BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Letak, Batas, dan Luas Daerah Penelitian. Sungai Oyo. Dalam satuan koordinat Universal Transverse Mercator

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Letak, Batas, dan Luas Daerah Penelitian. Sungai Oyo. Dalam satuan koordinat Universal Transverse Mercator"

Transkripsi

1 32 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Daerah Penelitian 1. Letak, Batas, dan Luas Daerah Penelitian Daerah yang digunakan sebagai tempat penelitian merupakan wilayah sub DAS Pentung yang terletak di Kecamatan Patuk, Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Sub DAS Pentung merupakan salah satu bagian dari DAS Oyo sehingga akan bermuara di Sungai Oyo. Dalam satuan koordinat Universal Transverse Mercator (UTM) zone 49S daerah penelitian terletak diantara mt mt dan mu mu. Secara adminsitratif batas wilayah dari Sub DAS Pentung adalah sebagai berikut: Sebelah utara Sebelah timur : Kecamatan Piyungan : Desa Nglegi, Kecamatan Patuk Sebelah selatan : Kecamatan Playen dan Kecamatan Dlingo Sebelah barat : Kecamatan Piyungan Berdasarkan analisis peta RBI skala 1: daerah penelitian tersebut memiliki luas 23,02 km 2. Luas daerah penelitian terbagi menjadi delapan desa yang meliputi Desa Ngoro-oro seluas 4,70 km 2, Desa Patuk seluas 2,14 km 2, Desa Nglanggeran seluas 2,71 km 2, Desa Salam seluas 5,19 km 2, Desa Semoya seluas 4,88 km 2, Desa Pengkok seluas 2,49 km 2, Desa Putat 0,06 km 2 dan Desa Beji seluas 0,85 km 2 32

2 Gambar 6. Peta Administratif Sub Das Pentung 33

3 34 2. Iklim a. Curah Hujan Curah hujan berperan dalam pengisian air pada pori tanah yang mengakibatkan tanah mengembang dan jenuh air sehingga berat tanah menjadi bertambah. Curah hujan menjadi dasar pengklasifikasian tipe iklim oleh para ahli. Air hujan yang menjadi aliran permukaan adalah unsur utama penyebab erosi. Semakin tinggi intensitas hujan maka semakin besar aliran permukaan. Klasifikasi iklim menurut Schmidt-Ferguson mendasarkan pada curah hujan bulanan yaitu dengan memperhatikan jumlah bulan kering dan bulan basah dalam periode satu tahun. Kriteria untuk menentukan bulan kering dan bulan basah pada curah hujan bulanan adalah: 1) Bulan kering, apabila memiliki curah hujan kurang dari 60 mm dalam kurun waktu satu bulan. 2) Bulan lembab, apabila memiliki curah hujan antara 60 mm 100 mm dalam kurun waktu satu bulan. 3) Bulan basah, apabila memiliki curah hujan lebih dari 100 mm dalam kurun waktu satu bulan. Tipe iklim ditentukan berdasarkan hasil perbandingan (Q) antara bulan basah dan bulan kering seperti ditunjukkan dalam persamaan: Q = x 100 Setelah nilai Quotient (Q) diketahui selanjutnya dicocokkan ke dalam kelas kriteria tipe curah hujan menurut Schmidt-Ferguson seperti terdapat pada tabel 6.

4 35 Tabel 5. Tipe Curah Hujan Menurut Schmidt-Ferguson Tipe Iklim Nilai Q Kriteria A B C D E F G H Q < 0,143 0,143 Q < 0,333 0,333 Q < 0,600 0,600 Q < 1,000 1,000 Q < 1,670 1,670 Q < 3,000 3,000 Q < 7,000 7,000 Q Sumber : A.G Kartasapoetra, 2008: Sangat basah Basah Agak basah Sedang Agak kering Kering Sangat kering Luar biasa kering Besarnya curah hujan yang ada di daerah penelitian diperoleh dari Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Gunungkidul. Data curah hujan yang diperoleh merupakan pencatatan curah hujan dalam kurun waktu sepuluh tahun dari tahun Data curah hujan yang telah diperoleh digunakan sebagai dasar pengklasifikasian iklim daerah penelitian menurut iklim Schmidt-Ferguson. Q Gambar 7. Grafik Penentuan Tipe Iklim Menurut Schmidt-Ferguson Berdasarkan data curah hujan yang diperoleh, maka dapat diketahui nilai Q dengan penghitungan sebagai berikut:

5 36 Q = x 100% Q = x 100% Q = 96,5 % Hasil perhitungan data curah hujan diperoleh nilai Q sebesar 96,5 % sehingga klasifikasi iklim di daerah penelitian termasuk ke dalam klasifikasi tipe iklim D dengan kriteria iklim sedang. Berdasarkan data curah hujan selama sepuluh tahun dapat diketahui jumlah rata-rata hujan di Kecamatan Patuk adalah 2179,4 mm/th. b. Temperatur Temperatur atau suhu menunjukkan tinggi rendahnya derajat panas pada suatu wilayah tertentu. Tinggi rendahnya temperatur sangat dipengaruhi oleh ketinggian tempat. Semakin tinggi tempat dari permukaan air laut, maka temperatur akan semakin menurun. Berdasarkan data ketinggian tempat daerah penelitian yang diperoleh dari peta Rupa Bumi Indonesia, dapat diketahui bahwa titik terendah berada pada ketinggian 19 m dan titik tertinggi berada pada ketinggian 428 m. Untuk menentukan suhu suatu tempat menggunakan rumus Braak, yaitu: T = 26,3 C 26,3 C = rata-rata temperatur dpal 0,6 = angka gradien temperatur setiap naik 100 m h = ketinggian rata-rata dalam meter

6 37 Temperatur rata-rata pada titik terendah di daerah penelitian yaitu: T = 26,3 C = 26,18 C Temperatur rata-rata pada titik tertinggi di daerah penelitian yaitu: T = 26,3 C = 23,69 C Jadi, temperatur udara rata-rata pada daerah penelitian berkisar antara 23,69 hingga 26, Kondisi Geologi Berdasarkan peta geologi yang diperoleh dari BAPPEDA Kabupaten Gunungkidul, daerah penelitian terbagi menjadi tiga formasi batuan, yaitu Formasi Nglanggeran, Formasi Sambipitu, dan Formasi Semilir. a. Formasi Nglanggeran Formasi Nglanggeran diperkirakan terbentuk pada Zaman Miosen Awal sampai Miosen Tengah. Formasi ini terletak di sebagian besar Sub DAS Pentung yang tertutup selaras oleh Formasi Sambipitu. Formasi Nglanggeran terdiri dari breksi gunungapi, aglomerat, tuff, dan lava andesit-basal. Batuan pembentuk utama berupa breksi gunungapi dan aglomerat yang terdapat dalam Formasi Nglanggeran umumnya tidak berlapis. Komponen dari batuan andesit hingga basalt, berukuran 2 hingga 50 cm. Ketebalan Formasi Nglanggeran sekitar 325 m. Formasi ini mempunyai susunan batuan breksi andesit. Breksi yang pejal dan

7 38 berlapis tersingkap dengan baik di tebing lembah sungai Oyo. Formasi Nglanggeran yang meliputi daerah penelitian seluas 20,20 km 2 atau 87,75% yang menempati sebagian besar daerah penelitian. b. Formasi Sambipitu Formasi Sambipitu tersusun dari batu pasir dan batu lempung yang berumur Miosen Tengah. Bagian bawah Formasi Sambipitu terdiri dari batu pasir kasar terutama batu pasir sela yang tidak berlapis dan batu pasir halus yang setempat diselingi serpih dan batu lanau gampingan. Struktur sedimen berupa perlapisan bersusun, perairan sejajar, dan gelembur gelombang, yang menunjukkan adanya arus turbid. Tebal formasi ini sekitar 380 m. Formasi Sambipitu berada di sebagian wilayah yang termasuk Desa Beji seluas 1,75 km 2 atau 7,60%. c. Formasi Semilir Formasi Semilir memiliki batuan berupa tuf, breksi batu apung, batu pasir tufan, dan serpih. Formasi Semilir pada awalnya pernah tenggelam oleh laut. Di bagian tengah dijumpai lignit yang berasosiasi dengan batu pasir tufan gampingan dan kepingan koral pada breksi gunung api sedangkan bagian atasnya ditemukan batu lempung dan serpih dengan tebal lapisan sampai 15 cm dan berasal dari longsoran bawah laut. Ketebalan formasi ini lebih dari 460 m. Formasi ini terbentuk pada Miosen Awal hingga awal Miosen Tengah.

8 39 Formasi ini dicirikan dengan warna batuan yang abu-abu dan berada di Kecamatan Patuk bagian utara, pengaruhnya terhadap kesuburan tanah yaitu batuan yang tersusun atas hasil letusan gunungapi dimana material yang ada lebih subur untuk tanaman. Pada daerah penelitian Formasi Sambipitu memiliki luas 1,07 km 2 atau 4,65%. Deskripsi tersebut disajikan dalam Tabel 6. Tabel 6. Pembagian Luas Wilayah Berdasarkan Kondisi Geologi Luas Wilayah No. Nama Formasi (km 2 Persentase ) 1. Formasi Nglanggeran 20,20 87,75 % 2. Formasi Sambipitu 1,75 7,60 % 3. Formasi Semilir 1,07 4,65 % Sumber: Analisis 2013 Jumlah 23, Berdasarkan Tabel 6 wilayah yang paling luas merupakan Formasi Nglanggeran. Sebagian besar Formasi Nglanggeran menduduki wilayah Sub DAS Pentung dengan luas 20,20 km 2. Formasi Sambipitu dan Formasi Semilir yang berada di Sub DAS Pentung hanya memiliki luas 1,75 km 2 dan 1,07 km 2.

9 40 Gambar 8. Peta Geologi Sub DAS Pentung 40

10 41 4. Topografi Kondisi topografi adalah gambaran yang menjelaskan tentang tingkat kemiringan lereng dan ketinggian tempat yang diukur dari permukaan air laut. a. Ketinggian Tempat Ketinggian tempat di daerah penelitian memiliki garis kontur interval 100 meter yang diperoleh dari BAPPEDA Gunungkidul. Daerah penelitian memiliki ketinggian antara 50 meter hingga 600 meter di atas permukaan air laut. Tabel 7. Pembagian Luas Wilayah Berdasarkan Ketinggian Tempat No Ketinggian Luas (km 2 ) Persentase M M 10,17 44, M M 5,81 25, M M 4,01 17, M M 0,09 0, M M 0,01 0, M M 2,43 10, M M 0,50 2,17 Jumlah 23, Sumber: Analisis 2013 Berdasarkan Tabel 7 dapat diketahui bahwa sebagian besar daerah penelitian berada di ketinggian mdpal seluas 10,17 km 2 dengan persentase 44,18%. Daerah paling tinggi berada pada ketinggian mdpal dengan luas wilayah 0,01 km 2 atau 0,04 dan merupakan wilayah paling sempit dalam daerah penelitian. Ketinggian paling rendah berada pada mdpal seluas 0,50 km 2 atau 2,17%. Ketinggian mdpal seluas 5,81 km 2 atau 25,24%. Ketinggian tempat mdpal

11 42 seluas 4,01 km 2 atau 17,42%. Ketinggian tempat mdpal seluas 0,09 km 2 atau 0,39%. b. Kemiringan Lereng Kemiringan lereng di daerah penelitian cukup bervariasi mulai dari datar hingga sangat curam. Kemiringan lereng berpengaruh terhadap tingkat erodibilitas karena kemiringan lereng berhubungan dengan kemampuan tanah untuk menahan tetesan air hujan yang jatuh. Tabel 8. Pembagian Luas Wilayah Berdasarkan Kemiringan Lereng No. Kemiringan Kelas Luas (km 2 ) Persentase % Datar 5,47 23, % Landai 11,53 50, % Miring 4,83 20, % Agak Terjal 0,85 3,69 5. > 40 % Terjal 0,34 1,50 Jumlah 23, Sumber: Analisis 2013 Pada tabel 8 dapat diketahui bahwa luas daerah dengan kemiringan lereng 0-8% seluas 5,57 km 2 atau 23,76 merupakan daerah datar. Kemiringan lereng 8-15% seluas 11,53 km 2 atau 50,06% merupakan daerah dengan kemiringan lereng paling luas dengan kategori landai. Pada daerah ini digunakan sebagai permukiman, tegalan, dan persawahan. Kemiringan lereng 15-25% seluas 4,83 km 2 atau 20,99% merupakan daerah miring. Kemiringan lereng 25-40% seluas 0,85 km 2 atau 3,69% termasuk lereng agak terjal. Kemiringan lereng >40% seluas 0,35 km 2 atau 1,50% merupakan daerah dengan kategori terjal.

12 Gambar 9. Peta Kemiringan 43 Lereng Sub DAS Pentung 43

13 44 5. Geomorfologi Rangkaian pegunungan selatan yang membentang dari barat ke timur sering disebut dengan Pegunungan Baturagung. Pegunungan Baturagung merupakan hasil pengangkatan dalam proses pembentukannya. Di bagian utara kecamatan Patuk, menjulang pegunungan Nglanggeran yang membentuk variasi pegunungan dari lembah sampai puncak pegunungan Nglanggeran. Sedangkan untuk bagian selatan kecamatan Patuk terdapat pegunungan Hogback yang memanjang di utara-selatan batas kecamatan Patuk bagian barat. Bagian selatan pada daerah penelitian merupakan wilayah yang lebih rendah dari bagian utara yang berupa kumpulan perbukitan. Pegunungan Hogback merupakan perbukitan yang terbentuk karena adanya pemiringan (dipping) lereng lebih dari 35% dan termasuk dalam kategori lereng curam. Pembentukan tersebut disertai dengan terjadinya patahan sehingga terbentuk gawir (escarpment) pada lereng belakangnya. Pada lereng gawir terlihat strata batuan secara jelas, sedangkan pada lereng pemiringan (dip slope) hanya tersusun oleh satu lapisan saja, yang umumnya lapisan batuan yang relatif resisten. Pegunungan Hogback ini terbagi menjadi tiga bagian yaitu lereng atas pegunungan Hogback Formasi Nglanggeran (S1), lereng tengah pegunungan Hogback Formasi Nglanggeran (S2) dan lereng bawah pegunungan Hogback Formasi Nglanggeran (S3). Selain ketiga bagian lereng yang telah disebutkan, adapula lembah pegunungan Hogback Formasi Nglanggeran (S13) yang

14 45 terbentuk akibat adanya erosi tingkat lanjut sehingga membentuk lembah yang lebih rendah. Di bagian utara daerah penelitian terdapat lereng tengah pegunungan struktural Formasi Nglanggeran (S6) dan lereng bawah pegunungan struktural Formasi Nglanggeran (S7). Zona di bagian ini didominasi oleh batuan breksi gunung api yang bersifat keras. Lereng kaki koluvial Formasi Sambipitu (D1) dan dataran koluvial Formasi Sambipitu (D2) merupakan daerah yang relatif datar sehingga lahan yang berada pada daerah ini dapat dimanfaatkan secara lebih optimal. Dataran aluvial (F1) merupakan bentuk lahan yang terjadi karena adanya proses fluvial sungai-sungai. Bentuk lahan ini berada di sepanjang aliran sungai. Tanahnya lebih subur karena mengandung bahan endapan sungai yang terlarut. Tabel 9. Pembagian Wilayah Berdasarkan Bentuk Lahan No. Bentuk Lahan Luas (km 2 ) Persentase 1 Lembah Pegunungan Hogback Formasi Nglanggeran (S13) 2,34 10,17 2 Lembah Koluvial Pegunungan Struktural Formasi Nglanggeran (S16) 1,48 6,43 3 Lereng Tengah Pegunungan Formasi Nglanggeran (S6) 4,26 18,51 4 Lereng Bawah Pegunungan Struktural Formasi Nglanggeran (S7) 1,98 8,60 5 Lereng Kaki Koluvial Formasi Sambipitu (D1) 2,45 10,64 6 Dataran Koluvial Formasi Sambipitu (D2) 1,08 4,70 7 Lereng Bawah Pegunungan Hogback Formasi Sambipitu (S3) 1,81 7,85 8 Dataran Aluvial (F1) 2,50 10,86 9 Lereng Tengah Pegunungan Hogback Formasi Nglanggeran (S2) 5,12 22,24 Jumlah 23, Sumber: Analisis 2013

15 Gambar 10. Peta Bentuk Lahan Sub DAS Pentung 46

16 47 6. Jenis Tanah Jenis tanah yang terdapat di Sub DAS Pentung adalah tanah Latosol dan Litosol. Tanah Latosol mendominasi hampir seluruh bagian yang ada di Sub DAS Pentung. Tanah Latosol yang berada di Sub DAS Pentung seluas 20,80 km 2. Tanah Latosol merupakan tanah yang paling muda sehingga dekat dengan bahan induknya. Tanah Litosol yang terdapat di Sub DAS Pentung seluas 2,22 km 2. Ciri tanah yang terdapat di Sub DAS Pentung berwarna cokelat tua dan cokelat kemerahan. Tanahnya sebagian besar berupa lempung. 7. Penggunaan Lahan Penggunaan lahan di wilayah Sub DAS Pentung dimanfaatkan masyarakat untuk perkampungan, sawah irigasi, sawah tadah hujan, kebun campuran serta tegalan atau ladang. Penggunaan lahan di daerah penelitian disajikan dalam tabel 10. Tabel 10. Pembagian Luas Wilayah Berdasarkan Penggunaan Lahan Jenis Penggunaan Lahan Luas (km 2 ) Persentase Hutan Sejenis 0,10 0,43 Kampung 10,29 44,70 Kebun Campuran 0,75 3,26 Sawah Irigasi 1,63 7,08 Sawah Tadah Hujan 0,27 1,17 Tanah Rusak 0,07 0,30 Tegalan/Ladang 9,91 43,06 Jumlah 23, Sumber: Analisis data 2013 Berdasarkan Tabel 10 diketahui bahwa penggunaan lahan untuk perkampungan lebih dominan seluas 10,29 km 2. Penggunaan lahan seluas

17 48 9,91 km 2 dimanfaatkan untuk tegalan/ladang. Lahan yang digunakan untuk sawah terbagi menjadi sawah irigasi seluas 1,63 km 2 dan sawah tadah hujan seluas 0,27 km 2. Lahan seluas 0,10 km 2 digunakan untuk kawasan hutan sejenis. Kebun campuran meliputi wilayah seluas 0,75 km 2 dan sisanya seluas 0,07 km 2 merupakan tanah rusak. B. Kondisi Daerah Aliran Sungai Pentung Pola aliran sungai Pentung merupakan tipe pola aliran dendritik, yaitu pola aliran yang tampak menyerupai percabangan pohon. Luas DAS Pentung adalah sebesar 23,02 km 2. Panjang sungai utama Pentung ± 6,7 km. Gambar 11. Bagian Sungai Pentung Gambar 12. Sungai Pentung di bagian Hilir

18 Gambar 13. Peta Jenis Tanah Sub DAS Pentung 49

19 Gambar 14. Peta Penggunaan Lahan Sub DAS Pentung 50

20 51 C. Nilai Erodibilitas Tanah Sub DAS Pentung 1. Satuan Lahan Sub DAS Pentung Tabel 11. Satuan Lahan Daerah Penelitian No. Satuan Lahan Luas (km 2 ) 1. S2 II La Tg 1,69 2. S2 III La Tg 1,95 3. S3 II La Tg 2,24 4. S3 II La Kp 3,02 5. F1 I Li Si 2,32 6. S13 I La Kp 2,03 7. S2 I La Tg 1,35 8. S13 I La Kp 0,45 9. S6 I La Kc 0, S6 I La Kp 0, S6 II La Kp 0, F1 II La Tg 0, S6 III La Kp 1, S6 III La Kp 1, S16 II Li Kp 1, S16 III La Kp 0, S7 II La Kp 1,02 Sumber: Analisis 2013 Berdasarkan hasil overlay peta jenis tanah, bentuk lahan, kemiringan lereng dan jenis penggunaan lahan sub DAS Pentung maka diperoleh 17 satuan lahan. Satuan lahan yang diperoleh adalah sebagai berikut: 1) S2 II La Tg merupakan satuan lahan yang berada pada lereng tengah pegunungan Hogback Formasi Nglanggeran yang memiliki kemiringan lereng landai. Jenis tanah yang berada pada satuan lahan ini adalah jenis tanah Latosol dan

21 52 lahan digunakan untuk tegalan/ladang. Satuan lahan tersebut memiliki luas 1,69 km 2. 2) S2 III La Tg merupakan satuan lahan yang berada pada lereng tengah pegunungan Hogback Formasi Nglanggeran dengan lereng miring. Jenis tanah pada satuan lahan ini adalah Latosol dengan penggunaan lahan sebagai tegalan/ladang. Satuan lahan tersebut memiliki luas 1,95 km 2 3) S3 II La Tg merupakan satuan lahan yang berada pada lereng bawah pegunungan Hogback Formasi Sambipitu dengan kemiringan lereng landai. Jenis tanah pada satuan lahan ini adalah Latosol dengan penggunaan lahan sebagai tegalan/ladang. Satuan lahan tersebut memiliki luas 2,24 km 2. 4) S3 II La Kp merupakan satuan lahan yang berada pada lereng bawah pegunungan Hogback Formasi Nglanggeran dengan kemiringan landai. Jenis tanah pada satuan lahan ini adalah Latosol dengan penggunaan lahan sebagai kampung/permukiman penduduk. Satuan lahan tersebut memiliki luas 3,02 km 2. 5) F1 I Li Si merupakan satuan lahan yang berada pada dataran aluvial dengan lereng datar. Jenis tanah pada satuan lahan ini adalah Litosol dengan penggunaan lahan sebagai

22 53 persawahan irigasi. Satuan lahan tersebut memiliki luas 2,32 km 2. 6) S13 I La Kp merupakan satuan lahan yang berada pada lembah pegunungan Hogback Formasi Nglanggeran dengan kemiringan lereng landai. Jenis tanah pada satuan lahan ini adalah Latosol dengan penggunaan lahan sebagai perkampungan. Satuan lahan tersebut memiliki luas 2,03 km 2. 7) S2 I La Tg merupakan satuan lahan yang berada pada lereng tengah pegunungan Hogback Formasi Nglanggeran dengan kemiringan datar. Jenis tanah pada satuan lahan ini adalah Latosol dengan penggunaan lahan sebagai tegalan/ladang. Satuan lahan tersebut memiliki luas 1,35 km 2. 8) S13 I La Kp merupakan satuan lahan yang berada pada lembah pegunungan Hogback Formasi Nglanggeran dengan kemiringan datar. Jenis tanah pada satuan lahan ini adalah Latosol dengan penggunaan lahan sebagai perkampungan. Satuan lahan tersebut memiliki luas 0,45 km 2. 9) S6 I La Kc merupakan satuan lahan yang berada pada lereng tengah pegunungan Formasi Nglanggeran dengan kemiringan lereng datar. Jenis tanah pada satuan lahan ini

23 54 adalah Latosol dengan penggunaan lahan sebagai kebun campuran. Satuan lahan tersebut memiliki luas 0,33 km 2. 10) S6 I La Kp merupakan satuan lahan yang berada pada lereng tengah pegunungan Formasi Nglanggeran dengan kemiringan lereng datar. Jenis tanah pada satuan lahan ini adalah Latosol dengan penggunaan lahan sebagai kampung/permukiman. Satuan lahan tersebut memiliki luas 0,77 km 2. 11) S6 II La Kp merupakan satuan lahan yang berada pada lereng tengah pegunungan Formasi Nglanggeran dengan kemiringan landai. Jenis tanah pada satuan lahan ini adalah Latosol dengan penggunaan lahan sebagai perkampungan. Satuan lahan tersebut memiliki luas 0,84 km 2. 12) F1 II La Tg merupakan satuan lahan yang berada pada dataran aluvial dengan kemiringan lereng landai. Jenis tanah pada satuan lahan ini adalah Latosol dengan penggunaan lahan sebagai tegalan/ladang. Satuan lahan tersebut memiliki luas 0,52 km 2. 13) S6 III La Kp merupakan satuan lahan yang berada pada lereng tengah pegunungan Formasi Nglanggeran dengan lereng miring. Jenis tanah pada satuan lahan ini adalah Latosol dengan penggunaan lahan sebagai perkampungan. Satuan lahan tersebut memiliki luas 1,55 km 2.

24 55 14) S6 III La Kp merupakan satuan lahan yang berada pada lereng tengah pegunungan Formasi Nglanggeran dengan lereng miring. Jenis tanah pada satuan lahan ini adalah Latosol dengan penggunaan lahan sebagai kampung/permukiman. Satuan lahan tersebut memiliki luas 1,01 km 2. 15) S16 II Li Kp merupakan satuan lahan yang berada pada lembah koluvial pegunungan struktural Formasi Nglanggeran dengan kemiringan landai. Jenis tanah pada satuan lahan ini adalah Litosol dengan penggunaan lahan sebagai kampung/permukiman. Satuan lahan tersebut memiliki luas 1,25 km 2. 16) S16 III La Kp merupakan satuan lahan yang berada pada lembah koluvial pegunungan struktural Formasi Nglanggeran dengan lereng miring. Jenis tanah pada satuan lahan ini adalah Latosol dengan penggunaan lahan sebagai perkampungan. Satuan lahan tersebut memiliki luas 0,69 km 2. 17) S7 II La Kp merupakan satuan lahan yang berada pada lereng bawah pegunungan struktural Formasi Nglanggeran dengan kemiringan landai. Jenis tanah pada satuan lahan ini adalah Latosol dengan penggunaan lahan sebagai

25 56 perkampungan. Satuan lahan tersebut memiliki luas 1,02 km 2. Berdasarkan deskripsi masing-masing satuan lahan dapat diketahui bahwa jenis tanah yang dominan menjadi sampel daerah penelitian adalah jenis tanah Latosol. Jenis tanah yang lain berada pada satuan lahan daerah penelitian yang menjadi sampel yaitu Litosol yang hanya terdapat pada sebagian kecil wilayah Sub DAS Pentung. Kemiringan lereng bervariasi mulai landai hingga miring/berbukit. Penggunaan lahan yang paling banyak terdapat pada satuan lahan adalah perkampungan dan tegalan/ladang. 2. Tekstur Tanah Tekstur merupakan ukuran dan proporsi kelompok butir-butir primer pada bagian mineral tanah. Butir-butir primer tanah terbagi dalam liat (clay), debu (silt) dan pasir (sand). Tanah-tanah bertekstur kasar seperti pasir dan pasir berkerikil mempunyai kapasitas infiltrasi yang tinggi, dan jika tanah tersebut dalam, maka erosi dapat diabaikan. Tanah bertekstur pasir halus juga mempunyai kapasitas infiltrasi cukup tinggi, akan tetapi jika terjadi aliran permukaan maka butir-butir halus akan mudah terangkut. Tekstur tanah di Sub DAS Pentung di dominasi oleh tekstur lempung dari 17 sampel yang diujikan. Dua sampel tekstur tanah di Sub DAS Pentung berupa lempung berliat.

26 57 Tabel 12. Nilai Tekstur Tanah (M) Satuan Lahan Pasir Debu Liat Pasir debu liat Hasil (M) Kelas S2 II La Tg Lempung S2 III La Tg Lempung S3 II La Tg Lempung S3 II La Kp Lempung F1 I Li Si Lempung berliat S13 I La Kp Lempung S2 I La Tg Lempung S13 I La Kp Lempung S6 I La Kc Lempung S6 I La Kp Lempung S6 II La Kp Lempung F1 II La Tg Lempung S6 III La Kp Lempung S6 III La Kp Lempung S16 II Li Kp Lempung berliat S16 III La Kp Lempung S7 II La Kp Lempung Sumber: Hasil Uji Laboratorium Tekstur tanah di daerah penelitian didominasi oleh tanah lempung. Berdasarkan uji laboratorium mengenai tekstur tanah dari 17 satuan lahan yang masing-masing diambil sampelnya diperoleh hasil struktur tanah di daerah penelitian berupa lempung dengan jumlah nilai M sebesar Tanah lempung berliat dengan jumlah nilai M sebesar Tekstur tanah lempung yang mendominasi sebagian besar daerah penelitian di Sub DAS Pentung yaitu jenis tanah Latosol. Jenis tanah Litosol yang hanya memiliki luas wilayah kecil memiliki ciri lempung berliat.

27 58 3. Struktur Tanah Struktur adalah ikatan butir primer ke dalam butir sekunder. Tanah-tanah yang berstruktur granular lebih terbuka dan lebih jarang dan akan menyerap air lebih cepat dari pada tanah berstruktur dengan susunan butir-butir primernya lebih rapi. Struktur tanah yang terdapat pada daerah penelitian adalah berupa struktur blocky, granuler halus dan granuler sangat halus. Struktur yang paling banyak ditemui pada satuan lahan yang terdapat pada daerah penelitian adalah blocky (gumpal). Berdasarkan pengamatan lapangan, data tentang struktur tanah yang terdapat di daerah penelitian tersaji pada Tabel 18. Tabel 13. Hasil Pengamatan Struktur Tanah No. Satuan Lahan Struktur Harkat 1 S2 II La Tg Blocky 4 2 S2 III La Tg Blocky 4 3 S3 II La Tg Granuler Halus 2 4 S3 II La Kp Blocky 4 5 F1 I Li Si Granuler Halus 2 6 S13 I La Kp Blocky 4 7 S2 I La Tg Granuler Halus 2 8 S13 I La Kp Granuler Halus 2 9 S6 I La Kc Granuler Sangat halus 1 10 S6 I La Kp Granuler Halus 2 11 S6 II La Kp Blocky 4 12 F1 II La Tg Blocky 4 13 S6 III La Kp Blocky 4 14 S6 III La Kp Granuler Sangat halus 1 15 S16 II Li Kp Granuler Halus 2 16 S16 III La Kp Granuler Halus 2 17 S7 II La Kp Granuler Sangat halus 1 Sumber: Analisis 2013

28 59 4. Permeabilitas Tanah Permeabilitas merupakan kemampuan tanah dalam meloloskan air. Semakin banyak air yang masuk ke dalam tanah, akan semakin banyak volume air yang ada di dalam tanah dan akan membuat kebutuhan tanaman terhadap air tercukupi, serta membuat kondisi tanah menjadi lembab. Tanah yang lembab akan memicu adanya hewan-hewan tanah dan populasi mikroba. Laju permeabilitas yang lambat dipengaruhi oleh kemampuan tanah yang tidak mampu meloloskan air dengan baik. Sehingga air yang diserap menjadi lebih sedikit dan sisanya menjadi aliran permukaan. Tabel 14. Nilai Permeabilitas Tanah No. Satuan Lahan Kecepatan (cm/jam) Harkat 1 S2 II La Tg S2 III La Tg S3 II La Tg S3 II La Kp F1 I Li Si S13 I La Kp S2 I La Tg S13 I La Kp S6 I La Kc S6 I La Kp S6 II La Kp F1 II La Tg S6 III La Kp S6 III La Kp S16 II Li Kp S16 III La Kp S7 II La Kp Sumber: Analisis Hasil Uji Laboratorium

29 60 Berdasarkan hasil uji laboratorium kelas permeabilitas mulai dari lambat hingga sedang sampai cepat dengan kisaran kecepatan 0,81 15,88 cm/jam. 5. Kandungan Bahan Organik Tabel 15. Kandungan Bahan Organik No. Satuan Lahan Kandungan Bahan Organik (%) 1 S2 II La Tg S2 III La Tg S3 II La Tg S3 II La Kp F1 I Li Si S13 I La Kp S2 I La Tg S13 I La Kp S6 I La Kc S6 I La Kp S6 II La Kp F1 II La Tg S6 III La Kp S6 III La Kp S16 II Li Kp S16 III La Kp S7 II La Kp 1.09 Sumber: Hasil Uji Laboratorium Bahan organik sangat berperan pada proses pembentukan dan pengikatan serta penstabilan agregat tanah. Peningkatan dan penstabilan agregat tanah oleh bahan organik dapat dilakukan melalui pengikatan secara fisik butir-butir primer tanah oleh mycelia jamur, actinomycetes, akar-akar halus tanaman dan pengikatan secara kimia. Kandungan bahan organik di daerah penelitian rata-

30 61 rata termasuk dalam kategori rendah hingga sedang. Hanya ada satu satuan lahan yang kandungan bahan organiknya tinggi. Kadar bahan organik dapat dipengaruhi oleh organisme yang tinggal di dalam tanah dan penutup permukaan tanah seperti ranting dan daun. Berdasarkan hasil uji laboratorium nilai kandungan bahan organik pada daerah penelitian berkisar antara 1,09 hingga 3,81. Semakin besar nilai bahan organik, semakin subur kondisi tanah tersebut. 6. Nilai Erodibilitas Tabel 16. Hasil Penghitungan Nilai Erodibilitas (K) Satuan Lahan M a b C K Harkat S2 II La Tg ,35 agak tinggi S2 III La Tg ,29 sedang S3 II La Tg ,23 sedang S3 II La Kp ,44 agak tinggi F1 I Li Si ,38 agak tinggi S13 I La Kp ,26 sedang S2 I La Tg ,12 rendah S13 I La Kp ,29 sedang S6 I La Kc ,12 rendah S6 I La Kp ,16 rendah S6 II La Kp ,29 sedang F1 II La Tg ,48 tinggi S6 III La Kp ,36 agak tinggi S6 III La Kp ,30 sedang S16 II Li Kp ,34 agak tinggi S16 III La Kp ,27 sedang S7 II La Kp ,13 rendah Sumber: Analisis 2013 Berdasarkan Tabel 16 hasil penghitungan nilai erodibilitas, diketahui nilai tekstur tanah, struktur tanah, permeabilitas dan

31 62 kandungan bahan organik terdapat hasil yang bervariasi di setiap satuan lahan. Nilai erodibilitas tanah di sub DAS Pentung berada pada kisaran 0,12 0,48. Harkat tingkat erodibilitas tanah di sub DAS Pentung mulai dari rendah hingga tinggi yang tersebar di seluruh satuan lahan. Tingat erodibilitas rendah sebanyak empat satuan lahan. Tingkat erodibilitas sedang sebanyak tujuh satuan lahan. Tingkat erodibilitas agak tinggi sebanyak lima satuan lahan. Tingkat erodibilitas tinggi hanya berada pada satu satuan lahan. D. Persebaran Tingkat Erodibilitas di Sub DAS Pentung Persebaran tingkat erodibilitas Sub DAS Pentung yaitu dengan tingkat erodibilitas rendah berada pada satuan lahan S2 I La Tg, S6 I La Kc, S6 I La Kp dan S7 II La Kp. Tingkat erodibilitas sedang berada pada satuan lahan S2 III La Tg, S3 II La Tg, S13 I La Kp, S13 I La Kp, S6 II La Kp, S6 III La Kp dan S16 III La Kp. Tingkat erodibilitas agak tinggi berada pada satuan lahan S2 II La Tg, S3 II La Kp, F1 I Li Si, S6 III La Kp, S16 II Li Kp. Satuan lahan yang memiliki tingkat erodibilitas tinggi hanya terdapat pada satuan lahan F1 II T1 Tg. Tabel 17. Tingkat Erodibilitas No Kelas Luas (km 2 ) Persentase 1 Agak Tinggi 9,59 41,69 2 Rendah 4,14 17,97 3 Sedang 8,80 38,22 4 Tinggi 0,49 2,12 23, Sumber: Analisis 2013

32 63 Berdasarkan Tabel 17 dapat diketahui bahwa tingkat erodibilitas yang banyak terdapat di daerah penelitian adalah kelas agak tinggi dan sedang. Tingkat erodibilitas agak tinggi menempati wilayah seluas 9,59 km 2 atau 41,69%. Tingkat erodibilitas rendah menempati wilayah seluas 4,14 km 2 atau 17,93%. Tingkat erodibilitas sedang menempati wilayah seluas 8,80 km 2 atau 38,22%. Tingkat erodibilitas tinggi yang hanya terdapat pada satu satuan lahan memiliki luas 0,49 km 2 atau 2,12%. Tabel 18. Pembagian Wilayah Berdasarkan Tingkat Erodibilitas No. Nama Desa Tingkat Erodibilitas Luas (km 2 ) 1. Beji Agak Tinggi 0, Nglanggeran Ngoro-oro Patuk Pengkok Agak Tinggi 0,98 Tinggi 0,16 Sedang 0,40 Rendah 0,93 Agak Tinggi 2,28 Tinggi 0,33 Sedang 2,42 Rendah 0,95 Sedang 1,21 Rendah 0,95 Agak Tinggi 1,71 Sedang 0,76 6. Putat Agak Tinggi 0,08 7. Salam 8. Semoya Agak Tinggi 2,60 Sedang 1,12 Rendah 1,31 Agak Tinggi 1,09 Sedang 2,89

33 Gambar 15. Peta Persebaran Tingkat Erodibilitas di Daerah Penelitian 64

BAB I PENDAHULUAN. utama dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia dan lempeng. Indonesia juga merupakan negara yang kaya akan hasil alam.

BAB I PENDAHULUAN. utama dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia dan lempeng. Indonesia juga merupakan negara yang kaya akan hasil alam. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang berada pada pertemuan tiga lempeng utama dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia dan lempeng pasifik. Pertemuan tiga

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien sesuai dengan tujuannya (Moh.

BAB III METODE PENELITIAN. dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien sesuai dengan tujuannya (Moh. BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Desain penelitian adalah suatu rencana tentang cara mengumpulkan, mengolah dan menganalisis data secara sistematis dan terarah agar penelitian dapat dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 35 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Curah Hujan Data curah hujan yang terjadi di lokasi penelitian selama 5 tahun, yaitu Januari 2006 hingga Desember 2010 disajikan dalam Gambar 5.1. CH (mm) 600 500 400

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. A. Deskripsi Teori. 1. Kajian Geografi. a. Pengertian Geografi. Geografi adalah ilmu yang mempelajari tentang keterkaitan

BAB II KAJIAN TEORI. A. Deskripsi Teori. 1. Kajian Geografi. a. Pengertian Geografi. Geografi adalah ilmu yang mempelajari tentang keterkaitan BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Teori 1. Kajian Geografi a. Pengertian Geografi Geografi adalah ilmu yang mempelajari tentang keterkaitan gejala-gejala di permukaan bumi dan peristiwa yang terjadi di

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik 4.1.1 Wilayah Administrasi Kota Bandung merupakan Ibukota Propinsi Jawa Barat. Kota Bandung terletak pada 6 o 49 58 hingga 6 o 58 38 Lintang Selatan dan 107 o 32 32 hingga

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak Geografis. 08º00'27" Lintang Selatan dan 110º12'34" - 110º31'08" Bujur Timur. Di

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak Geografis. 08º00'27 Lintang Selatan dan 110º12'34 - 110º31'08 Bujur Timur. Di IV. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Letak Geografis Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta mempunyai lima Kabupaten dan satu Kotamadya, salah satu kabupaten tersebut adalah Kabupaten Bantul. Secara geografis,

Lebih terperinci

Gambar 9. Peta Batas Administrasi

Gambar 9. Peta Batas Administrasi IV. KONDISI UMUM WILAYAH 4.1 Letak Geografis Wilayah Kabupaten Garut terletak di Provinsi Jawa Barat bagian Selatan pada koordinat 6 56'49'' - 7 45'00'' Lintang Selatan dan 107 25'8'' - 108 7'30'' Bujur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kecepatan infiltrasi. Kecepatan infiltrasi sangat dipengaruhi oleh kondisi

BAB I PENDAHULUAN. kecepatan infiltrasi. Kecepatan infiltrasi sangat dipengaruhi oleh kondisi BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Air hujan yang jatuh ke permukaan tanah akan terinfiltrasi masuk ke dalam tanah. Banyaknya air yang masuk ke dalam tanah sangat ditentukan oleh kecepatan infiltrasi.

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 15 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Sub DAS Model DAS Mikro (MDM) Barek Kisi berada di wilayah Kabupaten Blitar dan termasuk ke dalam Sub DAS Lahar. Lokasi ini terletak antara 7 59 46 LS

Lebih terperinci

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala Geografi Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala TANAH Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang

Lebih terperinci

Jumlah desa, dusun dan luas Kabupaten Bantul per kecamatan dapat

Jumlah desa, dusun dan luas Kabupaten Bantul per kecamatan dapat BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Daerah Penelitian 1. Letak dan Luas Daerah Penelitian Secara astronomis Kabupaten Bantul terletak antara 07 0 44 04-08 0 00 27 LS dan 110 0 12 34 110 0 31 08 BT.

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Letak Geografis

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Letak Geografis IV. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Letak Geografis Kabupaten Magelang merupakan salah satu kabupaten yang berada di provinsi Jawa Tengah yang berbatasan dengan beberapa kota dan kabupaten seperti Kabupaten

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN Berdasarkan pengamatan awal, daerah penelitian secara umum dicirikan oleh perbedaan tinggi dan ralief yang tercermin dalam kerapatan dan bentuk penyebaran kontur pada

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. memberi gambaran baik mengenai potensi maupun permasalahan secara

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. memberi gambaran baik mengenai potensi maupun permasalahan secara BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Daerah Penelitian Deskripsi daerah penelitian merupakan gambaran umum tentang daerah penelitian. Uraian mengenai gambaran umum daerah penelitian penting

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Fisiografi

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Fisiografi III. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Kondisi Fisiografi 1. Letak Wilayah Secara Geografis Kabupaten Sleman terletak diantara 110 33 00 dan 110 13 00 Bujur Timur, 7 34 51 dan 7 47 30 Lintang Selatan. Wilayah

Lebih terperinci

BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. Secara Geografis Kota Depok terletak di antara Lintang

BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. Secara Geografis Kota Depok terletak di antara Lintang BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1. Letak, Luas dan Batas Wilayah Secara Geografis Kota Depok terletak di antara 06 0 19 06 0 28 Lintang Selatan dan 106 0 43 BT-106 0 55 Bujur Timur. Pemerintah

Lebih terperinci

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Secara umum, daerah penelitian memiliki morfologi berupa dataran dan perbukitan bergelombang dengan ketinggian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tidak semua kerusakan alam akibat dari ulah manusia. yang berbentuk menyerupai cekungan karena dikelilingi oleh lima gunung

BAB 1 PENDAHULUAN. tidak semua kerusakan alam akibat dari ulah manusia. yang berbentuk menyerupai cekungan karena dikelilingi oleh lima gunung 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah dan air merupakan sumber daya yang paling banyak dimanfaatkan oleh manusia. Tanah menjadi media utama manusia mendapatkan pangan, sandang, papan, tambang, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber daya yang sangat penting untuk kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber daya yang sangat penting untuk kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air merupakan sumber daya yang sangat penting untuk kehidupan makhluk hidup khususnya manusia, antara lain untuk kebutuhan rumah tangga, pertanian, industri dan tenaga

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN LOKASI

BAB III TINJAUAN LOKASI BAB III TINJAUAN LOKASI 3.1 Gambaran Umum Kota Surakarta 3.1.1 Kondisi Geografis dan Administratif Wilayah Kota Surakarta secara geografis terletak antara 110 o 45 15 dan 110 o 45 35 Bujur Timur dan antara

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. adanya dan mengungkapkan fakta-fakta yang ada, walaupun kadang-kadang

BAB III METODE PENELITIAN. adanya dan mengungkapkan fakta-fakta yang ada, walaupun kadang-kadang BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif lebih mengarah pada pengungkapan suatu masalah atau keadaan sebagaimana adanya dan mengungkapkan

Lebih terperinci

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 4. Dinamika Lithosferlatihan soal 4.6

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 4. Dinamika Lithosferlatihan soal 4.6 SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 4. Dinamika Lithosferlatihan soal 4.6 1. Komponen tanah yang baik yang dibutuhkan tanaman adalah.... bahan mineral, air, dan udara bahan mineral dan bahan organik

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI DAERAH STUDI

BAB II DESKRIPSI DAERAH STUDI BAB II 2.1. Tinjauan Umum Sungai Beringin merupakan salah satu sungai yang mengalir di wilayah Semarang Barat, mulai dari Kecamatan Mijen dan Kecamatan Ngaliyan dan bermuara di Kecamatan Tugu (mengalir

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak Geografis dan Fisiografis. perbukitan karst berarti bentuk wilayahnya perbukitan dan batuannya karst.

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak Geografis dan Fisiografis. perbukitan karst berarti bentuk wilayahnya perbukitan dan batuannya karst. III. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Letak Geografis dan Fisiografis Geografis dan bentuk wilayah mempengaruhi sistem pengelolaan dan pertumbuhan tanaman secara tidak langsung. Dari fisiografi memberikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Erosi Erosi adalah hilangnya atau terkikisnya tanah dari suatu tempat ke tempat lain melalui media air atau angin. Erosi melalui media angin disebabkan oleh kekuatan angin sedangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Adapun pengertian dari FAO (1976) yang dikutip oleh Sitorus (1998)

BAB I PENDAHULUAN. Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Adapun pengertian dari FAO (1976) yang dikutip oleh Sitorus (1998) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah yaitu : Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Lahan diartikan sebagai lingkungan fisik yang terdiri atas iklim, relief, tanah, air,

Lebih terperinci

BAB III DATA LOKASI. Perancangan Arsitektur Akhir Prambanan Hotel Heritage & Convention. 3.1 Data Makro

BAB III DATA LOKASI. Perancangan Arsitektur Akhir Prambanan Hotel Heritage & Convention. 3.1 Data Makro BAB III DATA LOKASI 3.1 Data Makro 3.1.1 Data Kawasan wilayah Kabupaten Sleman yaitu : Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Magelang (Provinsi Jawa Tengah) Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak dan Luas DAS/ Sub DAS Stasiun Pengamatan Arus Sungai (SPAS) yang dijadikan objek penelitian adalah Stasiun Pengamatan Jedong yang terletak di titik 7 59

Lebih terperinci

geografi Kelas X PEDOSFER II KTSP & K-13 Super "Solusi Quipper" F. JENIS TANAH DI INDONESIA

geografi Kelas X PEDOSFER II KTSP & K-13 Super Solusi Quipper F. JENIS TANAH DI INDONESIA KTSP & K-13 Kelas X geografi PEDOSFER II Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini kamu diharapkan memiliki kemampuan untuk memahami jenis tanah dan sifat fisik tanah di Indonesia. F. JENIS TANAH

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN WILAYAH

BAB III TINJAUAN WILAYAH BAB III TINJAUAN WILAYAH 3.1. TINJAUAN UMUM DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Pembagian wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) secara administratif yaitu sebagai berikut. a. Kota Yogyakarta b. Kabupaten Sleman

Lebih terperinci

Perancangan Perkuatan Longsoran Badan Jalan Pada Ruas Jalan Sumedang-Cijelag KM Menggunakan Tiang Bor Anna Apriliana

Perancangan Perkuatan Longsoran Badan Jalan Pada Ruas Jalan Sumedang-Cijelag KM Menggunakan Tiang Bor Anna Apriliana BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jalan sebagai prasarana transportasi darat harus selalu dalam kondisi yang baik, hal ini adalah untuk kelancaran lalu lintas yang berada diatasnya, namun pada kenyataannya

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Morfologi daerah penelitian berdasarkan pengamatan awal dari peta topografi dan citra satelit,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. terletak di Kabupaten Wonogiri, Provinsi Jawa Tengah. Kecamatan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. terletak di Kabupaten Wonogiri, Provinsi Jawa Tengah. Kecamatan BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Daerah Penelitian 1. Kondisi Fisik a. Letak, Luas, dan Batas Kecamatan Wuryantoro merupakan salah satu kecamatan yang terletak di Kabupaten Wonogiri,

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Kondisi Geomorfologi Bentuk topografi dan morfologi daerah penelitian dipengaruhi oleh proses eksogen dan proses endogen. Proses endogen adalah

Lebih terperinci

Batuan beku Batuan sediment Batuan metamorf

Batuan beku Batuan sediment Batuan metamorf Bagian luar bumi tertutupi oleh daratan dan lautan dimana bagian dari lautan lebih besar daripada bagian daratan. Akan tetapi karena daratan adalah bagian dari kulit bumi yang dapat kita amati langsung

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Desain penelitian adalah semua proses yang diperlukan dalam perencanaan dan pelaksanaan penelitian. Dalam pengertian yang lebih sempit, desain penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Menurut Soemarto (1999) infiltrasi adalah peristiwa masuknya air ke dalam tanah, umumnya (tetapi tidak pasti), melalui permukaan dan secara vertikal. Setelah beberapa waktu kemudian,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Letak, Batas dan Luas Daerah Penelitian. wilayah Desa Muntuk yang terdiri dari 11 dusun, yaitu Dusun Gunung

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Letak, Batas dan Luas Daerah Penelitian. wilayah Desa Muntuk yang terdiri dari 11 dusun, yaitu Dusun Gunung BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Daerah Penelitian 1. Letak, Batas dan Luas Daerah Penelitian Desa Muntuk terletak di Kecamatan Dlingo, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Menurut (Soemarto,1999). Infiltrasi adalah peristiwa masuknya air ke dalam tanah, umumnya (tetapi tidak pasti), melalui permukaan dan secara vertikal. Setelah beberapa waktu kemudian,

Lebih terperinci

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P / BAB III GEOLOGI DAERAH PERBUKITAN RUMU 3.1 Geomorfologi Perbukitan Rumu Bentang alam yang terbentuk pada saat ini merupakan hasil dari pengaruh struktur, proses dan tahapan yang terjadi pada suatu daerah

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak, Luas dan Batas Wilayah Penelitian. Kabupaten Kuningan terletak di bagian timur Jawa Barat dengan luas

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak, Luas dan Batas Wilayah Penelitian. Kabupaten Kuningan terletak di bagian timur Jawa Barat dengan luas III. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Letak, Luas dan Batas Wilayah Penelitian Kabupaten Kuningan terletak di bagian timur Jawa Barat dengan luas wilayah Kabupaten Kuningan secara keseluruhan mencapai 1.195,71

Lebih terperinci

BAB II Geomorfologi. 1. Zona Dataran Pantai Jakarta,

BAB II Geomorfologi. 1. Zona Dataran Pantai Jakarta, BAB II Geomorfologi II.1 Fisiografi Fisiografi Jawa Barat telah dilakukan penelitian oleh Van Bemmelen sehingga dapat dikelompokkan menjadi 6 zona yang berarah barat-timur (van Bemmelen, 1949 op.cit Martodjojo,

Lebih terperinci

LEMBAR KERJA SISWA. No Jenis Tanah Jenis tanaman Pemanfaatannya

LEMBAR KERJA SISWA. No Jenis Tanah Jenis tanaman Pemanfaatannya LEMBAR KERJA SISWA KELOMPOK :. Nama Anggota / No. Abs 1. ALFINA ROSYIDA (01\8.6) 2.. 3. 4. 1. Diskusikan tabel berikut dengan anggota kelompok masing-masing! Petunjuk : a. Isilah kolom dibawah ini dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lempeng tektonik besar yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia dan Pasifik. Daerah

BAB I PENDAHULUAN. lempeng tektonik besar yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia dan Pasifik. Daerah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada pertemuan tiga lempeng tektonik besar yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia dan Pasifik. Daerah pertemuan antar

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH

KARAKTERISTIK WILAYAH III. KARAKTERISTIK WILAYAH A. Karakteristik Wilayah Studi 1. Letak Geografis Kecamatan Playen terletak pada posisi astronomi antara 7 o.53.00-8 o.00.00 Lintang Selatan dan 110 o.26.30-110 o.35.30 Bujur

Lebih terperinci

PAPER KARAKTERISTIK HIDROLOGI PADA BENTUK LAHAN VULKANIK

PAPER KARAKTERISTIK HIDROLOGI PADA BENTUK LAHAN VULKANIK PAPER KARAKTERISTIK HIDROLOGI PADA BENTUK LAHAN VULKANIK Nama Kelompok : IN AM AZIZUR ROMADHON (1514031021) MUHAMAD FAISAL (1514031013) I NENGAH SUMANA (1514031017) I PUTU MARTHA UTAMA (1514031014) Jurusan

Lebih terperinci

TANAH / PEDOSFER. OLEH : SOFIA ZAHRO, S.Pd

TANAH / PEDOSFER. OLEH : SOFIA ZAHRO, S.Pd TANAH / PEDOSFER OLEH : SOFIA ZAHRO, S.Pd 1.Definisi Tanah adalah kumpulan dari benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horizon-horizon, terdiri dari campuran bahan mineral organic, air, udara

Lebih terperinci

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 15 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN Lokasi Kabupaten Lebak secara geografis terletak antara 6º18'-7º00' Lintang Selatan dan 105º25'-106º30' Bujur Timur, dengan luas wilayah 304.472 Ha atau 3.044,72 km².

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Bentukan topografi dan morfologi daerah penelitian adalah interaksi dari proses eksogen dan proses endogen (Thornburry, 1989). Proses eksogen adalah proses-proses

Lebih terperinci

KONDISI UMUM. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 12. Peta Adminstratif Kecamatan Beji, Kota Depok

KONDISI UMUM. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 12. Peta Adminstratif Kecamatan Beji, Kota Depok IV. KONDISI UMUM 4.1 Lokasi Administratif Kecamatan Beji Secara geografis Kecamatan Beji terletak pada koordinat 6 21 13-6 24 00 Lintang Selatan dan 106 47 40-106 50 30 Bujur Timur. Kecamatan Beji memiliki

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Erosi adalah suatu proses atau peristiwa hilangnya lapisan permukaan tanah atas, baik disebabkan oleh pergerakan air maupun angin (Suripin 2004). Erosi merupakan tiga proses

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Wilayah Letak dan Batas Letak suatu wilayah adalah lokasi atau posisi suatu tempat yang terdapat di permukaan bumi. Letak suatu wilayah merupakan faktor yang sangat

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Perbandingan Peta Topografi

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Perbandingan Peta Topografi BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Perbandingan Peta Topografi 1. DEM dan Kontur RBI Perbandingan peta topografi antara data DEM dan Kontur RBI disajikan dalam bentuk degredasi warna yang diklasifikasikan menjadi

Lebih terperinci

BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN

BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN 4.1 Geomorfologi Pada bab sebelumnya telah dijelaskan secara singkat mengenai geomorfologi umum daerah penelitian, dan pada bab ini akan dijelaskan secara lebih

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM 6 BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Lokasi Penelitian Secara administrasi, lokasi penelitian berada di Kecamata Meureubo, Kabupaten Aceh Barat, Provinsi Aceh. Sebelah utara Sebelah selatan Sebelah timur Sebelah

Lebih terperinci

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 21 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN Kondisi Umum Fisik Wilayah Geomorfologi Wilayah pesisir Kabupaten Karawang sebagian besar daratannya terdiri dari dataran aluvial yang terbentuk karena banyaknya sungai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Lokasi dan Kesampaian Daerah Lokasi CV. Jayabaya Batu Persada secara administratif terletak pada koordinat 106 O 0 51,73 BT dan -6 O 45 57,74 LS di Desa Sukatani Malingping Utara

Lebih terperinci

Grup Perbukitan (H), dan Pergunungan (M)

Grup Perbukitan (H), dan Pergunungan (M) Grup Perbukitan (H), dan Pergunungan (M) Volkan (V) Grup volkan yang menyebar dari dat sampai daerah tinggi dengan tut bahan aktivitas volkanik terdiri kerucut, dataran dan plato, kaki perbukitan dan pegunungan.

Lebih terperinci

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI JALAN DIPONEGORO NO. 57 BANDUNG 40122 JALAN JEND. GATOT SUBROTO KAV. 49 JAKARTA 12950 Telepon: 022-7212834, 5228424, 021-5228371

Lebih terperinci

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI 16 KONDISI UMUM WILAYAH STUDI Kondisi Geografis dan Administratif Kota Sukabumi terletak pada bagian selatan tengah Jawa Barat pada koordinat 106 0 45 50 Bujur Timur dan 106 0 45 10 Bujur Timur, 6 0 49

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Perbandingan Data Elevasi 1. DEM dan Kontur BIG Perbandingan antara data elevasi DEM dan Kontur BIG disajikan dalam perbandingan 100 titik tinjauan elevasi yang tersebar merata

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Wilayah Administratif Kabupaten Tanggamus

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Wilayah Administratif Kabupaten Tanggamus II. TINJAUAN PUSTAKA A. Gambaran Umum Kabupaten Tanggamus 1. Wilayah Administratif Kabupaten Tanggamus Secara geografis wilayah Kabupaten Tanggamus terletak pada posisi 104 0 18 105 0 12 Bujur Timur dan

Lebih terperinci

Evaluasi Lahan. Evaluasi Kemampuan Lahan

Evaluasi Lahan. Evaluasi Kemampuan Lahan Evaluasi Lahan Evaluasi Kemampuan Lahan Evaluasi Lahan Penilaian kinerja lahan (land performance) untuk penggunaan tertentu Kegiatan Evaluasi Lahan meliputi survai lahan interpretasi data hasil survai

Lebih terperinci

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI II-1 BAB II 2.1 Kondisi Alam 2.1.1 Topografi Morfologi Daerah Aliran Sungai (DAS) Pemali secara umum di bagian hulu adalah daerah pegunungan dengan topografi bergelombang dan membentuk cekungan dibeberapa

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Berdasarkan bentuk topografi dan morfologi daerah penelitian maka diperlukan analisa geomorfologi sehingga dapat diketahui bagaimana

Lebih terperinci

Gambar 2. Lokasi Penelitian Bekas TPA Pasir Impun Secara Administratif (http://www.asiamaya.com/peta/bandung/suka_miskin/karang_pamulang.

Gambar 2. Lokasi Penelitian Bekas TPA Pasir Impun Secara Administratif (http://www.asiamaya.com/peta/bandung/suka_miskin/karang_pamulang. BAB II KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 2.1 Geografis dan Administrasi Secara geografis daerah penelitian bekas TPA Pasir Impun terletak di sebelah timur pusat kota bandung tepatnya pada koordinat 9236241

Lebih terperinci

Longsoran translasi adalah ber-geraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai.

Longsoran translasi adalah ber-geraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai. Tipe-Tipe Tanah Longsor 1. Longsoran Translasi Longsoran translasi adalah ber-geraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai. 2. Longsoran Rotasi Longsoran

Lebih terperinci

PEDOMAN PRAKTIKUM GEOLOGI UNTUK PENGAMATAN BATUAN

PEDOMAN PRAKTIKUM GEOLOGI UNTUK PENGAMATAN BATUAN PEDOMAN PRAKTIKUM GEOLOGI UNTUK PENGAMATAN BATUAN Kegiatan : Praktikum Kuliah lapangan ( PLK) Jurusan Pendidikan Geografi UPI untuk sub kegiatan : Pengamatan singkapan batuan Tujuan : agar mahasiswa mengenali

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Letak dan Ciri-ciri Lintasan Sepeda Gunung Letak lintasan sepeda gunung di HPGW disajikan dalam Gambar 5. Ciricirinya disajikan dalam Tabel 9. Tabel 9 Keadaan plot penelitian

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Administrasi Kabupaten Garut terletak di Provinsi Jawa Barat bagian Selatan pada koordinat 6º56'49'' - 7 º45'00'' Lintang Selatan dan 107º25'8'' - 108º7'30'' Bujur Timur

Lebih terperinci

PEDOSFER BAHAN AJAR GEOGRAFI KELAS X SEMESTER GENAP

PEDOSFER BAHAN AJAR GEOGRAFI KELAS X SEMESTER GENAP PEDOSFER BAHAN AJAR GEOGRAFI KELAS X SEMESTER GENAP PENGERTIAN TANAH Pedosfer berasal dari bahasa latin yaitu pedos = tanah, dan sphera = lapisan. Pedosfer yaitu lapisan kulit bumi yang tipis yang letaknya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM Kegiatan penelitian dilakukan di Laboratorium BALAI BESAR KERAMIK Jalan Jendral A. Yani 392 Bandung. Conto yang digunakan adalah tanah liat (lempung) yang berasal dari Desa Siluman

Lebih terperinci

KONDISI W I L A Y A H

KONDISI W I L A Y A H KONDISI W I L A Y A H A. Letak Geografis Barito Utara adalah salah satu Kabupaten di Propinsi Kalimantan Tengah, berada di pedalaman Kalimantan dan terletak di daerah khatulistiwa yaitu pada posisi 4 o

Lebih terperinci

TINGKAT ERODIBILITAS TANAH DI SUB DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) PENTUNG KECAMATAN PATUK KABUPATEN GUNUNGKIDUL

TINGKAT ERODIBILITAS TANAH DI SUB DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) PENTUNG KECAMATAN PATUK KABUPATEN GUNUNGKIDUL TINGKAT ERODIBILITAS TANAH DI SUB DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) PENTUNG KECAMATAN PATUK KABUPATEN GUNUNGKIDUL Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta untuk memenuhi sebagian

Lebih terperinci

- : Jalur utama Bandung-Cirebon BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

- : Jalur utama Bandung-Cirebon BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Sumedang merupakan kabupaten di Provinsi Jawa Barat, Indonesia dengan Ibukotanya adalah Sumedang, terletak sekitar 45 km Timur Laut kota Bandung. Kabupaten

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dikenal sebagai sektor penting karena berperan antara lain sebagai sumber

BAB 1 PENDAHULUAN. dikenal sebagai sektor penting karena berperan antara lain sebagai sumber 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam perekonomian Indonesia, sektor pertanian secara tradisional dikenal sebagai sektor penting karena berperan antara lain sebagai sumber utama pangan dan

Lebih terperinci

TANAH LONGSOR; merupakan salah satu bentuk gerakan tanah, suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa

TANAH LONGSOR; merupakan salah satu bentuk gerakan tanah, suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa AY 12 TANAH LONGSOR; merupakan salah satu bentuk gerakan tanah, suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa tanah ke tempat yang relatif lebih rendah. Longsoran

Lebih terperinci

GEOLOGI DAERAH KLABANG

GEOLOGI DAERAH KLABANG GEOLOGI DAERAH KLABANG Geologi daerah Klabang mencakup aspek-aspek geologi daerah penelitian yang berupa: geomorfologi, stratigrafi, serta struktur geologi Daerah Klabang (daerah penelitian). 3. 1. Geomorfologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan menegaskan bahwa air beserta sumber-sumbernya, termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di DAS Hulu Mikro Sumber Brantas, terletak di Desa

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di DAS Hulu Mikro Sumber Brantas, terletak di Desa BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di DAS Hulu Mikro Sumber Brantas, terletak di Desa Sumber Brantas Kota Batu Jawa Timur. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 23 IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Geografis dan Batas Wilayah Kabupaten Tabalong merupakan salah satu kabupaten yang terdapat di Provinsi Kalimantan Selatan dengan ibukota Tanjung yang mempunyai

Lebih terperinci

GAMBARAN WILAYAH PEGUNUNGAN KENDENG

GAMBARAN WILAYAH PEGUNUNGAN KENDENG 101 GAMBARAN WILAYAH PEGUNUNGAN KENDENG Wilayah Pegunungan Kendeng merupakan bagian dari Kabupaten Pati dengan kondisi umum yang tidak terpisahkan dari kondisi Kabupaten Pati. Kondisi wilayah Pegunungan

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Bentuk dan Pola Umum Morfologi Daerah Penelitian Bentuk bentang alam daerah penelitian berdasarkan pengamatan awal tekstur berupa perbedaan tinggi dan relief yang

Lebih terperinci

ERODIBILITAS TANAH DI KECAMATAN NGRAMBE KABUPATEN NGAWI PROPINSI JAWA TIMUR

ERODIBILITAS TANAH DI KECAMATAN NGRAMBE KABUPATEN NGAWI PROPINSI JAWA TIMUR 51 ERODIBILITAS TANAH DI KECAMATAN NGRAMBE KABUPATEN NGAWI PROPINSI JAWA TIMUR SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan Mencapai derajat Sarjana S-1 Fakultas Geografi Oleh : ANTON SANTOSO

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Geomorfologi Kondisi geomorfologi pada suatu daerah merupakan cerminan proses alam yang dipengaruhi serta dibentuk oleh proses

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM 3.1 Lokasi, Administrasi, dan Transportasi 3.2 Geologi dan Bahan Induk

KEADAAN UMUM 3.1 Lokasi, Administrasi, dan Transportasi 3.2 Geologi dan Bahan Induk 11 KEADAAN UMUM 3.1 Lokasi, Administrasi, dan Transportasi Desa Lamajang terletak di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Propinsi Jawa Barat. Desa ini memiliki luas wilayah 1474 ha dengan batas desa

Lebih terperinci

BAB 3 GEOLOGI SEMARANG

BAB 3 GEOLOGI SEMARANG BAB 3 GEOLOGI SEMARANG 3.1 Geomorfologi Daerah Semarang bagian utara, dekat pantai, didominasi oleh dataran aluvial pantai yang tersebar dengan arah barat timur dengan ketinggian antara 1 hingga 5 meter.

Lebih terperinci

III.1 Morfologi Daerah Penelitian

III.1 Morfologi Daerah Penelitian TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN III.1 Morfologi Daerah Penelitian Morfologi suatu daerah merupakan bentukan bentang alam daerah tersebut. Morfologi daerah penelitian berdasakan pengamatan awal tekstur

Lebih terperinci

KEASLIAN PENELITIAN...

KEASLIAN PENELITIAN... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii KATA PENGANTAR... iii PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... v INTISARI... vi ABSTRACT... vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... x

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Cidokom Kecamatan Rumpin. Kecamatan Leuwiliang merupakan kawasan

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Cidokom Kecamatan Rumpin. Kecamatan Leuwiliang merupakan kawasan V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5. Kecamatan Leuwiliang Penelitian dilakukan di Desa Pasir Honje Kecamatan Leuwiliang dan Desa Cidokom Kecamatan Rumpin. Kecamatan Leuwiliang merupakan kawasan pertanian

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. II. LINGKUP KEGIATAN PENELITIAN Ruang Lingkup Penelitian Kerangka Alur Pikir Penelitian... 22

DAFTAR ISI. II. LINGKUP KEGIATAN PENELITIAN Ruang Lingkup Penelitian Kerangka Alur Pikir Penelitian... 22 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR PETA... DAFTAR LAMPIRAN... INTISARI... ABSTRACT...

Lebih terperinci

EROSI DAN SEDIMENTASI

EROSI DAN SEDIMENTASI EROSI DAN SEDIMENTASI I. PENDAHULUAN Konservasi tanah dalam arti yang luas adalah penempatan setiap bidang tanah pada cara penggunaan yang sesuai dengan kemampuan tanah tersebut dan memperlakukannya sesuai

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Kondisi Geomorfologi Morfologi yang ada pada daerah penelitian dipengaruhi oleh proses endogen dan proses eksogen. Proses endogen merupakan proses

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Regional Daerah penelitian berada di Pulau Jawa bagian barat yang secara fisiografi menurut hasil penelitian van Bemmelen (1949), dibagi menjadi enam zona fisiografi

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 50 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Kondisi Fisik Kawasan Perkotaan Purwokerto Kawasan perkotaan Purwokerto terletak di kaki Gunung Slamet dan berada pada posisi geografis 109 11 22-109 15 55 BT dan 7 22

Lebih terperinci

ANALISIS SPASIAL KEMAMPUAN INFILTRASI SEBAGAI BAGIAN DARI INDIKASI BENCANA KEKERINGAN HIDROLOGIS DI DAS WEDI, KABUPATEN KLATEN-BOYOLALI

ANALISIS SPASIAL KEMAMPUAN INFILTRASI SEBAGAI BAGIAN DARI INDIKASI BENCANA KEKERINGAN HIDROLOGIS DI DAS WEDI, KABUPATEN KLATEN-BOYOLALI Prosiding Seminar Nasional Geografi UMS 06 ISBN: 978-60-6-0-0 ANALISIS SPASIAL KEMAMPUAN INFILTRASI SEBAGAI BAGIAN DARI INDIKASI BENCANA KEKERINGAN HIDROLOGIS DI DAS WEDI, KABUPATEN KLATEN-BOYOLALI Agus

Lebih terperinci

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Geomorfologi daerah penelitian ditentukan berdasarkan intepretasi peta topografi, yang kemudian dilakukan pengamatan secara langsung di

Lebih terperinci

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 39 KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN Letak Geografis dan Administrasi Kabupaten Deli Serdang merupakan bagian dari wilayah Propinsi Sumatera Utara dan secara geografis Kabupaten ini terletak pada 2º 57-3º

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang 1 Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Erosi adalah proses terkikis dan terangkutnya tanah atau bagian bagian tanah oleh media alami yang berupa air. Tanah dan bagian bagian tanah yang terangkut dari suatu

Lebih terperinci