TATA CARA PENYUSUNAN PROGRAM PEMELIHARAAN JALAN KOTA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TATA CARA PENYUSUNAN PROGRAM PEMELIHARAAN JALAN KOTA"

Transkripsi

1 TATA CARA PENYUSUNAN PROGRAM PEMELIHARAAN JALAN KOTA NO. 018/T/ BNKT/ 1990 DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA DIREKTORAT PEMBINAAN JALAN KOTA

2 P R A K A T A Dalam rangka mewujudkan peranan penting jalan dalam mendorong perkembangan kehidupan bangsa, sesuai dengan U.U. no. 13/1980 Tentang Jalan, Pemerintah berkewajiban melakukan pembinaan yang menjurus ke arah profesionalisme dalam bidang pengelolaan jalan, baik di pusat maupun di daerah. Adanya buku-buku standar, baik mengenai Tata Cara Pelaksanaan, Spesifikasi, maupun Metoda Pengujian, yang berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan, pengoperasian dan pemeliharaan merupakan kebutuhan yang mendesak guna menuju ke pengelolaan jalan yang lebih baik, efisien dan seragam. Sambil menunggu terbitnya buku-buku standar. dimaksud, buku " Tata Cara Penyusunan Program Pemeliharaan Jalan Kota " ini dikeluarkan guna memenuhi kebutuhan intern di lingkungan Direktorat Pembinaan Jalan Kota. Menyadari akan belum sempurnanya buku ini, maka pendapat dan saran dari semua pihak akan kami hargai guna penyempurnaan di kemudian hari. Jakarta, 1990 DIREKTUR PEMBINAAN JALAN KOTA DJOKO ASMORO i

3 DAFTAR I S I Halaman PRAKATA... i DAFTAR ISI... ii I. DESKRIPSI Maksud Dan Tu.juan Maksud Tujuan Ruang Lingkup Pengertian Pemeliharaan Rutin Pemeliharaan Berkala Peningkatan Survai Pendahuluan Survai Inventarisasi Jalan Survai Lalu-lintas Survai Kecepatan Kendaraan Data Primer Data Sekunder Klasifikasi Fungsi Jalan... 4 II. PERSYARATAN-PERSYARATAN... 7 III. KETENTUAN-KETENTUAN Konfirmasi Klasifikasi Fungsi Jalan Identifikasi Permasalahan Jalan Penghitungan Lalu-lintas Kecepatan Perjalanan Penilaian Kondisi Sekarang Pemanfaatan Skala Prioritas ii

4 3.4. Jenis Penanganan Jenis Perkerasan Penentuan Tebal Perkerasan Perkiraan Biaya IV. PENYUSUNAN Konfirmasi Klasifikasi Fungsi Jalan Identifikasi Permasalahan Jalan Survai Detail Skala Prioritas Penentuan Tebal Perkerasan Perkiraan Biaya Jadwal Penanganan LAMPIRAN...: Operasi dan Pemeliharaan Jalan Kota Skema Kegiatan dan Hasil Yang Dicapai Daftar Nama-nama Pemrakarsa dan Tim Pembahas Daftar Buku Standar Produk Direktorat Pembinaan. Jalan Kota Formulir-formulir Survai Penilaian Kondisi Sekarang iii

5 I. DESKRIPSI 1.1. Maksud Dan Tujuan Maksud Tata cara ini dimaksudkan sebagai acuan dan pegangan dalam penyusunan program pemeliharaan jalan kota Tujuan Tujuan tata cara ini untuk menyeragamkan cara penyusunan program pemeliharaan jalan kota Ruang Lingkup Tata cara ini memuat uraian tentang penyusunan program pemeliharaan jalan kota, khususnya untuk pekerjaan pemeliharaan dan peningkatan jalan kota. Penanganan yang diterapkan pada suatu ruas jalan tergantung dari hasil identifikasi yang dilakukan. Penanganan dapat dilakukan terhadap perkerasan dan atau geometrik jalan, serta pada struktur jembatan. Apa yang diutarakan dalam buku petunjuk ini merupakan proses penyusunan program secara praktis dengan maksud agar dapat dipakai oleh semua pihak, terutama oleh instansi-instansi yang berkepentingan di daerah. 1

6 1.3. Pengertian Pemeliharaan Jalan adalah penanganan jalan yang meliputi perawatan, rehabilitasi, penunjangan, dan peningkatan. (PP 26 tahun 1985 tentang jalan) Pemeliharaan Rutin Adalah penanganan yang diberikan hanya terhadap lapis permukaan yang sifatnya untuk meningkatkan kualitas berkendaraan (Riding Quality), tanpa meningkatkan kekuatan struktural, dan dilakukan sepanjang tahun Pemeliharaan Berkala Adalah pemeliharaan yang dilakukan terhadap jalan pada waktu waktu tertentu (tidak menerus sepanjang tahun) dan sifatnya meningkatkan kemampuan struktural Peningkatan Maksud peningkatan adalah penanganan jalan guna memperbaiki pelayanan jalan yang berupa peningkatan struktural dan atau geometriknya agar mencapai tingkat pelayanan yang direncanakan Survai Pendahuluan Adalah survai awal guna mendapatkan informasi yang diperlukan dalam penentuan langkah-langkah selanjutnya, seperti : survai geometrik, struktur, kondisi jalan, pemanfaatan jalan, lalu lintas, dan sebagainya. 2

7 Survai Inventarisasi Jalan. Survai ini dimaksudkan untuk mendapatkan data-data teknis dan non teknis jalan kota. Hasil survai ini dipakai sebagai salah satu data masukan dalam menentukan jenis penanganan yang diperlukan terhadap ruas jalan dan jembatan yang bersangkutan. Penjelasan mengenai cara melakukan survai inventarisasi jalan kota dapat dibaca pada buku petunjuk "Tata Cara Pelaksanaan Survai Inventarisasi Jalan dan Jembatan Kota", No: 016/T/BNKT/ Survai Lalu-lintas Survai ini dimaksudkan untuk mendapatkan data lalu-lintas yang meliputi data volume, komposisi kendaraan, frekuensi kendaraan, dan arah perjalanan. Hasil survai ini dipakai sebagai masukan dalam penyusunan program pembinaan jalan, antara lain dalam hal penetapan geometrik dan tebal perkerasan. Tata cara melakukan survai ini dapat dibaca pada buku "Tata Cara Penghitungan Lalu -lintas Cara Manual", No: 017/T/BNKT/ 1990, yang dikeluarkan oleh Direktorat Pembinaan Jalan Kota Survai Kecepatan Kendaraan Tujuan melakukan survai ini adalah untuk memberikan informasi kecegatan perjalanan kendaraan. Dengan mengetahui kecepatan kendaraan maka dapat diketahui kelancaran pergerakan lalu lintas. Penjelasan mengenai cara melakukan survai kecepatan kendaraan dapat dibaca pada buku "Panduan Survai dan Perhitungan Waktu Perjalanan Lalu-lintas" No: 001/T/BNKT/1990, yang dikeluarkan oleh Direktorat Pembinaan Jalan Kota. 3

8 Data Primer Adalah data yang didapatkan dengan cara melakukan survai langsung di lapangan Data Sekunder Adalah data yang didapatkan dengan tidak melakukan survai lapangan, namun berupa pengumpulan data dari instansi-instansi yang terkait Klasifikasi Fungsi Jalan Berdasarkan fungsinya, sistim jaringan jalan di dalam kota dapat dibedakan atas sistim primer dan sistim sekunder yang masing-masing dikelompokkan menurut peranannya sebagai jalan Arteri, Kolektor dan Lokal. Secara garis besar dapat disebutkan di sini bahwa sistim jaringan primer disusun mengikuti ketentuan pengaturan Tata Ruang dan Struktur Pengembangan Wilayah Tingkat Nasional yang menghubungkan antar kota sesuai dengan hirarkhinya. Sedangkan sistim jaringan sekunder disusun berdasarkan struktur kota yang ada dengan mengikuti ketentuan pengaturan tata ruang kota yang menghubungkan kawasankawasan yang mempunyai fungsi primer dan sekunder sesuai dengan hirarkhinya. Kesemuanya diatur dalam UU Jalan No 13 tahun 1980 dan PP no 26 tahun Sebagai penjabaran dari penjelasan diatas, Direktorat Jenderal Bina Marga cq. Direktorat Pembinaan Jalan Kota telah menerbitkan buku ".Panduan Penentuan Klasifikasi Fungsi Jalan di Wilayah Perkotaan" No 010/T/BNKT/1990 dan Peta Sistim Jaringan Jalan berdasarkan fungsi dan peranannya untuk sebagian besar kota di Indonesia. Dalam peta tersebut pada umumnya telah ditunjukkan semua jalan Arteri dan jalan Kolektor baik Primer maupun Sekunder. Jalan-jalan lokal yang mempunyai arus lalu-lintas cukup besar atau berfungsi khusus mendukung jaringan jalan utama akan diikutsertakan. 4

9 Selanjutnya bila fungsi dan peranan jalan dikaitkan dengan tanggung jawab pembinaan dan pendanaan maka hubungannya dapat dijelaskan pada Tabel 1. Dari seluruh uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa penetapan peta klasifikasi fungsi jalan sangat penting sebagai langkah pertama dalam setiap penyusunan program jalan kota mengingat erat kaitannya dengan penanggung jawab pembinaan dan pendanaan. 5

10 Tabel 1. Fungsi Dan Peranan Jalan Yang Dikaitkan Dengan Penanggung Jawab Pembinaan Dan Pendanaan STATUS JALAN FUNGSI JALAN PERENCANAAN / PENENTUAN SASARAN PELAKSANAAN SUMBER PEMBIAYAAN NASIONAL A.P MENTERI PU MENTERI APBN dan / BLN KP1 MENTERI PU MENTERI APBN dan / BLN PROPINSI KP2 MENTERI PU PEMDA TK I APBD I/IPJP dan atau BLN KP3 MENTERI PU PEMDA TK I APBD I/IPJP dan atau BLN KABUPATEN LP, KP4 MENTERI PU PEMDA TK II APBD II / IPJK (Kab) dan atau BLN AS,KS,LS PEMDA TK 11 PEMDA TK II APBD II / IPJK (Kota) dan atau BLN KOTAMADYA AS,KS,LS PEMDA TK ti PEMDA TK II APBD II / IPJK (Kota) dan atau BLN Catatan : AP = Arteri Primer KP1 = Kolektor Primer yang menghubungkan Ibu Kota Propinsi KP2 = Kolektor Primer yang menghubungkan Ibu Kota Propinsi ke Kota Kabupaten/Kotamadya KP3 = Kolektor Primer yang menghubungkan Kota Kabupaten Kotamadya KP4 = Kolektor Primer diluar KP1-Kp3 AS = Arteri Sekunder KS = Kolektor Sekunder LS = Lokal Sekunder 6

11 II. PERSYARATAN-PERSYARATAN 1. Data-data baik data primer maupun sekunder harus mendekati keadaan yang sebenarnya. 2. Dalam penentuan jenis perkerasan harus memperhatikan sumber material, peralatan dalam pelaksanaan, serta nilai ekonomis dalam arti yang luas. 3. Harga Satuan Pekerjaan yang dipakai harus mengacu kepada Harga Satuan Pekerjaan setempat dan Harga Satuan Pekerjaan dari kontrak terakhir pada proyek di sekitarnya. 7

12 III. KETENTUAN-KETENTUAN 3.1. Konfirmasi Klasifikasi Fungsi Jalan Walaupun pada saat penyusunan peta klasifikasi fungsi jalan telah mempertimbangkan aspek struktur kota menurut fungsinya, namun masih perlu diadakan koordinasi dalam mencari kesepakatan antara Direktorat Pembinaan Jalan Kota dengan Instansi Pemerintah Daerah yang berwenang untuk menyesuaikan peta tersebut dengan keadaan struktur kota yang sebenarnya. Untuk memudahkan, ruas-ruas jalan pada peta tersebut diberi warna sebagai berikut : a. Arteri Primer warna merah b. Arteri Sekunder warna biru c. Kolektor Primer warna kuning d. Kolektor Sekunder warna coklat e. Lokal Sekunder warna hijau Alternative lain dalam penyajian ruas-ruas jalan ini disamping pewarnaan seperti tersebut di atas adalah penggunaan symbol garis yang berbeda agar mudah dibaca bila dilakukan penggandaan dengan mesin photo copy Identifikasi Permasalahan Jalan Kegiatan ini dilakukan dengan cara melaksanakan survai pendahuluan serta diskusi dengan pihak-pihak yang berwenang setempat. Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk mendapatkan suatu daftar nama-nama ruas jalan dengan berbagai permasalahannya yang perlu segera penanganan. Untuk lebih memantapkan jenis penanganan yang dilakukan pada masing-masing ruas jalan, maka perlu dilakukan survai lebih detail. 8

13 3.2.1 Penghitungan Lalu-lintas. Keadaan lalu-lintas pada suatu ruas jalan akan dapat dipergunakan untuk mengevaluasi apakah jalan tersebut masih mampu melayani lalu-lintas. Bila setelah dievaluasi ternyata volume lalu-lintas pada jam sibuk lebih besar daripada kapasitas jalannya maka dapatlah dikatakan pada jalan tersebut timbul kemacetan. Tabel.2. di bawah ini dapat dipergunakan untuk menentukan kapasitas jalan menurut lebar dan jumlah arah dalam Satuan Mobil Penumpang (SMP) per jam. Table 2. kapasitas jalam menurut lebar dan jumlah arah Lebar Perkerasan (m) Kapasitas Jalan (SMP / jam) Satu arah dua arah 3, , , , , Kecepatan Perjalanan Kongesti yang terjadi pada suatu ruas jalan dapat diukur dengan mengetahui kecepatan kendaraan atau waktu perjalanan. Makin buruk kongesti yang terjadi berarti makin lambat kecepatan lalu-lintas. Jika ternyata kecepatan perjalanan kendaraan kurang daripada 50 % kecepatan rencana ruas jalan, maka dapatlah dikatakan pada jalan tersebut mulai timbul kongesti (congestion). 9

14 Penilaian Kondisi Sekarang Penilaian Kondisi Perkerasan Survai kondisi permukaan jalan dilakukan dengan berjalan kaki sepanjang jalan. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan survai adalah sebagai berikut: - Kekasaran Peraukaan (Surface Texture) - Lubang-lubang (Pot Holes) - Tambalan (Patching) - Retak-retak (Cracking) - Alur (Ruting) - Amblas (Depression) Penentuan angka dan nilai untuk masing-masing keadaan dapat dilihat pada Tabel 4. Dengan menjumlahkan nilainilai keseluruhan keadaan maka didapatkan nilai kondisi jalan. Urutan Prioritas dihitung. dengan memakai rumus sebagai berikut : Urutan Prioritas = 17 - (Kelas LHR + Nilai-Kondisi Jalan) Kelas LHR = Kelas.lalu-lintas untuk pekerjaan Pemeliharaan (lihat Tabel 3.) Nilai Kondisi Jalan = Nilai yang diberikan terhadap kondisi jalan (lihat Tabel 4.) Urutan Prioritas 0-3 Jalan-jalan yang terletak pada urutan prioritas ini dimasukkan ke dalam program peningkatan. 10

15 Tabel 3. KELAS LALU-LINTAS UNTUK PEKERJAAN PEMELIHARAAN KELAS LALU - LINTAS L H R 0 < >

16 Tabel 4 NILAI KONDISI JALAN Penilaian Kondisi Angka Nilai Retak-retak Tipe Angka E. Buaya 5 D. Acak 4 C. Melintang 3 B. Memanjang 1 A. Tidak Ada 1 Lebar Angka D. > 2 mm 3 C. 1-2 mm 2 B. < 1 mm 1 A. Tidak Ada 0 Jumlah Kerusakan Luas Angka D. > 30 % 3 C.10-30% 2 B.<10% 1 A

17 Alur Kedalaman Angka E. > 20 mm 7 D mm 5 C mm 3 B. 0 5 mm 1 A.. Tidak Ada 0 Tambalan dan Lubang Luas Angka D. > 30 % 3 C % 2 B % 1 A.< 10% 0 Kekasaran Permukaan Angka E. Desintegration 4 D. Pelepasan Butir 3 C. Rough (Hungry) 2 B. Fatty 1 A. Close Texture 0 Amblas Angka D. > 5 /100 m 4 C. 2 5 / 100 m 2 B. 0 2 / 100 m 1 A. Tidak Ada 0 13

18 Urutan Prioritas 4-6 Jalan-jalan yang berada pada urutan prioritas ini dimasukkan ke dalam program Pemeliharaan Berkala. Urutan Prioritas 7 Jalan-jalan yang berada pada urutan prioritas ini dimasukkan ke dalam program Pemeliharaan Rutin Penilaian Kondisi Drainase Hal-hal yang perlu diperhatikan pada saat survai kondisi drainase adalah sebagai berikut: - Saluran Samping : Ada/Tidak ada, Tersumbat/Tidak tersumbat, Teratur/Tidak teratur, Memadai/Tidak memadai. - Sambungan : Ada/Tidak ada, Tersumbat/Tidak tersumbat. - Jalur Pejalan Kaki : Ada/Tidak ada, Rata/Tidak rata, Rusak/ Baik. - Bahu : Terlalu tinggi/sama tinggi/terlalu rendah, Miring/ Tidak rata, Diperkeras/Tidak diperkeras. - Tepian/Kereb : Ada/Tidak ada, Rusak/Baik. Masing-masing kondisi mempunyai nilai. (Lihat Tabel 5) Penilaian > 15 Perlu dilakukan peningkatan terhadap sistim drainase. 14

19 Tabel 5 NILAI KONDISI SISTEM DRAINASE Saluran Samping A n g k a Ada 0 Tidak Ada 7 Tersumbat 2 Tidak Tersumbat 0 Teratur 0 Tidak Teratur 2 Memadai 0 Tidak Memadai 3 Penghubung A n g k a Ada 0 Tidak Ada 3 Tersumbat 2 Tidak Tersumbat 0 Bahu A n g k a Terlalu Tinggi 2 Sama Tinggi 0 Terlalu Rendah 2 Miring 0 Tidak Rata 2 Diperkeras 0 Tidak Diperkeras 1 Jalur Pejalan Kaki Point Ada 0 Tidak Ada 3 Rata 0 Tidak Rata 1 Rusak 2 Baik 0 Tepian / Kereb A n g k a Ada 0 Tidak Ada 1 Rusak 2 Baik 0 15

20 Penilaian Perlu dilakukan perbaikan-perbaikan yang berarti pada komponen sistim drainase dengan memasukkan ke dalam program pemeliharaan berkala. Penilaian < 10 Disini hanya diperlukan pemeliharaan rutin terhadap komponenkomponen drainase guna menjaga kelancaran sistim drainase Pemanfaatan Pada prinsipnya jalan harus dimanfaatkan secara benar sesuai dengan peruntukannya. Namun ada beberapa pemanfaatan yang mengganggu peranan jalan, antara lain: - berjualan di trotoar dan di perkerasan - bongkar muat barang atau menurun/naikkan penumpang di sembarang tempat - parkir kendaraan pribadi/angkutah tidak pada tempatnya - pemberhentian angkutan umum di luar daerah yang di tentukan - tidak memadainya jalan ke luar/masuk dari tempat parkir atau terminal 3.3. Skala Prioritas Setelah mempunyai data tingkat kemacetan yang diakibatkan oleh berkurangnya pelayanan jalan baik disebabkan oleh pemanfaatan jalan yang tidak benar, geometriknya sudah tidak memenuhi lagi, ataupun struktur perkerasannya yang sudah rusak, maka selanjutnya diadakan skala prioritas terhadap ruasruas jalan yang perlu ditangani, menimbang keterbatasan dana guna pemeliharaan jalan. Pada dasarnya pemanfaatan jalan yang tidak benar harus ditertibkan terlehih dahuln, diil<uti oleh pembenahan perkerasan 16

21 jalan dan bila biaya memungkinkan dilakukan pembenahan geometrik. Tentu saja hal-hal tersebut di atas tidak terlepas dari kebijaksanaan Pemerintah Daerah setempat. Teknik penentuan prioritas dapat dilakukan bermacam-macam, antar lain dengan sistim pembobotan Jenis Penanganan Jenis Perkerasan. Seperti diketahui ruas-ruas jalan di perkotaan dapat menggunakan perkerasan lentur maupun perkerasan kaku. Susunan yang biasa dipergunakan untuk kedua jenis perkerasan tersebut dapat dilihat pada gambar berikut ini. Perkerasan Lentur Perkerasan kaku Jenis material yang dapat digunakan untuk lapis-lapis perkerasan lentur antara lain : - Lapis Pondasi Bawah, dapat berupa Tanah yang distabilisasi (semen, kapur, aspal, dan bahan kimia), Lapis Pondasi Bawah Agregat, dan Lapis Pondasi Bawah Agregat Beraspal (Laston bawah /ATSB) - Lapis Pondasi Atas, dapat berupa Lapis Pondasi Atas Agregat (gradasi rapat), Lapis Pondasi Atas Beraspal (Laston Atas/ATB). 17

22 - Lapis Permukaan struktural dapat berupa Lapis Aspal Beton (LASTON) dan Lapis Penetrasi (LAPEN). - Lapis permukaan non struktural, dapat berupa Pelaburan Aspal (BURAS) Labur Aspal Satu Lapis (BURTU), Lapis Aspal Dua Lapis (BURDA), Lapis Tipis Aspal Beton (Lataston/HRS), Latasir. Lapisan-lapisan yang digunakan untuk perkerasan kaku antara lain : - Lapis antara tanah dasar dan lapis permukaan digunakan Lapis Pondasi Bawah Agregat dengan Pengikat Semen(CTSB). - Lapis Permukaan yang berupa Slab Beton Semen Penentuan Tebal Perkerasan Secara praktis dalam menentukan tebal pelapisan ulang (overlay) dari perkerasan jalan yang ada atau tebal perkerasan pada daerah pelebaran hanya meninjau lalulintas harian rata-rata dan jenis perkerasan lama. Data jenis dan tebal perkerasan yang ada dapat ditanyakan pada PU setempat atau dengan melakukan test pit. Tabel 6 dipakai guna mencari tebal perkerasan yang dipergunakan untuk program pemeliharaan dan peningkatan, yang tergantung kepada besarnya LHR dan jenis konstruksi lama. Apabila diperlukan peningkatan geometrik jalan, tebal konstruksi perkerasan di daerah pelebaran dapat diperkirakan dari Tabel 7. 18

23 Tabel 6. Perkiraan Tebal Perkerasan untuk Program Pemeliharaan dan Program Peningkatan Jalan Perkotaan JENIS PROGRAM BERKALA Jenis Konstruksi Jalan Lama Perkiraan Lalu Lintas Harian Rata-rata (LHR) < PEMELIHARAAN Tanah/Kerikil 10 cm Kerikil RUTIN Penambalan Penambalan Penambalan Penambalan Pen. Makadam dengan Cold dengan Cold dengan Cold dengan Cold Mix Mix Mix Mix Penambalan Penambalan Penambalan Aspal Beton - dengan Cold dengan Cold dengan Cold Mix Mix Mix PEMELIHARAN Tanah/Kerikil 15 cm Kerikil BERKALA Lapen, Burtu, Lapen,Burtu Burda atau Burda atau Pen. Makadam Burda, atau Burda, atau lataston *) Lataston *) Lataston *) Lataston *) Aspal Beton Burtu,Burda, Burtu,Burda, Burda atau Burda atau atau lataston atau Lataston *) Lataston *) *) 19

24 JENIS PROGRAM BERKALA Jenis Konstruksi Jalan Lama Perkiraan Lalu Lintas Harian Rata-rata (LHR) < PENINGKATAN Tanah/Kerikil 5-7 Cm Lapen 7 Cm Lapen - - (Umum Rencana 3 Cm Lataston 4 Cm Laston 10 tahun ) Pen. Makadam 5 Cm Lapen 5 Cm Lapen Cm Laston Atas 6 Cm Laston Atas + - Laston Atas Perata **) Laston Atas Perata **) 3 Cm Lataston 4 Cm Laston Cm Laston Atas 6 Cm Laston Atas Aspal Beton 3 Cm Lataston 3 Cm Lataston + + Laston Atas Perata **) Laston Atas Perata **) Catatan : *) Tebal Lataston (HRS) adalah 3Cm **) Tebal Laston atas Perata (ATBL) sesuai kebutuhan, minimal 3 Cm 20

25 Tabel 7. Perkiraan Tebal Perkerasan di Daerah Pelebaran Jenis Perkiraan Lalu-lintas Harian Rata-rata (LHR) Perkerasan Jalan Lama < >3000 Tanah/Kerikil 20 Cm Kerikil *) 20 Cm Kerikil *) Cm 5 Cm 3 Cm Lataston 4 Cm Laston Pen. Makadam 15 Cm Batu Pecah 20 Cm Batu Pecah 4 Cm Laston Atas 6 Cm Laston Atas Cm Batu Pecah 20 Cm Batu Pecah 4 Cm Lataston 4 Cm Lataston 3 Cm Lataston 4 Cm Laston Aspal Beton 15 Cm Batu Pecah 15 Cm Batu Pecah 4 Cm Laston Atas 6 Cm Laston Atas Cm Batu Pecah 20 Cm Batu Pecah Catatan : *) kerikil yang dipergunakan adalah agregat Base Clas C Perkiraan Biaya Dana yang disediakan biasanya ditentukan sebagian oleh Pemerintah Pusat dan sebagian lagi berdasarkan kebutuhan masing-masing Kota Madya. Estimasi biaya yang diberikan oleh Pemerintah Pusat tidak diterima secara kaku, karena selama periode program dapat disesuaikan guna mencerminkan kebijaksanaan Nasional. Maksud daripada perhitungan biaya konstruksi. ini adalah untuk mengetahui dana yang harus dikeluarkan dalam rangka penyusunan program pemeliharaan jalan di masing-masing kota. Berdasarkan penentuan jenis pemeliharaan yang telah ditentukan, maka dapat dihitung volume pekerjaan konstruksi. Dengan mengalikan volume pekerjaan dengan Harga Satuan Pekerjaan maka didapat biaya konstruksi. Disamping biaya fisik, biaya lain yang harus diperhitungkan adalah biaya perencanaan teknis (bila masih diperlukan) dan biaya 21

26 supervisi, biaya administrasi proyek. Keseluruhan biaya tersebut akan menjadi kebutuhan Rencana Anggaran Biaya proyek. Sampai dengan tahap kegiatan ini, telah didapat suatu daftar ruas-ruas jalan yang perlu ditangani, jenis pemeliharaan, serta biayanya. 22

27 IV. PENYUSUNAN PROGRAM 4.1. Konfirmasi Klasifikasi Fungsi Jalan Lakukanlah konfirmasi klasifikasi fungsi jalan antara Direktorat Pembinaan Jalan Kota dengan instansi setempat yang terkait guna mendapatkan fungsi jalan yang telah disepakati Identifikasi Permasalahan Jalan. Lakukanlah identifikasi permasalahan yang ada pada ruas jalan, dengan melakukan survai pendahuluan guna mengetahui permasalahan jalan ada dalam suatu kota, ditinjau dari kondisi struktur, geometrik jalan/jembatan/persimpangan, pemanfaatan jalan, dan sebagainya. Buatlah daftar ruas-ruas jalan yang perlu pemeliharaan 4.3. Survai Detail Lakukanlah survai yang lebih detai, antara lain : inventarisasi jalan, penghitungan lalu-lintas, kecepatan perjalanan, kondisi jalan untuk mengetahui pelayanan jalan Skala Prioritas. Lakukanlah analiga terhadap data-data tersebut di atas berdasarkan urutan.terhadap pemanfaatan jalan, perkerasan dan geometrik jalan. Kemudian buatlah urutan prioritas jalan-jalan yang perlu segera ditangani dalam suatu kota sesuai urutan di atas. 23

28 4.5. Penentuan Tebal Perkerasan - Tentukan tebal perkerasan baik untuk pelapisan ulang atau untuk pelebaran jalan dengan menggunakan Tabel 6 dan Tabel 7. - Program penanganan disesuaikan dengan hasil penilaian kondisi perkerasan. - Pelebaran terhadap perkerasan terlebih dahulu harus sesuai dengan kebutuhan dan dilihat ketersediaan lahan gunanya Perkiraan Biaya - Hitung volume pekerjaan untuk masing-masing item pekerjaan berdasarkan gambar teknis. - Cari Harga Satuan Pekerjaan dengan mengacu kepada Harga Satuan Pekerjaan setempat atau Harga Satuan Pekerjaan dari kontrak terakhir proyek di sekitarnya. - Kalikan Harga Satuan Pekerjaan dengan volume pekerjaan untuk mendapatkan biaya konstruksi. - Untuk menghitung dana yang diperlukan maka tambahkanlah biaya perencanaan teknis (dalam hal masih diperlukan), biaya supervisi, dan biaya administrasi proyek kedalam biaya konstruksi. - Bila dana proyek bersumber dari APBN maka nilai proyek yang ada dikalikan faktor 1,1.(untuk memasukkan nilai PPN 10 %) 3.7. Jadwal Penanganan Susunlah jadwal penanganan sesuai dengan rangking prioritas jalan- jalan yang perlu ditangani. Mapro-Dd 24

29 LAMPIRAN LAMPIRAN

30 OPERASI DAN PEMELIHARAAN JALAN KOTA NO PRASARANA YANG DIPELIHARA KEGIATAN OPERASI (O) KEGIATAN PEMELIHARAAN (M) PEMELIHARAAN RUTIN 1 Permukaan Perkerasan (Flexible Pavement) 1.1. Menjaga tingkat pelayanan jalan a. Penambalan (Level of Service) b. Sealing c. Painting/polaburan d. Pelapisan permukaan secara terbatas (Surface dressing) 2 Sistim Drainasi 2.1. Melancarkan aliran air permukaan a. Membersihkan saluran tepi dan mencegah terjadinya genangan b. Pembentukan dan perataan bahu jalan c. Pembersihan Trotoar, d. Pembersihan gorong-gorong 3 Kelengkapan jalan (Road Furniture) 3.1. Menuntun Kelancaran lalu-lintas a. Pembersihan dan perbaikan ringan di jalan pada lampu-lampu tanda-tanda lalu lintas, marka, pagar, lampu pengatur lalu-lintas 4 Jembatan 4.1. Menjaga tingkat pelayanan Jembatan a. Perbaikan dan pengecetan unsur logam, dalam arti aman dan lancar bagi b. Perbaikan ringan pada dick & sandaran lalu-lintas c. Memberihkan tumbuh-tumbuhan dari pangkal Jembatan, pilar dsb 5 Lain-lain 5.1. Menjaga keleluasaan jarak pandang a. Pemotongan rerumputan dan semak-semak lalu-lintas pada sisi jalan. b. Pemotongan pohon-pohon yang mengganggu lalu-lintas. c. Penurapan 25

31 OPERASI DAN PEMELIHARAAN JALAN KOTA NO PRASARANA YANG DIPELIHARA KEGIATAN OPERASI (O) KEGIATAN PEMELIHARAAN (M) 1 Perkerasan jalan 1.1. Hotmix, HRS, Sand Sheet, Aspal Beton a. Penambalan 1.2.Penetrasi b. Sealing 1.3.Laburan Aspal (Surface Dressing) Pemeliharaan routine dan berkala c. Surface Dressing 1.4.Butas d. Overlay 1.5.Beton semen 1.6.Blok Terkunci 1.7. Tanah Stabilisasi a. Mencegah genangan air 1.8. Kerikil b. Pemadatan c. Pembentukan / grading 2 Bahu Jalan 2. Grading, Compactig, Sealing 3 Kereb Pemeliharaan Rutine dan Berkala 3. Perbaikan ringan, penggantian 4 Median 4. Perbaikan ringan, penggantian 5 Trotoar (side walks) 5. Perbaikan ringan, penggantian 6 Jembatan 6. Pengecetan dan Perbaikan 7 Oprit Jembatan (approach Road) 7. Pengecetan dan Perbaikan 8 Jembatan Penyebrangan 8. Lining & unlined 9 Drainasi Jalan 9. Penurapan, Perbaikan 10 Tembok Penahan Tanah Pemeliharaan Rutine dan Berkala 10. Grading, penurapan, perbaikan (Retaining Wall) 11 Talud Samping (side Slopes) 26

32 Skema Kegiatan Dan Hasil Yang Dicapai Dalam Penyusunan Program Penanganan Jalan Kota KEGIATAN Konfirmasi fungsi jalan Identifikasi Permasalahan Yang ada Jenis Penanganan Skala Prioritas Perkiraan Biaya HASIL YANG DICAPAI Peta Klasifikasi Fungsi Jalan Daftar Ruas ruas Beserta Permasalahannya Macam dan Jenis Perkerasan Daftar Ruas ruas Yang Perlu Ditangani Jadwal Penanganan Daftar Volume,Harga Satuan Pekerjaan,Total Biaya Daftar Ruas dengan Rangking Prioritas 27

33 DAFTAR NAMA - NAMA PEMRAKARSA DAN TIM PEMBAHAS P E M R A K A R S A DIREKTORAT PEMBINAAN JALAN KOTA K O S E P T O R NO N A M A Ir. Bernaldy., CES Ir. Danis Hidayat Sumadilaga,.MEngSc T I M P E M B A H A S NO. NAMA 1. Ir. Hartom., MSc 2. Ir. Bernaldy., CES 3. Ir. Palgunadi., MEngSc 4. Ir. Trihardjo 5. Ir. Atiek Soeparyati 6. Besar Sudharmono,.BSc 7. Ir. Budi Harimawan 8. Ir. Heru Budi Santoso,.CES 9. Ir. Minton.P 10. Ir. Danis Hidayat Sumadilaga,.MEngSc 28

34 DAFTAR BUKU STANDAR DIREKTORAT PEMBINAAN JALAN KOTA NO. JUDUL BUKU NO.REGISTRASI 1. Produk Standar Untuk Jalan Perkotaan Februari Standar Perencanaan Geometrik Untuk Jalan Perkotaan 3. Standar Specification For Geometric Design Of Urban Roads 4. Peta Klasifikasi Fungsi Jalan Seluruh Indonesia (Tentative) 5. Panduan Survai dan Perhitungan Waktu Perjalanan Lalu-lintas Januari 1988 January 1988 Desember /T/BNKT/ Panduan Surval Wawancara Rumah 02T/BNKT/ Petunjuk Perambuan Sementara 03/T/BNKT/1990 Selama Pelaksanaan Pekerjaan 8. Petunjuk Tertib Pemanfaatan Jalan 04/T/BNKT/ Petunjuk Pelaksanaan Pemasangan 05/T/BNKT/1990 Utilitas 10. Petunjuk Pelaksanaan Pelapisan 06/T/BNKT/1990 Ulang Jalan Pada Daerah Kereb Perkerasaan dan Sambungan 11. Petunjuk Perencanaan Trotoar 07/T/BNKT/ Petunjuk Desain Drainase Permukaan 08/T/BNKT/1990 Jalan 13. Petunjuk Pelaksanaan Perkerasan 09/T/BNKT/1990 Kaku (Beton Semen) 14. Panduan Penentuan Kiasifikasi 10/T/BNKT/1990 Fungsi Jalan di Wilayah Perkotaan 15. Standar Spesifikasi Kereb 11/S/BNKT/ Petunjuk Perencanaan MarkaJalan 12/S/BNKT/ Petunjuk Lokasi dan Standar Spesifikasi Bangunan Pengaman Tepi Jalan 13/S/BNKT/

35 NO. JUDUL BUKU NO.REGISTRASI 18. Tata Cara Perencanaan Pemisah 014/T/BNKT/ Tata Cara Perencanaan Pemberhentian Bus 20. Tata Cara Pelaksananan Survai Inventarisasi Jalan Dan Jembatan Kota 21. Tata Cara Peleksanaan Surval Penghitungan Lalu-Ilntas Cara Manual 22. Tata Cara Penyusunan Program Pemeliharaan Jalan Kota 015/T/BNKT /T/BNKT/ /T/BNKT/ /T/BNKT/

36 FORMULIR SURVAI KONDISI JALAN 31

37 32

38 33

39 34

40 35

41 36

42 37

43 38

44 39

45 40

46 41

47 42

48 43

49 44

50 45

51 46

52 47

TATA CARA PERENCANAAN PENGHENTIAN BUS NO. 015/T/BNKT/1990

TATA CARA PERENCANAAN PENGHENTIAN BUS NO. 015/T/BNKT/1990 TATA CARA PERENCANAAN PENGHENTIAN BUS NO. 015/T/BNKT/1990 DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA DIREKTORAT PEMBINAAN JALAN KOTA P R A K A T A Dalam rangka mewujudkan peranan penting jalan dalam mendorong perkembangan

Lebih terperinci

TATA CARA PERENCANAAN PEMISAH NO. 014/T/BNKT/1990

TATA CARA PERENCANAAN PEMISAH NO. 014/T/BNKT/1990 TATA CARA PERENCANAAN PEMISAH NO. 014/T/BNKT/1990 DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA DIREKTORAT PEMBINAAN JALAN KOTA P R A K A T A Dalam rangka mewujudkan peranan penting jalan dalam mendorong perkembangan

Lebih terperinci

PETUNJUK PELAKSANAAN PELAPISAN ULANG JALAN PADA DAERAH KEREB PERKERAS DAN SAMBUNGAN NO. 006/T/BNKT/1990

PETUNJUK PELAKSANAAN PELAPISAN ULANG JALAN PADA DAERAH KEREB PERKERAS DAN SAMBUNGAN NO. 006/T/BNKT/1990 PETUNJUK PELAKSANAAN PELAPISAN ULANG JALAN PADA DAERAH KEREB PERKERAS DAN SAMBUNGAN NO. 006/T/BNKT/1990 DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA DIREKTORAT PEMBINAAN JALAN KOTA PRAKATA Dalam rangka mewujudkan peranan

Lebih terperinci

PENENTUAN KONDISI PERKERASAN JALAN ABSTRAK

PENENTUAN KONDISI PERKERASAN JALAN ABSTRAK PENENTUAN KONDISI PERKERASAN JALAN Nama : Elvira Christine Siregar NRP : 0621039 Pembimbing : Dr. Budi Hartanto Ir.,M.Sc ABSTRAK Kegiatan pemeliharaan jalan diperlukan untuk mempertahankan agar kondisi

Lebih terperinci

Perencanaan Geometrik & Perkerasan Jalan PENDAHULUAN

Perencanaan Geometrik & Perkerasan Jalan PENDAHULUAN PENDAHULUAN Angkutan jalan merupakan salah satu jenis angkutan, sehingga jaringan jalan semestinya ditinjau sebagai bagian dari sistem angkutan/transportasi secara keseluruhan. Moda jalan merupakan jenis

Lebih terperinci

TATA CARA PELAKSANAAN SURVAI INVENTARISASI JALAN DAN JEMBATAN KOTA NO. 017/T/BNKT/1990

TATA CARA PELAKSANAAN SURVAI INVENTARISASI JALAN DAN JEMBATAN KOTA NO. 017/T/BNKT/1990 TATA CARA PELAKSANAAN SURVAI INVENTARISASI JALAN DAN JEMBATAN KOTA NO. 017/T/BNKT/1990 DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA DIREKTORAT PEMBINAAN JALAN KOTA P R A K A T A Dalam rangka mewujudkan peranan penting

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. Pada metode Bina Marga (BM) ini jenis kerusakan yang perlu diperhatikan

BAB III LANDASAN TEORI. Pada metode Bina Marga (BM) ini jenis kerusakan yang perlu diperhatikan BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Metode Bina Marga Pada metode Bina Marga (BM) ini jenis kerusakan yang perlu diperhatikan saat melakukan survei visual adalah kekasaran permukaan, lubang, tambalan, retak, alur,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengelompokan Jalan Menurut Undang Undang No. 38 Tahun 2004 tentang jalan, ditinjau dari peruntukannya jalan dibedakan menjadi : a. Jalan khusus b. Jalan Umum 2.1.1. Jalan

Lebih terperinci

PETUNJUK TERTIB PEMANFAATAN JALAN NO. 004/T/BNKT/1990

PETUNJUK TERTIB PEMANFAATAN JALAN NO. 004/T/BNKT/1990 PETUNJUK TERTIB PEMANFAATAN JALAN NO. 004/T/BNKT/1990 DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA DIREKTORAT PEMBINAAN JALAN KOTA PRAKATA Dalam rangka mewujudkan peranan penting jalan dalam mendorong perkembangan kehidupan

Lebih terperinci

PENILAIAN KONDISI PERKERASAN PADA JALAN S.M. AMIN KOTA PEKANBARU DENGAN PERBANDINGAN METODE BINA MARGA DAN METODE PAVEMENT CONDITION INDEX (PCI)

PENILAIAN KONDISI PERKERASAN PADA JALAN S.M. AMIN KOTA PEKANBARU DENGAN PERBANDINGAN METODE BINA MARGA DAN METODE PAVEMENT CONDITION INDEX (PCI) PENILAIAN KONDISI PERKERASAN PADA JALAN S.M. AMIN KOTA PEKANBARU DENGAN PERBANDINGAN METODE BINA MARGA DAN METODE PAVEMENT CONDITION INDEX (PCI) Fitra Ramdhani Dosen Program Studi S1 Teknik Sipil, Fakultas

Lebih terperinci

PENENTUAN JENIS PEMELIHARAAN JALAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE BINA MARGA (STUDI KASUS: KECAMATAN JABUNG, KABUPATEN MALANG) Dian Agung 1 Saputro

PENENTUAN JENIS PEMELIHARAAN JALAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE BINA MARGA (STUDI KASUS: KECAMATAN JABUNG, KABUPATEN MALANG) Dian Agung 1 Saputro PENENTUAN JENIS PEMELIHARAAN JALAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE BINA MARGA (STUDI KASUS: KECAMATAN JABUNG, KABUPATEN MALANG) Dian Agung 1 Saputro Abstrak: Kerusakan jalan dapat dibedakan menjadi dua bagian,

Lebih terperinci

PANDUAN PENENTUAN KLASIFIKASI FUNGSI JALAN DI WILAYAH PERKOTAAN

PANDUAN PENENTUAN KLASIFIKASI FUNGSI JALAN DI WILAYAH PERKOTAAN PANDUAN PENENTUAN KLASIFIKASI FUNGSI JALAN DI WILAYAH PERKOTAAN NO. 010/T/BNKT/1990 DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA DIREKTORAT PEMBINAAN JALAN KOTA PRAKATA Dalam rangka mewujudkan peranan penting jalan

Lebih terperinci

PEDOMAN. Perencanaan Median Jalan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Konstruksi dan Bangunan. Pd. T B

PEDOMAN. Perencanaan Median Jalan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Konstruksi dan Bangunan. Pd. T B PEDOMAN Konstruksi dan Bangunan Pd. T-17-2004-B Perencanaan Median Jalan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH Daftar isi Daftar isi Daftar tabel. Daftar gambar Prakata. Pendahuluan. i ii ii iii

Lebih terperinci

PEDOMAN. Perencanaan Separator Jalan. Konstruksi dan Bangunan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Pd. T B

PEDOMAN. Perencanaan Separator Jalan. Konstruksi dan Bangunan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Pd. T B PEDOMAN Konstruksi dan Bangunan Pd. T-15-2004-B Perencanaan Separator Jalan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH Daftar isi Daftar isi Daftar tabel. Daftar gambar Prakata. Pendahuluan. i ii ii iii

Lebih terperinci

TATA CARA PERENCANAAN FASILITAS PEJALAN KAKI DI KAWASAN PERKOTAAN

TATA CARA PERENCANAAN FASILITAS PEJALAN KAKI DI KAWASAN PERKOTAAN J A L A N NO.: 011/T/Bt/1995 TATA CARA PERENCANAAN FASILITAS PEJALAN KAKI DI KAWASAN PERKOTAAN DER P A R T E M EN PEKERJAAN UMUM DIRE KTORAT JENDERAL BINA MARGA D I R E K T O R A T B I N A T E K N I K

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Setelah melakukan analisis dan pengamatan serta perhitungan berdasarkan data yang diperoleh di ruas jalan Perintis Kemerdekaan Klaten maka dapat disimpulkan

Lebih terperinci

Perancangan Detail Peningkatan Ruas Jalan Cihampelas Kota Bandung Provinsi Jawa Barat BAB I PENDAHULUAN

Perancangan Detail Peningkatan Ruas Jalan Cihampelas Kota Bandung Provinsi Jawa Barat BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 UMUM Jalan sebagai bagian sistem transportasi nasional mempunyai peranan penting terutama dalam mendukung bidang ekonomi, sosial dan budaya serta lingkungan dan dikembangkan melalui

Lebih terperinci

DIVISI 4 PELEBARAN PERKERASAN DAN BAHU JALAN SEKSI 4.1 PELEBARAN PERKERASAN UMUM PERSYARATAN

DIVISI 4 PELEBARAN PERKERASAN DAN BAHU JALAN SEKSI 4.1 PELEBARAN PERKERASAN UMUM PERSYARATAN 4.1.1 UMUM DIVISI 4 PELEBARAN PERKERASAN DAN BAHU JALAN SEKSI 4.1 PELEBARAN PERKERASAN 1) Uraian a) Yang dimaksud dengan Pelebaran Perkerasan adalah pekerjaan menambah lebar perkerasan pada jalan lama

Lebih terperinci

Margareth Evelyn Bolla *)

Margareth Evelyn Bolla *) PERBANDINGAN METODE BINA MARGA DAN METODE PCI (PAVEMENT CONDITION INDEX) DALAM PENILAIAN KONDISI PERKERASAN JALAN (STUDI KASUS RUAS JALAN KALIURANG, KOTA MALANG) Margareth Evelyn Bolla *) ABSTRAK Penilaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Perkembangan Teknologi Jalan Raya

BAB I PENDAHULUAN Perkembangan Teknologi Jalan Raya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Perkembangan Teknologi Jalan Raya Sejarah perkembangan jalan dimulai dengan sejarah manusia itu sendiri yang selalu berhasrat untuk mencari kebutuhan hidup dan berkomunikasi dengan

Lebih terperinci

D4 JURUSAN TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG BAB I PENDAHULUAN

D4 JURUSAN TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkerasan jalan merupakan bagian dari jalur lalu lintas, yang bila kita perhatikan secara struktural pada penampang melintang jalan, merupakan penampang struktur dalam

Lebih terperinci

Analisa Kerusakan Jalan di Desa Sambirata Kecamatan Pengandonan Kabupaten Ogan Komering Ulu

Analisa Kerusakan Jalan di Desa Sambirata Kecamatan Pengandonan Kabupaten Ogan Komering Ulu Teknika; Vol:, No:, Maret ISSN: 87 9 Analisa Kerusakan Jalan di Desa Sambirata Kecamatan Pengandonan Kabupaten Ogan Komering Ulu Oleh: Azwar Abstract The road has perananan important role in economic,

Lebih terperinci

PEDOMAN. Perencanaan Trotoar. Konstruksi dan Bangunan DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN 1-27

PEDOMAN. Perencanaan Trotoar. Konstruksi dan Bangunan DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN 1-27 PEDOMAN Konstruksi dan Bangunan Perencanaan Trotoar DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN JALAN DAN JEMBATAN 1-27 Daftar Isi Daftar Isi Daftar Tabel

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jalan Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bagian pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas yang berada

Lebih terperinci

BAB II KOMPONEN PENAMPANG MELINTANG

BAB II KOMPONEN PENAMPANG MELINTANG BAB II KOMPONEN PENAMPANG MELINTANG Memperhatikan penampang melintang jalan sebagaimana Bab I (gambar 1.6 dan gambar 1.7), maka akan tampak bagian-bagian jalan yang lazim disebut sebagai komponen penampang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Berdasarkan pada penelitian penulis yang berjudul Perbandingan Tebal Perkerasan Lentur Metode Manual Desain Perkerasan 2013 dengan Metode AASHTO 1993 (Studi Kasus: Jalur JLS Ruas

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci: Kerusakan Jalan, bangunan pelengkap, fasilitas pendukung.

ABSTRAK. Kata Kunci: Kerusakan Jalan, bangunan pelengkap, fasilitas pendukung. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN PADA KONTRUKSI JALAN, BANGUNAN PELENGKAP DAN FASILITAS PENDUKUNG JALAN STUDI KASUS JALAN DURI- PEKANBARU KM 30-31 KECAMATAN MINAS KABUPATEN SIAK Fitridawati Soehardi; Fadrizal

Lebih terperinci

STUDI PENANGANAN JALAN RUAS BUNDER LEGUNDI AKIBAT PEKEMBANGAN LALU - LINTAS

STUDI PENANGANAN JALAN RUAS BUNDER LEGUNDI AKIBAT PEKEMBANGAN LALU - LINTAS Program Studi MMTITS, Surabaya 3 Pebruari 2007 STUDI PENANGANAN JALAN RUAS BUNDER LEGUNDI AKIBAT PEKEMBANGAN LALU LINTAS Hery Wiriantoro Program Studi Magister Manajemen Teknologi Institut Teknologi Sepuluh

Lebih terperinci

D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG BAB V PENUTUP

D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG BAB V PENUTUP BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil dari analisa pengamatan di lapangan, studi referensi, perhitungan dan juga hasil evaluasi mengenai KINERJA RUAS JALAN RAYA CIBIRU JALAN RAYA CINUNUK PADA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Perencanaan dan perancangan secara umum adalah kegiatan awal dari rangkaian fungsi manajemen. Inti dari sebuah perencanaan dan perancangan adalah penyatuan pandangan

Lebih terperinci

TINJAUAN KERUSAKAN JALAN PROVINSI PADA RUAS NANGA PINOH SOKAN KABUPATEN MELAWI

TINJAUAN KERUSAKAN JALAN PROVINSI PADA RUAS NANGA PINOH SOKAN KABUPATEN MELAWI TINJAUAN KERUSAKAN JALAN PROVINSI PADA RUAS NANGA PINOH SOKAN KABUPATEN MELAWI Abstrak Elsa Tri Mukti 1) Jaringan jalan dapat meningkatkan tingkat efektifitas dan efisiensi produksi serta kualitas interaksi

Lebih terperinci

STUDI PERBANDINGAN BIAYA PERKERASAN KAKU DAN PERKERASAN LENTUR METODE ANNUAL WORTH. Retna Hapsari Kartadipura 1)

STUDI PERBANDINGAN BIAYA PERKERASAN KAKU DAN PERKERASAN LENTUR METODE ANNUAL WORTH. Retna Hapsari Kartadipura 1) 54 INFO TEKNIK, Volume 12 No. 2, Desember 2011 STUDI PERBANDINGAN BIAYA PERKERASAN KAKU DAN PERKERASAN LENTUR METODE ANNUAL WORTH Retna Hapsari Kartadipura 1) Abstrak Kerusakan jalan sering terjadi karena

Lebih terperinci

Persyaratan Teknis jalan

Persyaratan Teknis jalan Persyaratan Teknis jalan Persyaratan Teknis jalan adalah: ketentuan teknis yang harus dipenuhi oleh suatu ruas jalan agar jalan dapat berfungsi secara optimal memenuhi standar pelayanan minimal jalan dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. SEJARAH PERKEMBANGAN JALAN RAYA

I. PENDAHULUAN A. SEJARAH PERKEMBANGAN JALAN RAYA I. PENDAHULUAN A. SEJARAH PERKEMBANGAN JALAN RAYA Awal mulanya jalan hanya berupa jejak manusia dalam menjalani kehidupannya dan berinteraksi dengan manusia lain (jalan setapak). Baru setelah manusia menggunakan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Jalan memiliki syarat umum yaitu dari segi konstruksi harus kuat, awet dan kedap. Supardi 1)

1. PENDAHULUAN. Jalan memiliki syarat umum yaitu dari segi konstruksi harus kuat, awet dan kedap. Supardi 1) EVALUASI KERUSAKAN JALAN PADA PERKERASAN RIGID DENGAN MENGGUNAKAN METODE BINA MARGA (STUDI KASUS RUAS JALAN SEI DURIAN RASAU JAYA km 21 + 700 S.D. km 24 + 700) Supardi 1) Abstrak Jalan Sei Durian Rasau

Lebih terperinci

DIVISI 4 PELEBARAN PERKERASAN DAN BAHU JALAN SEKSI 4.1 PELEBARAN PERKERASAN

DIVISI 4 PELEBARAN PERKERASAN DAN BAHU JALAN SEKSI 4.1 PELEBARAN PERKERASAN DIVISI 4 PELEBARAN PERKERASAN DAN BAHU JALAN SEKSI 4.1 PELEBARAN PERKERASAN 4.1.1 UMUM 1) Uraian a) Pekerjaan ini harus mencakup penambahan lebar perkerasan lama sampai lebar jalur lalu lintas yang diperlukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jalan Raya Jalan merupakan suatu prasarana perhubungan darat dalam bentuk apapun yang meliputi segala bagian jalan termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukan

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) Mata Kuliah : Rekayasa Lalulintas Kode : CES 5353 Semester : V Waktu : 1 x 2 x 50 menit Pertemuan : 14 (Empat belas)

SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) Mata Kuliah : Rekayasa Lalulintas Kode : CES 5353 Semester : V Waktu : 1 x 2 x 50 menit Pertemuan : 14 (Empat belas) SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) Mata Kuliah : Rekayasa Lalulintas Kode : CES 5353 Semester : V Waktu : 1 x 2 x 50 menit Pertemuan : 14 (Empat belas) A. Tujuan Instruksional 1. Umum Mahasiswa dapat memahami

Lebih terperinci

GAMBAR KONSTRUKSI JALAN

GAMBAR KONSTRUKSI JALAN 1. GAMBAR KONSTRUKSI JALAN a) Perkerasan lentur (flexible pavement), umumnya terdiri dari beberapa lapis perkerasan dan menggunakan aspal sebagai bahan pengikat. Gambar 6 Jenis Perkerasan Lentur Tanah

Lebih terperinci

PETUNJUK PRAKTIS PEMELIHARAAN RUTIN JALAN

PETUNJUK PRAKTIS PEMELIHARAAN RUTIN JALAN PEMELIHARAAN RUTIN JALAN DAN JEMBATAN PETUNJUK PRAKTIS PEMELIHARAAN RUTIN JALAN UPR. 05 UPR. 05.1 PEMELIHARAAN RUTIN PERALATAN & TENAGA AGUSTUS 1992 DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA

Lebih terperinci

TATA CARA MENYUSUN RPL DAN RKL AMDAL JALAN PERKOTAAN NO. 07/T/BNKT/1991 DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA DIREKTORAT PEMBINAAN JALAN KOTA

TATA CARA MENYUSUN RPL DAN RKL AMDAL JALAN PERKOTAAN NO. 07/T/BNKT/1991 DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA DIREKTORAT PEMBINAAN JALAN KOTA TATA CARA MENYUSUN RPL DAN RKL AMDAL JALAN PERKOTAAN NO. 07/T/BNKT/1991 DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA DIREKTORAT PEMBINAAN JALAN KOTA PRAKATA Dalam rangka mewujudkan peranan penting jalan dalam mendorong

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. jalan, diperlukan pelapisan ulang (overlay) pada daerah - daerah yang mengalami

BAB III LANDASAN TEORI. jalan, diperlukan pelapisan ulang (overlay) pada daerah - daerah yang mengalami BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Perencanaan Tebal Perkerasan Dalam usaha melakukan pemeliharaan dan peningkatan pelayanan jalan, diperlukan pelapisan ulang (overlay) pada daerah daerah yang mengalami kerusakan

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KONSTRUKSI PERKERASAN LENTUR DAN PERKERASAN KAKU PADA PROYEK PEMBANGUNAN PASURUAN- PILANG KABUPATEN PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR

PERBANDINGAN KONSTRUKSI PERKERASAN LENTUR DAN PERKERASAN KAKU PADA PROYEK PEMBANGUNAN PASURUAN- PILANG KABUPATEN PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR PERBANDINGAN KONSTRUKSI PERKERASAN LENTUR DAN PERKERASAN KAKU PADA PROYEK PEMBANGUNAN PASURUAN- PILANG KABUPATEN PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR Oleh : Andini Fauwziah Arifin Dosen Pembimbing : Sapto Budi

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR STUDI MODEL PEMBIAYAAN PEMELIHARAAN RUTIN ARTERI PRIMER DI KOTA MAKASSAR

TUGAS AKHIR STUDI MODEL PEMBIAYAAN PEMELIHARAAN RUTIN ARTERI PRIMER DI KOTA MAKASSAR TUGAS AKHIR STUDI MODEL PEMBIAYAAN PEMELIHARAAN RUTIN RUAS JALAN ARTERI PRIMER DI KOTA MAKASSAR OLEH : DEWI PURNAMA SARI D111 09 355 JJURUSAN SIPIL FAKULTAS TEKNIKK UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2013

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Digunakan untuk kendaraan bermotor. Digunakan untuk publik. Dibiayai oleh badan publik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Digunakan untuk kendaraan bermotor. Digunakan untuk publik. Dibiayai oleh badan publik BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jalan Raya Jalan raya adalah jalan besar atau main road yang menghubungkan satu daerah dengan daerah yang lain. Biasanya jalan besar ini memiliki fitur fitur berikut (www.academia.edu)

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Umum Fasilitas pejalan kaki adalah seluruh bangunan pelengkap yang disediakan untuk pejalan kaki guna memberikan pelayanan demi kelancaran, keamanan dan kenyamanan, serta keselamatan

Lebih terperinci

PANDUAN SURVAI DAN PERHITUNGAN WAKTU PERJALANAN LALU LINTAS NO. 001 /T/BNKT/1990 DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA DIREKTORAT PEMBINAAN JALAN KOTA

PANDUAN SURVAI DAN PERHITUNGAN WAKTU PERJALANAN LALU LINTAS NO. 001 /T/BNKT/1990 DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA DIREKTORAT PEMBINAAN JALAN KOTA PANDUAN SURVAI DAN PERHITUNGAN WAKTU PERJALANAN LALU LINTAS NO. 001 /T/BNKT/1990 DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA DIREKTORAT PEMBINAAN JALAN KOTA PRAKATA Dalam rangka mewujudkan peranan penting jalan dalam

Lebih terperinci

Persyaratan umum sistem jaringan dan geometrik jalan perumahan

Persyaratan umum sistem jaringan dan geometrik jalan perumahan Standar Nasional Indonesia Persyaratan umum sistem jaringan dan geometrik jalan perumahan ICS 93.080 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar Isi... Prakata... ii Pendahuluan... iii 1 Ruang lingkup...

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Pada dasarnya jalan memiliki umur pelayanan dan umur rencana. Dengan berjalannya waktu tingkat pelayanan jalan akan berkurang, oleh karena itu untuk menjaga tingkat

Lebih terperinci

BAB 2 PENAMPANG MELINTANG JALAN

BAB 2 PENAMPANG MELINTANG JALAN BAB 2 PENAMPANG MELINTANG JALAN Penampang melintang jalan adalah potongan melintang tegak lurus sumbu jalan, yang memperlihatkan bagian bagian jalan. Penampang melintang jalan yang akan digunakan harus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perancangan Peningkatan Ruas Jalan Ketapang Pasir Padi (KM PKP s/d KM PKP ) Di Kota Pangkalpinang Provinsi Kep.

BAB I PENDAHULUAN. Perancangan Peningkatan Ruas Jalan Ketapang Pasir Padi (KM PKP s/d KM PKP ) Di Kota Pangkalpinang Provinsi Kep. BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Jalan merupakan sarana transportasi yang sangat penting untuk menunjang kelancaran perhubungan darat suatu daerah. Kebutuhan akan prasarana jalan yang baik merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Fungsi Jalan Sesuai dengan Undang-Undang No. 22 tahun 2009 dan menurut Peraturan Pemerintah No. 34 tahun 2006, sistem jaringan jalan di Indonesia dapat dibedakan

Lebih terperinci

PETUNJUK PERAMBUAN SEMENTARA SELAMA PELAKSANAAN PEKERJAAN JALAN

PETUNJUK PERAMBUAN SEMENTARA SELAMA PELAKSANAAN PEKERJAAN JALAN PETUNJUK PERAMBUAN SEMENTARA SELAMA PELAKSANAAN PEKERJAAN JALAN NO. 003/T/BNKT/1990 DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA DIREKTORAT PEMBINAAN JALAN KOTA PRAKATA Dalam rangka mewujudkan peranan penting jalan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Trotoar Menurut keputusan Direktur Jenderal Bina Marga No.76/KPTS/Db/1999 tanggal 20 Desember 1999 yang dimaksud dengan trotoar adalah bagian dari jalan raya yang khusus disediakan

Lebih terperinci

PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN DAK SUBBIDANG JALAN

PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN DAK SUBBIDANG JALAN LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 03/PRT/M/2015 TENTANG PENGGUNAAN DANA ALOKASI KHUSUS BIDANG INFRASTRUKTUR PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN DAK SUBBIDANG

Lebih terperinci

jalan Jendral Urip Sumoharjo (tipe 4/2 D) DS = 0,67 jalan Walisongo (tipe 4/2 D) DS = 0,67 Khusus untuk jalan Siliwangi karena mempunyai DS = 0,85

jalan Jendral Urip Sumoharjo (tipe 4/2 D) DS = 0,67 jalan Walisongo (tipe 4/2 D) DS = 0,67 Khusus untuk jalan Siliwangi karena mempunyai DS = 0,85 BAB VI PENUTUP 8.1 Kesimpulan Berdasarkan pembahasan dari bab-bab sebelumnya pada tugas akhir ini, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Perencanaan jalur busway untuk koridor Mangkang-Penggaron

Lebih terperinci

PERENCANAAN PENINGKATAN JALAN TUBAN BULU KM KM JAWA TIMUR DENGAN PERKERASAN LENTUR

PERENCANAAN PENINGKATAN JALAN TUBAN BULU KM KM JAWA TIMUR DENGAN PERKERASAN LENTUR PERENCANAAN PENINGKATAN JALAN TUBAN BULU KM 121+200 KM 124+200 JAWA TIMUR DENGAN PERKERASAN LENTUR DIDI SUPRYADI NRP. 3108038710 SYAMSUL KURNAIN NRP. 3108038710 KERANGKA PENULISAN BAB I. PENDAHULUAN BAB

Lebih terperinci

Alternatif Pemecahan Masalah Transportasi Perkotaan

Alternatif Pemecahan Masalah Transportasi Perkotaan Peningkatan Prasarana Transportasi Alternatif Pemecahan Masalah Transportasi Perkotaan Pembangunan Jalan Baru Jalan bebas hambatan didalam kota Jalan lingkar luar Jalan penghubung baru (arteri) Peningkatan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. digunakan sebagai acuan dalam usaha pemeliharaan. Nilai Pavement Condition Index

BAB III LANDASAN TEORI. digunakan sebagai acuan dalam usaha pemeliharaan. Nilai Pavement Condition Index BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Metode Pavement Condition Index (PCI) Pavement Condotion Index (PCI) adalah salah satu sistem penilaian kondisi perkerasan jalan berdasarkan jenis, tingkat kerusakan yang terjadi

Lebih terperinci

Outline. Klasifikasi jalan Dasar-dasar perencanaan geometrik Alinemen horisontal Alinemen vertikal Geometri simpang

Outline. Klasifikasi jalan Dasar-dasar perencanaan geometrik Alinemen horisontal Alinemen vertikal Geometri simpang Civil Engineering Diploma Program Vocational School Gadjah Mada University Nursyamsu Hidayat, Ph.D. Outline Klasifikasi jalan Dasar-dasar perencanaan geometrik Alinemen horisontal Alinemen vertikal Geometri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jalan Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 38 Tahun 2004 Tentang Jalan, jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan

Lebih terperinci

Perencanaan Ulang Jalan Raya MERR II C Menggunakan Perkerasan Kaku STA Kota Surabaya Provinsi Jawa Timur

Perencanaan Ulang Jalan Raya MERR II C Menggunakan Perkerasan Kaku STA Kota Surabaya Provinsi Jawa Timur Perencanaan Ulang Jalan Raya MERR II C Menggunakan Perkerasan Kaku STA 3+500 6+450 Kota Surabaya Provinsi Jawa Timur Oleh : SHEILA MARTIKA N. (NRP 3109030070) VERONIKA NURKAHFY (NRP 3109030094) Pembimbing

Lebih terperinci

Menetapkan Tebal Lapis Perkerasan

Menetapkan Tebal Lapis Perkerasan METODE PERHITUNGAN BIAYA KONSTRUKSI JALAN Metode yang digunakan dalam menghitung tebal lapis perkerasan adalah Metode Analisa Komponen, dengan menggunakan parameter sesuai dengan buku Petunjuk Perencanaan

Lebih terperinci

STANDAR SPESIFIKASI KEREB NO. 011/S/BNKT/1990 DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA DIREKTORAT PEMBINAAN JALAN KOTA

STANDAR SPESIFIKASI KEREB NO. 011/S/BNKT/1990 DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA DIREKTORAT PEMBINAAN JALAN KOTA STANDAR SPESIFIKASI KEREB NO. 011/S/BNKT/1990 DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA DIREKTORAT PEMBINAAN JALAN KOTA PRAKATA Dalam rangka mewujudkan peranan penting jalan dalam mendorong perkembangan kehidupan

Lebih terperinci

STUDI KONDISI KERUSAKAN JALAN PADA LAPIS PERMUKAAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE BINA MARGA (STUDI KASUS RUAS JALAN HARAPAN JAYA) KOTA PONTIANAK

STUDI KONDISI KERUSAKAN JALAN PADA LAPIS PERMUKAAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE BINA MARGA (STUDI KASUS RUAS JALAN HARAPAN JAYA) KOTA PONTIANAK STUDI KONDISI KERUSAKAN JALAN PADA LAPIS PERMUKAAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE BINA MARGA (STUDI KASUS RUAS JALAN HARAPAN JAYA) KOTA PONTIANAK Daryoto 1). Slamet Widodo 2)., Siti Mayuni 2) e-mail : daryoto_yoto99@yahoo.co.id

Lebih terperinci

DENY MIFTAKUL A. J NIM. I

DENY MIFTAKUL A. J NIM. I Evaluasi Perkerasan Jalan, Pemeliharaan dan Peningkatan dengan Metode Analisa Komponen beserta Rencana Anggaran Biaya (RAB) Ruas Jalan Gemolong - Sragen KM 0+000 2+100 TUGAS AKHIR Disusun Sebagai Syarat

Lebih terperinci

Pd T Perambuan sementara untuk pekerjaan jalan

Pd T Perambuan sementara untuk pekerjaan jalan Perambuan sementara untuk pekerjaan jalan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii Pendahuluan... iv 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah dan

Lebih terperinci

KONSEP THE CITY OF PEDESTRIAN. Supriyanto. Dosen Tetap Prodi Teknik Arsitektur FT UNRIKA Batam

KONSEP THE CITY OF PEDESTRIAN. Supriyanto. Dosen Tetap Prodi Teknik Arsitektur FT UNRIKA Batam KONSEP THE CITY OF PEDESTRIAN Supriyanto Dosen Tetap Prodi Teknik Arsitektur FT UNRIKA Batam Kalau kita berjalan kaki di suatu kawasan atau daerah, kita mempunyai tempat untuk mengekspresikan diri ( yaitu

Lebih terperinci

TATA CARA PELAPISAN ULANG DENGAN CAMPURAN ASPAL EMULSI NO. 05/T/BNKT/1992

TATA CARA PELAPISAN ULANG DENGAN CAMPURAN ASPAL EMULSI NO. 05/T/BNKT/1992 TATA CARA PELAPISAN ULANG DENGAN CAMPURAN ASPAL EMULSI NO. 05/T/BNKT/1992 DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA DIREKTORAT PEMBINAAN JALAN KOTA PRAKATA Dalam rangka mengembangkan jaringan jalan perkotaan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibutuhkan untuk menunjang dan menggerakkan bidang bidang kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. dibutuhkan untuk menunjang dan menggerakkan bidang bidang kehidupan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jalan merupakan salah satu prasarana transportasi darat yang sangat dibutuhkan untuk menunjang dan menggerakkan bidang bidang kehidupan lainnya, terutama bidang perekonomian.

Lebih terperinci

PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN LENTUR RUAS JALAN PARINGIN- MUARA PITAP KABUPATEN BALANGAN. Yasruddin¹)

PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN LENTUR RUAS JALAN PARINGIN- MUARA PITAP KABUPATEN BALANGAN. Yasruddin¹) 73 INFO TEKNIK, Volume 12 No. 1, Juli 2011 PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN LENTUR RUAS JALAN PARINGIN- MUARA PITAP KABUPATEN BALANGAN Yasruddin¹) Abstrak Jalan raya merupakan prasarana transportasi yang sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN ` 1

BAB I PENDAHULUAN ` 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan jalan saling berkaitan dengan perkembangan teknologi yang ditemukan umat manusia. Begitu banyak gambaran nyata tentang kerusakan jalan baik berupa retakan,

Lebih terperinci

STUDI PENANGANAN JALAN BERDASARKAN TINGKAT KERUSAKAN PERKERASAN JALAN (STUDI KASUS: JALAN KUALA DUA KABUPATEN KUBU RAYA)

STUDI PENANGANAN JALAN BERDASARKAN TINGKAT KERUSAKAN PERKERASAN JALAN (STUDI KASUS: JALAN KUALA DUA KABUPATEN KUBU RAYA) STUDI PENANGANAN JALAN BERDASARKAN TINGKAT KERUSAKAN PERKERASAN JALAN (STUDI KASUS: JALAN KUALA DUA KABUPATEN KUBU RAYA) Mardianus 1) Abstrak Jalan raya adalah salah satu prasarana yang akan mempercepat

Lebih terperinci

Djoko Sulistiono, Amalia FM, Yuyun Tajunnisa Laboratorium Uji Material Program Diploma Teknik Sipil FTSP ITS ABSTRAK

Djoko Sulistiono, Amalia FM, Yuyun Tajunnisa Laboratorium Uji Material Program Diploma Teknik Sipil FTSP ITS ABSTRAK Tinjauan Teknis dan Ekonomi Penggunaan Aspal Beton dan Hot Rolled Sheet Sebagai Bahan Pelapisan Ulang Permukaan Jalan ( Kasus Ruas Widang Gresik Sta 7+150 s/d Sta 10+200 ) Djoko Sulistiono, Amalia FM,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 6, Pasal 7,

Lebih terperinci

BAB V RENCANA ANGGARAN BIAYA

BAB V RENCANA ANGGARAN BIAYA 64 BAB V RENCANA ANGGARAN BIAYA 5.1 Jenis Pekerjaan Berikut adalah jenis pekerjaan yang dilakukan untuk perbaikan di ruas Jalan Gemolong Sragen KM 0+000 2+100 : 1. Pekerjaan Perbaikan : a. Pekerjaan Galian

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI 2.1 Tinjauan Umum 2.2 Dasar Teori Oglesby, C.H Hicks, R.G

BAB II DASAR TEORI 2.1 Tinjauan Umum 2.2 Dasar Teori Oglesby, C.H Hicks, R.G 9 BAB II DASAR TEORI 2.1 Tinjauan Umum Perkerasan jalan adalah konstruksi yang dibangun diatas lapisan tanah dasar (subgrade), yang berfungsi untuk menopang beban lalu-lintas. Jenis konstruksi perkerasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN LAPORAN TUGAS AKHIR I - 1. D4 Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bandung

BAB I PENDAHULUAN LAPORAN TUGAS AKHIR I - 1. D4 Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bandung BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Bandung merupakan salah satu kota metropolitan yang sedang berkembang menjadi kota jasa, perkembangan tempat komersil terjadi dengan begitu pesat dan hampir merata

Lebih terperinci

PENGGUNAAN LIMBAH HANCURAN GENTENG SEBAGAI ALTERNATIF AGREGAT KASAR PADA CAMPURAN HOT ROLLED ASPHALT

PENGGUNAAN LIMBAH HANCURAN GENTENG SEBAGAI ALTERNATIF AGREGAT KASAR PADA CAMPURAN HOT ROLLED ASPHALT PENGGUNAAN LIMBAH HANCURAN GENTENG SEBAGAI ALTERNATIF AGREGAT KASAR PADA CAMPURAN HOT ROLLED ASPHALT Irwanto Sinaga NRP : 0221038 Pembimbing : Prof. Ir. Bambang Ismanto S, M.Sc, Ph.D FAKULTAS TEKNIK JURUSAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah umum Jalan sesuai dalam Undang-Undang Republik Indonesia. Nomor 38 Tahun 2004 tentang JALAN, sebagai berikut :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah umum Jalan sesuai dalam Undang-Undang Republik Indonesia. Nomor 38 Tahun 2004 tentang JALAN, sebagai berikut : BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Jalan 2.1.1 Istilah Istilah umum Jalan sesuai dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2004 tentang JALAN, sebagai berikut : 1. Jalan adalah prasarana

Lebih terperinci

PETUNJUK PRAKTIS PEMELIHARAAN RUTIN JALAN

PETUNJUK PRAKTIS PEMELIHARAAN RUTIN JALAN PEMELIHARAAN RUTIN JALAN DAN JEMBATAN PETUNJUK PRAKTIS PEMELIHARAAN RUTIN JALAN UPR. 02 UPR.02.2 PEMELIHARAAN RUTIN BAHU & TROTOAR AGUSTUS 1992 DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Provinsi Banten ini nantinya akan berubah status dari Jalan Kolektor

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Provinsi Banten ini nantinya akan berubah status dari Jalan Kolektor BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kasifikasi Jalan Perencanaan peningkatan ruas jalan Bayah Cikotok yang berada di Provinsi Banten ini nantinya akan berubah status dari Jalan Kolektor menjadi Jalan Nasional.

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. dapat digunakan sebagai acuan dalam usaha pemeliharaan. Nilai Pavement

BAB III LANDASAN TEORI. dapat digunakan sebagai acuan dalam usaha pemeliharaan. Nilai Pavement BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Metode Pavement Condition Index (PCI) Pavement Condotion Index (PCI) adalah salah satu sistem penilaian kondisi perkerasan jalan berdasarkan jenis, tingkat kerusakan yang terjadi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Jalan memiliki umur layan atau umur rencana. Jika umur layan telah terlampaui, maka perlu adanya suatu lapisan tambahan (overlay) untuk meremajakan struktur perkerasan.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. berupa jalan aspal hotmix dengan panjang 1490 m. Dengan pangkal ruas

II. TINJAUAN PUSTAKA. berupa jalan aspal hotmix dengan panjang 1490 m. Dengan pangkal ruas 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Gambaran Lalu Lintas Jalan R.A Kartini Jalan R.A Kartini adalah jalan satu arah di wilayah Bandar Lampung yang berupa jalan aspal hotmix dengan panjang 1490 m. Dengan pangkal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada bidang transportasi adalah pembangunan sarana dan prasarana berupa jalan yang sangat penting bagi suatu daerah atau wilayah sehingga dapat saling

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lalu lintas jalan raya terdiri dari dua angkutan, yaitu angkutan penumpang dan angkutan barang. Angkutan penumpang adalah moda transportasi yang berfungsi untuk mengangkut

Lebih terperinci

PROYEK AKHIR PU. Perencanaan Pelaksanaan Proyek Pengaspalan Jalan Bungadidi Poreang STA STA Kab. Luwu Utara Prov.

PROYEK AKHIR PU. Perencanaan Pelaksanaan Proyek Pengaspalan Jalan Bungadidi Poreang STA STA Kab. Luwu Utara Prov. PROYEK AKHIR PU Perencanaan Pelaksanaan Proyek Pengaspalan Jalan Bungadidi Poreang STA 0+000 - STA 1+500 Kab. Luwu Utara Prov. Sulawesi Selatan Pembimbing : Ir. Sulchan Arifin, M.Eng. Dipresentasikan Oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. agregat, dan agregat berperan sebagai tulangan. Sifat-sifat mekanis aspal dalam

BAB I PENDAHULUAN. agregat, dan agregat berperan sebagai tulangan. Sifat-sifat mekanis aspal dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 UMUM Campuran beraspal adalah suatu kombinasi campuran antara agregat dan aspal. Dalam campuran beraspal,aspal berperan sebagai pengikat atau lem antar partikel agregat, dan agregat

Lebih terperinci

ANALISA DESAIN OVERLAY DAN RAB RUAS JALAN PONCO - JATIROGO LINK 032, STA KM

ANALISA DESAIN OVERLAY DAN RAB RUAS JALAN PONCO - JATIROGO LINK 032, STA KM ANALISA DESAIN OVERLAY DAN RAB RUAS JALAN PONCO - JATIROGO LINK 032, STA KM 143+850 146+850 Nama Mahasiswa : Ocky Bahana Abdiano NIM : 03111041 Jurusan : Teknik SipiL Dosen Pembimbing : Ir. Sri Wiwoho

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. dapat digunakan sebagai acuan dalam usaha pemeliharaan. Nilai Pavement

BAB III LANDASAN TEORI. dapat digunakan sebagai acuan dalam usaha pemeliharaan. Nilai Pavement BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Metode Pavement Condition Index (PCI) Pavement Condotion Index (PCI) adalah salah satu sistem penilaian kondisi perkerasan jalan berdasarkan jenis, tingkat kerusakan yang terjadi

Lebih terperinci

JENIS KERUSAKAN JALAN PADA PERKERASAN LENTUR LOKASI CIRI CIRI PENYEBAB AKIBAT CARA PENANGANAN

JENIS KERUSAKAN JALAN PADA PERKERASAN LENTUR LOKASI CIRI CIRI PENYEBAB AKIBAT CARA PENANGANAN JENIS KERUSAKAN JALAN PADA PERKERASAN LENTUR LOKASI CIRI CIRI PENYEBAB AKIBAT CARA PENANGANAN PERKERASAN LENTUR 1.KEGEMUKAN ASPAL (BLEEDING) LOKASI : Dapat terjadi pada sebagian atau seluruh permukaan

Lebih terperinci

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

Peningkatan arus bongkar muat pelabuhan Tanjung Perak Surabaya

Peningkatan arus bongkar muat pelabuhan Tanjung Perak Surabaya Latar Belakang Pendahuluan Peningkatan arus bongkar muat pelabuhan Tanjung Perak Surabaya Program Pemerintah pada pengembangan pelabuhan sebagai alternatif penunjang pelabuhan Tanjung Perak Kebutuhan jalan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. memberikan pelayanan yang optimal bagi pejalan kaki.

BAB III LANDASAN TEORI. memberikan pelayanan yang optimal bagi pejalan kaki. BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Definisi Jalur Pejalan Kaki Pejalan kaki merupakan salah satu pengguna jalan yang memiliki hak dalam penggunaan jalan. Oleh sebab itu, fasilitas bagi pejalan kaki perlu disediakan

Lebih terperinci

Laporan Tugas Akhir BAB I PENDAHULUAN

Laporan Tugas Akhir BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Jayapura sebagai ibukota provinsi Papua, dengan kondisi topografi mayoritas berupa perbukitan dan pegunungan dengan ketinggian rata-rata 100 200 meter di atas

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI III-1

BAB III METODOLOGI III-1 BAB III METODOLOGI 3.1 Persiapan Pendahuluan Tahap ini merupakan kegiatan sebelum memulai pengumpulan data dan pengolahannya. Tahap persiapan ini meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut : 1) Menentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. telah terjadi. Aktifitas masyarakat seiring dengan jumlah penduduk yang semakin meningkat

BAB I PENDAHULUAN. telah terjadi. Aktifitas masyarakat seiring dengan jumlah penduduk yang semakin meningkat BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, telah banyak mengalami peningkatan yang pesat dalam intensitas aktifitas sosial ekonomi seiring dengan kemajuan ekonomi

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional Teknik Sipil 2016 ISSN: Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta

Prosiding Seminar Nasional Teknik Sipil 2016 ISSN: Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta UJI LAIK FUNGSI JALAN DALAM MEWUJUDKAN JALAN YANG BERKESELAMATAN (STUDI KASUS JALAN UTAMA DI PUSAT KOTA TERNATE) Josanty Zachawerus Jurusan Manajemen Proyek Konstruksi Magister Teknik Sipil, Fakultas Teknik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Jalan merupakan prasarana transportasi darat yang memiliki peranan yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Jalan merupakan prasarana transportasi darat yang memiliki peranan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jalan merupakan prasarana transportasi darat yang memiliki peranan yang sangat penting. Di Indonesia sendiri, transportasi merupakan sarana penunjang berbagai aspek

Lebih terperinci