PEMBUATAN KOMPOSIT POLIMER-KALSIUM FOSFAT KARBONAT: SPEKTROSKOPI SERAPAN ATOMIK, ULTRAVIOLET DAN FOURIER TRANSFORM INFRARED TAOFIK JASA LESMANA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PEMBUATAN KOMPOSIT POLIMER-KALSIUM FOSFAT KARBONAT: SPEKTROSKOPI SERAPAN ATOMIK, ULTRAVIOLET DAN FOURIER TRANSFORM INFRARED TAOFIK JASA LESMANA"

Transkripsi

1 PEMBUATAN KOMPOSIT POLIMER-KALSIUM FOSFAT KARBONAT: SPEKTROSKOPI SERAPAN ATOMIK, ULTRAVIOLET DAN FOURIER TRANSFORM INFRARED TAOFIK JASA LESMANA DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007

2 PEMBUATAN KOMPOSIT POLIMER-KALSIUM FOSFAT KARBONAT: SPEKTROSKOPI SERAPAN ATOMIK, ULTRAVIOLET DAN FOURIER TRANSFORM INFRARED TAOFIK JASA LESMANA DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007

3 ABSTRAK TAOFIK JASA LESMANA. Pembuatan Polimer Kalsium Fosfat Karbonat: Spektroskopi Serapan Atomik, Ultraviolet dan Fourier Transform Infrared. Dibimbing oleh KIAGUS DAHLAN dan YESSIE WIDYA SARI. Kalsium fosfat karbonat merupakan mineral penyusun tulang dan gigi. Kalsium fosfat karbonat, dalam dunia medis digunakan untuk inplantasi tulangtulang yang rusak. Kalsium fosfat karbonat yang akan diinplankan harus memiliki komposisi sesuai dengan komposisi tulang, yaitu mengandung matriks (30% b/b) dan mineral (70 % b/b). Sifat komponen penyusun komposit tersebut harus mengikuti metabolisme tubuh, sehingga memberikan syarat biocompatible, biodegradable, non toxic dan bioactive. Mineral dibuat dari NaHCO 3, Na 2 HPO 4.2H 2 O dan CaCl 2.2H 2 O, sedangkan matriks yang digunakan adalah polyglycolide, dibuat dari reaksi polimerisasi sodium chloroacetate pada suhu 191,5 0 C. Telah dilakukan penelitian dalam membuat komposit polimer kalsium fosfat karbonat melalui metode tetes vakum (1 ml), tetes non vakum (1 ml dan 2 ml) dan perbandingan massa matriks-mineral. Variasi metode dan konsentrasi yang digunakan menghasilkan kadar fosfat, karbonat, ion Ca dan fosfor yang berbeda-beda. Komposit yang dihasilkan dengan metode perbandingan massa mineral-matriks mengandung kadar ion fosfat, karbonat, Ca dan fosfor yang lebih banyak dari pada metode yang lainnya. Karakterisasi komposit polimer kalsium fosfat karbonat dengan menggunakan spektrometer FTIR (Fourier Transform Infra Red) bertujuan untuk melihat gugus fosfat dan karbonat pada komposit, spektrometer AAS digunakan untuk mengukur kadar ion Ca dan Na, sedangkan spektrometer UV-Vis digunakan untuk melihat kadar ion P. Kata kunci: polyglycolide, kalsium fosfat karbonat, sodium chloroacetate, FTIR dan AAS/UV-Vis.

4 PEMBUATAN KOMPOSIT POLIMER-KALSIUM FOSFAT KARBONAT: SPEKTROSKOPI SERAPAN ATOMIK, ULTRAVIOLET DAN FOURIER TRANSFORM INFRARED TAOFIK JASA LESMANA Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007

5 Judul : Pembuatan Komposit Polimer Kalsium Fosfat Karbonat: Spektroskopi Serapan Atomik, Ultraviolet dan Fourier Transform Infrared Nama : Taofik Jasa Lesmana NRP : G Menyetujui, Dr. Kiagus Dahlan Pembimbing I Yessie Widya Sari, M.Si Pembimbing II Mengetahui : Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor Prof. Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, MS NIP Tanggal Lulus:

6 Assalaamu alaikum Wr. Wb. PRAKATA Puji syukur hanyalah milik Allah SWT, atas segala izin, rahmat, kekuatan dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Pembuatan Komposit Polimer Kalsium Fosfat : Spektroskopi Serapan Atomik, Ultra Violet Dan Fourier Transform Infrared. Hasil penelitian ini disusun untuk memenuhi syarat menyelesaikan program pendidikan Sarjana Sains (S.Si) di Departemen Fisika, Fakultas matematika dan Ilmu pengetahuan Alam. Sholawat serta salam semoga tetap tercurah kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat dan umatnya sampai akhir zaman. Topik ini sangat baik dikembangkan di Indonesia dalam rangka penyediaan biomaterial untuk meningkatkan kemudahan dalam dunia medis. Penulis mengucapkan terima kasih kepada 1. Alloh SWT Rabb seluruh alam 2. Bapak Dr. Kiagus Dahlan dan Ibu Yessie Widya Sari, M.Si atas waktu yang telah diberikan untuk membimbing, memotivasi dan memeberikan saran yang sangat berharga. 3. Bapak Dr. Irzaman dan Ibu Mersi Kurniati, M.Si selaku dosen penguji yang banyak memberikan saran yang bermanfaat untuk masa depan. 4. Ibu/Bapak, Adik, dan keluarga tercinta di rumah yang senantiasa memberikan do a dan semangat. 5. Teman seperjuangan (Priyo P, Mba Arsi dan Pak Jum) 6. X Bara 3 (Adi P, Adi Y, Kusnadi, Awit, subhi) Soul (Syeikh Tah, D-not, Bang Marwan, Azis, Izhal, Priyo, Alwi dan Om Rud). 8. Mr. A. Zaim (my FTIR operator) yang selalu mendorong dan memberi semangat kepada penulis 9. Teman Fisika angkatan 38, 39, 41 dan 42. Semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat. Wassalaamu alaikum Wr. Wb Bogor, Mei 2007 Taofik Jasa Lesmana

7 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 20 Nopember 1984 dari pasangan Bapak Ende Sukandi dan Ibu Ida Hidayah. Penulis merupakan putra pertama dari dua bersaudara. Penulis menempuh pendidikan di SDN II Rancakole Bandung ( ), SLTPN 3 Ciparay Bandung ( ), SMUN I Ciparay Bandung ( ) dan tahun 2003 penulis masuk Ke Departemen Fisika Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI. Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah aktif sebagai staff di Departemen Instrumentasi dan Komunikasi Himpunan Mahasiswa Fisika (HIMAFI) perioda , Kadep Departemen Kerohanian Himpunan Mahasiswa Fisika (HIMAFI) perioda Penulis pernah menjadi asisten praktikum Fisika dasar pada tahun , asisten paraktikum Biofisika tahun 2006, asisten Fisika Lanjut tahun 2006 dan asisten Eksperimen Fisika tahun Penulis juga aktif mengajar Fisika di Bimbingan Belajar mahasiswa PC (Physics Challenge), Ampuh dan Bintang Pelajar, selain itu juga penulis aktif dalam beberapa pelatihan seperti pelatihan pembuatan WEB dan Macromedia Flash MX 2004 dan merakit PC.

8 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR... vii DAFTAR LAMPIRAN... vii PENDAHULUAN Latar Belakang... 1 Perumusan Masalah... 1 Tujuan... 1 Tempat dan Waktu Penelitian... 1 TINJAUAN PUSTAKA Matriks Polimer Berpori... 1 Komposit Polimer-Kalsium Fosfat Karbonat... 2 Pengaruh Ion Karbonat dalam Kristal Apatit... 3 Identifikasi Senyawa Kalsium Fosfat dengan Spektrometer Infrared... 3 Identifikasi Senyawa kalsium Fosfat dengan Spektrometer UV-Vis... 4 Identifikasi Senyawa Kalsium Fosfat dengan AAS... 4 BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat... 4 Metode Penelitian Pembuatan Matriks Polimer... 4 Pembuatan Matriks Polimer Berpori... 4 Presipitasi Polimer Kalsium Fosfat Karbonat... 4 Karakterisasi dengan Spektrometer Infrared... 5 Karakterisasi dengan Spektrometer AAS (Atomic Absorption Spetrometry) dan UV-Vis (Ultra Violet Visible)... 5 HASIL DAN PEMBAHASAN Polimerisasi Sodium Chloroacetate... 6 Analisis Kandungan Ca, Na dan P Menggunakan AAS dan Spektrometer UV-Vis... 6 Analisis gugus CO 3 2- dan PO 4 3- menggunakan spektrometer FTIR... 9 SIMPULAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 18

9 DAFTAR TABEL Halaman 1 Polimerisasi halogenoacetate Suhu ( o C) dan entalpi reaksi (KJ/mol) pada reaksi polimerisasi Variasi konsentrasi prekursor Perbandingan konsentrasi untuk setiap metode Perbandingan bilangan gelombang Polyglycolide (PGA) dengan sodium chloroacetate Perubahan massa Polyglycolide Kadar Ca, Na dan P dalam presipitat Nilai Ca/P Bilangan gelombang spektrum FTIR Pita serapan fosfat dan karbonat DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Unit sel dari struktur hidroksiapatit Diagram alir penelitian Hasil DSC sodium chloroacetate Spektra FTIR polyglycolide Spektra FTIR A 1, A 2, A 3 dan A Spektra FTIR B 1, B 2, B 3 dan B Spektra FTIR B a, B b, B c dan B d Spektra FTIR C 1, C 2, C 3 dan C SEM Sampel B XRD sampel B DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Set up percobaan metode tetes vakum dan non vakum Set up percobaan metode perbandingan massa matriks mineral Massa sampel dan hasil pengukuran AAS/UV-Vis terhadap ion Ca 2+, P 5+ dan Na Spektra FTIR sampel A 1, A 2, A 3 dan A Spektra FTIR sampel B 1, B 2, B 3 dan B Spektra FTIR sampel B a, B b, B c dan B d Spektra FTIR sampel C 1, C 2, C 3 dan C

10 10 PENDAHULUAN Latar Belakang Secara umum tubuh manusia tersusun oleh jaringan keras dan jaringan lunak. Tulang dan gigi termasuk jaringan keras yang merupakan organ biologi dinamik yang tersusun oleh sel aktif metabiologi yang terintegrasi ke dalam rangka yang kaku[1]. Dalam pertumbuhannya, tulang memerlukan banyak senyawa mineral. Senyawa mineral yang diperlukan untuk pertumbuhan banyak dikonsumsi dari luar tubuh seperti makanan dan susu. Senyawa mineral yang berada di dalam tulang pada umumnya berbentuk senyawa kalsium. Kalsium pada tulang berikatan dengan gugusgugus diantaranya fosfat, hidroksida, dan karbonat. Senyawa kalsium dalam tulang banyak berikatan dengan fosfat sehingga senyawanya dikenal dengan nama kalsium fosfat[2]. Senyawa kalsium fosfat pada tulang memberikan sifat keras dalam tulang, sehingga senyawa kalsium fosfat sangat penting bagi tulang. Dalam proses kalsifikasi, kalsium fosfat dalam jaringan keras akan semakin dewasa seiring dengan pertambahan umur. Pada usia muda tulang memiliki fasa amorf dalam jumlah yang lebih banyak, menunjukkan bahwa tulang masih tumbuh, sedangkan pada usia mencapai tua, tulang memiliki lebih banyak senyawa kalsium fosfat dalam bentuk kristal[2]. Senyawa kalsium fosfat dalam tulang hadir dalam dua fase, yaitu fase amorf dan fase kristal. Fase kristal senyawa kalsium fosfat yang paling stabil adalah hidroksiapatit (HAP), Ca 10 (PO 4 ) 6 (OH) 2. Selain gugus fosfat, hidroksida, dan karbonat, di dalam tulang juga terdapat unsur-unsur lain seperti Mg 2+, F -, Na +, dan Cl -, kehadiran unsur tersebut akan mengganggu hidroksiapatit. Adanya kerusakan pada tulang, seperti fraktur akibat kecelakaan dan penyakit, membutuhkan komposit biomaterial antara polimer dan keramik kalsium fosfat yang lebih biokompatibel sebagai substitusi tulang. Polimer yang cocok sebagai material tersebut salah satunya adalah polyglycolide (PGA). Polyglycolide (PGA) merupakan poliester yang sering digunakan dalam bidang kedokteran yang bersifat biokompatibel, non toxic, dan mudah terdegredasi di dalam tubuh[3]. Perumusan Masalah Polimer kalsium fosfat karbonat merupakan biomaterial yang dapat digunakan untuk menggantikan tulang. Biomaterial tersebut dapat mempermudah dalam pembedahan karena dapat langsung diinplankan ke dalam tubuh tanpa membutuhkan material yang dicangkok dari tulang lain yang sehat. Biomaterial yang dibutuhkan adalah campuran amorf dan kristal dengan ukuran kecil supaya biomaterial tersebut dapat mengikuti proses metabolisme dalam tubuh. Pada penelitian ini akan dilakukan penambahan gugus karbonat (CO 3 2- ) untuk mendapatkan kadar kasium fosfat yang sesuai dengan kondisi fisiologis tubuh. Kadar dan karakteristik senyawa kalsium fosfat karbonat dapat diidentifikasi dengan menggunakan spektrometer AAS, UV-Vis dan FTIR (Fourier Transform Infrared). Tujuan 1. Membuat matriks polyglycolide berpori dari sodium chloroacetate dengan proses reaksi kering. 2. Presipitasi kalsium fosfat karbonat pada polyglycolide untuk menghasilkan komposit polimer kalsium fosfat karbonat. 3. Karakterisasi sampel dengan menggunakan spektrometer FTIR (Fourier Transform Infra Red), AAS (Atomic Absorption Spectroscopy) dan UV-Vis (Ultra Violet Visible). Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biofisika, Departemen Fisika IPB Kampus IPB Darmaga. Karakterisasi dengan menggunakan spektrometer AAS dan UV-Vis di Laboratorium Terpadu IPB, FTIR dilakukan di pusat penelitian Biofarmaka. TINJAUAN PUSTAKA Matriks Polimer Berpori Matriks polimer berpori merupakan media tempat tumbuh apatit karbonat yang diharapkan dapat membentuk komposit biomaterial dengan kalsium fosfat yang bisa diinplankan langsung ke dalam tulang. Tulang merupakan organ tubuh yang sangat penting dalam menunjang kehidupan, oleh karena itu polimer yang akan menjadi media tempat tumbuh senyawa kalsium fosfat karbonat tersebut harus memenuhi beberapa syarat, yaitu dapat diterima oleh tubuh dan bisa beradaptasi dengan lingkungan biologis[3]. Polimer bertugas sebagai matriks yang keberadaannya dalam tubuh tidak diperlukan selamanya, setelah mineral apatit bersatu di dalam tulang dan membentuk tulang yang sehat, maka polimer tersebut akan hilang. Hal ini

11 2 memberikan syarat sifat biodegradable bagi polimer tersebut[3]. Polyglycolide (PGA) didapatkan dari reaksi polimerisasi halogenoacetate melaui reaksi kering. Terdapat berbagai jenis halogenoacetate di alam yang dapat menghasilkan polyglycolide dengan pori yang bervariasi. Pemilihan prekursor dan perlakuan mekanik yang tepat akan menghasilkan ukuran pori rata-rata yang berdiameter 0,3 dan 1,5 Logam Halida monovalen Cl Br I Li 211/+11,2 210/+16,6 220/ -a Na 198/-25,2 186/-23,4 204/-72 K 157/-40,3 171/-36,9 192/-23,5 Rb 120/-42,5 99/-25,4 114/-24,4 Ag 134/-64,2 78/-63,9 Tidak stabil μm[4]. Cs 25/- b 35/-26,9 86/-35,7 Polyglycolide didapatkan dengan mengeliminasi logam halida dari halogenoacetate pada suhu tertentu. Reaksi eliminasi halogenoacetat adalah: Tabel 2 Suhu ( o C) dan entalpi reaksi (KJ/mol) pada reaksi polimerisasi [4] a = Polimerisasi terjadi pada dua titik suhu yaitu 99 0 C dan C b = Polimerisasi terjadi pada suhu ruang M OOC CH X 1 + n n [ OOC CH ] MX 1) Halogenoacetate memiliki formula umum MOOCCH 2 X dengan M adalah logam monovalen dan X adalah halogen. Untuk mengetahui suhu polimerisasi telah dilakukan beberapa penelitian dengan menggunakan Differential Scanning Calorimetry(DSC), Thermogravimetry - Differential Thermal Analysis Mass Spectroscopy (TG-DTA-MS). Hasil karakterisasi memberikan informasi beberapa halogenoacetate yang dapat mengalami polimerisasi. Sodium chloroacetate akan mengalami polimerisasi pada suhu C (tabel 2). Hasil penelitian menunjukan pada suhu antara C C, struktur polyglycolide mencapai sempurna[4]. Diantara beberapa polimer yang ada, polyglycolide (PGA) merupakan polimer yang lebih biokompatibel dan paling mudah terdegredasi di dalam tubuh dengan air, reaksi enzim dan proses metabolisme tubuh[4]. Komposit Polimer-Kalsium Fosfat Karbonat Komposit biomaterial polimer-kalsium fosfat karbonat diharapkan dapat mengatasi kekurangan material allograf ataupun autograf Tabel 1 Polimerisasi halogenoacetate[4] Logam Halida monovalen Cl Br I Li Na K Rb Ag + + Tidak stabil Cs NH 4 + Tidak dipelajari Tidak dipelajari sebagai subtitusi pada tulang, sehingga dapat mengurangi penderitaan pada pasien. Secara umum penyusun komponen non organik pada tulang adalah kalsium fosfat. Senyawa kalsium fosfat memiliki dua fase, yaitu fase amorf dan kristal. Fase kalsium fosfat yang paling stabil. adalah hidroksiapatit (HAP)[5]. HAP memiliki sifat brittle dan keras untuk dibentuk, sedangkan polimer bersifat lentur, sehingga polimer sebagai matriks HAP harus memliki sifat sinergis antar keduanya. Senyawa kalsium fosfat dalam tulang memiliki karakteristik kristalinitas rendah dan non stoikiometri, yang disebabkan oleh kehadiran ion asing seperti Na +, H +, F -, Sr 2-, dan Mg 2+ yang masuk ke alam kisi kristal atau hanya berada pada permukaan kisi kristal[6]. Kalsium fosfat memiliki satu fase amorf yaitu kalsium fosfat amorf (KAF), dan empat kalsium fosfat berbentuk kristal yaitu: dikalsium fosfat (DKFD, CaHPO 4.2H 2 O), oktakalsium fosfat (OKF, Ca 8 H2 (PO 4 ).5H 2 O), trikalsium fosfat (TKF,Ca 3 (PO 4 ) 2 ) dan hidroksiapatit (HAP, Ca 10 (PO 4 ) 6 (OH) 2 ). Hidroksiapatit merupakan kristal paling stabil dibandingkan dengan empat fase yang lain. Hidroksiapatit memiliki struktur heksagonal dengan parameter kisi a = b = 9,42 A o dan 0 c = 6,88 A [5]. Pertumbuhan dan pendewasaan tulang berkaitan erat dengan konversi amorf kalsium fosfat menjadi kristal apatit. Pada proses konversi, pembentukan kristal apatit didahului dengan pembentukan kristal non apatit. Kehadiran ion karbonat dalam proses konversi tersebut telah diketahui berpengaruh pada morfologi kristal yang terbentuk, yaitu menyebabkan perubahan bentuk dan memperkecil ukuran kristal yang berpengaruh juga pada harga Ca/P.

12 3 a) b) Gambar 1 a) Unit sel dari struktur hidroksiapatit dan b) Struktur hidroksiapatit tampak atas. Kristal hidroksiapatit memiliki perbandingan Ca/P sebesar 1,67. Nilai ini bisa dihasilkan jika kondisi ph dan kadar kabonat dalam solusi larutan dapat terkontrol dengan baik[7]. Pada struktur kristal heksagonal senyawa kalsium fosfat stabil (hidroksiapatit), terdapat dua kristal atom kalsium yang berdiri sendiri di dalam unit sel (Gambar 1). Atom Ca(II) dikelilingi oleh 6 atom O yang dimiliki oleh gugus gugus PO 3-4 dan satu buah gugus OH -. Atom Ca(I) sedikit mendekati bentuk oktahedral yang dikelilingi oleh 6 atom O. Atom Ca(II) membentuk segitiga normal pada sumbu c. Segitiga Ca(II) menumpuk sepanjang sumbu c, berotasi 60 0 bersama. Dalam struktur hirdroksiapatit, gugus (OH) - tidak terdapat pada pusat, tatapi bergeser ke bagian atas atau ke bagian bawah dari pusat segitiga. Atom P dikelilingi oleh 4 atom O dan membentuk tetrahedral[8]. Pengaruh Ion Karbonat dalam Kristal Apatit Kehadiran ion karbonat ke dalam struktur HAP dapat menempati dua posisi, yaitu menggantikan gugus OH - yang akan membentuk apatit karbonat tipe A dan yang lainnya akan menggantikan gugus PO 4 3- membentuk apatit karbonat tipe B. Pada umumnya apatit biologi maupun sintesis yang diperoleh pada presipitasi suhu rendah adalah apatit tipe B, sedangkan apatit karbonat tipe A diperoleh dari reaksi padat pada suhu yang tinggi[6]. Hasil SEM, dan XRD menunjukan bahwa senyawa kalsium fosfat dalam tulang kelinci dan manusia berbentuk plat berdimensi A dan yang terbesar A, sedangkan ukuran kristal rata-rata paling kecil terjadi pada saat pembentukan kemudian meningkat saat pendewasaan[9]. Kristal HAP dihasilkan dari presipitasi larutan jenuh kalsium dan fosfat[10]. Kandungan kristal HAP dalam senyawa kalsium fosfat sangat dipengaruhi oleh ph larutan. Kehadiran ion karbonat pada pertumbuhan kristal apatit akan mengganggu proses pertumbuhan kristal kalsium fosfat[11]. Pada proses pertumbuhan senyawa kalsium fosfat di atas matriks organik, mucoza ampela ayam menunjukan bahwa senyawa kalsium fosfat yang timbul di atas matriks tersebut mempunyai karakteristik yang sesuai dengan kristal HAP dan apatit karbonat[12]. Identifikasi Senyawa Kalsium Fosfat karbonat dengan Spektrometer Infrared Spektrometer infrared dapat mengidentifikasi kandungan gugus kompleks senyawa kalsium fosfat, tetapi tidak digunakan untuk menentukan unsur-unsur penyusunnya. Gugus fungsi senyawa kalsium fosfat, yaitu PO 3-4, CO 2-3, dan OH Gugus PO 4 mempunyai empat mode vibrasi, yaitu: vibrasi stretching (ν 1 ) dengan bilangan gelombang sekitar 956 cm -1, vibrasi bending (ν 2 ) dengan bilangan gelombang sekitar cm -1, vibrasi asimetri stretching (ν 3 ) dengan bilangan gelombang sekitar cm -1 dan vibrasi asimetri bending (ν 4 ) dengan bilangan gelombang sekitar cm -1. Bentuk pita ν 3 dan ν 4 yang tidak simetri merupakan tanda bahwa senyawa kalsium fosfat tidak seluruhnya dalam bentuk amorf. Spektrum hidroksiapatit dapat diteliti yaitu pada ν 4 dalam bentuk belah dengan maksimum 562 cm -1 dan 602 cm -1. Pita absorbsi ν 3 mempunyai dua puncak maksimum yaitu pada bilangan gelombang 1090 cm -1 dan 1030 cm -1. Pita ν 1 dapat dilihat pada bilangan gelombang 960 cm -1 [13]. Pita absorbsi OH - dapat terlihat juga dalam spektrum hidroksiapatit yaitu disekitar 3576 cm -1 dan 632 cm -1. Air dapat hadir dalam kristal maupun pada permukaan kristal tersebut. Air di atas permukaan kristal apatit akan hilang dan tidak dapat balik pada pemanasan di bawah suhu C[14]. Pita serapan energi untuk gugus karbonat dapat diamati pada bilangan gelombang disekitar 1545, 1450, dan 890 cm -1. Kristal apatit tipe B

13 4 mempunyai daerah bilangan gelombang gelombang disekitar 1465, 1412, 873 cm -1 [13]. Identifikasi Senyawa Kalsium Fosfat karbonat dengan Spektrometer UV-Vis Spektrometer ini memanfaatkan panjang gelombang pada daerah ultraviolet dan cahaya tampak. Panjang gelombang dihasilkan oleh sumber lampu yang mempunyai panjang gelombang khusus, yaitu lampu deuterium, hidrogen, atau tungsen. Spektrometer ini dapat mengukur kadar fosfor dari senyawa kalsium fosfat, dengan menghitung nilai transmitansi dari sinar yang dilewatkan oleh larutan yang ingin diukur kadarnya. Besarnya transmitansi dari larutan akan menunjukan kadar penyusun senyawa tersebut sesuai dengan panjang gelombang yang digunakan[15]. Identifikasi Senyawa Kalsium Fosfat karbonat dengan AAS Spektrometer AAS untuk menentukan unsur-unsur logam dengan menggunakan prinsip penyerapan energi sinar atom. Energi tersebut berasal dari luar, yaitu lampu hollow cathode. Fenomena AAS dibagi menjadi dua proses, yaitu produksi atom bebas dari sampel dan serapan radiasi dari sumber luar atom. Serapan radiasi oleh atom bebas terjadi dari keadaan energi dasar (ground state). Biasanya transisi terjadi antara keadaan pertama dengan keadaan dasar, dikenal sebagai garis resonansi pertama. Garis resonansi pertama memiliki absortivitas yang paling tinggi. Atom-atom kalsium atau magnesium dalam larutan akan diuapkan dalam api dengan suhu tinggi, yang menyebabkan terurainya ikatan-ikatan kimia di dalam senyawa kalsium fosfat. Atom-atom tersebut akan menyerap sinar dari sumber lampu hollow cathode. Intensitas awal dan intensitas akhir dari sinar tersebut diukur. Banyaknya sinar yang diserap menunjukkan besarnya konsentrasi logam tersebut dalam larutan. BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Bahan yang digunakan mencakup sodium chloroacetate proanalisis, NaHCO 3(s) proanalisis, Na 2 HPO 4.2H 2 O (s) proanalisis, CaCl 2.2H 2 O (s) proanalisis, dengan variasi perbandingan konsentrasi terlihat pada tabel 3. Peralatan yang digunakan adalah buret, beaker glasss, statip, pengaduk, crucible (cawan keramik), alumunium foil, pipet mohr, magnetic strirrer, eksikator, hotplate, neraca analitik, kertas whatman, furnace, ph meter digital, buret, termometer digital, bulb, sample holder kaca, mould untuk membuat pelet matriks standar IR (infra merah), spektrometer AAS (Atomic Absorbtion Spectroscopy), FTIR (Fourier Transform Infrared), dan spektrometer UV-Vis (Ultraviolet-Visible). Metode Penelitian Pembuatan matriks polimer Sodium chloroacetate terlebih dahulu dikarakterisasi dengan menggunakan DSC (Differential Scanning Calorimetry) untuk mengetahui suhu polimerisasi bahan. Serbuk Sodium chloroacetate ditempatkan pada crucible dan dipanaskan pada furnace dalam suasana nitrogen sampai suhu polimerisasi. Setelah dipanaskan bahan tersebut digerus dengan dengan mortar. Pembuatan matriks polimer berpori Sodium chloroacetate yang telah dipanaskan digerus dengan mortar kemudian ditekan dengan tekanan standar IR (inframerah) membentuk pelet dengan diameter 13 mm dan tebal 3 mm. NaCl yang bercampur dengan PGA dihilangkan dengan pencucian mengunakan aquades hangat (triplo), kemudian divakum. Setelah divakum, pelet ditimbang, kemudian dicuci kembali sebanyak 3 kali, divakum, kemudian ditimbang. Proses ini dilakukan sampai massa pelet konstan Presipitasi komposit polimer-kalsium fosfat karbonat Metoda tetes vakum Larutan NaHCO 3(l) l ml dan NaHPO 4. 2H 2 O (l) 1 ml dicampur dan diteteskan di atas matriks kemudian diikuti CaCl 2.2H 2 O (l) 1 ml. Matriks PGA hasil presipitasi kemudian divakum pada tekanan 176 mmhg dan dikeringkan menggunakan furnace pada suhu C selama 10 jam. Metoda tetes non vakum Terdapat dua volume larutan prekursor yang digunakan 1 ml (B x ) dan 2 ml (B y ), x = 1, 2, 3,4 dan y = a, b, c, d. NaHCO 3(l) dicampur dengan larutan Na 2 HPO 4. 2H 2 O (l) dengan perbandingan konsentrasi sesuai dengan tabel 4. Larutan campuran diteteskan di atas matriks PGA berpori kemudian diikuti dengan penetesan larutan larutan CaCl 2.2H 2 O (l). Matriks yang telah dipresipitasi dikeringkan dengan furnace pada suhu C selama 10 jam.

14 5 Metode perbandingan massa matriks - mineral Larutan kalsium fosfat karbonat dibuat dengan mencampurkan larutan NaHPO 4. 2H 2 O (l) 50ml dan NaHCO 3(l) 50 ml dengan variasi konsentrasi sesuai dengan tabel 3 Larutan CaCl 2.2H 2 O 50 ml ditambahkan tetes demi tetes ke dalam larutan sambil diaduk dalam beaker glass dalam atmosfir N 2 dengan menggunakan magnetic stirrer di atas hotplate pada suhu 70 0 C. Nilai ph dipertahankan dengan mengunakan amoniak, ketika nilai ph kurang dari 7,4 diteteskan amoniak. Proses ini berakhir setelah CaCl 2.2H 2 O habis. Larutan kalsium fosfat karbonat hasil presipitasi kemudian diendapkan dan disaring menggunakan kertas whatman. Endapan hasil penyaringan kemudian dikeringkan menggunakan furnace pada suhu C selama 10 jam. Komposit dibuat dengan mencampurkan 30 % b/b matriks PGA 70 % b/b kalsium fosfat karbonat. Komposit tersebut kemudian dipress membentuk pellet dengan diameter 13 mm dan tebal 3 mm. NaCl di dalam komposit dihilangkan dengan mencuci komposit memakai aquades hangat (triplo). Komposit yang telah dicuci kemudian divakum dan ditimbang. Proses ini berakhir sampai massa komposit tetap. Kararakterisai dengan spektrometer infrared Dua miligram pelet hasil presifitasi yang sudah kering dicampur dengan 100 mg KBr, dibuat pelet IR (inframerah). Bilangan gelombang yang digunakan adalah cm -1. Karakterisasi dengan AAS (Atomic Absorption Spectroscopy) dan Spektrometer UV-Vis (Ultra Violet Visible) Spektrometer UV-Vis digunakan untuk mengukur fosfor (P), dan AAS digunakan untuk mengukur kadar Ca dan Na. Langkah pertama dalam karakterisasi adalah preparasi sampel. Sampel ditimbang sebanyak 0,1 0,3 gram ditambah 3,5 ml asam nitrat pekat (H 2 NO 3 ) ditambah (HClO 4 ) lalu didiamkan semalam. Sampel didestruksi pada suhu C selama 1 jam, suhu dinaikan menjadi C selama 2 jam, kemudian dinaikan lagi menjadi C selama 1 jam. Sampel didinginkan lalu diencerkan dengan 100 ml air. Sampel dikocok lalu diendapkan 1 malam. Ekstrak jernih di ukur. Pengukuran Ca dilakukan dengan menambahkan 4,5 ml air ke dalam ekstrak kemudian ditambah CaCl 3 lalu dikocok. Setelah itu kandungan Ca diukur dengan AAS dengan panjang gelombang 422,3 nm - 422,7 nm. Pengukuran PO 4, Sebanyak 0,5 ml ekstrak ditambah 4,5 ml air ditambah pereaksi P lalu dikocok dan didiamkan 1,5 jam. Kemudian diukur dengan menggunakan spektrometer UV-Vis dengan panjang gelombang 693 nm. Besarnya konsentrasi masing-masing ion dihitung dengan persamaan: V ( C B ).P 2) X = M X= konsentrasi ion (ppm) V = Volume larutan (ml) C = Konsentrasi (ppm) B = Konsentrasi blanko P = Pengenceran M = Massa sampel (gram) Tabel 3 Variasi konsentrasi prekursor [NaHCO 3 ] M [Na 2 HPO 4.2H 2 O] M [CaCl 2.2H 2 O] M 1 0,50 0,50 1 0,25 0,25 1 0,50 0,84 1 0,25 0,41 Tabel 4 Perbandingan konsentrasi untuk setiap metode Konsentrasi prekursor (M) Kode sampel [Ca] : [PO 4 ] : [CO 3 ] A B C B x By 0,50 : 0,50 : 1 A 1 B 1 Ba C 1 0, 25 : 0,25 : 1 A 2 B 2 B b C 2 0, 84 : 0,50: 1 A 3 B 3 Bc C 3 0, 42 : 0,25 : 1 A 4 B 4 B d C 4 A = Metoda tetes vakum B = Metoda tetes non vakum C = Metoda perbandingan massa matriks dan mineral

15 6 Penelusuran literatur dan penyediaan alat dan bahan Siap? Karakterisasi DSC Pembuatan matriks Karakterisasi FTIR Berhasil? Presipitasi komposit kalsium fosfat karbonat Karakterisasi FTIR, UV-Vis dan AAS Berhasil? Pengambilan data dan analisis Penulisan laporan Tidak Tidak Tidak Gambar 2 Diagram alir penelitian. HASIL DAN PEMBAHASAN Polimerisasi sodium chloroacetate Sodium chlorocetate merupakan salah satu halogenoacetate yang dapat mengalami polimerisasi ketika dipanaskan. Suhu polimerisasi sodium chloroacetate diketahui dengan menggunakan differential scanning calorimentry (DSC). Hasil DSC menunjukkan suhu polimersasi sodium chloroacetate yang digunakan sebesar 191,5 0 C (gambar 3). Puncak eksoterm pada suhu 191,5 0 C merupakan tanda bahwa sodium chloroacetate mengalami reaksi polimerisasi. Polimer yang terbentuk dari hasil reaksi polimerisasi adalah polyglycolide (PGA) dan hasil reaksi sampingnya adalah garam (NaCl). Hasil FTIR (gambar 4) menunjukkan bahwa polyglycolide (PGA) terbentuk ketika sodium chloroacetate dipanaskan pada suhu 191,5 0 C ditunjukan dengan adanya puncak milik polygycolide (PGA). Tabel 5 memperlihatkan perbandingan bilangan gelombang milik sodium chloroacetate dengan polyglycolide (PGA). Tidak ditemukan pada spektum FTIR bilangan gelombang milik sodium chlroacetate hal ini menunjukkan bahwa sodium chlroacetate telah mengalami reaksi polimerisasi membentuk polyglycolide (PGA) dan NaCl. Polyglycolide (PGA) berpori (porous polyglycolide) didapatkan dengan cara mencuci Polyglycolide menggunakan aquadest sebanyak tiga kali. NaCl pada PGA akan larut di dalam air dan meninggalkan lubang berupa pori. Tabel 6 menyajikan berat PGA hasil pencucian. Tabel 6 memperlihatkan bahwa setiap matriks rata-rata massanya berkurang sekitar 0,045 gram atau 1/11 berat awal. Sedikitnya berat NaCl yang larut disebabkan oleh permukaan matriks yang menutupi NaCl bagian dalam sehingga NaCl di bagian dalam matriks sulit untuk larut dan hanya NaCl yang berada pada bagian permukaan matriks saja yang larut di dalam air. Kelarutan NaCl yang kecil akan menambah kadar Na dalam presipitat. Hasil AAS memperlihatkan rata-rata setiap presipitat masih mengandung kadar Na yang cukup besar ditunjukkan dengan % berat Na dalam presipitat yang lebih besar dari pada Ca dan P (tabel 7). Kelarutan NaCl dalam air yang kecil akan menghasilkan jumlah dan distribusi pori pada matriks tidak merata. Pembentukan jumlah pori yang sedikit akan menghambat masuknya molekul-molekul prekursor ke dalam matriks. Waktu pencucian yang lama merupakan salah satu cara untuk menghasilkan jumlah pori yang besar, tetapi karena polyglycolide (PGA) merupakan polimer yang hidrofilik maka lamanya waktu pencucian akan menyebabkan kerusakan pada struktur matriks. Analisis kandungan Ca 2+, Na + dan P 5+ menggunakan AAS dan spektrometer UV- Vis Spektrometer AAS digunakan untuk mengidentifikasi kation-kation yang berada pada komposit polimer kalsium fosfat karbonat. Ion ion tersebut adalah Na + dan Ca 2+, sedangkan spektrometer UV-Vis digunakan untuk mengidentifikasi ion PP5+. Telah dilakukan tiga metode untuk menghasilkan komposit polimer kalsium fosfat karbonat yaitu: metode tetes vakum (A), (B) metode tetes non vakum (B) dan (C) metode perbandingan massa matriks - mineral (C). Tabel 7 memperlihatkan hasil pengukuran AAS dan UV-Vis terhadap Ca 2+, Na + dan P 5+ P.

16 7 Gambar 3 Hasil DSC sodium chloroacetate. Tabel 5 Perbandingan bilangan gelombang polyglycolide (PGA) dengan sodium chloroacetat Gugus Bilangan gelombang (cm -1 ) Polyglycolide (PGA) [21] Sodium chlorocetate Polyglycolide (PGA) C H 2962/ / /2995 C = O dalam ester C = O gugus acetate COO, C H C OH , 904, 809, 628, , 771, 674, , 904, 809, 628, 594 C O Tabel 6 Perubahan massa polyglycolide Ulangan Massa sampel (gram) s.a s.b s.c s.d 0 0,50 0,50 0,50 0,50 1 0,49 0,47 0,49 0,49 2 0,47 0,46 0,48 0,48 3 0,46 0,45 0,47 0,47 4 0,46 0,45 0,46 0,46 5 0,46 0,44 0,45 0,46 6 0,46 0,44 0,45 0,46 Gambar 4 Spektra FTIR polyglycolide.

17 8 Tabel 7 Kadar Ca, Na dan P dalam presipitat Kode sampel Ca (% berat) P (% berat) Na (% berat) A 1 0,450 0,000 15,02 A 2 0,210 0,000 14,34 A 3 0,810 0,000 14,23 A 4 0,310 0,000 16,44 BB1 1,470 0,000 14,75 BB2 0,340 0,000 15,59 BB3 0,850 0,000 16,61 BB4 0,850 0,000 17,16 BBa 2,110 0,070 9,820 BBb 0,970 0,029 7,140 BBc 2,810 0,043 9,140 BBd 2,620 0,032 5,750 C 1 32,55 0,029 4,230 C 2 34,48 0,160 4,450 C 3 32,15 8,010 3,330 C 4 30,52 0,122 3,960 Tabel 8 Nilai Ca/P Kode sampel Jumlah partikel x Ca P Ca/P A 1 6,67 0,000 A 2 3,16 0,000 A 3 1,22 0,000 A 4 4,66 0,000 BB1 22,0 0,000 BB2 5,11 0,000 BB3 12,7 0,000 BB4 12,7 0,000 BBa 31,7 1,40 22,30 BBb 14,6 0,58 25,07 BBc 42,3 0,86 49,00 BBd 39,4 0,64 54,00 C ,03 818,4 C ,19 157,28 C ,00 C ,30 187,90

18 B, 9 Hasil pengukuran spektrometer AAS (tabel 7) terlihat bahwa pada sampel A 1 A 4, BB1 - B 4 dan B a B d kadar ion terbesar yang + terkandung dalam sampel adalah Na. Sumber + Na di dalam sampel berasal dari NaHCO3, Na 2 HPO 4.2H 2 O dan matriks. Pada metode tetes kadar Na yang terlalu besar pada matriks akan menghambat proses pembentukan komposit polimer kalsium fosfat karbonat, karena saat larutan prekursor diteteskan di atas matriks, + 2+ Na akan menghambat masuknya Ca dan PO4 3- ke dalam pori matriks. Sampel A 1 A 4 merupakan komposit yang dibuat dengan metode tetes vakum dengan tujuan mengeliminasi kadar air dalam presipitat. Perbedaan antara sampel A 1 A 4 dengan sampel B 1 B 4 terletak pada kadar Ca 2+ di dalam presipitat. Kadar Ca 2+ dalam A 1 A 4 lebih sedikit dibanding dengan B 1 B 4, hal ini disebabkan saat preoses vakum, terdapat ionion Ca 2+ tertarik ke luar tabung vakum (tabel 7). Kadar P 5+ dalam sampel A 1 A 4 dan B 1 BB4 adalah nol, hal ini disebabkan oleh kelarutan 5+ P yang cukup besar dalam larutan NaCl saat preparasi sampel uji UV-Vis. Kadar Na yang besar di dalam sampel A1 A 4 dan B 1 B 4 menandakan bahwa masih banyak NaCl di dalam presipitat (tabel 7). Peluang keberadaan 5+ P dalam presipitat dapat diperbesar dengan 5+ meningkatkan volume prekursor P. Volume prekursor yang digunakan pada sampel Ba B d adalah lebih besar dibandingkan dengan sampel A 1 A 4 dan B 1 B 4, sehingga 5+ peluang kadar P dalam presipitat Ba B d lebih besar dari pada A 1 A 4 dan B 1 B 4 (tabel 7). 2- Rasio konsentrasi CO 3 terhadap 3- konsentrasi PO 4 dapat mempengaruhi kadar P 5+ dalam presipitat. Semakin besar perbedaan 2- konsentrasi CO 3 terhadap konsentrasi PO 3-4, 3- maka semakin banyak PO 4 yang digantikan oleh CO Rasio konsentrasi CO 3 tehadap 3- PO 4 pada sampel B a lebih kecil dari pada sampel B b sehingga kadar PP5+ dalam sampel B b lebih sedikit dibandingkan dengan sampel B a, hal yang sama terjadi juga pada sampel B c dan B d rasio konsentrasi CO terhadap PO 4 sampel B c lebih kecil dibanding dengan sampel 5+ B db, sehingga kadar P dalam sampel Bd lebih kecil dibanding sampel B c (tabel 7). Rasio konsentrasi prekursor Ca dan PP pada sampel B a dan B b adalah sama tetapi tidak menghasilkan nilai Ca/P yang sama, hal ini terjadi karena adanya pengaruh karbonat yang dapat mengantikan gugus fosfat dalam presipitat. Pengaruh ion karbonat juga telihat pada sampel Bc dan B d, meskipun perbandingan Ca/P telah dikondisikan sebesar 1,67 namun tetap nilai Ca/P hasil presipitasi berbeda (tabel 8). Kadar Ca 2+ dan P 5+ pada sampel C 1 C 4 (tabel 7) bervariasi sesuai dengan variasi konsentrasi setiap prekursor. Sampel C 1, C 2 dan C 4 memiliki nilai Ca/P yang sangat besar dari pada sampel. Nilai Ca/P yang besar pada sampel C 1, C 2 dan C 4 dapat disebabkan 3- larutnya PO 4 pada saat pencucian komposit dalam air untuk menghilangkan NaCl dari 3- presipitat, hal ini disebabkan PO 4 memiliki kelarutan yang cukup besar di dalam larutan yang mengandung garam[22]. Sampel C 3 menghasilkan nilai Ca/P sebesar 3,1 hal ini terjadi karena selain dikondisikan konsentrasi prekursor mendekati Ca/P = 1,6 juga disebabkan oleh kandungan Na dalam sampel yang paling kecil dibanding dengan semua sampel. Komposit polimer kalsium fosfat karbonat yang terbentuk pada sampel C 3 bersifat amorf dan memilki karakter apatit karbonat tipe B, karena nilai Ca/P nya lebih dari 1, Analisis gugus CO 3 dan PO 4 menggunakan spektrometer FTIR Hasil spektra FTIR (gambar 5) tidak 2- menunjukkan puncak milik gugus CO 3 dan 3- PO 4 pada setiap sampel. Puncak yang muncul didominasi oleh puncak gugus-gugus yang dimiliki oleh polyglycolide dan hidroksil. Polyglycolide terletak pada bilangan gelombang : 2992/2961 cm -1 (C-H), 1744 cm -1 (C=O), 1096 cm -1 (C-OH), 1420 cm -1 (COO,C- O), 1229 cm -1 (C-O), 1630 cm -1 (C=O), (974, 904, 808, 628 dan 594) cm -1. Hidroksil (O-H) terletak pada bilangan gelombang ( ) cm Gugus PO 4 dan CO 2-3 tidak ditemukan pada spektra FTIR. Faktor penyebabnya antara lain: 1. Jumlah pori pada matriks sangat kecil dan penyebarannya tidak merata, sehingga menyebabkan molekul pembentuk HAP terhambat untuk masuk ke dalam pori-pori matriks. 2. Jumlah pori yang sedikit menyebabkan pertumbuhan HAP terjadi di atas permukaan matriks, sehingga pada saat divakum banyak molekul-molekul HAP yang tertarik oleh udara ke luar tabung vakum. 3. Distribusi pori yang tidak merata menyebabkan pertumbuhan HAP di dalam matriks tidak homogen, sehingga sample yang diambil untuk uji optik (FTIR) kemungkinan bukan bagian matriks yang ditumbuhi oleh HAP. Sampel A 1, A 2, A 3 dan A 4 (gambar 5) memiliki pola spektrum FTIR dengan bilangan

19 10 gelombang yang sama. Hal ini menunjukkan bahwa variasi konsentrasi prekursor yang digunakan tidak menimbulkan pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan apatit karbonat di atas matriks. A 1 A 2 A 3 A 4 Gambar 5 Spektra FTIR sampel A 1, A 2, A 3 dan A 4.

20 11 Hasil spektra FTIR komposit menunjukkan 3- PO 4 tidak ditemukan pada sampel B 1 B 4 kecuali pada sampel B 2 terdapat vibrasi 3- bending (ν 2 ) milik PO 4 pada bilangan gelombang (433,6 468,6) cm -1. Intensitas ν 2 PO 3-4 pada sampel B 2 menunjukkan rendahnya kadar PO 3-4 pada sampel, hal ini sesuai dengan hasil UV-Vis (tabel 7). Secara umum bilangan gelombang yang muncul pada sampel B 1 BB4 sama dengan bilangan gelombang yang ada pada komposit dengan metode tetes vakum (A 1 -A 4 ). Bentuk spektra dan bilangan gelombang yang sama antara metode tetes vakum (A 1 -A 4 ) dengan metode tetes non vakum (B 1B B 4 ) disebabkan oleh konsentrasi dan volume prekursor yang digunakan pada ke dua metode ini sama. Spektra FTIR komposit menunjukkan baik 2-3- CO 3 dan PO 4 tidak ditemukan pada sampel BBa - B d kecuali pada sampel B a terdapat vibrasi 3- bending (ν 2 ) milik PO 4 pada bilangan -1 gelombang ( 435,89 cm ). B 1 B 2 B 3 B 4 Gambar 6 Spektra FTIR sampel B 1, B 2, B 3 dan B 4.

21 12 Tabel 9 menunjukkan bahwa hampir semua bilangan gelombang yang muncul didominasi oleh bilangan gelombang milik gugus polyglycolide (PGA), kecuali pada bilangan gelombang di sekitar cm -1 memungkinkan dapat dimiliki oleh gugus (COO, C-H) dan CO 2-3. Hal ini disebabkan 2- gugus CO 3 memiliki spektra di sekitar bilangan cm -1. Kadar COO, C-H yang besar dalam presipitat memungkinkan spektra FTIR COO, C-H menutupi spektra FTIR CO Tidak adanya gugus fosfat pada spektra FTIR menunjukkan bahwa pembentukan komposit polimer kalsium fosfat karbonat dengan metode tetes vakum dan tetes non vakum tidak terjadi secara merata ke seluruh bagian martiks. B a B b B c B d Gambar 7 Spektra FTIR sampel B a, B b, B c dan B d.

22 13 Tabel 9 Bilangan gelombang spektrum FTIR Kode sampel Gugus Bilangan gelombang (cm -1 ) A 1 (O-H), (C-H), (CH 2 ), (C=O gugus ester), (C=O ujung gugus asetat), (COO,C-H/ CO 3 2- ), (C-O dalam ester), (C-OH) ( ), (2993/2961), (2885), (1745), (1626), (1417), (1203), (1095), (974, 904, 810, 628, 594) A 2 (O-H), (C-H), (CH 2 ), (C=O gugus ester), (C=O ujung gugus asetat), (C=O), (COO,C-H/ CO 3 2- ), (C-O dalam ester), (C-OH) ( ), (2992/2961), (2885), (1745), (1626), (1585) (1417), (1203), (1095), (974, 904, 810, 628, 594) A 3 A 4 (O-H), (C-H), (CH 2 ), (C=O gugus ester), (C=O ujung gugus asetat), (C=O), (COO,C-H / CO 3 2- ), (C-O dalam ester), (C-OH) O-H), (C-H), (CH 2 ), (C=O gugus ester), (C=O ujung gugus asetat), (C=O), (COO,C-H/ CO 3 2- ), (C-O dalam ester), (C-OH) (3435), (2993/2961), (2885), (1745), (1629), (1585) (1419), (1205), (1094), (973, 903, 809,, 628, 594). (3437), (2993/2961), (2885), (1747), (1629), (1585) (1419), (1211), (1094), (973, 903, 809,, 628, 594). B 1 B 2 B 3 B 4 (O-H), (C-H), (CH 2 ), (C=O gugus ester), (C=O ujung gugus asetat), (C=O), (COO,C-H/ CO 3 2- ), (C-O dalam ester), (C-OH) (O-H), (C-H), CH 2 ), (C=O gugus ester), (C=O ujung gugus asetat), (COO,C-H/ CO 3 2- ), (C-O dalam ester), (C-OH,), (ν 2 ) PO 4 3- (O-H), (C-H), (CH 2 ), (C=O gugus ester), (C=O ujung gugus asetat), (COO,C-H/ CO 3 2- ), (C-O dalam ester), (C-OH) (O-H), (C-H), (CH 2 ), (PH), (C=O gugus ester), (C=O ujung gugus asetat), (COO,C-H/ CO 3 2- ), (C-O dalam ester), (C-OH) (3414), (2993/2961), (2885), (1745), (1629), (1585) (1419), (1209), (1094), (973, 903, 809,, 628, 594). ( ), (2993/2961), (2885), (1747), 1625), (1417), (1203), (1094), (973), 903, 810, 628, 594, (433, ) (3435), (2992/2961), (2885), (1747), (1624), (1419), (1205), (1094), (973, 904, 809, 712, 628, 594) (3435), (2992/2961), (2925, 2885), ( ,37), (1747), (1624), (1419), (1202), (1094), (973, 903, 809, 669, 628, 594) B a B b B c B d (O-H), (C-H), (CH 2 ), (C=O gugus ester), (C=O ujung gugus asetat), (COO,C-H/ CO 3 2- ), (C-H) (C-O dalam ester), (C-OH), ((ν 2 ) PO 4 3- ) (O-H), (C-H), (CH 2 ), (C=O gugus ester), (C=O ujung gugus asetat), (COO,C-H/ CO 3 2- ), (C-O dalam ester), (C-OH) (O-H), (C-H), (CH 2 ), (C=O gugus ester), (C=O ujung gugus asetat), (COO,C-H/ CO 3 2- ), (C-O dalam ester), (C-OH) (O-H), (C-H), (CH 2 ), (C=O gugus ester), (C=O ujung gugus asetat), (COO,C-H/ CO 3 2- ), (C-O dalam ester), (C-OH) (3448), (2992/2961), (2885, 2985), (1747), (1629), (1417), (1384), (1211), (1094), (973, 903, 809, 628, 594), (435,89) (3436), (2992/2961), (2885), (1745), (1629), (1417), (1203), (1095), (974, 904, 810, 628, 594) ( ), (2993/2961), (2985, 2885), (1745), (1627), (1419), (1203), (1095), (973, 904, 810, 628, 594) (3435), (2992/2962), ( ), (1745), (1629), (1419), (1203), (1094), (973, 904, 810, 628, 594)

23 14 Sampel C 1 - C 4 dibuat dengan mencampurkan 30 % b/b matriks dan 70 % b/b mineral. Hasil spektra FTIR (gambar 8) menunjukkan bahwa semua sampel memiliki gugus fosfat dan karbonat. Bilangan gelombang fosfat dan karbonat setiap sampel disajikan pada tabel 10. Pola spektra FTIR menunjukkan bahwa pita serapan fosfat ν 3 sampel C 2 lebih asimetri dibandingkan dengan pita serapan fosfat ν 3 sampel C 1 dan daya belah pita serapan fosfat ν 4 sampel C 2 lebih besar dari pada sampel C 1, hal ini menunjukkan bahwa sampel C 2 lebih kristal dari pada sampel C 1. Sifat kristal sampel C 2 disebabkan oleh sedikitnya gugus fosfat yang digantikan oleh gugus karbonat. Bilangan gelombang 1215,08 cm -1 muncul pada sampel C 2 berasal dari polyglycolide yaitu milik C O. C 1 C 2 C 3 C 4 Gambar 8 Spektra FTIR sampel C 1, C 2, C 3 dan C 4.

24 15 Pita serapan fosfat ν 3 sampel C 3 lebih asimetri dibanding pita serapan fosfat ν 3 sampel C 4 dan daya belah pita serapan ν 4 sampel C 3 lebih besar dari pada sampel C 4, hal ini menunjukkan bahwa sampel C 3 lebih kristal dibanding dengan sampel C 4. Derajat kekeristalan C 3 lebih besar dibanding sampel C 4 disebabkan oleh rasio konsentrasi karbonat terhadap fosfat sampel C 3 lebih kecil dari pada sampel C 4, sehingga lebih sedikit gugus fosfat pada sampel C 3 yang digantikan oleh gugus karbonat Pada sampel C 3 bilangan gelombang 1215,8 cm -1 muncul berasal dari gugus C O milik polyglycolide. Pita serapan (ν 2 ) dan (ν 3 ) karbonat disekitar 871,77 cm -1 dan 1465,8 cm -1 pada sampel (gambar 14) memperlihatkan bahwa pada peresipitat yang terbentuk adalah apatit karbonat tipe B. Semua hasil karakterisasi AAS/UV-Vis dan FTIR menunjukkan bahwa pembentukan komposit polimer kalsium fosfat karbonat melalui metode tetes vakum, tetes non vakum dan metode perbandingan massa matriks-mineral kurang menghasilkan bentuk yang optimal. Hambatan utama dalam membentuk komposit melalui metode tetes vakum dan tetes non vakum adalah sedikitnya jumlah pori yang terbentuk pada matriks, sehingga menyebabkan proses penumbuhan apatit karbonat dalam matriks tidak merata ke seluruh bagian atau hanya sebagian kecil saja dari bagian matriks yang ditumbuhi oleh apatit karbonat. Jumlah cuplikan yang diambil pada saat analisis AAS/UV-Vis dan FTIR hanya sebagian kecil dari presipitat yang ada, hal ini memungkinkan bagian yang diambil untuk dianalisis bukan bagian yang ditumbuhi oleh apatit karbonat. SEM (scanning electron microscopy) dan XRD (X-ray difraction) merupakan alat untuk menganalisis struktur bahan. Bagian bahan yang dianalisis oleh SEM dan XRD adalah seluruh bagian bahan. Hasil SEM (gambar 9) sampel B 2 menunjukkan terdapat apatit karbonat yang diperlihatkan dengan hadirnya campuran amorf dan kristal-kristal kecil yang tajam. Hal ini didukung oleh hasil spektra FTIR yaitu terdapat vibrasi bending ν 2 pada bilangan gelombang fosfat (435,9 cm ,03 cm -1 ). Hasil XRD sampel B 2 memperlihatkan bahwa apatit karbonat tumbuh terdapat pada pada 2θ = 31,959 dengan ukuran kristal pada bidang (002) sebesar 21,11 nm (gambar 10). Tabel 10 Pita serapan fosfat dan karbonat Kode sampel Pita serapan fosfat (cm -1 ) Pita serapan karbonat (cm -1 ) ν 2 ν 3 ν 4 ν 2 ν 3 C 1 420, , , ,8 459, ,5 603,7 C ,78 565,11 871, ,3 1095,57 603,7 C 3 435,9 1035,71 567,04 871, ,53 466,75 603,68 C 4 468, ,71 871,77 871, ,53 605,61 Gambar 9 Hasil SEM sampel B 2. Gambar 10 Hasil XRD sampel B 2.

25 16 Hambatan pada metode perbandingan massa matriks-mineral terletak pada saat pencucian presipitat untuk menghilangkan NaCl. Proses pencucian akan melarutkan NaCl dari presipitat, sehingga aquadest yang digunakan pada saat pencucian berubah menjadi larutan garam (NaCl). Larutan garam yang terbentuk berfungsi sebagai pelarut bagi fosfat, sehingga menyebabkan kadar fosfat dalam presipitat akan berkurang. Kelemahan dari metode tersebut menyebabkan kadar fosfat yang terdeteksi oleh alat sangat kecil. SIMPULAN Berdasarkan hasil DSC, sodium chloroacetate mengalami polimerisasi pada suhu 191,5 0 C dan hasil FTIR juga menunjukkan bahwa tidak ada bilangan gelombang milik sodium sodium chloroacetate. Preparasi sampel untuk uji UV- Vis mempengaruhi kadar P 5+ dalam presipitat. Jumlah pori yang sedikit dan distribusinya yang tidak merata menyebabkan pertumbuhan apatit karbonat di dalam matriks tidak homogen. Kecilnya cuplikan sampel yang diambil untuk uji FTIR menyebabkan pola spektra FTIR gugus fosfat dan karbonat sulit ditemukan. Hasil FTIR menunjukan bahwa, komposit yang dibuat dengan perbandingan massa menghasilkan HAP tipe B ditunjukkan oleh bilangan gelombang gugus karbonat disekitar ν 2 = 871, 7 cm -1 dan ν 3 = 1465,8 cm -1. DAFTAR PUSTAKA [1] Kalfas, Ian H., M.D., F.A.C.S Principles of bone healing. Neurosurg. Focus. Vol 10.April. [2] Hidayat, Y Karakterisasi senyawa kalsium fosfat karbonat menggunakan AAS (Atomic Absorption spectroscopy), Spektroskopi UV-VIS dan FTIR (Fourier Transform Infrared). Skripsi S1 Departemen Fisika FMIPA IPB ( Pembimbing K. Dahlan, dan D. S. Soejoko), Bogor [3] Rezwan K., Q.Z. Chen., J.J. Blaker., Aldo Roberto Boccaccini Biodegradable and bioactive porous polymer inorganiccomposite Scaffolds for Bone tissue Engineering. Biomterials [4] Epple, M,. and O. Herzberg Polyglycolide with controlled porosity: and improved biomaterial. J. Master. Chem. 7(6), [5] Elliott, J. C The Problem of composition on structure of the material components of the hard tissue, Clin Orthop Rel Res 93: [6] Bigi, A.,E. Foresti, R. Gregorini, A. Ripamonti, n. Noveri, anf J. S. Shah The Role of magnesium on the structure of biological apatite, Calc. Tiss. Int. 50: [7] Neuman, W. F., and B. J. Mulryan Syntetic hydroxyapatite crystals IV. magnesium incorpororation, Calc. Tiss. Res. 7, [8] Aoki, Hideki Scienceand medical applications of hydroxiapatite, JAAS. Japan crystals III.. the carbonat system, Calc. Tiss. Res. 7, [9] Riyani, E Karakterisasi Senyawa Kalsium Fosfat Hasil Presipitasi Menggunakan XRD (X-ray Diffraction) dan SEM (Scanning Elektron Microscope). Skripsi S1 Departemen Fisika FMIPA IPB ( Pembimbing A. Maddu, dan D. S. Soejoko), Bogor. [10] Soejoko, D. S., and Sri Wahyuni Spektroskopi inframerah senyawa kalsium fofat hasil presipitasi, Makara seri sains, Vol. 6 No. #, [11] Siti Ahmiarti Sa. Dan D.S. Soejoko. Pengaruh ion karbonat dalam proses presipitasi Senyawa kalsium fosfat, Makara Seri Sains, Vol. 6, No. 2, 2002, [12] Notonegoro, H. A Analisis Hasil Spektroskopi Inframerah dan difraksi Sinar X pertumbuhan kristal apatit Pada mucoza ampela ayam, Sekripsi S1 Jurusan Fisika FMIPA UI (Pembimbing D. S. Soejoko), Depok. [13] Rey, C., V. Renugopalakrishnan, M. Simizu, B. Collins, and Melvin J. Glimcher a Resulation-enchanced fourier transform infrared spectroscopy study of environment of The CO3-2 Ion in The Mineral Phase of enamel during its Formations and Maturations, Calc. Tiss. Int. 49: [14] Hanson Bob :1 Model of hydroxyapatite stofal.edu. people hansonrmo/apatite/mo.html {30 mar 2005}. [15] Willard HM, Merritt Lynne LJr, Dean John A, Settle Frank AJr Intrumental Methods of Analysis. Ed th.

26 Callifornia: Wadsoworth, Inc. Hlm , [16] Schwarz, K., and M. Epple Biomimetic crystalization of apatite in a porous polymer martix. Chem. Eur. J. 4. No. 10. [17] Sieder, M., Simon J. Kitchin., Kenneth D.M., Harris., Ana L. C. Lagoa., Herminio P Diongo., Manunel E. Minas da Piedde., and Matthias Epple Porous Poly(D,L-lactida) and poly(d,llactida-co-glycolide) produced by thermal salt elimination from halogenocarboxylates. J. Chem Soc., Daltons Trans., [18] Baig, A. A., J.L. Fox, Z. Wang, W. I. Higuchi, C. Miller, A. M. Barry, M. Otsuka Metastable equilibrium solubulity behavior of bone material, Calc. Tiss. Int. 64: [19] Neuman, W. F., and B. J. Mulryan Syntetic hydroxyapatite [20] Saptari, S. A Karbonat sebagai inhibitor dalam pembentukan pidroksiapatite hasil presipitasi, Skripsi S1 Jurusan Fisika UI (Pembimbing D. S. Soejoko), Depok. [21] Epple, M and O. Herzberg. Porous Polyglycolide, calc. Tiss, Res 43: 83 88, [22] Phospate.http//:wikipedia.org. 17

PEMBUATAN KOMPOSIT POLIMER-KALSIUM FOSFAT KARBONAT: SPEKTROSKOPI SERAPAN ATOMIK, ULTRAVIOLET DAN FOURIER TRANSFORM INFRARED TAOFIK JASA LESMANA

PEMBUATAN KOMPOSIT POLIMER-KALSIUM FOSFAT KARBONAT: SPEKTROSKOPI SERAPAN ATOMIK, ULTRAVIOLET DAN FOURIER TRANSFORM INFRARED TAOFIK JASA LESMANA PEMBUATAN KOMPOSIT POLIMER-KALSIUM FOSFAT KARBONAT: SPEKTROSKOPI SERAPAN ATOMIK, ULTRAVIOLET DAN FOURIER TRANSFORM INFRARED TAOFIK JASA LESMANA DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

SPEKTROSKOPI INFRAMERAH, SERAPAN ATOMIK, SERAPAN SINAR TAMPAK DAN ULTRAVIOLET HIDROKSIAPATIT DARI CANGKANG TELUR FIFIA ZULTI

SPEKTROSKOPI INFRAMERAH, SERAPAN ATOMIK, SERAPAN SINAR TAMPAK DAN ULTRAVIOLET HIDROKSIAPATIT DARI CANGKANG TELUR FIFIA ZULTI SPEKTROSKOPI INFRAMERAH, SERAPAN ATOMIK, SERAPAN SINAR TAMPAK DAN ULTRAVIOLET HIDROKSIAPATIT DARI CANGKANG TELUR FIFIA ZULTI DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

SINTESIS DAN KARAKTERISASI KOMPOSIT APATIT-KITOSAN DENGAN METODE IN-SITU DAN EX-SITU ASTRI LESTARI

SINTESIS DAN KARAKTERISASI KOMPOSIT APATIT-KITOSAN DENGAN METODE IN-SITU DAN EX-SITU ASTRI LESTARI SINTESIS DAN KARAKTERISASI KOMPOSIT APATIT-KITOSAN DENGAN METODE IN-SITU DAN EX-SITU ASTRI LESTARI DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 ABSTRAK

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan 6 didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 3.3.3 Sintesis Kalsium Fosfat Sintesis kalsium fosfat dalam penelitian ini menggunakan metode sol gel. Senyawa kalsium fosfat diperoleh dengan mencampurkan serbuk

Lebih terperinci

PEMBUATAN KOMPOSIT POLIMER-KALSIUM FOSFAT KARBONAT : KARAKTERISASI X-RAY DIFFRACTION (XRD) DAN SCANNING ELECTRON MICROSCOPY (SEM) PRIYO PUJI WALUYO

PEMBUATAN KOMPOSIT POLIMER-KALSIUM FOSFAT KARBONAT : KARAKTERISASI X-RAY DIFFRACTION (XRD) DAN SCANNING ELECTRON MICROSCOPY (SEM) PRIYO PUJI WALUYO PEMBUATAN KOMPOSIT POLIMER-KALSIUM FOSFAT KARBONAT : KARAKTERISASI X-RAY DIFFRACTION (XRD) DAN SCANNING ELECTRON MICROSCOPY (SEM) PRIYO PUJI WALUYO DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0 37 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini sampel komposit hidroksiapatit-gelatin dibuat menggunakan metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0 hari, 1 hari, 7 hari

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 17 METODOLOGI PENELITIAN Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah KH 2 PO 4 pro analis, CaO yang diekstraks dari cangkang telur ayam dan bebek, KOH, kitosan produksi Teknologi

Lebih terperinci

dengan panjang a. Ukuran kristal dapat ditentukan dengan menggunakan Persamaan Debye Scherrer. Dilanjutkan dengan sintering pada suhu

dengan panjang a. Ukuran kristal dapat ditentukan dengan menggunakan Persamaan Debye Scherrer. Dilanjutkan dengan sintering pada suhu 6 Dilanjutkan dengan sintering pada suhu 900⁰C dengan waktu penahanannya 5 jam. Timbang massa sampel setelah proses sintering, lalu sampel dikarakterisasi dengan menggunakan XRD dan FTIR. Metode wise drop

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN Intensitas (arb.unit) Intensitas (arb.unit) Intensitas (arb. unit) Intensitas 7 konstan menggunakan buret. Selama proses presipitasi berlangsung, suhu larutan tetap dikontrol pada 7 o C dengan kecepatan

Lebih terperinci

Tabel 3.1 Efisiensi proses kalsinasi cangkang telur ayam pada suhu 1000 o C selama 5 jam Massa cangkang telur ayam. Sesudah kalsinasi (g)

Tabel 3.1 Efisiensi proses kalsinasi cangkang telur ayam pada suhu 1000 o C selama 5 jam Massa cangkang telur ayam. Sesudah kalsinasi (g) 22 HASIL PENELITIAN Kalsinasi cangkang telur ayam dan bebek perlu dilakukan sebelum cangkang telur digunakan sebagai prekursor Ca. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, kombinasi suhu

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakterisasi mikroskopik yang pertama dilakukan adalah analisis

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakterisasi mikroskopik yang pertama dilakukan adalah analisis 41 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Serapan Fourier Transform Infrared (FTIR) Karakterisasi mikroskopik yang pertama dilakukan adalah analisis FTIR. Analisis serapan FTIR dilakukan untuk mengetahui

Lebih terperinci

PEMANFAATAN CANGKANG TELUR AYAM UNTUK SINTESIS HIDROKSIAPATIT DENGAN REAKSI KERING FITRIANI PRASETYANTI

PEMANFAATAN CANGKANG TELUR AYAM UNTUK SINTESIS HIDROKSIAPATIT DENGAN REAKSI KERING FITRIANI PRASETYANTI PEMANFAATAN CANGKANG TELUR AYAM UNTUK SINTESIS HIDROKSIAPATIT DENGAN REAKSI KERING FITRIANI PRASETYANTI DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB IV. karakterisasi sampel kontrol, serta karakterisasi sampel komposit. 4.1 Sintesis Kolagen dari Tendon Sapi ( Boss sondaicus )

BAB IV. karakterisasi sampel kontrol, serta karakterisasi sampel komposit. 4.1 Sintesis Kolagen dari Tendon Sapi ( Boss sondaicus ) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian yang dibahas pada bab ini meliputi sintesis kolagen dari tendon sapi (Bos sondaicus), pembuatan larutan kolagen, rendemen kolagen, karakterisasi sampel kontrol,

Lebih terperinci

SPEKTROSKOPI INFRAMERAH SENYAWA KALSIUM FOSFAT HASIL PRESIPITASI

SPEKTROSKOPI INFRAMERAH SENYAWA KALSIUM FOSFAT HASIL PRESIPITASI SPEKTROSKOPI INFRAMERAH SENYAWA KALSIUM FOSFAT HASIL PRESIPITASI Djarwani S. Soejoko dan Sri Wahyuni Departemen Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia, Depok, 16424,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. bulan Agustus 2011 sampai bulan Januari tahun Tempat penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. bulan Agustus 2011 sampai bulan Januari tahun Tempat penelitian 32 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan dimulai pada bulan Agustus 2011 sampai bulan Januari tahun 2012. Tempat penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

3.5 Karakterisasi Sampel Hasil Sintesis

3.5 Karakterisasi Sampel Hasil Sintesis 7 konsentrasi larutan Ca, dan H 3 PO 4 yang digunakan ada 2 yaitu: 1) Larutan Ca 1 M (massa 7,6889 gram) dan H 3 PO 4 0,6 M (volume 3,4386 ml) 2) Larutan Ca 0,5 M (massa 3,8449) dan H 3 PO 4 0,3 M (volume

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada pembuatan dispersi padat dengan berbagai perbandingan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada pembuatan dispersi padat dengan berbagai perbandingan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Pembuatan Serbuk Dispersi Padat Pada pembuatan dispersi padat dengan berbagai perbandingan dihasilkan serbuk putih dengan tingkat kekerasan yang berbeda-beda. Semakin

Lebih terperinci

3. Metodologi Penelitian

3. Metodologi Penelitian 3. Metodologi Penelitian 3.1 Alat dan bahan 3.1.1 Alat Peralatan gelas yang digunakan dalam penelitian ini adalah gelas kimia, gelas ukur, labu Erlenmeyer, cawan petri, corong dan labu Buchner, corong

Lebih terperinci

SPEKTROSKOPI INFRAMERAH, SERAPAN ATOMIK, SERAPAN SINAR TAMPAK DAN ULTRAVIOLET HIDROKSIAPATIT DARI CANGKANG TELUR FIFIA ZULTI

SPEKTROSKOPI INFRAMERAH, SERAPAN ATOMIK, SERAPAN SINAR TAMPAK DAN ULTRAVIOLET HIDROKSIAPATIT DARI CANGKANG TELUR FIFIA ZULTI SPEKTROSKOPI INFRAMERAH, SERAPAN ATOMIK, SERAPAN SINAR TAMPAK DAN ULTRAVIOLET HIDROKSIAPATIT DARI CANGKANG TELUR FIFIA ZULTI DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimen secara kualitatif dan kuantitatif. Metode penelitian ini menjelaskan proses degradasi fotokatalis

Lebih terperinci

KAJIAN KOMPOSISI HIDROKSIAPATIT YANG DISINTESIS DENGAN METODE HIDROTERMAL NURUL YULIS FA IDA

KAJIAN KOMPOSISI HIDROKSIAPATIT YANG DISINTESIS DENGAN METODE HIDROTERMAL NURUL YULIS FA IDA KAJIAN KOMPOSISI HIDROKSIAPATIT YANG DISINTESIS DENGAN METODE HIDROTERMAL NURUL YULIS FA IDA DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 9 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. HASIL 4.1.1. Difraksi Sinar-X Sampel Analisis XRD dilakukan untuk mengetahui fasa apa saja yang terkandung di dalam sampel, menghitung derajat kristalinitas sampel, parameter

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. 3.1 Alat Alat Adapun alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah: Alat-alat Gelas.

BAB 3 METODE PENELITIAN. 3.1 Alat Alat Adapun alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah: Alat-alat Gelas. 18 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Alat Alat Adapun alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah: Nama Alat Merek Alat-alat Gelas Pyrex Gelas Ukur Pyrex Neraca Analitis OHaus Termometer Fisher Hot Plate

Lebih terperinci

BAB III BAHAN, ALAT DAN CARA KERJA

BAB III BAHAN, ALAT DAN CARA KERJA BAB III BAHAN, ALAT DAN CARA KERJA Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Farmasi Fisik, Kimia, dan Formulasi Tablet Departemen Farmasi FMIPA UI, Depok. Waktu pelaksanaannya adalah dari bulan Februari

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Waktu penelitian dilakukan selama 6 bulan pada tahun 2013. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fisika Material dan Laboratorium Kimia Fakultas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan, dimulai dari bulan

BAB III METODE PENELITIAN. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan, dimulai dari bulan 25 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan, dimulai dari bulan Januari 2011. Penelitian dilakukan di Laboratorium Fisika Material jurusan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pori

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pori HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Morfologi Analisis struktur mikro dilakukan dengan menggunakan Scanning Electromicroscope (SEM) Philips 515 dengan perbesaran 10000 kali. Gambar 5. menunjukkan morfologi hidroksiapatit

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. fosfat dan kalsium hidroksida (Narasaruju and Phebe, 1996) dan biasa dikenal

I. PENDAHULUAN. fosfat dan kalsium hidroksida (Narasaruju and Phebe, 1996) dan biasa dikenal 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Biokeramik hidroksiapatit adalah keramik berbasis kalsium fosfat dengan rumus kimia ( ) ( ), yang merupakan paduan dua senyawa garam trikalsium fosfat dan kalsium hidroksida

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap diazinon, terlebih dahulu disintesis adsorben kitosan-bentonit mengikuti prosedur yang telah teruji (Dimas,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Ide Penelitian. Studi Literatur. Persiapan Alat dan Bahan Penelitian. Pelaksanaan Penelitian.

BAB III METODE PENELITIAN. Ide Penelitian. Studi Literatur. Persiapan Alat dan Bahan Penelitian. Pelaksanaan Penelitian. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian Tahapan penelitian secara umum mengenai pemanfaatan tulang sapi sebagai adsorben ion logam Cu (II) dijelaskan dalam diagram pada Gambar 3.1 berikut

Lebih terperinci

3 Metodologi penelitian

3 Metodologi penelitian 3 Metodologi penelitian 3.1 Peralatan dan Bahan Peralatan yang digunakan pada penelitian ini mencakup peralatan gelas standar laboratorium kimia, peralatan isolasi pati, peralatan polimerisasi, dan peralatan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Februari sampai dengan bulan Oktober 2013 di Laboratorium Kimia Riset Material dan Makanan serta di Laboratorium

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Teknologi Universitas Airlangga, Bank Jaringan Rumah Sakit dr. Soetomo

BAB III METODE PENELITIAN. Teknologi Universitas Airlangga, Bank Jaringan Rumah Sakit dr. Soetomo BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian dilakukan di Laboratorium Biokimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga, Bank Jaringan Rumah Sakit dr. Soetomo

Lebih terperinci

BAB III EKSPERIMEN. 1. Bahan dan Alat

BAB III EKSPERIMEN. 1. Bahan dan Alat BAB III EKSPERIMEN 1. Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini ialah Ca(NO 3 ).4H O (99%) dan (NH 4 ) HPO 4 (99%) sebagai sumber ion kalsium dan fosfat. NaCl (99%), NaHCO 3 (99%),

Lebih terperinci

Keywords: Blood cockle shell, characterization, hydroxyapatite, hydrothermal.

Keywords: Blood cockle shell, characterization, hydroxyapatite, hydrothermal. Sintesis dan Karakterisasi Hidroksiapatit dari Cangkang Kerang Darah dengan Proses Hidrotermal Variasi Suhu dan ph Bona Tua 1), Amun Amri 2), dan Zultiniar 2) 1) Mahasiswa Jurusan Teknik Kimia 2) Dosen

Lebih terperinci

BAB IV PROSEDUR KERJA

BAB IV PROSEDUR KERJA BAB IV PROSEDUR KERJA 4.1. Pemeriksaan Bahan Baku GMP GMP diperiksa pemerian, titik lebur dan identifikasinya sesuai dengan yang tertera pada monografi bahan di Farmakope Amerika Edisi 30. Hasil pemeriksaan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Makanan dan Material dan Laboratorium Kimia Analitik Instrumen, Jurusan Pendidikan Kimia,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen laboratorium yang meliputi dua tahap. Tahap pertama dilakukan identifikasi terhadap komposis kimia dan fase kristalin

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk merubah karakter permukaan bentonit dari hidrofilik menjadi hidrofobik, sehingga dapat meningkatkan kinerja kitosan-bentonit

Lebih terperinci

ANALISIS DERAJAT KRISTALINITAS, UKURAN KRISTAL DAN BENTUK PARTIKEL MINERAL TULANG MANUSIA BERDASARKAN VARIASI UMUR DAN JENIS TULANG MELLY NURMAWATI

ANALISIS DERAJAT KRISTALINITAS, UKURAN KRISTAL DAN BENTUK PARTIKEL MINERAL TULANG MANUSIA BERDASARKAN VARIASI UMUR DAN JENIS TULANG MELLY NURMAWATI ANALISIS DERAJAT KRISTALINITAS, UKURAN KRISTAL DAN BENTUK PARTIKEL MINERAL TULANG MANUSIA BERDASARKAN VARIASI UMUR DAN JENIS TULANG MELLY NURMAWATI DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Padatan TiO 2 Amorf Proses sintesis padatan TiO 2 amorf ini dimulai dengan melarutkan titanium isopropoksida (TTIP) ke dalam pelarut etanol. Pelarut etanol yang digunakan

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. Neraca Digital AS 220/C/2 Radwag Furnace Control Indicator Universal

BAB 3 METODE PENELITIAN. Neraca Digital AS 220/C/2 Radwag Furnace Control Indicator Universal BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Alat Neraca Digital AS 220/C/2 Radwag Furnace Control Fisher Indicator Universal Hotplate Stirrer Thermilyte Difraktometer Sinar-X Rigaku 600 Miniflex Peralatan Gelas Pyrex

Lebih terperinci

Pengaruh Sintering dan Penambahan Senyawa Karbonat pada Sintesis Senyawa Kalsium Fosfat

Pengaruh Sintering dan Penambahan Senyawa Karbonat pada Sintesis Senyawa Kalsium Fosfat Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung, 2013 Pengaruh Sintering dan Penambahan Senyawa Karbonat pada Sintesis Senyawa Kalsium Fosfat Kiagus Dahlan, Setia Utami Dewi Departemen Fisika, Fakultas Matematika

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Mulai. Persiapan alat dan bahan. Meshing AAS. Kalsinasi + AAS. Pembuatan spesimen

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Mulai. Persiapan alat dan bahan. Meshing AAS. Kalsinasi + AAS. Pembuatan spesimen BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian berikut: Pada penelitian ini langkah-langkah pengujian mengacu pada diagram alir Mulai Persiapan alat dan bahan Meshing 100 + AAS Kalsinasi + AAS

Lebih terperinci

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB III METODE PENELITIAN. hingga bulan Desember Tempat pelaksanaan penelitian ini yaitu

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB III METODE PENELITIAN. hingga bulan Desember Tempat pelaksanaan penelitian ini yaitu BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 10 bulan, yaitu pada bulan Februari 2015 hingga bulan Desember 2015. Tempat pelaksanaan penelitian ini yaitu Laboratorium

Lebih terperinci

SINTESIS SENYAWA KALSIUM FOSFAT DENGAN TEKNIK PRESIPITASI SINGLE DROP

SINTESIS SENYAWA KALSIUM FOSFAT DENGAN TEKNIK PRESIPITASI SINGLE DROP Jurnal Biofisika 8 (1): 25-33 SINTESIS SENYAWA KALSIUM FOSFAT DENGAN TEKNIK PRESIPITASI SINGLE DROP I. P. Ramadhani, * S. T. Wahyudi*, S. U. Dewi Bagian Biofisika, Departemen Fisika, Fakultas Matematika

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR. 1. Hydroxyapatite

BAB II TEORI DASAR. 1. Hydroxyapatite BAB II TEORI DASAR 1. Hydroxyapatite Apatit adalah istilah umum untuk kristal yang memiliki komposisi M 10 (ZO 4 ) 6 X 2. Unsur-unsur yang menempati M, Z dan X ialah: (Esti Riyani.2005) M = Ca, Sr, Ba,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Preparasi selulosa bakterial dari limbah cair tahu dan sintesis kopolimer

BAB III METODE PENELITIAN. Preparasi selulosa bakterial dari limbah cair tahu dan sintesis kopolimer BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi Penelitian Preparasi selulosa bakterial dari limbah cair tahu dan sintesis kopolimer superabsorbent di bawah radiasi microwave dilakukan di Laboratorium Riset Jurusan

Lebih terperinci

Metodologi Penelitian

Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian III. 1 Diagram Alir Penelitian Penelitian ini telah dilakukan dalam tiga bagian. Bagian pertama adalah penelitian laboratorium yaitu mensintesis zeolit K-F dari kaolin dan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 2. TINJAUAN PUSTAKA

1. PENDAHULUAN 2. TINJAUAN PUSTAKA 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kerusakan pada organ tulang merupakan masalah kesehatan yang serius karena tulang merupakan salah satu organ tubuh yang sangat penting bagi manusia. Betapa pentingnya

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2013 sampai selesai. Penelitian dilakukan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2013 sampai selesai. Penelitian dilakukan 27 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2013 sampai selesai. Penelitian dilakukan di Laboratorium Fisika Material FMIPA Universitas Lampung. Uji

Lebih terperinci

Sintesis Nanopartikel ZnO dengan Metode Kopresipitasi

Sintesis Nanopartikel ZnO dengan Metode Kopresipitasi Sintesis Nanopartikel ZnO dengan Metode Kopresipitasi NURUL ROSYIDAH Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember Pendahuluan Kesimpulan Tinjauan Pustaka

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB III METODE PENELITIAN. penelitian Departemen Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB III METODE PENELITIAN. penelitian Departemen Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di laboratorium Kimia Analitik dan laboratorium penelitian Departemen Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga, mulai

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pada bab ini akan diuraikan mengenai metode penelitian yang telah

BAB III METODE PENELITIAN. Pada bab ini akan diuraikan mengenai metode penelitian yang telah BAB III METODE PENELITIAN Pada bab ini akan diuraikan mengenai metode penelitian yang telah dilakukan. Sub bab pertama diuraikan mengenai waktu dan lokasi penelitian, desain penelitian, alat dan bahan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 1 Ikan alu-alu (Sphyraena barracuda) (www.fda.gov).

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 1 Ikan alu-alu (Sphyraena barracuda) (www.fda.gov). pati. Selanjutnya, pemanasan dilanjutkan pada suhu 750 ºC untuk meningkatkan matriks pori yang telah termodifikasi. Struktur pori selanjutnya diamati menggunakan SEM. Perlakuan di atas dilakukan juga pada

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Tahapan Penelitian dan karakterisasi FT-IR dilaksanakan di Laboratorium

BAB III METODE PENELITIAN. Tahapan Penelitian dan karakterisasi FT-IR dilaksanakan di Laboratorium 22 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat Penelitian Tahapan Penelitian dan karakterisasi FT-IR dilaksanakan di Laboratorium Riset (Research Laboratory) dan Laboratorium Kimia Instrumen Jurusan Pendidikan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil preparasi bahan baku larutan MgO, larutan NH 4 H 2 PO 4, dan larutan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil preparasi bahan baku larutan MgO, larutan NH 4 H 2 PO 4, dan larutan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Preparasi 4.1.1 Sol Hasil preparasi bahan baku larutan MgO, larutan NH 4 H 2 PO 4, dan larutan ZrOCl 2. 8H 2 O dengan perbandingan mol 1:4:6 (Ikeda, et al. 1986) dicampurkan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan, yaitu pada bulan Januari 2012

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan, yaitu pada bulan Januari 2012 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan, yaitu pada bulan Januari 2012 sampai April 2012 di Laboratorium Fisika Material, Laboratorium Kimia

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan terhitung sejak bulan Desember 2014 sampai dengan Mei

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan terhitung sejak bulan Desember 2014 sampai dengan Mei 27 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan terhitung sejak bulan Desember 2014 sampai dengan Mei 2015. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fisika Material FMIPA

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan terhitung sejak bulan Januari 2015 sampai dengan Juni

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan terhitung sejak bulan Januari 2015 sampai dengan Juni 25 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan terhitung sejak bulan Januari 2015 sampai dengan Juni 2015. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fisika Material FMIPA

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari hingga Mei 2012 di Laboratorium. Fisika Material, Laboratorium Kimia Bio Massa,

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari hingga Mei 2012 di Laboratorium. Fisika Material, Laboratorium Kimia Bio Massa, III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari hingga Mei 2012 di Laboratorium Fisika Material, Laboratorium Kimia Bio Massa, Laboratorium Kimia Instrumentasi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Anorganik, Departemen Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas

BAB III METODE PENELITIAN. Anorganik, Departemen Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia Fisik dan Kimia Anorganik, Departemen Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 47 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengantar Penelitian ini bertujuan untuk menunjukan pengaruh suhu sintering terhadap struktur Na 2 O dari Na 2 CO 3 yang dihasilkan dari pembakaran tempurung kelapa. Pada

Lebih terperinci

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam klorida 0,1 N. Prosedur uji disolusi dalam asam dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pelaksanaan penelitian dimulai sejak Februari sampai dengan Juli 2010.

BAB III METODE PENELITIAN. Pelaksanaan penelitian dimulai sejak Februari sampai dengan Juli 2010. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Pelaksanaan penelitian dimulai sejak Februari sampai dengan Juli 2010. Sintesis cairan ionik, sulfonasi kitosan, impregnasi cairan ionik, analisis

Lebih terperinci

PASI NA R SI NO L SI IK LI A KA

PASI NA R SI NO L SI IK LI A KA NANOSILIKA PASIR Anggriz Bani Rizka (1110 100 014) Dosen Pembimbing : Dr.rer.nat Triwikantoro M.Si JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

Lebih terperinci

Kata kunci: surfaktan HDTMA, zeolit terdealuminasi, adsorpsi fenol

Kata kunci: surfaktan HDTMA, zeolit terdealuminasi, adsorpsi fenol PENGARUH PENAMBAHAN SURFAKTAN hexadecyltrimethylammonium (HDTMA) PADA ZEOLIT ALAM TERDEALUMINASI TERHADAP KEMAMPUAN MENGADSORPSI FENOL Sriatun, Dimas Buntarto dan Adi Darmawan Laboratorium Kimia Anorganik

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian konversi lignoselulosa jerami jagung (corn stover) menjadi 5- hidroksimetil-2-furfural (HMF) dalam media ZnCl 2 dengan co-catalyst zeolit,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari hingga Juli 2013 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material Jurusan Pendidikan Kimia FMIPA Universitas

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. melakukan uji morfologi, Laboratorium Teknik Kimia Ubaya Surabaya. mulai dari bulan Februari 2011 sampai Juli 2011.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. melakukan uji morfologi, Laboratorium Teknik Kimia Ubaya Surabaya. mulai dari bulan Februari 2011 sampai Juli 2011. BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian dilakukan di Laboratorim Fisika Material Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga, Laboratorium Metalurgi ITS Surabaya

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. preparsai sampel dan pembakaran di furnace di Laboratorium Fisika Material

III. METODE PENELITIAN. preparsai sampel dan pembakaran di furnace di Laboratorium Fisika Material III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Waktu pelaksanaan penelitian terhitung sejak bulan Maret 2015 sampai dengan Mei 2015. Tempat penelitian dilaksanakan dibeberapa tempat yang berbeda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karies gigi (Wahyukundari, et al., 2009). Berdasarkan hasil riset dasar yang

BAB I PENDAHULUAN. karies gigi (Wahyukundari, et al., 2009). Berdasarkan hasil riset dasar yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyakit periodontal adalah penyakit yang mengenai jaringan periodontal, yaitu jaringan yang menghubungkan antara gigi dan tulang alveolar. Di Indonesia, penyakit

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian 3.1 Peralatan Peralatan yang digunakan dalam tahapan sintesis ligan meliputi laboratory set dengan labu leher tiga, thermolyne sebagai pemanas, dan neraca analitis untuk penimbangan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 DIAGRAM ALIR Untuk mengetahui pengaruh konsentrasi hidrogen klorida (HCl) dan waktu hidrotermal terhadap kristalinitas SBA-15, maka penelitian ini dilakukan dengan tahapan

Lebih terperinci

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian Secara Keseluruhan

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian Secara Keseluruhan 25 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian Secara umum penelitian akan dilakukan dengan pemanfaatan limbah media Bambu yang akan digunakan sebagai adsorben dengan diagram alir keseluruhan

Lebih terperinci

Bab III Metodologi III.1 Waktu dan Tempat Penelitian III.2. Alat dan Bahan III.2.1. Alat III.2.2 Bahan

Bab III Metodologi III.1 Waktu dan Tempat Penelitian III.2. Alat dan Bahan III.2.1. Alat III.2.2 Bahan Bab III Metodologi III.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan dari bulan Januari hingga April 2008 di Laboratorium Penelitian Kimia Analitik, Institut Teknologi Bandung. Sedangkan pengukuran

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di laboratorium Kelompok Keilmuan (KK) Kimia Analitik, Program Studi Kimia FMIPA Institut Teknologi Bandung. Penelitian dimulai dari

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian tentang konversi biomassa kulit durian menjadi HMF dalam larutan ZnCl 2 berlangsung selama 7 bulan, Januari-Agustus 2014, yang berlokasi

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada Maret Juni 2012 bertempat di Bendungan Batu

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada Maret Juni 2012 bertempat di Bendungan Batu III. BAHAN DAN METODE A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada Maret Juni 2012 bertempat di Bendungan Batu Tegi Kabupaten Tanggamus dan Laboratorium Nutrisi Ternak Perah Departemen

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 17 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan dari bulan April sampai dengan bulan September 2013 di Laboratorium Kimia Riset Material dan Makanan serta di Laboratorium

Lebih terperinci

Deskripsi. SINTESIS SENYAWA Mg/Al HYDROTALCITE-LIKE DARI BRINE WATER UNTUK ADSORPSI LIMBAH CAIR

Deskripsi. SINTESIS SENYAWA Mg/Al HYDROTALCITE-LIKE DARI BRINE WATER UNTUK ADSORPSI LIMBAH CAIR 1 Deskripsi 1 2 30 SINTESIS SENYAWA Mg/Al HYDROTALCITE-LIKE DARI BRINE WATER UNTUK ADSORPSI LIMBAH CAIR Bidang Teknik Invensi Invensi ini berkaitan dengan sintesis senyawa Mg/Al hydrotalcite-like (Mg/Al

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Subjek dan Objek Penelitian 1. Subjek Penelitian Subjek penelitian ini adalah senyawa zeolit dari abu sekam padi.

BAB III METODE PENELITIAN. A. Subjek dan Objek Penelitian 1. Subjek Penelitian Subjek penelitian ini adalah senyawa zeolit dari abu sekam padi. BAB III METODE PENELITIAN A. Subjek dan Objek Penelitian 1. Subjek Penelitian Subjek penelitian ini adalah senyawa zeolit dari abu sekam padi. 2. Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah karakter zeolit

Lebih terperinci

SINTESIS DAN KARAKTERISASI β-tricalcium PHOSPHATE DARI CANGKANG TELUR AYAM DENGAN VARIASI SUHU SINTERING

SINTESIS DAN KARAKTERISASI β-tricalcium PHOSPHATE DARI CANGKANG TELUR AYAM DENGAN VARIASI SUHU SINTERING Jurnal Biofisika 8 (2): 42-48 SINTESIS DAN KARAKTERISASI β-tricalcium PHOSPHATE DARI CANGKANG TELUR AYAM DENGAN VARIASI SUHU SINTERING Hardiyanti, K. Dahlan Departemen Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Deskripsi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret sampai Agustus 2013 di Laboratorium Riset dan Kimia Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia Universitas Pendidikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tulang dan gigi diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan sel-sel yang akan

I. PENDAHULUAN. tulang dan gigi diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan sel-sel yang akan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini kebutuhan masyarakat akan bahan rehabilitas cukup besar, sehingga berbagai upaya dikembangkan untuk mencari alternatif bahan rehabilitas yang baik dan terjangkau,

Lebih terperinci

1.2. Tujuan Penelitian 1.3. Tempat dan Waktu Penelitian II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Cangkang Telur 2.2. Mineral Tulang

1.2. Tujuan Penelitian 1.3. Tempat dan Waktu Penelitian II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Cangkang Telur 2.2. Mineral Tulang 2 diharapkan mampu memberikan kemudahan dan nilai ekonomis bagi masyarakat yang nantinya membutuhkan produk dari biomaterial untuk kesehatan. 1.2. Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan

Lebih terperinci

SINTESIS β-tricalcium PHOSPHATE DENGAN SUMBER KALSIUM DARI CANGKANG TELUR AYAM MAYA KUSUMA DEWI

SINTESIS β-tricalcium PHOSPHATE DENGAN SUMBER KALSIUM DARI CANGKANG TELUR AYAM MAYA KUSUMA DEWI SINTESIS β-tricalcium PHOSPHATE DENGAN SUMBER KALSIUM DARI CANGKANG TELUR AYAM MAYA KUSUMA DEWI DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Riset (Research Laboratory),

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Riset (Research Laboratory), 27 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Riset (Research Laboratory), Karakterisasi FTIR dan Karakterisasi UV-Vis dilakukan di laboratorium Kimia Instrumen,

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian 3.1 Alat Peralatan yang digunakan dalam tahapan sintesis ligan meliputi laboratory set dengan labu leher tiga, thermolyne sebagai pemanas, dan neraca analitis untuk penimbangan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN BaTiO 3 merupakan senyawa oksida keramik yang dapat disintesis dari senyawaan titanium (IV) dan barium (II). Proses sintesis ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti suhu, tekanan,

Lebih terperinci

SINTESIS DAN KARAKTERISASI β-tricalcium PHOSPHATE BERBASIS CANGKANG KERANG RANGA PADA VARIASI SUHU SINTERING

SINTESIS DAN KARAKTERISASI β-tricalcium PHOSPHATE BERBASIS CANGKANG KERANG RANGA PADA VARIASI SUHU SINTERING Jurnal Biofisika 8 (1): 42-53 SINTESIS DAN KARAKTERISASI β-tricalcium PHOSPHATE BERBASIS CANGKANG KERANG RANGA PADA VARIASI SUHU SINTERING N. Selvia,* K. Dahlan, S. U. Dewi. Bagian Biofisika, Departemen

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. sol-gel, dan mempelajari aktivitas katalitik Fe 3 O 4 untuk reaksi konversi gas

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. sol-gel, dan mempelajari aktivitas katalitik Fe 3 O 4 untuk reaksi konversi gas IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengantar Penelitian ini pada intinya dilakukan dengan dua tujuan utama, yakni mempelajari pembuatan katalis Fe 3 O 4 dari substrat Fe 2 O 3 dengan metode solgel, dan mempelajari

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 21 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2010 - Juni 2011 di Laboratorium Biofisika dan Laboratorium Fisika Lanjut, Departemen Fisika IPB.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan selama tiga bulan, yaitu pada bulan September 2012

III. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan selama tiga bulan, yaitu pada bulan September 2012 26 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian telah dilaksanakan selama tiga bulan, yaitu pada bulan September 2012 sampai Desember 2012 di Laboratorium Fisika Material, Laboratorium

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah oven, neraca analitik,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah oven, neraca analitik, 36 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Proses Industri Kimia dan Laboratorium Penelitian, Fakultas Teknik,, dan Laboratorium Penelitian, Fakultas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Diagram Alir Penelitian Tahapan penelitian secara umum tentang pemanfaatan daun matoa sebagai adsorben untuk menyerap logam Pb dijelaskan dalam diagram pada Gambar 3.1. Preparasi

Lebih terperinci

ANALISIS KUANTITATIF, KEKERASAN DAN PENGARUH TERMAL PADA MINERAL TULANG MANUSIA

ANALISIS KUANTITATIF, KEKERASAN DAN PENGARUH TERMAL PADA MINERAL TULANG MANUSIA 1 ANALISIS KUANTITATIF, KEKERASAN DAN PENGARUH TERMAL PADA MINERAL TULANG MANUSIA SETIAUTAMI DEWI DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 2 ABSTRAK

Lebih terperinci

ALAT ANALISA. Pendahuluan. Alat Analisa di Bidang Kimia

ALAT ANALISA. Pendahuluan. Alat Analisa di Bidang Kimia Pendahuluan ALAT ANALISA Instrumentasi adalah alat-alat dan piranti (device) yang dipakai untuk pengukuran dan pengendalian dalam suatu sistem yang lebih besar dan lebih kompleks Secara umum instrumentasi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 Penganalisa Ukuran Partikel (PSA) (Malvern 2012) Analisis ukuran partikel, pengukuran ukuran partikel, atau hanya ukuran partikel adalah nama kolektif prosedur teknis, atau teknik laboratorium yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan dari bulan Juni tahun 2012 Januari 2013 di Laboratorium Riset Kimia dan Laboratorium Kimia Analitik Instrumen Jurusan Pendidikan

Lebih terperinci