IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "IV. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Secara umum di pabrik untuk produk minuman cup diproduksi hanya dua jenis produk yaitu jelly drink dan koko drink. Untuk produk jelly drink memiliki beberapa rasa yaitu apel, jambu, jeruk, dan anggur. Sedangkan untuk produk koko drink hanya memiliki dua rasa yaitu leci dan strawberry. Di dalam produk koko dan jelly terdapat nata yang berbentuk bongkahan bongkahan kecil. Pada proses filling, pasteurisasi, pra-pendinginan, baik untuk produk jelly atau koko, keduanya berbentuk cair. Sedangkan sampai proses pendinginan untuk produk koko berbentuk cair dan untuk produk jelly sebagian kecil dari tiap-tiap cup produk sedikit terbentuk gel (padatan). Di dalam pembahasan ini bak pendingin dibedakan menjadi bak pra-pendingin dan bak pendingin. Di proses pasteurisasi dan pra-pendingin baik produk koko ataupun jelly mengalami perlakuan yang sama, yaitu memiliki kesamaan di sisi suhu output produk yang keluar dari kedua proses itu. Tetapi ketika sampai diproses pendinginan kedua produk ini mengalami perlakuan yang berbeda dari sisi suhu di media bak pendingin. A. Bak Pasteurisasi a. Pola Sebaran Suhu Medium dalam Bak Pasteurisasi Pengukuran dilakukan menggunakan rancangan percobaan II (Gambar 13). Pengukuran dilakukan saat produk tidak masuk ke dalam bak pasteurisasi. Suhu mula-mula produk yang diambil pada saat air sudah di dalam bak (steam belum masuk). Kemudian steam dimasukkan dan pengukuran dihentikan pada saat titik titik pengukuran sudah mencapai suhu 86 0 C. Steam yang digunakan keluar dari lubang lubang pipa dan memanaskan air secara langsung. Jadi pindah panas yang terjadi secara konveksi (dari steam ke air). Suhu steam pada waktu memanaskan air ialah C. 24

2 Gambar 16. Pola Sebaran Suhu di Bak Pasteurisasi tanpa Produk Dari pengukuran didapat waktu pemanasan yang diperlukan untuk memanaskan air dari suhu C ke suhu 86 0 C selama 5310 detik atau 88.5 menit. Gambar 16 menunjukkan bahwa titik keempat merupakan titik terlama menerima panas atau titik terlama yang mencapai suhu 86 0 C. Sedangkan titik tercepat menerima panas ialah titik kedua. Pada saat titik keempat mencapai suhu 86 0 C maka titik kedua sudah mencapai suhu C. Sehingga selisih suhu yang terjadi sebesar C. Karena selisih suhu yang di bak yang relatif berbeda (2.6 0 C) dan waktu pemanasan yang relatif lama (88.5 menit) maka akan dilakukan perbaikan desain dari bak pasteurisasi. Perbaikan diharapakan dapat memperkecil perbedaan suhu di dalam bak dan mempercepat waktu pemanasan. Diharapkan waktu pemanasan setelah modifikasi bisa di bawah 60 menit. Langkah modifikasi atau perbaikan yang akan dilakukan ialah dengan menambah jumlah pipa steam. Pipa steam yang ada saat ini berjumlah dua, dan akan dimodifikasi dengan menambah jumlah pipa menjadi lima (Gambar 17, gambar lengkapnya di Lampiran 1 9). Perhitungan kebutuhan energi yang akan masuk ke air di dalam bak pasteurisasi dan akan meningkatkan suhu air seperti berikut ini : 25

3 Sekarang Rencana Modifikasi Gambar 17. Piktorial dari Penambahan Pipa Steam di Bak Pasteurisasi 26

4 b. Energi Pemanasan Air Pra-Produksi di Bak Pasteurisasi Kecepatan steam = 47 m/s Diameter lubang steam = m Debit steam (Q) = m 3 /s Massa jenis steam (ρ) = Kg/m 3 Laju massa steam (m) = Q x ρ = x = Kg/s = Kg/jam Suhu awal steam = C Suhu akhir steam = 86 0 C h awal steam = KJ/Kg (Lampiran 10) h akhir steam = KJ/Kg (Lampiran 10) Suhu awal air (To) = C Suhu akhir air (Ta) = 86 0 C massa air (m air ) = Kg Cp air = 2.79 KJ/KgK Massa steam (S) = m air x Cp air x (Ta To) / (h awal h akhir) = x 2.79 x ( ) / ( ) = Kg Waktu pemanasan (t) = S/m = / = 1.95 jam = 117 menit Perhitungan pipa steam existing Waktu pemanasan secara teori dari perhitungan = 117 menit Energi Pemanasan Steam (Q) = S x (h awal h akhir) = x ( ) = KJ = MJ Perhitungan pipa steam modifikasi Pertambahan jumlah pipa = 2.5 kali dengan yang existing sehingga laju massa steam bertambah 2.5 kali dengan semula Massa steam (S) = m air x Cp air x (Ta To) / (h awal h akhir) = x 2.5x2.79x( )/( ) 27

5 = Kg Waktu pemanasan (t) = S/m = /( *2.5) = 0.78 jam = 46.8 menit Energi Pemanasan Steam (Q) = S x (h awal h akhir) = x ( ) = KJ = MJ Suhu medium setelah modifikasi Ta = (Q steam /m air x Cp air) + To = (810.64/ x 2.79) = C Dapat dilihat bahwa dengan penambahan pipa steam dapat mempercepat waktu pemanasan tapi penggunaan energi steam menjadi lebih boros. Akan tetapi hal ini bisa berguna karena pada waktu pengukuran di lapangan sempat terjadi penundaan produksi, salah satunya karena waktu pemanasan yang relatif lebih lama. Dengan penambahan pipa steam juga membuat suhu media air di bak pasteurisasi menjadi relatif lebih seragam, hanya seberapa seragam harus dilakukan pergantian di pipa steam sesuai modifikasi dan dilakukan pengukuran. Perkiraan suhu medium setelah modifikasi sebesar C. 3. Energi Pemanasan Proses Pasteurisasi a. Pola Sebaran Suhu Selama Pasteurisasi Tabel 5. Sebaran Suhu Produk di Bak Pasteurisasi Waktu (detik) Titik 1 Titik 2 Titik 3 Trata-rata Trata-rata medium

6 T rata-rata medium 84.2 Dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa rata rata suhu produk masuk ke bak pasteurisasi sebesar C. Pada kenyataannya sewaktu kegiatan produksi yang biasanya suhu produk masuk ke dalam bak pasteurisasi kira kira 70 0 C. Suhu produk pada waktu percobaan lebih rendah daripada biasanya karena pada waktu percobaan terjadi kerusakan di mesin cooking sehingga suhu produk keluar dari mesin cooking tidak terlalu panas. Sedangkan suhu media rata rata didapat sebesar C. Karena suhu produk masuk ke bak pasteurisasi yang lebih rendah sehingga untuk memanaskan suhu di dalam bak pasteurisasi akan memerlukan beban pemanasan yang relatif besar. Rata rata suhu produk keluar dari bak pasteurisasi sebesar C, yang berarti suhu rata rata produk keluar tidak sesuai dengan yang ditargetkan, yaitu suhu output produk sebesar 82 0 C. Sedangkan dari ke 9 titik percobaan hanya pada titik 6 tercapai suhu output produk lebih besar dari 82 0 C. Hal ini bisa terjadi karena suhu pada titik 6 merupakan suhu input produk tertinggi dari ke 9 titik percobaan. b. Panas yang Diterima oleh Produk per Cup Massa produk (m) = Kg KA = 94.8 % Cp = *94.8 = KJ/KgK 29

7 T rata rata medium = C T rata rata awal (To) = C (Tabel 4) T rata rata akhir (Ta) = C (Tabel 4) q = m*cp* (Ta To) = 0.195*3.3069*( ) = 10.8 KJ Qtotal = q x kapasitas produksi/siklus = x cup/jam = KJ = MJ c. Efisiensi Pemanasan Cp air = a 0 + a 1 T + a 2 T 2 (Maroulis, 2003) = 9.97 x (-1.35) x 10-3 x x 10-5 x = 3.2 KJ/KgK Efisiensi Pemanasan = Qtotal Qair = Berat produk/jam x Cp produk x ΔT Berat air/jam x Cp air x (Tawal Takhir) = x 3.2 x ( ) = 86.5% d. Efisiensi Pemakaian Energi Efisiensi Pemakaian Energi = Qtotal Qsteam = S x (h awal h akhir) = = 80.8% 30

8 Perhitungan dilakukan dengan menggunakan rancangan percobaan I (Gambar 14). Sensor termokopel dipasang di tiga titik di bak pasteurisasi kemudian satu sensor termokopel dipasang di produk mengikuti ketiga titik di bak pasteurisasi. Karena pasteurisasi terjadi pada suhu 86 0 C sehingga baik untuk produk koko dan jelly sama sama berbentuk cair. Jadi data yang diambil hanya untuk produk jelly, karena diasumsikan pindah panas selama proses pasteurisasi untuk kedua produk dianggap sama. Gambar 18. Pola Sebaran Suhu Produk Jelly di Bak Pasteurisasi Dari pengukuran didapat suhu rata-rata produk masuk ke bak pasteurisasi sebesar C dan suhu rata-rata produk keluar dari bak pasteurisasi sebesar C dengan suhu rata rata air di dalam bak sebesar C. Suhu terendah produk masuk ke bak pasteurisasi sebesar C (pada titik 1) dan suhu tertinggi produk masuk ke bak pasteurisasi sebesar C (pada titik 3). Sedangkan suhu terendah produk keluar dari bak pasteurisasi sebesar C (pada titik 1) dan suhu tertinggi produk keluar dari bak pasteurisasi sebesar C (pada titik 3). Sehingga dari pengukuran, produk masuk dengan suhu terendah akan menjadi produk dengan suhu terendah ketika keluar dari bak pasteurisasi. Adanya perbedaan suhu produk keluar dapat disebabkan perbedaan suhu produk masuk. Atau mungkin terjadi karena produk yang jumlahnya tidak selalu tetap ketika 31

9 masuk ke bak sehingga perpindahan panasnya pun tidak tetap. Penyebab lainnya mungkin posisi produk lain yang berada di dekat produk yang diambil titik pengukurannya. Semakin banyak produk yang berada di dekat produk yang diambil sebagai data pengukuran maka panas yang seharusnya diterima produk yang diambil sebagai pengukuran jadi diterima oleh produk yang berada di sebelahnya. Dari pengukuran juga didapat rata-rata peningkatan suhu selama di dalam bak pasteurisasi (produk masuk hingga keluar dari bak) sebesar C. Dengan peningkatan suhu terkecil sebesar C (pada titik 1) dan peningkatan suhu terbesar sebesar C (pada titik 2). Bervariasinya peningkatan suhu ini juga dikarenakan jumlah produk di dalam bak pasteurisasi dalam satu siklus/batch yang tidak tetap. Setelah dilakukan pengkuran produk selanjutnya dilakukan perhitungan pindah panas dan konsumsi energi yang terjadi selama proses pasteurisasi. Dari perhitungan didapat rata-rata konsumsi energi per titik yang dibutuhkan dari mulai produk masuk ke bak pasteurisasi sampai keluar bak sebesar 10.8 KJ. Selanjutnya dilakukan perhitungan konsumsi energi per siklus pasteurisasi. Dari perhitungan didapat kapasitas produksi bak pasteurisasi per siklus sebesar 2464 cup. Sehingga didapat konsumsi energi per siklus pasteurisasi sebesar MJ untuk 2464 cup produk. Dari perhitungan efisiensi pemanasan didapat efisiensi sebesar 86.5%. Adapun kehilangan panas kemungkinan terjadi karena panas lepas ke udara luar sehingga tidak dimanfaatkan untuk menaikkan suhu produk. Sedangkan untuk perhitungan efisiensi pemakaian energi didapat efisiensi sebesar 80.8%, ini artinya bahwa pemakaian energi yang digunakan untuk proses pasteurisasi masih baik. e. Optimasi Lama Waktu Proses Pasteurisasi Diketahui : Tout produk (target) = 82 0 C KA = 94.8 % T medium (T air) = C T (T awal produk) = C 32

10 Massa produk = Kg Diameter cup (d) = 0.06 m Tinggi cup (l) = m A = π x d x l = 3.14 x 0.06 x = m 2 Tf = (T + Tair)/2 = ( )/2 = C V (kecepatan konveyor) = m/s μ = x 10-3 Kg/m s (Lampiran 11) ρ = Kg/m 3 (Lampiran 11) ν = μ/ρ = 0.38 x 10-3 / = 3.95 x 10-7 m 2 /s k = W/m. 0 C (Lampiran 11) Pr = 2.43 (Lampiran 11) Re = V x d/ν = (0.05 x 0.06)/(3.95 x 10-7 ) = 8449 Nu = x Re x Pr 1/3 (Lampiran 12) = x x /3 = 69.4 h = Nu x d/k = x 0.06/0.671 =769.4 W/m 2 K Cp = *94.8 = KJ/KgK Dicari : lama waktu proses pasteurisasi (t) =? Jawab : t = 7 menit 33

11 Target suhu output produk ialah 82 0 C. Dari pengukuran dapat dilihat bahwa dari ketiga titik pengukuran tidak ada titik pengukuran yang suhu output produknya sesuai target. Sehingga perlu dilakukan perhitungan secara teori untuk mencapai target suhu 82 0 C berapa suhu input yang harus dicapai. Dari perhitungan didapat bahwa minimal suhu input produk sebesar C. Dengan suhu media sebesar C dan proses pasteurisasi selama 7 menit. Gambar 19. Pengambilan Produk di Bak Pasteurisasi 34

12 B. Bak Pra-pendingin 1. Energi Panas yang Diserap selama Pendinginan Tabel 6. Sebaran Suhu Produk di Bak Pra-pendingin Waktu (detik) Titik 1 Titik 2 Titik 3 Trata - rata Trata - rata medium

13 Trata - rata medium 40.2 Massa produk (m) = Kg KA = 94.8 % Cp = *94.8 = KJ/KgK T rata rata medium = C T rata rata produk = C (tabel 5) q = m*cp* (Tp Tm) = 0.195*3.3069*( ) = 7.5 KJ Qtotal = q x kapasitas produksi = 7.5 x cup/jam = KJ = MJ 2. Koefisien Kinerja Pendinginan (COP) Tc (Suhu air keluar dari pendingin) = C = K Th = C = K COP = Tc Th Tc = ( ) = 6.2 Setelah melewati proses pasteurisasi selanjutnya produk akan masuk ke bak pra-pendingin. Bak pra-pendingin dibuat agar tidak terjadi penurunan suhu yang terlalu besar jika produk langsung masuk ke bak pendingin sehingga tidak terjadi kerusakan fisik pada produk akibat penurunan suhu yang drastis. Pendinginan di bak precooling menggunakan air biasa dengan rata rata suhu media air di bak sebesar C. Untuk menjaga agar suhu media stabil maka media air langsung mengalami sirkulasi. Air yang berada di media dikeluarkan melalui pipa ke bak 36

14 pendingin di pendingin tower kemudian dimasukkan lagi ke bak pra-pendingin. Proses pra-pendingin akan berlangsung 3 7 menit tergantung jumlah produk yang berada di dalam bak. Di dalam bak pra-pendingin tidak ada target suhu output produk yang akan dicapai, sehingga tidak dilakukan perhitungan optimasi suhu output produk. Pada bak pra-pendingin juga tidak dilakukan pengukuran bak tanpa produk sehingga perbaikan ke arah desain bak belum bisa dilakukan. Gambar 20. Bak Pra-Pendingin 37

15 Perhitungan dilakukan dengan menggunakan rancangan percobaan I (Gambar 14). Sensor termokopel dipasang di tiga titik di bak pra-pendingin kemudian satu sensor termokopel dipasang di produk mengikuti ketiga titik di bak pra-pendingin. Gambar 21. Pola Sebaran Suhu Produk Jelly di Bak Pra-pendingin Karena pra-pendingin terjadi pada suhu C sehingga baik untuk produk koko dan jelly sama sama berbentuk cair. Jadi data yang diambil hanya untuk produk jelly, karena diasumsikan pindah panas selama proses pra-pendingin untuk kedua produk dianggap sama. Suhu input produk diatur supaya berada di suhu 80 0 C, penentuan suhu 80 0 C sesuai dengan pengukuran di bak pasteurisasi yaitu suhu rata-rata output produk sebesar C. Caranya dengan mencelupkan produk yang telah terpasang sensor termokopel terlebih dahulu ke bak pasteurisasi kemudian jika suhu input sudah tercapai, produk langsung dimasukkan ke bak pra-pendingin. Tentunya sewaktu pengambilan data di lapangan suhu input produk tidak tepat 80 0 C. Dari pengukuran didapat suhu rata-rata produk keluar dari bak pra-pendingin sebesar 42 0 C. Suhu terendah produk keluar dari bak pra-pendingin sebesar C (pada titik 1) dan suhu tertinggi produk keluar dari bak pra-pendingin sebesar C (pada titik 3). Sehingga dari pengukuran, produk masuk dengan suhu terendah belum tentu akan menjadi produk dengan suhu terendah ketika keluar 38

16 dari bak pra-pendingin. Hal ini mungkin terjadi karena produk yang jumlahnya tidak selalu tetap ketika masuk ke bak yang berakibat lama produk di dalam bak belum tentu sama untuk setiap produk sehingga perpindahan panasnya pun tidak tetap. Atau mungkin posisi produk lain yang berada di dekat produk yang diambil titik pengukurannya. Semakin banyak produk yang berada di dekat produk yang diambil sebagai data pengukuran maka panas yang seharusnya diterima produk yang diambil sebagai pengukuran jadi diterima oleh produk yang berada di sebelahnya. Misalnya pada titik 1 (suhu keluaran produk sebesar C) yang tercapai setelah pendinginan selama 370 detik atau 6 menit yang lebih lama dibandingkan pada titik 2 (suhu keluaran produk sebesar C) yang tercapai dengan pendinginan selama 290 detik atau 4.8 menit. Dari pengukuran juga didapat rata-rata penurunan suhu selama di dalam bak pra-pendingin (produk masuk hingga keluar dari bak) sebesar C. Dengan penurunan suhu terkecil sebesar C (pada titik 2) dan penurunan suhu terbesar sebesar C (pada titik 1). Bervariasinya penurunan suhu ini juga dikarenakan jumlah produk di dalam bak pra-pendingin dalam satu siklus/batch yang tidak tetap sehingga lama waktu produk di dalam bak juga tidak sama. Setelah dilakukan pengukuran produk selanjutnya dilakukan perhitungan pindah panas dan energi yang dilepas selama proses pra-pendingin. Dari perhitungan didapat rata-rata energi lepas per titik yang dibutuhkan dari mulai produk masuk ke bak pra-pendingin sampai keluar bak sebesar 10.8 KJ. Selanjutnya dilakukan perhitungan energi lepas per siklus pra-pendingin. Dari perhitungan didapat kapasitas produksi bak pra-pendingin per siklus sebesar 2464 cup (kapasitas dianggap sama dengan kapasitas bak pasteurisasi, karena yang diambil kapasitas produksi per siklus). Sehingga didapat energi lepas per siklus pra-pendingin sebesar MJ untuk 2464 cup produk. Dari perhitungan COP (Coefficient Of Performance) didapat nilainya sebesar 6.2. Artinya bak pra-pendingin mampu memindahkan 6.2 unit panas dari tiap unit energi yang dikonsumsi (sebagai contoh, misalnya pendingin ruangan mengkonsumsi 1KWh akan memindahkan panas dari ruangan sebesar 6.2 KWh). 39

17 Gambar 22. Pengambilan Produk di Bak Pra-Pendingin C. Bak Pendingin Setelah produk keluar dari bak pra-pendingin selanjutnya produk akan masuk ke bak pendingin. Produk akan berada di bak pendingin selama menit, tergantung jumlah produk yang berada di dalam bak. Proses pendingin menggunakan air yang didinginkan dari empat buah chiller tower. Ketika produk jelly masuk digunakan satu atau dua chiller tower untuk mengontrol suhu media, tapi ketika produk koko masuk semua chiller tower digunakan. Suhu media di bak pendingin dibuat berbeda tergantung produk yang masuk. Suhu media akan diatur stabil di suhu 31 0 C untuk produk jelly dan 19 0 C untuk koko. Hal ini dilakukan karena target suhu output produk jelly maksimal 37 0 C dan maksimal 27 0 C untuk produk koko. Suhu output koko dibuat lebih rendah agar nata yang berada di dalam produk melayang sehingga kelihatan bagus secara visual. Pada bak Pendingin perkiraan awal untuk produk jelly, sebagian besar jelly sudah berbentuk jelly sehingga terjadi pindah panas secara konduksi di dalam cup. Jadi, karena target suhu dan asumsi bentuk produk keluar dari bak yang berbeda untuk kedua produk maka dilakukan pengambilan data untuk kedua produk. Pengukuran untuk 40

18 sebaran suhu di bak pendingin tanpa produk belum dilakukan sehingga modifikasi untuk bak pendingin belum bisa dilakukan. Gambar 23. Pengukuran di Bak Pendingin 1. Energi Panas yang Diserap selama Pendinginan untuk Produk Jelly Tabel 7. Sebaran Suhu Produk Jelly di Bak Pendingin Waktu (detik) Titik 1 Titik 2 Titik 3 T rata-rata Trata-rata medium

19 T rata-rata medium 31.4 Suhu media = C Massa produk = Kg Cp = KJ/KgK Suhu rata rata produk = C (tabel 6) q = m*cp* (Tp Tm) = 0.195*3.3069*( ) = 2.9 KJ 42

20 Qtotal = q x kapasitas produksi = 2.9 x cup/jam = KJ = MJ 2. Koefisien KinerjaPendinginan (COP) untuk Produk Jelly Tc (suhu air keluar dari pendingin) = 20 0 C = 293 K Th = C = K COP = Tc Th Tc = 299 ( ) = Perhitungan dilakukan dengan menggunakan rancangan percobaan I (gambar 14). Teknik pengambilan data sama seperti di bak pra-pendingin. Gambar 24. Pola Sebaran Suhu Produk Jelly di Bak Pendingin Suhu input produk diatur supaya berada di suhu 44 C, penentuan suhu 44 0 C sesuai dengan pengukuran di bak pra-pendingin yaitu suhu rata-rata output produk sebesar C. Dari pengukuran didapat suhu rata-rata produk keluar dari bak 43

21 pendingin sebesar C dengan suhu rata rata media sebesar C. Suhu terendah produk keluar dari bak pendingin sebesar C (pada titik 1) dan suhu tertinggi produk keluar dari bak pra-pendingin sebesar C (pada titik 2). Sehingga dari pengukuran, produk masuk dengan suhu yang relatif sama belum tentu sama suhunya ketika keluar dari bak pendingin. Hal ini mungkin terjadi karena produk yang jumlahnya tidak selalu tetap ketika masuk ke bak yang berakibat lama produk di dalam bak belum tentu sama untuk setiap produk sehingga perpindahan panasnya pun tidak tetap. Atau mungkin posisi produk lain yang berada di dekat produk yang diambil titik pengukurannya. Semakin banyak produk yang berada di dekat produk yang diambil sebagai data pengukuran maka panas yang seharusnya diterima produk yang diambil sebagai pengukuran jadi diterima oleh produk yang berada di sebelahnya. Sebagai contoh pada suhu keluaran produk tertinggi sebesar C ( pada titik 2) tercapai dengan pemanasan selama 310 detik atau 5 menit yang lebih cepat jika dibandingkan dengan suhu keluaran produk titik 7 ( C) yang terjadi selama 420 detik atau 7 menit. Dari pengukuran didapat rata rata penurunan suhu selama di dalam bak pendingin (produk masuk hingga keluar dari bak) sebesar C. Dengan penurunan suhu terkecil sebesar C (pada titik 2) dan penurunan suhu terbesar sebesar C (pada titik 3). Bervariasinya penurunan suhu ini juga dikarenakan jumlah produk di dalam bak pendingin dalam satu siklus/batch yang tidak tetap sehingga lama waktu produk di dalam bak juga tidak sama. Setelah dilakukan pengukuran produk selanjutnya dilakukan perhitungan pindah panas dan energi yang dibutuhkan untuk mendinginkan produk selama proses pendingin. Pada waktu pengukuran di lapangan ternyata ketika produk keluar di bak pendingin hanya sebagian kecil di dalam tiap produk yang berbentuk jelly (padatan), sehingga untuk perhitungan diasumsikan produk berbentuk cair. Sehingga pindah panas yang terjadi di dalam produk berupa konveksi. Dari perhitungan didapat rata-rata konsumsi energi per titik yang dibutuhkan dari mulai produk masuk ke bak pendingin sampai keluar bak sebesar 2.9 KJ. Selanjutnya dilakukan perhitungan konsumsi energi per siklus pendingin. Dari perhitungan didapat kapasitas produksi bak pendingin per siklus sebesar 2464 cup (kapasitas 44

22 dianggap sama dengan kapasitas bak pasteurisasi, karena yang diambil kapasitas produksi per siklus). Sehingga didapat konsumsi energi per siklus pendingin sebesar MJ untuk 2464 cup produk/siklus. Dari perhitungan COP (Coefficient Of Performance) didapat nilainya sebesar Artinya bak pendingin mampu memindahkan 12.3 unit panas dari tiap unit energi yang dikonsumsi (sebagai contoh, misalnya pendingin ruangan mengkonsumsi 1KWh akan memindahkan panas dari ruangan sebesar 12.3 KWh). 3. Suhu Output Produk Jelly selama Pendinginan Dari grafik pengukuran dapat dilihat bahwa semua titik titik pengukuran telah mencapai target suhu output produk yaitu maksimal sebesar 37 0 C (suhu rata rata output produk sebesar C dan suhu output tertinggi sebesar C). Sehingga untuk produk jelly tidak perlu dilakukan optimasi suhu. 4. Energi Panas yang Diserap selama Pendinginan untuk Produk Koko Tabel 8. Sebaran Suhu Produk Koko di Bak Pendingin Waktu (detik) Titik 1 Titik 2 Titik 3 Trata-rata Trata-rata medium

23 Trata-rata medium 31.2 Suhu media air = C Massa produk = Kg KA = 96% Cp = *96 = KJ/KgK Suhu produk rata rata = C (Tabel 7) q = m*cp* (Tp Tm) = 0.195*3.348*( ) 46

24 Qtotal = 1.6 KJ = q x kapasitas produksi = 1.6 x cup/jam = KJ = MJ 5. Koefisien KinerjaPendinginan (COP) untuk Produk Koko Tc (suhu air keluar dari pendingin) = 20 0 C = 293 K Th = C = K COP = Tc Th Tc = 293 ( ) = 12.3 Perhitungan dilakukan juga dengan menggunakan rancangan percobaan I (Gambar 14). Teknik pengambilan data sama seperti pengambilan data untuk produk jelly di bak pendingin. Suhu input produk juga sama seperti produk jelly yaitu 44 0 C. Pola sebaran ketiga titik pengukuran suhu produk yang dihasilkan sesuai dengan grafik di bawah ini. Gambar 25. Pola Sebaran Suhu Produk Koko di Bak Pendingin 47

25 Dari pengukuran didapat suhu rata-rata produk keluar dari bak pendingin sebesar C dengan suhu rata rata media sebesar C. Suhu terendah produk keluar dari bak pendingin sebesar C (pada titik 2) dan suhu tertinggi produk keluar dari bak pra-pendingin sebesar C (pada titik 1). Sehingga dari pengukuran, produk masuk dengan suhu yang relatif sama belum tentu sama suhunya ketika keluar dari bak pendingin. Hal ini mungkin terjadi karena produk yang jumlahnya tidak selalu tetap ketika masuk ke bak yang berakibat lama produk di dalam bak belum tentu sama untuk setiap produk sehingga perpindahan panasnya pun tidak tetap. Atau mungkin posisi produk lain yang berada di dekat produk yang diambil titik pengukurannya. Semakin banyak produk yang berada di dekat produk yang diambil sebagai data pengukuran maka panas yang seharusnya diterima produk yang diambil sebagai pengukuran jadi diterima oleh produk yang berada di sebelahnya. Dari pengukuran didapat rata rata penurunan suhu selama di dalam bak pendingin (produk masuk hingga keluar dari bak) sebesar 12 0 C. Dengan penurunan suhu terkecil sebesar 12 0 C (pada titik 3) dan penurunan suhu terbesar sebesar C (pada titik 2). Bervariasinya penurunan suhu ini juga dikarenakan jumlah produk di dalam bak pendingin dalam satu siklus/batch yang tidak tetap sehingga lama waktu produk di dalam bak juga tidak sama. Setelah dilakukan pengukuran produk selanjutnya dilakukan perhitungan pindah panas dan energi yang dibutuhkan untuk mendinginkan produk selama proses pendingin. Dari perhitungan didapat rata-rata konsumsi energi per titik yang dibutuhkan dari mulai produk masuk ke bak pendingin sampai keluar bak sebesar 1.6 KJ. Selanjutnya dilakukan perhitungan konsumsi energi per siklus pendingin. Dari perhitungan didapat kapasitas produksi bak pendingin per siklus sebesar 2464 cup (kapasitas dianggap sama dengan kapasitas bak pasteurisasi, karena yang diambil kapasitas produksi per siklus). Sehingga didapat konsumsi energi per siklus pendingin sebesar MJ untuk 2464 cup produk/siklus. Pada tabel perhitungan konsumsi energi dapat dilihat adanya nilai q (pindah panas) yang tidak diisi. Hal ini dikarenakan pada waktu waktu pengukuran tersebut suhu produk lebih kecil dibandingkan suhu rata rata media. Hal ini bisa saja terjadi karena suhu media diambil suhu rata rata sedangkan suhu produk 48

26 merupakan suhu aktual yang diukur tiap sepuluh detik. Sehingga untuk tidak mengganggu perhitungan besarnya nilai q dikosongkan. Oleh karena itu pula rata rata konsumsi energi per titik dari produk koko lebih kecil daripada produk jelly yang pada akhirnya berdampak kepada lebih kecilnya total konsumsi energi per siklus dari koko dibandingkan produk jelly. Padahal seharusnya rata rata konsumsi energi per titik dari produk koko harus lebih besar daripada produk jelly karena rata rata suhu output produk koko lebih kecil daripada produk jelly. Dari perhitungan COP (Coefficient Of Performance) didapat nilainya sebesar Artinya bak pra-pendingin mampu memindahkan unit panas dari tiap unit energi yang dikonsumsi (sebagai contoh, misalnya pendingin ruangan mengkonsumsi 1KWh akan memindahkan panas dari ruangan sebesar KWh). 6. Optimasi Suhu Medium Bak untuk Produk Koko di Bak Pendingin Diketahui : T air = C Lama proses = 4.5 menit T (T awal produk) = C Massa produk = Kg Diameter cup (d) = 0.06 m Tinggi cup (l) = m A = π x d x l = 3.14 x 0.06 x = m 2 Tf = (T + Tair)/2 = ( )/2 = C V (kecepatan konveyor) = m/s μ = x 10-3 Kg/m s (Lampiran 11) ρ = Kg/m 3 (Lampiran 11) ν = μ/ρ = x 10-3 / = 6.92 x 10-7 m 2 /s k = W/m. 0 C (Lampiran 11) Pr = 3.66 (Lampiran 11) 49

27 Re = V x d/ν = (0.042 x 0.06)/(6.92 x 10-7 ) = 3667 Nu = x Re x Pr 1/3 (Lampiran 12) = x x /3 = h = Nu x d/k = x 0.06/0.626 = W/m 2 K Cp = *96 = KJ/KgK Dicari : Suhu medium (Tm) agar Tout = 27 0 C Jawab : Tm = 26 0 C 7. Kebutuhan Jumlah Es Balok (M es) untuk Pendinginan Produk Koko Diketahui : M air = Kg Cp air = 3.79 KJ/KgK T awal air (T medium) = C T akhir air = 26 0 C Cp es = 4.21 KJ/KgK T awal es = 0 0 C T akhir es = 26 0 C Massa 1 es balok = 8.9 Kg Ditanya : Jumlah es balok yang dibutuhkan (M es) Jawab : M es = M air x Cp air x (T awal air T akhir air) Cp es x (T akhir es T akhir es) = x 3.79 x ( ) 4.21 x (26 0) 50

28 = Kg Jumlah es balok yang dibutuhkan = /8.9 = 78 es balok. Dari pengukuran dapat dilihat dari semua titik pengukuran tidak ada produk yang suhu keluarannya sesuai target, yaitu suhu keluaran maksimal sebesar 27 0 C. Secara logika tentu saja hal ini tidak akan terjadi karena rata rata suhu media bak pendingin saja di atas 27 0 C (yaitu sebesar C). Secara teknis di lapangan hal ini terjadi karena pada waktu pengambilan data ternyata 2 buah chiller tower mengalami kerusakan sehingga tidak bisa digunakan. Sebagai gantinya pihak pabrik memasukkan es balok ke chiller tower, tetapi mungkin jumlah es balok yang dimasukkan tidak memenuhi sehingga suhu media bak pendingin tetap di atas 27 0 C. Karena tidak tercapainya target suhu output produk maka dilakukan perhitungan secara teori berapa seharusnya suhu media dari bak pendingin agar target tersebut tercapai. Dari hasil perhitungan didapat bahwa suhu media di bak pendingin maksimal sebesar 17 0 C. Dengan suhu input produk sebesar 44 0 C dan lama proses 4.5 menit. Kemudian untuk menggantikan chiller yang rusak digunakan es balok sebagai pengganti untuk pendingin. Dari perhitungan didapat bahwa es balok yang dibutuhkan sebanyak 78 buah/jam untuk membuat suhu media berada di suhu 27 0 C. Jika grafik suhu produk selama proses pasteurisasi digabungkan akan menjadi seperti di bawah ini : 51

29 Pemanasan Prapendinginan Pendinginan Gambar 26. Perubahan Suhu Produk Terhadap Suhu Medium Dari grafik dapat dilihat bahwa proses pasteurisasi terjadi dalam waktu 1000 detik atau 16.7 menit. Proses ini terdiri dari pemanasan selama 210 detik, prapendingin selama sekitar 390 detik, dan pendinginan selama 400 detik. Proses pemanasan dilakukan pada suhu 86 0 C, proses pra-pendinginan dilakukan pada suhu 40 0 C, dan pendinginan dilakukan pada suhu C. 52

III. METODE PENDEKATAN

III. METODE PENDEKATAN III. METODE PENDEKATAN A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian ini akan dilaksanakan di PT. Triteguh Manunggal Sejati, Tangerang. Penelitian dilakukan selama 2 (dua) bulan, yaitu mulai dari bulan Oktober

Lebih terperinci

OPTIMASI PROSES DAN MODIFIKASI DESAIN BAK PASTEURISASI DAN BAK PENDINGIN PRODUK MINUMAN DI PT. TRITEGUH MANUNGGAL SEJATI, TANGERANG

OPTIMASI PROSES DAN MODIFIKASI DESAIN BAK PASTEURISASI DAN BAK PENDINGIN PRODUK MINUMAN DI PT. TRITEGUH MANUNGGAL SEJATI, TANGERANG OPTIMASI PROSES DAN MODIFIKASI DESAIN BAK PASTEURISASI DAN BAK PENDINGIN PRODUK MINUMAN DI PT. TRITEGUH MANUNGGAL SEJATI, TANGERANG OLEH DWINATA APRIALDI F14051849 2010 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB IV PENGUMPULAN DAN PERHITUNGAN DATA

BAB IV PENGUMPULAN DAN PERHITUNGAN DATA 50 BAB IV PENGUMPULAN DAN PERHITUNGAN DATA 4.1 Menentukan Titik Suhu Pada Instalasi Water Chiller. Menentukan titik suhu pada instalasi water chiller bertujuan untuk mendapatkan kapasitas suhu air dingin

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI 2.1 Pasteurisasi 2.2 Sistem Pasteurisasi HTST dan Pemanfaatan Panas Kondensor

BAB II DASAR TEORI 2.1 Pasteurisasi 2.2 Sistem Pasteurisasi HTST dan Pemanfaatan Panas Kondensor BAB II DASAR TEORI 2.1 Pasteurisasi Pasteurisasi ialah proses pemanasan bahan makanan, biasanya berbentuk cairan dengan temperatur dan waktu tertentu dan kemudian langsung didinginkan secepatnya. Proses

Lebih terperinci

BAB IV HASIL YANG DICAPAI DAN MANFAAT BAGI MITRA

BAB IV HASIL YANG DICAPAI DAN MANFAAT BAGI MITRA 37 BAB IV HASIL YANG DICAPAI DAN MANFAAT BAGI MITRA Pada bab ini dijelaskan bagaimana menentukan besarnya energi panas yang dibawa oleh plastik, nilai total laju perpindahan panas komponen Forming Unit

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kalibrasi Termokopel Penelitian dilakukan dengan memasang termokopel pada HTF dan PCM. Kalibrasi bertujuan untuk mendapatkan harga riil dari temperatur yang dibaca oleh

Lebih terperinci

PENGARUH STUDI EKSPERIMEN PEMANFAATAN PANAS BUANG KONDENSOR UNTUK PEMANAS AIR

PENGARUH STUDI EKSPERIMEN PEMANFAATAN PANAS BUANG KONDENSOR UNTUK PEMANAS AIR PENGARUH STUDI EKSPERIMEN PEMANFAATAN PANAS BUANG KONDENSOR UNTUK PEMANAS AIR Arif Kurniawan Institut Teknologi Nasional (ITN) Malang; Jl.Raya Karanglo KM. 2 Malang 1 Jurusan Teknik Mesin, FTI-Teknik Mesin

Lebih terperinci

Studi Eksperimen Pemanfaatan Panas Buang Kondensor untuk Pemanas Air

Studi Eksperimen Pemanfaatan Panas Buang Kondensor untuk Pemanas Air Studi Eksperimen Pemanfaatan Panas Buang Kondensor untuk Pemanas Air Arif Kurniawan Jurusan Teknik Mesin Institut Teknologi Nasional (ITN) Malang E-mail : arifqyu@gmail.com Abstrak. Pada bagian mesin pendingin

Lebih terperinci

Ditulis Guna Melengkapi Sebagian Syarat Untuk Mencapai Jenjang Sarjana Strata Satu (S1) Jakarta 2015

Ditulis Guna Melengkapi Sebagian Syarat Untuk Mencapai Jenjang Sarjana Strata Satu (S1) Jakarta 2015 UNIVERSITAS GUNADARMA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI ANALISIS SISTEM PENURUNAN TEMPERATUR JUS BUAH DENGAN COIL HEAT EXCHANGER Nama Disusun Oleh : : Alrasyid Muhammad Harun Npm : 20411527 Jurusan : Teknik

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian. Alat dan Bahan Penelitian. Prosedur Penelitian

METODOLOGI PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian. Alat dan Bahan Penelitian. Prosedur Penelitian METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan dari bulan Januari hingga November 2011, yang bertempat di Laboratorium Sumber Daya Air, Departemen Teknik Sipil dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pasteurisasi dan Pendinginan Secara umum proses pasteurisasi adalah suatu proses pemanasan yang relatif

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pasteurisasi dan Pendinginan Secara umum proses pasteurisasi adalah suatu proses pemanasan yang relatif II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pasteurisasi dan Pendinginan Secara umum proses pasteurisasi adalah suatu proses pemanasan yang relatif cukup rendah (umumnya dilakukan pada suhu di bawah 100 o C) dengan tujuan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Perhitungan kebutuhan panas

Lampiran 1. Perhitungan kebutuhan panas LAMPIRAN 49 Lampiran 1. Perhitungan kebutuhan panas 1. Jumlah Air yang Harus Diuapkan = = = 180 = 72.4 Air yang harus diuapkan (w v ) = 180 72.4 = 107.6 kg Laju penguapan (Ẇ v ) = 107.6 / (32 x 3600) =

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Perbaikan Dan Uji Kebocoran Mesin Pendingin Absorpsi

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Perbaikan Dan Uji Kebocoran Mesin Pendingin Absorpsi V. HASIL DAN PEMBAHASAN Perbaikan Dan Uji Kebocoran Mesin Pendingin Absorpsi Mesin pendingin icyball beroperasi pada tekanan tinggi dan rawan korosi karena menggunakan ammonia sebagai fluida kerja. Penelitian

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. ABSTRAK... iv. DAFTAR ISI... vi. DAFTAR GAMBAR... xi. DAFTAR GRAFIK...xiii. DAFTAR TABEL... xv. NOMENCLATURE...

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. ABSTRAK... iv. DAFTAR ISI... vi. DAFTAR GAMBAR... xi. DAFTAR GRAFIK...xiii. DAFTAR TABEL... xv. NOMENCLATURE... JUDUL LEMBAR PENGESAHAN KATA PENGANTAR... i ABSTRAK... iv... vi DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR GRAFIK...xiii DAFTAR TABEL... xv NOMENCLATURE... xvi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Perumusan

Lebih terperinci

Tabel 4.1 Perbandingan desain

Tabel 4.1 Perbandingan desain BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pemilihan Desain Perbandingan desain dapat dilihat pada Tabel 4.1 dan desain rancangan dapat dilihat pada Gambar 4.1. Tabel 4.1 Perbandingan desain Desain Q m P Panjang

Lebih terperinci

V. HASIL UJI UNJUK KERJA

V. HASIL UJI UNJUK KERJA V. HASIL UJI UNJUK KERJA A. KAPASITAS ALAT PEMBAKAR SAMPAH (INCINERATOR) Pada uji unjuk kerja dilakukan 4 percobaan untuk melihat kinerja dari alat pembakar sampah yang telah didesain. Dalam percobaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengeringan Pengeringan adalah proses mengurangi kadar air dari suatu bahan [1]. Dasar dari proses pengeringan adalah terjadinya penguapan air ke udara karena perbedaan kandungan

Lebih terperinci

Laporan Tugas Akhir 2012 BAB II DASAR TEORI

Laporan Tugas Akhir 2012 BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI 2.1 Definisi Vaksin Vaksin merupakan bahan antigenik yang digunakan untuk menghasilkan kekebalan aktif terhadap suatu penyakit sehingga dapat mencegah atau mengurangi pengaruh infeksi

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN...

BAB I. PENDAHULUAN... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGAJUAN... ii HALAMAN PENGESAHAN.... iii PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... iv HALAMAN PERSEMBAHAN... v KATA PENGANTAR... vi DAFTAR ISI... viii DAFTAR GAMBAR... x

Lebih terperinci

Gambar 11 Sistem kalibrasi dengan satu sensor.

Gambar 11 Sistem kalibrasi dengan satu sensor. 7 Gambar Sistem kalibrasi dengan satu sensor. Besarnya debit aliran diukur dengan menggunakan wadah ukur. Wadah ukur tersebut di tempatkan pada tempat keluarnya aliran yang kemudian diukur volumenya terhadap

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Umum Mesin pendingin atau kondensor adalah suatu alat yang digunakan untuk memindahkan panas dari dalam ruangan ke luar ruangan. Adapun sistem mesin pendingin yang

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 22 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2013 sampai September 2013 di Laboratorium Daya dan Alat Mesin Pertanian dan di Laboratorium Rekayasa

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di laboratorium Energi dan Elektrifikasi Pertanian serta di dalam rumah tanaman yang berada di laboratorium Lapangan Leuwikopo,

Lebih terperinci

Bab IV Analisa dan Pembahasan

Bab IV Analisa dan Pembahasan Bab IV Analisa dan Pembahasan 4.1. Gambaran Umum Tujuan dari pengujian ini adalah untuk mengetahui kinerja Ac split TCL 3/4 PK mengunakan refrigeran R-22 dan refrigeran MC-22. Pengujian kinerja Ac split

Lebih terperinci

Panas berpindah dari objek yang bersuhu lebih tinggi ke objek lain yang bersuhu lebih rendah Driving force perbedaan suhu Laju perpindahan = Driving

Panas berpindah dari objek yang bersuhu lebih tinggi ke objek lain yang bersuhu lebih rendah Driving force perbedaan suhu Laju perpindahan = Driving PERPINDAHAN PANAS Panas berpindah dari objek yang bersuhu lebih tinggi ke objek lain yang bersuhu lebih rendah Driving force perbedaan suhu Laju perpindahan = Driving force/resistensi Proses bisa steady

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Tabel 2.1 Daya tumbuh benih kedelai dengan kadar air dan temperatur yang berbeda

BAB II DASAR TEORI. Tabel 2.1 Daya tumbuh benih kedelai dengan kadar air dan temperatur yang berbeda BAB II DASAR TEORI 2.1 Benih Kedelai Penyimpanan benih dimaksudkan untuk mendapatkan benih berkualitas. Kualitas benih yang dapat mempengaruhi kualitas bibit yang dihubungkan dengan aspek penyimpanan adalah

Lebih terperinci

MODIFIKASI DAN PENGUJIAN EVAPORATOR MESIN PENDINGIN SIKLUS ADSORPSI YANG DIGERAKKAN ENERGI SURYA

MODIFIKASI DAN PENGUJIAN EVAPORATOR MESIN PENDINGIN SIKLUS ADSORPSI YANG DIGERAKKAN ENERGI SURYA MODIFIKASI DAN PENGUJIAN EVAPORATOR MESIN PENDINGIN SIKLUS ADSORPSI YANG DIGERAKKAN ENERGI SURYA SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik JUNIUS MANURUNG NIM.

Lebih terperinci

PENDEKATAN TEORI ... (2) k x ... (3) 3... (1)

PENDEKATAN TEORI ... (2) k x ... (3) 3... (1) PENDEKATAN TEORI A. Perpindahan Panas Perpindahan panas didefinisikan seagai ilmu umtuk meramalkan perpindahan energi yang terjadi karena adanya peredaan suhu diantara enda atau material (Holman,1986).

Lebih terperinci

Jurusan Teknik Refrigerasi dan Tata Udara

Jurusan Teknik Refrigerasi dan Tata Udara BAB II DASAR TEORI 2.1 Sejarah Tabung Vortex Tabung vortex ditemukan oleh G.J. Ranque pada tahun 1931 dan kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh Prog. Hilsch pada tahun 1947. Tabung vortex menghasilkan

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5 No. 2 (2016) ISSN: ( Print) B-659

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5 No. 2 (2016) ISSN: ( Print) B-659 JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5 No. 2 (2016) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) B-659 Rancang Bangun dan Studi Eksperimen Alat Penukar Panas untuk Memanfaatkan Energi Refrigerant Keluar Kompresor AC sebagai Pemanas

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. ABSTRAK... iii. DAFTAR GAMBAR... viii. DAFTAR TABEL... x. DAFTAR NOTASI... xi Rumusan Masalah...

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. ABSTRAK... iii. DAFTAR GAMBAR... viii. DAFTAR TABEL... x. DAFTAR NOTASI... xi Rumusan Masalah... DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i ABSTRAK... iii ABSTRACT... iv DAFTAR ISI... v DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR TABEL... x DAFTAR NOTASI... xi BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Rumusan Masalah...

Lebih terperinci

ANALISIS LAJU ALIRAN PANAS PADA REAKTOR TANKI ALIR BERPENGADUK DENGAN HALF - COIL PIPE

ANALISIS LAJU ALIRAN PANAS PADA REAKTOR TANKI ALIR BERPENGADUK DENGAN HALF - COIL PIPE ANALISIS LAJU ALIRAN PANAS PADA REAKTOR TANKI ALIR BERPENGADUK DENGAN HALF - COIL PIPE Ir.Bambang Setiawan,MT 1. Chandra Abdi 2 Lecture 1,College student 2,Departement of machine, Faculty of Engineering,

Lebih terperinci

Xpedia Fisika. Kapita Selekta Set Energi kinetik rata-rata dari molekul dalam sauatu bahan paling dekat berhubungan dengan

Xpedia Fisika. Kapita Selekta Set Energi kinetik rata-rata dari molekul dalam sauatu bahan paling dekat berhubungan dengan Xpedia Fisika Kapita Selekta Set 07 Doc. Name: XPFIS0107 Doc. Version : 2011-06 halaman 1 01. Energi kinetik rata-rata dari molekul dalam sauatu bahan paling dekat berhubungan dengan... (A) Panas (B) Suhu

Lebih terperinci

BAB IV PERANCANGAN, PEMBUATAN DAN PENGUJIAN ALAT

BAB IV PERANCANGAN, PEMBUATAN DAN PENGUJIAN ALAT BAB IV PERANCANGAN, PEMBUATAN DAN PENGUJIAN ALAT 4.1 Proses Perancangan Alat 4.1.1 Menentukan Kalor Jenis Biogas ( ) Kalor jenis (Cp) CH4 dan CO2 yang digunakan pada perancangan ini adalah biogas pada

Lebih terperinci

ANALISA PENGARUH ARUS ALIRAN UDARA MASUK EVAPORATOR TERHADAP COEFFICIENT OF PERFORMANCE

ANALISA PENGARUH ARUS ALIRAN UDARA MASUK EVAPORATOR TERHADAP COEFFICIENT OF PERFORMANCE ANALISA PENGARUH ARUS ALIRAN UDARA MASUK EVAPORATOR TERHADAP COEFFICIENT OF PERFORMANCE Ir. Syawalludin,MM,MT 1.,Muhaemin 2 Lecture 1,College student 2,Departement of machine, Faculty of Engineering, University

Lebih terperinci

Gambar 5. Skematik Resindential Air Conditioning Hibrida dengan Thermal Energy Storage

Gambar 5. Skematik Resindential Air Conditioning Hibrida dengan Thermal Energy Storage BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN Prinsip Kerja Instalasi Instalasi ini merupakan instalasi mesin pendingin kompresi uap hibrida yang berfungsi sebagai mesin pendingin pada lemari pendingin dan pompa kalor pada

Lebih terperinci

ANALISA PERFORMANSI HEAT EXCHANGER PADA SISTEM PENDINGIN MAIN ENGINE FIREBOAT WISNU I (Studi Kasus untuk Putaran Main Engine rpm)

ANALISA PERFORMANSI HEAT EXCHANGER PADA SISTEM PENDINGIN MAIN ENGINE FIREBOAT WISNU I (Studi Kasus untuk Putaran Main Engine rpm) ANALISA PERFORMANSI HEAT EXCHANGER PADA SISTEM PENDINGIN MAIN ENGINE FIREBOAT WISNU I (Studi Kasus untuk Putaran Main Engine 600-1200 rpm) Oleh: NURHADI GINANJAR KUSUMA NRP. 6308030042 PROGRAM STUDI TEKNIK

Lebih terperinci

LAPORAN TUGAS AKHIR MODIFIKASI KONDENSOR SISTEM DISTILASI ETANOL DENGAN MENAMBAHKAN SISTEM SIRKULASI AIR PENDINGIN

LAPORAN TUGAS AKHIR MODIFIKASI KONDENSOR SISTEM DISTILASI ETANOL DENGAN MENAMBAHKAN SISTEM SIRKULASI AIR PENDINGIN LAPORAN TUGAS AKHIR MODIFIKASI KONDENSOR SISTEM DISTILASI ETANOL DENGAN MENAMBAHKAN SISTEM SIRKULASI AIR PENDINGIN Disusun oleh: BENNY ADAM DEKA HERMI AGUSTINA DONSIUS GINANJAR ADY GUNAWAN I8311007 I8311009

Lebih terperinci

ANALISA PERPINDAHAN KALOR PADA KONDENSOR PT. KRAKATAU DAYA LISTRIK

ANALISA PERPINDAHAN KALOR PADA KONDENSOR PT. KRAKATAU DAYA LISTRIK ANALISA PERPINDAHAN KALOR PADA KONDENSOR PT. KRAKATAU DAYA LISTRIK Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan menyelesaikan Program Strata Satu (S1) pada program Studi Teknik Mesin Oleh N a m a : CHOLID

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A. SAMPAH

II. TINJAUAN PUSTAKA A. SAMPAH II. TINJAUAN PUSTAKA A. SAMPAH Sampah adalah sisa-sisa atau residu yang dihasilkan dari suatu kegiatan atau aktivitas. kegiatan yang menghasilkan sampah adalah bisnis, rumah tangga pertanian dan pertambangan

Lebih terperinci

Re-design dan Modifikasi Generator Cooler Heat Exchanger PLTP Kamojang Untuk Meningkatkan Performasi.

Re-design dan Modifikasi Generator Cooler Heat Exchanger PLTP Kamojang Untuk Meningkatkan Performasi. Re-design dan Modifikasi Generator Cooler Heat Exchanger PLTP Kamojang Untuk Meningkatkan Performasi. Nama : Ria Mahmudah NRP : 2109100703 Dosen pembimbing : Prof.Dr.Ir.Djatmiko Ichsani, M.Eng 1 Latar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengujian Tanpa Beban Untuk mengetahui profil sebaran suhu dalam mesin pengering ERK hibrid tipe bak yang diuji dilakukan dua kali percobaan tanpa beban yang dilakukan pada

Lebih terperinci

Bab IV Analisa dan Pembahasan

Bab IV Analisa dan Pembahasan Bab IV Analisa dan Pembahasan 4.1. Gambaran Umum Pengujian ini bertujuan untuk menentukan kinerja Ac split TCL 3/4 PK mengunakan refrigeran R-22 dan MC-22. Pengujian kinerja Ac split TCL mengunakan refrigeran

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR PERCOBAAN KUALITAS ETHYLENE DAN AIR PADA ALAT PERPINDAHAN PANAS DENGAN SIMULASI ALIRAN FLUIDA

TUGAS AKHIR PERCOBAAN KUALITAS ETHYLENE DAN AIR PADA ALAT PERPINDAHAN PANAS DENGAN SIMULASI ALIRAN FLUIDA PERCOBAAN KUALITAS ETHYLENE DAN AIR PADA ALAT PERPINDAHAN PANAS DENGAN SIMULASI ALIRAN FLUIDA Diajukan Guna Melengkapi Sebagian Syarat Dalam Mencapai Gelar Sarjana Strata Satu (S1) Disusun Oleh : Nama

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. 4.1 Rangkaian Alat Uji Dan Cara Kerja Sistem Refrigerasi Tanpa CES (Full Sistem) Heri Kiswanto / Page 39

BAB IV PEMBAHASAN. 4.1 Rangkaian Alat Uji Dan Cara Kerja Sistem Refrigerasi Tanpa CES (Full Sistem) Heri Kiswanto / Page 39 BAB IV PEMBAHASAN Pada pengujian ini dilakukan untuk membandingkan kerja sistem refrigerasi tanpa metode cooled energy storage dengan sistem refrigerasi yang menggunakan metode cooled energy storage. Pengujian

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. perpindahan kalor dari produk ke material tersebut.

BAB II DASAR TEORI. perpindahan kalor dari produk ke material tersebut. BAB II DASAR TEORI 2.1 Sistem Refrigerasi Refrigerasi adalah suatu proses penarikan kalor dari suatu ruang/benda ke ruang/benda yang lain untuk menurunkan temperaturnya. Kalor adalah salah satu bentuk

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR PERANCANGAN MESIN PEMBUAT ES BALOK KAPASITAS 2 TON PERHARI UNTUK MENGAWETKAN IKAN NELAYAN DI PANTAI MEULABOH ACEH

TUGAS AKHIR PERANCANGAN MESIN PEMBUAT ES BALOK KAPASITAS 2 TON PERHARI UNTUK MENGAWETKAN IKAN NELAYAN DI PANTAI MEULABOH ACEH TUGAS AKHIR PERANCANGAN MESIN PEMBUAT ES BALOK KAPASITAS 2 TON PERHARI UNTUK MENGAWETKAN IKAN NELAYAN DI PANTAI MEULABOH ACEH Diajukan guna melengkapi sebagaian syarat dalam mencapai gelar Sarjana Strata

Lebih terperinci

BAB IV PERHITUNGAN PERPINDAHAN KALOR

BAB IV PERHITUNGAN PERPINDAHAN KALOR BAB IV PERHITUNGAN PERPINDAHAN KALOR 4. Data-Data yang Diperleh Dalam tugas akhir i, data data yang diperlukan adalah sebagai berikut : Spesifikasi alat : > Material Kndensr : ST 37 > Material Pipa pendg

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI

BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI 2.1 Penyimpanan Energi Termal Es merupakan dasar dari sistem penyimpanan energi termal di mana telah menarik banyak perhatian selama beberapa dekade terakhir. Alasan terutama dari penggunaan

Lebih terperinci

PENGUJIAN UNJUK KERJA SOLAR ASSISTED HEAT PUMP WATER HEATER. MENGGUNAKAN HFC-134a DENGAN VARIASI INTENSITAS RADIASI

PENGUJIAN UNJUK KERJA SOLAR ASSISTED HEAT PUMP WATER HEATER. MENGGUNAKAN HFC-134a DENGAN VARIASI INTENSITAS RADIASI PENGUJIAN UNJUK KERJA SOLAR ASSISTED HEAT PUMP WATER HEATER MENGGUNAKAN HFC-134a DENGAN VARIASI INTENSITAS RADIASI Diajukan Untuk Melengkapi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Oleh : TRI

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 1. Waktu dan Tempat Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Juni 2007 Mei 2008 di Laboratorium Energi dan Elektrifikasi Kampus IPB, Bogor. 2. Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan

Lebih terperinci

Dengan mengetahui bahwa massa jenis es balok pada temperatur 0 C adalah 916,2 kg/m 3, maka massa es balok:

Dengan mengetahui bahwa massa jenis es balok pada temperatur 0 C adalah 916,2 kg/m 3, maka massa es balok: BAB IV PERHITUNGAN DAN ANALISA DATA. PERHITUNGAN Perhitungan ini dilakukan untuk mengetahui jumlah kalor yang di lepaskan oleh air yang berada didalam ice bank dan kalor yang diterima oleh es sehingga

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Sejarah Tabung Vortex

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Sejarah Tabung Vortex BAB II DASAR TEORI 2.1 Sejarah Tabung Vortex Tabung vortex ditemukan oleh G.J. Ranque pada tahun 1931 dan kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh Prof. Hilsch. Tabung vortex menghasilkan separasi udara

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. ke tempat yang lain dikarenakan adanya perbedaan suhu di tempat-tempat

BAB II DASAR TEORI. ke tempat yang lain dikarenakan adanya perbedaan suhu di tempat-tempat BAB II DASAR TEORI 2.. Perpindahan Panas Perpindahan panas adalah proses berpindahnya energi dari suatu tempat ke tempat yang lain dikarenakan adanya perbedaan suhu di tempat-tempat tersebut. Perpindahan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN 56 BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN 4.1 Analisa Varian Prinsip Solusi Pada Varian Pertama dari cover diikatkan dengan tabung pirolisis menggunakan 3 buah toggle clamp, sehingga mudah dan sederhana dalam

Lebih terperinci

Perencanaan Mesin Pendingin Absorbsi (Lithium Bromide) memanfaatkan Waste Energy di PT. PJB Paiton dengan tinjauan secara thermodinamika

Perencanaan Mesin Pendingin Absorbsi (Lithium Bromide) memanfaatkan Waste Energy di PT. PJB Paiton dengan tinjauan secara thermodinamika Perencanaan Mesin Pendingin Absorbsi (Lithium Bromide) memanfaatkan Waste Energy di PT. PJB Paiton dengan tinjauan secara thermodinamika Muhamad dangga A 2108 100 522 Dosen Pembimbing : Ary Bachtiar Krishna

Lebih terperinci

BAB V PEMILIHAN KOMPONEN MESIN PENDINGIN

BAB V PEMILIHAN KOMPONEN MESIN PENDINGIN BAB V PEMILIHAN KOMPONEN MESIN PENDINGIN 5.1 Pemilihan Kompresor Kompresor berfungsi menaikkan tekanan fluida dalam hal ini uap refrigeran dengan temperatur dan tekanan rendah yang keluar dari evaporator

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Kondensor Kondensor adalah suatu alat untuk terjadinya kondensasi refrigeran uap dari kompresor dengan suhu tinggi dan tekanan tinggi. Kondensor sebagai alat penukar

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Data yang didapat dari hasil penelitian yaitu berupa laju aliran, volume chiller, temperatur dan tekanan sebelum atau sesudah system menyala pada system

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Tekanan Biogas Untuk mengetahui tekanan biogas yang ada perlu dilakukan pengukuran tekanan terlebih dahulu. Pengukuran ini dilakukan dengan membuat sebuah manometer sederhana

Lebih terperinci

STUDI PERENCANAAN JACKETED STORAGE SYSTEM MEMANFAATKAN CO 2 CAIR SEBAGAI REFRIGERAN

STUDI PERENCANAAN JACKETED STORAGE SYSTEM MEMANFAATKAN CO 2 CAIR SEBAGAI REFRIGERAN LOGO STUDI PERENCANAAN JACKETED STORAGE SYSTEM MEMANFAATKAN CO 2 CAIR SEBAGAI REFRIGERAN Bravo Yovan Sovanda 4209 100 021 DOSEN PEMBIMBING : Ir. Alam Baheramsyah, M.Sc Taufik Fajar Nugroho, ST, MSc Contents

Lebih terperinci

Menghitung besarnya kerja nyata kompresor. Menghitung besarnya kerja isentropik kompresor. Menghitung efisiensi kompresi kompresor

Menghitung besarnya kerja nyata kompresor. Menghitung besarnya kerja isentropik kompresor. Menghitung efisiensi kompresi kompresor Menghitung besarnya kerja nyata kompresor Menghitung besarnya kerja isentropik kompresor Menghitung efisiensi kompresi kompresor Menghitung besarnya kebutuhan daya kompresor Menghitung koefisien prestasi(cop)

Lebih terperinci

PENENTUAN EFISIENSI DAN KOEFISIEN PRESTASI MESIN PENDINGIN MERK PANASONIC CU-PC05NKJ ½ PK

PENENTUAN EFISIENSI DAN KOEFISIEN PRESTASI MESIN PENDINGIN MERK PANASONIC CU-PC05NKJ ½ PK PROS ID I NG 2 0 1 3 HASIL PENELITIAN FAKULTAS TEKNIK PENENTUAN EFISIENSI DAN KOEFISIEN PRESTASI MESIN PENDINGIN MERK PANASONIC CU-PC05NKJ ½ PK Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Dasar Dasar Perpindahan Kalor Perpindahan kalor terjadi karena adanya perbedaan suhu, kalor akan mengalir dari tempat yang suhunya tinggi ke tempat suhu rendah. Perpindahan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENGAMATAN & ANALISA

BAB IV HASIL PENGAMATAN & ANALISA BAB IV HASIL PENGAMATAN & ANALISA 4.1. Spesifikasi Main Engine KRI Rencong memiliki dua buah main engine merk Caterpillar di bagian port dan starboard, masing-masing memiliki daya sebesar 1450 HP. Main

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR 2.1 Perancangan Sistem Penyediaan Air Panas Kualitas Air Panas Satuan Kalor

BAB II TEORI DASAR 2.1 Perancangan Sistem Penyediaan Air Panas Kualitas Air Panas Satuan Kalor 4 BAB II TEORI DASAR.1 Perancangan Sistem Penyediaan Air Panas.1.1 Kualitas Air Panas Air akan memiliki sifat anomali, yaitu volumenya akan mencapai minimum pada temperatur 4 C dan akan bertambah pada

Lebih terperinci

Analisis Koesien Perpindahan Panas Konveksi dan Distribusi Temperatur Aliran Fluida pada Heat Exchanger Counterow Menggunakan Solidworks

Analisis Koesien Perpindahan Panas Konveksi dan Distribusi Temperatur Aliran Fluida pada Heat Exchanger Counterow Menggunakan Solidworks Analisis Koesien Perpindahan Panas Konveksi dan Distribusi Temperatur Aliran Fluida pada Heat Exchanger Counterow Menggunakan Solidworks Dwi Arif Santoso Fakultas Teknologi Industri, Universitas Gunadarma

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN 4.1. Hot Water Heater Pemanasan bahan bakar dibagi menjadi dua cara, pemanasan yang di ambil dari Sistem pendinginan mesin yaitu radiator, panasnya di ambil dari saluran

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR MENGHITUNG BEBAN KEBUTUHAN WATER CHILLER DI SEBUAH PERUSAHAAN PRODUSEN PLASTIK

TUGAS AKHIR MENGHITUNG BEBAN KEBUTUHAN WATER CHILLER DI SEBUAH PERUSAHAAN PRODUSEN PLASTIK TUGAS AKHIR MENGHITUNG BEBAN KEBUTUHAN WATER CHILLER DI SEBUAH PERUSAHAAN PRODUSEN PLASTIK Diajukan guna melengkapi sebagian syarat dalam mencapai gelar Strata Satu (S1) Disusun Oleh : Nama : Supodo Utomo

Lebih terperinci

Gambar 2.1 Sebuah modul termoelektrik yang dialiri arus DC. ( https://ferotec.com. (2016). www. ferotec.com/technology/thermoelectric)

Gambar 2.1 Sebuah modul termoelektrik yang dialiri arus DC. ( https://ferotec.com. (2016). www. ferotec.com/technology/thermoelectric) BAB II. TINJAUAN PUSTAKA Modul termoelektrik adalah sebuah pendingin termoelektrik atau sebagai sebuah pompa panas tanpa menggunakan komponen bergerak (Ge dkk, 2015, Kaushik dkk, 2016). Sistem pendingin

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PERANGKAT LUNAK UNTUK SIMULASI SATU UNIT MESIN PENDINGIN SIKLUS ADSORPSI YANG DIGERAKKAN ENERGI SURYA DENGAN LUAS KOLEKTOR 1,5 m 2

PENGEMBANGAN PERANGKAT LUNAK UNTUK SIMULASI SATU UNIT MESIN PENDINGIN SIKLUS ADSORPSI YANG DIGERAKKAN ENERGI SURYA DENGAN LUAS KOLEKTOR 1,5 m 2 PENGEMBANGAN PERANGKAT LUNAK UNTUK SIMULASI SATU UNIT MESIN PENDINGIN SIKLUS ADSORPSI YANG DIGERAKKAN ENERGI SURYA DENGAN LUAS KOLEKTOR 1,5 m 2 SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. 6.1 Pembahasan pada sisi gasifikasi (pada kompor) dan energi kalor input dari gasifikasi biomassa tersebut.

BAB VI PEMBAHASAN. 6.1 Pembahasan pada sisi gasifikasi (pada kompor) dan energi kalor input dari gasifikasi biomassa tersebut. BAB VI PEMBAHASAN 6.1 Pembahasan pada sisi gasifikasi (pada kompor) Telah disebutkan pada bab 5 diatas bahwa untuk analisa pada bagian energi kalor input (pada kompor gasifikasi), adalah meliputi karakteristik

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGOLAHAN DATA BAB IV PENGOLAHAN DATA 4.1 Perhitungan Daya Motor 4.1.1 Torsi pada poros (T 1 ) T3 T2 T1 Torsi pada poros dengan beban teh 10 kg Torsi pada poros tanpa beban - Massa poros; IV-1 Momen inersia pada poros;

Lebih terperinci

SUHU DAN KALOR DEPARTEMEN FISIKA IPB

SUHU DAN KALOR DEPARTEMEN FISIKA IPB SUHU DAN KALOR DEPARTEMEN FISIKA IPB Pendahuluan Dalam kehidupan sehari-hari sangat banyak didapati penggunaan energi dalambentukkalor: Memasak makanan Ruang pemanas/pendingin Dll. TUJUAN INSTRUKSIONAL

Lebih terperinci

SIFAT SIFAT TERMIS. Pendahuluan 4/23/2013. Sifat Fisik Bahan Pangan. Unit Surface Conductance (h) Latent heat (panas laten) h =

SIFAT SIFAT TERMIS. Pendahuluan 4/23/2013. Sifat Fisik Bahan Pangan. Unit Surface Conductance (h) Latent heat (panas laten) h = /3/3 Pendahuluan SIFAT SIFAT TERMIS Aplikasi panas sering digunakan dalam proses pengolahan bahan hasil pertanian. Untuk dapat menganalisis proses-proses tersebut secara akurat maka diperlukan informasi

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR ANALISIS PENGARUH KECEPATAN ALIRAN FLUIDA TERHADAP EFEKTIFITAS PERPINDAHAN PANAS PADA HEAT EXCHANGER JENIS SHELL AND TUBE

TUGAS AKHIR ANALISIS PENGARUH KECEPATAN ALIRAN FLUIDA TERHADAP EFEKTIFITAS PERPINDAHAN PANAS PADA HEAT EXCHANGER JENIS SHELL AND TUBE TUGAS AKHIR ANALISIS PENGARUH KECEPATAN ALIRAN FLUIDA TERHADAP EFEKTIFITAS PERPINDAHAN PANAS PADA HEAT EXCHANGER JENIS SHELL AND TUBE Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Kurikulum Sarjana Strata Satu (S-1)

Lebih terperinci

Analisa Performansi Sistem Pendingin Ruangan dan Efisiensi Energi Listrik padasistem Water Chiller dengan Penerapan Metode Cooled Energy Storage

Analisa Performansi Sistem Pendingin Ruangan dan Efisiensi Energi Listrik padasistem Water Chiller dengan Penerapan Metode Cooled Energy Storage Jurnal Ilmiah Teknik Mesin Vol. 4 No.. April 00 (43-50) Analisa Performansi Sistem Pendingin Ruangan dan Efisiensi Energi Listrik padasistem Water Chiller dengan Penerapan Metode Cooled Energy Storage

Lebih terperinci

Bab III Metode Penelitian

Bab III Metode Penelitian Bab III Metode Penelitian III.1 Flowchart Penelitian Tahap-tahap dalam penelitian ini dijelaskan pada flowchart Gambar III.1. Hasil Uji Struktur Mikro dan Uji Keras Hasil Uji Struktur Mikro dan Uji Keras

Lebih terperinci

Nama : Nur Arifin NPM : Jurusan : Teknik Mesin Fakultas : Teknologi Industri Pembimbing : DR. C. Prapti Mahandari, ST.

Nama : Nur Arifin NPM : Jurusan : Teknik Mesin Fakultas : Teknologi Industri Pembimbing : DR. C. Prapti Mahandari, ST. KESEIMBANGAN ENERGI KALOR PADA ALAT PENYULINGAN DAUN CENGKEH MENGGUNAKAN METODE AIR DAN UAP KAPASITAS 1 Kg Nama : Nur Arifin NPM : 25411289 Jurusan : Teknik Mesin Fakultas : Teknologi Industri Pembimbing

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. RADIASI MATAHARI DAN SH DARA DI DALAM RMAH TANAMAN Radiasi matahari mempunyai nilai fluktuatif setiap waktu, tetapi akan meningkat dan mencapai nilai maksimumnya pada siang

Lebih terperinci

Karakteristik Perpindahan Panas dan Pressure Drop pada Alat Penukar Kalor tipe Pipa Ganda dengan aliran searah

Karakteristik Perpindahan Panas dan Pressure Drop pada Alat Penukar Kalor tipe Pipa Ganda dengan aliran searah Karakteristik Perpindahan Panas dan Pressure Drop pada Alat Penukar Kalor tipe Pipa Ganda dengan aliran searah Mustaza Ma a 1) Ary Bachtiar Krishna Putra 2) 1) Mahasiswa Program Pasca Sarjana Teknik Mesin

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI RASIO UDARA-BAHAN BAKAR (AIR FUEL RATIO) TERHADAP GASIFIKASI BIOMASSA BRIKET SEKAM PADI PADA REAKTOR DOWNDRAFT SISTEM BATCH

PENGARUH VARIASI RASIO UDARA-BAHAN BAKAR (AIR FUEL RATIO) TERHADAP GASIFIKASI BIOMASSA BRIKET SEKAM PADI PADA REAKTOR DOWNDRAFT SISTEM BATCH PENGARUH VARIASI RASIO UDARA-BAHAN BAKAR (AIR FUEL RATIO) TERHADAP GASIFIKASI BIOMASSA BRIKET SEKAM PADI PADA REAKTOR DOWNDRAFT SISTEM BATCH Oleh : ASHARI HUTOMO (2109.105.001) Pembimbing : Dr. Bambang

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP Kesimpulan Saran. 60 DAFTAR PUSTAKA.. 61 LAMPIRAN. 62

BAB V PENUTUP Kesimpulan Saran. 60 DAFTAR PUSTAKA.. 61 LAMPIRAN. 62 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL. i LEMBAR PENGESAHAN... ii MOTTO.. iv PERSEMBAHAN.. v KATA PENGANTAR.... vi ABSTRAK/ABSTRACT viii DAFTAR ISI... ix DAFTAR NOTASI..... vii DAFTAR TABEL.. xii DAFTAR GAMBAR... xiii

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI.1 Latar Belakang Pengkondisian udaraa pada kendaraan mengatur mengenai kelembaban, pemanasan dan pendinginan udara dalam ruangan. Pengkondisian ini bertujuan bukan saja sebagai penyejuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Refrigeran merupakan media pendingin yang bersirkulasi di dalam sistem refrigerasi kompresi uap. ASHRAE 2005 mendefinisikan refrigeran sebagai fluida kerja

Lebih terperinci

DAFTARISI HALAMAN JUDUL LEMBARAN PENGESAHAN DOSEN PEMBIMBING LEMBARAN PENGESAHAN DOSEN PENGUJI HALAMAN PERSEMBAHAN HALAMAN MOTTO KATA PENGANTAR

DAFTARISI HALAMAN JUDUL LEMBARAN PENGESAHAN DOSEN PEMBIMBING LEMBARAN PENGESAHAN DOSEN PENGUJI HALAMAN PERSEMBAHAN HALAMAN MOTTO KATA PENGANTAR DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL LEMBARAN PENGESAHAN DOSEN PEMBIMBING LEMBARAN PENGESAHAN DOSEN PENGUJI HALAMAN PERSEMBAHAN HALAMAN MOTTO KATA PENGANTAR ABSTRAK DAFTARISI DAFTARTABEL DAFTARGAMBAR DAFTARSIMBOL

Lebih terperinci

Gambar 2. Profil suhu dan radiasi pada percobaan 1

Gambar 2. Profil suhu dan radiasi pada percobaan 1 HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Penggunaan Kolektor Terhadap Suhu Ruang Pengering Energi surya untuk proses pengeringan didasarkan atas curahan iradisai yang diterima rumah kaca dari matahari. Iradiasi

Lebih terperinci

E V A P O R A S I PENGUAPAN

E V A P O R A S I PENGUAPAN E V A P O R A S I PENGUAPAN Soal 1 Single effect evaporator menguapkan larutan 10% padatan menjadi 30% padatan dg laju 250 kg feed per jam. Tekanan dalam evaporator 77 kpa absolute, & steam tersedia dg

Lebih terperinci

MENENTUKAN JUMLAH KALOR YANG DIPERLUKAN PADA PROSES PENGERINGAN KACANG TANAH. Oleh S. Wahyu Nugroho Universitas Soerjo Ngawi ABSTRAK

MENENTUKAN JUMLAH KALOR YANG DIPERLUKAN PADA PROSES PENGERINGAN KACANG TANAH. Oleh S. Wahyu Nugroho Universitas Soerjo Ngawi ABSTRAK 112 MENENTUKAN JUMLAH KALOR YANG DIPERLUKAN PADA PROSES PENGERINGAN KACANG TANAH Oleh S. Wahyu Nugroho Universitas Soerjo Ngawi ABSTRAK Dalam bidang pertanian dan perkebunan selain persiapan lahan dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. temperatur di bawah 123 K disebut kriogenika (cryogenics). Pembedaan ini

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. temperatur di bawah 123 K disebut kriogenika (cryogenics). Pembedaan ini BAB II TINJAUAN PUSTAKA 21 Mesin Refrigerasi Secara umum bidang refrigerasi mencakup kisaran temperatur sampai 123 K Sedangkan proses-proses dan aplikasi teknik yang beroperasi pada kisaran temperatur

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN SISTEM

BAB III PERANCANGAN SISTEM BAB III PERANCANGAN SISTEM 3.1 Batasan Rancangan Untuk rancang bangun ulang sistem refrigerasi cascade ini sebagai acuan digunakan data perancangan pada eksperiment sebelumnya. Hal ini dikarenakan agar

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN OVEN UNTUK MENGERINGKAN TOKEK DENGAN SUMBER PANAS UDARA YANG DIPANASKAN KOMPOR LPG

RANCANG BANGUN OVEN UNTUK MENGERINGKAN TOKEK DENGAN SUMBER PANAS UDARA YANG DIPANASKAN KOMPOR LPG RANCANG BANGUN OVEN UNTUK MENGERINGKAN TOKEK DENGAN SUMBER PANAS UDARA YANG DIPANASKAN KOMPOR LPG Oleh: ANANTA KURNIA PUTRA 107.030.047 Dosen Pembimbing: Ir. JOKO SASETYANTO, MT D III TEKNIK MESIN FTI-ITS

Lebih terperinci

PENINGKATAN KUALITAS PENGERINGAN IKAN DENGAN SISTEM TRAY DRYING

PENINGKATAN KUALITAS PENGERINGAN IKAN DENGAN SISTEM TRAY DRYING PENINGKATAN KUALITAS PENGERINGAN IKAN DENGAN SISTEM TRAY DRYING Bambang Setyoko, Seno Darmanto, Rahmat Program Studi Diploma III Teknik Mesin Fakultas Teknik UNDIP Jl. Prof H. Sudharto, SH, Tembalang,

Lebih terperinci

PERENCANAAN ULANG WATER CHILLER PADA PABRIK KARUNG ROSELLA BARU PTPN XI SURABAYA

PERENCANAAN ULANG WATER CHILLER PADA PABRIK KARUNG ROSELLA BARU PTPN XI SURABAYA PERENCANAAN ULANG WATER CHILLER PADA PABRIK KARUNG ROSELLA BARU PTPN XI SURABAYA Oleh : RESKY DESRINA ANGGRAINI 2107030003 Dosen Pembimbing : Ir. Denny M. E. Soedjono, MT. D3 Teknik esin Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 sistem Blast Chiller [PT.Wardscatering, 2012] BAB II DASAR TEORI

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 sistem Blast Chiller [PT.Wardscatering, 2012] BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI 2.1 Blast Chiller Blast Chiller adalah salah satu sistem refrigerasi yang berfungsi untuk mendinginkan suatu produk dengan cepat. Waktu pendinginan yang diperlukan untuk sistem Blast

Lebih terperinci

ANALISA ISOLATOR PIPA BOILER UNTUK MEMINIMALISIR HEAT LOSS SALURAN PERMUKAAN PIPA UAP PADA BOILER PABRIK KRUPUK YARKASIH

ANALISA ISOLATOR PIPA BOILER UNTUK MEMINIMALISIR HEAT LOSS SALURAN PERMUKAAN PIPA UAP PADA BOILER PABRIK KRUPUK YARKASIH ANALISA ISOLATOR PIPA BOILER UNTUK MEMINIMALISIR HEAT LOSS SALURAN PERMUKAAN PIPA UAP PADA BOILER PABRIK KRUPUK YARKASIH Fashfahish Shafhal Jamil 1*, Qomaruddin 1, Hera Setiawan 2 Program Studi Teknik

Lebih terperinci

PENGARUH DEBIT ALIRAN AIR TERHADAP PROSES PENDINGINAN PADA MINI CHILLER

PENGARUH DEBIT ALIRAN AIR TERHADAP PROSES PENDINGINAN PADA MINI CHILLER PENGARUH DEBIT ALIRAN AIR TERHADAP PROSES PENDINGINAN PADA MINI CHILLER Senoadi 1,a, A. C. Arya 2,b, Zainulsjah 3,c, Erens 4,d 1, 3, 4) Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Trisakti

Lebih terperinci

Penyelesaian: x 1. Dik : x 2. =0,8m. K=100 N m. Dit : Q=? Jawab : ΣW =ΣQ. Usaha yang dilakukan pegas : dx x1. = F Pegas.

Penyelesaian: x 1. Dik : x 2. =0,8m. K=100 N m. Dit : Q=? Jawab : ΣW =ΣQ. Usaha yang dilakukan pegas : dx x1. = F Pegas. Contoh Soal 4.1 Sebuah pegas diregangkan sejauh 0,8 m dan dihubungkan ke sebuah roda dayung (Gbr 4-2). Roda dayung tersebut kemudian berputar sehingga pegas menjadi tidak teregang lagi. Hitunglah besarnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Dalam kehidupan manusia, energi merupakan salah satu hal yang sangat penting dan selalu dibutuhkan dalam jumlah yang tidak sedikit. Jumlah populasi manusia yang semakin

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat

METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat III. MEODE PENELIIAN A. Waktu dan empat Penelitian dilakukan di Laboratorium Energi Surya Leuwikopo, serta Laboratorium Energi dan Elektrifikasi Pertanian, Departemen eknik Pertanian, Fakultas eknologi

Lebih terperinci