Prarancangan Pabrik Nickel Pig Iron dari Bijih Laterit Kapasitas ton/tahun BAB I PENGANTAR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Prarancangan Pabrik Nickel Pig Iron dari Bijih Laterit Kapasitas ton/tahun BAB I PENGANTAR"

Transkripsi

1 BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Negara-negara ASEAN dikarunia dengan sumber daya alam yang melimpah, termasuk kaya akan mineral dan sumber energi. Negara-negara ASEAN juga memiliki sumbangan yang besar terhadap cadangan mineral tertentu untuk dunia. Pertumbuhan ekonomi regional dan global didorong oleh permintaan sumber daya mineral di banyak negara. Hal ini menyediakan insentif dan kesempatan untuk negara-negara anggota ASEAN untuk memasarkan cadangan mineral mereka. Di tahun-tahun ini, peningkatan konsumsi dari negara-negara Asia, seperti Tiongkok dan India telah mengangkat pesat permintaan mineral dunia dan harganya. Mineral sangat dibutuhkan di peradaban manusia modern. Kekayaan mineral sebagai aset dapat menstimulasi dan mempercepat pertumbuhan ekonomi. Diperkirakan bahwa pertambangan sebagai industri yang akan terus menerus berekspansi selama 20 sampai 30 tahun kedepan untuk memenuhi permintaan dari industri produksi, agrikultur, sektor teknologi, dan manufaktur. Permintaan mineral di ASEAN telah meningkat tajam sejak tahun 1990-an dengan industri mineral yang berkembang pesat seperti, nikel, tembaga, timah, dan zinc. Pada tahun 2014, Indonesia, diantara negara-negara penyedia terbesar akan sumber daya alam di dunia, memberlakukan pelarangan terhadap ekspor bijih mentah, khususnya bijih nikel, untuk mendukung pertumbuhan industri pengolahaan domestik, bahkan mampu mengguncang industri nickel Tiongkok lebih dari 2 milyar dollar per bongkar muat di pelabuhan Tiongkok. Pelarangan bijih nikel dapat memicu guncangan besar terhadap industri nikel secara global lebih dari 5 tahun kedepan. Industri berbasis baja stainless di Tiongkok yang membuat semuanya dari peralatan memasak hingga mobil adalah industri yang paling terkena dampaknya. Pelarangan yang sudah direncanakan dengan matang diharapkan menjadi tonggak pendongkrak pendapatan negara dari sektor mineral. Faktanya, Tiongkok sangat bergantung terhadap bijih nikel dari 3

2 Indonesia untuk memproduksi Nickel Pig Iron (NPI) hanya memiliki stok 20 hingga 30 juta ton bijih nikel yang semakin menurun untuk menyuplai industri NPI di negaranya. Para pakar memprediksi bahwa produksi NPI Tiongkok akan menurun drastis dikarenakan persediaan bijih yang terbatas. Ada 2 jenis bijih yang dapat digunakan sebagai bahan baku NPI yaitu nikel laterit dan nikel sulfida. Bijih nikel laterit memiliki kadar nikel lebih kecil dibandingkan nikel sulfide sehingga saat ini pembuatan nikel didominasi oleh nikel sulfide. Akan tetapi, cadangan bijih nikel di dunia didominasi oleh bijih laterit. Indonesia memiliki cadangan bijih laterit terbesar ketiga di dunia setelah Filipina dan New Caledonia. NPI menjadi solusi jangka panjang. Kemunculan NPI pertama kali didorong oleh hraga Ni yang meningkat. Permintaan primary nikel akan terus menerus dikarenakan perannya sudah disubtitusi oleh NPI. NPI sekarang menyumbang 30 % dari konsumsi nikel Tiongkok dan merepresentasikan 25 % dari persediaan dunia. Bijih nikel sebagai sumber utama NPI Tiongkok diimpor dari Indonesia dan Filipina. Ironisnya, bijih nikel yang diimpor dari Indonesia menyumbang 60 % dari impor bijih mentah Tiongkok, menurut konsultan WoodMackenzie. Bijih nikel yang diimpor dari Indonesia pada umumnya memiliki kualitas yang lebih tingi dibandingkan bijih nikel yang diimpor dari Filipina dengan komposisi Ni diatas 1,5 %. Selain itu, bijih nikel Filipina memiliki permasalahan terhadap kelangsungan suplainya dikarenakan faktor cuaca atau musim Angin Monsoon. Filipina tidak bisa berkutik dengan permasalahan kadar Ni dan cuaca, sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada subtitusi untuk bijih nikel dari Indonesia. Sementara itu, pasar baja stainless dunia terus berkembang dari tahun 2013 sampai mencapai angka diatas 15 %, menurut Metal Bulletin Research. Laju pertumbuhan ini sangat kuat sehingga berdampak pada perkembangan industri manufaktur pada negara Amerika, Eropa, Jepang, dan China. Perkembangan industri manufaktur tentunya akan menjadi pendorong kuat berkembangnya industri baja stainless. Faktanya, Tiongkok adalah konsumen utama baja stainless global, tercatat pertumbuhan 6 % pada tahun 2013 dibandingkan dengan tahun 2012 yang hanya 2,9 %. Momentum ini dapat 4

3 berlangsung dan menjadi kesempatan emas untuk tahun-tahun kedepannya. Pasar baja stainless dapat mendorong permintaan NPI hingga overdemand yang berbanding terbalik dengan produksi NPI yang terus menurun akibat persedian bijih nikel yang ketat. Sehingga, pasar baja stainless menjadi peluang yang amat besar bagi Indonesia mengembangkan industri hulu dan hilir dari industri baja, termasuk pabrik NPI. Seperti pertimbangan yang telah disebutkan, ide dari prarancangan pabrik NPI ini adalah memproses bijih nikel Indonesia yang berkualitas dan sangat banyak cadangannya menjadi intermediet yang murah bagi industri baja untuk mengikuti permintaan dunia yang terus berkembang. Menurut Baostel, perusahaan besar baja di Tiongkok, penggunaan NPI dapt memotong biaya produksi baja stainless tipe 200 sebesar USD per satu ton baja stainless yang diproduksi dibandingkan menggunakan primary nickel. Keunikan dari prarancangan pabrik ini ialah mensinergikan pabrik dengan perkebunan kelapa sawit lokal dengan demikian meningkatkan perekonomian lokal. Sedangkan, kelapa sawit menjadi komoditas yang paling stabil dan terbesar di Sulawesi Tenggara. Sehingga, tidak perlu dikhawatirkan untuk permasalahan suplainya. Perkebunan kelapa sawit akan menghasilkan limbah kulit kelapa sawit. Kulit kelapa sawit inilah yang akan dijadikan bio reduktor bagi proses reduksi bijih laterit. Selain itu, slag atau limbah padatan yang terbentuk akan didinginkan dan dapat dignakan sebagai bahan baku pabrik semen seperti yang sudah dilakukan oleh PT.Indoferro di Cilegon, material konstruksi, bahkan dengan kandungan tertentu dapat dijadikan pupuk. Sedangkan, emisi karbon yang besar akan diproses menjadi precipitated calcium carbonate (PCC) sebagai produk yang bernilai jual tinggi. Harga PCC relatif stabil karena merupakan grade makanan dan farmasi. Jadi, dengan usaha-usaha yang dilakukan tersebut pabrik ini dapat mencapai prinsip zero-waste. Berikut tujuan-tujuan khusus prarancangan pabrik ini, seperti di bawah ini : 1. Memperkuat industri baja stainless di Indonesia sehingga mengurangi ketergantungan negara kita terhadap bahan baku baja dari Tiongkok. 5

4 2. Memperkuat Indonesia menghadapi ASEAN Economic Community yang sudah mulai. 3. Mengeliminasi perbedaan pertumbuhan ekonomi di Indonesia, khususnya daerah Indonesia Timur (Sulawesi Tenggara). 4. Memotivasi para engineer muda untuk memberikan solusi atas pabrik pengolahan mineral berbasis teknologi pirometalurgi yang bersifat energi intensif dan produksi emisi karbon yang tinggi. B. Tinjaun Pustaka 1. Pemilihan Proses Produksi nikel dari bijih laterit telah dilakukan lebih dari 100 tahun lamanya. Produksi dimulai dari memproses bijih garnieritic dari New Caledonia. Bagaimanapun juga, sampai sekarang suplai nikel dunia masih didominasi oleh bijih sulfida dibandingkan bijih oksida. Akan tetapi, cadangan bijih sulfida terus menipis. Hal ini menyebabkan kecenderungan teknologi perkembang untuk mengolah bijih oksida. Salah satu bijih oksida yang dimaksud ialah laterit. Ekspansi produksi nikel selama 10 tahun terakhir datang dari teknologi pengolahan bijih laterit. Variasi pengolahan laterit dibagi dalam dua kategori, yaitu proses pirometalurgi dan proses hidrometalurgi. Umumnya proses pirometalurgi dibagi tiga tahap, yaitu pengeringan, reduksi, dan pelelehan. Sedangakan, untuk hidrometalurgi atau proses leaching di industri menggunakan proses Caron dan High Pressure Leaching Acid (HPAL). (1) Proses Pirometalurgi Pada proses pyrometalurgi ini, dilakukan reduksi pellet bijih nikel laterit dengan menggunakan rotary kiln. Ore yang akan direduksi menggunakan parameter proses reduksi terbaik yaitu temperatur reduksi 1100 C dengan holding time 1 jam yang sebelumnya sudah melalui proses grinding hingga mencapai diameter 6-15 mm. Proses reduksi bijih nikel laterit dalam rotary kiln dilakukan dengan tujuan meningkatkan kadar Fe (besi) dan Ni (nikel) yang ada di dalam bijih. Rotary kiln yang digunakan untuk proses reduksi dalam proses ini menggunakan bahan bakar batubara 6

5 bituminous berukuran mesh yang dihembuskan bersamaan dengan udara pembakaran menggunakan Pulverized Coal Burner (Shofi, 2013). Proses Pirometalurgi sangat cocok untuk bijih yang kaya akan garnierit atau jenis saprolit. Bijih ini mengandung cobalt dan besi yang lebih rendah dari laterit jenis limonit. Sedangkan batasan umpan proses ini adalah ratio Ni/Co sebesar 40. Secara konvensional, proses pirometalurgi berlangsung dengan cara mengeringkan bijih, kemudian dikalsinasi dalam rotary kiln dengan keberadaan karbon dan dilelehkan di furnace. Proses pirometalurgi merupakan proses yang mengonsumsi energi yang tinggi dikarenakan kebutuhan energi untuk mengeringkan bijih nikel dan energi untuk melelehkan padatan hingga 1600 o C. Biasanya mengunakan bahan bakar fosil dan listrik. Titik leleh padatan merupakan fungsi rasio SiO2/MgO dan perbedaan kandungan Fe2O3 dalam umpan padatan. Bijih yang memiliki titik leleh yang tinggi (SiO2/MgO ratio either <2 or >2.5) sangat cocok untuk memproduksi ferronikel. Bijih nikel yang memiliki rasio SiO2/MgO yang intermediet (2,5-3,5) sangat korosif pada jalur furnace dan membutuhkan flux agar dapat dilelehkan dengan baik. Bagaimanapun juga, para pakar yakin bahwa pirometalurgi memiliki capital cost yang rendah dibandingkan hidrometalurgi. Sedangkan, kelemahan proses ini juga tidak bisa mengambil cobalt murni. Pada umumnya, proses ini menjadi tidak ekonomis karena harga bijih yang mahal. (2) Proses Caron Dikembangkan pada 1940-an, proses Caron adalah yang tertua untuk memproses bijih limonit. Proses, yang memanfaatkan pencucian dengan amonia pada tekanan atmosfer untuk mereduksi bijih, memiliki dua keunggulan utama atas proses HPAL: menghindari suhu tinggi dan tekanan dan daur ulang lixiviant (reagen) tersebut. Namun, belum menjadi teknologi yang matang karena permintaan energi yang tinggi dan recovery logam yang rendah dibanding HPAL ~ 80% nikel dan ~ 55% untuk kobalt. ( King, 2005). 7

6 Untuk memproduksi high grade oxide ore, menolerir kandungan Mg lebih dari HPAL. Biaya terlalu besar untuk jenis smectite. Suhu operasi produksi mencapai 700 o C (biaya energi besar). Proses ini sebenarnya merupakan gabungan dari hidrometalurgi dan pyrometalurgi. Banyak kendala dalam optimasi proses, sehingga tidak ada harapan besar pada perkembangan proses Caron. Gambar 1. 1 Caron Process Pada proses ini bijih terlebih dahulu direduksi sebelum dilakukan proses leaching dengan menggunakan amonium karbonat dalam tekanan atmosfir, kemudian recovery nikel dari larutan leaching (pregnant leach solution) diperoleh dengan cara menguapkan larutan tersebut sehingga terbentuk endapan nikel karbonat, setelah melalui beberapa proses tambahan kadar nikel yang bisa didapat adalah sekitar 77-90% Ni. (Handaru, 2008.) Proses Caron dapat digunakan untuk bijih laterit berjenis limonit atau campuran limonit dengan saprolit. Proses dilakukan dengan mengeringkan dan mereduksi bijih nikel. Kemudian, nikel metalik yang terbentuk dari proses reduksi akan di leaching dengan larutan ammonia. Tingkat recovery nikel dan cobalt akan menurun seiring dengan komposisi saprolit yang 8

7 meningkat di umpan masuk karena terjebak di matriks silikat dan akan relatif susah direduksi. Proses ini juga dapat menolerir kandungan Mg yang lebih tinggi dibanding proses HPAL. Proses Caron memiliki beberapa kelemahan. Proses Caron melibatkan proses pirometalurgi pada awal proses yang membutuhkan energi yang intensif. Sedangkan, proses belakangnya membutuhkan reagen yang bervariasi. Tingkat recovery nikel dan cobalt lebih rendah dibandingkan dengan proses HPAL. Para pakar menyakini proses Caron akan lebih ekonomis dibandingkan HPAL jika harga biji laterit jauh lebih murah, (3) Proses HPAL High Pressure Acid Leaching (HPAL), yaitu salah satu proses hidrometalurgi yang bertumpu pada pelindian menggunakan asam sulfat. Agar lebih efektif, pelindian dilakukan pada temperatur o C dan tekanan tinggi. Metode ini memiliki persen perolehan logam yang lebih besar (lebih efektif) dibanding proses lainnya. Hanya saja, metode ini membutuhkan asam sulfat dalam jumlah besar. Kebutuhan asam sulfat ini tidak hanya menaikkan biaya untuk pembuatan dan operasi pabrik asam sulfat tetapi juga kurang ramah lingkungan karena asam anorganik yang digunakan dapat berdampak buruk dan senyawa-senyawa sulfat dalam limbah cair sulit untuk terdegradasi secara alamiah di alam. Proses HPAL ini menemui banyak masalah yang berkenaan dengan korosi dan scaling pada autoclave dan berakibat pada tingginya biaya perawatan. Penerapan proses HPAL juga membuthkan modal (capital expenditure) yang tinggi. Hingga saat ini, kemungkinan penerapan pelindian pada tekanan atmosfer terus dipelajari dan reagen pelindi yang paling banyak digunakan dalam proses ini adalah asam sulfat. Namun dibandingkan dengan proses HPAL yang berlangsung selektif terhadap besi, pelindian dalam tekanan atmosfer dengan reagen pelindi asam sulfat mempunyai selektifitas terhadap besi yang rendah. Proses HPAL membutuhkan bijih laterit berjenis limonit. Pressure leaching yang dilakukan terjadi dalam autoclaves yang dilapisi oleh titanium. Temperatur operasi berkisar dari 245 sampai 270 o C. Kemudian, 9

8 campuran padatan dan cairan dipisahkan dengan counter-current decantation (CCD). Menurut pengalaman para pakar akan proyek HPAL, mereka meyakini bahwa HPAL memiliki capital cost yang relatif tinggi, Jadi, bijih nikel yang dominan berjenis limonit lebih cocok menggunakan hidrometalurgi. Sedangkan, bijih nikel yang dominan saprolit lebih cocok menggunakan pirometalurgi. Para pakar menyebutkan proyek yang ekonomis setidaknya mampu memproduksi ton nikel per tahun membutuhkan ton bijih nikel untuk cadangan 20 tahun. Untuk HPAL, membutuhkan grade nikel minimum 1,3 %. Gambar 1. 2 HPAL Process Pertimbangan Proses Kematangan teknologi dapat mempengaruhi nilai ekonomi suatu proyek. Dimana resiko berbanding lurus dengan biaya investasi proyek tersebut. Resiko suatu teknologi meningkat seiring tingginya derajat inovasi teknologi tersebut. Resiko diterjemahkan dalam dua faktor, yaitu waktu untuk mencapai kapasitas desain dan kapasitas produksi akhir dalam presentase dari kapasitas desain. Sebagai contoh, tiga proyek pengolahan nikel laterit di Australia yang menggunakan teknologi HPAL memiliki biaya bangunan dan operasi yang mahal dikarenakan perusahaan harus menyediakan biaya asuransi terhadap resiko yang mungkin terjadi. Sedangkan, proyek berbasis pirometalurgi sudah sering dibangun semenjak 10

9 tahun 1950 hingga kini. Namun, tidak dipungkiri pirometalurgi memiliki sifat energi intensif dan emisi karbon yang tinggi. Seiring perkembangan jaman masalah-masalah ini dapat diatasi dengan baik. Keuntungan utama produksi NPI dari proses metalurgi adalah produk NPI merupakan bahan baku yang murah bagi industri baja. Jadi, dapat disimpulkan meskipun pirometalurgi memiliki hasil produk dengan kemurnian rendah terbentuknya NPI sebagai produk dibandingkan proses lainnya, namun diversifikasi produk selain ferronickel diperlukan dalam pasar yang membutuhkan sumber nickel yang cukup murah untuk produksi stainless steel dengan tipe seri tertentu. Dari segi capital cost-nya penerapan proses pirometalurgi jauh lebih rendah dibandingkan dengan proses hidrometalurgi. Keberadaan NPI sebagai produk intermediet sangatlah penting untuk keberlanjutan industri nikel dunia, yang kini masih dikuasai oleh China. Proses Pirometalurgi merupakan satu-satunya cara untuk memproduksi NPI dari low-grade nickel ore yang kaya di Indonesia. Proses pirometalurgi ini membutuhkan minimasi pada emisi karbon yang dihasilkan dan efisiensi energi yang dibutuhkan. Sedangkan proses hidrometalurgi cenderung mengembangkan teknologi untuk mendaur-ulang pelarut yang bersifat beracun dan ini relatif sulit karena parameter optimasi yang berkaitan dengan pelarut sangatlah banyak dibandingkan dengan optimasi energi. Dari segi peralatan, hidrometalurgi sangatlah butuh biaya tinggi, contohnya harga Titanium Autoclave dengan kapasitas besar untuk industri cukup mahal. Permasalahan ini yang perlu diatasi melalui tugas akhir ini dengan berbagai perkembangan teknologi pada dewasa ini. Salah satunya dengan pengembangan teknologi biomass cofiring yang mengurangi penggunaan batubara denga mencampurnya dengan biomass (arang kulit kelapa sawit) dan CO2 utilization yang menerap emisi karbon lalu mereduksinya menjadi produk samping yang memilki nilai tambah. Berikut perbandingan proses hidrometalurgi dan pirometalurgi yang tertera pada Tabel 1.1 Tabel 1. 1 Perbandingan Proses Hidrometalurgi dan Pirometalurgi 11

10 Faktor Hidrometalurgi Pirometalurgi Catatan Enviromental Risk Tinggi Rendah Technology Risk Tinggi Rendah Metal Recovery Tinggi Rendah Kebutuhan Energi Rendah Tinggi Operating Cost Rendah Tinggi Capital Cost Sangat Tinggi Rendah Jenis Ore limonit saprolit Solven yang digunakan pada hidrometalurgi adalah asam sulfat dan senyawa beracun lainnya. Pada hidrometalurgi, menangani asam sulfat pada tekanan dan suhu tinggi. Pada pirometalurgi, nickel banyak hilang dalam debu yang terhembuskan dan terbawa oleh slags. Pirometalurgi membutuhkan energi 3-4 kali lebih besar dari hidrometalurgi. Pirometalurgi membutuhkan biaya besar pada proses reduksi yang meggunakan batubara yang cukup banyak untuk membangitkan panas. Contohnya, harga Titanium Autoclave dengan kapasitas besar untuk industri cukup mahal. Hidrometalurgi membutuhkan spesifikasi bijih dengan kandugan Mg rendah, sebaliknya 12

11 pirometalurgi butuh kandungan Mg tinggi. 2. Market Analysis Potensi Pasar Sumber daya nikel dunia terdiri dari 70% nikel laterit dan 30% nikel sulfide, sedangkan produksi dunia 60% berasal dari nikel sulfide dan 40% dari nikel laterit. Endapan nikel laterit di Indonesia mengikuti sebaran batuan basa dan ultrabasa. Total sumber daya bijih nikel laterit di Indonesia berdasarkan data Neraca Sumber Daya Mineral dari Pusat Sumber Daya Geologi, Badan Geologi, tahun 2012 adalah ton dan total cadangan sebesar ton. Di Pulau Sulawesi, yaitu Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara memiliki potensi bijih nikel terbesar di Indonesia, dengan total sumber daya sebesar ton dan total cadangan ton. Hal ini menjadikan Indonesia sebagai sumber laterit nikel terbesar ketiga dunia setelah Kaledonia Baru dan Filipina. Gambar 1. 3 Sebaran Batuan Ultrabasa dan Lokasi Sumber Daya dan Cadangan Nikel Laterit di Indonesia (Geomagz.com) 13

12 Gambar 1. 4 Sumberdaya Laterit Nikel Dunia (Dalvi,2004) Indonesia dan Filipina termasuk Negara produsen terbesar dalam memasok nikel laterit dunia. Berdasarkan data produksi pertambangan nikel global di tahun 2011, produksi nikel mengalami kenaikan 10% menjadi 1,7 juta ton yang didukung oleh tingginya kenaikan produksi nikel di Brazil dan Canada. Di tahun 2012, produksi pertambangan nikel dunia diperkirakan naik 7% terutama didorong oleh beberapa proyek nikel laterit, termasuk di Indonesia dan Phillipina. Proyek-proyek ini menaikkan pasokan nikel laterit yang akan digunakan untuk industry nickel pig iron (NPI) yaitu feronikel kelas rendah, sebagai bahan alternative yang lebih murah untuk memproduksi stainless steel. Pada tahun 2013 Indonesia mengekspor 64,8 juta wet metrik ton batuan nikel di mana 91,3% diekspor ke Cina. Batuan yang diekspor ini adalah batuan nikel yang belum diolah dengan kadar di bawah 2%. Sedangkan saat ini Pemerintah Indonesia sudah menetapkan Undang- Undang Minerba 2009 yang menyatakan bahwa mineral yang boleh diekspor harus memiliki kadar minimum 4%, sehingga perusahaan tambang berorientasi ekspor mineral mentah harus membangun pabrik pengolahan 14

13 (smelter) untuk meningkatkan nilai tambah produk mineral sebelum di ekspor ke Negara lain. Hal ini berdampak pada produksi NPI di China yang menjadi berkurang karena kekurangan sumber daya nikel mentah. Dengan demikian ini akan menjadikan Indonesia sebagai produsen nikel yang memiliki posisi strategis untuk mendukung industri NPI. Permintaan Pasar Pada 2007, produksi stainless steel melebihi 7,550,000 ton, dimana jumlah tersebut 15 kali daripada produksi tahun Pada 2008, meskipun pasar stainless steel lemah tapi produksi meningkat hingga 8,600,000 ton dapat dilihat pada Gambar 1.5. Pertumbuhan produksi stainless steel di China akan berdampak pada pertumbuhan konsumsi NPI. Gambar 1. 5 Produksi Stainless Steel di China (Xinfang, Jiang) Pada 2007, NPI berkontribusi kira-kira 90,000 ton/bulan untuk kebutuhan produksi stainless steel di China. 15

14 Gambar 1. 6 Biaya Nikel dari Berbagai Macam Sumber Pada Gambar 1.6 menunjukkan keuntungan yang besar dalam penggunaan nickel pig iron dan harganya tidak mungkin lebih rendah. Jadi dapat disimpulkan harga NPI cukup stabil. Konsumsi NPI diperkirakan pada tahun 2008 sebesar 180, ,000 ton/bulan. NPI yang digunakan pada umumnya dengan grade 5-8%, sedangkan grade 1-2% untuk stainless steel. Diperkirakan tahun-tahun selanjutnya akan bertambah besar, karena produksi NPI di China yang menurun karena pelarangan ekspor bijih mentah dari Indonesia dan kebutuhan sumber nikel murah untuk produksi stainless steel yang terus meningkat tiap tahunnya. Kapasitas yang Sudah Ada 16

15 Tabel 1. 2 Kapasitas Produksi FerroNickel dan Nickel Pig Iron Dunia Kapasitas Optimum Kapasitas produksi yang optimum dilihat dari efek berlakunya Undang-Undang Minerba 2009 yang menyatakan bahwa mineral yang boleh diekspor harus memiliki kadar minimum 4%, sehingga membuat Indonesia harus bisa menghasilkan mineral yang memiliki nilai tambah dan dapat memenuhi kebutuhan di pasar dunia. Pada saat ini di Indonesia baru memiliki sedikit pabrik pengolahan NPI, diantaranya PT Indoferro yang terletak di Cilegon memiliki kapasitas produksi ton per tahun, PT Sulawesi Mining Investment akan mengoperasikan smelter nikel di Morowali, Sulawesi Tengah dengan kapasitas ton per tahun. Konsumsi NPI maksimum di Tiongkok pada tahun 2008 sebesar ton per bulan dan akan semakin meningkat. Hal ini dikarenakan penurunan produksi NPI di Tiongkok akibat pelarangan ekspor 17

16 bijih mentah dari Indonesia, sedangkan kebutuhan sumber low grade nickel untuk produksi stainless steel di Tiongkok semakin bertambah tiap tahun yang ditunjukkan pada Gambar 1.6. Selain itu, jika dilihat dari pabrik yang sudah ada di Indonesia yaitu PT Indoferro yang sudah berjalan dari tahun 2006, dapat menghasilkan NPI dengan kapasitas ton per tahun. Sehingga pabrik yang akan dibangun memiliki kapasitas ton per tahun. 3. Pemilihan Lokasi Pabrik akan didirikan di Jl. Padamarang, Desa Tambea, Kecamatan Pomalaa, Kabupaten Kolaka, Provinsi Sulawesi Tenggara dengan koordinat 4 13'37.0 "S '34.0" E seperti pada Gambar 1.7. Pemilihan lokasi Pabrik sudah mempetimbangkan jarak aman dari pemukiman penduduk sekitar 7 km, kurang lebih berjarak 1 km dari perairan, dan dekat dengan sungai Hoku-Hoku. Pertimbangan jarak ini dilakukan agar masyarakat di sekitar pabrik tidak terganggu dengan adanya pendirian pabrik tersebut. Keberadaan pabrik di Sulawesi Tenggara juga sejalan dengan tujuan ketiga dari misi pemerintah Sulawesi Tenggara dimana penambahan nilai tambah dari sumber daya alam melalui peningkatan investasi. Intinya adalah dengan keberadaan pabrik di lokasi ini dapat mempercepat pembangunan Indonesia bagian Timur sehingga menunjang pula program pemerintah pusat untuk meratakan pendapatan daerah. 18

17 Gambar 1. 7 Lokasi Pabrik Profil Kolaka menurut BPS 2013 : Kabupaten : Kolaka Geografi dan Iklim Luas : 6, km 2 Kecamatan : 20 Desa : 168 Ketinggian Petugas Keamanan : m dari permukaan laut : 1582 personil (paling besar daripada kabupaten) Populasi dan Tenaga Kerja Laju pertumbuhan rerata : 2,44 % / tahun Populasi penduduk berumur 15 tahun dan lebih di Sulawesi Tenggara menurut aktivitasnya, Siap Kerja Kerja : orang : orang 19

18 Mencari Pekerjaan : orang Populasi berumur 15 tahun dan lebih di Sulawesi Tenggara yang sedang mencari kerja menurut status pendidikan, 2012 Tidak/Belum Tamat SD SD SMP SMA SMK Diploma/Sarjana : 2433 orang : 3676 orang : 4965 orang : orang : 4821 orang : 9743 orang Ketersediaan Bahan Baku Lokasi pabrik sangat dekat dengan area pertambangan hanya sejauh 1-3 km. Lokasi pertambangan berada di Pomaala, Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara. Pemasaran Lokasi pabrik dipilih berdasarkan konsep raw material oriented dikarenakan mengejar harga bijih mentah yang relatif lebih murah. Beberapa usaha berada di dekat pasar, agar pasar dapat melihat mereka dengan mudah. Seperti halnya Indoferro yang terletak di Cilegon dikarenakan dekat dengan pabrik Krakatau Steel. Namun, ini tidak menjadi kendala dikarenakan tujuan utama pabrik didirikan di Sulawesi Tenggara adalah mengurangi biaya produksi. Beberapa strategi marketing akan dilakukan agar mampu menarik pasar seperti berikut : 1. Perusahaan akan menawarkan rewards kepada konsumer yang memiliki kontrak jangka panjang. Misalnya saja, konsumer akan menghabiskan 1 juta dollar untuk membeli produk pabrik dan perusahaan menawarkan potongan 10% dalam bentuk barang ataupun jasa, bukan berupa potongan harga. 20

19 2. Perusahaaaan akan secara aktif memasarkan produk dan mengajukan promosi dengan surel resmi ke perusahaan calon konsumer, misalnya saja perusahaan Baosteel di Tiongkok. Komunikasi melalui surel adalah cara termurah perusahaan berhubungan dengan calon konsumer sehingga perusahaan tidak memerlukab biaya tambahan. Sehingga, penting juga adanya website resmi agar konsumer dapat menghubungi perusahaan dengan mudah. Website yang baik adalah website yang mampu membuat konsumer mudah menemukan perusahaan dan produk apa yang perusahaan jual. Sebagai tambahan, fasilitas pendistribusian produk termasuk faktor yang penting. Lokasi pabrik berada sangat dekat dengan pelabuhan dan dekat Teluk Bone. Jalur pelayaran yang umum dari Sulawesi Tenggara ke Tiongkok adalah melalui Laut Jawa, Selat Karimata, Laut Cina Selatan. Di rute ini, kapal hanya dapat menurunkan muatan di Pulau Jawa, Pulau Sumatera, Tiongkok, dan Taiwan. Tabel 1. 3 Pelabuhan di Sulawesi Tenggara No. Name Location 1 Bau-Bau Port Jl. Yos Sudarso No. 5, Telp Kolaka Port Jl. Dermaga No.1 Kab. Kolaka, Telp Langgara Port Konawe Selatan District 4 Nusantara Raha Port Jl. Kompleks Pelabuhan Raha, Telp Nusantara Kendari Port Jl. Konggoasa No.1 Kendari, Telp PT. Antam, UBPN Port Pomaala, Kolaka District Lokasi geografis Lokasi pabrik kira-kira sejauh 7 km dari area populasi padat. Tanah yang digunakan tidak subur maka tidak akan menggangu atau tumpang tindih dengan kepentingan pertanian. Ketersediaan Tenaga Kerja Tenaga kerja merupakan pelaku dari proses produksi. Jumlah angkatan kerja di Provinsi Sulawesi Tenggara pada Tahun 2011 bertambah orang dibandingkan dengan tahun sebelumnya sebesar

20 orang. Penambahan angkatan kerja yang bekerja terbanyak terjadi di Kabupaten Kolaka yakni orang. Sehingga kebutuhan tenaga kerja yang terampil dan terdidik yang akan memperlancar jalannya proses produksi dapat diperoleh dari dalam daerah dimana kebutuhan tenaga kerja disesuaikan dengan tingkat keterampilan yang dibutuhkan. Ketersediaan Energi dan Air Air merupakan kebutuhan yang sangat penting untuk proses, selain untuk proses air juga dibutuhkan untuk pendinginan dan kebutuhan yang lain. Lokasi pabrik dekat dengan 17 daerah aliran sungai, yaitu sungai Wolulu, Oko-oko, Hukohuko, Baula, Mekongga, Ladongi, Aniwenda, Tokai, Loea, Simbune, Balandete, Kolaka, Manggolo, Wolo, Tamboli, Mowewe, dan Konaweha. Ketersediaan Listrik dapat dilihat di Tabel 1.4. Tabel 1. 4 Pembangkit Listrik di Sulawesi Tenggara dan Sekitar No. Location Capacity Status Southeast Sulawesi Power Plants 1 PLTP Lainea 40 MW Built in PLTU Kolaka 2 x 10 MW Built in PLTP Manggolo 2 x 5 MW Built in PLTU Kendari I 2 x 50 MW Built in PLTS Kabaena 200 kwp Built in PLTU Nii Tinasa 20 MW Built in PLTU Bau Bau 2 x 10 MW Built in 2015 Nearly (take from South Sulawesi Power Plant) 1 PLTA Larona 165 MW Built in PLTA Balambano 110 MW Built in PLTA Karebbe 90 MW Built in 2011 Faktor-faktor ekonomi, sosial dan hukum Dalam Pembangunan Jangka Panjang tingkat I (PJP I), secara keseluruhan taraf kesejahteraan ekonomi dan social masyarakat Provinsi Sulawesi Tenggara ditunjukkan oleh berbagai indikator seperti tingkat Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) non migas perkapita dan laju pertumbuhan PDRB nonmigas, angka melek huruf dan angka harapan hidup relatif rendah dibandingkan dengan rata-rata nasional. Dengan demikian, tantangan utama pembangunan daerah Sulawesi Tenggara adalah meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi dan memperluas landasan ekonomi daerah yang didukung oleh peningkatan ekspor 22

21 nonmigas dan perluasan kesempatan kerja sehingga mempercepat peningkatan kesejahteraan ekonomi dan social masyarakat. Dalam rangka meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Sulawesi Tenggara harus mengembangkan kawasan dan pusat pertumbuhan yang dapat menampung kegiatan ekonomi dan memperluas lapangan kerja. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut dapat disimpulkan bahwa pabrik akan dibangun di Sulawesi Tenggara, dengan beberapa poin penting, sebagai berikut : 1. Pomala adalah kecamatan yang kaya akan sumber daya bijih laterit di Kolaka, Sulawesi Tenggara 2. Sulawesi Tenggara adalah salah satu daerah Indonesia Timur. Dengan demikiran, perusahaan dapat membantu pemerintah meningkatkan kesejahteraan dan ekonomi Indonesia bagian Timur. 3. Lokasi yang dekat pelabuhan dan dekat dengan Teluk Bone sehingga akan memudahkan dalam transportasi alat-alat proses dan juga dalam pemasaran produk nantinya. 4. Bukan daerah subur, sehingga tidak mengganggu lahan pertanian. 5. Ketersediaan utilitas. Penyediaan air untuk utilitas dapat diperoleh dari Sungai Huko-Huko dan juga didapat dari laut karena kawasan ini dekat dengan Teluk Bone. Sarana yang lain seperti bahan bakar dan listrik dapat diperoleh dengan mudah. 6. Telah tersedia sarana dan prasarana yang menunjang seperti jalan raya sudah tersedia di daerah ini dan letak pelabuhan relatif dekat, sehingga pengiriman bahan baku ataupun produk untuk diekspor lebih mudah. Menurut BPS, kondisi jalan di Kolaka mencapai 1668,39 mil, dengan kondisi sedang 345,22 km dan jalan rusak sekitar 372,79 km. Kondisi lebih baik dari kabupaten lain. Kondisi jalan yang baik akan memfasilitasi transportasi bahan baku dari pertambangan menuju pabrik. 23

BAB I PENDAHULUAN. Nikel merupakan logam berwarna perak keputihan yang mempunyai kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. Nikel merupakan logam berwarna perak keputihan yang mempunyai kemampuan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mineral logam merupakan kekayaan alam tak terbarukan yang mempunyai peranan penting sebagai penopang perekonomian Indonesia. Salah satu mineral logam yang banyak dimanfaatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bidang perindustrian. Salah satu konsumsi nikel yang paling besar adalah sebagai

BAB I PENDAHULUAN. bidang perindustrian. Salah satu konsumsi nikel yang paling besar adalah sebagai BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Nikel merupakan salah satu bahan penting yang banyak dibutuhkan dalam bidang perindustrian. Salah satu konsumsi nikel yang paling besar adalah sebagai bahan baku pembuatan

Lebih terperinci

PROSES REDUKSI BIJIH BESI MENJADI BESI SPONS DI INDONESIA

PROSES REDUKSI BIJIH BESI MENJADI BESI SPONS DI INDONESIA PROSES REDUKSI BIJIH BESI MENJADI BESI SPONS DI INDONESIA Muhammad Yaasiin Salam 1306368394 DEPARTEMEN TEKNIK METALURGI DAN MATERIAL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA 2015 A. POTENSI BIJI BESI DI INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. industri adalah baja tahan karat (stainless steel). Bila kita lihat di sekeliling kita

BAB I PENDAHULUAN. industri adalah baja tahan karat (stainless steel). Bila kita lihat di sekeliling kita BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perkembangan yang signifikan pada industri dunia, diantaranya industri otomotif, konstruksi, elektronik dan industri lainnya pada beberapa dasawarsa terakhir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Batu bara

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Batu bara BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Sumber daya alam atau biasa disingkat SDA adalah sesuatu yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan dan kebutuhan hidup manusia agar hidup lebih sejahtera yang

Lebih terperinci

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia I.102 PENGOLAHAN BIJIH NIKEL KADAR RENDAH UNTUK MENDUKUNG INDUSTRI BAJA TAHAN KARAT Dr. Solihin, M.Env., Ir. Puguh Prasetiyo, Dr. Ir. Rudi Subagja, Dedy Sufiandi ST, Immanuel Ginting ST Lembaga Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

Biomas Kayu Pellet. Oleh FX Tanos

Biomas Kayu Pellet. Oleh FX Tanos Biomas Kayu Pellet Energi Pemanas Rumah Tangga (winter) Energi Dapur Masak Energi Pembangkit Tenaga Listrik Ramah Lingkungan Karbon Neutral Menurunkan Emisi Karbon Oleh FX Tanos Pendahuluan Beberapa tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. faktor utama penyebab meningkatnya kebutuhan energi dunia. Berbagai jenis

BAB I PENDAHULUAN. faktor utama penyebab meningkatnya kebutuhan energi dunia. Berbagai jenis BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Perningkatan jumlah penduduk dan kemajuan teknologi merupakan faktor utama penyebab meningkatnya kebutuhan energi dunia. Berbagai jenis industri didirikan guna memenuhi

Lebih terperinci

Prarancangan Pabrik Aluminium Fluorida dari Asam Fluosilikat dan Aluminium Hidroksida Kapasitas ton/tahun BAB I PENDAHULUAN

Prarancangan Pabrik Aluminium Fluorida dari Asam Fluosilikat dan Aluminium Hidroksida Kapasitas ton/tahun BAB I PENDAHULUAN BAB I 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendirian Pabrik Indonesia adalah negara luas yang memiliki sumber daya alam dan sumber daya manusia berlimpah yang saat ini sedang berkembang dan melakukan perluasan

Lebih terperinci

HILIRISASI PEMBANGUNAN INDUSTRI BERBASIS MINERAL TAMBANG

HILIRISASI PEMBANGUNAN INDUSTRI BERBASIS MINERAL TAMBANG HILIRISASI PEMBANGUNAN INDUSTRI BERBASIS MINERAL TAMBANG Disampaikan oleh : Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika Jakarta, 16 Februari 2016 1 TOPIK BAHASAN A PENDAHULUAN

Lebih terperinci

HILIRISASI PEMBANGUNAN INDUSTRI BERBASIS MINERAL TAMBANG

HILIRISASI PEMBANGUNAN INDUSTRI BERBASIS MINERAL TAMBANG HILIRISASI PEMBANGUNAN INDUSTRI BERBASIS MINERAL TAMBANG Disampaikan oleh : Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika Jakarta, 16 Februari 2016 1 TOPIK BAHASAN A PENDAHULUAN

Lebih terperinci

CUPLIKAN LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011, TANGGAL 20 MEI 2011 TENTANG

CUPLIKAN LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011, TANGGAL 20 MEI 2011 TENTANG CUPLIKAN LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011, TANGGAL 20 MEI 2011 TENTANG MASTERPLAN PERCEPATAN DAN PERLUASAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA 2011-2025 A. Latar Belakang Sepanjang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kabupaten Kolaka merupakan salah satu kabupaten yang ada di Propinsi Sulawesi Tenggara yang berada di wilayah pesisir dan memiliki potensi sumberdaya pesisir laut sangat

Lebih terperinci

PENINGKATAN KADAR NIKEL BIJIH LIMONIT MELALUI PROSES REDUKSI SELEKTIF DENGAN VARIASI WAKTU DAN PERSEN REDUKTOR

PENINGKATAN KADAR NIKEL BIJIH LIMONIT MELALUI PROSES REDUKSI SELEKTIF DENGAN VARIASI WAKTU DAN PERSEN REDUKTOR PENINGKATAN KADAR NIKEL BIJIH LIMONIT MELALUI PROSES REDUKSI SELEKTIF DENGAN VARIASI WAKTU DAN PERSEN REDUKTOR Muhammad Ikhwanul Hakim 1,a, Andinnie Juniarsih 1, Iwan Setiawan 2 1 Jurusan Teknik Metalurgi,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap

I. PENDAHULUAN. perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan energi dunia akan semakin besar seiring dengan pesatnya perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap terpenuhi agar roda

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indocement. Bosowa Maros Semen Tonasa. Semen Kupang

1. PENDAHULUAN. Indocement. Bosowa Maros Semen Tonasa. Semen Kupang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Semen adalah komoditas yang strategis bagi Indonesia. Sebagai negara yang terus melakukan pembangunan, semen menjadi produk yang sangat penting. Terlebih lagi, beberapa

Lebih terperinci

REPUBLIK INDONESIA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN HILIRISASI INDUSTRI DALAM RANGKA MENCAPAI TARGET PERTUMBUHAN INDUSTRI NASIONAL

REPUBLIK INDONESIA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN HILIRISASI INDUSTRI DALAM RANGKA MENCAPAI TARGET PERTUMBUHAN INDUSTRI NASIONAL REPUBLIK INDONESIA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN HILIRISASI INDUSTRI DALAM RANGKA MENCAPAI TARGET PERTUMBUHAN INDUSTRI NASIONAL Jakarta, 12 Februari 2013 KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL

Lebih terperinci

Trenggono Sutioso. PT. Antam (Persero) Tbk. SARI

Trenggono Sutioso. PT. Antam (Persero) Tbk. SARI Topik Utama Strategi Pertumbuhan Antam Melalui Penciptaan Nilai Tambah Mineral Trenggono Sutioso PT. Antam (Persero) Tbk. trenggono.sutiyoso@antam.com SARI Undang-Undang No. 4 tahun 2009 tentang Pertambangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai sektor. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. berbagai sektor. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan perekonomian Indonesia mengalami peningkatan dalam berbagai sektor. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang 2012 sebesar

Lebih terperinci

Tentang Pemurnian dan Pengolahan Mineral di Dalam Negeri

Tentang Pemurnian dan Pengolahan Mineral di Dalam Negeri Tentang Pemurnian dan Pengolahan Mineral di Dalam Negeri LATAR BELAKANG 1. Selama ini beberapa komoditas mineral (a.l. Nikel, bauksit, bijih besi dan pasir besi serta mangan) sebagian besar dijual ke luar

Lebih terperinci

Prarancangan Pabrik Aluminium Fluorida dari Asam Fluosilikat dan Aluminium Hidroksida Kapasitas ton/tahun BAB I PENDAHULUAN

Prarancangan Pabrik Aluminium Fluorida dari Asam Fluosilikat dan Aluminium Hidroksida Kapasitas ton/tahun BAB I PENDAHULUAN BAB I 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendirian Pabrik Perkembangan teknologi menyebabkan perubahan jaman yang signifikan, mulai dari perubahan tingkah laku, pola pikir dan gaya hidup. Indonesia termasuk

Lebih terperinci

BAB III Tinjauan Perekonomian Menurut Lapangan Usaha Kabupaten/Kota Provinsi Aceh 33 Tahun 2015

BAB III Tinjauan Perekonomian Menurut Lapangan Usaha Kabupaten/Kota Provinsi Aceh 33 Tahun 2015 BAB III 33 TINJAUAN MENURUT LAPANGAN USAHA 34 0,96 7,52 8,62 7,90 29,62 25,76 22,78 22,96 36,25 32,35 34,06 31,10 29,86 30,82 42,95 44,89 44,84 41,18 39,94 39,52 41,37 48,12 49,07 BAB III BAB III TINJAUAN

Lebih terperinci

Prarancangan Pabrik Karbon Aktif Grade Industri Dari Tempurung Kelapa dengan Kapasitas 4000 ton/tahun BAB I PENGANTAR

Prarancangan Pabrik Karbon Aktif Grade Industri Dari Tempurung Kelapa dengan Kapasitas 4000 ton/tahun BAB I PENGANTAR BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Perkembangan industri di Indonesia mengalami peningkatan secara kualitatif maupun kuantitatif, khususnya industri kimia. Hal ini menyebabkan kebutuhan bahan baku dan bahan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Minyak nabati merupakan salah satu komoditas penting dalam perdagangan minyak pangan dunia. Tahun 2008 minyak nabati menguasai pangsa 84.8% dari konsumsi minyak pangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Industri besi baja merupakan basic industry yang merupakan penopang pembangunan suatu bangsa. Dari tahun ke tahun tingkat produksi baja dunia terus mengalami peningkatan

Lebih terperinci

Tema I Potensi dan Upaya Indonesia Menjadi Negara Maju

Tema I Potensi dan Upaya Indonesia Menjadi Negara Maju Tema I Potensi dan Upaya Indonesia Menjadi Negara Maju Peta Konsep Potensi lokasi Potensi Sumber Daya Alam Potensi Sumber Daya Manusia Potensi Sumber Daya Manusia Upaya Pemanfaatan Potensi lokasi, Sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai sebuah negara besar yang sedang berkembang, konsumsi energi di Indonesia mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, termasuk konsumsi energi listrik. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Proses ini berlangsung selama jutaan tahun dimulai ketika batuan ultramafik

BAB I PENDAHULUAN. Proses ini berlangsung selama jutaan tahun dimulai ketika batuan ultramafik 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Nikel laterit adalah produk residual pelapukan kimia pada batuan ultramafik. Proses ini berlangsung selama jutaan tahun dimulai ketika batuan ultramafik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Pemanfaatan cadangan..., Mudi Kasmudi, FT UI, 2010.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Pemanfaatan cadangan..., Mudi Kasmudi, FT UI, 2010. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Sebagai negara kepulauan, Indonesia memiliki sumber daya mineral yang tersebar diseluruh kepulauan Indonesia. Jumlah sumber daya mineral yang merupakan

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI PERUSAHAAN. ada baru mampu memproduksi 4 juta ton per tahun.

BAB II DESKRIPSI PERUSAHAAN. ada baru mampu memproduksi 4 juta ton per tahun. BAB II DESKRIPSI PERUSAHAAN Di dalam negeri, kebutuhan besi baja industri nasional belakangan ini begitu tinggi. Namun, produksi industri besi baja nasional belum mampu menutupi kebutuhan, akibatnya pintu

Lebih terperinci

II. DESKRIPSI PROSES. Precipitated Calcium Carbonate (PCC) dapat dihasilkan melalui beberapa

II. DESKRIPSI PROSES. Precipitated Calcium Carbonate (PCC) dapat dihasilkan melalui beberapa II. DESKRIPSI PROSES A. Macam - Macam Proses Precipitated Calcium Carbonate (PCC) dapat dihasilkan melalui beberapa proses sebagai berikut: 1. Proses Calcium Chloride-Sodium Carbonate Double Decomposition

Lebih terperinci

BAB 3 OBJEK DAN METODA PENELITIAN. PT Antam (Persero) Tbk merupakan perusahaan pertambangan yang

BAB 3 OBJEK DAN METODA PENELITIAN. PT Antam (Persero) Tbk merupakan perusahaan pertambangan yang BAB 3 OBJEK DAN METODA PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian 3.1.1. Deskripsi Perusahaan PT Antam (Persero) Tbk merupakan perusahaan pertambangan yang terdiversifikasi dan terintegrasi secara vertikal yang berorientasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. memberikan manfaat dalam perkembangan industri di Indonesia. Salah satu

I. PENDAHULUAN. memberikan manfaat dalam perkembangan industri di Indonesia. Salah satu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam rangka mendukung bangkitnya pembangunan nasional khususnya dalam sektor industri kimia, maka perlu didirikan pabrik yang dapat memberikan manfaat dalam perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR A. LATAR BELAKANG 4. Indonesia Mt

BAB I PENGANTAR A. LATAR BELAKANG 4. Indonesia Mt BAB I PENGANTAR A. LATAR BELAKANG Batubara adalah sumber energi terpenting untuk pembangkitan listrik dan berfungsi sebagai bahan bakar pokok untuk produksi baja dan semen.namun demikian, batubara juga

Lebih terperinci

Prarancangan pabrik sikloheksana dari benzena Kapasitas ton/tahun BAB I PENDAHULUAN

Prarancangan pabrik sikloheksana dari benzena Kapasitas ton/tahun BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia sebagai negara berkembang sedang menggalakkan pembangunan di bidang industri. Dengan program alih teknologi, perkembangan industri di Indonesia khususnya industri

Lebih terperinci

Prarancangan Pabrik Akrolein dari Propilen dengan Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN

Prarancangan Pabrik Akrolein dari Propilen dengan Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pertumbuhan industri kimia di Indonesia mengalami peningkatan seiring dengan meningkatnya kebutuhan hidup manusia. Salah satu bahan yang banyak digunakan dalam industri

Lebih terperinci

VI. SIMPULAN DAN SARAN

VI. SIMPULAN DAN SARAN VI. SIMPULAN DAN SARAN 6.1 Simpulan Berdasarkan pembahasan sebelumnya maka dapat diambil beberapa kesimpulan antara lain: 1. Selama tahun 1999-2008, rata-rata tahunan harga minyak telah mengalami peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Batubara telah digunakan sebagai sumber energi selama beratus-ratus tahun dan telah diperdagangkan secara internasional mulai jaman Kekaisaran Romawi. Batubara tidak

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. diperbahurui makin menipis dan akan habis pada suatu saat nanti, karena itu

PENDAHULUAN. diperbahurui makin menipis dan akan habis pada suatu saat nanti, karena itu PENDAHULUAN Latar Belakang Energi merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia dan saat ini konsumsi meningkat. Namun cadangan bahan bakar konvesional yang tidak dapat diperbahurui makin menipis dan akan

Lebih terperinci

Prarancangan Pabrik Asam Oksalat dari Tetes dengan Kapasitas ton/tahun BAB I PENDAHULUAN

Prarancangan Pabrik Asam Oksalat dari Tetes dengan Kapasitas ton/tahun BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Produksi gula indonesia dari tahun 2010 2012 terus mengalami peningkatan seiring dengan kenaikan kebutuhan nasional akan gula, seperti tergambar dalam tabel di bawah

Lebih terperinci

KAJIAN POTENSI SUMBER DAYA ALAM BERBASIS EKSPORT

KAJIAN POTENSI SUMBER DAYA ALAM BERBASIS EKSPORT KAJIAN POTENSI SUMBER DAYA ALAM BERBASIS EKSPORT I. Perumusan Masalah Pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) yang optimal membutuhkan sebuah pemahaman yang luas dimana pengelolaan SDA harus memperhatikan aspek

Lebih terperinci

Jakarta, 15 Desember 2015 YANG SAYA HORMATI ;

Jakarta, 15 Desember 2015 YANG SAYA HORMATI ; Sambutan Menteri Perindustrian Pada Acara Pengukuhan Pengurus Asosiasi Perusahaan Industri Pengolahan dan Pemurnian Indonesia (AP3I) & Talkshow Realita dan Arah Keberlanjutan Industri Pengolahan dan Pemurnian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepulauan Indonesia dengan jumlah yang sangat besar seperti emas, perak, nikel,

BAB I PENDAHULUAN. kepulauan Indonesia dengan jumlah yang sangat besar seperti emas, perak, nikel, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Indonesia memiliki sumber daya mineral yang tersebar di seluruh kepulauan Indonesia dengan jumlah yang sangat besar seperti emas, perak, nikel, timah hitam,

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. Tabel I. Produsen Batu Bara Terbesar di Dunia. 1. Cina Mt. 2. Amerika Serikat Mt. 3. Indonesia 281.

BAB I PENGANTAR. Tabel I. Produsen Batu Bara Terbesar di Dunia. 1. Cina Mt. 2. Amerika Serikat Mt. 3. Indonesia 281. BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Sumber daya berupa bahan tambang di Indonesia bisa dikatakan melimpah. Salah satunya adalah batubara. Indonesia merupakan salah satu penghasil batubara terbesar di dunia.

Lebih terperinci

Boks.1 MODEL PENGELOLAAN PERTAMBANGAN BATUBARA YANG BERKELANJUTAN

Boks.1 MODEL PENGELOLAAN PERTAMBANGAN BATUBARA YANG BERKELANJUTAN Boks.1 MODEL PENGELOLAAN PERTAMBANGAN BATUBARA YANG BERKELANJUTAN PENDAHULUAN Menurut Bank Dunia, Indonesia merupakan salah satu negara penting dalam bidang pertambangan. Hal ini ditunjukkan oleh fakta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nenas diyakini berasal di Selatan Brazil dan Paraguay kemudian

BAB I PENDAHULUAN. Nenas diyakini berasal di Selatan Brazil dan Paraguay kemudian BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Nenas diyakini berasal di Selatan Brazil dan Paraguay kemudian menyebar ke seluruh benua dengan perantara penduduk asli. James Drummond Dole adalah orang pertama yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan salah satu negara yang terletak di Asia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan salah satu negara yang terletak di Asia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang terletak di Asia Tenggara dan dilalui oleh garis khatulistiwa, sehingga Negara Indonesia memiliki iklim tropis. Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Neraca kebutuhan aluminium ingot (batangan) di dalam negeri hingga kini

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Neraca kebutuhan aluminium ingot (batangan) di dalam negeri hingga kini 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Neraca kebutuhan aluminium ingot (batangan) di dalam negeri hingga kini masih timpang karena produksi tak mampu mengimbangi pertumbuhan konsumsi yang terus

Lebih terperinci

Peran Pendidikan Tinggi dalam Program Pengembangan SDM Ketenaganukliran. Oleh. Prayoto. Universitas Gadjah Mada. Energi Sebagai Penunjang Peradaban

Peran Pendidikan Tinggi dalam Program Pengembangan SDM Ketenaganukliran. Oleh. Prayoto. Universitas Gadjah Mada. Energi Sebagai Penunjang Peradaban 1 Peran Pendidikan Tinggi dalam Program Pengembangan SDM Ketenaganukliran Oleh Prayoto Universitas Gadjah Mada Energi Sebagai Penunjang Peradaban Peradaban manusia sejak awal perkembangannya telah bertumpu

Lebih terperinci

BAB 4 INDIKATOR EKONOMI ENERGI

BAB 4 INDIKATOR EKONOMI ENERGI BAB 4 INDIKATOR EKONOMI ENERGI Indikator yang lazim digunakan untuk mendapatkan gambaran kondisi pemakaian energi suatu negara adalah intensitas energi terhadap penduduk (intensitas energi per kapita)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Dalam zaman modern ini terdapat 3 bahan struktur bangunan yang utama yaitu kayu, baja dan beton. Dan sekarang ini pertumbuhan dan perkembangan industri konstruksi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. optimal. Salah satu sumberdaya yang ada di Indonesia yaitu sumberdaya energi.

I. PENDAHULUAN. optimal. Salah satu sumberdaya yang ada di Indonesia yaitu sumberdaya energi. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan sumberdaya alam. Akan tetapi, sumberdaya alam yang melimpah ini belum termanfaatkan secara optimal. Salah satu sumberdaya

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI PAPUA Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Papua

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI PAPUA Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Papua BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI PAPUA 4.1. Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Papua Provinsi Papua terletak antara 2 25-9 Lintang Selatan dan 130-141 Bujur Timur. Provinsi Papua yang memiliki luas

Lebih terperinci

Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN

Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendirian Pabrik Indonesia merupakan suatu negara yang sangat subur dan kaya akan hasil pertanian serta perikanannya, selain hal tersebut Indonesia memiliki aset

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. panas yang berlangsung sangat lama. Proses pembentukan (coalification)

IV. GAMBARAN UMUM. panas yang berlangsung sangat lama. Proses pembentukan (coalification) IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Pertambangan Batubara Indonesia Batubara merupakan batuan hidrokarbon padat yang terbentuk dari tumbuhan dalam lingkungan bebas oksigen, serta terkena pengaruh tekanan dan panas yang

Lebih terperinci

Prarancangan Pabrik Sodium Tetra Silikat (Waterglass) dari Sodium Karbonat dan Pasir Silika Kapasitas Ton per Tahun BAB I PENDAHULUAN

Prarancangan Pabrik Sodium Tetra Silikat (Waterglass) dari Sodium Karbonat dan Pasir Silika Kapasitas Ton per Tahun BAB I PENDAHULUAN Prarancangan Pabrik Sodium Tetra Silikat (Waterglass) dari Sodium Karbonat dan Pasir Silika BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sampai saat ini situasi perekonomian di Indonesia belum mengalami kemajuan

Lebih terperinci

LAPORAN INDUSTRI INDUSTRI BATUBARA DI INDONESIA

LAPORAN INDUSTRI INDUSTRI BATUBARA DI INDONESIA 2016 LAPORAN INDUSTRI INDUSTRI BATUBARA DI INDONESIA LAPORAN INDUSTRI INDUSTRI BATUBARA DI INDONESIA 2016 Diterbitkan Oleh: PT. Indo Analisis Copyright @ 2016 DISCALIMER Semua informasi dalam Laporan Industri

Lebih terperinci

Material dengan Kandungan Karbon Tinggi dari Pirolisis Tempurung Kelapa untuk Reduksi Bijih Besi

Material dengan Kandungan Karbon Tinggi dari Pirolisis Tempurung Kelapa untuk Reduksi Bijih Besi Material dengan Kandungan Karbon Tinggi dari Pirolisis Tempurung Kelapa untuk Reduksi Bijih Besi Anton Irawan, Ristina Puspa dan Riska Mekawati *) Jurusan Teknik Kimia, Fak. Teknik, Universitas Sultan

Lebih terperinci

OLEH :: INDRA PERMATA KUSUMA

OLEH :: INDRA PERMATA KUSUMA STUDI PEMANFAATAN BIOMASSA LIMBAH KELAPA SAWIT SEBAGAI BAHAN BAKAR PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA UAP DI KALIMANTAN SELATAN (STUDI KASUS KAB TANAH LAUT) OLEH :: INDRA PERMATA KUSUMA 2206 100 036 Dosen Dosen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada tahun 2005 menurut penelitian South East Asia Iron and Steel Institute, tingkat konsumsi baja per kapita di Indonesia sebesar 26,2 kg yang lebih rendah dibandingkan

Lebih terperinci

II. DESKRIPSI PROSES. Precipitated Calcium Carbonate (PCC) dapat dihasilkan melalui beberapa proses

II. DESKRIPSI PROSES. Precipitated Calcium Carbonate (PCC) dapat dihasilkan melalui beberapa proses II. DESKRIPSI PROSES A. Macam- Macam Proses Precipitated Calcium Carbonate (PCC) dapat dihasilkan melalui beberapa proses sebagai berikut: 1. Proses Calcium Chloride-Sodium Carbonate Double Decomposition

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 31 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Gambaran Geografis Wilayah Secara astronomis, wilayah Provinsi Banten terletak pada 507 50-701 1 Lintang Selatan dan 10501 11-10607 12 Bujur Timur, dengan luas wilayah

Lebih terperinci

Nabila Dyah Anggraini (11/312797/TK/37649) 1 Devi Swasti Prabasiwi (11/319052/TK/38187)

Nabila Dyah Anggraini (11/312797/TK/37649) 1 Devi Swasti Prabasiwi (11/319052/TK/38187) BAB I PENGANTAR I.1. Latar Belakang Aluminium merupakan salah satu elemen logam yang paling melimpah keberadaannya. Secara kuantitas, aluminium menduduki urutan ketiga elemen terbanyak di bumi, di bawah

Lebih terperinci

Ekspor Indonesia Masih Sesuai Target 2008: Pemerintah Ambil Berbagai Langkah Guna Antisipasi Perlambatan Pertumbuhan Ekonomi Dunia

Ekspor Indonesia Masih Sesuai Target 2008: Pemerintah Ambil Berbagai Langkah Guna Antisipasi Perlambatan Pertumbuhan Ekonomi Dunia SIARAN PERS DEPARTEMEN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA Pusat HUMAS Departemen Perdagangan Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta 10110 Tel: 021 3858216, 23528400. Fax: 021-23528456 www.depdag.go.id Ekspor Indonesia

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN IV/2012 DAN TAHUN 2012

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN IV/2012 DAN TAHUN 2012 No. 06/02/62/Th. VII, 5 Februari 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN IV/2012 DAN TAHUN 2012 Perekonomian Kalimantan Tengah triwulan IV-2012 terhadap triwulan III-2012 (Q to Q) secara siklikal

Lebih terperinci

LAPORAN INDUSTRI INDUSTRI BATUBARA DI INDONESIA

LAPORAN INDUSTRI INDUSTRI BATUBARA DI INDONESIA 2017 LAPORAN INDUSTRI INDUSTRI BATUBARA DI INDONESIA BAB I: PELUANG DAN TANTANGAN INDUSTRI BATUBARA 1 1.1. PELUANG INDUSTRI BATUBARA 2 1.1.1. Potensi Pasar 2 Grafik 1.1. Prediksi Kebutuhan Batubara untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang berlimpah, dimana banyak Negara yang melakukan perdagangan internasional, Sumberdaya yang melimpah tidak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Energi listrik merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Energi listrik merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Energi listrik merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam menunjang pembangunan nasional. Penyediaan energi listrik secara komersial yang telah dimanfaatkan

Lebih terperinci

Soal-soal Open Ended Bidang Kimia

Soal-soal Open Ended Bidang Kimia Soal-soal Open Ended Bidang Kimia 1. Fuel cell Permintaan energi di dunia terus meningkat sepanjang tahun, dan menurut Proyek International Energy Outlook 2013 (IEO-2013) konsumsi energi dari 2010 sampai

Lebih terperinci

LAPORAN INDUSTRI INDUSTRI BATUBARA DI INDONESIA

LAPORAN INDUSTRI INDUSTRI BATUBARA DI INDONESIA 2017 LAPORAN INDUSTRI INDUSTRI BATUBARA DI INDONESIA BAB I: PELUANG DAN TANTANGAN INDUSTRI BATUBARA 1 1.1. PELUANG INDUSTRI BATUBARA 2 1.1.1. Potensi Pasar 2 Grafik 1.1. Prediksi Kebutuhan Batubara untuk

Lebih terperinci

Efisiensi PLTU batubara

Efisiensi PLTU batubara Efisiensi PLTU batubara Ariesma Julianto 105100200111051 Vagga Satria Rizky 105100207111003 Sumber energi di Indonesia ditandai dengan keterbatasan cadangan minyak bumi, cadangan gas alam yang mencukupi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. PT. Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk, (PGN) merupakan perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. PT. Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk, (PGN) merupakan perusahaan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang PT. Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk, (PGN) merupakan perusahaan salah satu perusahaan dibawah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di bidang transportasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kopi merupakan komoditas sektor perkebunan yang cukup strategis di. Indonesia. Komoditas kopi memberikan kontribusi untuk menopang

BAB I PENDAHULUAN. Kopi merupakan komoditas sektor perkebunan yang cukup strategis di. Indonesia. Komoditas kopi memberikan kontribusi untuk menopang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kopi merupakan komoditas sektor perkebunan yang cukup strategis di Indonesia. Komoditas kopi memberikan kontribusi untuk menopang perekonomian nasional dan menjadi

Lebih terperinci

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN 2012-2014 Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Jakarta, 1 Februari 2012 Daftar Isi I. LATAR BELAKANG II. ISU STRATEGIS DI SEKTOR INDUSTRI III.

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SULAWESI TENGGARA JUNI 2015

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SULAWESI TENGGARA JUNI 2015 No. 02/08/Th. VI, 3 Agustus 2015 PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SULAWESI TENGGARA JUNI 2015 Nilai ekspor Sulawesi Tenggara pada bulan Juni 2015 tercatat US$ 29,64 juta atau mengalami peningkatan sebesar

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK Perkembangan Ekspor dan Impor Sulawesi Tenggara Agustus No. 54/10/74/Th. VIII, 2 Oktober BERITA RESMI STATISTIK Provinsi Sulawesi Tenggara Perkembangan Ekspor dan Impor Sulawesi Tenggara Agustus Nilai

Lebih terperinci

Prarancangan Pabrik Alumunium Sulfat dari Asam Sulfat dan Kaolin Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN

Prarancangan Pabrik Alumunium Sulfat dari Asam Sulfat dan Kaolin Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendirian Pabrik Perkembangan industri kimia di indonesia mengalami peningkatan setiap tahunnya. Dengan hal itu kebutuhan bahan baku dan bahan penunjang dalam industri

Lebih terperinci

beragam kegunaan, maka tak heran bahwa tanaman ini dikenal juga sebagai tanaman surga. Bagian daun sampai tulang daunnya bisa dijadikan kerajinan dan

beragam kegunaan, maka tak heran bahwa tanaman ini dikenal juga sebagai tanaman surga. Bagian daun sampai tulang daunnya bisa dijadikan kerajinan dan 1. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanaman kelapa merupakan tanaman yang cukup populer di Indonesia. Tanaman ini tumbuh subur di dataran rendah di sepanjang nusantara. Mulai dari ujung barat kepulauan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting dalam pembangunan Indonesia. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan kemajuan teknologi dan industri telah memacu pertumbuhan konsumsi enerji yang cukup tinggi selama beberapa dasawarsa terakhir di dunia, sehingga mempengaruhi

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara produsen dan pengekspor terbesar minyak kelapa sawit di dunia. Kelapa sawit merupakan komoditas perkebunan yang memiliki peran penting bagi perekonomian

Lebih terperinci

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERINDUSTRIAN

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERINDUSTRIAN PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERINDUSTRIAN 1 (satu) bulan ~ paling lama Penetapan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia Penetapan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia di bidang Industri sebagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pesat sesuai dengan kemajuan teknologi. Dalam era globalisasi peran transportasi

BAB I PENDAHULUAN. pesat sesuai dengan kemajuan teknologi. Dalam era globalisasi peran transportasi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Globalisasi dari sisi ekonomi adalah suatu perubahan dunia yang bersifat mendasar atau struktural dan akan berlangsung terus dalam Iaju yang semakin pesat

Lebih terperinci

KEBUTUHAN PENGEMBANGAN FASILITAS PELABUHAN KOLAKA UNTUK MENDUKUNG PENGEMBANGAN WILAYAH KABUPATEN KOLAKA

KEBUTUHAN PENGEMBANGAN FASILITAS PELABUHAN KOLAKA UNTUK MENDUKUNG PENGEMBANGAN WILAYAH KABUPATEN KOLAKA KEBUTUHAN PENGEMBANGAN FASILITAS PELABUHAN KOLAKA UNTUK MENDUKUNG PENGEMBANGAN WILAYAH KABUPATEN KOLAKA TUGAS AKHIR Oleh: FARIDAWATI LATIF L2D 001 418 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hujan merupakan unsur iklim yang paling penting di Indonesia karena

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hujan merupakan unsur iklim yang paling penting di Indonesia karena II. TINJAUAN PUSTAKA A. Defenisi Hujan Asam Hujan merupakan unsur iklim yang paling penting di Indonesia karena keragamannya sangat tinggi baik menurut waktu dan tempat. Hujan adalah salah satu bentuk

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. diproses lagi menjadi produk-produk baru yang lebih menguntungkan. industri yang dikaitkan dengan sektor ekonomi lain.

1. PENDAHULUAN. diproses lagi menjadi produk-produk baru yang lebih menguntungkan. industri yang dikaitkan dengan sektor ekonomi lain. 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendirian Pabrik Indonesia merupakan salah satu negara yang berpotensi di sektor minyak dan gas bumi, sehingga minyak dan gas bumi dapat dijadikan komoditi penting untuk

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. adalah tricresyl phosphate yang merupakan senyawa organik ( ester) dengan

BAB I. PENDAHULUAN. adalah tricresyl phosphate yang merupakan senyawa organik ( ester) dengan BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai negara berkembang, Indonesia berusaha semaksimal mungkin untuk mengurangi ketergantungan dari negara lain. Untuk itu dilakukanlah pembangunan di segala sektor,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. alam. Meskipun minyak bumi dan gas alam merupakan sumber daya alam

I. PENDAHULUAN. alam. Meskipun minyak bumi dan gas alam merupakan sumber daya alam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan minyak bumi dan gas alam. Meskipun minyak bumi dan gas alam merupakan sumber daya alam strategis tidak terbarukan,

Lebih terperinci

Bedah Permen ESDM No. 7 Tahun Tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral

Bedah Permen ESDM No. 7 Tahun Tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral Bedah Permen ESDM No. 7 Tahun 2012 Tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral LATAR BELAKANG 1. Selama ini beberapa komoditas mineral (a.l. Nikel, bauksit,

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI PERUSAHAAN

BAB II DESKRIPSI PERUSAHAAN BAB II DESKRIPSI PERUSAHAAN 2.1. Sejarah Singkat Bursa Efek Indonesia 2.1.1 Bursa Efek Indonesia (BEI) Pasar modal merupakan sarana pembiayaan usaha melalui penerbitan saham dan obligasi. Perusahaan dapat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain.

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Perdagangan Internasional Menurut Oktaviani dan Novianti (2009) perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan negara lain

Lebih terperinci

- 3 - BAB I KETENTUAN UMUM

- 3 - BAB I KETENTUAN UMUM - 2 - Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan sistem ekonomi dari perekonomian tertutup menjadi perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. perubahan sistem ekonomi dari perekonomian tertutup menjadi perekonomian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fenomensa globalisasi dalam bidang ekonomi mendorong perkembangan ekonomi yang semakin dinamis antar negara. Dengan adanya globalisasi, terjadi perubahan sistem ekonomi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (bisnis) di bidang pertanian (dalam arti luas) dan bidang-bidang yang berkaitan

I PENDAHULUAN. (bisnis) di bidang pertanian (dalam arti luas) dan bidang-bidang yang berkaitan I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada prinsipnya pengertian agribisnis adalah merupakan usaha komersial (bisnis) di bidang pertanian (dalam arti luas) dan bidang-bidang yang berkaitan langsung dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Tim Batubara Nasional

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Tim Batubara Nasional BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Tim Batubara Nasional Kelompok Kajian Kebijakan Mineral dan Batubara, Pusat Litbang Teknologi Mineral dan Batubara,

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SULAWESI TENGGARA DESEMBER 2014

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SULAWESI TENGGARA DESEMBER 2014 No. 02/02/Th. VI, 2 Februari 2015 PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SULAWESI TENGGARA DESEMBER 2014 Nilai ekspor Sulawesi Tenggara pada bulan Desember 2014 tercatat US$ 19,84 juta atau mengalami penurunan

Lebih terperinci

Lokasi Pabrik ditentukan

Lokasi Pabrik ditentukan PENENTUAN LOKASI Lokasi Pabrik ditentukan Unit manufaktur baru akan dibentuk. Pabrik yang lama tidak mampu lagi dikembangkan, dari sisi luas area maupun teknologi. Pengembangan bisnis ke daerah baru Kendala

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH

IV. KONDISI UMUM WILAYAH 29 IV. KONDISI UMUM WILAYAH 4.1 Kondisi Geografis dan Administrasi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 50-7 50 LS dan 104 48-104 48 BT dengan batas-batas wilayah sebelah utara berbatasan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisi latar belakang, perumusan masalah, tujuan, manfaat dan sistematika penulisan penelitian. Pendahuluan ini dimaksudkan untuk menjelaskan latar belakang penelitian sesuai

Lebih terperinci

PRARANCANGAN PABRIK PROPILEN OKSIDA DARI ISOBUTANA, UDARA DAN PROPILEN KAPASITAS TON/TAHUN

PRARANCANGAN PABRIK PROPILEN OKSIDA DARI ISOBUTANA, UDARA DAN PROPILEN KAPASITAS TON/TAHUN LAPORAN TUGAS AKHIR PRARANCANGAN PABRIK PROPILEN OKSIDA DARI ISOBUTANA, UDARA DAN PROPILEN KAPASITAS 31.500 TON/TAHUN Oleh : Ika Ratna Sari D 500 040 039 Dosen Pembimbing : Akida Mulyaningtyas, S.T., MSc.

Lebih terperinci