MEWUJUDKAN KEPEMERINTAHAN LINGKUNGAN (ENVIRONMENTAL GOVERNANCE) DI INDONESIA. By: Teguh Kurniawan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "MEWUJUDKAN KEPEMERINTAHAN LINGKUNGAN (ENVIRONMENTAL GOVERNANCE) DI INDONESIA. By: Teguh Kurniawan"

Transkripsi

1 MEWUJUDKAN KEPEMERINTAHAN LINGKUNGAN (ENVIRONMENTAL GOVERNANCE) DI INDONESIA Pengantar By: Teguh Kurniawan Lingkungan hidup merupakan salah satu dari tiga aspek utama yang akan membentuk apakah sebuah negara melakukan pembangunannya secara berkelanjutan. Pembangunan berkelanjutan hanya akan dicapai apabila ketiga aspek utama tersebut yakni lingkungan hidup atau ekologi, ekonomi dan sosial dapat dipadukan dalam proses pembuatan kebijakan di suatu negara. Dalam kasus Indonesia, aspek yang seringkali dilupakan atau terpinggirkan bahkan sampai saat ini adalah aspek ekologi, sementara kedua aspek lainnya khususnya ekonomi telah menjadi mainstream utama dalam banyak kebijakan pembangunan di Indonesia selama ini. Hal ini dapat dilihat dari betapa mendominasinya alasan-alasan ekonomi dalam pembuatan sebuah kebijakan. Tulisan ini mencoba untuk memaparkan sebuah konsep mengenai environmental governance atau kepemerintahan lingkungan dan kemungkinan penerapannya di Indonesia. Konsep environmental governance diharapkan dapat menjadikan aspek lingkungan sebagai mainstream utama pembangunan di Indonesia bersama-sama dengan aspek ekonomi dan sosial. Lingkungan sebagai Agenda Kebijakan Dari beberapa literatur diketahui bahwa terdapat setidaknya tujuh karakteristik utama yang memberikan pembenaran terhadap lingkungan untuk dijadikan sebuah agenda kebijakan. Ketujuh karakteristik itu dapat diuraikan sebagai berikut (Carter, 2001): Pertama, lingkungan merupakan barang publik (public goods), dimana banyak sekali sumber daya lingkungan yang dapat dideskripsikan sebagai barang publik dan karenanya memiliki dampak eksternalitas tertentu bagi masyarakat banyak. Kedua, masalah lintas batas (transboundary). Masalah ini timbul dari banyak kasus lingkungan yang bersifat global dan melewati batas antar negara. Sebagai contoh dapat kita lihat dalam perubahan iklim dunia, penipisan ozon, dan polusi di perairan internasional. Ketiga, kompleksitas dan ketidakpastian, dimana pembuatan sebuah keputusan dapat dirintangi oleh kompleksitas dan ketidakpastian dari banyak permasalahan lingkungan. Kadangkala sangat sulit untuk mengidentifikasikan hubungan yang kompleks dan interdependen antara alam dan fenomena perbuatan manusia. Keempat, irreversibilitas. Masalah lingkungan cenderung memiliki sifat irreversibilitas, dalam arti apabila sekali saja kapasitas kemampuan Bumi terlampaui, maka aset-aset lingkungan dapat rusak dan tidak dapat diperbaiki kembali. Kelima, variabilitas temporal dan spasial. Banyak issue-issue lingkungan bersifat kompleks oleh adanya kenyataan bahwa dampak yang ditimbulkannya akan berlangsung lama, dan kemungkinan untuk mempengaruhi generasi masa depan dibandingkan generasi sekarang. Karenanya, kebijakan untuk memperbaiki harus dilakukan sebelum dampak negatif secara penuh dirasakan. 1

2 Keenam, fragmentasi administratif. Banyak permasalahan lingkungan adalah bersifat lintas sektor dan membutuhkan koordinasi diantara sektor-sektor tersebut. Ketujuh, intervensi peraturan. Kerusakan lingkungan biasanya merupakan produk dari aktivitas yang legitimate, sebagai akibatnya pemerintah harus melakukan intervensi didalam kegiatan ekonomi dan masyarakat untuk mengatur aktivitas yang merusak lingkungan ini. Kepemerintahan Lingkungan (environmental governance) Kepemerintahan lingkungan (environmental governance) menurut Mugabe dan Tumushabe (1999) sebagian besar dibangun berdasarkan dua konsep, yakni manajemen dan kepemerintahan lingkungan. Konsep kepemerintahan lingkungan sendiri dapat didefinisikan sebagai sebuah kumpulan dari nilai-nilai dan norma-norma yang memandu atau mengatur hubungan antara negara dan masyarakat madani dalam penggunaan, pengawasan, dan manajemen dari lingkungan alam. Nilai-nilai dan norma-norma ini diekspresikan dalam suatu rantai kompleks yang terdiri atas peraturan, kebijakan, dan institusi yang mengatur sebuah mekanisme organisasi dalam mengartikulasikan sasaran yang luas dan target perencanaan yang spesifik dari manajemen lingkungan. Kepemerintahan lingkungan menyediakan sebuah kerangka kerja konseptual dimana tingkah laku publik dan swasta diatur dalam mendukung pengaturan yang lebih berorientasi ekologis. Kerangka kerja tersebut membentuk hubungan yang timbal balik antara masyarakat (global, regional, nasional, dan lokal) dalam berhubungan dengan akses dan penggunaan barang dan jasa lingkungan serta mengikat mereka (dalam tingkatan apapun) dengan etika-etika lingkungan spesifik tertentu. Cara lainnya untuk mengerti mengenai kepemerintahan lingkungan didapatkan dari A Guide to World Resources yang dipublikasikan oleh United Nations Development Programme (UNDP), United Nations Environment Programme (UNEP), World Bank (WB), dan World Resources Institute (WRI). Dalam publikasi ini, mereka memperkenalkan beberapa elemen untuk menguraikan kewenangan manusia terhadap planet. Menurut publikasi ini, kepemerintahan lingkungan melibatkan penyelidikan terhadap kebohongan dibalik kebijakan lingkungan yang membentuk kehidupan manusia. Hal ini dilakukan melalui enumerasi terhadap variasi pemain-pemain dan titik-titik kebijakan yang menengahi pengaruh perbuatan kita terhadap ekosistem Bumi. Untuk itu dibutuhkan pengujian mengenai apakah kebijakan dibuat secara transparan dan sejauh mana pembuat kebijakan memiliki akuntabilitas publik. Juga diperlukan eksplorasi terhadap peran dari informasi yang baik dan partisipasi publik dalam urusan-urusan lingkungan. Ini juga berarti melihat kepada hak dan kewajiban yang dilakukan oleh kepemilikan swasta dan publik terhadap lingkungan. Lebih jauh, A Guide to World Resources menyebutkan bahwa kepemerintahan lingkungan memiliki tujuh elemen. Ketujuh elemen tersebut adalah sebagai berikut: Pertama, institusi dan hukum, siapa yang membuat dan menegakkan peraturan untuk menggunakan sumber daya alam. Apa saja aturan-aturan dan hukum apabila peraturan tersebut dilanggar. Siapa yang akan memutuskan apabaila ada perselisihan. 2

3 Kedua, hak-hak partisipasi dan keterwakilan, bagaimana publik dapat mempengaruhi atau memperjuangkan peraturan mengenai sumber daya alam. Siapa yang akan mewakili mereka yang menggunakan atau tergantung terhadap sumber daya alam ketika kebijakan terhadap sumber daya alam tersebut dibuat. Ketiga, tingkatan kewenangan, pada tingkatan atau skala apa lokal, regional, nasional, internasional kewenangan terhadap sumber daya alam berada. Keempat, akuntabilitas dan transparansi, bagaimana mereka-mereka yang mengawasi dan mengelola sumber daya alam dapat menjawab untuk kebijakan-kebijakan yang mereka buat, dan kepada siapa. Bagaimana proses pembuatan kebijakan terbuka untuk dikaji. Kelima, hak kepemilikan dan kedudukan, siapa yang memiliki sebuah sumber daya alam atau memiliki hak yang sah untuk mengawasi. Keenam, aliran pasar dan finansial, bagaimana praktek finansial, kebijakan ekonomi dan perilaku pasar mempengaruhi kewenangan atas sumber daya alam. Ketujuh, ilmu pengetahuan dan resiko, bagaimana ekologi dan ilmu sosial yang digabungkan dalam kebijakan terhadap sumber daya alam digunakan untuk mengurangi resiko terhadap masyarakat dan ekosistem serta mengidentifikasikan peluang-peluang baru. Prinsip, Dimensi, dan Aktor dari Kepemerintahan Lingkungan Masih menurut A Guide to World Resources , terdapat tiga prinsip dari kepemerintahan lingkungan, yakni: (1) membuat keputusan pada tingkatan yang tepat; (2) penyediaan akses terhadap informasi, partisipasi, dan ganti rugi; dan (3) mengintegrasikan lingkungan dalam semua kebijakan. Kepemerintahan memiliki empat dimensi: (1) teknik, (2) politik, (3) institusi, dan (4) budaya. Tiga dimensi pertama berasal dari tiga dimensi kepemerintahan yang dikemukakan Boeninger (1991), sementara dimensi keempat diusulkan oleh Harpham dan Boateng (1997) yang didasarkan pada kenyataan bahwa kepemerintahan adalah merupakan proses iteratif dan khusus secara kontekstual. Sebagai sebuah sistem, kepemerintahan lingkungan terdiri atas sosial budaya, interaksi politik dan ekonomi diantara banyak aktor dalam masyarakat madani (Paproski, 1993 dalam Harpham dan Boateng, 1997). Kepemerintahan lingkungan adalah cara dimana masyarakat menggunakan kewenangan terhadap alam. Kepemerintahan lingkungan memberikan perhatian kepada aktor dalam setiap tingkatan pemerintahan, diantara para pejabat yang dipilih dan ditunjuk, dan diantara badan-badan non pemerintah, swasta dan masyarakat tradisional; serta kekuasaan yang digunakan dalam pembuatan kebijakan mengenai pengaturan sumber daya alam dan keuntungan yang berasal dari lingkungan (Asian Development Bank, 2000). Pemerintah adalah pemain penting dalam pengelolaan ekosistem dan bagaimana sumber daya alam di eksploitasi atau di lindungi. Pemerintah jugalah yang membuat mandat legal dari badan-badan pemerintah dengan tanggungjawab untuk melindungi lingkungan dan mengelola sumber daya alam. Institusi pemerintah ini yang selalu kita asosiasikan dengan 3

4 kebijakan lingkungan besar dan tanggung jawab untuk mengelola alam (A Guide to World Resources ). Kepemerintahan lingkungan terletak melewati berbagai tingkatan baik secara vertikal maupun horisontal (Asian Development Bank, 2000). Mekanisme kepemerintahan yang diterapkan untuk mengalokasikan dan mengelola sumber daya alam dapat berpengaruh besar tidak hanya terhadap ekonomi dan karakteristik lingkungan dari sebuah rel pembangunan masyarakat tetapi juga berpengaruh terhadap politik dan karakteristik sosial (Asian Development Bank, 2000). Identifikasi terhadap kepemerintahan lingkungan yang baik membutuhkan suatu penilaian mengenai bagaimana kekuasaan dan kewenangan didalam masyarakat harus didistribusikan diantara tingkatan pemerintahan dan antara pemerintah dan masyarakat dalam rangka memberikan pelayanan yang terbaik melewati kelompok-kelompok masyarakat dan lingkungannya. Peningkatan kepemerintahan lingkungan adalah merupakan sebuah sifat dari proses politik dimana banyak stakeholders dapat memposisikan dirinya secara berbeda dalam mewakili kepentingannya (Asian Development Bank, 2000). Beberapa faktor endogen dan eksogen yang mendorong kebutuhan akan inovasi dalam kepemerintahan lingkungan di Asia adalah: demokratisasi, globalisasi, dan krisis finansial (Asian Development Bank, 2000). Di Negara-negara Asia, pengelolaan sumber daya alam secara prinsip merupakan domain dari Negara bangsa yang umumnya dilakukan oleh lembaga sektoral (Asian Development Bank, 2000). Konvensi Aarhus memfokuskan pada proses dimana kebijakan lingkungan dibuat dan mengamanatkan tiga aspek dalam pembuatan kebijakan lingkungan: akses terhadap informasi lingkungan; partisipasi publik dalam pembuatan kebijakan lingkungan; dan akses terhadap proses remedial hukum (Asian Development Bank, 2000). Instrumen untuk Mengembangkan Kepemerintahan Lingkungan Pembangunan berkelanjutan di Wilayah Asia dan pasifik akan membutuhkan sebuah investasi besar dalam mendesain institusi baru untuk kepemerintahan yang baik. Penggunaan kewenangan terhadap sumber daya alam haruslah dibuat secara transparan dan akuntabel; pembuatan kebijakan terhadap perlindungan lingkungan harus menjadi lebih representatif dan partisipatif; dan kewenangan serta kapasitas untuk kepemerintahan lingkungan harus ditempatkan pada tingkatan yang tepat (Asian Development Bank, 2000). Atribut sistem kepemerintahan akan mempengaruhi keluaran terhadap kondisi lingkungan. Pada saat yang sama, atribut dari sistem lingkungan dan manajemen sumber daya alam akan mempengaruhi keluaran terhadap sistem kepemerintahan (Asian Development Bank, 2000). Dalam kebijakan lingkungan baik di tingkat nasional ataupun lokal, terdapat empat tipe utama instrumen yang dapat dikategorikan sebagai: (1) instrumen peraturan, (2) 4

5 instrumen ekonomi, (3) investasi pemerintah, dan (4) moral suasion (Baumol dan Oates, 1979 dalam Seik, 1996). Kerangka legal membentuk tahapan dalam kepemerintahan lingkungan. Sekalipun hukum tidak selalu ditegakkan, namun tetap menyediakan konteks dimana pihak yang berwenang memiliki kekuasaan terhadap alam, dan sekaligus membedakan antara yang legal dengan yang illegal. Pada tingkat nasional, kerangka legal yang mempengaruhi kepemerintahan lingkungan melibatkan konstitusi dan proses legislatif seperti halnya hukum yang berkaitan dengan sektor ekonomi tertentu, pemilihan umum, perpajakan, sistem pengadilan, dan organisasi masyarakat madani (Asian Development Bank, 2000). Mekanisme akuntabilitas adalah sebuah cara dimana masyarakat memegang para pejabat publik dan agen mereka serta institusinya untuk bertanggung jawab untuk setiap tindakan mereka. Akuntabilitas dapat bergerak ke atas pada tingkatan yang lebih tinggi dari pemerintahan atau turun kepada konstituen yang ada dalam yurisdiksi mereka. Meskipun pemilihan umum secara demokrastis merupakan sebuah mekanisme akuntabilitas terpenting, mereka tidak cukup untuk menjamin terwujudnya kepemerintahan lingkungan yang baik (Asian Development Bank, 2000). Untuk dapat merubah paradigma kebijakan tradisional alam rangka meningkatkan proteksi terhadap lingkungan, terdapat sejumlah hal yang dapat dilakukan (Carter, 2001): Pertama, agenda-setting. Tahapan dari proses kebijakan ini adalah titik kritis dimana perubahan kebijakan dapat diinisiasikan. Kedua, kerangka koalisi advokasi (the advocacy coalition framework). Kerangka koalisi advokasi adalah sebuah model komprehensif dari proses kebijakan yang menekankan pada peranan ide-ide, informasi dan analisis sebagai faktor yang memiliki kontribusi bagi perubahan kebijakan pada semua tahapan proses kebijakan. Klaim utama dari model ini adalah sebuah pengertian terhadap perubahan kebijakan yang membutuhkan fokus pada opini dari elit dan faktor-faktor yang mendorong pergeseran dalam sistem kepercayaan dari para elit dalam periode waktu yang lama. Ketiga, komunitas kebijakan dan perubahan eksogen. Perubahan yang radikal membutuhkan perubahan yang drastis dari sistem kepercayaan dari elit politik melalui faktor-faktor eksogen yang non kognitif. Terdapat lima faktor eksternal yang dilihat dapat secara signifikan menggeser kebijakan lingkungan yakni: (1) Terjadinya krisis mendadak yang membuat kacau komunitas kebijakan, (2) Adanya problem baru yang harus dihadapi oleh pemerintah yang tidak bisa diatasi segera oleh kepentingan dominan dari komuniats kebijakan yang ada, (3) Perubahan hubungan eksternal yang dapat mengganggu kondisi struktural penyokong dari komunitas kebijakan, (4) Munculnya gerakan sosial baru dan kelompok penekan yang memiliki kontribusi terhadap pertumbuhan pentingnya issue-issue lingkungan dalam agenda politik (5) Kapasitas dari aktor politik untuk menggunakan kekuasannya yang lalim untuk memecah komunitas kebijakan dan mengijinkan akses kepada kelompok baru. Perubahan Politik dan Tantangan dalam Mewujudkan Kepemerintahan Lingkungan 5

6 Transformasi politik yang terjadi dibanyak Negara di Asia belakangan ini telah membawa perubahan struktur kewenangan kepemerintahan terhadap sumber daya alam dimana lembaga peradilan dan legislatif mulai berfungsi sebagai kekuatan alternatif dan pembentuk kebijakan. Lembaga legislasi telah meningkat menjadi elemen institusi penting dalam penyamaan kebijakan lingkungan. Untuk lembaga peradilan, agar pengadilan akan dapat berperan dalam menjamin keadilan lingkungan dari kelompok sosial yang tidak memiliki kekuasaan, perlu dipenuhi kondisi-kondisi sebagai berikut: (1) administrasi pengadilan harus bebas dari tekanan politik dan pengaruh swasta; (2) peraturan nasional, konstitusi atau yurisprudensi harus mengadopsi interpretasi pendirian bebas yang cukup dalam penuntutan agar organisasi pihak ketiga dapat melakukan penuntutan mewakili masyarakat tertentu (Asian Development Bank, 2000). Kebijakan desentralisai yang dilakukan di wilayah Asia belakangan ini, dibanyak tempat tidak dilakukan dengan motivasi atau keinginan untuk meningkatkan kepemerintahan lingkungannya. Sebagian hanya dimotori oleh perintah untuk memotong biaya dan mengurangi birokrasi Negara, sementara yang lainnya dilakukan dengan tujuan mengurangi ketidaksetujuan regional. Meskipun demikian dampak potensial dari desentralisasi terhadap lingkungan dan pengelolaan sumber daya alam adalah sangat besar. Pengalaman juga menunjukkan bahwa pelimpahan kewenangan tidak secara otomatis menghasilkan peningkatan keluaran terhadap kondisi lingkungan. Hal ini dapat dilihat dari pengalaman RRC, dimana banyak pejabat lokal di daerah-daerah yang menggantungkan pendapatannya dari perusahaan-perusahaan yang merusak lingkungan memiliki insentif yang kuat untuk menolak penegakkan peraturan-peraturan mengenai lingkungan. (Asian Development Bank 2000) Agar desentralisasi menghasilkan peningkatan keluaran terhadap kondisi lingkungan, pihak yang berwenang harus dilengkapi dengan pengembangan kapasitas institusi di tingkat lokal dan juga mekanisme agar mereka dapat melaksanakan akuntabilitas untuk kinerja lingkungan mereka. Akuntabilitas ini haruslah dilakukan baik ke atas untuk menjamin agar konsisten dengan standar dan tujuan lingkungan nasional, maupun ke bawah untuk menjamin bahwa hak dan kesejahteraan dari stakeholder lokal dihormati. (Asian Development Bank, 2000) Penutup: Menuju Environmental Governance di Indonesia Dari pemaparan konsep-konsep di atas, terlihat bahwa aktor dan kekuasaan merupakan fokus perhatian utama dari konsep environmental governance. Karenanya, untuk mengimplementasikan konsep environmental governance di lapangan harus merujuk kepada peranan dari aktor yang akan terlibat dalam proses pembuatan kebijakan, serta kekuasaan yang akan digunakan dalam pembuatan kebijakan mengenai pengaturan sumber daya alam dan lingkungan Untuk itu, beberapa upaya berikut dapat dilakukan dalam mengimplementasikan konsep environmental governance di Indonesia. Pertama, bagaimana dapat membuat para aktor utama dan aktor potensial dalam pembuatan kebijakan dapat memiliki kepedulian terhadap pentingnya issue-issue 6

7 lingkungan sebagai salah satu agenda utama politik baik di tingkat nasional, regional, maupun lokal serta mengintegrasikannya kedalam setiap kebijakan yang akan dibuat. Kedua, bagaimana membentuk sebuah mekanisme agar institusi pengambil kebijakan yang ada saat ini (eksekutif, legislatif, yudikatif) baik di tingkat lokal, regional, maupun nasional dapat menggunakan kewenangannya terhadap sumber daya alam secara transparan, akuntabel, representatif, dan partisipatif. Ketiga, bagaimana membentuk sebuah mekanisme agar kebijakan yang berkaitan dengan lingkungan dapat dilakukan pada tingkatan yang tepat, sesuai dengan ruang lingkup permasalahannya serta menjamin konsistensinya dengan peraturan dan standar lingkungan yang ada dan menjamin hak dan kesejahteraan dari masyarakat lokal. Melalui upaya-upaya tersebut, diharapkan pencapaian pembangunan berkelanjutan di Indonesia dapat tercapai, sehingga potensi sumber daya alam yang ada saat ini dapat dimanfaatkan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat baik yang ada saat ini maupun dimasa depan. Referensi Asian Development Bank., 2000., Asian Environment Outlook 2001., Second Discussion Draft., Manila: Asian Development Bank Carter, Neil, 2001, The Politics of The Environment: Ideas, Activism, Policy., Cambridge: Cambridge University Press Harpham, Trudy and Kwasi A. Boateng., 1997., Urban Governance in Relation to the Operation of Urban Services in Developing Countries., Habitat International., Volume 21., No. 1Mugabe and Tumushabe, 1999 Seik, Foo Tuan., 1996., Urban Environmental Policy The Use of Regulatory and Economic Instruments in Singapore., Habitat International., Volume 20., No. 1 United Nations Development Programme, United Nations Environment programme, World Bank, and World Resources Institute., 2002., A Guide to World Resources : Decisions for the Earth: Balance, Voice, and Power., Executive Summary., [Homepage of World Resources Institute, Publications and Multimedia], [Online], Available: 7

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pengelolaan sistem pemerintahan, good governance telah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pengelolaan sistem pemerintahan, good governance telah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam pengelolaan sistem pemerintahan, good governance telah menjadi salah satu paradigma dalam penyelenggaran untuk mengelola urusan-urusan publik. Menurut

Lebih terperinci

TATA KELOLA PEMERINTAHAN, KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK. Hendra Wijayanto

TATA KELOLA PEMERINTAHAN, KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK. Hendra Wijayanto TATA KELOLA PEMERINTAHAN, KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK Hendra Wijayanto PERTANYAAN Apa yang dimaksud government? Apa yang dimaksud governance? SEJARAH IDE GOVERNANCE Tahap 1 Transformasi government sepanjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumarto, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2009, hal. 1-2

BAB I PENDAHULUAN. Sumarto, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2009, hal. 1-2 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penelitian Governance disini diartikan sebagai mekanisme, praktik, dan tata cara pemerintah dan warga mengatur sumber daya serta memecahkan masalahmasalah publik. Dalam

Lebih terperinci

PRISAI (Prinsip, Kriteria, Indikator, Safeguards Indonesia) Mei 2012

PRISAI (Prinsip, Kriteria, Indikator, Safeguards Indonesia) Mei 2012 PRISAI (Prinsip, Kriteria, Indikator, Safeguards Indonesia) Mei 2012 Apa saja prasyaarat agar REDD bisa berjalan Salah satu syarat utama adalah safeguards atau kerangka pengaman Apa itu Safeguards Safeguards

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan berapapun bantuan yang diberikan kepada negara-negara berkembang, pasti habis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan berapapun bantuan yang diberikan kepada negara-negara berkembang, pasti habis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Paradigma good governance muncul sekitar tahun 1990 atau akhir 1980-an. Paradigma tersebut muncul karena adanya anggapan dari Bank Dunia bahwa apapun dan berapapun bantuan

Lebih terperinci

Tujuan pembelajaran:

Tujuan pembelajaran: Tujuan pembelajaran: 1. Mengidentifikasi konsep-konsep teori manajemen dan memahami bagaimana konsep-konsep dapat membantu pemimpin dan manajer menjadi lebih baik 2. Mengelola olahraga, mendefinisikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (DPRD) mempunyai tiga fungsi yaitu : 1) Fungsi legislatif (fungsi membuat

BAB I PENDAHULUAN. (DPRD) mempunyai tiga fungsi yaitu : 1) Fungsi legislatif (fungsi membuat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Secara umum lembaga legislatif atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) mempunyai tiga fungsi yaitu : 1) Fungsi legislatif (fungsi membuat peraturan perundang-undangan),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengeluarkan satu paket kebijakan tentang otonomi daerah yaitu: Undang-

BAB I PENDAHULUAN. mengeluarkan satu paket kebijakan tentang otonomi daerah yaitu: Undang- BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Reformasi yang diperjuangkan oleh seluruh lapisan masyarakat membawa perubahan dalam kehidupan politik nasional maupun di daerah. Salah satu agenda reformasi

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI DAN TUJUAN PEMERINTAHAN KABUPATEN SOLOK TAHUN

BAB V VISI, MISI DAN TUJUAN PEMERINTAHAN KABUPATEN SOLOK TAHUN BAB V VISI, MISI DAN TUJUAN PEMERINTAHAN KABUPATEN SOLOK TAHUN 2011-2015 5.1. Visi Paradigma pembangunan moderen yang dipandang paling efektif dan dikembangkan di banyak kawasan untuk merebut peluang dan

Lebih terperinci

Good Governance: Mengelola Pemerintahan dengan Baik

Good Governance: Mengelola Pemerintahan dengan Baik Good Governance: Mengelola Pemerintahan dengan Baik KOSKIP, KAJIAN RUTIN - Sejak lahir seorang manusia pasti berinteraksi dengan berbagai kegiatan pemerintahan hingga ia mati. Pemerintahan merupakan wujud

Lebih terperinci

Pendidikan Kewarganegaraan

Pendidikan Kewarganegaraan Modul ke: 14 Dosen Fakultas Fakultas Ilmu Komunikasi Pendidikan Kewarganegaraan Berisi tentang Good Governance : Sukarno B N, S.Kom, M.Kom Program Studi Hubungan Masyarakat http://www.mercubuana.ac.id

Lebih terperinci

Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011.

Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011. Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011. 1. Atas undangan Organisasi Kesehatan Dunia, kami, Kepala Pemerintahan, Menteri dan perwakilan pemerintah datang

Lebih terperinci

GOOD GOVERNANCE. Bahan Kuliah 10 Akuntabilitas Publik & Pengawasan 02 Mei 2007

GOOD GOVERNANCE. Bahan Kuliah 10 Akuntabilitas Publik & Pengawasan 02 Mei 2007 GOOD GOVERNANCE Bahan Kuliah 10 Akuntabilitas Publik & Pengawasan 02 Mei 2007 Latar Belakang Pada tahun 1990an, dampak negatif dari penekanan yang tidak pada tempatnya terhadap efesiensi dan ekonomi dalam

Lebih terperinci

SEJARAH PERTUMBUHAN KONSEP DAN PRAKTEK GOVERNANCE

SEJARAH PERTUMBUHAN KONSEP DAN PRAKTEK GOVERNANCE SEJARAH PERTUMBUHAN KONSEP DAN PRAKTEK GOVERNANCE Asal-usul Secara etimologi, berasal dari kata kerja bahasa Yunani kubernan (to pilot atau steer), dan Plato menyebutnya sebagai how to design a system

Lebih terperinci

Perbaikan Tata Kelola Kehutanan yang Melampaui Karbon

Perbaikan Tata Kelola Kehutanan yang Melampaui Karbon Perbaikan Tata Kelola Kehutanan yang Melampaui Karbon Platform Bersama Masyarakat Sipil Untuk Penyelamatan Hutan Indonesia dan Iklim Global Kami adalah Koalisi Masyarakat Sipil untuk Penyelamatan Hutan

Lebih terperinci

BAB 14 PENCIPTAAN TATA PEMERINTAHAN

BAB 14 PENCIPTAAN TATA PEMERINTAHAN BAB 14 PENCIPTAAN TATA PEMERINTAHAN YANG BERSIH DAN BERWIBAWA Salah satu agenda pembangunan nasional adalah menciptakan tata pemerintahan yang bersih, dan berwibawa. Agenda tersebut merupakan upaya untuk

Lebih terperinci

Engineering Sustainability (Rekayasa Berkelanjutan) Joko Sedyono Teknik Mesin Universitas Muhammadiyah Surakarta 2015

Engineering Sustainability (Rekayasa Berkelanjutan) Joko Sedyono Teknik Mesin Universitas Muhammadiyah Surakarta 2015 Engineering Sustainability (Rekayasa Berkelanjutan) Joko Sedyono Teknik Mesin Universitas Muhammadiyah Surakarta 2015 Topik Pengantar Masalah Solusi: Keberlanjutan Peran PT (Perguruan Tinggi) Cara membentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besarnya penyerahan wewenang dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah, dimana

BAB I PENDAHULUAN. besarnya penyerahan wewenang dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah, dimana BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan paradigma penyelenggaraan pemerintahan daerah di Indonesia dari pola sentralisasi menjadi pola desentralisasi membawa konsekuensi terhadap makin besarnya

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. internasional, sebagai aktor dalam hubungan internasional, dalam hal pembentukan

BAB V KESIMPULAN. internasional, sebagai aktor dalam hubungan internasional, dalam hal pembentukan BAB V KESIMPULAN Penelitian ini merupakan sarana eksplanasi tentang perilaku organisasi internasional, sebagai aktor dalam hubungan internasional, dalam hal pembentukan suatu program atau agenda yang diimplementasikan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 1999 TENTANG PENETAPAN PERGURUAN TINGGI NEGERI SEBAGAI BADAN HUKUM

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 1999 TENTANG PENETAPAN PERGURUAN TINGGI NEGERI SEBAGAI BADAN HUKUM PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 1999 TENTANG PENETAPAN PERGURUAN TINGGI NEGERI SEBAGAI BADAN HUKUM UMUM Memasuki abad ke 21 dunia semakin terasa kecil dan sempit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi telah membawa perubahan terhadap sistem politik, sosial,

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi telah membawa perubahan terhadap sistem politik, sosial, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Reformasi telah membawa perubahan terhadap sistem politik, sosial, kemasyarakatan serta ekonomi sehingga menimbulkan tuntutan yang beragam terhadap pengelolaan

Lebih terperinci

AKUNTABILITAS DALAM SEKTOR PUBLIK. Kuliah 4 Akuntabilitas Publik & Pengawasan

AKUNTABILITAS DALAM SEKTOR PUBLIK. Kuliah 4 Akuntabilitas Publik & Pengawasan AKUNTABILITAS DALAM SEKTOR PUBLIK Kuliah 4 Akuntabilitas Publik & Pengawasan TUNTUTAN AKUNTABILITAS Kemampuan menjawab Tuntutan bagi aparat untuk menjawab secara periodik setiap pertanyaan- pertanyaan

Lebih terperinci

PENGANGARAN BERBASIS KINERJA DAN UPAYA MEWUJUDKAN GOOD GOVERNMENT GOVERNANCE

PENGANGARAN BERBASIS KINERJA DAN UPAYA MEWUJUDKAN GOOD GOVERNMENT GOVERNANCE PENGANGARAN BERBASIS KINERJA DAN UPAYA MEWUJUDKAN GOOD GOVERNMENT GOVERNANCE Arison Nainggolan Dosen Fakultas Ekonomi Prodi Akuntansi Universitas Methodist Indonesia arison86_nainggolan@yahoo.com ABSTRAK

Lebih terperinci

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR - UMB DADAN ANUGRAH S.SOS, MSI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR - UMB DADAN ANUGRAH S.SOS, MSI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN 2. Otonomi daerah dan desentralisasi fiskal merupakan langkah strategis bangsa Indonesia untuk menyongsong era globalisasi ekonomi dengan memperkuat basis perokonomian daerah. Otonomi yang diberikan kepada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi dewasa ini, kita dihadapkan pada perubahan arah

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi dewasa ini, kita dihadapkan pada perubahan arah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Era globalisasi dewasa ini, kita dihadapkan pada perubahan arah pembangunan yang bertumpu pada peningkatan sumber daya aparatur pemerintah sebagai kunci pokok

Lebih terperinci

BAB II TELAAH PUSTAKA DAN MODEL PENELITIAN

BAB II TELAAH PUSTAKA DAN MODEL PENELITIAN BAB II TELAAH PUSTAKA DAN MODEL PENELITIAN 2.1 Telaah Pustaka 2.1.1 Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP), sebagaimana dimaksud

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. politik sangat dominan dalam proses pengambilan keputusan penetapan

BAB I PENDAHULUAN. politik sangat dominan dalam proses pengambilan keputusan penetapan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengalokasian sumber daya merupakan permasalahan mendasar dalam penganggaran sektor publik. Seringkali alokasi sumber daya melibatkan berbagai institusi dengan kepentingannya

Lebih terperinci

B. Maksud dan Tujuan Maksud

B. Maksud dan Tujuan Maksud RINGKASAN EKSEKUTIF STUDI IDENTIFIKASI PERMASALAHAN OTONOMI DAERAH DAN PENANGANANNYA DI KOTA BANDUNG (Kantor Litbang dengan Pusat Kajian dan Diklat Aparatur I LAN-RI ) Tahun 2002 A. Latar belakang Hakekat

Lebih terperinci

Arah Kebijakan Keuangan Daerah

Arah Kebijakan Keuangan Daerah XXI Arah Kebijakan Keuangan Daerah Pengelolaan keuangan daerah meliputi keseluruhan kegiatan perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban, dan pengawasan keuangan

Lebih terperinci

Oleh: Teguh Kurniawan **

Oleh: Teguh Kurniawan ** MANAJEMEN KOTA BERKELANJUTAN DI INDONESIA: INDIKATOR DALAM UPAYA MENGEMBANGKAN KEBIJAKAN KOTA BERKELANJUTAN OLEH PEMERINTAH KOTA DI INDONESIA (studi kasus pada Kota Depok, Bogor, dan Bandung) Oleh: Teguh

Lebih terperinci

INDUSTRI PENGGUNA HARUS MEMBERSIHKAN RANTAI PASOKAN MEREKA

INDUSTRI PENGGUNA HARUS MEMBERSIHKAN RANTAI PASOKAN MEREKA SOLUSI Masa depan perdagangan internasional Indonesia tidak harus bergantung pada deforestasi. Sinar Mas Group adalah pemain terbesar dalam sektor-sektor pulp dan kelapa sawit, dan dapat memotori pembangunan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Hingga saat ini, relasi antara Pemerintah Daerah, perusahaan dan masyarakat (state, capital, society) masih belum menunjukkan pemahaman yang sama tentang bagaimana program CSR

Lebih terperinci

Pidato Dr. R.M. Marty M. Natalegawa. Menteri Luar Negeri. Republik Indonesia. Pada Pertemuan Pejabat Tinggi

Pidato Dr. R.M. Marty M. Natalegawa. Menteri Luar Negeri. Republik Indonesia. Pada Pertemuan Pejabat Tinggi Pidato Menlu RI Dr. R.M. Marty M. Natalegawa Pada Pertemuan Pejabat Tinggi Untuk Pembentukan ASEAN Supreme Audit Institutions (SAI), Jakarta, 13 Oktober 2011 Kamis, 13 Oktober 2011 Mohon diperiksa disesuaikan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA BANDUNG KECAMATAN BANDUNG KULON

PEMERINTAH KOTA BANDUNG KECAMATAN BANDUNG KULON BAB IV ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI 4.1 Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas Pokok dan Fungsi Faktor-faktor yang mempengaruhi pelayanan Kecamatan Bandung Kulon sebagai Satuan

Lebih terperinci

Hambatan dan Tantangan dalam Mewujudkan Good Governance melalui Penerapan E-Government di Indonesia *

Hambatan dan Tantangan dalam Mewujudkan Good Governance melalui Penerapan E-Government di Indonesia * Hambatan dan Tantangan dalam Mewujudkan Good Governance melalui Penerapan E-Government di Indonesia * Teguh Kurniawan Departemen Ilmu Administrasi FISIP UI,Kampus FISIP UI Gd B Lt 2 Depok 16424, email

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. digerakkan oleh sektor bisnis (Privat) dan sektor publik (entitas publik).

BAB I PENDAHULUAN. digerakkan oleh sektor bisnis (Privat) dan sektor publik (entitas publik). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perekonomian dan pembangunan di era globalisasi saat ini secara umum digerakkan oleh sektor bisnis (Privat) dan sektor publik (entitas publik). Pemerintah sebagai

Lebih terperinci

PARADIGMA APARATUR PEMERINTAH DALAM PROSES PENGAMBILAN KEPUTUSAN PENGELOLAAN PEMBANGUNAN PERKOTAAN (Studi Kasus: Kota Semarang) TUGAS AKHIR

PARADIGMA APARATUR PEMERINTAH DALAM PROSES PENGAMBILAN KEPUTUSAN PENGELOLAAN PEMBANGUNAN PERKOTAAN (Studi Kasus: Kota Semarang) TUGAS AKHIR PARADIGMA APARATUR PEMERINTAH DALAM PROSES PENGAMBILAN KEPUTUSAN PENGELOLAAN PEMBANGUNAN PERKOTAAN (Studi Kasus: Kota Semarang) TUGAS AKHIR Oleh: FIERDA FINANCYANA L2D 001 419 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH

Lebih terperinci

Kekuasaan & Proses Pembuatan Kebijakan

Kekuasaan & Proses Pembuatan Kebijakan KMA Kekuasaan & Proses Pembuatan Kebijakan Departemen Administrasi Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Prof. Drh. Wiku Adisasmito, M.Sc., Ph.D. Proses Pembuatan Kebijakan

Lebih terperinci

MENINGKATKAN PERAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN 1

MENINGKATKAN PERAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN 1 MENINGKATKAN PERAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN 1 A. KONDISI KEMISKINAN 1. Asia telah mencapai kemajuan pesat dalam pengurangan kemiskinan dan kelaparan pada dua dekade yang lalu, namun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendapat perhatian yang serius. Orientasi pembangunan lebih banyak diarahkan

BAB I PENDAHULUAN. mendapat perhatian yang serius. Orientasi pembangunan lebih banyak diarahkan BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Perkembangan akuntansi sektor publik di Indonesia sebelum era reformasi dapat dinilai kurang pesat. Pada waktu itu, akuntansi sektor publik kurang mendapat perhatian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemahaman mengenai good governance mulai dikemukakan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Pemahaman mengenai good governance mulai dikemukakan di Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemahaman mengenai good governance mulai dikemukakan di Indonesia sejak tahun 1990-an dan semakin populer pada era tahun 2000-an. Pemerintahan yang baik diperkenalkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Good governance dalam sistem administrasi Indonesia diterapkan seperti dalam

BAB II LANDASAN TEORI. Good governance dalam sistem administrasi Indonesia diterapkan seperti dalam BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Good Corparate Governance Good governance dalam sistem administrasi Indonesia diterapkan seperti dalam pengertian yang dikembangkan oleh UNDP. Berdasarkan dokumen kebijakan

Lebih terperinci

BAB III PEMBANGUNAN BIDANG POLITIK

BAB III PEMBANGUNAN BIDANG POLITIK BAB III PEMBANGUNAN BIDANG POLITIK A. KONDISI UMUM Setelah melalui lima tahun masa kerja parlemen dan pemerintahan demokratis hasil Pemilu 1999, secara umum dapat dikatakan bahwa proses demokratisasi telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terlalu dominan. Sesuai konsep government, negara merupakan institusi publik

BAB I PENDAHULUAN. terlalu dominan. Sesuai konsep government, negara merupakan institusi publik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konsep governance dikembangkan sebagai bentuk kekecewaan terhadap konsep government yang terlalu meletakkan negara (pemerintah) dalam posisi yang terlalu dominan. Sesuai

Lebih terperinci

Perlindungan Terhadap Biodiversitas

Perlindungan Terhadap Biodiversitas Perlindungan Terhadap Biodiversitas Pendahuluan Oleh karena kehidupan di dunia tergantung kepada berfungsinya biosfer secara baik, maka tujuan utama konservasi dan perlindungan adalah menjaga biosfer dalam

Lebih terperinci

GLOBALISASI HAK ASASI MANUSIA DARI BAWAH: TANTANGAN HAM DI KOTA PADA ABAD KE-21

GLOBALISASI HAK ASASI MANUSIA DARI BAWAH: TANTANGAN HAM DI KOTA PADA ABAD KE-21 Forum Dunia tentang HAM di Kota tahun 2011 GLOBALISASI HAK ASASI MANUSIA DARI BAWAH: TANTANGAN HAM DI KOTA PADA ABAD KE-21 16-17 Mei 2011 Gwangju, Korea Selatan Deklarasi Gwangju tentang HAM di Kota 1

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 08 TAHUN 2007 TENTANG

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 08 TAHUN 2007 TENTANG PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 08 TAHUN 2007 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH (RPJPD) KOTA PANGKALPINANG TAHUN 2007-2025 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Teknologi informasi dipercaya sebagai kunci utama dalam sistem informasi manajemen. Teknologi informasi ialah seperangkat alat yang sangat penting untuk bekerja

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT, Menimbang

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI SKPD Analisis Isu-isu strategis dalam perencanaan pembangunan selama 5 (lima) tahun periode

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN DAERAH

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN DAERAH BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN DAERAH 5.1 VISI DAN MISI KOTA CIMAHI. Sesuai dengan ketentuan yang diatur di dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional,

Lebih terperinci

KEPEMERINTAHAN YANG BAIK (GOOD GOVERNANCE) LATAR BELAKANG, KONSEP KEPEMERINTAHA, KONSEP GOOD GOVERNANCE

KEPEMERINTAHAN YANG BAIK (GOOD GOVERNANCE) LATAR BELAKANG, KONSEP KEPEMERINTAHA, KONSEP GOOD GOVERNANCE KEPEMERINTAHAN YANG BAIK (GOOD GOVERNANCE) LATAR BELAKANG, KONSEP KEPEMERINTAHA, KONSEP GOOD GOVERNANCE JAT KELOMPOK IV 1 LATAR BELAKANG 1. ADANYA PERKEMBANGAN INTERAKSI SOSIAL POLITIK PEMERINTAH DAN MASYARAKAT

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN PERKOTAAN BERKELANJUTAN

PEMBANGUNAN PERKOTAAN BERKELANJUTAN STRATEGI PEMBANGUNAN PERKOTAAN BERKELANJUTAN UNDP INDONESIA STRATEGI PEMBANGUNAN PERKOTAAN BERKELANJUTAN UNDP INDONESIA Agenda Perserikatan Bangsa-Bangsa 2030 untuk Pembangunan Berkelanjutan Indikator

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepada daerah. Di samping sebagai strategi untuk menghadapi era globalisasi,

BAB I PENDAHULUAN. kepada daerah. Di samping sebagai strategi untuk menghadapi era globalisasi, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam era reformasi ini, pemerintah dituntut untuk melakukan perubahan mendasar pada sistem pemerintahan yang ada. Salah satu perubahan mendasar yang dimaksud

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Weygandt et al., 2008). Keseluruhan proses akuntansi pada akhirnya akan menghasilkan

BAB I PENDAHULUAN. (Weygandt et al., 2008). Keseluruhan proses akuntansi pada akhirnya akan menghasilkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Akuntansi merupakan sistem informasi yang mengidentifikasi, merekam dan mengkomunikasikan kejadian ekonomik dari suatu entitas pada pengguna yang berkepentingan

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH

BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH Perencanaan dan implementasi pelaksanaan rencana pembangunan kota tahun 2011-2015 akan dipengaruhi oleh lingkungan strategis yang diperkirakan akan terjadi dalam 5 (lima)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. paket kebijakan otonomi daerah berdasarkan UU No. 22 tahun 1999 tentang

BAB I PENDAHULUAN. paket kebijakan otonomi daerah berdasarkan UU No. 22 tahun 1999 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak awal tahun 2001 secara resmi pemerintah mengimplementasikan paket kebijakan otonomi daerah berdasarkan UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah

Lebih terperinci

PAPARAN MENTERI NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/KEPALA BAPPENAS

PAPARAN MENTERI NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/KEPALA BAPPENAS REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL PAPARAN MENTERI NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/KEPALA BAPPENAS Pada Rapat Koordinasi Nasional

Lebih terperinci

BAB 11 PENGHORMATAN, PENGAKUAN, DAN PENEGAKAN

BAB 11 PENGHORMATAN, PENGAKUAN, DAN PENEGAKAN BAB 11 PENGHORMATAN, PENGAKUAN, DAN PENEGAKAN ATAS HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA Hak asasi merupakan hak yang bersifat dasar dan pokok. Pemenuhan hak asasi manusia merupakan suatu keharusan agar warga negara

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PENGESAHAN UNITED NATIONS CONVENTION AGAINST CORRUPTION, 2003 (KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA ANTI KORUPSI, 2003) DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

INDONESIA NEW URBAN ACTION

INDONESIA NEW URBAN ACTION KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT BADAN PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR WILAYAH KEMITRAAN HABITAT Partnership for Sustainable Urban Development Aksi Bersama Mewujudkan Pembangunan Wilayah dan

Lebih terperinci

Pemerintah Indonesia GGGI Program Green Growth

Pemerintah Indonesia GGGI Program Green Growth Pemerintah Indonesia GGGI Program Green Growth Memprioritaskan Investasi: Mewujudkan Pertumbuhan Ekonomi Hijau Oktober 2013 Kata Sambutan Dr Ir. Lukita Dinarsyah Tuwo, M.A Wakil Menteri Kementerian Perencanaan

Lebih terperinci

http://www.hadiborneo.wordpress.com/ The Asian Development Bank (Bank Pembangunan Asia) Bank Dunia (World Bank) Dana Moneter Internasional (IMF) ADB merupakan lembaga pengembangan keuangan internasional

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sesuai dengan UU No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah selanjutnya

BAB 1 PENDAHULUAN. sesuai dengan UU No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah selanjutnya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kinerja instansi pemerintah kini menjadi sorotan dengan semakin tingginya kesadaran masyarakat terhadap penyelenggaraan administrasi publik. Masyarakat sering

Lebih terperinci

Pengertian dan ruang lingkup akuntansi sektor publik

Pengertian dan ruang lingkup akuntansi sektor publik Pengertian dan ruang lingkup akuntansi sektor publik Akuntansi sektor publik memiliki kaitan yang erat dengan penerapan dan perlakuan akuntansi pada domain publik.domain publik sendiri memiliki wilayah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. desa. Salah satu tujuan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004

I. PENDAHULUAN. desa. Salah satu tujuan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yang merupakan pengganti berbagai peraturan perundangan mengenai pemerintahan desa. Salah satu tujuan dikeluarkannya

Lebih terperinci

Kebijakan publik didefinisikan sebagai hubungan suatu unit pemerintah dengan lingkungannya. Pengertian ini sangat luas dan kurang pasti karena

Kebijakan publik didefinisikan sebagai hubungan suatu unit pemerintah dengan lingkungannya. Pengertian ini sangat luas dan kurang pasti karena Kebijakan publik didefinisikan sebagai hubungan suatu unit pemerintah dengan lingkungannya. Pengertian ini sangat luas dan kurang pasti karena menjadikan kebijakan publik dapat mencakup banyak hal Kebijakan

Lebih terperinci

PENUTUP. Degradasi Lahan dan Air

PENUTUP. Degradasi Lahan dan Air BAB VI PENUTUP Air dan lahan merupakan dua elemen ekosistem yang tidak terpisahkan satu-sama lain. Setiap perubahan yang terjadi pada lahan akan berdampak pada air, baik terhadap kuantitas, kualitas,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Guna menunjang profesionalisme sebagai akuntan publik, maka auditor dalam

BAB I PENDAHULUAN. Guna menunjang profesionalisme sebagai akuntan publik, maka auditor dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Guna menunjang profesionalisme sebagai akuntan publik, maka auditor dalam melaksanakan tugas auditnya harus berpedoman pada standar audit yang ditetapkan oleh Ikatan

Lebih terperinci

Artikel Perencanaan Pembangunan Daerah Karya : Said Zainal Abidin BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Artikel Perencanaan Pembangunan Daerah Karya : Said Zainal Abidin BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Artikel Perencanaan Pembangunan Daerah Karya : Said Zainal Abidin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Didalam melakukan pembangunan, setiap Pemerintaah Daerah memerlukan perencanaan yang akurat serta diharapkan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PENDEKATAN STUDI DAN HIPOTESIS

III. KERANGKA PENDEKATAN STUDI DAN HIPOTESIS III. KERANGKA PENDEKATAN STUDI DAN HIPOTESIS 3.1. Kerangka Pemikiran Pada dasarnya negara Republik Indonesia merupakan Negara Kesatuan yang menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahannya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan

I. PENDAHULUAN. Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan lingkungan telah mendorong kesadaran publik terhadap isu-isu mengenai pentingnya transformasi paradigma

Lebih terperinci

BAB IV VISI DAN MISI DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGGARA

BAB IV VISI DAN MISI DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGGARA BAB IV VISI DAN MISI DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGGARA Pembangunan adalah suatu orientasi dan kegiatan usaha yang tanpa akhir. Development is not a static concept. It is continuously changing. Atau bisa

Lebih terperinci

BAB 14 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI

BAB 14 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI BAB 14 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH Draft 12 Desember 2004 A. PERMASALAHAN Belum optimalnya proses desentralisasi dan otonomi daerah yang disebabkan oleh perbedaan persepsi para

Lebih terperinci

Peran Rencana Tata Ruang dalam Perencanaan Pembangunan

Peran Rencana Tata Ruang dalam Perencanaan Pembangunan Peran Rencana Tata Ruang dalam Perencanaan Pembangunan Kegiatan penataan ruang berkaitan juga dengan perencanaan pembangunan sehingga dokumen yang dihasilkan dari kegiatan penataan ruang dan perencanaan

Lebih terperinci

Pemberdayaan KEKUASAAN (POWER)

Pemberdayaan KEKUASAAN (POWER) 1 Pemberdayaan KEKUASAAN (POWER) Pemberdayaan (empowerment) adalah sebuah konsep yang berhubungan dengan kekuasaan (power) Dalam tulisan Robert Chambers 1, kekuasaan (power) diartikan sebagai kontrol terhadap

Lebih terperinci

Executive Summary. PKAI Strategi Penanganan Korupsi di Negara-negara Asia Pasifik

Executive Summary. PKAI Strategi Penanganan Korupsi di Negara-negara Asia Pasifik Executive Summary P emberantasan korupsi di Indonesia pada dasarnya sudah dilakukan sejak empat dekade silam. Sejumlah perangkat hukum sebagai instrumen legal yang menjadi dasar proses pemberantasan korupsi

Lebih terperinci

E-Government: Strategi Meraba Gajah

E-Government: Strategi Meraba Gajah E-Government: Strategi Meraba Gajah Menjelang akhir tahun 2001, bersamaan dengan mulai berfungsinya Kantor Menteri Negara Komunikasi dan Informasi, ada suatu pertemuan yang dihadiri para petinggi yang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.34/MENLHK/SETJEN/KUM.1/5/2017 TENTANG PENGAKUAN DAN PERLINDUNGAN KEARIFAN LOKAL DALAM PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN

Lebih terperinci

Mengingat ketentuan-ketentuan yang relevan dari Konvensi Perserikatan Bangsa- Bangsa tentang Hukum Laut tanggal 10 Desember 1982,

Mengingat ketentuan-ketentuan yang relevan dari Konvensi Perserikatan Bangsa- Bangsa tentang Hukum Laut tanggal 10 Desember 1982, PERSETUJUAN PELAKSANAAN KETENTUAN-KETENTUAN KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA TENTANG HUKUM LAUT TANGGAL 10 DESEMBER 1982 YANG BERKAITAN DENGAN KONSERVASI DAN PENGELOLAAN SEDIAAN IKAN YANG BERUAYA TERBATAS

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Organisasi sektor publik merupakan bagian dari sistem perekonomian negara

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Organisasi sektor publik merupakan bagian dari sistem perekonomian negara 16 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Organisasi sektor publik merupakan bagian dari sistem perekonomian negara yang bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Institusi pemerintahan, rumah

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN REFLEKSI TEORI

BAB VI KESIMPULAN DAN REFLEKSI TEORI 109 BAB VI KESIMPULAN DAN REFLEKSI TEORI Berdasarkan analisis penelitian seperti yang telah diuraikan bab-bab sebelumnya berkaitan dengan analisis politik keuangan daerah di Era Desentraliasasi, Studi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam menjalankan fungsinya. Menurut World Bank, Good Governance adalah

BAB I PENDAHULUAN. dalam menjalankan fungsinya. Menurut World Bank, Good Governance adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Good Governance muncul sebagai kritikan atas dominasi lembaga pemerintah dalam menjalankan fungsinya. Menurut World Bank, Good Governance adalah suatu penyelenggaraan

Lebih terperinci

BAB 7 KEBIJAKAN UMUM DAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH

BAB 7 KEBIJAKAN UMUM DAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH BAB 7 KEBIJAKAN UMUM DAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH 7.1 Kebijakan Umum Perumusan arah kebijakan dan program pembangunan daerah bertujuan untuk menggambarkan keterkaitan antara bidang urusan pemerintahan

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

BAB III GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH BAB III GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH A. KONDISI UMUM SEKARANG DAN IDENTIFIKASI PERMASALAHAN Perubahan peraturan di bidang pemerintahan daerah yang berdampak pada bidang kepegawaian membutuhkan antisipasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Daerah yang berkaitan dengan kedudukan, fungsi dan hak-hak DPRD, menangkap aspirasi yang berkembang di masyarakat, yang kemudian

BAB I PENDAHULUAN. Daerah yang berkaitan dengan kedudukan, fungsi dan hak-hak DPRD, menangkap aspirasi yang berkembang di masyarakat, yang kemudian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Implikasi positif dari berlakunya Undang-Undang tentang Otonomi Daerah yang berkaitan dengan kedudukan, fungsi dan hak-hak DPRD, diharapkan DPRD yang selanjutnya disebut

Lebih terperinci

Naskah Rekomendasi mengenai Landasan Nasional untuk Perlindungan Sosial

Naskah Rekomendasi mengenai Landasan Nasional untuk Perlindungan Sosial Naskah Rekomendasi mengenai Landasan Nasional untuk Perlindungan Sosial 2 Naskah Rekomendasi mengenai Landasan Nasional untuk Perlindungan Sosial Naskah Rekomendasi mengenai Landasan Nasional untuk Perlindungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia, pada era-era yang lalu tidak luput dari

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia, pada era-era yang lalu tidak luput dari BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia, pada era-era yang lalu tidak luput dari praktik korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) yang telah berlangsung lama dan mendapat pembenaran

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI BENTUK-BENTUK INVESTASI PENGELOLAAN LINGKUNGAN OLEH SEKTOR INDUSTRI

IDENTIFIKASI BENTUK-BENTUK INVESTASI PENGELOLAAN LINGKUNGAN OLEH SEKTOR INDUSTRI IDENTIFIKASI BENTUK-BENTUK INVESTASI PENGELOLAAN LINGKUNGAN OLEH SEKTOR INDUSTRI (Studi Kasus: PT Coca Cola Bottling Indonesia Divisi Jawa Tengah, PT. Leo Agung Raya, PT Djarum Kudus, dan Sentra Industri

Lebih terperinci

BAB V Kesimpulan dan Saran

BAB V Kesimpulan dan Saran BAB V Kesimpulan dan Saran Kesimpulan Peraturan mempunyai peran yang penting dalam masyarakat suatu negara sebagai alat untuk mendorong perubahan sosial. Hukum mempunyai kekuatan untuk mengatur. Kekuatan

Lebih terperinci

Sistem Rekrutmen Anggota Legislatif dan Pemilihan di Indonesia 1

Sistem Rekrutmen Anggota Legislatif dan Pemilihan di Indonesia 1 S T U D I K A S U S Sistem Rekrutmen Anggota Legislatif dan Pemilihan di Indonesia 1 F R A N C I S I A S S E S E D A TIDAK ADA RINTANGAN HUKUM FORMAL YANG MENGHALANGI PEREMPUAN untuk ambil bagian dalam

Lebih terperinci

GOOD GOVERNANCE DALAM PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DI INDONESIA *

GOOD GOVERNANCE DALAM PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DI INDONESIA * GOOD GOVERNANCE DALAM PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DI INDONESIA * Koesnadi Hardjasoemantri ** A. PENDAHULUAN 1. Reformasi yang dimulai pada tahun 1998 memperjuangkan adanya good governance and clean government.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 1. TinjauanPustaka PNPM Mandiri PNPM Mandiri adalah program nasional penanggulangan kemiskinan terutama yang berbasis pemberdayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daerah diharapkan mampu menciptakan kemandirian daerah dalam mengatur dan

BAB I PENDAHULUAN. daerah diharapkan mampu menciptakan kemandirian daerah dalam mengatur dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi daerah merupakan suatu proses yang memerlukan transformasi paradigma dalam penyelenggaraan pemerintah di daerah. Pelaksanaan otonomi daerah diharapkan mampu

Lebih terperinci

PRINSIP PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN. Materi ke 2

PRINSIP PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN. Materi ke 2 PRINSIP PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN Materi ke 2 Program pascasarjana ITATS PRINSIP DASAR PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN Pertama, pemerataan dan keadilan sosial. Harus menjamin adanya pemerataan untuk generasi

Lebih terperinci

RENCANA KERJA BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN TAHUN 2011

RENCANA KERJA BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN TAHUN 2011 LAMPIRAN : PERATURAN KEPALA BNPP NOMOR : 4 TAHUN 2011 TANGGAL : 7 JANUARI 2011 RENCANA KERJA BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN TAHUN 2011 A. LATAR BELAKANG Penyusunan Rencana Kerja (Renja) Badan Nasional

Lebih terperinci

Fakta tentang Air. Air tawar itu terbatas dan langka

Fakta tentang Air. Air tawar itu terbatas dan langka Fakta tentang Air Air tawar itu terbatas dan langka Air tidak tergantikan Fakta tentang Air Air memiliki nilai ekonomis total yang melebihi nilai jualnya saat ini Air dibutuhkan oleh makhluk hidup dan

Lebih terperinci

Perubahan ini telah memberikan alat kepada publik untuk berpartisipasi dalam pembuatan keputusan ekonomi. Kemampuan untuk mengambil keuntungan dari

Perubahan ini telah memberikan alat kepada publik untuk berpartisipasi dalam pembuatan keputusan ekonomi. Kemampuan untuk mengambil keuntungan dari PENGANTAR Sebagai salah satu institusi pembangunan publik yang terbesar di dunia, Kelompok (KBD/World Bank Group/WBG) memiliki dampak besar terhadap kehidupan dan penghidupan jutaan orang di negara-negara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. dimana satu orang atau lebih (principal) terlibat dengan orang lain (agent) untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. dimana satu orang atau lebih (principal) terlibat dengan orang lain (agent) untuk BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS A. Landasan Teori 1. Teori Agensi Jensen et al (1976) mendefinisikan hubungan keagenan sebagai kontrak dimana satu orang atau lebih (principal) terlibat

Lebih terperinci

Akses Buruh Migran Terhadap Keadilan di Negara Asal: Studi Kasus Indonesia

Akses Buruh Migran Terhadap Keadilan di Negara Asal: Studi Kasus Indonesia MIGRANT WORKERS ACCESS TO JUSTICE SERIES Akses Buruh Migran Terhadap Keadilan di Negara Asal: Studi Kasus Indonesia RINGKASAN EKSEKUTIF Bassina Farbenblum l Eleanor Taylor-Nicholson l Sarah Paoletti Akses

Lebih terperinci