Analisis Pengaruh Tarif Cukai Terhadap Pendapatan Negara Dan Keberlangsungan Usaha Industri Rokok (Sebuah Pendekatan Sistem Dinamik)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Analisis Pengaruh Tarif Cukai Terhadap Pendapatan Negara Dan Keberlangsungan Usaha Industri Rokok (Sebuah Pendekatan Sistem Dinamik)"

Transkripsi

1 Presentasi Sidang Tugas Akhir Analisis Pengaruh Tarif Cukai Terhadap Pendapatan Negara Dan Keberlangsungan Usaha Industri Rokok (Sebuah Pendekatan Sistem Dinamik) oleh Puja Kristian Adiatma Pembimbing 1 Pembimbing 2 Prof. Dr. Ir. Budisantoso Wirjodirdjo M. Eng Niniet Indah Arvitrida, ST., MT

2 Latar Belakang

3 Peran Cukai Sebagai Penyumbang Penerimaan Dalam Negeri Latar Belakang Cukai rokok 95% Proporsi penerimaan cukai rokok terhadap seluruh cukai Cukai lain 5% 8% (Majalah Total penerimaan negara seluruh sektor Neraca, 2010)

4 Peran Cukai Sebagai Penyumbang Penerimaan Dalam Negeri Latar Belakang 11,1 (2000) 17,1 (2001) 22,8 (2002) 25,8 (2003) 33,3 (2005) 28,6 (2004) 37,8 (2006) 44,7 (2007) 47 (2008) 49 (2009) 56 (2010) Perkembangan penerimaan cukai rokok per tahun (triliun rupiah) (Rachmat, 2010)

5 Peran Cukai Sebagai Penyumbang Penerimaan Dalam Negeri Latar Belakang 11,1 T (2000) 56 T (2010) 5x Dengan laju peningkatan 18% per tahun

6 Motif Motif pemerintah dalam dalam kebijakan kenaikan cukai cukai tahun tahun Memperbaiki taraf taraf kesehatan masyarakat

7 Prosentase jumlah perokok Indonesia34.7% penduduk Indonesia (Riskesdas, 2010)

8 Prosentase warga miskin70% total konsumen rokok (Susenas,2009)

9 (Ross & Chalopka,2006)

10 1.57% Rata-rata laju pertumbuhan jumlah industri rokok tahun 1997 (226) 2002 (244). (Wibowo, 2003) 4.08% Rata-rata laju pertumbuhan pekerja industri rokok tahun 1997 ( ) 2002 ( ). (Wibowo, 2003) Dalam periode , menunjukkan kekuatan dalam krisis moneter. Industri Rokok

11 Ringkasan Latar Belakang Masyarakat Penjualan Pemerintah Pendapatan pemerintah Industri rokok Laba Produksi Pengurangan tenaga kerja Kantor Pelayanan Pajak Bea Cukai Tipe Madya Cukai Malang mencatat bahwa terdapat 45 pabrik rokok mengalami gulung tikar karena kenaikan tarif cukai. Dari yang semula berjumlah 224 pabrik, kini menjadi 179 pabrik (Sriwijaya Post, 2011)

12 Perumusan Masalah Selama ini telaah sistemik atas kebijakan tarif cukai rokok belum pernah terpikirkan dalam sektor pendapatan negara dan keberlangsungan usaha industri rokok, sehingga dikhawatirkan kebijakan tarif cukai yang diterapkan pemerintah cenderung tidak maksimal dan tidak memberikan win-win solution terhadap semua pihak (industri rokok dan pemerintah sendiri).

13 Tujuan Penelitian Memprediksi dampak skenario kebijakan tarif cukai terhadap pendapatan negara dan perilaku industri rokok. Mendapatkan skenario kebijakan tarif cukai yang tepat sehingga tidak mengurangi pendapatan negara dan implikasi-implikasi lain terkait dengan masa depan industri rokok. Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah memberikan rekomendasi sesuai skenario kebijakan tarif cukai yang tepat dalam mendukung pendapatan negara dan industri rokok.

14 Batasan Penelitian Ruang Lingkup Penelitian Jenis cukai yang mendapat kebijakan adalah cukai hasil tembakau yaitu produk rokok SKT, SKM, dan SPM. Analisa dampak kebijakan pada industri rokok berada diluar atau tidak mengikutsertakan usaha tani tembakau dan usaha tani cengkeh. Sistem tarif cukai yang digunakan adalah sistem tarif cukai tahun 2010 sesuai Peraturan Menteri Keuangan No. 181/PMK/011/2009. Biaya produksi pada industri rokok difokuskan kepada sektor tenaga kerja, periklanan dan bahan baku (tembakau dan cengkeh). Aspek taraf kesehatan tidak dijabarkan secara mendalam. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diterbitkan oleh BPS dan data data lain yang diterbitkan oleh lembaga-lembaga baik pemerintah maupun nonpemerintah internasional. Asumsi Penelitian Ruang Lingkup Penelitian Industri rokok yang dianalisis dalam penelitian merupakan gabungan dari industri rokok skala kecil dan industri rokok skala besar seluruh Indonesia. Kualitas rokok, tembakau, dan cengkeh dalam impor, penjualan domestik dan ekspor adalah setara.

15 Framework Penelitian Kebijakan Tarif cukai Penerimaan negara dari cukai Produksi industri rokok Konseptualisasi model sistem, Penyusunan Causal loop dan sub model sistem, formulasi model Simulasi Sistem Dinamik Kebijakan tarif cukai yang ideal Kondisi akumulasi laba industri rokok dan pendapatan negara Hasil simulasi dan desain skenario

16 Causal loop Konseptualisasi Model Hal 53

17 Submodel Industri Rokok Formulasi Model Hal 54 Salah satu variabelnya adalah pendapatan industri rokok yang didapat dari hasil penjumlahan antara pendapatan sektor SKM, pendapatan sektor SKT, dan pendapatan sektor SPM.

18 Submodel Produksi Rokok Formulasi Model Hal 56 Salah satu variabelnya adalah laju penjualan rokok SKT Gol 1 yang didapatkan dari kondisi jika stok rokok SKT Gol 1 beredar di pasar kurang dari atau sama dengan nol, maka tidak ada penjualan. Namun jika tidak, akan terjadi penjualan sebesar permintaan rokok SKT Gol 1.

19 Submodel Permintaan Rokok Formulasi Model Hal 60 Salah satu variabelnya adalah jumlah permintaan rokok SKT Gol 1 yang didapatkan dari hasil perkalian jumlah perokok aktif dengan proporsi penjualan SKT Gol 1 dan dengan pembagian permintaan golongan kuantil pendapatan dengan harga transaksi pasar rokok SKT Gol 1.

20 Submodel Konsumen Rokok Formulasi Model Hal 63 Salah satu variabelnya adalah laju penambahan konsumen rokok yang didapatkan dari hasil perkalian antara jumlah penduduk dengan pengaruh besar promosi iklan rokok dan dengan total presentase perokok.

21 Submodel Sumber Daya Industri Rokok Formulasi Model Hal 66 Salah satu variabelnya yaitu penambahan unit kapasitas produksi yang didapatkan melalui hasil perkalian investasi industri rokok dengan proporsi investasi untuk penambahan kapasitas produksi dibagi besar biaya penambahan unit kapasitas produksi.

22 Submodel Sistem Tarif Cukai Formulasi Model Hal 68 Salah satu variabelnya yaitu variabel tarif cukai rokok awal adalah tarif cukai rokok sebelum terkena peningkatan tarif dari variabel peningkatan tarif cukai. Dan variabel tarif cukai rokok adalah tarif cukai rokok yang sudah terkena peningkatan tarif..

23 Submodel Penerimaan Negara Formulasi Model Hal 69 Salah satu variabelnya yaitu variabel penerimaan negara dari cukai rokok yang merupakan hasil penjumlahan dari penerimaan rokok SKT, SKM, dan SPM.

24 Submodel Pertanian Tembakau dan Cengkeh Formulasi Model Hal 71 Salah satu variabelnya yaitu variabel penjualan cengkeh dalam negeri yang didapatkan dari kondisi jika alokasi persediaan cengkeh domestik untuk penjualan dalam negeri lebih besar dari kebutuhan pengadaan cengkeh industri rokok, maka terjadi penjualan sebanyak kebutuhan industri rokok. Namun jika tidak, terjadi penjualan sebanyak alokasi persediaan cengkeh domestik untuk penjualan dalam negeri.

25 Submodel Taraf Kesehatan Formulasi Model Hal 73 Salah satu variabelnya yaitu variabel jumlah konsumsi rokok per kapita yang didapatkan melalui pembagian total konsumsi rokok dengan jumlah perokok aktif.

26 Kondisi Eksisting Hasil Simulasi Laba industri rokok akan terus melaju positif setiap tahun. Grafik yang ditampilkan sedikit bergelombang mengindikasikan terjadinya naik-turunnya laba bersih pada tahun tersebut. Dalam kondisi tarif cukai belum mengalami peningkatan, biaya pengeluaran paling besar disumbang oleh biaya sektor bahan baku. Hal 83

27 Kondisi Eksisting Hasil Simulasi Penerimaan negara cenderung meningkat terus dan tidak menunjukkan penurunan laju penerimaan pada periode tertentu. Hal ini mengindikasikan bahwa dengan kondisi eksisting penerimaan negara dari cukai rokok pada tahun 2030 akan meningkat lima kali lipat dibanding tahun 2010 Hal 83

28 Desain Skenario Tarif Cukai Skenario I Skenario ini dimulai pada tahun 2010 dengan setiap tahunnya terjadi penambahan tarif cukai sebesar 0% (eksisting), 5%, 10%, 30%, 57%, dan 100% dari nilai dasar. Nilai dasar menggunakan tarif cukai Skenario II Skenario ini sama dengan Skenario I, kecuali adanya pe-nambahkan kondisi pembatasan produksi rokok mulai tahun 2015 sebesar ± 260 miliar batang. Nama Subskenario % penambahan tarif cukai Nama Subskenario % penambahan tarif cukai Skenario A 0 Skenario B 5 Skenario C 10 Skenario D 30 Skenario E 57 Skenario F 100 Skenario G 0 Skenario H 5 Skenario I 10 Skenario J 30 Skenario K 57 Skenario L 100

29 Skenario I Hasil Simulasi Skenario Semakin tinggi tarif cukai yang dinaikkan per tahun, menyebabkan akumulasi laba industri rokok semakin turun. Persentase kenaikan tarif cukai sebesar Skenario A, skenario B, dan Skenario C, akumulasi laba industri rokok tetap me-nunjukkan peningkatan. Skenario D membuat akumulasi laba industri rokok meningkat dengan rate lebih rendah dan mulai tahun 2020 menunjukkan tren menurun Skenario E dan F menyebabkan nilai akumulasi laba industri rokok bernilai nol rupiah di akhir simulasi pada tahun 2020, dan Hal 88

30 Skenario I (lanjutan) Hasil Simulasi Skenario Selepas tahun 2020/2025, dengan Skenario E dan F, industri rokok masih dapat bertahan walaupun kondisinya akumulasi labanya tidak menunjukkan peningkatan. Industri rokok mengumpulkan pendapatan dari penjualan rokok yang sebelumnya sudah beredar di pasar untuk modal produksi berikutnya. Dikarenakan tarif cukai masih terlalu tinggi, industri rokok hanya produksi sementara waktu lalu menunggu pendapatan didapatkan kembali lalu produksi lagi, dan begitu seterusnya.

31 Skenario I (lanjutan) Hasil Simulasi Skenario Semakin tinggi tarif cukai yang digunakan, semakin besar penerimaan negara yang didapat melalui cukai. Dalam 15 tahun periode, Skenario F dan E memberikan penerimaan negara yang lebih tinggi diantara empat skenario lainnya, walaupun penjualan rokok semakin menurun seiring tingginya tarif cukai yang diterapkan. Skenario F dan E mulai menunjukkan tren penurunan pada periode ke-15 simulasi. Selepas periode ke-15, empat skenario lain menunjukkan peningkatan penerimaan cukai.

32 Skenario I (lanjutan) Hasil Simulasi Skenario Industri rokok mulai merugi sesaat, dan menghentikan produksinya, lalu produksi kembali, lalu berhenti karena biaya pengeluaran yang semakin besar. Ketika akumulasi laba sudah terisi dan tidak bernilai nol, industri rokok produksi kembali. Siklus ini akan terus terjadi hingga industri rokok benar-benar tidak bisa berproduksi

33 Skenario I (lanjutan) Hasil Simulasi Skenario Berkurangnya penjualan rokok dikarenakan berkurangnya permintaan rokok dan jumlah rokok beredar di pasar karena industri rokok yang semakin merugi seiring dengan tingginya tarif cukai. Permintaan rokok berkurang, karena (1) periklanan industri rokok semakin turun aktivitasnya; (2) harga rokok di pasaran semakin tinggi karena tarif cukai; (3) tingkat pendidikan per kuantil pengeluaran semakin tinggi, sehingga semakin sadar akan bahaya merokok;dan (4) tingkat pengeluaran semakin tinggi karena berkurangnya DALY per orang, namun karena harga rokok yang tinggi, mengakibatkan konsumsi

34 Skenario I (lanjutan) Hasil Simulasi Skenario Semakin tinggi tarif cukai, konsumsi rokok semakin menurun, sehingga besar DALY per orang akan semakin turun. Dengan berkurangnya DALY maka akan memiliki waktu produktif yang lebih banyak sehingga bisa memiliki tingkat pendapatan yang besar dan diikuti tingkat pengeluaran yang semakin besar. Skenario F mampu membuat DALY per orang menurun 65% dari skenario A (kondisi eksisting).

35 Skenario II Hasil Simulasi Skenario Skenario G dan H menampilkan kondisi produksi yang flat pada tahun 2015 hingga akhir periode simulasi. Skenario I, J, K dan L, menampilkan grafik yang menurun karena berkurangnya kapasitas produksi industri rokok pada tahun tersebut. Skenario L dan K, menyebabkan akumulasi laba industri rokok menjadi menurun hingga bernilai nol rupiah pada tahun 2022 dan Skenario G lebih tinggi 20% dari Skenario H, dan lebih tinggi 42% dari Skenario I. Skenario J membuat akumulasi laba industri rokok meningkat dengan rate yang rendah dan mulai tahun 2020 menunjukkan tren menurun. Hal 94

36 Skenario II (lanjutan) Hasil Simulasi Skenario Selepas dari tahun tersebut (2020/2027), dengan Skenario E dan F, industri rokok masih dapat bertahan walaupun kondisinya akumulasi labanya tidak menunjukkan peningkatan. Industri rokok mengumpulkan pendapatan dari penjualan rokok yang sebelumnya sudah beredar di pasar untuk modal produksi berikutnya. Dikarenakan tarif cukai masih terlalu tinggi industri rokok hanya produksi sementara waktu, lalu menunggu pendapatan didapatkan kembali lalu produksi lagi, dan begitu seterusnya.

37 Skenario II (lanjutan) Hasil Simulasi Skenario Skenario II Skenario I Pemerintah tetap memperoleh nilai penerimaan yang besar pada kondisi pembatasan produksi rokok. Berbeda dengan Skenario I (skenario tanpa pembatasan produksi rokok), penerimaan cukai tertinggi di-hasilkan oleh skenario L dan K (kenaikan tarif cukai 57% dan 100%). Hal ini dikarenakan adanya pembatasan jumlah produksi rokok, sehingga besar keuntungan akan terbatasi dengan berapa banyak rokok yang terproduksi dan terjual. Berbeda dengan Skenario I yang bisa menjual jumlah rokok yang lebih besar seiring produksinya yang besar (tanpa pembatasan produksi rokok).

38 Skenario II (lanjutan) Hasil Simulasi Skenario Skenario II Skenario I Dibandingkan dengan Skenario I, total penjualan rokok pada Skenario II ini tidak mengalami peningkatan sebesar Skenario I dan cenderung bergerak dibawah angka 400 triliun batang. Jumlah permintaan rokok pada Skenario I dan Skenario II adalah sama, namun dikarenakan produksi rokok yang dikurangi maka jumlah rokok yang akan dijual menjadi lebih sedikit, sehingga penjualan rokok akan mengalami penurunan.

39 Skenario II (lanjutan) Hasil Simulasi Skenario Skenario II Skenario I Skenario II menunjukkan perilaku yang sama dengan skenario I. Yaitu semakin tinggi tarif cukai yang diterapkan, konsumsi rokok akan semakin menurun, sehingga besar DALY per orang akan semakin turun. Namun, dikarenakan skenario II menerapkan kondisi pembatasan produksi rokok, maka pada kondisi eksisting skenario II (subskenario G) DALY per orang akan lebih rendah 22% dari skenario I. Skenario L mampu membuat DALY per orang menurun 54% dari skenario G (kondisi eksisting).

40 Perbandingan Skenario Hasil Simulasi Skenario Dengan melihat bentuk grafik dampak penerapan skenario pada masing-masing variabel, maka terlihat bahwa subskenario peningkatan tarif cukai sebesar 0%, 5%, 10%, 30% dapat memberikan hasil yang paling ideal pada dua kondisi skenario (pembatasan produksi dan tanpa pembatasan produksi). Subskenario peningkatan tarif cukai sebesar 30% (Skenario D/J) dapat memberikan efek penurunan nilai pada periode akhir simulasi. Dua skenario lainnya (57% dan 100%) akan membuat nilai variabel (akumulasi laba industri rokok dan penerimaan negara) menjadi turun hingga mencapai nilai nol sebelum waktu berakhirnya periode simulasi.

41 Kesimpulan Semakin tinggi tarif cukai, mampu merugikan usaha industri rokok melalui besarnya pengeluaran untuk pelunasan cukai. Namun disisi lain, akan memberikan penerimaan yang besar kepada pemerintah. Dengan melakukan running simulasi pada kondisi eksisting selama 30 tahun, kondisi akumulasi laba industri rokok akan tetap mengalami peningkatan dan penerimaan negara dari cukai rokok juga mengalami hal yang sama. Setelah dikenakan subskenario penambahan tarif cukai, maka industri rokok akan mengalami penurunan akumulasi laba seiring dengan besarnya tarif cukai yang dikenakan. Dari berbagai sub-skenario yang disimulasikan maka diketahui sub-skenario yang mampu memberikan keuntungan yang besar bagi negara dan tidak mematikan industri rokok adalah subskenario penambahan tarif cukai 0%, 5%, 10%, dan 30%. Skenario peningkatan tarif cukai sebesar 57% akan membuat industri rokok pertama kali mencapai nilai akumulasi laba sebesar nol rupiah pada tahun 2025 (skenario I) dan 2027 (skenario II) Skenario peningkatan tarif cukai sebesar 100% akan membuat industri rokok pertama kali mencapai nilai akumulasi laba sebesar nol rupiah pada tahun 2020 (skenario I) dan 2022 (skenario II)

42 Saran Pada penelitian selanjutnya hendaknya dilakukan suatu studi mengenai keterkaitan industri rokok dengan pertanian tembakau dan cengkeh secara lebih mendalam. Pada penelitian berikutnya diharapkan adanya kajian mengenai tingkat konsumsi rokok pada masyarakat.

43 Daftar Pustaka Ahmad, S. dan Billimek, J., Limiting Youth Access To Tobacco: Comparing The Long-term Health Impacts Of Increasing Cigarette Excise Taxes And Raising The Legal Smoking Age To 21 In The United States. Health Policy, (80), pp Ahmad, S. & Franz, G.A., Raising Taxes To Reduce Smoking Prevalence In The US: A Simulation Of The Anticipated Health And Economic Impacts. Public Health, (122), pp Antariksa, Y., Blog Strategi + Manajemen. Diakses pada tanggal 2 Februari 2011 Barber, S., Adioetomo, S.M., Setyonaluri, D. & Ahsan, A., Tobacco Economic In Indonesia. Jakarta: Lembaga Demografi FE UI. Borshchev, A. & Filippov, A., From System Dynamics and Discrete Event to Practical Agent Based Modeling: Reasons, Techniques, Tools. DeCicca, P. & McLeod, L., Cigarette Taxes And Older Adult Smoking: Evidence From Recent Large Tax Increases. Health Economics, (27), pp Departemen Perindustrian, Roadmap Industri Pengolahan Tembakau. Jakarta: Direktorat Jenderal Industri Agro Dan Kimia Departemen Perindustrian.

44 Terima Kasih

45

46 Skenario II Hasil Simulasi Skenario Skenario II Skenario II Skenario I Skenario I Perbedaan paling mencolok antara Skenario I dan Skenario II pada akumulasi laba industri rokok, adalah pada waktu kapan industri rokok pertama kali mencapai nilai akumulasi laba sebesar nol rupiah. Dengan skenario peningkatan cukai sebesar 57% dan 100%.

47 Verifikasi Check Unit: untuk memastikan kesetaraan satuan pada saat melakukan formulasi model. Check Model: untuk memastikan bahwa model bisa di-running.

48 Validasi Uji Parameter Model Melalui uji parameter, hasil simulasi dikatakan baik jika polanya sama dengan logika aktual. Misalnya, pendapatan industri rokok dan akumulasi laba industri rokok dengan logika aktualnya apabila pendapatan naik, maka akumulasi laba juga akan naik. Variabel selanjutnya, bila harga rokok SKM naik, maka permintaan rokok tersebut akan menurun.

49 Validasi Uji Statistik Uji statistik merupakan uji validasi output sistem apakah berbeda signifikan dengan real sistem yang diteliti apa tidak. Uji statistik dilakukan dengan cara membandingkan data aktual dengan data simulasi. H0 : µ1 = µ2 (tidak ada perbedaan data yang signifikan) H1 : µ1 µ2 (ada perbedaan data yang signifikan) Apabila nilai P-value > alpha = 0.05, maka kesimpulan yang dapat diambil yaitu, terima H0. Jumlah Tenaga Kerja Penerimaan Negara Dari Cukai

50 Validasi Uji Statistik Uji statistik merupakan uji validasi output sistem apakah berbeda signifikan dengan real sistem yang diteliti apa tidak. Uji statistik dilakukan dengan cara membandingkan data aktual dengan data simulasi. H0 : µ1 = µ2 (tidak ada perbedaan data yang signifikan) H1 : µ1 µ2 (ada perbedaan data yang signifikan) Apabila nilai P-value > alpha = 0.05, maka kesimpulan yang dapat diambil yaitu, terima H0. Produksi Rokok

51 Validasi Uji Statistik Validasi dilakukan dengan membandingkan rata-rata nilai pada data aktual dengan rata-rata nilai pada data hasil simulasi untuk menemukan rata-rata error yang terjadi. Bila nilai rata-rata error lebih kecil dari 0,1, model dikatakan valid secara kuantitatif.

ANALISA PENGARUH TARIF CUKAI TERHADAP PENDAPATAN NEGARA DAN KEBERLANGSUNGAN USAHA INDUSTRI ROKOK (SEBUAH PENDEKATAN SISTEM DINAMIK)

ANALISA PENGARUH TARIF CUKAI TERHADAP PENDAPATAN NEGARA DAN KEBERLANGSUNGAN USAHA INDUSTRI ROKOK (SEBUAH PENDEKATAN SISTEM DINAMIK) ANALISA PENGARUH TARIF CUKAI TERHADAP PENDAPATAN NEGARA DAN KEBERLANGSUNGAN USAHA INDUSTRI ROKOK (SEBUAH PENDEKATAN SISTEM DINAMIK) Puja Kristian Adiatma, Budisantoso Wirjodirjo, dan Niniet Indah Arvitrida

Lebih terperinci

Dinamika Pengembangan Subsektor Industri Makanan dan Minuman Di Jawa Timur: Pengaruh Investasi Terhadap Penyerapan Jumlah Tenaga Kerja

Dinamika Pengembangan Subsektor Industri Makanan dan Minuman Di Jawa Timur: Pengaruh Investasi Terhadap Penyerapan Jumlah Tenaga Kerja Dinamika Pengembangan Subsektor Industri Makanan dan Minuman Di Jawa Timur: Pengaruh Investasi Terhadap Penyerapan Jumlah Tenaga Kerja Oleh: Putri Amelia 2508.100.020 Dosen Pembimbing: Prof. Dr. Ir. Budisantoso

Lebih terperinci

M.Ikhlas Khasana ( ) Mengetahui berbagai dampak kebijakan persawitan nasional saat ini. Pendahuluan. ekspor. produksi.

M.Ikhlas Khasana ( ) Mengetahui berbagai dampak kebijakan persawitan nasional saat ini. Pendahuluan. ekspor. produksi. Tugas Akhir ANALISIS DAMPAK KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI PERKEBUNAN SAWIT DI KABUPATEN SIAK PROVINSI RIAU: SEBUAH PENDEKATAN SISTEM DINAMIK Membuat model persawitan nasional dalam usaha memahami permasalahan

Lebih terperinci

Skenario Kebijakan Penentuan Upah Minimum Regional (UMR) dan Dampaknya Terhadap Perkembangan Industri Padat Karya

Skenario Kebijakan Penentuan Upah Minimum Regional (UMR) dan Dampaknya Terhadap Perkembangan Industri Padat Karya 1 Skenario Kebijakan Penentuan Upah Minimum Regional (UMR) dan Dampaknya Terhadap Perkembangan Industri Padat Karya Dewi Indiana dan Prof. Dr. Ir. Budisantoso Wirjodirdjo, M.Eng. Teknik Industri, Fakultas

Lebih terperinci

Skenario Kebijakan Penentuan Upah Minimum Regional (UMR) dan Dampaknya Terhadap Perkembangan Industri Padat Karya di Kota Surabaya

Skenario Kebijakan Penentuan Upah Minimum Regional (UMR) dan Dampaknya Terhadap Perkembangan Industri Padat Karya di Kota Surabaya Tugas Akhir- TI 9 Skenario Kebijakan Penentuan Upah Minimum Regional (UMR) dan Dampaknya Terhadap Perkembangan Industri Padat Karya di Kota Surabaya Oleh : Dewi Indiana (576) Pembimbing : Prof. Dr. Ir.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. B. Belanja Negara (triliun Rupiah)

I. PENDAHULUAN. B. Belanja Negara (triliun Rupiah) 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang sedang fokus terhadap pembangunan nasional. Menurut data Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal

Lebih terperinci

Kebijakan Kementerian Keuangan dalam Cukai dan Pajak Rokok

Kebijakan Kementerian Keuangan dalam Cukai dan Pajak Rokok Kebijakan Kementerian Keuangan dalam Cukai dan Pajak Rokok Disampaikan pada Indonesia Conference on Tobacco or Health Pusat Kebijakan Pendapatan Negara Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan www.fiskal.depkeu.go.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai salah satu negara dengan berbagai potensi besar yang dimilikinya baik potensi alam, sumberdaya manusia, maupun teknologi tentunya memiliki berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Proses pembangunan di bidang perekonomian memiliki tujuan mencapai

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Proses pembangunan di bidang perekonomian memiliki tujuan mencapai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses pembangunan di bidang perekonomian memiliki tujuan mencapai tingkat kesejahteraan masyarakat yang lebih tinggi. Untuk mencapai tujuan tersebut, diperlukan peranan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyediaan lapangan usaha dan penyerapan tenaga kerja. Di samping itu, dalam. terhadap penerimaan negara. (Bapeda Bandung, 2011)

BAB I PENDAHULUAN. penyediaan lapangan usaha dan penyerapan tenaga kerja. Di samping itu, dalam. terhadap penerimaan negara. (Bapeda Bandung, 2011) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri rokok di Indonesia merupakan salah satu industri hasil tembakau yang mempunyai peran penting dalam menggerakkan ekonomi nasional, karena mempunyai dampak yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Begitu besarnya dampak krisis ekonomi global yang terjadi di Amerika Serikat secara

BAB 1 PENDAHULUAN. Begitu besarnya dampak krisis ekonomi global yang terjadi di Amerika Serikat secara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Begitu besarnya dampak krisis ekonomi global yang terjadi di Amerika Serikat secara tidak langsung menghantam perekonomian hampir seluruh negara di dunia bahkan membuat

Lebih terperinci

Dinamika Pengembangan Subsektor Industri Makanan Dan Minuman Di Jawa Timur: Pengaruh Investasi Terhadap Penyerapan Jumlah Tenaga Kerja

Dinamika Pengembangan Subsektor Industri Makanan Dan Minuman Di Jawa Timur: Pengaruh Investasi Terhadap Penyerapan Jumlah Tenaga Kerja JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6 1 Dinamika Pengembangan Subsektor Industri Makanan Dan Minuman Di Jawa Timur: Pengaruh Investasi Terhadap Penyerapan Jumlah Tenaga Kerja Putri Amelia dan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Langkah-Langkah Penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Langkah-Langkah Penelitian BAB III METODOLOGI PENELITIAN III.1 Langkah-Langkah Penelitian Untuk mencapai maksud dan tujuan penelitian yang telah ditetapkan kemudian disusun metodologi penelitian yang terdiri dari langkah-langkah

Lebih terperinci

Paramita Anggraini ( ) Pembimbing : Dr.Ir. Sri Gunani Partiwi. Co Pembimbing : Prof.Dr.Ir. Budisantoso Wirjodirdjo, M.

Paramita Anggraini ( ) Pembimbing : Dr.Ir. Sri Gunani Partiwi. Co Pembimbing : Prof.Dr.Ir. Budisantoso Wirjodirdjo, M. ANALISIS EFEKTIVITAS KEBIJAKAN PENDIDIKAN DALAM PENYELARASAN SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DENGAN DUNIA INDUSTRI (STUDI KASUS : SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN NEGERI 5 (SMKN 5) DAN INDUSTRI MANUFAKTUR) JURUSAN

Lebih terperinci

KAJIAN KETERKAITAN PELAKU PERGULAAN NASIONAL: SUATU PENGHAMPIRAN MODEL DINAMIKA SISTEM

KAJIAN KETERKAITAN PELAKU PERGULAAN NASIONAL: SUATU PENGHAMPIRAN MODEL DINAMIKA SISTEM KAJIAN KETERKAITAN PELAKU PERGULAAN NASIONAL: SUATU PENGHAMPIRAN MODEL DINAMIKA SISTEM Disusun oleh : Lilik Khumairoh 2506 100 096 Dosen Pembimbing : Prof. Dr. Ir. Budisantoso Wirjodirdjo, M. Eng. Latar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Industri agro memiliki arti penting bagi perekonomian Indonesia yang ditunjukkan oleh beberapa fakta yang mendukung. Selama kurun waktu 1981 1995, industri agro telah

Lebih terperinci

Rokok: Pembangunan Nasional dan Mewujudkan Cita-Cita Nawacita

Rokok: Pembangunan Nasional dan Mewujudkan Cita-Cita Nawacita Rokok: Pembangunan Nasional dan Mewujudkan Cita-Cita Nawacita Oleh: Prof. DR.dr Nila. F. Moeloek Sp.M Menteri Kesehatan R.I CSO Workshop: Harga Rokok: Dilema Pembangunan & Kualitas Hidup Jakarta, 20 Desember

Lebih terperinci

KONDISI EKSISTING INDUSTRI. POTENSI Tulungagung Penghasil marmer terbesar di Indonesia (wikipedia.org) (Disperindag,2009)

KONDISI EKSISTING INDUSTRI. POTENSI Tulungagung Penghasil marmer terbesar di Indonesia (wikipedia.org) (Disperindag,2009) 8// PRESENTASI SIDANG TUGAS AKHIR Departemen Perdagangan RI LATAR BELAKANG 4 subsektor industri kreatif KONTRIBUSI SDA DAERAH NurmaAnita 56..46 Dosen Pembimbing Prof.Dr.Ir.Budisantoso Wirjodirdjo, M.Eng.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kebutuhan komponen otomotif baik untuk kendaraan baru (original equipment manufacture) dan spare parts (after market) cukup besar. Menurut data statistik jumlah populasi

Lebih terperinci

Makroekonomi 2017 APBN T.A & 2017 : Medium Term Budget Framework (MTBF): Pendapatan (% of GDP) 13,4-14,8 12,8-14,2 12,6-13,3. Belanja (% of GDP)

Makroekonomi 2017 APBN T.A & 2017 : Medium Term Budget Framework (MTBF): Pendapatan (% of GDP) 13,4-14,8 12,8-14,2 12,6-13,3. Belanja (% of GDP) Makroekonomi 2017 APBN T.A. 2016 & 2017 : Medium Term Budget Framework (MTBF): 2017 2018 2019 2020 Pendapatan (% of GDP) 12,6-13,3 12,8-14,2 13,4-14,8 Belanja (% of GDP) 15,0-15,3 15,1-16,1 15,4-16,4 Pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karakteristik industri rokok merupakan consumer goods dan invisible (taste),

BAB I PENDAHULUAN. Karakteristik industri rokok merupakan consumer goods dan invisible (taste), BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Karakteristik industri rokok merupakan consumer goods dan invisible (taste), produknya unik, konsumen loyal, bersifat konsumtif, segmen pasar usia produktif dan maskulin,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lebih dari 100 jenis tembakau dihasilkan di Indonesia. Dari sekitar 200 juta kilogram

BAB I PENDAHULUAN. Lebih dari 100 jenis tembakau dihasilkan di Indonesia. Dari sekitar 200 juta kilogram BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memproduksi berbagai macam tembakau yang tersebar dari pulau Sumatera, Jawa, Bali sampai Nusa Tenggara. Lebih dari 100 jenis

Lebih terperinci

KEBIJAKAN CUKAI HASIL TEMBAKAU

KEBIJAKAN CUKAI HASIL TEMBAKAU KEBIJAKAN CUKAI HASIL TEMBAKAU Disampaikan Oleh: Djaka Kusmartata Kepala Bidang Kebijakan Kepabeanan dan Cukai II Pusat Kebijakan Pendapatan Negara Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan RI Jakarta,

Lebih terperinci

SKENARIO DAMPAK PENERAPAN PAJAK DAERAH ATAS ROKOK TERHADAP FISKAL PEMERINTAH DAN PEREKONOMIAN 1

SKENARIO DAMPAK PENERAPAN PAJAK DAERAH ATAS ROKOK TERHADAP FISKAL PEMERINTAH DAN PEREKONOMIAN 1 SKENARIO DAMPAK PENERAPAN PAJAK DAERAH ATAS ROKOK TERHADAP FISKAL PEMERINTAH DAN PEREKONOMIAN 1 THE SCENARIO IMPACT OF LOCAL CIGARETTE TAX TO GOVERNMENT S FISCAL AND ECONOMIC Muhammad Yusmal Nikho Badan

Lebih terperinci

KAJIAN KEIKUTSERTAAN INDONESIA DALAM TRANS-PACIFIC PARTNERSHIP (TPP) PADA SEKTOR KESEHATAN KHUSUSNYA PRODUKSI TEMBAKAU/ROKOK

KAJIAN KEIKUTSERTAAN INDONESIA DALAM TRANS-PACIFIC PARTNERSHIP (TPP) PADA SEKTOR KESEHATAN KHUSUSNYA PRODUKSI TEMBAKAU/ROKOK KAJIAN KEIKUTSERTAAN INDONESIA DALAM TRANS-PACIFIC PARTNERSHIP (TPP) PADA SEKTOR KESEHATAN KHUSUSNYA PRODUKSI TEMBAKAU/ROKOK Indonesian Conference on Tobacco or Health 2017 Balai Kartini, Jakarta 15-16

Lebih terperinci

Model Dinamik Perkembangan Perumahan dan Apartemen di Kota Surabaya

Model Dinamik Perkembangan Perumahan dan Apartemen di Kota Surabaya JURNAL TEKNIK, () 5 Model Dinamik Perkembangan Perumahan dan Apartemen di Kota Surabaya Hasyim Yusuf Asjari, Budisantoso Wirjodirdjo Jurusan Teknik Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS PERILAKU MODEL

BAB V ANALISIS PERILAKU MODEL BAB V ANALISIS PERILAKU MODEL Pada bagian analisis kebijakan, terlebih dahulu akan dilakukan analisis pada model dasar, dan kemudian dilanjutkan dengan analisis penerapan skenario kebijakan yang telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Konsumsi tembakau merupakan salah satu penyebab kerusakan kesehatan yang berkembang cukup pesat di dunia. Tingkat konsumsi Hasil Tembakau khususnya konsumsi

Lebih terperinci

PERANCANGAN MODEL PENYALURAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) DI BPD CABANG X DENGAN MENGGUNAKAN AGENT-BASED MODELING AND SIMULATION

PERANCANGAN MODEL PENYALURAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) DI BPD CABANG X DENGAN MENGGUNAKAN AGENT-BASED MODELING AND SIMULATION PERANCANGAN MODEL PENYALURAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) DI BPD CABANG X DENGAN MENGGUNAKAN AGENT-BASED MODELING AND SIMULATION Oleh: TATBITA TITIN SUHARIYANTO 2509.100.132 Dosen Pembimbing: Moses Laksono

Lebih terperinci

KEBIJAKAN CUKAI HASIL TEMBAKAU SEBAGAI INSTRUMEN PENGENDALIAN KONSUMSI

KEBIJAKAN CUKAI HASIL TEMBAKAU SEBAGAI INSTRUMEN PENGENDALIAN KONSUMSI KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN KEBIJAKAN FISKAL 1 KEBIJAKAN CUKAI HASIL TEMBAKAU SEBAGAI INSTRUMEN PENGENDALIAN KONSUMSI Disampaikan Dalam Acara Kongres II InaHEA: Pengendalian Rokok Melalui

Lebih terperinci

2017, No c. bahwa pada tanggal 4 Oktober 2017, Pemerintah bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia telah menyepakati tar

2017, No c. bahwa pada tanggal 4 Oktober 2017, Pemerintah bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia telah menyepakati tar BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1485, 2017 KEMENKEU. Cukai Hasil Tembakau. Tarif. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 146/PMK.010/2017 TENTANG TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 146/PMK.010/2017 TENTANG TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 146/PMK.010/2017 TENTANG TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 146/PMK.010/2017 TENTANG TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ketentuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Selama beberapa tahun terakhir (2005-2009), ekonomi Indonesia membaik dengan pertumbuhan ekonomi rata-rata 5,5 persen. Namun kinerja itu masih jauh jika dibanding

Lebih terperinci

Perancangan Alat Bantu Pengambilan Keputusan Berbasis Sistem Dinamik Untuk Mengevaluasi Kebutuhan Kapasitas Bandara Juanda

Perancangan Alat Bantu Pengambilan Keputusan Berbasis Sistem Dinamik Untuk Mengevaluasi Kebutuhan Kapasitas Bandara Juanda Sidang Tugas Akhir Perancangan Alat Bantu Pengambilan Keputusan Berbasis Sistem Dinamik Untuk Mengevaluasi Kebutuhan Kapasitas Bandara Juanda Diajukan oleh : Febru Radhianjaya 2507 100 117 Jurusan Teknik

Lebih terperinci

KEBIJAKAN SUBSIDI KESEHATAN BAGI RUMAH TANGGA MISKIN, KONSUMSI ROKOK DAN PEMANFAATAN PELAYANAN KESEHATAN DI INDONESIA TAHUN 2001 Dan 2004

KEBIJAKAN SUBSIDI KESEHATAN BAGI RUMAH TANGGA MISKIN, KONSUMSI ROKOK DAN PEMANFAATAN PELAYANAN KESEHATAN DI INDONESIA TAHUN 2001 Dan 2004 KEBIJAKAN SUBSIDI KESEHATAN BAGI RUMAH TANGGA MISKIN, KONSUMSI ROKOK DAN PEMANFAATAN PELAYANAN KESEHATAN DI INDONESIA TAHUN 2001 Dan 2004 Juanita, Laksono T, Ghufron A.M, Yayi S.P Disampaikan pada Forum

Lebih terperinci

KEBIJAKAN TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU 2013 : SINERGI DALAM ROADMAP INDUSTRI HASIL TEMBAKAU

KEBIJAKAN TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU 2013 : SINERGI DALAM ROADMAP INDUSTRI HASIL TEMBAKAU KEBIJAKAN TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU 2013 : SINERGI DALAM ROADMAP INDUSTRI HASIL TEMBAKAU Oleh: Surono Widyaiswara Pusdiklat Bea dan Cukai Abstraksi: Kebijakan tarif cukai hasil tembakau tahun 2013 dilandasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesejahteraan masyarakat merupakan salah satu tujuan dari pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Kesejahteraan masyarakat merupakan salah satu tujuan dari pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesejahteraan masyarakat merupakan salah satu tujuan dari pembangunan ekonomi nasional yang dapat dicapai melalui pembenahan taraf hidup masyarakat, perluasan lapangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sehubungan dengan cita-cita bangsa Indonesia seperti yang tercantum dalam

I. PENDAHULUAN. Sehubungan dengan cita-cita bangsa Indonesia seperti yang tercantum dalam I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sehubungan dengan cita-cita bangsa Indonesia seperti yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945 yaitu wujudkan masyarakat adil dan makmur kita perlu melaksanakan pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan ekonomi di Indonesia, Indonesia telah memasuki

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan ekonomi di Indonesia, Indonesia telah memasuki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan ekonomi di Indonesia, Indonesia telah memasuki perdagangan bebas, dimana Indonesia semakin dituntut untuk semakin siap dalam menghadapi

Lebih terperinci

1 of 5 21/12/ :02

1 of 5 21/12/ :02 1 of 5 21/12/2015 14:02 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 179/PMK.011/2012 TENTANG TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Pemerintah melalui Kementerian Keuangan kembali menaikkan harga cukai untuk

1. PENDAHULUAN. Pemerintah melalui Kementerian Keuangan kembali menaikkan harga cukai untuk 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Pemerintah melalui Kementerian Keuangan kembali menaikkan harga cukai untuk Tahun 2013 dengan besaran rata-rata sekitar 8,5 persen atau mulai Rp 5,00 sampai

Lebih terperinci

Paparan Publik. Ruang Seminar 1 & 2 Bursa Efek Indonesia, Jakarta 27 April 2018

Paparan Publik. Ruang Seminar 1 & 2 Bursa Efek Indonesia, Jakarta 27 April 2018 Paparan Publik Ruang Seminar 1 & 2 Bursa Efek Indonesia, Jakarta 27 April 2018 Forward-Looking and Cautionary Statements Presentasi ini disusun oleh manajemen PT Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk. ( HMS )

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Isu tentang permasalahan kesehatan merupakan dua dari 17 Tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Isu tentang permasalahan kesehatan merupakan dua dari 17 Tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu tentang permasalahan kesehatan merupakan dua dari 17 Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goal) atau SDGs, yang merupakan lanjutan dan penyempurnaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Dua lembaga konsultan keuangan dunia, Price Water House Coopers (2006) dan Goldman Sachs (2007), memprediksi bahwa Indonesia akan menjadi salah satu negara dengan kekuatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi (UU

BAB 1 PENDAHULUAN. memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi (UU BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan adalah keadaan sejahtera badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi (UU Kesehatan No.23/1992). Kesehatan

Lebih terperinci

Disusun Oleh Arini Ekaputri Junaedi ( ) Dosen Pembimbing Yudha Prasetyawan, S.T., M.Eng.

Disusun Oleh Arini Ekaputri Junaedi ( ) Dosen Pembimbing Yudha Prasetyawan, S.T., M.Eng. PERUMUSAN SKENARIO KEBIJAKAN SISTEM TRANSPORTASI PERKOTAAN DI SURABAYA BERDASARKAN EVALUASI DAMPAK PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DAN LINGKUNGAN : SEBUAH PENDEKATAN SISTEM DINAMIK Disusun Oleh Arini Ekaputri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan serta pengentasan kemiskinan (Todaro, 1997). ekonomi. Indikator ini pada dasarnya mengukur kemampuan suatu negara untuk

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan serta pengentasan kemiskinan (Todaro, 1997). ekonomi. Indikator ini pada dasarnya mengukur kemampuan suatu negara untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi dalam perspektif yang luas dipandang sebagai suatu proses multidimensi yang mencakup pelbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap masyarakat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Isi pembukaan Undang-undang Dasar 1945 diantaranya menyatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Isi pembukaan Undang-undang Dasar 1945 diantaranya menyatakan bahwa BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isi pembukaan Undang-undang Dasar 1945 diantaranya menyatakan bahwa salah satu tujuan negara Indonesia adalah untuk memajukan kesejahteraan umum. Hal ini tidak terlepas

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH No. 06/02/72/Th. XIV. 7 Februari 2011 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH Ekonomi Sulawesi Tengah tahun 2010 yang diukur dari kenaikan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan 2000

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki potensi alamiah yang berperan positif dalam

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki potensi alamiah yang berperan positif dalam 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki potensi alamiah yang berperan positif dalam pengembangan sektor pertanian sehingga sektor pertanian memiliki fungsi strategis dalam penyediaan pangan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2007

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2007 BPS PROVINSI DKI JAKARTA No. 40/11/31/Th. IX, 15 November 2007 PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2007 Perekonomian DKI Jakarta pada triwulan III tahun 2007 yang diukur berdasarkan PDRB

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT No. 09/02/61/Th. XIII, 10 Februari 2010 PEREKONOMIAN KALIMANTAN BARAT TAHUN 2009 Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) tahun 2009 meningkat 4,76 persen dibandingkan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1121, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Cukai. Tembakau. Tarif. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 179/PMK.011/2012 TENTANG TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU DENGAN

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Uraian dalam Bab ini menjelaskan hasil pengolahan data dan pembahasan terhadap 4 (empat) hal penting yang menjadi fokus dari penelitian ini, yaitu: (1) peranan sektor kehutanan

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 179/PMK.011/2012 TENTANG TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 179/PMK.011/2012 TENTANG TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 179/PMK.011/2012 TENTANG TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seperti kita ketahui bersama, Indonesia selain menyelenggarakan pemerintahan juga melaksanakan pembangunan.dan untuk menjalankan pembangunan suatu Negara membutuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Fungsi pemerintah dalam suatu negara adalah : 1) fungsi stabilisasi, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Fungsi pemerintah dalam suatu negara adalah : 1) fungsi stabilisasi, yaitu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fungsi pemerintah dalam suatu negara adalah : 1) fungsi stabilisasi, yaitu fungsi pemerintah dalam menciptakan kestabilan ekonomi, sosial politik, hukum, pertahanan

Lebih terperinci

BAB V PERANCANGAN KEBIJAKAN DAN ANALISIS PERILAKU MODEL. V.1 Arah Kebijakan Direktorat Industri Alat Transportasi Darat dan Kedirgantaraan (IATDK)

BAB V PERANCANGAN KEBIJAKAN DAN ANALISIS PERILAKU MODEL. V.1 Arah Kebijakan Direktorat Industri Alat Transportasi Darat dan Kedirgantaraan (IATDK) BAB V PERANCANGAN KEBIJAKAN DAN ANALISIS PERILAKU MODEL V.1 Arah Kebijakan Direktorat Industri Alat Transportasi Darat dan Kedirgantaraan (IATDK) Perancangan kebijakan otomotif nasional diturunkan berdasarkan

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA LAPORAN SINGKAT RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM BADAN LEGISLASI DPR RI DENGAN GABUNGAN PERSERIKATAN PABRIK ROKOK INDONESIA (GAPRI) DAN GABUNGAN PRODUSEN ROKOK PUTIH

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. tempat seperti di lingkungan keluarga, kantor, fasilitas kesehatan, cafe, kendaraan

BAB 1 : PENDAHULUAN. tempat seperti di lingkungan keluarga, kantor, fasilitas kesehatan, cafe, kendaraan BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Merokok merupakan salah satu kebiasaan yang paling sering di jumpai di kalangan masyarakat. Kebiasaan merokok masyarakat dapat dijumpai di berbagai tempat seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu barang dan jasa demi memenuhi kebutuhan dasarnya. Seseorang yang melakukan

BAB I PENDAHULUAN. suatu barang dan jasa demi memenuhi kebutuhan dasarnya. Seseorang yang melakukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam upaya memenuhi kebutuhannya, seseorang akan melakukan sesuatu kegiatan yang disebut konsumsi. Konsumsi merupakan suatu kegiatan menikmati nilai daya guna dari

Lebih terperinci

BAB VI PERANCANGAN KEBIJAKAN. 6.1 Arah Kebijakan dan Proses Perancangan Kebijakan

BAB VI PERANCANGAN KEBIJAKAN. 6.1 Arah Kebijakan dan Proses Perancangan Kebijakan BAB VI PERANCANGAN KEBIJAKAN 6.1 Arah Kebijakan dan Proses Perancangan Kebijakan Dalam rangka untuk mencapai tujuan negara, yaitu menjadikan pertumbuhan ekonomi yang tinggi maka diperlukan berbagai kebijakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang, pemerintah memerlukan dana yang tidak sedikit, dimana dana

BAB I PENDAHULUAN. berkembang, pemerintah memerlukan dana yang tidak sedikit, dimana dana BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan sebuah negara yang sedang berkembang baik dari segi pendidikan, infrastruktur, perekonomian, dan sebagainya. Untuk dapat terus berkembang,

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN MODEL SISTEM DINAMIK UNTUK ANALISIS KETERSEDIAAN BERAS (STUDI KASUS : DIVRE JAWA TIMUR)

PENGEMBANGAN MODEL SISTEM DINAMIK UNTUK ANALISIS KETERSEDIAAN BERAS (STUDI KASUS : DIVRE JAWA TIMUR) PENGEMBANGAN MODEL SISTEM DINAMIK UNTUK ANALISIS KETERSEDIAAN BERAS (STUDI KASUS : DIVRE JAWA TIMUR) Diajeng Permata Inggar Jati (5209100111) Pembimbing : Erma Suryani, S.T., M.T., Ph.D. Abstrak Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pungutan cukai merupakan salah satu komponen penerimaan negara yang memiliki ciri khusus dan berbeda dengan pungutan pajak lainnya. Ciri khusus yang dimaksud

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN IV TAHUN 2013

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN IV TAHUN 2013 No. 09/02/31/Th. XVI, 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN IV TAHUN 2013 Secara total, perekonomian DKI Jakarta pada triwulan IV/2013 yang diukur berdasarkan PDRB atas dasar harga konstan

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT PEREKONOMIAN KALIMANTAN BARAT PERTUMBUHAN PDRB TAHUN 2013 MENCAPAI 6,08 PERSEN No. 11/02/61/Th. XVII, 5 Februari 2014 Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) tahun

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN JUNI 2001

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN JUNI 2001 REPUBLIK INDONESIA PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN JUNI 2001 Kondisi ekonomi makro bulan Juni 2001 tidak mengalami perbaikan dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Kepercayaan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang fokus terhadap

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang fokus terhadap BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang fokus terhadap pembangunan nasional. Salah satu strategi pembangunan nasional indonesia yaitu melakukan pemerataan

Lebih terperinci

5. HASIL DAN PEMBAHASAN

5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Simulasi Model Pertumbuhan kegiatan kepariwisataan di Indonesia yang dikaitkan dengan adanya liberalisasi perdagangan, dalam penelitian ini, dianalisis dengan menggunakan model

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2007

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2007 BPS PROVINSI DKI JAKARTA No. 30/08/31/Th.IX, 15 AGUSTUS 2007 PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2007 Perekonomian DKI Jakarta pada triwulan II tahun 2007 yang diukur berdasarkan PDRB atas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Sebagai negara yang menganut sistem perekonomian terbuka,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Sebagai negara yang menganut sistem perekonomian terbuka, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sebagai negara yang menganut sistem perekonomian terbuka, seperti Indonesia serta dalam era globalisasi sekarang ini, suatu negara tidak terlepas dari kegiatan

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P-26/BC/2009 TENTANG

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P-26/BC/2009 TENTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P-26/BC/2009 TENTANG TATA CARA PENUNDAAN PEMBAYARAN CUKAI DIREKTUR JENDERAL BEA

Lebih terperinci

LEMBAGA DEMOGRAFI Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Ekonomi Tembakau di Indonesia

LEMBAGA DEMOGRAFI Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Ekonomi Tembakau di Indonesia LEMBAGA DEMOGRAFI i Penerapan cukai tembakau sampai pada batas maksimum yang diperbolehkan undang-undang (57 persen) dapat mencegah terjadinya 1,7 juta sampai 4 juta kematian akibat rokok diantara perokok,

Lebih terperinci

VII DAMPAK PENCAPAIAN KEBIJAKAN GERNAS DAN PENERAPAN BEA EKSPOR KAKAO TERHADAP KINERJA INDUSTRI HILIR DAN PENERIMAAN PETANI

VII DAMPAK PENCAPAIAN KEBIJAKAN GERNAS DAN PENERAPAN BEA EKSPOR KAKAO TERHADAP KINERJA INDUSTRI HILIR DAN PENERIMAAN PETANI VII DAMPAK PENCAPAIAN KEBIJAKAN GERNAS DAN PENERAPAN BEA EKSPOR KAKAO TERHADAP KINERJA INDUSTRI HILIR DAN PENERIMAAN PETANI Agribisnis kakao memiliki permasalahan di hulu sampai ke hilir yang memiliki

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Rokok merupakan salah satu produk yang cukup unik (terutama cara

I. PENDAHULUAN. Rokok merupakan salah satu produk yang cukup unik (terutama cara I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rokok merupakan salah satu produk yang cukup unik (terutama cara mengkonsumsinya), karena produk ini memberikan kepuasan kepada konsumen melalui asap (hasil pembakaran

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. (kondisi ekonomi, keadaan politik, dan bencana alam) dan faktor internal (kinerja

BAB 1 PENDAHULUAN. (kondisi ekonomi, keadaan politik, dan bencana alam) dan faktor internal (kinerja BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebangkrutan merupakan kondisi perusahaan yang tidak memenuhi hutangnya atau juga kondisi dari awalnya perusahaan dapat beroperasi kemudian mengalami kegagalan

Lebih terperinci

Keynote Speech. Pengendalian Produk Tembakau dan Pembangunan Berkelanjutan. Prof. Bambang P.S. Brodjonegoro, MUP, Ph.D. Menteri PPN/Kepala Bappenas

Keynote Speech. Pengendalian Produk Tembakau dan Pembangunan Berkelanjutan. Prof. Bambang P.S. Brodjonegoro, MUP, Ph.D. Menteri PPN/Kepala Bappenas Keynote Speech Pengendalian Produk Tembakau dan Pembangunan Berkelanjutan Prof. Bambang P.S. Brodjonegoro, MUP, Ph.D. Menteri PPN/Kepala Bappenas The 4th Indonesian Conference on Tobacco or Health (ICTOH)

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. tahun itu terus meningkat, baik itu pada laki-laki maupun perempuan. Menurut The

BAB 1 : PENDAHULUAN. tahun itu terus meningkat, baik itu pada laki-laki maupun perempuan. Menurut The BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyalahgunaan tembakau pada dasarnya merupakan penyebab kematian yang dapat dihindari. Namun, kecanduan dalam merokok masih belum bisa lepas dari masyarakat di dunia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam perekonomian Indonesia. Perusahaan rokok mempunyai multiplier effect

BAB I PENDAHULUAN. dalam perekonomian Indonesia. Perusahaan rokok mempunyai multiplier effect BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Situasi perekonomian yang tidak menentu dan sulit diramalkan dewasa ini sangat besar pengaruhnya terhadap dunia usaha yang ingin tetap bertahan dan mengembangkan semaksimal

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH NO.19 TAHUN 2003 TERHADAP PERMINTAAN ROKOK KRETEK DAN TENAGA KERJA INDUSTRI ROKOK KRETEK DI INDONESIA

ANALISIS PENGARUH PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH NO.19 TAHUN 2003 TERHADAP PERMINTAAN ROKOK KRETEK DAN TENAGA KERJA INDUSTRI ROKOK KRETEK DI INDONESIA ANALISIS PENGARUH PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH NO.19 TAHUN 2003 TERHADAP PERMINTAAN ROKOK KRETEK DAN TENAGA KERJA INDUSTRI ROKOK KRETEK DI INDONESIA OLEH WIJAYANTI TANJUNGSARI H14053684 DEPARTEMEN ILMU

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 449 /KMK.04/2002 TENTANG PENETAPAN TARIF CUKAI DAN HARGA DASAR HASIL TEMBAKAU

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 449 /KMK.04/2002 TENTANG PENETAPAN TARIF CUKAI DAN HARGA DASAR HASIL TEMBAKAU KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 449 /KMK.04/2002 TENTANG PENETAPAN TARIF CUKAI DAN HARGA DASAR HASIL TEMBAKAU MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan

Lebih terperinci

Tahun Harga Kakao Harga Simulasi

Tahun Harga Kakao Harga Simulasi Validasi Harga Harga Biji kakao = 374 US$ tiap ton Hipotesa untuk uji validasi ini, yaitu: H : μ d = μ (tidak ada perbedaan data) H 1 : μ d μ (terdapat perbedaan data) Tahun Harga Kakao Harga Simulasi

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA BADAN PUSAT STATISTIK No. 16/02/Th. XVII, 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA PERTUMBUHAN PDB TAHUN 2013 MENCAPAI 5,78 PERSEN Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia tahun 2013 tumbuh sebesar 5,78

Lebih terperinci

S U T A R T O NIM : Program Studi Teknik dan Manajemen industri

S U T A R T O NIM : Program Studi Teknik dan Manajemen industri PENGEMBANGAN MODEL KEBIJAKAN SEKTOR INDUSTRI KOMPONEN ELEKTRONIKA (KBLI 321) DENGAN PENDEKATAN DINAMIKA SISTEM TESIS Karya Tulis sebagai salah satu syarat Untuk memperoleh gelar Magister dari Institut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, hal ini dikarena industri tembakau mempunyai multiplier effect yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, hal ini dikarena industri tembakau mempunyai multiplier effect yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Industri pengolahan tembakau mampu dalam menggerakkan ekonomi di Indonesia, hal ini dikarena industri tembakau mempunyai multiplier effect yang sangat luas,

Lebih terperinci

BAB VI PERANCANGAN KEBIJAKAN

BAB VI PERANCANGAN KEBIJAKAN BAB VI PERANCANGAN KEBIJAKAN VI.1 Proses Perancangan Kebijakan Proses perancangan kebijakan industri sari buah didasarkan pada arah kebijakan pembangunan nasional yang kemudian dijabarkan dalam visi dan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN IV TAHUN 2012

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN IV TAHUN 2012 PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN IV TAHUN 2012 Secara total, perekonomian DKI Jakarta pada triwulan IV/2012 yang diukur berdasarkan PDRB atas dasar harga konstan 2000 menunjukkan pertumbuhan sebesar

Lebih terperinci

Analisis Perkembangan Industri

Analisis Perkembangan Industri MARET 2017 Analisis Perkembangan Industri Pusat Data dan Informasi Maret 2017 Pertumbuhan Ekonomi Nasional Pertumbuhan ekonomi nasional, yang diukur berdasarkan PDB harga konstan 2010, pada triwulan IV

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi dunia saat ini adalah sangat lambat. Banyak faktor yang menyebabkan hal tersebut terjadi. Salah satunya adalah terjadinya krisis di Amerika.

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA BADAN PUSAT STATISTIK No. 12/02/Th. XIV, 7 Februari 2011 PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA PERTUMBUHAN PDB TAHUN 2010 MENCAPAI 6,1 PERSEN Pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) tahun 2010 meningkat sebesar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambaran pengetahuan..., Rowella Octaviani, FKM UI, 2009

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambaran pengetahuan..., Rowella Octaviani, FKM UI, 2009 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebiasaan merokok telah lama dikenal oleh masyakarat Indonesia dan dunia dan jumlah perokok semakin terus bertambah dari waktu ke waktu. The Tobacco Atlas 2009 mencatat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kebutuhan manusia selalu berkembang sejalan dengan tuntutan zaman, tidak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kebutuhan manusia selalu berkembang sejalan dengan tuntutan zaman, tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kebutuhan manusia selalu berkembang sejalan dengan tuntutan zaman, tidak sekedar memenuhi kebutuhan hayati saja, namun juga menyangkut kebutuhan lainnya seperti

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER - 27/BC/2013

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER - 27/BC/2013 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER - 27/BC/2013 TENTANG PEMERIKSAAN TERHADAP PENGUSAHA PABRIK HASIL TEMBAKAU

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH No.12/02/33/Th.VII, 5 Februari 2013 PERTUMBUHAN PDRB JAWA TENGAH TAHUN 2012 MENCAPAI 6,3 PERSEN Besaran PDRB Jawa Tengah pada tahun 2012 atas dasar harga berlaku mencapai

Lebih terperinci

FUNGSI IMPOR DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA. Nursiah Chalid

FUNGSI IMPOR DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA. Nursiah Chalid FUNGSI IMPOR DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA Nursiah Chalid Jurusan Ilmu Ekonomi Universitas Riau Kampus Bina Widya Km 12,5 Simpang Baru Pekanbaru 28293 ABSTRAKSI Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN IV TAHUN 2008

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN IV TAHUN 2008 BPS PROVINSI DKI JAKARTA PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN IV TAHUN 2008 No. 08/02/31/Th. XI, 16 Februari 2009 Secara total, perekonomian DKI Jakarta pada triwulan IV tahun 2008 yang diukur berdasarkan

Lebih terperinci

Analisis Faktor Produktivitas Gula Nasional dan Pengaruhnya Terhadap Harga Gula Domestik dan Permintaan Gula Impor. Lilis Ernawati

Analisis Faktor Produktivitas Gula Nasional dan Pengaruhnya Terhadap Harga Gula Domestik dan Permintaan Gula Impor. Lilis Ernawati Analisis Faktor Produktivitas Gula Nasional dan Pengaruhnya Terhadap Harga Gula Domestik dan Permintaan Gula Impor Lilis Ernawati 5209100085 Dosen Pembimbing : Erma Suryani S.T., M.T., Ph.D. Latar Belakang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembukaan UUD 1945 alinea 4 yaitu, memajukan kesejahteraan umum. Agar tujuan

BAB I PENDAHULUAN. pembukaan UUD 1945 alinea 4 yaitu, memajukan kesejahteraan umum. Agar tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu tujuan nasional dari negara Republik Indonesia dapat dilihat di dalam pembukaan UUD 1945 alinea 4 yaitu, memajukan kesejahteraan umum. Agar tujuan tersebut

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Hotel dan Restoran Terhadap Perekonomian Kota Cirebon Berdasarkan Struktur Permintaan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Hotel dan Restoran Terhadap Perekonomian Kota Cirebon Berdasarkan Struktur Permintaan 60 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Peranan Sektor Hotel dan Restoran Terhadap Perekonomian Kota Cirebon Berdasarkan Struktur Permintaan Alat analisis Input-Output (I-O) merupakan salah satu instrumen yang

Lebih terperinci