BAB I PENDAHULUAN. Poppy Arsaninghyang (12/332158/SV/874)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Poppy Arsaninghyang (12/332158/SV/874)"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan, serta penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh faktor alam, faktor non alam, maupun faktor manusia, sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis (UU RI 24/2007 pasal 1 butir 1). Menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNP B) Tahun 2013, Provinsi Jawa Tengah mendapat ancaman bencana seperti Banjir, Gempa Bumi, Tsunami, Kebakaran Permukiman, Kekeringan, Cuaca Ekstrem, Tanah Longsor, Gunung Api, Abrasi, Kebakaran Lahan dan Hutan, Gagal Teknologi, Konflik Sosial, Epidemi dan Wabah Penyakit. Kabupaten Purworejo termasuk kategori wilayah yang mempunyai tingkat rawan bencana paling tinggi Indonesia berada di wilayah tropis sehingga memiliki dua musim yanitu musim penghujan dan musim kemarau. Musim tersebut di Kabupaten Purworejo seiring dilanda tanah longsor, banjir, dan kekeringan. Tanah longsor dan banjir terjadi saat musim penghujan Menurut data historis tahun 2012 dari Dinas Pertanian Kabupaten Purworejo, Kekeringan mendominasi terjadi pada 5 (lima) kecamatan dari 16 kecamatan di Kabupaten Purworejo. Kekeringan lahan lebih memperhatikan pada penggunaan lahan yang biasa terjadi sehingga dapat dianalisis dengan parameter lain. Lahan merupakan material dasar dari suatu lingkungan, yang diartikan berkaitan dengan sejumlah karakteristik alami yaitu iklim, geologi, tanah, topografi, hidrologi dan biologi (Aldrich, 1981). Masyarakat Indonesia pada umumnya menggunakan lahan di setiap aktivitas sehari-hari sehingga banyak terjadi perubahan penggunaan lahan. Penggunaan lahan adalah suatu lahan yang berada diatas permukaan bumi yang aktivitasnya sudah ada campur tangan manusia sehingga tidak alami lagi. Contohnya ada sawah, tegalan, kebun, dan permukiman. Penggunaan lahan inilah yang akan dianalisis untuk dijadikan salah satu parameter dari peta akhir. 1

2 Seiring dengan perkembangan teknologi, pengumpulan data secara spasial dapat dilakukan menggunakan teknik penginderaan jauh dan sisitem informasi geografis. Teknik penginderaan jauh adalah teknik yang mempelajari perolehan informasi tentang objek di permukaan bumi dari suatu alat tanpa kontak langsung dengan objek tersebut. Contohnya seperti citra satelit, foto udara,dan peta RBI. Teknik sistem informasi geografis adalah teknik yang dapat mengolah dan menyimpan data berupa informasi geografis untuk menganalisa keadaan kenampakan di permukaan bumi yang memiliki koordinat geografis. Contohnya ada software arcgis. Penelitian ini dapat dilakukan dengan cara menumpang susunkan (overlay) beberapa parameter-paramater kekeringan lahan yang sudah diberikan pengharkatan. Metode ini memudahkan untuk mendapatkan klasifikasi peta berupa pengkelasan. Aplikasi ini sangat membutuhkan parameter-parameter untuk wilayah kekeringan lahan diharapkan dapat mengatasi bahkan mengurangi masalah bencana kekeringan di Kabupaten Purworejo. Parameter tersebut meliputi kemiringan lereng, drainase, permeabilitas, bentuk lahan, tektur tanah dan penggunaan lahan. Hasil peta akhir dapat diketahui sebaran daerah yang mengalami kekeringan lahan rendah, sedang, maupun tinggi. Wilayah yang kekeringan lahan rendah biasanya mempunyai kemiringan lereng yang relatif datar sedangkan kekeringan lahan tinggi berada di topografi curam. Bentuk lahan yang sering mengalami kekeringan lahan adalah vulkanik tetapi di Kabupaten Purworejo tidak ditemukan jenis bentuk lahan ini. Hasil yang berupa peta dapat berguna untuk diinformasikan kepada masyarakat yang terdampak pada area kekeringan lahan. Masyarakat di daerah kekeringan lahan harus disosialisasikan mengenai aplikasi ini agar tanggap darurat jika sudah memasuki musim kemarau sehingga tidak akan menimbulkan suatu masalah. Kesiapsiagaan ini sangat perlu agar tidak ada kerugian di dalam masyarakat. 2

3 1.2 PERUMUSAN MASALAH Kabupaten Purworejo memiliki kondisi geografis yang bervariasi seperti kemiringan lereng, jenis tanah, penggunaan lahan yang menyebabkan memiliki potensi rawan kekeringan berbeda sehingga dari muncul pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Apa saja yang membangun basis data parameter terjadinya kekeringan lahan di Kabupaten Purworejo? 2. Apakah metode tumpangsusun (overlay) akan digunakan dalam pemetaan spasial kekeringan lahan Kabupaten Purworejo? 3. Bagaimana sebaran spasial yang mengalami kekeringan lahan di Kabupaten Purworejo? 1.3 TUJUAN PENELITIAN Berdasarkan uraian dari permasalahan diatas, dirumuskan tujuan dari penelitian sebagai berikut: 1. Membangun basis data parameter terjadinya kekeringan lahan di Kabupaten Purworejo. 2. Menggunakan metode tumpangsusun (overlay) akan lebih mudah memetakan sebaran spasial kekeringan lahan di Kabupaten Purworejo. 3. Mengetahui sebaran spasial wilayah kekeringan lahan di Kabupaten Purworejo 1.4 MANFAAT PENELITIAN Berdasarkan uraian tujuan dari penelitian diatas, dirumuskan manfaat penelitian dapat memberikan informasi mengenai sebaran spasial wilayah kekeringan lahan di Kabupaten Purworejo dan memberikan pertimbangan kepada pemerintah Kabupaten Purworejo untuk dapat mensosialisasikan kepada masyarakat yang tinggal di daerah kekeringan lahan untuk tanggap terhadap bencana yang akan datang 3

4 1. 5 TINJAUAN PUSTAKA SISTEM INFORMASI GEOGRAFI Sistem Informasi Geografis adalah sistem informasi khusus yang mengelola data yang memiliki informasi spasial (bereferensi keruangan). Definisi yang lebih sempit, adalah sistem komputer yang memiliki kemampuan untuk membangun, menyimpan, mengelola dan menampilkan informasi berefrensi geografis, misalnya data yang diidentifikasi menurut lokasinya, dalam sebuah database (Indrawati,2013). Para praktisi juga memasukkan orang yang membangun dan mengoperasikannya dan data sebagai bagian dari sistem ini. Manfaat Sistem Informasi Geografi (SIG) : a. Memudahkan melihat fenomena kebumian dengan perspektif lebih baik. b. Mampu mengakomodasi penyimpanan, pemrosesan, dan penayangan data spasial digital bahkan integrasi data yang beragam, mulai dari citra satelit, foto udara, peta bahkan data statistik. c. Menyongsong pembangunan di masa mendatang semakin penting. Informasi yang dihasilkan SIG merupakan informasi keruangan dan kewilayahan untuk inventarisasi data keruangan yang berkaitan dengan sumber daya alam. Gambar 1.1 Komponen Sistem Informasi Geografi Sumber : Indrawati,

5 ARCGIS ArcGIS adalah paket perangkat lunak yang terdiri dari produk perangkat lunak sistem informasi geografis (SIG) yang diproduksi oleh Esri. ArcGIS meliputi perangkat lunak berbasis Windows. Dekstop ArcGis terdiri dari 4 modul yaitu Arc Map, Arc Catalog, Arc Globe, dan Arc Toolbox dan model bolder (Prahasta, 2002) Arc Map mempunyai fungsi untuk menampilkan peta untuk proses, analisis peta, proses editing peta, dan juga dapat digunakan untuk mendesain secara kartografis. Arc Catalog digunakan untuk management data atau mengatur managemen file file, jika dalam Windows fungsinya sama dengan explor. Arc Globe dapat digunakan untuk data yang terkait dengan data yang universal, untuk tampilan 3D, dan juga dapat digunkan untuk menampilkan geogle earth. Model Boolder digunakan untuk membuat model boolder / diagram alur. Arc Toolbox digunakan untuk menampilkan tools tools tambahan. Gambar 1.2 ArcGIS 10.1 ( 5

6 TUMPANG SUSUN (OVERLAY) Overlay adalah prosedur penting dalam analisis SIG (Sistem Informasi Geografis). Overlay yaitu kemampuan untuk menempatkan grafis satu peta diatas grafis peta yang lain dan menampilkan hasilnya di layar komputer atau pada plot. Secara singkatnya, overlay menampalkan suatu peta digital pada peta digital yang lain beserta atribut-atributnya dan menghasilkan peta gabungan keduanya yang memiliki informasi atribut dari kedua peta tersebut. Ada beberapa fasilitas yang dapat digunakan pada overlay yaitu 1. Intersect Themes Intersect yaitu suatu operasi yang memotong sebuah tema atau layer input atau masukan dengan atribut dari tema atau overlay untuk menghasilkan output dengan atribut yang memiliki data atribut dari kedua theme. 2. Union Themes Union yaitu menggabungkan fitur dari sebuah tema input dengan poligon dari tema overlay untuk menghasilkan output yang mengandung tingkatan atau kelas atribut. 3. Clip Themes Clip yaitu proses menggabungkan data namun dalam wilayah yang kecil, misalnya berdasarkan wilayah administrasi desa atau kecamatan Suatu wilayah besar diambil sebagian wilayah dan atributnya berdasarkan batas administrasi yang kecil, sehingga layer yang akan dihasilkan yaitu layer dengan luas yang kecil beserta atributnya Gambar 1. 3 Gambar 1. 4 Gambar 1. 5 Union Themes Intersect Themes Clip Themes Sumber : Indrawati,

7 DEFINISI KEKERINGAN Menurut Undang Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, kekeringan dikategorikan ke dalam bencana alam. Secara umum kekeringan didefinisikan sebagai keadaan dimana suplai air berada di bawah kebutuhan air bagi makhluk hidup an lingkungan dalam periode tertentu. Secara spesifik, Undang Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana mendefinisikan kekeringan adalah ketersediaan air yang jauh di bawah kebutuhan air untuk kebutuhan hidup, pertanian, kegiatan ekonomi dan lingkungan. Adapun yang dimaksud kekeringan di bidang pertanian adalah kekeringan yang terjadi di lahan pertanian yang ada tanaman (padi, jagung, kedelai dan lain-lain) yang sedang dibudidayakan. Ada beberapa tipe kekeringan serta penyebabnya (Wisnuboto, 1998) yaitu : a. Kekeringan Meteorologis merupakan kekeringan yang semata-mata terjadi akibat watak iklim wilayah, dalam hal ini di suatu wilayah pada saat tertentu terjadi. Kekurangan (defisit air) karena hujan lebih kecil dari pada evapotranspirasinya (penguapan). Wilayah tersebut biasanya selalu kekeringan air pada musim kemarau. b. Kekeringan Hidrologis merupakan gejala-gejala menurunnya cadangan air (debit) sebagai waduk dan danau serta menurunnya permukaan air tanah sebagai dampak dari kekeringan jenis ini, disebabkan oleh meteorologis, wilayah-wilayah yang kawasan hutannya rusak. c. Kekeringan Pertanian. Kekeringan ini berhubungan dengan berkurangnya kandungan air dalam lengas (lengas tanah) sehingga tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan ait bagi tanaman pada suatu periode tertentu.kekeringan pertanian ini terjadi setelah terjadinya kekeringan meteorologis. Tiga dari 2 (dua) f aktor yang mempengaruhi kekeringan menurut Wisnusubroto (1998) di dalam penelitian ini yaitu : 7

8 a. Jenis tanaman yang diusahakan Setiap jenis tanaman memiliki jumlah kebutuhan air berbeda-beda. Tanaman akan mengalami kekeringan jika jenis tanaman yang ditanam memiliki tingkat kebutuhan air yang tidak sesuai dengan agihan hujan yang ada, meskipun dalam jumlah keseluruhannya cukup. b. Tanah Besar kecilnya kemampuan tanah untuk menyimpan air menentukan peluang terjadinya kekeringan. Karena itu parameter yang digunakan untuk mengidentifikasi faktor yang mempengaruhi kekeringan adalah jenis tanah serta solum tanah. Tanah yang memiliki kemampuan menyimpan air rendah, akan lebih cepat mengalami kekeringan dibandingkan tanah yang memiliki kemampuan menyimpan air yang tinggi. Selain faktor-faktor tersebut, faktor topografi, dan geologi juga berpengaruh pada intensitas kekeringan DEFINISI LAHAN Lahan adalah suatu kenampakan medan yang terbentuk oleh proses alami tersusun dari material tertentu dimanapun itu terjadi setiap lahan dicirikan atas relief, material, sruktur dan proses geomorfologi PARAMETER FISIK LAHAN TEKSTUR TANAH Tekstur tanah adalah perbandingan relatif fraksi pasir, debu dan liat yang menyusun massa tanah. Tekstur tanah turut menentukan tata air dalam tanah, berupa kecepatan infiltrasi, penetrasi dan kemampuan pengikat air oleh tanah. Material lepas biasanya diklasifikasikan berdasarkan ukuran dan sebarannya. Kebanyakan sistem mendasarkan pada ukuran partikel atau butirannya. 8

9 Gambar 1. 6 Segitiga Tekstur Tanah Sumber : Todd,1980 Tabel 1.1 Berbagai jenis material batuan beserta ukuran partikel Material Ukuran partikel (mm) Lempung < 0,004 Lanau 0,004-0,062 Pasir amat halus 0,062-0,125 Pasir halus 0,125-0,25 Pasir sedang 0,25-0,5 Pasir kasar 0,5-1 Pasir amat kasar 1-2 Kerikil amat halus 2-4 Kerikil halus 4-8 Kerikil sedang 8-16 Kerikil kasar Kerikil amat kasar Sumber : Todd,1980 9

10 PERMEABILITAS Permeabilitas adalah kemampuan batuan atau tanah untuk melakukan pencairan. Menurut Morris dan Johnson pada tabel berikut ditunjukkan nilai permeabilitas dari berbagai jenis batuan : Tabel 1.2 Nilai permeabilitas dari berbagai jenis batuan Material Permeabilitas (m/hari) Kerikil kasar 150 Kerikil sedang 270 Kerikil halus 450 Pasir kasar 45 Pasir sedang 12 Pasir halus 2,5 Lanau 0,08 Lempung 0,0002 Batu pasir halus 0,2 Batu pasir sedang 3,1 Batu gamping 0,94 Pasir gumuk 20 Gambut 5,7 Sekis 0,2 Batusabak 0,00008 Tuff 0,2 Basal 0,01 Gabro lapuk 0,2 Granit lapuk 1,4 Sumber : Purnama, PENGGUNAAN LAHAN Penggunaan lahan merupakan aktivitas manusia pada dan dalam kaitannya dengan lahan, yang biasanya tidak secara langsung tampak dari citra. Penggunaan lahan adalah semua jenis penggunaan atas lahan oleh manusia, mencakup penggunaan untuk pertanian hingga lapangan olahraga, rumah mukim, hingga rumah makan, rumah sakit hingga kuburan (Lindgren, 1985). 10

11 Bentuk Penggunaan Lahan menurut klasifikasi Darmoyuwono (1964) diantaranya : 1. Lahan permukiman dijabarkan menjadi permukiman dan lahan nonpertanian, meliputi permukiman perkotaan, permukiman pedesaan, permukiman pedesaan bercampur kebun dan tanaman keras, dan lahan non-pertanian lain. 2. Kebun ditanami sayuran, buah-buahan kecil dan bunga. Kelas ini sangat umum dan terdapat di beberapa pedesaan wilayah Indonesia, biasanya sayuran, buah-buahan kecil seperti tomat, mentimun, dan lainnya merupakan tanaman campuran (tumpang sari) seperti halnya di pertanian lahan kering. 3. Tanaman keras, antara lain tanaman kelapa, rambutan, tanaman pohon lainnya. 4. Lahan untuk tanaman semusim, antara lain padi, jagung, ketela pohon, tanaman perdagangan. 5. Lahan padang rumput yang dikelola, seperti lapangan olah raga. 6. Tanaman padang rumput yang tidak dikelola untuk penggembalaan. 7. Lahan hutan, dikelaskan hutan lebat, hutan terbuka, pohon jarang merupakan sabana tropis, hutan belukar, hutan rawa, hutan sudah dibuka atau dibakar, hutan industri, hutan ladang. 8. Bentuk-bentuk tubuh perairan, adalah rawa air tawar, rawa pasang surut, kolam ikan, sungai, danau, laut. 9. Lahan tidak produktif, seperti lahan kosong, lahan berbatu, lahan berpasir, lahan berbukit (perbukitan), dan gunung (pegunugan). 11

12 Tabel 1.3 Klasifikasi Penutupan Lahan menurut SNI 7645:2010 Daerah bervegetasi Daerah tidak bervegetasi A. Daerah pertanian: sawah irigasi, sawah tadah hujan, Sawah lebak, sawah pasang surut, polder perkebunan, Perkebunan Tanaman Campuran campuran, A. Lahan terbuka: Lahan terbuka pada kaldera, Lahar dan lava, Hamparan pasir pantai, Beting pantai, Gumuk pasir, Gosong sungai B. Daerah Bukan Pertanian: B. Permukiman dan lahan bukan Hutan lahan kering, Hutan pertanian: Lahan terbangun, Permukiman, lahan basah, Belukar, Semak, Bangunan Industri, Jaringan jalan, Sabana, Padang alang-alang, Jaringan Jalan kereta api, Jaringan listrik Rumput rawa tegangan tinggi, Bandar Udara, domestik/internasional, Lahan tidak terbangun, Pertambangan, Tempat penimbunan sampah/deposit C. Perairan: Danau, Waduk, Tambak ikan, Tambak garam,rawa, Sungai, Anjir pelayaran, Saluran irigasi, Terumbu karang, Gosong pantai/dangkalan Sumber: Badan Standardisasi Nasional, BENTUK LAHAN Bentuk lahan merupakan bentukan pada permukaan bumi sebagai hasil dari perubahan bentuk permukaan bumi oleh proses-proses geomorfologi yang beroperasi di permukaan bumi. Tujuan klasifikasi Bentuklahan untuk menyederhanakan bentanglahan di permukaan bumi yang kompleks menjadi unitunit sederhana yang mempunyai kesamaan dalam sifat dan perwatakannya. Sifat dan perwatakan tersebut mencakup 4 aspek yaitu 1. Morfologi: morfografi (kesan topografik: daratan, perbukitan, pegunungan); dan morfometri (ekspresi topografik: kemiringan lereng, bentuk lereng tunggal maupun majemuk, panjang lereng, bentuk lembah) 12

13 2. Struktur geomorfologis 3. Proses geomorfologi 4. Material penyusun (litologi) Permukaan lahan banyak mempunyai keanekaragaman dalam : kesan topografi, batuan/struktur, dan proses yang terdapat pada bentuk lahan tersbut dengan adanya keanekaan ini memberikan sifat dan watak yang beraneka pula oleh karena itu dalam penelitian geomorfologis perlu dilakukan pengelompokan agar sifat dan watak setiap kelompok dapat dibedakan secara jelas/nyata. Kelompok tersebut dinamakan bentuk lahan. Adanya pengelompokan ini selanjutnya akan mempermudah dalam pemanfaatan lahan atas dasar sifat-sifatnya. Penelitian geomorfologis sangat diperlukan penyajian dalam bentuk peta. Ada beberapa aspek geomorfologi penting dalam penyajian peta tersebut, yaitu: 1. Morfologi, yang meliputi aspek : a. Morfometri : yaitu aspek-aspek kuantitatif dari suatu daerah, Seperti : kemiringan lereng, ketinggian, beda tinggi, kekerasan medan, bentuk lembah, tingkat pengikisan dan pola aliran. b. Morfografi : yaitu aspek-aspek yang bersifat pemerian suatu daerah antara lain: teras sungai, beting pantai, kipas alluvial dan plato. 2. Morfogenesa, yang meliputi aspek : a. Morfo-Struktur aktif : merupakan proses dinamik endogen atau tektonisme, lipatan dan patahan ( sesar ) b. Morfo-Struktur pasif : merupakan litologi, baik tipe dan struktur batuan dalam kaitanya dengan pelapukan dan erosi. c. Morfo dinamik : merupakan proses dinamik exogen dalam kaitanya dengan aktifitas angina, air dan es, gerak masa batuan dan Vulkanisme. 3. Morfokronologi : yaitu umur relative dan umur absolute berbagai bentuk lahan yang ada. 13

14 4. Morfoarangement: yaitu susunan keruangan dan hubungan antar berbagai macam bentuk lahan dan proses yang berkaitan (Santosa,2012) Menurut Verstappen (1983) telah mengklasifikasikan bentulahan berdasarkan genesisnya menjadi 10 (sepuluh) macam bentuklahan asal proses, yaitu: 1. Bentuklahan asal proses volkanik (V), merupakan kelompok besar satuan bentuklahan yang terjadi akibat aktivitas gunung api. Contoh bentuklahan ini antara lain: kerucut gunungapi, madan lava, kawah, dan kaldera yang disimbolkan pada peta dengan warna merah. 2. Bentuklahan asal proses struktural (S), merupakan kelompok besar satuan bentuklahan yang terjadi akibat pengaruh kuat struktur geologis. Pegunungan lipatan, pegunungan patahan, perbukitan, dan kubah, merupakan contoh-contoh untuk bentuklahan asal structural yang disimbolkan pada peta dengan warna ungu. 3. Bentuklahan asal fluvial (F), merupakan kelompok besar satuan bentuklahan yang terjadi akibat aktivitas sungai. Dataran banjir, rawa belakang, teras sungai, dan tanggul alam merupakan contoh-contoh satuan bentuklahan ini yang disimbolkan pada peta dengan warna biru tua. 4. Bentuklahan asal proses solusional (S), merupakan kelompok besar satuan bentuklahan yang terjadi akibat proses pelarutan pada batuan yang mudah larut, seperti batu gamping dan dolomite, karst menara, karst kerucut, doline, uvala, polye, goa karst, dan logva, merupakan contoh-contoh bentuklahan ini yang disimbolkan pada peta dengan warna orange. 5. Bentuklahan asal proses denudasional (D), merupakan kelompok besar satuan bentuklahan yang terjadi akibat proses degradasi seperti longsor dan erosi. Contoh satuan bentuklahan ini antara lain: bukit sisa, lembah sungai, peneplain, dan lahan rusak yang disimbolkan pada peta dengan warna coklat. 14

15 6. Bentuklahan asal proses eolin (E), merupakan kelompok besar satuan bentuklahan yang terjadi akibat proses angin. Contoh satuan bentuklahan ini antara lain: gumuk pasir barchan, parallel, parabolik, bintang, lidah, dan transversal yang disimbolkan pada peta dengan warna kuning. 7. Bentuklahan asal proses marine (M), merupakan kelompok besar satuan bentuklahan yang terjadi akibat proses laut oleh tenaga gelombang, arus, dan pasang-surut. Contoh satuan bentuklahan ini adalah: gisik pantai (beach), bura (spit), tombolo, laguna, dan beting gisik (beach ridge). Karena kebanyakan sungai dapat dikatakan bermuara ke laut, maka seringkali terjadi bentuklahan yang terjadi akibat kombinasi proses fluvial dan proses marine. Kombinasi ini disebut proses fluvio-marine. Contoh-contoh satuan bentuklahan yang terjadi akibat proses fluvio marine ini antara lain delta dan estuary yang disimbolkan pada peta dengan warna hijau. 8. Bentuklahan asal glasial (G), merupakan kelompok besar satuan bentuklahan yang terjadi akibat proses gerakan es (gletser). Contoh satuan bentuklahan ini antara lain lembah menggantung dan morine, disimbolkan pada peta dengan warna putih. 9. Bentuklahan asal organik (O), merupakan kelompok besar satuan bentuklahan yang terjadi akibat pengaruh kuat aktivitas organisme (flora dan fauna). Contoh satuan bentuklahan ini adalah mangrove dan terumbu karang yang disimbolkan pada peta dengan warna hitam. 10. Bentuklahan asal antropogenik (A), merupakan kelompok besar satuan bentuklahan yang terjadi akibat aktivitas manusia. Waduk, kota, dan pelabuhan, merupakan contoh-contoh satuan bentuklahan hasil proses antropogenik yang disimbolkan pada peta dengan warna biru tosca. 15

16 Gambar 1.7 Orde III Bentuk Lahan Sumber : Santosa, KEMIRINGAN LERENG Lereng adalah kenampakan permukaan alam disebabkan adanya beda tinggi apabila beda tinggi dua tempat tersebut dibandingkan dengan jarak lurus mendatar sehingga akan diperoleh besarnya kelerengan (slope). Lereng merupakan salah satu unsur vital dalam interpretasi morfologi, karena dengan kemiringan lereng atau dengan jenis, akan berpengaruh pada bentuklahan suatu daerah, misalnya: Susunan bentuklahan yang terletak pada lereng atas sampai lereng bawah terdiri atas bentuklahan proses vulkan yaitu berupa kepundan, kerucut vulkan, kaki vulkan, lereng vulkan, dataran kaki vulkan, dataran fluvio vulkan. Bentuk Lereng tergantung pada proses erosi juga gerakan tanah dan pelapukan. Lereng merupakan parameter topografi yang terbagi dalam dua bagian yaitu kemiringan lereng dan beda tinggi, dimana kedua bagian tersebut besar pengaruhnya terhadap penilaian suatu lahan kritis. Interpretasi morfologi terutama interpretasi bentuk lereng bertujuan untuk mengetahui beda tinggi suatu daerah dengan daerah sekitar atau untuk mendapatkan kesan topografi. Penelitian dalam geomorfologi dan geologi, kesan topografi merupakan kunci interpretasi karena topogrfi merupakan cerminan dari litologi, strukur, dan proses geomorfologi yang bekerja. Bentuk dari lereng dapat dibedakan menjadi 3 yaitu 16

17 1. Bentuk lereng cembung biasanya terdapat pada daerah-daerah yang disusun oleh material - material batuan yang relatif keras atau sisa-sisa gawir sesar atau bidang longsoran (mass wasting) yang telah tererosi pada bagian atasnya. 2. Bentuk lereng lurus, biasanya terjadi pada daerah-daerah lereng vulkanik yang disusun oleh material-material vulkanik halus atau bidang longsoran (landslide). 3. Bentuk lereng cekung biasanya terjadi pada daerah-daerah yang disusun oleh material-material batuan atau bidang longsoran (Haryono dan Widayani, 2004) Tabel 1.4 Pembagian kelas kemiringan lereng Klas Kemiringan Tunggal Majemuk I 0 3 % Datar Datar II 3 8 % Landai Berombak III 8 15 % Miring Bergelombang VI % Curam Berbukit V > 40 % Terjal Bergunung Sumber : Van Zuidam Conselado ( 1979 ) DRAINASE Drainase mempunyai arti mengalirkan, menguras, membuang atau mengalihkan air. Drainase secara umum merupakan tindakan teknis untuk mengurangi kelebihan air, baik yang berasal dari air hujan, rembesan, maupun kelebihan air irigasi dari suatu kawasan/lahan, sebagai fungsi kawasan/lahan tidak terganggu. Drainase dapat juga diartikan sebagai usaha untuk mengontrol kualitas air tanah dalam kaitannya dengan salinitas. Menurut letak bangunannya, drainase dibagi menjadi drainase permukaan tanah ( surface drainage), yaitu suatu sistem pembuangan air untuk menyalurkan air dipermukaan tanah untuk mencegah adanya genangan dan drainase bawah permukaan tanah (surface drainage) yaitu suatu sistem 17

18 pembuangan untuk mengalirkan kelebihan air di bawah tanah untuk jenis tanaman tertentu drainase juga bermanfaat untuk mengurangi ketinggian muka air tanah sehingga tanaman dapat tumbuh dengan baik (Haryono dan Widayani, 2004) 1. 6 PENELITIAN SEBELUMNYA Frida Hudaeni Zahara (2010) dalam penelitian Studi Kerawanan Kekeringan Di Kabupaten Kulon Progo mengkaji cara identifikasi indeks rawan kekeringan menggunakan metode pendekatan meteorologi dan geomorfologi. Analisis tersebut menggunakan metode skoring diantara indeks kekeringan meteorologi dan indeks kekeringan geomorfologi. Hasilnya bahwa parameter meteorologi (indeks kekeringan dan tipe oldeman) dan parameter geomorfologi (infiltrasi tanah dan lereng) berpengaruh kekeringan dengan tiga klasifikasi yaitu tidak rawan kekeringan, rawan kekeringan dan sangat rawan kekeringan. Kartika Purwantiningtyas (2013) dalam penelitian Pemanfaatan Citra Penginderaan Juah dan Sistem Informasi Geografis Untuk Pemetaan Potensi Kekeringan Di Kabupaten Gunung Kidul mengkaji dengan membandingkan citra penginderaan jauh menggunakan beberapa parameter antara lain peta indeks vegetasi NDVI, peta curah hujan, peta jenis tanah, peta penggunaan lahan, dan peta kemiringan lereng. Hasilnya citra penginderaan jauh mampu meyadap informasi mengenai parameter yang diperoleh ketelitian sebesar 80% Raina Rahmawati (2014) dalam penelitian Aplikasi Sistem Informasi Geografi dan Penginderaan Jauh Untuk Pemetaan Agihan Potensi Kekeringan Di Kabupaten Purworejo mengkaji tranformasi indeks kebasahan Landsat 8 yang hasilnya semakin tinggi nilai pixel hasil tranformasi semakin tinggi pada tingkat kebasahan tapi potensi kekeringan kecil. Sistem Informasi Geografi juga memudahkan dalam metode overlay menggunakan parameter antara lain curah hujan, penggunaan lahan, kemiringan lereng, kedalaman air tanah dan infiltrasi 18

19 1.7 KERANGKA PEMIKIRAN Penelitian mengenai Peta Kekeringan Lahan dilakukan di Kabupaten Purworejo. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor penyebab terjadinya dan sebaran spasial wilayah yang mengalami kekeringan lahan. Kekeringan lahan kerap terjadi ketika musim kemarau datang. Teknik pembuatan dilakukan dengan menggunakan Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografi. Data input yang dilakukan dengan orientasi data peta ke instansi BAPPEDA Kabupaten Purworejo meliputi Peta Kemiringan Lereng, Peta Drainase, Peta Permeabilitas, Peta Bentuk Lahan, Peta Tektur Tanah dan Peta Penggunaan Lahan. Proses selanjutnya setiap parameter tersebut diberikan pengharkatan. Pengharkatan pada setiap parameter berbeda-beda. Setelah itu, dilakukan metode tumpang susun (overlay) untuk semua parameter kemudian diberikan skoring untuk menghasilkan tiga klasifikasi selanjutnya mapping agar lebih menarik sesuai dengan kaidah kartografis dilakukan layouting. Data output akan menghasilkan Peta Kekeringan Lahan 19

20 1.8 BATASAN ISTILAH 1. Kekeringan adalah berkurangnya curah hujan yang cukup besar dan berlangsung lama yang dapat mempengaruhi kehidupan tanaman dan hewan pada suatu daerah dan akan menyebabkan berkurangnya cadangan air untuk keperluan hidup sehari-hari maupun kehidupan tanaman (Van Te Chow,1964). 2. Penginderaan Jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu obyek daerah atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan obyek, daerah atau fenomena yang dikaji (Lillesand and Kiefer, 1990). 3. Sistem Informasi Geografi adalah kumpulan yang terorganisir dari perangkat keras komputer, perangkat lunak, data geografi dan personil yang dirancang secara efisien untuk memperoleh, menyimpan, mengupdate,memanipulasi, menganalisis dan menampilkan semua bentuk informasiyang bereferensi geografi (ESRI, 1990). 4. Kemiringan Lereng adalah sudut rerata antara bidang datar di permukaan bumi terhadap suatu garis atau bidang miring yang ditarik dari titik terendah sampai titik tertinggi di permukaan bumi suatu bentuk lahan, yang merupakan satu kesatuan (Santoso, 2002) 5. Penggunaan lahan adalah setiap bentuk campur tangan (intervensi) manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya baik material maupun spiritual (Wulandari 2010). 6. Bentuk lahan adalah morfologi dan karakteristik permukaan lahan sebagai hasil interaksi antara proses fisik dan gerakan kerak dengan geologi lapisan permukaan bumi. (Tegar, 2013) 7. Tekstur tanah adalah perbandingan relatif fraksi pasir, debu dan liat yang menyusun masaa tanah (Todd,1980) 8. Permeabilitas adalah kemampuan batuan atau tanah untuk melakukan pencairan (Todd,1980) 20

BENTUK LAHAN (LANDFORM) MAYOR DAN MINOR

BENTUK LAHAN (LANDFORM) MAYOR DAN MINOR BENTUK LAHAN (LANDFORM) MAYOR DAN MINOR BENTUK LAHAN MAYOR BENTUK LAHAN MINOR KETERANGAN STRUKTURAL Blok Sesar Gawir Sesar (Fault Scarp) Gawir Garis Sesar (Fault Line Scarp) Pegunungan Antiklinal Perbukitan

Lebih terperinci

4/8/2011 PEMETAAN GEOMORFOLOGI UNTUK GEOLOGI ATAU GEOFISIKA. Permasalahan atau. isu yang muncul : 1. Adanya berbagai persepsi. pemetaan geomorfologi?

4/8/2011 PEMETAAN GEOMORFOLOGI UNTUK GEOLOGI ATAU GEOFISIKA. Permasalahan atau. isu yang muncul : 1. Adanya berbagai persepsi. pemetaan geomorfologi? PEMETAAN GEOMORFOLOGI UNTUK GEOLOGI ATAU GEOFISIKA Suroso Sastroprawiro Bambang Kuncoro Hadi Purnomo Jurusan Teknik Geologi Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Yogyakarta Contact person: 08122953788

Lebih terperinci

APLIKASI PJ UNTUK PENGGUNAAN TANAH. Ratna Saraswati Kuliah Aplikasi SIG 2

APLIKASI PJ UNTUK PENGGUNAAN TANAH. Ratna Saraswati Kuliah Aplikasi SIG 2 APLIKASI PJ UNTUK PENGGUNAAN TANAH Ratna Saraswati Kuliah Aplikasi SIG 2 Prosedur analisis citra untuk penggunaan tanah 1. Pra-pengolahan data atau pengolahan awal yang merupakan restorasi citra 2. Pemotongan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan hubungan dengan kelingkungan (Versatappen, 1983 dalam Suwarno 2009).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan hubungan dengan kelingkungan (Versatappen, 1983 dalam Suwarno 2009). 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Geomorfologi Geomorfologi merupakan ilmu yang mempelajari bentuklahan yang menyusun permukaan bumi, baik diatas maupun dibawah permukaan air laut dan menekankan pada asal mula

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Pengantar Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Pengantar Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Pengantar 1.1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki dua tipe musim yaitu musim hujan dan musim kemarau. Hal tersebut dapat menyebabkan Indonesia mengalami berbagai masalah bencana.

Lebih terperinci

Faktor penyebab banjir oleh Sutopo (1999) dalam Ramdan (2004) dibedakan menjadi persoalan banjir yang ditimbulkan oleh kondisi dan peristiwa alam

Faktor penyebab banjir oleh Sutopo (1999) dalam Ramdan (2004) dibedakan menjadi persoalan banjir yang ditimbulkan oleh kondisi dan peristiwa alam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bencana alam tampak semakin meningkat dari tahun ke tahun yang disebabkan oleh proses alam maupun manusia itu sendiri. Kerugian langsung berupa korban jiwa, harta

Lebih terperinci

TUGAS UTS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PEMETAAN DAERAH RAWAN BANJIR DI SAMARINDA

TUGAS UTS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PEMETAAN DAERAH RAWAN BANJIR DI SAMARINDA TUGAS UTS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PEMETAAN DAERAH RAWAN BANJIR DI SAMARINDA Oleh 1207055018 Nur Aini 1207055040 Nur Kholifah ILMU KOMPUTER FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS MULAWARMAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utama dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia dan lempeng. Indonesia juga merupakan negara yang kaya akan hasil alam.

BAB I PENDAHULUAN. utama dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia dan lempeng. Indonesia juga merupakan negara yang kaya akan hasil alam. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang berada pada pertemuan tiga lempeng utama dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia dan lempeng pasifik. Pertemuan tiga

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik 4.1.1 Wilayah Administrasi Kota Bandung merupakan Ibukota Propinsi Jawa Barat. Kota Bandung terletak pada 6 o 49 58 hingga 6 o 58 38 Lintang Selatan dan 107 o 32 32 hingga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Geomorfologi Geomorfologi adalah studi yang mendiskripsikan bentuklahan, proses-proses yang bekerja padanya dan menyelidiki kaitan antara bentuklahan dan prosesproses tersebut

Lebih terperinci

MITIGASI BENCANA ALAM II. Tujuan Pembelajaran

MITIGASI BENCANA ALAM II. Tujuan Pembelajaran K-13 Kelas X Geografi MITIGASI BENCANA ALAM II Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami banjir. 2. Memahami gelombang pasang.

Lebih terperinci

2.3.7 Analisis Data Penginderaan Jauh

2.3.7 Analisis Data Penginderaan Jauh 2.3.7 Analisis Data Penginderaan Jauh 2.3.7.1.Analisis Visual Analisis visual dilakukan untuk mendapatkan algoritma terbaik untuk menggabungkan data Landsat ETM+. Analisis visual dilakukan dengan menguji

Lebih terperinci

By. Lili Somantri, S.Pd.M.Si

By. Lili Somantri, S.Pd.M.Si By. Lili Somantri, S.Pd.M.Si Panjang Gelombang 1 m = 0,001 mm 1 m = 0,000001 m 0,6 m = 0,6 X 10-6 = 6 x 10-7 PANTULAN SPEKTRAL OBJEK Terdapat tiga objek utama di permukaan bumi, yaitu vegetasi, tanah,

Lebih terperinci

Geomorfologi Terapan INTERPRETASI GEOMORFOLOGI CITRA SATELIT SEBAGAI DASAR ANALISIS POTENSI FISIK WILAYAH SELATAN YOGYAKARTA

Geomorfologi Terapan INTERPRETASI GEOMORFOLOGI CITRA SATELIT SEBAGAI DASAR ANALISIS POTENSI FISIK WILAYAH SELATAN YOGYAKARTA Geomorfologi Terapan INTERPRETASI GEOMORFOLOGI CITRA SATELIT SEBAGAI DASAR ANALISIS POTENSI FISIK WILAYAH SELATAN YOGYAKARTA A. Pendahuluan Geomorfologi adalah ilmu yang mempelajari tentang bentuk muka

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jenuh air atau bidang luncur. (Paimin, dkk. 2009) Sutikno, dkk. (2002) dalam Rudiyanto (2010) mengatakan bahwa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jenuh air atau bidang luncur. (Paimin, dkk. 2009) Sutikno, dkk. (2002) dalam Rudiyanto (2010) mengatakan bahwa BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Longsorlahan Longsorlahan adalah salah satu bentuk dari gerak masa tanah, batuan dan runtuhan batu/tanah yang terjadi seketika bergerak menuju lereng bawah yang dikendalikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang sangat rawan bencana. Hal ini dibuktikan dengan terjadinya berbagai bencana yang melanda berbagai wilayah secara terus menerus, yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Berdasarkan UU No 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, pasal 6 ayat (1), disebutkan bahwa Penataan Ruang di selenggarakan dengan memperhatikan kondisi fisik wilayah

Lebih terperinci

DINAMIKA PANTAI (Geologi, Geomorfologi dan Oseanografi Kawasan Pesisir)

DINAMIKA PANTAI (Geologi, Geomorfologi dan Oseanografi Kawasan Pesisir) DINAMIKA PANTAI (Geologi, Geomorfologi dan Oseanografi Kawasan Pesisir) Adipandang Yudono 12 GEOLOGI LAUT Geologi (geology) adalah ilmu tentang (yang mempelajari mengenai) bumi termasuk aspekaspek geologi

Lebih terperinci

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala Geografi Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala TANAH Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia di buktikan dengan terdokumentasinya dalam Al-Qur an, salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. manusia di buktikan dengan terdokumentasinya dalam Al-Qur an, salah satunya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah merupakan tempat berpijak makhluk hidup, dimana tanah sebagai sumber kehidupan bagi manusia. Eratnya hubungan tanah dengan kehidupan manusia di buktikan dengan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di kota Provinsi Sumatera Barat (Gambar 5), dengan pertimbangan sebagai berikut: 1. Kota merupakan salah satu dari

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekologi bentanglahan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekologi bentanglahan 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekologi bentanglahan Vink (1983) dalam Samadikun (2009) menyatakan studi bentanglahan merupakan sebuah studi yang mengaitkan hubungan erat antara ruang dan waktu diantara fenomena

Lebih terperinci

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 8. SUPLEMEN PENGINDRAAN JAUH, PEMETAAN, DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG)LATIHAN SOAL 8.3.

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 8. SUPLEMEN PENGINDRAAN JAUH, PEMETAAN, DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG)LATIHAN SOAL 8.3. SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 8. SUPLEMEN PENGINDRAAN JAUH, PEMETAAN, DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG)LATIHAN SOAL 8.3 1. Data spasial merupakan data grafis yang mengidentifikasi kenampakan

Lebih terperinci

ANALISIS SPASIAL KEMAMPUAN INFILTRASI SEBAGAI BAGIAN DARI INDIKASI BENCANA KEKERINGAN HIDROLOGIS DI DAS WEDI, KABUPATEN KLATEN-BOYOLALI

ANALISIS SPASIAL KEMAMPUAN INFILTRASI SEBAGAI BAGIAN DARI INDIKASI BENCANA KEKERINGAN HIDROLOGIS DI DAS WEDI, KABUPATEN KLATEN-BOYOLALI Prosiding Seminar Nasional Geografi UMS 06 ISBN: 978-60-6-0-0 ANALISIS SPASIAL KEMAMPUAN INFILTRASI SEBAGAI BAGIAN DARI INDIKASI BENCANA KEKERINGAN HIDROLOGIS DI DAS WEDI, KABUPATEN KLATEN-BOYOLALI Agus

Lebih terperinci

KLASIFIKASI GEOMORFOLOGI. didasarkan pada kelerengan dan beda tinggi menurut van Zuidam & Cancelado (1979) (Tabel

KLASIFIKASI GEOMORFOLOGI. didasarkan pada kelerengan dan beda tinggi menurut van Zuidam & Cancelado (1979) (Tabel KLASIFIKASI GEOMORFOLOGI Satuan geomorfologi morfometri yaitu pembagian kenampakan geomorfologi yang didasarkan pada kelerengan dan beda tinggi menurut van Zuidam & Cancelado (1979) (Tabel 3.1) dan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Jumlah Penduduk Kabupaten Bantul

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Jumlah Penduduk Kabupaten Bantul BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan lahan saat ini semakin meningkat akibat bertambahnya jumlah penduduk. Bertambahnya jumlah penduduk tidak hanya dari dalam daerah, namun juga luar daerah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. yang merupakan kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak sungainya

TINJAUAN PUSTAKA. yang merupakan kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak sungainya 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai dan Permasalahannya Daerah Aliran Sungai (DAS) didefinisikan sebagai suatu wilayah daratan yang merupakan kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak

Lebih terperinci

SEARCH : Fisik dan Lingkungan Alam Geomorfologi Indonesia

SEARCH : Fisik dan Lingkungan Alam Geomorfologi Indonesia HOME ENGLISH KONTAK SITE MAP SEARCH : Fisik dan Lingkungan Alam Geomorfologi Indonesia Advanced Search Tema Fisik dan Lingkungan Potensi dan Sumberdaya Sejarah, Wilayah, Penduduk & Budaya Interaktif Peta

Lebih terperinci

TINGKAT KERAWANAN BENCANA TSUNAMI KAWASAN PANTAI SELATAN KABUPATEN CILACAP

TINGKAT KERAWANAN BENCANA TSUNAMI KAWASAN PANTAI SELATAN KABUPATEN CILACAP TINGKAT KERAWANAN BENCANA TSUNAMI KAWASAN PANTAI SELATAN KABUPATEN CILACAP Lailla Uswatun Khasanah 1), Suwarsito 2), Esti Sarjanti 2) 1) Alumni Program Studi Pendidikan Geografi, Fakultas Keguruan dan

Lebih terperinci

KLASIFIKASI BENTUKLAHAN

KLASIFIKASI BENTUKLAHAN Analisis Lansekap Terpadu 21/03/2011 Klasifikasi Bentuklahan KLASIFIKASI BENTUKLAHAN PENDAHULUAN Dalam membahas klasifikasi bentuklahan ada beberapa istilah yang kadang-kadang membingungkan: - Fisiografi

Lebih terperinci

BAB II METODE PENELITIAN

BAB II METODE PENELITIAN BAB II METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan dalam analisis tingkat kekritisan lahan kawasan budidaya pertanian yaitu dengan menggunakan metode analisis data sekunder yang dilengkapi dengan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN A. Konsep Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yaitu untuk mengetahui potensi terjadinya banjir di suatu wilayah dengan memanfaatkan sistem informasi geografi

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI KEKERINGAN FISIK LAHAN DI KABUPATEN KULON PROGO TAHUN 2016

ANALISIS POTENSI KEKERINGAN FISIK LAHAN DI KABUPATEN KULON PROGO TAHUN 2016 ANALISIS POTENSI KEKERINGAN FISIK LAHAN DI KABUPATEN KULON PROGO TAHUN 2016 Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I pada Jurusan Geografi Fakultas Geografi Oleh: LILIS ISTIYANI

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Luas DAS Cileungsi

HASIL DAN PEMBAHASAN Luas DAS Cileungsi 9 HASIL DAN PEMBAHASAN Luas DAS Cileungsi Wilayah DAS Cileungsi meliputi wilayah tangkapan air hujan yang secara keseluruhan dialirkan melalui sungai Cileungsi. Batas DAS tersebut dapat diketahui dari

Lebih terperinci

PETA SATUAN MEDAN. TUJUAN 1. Membuat peta satuan medan

PETA SATUAN MEDAN. TUJUAN 1. Membuat peta satuan medan PETA SATUAN MEDAN TUJUAN 1. Membuat peta satuan medan ALAT DAN BAHAN 1. Peta Rupa Bumi Skala 1 : 25.000 2. Peta Geologi skala 1 : 100.000 3. Peta tanah semi detil 4. Alat tulis dan gambar 5. alat hitung

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI KEKERINGAN GEOMORFOLOGI MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DI KABUPATEN PURWOREJO

ANALISIS POTENSI KEKERINGAN GEOMORFOLOGI MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DI KABUPATEN PURWOREJO ANALISIS POTENSI KEKERINGAN GEOMORFOLOGI MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DI KABUPATEN PURWOREJO Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata 1 Pada Jurusan Geografi Fakultas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada pertemuan 3 (tiga) lempeng tektonik besar yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia dan Pasifik. Pada daerah pertemuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempeng dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng Pasifik, dan lempeng Australia yang bergerak saling menumbuk. Akibat tumbukan antara

Lebih terperinci

Longsoran translasi adalah ber-geraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai.

Longsoran translasi adalah ber-geraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai. Tipe-Tipe Tanah Longsor 1. Longsoran Translasi Longsoran translasi adalah ber-geraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai. 2. Longsoran Rotasi Longsoran

Lebih terperinci

PAPER KARAKTERISTIK HIDROLOGI PADA BENTUK LAHAN VULKANIK

PAPER KARAKTERISTIK HIDROLOGI PADA BENTUK LAHAN VULKANIK PAPER KARAKTERISTIK HIDROLOGI PADA BENTUK LAHAN VULKANIK Nama Kelompok : IN AM AZIZUR ROMADHON (1514031021) MUHAMAD FAISAL (1514031013) I NENGAH SUMANA (1514031017) I PUTU MARTHA UTAMA (1514031014) Jurusan

Lebih terperinci

Gambar 1.1 Wilayah cilongok terkena longsor (Antaranews.com, 26 november 2016)

Gambar 1.1 Wilayah cilongok terkena longsor (Antaranews.com, 26 november 2016) 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pertumbuhan penduduk di Indonesia termasuk kedalam pertumbuhunan yang tinggi. Jumlah penduduk semakin tinggi menyebabkan Indonesia menjadi negara ke empat dengan jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Kejadian Bencana Alam di Asia Tahun (Anggraini, 2007)

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Kejadian Bencana Alam di Asia Tahun (Anggraini, 2007) BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Pulau Jawa merupakan pulau yang mempunyai penduduk paling padat di Indoensia. Kepadatan penduduk ini dipengaruhi oleh kondisi pulau Jawa yang subur dan keindahan alamnya.

Lebih terperinci

PETUNJUK PRAKTIKUM KARTOGRAFI TEMATIK (DIGITAL) Oleh : Prima Widayani

PETUNJUK PRAKTIKUM KARTOGRAFI TEMATIK (DIGITAL) Oleh : Prima Widayani PETUNJUK PRAKTIKUM KARTOGRAFI TEMATIK (DIGITAL) Oleh : Prima Widayani PROGRAM STUDI KARTOGRAFI PENGINDERAAN JAUH FAKULTAS GEOGRAFI UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2012 TEM PEMBUATAN PETA TEMATIK KEPENDUDUKAN

Lebih terperinci

TANAH LONGSOR; merupakan salah satu bentuk gerakan tanah, suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa

TANAH LONGSOR; merupakan salah satu bentuk gerakan tanah, suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa AY 12 TANAH LONGSOR; merupakan salah satu bentuk gerakan tanah, suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa tanah ke tempat yang relatif lebih rendah. Longsoran

Lebih terperinci

RINGKASAN MATERI INTEPRETASI CITRA

RINGKASAN MATERI INTEPRETASI CITRA Lampiran 1 Ringkasan Materi RINGKASAN MATERI INTEPRETASI CITRA 1 Pengertian Intepretasi Citra Inteprtasi Citra adalah kegiatan menafsir, mengkaji, mengidentifikasi, dan mengenali objek pada citra, selanjutnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Geomorfologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang bentuklahan, meliputi proses-proses yang bekerja terhadap batuan induk dan perubahanperubahan yang terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan menegaskan bahwa air beserta sumber-sumbernya, termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. adanya dan mengungkapkan fakta-fakta yang ada, walaupun kadang-kadang

BAB III METODE PENELITIAN. adanya dan mengungkapkan fakta-fakta yang ada, walaupun kadang-kadang BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif lebih mengarah pada pengungkapan suatu masalah atau keadaan sebagaimana adanya dan mengungkapkan

Lebih terperinci

6.padang lava Merupakan wilayah endapan lava hasil aktivitas erupsi gunungapi. Biasanya terdapat pada lereng atas gunungapi.

6.padang lava Merupakan wilayah endapan lava hasil aktivitas erupsi gunungapi. Biasanya terdapat pada lereng atas gunungapi. BENTUK LAHAN ASAL VULKANIK 1.Dike Terbentuk oleh magma yang menerobos strata batuan sedimen dengan bentuk dinding-dinding magma yang membeku di bawah kulit bumi, kemudian muncul di permukaan bumi karena

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 13 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli-September 2011, dengan lokasi penelitian untuk pengamatan dan pengambilan data di Kabupaten Bogor, Jawa

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Berikut adalah metode penelitian yang diusulkan : Pengumpulan Data Peta Curah Hujan tahun Peta Hidrologi Peta Kemiringan Lereng Peta Penggunaan Lahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan merupakan bagian bentang alam (landscape) yang mencakup komponen fisik yang terdiri dari iklim, topografi (relief), hidrologi dan keadaan vegetasi alami (natural

Lebih terperinci

Definisi dan Jenis Bencana

Definisi dan Jenis Bencana Definisi dan Jenis Bencana Definisi Bencana Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana menyebutkan definisi bencana sebagai berikut: Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Bencana alam adalah salah satu fenomena yang dapat terjadi setiap saat, dimanapun dan kapanpun sehingga menimbulkan risiko atau bahaya terhadap kehidupan manusia, baik

Lebih terperinci

Pemetaan Potensi Rawan Banjir Berdasarkan Kondisi Fisik Lahan Secara Umum Pulau Jawa

Pemetaan Potensi Rawan Banjir Berdasarkan Kondisi Fisik Lahan Secara Umum Pulau Jawa Pemetaan Potensi Rawan Banjir Berdasarkan Kondisi Fisik Lahan Secara Umum Pulau Jawa puguh.draharjo@yahoo.co.id Floods is one of the natural phenomenon which happened in jawa island. Physical characteristic

Lebih terperinci

KAJIAN KEMAMPUAN LAHAN DI KECAMATAN SLOGOHIMO KABUPATEN WONOGIRI

KAJIAN KEMAMPUAN LAHAN DI KECAMATAN SLOGOHIMO KABUPATEN WONOGIRI KAJIAN KEMAMPUAN LAHAN DI KECAMATAN SLOGOHIMO KABUPATEN WONOGIRI SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan Mencapai derajat Sarjana S-1 Fakultas Geografi Oleh : JUMIYATI NIRM: 5.6.16.91.5.15

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. DAS (Daerah Aliran Sungai) Daerah aliran sungai adalah merupakan sebuah kawasan yang dibatasi oleh pemisah topografis, yang menampung, menyimpan dan mengalirkan curah hujan yang

Lebih terperinci

Oleh : Imron Bashori*, Prakosa Rachwibowo*, Dian Agus Widiarso (corresponding

Oleh : Imron Bashori*, Prakosa Rachwibowo*, Dian Agus Widiarso (corresponding ANALISIS PENGINDERAAN JAUH UNTUK MENENTUKAN DAERAH BAHAYA DALAM RANGKA MENDUKUNG UPAYA MITIGASI BENCANA GUNUNGAPI DENGAN MENGGUNAKAN CITRA DEM DAN LANDSAT DAERAH GUNUNG BATUR KABUPATEN BANGLI PROVINSI

Lebih terperinci

METODE. Waktu dan Tempat

METODE. Waktu dan Tempat Dengan demikian, walaupun kondisi tanah, batuan, serta penggunaan lahan di daerah tersebut bersifat rentan terhadap proses longsor, namun jika terdapat pada lereng yang tidak miring, maka proses longsor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan pesisir sangat luas,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan pesisir sangat luas, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan pesisir sangat luas, karena Indonesia merupakan Negara kepulauan dengangaris pantai mencapai sepanjang 81.000 km. Selain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di bumi terdapat kira-kira 1,3 1,4 milyar km³ air : 97,5% adalah air laut, 1,75% berbentuk es dan 0,73% berada di daratan sebagai air sungai, air danau, air tanah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Potensi bencana alam yang tinggi pada dasarnya tidak lebih dari sekedar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Potensi bencana alam yang tinggi pada dasarnya tidak lebih dari sekedar 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Potensi bencana alam yang tinggi pada dasarnya tidak lebih dari sekedar refleksi fenomena alam yang secara geografis sangat khas untuk wilayah tanah air kita. Indonesia

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Banjir 2.2 Tipologi Kawasan Rawan Banjir

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Banjir 2.2 Tipologi Kawasan Rawan Banjir II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Banjir Banjir merupakan salah satu fenomena alam yang sering terjadi di berbagai wilayah. Richard (1995 dalam Suherlan 2001) mengartikan banjir dalam dua pengertian, yaitu : 1)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan bencana banjir dan longsor (Fadli, 2009). Indonesia yang berada di

BAB I PENDAHULUAN. merupakan bencana banjir dan longsor (Fadli, 2009). Indonesia yang berada di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bencana longsor merupakan salah satu bencana alam yang sering terjadi di Indonesia. Potensi longsor di Indonesia sejak tahun 1998 hingga pertengahan 2008, tercatat

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PERSETUJUAN... KATA PENGANTAR... PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL...

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PERSETUJUAN... KATA PENGANTAR... PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PERSETUJUAN... KATA PENGANTAR... PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR PETA... INTISARI... ABSTRACT... i ii iii iv

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Adapun pengertian dari FAO (1976) yang dikutip oleh Sitorus (1998)

BAB I PENDAHULUAN. Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Adapun pengertian dari FAO (1976) yang dikutip oleh Sitorus (1998) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah yaitu : Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Lahan diartikan sebagai lingkungan fisik yang terdiri atas iklim, relief, tanah, air,

Lebih terperinci

MITIGASI BENCANA ALAM I. Tujuan Pembelajaran

MITIGASI BENCANA ALAM I. Tujuan Pembelajaran K-13 Kelas X Geografi MITIGASI BENCANA ALAM I Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami pengertian mitigasi. 2. Memahami adaptasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan yang rentan terhadap dampak perubahan iklim. Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang termasuk rawan

Lebih terperinci

3. Simbol yang baik untuk memperlihatkan persebaran pada peta adalah a. grafis d. lingkaran b. titik e. warna c. batang

3. Simbol yang baik untuk memperlihatkan persebaran pada peta adalah a. grafis d. lingkaran b. titik e. warna c. batang TRY OUT UJIAN NASIONAL 005 GEOGRAFI SMA/MA Petunjuk : 1. Berdoalah sebelum dan sesudah mengerjakan soal! 2. Sebelum mengerjakan soal, tulislah identitas anda pada Lembar Jawaban yang telah disediakan 3.

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN WILAYAH

BAB III TINJAUAN WILAYAH BAB III TINJAUAN WILAYAH 3.1. TINJAUAN UMUM DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Pembagian wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) secara administratif yaitu sebagai berikut. a. Kota Yogyakarta b. Kabupaten Sleman

Lebih terperinci

KAJIAN KAWASAN RAWAN BANJIR DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI DI DAS TAMALATE

KAJIAN KAWASAN RAWAN BANJIR DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI DI DAS TAMALATE KAJIAN KAWASAN RAWAN BANJIR DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI DI DAS TAMALATE 1 Cindy Tsasil Lasulika, Nawir Sune, Nurfaika Jurusan Pendidikan Fisika F.MIPA Universitas Negeri Gorontalo e-mail:

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN Berdasarkan pengamatan awal, daerah penelitian secara umum dicirikan oleh perbedaan tinggi dan ralief yang tercermin dalam kerapatan dan bentuk penyebaran kontur pada

Lebih terperinci

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN PERTEMUAN 10 SUMBERDAYA LAHAN Sumberdaya Lahan Lahan dapat didefinisikan sebagai suatu ruang di permukaan bumi yang secara alamiah dibatasi oleh sifat-sifat fisik serta bentuk

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN 163 BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan oleh penulis, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Terdapat enam terrain

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah

II. TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah Pertumbuhan penduduk adalah perubahan jumlah penduduk di suatu wilayah tertentu pada waktu tertentu dibandingkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Wilayah Letak dan Batas Letak suatu wilayah adalah lokasi atau posisi suatu tempat yang terdapat di permukaan bumi. Letak suatu wilayah merupakan faktor yang sangat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau menurunnya kekuatan geser suatu massa tanah. Dengan kata lain, kekuatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau menurunnya kekuatan geser suatu massa tanah. Dengan kata lain, kekuatan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelongsoran Tanah Kelongsoran tanah merupakan salah satu yang paling sering terjadi pada bidang geoteknik akibat meningkatnya tegangan geser suatu massa tanah atau menurunnya

Lebih terperinci

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 4. Dinamika Lithosferlatihan soal 4.6

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 4. Dinamika Lithosferlatihan soal 4.6 SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 4. Dinamika Lithosferlatihan soal 4.6 1. Komponen tanah yang baik yang dibutuhkan tanaman adalah.... bahan mineral, air, dan udara bahan mineral dan bahan organik

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Letak, Batas, dan Luas Daerah Penelitian. Sungai Oyo. Dalam satuan koordinat Universal Transverse Mercator

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Letak, Batas, dan Luas Daerah Penelitian. Sungai Oyo. Dalam satuan koordinat Universal Transverse Mercator 32 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Daerah Penelitian 1. Letak, Batas, dan Luas Daerah Penelitian Daerah yang digunakan sebagai tempat penelitian merupakan wilayah sub DAS Pentung yang

Lebih terperinci

Gambar 4.15 Kenampakan Satuan Dataran Aluvial. Foto menghadap selatan.

Gambar 4.15 Kenampakan Satuan Dataran Aluvial. Foto menghadap selatan. Gambar 4.15 Kenampakan Satuan Dataran Aluvial. Foto menghadap selatan. Gambar 4.16 Teras sungai pada daerah penelitian. Foto menghadap timur. 4.2 Tata Guna Lahan Tata guna lahan pada daerah penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanah Longsor 2.1.1 Definisi Tanah Longsor Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (2005) menyatakan bahwa tanah longsor bisa disebut juga dengan gerakan tanah. Didefinisikan

Lebih terperinci

Klasifikasi penutup lahan

Klasifikasi penutup lahan Standar Nasional Indonesia Klasifikasi penutup lahan Hak C ICS 07.040 Badan Standardisasi Nasional Copyright notice Hak cipta dilindungi undang undang. Dilarang menyalin atau menggandakan sebagian atau

Lebih terperinci

Jumlah desa, dusun dan luas Kabupaten Bantul per kecamatan dapat

Jumlah desa, dusun dan luas Kabupaten Bantul per kecamatan dapat BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Daerah Penelitian 1. Letak dan Luas Daerah Penelitian Secara astronomis Kabupaten Bantul terletak antara 07 0 44 04-08 0 00 27 LS dan 110 0 12 34 110 0 31 08 BT.

Lebih terperinci

1. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Air merupakan zat yang tidak dapat dipisahkan dari makhluk hidup di kehidupan sehari-harinya. Zat tersebut sangatlah dibutuhkan ketersediannya di berbagai waktu

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LAHAN BERBASIS MITIGASI BENCANA LONGSOR DI KOTA MANADO

PEMANFAATAN LAHAN BERBASIS MITIGASI BENCANA LONGSOR DI KOTA MANADO PEMANFAATAN LAHAN BERBASIS MITIGASI BENCANA LONGSOR DI KOTA MANADO Iqbal L. Sungkar 1, Rieneke L.E Sela ST.MT 2 & Dr.Ir. Linda Tondobala, DEA 3 1 Mahasiswa S1 Program Studi Perencanaan Wilayah & Kota Universitas

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Geomorfologi Bentuk lahan di pesisir selatan Yogyakarta didominasi oleh dataran aluvial, gisik dan beting gisik. Dataran aluvial dimanfaatkan sebagai kebun atau perkebunan,

Lebih terperinci

Pemanfaatan Peta Geologi dalam Penataan Ruang dan Pengelolaan Lingkungan

Pemanfaatan Peta Geologi dalam Penataan Ruang dan Pengelolaan Lingkungan Pemanfaatan Peta Geologi dalam Penataan Ruang dan Pengelolaan Lingkungan Yogyakarta, 21 September 2012 BAPPEDA DIY Latar Belakang UU No.25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional; Seluruh

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Wilayah Administratif Kabupaten Tanggamus

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Wilayah Administratif Kabupaten Tanggamus II. TINJAUAN PUSTAKA A. Gambaran Umum Kabupaten Tanggamus 1. Wilayah Administratif Kabupaten Tanggamus Secara geografis wilayah Kabupaten Tanggamus terletak pada posisi 104 0 18 105 0 12 Bujur Timur dan

Lebih terperinci

Beberapa definisi tentang geomorfologi setelah

Beberapa definisi tentang geomorfologi setelah I. PENDAHULUAN Sejarah Perkembangan Geomorfologi Sebagai Suatu ilmu Geomorfologi berasal dari bahasa Yunani kuno (geo = bumi, morfo = bentuk, logos = i l- mu). ang berarti ilmu yang mempelajari bentuk

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Interpretasi Visual Penggunaan Lahan Melalui Citra Landsat Interpretasi visual penggunaan lahan dengan menggunakan citra Landsat kombinasi band 542 (RGB) pada daerah penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Geomorfologi merupakan ilmu yang mempelajari bentuklahan dan proses proses yang mempengaruhinya serta menyelidiki hubungan timbal balik antara bentuklahan dan proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempengan dunia yaitu Eurasia,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempengan dunia yaitu Eurasia, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempengan dunia yaitu Eurasia, Pasifik dan Australia dengan ketiga lempengan ini bergerak saling menumbuk dan menghasilkan suatu

Lebih terperinci

BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATAGUNA LAHAN PERKEBUNAN

BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATAGUNA LAHAN PERKEBUNAN BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATAGUNA LAHAN PERKEBUNAN 4.1 Geomorfologi Telah sedikit dijelaskan pada bab sebelumnya, morfologi daerah penelitian memiliki beberapa bentukan khas yang di kontrol oleh litologi,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Peta Lokasi Penelitian

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Peta Lokasi Penelitian III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Lokasi yang dipilih untuk penelitian ini adalah Kabupaten Indramayu, Jawa Barat (Gambar 1). Penelitian dimulai dari bulan Juli 2010 sampai Januari

Lebih terperinci

ACARA IV POLA PENGALIRAN

ACARA IV POLA PENGALIRAN ACARA IV POLA PENGALIRAN 4.1 Maksud dan Tujuan Maksud acara pola pengaliran adalah: 1. Mengenalkan macam-macam jenis pola pengaliran dasar dan ubahannya. 2. Mengenalkan cara analisis pola pengaliran pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga masyarakat yang terkena harus menanggapinya dengan tindakan. aktivitas bila meningkat menjadi bencana.

BAB I PENDAHULUAN. sehingga masyarakat yang terkena harus menanggapinya dengan tindakan. aktivitas bila meningkat menjadi bencana. BAB I BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara yang sangat rawan bencana. Hal ini dibuktikan dengan terjadinya berbagai bencana yang melanda berbagai wilayah secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada akhir tahun 2013 hingga awal tahun 2014 Indonesia dilanda berbagai bencana alam meliputi banjir, tanah longsor, amblesan tanah, erupsi gunung api, dan gempa bumi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kekritisan Daerah Resapan Jika masalah utama yang sedang berjalan atau telah terjadi di DAS/Sub DAS adalah besarnya fluktuasi aliran, misalnya banjir dan kekeringan, maka dipandang

Lebih terperinci

Ilmu yang menguraikan tentang bentuk bumi, dengan sasaran utama relief permukaan bumi. Geomorphology is the study which describes landforms and the

Ilmu yang menguraikan tentang bentuk bumi, dengan sasaran utama relief permukaan bumi. Geomorphology is the study which describes landforms and the Geo Morpho Logos Ilmu yang menguraikan tentang bentuk bumi, dengan sasaran utama relief permukaan bumi. Zuidam and Cancelado (1979, 1985) Geomorphology is the study which describes landforms and the processes

Lebih terperinci

BAB III METODE PEMETAAN EKOREGION PROVINSI

BAB III METODE PEMETAAN EKOREGION PROVINSI BAB III METODE PEMETAAN EKOREGION PROVINSI 3.1 Konsep Dasar Penetapan Ekoregion Provinsi Konsep dasar dalam penetapan dan pemetaan ekoregion Provinsi Banten adalah mengacu pada Undang-Undang No.32/2009,

Lebih terperinci