Mengenal Aflatoksin dan Metode Analisisnya pada Kakao
|
|
- Yandi Tedja
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 Mengenal Aflatoksin dan Metode Analisisnya pada Kakao Oleh: Bayu Refindra Fitriadi, S.Si Calon PMHP Ahli Pertama Kakao merupakan salah satu produk unggulan perkebunan Indonesia, bahkan saat ini Indonesia menempati peringkat ke-3 dunia sebagai negara penghasil kakao terbesar dunia. Namun tingginya produksi kakao ini tidak dibarengi dengan meningkatnya kualitas produk kakao yang dihasilkan. Kualitas biji kakao yang diekspor oleh Indonesia dikenal rendah. Di Amerika Serikat, biji kakao Indonesia selalu mendapatkan penahanan (automatic detention) karena sering ditemukan jamur, kotoran, serangga dan benda asing lainnya. Jamur yang sering ditemui pada biji kakao yang proses penanganan dan pengolahan yang tidak tepat adalah jamur dari genera Aspergillus, Mucorsp, Penicilium, dan Rhyzopus. Aspergillus.flavus dan A. parasiticus dan A. niger merupakan jamur yang dapat menghasilkan mikotoksin pada biji kakao kering. Walaupun belum ada penolakan produk kakao Indonesia terkait kandungan mikotoksin seperti yang terjadi pada pala Indonesia beberapa waktu lalu, akan tetapi apabila tidak diantisipasi dengan baik, bukan tidak mungkin pada masa yang akan datang akan terjadi penolakan kakao produk Indonesia karena mengandung aflatoksin yang melebihi batas. Jamur penyebab aflatoksin dapat tumbuh dan berkembang pada hasil-hasil perkebunan kakao sebelum panen, pada hasil panen kakao yang sedang disimpan maupun produk kakao yang sedang atau telah diolah. Belum dikuasainya teknologi penanganan pascapanen biji kakao kering atau pengolahan pascapanen yang kurang tepat dan tidak layak seperti pemanenan, sortasi, pencucian, penjemuran dan penyimpanan, menyebabkan mudahnya terjadi kontaminasi mikroorganisme yang tidak diharapkan seperti jamur penghasil toksin. Jamur tersebut akan mencemari biji kakao dan dapat menimbulkan perubahan-perubahan kimiawi di dalamnya, sehingga komoditi ini tidak dapat dikonsumsi atau bahkan beracun. Selain pada biji kakao, jamur ini juga dapat tumbuh pada jagung, kopra, kedelai, cantel, kopi, beras, gaplek, tembakau, jamu dan lain-lain. Jamur mikotoksigenik yang tumbuh di produk kakao memungkinkan adanya mikotoksin pada produk kakao. Kontaminasi mikotoksin pada biji kakao tidak
2 hanya berbahaya bagi kesehatan manusia namun juga dapat menimbulkan kerugian ekonomi yang cukup besar dan berpengaruh terhadap perdagangan Internasional. Aflatoksin adalah senyawa racun yang dihasilkan oleh metabolit sekunder jamur Aspergillus flavus dan A. parasiticus. Selain itu, aflatoksin diproduksi juga oleh jamur Aspergillus nomius, A. pseudotamarii dan A. ochraceoroseus. A. flavus dan A. parasiticus tumbuh pada kisaran suhu yang panjang, berkisar dari o C sampai o C dengan suhu optimum o C dan ph optimum 6. Jamur ini biasanya ditemukan pada bahan pangan/pakan yang mengalami proses pelapukan. Pertumbuhan aflatoksin dipacu oleh kondisi lingkungan dan iklim, seperti kelembapan, suhu, dan curah hujan yang tinggi. Kondisi seperti itu biasanya ditemui di negara tropis seperti Indonesia. Selain itu, faktor yang mempengaruhi pertumbuhan kapang dan produksi aflatoksin adalah (1) pengaruh aerasi, dimana proses fermentasi yang dilakukan pada wadah yang tidak memiliki aerasi yang bagus (2) pengaruh atmosfir (gas udara) seperti CO 2, dan O 2 ; (3) suhu, dimana suhu optimum untuk memproduksi toksin yaitu 25 o C ; (4) pengaruh kelembaban, dimana RH pada proses fermentasi lebih dari 80 %. Aflatoksin merupakan salah satu nama sekelompok senyawa yang termasuk mikotoksin dan paling toksik dibanding mikotoksin lainnya. Aflatoksin dikenal susunan kimianya pada tahun 1964, yang mula-mula dibagi dalam dua golongan yatu aflatoksin jenis B dan jenis G berdasarkan atas warna fluoresensi apabila dikenai sinar ultra violet; masing-masing warna biru (blue) untuk aflatoksin jenis B dan warna kehijauan (green) untuk jenis G. Pada saat itu baru diketahui empat jenis aflatoksin yaitu B1, B2, G1 dan G2, yang masing-masing mempunyai struktur kimia serta daya racun yang berbeda, di mana aflatoksin B1 adalah yang sangat beracun. Aflatoksin bersifat sangat tidak larut dalam air, larut dalam aseton atau chloroform dan titik cairnya antara o C. Aflatoksin memiliki sifat racun yang akut dan kronis. Aflatoksin bersifat karsinogen dan banyak ditemukan pada produk pertanian. Aflatoksin dapat menyebabkan kanker dan ginjal pada manusia bila dikonsumsi secara berlebihan. Dalam dosis yang tinggi aflatoksin dapat menyebabkan efek akut. Aflatoksin juga dapat terakumulasi di otak dan mempunyai efek buruk terhadap paru-paru, miokarbium dan ginjal. Efek kronik dan sub akut aflatoksin pada manusia yaitu penyakit hati seperti kanker hati, hepatitis kronik, penyakit kuning, dan sirosis hati. Aflatoksin
3 dapat pula mengakibatkan gangguan penyerapan makanan, gangguan pencernaan dan metabolisme nutrien akibat mengkonsumsi pangan yang terkontaminasi aflatoksin pada konsentrasi rendah secara terus menerus. Aflatoksin juga berperan dalam menyebabkan penyakit seperti busung lapar. Selain itu juga dapat mengganggu sistem kekebalan tubuh pada manusia dan hewan. Efek kronis racun aflatoksin merupakan penyebab kanker yang potensial (potent carcinogen). Aflatoksin B1 adalah penyebab kanker hati yang potensial (potent hepato carcinogen). Mengingat bahaya yang ditimbulkannya, maka WHO, FAO dan UNICEF telah menetapkan batas kandungan aflatoksin pada produk pertanian yang dikonsumsi, tidak lebih dari 30 ppb. Bahkan Europan Commission menetapkan batas maksimal total aflatoksin lebih rendah yakni 4 ppb untuk produk serelia. Metode analisis aflatoksin pada produk perkebunan dapat dilakukan dengan menggunakan ELISA maupun dengan metode instrumen HPLC dengan detektor fluorosence. Kedua metode tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan masingmasing. Metode analisis ELISA atau enzyme linked immunosorbent assay dapat digunakan untuk menentukan kadar aflatoksin pada produk perkebunan. Keuntungan dari teknik analisis ini adalah sangat sensitif dan spesifik dengan menggunakan antibodi. Selain itu, waktu analisisnya cepat, baik pada contoh tunggal maupun banyak. Prinsip dasar ELISA adalah analisis interaksi antara antigen dan antibodi yang teradsorpsi secara pasif pada permukaan fase padat dengan menggunakan konjugat antibody atau antigen yang dilabel enzim. Enzim ini akan bereaksi dengan substrat dan menghasilkan warna. Warna yang timbul dapat ditentukan secara kualitatif dengan pandangan mata atau kuantitatif dengan pembacaan nilai absorbansi (OD) pada ELISA plate reader. Adapun untuk preparasi contoh, biji kakao yang kering dilarutkan pada larutan metanol 70% dan didiamkan selama 30 menit sampai mengendap. Endapan disaring dan filtrat contoh siap dianalisa menggunakan ELISA seperti metode di atas. Analisis berlangsung dalam wadah microwell (mikroplat) dengan konsentrasi antibodi yang dilapiskan pada mikroplat 0 mg/ml. Aflatoksin B1 yang terdapat pada contoh yang diperiksa akan berkompetisi dengan antibodi yang berada dalam mikroplat.
4 Bahan atau pereaksi yang tidak berikatan akan terbuang setelah mengalami proses pencucian. Dengan menambahkan substrat pada mikroplat akan terbentuk warna pada ikatan antara antibodi dan enzim konjugat. Semakin biru warna yang dihasilkan, semakin kecil aflatoksin B1 yang terdapat pada contoh yang dianalisis. Hasil analisis ditentukan dengan membaca Optical Density (OD) pada ELISA plate reader. Kurva kalibrasi, plot antara nilai OD dan konsentrasi standar aflatoksin B1 dibuat dan digunakan untuk menghitung kadar aflatoksin B1 pada contoh. Selain menggunakan metode ELISA, kadar aflatoksin pada kakao juga bisa ditentukan, baik kuantitatif maupun kualitatifnya dengan metode HPLC (High Performance Liquid Chromatography) atau Kromatografi Cair Kinerja Tinggi. Prinsip kerja dari metode HPLC ini adalah perbedaan distribusi dari komponen-komponen campuran tersebut diantara dua fase, yaitu fase diam dan fase bergerak dan dideteksi menggunakan detektor fluorosense. Untuk penentuan secara kualitatif dari Aflatoxin didasarkan pada waktu retensi atau volume retensi suatu senyawa yaitu dengan membandingkan t atau V senyawa dalam contoh yang dianalisis dengan t atau V Aflatoxin standar yang telah diketahui. Sedangkan untuk mengetahui secara kuantitatif dari Aflatoxin yang terdapat dalam contoh didasarkan pada prinsip bahwa tinggi puncak suatu kromatogram akan sebanding dengan kadar senyawa yang membentuk kromatogram tersebut. Keuntungan dari metode HPLC ini adalah analisis yang cepat, resolusi yang diperoleh relatif tinggi, sensitivitas detektor yang baik, kolom sebagai fase diam yang dapat digunakan kembali sehingga menguntungkan secara ekonomis, ideal untuk zat bermolekul besar dan berionik seperti Aflatoxin dan mudah untuk recovery contoh. Teknik analisis Aflatoxin menggunakan metode HPLC menggunakan fase gerak berupa campuran larutan Acetonitrile : Metanol : Aquabidest (1:3:6), dengan laju alir 1,0 ml / menit, dan volume injeksi sebesar 20 µl. Adapun detektor yang digunakan adalah detektor fluorescence pada panjang gelombang eksitasi 365 nm dan panjang gelombang emisi 450 nm. Fasa diam menggunakan kolom Rp-18 Lichrospher dengan panjang 250 mm dan diameter 4.0 mm dengan ukuran partikel 5µm. Standar campuran Aflatoksin dibuat dari standar induk aflatoksin yang diencerkan dengan acetonitrile dan dihomogenkan. Deret standar aflatoksin 1 ppb ; 2 ppb ; 5 ppb ; 10 ppb ;
5 25 ppb ; 50 ppb ; dan 100 ppb di buat. Kemudian masing-masing deret standar yang telah dibuat dimasukkan ke dalam vial amber, setelah dicampur larutan dikocok sampai homogen. Ditimbang dengan teliti sebanyak 25 gram contoh dan ±5 gram serbuk NaCl dimasukkan ke dalam blender, ditambahkan 125 ml metanol 70%, diblender dengan kecepatan tinggi selama 2 menit. Larutan disaring dengan kertas saring. Dipipet 15 ml filtrat kemudian diencerkan dengan 30 ml aquabidest, kocok sampai homogen. 15 ml fitrat dilewatkan ke immunoaffinity column dengan kecepatan 1 tetes per detik, dilewatkan 10 ml aquabidest ke immunoaffinity column dengan kecepatan 2 tetes per detik. Setelah semua cairan turun, didorong dengan syringe hingga keluar udara dan dibuang cairan yang ditampung, dilewatkan 1 ml methanol ke immunoaffinity column, ditampung tetesan ke dalam vial amber. 1 ml standar atau sampel dalam metanol dalam vial amber diuapkan dengan gas nitrogen sampai kering. Setelah kering ditambahkan 100 µl TFA (tri fluoro acetic acid) dan divortex selama 30 detik, diinkubasi pada suhu ruang selama 15 menit (lindungi dari cahaya), ditambahkan 900 µl campuran acetonitril-aquabidest (1: 9), divortex selama 30 detik. Sampel diinjeksikan ke sistem kromatografi. Kadar aflatoksin dalam sampel dihitung dan ditetapkan menggunakan kurva kalibrasi (hubungan antara konsentrasi standar dan luas area) dengan garis lurus. Masing-masing metode baik ELISA maupun HPLC memberikan hasil yang signifikan dalam menentukan kandungan Aflatoxin dalam kakao sehingga dapat dijadikan referensi bagi analis dalam melakukan pengujian Aflatoxin dalam kakao. Referensi: Asrul, 2009, Populasi Jamur Mikotoksigenik dan Kandungan Aflatoksin pada Beberapa Contoh Biji Kakao (Theobroma cacao L) Asal Sulawasi Tengah, J. Agroland 16 (3) : , September 2009 Muchtadi, D., 2010, Tidak Dapat Hilang Walau Sudah Diolah Aflatoxin, Racun Penyebab Kanker, diakses pada 26 September 2013 di Racmawati, Eka., Nasrianto, H., Mulyati, A.H., 2012, Kandungan Aflatoksin (B1, B2, G1 dan G2) pada Kacang Tanah (Arachis hypogaea L) yang Beredar di Pasar Tradisional Daerah Jabotabek, diakses pada 26 September 2013 di &id=478
6 Syarief, R., 2012, Mikotoksin Bahan Pangan, diakses pada 26 September 2013 di &ved=0ccgqfjaa&url=http%3a%2f%2fxa.yimg.com%2fkq%2fgroups%2f %2F %2Fname%2FMikotoksin_seminar_Prof%255B1%255D. _Rizal_s2_s3.ppt&ei=vRDUoqKK47GrAfLyYHQDA&usg=AFQjCNFT0KwB2SsXe YWKM1gCYP1yMwny-Q&sig2=0XWA_g4PiG4X4A favaqnw&bvm=bv ,d.bmk Wangge, E.S.A., Suprapta, D.N., dan Alit, G.N., Wirya, S., 2012, Isolasi dan Identifiaksi Jamur Penghasil Mikotoksin pada Biji Kakao Kering yang Dihasilkan di Flores, J. Agric. Sci. and Biotechnol. Vol. 1, No. 1, Juli 2012 Yusrini, H., 2005, Teknik Analisis Kandungan Aflatoksin B1 Secara ELISA pada pakan ternak dan Bahan Dasarnya, Buletin Teknik Pertanian Vol. 10, Nomor 1, 2005
Benarkah Ada Aflatoksin pada Kakao?
Benarkah Ada Aflatoksin pada Kakao? Oleh: Ayutia Ciptaningtyas Putri, S.Si PMHP Ahli Pertama Kakao merupakan salah satu komoditi utama perkebunan Indonesia dan andalan ekspor negara Indonesia. Saat ini
Lebih terperinciAFLATOKSIN dan BAHAN PENGAWET
AFLATOKSIN dan BAHAN PENGAWET AFLATOKSIN Senyawa metabolik sekunder yang bersifat toksik dan karsinogenik Dihasilkan: Aspergilus flavus & Aspergilus parasiticus Keduanya tumbuh pada biji-bijian, kacang-kacangan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kesehatan di seluruh dunia dan konsekuensi yang buruk pada ekonomi yang harus
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kontaminasi produk pertanian oleh mikotoksin merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia dan konsekuensi yang buruk pada ekonomi yang harus diperhatikan.
Lebih terperinciLAPORAN PRAKTIKUM Praktikum HPLC, Analisa Tablet Vitamin C
LAPORAN PRAKTIKUM Praktikum HPLC, Analisa Tablet Vitamin C Nama : Ayu Elvana dan Herviani Sari Tanggal : 19 Desember 2012 Jam : 12.00-15.00 WIB Tujuan : 1. Praktikan dapat menentukan kadar vitamin C menggunakan
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret sampai dengan bulan Juni 2013 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material serta di Laboratorium
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengenalan Tanaman Jagung Jagung (Zea mays L ) adalah tanaman pangan kedua sesudah padi. Secara global jagung adalah tanaman pangan ketiga setelah gandum dan padi. Jagung berasal
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform,
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN 1. Standar DHA murni (Sigma-Aldrich) 2. Standar DHA oil (Tama Biochemical Co., Ltd.) 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform, metanol,
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN. Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan
21 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dimulai pada bulan Maret sampai Juni 2012 di Laboratorium Riset Kimia dan Material Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan
Lebih terperinciLAPORAN PRAKTIKUM ANALISA VITAMIN C METODE HPLC HIGH PERFORMANCE LIQUID CROMATOGRAPHY
LAPORAN PRAKTIKUM ANALISA VITAMIN C METODE HPLC HIGH PERFORMANCE LIQUID CROMATOGRAPHY Hari/Tanggal Praktikum : Kamis/ 30 Juni 2016 Nama Mahasiswa : 1. Irma Yanti 2. Rahmiwita 3. Yuliandriani Wannur Azah
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Juni 2012.
26 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material Jurusan Pendidikan Kimia, Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). Penelitian
Lebih terperinciLAPORAN PRAKTIKUM HPLC : ANALISA TABLET VITAMIN C
LAPORAN PRAKTIKUM HPLC : ANALISA TABLET VITAMIN C Nama : Juwita (127008003) Rika Nailuvar Sinaga (127008004) Hari / Tanggal Praktikum : Kamis / 19 Desember 2012 Waktu Praktikum : 12.00 15.00 WIB Tujuan
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. formula menggunakan HPLC Hitachi D-7000 dilaksanakan di Laboratorium
30 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian validasi metode dan penentuan cemaran melamin dalam susu formula menggunakan HPLC Hitachi D-7000 dilaksanakan di Laboratorium Kimia Instrumen
Lebih terperinciBAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA. Alat kromatografi kinerja tinggi (Shimadzu, LC-10AD VP) yang
BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA A. ALAT Alat kromatografi kinerja tinggi (Shimadzu, LC-10AD VP) yang dilengkapi dengan detektor UV-Vis (SPD-10A VP, Shimadzu), kolom Kromasil LC-18 dengan dimensi kolom
Lebih terperinciKANDUNGAN AFLATOKSIN (B1, B2, G1 DAN G2) PADA KACANG TANAH (Arachis Hypogaea L) YANG BEREDAR DI PASAR TRADISIONAL DAERAH JABOTABEK
KANDUNGAN AFLATOKSIN (B1, B2, G1 DAN G2) PADA KACANG TANAH (Arachis Hypogaea L) YANG BEREDAR DI PASAR TRADISIONAL DAERAH JABOTABEK Drs. Husain Nasrianto M.S, Ade Heri Mulyati, M.Si, Eka Rachmawati Program
Lebih terperinciANALISIS KADAR METANOL DAN ETANOL DALAM MINUMAN BERALKOHOL MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI GAS. Abstrak
ANALISIS KADAR METANOL DAN ETANOL DALAM MINUMAN BERALKOHOL MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI GAS Amalia Choirni, Atik Setiani, Erlangga Fitra, Ikhsan Fadhilah, Sri Lestari, Tri Budi Kelompok 12 Jurusan Kimia Fakultas
Lebih terperinciLAPORAN PRAKTIKUM. ISOLASI DNA, Isolasi Protein dan PCR (Elektroforesis agarose dan Acrylamic)
LAPORAN PRAKTIKUM ISOLASI DNA, Isolasi Protein dan PCR (Elektroforesis agarose dan Acrylamic) Nama : Rebecca Rumesty Lamtiar (127008016) Yulia Fitri Ghazali (127008007) Paska Rahmawati Situmorang (127008011)
Lebih terperinci4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Isolasi enzim fibrinolitik Cacing tanah P. excavatus merupakan jenis cacing tanah yang agresif dan tahan akan kondisi pemeliharaan yang ekstrim. Pemeliharaan P. excavatus dilakukan
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian konversi lignoselulosa jerami jagung (corn stover) menjadi 5- hidroksimetil-2-furfural (HMF) dalam media ZnCl 2 dengan co-catalyst zeolit,
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN. di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material Jurusan Pendidikan
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Februari sampai dengan Juli 2010 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan April 2013 sampai Agustus 2013 di Laboratoium Kimia Riset Makanan dan Material serta di Laboratorium Instrumen
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Fase gerak : dapar fosfat ph 3,5 : asetonitril (80:20) : panjang gelombang 195 nm
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Optimasi Sistem KCKT Sistem KCKT yang digunakan untuk analisis senyawa siklamat adalah sebagai berikut: Fase diam : C 18 Fase gerak : dapar fosfat ph
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Analisis Kuantitatif
BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Analisis Kuantitatif Departemen Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, Depok, pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kakao merupakan salah satu komoditas perkebunan di Indonesia yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kakao merupakan salah satu komoditas perkebunan di Indonesia yang cukup potensial. Menurut data prediksi International Cocoa Organization (2017), pada tahun 2017 Indonesia
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini digunakan berbagai jenis alat antara lain berbagai
30 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Alat dan Bahan Pada penelitian ini digunakan berbagai jenis alat antara lain berbagai macam alat gelas, labu Kjeldahl, set alat Soxhlet, timble ekstraksi, autoclave, waterbath,
Lebih terperinciLAPORANPRAKTIKUM AnalisaTabletVitaminCdenganHPLC (High PerformanceLiquidChromatography)
LAPORANPRAKTIKUM AnalisaTabletVitaminCdenganHPLC (High PerformanceLiquidChromatography) NAMA :1. BINAYANTI NAINGGOLAN (NIM :157008008) 2. HENNY GUSVINA B(NIM :157008010) 3. DINNO RILANDO(NIM :157008004)
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan dari Bulan Maret sampai Bulan Juni 2013. Pengujian aktivitas antioksidan, kadar vitamin C, dan kadar betakaroten buah pepaya
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimen. Termasuk
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimen. Termasuk penelitian eksperimen karena dalam penelitian ini terdapat kontrol sebagai acuan antara
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. ditingkatkan dengan penerapan teknik pasca panen mulai dari saat jagung dipanen
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman jagung ( Zea mays L) sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia dan hewan. Jagung merupakan komoditi tanaman pangan kedua terpenting setelah padi. Berdasarkan urutan
Lebih terperinciBAB III METODE PERCOBAAN
BAB III METODE PERCOBAAN 3.1. Tempat dan Waktu Percobaan Percobaan ini dilakukan di Laboratorium Instrument PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan Jalan Raya Tanjung Morawa Km. 9 pada bulan Februari
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa dosis ragi dan frekuensi pengadukan
23 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Kadar Air Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa dosis ragi dan frekuensi pengadukan berpengaruh tidak nyata terhadap kadar air biji kakao serta tidak
Lebih terperinciKARYA ILMIAH TERTULIS (SKRIPSI)
PENGARUH INOKULASI Aspergillus flavus TERHADAP PERTUMBUHAN MIKROFLORA ALAMI DAN PRODUKSI AFLATOKSIN SELAMA FERMENTASI DAN PENYIMPANAN BIJI KAKAO (Theobroma Cacao L.) KARYA ILMIAH TERTULIS (SKRIPSI) Diajukan
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia Instrumen Jurusan
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia, Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas
Lebih terperinciBAB 3. BAHAN dan METODE. Alat yang digunakan dalam pengujian adalah : 1. KCKT. 5. Erlenmeyer 250 ml. 6. Labu ukur 10 ml, 20 ml, 1000 ml
23 BAB 3 BAHAN dan METODE 3.1 ALAT Alat yang digunakan dalam pengujian adalah : 1. KCKT 2. Detektor PDA 3. Neraca analitik 4. PH meter 5. Erlenmeyer 250 ml 6. Labu ukur 10 ml, 20 ml, 1000 ml 7. Spatula
Lebih terperinciLAPORAN PRAKTIKUM 8 PRAKTIKUM HPLC ANALISA TABLET VITAMIN C
LAPORAN PRAKTIKUM 8 PRAKTIKUM HPLC ANALISA TABLET VITAMIN C HARI/ TANGGAL PRAKTKUM : KAMIS/ 20 DESEMBER 2012 JAM : 08.00 11.00 WIB Nama Praktikan : KAROLINA BR SURBAKTI (NIM: 20127008018) LUCIA AKTALINA
Lebih terperinciJurnal Farmasi Malahayati Volume 1 No.1 Januari
Jurnal Farmasi Malahayati Volume 1 No.1 Januari 2018 5 PENETAPAN KADAR KALUM SORBAT DALAM KEJU KEMASAN DENGAN METODE KROMATOGRAF CAR KNERJA TNGG (KCKT) Rizki manda 1, Nofita 2, Ade Maria Ulfa 2 ABSTRACT
Lebih terperinciPERANCANGAN DAN PENGAPLIKASIAN DETEKTOR CEPAT AFLATOKSIN UNTUK MENGUKUR KANDUNGAN AFLATOKSIN PADA PRODUK HASIL PERTANIAN
PERANCANGAN DAN PENGAPLIKASIAN DETEKTOR CEPAT AFLATOKSIN UNTUK MENGUKUR KANDUNGAN AFLATOKSIN PADA PRODUK HASIL PERTANIAN Arifin Dwi Saputro, Ridwan Kurniawan, Hanim Zuhrotul Amanah, Sri Rahayoe Jurusan
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini dilakukan pada Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi pada bulan Februari sampai Mei tahun 2012. 3.2 Alat-alat Alat alat yang
Lebih terperinci2. Menentukan kadar berbagai tablet Vitamin C menggunakan metoda HPLC. HPLC(HighPerfomance Liquid Cromatografi)
LAPORAN PRAKTIKUM 8 HPLC: ANALISA TABLET VITAMIN C Oleh : Maria Lestari dan Henny E. S. Ompusunggu Hari/Tanggal/Jam Praktikum : Rabu/ 19 Desember 2012/ 12.00 s/d selesai Tujuan : 1. Mengetahui prinsip
Lebih terperinciPrinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri
Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri PENANGANAN Jenis Kerusakan Bahan Pangan Kerusakan mikrobiologis Kerusakan mekanis Kerusakan fisik Kerusakan biologis Kerusakan kimia Kerusakan
Lebih terperinciLampiran 1. Prosedur Pengujian Kadar Kurkuminoid metode HPLC (High Perfomance Liquid Chromatography)
LAMPIRAN 49 50 Lampiran 1. Prosedur Pengujian Kadar Kurkuminoid metode HPLC (High Perfomance Liquid Chromatography) 1.1 Penetapan kadar: a. Fase gerak: Buat campuran metanol : 0,01 M phosphoric acid ;
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN. Waktu pelaksanaan penelitian pada bulan Juni 2013.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian 1. Waktu Penelitian Waktu pelaksanaan penelitian pada bulan Juni 2013. 2. Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Patologi,
Lebih terperinciMETODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai Juni 2014 bertempat di
29 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai Juni 2014 bertempat di Laboratorium Kimia Fisik, Laboratorium Biomassa Universitas Lampung
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Produksi Aflatoksin Metode Davis et al. (1966) Penelitian yang dilakukan oleh N. D. Davis, U. L. Diener, dan D. W. Eldridge di Alabama bertujuan untuk melihat bagaimana kondisi
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dimulai dari bulan April 2010 sampai dengan bulan Januari
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dimulai dari bulan April 2010 sampai dengan bulan Januari 2011. Penelitian ini sebagian besar dilakukan di Laboratorium Riset Jurusan Pendidikan
Lebih terperinciPERUBAHAN KANDUNGAN OKSALAT SELAMA PROSES SILASE RUMPUT SETARIA
PERUBAHAN KANDUNGAN OKSALAT SELAMA PROSES SILASE RUMPUT SETARIA NANI IRIANI Balai Penelitian Ternak, P.O. Box 221 Bogor 16002 RINGKASAN Rumput setaria adalah salah satu jenis rumput yang banyak ditanam
Lebih terperinciBAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kuantitatif
BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kuantitatif Departemen Farmasi FMIPA UI, dalam kurun waktu Februari 2008 hingga Mei 2008. A. ALAT 1. Kromatografi
Lebih terperinciIII. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei sampai Agustus 2013 di Laboratorium
29 III. METODELOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei sampai Agustus 2013 di Laboratorium Kimia Fisik, Laboratorium Biomassa, Laboratorium Biokimia, dan Laboratorium
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Laboratorium Kimia Analitik
30 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan dari bulan November 2011 sampai Mei 2012 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Laboratorium Kimia Analitik Instrumen
Lebih terperinciXIII. JAMUR DAN MIKOTOKSIN DALAM PANGAN
XIII. JAMUR DAN MIKOTOKSIN DALAM PANGAN Jamur dapat tumbuh pada berbagai jenis pangan, dan pertumbuhannya akan menyebabkan terjadinya kerusakan pangan yang bersangkutan, diantaranya kerusakan flavor, warna,
Lebih terperinciMEWASPADAI CEMARAN AFLATOKSIN PADA PANGAN
MEWASPADAI CEMARAN AFLATOKSIN PADA PANGAN Kapang dapat menghasilkan metabolit beracun yang disebut mikotoksin. Mikotoksin terutama dihasilkan oleh kapang saprofit yang tumbuh pada bahan pangan atau pakan
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian tentang konversi biomassa kulit durian menjadi HMF dalam larutan ZnCl 2 berlangsung selama 7 bulan, Januari-Agustus 2014, yang berlokasi
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Preparasi sampel Daging bebek yang direbus dengan parasetamol dihaluskan menggunakan blender dan ditimbang sebanyak 10 g kemudian dipreparasi dengan menambahkan asam trikloroasetat
Lebih terperinciBAB IV PROSEDUR KERJA
BAB IV PROSEDUR KERJA 4.1. Sampel 4.1.1. Pengumpulan Sampel Sampel yang digunakan berupa minuman serbuk dalam kemasan sachet yang beredar di pasar Bandung. Sampel yang digunakan diambil dari sebuah toko
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah kentang merah dan
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembuatan Tepung Kentang Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah kentang merah dan kentang. Pembuatan tepung kentang dilakukan dengan tiga cara yaitu tanpa pengukusan,
Lebih terperinciI PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu permasalahan utama dalam pascapanen komoditi biji-bijian adalah susut panen dan turunnya kualitas, sehingga perlu diupayakan metode pengeringan dan penyimpanan
Lebih terperinciKromatografi Gas-Cair (Gas-Liquid Chromatography)
Kromatografi Gas-Cair (Gas-Liquid Chromatography) Kromatografi DEFINISI Kromatografi adalah teknik pemisahan campuran didasarkan atas perbedaan distribusi dari komponen-komponen campuran tersebut diantara
Lebih terperinciIII METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Februari sampai Juni 2014 bertempat di
31 III METODELOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Februari sampai Juni 2014 bertempat di Laboratorium Kimia Fisik, Laboratorium Biomassa, Universitas
Lebih terperinciLAPORAN PRAKTIKUM TEKNIK ELISA PEMERIKSAAN KUANTITATIF MANNAN BINDING LECTIN PADA PLASMA DARAH
LAPORAN PRAKTIKUM TEKNIK ELISA PEMERIKSAAN KUANTITATIF MANNAN BINDING LECTIN PADA PLASMA DARAH NAMA PRAKTIKAN : Amirul Hadi KELOMPOK : I HARI/TGL. PRAKTIKUM : Kamis, 9 Januari 2014 I. TUJUAN PRAKTIKUM
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Penentuan panjang gelombang maksimum ini digunakan untuk mengetahui pada serapan berapa zat yang dibaca oleh spektrofotometer UV secara
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan April 2014 sampai dengan bulan Januari 2015 bertempat di Laboratorium Riset Kimia Makanan dan Material serta
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN. FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia dan Laboratorium Kimia Instrumen
19 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret sampai dengan bulan Juni 2012 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material Jurusan Pendidikan Kimia
Lebih terperinci4. HASIL DAN PEMBAHASAN. kaca, dan air. Suhu merupakan faktor eksternal yang akan mempengaruhi
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Uji Coba Lapang Paremeter suhu yang diukur pada penelitian ini meliputi suhu lingkungan, kaca, dan air. Suhu merupakan faktor eksternal yang akan mempengaruhi produktivitas
Lebih terperinciPENDAHULUAN. padat (feses) dan limbah cair (urine). Feses sebagian besar terdiri atas bahan organik
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan sapi perah selain menghasilkan air susu juga menghasilkan limbah. Limbah tersebut sebagian besar terdiri atas limbah ternak berupa limbah padat (feses) dan limbah
Lebih terperinciBAB I PENDAHUUAN PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHUUAN PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi merupakan penyakit utama di Indonesia karena prevalensinya cukup tinggi, yaitu 25,8% untuk usia 18 tahun (Riset Kesehatan Dasar, 2013), meskipun
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN
III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 6 bulan, mulai bulan Maret 2011 sampai dengan Agustus 2011. Berlokasi di Laboratorium Jasa Analisis Pangan, Departemen
Lebih terperinciBAB III. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset, Jurusan Pendidikan Kimia,
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset, Jurusan Pendidikan Kimia, Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) yang bertempat di jalan Dr. Setiabudhi No.229
Lebih terperinciBAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN
BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Bahan baku dan sianokobalamin diperiksa menurut Farmakope Indonesia IV. Hasil pemeriksaan bahan baku dapat dilihat pada Tabel 4.1. Pemeriksaan Pemerian Tabel 4.1 Pemeriksaan
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
24 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimental laboratorium. Metode yang digunakan untuk mengekstraksi kandungan kimia dalam daun ciplukan (Physalis
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan dari bulan Agustus 2009 sampai dengan bulan
III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan dari bulan Agustus 2009 sampai dengan bulan Januari 2010. Daun gamal diperoleh dari Kebun Percobaan Natar, Lampung Selatan
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN Waktu Penelitian Penelitian ini dimulai pada bulan Juni 2013 dan berakhir pada bulan Desember 2013.
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di laboratorium Riset Material dan Pangan Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA, UPI. Penelitian ini dilakukan menggunakan sel elektrokoagulasi
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE. Pelaksanaan Penelitian
BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan Agustus 2008 sampai dengan Maret 2009. Tempat penelitian di Kebun IPB Tajur I dan analisis laboratorium dilakukan di Laboratorium
Lebih terperinciLAMPIRAN LAMPIRAN 1. Alur Kerja Ekstraksi Biji Alpukat (Persea Americana Mill.) Menggunakan Pelarut Metanol, n-heksana dan Etil Asetat
47 LAMPIRAN LAMPIRAN 1. Alur Kerja Ekstraksi Biji Alpukat (Persea Americana Mill.) Menggunakan Pelarut Metanol, n-heksana dan Etil Asetat Biji Alpukat - Dicuci dibersihkan dari kotoran - Di potong menjadi
Lebih terperinciGambar 1. Alat kromatografi gas
68 A B Gambar 1. Alat kromatografi gas Keterangan: A. Unit utama B. Sistem kontrol 69 Gambar 2. Kromatogram larutan standar DHA 1552,5 µg/g Kondisi: Kolom kapiler VB-wax (60 m x 0,32 mm x 0,25 µm), fase
Lebih terperinciCara uji kimia-bagian 11: Penentuan residu tetrasiklin dan derivatnya dengan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) pada produk perikanan
Standar Nasional Indonesia Cara uji kimia-bagian 11: Penentuan residu tetrasiklin dan derivatnya dengan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) pada produk perikanan ICS 67.050 Badan Standardisasi Nasional
Lebih terperinciLampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B
Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu 1. Analisis Kadar Air (Apriyantono et al., 1989) Cawan Alumunium yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya diisi sebanyak 2 g contoh lalu ditimbang
Lebih terperinciKROMATOGRAFI. Adelya Desi Kurniawati, STP., MP., M.Sc.
KROMATOGRAFI Adelya Desi Kurniawati, STP., MP., M.Sc. Tujuan Pembelajaran 1. Mahasiswa memahami pengertian dari kromatografi dan prinsip kerjanya 2. Mahasiswa mengetahui jenis-jenis kromatografi dan pemanfaatannya
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset, Jurusan Pendidikan Kimia,
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset, Jurusan Pendidikan Kimia, Universitas Pendidikan Indonesia yang bertempat di jalan Dr. Setiabudhi No.
Lebih terperinciBAB I TINJAUAN PUSTAKA
BAB I TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Obat Tradisional Menurut peraturan menteri kesehatan nomor 007 tahun 2012 obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral,
Lebih terperinciUdara ambien Bagian 4: Cara uji kadar timbal (Pb) dengan metoda dekstruksi basah menggunakan spektrofotometer serapan atom
Standar Nasional Indonesia Udara ambien Bagian 4: Cara uji kadar timbal (Pb) dengan metoda dekstruksi basah menggunakan spektrofotometer serapan atom ICS 13.040.20 Badan Standardisasi Nasional Daftar
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pengambilan Sampel Dalam penelitian ini, pengambilan lima sampel yang dilakukan dengan cara memilih madu impor berasal Jerman, Austria, China, Australia, dan Swiss yang dijual
Lebih terperinciLampiran 1. Laporan Hasil Pengujian Residu Pestisida
LAMPIRAN Lampiran 1. Laporan Hasil Pengujian Residu Pestisida 53 Lampiran 2. Aplikasi Dosis Herbisida Selama 1 Musim Tanam No Blok Kebun Petak Luas (Ha) Aplikasi 1 (Liter) Aplikasi 2 (Liter) Ametryn 2,4-D
Lebih terperinciLAPORAN PRAKTIKUM HPLC (High Performance Liquid Chromatography)
LAPORAN PRAKTIKUM HPLC (High Performance Liquid Chromatography) NAMA : 1. KARIN TIKA FITRIA (NIM: 157008003) 2. TM. REZA SYAHPUTRA (NIM: 157008007) 3. SISKA MULYANI (NIM: 157008009) HARI/TANGGAL PRAKTIKUM
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Pengumpulan Sampel Pengumpulan sampel ini dilakukan berdasarkan ketidaklengkapannya informasi atau keterangan yang seharusnya dicantumkan pada etiket wadah dan atau pembungkus.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yaitu sekitar 2/3 wilayah dari total wilayah Indonesia. Dengan luasnya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Indonesia memiliki wilayah perairan yang lebih banyak dari dataran yaitu sekitar 2/3 wilayah dari total wilayah Indonesia. Dengan luasnya wilayah perairan
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah daging buah paria (Momordica
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Objek dan Lokasi Penelitian Objek atau bahan penelitian ini adalah daging buah paria (Momordica charantia L.) yang diperoleh dari Kampung Pamahan-Jati Asih, Bekasi. Dan
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Penyiapan Inokulum dan Optimasi Waktu Inokulasi. a. Peremajaan Biakan Aspergillus flavus galur NTGA7A4UVE10
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PERCOBAAN 1. Penyiapan Inokulum dan Optimasi Waktu Inokulasi a. Peremajaan Biakan Aspergillus flavus galur NTGA7A4UVE10 Setelah dilakukan peremajaan pada agar miring
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Riset (Research Laboratory),
27 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Riset (Research Laboratory), Karakterisasi FTIR dan Karakterisasi UV-Vis dilakukan di laboratorium Kimia Instrumen,
Lebih terperinciLampiran 1. Metode analisis kolesterol, asam lemak dan Vitamin A A. Metode Analisis Kolesterol (Kleiner dan Dotti 1962).
Lampiran 1. Metode analisis kolesterol, asam lemak dan Vitamin A A. Metode Analisis Kolesterol (Kleiner dan Dotti 1962). Diambil sampel dua telur pada setiap ulangan. Delapan belas sampel dianalisis kolesterolnya
Lebih terperinciBAB III METODE PENGUJIAN. Industri PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan yang beralamat di Jl.
BAB III METODE PENGUJIAN 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penetapan kadar ini dilakukan di Ruang Laboratorium yang terdapat di Industri PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan yang beralamat di Jl.
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret sampai dengan bulan Juni 2014 di Laboratorium Kimia Instrumen dan Laboratorium Kimia Riset Makanan
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana. Untuk sampel
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di laboratorium penelitian jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana. Untuk sampel kulit
Lebih terperinciHigh Performance Liquid Chromatography (HPLC) Indah Solihah
High Performance Liquid Chromatography (HPLC) Indah Solihah HPLC Merupakan teknik pemisahan senyawa dengan cara melewatkan senyawa melalui fase diam (stationary phase) Senyawa dalam kolom tersebut akan
Lebih terperinciSNI Standar Nasional Indonesia. Kopi bubuk. Badan Standardisasi Nasional ICS
Standar Nasional Indonesia Kopi bubuk ICS 67.140.20 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah dan definisi... 1 4 Syarat
Lebih terperinciANALISIS PROTEIN. Free Powerpoint Templates. Analisis Zat Gizi Teti Estiasih Page 1
ANALISIS PROTEIN Page 1 PENDAHULUAN Merupakan polimer yang tersusun atas asam amino Ikatan antar asam amino adalah ikatan peptida Protein tersusun atas atom C, H, O, N, dan pada protein tertentu mengandung
Lebih terperinciIII. METODOLOGI PENELITIAN di Laboratorium Kimia Analitik dan Kimia Anorganik Jurusan Kimia
44 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan bulan Agustus 2011 di Laboratorium Kimia Analitik dan Kimia Anorganik Jurusan
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan pada 4 April 2016 sampai 16 Agustus 2016. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Riset Kimia Material dan Hayati Departemen
Lebih terperinciBAB 3 METODE PERCOBAAN. Yang dilakukan mulai 26 Januari sampai 26 Februari Pemanas listrik. 3. Chamber. 4. Kertas kromatografi No.
BAB 3 METODE PERCOBAAN 3.1. Tempat dan Waktu Pelaksanaan Pelaksanaan Analisa dilaksanakan di Laboratorium Kesehatan Daerah di Medan. Yang dilakukan mulai 26 Januari sampai 26 Februari 2016. 3.2.Alat dan
Lebih terperinciIII. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Januari 2012 sampai bulan Juni 2012 di
III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Januari 2012 sampai bulan Juni 2012 di Laboratorium Biomasa Terpadu Universitas Lampung. 3.2. Alat dan
Lebih terperinciHIGH PERFORMANCE LIQUIDCHROMATOGRAPHY
HIGH PERFORMANCE LIQUIDCHROMATOGRAPHY (HPLC) ; ANALISA TABLET VITAMIN C Oleh: Jenny Novina Sitepu Liza Mutia Waktu Praktikum: Kamis, 20 Desember 2012 Jam 08.00 17.00 WIB I. Tujuan Praktikum : Untuk mengetahui
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung merupakan komoditi yang cukup penting baik bagi manusia maupun bagi hewan. Jagung sebagai tanaman pangan terpenting dunia selain gandum dan padi dan merupakan
Lebih terperinci