SURAT PERNYATAAN ANALISIS DAMPAK KEBIJAKAN PERBERASAN INDONESIA: MODEL DISAGREGASI WILAYAH DAN POLA PANEN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "SURAT PERNYATAAN ANALISIS DAMPAK KEBIJAKAN PERBERASAN INDONESIA: MODEL DISAGREGASI WILAYAH DAN POLA PANEN"

Transkripsi

1 ANALISIS DAMPAK KEBIJAKAN PERBERASAN INDONESIA: MODEL DISAGREGASI WILAYAH DAN POLA PANEN JAN PITER SINAGA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

2 SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam tesis saya yang berjudul: ANALISIS DAMPAK KEBIJAKAN PERBERASAN INDONESIA: MODEL DISAGREGASI WILAYAH DAN POLA PANEN Merupakan gagasan atau hasil penelitian tesis saya sendiri dengan bimbingan komisi pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya. Tesis ini belum pernah diajukan untuk untuk memperoleh gelar pada program sejenis di perguruan tinggi manapun. Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya. Bogor, Juli 2011 Jan Piter Sinaga NRP.H

3 ABSTRACT JAN PITER SINAGA, Indonesia Rice Policy Impact Analysis: Disaggregate Regions and Harvested Pattern Model (HARIANTO as the Chairman and NUNUNG KUSNADI as Member of the Advisory Committe) The objective of this research is to analyze the impact of rice policy on rice economy based on harvested pattern in national and regional level. For that purpose, disaggregation data are collected by months and regions (Sumatera, Java, Bali and Nusa Tenggara, Kalimantan and Sulawesi). Econometric model is formulated as a simultaneous equations and estimated using Two Stages Least Squares (2SLS) method. Rice policy aims not only to protect producer and domestic prices stabilization but also to provide rice to specified target-group of consumers through reserves and distribution mechanism. The results revealed that the model is able to well discribe the variation impact of rice policy in national and regional level. Furtheremore, this result supported previous finding indicated that the rice producer in some regions are unlikely benefited from the rice policy especialy during harvested period. Therefore, government intervention in terms of stabilizing price needs to be reviewed to reach it s targeted objectives. Key words: price stabilization, reserves and distribution mechanism, rice policy, variation impact

4 RINGKASAN JAN PITER SINAGA. Analisis Dampak Kebijakan Perberasan Indonesia: Model Disagregasi Wilayah dan Pola Panen (HARIANTO sebagai Ketua dan Nunung Kusnadi sebagai Anggota Komisi Pembimbing) Mengingat peranan beras sebagai komoditi strategis, maka beras sarat akan intervensi kebijakan pemerintah. Kebijakan perberasan bertujuan untuk melindungi kepentingan produsen dan konsumen sehingga penerapan kebijakan harus tepat baik instrumen, sasaran dan waktu implementasinya. Produksi padi tidak dihasilkan merata antar wilayah dan antar waktu sepanjang periode satu tahun. Kebijakan perberasan menurut beberapa penelitian sebelumnya dan data empiris menunjukkan tidak efektif pada waktu tertentu terutama pada saat panen. Hal ini terjadi terkait dengan kondisi variasi antar wilayah dan antar waktu. Berdasarkan hal itu maka penting untuk melihat dampak kebijakan di tingkat nasional dan wilayah pada setiap periode berdasarkan variasi antar wilayah dan antar waktu berdasarkan siklus produksi padi. Penelitian ini mengkaji dampak kebijakan perberasan berdasarkan variasi produksi antar wilayah dan waktu. Perbedaan dampak kebijakan di level nasional dan wilayah terjadi sesuai dengan variasi pola panen nasional dan masing-masing wilayah Penelitian ini bertujuan untuk: (1) membangun model ekonomi perberasan yang mampu menjelaskan perbedaan dampak kebijakan stabilisasi harga gabah produsen dan harga beras produsen di tingkat wilayah, dan (2) mempelajari dampak kebijakan harga pembelian pemerintah (HPP), tarif impor beras, pengadaan dan penyaluran oleh Perum Bulog serta kombinasi kebijakan HPP dan tarif impor beras di tingkat wilayah. Jenis data yang digunakan adalah data bulanan agregat nasional dan lima wilayah Sumatera, Jawa, Bali dan Nusa Tenggara, Kalimantan dan Sulawesi. tahun Model dibangun untuk menjelaskan adanya perbedaan dampak kebijakan perberasan di tingkat nasional dan wilayah dalam bentuk model persamaan simultan dan diduga dengan metode 2 SLS menggunakan program aplikasi komputer SAS versi 9.2. Hasil penelitian mengenai analisis ekonomi perberasan di Indonesia menyimpulkan bahwa model yang dibangun mampu menjelaskan perbedaan dampak akibat adanya variasi antar waktu dan antar wilayah di masing-masing wilayah. Kebijakan stabilisasi harga gabah produsen dan harga beras konsumen menghasilkan dampak sebagai berikut: (1) kebijakan kenaikan HPP sebesar 5 persen efektif mendorong peningkatan Indonesia, Kalimantan dan Sulawesi tetapi tidak efektif di Sumatera dan Jawa, Bali dan Nusa Tenggara, (2) dampak kebijakan kenaikan tarif impor sebesar 5 persen akan efektif mendorong peningkatan harga beras Indonesia, Sumatera dan Sulawesi serta harga gabah Sumatera dan Jawa namun tidak efektif di wilayah lainnya dengan besaran yang bervariasi antar waktu, (3) dampak kebijakan kenaikan penyaluran sebesar 5 persen efektif menurunkan harga beras Indonesia dan semua wilayah dengan besaran bervariasi antar waktu, dan (4) kebijakan kombinasi kenaikan HPP dan tarif impor masing-masing sebesar 5 persen akan memperkuat pengaruh kebijakan

5 tunggal kenaikan HPP dan kebijakan tunggal kenaikan tarif impor dengan besaran bervariasi antar waktu. Berdasarkan hasil penelitian maka dapat diajukan beberapa saran sebagai berikut: (1) penerapan kebijakan yang bersifat sentralistik tidak tepat dan kebijakan sebaiknya bersifat desentralistik sesuai dengan variasi antar waktu dan antar wilayah, (2) perlu dukungan alokasi anggaran pemerintah yang sangat besar dalam mengintervensi pasar seperti pada kondisi kelebihan penawaran saat panen raya, dan (3) sebagai upaya melindungi kepentingan petani saat panen raya dan konsumen pada saat periode bukan panen upaya pembatasan impor dapat diberlakukan melalui pengenaan tarif impor. Kata kunci: stabilisasi harga, mekanisme pengadaan dan penyaluran, kebijakan perberasan, variasi dampak

6 Hak Cipta milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

7 ANALISIS DAMPAK KEBIJAKAN PERBERASAN INDONESIA: MODEL DISAGREGASI WILAYAH DAN POLA PANEN JAN PITER SINAGA Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian PROGRAM PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

8

9 Penguji Luar Komisi: Dr. Ir. Ratna Winandi, MS (Dosen Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor) Wakil Koordinator Mayor Ilmu Ekonomi Pertanian Pimpinan Sidang: Dr. Ir. Henny K. Daryanto, M.Sc (Dosen Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor)

10 KATA PENGANTAR Puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala berkat dan pernyertaannya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan tesis yang berjudul Analisis Dampak Kebijakan Indonesia: Model Disagregasi Wilayah dan Pola Panen. Penelitian ini dilatar belakangi variasi dampak kebijakan perberasan di beberapa wilayah yang ditemukan penulis yang merugikan petani akibat rendahnya harga produknya. Penelitian ini diharapkan dapat memberi solusi penanganan kebijakan harga gabah produsen dan konsumen sehingga dapat menguntungkan produsen dan konsumen padi. Tesis ini saya persembahkan untuk Bapak dan Ibu saya, terimakasih atas kesabaran, bimbingan, nasehat dan pengertiannya yang tidak berkesudahan. Kepada saudara-saudara, ipar, keponakanku tercinta dan kakakku yang di surga. Selama menempuh pendidik S-2 ini, banyak harapan dan keinginan kalian yang tidak dan belum dapat saya laksanakan. Saya mohon maaf atas semua kesalahan itu. Kasih karunia Tuhan yang selalu menyertai hati dan pikiran kita sehingga kita memperoleh damai, sejahtera dan sukacita sampai selama-lamanya.amin. Ucapan terimaksih penulis sampaikan kepada Komisi Pembimbing, Dr. Ir. Harianto, MS dan Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS yang telah berkenan mengarahkan dan memberikan saran serta pemikiran kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini. Kepada penguji luar komisi dan penguji yang mewakili Program Studi yang telah memberi saran dan pemikiran untuk perbaikan tesis ini. Terimakasih yang tulus kepada:

11 1. Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA selaku Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian dan staf pengajar yang telah membimbing dalam proses pembelajaran di Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian. 2. Seluruh teman-teman EPN angkatan 2006 (Indra, Pak Andi, Pak Dahya, Mbak Sayekti, Mbak Femmi, Deasi, Ismi, Husein, Wayan) untuk petemanan dan kebersaman selama menempuh perkuliahan. 3. Terimakasih untuk pimpinan dan teman-teman di Bidang Cadangan Pangan dan Bidang Akses Pangan, Badan Ketahanan Pangan, Kementerian Pertanian atas segala pengertian dan dukungan terhadap penulis dalam menjalani proses perkuliahan. 4. Teman-teman di Sekretariat EPN SPs IPB. 5. Serta semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan tesis ini. Akhirnya tesis ini dipersembahkan kepada pembaca sebagai salah satu pemikiran dan masukan yang diharapkan berguna bagi semua pihak yang membutuhkan. Bogor, Juli 2011 Jan Piter Sinaga

12 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Pematangsiantar, Sumatera Utara pada tanggal 8 Januari 1979 sebagai anak kelima dari enam bersaudara. Penulis menyelasaikan pendidikan sekolah dasar pada tahun 1991 di SD Negeri Pematang Siantar, pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 1 Pematangsiantar dan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 3 Pematangsiantar. Penulis menerima gelar sarjana teknologi pertanian (S.TP) di Universitas Gadjah Mada pada tahun 2003 dan saat ini bekerja di Bidang Akses Pangan, Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan, Kementerian Pertanian. Tahun 2006 penulis melanjutkan studi S-2 di Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian Sekolah Pascasarjana Istitut Pertanian Bogor.

13 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR..... DAFTAR LAMPIRAN.. iv vi vii I. PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan dan Kegunaan Penelitian Ruang Lingkup Konsep II. TINJAUAN PUSTAKA Permintaan dan Penawaran Perkembangan Produksi Pola Panen Padi Impor Beras Konsumsi Beras Perkembangan Harga Gabah dan Beras Kebijakan Ekonomi Stabilisasi Harga Gabah dan Beras Tinjauan Penelitian Sebelumnya III. KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Analisis Penawaran Beras Analisis Permintaan Beras Respon Bedakala Produksi Komoditi Pertanian Model Nearlove Model Respon Penawaran Padi... 45

14 3.2. Harga Dasar dan Harga Tertinggi Mekanisme Pengendalian Harga Gabah Analisis Pengembangan Model Hayami Kerangka Pemikiran Operasional IV. METODE PENELITIAN Jenis dan Sumber Data Spesifikasi Model Model Ekonometrika Produksi Padi dan Produksi Beras Luas Areal Panen Impor Beras Penawaran Beras Konsumsi Beras Harga Gabah Petani Harga Beras Domestik Stok Opersional Perum Bulog Identifikasi dan Pendugaan Model Validasi Model Simulasi Dampak Kebijakan Perberasan terhadap Ekonomi Perberasan Indonesia V. KERAGAAN PERBERASAN INDONESIA Hasil Pendugaan Model Ekonomi Perberasan Indonesia Pembahasan Pendugaan Model Ekonomi Perberasan Indonesia Luas Areal Panen Padi Impor Beras Harga Beras Impor Harga Gabah Petani Konsumsi Beras Harga Beras Domestik Stok Operasional Perum Bulog ii

15 VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN PERBERASAN Hasil Validasi Model Ekonomi Perberasan Indonesia Pembahasan Hasil Simulasi Model Ekonomi Perberasan Indonesia Kebijakan Kenaikan Harga Pembelian Pemerintah Sebesar 5 Persen Kebijakan Kenaikan Tarif Impor Sebesar 5 Persen Kebijakan Kenaikan Penyaluran Sebesar 5 Persen Kebijakan Kombinasi Kenaikan Harga Pembelian Pemerintah dan Tarif Impor Masing-masing Naik 5 Persen VII. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN iii

16 iv

17 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Produksi Padi Nasional Tahun Produksi padi Wilayah Jawa Tahun Produksi Padi Wilayah Sumatera Tahun Produksi Padi Wilayah Bali dan Nusa Tenggara Tahun Produksi Padi Wilayah Kalimantan Tahun Produksi Padi Wilayah Sulawesi Tahun Impor Beras Indonesia Tahun Konsumsi Beras Indonesia Bulanan Tahun Perkembangan Harga Gabah Petani Indonesia Tahun Perkembangan Harga Beras Eceran Indonesia Tahun Harga Pembelian Pemerintah Gabah Kering Panen Tahun Perkembangan Pengadaan Beras Tahun Perkembangan Penyaluran Beras Tahun Perkembangan Stok Operasional Perum Bulog Tahun Rencana Simulasi Parsial dan Kombinasi Kebijakan Perberasan Hasil Pendugaan Parameter Luas Areal Panen Padi Sumatera Hasil Pendugaan Parameter Luas Areal Panen Padi Jawa Hasil Pendugaan Parameter Luas Areal Panen Padi Bali dan NT Hasil Pendugaan Parameter Luas Areal Panen Padi Kalimantan Hasil Pendugaan Parameter Luas Areal Panen Padi Sulawesi Hasil Pendugaan Parameter Impor Beras Hasil Pendugaan Parameter Harga Beras Impor Hasil Pendugaan Parameter Harga Gabah Petani Indonesia Hasil Pendugaan Parameter Harga Gabah Petani Sumatera Hasil Pendugaan Parameter Harga Gabah Petani Jawa iv

18 Nomor Halaman 26. Hasil Pendugaan Parameter Harga Gabah Petani Bali dan Nusa Tenggara Hasil Pendugaan Parameter Harga Gabah Petani Kalimantan Hasil Pendugaan Parameter Harga Gabah Petani Sulawesi Hasil Pendugaan Parameter Konsumsi Beras Sumatera Hasil Pendugaan Parameter Konsumsi Beras Jawa Hasil Pendugaan Parameter Konsumsi Beras Bali dan Nusa Tenggara Hasil Pendugaan Parameter Konsumsi Kalimantan Hasil Pendugaan Parameter Konsumsi Sulawesi Hasil Pendugaan Parameter Harga Beras Domestik Indonesia Hasil Pendugaan Parameter Harga Beras Domestik Sumatera Hasil Pendugaan Parameter Harga Beras Domestik Jawa Hasil Pendugaan Parameter Harga Beras Domestik Bali dan Nusa Tenggara Hasil Pendugaan Parameter Harga Beras Domestik Kalimantan Hasil Pendugaan Parameter Harga Beras Domestik Sulawesi Hasil Pendugaan Parameter Stok Operasional Perum Bulog Hasil Indikator Statistik Validasi Model Ekonomi Perberasan Indonesia Hasil Simulasi Dampak Kebijakan Kenaikan Harga Pembelian Pemerintah Sebesar 5 Persen terhadap Ekonomi Perberasan Indonesia Antar Waktu dan Antar Wilayah Hasil Simulasi Dampak Kebijakan Kenaikan Tarif Impor Sebesar 5 Persen terhadap Ekonomi Perberasan Indonesia Antar Waktu dan Antar Wilayah Hasil Simulasi Dampak Kebijakan Kenaikan Penyaluran Sebesar 5 Persen terhadap Ekonomi Perberasan Indonesia Antar Waktu dan Antar Wilayah Hasil Simulasi Dampak Kebijakan Kenaikan Harga Pembelian Pemerintah dan Tarif Impor Masing-masing Sebesar 5 Persen terhadap Ekonomi Perberasan Indonesia Antar Waktu dan Antar Wilayah v

19 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Perimbangan Produksi, Ketersediaan dan Kebutuhan Beras Indonesia Harga Gabah Petani Indonesia Tahun Pola Panen Padi Indonesia Tahun Pola Panen Padi Jawa Tahun Pola Panen Padi Sumatera Tahun Pola Panen Padi Bali dan Nusa Tenggara Tahun Pola Produksi Padi Kalimantan Tahun Pola Produksi Padi Sulawesi Tahun Impor Beras Bulanan Indonesia Tahun Perkembangan GKP, GKG dan Beras di Indonesia Penetapan Harga Dasar Penetapan Harga Tertinggi Mekanisme Pengendalian Harga Gabah Petani Model Skema Pembelian Beras Domestik Alur Kerangka Pemikiran Operasional. 52 vi

20 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Data Dasar Bulanan Kondisi Perberasan Indonesia Tahun Diagram Model Ekonomi Perberasan Indonesia Program PendugaanModel Ekonomi Perberasan Tahun Hasil Pendugaan Model Ekonomi Perberasan Tahun Program Validasi dan Simulasi Kebijakan Tahun Periode Agregat Program Validasi dan Simulasi Kebijakan Tahun Periode I Program Validasi dan Simulasi Kebijakan Tahun Periode II Hasil Dasar Simulasi Kebijakan Tahun Periode Agregat Hasil Dasar Simulasi Kebijakan Tahun Periode I Hasil Dasar Simulasi Kebijakan Tahun Periode II Hasil Simulasi Kebijakan Kenaikan Harga Pembelian Pemerintah 185 Sebesar 5 Persen Tahun Periode Agregat Hasil Simulasi Kebijakan Kenaikan Harga Pembelian Pemerintah Sebesar 5 Persen Tahun Periode I Hasil Simulasi Kebijakan Kenaikan Harga Pembelian Pemerintah Sebesar 5 Persen Tahun Periode II Hasil Simulasi Kebijakan Kenaikan Tarif Impor Sebesar 5 Persen Tahun Periode Agregat Hasil Simulasi Kebijakan Kenaikan Tarif Impor Sebesar 5 Persen Tahun Periode I Hasil Simulasi Kebijakan Kenaikan Tarif Impor Sebesar 5 Persen Tahun Periode II Hasil Simulasi Kebijakan Kenaikan Penyaluran Sebesar 5 Persen Tahun Periode Agregat Hasil Simulasi Kebijakan Kenaikan Penyaluran Sebesar 5 Persen Tahun Periode I vii

21 Nomor Halaman 19. Hasil Simulasi Kebijakan Kenaikan Tarif Impor Sebesar 5 Persen Tahun Periode II Hasil Simulasi Kebijakan Kenaikan HPP dan Tarif Impor Masingmasing Sebesar 5 Persen Perberasan Tahun Periode Agregat Hasil Simulasi Kebijakan Kenaikan HPP dan Tarif Impor Masingmasing Sebesar 5 Persen Perberasan Tahun Periode I Hasil Simulasi Kebijakan Kenaikan HPP dan Tarif Impor Masingmasing Sebesar 5 Persen Perberasan Tahun Periode II Hasil Simulasi Kebijakan Kenaikan Tarif Impor Sebesar 5 Persen Tahun Periode II Hasil Simulasi Kebijakan Kenaikan HPP dan Tarif Impor Masingmasing Sebesar 5 Persen Perberasan Tahun Periode Agregat Hasil Simulasi Kebijakan Kenaikan HPP dan Tarif Impor Masingmasing Sebesar 5 Persen Perberasan Tahun Periode I Hasil Simulasi Kebijakan Kenaikan HPP dan Tarif Impor Masingmasing Sebesar 5 Persen Perberasan Tahun Periode II 199 viii

22 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beras merupakan bahan pangan pokok bagi penduduk Indonesia pada umumnya, khususnya sebagai sumber penyediaan energi dan protein. Neraca Bahan Makanan (NBM) Indonesia menyebutkan bahwa kelompok padi-padian memberikan sumbangan sebesar persen dari total ketersediaan energi 2,919 kalori per kapita per hari dan sebesar gram per kapita per hari dari ketersediaan protein (Badan Ketahanan Pangan, 2008). Pengeluaran rumahtangga untuk kelompok padi-padian diperkirakan mencapai persen, sedangkan pengeluaran rumahtangga di pedesaan sebesar persen dari total pengeluaran rumahtangga Susenas 2006 (Badan Pusat Statistik, 2006). Beras merupakan komoditi yang fluktuasi harganya sering menjadi sorotan publik sehingga pemerintah dan masyarakat berkepentingan terhadap harga komoditi beras yang relatif stabil (Sumaryoto, 2009). Mengingat peran beras sebagai komoditi strategis tersebut, maka beras merupakan komoditi yang sarat akan intervensi kebijakan pemerintah termasuk kebijakan stabilisasi harga gabah petani dan harga beras konsumen. Kebijakan sudah dilakukan sejak tahun 1968 saat pemberlakuan harga dasar. Pelaksanaan kebijakan stabilisasi harga gabah dan harga beras dilakukan dengan cara mengelola buffer stok melalui pengadaan gabah di tingkat petani pada saat panen raya dan penyaluran pada saat musim paceklik. Pengelolaan pengadaan dan penyaluran diserahkan pada Bulog untuk melaksanakan kebijakan pembelian gabah petani dan operasi pasar murah (OPM). Kebijakan harga dasar berfungsi untuk meningkatkan rata-rata harga gabah petani. Kebijakan ini bertujuan untuk

23 2 meningkatkan pendapatan petani dan mempersempit kisaran fluktuasi harga gabah melalui pengadaan sebesar harga dasar yang telah ditetapkan untuk meningkatkan stabilistas harga gabah yang diterima petani terutama saat panen raya Indonesia memiliki variasi agroekosistem di masing-masing wilayah sehingga mengakibatkan perbedaan potensi produksi padi suatu wilayah dan perbedaan pola panen padi yang disebut sebagai variasi antar waktu panen padi. Pola panen wilayah Sumatera dan Jawa berbeda dengan pola panen wilayah lainnya. Periode panen raya di wilayah Bali dan Nusa Tenggara berlangsung singkat yaitu bulan Maret-Mei. Wilayah ini tidak mengalami masa panen gadu sehingga periode bukan panen berlangsung lebih lama. Wilayah Kalimantan memiliki dua periode puncak panen bulan Maret dan Agustus dan memiliki 2 periode panen raya yaitu Februari-Mei dan Juli-Oktober. Pola panen Sulawesi juga memiliki dua periode 2 periode panen raya yaitu Maret-Juni dan Juli-Oktober. Hal ini menyebabkan produksi padi nasional tidak dihasilkan merata antar wilayah dan antar waktu sepanjang periode satu tahun. Sepanjang periode satu tahun terdapat kondisi surplus produksi beras Indonesia pada bulan Februari-Mei dan kondisi cukup sampai dengan bulan Agustus. Perimbangan produksi, ketersediaan dan kebutuhan beras mengalami defisit memasuki antara bulan September-Januari. Infrastruktur fisik wilayah juga memiliki kondisi yang berbeda-beda pula. Perbedaan ini akan mempengaruhi harga gabah dan harga beras di pasar masing-masing wilayah. Variasi antar waktu dan antar wilayah tersebut merupakan faktor penting yang harus dipertimbangankan pemerintah dalam menerapkan suatu kebijakan perberasan termasuk kebijakan stabilisasi harga gabah produsen dan harga beras konsumen.

24 3 12,000 10,000 8,000 6,000 4,000 2,000 - Produksi Ketersediaan Jan Peb Mar April Mei Juni Juli Agus Sept Okt Nov Des Kebutuhan konsumsi beras Kg/Kap/thn. Produksi Padi Ketrs. Beras SURPLUS CUKUP DEFISIT Sumber: Badan Ketahanan Pangan, 2007 Gambar 1. Perimbangan Produksi, Ketersediaan dan Kebutuhan Beras Indonesia Meskipun secara aggregat tahunan dan aggregat nasional tujuan kebijakan stabilisasi harga gabah tercapai, tetapi di tingkat wilayah kebijakan tersebut justru dapat mengakibatkan pendapatan petani semakin menurun. Kisaran fluktuasi harga gabah semakin lebar pada periode tertentu seperti periode panen raya nasional (Februari-Mei) sehingga dapat merugikan produsen padi di wilayah tersebut. Harga rata-rata gabah petani Indonesia sebesar Rp. 2,240 per kilogram gabah pada periode Februari-Mei 2008 sedangkan harga gabah petani setiap wilayah berbeda-beda. Harga gabah petani Bali dan Nusa Tenggara serta Sulawesi berada di bawah harga dasar sebesar Rp. 2,200 per kilogram gabh. Harga gabah petani Bali dan Nusa Tenggara Rp. 1,999 per kilogram sedangkan harga gabah petani Sulawesi adalah sebesar Rp. 1,918 per kilogram. Harga gabah petani Sumatera dan Kalimantan berada di atas harga dasar dengan harga gabah petani masing-masing sebesar Rp. 2,451 per kilogram gabah dan Rp. 2,795 per kilogram,

25 4 sedangkan harga gabah petani Jawa sesuai dengan harga dasar sebesar Rp. 2,201 per kilogram Sumatera Jaw a Bali dan NT Kalimantan Sulaw esi Indonesia Sumber: Badan Ketahanan Pangan, 2008 Gambar 2. Harga Gabah Petani Indonesia Tahun 2008 Kebijakan tersebut juga menghasilkan dampak yang berbeda-beda terhadap harga rata-rata tahunan gabah petani tahun 2008 (Januari-Desember) di tingkat wilayah dan nasional. Harga rata-rata gabah petani Indonesia sepanjang tahun 2008 adalah sebesar Rp. 2,239. Harga gabah petani Sumatera sebesar Rp. 2,324, harga gabah petani Jawa sebesar Rp. 2,268, harga gabah petani Bali dan Nusa Tenggara sebesar Rp. 2,053 harga gabah petani Kalimantan sebesar Rp. 2,555 dan harga gabah petani Sulawesi sebesar Rp. 1,900. Penelitian selama ini belum mempertimbangkan kondisi variasi antar wilayah dan antar waktu. Erwidodo dan Hadi (1999), Feridhanustyawan dan Pangestu (2003), serta Hadi dan Wiryono (2005) yang menggunakan data aggregat nasional dan aggregat tahunan menyatakan bahwa kebijakan efektif

26 5 terhadap stabilisasi harga beras konsumen. Penelitian Karo-Karo Sitepu (2001), juga menyatakan bahwa kebijakan harga dasar efektif terhadap harga gabah petani. Selain itu, Dwijono (2001) dan Departemen Pertanian (2007) juga menyatakan bahwa kebijakan stabilisasi harga melalui instrumen Harga Pembelian Pemerintah (HPP), pembeliaan gabah dan beras petani dan pengelolaan stok berlangsung efektif. Penggunaan data disaggregasi wilayah dapat menunjukkan dampak kebijakan ini berbeda di wilayah tertentu. Harga dasar gabah berpengaruh nyata terhadap harga gabah secara nasional, Jawa dan Bali, dan Sulawesi. Sementara di Sumatera dan Kalimantan pengaruh harga dasar tidak nyata terhadap harga gabah. Respon harga dasar di wilayah menunjukkan bahwa meskipun secara nasional harga dasar nyata berpengaruh terhadap harga gabah tetapi harga dasar tidak menunjukkan efektivitas yang sama terhadap harga gabah (Mulyana, 1998). Pengaruh intervensi pemerintah pada harga beras juga menghasilkan dampak yang berbeda antar wilayah. Harga beras nasional, Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi dipengaruhi secara nyata oleh intervensi pemerintah sedangkan harga beras Jawa dan Bali tidak nyata dipengaruhi oleh intervensi pemerintah. Variasi antar wilayah dapat menunjukkan perbedaan dampak kebijakan sentralistik di masing-masing wilayah. Berdasarkan hal itu, maka penting untuk melakukan penelitian dampak kebijakan stabilisasi harga gabah produsen dan harga beras konsumen dengan menggunakan data disaggregasi wilayah dan bulanan Perumusan Masalah Penelitian

27 6 Kebijakan perberasan terutama kebijakan stabilisasi harga gabah dan beras bertujuan untuk melindungi kepentingan produsen dan konsumen. Tujuan kebijakan tersebut dapat tercapai apabila implementasi kebijakan tepat baik dari segi waktu maupun sasaran kebijakan sehingga faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan perlu dipertimbangkan. Kondisi masing-masing wilayah di Indonesia berbeda-beda terkait adanya variasi antar wilayah dan antar waktu. Hal ini merupakan salah faktor yang dapat mempengaruhi ketepatan waktu dan sasaran implementasi kebijakan stabilisasi harga gabah dan harga beras. Perbedaan agroekosistem, infrastruktur dan kondisi spesifik suatu wilayah menyebabkan terjadi perbedaan surplus-defisit produksi padi dan pola panen antar wilayah. Perbedaan kondisi infrastruktur suatu wilayah dapat menyebabkan perbedaan kemampuan distribusi antar daerah di masing-masing wilayah. Perbedaan antar wilayah dan antar waktu tersebut dapat mengakibatkan kebijakan sentralistik tidak tepat dan tidak efektif di wilayah tertentu. Kebijakan saat ini merupakan kebijakan yang berlaku umum untuk setiap wilayah (sentralistik) dan berlaku sepanjang tahun. Menurut data empiris kebijakan stabilisasi harga gabah dan beras berlangsung efektif secara aggregat nasional. Beberapa penelitian sebelumnya juga menyatakan hal yang sama. Erwidodo dan Hadi (1999), Feridhanustyawan dan Pangestu (2003), serta Hadi dan Wiryono (2005) yang menggunakan data aggregat nasional dan aggregat tahunan menyatakan bahwa kebijakan efektif terhadap stabilisasi harga beras konsumen. Penelitian Karo-Karo Sitepu (2001), Dwijono (2001) dan Departemen Pertanian (2007) juga menyatakan bahwa kebijakan stabilisasi harga melalui instrumen harga dasar, pembeliaan gabah dan beras petani serta pengelolaan stok

28 7 berlangsung efektif. Namun demikian hasil penelitian Mulyana (1998) menyatakan bahwa kebijakan stabilisasi harga gabah dan beras menghasilkan dampak yang berbedabeda di setiap wilayah. Data empiris bulanan juga menunjukkan perbedaan dampak kebijakan ini di beberapa wilayah pada periode tertentu seperti pada periode Februari-Mei yang disebut sebagai periode panen raya nasional di masing-masing wilayah. Penggunaan data disaggregasi wilayah dan disaggregasi bulanan dapat menunjukkan perbedaan dampak kebijakan di masing-masing wilayah. Penelitian ini menunjukkan perbedaan dampak kebijakan terhadap harga gabah dan harga beras antar wilayah. Harga dasar gabah berpengaruh nyata terhadap harga gabah secara nasional, Jawa dan Bali, dan Sulawesi. Sementara di Sumatera dan Kalimantan pengaruh harga dasar tidak nyata terhadap harga gabah. Respon harga dasar di wilayah menunjukkan bahwa meskipun secara nasional harga dasar nyata berpengaruh terhadap harga gabah tetapi harga dasar tidak menunjukkan dampak dengan efektivitas yang sama terhadap harga gabah. Penggunakan data aggregat tahunan dan nasional dapat menghasilkan kesimpulan yang tidak tepat. Konsekuensi dari hal itu adalah penerapan kebijakan perberasan selama ini yang belum mempertimbangkan variasi antar wilayah dan antar waktu akan terus berlangsung sehingga tujuan kebijakan untuk melindungi kepentingan produsen dan konsumen tidak tercapai. Berdasarkan penjelasan di atas, maka penelitian ini sangat penting untuk mengkaji dampak kebijakan perberasan berdasarkan variasi antar wilayah dan antar waktu. Penelitian ini akan menganalisis dampak kebijakan perberasan

29 8 terhadap harga gabah dan harga beras nasional dan wilayah sesuai dengan variasi antar waktu dan antar wilayah sehingga dapat menjawab pertanyaan apakah perbedaan variasi antar waktu dan antar wilayah mempunyai dampak yang berbeda terhadap efektivitas kebijakan perberasan Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan rumusan permasalahan penelitian di atas maka tujuan penelitian ini secara umum adalah menganalisis dampak kebijakan perberasan di tingkat nasional dan wilayah dengan menggunakan model ekonomi perberasan yang dibangun berdasarkan data disaggregasi wilayah dan bulanan. Tujuan khusus penelitian adalah: 1. Membangun model ekonomi perberasan yang mampu menjelaskan perbedaan dampak kebijakan stabilisasi harga gabah produsen dan harga beras produsen di tingkat wilayah berdasarkan variasi antar wilayah dan antar waktu. 2. Mempelajari dampak kebijakan Harga Pembelian Pemerintah (HPP), tarif impor beras, penyaluran oleh Perum Bulog dan kombinasi kebijakan HPP dan tarif impor beras di tingkat wilayah berdasarkan variasi antar wilayah dan antar waktu Ruang Lingkup Penelitian Konstruksi model yang akan dibangun merefleksikan keterkaitan antara penawaran, permintaan dan harga dalam konteks penerapan instrumen kebijakan stabilisasi harga gabah produsen dan harga beras konsumen. 1. Ruang lingkup penelitian adalah tingkat nasional dan beberapa pulau terbesar

30 9 (wilayah) sehingga data-data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data nasional dan disaggregat wilayah secara bulanan selama periode tahun Komoditas beras tidak dipisahkan menurut kualitas dan jenisnya, melainkan digunakan jumlah seluruh beras yang diproduksi, diminta dan diperdagangkan berdasarkan data yang tersedia. 3. Harga beras internasional yang digunakan mengacu pada harga beras FOB Thailand kualitas medium broken 25 persen, sedangkan harga beras domestik mengacu pada harga beras kualitas medium IR II di pasar induk wilayah masing - masing. Perubahan harga beras kualitas medium menjadi indikator perubahan semua harga beras dan akan diikuti oleh perubahan harga beras kualitas lainnya dengan cara yang sama. Hasil uji kointegrasi pasar domestik Indonesia dengan pasar internasionalnya (Bangkok) pada penelitian Irawan (2004) menunjukkan bahwa pasar beras (propinsi, Jakarta dan Bangkok) saling terintegrasi. Perubahan yang terjadi di pasar beras internasional seperti kelebihan produksi, kegagalan panen dari negara-negara produsen beras dunia akan berimbas pada pasar domestik. 4. Kebutuhan beras yang sesungguhnya mencakup konsumsi, benih, pakan maupun susut, tetapi dalam penelitian ini konsumsi beras dibatasi pada kebutuhan konsumsi masyarakat secara nasional. Data kebutuhan konsumsi tersebut tersedia secara berkelanjutan. 5. Kebijakan ekonomi perberasan dalam penelitian adalah kebijakan harga dasar, tarif, pengadaan dan penyaluran beras. 6. Analisis yang dilakukan adalah model persamaan simultan dengan

31 10 menggunakan metode pendugaan two stage least squares (2 SLS) Definisi Definisi dari istilah yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Disaggregasi wilayah adalah pemisahan data nasional menjadi data wilayah berdasarkan pulau terbesar di Indonesia yaitu: Sumatera, Jawa, Bali dan Nusa Tenggara, Kalimantan dan Sulawesi. 2. Disaggregasi bulanan adalah pemisahan data berdasarkan periode waktu satu bulan dari data tahunan. 3. Periode I adalah periode antara bulan Februari-Mei dimana periode ini merupakan periode panen raya nasional. 4. Periode II adalah periode bulan Juni-Januari dimana periode ini merupakan periode bukan panen raya nasional. 5. Periode aggregat adalah periode satu tahun yaitu antara bulan Januari sampai dengan bulan Desember. 6. Variasi antar wilayah adalah perbedaan pola produksi padi dan kondisi surplus-defisit antar wilayah akibat adanya perbedaan agroekosistem. 7. Variasi antar waktu adalah perbedaan jumlah produksi beras antara periode I dan periode II sesuai pola panen padi suatu wilayah.

32 11 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Permintaan dan Penawaran Beras Indonesia Perkembangan Produksi Produksi padi nasional dihasilkan tidak merata antar wilayah dan antar waktu. Kondisi ini terjadi karena perbedaan potensi produksi dan pola produksi masing-masing wilayah. Pulau Jawa merupakan wilayah utama penghasil beras nasional dengan rata-rata produksi sebesar persen dari total produksi beras Indonesia. Berdasarkan data Angka Tetap (ATAP) dan Angka Ramalan (ARAM) (Badan Pusat Statistik, 2008), produksi padi nasional tahun 2004 sebesar juta ton dan mencapai juta ton pada tahun 2008 (Tabel 1). Tabel 1. Produksi Padi Nasional Tahun Bulan Tahun (000 ton) Januari 2, , , , , Februari 6, , , , , Maret 9, , , , , April 7, , , , , Mei 4, , , , , Juni 4, , , , , Juli 4, , , , , Agustus 4, , , , , September 3, , , , , Oktober 2, , , , , November 1, , , , , Desember 1, , , , , Sumber: Badan Pusat Statistik, (Angka Tetap, dan Angka Ramalan III, 2008) Produksi padi tidak dihasilkan merata baik antar wilayah maupun antar waktu sepanjang periode satu tahun. Sepanjang periode satu tahun terdapat kondisi surplus produksi beras Indonesia pada bulan Februari-Mei dan kondisi cukup sampai dengan bulan Agustus. Perimbangan antara produksi, ketersediaan dan kebutuhan beras akan mengalami defisit memasuki bulan September

33 12 -Januari. Produksi padi sebesar persen dari total produksi nasional dihasilkan pada periode bulan Februari-Mei. Periode bulan Februari-Mei ini disebut sebagai periode panen raya nasional. Rata-rata produksi padi Jawa sepanjang tahun adalah sebesar juta ton. Total produksi padi Jawa tahun 2004 sebesar juta ton dan meningkat menjadi juta pada tahun 2008 yang berarti lebih dari setengah produksi padi nasional berasal dari produksi padi Jawa. Semua provinsi di wilayah Jawa merupakan provinsi penghasil padi terutama Provinsi Jawa Timur dan Jawa Barat yang merupakan provinsi penghasil padi terbesar di Indonesia. Produksi padi Jawa Timur sebesar juta ton sedangkan Jawa Barat menghasilkan padi sebesar 9.14 juta ton pada tahun 2008 (Tabel 2). Tabel 2. Produksi Padi Wilayah Jawa Tahun Bulan Tahun (000 ton) Januari 1, Februari 4, , , , , Maret 5, , , , , April 3, , , , , Mei 2, , , , , Juni 2, , , , , Juli 3, , , , , Agustus 2, , , , , September 1, , , , , Oktober 1, , , , , November , , Desember Sumber: Badan Pusat Statistik, (Angka Tetap, dan Angka Ramalan III, 2008) Produksi padi Jawa terbesar terjadi pada bulan Februari-Mei sehingga disebut sebagai masa panen raya Jawa. Pada periode ini produksi padi mencapai sekitar persen dari total produksi Jawa dengan jumlah produksi sebesar 3-6 juta ton per bulan. Sebagai wilayah produksi padi utama, maka pola produksi nasional ditentukan oleh pola produksi Jawa sehingga masa panen raya nasional

34 13 juga terjadi pada periode Februari-Mei. Rata-rata produksi padi Sumatera sepanjang tahun sebesar juta ton dimana pada tahun 2004 produksi padi sebesar juta ton sedangkan tahun 2008 produksi padi sebesar juta ton. Wilayah ini berkontribusi sebesar persen terhadap total produksi nasional. Tabel 3. Produksi Padi Wilayah Sumatera Tahun Bulan Tahun (000 ton) Januari Februari 1, , , , , Maret 2, , , , , April 1, , , , , Mei 1, , , Juni Juli Agustus 963,13 1, , , , September 1, , , , ,555,96 Oktober , November Desember Sumber: Badan Pusat Statistik, (Angka Tetap, dan Angka Ramalan III, 2008) Pola produksi Sumatera sama dengan pola produksi Jawa. Panen raya padi mulai berlangsung pada bulan Februari setelah masa paceklik dan terus meningkat sampai bulan Mei. Pada periode ini dihasilkan sekitar persen dari total produksi padi Sumatera. Pola produksi yang sama antara kedua wilayah utama penghasil padi nasional tersebut mengakibatkan pola panen nasional juga terjadi pada periode bulan Februari-Mei (Tabel 3). Periode panen raya di Bali dan Nusa Tenggara berlangsung singkat antara bulan Maret-Mei. Produksi padi rata-rata wilayah ini sebesar 2.87 juta ton sepanjang tahun Wilayah ini adalah wilayah dengan kontribusi produksi padi terkecil diantara wilayah lainnya. Produksi padi Bali dan Nusa Tenggara hanya sekitar 5.13 persen dari total produksi padi nasional. Daerah

35 14 sentra produksi di wilayah ini tidak merata. Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) merupakan sentra produksi sedangkan Provinsi Bali dan Nusa Tenggara Timur bukan sentra produksi padi. Pada tahun 2008 produksi padi Provinsi NTB sebesar 1.75 juta ton (Tabel 4). Tabel 4. Produksi Padi Wilayah Bali dan Nusa Tenggara Tahun Bulan Tahun (000 ton) Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Sumber: Badan Pusat Statistik, (Angka Tetap, dan Angka Ramalan III, 2008) Rata-rata produksi padi Kalimantan sebesar 3.94 juta ton per tahun sepanjang tahun Produksi tahun 2004 sebesar 3.66 juta ton sedangkan pada tahun 2008 dihasilkan sebesar 4.35 juta ton padi. Produksi tersebut terutama dihasilkan pada bulan Maret dan Agustus yang merupakan puncak produksi padi Kalimantan. Produksi padi wilayah ini memiliki 2 periode panen raya yaitu Februari-Mei yang menghasilkan persen produksi dan Juli-Oktober sebesar persen dari total produksi padi Kalimantan dimana puncak panen terjadi pada bulan Maret dan Agustus. Produksi padi antar propinsi di wilayah ini tidak merata dimana produksi terutama berasal dari Propinsi Kalimantan Selatan dan Kalimantan Barat. Pada tahun 2008 produksi padi Kalimantan Selatan sebesar 1.98 juta ton sedangkan produksi padi Propinsi Kalimantan Barat sebesar 1.34 juta ton (Tabel 5).

36 15 Infrastruktur distribusi padi antar propinsi di wilayah ini masih relatif kurang baik sehingga merupakan salah satu faktor hambatan pasar (barrier) di wilayah ini. Tabel 5. Produksi Padi Wilayah Kalimantan Tahun Bulan Tahun (000 ton) Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Sumber: Badan Pusat Statistik, (Angka Tetap, dan Angka Ramalan III, 2008) Wilayah Sulawesi memiliki kontribusi sebesar persen terhadap total produksi nasional. Produksi padi Sulawesi pada tahun 2004 sebesar 6.55 juta ton pada tahun 2008 dimana sebesar 4.07 juta ton berasal dari Provinsi Sulawesi Selatan. Provinsi lainnya di wilayah ini bukan merupakan provinsi sentra produksi padi yang berarti bahwa produksi padi tidak merata di wilayah ini. Rata-rata produksi padi Sulawesi sepanjang tahun adalah sebesar 5.70 juta ton. Perbedaan besar pola produksi Sulawesi dengan pola produksi nasional adalah terdapat 2 periode panen raya yang relatif sama yaitu Maret-Juni yang menghasilkan persen produksi dan Juli-Oktober sebesar persen dari total produksi padi Sulawesi (Tabel 6). Masa paceklik pada pola panen nasional merupakan masa panen raya di wilayah Sulawesi sedangkan awal masa panen raya nasional merupakan akhir paceklik di wilayah ini. Perbedaan pola panen Sulawesi dengan pola panen nasional menjadi faktor penyebab tingginya distribusi beras dengan wilayah lain terutama Jawa dan Kalimantan.

37 16 Tabel 6. Produksi Padi Sulawesi Tahun Bulan Tahun (000 ton) Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus , September Oktober November Desember Sumber: Badan Pusat Statistik, (Angka Tetap, dan Angka Ramalan III, 2008) Penjelasan di atas menunjukkan bahwa terjadi variasi antar wilayah dan waktu produksi padi Indonesia di masing-masing wilayah. Variasi antar wilayah terjadi akibat perbedaan jumlah produksi wilayah dimana suatu wilayah disebut sentra produksi atau bukan sentra produksi. Variasi antar waktu terkait dengan pola produksi dimana terdapat periode panen raya dan bukan panen raya di masing-masing wilayah yang berbeda-beda pula. Selain variasi antar wilayah dan antar waktu terdapat juga variasi infrastruktur distribusi padi. Wilayah Jawa dan Sumatera relatif memiliki infrastruktur yang baik sedangkan Kalimantan dan Nusa Tenggara memiliki infrastruktur yang relatif kurang baik Pola Panen Padi Pola panen padi wilayah dapat dibagi menjadi 3 (tiga) pola panen. Pola pertama adalah pola panen wilayah Sumatera dan Jawa. Pola panen nasional termasuk dalam pola pertama ini. Kedua adalah pola panen wilayah Bali dan Nusa Tenggara, sedangkan pola panen ketiga adalah pola panen wilayah Kalimantan dan Sulawesi.

38 17 Produksi Padi (000 Ton) Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des Bulan Gambar 3. Pola Panen Padi Indonesia Tahun Produksi padi sebesar persen dari total produksi nasional dihasilkan pada priode antara bulan Februari-Mei. Periode ini disebut sebagai periode panen raya. Memasuki Bulan Agustus dan September terjadi masa panen kedua yang disebut masa panen gadu, namun dalam penelitian ini masa panen gadu digolongkan sebagai periode bukan panen raya. Periode bukan panen raya terjadi antara Juni-Januari yang terdiri dari masa sesudah panen raya (Juni-Juli), masa panen gadu (Agustus-September) dan masa paceklik (Oktober-Januari). Pola panen yang sama terjadi di wilayah Jawa bahkan pada periode panen raya sekitar persen dari total produksi Jawa dihasilkan pada periode ini. Pola panen secara nasional ditentukan oleh pola panen wilayah Jawa sebab lebih dari setengah (54.33 persen) produksi padi dihasilkan di wilayah ini. Masa panen gadu di wilayah Jawa juga terdiri dari 2 bulan yaitu pada bulan Juli dan Agustus. Pola panen menyebabkan terdapat kondisi surplus yang tinggi pada saat panen raya, kondisi cukup dan kurang pada saat bukan panen raya (Gambar 4).

39 18 Produksi padi (000 Ton) Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des Bulan Gambar 4. Pola Panen Padi Jawa Tahun Pola panen wilayah Sumatera juga hampir serupa dengan pola panen Jawa dan Indonesia dimana masa panen raya terjadi pada periode Februari-Mei dimana jumlah produksi sebesar persen dari total produksi wilayah Sumatera. Wilayah ini berkontribusi sebesar persen terhadap total produksi nasional. Pola yang berbeda dengan wilayah Jawa adalah pada pola panen gadu yang berlangsung selama periode bulan Agustus-Oktober. Hal ini berarti bahwa penyediaan beras di wilayah ini relatif lebih merata sepanjang tahun daripada wilayah Jawa. Pola panen Jawa dan Sumatera yang berkontribusi menghasilkan sekitar persen dari total produksi padi nasionl menentukan bentuk pola panen nasional. Pola produksi yang sama antara kedua wilayah utama penghasil padi nasional tersebut mengakibatkan pola panen nasional juga terjadi pada periode bulan Februari-Mei. Pola panen yang sama, kondisi surplus dan infrastruktur yang relatif lebih baik daripada wilayah lainnya mengakibatkan pengaruh kebijakan

40 19 memiliki dampak yang hampir sama di kedua wilayah ini. Produksi Padi (000 Ton) Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des Bulan Gambar 5. Pola Produksi Padi Sumatera Tahun Pola panen wilayah lainnya berbeda dengan pola panen Indonesia, Sumatera dan Jawa di atas. Pola panen Bali dan Nusa Tenggara tidak mengalami masa panen gadu sehingga periode bukan panen berlangsung lebih lama. Periode panen raya di Bali dan Nusa Tenggara berlangsung singkat antara bulan Maret- Mei. Pada bulan lainnya produksi padi Bali dan Nusa Tenggara relatif sama Memasuki bulan September produksi padi Bali dan Nusa Tenggara kembali mengalami peningkatan. Wilayah Bali dan Nusa Tenggara ini adalah wilayah yang memiliki kontribusi produksi padi paling kecil diantara seluruh wilayah lainnya. Produksi padi Bali dan Nusa Tenggara hanya sekitar 5.13 persen dari total produksi padi nasional. Daerah sentra produksi padi di wilayah ini tidak merata dan terpusat pada satu provinsi saja. Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) merupakan sentra produksi sedangkan Provinsi Bali dan Nusa Tenggara Timur

41 20 bukan sentra produksi padi. Pada tahun 2008 produksi padi Provinsi NTB sebesar 1.75 juta ton. Produksi Padi (Ton) Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des Bulan Gambar 6. Pola Produksi Padi Bali dan Nusa Tenggara Tahun Produksi Padi (Ton) Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des Bulan Gambar 7. Pola Produksi Padi Kalimantan Tahun Wilayah Kalimantan memiliki dua periode puncak panen bulan Maret dan Agustus. Produksi padi wilayah ini memiliki 2 (dua) periode panen raya dengan jumlah produksi relatif sama yaitu persen dari total produksi padi

42 21 Kalimantan pada periode Februari-Mei dan sebesar persen pada periode Juli-Oktober. Puncak panen pada periode panen Kalimantan masing-masing terjadi pada bulan Maret dan Agustus. Pola panen Sulawesi juga memiliki 2 (dua) periode panen raya yang relatif sama yaitu Maret-Juni yang menghasilkan persen produksi dan Juli-Oktober sebesar persen dari total produksi padi Sulawesi. Masa paceklik pada pola panen nasional merupakan masa panen raya di wilayah Sulawesi sedangkan awal masa panen raya nasional merupakan akhir masa paceklik di wilayah ini. Produksi Padi (Ton) Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des Bulan Gambar 8. Pola Produksi Padi Sulawesi Tahun Impor Beras Indonesia menjadi negara importir beras dengan jumlah impor berfluktuasi. Jumlah impor beras mencapai titik puncak pada tahun 1999 dengan jumlah lebih dari 4.74 juta ton. Jumlah impor beras sempat mengalami penurunan pada tahun ke angka ton. Jumlah impor beras kembali meningkat tahun

I. PENDAHULUAN. umumnya, khususnya sebagai sumber penyediaan energi dan protein. Neraca

I. PENDAHULUAN. umumnya, khususnya sebagai sumber penyediaan energi dan protein. Neraca 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beras merupakan bahan pangan pokok bagi penduduk Indonesia pada umumnya, khususnya sebagai sumber penyediaan energi dan protein. Neraca Bahan Makanan (NBM) Indonesia

Lebih terperinci

DAMPAK KEBIJAKAN HARGA DASAR PEMBELIAN PEMERINTAH TERHADAP PENAWARAN DAN PERMINTAAN BERAS DI INDONESIA RIA KUSUMANINGRUM

DAMPAK KEBIJAKAN HARGA DASAR PEMBELIAN PEMERINTAH TERHADAP PENAWARAN DAN PERMINTAAN BERAS DI INDONESIA RIA KUSUMANINGRUM DAMPAK KEBIJAKAN HARGA DASAR PEMBELIAN PEMERINTAH TERHADAP PENAWARAN DAN PERMINTAAN BERAS DI INDONESIA RIA KUSUMANINGRUM SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan

Lebih terperinci

KETERKAITAN WILAYAH DAN DAMPAK KEBIJAKAN TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN WILAYAH DI INDONESIA. Oleh: VERALIANTA BR SEBAYANG

KETERKAITAN WILAYAH DAN DAMPAK KEBIJAKAN TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN WILAYAH DI INDONESIA. Oleh: VERALIANTA BR SEBAYANG KETERKAITAN WILAYAH DAN DAMPAK KEBIJAKAN TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN WILAYAH DI INDONESIA Oleh: VERALIANTA BR SEBAYANG SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 SURAT PERNYATAAN Dengan

Lebih terperinci

STABILISASI HARGA PANGAN

STABILISASI HARGA PANGAN STABILISASI HARGA PANGAN Oleh : Dr.Ir. Nuhfil Hanani AR DEWAN KETAHANAN PANGAN TAHUN 2008 PERANAN KOMODITAS PANGAN PRODUSEN KESEMPATAN KERJA DAN PENDAPATAN KONSUMEN RUMAH TANGGA AKSES UNTUK GIZI KONSUMEN

Lebih terperinci

KAJIAN KEBIJAKAN HPP GABAH DAN HET PUPUK MENDUKUNG PENINGKATAN KETAHANAN PANGAN DAN PENDAPATAN PETANI

KAJIAN KEBIJAKAN HPP GABAH DAN HET PUPUK MENDUKUNG PENINGKATAN KETAHANAN PANGAN DAN PENDAPATAN PETANI KAJIAN KEBIJAKAN HPP GABAH DAN HET PUPUK MENDUKUNG PENINGKATAN KETAHANAN PANGAN DAN PENDAPATAN PETANI Pendahuluan 1. Situasi perberasan yang terjadi akhir-akhir ini (mulai Maret 2008) dicirikan dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (Riyadi, 2002). Dalam komponen pengeluaran konsumsi masyarakat Indonesia

I. PENDAHULUAN. (Riyadi, 2002). Dalam komponen pengeluaran konsumsi masyarakat Indonesia I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beras merupakan makanan pokok dari 98 persen penduduk Indonesia (Riyadi, 2002). Dalam komponen pengeluaran konsumsi masyarakat Indonesia beras mempunyai bobot yang paling

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Kandungan Nutrisi Serealia per 100 Gram

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Kandungan Nutrisi Serealia per 100 Gram I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kekayaan sumber daya alam dalam bidang pertanian merupakan keunggulan yang dimiliki Indonesia dan perlu dioptimalkan untuk kesejahteraan rakyat. Pertanian merupakan aset

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A.

BAB I. PENDAHULUAN A. BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman pangan yang sampai saat ini dianggap sebagai komoditi terpenting dan strategis bagi perekonomian adalah padi, karena selain merupakan tanaman pokok bagi sebagian

Lebih terperinci

HUBUNGAN IMPOR BERAS DENGAN HARGA DOMESTIK BERAS DAN PRODUKSI BERAS DI SUMATERA UTARA

HUBUNGAN IMPOR BERAS DENGAN HARGA DOMESTIK BERAS DAN PRODUKSI BERAS DI SUMATERA UTARA HUBUNGAN IMPOR BERAS DENGAN HARGA DOMESTIK BERAS DAN PRODUKSI BERAS DI SUMATERA UTARA MUHAMMAD AZHAR, TAVI SUPRIANA, DIANA CHALIL Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PERBERASAN DAN STABILISASI HARGA

KEBIJAKAN PERBERASAN DAN STABILISASI HARGA KEBIJAKAN PERBERASAN DAN STABILISASI HARGA Direktur Utama Perum BULOG Disampaikan pada Seminar & Pameran Pangan Nasional Pasok Dunia FEED THE WORLD Tema : Menuju Swasembada yang Kompetitif dan Berkelanjutan

Lebih terperinci

Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras

Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras Analisis Kebijakan 1 Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras Ada dua pendapat mengenai faktor penyebab kenaikan harga beras akhirakhir ini yaitu : (1) stok beras berkurang;

Lebih terperinci

ANALISIS DAMPAK IMPOR GULA TERHADAP HARGA GULA DOMESTIK DAN INDUSTRI GULA INDONESIA. Oleh: AGUS TRI SURYA NAINGGOLAN A

ANALISIS DAMPAK IMPOR GULA TERHADAP HARGA GULA DOMESTIK DAN INDUSTRI GULA INDONESIA. Oleh: AGUS TRI SURYA NAINGGOLAN A ANALISIS DAMPAK IMPOR GULA TERHADAP HARGA GULA DOMESTIK DAN INDUSTRI GULA INDONESIA Oleh: AGUS TRI SURYA NAINGGOLAN A14302003 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

ABSTRACT. Keywords: internal and international migration, labor market, Indonesian economy

ABSTRACT. Keywords: internal and international migration, labor market, Indonesian economy ABSTRACT SAFRIDA. The Impact of Migration Policy on Labor Market and Indonesian Economy (BONAR M. SINAGA as Chairman, HERMANTO SIREGAR and HARIANTO as Members of the Advisory Committee) The problem of

Lebih terperinci

ANALISIS DESKRIPTIF PENETAPAN HARGA PADA KOMODITAS BERAS DI INDONESIA

ANALISIS DESKRIPTIF PENETAPAN HARGA PADA KOMODITAS BERAS DI INDONESIA BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penduduk Indonesia yang setiap tahun bertambah sehingga permintaan beras mengalami peningkatan juga dan mengakibatkan konsumsi beras seringkali melebihi produksi. Saat

Lebih terperinci

ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA INDUSTRI PAKAN TERNAK AYAM DI PROPINSI LAMPUNG DAN JAWA BARAT ANNA FITRIANI

ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA INDUSTRI PAKAN TERNAK AYAM DI PROPINSI LAMPUNG DAN JAWA BARAT ANNA FITRIANI ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA INDUSTRI PAKAN TERNAK AYAM DI PROPINSI LAMPUNG DAN JAWA BARAT ANNA FITRIANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan dengan

Lebih terperinci

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI PROVINSI RIAU

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI PROVINSI RIAU No. 43/11/14/Th. XI, 1 November 2010 PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI PROVINSI RIAU (Angka Ramalan III Tahun 2010) A. PADI. Produksi padi tahun 2010 berdasarkan Angka Ramalan (ARAM) III diperkirakan

Lebih terperinci

DAMPAK INVESTASI TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN: STUDI KOMPARASI PENANAMAN MODAL DALAM NEGERI DAN PENANAMAN MODAL ASING DI JAWA TIMUR

DAMPAK INVESTASI TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN: STUDI KOMPARASI PENANAMAN MODAL DALAM NEGERI DAN PENANAMAN MODAL ASING DI JAWA TIMUR DAMPAK INVESTASI TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN: STUDI KOMPARASI PENANAMAN MODAL DALAM NEGERI DAN PENANAMAN MODAL ASING DI JAWA TIMUR HERNY KARTIKA WATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI *) DAN HARGA PRODUSEN GABAH

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI *) DAN HARGA PRODUSEN GABAH No. 54 / VII / 1 Oktober 2004 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI *) DAN HARGA PRODUSEN GABAH Pada bulan Juli 2004, petani mampu menjual hasil produksinya 1,00 persen lebih tinggi dibanding harga bulan Juni

Lebih terperinci

KAJIAN KEBIJAKAN PERBERASAN

KAJIAN KEBIJAKAN PERBERASAN Pendahuluan KAJIAN KEBIJAKAN PERBERASAN 1. Dalam upaya mewujudkan stabilitas harga beras, salah satu instrumen kebijakan harga yang diterapkan pemerintah adalah kebijakan harga dasar dan harga maksimum,

Lebih terperinci

BPS PROVINSI ACEH PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, INFLASI PEDESAAN DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN FEBRUARI 2013

BPS PROVINSI ACEH PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, INFLASI PEDESAAN DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN FEBRUARI 2013 Pada Februari, Nilai Tukar Petani (NTP) Provinsi Aceh tercatat sebesar 103,36 turun sebesar 0,08 persen dibandingkan bulan Januari. Hal ini disebabkan Indeks Harga yang Dibayar Petani (Ib) mengalami peningkatan

Lebih terperinci

INTEGRASI PASAR FISIK CRUDE PALM OIL DI INDONESIA, MALAYSIA DAN PASAR BERJANGKA DI ROTTERDAM DIAN HAFIZAH

INTEGRASI PASAR FISIK CRUDE PALM OIL DI INDONESIA, MALAYSIA DAN PASAR BERJANGKA DI ROTTERDAM DIAN HAFIZAH 1 INTEGRASI PASAR FISIK CRUDE PALM OIL DI INDONESIA, MALAYSIA DAN PASAR BERJANGKA DI ROTTERDAM DIAN HAFIZAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 2 SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan dengan

Lebih terperinci

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI PROVINSI RIAU

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI PROVINSI RIAU PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI PROVINSI RIAU (Angka Sementara 2010 dan Angka Ramalan I Tahun 2011) No. 13/03/14/Th. XII, 1 Maret 2011 A. PADI. Angka Sementara (ASEM) produksi padi tahun 2010 adalah

Lebih terperinci

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (Angka Ramalan II Tahun 2013)

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (Angka Ramalan II Tahun 2013) BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 72/11/35/Th XI.,1 November PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (Angka Ramalan II Tahun ) A. PADI B. JAGUNG Angka Ramalan (ARAM) II produksi Padi Provinsi Jawa Timur tahun sebesar

Lebih terperinci

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI PROVINSI RIAU

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI PROVINSI RIAU No. 50/11/14/Th.XIV, 1 November 2013 PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI PROVINSI RIAU (Angka Ramalan II Tahun 2013) A. PADI. Angka Ramalan (ARAM) II produksi padi tahun 2013 diperkirakan sebesar 440.131

Lebih terperinci

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI 2015

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI 2015 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH No. 31/7/Th. IV, 1 Juli 216 PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI 215 PRODUKSI PADI TAHUN 215 NAIK 28,8 PERSEN A. PADI Produksi padi tahun 215 sebanyak 2,33 juta ton gabah

Lebih terperinci

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (ANGKA SEMENTARA TAHUN 2014)

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (ANGKA SEMENTARA TAHUN 2014) No. 28/3/Th. XVIII, 2 Maret 215 PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (ANGKA SEMENTARA TAHUN ) PRODUKSI PADI TAHUN (ANGKA SEMENTARA) DIPERKIRAKAN TURUN,63 PERSEN A. PADI Produksi padi tahun sebanyak 7,83

Lebih terperinci

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI PROVINSI RIAU

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI PROVINSI RIAU No. 27/07/14/Th. XI, 1 Juli 2010 PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI PROVINSI RIAU (Angka Tetap 2009 dan Angka Ramalan II Tahun 2010) A. PADI. Angka Tetap (ATAP) produksi padi tahun 2009 adalah sebesar

Lebih terperinci

Tinjauan Spasial Produksi dan Konsumsi Beras

Tinjauan Spasial Produksi dan Konsumsi Beras ARTIKEL Tinjauan Spasial Produksi dan Konsumsi oleh Rumah Tangga Tahun 2007 Oleh: Slamet Sutomo RINGKASAN Ditinjau dari sisi produksi dan konsumsi secara total, produksi beras di Indonesia pada tahun 2007

Lebih terperinci

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI PROVINSI RIAU

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI PROVINSI RIAU PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI PROVINSI RIAU (Angka Sementara 2009 dan Angka Ramalan I Tahun 2010) No. 11/03/14/Th. XI, 1 Maret 2010 A. PADI. Angka Sementara (ASEM) produksi padi tahun 2009 adalah

Lebih terperinci

PEMODELAN STOK GABAH/BERAS DI KABUPATEN SUBANG MOHAMAD CHAFID

PEMODELAN STOK GABAH/BERAS DI KABUPATEN SUBANG MOHAMAD CHAFID PEMODELAN STOK GABAH/BERAS DI KABUPATEN SUBANG MOHAMAD CHAFID SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul : PEMODELAN STOK GABAH/BERAS

Lebih terperinci

BPS PROVINSI ACEH PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, INFLASI PEDESAAN DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN JANUARI 2013

BPS PROVINSI ACEH PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, INFLASI PEDESAAN DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN JANUARI 2013 Pada Januari 2013, Nilai Tukar Petani (NTP) Provinsi Aceh tercatat sebesar 103,44 turun sebesar 0,36 persen dibandingkan bulan Desember 2012. Hal ini disebabkan Indeks Harga yang Dibayar Petani (Ib) mengalami

Lebih terperinci

DAMPAK LIBERALISASI PERDAGANGAN PUPUK TERHADAP KINERJA PERDAGANGAN PUPUK DAN SEKTOR PERTANIAN DI INDONESIA WIDARTO RACHBINI

DAMPAK LIBERALISASI PERDAGANGAN PUPUK TERHADAP KINERJA PERDAGANGAN PUPUK DAN SEKTOR PERTANIAN DI INDONESIA WIDARTO RACHBINI DAMPAK LIBERALISASI PERDAGANGAN PUPUK TERHADAP KINERJA PERDAGANGAN PUPUK DAN SEKTOR PERTANIAN DI INDONESIA WIDARTO RACHBINI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 Bacalah, dengan nama Tuhanmu

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI RELATIF KOMODITAS KELAPA PADA LAHAN PASANG SURUT DAN LAHAN KERING. Oleh: BEDY SUDJARMOKO

ANALISIS EFISIENSI RELATIF KOMODITAS KELAPA PADA LAHAN PASANG SURUT DAN LAHAN KERING. Oleh: BEDY SUDJARMOKO ANALISIS EFISIENSI RELATIF KOMODITAS KELAPA PADA LAHAN PASANG SURUT DAN LAHAN KERING Oleh: BEDY SUDJARMOKO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ABSTRAK BEDY SUDJARMOKO. Analisis Efisiensi

Lebih terperinci

KETERANGAN TW I

KETERANGAN TW I 1 2 2 KETERANGAN 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 - TW I Distribusi/Share Terhadap PDB (%) 3.69 3.46 3.55 3.48 3.25 3.41 4.03 Distribusi/Share Terhadap Kategori Pertanian, Peternakan, Perburuan dan Jasa

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN UPAH BURUH

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN UPAH BURUH No. 56 / IX / 1 Nopember 2006 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN UPAH BURUH A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI *) Pada bulan Agustus 2006, Nilai Tukar Petani (NTP) tercatat 102,60

Lebih terperinci

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI PROVINSI RIAU

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI PROVINSI RIAU No. 54/11/14/Th.XV, 3 November 2014 PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI PROVINSI RIAU (Angka Ramalan II Tahun 2014) A. PADI. Angka Ramalan (ARAM) II produksi padi tahun 2014 diperkirakan sebesar 356.281

Lebih terperinci

BPS PROVINSI ACEH PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, INFLASI PEDESAAN, DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN OKTOBER 2015

BPS PROVINSI ACEH PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, INFLASI PEDESAAN, DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN OKTOBER 2015 BPS PROVINSI ACEH No.52/11/Th.XVIII, 2 November 2015 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, INFLASI PEDESAAN, DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN OKTOBER 2015 Berdasarkan hasil pemantauan harga-harga pedesaan di

Lebih terperinci

ANGKA RAMALAN 2 TAHUN 2015 PADI DAN PALAWIJA SULAWESI UTARA

ANGKA RAMALAN 2 TAHUN 2015 PADI DAN PALAWIJA SULAWESI UTARA No. 72/11/71/Th. IX, 2 November 2015 ANGKA RAMALAN 2 TAHUN 2015 PADI DAN PALAWIJA SULAWESI UTARA A. PADI Angka Ramalan 2 (Aram 2) produksi padi tahun 2015 diperhitungkan sebesar 673.712 ton Gabah Kering

Lebih terperinci

PERENCANAAN OPTIMALISASI JASA ANGKUTAN PERUM BULOG

PERENCANAAN OPTIMALISASI JASA ANGKUTAN PERUM BULOG PERENCANAAN OPTIMALISASI JASA ANGKUTAN PERUM BULOG (Studi Kasus Pada Unit Bisnis Jasa Angkutan Divisi Regional Sulawesi Selatan) Oleh : Retnaning Adisiwi PROGRAM STUDI MANAJEMEN DAN BISNIS SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

TINJAUAN HARGA PRODUSEN GABAH KALIMANTAN TENGAH 2013

TINJAUAN HARGA PRODUSEN GABAH KALIMANTAN TENGAH 2013 TINJAUAN HARGA PRODUSEN GABAH KALIMANTAN TENGAH 2013 TINJAUAN HARGA PRODUSEN GABAH KALIMANTAN TENGAH 2013 ISSN : Nomor Publikasi : Ukuran Buku Jumlah Halaman : 15 x 21 cm : vi + 22 halaman Naskah, Gambar

Lebih terperinci

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (ANGKA RAMALAN III TAHUN 2011)

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (ANGKA RAMALAN III TAHUN 2011) BADAN PUSAT STATISTIK No. 69/11/Th. XIV, 1 November PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (ANGKA RAMALAN III TAHUN ) PRODUKSI PADI TAHUN (ANGKA RAMALAN III) DIPERKIRAKAN TURUN 1,63 PERSEN A. PADI Produksi

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN UPAH BURUH

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN UPAH BURUH No. 19 / IX / 3 April 2006 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN UPAH BURUH A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI *) Pada bulan Januari 2006, Nilai Tukar Petani (NTP) tercatat 100,72 atau

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PRODUKSI PADI, JAGUNG DAN KEDELAI ( Angka Sementara ) PROVINSI KALIMANTAN UTARA No.24/03/64/Th.XIX, 1 Maret 2016 PRODUKSI PADI TAHUN DIPERKIRAKAN TURUN SEBESAR 3,08 PERSEN

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN DAGING SAPI POTONG DOMESTIK

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN DAGING SAPI POTONG DOMESTIK FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN DAGING SAPI POTONG DOMESTIK SKRIPSI MARUDUT HUTABALIAN A14105571 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN HARGA PRODUSEN GABAH DAN NILAI TUKAR PETANI

PERKEMBANGAN HARGA PRODUSEN GABAH DAN NILAI TUKAR PETANI PERKEMBANGAN HARGA PRODUSEN GABAH DAN NILAI TUKAR PETANI No. 25 / VII / 1 April 2004 HARGA PRODUSEN GABAH Pada bulan Maret 2004 (panen raya), harga gabah untuk semua jenis kualitas turun. Harga Gabah Kering

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Indonesia, tercapainya kecukupan produksi beras nasional sangat penting

PENDAHULUAN. Indonesia, tercapainya kecukupan produksi beras nasional sangat penting PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Mengingat perannya sebagai komoditas pangan utama masyarakat Indonesia, tercapainya kecukupan produksi beras nasional sangat penting sebagai salah satu faktor yang

Lebih terperinci

BPS PROVINSI ACEH PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, INFLASI PEDESAAN, DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN JANUARI 2016

BPS PROVINSI ACEH PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, INFLASI PEDESAAN, DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN JANUARI 2016 BPS PROVINSI ACEH No.06/02/Th.XIX, 1 Februari 2016 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, INFLASI PEDESAAN, DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN JANUARI 2016 Berdasarkan hasil pemantauan harga-harga pedesaan di beberapa

Lebih terperinci

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN OKTOBER 2014 SEBESAR 103,40

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN OKTOBER 2014 SEBESAR 103,40 No. 59/11/34/Th.XVI, 3 November 2014 NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN OKTOBER 2014 SEBESAR 103,40 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI 1. Nilai Tukar Petani (NTP) Pada Oktober 2014, NTP

Lebih terperinci

KEBIJAKAN HARGA INPUT-OUTPUT DAN PENGARUHNYA TERHADAP KENAIKAN PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI PADI

KEBIJAKAN HARGA INPUT-OUTPUT DAN PENGARUHNYA TERHADAP KENAIKAN PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI PADI KEBIJAKAN HARGA INPUT-OUTPUT DAN PENGARUHNYA TERHADAP KENAIKAN PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI PADI Prof. Dr. Ir. Sri Hartoyo, MS Guru Besar Tetap Bidang Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut

Lebih terperinci

ANALISIS EFEKTIVITAS SISTEM PENILAIAN KINERJA DAN HUBUNGANNYA DENGAN PENGEMBANGAN KARIR PADA KANTOR PUSAT PT BUKIT ASAM (PERSERO), TBK.

ANALISIS EFEKTIVITAS SISTEM PENILAIAN KINERJA DAN HUBUNGANNYA DENGAN PENGEMBANGAN KARIR PADA KANTOR PUSAT PT BUKIT ASAM (PERSERO), TBK. ANALISIS EFEKTIVITAS SISTEM PENILAIAN KINERJA DAN HUBUNGANNYA DENGAN PENGEMBANGAN KARIR PADA KANTOR PUSAT PT BUKIT ASAM (PERSERO), TBK. Oleh: Gusri Ayu Farsa PROGRAM STUDI MANAJEMEN DAN BISNIS SEKOLAH

Lebih terperinci

PRODUKSI PADI, JAGUNG, KEDELAI DAN UBI KAYU 2015

PRODUKSI PADI, JAGUNG, KEDELAI DAN UBI KAYU 2015 No. 01/07/74/Th. III, 01 Juli 2016 PRODUKSI PADI, JAGUNG, KEDELAI DAN UBI KAYU 2015 A. PADI Angka Tetap (ATAP) produksi padi Provinsi Sulawesi Tenggara tahun 2015 sebanyak 660.720 ton gabah kering giling

Lebih terperinci

DATA STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2014

DATA STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2014 DATA STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2014 BADAN KETAHANAN PANGAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2015 1 Perkembangan Produksi Komoditas Pangan Penting Tahun 2010 2014 Komoditas Produksi Pertahun Pertumbuhan Pertahun

Lebih terperinci

NILAI TUKAR PETANI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA BULAN DESEMBER 2012 SEBESAR 117,59

NILAI TUKAR PETANI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA BULAN DESEMBER 2012 SEBESAR 117,59 No. 02/01/34/TH.XV, 02 Januari 2013 NILAI TUKAR PETANI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA BULAN DESEMBER 2012 SEBESAR 117,59 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI Pada Desember 2012, Nilai Tukar Petani (NTP) Provinsi

Lebih terperinci

PERANAN PRODUKSI USAHATANI DAN GENDER DALAM EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI LAHAN SAWAH: STUDI KASUS DI KABUPATEN BOGOR SOEPRIATI

PERANAN PRODUKSI USAHATANI DAN GENDER DALAM EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI LAHAN SAWAH: STUDI KASUS DI KABUPATEN BOGOR SOEPRIATI PERANAN PRODUKSI USAHATANI DAN GENDER DALAM EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI LAHAN SAWAH: STUDI KASUS DI KABUPATEN BOGOR SOEPRIATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 SURAT PERNYATAAN Saya

Lebih terperinci

BPS PROVINSI ACEH PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, INFLASI PEDESAAN, DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN DESEMBER 2015

BPS PROVINSI ACEH PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, INFLASI PEDESAAN, DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN DESEMBER 2015 BPS PROVINSI ACEH No.02/01/Th.XIX, 4 Januari 2016 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, INFLASI PEDESAAN, DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN DESEMBER 2015 Berdasarkan hasil pemantauan harga-harga pedesaan di beberapa

Lebih terperinci

ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF USAHATANI JAGUNG DAN PADI DI KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW PROPINSI SULAWESI UTARA ZULKIFLI MANTAU

ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF USAHATANI JAGUNG DAN PADI DI KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW PROPINSI SULAWESI UTARA ZULKIFLI MANTAU ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF USAHATANI JAGUNG DAN PADI DI KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW PROPINSI SULAWESI UTARA ZULKIFLI MANTAU SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 SURAT PERNYATAAN

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM KERAGAAN BAWANG MERAH Perkembangan Produksi Bawang Merah di Indonesia

V. GAMBARAN UMUM KERAGAAN BAWANG MERAH Perkembangan Produksi Bawang Merah di Indonesia 58 V. GAMBARAN UMUM KERAGAAN BAWANG MERAH 5.1. Perkembangan Produksi Bawang Merah di Indonesia Bawang merah sebagai sayuran dataran rendah telah banyak diusahakan hampir di sebagian besar wilayah Indonesia.

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH BADAN PUSAT STATISTIK No. 21/04/Th. X, 2 April 2007 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN UPAH BURUH A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI Pada Januari 2007, Nilai Tukar Petani (NTP) tercatat

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH No. 68/10/51/Th. IX, 1 Oktober 2015 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH A. SEPTEMBER 2015, NTP BALI NAIK 0,28 PERSEN Nilai Tukar Petani (NTP) Provinsi Bali bulan September 2015 tercatat

Lebih terperinci

BPS PROVINSI ACEH PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, INFLASI PEDESAAN, DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN JUNI 2016

BPS PROVINSI ACEH PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, INFLASI PEDESAAN, DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN JUNI 2016 BPS PROVINSI ACEH No.26/06/Th.XIX, 1 Juni 2016 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, INFLASI PEDESAAN, DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN JUNI 2016 Berdasarkan hasil pemantauan harga-harga pedesaan di beberapa

Lebih terperinci

BPS PROVINSI ACEH PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, INFLASI PEDESAAN, DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN SEPTEMBER 2016

BPS PROVINSI ACEH PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, INFLASI PEDESAAN, DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN SEPTEMBER 2016 BPS PROVINSI ACEH No.45/10/Th.XIX, 3 Oktober 2016 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, INFLASI PEDESAAN, DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN SEPTEMBER 2016 Berdasarkan hasil pemantauan harga-harga pedesaan di beberapa

Lebih terperinci

DAMPAK KEBIJAKAN HARGA DASAR PEMBELIAN PEMERINTAH TERHADAP PENAWARAN DAN PERMINTAAN BERAS DI INDONESIA RIA KUSUMANINGRUM

DAMPAK KEBIJAKAN HARGA DASAR PEMBELIAN PEMERINTAH TERHADAP PENAWARAN DAN PERMINTAAN BERAS DI INDONESIA RIA KUSUMANINGRUM DAMPAK KEBIJAKAN HARGA DASAR PEMBELIAN PEMERINTAH TERHADAP PENAWARAN DAN PERMINTAAN BERAS DI INDONESIA RIA KUSUMANINGRUM SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan

Lebih terperinci

ANALISIS INTEGRASI PASAR KARET ALAM ANTARA PASAR FISIK DI INDONESIA DENGAN PASAR BERJANGKA DUNIA WANTI FITRIANTI

ANALISIS INTEGRASI PASAR KARET ALAM ANTARA PASAR FISIK DI INDONESIA DENGAN PASAR BERJANGKA DUNIA WANTI FITRIANTI ANALISIS INTEGRASI PASAR KARET ALAM ANTARA PASAR FISIK DI INDONESIA DENGAN PASAR BERJANGKA DUNIA WANTI FITRIANTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan dengan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, DAN HARGA PRODUSEN GABAH

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, DAN HARGA PRODUSEN GABAH No. 70/12/13/Th XVIII, 1 Desember 2015 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, DAN HARGA PRODUSEN GABAH A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NTP SUMATERA BARAT NOVEMBER 2015 SEBESAR 98,06 ATAU NAIK 0,69 PERSEN

Lebih terperinci

KETAHANAN PANGAN: B E R A S

KETAHANAN PANGAN: B E R A S Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) KETAHANAN PANGAN: B E R A S Bahan Konferensi Pers Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI *) DAN PERKEMBANGAN HARGA PRODUSEN GABAH

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI *) DAN PERKEMBANGAN HARGA PRODUSEN GABAH No. 59 / VII / 1 Nopember 2004 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI *) DAN PERKEMBANGAN HARGA PRODUSEN GABAH Pada bulan Agustus 2004, Nilai Tukar Petani (NTP) adalah 103,99 atau turun 1,66 persen dibanding

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan salah satu sektor utama di negara ini. Sektor tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan salah satu sektor utama di negara ini. Sektor tersebut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertanian merupakan salah satu sektor utama di negara ini. Sektor tersebut memiliki peranan yang cukup penting bila dihubungkan dengan masalah penyerapan

Lebih terperinci

NILAI TUKAR PETANI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA BULAN JUNI 2013 SEBESAR 117,68

NILAI TUKAR PETANI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA BULAN JUNI 2013 SEBESAR 117,68 No. 33/07/34/TH.XV, 01 Juli 2013 NILAI TUKAR PETANI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA BULAN JUNI 2013 SEBESAR 117,68 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI 1. Nilai Tukar Petani (NTP) Pada Juni 2013, Nilai Tukar Petani

Lebih terperinci

BPS PROVINSI ACEH PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, INFLASI PEDESAAN, DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN SEPTEMBER 2015

BPS PROVINSI ACEH PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, INFLASI PEDESAAN, DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN SEPTEMBER 2015 BPS PROVINSI ACEH No.44/09/Th.XVIII, 1 September 2015 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, INFLASI PEDESAAN, DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN SEPTEMBER 2015 Berdasarkan hasil pemantauan harga-harga pedesaan

Lebih terperinci

BPS PROVINSI ACEH PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, INFLASI PEDESAAN, DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN DESEMBER 2016

BPS PROVINSI ACEH PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, INFLASI PEDESAAN, DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN DESEMBER 2016 BPS PROVINSI ACEH No.02/01/Th.XX, 3 Januari 2017 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, INFLASI PEDESAAN, DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN DESEMBER 2016 Berdasarkan hasil pemantauan harga-harga pedesaan di beberapa

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 ANALISIS KEBIJAKAN PENENTUAN HARGA PEMBELIAN GABAH

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 ANALISIS KEBIJAKAN PENENTUAN HARGA PEMBELIAN GABAH LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 ANALISIS KEBIJAKAN PENENTUAN HARGA PEMBELIAN GABAH Oleh : Erizal Jamal Khairina M. Noekman Hendiarto Ening Ariningsih Andi Askin PUSAT ANALISIS SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN

Lebih terperinci

BPS PROVINSI ACEH PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, INFLASI PEDESAAN, DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN NOVEMBER 2015

BPS PROVINSI ACEH PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, INFLASI PEDESAAN, DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN NOVEMBER 2015 BPS PROVINSI ACEH No.52/12/Th.XVIII, 1 Desember 2015 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, INFLASI PEDESAAN, DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN NOVEMBER 2015 Berdasarkan hasil pemantauan harga-harga pedesaan di

Lebih terperinci

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN FEBRUARI 2014 SEBESAR 102,63

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN FEBRUARI 2014 SEBESAR 102,63 No. 14/03/34/TH.XVI, 3 Maret 2014 NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN FEBRUARI 2014 SEBESAR 102,63 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI 1. Nilai Tukar Petani (NTP) Mulai Desember 2013, penghitungan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap manusia untuk dapat melakukan aktivitas sehari-hari guna mempertahankan hidup. Pangan juga merupakan

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK Perkembangan Nilai Tukar Petani, Harga Produsen Gabah dan Harga Beras di Penggilingan No. 54/10/32/Th. XIX, 2 Oktober BERITA RESMI STATISTIK PROVINSI JAWA BARAT PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN

Lebih terperinci

PRODUKSI TANAMAN PANGAN PROVINSI BENGKULU (ANGKA RAMALAN I 2015)

PRODUKSI TANAMAN PANGAN PROVINSI BENGKULU (ANGKA RAMALAN I 2015) PRODUKSI TANAMAN PANGAN PROVINSI BENGKULU (ANGKA RAMALAN I ) A. PADI B. Jagung No. 40/07/17/IX, 1 Juli Angka Tetap (ATAP) Produksi padi tahun 2014 sebanyak 593.194 ton gabah kering giling (GKG), turun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Komoditas pangan masyarakat Indonesia yang dominan adalah beras yang

BAB I PENDAHULUAN. Komoditas pangan masyarakat Indonesia yang dominan adalah beras yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komoditas pangan masyarakat Indonesia yang dominan adalah beras yang berfungsi sebagai makanan pokok sumber karbohidrat. Beras merupakan komoditi pangan yang memiliki

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH BADAN PUSAT STATISTIK No. 57/09/Th. XIII, 1 September 2010 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN UPAH BURUH A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI (NTP) AGUSTUS 2010

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Beras merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian besar penduduk

BAB I PENDAHULUAN. Beras merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian besar penduduk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beras merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia yang memberikan energi dan zat gizi yang tinggi. Beras sebagai komoditas pangan pokok dikonsumsi

Lebih terperinci

INTEGRASI PASAR BERAS DAN GULA DI THAILAND, FILIPINA DAN INDONESIA DESI ARYANI

INTEGRASI PASAR BERAS DAN GULA DI THAILAND, FILIPINA DAN INDONESIA DESI ARYANI INTEGRASI PASAR BERAS DAN GULA DI THAILAND, FILIPINA DAN INDONESIA DESI ARYANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 2 SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala

Lebih terperinci

ANALISIS TINGKAT KEPUASAN PELAKU USAHA TERHADAP KUALITAS PELAYANAN PERIZINAN PADA PUSAT PERIZINAN DAN INVESTASI KEMENTERIAN PERTANIAN

ANALISIS TINGKAT KEPUASAN PELAKU USAHA TERHADAP KUALITAS PELAYANAN PERIZINAN PADA PUSAT PERIZINAN DAN INVESTASI KEMENTERIAN PERTANIAN ANALISIS TINGKAT KEPUASAN PELAKU USAHA TERHADAP KUALITAS PELAYANAN PERIZINAN PADA PUSAT PERIZINAN DAN INVESTASI KEMENTERIAN PERTANIAN Oleh : Dewi Maditya Wiyanti PROGRAM STUDI MANAJEMEN DAN BISNIS SEKOLAH

Lebih terperinci

ANGKA RAMALAN 1 TAHUN 2015 PADI DAN PALAWIJA SULAWESI UTARA

ANGKA RAMALAN 1 TAHUN 2015 PADI DAN PALAWIJA SULAWESI UTARA No. 47/07/71/Th.IX, 1 Juli 2015 ANGKA RAMALAN 1 TAHUN 2015 PADI DAN PALAWIJA SULAWESI UTARA A. PADI Angka Ramalan 1 (Aram 1) produksi padi tahun 2015 diperhitungkan sebesar 664.282 ton Gabah Kering Giling

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH DAN BERAS

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH DAN BERAS BADAN PUSAT STATISTIK No. 109/12/Th. XVIII, 1 Desember 2015 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH DAN BERAS A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI (NTP) NOVEMBER 2015

Lebih terperinci

BPS PROVINSI ACEH PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, INFLASI PEDESAAN, DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN DESEMBER 2013

BPS PROVINSI ACEH PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, INFLASI PEDESAAN, DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN DESEMBER 2013 BPS PROVINSI ACEH No.2/1/Th.XVII, 2 Januari 2014 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, INFLASI PEDESAAN, DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN DESEMBER 2013 Untuk pertama kalinya pada bulan Desember 2013, data NTP

Lebih terperinci

EVALUASI IMPLEMENTASI E-GOVERNMENT PADA LAYANAN PERIZINAN DI KEMENTERIAN PERTANIAN RI

EVALUASI IMPLEMENTASI E-GOVERNMENT PADA LAYANAN PERIZINAN DI KEMENTERIAN PERTANIAN RI EVALUASI IMPLEMENTASI E-GOVERNMENT PADA LAYANAN PERIZINAN DI KEMENTERIAN PERTANIAN RI Oleh : Ongki Wiratno PROGRAM STUDI MAJEMEN DAN BISNIS SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 @ Hak cipta

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PRODUKSI PADI, JAGUNG DAN KEDELAI PRODUKSI PADI TAHUN 2015 TURUN SEBESAR 3,04 PERSEN No.57/7/64/Th.XIX, 1 Juli 2016 A. PADI Produksi padi tahun 2015 sebanyak 112,10 ribu ton

Lebih terperinci

PRODUKSI PADI, JAGUNG, KEDELAI, UBI KAYU, DAN UBI JALAR (ANGKA RAMALAN II 2015)

PRODUKSI PADI, JAGUNG, KEDELAI, UBI KAYU, DAN UBI JALAR (ANGKA RAMALAN II 2015) No. 62/11/91/Th. IX, 2 November PRODUKSI PADI, JAGUNG, KEDELAI, UBI KAYU, DAN UBI JALAR (ANGKA RAMALAN II ) PADI Produksi padi tahun (ARAM II) diperkirakan sebesar 33,56 ribu ton gabah kering giling (GKG),

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK Perkembangan Nilai Tukar Petani dan Harga Produsen Gabah Sumatera Barat Oktober No.57/11/13/Th. XX, 1 November BERITA RESMI STATISTIK PROVINSI SUMATERA BARAT Perkembangan Nilai Tukar Petani dan Harga Produsen

Lebih terperinci

NTP Provinsi Aceh, September 2017 sebesar 94,18. Inflasi Pedesaan, September 2017 sebesar 0,46 persen.

NTP Provinsi Aceh, September 2017 sebesar 94,18. Inflasi Pedesaan, September 2017 sebesar 0,46 persen. BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH NTP Provinsi Aceh, September 2017 sebesar 94,18. Inflasi Pedesaan, September 2017 sebesar 0,46 persen. Selama September 2017, di tingkat petani terjadi penurunan ratarata

Lebih terperinci

ANALISIS KONSUMSI BERAS RUMAHTANGGA DAN KECUKUPAN BERAS NASIONAL TAHUN ARIS ZAINAL MUTTAQIN

ANALISIS KONSUMSI BERAS RUMAHTANGGA DAN KECUKUPAN BERAS NASIONAL TAHUN ARIS ZAINAL MUTTAQIN ANALISIS KONSUMSI BERAS RUMAHTANGGA DAN KECUKUPAN BERAS NASIONAL TAHUN 2002 2007 ARIS ZAINAL MUTTAQIN PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

PRODUKSI PADI, JAGUNG, KEDELAI, UBI KAYU, DAN UBI JALAR (ANGKA TETAP TAHUN 2014 DAN ANGKA RAMALAN I 2015)

PRODUKSI PADI, JAGUNG, KEDELAI, UBI KAYU, DAN UBI JALAR (ANGKA TETAP TAHUN 2014 DAN ANGKA RAMALAN I 2015) PRODUKSI PADI, JAGUNG, KEDELAI, UBI KAYU, DAN UBI JALAR (ANGKA TETAP TAHUN DAN ANGKA RAMALAN I ) No. 38/07/91/Th. IX, 1 Juli PADI Angka Tetap produksi padi tahun sebesar 27,66 ribu ton Gabah Kering Giling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia, tercapainya kecukupan produksi beras nasional sangat

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia, tercapainya kecukupan produksi beras nasional sangat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tidak bisa dipungkiri beras merupakan kebutuhan pokok paling penting dimasyarakat Indonesia. Mengingat perannya sebagai komoditas pangan utama masyarakat

Lebih terperinci

IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TERHADAP IMPORTASI ZONA BASED DAN KELEMBAGAANNYA. Pada Forum D i s k u s i Publik ke-15

IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TERHADAP IMPORTASI ZONA BASED DAN KELEMBAGAANNYA. Pada Forum D i s k u s i Publik ke-15 IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TERHADAP IMPORTASI ZONA BASED DAN KELEMBAGAANNYA D i s a m p a i k a n Oleh : D I R E K T U R J E N D E R AL P E R D AG AN G AN L U AR N E G E R I Pada Forum D i s

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertanian merupakan sektor utama perekonomian dari sebagian besar negara-negara berkembang. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan sektor

Lebih terperinci

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN DESEMBER 2014 SEBESAR 99,65

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN DESEMBER 2014 SEBESAR 99,65 No. 04/01/34/Th.XVII, 2 Januari 2015 NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN DESEMBER 2014 SEBESAR 99,65 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI 1. Nilai Tukar Petani (NTP) Pada Desember 2014, NTP

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, DAN HARGA PRODUSEN GABAH

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, DAN HARGA PRODUSEN GABAH No. 58/10/13/Th XIX, 3 Oktober 2016 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, DAN HARGA PRODUSEN GABAH A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NTP SUMATERA BARAT SEPTEMBER 2016 SEBESAR 97,81 ATAU NAIK 0,70 PERSEN NTP

Lebih terperinci

ANALISIS PEREKONOMIAN PROVINSI MALUKU UTARA: PENDEKATAN MULTISEKTORAL MUHAMMAD ZAIS M. SAMIUN

ANALISIS PEREKONOMIAN PROVINSI MALUKU UTARA: PENDEKATAN MULTISEKTORAL MUHAMMAD ZAIS M. SAMIUN ANALISIS PEREKONOMIAN PROVINSI MALUKU UTARA: PENDEKATAN MULTISEKTORAL MUHAMMAD ZAIS M. SAMIUN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 ii ABSTRACT MUHAMMAD ZAIS M. SAMIUN. Analysis of Northern

Lebih terperinci

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (ARAM II 2015)

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (ARAM II 2015) jambi No. 63/11/15 /Th. IX, 2 November PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (ARAM II ) A. PADI Produksi padi tahun (Angka Ramalan II) diperkirakan sebesar 561.542 ton GKG, atau turun sebesar 103.178 ton

Lebih terperinci

Pertumbuhan Simpanan BPR dan BPRS

Pertumbuhan Simpanan BPR dan BPRS Pertumbuhan Simpanan BPR dan BPRS Semester I Tahun 2015 Divisi Statistik, Kepesertaan, dan Premi Penjaminan Direktorat Penjaminan dan Manajemen Risiko DAFTAR ISI Jumlah BPR/BPRS Peserta Penjaminan Grafik

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Tahun. Pusat Statistik 2011.htpp://www.BPS.go.id/ind/pdffiles/pdf [Diakses Tanggal 9 Juli 2011]

BAB I. PENDAHULUAN. Tahun. Pusat Statistik 2011.htpp://www.BPS.go.id/ind/pdffiles/pdf [Diakses Tanggal 9 Juli 2011] BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sumber mata pencaharian masyarakat Indonesia. Sektor pertanian yang meliputi pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan merupakan kegiatan

Lebih terperinci