyai bentuk dan bahan lain 9

21 maka posisi titik terdinginnya harus dicari dengan cara mengukur kecepatan panas pada seluruh daerah dalam kemasan dan ada pencatatan data yang dilakukan dapat diketahui titik mana yang merupakan titik terdingin. Gambar 5 memperlihatkan titik terdingin dari kaleng silinder dan posisi termokopel yang dipasang pada titik terdingin tersebut. Gambar 6 mengilustrasikan pemasangan termokopel dalam pengumpulan data penetrasi panas di dalam sistem bak pemanas. Dalam mengukur data penetrasi panas, terdapat faktor-faktor yang perlu diperhatikan sebagai berikut: (1) Formulasi, variasi berat ingredien harus konstan (termasuk didalamnya ukuran, bentuk dan berat produk padat, viskositas produk cair, penambahan beberapa ingredien seperti garam), perubahan formulasi akan menyebabkan perubahan penetrasi panas. (2) Kemasan, yaitu bahan dasar pengemas seperti kaleng, gelas jar, cup plastik dll harus dicatat. (3) Metode pengisian, suhu pengisian produk harus dikontrol sebab akan mempengaruhi suhu awal. (4) Penutupan dan sealer, penutupan harus dilakukan sebaik dan sekuat mungkin agar kondisi hermetis dapat dijaga selama proses termal. (5) Sistem retort (sistem pemanas) yang digunakan. Perambatan Panas Konduksi Perambatan Panas Konveksi Gambar 6. Titik terdingin dari produk 10

22 C. Proses Pembuatan Minuman di PT. Triteguh Manunggal Sejati Adapun bagan alir proses pembuatan minuman di PT. Triteguh Manunggal Sejati ialah : Mixing/Cooking Filling Pemanasan Pra-pendingin Pendingin Packaging Gambar 7. Bagan Alir Pembuatan Minuman 1. Mixing/Cooking Bertujuan untuk mencampur dan memanaskan bahan bahan yang diperlukan. Suhu output produk sekitar 85 0 C 2. Filling Bertujuan untuk mencampur bahan-bahan yang ada dengan komposisi tertentu. Bahan-bahan dari mixing/cooking dialirkan ke filling secara gravitasi. Produk sudah dalam kemasan cup setelah melalui proses filling. Suhu output produk sekitar 60 0 C. 3. Pemanasan Bertujuan untuk mengurangi populasi mikroorganisme yang berada dalam produk. Suhu output produk sekitar 82 0 C. Pemanasan dilakukan 11

23 secara continius, produk dari proses filling masuk ke proses pasteurisasi melalui konveyor. Pemanasan menggunakan steam yang dialirkan melalui pipa yang berada di bawah konveyor ke bak pasteurisasi. Sebelum steam dialirkan, terlebih dahulu bak pasteurisasi diisi dengan air biasa. Panjang bak pasteurisasi 12 m, lebar 1.5 m dan lama proses menit. Suhu output sebesar 82 0 C. 4. Pra-pendingin. Bertujuan untuk menurunkan suhu produk setelah melewati proses pasteurisasi. Pendinginan dilakukan dengan menggunakan air bersuhu ruangan (± 30 0 C) yang dialirkan melalui pipa di atas konveyor. Panjang bak pra-pendingin sebesar 6 m dengan lebar 1.5 m. lama proses prapendingin 3 6 menit. 5. Pendingin Bertujuan untuk menurunkan suhu produk setelah melewati proses prapendingin. Pendinginan dilakukan dengan menggunakan air dingin (suhu ±20 0 C) yang dialirkan melalui pipa di atas konveyor. Panjang bak pendingin sebesar 6 m dengan lebar 1.5 m. proses pra-pendingin dan pendingin berlangsung selama menit. 6. Packaging Bertujuan untuk mengemas produk yang telah melewati proses pendingin. 12

24 III. METODE PENDEKATAN A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian ini akan dilaksanakan di PT. Triteguh Manunggal Sejati, Tangerang. Penelitian dilakukan selama 2 (dua) bulan, yaitu mulai dari bulan Oktober sampai dengan bulan November PT Triteguh Manunggal Sejati (TRMS) terletak di Jl.. Baru Zona Industri Keroncong Desa Gebang Raya RT. 001 RW. 02 Pasar Kemis, Tangerang, Indonesia. B. Bak Pasteurisasi dan Bak Pendingin Di dalam bak pasteurisasi terdapat konveyor yang akan membawa produk ketika masuk ke dalam bak sampai keluar dari bak. Di bawah konveyor, di atas permukaan bak pasteurisasi, terdapat pipa steam yang mengeluarkan steam sehingga menjaga suhu air di dalam bak supaya stabil di suhu 86 0 C. Pipa steam memiliki lubang di bagian atasnya sehingga steam yang keluar akan memanaskan secara langsung air yang berada di dalam bak. Jadi, ada kemungkinan kontaminasi dengan produk jika bak dimasukkan produk. Proses pasteurisasi berlangsung selama menit, tergantung jumlah produk yang berada di dalam bak. Pada saat pengukuran ternyata terdapat perbedaan suhu sebesar C antara suhu input produk ke bak percobaan dengan yang proses yang berjalan sebenarnya. Dengan kata lain, suhu input percobaan C lebih rendah dibandingkan suhu input proses yang berjalan. Hal ini disebabkan karena pada waktu percobaan dilakukan proses filling secara manual sehingga bisa terjadi penurun suhu, sedangkan proses yang berjalan menggunakan filling otomatis. Sedangkan pada bak pendingin, pipa pendingin berada di atas bak sehingga air pendingin masuk ke bak pendingin secara gravitasi. Air pendinginan akan didinginkan oleh chiller sebelum masuk ke bak pendingin. Pabrik memiliki empat buah chiller untuk mendinginkan air. 13

25 Gambar 8. Bak Pasteurisasi Gambar 9. Bak Pendingin 14

26 berikut: Adapun dimensi dari bak pasteurisasi, pra-pendingin, dan pendingin sebagai Tampak Samping dari Bak Tampak Atas dari Bak Gambar 10. Ilustrasi Dimensi Bak Pasteurisasi, Pra-pendingin, dan Pendingin Tabel 2. Dimensi Bak Pasteurisasi, Pra-pendingin, Pendingin Prapendingin Parameter Pasteurisasi Pendingin PA 10.7 m 6.7 m m PB 11.7 m 7.3 m m PC 0.54 m 0.43 m 0.5 m Lebar 1 m 1.4 m 1 m Tinggi air dari dasar permukaan bak 0.31 m 0.38 m 0.33 m Tabel 3. SOP Proses Pasteurisasi di Industri Suhu center point produk (cpp) : Awal pasteurisasi C 1 menit sebelum keluar pasteurisasi Minimal 80 0 C Akhir pasteurisasi C Akhir pendinginan produk Koko Maksimal 27 0 C Akhir pendinginan produk Jelly Maksimal 37 0 C Waktu pasteurisasi menit Waktu pendinginan menit C. Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Alat 1. Termokopel tipe CC. 2. Temperature recorder (data logging system). 3. Velometer. 4. Sealer semi-otomatis. 15

27 5. Seal silikon. 6. Mur. 7. Obeng. 8. Kunci pas. 9. Cutter. 10. Meteran. Bahan 1. Cup plastik minuman untuk produk jelly drink dan koko drink. 2. Seal plastik. D. Diagram Alir Penelitian Berikut alur dari penelitian yang akan dilaksanakan: 1. Pengamatan aliran fluida 2.Pemasangan termokpel 3.Pencatatan data suhu vs waktu 4. Pencatatan suhu awal bak dan selang pemanasan/pendingi nan 5. Pengukuran laju steam 1. Pengambilan data di bak pasteurisasi dan bak pendingin 2. Pengambilan data produk di bak pasteurisasi dan bak pendingin 3. Perhitungan energi dan pindah panas 4. Modifikasi desain dari bak pasteurisasi dan bak pendingin 1. Penentuan rancangan percobaan 2. Persiapan bahan 3. Pemasangan termokopel 4. Pengukuran suhu 5 Pencatatan data 1. Perhitungan pindah panas 2. Perhitungan energi Gambar 11. Alur Proses Penelitian Utama 16

28 Pipa Steam Gambar 12. Piktorial dari Bak Pasteurisasi 17

29 E. Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan dalam lima tahap. Tahap pertama ialah pengukuran suhu dan waktu dari bak pasteurisasi bak pendingin. Tahap kedua adalah pengambilan data produk yaitu pengukuran suhu dan waktu produk di bak pasteurisasi dan bak pendingin. Tahap ketiga ialah pengukuran dimensi dari bak pasteurisasi dan bak pendingin. Tahap keempat ialah perhitungan energi dan pindah panas, dan tahap kelima akan dilakukan modifikasi desain dari bak pasteurisasi dan bak pendingin (lihat Gambar 11). 1. Pengambilan Data di Bak Pasteurisasi dan Bak Pendingin 1. Pengamatan dari arah aliran steam yang diberikan. 2. Pemasangan termokopel di bak pasteurisasi sesuai arah aliran steam. 3. Lakukan pencatatan data dan pembuatan plot suhu vs waktu. Pada waktu yang bersamaan dengan dialirkannya steam atau pendingin, recorder dinyalakan. Pemanasan suhu 82 0 C tersebut dipertahankan selama 15 menit. 4. Lakukan pencatatan data mengenai : (a) suhu awal bak (initial temperature) dan jam (waktu) mengalirkan steam ke dalam pasteurisasi; (b) suhu setiap waktu pemasakan (misalkan dicatat selama 1 menit). 5. Perlakuan yang sama dilakukan pada bak pra-pendingin dan pendingin dengan rancangan percobaan yang sama. 6. Lakukan pengukuran laju steam tepat pada lubang pipa steam dengan menggunakan velometer. Penentuan titik titik pemasangan probe di bak pasteurisasi, prapendingin dan pendingin: 18

30 Pipa steam atau pendingin Air Gambar 13. Distribusi Titik Pengukuran Suhu Air Medium Pemanas sebelum Proses Pasteurisasi Keterangan : 1. No 1 s.d. 4 merupakan titik-titik tempat penempatan sensor termokopel. 2. Pengukuran dilakukan saat tidak ada produk di dalam bak. 3. Pipa pendingin digunakan di bak pendingin dan bak pra-pendingin sedangkan pipa pemanas (steam) digunakan di bak pasteurisasi. 4. Pipa steam mempunyai lubang di bagian atasnya sehingga memanaskan langsung air yang berada di dalam bak (posisi pipa steam berada di dasar bak di bawah konveyor). Sedangkan pipa pendingin mempunyai lubang di bagian bawahnya sehingga mendinginkan langsung air yang berada di dalam bak (posisi pipa pendingin berada di atas bak). 2. Pengambilan Data Produk di Bak Pasteurisasi dan Bak Pendingin a. Penentuan Rancangan Percobaan Pipa pendingan atau pemanas Air Gambar 14. Distribusi Titik Pengukuran Suhu Air selama Proses Pasteurisasi 19

31 Keterangan : a. No 1 s.d 9 merupakan titik-titik pemasangan termokopel di bak. b. Pipa pendingin digunakan di bak pendingin dan bak pra-pendingin sedangkan pipa pemanas (steam) digunakan di bak pasteurisasi. c. Pengukuran di produk mengikuti titik 1, titik 2, dan titik 3 mulai dari produk masuk sampai keluar bak sedangkan titik pengukuran suhu air di bak di kesembilan titik tersebut. Sehingga data data yang diperoleh adalah data suhu produk di titik 1, titik 2, titik 3, dan rata rata suhu air dari kesembilan titik pengukuran. b. Persiapan bahan 1. Ambil cup yang akan digunakan kemudian periksa kondisi cup dalam keadaan baik (tidak berlubang) atau tidak. 2. Lubangi cup. Letak lubang sesuai dengan pindah panas yang akan terjadi (konveksi, konduksi, atau gabungan dari keduanya). Di dalam cup akan dimasukkan cairan dan butiran-butiran nata, sehingga pindah panas yang terjadi merupakan gabungan dari konveksi dan konduksi. Jadi posisi lubang dari cup diantara di bagian tengah dan 1/3 dari ketinggian cup dari bawah. c. Pemasangan termokopel 1. Pasang sensor termokopel pada cup yang sudah dilubangi, kemudian tutup dengan seal silikon agar tidak bocor. 2. Pasang mur di bagian dalam cup dan menempel dengan termokopel kemudian kencangkan mur dengan kunci pas agar tidak bocor. 3. Isi cup dengan cairan dan nata. Kemudian cup ditutup dengan di-seal menggunakan sealer semi otomatis. 4. Hubungkan termokopel yang terpasang dalam cup tersebut pada temperature recorder. d. Pengukuran suhu 1. Letakkan tiga sensor termokopel di dalam bak sesuai dengan rancangan percobaan. Data logger system hanya mempunyai empat probe sehingga peletakkan termokopel di bak berjumlah tiga sensor 20

32 termokopel dan satu sensor termokopel di cup. Jadi satu termokopel dipasang di dalam cup dijalankan mengikuti titik 1, 2, dan 3 (tiga sensor termokopel yang berada di dalam bak). Begitu seterusnya sampai titik ke Letakkan cup tersebut dalam bak dan biarkan berjalan sesuai pergerakan konveyor di dalam bak sesuai titik titik dalam rancangan percobaan. e. Pencatatan data 1. Lakukan pencatatan data dan pembuatan plot suhu vs waktu. Pada waktu yang bersamaan dengan dimasukkannya cup, recorder dinyalakan. Pemanasan suhu 82 0 C tersebut dipertahankan selama 3.5 menit. 2. Lakukan pencatatan data mengenai : (a) suhu awal produk (initial temperature) dan jam (waktu) memasukkan cup ke dalam bak pasteurisasi; (b) suhu setiap waktu pemasakan (misalkan dicatat selama 10 detik). 3. Setelah periode pemasakan dilakukan, angkat cup tersebut kemudian lepaskan sensor termokopel dari cup. 4. Lakukan metode pengukuran yang sama untuk proses pra-pendingin dan pendingin dengan rancangan percobaan yang sama. Gambar 15. Titik Termokopel dalam Cup Produk 21

33 Tabel 4. Plot Suhu Terhadap Waktu Waktu (10 detik) Dst T1 T2 T3 T4 T5 T6 T7 T8 3. Perhitungan Energi dan Pindah Panas 1. Perhitungan dari laju pindah panas yang digunakan untuk proses pasteurisasi, pra-pendingin dan pendingin. 2. Perhitungan konsumsi energi yang digunakan selama proses pindah panas yang terjadi di bak pasteurisasi, bak pra-pendingin dan bak pendingin sehingga dapat diketahui besarnya energi yang diperlukan per siklus dari tiga proses. Analisis laju pindah panas dan energi dengan menggunakan rumus: A. Perhitungan panas jenis produk Cp = x KA Dimana : Cp = Panas jenis produk (KJ/KgK) KA = Kadar air produk (%) B. Pendugaan suhu output produk Dimana : T = suhu output produk ( 0 C) Tm = suhu medium ( 0 C) To = suhu input produk ( 0 C) U = overall heat transfer coefficient (W/m 2 K) A = luas permukaan (m 2 ) t = lama waktu proses (detik) 22

34 W = Berat produk (Kg) Cp = Panas jenis produk (KJ/KgK) C. Jumlah pindah panas dari medium ke produk q = m x Cp x (Tout Tin) Dimana : q = Laju pindah panas (W/m 2 ) m = massa produk (Kg) Cp = Panas jenis produk (Kg/KJ) Tout = Suhu keluar produk ( 0 C) Tin = Suhu masuk produk ( 0 C) D. Bilangan Reynold (Re) Re = V x d/ν Dimana : Re = Bilangan Reynold V = Kecepatan aliran (m/s) d = diamater penampang (m) ν = Viskositas kinematik aliran (m 2 /s) E. Perhitungan Nilai Koefisien Pindah Panas Konveksi (h) dari Air h = k x Nu/d Dimana : h = Koefisien pindah panas konveksi (W/m 2 C) k = Konduktivitas panas (W/m C) Nu = Nusselt number d = diameter penampang (d) 4. Modifikasi Desain dari Bak Pasteurisasi dan bak pendingin 1. Dari data profil sebaran suhu vs waktu dan sebaran laju aliran fluida dari produk, dilakukan modifikasi desain dari bak pasteurisasi dan bak pendingin yang baru. Desain hanya sebatas berupa gambar teknik dengan menggunakan program Autocad atau sejenisnya. 23

35 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Secara umum di pabrik untuk produk minuman cup diproduksi hanya dua jenis produk yaitu jelly drink dan koko drink. Untuk produk jelly drink memiliki beberapa rasa yaitu apel, jambu, jeruk, dan anggur. Sedangkan untuk produk koko drink hanya memiliki dua rasa yaitu leci dan strawberry. Di dalam produk koko dan jelly terdapat nata yang berbentuk bongkahan bongkahan kecil. Pada proses filling, pasteurisasi, pra-pendinginan, baik untuk produk jelly atau koko, keduanya berbentuk cair. Sedangkan sampai proses pendinginan untuk produk koko berbentuk cair dan untuk produk jelly sebagian kecil dari tiap-tiap cup produk sedikit terbentuk gel (padatan). Di dalam pembahasan ini bak pendingin dibedakan menjadi bak pra-pendingin dan bak pendingin. Di proses pasteurisasi dan pra-pendingin baik produk koko ataupun jelly mengalami perlakuan yang sama, yaitu memiliki kesamaan di sisi suhu output produk yang keluar dari kedua proses itu. Tetapi ketika sampai diproses pendinginan kedua produk ini mengalami perlakuan yang berbeda dari sisi suhu di media bak pendingin. A. Bak Pasteurisasi a. Pola Sebaran Suhu Medium dalam Bak Pasteurisasi Pengukuran dilakukan menggunakan rancangan percobaan II (Gambar 13). Pengukuran dilakukan saat produk tidak masuk ke dalam bak pasteurisasi. Suhu mula-mula produk yang diambil pada saat air sudah di dalam bak (steam belum masuk). Kemudian steam dimasukkan dan pengukuran dihentikan pada saat titik titik pengukuran sudah mencapai suhu 86 0 C. Steam yang digunakan keluar dari lubang lubang pipa dan memanaskan air secara langsung. Jadi pindah panas yang terjadi secara konveksi (dari steam ke air). Suhu steam pada waktu memanaskan air ialah C. 24

36 Gambar 16. Pola Sebaran Suhu di Bak Pasteurisasi tanpa Produk Dari pengukuran didapat waktu pemanasan yang diperlukan untuk memanaskan air dari suhu C ke suhu 86 0 C selama 5310 detik atau 88.5 menit. Gambar 16 menunjukkan bahwa titik keempat merupakan titik terlama menerima panas atau titik terlama yang mencapai suhu 86 0 C. Sedangkan titik tercepat menerima panas ialah titik kedua. Pada saat titik keempat mencapai suhu 86 0 C maka titik kedua sudah mencapai suhu C. Sehingga selisih suhu yang terjadi sebesar C. Karena selisih suhu yang di bak yang relatif berbeda (2.6 0 C) dan waktu pemanasan yang relatif lama (88.5 menit) maka akan dilakukan perbaikan desain dari bak pasteurisasi. Perbaikan diharapakan dapat memperkecil perbedaan suhu di dalam bak dan mempercepat waktu pemanasan. Diharapkan waktu pemanasan setelah modifikasi bisa di bawah 60 menit. Langkah modifikasi atau perbaikan yang akan dilakukan ialah dengan menambah jumlah pipa steam. Pipa steam yang ada saat ini berjumlah dua, dan akan dimodifikasi dengan menambah jumlah pipa menjadi lima (Gambar 17, gambar lengkapnya di Lampiran 1 9). Perhitungan kebutuhan energi yang akan masuk ke air di dalam bak pasteurisasi dan akan meningkatkan suhu air seperti berikut ini : 25

37 Sekarang Rencana Modifikasi Gambar 17. Piktorial dari Penambahan Pipa Steam di Bak Pasteurisasi 26

38 b. Energi Pemanasan Air Pra-Produksi di Bak Pasteurisasi Kecepatan steam = 47 m/s Diameter lubang steam = m Debit steam (Q) = m 3 /s Massa jenis steam (ρ) = Kg/m 3 Laju massa steam (m) = Q x ρ = x = Kg/s = Kg/jam Suhu awal steam = C Suhu akhir steam = 86 0 C h awal steam = KJ/Kg (Lampiran 10) h akhir steam = KJ/Kg (Lampiran 10) Suhu awal air (To) = C Suhu akhir air (Ta) = 86 0 C massa air (m air ) = Kg Cp air = 2.79 KJ/KgK Massa steam (S) = m air x Cp air x (Ta To) / (h awal h akhir) = x 2.79 x ( ) / ( ) = Kg Waktu pemanasan (t) = S/m = / = 1.95 jam = 117 menit Perhitungan pipa steam existing Waktu pemanasan secara teori dari perhitungan = 117 menit Energi Pemanasan Steam (Q) = S x (h awal h akhir) = x ( ) = KJ = MJ Perhitungan pipa steam modifikasi Pertambahan jumlah pipa = 2.5 kali dengan yang existing sehingga laju massa steam bertambah 2.5 kali dengan semula Massa steam (S) = m air x Cp air x (Ta To) / (h awal h akhir) = x 2.5x2.79x( )/( ) 27

39 = Kg Waktu pemanasan (t) = S/m = /( *2.5) = 0.78 jam = 46.8 menit Energi Pemanasan Steam (Q) = S x (h awal h akhir) = x ( ) = KJ = MJ Suhu medium setelah modifikasi Ta = (Q steam /m air x Cp air) + To = (810.64/ x 2.79) = C Dapat dilihat bahwa dengan penambahan pipa steam dapat mempercepat waktu pemanasan tapi penggunaan energi steam menjadi lebih boros. Akan tetapi hal ini bisa berguna karena pada waktu pengukuran di lapangan sempat terjadi penundaan produksi, salah satunya karena waktu pemanasan yang relatif lebih lama. Dengan penambahan pipa steam juga membuat suhu media air di bak pasteurisasi menjadi relatif lebih seragam, hanya seberapa seragam harus dilakukan pergantian di pipa steam sesuai modifikasi dan dilakukan pengukuran. Perkiraan suhu medium setelah modifikasi sebesar C. 3. Energi Pemanasan Proses Pasteurisasi a. Pola Sebaran Suhu Selama Pasteurisasi Tabel 5. Sebaran Suhu Produk di Bak Pasteurisasi Waktu (detik) Titik 1 ( 0 C) Titik 2 ( 0 C) Titik 3 ( 0 C) Trata-rata ( 0 C) Trata-rata medium ( 0 C)

40 T rata-rata medium ( 0 C) 84.2 Dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa rata rata suhu produk masuk ke bak pasteurisasi sebesar C. Pada kenyataannya sewaktu kegiatan produksi yang biasanya suhu produk masuk ke dalam bak pasteurisasi kira kira 70 0 C. Suhu produk pada waktu percobaan lebih rendah daripada biasanya karena pada waktu percobaan terjadi kerusakan di mesin cooking sehingga suhu produk keluar dari mesin cooking tidak terlalu panas. Sedangkan suhu media rata rata didapat sebesar C. Karena suhu produk masuk ke bak pasteurisasi yang lebih rendah sehingga untuk memanaskan suhu di dalam bak pasteurisasi akan memerlukan beban pemanasan yang relatif besar. Rata rata suhu produk keluar dari bak pasteurisasi sebesar C, yang berarti suhu rata rata produk keluar tidak sesuai dengan yang ditargetkan, yaitu suhu output produk sebesar 82 0 C. Sedangkan dari ke 9 titik percobaan hanya pada titik 6 tercapai suhu output produk lebih besar dari 82 0 C. Hal ini bisa terjadi karena suhu pada titik 6 merupakan suhu input produk tertinggi dari ke 9 titik percobaan. b. Panas yang Diterima oleh Produk per Cup Massa produk (m) = Kg KA = 94.8 % Cp = *94.8 = KJ/KgK 29

41 T rata rata medium = C T rata rata awal (To) = C (Tabel 4) T rata rata akhir (Ta) = C (Tabel 4) q = m*cp* (Ta To) = 0.195*3.3069*( ) = 10.8 KJ Qtotal = q x kapasitas produksi/siklus = x cup/jam = KJ = MJ c. Efisiensi Pemanasan Cp air = a 0 + a 1 T + a 2 T 2 (Maroulis, 2003) = 9.97 x (-1.35) x 10-3 x x 10-5 x = 3.2 KJ/KgK Efisiensi Pemanasan = Qtotal Qair = Berat produk/jam x Cp produk x ΔT Berat air/jam x Cp air x (Tawal Takhir) = x 3.2 x ( ) = 86.5% d. Efisiensi Pemakaian Energi Efisiensi Pemakaian Energi = Qtotal Qsteam = S x (h awal h akhir) = = 80.8% 30

42 Perhitungan dilakukan dengan menggunakan rancangan percobaan I (Gambar 14). Sensor termokopel dipasang di tiga titik di bak pasteurisasi kemudian satu sensor termokopel dipasang di produk mengikuti ketiga titik di bak pasteurisasi. Karena pasteurisasi terjadi pada suhu 86 0 C sehingga baik untuk produk koko dan jelly sama sama berbentuk cair. Jadi data yang diambil hanya untuk produk jelly, karena diasumsikan pindah panas selama proses pasteurisasi untuk kedua produk dianggap sama. Gambar 18. Pola Sebaran Suhu Produk Jelly di Bak Pasteurisasi Dari pengukuran didapat suhu rata-rata produk masuk ke bak pasteurisasi sebesar C dan suhu rata-rata produk keluar dari bak pasteurisasi sebesar C dengan suhu rata rata air di dalam bak sebesar C. Suhu terendah produk masuk ke bak pasteurisasi sebesar C (pada titik 1) dan suhu tertinggi produk masuk ke bak pasteurisasi sebesar C (pada titik 3). Sedangkan suhu terendah produk keluar dari bak pasteurisasi sebesar C (pada titik 1) dan suhu tertinggi produk keluar dari bak pasteurisasi sebesar C (pada titik 3). Sehingga dari pengukuran, produk masuk dengan suhu terendah akan menjadi produk dengan suhu terendah ketika keluar dari bak pasteurisasi. Adanya perbedaan suhu produk keluar dapat disebabkan perbedaan suhu produk masuk. Atau mungkin terjadi karena produk yang jumlahnya tidak selalu tetap ketika 31

43 masuk ke bak sehingga perpindahan panasnya pun tidak tetap. Penyebab lainnya mungkin posisi produk lain yang berada di dekat produk yang diambil titik pengukurannya. Semakin banyak produk yang berada di dekat produk yang diambil sebagai data pengukuran maka panas yang seharusnya diterima produk yang diambil sebagai pengukuran jadi diterima oleh produk yang berada di sebelahnya. Dari pengukuran juga didapat rata-rata peningkatan suhu selama di dalam bak pasteurisasi (produk masuk hingga keluar dari bak) sebesar C. Dengan peningkatan suhu terkecil sebesar C (pada titik 1) dan peningkatan suhu terbesar sebesar C (pada titik 2). Bervariasinya peningkatan suhu ini juga dikarenakan jumlah produk di dalam bak pasteurisasi dalam satu siklus/batch yang tidak tetap. Setelah dilakukan pengkuran produk selanjutnya dilakukan perhitungan pindah panas dan konsumsi energi yang terjadi selama proses pasteurisasi. Dari perhitungan didapat rata-rata konsumsi energi per titik yang dibutuhkan dari mulai produk masuk ke bak pasteurisasi sampai keluar bak sebesar 10.8 KJ. Selanjutnya dilakukan perhitungan konsumsi energi per siklus pasteurisasi. Dari perhitungan didapat kapasitas produksi bak pasteurisasi per siklus sebesar 2464 cup. Sehingga didapat konsumsi energi per siklus pasteurisasi sebesar MJ untuk 2464 cup produk. Dari perhitungan efisiensi pemanasan didapat efisiensi sebesar 86.5%. Adapun kehilangan panas kemungkinan terjadi karena panas lepas ke udara luar sehingga tidak dimanfaatkan untuk menaikkan suhu produk. Sedangkan untuk perhitungan efisiensi pemakaian energi didapat efisiensi sebesar 80.8%, ini artinya bahwa pemakaian energi yang digunakan untuk proses pasteurisasi masih baik. e. Optimasi Lama Waktu Proses Pasteurisasi Diketahui : Tout produk (target) = 82 0 C KA = 94.8 % T medium (T air) = C T (T awal produk) = C 32

44 Massa produk = Kg Diameter cup (d) = 0.06 m Tinggi cup (l) = m A = π x d x l = 3.14 x 0.06 x = m 2 Tf = (T + Tair)/2 = ( )/2 = C V (kecepatan konveyor) = m/s μ = x 10-3 Kg/m s (Lampiran 11) ρ = Kg/m 3 (Lampiran 11) ν = μ/ρ = 0.38 x 10-3 / = 3.95 x 10-7 m 2 /s k = W/m. 0 C (Lampiran 11) Pr = 2.43 (Lampiran 11) Re = V x d/ν = (0.05 x 0.06)/(3.95 x 10-7 ) = 8449 Nu = x Re x Pr 1/3 (Lampiran 12) = x x /3 = 69.4 h = Nu x d/k = x 0.06/0.671 =769.4 W/m 2 K Cp = *94.8 = KJ/KgK Dicari : lama waktu proses pasteurisasi (t) =? Jawab : t = 7 menit 33

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pasteurisasi dan Pendinginan Secara umum proses pasteurisasi adalah suatu proses pemanasan yang relatif

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pasteurisasi dan Pendinginan Secara umum proses pasteurisasi adalah suatu proses pemanasan yang relatif II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pasteurisasi dan Pendinginan Secara umum proses pasteurisasi adalah suatu proses pemanasan yang relatif cukup rendah (umumnya dilakukan pada suhu di bawah 100 o C) dengan tujuan

Lebih terperinci

III. METODE PENDEKATAN

III. METODE PENDEKATAN III. METODE PENDEKATAN A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian ini akan dilaksanakan di PT. Triteguh Manunggal Sejati, Tangerang. Penelitian dilakukan selama 2 (dua) bulan, yaitu mulai dari bulan Oktober

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Secara umum di pabrik untuk produk minuman cup diproduksi hanya dua jenis produk yaitu jelly drink dan koko drink. Untuk produk jelly drink memiliki beberapa rasa yaitu apel, jambu,

Lebih terperinci

BLANSING PASTEURISASI DAN STERIISASI

BLANSING PASTEURISASI DAN STERIISASI PENGOLAHAN TERMAL I BLANSING PASTEURISASI DAN STERIISASI TIM DOSEN PENGAMPU BRAWIJAYA UNIVERSITY 2013 outline 1 PENDAHULUAN 4 STERILISASI 3 PASTEURISASI 2 BLANCHING PENDAHULUAN MERUPAKAN PROSES THERMAL

Lebih terperinci

Teti Estiasih - THP - FTP - UB

Teti Estiasih - THP - FTP - UB 1 2 Merupakan proses thermal yang menggunakan suhu Blansing: perlakuan pendahuluan pada buah dan sayuran Pasteurisasi dan sterilisasi merupakan proses pengawetan pangan 3 Blansing air panas Blansing uap

Lebih terperinci

PASTEURISASI. Teti Estiasih - THP - FTP - UB 1

PASTEURISASI. Teti Estiasih - THP - FTP - UB 1 PASTEURISASI Teti Estiasih - THP - FTP - UB 1 DEFINISI Merupakan perlakuan panas yang bertujuan membunuh mikroba patogen dan pembusuk, serta inaktivasi enzim Proses termal pada produk pangan dengan tujuan

Lebih terperinci

Pengolahan dengan Suhu Tinggi

Pengolahan dengan Suhu Tinggi Program Studi Teknologi Pangan Internationally Recognized Undergraduate Program by IFT & IUFoST FTP 200 Pengantar Teknologi Pertanian Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian. Alat dan Bahan Penelitian. Prosedur Penelitian

METODOLOGI PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian. Alat dan Bahan Penelitian. Prosedur Penelitian METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan dari bulan Januari hingga November 2011, yang bertempat di Laboratorium Sumber Daya Air, Departemen Teknik Sipil dan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. TEMPAT DAN WAKTU Tempat pelaksanaan penelitian adalah di Laboratorium Balai Besar Industri Agro (BBIA) Cikaret, Bogor dan Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI 2.1 Pasteurisasi 2.2 Sistem Pasteurisasi HTST dan Pemanfaatan Panas Kondensor

BAB II DASAR TEORI 2.1 Pasteurisasi 2.2 Sistem Pasteurisasi HTST dan Pemanfaatan Panas Kondensor BAB II DASAR TEORI 2.1 Pasteurisasi Pasteurisasi ialah proses pemanasan bahan makanan, biasanya berbentuk cairan dengan temperatur dan waktu tertentu dan kemudian langsung didinginkan secepatnya. Proses

Lebih terperinci

Pengawetan dengan Suhu Tinggi

Pengawetan dengan Suhu Tinggi Pengawetan dengan Suhu Tinggi Pengawetan dengan suhu tinggi adalah salah satu dari sekian banyak metode pengawetan makanan yang sering digunakan. Metode ini sebenarnya sudah sangat familier dalam aktivitas

Lebih terperinci

MENERAPKAN TEKNIK PENGOLAHAN SUHU TINGGI KD 1 PRINSIP-PRINSIP PENGAWETAN DENGAN PENGOLAHAN

MENERAPKAN TEKNIK PENGOLAHAN SUHU TINGGI KD 1 PRINSIP-PRINSIP PENGAWETAN DENGAN PENGOLAHAN 1 MENERAPKAN TEKNIK PENGOLAHAN SUHU TINGGI KD 1 PRINSIP-PRINSIP PENGAWETAN DENGAN PENGOLAHAN Pengalengan Metode pengawetan dengan pengalengan ditemukan oleh Nicolas Appert, seorang ilmuwan Prancis. Pengertian

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENELITIAN PENDAHULUAN Pada penelitian pendahuluan dilakukan kajian pembuatan manisan pala untuk kemudian dikalengkan. Manisan pala dibuat dengan bahan baku yang diperoleh dari

Lebih terperinci

TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN

TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN BAB XIII MENGELOLA PENGEMASAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA

Lebih terperinci

SKRIPSI UJI PERFORMANSI DAN ANALISA TEKNIK ALAT EVAPORATOR VAKUM. Oleh: ASEP SUPRIATNA F

SKRIPSI UJI PERFORMANSI DAN ANALISA TEKNIK ALAT EVAPORATOR VAKUM. Oleh: ASEP SUPRIATNA F SKRIPSI UJI PERFORMANSI DAN ANALISA TEKNIK ALAT EVAPORATOR VAKUM Oleh: ASEP SUPRIATNA F14101008 2008 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR UJI PERFORMANSI DAN

Lebih terperinci

perubahan baik fisik maupun kimiawi yang dikehendaki ataupun yang tidak dikehendaki. Di samping itu, setelah melalui proses pengolahan, makanan tadi

perubahan baik fisik maupun kimiawi yang dikehendaki ataupun yang tidak dikehendaki. Di samping itu, setelah melalui proses pengolahan, makanan tadi i Tinjauan Mata Kuliah P roses pengolahan pangan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Sejak zaman dahulu kala, manusia mengenal makanan dan mengolahnya menjadi suatu bentuk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 31 HASIL DAN PEMBAHASAN Mikroba Patogen dan Pembusuk Potensial Identifikasi mikroba target dilakukan dengan mengidentifikasi cemaran mikroba di dalam nata de coco, yaitu dengan melakukan analisis mikrobiologi

Lebih terperinci

Ditulis Guna Melengkapi Sebagian Syarat Untuk Mencapai Jenjang Sarjana Strata Satu (S1) Jakarta 2015

Ditulis Guna Melengkapi Sebagian Syarat Untuk Mencapai Jenjang Sarjana Strata Satu (S1) Jakarta 2015 UNIVERSITAS GUNADARMA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI ANALISIS SISTEM PENURUNAN TEMPERATUR JUS BUAH DENGAN COIL HEAT EXCHANGER Nama Disusun Oleh : : Alrasyid Muhammad Harun Npm : 20411527 Jurusan : Teknik

Lebih terperinci

Prinsip pengawetan. Mencegah/memperlambat kerusakan mikrobial. Mencegah/memperlambat laju proses dekomposisi (autolisis) bahan pangan

Prinsip pengawetan. Mencegah/memperlambat kerusakan mikrobial. Mencegah/memperlambat laju proses dekomposisi (autolisis) bahan pangan PENGAWETAN MAKANAN DENGAN SUHU TINGGI DAN SUHU RENDAH Pengertian Pengawetan makanan salah satu cara pengolahan pangan yg sering dilakukan untuk mencegah kerusakan bahan pangan & menjaga kualitasnya. Cara

Lebih terperinci

BAB IV PENGUMPULAN DAN PERHITUNGAN DATA

BAB IV PENGUMPULAN DAN PERHITUNGAN DATA 50 BAB IV PENGUMPULAN DAN PERHITUNGAN DATA 4.1 Menentukan Titik Suhu Pada Instalasi Water Chiller. Menentukan titik suhu pada instalasi water chiller bertujuan untuk mendapatkan kapasitas suhu air dingin

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di laboratorium Energi dan Elektrifikasi Pertanian serta di dalam rumah tanaman yang berada di laboratorium Lapangan Leuwikopo,

Lebih terperinci

LAPORAN TUGAS AKHIR MODIFIKASI KONDENSOR SISTEM DISTILASI ETANOL DENGAN MENAMBAHKAN SISTEM SIRKULASI AIR PENDINGIN

LAPORAN TUGAS AKHIR MODIFIKASI KONDENSOR SISTEM DISTILASI ETANOL DENGAN MENAMBAHKAN SISTEM SIRKULASI AIR PENDINGIN LAPORAN TUGAS AKHIR MODIFIKASI KONDENSOR SISTEM DISTILASI ETANOL DENGAN MENAMBAHKAN SISTEM SIRKULASI AIR PENDINGIN Disusun oleh: BENNY ADAM DEKA HERMI AGUSTINA DONSIUS GINANJAR ADY GUNAWAN I8311007 I8311009

Lebih terperinci

MODIFIKASI DAN PENGUJIAN EVAPORATOR MESIN PENDINGIN SIKLUS ADSORPSI YANG DIGERAKKAN ENERGI SURYA

MODIFIKASI DAN PENGUJIAN EVAPORATOR MESIN PENDINGIN SIKLUS ADSORPSI YANG DIGERAKKAN ENERGI SURYA MODIFIKASI DAN PENGUJIAN EVAPORATOR MESIN PENDINGIN SIKLUS ADSORPSI YANG DIGERAKKAN ENERGI SURYA SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik JUNIUS MANURUNG NIM.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. A. Waktu dan Tempat. B. Alat dan Bahan. C. Prosedur Penelitian

BAB III METODOLOGI. A. Waktu dan Tempat. B. Alat dan Bahan. C. Prosedur Penelitian BAB III METODOLOGI A. Waktu dan Tempat Penelitian telah dilakukan pada bulan Agustus dan November 2011, yang berlokasi di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian, Departemen Teknik Mesin

Lebih terperinci

BAB IV HASIL YANG DICAPAI DAN MANFAAT BAGI MITRA

BAB IV HASIL YANG DICAPAI DAN MANFAAT BAGI MITRA 37 BAB IV HASIL YANG DICAPAI DAN MANFAAT BAGI MITRA Pada bab ini dijelaskan bagaimana menentukan besarnya energi panas yang dibawa oleh plastik, nilai total laju perpindahan panas komponen Forming Unit

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR PERCOBAAN KUALITAS ETHYLENE DAN AIR PADA ALAT PERPINDAHAN PANAS DENGAN SIMULASI ALIRAN FLUIDA

TUGAS AKHIR PERCOBAAN KUALITAS ETHYLENE DAN AIR PADA ALAT PERPINDAHAN PANAS DENGAN SIMULASI ALIRAN FLUIDA PERCOBAAN KUALITAS ETHYLENE DAN AIR PADA ALAT PERPINDAHAN PANAS DENGAN SIMULASI ALIRAN FLUIDA Diajukan Guna Melengkapi Sebagian Syarat Dalam Mencapai Gelar Sarjana Strata Satu (S1) Disusun Oleh : Nama

Lebih terperinci

UJI EKSPERIMENTAL OPTIMASI LAJU PERPINDAHAN KALOR DAN PENURUNAN TEKANAN PENGARUH JARAK BAFFLE

UJI EKSPERIMENTAL OPTIMASI LAJU PERPINDAHAN KALOR DAN PENURUNAN TEKANAN PENGARUH JARAK BAFFLE UJI EKSPERIMENTAL OPTIMASI LAJU PERPINDAHAN KALOR DAN PENURUNAN TEKANAN PENGARUH JARAK BAFFLE PADA ALAT PENUKAR KALOR TABUNG CANGKANG DENGAN SUSUNAN TABUNG SEGITIGA SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk

Lebih terperinci

Panas berpindah dari objek yang bersuhu lebih tinggi ke objek lain yang bersuhu lebih rendah Driving force perbedaan suhu Laju perpindahan = Driving

Panas berpindah dari objek yang bersuhu lebih tinggi ke objek lain yang bersuhu lebih rendah Driving force perbedaan suhu Laju perpindahan = Driving PERPINDAHAN PANAS Panas berpindah dari objek yang bersuhu lebih tinggi ke objek lain yang bersuhu lebih rendah Driving force perbedaan suhu Laju perpindahan = Driving force/resistensi Proses bisa steady

Lebih terperinci

Lampiran 1. Perhitungan kebutuhan panas

Lampiran 1. Perhitungan kebutuhan panas LAMPIRAN 49 Lampiran 1. Perhitungan kebutuhan panas 1. Jumlah Air yang Harus Diuapkan = = = 180 = 72.4 Air yang harus diuapkan (w v ) = 180 72.4 = 107.6 kg Laju penguapan (Ẇ v ) = 107.6 / (32 x 3600) =

Lebih terperinci

BAB VII LAMPIRAN. Perhitungan Neraca Massa pada Proses Pengolahan Sari Buah Jambu Biji Merah:

BAB VII LAMPIRAN. Perhitungan Neraca Massa pada Proses Pengolahan Sari Buah Jambu Biji Merah: BAB VII LAMPIRAN Perhitungan Neraca Massa pada Proses Pengolahan Sari Buah Jambu Biji Merah: Ukuran buah jambu biji merah: - Diameter = + 10 cm - 1kg = 7-8 buah jambu biji merah (berdasarkan hasil pengukuran)

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Dalam bab ini dibahas tentang dasar-dasar teori yang digunakan untuk mengetahui kecepatan perambatan panas pada proses pasteurisasi pengalengan susu. Dasar-dasar teori tersebut meliputi

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR ANALISIS PENGARUH KECEPATAN ALIRAN FLUIDA TERHADAP EFEKTIFITAS PERPINDAHAN PANAS PADA HEAT EXCHANGER JENIS SHELL AND TUBE

TUGAS AKHIR ANALISIS PENGARUH KECEPATAN ALIRAN FLUIDA TERHADAP EFEKTIFITAS PERPINDAHAN PANAS PADA HEAT EXCHANGER JENIS SHELL AND TUBE TUGAS AKHIR ANALISIS PENGARUH KECEPATAN ALIRAN FLUIDA TERHADAP EFEKTIFITAS PERPINDAHAN PANAS PADA HEAT EXCHANGER JENIS SHELL AND TUBE Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Kurikulum Sarjana Strata Satu (S-1)

Lebih terperinci

Pengolahan, Pengemasan dan Penyimpanan Hasil Pertanian

Pengolahan, Pengemasan dan Penyimpanan Hasil Pertanian Pengolahan, Pengemasan dan Penyimpanan Hasil Pertanian Teknologi Penanganan dan Pengolahan Hasil Pertanian Mas ud Effendi Tahap Awal Proses Pengolahan (1) Kualitas produk olahan yang dihasilkan sangat

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan karunia-nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul UJI EKSPERIMENTAL OPTIMASI PERPINDAHAN

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. ABSTRAK... iv. DAFTAR ISI... vi. DAFTAR GAMBAR... xi. DAFTAR GRAFIK...xiii. DAFTAR TABEL... xv. NOMENCLATURE...

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. ABSTRAK... iv. DAFTAR ISI... vi. DAFTAR GAMBAR... xi. DAFTAR GRAFIK...xiii. DAFTAR TABEL... xv. NOMENCLATURE... JUDUL LEMBAR PENGESAHAN KATA PENGANTAR... i ABSTRAK... iv... vi DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR GRAFIK...xiii DAFTAR TABEL... xv NOMENCLATURE... xvi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Perumusan

Lebih terperinci

Prinsip Kecukupan Proses Thermal

Prinsip Kecukupan Proses Thermal Prinsip Kecukupan Proses Thermal Prof., PhD Department of Food Science & Technology, and Southeast Asian Food & Agricultural l Science & Technology (SEAFAST) Center, Bogor Agricultural University, BOGOR,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Dasar Dasar Perpindahan Kalor Perpindahan kalor terjadi karena adanya perbedaan suhu, kalor akan mengalir dari tempat yang suhunya tinggi ke tempat suhu rendah. Perpindahan

Lebih terperinci

Prinsip Kecukupan Proses Thermal

Prinsip Kecukupan Proses Thermal Prinsip Kecukupan Proses Thermal Prof., PhD Department of Food Science & Technology, and Southeast Asian Food & Agricultural Science & Technology (SEAFAST) Center, Bogor Agricultural University, BOGOR,

Lebih terperinci

V. HASIL UJI UNJUK KERJA

V. HASIL UJI UNJUK KERJA V. HASIL UJI UNJUK KERJA A. KAPASITAS ALAT PEMBAKAR SAMPAH (INCINERATOR) Pada uji unjuk kerja dilakukan 4 percobaan untuk melihat kinerja dari alat pembakar sampah yang telah didesain. Dalam percobaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Cikal bakal UMKM di Indonesia bermula dari aktivitas home industry di masyarakat, kelompok tani, kelompok pengrajin, kelompok peternak, paguyuban dan lain sebagainya.

Lebih terperinci

VI. PENGAWETAN MAKANAN MENGGUNAKAN SUHU TINGGI

VI. PENGAWETAN MAKANAN MENGGUNAKAN SUHU TINGGI VI. PENGAWETAN MAKANAN MENGGUNAKAN SUHU TINGGI Penggunaan suhu tinggi untuk pengawetan makanan secara umum dapat digolongkan menjadi 2 kategori yaitu : pasteurisasi dan sterilisasi. - Pasteurisasi - Pasteurisasi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Umum Mesin pendingin atau kondensor adalah suatu alat yang digunakan untuk memindahkan panas dari dalam ruangan ke luar ruangan. Adapun sistem mesin pendingin yang

Lebih terperinci

BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS. benda. Panas akan mengalir dari benda yang bertemperatur tinggi ke benda yang

BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS. benda. Panas akan mengalir dari benda yang bertemperatur tinggi ke benda yang BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS 2.1 Konsep Dasar Perpindahan Panas Perpindahan panas dapat terjadi karena adanya beda temperatur antara dua bagian benda. Panas akan mengalir dari

Lebih terperinci

ANALISA PERPINDAHAN KALOR PADA KONDENSOR PT. KRAKATAU DAYA LISTRIK

ANALISA PERPINDAHAN KALOR PADA KONDENSOR PT. KRAKATAU DAYA LISTRIK ANALISA PERPINDAHAN KALOR PADA KONDENSOR PT. KRAKATAU DAYA LISTRIK Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan menyelesaikan Program Strata Satu (S1) pada program Studi Teknik Mesin Oleh N a m a : CHOLID

Lebih terperinci

TEKNOLOGI HASIL TERNAK. Kuliah ke 2

TEKNOLOGI HASIL TERNAK. Kuliah ke 2 TEKNOLOGI HASIL TERNAK Kuliah ke 2 METODE PRESERVASI DAGING, SUSU DAN TELUR 1. Penggunaan panas atau PROSES TERMAL (THERMAL PROCESSING) 2. Penurunan suhu atau PENDINGINAN DAN PEMBEKUAN (COOLING AND FREEZING)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengeringan Pengeringan adalah proses mengurangi kadar air dari suatu bahan [1]. Dasar dari proses pengeringan adalah terjadinya penguapan air ke udara karena perbedaan kandungan

Lebih terperinci

Latar Belakang : Dasar Tek Pengolahan Pangan

Latar Belakang : Dasar Tek Pengolahan Pangan () Sterilisasi UHT dan Pengolahan Aseptik: engawetkan dan empertahankan utu Susu Southeast Asian Food & Agricultural Science & Technology (SEAFAST) Center dan Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGOLAHAN DATA BAB IV PENGOLAHAN DATA 4.1 Perhitungan Daya Motor 4.1.1 Torsi pada poros (T 1 ) T3 T2 T1 Torsi pada poros dengan beban teh 10 kg Torsi pada poros tanpa beban - Massa poros; IV-1 Momen inersia pada poros;

Lebih terperinci

BAB IV PENGEMASAN VACUUM DAN CUP SEALER

BAB IV PENGEMASAN VACUUM DAN CUP SEALER BAB IV PENGEMASAN VACUUM DAN CUP SEALER 4.1. Tujuan Tujuan dari materi praktikum Pengemasan Vacuum Dan Cup Sealer adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui cara pengemasan menggunakan vacuum sealer. 2. Mengetahui

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN 56 BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN 4.1 Analisa Varian Prinsip Solusi Pada Varian Pertama dari cover diikatkan dengan tabung pirolisis menggunakan 3 buah toggle clamp, sehingga mudah dan sederhana dalam

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN

IV. METODOLOGI PENELITIAN IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Waktu dan Tempat Pengujian dilakukan pada bulan Desember 2007 Februari 2008 bertempat di Laboratorium Energi dan Elektrifikasi Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB) yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A. SAMPAH

II. TINJAUAN PUSTAKA A. SAMPAH II. TINJAUAN PUSTAKA A. SAMPAH Sampah adalah sisa-sisa atau residu yang dihasilkan dari suatu kegiatan atau aktivitas. kegiatan yang menghasilkan sampah adalah bisnis, rumah tangga pertanian dan pertambangan

Lebih terperinci

Pengalengan buah dan sayur. Kuliah ITP

Pengalengan buah dan sayur. Kuliah ITP Pengalengan buah dan sayur Kuliah ITP Kompetensi Mahasiswa memahami teknologi pengalengan atau pembotolan sederhana dan mutakhir, prinsip dan perubahan yang terjadi serta dampak pengalengan atau pembotolan

Lebih terperinci

KAJIAN EXPERIMENTAL KOEFISIEN PERPINDAHAN PANAS KONVEKSI DENGAN NANOFLUIDA Al2SO4 PADA HEAT EXCHANGER TIPE COUNTER FLOW

KAJIAN EXPERIMENTAL KOEFISIEN PERPINDAHAN PANAS KONVEKSI DENGAN NANOFLUIDA Al2SO4 PADA HEAT EXCHANGER TIPE COUNTER FLOW KAJIAN EXPERIMENTAL KOEFISIEN PERPINDAHAN PANAS KONVEKSI DENGAN NANOFLUIDA Al2SO4 PADA HEAT EXCHANGER TIPE COUNTER FLOW Disusun Oleh : Nama : David Erikson N P M : 20408919 Jurusan : Teknik Mesin Pembimbing

Lebih terperinci

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri PENANGANAN Jenis Kerusakan Bahan Pangan Kerusakan mikrobiologis Kerusakan mekanis Kerusakan fisik Kerusakan biologis Kerusakan kimia Kerusakan

Lebih terperinci

CABE GILING DALAM KEMASAN

CABE GILING DALAM KEMASAN CABE GILING DALAM KEMASAN 1. PENDAHULUAN Cabe giling adalah hasil penggilingan cabe segar, dengan atau tanpa bahan pengawet. Umumnya cabe giling diberi garam sampai konsentrasi 20 %, bahkan ada mencapai

Lebih terperinci

Tugas Akhir. Perancangan Hydraulic Oil Cooler. bagi Mesin Injection Stretch Blow Molding

Tugas Akhir. Perancangan Hydraulic Oil Cooler. bagi Mesin Injection Stretch Blow Molding Tugas Akhir Perancangan Hydraulic Oil Cooler bagi Mesin Injection Stretch Blow Molding Diajukan Guna Memenuhi Syarat Kelulusan Mata Kuliah Tugas Akhir Pada Program Sarjana Strata Satu (S1) Disusun Oleh:

Lebih terperinci

Studi Eksperimen Pemanfaatan Panas Buang Kondensor untuk Pemanas Air

Studi Eksperimen Pemanfaatan Panas Buang Kondensor untuk Pemanas Air Studi Eksperimen Pemanfaatan Panas Buang Kondensor untuk Pemanas Air Arif Kurniawan Jurusan Teknik Mesin Institut Teknologi Nasional (ITN) Malang E-mail : arifqyu@gmail.com Abstrak. Pada bagian mesin pendingin

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kalibrasi Termokopel Penelitian dilakukan dengan memasang termokopel pada HTF dan PCM. Kalibrasi bertujuan untuk mendapatkan harga riil dari temperatur yang dibaca oleh

Lebih terperinci

SKRIPSI ALAT PENUKAR KALOR

SKRIPSI ALAT PENUKAR KALOR SKRIPSI ALAT PENUKAR KALOR PERANCANGAN HEAT EXCHANGER TYPE SHELL AND TUBE UNTUK AFTERCOOLER KOMPRESSOR DENGAN KAPASITAS 8000 m 3 /hr PADA TEKANAN 26,5 BAR OLEH : FRANKY S SIREGAR NIM : 080421005 PROGRAM

Lebih terperinci

Gambar 2.1 Sebuah modul termoelektrik yang dialiri arus DC. ( https://ferotec.com. (2016). www. ferotec.com/technology/thermoelectric)

Gambar 2.1 Sebuah modul termoelektrik yang dialiri arus DC. ( https://ferotec.com. (2016). www. ferotec.com/technology/thermoelectric) BAB II. TINJAUAN PUSTAKA Modul termoelektrik adalah sebuah pendingin termoelektrik atau sebagai sebuah pompa panas tanpa menggunakan komponen bergerak (Ge dkk, 2015, Kaushik dkk, 2016). Sistem pendingin

Lebih terperinci

KARAKTERISASI FISIK DAN ph PADA PEMBUATAN SERBUK TOMAT APEL LIRA BUDHIARTI

KARAKTERISASI FISIK DAN ph PADA PEMBUATAN SERBUK TOMAT APEL LIRA BUDHIARTI KARAKTERISASI FISIK DAN ph PADA PEMBUATAN SERBUK TOMAT APEL LIRA BUDHIARTI DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 ABSTRAK LIRA BUDHIARTI. Karakterisasi

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR PERANCANGAN MESIN PEMBUAT ES BALOK KAPASITAS 2 TON PERHARI UNTUK MENGAWETKAN IKAN NELAYAN DI PANTAI MEULABOH ACEH

TUGAS AKHIR PERANCANGAN MESIN PEMBUAT ES BALOK KAPASITAS 2 TON PERHARI UNTUK MENGAWETKAN IKAN NELAYAN DI PANTAI MEULABOH ACEH TUGAS AKHIR PERANCANGAN MESIN PEMBUAT ES BALOK KAPASITAS 2 TON PERHARI UNTUK MENGAWETKAN IKAN NELAYAN DI PANTAI MEULABOH ACEH Diajukan guna melengkapi sebagaian syarat dalam mencapai gelar Sarjana Strata

Lebih terperinci

KEMASAN ASEPTIS DAN SISTEM STERILISASI PRODUK

KEMASAN ASEPTIS DAN SISTEM STERILISASI PRODUK KEMASAN ASEPTIS DAN SISTEM STERILISASI PRODUK PENGEMASAN ASEPTIS DALAM ARTI SEMPIT BERARTI PENGISIAN BAHAN PANGAN DINGIN YANG TELAH DISTERILISASI DAN STERIL KE DALAM KEMASAN YANG TELAH DISTERILISASI DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Usus sapi merupakan bagian dalam hewan (jeroan) sapi yang dapat. digunakan sebagai sumber bahan makanan hewani. Sebagian masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Usus sapi merupakan bagian dalam hewan (jeroan) sapi yang dapat. digunakan sebagai sumber bahan makanan hewani. Sebagian masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Usus sapi merupakan bagian dalam hewan (jeroan) sapi yang dapat digunakan sebagai sumber bahan makanan hewani. Sebagian masyarakat menganggap usus sapi memiliki kolestrol

Lebih terperinci

Prinsip proses pengawetan dengan penurunan kadar air pada bahan pangan hasil ternak. Firman Jaya

Prinsip proses pengawetan dengan penurunan kadar air pada bahan pangan hasil ternak. Firman Jaya Prinsip proses pengawetan dengan penurunan kadar air pada bahan pangan hasil ternak Firman Jaya OUTLINE PENGERINGAN PENGASAPAN PENGGARAMAN/ CURING PENGERINGAN PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN

Lebih terperinci

SKRIPSI. Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi. Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik BINSAR T. PARDEDE NIM DEPARTEMEN TEKNIK MESIN

SKRIPSI. Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi. Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik BINSAR T. PARDEDE NIM DEPARTEMEN TEKNIK MESIN UJI EKSPERIMENTAL OPTIMASI LAJU PERPINDAHAN KALOR DAN PENURUNAN TEKANAN AKIBAT PENGARUH LAJU ALIRAN UDARA PADA ALAT PENUKAR KALOR JENIS RADIATOR FLAT TUBE SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi

Lebih terperinci

PEMILIHAN BAHAN BAKAR DALAM PEMBUATAN DAPUR CRUCIBLE UNTUK PELEBURAN ALUMINIUM BERKAPASITAS 50KG MENGGUNAKAN BAHAN BAKAR BATU BARA

PEMILIHAN BAHAN BAKAR DALAM PEMBUATAN DAPUR CRUCIBLE UNTUK PELEBURAN ALUMINIUM BERKAPASITAS 50KG MENGGUNAKAN BAHAN BAKAR BATU BARA PEMILIHAN BAHAN BAKAR DALAM PEMBUATAN DAPUR CRUCIBLE UNTUK PELEBURAN ALUMINIUM BERKAPASITAS 50KG MENGGUNAKAN BAHAN BAKAR BATU BARA SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar

Lebih terperinci

Laporan Tugas Akhir 2012 BAB II DASAR TEORI

Laporan Tugas Akhir 2012 BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI 2.1 Definisi Vaksin Vaksin merupakan bahan antigenik yang digunakan untuk menghasilkan kekebalan aktif terhadap suatu penyakit sehingga dapat mencegah atau mengurangi pengaruh infeksi

Lebih terperinci

Tabel 4.1 Perbandingan desain

Tabel 4.1 Perbandingan desain BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pemilihan Desain Perbandingan desain dapat dilihat pada Tabel 4.1 dan desain rancangan dapat dilihat pada Gambar 4.1. Tabel 4.1 Perbandingan desain Desain Q m P Panjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pengawetan dengan suhu rendah bertujuan untuk memperlambat atau menghentikan metabolisme. Hal ini dilakukan berdasarkan fakta bahwa respirasi pada buah dan sayuran tetap

Lebih terperinci

TUGAS INDIVIDU PENGANTAR MIKROBIOLOGI. Penerapan HACCP pada Proses Produksi Yoghurt

TUGAS INDIVIDU PENGANTAR MIKROBIOLOGI. Penerapan HACCP pada Proses Produksi Yoghurt TUGAS INDIVIDU PENGANTAR MIKROBIOLOGI Penerapan HACCP pada Proses Produksi Yoghurt Disusun Oleh : Yatin Dwi Rahayu 1006578 JURUSAN PENDIDIKAN TEKNOLOGI AGROINDUSTRI FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNOLOGI KEJURUAN

Lebih terperinci

2016 ACARA I. BLANCHING A. Pendahuluan Proses thermal merupakan proses pengawetan bahan pangan dengan menggunakan energi panas. Proses thermal digunak

2016 ACARA I. BLANCHING A. Pendahuluan Proses thermal merupakan proses pengawetan bahan pangan dengan menggunakan energi panas. Proses thermal digunak PETUNJUK PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN II Disusun oleh : Nur Aini Condro Wibowo Rumpoko Wicaksono UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS PERTANIAN PURWOKERTO 2016 ACARA I. BLANCHING A. Pendahuluan

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI FLOW DAN TEMPERATUR TERHADAP LAJU PENGUAPAN TETESAN PADA LARUTAN AGAR-AGAR SKRIPSI

PENGARUH VARIASI FLOW DAN TEMPERATUR TERHADAP LAJU PENGUAPAN TETESAN PADA LARUTAN AGAR-AGAR SKRIPSI PENGARUH VARIASI FLOW DAN TEMPERATUR TERHADAP LAJU PENGUAPAN TETESAN PADA LARUTAN AGAR-AGAR SKRIPSI Oleh ILHAM AL FIKRI M 04 04 02 037 1 PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

PENGARUH STUDI EKSPERIMEN PEMANFAATAN PANAS BUANG KONDENSOR UNTUK PEMANAS AIR

PENGARUH STUDI EKSPERIMEN PEMANFAATAN PANAS BUANG KONDENSOR UNTUK PEMANAS AIR PENGARUH STUDI EKSPERIMEN PEMANFAATAN PANAS BUANG KONDENSOR UNTUK PEMANAS AIR Arif Kurniawan Institut Teknologi Nasional (ITN) Malang; Jl.Raya Karanglo KM. 2 Malang 1 Jurusan Teknik Mesin, FTI-Teknik Mesin

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum warohmatullah wabarokatuh. dapat menyelesaikan Skripsi ini. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum warohmatullah wabarokatuh. dapat menyelesaikan Skripsi ini. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan KATA PENGANTAR Assalamu alaikum warohmatullah wabarokatuh. Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karunia-nya. Shalawat serta salam penulis junjung kepada Nabi Muhammad

Lebih terperinci

PENENTUAN WAKTU TINGGAL OPTIMUM PASTEURISASI SUSU DENGAN PLATE HEAT EXCHANGER

PENENTUAN WAKTU TINGGAL OPTIMUM PASTEURISASI SUSU DENGAN PLATE HEAT EXCHANGER PENENTUAN WAKTU TINGGAL OPTIMUM PASTEURISASI SUSU DENGAN PLATE HEAT EXCHANGER Ninik Lintang Edi Wahyuni Teknik Kimia - Politeknik Negeri Bandung Jl Gegerkalong Hilir Ciwaruga, Bandung 40012 Telp/fax :

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat

METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat III. MEODE PENELIIAN A. Waktu dan empat Penelitian dilakukan di Laboratorium Energi Surya Leuwikopo, serta Laboratorium Energi dan Elektrifikasi Pertanian, Departemen eknik Pertanian, Fakultas eknologi

Lebih terperinci

PEMILIHAN MATERIAL DALAM PEMBUATAN DAPUR CRUSIBLE PELEBUR ALUMINIUM BERKAPASITAS 50KG DENGAN BAHAN BAKAR PADAT

PEMILIHAN MATERIAL DALAM PEMBUATAN DAPUR CRUSIBLE PELEBUR ALUMINIUM BERKAPASITAS 50KG DENGAN BAHAN BAKAR PADAT PEMILIHAN MATERIAL DALAM PEMBUATAN DAPUR CRUSIBLE PELEBUR ALUMINIUM BERKAPASITAS 50KG DENGAN BAHAN BAKAR PADAT SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik M. ROLAN

Lebih terperinci

Studi Eksperimental Efektivitas Penambahan Annular Fins pada Kolektor Surya Pemanas Air dengan Satu dan Dua Kaca Penutup

Studi Eksperimental Efektivitas Penambahan Annular Fins pada Kolektor Surya Pemanas Air dengan Satu dan Dua Kaca Penutup JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) B-204 Studi Eksperimental Efektivitas Penambahan Annular Fins pada Kolektor Surya Pemanas Air dengan Satu dan Dua Kaca Penutup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ultra High Temperature merupakan pemanasan bahan pangan dengan temperatur di antara 135 C hingga 150 C selama 2 5 detik [1]. Proses sterilisasi UHT mampu membunuh spora

Lebih terperinci

Proses Evaporasi Pada Pembuatan Pasta Buah Naga Merah

Proses Evaporasi Pada Pembuatan Pasta Buah Naga Merah Tugas akhir mata kuliah Prinsip Teknologi Pangan Proses Evaporasi Pada Pembuatan Pasta Buah Naga Merah Vicky Viriani NIM: 203138831034951 Program Studi Teknologi Pangan, Fakultas Ilmu Hayati, Universitas

Lebih terperinci

ANALISIS LAJU ALIRAN PANAS PADA REAKTOR TANKI ALIR BERPENGADUK DENGAN HALF - COIL PIPE

ANALISIS LAJU ALIRAN PANAS PADA REAKTOR TANKI ALIR BERPENGADUK DENGAN HALF - COIL PIPE ANALISIS LAJU ALIRAN PANAS PADA REAKTOR TANKI ALIR BERPENGADUK DENGAN HALF - COIL PIPE Ir.Bambang Setiawan,MT 1. Chandra Abdi 2 Lecture 1,College student 2,Departement of machine, Faculty of Engineering,

Lebih terperinci

Skripsi PENYIMPANAN POTONGAN SAWO SEGAR DALAM KEMASAN ATMOSFIR TERMODIFIKASI. Oleh : DEDY AGUSPRIANDONO SUPRAPTO F

Skripsi PENYIMPANAN POTONGAN SAWO SEGAR DALAM KEMASAN ATMOSFIR TERMODIFIKASI. Oleh : DEDY AGUSPRIANDONO SUPRAPTO F Skripsi PENYIMPANAN POTONGAN SAWO SEGAR DALAM KEMASAN ATMOSFIR TERMODIFIKASI Oleh : DEDY AGUSPRIANDONO SUPRAPTO F 14103093 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Nasi Goreng Beras merupakan salah satu sumber makanan pokok yang biasa dikonsumsi masyarakat, khususnya masyarakat Indonesia. Beras sebagaimana bulir serealia

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI MEKANIK INDUSTRI PROGRAM DIPLOMA-IV FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2008

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI MEKANIK INDUSTRI PROGRAM DIPLOMA-IV FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2008 KARYA AKHIR ANALISA STUDY TENTANG MESIN PENGGORENGAN DENGAN MENGGUNAKAN THERMOSIPHON REBOILER PADA PABRIK MIE INSTANT DENGAN KAPASITAS OLAH PABRIK 4. BUNGKUS /HARI LAMHOT AMRIS SAGALA 546 KARYA AKHIR YANG

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 1, (2014) ISSN: ( Print) B-91

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 1, (2014) ISSN: ( Print) B-91 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 1, (214) ISSN: 2337-3539 (231-9271 Print) B-91 Studi Eksperimen Pengaruh Variasi Kecepatan Udara Terhadap Performa Heat Exchanger Jenis Compact Heat Exchanger (Radiator)

Lebih terperinci

BLANSING. mrngurangi terjadinya pengkaratan kaleng dan memperoleh keadaan vakum yang baik dalam headspace kaleng. dalam wadah

BLANSING. mrngurangi terjadinya pengkaratan kaleng dan memperoleh keadaan vakum yang baik dalam headspace kaleng. dalam wadah BLANSING Blansing merupakan suatu cara pemanasan pendahuluan atau perlakuan pemanasan tipe pasteurisasi yang dilakukan pada suhu kurang dari 100 o C selama beberapa menit, dengan menggunakan air panas

Lebih terperinci

BAB IV PERANCANGAN, PEMBUATAN DAN PENGUJIAN ALAT

BAB IV PERANCANGAN, PEMBUATAN DAN PENGUJIAN ALAT BAB IV PERANCANGAN, PEMBUATAN DAN PENGUJIAN ALAT 4.1 Proses Perancangan Alat 4.1.1 Menentukan Kalor Jenis Biogas ( ) Kalor jenis (Cp) CH4 dan CO2 yang digunakan pada perancangan ini adalah biogas pada

Lebih terperinci

Tidak ada makanan yang steril Mikroorganisme : bakteri, kapang, khamir Bakteri dalam bahan makanan :

Tidak ada makanan yang steril Mikroorganisme : bakteri, kapang, khamir Bakteri dalam bahan makanan : SOUVIA RAHIMAH Tidak ada makanan yang steril Mikroorganisme : bakteri, kapang, khamir Bakteri dalam bahan makanan : Sel vegetatif : baktei dalam keadaan tumbuh, berkembang dan bereproduksi Spora : tahan

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: ( Print) B-192

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: ( Print) B-192 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) B-192 Studi Numerik Pengaruh Baffle Inclination pada Alat Penukar Kalor Tipe Shell and Tube terhadap Aliran Fluida dan Perpindahan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. ke tempat yang lain dikarenakan adanya perbedaan suhu di tempat-tempat

BAB II DASAR TEORI. ke tempat yang lain dikarenakan adanya perbedaan suhu di tempat-tempat BAB II DASAR TEORI 2.. Perpindahan Panas Perpindahan panas adalah proses berpindahnya energi dari suatu tempat ke tempat yang lain dikarenakan adanya perbedaan suhu di tempat-tempat tersebut. Perpindahan

Lebih terperinci

THERMOBAKTERIOLOGI PROF. DR. KRISHNA PURNAWAN CANDRA, M.S. JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS MULAWARMAN

THERMOBAKTERIOLOGI PROF. DR. KRISHNA PURNAWAN CANDRA, M.S. JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS MULAWARMAN THERMOBAKTERIOLOGI PROF. DR. KRISHNA PURNAWAN CANDRA, M.S. JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS MULAWARMAN KULIAH KE-9: PERTIMBANGAN-PERTIMBANGAN DASAR PROSES TERMAL PUSTAKA:

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN 4.1. Hot Water Heater Pemanasan bahan bakar dibagi menjadi dua cara, pemanasan yang di ambil dari Sistem pendinginan mesin yaitu radiator, panasnya di ambil dari saluran

Lebih terperinci

Re-design dan Modifikasi Generator Cooler Heat Exchanger PLTP Kamojang Untuk Meningkatkan Performasi.

Re-design dan Modifikasi Generator Cooler Heat Exchanger PLTP Kamojang Untuk Meningkatkan Performasi. Re-design dan Modifikasi Generator Cooler Heat Exchanger PLTP Kamojang Untuk Meningkatkan Performasi. Nama : Ria Mahmudah NRP : 2109100703 Dosen pembimbing : Prof.Dr.Ir.Djatmiko Ichsani, M.Eng 1 Latar

Lebih terperinci

STERILISASI COCKTAIL NENAS DALAM CUP PLASTIK. Fachraniah, Elfiana, dan Elwina *) ABSTRAK

STERILISASI COCKTAIL NENAS DALAM CUP PLASTIK. Fachraniah, Elfiana, dan Elwina *) ABSTRAK Vol. 3 No.5, Juni 25 ISSN 693-248X STERILISASI COCKTAIL NENAS DALAM CUP PLASTIK Fachraniah, Elfiana, dan Elwina *) ABSTRAK Penelitian ini dilakukan untuk mengembangkan pengemasan buah nenas olahan dalam

Lebih terperinci

Pembuatan Yogurt. 1. Pendahuluan

Pembuatan Yogurt. 1. Pendahuluan Pembuatan Yogurt 1. Pendahuluan Yoghurt merupakan salah satu olahan susu yang diproses melalui proses fermentasi dengan penambahan kultur organisme yang baik, salah satunya yaitu bakteri asam laktat. Melalui

Lebih terperinci

Satuan Operasi dan Proses TIP FTP UB

Satuan Operasi dan Proses TIP FTP UB Satuan Operasi dan Proses TIP FTP UB Pasteurisasi susu, jus, dan lain sebagainya. Pendinginan buah dan sayuran Pembekuan daging Sterilisasi pada makanan kaleng Evaporasi Destilasi Pengeringan Dan lain

Lebih terperinci

Nama : Nur Arifin NPM : Jurusan : Teknik Mesin Fakultas : Teknologi Industri Pembimbing : DR. C. Prapti Mahandari, ST.

Nama : Nur Arifin NPM : Jurusan : Teknik Mesin Fakultas : Teknologi Industri Pembimbing : DR. C. Prapti Mahandari, ST. KESEIMBANGAN ENERGI KALOR PADA ALAT PENYULINGAN DAUN CENGKEH MENGGUNAKAN METODE AIR DAN UAP KAPASITAS 1 Kg Nama : Nur Arifin NPM : 25411289 Jurusan : Teknik Mesin Fakultas : Teknologi Industri Pembimbing

Lebih terperinci

WATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Tujuan Pengujian

WATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Tujuan Pengujian 1.1 Tujuan Pengujian WATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH BAB I PENDAHULUAN a) Mempelajari formulasi dasar dari heat exchanger sederhana. b) Perhitungan keseimbangan panas pada heat exchanger. c) Pengukuran

Lebih terperinci