BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Kegiatan suatu kota dapat terefleksikan dengan mudah pada ruang publik kotanya. Jalan adalah salah satu ruang publik kota yang sudah semestinya ada sebagai elemen utama access sebuah kota. Tanpa adanya Jalan tentunya sulit sekali untuk mencapai sebuah tujuan pada sebuah kota. Sehingga tak dapat dipungkiri lagi ruang jalan yang ada merupakan ruang publik yang mengekspresikan masyarakat kota itu sendiri. Dengan begitu ruang jalan yang menjadi eksternal performance sebuah kota akan selalu terus mengalami perkembangan sejalan dengan aktifitas kota. Sehingga pada kondisi tertentu, sebuah ruang jalan tidak lagi dapat dibiarkan tumbuh begitu saja, tapi perlu adanya sebuah perencanaan dan perancangan demi terciptanya kualitas kota yang lebih baik di masa yang akan datang. Perkembangan fisik ruang jalan yang tidak teratur akan menghasilkan suasana ketidakteraturan pada pola ruang yang terbentuk di dalam ruang jalan dan berdampak buruk terhadap kualitas termal ruang jalan, sehingga akan mengganggu aktivitas masyarakat yang berlangsung didalam ruang jalan. Kualitas termal ruang jalan dipengaruhi oleh iklim makro kawasan dimana ruang jalan itu berada. Gambar V.1. Konsep dasar elemen pembentuk fisik Enclosure (Sumber: Mc. Cluskey,1978) 62

2 Elemen yang mendukung perkembangan fisik sebuah ruang jalan menurut Mc. Cluskey (1978), antara lain lantai jalan (street floor), dinding jalan (street wall), atap jalan (street roof). Layaknya ruang di dalam rumah, elemen-elemen pembentuk fisik ruang jalan atau biasa disebut enclosure hanya dibedakan oleh skala ukuran saja. Ketiga elemen tersebut yang membentuk pola ruang ruang jalan Seturan dan mempengaruhi kualitas termal Elemen Fisik Street Floor Koridor Seturan Lantai merupakan bidang horizontal yang membentuk sebuah ruang, hal itu bila dilihat di sebuah ruang interior, namun di ruang luar lantai dari sebuah Street Space adalah jalan. Semua jenis ruang fisik yang berada diantara dua bangunan di dalam sebuah kota (Krier, 1979;20). Gambar V.2. Potongan Setback Bangunan tiap Zona pada Penggal Jalan Raya Seturan 63

3 Bidang alas atau lantai yang sangat berpengaruh terhadap fungsi ruang, dan menjadi pendukung aktivitas pemakaian ruang luar. Bidang alas dapat diciptakan dari elemen-elemen lunak, alami, dan elemen keras. Setback Bangunan adalah salah satu pembentuk bidang alas (Street Floor) pada kawasan. Gambar V.3. Setback Bangunan Penggal Jalan Raya Seturan Kerapatan massa bangunan mempengaruhi setback pada koridor jalan Seturan yang cenderung segaris dan teratur, terutama pada sisi timur. dominasi retail yang tersebar pada kawasan ini sangat berpengaruh terhadap pola kesegarisan yang tercipta. pada sisi barat kesegarisan setback cenderung kurang teratur terlihat pada analisis zona C. Zona C terdiri dari massa bangunan yang terbentuk karena fungsi bangunan pendidikan (STIE YKPN) pada sisi timur, sedangkan sisi barat merupakan fungsi komersil, sehingga sangat terlihat timpang dan kurang teratur jika dilihat dari 64

4 keserasian pola massa bangunan yang terbentuk. Setback sempit H:V < 3:1 (H=horizontal,V=vertikal). Setback yang terbentuk pada kawasan penelitian cenderung sempit, sehingga dominasi bangunan pada Jalan Seturan berarti menempel pada jalan utama. Dalam upaya mencapai kenyamanan termal kawasan, faktor iklim sangat berperan penting. Dampak paling signifikan akan berpengaruh pada material penutup permukaan Street Floor, setiap material akan berdampak bagi terbentuknya kenyamanan termal pada kawasan. Material penutup permukaan yang ditemukan antara lain lapisan tanah, lapisan paving, lapisan semen dan lapisan aspal. Gambar V.4. Jenis Material Pentutup Permuakaan Kawasan Penggal Jalan Raya Seturan Seperti yang telah diutarakan diatas, material penutup permukaan sebagai komponen pembentuk street floor pada kawasan, merupakan bagian yang paling banyak terekspos oleh radiasi sinar matahari. Setiap material penutup permukaan memiliki nilai konduktivitas panas yang berbeda-beda, hal ini akan sangat berpengaruh terhadap kondisi termal dikawasan. Nilai konduktivitas tanah 0.04 W/mdegC;nilai konduktivitas aspal W/mdegC; semen 0.9 W/mdegC; paving 1.44 W/mdegC, melihat dari nilai konduktivitasnya maka kawasan dengan penutup paving menjadi kawasan yang patut dihindari pada siang hari. 65

5 Gambar V.5. Material Penutup Permukaan Penggal Jalan Raya Seturan Dari analisis yang dilakukan sangat tampak bahwa material penutup permukaan yang mendominasi kawasan Jalan Raya Seturan adalah paving block. Hal ini tentunya membawa dampak negative bagi suasana kawasan, baik dari segi kualitas peresapan air oleh tanah juga kualitas termal yang terbentuk akan mengakibatkan suhu tinggi dan kurang nyaman. Hampir ratarata 40 % area kawasan di tutup oleh material paving block. Dengan peningkatan angka pertumbuhan penduduk seturan, kebutuhan akan pengembangan area terbuka yang instan maka paving block menjadi pilihan terlaris dalam mengemas area terbuka yang ada disekitar bangunan, akan tetapi memiliki dampak lingkungan yang kurang baik terutama bagi kondisi termal dalam kawasan. Jalur pedestrian merupakan daerah yang menarik untuk kegiatan sosial, perkembangan jiwa dan spiritual, misalnya untuk bernostalgia, pertemuan mendadak, berekreasi, bertegur sapa dan sebagainya. Jadi jalur 66

6 pedestrian adalah tempat atau jalur khusus bagi orang berjalan kaki. Jalur pedestrian pada saat sekarang dapat berupa trotoar, pavement, sidewalk. Jalur pedestrian yang baik harus dapat menampung setiap kegiatan pejalan kaki dengan lancar dan aman. Persyaratan ini perlu dipertimbangkan di dalam perancangan jalur pedestrian. Fungsi jalur pedestrian yang sesuai dengan kondisi kawasan Jalan Raya Seturan adalah jalur pedetrian dapat menumbuhkan aktivitas yang sehat bagi pengguna jalan yang mayoritas adalah mahasiswa, menguntungkan sebagai sarana promosi. Gambar V.6. Pedestrian di Kawasan Penggal Jalan Raya Seturan Kawasan Jalan Raya Seturan yang didominasi oleh fungsi komersial berpotensi untuk mengundang aktor atau pelaku kegiatan di pedestrian seperti pedagang kaki lima ataupun penyalahgunaan pedestrian untuk sarana parkir. Saat ini pedestrian yang ada pada kawasan Jalan Raya Seturan cenderung tidak berkelanjutan, hal ini membuat para pejalan kaki cenderung 67

7 berjalan pada bibir jalan raya. Hal ini cukup memprihatinkan, melihat pada analisis diatas 71.6 % memiliki potensi untuk dijadikan pedestrian yang sehat dan dapat menunjang kualitas kenyamanan fisik dan termal bagi pengguna pedestrian, akan tetapi belum dimanfaatkan Elemen Fisik Street Wall Koridor Seturan Dinding jalan atau biasa disebut dengan istilah Street Wall merupakan elemen utama yang dapat membentuk bingkai kerja dari sebuah ruang. Penggunaan material, kerapatan massa serta pemilihan warna dalam desain bangunan sebagai dinding enclosure sangat mempengaruhi kualitas termal yang terbentuk di koridor Jalan Seturan. Hal tersebut yang digunakan oleh peneliti sebagai variable dalam penelitian terkait upaya dalam meningkatkan kualitas termal pada koridor Jalan Raya Seturan. Gambar V.7. Fungsi Bangunan Penggal Jalan Raya Seturan Saat membicarakan Kerapatan massa bangunan tentunya tidak terlepas dari fungsi setiap massa bangunan yang membentuk kawasan sehingga menentukan seperti apa kerapatan bangunan ataupun setback yang terbentuk pada kawasan. Fungsi bangunan pada kawasan dapat membentuk pola ruang 68

8 sebuah kawasan, hal ini karena fungsi bangunan akan menentukan aktivitas yang mempengaruhi elemen fisik yang membentuk sebuah kawasan. Gambar V.8. Presentase Fungsi Bangunan Penggal Jalan Raya Seturan Massa bangunan pada penggal Jalan raya seturan dari Zona Penelitian A sampai D didominasi oleh fungsi komersial, lalu jika melihat pada hasil analisis fungsi selanjutnya merupakan fasilitas hunian dan sisanya fasilitas pendidikan serta fasilitas perkantoran. Berdasar pada hasil analisis dapat ditarik kesimpulan bahwa fasilitas komersial menjadi generator utama pada koridor Jalan Seturan, dan kegiatan yang banyak berlangsung pada koridor ini merupakan kegiatan transaksi komersial. 69

9 Pada pembagian Zona penelitian nilai presentase fungsi komersial lebih dari 50% setiap zonanya, hal ini semakin memperkuat koridor Jalan Seturan layak mendapat predikat sebagai koridor komersial, fungsi komersial yang banyak berkembang pada koridor seturan ini adalah jenis retail atau ruko dua lantai. Aktivitas Komersial kawasan Jalan Raya Seturan menyebabkan massa bangunan dikawasan menjadi sangat rapat, demi mendapatkan efisiensi pemanfaatan space untuk keuntungan komersial. Gambar V.9. Kerapatan Bangunan Penggal Jalan Raya Seturan Kerapatan massa bangunan pada Koridor Jalan Raya seturan cenderung sangat rapat pada sisi barat dari koridor, sedangkan pada sisi sebelah timur cenderung kurang rapat. Hal ini sangat terlihat jelas pada hasil analisis fungsi bangunan, sisi barat cenderung rapat karena dominasi fungsi bangunan komersial sepanjang koridor jalan sedangkan sisi sebelah timur juga didominasi oleh fasilitas komersial tapi masih terdapat fasilitas pendidikan(stie YKPN) yang cukup mengambil andil besar yang 70

10 mempengaruhi kerapatan massa bangunan sisi timur koridor jalan Seturan. Keberadaan Fungsi pendidikan ini sedikit banyak memberikan ruang terbuka hijau bagi koridor jalan Seturan, sehingga masih terdapat pusat penghasil udara bersih pada kawasan. Kerapatan bangunan pada kawasan menjadi salah satu faktor penting dalam membentuk kondisi termal sebuah koridor, karena akan mempengaruhi aliran udara. Aliran udara pada kawasan menjadi seperti lorong, sehingga aliran angin yang terbentuk hanya akan berhembus dari utara ke selatan, dan melewati sela antar bangunan dari sebelah barat dan timur koridor jalan. Gambar V.10. Ketinggian Bangunan Penggal Jalan Raya Seturan Ketinggian bangunan pada kawasan menjadi salah satu faktor penting dalam membentuk kondisi termal sebuah koridor, karena akan mempengaruhi aliran udara. Kondisi bangunan pada Jalan Raya Seturan 43.5 % merupakan bangunan 2 lantai, yang lantai dasarnya dimanfaatkan 71

11 untuk fungsi komersial. Sedangkan 43.4 % bangunan di Jalan Raya Seturan merupakan bangunan 1 lantai dengan pola pemanfaatan ruang yang sama, yaitu bagian dekat dengan jalan dimanfaatkan sebagai fungsi komersial dan area belakang merupakan area hunian Elemen Fisik Street Roof Koridor Seturan Dalam pengertian sebuah rumah roof diartikan pada sebuah bidang horizontal yang membentuk suatu ruang dengan maksud menaungi ruang tersebut. Oleh sebab itu dalam ruang luar maka roof untuk sebuah jalan dapat diartikan sebuah elemen yang menjadi atap di suatu street space.. Gambar V.11. Kondisi Eksisting Street Roof Jalan Raya Seturan Elemen-elemen ruang luar yang dapat menjadi atap tersebut diantaranya; langit, kanopi, vegetasi, dan beberapa street furniture yang didesain memiliki kanopi. Kualitas termal kawasan sangat dipengaruhi oleh elemen fisik pembentuk atap jalan street roof pada kawasan, hal ini karena elemen ini dapat memberikan efek teduhan pada bidang dibawah street 72

12 roof. Elemen street roof paling berpengaruh terhadap kenyamanan termal kawasan Jalan Raya Seturan adalah vegetasi. Vegetasi yang dapat digolongkan sebagai street roof adalah kelompok pohon-pohonan, pohon adalah semua tumbuhan berbatang pokok tunggal berkayu keras (peraturan menteri PU no 05/PRT/M/2008 tentang Pedoman Penyediaan Dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau Di Kawasan Perkotaan). Pohon sebagai street roof memiliki fungsi sebagai peneduh, layaknya atap pada kawasan, selain itu pohon juga memiliki fungsi lain antara lain; Manfaat langsung (dalam pengertian cepat dan bersifat tangible), yaitu membentuk keindahan dan kenyamanan (segar, sejuk); Manfaat tidak langsung (berjangka panjang dan bersifat intangible), yaitu pembersih udara yang sangat efektif, pemeliharaan akan kelangsungan persediaan air tanah, pelestarian fungsi lingkungan beserta segala isi flora dan fauna yang ada (konservasi hayati atau keanekaragaman hayati). Untuk jalur hijau jalan, ruang yang disediakan untuk penempatan pohon antara 20 % - 30% dari ruang milik jalan (peraturan menteri PU no 05/PRT/M/2008 tentang Pedoman Penyediaan Dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau Di Kawasan Perkotaan). Jika melihat pada hasil analisis pada zona penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti terlihat sangat jelas bahwa kawasan jalan Seturan sangat jauh dari standar yang telah ditetapkan oleh pemerintah untuk penyediaan lahan tanam bagi pohon peneduh. Persentase paling mendekati adalah pada Zona C sebelah timur 31%, yaitu area STIE YKPN. Eksistensi peneduh pada area ini memiliki jarak tanam yang konsisten dan berdampak sangat baik bagi kawasan sebagai Ruang Terbuka Hijau yang mendukung suplay oksigen dan menjaga iklim mikro kawasan pada area Zona C. 73

13 Gambar V.12. Vegetasi Jalan Raya Seturan Keberadaan vegetasi peneduh sangat kurang pada zona penlitian sepanjang jalan dari Zona A hingga Zona D yang didominasi oleh fasilitas komersial. Padahal kehadiran vegetasi peneduh bisa sangat membantu dalam menjaga kenyamanan kawasan, baik dalam menjaga kenyamanan secara termal ataupun mendukung visual beauty dalam kawasan. Vegetasi yang ditemukan pada zona penelitian sangat acak, tidak terlihat memiliki perencanaan yang baik. Vegetasi didominasi pohon dengan tajuk bulat, bukan merupakan vegetasi yang difungsikan sebagai peneduh. 74

14 5.4. Kondisi Termal setiap Zona Penelitian koridor Seturan Kondisi Termal Zona A Hasil yang didapat dari analasis perhitungan kondisi termal zona A yang meliputi pengukuran temperatur, kelembapan serta kecepatan angin pada zona ini. Pengukuran kondisi termal direkam setiap 10 menit. Hal ini memudahkan untuk melihat laju perubahan yang terjadi selama pengukuran yang dibagi dalam dalam 3 waktu pengukuran, antara lain : Pagi ( WIB) ; Siang ( WIB) dan Sore ( WIB). Pada pagi hari perubahan suhu dan kelembaban terjadi seiring dengan pergerakan matahari yang semakin meninggi. Temperatur pada awal pengukuran merupakan suhu terendah yaitu 25.0 C, dengan kelembaban udara tertinggi 61.0% pada pukul WIB. Sedangkan untuk pengukuran di Zona A pada pagi hari mencatat suhu tertinggi 34.3 C pada pukul WIB, serta kelembaban terendah 43.2 % yang terjadi pada pukul WIB dan WIB. Gambar V.13. Grafik Temperatur dan Kelembaban Udara Zona A pagi hari ( WIB) Kondisi kenyamanan pada kawasan penelitian karena temperatur dan kelembaban akan lebih mudah dipahami jika melihat pada olahan simulasi yang ada, jika melihat pada simulasi temperatur dan kelembaban Zona A 75

15 terlihat bahwa kondisi kawasan sepanjang Jalan Seturan menjadi sangat tidak nyaman saat suhu udara mulai meningkat pada pukul WIB dan menjadi semakin panas hingga mencapai titik terpanas pada pagi hari pada pukul WIB. Jika melihat kawasan di luar Jalan Raya Seturan secara makro kondisi temperatur kawasan paling tinggi menurut simulasi sebenarnya pada pukul WIB dan berangsur-angsur menurun. Gambar V.14. Simulasi Kualitas Temperatur Zona A pada pagi hari Laju perubahannya cukup stabil dan tidak cenderung terus naik, Pengukuran pada siang hari sempat mengalami penurunan temperatur udara yang cukup drastis diakibatkan oleh kondisi matahari yang tertutup awan saat pengukuran dilakukan. Temperatur udara siang hari suhu cenderung naik dari awal pengukuran pukul WIB hingga WIB, lalu stabil hingga turun lagi setelah pukul WIB. Temperatur rata-rata Zona A bisa mencapai 32.3 C, temperatur tertinggi terekam pada pukul dan WIB yaitu 35.0 C. Kelembaban pada siang cukup rendah pada rata-rata 40% hingga 46%, hal ini akan membuat pengguna jalan akan mudah berkeringat. Kelembaban terendah 40% pada pukul dan WIB. 76

16 Gambar V.15. Grafik Temperatur dan Kelembaban Udara Zona A Siang hari ( WIB) Pada siang hari kawasan Zona A sangat tidak nyaman bagi para pengunjung untuk berjalan disepanjang kawasan ini. Kondisi kawasan menjadi tidak nyaman karena temperatur udara cukup tinggi. Gambar V.16. Simulasi Kualitas Temperatur Zona A pada Siang hari 77

17 Temperatur udara pada sore hari mengalami penurunan, pada pukul WIB temperatur berada pada 32,5 C dimana terus mengalami penurunan hingga 27,1 C pada akhir waktu pengukuran, tetapi terkadang temperatur udara pada sore hari juga dapat mengalami kenaikan seperti pada pukul WIB temperatur udara mencapai 31,0 C. Kelembaban udara tertinggi pada akhir pengukuran 57,5% pukul 16.00WIB. Gambar V.17. Grafik Temperatur dan Kelembaban Udara Zona A Sore hari ( WIB) Temperatur udara pada sore hari sangat nyaman bagi para pengunjung melakukan aktvitas outdoor, akan tetapi aktivitas ini akan sangat mendukung jika dilakukan setelah pukul WIB, dikarenakan suhu pada pukul masih cukup tinggi dan mengalami peningkatan terus hinggap pukul WIB. 78

18 Gambar V.18. Simulasi Kualitas Temperatur Zona A pada Sore hari Kecepatan angin pada zona A berubah-ubah setiap detiknya, sehingga pengukuran dilakukan dengan mengambil rata-rata kecepatan angin setiap 10 menit. Pada pagi hari kecepatan angin bisa mencapai 1.49 m/s pada pukul WIB. Pada siang hari kecepatan angin tertinggi 1.65 m/s tercatat pada pukul WIB. Pada sore hari kecepatan angin tertinggi 1.3 m/s pada pukul WIB. Gambar V.19. Grafik Kecepatan Angin Zona A 79

19 Kerapatan bangunan di penggal ini turut mempengaruhi pergerakan angin pada ruang koridor. Kecepatan angin disepanjang koridor Zona A mengalami kenaikan dan penurunan yang tidak stabil dikarenakan masih adanya lahan kosong yang maaih dapat mensuplai angin dalam koridor Analisis Kondisi Termal Zona B Zona B merupakan penggal jalan dengan dominasi bangunan 2 lantai yang memiliki setback bangunan cukup. Hasil pengukuran didapatkan dengan metode pengukuran yang sama dengan Zona A. Pengukuran kondisi termal Zona B pada pagi hari, pada awal pengukuran suhu terendah kawasan yaitu 27.3 C, dengan kelembaban udara tertinggi 58.5% pada pukul WIB. Sedangkan untuk pengukuran di Zona B pada pagi hari mencatat suhu tertinggi 35.5 C pada pukul WIB, diikuti kelembaban terendah 42.7 % pada pengukuran dipagi hari. Gambar V.20. Grafik Temperatur dan Kelembaban Udara Zona B pagi hari ( WIB) Kondisi kenyamanan termal Kawasan Jalan Raya Seturan Zona B akan terlihat jelas jika melihat pada simulasi yang diberikan oleh peneliti. Pada simulasi grafik yang ada sangat jelas bahwa pada awal pengukuran tampak kondisi kawasan yang masih tersisa bekas-bekas serapan panas hari sebelumnya. 80

20 Gambar V.21. Simulasi Kualitas Temperatur Zona B pada pagi hari Laju perubahannya cukup stabil dan tidak cenderung terus naik, Pengukuran pada siang hari sempat mengalami penurunan temperatur udara yang cukup drastis diakibatkan oleh kondisi matahari yang tertutup awan saat pengukuran dilakukan. Gambar V.22. Grafik Temperatur dan Kelembaban Udara Zona B Siang hari ( WIB) 81

21 Berbeda dengan kondisi pada pagi hari, seperti yang tampak pada grafik di atas menunjukan bahwa kondisi di siang hari menjadi sangat jauh dari ambang atas kenyamanan termal untuk aktivitas manusia, dimana temperatur mencapai 35,1 C pada pukul WIB, pada pukul WIB meningkat menjadi 35,5 C. Sedangkan kondisi kelembaban tidak jauh berbeda dengan temperatur yang berada jauh dari nyaman, dimana pada pukul kelembabannya 47.9% mengalami penurunan hingga mencapai 40.5% pada pukul Pada interval waktu ini, matahari berada pada puncak penyinarannya sehingga sangat mempengaruhi temperatur dan kelembaban. Gambar V.23. Simulasi Kualitas Temperatur Zona B pada Siang hari Temperatur udara pada sore hari mengalami penurunan, pada pukul pukul WIB. Begitu juga dengan kelembaban yang terus meningkat dari 41.5% pada pukul menjadi 58.5% pada Penurunan ini disebabkan oleh intensitas penyinaran matahari yang menurun menjelang malam hari. Walaupun mengalami penurunan namun kondisi ini masih jauh dari batas nyamam termal bagi manusia, dimana batas nyaman manusia berada pada kisaran 20,5 C 27,1 C (SNI-T ). 82

22 Gambar V.24. Grafik Temperatur dan Kelembaban Udara Zona B Sore hari ( WIB) Temperatur udara pada sore hari sangat nyaman bagi para pengunjung melakukan aktvitas outdoor, akan tetapi aktivitas ini akan sangat mendukung jika dilakukan setelah pukul WIB, dikarenakan suhu pada pukul masih cukup tinggi dan mengalami peningkatan terus hinggap pukul WIB. Gambar V.25. Simulasi Kualitas Temperatur Zona B pada Sore hari 83

23 Pergerakan udara pada ruang koridor juga dipengaruhi oleh orientasi koridor yang memotong gerak angin dan konfigurasi massanya yang rapat dan tinggi dimana tidak adanya inlet inlet yang cukup untuk dilewatinya. Ketinggian bangunan dan minimnya inlet (ruang antar bangunan) akan memaksa gerak angin untuk dan melewati bangunan dengan ketinggian yang didominasi oleh bangunan 2 lantai. Gambar V.26. Grafik Kecepatan Angin Zona B Kecepatan angin menjadi terasa bagi pengguna jalan adalah pada sore hari, kecepatan angin rata-rata 0.89 m/s, hal ini akan cukup mendukung dalam proses pemindahan panas pada kawasan Kondisi Termal Zona C Zona C terdiri dari massa bangunan yang terbentuk karena fungsi bangunan pendidikan (STIE YKPN) pada sisi timur, sedangkan sisi barat merupakan fungsi komersil, sehingga sangat terlihat timpang dan kurang teratur jika dilihat dari keserasian pola massa bangunan yang terbentuk. Setback sempit H:V < 3:1 (H=horizontal,V=vertikal). Kondisi fisik pada Zona C yang tidak seimbang antara barat dan timur sangat berpengaruh terhadap kondisi termal yang terbentuk. Hasil pengukuran suhu pada pagi hari suhu terendah pada pukul WIB dengan suhu 28 C, dengan 84

24 kelembaban 62.8%. Kelembaban cukup tinggi karena cukup banyaknya vegetasi peneduh yang membentuk pelingkup sehingga terbentuk kondisi kawasan dengan tingkat kelembaban yang tinggi. Suhu pada Zona C berangsur naik hingga mencapai titik tertinggi pada suhu 34.5 C pada pengukuran di pagi hari. Gambar V.27. Grafik Temperatur dan Kelembaban Udara Zona C pagi hari ( WIB) Pada simulasi kondisi termal yang dilakukan oleh peneliti untuk pengukuran pagi hari, sangat jelas terlihat bahwa bagian barat dan timur Zona C memiliki kondisi termal yang sangat tidak berimbang. Bagian Timur terlihat lebih memiliki kondisi termal yang mendekati angka nyaman, dibandingkan dengan bagian barat dari Zona C. Hal ini terkait dengan kondisi fisik bagian timur dari Zona C yang didominasi oleh vegetasivegetasi peneduh. Laju perubahan kondisi termal Zona C pada bagian sebelah timur tampak cukup stabil dan tidak cenderung terus naik, hal ini dikarenakan vegetasi-vegetasi peneduh yang mengurangi paparan sinar matahari langsung mengenai permukaan penutup kawasan Jalan Raya Seturan Zona C. 85

25 Gambar V.28. Simulasi Kualitas Temperatur Zona C pada pagi hari Seperti pada Zona yang lain, pada siang hari suhu kawasan penelitian Zona C cenderung naik, akan tetapi kenaikan yang terjadi pada Zona C cenderung stabil. Titik tertinggi pada pukul WIB, pada angka 35 C. Setelah melalui pukul WIB suhu cenderung terus turun dan sempat mencapai titik tertinggi lagi pada pukul WIB. Gambar V.29. Grafik Temperatur dan Kelembaban Udara Zona C Siang hari ( WIB) 86

26 Pada siang hari kawasan Zona C, memiliki perubahan kondisi termal yang tidak cukup signifikan atau cenderung stabil. Hal ini dapat dilihat pada simulasi yang ada. Perubahan kondisi termal tampak sangat jarang terlihat dalam intensitas waktu simulasi perhitungan kondisi termal Zona C. Pada sisi sebelah timur suhu terlihat lebih rendah dari pada sisi barat kawasan. Gambar V.30. Simulasi Kualitas Temperatur Zona C pada Siang hari Grafik di bawah ini (gambar V.13) menunjukan bahwa laju perubahan temperatur dan kelembaban udara tidak setinggi penggal sebelumnya. Perubahan suhu yang terjadi pada Zona C di sore hari sangat stabil. Kondisi termal yang terukur memiliki bentuk grafik yang sama dengan grafik pengukuran pada Zona-zona sebelumnya, akan tetapi derajat kenaikan dan penurunan yang terjadi pada Zona C tidak terlalu signifikan, penurunan suhu tidak melebihi 3 C dalam setiap 10 menit pengukuran. Titik suhu tertinggi pada pengukuran sore hari pada angka 34.2 C pada pukul WIB. Sedangkan suhu cenderung terus turun setelah pukul WIB, dari angka 31.2 C terus turun hingga mencapai suhu 28.5 C dengan kelembaban udara 60 %. 87

27 Gambar V.31. Grafik Temperatur dan Kelembaban Udara Zona C Sore hari ( WIB) Perubahan temperatur udara pada Zona C yang tidak terlalu signifikan akan sangat mendukung untuk terciptanya aktivitas publik pada sore hari. Kawasan dengan vegetasi peneduh yang cukup merata dengan suhu yang perubahannya sangat merata. Gambar V.32. Simulasi Kualitas Temperatur Zona C pada Sore hari 88

28 Pergerakan angin di penggal ini lebih tinggi dibandingkan dengan penggal sebelumnya. Jika pada penggal sebelumnya kecepatan angin tertinggi 0.89 m/s pada sore hari, maka pada penggal ini seperti yang terlihat pada grafik di atas kecepatan angin mencapai 1.12 m/s. Pada siang hari kecepatan angin rata rata 0.93 m/s, kondisi ini mempengaruhi temperatur dan kelembaban udara seperti yang telah dibahas. Gambar V.33. Grafik Kecepatan Angin Zona C Pergerakan angin yang tinggi dipengaruhi oleh kondisi fisik Zona C yang masih terdapat ruang-ruang terbuka, pada bagian timur Zona C. Menurut Lippsmeir (1997:38) gerakan angin m/s merupakan gerakan angin yang nyaman dan dapat dirasakan oleh pengguna jalan Kondisi Termal Zona D Zona D merupakan zona yang sedang sangat berkembang pada kawasan Jalan Raya Seturan, banyak bangunan baru dan bangunan berlantai banyak mulai dikembangkan pada Zona D. Hal ini tentunya sangat berpengaruh terhadap hasil pengukuran kondisi termal Zona D. Melihat pada grafik pengukuran suhu dan kelembaban pada pagi hari tampak 89

29 perubahan kelembaban turun terus seiring matahari semakin meninggi. Kelembaban udara tertinggi pada awal pengukuran mencapai 61.5% pada pukul WIB, akan tetapi titik suhu terendah tercatat pada pukul WIB pada anka 28.6 C. Pada pengukuran kondisi termal pagi hari di Zona D titik suhu tertinggi pada suhu 34.5 C pada pukul WIB, dengan kelembaban terendah mencapai 44.5% pada pukul WIB. Gambar V.34. Grafik Temperatur dan Kelembaban Udara Zona D pagi hari ( WIB) Grafik pengukuran di atas menunjukan bahwa perubahan yang pada yang terjadi pada ruang koridor ini sama dengan penggal penggal sebelumnya. Perubahan temperatur udara berbanding terbalik dengan kelembaban udara, yaitu saat temperatur udara meningkat, kelembaban udara mengalami penurunan. Pada simulasi kondisi termal Zona D menunjukan bahwa tatanan ruang ruang yang ada mempengaruhi kondisi temperatur dan kelembaban di kawasan Jalan Raya Seturan. Hal ini terlihat pada konfigurasi bangunan di sisi Selatan yang tidak rapat dimana kondisi tersebut menjadi jalur jalur angin menuju ruang koridor sehingga mempengaruhi kondisi temperatur dan kelembaban. Temperatur dan kelembaban pada daerah di antara bangunan lebih baik dibandingkan dengan yang terhalangi oleh bangunan. Temperatur udara yang berada di tengah massa bangunan yang memanjang mengikuti 90

30 koridor lebih panas dibandingkan dengan temperatur udara pada daerah antara dua bangunan, kondisi yang sama juga terjadi pada kelembaban udara. Pada kondisi ini pergerakan udara memiliki pengaruh besar terhadap perbedaan tersebut. Gambar V.35. Simulasi Kualitas Temperatur Zona D pada pagi hari Pada penggal ini terdapat beberapa inlet (ruang antar bangunan) yang berfungsi sebagai lubang angin yang mengarah ke koridor. Inlet inlet ini berupa jalan jalan dan area lorong yang berada di antara dua bangunan, seperti yang tampak pada gambar di atas. Keberadan inlet inlet ini sangat berpengaruh terhadap pergerakan udara di ruang koridor, hal ini terbentuk karena beberapa bangunan banguan yang dikembangkan memiliki jarak yang cukup lebar dengan dengan bangunan tetangganya. Pengukuran suhu pada siang hari dimulai pukul WIB dengan suhu yang cukup tinggi mencapai angka 32.6 C, lalu setelah itu mengalami penurunan hingga pukul WIB dan beranjak mengalami kenaikan suhu. Suhu tertinggi yang dicapai pada pukul WIB dengan angka 35.5 C. Sedangkan nilai kelembaban terendah tercatat pada pukul WIB dengan nilai 38.0 %. 91

31 Gambar V.36. Grafik Temperatur dan Kelembaban Udara Zona D Siang hari ( WIB) Pada siang hari kawasan Zona D memiliki titik pencapaian suhu tertinggi di angka 35.5 C sama seperti pada Zona B. Padahal jika dilihat dari kondisi fisik pembentuk kawasannya, Zona D seharusnya memiliki angka yang lebih rendah dari Zona B. Gambar V.37. Simulasi Kualitas Temperatur Zona D pada Siang hari Sama dengan penggal sebelumnya pengukuran pada Zona D dimulai pukul WIB dengan titik suhu tertinggi pada pukul WIB 92

32 mencapai angka 34.5 C. Sedangkan pergerakan perubahan suhu tidak sestabil perubahan suhu pada Zona sebelumnya. Gambar V.38. Grafik Temperatur dan Kelembaban Udara Zona D Sore hari ( WIB) Nilai fluktuatif suhu sore hari sangat signifikan, tetapi tidak berdampak banyak terhadap perubahan nilai kelembaban yang cenderung naik dan mencapai titik tertingginya pada 59 % pada pukul WIB. Gambar V.39. Simulasi Kualitas Temperatur Zona D pada Sore hari 93

33 Konfigurasi bangunan yang renggang turut mempengaruhi pergerakan udara menuju koridor. Konfigurasi bangunan pada sisi selatan cenderung tidak rapat sehingga memudahkan angin bergerak menjangkau ruang koridor dimana angin bergerak dari arah selatan. Banyaknya bangunan berlantai banyak juga mempengaruhi pergerakan angin, sehingga kecepatan udara pada Zona D cenderung stabil dan berada diatas titik 1.0 m/s, atau kecepatan angin sudah termasuk kedalam kondisi tidak nyaman. Gambar V.40. Grafik Kecepatan Angin Zona D Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa dengan tatanan ruang seperti ini suhu di ruang koridor akan dengan mudah terbawa oleh angin yang bergerak. Di sisi lain, angin yang bergerak juga berpeluang membawa panas dari daerah -daerah yang dilewati. Pada pengukuran kecepatan angin tertinggi pada 1.17 m/s pada siang hari akan tetapi kecepatan udara diatas 1.0 m/s di pagi dan sore hari. 94

34 Kualitas Termal dan Karakteristik "Enclosure" Jalan Raya Seturan Seturan Kualitas Termal Enclosure Jalan Raya Seturan Seturan 6 95

35 Karakter Enclosure Jalan Raya Seturan Seturan 7 96

36 8 97

37 9 98

38 10 99

39 5.6. Simulasi Optimasi Kenyamanan Termal Jalan Raya Seturan Simulasi Optimasi Alternatif 01 Alternatif 01 dalam melakukan simulasi adalah dengan mengubah elemen Street Floor pada kawasan Jalan Raya Seturan. Elemen Street Floor sebagi salah satu elemen pembentuk enclosure kawasan Jalan Raya Seturan menjadi salah satu elemen fisik yang masih sangat mungkin dioptimalisasi pada penelitian ini, karena masih merupakan elemen fisik kawasan dengan variabel bebas yang dimiliki oleh pemerintah daerah. Gambar V.41. Elemen Street Floor Jalan Raya Seturan yang dapat dirubah Pada Alternatif 01 simulasi hal yang dilakukan adalah dengan melakukan simulasi menghubungkan area pedestrian antara Zona A sampai zona B. Lalu setelah melakukan optimalisasi pedestrian sepanjang Jalan Raya Seturan, karena 40 % area kawasan penelitian di tutup oleh material 100

40 paving block hal berikutnya adalah mengurangi penggunaan paving block yang memiliki nilai konduktivitas tinggi dengan grassblock, material penutup tanah yang sangat ramah lingkungan karena kuat dan tidak menutup pori-pori tanah sehingga saat hujan pun air akan bisa masuk ke dalam tanah dan pada saat cuaca cukup panas elemen rumput akan mengurangi efek panas dari permukaan tanah yang dilapisi. Gambar V.42. Optimalisasi elemen Street Floor Jalan Raya Seturan Optimalisasi elemen Street Floor dengan meneruskan pedestrian sepanjang Jalan Raya Seturan dan mengubah lapisan penutup permukaan dengan greenblock akan mendukung aktivitas pejalan kaki disepanjang Jalan Raya Seturan. 101

41 Tabel V.6. Penurunan Suhu Kawasan dengan Simulasi Alternatif 01 Optimalisasi elemen Street Floor dengan meneruskan pedestrian sepanjang Jalan Raya Seturan dan mengubah lapisan penutup permukaan dengan greenblock melalui simulasi Envimet 3.1, dapat menunjukkan bahwa penurunan suhu kawasan yang dapat dicapai 0.66 C. 102

42 Simulasi Optimasi Alternatif 02 Setelah mensimulasi model model dengan mengoptimaliasi elemen street floor-nya, hal berikutnya yang dilakukan peneliti pada kawasan adalah dengan mengubah elemen street wall pada kawasan. Penghimbauan dalam membatasi jumlah lantai yang dibangun pada kawasan Jalan Raya seturan akan membantu suhu udara menjadi lebih cepat turun. Menurut Urban Design Compedium 01 rasio perbandingan antara dimensi horisontal dan vertikal jalan minimum 2:3 (H:V). Dengan perbandingan rasio yang tepat maka saat temperature enclosure meningkat akan lebih cepat menurun, karena suhu panas mudah terbawa aliran udara melewati massa bangunan yang lebih rendah. Gambar V.43. Ilustrasi Rasio Optimum Street Wall Jalan Raya Seturan Pembatasan tinggi massa bangunan yang sesuai dengan lebar elemen horizontal 11 meter adalah 2 lantai atau sekitar 8 meter. Selain itu pembatasan tinggi massa bangunan setinggi 2 lantai untuk memperkecil jarak sempadan bangunan (1/2 x tinggi bangunan) dari badan jalan, sehingga akan mendukung aktivitas komersial yang berlangsung pada kawasan. 103

43 Tabel V.7. Penurunan Suhu Kawasan dengan Simulasi Alternatif 02 Optimalisasi elemen Street Wall dengan melakukan pembatasan ketinggian bangunan maksimal 2 lantai pada Jalan Raya Seturan dapat menurunkan suhu kawasan hingga 0.75 C, selain itu juga memiliki pengaruh positif penurunan suhu terhadap kondisi termal disekitar enclosure Jalan Raya Seturan. 104

44 Simulasi Optimasi Alternatif 03 Alternatif 03 simulasi adalah dengan mengubah-ubah elemen street roof pada kawasan Jalan Raya Seturan. Elemen yang diubah adalah vegetasi pada kawasan yang berperan sebagai pembentuk elemen street roof pada kawasan. Vegetasi yang digolongkan sebagai elemen pembentuk street roof adalah pohon yang memiliki fungsi sebagai peneduh, layaknya atap pada kawasan. Untuk jalur hijau jalan, ruang yang disediakan untuk penempatan pohon antara 20 % - 30% dari ruang milik jalan (peraturan menteri PU no 05/PRT/M/2008 tentang Pedoman Penyediaan Dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau Di Kawasan Perkotaan), hal ini belum ditemukan pada kawasan Jalan Raya Seturan. Kawasan Jalan Raya Seturan memiliki vegetasi peneduh yang masih amat jarang. Pada Alternatif 03 simulasi akan dipusatkan pada penambahan vegetasi peneduh sesuai dengan kondisi ideal seharusnya dalam membentuk kenyamanan termal sebuah kawasan. Gambar V.44. Optimalisasi elemen Street Roof Jalan Raya Seturan 105

45 Keberadaan vegetasi peneduh sangat kurang pada zona penlitian sepanjang jalan dari Zona A hingga Zona D yang didominasi oleh fasilitas komersial. Dengan memaksimalkan penataan vegetasi peneduh sepanjang Jalan Raya Seturan akan dapat membantu dalam menjaga kenyamanan kawasan, dengan penurunan suhu kawasan hingga 1.22 C. Tabel V.8. Penurunan Suhu Kawasan dengan Simulasi Alternatif

46 Simulasi Optimasi Alternatif 04 Simulasi yang dilakukan pada Alternatif 04 adalah memanipulasi elemen street floor, street wall dan street roof sebagai pembentuk enclosure kawasan Jalan Raya Seturan. Gambar V.45. Kombinasi Optimalisasi elemen pembentuk enclosure Jalan Raya Seturan 107

47 Tabel V.9. Penurunan Suhu Kawasan dengan Simulasi Alternatif 04 Dengan kombinasi dari penataan menggabungkan optimalisasi kondisi street floor, street wall dan street roof sebagai pembentuk enclosure kawasan Jalan Raya Seturan, dapat menurunkan suhu kawasan hingga 1.5 C. 108

48 Kondisi Optimum "Enclosure Jalan Raya Seturan

49 5.7. Simulasi Kondisi Optimum Kenyamanan Termal Zona Untuk memperjelas simulasi kondisi optimum Enclosure ruang Jalan Raya Seturan maka pada penelitian ini akan dipilih satu zona pada Jalan Raya Seturan yang memiliki kondisi kenyamanan termal paling buruk. Dari 4 zona makan Zona B merupakan zona dengan kondisi kenyamanan termal yang di pilih sebagai zona untuk mensimulasikan kondisi optimum enclosure yang sesusai dengan kenyamanan termal bagi pejalan kaki. Gambar V.46. Zona dengan Suhu Area Tertinggi Treatment yang digunakan akan sesuai dengan hasil analisis yang telah dilakukan yaitu dengan mengoptimalkan kualitas elemen pembentuk enclosure ruang Jalan Raya Seturan yaitu street floor, street wall dan street roof. Dengan harapan akan mendapatkan penataan enclosure ruang jalan yang nantinya dapat diterapkan pada zona lain dari Jalan Raya Seturan atau kawasan lain yang memiliki permasalahan yang sama dengan ruang Jalan Raya Seturan. 110

50 Gambar V.47. Optimalisasi elemen Street Floor Zona B Optimalisasi elemen Street Floor dengan meneruskan pedestrian sepanjang Jalan Raya Seturan dan mengubah lapisan penutup permukaan dengan grassblock akan mendukung aktivitas pejalan kaki disepanjang Jalan Raya Seturan. Optimalisasi elemen Street Floor dengan meneruskan pedestrian sepanjang Jalan Raya Seturan dan mengubah lapisan penutup permukaan dengan greenblock melalui simulasi Envimet 3.1, dapat menunjukkan bahwa penurunan suhu kawasan yang dapat dicapai 0.66 C. Setelah mensimulasi model model dengan mengoptimaliasi elemen street floor-nya, hal berikutnya yang dilakukan peneliti pada kawasan adalah dengan menggabungkan optimalisasi elemen street floor dan street wall pada kawasan. Optimalisai elemen street wall dengan penghimbauan dalam membatasi jumlah lantai yang dibangun pada kawasan Jalan Raya seturan akan membantu suhu udara menjadi lebih cepat turun, dikombinasi dengan optimaliasasi elemen street floornya, yaitu dengan penggunaan material grassblock dalam menutup permukaan lantai pedestrian di kawasan. 111

51 Gambar V.48. Kombinasi Optimalisasi elemen Street Floor dan Wall Zona B Pengoptimalan dengan mengkombinasikan elemen street floor dan street wall dapat mendukung kawasan untuk menurunkan suhu kawasan sebesar 0.94 C. Hal ini akan mendukung aktivitas pengguna jalan terutama pejalan kaki dan mendukung kegiatan komersial pada Jalan Raya Seturan, karena tersedianya area parkir yang diselimuti oleh grassblock. Penggunaan grassblock juga mendukung Jalan Raya Seturan saat musim hujan maka air hujan tidak akan menggenang sepanjang jalan, tetapi dapat masuk langsung kedalam tanah, karena pori-pori tanah tidak tertutup. Hal berikutnya yang dilakukan oleh peneliti adalah melakukan optimalisasi elemen street roof pada kawasan. Elemen street roof yang dioptimalkan adalah vegetasi peneduh di sepanjang jalan pada Jalan Raya Seturan, adapun vegetasi yang dipilih harus memiliki kriteria sesuai dengan peraturan RTH Jalur Pejalan Kaki ( Peraturan Mentri Pekerjaan Umum No. 05/PRT/M/2008). Kriteria untuk jalur hijau jalan adalah sebagai berikut: 112

52 1. Aspek silvikultur: a. berasal dari biji terseleksi sehat dan bebas penyakit; b. memiliki pertumbuhan sempurna baik batang maupun akar; c. perbandingan bagian pucuk dan akar seimbang; d. batang tegak dan keras pada bagian pangkal; e. tajuk simetris dan padat; f. sistim perakaran padat. Tabel V.11. Jenis Vegetasi Peneduh Ruang Jalan (Sumber : Peraturan Mentri Pekerjaan Umum No. 05/PRT/M/2008) 2. Sifat biologi: a. tumbuh baik pada tanah padat b. sistem perakaran masuk kedalam tanah, tidak merusak konstruksi dan bangunan c. fase anakan tumbuh cepat, tetapi tumbuh lambat pada fase dewasa; ukuran dewasa sesuai ruang yang tersedia; batang dan sistem percabangan kuat; batang tegak kuat, tidak mudah patah dan tidak berbanir d. perawakan dan bentuk tajuk cukup indah; tajuk cukup rindang dan kompak, tetapi tidak terlalu gelap 113

53 e. ukuran dan bentuk tajuk seimbang dengan tinggi pohon; daun sebaiknya berukuran sempit (nanofill); tidak menggugurkan daun; daun tidak mudah rontok karena terpaan angin kencang f. saat berbunga/berbuah tidak mengotori jalan; buah berukuran kecil dan tidak bisa dimakan oleh manusia secara langsung g. sebaiknya tidak berduri atau beracun; h. mudah sembuh bila mengalami luka akibat benturan dan akibat lain; tahan terhadap hama penyakit; tahan terhadap pencemaran kendaraan bermotor dan industri; mampu menjerap dan menyerap cemaran udara;sedapat mungkin mempunyai nilai ekonomi; berumur panjang. Dari kriteria dan jenis vegetasi peneduh yang dimuat dalam RTH Jalur Pejalan Kaki ( Peraturan Mentri Pekerjaan Umum No. 05/PRT/M/2008), dapat dikelompokkan dalam 3 kategori yaitu; Gambar V.49. Optimalisasi elemen Street Roof Zona B 114

54 Dari ketiga kategori yang telah disimulasikan dalam Envimet V.3.1, kategori 01 yaitu pohon kecil dengan tajuk lebar, jarak tanam 12 m dan berbunga, merupakan vegetasi peneduh yang paling sesuai digunakan pada enclosure Jalan Raya Seturan. Vegetasi yang sesuai adalah jenis pohon kupu-kupu atau Bauhinia purpurea. Dengan mengoptimalkan elemen street roof pada kawasan, dapat mendapatkan penurunan suhu hingga 1.22 C. Hal berikut yang dilakukan peneliti adalah dengan mengkombinasikan elemen street floor dan street roof pada kawasan, dengan kombinasi optimalisasi kedua elemen ini penurunan suhu yang dapat dicapai oleh Zona B mencapai 1.31 C. Gambar V.50. Kombinasi Optimalisasi elemen Street Floor dan Roof Zona B Setelah melakukan simulasi dengan kombinasi elemen street floor dan street roof yang dioptimalkan. Peneliti melakukan simulasi pengoptimalan elemen street wall yang digabungkan dengan elemen street roof. Dengan pembatasan tinggi bangunan maksimal 2 lantai dan penataan vegetasi peneduh yang sesuai diharapkan penurunan suhu yang didapatkan akan signifikan, akan tetapi penurunan suhu yang didapatkan 115

55 dengan simulasi yang mengkombinasikan kedua elemen ini hanya dapat menurunkan suhu di kawasan 1.23 C saja, lebih rendah 0.08 C dari kombinasi elemen street floor dan street roof. Gambar V.51. Kombinasi Optimalisasi elemen Street Wall dan Roof Zona B Hal terakhir yang dilakukan oleh Peneliti adalah dengan melakukan kombinasi optimalisasi semua elemen pembentuk enclosure Zona B, yaitu dengan mengoptimalkan elemen penutup permukaan lantai pedestrian sepanjang Jalan Raya Seturan yang telah dihubungkan, lalu menghimbau untuk tinggi maksimal 2 lantai dan melakukan optimalisasi penataan vegetasi peneduh dengan menggunakan criteria kategori 01 sebagai vegetasi peneduh sepanjang Jalan Raya Seturan. Kondisi optimum enclosure Zona B yang melibatkan semua elemen pembentuknya dapat menurunkan suhu kawasan hinggal 1.59 C. Dengan mengoptimalkan semua elemen akan membentuk satu kualitas termal yang akan mendukun semua kegiatan yang berlangsung sepanjang enclosure Zona B. Simulasi ini merupakan simulasi dengan angka penurunan suhu paling tinggi dari pada simulasi- 116

56 simulasi yang hanya mengoptimalkan 2 elemen pembentuk enclosure Zona B. Gambar V.52. Kombinasi Optimalisasi elemen Street Floor, Wall dan Roof Zona B 117

57 5.8. Temuan-temuan Berdasarkan analisis yang telah dipaparkan sebelumnya (Bab V, halaman ) terdapat beberapa temuan baik yang didapat di lapangan maupun dengan simulasi, yaitu: 1. Material penutup permukaan pada elemen Street Floor sangat berpengaruh terhadap kondisi termal kawasan yang terbentuk. Material penutup permukaan dengan nilai konduktivitas tinggi akan menaikkan suhu kawasan. Gambar V.53. Perbandingan Lapisan Permukaan Zona A dan C 2. Street Wall bangunan dengan setback lebar memungkin angin untuk bergerak turun melewati koridor sehingga suhu termal kawasan menjadi lebih rendah dari pada Zona dengan Street wall yang rapat dan setback yang sempit, seperti pada perbandingan suhu rata-rata Zona B dan Zona C. Gambar V.54. Perbandingan Suhu Rata-rata Kawasan Zona B dan C 118

58 3. Banyaknya jumlah Street Roof pada kawasan tidak membuat kawasan tersebut menjadi lebih rendah suhu nya dari kawasan lain yang memiliki jumlah vegetasi peneduh lebih sedikit. Gambar V.55. Perbandingan Vegetasi Peneduh Kawasan Zona A dan C 4. Kawasan dengan bangunan-bangunan pencakar langit dan kawasan dengan kerapatan bangunan lebar menyebabkan kecepatan angin pada kawasan tinggi. Gambar V.56. Perbandingan Kecepatan Udara pada Zona A,B,C dan D 119

BAB VI PENUTUP. 1. Kondisi kenyamanan thermal hasil simulasi eksisting: Kondisi eksisting penggal 1,2,3 titik terendah dan tertinggi pagi

BAB VI PENUTUP. 1. Kondisi kenyamanan thermal hasil simulasi eksisting: Kondisi eksisting penggal 1,2,3 titik terendah dan tertinggi pagi BAB VI PENUTUP VI.1. Kesimpulan 1. Kondisi kenyamanan thermal hasil simulasi eksisting: Kondisi eksisting penggal 1,2,3 titik terendah dan tertinggi pagi (07.00) secara keseluruhan dalam kondisi nyaman.

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 43 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Pengaruh RTH Terhadap Iklim Mikro 5.1.1 Analisis Pengaruh Struktur RTH Pohon Terhadap Iklim Mikro Pohon merupakan struktur RTH yang memiliki pengaruh cukup besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kenyaman termal menjadi aspek penting yang harus diperhatikan dalam pengembangan sebuah kawasan (urban development). Kegiatan manusia secara langsung dipengaruhi oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Urban Heat Island Sebagai Dampak Dari Pembangunan Perkotaan

BAB I PENDAHULUAN Urban Heat Island Sebagai Dampak Dari Pembangunan Perkotaan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Urban Heat Island Sebagai Dampak Dari Pembangunan Perkotaan Pembangunan perkotaan membawa perubahan pada lingkungan fisikdan atmosfer kota. Pada lingukungan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil analisis terhadap hasil survey lapangan, running eksisting dan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil analisis terhadap hasil survey lapangan, running eksisting dan BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis terhadap hasil survey lapangan, running eksisting dan running modifikasi, didapatkan beberapa temuan, diantaranya sebagai berikut

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA STUDI KASUS

BAB IV ANALISA STUDI KASUS BAB IV ANALISA STUDI KASUS IV.1 GOR Bulungan IV.1.1 Analisa Aliran Udara GOR Bulungan terletak pada daerah perkotaan sehingga memiliki variasi dalam batas-batas lingkungannya. Angin yang menerpa GOR Bulungan

Lebih terperinci

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN V.1 Konsep Dasar Perancangan Konsep dasar perancangan meliputi pembahasan mengenai pemanfaatan penghawaan dan pencahayaan alami pada City Hotel yang bertujuan untuk

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA TAPAK

BAB IV ANALISA TAPAK BAB IV ANALISA TAPAK 4.1 Deskripsi Proyek 1. Nama proyek : Garuda Bandung Arena 2. Lokasi proyek : Jln Cikutra - Bandung 3. Luas lahan : 2,5 Ha 4. Peraturan daerah : KDB (50%), KLB (2) 5. Batas wilayah

Lebih terperinci

lib.archiplan.ugm.ac.id

lib.archiplan.ugm.ac.id BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keterbatasan lahan yang terjadi di perkotaan diiringi dengan tingginya kebutuhan penduduk akan hunian menjadikan kawasan kota berkembang menjadi kawasan yang padat

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka kesimpulan dari penelitian ini berdasarkan pertanyaan penelitian yaitu: mengetahui karakteristik

Lebih terperinci

Pengembangan RS Harum

Pengembangan RS Harum BAB V KONSEP PERANCANGAN 5.1. KONSEP DASAR PENINGKATAN DENGAN GREEN ARCHITECTURE Dari penjabaran prinsi prinsip green architecture beserta langkahlangkah mendesain green building menurut: Brenda dan Robert

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. karakter arsitektural ruang jalan di koridor Jalan Sudirman dan Jalan

BAB VI PENUTUP. karakter arsitektural ruang jalan di koridor Jalan Sudirman dan Jalan BAB VI PENUTUP VI.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis temuan lapangan dan pembahasan, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan mengenai karakter arsitektural ruang jalan di koridor Jalan Sudirman dan

Lebih terperinci

BAB VI KONSEP PERENCANAAN

BAB VI KONSEP PERENCANAAN BAB VI KONSEP PERENCANAAN VI.1 KONSEP BANGUNAN VI.1.1 Konsep Massa Bangunan Pada konsep terminal dan stasiun kereta api senen ditetapkan memakai masa gubahan tunggal memanjang atau linier. Hal ini dengan

Lebih terperinci

VI. PERENCANAAN LANSKAP PEDESTRIAN SHOPPING STREET

VI. PERENCANAAN LANSKAP PEDESTRIAN SHOPPING STREET 42 VI. PERENCANAAN LANSKAP PEDESTRIAN SHOPPING STREET Pengembangan konsep dalam studi perencanaan kawasan ini akan terbagi ke dalam empat sub konsep, yaitu perencanaan lanskap pedestrian shopping street,

Lebih terperinci

BAB III DATA DAN ANALISA

BAB III DATA DAN ANALISA BAB III DATA DAN ANALISA 3.1 Data Fisik dan Non Fisik Gambar 3. Peta Lokasi Lahan LKPP Data Tapak Lokasi : Lot/Kavling 11B, CBD Rasuna Epicentrum, Jakarta Selatan Luas lahan : 4709 m² Koefisien Dasar Bangunan

Lebih terperinci

lib.archiplan.ugm.ac.id

lib.archiplan.ugm.ac.id DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERNYATAAN...iii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI... vi DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR TABEL... xiv DAFTAR BAGAN... xviii INTISARI... xix

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN. VI. 1 Kesimpulan. VI.1.1 Karakter Pelingkup Ruang Jalan Seturan VI-1

BAB VI KESIMPULAN. VI. 1 Kesimpulan. VI.1.1 Karakter Pelingkup Ruang Jalan Seturan VI-1 BAB VI KESIMPULAN VI. 1 Kesimpulan VI.1.1 Karakter Pelingkup Ruang Jalan Seturan VI-1 Penggal Jalan 1 Pada penggal 1 didominasi oleh bangunan dengan massa sedang. berikut jumlah dan prosentasenya, massa

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. keberadaan elemen-elemen fisik atau yang disebut juga setting fisik seiring

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. keberadaan elemen-elemen fisik atau yang disebut juga setting fisik seiring BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Seperti yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, diketahui bahwa keberadaan elemen-elemen fisik atau yang disebut juga setting fisik seiring dengan pergantian

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 PERAN ENERGI DALAM ARSITEKTUR

LAMPIRAN 1 PERAN ENERGI DALAM ARSITEKTUR LAMPIRAN 1 PERAN ENERGI DALAM ARSITEKTUR Prasato Satwiko. Arsitektur Sadar Energi tahun 2005 Dengan memfokuskan permasalahan, strategi penataan energi bangunan dapat dikembangkan dengan lebih terarah.strategi

Lebih terperinci

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN 5.1 Konsep Makro 5.1.1 Site terpilih Gambar 5.1 Site terpilih Sumber : analisis penulis Site terpilih sangat strategis dengan lingkungan kampus/ perguruan tinggi

Lebih terperinci

BAB VII RENCANA. 7.1 Mekanisme Pembangunan Rusunawa Tahapan Pembangunan Rusunawa

BAB VII RENCANA. 7.1 Mekanisme Pembangunan Rusunawa Tahapan Pembangunan Rusunawa BAB VII RENCANA 7.1 Mekanisme Pembangunan Rusunawa 7.1.1 Tahapan Pembangunan Rusunawa Agar perencanaan rumah susun berjalan dengan baik, maka harus disusun tahapan pembangunan yang baik pula, dimulai dari

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisa, didapatkan faktor-faktor pembentuk karakter fisik ruang jalan dan kualitas karakter fisik pada Perempatan Ring Road Condong Catur

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 KESIMPULAN Berdasarkan analisis data dan pembahasan pada Bab IV didapatkan temuan-temuan mengenai interaksi antara bentuk spasial dan aktivitas yang membentuk karakter urban

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Pada bab ini akan diuraikan mengenai kesimpulan studi berupa temuantemuan yang dihasilkan selama proses analisis berlangsung yang sesuai dengan tujuan dan sasaran studi,

Lebih terperinci

BAB 5 KONSEP. Tema arsitektur biomorfik menggunakan struktur dari sistem dan anggota

BAB 5 KONSEP. Tema arsitektur biomorfik menggunakan struktur dari sistem dan anggota BAB 5 KONSEP 5.1. Konsep Dasar Tema arsitektur biomorfik menggunakan struktur dari sistem dan anggota gerak makhluk hidup sebagai ide bentuk. Dalam setiap karya arsitektur biomorfik, selalu memberikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Urban Heat Island dan Kawasan Terbangun. terhadap lingkungan sekitarnya. Fenomena Urban Heat Island (UHI)

BAB 1 PENDAHULUAN Urban Heat Island dan Kawasan Terbangun. terhadap lingkungan sekitarnya. Fenomena Urban Heat Island (UHI) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Urban Heat Island dan Kawasan Terbangun. Pembangunan pada sebuah kawasan membawa perubahan terhadap lingkungan sekitarnya. Fenomena Urban Heat Island (UHI)

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Pada bagian ini akan dijabarkan kesimpulan dan rekomendasi. Kesimpulan berisi rangkuman dari hasil penelitian dan pembahasan sekaligus menjawab tujuan penelitian di bab

Lebih terperinci

BAB V KONSEP PERANCANGAN

BAB V KONSEP PERANCANGAN BAB V KONSEP PERANCANGAN V.1. KONSEP DASAR PERANCANGAN Dalam konsep dasar pada perancangan Fashion Design & Modeling Center di Jakarta ini, yang digunakan sebagai konsep dasar adalah EKSPRESI BENTUK dengan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. RADIASI MATAHARI DAN SH DARA DI DALAM RMAH TANAMAN Radiasi matahari mempunyai nilai fluktuatif setiap waktu, tetapi akan meningkat dan mencapai nilai maksimumnya pada siang

Lebih terperinci

OPTIMASI KINERJA PENCAHAYAAN ALAMI UNTUK EFISIENSI ENERGI PADA RUMAH SUSUN DENGAN KONFIGURASI TOWER DI DENPASAR

OPTIMASI KINERJA PENCAHAYAAN ALAMI UNTUK EFISIENSI ENERGI PADA RUMAH SUSUN DENGAN KONFIGURASI TOWER DI DENPASAR OPTIMASI KINERJA PENCAHAYAAN ALAMI UNTUK EFISIENSI ENERGI PADA RUMAH SUSUN DENGAN KONFIGURASI TOWER DI DENPASAR Studi Kasus : Rumah Susun Dinas Kepolisian Daerah Bali LATAR BELAKANG Krisis energi Isu Global

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi suatu kawasan hunian yang berwawasan ligkungan dengan suasana yang

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi suatu kawasan hunian yang berwawasan ligkungan dengan suasana yang TINJAUAN PUSTAKA Penghijauan Kota Kegiatan penghijauan dilaksanakan untuk mewujudkan lingkungan kota menjadi suatu kawasan hunian yang berwawasan ligkungan dengan suasana yang asri, serasi dan sejuk dapat

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG

PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JOMBANG, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

RESORT DENGAN FASILITAS MEDITASI ARSITEKTUR TROPIS BAB III TINJAUAN KHUSUS. 3.1 Latar Belakang Pemilihan Tema. 3.2 Penjelasan Tema

RESORT DENGAN FASILITAS MEDITASI ARSITEKTUR TROPIS BAB III TINJAUAN KHUSUS. 3.1 Latar Belakang Pemilihan Tema. 3.2 Penjelasan Tema BAB III TINJAUAN KHUSUS 3.1 Latar Belakang Pemilihan Tema Tema yang diusung dalam pengerjaan proyek Resort Dengan Fasilitas Meditasi ini adalah Arsitektur Tropis yang ramah lingkungan. Beberapa alasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berlangsung di dalam kelas merupakan usaha sadar dan terencana untuk

BAB I PENDAHULUAN. berlangsung di dalam kelas merupakan usaha sadar dan terencana untuk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Belajar-mengajar merupakan bagian dari proses pendidikan yang berlangsung di dalam kelas merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar

Lebih terperinci

PERANCANGAN KOTA. Lokasi Alun - Alun BAB III

PERANCANGAN KOTA. Lokasi Alun - Alun BAB III BAB III DATA ALUN-ALUN KABUPATEN WONOGIRI Kabupaten Wonogiri, dengan luas wilayah 182.236,02 Ha secara geografis terletak pada garis lintang 7 0 32' sampai 8 0 15' dan garis bujur 110 0 41' sampai 111

Lebih terperinci

BAB 6 HASIL PERANCANGAN

BAB 6 HASIL PERANCANGAN BAB 6 HASIL PERANCANGAN Perancangan Hotel Resort Kota Batu yang mengintegrasikan konsep arsitektur tropis yang mempunyai karakter beradaptasi terhadap keadaan kondisi iklim dan cuaca di daerah Kota Batu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Perencanaan Hutan Kota Arti kata perencanaan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Fak. Ilmu Komputer UI 2008) adalah proses, perbuatan, cara merencanakan (merancangkan).

Lebih terperinci

III. RUANG DAN FUNGSI TANAMAN LANSKAP KOTA

III. RUANG DAN FUNGSI TANAMAN LANSKAP KOTA Lanskap Perkotaan (Urban Landscape) III. RUANG DAN FUNGSI TANAMAN LANSKAP KOTA Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Siti Nurul Rofiqo Irwan, S.P., MAgr, PhD. Tujuan Memahami bentuk-bentuk ruang dengan tanaman

Lebih terperinci

BAB VI HASIL RANCANGAN. terdapat pada Bab IV dan Bab V yaitu, manusia sebagai pelaku, Stadion Raya

BAB VI HASIL RANCANGAN. terdapat pada Bab IV dan Bab V yaitu, manusia sebagai pelaku, Stadion Raya 165 BAB VI HASIL RANCANGAN 6.1. Dasar Rancangan Hasil perancangan diambil dari dasar penggambaran konsep dan analisa yang terdapat pada Bab IV dan Bab V yaitu, manusia sebagai pelaku, Stadion Raya sebagai

Lebih terperinci

BAB V KONSEP DAN PROGRAM DASAR PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB V KONSEP DAN PROGRAM DASAR PERENCANAAN DAN PERANCANGAN BAB V KONSEP DAN PROGRAM DASAR PERENCANAAN DAN PERANCANGAN 5.1 Tujuan Perencanaan dan Perancangan Perencanaan dan perancangan Penataan PKL Sebagai Pasar Loak di Sempadan Sungai Kali Gelis Kabupaten Kudus

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 27 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil dari penelitian ini menunjukkan kualitas estetika pohon-pohon dengan tekstur tertentu pada lanskap jalan dan rekreasi yang bervariasi. Perhitungan berbagai nilai perlakuan

Lebih terperinci

BAB V KONSEP PERANCANGAN. Konsep dasar perancangan beranjak dari hasil analisis bab sebelumnya yang

BAB V KONSEP PERANCANGAN. Konsep dasar perancangan beranjak dari hasil analisis bab sebelumnya yang BAB V KONSEP PERANCANGAN 5.1 Konsep Dasar Konsep dasar perancangan beranjak dari hasil analisis bab sebelumnya yang kemudian disintesis. Sintesis diperoleh berdasarkan kesesuaian tema rancangan yaitu metafora

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA PERENCANAAN

BAB IV ANALISA PERENCANAAN BAB IV ANALISA PERENCANAAN 4.1. Analisa Non Fisik Adalah kegiatan yang mewadahi pelaku pengguna dengan tujuan dan kegiatannya sehingga menghasilkan besaran ruang yang dibutuhkan untuk mewadahi kegiatannya.

Lebih terperinci

BAB V KONSEP PERANCANGAN

BAB V KONSEP PERANCANGAN BAB V KONSEP PERANCANGAN V.1 TEMA PENGEMBANGAN DESAIN Proses merancang bangunan untuk mengurangi dampak lingkungan yang kurang baik, meningkatkan kenyamanan manusia dengan peningkatan efisiensi, mengurangi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan,

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI PENELITIAN. temuan dan analisis terhadap area rawa yang direklamasi menjadi kawasan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI PENELITIAN. temuan dan analisis terhadap area rawa yang direklamasi menjadi kawasan BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI PENELITIAN 5.1 Kesimpulan Penelitian Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini merupakan hasil temuan dan analisis terhadap area rawa yang direklamasi menjadi kawasan

Lebih terperinci

INFORMASI RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DI PROVINSI JAMBI

INFORMASI RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DI PROVINSI JAMBI INFORMASI RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DI PROVINSI JAMBI Saat ini banyak kota besar yang kekurangan ruang terbuka hijau atau yang sering disingkat sebagai RTH. Padahal, RTH ini memiliki beberapa manfaat penting

Lebih terperinci

BAB V KONSEP PERANCANGAN

BAB V KONSEP PERANCANGAN BAB V KONSEP PERANCANGAN 5.1 Konsep Dasar Konsep dasar yang diterapkan pada perancangan pusat industri pengalengan ikan layang di Brondong lamongan adalah arsitektur hemat energi. Pada perancangan pusat

Lebih terperinci

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN V. KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN. pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut:

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN V. KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN. pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut: BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN V. KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN V.1. Building form Bentuk dasar yang akan digunakan dalam Kostel ini adalah bentuk persegi yang akan dikembangkan lebih lanjut.

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS SINTESIS

BAB V ANALISIS SINTESIS BAB V ANALISIS SINTESIS 5.1 Aspek Fisik dan Biofisik 5.1.1 Letak, Luas, dan Batas Tapak Tapak terletak di bagian Timur kompleks sekolah dan berdekatan dengan pintu keluar sekolah, bangunan kolam renang,

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini merupakan hasil temuan dan hasil analisa terhadap kawasan Kampung Sindurejan yang berada di bantaran sungai

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN ARSITEKTUR BINUS UNIVERSITY

BAB V KESIMPULAN ARSITEKTUR BINUS UNIVERSITY 81 BAB V KESIMPULAN V.1 Dasar Perencanaan dan Perancangan V.1.1 Keterkaitan Konsep dengan Tema dan Topik Konsep dasar pada perancangan ini yaitu penggunaan isu tentang Sustainable architecture atau Environmental

Lebih terperinci

BAB 5 KONSEP PERANCANGAN 5.1 Konsep Dasar Perancangan Dalam perancangan desain Transportasi Antarmoda ini saya menggunakan konsep dimana bangunan ini memfokuskan pada kemudahan bagi penderita cacat. Bangunan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk di Indonesia disetiap tahun semakin meningkat. Hal ini

BAB 1 PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk di Indonesia disetiap tahun semakin meningkat. Hal ini BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk yang sangat besar. Pertumbuhan penduduk di Indonesia disetiap tahun semakin meningkat. Hal ini menyebabkan

Lebih terperinci

PENATAAN JALUR PEJALAN KAKI PADA KORIDOR JALAN MALIOBORO BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PENGUNJUNG LAPORAN TUGAS AKHIR

PENATAAN JALUR PEJALAN KAKI PADA KORIDOR JALAN MALIOBORO BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PENGUNJUNG LAPORAN TUGAS AKHIR PENATAAN JALUR PEJALAN KAKI PADA KORIDOR JALAN MALIOBORO BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PENGUNJUNG LAPORAN TUGAS AKHIR Disusun Oleh M.ARIEF ARIBOWO L2D 306 016 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP 6.1 KESIMPULAN

BAB VI PENUTUP 6.1 KESIMPULAN BAB VI PENUTUP 6.1 KESIMPULAN Dari proses yang dilakukan mulai pengumpulan data, analisa, sintesa, appraisal yang dibantu dengan penyusunan kriteria dan dilanjutkan dengan penyusunan konsep dan arahan,

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEMA ARSITEKTUR HIJAU

BAB III TINJAUAN TEMA ARSITEKTUR HIJAU BAB III TINJAUAN TEMA ARSITEKTUR HIJAU 3.1. Tinjauan Tema a. Latar Belakang Tema Seiring dengan berkembangnya kampus Universitas Mercu Buana dengan berbagai macam wacana yang telah direncanakan melihat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah suatu bentuk ruang terbuka di kota (urban

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah suatu bentuk ruang terbuka di kota (urban II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ruang Terbuka Hijau Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah suatu bentuk ruang terbuka di kota (urban space) dengan unsur vegetasi yang dominan. Perancangan ruang hijau kota harus memperhatikan

Lebih terperinci

ANALISIS DAN PEMECAHAN MASALAH

ANALISIS DAN PEMECAHAN MASALAH 56 ANALISIS DAN PEMECAHAN MASALAH Berdasarkan hasil inventarisasi maka dari faktor-faktor yang mewakili kondisi tapak dianalisis sehingga diketahui permasalahan yang ada kemudian dicari solusinya sebagai

Lebih terperinci

BAB V KONSEP PERENCANAAN

BAB V KONSEP PERENCANAAN BAB V KONSEP PERENCANAAN 5.1 Konsep Dasar Perencanaan Dalam perencanaan rumah susun sederhana sewa yang sesuai dengan iklim tropis, ada beberapa kriteria yang diterapkan yaitu : 1. Sesuai dengan kebutuhan

Lebih terperinci

KAJIAN KONSERVASI ENERGI PADA BANGUNAN KAMPUS UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) DITINJAU DARI ASPEK PENCAHAYAAN DAN PENGHAWAAN ALAMI

KAJIAN KONSERVASI ENERGI PADA BANGUNAN KAMPUS UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) DITINJAU DARI ASPEK PENCAHAYAAN DAN PENGHAWAAN ALAMI KAJIAN KONSERVASI ENERGI PADA BANGUNAN KAMPUS UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) DITINJAU DARI ASPEK PENCAHAYAAN DAN PENGHAWAAN ALAMI Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Semarang

Lebih terperinci

BAB VI HASIL RANCANGAN. Redesain terminal Arjosari Malang ini memiliki batasan-batasan

BAB VI HASIL RANCANGAN. Redesain terminal Arjosari Malang ini memiliki batasan-batasan BAB VI HASIL RANCANGAN Redesain terminal Arjosari Malang ini memiliki batasan-batasan perancangan. Batasan-batasan perancangan tersebut seperti: sirkulasi kedaraan dan manusia, Ruang Terbuka Hijau (RTH),

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. secara alami. Pengertian alami disini bukan berarti hutan tumbuh menjadi hutan. besar atau rimba melainkan tidak terlalu diatur.

TINJAUAN PUSTAKA. secara alami. Pengertian alami disini bukan berarti hutan tumbuh menjadi hutan. besar atau rimba melainkan tidak terlalu diatur. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Hutan Kota Hutan dalam Undang-Undang No. 41 tahun 1999 tentang kehutanan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi

Lebih terperinci

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN. 5.1 Kesimpulan Dari Menggunakan Teori Kevin Lynch. Berdasarkan hasil analisa dari data dan hasil survey wawancara yang

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN. 5.1 Kesimpulan Dari Menggunakan Teori Kevin Lynch. Berdasarkan hasil analisa dari data dan hasil survey wawancara yang BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Dari Menggunakan Teori Kevin Lynch Berdasarkan hasil analisa dari data dan hasil survey wawancara yang dilakukan di kawasan Petak Sembilan, masih banyak yang perlu

Lebih terperinci

BAB V KONSEP PERANCANGAN

BAB V KONSEP PERANCANGAN BAB V KONSEP PERANCANGAN 5.1 konsep Dasar 5.1.1 Tata Letak Bangunan Gate entrance menuju Fasilitas Wisata Agro terletak di jalan akses masuk wisata Kawah Putih, dengan pertimbangan aksesibilitas jalan

Lebih terperinci

BAB VI R E K O M E N D A S I

BAB VI R E K O M E N D A S I BAB VI R E K O M E N D A S I 6.1. Rekomendasi Umum Kerangka pemikiran rekomendasi dalam perencanaan untuk mengoptimalkan fungsi jalur hijau jalan Tol Jagorawi sebagai pereduksi polusi, peredam kebisingan

Lebih terperinci

REKOMENDASI Peredam Kebisingan

REKOMENDASI Peredam Kebisingan 83 REKOMENDASI Dari hasil analisis dan evaluasi berdasarkan penilaian, maka telah disimpulkan bahwa keragaman vegetasi di cluster BGH memiliki fungsi ekologis yang berbeda-beda berdasarkan keragaman kriteria

Lebih terperinci

HOTEL RESORT DI DAGO GIRI, BANDUNG

HOTEL RESORT DI DAGO GIRI, BANDUNG KONSEP PERANCANGAN V.1 KONSEP DASAR PERANCANGAN Dalam perancangaan Hotel Resort ini saya menggunakan kosep dasar adalah Arsitektur Hijau dimana bangunan ini hemat energi, minim menimbulkan dampak negatif

Lebih terperinci

BAB V KONSEP PERANCANGAN

BAB V KONSEP PERANCANGAN PRINSIP TEMA Keindahan Keselarasan Hablumminal alam QS. Al-Hijr [15]: 19-20 ISLAM BLEND WITH NATURE RESORT HOTEL BAB V KONSEP PERANCANGAN KONSEP DASAR KONSEP TAPAK KONSEP RUANG KONSEP BENTUK KONSEP STRUKTUR

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Eksisting dan Evaluasi Ruang Terbuka Hijau Kecamatan Jepara Jenis ruang terbuka hijau yang dikembangkan di pusat kota diarahkan untuk mengakomodasi tidak hanya fungsi

Lebih terperinci

Terdapat 3 (tiga) metode dalam memarkir kendaraan, diantaranya adalah:

Terdapat 3 (tiga) metode dalam memarkir kendaraan, diantaranya adalah: Parkir adalah suatu kondisi kendaraan yang berhenti atau tidak bergerak pada tempat tertentu yang telah ditentukan dan bersifat sementara, serta tidak digunakan untuk kepentingan menurunkan penumpang/orang

Lebih terperinci

ke segala arah dan melepaskan panas pada malam hari. cukup pesat. Luas wilayah kota Pematangsiantar adalah km 2 dan

ke segala arah dan melepaskan panas pada malam hari. cukup pesat. Luas wilayah kota Pematangsiantar adalah km 2 dan Kota memiliki keterbatasan lahan, namun pemanfaatan lahan kota yang terus meningkat mengakibatkan pembangunan kota sering meminimalkan ruang terbuka hijau. Lahan-lahan pertumbuhan banyak yang dialihfungsikan

Lebih terperinci

Kebutuhan Masyarakat akan Ruang Terbuka Hijau pada Kawasan Pusat Kota Ponorogo

Kebutuhan Masyarakat akan Ruang Terbuka Hijau pada Kawasan Pusat Kota Ponorogo Kebutuhan Masyarakat akan Ruang Terbuka Hijau pada Kawasan Pusat Kota Ponorogo Fungsi Ekologis Terciptanya Iklim Mikro 81% responden menyatakan telah mendapat manfaat RTH sebagai pengatur iklim mikro.

Lebih terperinci

PENERUSAN PANAS PADA DINDING GLAS BLOK LOKAL

PENERUSAN PANAS PADA DINDING GLAS BLOK LOKAL PENERUSAN PANAS PADA DINDING GLAS BLOK LOKAL Frans Soehartono 1, Anik Juniwati 2, Agus Dwi Hariyanto 3 Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Kristen Petra Jl. Siwalankerto

Lebih terperinci

ANALISIS KESELAMATAN DAN KENYAMANAN PEMANFAATAN TROTOAR BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PEJALAN KAKI DI PENGGAL JALAN M.T. HARYONO KOTA SEMARANG

ANALISIS KESELAMATAN DAN KENYAMANAN PEMANFAATAN TROTOAR BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PEJALAN KAKI DI PENGGAL JALAN M.T. HARYONO KOTA SEMARANG ANALISIS KESELAMATAN DAN KENYAMANAN PEMANFAATAN TROTOAR BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PEJALAN KAKI DI PENGGAL JALAN M.T. HARYONO KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh : Arif Rahman Hakim L2D 303 283 JURUSAN

Lebih terperinci

BAB V KONSEP PERANCANGAN

BAB V KONSEP PERANCANGAN BAB V KONSEP PERANCANGAN 5.1 Konsep Dasar Perancangan Gedung pusat kebugaran ini direncanakan untuk menjadi suatu sarana yang mewadahi kegiatan olahraga, kebugaran, dan relaksasi. Dimana kebutuhan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Cahaya merupakan kebutuhan dasar manusia dalam menghayati ruang dan melakukan berbagai kegiatan dalam ruang pada bangunan serta sebagai prasyarat bagi penglihatan

Lebih terperinci

SOLUSI VENTILASI VERTIKAL DALAM MENDUKUNG KENYAMANAN TERMAL PADA RUMAH DI PERKOTAAN

SOLUSI VENTILASI VERTIKAL DALAM MENDUKUNG KENYAMANAN TERMAL PADA RUMAH DI PERKOTAAN SOLUSI VENTILASI VERTIKAL DALAM MENDUKUNG KENYAMANAN TERMAL PADA RUMAH DI PERKOTAAN Ronim Azizah, Qomarun Program Studi Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl. A. Yani Tromol

Lebih terperinci

RESORT DENGAN FASAILITAS MEDITASI ARSITEKTUR TROPIS BAB V KONSEP PERANCANGAN. 5.1 Konsep dasar perancanagan. 5.2 Konsep perancangan

RESORT DENGAN FASAILITAS MEDITASI ARSITEKTUR TROPIS BAB V KONSEP PERANCANGAN. 5.1 Konsep dasar perancanagan. 5.2 Konsep perancangan BAB V KONSEP PERANCANGAN 5.1 Konsep dasar perancanagan Konsep dasar perancangan Resort dengan Fasilitas Meditasi ialah untuk mendukung potensi wisata pantai di Anyer. Memaksimalkan pengolahan ruang dalam

Lebih terperinci

BAB III. Penelitian inii dilakukan. dan Danau. bagi. Peta TANPA SKALA

BAB III. Penelitian inii dilakukan. dan Danau. bagi. Peta TANPA SKALA 14 BAB III METODOLOGI 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian inii dilakukan di Sentul City yang terletak di Kecamatan Babakan Madang dan Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat (Gambar

Lebih terperinci

PENGHAWAAN DALAM BANGUNAN. Erick kurniawan Harun cahyono Muhammad faris Roby ardian ipin

PENGHAWAAN DALAM BANGUNAN. Erick kurniawan Harun cahyono Muhammad faris Roby ardian ipin PENGHAWAAN DALAM BANGUNAN Erick kurniawan Harun cahyono Muhammad faris Roby ardian ipin PENGHAWAAN Penghawaan adalah aliran udara di dalam rumah, yaitu proses pertukaran udara kotor dan udara bersih Diagram

Lebih terperinci

BAB IV KONSEP PERANCANGAN

BAB IV KONSEP PERANCANGAN BAB IV KONSEP PERANCANGAN 4.1. Letak Geografis Site Site yang akan dibangun berlokasi di sebelah timur Jalan Taman Siswa dengan koordinat 07 o 48 41.8 LS 110 o 22 36.8 LB. Bentuk site adalah persegi panjang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. desain taman dengan menggunakan tanaman hias sebagai komponennya

II. TINJAUAN PUSTAKA. desain taman dengan menggunakan tanaman hias sebagai komponennya 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ruang Lingkup Arsitektur Lansekap Lansekap sebagai gabungan antara seni dan ilmu yang berhubungan dengan desain taman dengan menggunakan tanaman hias sebagai komponennya merupakan

Lebih terperinci

Aksesibilitas a. Geometri koridor jalan b. Tautan & kontinuitas akses spasial & visual

Aksesibilitas a. Geometri koridor jalan b. Tautan & kontinuitas akses spasial & visual 2. Geometri jalan lebar, terdapat trotoar yang lebar dan jalur sepeda. Kualitas penghubung akan kuat ketika jalurnya linear dan didukung enclosure serta merupakan konektor dari dua tujuan (Caliandro, 1978)

Lebih terperinci

BAB 5 KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN. Pemikiran yang melandasi perancangan dari proyek Mixed-use Building

BAB 5 KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN. Pemikiran yang melandasi perancangan dari proyek Mixed-use Building BAB 5 KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN V.1. Dasar Perencanaan dan Perancangan Pemikiran yang melandasi perancangan dari proyek Mixed-use Building Rumah Susun dan Pasar ini adalah adanya kebutuhan hunian

Lebih terperinci

BAB II ANALISIS TAPAK. mengatakan metoda ini sebagai Metoda Tulang Ikan. Pada kegiatan Analisa, Dosen

BAB II ANALISIS TAPAK. mengatakan metoda ini sebagai Metoda Tulang Ikan. Pada kegiatan Analisa, Dosen BAB II ANALISIS TAPAK Tujuan kegiatan dari survei yaitu mengumpulkan Data dan Fakta, maka pada metode selanjutnya yang kami lakukan yaitu analisa. Metode yang berlanjut dan berkesinambungan inilah yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Ruang merupakan wadah atau setting yang dapat mempengaruhi pelaku atau pengguna. Ruang sebagai salah satu komponen arsitektur menjadi sangat penting dalam hubungan

Lebih terperinci

BAB 5 KONSEP PERANCANGAN

BAB 5 KONSEP PERANCANGAN BAB 5 KONSEP PERANCANGAN PENGEMBANGAN STASIUN KERETA API PASAR SENEN 5.1. Ide Awal Ide awal dari stasiun ini adalah Intermoda-Commercial Bridge. Konsep tersebut digunakan berdasarkan pertimbangan bahwa

Lebih terperinci

BAB V KONSEP PERANCANGAN. Sentra Agrobisnis tersebut. Bangunan yang tercipta dari prinsip-prinsip Working

BAB V KONSEP PERANCANGAN. Sentra Agrobisnis tersebut. Bangunan yang tercipta dari prinsip-prinsip Working BAB V KONSEP PERANCANGAN 5.1 Konsep Dasar Perancangan Sentra Agrobisnis Anjuk Ladang menggunakan konsep Power of Climate, dengan konsep tersebut diharapkan dapat mengoptimalkan tema dari Working With Climate

Lebih terperinci

5. Konsep Urban Design Guidelines yang Memperhatikan Kebutuhan Pejalan Kaki Usia Kanak-Kanak dan Usia Lanjut

5. Konsep Urban Design Guidelines yang Memperhatikan Kebutuhan Pejalan Kaki Usia Kanak-Kanak dan Usia Lanjut 5. Konsep Urban Design Guidelines yang Memperhatikan Kebutuhan Pejalan Kaki Usia Kanak-Kanak dan Usia Lanjut Ruang urban Depok terutama jalan Margonda Raya sangat ramai dan berbahaya. Pada pagi hari pukul

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... DAFTAR ISI Halaman Sampul... i Lembar Pengesahan... ii Lembar Pernyataan... iii Kata Pengantar... iv Intisari... vi Abstract... vii Daftar Isi... viii Daftar Tabel... x Daftar Gambar... xi BAB I PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

BAB III: DATA DAN ANALISA

BAB III: DATA DAN ANALISA BAB III: DATA DAN ANALISA 3.1. Data Fisik dan Non Fisik 2.1.1. Data Fisik Lokasi Luas Lahan Kategori Proyek Pemilik RTH Sifat Proyek KLB KDB RTH Ketinggian Maks Fasilitas : Jl. Stasiun Lama No. 1 Kelurahan

Lebih terperinci

ANALISIS DAN SINTESIS

ANALISIS DAN SINTESIS 55 ANALISIS DAN SINTESIS Lokasi Lokasi PT Pindo Deli Pulp and Paper Mills yang terlalu dekat dengan pemukiman penduduk dikhawatirkan dapat berakibat buruk bagi masyarakat di sekitar kawasan industri PT

Lebih terperinci

BAB V KONSEP PERANCANGAN

BAB V KONSEP PERANCANGAN 160 BAB V KONSEP PERANCANGAN 5.1 Konsep Dasar Konsep dasar yang di gunakan dalam perancangan ini adalah konsep yang berlandaskan pada tema sustainable building. Perancangan ini mengambil prinsip sustainable

Lebih terperinci

ALTERNATIF KONSEP PERANCANGAN FASILITAS KORIDOR HIJAU BAGI PEJALAN KAKI DI KAMPUS KONSERVASI UNNES

ALTERNATIF KONSEP PERANCANGAN FASILITAS KORIDOR HIJAU BAGI PEJALAN KAKI DI KAMPUS KONSERVASI UNNES ALTERNATIF KONSEP PERANCANGAN FASILITAS KORIDOR HIJAU BAGI PEJALAN KAKI DI KAMPUS KONSERVASI UNNES Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Semarang Abstrak. Sebagai Kampus Konservasi,

Lebih terperinci

BAB 5 KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN. PT. BMW Indonesia ini adalah adanya kebutuhan perusahaan untuk memenuhi

BAB 5 KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN. PT. BMW Indonesia ini adalah adanya kebutuhan perusahaan untuk memenuhi BAB 5 KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN V.1. Dasar Perencanaan dan Perancangan Pemikiran yang melandasi perancangan dari proyek Pusat Pelatihan Otomotif PT. BMW Indonesia ini adalah adanya kebutuhan perusahaan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN CATATAN DOSEN PEMBIMBING HALAMAN PENGANTAR PERNYATAAN ABSTRAK DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN CATATAN DOSEN PEMBIMBING HALAMAN PENGANTAR PERNYATAAN ABSTRAK DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN CATATAN DOSEN PEMBIMBING HALAMAN PENGANTAR PERNYATAAN ABSTRAK DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL i ii iii v vi viii xi xiv BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Secara keseluruhan daerah tempat penelitian ini didominasi oleh Avicennia

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Secara keseluruhan daerah tempat penelitian ini didominasi oleh Avicennia BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi umum daerah Wonorejo Kawasan mangrove di Desa Wonorejo yang tumbuh secara alami dan juga semi buatan telah diputuskan oleh pemerintah Surabaya sebagai tempat ekowisata.

Lebih terperinci

PERANCANGAN TAPAK II DESTI RAHMIATI, ST, MT

PERANCANGAN TAPAK II DESTI RAHMIATI, ST, MT PERANCANGAN TAPAK II DESTI RAHMIATI, ST, MT DESKRIPSI OBJEK RUANG PUBLIK TERPADU RAMAH ANAK (RPTRA) Definisi : Konsep ruang publik berupa ruang terbuka hijau atau taman yang dilengkapi dengan berbagai

Lebih terperinci

BAB 2 EKSISTING LOKASI PROYEK PERANCANGAN. Proyek perancangan yang ke-enam ini berjudul Model Penataan Fungsi

BAB 2 EKSISTING LOKASI PROYEK PERANCANGAN. Proyek perancangan yang ke-enam ini berjudul Model Penataan Fungsi BAB 2 EKSISTING LOKASI PROYEK PERANCANGAN 2.1 Lokasi Proyek Proyek perancangan yang ke-enam ini berjudul Model Penataan Fungsi Campuran Perumahan Flat Sederhana. Tema besar yang mengikuti judul proyek

Lebih terperinci