PENGARUH PENDIDIKAN KONSERVASI TENTANG FUNGSI KAWASAN HUTAN PADA MASYARAKAT PEGUNUNGAN MULLER KALIMANTAN TENGAH JHON PITER MANALU NRP: E

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGARUH PENDIDIKAN KONSERVASI TENTANG FUNGSI KAWASAN HUTAN PADA MASYARAKAT PEGUNUNGAN MULLER KALIMANTAN TENGAH JHON PITER MANALU NRP: E"

Transkripsi

1 PENGARUH PENDIDIKAN KONSERVASI TENTANG FUNGSI KAWASAN HUTAN PADA MASYARAKAT PEGUNUNGAN MULLER KALIMANTAN TENGAH JHON PITER MANALU NRP: E SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010

2 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul Pengaruh Pendidikan Konservasi tentang Fungsi Kawasan Hutan pada Masyarakat Pegunungan Muller Kalimantan Tengah adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Februari 2010 Jhon Piter Manalu NRP E

3 iii ABSTRACT JHON PITER MANALU, The Infuence of Conservation Campaign in People of Muller Mountain Range Function in Central Kalimantan. Under suvervision of ARZYANA SUNKAR and BURHANUDDIN MASY UD. The aim of this research was to increase public knowledge on the function of forest region and to encourage public behavior change from forest resources gatherers to plant cultivators and to promote stable ecological and hydrological systems and local culture. A conservation education activities was conducted to build supports for the local communities and biodiversity of Muller mountain range conservation area. Research findings suggest that : the community had some changes in knowledge, attitudes and behavior in supporting biodiversity conservation through native plant cultivation. This fact was illustrated by the following indicators: 1) there are public knowledge about forest resources and the impacts of its destruction by cultivating native plants as part of biodiversity conservation support. 2) communities have positives attitudes toward conserving forest resources showed by an increase responses of 21.93% and accept the cultivation of local species and other crops such as rubber, rattan but still not being a community mobilization because of doubts success and its not immediately being felt. 3) although direct gathering of plants from forest were still evident, however the villagers showed efforts by planting eaglewood (Aquilaria malaccanensis) seedlings on their fields and yards. Recommendation following this research was to encourage the acceleration of public support for biodiversity conservation of Muller Mountains Range to determine the status of public governance rights over forest areas. Assertiveness is a security status of the community in harvesting of forest products have been cultivated and triggered public participation to preserve the area by making a direct reduction in activities in the future. Keywords : knowledge, attitude, behavior, biodiversity, conservation, Muller s mountain Range.

4 iv RINGKASAN Penelitian ini mengkaji 1) tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat terhadap fungsi kawasan hutan selain fungsi ekonomi dalam mendukung kegiatan konservasi kawasan Pegunungan Muller sesudah dan sebelum pendidikan konservasi dan 2) Faktor-faktor yang mendorong masyarakat menerima atau menolak kegiatan konservasi kawasan hutan sesudah dan sebelum pendidikan konservasi. Tujuan penelitian adalah untuk : 1) Mengetahui dan mengkaji pengetahuan masyarakat tentang fungsi kawasan hutan Pegunungan Muller sebelum kampanye dan sesudah kampanye; 2) Mengetahui perbedaan pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat tentang fungsi kawasan hutan setelah kampanye konservasi; dan 3) Mengidentifikasi faktor-faktor yang menentukan penerimaan atau penolakan masyarakat Dayak dalam kegiatan konservasi sumberdaya kawasan hutan. Penelitian dilaksanakan di 4 desa yaitu Desa Tubang Tujang, Desa Tumbang Keramu, Desa Tumbang Olong I dan Desa Tumbang Olong II di U ut Murung Kabupaten Murung Raya Provinsi Kalimantan Tengah dari Desember 2007 sampai Agustus Penelitian dibagi menjadi 3 tahap yaitu : 1) Tahap perencanaan yaitu kegiatan observasi, lokakarya multipihak, FGD dan survei awal yang dilakukan mulai Desember 2007 sampai Maret 2008; 2) Tahap pelaksanaan program dilakukan bulan Maret 2008 sampai dengan Mei 2009; dan 3) Tahap monitoring akhir dan evaluasi, yang dilakukan pada bulan Agustus Perubahan tingkat pengetahuan masyarakat setelah kegiatan kampanye pendidikan konservasi dapat dilihat dari 3 aspek yaitu ekologi, ekonomi dan sosial (sanksi dan pembatasan akses). Perubahan pengetahuan terjadi dengan peningkatan sebesar 5,3%. Pengetahuan masyarakat pada isu dampak membakar dari aspek ekologi meningkat 10,3% namun aspek penegakan hukum tidak terlalu berpengaruh seperti pembatasan dan larangan kegiatan membakar lahan dalam membuka ladang ternyata hanya 3,8% masyarakat yang mau mengikuti peraturan, namun terdapat sebesar 7,5% diantaranya yang mau menerapkan sistem perladangan tanpa membakar. Perubahan sikap setelah kampanye ditunjukkan dengan penurunan sebesar 20,88% yang sebelumnya diam saja saat melihat orang lain melakukan penebangan pohon di hutan dan 17,03% untuk pelaku perusakan hutan dengan aksi menebang sebesar-besaran. Perubahan lain meningkat dukungan dengan berani mengambil resiko lebih besar yaitu peningkatan 4,6% yang berani memberi peringatan pada pelaku penebangan hutan secara besar-besaran. Peranan lembaga adat ternyata berpengaruh pada perubahan sikap, yang ditunjukkan dengan peningkatan sikap penyelesaian masalah melalui hukum adat meningkat 9,04%, sebaliknya kepada lembaga pemerintahan desa terjadi penurunan drastis sebesar 38,81%. Perubahan perilaku mengambil sumber daya hutan non kayu secara langsung masih terus berlangsung, namun telah terbangun upaya untuk melestarikan jenis tumbuhan lokal yang bernilai ekonomi bagi masyarakat dengan melakukan pengumpulan anakan tanaman gaharu dari hutan ke ladang dan pekarangan mereka. Namun karena manfaat langsung yang tidak segera dapat dirasakan dan status hak kelola kawasan yang belum jelas menjadi kendala dalam

5 v mendorong perubahan massal gerakan budidaya gaharu di kawasan hutan Pegunungan Muller. Faktor-faktor yang berpengaruh dalam perubahan perilaku didominasi oleh keadaan ekonomi, sosial dan budaya (adat-istiadat) masyarakat dan tekanan luar seperti persaingan dan permintaan pasar yang meningkat pada sumberdaya hutan di kawasan ini. Kesimpulan dari penelitian ini adalah : Pengetahuan masyarakat mengenai fungsi hutan meningkat dari aspek ekonomi sebesar 3,3% dan dari aspek ekologis sebesar 8,5%, perubahan jumlah masyarakat yang sebelumnya menyatakan tidak tahu menjadi dapat memberikan pendapat/menjawab juga meningkat sebesar 5,3%. Perubahan sikap masyarakat dalam mendukung upaya pelestarian sumber daya kawasan hutan juga meningkat yang ditunjukkan dengan menurunnya sikap ketidakpedulian sebesar 17,03% sampai 20,88% dalam hal mengambil resiko dan tanggungjawab dan menerima budidaya tanaman lokal (gaharu) dan tanaman tahunan (karet), hal ini didukung dengan meningkatnya kepercayaan masyarakat pada lembaga adat untuk menyelesaikan masalah pelanggaran sebesar 9,04%, namun terjadi penurunan tingkat kepercayaan pada lembaga pemerintahan desa sebesar 38,81%. Beberapa hal yang disarankan dari penelitiian ini adalah kajian lanjut untuk mendorong percepatan dukungan masyarakat terhadap pelestarian keanekaragaman hayati kawasan Hutan Pegunungan Muller maka kegiatan yang sangat perlu dilakukan dengan kegiatan yang menghasilkan ketetapan status hak kelola masyarakat atas kawasan hutan. Ketegasan status menjadi jaminan masyarakat dalam melakukan pemanenan hasil hutan yang telah dibudidayakan dan memicu keikutsertaan masyarakat untuk melestarikan kawasan dengan berkurangnya aktifitas pengambilan langsung dimasa yang akan datang. Kegiatan peningkatan keterampilan masyarakat sebagai bentuk kegiatan alternatif untuk memanfaatkan sumberdaya hutan yang berlimpah namun bernilai ekonomi rendah menjadi lebih bernilai ekonomi tinggi untuk mengurangi ketergantungan pada satu jenis sumberdaya saja. Kata Kunci: pendidikan konservasi, sumberdaya hutan, pengetahuan, sikap, perilaku, hutan Pegunungan Muller.

6 vi Hak Cipta milik IPB, tahun 2010 Hak Cipta dilindungi Undang-undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. 1. a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan, 1. b. pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB. 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.

7 vii PENGARUH PENDIDIKAN KONSERVASI TENTANG FUNGSI KAWASAN HUTAN PADA MASYARAKAT PEGUNUNGAN MULLER KALIMANTAN TENGAH JHON PITER MANALU Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010

8 viii Penguji Luar Komisi : Prof. Dr. E.K.S.Harini Muntasib, MS

9 ix Judul Tugas Akhir : Pengaruh Pendidikan Konservasi tentang Fungsi Kawasan Hutan pada Masyarakat Pegunungan Muller Kalimantan Tengah Mayor Nama NRP : Ilmu Pengetahuan Kehutanan : Jhon Piter Manalu : E Disetujui Komisi Pembimbing Dr. Ir. Arzyana Sunkar, MSc. Ketua Dr. Ir. Burhanuddin Masy ud, MS Anggota Diketahui Ketua Mayor/Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan Dekan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor Prof. Dr. Ir. Imam Wahyudi, MS Prof.Dr.Ir. Khairil A. Notodiputro, MS Prof. Dr. Ir. Imam Wahyudi, MS Dr. Ir. Naresworo Nugroho, M.Si NIP NIP Tanggal Ujian: 22 Februari 2010 Tanggal Lulus:

10 x PRAKATA Puji syukur kepada Sang Khalik yang maha kasih atas berkat dan penyertaan-nya semata penulis mampu menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul: Pengaruh Pendidikan Konservasi tentang Fungsi Kawasan Hutan pada Masyarakat Pegunungan Muller Kalimantan Tengah. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada Ibu Dr.Ir. Arzyana Sunkar,MSc dan Bapak Dr.Ir.Burhanuddin Masy ud, MS selaku komisi pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan banyak masukan kepada penulis dalam penyelesaian penelitian ini, juga kepada Ibu Prof.Dr.E.K.S. Harini Muntasib,MS dan Bapak Prof.Dr. Bambang Hero Saharjo, MS yang terus mendorong penulis dalam penyelesaian penelitian ini. Tidak lupa penulis juga menyampaikan hal yang sama kepada semua pihak yang turut membantu penulis selama ini. Sebagai manusia biasa penulis tentunya tidak luput dari kealpaan, penulis mengharapkan saran dan kritik guna perbaikan tulisan ini dimasa yang akan datang. Akhir kata semoga tulisan ini bermanfaat bagi yang memerlukan Februari, 2010 Jhon Piter Manalu

11 xi RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kisaran, Kabupaten Asahan Sumatera Utara tanggal 14 Oktober 1973 dari ayah J. Manalu dan ibu R. Siahaan. Penulis adalah anak pertama dari 4 bersaudara. Tahun 1992 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Kisaran dan pada tahun yang sama melanjutkan pendidikan Ikatan Dinas di Akademi Meteorologi dan Geofisika Jakarta lulus tahun 1994 dan ditempatkan di Palangka Raya, ditahun yang sama diterima di Universitas Palangka Raya melalui jalur UMPTN untuk melanjutkan pendidikan pada Fakultas Pertanian Jurusan Ilmu Tanah. Tahun 2002 penulis berhasil menyelesaikan program sarjana (S1) dan tahun 2007 diterima pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor untuk melanjutkan Program Sekolah Pasca Sarjana. Pengalaman kerja penulis dimulai sebagai staf observasi data di Stasiun Meteorologi Palangka Raya sejak tahun 1994 dan aktif dalam kegiatan Lembaga Penelitian Kampus dan Lembaga Swadaya Masyarakat yang bergerak dibidang lingkungan hidup (Walhi) tahun 1996 sampai tahun 2000, Care International Kalimantan Tengah dalam program Sistem Peringatan Dini Bahaya Kebakaran (Early Warning System Fire Danger Rating System/EWS-FDRS) tahun Sejak tahun 2006 bergabung dengan Lembaga Pendidikan dan Pemberdayaan Masyarakat (elpam) dan aktif dalam Pokja PIL (Pusat Informasi Ligkungan Hidup) Provinsi Kalimantan Tengah bersama Badan Lingkungan Hidup Provinsi.

12 xii DAFTAR ISI Sampul... i Pernyataan Mengenai Tesis dan Sumber Informasi... ii Abstrak... iii Ringkasan... iv Halaman Judul... vii Lembar Pengesahan... ix Prakata... x Riwayat Hidup... xi Daftar Isi... xii Daftar Gambar... xiv Daftar Tabel... xv Daftar Lampiran... xvi I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perumusan Masalah Penelitian Kerangka Pikir Penelitian Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... 7 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Perubahan Sosial Membangun dukungan Konservasi melalui Pemasaran Sosial Produk Sosial Pendidikan Konservasi Persepsi Masyarakat terhadap Konservasi Budidaya Tanaman Lokal III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 3.1. Karakteristik Demografi Kawasan Pegunungan Muller Pegunungan Muller Kawasan Kerja Kampanye a. Demografi dan Populasi b. Ekonomi dan Sosial Budaya Potensi Sumber Daya Kawasan Jenis Tanah dan Penggunaan Lahan Iklim dan Cuaca Nilai Penting Kawasan Konservasi Kawasan Target Keanekaragaman Hayati Permasalahan Konservasi Kearifan Lokal Masyarakat Dayak Program Konservasi dan Lembaga Lain yang Terlibat... 30

13 xiii IV METODE PENELITIAN 4.1. Metode Penentuan Lokasi Penentuan Responden Parameter Penelitian Tempat dan Waktu Penelitian Alat dan Bahan Bentuk dan Tahapan Pengumpulan Data Prosedur Pelaksanaan Penelitian Metode Analisis Data V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Deskripsi Program Kampanye Pendidikan Konservasi Perubahan Pengetahuan, Sikap dam Perilaku Masyarakat Pasca Pelaksanaan Pendidikan Konservasi Perubahan Pengetahuan Perubahan Sikap Perubahan Perilaku Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perubahan Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Masyarakat VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 64

14 xiv DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Alur Pemikiran Kegiatan Penelitian... 7 Gambar 2. Tipe Produk Sosial Gambar 3. Kawasan Pegunungan Muller Kalimantan Tengah Gambar 4. Tata Guna dan Tutupan Lahan Kawasan Pengunungan Muller Gambar 5. Prosedur dan Tahapan Kegiatan Pendidikan Konservasi Gambar 6. Gambaran Umum Perubahan Pengetahuan Masyarakat Setelah... Kegiatan Gambar 7.a.b.Perubahan Sikap pasca Pendidikan Konservasi Gambar 8 Gambaran Umum Perubahan Sikap Masyarakat setelah kegiatan... 55

15 xv DAFTAR TABEL Tabel 1 Jumlah penduduk per desa dan kondisi perekonomian Tabel 2 Luas kawasan dan kondisi lahan di Kec. U ut Murung Tabel 3 Jumlah responden per Desa Tabel 4 Program pendidikan konservasi yang dilaksanakan Tabel 5 Perubahan pengetahuan masyarakat tentang konservasi kawasan Tabel 6. Perubahan pengetahuan mayarakat Tabel 7. Tanggapan terhadap Peraturan Gubernur tentang larangan membakar Tabel 8. Perubahan sikap masyarakat Tabel 9. Perubahan sikap dalam bentuk dukungan pelestarian sumber daya Tabel 10 Perubahan sikap masyarakat pada pelaku perusakan Tabel 11 Perubahan sikap masyarakat pada perilaku konservasi Tabel 12 Perubahan sikap masyarakat terhadap aksi/tindakan konservasi Tabel 13 Perubahan perilaku masyarakat di dalam hutan... 56

16 xvi DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Matriks Analisis Stakeholders Lampiran 2 Gambar Konsep Model Lampiran 3a Panduan Pertanyaan FGD Kelompok Masyarakat Lampiran 3b Panduan Pertanyaan FGD Kelompok Pemerintah Daerah Lampiran 4 Kuesioner Survei Lampiran 5a Daftar Rincian Kegiatan Pendidikan Konservasi Lampiran 5b Uraian Kegiatan Kampanye Pendidikan Konservasi Lampiran 6 Tabel Hasil Rekapitulasi Pendapat Responden Lampiran 7 Matriks FGD... 83

17 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Habitat hutan pegunungan sangat rentan terhadap gangguan, terutama yang berasal dari kegiatan pengelolaan yang dilakukan manusia seperti pengambilan hasil hutan berupa kayu dan bukan kayu yang berlebihan (MacKinnon et al. 2000). Walaupun secara prinsip hutan memiliki banyak fungsi untuk memenuhi kebutuhan sosial, ekonomi, ekologi, budaya dan spiritual bagi generasi sekarang dan yang akan datang (Sumarwoto 2008) namun pengambilan sumber daya hutan bukan kayu seperti gaharu, damar, madu dan rotan yang berlebihan tanpa memperhitungkan suksesi atau kesinambungan jenis tanaman tersebut, akan mengancam keberadaannya menuju kepunahan (Soehartono dan Mardiastuti 2003). Salah satu kawasan yang mengalami pengambilan sumber daya hutan bukan kayu yang berlebihan adalah Pegunungan Muller-Schwanner di Kalimantan Tengah, tetapi hanya sedikit informasi yang tersedia mengenai dampak kerusakan hutan terhadap masyarakat yang memiliki ketergantungan tinggi pada hutan (Uluk et al. 2001) di kawasan ini. Pegunungan Muller-Schwanner adalah kawasan yang tepat berada ditengah-tengah Pulau Kalimantan yang merupakan gudang plasma nutfah dan ditetapkan sebagai kawasan pengelolaan lestari dan cagar biosfer. Kawasan ini menyimpan banyak keanekaragaman hayati yang sebagian besar belum dikaji manfaat dan kegunaannya dalam bidang ilmu terapan (LIPI 2005). Berdasarkan penelitian LIPI antara tahun diketahui sedikitnya terdapat 1100 jenis tumbuhan dan 682 jenis hewan dengan jenis endemik sebanyak 11 jenis burung, 14 jenis ikan, 6 jenis primata dan 10 jenis mamalia (LIPI 2005). Sebelum kondisi krisis keanekaragaman hayati terjadi sebagai akibat dari tekanan kegiatan manusia maka perlu segera dilakukan upaya pelestarian atau konservasi (Primack et al. 1998) yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan manusia dan masyarakat sekitarnya (Harini dan Masy ud 2004). Salah satu langkah yang harus dilakukan guna mendukung kesinambungan ekonomi masyarakat sekaligus menghindari kepunahan jenis adalah dengan

18 2 mendorong menemukan pasar untuk produk yang sudah ada dan mendukung spesies-spesies lokal yang menyimpan potensi ekonomi (Arifin et al. 2003). Menurut Margoluis dan Salafsky (1998) beberapa faktor yang mempengaruhi kondisi kawasan adalah: 1) faktor langsung, 2) faktor tidak langsung dan, 3) pengaruh faktor lainnya. Salah satu faktor langsung yang mempengaruhi kondisi kawasan hutan Pegunungan Muller adalah masyarakat sekitar hutan. Kawasan ini sejak dahulu sudah menjadi penyanggah kehidupan penduduk sekitarnya dan seiring pertambahan penduduk setelah pemekaran wilayah kabupaten dan kecamatan serta peningkatan kebutuhan manusia pada masa kini, mengakibatkan kawasan ini menjadi tujuan eksploitasi. Hal ini ditunjukkan dengan kegiatan perburuan dan pengambilan langsung hasil hutan berupa kayu dan bukan kayu oleh masyarakat setempat dan pendatang baru juga meningkat. Intensitas eksploitasi sumberdaya hutan yang semakin meningkat menyebabkan menurunnya masa istirahat lahan yang berakibat pada menurunnya kualitas hasil panen dan menurunnya daya dukung lahan (wawancara FGD 2008). Salah satu kelompok yang paling rentan terhadap efek pengelolaan lingkungan hutan adalah masyarakat yang tinggal di kawasan hutan. Pengetahuan masyarakat lokal dalam pengelolaan dan pemanfaatan hutan diwariskan secara turun-temurun yang biasanya diikuti dengan aturan yang bertujuan mempertahanankan fungsi sumberdaya hutan dan sungai untuk menjamin hasil hutan berupa bahan makanan dan buruan terus-menerus mudah didapatkan (Uluk et al. 2001). Dengan menurunnya keanekaragaman hayati sebuah kawasan maka semakin rendah pula daya dukung kawasan terhadap kehidupan (Soerjani et al. 2008). Membangun sebuah kemitraan dalam pengelolaan sumberdaya lingkungan hidup akan melibatkan banyak kelompok seperti pemerintah, akademisi, LSM, dunia usaha dan masyarakat serta kelompok komunikator. Kemitraan yang terbangun hanya dapat dipertahankan dengan proses komunikasi yang menyambungkan seluruh kelompok yang terlibat dan sistem yang dibangun dapat dikomunikasikan dengan baik untuk melakukan identifikasi, penentuan masalah dan penyelesaian serta pemilihan strategi yang akan diwujudkan oleh tiap kelompok (Djajadiningrat 2001). Penerimaan sebuah kelompok pada kelompok

19 3 lain tergantung pada persepsi yang timbul dalam pemikiran setiap kelompok yaitu, persepsi adalah proses yang dilalui untuk menerima, memilah, mengorganisir dan menafsirkan informasi untuk menciptakan gambaran yang berarti tentang sesuatu hal (Andreasen 1995; Weinreich 1999; Kotler et al. 2006). Pemerintah menyadari bahwa kerusakan lingkungan hidup (hutan) dan penyusutan keanekaragaman hayati di Indonesia harus segera diatasi. Keterbatasan pemerintah dalam pendanaan, luasan dan perbedaan karakteristik kawasan, maka pemerintah mengupayakan keikutsertaan masyarakat dalam kegiatan konservasi. Guna mendorong peranserta masyarakat dalam konservasi, pemerintah melaksanakan berbagai kegiatan yang berdayaguna dan berhasil guna (UU No. 5 Tahun 1990, pasal 37 butir 1). Upaya tersebut hanya dapat dilakukan dengan pola keterbukaan dalam perwujudan peran dan hak masyarakat sekitar sumberdaya (hutan) dalam pengelolaannya. Penguatan kontrol masyarakat hanya dapat diwujudkan melalui partisipasi dalam perencanaan dan pengelolaan sumberdaya tersebut (Primack et al. 1998). Guna mempertahankan keanekaragaman hayati yang dimiliki kawasan ini maka perlu dilakukan suatu upaya bersama masyarakat setempat untuk melestarikan sumberdaya alam hutan Pegunungan Muller dengan gerakan penyadaran. Salah satu bentuknya adalah kegiatan pendidikan konservasi dengan metode kampanye konservasi melestarikan alam. Program kampanye ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang kawasan dan mendorong perubahan perilaku masyarakat dari pengumpul hasil hutan menjadi kelompok pelaku budidaya tanaman yang memiliki nilai ekonomi sekaligus mendorong pemantapan fungsi ekologis, hidrologis dan budaya masyarakat setempat. Jenis komoditi ini menjadi tumpuan ekonomi masyarakat lokal sejak abad ketujuh (Mackinon 2000). Gaharu adalah salah satu sumber mata pencaharian masyarakat lokal yaitu masyarakat Dayak (Soehartono dan Mardiastuti 2003). Motif ekonomi yang juga terbangun bersama program kampanye konservasi melalui kegiatan budidaya tanaman lokal diharapkan menjadi insentif bagi masyarakat untuk melakukan kegiatan konservasi keanekaragaman hayati secara terus-menerus.

20 Perumusan Masalah Penelitian Pegunungan Muller yang terletak di tengah-tengah jantung Borneo adalah satu dari sedikit kawasan hutan hujan tropika yang tersisa di Indonesia. Topografi kawasan ini didominasi daerah pegunungan tinggi dengan kemiringan terjal. Hutan dalam kawasan pegunungan Muller dan sekitarnya sepantutnya dilindungi karena berperan sebagai fungsi cadangan air di masa yang akan datang. Kawasan ini terletak di tiga provinsi yaitu provinsi Kalimantan Barat, Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah yang menjadi menara air tidak hanya bagi ketiga provinsi tersebut di atas tetapi juga negara tetangga Sabah dan Sarawak. Hampir semua sungai-sungai besar di Kalimantan berhulu dari Pegungungan Muller ini seperti Sungai Barito, Sungai Kahayan, Sungai Kapuas dan Sungai Mahakam. Di samping itu kawasan Pegunungan Muller menyimpan kekayaan biodiversitas dan misteri alam yang belum banyak terungkap. Hal ini menjadi alasan dalam pengusulan kawasan Pegunungan Muller menjadi Alam Warisan Dunia (LIPI 2005). Guna mendorong pengelolaan suatu kawasan hutan alam yang memiliki biodiversitas tinggi secara terus menerus, dibutuhkan tidak hanya informasi dan data mengenai keanekaragaman hayati dan fungsi kawasan saja. Diperlukan dukungan dari masyarakat sekitar kawasan yang menjadi kelompok paling berkaitan langsung. Kajian sosial masyarakat, terutama yang berkaitan dengan aktifitas pengelolaan kawasan oleh masyarakat setempat perlu digali dan didorong untuk menghindari konflik kepentingan dalam mengelola kawasan. Kelompok masyarakat Dayak di kawasan ini sejak abad ke 7 telah melakukan berbagai kegiatan pemanfaatan sumberdaya kawasan berupa sumber daya hutan kayu dan non kayu (Soehartono dan Mardiastuti 2003). Masyarakat Dayak di Kalimantan Tengah yang telah mengenal berbagai jenis tumbuhan hutan di sekitar kawasan mereka, sebagian juga telah mengenal berbagai jenis tanaman berkayu bermanfaat. Sebagian besar belum dibudidayakan (wild-species), setengah dibudidayakan (semi-cultivated species) dan dibudidayakan sepenuhnya (cultivated species). Jenis tumbumhan yang dibudidayakan didominasi jenis pohon penghasil buah-buahan yang sebagian

21 5 besar juga dikombinasikan dengan tanaman dan hewan yang bermanfaat tersebar di bekas lahan ladang atau di sekitar perkampungan (Arifin et.al 2003) Pengetahuan tentang pemanfaatan jenis pohon dan tumbuhan hutan yang didapat secara turun-temurun terlihat dari kemampuan masyarakat mengenali jenis tumbuhan yang berguna bagi mereka dengan sistem penamaan yang berbeda pada tiap tingkatan umur tumbuhan tertentu. Berbagai jenis pohon dan tumbuhan yang berada di hutan, telah lama dikenal dan dimanfaatkan oleh mereka untuk berbagai keperluan seperti pemenuhan kebutuhan domestik rumah tangga dan kegiatan upacara adat yang menggunakan kayu khusus dan dinyatakan sebagai kayu adat seperi ulin (Eusyderoxylin swageri), rotan (Daemonorops sp). Ketergantungan masyarakat lokal di kawasan Pegunungan Muller terhadap sumberdaya hutan sangat tinggi, hal ini terlihat dari kondisi perekonomian masyarakat yang sangat tergantung dari kegiatan mengumpulkan hasil hutan seperti kayu, gaharu dan komoditi yang bernilai ekonomis lainnya. Tingginya permintaan pasar dan meningkatnya harga komoditi hasil hutan, mendorong peningkatan intensitas kegiatan perburuan hasil hutan yang berakibat pada penurunan keanekaragaman hayati kawasan Pegunungan Muller. Usaha budidaya tanaman yang dilakukan masyarakat Dayak di kawasan ini umumnya didominasi jenis tanaman padi dan buah-buahan seperti durian, rambutan, cempedak yang dilakukan di ladang dan pekarangan rumah mereka. Kegiatan pelestarian jenis tanaman oleh masyarakat lokal hanya pada jenis tanaman yang berperan dalam kegiatan budaya adat dan yang berguna dalam kehidupan sehari-hari sebagai bumbu dapur. Meskipun kehidupan ekonomi mereka sangat tergantung pada jenis tanaman lokal yang sudah semakin sulit didapatkan, namun belum terpikirkan cara untuk membudidayakannya. Pada penelitian ini permasalahan yang dikaji adalah 1) tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat terhadap fungsi kawasan hutan selain fungsi ekonomi dalam mendukung kegiatan konservasi di kawasan Pegunungan Muller sesudah dan sebelum kampanye konservasi. 2) Faktor-faktor yang mendorong masyarakat menerima atau menolak kegiatan konservasi kawasan hutan sesudah dan sebelum kampanye konservasi.

22 Kerangka Pikir Penelitian Kerangka pikir penelitian didasarkan pada kondisi hutan di kawasan Pegunungan Muller setelah penetapan kawasan ini menjadi bagian dari kawasan pengelolaan lestari HoB (Heart of Borneo). Untuk mendorong peran serta masyarakat dalam mendukung program ini maka diperlukan peningkatan pengetahuan masyarakat lokal tentang kawasan dan fungsinya bagi mereka dan orang lain yang tinggal di luar kawasan Jantung Borneo. Dengan peningkatan pengetahuan terkait fungsi kawasan maka diharapkan timbul sikap untuk mendukung program ini dan selanjutnya akan dapat mendorong perubahan perilaku menjadi mendukung kegiatan pelestarian sekaligus memberikan umpan balik berupa insentif ekonomi dalam kegiatan pengelolaan kawasan yang memiliki nilai ekonomi bagi mereka. Keberadaan hutan bagi masyarakat setempat sebetulnya sangat penting, karena hutan bagi mereka bukan hanya sekedar karena peran ekologis, tetapi lebih jauh merupakan bagian dari kehidupannya. Kawasan hutan Pegunungan Muller yang memiliki sumberdaya dan keanekaragaman hayati berlimpah sebagai penyokong kehidupan masyarakat lokal mendapatkan tekanan yang terus-menerus baik oleh masyarakat sekitar dan luar kawasan yang mengakibatkan fungsi dan hasil sumberdaya yang dimiliki kawasan menurun. Pendidikan konservasi melalui aktifitas kampanye konservasi bangga melestarikan alam diharapkan mampu mendorong peningkatan pengetahuan, kepedulian dan peran serta masyarakat pada kawasan ini. Meskipun mereka sadar akan arti penting hutan dalam kehidupannya, namun mereka belum tahu betul cara mengelola hutan secara berkelanjutan. Untuk mendorong peningkatan pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat secara positif terhadap kawasan dilakukan kegiatan-kegiatan yang dibangun bersama masyarakat dengan mengadopsi kepentingan ekonomi, sosial dan budaya setempat. Implementasi kampanye konservasi adalah dengan menggunakan teknik pemasaran sosial dengan menekankan pada pesan konservasi hutan di kawasan ini guna mendukung kehidupan masyarakat sekitar kawasan dan luar kawasan maka disusun sebuah konsep berfikir seperti yang terlihat pada Gambar 1.

23 7 Gambar 1. Alur pemikiran kegiatan penelitian kampanye konservasi Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Mengetahui dan mengkaji pengetahuan masyarakat tentang fungsi kawasan hutan Pegunungan Muller sebelum kampanye konservasi. 2. Mengetahui perubahan pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat tentang fungsi kawasan hutan sebelum dan setelah kampanye konservasi. 3. Mengidentifikasi faktor-faktor yang menentukan penerimaan atau penolakan masyarakat Dayak dalam kegiatan konservasi sumberdaya kawasan hutan Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi bagi semua pihak yang terkait pengelolaan kawasan Pegunungan Muller Kalimantan Tengah untuk membangun dukungan masyarakat dalam Program Konservasi Jantung Kalimantan (Heart of Borneo) dengan pendekatan pemasaran sosial. Penelitian ini juga diharapkan menjadi informasi dan kajian baru bagi pelaksanaan kegiatan pendidikan konservasi dimasa yang akan datang dari aspek sosial dan budaya lokal masyarakat Dayak.

24 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Perubahan Sosial Pemasaran sosial adalah aplikasi program yang disusun secara sistematis untuk memecahkan persoalan sosial di masyarakat (Rogers 1995). Pemasaran sosial dapat pula dikatakan sebagai penerapan dari metode memasarkan produk atau jasa dalam bentuk pengelolaan program sosial dengan suatu pendekatan yang terencana untuk memecahkan persoalan tertentu yang terjadi dalam suatu komunitas masyarakat tertentu (Kotler dan Roberto 1989). Dalam hal kegiatan konservasi maka pemasaran sosial direncanakan dengan menggali semua pengetahuan lokal dan perilaku tertentu pada masyarakat setempat yang mendukung kegiatan pengelolaan lingkungan atau konservasi. Semua bentuk kegiatan yang memang terpola sebagai bagian dari perilaku masyarakat baik yang mendukung atau bertentangan dengan prinsip konservasi diangkat dan susun menjadi tawaran baru dalam bentuk produk pemasaran sosial konservasi. Kotler dan Roberto (1989) menguraikan hal-hal yang terkait karakteristik kelompok sasaran untuk mendorong keberhasilan pendidikan konservasi adalah: a. Sosiodemografi meliputi jenis kelamin, usia, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, agama, kelas sosial, suku, status pernikahan, jumlah anggota keluarga dan lain sebagainya. b. Psikologis meliputi sikap, nilai, norma, motivasi, kepribadian, orientasi sikap dan orientasi ekonomi serta perilaku gaya hidup. c. Perilaku meliputi pola perilaku, kebiasaan dan cara mengambil keputusan. Pelaku pemasaran sosial juga harus dapat mengidentifikasi kelompok yang dapat mempengaruhi kelompok sasaran untuk menetralisir penolakan dan pengalangan dukungan untuk mencapai tujuan perubahan. Kotler et al. (2006) memberikan perhatian khusus pada beberapa kelompok yang dapat mempengaruhi kelompok sasaran seperti : 1) kelompok pemberi izin atau lembaga yang berwenang memberi izin yang diperlukan dalam merancang, memulai dan melaksanakan aktivitas pemasaran sosial di lapangan seperti unsur pemerintah dan pengambil kebijakan umum; 2) kelompok pendukung berupa individu atau kelompok

25 9 dukungan diperlukan dalam program pemasaran sosial seperti lembaga adat, kepala adat, tokoh agama, tokoh masyarakat dan kelompok sosial ekonomi masyarakat berupa koperasi dan sebagainya; 3) kelompok penentang adalah kelompok atau lembaga yang perlu didekati, supaya dapat mendorong percepatan penerimaan pemasaran sosial kelompok ini biasanya adalah kaum mapan secara ekonomi dan sosial dengan anggapan bahwa perubahan dapat saja membuat mereka tidak semakin baik tapi malah sebaliknya seperti aturan dan larangan merubah adat dan kebiasaan masyarakat adat. Untuk mencapai hasil yang memuaskan pada program pendidikan konservasi dengan metode kampanye pemasaran sosial maka program tersebut harus mengenali kebiasaan mayarakat yang selaras dengan konservasi dan menghilangkan kendala serta dapat memanfaatkan hal-hal yang mendorong percepatan penerimaan pesan oleh masyarakat sasaran. Untuk mendapatkan sebuah perubahan yang berarti maka pelaku pemasaran sosial. wajib mengetahui 1) siapa kelompok sasarannya, misalnya kelompok pemburu, penebang kayu atau petani; 2) bagaimana kondisi dan motivasi yang dapat merubah kelompok masyarakat sasaran, misalnya kondisi alam atau hasil hutan yang semakin sulit didapatkan; 3) apa yang harus dilakukan dan dapat memilih mana yang paling memberikan perubahan berarti seperti sumber-sumber yang memang dimiliki sebelumnya atau telah ada pada kelompok masyarakat sasaran atau hal-hal yang memang sudah dikenal masyarakat dengan baik sebelum program dirancang. Andreasen dan Alan (1995) menekankan bahwa proses perubahan seseorang atau kelompok dari sebuah kebiasaan lama menuju hal baru, umumnya akan melalui tahapan-tahapan sebagai berikut: 1) Pre-contemplation, yaitu tahapan dimana kelompok sasaran masih memerlukan informasi dan pembuktian hal yang disampaikan dan menarik perhatian. 2) Contemplation, yaitu tahapan dimana masyarakat sasaran mulai memikirkan dirinya dan kelompoknya serta hubungannya dengan pesan yang diterima. 3) Action, adalah tahapan dimana hal yang mengubah tingkah laku mulai terlihat. Pesan harus terus-menerus diupayakan untuk mengurangi kendala yang mungkin terjadi sebagai penghambat, dengan adanya perubahan ini pesan

26 10 harus dapat pula diteruskan oleh orang yang menjadi panutan atau tokoh yang mereka kenal. 4) Maintenance adalah usaha untuk mempertahankan pesan agar tetap dilakukan tahapan ini sangat terkait dorongan reward atau hasil yang didapat memberikan perubahan yang baik bagi mereka. Kotler dan Roberto (1989) mengungkapkan bahwa pendidikan konservasi dengan metode kampanye perubahan sosial adalah usaha yang disusun oleh agen perubahan dengan tujuan untuk mempengaruhi atau merubah perilaku kelompok sasaran, dari kebiasaan lama pada sebuah kebiasaan lain yang baru dengan ajakan, saran dan contoh tertentu. Beberapa hal yang penting dalam kampanye perubahan perilaku ialah: a. Sebab-akibat : yaitu tujuan sosial yang diyakini oleh agen perubahan dapat menghasilkan jawaban yang diinginkan atas suatu masalah sosial. Tujuan kampanye perubahan sosial meliputi: Peningkatan kesadaran/pengetahuan/kognitif misalnya penyebaran informasi tentang bahaya banjir dan tanah longsor pada areal hutan yang mengalami degradasi vegetasi. Ajakan untuk melakukan suatu aksi tunggal pada suatu waktu tertentu, misalnya melakukan penanaman pohon dalam mendukung program one man one tree. Mengubah perilaku/aksi berulang seperti meninggalkan perilaku lama, mencoba mempraktekkan perilaku baru dan mempertahankan pola perilaku baru misalnya merubah perilaku membuang sampah sembarangan, memilah dan mengolah sampah rumah tangga, menanam tanaman obat keluarga (toga). Mengubah nilai, misalnya mengubah nilai agama atau budaya yang dianggap hal yang pali atau tabu. Umumnya, orang akan menolak pesan yang bertentangan dengan nilai-nilainya. Seorang agen perubahan dapat memberdayakan hukum dan sanksi legal untuk mempromosikan sikap, perilaku dan nilai baru yang harus diadopsi oleh kelompok sasaran. Setelah jangka waktu tertentu, kepatuhan pada hukum baru akan menghasilkan perubahan sikap, perilaku dan nilai yang diinginkan.

27 11 b. Agen perubahan yaitu individu, organisasi, pemerintah atau gabungan ketiganya yang berupaya mewujudkan perubahan sosial. c. Kelompok sasaran yaitu individu, kelompok atau masyarakat yang menjadi sasaran upaya perubahan. d. Saluran komunikasi dan distribusi terbangun bilamana terjadi pertukaran pengaruh dan tanggapan secara dua arah antara agen perubahan dan sasaran. e. Strategi perubahan yaitu arah program yang diadopsi oleh agen perubahan untuk mempengaruhi sikap dan perilaku sasaran, meliputi dari segi teknologi, ekonomi, politik, pendidikan dan pemasaran sosial. Selanjutnya dalam kampanye perubahan sosial sangat memerlukan perhatian khusus pada faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan agar dapat mendorong individu dan kelompok sasaran terus-menerus mau melakukan kegiatan yang dikampanyekan sebagai wujud kesuksesan kampanye. Faktorfaktor yang mempengaruhi kesuksesan kampanye perubahan sosial (Kotler dan Roberto 1989) adalah sebagai berikut: a. Faktor kelompok sasaran, misalnya sikap apatis dan defensif terhadap pesan yang disampaikan. b. Faktor pesan, misalnya pesan yang disampaikan harus memuat manfaat yang menguntungkan bagi kelompok sasaran dengan cara yang menarik perhatian. c. Faktor media, misalnya menggunakan media pada waktu yang tepat, sehingga sasaran dapat optimal menerima pesan kampanye. d. Faktor mekanisme tanggapan, misalnya dengan menyediakan cara mudah dan nyaman bagi kelompok sasaran yang telah termotivasi, untuk secara positif menanggapi dan melakukan aksi tindak lanjut sesuai pesan yang dimaksud dalam kampanye Membangun dukungan Konservasi melalui Pemasaran Sosial Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi ketiga (2007) disebutkan bahwa pemasaran adalah proses, cara dan perbuatan memasarkan barang atau jasa termasuk menyebarluaskan ide, barang dan jasa tersebut ke tengah-tengah masyarakat. Pemasaran sosial adalah cara untuk mengubah perilaku melalui pendekatan tradisional yang menggunakan segala modal sosial yang ada di

28 12 masyarakat kemudian menggabungkannya dengan teknologi modern dalam komunikasi, ketrampilan dan seni pemasaran (Kotler dan Roberto 1989). Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pemasaran sosial yang berhubungan dengan kegiatan konservasi adalah bentuk, perencanaan dan pengendalian program yang dapat diukur tingkat keberhasilan atau efektifitasnya, karena dalam kegiatan kampanye konservasi produk yang dipasarkan tidak berbentuk barang yang langsung memiliki efek dalam waktu singkat. Menurut Kotler dan Roberto (1989) pemasaran sosial juga menggunakan konsep dan prinsip pemasaran komersial layaknya sebuah produk atau barang yang ditawarkan dengan konsep pembauran dalam memperkenalkan dan memasarkan ide, perilaku dan objek yang dapat dilihat. Ke-empat konsep tersebut diuraikan sebagai berikut : a. Product adalah ide, perilaku dan obyek fisik yang ditawarkan oleh agen perubahan pada kelompok sasaran, b. Price adalah pengorbanan yang harus dikeluarkan berupa, uang, waktu, tenaga, upaya serta tuntutan psikologis oleh kelompok sasaran dalam menerima produk, c. Place adalah sarana yang digunakan dalam penyampaian produk kepada kelompok sasaran, (dalam program kampanye konservasi place berupa alat penyampai produk seperti media massa elektronik seperti radio, dan media cetak seperti bahan-bahan kampanye yang berisi pesan) d. Promotion adalah sarana untuk memperkenalkan produk (pesan) kepada kelompok sasaran melalui diskusi, interaksi, iklan layanan masyarakat dan kegiatan lain yang bertujuan menyampaikan pesan konservasi. Dalam menyampaikan pesan konservasi dengan metode pemasaran sosial terdapat beberapa saluran yang memang sudah dikenal masyarakat sebagai bagian dari budaya mereka. Hal ini harus mendapat perhatian karena saluran tersebut sudah terbangun di masyarakat dan menjadi bagian dari masyarakat tersebut yang terwujud dalam komponen individu dan modal sosial seperti: 1. Rapat kampung atau sarasehan yang memberikan kesempatan bertatap muka, saluran ini dapat berupa individu yang memanfaatkan pertemuan dalam

29 13 penyampaian ide, gagasan dan pesan kampanye. Biasanya saluran ini sangat efektif dalam penyampaian pesan. 2. Tokoh kampung atau pemuka masyarakat yang memiliki kredibilitas dan dapat dipercaya dianggap pantas untuk dijadikan teladan. Informasi dari sumber yang dapat dipercaya akan mempengaruhi keyakinan, opini, sikap dan tingkah laku melalui pendalaman masalah. Sekali penerima mendalami sebuah opini atau sikap, maka opini atau sikap itu akan tercakup dalam sistem keyakinannya dan dapat bertahan walaupun sumber pesan sudah dilupakan. Pesan melalui orang seperti ini akan cepat diterima secara komunal. Dalam implentasi pendidikan konservasi sebaiknya memperhatikan saluran komunikasi ini yang biasanya dimiliki oleh tokoh adat, tokoh agama, seniman dan aktifis masyarakat. Kelompok ini akan sangat efektif sebagai duta penyampaian pesan terutama bila intensitas penyampaian pesan tidak cukup banyak dan keterbatasan waktu dalam implementasi program serta perbedaan tingkat kemampuan menerima dari masing-masing individu. Kelompok ini juga dapat dipakai untuk memelihara pesan terutama pada saat diskusi antar masyarakat yang biasanya seringkali merka tidak memiliki keberanian untuk mengungkapkan pendapat atau bertanya kepada orang yang belum dikenal baik. Prosedur kegiatan umum yang diperlukan dalam membangun sebuah program pemasaran sosial konservasi, karena produk yang diberikan adalah ide yang tidak serta-merta dapat dirasakan manfaatnya dalam waktu singkat, namun demikian hal-hal yang harus diperhatikan dalam kegiatan pemasaran sosial adalah 1) pendefenisan masalah yang jelas dan terukur; 2) menetapkan penilaian kelompok sasaran yang akan diubah; 3) membagi kelompok sasaran dalam segmen; 4) menetapkan kelompok sasaran yang akan diubah; 5) menetapkan pembauran kelompok sasaran, 6) menetapkan program, dan; 7) evaluasi terhadap pelaksanaan program Produk Sosial Produk sosial dalam pemasaran sosial dibedakan berdasarkan : 1. Tingkat tekanan pasar (difficulty of market peneteration) yaitu kemampuan produk sosial memberikan tingkat kepuasan lebih yang tidak dimiliki produk lain dan atau setidaknya memenuhi kebutuhan dasar saat ini. Dalam kegiatan

30 14 kampanye konservasi produk seperti ini adalah produk sosial yang paling sulit dipasarkan kepada kelompok sasaran. 2. Beban kompleksitas pasar (complication of marketing task) yaitu tingkat kerumitan dalam memasarkan produk sosial berupa ide dan sekaligus praktek sosial yang berwujud dan tidak berwujud dalam objek fisik. 3. Berdasarkan obyek akhir yang diadopsi (object/end-result of adoption) berupa ide, aksi perseorangan, praktek prilaku (ulangan aksi yang terus-menerus dan menghasilkan pola tertentu) dapat diuraikan dalam Gambar 2 berikut : Gambar 2. Tipe produk sosial (Sumber: Kotler dan Roberto 1989). Selanjutnya Kotler dan Roberto (1989) menguraikan bahwa ide dibangun dari 3 unsur yaitu: 1) kepercayaan berupa gambaran terhadap kenyataan tanpa perlu melakukan evaluasi terlebih dahulu; 2) sikap berupa hasil evaluasi positif ataupun negatif terhadap orang atau agen, pelaku, ide dan kejadian atau peristiwa dan situasi tertentu; dan 3) nilai) berupa pemahaman benar-salah terhadap orang, ide maupun keadaan. Kepercayaan adalah suatu hal yang disadari atau tidak tergambar dari perkataan dan berwujud tindakan untuk mengambil atau memilih. Sikap adalah tanggapan terhadap sesuatu hal yang didasari pada rangkuman kepercayaan terus-menerus terhadap suatu obyek atau situasi yang selanjutnya mempengaruhi seseorang dalam menanggapi suatu hal. Nilai adalah hal yang mendasari dan mendorong seseorang untuk bersikap dan berharga dalam suatu usaha pencapaian yang berorientasi pada sistem kepercayaan secara menyeluruh pada suatu hal. Umumnya orang akan memilih untuk mengikuti kegiatan tertentu dan berperilaku terus menerus jika: 1) mereka tahu memahami benar kegiatan dan manfaatnya serta mengerti implikasi tingkah laku alternatif yang kurang berkelanjutan; 2) kendala yang mereka hadapi untuk

31 15 melaksanakan kegiatan atau tingkah laku baru sudah teratasi atau terkurangi; 3) mereka mengerti bahwa manfaat kegiatan yang baru atau perubahan dari tingkah laku lama akan memberi manfaat lebih daripada terus bertahan dengan tingkah laku yang ada Pendidikan Konservasi Program pendidikan konservasi yang diterapkan dalam penelitian ini adalah metode kampanye konservasi bangga yang diperkenalkan oleh Rare. Metode kampanye ini adalah metode pendidikan konservasi yang digabungkan dengan teknik pemasaran sosial dengan tujuan merubah perilaku kelompok sasaran kampanye. Program ini dirancang untuk mempercepat perubahan perilaku masyarakat, yang diawali dengan berbagai kegiatan untuk peningkatan pengetahuan dan sikap masyarakat sasaran dalam pengelolaan kawasan hutan sekitar mereka. Metode kampanye ini diperkenalkan di Indonesia dalam 3 tahun terakhir pada beberapa kawasan seperti Gunung Leuser Nanggro Aceh Darussalam dan Sumatera Utara, Pulau Siberut Sumatera Barat, Pantai Berau Kalimantan Timur dan Kepulauan Togean di Sulawesi Utara, Kepulauan Komodo di NTT, Kawasan Konservasi Laut Daerah Raja Ampat Papua Barat dan beberapa kawasan tahura dan taman nasional di pulau Jawa dan Sumatera. Salah satu kunci sukses kampanye ini adalah pelibatan dan pembentukan komitmen pada kelompok masyarakat seperti: masyarakat awam, aparatur pemerintahan desa, kecamatan dan kabupaten, kelompok agamawan dan usahawan. Pesan kampanye dan bentuk kampanye yang dilaksanakan membawa pesan khusus terkait isu lingkungan yang terjadi pada masing-masing kawasan. Isu yang paling sering diangkat dalam kampanye adalah kehutanan dan kelautan didasarkan pada kondisi kawasan dan ancaman kerusakan lingkungan pada kawasan kampanye. Metode kampanye ini umumya memperkenalkan program dengan ikon tertentu untuk melekatkan ingatan masyarakat dengan spesies tertentu yang terkait erat dengan kampanye, dirancang bersama masyarakat menjadi ikon sebagai flagship spesies. Beberapa contoh flagship spesies sebagai ikon dalam kampanye bangga adalah: 1) ikan kerapu di pulau Togean; 2) harimau sumatera di Nanggro

32 16 Aceh Darussalam; 3) penyu di Pantai Berau Kalimantan Timur dan berbagai jenis burung pada beberapa kampanye terkait isu konservasi hutan RARE (2007) Persepsi Masyarakat terhadap Konservasi Konservasi atau pelestarian lingkungan hidup adalah rangkaian upaya untuk melindungi kemampuan lingkungan hidup terhadap tekanan perubahan dan atau dampak negatif yang ditimbulkan oleh suatu kegiatan, agar tetap mampu mendukung perikehidupan manusia dan mahluk hidup lain. Konservasi sumberdaya hutan adalah upaya pelestarian sumberdaya hutan untuk menjamin kesinambungan ketersediaan dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai serta keanekaragaman hayati yang terdapat di dalam kawasan hutan Kementerian Lingkungan Hidup (2002). Persepsi didefinisikan sebagai proses yang dilalui seseorang untuk menerima, memilah, mengorganisir dan menafsirkan informasi untuk menciptakan gambaran yang berarti tentang dunia. Persepsi dapat pula diartikan sebagai pengalaman, peristiwa, atau hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi dalam arti sempit ialah penglihatan, bagaimana cara seseorang melihat sesuatu, sedangkan dalam arti luas ialah pandangan atau pengertian, yaitu bagaimana seseorang memandang atau mengartikan sesuatu dengan menggunakan pengertian sendiri dalam memandang sebuah persoalan (Rakhmat 2005). Atkinson dan Hilgard (1991) dalam Hadi (2001) menyatakan bahwa sebagai suatu cara pandang atau penilaian, persepsi termasuk proses komunikasi yang timbul karena adanya respon dalam bentuk interpretasi, penilaian, harapan atau aspirasi seseorang terhadap obyek. Berdasarkan pengertian persepsi di atas, maka proses pembentukan persepsi merupakan proses yang terjadi pada diri individu yang dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan sikap dan perilaku masyarakat. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa persepsi masyarakat dapat diartikan dua konsep, yaitu: 1) masyarakat sebagai sebuah tempat bersama, yakni sebuah wilayah geografi yang sama, dan; 2) masyarakat sebagai kepentingan bersama, yakni kesamaan kepentingan berdasarkan kebudayaan dan identitas.

33 17 Yang dimaksudkan dengan persepsi masyarakat terhadap konservasi dalam penelitian ini dapat disimpulkan sebagai tanggapan masyarakat tentang pentingnya upaya konservasi hutan sebagai bagian dari sumber kehidupan mereka. Persepsi masyarakat umumnya timbul dalam tahap-tahap proses adopsi atau penerimaan ide yang dimulai dari penyampaian inovasi sampai dengan terjadinya perubahan perilaku Departemen Kehutanan (2000) yaitu: 1) kelompok sasaran mulai sadar tentang adanya inovasi (awareness); 2) adanya minat yang ditandai dengan keinginan bertanya dan ingin tahu lebih banyak tentang inovasi yang disampaikan (interest); 3) menanggapi atau memberikan penilaian terhadap baik/buruk atau manfaat dari inovasi (evaluation); 4) timbulnya keinginan untuk melakukan atau mencoba dalam skala kecil (trial), dan; 5) siap untuk menerapkan dengan penuh keyakinan dalam skala yang lebih besar (adoption) Budidaya Tanaman Lokal Percepatan adopsi masyarakat terhadap inovasi dipengaruhi oleh beberapa faktor sebagai berikut: 1) inovasi yang ditawarkan yaitu bersifat intrinsik atau melekat pada inovasinya; 2) inovasi baru harus memiliki keunggulan teknis, ekonomis dan budaya; mudah tidaknya dikomunikasikan dan diamati; serta sifat ekstrinsik yang mencakup kesesuaian lingkungan setempat dan tingkat keunggulan relatif dibanding teknologi yang ada sebelumnya. Inovasi secara umum dipahami dalam konteks peribahan perilaku. Inovasi biasanya erat kaitannya dengan lingkungan yang berkarakteristik dinamis dan berkembang. Inovasi merupakan gagasan atau sebuah ide, praktek, atau objek yang dianggap baru dalam perspektif individu maupun komunal yang merupakan satu rangkaian kegiatan proses pembuatan, penawaran jasa atau barang baru dengan beberapa kelebihan dalam hal kemudahan dan peluang pemanfaatnya (Rogers 1995). Sejak abad ke 7, masyarakat Dayak telah melakukan budidaya tanaman lokal buah-buahan di ladang dan disekitar perkampungan mereka (MacKinnon 2000) seperti durian (Durio spp), nangka (Artocarpus intigra), rotan (Daemonorops sp) dan tumbuhan lain yang digunakan dalam upacara adat. Salah satu jenis tumbuhan lokal yang memiliki nilai ekonomi tingi dan berpotensi besar dalam jumlah maupun luas penyebarannya di kawasan ini adalah gaharu.

mendorong menemukan pasar untuk produk yang sudah ada dan mendukung spesies-spesies lokal yang menyimpan potensi ekonomi (Arifin et al. 2003).

mendorong menemukan pasar untuk produk yang sudah ada dan mendukung spesies-spesies lokal yang menyimpan potensi ekonomi (Arifin et al. 2003). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Habitat hutan pegunungan sangat rentan terhadap gangguan, terutama yang berasal dari kegiatan pengelolaan yang dilakukan manusia seperti pengambilan hasil hutan berupa

Lebih terperinci

PENGARUH PENDIDIKAN KONSERVASI TENTANG FUNGSI KAWASAN HUTAN PADA MASYARAKAT PEGUNUNGAN MULLER KALIMANTAN TENGAH JHON PITER MANALU NRP: E

PENGARUH PENDIDIKAN KONSERVASI TENTANG FUNGSI KAWASAN HUTAN PADA MASYARAKAT PEGUNUNGAN MULLER KALIMANTAN TENGAH JHON PITER MANALU NRP: E PENGARUH PENDIDIKAN KONSERVASI TENTANG FUNGSI KAWASAN HUTAN PADA MASYARAKAT PEGUNUNGAN MULLER KALIMANTAN TENGAH JHON PITER MANALU NRP: E051064055 SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010

Lebih terperinci

PENGARUH PENDIDIKAN KONSERVASI TENTANG FUNGSI KAWASAN HUTAN PADA MASYARAKAT PEGUNUNGAN MULLER KALIMANTAN TENGAH JHON PITER MANALU NRP: E

PENGARUH PENDIDIKAN KONSERVASI TENTANG FUNGSI KAWASAN HUTAN PADA MASYARAKAT PEGUNUNGAN MULLER KALIMANTAN TENGAH JHON PITER MANALU NRP: E PENGARUH PENDIDIKAN KONSERVASI TENTANG FUNGSI KAWASAN HUTAN PADA MASYARAKAT PEGUNUNGAN MULLER KALIMANTAN TENGAH JHON PITER MANALU NRP: E051064055 SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Perubahan Sosial Pemasaran sosial adalah aplikasi program yang disusun secara sistematis untuk memecahkan persoalan sosial di masyarakat (Rogers 1995). Pemasaran sosial

Lebih terperinci

PENERAPAN KAMPANYE BANGGA UNTUK MENGUBAH POLA PENGELOLAAN TERNAK MASYARAKAT DALAM MENDUKUNG KONSERVASI HARIMAU SUMATERA DI JANTHO ACEH BESAR

PENERAPAN KAMPANYE BANGGA UNTUK MENGUBAH POLA PENGELOLAAN TERNAK MASYARAKAT DALAM MENDUKUNG KONSERVASI HARIMAU SUMATERA DI JANTHO ACEH BESAR PENERAPAN KAMPANYE BANGGA UNTUK MENGUBAH POLA PENGELOLAAN TERNAK MASYARAKAT DALAM MENDUKUNG KONSERVASI HARIMAU SUMATERA DI JANTHO ACEH BESAR CUT MEURAH INTAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN 31 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Metode Penentuan Lokasi Metode yang digunakan dalam penentuan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive sampling) difokuskan pada kawasan yang berada di hulu sungai dan

Lebih terperinci

STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ

STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR STUDI PERUBAHAN PERILAKU PADA GERAKAN SOSIAL KONSERVASI DENGAN KAMPANYE PRIDE DI KAWASAN HUTAN PRODUKSI POTORONO DAN HUTAN LINDUNG GUNUNG SUMBING MAGELANG PANJI ANOM SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PENGAMBILAN KEPUTUSAN PEMILIHAN JENIS TANAMAN DAN POLA TANAM DI LAHAN HUTAN NEGARA DAN LAHAN MILIK INDRA GUMAY FEBRYANO

PENGAMBILAN KEPUTUSAN PEMILIHAN JENIS TANAMAN DAN POLA TANAM DI LAHAN HUTAN NEGARA DAN LAHAN MILIK INDRA GUMAY FEBRYANO PENGAMBILAN KEPUTUSAN PEMILIHAN JENIS TANAMAN DAN POLA TANAM DI LAHAN HUTAN NEGARA DAN LAHAN MILIK Studi Kasus di Desa Sungai Langka Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran Propinsi Lampung INDRA GUMAY

Lebih terperinci

ANALISIS KEBERLANJUTAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA LAUT GUGUS PULAU KALEDUPA BERBASIS PARTISIPASI MASYARAKAT S U R I A N A

ANALISIS KEBERLANJUTAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA LAUT GUGUS PULAU KALEDUPA BERBASIS PARTISIPASI MASYARAKAT S U R I A N A ANALISIS KEBERLANJUTAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA LAUT GUGUS PULAU KALEDUPA BERBASIS PARTISIPASI MASYARAKAT S U R I A N A SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN JENIS BURUNG DI BERBAGAI TIPE DAERAH TEPI (EDGES) TAMAN HUTAN RAYA SULTAN SYARIF HASYIM PROPINSI RIAU DEFRI YOZA

KEANEKARAGAMAN JENIS BURUNG DI BERBAGAI TIPE DAERAH TEPI (EDGES) TAMAN HUTAN RAYA SULTAN SYARIF HASYIM PROPINSI RIAU DEFRI YOZA KEANEKARAGAMAN JENIS BURUNG DI BERBAGAI TIPE DAERAH TEPI (EDGES) TAMAN HUTAN RAYA SULTAN SYARIF HASYIM PROPINSI RIAU DEFRI YOZA SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR DESAIN MEDIA KOMUNIKASI UNTUK PENDIDIKAN KONSERVASI BERDASARKAN PREFERENSI MASYARAKAT DAN EFEKNYA TERHADAP PERUBAHAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT DI KAWASAN LINDUNG SUNGAI LESAN, BERAU, KALIMANTAN

Lebih terperinci

PERENCANAAN BEBERAPA JALUR INTERPRETASI ALAM DI TAMAN NASIONAL GUNUNG MERBABU JAWA TENGAH DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS TRI SATYATAMA

PERENCANAAN BEBERAPA JALUR INTERPRETASI ALAM DI TAMAN NASIONAL GUNUNG MERBABU JAWA TENGAH DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS TRI SATYATAMA PERENCANAAN BEBERAPA JALUR INTERPRETASI ALAM DI TAMAN NASIONAL GUNUNG MERBABU JAWA TENGAH DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS TRI SATYATAMA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan kemasyarakatan atau yang juga dikenal dengan community forestry

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan kemasyarakatan atau yang juga dikenal dengan community forestry TINJAUAN PUSTAKA Pengertian hutan kemasyarakatan Hutan kemasyarakatan atau yang juga dikenal dengan community forestry memiliki beberapa pengertian, yaitu : 1. Hutan kemasyarakatan menurut keputusan menteri

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dapat dimanfaatkan oleh manusia. Sumberdaya hutan yang ada bukan hanya hutan produksi, tetapi juga kawasan konservasi.

Lebih terperinci

KAJIAN REHABILITASI SUMBERDAYA DAN PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR PASCA TSUNAMI DI KECAMATAN PULO ACEH KABUPATEN ACEH BESAR M.

KAJIAN REHABILITASI SUMBERDAYA DAN PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR PASCA TSUNAMI DI KECAMATAN PULO ACEH KABUPATEN ACEH BESAR M. KAJIAN REHABILITASI SUMBERDAYA DAN PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR PASCA TSUNAMI DI KECAMATAN PULO ACEH KABUPATEN ACEH BESAR M. MUNTADHAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini terdiri dari 3 tahapan yaitu: 1. Tahap Perencanaan, yang dilaksanakan pada bulan September 2006 Februari 2007, dilaksanakan di Aceh

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH SALINAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 41 TAHUN 2014 T E N T A N G PENGELOLAAN KAWASAN BERNILAI KONSERVASI TINGGI DALAM USAHA PERKEBUNAN DI PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

Lebih terperinci

ANALISIS KETERKAITAN DAYA DUKUNG EKOSISTEM TERUMBU KARANG DENGAN TINGKAT KESEJAHTERAAN NELAYAN TRADISIONAL

ANALISIS KETERKAITAN DAYA DUKUNG EKOSISTEM TERUMBU KARANG DENGAN TINGKAT KESEJAHTERAAN NELAYAN TRADISIONAL ANALISIS KETERKAITAN DAYA DUKUNG EKOSISTEM TERUMBU KARANG DENGAN TINGKAT KESEJAHTERAAN NELAYAN TRADISIONAL (Studi Kasus Kelurahan Pulau Panggang, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, Propinsi DKI Jakarta)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sumber daya alam merupakan titipan Tuhan untuk dimanfaatkan sebaikbaiknya

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sumber daya alam merupakan titipan Tuhan untuk dimanfaatkan sebaikbaiknya I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber daya alam merupakan titipan Tuhan untuk dimanfaatkan sebaikbaiknya bagi kesejahteraan manusia. Keberadaan sumber daya alam dan manusia memiliki kaitan yang sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 101111111111105 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, memiliki sumberdaya alam hayati laut yang potensial seperti sumberdaya terumbu karang. Berdasarkan

Lebih terperinci

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PERLINDUNGAN HUTAN

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PERLINDUNGAN HUTAN GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PERLINDUNGAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu kawasan yang mempunyai berbagai macam jenis tumbuhan dan hewan yang saling berinteraksi di dalamnya. Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci : masyarakat adat, Suku Dayak Limbai, Goa Kelasi, aturan adat, perlindungan sumberdaya hutan

ABSTRAK. Kata kunci : masyarakat adat, Suku Dayak Limbai, Goa Kelasi, aturan adat, perlindungan sumberdaya hutan 1 PERAN ATURAN ADAT SUKU DAYAK LIMBAI DALAM PERLINDUNGAN SUMBERDAYA HUTAN : STUDI KASUS GOA KELASI DI ZONA PENYANGGA TAMAN NASIONAL BUKIT BAKA BUKIT RAYA, PROVINSI KALIMANTAN BARAT Nurul Iman Suansa, Amrizal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Mahluk hidup memiliki hak hidup yang perlu menghargai dan memandang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Mahluk hidup memiliki hak hidup yang perlu menghargai dan memandang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Mahluk hidup memiliki hak hidup yang perlu menghargai dan memandang makhluk hidup lain sebagai bagian dari komunitas hidup. Semua spesies hidup memiliki

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. termasuk ekosistem terkaya di dunia sehubungan dengan keanekaan hidupan

PENDAHULUAN. termasuk ekosistem terkaya di dunia sehubungan dengan keanekaan hidupan PENDAHULUAN Latar Belakang Sebagian besar hutan yang ada di Indonesia adalah hutan hujan tropis, yang tidak saja mengandung kekayaan hayati flora yang beranekaragam, tetapi juga termasuk ekosistem terkaya

Lebih terperinci

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PERLINDUNGAN HUTAN

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PERLINDUNGAN HUTAN GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PERLINDUNGAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT, Menimbang

Lebih terperinci

i:.l'11, SAMBUTAN PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR KOTAK... GLOSARI viii xii DAFTAR SINGKATAN ...

i:.l'11, SAMBUTAN PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR KOTAK... GLOSARI viii xii DAFTAR SINGKATAN ... itj). tt'ii;,i)ifir.l flni:l l,*:rr:tililiiii; i:.l'11, l,.,it: I lrl : SAMBUTAN PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR KOTAK... GLOSARI DAFTAR SINGKATAN viii tx xt xii... xviii BAB

Lebih terperinci

Lampiran 3. Interpretasi dari Korelasi Peraturan Perundangan dengan Nilai Konservasi Tinggi

Lampiran 3. Interpretasi dari Korelasi Peraturan Perundangan dengan Nilai Konservasi Tinggi I. Keanekaragaman hayati UU No. 5, 1990 Pasal 21 PP No. 68, 1998 UU No. 41, 1999 Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Pengawetan keanekaragaman hayati serta ekosistemnya melalui Cagar Alam

Lebih terperinci

ANALISIS MANFAAT KEMITRAAN DALAM MENGELOLA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (MHBM) DALAM PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PROVINSI SUMATERA SELATAN

ANALISIS MANFAAT KEMITRAAN DALAM MENGELOLA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (MHBM) DALAM PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PROVINSI SUMATERA SELATAN ANALISIS MANFAAT KEMITRAAN DALAM MENGELOLA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (MHBM) DALAM PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PROVINSI SUMATERA SELATAN WULANING DIYAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

LAMPIRAN KERTAS POSISI WWF INDONESIA TENTANG PEMANFAATAN TRADISIONAL SUMBER DAYA ALAM UNTUK KEHIDUPAN MASYARAKAT DAN KONSERVASI

LAMPIRAN KERTAS POSISI WWF INDONESIA TENTANG PEMANFAATAN TRADISIONAL SUMBER DAYA ALAM UNTUK KEHIDUPAN MASYARAKAT DAN KONSERVASI g LAMPIRAN KERTAS POSISI WWF INDONESIA TENTANG PEMANFAATAN TRADISIONAL SUMBER DAYA ALAM UNTUK KEHIDUPAN MASYARAKAT DAN KONSERVASI A. Pendahuluan Sebagai lembaga konservasi,wwf Indonesia memiliki visi melestarikan

Lebih terperinci

APLIKASI KONSEP EKOWISATA DALAM PERENCANAAN ZONA PEMANFAATAN TAMAN NASIONAL UNTUK PARIWISATA DENGAN PENDEKATAN RUANG

APLIKASI KONSEP EKOWISATA DALAM PERENCANAAN ZONA PEMANFAATAN TAMAN NASIONAL UNTUK PARIWISATA DENGAN PENDEKATAN RUANG APLIKASI KONSEP EKOWISATA DALAM PERENCANAAN ZONA PEMANFAATAN TAMAN NASIONAL UNTUK PARIWISATA DENGAN PENDEKATAN RUANG (Studi Kasus Wilayah Seksi Bungan Kawasan Taman Nasional Betung Kerihun di Provinsi

Lebih terperinci

PERAN MODEL ARSITEKTUR RAUH DAN NOZERAN TERHADAP PARAMETER KONSERVASI TANAH DAN AIR DI HUTAN PAGERWOJO, TULUNGAGUNG NURHIDAYAH

PERAN MODEL ARSITEKTUR RAUH DAN NOZERAN TERHADAP PARAMETER KONSERVASI TANAH DAN AIR DI HUTAN PAGERWOJO, TULUNGAGUNG NURHIDAYAH PERAN MODEL ARSITEKTUR RAUH DAN NOZERAN TERHADAP PARAMETER KONSERVASI TANAH DAN AIR DI HUTAN PAGERWOJO, TULUNGAGUNG NURHIDAYAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG JASA LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI,

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG JASA LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI, GUBERNUR JAMBI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG JASA LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI, Menimbang : a. bahwa Provinsi Jambi merupakan daerah yang

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 33 TAHUN 2014 T E N T A N G

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 33 TAHUN 2014 T E N T A N G GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 33 TAHUN 2014 T E N T A N G PENGELOLAAN KAWASAN BERNILAI KONSERVASI TINGGI DALAM USAHA PERKEBUNAN DI KALIMANTAN TENGAH DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

ANALISIS STRATEGI PEMASARAN PARIWISATA PANTAI PARANGTRITIS PASCA GEMPA BUMI DAN TSUNAMI DI KABUPATEN BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

ANALISIS STRATEGI PEMASARAN PARIWISATA PANTAI PARANGTRITIS PASCA GEMPA BUMI DAN TSUNAMI DI KABUPATEN BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA ANALISIS STRATEGI PEMASARAN PARIWISATA PANTAI PARANGTRITIS PASCA GEMPA BUMI DAN TSUNAMI DI KABUPATEN BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA HARY RACHMAT RIYADI PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS DAN EKONOMI PERIKANAN-KELAUTAN

Lebih terperinci

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA JUDUL PROGRAM STRATEGI PEMULIHAN KERUSAKAN VEGETASI MANGROVE DI KAWASAN SUAKA MARGASATWA PULAU RAMBUT

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA JUDUL PROGRAM STRATEGI PEMULIHAN KERUSAKAN VEGETASI MANGROVE DI KAWASAN SUAKA MARGASATWA PULAU RAMBUT PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA JUDUL PROGRAM STRATEGI PEMULIHAN KERUSAKAN VEGETASI MANGROVE DI KAWASAN SUAKA MARGASATWA PULAU RAMBUT BIDANG KEGIATAN PKM-GT Diusulkan oleh: DAHLAN E34070096 2007 TUTIA RAHMI

Lebih terperinci

ANALISIS KEMAUAN MEMBAYAR MASYARAKAT PERKOTAAN UNTUK JASA PERBAIKAN LINGKUNGAN, LAHAN DAN AIR ( Studi Kasus DAS Citarum Hulu) ANHAR DRAKEL

ANALISIS KEMAUAN MEMBAYAR MASYARAKAT PERKOTAAN UNTUK JASA PERBAIKAN LINGKUNGAN, LAHAN DAN AIR ( Studi Kasus DAS Citarum Hulu) ANHAR DRAKEL ANALISIS KEMAUAN MEMBAYAR MASYARAKAT PERKOTAAN UNTUK JASA PERBAIKAN LINGKUNGAN, LAHAN DAN AIR ( Studi Kasus DAS Citarum Hulu) ANHAR DRAKEL SEKOLAH PASCSARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Hutan sebagai karunia dan amanah Tuhan Yang Maha Esa yang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Hutan sebagai karunia dan amanah Tuhan Yang Maha Esa yang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan sebagai karunia dan amanah Tuhan Yang Maha Esa yang dianugerahkan kepada bangsa Indonesia merupakan kekayaan yang wajib disyukuri, diurus, dan dimanfaatkan secara

Lebih terperinci

KAJIAN SUMBERDAYA EKOSISTEM MANGROVE UNTUK PENGELOLAAN EKOWISATA DI ESTUARI PERANCAK, JEMBRANA, BALI MURI MUHAERIN

KAJIAN SUMBERDAYA EKOSISTEM MANGROVE UNTUK PENGELOLAAN EKOWISATA DI ESTUARI PERANCAK, JEMBRANA, BALI MURI MUHAERIN KAJIAN SUMBERDAYA EKOSISTEM MANGROVE UNTUK PENGELOLAAN EKOWISATA DI ESTUARI PERANCAK, JEMBRANA, BALI MURI MUHAERIN DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2004 TENTANG PERENCANAAN KEHUTANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2004 TENTANG PERENCANAAN KEHUTANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2004 TENTANG PERENCANAAN KEHUTANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan lebih lanjut ketentuan Bab IV Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

STUDI KONDISI VEGETASI DAN KONDISI FISIK KAWASAN PESISIR SERTA UPAYA KONSERVASI DI NANGGROE ACEH DARUSSALAM FERI SURYAWAN

STUDI KONDISI VEGETASI DAN KONDISI FISIK KAWASAN PESISIR SERTA UPAYA KONSERVASI DI NANGGROE ACEH DARUSSALAM FERI SURYAWAN STUDI KONDISI VEGETASI DAN KONDISI FISIK KAWASAN PESISIR SERTA UPAYA KONSERVASI DI NANGGROE ACEH DARUSSALAM FERI SURYAWAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PENYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BULUKUMBA

PEMERINTAH KABUPATEN BULUKUMBA PEMERINTAH KABUPATEN BULUKUMBA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG HUTAN KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUKUMBA, Menimbang : a. bahwa hutan disamping

Lebih terperinci

REUSAM KAMPUNG BENGKELANG KECAMATAN BANDAR PUSAKA KABUPATEN ACEH TAMIANG NOMOR : TAHUN 2010

REUSAM KAMPUNG BENGKELANG KECAMATAN BANDAR PUSAKA KABUPATEN ACEH TAMIANG NOMOR : TAHUN 2010 REUSAM KAMPUNG BENGKELANG KECAMATAN BANDAR PUSAKA KABUPATEN ACEH TAMIANG NOMOR : TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA ALAM (ADAT MERAGREH UTEN) BISMILLAHHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

ANALISIS PENGEMBANGAN KOMODITAS DI KAWASAN AGROPOLITAN BATUMARTA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU ROSITADEVY

ANALISIS PENGEMBANGAN KOMODITAS DI KAWASAN AGROPOLITAN BATUMARTA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU ROSITADEVY ANALISIS PENGEMBANGAN KOMODITAS DI KAWASAN AGROPOLITAN BATUMARTA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU ROSITADEVY SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

STRATEGI MENSINERGIKAN PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT DENGAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH

STRATEGI MENSINERGIKAN PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT DENGAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH STRATEGI MENSINERGIKAN PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT DENGAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH (Kasus Program Community Development Perusahaan Star Energy di Kabupaten Natuna dan Kabupaten Anambas) AKMARUZZAMAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. (1968) disebut sebagai tragedi barang milik bersama. Menurutnya, barang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. (1968) disebut sebagai tragedi barang milik bersama. Menurutnya, barang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Air merupakan komponen yang sangat penting dalam kehidupan makhluk hidup di alam ini. Selain itu, air juga merupakan barang milik umum, sehingga air dapat mengalami

Lebih terperinci

Konservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI

Konservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI Konservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI Indikator Perkuliahan Menjelaskan kawasan yang dilindungi Menjelaskan klasifikasi kawasan yang dilindungi Menjelaskan pendekatan spesies Menjelaskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membentang dari Sabang sampai Merauke yang kesemuanya itu memiliki potensi

BAB I PENDAHULUAN. membentang dari Sabang sampai Merauke yang kesemuanya itu memiliki potensi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara kepulauan yang memiliki garis pantai yang terpanjang di dunia, lebih dari 81.000 KM garis pantai dan 17.508 pulau yang membentang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Luas hutan Indonesia sebesar 137.090.468 hektar. Hutan terluas berada di Kalimantan (36 juta hektar), Papua (32 juta hektar), Sulawesi (10 juta hektar) Sumatera (22 juta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN spesies tumbuhan, 940 spesies diantaranya merupakan tumbuhan obat dan

BAB I PENDAHULUAN spesies tumbuhan, 940 spesies diantaranya merupakan tumbuhan obat dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia dikenal sebagai Negara megabiodiversitas, karena memiliki kekayaan flora, fauna dan mikroorganisme yang sangat banyak. Ada Sekitar 30.000 spesies tumbuhan,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-Undang Konservasi No. 5 Tahun 1990, sumberdaya alam hayati adalah unsur-unsur hayati di alam yang terdiri dari sumberdaya alam nabati (tumbuhan) dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang , 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang , 2014 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara di Asia Tenggara, terletak di daerah khatulistiwa dan berada di antara benua Asia dan Australia serta antara Samudra Pasifik dan Samudra Hindia.

Lebih terperinci

PENERAPAN KAMPANYE BANGGA UNTUK MENGUBAH POLA PENGELOLAAN TERNAK MASYARAKAT DALAM MENDUKUNG KONSERVASI HARIMAU SUMATERA DI JANTHO ACEH BESAR

PENERAPAN KAMPANYE BANGGA UNTUK MENGUBAH POLA PENGELOLAAN TERNAK MASYARAKAT DALAM MENDUKUNG KONSERVASI HARIMAU SUMATERA DI JANTHO ACEH BESAR PENERAPAN KAMPANYE BANGGA UNTUK MENGUBAH POLA PENGELOLAAN TERNAK MASYARAKAT DALAM MENDUKUNG KONSERVASI HARIMAU SUMATERA DI JANTHO ACEH BESAR CUT MEURAH INTAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI DAN HUTAN LINDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR HUBUNGAN KARAKTERISTIK ANGGOTA MASYARAKAT SEKITAR HUTAN DAN BEBERAPA FAKTOR PENDUKUNG DENGAN PARTISIPASINYA DALAM PELESTARIAN HUTAN DI KAWASAN PEMANGKUAN HUTAN PARUNG PANJANG KABUPATEN BOGOR YAYUK SISWIYANTI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan modal dasar bagi pembangunan berkelanjutan untuk kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan modal dasar bagi pembangunan berkelanjutan untuk kesejahteraan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu aset penting bagi negara, yang juga merupakan modal dasar bagi pembangunan berkelanjutan untuk kesejahteraan masyarakat. Hutan sebagai sumberdaya

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. masyarakat serta desakan otonomi daerah, menjadikan tuntutan dan akses masyarakat

I PENDAHULUAN. masyarakat serta desakan otonomi daerah, menjadikan tuntutan dan akses masyarakat I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan laju pertumbuhan penduduk dan perubahan kondisi sosial masyarakat serta desakan otonomi daerah, menjadikan tuntutan dan akses masyarakat dalam pemanfaatan

Lebih terperinci

Shared Resources Joint Solutions

Shared Resources Joint Solutions Lembar Informasi Shared Resources Joint Solutions Sawit Watch - Padi Indonesia SRJS di Kabupaten Bulungan Program dengan pendekatan bentang alam ini memilih Daerah Aliran Sungai Kayan dengan titik intervensi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

Keputusan Menteri Kehutanan No. 31 Tahun 2001 Tentang : Penyelenggaraan Hutan Kemasyarakatan

Keputusan Menteri Kehutanan No. 31 Tahun 2001 Tentang : Penyelenggaraan Hutan Kemasyarakatan Keputusan Menteri Kehutanan No. 31 Tahun 2001 Tentang : Penyelenggaraan Hutan Kemasyarakatan Menimbang : a. bahwa dengan Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor 677/Kpts-II/1998 jo Keputusan Menteri

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Data Balai Pemantapan Kawasan Hutan Jawa-Madura tahun 2004 menunjukkan bahwa kawasan hutan Jawa seluas 3.289.131 hektar, berada dalam kondisi rusak. Lahan kritis di dalam

Lebih terperinci

PENGUATAN KELOMPOK PENGRAJIN TENUN IKAT TRADISIONAL KATARINA RAMBU BABANG

PENGUATAN KELOMPOK PENGRAJIN TENUN IKAT TRADISIONAL KATARINA RAMBU BABANG PENGUATAN KELOMPOK PENGRAJIN TENUN IKAT TRADISIONAL (Studi Kasus Di Desa Hambapraing, Kecamatan Haharu, Kabupaten Sumba Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur) KATARINA RAMBU BABANG SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagian hutan tropis terbesar di dunia terdapat di Indonesia. Berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. Sebagian hutan tropis terbesar di dunia terdapat di Indonesia. Berdasarkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagian hutan tropis terbesar di dunia terdapat di Indonesia. Berdasarkan luas, hutan tropis Indonesia menempati urutan ke tiga setelah Brasil dan Republik Demokrasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut menjadi isu yang sangat penting untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut menjadi isu yang sangat penting untuk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut menjadi isu yang sangat penting untuk diperhatikan. Karena akhir-akhir ini eksploitasi terhadap sumberdaya pesisir dan laut

Lebih terperinci

PERATURAN DESA PATEMON NOMOR 03 TAHUN 2015 TENTANG TATA KELOLA SUMBER DAYA AIR DESA PATEMON DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA DESA PATEMON

PERATURAN DESA PATEMON NOMOR 03 TAHUN 2015 TENTANG TATA KELOLA SUMBER DAYA AIR DESA PATEMON DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA DESA PATEMON PERATURAN DESA PATEMON NOMOR 03 TAHUN 2015 TENTANG TATA KELOLA SUMBER DAYA AIR DESA PATEMON DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA DESA PATEMON Menimbang : a. bahwa Tata Kelola Sumber Daya Air Desa Patemon

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH,

PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH, PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH, Menimbang : a. bahwa hutan dan lahan merupakan sumberdaya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dapat memberikan berbagai manfaat bagi kehidupan manusia, yaitu manfaat ekologis, sosial maupun ekonomi. Tetapi dari berbagai

Lebih terperinci

TENTANG HUTAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN,

TENTANG HUTAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN, PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P. 49/Menhut-II/2008 TENTANG HUTAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN, Menimbang: a. bahwa dalam rangka pemberdayaan masyarakat di dalam dan sekitar

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Kebakaran hutan di Jambi telah menjadi suatu fenomena yang terjadi setiap tahun, baik dalam cakupan luasan yang besar maupun kecil. Kejadian kebakaran tersebut tersebar dan melanda

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan secara konsepsional yuridis dirumuskan di dalam Pasal 1 Ayat (1)

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan secara konsepsional yuridis dirumuskan di dalam Pasal 1 Ayat (1) TINJAUAN PUSTAKA Definisi Hutan Hutan secara konsepsional yuridis dirumuskan di dalam Pasal 1 Ayat (1) Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Menurut Undangundang tersebut, hutan adalah suatu

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

Konservasi Lingkungan. Lely Riawati

Konservasi Lingkungan. Lely Riawati 1 Konservasi Lingkungan Lely Riawati 2 Dasar Hukum Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber

Lebih terperinci

STUDI PEMANFAATAN HASIL HUTAN OLEH MASYARAKAT SEKITAR TAMAN NASIONAL MANUSELA

STUDI PEMANFAATAN HASIL HUTAN OLEH MASYARAKAT SEKITAR TAMAN NASIONAL MANUSELA STUDI PEMANFAATAN HASIL HUTAN OLEH MASYARAKAT SEKITAR TAMAN NASIONAL MANUSELA (Studi Kasus : Desa Horale, Desa Masihulan, Desa Air Besar, Desa Solea dan Desa Pasahari) WISYE SOUHUWAT DEPARTEMEN KONSERVASI

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2017 TENTANG PERLINDUNGAN SUMBER DAYA GENETIK DAN PENGETAHUAN TRADISIONAL DI JAWA TENGAH

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2017 TENTANG PERLINDUNGAN SUMBER DAYA GENETIK DAN PENGETAHUAN TRADISIONAL DI JAWA TENGAH GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2017 TENTANG PERLINDUNGAN SUMBER DAYA GENETIK DAN PENGETAHUAN TRADISIONAL DI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peraturan Daerah Kabupaten Berau Nomor 3 Tahun 2004 tentang Tata Ruang Wilayah Berau tahun 2001 2011 tanggal 29 Mei 2004, telah menetapkan secara khusus kawasan alokasi

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.9/Menhut-II/2011P. /Menhut-II/2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.9/Menhut-II/2011P. /Menhut-II/2009 TENTANG Draft 10 vember 2008 Draft 19 April 2009 PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.9/Menhut-II/2011P. /Menhut-II/2009 TENTANG PELIMPAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN (DEKONSENTRASI) BIDANG

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA JAMBI

LEMBARAN DAERAH KOTA JAMBI LEMBARAN DAERAH KOTA JAMBI NOMOR 06 TAHUN 2009 SERI E NOMOR 02 PERATURAN DAERAH KOTA JAMBI NOMOR 06 TAHUN 2009 TENTANG HUTAN KOTA Menimbang DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA JAMBI, : a. bahwa

Lebih terperinci

ANALISIS PEWILAYAHAN, HIRARKI, KOMODITAS UNGGULAN DAN PARTISIPASI MASYARAKAT PADA KAWASAN AGROPOLITAN

ANALISIS PEWILAYAHAN, HIRARKI, KOMODITAS UNGGULAN DAN PARTISIPASI MASYARAKAT PADA KAWASAN AGROPOLITAN ANALISIS PEWILAYAHAN, HIRARKI, KOMODITAS UNGGULAN DAN PARTISIPASI MASYARAKAT PADA KAWASAN AGROPOLITAN (Studi Kasus di Bungakondang Kabupaten Purbalingga) BUDI BASKORO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

REVITALISASI KEHUTANAN

REVITALISASI KEHUTANAN REVITALISASI KEHUTANAN I. PENDAHULUAN 1. Berdasarkan Peraturan Presiden (PERPRES) Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional Tahun 2004-2009 ditegaskan bahwa RPJM merupakan

Lebih terperinci

PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA. Bab II

PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA. Bab II Bab II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA Dengan berlakunya Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Daerah, setiap satuan kerja perangkat Daerah, SKPD harus menyusun Rencana

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. hutan yang dialih-gunakan menjadi lahan usaha lain. Agroforestry adalah salah

PENDAHULUAN. hutan yang dialih-gunakan menjadi lahan usaha lain. Agroforestry adalah salah PENDAHULUAN Latar Belakang Alih-guna lahan hutan menjadi lahan pertanian disadari menimbulkan banyak masalah seperti penurunan kesuburan tanah, erosi, kepunahan flora dan fauna, banjir, kekeringan dan

Lebih terperinci

USULAN STRUKTUR KELEMBAGAAN KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

USULAN STRUKTUR KELEMBAGAAN KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN USULAN STRUKTUR KELEMBAGAAN Dasar Hukum Lingkungan Hidup UU No. 32/2009: Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup UU No. 18/2008: Pengelolaan Sampah PP turunannnya Kehutanan UU No. 41/1999: Kehutanan

Lebih terperinci

VII. PERSEPSI MASYARAKAT KASEPUHAN SINAR RESMI TERHADAP PERLUASAN KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK (TNGHS)

VII. PERSEPSI MASYARAKAT KASEPUHAN SINAR RESMI TERHADAP PERLUASAN KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK (TNGHS) VII. PERSEPSI MASYARAKAT KASEPUHAN SINAR RESMI TERHADAP PERLUASAN KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK (TNGHS) 7.1. Persepsi Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi terhadap Keberadaan Hutan Penilaian

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan sosial, pembangunan dan

PENDAHULUAN. peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan sosial, pembangunan dan PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan sebagai bagian dari sumber daya alam nasional memiliki arti dan peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan sosial, pembangunan dan lingkungan hidup. Hutan memiliki

Lebih terperinci

PEMANFAATAN TUMBUHAN OLEH MASYARAKAT DI SEKITAR HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SUKABUMI MUHAMMAD IRKHAM NAZMURAKHMAN

PEMANFAATAN TUMBUHAN OLEH MASYARAKAT DI SEKITAR HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SUKABUMI MUHAMMAD IRKHAM NAZMURAKHMAN 1 PEMANFAATAN TUMBUHAN OLEH MASYARAKAT DI SEKITAR HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SUKABUMI MUHAMMAD IRKHAM NAZMURAKHMAN DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PENGUATAN KELEMBAGAAN TANI IKAN MINA SARI. (Studi Kasus di Desa Tegal Arum Kecamatan Rimbo Bujang Kabupaten Tebo Propinsi Jambi)

PENGUATAN KELEMBAGAAN TANI IKAN MINA SARI. (Studi Kasus di Desa Tegal Arum Kecamatan Rimbo Bujang Kabupaten Tebo Propinsi Jambi) PENGUATAN KELEMBAGAAN TANI IKAN MINA SARI (Studi Kasus di Desa Tegal Arum Kecamatan Rimbo Bujang Kabupaten Tebo Propinsi Jambi) RONALD FRANSISCO MARBUN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal memiliki potensi sumberdaya alam yang tinggi dan hal itu telah diakui oleh negara-negara lain di dunia, terutama tentang potensi keanekaragaman hayati

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN

ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

SEMINAR NASIONAL BASIC SCIENCE II

SEMINAR NASIONAL BASIC SCIENCE II ISBN : 978-602-97522-0-5 PROSEDING SEMINAR NASIONAL BASIC SCIENCE II Konstribusi Sains Untuk Pengembangan Pendidikan, Biodiversitas dan Metigasi Bencana Pada Daerah Kepulauan SCIENTIFIC COMMITTEE: Prof.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan konservasi merupakan kawasan yang dilindungi dengan fungsi pokok konservasi biodiversitas dalam lingkungan alaminya, atau sebagai konservasi in situ, yaitu konservasi

Lebih terperinci

PERANAN KELEMBAGAAN DAN TINDAKAN KOMUNIKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON ETIK SULISTIOWATI NINGSIH

PERANAN KELEMBAGAAN DAN TINDAKAN KOMUNIKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON ETIK SULISTIOWATI NINGSIH PERANAN KELEMBAGAAN DAN TINDAKAN KOMUNIKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON ETIK SULISTIOWATI NINGSIH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan hutan di Sumatera Utara memiliki luas sekitar 3.742.120 ha atau sekitar 52,20% dari seluruh luas provinsi, luasan kawasan hutan ini sesuai dengan yang termaktub

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu sumberdaya alam yang banyak dimiliki di Indonesia adalah hutan. Pembukaan hutan di Indonesia merupakan isu lingkungan yang populer selama dasawarsa terakhir

Lebih terperinci

REUSAM KAMPUNG BATU BEDULANG KECAMATAN BANDAR PUSAKA KABUPATEN ACEH TAMIANG NOMOR : 147 TAHUN 2010

REUSAM KAMPUNG BATU BEDULANG KECAMATAN BANDAR PUSAKA KABUPATEN ACEH TAMIANG NOMOR : 147 TAHUN 2010 REUSAM KAMPUNG BATU BEDULANG KECAMATAN BANDAR PUSAKA KABUPATEN ACEH TAMIANG NOMOR : 147 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA ALAM ( ADAT MERAGREH UTEN ) BISMILLAHHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN

Lebih terperinci

ASSALAMU ALAIKUM WR. WB. SELAMAT PAGI DAN SALAM SEJAHTERA UNTUK KITA SEKALIAN

ASSALAMU ALAIKUM WR. WB. SELAMAT PAGI DAN SALAM SEJAHTERA UNTUK KITA SEKALIAN 1 MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI KEHUTANAN PADA PERESMIAN PROGRAM MECU (MOBILE EDUCATION CONSERVATION UNIT) DAN PENYERAHAN SATWA DI DEALER FORD ROXY MAS HARI JUMAT TANGGAL 11 MARET

Lebih terperinci

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR PENENTUAN BENTUK DAN LUAS PLOT CONTOH OPTIMAL PENGUKURAN KEANEKARAGAMAN SPESIES TUMBUHAN PADA EKOSISTEM HUTAN HUJAN DATARAN RENDAH : STUDI KASUS DI TAMAN NASIONAL KUTAI SANDI KUSUMA SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KETAPANG NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN DAN HASIL HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KETAPANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KETAPANG NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN DAN HASIL HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KETAPANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN KETAPANG NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN DAN HASIL HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KETAPANG Menimbang : a. bahwa dalam penjelasan pasal 11 ayat (1)

Lebih terperinci

Laporan Penelitian Implementasi Undang-Undang No. 18 Tahun 2013 dalam Penanggulangan Pembalakan Liar

Laporan Penelitian Implementasi Undang-Undang No. 18 Tahun 2013 dalam Penanggulangan Pembalakan Liar Laporan Penelitian Implementasi Undang-Undang No. 18 Tahun 2013 dalam Penanggulangan Pembalakan Liar Ketua : Marfuatul Latifah, S.H.I, L.LM Wakil Ketua : Sulasi Rongiyati, S.H., M.H. Sekretaris : Trias

Lebih terperinci

II. TinjauanPustaka A. Definisi Sasi

II. TinjauanPustaka A. Definisi Sasi II. TinjauanPustaka A. Definisi Sasi Sasi merupakan bentuk aturan pengelolan sumberdaya alam berbasis masyarakat yang telah dilakukan oleh masyarakat pedesaan di Maluku. Sasi merupakan kearifan tradisional

Lebih terperinci