BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kalibrasi Termokopel Penelitian dilakukan dengan memasang termokopel pada HTF dan PCM. Kalibrasi bertujuan untuk mendapatkan harga riil dari temperatur yang dibaca oleh termokopel dengan hasil seperti pada Tabel 4.1. sebagai berikut. Tabel 4.1. Kalibrasi Termokopel No Termokopel Posisi R² Kalibrasi 1 T1 masuk tangki 0,999 y = 1.220x T2 keluar tangki 0,999 y = 1.220x T5 PCM 0,999 y = 1.223x T6 PCM 0,999 y = 1.226x T7 PCM 0,999 y = 1.223x T8 PCM 0,999 y = 1.227x T9 PCM 0,999 y = 1.217x T10 PCM 0,999 y = 1.222x T11 HTF 0,993 y = 1.189x T12 HTF 0,999 y = 1.222x T13 HTF 0,999 y = 1.220x T14 HTF 0,999 y = 1.224x T15 HTF 0,999 y = 1.222x T16 HTF 0,998 y = 1.234x T17 HTF 0,998 y = 1.229x Letak dari ke-15 termokopel dipasang pada posisi yang berbeda-beda. T1 dan T2 masing-masing dipasang pada sisi masuk tangki TES dari kolektor dan sisi keluar tangki TES ke kolektor, sedangkan sisanya berada di dalam tangki TES. T5 T10 dipasang pada PCM dan T11-T17 dipasang pada HTF. Posisi termokopel di dalam tangki TES dapat dilihat pada Gambar

2 37 (a) (b) Gambar 4.1. Sketsa letak termokopel di dalam tangki TES dari (a) tampak depan (b) tampak samping 4.2. Eksperimen Discharging kontinyu Discharging kontinyu merupakan metode discharging yang dilakukan dengan mengeluarkan air dari dalam tangki TES ke lingkungan secara konstan. Eksperimen dengan metode discharging kontinyu dilakukan pada tanggal 24 November, 12 Desember, dan 17 Desember 2016 untuk mendapatkan kondisi yang berbeda-beda. Hasil eksperimen discharging kontinyu menggunakan Tugas Akhir Ghofar (2017) sebagai acuan penulisan Kondisi Lingkungan Kondisi cuaca sangat menentukan jumlah energi yang dapat diserap kolektor dari radiasi matahari. Potensi matahari direkam selama proses charging dan ditampilkan pada Gambar 4.2.

3 Gambar 4.2. Intensitas radiasi dan temperatur udara luar proses charging pada eksperimen discharging kontinyu 38

4 39 Kondisi cuaca yang ditunjukkan pada tanggal 24 November, 12 Desember, dan 17 Desember 2016 berbeda-beda. Potensi energi matahari paling besar dicapai pada tanggal 24 November 2016 dengan radiasi maksimal dan akumulasi energi radiasi masing-masing adalah 1006,9 W/m 2 dan 10,49 MJ/m 2, sedangkan potensi energi matahari terkecil dicapai pada tanggal 12 Desember 2016 dengan radiasi maksimal dan akumulasi energi radiasi masing-masing sebesar 600,6 W/m 2 dan 6,73 MJ/m 2. Selain itu, kondisi cuaca yang berbeda-beda juga mengkibatkan perbedaan durasi waktu yang diperlukan untuk mencapai temperatur yang steady pada HTF dan PCM. Durasi waktu selama proses charging ditunjukkan pada Tabel 4.2. Tabel 4.2. Durasi waktu proses charging pada eksperimen discharging kontinyu No Hari/Tanggal Awal Charging Akhir Charging Durasi Waktu (WIB) (WIB) (menit) 1 Kamis/ Pk 8:29 Pk 14: Senin/ Pk 9:05 Pk 13: Sabtu/ Pk 8:07 Pk 12: Proses Charging Pada proses charging, radiasi matahari yang terpancar akan diubah menjadi energi termal di dalam kolektor. Setelah itu, energi termal di-transfer ke dalam tangki TES melalui HTF yang terus bersirkulasi di dalam sistem PATS. Di dalam tangki TES, sebagian energi termal di-transfer ke PCM. Perekaman terhadap evolusi temperatur HTF di dalam tangki TES dilakukan pada 7 termokopel, yaitu T11, T12, T13, T14, T15, T16 dan T17 yang ditampilkan pada Gambar 4.3.

5 40 Gambar 4.3. Evolusi temperatur HTF selama proses charging pada eksperimen discharging kontinyu Selain pada HTF, evolusi temperatur pada PCM juga direkam dengan menggunakan 6 termokopel, yaitu T5, T6, T7, T8, T9, dan T10. Ke-6 termopel dipasang pada 3 pipa PCM berbeda. T5 dan T6 dipasang pada pipa PCM di bagian atas; T7 dan T8 dipasang pada PCM yang berada di tengah; T9 dan T10

6 41 dipasang pada PCM bagian bawah. Evolusi temperatur PCM selama proses charging dapat dilihat pada Gambar 4.4. sebagai berikut. Gambar 4.4. Evolusi temperatur PCM selama proses charging pada eksperimen discharging kontinyu

7 42 Temperatur rata-rata HTF dan PCM akhir yang dicapai pada tanggal 24 November 2016 adalah 54 C dan 53,85 C, sedangkan temperatur rata-rata HTF dan PCM akhir yang dicapai pada tanggal 17 Desember 2016 adalah 60,19 C dan 60,1 C. Jika melihat kembali pada Gambar 4.2., temperatur tertinggi seharusnya dapat dicapai pada tanggal 24 November 2016 dengan akumulasi energi radiasi lebih tinggi daripada akumulasi energi radiasi yang diperoleh pada tanggal 17 Desember Akan tetapi, temperatur rata-rata HTF dan PCM akhir pada tanggal 17 Desember 2016 lebih tinggi daripada tanggal 24 November Hal ini kemungkinan terjadi dikarenakan intensitas radiasi dan temperatur udara lingkungan pada tanggal 17 Desember 2016 meningkat secara stabil hingga akhir proses charging dilakukan, sedangkan intensitas radiasi dan temperatur udara lingkungan pada tanggal 24 November 2016 berfluktuasi tajam dari awal proses charging dan menurun di akhir proses charging. Menurunnya temperatur lingkungan saat temperatur sedang tinggi di dalam tangki TES mengakibatkan besarnya heatloss yang terjadi Proses Discharging Proses discharging dilakukan dengan mengisi air di dalam tangki dan mengeluarkannya ke lingkungan dengan kecepatan 2 LPM. Discharging akan terus dilakukan hingga temperatur air di dalam tangki hampir sama dengan termperatur sumber air yang digunakan untuk mengisi tangki. Oleh karena itu, durasi waktu proses discharging pada tiap percobaan berbeda-beda seperti pada Tabel 4.3. No Tabel 4.3. Durasi waktu proses discharging kontinyu Hari/Tanggal Awal Discharging (WIB) Akhir Discharging (WIB) Durasi Waktu (menit) 1 Kamis/ Pk 14:46 Pk 16: Senin/ Pk 13:32 Pk 17: Sabtu/ Pk 12:13 Pk 16:30 258

8 43 Perekaman pada temperatur HTF selama proses discharging dilakukan oleh T11, T12, T13, T14, T15, T16, dan T17. Kemudian, perekaman temperatur PCM selama proses discharging dilakukan oleh T5, T6, T7, T8, T9, dan T10. Evolusi temperatur HTF dapat dilihat pada Gambar 4.5. dan evolusi temperatur PCM ditunjukkan pada Gambar 4.6 sebagaimana di bawah ini. Gambar 4.5. Evolusi temperatur selama proses discharging kontinyu pada HTF

9 Gambar 4.6. Evolusi temperatur selama proses discharging kontinyu pada PCM 44

10 45 Berdasarkan hasil eksperimen discharging kontinyu pada tanggal 24 November, 12 Desember, dan 17 Desember 2016, penurunan temperatur di awal eksperimen berlangsung cepat yang menandakan pelepasan kalor di awal eksperimen besar. Kemudian, pelepasan kalor akan menurun seiring dengan waktu. Penyebab turunnya pelepasan kalor karena PCM telah memasuki fase solidification cooling stage. Akan tetapi, penurunan temperatur tidak berlangsung stabil. Berfluktuasinya penurunan temperatur di dalam tangki disebabkan oleh sirkulasi yang tidak merata di seluruh bagian tangki TES. Stratifikasi termal tetap terlihat selama proses discharging sama seperti pada proses charging. Termokopel T11 dan T12 pada HTF yang berada di dalam tangki bagian atas menunjukkan bahwa temperatur pada bagian atas tangki menurun lebih lambat dibandingkan bagian bawah. Begitu pula pada PCM, termokopel T9 dan T10 yan dipasang pada PCM di bagian bawah tangki menunjukkan temperaturnya lebih cepat menurun dibandingkan termokopel T5, T6, T7, dan T8 yang dipasang pada PCM dengan posisi lebih tinggi. Hal ini kemungkinan disebabkan karena karakter stratifikasi termal air yang cenderung mentransfer kalor ke bagian atas Kapasitas Penyimpanan Energi Termal Kapasitas penyimpanan energi termal adalah jumlah energi termal yang dapat disimpan pada tangki PATS. Energi tersebut dapat disimpan pada air, paraffin, dan kapsul. Energi yang tersimpan dapat berupa kalor sensibel air, kalor sensibel paraffin, kalor laten paraffin, dan kalor sensibel kapsul yang disajikan pada Gambar 4.7. Pada tanggal 24 November 2016, diketahui bahwa massa air (m w ) 47,84 kg, massa paraffin (m p ) 7,76 kg, massa kapsul (m c ) 11,45 kg, temperatur air awal (T w,i ) 30,37 C, temperatur air akhir (T w (t)) 54,01 C, temperatur awal paraffin (T p,i ) 29,27 C, temperatur akhir paraffin (T p,am (t)) 53,86 C, kalor laten pelelehan (L) 173 kj/kg, titik lebur paraffin (T m (t)) 52 C, kalor jenis PCM padat 2 kj/kg. C, kalor jenis PCM cair 2 kj/kg. C dan kalor jenis dinding kapsul 0,38 kj/kg. C,

11 46 maka secara teoritis, kapasitas penyimpanan energi termal (E) dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 2.4. Suku pertama pada persamaan 2.4 adalah kalor yang tersimpan di air sehingga Q sensibel air didapatkan dengan Untuk mengetahui harga c p,w digunakan persamaan 2.9. c p (T) = 4, , T + 0, T 1,5 0, T 2 + 0, T 2,5 Harga Q sensibel air menjadi Suku kedua pada persamaan 2.4. merupakan kalor yang tersimpan di paraffin. Penyimpanan paraffin terbagi menjadi 3 jenis, yaitu Q sensibel paraffin padat, Q sensibel paraffin cair, dan Q laten paraffin. Harga Q sensibel paraffin padat adalah

12 47 Harga dari Q sensibel paraffin cair adalah Harga dari Q laten paraffin adalah Suku ketiga pada persamaan 2.4. merupakan kalor yang tersimpan di permukaan kapsul sehingga Q sensibel kapsul didapatkan dengan persamaan berikut. T p,am (t) didapatkan dari rata-rata temperatur akhir air dan paraffin, sedangkan T p,i merupakan rata-rata temperatur awal air dan paraffin. Harga Q sensibel kapsul menjadi

13 48 Penjumlahan dari kalor sensibel air, sensibel paraffin padat, sensibel paraffin cair, laten paraffin dan sensibel kapsul akan mendapatkan kapasitas penyimpanan energi termal dari tangki TES. Gambar 4.7. Kapasitas penyimpanan energi teoritis pada eksperimen discharging kontinyu

14 49 Peran PCM masing-masing adalah sebesar 27,91% dengan total kalor 6,55 MJ pada tanggal 24 November 2016, 31,07% dengan total kalor 5,78 pada tanggal 12 Desember 2016, dan 23,91% dengan total kalor 8,27 MJ pada tanggal 17 Desember Berdasarkan keterangan di atas, peran PCM dalam penyimpanan termal tergantung dari jumlah energi kalor yang disimpan. Semakin banyak jumlah energi yang disimpan, maka semakin sedikit peran dari PCM sebagai penyimpan energi termal. Energi yang dapat disimpan PCM hanya sekitar 1,8-2 MJ, sedangkan sisanya akan disimpan pada HTF Energi Tersimpan Energi tersimpan sesaat merupakan kalor yang tersimpan sesaat di dalam tangki sebelum bersikulasi ke dalam kolektor. Jumlah energi yang tersimpan dapat dihitung berdasarkan temperatur air yang masuk ke tangki PATS dan keluar dari tangki TES selama proses charging. Energi tersimpan sesaat yang terjadi disajikan pada Gambar 4.8. Diketahui bahwa pada jam 08:49 tanggal 24 November 2016 massa air (m w ) 47,84 kg, luas permukaan kolektor yang digunakan (A c ) 1,9 m 2 temperatur air masuk (T w,in ) 49,7 C, temperatur air keluar (T w,out ) 29,05 C, temperatur awal (T w,1 ) 32,9 C, tmperatur akhir (T w,2 ) 33,1 C, dan radiasi matahari (I c ) 736,9 W/m². Sebelum mencari harga energi tersimpan sesaat (Q st ), perlu diketahui terlebih dahulu harga C p,c dan C p,w dengan persamaan 2.9. berikut ini. C p (T) = 4, , T + 0, T 1,5 0, T 2 + 0, T 2,5 C p,c = 4, , (T w,in T w,out ) + 0, (T w,in T w,out ) 1,5 0, (T w,in T w,out ) 2 + 0, (T w,in T w,out ) 2,5 C p,c = 4, , (49,7 C 29,05 C) + 0, (49,7 C 29,05 C) 1,5 0, (49,7 C 29,05 C) 2 + 0, (49,7 C 29,05 C) 2,5 C p,c = 4,18 kj/kg. C

15 50 Persamaan digunakan kembali dengan mengganti harga T w,in dan T w,out masingmasing dengan T w,1 dan T w,2 sehingga harga C p,w = 4,18 kj/kg. C. Kemudian, untuk mengetahui efisiensi kumulatif (η collect ) digunakan persamaan 2.5. Dengan asumsi bahwa radiasi matahari selama 1 menit dianggap konstan, maka harga Q incident menjadi Q collect dan Q incident yang digunakan untuk mengitung efisiensi kumulatif merupakan nilai kumulatif yang dihitung sejak awal eksperimen sampai waktu tertentu. Contoh langkah penjumlahan untuk mendapatkan nilai kumulatif dari Q collect dan Q incident disajikan pada Tabel 4.4. Tabel 4.4. Perhitungan kumulatif harga Q collect dan Q incident Waktu Q collected (kj) Q incident (kj) Sesaat Kumulatif Sesaat Kumulatif 8:44 39,39 505,52 389, ,1 8:49 197,73 544,91 64, ,13

16 51 Harga menjadi % Efisiensi kumulatif sudah diketahui sehingga dapat digunakan untuk menghitung laju aliran massa (ṁ w ) dengan menggunakan persamaan 2.5., yaitu parameter-parameter yang dibutuhkan dalam mencari Q st telah diketahui, maka dengan menggunakan persamaan 2.3. nilai dari Q st adalah

17 Gambar 4.8. Energi tersimpan sesaat dan intensitas radiasi proses charging pada eksperimen discharging kontinyu 52

18 53 Sebagaimana terlihat pada Gambat 4.7., energi yang tersimpan pada tiap waktu selalu berubah-ubah mengikuti intensitas radiasi matahari yang terjadi. Hal ini membuktikan bahwa energi yang dapat disimpan saling berkesinambungan dengan intensitas radiasi yang terjadi. Jumlah energi yang tersimpan selama proses charging dapat diketahui dengan menjumlahkan energi tersimpan sesaat yang terjadi pada tiap waktunya. Perbandingan akumulasi energi tersimpan terhadap waktu ditunjukkan pada Gambar 4.9. Energi yang tersimpan pada eksperimen tanggal 24 November, 12 Desember, dan 17 Desember 2016 berturut-turut adalah 6,38 MJ, 4,59 MJ, dan 7,22 MJ. Jumlah energi tersimpan tertinggi terjadi pada tanggal 17 Desember Akan tetapi, total energi radiasi yang terpancar selama proses charging pada tanggal 24 November 2016 lebih tinggi jika dibandingkan dengan yang terjadi pada tanggal 17 Desember Meskipun begitu, eksperimen proses charging pada tanggal 24 November 2016 menunjukkan waktu eksperimen terlama dengan durasi waktu eksperimen selama 376 menit. Lamanya durasi waktu eksperimen proses charging pada tanggal 24 November 2016 memperbesar heatloss yang terjadi sehingga energi yang tersimpan berkurang. Gambar 4.9. Akumulasi energi tersimpan selama proses charging

19 Energi Ekstraksi Energi ekstraksi adalah energi yang dilepas di dalam tangki akibat dialirkannya air ke lingkungan dan menggantinya dengan air dingin. Energi ekstraksi merupakan kebalikan dari energi tersimpan sehingga besarnya dapat dihitung dengan persamaan yang sama dengan energi tersimpan sesaat. Energi ekstraksi sesaat dapat dihitung jika mengetahui massa air (m w ) temperatur air awal (T w,1 ), dan temperatur air akhir (T w,2 ) seperti pada contoh perhitungan pada tanggal 24 November 2016 saat pukul 15:22 WIB. Massa air (m w ) = 47,83 kg temperatur air awal (T w,1 ) = 54,75 C temperatur air akhir (T w,2 ) = 43,3 C Kalor jenis air (C p,w ) dapat diketahui dengan persamaan 2.9 sehingga harga C p,w adalah 4,18 kj/kg. C. Oleh karena itu, nilai energi ekstraksi sesaat (Q st ) menjadi Untuk mendapatkan nilai kumulatif, energi ekstraksi sesaat dijumlahkan pada tiap waktunya sehingga menghasilkan grafik seperti pada Gambar Energi ekstraksi yang terjadi selama proses discharging berfluktuasi. Berfluktuasinya energi ekstraksi diakibatkan karena aliran air yang terus bersirkulasi secara tidak beraturan di dalam tangki TES. Selain energi ekstraksi yang berfluktuasi, Gambar menunjukkan penurunan energi ekstraksi seiring berjalannya waktu. Selisih temperatur yang semakin mengecil menjadi penyebab mengecilnya laju transfer kalor.

20 Gambar Energi ekstraksi sesaat dan akumulasi selama proses discharging Kontinyu 55

21 Efisiensi Sistem PATS Efisiensi merupakan salah satu cara menentukan performa suatu alat. Efisiensi pada PATS dapat dihitung dengan membandingkan nilai kapasitas penyimpanan energi, energi tersimpan kumulatif dan energi ekstraksi kumulatif. Harga efisiensi charging, efisiensi discharging dan efisiensi penyimpanan dapat diketahui dengan menggunakan persamaan 2.8, persamaan 2.9 dan persamaan 2.10 sebagaimana ditampilkan pada Tabel 4.5. Tabel 4.5. Efisiensi energi termal di dalam tangki TES pada eksperimen discharging kontinyu 24 November Desember Desember 2016 Kapasitas penyimpanan energi (MJ) 6,55 5,79 8,27 Energi tersimpan kumulatif (MJ) 6,38 4,6 7,22 Energi ekstraksi kumulatif (MJ) 4,56 3,48 5,9 Efisiensi charging (%) 97,40 79,45 87,30 Efisiensi discharging (%) 71,47 75,66 81,72 Efisiensi penyimpanan (%) 69,62 60,11 71,34 Berdasarkan pada Tabel 4.5, dapat diketahui bahwa efisiensi discharging terkecil didapatkan pada tanggal 24 November 2016, sedangkan efisiensi discharging terbesar terjadi pada tanggal 17 Desember Pada pengujian tanggal 24 November 2016, proses charging dilakukan hingga perbedaan temperatur HTF pada tiap lapisan kecil, sedangkan pada tanggal 12 Desember dan 17 Desember 2016 terlihat perbedaan temperatur HTF yang cukup besar. Oleh karena itu, dapat disimpulkan efisiensi discharging akan lebih baik jika terbentuk stratifikasi termal yang besar. Efisiensi charging tertinggi terjadi pada eksperimen tanggal 24 November Kecepatan angin rata-rata pada tanggal 24 November 2016 adalah 1,07 m/s, sedangkan pada tanggal 12 Desember dan 17 Desember 2016 masing-masing adalah 1,15 m/s dan 0,7 m/s sehingga eksperimen tanggal 17 Desember 2016 seharusnya memiliki heatloss terkecil terhadap pengaruh angin. Di sisi lain,

22 57 temperatur lingkungan pada tanggal 24 November 2016 menurun saat temperatur HTF dan PCM tinggi, sedangkan temperatur lingkungan yang stabil berfluktuasi ditunjukkan pada tanggal 12 Desember 2016 dan temperatur lingkungan yang terus meningkat hingga akhir proses charging ditunjukkan pada tanggal 17 Desember Efisiensi charging yang tinggi dengan kondisi lingkungan yang kurang memadai kemungkinan terjadi karena kolektor tidak dapat menyerap radiasi matahari secara maksimal yang diakibatkan oleh radiasi matahari yang terus-menerus berfluktuasi tajam. Kemungkinan yang lain adalah sirkulasi di dalam tangki TES tidak berjalan dengan baik sehingga laju aliran HTF tidak dapat mengimbangi energi yang diserap kolektor Hasil Pengujian Dengan Kondisi Terbaik Pengkajian ulang pada pengujian dengan hasil penyimpanan termal terbaik dilakukan untuk mengkaji lebih dalam proses discharging kontinyu dan hubungannya dengan proses charging. Hasil pengujian terbaik terlihat pada tanggal 17 Desember 2016 dengan temperatur rata-rata HTF mampu mencapai 60,19 C. Tingginya temperatur yang dapat dicapai HTF dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Intensitas radiasi yang tinggi dengan rata-rata 551,67 W/m² dan temperatur udara lingkungan yang meningkat seiring dengan waktu mengakibatkan rendahnya heatloss. Berdasarkan pada Tabel 4.5, dapat diketahui bahwa efisiensi discharging dan efisiensi penyimpanan tertinggi dicapai pada tanggal 17 Desember Pada Gambar dapat terlihat bahwa temperatur udara lingkungan yang tinggi terekam hingga proses charging telah selesai sehingga dapat disimpulkan temperatur udara lingkungan tetap tinggi saat proses discharging berlangsung. Dengan tingginya temperatur udara lingkungan, selisih temperatur di dalam tangki dan lingkungan mengecil. Oleh karena itu, heatloss yang terjadi kecil.

23 58 (a) (b) (c) (d) (e) (f) (g) (h) Gambar Hasil pengujian tanggal 17 Desember 2016 pada (a) temperatur HTF saat charging (b) temperatur PCM saat charging (c) temperatur HTF saat discharging (d) temperatur PCM saat discharging (e) kondisi lingkungan (f) energi tersimpan (g) energi ekstraksi (h) kapasitas penyimpanan

24 59 Tabel 4.6. Efisiensi tangki TES pada pengujian tanggal 17 Desember 2016 Terlihat pada Gambar 4.11, temperatur PCM mampu mengikuti temperatur HTF saat charging. Sistem thermosyphon yang hanya mengandalkan konveksi natural memiliki laju aliran massa yang kecil. Oleh karena itu, meskipun luas permukaan material hanya diperbesar dengan menggunakan kapsul tanpa sirip, transfer kalor yang terjadi dari HTF ke PCM sudah mampu mengimbangi laju transfer kalor yang terus bersirkulasi di dalam sistem PATS. Sama seperti halnya proses charging, tidak terlihat perbedaan temperatur yang signifikan antara HTF dan PCM selama proses discharging. Laju debit air sebanyak 2 LPM ternyata mampu diimbangi laju transfer kalor dari PCM ke HTF Eksperimen Discharging bertahap Discharging bertahap dilakukan dengan mencampurkan air panas dan air dingin untuk mencapai temperatur kebutuhan mandi air panas (45 C). Pencampuran air panas dan air dingin dilakukan setiap beberapa menit dengan interval waktu yang sama. Eksperimen discharging bertahap dilakukan pada tanggal 6 Desember, 8 Desember, dan 16 Desember 2016 untuk membandingkan kondisi yang berbeda-beda Kondisi Lingkungan Sama seperti halnya kondisi lingkungan pada eksperimen discharging kontinyu, kondisi lingkungan pada eksperimen discharging bertahap direkam selama proses charging. Lamanya proses charging dapat dilihat pada Tabel 4.7, sedangkan hasil perekaman kondisi lingkungan ditampilkan pada Gambar 4.12.

25 Gambar Intensitas radiasi matahari dan temperatur udara luar proses charging pada eksperimen discharging bertahap 60

26 61 Tabel 4.7. Durasi waktu proses charging pada eksperimen discharging bertahap No Hari/Tanggal Awal Charging Akhir Charging Durasi Waktu (WIB) (WIB) (menit) 1 Selasa/ Pk 7:54 Pk 13: Kamis/ Pk 7:34 Pk 12: Jum'at/ Pk 7:40 Pk 13: Potensi matahari paling besar ditunjukkan paling besar ditunjukkan pada tanggal 16 Desember 2016 dengan akumulasi energi radiasi sebesar 11,12 MJ/m 2. Kemudian, potensi terbesar kedua ditunjukkan pada tanggal 6 Desember 2016 dengan akumulasi energi radiasi sebesar 8,75 MJ/m 2. Potensi energi matahari terkecil ditunjukkan pada tanggal 8 Desember 2016 dengan akumulasi energi radiasi sebesar 7,25 MJ/m 2. Berdasarkan hal tersebut, kondisi lingkungan pada ketiga eksperimen menggambarkan kondisi yang berbeda-beda Proses Charging Dengan kondisi lingkungan yang berbeda-beda, distibusi temperatur yang terjadi pada HTF dan PCM akan berbeda pula. Metode proses charging dilakukan dengan cara yang sama dengan eksperimen discharging kontinyu. HTF direkam dengan menggunakan termokopel T11, T12, T13, T14, T15, T16, dan T17. Hasil perekaman temperatur HTF ditampilkan pada Gambar 4.13, Gambar 4.14, dan Gambar Gambar Evolusi temperatur HTF selama proses charging pada tanggal 6 Desember 2016 untuk eksperimen discharging bertahap

27 62 Gambar Evolusi temperatur HTF selama proses charging pada tanggal 8 Desember 2016 untuk eksperimen discharging bertahap Gambar Evolusi temperatur HTF selama proses charging pada tanggal 16 Desember 2016 untuk eksperimen discharging bertahap Temperatur rata-rata akhir HTF pada tanggal 6 Desember, 8 Desember, dan 16 Desember 2016 berturut-turut adalah 55,07 C, 50,62 C, dan 61,01 C. Temperatur akhir saat proses charging pada ketiga eksperimen sudah melebihi standar kebutuhan air panas untuk mandi (45 C) sehingga eksperimen discharging bertahap memungkinkan untuk dilakukan. Perekaman temperatur PCM dilakukan termokopel T5, T6, T7, T8, T9, dan T10. Jumlah PCM yang dipasangi termokopel ada 3 buah sehingga terdapat 2

28 63 termokopel pada 1 pipa PCM. Evolusi temperatur yang terjadi pada PCM selama proses charging ditunjukkan pada Gambar Gambar Evolusi temperatur PCM selama proses charging pada eksperimen discharging bertahap

29 Proses Discharging Proses discharging bertahap dilakukan dengan mengalirkan air panas ke dalam bak penampung dengan interval 15 menit. Selama proses pengeluaran air panas ke dalam bak penampung, air dingin dialirkan ke dalam tangki TES dengan debit 4 LPM. Kemudian, air panas di dalam bak penampung akan dicampur dengan air dingin untuk menghasilkan temperatur 45 C dengan volume akhir 20 liter. Proses discharging bertahap cenderung dapat selesai dalam kurun waktu ± 1 jam. Berdasarkan hal tersebut, proses discharging bertahap lebih cepat daripada proses discharging kontinyu. Penyebabnya bukan karena heatloss atau pelepasan energi termal yang lebih cepat, melainkan pengeluaran air dari dalam tangki TES yang lebih cepat dibandingkan discharging kontinyu. Lamanya proses discharging bertahap dapat dilihat pada Tabel 4.8. No Tabel 4.8. Durasi waktu proses discharging bertahap Hari/Tanggal Awal Discharging (WIB Akhir Discharging (WIB) Durasi Waktu (menit) 1 Selasa/ Pk 13:05 Pk 13: Kamis/ Pk 12:54 Pk 13: Jum'at/ Pk 13:38 Pk 14:41 64 Pada Gambar ditunjukkan evolusi temperatur HTF selama proses discharging bertahap dilakukan. Temperatur HTF turun secara drastis saat air panas digunakan untuk mengisi bak penampung. Setelah pengisian air panas di bak penampung selesai, temperatur meningkat secara perlahan seiring dengan waktu. Kemudian, peningkatan temperatur akan berhenti setelah air panas digunakan kembali untuk mengisi bak penampung sehingga grafik berbentuk patahan-patahan yang terjadi karena perubahan antara saat pengeluaran HTF ke dalam bak penampung dan saat pengisian air panas telah selesai. Akan tetapi, perbedaan karakteristik evolusi temperatur HTF ditunjukkan pada tangki bagian atas dengan tangki bagian tengah dan bawah. Temperatur HTF pada bagian atas

30 65 tangki (T11) terlihat turun secara perlahan dan stabil. Terjadinya perbedaan karakteristik temperatur pada HTF kemungkinan dikarenakan sifat stratifikasi air yang cenderung menyimpan energi termal pada bagian atas. Gambar Evolusi temperatur HTF selama proses discharging bertahap

31 66 Naiknya temperatur HTF terjadi karena transfer kalor yang diberikan PCM akibat adanya perbedaan temperatur antara PCM dan HTF. PCM yang memiliki temperatur lebih tinggi akan mensuplai energinya ke HTF yang memiliki temperatur lebih rendah. Temperatur PCM direkam selama proses discharging bertahap dan ditunjukkan pada Gambar Gambar Evolusi temperatur PCM selama proses discharging bertahap

32 67 Pada Gambar 4.18, penurunan temperatur PCM selama proses discharging memiliki karakteristik berbentuk patahan-patahan sama seperti halnya pada HTF. Akan tetapi, bentuk patahan-patahan pada evolusi temperatur PCM tidak seekstrim seperti pada HTF. Penyebabnya karena jumlah energi termal yang dilepas ke lingkungan lebih besar dibandingkan laju transfer kalor PCM untuk mensuplai energi ke HTF. Oleh karena itu, apabila interval waktu pada tiap tahapan terlalu cepat, maka PCM tidak akan mampu mensuplai kalor yang cukup ke HTF Pencampuran Air Panas dan Air Dingin Pencampuran dari air panas dan air dingin akan menghasilkan suatu air campuran. Volume dari air panas dan air dingin yang dimasukkan ke dalam bak penampung dapat dihitung berdasarkan temperatur dan volume air campuran yang diinginkan sesuai dengan contoh perhitungan tahapan pertama pada tanggal 6 Desember 2016 di bawah ini. Diketahui : 20 liter 55,03 C 45 C 27,71 C Ditanya : Volume air panas (V p ) Jawab : Sebelum menghitung V p, pertama-tama digunakan persamaan 2.8. untuk mengetahui harga ρ d dan ρ p. Persamaan 2.8. diulangi kembali dengan mengganti harga T d dengan T p agar didapatkan harga ρ p = 985,65 kg/m 3. Dengan persamaan 2.9., harga c p,ap dan c p,ad

33 68 diketahui masing-masing adalah 4,183 kj/kg.k dan 4,179 kj/kg.k. Kemudian dengan persamaan 2.7. harga V p adalah Volume air dingin (V d ) menjadi Tabel 4.9. Hasil pencampuran air panas dan air dingin Temperatur air campuran yang diinginkan pada eksperimen discharging bertahap adalah 45 C. Temperatur air rata-rata di dalam tangki yang lebih rendah dari 45 C seharusnya tidak memungkinkan untuk mencapai temperatur yang diinginkan. Akan tetapi pada tahapan terakhir Tabel 4.9, 20 liter air panas dimasukkan ke dalam bak penampung tanpa adanya air dingin menghasilkan temperatur campuran yang lebih tinggi daripada temperatur air panas.

34 69 Meningkatnya temperatur air panas pada bak penampung dikarenakan posisi saluran air keluar yang berada di bagian atas tangki. Dengan adanya stratifikasi di dalam tangki, temperatur pada bagian atas lebih tinggi daripada bagian bawah tangki, sedangkan temperatur air yang digunakan merupakan rata-rata temperatur pada tiap lapisan-lapisan temperatur di dalam tangki sehingga temperatur yang didapatkan lebih tinggi daripada temperatur yang seharusnya. Oleh karena itu, apabila temperatur air panas di dalam tangki mendekati temperatur 45 C, maka air panas untuk kebutuhan mandi tetap dapat terpenuhi. Temperatur rata-rata eksperimen pada tanggal 6 Desember, 8 Desember, dan 16 Desember 2016 masing-masing adalah 46,35 C, 43,75 C, dan 46,08 C. Temperatur tersebut sudah mendekati kondisi air untuk kebutuhan mandi orang dewasa, yaitu 20 liter total air campuran dengan temperatur C. Jika pencampuran air dengan menggunakan air panas tanpa campuran air dingin dihitung, eksperimen pada tanggal 6 Desember, 8 Desember, dan 16 Desember 2016 berturut-turut dapat dilakukan 3 kali, 2 kali, dan 5 kali untuk menghasilkan temperatur 45 C. Hal ini berarti bahwa eksperimen pada tanggal 6 Desember, 8 Desember, dan 16 Desember 2016 masing-masing dapat digunakan untuk mandi sebanyak 3 orang, 2 orang, dan 5 orang dengan volume air 20 liter. Seperti yang sudah dibahas sebelumnya, evolusi temperatur HTF selama proses discharging bertahap berbentuk patahan-patahan. Patahan terbentuk karena terjadi perubahan antara pengeluaran air panas dari dalam tangki TES ke dalam bak penampung dan saat menunggu pengisian bak penampung berikutnya. Hal ini dapat dibuktikan dengan melihat Gambar Jumlah tahapan dalam tiap eksperimen sama dengan jumlah patahan yang ada pada Gambar 4.19.

35 70 Gambar Evolusi temperatur HTF rata-rata selama proses discharging bertahap Hasil Pengujian Dengan Kondisi Terbaik Pengkajian ulang pada pengujian dengan hasil penyimpanan termal terbaik dilakukan untuk mengkaji lebih dalam proses discharging bertahap dan hubungannya dengan proses charging. Hasil pengujian terbaik ditunjukkan pada tanggal 16 Desember 2016 dengan temperatur rata-rata HTF mampu mencapai 61,17 C. Kondisi ini dapat dicapai saat intensitas radiasi rata-rata sebesar 514,89 dan temperatur udara lingkungan rata-rata sebesar 31 C. Pada pengujian tanggal 16 Desember 2016, tangki TES dapat digunakan untuk kebutuhan mandi air panas sebanyak 5 kali. Berdasarkan pada Tabel 4.10, penurunan temperatur di dalam tangki TES kurang lebih sebesar 4 5 C setiap kali dilakukan pengambilan air panas. Hasil pengujian tanggal 16 Desember 2016 ditampilkan pada Gambar 4.20.

36 71 (a) (b) (b) (d) (e) Gambar Hasil pengujian tanggal 16 Desember 2016 (a) temperatur HTF saat charging (b) temperatur PCM saat charging (c) temperatur HTF saat discharging (d) temperatur PCM saat discharging (e) kondisi lingkungan Tabel Hasil pencampuran air dingin dan air panas pada tanggal 16 Desember 2016

37 72 Stratifikasi termal pada HTF terlihat kecil di awal proses discharging dan terus membesar seiring dengan waktu. Membesarnya stratifikasi pada sistem TES memberi keuntungan pada sistem. Dapat dilihat pada Tabel 4.10, pencampuran air panas pada tahap terakhir proses discharging bertahap menggunakan air panas dengan temperatur rata-rata 42,21 C. Akan tetapi, saat dilakukan pengukuran pada bak penampung, temperatur meningkat menjadi 45,42 C. Hal ini terjadi karena posisi kran air panas yang berada pada tangki bagian atas. Pada eksperimen discharging bertahap, air panas dikeluarkan dari dalam tangki TES dengan debit 4 LPM. Jumlah ini dua kali lipat lebih cepat daripada pembuangan air panas pada eksperimen discharging kontinyu. Penurunan temperatur PCM tidak se-ekstrem seperti halnya pada HTF. Akan tetapi, temperatur PCM tidak berbeda jauh dengan temperatur HTF. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa transfer kalor dari PCM masih mampu mengimbangi kecepatan kalor yang dibuang pada eksperimen discharging bertahap. Meskipun begitu, sistem TES memerlukan jeda waktu untuk mentransfer kalornya dari PCM ke HTF Perbandingan Karakteristik Evolusi Temperatur HTF pada Metode Discharging Kontinyu dan Bertahap Metode discharging kontinyu dan discharging bertahap memiliki karakteristik perubahan temperatur yang berbeda. Temperatur air di dalam tangk saat proses discharging menggunakan metode discharging kontinyu selalu mengalami penurunan hingga temperatur air mendekati temperatur lingkungan. Penurunan temperatur terjadi secara cepat pada seluruh bagian air di dalam tangki. Proses discharging menggunakan metode discharging bertahap mengalami penurunan dan kenaikan temperatur air. Meskipun begitu, kenaikan temperatur terjadi dengan sangat perlahan. Akan tetapi, evolusi temperatur air pada bagian atas tangki mengalami penurunan temperatur yang perlahan dan cencerung stabil dan pada bagian tengah dan bawah mengalami penurunan temperatur dengan cepat. Hal ini baik karena posisi kran keluar dari tangki berada

38 73 pada posisi tangki bagian atas. Perbandingan evolusi temperatur HTF dapat dilihat pada Gambar (a) (b) Gambar Evolusi temperatur HTF dengan menggunakan metode (a) discharging kontinyu (b) discharging bertahap

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Kalibrasi Kalibrasi dilakukan untuk termokopel yang berada pada HTF, PCM dan permukaan kolektor. Hasil dari kalibrasi tiap termokopelnya disajikan pada Tabel 4.1,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Bahan Penelitian Penelitian PATS sistem thermosyphon ini menggunakan air sebagai HTF dan paraffin wax sebagai PCM. Paraffin wax yang dipakai adalah RT 52 dengan sifat fisis

Lebih terperinci

Kata kunci : PATS, PCM, TES, HTF, paraffin wax, proses charging

Kata kunci : PATS, PCM, TES, HTF, paraffin wax, proses charging Banjarmasin, 7-8 Oktober 25 Studi Eksperimental Penyimpanan Energi Termal pada Tangki Pemanas Air Tenaga Surya yang Berisi PCM Muhammad Nadjib, a *, Sukamta, b, Novi Caroko, c dan Tito Hadji A.S.,d Jurusan

Lebih terperinci

Kata kunci : PATS, PCM, TES, HTF, paraffin wax, proses charging

Kata kunci : PATS, PCM, TES, HTF, paraffin wax, proses charging Banjarmasin, 7-8 Oktober 25 Studi Eksperimental Penyimpanan Energi Termal pada Tangki Pemanas Air Tenaga Surya yang Berisi PCM Muhammad Nadjib, a *, Sukamta, b, Novi Caroko, c dan Tito Hadji A.S.,d Jurusan

Lebih terperinci

UNJUK KERJA TERMAL PEMANAS AIR TENAGA SURYA THERMOSYPHON YANG BERISI PCM KAPASITAS 60 LITER SELAMA PROSES CHARGING TUGAS AKHIR

UNJUK KERJA TERMAL PEMANAS AIR TENAGA SURYA THERMOSYPHON YANG BERISI PCM KAPASITAS 60 LITER SELAMA PROSES CHARGING TUGAS AKHIR UNJUK KERJA TERMAL PEMANAS AIR TENAGA SURYA THERMOSYPHON YANG BERISI PCM KAPASITAS 60 LITER SELAMA PROSES CHARGING TUGAS AKHIR Diajukan Sebagai Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Program Studi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Bahan Penelitian Penelitian ini menggunakan air sebagai HTF dan paraffin wax sebagai PCM. Sifat fisik paraffin wax RT52 disajikan pada tabel 3.1. Tabel 3.1 Sifat fisik paraffin

Lebih terperinci

Muhammad Nadjib 1), Suhanan 2) Jl. Grafika No. 2, Kompleks UGM, Yogyakarta

Muhammad Nadjib 1), Suhanan 2) Jl. Grafika No. 2, Kompleks UGM, Yogyakarta Bandar Lampung, - Oktober Studi Eksperimental Penyimpanan Energi Termal Proses Charging pada Pemanas Air Tenaga Surya Thermosyphon Menggunakan Air dan Paraffin Wax sebagai Material Penyimpan Kalor Muhammad

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. PATS Aliran Thermosyphon Aliran termosyphon mengandalkan perbedaan temperatur antara air yang berada pada kolektor dan tangki. Penelitian telah banyak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1.Tinjauan Pustaka 2.1.1 Penggunaan PCM pada PATS Cabeza dkk (2003) menyatakan penggunaan PCM pada tangki akan meningkatkan penyimpanan termal secara signifikan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Secara umum di pabrik untuk produk minuman cup diproduksi hanya dua jenis produk yaitu jelly drink dan koko drink. Untuk produk jelly drink memiliki beberapa rasa yaitu apel, jambu,

Lebih terperinci

PERILAKU TERMAL PEMANAS AIR TENAGA SURYA YANG BERISI PCM PADA UNIT TANGKI

PERILAKU TERMAL PEMANAS AIR TENAGA SURYA YANG BERISI PCM PADA UNIT TANGKI PERILAKU TERMAL PEMANAS AIR TENAGA SURYA YANG BERISI PCM PADA UNIT TANGKI Muhammad Nadjib 1), Tito Hadji Agung Santosa 2) 1 Prodi Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta email:

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL PENGUJIAN dan PENGOLAHAN DATA

BAB IV. HASIL PENGUJIAN dan PENGOLAHAN DATA BAB IV HASIL PENGUJIAN dan PENGOLAHAN DATA Data hasil pengukuran temperatur pada alat pemanas air dengan menggabungkan ke-8 buah kolektor plat datar dengan 2 buah kolektor parabolic dengan judul Analisa

Lebih terperinci

Studi Eksperimen Pemanfaatan Panas Buang Kondensor untuk Pemanas Air

Studi Eksperimen Pemanfaatan Panas Buang Kondensor untuk Pemanas Air Studi Eksperimen Pemanfaatan Panas Buang Kondensor untuk Pemanas Air Arif Kurniawan Jurusan Teknik Mesin Institut Teknologi Nasional (ITN) Malang E-mail : arifqyu@gmail.com Abstrak. Pada bagian mesin pendingin

Lebih terperinci

PENINGKATAN KAPASITAS PEMANAS AIR KOLEKTOR PEMANAS AIR SURYA PLAT DATAR DENGAN PENAMBAHAN BAHAN PENYIMPAN KALOR

PENINGKATAN KAPASITAS PEMANAS AIR KOLEKTOR PEMANAS AIR SURYA PLAT DATAR DENGAN PENAMBAHAN BAHAN PENYIMPAN KALOR Peningkatan Kapasitas Pemanas Air Kolektor Pemanas Air Surya PENINGKATAN KAPASITAS PEMANAS AIR KOLEKTOR PEMANAS AIR SURYA PLAT DATAR DENGAN PENAMBAHAN BAHAN PENYIMPAN KALOR Suharti 1*, Andi Hasniar 1,

Lebih terperinci

PENGARUH STUDI EKSPERIMEN PEMANFAATAN PANAS BUANG KONDENSOR UNTUK PEMANAS AIR

PENGARUH STUDI EKSPERIMEN PEMANFAATAN PANAS BUANG KONDENSOR UNTUK PEMANAS AIR PENGARUH STUDI EKSPERIMEN PEMANFAATAN PANAS BUANG KONDENSOR UNTUK PEMANAS AIR Arif Kurniawan Institut Teknologi Nasional (ITN) Malang; Jl.Raya Karanglo KM. 2 Malang 1 Jurusan Teknik Mesin, FTI-Teknik Mesin

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengujian Tanpa Beban Untuk mengetahui profil sebaran suhu dalam mesin pengering ERK hibrid tipe bak yang diuji dilakukan dua kali percobaan tanpa beban yang dilakukan pada

Lebih terperinci

Studi Eksperimental Efektivitas Penambahan Annular Fins pada Kolektor Surya Pemanas Air dengan Satu dan Dua Kaca Penutup

Studi Eksperimental Efektivitas Penambahan Annular Fins pada Kolektor Surya Pemanas Air dengan Satu dan Dua Kaca Penutup JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) B-204 Studi Eksperimental Efektivitas Penambahan Annular Fins pada Kolektor Surya Pemanas Air dengan Satu dan Dua Kaca Penutup

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Deskripsi Alat Pengering Yang Digunakan Deskripsi alat pengering yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Deskripsi Alat Pengering Yang Digunakan Deskripsi alat pengering yang digunakan dalam penelitian ini adalah : BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Alat Pengering Yang Digunakan Deskripsi alat pengering yang digunakan dalam penelitian ini adalah : Desain Termal 1. Temperatur udara masuk kolektor (T in ). T

Lebih terperinci

STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH PERUBAHAN DEBIT ALIRAN PADA EFISIENSI TERMAL SOLAR WATER HEATER DENGAN PENAMBAHAN FINNED TUBE

STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH PERUBAHAN DEBIT ALIRAN PADA EFISIENSI TERMAL SOLAR WATER HEATER DENGAN PENAMBAHAN FINNED TUBE Studi Eksperimental Pengaruh Perubahan Debit Aliran... (Kristian dkk.) STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH PERUBAHAN DEBIT ALIRAN PADA EFISIENSI TERMAL SOLAR WATER HEATER DENGAN PENAMBAHAN FINNED TUBE Rio Adi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Temperatur udara masuk kolektor (T in ). T in = 30 O C. 2. Temperatur udara keluar kolektor (T out ). T out = 70 O C.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Temperatur udara masuk kolektor (T in ). T in = 30 O C. 2. Temperatur udara keluar kolektor (T out ). T out = 70 O C. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Spesifikasi Alat Pengering Surya Berdasarkan hasil perhitungan yang dilakukan pada perancangan dan pembuatan alat pengering surya (solar dryer) adalah : Desain Termal 1.

Lebih terperinci

Lampiran 1. Perhitungan kebutuhan panas

Lampiran 1. Perhitungan kebutuhan panas LAMPIRAN 49 Lampiran 1. Perhitungan kebutuhan panas 1. Jumlah Air yang Harus Diuapkan = = = 180 = 72.4 Air yang harus diuapkan (w v ) = 180 72.4 = 107.6 kg Laju penguapan (Ẇ v ) = 107.6 / (32 x 3600) =

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 32 BB III METODOLOGI PENELITIN Metode yang digunakan dalam pengujian ini adalah pengujian eksperimental terhadap lat Distilasi Surya dengan menvariasi penyerapnya dengan plastik hitam dan aluminium foil.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Perancangan 4.1.1 Gambar Rakitan (Assembly) Dari perancangan yang dilakukan dengan menggunakan software Autodesk Inventor 2016, didapat sebuah prototipe alat praktikum

Lebih terperinci

9/17/ KALOR 1

9/17/ KALOR 1 9. KALOR 1 1 KALOR SEBAGAI TRANSFER ENERGI Satuan kalor adalah kalori (kal) Definisi kalori: Kalor yang dibutuhkan untuk menaikkan temperatur 1 gram air sebesar 1 derajat Celcius. Satuan yang lebih sering

Lebih terperinci

Radiasi ekstraterestrial pada bidang horizontal untuk periode 1 jam

Radiasi ekstraterestrial pada bidang horizontal untuk periode 1 jam Pendekatan Perhitungan untuk intensitas radiasi langsung (beam) Sudut deklinasi Pada 4 januari, n = 4 δ = 22.74 Solar time Solar time = Standard time + 4 ( L st L loc ) + E Sudut jam Radiasi ekstraterestrial

Lebih terperinci

Gambar 2. Profil suhu dan radiasi pada percobaan 1

Gambar 2. Profil suhu dan radiasi pada percobaan 1 HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Penggunaan Kolektor Terhadap Suhu Ruang Pengering Energi surya untuk proses pengeringan didasarkan atas curahan iradisai yang diterima rumah kaca dari matahari. Iradiasi

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di laboratorium Energi dan Elektrifikasi Pertanian serta di dalam rumah tanaman yang berada di laboratorium Lapangan Leuwikopo,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN I.1. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penggunaan energi surya dalam berbagai bidang telah lama dikembangkan di dunia. Berbagai teknologi terkait pemanfaatan energi surya mulai diterapkan pada berbagai

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Bengkel Pertanian Jurusan Teknik Pertanian

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Bengkel Pertanian Jurusan Teknik Pertanian 21 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Bengkel Pertanian Jurusan Teknik Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada bulan Desember 2012

Lebih terperinci

Studi Eksperimental Efektivitas Penambahan Annular Fins Pada Kolektor Surya Pemanas Air dengan Satu dan Dua Kaca Penutup

Studi Eksperimental Efektivitas Penambahan Annular Fins Pada Kolektor Surya Pemanas Air dengan Satu dan Dua Kaca Penutup JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: 2301-9271 1 Studi Eksperimental Efektivitas Penambahan Annular Fins Pada Kolektor Surya Pemanas Air dengan Satu dan Dua Kaca Penutup Edo Wirapraja, Bambang

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. pengeringan tetap dapat dilakukan menggunakan udara panas dari radiator. Pada

III. METODOLOGI PENELITIAN. pengeringan tetap dapat dilakukan menggunakan udara panas dari radiator. Pada III. METODOLOGI PENELITIAN Alat pengering ini menggunakan sistem hibrida yang mempunyai dua sumber panas yaitu kolektor surya dan radiator. Saat cuaca cerah pengeringan menggunakan sumber panas dari kolektor

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP Kesimpulan Saran. 60 DAFTAR PUSTAKA.. 61 LAMPIRAN. 62

BAB V PENUTUP Kesimpulan Saran. 60 DAFTAR PUSTAKA.. 61 LAMPIRAN. 62 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL. i LEMBAR PENGESAHAN... ii MOTTO.. iv PERSEMBAHAN.. v KATA PENGANTAR.... vi ABSTRAK/ABSTRACT viii DAFTAR ISI... ix DAFTAR NOTASI..... vii DAFTAR TABEL.. xii DAFTAR GAMBAR... xiii

Lebih terperinci

BAB V DATA DAN ANALISA PERHITUNGAN. Seperti dijelaskan pada subbab 4.2 diatas, pengambilan data dilakukan dengan

BAB V DATA DAN ANALISA PERHITUNGAN. Seperti dijelaskan pada subbab 4.2 diatas, pengambilan data dilakukan dengan BAB V DATA DAN ANALISA PERHITUNGAN 5.1 Proses pengambilan data Seperti dijelaskan pada subbab 4.2 diatas, pengambilan data dilakukan dengan cara mengukur temperatur pada tiga jenis bahan bakar yang berbeda

Lebih terperinci

Tabel 4.1 Perbandingan desain

Tabel 4.1 Perbandingan desain BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pemilihan Desain Perbandingan desain dapat dilihat pada Tabel 4.1 dan desain rancangan dapat dilihat pada Gambar 4.1. Tabel 4.1 Perbandingan desain Desain Q m P Panjang

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. RADIASI MATAHARI DAN SH DARA DI DALAM RMAH TANAMAN Radiasi matahari mempunyai nilai fluktuatif setiap waktu, tetapi akan meningkat dan mencapai nilai maksimumnya pada siang

Lebih terperinci

...(2) adalah perbedaan harga tengah entalphi untuk suatu bagian. kecil dari volume.

...(2) adalah perbedaan harga tengah entalphi untuk suatu bagian. kecil dari volume. Cooling Tower Menara pendingin adalah suatu menara yang digunakan untuk mendinginkan air pendingin yang telah menjadi panas pada proses pendinginan, sehingga air pendingin yang telah dingin itu dapat digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khatulistiwa, maka wilayah Indonesia akan selalu disinari matahari selama jam

BAB I PENDAHULUAN. khatulistiwa, maka wilayah Indonesia akan selalu disinari matahari selama jam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki berbagai jenis sumber daya energi dalam jumlah yang cukup melimpah. Letak Indonesia yang berada pada daerah khatulistiwa, maka

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Perbaikan Dan Uji Kebocoran Mesin Pendingin Absorpsi

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Perbaikan Dan Uji Kebocoran Mesin Pendingin Absorpsi V. HASIL DAN PEMBAHASAN Perbaikan Dan Uji Kebocoran Mesin Pendingin Absorpsi Mesin pendingin icyball beroperasi pada tekanan tinggi dan rawan korosi karena menggunakan ammonia sebagai fluida kerja. Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem kogenerasi merupakan salah satu alternatif yang ada untuk mengatasi masalah ketersediaan energi yang memanfaatkan energi terbuang dari cerobong. Prinsip kerja

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. i ii iii iv v vi

DAFTAR ISI. i ii iii iv v vi DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN HALAMAN PERSEMBAHAN INTISARI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN i ii iii iv v vi viii x xii

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Energi surya merupakan energi yang didapat dengan mengkonversi energi radiasi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Energi surya merupakan energi yang didapat dengan mengkonversi energi radiasi II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Energi Surya Energi surya merupakan energi yang didapat dengan mengkonversi energi radiasi panas surya (Matahari) melalui peralatan tertentu menjadi sumber daya dalam bentuk lain.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL YANG DICAPAI DAN MANFAAT BAGI MITRA

BAB IV HASIL YANG DICAPAI DAN MANFAAT BAGI MITRA 37 BAB IV HASIL YANG DICAPAI DAN MANFAAT BAGI MITRA Pada bab ini dijelaskan bagaimana menentukan besarnya energi panas yang dibawa oleh plastik, nilai total laju perpindahan panas komponen Forming Unit

Lebih terperinci

POTENSI PENGGUNAAN KOMPOR ENERGI SURYA UNTUK KEBUTUHAN RUMAH TANGGA

POTENSI PENGGUNAAN KOMPOR ENERGI SURYA UNTUK KEBUTUHAN RUMAH TANGGA Prosiding Seminar Nasional AVoER ke-3 POTENSI PENGGUNAAN KOMPOR ENERGI SURYA UNTUK KEBUTUHAN RUMAH TANGGA KMT-8 Marwani Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya, Palembang Prabumulih

Lebih terperinci

Tugas akhir BAB III METODE PENELETIAN. alat destilasi tersebut banyak atau sedikit, maka diujilah dengan penyerap

Tugas akhir BAB III METODE PENELETIAN. alat destilasi tersebut banyak atau sedikit, maka diujilah dengan penyerap BAB III METODE PENELETIAN Metode yang digunakan dalam pengujian ini dalah pengujian eksperimental terhadap alat destilasi surya dengan memvariasikan plat penyerap dengan bahan dasar plastik yang bertujuan

Lebih terperinci

Terbit setiap APRIL dan NOVEMBER

Terbit setiap APRIL dan NOVEMBER Terbit setiap APRIL dan NOVEMBER ISSN: 1979-018X Jurnal ROTOR, Volume 6 Nomor 2, November 2013 KATA PENGANTAR Jurnal ROTOR merupakan jurnal yang diterbitkan oleh Jurusan Teknik Mesin Universitas Jember

Lebih terperinci

Ditulis Guna Melengkapi Sebagian Syarat Untuk Mencapai Jenjang Sarjana Strata Satu (S1) Jakarta 2015

Ditulis Guna Melengkapi Sebagian Syarat Untuk Mencapai Jenjang Sarjana Strata Satu (S1) Jakarta 2015 UNIVERSITAS GUNADARMA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI ANALISIS SISTEM PENURUNAN TEMPERATUR JUS BUAH DENGAN COIL HEAT EXCHANGER Nama Disusun Oleh : : Alrasyid Muhammad Harun Npm : 20411527 Jurusan : Teknik

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN PROTOTIPE ALAT PEMANAS AIR TENAGA SURYA SISTEM PIPA PANAS

RANCANG BANGUN PROTOTIPE ALAT PEMANAS AIR TENAGA SURYA SISTEM PIPA PANAS RANCANG BANGUN PROTOTIPE ALAT PEMANAS AIR TENAGA SURYA SISTEM PIPA PANAS SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik ANDRE J D MANURUNG NIM. 110421054 PROGRAM

Lebih terperinci

Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin (SNTTM) VIII

Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin (SNTTM) VIII M5-15 Pemanfaatan Arang Untuk Absorber Pada Destilasi Air Enegi Surya I Gusti Ketut Puja Jurusan Teknik Mesin Universitas Sanata Dharma Yogyakarta Kampus III Paingan Maguwoharjo Depok Sleman Yogyakarta,

Lebih terperinci

Pemanfaatan Sistem Pengondisian Udara Pasif dalam Penghematan Energi

Pemanfaatan Sistem Pengondisian Udara Pasif dalam Penghematan Energi Pemanfaatan Sistem Pengondisian Udara Pasif dalam Penghematan Energi Lia Laila Prodi Teknologi Pengolahan Sawit, Institut Teknologi dan Sains Bandung Abstrak. Sistem pengondisian udara dibutuhkan untuk

Lebih terperinci

ANALISA KARAKTERISTIK ALAT PEMANAS AIR DENGAN MENGGUNAKAN KOLEKTOR PALUNG PARABOLA

ANALISA KARAKTERISTIK ALAT PEMANAS AIR DENGAN MENGGUNAKAN KOLEKTOR PALUNG PARABOLA ANALISA KARAKTERISTIK ALAT PEMANAS AIR DENGAN MENGGUNAKAN KOLEKTOR PALUNG PARABOLA Walfred Tambunan 1), Maksi Ginting 2, Antonius Surbakti 3 Jurusan Fisika FMIPA Universitas Riau Pekanbaru 1) e-mail:walfred_t@yahoo.com

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat

METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat III. MEODE PENELIIAN A. Waktu dan empat Penelitian dilakukan di Laboratorium Energi Surya Leuwikopo, serta Laboratorium Energi dan Elektrifikasi Pertanian, Departemen eknik Pertanian, Fakultas eknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sumber energi pengganti yang sangat berpontensi. Kebutuhan energi di

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sumber energi pengganti yang sangat berpontensi. Kebutuhan energi di 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Matahari adalah sumber energi tak terbatas dan sangat diharapkan dapat menjadi sumber energi pengganti yang sangat berpontensi. Kebutuhan energi di Indonesia masih

Lebih terperinci

Gambar 11 Sistem kalibrasi dengan satu sensor.

Gambar 11 Sistem kalibrasi dengan satu sensor. 7 Gambar Sistem kalibrasi dengan satu sensor. Besarnya debit aliran diukur dengan menggunakan wadah ukur. Wadah ukur tersebut di tempatkan pada tempat keluarnya aliran yang kemudian diukur volumenya terhadap

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Data Hasil Pengujian Variasi sudut kondensor dalam penelitian ini yaitu : 0 0, 15 0, dan 30 0 serta aliran air dalam kondensor yaitu aliran air searah dengan laju uap (parallel

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. BAB II Dasar Teori. 2.1 AC Split

BAB II DASAR TEORI. BAB II Dasar Teori. 2.1 AC Split BAB II DASAR TEORI 2.1 AC Split Split Air Conditioner adalah seperangkat alat yang mampu mengkondisikan suhu ruangan sesuai dengan yang kita inginkan, terutama untuk mengkondisikan suhu ruangan agar lebih

Lebih terperinci

PENGUJIAN THERMAL ALAT PENGERING PADI DENGAN KONSEP NATURAL CONVECTION

PENGUJIAN THERMAL ALAT PENGERING PADI DENGAN KONSEP NATURAL CONVECTION PENGUJIAN THERMAL ALAT PENGERING PADI DENGAN KONSEP NATURAL CONVECTION IGNB. Catrawedarma Program Studi Teknik Mesin, Politeknik Negeri Banyuwangi Email: ngurahcatra@yahoo.com Jefri A Program Studi Teknik

Lebih terperinci

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Mei hingga Juli 2012, dan Maret 2013 di

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Mei hingga Juli 2012, dan Maret 2013 di 22 III. METODELOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian dilaksanakan pada Mei hingga Juli 2012, dan 20 22 Maret 2013 di Laboratorium dan Perbengkelan Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN.

BAB III PERANCANGAN. BAB III PERANCANGAN 3.1 Beban Pendinginan (Cooling Load) Beban pendinginan pada peralatan mesin pendingin jarang diperoleh hanya dari salah satu sumber panas. Biasanya perhitungan sumber panas berkembang

Lebih terperinci

Pompa Air Energi Termal dengan Fluida Kerja Petroleum Eter. A. Prasetyadi, FA. Rusdi Sambada

Pompa Air Energi Termal dengan Fluida Kerja Petroleum Eter. A. Prasetyadi, FA. Rusdi Sambada Pompa Air Energi Termal dengan Fluida Kerja Petroleum Eter A. Prasetyadi, FA. Rusdi Sambada Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Sanata Dharma Kampus 3, Paingan, Maguwoharjo,

Lebih terperinci

UJI KINERJA ALAT PENGERING LORONG BERBANTUAN POMPA KALOR UNTUK MENGERINGKAN BIJI KAKAO

UJI KINERJA ALAT PENGERING LORONG BERBANTUAN POMPA KALOR UNTUK MENGERINGKAN BIJI KAKAO UJI KINERJA ALAT PENGERING LORONG BERBANTUAN POMPA KALOR UNTUK MENGERINGKAN BIJI KAKAO Oleh M. Yahya Dosen Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Padang Abstrak Indonesia merupakan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA EKSPERIMEN DAN SIMULASI

BAB IV ANALISA EKSPERIMEN DAN SIMULASI BAB IV ANALISA EKSPERIMEN DAN SIMULASI Selama percobaan dilakukan beberapa modifikasi atau perbaikan dalam rangka usaha mendapatkan air kondensasi. Semenjak dari memperbaiki kebocoran sampai penggantian

Lebih terperinci

Xpedia Fisika. Kapita Selekta Set Energi kinetik rata-rata dari molekul dalam sauatu bahan paling dekat berhubungan dengan

Xpedia Fisika. Kapita Selekta Set Energi kinetik rata-rata dari molekul dalam sauatu bahan paling dekat berhubungan dengan Xpedia Fisika Kapita Selekta Set 07 Doc. Name: XPFIS0107 Doc. Version : 2011-06 halaman 1 01. Energi kinetik rata-rata dari molekul dalam sauatu bahan paling dekat berhubungan dengan... (A) Panas (B) Suhu

Lebih terperinci

V. HASIL UJI UNJUK KERJA

V. HASIL UJI UNJUK KERJA V. HASIL UJI UNJUK KERJA A. KAPASITAS ALAT PEMBAKAR SAMPAH (INCINERATOR) Pada uji unjuk kerja dilakukan 4 percobaan untuk melihat kinerja dari alat pembakar sampah yang telah didesain. Dalam percobaan

Lebih terperinci

AZAS TEKNIK KIMIA (NERACA ENERGI) PRODI TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

AZAS TEKNIK KIMIA (NERACA ENERGI) PRODI TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG AZAS TEKNIK KIMIA (NERACA ENERGI) PRODI TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG KESETIMBANGAN ENERGI Konsep dan Satuan Perhitungan Perubahan Entalpi Penerapan Kesetimbangan Energi Umum

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN ANALISA

BAB IV HASIL DAN ANALISA BAB IV HASIL DAN ANALISA 4.1 HASIL PENGUJIAN STEADY SISTEM CASCADE Dalam proses pengujian pada saat menyalakan sistem untuk pertama kali, diperlukan waktu oleh sistem supaya dapat bekerja dengan stabil.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Potensi dan kapasitas terpasang PLTP di Indonesia [1]

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Potensi dan kapasitas terpasang PLTP di Indonesia [1] BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Dewasa ini kelangkaan sumber energi fosil telah menjadi isu utama. Kebutuhan energi tersebut setiap hari terus meningkat. Maka dari itu, energi yang tersedia di bumi

Lebih terperinci

Xpedia Fisika. Soal Zat dan Kalor

Xpedia Fisika. Soal Zat dan Kalor Xpedia Fisika Soal Zat dan Kalor Doc. Name: XPPHY0399 Version: 2013-04 halaman 1 01. Jika 400 g air pada suhu 40 C dicampur dengan 100 g air pada 30 C, suhu akhir adalah... (A) 13 C (B) 26 C (C) 36 C (D)

Lebih terperinci

PENGHITUNGAN EFISIENSI KOLEKTOR SURYA PADA PENGERING SURYA TIPE AKTIF TIDAK LANGSUNG PADA LABORATORIUM SURYA ITB

PENGHITUNGAN EFISIENSI KOLEKTOR SURYA PADA PENGERING SURYA TIPE AKTIF TIDAK LANGSUNG PADA LABORATORIUM SURYA ITB No. 31 Vol. Thn. XVI April 9 ISSN: 854-8471 PENGHITUNGAN EFISIENSI KOLEKTOR SURYA PADA PENGERING SURYA TIPE AKTIF TIDAK LANGSUNG PADA LABORATORIUM SURYA ITB Endri Yani Jurusan Teknik Mesin Universitas

Lebih terperinci

SKRIPSI. Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi. Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik BINSAR T. PARDEDE NIM DEPARTEMEN TEKNIK MESIN

SKRIPSI. Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi. Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik BINSAR T. PARDEDE NIM DEPARTEMEN TEKNIK MESIN UJI EKSPERIMENTAL OPTIMASI LAJU PERPINDAHAN KALOR DAN PENURUNAN TEKANAN AKIBAT PENGARUH LAJU ALIRAN UDARA PADA ALAT PENUKAR KALOR JENIS RADIATOR FLAT TUBE SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi

Lebih terperinci

TURBIN GAS. Berikut ini adalah perbandingan antara turbin gas dengan turbin uap. Berat turbin per daya kuda yang dihasilkan lebih besar.

TURBIN GAS. Berikut ini adalah perbandingan antara turbin gas dengan turbin uap. Berat turbin per daya kuda yang dihasilkan lebih besar. 5 TURBIN GAS Pada turbin gas, pertama-tama udara diperoleh dari udara dan di kompresi dengan menggunakan kompresor udara. Udara kompresi kemudian disalurkan ke ruang bakar, dimana udara dipanaskan. Udara

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN ALAT PENGERING UBI KAYU TIPE RAK DENGAN MEMANFAATKAN ENERGI SURYA

RANCANG BANGUN ALAT PENGERING UBI KAYU TIPE RAK DENGAN MEMANFAATKAN ENERGI SURYA KMT-3 RANCANG BANGUN ALAT PENGERING UBI KAYU TIPE RAK DENGAN MEMANFAATKAN ENERGI SURYA Ismail Thamrin, Anton Kharisandi Jurusan Teknik Mesin Universitas Sriwijaya Jl.Raya Palembang-Prabumulih KM.32. Kec.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 22 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 PENDAHULUAN Metode penelitian ada dua macam yaitu metode penelitian kualitatif dan metode penelitian kuantitatif. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL & ANALISIS

BAB 4 HASIL & ANALISIS BAB 4 HASIL & ANALISIS 4.1 PENGUJIAN KARAKTERISTIK WATER MIST UNTUK PEMADAMAN DARI SISI SAMPING BAWAH (CO-FLOW) Untuk mengetahui kemampuan pemadaman api menggunakan sistem water mist terlebih dahulu perlu

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. 4.1 Rangkaian Alat Uji Dan Cara Kerja Sistem Refrigerasi Tanpa CES (Full Sistem) Heri Kiswanto / Page 39

BAB IV PEMBAHASAN. 4.1 Rangkaian Alat Uji Dan Cara Kerja Sistem Refrigerasi Tanpa CES (Full Sistem) Heri Kiswanto / Page 39 BAB IV PEMBAHASAN Pada pengujian ini dilakukan untuk membandingkan kerja sistem refrigerasi tanpa metode cooled energy storage dengan sistem refrigerasi yang menggunakan metode cooled energy storage. Pengujian

Lebih terperinci

Grafik tegangan (chanel 1) terhadap suhu

Grafik tegangan (chanel 1) terhadap suhu IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KONVERSI RANGKAIAN PENGUKUR SUHU Rangkaian pengukur suhu ini keluarannya adalah tegangan sehingga dibutuhkan pengambilan data konversi untuk mengetahui bentuk persamaan yang

Lebih terperinci

Oleh : Dimas Setiawan ( ) Pembimbing : Dr. Bambang Sudarmanta, ST. MT.

Oleh : Dimas Setiawan ( ) Pembimbing : Dr. Bambang Sudarmanta, ST. MT. Karakterisasi Proses Gasifikasi Downdraft Berbahan Baku Sekam Padi Dengan Desain Sistem Pemasukan Biomassa Secara Kontinyu Dengan Variasi Air Fuel Ratio Oleh : Dimas Setiawan (2105100096) Pembimbing :

Lebih terperinci

Gambar 8. Profil suhu lingkungan, ruang pengering, dan outlet pada percobaan I.

Gambar 8. Profil suhu lingkungan, ruang pengering, dan outlet pada percobaan I. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Suhu Ruang Pengering dan Sebarannya A.1. Suhu Lingkungan, Suhu Ruang, dan Suhu Outlet Udara pengering berasal dari udara lingkungan yang dihisap oleh kipas pembuang, kemudian

Lebih terperinci

SISTEM DISTILASI AIR LAUT TENAGA SURYA MENGGUNAKAN KOLEKTOR PLAT DATAR DENGAN TIPE KACA PENUTUP MIRING

SISTEM DISTILASI AIR LAUT TENAGA SURYA MENGGUNAKAN KOLEKTOR PLAT DATAR DENGAN TIPE KACA PENUTUP MIRING SISTEM DISTILASI AIR LAUT TENAGA SURYA MENGGUNAKAN KOLEKTOR PLAT DATAR DENGAN TIPE KACA PENUTUP MIRING Mulyanef 1, Marsal 2, Rizky Arman 3 dan K. Sopian 4 1,2,3 Jurusan Teknik Mesin Universitas Bung Hatta,

Lebih terperinci

SUHU DAN KALOR DEPARTEMEN FISIKA IPB

SUHU DAN KALOR DEPARTEMEN FISIKA IPB SUHU DAN KALOR DEPARTEMEN FISIKA IPB Pendahuluan Dalam kehidupan sehari-hari sangat banyak didapati penggunaan energi dalambentukkalor: Memasak makanan Ruang pemanas/pendingin Dll. TUJUAN INSTRUKSIONAL

Lebih terperinci

PEMANFAATAN ENERGI SURYA UNTUK MEMANASKAN AIR MENGGUNAKAN KOLEKTOR PARABOLA MEMAKAI CERMIN SEBAGAI REFLEKTOR

PEMANFAATAN ENERGI SURYA UNTUK MEMANASKAN AIR MENGGUNAKAN KOLEKTOR PARABOLA MEMAKAI CERMIN SEBAGAI REFLEKTOR PEMANFAATAN ENERGI SURYA UNTUK MEMANASKAN AIR MENGGUNAKAN KOLEKTOR PARABOLA MEMAKAI CERMIN SEBAGAI REFLEKTOR Nafisha Amelya Razak 1, Maksi Ginting 2, Riad Syech 2 1 Mahasiswa Program S1 Fisika 2 Dosen

Lebih terperinci

PERPINDAHAN PANAS PIPA KALOR SUDUT KEMIRINGAN

PERPINDAHAN PANAS PIPA KALOR SUDUT KEMIRINGAN PERPINDAHAN PANAS PIPA KALOR SUDUT KEMIRINGAN 0 o, 30 o, 45 o, 60 o, 90 o I Wayan Sugita Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Jakarta e-mail : wayan_su@yahoo.com ABSTRAK Pipa kalor

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Termal Kayu Meranti (Shorea Leprosula Miq.) Karakteristik termal menunjukkan pengaruh perlakuan suhu pada bahan (Welty,1950). Dengan mengetahui karakteristik termal

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PEMANAS AIR MENGGUNAKAN KOLEKTOR TIPE TRAPEZOIDAL BERPENUTUP DUA LAPIS

TEKNOLOGI PEMANAS AIR MENGGUNAKAN KOLEKTOR TIPE TRAPEZOIDAL BERPENUTUP DUA LAPIS TEKNOLOGI PEMANAS AIR MENGGUNAKAN KOLEKTOR TIPE TRAPEZOIDAL BERPENUTUP DUA LAPIS Ayu Wardana 1, Maksi Ginting 2, Sugianto 2 1 Mahasiswa Program S1 Fisika 2 Dosen Bidang Energi Jurusan Fisika Fakultas Matematika

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. 6.1 Pembahasan pada sisi gasifikasi (pada kompor) dan energi kalor input dari gasifikasi biomassa tersebut.

BAB VI PEMBAHASAN. 6.1 Pembahasan pada sisi gasifikasi (pada kompor) dan energi kalor input dari gasifikasi biomassa tersebut. BAB VI PEMBAHASAN 6.1 Pembahasan pada sisi gasifikasi (pada kompor) Telah disebutkan pada bab 5 diatas bahwa untuk analisa pada bagian energi kalor input (pada kompor gasifikasi), adalah meliputi karakteristik

Lebih terperinci

KAJIAN EKSPERIMEN COOLING WATER DENGAN SISTEM FAN

KAJIAN EKSPERIMEN COOLING WATER DENGAN SISTEM FAN KAJIAN EKSPERIMEN COOLING WATER DENGAN SISTEM FAN Nama : Arief Wibowo NPM : 21411117 Jurusan : Teknik Mesin Fakultas : Teknologi Industri Pembimbing : Dr. Rr. Sri Poernomo Sari, ST., MT. Latar Belakang

Lebih terperinci

Nama : Nur Arifin NPM : Jurusan : Teknik Mesin Fakultas : Teknologi Industri Pembimbing : DR. C. Prapti Mahandari, ST.

Nama : Nur Arifin NPM : Jurusan : Teknik Mesin Fakultas : Teknologi Industri Pembimbing : DR. C. Prapti Mahandari, ST. KESEIMBANGAN ENERGI KALOR PADA ALAT PENYULINGAN DAUN CENGKEH MENGGUNAKAN METODE AIR DAN UAP KAPASITAS 1 Kg Nama : Nur Arifin NPM : 25411289 Jurusan : Teknik Mesin Fakultas : Teknologi Industri Pembimbing

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Laboratorium Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik, Universitas Udayana kampus

BAB IV METODE PENELITIAN. Laboratorium Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik, Universitas Udayana kampus BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Tempat dan Waktu Penelitian Tempat yang akan digunakan selama melakukan penelitian ini adalah di Laboratorium Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik, Universitas Udayana kampus

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI RASIO UDARA-BAHAN BAKAR (AIR FUEL RATIO) TERHADAP GASIFIKASI BIOMASSA BRIKET SEKAM PADI PADA REAKTOR DOWNDRAFT SISTEM BATCH

PENGARUH VARIASI RASIO UDARA-BAHAN BAKAR (AIR FUEL RATIO) TERHADAP GASIFIKASI BIOMASSA BRIKET SEKAM PADI PADA REAKTOR DOWNDRAFT SISTEM BATCH PENGARUH VARIASI RASIO UDARA-BAHAN BAKAR (AIR FUEL RATIO) TERHADAP GASIFIKASI BIOMASSA BRIKET SEKAM PADI PADA REAKTOR DOWNDRAFT SISTEM BATCH Oleh : ASHARI HUTOMO (2109.105.001) Pembimbing : Dr. Bambang

Lebih terperinci

Soal SBMPTN Fisika - Kode Soal 121

Soal SBMPTN Fisika - Kode Soal 121 SBMPTN 017 Fisika Soal SBMPTN 017 - Fisika - Kode Soal 11 Halaman 1 01. 5 Ketinggian (m) 0 15 10 5 0 0 1 3 5 6 Waktu (s) Sebuah batu dilempar ke atas dengan kecepatan awal tertentu. Posisi batu setiap

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Tabel 2.1 Daya tumbuh benih kedelai dengan kadar air dan temperatur yang berbeda

BAB II DASAR TEORI. Tabel 2.1 Daya tumbuh benih kedelai dengan kadar air dan temperatur yang berbeda BAB II DASAR TEORI 2.1 Benih Kedelai Penyimpanan benih dimaksudkan untuk mendapatkan benih berkualitas. Kualitas benih yang dapat mempengaruhi kualitas bibit yang dihubungkan dengan aspek penyimpanan adalah

Lebih terperinci

BAB 9. PENGKONDISIAN UDARA

BAB 9. PENGKONDISIAN UDARA BAB 9. PENGKONDISIAN UDARA Tujuan Instruksional Khusus Mmahasiswa mampu melakukan perhitungan dan analisis pengkondisian udara. Cakupan dari pokok bahasan ini adalah prinsip pengkondisian udara, penggunaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan tentang aplikasi sistem pengabutan air di iklim kering

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan tentang aplikasi sistem pengabutan air di iklim kering 15 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Tinjauan tentang aplikasi sistem pengabutan air di iklim kering Sebuah penelitian dilakukan oleh Pearlmutter dkk (1996) untuk mengembangkan model

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Laporan Tugas Akhir. Gambar 2.1 Schematic Dispenser Air Minum pada Umumnya

BAB II DASAR TEORI. Laporan Tugas Akhir. Gambar 2.1 Schematic Dispenser Air Minum pada Umumnya BAB II DASAR TEORI 2.1 Hot and Cool Water Dispenser Hot and cool water dispenser merupakan sebuah alat yang digunakan untuk mengkondisikan temperatur air minum baik dingin maupun panas. Sumber airnya berasal

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA SIMULASI DAN EKSPERIMEN

BAB IV ANALISA SIMULASI DAN EKSPERIMEN BAB IV ANALISA SIMULASI DAN EKSPERIMEN 4.1 ANALISA SIMULASI 1 Turbin Boiler 2 Kondensor Air laut masuk Pompa 4 3 Throttling Process T 1 Air Uap Q in 4 W Turbin W Pompa 3 Q out 2 S Tangki Air Destilasi

Lebih terperinci

PENGUJIAN PROSES CHARGING KONTAINER INKUBATOR BAYI MENGGUNAKAN PCM DENGAN MEMANFAATKAN ENERGI SURYA

PENGUJIAN PROSES CHARGING KONTAINER INKUBATOR BAYI MENGGUNAKAN PCM DENGAN MEMANFAATKAN ENERGI SURYA Jurnal e-dinamis, Volume 5, No. Juni 203 ISSN 2338-035 PENGUJIAN PROSES CHARGING KONTAINER INKUBATOR BAYI MENGGUNAKAN PCM DENGAN MEMANFAATKAN ENERGI SURYA Michael Frans H.Hasibuan, Himsar Ambarita 2. Email:

Lebih terperinci

Dengan mengetahui bahwa massa jenis es balok pada temperatur 0 C adalah 916,2 kg/m 3, maka massa es balok:

Dengan mengetahui bahwa massa jenis es balok pada temperatur 0 C adalah 916,2 kg/m 3, maka massa es balok: BAB IV PERHITUNGAN DAN ANALISA DATA. PERHITUNGAN Perhitungan ini dilakukan untuk mengetahui jumlah kalor yang di lepaskan oleh air yang berada didalam ice bank dan kalor yang diterima oleh es sehingga

Lebih terperinci

besarnya energi panas yang dapat dimanfaatkan atau dihasilkan oleh sistem tungku tersebut. Disamping itu rancangan tungku juga akan dapat menentukan

besarnya energi panas yang dapat dimanfaatkan atau dihasilkan oleh sistem tungku tersebut. Disamping itu rancangan tungku juga akan dapat menentukan TINJAUAN PUSTAKA A. Pengeringan Tipe Efek Rumah Kaca (ERK) Pengeringan merupakan salah satu proses pasca panen yang umum dilakukan pada berbagai produk pertanian yang ditujukan untuk menurunkan kadar air

Lebih terperinci

MENENTUKAN JUMLAH KALOR YANG DIPERLUKAN PADA PROSES PENGERINGAN KACANG TANAH. Oleh S. Wahyu Nugroho Universitas Soerjo Ngawi ABSTRAK

MENENTUKAN JUMLAH KALOR YANG DIPERLUKAN PADA PROSES PENGERINGAN KACANG TANAH. Oleh S. Wahyu Nugroho Universitas Soerjo Ngawi ABSTRAK 112 MENENTUKAN JUMLAH KALOR YANG DIPERLUKAN PADA PROSES PENGERINGAN KACANG TANAH Oleh S. Wahyu Nugroho Universitas Soerjo Ngawi ABSTRAK Dalam bidang pertanian dan perkebunan selain persiapan lahan dan

Lebih terperinci

ROOM FIRES (KEBAKARAN DALAM RUANGAN) HENY TRIASBUDI, IR., MSC. FIRE SAFETY SPECIALIST

ROOM FIRES (KEBAKARAN DALAM RUANGAN) HENY TRIASBUDI, IR., MSC. FIRE SAFETY SPECIALIST ROOM FIRES (KEBAKARAN DALAM RUANGAN) HENY TRIASBUDI, IR., MSC. FIRE SAFETY SPECIALIST PENDAHULUAN Pertumbuhan api secara tipikal berlangsung dalam 4 tahap : Incipient (awal nyala api). Growth (api mulai

Lebih terperinci

Soal Suhu dan Kalor. Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan benar!

Soal Suhu dan Kalor. Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan benar! Soal Suhu dan Kalor Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan benar! 1.1 termometer air panas Sebuah gelas yang berisi air panas kemudian dimasukkan ke dalam bejana yang berisi air dingin. Pada

Lebih terperinci