LEMBAR PENGESAHAN. Keterangan Lembaga Pelaksana/Pengelola Penelitian A. Lembaga Pelaksana Penelitian

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "LEMBAR PENGESAHAN. Keterangan Lembaga Pelaksana/Pengelola Penelitian A. Lembaga Pelaksana Penelitian"

Transkripsi

1 LEMBAR PENGESAHAN Judul Kajian : Aplikasi Teknologi Analisa Mikotoksin Untuk Mendukung Sistem Kontrol Mutu Proses Produksi Pangan dari Jagung Kode Ristek : F1.98 Fokus Bidang Penelitian : Pertanian Pangan Lokasi Penelitian : Sulawesi Tenggara Keterangan Lembaga Pelaksana/Pengelola Penelitian A. Lembaga Pelaksana Penelitian Nama Peneliti Utama Danang Waluyo, MEng. Nama Lembaga/Institusi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Unit Organisasi Balai Pengkajian Bioteknologi Alamat Gedung 630, Kawasan Puspiptek, Serpong, Tangerang Selatan, Banten Telepon/Faksimile/ Phone : , Fax. : danang@biotek.bppt.go.id B. Lembaga Lain Yang Terlibat/Mitra Nama Dr. Baharudin, MSi. Direktur/Koordinator Nama Lembaga Kementerian Pertanian Unit Organisasi BPTP Sulawesi Tenggara Alamat Jl. Muh. Yamin No. 89, Kendari Telepon/Faksimile/ / / bptp-sultra@litbang.deptan.go.id Rekapitulasi Biaya : Dana Program Insentif : Rp ,- (Dua Ratus Lima Puluh Juta Rupiah) No. Uraian Jumlah (Rp) 1 Gaji dan upah ,- 2 Belanja Bahan ,- 3 Perjalanan ,- 4 Lain-lain ,- Jumlah (Rp) ,- Peneliti Utama, Jakarta, September 2012 Kepala Balai Pengkajian Bioteknologi, Danang Waluyo, MEng. Drs. Tarwadi, MSi 1

2 DAFTAR ISI Hal LEMBAR PENGESAHAN 1 DAFTAR ISI 2 BAB I PENDAHULUAN 4 A. Latar Belakang 4 B. Pokok Permasalahan 7 C. Maksud dan Tujuan Kegiatan 8 D. Metodologi Pelaksanaan 8 1. Lokus Kegiatan 8 2. Fokus Kegiatan 8 3. Ruang Lingkup 8 4. Bentuk Kegiatan 9 BAB II PELAKSANAAN KEGIATAN 10 A. Tahapan Pelaksanaan Kegiatan Perkembangan Kegiatan Kendala dan Hambatan Pelaksanaan Kegiatan 22 B. Pengelolaan Administrasi Manajerial Perencanaan Anggaran Mekanisme Pengelolaan Anggaran Rancangan dan Perkembangan Pengelolaan Aset Kendala dan Hambatan Pengelolaan Administrasi Manajerial 23 BAB III METODE PENCAPAIAN TARGET KINERJA 24 A. Metode Pencapaian Target Kinerja Kerangka-Rancangan Metode Penelitian Indikator Keberhasilan Pencapaian Perkembangan dan Hasil Pelaksanaan Penelitian 25 2

3 B. Potensi Pengembangan Ke Depan Kerangka Pengembangan Ke Depan Strategi Pengembangan Ke Depan 26 BAB IV SINERGI PELAKSANAAN KEGIATAN 27 A. Sinergi Koordinasi Kelembagaan-Program Kerangka Sinergi Koordinasi Indikator Keberhasilan Sinergi Koordinasi Perkembangan Sinergi Koordinasi 27 B. Kerangka Pemanfaatan Hasil Litbangyasa Kerangka dan Strategi Pemanfaatan Indikator Keberhasilan Pemanfaatan Perkembangan Pemanfaatan 29 BAB V PENUTUP 30 A. Kesimpulan Tahapan Pelaksanaan Kegiatan dan Anggaran Metode Pencapaian Target KInerja Potensi Pengembangan Ke Depan Sinergi Koordinasi Kelembagaan-Program Kerangka Pemanfaatan Hasil Litbangyasa 31 B. Saran Keberlanjutan Pemanfaatan Hasil Kegiatan Keberlanjutan Dukungan Program Ristek 31 BAB VI DAFTAR PUSTAKA 33 3

4 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jagung adalah salah satu produk kegiatan pertanian penting Indonesia. Produksi jagung nasional pada tahun 2005 sebesar 12,52 juta ton pipilan kering (PK). Meskipun pada tahun 2006 produksinya sempat turun menjadi 11,61 juta ton PK, pada tahun 2007 mampu ditingkatkan kembali menjadi 13,28 juta ton PK. Selanjutnya terus meningkat, menjadi 16,32 juta ton PK pada tahun 2008 dan menjadi 17,66 juta ton PK pada tahun Kenaikan produksi rata-rata mencapai sekitar 10% pertahun. Hal ini menjadikan Indonesia sebagai produsen jagung terbesar di Asia Tenggara. Sementara itu konsumsi jagung nasional pun meningkat. Pada tahun 2005 konsumsi jagung nasional mencapai angka 12,26 juta ton PK, dan naik menjadi 12,50 juta ton PK pada tahun 2006, 13,29 ton PK pada tahun 2007, 16,32 juta ton PK pada tahun 2008, dan 17,66 juta ton PK pada tahun (Sekretariat Negara Republik Indonesia, 2010). Hal ini menunjukkan pentingnya jagung sebagai salah satu komoditas pangan nasional. Namun, di balik potensinya, masalah mutu dan keamanannya jagung masih perlu mendapat perhatian. Iklim tropis Indonesia dengan tingkat kelembaban yang tinggi menjadi faktor penyebab berkembangnya kapang yang mencemari jagung dan produk olahannya, terutama kapang yang menghasilkan mikotoksin. Mikotoksin merupakan senyawa organik beracun hasil metabolisme sekunder dari kapang (fungi, jamur, cendawan). Senyawa tersebut dapat membahayakan kesehatan manusia dan hewan ternak dengan berbagai bentuk perubahan klinis dan patologis. Ada lebih dari 400 jenis mikotoksin yang telah diidentifikasi dari 150 jenis kapang. Sedikitnya ada 7 grup mikotoksin utama yang menjadi berpotensi membahayakan kesehatan, yaitu: Aflatoxin (B1, B2, G1, G2), Ochratoxin A, Trichothecenes (T-2, HT-2, doxynivalenol), Zearalenone, Fumonisins, Ergot alkaloids, dan Patulin (Benneth&Klich, 2003) (Gambar 1). Efek mikotoksin terhadap kesehatan manusia dan hewan ternak bermacam-macam, seperti karsinogenik dan teratogenik, dan konsumsi pangan yang terkontaminasi 4

5 aflatoksin konsentrasi rendah secara terus-menerus dapat merusak hati serta menurunkan sistem kekebalan pada tubuh (Benneth&Klich, 2003). Regulasi kandungan mikotoksin dalam produk pangan telah dikeluarkan oleh pemerintah di beberapa negara. Pemerintah Indonesia melalui Peraturan Pemerintah nomor 28 tahun 2004 tentang keamanan, mutu dan gizi pangan telah mengeluarkan aturan mengenai keamanan pangan dan pangan tercemar. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) juga telah mengeluarkan regulasi mengenai cemaran mikotoksin dalam produk pangan. Melalui surat keputusan Kepala BPOM nomor HK tahun 2004 tentang batas maksimum Aflatoksin dalam kacang tanah dan produk pangan, yaitu sebesar 20 ppb untuk Aflatoxin B1 dan 35 ppb untuk Aflatoksin total (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2004). Jenis cemaran mikotoksin dalam produk makanan yang diatur meliputi Aflatoxin, Deoxynivalenol, Fumonisin B1 dan B2, Ochratoxin A, dan Patulin (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2009). Badan Standardisasi Nasional telah menentukan batas maksimum kandungan mikotoksin dalam produk pangan (Badan Standardisasi Nasional, 2009). Standard ini menyebutkan batas maksimum cemaran Aflatoxin B1 pada jagung dan produk olahannya adalah 15 ppb dan total Aflatoxin adalah 20 ppb. Negara-negara yang tergabung dalam Uni Eropa memiliki regulasi yang lebih ketat lagi. Melalui keputusan European Union Legislative, kandungan Aflatoxin dan ochratoxin A dalam produk makanan tidak boleh melebihi µg/kg, dan di dalam sereal yang belum diproses tidak boleh mengandung deoxynivalenol lebih dari 1750 µg/kg (European Union Legislative, 2006&2007) (Tabel 1). Mengingat nilai batas maksimum cemaran ini cenderung ditetapkan berdasarkan kemampuan teknik analisa mikotoksin yang ada saat itu dibandingkan dengan pertimbangan efek medis terhadap tubuh manusia dan hewan ternak (Barnett&Klich, 2003), maka pengembangan teknologi analisa mikotoksin dalam produk makanan menjadi sangat penting. 5

6 Aflatoxin B1 Citrinin Ergotamine Fumonisin B1 Ochratoxin A Gambar 1. Beberapa jenis senyawa mikotoksin Tabel 1. Batas ambang cemaran mikotoksin di beberapa negara Jenis Regulasi Jenis mikotoksin internasional pangan Regulasi Indonesia Jenis pangan Aflatoksin CODEX, 2006 SNI7385: Total Jagung dan 20 Total Jagung dan ppb Aflatoksin produk ppb Aflatoksin produk olahan olahan 2-8 Aflatoksin Jagung dan 15 Aflatoksin B1 Jagung dan ppb B1 produk ppb produk olahan olahan Fumonisin Cina, Bulgaria, Iran SNI7385: Fumonisin 2000 Fumonisin Jagung ppb B1 B2 ppb B1 B2 Okratoksin A (OTA) Jagung dan produk olahan Amerika Serikat 1000 ppb 4000 Fumonisin Biji jagung ppb B1 B2 B3 utuh 3000 Fumonisin Popcorn ppb B1 B2 B4 FAO, ppb OTA Bahan baku serealia 3 ppb OTA Produk olahan serealia Fumonisin B1 B3 dan produk olahannya sebagai bahan baku Produk olahan jagung siap konsumsi SNI7385: ppb OTA Serealia (padi, jagung, sorgum, gandum) 3 ppb OTA Produk olahan serealia siap konsumsi 6

7 B. Pokok Permasalahan Berdasarkan ketentuan dalam regulasi tersebut di atas, metoda deteksi mikotoksin dalam produk pangan harus memiliki sensitivitas yang cukup untuk mendeteksi batas maksimum yang telah ditetapkan dan memiliki spesifisitas yang baik untuk mendeteksi jenis cemaran yang ada. Selain itu, untuk tujuan kepraktisan, metoda analisa mikotoksin diharapkan memiliki komprehensivitas yang baik agar dapat mendeteksi beberapa jenis cemaran secara simultan, dan memiliki kemampuan memprediksi cemaran lain yang merupakan derivat dari cemaran yang sudah ada, mengingat banyaknya jenis cemaran yang termasuk dalam mikotoksin. Metoda ELISA (enzyme-linked immunoabsorbent assay) yang berbasis immunochemical menjadi metoda deteksi mikotoksin dalam produk makanan yang umum digunakan saat ini (Turner et al, 2009). Aflatoksin total menjadi target utama deteksi dengan metoda ini. Selain waktu deteksi yang cepat (sekitar 5 menit), batas deteksi minimal metoda ini dapat mencapai 20 ppb. Namun, metoda yang ada saat ini hanya melihat aflatoksin total, dan tidak spesifik untuk mendeteksi masing-masing jenis aflatoksin serta mikotoksin lainnya. Pengembangan metoda ELISA yang lebih spesifik untuk beberapa jenis mikotoksin sudah dilakukan oleh beberapa peneliti di dunia (Caveliere et al, 2005). Namun, mikotoksin tersebut tidak dapat dideteksi dalam waktu bersamaan secara simultan. Metoda analisa menggunakan kromatografi cair dengan detektor tandem mass spektrometri (LC-MS/MS, liquid chromatography-tandem mass spectrometry) telah dikembangkan untuk mendeteksi beberapa mikotoksin secara simultan (Caveliere et al, 2007). Namun, metoda ini hanya dapat menganalisa jenis-jenis toksin yang sudah ditentukan sebelumnya, sehingga jenis toksin yang tidak ditarget tidak dapat dideteksi. Dengan demikian, perlu adanya pengembangan teknologi analisa yang dapat mendeteksi mikotoksin dalam produk pangan secara komprehensif dan simultan dengan sensitivitas dan selektifitas yang tinggi. UPLC-QTOF-MS (ultra performance liquid chromatography quadrupole timeof flight mass spectrometry) adalah alat analisa yang memiliki kemampuan untuk menganalisa berat molekul dan prediksi struktur suatu molekul. Kecepatan akuisisi data dan resolusi yang tinggi memungkinkan alat ini untuk dapat 7

8 menganalisa bermacam molekul secara simultan dalam waktu yang singkat. UPLC-QTOF-MS telah banyak digunakan untuk menganalisa metabolit secara komprehensif dan simultan (Han et.al., 2011; Ni et.al., 2010). Keunggulan alat ini dapat digunakan untuk pengembangan metoda deteksi dan analisa mikotoksin pada produk pangan. C. Maksud dan Tujuan Kegiatan Kegiatan ini dimaksudkan untuk mengembangkan teknologi analisa mikotoksin yang sensitif, selektif, komprehensif, dan simultan untuk produk makanan berbasis jagung. Tujuan dari kegiatan ini adalah menguasai teknologi analisa dan ekstraksi mikotoksin dalam produk pangan dari jagung yang sensitif, selektif, komprehensif dan simultan untuk tujuan deteksi dan kuantitasi menggunakan UPLC-QTOF-MS. D. Metodologi Pelaksanaan 1. Lokus Kegiatan Sulawesi Tenggara 2. Fokus Kegiatan Kegiatan ini difokuskan pada bidang pertanian pangan 3. Ruang Lingkup A) Pengembangan metoda analisa mikotoksin 1. Pemilihan jenis senyawa mikotoksin target 2. Kalibrasi alat UPLC-QTOFMS dengan senyawa standar 3. Uji pemisahan senyawa standar mikotoksin B) Pengembangan metoda ekstraksi mikotoksin 1. Pemilihan metoda ekstraksi mikotoksin 2. Uji metoda ekstraksi mikotoksin 8

9 4. Bentuk Kegiatan 1. Persiapan penelitian Penelitian dimulai dengan mempersiapkan bahan kimia untuk analisa (termasuk senyawa standar mikotoksin) dan memeriksa kelayakan UPLC- QTOF-MS untuk digunakan dalam penelitian. Senyawa standar mikotoksin akan dibeli dari vendor yang terpercaya, mengingat senyawa ini menjadi acuan analisa mikotoksin. Kelayakan alat diperiksa dengan melakukan kalibrasi QTOF-MS menggunakan senyawa standar yang telah ditentukan (leucine enchaphaline) dan memeriksa kemampuan separasi kolom UPLC menggunakan senyawa uji standar yang direkomendasikan kolom. Senyawa standar yang akan diuji adalah aflatoksin B2, aflatoksin G1, aflatoksin G2, okratoksin A, fumonisin B1, dan sitrinin. 2. Pemisahan dan deteksi senyawa standar mikotoksin Pemisahan senyawa standar dilakukan dengan UPLC yang kemudian dideteksi oleh QTOF-MS. Pemisahan akan dilakukan menggunakan kolom yang memiliki ligan C18. Jenis dan konsentrasi pelarut organik yang akan digunakan sebagai fasa gerak akan menjadi parameter yang akan dioptimasi. Kemampuan pemisahan metoda akan dievaluasi dari ketajaman bentuk peak, retensitas senyawa, serta ada tidaknya senyawa yang koelusi. Parameter detektor juga akan dioptimasi untuk mendapatkan intensitas dan selektifitas deteksi senyawa mikotoksin yang tinggi. 3. Ujicoba metoda untuk mendeteksi mikotoksin dalam produk pangan Jagung pipilan kering akan ditambahkan senyawa standar mikotoksin dengan kadar tertentu yang telah diketahui. Setelah dihaluskan, senyawa mikotoksin akan diekstraksi dari sampel jagung menggunakan pelarut organik mengikuti prosedur yang telah dipublikasi (Cavaliere et.al., 2005). Kemampuan metoda uji dalam mendeteksi senyawa standar yang ditambahkan (spiked) ke dalam sampel jagung akan dikonfirmasi. 9

10 BAB II PELAKSANAAN KEGIATAN A. Tahapan Pelaksanaan Kegiatan 1. Perkembangan Kegiatan A) Persiapan penelitian Persiapan penelitian meliputi pengumpulan senyawa standar mikotoksin, kalibrasi alat UPLC-QTOF/MS, dan penyusunan metoda analisa mikotoksin dan ekstraksi mikotoksin dari jagung. Pengumpulan senyawa standar mikotoksin dilakukan dengan membeli senyawa tersebut dari vendor bahan kimia yang menyediakan. Hingga akhir kegiatan, sebanyak 6 jenis senyawa standar telah dikumpulkan. Keenam senyawa standar tersebut adalah aflatoksin B2, aflatoksin G1, aflatoksin G2, okratoksin A, fumonisin B1, dan sitrinin. Gambar 2. Senyawa standar mikotoksin yang telah dikumpulkan Kalibrasi alat UPLC-QTOF/MS dilakukan dengan mengukur nilai m/z dan intensitas senyawa standar leucine encephaline. Hasil kalibrasi menunjukkan bahwa senyawa standar dapat dideteksi oleh alat dengan tingkat kesalahan m/z kurang dari 1 ppm dan menunjukkan intensitas yang cukup sesuai dengan kriteria yang ditetapkan oleh vendor alat (Waters). Dengan demikian, alat dapat digunakan untuk pengujian mikotoksin. Metoda analisa yang digunakan menyadur dari literatur (Han et.al., 2011; Ni et.al., 2010). Dua metoda ekstraksi mikotoksin dari jagung diuji 10

11 dalam kegiatan ini. Kedua metoda tersebut disadur dari literatur (Sulyok et.al., 2006; Frenich et.al., 2009). Gambar 3. Alat UPLC-QTOF/MS B) Pemisahan dan deteksi senyawa standar mikotoksin Senyawa standar mikotoksin dianalisa menggunakan UPLC- QTOF/MS. Larutan baku mikotoksin (aflatoksin, okratoksin, sitrinin, fumonisin) yang akan disuntikkan ke dalam sistem UPLC disiapkan sesuai metode yang akan dikembangkan dari literatur. Metode ini digunakan untuk memisahkan senyawa standar ini. Kondisi pemisahan yang digunakan adalah sebagai berikut: - Column : C-18 (1,8µm, 2.1 x 100 mm ID, Waters) - Suhu kolom : 30 C - Fasa gerak : Eluent A= CH 3 OH:H 2 O:CH 3 COOH (10:89:1) (mengandung 5mM CH 3 COOH), Eluent B= CH 3 OH:H 2 O:CH 3 COOH (97:2:1) (mengandung 5mM CH 3 COOH) - Laju alir : 350 µl/menit - Sistem elusi : Gradien Menit Eluent A (%) Eluent B (%)

12 Standar mikotoksin dibuat dengan melarutkan senyawa tersebut di dalam asetonitril atau campuran asetonitril dan metanol (1:1 v/v). Rumus molekul dan m/z dari masing-masing standar adalah sebagai berikut. Tabel 2. Senyawa standar mikotoksin yang menjadi target dalam kegiatan penelitian ini Nama standar Rumus molekul Exact mass (m/z) Aflatoksin B2 C 17 H 14 O 6 315,0869 Aflatoksin G1 C 17 H 12 O 7 329,0661 Aflatoksin G2 C 17 H 14 O 7 331,0818 Okratoksin A C 20 H 18 ClO 6 404,

13 Fumonisin B1 C 34 H 59 NO ,3963 Sitrinin C 13 H 14 O 5 251,0919 berikut: Hasil pengujian terhadap senyawa standar mikotoksin adalah sebagai 1. Pengujian aflatoksin Senyawa standar aflatoksin B2, G1 dan G2 dicampur sehingga masing-masing senyawa memiliki konsentrasi 10 ppb. Campuran ini kemudian dianalisa dengan UPLC-QTOF/MS dengan kondisi pemisahan seperti tersebut di atas. Seperti yang terlihat pada gambar 4 di bawah, ketiga senyawa ini tidak dapat dideteksi dengan jelas pada TIC (total ion chromatogram) (gambar 4.a). Hal ini wajar, karena kromatogram yang ditampilkan tidak spesifik untuk senyawa target. Ketika kromatogram untuk masing-masing senyawa aflatoksin diekstraksi berdasarkan m/z, maka ketiga senyawa ini terlihat muncul dengan waktu retensi yang berbeda (gambar 4.b-d). Hal ini menunjukkan bahwa metoda analisa yang digunakan efektif untuk memisahkan senyawa target dengan intensitas yang cukup. Waktu retensi untuk aflatoksin B2, G1 dan G2 masing-masing adalah 3,78, 3,63, dan 3,44 detik. Integritas peak ini dikonfirmasi hasil mass chromatogram untuk masing-masing senyawa (gambar 4.e-g). Masing-masing peak menunjukkan nilai m/z yang sama dengan exact mass dari literature. Hal ini menunjukkan bahwa senyawa standar aflatoksin dapat dideteksi secara sensitif, komprehensif, dan simultan. 13

14 a b c d e f g Gambar 4. Hasil analisa senyawa aflatoksin. a, TIC (total ion chromatogram) dari senyawa standar campuran aflatoksin B2, G1 dan G2, masing-masing 10 ppb; b, XIC (extracted ion chromatogram) pada m/z 331,08 untuk aflatoksin G2; 14

15 c, XIC pada m/z 329,06 untuk aflatoksin G1; d, XIC pada m/z 315,08 untuk aflatoksin B2; e, mass spectrogram pada waktu retensi 3,457 menit untuk aflatoksin G2; f, mass spectrogram pada waktu retensi 3,702 menit untuk aflatoksin G1; g, mass spectrogram waktu retensi 3,799 menit untuk aflatoksin B2. 2. Pengujian Okratoksin Senyawa standar okratoksin A dibuat dalam konsentrasi 10 ppb dalam asetonitril, kemudian dianalisa dengan UPLC-QTOF/MS dengan kondisi pemisahan sama dengan di atas. Hasil menunjukkan bahwa okratoksin dapat terdeteksi pada konsentrasi 10 ppb pada XIC m/z 404,09 (gambar 5.a-c). Nilai S/N (signal-to-noise ratio), nilai untuk menentukan integritas sebuah sinyal peak suatu senyawa, dari peak okratoksin A menunjukkan angka 36,47. Menurut ketentuan yang berlaku dalam dunia analisa, limit of detection (LOD) ditentukan bila suatu peak memiliki nilai S/N sebesar 3, sehingga LOD okratoksin A dengan metoda ini diperkirakan mencapai 1 ppb. a b c Gambar 5. Hasil analisa okratoksin A. a, TIC dari senyawa standar okratoksin A 10 ppb; b, XIC pada m/z 404,09 untuk okratoksin A; c, mass spectrogram pada waktu retensi 5,320 menit untuk okratoksin A. 15

16 3. Pengujian Fumonisin Senyawa standar fumonisin B1 dilarutkan di dalam asetonitril sehingga terbentuk larutan dengan konsentrasi 100 ppb, lalu dianalisa dengan UPLC-QTOF/MS dengan metoda analisa yang sama dengan di atas. Hasil menunjukkan bahwa fumonisin B1 dapat dideteksi pada waktu retensi 5,11 menit dari XIC pada m/z 722,39. Peak pada waktu retensi tersebut memiliki m/z untuk fumonisin B1, sehingga senyawa ini terdeteksi dengan baik dengan metoda analisa yang diuji (gambar 6.a-c). Nilai S/N peak ini mencapai 134,33, sehingga LOD fumonisin B1 diperkirakan mencapai 2,3 ppb. a b 4. Pengujian Sitrinin c Spectrum Gambar 6. Hasil analisa fumonisin B1. a, TIC dari senyawa standar fumonisin B1 100 ppb; b, XIC pada m/z 722,39 untuk fumonosin B1; c, mass spectrogram pada waktu retensi 5,11 menit untuk fumonisin B1. 4. Pengujian Sitrinin Senyawa standar sitrinin dilarutkan di dalam asetonitril dengan konsentrasi 100 ppb, lalu dianalisa dengan UPLC-QTOF/MS menggunakan metoda yang sama dengan di atas. Hasil menunjukkan 16

17 bahwa sitrinin dapat terdeteksi pada waktu retensi 4,24 menit pada XIC m/z 251,09. Hal ini dikonfirmasi dari mass spektrogram yang menunjukkan peak pada m/z sitrinin. Namun, selain peak senyawa ini, muncul peak lain yang lebih besar (m/z 265,11). Peak ini mengindikasikan adanya senyawa lain selain sitrinin yang terdapat dalam larutan senyawa standar. Senyawa lain ini mungkin berupa derivat atau modifikasi dari sitrinin yang terbentuk ketika perlakuan atau penyimpanan. a b c Gambar 7. Hasil analisa sitrinin. a, TIC dari senyawa standar sitrinin 100 ppb; b, XIC pada m/z 251,09 untuk sitrinin; c, mass spectrogram pada waktu retensi 4,27 menit untuk sitrinin. C) Ujicoba metoda untuk mendeteksi mikotoksin dalam produk pangan Untuk menguji apakah metoda analisa mikotoksin yang dikembangkan di atas dapat digunakan untuk menganalisa mikotoksin dalam jagung, senyawa standar mikotoksin (campuran aflatoksin B2, G1, dan G2, masing-masing 5 ppb) ditambahkan ke dalam jagung yang dijual di pasar tradisional setelah dihaluskan, lalu diekstrak dengan metoda ekstraksi mikotoksin yang ada di literatur. Pada kegiatan ini, dua metoda ekstraksi mikotoksin diujicoba untuk melihat performa metoda ekstraksi ini. 17

18 Sebagai kontrol, air ditambahkan ke dalam jagung yang telah dihaluskan dan diekstrak dengan metoda yang sama. Metoda yang diuji disadur dari Sulyok, et.al. (2006) dan Frenich, et.al. (2009). Metoda 1 (dari Sulyok et.al.) dilakukan dengan prosedur sebagai berikut. 0,5 gr sampel jagung, dihaluskan, tambahkan senyawa standar atau air Ekstraksi dengan 2 ml asetonitril/air/asam asetat (79:20:1 v/v/v) Shaker selama 90 menit Sentrifuse 3000 rpm selama 2 menit Ekstrak masukkan ke vial 350 µl aliquot diencerkan dengan asetonitril/air/asam asetat (20:79:1 v/v/v) Campur Analisa dengan UPLC-QTOF/MS sebanyak 5 µl Hasil menunjukkan bahwa ketiga senyawa standar yang ditambahkan ke dalam sampel jagung dapat terdeteksi dengan baik (gambar 8). Sedangkan di dalam sampel jagung yang tidak ditambahkan senyawa standar, ketiga senyawa standar tersebut tidak terlihat. Yang menarik, di dalam sampel tanpa penambahan senyawa standar terdeteksi peak fumonisin B1. Hal ini mengindikasikan bahwa sampel jagung yang digunakan dalam pengujian ini telah tercemar fumonisin B1. Selain itu, ada suatu peak lain pada waktu retensi 4,09 dengan m/z 313,07 yang cukup signifikan. Karena spektrum MS/MS tidak diambil pada analisa kali ini, sehingga senyawa peak ini tidak dapat diprediksi. Namun, hal ini mengindikasikan bahwa ada senyawa lain diluar lingkup pengujian kali ini yang terdapat dalam sampel jagung dan terisolasi dengan metoda isolasi mikotoksin ini. Dengan demikian, metoda 1 yang digunakan dalam pengujian ini dapat mendeteksi senyawa standar mikotoksin dengan baik dalam sampel jagung. 18

19 a b c d e f g h i j k l m n o p Gambar 8. Kromatogram hasil pengujian sampel jagung dengan penambahan (a-h) atau tanpa penambahan senyawa standar aflatoksin B2, G1, dan G2 (i-p). 19

20 Kromatogram untuk m/z 313,07 (a,i), 722,39 (fumonisin B1, b,j), (sitrinin, c,k), 404,09 (okratoksin A, d,l), 331,08 (aflatoksin G2, e,m), 329,06 (aflatoksin G1, f,n), 315,08 (aflatoksin B2, g,o), dan TIC (h,p). Metoda kedua yang diuji adalah metoda yang dikembangkan oleh Frenich et.al. (2009). Metoda 2 ini dilakukan dengan mengikuti prosedur sebagai berikut. 5 gr sampel jagung, dihaluskan, ditambahkan senyawa standar atau air Homogenkan Masukkan kedalam tab. 50 ml Ekstraksi dengan 10 ml asetonitril/air (80:20) Vortex selama 2 menit Letakkan di rotary agitator selama 10 menit 60 rpm Sentrifuse 4500 rpm selama 5 menit Ambil 2 ml supernatan Saring dengan menggunakan Millex-GN nylon filter (0.20 lm, Millipore, Carrightwohill, Ireland) Analisa dengan UPLC-QTOF/MS Hasil analisa menunjukkan bahwa senyawa standar yang ditambahkan ke dalam sampel jagung dapat terdeteksi semua dengan baik (gambar 9). Hal yang menarik, hasil analisa terhadap sampel jagung tanpa penambahan senyawa standar menunjukkan adanya peak yang untuk senyawa aflatoksin B2, G1 dan fumonisin B1. Ini menunjukkan bahwa metoda 2 ini dapat mengekstraksi lebih banyak jenis cemaran mikotoksin dibandingkan metoda 1. 20

21 a b c d e f g h i j k l Gambar 9. Kromatogram hasil pengujian sampel jagung dengan penambahan (a-e) atau tanpa penambahan senyawa standar aflatoksin B2, G1, dan G2 (f-l). Kromatogram untuk m/z 722,39 (fumonisin B1, a,f), 331,08 (aflatoksin G2, b,i), 21

22 329,06 (aflatoksin G1, c,j), 315,08 (aflatoksin B2, d,k), TIC (e,l), 404,09 (okratoksin A, g), dan 251,09 (sitrinin, h). 2. Kendala dan Hambatan Pelaksanaan Kegiatan Penggunakaan alat utama yang digunakan dalam kegiatan (UPLC- QTOF/MS) sering mengalami kendala, terutama disebabkan karena kondisi ruangan yang tidak menunjang pengujian (suhu ruangan dan pasokan listrik yang kurang stabil). Selain itu, mahalnya harga standar mikotoksin dan bahan kimia terkait menyebabkan jumlah senyawa target dalam kegiatan ini dibatasi hingga 6 jenis saja, padahal jenis mikotoksin yang ada lebih dari 20 jenis. Di masa mendatang, diharapkan jenis mikotoksin yang dianalisa dapat ditingkatkan jumlahnya. Selain itu, lamanya proses pengadaan bahan, khususnya bahan kimia khusus untuk alat LC-MS dan senyawa standar, menjadi kendala utama dalam pelaksanaan pencapaian target. Untuk mengatasi kendala ini, perencanaan waktu pengadaan bahan diatur sedemikian rupa, sehingga tidak mengganggu jalannya riset untuk mencapai target kinerja. B. Pengelolaan Administrasi Manajerial 1. Perencanaan Anggaran Dana yang diterima untuk kegiatan pengembangan metoda ini sebagian besar (43%) dialokasikan untuk pembelian bahan yang diperlukan untuk kegiatan. Alokasi dana untuk bahan diarahkan untuk pembelian senyawa standar, mengingat tingginya harga senyawa standar tersebut. Sisanya digunakan untuk perjalanan dinas (23%) dalam rangka mengikuti pertemuan ilmiah dan koordinasi dengan pihak yang akan memanfaatkan hasil kegiatan, honor (25%) untuk para peneliti/perekayasa yang terlibat, dan biaya lain-lain (9%) meliputi biaya jasa pengujian dan biaya penunjang lainnya. 22

23 2. Mekanisme Pengelolaan Anggaran Pada dua triwulan pertama, anggaran difokuskan untuk belanja bahan, mengingat waktu tunggu bahan hingga di dapat rata-rata memerlukan waktu yang cukup lama (1-2 bulan). Perjalanan dinas direalisasikan mulai akhir triwulan kedua hingga akhir kegiatan untuk koordinasi pemanfaatan hasil kegiatan, sedangkan honor direalisasikan setiap bulan selama masa kegiatan. 3. Rancangan dan Perkembangan Pengelolaan Aset Jenis aset yang akan dihasilkan melalui kegiatan ini adalah aset layanan pengujian. Aset ini akan dimasukkan dalam ruang lingkup pengujian di laboratorium pengujian Balai Pengkajian Bioteknologi. Hingga kini, metoda yang dikembangkan telah mengikuti prosedur yang tercantum dalam buku panduan mutu. 4. Kendala dan Hambatan Pengelolaan Administrasi Manajerial Ada beberapa bahan yang diperlukan dalam kegiatan, misal bahan kimia memerlukan waktu inden yang cukup lama (sekitar 2 bulan). Disamping itu, beberapa senyawa standar diantaranya berharga sangat tinggi sehingga tidak dapat terpenuhi dengan anggaran yang tersedia. 23

24 BAB III METODE PENCAPAIAN TARGET KINERJA A. Metode Pencapaian Target Kinerja 1. Kerangka-Rancangan Metode Penelitian Pengembangan metoda dimulai dengan optimasi dan validasi pemisahan dan deteksi senyawa-senyawa standar mikotoksin menggunakan teknik UPLC yang dikombinasi dengan QTOF-MS sebagai detektor. Optimasi yang akan dilakukan meliputi pemilihan kolom untuk kromatografi, kondisi separasi dan pemilihan parameter MS. Parameter metoda yang akan divalidasi meliputi repeatability, rentang ukur linear, limit deteksi, dan recovery. Kemampuan metoda yang dikembangkan ini akan diujicobakan di produk pangan dari jagung yang ditambahkan senyawa standar mikotoksin. Kegiatan yang dilakukan meliputi: a) Persiapan penelitian, meliputi pengumpulan bahan dan pengecekan kesiapan alat b) Pemisahan dan deteksi senyawa standar mikotoksin, meliputi pemilihan jenis kolom untuk separasi, penentuan jenis dan konsentrasi fasa gerak, dan penentuan kondisi separasi dan deteksi c) Ujicoba metoda untuk mendeteksi mikotoksin di produk pangan. 2. Indikator Keberhasilan Pencapaian Kegiatan ini ditujukan untuk mengembangkan metoda analisa mikotoksin dalam produk pangan berbasis jagung dengan sensitif, selektif, dan komprehensif. Dengan demikian, indikator keberhasilan kegiatan ini adalah didapatnya metoda analisa mikotoksin yang memiliki sensitivitas, selektifitas, dan komprehensifitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan metoda konvensional (metoda ELISA). Dalam metoda ini, senyawa mikotoksin dapat dideteksi hingga batas ambang 20 ppb, dengan kemampuan seleksi target analisa untuk tiap golongan mikotoksin, serta hanya dapat menganalisa satu jenis senyawa mikotoksin dalam tiap batch analisa. 24

25 3. Perkembangan dan Hasil Pelaksanaan Penelitian Seperti yang telah disampaikan pada bab II di atas, metoda hasil pengembangan dalam kegiatan ini telah menunjukkan hasil yang baik. Metoda ini dapat mendeteksi 6 jenis mikotoksin target secara simultan dan komprehensif dalam satu batch analisa. Di sisi lain, metoda ini juga memiliki tingkat sensitivitas pengujian yang tinggi, yaitu rata-rata dibawah 10 ppb. Lebih dari itu, masing-masing senyawa mikotoksin target dapat dipisahkan satu dengan lainnya, sehingga masing-masing dapat dideteksi secara terpisah. Hal ini menunjukkan bahwa metoda hasil pengembangan ini dapat menganalisa mikotoksin secara lebih sensitif, selektif, dan komprehensif dibandingkan dengan metoda konvensional. Dengan demikian, indikator keberhasilan pelaksanaan kegiatan penelitian dapat tercapai dengan baik. B. Potensi Pengembangan Ke Depan 1. Kerangka Pengembangan Ke Depan Pada penelitian kali ini, target senyawa mikotoksin yang diuji hanya 6 jenis, mengingat keterbatasan dana penelitian. Mengingat regulasi yang diterapkan meliputi beberapa jenis mikotoksin selain yang di uji di sini, maka perlu adanya pengembangan metoda pengujian untuk jenis mikotoksin tersebut. Selain itu, mikotoksin sebagai kelompok senyawa racun yang diproduksi oleh jamur, dapat juga mencemari produk serealia selain jagung seperti kedelai dan gandum. Agar ketahanan pangan nasional dapat terjamin serta ekspor pangan berbasis sereal dapat meningkat di masa mendatang, perlu adanya pengembangan metoda pengujian cemaran mikotoksin di dalam komoditas sereal selain jagung. Kegiatan penelitian kali ini difokuskan pada pengembangan metoda untuk mendeteksi cemaran mikotoksin. Karena regulasi kandungan cemaran mikotoksin mempersyaratkan kuantitas cemaran dalam produk pangan, maka perlu dilakukannya validasi metoda secara kuantitatif. 25

26 2. Strategi Pengembangan Ke Depan Di masa mendatang, jumlah cemaran target yang dapat dianalisa dengan metoda ini akan ditingkatkan. Selain pada jagung, beberapa jenis mikotoksin juga banyak terdapat dalam produk tanaman sereal lain seperti kedelai. Dengan demikian, diharapkan metoda ini juga dapat diaplikasikan untuk pengujian cemaran mikotoksin pada komoditas selain jagung. Metoda analisa ini akan divalidasi agar mendapatkan metoda yang tangguh dalam menguji kandungan mikotoksin dalam berbagai jenis produk pangan dengan tingkat presisi yang tinggi yang memberikan hasil yang dapat dipercaya. Untuk tujuan ini, pengembangan metoda ke depan akan mengikuti kriteria yang diperlukan agar metoda ini dapat digunakan dalam laboratorium pengujian yang terakreditasi. 26

27 BAB IV SINERGI PELAKSANAAN KEGIATAN A. Sinergi Koordinasi Kelembagaan-Program 1. Kerangka Sinergi Koordinasi Kegiatan pengembangan metoda pengujian kadar cemaran telah menunjukkan hasil yang baik sesuai dengan rencana. Pengembangan metoda telah dilakukan dengan mengacu pada panduan SNI , sehingga diharapkan hasil dari kegiatan ini dapat dimanfaatkan oleh lembaga dalam bentuk layanan teknologi pengujian mikotoksin. Dalam panduan mutu laboratorium pengujian Balai Pengkajian Bioteknologi disebutkan bahwa metoda pengujian hasil pengembangan harus diuji kemampuannya serta divalidasi terlebih dulu sebelum digunakan dalam layanan pengujian. Pengujian kemampuan metoda yang dikembangkan ini telah dilakukan dengan hasil berupa sensitifitas analisa yang lebih baik dibandingkan dengan metoda pengujian konvensional menggunakan metoda ELISA. 2. Indikator Keberhasilan Sinergi Koordinasi Ketentuan dalam SNI mengenai pengembangan metoda baru yang akan digunakan dalam pengujian menyebutkan bahwa metoda harus dikembangkan agar menghasilkan hasil yang menjawab kebutuhan pelanggan (pengguna jasa). Untuk itu, perlu adanya sinergi antara kegiatan dengan lembaga yang akan menerapkan metoda pengujian hasil pengembangan ini sehingga dapat termanfaatkan dengan baik. Dengan demikian indikator keberhasilan sinergi koordinasi program-lembaga adalah masuknya metoda pengujian cemaran mikotoksin dalam produk pangan ini ke dalam ruang lingkup pengujian lembaga yang terakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional. 3. Perkembangan Sinergi Koordinasi Metoda telah dikembangkan dan menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingkan metoda pengujian konvensional. Dengan demikian, potensi 27

28 metoda ini agar dapat masuk dalam ruang lingkup pengujian di Balai Pengkajian Bioteknologi semakin besar. Dalam panduan mutu laboratorium pengujian Balai Pengkajian Bioteknologi disebutkan bahwa metoda pengujian hasil pengembangan harus diuji kemampuannya serta divalidasi terlebih dulu sebelum digunakan dalam layanan pengujian. Pengujian kemampuan metoda yang dikembangkan ini telah dilakukan dengan hasil berupa sensitifitas analisa yang lebih baik dibandingkan dengan metoda pengujian konvensional menggunakan metoda ELISA. Pada kegiatan kali ini, pengembangan difokuskan pada pengujian kualitatif, sehingga validasi terhadap metoda belum dapat dilakukan sesuai dengan pedoman panduam mutu. Di masa mendatang, metoda ini akan dikembangkan lebih lanjut dengan menguji kemampuan kuantitasi serta melakukan validasi metoda. B. Kerangka Pemanfaatan Hasil Litbangyasa 1. Kerangka dan Strategi Pemanfaatan Teknologi ini juga diharapkan dapat membantu eksportir produk pangan dalam melakukan sertifikasi produknya sehingga kesesuaian spesifikasi produk dengan regulasi yang ditetapkan oleh pemerintah negara tujuan ekspor dapat dikonfirmasi terlebih dulu. Agar metoda hasil pengembangan ini dapat dimanfaatkan oleh badan regulasi (BPOM) maupun industri, metoda ini akan divalidasi dan diuji terlebih dulu kemampuannya dalam memenuhi standar regulasi yang berlaku. Penelusuran terhadap batas ambang yang ditetapkan oleh badan regulasi akan dilakukan, sehingga dapat dijadikan acuan dalam mengembangkan metoda yang dapat mengukur hingga batas ambang ini. Selain itu, pengenalan hasil kegiatan penelitian ini kepada calon pengguna/pemanfaat dilakukan dengan melakukan diskusi dan tukar pikiran mengenai urgensi dan kemampuan metoda dalam menguji cemaran mikotoksin. Calon pengguna/pemanfaat metoda dapat meliputi badan regulasi cemaran pangan, industri pangan, atau badan litbang lainnya. 28

29 2. Indikator Keberhasilan Pemanfaatan Metoda hasil pengembangan dapat dinilai bermanfaat bila telah digunakan untuk menguji cemaran mikotoksin dalam produk pangan berbasis jagung yang dimohonkan oleh calon pengguna/pemanfaat metoda ini. Sehingga, indikator keberhasilan pemanfaatan berupa diterimanya sampel dari pelanggan oleh laboratoriun penguji cemaran mikotoksin untuk diuji kandungan cemaran mikotoksinnya menggunakan metoda hasil pengembangan ini. 3. Perkembangan Pemanfaatan Saat ini metoda sedang dalam tahap pengembangan. Hasil positif sudah dapat terlihat dari hasil yang telah dicapai. Mikotoksin dapat dideteksi dengan tingkat sensitivitas, selektivitas, dan komprehensifitas yang lebih tinggi dibandingkan metoda pengujian konvensional. Dengan demikian, dari sisi performanya, metoda hasil pengembangan ini sangat potensial untuk dapat dimanfaatkan sebagai metoda alternatif untuk menguji cemaran mikotoksin. Agar bisa lebih dimanfaatkan, metoda ini perlu dikembangkan lebih lanjut agar mampu melakukan pengujian kuantitatif. Lebih dari itu, metoda ini perlu divalidasi terlebih dulu sebelum dimanfaatkan. Kedua hal ini akan dilakukan di masa mendatang. 29

30 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Tahapan Pelaksanaan Kegiatan dan Anggaran Kegiatan dilaksanakan dalam tahapan sebagai berikut: a. Persiapan penelitian, yang meliputi pengumpulan senyawa standar, kalibrasi alat UPLC-QTOF/MS, dan penetuan metoda analisa. b. Pemisahan dan deteksi 6 jenis senyawa standar mikotoksin c. Ujicoba metoda untuk mendeteksi mikotoksin dalam produk pangan Dari total anggaran yang diterima, sebagian besar digunakan untuk pembelian bahan yang digunakan dalam pengembangan metoda ini. Realisasi anggaran pada awal masa kegiatan difokuskan pada pembelian bahan kimia, diikuti dengan realisasi perjalanan dinas dan pembayaran honor peneliti/perekayasa yang terlibat. 2. Metode Pencapaian Target Kinerja Pengumpulan senyawa standar mikotoksin dan bahan kimia penunjang menjadi fokus kegiatan pada awal kegiatan, mengingat waktu inden beberapa bahan kimia tersebut cukup lama. Selanjutnya, pengembangan metoda dilakukan dengan menguji masing-masing senyawa standar mikotoksin dengan alat UPLC-QTOF/MS yang telah dikalibrasi sebelumnya. Kemampuan metoda dalam menguji kadar mikotoksin dalam jagung juga diuji dengan menambahkan senyawa standar mikotoksin ke dalam sampel jagung, lalu dianalisa dengan alat pengujian setelah diekstraksi. Kemampuan metoda untuk mendeteksi senyawa tersebut akan dievaluasi dengan membandingkan hasil sampel kontrol berupa sampel jagung tanpa penambahan senyawa standar. 3. Potensi Pengembangan Ke Depan Di masa mendatang, jumlah cemaran target yang dapat dianalisa dengan metoda ini akan ditingkatkan. Selain pada jagung, beberapa jenis mikotoksin juga banyak terdapat dalam produk tanaman sereal lain seperti kedelai. 30

31 Dengan demikian, diharapkan metoda ini juga dapat diaplikasikan untuk pengujian cemaran mikotoksin pada komoditas selain jagung. 4. Sinergi Koordinasi Kelembagaan-Program Dalam panduan mutu laboratorium pengujian Balai Pengkajian Bioteknologi disebutkan bahwa metoda pengujian hasil pengembangan harus diuji kemampuannya serta divalidasi terlebih dulu sebelum digunakan dalam layanan pengujian. Pengujian kemampuan metoda yang dikembangkan ini telah dilakukan dengan hasil berupa sensitifitas analisa yang lebih baik dibandingkan dengan metoda pengujian konvensional menggunakan metoda ELISA. 5. Kerangka Pemanfaatan Hasil Litbangyasa Pengembangan metoda analisa mikotoksin yang dilakukan melalui kegiatan ini telah menunjukkan hasil yang dapat memenuhi kriteria ambang batas cemaran yang telah ditentukan. Hal ini sejalan dengan kebijakan laboratorium pengujian Balai Pengkajian Bioteknologi yang mempersyaratkan bahwa metoda pengujian yang digunakan harus dapat menunjukkan hasil yang dapat memuaskan pelanggan. B. Saran 1. Keberlanjutan Pemanfaatan Hasil Kegiatan Agar pemanfaatan hasil kegiatan ini dapat berkelanjutan, konfirmasi terhadap ketahanan (robustness) metoda ini akan dilakukan dengan membuat metoda konfirmasi ketahanan metoda pengujian. Konfirmasi akan dilakukan dengan melakukan pengujian terhadap satu sampel standar yang disimpan pada kondisi tertentu. Konfirmasi akan ditentukan dengan melihat hasil pengujian konfirmasi dan membandingkannya dengan hasil pengujian yang lalu terhadap sampel yang sama. 2. Keberlanjutan Dukungan Program Ristek Dalam rangka menjaga keberlanjutan kegiatan pengembangan metoda ini, perlu adanya dukungan dana riset yang akan digunakan untuk membeli 31

32 senyawa standar mikotoksin. Hal ini dipandang perlu, mengingat tingginya harga senyawa standar tersebut. Karena mikotoksin dapat ditemui di produk berbasis sereal selain jagung, maka diharapkan hasil kegiatan ini dapat diaplikasikan kepada produk makanan berbasis selain jagung. 32

33 BAB VI DAFTAR PUSTAKA 1. Sekretariat Negara Republik Indonesia (2010). Peran Teknologi Pertanian dalam Meningkatkan Produktivitas Tanaman Jagung. option=com_content&task=view&id=4360&itemid=29 (16 November 2011) 2. Benneth,J.W. and Klich, M. (2003). Mycotoxins. Clin. Microbiol. Rev. 16: Badan Pengawas Obat dan Makanan (2004). Batas maksimum Aflatoksin Dalam Produk Pangan. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK (9 September 2004). 4. Badan Pengawas Obat dan Makanan (2004). Penetapan batas maksimum cemaran mikroba dan kimia dalam makanan. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK (28 Oktober 2009) 5. Badan Standardisasi Nasional (2009). Batas maksimum kandungan mikotoksin dalam pangan. SNI 7385:2009 (21 Juli 2009). 6. European Legislative (2006). Setting maximum levels for certain contaminants in foodstuffs. Commission Regulation (EC) NO. 1881//2006 (19 Desember 2006). 7. European Legislative (2007). Amending Regulation (EC) No. 1881/2006 setting maximum levels for certain contaminants in foodstuffs as regards Fusarium toxins in maize and maize producs. Commission Regulation (EC) NO. 1126/2007 (23 Februari 2007). 8. Turner, N.W., Subrahmanyam, S., Piletsky, S.A. (2009) Analytical methods for determination of mycotoxins: A review. Anal Chim Acta 632: Cavaliere, D., Ascenzo, G. D., Foglia, P., Pastorini, E., Samperi, R., Lagana, A. (2005) Determination of type B trichothecenes and macrocyclic lactone mycotoxins in field contaminated maize. Food Chem 92: Caveliere, D., Foglia, P., Guarino, C., Motto, M., Nazzari, M., Samperi, R., Lagana, A., Berardo, N. (2007) Mycotoxins produced by Fusarium genus in maize: determination by screening and confirmatory methods based on liquid chromatography tandem mass spectrometry. Food Chem 105: Han, H., Yang, L., Xu, Y., Ding, Y., Annie Bligh, S.W., Zhang, T., Wang, Z. (2011) Identification of metabolites of geniposide in rat urine using ultra-performance liquid chromatography combined with electrospray ionization quadrupole time-offlight tandem mass spectrometry. Rapid Commun Mass Spectrom 25:

34 12. Ni, S., Qian, D., Duan, J.A., Guo, J., Shang, E. X., Shu, Y., Xue, C. (2010) UPLC- QTOF/MS-based screening and identification of constituents and their metabolites in rat plasma and urine after oral administration of Glechoma longituba extract. J Chromatogr B Analyt Technol Biomed Life Sci. 878:

LAPORAN HASIL PENELITIAN dan PENGEMBANGAN, KEKAYAAN INTELEKTUAL, dan HASIL PENGELOLAANNYA

LAPORAN HASIL PENELITIAN dan PENGEMBANGAN, KEKAYAAN INTELEKTUAL, dan HASIL PENGELOLAANNYA LAPORAN HASIL PENELITIAN dan PENGEMBANGAN, KEKAYAAN INTELEKTUAL, dan HASIL PENGELOLAANNYA Identitas Perguruan Tinggi/Lembaga Penelitian dan Pengembangan Nama Perguruan Tinggi/Lembaga Penelitian dan Pengembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHUUAN PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHUUAN PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHUUAN PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi merupakan penyakit utama di Indonesia karena prevalensinya cukup tinggi, yaitu 25,8% untuk usia 18 tahun (Riset Kesehatan Dasar, 2013), meskipun

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. a. Pemilihan komposisi fase gerak untuk analisis levofloksasin secara KCKT

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. a. Pemilihan komposisi fase gerak untuk analisis levofloksasin secara KCKT BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN 1. Pencarian kondisi analisis optimum levofloksasin a. Pemilihan komposisi fase gerak untuk analisis levofloksasin secara KCKT Pada penelitian ini digunakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Fase gerak : dapar fosfat ph 3,5 : asetonitril (80:20) : panjang gelombang 195 nm

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Fase gerak : dapar fosfat ph 3,5 : asetonitril (80:20) : panjang gelombang 195 nm BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Optimasi Sistem KCKT Sistem KCKT yang digunakan untuk analisis senyawa siklamat adalah sebagai berikut: Fase diam : C 18 Fase gerak : dapar fosfat ph

Lebih terperinci

BAB IV. DESKRIPSI KEGIATAN MAGANG

BAB IV. DESKRIPSI KEGIATAN MAGANG BAB IV. DESKRIPSI KEGIATAN MAGANG Magang adalah kegiatan mahasiswa untuk mendapatkan pengalaman kerja praktis yang sesuai dengan bidang studi yang dipilih. Melalui kegiatan magang, yang merupakan perpaduan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Perhitungan Kadar Kadar residu antibiotik golongan tetrasiklin dihitung dengan rumus:

HASIL DAN PEMBAHASAN. Perhitungan Kadar Kadar residu antibiotik golongan tetrasiklin dihitung dengan rumus: 8 Kolom : Bondapak C18 Varian 150 4,6 mm Sistem : Fase Terbalik Fase Gerak : Asam oksalat 0.0025 M - asetonitril (4:1, v/v) Laju Alir : 1 ml/menit Detektor : Berkas fotodioda 355 nm dan 368 nm Atenuasi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Merck, kemudian larutan DHA (oil) yang termetilasi dengan kadar akhir

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Merck, kemudian larutan DHA (oil) yang termetilasi dengan kadar akhir BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Optimasi esterifikasi DHA Dilakukan dua metode esterifikasi DHA yakni prosedur Lepage dan Merck, kemudian larutan DHA (oil) yang termetilasi dengan kadar akhir DHA

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pembuatan larutan induk standar fenobarbital dan diazepam

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pembuatan larutan induk standar fenobarbital dan diazepam BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PERCOBAAN 1. Pembuatan larutan induk standar fenobarbital dan diazepam Ditimbang 10,90 mg fenobarbital dan 10,90 mg diazepam, kemudian masing-masing dimasukkan ke dalam

Lebih terperinci

AFLATOKSIN dan BAHAN PENGAWET

AFLATOKSIN dan BAHAN PENGAWET AFLATOKSIN dan BAHAN PENGAWET AFLATOKSIN Senyawa metabolik sekunder yang bersifat toksik dan karsinogenik Dihasilkan: Aspergilus flavus & Aspergilus parasiticus Keduanya tumbuh pada biji-bijian, kacang-kacangan,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Penentuan panjang gelombang maksimum ini digunakan untuk mengetahui pada serapan berapa zat yang dibaca oleh spektrofotometer UV secara

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. formula menggunakan HPLC Hitachi D-7000 dilaksanakan di Laboratorium

BAB III METODE PENELITIAN. formula menggunakan HPLC Hitachi D-7000 dilaksanakan di Laboratorium 30 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian validasi metode dan penentuan cemaran melamin dalam susu formula menggunakan HPLC Hitachi D-7000 dilaksanakan di Laboratorium Kimia Instrumen

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform, BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN 1. Standar DHA murni (Sigma-Aldrich) 2. Standar DHA oil (Tama Biochemical Co., Ltd.) 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform, metanol,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Spektrum Derivatif Metil Paraben dan Propil Paraben

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Spektrum Derivatif Metil Paraben dan Propil Paraben BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Salah satu produk kosmetik yang banyak menggunakan bahan pengawet sebagai bahan tambahan adalah krim wajah. Metode analisis yang sensitif dan akurat diperlukan untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada tahun 2008, beberapa produk susu dan olahannya yang berasal dari Cina

BAB I PENDAHULUAN. Pada tahun 2008, beberapa produk susu dan olahannya yang berasal dari Cina 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Susu mengandung berbagai protein, vitamin (A, B1, B2, B6, B12, C, D, E, dan K), mineral, karbohidrat dan lemak. Protein dalam susu mengandung semua jenis asam amino

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan analisis obat semakin dikenal secara luas dan bahkan mulai

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan analisis obat semakin dikenal secara luas dan bahkan mulai BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kegiatan analisis obat semakin dikenal secara luas dan bahkan mulai dilakukan secara rutin dengan metode yang sistematis. Hal ini juga didukung oleh perkembangan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara yang memiliki keragaman jenis tanaman. Iklim

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara yang memiliki keragaman jenis tanaman. Iklim BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara yang memiliki keragaman jenis tanaman. Iklim tropis yang dimiliki Indonesia menjadikan Negara ini mudah untuk ditanami berbagai macam tanaman

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM HPLC : ANALISA TABLET VITAMIN C

LAPORAN PRAKTIKUM HPLC : ANALISA TABLET VITAMIN C LAPORAN PRAKTIKUM HPLC : ANALISA TABLET VITAMIN C Nama : Juwita (127008003) Rika Nailuvar Sinaga (127008004) Hari / Tanggal Praktikum : Kamis / 19 Desember 2012 Waktu Praktikum : 12.00 15.00 WIB Tujuan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1 WAKTU DAN TEMPAT Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai dengan Juli 2011, bertempat di Laboratorium Pangan Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional Badan POM RI,

Lebih terperinci

BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA. Alat kromatografi kinerja tinggi (Shimadzu, LC-10AD VP) yang

BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA. Alat kromatografi kinerja tinggi (Shimadzu, LC-10AD VP) yang BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA A. ALAT Alat kromatografi kinerja tinggi (Shimadzu, LC-10AD VP) yang dilengkapi dengan detektor UV-Vis (SPD-10A VP, Shimadzu), kolom Kromasil LC-18 dengan dimensi kolom

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini dilakukan pada Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi pada bulan Februari sampai Mei tahun 2012. 3.2 Alat-alat Alat alat yang

Lebih terperinci

Sarden dan makerel dalam kemasan kaleng

Sarden dan makerel dalam kemasan kaleng Standar Nasional Indonesia Sarden dan makerel dalam kemasan kaleng ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional BSN 2016 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Salah satu produk kosmetik yang banyak menggunakan bahan pengawet sebagai bahan tambahan adalah hand body lotion. Metode analisis yang sensitif dan akurat diperlukan untuk mengetahui

Lebih terperinci

SIMULTANEOUS DETERMINATION OF PARACETAMOL AND IBUPROFENE MIXTURES BY HIGH PERFORMANCE LIQUID CHROMATOGRAPHY

SIMULTANEOUS DETERMINATION OF PARACETAMOL AND IBUPROFENE MIXTURES BY HIGH PERFORMANCE LIQUID CHROMATOGRAPHY 9 SIMULTANEOUS DETERMINATION OF PARACETAMOL AND IBUPROFENE MIXTURES BY HIGH PERFORMANCE LIQUID CHROMATOGRAPHY Penetapan secara Simultan Campuran Parasetamol dan Ibuprofen dengan Kromatografi Cair Kinerja

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Analisis Kuantitatif

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Analisis Kuantitatif BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Analisis Kuantitatif Departemen Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, Depok, pada

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental menggunakan cairan tubuh manusia yaitu plasma secara in vitro. 3.2 Subyek Penelitian Subyek penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Natrium diklofenak (derivat fenilasetat) merupakan non-steroidal antiinflammatory

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Natrium diklofenak (derivat fenilasetat) merupakan non-steroidal antiinflammatory BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Natrium diklofenak (derivat fenilasetat) merupakan non-steroidal antiinflammatory drug (NSAID) yang sering digunakan untuk segala macam rasa nyeri, gout,

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pengambilan Sampel Dalam penelitian ini, pengambilan lima sampel yang dilakukan dengan cara memilih madu impor berasal Jerman, Austria, China, Australia, dan Swiss yang dijual

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menghambat enzim HMG-CoA reduktase. HMG-CoA merupakan pembentuk

BAB I PENDAHULUAN. menghambat enzim HMG-CoA reduktase. HMG-CoA merupakan pembentuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Simvastatin merupakan obat antihiperlidemia yang bekerja dengan cara menghambat enzim HMG-CoA reduktase. HMG-CoA merupakan pembentuk kolesterol dengan bantuan katalis

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Pengumpulan Sampel Pengumpulan sampel ini dilakukan berdasarkan ketidaklengkapannya informasi atau keterangan yang seharusnya dicantumkan pada etiket wadah dan atau pembungkus.

Lebih terperinci

w w w. b s n. g o. i d

w w w. b s n. g o. i d w w w. b s n. g o. i d Jenis Pelatihan Inhouse Training Sekretariat Pelatihan Standardisasi Pusat Pendidikan dan Pemasyarakatan Standardisasi-BSN Gedung Manggala Wanabakti Blok IV, Lt. 3 Jl. Jend. Gatot

Lebih terperinci

VALIDASI METODE ANALISIS TABLET LOSARTAN MERK B YANG DITAMBAH PLASMA MANUSIA DENGAN KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI FASE TERBALIK

VALIDASI METODE ANALISIS TABLET LOSARTAN MERK B YANG DITAMBAH PLASMA MANUSIA DENGAN KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI FASE TERBALIK VALIDASI METODE ANALISIS TABLET LOSARTAN MERK B YANG DITAMBAH PLASMA MANUSIA DENGAN KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI FASE TERBALIK Ika Yuni Astuti *, Wiranti Sri Rahayu, Dian Pratiwi Fakultas Farmasi Universitas

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN METODE PENENTUAN KADAR VALSARTAN DALAM PLASMA DARAH MANUSIA SECARA IN VITRO MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI

PENGEMBANGAN METODE PENENTUAN KADAR VALSARTAN DALAM PLASMA DARAH MANUSIA SECARA IN VITRO MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI PENGEMBANGAN METODE PENENTUAN KADAR VALSARTAN DALAM PLASMA DARAH MANUSIA SECARA IN VITRO MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI HENDRIANTO 2443012018 PROGRAM STUDI S1 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Penderita hipertensi yang selalu meningkat jumlahnya dari tahun ke tahun menyebabkan kebutuhan akan obat anti hipertensi meningkat. Industri farmasi sendiri

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Sistem kromatografi yang digunakan merupakan kromatografi fasa balik, yaitu polaritas fasa gerak lebih polar daripada fasa diam, dengan kolom C-18 (n-oktadesil silan)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. analgetik dan antipiretik disamping jenis obat lainnya. Jenis obat tersebut banyak

BAB I PENDAHULUAN. analgetik dan antipiretik disamping jenis obat lainnya. Jenis obat tersebut banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Obat adalah suatu zat yang digunakan untuk diagnosa, pengobatan, melunakkan, penyembuhan atau pencegahan penyakit pada manusia atau pada hewan. Jenis-jenis obat yang

Lebih terperinci

RINGKASAN. Kata kunci : Optimasi; Fase Gerak; Campuran dalam Sirup; HPLC

RINGKASAN. Kata kunci : Optimasi; Fase Gerak; Campuran dalam Sirup; HPLC Hasnah Lidiawati. 062112706. 2015. Optimasi Fase Gerak pada penetapan kadar campuran dextromethorphane HBr dan diphenhydramine HCl dalam sirup dengan metode HPLC. Dibimbing Oleh Drs. Husain Nashrianto,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Hipertensi merupakan penyakit kardiovaskular yang paling sering terjadi dan merupakan penyebab utama stroke, faktor resiko utama arteri koroner, serta kontributor

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Preparasi sampel Daging bebek yang direbus dengan parasetamol dihaluskan menggunakan blender dan ditimbang sebanyak 10 g kemudian dipreparasi dengan menambahkan asam trikloroasetat

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium riset dan laboratorium kimia instrumen Jurusan Kimia, Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Penetapan kadar metoflutrin dengan menggunakan kromatografi gas, terlebih dahulu ditentukan kondisi optimum sistem kromatografi gas untuk analisis metoflutrin. Kondisi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tanaman jagung di Indonesia mencapai lebih dari 3,8 juta hektar, sementara produksi

I. PENDAHULUAN. tanaman jagung di Indonesia mencapai lebih dari 3,8 juta hektar, sementara produksi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung merupakan salah satu komoditas pertanian yang sangat penting. Lahan tanaman jagung di Indonesia mencapai lebih dari 3,8 juta hektar, sementara produksi jagung tahun

Lebih terperinci

PELATIHAN STANDARDISASI. w w w. b s n. g o. i d. Pemahaman SNI ISO/IEC 17065:2012. Validasi Metode Pengujian Kimia. Pemahaman SNI ISO/IEC 17025:2008

PELATIHAN STANDARDISASI. w w w. b s n. g o. i d. Pemahaman SNI ISO/IEC 17065:2012. Validasi Metode Pengujian Kimia. Pemahaman SNI ISO/IEC 17025:2008 Pemahaman SNI ISO/IEC 17065:2012 Audit Internal Sistem Manajemen Laboratorium (SNI ISO/IEC 17025:2008) Penyusunan Dokumentasi Sistem Manajemen Laboratorium (SNI ISO/IEC 17025:2008) Estimasi Ketidakpastian

Lebih terperinci

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA RINGKASAN

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA RINGKASAN RINGKASAN Pengembangan dan Validasi Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi pada Analisis Andrografolida dalam Bahan Baku dan Tablet Fraksi Etil Asetat Andrographis paniculata Pada pengembangan produk

Lebih terperinci

Tuna dalam kemasan kaleng

Tuna dalam kemasan kaleng Standar Nasional Indonesia Tuna dalam kemasan kaleng ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional BSN 2016 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini telah dilakukan pengembangan dan validasi metode analisis untuk penetapan kadar vitamin A dalam minyak goreng sawit secara KCKT menggunakan kolom C 18 dengan

Lebih terperinci

OPTIMASI DAN VALIDASI METODE ANALISIS SUKROSA UNTUK MENENTUKAN KEASLIAN MADU PERDAGANGAN MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI

OPTIMASI DAN VALIDASI METODE ANALISIS SUKROSA UNTUK MENENTUKAN KEASLIAN MADU PERDAGANGAN MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI OPTIMASI DAN VALIDASI METODE ANALISIS SUKROSA UNTUK MENENTUKAN KEASLIAN MADU PERDAGANGAN MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI Aqnes Budiarti 1*, Ibrahim Arifin 1 1 Fakultas Farmasi Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Protein hewani menjadi sangat penting karena mengandung asam-asam amino

BAB I PENDAHULUAN. Protein hewani menjadi sangat penting karena mengandung asam-asam amino BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan asal ternak sangat dibutuhkan manusia sebagai sumber protein. Protein hewani menjadi sangat penting karena mengandung asam-asam amino yang dibutuhkan manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gates dan George Soros, sehingga terbentuk GF ATM (global fund against

BAB I PENDAHULUAN. Gates dan George Soros, sehingga terbentuk GF ATM (global fund against BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis hingga kini masih jadi masalah kesehatan utama di dunia. Berbagai pihak mencoba bekerja bersama untuk memeranginya. Bahkan penyakit ini akhirnya mampu

Lebih terperinci

Cara uji kimia-bagian 11: Penentuan residu tetrasiklin dan derivatnya dengan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) pada produk perikanan

Cara uji kimia-bagian 11: Penentuan residu tetrasiklin dan derivatnya dengan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) pada produk perikanan Standar Nasional Indonesia Cara uji kimia-bagian 11: Penentuan residu tetrasiklin dan derivatnya dengan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) pada produk perikanan ICS 67.050 Badan Standardisasi Nasional

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. ABSTRAK... ABSTRACT... KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... iii DAFTAR LAMPIRAN...v DAFTAR TABEL... vi DAFTAR GAMBAR... vii PENDAHULUAN...

DAFTAR ISI. ABSTRAK... ABSTRACT... KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... iii DAFTAR LAMPIRAN...v DAFTAR TABEL... vi DAFTAR GAMBAR... vii PENDAHULUAN... DAFTAR ISI Halaman ABSTRAK... ABSTRACT... KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... iii DAFTAR LAMPIRAN...v DAFTAR TABEL... vi DAFTAR GAMBAR... vii PENDAHULUAN...1 BAB I TINJAUAN PUSTAKA...4 1.1 Tinjauan Antibiotik...4

Lebih terperinci

UJI STABILITAS FISIK DAN KIMIA SEDIAAN SIRUP RACIKAN

UJI STABILITAS FISIK DAN KIMIA SEDIAAN SIRUP RACIKAN Prosiding SNaPP2012 : Sains, Teknologi, dan Kesehatan ISSN 2089-3582 UJI STABILITAS FISIK DAN KIMIA SEDIAAN SIRUP RACIKAN YANG MENGANDUNG ERDOSTEIN 1 Fetri Lestari, 2 Hilda Aprilia 1,2 Program Studi Farmasi,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang penelitian Indonesia merupakan salah satu negara tropis yang kaya akan sumber daya alamnya, sehingga menjadi negara yang sangat potensial dalam bahan baku obat, karena

Lebih terperinci

Analisis Fenobarbital..., Tyas Setyaningsih, FMIPA UI, 2008

Analisis Fenobarbital..., Tyas Setyaningsih, FMIPA UI, 2008 4 3 5 1 2 6 Gambar 3. Alat kromatografi cair kinerja tinggi Keterangan : 1. Pompa LC-10AD (Shimadzu) 2. Injektor Rheodyne 3. Kolom Kromasil TM LC-18 25 cm x 4,6 mm 4. Detektor SPD-10 (Shimadzu) 5. Komputer

Lebih terperinci

BAB III METODE PENGUJIAN. Industri PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan yang beralamat di Jl.

BAB III METODE PENGUJIAN. Industri PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan yang beralamat di Jl. BAB III METODE PENGUJIAN 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penetapan kadar ini dilakukan di Ruang Laboratorium yang terdapat di Industri PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan yang beralamat di Jl.

Lebih terperinci

MODUL MATERI UJIAN PERPINDAHAN JABATAN FUNGSIONAL PENGAWAS FARMASI DAN MAKANAN TERAMPIL KE AHLI PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS) BADAN POM RI

MODUL MATERI UJIAN PERPINDAHAN JABATAN FUNGSIONAL PENGAWAS FARMASI DAN MAKANAN TERAMPIL KE AHLI PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS) BADAN POM RI MODUL MATERI UJIAN PERPINDAHAN JABATAN FUNGSIONAL PENGAWAS FARMASI DAN MAKANAN TERAMPIL KE AHLI PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS) BADAN POM RI MATA PELAJARAN : ACUAN STANDAR METODE PENGUJIAN BADAN PENGAWAS OBAT

Lebih terperinci

Wirasuta dkk. Jurnal Farmasi Udayana Vol 5, No 2, UJI KEMURNIAN ISOLAT ANDROGRAFOLID DENGAN HPLC FASE TERBALIK

Wirasuta dkk. Jurnal Farmasi Udayana Vol 5, No 2, UJI KEMURNIAN ISOLAT ANDROGRAFOLID DENGAN HPLC FASE TERBALIK UJI KEMURNIAN ISOLAT ANDROGRAFOLID DENGAN HPLC FASE TERBALIK UJI KEMURNIAN ISOLAT ANDROGRAFOLID DENGAN HPLC FASE TERBALIK Wirasuta, I.M.A.G. 1), Astuti, N.M.W. 1), Dharmapradnyawati, N.N.P. 1), Wiputri,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Validasi merupakan proses konfirmasi karakteristik dari suatu metode analisis. Validasi dilakukan untuk menguji metode yang baru dikembangkan; atau untuk metode yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ditingkatkan dengan penerapan teknik pasca panen mulai dari saat jagung dipanen

I. PENDAHULUAN. ditingkatkan dengan penerapan teknik pasca panen mulai dari saat jagung dipanen I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman jagung ( Zea mays L) sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia dan hewan. Jagung merupakan komoditi tanaman pangan kedua terpenting setelah padi. Berdasarkan urutan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret sampai dengan bulan Juni 2013 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material serta di Laboratorium

Lebih terperinci

EKSTRAKSI STRIPPING URANIUM MOLIBDENUM DARI GAGALAN PRODUKSI BAHAN BAKAR REAKTOR RISET

EKSTRAKSI STRIPPING URANIUM MOLIBDENUM DARI GAGALAN PRODUKSI BAHAN BAKAR REAKTOR RISET BATAN B-68 EKSTRAKSI STRIPPING URANIUM MOLIBDENUM DARI GAGALAN PRODUKSI BAHAN BAKAR REAKTOR RISET Ghaib Widodo PUSAT TEKNOLOGI BAHAN BAKAR NUKLIR, Kawasan Puspiptek, Serpong 15314 Oktober 2012 LATAR BELAKANG

Lebih terperinci

BAB III METODE PERCOBAAN

BAB III METODE PERCOBAAN BAB III METODE PERCOBAAN 3.1. Tempat dan Waktu Percobaan Percobaan ini dilakukan di Laboratorium Instrument PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan Jalan Raya Tanjung Morawa Km. 9 pada bulan Februari

Lebih terperinci

Gambar 1. Alat kromatografi gas

Gambar 1. Alat kromatografi gas 68 A B Gambar 1. Alat kromatografi gas Keterangan: A. Unit utama B. Sistem kontrol 69 Gambar 2. Kromatogram larutan standar DHA 1552,5 µg/g Kondisi: Kolom kapiler VB-wax (60 m x 0,32 mm x 0,25 µm), fase

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Laboratorium Bioavailabilitas dan Bioekivalensi, Departemen Farmasi,

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Laboratorium Bioavailabilitas dan Bioekivalensi, Departemen Farmasi, BAB III BAHAN DAN CARA KERJA A. LOKASI Laboratorium Bioavailabilitas dan Bioekivalensi, Departemen Farmasi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia. B. BAHAN Levofloksasin

Lebih terperinci

BAB IV PROSEDUR KERJA

BAB IV PROSEDUR KERJA BAB IV PROSEDUR KERJA 4.1. Sampel 4.1.1. Pengumpulan Sampel Sampel yang digunakan berupa minuman serbuk dalam kemasan sachet yang beredar di pasar Bandung. Sampel yang digunakan diambil dari sebuah toko

Lebih terperinci

DAFTAR ISI.. ABSTRAK.. KATA PENGANTAR UCAPAN TERIMA KASIH. DAFTAR TABEL.. DAFTAR GAMBAR. DAFTAR LAMPIRAN..

DAFTAR ISI.. ABSTRAK.. KATA PENGANTAR UCAPAN TERIMA KASIH. DAFTAR TABEL.. DAFTAR GAMBAR. DAFTAR LAMPIRAN.. DAFTAR ISI ABSTRAK.. KATA PENGANTAR UCAPAN TERIMA KASIH. DAFTAR ISI.. DAFTAR TABEL.. DAFTAR GAMBAR. DAFTAR LAMPIRAN.. i ii iii iv vi vii viii BAB I : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang.. 1 1.2 Rumusan Masalah.

Lebih terperinci

ANALISIS KADAR METANOL DAN ETANOL DALAM MINUMAN BERALKOHOL MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI GAS. Abstrak

ANALISIS KADAR METANOL DAN ETANOL DALAM MINUMAN BERALKOHOL MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI GAS. Abstrak ANALISIS KADAR METANOL DAN ETANOL DALAM MINUMAN BERALKOHOL MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI GAS Amalia Choirni, Atik Setiani, Erlangga Fitra, Ikhsan Fadhilah, Sri Lestari, Tri Budi Kelompok 12 Jurusan Kimia Fakultas

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia Instrumen Jurusan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia Instrumen Jurusan BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia, Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas

Lebih terperinci

BAB 3. BAHAN dan METODE. Alat yang digunakan dalam pengujian adalah : 1. KCKT. 5. Erlenmeyer 250 ml. 6. Labu ukur 10 ml, 20 ml, 1000 ml

BAB 3. BAHAN dan METODE. Alat yang digunakan dalam pengujian adalah : 1. KCKT. 5. Erlenmeyer 250 ml. 6. Labu ukur 10 ml, 20 ml, 1000 ml 23 BAB 3 BAHAN dan METODE 3.1 ALAT Alat yang digunakan dalam pengujian adalah : 1. KCKT 2. Detektor PDA 3. Neraca analitik 4. PH meter 5. Erlenmeyer 250 ml 6. Labu ukur 10 ml, 20 ml, 1000 ml 7. Spatula

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ibuprofen 2.1.1 Sifat Fisikokimia Menurut Ditjen POM (1995), sifat fisikokimia dari Ibuprofen adalah sebagai berikut : Rumus Struktur : Gambar 1. Struktur Ibuprofen Nama Kimia

Lebih terperinci

KONTAMINASI FUNGI Aspergillus sp. PADA BIJI JAGUNG DITEMPAT PENYIMPANAN DENGAN KADAR AIR YANG BERBEDA

KONTAMINASI FUNGI Aspergillus sp. PADA BIJI JAGUNG DITEMPAT PENYIMPANAN DENGAN KADAR AIR YANG BERBEDA Sri Wahyuni Budiarti et al.: Komtaminasi Fungi. KONTAMINASI FUNGI PADA BIJI JAGUNG DITEMPAT PENYIMPANAN DENGAN KADAR AIR YANG BERBEDA Sri Wahyuni Budiarti 1), Heni Purwaningsih 1), dan Suwarti 2) 1) Balai

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pemilihan Kondisi Optimum Kromatografi Gas untuk Analisis

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pemilihan Kondisi Optimum Kromatografi Gas untuk Analisis BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Pemilihan Kondisi Optimum Kromatografi Gas untuk Analisis DHA Kondisi analisis optimum kromatografi gas terpilih adalah dengan pemrograman suhu dengan suhu awal

Lebih terperinci

LAPORAN KEMAJUAN TAHAP II PROGRAM INSENTIF PKPP KAJIAN PENGELOLAAN HARA DI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT BERBASIS EFISIENSI PEMUPUKAN

LAPORAN KEMAJUAN TAHAP II PROGRAM INSENTIF PKPP KAJIAN PENGELOLAAN HARA DI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT BERBASIS EFISIENSI PEMUPUKAN LAPORAN KEMAJUAN TAHAP II PROGRAM INSENTIF PKPP KAJIAN PENGELOLAAN HARA DI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT BERBASIS EFISIENSI PEMUPUKAN Kode : X.222 Lembaga : Kementrian Pertanian Koridor : 149 Fokus : Pertanian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu tanaman pangan dunia yang

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu tanaman pangan dunia yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanaman jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu tanaman pangan dunia yang sangat peting, selain padi dan gandum. Jagung juga berfungsi sebagai sumber makanan dan

Lebih terperinci

LAPORAN KEMAJUAN (sd MEI 2012)

LAPORAN KEMAJUAN (sd MEI 2012) LAPORAN KEMAJUAN (sd MEI 2012) PENGEMBANGAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI PROSES MANUFAKTUR PRODUK WAHANA BAWAH AIR NIR AWAK DALAM RANGKA MENUNJANG KEMANDIRIAN BANGSA PADA SEKTOR INDUSTRI PERTAHANAN DAN KEAMANAN

Lebih terperinci

PHARMACY, Vol.06 No. 03 Desember 2009 ISSN

PHARMACY, Vol.06 No. 03 Desember 2009 ISSN ANALISIS SIKLAMAT PADA AGAR-AGAR YANG BEREDAR DI PASAR WAGE PURWOKERTO DENGAN METODE KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI Rizki Widyaningsih*, Pri Iswati Utami* Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Purwokerto,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dimulai dari bulan April 2010 sampai dengan bulan Januari

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dimulai dari bulan April 2010 sampai dengan bulan Januari BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dimulai dari bulan April 2010 sampai dengan bulan Januari 2011. Penelitian ini sebagian besar dilakukan di Laboratorium Riset Jurusan Pendidikan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM ANALISA VITAMIN C METODE HPLC HIGH PERFORMANCE LIQUID CROMATOGRAPHY

LAPORAN PRAKTIKUM ANALISA VITAMIN C METODE HPLC HIGH PERFORMANCE LIQUID CROMATOGRAPHY LAPORAN PRAKTIKUM ANALISA VITAMIN C METODE HPLC HIGH PERFORMANCE LIQUID CROMATOGRAPHY Hari/Tanggal Praktikum : Kamis/ 30 Juni 2016 Nama Mahasiswa : 1. Irma Yanti 2. Rahmiwita 3. Yuliandriani Wannur Azah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu sekitar 2/3 wilayah dari total wilayah Indonesia. Dengan luasnya

BAB I PENDAHULUAN. yaitu sekitar 2/3 wilayah dari total wilayah Indonesia. Dengan luasnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Indonesia memiliki wilayah perairan yang lebih banyak dari dataran yaitu sekitar 2/3 wilayah dari total wilayah Indonesia. Dengan luasnya wilayah perairan

Lebih terperinci

Mengenal Aflatoksin dan Metode Analisisnya pada Kakao

Mengenal Aflatoksin dan Metode Analisisnya pada Kakao Mengenal Aflatoksin dan Metode Analisisnya pada Kakao Oleh: Bayu Refindra Fitriadi, S.Si Calon PMHP Ahli Pertama Kakao merupakan salah satu produk unggulan perkebunan Indonesia, bahkan saat ini Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Minyak kelapa sawit termasuk produk unggulan negara Indonesia dan merupakan komoditas ekspor utama. Dalam hal ini Indonesia merupakan negara penghasil kelapa

Lebih terperinci

Bab III Bahan dan Metode

Bab III Bahan dan Metode Bab III Bahan dan Metode A. Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah kelapa sawit segar dan buah pascaperebusan (perebusan pada suhu 131 o C, tekanan uap 2 atmosfer, selama 100

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Linieritas metode analisis kalsium dalam tanah dengan AAS ditentukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Linieritas metode analisis kalsium dalam tanah dengan AAS ditentukan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Penentuan Linieritas Linieritas metode analisis kalsium dalam tanah dengan AAS ditentukan dengan cara membuat kurva hubungan antara absorbansi pada sumbu y dan konsentrasi

Lebih terperinci

UJI BIOAKTIFITAS EKSTRAK LIPID DALAM Zymomonas mobilis DENGAN METODE BSLT (Brine Shrimp Lethality Test)

UJI BIOAKTIFITAS EKSTRAK LIPID DALAM Zymomonas mobilis DENGAN METODE BSLT (Brine Shrimp Lethality Test) UJI BIOAKTIFITAS EKSTRAK LIPID DALAM Zymomonas mobilis DENGAN METODE BSLT (Brine Shrimp Lethality Test) Oleh ELOK WIDAYANTI 1406 201 808 PROGRAM MAGISTER KIMIA FMIPA ITS Surabaya 2008 Divisio Sub Divisio

Lebih terperinci

Benarkah Ada Aflatoksin pada Kakao?

Benarkah Ada Aflatoksin pada Kakao? Benarkah Ada Aflatoksin pada Kakao? Oleh: Ayutia Ciptaningtyas Putri, S.Si PMHP Ahli Pertama Kakao merupakan salah satu komoditi utama perkebunan Indonesia dan andalan ekspor negara Indonesia. Saat ini

Lebih terperinci

LAPORAN HASIL LITBANG

LAPORAN HASIL LITBANG SIDa.X.6 LAPORAN HASIL LITBANG Pengembangan Teknologi Pengolahan Makanan Ringan (Vacuum Frying, Deep Frying dan Spinner) untuk Meningkatkan Kualitas Makanan Olahan di Banjarnegara PROGRAM INSENTIF RISET

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus merupakan penyakit kronis pada homeostasis glukosa yang ditandai dengan beberapa hal yaitu, meningkatnya kadar gula darah, kelainan kerja insulin,

Lebih terperinci

BAB VI. PENGEMBANGAN METODE

BAB VI. PENGEMBANGAN METODE BAB VI. PENGEMBANGAN METODE Pengembangan metode adalah suatu tahapan proses untuk menemukan atau memperbaiki metode analisis suatu analit agar sesuai dengan kebutuhan. Tahap ini umumnya dilakukan bila

Lebih terperinci

PHARMACY, Vol.06 No. 02 Agustus 2009 ISSN Febriyanti Diah Puspita Sari*, Pri Iswati Utami*

PHARMACY, Vol.06 No. 02 Agustus 2009 ISSN Febriyanti Diah Puspita Sari*, Pri Iswati Utami* PENETAPAN KADAR KLORAMFENIKOL DALAM TETES MATA PADA SEDIAAN GENERIK DAN MERK DENGAN METODE KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI Febriyanti Diah Puspita Sari*, Pri Iswati Utami* Fakultas Farmasi Universitas

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Tanah Balai Penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Tanah Balai Penelitian BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Tanah Balai Penelitian Tanaman Sayuran (BALITSA), jalan Tangkuban Perahu No. 157 Lembang, Bandung. 3.2.

Lebih terperinci

SKRIPSI SURVEY KONSUMSI DAN STUDI ANALISIS KANDUNGAN AFLATOKSIN BEBERAPA PRODUK PANGAN BERBASIS JAGUNG. Oleh : ALDILLA SARI UTAMI F

SKRIPSI SURVEY KONSUMSI DAN STUDI ANALISIS KANDUNGAN AFLATOKSIN BEBERAPA PRODUK PANGAN BERBASIS JAGUNG. Oleh : ALDILLA SARI UTAMI F SKRIPSI SURVEY KONSUMSI DAN STUDI ANALISIS KANDUNGAN AFLATOKSIN BEBERAPA PRODUK PANGAN BERBASIS JAGUNG Oleh : ALDILLA SARI UTAMI F24104001 2008 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah biji paria (Momordica charantia)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah biji paria (Momordica charantia) BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Objek dan Lokasi Penelitian Objek atau bahan penelitian ini adalah biji paria (Momordica charantia) yang diperoleh dari Kampung Pamahan, Jati Asih, Bekasi Determinasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seperti Indonesia adalah faktor suhu lingkungan yang cukup tinggi. Kondisi ini

BAB I PENDAHULUAN. seperti Indonesia adalah faktor suhu lingkungan yang cukup tinggi. Kondisi ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah yang umumnya terjadi pada usaha peternakan di negara-negara tropis seperti Indonesia adalah faktor suhu lingkungan yang cukup tinggi. Kondisi ini berdampak langsung

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 21 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Riset Kimia Universitas Pendidikan Indonesia, Jl. Setiabudhi No. 229, Bandung. 3.2 Alat dan Bahan 3.2.1

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kajian Kontaminasi Melamin Pada Produk Pangan di Indonesia Berdasarkan informasi media massa, kasus pemalsuan dengan melamin di Cina ditemukan pada produk pakan dan produk pangan.

Lebih terperinci

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hardware Sistem Kendali Pada ISD Pada penelitian ini dibuat sistem pengendalian berbasis PC seperti skema yang terdapat pada Gambar 7 di atas. Pada sistem pengendalian ini

Lebih terperinci

PENETAPAN KADAR ASAM GALAT, KAFEIN DAN EPIGALOKATEKIN GALAT PADA BERBAGAI PRODUK TEH CELUP

PENETAPAN KADAR ASAM GALAT, KAFEIN DAN EPIGALOKATEKIN GALAT PADA BERBAGAI PRODUK TEH CELUP PENETAPAN KADAR ASAM GALAT, KAFEIN DAN EPIGALOKATEKIN GALAT PADA BERBAGAI PRODUK TEH CELUP Yohanes Martono Program Studi Kimia, Fakultas Sains dan Matematika Universitas Kristen Satya Wacana Jl. Diponegoro

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Meka et al (2014) dalam penelitiannya melakukan validasi metode KCKT untuk estimasi metformin HCl dan propranolol HCl dalam plasma dengan detektor PDA (Photo

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Produksi Aflatoksin Metode Davis et al. (1966) Penelitian yang dilakukan oleh N. D. Davis, U. L. Diener, dan D. W. Eldridge di Alabama bertujuan untuk melihat bagaimana kondisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Validasi metode analisis merupakan suatu tindakan penilaian terhadap parameter tertentu, berdasarkan percobaan laboratorium untuk membuktikan bahwa parameter tersebut

Lebih terperinci

BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA PENDAHULUAN Nyamuk merupakan serangga yang dapat mengancam kesehatan manusia, karena dapat menjadi vektor berbagai penyakit, antara lain malaria dan demam berdarah. Saat ini, wilayah penyebaran nyamuk

Lebih terperinci