TEKNOLOGI PENGOLAHAN DAN PEMURNIAN NIKEL. Siti Rochani dan Nuryadi Saleh
|
|
- Widya Widjaja
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 TEKNOLOGI PENGOLAHAN DAN PEMURNIAN NIKEL Siti Rochani dan Nuryadi Saleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara "tekmira" S A R I Indonesia tercatat sebagai negara ketiga yang mempunyai potensi nikel laterit. Saat ini, produk tambang nikel laterit kebanyakan dijual ke luar negeri, namun dengan terbitnya UU No 4 Tahun 2013, yang mengharuskan pengolahan dan pemurnian dilakukan di dalam negeri. Beberapa investor telah merencanakan melakukan pemrosesan bijih laterit di dalam negeri. Pengolahan bijih nikel laterit sangat tergantung dari karakteristik mineral, diklasifikasikan dalam dua jenis yaitu limonit dan saprolit. Mineral limonit dicirikan berkadar Fe tinggi, MgO rendah, SiO 2 rendah. Proses pengolahannya tergantung dari keberadaan mineral lempung namun pada umumnya diolah dengan HPAL, heap leaching dan Caron process. Produk dari proses-proses tersebut adalah dapat berupa logam Ni, MHP (mixed hidrated procepitated), MSP (mixed sulfide precipitated) dan garam-garam nikel. Sedangkan saprolit adalah mineral silikat dari bijih nikel laterit yang dicirikan dengan kandungan Fe yang rendah diolah dengan proses pirometalurgi menjadi produk FeNi dan mate nikel. Di Cina berkembang produk NPI (nickel pig iron) yang dapat digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan baja stainless seri 200, NPI dibuat dengan menggunakan tungku tegak dari bijih limonit dan menggunakan kokas sebagai sumber energi. Energi merupakan salah satu permasalahan dalam peningkatan nilai tambah, bijih nikel laterit. Pengembangan teknologinya yang tidak menggunakan energi listrik mutlak diperlukan. Penggunaan batubara dan gas alam menjadi alternatif sebagai sumber energi baik untuk proses reduksi maupun proses peleburannya, seperti ShenWu technology Cina mengembangkan teknologi reduksi dalam tungku RHF (rotary hearth furnace) dan peleburan dalam gas smelter furnace berbahan bakar gas hasil gasifikasi batubara atau gas alam, untuk menghasilkan Fe-Ni berkadar 9% dari bijih nikel laterit berkadar 1,5% Ni. Peningkatan nilai tambah mineral dapat dilakukan melalui pemrosesan bijih nikel serta pemanfaatan sisa pengolahan mineral, ektraksi logam berharga lainnya dan selanjutnya melakukan pemrosesan sampai produk siap pakai seperti baja. Kata kunci : bijih nikel, saprolit, limonit, pirometalurgi, hidrometalurgi 1. LATAR BELAKANG Potensi nikel di Indonesia termasuk menjadi unggulan dunia karena tercatat sebagai negara ketiga yang mempunyai cadangan laterit setelah New Caledonia dan Filipina. Terindikasi cadangan sebanyak juta ton laterit dari total sumber daya 3900 juta ton, yang terkonsentrasi di pulau Sulawesi, Maluku dan Papua. Teknologi Pengolahan dan Pemurnian Nikel ; Siti Rochani dan Nuryadi Saleh 23
2 Permen ESDM Nomor 7 Tahun 2012, yang menyatakan pelarangan bijih nikel dijual ke luar negeri, hal ini akan menjadikan peluang besar untuk mengolah bijih nikel dalam negeri dengan produk yang sesuai dengan persyaratan di lampiran Permen tersebut. Dengan sumber daya dan cadangan nikel terutama di Sulawesi, Maluku dan Papua, yang begitu besar serta banyaknya KP eksplorasi dan IUP yang bergerak dalam penambangan nikel juga sangat menunjang untuk dibangunnya pabrik pemrosesan bijih nikel. Hal ini juga ditunjang oleh banyaknya teknologi pemrosesan yang sudah proven, dengan bermacam macam Capex dan Opex, menjadi pilihan bagi industri yang akan dikembangkan, dengan memperhatikan jenis teknologi yang tergabung dalam pirometalurgi dan hidrometalurgi dapat digunakan, yang menyangkut : jumlah cadangan, jenis bijih, ketersediaan energi dan bahan penunjang, pemasaran, lingkungan, dan lainlain, sebagai bahan pertimbangan. Saat ini, ada dua perusahaan besar yang mengolah bijih nikel yaitu PT Antam dengan produk FeNi (kaspasitas bijih 3 juta ton) dan PT Vale Indonesia dengan produk Ni mate (kapasitas bijih 6 juta ton). Selain itu, ada beberapa perusahaan telah memulai membangun plant, seperti PT Weda Bay (kapasitas 6 juta ton) dan PT Indofero produk nickel pig iron (NPI) (kapasitas 1 juta ton) dan PT Feni Haltim (dalam tahap konstruksi) dengan produk FeNi kapasitas input 3 juta ton bijih nikel laterit, yang akan selesai di tahun Dilihat dari produksi tambang berjumlah sekitar 33 juta ton per tahun, masih ada 24 juta ton bijih yang yang harus diolah di dalam negeri, dan saat ini beberapa perusahaan sedang mengajukan proposal pembangunan pemrosesan bijih nikel yang sedang dievaluasi oleh pemerintah. Kajian teknologi ini meperlihatkan bahwa dalam pengolahan dan pemurnian bijih nikel dapat dilakukan dengan bermacam-macam teknologi baik yang sudah komersial maupun teknologi yang sedang dalam proses komersial serta yang masih dalam proses penelitian. Produk hasil pengolahan dan pemurnian bermacammacam tergantung dari pengolahan dan pemurnian bijih nikel tersebut sesuai dengan lampiran Permen Nomor 7 tahun METODA PELAKSANAAN DAN LINGKUP MATERI BAHASAN Kajian teknologi pengolahan dan pemurnian bijih nikel ini dilakukan dengan pengumpulan data melalui studi literatur, survei langsung, pertemuan dengan instansi pemerintah terkait, asosiasi, para pengusaha dan akademis baik dalam dan luar negeri, serta masyarakat pertambangan lainnya, dalam bentuk kunjungan dan focus group discussion (FGD), sedangkan lingkup materi bahasan yang dituangkan dalam makalah ini meliputi kondisi pernikelan saat ini baik di dunia maupun di Indonesia, dan teknologi pengolahan dan pemurnian bijih nikel, analisis peningkatan nilai tambah sebagai bahan masukan dalam pembangunan industri pemrosesan bijih nikel di Indonesia sesuai dengan Undang Undang No. 4 tahun 2009, PP 23 tahun 2010 dan Permen ESDM Nomor 7 tahun 2012, agar bijih diolah dahulu sebelum dijual keluar negeri. 3. KONDISI NIKEL DUNIA DAN INDONESIA 3.1.Sumber Daya Nikel Dunia Sumber nikel di dunia dikenal dalam 2 (dua) tipe yaitu laterit dan sulfida, tercatat sebagian besar sumber nikel, yang telah diketahui, terkandung dalam tipe deposit laterit (sekitar 72%) yang ditemukan terutama di daerah tropis seperti Indonesia, Kuba, Kaledonia Baru, Filipina dan Australia (Tabel 1). Sisanya sebesar 28% adalah tipe deposit sulfida terutama terdapat di Kanada dan Rusia (Gambar 1). Walaupun mayoritas sumber nikel dunia yang diketahui terkandung dalam laterit, produksi nikel dari sulfida lebih dominan, karena kadar nikel yang lebih tinggi dan pengolahan yang lebih mudah dibandingkan dengan tipe deposit laterit. Kadar nikel dalam tipe deposit sulfida secara komersial bervariasi antara 0,5-8,0% Ni, sedangkan dari tipe deposit laterit sekitar 1,0-2,0% Ni. 24 M&E, Vol. 11, No. 1, Maret 2013
3
4
5
6
7
8 Gambar 8. Bagan alir proses pengolahan laterit nikel 4.a. Proses Pirometalurgi 1) Pembuatan Feronikel Pembuatan feronikel dilakukan melalui dua rangkaian proses utama yaitu reduksi dalam tungku putar (rotary kiln, RK) dan peleburan dalam tungku listrik (electric furnace, EF) dan lazim dikenal dengan Rotary Kiln Electric Smelting Furnace Process atau ELKEM Process. Bijih yang telah dipisahkan, baik ukuran maupun campuran untuk mendapatkan komposisi kimia yang diinginkan, diumpankan ke dalam pengering putar (rotary dryer) bersama-sama dengan reductant dan flux. Selanjutnya dilakukan pengeringan sebagian (partical drying) atau pengurangan kadar air (moisture content), dan kemudian dipanggang pada tanur putar (rotary kiln) dengan suhu sekitar C tergantung dari sifat bijih yang diolah. Maksud utama pemanggangan (calcination) adalah untuk mengurangi kadar air, baik yang berupa air lembab (moisture content) maupun yang berupa air kristal (crystalized water), serta mengurangi zat hilang bakar (loss of ignition) dari bahan-bahan baku lainnya. Selain itu, pemanggangan dimaksudkan juga untuk memanaskan (preheating) dan sekaligus mencampur bahan-bahan baku tersebut. Dalam tanur putar juga dilakukan reduksi pendahuluan (prereduction) secara selektif untuk mengatur kualitas produk dan meningkatkan efisiensi/produktivitas tanur listrik, sesuai dengan pasaran dan kadar bijih yang diolah. Sekitar 20% dari kandungan nikel bjiih tereduksi, reduksi terutama dilakukan untuk merubah Fe 3+ menjadi Fe 2+, sehingga energi yang dibutuhkan dalam tanur listrik menjadi lebih rendah. Bijih terpanggang dan tereduksi sebagian dari tanur putar ini dimasukkan ke dalam tanur listrik secara kontinu dalam keadaan panas (di atas 500 C), agar dapat dilakukan pereduksian dan peleburan. Dari hasil peleburan diperoleh 30 M&E, Vol. 11, No. 1, Maret 2013
9 feronikel (crude ferronickel) yang selanjutnya dimurnikan pada proses pemurnian. Crude ferronickel memiliki kandungan 15-25% Ni dan kandungan pengotor yang tinggi seperti karbon, silikon dan krom. Pemurnian dilakukan dengan oxygen blowing untuk menghilangkan karbon, krom dan silikon juga ditambahkan flux berupa kapur, dolomit, flouspar, aluminium, magnesium, ferosilikon dsb., untuk menghasilkan slag yang memungkinkan sulfur dapat terserap pada saat pengadukan dengan injeksi nitrogen. Hasil proses pemurnian dituang menjadi balok feronikel (ferronickel ingot) atau digranulasi menjadi butir-butir feronikel (ferronickel shots), dengan kadar nikel di atas 30%. Diagram alir pembuatan ferronickel disajikan pada Gambar 9. Sedangkan diagram alir pemurnian disajikan pada Gambar 10. 2) Pembuatan Ni Mate Mate nikel dibuat secara komersial pertama kali di Kaledonia Baru dengan menggunakan blast furnace sebagai tanur peleburan dan gipsum sebagai sumber belerang sekaligus sebagai bahan flux. Tetapi dewasa ini, pembuatan mate dari bijih oksida dilakukan dengan menggunakan tanur putar dan tanur listrik. Gambar tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar dari tahap-tahap proses yang dilakukan dalam proses pembuatan feronikel, juga dilakukan dalam proses ini. Bijih yang kandungan airnya dikurangi, dimasukkan ke dalam tanur putar, kemudian dikalsinasi, pereduksian berlangsung, sebagian besar oksida nikel menjadi nikel, Fe 2 O 3 menjadi FeO dan logam Fe (sebagian kecil). Logam-logam yang dihasilkan kemudian bersenyawa dengan belerang, baik yang berasal dari bahan bakar maupun bahan belerang yang sengaja dimasukan untuk tujuan tersebut. Produk tanur putar diumpankan ke dalam tanur listrik, untuk menyempurnakan proses reduksi dan sulfurisasi sehingga menghasilkan mate. Mate dalam tungku ini, mengandung ± 30-35% nikel, 10-15% belerang, dan sisanya besi, dimasukkan ke dalam converter untuk menghilangkan/mengurangi sebagian besar kadar besi. Hasil akhir berupa mate yang mengandung ± 77% nikel, 21% belerang, serta kobal dan besi masing-masing ± 1%. Dalam sejarah pembuatan nikel mate di Kaledonia Baru. Selain dengan proses blast furnace, mate dapat dibuat juga melalui feronikel, dengan cara menghembuskan belerang bersamasama udara ke dalam feronikel kasar cair di dalam sebuah converter, sehingga berbentuk mate primer (primary matte) dengan kandungan ±60% nikel, ±25% besi, ±1,5% karbon, dan sisanya adalah belerang. Mate ini kemudian diubah (convert) dengan cara oksida besi, sehingga diperoleh mate hasil akhir dengan kadar nikel; 75-80% dan ±20% belerang. Berbeda dengan feronikel yang dapat digunakan sebagai bahan baku baja, pada umumnya nikel dalam bentuk mate, diproses terlebih dahulu menjadi logam nikel atau nickel oxidic sinter sebelum digunakan pada industri yang lebih hilir. 3) Pembuatan Nickel Pig Iron (NPI) Nickel pig iron adalah logam besi wantah dengan kandungan Ni sekitar 5-10% Ni yang merupakan hasil dari proses peleburan bijih nikel kadar rendah di bawah 1,8% Ni. Pada saat ini, NPI dihasilkan dari proses peleburan bijih nikel kadar rendah dengan menggunakan tungku tegak, blast furnace. Proses ini melalui tahapan sintering dan peleburan dalam tungku tegak. Biaya produksi pembuatan NPI melalui rute peleburan dalam tungku tegak lebih murah dibandingkan dengan menggunakan tungku listrik yaitu $17,637 per ton sedangkan melalui rute peleburan dalam tungku listrik (electric arc furnace) adalah $15,430 per ton (Macquarie Bank analysis). NPI digunakan sebagai bahan baku baja. Struktur biaya pembuatan NPI melalui peleburan dalam electric furnace adalah 37% dari biaya bijih nikel laterit, 9% untuk Teknologi Pengolahan dan Pemurnian Nikel ; Siti Rochani dan Nuryadi Saleh 31
10
11
12
13 l%, dan besi sekitar 47%. Bagan alir yang disederhanakan dari proses tersebut digambarkan pada Gambar 13. Bijih nikel diumpankan dalam bentuk lumpur (slurry), disamakan ukurannya (sizing) menjadi -20 mesh, dan dilindi. Hasilnya kira-kira 95% Ni+Co dalam bijih terlarut, sedang besi tertinggal dalam residu. Setelah pemisahan/pencucian dengan decantation, asam yang berlebihan dinetralkan dengan batu kapur. Kemudian nikel dan kobal diendapkan dengan menggunakan H 2 S. Presipitat ini yang mengandung 55% nikel, 6% kobal, 0,3% besi, dan 30% belerang, kemudian diproses dan dimurnikan menjadi serbuk atau briket nikel dan kobal pada pabrik pemurnian. Pada awalnya, proses ini dianggap mahal (high cost), akan tetapi dengan adanya krisis energi, dan atas dasar hasil-hasil penelitian dan pengembangan dalam bidang pengolahan nikel, maka proses ini akhirnya dianggap salah satu proses pengolahan nikel yang mempunyai prospek sangat baik, selain hanya memerlukan sedikit energi yang berasal dari fossil fuel, juga dapat mengolah bijih nikel dari bermacammacam jenis dan kadar nikel/kobal yang tinggi. Salah satu proses yang berhasil dikembangkan seperti dikemukakan di atas adalah proses Amax. Pada proses ini, dilakukan tahap persiapan yaitu pemisahan antara bijih halus yang terdiri atas jenis limonit, dan bijih kasar yang terdiri atas jenis silikat. Bijih limonit langsung diumpankan pada sistem high pressure leaching, sedangkan bijih silikat, setelah digiling, dimasukkan pada sistem atmospheric pressure leaching dengan menggunakan acidic pregnant solution dari limonit leaching. Di lain pihak, residu Gambar 13. Bagan alir proses PAL (pressure acid leaching) Teknologi Pengolahan dan Pemurnian Nikel ; Siti Rochani dan Nuryadi Saleh 35
14 atmospheric leaching diumpankan ke dalam high pressure leaching system. Dengan cara ini, nikel yang berada dalam kedua jenis bijih tersebut akan dapat diekstrak, sementara MgO yang ada dalam bijih silikat, dapat berfungsi untuk menetralkan asam yang masih tersisa sebagai pengganti batu kapur yang dipakai dalam proses Moa Bay. Dalam proses ini, konsumsi asam sulfat akan semakin tinggi dengan naiknya kadar magnesium dalam bijih, tetapi hal ini dapat diimbangi dengan kadar nikel yang cukup tinggi. Selain itu magnesium yang terlarut akan dapat diambil lagi (recover) untuk menghasilkan magnesia dengan kemurnian yang tinggi, dan SO 2 dapat digunakan kembali dalam proses. Cara ini didukung lagi dengan modifikasi di bidang lain yang banyak dilakukan, misalnya pengaturan tekanan dan suhu yang lebih baik, cara penambahan asam sulfat, cara presipitasi dengan H 2 S, dan lain-lain. Proses pemisahan nikel dan kobal dapat dilanjutkan melalui tahapan proses seperti pada bagan alir pada Gambar c. Proses AL (Atmopheric Leaching) Proses atmospheric leaching merupakan kombinasi proses piro dan hidrometalurgi (Proses Caron), mula-mula bijih direduksi pada temperatur tinggi, kemudian di leaching pada tekanan atmosfer. Proses ini lebih menguntungkan dari pada proses pirometalurgi. Dalam BHP proses, besi dilarutkan sebagai jarosit dengan penambahan zat pengendap yaitu logam alkali atau amonium, kemudian saprolit Gambar 14. Proses pemisahan nikel dan kobal 36 M&E, Vol. 11, No. 1, Maret 2013
15 dipisahkan dengan ion exchange sehingga logam terpisah dari elektrolit. Proses lainnya dalam pelarutan logam dari bijih, yaitu proses heap leaching menggunakan asam sulfat, pada suhu dan tekanan atmosfer, logam yang sudah larut (nikel dan kobal), dipisahkan dengan solvent ekstraksi. Kelemahan proses ini adalah presentase perolehan yang sangat rendah, hanya mencapai 74% untuk nikel dan 51 % untuk kobal. Proses terbaru dari hidrometalurgi adalah proses direct Nickel yang diperkenalkan oleh perusahaan DNi (perusahaan Australia), berdiri pada tahun Perusahaan ini memperkenalkan teknologi yang memproses nikel dengan harga termurah yang akan tumbuh di daerah Asia Tenggara, seperti Indonesia, Papua New Guinea dan Filipina, karena mempunyai cadangan laterit yang cocok untuk diproses dengan teknologi tersebut. Proses ini dapat digunakan untuk memproses bijih laterit maupun saprolit dengan melarutkan bijih dengan asam nitrat, kemudian besi dipisahkan sebagi endapan, larutan kemudian dilarutkan kembali, aluminium dipisahkan, dengan pengaturan ph, kemudian magnesium dipisahkan dari produk Ni Co MPH, yang selanjutnya dikeringkan untuk menghasilkan final produk. Dengan demikian produk yang dihasilkan dalam proses ini adalah MHP yang mengandung Ni 40-45% dan Co 2-4 %. Produk samping adalah Fe 2 O 3 dan MgO. Kelebihan dari proses ini, asam nitrat berlebih pada pelarutan di recycle kembali. Proses secara rinci dapat dilihat pada Gambar 15. Pada saat ini, teknologi belum diaplikasikan secara komersial, akan tetapi DNi telah mendirikan pilot plant di Perth dengan kapasitas 1 ton/hari, dengan run test 150 ton bijih, yang akan segera selesai. Dari pilot plant tersebut akan dihitung keekonomian skala komersial. Gambar 15. Proses pemrosesan nikel dengan proses direct nickel Teknologi Pengolahan dan Pemurnian Nikel ; Siti Rochani dan Nuryadi Saleh 37
16 Namun demikian hitungan kasar menyatakan bahwa Capex sekitar US$ 12,5 per pound dibandingkan dengan proses lainnya yang mencapai sekitar US$ Keunggulan lainnya Opex sebesar US$1,8 per pound dibandingkan dengan proses lainnya yang mencapai US$ 5,5 per pound Ni. Pada saat ini, DNi sedang membangun projek di Mambare (Mambare Nickel Project) di PNG dengan menggali 735 lubang, (135 lubang selesai dibor). Teknologi akan diaplikasikan kemudian. 4.d.Bioleaching Sampai saat ini masih pemrosesan nikel dengan bioleaching belum diterapkan dalam skala industri, banyak percobaan dilakukan dalam skala laboratorium atau skala yang lebih besar. Dari beberapa kesimpulan hasil penelitian menunjukkan adanya prospek untuk ditingkatkan skalanya, dengan harapan mendapatkan biaya pemrosesan yang lebih rendah, untuk dapat dikembangkan di masa yang akan datang. Secara umun bagan alir pemrosesan bijih laterit dapat dilihat pada Gambar PEMILIHAN TEKNOLOGI Pada pemrosesan bijih nikel, pemilihan teknologi proses yang akan diambil salah satunya tergantung pada jenis bijih nikel, seperti yang dirangkum pada Tabel 3. Pada pemilihan pemrosesan dengan jalur pirometalurgi, pada dasarnya diaplikasikan untuk bijih saprolit yang mempunyai kandungan nikel relatif tinggi serta kandungan FeO yang rendah. Sedangkan hidrometalurgi, akan lebih sesuai untuk bijih limonit yang kandungan MgO-nya rendah dan tidak efisien diterapkan untuk bijih saprolit karena kandungan MgO yang tinggi di Mikro organisme (aspergilli dan Penicillin) Media kultur (glukosa dan nutrisi mineral) Bioasam sistim (labu fermentasi) Bijih nikel (Nikel laterit) Pelarut sitrat/oksalat plus media Kultur media plus fungi inocolum Komersial asam organik (sitrat, oksalat, asetat,) Sistim pelarutan (labu atau kolum kontak) Produk Sampel yang terlarut, sisi bijih, biomass untuk analisis Gambar 16. Skematik tahapan pemrosesan bijih laterit dengan bioleaching 38 M&E, Vol. 11, No. 1, Maret 2013
17 TEKNOLOGI PROSES/PRODUK Peleburan FeNi (Karbon tinggi) Tabel 3. Jenis bijih vs teknologi proses LIMONIT SAPROLIT SPEKSIFIKASI UMPAN oooo Fe 14-18%, SiO 2 /MgO <1,8%, Fe/Ni 5-6 Peleburan Ni mate o oooo Fe 18-22%, SiO 2 /MgO 2,0-2,3 Peleburan Ni Pig Iron oooo o Fe >35%, MgO <6,0% PAL/HPAL oooo o Fe >35%, MgO <6,0% Heap Leach o oooo Fe <25%, sedikit lempung Caron proses ooo oo MgO 1,5-6,0%, Fe >25%, dalam bijih saprolite akan menyebabkan konsumsi asam yang besar selama proses pelindian. Pemilihan proses nikel laterit menjadi feronikel maupun nikel mate sangat tergantung dari tinjauan ekonomi. Biaya produksi kedua proses relatif sama namun demikian harga nikel dalam mate dinilai hanya 75-85% dari harga LME (London Metal Exchange) sedangkan harga nikel dalam feronikel dinilai sesuai harga LME. Untuk mencapai harga LME maka mate diperlukan melalui tahap pemurnian dahulu. Dalam proses mate tingkat perolehan logam kobal relatif lebih rendah dibandingkan dengan proses feronikel sehingga tidak ekonomis jika logam kobal dalam mate diambil secara proses hidrometalurgi. Dari setiap 100 lb nikel hanya terambil 1 lb kobal. Biaya operasional pembuatan mate lebih rendah $0.06 per lb dibandingkan biaya operasional pembuatan feronikel, namun demikian capital cost pendirian plat nikel mate lebih tinggi $4.4 juta dibandingkan capital cost pendirian pabrik feronikel, karena pabrik nikelmate harus dilengkapi dengan unit scrubbing untuk mengeliminasi emisi gas SO 2 (Hatch, 2004). DNi (direct nickel proces) diperkenalkan oleh pada peneliti CSIRO, dan Amerika yang memproses bijih nikel limonit maupun saprolit dengan cara hidrometalurgi dengan produk Fe 2 O 3, MgO dan MPH Ni-Co. Teknologi ini mempunyai kelebihan yaitu Capex yang rendah ( antara 0,3-0,5 dari proses lainnya) dan Opex ($1,8 per lb untuk DNi, sedangkan proses lain memerlukan $5,5 per lb), sehingga sangat potensial dikembangkan. Saat ini teknologi akan diaplikasikan di Mambare, Papua Nugini project dengan investasi $25 million. Kondisi pemrosesan nikel saat ini mempunyai kelemahan masing masing seperti tertera pada Tabel 4, sehingga ke depan proses DNi akan berkembang sangat pesat karena dapat memproses jenis bijih limonit maupun saprolit dengan produk yang menjanjikan yaitu MPH Ni- Co, MgO dan Fe 2 O PEMANFAATAN SYNGAS DAN GAS ALAM DALAM PEMBUATAN FE-NI ShenWu teknologi mengembangkan proses reduksi dan peleburan untuk menghasilkan Fe- Ni dengan menggunakan syngas atau gas alam sebagai bahan bakar. Bijih nikel berkadar 0,8% Ni minimum diaglomerasi dalam bentuk briket dengan penambahan 8-9% batubara dan fluks batu kapur direduksi dalam tungku rotary hearth furnace dengan suhu o C selama 25 menit sehingga dihasilkan kalsin kemudian dilebur Teknologi Pengolahan dan Pemurnian Nikel ; Siti Rochani dan Nuryadi Saleh 39
18 Tabel 4. Kelemahan masing masing teknologi proses pemrosesan nikel Pelarutan asam bertekanan Hidrometalurgi Capex dan opex yang tinggi Sulit dan berisiko dalam operasinya Sangat sensitif untuk tipe bijih (hanya baik untuk laterit) Tantangannya adalah skala Peleburan FeNi Pirometalurgi Memerlukan bijih yang high grade Banyak mengkonsumsi energi Cocok untuk saprolit Capex dan opex yang tinggi Pelarutan heap dengan asam sulfat Belum proven Recovery yang rendah dan lama Memerlukan asam yang banyak Hanya bisa digunakan untuk limonit Produksi lama Nickel Pig Iron di China Konsumsi energi yang tinggi Opex yang tinggi Tidak ramah lingkungan dalam tungku peleburan berbahan bakar syngas atau gas alam (gas smelting furnace) pada suhu 1560 o C, tanpa menggunakan tungku listrik sehingga konsumsi energi yang lebih rendah. Gambar 17, memperlihatkan proses peleburan menghasilkan Fe-Ni berkadar 9% Ni dari bijih nikel berkadar 1,3% Ni dalam tungku gas smelter. Proses peleburan menghasilkan slag dengan kandungan Ni yang sangat rendah 0,001% Ni bila dibandingkan slag yang dihasilkan dari proses konvensional RL/EF yang masih relatif tinggi sekitar 0,1% Ni, sehingga proses yang dikembangkan oleh ShenWu memiliki tingkat perolehan nikel yang tinggi. 7. ANALISIS PENINGKATAN NILAI TAMBAH Peningkatan nilai tambah, dapat dilihat dari nilai atau value dari barang tersebut, seperti bijih nikel yang ditambang, mengandung nikel sekitar 2%, kemudian diolah menjadi feronikel dengan kandungan di atas 20-25% Ni (PT Antam) dan nikelmate yang mengandung 70-78% Ni (PT Vale Indonesia). Dari nilai kandungan nikel dikonversi harga nikel LME, maka perbandingan nilai tambah dapat dilihat pada Gambar 18 yang memperlihatkan peningkatan nilai tambah nikel murni mempunyai nilai 55 kali bijih, nikel mate 38 kali nilai bijih dan fero nikel mempunyai nilai 11 kali harga bijih. Gambar 17. Peleburan dalam tungku gas Gambar 18. Peningkatan nilai tambah dari bijih nikel, feronikel, nikelmate sampai ke logam nikel 40 M&E, Vol. 11, No. 1, Maret 2013
19 Pada kondisi saat ini, sebagian bijih nikel masih diekspor mentah ke luar negeri, di lain pihak produk feronikel dan nikelmate belum menghasilkan logam nikel murni, yang dapat diartikan bahwa negara Indonesia kehilangan nilai tambah yang tinggi, apabila mengekspor bijih nikel, tanpa mengolah sampai pada produk yang diperlukan pasar atau sampai produk, mempunyai nilai yang paling tinggi. Selain itu, untuk menambah nilai tambang, terak dapat juga dimanfaatkan secara optimal. Saat ini, terak dari peleburan nikel mate digunakan sebagai pengeras jalan tambang, padahal dalam terak tersebut masih mengandung besi silikat dengan kandungan besi di atas 50% yang dapat dimanfaatkan sebagai precious slag ball, yang mempunyai nilai tambah sebagai bahan baku material abrasif. Di lain pihak, terak dari peleburan feronikel sudah dimanfaatkan sebagai material konstruksi dermaga walaupun mengandung magnesium silikat dengan kadar MgO sekitar 25% yang juga mempunyai nilai yang lebih tinggi, apabila digunakan sebagai bahan lainnya seperti bahan pupuk. Bijih nikel kadar rendah di bawah 1,5% Ni, sudah mulai dimanfaatkan, seperti mengolahnya melalui jalur hidrometalurgi, yang memungkinkan dapat mengekstrak unsur lainnya seperti kobal, kromium dan logam lainnya. Dalam penjualan produk, kandungan kobal, baik dalam feronikel maupun nikelmate, tidak diperhitungkan, padahal unsur logam tersebut mempunyai nilai ekonomi tinggi. Pemanfaatan bijih nikel kadar rendah (0,5-1,5% Ni), dalam menambah nilai tambah, dengan mengolah melalui proses reduksi dalam tanur putar yang menghasilkan crude feronikel. Produk ini dapat dijadikan sebagai bahan baku peleburan untuk membuat feronikel. Dengan memproses bijih sampai dengan feronikel, dapat dilanjutkan dengan membangun industri baja nirkarat, yang selanjutnya menjadi produk yang siap pakai seperti dalam bentuk menjadi produk jadi yang siap digunakan seperti baja lapis HRC, HRP, CRC, pipa gas, kawat dan lainnya di dalam negeri. Penambahan nilai tambah dapat dilihat pada Gambar 19, yang menunjukkan peningkatan tertinggi mencapai sekitar 6000 kali umntuk produk bar, rod dan profile of nickel alloyed. Industri tersebut diharapkan dapat memenuhi kebutuhan pasar di dalam negeri yang saat ini masih diimpor. 8. KESIMPULAN Sumber bijih di dunia dikenal dalam 2 tipe: laterit dan sulfida. Indonesia mempunyai sumber cadangan laterit dan disebut sebagai negara ketiga setelah Kaledonia Baru dan Filipina. Bijih nikel di Indonesia adalah bijih oksida yang terdiri dari saprolit dan limonit, terkonsentrasi di pulau Sulawesi, Kepulauan Maluku dan Papua. Perencanaan pengolahan seiring dengan peluang usaha dalam penambangan bijih nikel yang masih terbuka lebar dengan melihat sumber daya dan cadangan yang begitu besar dan tersebar terutama di kawasan Indonesia Timur (Sulawesi tenggara, Maluku Utara, Maluku Timur, Papua), maka lokasi pengolahan disarankan dekat dengan sumber bahan baku. Teknologi pemrosesan laterit dan saprolit sudah proven, dilihat dari pabrik pemrosesan bijih nikel di Indonesia yang menghasilkan feronikel dan nikel mate. Pemilihan teknologi yang akan digunakan, akan sangat tergantung pada kandungan unsur dalam bijih tersebut seperti proses yang digunakan untuk saprolit adalah teknologi pirometalurgi dengan produk feronikel dan nikel mate, sedangkan untuk bijih limonit dapat diproses dengan pirometalurgi menghasilkan nikel pig iron dan sponge nikel. Untuk bijih limonit juga dapat diproses dengan proses hidrometalurgi menghasilkan produk MPH Ni-Co. Teknologi baru DNi, yang bisa mengolah kedua jenis bijih ini, di masa depan dapat dikembangkan. Dengan terbitnya Permen ESDM No.7 tahun 2012 dilanjutkan dengan Permen ESDM No. 11 tahun 2012, pelarangan ekspor bijih nikel mulai Februari 2014, akan mendorong berdirinya pabrik- pabrik pemrosesan bijih nikel dengan Teknologi Pengolahan dan Pemurnian Nikel ; Siti Rochani dan Nuryadi Saleh 41
20 Gambar 19. Peningkatan nilai tambah dari bijih nikel sampai pada produk turunannya 42 M&E, Vol. 11, No. 1, Maret 2013
21 produk nikelmate, feronikel, nikel pig iron, sponge nikel, logam Ni, Co, Cr dan Mix Hydroxyde Precipitate (MHP) dan Mix Sulphide Precipitate (MSP). Pabrik yang akan segera berproduksi adalah PT Antam (FeNi dan NPI) dan PT Weda Bay ( MHP dan MSP). DAFTAR PUSTAKA ---, Nickel Ores and Concentrates; Nickel Mattes, Nickel Oxide Sinters, UN Comtrade, aspx?docid ---, Processing of Nickel Laterite Ores, A Review Of Scientific Literature, document_uploads/nickel_laterite_ Processing_-_Background_Document.pdf Dalvi, A.D., Bacon, G., and Osborne, R.C., 2004, The Past and the Future of Nickel Laterites, PDAC, 2004, International Convention, Trade Show & Investor Exchange, March, , energie/sites/default/files/images/pdf%20- %20D.%20Ashok%20et%20al..pdf Jiang Xinfang, Ferro-nickel / NPI Production from Laterite, Nickel Ore in China,-Tsingshan Holding Group, Mr_Xinfang_Oct08.pdf Jim Lennon, 2012, The Nickel Outlook Oversupply Near Term But Medium Term Challenges Remain, Macquarie Commodities Research, October Limbong, R. P. A., 2012, Penyusunan Profil Investasi Industri Nikel, Presentasi Focus Group Discussion, Kementrian Perindustrian RI, Jakarta 24 Feruari 2012 Malnic, Julian, 2012, The Direct Nickel Process, Emerging Global Nickel Producer with Lowest Cost Processing, March%202012% 20V18%20abridged. pdf Saleh, N., 2011, Kajian Penilaian Nilai Tambah untuk Mineral Logam Nikel, Laporan Intern, Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara, 2011 Teknologi Pengolahan dan Pemurnian Nikel ; Siti Rochani dan Nuryadi Saleh 43
BAB I PENDAHULUAN. Nikel merupakan logam berwarna perak keputihan yang mempunyai kemampuan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mineral logam merupakan kekayaan alam tak terbarukan yang mempunyai peranan penting sebagai penopang perekonomian Indonesia. Salah satu mineral logam yang banyak dimanfaatkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bidang perindustrian. Salah satu konsumsi nikel yang paling besar adalah sebagai
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Nikel merupakan salah satu bahan penting yang banyak dibutuhkan dalam bidang perindustrian. Salah satu konsumsi nikel yang paling besar adalah sebagai bahan baku pembuatan
Lebih terperinciLembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
I.102 PENGOLAHAN BIJIH NIKEL KADAR RENDAH UNTUK MENDUKUNG INDUSTRI BAJA TAHAN KARAT Dr. Solihin, M.Env., Ir. Puguh Prasetiyo, Dr. Ir. Rudi Subagja, Dedy Sufiandi ST, Immanuel Ginting ST Lembaga Ilmu Pengetahuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Industri besi baja merupakan basic industry yang merupakan penopang pembangunan suatu bangsa. Dari tahun ke tahun tingkat produksi baja dunia terus mengalami peningkatan
Lebih terperinciPEMBUATAN NICKEL PIG IRON (NPI) DARI BIJIH NIKEL LATERIT INDONESIA MENGGUNAKAN MINI BLAST FURNACE
MT-66 0404: Widi Astuti dkk. PEMBUATAN NICKEL PIG IRON (NPI) DARI BIJIH NIKEL LATERIT INDONESIA MENGGUNAKAN MINI BLAST FURNACE Widi Astuti 1) Zulfiadi Zulhan 2) Achmad Shofi 1) Kusno Isnugroho 1) Fajar
Lebih terperinciPENINGKATAN KADAR NIKEL BIJIH LIMONIT MELALUI PROSES REDUKSI SELEKTIF DENGAN VARIASI WAKTU DAN PERSEN REDUKTOR
PENINGKATAN KADAR NIKEL BIJIH LIMONIT MELALUI PROSES REDUKSI SELEKTIF DENGAN VARIASI WAKTU DAN PERSEN REDUKTOR Muhammad Ikhwanul Hakim 1,a, Andinnie Juniarsih 1, Iwan Setiawan 2 1 Jurusan Teknik Metalurgi,
Lebih terperinciBAB 3 INDUSTRI BESI DAN BAJA
BAB 3 INDUSTRI BESI DAN BAJA Pengantar Besi (Fe) merupakan salah satu logam yang mempunyai peranan yang sangat besar dalam kehidupan manusia, terlebih-lebih di zaman modern seperti sekarang. Kelimpahannya
Lebih terperinciMetode Evaluasi dan Penilaian. Audio/Video. Web. Soal-Tugas. a. Writing exam skor: 0-100(PAN)
Media Ajar Pertemuan ke Tujuan Ajar/Keluaran/Indikator Topik (pokok, sub pokok bahasan, alokasi waktu) Teks Presentasi Gambar Audio/Video Soal-Tugas Web Metode Evaluasi dan Penilaian Metode Ajar (STAR)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. industri adalah baja tahan karat (stainless steel). Bila kita lihat di sekeliling kita
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perkembangan yang signifikan pada industri dunia, diantaranya industri otomotif, konstruksi, elektronik dan industri lainnya pada beberapa dasawarsa terakhir
Lebih terperinciPROSES REDUKSI BIJIH BESI MENJADI BESI SPONS DI INDONESIA
PROSES REDUKSI BIJIH BESI MENJADI BESI SPONS DI INDONESIA Muhammad Yaasiin Salam 1306368394 DEPARTEMEN TEKNIK METALURGI DAN MATERIAL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA 2015 A. POTENSI BIJI BESI DI INDONESIA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada ASEAN 3+ (China, Japan and Korea) Ministers on Energy Meeting (AMEM+3) yang diadakan di Bali Indonesia pada tanggal 25 September 2013, para menteri menyepakati
Lebih terperinciTrenggono Sutioso. PT. Antam (Persero) Tbk. SARI
Topik Utama Strategi Pertumbuhan Antam Melalui Penciptaan Nilai Tambah Mineral Trenggono Sutioso PT. Antam (Persero) Tbk. trenggono.sutiyoso@antam.com SARI Undang-Undang No. 4 tahun 2009 tentang Pertambangan
Lebih terperinciBAB II PEMBAHASAN. II.1. Electrorefining
BAB II PEMBAHASAN II.1. Electrorefining Electrorefining adalah proses pemurnian secara elektrolisis dimana logam yangingin ditingkatkan kadarnya (logam yang masih cukup banyak mengandung pengotor)digunakan
Lebih terperinciPENINGKATAN KADAR NIKEL (Ni) DAN BESI (Fe) DARI BIJIH NIKEL LATERIT KADAR RENDAH JENIS SAPROLIT UNTUK BAHAN BAKU NICKEL CONTAINING PIG IRON (NCPI/NPI)
PENINGKATAN KADAR NIKEL (Ni) DAN BESI (Fe) DARI BIJIH NIKEL LATERIT KADAR RENDAH JENIS SAPROLIT UNTUK BAHAN BAKU NICKEL CONTAINING PIG IRON (NCPI/NPI) Agus Budi Prasetyo dan Puguh Prasetiyo Pusat Penelitian
Lebih terperinciMaterial dengan Kandungan Karbon Tinggi dari Pirolisis Tempurung Kelapa untuk Reduksi Bijih Besi
Material dengan Kandungan Karbon Tinggi dari Pirolisis Tempurung Kelapa untuk Reduksi Bijih Besi Anton Irawan, Ristina Puspa dan Riska Mekawati *) Jurusan Teknik Kimia, Fak. Teknik, Universitas Sultan
Lebih terperinciThe third Indonesian Process Metallurgy Conference (IPM III) 2012
PERMODELAN PROSES PEMBUATAN NICKEL PIG IRON (NPI) DENGAN BLAST FURNACE UNTUK MENENTUKAN KEBUTUHAN KOKAS, KOMPOSISI PRODUK DAN TERAK SERTA KAPASITAS PABRIK SEBAGAI FUNGSI DARI KANDUNGAN NIKEL DI BIJIH DAN
Lebih terperinciPENGARUH PENAMBAHAN FLUX DOLOMITE PADA PROSES CONVERTING PADA TEMBAGA MATTE MENJADI BLISTER
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. x, No. x, (2014) ISSN: xxxx-xxxx (xxxx-xxxx Print) 1 PENGARUH PENAMBAHAN FLUX DOLOMITE PADA PROSES CONVERTING PADA TEMBAGA MATTE MENJADI BLISTER Girindra Abhilasa dan Sungging
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Proses ini berlangsung selama jutaan tahun dimulai ketika batuan ultramafik
1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Nikel laterit adalah produk residual pelapukan kimia pada batuan ultramafik. Proses ini berlangsung selama jutaan tahun dimulai ketika batuan ultramafik
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.35, 2014 KEMENESDM. Peningkatan. Nilai Tambah. Mineral. Pencabutan. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PENINGKATAN
Lebih terperinciII. DESKRIPSI PROSES. Precipitated Calcium Carbonate (PCC) dapat dihasilkan melalui beberapa
II. DESKRIPSI PROSES A. Macam - Macam Proses Precipitated Calcium Carbonate (PCC) dapat dihasilkan melalui beberapa proses sebagai berikut: 1. Proses Calcium Chloride-Sodium Carbonate Double Decomposition
Lebih terperinci1. Fabrikasi Struktur Baja
1. Fabrikasi Struktur Baja Pengertian proses fabrikasi komponen struktur baja secara umum adalahsuatu proses pembuatan komponen-komponen struktur baja dari bahanprofil baja dan atau plat baja. Pelaksanaan
Lebih terperinciKARAKTERISASI PELINDIAN PRODUK PEMANGGANGAN ALKALI (FRIT) DALAM MEDIA AIR DAN ASAM SULFAT
KARAKTERISASI PELINDIAN PRODUK PEMANGGANGAN ALKALI (FRIT) DALAM MEDIA AIR DAN ASAM SULFAT Vanessa I. Z. Nadeak 1, Suratman 2, Soesaptri Oediyani 3 [1]Mahasiswa Jurusan Teknik Metalurgi Universitas Sultan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. faktor utama penyebab meningkatnya kebutuhan energi dunia. Berbagai jenis
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Perningkatan jumlah penduduk dan kemajuan teknologi merupakan faktor utama penyebab meningkatnya kebutuhan energi dunia. Berbagai jenis industri didirikan guna memenuhi
Lebih terperinciKENDALA DAN KEMUNGKINAN PENGEMBANGAN PROSES CARON UNTUK BIJIH NIKEL LATERIT KADAR RENDAH INDONESIA
KENDALA DAN KEMUNGKINAN PENGEMBANGAN PROSES CARON UNTUK BIJIH NIKEL LATERIT KADAR RENDAH INDONESIA Arifin Arif dan Edi Herianto Pusat Penelitian Metalurgi LIPI Kawasan PUSPIPTEK Serpong-Tangerang 15314
Lebih terperinciPotensi Batubara Sebagai Sumber Energi Alternatif Untuk Pengembangan Industri Logam
Vol. 2, 2017 Potensi Batubara Sebagai Sumber Energi Alternatif Untuk Pengembangan Industri Logam Muhammad Gunara Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. HAMKA Jl.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Slag (terak) merupakan limbah industri yang sering ditemukan pada proses
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Slag (terak) merupakan limbah industri yang sering ditemukan pada proses peleburan logam. Slag berupa residu atau limbah, wujudnya berupa gumpalan logam, berkualitas
Lebih terperinciPrarancangan Pabrik Nickel Pig Iron dari Bijih Laterit Kapasitas ton/tahun BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Negara-negara ASEAN dikarunia dengan sumber daya alam yang melimpah, termasuk kaya akan mineral dan sumber energi. Negara-negara ASEAN juga memiliki sumbangan yang besar
Lebih terperinciBAB III METODELOGI PENELITIAN
BAB III METODELOGI PENELITIAN 3.1 ALAT DAN BAHAN Pada penelitian ini alat-alat yang digunakan meliputi: 1. Lemari oven. 2. Pulverizing (alat penggerus). 3. Spatula/sendok. 4. Timbangan. 5. Kaca arloji
Lebih terperinci- 3 - BAB I KETENTUAN UMUM
- 2-2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah
Lebih terperinciII. DESKRIPSI PROSES. Precipitated Calcium Carbonate (PCC) dapat dihasilkan melalui beberapa proses
II. DESKRIPSI PROSES A. Macam- Macam Proses Precipitated Calcium Carbonate (PCC) dapat dihasilkan melalui beberapa proses sebagai berikut: 1. Proses Calcium Chloride-Sodium Carbonate Double Decomposition
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR. Tabel I. Produsen Batu Bara Terbesar di Dunia. 1. Cina Mt. 2. Amerika Serikat Mt. 3. Indonesia 281.
BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Sumber daya berupa bahan tambang di Indonesia bisa dikatakan melimpah. Salah satunya adalah batubara. Indonesia merupakan salah satu penghasil batubara terbesar di dunia.
Lebih terperinci- 3 - BAB I KETENTUAN UMUM
- 2 - Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Pengolahan konsentrat tembaga menjadi tembaga blister di PT. Smelting dilakukan menggunakan proses Mitsubishi. Setelah melalui tiga tahapan proses secara sinambung,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemakaian batubara sebagai sumber energi telah menjadi salah satu pilihan di Indonesia sejak harga bahan bakar minyak (BBM) berfluktuasi dan cenderung semakin mahal.
Lebih terperinciPERILAKU PELARUTAN LOGAM NIKEL DAN BESI DARI BIJIH NIKEL KADAR RENDAH SULAWESI TENGGARA
PERILAKU PELARUTAN LOGAM NIKEL DAN BESI DARI BIJIH NIKEL KADAR RENDAH SULAWESI TENGGARA Solihin 1,* dan F. Firdiyono 2 1 Pusat Penelitian Geoteknologi-LIPI Komplek LIPI, Jl. Sangkuriang, Bandung 2 Pusat
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. (C), serta unsur-unsur lain, seperti : Mn, Si, Ni, Cr, V dan lain sebagainya yang
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Baja Baja merupakan paduan yang terdiri dari unsur utama besi (Fe) dan karbon (C), serta unsur-unsur lain, seperti : Mn, Si, Ni, Cr, V dan lain sebagainya yang tersusun dalam
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Alumina banyak digunakan dalam berbagai aplikasi seperti digunakan sebagai. bahan refraktori dan bahan dalam bidang otomotif.
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Alumina banyak digunakan dalam berbagai aplikasi seperti digunakan sebagai bahan refraktori dan bahan dalam bidang otomotif. Hal ini karena alumina memiliki sifat fisis
Lebih terperinci2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Repub
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.98, 2017 KEMEN-ESDM. Nilai Tambah Mineral. Peningkatan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 05 TAHUN 2017 TENTANG PENINGKATAN
Lebih terperinciEfisiensi PLTU batubara
Efisiensi PLTU batubara Ariesma Julianto 105100200111051 Vagga Satria Rizky 105100207111003 Sumber energi di Indonesia ditandai dengan keterbatasan cadangan minyak bumi, cadangan gas alam yang mencukupi
Lebih terperinciBAB III TEKNOLOGI PEMANFAATAN SAMPAH KOTA BANDUNG SEBAGAI ENERGI
BAB III TEKNOLOGI PEMANFAATAN SAMPAH KOTA BANDUNG SEBAGAI ENERGI Waste-to-energy (WTE) merupakan konsep pemanfaatan sampah menjadi sumber energi. Teknologi WTE itu sendiri sudah dikenal di dunia sejak
Lebih terperinciOleh Rangga Prakoso. Batasan Ekspor Mineral Diperlonggar
Oleh Rangga Prakoso JAKARTA. Revisi Peraturan Pemerintah (PP) No 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba) akan memuat perlakuan khusus bagi perusahaan
Lebih terperinciUJI COBA PROSES REDUKSI BIJIH BESI LOKAL MENGGUNAKAN ROTARY KILN
SEMINAR NASIONAL KIMIA DAN PENDIDIKAN KIMIA V Kontribusi Kimia dan Pendidikan Kimia dalam Pembangunan Bangsa yang Berkarakter Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan PMIPA FKIP UNS Surakarta, 6 April 2013
Lebih terperinciKAJIAN NERACA POSFOR DAN STUDI KEMUNGKINAN UNTUK MELAKUKAN PROSES DEPOSFORISASI DI LADLE PADA PABRIK PELEBURAN FERRONIKEL PT ANTAM TBK
KAJIAN NERACA POSFOR DAN STUDI KEMUNGKINAN UNTUK MELAKUKAN PROSES DEPOSFORISASI DI LADLE PADA PABRIK PELEBURAN FERRONIKEL PT ANTAM TBK Zulfiadi Zulhan 2), Tri Hartono 1), Faisal Alkadrie 1), Sunara Purwadaria
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.15, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENDAG. Letter of Credit. Ekspor Barang Tertentu. Ketentuan. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 04/M-DAG/PER/1/2015 TENTANG KETENTUAN
Lebih terperinciPELINDIAN NIKEL DAN BESI PADA MINERAL LATERIT DARI KEPULAUAN BULIHALMAHERA TIMUR DENGAN LARUTAN ASAM KLORIDA
SEMINAR NASIONAL KIMIA DAN PENDIDIKAN KIMIA VII Penguatan Profesi Bidang Kimia dan Pendidikan Kimia Melalui Riset dan Evaluasi Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan P.MIPA FKIP UNS Surakarta, 18 April
Lebih terperinciREPUBLIK INDONESIA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN HILIRISASI INDUSTRI DALAM RANGKA MENCAPAI TARGET PERTUMBUHAN INDUSTRI NASIONAL
REPUBLIK INDONESIA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN HILIRISASI INDUSTRI DALAM RANGKA MENCAPAI TARGET PERTUMBUHAN INDUSTRI NASIONAL Jakarta, 12 Februari 2013 KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
Lebih terperinciHILIRISASI PEMBANGUNAN INDUSTRI BERBASIS MINERAL TAMBANG
HILIRISASI PEMBANGUNAN INDUSTRI BERBASIS MINERAL TAMBANG Disampaikan oleh : Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika Jakarta, 16 Februari 2016 1 TOPIK BAHASAN A PENDAHULUAN
Lebih terperinciPeningkatan Kadar Dan Pemrosesan Bauksit Bernilai Tambah Serta Pemanfaatan Tailing Nya
Peningkatan Kadar Dan Pemrosesan Bauksit Bernilai Tambah Serta Pemanfaatan Tailing Nya Husaini, Suganal, Hadi Purnomo, Stefanus Suryo Cahyono, Muta alim, Trisna Soenara, Budhy Agung Supriyanto, Agus Wahyudi,
Lebih terperinciPrarancangan Pabrik Hidrorengkah Aspal Buton dengan Katalisator Ni/Mo dengan Kapasitas 90,000 Ton/Tahun BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Dewasa ini permasalahan krisis energi cukup menjadi perhatian utama dunia, hal ini disebabkan menipisnya sumber daya persediaan energi tak terbarukan seperti minyak bumi
Lebih terperinciHILIRISASI PEMBANGUNAN INDUSTRI BERBASIS MINERAL TAMBANG
HILIRISASI PEMBANGUNAN INDUSTRI BERBASIS MINERAL TAMBANG Disampaikan oleh : Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika Jakarta, 16 Februari 2016 1 TOPIK BAHASAN A PENDAHULUAN
Lebih terperinciStudy Proses Reduksi Mineral Tembaga Menggunakan Gelombang Mikro dengan Variasi Daya dan Waktu Radiasi
LOGO Study Proses Reduksi Mineral Tembaga Menggunakan Gelombang Mikro dengan Variasi Daya dan Waktu Radiasi Nur Rosid Aminudin 2708 100 012 Dosen Pembimbing: Dr. Sungging Pintowantoro,ST.,MT Jurusan Teknik
Lebih terperinciTentang Pemurnian dan Pengolahan Mineral di Dalam Negeri
Tentang Pemurnian dan Pengolahan Mineral di Dalam Negeri LATAR BELAKANG 1. Selama ini beberapa komoditas mineral (a.l. Nikel, bauksit, bijih besi dan pasir besi serta mangan) sebagian besar dijual ke luar
Lebih terperinciSTUDI EKSTRAKSI RUTILE (TiO 2 ) DARI PASIR BESI MENGGUNAKAN GELOMBANG MIKRO DENGAN VARIABEL WAKTU PENYINARAN GELOMBANG MIKRO
STUDI EKSTRAKSI RUTILE (TiO 2 ) DARI PASIR BESI MENGGUNAKAN GELOMBANG MIKRO DENGAN VARIABEL WAKTU PENYINARAN GELOMBANG MIKRO IGA A RI H IMANDO 2710 100 114 D O SEN P E MBIMBING SUNGGING P INTOWA N T ORO,
Lebih terperinciPrarancangan Pabrik Sodium Silikat Dari Natrium Hidroksida Dan Pasir Silika Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN 1 1.1. Latar Belakang Pendirian Pabrik Sampai saat ini situasi perekonomian di Indonesia belum mengalami kemajuan yang berarti akibat krisis yang berkepanjangan, hal ini berdampak pada
Lebih terperinciBLAST FUMACE. A. Pengertian Blast Furnace (BF)
BLAST FUMACE A. Pengertian Blast Furnace (BF) Blast furnace atau (dapurtinggi) adalah tanur metalurgi digunakan untuk peleburan untuk memproduksi industri logam, umumnya ferro. Dalam dapur tinggi, bahanbakar,
Lebih terperinciSulfur dan Asam Sulfat
Pengumpulan 1 Rabu, 17 September 2014 Sulfur dan Asam Sulfat Disusun untuk memenuhi Tugas Proses Industri Kimia Dosen Pembimbing : Prof. Dr. Ir. Chandrawati Cahyani, M.S. Ayu Diarahmawati (135061101111016)
Lebih terperinciPendahuluan BAB I PENDAHULUAN
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendirian Pabrik Indonesia merupakan suatu negara yang sangat subur dan kaya akan hasil pertanian serta perikanannya, selain hal tersebut Indonesia memiliki aset
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 L atar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang PT Aneka Tambang (Antam), Tbk. Unit Bisnis Pertambangan Emas (UBPE) Pongkor adalah salah satu industri penambangan dan pengolahan bijih emas. Lingkup kegiatannya adalah
Lebih terperinciProsiding Teknik Pertambangan ISSN:
Prosiding Teknik Pertambangan ISSN: 2460-6499 Analisis Kelayakan Ekonomi pada Pengolahan Ferro Nickel dengan Menggunakan Teknologi Blast Furnance (Studi Kasus PT Macika Mineral Industri di Desa Lalowua,
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Metode Penelitian Permasalahan industri Kandungan unsur Pb yang tinggi dalam tembaga blister Studi literatur Perilaku unsur timbal dalam tanur anoda Perilaku
Lebih terperincicukup diperlukan di Indonesia sebagai negara yang sebagian devisanya diperoleh
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendirian Pabrik Pada awal industri kimia, bahan baku yang biasa digunakan adalah batubara. Namun setelah perang dunia ke II, orang mulai mengalihkan penggunaan bahan
Lebih terperinciKetentuan ayat (1) Pasal 5 diubah, sehingga Pasal 5 berbunyi sebagai berikut:
- 2 - Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
Lebih terperinciPrarancangan Pabrik Green Epichlorohydrin (ECH) dengan Bahan Baku Gliserol dari Produk Samping Pabrik Biodiesel Kapasitas 75.
A. LATAR BELAKANG BAB I PENGANTAR Saat ini Asia Tenggara adalah produsen biodiesel terbesar di Asia dengan total produksi 1.455 juta liter per tahun. Hal ini didukung dengan ketersediaan tanaman kelapa,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara penghasil batubara yang cukup banyak. Sumber daya alam yang melimpah dapat dijadikan alternatif sebagai pemanfaatan
Lebih terperinciBAB V KERAMIK (CERAMIC)
BAB V KERAMIK (CERAMIC) Keramik adalah material non organik dan non logam. Mereka adalah campuran antara elemen logam dan non logam yang tersusun oleh ikatan ikatan ion. Istilah keramik berasal dari bahasa
Lebih terperinciPENGARUH PENAMBAHAN FLY ASH TERHADAP KUAT TEKAN MORTAR SEMEN TIPE PORTLAND COMPOSITE CEMENT (PCC) DENGAN PERENDAMAN DALAM LARUTAN ASAM.
PENGARUH PENAMBAHAN FLY ASH TERHADAP KUAT TEKAN MORTAR SEMEN TIPE PORTLAND COMPOSITE CEMENT (PCC) DENGAN PERENDAMAN DALAM LARUTAN ASAM Skripsi Oleh Yani Maretisa No. Bp 0810411017 JURUSAN KIMIA FAKULTAS
Lebih terperinciPELUANG PENELITIAN UNTUK MEMPERBAIKI TEKNOLOGI PROSES UNTUK MENGOLAH BIJIH NIKEL LATERIT KADAR RENDAH INDONESIA
PELUANG PENELITIAN UNTUK MEMPERBAIKI TEKNOLOGI PROSES UNTUK MENGOLAH BIJIH NIKEL LATERIT KADAR RENDAH INDONESIA Puguh Prasetiyo Pusat Penelitian Metalurgi LIPI Kawasan Puspiptek Serpong Tangerang 15314
Lebih terperinciPrarancangan Pabrik Alumunium Sulfat dari Asam Sulfat dan Kaolin Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendirian Pabrik Perkembangan industri kimia di indonesia mengalami peningkatan setiap tahunnya. Dengan hal itu kebutuhan bahan baku dan bahan penunjang dalam industri
Lebih terperinciPEMANFAATAN ABU SEKAM PADI DENGAN TREATMENT HCL SEBAGAI PENGGANTI SEMEN DALAM PEMBUATAN BETON
PEMANFAATAN ABU SEKAM PADI DENGAN TREATMENT HCL SEBAGAI PENGGANTI SEMEN DALAM PEMBUATAN BETON Maria 1, Chris 2, Handoko 3, dan Paravita 4 ABSTRAK : Beton pozzolanic merupakan beton dengan penambahan material
Lebih terperinciBiomas Kayu Pellet. Oleh FX Tanos
Biomas Kayu Pellet Energi Pemanas Rumah Tangga (winter) Energi Dapur Masak Energi Pembangkit Tenaga Listrik Ramah Lingkungan Karbon Neutral Menurunkan Emisi Karbon Oleh FX Tanos Pendahuluan Beberapa tahun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi yang terjadi saat ini menyebabkan konsumsi masyarakat terhadap barang-barang elekronik seperti handphone, komputer dan laptop semakin meningkat.
Lebih terperinciBedah Permen ESDM No. 7 Tahun Tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral
Bedah Permen ESDM No. 7 Tahun 2012 Tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral LATAR BELAKANG 1. Selama ini beberapa komoditas mineral (a.l. Nikel, bauksit,
Lebih terperinci2 d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup tent
No.1535, 2014. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN LH. Sumber Tidak Bergerak. Usaha. Pertambangan. Baku Mutu Emisi. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG BAKU
Lebih terperinciII. DESKRIPSI PROSES. Pembuatan kalsium klorida dihidrat dapat dilakukan dengan beberapa macam proses:
II. DESKRIPSI PROSES A. Jenis Proses Pembuatan kalsium klorida dihidrat dapat dilakukan dengan beberapa macam proses: 1. Proses Recovery reaksi samping pembuatan soda ash ( proses solvay ) Proses solvay
Lebih terperinciPrarancangan Pabrik Asam Stearat dari Minyak Kelapa Sawit Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas utama yang dikembangkan di Indonesia. Dewasa ini, perkebunan kelapa sawit semakin meluas. Hal ini dikarenakan kelapa sawit dapat meningkatkan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kabupaten Kolaka merupakan salah satu kabupaten yang ada di Propinsi Sulawesi Tenggara yang berada di wilayah pesisir dan memiliki potensi sumberdaya pesisir laut sangat
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini didahului dengan perlakuan awal bahan baku untuk mengurangi pengotor yang terkandung dalam abu batubara. Penentuan pengaruh parameter proses dilakukan dengan cara
Lebih terperinciBAB VI L O G A M 6.1. PRODUKSI LOGAM
BAB VI L O G A M Baja banyak di gunakan dalam pembuatan struktur atau rangka bangunan dalam bentuk baja profil, baja tulangan beton biasa, anyaman kawat, atau pada akhir-akhir ini di pakai juga dalam bentuk
Lebih terperinciBAB V PEMBENTUKAN NIKEL LATERIT
BAB V PEMBENTUKAN NIKEL LATERIT 5.1. Genesa Lateritisasi Proses lateritisasi mineral nikel disebabkan karena adanya proses pelapukan. Pengertian pelapukan menurut Geological Society Engineering Group Working
Lebih terperinciANALISA KINETIKA REAKSI PROSES REDUKSI LANGSUNG BIJIH BESI LATERIT SKRIPSI. Oleh Rosoebaktian Simarmata
ANALISA KINETIKA REAKSI PROSES REDUKSI LANGSUNG BIJIH BESI LATERIT SKRIPSI Oleh Rosoebaktian Simarmata 04 04 04 06 58 DEPARTEMEN TEKNIK METALURGI DAN MATERIAL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA GANJIL
Lebih terperinciSTUDY PENGGUNAAN REDUKTOR PADA PROSES REDUKSI PELLET BIJIH BESI LAMPUNG MENGGUNAKAN ROTARY KILN
Prosiding SNaPP2012 : Sains, Teknologi, dan Kesehatan ISSN 2089-3582 STUDY PENGGUNAAN REDUKTOR PADA PROSES REDUKSI PELLET BIJIH BESI LAMPUNG MENGGUNAKAN ROTARY KILN 1 Yayat Iman Supriyatna, 2 Muhammad
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR. Prarancangan Pabrik Amonium Sulfat dari Amonia dan Asam Sulfat Kapasitas Ton/Tahun
BAB I PENGANTAR A. LATAR BELAKANG Amonium sulfat [(NH 4 ) 2 SO 4 ] atau yang juga dikenal dengan nama Zwavelzure Ammoniak (ZA) merupakan garam anorganik yang digunakan sebagai pupuk nitrogen selain pupuk
Lebih terperinciBahan Baku utama adalah Bijih Besi (Iron Ore) atau Pasir Besi (Iron Sand)
Bahan Baku utama adalah Bijih Besi (Iron Ore) atau Pasir Besi (Iron Sand) Umumnya terdapat di alam Indonesia mempunyai kadar besi (Fe) sekitar 35% 40% berbentuk besi oksida hematit (Fe2O3) dan bercampur
Lebih terperinciPROSES UBC. Gambar 1. Bagan Air Proses UBC
Penulis: Datin Fatia Umar dan Bukin Daulay Batubara merupakan energi yang cukup andal untuk menambah pasokan bahan bakar minyak mengingat cadangannya yang cukup besar. Dalam perkembangannya, batubara diharapkan
Lebih terperinciPrarancangan Pabrik Asam Oksalat dari Tetes dengan Kapasitas ton/tahun BAB I PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Produksi gula indonesia dari tahun 2010 2012 terus mengalami peningkatan seiring dengan kenaikan kebutuhan nasional akan gula, seperti tergambar dalam tabel di bawah
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sifat Fisika Kimia Abu Terbang Abu terbang adalah bagian dari sisa pembakaran batubara berupa bubuk halus dan ringan yang diambil dari tungku pembakaran yang mempergunakan bahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Data Konsumsi Baja Per Kapita (Yusuf, 2005)
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Permintaan dunia akan baja, dewasa ini mengalami peningkatan yang signifikan. Permintaan tersebut khususnya datang dari negara-negara berkembang di Asia yang tengah
Lebih terperinciRECOVERY NIKEL DARI BIJIH LIMONITE TEREDUKSI OLEH LEACHING AMONIUM BIKARBONAT SKRIPSI
RECOVERY NIKEL DARI BIJIH LIMONITE TEREDUKSI OLEH LEACHING AMONIUM BIKARBONAT SKRIPSI Oleh SUGANTA HANDARU S 04 04 04 0682 DEPARTEMEN TEKNIK METALURGI & MATERIAL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA GENAP
Lebih terperinciJurnal Kimia Indonesia
Jurnal Kimia Indonesia Vol. 1 (2), 2006, h. 87-92 Pengolahan Pellet Bijih Besi Halus menjadi Hot Metal di dalam Kupola Adil Jamali dan Muhammad Amin UPT Balai Pengolahan Mineral Lampung LIPI Jln. Ir. Sutami
Lebih terperinciKARAKTERISTIK SIFAT MEKANIS BAJA LATERIT TERHADAP PROSES PENGEROLAN
KARAKTERISTIK SIFAT MEKANIS BAJA LATERIT TERHADAP PROSES PENGEROLAN Roy Hasudungan, Erwin Siahaan, Rosehan dan Bintang Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik Universitas Tarumanagara, LIPI-Metalurgi e-mail:
Lebih terperinciBab II Teknologi CUT
Bab II Teknologi CUT 2.1 Peningkatan Kualitas Batubara 2.1.1 Pengantar Batubara Batubara merupakan batuan mineral hidrokarbon yang terbentuk dari tumbuh-tumbuhan yang telah mati dan terkubur di dalam bumi
Lebih terperinciSoal-soal Open Ended Bidang Kimia
Soal-soal Open Ended Bidang Kimia 1. Fuel cell Permintaan energi di dunia terus meningkat sepanjang tahun, dan menurut Proyek International Energy Outlook 2013 (IEO-2013) konsumsi energi dari 2010 sampai
Lebih terperinciBab I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai salah satu negara yang mempunyai sumber daya alam yang sangat besar, Indonesia mempunyai kesempatan untuk mengembangkan segala potensi yang ada yang seyogyanya
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Perlakuan Awal dan Karakteristik Abu Batubara Abu batubara yang digunakan untuk penelitian ini terdiri dari 2 jenis, yaitu abu batubara hasil pembakaran di boiler tungku
Lebih terperinci1. Baja dan Paduannya 1.1 Proses Pembuatan Baja
1. Baja dan Paduannya 1.1 Proses Pembuatan Baja Pembuatan Baja diawali dengan membuat besi kasar (pig iron) di dapur tinggi (blast furnace) di Gbr.1.1 Besi oksida (umumnya, Hematite Fe 2 O 3 atau Magnetite,
Lebih terperinci1.2 Kapasitas Pabrik Untuk merancang kapasitas produksi pabrik sodium silikat yang direncanakan harus mempertimbangkan beberapa faktor, yaitu:
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendirian Pabrik Sampai saat ini situasi perekonomian di Indonesia belum mengalami kemajuan yang berarti akibat krisis yang berkepanjangan, hal ini berdampak pada bidang
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Hujan merupakan unsur iklim yang paling penting di Indonesia karena
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Defenisi Hujan Asam Hujan merupakan unsur iklim yang paling penting di Indonesia karena keragamannya sangat tinggi baik menurut waktu dan tempat. Hujan adalah salah satu bentuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berkurangnya cadangan sumber energi dan kelangkaan bahan bakar minyak yang terjadi di Indonesia dewasa ini membutuhkan solusi yang tepat, terbukti dengan dikeluarkannya
Lebih terperinciTugas Akhir TL141584
Tugas Akhir TL141584 ANALISA PENGARUH VARIASI JENIS FLUKS (DOLOMITE, LIMESTONE, QUICKLIME) DALAM PROSES AGLOMERASI BIJIH NIKEL LIMONIT TERHADAP KADAR Ni DAN Fe SERTA MORFOLOGI AGLOMERAT SEBAGAI BAHAN UMPAN
Lebih terperinciPrarancangan Pabrik Gipsum dengan Proses Desulfurisasi Gas Buang PLTU dengan Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendirian Pabrik Perkembangan pembangunan di Indonesia pada era globalisasi ini semakin meningkat yang ditandai dengan banyaknya pembangunan fisik, sehingga kebutuhan
Lebih terperinci