Summary DESKRIPSI KEJADIAN FLEBITIS DI RUANG G2 (BEDAH) RSUD PROF.DR. ALOEI SABOE KOTA GORONTALO TAHUN 2013 ABSTRAK

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Summary DESKRIPSI KEJADIAN FLEBITIS DI RUANG G2 (BEDAH) RSUD PROF.DR. ALOEI SABOE KOTA GORONTALO TAHUN 2013 ABSTRAK"

Transkripsi

1 Summary DESKRIPSI KEJADIAN FLEBITIS DI RUANG G2 (BEDAH) RSUD PROF.DR. ALOEI SABOE KOTA GORONTALO TAHUN 2013 ABSTRAK Khumaidi Nurdin Gambaran kejadian flebitis di ruang G2 ( bedah ) RSUD. Prof.Dr. Aloei Saboe Kota Gorontalo tahun Skripsi, Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Ilmu-ilmu Kesehatan dan Keolaragaan, Universitas Negeri Gorontalo. Pembimbing 1: Dra.Rany Hiola M.Kes dan Pembimbing II: Andriani S.Kep, Ns M.Kes. Flebitis adalah inflamasi vena yang disebabkan oleh iritasi kimia maupun mekanik ditunjukan adanya kemerahan, nyeri dan pembengkakan di daerah penusukan, panas dan keras, dan standar kejadian flebitis < % (INS) Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Gambaran Kejadian Flebitis di ruang G2 (bedah) RSUD. Prof.Dr. Aloei Saboe tahun Responden berjumlah 35 orang dengan menggunakan metode accidental sampling. Pengumpulan data melalui Lembar Observasi khusus flebitis dengan mengacu pada skala flebitis. Dan analisad ata dalam penelitian ini menggunakan analisis deskriptif yaitu menggunakan metode Aplikasi SPSS. Hasil Penelitian diperoleh bahwa: kejadian flebitis di ruang G2 ( bedah ) RSUD. Prof.Dr Aloei Saboe Kota Gorontalo tahun 2013 tinggi, sebanyak 31.4 % Responden, Rendah sebanyak (68.6 %). Flebitis berdasarkan ukran kateter infus tinggi pada ukuran 20 G (56.25%), flebitis berdasarkan letak pemasangan infus tinggi pada punggung tangan (42.1%), flebitis berdasarkan fiksasi kateter tinggi pada fiksasi yang tidak adekuat (46.7%), flebitis berdasrkan usia, tinggi pada usia (42.9%) flebitis berdasarkan lama pemasangan infus tinggi > 3 hari (29.4%). hal ini masih tinggi dari standar INS (<5%). Saran: Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi kepada pihak rumah sakit aloei saboe, tentang jumlah kejadian secara flebitis maupun berdasarkan penyebab flebitis sehingga pihak Rumah Sakit dapat meningkatkan lagi pelayanan keperawatan dan lebih penting dapat mengurangi kejadian flebitis di RSUD. Aloe Saboe. Kata kunci : Kejadian Flebitis PENDAHULUAN Tindakan terapi intravena adal ah terapi yang bertujuan untuk mensuplai cairan melalui vena ketika pasien tidak mampu mendapatkan makanan, cairan elektrolik lewat mulut, untuk menyediakan kebutuhan garam untuk menjaga keseimbangan cairan, untuk menyediakan kebutuhan gula (glukosa/dekstrosa) sebagai bahan bakar untuk metabolisme, dan untuk menyediakan beberapa jenis vitamin yang mudah larut melalui intravena serta menyediakan medium untuk pemberian obat secara intravena (smeltzer, 2002). Tetapi karena terapi ini diberikan secara terus menerus dan dalam jangka waktu tertentu tentunya akan meningkatkan kemungkinan terjadi komplikasi dari pemasangan infus, salah satunya adalah flebitis. (perry dan potter, 2005).

2 Flebitis merupakan inflamasi vena yang disebabkan oleh iritasi kimia maupun mekanik ditunjukan dengan adanya daerah yang merah, nyeri dan pembengkakan di daerah penusukan atau sepanjang vena, edema, panas dan keras menurut ( smith, 2008 ). Angka kejadian flebitis di Negara maju seperti Amerika terdapat angka kejadian kematian per tahun akibat dari infeksi nosokomial salah satunya adalah flebitis yang di timbulkan oleh tindakan pemasangan terapi intravena. Sedangkan di Negara di Asia Tenggara infeksi nosokomial (flebitis) sebanyak 10.0%.dari data tersebut infeksi nosokomial (flebitis) tertinggi terdapat di Negara Malaysia sebesar 12,7%. Penelitian yanag lain dilakukan di RS. Dr. sardjito Yogyakarta tahun 2002 didapatkan 31 orang dari 114 pasien yang terpasang infus (27,19%) terjadi flebitis pasca pemasangan infus (battica, 2002). Adapun di Indonesia, penelitian yang dilakukan oleh Depkes (2004), proporsi kejadian infeksi nosokomial di rumah sakit pemerintah dengan jumlah pasien pasien dari jumlah pasien beresiko (55,1%), sedangkan untuk rumah sakit swasta dengan jumlah pasien 991 pasien dari jumlah pasien beresiko (35,7%). Untuk rumah sakit ABRI dengan jumlah pasien 254 pasien dari jumlah pasien beresiko ( 9,1% ).( Depkes, 2004 ).Di Indonesia penelitian yang dilakukan pada tahun 2004 di sebelas rumah sakit di Indonesia, bahwa 9,8% pasien terjadi infeksi selama dirawat dirumah sakit (marwoto, 2007). ). Selama selang beberapa tahun, sudah terjadi peningkatan angka yang cukup signifikan.peningkatan angka ini diasumsikan bahwa masih belum ketatnya pengawasan dan tindakan pencegahan flebitis di rumah sakit (Fitria, 2008). Berdasarkan data tersebut diatas, flebitis masih merupakan infeksi tertinggi yang ada dirumah sakit swasta maupun pemerintah yang disebabkan oleh bermacam-macam faktor-faktor penyebabnya.(perdarlin, 2005 dalam Achbab,2006), Rumah Sakit Tk. III Baladhika Husada Jember angka flebitis pada tahun 1998 sebanyak 21,02% (Triwiyoso,1998), pada tahun 2006 sebanyak 67,5% (Achbab, 2006), sedangkan Rumah Sakit RSU dr.soebandi Jember Angka flebitis pada tahun 2010 sebanyak 64,62%. Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil studi pendahulu yang telah dilakukan di ruang rawat inap anak RSUD Syamrabu Bangkalan pada tahun 2010 terdapat 13% kejadian flebitis, dalam hal ini dilakukan aseptik dressing tiap 48 jam sekali. Menurut Perry dan Potter (2005). Dan penelititan selanjutnya di lakukan pada bulan Januari sampai dengan bulan Maret 2011 terdapat 39% kejadian flebitis, dalam hal ini ruangan tidak melakukan aseptik dressing. Sedangkan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Prof.Dr.Hi.Aloe Saboe provinsi Gorontalo angka kejadian flebitis yang disebabkan oleh pemasangan terapi intravena pada tahun 2012 yaitu 7,51%, angka itu lebih tinggi dari angka standar yang di tentukan oleh Infusion Nurses Society (INS) yaitu < 5%. Melihat dari masalah-masalah diatas dimana faktor-faktor yang menyebabkan terjadi flebitis masih belum jelas, dan angka kejadian flebitis juga masih cukup tinggi dari standar yang telah ditentukan oleh INS, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang deskripsi kejadian flebitis di rumah sakit umum daerah.prof.dr.aloei Saboe. Kota Gorontalo tahun 2013 Flebitis merupakan inflamasi vena yang disebabkan oleh iritasi bakteri maupun mekanik yang ditunjukkan dengan adanya daerah yang merah,nyeri pada daerah penusukan dan bengkak disekitar daerah penusukan atau sepanjang vena, edema,

3 panas, dan keras, Berdasarkan latar belakang masalah yang diatas melalui penelitian penelitian sebelumnya menunjukan angka kejadian flebitis masih cukup tinggi/ atau masih ada yang disebakan oleh bermacammacam faktor-faktor penyebabnya, maka peneliti ingin melihat lebih jauh lagi jumlah flebitis secara umum maupun berdasarkan penyebab flebitis di RSUD.prof.Dr.Aloei Saboe kota Gorontalo pada tahun Maka peneliti mengangkat judul penelitian yaitu Deskripsi kejadian Flebitis di ruang G2, RSUD.Prof.Dr.Aloei Saboe Kota Gorontalo Tahun 2013 Infeksi flebitis masih merupakan masalah yang masih ada atau cukup tinggi jumlahnya di seluruh rumah sakit di Negara Indonesia termasuk gorontalo, sudah banyak peneliti yang mengkaji tentang jumlah kejadian flebitis dan penyebabnya, namun di RSUD.Prof,Dr,Aloei Saboe Belum ada yang melakukan penelitian ini. Semntara angka kejadian Flebitis Masih di atas standar INS. Maka dalam hal tersebut pertanyaan yang akan dicari jawabanya dalam penelitian ini adalah Bagaiamana kejadian flebitis di ruang G2, RSUD.Prof.Dr.Aloei Saboe Kota Gorontalo tahun 2013? Tujuan Umum Mendeskripsikan kejadian flebitis di ruang G2, RSUD. Prof.Dr.Aloei Saboe kota gorontalo pada tahun Tujuan khusus a. Untuk mengetahui jumlah kejadian flebitis di ruang G2, RSUD. Prof.Dr.Aloei Saboe kota Gorontalo b. Untuk mengetahui jumlah kejadian flebitis yang disebabkan oleh ukuran kateter infus c. Untuk mengetahui jumlah kejadian flebitis yang disebabkan oleh letak pemasangan infus d. Untuk mengetahui jumlah kejadian flebitis yang disebabkan oleh fiksasi kateter infus yang tidak adekuat e. Untuk mengetahui jumlah kejadian flebitis yang disebabkan oleh faktor umur f. Untuk mengetahui jumlah hari terjadinya flebitis METODE PENELITIAN Penelitian ini mengambil lokasi/tempat, di ruang G2, Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Prof. DR. Aloe Saboe kota Gorontalo Waktu penelitian direncanakan akan dilaksanakan pada bulan Mei s.d Juni Tahun Desain penelitian yang akan digunakan adalah deskriptif yakni untuk mendeskripsikan kejadian flebitis di ruang G2,RSUD.Prof.Dr.Hi.Aloe Saboe Kota Gorontalo Tahun Kejadian flebitis : kejadian flebitis yang di sebabkan oleh Ukuran kateter infus, letak pemasangan infus, fiksasi kateter infus, usia, dan hari infeksi flebitis Flebitis adalah peradangan pada tunika intima yang di sebabkan oleh flebitis kimiawi,mekanik dan bakateri. Jumlah kejadian flebitis dengan ditemukannya satu atau lebih tanda flebitis yaitu :kemerahan, nyeri, bengkak, Pengerasan > 1 inchi, hangat Alat ukur : Lembar observasi tanda-tanda flebitis Cara ukur : Melakukan observasi tanda-tanda flebitis, kemudian hasilnya di interpretasikan sesuai dengan skala flebitis Hasil ukur 0 = tidak terjadi flebitis, jika tidak di temukan tanda-tanda flebitis. 1 = terjadi flebitis, jika minimal salah satu dari tanda-tanda flebitis muncul selama masa perawatan. Skala ukur : Nominal Populasi adalah keseluruhan obyek penelitian atau obyek yang diteliti (Notoatmodjo, 2002). Populasi dalam

4 penelitian ini adalah semua pasien di ruang G2, RSUD Prof Dr. Aloei Saboe kota Gorontalo. Penelitian berlangsung selama 14 hari dengan jumlah populasi Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan obyek yangditeliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo, 2002). Peneliti menggunakan tehnik accidental sampling dimana pada tehnik ini cara pengambilan sampel dilakukan dengan cara mengambil sampel yang kebetulan ada/dijumpai diruang G2, RSUD Prof Dr. Aloei Saboe kota Gorontalo. Dengan kriteria sebagai berikut : 1. Kriteria Inklusi, yaitu meliputi : a. Pasien bersedia jadi responden b. Pasien dapat bekerja sama c. Terpasang terapi intravena d. terjadi flebitis 2. Kriteria Eksklusi, yaitu meliputi : a. Pasien tidak mau dikunjungi atau berinteraksi dengan orang lain b. Mempersulit peneliti (tidak mau bekerja sama ) c. Pasien yang mengalami gangguan jiwa Jumlah sampel pada penelitian yang bersedia menjadi responden ini berjumlah 35 orang Intrumen penelitian atau alat pengumpulan data yang digunakan adalah lembar observasi. Lembar observasi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu lembar observasi tanda-tanda flebitis. Kegiatan observasi tanda-tanda flebitis dilakukan pada hari ketiga pemasangan infus, sesuai dengan rekomendasi dariinfusion nurse Society yang menyatakan bahwa flebitis terjadi 3x24 jam setelah pemasangan infus. Dalam lembar observasi tanda flebitis berupa check list tanda flebitis yang ditemukan, kemudian dicatat untuk disesuaikan kedalam skala flebitis. Dalam pengumpulan data ini, pasien dinyatakan terjadi flebitis apabila diarea pemasangan infus terdapat satu atau lebih tanda flebitis yang meliputi rubor, dolor, kalor, tumor, fungsi laesa yaitu (kemerahan, nyeri, bengkak, Pengerasan > 1 inchi, hangat ). Setelah data terkumpul selanjutnya adalah melakukan pengolahan data, menurut Budiarto (2001) dengan tahapan sebagai berikut : 1. Editing Yang dimaksud editing adalah mengkaji dan meneliti data yang terkumpul apakah sudah baik dan dipersiapkan untuk proses berikutnya. 2. Coding Yang dimaksud coding adalah memberi tanda pada data yang terkumpul. Setelah dilakukan editing, selanjutnya penulis memberikan kode tertentu pada tiap tiap data sehingga memudahkan dalam melakukan analisa data 3. Skoring Pada tahap skoring ini peneliti memberi nilai pada data sesuai dengan skor yang telah di dapat dari hasil observasi 4. Tabulating Tabulasi data ini dilakukan setelah semua masalah editing dan coding selesai dan tidak ada lagi permasalahan yang timbul.tabulasi dan analisa data ini menggunakan perangkat SPSS dengan metode analisis univariat. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Data responden dalam penelitian ini diperoleh dari lembar observasi yang dilakukan peneliti pada saat penelitian pada pasien yang berada di ruang G2 (bedah) RSUD.Prof.dr.Aloei Saboe Kota Gorontalo. Adapun data responden meliputi, Jenis Kelamin, Umur, Pekerjaan, Diagnosa Medis. Berdasarkan hasil observasi didapatkan data sebagai berikut : Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

5 kota gorontalo diperoleh distribusi responden menurut jenis kelamin yang dapat dilihat pada tabel 4.1 berikut ini : Tabel 1 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Diruang G2 (Bedah) RSUD.Prof.Dr.Aloei Saboe Kota Gorontalo Jenis Frekuensi ( % ) kelamin Laki-laki Perempuan Total Berdasarkan hasil Penelitian dapat dilihat dari 35 responden, yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 19 orang dengan presentase 54.3% dan lakilaki sebanyak 16 orang dengan presentase 45.7% Distribusi Responden Berdasarkan Kelompok Usia kota gorontalo diperoleh distribusi responden menurut umur yang di golongkan menjadi 3 yang dapat dilihat pada tabel 4.2 berikut ini : Tabel 2 Distribusi Responden Berdasarkan Kelompok Usia Diruang G2 ( Bedah ) RSUD.Prof.Dr.Aloei Saboe Kota Gorontalo Tahun 2013 Kelompok Frekuensi ( % ) Usia Total Berdasarkan hasi penelitian dapat dilihat bahwa dari keseluruhan responden diruang bedah yang berjumlah 35 responden (100%). Dimana yang paling banyak berada pada golongan umur tahun berjumlah 18 orang (51.4%) dan yang paling sedikit berada pada golongan umur tahun berjumlah 3 orang (5.7%) Distribusi Responden Berdasarkan Penyakit (Diagnosa Medis) kota gorontalo diperoleh distribusi responden menurut penyakit ( Diangonas Medis ) yang dapat dilihat pada tabel 4.4 berikut ini : Tabel 3 Distribusi Responden Berdasarkan Penyakit ( Diagnosa Medis ) Diruang G2 (Bedah) RSUD.Prof.Dr.Aloei Saboe Kota Gorontalo Tahun 2013 Diagnosa medis Frekuensi ( % ) Appendisitis Batu Urine Luka Bakar BPH STT Diabetes Melitus Leparatomi Hemoroid Internal Trauma Otak Hematuria Hemoroid Eksternal Spondilitis TB Limfagioma Total

6 Berdasarkan hasil penelitian bahwa dari 35 responden (100%) yang berdah diruang G2 (bedah) RSUD.Prof.Dr Aloei Saboe kota Gorontalo bahwa diagnoasa medis yang paling banyak yaitu appendisitis sebanyak 13 orang (37.1%) dan yang paling sedikit yaitu dengan diagnoasa medis luka bakar,stt,leparatomi,trauma otak,hematuria,hemoroid eksternal,spondilitis TB, dan limafagioma masing berjumlah 1 orang (2.9%). Pelaksanaan penelitian bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang kejadian flebitis diruan G2 ( bedah ) RSUD.Prof.Dr.Aloei Saboe Kota Gorontalo tahun 2013 dilakukan pada tanggal 20 mei sampai pada tanggal 5 juni 2013 maka didapatkan data sebagai berikut : Distribusi Kejadian Flebitis kota gorontalo diperoleh distribusi kejadian flebitis yang dapat dilihat pada tabel 4.5 berikut ini : Tabel 4 Distribusi Kejadian Flebitis Diruang G2 (Bedah) RSUD.Prof.Dr.Aloei Saboe Kota Gorontalo Tahun 2013 Kejadian Frekuensi ( % ) flebitis Tidak Flebitis Flebitis Total Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa kejadian flebitis di ruang G2 (bedah) RSUD.Prof.Dr.Aloei Saboe Kota Gorontalo yaitu tinggi, dengan menderita flebitis sebanyak 11 orang dengan presentase 31.4% dan tidak flebitis sebanyak 24 orang dengan presentase 68.6 % dikatakan tinggi karena masih diatas > 5 % sesuai standar yang di berlakukan oleh INS. Distribusi kejadian Flebitis Berdasarkan Ukuran Katater Infus kota gorontalo diperoleh distribusi kejadian flebitis berdasarkan ukuran kateter infus yang dapat dilihat pada tabel 4.6 berikut ini : Tabel 5 Distribusi Flebitis Berdasarkan Ukuran Katater Infus Diruang G2 (Bedah) Rsud.Prof.Dr.Aloei Saboe Kota Gorontalo Kejadian Flebitis Ukuran Total kateter Flebitis Tidak infus Flebitis Ukuran G (gauge) % Ukuran G (gauge) % Total Berdasrkan hasil penelitian, bahwa dari 35 respoden, Responden yang mengalami flebitis lebih banyak terjadi pada Responden yang terpasang infus dengan ukuran 20 G berjumlah 9 orang dengan presentase 25.7 %, kemudian Responden yang terpasang infus dengan ukuran 22 G

7 berjumlah 2 orang dengan presentase 5.7 % dan Responden yang tidak mengalami Flebitis dengan memakai ukuran kateter infus 22 G sebanyak 17 orang dengan presentase 48.6 %, responden yang memakai ukuran kateter infus 20 G sebanyak 7 orang dengan presentase 20.0 % Distribusi Flebitis Berdasarkan Letak Pemasangan Infus kota gorontalo diperoleh distribusi kejadian flebitis berdasarkan letak pemasangan infus yang dapat dilihat pada tabel 4.7 berikut ini : Tabel 6 Distribusi Flebitis Berdasarkan Letak Pemasangan Infus diruang G2 ( Bedah ) RSUD.Prof.Dr.aloei Saboe kota Gorontalo Tahu n 2013 Letak pemasangan infus Vena Pergelangan Tangan Kejadian Flebitis Flebitis Tidak Flebitis Total % Vena Punggung tangan % Total Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat dari 35 responden, letak pemasangan infus yang paling banyak terjadi flebitis yaitu divena punggung tangan atau metakarpal sebanyak 7 orang dengan presentase 20.0%,vena pergelangan tangan sebanyak 4 orang dengan presentase 11.4%. Kemudian yang tidak mengalami flebitis sebanyak 12 orang dengan presentase 34.3 % yaitu vena pergelangan tangan, dan vena punggung tangan, memiliki nilai yang sama dengan vena pergelangan tangan yaitu berjumlah 12 orang dengan presentase 34.3%. Distribusi Flebitis Berdasarkan Fiksasi Kateter Infus kota gorontalo diperoleh distribusi kejadian flebitis berdasarkan fiksasi kateter infus yang dapat dilihat pada tabel 4.8 berikut ini : Tabel 7 Distribusi Flebitis Berdasarkan Fiksasi Kateter Infus diruang G2 ( Bedah ) RSUD.Prof.Dr.aloei Saboe kota Gorontalo Tahun 2013 Fiksasi Kejadian Flebitis Total kateter infus Flebitis Tidak Flebitis Tidak adekuat % adekuat % Total Berdasarkan hasil penelitian ditunjukan dimana responden yang paling banyak mengalami flebitis yaitu Responden yang fiksasi kateter infus yang tidak adekuat sebanyak 7 orang dengan presentase 20.0%, dan fiksasi kateter infus yang adekuat sebanyak 4 orang dengan presentase 11.4%. Kemudian Responden yang tidak mengalami flebitis lebih banyak pada Responden yang memiliki fiksasi kateter yang adekuat berjumlah 16 orang dengan presentase 45.7% dan yang tidak mengalami flebitis pada responden yang memiliki fiksasi

8 kateter yang tidak adekuat berjumlah 8 orang dengan presentase 22.9% Distribusi Flebitis Berdasarkan Faktor Usia kota gorontalo diperoleh distribusi kejadian flebitis berdasarkan faktor usia yang dapat dilihat pada tabel 4.9 berikut ini : Tabel 8 Distribusi Flebitis Berdasarkan Faktor Usia Reponden Diruang G2 ( Bedah ) RSUD.Prof.Dr.Aloei Saboe Kota Gorontalo Usia Kejadian Flebitis Total Flebitis Tidak Flebitis % % % Total Berdasarkan hasil penelitian dari 35 responden setelah dilakukan observasi responden yang mengalami flebitis paling banyak berusia tahun sebanyak 6 orang dengan presentase 17.1%,responden yang berusia tahun sebanyak 4 orang dengan presentase 11.4% dan responden yang berusia berjumlah 1 orang dengan presentase 2.9%. Kemudian responden yang tidak mengalami Flebitis paling banyak berusia tahun sebanyak 14 orang dengan presentase 40.0%, responden yang berusia tahun berjumlah 8 orang dengan presentase 22.9% dan usia sebanyak 2 orang dengan presentase ( 5.7 % ). Distribusi Flebitis Berdasarkan Lama Pemasangan Infus. kota gorontalo diperoleh distribusi kejadian flebitis berdasarkan hari infeksi yang dapat dilihat pada tabel 4.10 berikut ini : Tabel 9 Distribusi Flebitis Berdasarkan lama Pemasangan Infus Diruang G2 ( Bedah ) RSUD.Prof.Dr.Aloei Saboe Kota Gorontalo Lama Kejadian Flebitis Total pemasangan Flebitis Tidak infus Flebitis Hari ke % Hari ke % Hari ke % > 3 hari % Total dilakukan di ruang G2 (bedah) RSUD.Prof.Dr.Aloei Saboe Kota Gorontalo bahwa yang paling banyak kejadian flebitis terjadi pada lama pemasangan infus di atas 3 hari yaitu sebanyak 5 orang ( 14.3 % ). Hari ke 3 sebanyak 3 orang ( 8.6 % ), hari ke 2 sebanyak 3 orang ( 8.6 % ) hari pertama tidak ada kejadian flebitis, kemudian yang tidak flebitis paling banyak terjadi pada lama pemasangan infus di atas 3 hari sebanyak 12 orang ( 34.3 % ), pada hari ke 3

9 sebanyak 6 orang ( 17.1 % ), hari ke 2 sebanyak 3 orang ( 8.6 % ) dan hari pertama sebanyak 3 orang ( 8.6 % ). Pembahasan Flebitis adalah peradangan pada tunika intima vena yang merupakan komplikasi pada pemberian terapi intra vena (IV) dan ditandai dengan gejala khas peradangan yaitu: bengkak, kemerahan sepanjang vena, nyeri, peningkatan suhu pada daerah insersi kanula dan penurunan kecepatan tetesan infus (Brooker,et all dalam Sugiarto, 2006). Flebitis yaitu daerah yang mengalami bengkak, panas, dan nyeri pada kulit tempat kateter intravaskuler dipasang (kulit bagian luar). Jika flebitis disertai dengan tanda-tanda infeksi lain seperti demarn dan pus yang keluar dari tempat tusukan, ini dapat digolongkan sebagai infeksi klinis bagian luar (Saifuddin, 2004). Dalam kejadian flebitis telah diberlakukan standard oleh INS ( Infusion Nurses Society ) dimana kejadian flebitis harus dibawah dari 5% dilakukan di RSUD.Prof.Dr.Aloei Saboe kota gorontalo di dapatkan hasil sebagai berikut : Berdasrkan hasil analisis bahwah dari 35 responden yang dilihat berdasarkan jenis kelamin yang paling banyak berjenis kelamin perempuan sebanyak 19 orang (54.3%), kemudian diagnosa medis yang paling banyak yaitu appendisitis sebanyak 13 orang (37.1%). Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa kejadian flebitis dirumah sakit.prof.dr.aloei Saboe yaitu Tinggi dengan menghitung kejadian flebitis dari aplikasi SPSS. Maka didapatkan hasil infeksi flebitis sebesar 31.4% dikatakan tinggi dimana insiden flebitis di RSUD. Prof.Dr.Aloei Saboe masih tinggi di atas 5%. sesuai standar yang diberlakukan oleh INS harus dibawah 5 %. Peneliti berpendapat bahwa tingginya infeksi flebitis di sebebabkan oleh beberapa faktor/domain seperti : ukuran kateter infus, letak pemasangna infus, fiksasi infus, faktor umur dan lama pemasangan infus. Bukan dari jenis kelamin dan diagnosa medis, karena hal ini disebabkan oleh yang berkaitan langsung dengan flebitis yaitu terapi intravena (ukuran kateter infus, letak pemasangna infus, fiksasi infus) dan usia, hal ini karena usia berpengaruh langsung pada flebitis dimana dilihat dari segi fungsi vena pasien. flebitis terjadi karena faktor mekanik yaitu ukuran kateter infus, letak pemasangan infus, fiksasi infus (Gabriel, et al, 2005), Hal yang sama juga dinyatakan oleh INS bahwa kejadian flebitis di sebabkan oleh pemasangan infus yang terlalu lama, dan flebitis terjadi karena faktor umur sesuai yang di nyatakan oleh ( Phillips, 2010). Sesuai data yang di dapatkan peneliti bahwa Selama tahun 2012 telah tercatat infeksi flebitis sebanyak 7.51% di RSUD.Prof.Dr.Aloei Saboe kota Gorontalo Pencegahan flebitis dapat dilakukan dengan cara bagaimana perawat bisa memilih ukuran yang tepat untuk vena pasien, letak pemasangan yang jauh dari daerah yang banyak dilakukan pergerakan oleh pasien sehingga meminimalkan trauma pada tunika intima, diberikan fiksasi yang adekuat dan fiksasi yang jauh dari letak pemasangan infus yang dekat dengan persendian yang dapat membuat plester dapat kendur akibat pergerakan yang berlebihan, kemudian faktor umur dimana perawat harus jeli melakukan terapi intravena, dari pemilihan ukuran kateter infus sampai pada perawatan infus karena yang sudah lanjut usia mengalami penurunan fungsi vena, dan lama

10 pemasangan infus harus dibawah dari 3x24 jam disesuaikan dengan standar yang diberlakukan oleh INS. Adapun domain/ faktor-faktor yang berdistribusi pada kejadian flebitis yang digambarkan oleh peneliti yaitu pemasangan infus, ukuran kateter infus, fiksasi infus,umur pasien dan lama pemasangna infus. Berdasarkan hasil penelitian di ruang G2 (bedah) RSUD.Prof.Dr Aloei Saboe kota gorontalo. Bahwa yang mengalami flebitis paling banyak disebabkan oleh ukuran kateter infus 20 G ( 20.0%) Peneliti berpendapat bahwa hal ini disebabkan oleh ukuran kateter 20 G, lebih besar dari ukuran kateter 22 G, dimana resiko mencedrai vena cukup tinggi di ukura kateter 20 G, yang bisa menyebabkan flebitis, atau hal ini dikarenakan bahwa perawat tidak mempertimbangkan ukuran kateter dengan ukuran vena pasien sehingga mencendrai vena pasien dapat terjadi karena tidak sesuai dengan vena pasien, atau hal ini bisa saja terjadi karena keterbatasan stok kateter infus sehingga perawat tidak ada pilihan lain selain menjalankan tindakan keperawatan dengan kateter yang tersedia/ada yang diberikan sesuai fungsi dari setiap ukuran kateter infus yaitu untuk terapi intravena. jadi ukuran yang digunakan untuk terapi intravena yaitu yang berukuran 22G untuk mengurangi resiko terjadi flebitis. Penelitian sebelumnya juga membuktikan bahwah ada kaitannya ukuran katetr infus dengan angka kejadian flebitis. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Asrin (2006), dengan judul analisis faktor-faktor terjadinya flebitis di dapatkan hasil dari 74 responden yang mengalami flebitis sebanyak 17 (22,9 % ) dikarenakan ukuran kateter 20 G (gauge). Flebitis yang disebabkan oleh ukuran kateter infus bisa di minimalisir jika perawat mempunyai pengetahuan tentangan flebitis atau cara meminimalisir yaitu dari cara mempertimbangkan ukuran kateter infus dengan vena pasien, menyesuaikan ukuran infus sesuai fungsinya yaitu misalnya untuk usia lanjut harus memakai ukuran 22G karena kondisi vena yang sudah buruk akibat penurunan fungsi fisiologis pasien itu sendiri sehingga dapat mengurangi resiko cederanya vena pasien dan tentunya dapat meminimalisir inseden flebitis. dilakukan diruang G2 (bedah) RSUD.Prof.Dr.Aloei Saboe Kota Gorontalo didapatkan bahwa kejadian flebitis lebih banyak terjadi di vena punggung tangan/metacarpal yaitu 20.0%. Peneliti berpendapat bahwa hal ini terjadi karena lokasi punggung tangan /metakarpal dan vena pergelangan tangan ini merupakan alat gerak yang paling dominan, disitu juga terdapat Sendi pelana dimana sering terjadi pergerakan akibat aktivitas pasien misalnya digunakan sebagai penopang saat posisi tidur untuk duduk, dan dari posisi duduk untuk berdiri. Sesuai teori yang dikemukakan oleh potter dan perry (2010, hlm ) bahwa posisi ekstremitas yang berubah, khususnya pada pergelangan tangan atau siku dapat mengurangi kecepatan aliran infus dan mempengaruhi aliran dalam darah. Hal ini juga dinyatakan oleh (Rocca, 1998). Yaitu dimana lokasi-lokasi yang sering menyebabkan komplikasi seperti flebitis, infiltrasi dll adalah seperti vena digitalis sampai vena dorsalis. Vena dorsalis (metacarpal/punggung tangan) berasal dari gabungan vena digitalis, dimana kerugiannya tempat/letak digunakan untuk aktivitas sehari-hari seperti makan,minum, cuci tangan dll, hal inilah yang dapat menimbulkan komplikasi flebitis. Di lihat dari penelitian sebelumnya yang di laukan oleh Mulyani (2010), bahwa

11 dalam penelitiannya menunjukkan bahwa lokasi pemasangan infus terletak pada vena sefalika dan tidak terjadi phlebitis sebanyak 11 responden (91,7%). Sedangkan lokasi pemasangan infus terletak pada vena metacarpal dan terjadi phlebitis sebanyak 20 responden (41,7%). Kejadian flebitis yang disebabkan oleh letak pemasang infus bisa di minimalisirkan dengan menggunakan vena yang lokasinya jauh dari pergelangan tangan/persendian sebagai lokasi untuk pemasangan terapi intravena yang bagus, untuk mengurangi kejadian flebitis yaitu seperti median antebrachial vein (Smeltzer, 2010) Berdasarkan hasil penelitian di RSUD. Prof.Dr Aloei Saboe, di dapatkan bahwa flebitis tinggi pada fiksasi kateter yang tidak adekuat yaitu sebanyak 7 orang, ( 20.0%). Peneliti berpendapat bahwa fiksasi kateter yang tidak adekuat dilihat dari plester yang digunakan tidak merekat dengan kuat dikulit, hal ini dikarenakan lembabnya permukaan kulit pasien karena berkeringat sehingga lama-kelamaan plester tidak merekat dengan baik dikulit dan didukung lagi dengan letak pemasangan infus didaerah persendian atau didaerah yang sering dilakukan pergerakan oleh pasien untuk kebutuhan sehari-harinya maka dengan ini plester akan mudah terlepas atau kendur sehingga dengan mudah kateter infus keluar masuk divena dimana resiko mencendrai vena dapat terjadi dan resiko terpaparnya kateter infus dengan lingkungan luar yang bisa masuknya bakteri dalam vena. yang mengakibatkan flebitis. Menurut teori yang di kemukakan oleh (Pujasari dalam Sugiarto, 2006), bahwa flebitis terjadi diakibatkan karena pengaruh kanul yang tidak terfiksasi adekuat pada vena di area persendian yang memungkinkan pasien melakukan pergerakan. Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya oleh Gayatri dan Handayani di rumah sakit siti khadijah Palembang menyatakan bahwa 35% dari 60 responden mengalami flebitis dengan Hal ini disebabkan karena kurangnya fiksasi ( tidak adekuat ) dan dekatnya persambungan selang kanul dengan persendian lainnya. Flebitis yang disebabkan oleh fiksasi kateter infus yang tidak adekuat bisa di minimalisir dengan memilih letak pemasangna infus yang jauh dari area persendian atau menghidari letak pemasangan yang sering digunakan pasien untuk beraktivitas. dilakukan di RSUD.Prof.Dr.Aloei Saboe Kota Gorontalo, bahwah kejadi flebitis paling banyak terjadi pada umur tahun yaitu sebanyak 6 orang (17.1%). Peneliti berpendapat bahwa orang yang sudah berusia lanjut/lansia sudah tidak memiliki fungsi vena yang baik karena penurunan fungsi fisologis sehingga resiko cederanya vena yang disebabkan oleh kateter infus itu bisa terjadi dan dapat menyebabkan flebitis, hal ini juga bisa dikarenakan oleh ukuran kateter infus, dimana jika ukuran kateter infus lebih besar di pakai pada pasien yang sudah menurun fungsi venanya, maka dapat terjadi resiko kerusakan pembuluh darah vena yang bisa menyebabkan terjadinya flebitis Sesuai pernyataan dari Phillips (2010), bahwa resiko untuk terjadi infeksi flebitis lebih besar pada orang yang berusia lanjut/lansia karena orang yang berusia lanjut akan mengalami kekakuan pembuluh darah hal ini juga yang menyebabkan semakin sulit untuk dipasang terapi intravena/resiko mencedrai vena itu bisa terjadi. Berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Kamma (2010) di

12 RSUD Tugurejo Semarang, berjudul hubungan antara pemasangan infus dan tingkat usia dengan kejadian flebitis. Di dapatkan dari 100 responden yang mengalami flebitis pada usia yang sudah tua yaitu sebesar 46,7 %. Faktor umur merupakan salah satu penyumbang insiden flebitis, hal ini bisa di minimalisir kejadian flebitisnya dengan menggunakan ukuran kateter infus yang sesuai dengan vena pasien atau ukuran infus yang digunakan sesuai kondisi vena pasien yang sudah lanjut usia yaitu menggunakan ukuran kateter yang berukuran 22G sebagaiman yang direkomndasikan oleh INS dalaam penggunakan kateter infus untuk lansia dan anak-anak. Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa responden yang paling banyak mengalami flebitis yaitu dengan lama pemasangan diatas 3 hari sebanyak 5 orang ( 14.3 % ). lama pemasangan infus sering dikaitkan juga dengan insiden flebitis, Peneliti berpendapat bahwa hal ini mungkin terjadi karena pada awalnya vena mungkin meradang karena kateter infus yang terlalu besar, atau mungkin karena terpaparnya kateter infus dengan bakteri-bakteri dari luar akibat fiksasi yang tidak adekuat sehingga semakin lama pemasangan infus dengan diawali oleh oleh hal-hal seperti awalnya terjadi peradangan kemudian terpaparnya kateter infus dengan kuman-kuman dan dengan didukungnya lama pemasangan infus tanpa dilakukan perawatan maka semakin tinggi bakteri berkembangbiak sehingga resiko terjadi flebitis juga semakin tinggi. Sesuai pernyataan oleh perry and potter, 2005, Di katakan bahwa hal ini dikarenakan pada hari pertama penusukan terjadi kerusakan jaringan, di mana apabila ada jaringan yang terluka atau terbuka akan memudahkan mikroorganisme masuk. Dengan masuknya mikroorganisme tersebut maka tubuh akan merespon dan ditandai adanya proses inflamasi. Proses inflamasi yang merupakan reaksi tubuh terhadap luka dimulai setelah beberapa menit dan berlangsung selama 3 hari atau lebih setelah cedera. Hal ini juga di lihat dari penelitian sebelumnya oleh Masiyati di dapatkan angka kejadian flebitis paling tinggi dengan lama pemasangan infus jam sebesar 60 % dari 30 sampel. Flebitis yang didasarkan oleh lama pemasangan infus bisa di minimalisir dengan cara menerapkan prosedur yang diterapkan oleh INS, bawah pergantian set infus dilakukan 3x24 jam atau kurang, jika terjadi kontaminasi atau komplikasi. PENUTUP Berdasarkan hasil penelitian melalui observasi tentang kejadian flebitis, dapat disimpulkan bahwa kejadian flebitis di Rumah Sakit Umum Daerah ( RSUD ) Prof.Dr. Aloei Saboe kota gorontalo yaitu Tinggi sebanyak 11 orang dengan presentase 31.4 %, Rendah sebanyak 24 orang dengan presentase 68.6 %. Dalam hal ini insiden flebitis di rumah Sakit Aloei Saboe Kota Gorontalo dikatakan masih tinggi karena masih diatas standar yang telah di tetapkan oleh oleh INS ( Infusing Nurses Society ) yaitu harus kurang < 5 %. Dan data sebelumnya juga menunjukan dimana kejadian flebitis masih tinggi di RSUD. Prof Dr. Aloei Saboe Kota Gorontalo dengan presentase 7.51%. Berdasarkan kesimpulan tersebut maka ada beberapa hal yang dapat disarankan peneliti antara lain sebagai berikut : 1. Bagi rumah sakit Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi kepada pihak Rumah Sakit Umum Prof.Dr. Aloei Saboe kota gorontalo tentang jumlah kejadian secara umum maupun

13 berdasarkan penyebab flebitis sehingga pihak Rumah Sakit dapat memperbaiki pelayanan keperawatan dan lebih penting dapat mengurangi atau mencegah meningkatnya kejadian flebitis di Rumah Sakit Aloei Saboe kota gorontalo. 1. Bagi peneliti selanjutnya Hasil ini bisa digunakan sebagai sumbangan pengembangan ilmu pengetahuan khususnya penanganan untuk pencegahan kejadian flebitis serta dapat menjadi referensi dari landasan penelitian selanjutnya. DAFTAR PUSTAKA Alimul Hidayat A.A Metode penelitian kesehatan paradigma kuantitatif, Hearth Books : Jakarta Alexander, M, Corringan, A, Gorski, L, Hankins, J& Perucca, R. (2010). Infusion nursing society, Infusion nursing: An evidence-based approach. Thrid Edition. St. Louis: Dauders Elsevier Asrin, Endang triyanto, Arif setyo upoyo (2006).Analisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kejadian flebitisw di RSUD Purbalingga. Budiarto, Eko, Biostatika untuk kedokteran dan Kesehatan masyarakat.egc, Jakarta. Batticaca, F. kajian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya phlebitis di IRINA RSUP dr. Sardjito, (ur published) 2002, yokyakarta Darmawan Iyan, Penyebab dan Cara Mengatasi Plebitis.Diakses dari ada tanggal 3 april Depertemen Kesehatan RI dan perhimpunan pengendalian infeksi Indonesia 2004.Pedoman manjerial pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya.jakarta Dewi nurjanah (2011). Skripsi hubungan antara lokasi penusukan infus dan tingkat usia dengan kejadian flebitis di ruang rawat inap dewasa RSUDTugurejo Semarang. Fitria,effendy C,suseani H.( 2008 ), Jurnal Tindakan pencegahan plebitis terhadap pasien yang terpasang infus. INS. (2002).Setting the Standard for Infusion Care.Diakses dari tanggal 3 april Marwoto, Agus. (2007). Analisis kinerja perawat dalam pengendalian infeksi nosokomial diruang IRNA 1 RSUP dr. Sardjito, Irc-kmpk.ugm.ac.id. Yogyakarta. Notoatmodjo, Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta, Jakarta. Narendra A, Wicaksana (2011). Skripsi hubungan antara pengetahuan perawat tentang pemasangan terapi intravena dengan angka kejadian flebitis di rumah sakit panti wilasa citarum Semarang. Potter, P.A. & Perry, A.G. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses dan Praktek edisi 4.EGC, Jakarta.

14 Smeltzer, Suzanne C.(2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth.Editor Suzanne C. smeltzer.alih Bahasa Monika Ester. EGC, Jakarta. Weinstein, S.M. (2001). Buku saku terapi intravena edisi 2. EGC, Jakarta. Wayunah (2011).Jurnal Hubungan pengetahuan perawat tentang terapi infus dengan kejadian Flebitis dan kenyamanan pasien di ruang rawat inap rumah sakit umum daerah kabupaten Indramayu.

BAB I PENDAHULUAN. (smeltzer, 2002). Tetapi karena terapi ini diberikan secara terus menerus dan dalam

BAB I PENDAHULUAN. (smeltzer, 2002). Tetapi karena terapi ini diberikan secara terus menerus dan dalam 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tindakan terapi intravena adalah terapi yang bertujuan untuk mensuplai cairan melalui vena ketika pasien tidak mampu mendapatkan makanan, cairan elektrolik lewat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Rumah Sakit Umum Kotamadya Gorontalo. Awalnya berupa satu gedung yang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Rumah Sakit Umum Kotamadya Gorontalo. Awalnya berupa satu gedung yang 27 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Rumah Sakit Umum Daerah Prof.Dr.H. Aloei Saboe Kota Gorontalo pertama kali dibangun pada tahun 1926

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Daerah (RSUD) Prof. DR. Aloe Saboe kota Gorontalo. Waktu penelitian direncanakan akan dilaksanakan pada bulan Mei s.

BAB III METODE PENELITIAN. Daerah (RSUD) Prof. DR. Aloe Saboe kota Gorontalo. Waktu penelitian direncanakan akan dilaksanakan pada bulan Mei s. 21 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini mengambil lokasi/tempat, di ruang G2, Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Prof. DR. Aloe Saboe kota Gorontalo 3.2 Waktu Penelitian Waktu penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. spesifik, sehingga dapat dikembangkan setinggi-tingginya. Hal. ini. Ada beberapa kategori tingkat pendidikan seperti perawat

BAB I PENDAHULUAN. spesifik, sehingga dapat dikembangkan setinggi-tingginya. Hal. ini. Ada beberapa kategori tingkat pendidikan seperti perawat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Profesi keperawatan memiliki dasar pendidikan yang spesifik, sehingga dapat dikembangkan setinggi-tingginya. Hal ini menyebabkan profesi keperawatan di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam tubuh manusia antara lain sebagai alat transportasi nutrien, elektrolit dan

BAB I PENDAHULUAN. dalam tubuh manusia antara lain sebagai alat transportasi nutrien, elektrolit dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tubuh manusia sebagaimana mahluk hidup yang lain tersusun atas berbagai sistem organ, puluhan organ, ribuan jaringan dan jutaan molekul. Fungsi cairan dalam tubuh manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemasangan infus merupakan prosedur invasif dan merupakan tindakan yang sering dilakukan di rumah sakit. Namun, hal ini tinggi resiko terjadinya infeksi yang akan menambah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 38 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN 1. Gambaran umum RSI Kendal Rumah Sakit Islam Kendal terletak di Jl Ar Rahmah 17-A Weleri. Tanggal 15 Januari 1996 berdiri dibawah yayasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara garis besar memberikan pelayanan untuk masyarakat berupa pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. secara garis besar memberikan pelayanan untuk masyarakat berupa pelayanan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Rumah sakit sebagai salah satu bagian sistem pelayanan kesehatan yang secara garis besar memberikan pelayanan untuk masyarakat berupa pelayanan kesehatan mencakup

Lebih terperinci

HUBUNGAN JENIS CAIRAN DAN LOKASI PEMASANGAN INFUS DENGAN KEJADIAN FLEBITIS PADA PASIEN RAWAT INAP DI RSU PANCARAN KASIH GMIM MANADO

HUBUNGAN JENIS CAIRAN DAN LOKASI PEMASANGAN INFUS DENGAN KEJADIAN FLEBITIS PADA PASIEN RAWAT INAP DI RSU PANCARAN KASIH GMIM MANADO HUBUNGAN JENIS CAIRAN DAN LOKASI PEMASANGAN INFUS DENGAN KEJADIAN FLEBITIS PADA PASIEN RAWAT INAP DI RSU PANCARAN KASIH GMIM MANADO Dede Dwi Lestari Amatus Yudi Ismanto Reginus T. Malara Program Studi

Lebih terperinci

Bab IV. Hasil dan Pembahasan

Bab IV. Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan A. Hasil Penelitian 1. Deskripsi umum lokasi penelitian Penelitian ini dilakukan pada 5 bangsal yang bernama bangsal Firdaus, bangsal Naim, bangsa Wardah, bangsal Zaitun, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentang Pedoman Manajerial Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas

BAB I PENDAHULUAN. tentang Pedoman Manajerial Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan kebijakan pencegahan infeksi nosokomial di rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya. Kebijakan itu tertuang dalam Keputusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Plebitis merupakan inflamasi vena yang disebabkan baik oleh iritasi kimia maupun mekanik yang sering disebabkan oleh komplikasi dari terapi intravena. 1) Terapi interavena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Setiap orang mempunyai kemampuan untuk merawat, pada awalnya merawat adalah instinct atau naluri.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Setiap orang mempunyai kemampuan untuk merawat, pada awalnya merawat adalah instinct atau naluri. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap orang mempunyai kemampuan untuk merawat, pada awalnya merawat adalah instinct atau naluri. Namun merawat akan menjadi kaku, statis dan tidak berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penangan oleh tim kesehatan. Penanganan yang diberikan salah satunya berupa

BAB I PENDAHULUAN. penangan oleh tim kesehatan. Penanganan yang diberikan salah satunya berupa BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pasien yang menjalani rawat inap di rumah sakit perlu mendapatkan penangan oleh tim kesehatan. Penanganan yang diberikan salah satunya berupa pemasangan infus atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Permenkes RI No. 340/MENKES/PER/III/2010). Dalam memberikan

BAB I PENDAHULUAN. (Permenkes RI No. 340/MENKES/PER/III/2010). Dalam memberikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah sakit merupakan institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perseorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjalani rawat inap. ( Wahyunah, 2011). Terapi intravena berisiko untuk terjadi komplikasi lokal pada daerah pemasangan

BAB I PENDAHULUAN. menjalani rawat inap. ( Wahyunah, 2011). Terapi intravena berisiko untuk terjadi komplikasi lokal pada daerah pemasangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Untuk mencegah dan memperbaiki ketidak seimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh manusia diperlukan terapi intravena. Menurut Perdue dalam Hankins, Lonway,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pelayanan kesehatan yang diselenggarakan dirumah sakit merupakan bentuk

BAB I PENDAHULUAN. Pelayanan kesehatan yang diselenggarakan dirumah sakit merupakan bentuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pelayanan kesehatan yang diselenggarakan dirumah sakit merupakan bentuk pelayanan yang di berikan kepada pasien melibatkan tim multi disiplin termasuk tim keperawatan.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pemberian obat secara intravena (Smeltzer & Bare, 2001).

BAB 1 PENDAHULUAN. pemberian obat secara intravena (Smeltzer & Bare, 2001). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Pemasangan infus atau terapi intravena adalah suatu tindakan pemberian cairan melalui intravena yang bertujuan untuk menyediakan air, elektrolit, dan nutrien untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mutu pelayanan kesehatan adalah pelayanan kesehatan yang dapat memuaskan setiap pemakai jasa pelayanan kesehatan yang sesuai dengan tingkat kepuasaan rata-rata serata

Lebih terperinci

1 GAMBARAN PERILAKU PERAWAT DALAM PENCEGAHAN TERJADINYA FLEBITIS DI RUANG RAWAT INAP RS. BAPTIS KEDIRI

1 GAMBARAN PERILAKU PERAWAT DALAM PENCEGAHAN TERJADINYA FLEBITIS DI RUANG RAWAT INAP RS. BAPTIS KEDIRI 1 GAMBARAN PERILAKU PERAWAT DALAM PENCEGAHAN TERJADINYA FLEBITIS DI RUANG RAWAT INAP RS. BAPTIS KEDIRI DESCRIPTION OF NURSE IN THE PREVENTION OF BEHAVIOR IN THE EVENT OF PLEBITIS INPATIENT KEDIRI BAPTIST

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGETAHUAN PASIEN TENTANG TERAPI INFUS (INTRAVENA) DENGAN KEJADIAN FLEBITIS DI IRINA A BAWAH RSUP PROF. DR. R. D.

HUBUNGAN PENGETAHUAN PASIEN TENTANG TERAPI INFUS (INTRAVENA) DENGAN KEJADIAN FLEBITIS DI IRINA A BAWAH RSUP PROF. DR. R. D. HUBUNGAN PENGETAHUAN PASIEN TENTANG TERAPI INFUS (INTRAVENA) DENGAN KEJADIAN FLEBITIS DI IRINA A BAWAH RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO Febrianty J. Lumolos Mulyadi Abram Babakal Program Studi Ilmu Keperawatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sakit (infeksi Nosokomial) adalah infeksi yang tidak ada atau berinkubasi pada saat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sakit (infeksi Nosokomial) adalah infeksi yang tidak ada atau berinkubasi pada saat 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Flebitis Infeksi flebitis merupakan salah satu dari infeksi nosokomial.menurut Bennet & Brachman (dalam Gould D & Brooker C, 2003), infeksi yang didapat dirumah sakit (infeksi

Lebih terperinci

HUBUNGAN PERAWATAN INFUS DENGAN TERJADINYA FLEBITIS PADA PASIEN YANG TERPASANG INFUS. Sutomo

HUBUNGAN PERAWATAN INFUS DENGAN TERJADINYA FLEBITIS PADA PASIEN YANG TERPASANG INFUS. Sutomo HUBUNGAN PERAWATAN INFUS DENGAN TERJADINYA FLEBITIS PADA PASIEN YANG TERPASANG INFUS Sutomo Program Studi Profesi NERS, STIKES Dian Husada Mojokerto Email : sutomo.ners@gmail.com ABSTRAK Mempertahankan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Gambaran Lokasi Penelitian RSUD Kraton Kabupaten Pekalongan berada di wilayah Kota Pekalongan namun kepemilikannya adalah milik Pemerintah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kepada pasien yang membutuhkan akses vaskuler (Gabriel, 2008). Lebih

BAB 1 PENDAHULUAN. kepada pasien yang membutuhkan akses vaskuler (Gabriel, 2008). Lebih BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terapi intravena adalah bagian terpenting dari sebagian terapi yang diberikan di rumah sakit, dan merupakan prosedur umum yang diberikan kepada pasien yang membutuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keselamatan pasien di rumah sakit adalah suatu upaya yang mendorong rumah sakit untuk

BAB I PENDAHULUAN. Keselamatan pasien di rumah sakit adalah suatu upaya yang mendorong rumah sakit untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keselamatan pasien di rumah sakit adalah suatu upaya yang mendorong rumah sakit untuk memberikan pelayanan kesehatan yang aman dan berkualitas tinggi. Panduan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendapat terapi melalui IV (Hindley,2004). Pemasangan terapi. intravena merupakan tindakan memasukan jarum (abocath)

BAB I PENDAHULUAN. mendapat terapi melalui IV (Hindley,2004). Pemasangan terapi. intravena merupakan tindakan memasukan jarum (abocath) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemasangan infus atau pemberian terapi cairan intravena (IV) merupakan merupakan salah satu hal yang paling sering di jumpai pada pasien yang akan melakukan

Lebih terperinci

ABSTRAK HUBUNGAN PEMBERIAN INJEKSI INTRAVENA DENGAN KEJADIAN PHLEBITIS DI RUANG PERAWATAN ANAK RUMAH SAKIT TK II PELAMONIA MAKASSAR.

ABSTRAK HUBUNGAN PEMBERIAN INJEKSI INTRAVENA DENGAN KEJADIAN PHLEBITIS DI RUANG PERAWATAN ANAK RUMAH SAKIT TK II PELAMONIA MAKASSAR. ABSTRAK HUBUNGAN PEMBERIAN INJEKSI INTRAVENA DENGAN KEJADIAN PHLEBITIS DI RUANG PERAWATAN ANAK RUMAH SAKIT TK II PELAMONIA MAKASSAR Hasriani Azis Pada tahun 2012 diperoleh data di Rumah Sakit TK II Pelamonia,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sistemik (Potter & Perry, 2005). Kriteria pasien dikatakan mengalami infeksi

BAB 1 PENDAHULUAN. sistemik (Potter & Perry, 2005). Kriteria pasien dikatakan mengalami infeksi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi adalah masuk dan berkembangnya mikroorganisme dalam tubuh yang menyebabkan sakit yang disertai dengan gejala klinis baik lokal maupun sistemik (Potter & Perry,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yang dilakukan dengan metode onal dan dengan desain penelitian Cohort Prospektif. Menurut Hidayat (2010),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Semua pasien yang dirawat di rumah rakit setiap tahun 50%

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Semua pasien yang dirawat di rumah rakit setiap tahun 50% BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semua pasien yang dirawat di rumah rakit setiap tahun 50% mendapat terapi intravena (IV). Namun, terapi IV terjadi di semua lingkup pelayanan di rumah sakit yakni IGD,

Lebih terperinci

HUBUNGAN LAMANYA PEMASANGAN KATETER INTRAVENA DENGAN KEJADIAN FLEBITIS DI RUANG PENYAKIT DALAM RSU JEND. A. YANI METRO TAHUN 2013

HUBUNGAN LAMANYA PEMASANGAN KATETER INTRAVENA DENGAN KEJADIAN FLEBITIS DI RUANG PENYAKIT DALAM RSU JEND. A. YANI METRO TAHUN 2013 JURNAL KESEHATAN HOLISTIK Vol 8, No 2, April 2014 : 89-93 HUBUNGAN LAMANYA PEMASANGAN KATETER INTRAVENA DENGAN KEJADIAN FLEBITIS DI RUANG PENYAKIT DALAM RSU JEND. A. YANI METRO TAHUN 2013 Bambang Hirawan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di rumah sakit. Anak biasanya merasakan pengalaman yang tidak menyenangkan

BAB I PENDAHULUAN. di rumah sakit. Anak biasanya merasakan pengalaman yang tidak menyenangkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keadaan sakit pada anak usia prasekolah dan anak usia sekolah banyak ditemui di rumah sakit. Anak biasanya merasakan pengalaman yang tidak menyenangkan selama dirawat

Lebih terperinci

ERIYANTO NIM I

ERIYANTO NIM I NASKAH PUBLIKASI PENGARUH IMPLEMENTASI STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PEMASANGAN INFUS TERHADAP KEJADIAN PHLEBITIS DI UNIT RAWAT INAP RSUD SULTAN SYARIF MOHAMAD ALKADRIE PONTIANAK ERIYANTO NIM I31111027

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah kesehatan di seluruh dunia, terlebih lagi di negara berkembang seperti Indonesia. Penyakit infeksi didapatkan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksi dan penyakit menular merupakan masalah yang masih dihadapi oleh negara-negara berkembang.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksi dan penyakit menular merupakan masalah yang masih dihadapi oleh negara-negara berkembang. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksi dan penyakit menular merupakan masalah yang masih dihadapi oleh negara-negara berkembang. Seperti halnya di Indonesia, penyakit infeksi masih merupakan

Lebih terperinci

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP SIKAP PASIEN DALAM PENGGANTIAN POSISI INFUS DI RUANG SHOFA RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH LAMONGAN

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP SIKAP PASIEN DALAM PENGGANTIAN POSISI INFUS DI RUANG SHOFA RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH LAMONGAN PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP SIKAP PASIEN DALAM PENGGANTIAN POSISI INFUS DI RUANG SHOFA RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH LAMONGAN Sri Hananto Ponco Nugroho Prodi S1 Keperawatan STIKES.......ABSTRAK.....

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 43 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tipe Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian diskriptif korelasi, dimana peneliti dapat memfokuskan penelitian pada beberapa variabel saja. Jenis

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sekaligus tempat perawatan bagi orang sakit. Menurut Hanskins et al (2004)

BAB 1 PENDAHULUAN. sekaligus tempat perawatan bagi orang sakit. Menurut Hanskins et al (2004) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Rumah sakit merupakan suatu tempat pelayanan kesehatan dan sekaligus tempat perawatan bagi orang sakit. Menurut Hanskins et al (2004) mengatakan bahwa sekitar

Lebih terperinci

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP SIKAP PASIEN DALAM PENGGANTIAN POSISI INFUS DI RUANG SHOFA RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH LAMONGAN

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP SIKAP PASIEN DALAM PENGGANTIAN POSISI INFUS DI RUANG SHOFA RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH LAMONGAN PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP SIKAP PASIEN DALAM PENGGANTIAN POSISI INFUS DI RUANG SHOFA RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH LAMONGAN Sri Hananto Ponco Nugroho.......ABSTRAK..... Banyak faktor yang mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kompetitif, toksin, replikasi intra seluler atau reaksi antigen-antibodi.

BAB I PENDAHULUAN. kompetitif, toksin, replikasi intra seluler atau reaksi antigen-antibodi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi adalah proses invasif oleh mikroorganisme dan berproliferasi didalam tubuh yang menyebabkan sakit (Potter & Perry, 2005). Infeksi adalah invasi tubuh oleh mikroorganisme

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KESESUAIAN UKURAN DAN LETAK PEMASANGAN INTRAVENA CATHETER TERHADAP KEJADIAN PHLEBITIS DI RSUD UNGARAN

HUBUNGAN ANTARA KESESUAIAN UKURAN DAN LETAK PEMASANGAN INTRAVENA CATHETER TERHADAP KEJADIAN PHLEBITIS DI RSUD UNGARAN HUBUNGAN ANTARA KESESUAIAN UKURAN DAN LETAK PEMASANGAN INTRAVENA CATHETER TERHADAP KEJADIAN PHLEBITIS DI RSUD UNGARAN *Rizka Oktyaningrum **Priyanto, S.Kep, Umi Aniroh *Mahasiswa STIKES Ngudi Waluyo Ungaran

Lebih terperinci

OBEDIENCE OF NURSE IN IMPLEMENTING STANDART OPERATING PROCEDURE OF INFUSION INSERTION WITH THE PHLEBITIS

OBEDIENCE OF NURSE IN IMPLEMENTING STANDART OPERATING PROCEDURE OF INFUSION INSERTION WITH THE PHLEBITIS Kepatuhan Perawat dalam Melaksanakan Standar Prosedur Operasional Pemasangan Infus terhadap Phlebitis Ince Maria, Erlin Kurnia KEPATUHAN PERAWAT DALAM MELAKSANAKAN STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL PEMASANGAN

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG TERAPI INFUS DENGAN KEJADIAN PLEBITIS DAN KENYAMANAN PASIEN DI RUANG RAWAT INAP DI RSUD INDRAMAYU

HUBUNGAN PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG TERAPI INFUS DENGAN KEJADIAN PLEBITIS DAN KENYAMANAN PASIEN DI RUANG RAWAT INAP DI RSUD INDRAMAYU HUBUNGAN PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG TERAPI INFUS DENGAN KEJADIAN PLEBITIS DAN KENYAMANAN PASIEN DI RUANG RAWAT INAP DI RSUD INDRAMAYU Wayunah STIKES Indramayu E-mail: mumet_plumbon@yahoo.co.id Abstract:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik, dan radiasi.

Lebih terperinci

TINDAKAN PERAWAT DALAM PENCEGAHAN INFEKSI NOSOKOMIAL LUKA PASCA BEDAH

TINDAKAN PERAWAT DALAM PENCEGAHAN INFEKSI NOSOKOMIAL LUKA PASCA BEDAH TINDAKAN PERAWAT DALAM PENCEGAHAN INFEKSI NOSOKOMIAL LUKA PASCA BEDAH Rahmat Ali Putra Hrp*Asrizal** *Mahasiswa **Dosen Departemen Keperawatan Medikal bedah Fakultas Keperawatan, Universitas Sumatera Utara

Lebih terperinci

PREVALENSI PHLEBITIS PADA PASIEN RAWAT INAP DENGAN INFUS DI RSUD TUGUREJO SEMARANG

PREVALENSI PHLEBITIS PADA PASIEN RAWAT INAP DENGAN INFUS DI RSUD TUGUREJO SEMARANG PREVALENSI PHLEBITIS PADA PASIEN RAWAT INAP DENGAN INFUS DI RSUD TUGUREJO SEMARANG Ika Nur Jannah 1), Suhartono 2), Mateus Sakundarno Adi 3) 1 Mahasiswa Peminatan Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan penelitian Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kohort deskriptif dengan metode pendekatan kuantitatif yang diarahkan untuk mengetahui kejadian phlebitis pada

Lebih terperinci

HUBUNGAN LAMA PEMASANGAN INFUS DENGAN KEJADIAN PLEBITIS DI SMC RS. TELOGOREJO

HUBUNGAN LAMA PEMASANGAN INFUS DENGAN KEJADIAN PLEBITIS DI SMC RS. TELOGOREJO HUBUNGAN LAMA PEMASANGAN INFUS DENGAN KEJADIAN PLEBITIS DI SMC RS. TELOGOREJO Suharti *) Hanifah Meira, Heny Udhiyah, Monica rizky **) *) Dosen Program Studi D3 Keperawatan STIKES Telogorejo Semarang **)

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada bab ini akan dibahas mengenai : Desain penelitian, populasi dan sampel, definisi operasional, tempat dan waktu penelitian, etika penelitian, tehnik pengumpulan data,

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA LOKASI PENUSUKAN INFUS DAN TINGKAT USIA DENGAN KEJADIAN FLEBITIS DI RUANG RAWAT INAP DEWASA RSUD TUGUREJO SEMARANG

HUBUNGAN ANTARA LOKASI PENUSUKAN INFUS DAN TINGKAT USIA DENGAN KEJADIAN FLEBITIS DI RUANG RAWAT INAP DEWASA RSUD TUGUREJO SEMARANG HUBUNGAN ANTARA LOKASI PENUSUKAN INFUS DAN TINGKAT USIA DENGAN KEJADIAN FLEBITIS DI RUANG RAWAT INAP DEWASA RSUD TUGUREJO SEMARANG Dewi Nurjanah**) Sri Puguh Kristiyawati**), Achmad Solechan**) *) Alumni

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Rumah sakit adalah suatu organisasi pelayanan sosial kemanusiaan. Secara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Rumah sakit adalah suatu organisasi pelayanan sosial kemanusiaan. Secara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah sakit adalah suatu organisasi pelayanan sosial kemanusiaan. Secara aktual pelayanan rumah sakit telah berkembang menjadi suatu industri yang berbasis pada prinsip

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Kelurahan Wongkaditi, Kecamatan Kota Utara, Kota Gorontalo. Rumah Sakit ini

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Kelurahan Wongkaditi, Kecamatan Kota Utara, Kota Gorontalo. Rumah Sakit ini BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Prof. Dr. Hi. Aloei Saboe Merupakan Rumah Sakit Umum (RSU) terbesar yang ada di Wilayah Provinsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan perpanjangan masa rawat inap bagi penderita. Risiko infeksi di

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan perpanjangan masa rawat inap bagi penderita. Risiko infeksi di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi masih merupakan salah satu penyebab utama kematian dan kesakitan di rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya. Di Indonesia, infeksi merupakan salah

Lebih terperinci

Universitas Tribhuwana Tunggadewi ABSTRAK

Universitas Tribhuwana Tunggadewi   ABSTRAK HUBUNGAN KEPATUHAN PERAWAT IGD DALAM MELAKSANAKAN SOP PEMASANGAN INFUS DENGAN KEJADIAN INFEKSI NOSOKOMIAL (PHLEBITIS) DI RSUD KOTABARU KALIMANTAN SELATAN Noviar Ridhani 1), Swito Prastiwi 2), Tri Nurmaningsih

Lebih terperinci

Hubungan Prosedur Pemasangan Infus dengan Kejadian Plebitis Di Rumah Sakit Umum Kabupaten Majene

Hubungan Prosedur Pemasangan Infus dengan Kejadian Plebitis Di Rumah Sakit Umum Kabupaten Majene Hubungan Prosedur Pemasangan Infus dengan Kejadian Plebitis Di Rumah Sakit Umum Kabupaten Majene Sastriani STIKES MARENDENG ABSTRAK Pencegahan dan kontrol infeksi penting untuk menciptakan lingkungan pelayanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perawat adalah tenaga medis yang selama 24 jam bersama dengan pasien yang dirawat di rumah sakit. Peran perawat sangat besar dalam proses penyembuhan pasien. Perawat

Lebih terperinci

HUBU GA KEPATUHA PERAWAT DALAM ME JALA KA SOP PEMASA GA I FUS DE GA KEJADIA PHLEBITIS

HUBU GA KEPATUHA PERAWAT DALAM ME JALA KA SOP PEMASA GA I FUS DE GA KEJADIA PHLEBITIS HUBU GA KEPATUHA PERAWAT DALAM ME JALA KA SOP PEMASA GA I FUS DE GA KEJADIA PHLEBITIS Dinna Triwidyawati * ), Sri Puguh Kristiyawati ** ), S. Eko Ch. Purnomo *** ) *) Mahasiswa Program Studi SI Ilmu Keperawatan

Lebih terperinci

HUBUNGAN TINGKAT KOMPETENSI PADA ASPEK KETRAMPILAN PEMASANGAN INFUS DENGAN ANGKA KEJADIAN PLEBITIS DI RSUD BANYUDONO KABUPATEN BOYOLALI

HUBUNGAN TINGKAT KOMPETENSI PADA ASPEK KETRAMPILAN PEMASANGAN INFUS DENGAN ANGKA KEJADIAN PLEBITIS DI RSUD BANYUDONO KABUPATEN BOYOLALI HUBUNGAN TINGKAT KOMPETENSI PADA ASPEK KETRAMPILAN PEMASANGAN INFUS DENGAN ANGKA KEJADIAN PLEBITIS DI RSUD BANYUDONO KABUPATEN BOYOLALI SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat Untuk meraih gelar Sarjana

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bengkak, streak formation dan atau terabanya Venous cord

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bengkak, streak formation dan atau terabanya Venous cord BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Flebitis 2.1.1 Pengertian Flebitis merupakan inflamasi pada pembuluh darah vena yang ditandai dengan adanya daerah yang nyeri, bengkak, streak formation dan atau terabanya Venous

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci : tingkat pendidikan, masa kerja perawat, tindakan pemasangan infus sesuai standart operating procedure

ABSTRAK. Kata kunci : tingkat pendidikan, masa kerja perawat, tindakan pemasangan infus sesuai standart operating procedure HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN DAN MASA KERJA PERAWAT DENGAN TINDAKAN PEMASANGAN INFUS SESUAI STANDART OPERATING PROCEDURE DI RS ROEMANI MUHAMMADIYAH SEMARANG 7 ABSTRAK Pemberian terapi intravena saat ini

Lebih terperinci

PERBANDINGAN ANGKA KEJADIAN FLEBITIS PADA PEMASANGAN KATETER INTRAVENA PADA TANGAN DOMINAN DENGAN NONDOMINAN DI RUMAH SAKIT PARU

PERBANDINGAN ANGKA KEJADIAN FLEBITIS PADA PEMASANGAN KATETER INTRAVENA PADA TANGAN DOMINAN DENGAN NONDOMINAN DI RUMAH SAKIT PARU PERBANDINGAN ANGKA KEJADIAN FLEBITIS PADA PEMASANGAN KATETER INTRAVENA PADA TANGAN DOMINAN DENGAN NONDOMINAN DI RUMAH SAKIT PARU dr. ARIO WIRAWAN SALATIGA SKRIPSI Disusun Oleh: Tino Dianto 462008004 PROGRAM

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG PEMASANGAN TERAPI INTRAVENA DENGAN ANGKA KEJADIAN FLEBITIS DI RUMAH SAKIT PANTI WILASA CITARUM SEMARANG

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG PEMASANGAN TERAPI INTRAVENA DENGAN ANGKA KEJADIAN FLEBITIS DI RUMAH SAKIT PANTI WILASA CITARUM SEMARANG HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG PEMASANGAN TERAPI INTRAVENA DENGAN ANGKA KEJADIAN FLEBITIS DI RUMAH SAKIT PANTI WILASA CITARUM SEMARANG SKRIPSI I Disusun Oleh : Narendra Aji Wicaksana 462007003

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA TEHNIK INSERSI DAN LOKASI PEMASANGAN KATETER INTRAVENA DENGAN KEJADIAN PHLEBITIS DI RSUD AMBARAWA

HUBUNGAN ANTARA TEHNIK INSERSI DAN LOKASI PEMASANGAN KATETER INTRAVENA DENGAN KEJADIAN PHLEBITIS DI RSUD AMBARAWA HUBUNGAN ANTARA TEHNIK INSERSI DAN LOKASI PEMASANGAN KATETER INTRAVENA DENGAN KEJADIAN PHLEBITIS DI RSUD AMBARAWA Ninik Lindayanti* Priyanto** *Perawat RSUD Ambarawa Kabupaten Semarang **Dosen STIKES Ngudi

Lebih terperinci

UPAYA PERAWAT DALAM PENCEGAHAN PHLEBITIS PADA PASIEN DI RUMAH SAKIT BAPTIS KEDIRI

UPAYA PERAWAT DALAM PENCEGAHAN PHLEBITIS PADA PASIEN DI RUMAH SAKIT BAPTIS KEDIRI Jurnal STIKES Vol. 7, No.2, Desember 2014 UPAYA PERAWAT DALAM PENCEGAHAN PHLEBITIS PADA PASIEN DI RUMAH SAKIT BAPTIS KEDIRI NURSE S IMPLEMENTATION IN PREVENTION OF PHLEBITIS TO PATIENTS IN BAPTIST HOSPITAL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa neonatus adalah masa kehidupan pertama diluar rahim sampai dengan usia

BAB I PENDAHULUAN. Masa neonatus adalah masa kehidupan pertama diluar rahim sampai dengan usia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa neonatus adalah masa kehidupan pertama diluar rahim sampai dengan usia 28 hari atau satu bulan,dimana pada masa ini terjadi proses pematangan organ, penyesuaian

Lebih terperinci

HUBU GA LAMA PEMASA GA I FUS DE GA KEJADIA PLEBITIS DI RSUD TUGUEJO SEMARA G ABSTRAK

HUBU GA LAMA PEMASA GA I FUS DE GA KEJADIA PLEBITIS DI RSUD TUGUEJO SEMARA G ABSTRAK HUBU GA LAMA PEMASA GA I FUS DE GA KEJADIA PLEBITIS *) DI RSUD TUGUEJO SEMARA G Indraningtyas Putri Purnamasari *) Ismonah **), Hendrajaya ***) Mahasiswa S1 Ilmu Keperawatan STIKES Telogorejo Semarang

Lebih terperinci

DAMPAK TERAPI INTRAVENA PADA BALITA BERDASAR VIP (VISUAL INFUSION PHLEBITIS) SCORE

DAMPAK TERAPI INTRAVENA PADA BALITA BERDASAR VIP (VISUAL INFUSION PHLEBITIS) SCORE DAMPAK TERAPI INTRAVENA PADA BALITA BERDASAR VIP (VISUAL INFUSION PHLEBITIS) SCORE (The Effects of Intravenous Therapy in Infants Based on the VIP (Visual Infusion Phlebitis) Score) Hernantika Rahmawati

Lebih terperinci

DAFTAR RIWAYAT HIDUP. : Ade Indriya Tempat/Tanggal Lahir : Medan / 15 Januari : TASBI blok J No. 12, Medan

DAFTAR RIWAYAT HIDUP. : Ade Indriya Tempat/Tanggal Lahir : Medan / 15 Januari : TASBI blok J No. 12, Medan Lampiran 1 DAFTAR RIWAYAT HIDUP Nama : Ade Indriya Tempat/Tanggal Lahir : Medan / 15 Januari 1991 Agama : Islam Alamat : TASBI blok J No. 12, Medan Riwayat Pendidikan : 1. Sekolah Dasar Swasta Bhayangkari

Lebih terperinci

GAMBARAN FAKTOR LETAK PEMASANGAN INFUS DAN JENIS PENYAKIT PADA KEJADIAN PLEBITIS DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN CIAMIS

GAMBARAN FAKTOR LETAK PEMASANGAN INFUS DAN JENIS PENYAKIT PADA KEJADIAN PLEBITIS DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN CIAMIS GAMBARAN FAKTOR LETAK PEMASANGAN INFUS DAN JENIS PENYAKIT PADA KEJADIAN PLEBITIS DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN CIAMIS SKRIPSI Diajukan Sebagai Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan Pada Program

Lebih terperinci

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PLEBITIS DI RUANG ANAK RSUD DR. R. SOETRASNO REMBANG

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PLEBITIS DI RUANG ANAK RSUD DR. R. SOETRASNO REMBANG FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PLEBITIS DI RUANG ANAK RSUD DR. R. SOETRASNO REMBANG Sri Hartni, Siti Fatimah ABSTRAK Latar belakang menurut Hinlay dalam Haji (2010) sebanyak 60 % pasien yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perawatan. Tindakan pemasangan infus akan berkualitas apabila dalam

BAB I PENDAHULUAN. perawatan. Tindakan pemasangan infus akan berkualitas apabila dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemasangan infus merupakan prosedur invasif dan merupakan tindakan yang sering dilakukan di rumah sakit. Namun, hal ini tinggi resiko terjadinya infeksi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terapi dan perawatan untuk dapat sembuh, dimana sebagian besar pasien yang

BAB I PENDAHULUAN. terapi dan perawatan untuk dapat sembuh, dimana sebagian besar pasien yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan semakin baiknya tingkat pendidikan dan keadaan sosial ekonomi masyarakat, kebutuhan dan tuntutan masyarakat akan pelayanan kesehatan telah bergeser kearah

Lebih terperinci

HUBUNGAN JARAK PEMASANGAN TERAPI INTRAVENA DARI PERSENDIAN TERHADAP WAKTU TERJADINYA FLEBITIS*

HUBUNGAN JARAK PEMASANGAN TERAPI INTRAVENA DARI PERSENDIAN TERHADAP WAKTU TERJADINYA FLEBITIS* PENELITIAN 1 HUBUNGAN JARAK PEMASANGAN TERAPI INTRAVENA DARI PERSENDIAN TERHADAP WAKTU TERJADINYA FLEBITIS* Dewi Gayatri, Hanny Handiyani** Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dinilai melalui berbagai indikator. Salah satunya adalah terhadap upaya

BAB 1 PENDAHULUAN. dinilai melalui berbagai indikator. Salah satunya adalah terhadap upaya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mutu pelayanan kesehatan khususnya keperawatan di rumah sakit dapat dinilai melalui berbagai indikator. Salah satunya adalah terhadap upaya pengendalian infeksi nosokomial

Lebih terperinci

TEHNIK ASEPTIK PEMASANGAN INFUS DENGAN KEJADIAN FLEBITIS PADA ANAK DI RSUD ZAINOEL ABIDIN ACEH

TEHNIK ASEPTIK PEMASANGAN INFUS DENGAN KEJADIAN FLEBITIS PADA ANAK DI RSUD ZAINOEL ABIDIN ACEH TEHNIK ASEPTIK PEMASANGAN INFUS DENGAN KEJADIAN FLEBITIS PADA ANAK DI RSUD ZAINOEL ABIDIN ACEH TECHNICAL INFUSION SETUP ASEPTIC PHLEBITIS EVENTS IN CHILDREN RSUD ZAINOEL ABIDIN ACEH Eli Yana ; Nurlela

Lebih terperinci

PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG TERAPI INFUS MEMENGARUHI KEJADIAN PLEBITIS DAN KENYAMANAN PASIEN

PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG TERAPI INFUS MEMENGARUHI KEJADIAN PLEBITIS DAN KENYAMANAN PASIEN Jurnal Keperawatan Indonesia, Volume 16 No.2, Juli 2013, hal 128-137 pissn 1410-4490, eissn 2354-9203 PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG TERAPI INFUS MEMENGARUHI KEJADIAN PLEBITIS DAN KENYAMANAN PASIEN Wayunah

Lebih terperinci

promotif (pembinaan kesehatan), preventif (pencegahan penyakit), kuratif (pengobatan penyakit) dan rehabilitatif (pemulihan kesehatan) serta dapat

promotif (pembinaan kesehatan), preventif (pencegahan penyakit), kuratif (pengobatan penyakit) dan rehabilitatif (pemulihan kesehatan) serta dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah sakit merupakan bagian dari sistem pelayanan kesehatan secara keseluruhan yang menyelenggarakan kegiatan pelayanan kesehatan yang bersifat promotif (pembinaan

Lebih terperinci

HUBUNGAN TERAPI CAIRAN INTRAVENA TERHADAP KEJADIAN PHLEBITIS DI IRNA BEDAH RSUD SELASIH KABUPATEN PELALAWAN. Neneng Fitria Ningsih S.Kep.M.

HUBUNGAN TERAPI CAIRAN INTRAVENA TERHADAP KEJADIAN PHLEBITIS DI IRNA BEDAH RSUD SELASIH KABUPATEN PELALAWAN. Neneng Fitria Ningsih S.Kep.M. HUBUNGAN TERAPI CAIRAN INTRAVENA TERHADAP KEJADIAN PHLEBITIS DI IRNA BEDAH RSUD SELASIH KABUPATEN PELALAWAN Neneng Fitria Ningsih S.Kep.M.Biomed Dosen S1 Keperawatan STIKes Tuanku Tambusai Riau ABSTRACT

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA PLEBITIS DI RSUD UNGARAN KABUPATEN SEMARANG ABSTRAK

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA PLEBITIS DI RSUD UNGARAN KABUPATEN SEMARANG ABSTRAK FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA PLEBITIS DI RSUD UNGARAN KABUPATEN SEMARANG Titin Nurhasanah*), Faridah Aini**), Abdul Wakhid***) *) Mahasiswa Program Studi Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Gambaran Demografi Responden Penelitian

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Gambaran Demografi Responden Penelitian BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Demografi Responden Penelitian Di dalam penelitian ini terdapat dua kategori responden yaitu 42 orang perawat dan 42 orang pasien yang sedang mendapatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut seorang pasien bisa mendapatkan berbagai penyakit lain. infeksi nosokomial (Darmadi, 2008, hlm.2).

BAB I PENDAHULUAN. tersebut seorang pasien bisa mendapatkan berbagai penyakit lain. infeksi nosokomial (Darmadi, 2008, hlm.2). 16 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Rumah sakit merupakan suatu tempat dimana banyak orang ingin mendapatkan perawatan yang baik dan ingin mendapatkan kesembuhan. Penyakit yang semula hanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagian besar penyakit yang menyebabkan penderita mencari pertolongan

BAB I PENDAHULUAN. sebagian besar penyakit yang menyebabkan penderita mencari pertolongan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gangguan pada saluran pencernaan (gastrointestinal) merupakan sebagian besar penyakit yang menyebabkan penderita mencari pertolongan medik. Kasus pada sistem gastrointestinal

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENDIDIKAN PERAWAT DENGAN KEPATUHAN PENERAPAN PROSEDUR TETAP PEMASANGAN INFUS DI RUANG RAWAT INAP RSDM SURAKARTA SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENDIDIKAN PERAWAT DENGAN KEPATUHAN PENERAPAN PROSEDUR TETAP PEMASANGAN INFUS DI RUANG RAWAT INAP RSDM SURAKARTA SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENDIDIKAN PERAWAT DENGAN KEPATUHAN PENERAPAN PROSEDUR TETAP PEMASANGAN INFUS DI RUANG RAWAT INAP RSDM SURAKARTA SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Meraih Derajat Sarjana

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN 3.1.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di ruang rawat inap (G2) Bedah RSUD Prof. DR. Aloei Saboe kota Gorontalo. 3.1.2 Waktu Penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Infeksi Nosokomial 1. Pengertian Infeksi nosokomial atau hospital acquired infection adalah infeksi yang didapat klien ketika klien tersebut masuk rumah sakit atau pernah dirawat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Infeksi nosokomial merupakan problem klinis yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Infeksi nosokomial merupakan problem klinis yang sangat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi nosokomial merupakan problem klinis yang sangat penting pada saat sekarang ini, karena akan menambah masa perawatan pasien di rumah sakit sekaligus akan memperberat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang, penyakit ini dapat mengenai semua umur baik laki-laki maupun

BAB I PENDAHULUAN. berkembang, penyakit ini dapat mengenai semua umur baik laki-laki maupun BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Apendicitis adalah peradangan dari apendiks vermiformis dan merupakan penyebab penyakit abdomen akut yang sering terjadi di negara berkembang, penyakit ini dapat mengenai

Lebih terperinci

PERBEDAAN PERILAKU POST OPERASI PADA PASIEN FRAKTUR YANG MENDAPATKAN KONSELING DAN YANG TIDAK MENDAPATKAN KONSELING PRE OPERASI

PERBEDAAN PERILAKU POST OPERASI PADA PASIEN FRAKTUR YANG MENDAPATKAN KONSELING DAN YANG TIDAK MENDAPATKAN KONSELING PRE OPERASI PERBEDAAN PERILAKU POST OPERASI PADA PASIEN FRAKTUR YANG MENDAPATKAN KONSELING DAN YANG TIDAK MENDAPATKAN KONSELING PRE OPERASI Anas Tamsuri*, Ahmad Subadi.** *) Dosen Akper Pamenang Pare **) Perawat Magang

Lebih terperinci

JURNAL STIKES. ISSN Volume 7, Nomor 1, Juli 2014, halaman DAFTAR ISI

JURNAL STIKES. ISSN Volume 7, Nomor 1, Juli 2014, halaman DAFTAR ISI JURNAL STIKES ISSN 2085-0921 Volume 7, Nomor 1, Juli 2014, halaman 1 102 DAFTAR ISI Pentingnya Sikap Pasien yang Positif dalam Pengelolaan Diabetes Mellitus Dotik Febriani Tri Sulistyarini Penurunan Kemampuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Pengertian Plebitis Pemberian terapi intravena tidak bisa lepas dari adanya komplikasi. Komplikasi yang bisa didapatkan dari pemberian terapi intravena adalah komplikasi sistemik

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilaksanakan di Wilayah Kerja Puskesmas Dulalowo Kota

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilaksanakan di Wilayah Kerja Puskesmas Dulalowo Kota BAB III METODE PENELITIAN 1.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan di Wilayah Kerja Puskesmas Dulalowo Kota Gorontalo selama ± 2 bulan mulai Mei s.d Juni 2013. 1.2 Desain Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 15 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia Rumah Sakit sebagai salah satu bagian sistem pelayanan kesehatan secara garis besar memberikan pelayanan untuk masyarakat berupa pelayanan kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit (RS) sebagai institusi pelayanan kesehatan, di dalamnya

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit (RS) sebagai institusi pelayanan kesehatan, di dalamnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah sakit (RS) sebagai institusi pelayanan kesehatan, di dalamnya terdapat bangunan, peralatan, manusia (petugas, pasien dan pengunjung) serta kegiatan pelayanan kesehatan.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. angka kejadian tindakan secsio caesarea, tempat, dan waktu dilaksanakannya

BAB III METODE PENELITIAN. angka kejadian tindakan secsio caesarea, tempat, dan waktu dilaksanakannya 22 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.1.1 Tempat Penelitian Tempat penelitian dilakukan di Rumah Sakit Aloei Saboe Kota Gorontalo dengan pertimbangan bahwa rumah sakit ini dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mutu pelayanan kesehatan khususnya keperawatan di Rumah Sakit dapat dinilai dari berbagai indikator. Salah satunya adalah penilaian terhadap upaya pengendalian infeksi

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PLEBITIS PADA PASIEN DI UNIT RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT ROEMANI SEMARANG 2006

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PLEBITIS PADA PASIEN DI UNIT RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT ROEMANI SEMARANG 2006 Faktor-faktor Yang Berhubungan... - M.Turmudhi; Eti Rimawati FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PLEBITIS PADA PASIEN DI UNIT RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT ROEMANI SEMARANG 2006 M.Turmudhi*); Eti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi kualitas hidup serta produktivitas seseorang. Penyakit penyakit

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi kualitas hidup serta produktivitas seseorang. Penyakit penyakit BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Penyakit degeneratif merupakan penyakit kronik menahun yang banyak mempengaruhi kualitas hidup serta produktivitas seseorang. Penyakit penyakit degeneratif tersebut

Lebih terperinci

Hubungan Kepatuhan Perawat dalam Cuci Tangan Enam Langkah Lima Momen dengan Kejadian Phlebitis di RSI Kendal.

Hubungan Kepatuhan Perawat dalam Cuci Tangan Enam Langkah Lima Momen dengan Kejadian Phlebitis di RSI Kendal. Hubungan Kepatuhan Perawat dalam Cuci Tangan Enam Langkah Lima Momen dengan Kejadian Phlebitis di RSI Kendal. Dwi Ari Mulyani 1, Tri Hartiti 2, Vivi Yosafianti P 3 1 Mahasiswa Program Studi S1 Keperawatan

Lebih terperinci

PEMBERIAN OBAT MELALUI IV TERHADAP KEJADIAN PLEBITIS PADA PASIEN RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT

PEMBERIAN OBAT MELALUI IV TERHADAP KEJADIAN PLEBITIS PADA PASIEN RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT PEMBERIAN OBAT MELALUI IV TERHADAP KEJADIAN PLEBITIS PADA PASIEN RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT GIVING MEDICINE THROUGH INTRAVENOUS TOWARDS INCIDENT OF PHLEBITIS TO HOSPITALIZED PATIENT IN HOSPITAL Winda Pratama

Lebih terperinci