REKAYASA SISTEM MANAJEMEN AHLI DALAM PERENCANAAN PRODUKSI RANTAI PASOK AGROINDUSTRI KARET SPESIFIKASI TEKNIS NOFI ERNI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "REKAYASA SISTEM MANAJEMEN AHLI DALAM PERENCANAAN PRODUKSI RANTAI PASOK AGROINDUSTRI KARET SPESIFIKASI TEKNIS NOFI ERNI"

Transkripsi

1 REKAYASA SISTEM MANAJEMEN AHLI DALAM PERENCANAAN PRODUKSI RANTAI PASOK AGROINDUSTRI KARET SPESIFIKASI TEKNIS NOFI ERNI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

2

3 PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi yang berjudul : Rekayasa Sistem Manajemen Ahli Dalam Perencanaan Produksi Rantai Pasok Agroindustri Karet Spesifikasi Teknis adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini. Bogor, Januari 2012 Nofi Erni NRP: F /TIP

4

5 ABSTRACT NOFI ERNI. A Design of Expert Management System in Production Planning of Agroindustry Technically Specified Rubber. Under the direction of M. SYAMSUL MA ARIF, NASTITI S. INDRASTI, MACHFUD, and SOEHARTO HONGGOKUSUMO. Technically Specified Rubber (TSR) is the most important of natural rubber type which has a higher demand growth of production and exported by Indonesia. TSR is mostly used as raw material for tire industries, as the world s automotive industries grow up the demand for TSR is also rise up. The type of TSR which Indonesia export the most is type SIR 20. This research driven by the main problem in Indonesia s TSR agroindustry which is the need of production planning model for making decision on production plan that reduce ineficiency. This model is needed to develop a balance between dynamic of demand and raw material supplies and production capacity available. Research related to production planning are commonly focused on production plan which is based on company s accepted demand instead of using an integrated approach as supply chain management. This research is aimed to develop a production planning model for supply chain TSR which is able to integrate the dynamic of market demand, supply of raw material and production capacity available.this research is an improvement of production planning model which the ability to adapt with the dynamic of price and volume of demand forecasting and capacity available. Model was designed in an expert management system (EMS), which was integrated a decision making support system using analytic method, artificial intelligence with an expert system through acquitision of expert knowledge. The EMS on production planning as a result from modeling design was named as Proplan-TSR20. The decision support system consist price and demand volume forecasting model, raw material availability forecasting model, production planning model, capacity availability model and supply chain performance measurement model. The expert system was developed from knowledge is acquired from expert of agroindustry practitioners and researchers using focus group discussion. Data and information are related with supply chain TSR 20 on agroindustry TSR are used to verify and validate the model. The advantages of this EMS are this model is more dynamic and more adaptive in preparing production planning on the changes in supplier and demand side. The limitation of this model is that it has not been viewed as an aggregate plan of TSR and it does not cover the material need planning which consider the inventory yet. The forecasting model is not includes other factors yet such as climate effect, competitor s product price, and industry growth. Keywords :Technically specified rubber, production planning, forecasting, expert management system

6

7 R I N G K A S A N NOFI ERNI. Rekayasa Sistem Manajemen Ahli Dalam Perencanaan Produksi Rantai Pasok Agroindustri Karet Spesifikasi Teknis. Dibawah bimbingan M. SYAMSUL MA ARIF, NASTITI S. INDRASTI, MACHFUD, dan SOEHARTO HONGGOKUSUMO. Agroindustri karet alam Indonesia merupakan penyumbang devisa kedua terbesar setelah kelapa sawit dengan nilai ekspor mencapai 7, 32 miliar USD pada tahun 2010 dengan volume ekspor ton. Karet spesifikasi teknis (Technically Specified Rubber, TSR) dalam perdagangan karet Indonesia dikenal dengan skema Standar Indonesia Rubber (SIR), merupakan jenis karet alam penyumbang ekspor terbesar dibanding jenis karet alam lainnya. Diantara total ekspor SIR, karet alam jenis SIR 20 atau dalam perdagangan Internasional dikenal dengan TSR 20 mencapai ton atau 92% dari total ekspor karet alam. Jenis karet SIR 20 adalah karet yang dihasilkan dari koagulum (bekuan) yang berasal dari perkebunan karet yang banyak dibutuhkan sebagai bahan baku industri hilir terutama industri ban. Pertumbuhan industri otomotif dunia, menyebabkan peningkatan kebutuhan industri ban terhadap TSR 20. Kondisi ini mendorong tingginya permintaan terhadap TSR 20, sehingga harganya mendekati harga jenis karet high grade seperti Ribbed Smoke Sheet jenis RSS 3. Tingginya permintaan dan harga karet jenis TSR merupakan peluang untuk meningkatkan produktivitas agroindustri karet spesifikasi teknis dalam mengelola rantai pasokan sehingga mampu mengikuti perkembangan permintaan konsumen. Agroindustri karet spesifikasi teknis sebagai pelaku utama yang memiliki sarana produksi untuk mengolah koagulum menjadi TSR memiliki peran penting dalam mengelola rantai pasok. Peningkatan produktivitas dalam memenuhi kapasitas terpasang fasilitas produksi dengan mempertimbangkan kebutuhan bahan baku merupakan faktor pendorong untuk mengembangkan suatu model pengambil keputusan. Perencanan produksi sebagai salah satu aktivitas penting dalam perencanaan level operasional, membutuhkan suatu pendekatan yang memperhatikan berbagai unsur ketidakpastian dan kompleksitas di sepanjang rantai pasok. Berbagai unsur ketidakpastian baik di sisi permintaan maupun pasokan penting dipertimbangkan untuk menghasilkan rencana produksi yang lebih tepat. Perencanaan produksi yang mengintegrasikan dinamika permintaan, dinamika pasokan serta kapasitas produksi memiliki peluang untuk dikembangkan dalam bentuk sistem pendukung keputusan yang adaptif dalam kegiatan perencanaan dan pengendalian produksi. Penelitian ini bertujuan untuk merekayasa model sistem pendukung keputusan dengan memanfaatkan berbagai metode analitik dan metode kecerdasan buatan serta akuisisi pengetahuan pakar menjadi sistem manajemen ahli perencanaan produksi yang berguna untuk mengoptimalkan kinerja rantai pasok agroindutri karet spesifikasi teknis. Model konseptual yang dibangun dengan mengintegrasikan berbagai model dan sejumlah data serta pengetahuan pakar selanjutnya dikembangkan menjadi program komputasi yang diberi nama Proplan-TSR.

8 Rekayasa sistem manajemen ahli pada penelitian ini menggunakan basis model yang mengintegrasikan secara simultan lima model yaitu model prakiraan harga dan permintaan, model prakiraan ketersediaan bahan baku, model perencanaan produksi, model ketersediaan kapasitas dan model pengukuran kinerja rantai pasok. Metode kecerdasan buatan yang dipergunakan adalah metode jaringan syaraf tiruan (JST) dan metode Fuzzy Inference System (FIS). Penelitian dilakukan di PT. Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara, PT. Perkebunan Nusantara VIII dan PT. Bakrie Sumatera Plantation Tbk. Berdasarkan model prakiraan harga dan permintaan dengan menggunakan data transaksi harian pada perdagangan TSR 20 di pasar komoditas Singapore Commodity Exchange (SICOM) tahun 2010 dihasilkan nilai prakiraan harga dan volume permintaan. Model ini menggunakan metode jaringan syaraf tiruan (JST) backpropagation dengan lima neuron input berbeda yaitu parameter harga tertinggi, harga terendah, harga penutupan, volume pembukaan dan volume penutupan. Keluaran dari model ini adalah prakiraan harga dan prakiraan volume permintaan. Arsitektur JST terbaik diperoleh melalui simulasi, hasil rancangan terbaik terdiri atas 5 neuron pada input layer 15 neuron pada hidden layer, dan 2 neuron pada output layer dengan fungsi aktivasi sigmoid. Berdasarkan target yang ditetapkan dalam pencapaian tingkat kesalahan Mean Square Error (1x 10-5 ) dan jumlah epoch (5000) kali arsitektur ini digunakan untuk melakukan prakiraan harga dan jumah permintaan untuk periode 16 minggu yang akan datang. Selisih antara nilai tertinggi dan nilai terendah dari hasil prakiraan digunakan untuk menyusun kategori tinggi, normal dan rendah dalam menentukan himpunan nilai fuzzy pada model perencanaan produksi. Model prakiraan ketersediaan bahan baku berguna untuk meprediksi tingkat pasokan bahan baku dari kebun dan diolah dengan metode (JST) backpropagation. Data historis pasokan bahan baku digunakan sebagai neuron pada input layer. Hasil simulasi untuk mencapai target MSE sebesar 1x 10-5 dan jumlah epoch ( kali) menunjukkan arsitektur jaringan terbaik adalah dengan12 neuron pada input layer, 60 neuron pada hidden layer serta 1 neuron pada output layer menggunakan fungsi aktivasi sigmoid. Hasil prakiraan ketersediaan bahan baku untuk 12 minggu berikutnya dikategorikan ke dalam nilai tinggi, sedang dan rendah yang digunakan sebagai nilai input fuzzy pada model perencanaan produksi. Model perencanaan produksi dirancang menggunakan metode Fuzzy Inference System (FIS), untuk memperoleh sejumlah aturan guna menyusun rencana produksi bulan berikutnya. Hasil prakiraan harga, volume permintaan, pasokan bahan baku merupakan input himpunnan fuzzy, sedang jumlah realisasi produksi tahun sebelumnya digunakan untuk menentukan himpunan output fuzzy. Himpunan output fuzzy jumlah produksi dikategorikan atas nilai tinggi, normal dan rendah. Berdasarkan 27 aturan yang disusun sebagai hasil wawancara mendalam dengan pakar praktisi dan akademisi, menggunakan metode inferensi Mamdani diperoleh keputusan jumlah produksi untuk periode bulan yang akan datang pada rentang nilai tinggi sebesar 161 ton kering SIR 20. Keputusan rencana produksi selanjutnya divalidasi untuk menentukan kebutuhan kapasitas dengan model ketersediaan kapasitas. Model untuk menentukan ketersediaan kapasitas diolah menggunakan metode perencanaan kapasitas RCCP (Roughcut Capacity Planning) dengan

9 pendekatan CPOF (Capacity Planning Using Overall Factors). Validasi kapasitas dilakukan untuk memastikan apakah rencana produksi dapat direalisasikan oleh unit produksi berdasarkan ketersediaan kapasitas produksi yang ada. Melalui hasil perbandingan kapasitas yang tersedia dan kapasitas yang dibutuhkan dapat dijadikan dasar untuk melakukan penyesuaian pada rencana produksi. Pada obyek kajian penelitian ini dengan berproduksi 1 shift/hari atau setara dengan 7 jam/hari, menunjukkan bahwa kapasitas tersedia lebih besar dibanding kapasitas dibutuhkan. Kapasitas tersedia lebih besar 21,54% dari yang dibutuhkan artinya utilisasi penggunaan fasilitas produksi belum optimal. Jika dibandingkan antara kapasitas mesin terpasang dan kapasitas terpakai, tingkat utilisasi mesin sebesar 25% sehingga perlu upaya peningkatan jumlah produksi. Untuk mengukur kinerja dari hasil perencanaan produksi diperlukan suatu model pengukuran kinerja. Salah satu ukuran kinerja rantai pasok dalam model SCOR, berkaitan dengan fleksibilitas sebagai ukuran kemampuan beradaptasi dengan perubahan. Pada model ini metode penghitungan Bullwhip Effect (BE) digunakan untuk mengukur kemampuan pengambilan keputusan dalam mengakomodir perubahan pada sisi permintaan, sisi produksi dan sisi pasokan ke dalam rencana produksi. Nilai variansi antara rencana produksi dan realisasi produksi menunjukkan kemampuan model untuk mengakomodasi dinamika sebagai akibat perubahan pada sisi pasokan, sisi permintaan dan kemampuan produksi. Nilai BE untuk pasokan bahan baku juga dihitung untuk mengukur kinerja pasokan dari kebun ke pabrik. Berdasarkan hasil validasi di lapangan menunjukkan, prakiraan permintaan dan harga TSR 20 meningkat pada beberap periode prakiraan, namun cenderung memiliki pola yang sama dengan periode yang lalu. Penggunaan metode JST yang mengacu pada data time series belum memasukkan pengaruh dari faktor lainnya. Hasil penyusunan rencana produksi berdasarkan basis aturan yang diperoleh dari pakar menunjukkan, pasokan bahan baku merupakan faktor penting dalam penyusunan rencana produksi. Hasil pemodelan menunjukkan jumlah produksi SIR 20 berada pada level rendah untuk periode pertama yaitu sebesar 101 ton kering. Berdasarkan jumlah produksi sebesar 101 ton kering pabrik sebagai pengolah memiliki kapasitas tak terpakai mencapai 60% karena kurangnya pasokan bahan baku. Kekurangan pasokan bahan baku dapat diupayakan dengan melakukan pembelian dari perkebunan rakyat yang tidak memiliki pabrik melalui suatu mekanisme contract supply yang saling menguntungkan. Hasil pengukuran kinerja menunjukkan nilai amplifikasi yang tidak jauh menyimpang (mendekati satu), yang berarti kinerja perusahaan dalam perencanaan produksi dan perencanaan kebutuhan bahan baku cukup baik. Implikasi teoritis yang berkaitan dengan teori maupun penelitian terdahulu adalah 1) konfirmasi terhadap penelitian Tang (2006) dan Nakano (2009) untuk melakukan integrasi dan kolaborasi dalam perencanaan produksi agroindustri, 2) konfirmasi pernyataan Siler (2005) penerapan konsep fuzzy inference system dapat digunakan dalam pengambilan keputusan pada kondisi yang dinamis, 3) konfirmasi pendekatan MRP II yang banyak diterapkan di lingkungan manufaktur dapat diterapkan pada agroindustri karet spesifikasi teknis, serta 4) konfirmasi pengukuran kinerja teknis sebgai salah satu ukuran dalam pendekatan SCOR dapat menggunakan penghitungan bullwhip effect.

10 Sistem manajemen ahli yang diberi nama Proplan-TSR20 ini dapat dimanfaatkan oleh agroindustri karet spesifikasi untuk menyusun rencana produksi dan melakukan penyesuaian terhadap rencana produksi sehingga lebih adaptif terhadap dinamika permintaan, pasokan dan kemampuan produksi. Hasil perancangan masih perlu dikembangkan dengan memperhatikan faktor-faktor lain yang menimbulkan unsur ketidakpastian dan dinamika dalam permintaan karet spesifikasi teknis dan pasokan bahan baku dari perkebunan. Kata kunci: karet spesifikasi teknis, sistem manajemen ahli, perencanaan produksi, jaringan syaraf tiruan,fuzzy inference system, roughcut capacity planning, bullwhip effect

11 Hak Cipta milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjuan suatu masalah; dan pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

12 REKAYASA SISTEM MANAJEMEN AHLI DALAM PERENCANAAN PRODUKSI RANTAI PASOK AGROINDUSTRI KARET SPESIFIKASI TEKNIS NOFI ERNI Disertasi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

13 Penguji luar komisi Ujian Tertutup: 1. Dr. Ary Achyar Alfa, MSi Pusat Penelitian Karet, Bogor 2. Dr. Eng. Taufik Djatna, STP, MSi Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor. Ujian Terbuka: 1. Dr. Ir. Uhendi Haris, MSi Pusat Penelitian Karet, Bogor 2. Dr. Ir. Yandra Arkeman, MEng. Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor.

14

15 Judul Disertasi : Nama : Nofi Erni NRP : F REKAYASA SISTEM MANAJEMEN AHLI DALAM PERENCANAAN PRODUKSI RANTAI PASOK AGROINDUSTRI KARET SPESIFIKASI TEKNIS Disetujui, Komisi Pembimbing Prof. Dr. Ir. M. Syamsul Ma arif, MEng. Ketua Prof. Dr. Ir. Nastiti Siswi Indrasti Anggota Dr. Ir. Machfud, MS. Anggota Dr. Soeharto Honggokusumo Anggota Ketua Program Studi Teknologi Industri Pertanian Diketahui, Dekan Sekolah Pascasarjana Dr. Ir. Machfud, MS. Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.Agr. Tanggal Ujian : Tanggal Lulus :

16

17 KATA PENGANTAR Puji syukur dipanjatkan ke hadirat Allah SWT. atas limpahan rahmat, hidayah, karunia dan petunjuknya, sehingga disertasi ini dapat penulis selesaikan. Keberhasilan penelitian ini tidak terlepas dari peran aktif komisi pembimbing penulis. Oleh karena itu, ucapan terima kasih yang tidak terhingga penulis persembahkan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. M. Syamsul Ma arif, MEng. sebagai ketua komisi pembimbing dan kepada Ibu Prof. Dr. Ir. Nastiti Siswi Indrasti, Dr. Ir. Machfud, MS., Dr. Soeharto Honggokusumo masing-masing sebagai anggota komisi pembimbing yang tulus dan ikhlas membimbing penulis mulai dari penulisan proposal, penelitian dan penulisan hingga disertasi ini terwujud. Penghargaan dan ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Rektor Institut Pertanian Bogor atas kesediaannya menerima penulis menjadi mahasiswa pada program studi Teknologi Industri Pertanian Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Penghargaan dan ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dekan Sekolah Pascasarjana, Dekan dan Wakil Dekan Fakultas Teknologi Pertanian, Ketua Program Studi Teknologi Industri Pertanian, dan seluruh staf pengajar Sekolah Pascasarjana IPB khususnya Program Studi Teknologi Industri Pertanian yang telah tulus dan ikhlas memberi ilmu pengetahuan dan bimbingan serta berbagi pengalaman kepada penulis dengan penuh tanggung jawab dan pengabdian. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia yang telah memberikan bantuan pendidikan melalui proyek BPPS kepada penulis guna kelancaran proses pendidikan. Kepada Rektor Universitas Esa Unggul, Dr. Arief Kusuma AP. dan seluruh jajaran manajemen yang telah mengizinkan dan memberikan dukungan kepada penulis untuk melanjutkan studi sembari menyelesaikan tugas dan aktifitas di Universitas Esa Unggul. Kepada Bapak M.I. Sobandi Argadipraja, Ibu Ully di PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara serta manajemen PT Perkebunan Nusantara VIII, Bapak Bambang Aria Wisena, Bapak Masgar di PT Bakrie Sumatera Plantation Tbk. yang telah banyak memberikan bantuan data dan sumbangan pengetahuan untuk penyelesaian model penelitian, penulis ucapkan terima kasih dan penghargaan atas bantuan yang telah diberikan kepada penulis selama melaksanakan penelitian. Terima kasih yang setinggi-tingginya penulis sampaikan kepada Dr. Ary Achyar Alfa dan Dr. Uhendi Haris di Pusat Penelitian Tanaman Karet yang telah memberikan banyak pengetahuan tentang agroindustri karet. Kepada Ibu Rani dan staf di Gapkindo penulis ucapkan terima kasih untuk dukungan dan bantuan data untuk penulisan. Kepada yang mulia Ayahanda H. Ahmad dan Ibunda Hj. Rosni serta Ibu mertua Hj. Muthmainah, ananda persembahkan terima kasih atas segala bantuan baik materiil maupun do a restu, bimbingan, nasehat dan arahan yang tidak hentihentinya diberikan kepada penulis dalam menjalani ujian dan cobaan dalam kehidupan. Terima kasih dan penghargaan yang tidak terhingga, penulis persembahkan kepada suami tercinta H. A. Khairul Umam SE dan anak-anakku

18 tersayang Fadli Aunurrofiq dan Dzaki Muhammad Roqieb atas kesabaran, kesetiaan, pengorbanan dan iringan do a yang tulus dan ikhlas dalam menyertai setiap langkah penulis selama menempuh pendidikan. Tidak lupa ucapan terima kasih kepada kakak-kakak dan adik-adik penulis yang tanpa henti mendoakan dan memberikan dukungan untuk menyelesaikan studi. Teman- teman seperjuangan dalam menyelesaikan studi pada program S3 - TIP, Institut Pertanian Bogor atas bantuan dan dukungan semangat untuk menyelesaikan studi di penghujung masa studi. Teman-teman di Fakultas Teknik Universitas Esa Unggul atas pengertian serta dukungannya yang telah banyak membantu dalam penyelesaiaan disertasi ini. Akhir kata, kepada semua pihak yang telah membantu dan tidak dapat disebutkan satu persatu dalam disertasi ini penulis ucapkan terima kasih, semoga Allah SWT. memberi pahala berlimpah. Penulis berharap semoga disertasi ini memberi manfaat bagi pihak yang memerlukan. Amin. Bogor, Januari 2012 Nofi Erni

19 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bukittinggi pada tanggal 15 Nopember 1967, sebagai anak keempat dari sembilan orang bersaudara dari pasangan H. Ahmad dan Hj. Rosni. Penulis memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian Institut Petanian Bogor pada tahun Pendidikan Magister Manajemen pada Program Pascasarjana Universitas Esa Unggul diperoleh pada tahun Pada tahun 2002 penulis melanjutkan pendidikan program Doktoral pada program studi Teknologi Industri Pertanian sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dengan sponsor biaya pendidikan proyek BPPS Dirjen Dikti Diknas RI Jakarta selama tiga tahun dan tahun berikutnya dilanjutkan dengan biaya sendiri. Penulis pernah bekerja di Bank Muamalat Indonesia dari tahun 1991 sampai Saat ini penulis bekerja sebagai staf pengajar pada jurusan Teknik Industri Universitas Esa Unggul sejak tahun 1994 dengan jabatan fungsional terakhir adalah Lektor. Selama mengikuti studi pada program S3 penulis memangku jabatan sebagai Ketua Jurusan Teknik Industri hingga tahun 2006, dan sejak tahun 2008 hingga sekarang memangku jabatan sebagai Kepala Pusat Studi Teknik Industri, Universitas Esa Unggul. Penulis juga aktif pada organisasi BKSTI (Badan Kerjasama Penyelenggara Pendidikan Tinggi Teknik Industri) Korwil Jakarta (2009-sekarang) Penulis menghasilkan beberapa karya ilmiah, yang merupakan bagian dari program S3, antara lain; 1) Rancangan Model Sistem Manajemen Ahli untuk Perencanaan Produksi Karet Spesifikasi Teknis yang diterbitkan pada Jurnal Inovisi, Teknik Industri Universitas Esa Unggul Volume 10, No.2 Edisi Oktober 2011, dan 2) Model Prakiraaan Harga dan Permintaan pada Rantai Pasok Karet Spesifikasi Teknis yang akan diterbitkan pada Jurnal Teknik Industri Universitas Al Azhar Indonesia, Volume I No. 3 Edisi Maret 2012.

20 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... xviii DAFTAR GAMBAR... xix DAFTAR LAMPIRAN... xxi 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian Ruang lingkup Manfaat Penelitian TINJAUAN PUSTAKA Manajemen Rantai Pasok Pengukuran Kinerja Rantai Pasok Bullwhip Effect Perencanaan Produksi Kapasitas Produksi Prakiraan (Forecasting) dan Pengelolaan Permintaan Pendekatan Sistem Sistem Manajemen Ahli Sistem Kecerdasan Buatan Sistem Fuzzy Logic Jaringan Syaraf Tiruan Posisi Penelitian METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Tahapan Penelitian Pengumpulan dan Teknik Pengolahan Data Lokasi Penelitian ANALISIS SISTEM Kondisi Situasional Agroindustri Karet Alam Karet Spesifikasi Teknis Bahan Baku dan Proses Produksi Karet Spesifikasi Teknis Sistem Rantai Pasokan Karet Spesifikasi Teknis Pendekatan Sistem Analisis Kebutuhan... 64

21 Halaman Formulasi Permasalahan Identifikasi Sistem PEMODELAN SISTEM Konfigurasi Model Kerangka Sistem Sistem Manajemen Dialog Sistem Pengolahan Pusat Sistem Manajemen Basis Data Sistem Manajemen Basis Pengetahuan Mekanisme Inferensi Sistem Manajemen Basis Model Rekayasa Model Model Prakiraan Harga dan Permintaan Model Prakiraan Ketersediaan Bahan Baku Model Perencanaan Produksi Model Ketersediaan Kapasitas Produksi Model Pengukuran Kinerja Rantai Pasok IMPLEMENTASI MODEL Verifikasi Model Prakiraan Harga dan Permintaan Ketersediaan Bahan Baku Penyusunan Rencana Produksi Ketersediaan Kapasitas Produksi Pengukuran Kinerja Rantai Pasok Validasi Model Implikasi Model Implikasi Teoritis Implikasi Manajerial Kelebihan dan Keterbatasan Model KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

22 DAFTAR TABEL Halaman 1 Model dan Teknik Pengolahan Data Ekspor Karet Alam Indonesia Tahun Skema Standard Indonesian Rubber (SIR) (SNI ) Ekspor TSR dari Indonesia, Malaysia, dan Thailand Harga Beberapa Jenis Karet Bulan Desember Jumlah Impor Karet Alam oleh Negara Pengimpor Utama Analisis Kebutuhan Pelaku Utama Pengelolaan Rantai Pasok Karet Spesifikasi Teknis Himpunan Nilai Fuzzy untuk Data Input dan Data Output Alternatif aturan Jika Maka untuk FIS Pemilihan Arsitektur JST untuk Karet Spesifikasi Teknis Bobot dari Lapisan Input ke Lapisan Tersembunyi Bobot dari Lapisan Tersembunyi ke Lapisan Output Hasil Pengujian Harga dan Volume Permintaan TSR Hasil Prakiraan Harga dan Volume Permintaan TSR Hasil Perhitungan Tingkat Akurasi Prakiraan Pasokan Bahan Baku Hasil Prakiraan Pasokan Bahan Baku Representasi Kurva untuk Variabel Input dan Variabel Output Tahapan dan Waktu Proses Pembuatan SIR Perhitungan Kapasitas yang Dibutuhkan dengan Metode CPOF dari bulan ke-1 sampai ke Perhitungan Nilai Bullwhip Effect Kinerja Produksi Perhitungan Nilai Bullwhip Effect Kinerja Pasokan Bahan Baku

23 DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Komponen Utama Proses Manajemen dalam SCOR Model Distorsi Informasi dari Hilir ke Hulu dalam Rantai Pasok Manufacturing Resources Planning, MRP II Hubungan Aktifitas Perencanaan dan Pengendalian Produksi Evolusi Manajemen Persediaan Demand Management Process Model Konfigurasi Model Dasar Sistem Manajemen Ahli Tahap Pembentukan Sistem Pakar Fungsi Keanggotaan Linier Fuzzy Berbetuk Segitiga dan Trapesium Sistem Inferensi Logika Fuzzy Arsitektur Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation Kerangka Pemikiran Penelitian Keterkaitan Model Perencanaan Produksi Karet Spesifikasi Teknis Diagram Alir Tahapan Penelitian Pohon Industri Karet Ekspor Karet Alam Indonesia Perkembangan Harga Karet, Minyak Mentah, dan Nilai Tukar JPY/USD Grafik Perbandingan Ekspor Karet Spesifikasi Teknis Ekspor Karet Alam Jenis SIR Perkembangan Harga TSR 20 dan RSS3 di pasar Fisik dan Bursa SICOM pada bulan Desember Perkembangan Jumlah Impor Negara Pengimpor Utama Proses Pengolahan Karet Spesifikasi Teknis Rantai Pasok Karet Alam Pada PTPN VIII Grafik Jumlah Ekspor Karet Alam Produksi PTPN VIII Diagram Input-Output Karet Spesifikasi Teknis Konfigurasi Sistem Manajemen Ahli Perencanaan Produksi Diagram Alir Model Sistem Manajemen Ahli Perencanaan Produksi Rantai Pasok Karet Spesifikasi Teknis Tahapan Perancangan JST Prakiraan Harga dan Volume Permintaan Perancangan Arsitektur JST untuk Prakiraan Ketersediaan Bahan Baku Tahapan Penentuan Rencana Produksi Diagram Alir Penghitungan Kapasitas Tersedia... 88

24 Halaman 32 Diagram Alir Penghitungan Kinerja Rantai asok Tampilan Menu Prakiraan Harga dan Permintaan Karet Spesifikasi Teknis (TSR 20) Pola Data Aktual, Data Pengujian, dan Prakiraan Tampilan Menu untuk Prakiraan Pasokan Bahan Baku Tampilan Parameter Input pada Fuzzy Inference System Fungsi Keanggotaan dan Nilai Input untuk Prakiraan Harga Tampilan Hasil Input Output FIS untuk Jumlah Produksi Dekomposisi Fungsi Implikasi Perbandingan Antara Rencana dan Realisasi Produksi Perbandingan Permintaan Bahan Baku dan Realisasi Pasokan Bahan Baku Tampilan Depan Sistem Manajemen Ahli Proplan-TSR

25 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Realisasi Penjualan Ekspor Karet Alam Produksi PTPN Semester I tahun Realisasi Penjualan Ekspor Karet Alam Produksi PTPN Semester II tahun Ekspor Karet Alam Produksi PTPN VIII tahun Ekspor Berbagai Jenis Karet Alam Produksi PTPN VIII Semester I Tahun Data Trasaksi Harian TSR 20 di Bursa SICOM tahun Pola Training JST untuk Data SICOM tahun Pola Testing JST untuk Data SICOM tahun Pengolahan Data JST untuk Prakiraan Harga dan Permintaan TSR Data Kapasitas Pabrik PT. BSP Tahun Data Kapasitas Pabrik PT. BSP Tahun Data Kapasitas Pabrik PT. BSP Tahun Data Pasokan Bahan Baku Tahun Data Pola untuk Pelatihan dan Pengujian JST Bahan Baku Pengolahan Data FIS Perencanaan Produksi Data Rencana dan Realisasi Produksi Data Permintaan Bahan Baku dan Realisasi Pasokan Bahan Baku Petunjuk Penggunaan Aplikasi Proplan-TSR

26 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendekatan manajemen rantai pasok telah banyak digunakan sebagai salah satu model untuk meningkatkan keunggulan bersaing dalam industri. Manajemen rantai pasok merupakan pendekatan penggunaan sumber daya secara efisien yang mengintegrasikan fungsi bisnis dari hulu ke hilir sehingga barang dapat diproduksi dan didistribusikan dalam jumlah yang tepat, pada lokasi dan waktu yang tepat untuk meminimumkan biaya sistem secara keseluruhan dan memenuhi tingkat pelayanan yang diinginkan (Levi et al. 2003; Vokurka et al., 2002 ; Blanchard, 2004). Beberapa model penerapan manajemen rantai pasok telah dikembangkan, salah satu kerangka untuk implementasi adalah model SCOR (Supply Chains Operational Reference). Model ini memberikan acuan untuk merencanakan, menganalisis dan mendesain guna meningkatkan kinerja rantai pasokan. Aktifitas bisnis antar komponen rantai pasokan dari hulu ke hilir dikelompokan ke dalam lima proses yaitu : perencanaan (plan), pengadaan sumber daya (source), produksi (make), pengiriman (delivery) dan pengembalian (return). Setiap proses didekomposisi dari proses yang bersifat umum ke dalam sub proses yang lebih detil sesuai dengan jenis kegiatan bisnis (SCOR, 2005; Bolstorff, 2003) Perencanaan sebagai langkah awal kegiatan merupakan faktor penting untuk melaksanakan proses bisnis lainnya yang terkait dengan mata rantai di sisi hulu (downstream channel) dan di sisi hilir (upstream channel) pada rantai pasokan. Perencanaan produksi sebagai aktifitas perencanaan operasional membutuhkan suatu sistem pengambilan keputusan terstruktur untuk menyusun rencana produksi yang mengintegrasikan dinamika pemasok dan dinamika perkembangan permintaan. Perencanaan produksi berkaitan dengan bagaimana mengelola unsur ketidakpastian dan kompleksitas di sepanjang rantai pasok. Berbagai unsur ketidakpastian dari sisi permintaan, maupun pasokan penting dipertimbangkan, sehingga dihasilkan rencana produksi yang lebih tepat dan tidak bersifat konstan (Croxton et al., 2001; Galasso, 2009)

27 2 Akurasi perencanaan produksi merupakan salah satu faktor penentu untuk pencapaian kinerja rantai pasok berupa penurunan biaya atau peningkatan pelayanan terhadap konsumen. Perencanaan produksi yang tidak tepat dapat menyebabkan terjadinya peningkatan jumlah persediaan atau di sisi lain juga berakibat adanya kekurangan bahan baku sehingga menimbulkan biaya akibat rendahnya utilisasi sarana dan prasarana produksi. Penelitian yang berkaitan dengan pentingnya kolaborasi dan integrasi dalam pengelolaan rencana produksi telah dilakukan oleh peneliti terdahulu. Penelitian Nakano (2009), menunjukkan kolaborasi dalam menyusun rencana produksi memiliki hubungan yang positif dalam peningkatan kinerja produksi dan logistik. Penelitian Attaran et al. (2007), dan Donk (2008) menunjukkan pentingnya suatu sistem perencanaan produksi terintegrasi yang disusun dalam suatu paket program dalam memudahkan pengelolaan rantai pasok. Hasil penelitian menunjukkan perangkat lunak perencanaan produksi yang dikembangkan dengan konsep Enterprise Resources Planning memiliki kompleksitas dan biaya yang relatif tinggi sehingga sulit diterapkan pada beberapa jenis industri. Beberapa pendekatan berkaitan dengan perencanaan produksi telah dikembangkan, diantaranya teknik Material Requirement Planning (MRP I). Teknik MRP I merupakan metode perencanaan produksi khususnya menentukan kebutuhan bahan baku yang didasarkan kepada hasil prakiraan permintaan. Dalam perkembangan perencanaan produksi dengan pendekatan MRP I diperluas menjadi Manufacturing Resources Planning (MRP II) yang menggambarkan kerangka hubungan antara perencanaan strategi bisnis dengan mekanisme pengendalian produksi (Fogarty et al. 1991; Gupta, 2003; Sheikh, 2002) Pada MRP II, hasil prakiraan permintaan menjadi dasar dalam menyusun Master Production Scheduling (jadwal induk produksi). Teknik MRP II hanya mempertimbangkan prakiraan permintaan dalam menyusun jadwal induk produksi, belum mempertimbangkan kemampuan pasokan bahan baku dari pemasok. Untuk menunjang penerapan MRP II dalam perencanaan produksi rantai pasok, perlu dipertimbangkan dinamika antara mata rantai pemasok, prosesor sehingga dihasilkan rencana produksi yang lebih adaptif terhadap

28 3 perubahan permintaan konsumen. Menurut Tang (2006), agroindustri merupakan industri yang bersifat consumer-produser driven sehingga perencanaan permintaan perlu mempertimbangkan kedua sisi secara bersama-sama dalam perencanaan produksi. Agroindustri karet alam memiliki peran strategis sebagai sumber devisa negara, sumber lapangan kerja, pemasok bahan baku industri barang jadi karet. Indonesia merupakan negara dengan areal perkebunan terluas dan penghasil karet alam terbesar kedua di dunia. Kebutuhan industri pengguna karet alam di dunia ditunjukkan besarnya penggunaan karet alam untuk keperluan industri. Konsumsi karet alam dunia meningkat sejalan dengan pertumbuhan industri dan perekonomian dunia. Peran strategis agroindustri karet alam sebagai pemasok bahan baku untuk berbagai industri menjadikan agroindustri karet termasuk industri yang mendapat prioritas penguatan dan pertumbuhan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (Peraturan Presiden No. 7/2005). Kementrian Perindustrian menetapkan tiga wilayah klaster industri karet di Indonesia adalah propinsi Sumatera Utara, Sumatera Selatan dan Jawa Barat. Pengembangan klaster ini untuk memperkuat industri hilir karet sehingga mampu meningkatkan penggunaan konsumsi karet dalam negeri. Peningkatan konsumsi dalam negeri semakin membuka peluang bagi agroindustri karet alam untuk meningkatkan produksi. Indonesia sebagai negara dengan perkebunan terluas di dunia memiliki potensi sebagai penghasil karet terbesar di dunia. Pada tahun 2009 total luas perkebunan karet Indonesia sebesar hektar dengan produksi total karet alam sebanyak ton. Total luas kebun dan produksi karet alam meningkat pada tahun 2010 menjadi hektar dengan total produksi karet alam sebesar ton (Ditjenbun, 2012). Ekspor karet alam merupakan penghasil devisa kedua setelah kelapa sawit. Nilai ekspor karet alam pada tahun 2010 berdasarkan data Gapkindo (2011) mencapai US$ Porsi ekspor terbesar adalah karet spesifikasi teknis (Technically Spesified Rubber,TSR). Ekspor TSR dengan kodifikasi Standar Indonesian Rubber (SIR) jenis SIR 20 mencapai ton atau sekitar 92 % dari total ekspor karet alam. Pertumbuhan permintaan karet alam

29 4 sejalan dengan pertumbuhan industri hilir khususnya industri otomotif. Tingkat konsumsi agregat karet alam dunia tumbuh sebesar 18%, sedangkan laju pertumbuhan produksi Indonesia hanya sebesar 8,7%. Tahun 2010 terjadi peningkatan produksi kendaraan bermotor sebesar 21% yang mendorong meningkatnya permintaan karet spesifikasi teknis (Honggokusumo 2011). Besarnya pertumbuhan industri hilir pengguna karet alam merupakan peluang untuk meningkatkan produksi karet untuk memenuhi kebutuhan industri hilir seperti industri ban. Perkebunan karet berskala besar pada umumnya memiliki unit pengolah dengan fasilitas produksi yang mampu menghasilkan berbagai jenis karet, yang dikelompokkan menjadi lateks pekat, Ribbed Smoke Sheet (RSS) dan karet spesifikasi teknis. Permasalahan dalam agroindustri karet alam berskala besar adalah diperlukan suatu sistem pengambilan keputusan untuk menentukan jenis karet alam yang akan diproduksi dengan mempertimbangkan dinamika harga dan permintaan dunia serta kemampuan kebun dalam memasok bahan baku. Berdasarkan masalah yang dihadapi agroindustri karet alam dan dalam rangka mengembangkan metode perencanaan produksi menggunakan kerangka manajemen rantai pasok maka diperlukan suatu pengkajian yang mendalam dan menyeluruh dengan memperhatikan kebutuhan stakeholder menggunakan pendekatan sistem. Salah satu metode pendekatan sistem yang dapat digunakan dalam pengambilan keputusan adalah sistem manajemen ahli (SMA). Sistem manajemen ahli merupakan integrasi antara sistem pendukung keputusan (SPK) dan sistem pakar (Eriyatno, 2003; Buede, 2009; Stairs et.al, 2010). Penerapan SMA dalam penelitian diantaranya telah dilakukan dalam pengembangan agroindustri minyak atsiri (Machfud, 2001). Penelitian penggabungan SPK dan sistem pakar dalam bentuk SPK intelejen telah dikembangkan untuk agroindustri tapioka (Astuti, 2010) dan untuk sistem rantai pasokan beras (Surjasa, 2011). Belum ditemukan suatu penelitian yang mengembangkan SMA untuk perencanaan produksi dalam rantai pasok agroindustri karet spesifikasi teknis. Rekayasa SMA perencanaan produksi dibatasi pada agroindustri karet spesifikasi teknis, mengingat potensi permintaan dunia yang cukup besar, kapasitas pabrik relatif besar serta memungkinkan penyerapan bahan baku dari

30 5 perkebunan rakyat. Model SMA perencanaan produksi rantai pasok ini dirancang untuk membantu pengambil keputusan dengan memanfaatkan pengetahuan pakar, guna menentukan rencana produksi yang mengakomodir perubahan pada sisi pasokan dan sisi permintaan serta kapasitas produksi yang dimiliki perusahaan. Model ini dilengkapi dengan model pengukuran kinerja sebagai salah satu komponen dalam pengelolaan rantai pasok. Model kinerja ini berfungsi untuk mengukur tingkat keberhasilan dari rencana produksi yang telah disusun dalam memodelkan dinamika pada rantai pasok sebagai salah satu metrik ukuran kinerja. Operasionalisasi dan implementasi hasil penelitian rancangan sistem manajemen ahli perencanaan produksi ini diharapkan dapat digunakan oleh agroindustri untuk mengambil keputusan dalam menyusun rencana produksi sehingga mampu mengoptimalkan kinerja rantai pasok guna mencapai tingkat produksi lebih optimal pada tingkat respon pasar yang diinginkan. 1.2 Tujuan Penelitian Mengacu pada latar belakang pemikiran dan tantangan dalam mengelola rantai pasok, maka tujuan penelitian ini adalah : 1. Mengembangkan model sistem manajemen ahli yang dapat membantu pengambil keputusan untuk menyusun rencana produksi yang dinamis dengan mengintegrasikan dinamika permintaan, dinamika pasokan bahan baku, dan ketersediaan kapasitas produksi untuk optimalisasi rantai pasok agroindustri karet spesifikasi teknis. 2. Menghasilkan model prakiraan permintaan dengan memperhatikan pola harga dan pola permintaan pasar dunia serta interaksi keduanya yang akan digunakan sebagai masukan untuk menyusun rencana produksi. 3. Merumuskan model pengukuran kinerja dari rencana produksi dan pasokan bahan baku sebagai ukuran optimalisasi yang terintegrasi dengan model perencanaan produksi. 1.3 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian adalah aktifitas perencanaan produksi dan pengukuran kinerja dalam pengelolaan rantai pasok yang dirancang dalam satu

31 6 kesatuan sistem manajemen ahli. Rencana produksi merupakan integrasi model prakiraan harga dan volume permintaan, model prakiraan pasokan bahan baku, model perencanaan produksi, model ketersediaan kapasitas produksi dan kinerja rantai pasok. Kajian sistem rantai pasok agroindustri karet spesifikasi teknis yang diteliti adalah untuk jenis SIR 20, yang dilakukan di PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII dan perkebunan besar milik swasta di PT Bakrie Sumatera Plantation Tbk. Porsi produksi SIR 20 pada perkebunan negara relatif kecil jika dibanding dengan RSS sehingga untuk kepentingan verifikasi dan validasi model digunakan data dan informasi dari PT. BSP karena jumlah produksi SIR relatif berimbang. Sistem rantai pasok yang menjadi fokus penelitian adalah pabrik sebagai pengolah dan kebun sebagai pemasok bahan baku yang berada dalam satu entitas yang sama (inbound supply chain). Pabrik dan kebun memiliki sistem manajemen yang terpisah dengan tingkat otoritas keputusan pada lingkup kerja masing-masing. 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan, baik secara akademik maupun penerapannya sehingga berkontribusi nyata dalam pengembangan agroindustri Beberapa kegunaan dari hasil penelitian ini sebagai berikut : 1. Model perencanaan produksi hasil penelitian ini dapat digunakan oleh pengambil keputusan untuk menyusun rencana produksi yang dinamis dan terintegrasi, sehingga mampu mengoptimalkan kinerja rantai pasok agroindustri karet spesifikasi teknis. 2. Rancangan sistem manajemen ahli menjadi sarana kordinasi antara pengambil keputusan pada pengelola pasokan bahan baku, pabrik karet spesifikasi teknis dan distributor. 3. Memberikan kontribusi dalam pengembangan keilmuan perencanaan produksi dalam suatu tatanan rantai pasok agroindustri dan pengembangan sistem pengambilan keputusan yang memanfaatkan pengetahuan pakar.

32 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Manajemen Rantai Pasok Manajemen rantai pasok (Supply Chain Management) merupakan pendekatan untuk mengintegrasikan seluruh mata rantai pengadaan barang mulai dari hulu ke hilir, yang terlibat secara langsung dan bersama-sama bekerja mengelola aliran barang, aliran uang dan aliran informasi untuk memproduksi dan mendistribusikan barang ke pemakai akhir. Pendekatan manajemen rantai pasok mengkordinasikan dan mengintegrasikan semua aktifitas proses dalam satu kesatuan, sehingga keseluruhan rantai bekerja bersama agar menjadi lebih kompetitif (Levi et al. 2003; Chopra dan Meindl, 2001; Vokura et al., 2002) Tujuan penerapan pendekatan manajemen rantai pasok menurut Levi et al. (2002) adalah pengelolaan sumber daya secara efisien yang mengintegrasikan suppliers, manufacturers, warehouses and store, sehingga barang dapat diproduksi dan didistribusikan dalam jumlah yang tepat, pada lokasi dan waktu yang tepat untuk meminimumkan biaya sistem secara keseluruhan (systemwide) dan memenuhi tingkat pelayanan (service level) yang diinginkan. Penurunan biaya diantaranya berupa biaya transportasi, biaya penyimpanan dan biaya karena terjadinya idle capacity. Sistem rantai pasok adalah jaringan perusahaan-perusahaan yang terlibat secara langsung dan bersama-sama bekerja dari hulu ke hilir mengelola aliran barang, aliran uang dan aliran informasi untuk menciptakan dan mengantarkan produk ke tangan pemakai akhir. Manajemen rantai pasok merupakan pendekatan terintegrasi dari upstream yaitu pemasok atau downstream yaitu konsumen. Aktifitas rantai pasok dibedakan ke dalam inbound logistic yaitu aliran material dan jasa dari pemasok ke produsen dan outbound logistic yaitu aliran barang atau jasa dari produsen ke konsumen. Kegiatan-kegiatan logistik masuk (in-bound logistics) diantaranya prakiraan kebutuhan dan pembelian, sedang bagian logistik ke luar (out bound logistics) berkaitan dengan kegiatan perencanaan distribusi dan transportasi (Blanchard, 2004 ; Rutner, 2007). Keberhasilan perusahaan besar dalam menerapkan SCM memungkinkan terjadinya kompetisi antar supply chain bukan lagi antar perusahaan, melainkan

33 8 antar jaringan. Prinsip utama dalam SCM adalah saling berbagi (sharing) terhadap aliran material, aliran informasi yang menggabungkan keseluruhan elemen dalam rantai pasok. Menurut Frazelle (2001) dan Croxton et.al (2001) manajemen rantai pasok mengacu pada berbagai trade-off dalam cara mengelola delapan proses bisnis kunci yaitu : 1. Pengelolaan hubungan dengan konsumen ( customer relationship management) 2. Pengeloaan layanan konsumen (customer service management) 3. Pengelolaan permintaan (demand management) 4. Pemenuhuan pesanan (order fulfilment) 5. Pengelolaan aliran manufaktur (manufacturing flow management) 6. Pengadaan ( procurement) 7. Komersialisasi pengembangan produk (product development commercialization) 8. Pengembalian (return) 2.2 Pengkuran Kinerja Rantai Pasok Untuk membangun kinerja yang efektif diperlukan suatu sistem pengukuran dalam manajemen rantai pasok untuk mencapai perbaikan secara berkelanjutan. Sistem pengukuran kinerja dibutuhkan untuk melakukan pemantauan dan pengendalian, menentukan arah perbaikan untuk menciptakan keunggulan bersaing. Beberapa metode yang telah dikembangkan untuk penerapan manajemen rantai pasok, salah satu pendekatan tersebut adalah Model Supply Chain Operations Reference (SCOR) yang dikembangkan oleh kelompok perusahaan yang bergabung dalam Supply Chain Council (Pujawan, 2005 ; Aranyam et al., 2006 ; Bolstorff, 2007). SCOR adalah suatu kerangka untuk menggambarkan aktiftas bisnis antar komponen rantai pasok mulai dari hulu (suppliers) ke hilir (customers) untuk memenuhi permintaan pelanggan dan tujuan dari rantai pasok. Model ini terdiri atas 5 komponen utama dalam mengelola proses yaitu : perencanaan (plan), sumber daya (source), proses produksi (make), pengiriman (deliver) dan pengembalian (return) seperti yang disajikan pada Gambar 1. Fungsi dari ke lima proses inti dalam model SCOR dijelaskan sebagai berikut :

34 9 1. Perencanaan (plan) yaitu proses merencana untuk mencapai keseimbangan antara permintaan dan pasokan yang terkait dengan kegiatan pengadaan (procurement), produksi dan distribusi. Perencanaan terdiri atas perencanaan dan pengendalian persediaan, perencanaan material, perencanaan kapasitas, perencanaan kebutuhan distribusi, serta melakukan penyesuaian (aligment) antara supply chain plan dan financial plan. 2. Pengadaan sumber daya (source) merupakan proses pengadaan barang maupun jasa untuk memenuhi permintaan. Proses yang dicakup termasuk penjadwalan pengiriman dan proses penerimaan dari pemasok, memilih pemasok, mengevaluasi kinerja pemasok. Jenis proses berbeda tergantung apakah barang yang dibeli termasuk stocked, make to order, atau engineer to order. Gambar 1 Komponen utama proses manajemen dalam SCOR model (Bolstorf dan Rosenbaum, 2003) 3. Produksi (make) merupakan proses untuk mentransformasi bahan baku atau komponen menjadi produk yang diinginkan pelanggan. Kegiatan produksi dilakukan atas dasar ramalan untuk memenuhi target persediaan sesuai dengan strategi produksi make to stock, make to order atau engineer to order. Kegiatan yang dilakukan antara lain penjadwalan produksi, melakukan kegiatan produksi, pengendalian kualitas, mengelola persediaan.

35 10 4. Pengiriman (delivery) merupakan proses untuk memenuhi permintaan pelanggan, meliputi pengelolaan pesanan, transportasi dan distribusi. Proses yang terlibat diantaranya menangani pesanan pelanggan, memilih perusahaan jasa pengiriman dan mengirim tagihan kepada pelanggan 5. Pengembalian (return) yaitu proses yang meliputi kegiatan menerima pengembalian produk dari pelanggan karena berbagai alasan, mengidentifikasi kondisi produk, meminta otorisasi pengembalian produk, penjadwalan serta melakukan pengiriman kembali. Kerangka SCOR menyediakan berbagai variasi ukuran kinerja untuk mengevaluasi rantai pasok yang disusun dalam beberapa tingkatan metrik ukuran yang berasosiasi pada salah satu dari atribut kinerja yaitu 1) reliability berkaitan dengan keandalan dalam pemenuhan pesanan, 2) responsiveness berkaitan dengan kecepatan waktu respon dalam memenuhi pesanan, 3) flexibility berkaitan dengan fleksibilitas dalam beradaptasi terhadap perubahan, 4) cost berkaitan dengan biaya-biaya dalam pengelolaan proses rantai pasok 5) asset berkaitan dengan efektifitas dalam mengelola asset untuk mendukung kepuasan konsumen (Bolstorf dan Rosenbaum, 2003; Marimin et al. 2011). Salah satu ukuran yang dapat dikembangkan untuk mengukur kegiatan perencanaan yang mengacu pada metrik fleksibilitas dan realibilitas adalah bullwhip effect. 2.3 Bullwhip Effect Menurut Pujawan (2005) dan Wang (2006) bullwhip effect atau efek cambuk adalah suatu keadaan yang terjadi dalam rantai pasok dimana pergerakan informasi permintaan dari sisi hilir (pelanggan) mengalami distorsi dan teramplifikasi sehingga terdapat variansi nilai yang cukup signifikan ketika informasi sampai pada rantai di sisi hulu. Distorsi informasi tersebut mengakibatkan serangkaian efek yang akan mengacaukan rantai pasok. Kekacauan ini disebabkan oleh terjadinya amplifikasi yang berakibat pada variabilitas permintaan dari hulu ke hilir. Diantara penyebab utama dari bullwhip effect adalah penyesuaian prakiraan permintaan (demand forecast updating) dan fluktuasi harga. Ilustrasi terjadinya distorsi informasi dalam rantai pasok dari hilir

36 11 ke hulu antara pengecer, distributor dan manufaktur pada suatu rantai pasok disajikan pada Gambar 2. Gambar 2 Distorsi informasi dari hilir ke hulu dalam rantai pasok. Sumber : Flansoo dan Wouters (2000) Variansi yang terjadi antara pesanan dan realisasi permintaan menurut Flansoo dan Wooter (2000) adalah ukuran bullwhip effect. Pengukuran bullwhip effect membutuhkan beberapa ukuran statistik, antara lain rata rata, standar deviasi, dan koefisien variansi. Secara matematis pengukuran bullwhip effect diformulasikan sebagai berikut : dimana :

37 12 Keterangan : CV = Koefisien variansi σ = Standar deviasi µ = Rata rata x i = Data ke i n = jumlah data/sampel Koefisien Bullwhip Effect (BE) yang lebih besar dari 1 (satu) mengisyaratkan bahwa terjadi amplifikasi permintaan untuk sebuah produk. Sedangkan untuk koefisien bullwhip effect yang kurang dari 1 ( satu ) mengisyaratkan adanya penghalusan pola pesanan pada produk yang bersangkutan. Menurut Pujawan (2005) terdapat dua tantangan langsung yang harus dihadapi dalam mengelola rantai pasok, yaitu kompleksitas struktur rantai pasok dan ketidakpastian. a. Kompleksitas struktur rantai pasok Sistem rantaipasok sangat kompleks, melibatkan banyak pihak di dalam maupun di luar perusahaan. Kompleksitas suatu rantai pasok juga dipengaruhi oleh perbedaan bahasa, zona waktu, dan budaya antara satu perusahaan dengan perusahaan lain. b. Ketidakpastian (uncertainty) Ketidakpastian merupakan sumber utama kesulitan pengelolaan suatu rantai pasok Ketidakpastian menimbulkan ketidakpercayaan diri terhadap rencana yang telah dibuat. Sebagai akibatnya, perusahaan sering menciptakan pengamanan di sepanjang rantai pasok. Berdasarkan sumbernya, ada tiga klasifikasi utama ketidakpastian pada rantai pasok, yaitu : 1) ketidakpastian permintaan, 2) ketidakpastian pasokan, 3) ketidakpastian lingkungan internal. Pengurangan bullwhip effect bisa dilakukan apabila penyebabnya dimengerti dengan baik oleh pihak pihak pada rantai pasok. Beberapa pendekatan yang diyakini bisa mengurangi bullwhip effect adalah : 1) information

38 13 sharing, 2) memperpendek atau mengubah struktur rantai pasok, 3) pengurangan biaya tetap 4) menciptakan sabilitas harga, dan 5) pemendekan lead time 2.4 Perencanaan Produksi Perencanaan produksi merupakan proses untuk merencanakan aliran bahan dari suatu sistem produksi sehingga permintaan dapat dipenuhi dalam jumlah yang tepat, waktu yang tepat dengan biaya produksi minimum. Perecanaan produksi dilakukan dengan maksud menentukan arah tindakan dalam berproduksi dengan cara mengatur, menganalisa, mengorganisasi dan koordinasi bahanm mesin, peralatan, tenaga kerja dan tindakan lain yang dibutuhkan. Salah satu model perencanaan produksi yang banyak digunakan adalah model Manufacturing Resources Planning (MRP II) yang ditunjukkan pada Gambar 3. Perencanaan Strategi dan Bisnis Mengelola permintaan Perencanaan Operasi dan Penjualan Jadual Induk Produksi (MPS) Perencanaan Kapasitas Kasar (RCCP) Perencanaan Kebutuhan Bahan (MRP I) Membuat Perencanaan kebutuhan kapasitas (CRP) Membeli Perencanaan kebutuhan pemasok (VRP) Tidak Realistis Realistis Tidak Ya Ya Pengendalian Lantai Pabrik Perencanaan Pengendalian Pembelian Gambar 3 Manufacturing Resources Planning, MRP II (Forgarty et al., 1991: Sheikh 2002)

39 14 Teknik MRP II merupakan pengembangan dari teknik MRP I (Material Requirement Planning. Teknik MRP II merupakan metode perencanaan seluruh sumber daya yang dikembangkan pada industri manufaktur. Pendekatan yang digunakan adalah keterkaitan antara perencanaan pada 1) tingkat strategis yaitu perencanaan strategis dan bisnis, 2) perencanaan pada tingkat taktis yaitu pengelolaan permintaan dan 3) perencanaan operasional yang terkait dengan keputusan rencana produksi dan perencanaan kebutuhan material. Hasil perencanaan produksi untuk diimplementasikan pada tahap produksi perlu disusun dalam bentuk rencana kebutuhan material. Pendekatan yang banyak digunakan adalah Material Requirements Planning (MRP I) merupakan pendekatan untuk menjamin agar produk dibuat tepat waktu dan tepat jumlah. Input utama MRP adalah jadwal induk produksi sedangkan output MRP adalah Planned Order Release (rencana pemenuhan pesanan). Masalah yang biasa ditemui dalam pengoperasian sistem MRP adanya overstated MPS, yaitu kondisi jadwal induk produksi yang memiliki kuantitas lebih besar daripada kapasitas yang dimiliki. Hal ini akan menyebabkan persediaan bahan baku dan jumlah persediaan dalam bentuk WIP (Work In Process) meningkat yang mengakibatkan penambahan biaya. Kerangka yang menunjukkan hubungan aktifitas perencanaan dan pengendalian produksi pada MRP I yang banyak diterapkan pada industri manufaktur merupakan kegiatan perencanaan sumber daya, perencanana kapasitas hingga aktifitas pengendalian pada lantai produksi. Untuk memeriksa kelayakan hasil rencana produksi agar dapat dilanjutkan pada tahap keputusan memproduksi atau membeli, perlu dilakukan verifikasi kelayakan melalui proses validasi dengan metode Rough Cut Capacity Planning (RCCP). Perencanaan kebutuhan kapasitas yang baik menjamin tersedianya sumber daya pada saat dibutuhkan. 2.5 Kapasitas Produksi Rencana produksi pada umumnya disusun dalam bentuk Jadwal Induk Produksi Master Production Sheduling. MPS berfungsi untuk memberikan input utama kepada sistem perencanaan kebutuhan material dan kebutuhan kapasitas

40 15 (MRP dan CRP), menjadwalkan pesanan produksi dan pembelian, memberikan landasan untuk penentuan kebutuhan sumber daya dan kapasitas serta memberikan dasar untuk pembuatan janji tentang penyerahan produk kepada pelanggan. Kapasitas adalah suatu ukuran kemampuan produktif dari suatu fasilitas per unit waktu. Kekurangan maupun kelebihan kapasitas memberikan dampak yang merugikan, sehingga diperlukan perencanaan kapasitas. Perencanaan kapasitas yang efektif adalah perencanaan yang menyediakan kapasitas sesuai dengan kebutuhan pada waktu yang tepat. Keterkaitan aktifitas penting dalam proses perencanaan produksi ditunjukkan pada Gambar 4. (Fogarty 1991 ; Sheikh, 2002). Demand Management Production Planning Resource Requirement Planning Final Assembly Shedulling Master Requirement Planning Rough Cut Capacity Planning Material Requirement Planning Capacity Requirement Planning Input/Output control Production Activity Control Operation Sequencing Gambar 4. Hubungan aktifitas perencanaan dan pengendalian produksi (Forgarty et al., 1991: Sheikh 2002) Untuk memeriksa apakah rencana produksi sesuai dengan ketersediaan sumber daya yang dimiliki seperti tenaga kerja dan jam mesin maka dilakukan validasi melalui penghitungan Rough Cut Capacity Planning (RCCP). Perhitungan RCCP menentukan apakah sumber daya yang direncanakan cukup

41 16 untuk melaksanakan jadwal induk produksi. RCCP merupakan langkah menghitung beban untuk semua item yang dijadwalkan dan dalam periode waktu yang aktual. Jika proses RCCP mengindikasikan bahwa MPS layak dilaksanakan maka MPS akan diteruskan ke proses MRP guna menentukan bahan baku atau material, komponen dan subassemblies yang dibutuhkan. Tahapan dalam melakukan RCCP dimulai dengan mengidentifikasi sumber daya utama, seperti work center, tenaga kerja atau material kritis, kemudian menentukan kebutuhan tiap sumber daya untuk memenuhi MPS setiap periode. Tahap selanjutnya perhitungan kapasitas nominal (Calculated Capacity) sumber data yang tersedia setiap periode lalu melakukan perbandingan terhadap beban sumber daya, apakah terjadi underload atau overload. Penyesuaian kapasitas atau jadwal MPS harus dilakukan ketika beban sumber daya overload. Langkah yang diperlukan untuk melaksanakan RCCP, yaitu: 1. Memperoleh informasi tentang rencana produksi dari MPS. 2. Memperoleh informasi tentang struktur produk dan waktu tunggu (lead time). 3. Menentukan bill of resources. 4. Menentukan sumber daya spesifik dan membuat laporan RCCP. Hasil RCCP ditampilkan dalam suatu diagram yang dikenal sebagai load profile untuk menggambarkan kapasitas yang dibutuhkan dibandingkan dengan kapasitas yang tersedia. Analisis ini dilakukan untuk menguji ketersediaan kapasitas fasilitas produksi yang tersedia di dalam memenuhi jadwal induk produksi yang telah disesuaikan, karena telah memberikan ketersediaan kapasitas untuk memenuhi jadwal induk produksi yang telah ditetapkan. Proses pengolahan data ini menghasilkan jadwal induk produksi yang telah disesuaikan, karena telah memberikan gambaran tentang ketersediaan kapasitas untuk memenuhi target produksi yang disusun dalam jadwal induk produksi. Menurut Fogarty (1991) dan Sheikh (2002) selain MPS, sumber daya yang terdapat dalam pabrik (jumlah tenaga kerja, mesin dan waktu yang tersedia) dalam melakukan RCCP dibutuhkan informasi-informasi lain, yaitu utilisasi dan efesiensi. Utilisasi adalah faktor yang mengukur performansi aktual dari pusat kerja relatif terhadap standar yang diterapkan. Sedangkan efisiensi adalah pecahan yang menggambarkan persentase waktu yang tersedia dalam pusat kerja yang

42 17 secara aktual digunakan untuk produksi berdasarkan pengalaman lalu. Dapat dijelaskan dengan rumus sebagai berikut: Utilisasi jam yang digunakan untuk produksi jam yang tersedia menurut jadwal Penerapan RCCP juga membutuhkan data-data jumlah mesin yang digunakan, jam kerja per hari, jumlah shift per hari, dan jumlah hari kerja perbulan. Data-data tersebut diperlukan untuk menentukan jumlah kapasitas yang tersedia di dalam pabrik menggunakan rumus berikut : Keterangan : AC = T * U * E T = M * S * H * W AC : Kapasitas yang tersedia (jam/bulan) T : Waktu yang tersedia (jam/bulan) M : Jumlah Mesin S : Jumlah shift per hari H : Jumlah jam kerja per hari W : Jumlah hari kerja per bulan U : Utilisasi E : Waktu Efektif (%) Pengujian kelayakan kapasitas dalam konsep MRP dapat dilakukan dengan beberapa metode berikut : 1. Capacity Planning Using Overall Factors (CPOF) CPOF merupakan perencanaan yang memerlukan input berupa MPS, waktu total pabrik untuk memproduksi satu item tertentu dan proporsi historis. Pendekatan ini membutuhkan data dan teknik perhitungan yang paling sedikit dibandingkan teknik lainnya, sehingga pendekatan ini paling mudah terpengaruh bila terjadi perubahan dalam volume produk maupun jumlah waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan suatu produk. Perhitungannya dengan mengalikan proporsi historis dengan total kuantitas MPS pada periode tertentu untuk masing-masing stasiun kerja. Dari hasil perhitungan ini nantinya diperoleh waktu total yang diperlukan, total waktu ini kemudian dirata-ratakan dan dibandingkan dengan waktu kapasitas.

43 18 Data yang dibutuhkan rencana produksi dan waktu proses (unit/satuan waktu) pada setiap stasiun kerja. Rumus yang digunakan untuk perhitungan proporsi historis adalah : WPi PH i WPT Dimana : PHi : Proporsi Historis pada work center ke i WPi : Waktu proses pada work center ke i WP T : Total waktu proses. Perhitungan untuk masing-masing stasiun kerja adalah perkalian proporsi historis masing-masing stasiun kerja dengan kapasitas total yang dibutuhkan : KB ij = PH T * KB j Keterangan : KB ij : Kebutuhan Kapasitas stasiun kerja i pada periode j PH T : Proporsi historis pada stasiun kerja i KB j : Kapasitas yang dibutuhkan pada periode j 2. Bill of Labor Approach (BOL) Bill of Labor Approach didefinisikan sebagai suatu daftar yang berisi jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan untuk memproduksi suatu item. BOL bukan merupakan routing, melainkan suatu alat untuk memperkirakan kebutuhan agar dapat digunakan item atau kelompok item-item yang yang telah terjadwal untuk menentukan kebutuhan kapasitas. Pendekatan dengan teknik ini menggunakan data yang rinci mengenai waktu baku setiap produk pada sumber-sumber utama dan masukan yang dibutuhkan adalah MPS. Pendekatan BOL membutuhkan data rencana produksi dan data waktu standar dalam masing-masing stasiun kerja dengan cara perhitungan sebagai berikut : Perhitungan kapasitas total pada tiap periode yaitu: KB j = WP T * RP j Perhitungan kebutuhan kapasitas untuk stasiun kerja i pada periode j yaitu: KB ij = WP i * RP j

44 19 3. Resources Profile Approach Teknik perhitungan resource profile hampir sama dengan dua metode sebelumnya yang menggunakan pendekatan data waktu baku. Selain itu juga membutuhkan data lead time yang diperlukan pada stasiun-stasiun kerja tertentu. Pendekatan ini membutuhkan input due date untuk tiap-tiap stasiun kerja. Due date merupakan waktu dimana suatu pekerjaan harus selesai. 2.6 Prakiraan dan Pengelolaan Permintaan Berbagai definisi dan pemahaman tentang prakiraan (forecasting) telah dikembangkan, secara garis besar prakiraan adalah proses menganalisis data historis (masa lalu) yang diproyeksikan ke dalam sebuah model untuk meperkirakan keadaan di masa yang akan datang (Groover, 2001). Teknik prakiraan dikelompokkan atas ; 1) metode kualitatif dan 2) metode kuantitatif. Peramalan dengan metode kualitatif adalah peramalan dengan melibatkan pendapat pribadi dan pakar. Metode kuantitatif dibedakan menjadi dua kategori yaitu; 1) model deret waktu (time series) yang, dan 2) metode kausal yaitu didasarkan pada hubungan sebab akibat. Metode time series relatif banyak digunakan dalam melakukan prakiraan untuk menyusun rencana produksi, beberapa metode time series adalah, 1) metode pemulusan terdiri atas rata-rata bergerak, pemulusan eksponensial, 2) metode ARIMA yaitu gabungan metode autoregresif dan rata-rata bergerak. 3) metode Fourier, dan 4) metode jaringan syaraf tiruan. Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam mengimplementasikan hasil prakiraan adalah nilai kesalahan peramalan dan jangka waktu (periode) prakiraan. Prakiran pasti mengandung kesalahan, besarnya nilai kesalahan dapat dihitung sebagai selisih antara nilai prakiraan dengan nilai sesungguhnya yang dikenal dengan istilah error (kesalahan). Menurut Groover (2001) dan Makridarkis et al. (1998), besarnya nilai error dapat digunakan untuk menganalisa ketepatan metode yang digunakan. Formula umum perhitungan nilai kesalahan prakiraan adalah : e t = x t - F t

45 20 dimana : e t x t F t : kesalahan pada periode ke-i : nilai sesungguhnya pada periode ke-i : nilai hasil prakiraan pada periode ke-i Ukuran nilai kesalahan sebagai ukuran bias atau selisih tidak efektif untuk menghitung jumlah kesalahan. Untuk menghindari kondisi saling menetralkan antara nilai kesalahan positif dan negatif sehingga ada kemungkinan nilai kesalahan menjadi nol, pada umunya digunakan perhitungan nilai kesalahan adalah Mean Square Error (MSE) dengan formula : Nilai kesalahan hasil prakiraan menunjukkan kemampuan model prakiraan mengurangi ketidakpastian yang terjadi. Panjang periode prakiraan menentukan akurasi hasil peramalan, prakiraan untuk perioe yang lebih pendek lebih akurat karena faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan relatif masih konstan. Periode yang lebih panjang mengkibatkan semakin besarnya kemungkinan terjadinya perubahan faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan (Santoso, 2009). Terjadinya perubahan pada faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan, mengakibatkan hasil prakiraan memiliki bias yang tinggi, sehingga diperlukan penyesuaian pada hasil prakiraan sehingga adaptif terhadap perubahan. Menurut Hanna (2009) prakiraan adalah kunci untuk menyeimbangkan antara kelebihan atau kekurangan pada tingkat produksi atau pasokan. Pada umumnya perencanaan produksi disusun berdasarkan hasil prakiraan permintaan. Prakiraan permintaan merupakan bagian dari aktifitas pengelolaan permintaan (demand management). Pada dekade 30 tahun yang lalu prakiraan permintaan dianggap suatu aktifitas yang kurang penting. Era berkembangnya kekuatan bersaing melalui keberhasilan pengelolaan rantai pasok, demand management menjadi salah satu faktor penting untuk menciptakan keunggulan. Berbagai metode dikembangkan sehingga terjadi sinkronisasi dan kolaborasi antara sisi permintaan dan pasokan dalam sistem rantai pasok. Gambaran evolusi dari konsep demand management disajikan pada Gambar 5.

46 21 evolusi manajemen permintaan Gambar 5 Evolusi manajemen permintaan (Crum dan Palmatier, 2003) Pada konsep demand management hasil prakiraan permintaan yang dijadikan landasan dalam kegiatan produksi harus dapat beradaptasi dengan perubahan sehingga penyesuaian (demand updating) bisa dilakukan dalam horizon waktu yang lebih pendek. Proses mengelola permintaan dalam model demand mangement yang dikembangkan oleh Crum dan Palmatier (2003) yang ditunjukkan pada Gambar 6, meliputi ; 1) perencanaan permintaan, 2) komunikasi permintaan, 3) pengaruh permintaan dan 4) prioritas permintaan. Gambar 6 Demand management process model (Crum dan Palmatier, 2003) Pemasok dan konsumen melakukan komunikasi dalam rangka berkolaborasi dalam penyebaran informasi yang berkaitan dengan rencana permintaan. Hasil perencanaan dianalisis sehingga dapat diidentifikasi faktor yang mempengaruhi tercapainya rencana. Tidak semua rencana permintaan dapat

47 22 direalisasi, namun diperlukan suatu proses penyesuaian berdasarkan skala tingkat kepentingan sehingga pengelolaan permintaan ini dapat mengurangi faktor-faktor ketidakpastian. 2.7 Pendekatan Sistem Pendekatan sistem merupakan pendekatan terpadu sebagai metodologi pemecahan masalah yang kompleks dan bersifat interdisiplin dalam suatu sistem. Ciri-ciri pendekatan sistem adalah memiliki suatu metodologi perencanaan dan pengelolaan, bersifat multidisiplin terorganisir, menggunakan model matematik, berpikir secara kualitatif serta dapat diaplikasikan dengan komputer. Menurut Eriyatno (1999) persyaratan suatu substansi yang dikaji melalui pendekatan sistem adalah : 1) kompleks yang menggambarkan interaksi antar elemen yang cukup rumit, 2) dinamis dalam arti terdapat faktor yang berubah menurut waktu dan ada pendugaan ke masa depan, 3) probabilistik yaitu diperlukan suatu fungsi peluang didalam inferensi kesimpulan maupun rekomendasi. Sistem dapat didefinisikan sebagai suatu gugus dari elemen yang saling berhubungan dan terorganisasi untuk mencapai suatu tujuan atau merupakan suatu gugus dari tujuan-tujuan. Tahapan pemecahan masalah dalam pendekatan sistem dimulai dengan analisis kebutuhan, identifikasi sistem dan formulasi masalah dari suatu sistem nyata. Pengkajian masalah menggunakan pendekatan sistem didasari alasan 1) memastikan bahwa pandangan menyeluruh telah dilakukan, 2) mencegah analis menyajikan secara dini definisi masalah yang spesifik, 3) mencegah analis menerapkan secara dini model tertentu, 4) memastikan lingkungan masalah didefinisikan secara luas sehingga berbagai kebutuhan yang relevan dapat dipenuhi (Simatupang 1995; Eriyatno, 1999). 2.8 Sistem Manajemen Ahli Sistem Manajemen Ahli (SMA) merupakan integrasi dari Sistem Penunjang Keputusan (SPK) dan Sistem Pakar (Turban, 2001). SPK didefinisikan sebagai sistem berbasis komputer interaktif yang membantu para pengambil keputusan untuk menggunakan data dan berbagai model untuk memecahkan

48 23 masalah-masalah tidak terstruktur (Gorry dan Scott Morton, 1971 dalam Turban, 2001). Sedangkan sistem pakar adalah suatu sistem yang menggunakan pengetahuan manusia yang tersimpan pada suatu komputer untuk menyelesaikan masalah yang membutuhkan keahlian pakar. Dalam proses pengambilan keputusan, banyak masalah tidak terstruktur dan bahkan semi terstruktur yang sangat kompleks sehingga solusinya memerlukan keahlian yang dapat diberikan oleh suatu sistem pakar. Banyak SPK canggih yang dilengkapi dengan satu komponen yang disebut sub sistem manajemen berbasis pengetahuan. Komponen ini dapat menyediakan keahlian yang diperlukan untuk memecahkan beberapa aspek masalah dan memberikan pengetahuan yang dapat meningkatkan operasi komponen SPK yang lain (Turban, 2001). Selanjutnya Turban (2001) menyatakan integrasi sistem pakar dengan SPK dapat berupa memasukkan sistem pakar ke dalam komponen-komponen SPK atau dengan membuat sistem pakar sebagai komponen yang terpisah dari SPK. Nama lain untuk integrasi sistem pakar dengan SPK adalah SPK intelejen dan Sistem Manajemen Ahli. Konfigurasi model dasar dalam sistem manajemen ahli ditampilkan pada Gambar 7. Data Model Pengetahuan Sistem Manajemen Data Sistem Manajemen Basis Model Sistem Manajemen Basis Pengetahuan SPK Sistim Pengolahan Terpusat Sistem Manajemen Dialog Mekanisme Inferensi (rule-base skenario) SMA Pengguna Gambar 7 Konfigurasi model dasar sistem manajemen ahli (Turban, 2001)

49 24 Tujuan perancangan sistem pakar adalah untuk mempermudah kerja atau bahkan mengganti tenaga ahli, penggabungan ilmu dan pengalaman dari beberapa tenaga ahli. Pada prinsipnya sistem pakar tersusun dari beberapa komponen yang mencakup (Marimin, 2005) : 1. Fasilitas akuisisi pengetahuan 2. Sistem berbasis pengetahuan (knowledge based system) 3. Mesin inferensi (inference engine) 4. Fasilitas untuk penjelasan dan justifikasi 5. Penghubung antara pengguna dan sistem pakar (user interface) Fasilitas akuisisi pengetahuan digunakan sebagai alat untuk mengisi atau mendapatkan pengetahuan, fakta, aturan dan model yang diperlukan oleh sistem pakar dari berbagai sumber. Tahap akuisisi pengetahuan merupakan tahap penting, kritis dan sangat menentukan keberhasilan sistem pakar yang akan dikembangkan untuk pemecahan persoalan yang biasanya dapat diselesaikan oleh seorang pakar. Sistem basis pengetahuan merupakan bagian yang memuat obyek-obyek pengetahuan serta hubungan yang dimiliki antar obyek-obyek tersebut. Basis pengetahuan merupakan sumber kecerdasan sistem dan hal ini dimanfaatkan oleh mekanisme inferensi untuk mengambil kesimpulan. Basis pengetahuan dapat dilakukan dengan cara jaringan semantik, ekspresi logika, obyek-atribut-nilai, frame, script, kaidah produksi, jaringan neural, representasi fuzzy dan pattern invocked program. Mesin inferensi merupakan komponen sistem pakar yang memanipulasi dan mengarahkan pengetahuan dari basis pengetahuan sehingga tercapai kesimpulan. Penarikan kesimpulan dilakukan melalui pemilihan aturan aturan yang ada pada basis pengetahuan yang dianggap sesuai dengan fakta yang dimasukkan oleh pengguna. Mekanisme inferensi juga dapat memberikan prioritas kepada setiap aturan yang dipilih dari basis pengethauan.terdapat dua strategi dalam mesin inferensi yaitu strategi penalaran dan strategi pengendalian (Marimin, 2005). Fasilitas penjelasan merupakan bagian yang menerangkan penalaran, aksi ataupun rekomendasi yang dilakukan oleh sistem pakar. Interaksi manusia-mesin

50 25 merupakan bagian fisik dari hardware terutama yang berkaitan dengan kemudahan pengguna berkomunikasi dengan sistem masukan atau keluaran (Leary, 1985 dalam Marimin, 2005). Penghubung antara pengguna dengan sistem pakar (user inerface) merupakan tampilan sistem pakar, merupakan bagian dimana pengguna dan dan sistem pakar dapat saling berkomunikasi. Pembentukan sistem pakar secara garis besar adalah pembentukan basis pengetahuan yang diperoleh melalui akuisisi atau penyerapan pengetahuan pakar. Hasil akuisis pengetahuan disusun dalam representasi pengetahuan pada basis pengetahuan. Basis pengetahuan merupakan sumber kecerdasan yang dimanfaatkan untuk pengambilan kesimpulan oleh mesin inferensi. Tahapan pembentukan sistem pakar secara lebih rinci disajikan pada Gambar 8. Mulai Iderntifikasi Masalah Mencari Sumber Pengetahuan Akuisisi Pengetahuan Representasi Pengetahuan Pengembangan Mesin Inferensi Implementasi Pengujian Tidak Mewakili Human Expert? Ya Selesai Gambar 8 Tahap pembentukan sistem pakar (Marimin, 2005)

51 26 Sistem pakar akan menyimpan dan mengolah pengetahuan atau keahlian dari seorang pakar. Pakar adalah seseorang yang mempunyai keahliah khusus dalam suatu bidang tertentu. Selain itu pengetahuan juga dapat diperoleh dari buku atau sumber tertulis lainnya, sehingga sistem pakar sering juga disebut sebagai sistem berbasis pengetahuan. 2.9 Sistem Kecerdasan Buatan Artificial Intelegence System atau sistem kecerdasan buatan merupakan bagian ilmu komputer yang membuat mesin (komputer) dapat melakukan pekerjaan seperti dan sebaik manusia, dengan meniru cara berpikir manusia. Sistem ini dikembangkan oleh John Mc Charty pada tahun 1956 dari Massachussets Institute of Technology. Karakteristik sistem ini adalah pemrograman yang cenderung bersifat simbolik ketimbang algoritmik, bisa mengakomodasi input yang tidak lengkap, dapat melakukan inferensi dan adanya pemisahan antara kontrol dan pengetahuan. Seiring dengan kemajuan teknologi maka sisem kecerdasan buatan dibangun dengan menggunakan soft computing. Definisi soft computing merupakan gabungan atau koleksi yang bertujuan untuk mengeksploitasi adanya toleransi terhadap ketidaktepatan, ketidak pastian dan kebenaran parsial untuk dapat diselenggarakan dengan mudah, robustness, dengan biaya penyelesaian yang murah (Kusumadewi, 2004). Soft computing merupakan inovasi sistem cerdas yang memiliki keahlian seperti manusia pada domain tertentu, mampu beradaptasi dan belajar agar dapat bekerja lebih baik jika terjadi perubahan pada lingkungan. Unsur-unsur pokok dalam soft computing adalah : 1. Sistem Fuzzy (mengakomodasi ketidaktepatan) 2. Jaringan syaraf (menggunakan pembelajaran) 3. Probabilistic Reasoning ( mengakomodasi ketidakpasian) 4. Evolutionary computing (optimasi) Keempat unsur dalam sistem kecerdasan buatan ini dapat melengkapi antara satu sama lain, dan digunakan secara sinergis yang menghasilkan solusi yang lebih baik, dibanding digunakan secara sendiri-sendiri.

52 Sistem Fuzzy Logic Sistem fuzzy merupakan sistem yang dikembangkan dengan menggunakan suatu fungsi dengan logika fuzzy. Logika fuzzy merupakan bagian dari logika Bolean yang digunakan untuk mengekspresikan derajat kebenaran dari suatu informasi yang mengandung unsur ambiguity, yang dinyatakan alam suatu ukuran verbal dan lnguistik. Menurut Kusumadewi (2003), gugus fuzzy dikembangkan oleh Prof. L.A. Zadeh pada tahun 1965 dari Barkeley, gugus fuzzy merupakan pengembangan dari gugus biasa. Beberapa hal yang perlu dipahami berkaitan dengan sistem fuzzy yaitu : 1. Variabel fuzzy Variabel fuzzy merupakan variabel yang dibahas dalam sistem fuzzy. 2. Himpunan fuzzy Merupakan kelompok yang mewakili suatu kondisi tertentu dari variabel fuzzy. 3. Semesta Pembicaraan Merupakan keseluruhan nilai yang diperbolehkan untuk dioperasikan dalam variabel fuzzy. 4. Domain Merupakan keseluruhan nilai yang diperbolehkan dalam semesta pembicaraan dan boleh dioperasikan dalam suatu himpunan fuzzy. Dalam logika fuzzy terdapat beberapa proses, yaitu penentuan gugus fuzzy, penerapan aturan if-then dan proses inferensi fuzzy. Gugus atau himpunan fuzzy merupakan gagasan untuk memperluas jangkauan fungsi karakteristik sedemikian hingga fungsi tersebut akan mencakup bilangan real pada interval [ 0, 1]. Teori gugus fuzzy mendefinisikan derajat dimana elemen x dari gugus universal X berada dalam suatu gugus fuzzy A. Fungsi yang memberikan derajat terhadap sebuah elemen mengenai keberadaannya dalam sebuah gugus disebut fungsi keanggotaan ( µ = derajat keanggotaan). Nilai atau derajat keanggotaan pada interval [0, 1] sering dinyatakan dalam bentuk sebagai berikut : μa (x 1 ) = 1, dibaca : nilai keanggotaan untuk elemen x 1 pada gugus fuzzy A bernilai 1.

53 28 Fungsi keanggotaan (membership function) adalah suatu kurva yang menunjukkan pemetaan titik-titik input data ke dalam nilai keanggotaanya (derajat keanggotaan ) yang memiliki interval 0 sampai 1. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mendapatkan nilai keanggotaan dalah dengan menggunakan pendekatan fungsi. Beberapa fungsi yang digunakan diantaranya representasi linier, kurva segitiga, kurva trapezium, kurva S (sigmoid), kurva bentuk lonceng (bell curve). Bentuk fungsi keanggotaan dengan menggunakan garis lurus adalah triangular membership function (trifm) dan trapezoid yang disingkat (trapmf ) disajikan pada Gambar 9. 1 derajat keanggotaan u[x] 0 a b (a) Triangular Fuzzy Number c 1 derajat keanggotaan u[x] 0 a b domain c d (b) Trapezoidal Fuzzy Number Gambar 9 Fungsi keanggotaan fuzzy berbentuk segitiga (a) dan trapesium (b) (Kusumadewi, 2003) Kurva berbentuk segitiga, pada dasarnya merupakan gabungan antara dua garis linier dengan perhitungan untuk derajat keanggotaan sebagai berikut : 0; x a atau x c [ x] (x - a)/(b - a); a x b (b - x)/(c - b); b x c

54 29 Sedangkan kurva berbentuk trapesium, merupakan pengembangan kurva segitiga hanya pada beberapa titik mempunyai nilai keanggotaan 1. keanggotaan untuk kurva trapesium sebagai berikut : Fungsi 0; x a atau x d [ x] (x - a)/(b - a); 1; a b x x b c (d - x)/(d - c); x d Sejak ilmu logika samar (fuzzy logic) dikembangkan telah banyak penelitian-penelitian mengenai aplikasi dari logika samar ini ke berbagai bidang, misalnya proses pengambilan keputusan yang melibatkan adanya informasi yang samar (vagueness) atau tidak tepat (imprecision). Sistem logika samar juga memungkinkan untuk menggunakan informasi dan data-data yang diperoleh dari pakar berdasarkan pengetahuan pakar tersebut. Pada perencanaan produksi dalam industri, biasanya melibatkan proses pengambilan keputusan yang kompleks dan tidak pasti serta operasinya biasanya bergantung kepada pengetahuan dan keahlian manajer dan operator produksi. Aplikasi dari metode fuzzy sesuai untuk digunakan pada perencanaan produksi. Pengembangan logika fuzzy diantaranya adalah Fuzzy Inference System yang dikenal sistem logika fuzzy if then rule yang dikembangkan oleh Mamdani dan Sugeno. Dalam pengolahannya terdiri atas 3 komponen : fuzifikasi, mesin inferensi berdasarkan basis data serta sistem defuzifikasi. Sistem fuzifikasi mengkonversi nilai-nilai tegas (crisp value) dari semua variabel masukan menjadi nilai-nilai samar (fuzzy) yang sesuai (Gambar 10). Input Basis data Output Fuzzifikasi Mesin inferensi Defuzzifikasi Gambar 10 Sistem inferensi logika fuzzy (Fuzzy Inference System) ( 2009, diolah)

55 30 Inti dari sistem logika ini adala mesin inferensinya dengan basis kaidah (rule base) yang mendefinisikan hubungan antara variabel input dengan output. Kaidah yang paling banyak digunakan ialah kaidah if - then Langkah terakhir ialah menterjemahkan himpunan nilai keluaran yang bersifat samar menjadi nilainilai yang tegas Beberapa metode dapat didigunakan dalam proses defuzifikasi, salah satu metode yang umum dipakai adalah metode centroid (center of area). Metode ini menggambarkan pusat area dari fungsi keanggotaan Jaringan Syaraf Tiruan Artificial Neural Network (Jaringan Syaraf Tiruan, JST) menurut ( Faucett, 1994; Kahforoushan, 2010) adalah sistem pengolahan informasi yang memiliki kinerja dan proses pembelajaran seperti jaringan syaraf pada otak manusia. Pengembangan JST digunakan dalam rangka melakukan generalisasi pemodelan matematika dari cara bekerja jaringan syaraf tiruan dengan asumsi : 1. Terdapat sejumlah sel syaraf (neuron) yang melakukan proses pengolahan informasi. 2. Melalui sambungan penghubung, terjadi pergerakan sinyal dari satu neuron ke neuron lainnya. Setiap sambungan penghubung mempunyai bobot yang memiliki kemampuan memperkuat sinyal yang ditransmisikan. 3. Neuron menggunakan fungsi aktivasi untuk melakukan proses transformasi dari input untuk menentukan sinyal output. Menurut Faucett (2004), Siang (2005) jaringan syaraf terdiri dari beberapa neuron, yang mentransformasikan informasi yang diterima melalui sambungan keluarnya menuju neuron yang lain. Pada jaringan syaraf, hubungan ini dikenal dengan bobot, sehingga informasi tersebut disimpan pada suatu nilai tertentu pada bobot tersebut. Neuron tiruan mempunyai karakteristik bahwa setiap neuron tiruan menerima satu set input. Setiap input di kalikan dengan bobot yang analog dengan kekuatan sinaptik-nya (synaptic strength) Jumlah dari semua input yang diberi bobot tersebut, menunjukkan derajat pelepasan sinyal yang disebut tingkat pengaktifan (activation level). Sinyal input kemudian di proses oleh suatu fungsi aktivasi untuk menghasilkan sinyal output. Jika output tersebut tidak sama dengan nol, akan

56 31 ditranmisikan. Fungsi pengkatifan dapat berupa suatu fungsi batas (threshold) atau suatu fungsi lainnya seperti fungsi sigmoid atau fungsi tangen hyporbolik. Jaringan syaraf tiruan digambarkan oleh suatu set simpul (node) dan tanda arah (panah). Simpul berkaitan dengan neuron sedangkan tanda arah menyatakan arah aliran sinyal diantara neuron dalam model matematis, suatu neuron mereprensentasikan suatu elemen pemroses (processing element). Elemen pemroses menangani fungsi dasar seperti mengevaluasi sinyal input, menjumlahkan sinyal dan membandingkannya dengan suatu nilai batas (threshold) untuk menentukan nilai ouputnya. Setiap elemen pemroses dapat menerima banyak sinyal input secara simultan, tetapi hanya terdapat satu sinyal output yang tergantung kepada sinyal input, bobot dana nilai batas untuk elemen pemroses tersebut. Beberapa model jaringan mempunyai suatu input ekstra yang disebut sebagai bias, yang merupakan pengaruh dari luar jaringan.jaringan syaraf tiruan terdiri dari sejumlah elemen pemroses sederhana yang menyerupai neuron dan sejumlah penghubung diantara elemen-elemen neuron. Setiap penghubung, menghubungkan satu simpul ke simpul yang lainnya dan dikaitkan dengan uatu bobot. Bobot dari penghubung menggambarkan pengetahuan dari suatu jaringan. Dasar-dasar komputasi jaringan syaraf tiruan menurut Faucett (1994) dan Siang (2005) mulai dari jaringan, input, hidden layer, output, bobot, fungsi penjumlahan sampai dengan fungsi aktivasi, dengan penjelasan sebagai berikut : 1. Jaringan Suatu JST terdiri atas kumpulan neuron yang terhubung, dan dikelompokkan dalam lapisan-lapisan (layers). Struktur jaringan dalam JST dibedakan atas dua struktur dasar yaitu (1) Struktur dua lapisan yang terdiri atas input dan output (2) Struktur tiga lapisan yang terdiri atas input, intermediate (hidden) dan ouput. 2. Input Jaringan dapat dirancang untuk menerima sekumpulan nilai input yang berupa nilai biner atau kontinyu. Jika masalah bersifat kualitatif dan berupa grafik, maka informasi harus dirubah kedalam suatu nilai numerik yang ekivalen sebelum dapat diinterpretasikan oleh Jaringan Syaraf Tiruan.

57 32 3. Output Tujuan dari suatu jaringan adalah menghitung nilai output sebagai solusi dari masalah. Dalam JST supervised, output awal dari jaringan biasanya tidak tepat dan jaringan harus disesuaikan sampai diperoleh output yang benar. 4. Hidden layer Pada arsitektur multi layered, hidden layers tidak berinteraksi secara langsung dengan dunia luar, tetapi menambah tingkat kompleksitas dalam JST. Hidden layer menambah sebuah representasi internal dari masalah, sehingga menjadikan jaringan mampu memecahkan masalah yang kompleks dan non linier. 5. Bobot (weight) Bobot menunjukkan kekuatan relatif (nilai matematis) dari berbagai koneksiyang mentransfer data dari lapisan ke lapisan. Bobot merupakan kepentingan relatif dari setiap input ke dalam elemenproses (neuron). Bobot sangat penting dalam JST karena dengan bobot ini jaringan disesuaikan secara berulang untuk menghasilkan output yang diinginkan. 6. Fungsi penjumlahan Fungsi penjumlahan (summation function) menghitung rata-rata bobot dari suatu elemen input, dimana summation input (X j ) dengan bobot (W ij) dijumlahkan untuk mendapatkan weigted sum (S i ), dengan formula : S i i 1 7. Fungsi Transfer (Aktivasi) Fungsi transfer/aktivasi yang dipakai dalam metode belajar backpropagation, harus memiliki sifat kontinyu dan dapat diturunkan. Pemakaian fungsi aktivasi ditentukan oleh aplikasi yang dirancang, hal yang paling penting adalah fungsi transfer yang digunakan mudah dihitung turunannya sehingga dapat menggunakan algoritma backpropagation. X i W i Menurut Krose (1996), Siang (2005) pendekatan belajar dalam JST dibedakan atas supervised learning (terawasi) dan unsupervised learning (tidak terawasi). Supervised learning menggunakan sekumpulan input dengan output

58 33 yang telah diketahui. Perbedaan output aktual dan output yang diinginkan digunakan untuk menghitung nilai koreksi pada bobot jaringan syaraf. Dalam unsupervised learning, jaringan syaraf mengorganisasikan dirinya untuk menghasilkan kategori dimana kumpulan iput akan termasuk kedalamnya. Metode backpropagation merupakan algoritma pembelajaran yang terawasi dan biasanya digunakan oleh perceptron dengan banyak lapisan untuk mengubah bobot-bobot yang terhubung dengan sel syaraf yang ada pada lapisan tersembunyi (Patuelli, 2006). Algoritma backpropagation menggunakan error output untuk mengubah nilai bobot-bobotnya dalam arah mundur (backward). Untuk mendapatkan error ini, tahap perambatan maju (forward propagation) harus dikerjakan terlebih dahulu. Pada saat perambatan maju, sel-sel syaraf diaktifkan dengan menggunakan fungsi aktivasi Sigmoid Biner atau fungsi aktivasi Sigmoid Bipolar. Metode backpropagation adalah metode turunan gardien (gradient descent method) untuk meminimalkan total squared error dari output yang dihasilkan jaringan. Fungsi kinerja yang sering digunakan adalah mean square error. Karakteristk dari jaringan backpropagation dapat digunakan untuk menyelesaikan berbagai masalah yang melibatkan pemetaan suatu input terhadap output tertentu (supervised learning). Arsitektur jaringan Backpropagation diperlihatkan pada Gambar 11 Gambar 11 Arsitektur jaringan syaraf tiruan Backpropagation ( 2010)

59 34 Menurut Munakata (2008) penggunaan JST dalam memecahkan masalah memiliki kekurangan dan kelebihan. Diantara kelebihannya adalah : 1. Memiliki kemampuan belajar, melalui penyesuaian bobot dalam struktur jaringan untuk setiap proses pembelajarannya. 2. Memiliki kemampuan generalisasi sehingga mampu mempelajari pola baru mengacu pada pola pembelajaran yang dberikan. 3. Mampu menyelesaikan masalah nonlinier yang sulit diselesaikan dengan model matematis, selama jaringan mampu mempelajari pola non linier yang dilatihkan. 4. Memiliki kehandalan dalam menangani sejumlah noise pada input, bahkan jika terjadi kerusakan dalam arsitektur jaringan, JST masih dapat melakukan tugasnya dalam batas tertentu. Selain keunggulan, menurut Munakata (2008 jaringan syaraf tiruan juga memiliki beberapa kekurangan sebagai berikut : 1. Secara menyeluruh jaringan belum benar-benar dapat meniru cara kerja jaringan syaraf manusia sehingga masih perlu kajian dan pengembangan lebih lanjut. 2. Bobot sebagai hasil proses pelatihan jaringan dalam pengenalan pola belum menyajikan informasi yang jelas. 3. Iterasi sebagai proses penghitungan berulang untuk mempelajari pola sering memakan waktu yang lama, namun jika jaringan sudah terlatih dengan mudah dapat digunakan untuk memperkirakan suatu pola berdasrkan pola yang telah dipelajari. 4. Jika dilakukan peningkatan skala (scale-up) dengan meningkatkan jumlah neuron yang sudah terlatih, maka perlu dilakukan proses pelatihan dari awal. Penerapan JST dalam melakukan prakiraan menurut Rurkhamet (1998) memiliki beberapa kelebihan diantaranya ; 1) kemampuan memproses banyak variabel, 2) kemampuan mempelajari perilaku data tanpa mengidentifikasi sebagai masukan, 3) hasil cenderung lebih akurat dan 4) mampu beradaptasi pada saat parameter atau data dirubah.

60 35 Kemampuan JST dalam melakukan prakiraan (forecasting) telah banyak diterapkan dalam penelitian. Kamaruzzaman dan Sarker (2003) melakukan perbandingan kemampuan antara metode Jaringan Syaraf Tiruan dan ARIMA dalam memprediksi harga di pasar mata uang asing di Australia. Penelitian menunjukkan Jaringan Syaraf Tiruan dengan metode pembobotan standard backpropagation lebih baik dalam melakukan prediksi. Kinerja prediksi diukur dengan membandingkan nilai normalized mean square error (NMSE), mean absolute error (MAE) dan directions symetry (DS) antara nilai prediksi dan nilai aktual. Hasil penelitian Zhang (2003) menunjukkan penerapan neural network sebagai metode baru dalam menangani masalah prakiraan kebutuhan dan pemilihan pemasok. Penerapan JST dengan propagasi balik lapisan tunggal (single layer backpropagation) dalam bidang agroindustri minyak atsiri digunakan untuk memprediksi harga dan permintaan berdasarkan data masa lalu oleh Indrawanto (2007). Kemampuan JST dengan metode propagasi balik lapisan jamak (multiple layer backpropagation) digunakan dalam memprediksi harga tapioka dan prediksi pasokan bahan baku pada agroindustri tapioka (Astuti, 2010) Posisi Penelitian Tinjauan penelitian terdahulu yang terkait dalam penelitian ini dikelompokkan kedalam tiga kajian, yaitu penelitian; 1) pengembangan agroindustri karet spesifikasi teknis, 2) manajemen rantai pasok yang berkaitan dengan perencanaan produksi dan, 3) penerapan kecerdasan buatan dalam merancangbangun sistem manajemen ahli. Penelitian yang berkaitan dengan pengembangan agroindustri karet spesifikasi teknis dilakukan oleh Utomo (2008). Hasil penelitian berupa rancangbangun proses produksi karet spesifikasi teknis berbasis produksi bersih, yang berkaitan dengan pemenuhan standar mutu bahan olah karet sehingga menghasilkan penghematan penggunaan air. Kajian ini dapat digunakan untuk memperoleh informasi berkaitan dengan proses produksi karet spesifikasi teknis. Penelitian Haris (2006), menghasilkan suatu rancangbangun model aliansi strategis sistem agroindustri karet spesifikasi teknis. Model ini menghasilkan

61 36 suatu rancangan bentuk kelembagaan kerjasama jangka panjang yang menempatkan petani karet dan pengusaha agroindustri sebagai pelaku utama yang dijembatani oleh lembaga ekonomi petani. Model kelembagaan ini menjadi pendorong terciptanya akses petani terhadap simpul pengolahan dan pemasaran produk karet spesifikasi teknis sehingga menjamin kontinuitas pasokan bahan baku. Hasil penelitian ini digunakan untuk kajian pengelolaan rantai pasok dan bentuk kelembagaan dalam pengelolaan rantai pasok agroindustri. Penelitian yang berkaitan dengan prakiraan produksi karet alam di India dilakukan oleh Chawla dan Jha (2009). Penggunaan beberapa metode prakiraan time series menunjukkan bahwa metode Winters lebih baik dalam melakukan prakiraan produksi karet alam di India dibanding metode ARIMA, metode trends dan metode Holts. Berkaitan dengan perancangan sistem keputusan dan sistem manajemen ahli dalam pengelolaan produksi rantai pasok agroindustri diantaranya dilakukan oleh Hadiguna (2009), untuk mengelola rantai pasok minyak sawit kasar. Hasil penelitian ini digunakan sebagai acuan untuk pemilihan metode dan integrasi model perencanaan produksi ke dalam sistem manajemen ahli. Wang dan Yeh (2009) mengembangkan suatu sistem pengambilan keputusan yang terintegrasi dalam menyusun prakiraan. Galasso et al. (2006) membangun sistem pendukung keputusan dalam menyusun perencanaan produksi dengan mempertimbangkan fleksibilitas permintaan berdasarkan pola permintaan masa lalu namun belum dikaitkan dengan faktor yang mempengaruhi permintaan. Kusters (2006) meneliti berbagai pengembangan perangkat lunak untuk melakukan prakiraan dan menyimpulkan bahwa model prakiraan perlu dirancangsesuai dengan jenis data dan kebutuhan industri. Prakiraan dengan menggunakan data time series yang lebih panjang menghasilkan prakiraan yang lebih akurat. Kamaruzzaman dan Sarker (2003), Zhang (2003) melakukan penelitian prakiraan dengan metode jaringan syaraf tiruan. Hasil penelitian menunjukkan jaringan syaraf tiruan dengan metode pembobotan standard backpropagation lebih baik dalam melakukan prediksi. Penerapan konsep perencanaan dan pengendalian produksi dengan pendekatan Manufacturing Resources Planning, dari berbagai penulusuran

62 37 penelitian pada umumnya digunakan untuk industri manufaktur. Pengembangan MRP dengan menerapkan kecerdasan buatan dilakukan oleh Noori et al. (2008). Wacker dan Sheu (2006) mengembangkan ukuran kinerja sistem perencanaan produksi dalam lingkungan manufaktur diantaranya manufacturing lead time pengiriman tepat waktu dan rata-rata keterlambatan. Penerapan fuzzy logic dalam menggambarkan prilaku sistem digunakan dalam penelitian model dinamika antara konsumen, produsen dan pekerja (Chang et.al, 2006). Unahabhokha et al. (2007) menggunakan pendekatan fuzzy dalam mengembangkan sistem pakar untuk memprediksi kinerja operasional delivery lead time. Penelitian ini digunakan untuk mengembangkan metode fuzzy untuk membantu pengambilan keputusan perencanaan produksi dalam sistem manajemen ahli. Penerapan pendekatan manajemen rantai pasok dalam agroindustri terus berkembang, dengan lingkup kajian yang bevariasi dan ragam produk agroindustri yang berbeda. Berdasarkan kajian pustaka yang dilakukan, belum ditemukan penelitian yang berkaitan dengan pengembangan metode perencanaan produksi terintegrasi pada rantai pasok agroindustri karet spesifikasi teknis. Jenis kebaruan (novelty) dalam suatu penelitian di bidang teknologi industri pertanian menurut Sukardi (2009) dapat berbentuk penemuan (invention), peningkatan (improvement) dan bantahan (refutation). Mengacu kepada hasil kajian terhadap beberapa penelitian terdahulu serta jenis kebaruan maka penelitian ini dapat dikategorikan sebagai peningkatan (improvement). Kebaruan dari penelitian dapat ditinjau dari aspek berikut : 1. Mengembangkan model perencanaan produksi yang mampu mengintegrasikan dinamika aktifitas rantai pasokan bahan baku pada sisi hulu, kemampuan produksi pada unit pengolah dan dinamika permintaan di sisi hilir. 2. Mengembangkan metode prakiraan permintaan, prakiraan harga dan prakiraan pasokan bahan baku dengan menggunakan metode jaringan syaraf tiruan yang digabungkan dengan metode fuzzy inference system sehingga memungkinkan melakukan penyesuaian rencana produksi dalam periode waktu yang lebih singkat.

63 38 3. Menghasilkan sistem manajemen ahli untuk perencanaan produksi karet spesifikasi teknis yang dilengkapi dengan sistem pengukuran kinerja untuk mengukur tingkat kesesuaian rencana dengan realisasi produksi.

64 3 METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Perencanaan produksi sebagai suatu keputusan awal yang mempengaruhi aktifitas pada kegiatan lainnya memiliki peran penting untuk mengantisipasi terjadinya inefisiensi produksi yang berakibat pada peningkatan biaya. Perencanaan produksi merupakan proses merencanakan aliran bahan dan kebutuhan sistem produksi yang berkaitan dengan apa yang harus diproduksi, berapa banyak harus dibuat dan kapan dilaksanakan. Perencanaan produksi sebagai proses awal untuk menentukan tindakan di masa mendatang, disusun atas dasar prakiraan berdasarkan kondisi pada masa lalu. Penyusunan rencana produksi atas dasar prakiraan kondisi masa lalu membutuhkan suatu pendekatan komprehensif sehingga faktor-faktor penting yang mempengaruhi rencana produksi dapat diakomodir dalam penyusunan rencana produksi. Pada agroindustri karet alam berskala besar yang memiliki fasilitas produksi untuk menghasilkan berbagai jenis karet, proses produksi sangat ditentukan oleh jenis dan mutu bahan baku yang dipasok dari kebun sendiri maupun dari kebun rakyat. Selain kondisi pasokan, di sisi permintaan agroindustri karet alam menghadapi fluktuasi harga dan volume permintaan, sebagai akibat pengaruh faktor spekulasi dalam perdagangan, pertumbuhan ekonomi, nilai mata uang dan faktor lainnya. Berdasarkan dinamika pada sisi pasokan dan sisi permintaan, permasalahan utama yang dihadapi oleh agroindustri karet adalah bagaimana menyusun suatu jumlah produksi dari jenis karet alam yang dihasilkan dengan mengikuti dinamika perkembangan harga, fluktuasi permintaan, ketersediaan bahan baku guna mengoptimalkan kapasitas produksi yang dimiliki sehingga dapat menurunkan biaya yang mncul sebagai akibat kelebihan atau kekurangan jumlah produksi. Untuk menjawab permasalahan ini, maka diperlukan suatu model perencanaan produksi dinamis yang mengintegrasikan kondisi pada sisi pasokan dan sisi permintaan dalam pengambilan keputusan perencanaan produksi.

65 40 Kompleksitas yang muncul dalam mengakomodir dinamika sisi hulu dan sisi hilir dapat didekati dengan kerangka manajemen rantai pasok sebagai aktifitas perencanaan dan pengendalian kegiatan dengan mempertimbangkan kebutuhan unit dalam struktur rantai pasok. Menurut Chopra et al. (2004) dan Levi et al.(2003). Kompleksitas merupakan dinamika yang timbul sebagai hasil interaksi dan perbedaan kepentingan antara mata rantai dalam mengelola aktifitas dalam struktur rantai pasok. Kondisi dan perubahan lingkungan sekitar setiap unit mata rantai pasok mengakibatkan munculnya berbagai unsur ketidakpastian. Untuk mengelola kompleksitas dan ketidakpastian diperlukan suatu perencanaan produksi dengan menerapkan konsep kolaborasi dan integrasi sehingga rencana yang dihasilkan bersifat adaptif terhadap perubahan. Penyusunan rencana produksi oleh pabrik sebagai prosesor dalam suatu sistem rantai pasok seharusnya merupakan hasil kolaborasi dari sisi (pemasok) dan sisi hilir distributor), bukan keputusan parsial yang hanya mempertimbangkan kemampuan produksi pabrik. Perencanaan produksi pada umumnya disusun berdasarkan pola data permintaan masa lalu, namun belum mempertimbangkan pola pasokan bahan baku. Dinamika permintaan, kemampuan produksi dan pasokan bahan baku dalam menghasilkan produk membentuk interaksi yang komplek, sehingga dapat dimodelkan dan dianalisis dengan menggunakan pendekatan sistem melalui akuisisi pengetahuan pakar (Zhai, 2004). Menurut Tang (2006) pada umumnya sistem rantai pasok dikendalikan dan berorientasi untuk pemenuhan kebutuhan konsumen ( consumer driven) sehingga produksi disusun atas dasar prakiraan permintaan. Berbeda dengan sistem rantai pasok pada umumnya, sistem rantai pasok agroindustri lebih bersifat consumerproduser driven dimana penyediaan kebutuhan konsumen dipengaruhi ketersediaan pasokan bahan baku yang dipengaruhi oleh lingkungan eksternal seperti cuaca dan musim. Untuk menyelaraskan kondisi pasokan dan permintaan, aktifitas prakiraan permintaan dan prakiraan pasokan memiliki tingkat kepentingan yang sama sebagai acuan perencanaan produksi. Berdasarkan permasalahan pada agroindustri karet dan kajian pustaka yang dilakukan maka dalam penelitian ini akan dirancang suatu sistem manajemen ahli (SMA) perencanaan produksi dengan mempertimbangkan kondisi

66 41 rantai pasokan. Sebagai acuan penelitian, kerangka pemikiran yang digunakan ditampilkan pada Gambar 12. Rantai Pasok Agroindustri Karet Spesifikasi Teknis Perumusan masalah : Bagaimana menyusun rencana produksi yang mempertimbangkan dinamika sisi permintaan dan sisi pasokan serta kapasitas produksi Tinjauan Pustaka: - Manajemen Rantai Pasok - Perencanaan Produksi - Sistem Manajemen Ahli - Sistem Kecerdasan Buatan - Kinerja Rantai Pasok Tujuan Penelitian : Mengembangkan Model Perencanaan Produksi Terintegrasi Analisis Sistem : - Kondisi Situasional - Analisis Kebutuhan - Formulasi masalah - Identifikasi Sistem PEMODELAN SISTEM Model Prakiraan Harga dan Permintaan Model Prakiraan Ketersediaan Bahan Baku Model Perencanaan Produksi Model Ketersediaan Kapasitas Model Kinerja Rantai Pasok Model Sistem Manajemen Ahli Perencanaan Produksi Rantai Pasok Agroindustri Karet Spesifikasi Teknis Verifikasi dan Validasi Gambar 12 Kerangka pemikiran penelitian

67 42 Perancangan model yang disusun dalam bentuk SMA, merupakan gabungan dari sistem pengambilan keputusan (SPK) dan sistem pakar melalui proses akuisisi pengetahuan pakar. Rancangan sistem manajemen ahli ini dibangun berbasis komputer. Sistem manajemen ahli sebagai sistem pengambilan keputusan memiliki beberapa basis model. Keterkaitan antar model yang dikembangkan untuk merekayasa sistem manajemen ahli perencanaan produksi ditampilkan pada Gambar 13. Sistem dan Struktur Rantai Pasok Agroindustri Karet Spesifikasi Teknis JST backpropagation Fuzzy Inference System JST backpropagation Model Prakiraan Harga dan Permintaan Model Perencanaan Produksi Model Ketersediaan Bahan Baku Jadwal Induk Produksi Bullwhip Effect RCCP Model Kinerja Rantai Pasok Model Ketersediaan Kapasitas Model Sistem Manajemen Ahli Perencanaan Produksi Karet Spesifikasi Teknis Gambar 13 Keterkaitan model perencanaan produksi karet spesifikasi teknis Model yang dibangun terdiri atas model prakiraan harga dan volume permintaan, model prakiraan ketersediaan bahan baku, model perencanaan produksi, model penghitungan kapasitas produksi serta model kinerja rantai

68 43 pasok. Rancangan model SMA perencanaan produksi yang dihasilkan diverifikasi dan divalidasi pada agroindustri karet alam, khususnya untuk menghasilkan karet spesifikasi teknis dengan mutu SIR 20. Penelitian dimulai dengan mempelajari potensi dan peluang karet spesifikasi teknis, mengidentifikasi dan mempelajari struktur dan sistem rantai pasokan agroindustri karet spesifikasi teknis. Pabrik sebagai fokus utama (focal point) dalam penelitian ini adalah pabrik penghasil SIR 20 milik PT. Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII dan PT Bakrie Sumatera Plantation Tbk (PT BSP). Pemilihan obyek penelitian dilakukan atas pertimbangan; 1) memiliki kemampuan produksi yang relatif besar, 2) memiliki kebun yang luas dan menyerap bahan olah karet yang berasal dari perkebunan rakyat. Hasil pengolahan pabrik berupa block rubber selanjutnya didistribusikan dan dipasarkan untuk pasar lokal dan ekspor. Pada PTPN VIII distribusi dilakukan oleh PT. Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara (PT KPBN). Karet spesifikasi teknis selanjutnya digunakan sebagai bahan baku oleh berbagai jenis industri hilir. 3.2 Tahapan Penelitian Tahapan penelitian untuk merancang bangun sistem manajemen ahli perencanaan produksi karet spesifikasi teknis disajikan pada Gambar 14. Tahapan penelitian secara garis besar adalah sebagai berikut : 1. Mempelajari kondisi dan sistem rantai pasok agroindustri karet spesifikasi teknis dengan cakupan proses produksi, sistem perencanaan produksi dan pasokan dan serta sistem distribusi dan pemasaran karet spesifikasi teknis. 2. Merancang model perencanaan produksi yang mengintegrasikan prakiraan permintaan, ketersediaan bahan baku, kapasitas produksi sehingga dihasilkan jadwal produksi 3. Verifikasi dan validasi model untuk menyimpulkan bahwa rancangan model yang dibangun mampu merepresentasikan kondisi nyata yang dikaji dan dapat bekerja sesuai kebutuhan pengambil keputusan. 4. Merepresentasikan model yang telah dirancang dalam program komputer sehingga dihasilkan suatu sistem manajemen ahli yang dapat melakukan simulasi dalam pengambilan keputusan untuk perencanaan produksi.

69 44 Latar belakang dan perumusan masalah Tujuan Penelitian Analisis Sistem Rantai Pasok Agroindustri Karet Spesifikasi Teknis Analisis kebutuhan, formulasi masalah dan identifikasi sistem Potensi, proses produksi, sistem perencanaan produksi PEMODELAN SISTEM Sistem Manajemen Basis Data Sistem Manajemen Basis Pengetahuan Sistem Manajemen Dialog Sistem Manajemen Basis Model Prakiraan Harga dan Permintaan Prakiraan Pasokan Bahan Baku Perencanaan Produksi Ketersediaan Kapasitas Kinerja Rantai Pasok Verifikasi dan Validasi Tidak sesuai Hasil Sesuai Sistem Manajemen Ahli Perencanaan Produksi Karet Spesifikasi Teknis Gambar 14 Diagram alir tahapan penelitian 3.3 Pengumpulan dan Teknik Pengolahan Data Penelitian ini menggunakan sejumlah data dan beberapa teknik pengolahan data untuk memperoleh tujuan penelitian yang diharapkan. Data yang

70 45 telah dikumpulkan baik primer maupun sekunder diolah dengan menggunakan berbagai alat analisis sesuai dengan tujuan analisis. Pengumpulan data penelitian berdasarkan pada kebutuhan sistem yang dilakukan melalui studi pustaka, wawancara dan survai lapang. Model dan teknik pengolahan data disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Model dan teknik pengolahan data No Sub model Data Diperlukan Jenis Data 1. Sistem dan struktur rantai pasok TSR 2. Prakiraaan permintaan dan prakiraan harga - Struktur dan aliran informasi dalam perencanaan dan pengendalian produksi TSR - Ekspor dan jenis karet alam dari PTPN - Proses produksi Volume penjualan,dan permintaan TSR 20 Harga karet spesifikasi teknis dunia primer sekunder sekunder Sekunder Sekunder Sumber Data pakar dari : PTPN VIII, PT. KPBN dan PT. BSP PT KPBN,dan PT.BSP, Gapkindo PTPN VIII,dan PT.BSP PT KPBN dan Gapkindo Metode Deskriptif, wawancara mendalam deskriptif, Jaringan Syaraf Tiruan 3. Prakiraaan ketersediaan bahan baku jumlah pasokan dari petani dan kebun sendiri, Primer, sekunder PT BSP, Pakar Praktisi Jaringan Syaraf Tiruan 4 Rencana produksi Jadwal induk produksi, kapasitas produksi Struktur aturan jika maka Sekunder Primer PT BSP, Pakar Praktisi Pakar Fuzzy Inference System. 5 Ketersediaan Kapasitas 6 Kinerja rantai pasok Waktu proses, ketersediaan sumber daya Data realisasi produksi dan dara jadwal produksi Sekunder PT. BSP RCCP sekunder PT. BSP Bullwhip Effect

71 46 Data primer sebagai data yang langsung diperoleh dari sumbernya, dalam penelitian ini berupa data dan informasi dari pakar terkait.. Pakar sebagai sumber informasi untuk membangun rule base dan proses penyusunan basis pengetahuan dipilih atas dasar pengetahuan, pengalaman dan kewenangan yang dimiliki pakar. Pakar yang dilibatkan berasal dari, PTPN VIII, PT KPBN, PT BSP, GAPKINDO dan Pusat Penelitian Karet, Bogor. Metode yang digunakan adalah wawancara mendalam (in-depth interview), hasil akuisisi data dan informasi diolah mejadi basis pengetahuan untuk menyusun rencana produksi. Data sekunder untuk membangun sub model basis data diperoleh dari laporan milik instansi yang terkait dengan penelitian. Data perkembangan agroindustri karet juga diperoleh dari IRSG, Gapkindo beberapa website seperti Deptan.go.id dan IRCo.biz sebagai insitusi yang menyediakan berbagai informasi yang berkaitan dengan agroindustri karet alam. 3.4 Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan di PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII, Jawa Barat dan PT. Bakrie Sumatera Plantation Tbk dengan lokasi pabrik di Kisaran, Sumatera Utara. Pemilihan obyek penelitian ini sesuai dengan tujuan penelitian karena mempunyai pabrik pengolahan karet spesifikasi teknis sebagai salah satu produk utama, dengan sumber pasokan bahan baku dari kebun sendiri dan perkebunan rakyat. Sistem distribusi karet alam yang diproduksi PTPN VIII secara terpusat dilakukan oleh PT.KPBN (PT. Kantor Pemasaran Bersama Nusantara) yang berlokasi di Jakarta. Berkaitan dengan mekanisme pengaturan distribusi, perkembangan produksi dan harga karet spesifikasi teknis merupakan bagian data dan informasi yang berkaitan dengan PTPN dikumpulkan dari pakar di PT-KPBN, Jakarta. Penelitian juga dilakukan di PT. BSP sebagai agroindustri karet berskala besar yang juga memiliki pengolahan karet spesifiaksi teknis. Secara khusus untuk validasi data yang berkitan dengan data-data produksi digunakan data dari perusahaan ini.

72 4 ANALISIS SISTEM 4.1 Kondisi Situasional Sistem agroindustri karet alam merupakan rangkaian industri dari hulu ke hilir yang membentuk struktur rantai pasok guna menghasilkan berbagai barang pada industri hilir. Produk yang dihasilkan agroindustri karet alam sebagai hasil pengolahan bahan baku dari kebun dikelompokkan menjadi produk 1) karet untuk bahan baku industri barang jadi karet padat seperti ban dan komponen 2) lateks untuk bahan baku industri barang jadi lateks seperti sarung tangan. Agroindustri karet alam berdasarkan kepemilikan dikelompokan atas atas 1) perkebunan besar milik negara, 2) perkebunan besar milik swasta dan 3) perkebunan rakyat. Perkebunan besar umumnya memiliki pabrik dengan fasilitas produksi yang mampu menghasilkan komoditas primer berbentuk lateks pekat, dan karet jenis sheet, creepe dan karet spesifikasi teknis. Pada penelitian ini agroindustri yang menjadi fokus penelitian adalah agroindustri perkebunan besar milik negara yaitu PT Perkebunan Nusantara VIII dan PT Bakrie Sumatera Plantation Tbk. sebagai perkebunan besar swasta. Untuk mendapatkan gambaran kondisi agroindustri karet spesifikasi teknis secara lebih komprehensif, pada sub bab selanjutnya dipaparkan beberapa aspek yang terkait dengan objek yang dikaji pada penelitian ini Agroindustri Karet Alam Agroindustri karet alam merupakan industri yang mengolah lateks atau koagulum menjadi berbagai produk primer karet alam. Bahan baku untuk memproduksi karet alam diperoleh dari getah hasil penyadapan batang tanaman Hevea Brasiliensis. Getah yang terdapat terdapat pada lapisan kambiun batang karet disadap untuk menghasilkan cairan segar bewarna putih sampai kekuningan yang disebut dengan lateks. Komponen utama lateks adalah senyawa hidrokarbon dan sejumlah kecil bagian bukan karet seperti lemak, glikolipida, fosfolipida, protein, karbohidrat, bahan anorganik. Kadar karet kering lateks berkisar 35 % yang dipengaruhi oleh faktor umur tanaman, musim dan tenggang waktu penyadapan (Tanaka, 1998 dalam Utama, 2003)

73 48 Lateks hasil sadapan diolah menjadi berbagai jenis barang yang dapat dikelompokkan menjadi barang jadi karet dan barang jadi lateks. Pemekatan lateks hasil sadapan menghasilkan lateks pekat dan lateks dadih yang dijadikan sebagai bahan baku barang jadi lateks seperti karet busa, sarung tangan dan lainlain. Selain untuk menghasilkan lateks pekat concentrate latex), cairan lateks merupakan bahan baku untuk menghasilkan karet berkualitas tinggi seperti Ribbed Smoked Shee (RSS), Standar Indonesian Rubber (SIR) bermutu tinggi seperti SIR- 3CV, SIR-3L dan lainnya. Lateks yang telah menggumpal pada umumnya digunakan untuk membuat SIR berkualitas rendah seperti SIR-10, SIR-20 dan beberapa jenis karet lain. Pohon industri karet yang menggambarkan pemanfaatan hasil tanaman karet dapat dilihat pada Gambar 15. Agroindustri karet alam sebagai pemasok bahan baku untuk berbagai keperluan industri tumbuh seiring dengan pertumbuhan ekonomi. Perkembangan total ekspor karet alam (Tabel 2) menunjukan peningkatan dari tahun 2005 sampai 2008, namun mengalami penurunan pada tahun 2009 karena dampak krisis keuangan global. Pada tahun 2010 kembali terjadi peningkatan ekspor seiring membaiknya perekonomian dunia. Tabel 2 Ekspor karet alam Indonesia tahun (metrik ton) Sumber : Gapkindo (2011)

74 Gambar 15 Pohon industri karet (BPTK, 2002 dalam Utama,2003) 49

75 50 Penurunan total ekspor pada tahun 2009 sebesar 13,25% merupakan dampak krisis global pada tahun 2008, yang mengakibatkan penurunan kinerja industri dari negara pengimpor karet alam seperti Amerika Serikat. Setelah tahun 2009 sejalan dengan membaiknya krisis ekonomi, terjadi peningkatan ekspor karet alam. Pada tahun tahun 2010 ekspor karet alam Indonesia meningkat sebesar 18,11% atau senilai metrik ton dibanding nilai ekspor tahun Sumbangan ekspor terbesar adalah jenis karet spesifikasi teknis yang dikenal dengan Standar Indonesian Rubber (SIR) dengan jenis mutu SIR 3L, SIR 3CV, SIR 10 dan SIR 20. Grafik perbandingan ekspor setiap jenis mutu SIR disajikan pada Gambar 16. Ekspor Karet Alam Indonesia Volume Export (Metric Ton) 2,500,000 2,000,000 1,500,000 1,000, , Latex Concentrate Ribbed smoked sheet *) Standard Indoesian Rubber Gambar 16 Ekspor karet alam Indonesia ( Gapkindo 2011) Jenis karet spesifikasi teknis yang memiliki nilai ekspor tertinggi adalah SIR 20 mencapai ton atau 92% dari keseluruhan total ekspor karet. Volume permintaan negara pengimpor terhadap TSR 20 meningkat seiring dengan pertumbuhan industri otomotif. Menurut Honggokusumo (2011), tahun 2010 produksi kendaraan bermotor dunia mencapai unit dan meningkat menjadi unit pada tahun Peningkatan sebesar 21% didorong oleh meningkatnya daya beli masyarakat setelah krisis pada tahun Peningkatan produksi kendaraan bermotor, mendorong peningkatan kebutuhan industri ban terhadap TSR 20, sehingga mendorong pergerakan harga TSR 20 mendekati harga komoditas sheet (RSS 3) seperti disajikan pada Gambar 17.

76 51 Gambar 17 Perkembangan harga karet, minyak mentah dan nilai tukar JPY/USD (Honggokusumo, 2011) Karet Spesifikasi Teknis Karet Spesifikasi Teknis (Technically Specified Rubber, TSR) adalah jenis karet alam, yang dalam perdagangan Internasional dikenal dengan nama block rubber. TSR merupakan karet alam dalam bentuk balok yang berasal dari lateks segar maupun koagulum lapang. Di Indonesia karet spesfikasi teknis sering disebut sebagai karet remah (crumb rubber). Berbeda dengan di Indonesia dalam perdagangan karet Internasional crumb rubber adalah karet alam yang berasal dari hasil pencacahan barang bekas yang berasal dari berbagai produk hilir karet alam seperti ban bekas. Karet spesifikasi teknis dalam perdagangan karet di Indonesia dikenal juga dengan nama Standard Indonesian Rubber (SIR). Indonesia sebagai penghasil karet nomor dua dunia, sejak tahun 1969 memiliki skema Standard Indonesian Rubber yang disingkat dengan SIR. Skema SIR memiliki tingkat mutu dengan parameter mutu sesuai dengan ketetapan

77 52 Standar Nasional Indonesia, yang disajikan pada Tabel 3. Parameter mutu yang utama sebagai pembeda setiap jenis SIR adalah kadar kotoran dan indeks yang plastisitas (PRI). Tabel 3. Skema Standard Indonesian Rubber (SIR) (SNI ) SKEMA Lateks Kebun Koagulum Lateks Tipis a) Koagulum Lapangan b) Kadar kotoran, % maks.(b/b) Kadar abu, % maks.(b/b) SIR 3CV SIR 3L SIR 3WF SIR 5 SIR 10 SIR Zat menguap, % maks.(b/b) PRI, minimum Po, minimum Nitrogen, % aks..(b/b) Visk.ASHT maks.,wallace VM, ML(1+4) *) C Warna, Lovibond Curing Characteristic **) **) **) Warna lambang Hijau Hijau Hijau Hijau garis Coklat Merah pada kemasan coklat Warna palstik Transparan Transparan Transparan Transparan Transparan Transparan pembungkus Tebal plastik, mm Titik leleh plastik, min. C Warna pita plastik Jingga Transparan Putih susu Putih susu Putih susu Putih susu Keterangan : *) CV-50 : 45-55, CV-60 : 55-65, CV-70 : **) Disertakan rheograph dari karakteristik vulkanisasinya a) Koagulum lateks tipis adalah lateks segar yang digumpalkan dengan asam fomiat, kemudian digiling dengan ketebalan cm b) Koagulum lapangan adalah jenis-jenis bahan olah karet, baik dari perkebunan rakyat maupun perkebunan besar yang tercantum dalam Standar Pertanian Indonesia yaitu sit angin, slab tipis, lump mangkok dan gumpalan lainnya berupa getah sadap, getah pohon yang selama penyimpanannya tidak boleh direndam dengan air atau terkena sinar matahari langsung. PRI= Plasticity Retention Index Po= Initial Plasticity SIR=Standard Indonesian Rubber

78 53 Indonesia merupakan pengekspor karet spesifikasi teknis terbesar dunia, dibandingkan dengan negara penghasil karet utama seperti Malaysia dan Thailand (Tabel 4). Besarnya nilai ekspor TSR Indonesia adalah sumbangan dari perkebunan rakyat yang sebagian besar menghasilkan koagulum sebagai bahan baku karet spesifikasi teknis kualitas rendah seperti SIR 10 dan SIR 20. Berbeda dengan Thailand yang mengembangkan RSS sebagai produk unggulan, sehingga menjadikan Thailand sebagai negara penghasil karet terbesar di dunia. Tabel 4 Ekspor TSR dari Indonesia, Malaysia dan Thailand (ribu ton) Tahun Indonesia Malaysia Thailand ,4 849,4 912, , ,1 998, , , , , , , ,3 952, , ,5 861, , ,0 617,4 950,6 Sumber : IRSG (2010) Berdasarkan perkembangan tahun , jumlah ekspor TSR yang dihasilkan oleh tiga negara penghasil karet (Indonesia, Malaysia dan Thailand) mengalami peningkatan yang signifikan (Gambar 18). Sumbangan ekspor TSR Indonesia merupakan hasil pengolahan dari perkebunan rakyat. 2, ,000.0 ekspor (metrik ton) 1, , Indonesia Malaysia Thailand Gambar 18 Grafik perbandingan ekspor karet spesifikasi teknis (IRSG, 2010)

79 54 Nilai ekspor terbesar dari jenis SIR adalah SIR 20 yang banyak digunakan dalam industri ban dan industri komponen karet. Grafik perbandingan ekspor setiap jenis SIR mengacu kepada perkembangan ekspor karet alam Indonesia (Tabel 2) ditunjukkan pada Gambar 19. Porsi ekspor SIR 20 sekitar 83% dari keseluruhan nilai ekspor karet alam Volume Ekspor Standard Indonesian Rubber Volume Export ( Ton) SIR 3L SIR 3CV SIR 10 SIR 20 Others SIR *) Gambar 19 Ekspor karet alam jenis SIR (Gapkindo, 2011) Tingginya kebutuhan industri hilir terhadap karet spesifikasi teknis mendorong pergerakan harga baik dalam pasar fisik maupun pasar berjangka. Karet spesifikasi teknis sebagai salah satu komoditi yang diperdagangkan dalam pasar komoditi mengkibatkan adanya fluktuasi harga yang mendorong dinamika pertumbuhan permintaan dunia. Perkembangan harga terbaru dari TSR 20 dengan mengacu pada data statistik yang dikeluarkan oleh IRCo (International Rubber Consortium Limited) dalam portal yang diakses pada bulan Januari 2012, ditampilkan pada Tabel 5. IRCo adalah lembaga yang dibentuk oleh konsorsium tiga negara penghasil karet yaitu Indonesia, Malaysia dan Thailand yang melakukan fungsi kordinasi pasokan karet alam dari ketiga negara tersebut dan berlokasi di Thailand. Harga jenis TSR 20 di pasar fisik untuk produksi Indonesia dengan jenis SIR 20 secara rata-rata lebih rendah 1,24 US cent/kg dibanding produksi Malaysia

80 55 Tabel 5 Harga beberapa jenis karet bulan Desember 2011 (US cent/kg) Tanggal Pasar Fisik SICOM SIR 20 SMR 20 TSR 20 RSS ,20 340,00 336,20 341, ,90 335,00 336,90 342, ,50 342,00 338,50 344, ,80 345,00 338,80 346, ,30 347,00 351,30 365, ,00 355,00 350,00 360, ,80 348,00 342,80 347, ,50 344,00 337,50 344, ,30 338,00 336,30 341, ,90 340,00 336,90 338, ,70 337,00 327,70 333, ,00 340,00 333,00 340, ,00 336,00 330,50 332, ,00 336,00 334,00 336, ,00 342,00 338,50 342, ,00 340,00 337,20 341, ,00 341,00 339,20 345, ,00 340,00 333,80 338, ,00 335,00 331,80 334, ,00 327,00 327,00 328, ,00 326,00 324,30 329,70 Rata-rata 338,47 339,71 336,30 341,66 Tertinggi 351,30 355,00 351,30 365,10 Terendah 327,70 326,00 324,30 328,00 Sumber IRCo.biz, (2012) yang dikenal dengan Standard Malaysia Rubber (SMR) 20. Perbedaan harga selain disebabkan perbedaan parameter mutu juga adanya unsur spekulasi pasar. Jika dibandingkan harga rata-rata RSS 3 dan TSR 20 di pasar berjangka SICOM lebih tinggi 5,36 US cent/kg. Faktor lebih tingginya harga RSS 3 ini, menjadi pendorong bagi agroindustri karet alam berskala besar untuk memproduksi RSS 3 lebih banyak dibanding dengan TSR 20. Perkembangan produksi terbaik untuk RSS 3 di dunia adalah negara Thailand. Harga komoditas karet di pasar fisik dan bursa komoditas memiliki perbedaan yang relatif besar, karena mekanisme ke dua pasar ini memiliki sistem yang berbeda. Transaksi jual beli secara forward menyebabkan harga di pasar

81 56 komoditas relatif lebuh tinggi dibanding harga pasar fisik. Perbandingan harga untuk TSR 20 dan RSS3 sepanjang bulan Desember tahun 2011 berdasarkan data yang diolah dari portal IRCo. biz ditampilkan pada Gambar 20. Harga TSR 20 dan RSS 3 di Pasar Fisik dan Bursa SICOM (USD cent/kg) TSR 20 (Fisik) RSS 3 (Fisik) TSR 20 (Berjangka) RSS 3 (Berjangka) Gambar 20 Perkembangan harga TSR 20 dan RSS3 di pasar fisik dan bursa SICOM pada Bulan Desember 2011 (IRCo.biz, 2012) Selain faktor harga, faktor lain yang mendorong permintaan dan harga karet spesifikasi teknis adalah harga minyak mentah. Dampak kenaikan harga minyak mentah secara langsung mengakibatkan kenaikan harga karet sintetis yang menggunakan minyak mentah sebagai bahan baku, sehingga harga karet sintetis menjadi lebih tinggi. Tingginya harga karet sintetis akan mendorong peningkatan permintaan karet alam. Perkembangan impor dari negara industri sebagai pengimpor karet dunia secara umum meningkat dari tahun 2003 sampai Akibat perlambatan pertumbuhan industri sebagai dampak krisis global pada tahun 2009 terjadi penurunan jumlah impor karet alam negara pengimpor, kecuali impor oleh negara China tetap tumbuh seiring menguatnya industri di negara tersebut. Jumlah impor karet alam oleh negara pengimpor utama berdasarkan data IRSG (2010) disajikan pada Tabel 6.

82 57 Tabel 6 Jumlah impor karet alam oleh negara pengimpor utama (metrik ton) Tahun USA Jepang China Singapura Korea Jerman ,8 791, ,6 140,1 342,2 283, ,2 800, ,9 145,8 352,3 270, ,7 848, ,4 148,6 370,5 282, ,6 885, ,3 181,7 364,7 295, ,5 850, ,6 156,0 378,0 330, ,3 849, ,9 157,3 359,1 281, ,8 596, ,2 111,2 332,1 229,8 Sumber : IRSG (2010) China adalah negara pengimpor karet alam terbesar di dunia, dengan permintaan mencapai 2,46 juta ton pada tahun Berbeda dengan Amerika Serikat sebagai pengimpor kedua terbesar, dan negara industri sebagai pengimpor utama lainnya pada tahun 2009 terjadi penurunan jumlah impor karena dampak krisis ekonomi di negara tersebut. IMPOR KARET ALAM 2, , , , USA Jepang China Singapura Korea Jerman Gambar 21 Perkembangan jumlah impor negara pengimpor utama (IRSG, 2010) Bahan baku dan Proses Produksi Karet Spesifikasi Teknis Bahan baku karet spesifikasi teknis dapat berupa lateks kebun atau koagulum. Lateks kebun dapat diolah menjadi karet spesifikasi teknis bermutu tinggi dengan jenis mutu SIR 3L, SIR 3CV, SIR 3WF, sedang koagulum lapangan seperti slab, lump dan ojol diolah menjadi SIR 10 dan SIR 20 yang memiliki mutu rendah. Lateks dapat dihasilkan dari kebun sendiri dengan tetap

83 58 menjaga kestabilan molekul-molekul sehingga tidak terjadi koagulasi. Kemampuan kebun karet untuk menghasilkan lateks dipengaruhi beberapa faktor diantaranya : 1. Kegiatan Sadap Karet Penyadapan dilakukan dengan mengiris sebagian dari kulit batang. Sistem penyadapan diharapkan mampu menghasilkan lateks dalam jumlah banyak, dengan biaya rendah, dan tidak mengganggu kesinambungan produksi tanaman. Jumlah lateks yang keluar kecepatan alirannya dipengaruhi oleh tekanan turgor sel. Tekanan turgor mencapai maksimum pada saat menjelang fajar, dan akan menurun bila hari semakin siang. Oleh karena itu penyadapan sebaiknya dilakukan sepagi mungkin setelah penyadap dapat melihat tanaman dengan jelas, yaitu jam pagi. 2. Penentuan Matang Sadap Langkah awal untuk dapat melakukan kegiatan penyadapan karet adalah menentukan tingkat matang sadap kebun. Kebun dikatakan matang sadap kebun apabila jumlah tanaman yang sudah matang sadap pohon sudah mencapi 60% atau lebih. Pada kebun yang terpelihara dengan baik, jumlah tanaman yang matang sadap pohon biasanya telah mencapai 60-70% pada umur 4-5 tahun. Faktor penentu kamatangan sadap yang lainnya adalah : a. Umur Tanaman. Penyadapan dapat dilakukan sekitar umur tahun tergantung pada klon dan lingkungan. Secara rata-rata pohon karet dapat menghasilkan getah sampai umur 25 tahun. b. Pengukuran lilit batang Lilit batang telah disepakati sebagai pedoman untuk mengetahui pertumbuhan tanaman karet, karena hasil tanaman karet berupa lateks diperoleh dari batangnya (kulit batang). Tanaman karet dikatakan matang sadap apabila lilit batang sudah mencapai 45 cm atau lebih, ketinggian 100 cm dpo (di atas pertautan okulasi), tebal kulit 0,6 0,8 cm dan kondisi pohon sehat ditandai warna daun hijau mengkilat.

84 59 c. Iklim dan cuaca Produksi lateks kebun menurun pada musim hujan karena terhambatnya proses penyadapan. Tetesan air hujan mengandung ion-ion dapat menggumpalkan karet membentuk lump. Pada saat kemarau tanaman karet mengalami gugur daun yang juga mempengaruhi jumlah hasil sadapan lateks. Pengaruh iklim pada produktifitas penyadapan karet sangat dipengaruhi musim. Secara umum musim kemarau berlangsung dari bulan April sampai September dan musim hujan dari Oktober sampai Maret. Selain penyimpangan iklim di Indonesia adalah adanya fenomena ENSO ( El Nino and Southern Oscillation), dimana El Nino biasanya berasosiasi dengan terjadinya kemarau panjang sedangkan La Nina berasosiasi dengan kejadian banjir (Boer, 2003). Untuk menghasilkan karet spesifikasi teknis dengan bahan baku lateks kebun atau dengan koagulum lapang melalui beberapa tahapan proses yang dilakukan pada mesin-mesin pemrosesan. Tahapan proses produksi yang berasal dari koagulum yang dihasilkan dari petani umumnya diproses mengikuti tahapan pembersihan dilanjutkan dengan pengecilan ukuran bahan baku, penggilingan, peremahan, pengeringan dan pengempaan sampai dihasilkan bongkahan karet kering. Proses produksi yang menggunakan bahan baku dari kebun sendiri umumnya memiliki proses yang lebih pendek karena proses penyadapan mengikuti syarat mutu yang diinginkan. (Maspanger dan Honggokusumo, 2004 dalam Utomo 2008). Diagram alir proses pengolahan karet spesifikasi teknis ditampilkan pada Gambar 22. Produksi karet spesifikasi teknis secara komersial di Indonesia mulai tahun 1968 dengan skema SIR. Teknologi pengolahan karet remah dan skema SIR terus berkembang sejalan dengan upaya peningkatan efisiensi dan mutu serta kondisi bahan olah karet rakyat yang berasal dari petani. (Suparto et al. 2002). Beberapa alasan berkembangnya karet alam jenis SIR 20 di Indonesia, diantaranya : 1. Perkebunan rakyat dengan luas mencapai 80 % dari total area tanam karet Indonesia, sulit untuk menjaga kestabilan lateks cair. Hasil sadap dari tanaman karet langsung membeku secara alami maupun setelah penambahan koagulan sehingga langsung menjadi koagulum yang hanya bisa menghasilkan karet spesifikasi teknis bermutu rendah.

85 60 2. Permintaan karet spesifikasi teknis SIR 20 relatif tinggi, sehingga rakyat cenderung menghasilkan koagulum karena tingginya permintaan bahan baku. Lateks Kebun lump/slab Penambahan HNS (SIR 3CV), SMBS (SIR 3L) Penerimaan, penyaringan, pengenceran, koagulasi Sortasi (slicer, preblending) Cougulum Crusher pembersihan (washing tank) Macerator/creper Macerator/creper Hammer Mill Shredder Dryer Dryer Pengempaan & pengemasan Pengempaan & pengemasan SIR 3, SIR 10, SIR 20 Gambar 22 Proses pengolahan karet spesifikasi teknis (BPTK, 2002 dalam Utama, 2008) Sistem Rantai Pasokan Karet Spesifikasi Teknis Agroindustri karet spesifikasi teknis memiliki peran penting sebagai pemasok bahan baku bagi industri hilir. Struktur dari rantai pasok agroindustri

86 61 karet spesifikasi teknis jika digambarkan mengikuti pohon industrinya dari paling hulu sampai hilir membentuk rantai yang bercabang dan kompleks. Agroindustri karet spesifikasi teknis dapat dikelompokkan menjadi; 1) karet spesifikasi teknis yang diproduksi secara terintegrasi dalam satu unit usaha yang meliputi perkebunan karet, unit produksi dan pengumpulan lateks kebun, proses pengolahan lateks menjadi karet spesifikasi teknis dan 2) karet spesifikasi teknis yang diproduksi tanpa adanya integrasi antar pelaku yang melibatkan petani sebagai penghasil bahan baku, pedagang perantara dan kelembagaan petani sebagai pengumpul bokar dan pabrik karet sebagai pengolah. Penelitian untuk mempelajari rantai pasok agroindustri karet spesifikasi teknis dilakukan pada PTPN VIII dan PT Bakrie Sumatera Plantation Tbk. Pertimbangan untuk memilih perkebunan besar negara dan swasta adalah ; 1) memiliki unit yang terintegrasi dari kebun sebagai pemasok, pabrik sebagai pengolah, 2) pemasaran dilakukan oleh unit usaha terpisah, 3) pernah memiliki kerjasama dalam pasokan bahan baku dengan petani karet yang berada di sekitar lokasi dan, 4) memiliki unit pabrik pengolahan karet spesifikasi teknis yang beroperasi di bawah kapasitas terpasang. Sistem rantai pasok agroindustri karet spesifikasi teknis terdiri atas rantai pemasok bahan baku, produksi,distributor,industri pengguna dan konsumen sebagaimana ditampilkan pada Gambar 23. Kebun Sendiri Factory Petani Pedagang Pengumpul Warehouse Distributor Konsumen Akhir Industri Pengguna Pasar Ekspor Konsumen Lokal Gambar 23 Rantai pasok karet alam pada PTPN VIII

87 62 Untuk peningkatan produksi karet spesifikasi teknis dalam rangka pemanfaatan kapasitas terpasang pada lantai produksi maka perlu dirancang suatu sistem manajemen ahli untuk perencanaan produksi sehingga jumlah kebutuhan pasokan bahan baku dapat direncanakan. Selain pasokan berupa lateks yang berasal dari kebun sendiri, pasokan bahan baku juga diperoleh dari petani karet dalam bentuk bokar (bahan olah karet). Petani tidak secara langsung memasok bahan olah karet ke agroindustri karet spesifikasi teknis. Secara spasial petani terpisah dengan jarak yang relatif jauh dengan pusat pengolahan karet spesifikasi teknis, kondisi ini mengakibatkan suatu struktur pasar bahan olah karet yang kompleks. PTPN VIII sebagai salah satu badan usaha milik negara merupakan penghasil berbagai jenis karet alam yang terdiri dari karet lateks pekat, ribbed smoked sheet (RSS) dan karet spesifikasi teknis (SIR). Keragaman hasil produksi tahun 2009 dari PTPN VIII disajikan pada Gambar 24, komposisi terbesar dibandingkan total ekspor adalah jenis RSS mencapai 71%, sedangkan untuk SIR 10 sebesar 20% dan SIR 10 hanya 4%. Perkebunan karet yang dikelola oleh PTPN VIII seluas hektar yang tersebar di 14 kebun karet. Jumlah pabrik yang menghasilkan RSS ada 13 pabrik dengan 2 pabrik pengolah TPC, 3 pabrik concentrated latex dengan kapasitas terpasang ton. Hasil produksi karet spesifikasi teknis pada PTPN pada umumnya relatif rendah dibanding produksi RSS (lampiran 1-4), karena harga RSS lebih tinggi dibanding SIR 20. Perkembangan harga SIR relatif meningkat dibanding harga RSS, sehingga perlu dilakukan kajian perubahan strategi produksi sehingga mengikuti pola permintaaan TSR dunia yang cenderung meningkat, mengikuti pertumbuhan industri pengguna terutama industri otomotif. Harga karet spesifikasi teknis relatif murah dibanding dengan harga RSS, namun dengan besarnya volume penjualan SIR 20 secara keseluruhan memberikan nilai tambah yang signifikan bagi PTPN VIII dengan volume penjualan sebagai faktor kali peningkatan pendapatan. Pemanfaatan kapasitas pengolahan pabrik karet spesifikasi teknis diharapkan akan mendorong penyerapan bokar yang dihasilkan petani karet yang berada disekitar pabrik, sehingga mampu meningkatkan pendapatan dan produktifitas kebun yang dimiliki oleh petani.

88 63 SIR 5; SIR 20; SIR 3WF; SIR 10; SIR 3L; RSS ; TPC; Gambar 24 Komposisi jumlah ekspor karet alam (kg) produksi PTPN VIII Selain di PTPN VIII penelitian juga dilakukan di PT Bakrie Sumatera Plantation Tbk (PT BSP). Sedikit berbeda dalam struktur rantai pasok PT. BSP dengan PTPN VIII fungsi distribusi dilakukan secara langsung melalui bursa komoditas juga dengan pelelangan langsung di perusahaan. Pola produksi dilakukan dengan gabungan make to stock dan make to order. Strategi berproduksi berdasarkan pesanan merupakan upaya untuk memenuhi kontrak yang diperoleh dari perdagangan terutama berdasarkan transaksi di pasar komoditas. Hasil produksi dari strategi make to stock merupakan upaya untuk memanfaatkan kelebihan jumlah pasokan bahan baku dari jenis high grade atau pasokan koagulum yang berasal dari petani. Jenis karet yang diproduksi juga beragam dan yang paling banyak adalah jenis lateks pekat (Lampiran 8-10). Secara umum perbandingan antara komposisi jenis karet yang diproduksi memiliki kecendrungan berimbang dengan jumlah terbesar yang diproduksi adalah lateks pekat mencapai 27%, SIR 3CV sebesar 24 %, sedangkan SIR 10/20 sebesar 23% dengan teta[ mempertimbangkan pergerakan harga dari jenis karet. Lateks pekat memiliki harga relatif tinggi dibanding produk lainnya, namun jika ditinjau dari jumlah permintaan dan kenaikan harga maka karet jenis SIR 20 mengalami pertumbuhan yang relatif signifikan.

89 Pendekatan Sistem Sistem adalah kumpulan gugus atau elemen yang saling berinteraksi dan terorganisir untuk mencapai suatu atau serangkaian tujuan. Pendekatan sistem merupakan sintesa untuk memperoleh harmonisasi konflik kebutuhan antar pelaku sistem sehingga memberikan penyelesaian masalah secara sistematis untuk menghasilkan suatu operasi sistem yang dianggap efektif. Tahapan yang dilakukan dalam pendekatan sistem dimulai dengan analisis kebutuhan, formulasi permasalahan, identifikasi sistem, pemodelan sistem, validasi model dan implementasi model (Eriyatno, 1999). Kajian sistem rantai pasok agroindustri karet spesifikasi teknis pada penelitian ini, dimulai dengan membahas aspek yang berkaitan dengan analisis kebutuhan Analisis Kebutuhan Sistem manajemen ahli yang direkayasa harus mampu memenuhi kebutuhan pihak yang berkepentingan yang berada dalam lingkungan kajian sistem. Sistem rantai pasok pada agroindustri karet spesifikasi teknis yang dikelola oleh perkebunan besar melibatkan beberapa pihak yang saling berkepentingan. Pihakpihak yang berkepentingan memiliki kebutuhan yang saling menguntungkan, atau memiliki potensi saling konflik. Pendekatan sistem untuk memperoleh harmonisasi konflik kebutuhan antar pelaku dalam sistem. Pihak yang berkepentingan (stakeholder) dalam rantai pasok agroindustri karet spesifikasi teknis yang menjadi objek kajian baik pada PTPN VIII maupun PT BSP pada penelitian ini dibatasi pada tiga mata rantai yaitu, 1) pemasok yang terdiri atas unit kebun milik petani (perkebunan rakyat), 2) prosesor yaitu unit pabrik milik yang memproduksi karet spesifikasi teknis, 3) distribusi sebagai unit pemasaran. Untuk melengkapi informasi dalam menganalisis kebutuhan perlu dilibatkan konsumen utama, dalam penelitian ini konsumen sebagi salah satu pengguna karet alam utama adalah pabrik ban. Pabrik pengolahan berlokasi pada daerah perkebunan karet yang menampung hasil sadapan karet dari kebun sendiri dan dari kebun rakyat baik berbentuk lateks maupun lump. Sesuai dengan kebijakan Pemerintah sebagai pemilik perkebunan negara, fungsi pemasaran hasil perkebunan dilaksanakan

90 65 oleh badan usaha PT. Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara (KPB Nusantara). Pada PT BSP disribusi dilakukan oleh unit pemasaran yang masih berada dalam satu kesatuan entitas dengan agroindustri. Dalam rangka memenuhi kebutuhan setiap pihak dalam pengelolaan rantai pasok agroindustri karet spesifikasi teknis maka penting dilakukan analisis kebutuhan dari pihak yang berkepentingan dalam struktur rantai pasok. Identifikasi kebutuhan sistem dilakukan melalui wawancara dengan pemasok (pengelola kebun PTPN VIII dan petani karet pemasok PTPN VIII), prosesor (pengelola pabrik PTPN VIII kebun Cikumpay), distributor (PT. KPBN), konsumen (pembeli di PT. KPBN dan pabrik ban). Hasil wawancara untuk mengindentifikasi kebutuhan pihak yang berkepentingan disajikan pada Tabel 7. Tabel 7 Analisis kebutuhan pelaku utama pengelolaan rantai pasok karet spesifikasi teknis No Pihak Kebutuhan 1 Petani karet 1. Harga jual bokar stabil dan layak 2. Jaminan pemasaran 3. Peningkatan pendapatan dan kesejahteraan 4. Bimbingan dan pendampingan 2 Pengelola kebun 1. Informasi kebutuhan lateks atau bokar 2. Jadwal penyadapan kebun 3. Ketersediaan tenaga kerja 4. Jadwal dan ketersediaan transportasi 5. Peningkatan produktifitas kebun 3 Pengelola pabrik 1. Rencana kegiatan produksi 2. Peningkatan utilisasi mesin 3. Pemenuhan jumlah permintaan dan target produksi 4. Peningkatan mutu karet yang diproduksi 4 Distributor 1. Peningkatan jumlah penjualan 2. Margin keuntungan dan pendapatan yang tinggi 3. Prakiraan tingkat permintaan dan harga 4. Ketersediaan karet dalam jumlah, waktu yang tepat 5. Jaminan mutu karet 5 Konsumen 1. Kestabilan harga 2. Kestabilan pasokan 3. Kualitas karet yang sesuai 4. Kemudahan akses informasi pasar dan produk 6 Pemerintah 1. Peningkatan kinerja perkebunan negara 2. Peningkatan pendapatan negara 3. Peningkatan kesejahteraan petani

91 Formulasi permasalahan Tujuan dari perancangan sistem model manajemen ahli perencanaan produksi pada penelitian ini adalah untuk meningkatkan kinerja dari pihak yang berkepentingan dalam pengelolaan rantai pasok agroindustri karet spesifikasi teknis. Kesenjangan antara pemenuhan kebutuhan pelaku sistem berdasarkan analisis kebutuhan dengan tujuan yang telah ditetapkan disusun dalam bentuk formulasi permasalahan. Permasalahan yang dihadapi dapat diformulasikan sebagai berikut : 1. Pihak yang terlibat belum melakukan suatu kordinasi dalam perencanaan kegiatan produksi sehingga pengambilan keputusan secara sendiri-sendiri 2. Pengelola kebun dalam agroindustri tidak memiliki rencana penyadapan dan jadwal pengiriman bahan olah karet dan lateks sesuai dengan kondisi penyadapan dan kebutuhan pabrik pengolah. 3. Pengelola pabrik belum mengoptimalkan utilisasi mesin karena kurangnya pasokan bahan olah karet. 4. Pengelola pabrik membutuhkan suatu mekanisme perencanaan produksi yang mengikuti perkembangan permintaan dan harga karet. 5. Pengelola pabrik membutuhkan suatu sistem pengambilan keputusan yang memudahkan dalam melakukan penyesuaian dalam periode yang lebih pendek. 6. Agroindustri membutuhkan suatu mekanisme pengukuran keberhasilan penyusunan rencana produksi dan kemampuan pemasok dalam menjamin ketersediaan bahan baku. 7. Petani sebagai pemasok bahan olah karet tidak memiliki keterkaitan dan tidak terdapat suatu mekanisme jaminan pasokan dan pembelian dengan agroindustri. 8. Distributor membutuhkan suatu prakiraan untuk memprediksi jumlah produksi yang dapat ditawarkan dalam perdagangan Identifikasi Sistem Rantai pasok merupakan sebuah sistem yang memiliki elemen-elemen yang teratur, saling berkaitan untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam rangka merekayasa model perencanaan produksi untuk rantai pasok karet spesifikasi

92 67 teknis, perlu dilakukan identifikasi faktor-faktor penting dari sistem dengan cara menggambarkan sistem yang dikaji dalam bentuk diagram input output, seperti yang disajikan pada Gambar 25. memfokuskan pemodelan sistem yang dirancang. Masukan Lingkungan Pertumbuhan ekonomi dunia Kebijakan negara industri Kebijakan pemerintah Iklim dan cuaca Kondisi sosisl ekonomi Identifikasi sistem diperlukan untuk Masukan tak terkendali Harga karet alam dunia Permintaan dan penawaran karet dunia Mutu dan ketersediaan bokar dari petani Nilai tukar mata uang Keluaran dikehendaki Rencana produksi yang tepat Ketepatan jumlah, waktu pasokan bahan baku Peningkatan utilisasi kapasitas Ukuran kinerja produksi Model Perencanaan Produksi Rantai Pasok Karet Spesifikasi Teknis Masukan terkendali Produksi lateks dan bokar kebun sendiri Kapasitas olah pabrik Kebijakan produksi Ketersediaan informasi Keluaran tak dikehendaki Hasil rencana produksi tidak sesuai Pasokan bahan baku tidak sesuai Utilisasi mesin produksi rendah Peningkatan biaya Ketidaktepatan pemenuhan pesanan pesanan Manajemen pengendalian rencana produksi Gambar 25 Diagram input-output model perencanaan produksi karet spesifikasi teknis Pada sistem perencanaan produksi rantai pasok agroindustri karet spesifikasi teknis, masukan terkendali adalah hal yang berkaitan dengan faktor yang dapat dikelola oleh para pemangku kepntingan yaitu pemasok, pabrik dan distributor. Pengendalian terhadap input diharapkan dapat menghasilkan output yang menjadi

93 68 tujuan yang ingin dicapai yaitu peningkatan produktifitas kebun sehingga menjamin pasokan bahan baku, peningkatan utilisasi pabrik sehingga mampu meningkatkan produksi, mengelola persediaan dan peningkatan mutu produk sehingga secara keseluruhan mampu meningkatkan penjualan dan memberikan peningkatan keuntungan bagi seluruh mata rantai pada rantai pasok agroindustri karet spesifikasi teknis. Masukan tidak terkendali merupakan elemen sistem yang mempengaruhi pencapaian kinerja sistem, namun faktor-faktornya tidak dapat dikendalikan kondisinya. Dalam sistem perencanaan produksi agroindustri karet spesifikasi teknis masukan tak terkendali meliputi ; harga karet dunia, permintaan dan penawaran dunia, mutu dan ketersediaan bahan olah karet dari petani serta nilai tukar mata uang. Selain keluaran yang dikendaki dalam sistem rantai pasok agroindustri karet spesifikasi teknis juga terdapat keluaran yang tidak dikehendaki, sebagai dampak yang tidak diinginkan sehingga keberadaannya perlu ditekan. Keluaran tak dikehendaki dari hasil perencanaan produksi rantai pasok karet spesifikasi teknis adalah ketidaksesuain rencana produksi dengan dinamika pada sisi pasokan dan permintaan, ketidakmampuan pemasok dalam menyediakan bahan baku pada jumlah dan waktu yang tepat, pemanfaatan kapasitas mesin yang rendah sehingga berdampak pada peningkatan biaya. Masukan dari lingkungan merupakan kondisi di luar sistem yang mempengaruhi kinerja sistem. Faktor lingkungan yang menjadi masukan dalam sistem ini adalah pertumbuhan ekonomi dunia, kebijakan negara industri pengguna karet alam, kebijakan Pemerintah Indonesia dalam sektor karet serta faktor iklim dan cuaca yang mempengaruhi kondisi bahan baku..

94 5 PEMODELAN SISTEM Rekayasa model sistem manajemen ahli perencanaan produksi karet spesifikasi teknis, pada penelitian ini menggunakan pendekatan sistem. Pendekatan ini merupakan metodologi untuk mencapai tujuan dari perancangan model yang mengacu pada pola pikir sistem, berorientasi pada tujuan dengan cara pandang utuh meliputi keseluruhan sistem serta efektif dalam pengambilan keputusan. 5.1 Konfigurasi Model Mengacu kepada kerangka pemikiran penelitian untuk mengembangkan model perencanaan produksi pada rantai pasok agroindustri karet spesifikasi teknis, maka direkayasa suatu model pengambilan keputusan yang diintegrasikan dengan sistem pakar yang dikenal dengan sistem manajemen ahli. Model yang dirancang dari hasil pemodelan secara konseptual selanjutnya dikembangkan menjadi perangkat lunak sistem manajemen ahli yang diberi nama Proplan-TSR 20 (Production Planning for Technically Specified Rubber). Pada sistem manajemen ahli, elemen-elemen sistem dipaparkan secara rinci. Sistem integrasi dari setiap elemen direkayasa secara paralel maupun serial sehingga dapat dioperasikan dan diimplementasikan sesuai dengan pencapaian tujuan dari suatu keputusan. Untuk mewujudkan perekayasaan sistem manajemen ahli dalam mengambil keputusan yang berkaitan dengan perencanaan produksi pada rantai pasok karet spesifikasi teknis, dilaksanakan perekayasaan sistem mengikuti tahapan pengembangan sistem manajemen ahli yang diajukan oleh, Turban (2005). Konfigurasi model sistem manajemen ahli perencanaan produksi untuk rantai pasok karet spesifikasi teknis direkayasa dalam konfigurasi pemodelan yang disajikan pada Gambar 26. Komponen penyusun dalam konfigurasi sistem manajemen ahli perencanaan produksi agroindustri karet spesifikasi teknis terdiri atas enam komponen yang saling terkait yaitu : 1) sistem manajemen dialog, 2) sistem pengolahan terpusat, 3) sistem manajemen basis data, 4) sistem manajemen basis pengetahuan, 5) mekanisme inferensi, dan 6) sistem manajemen basis model.

95 70 DATA MODEL PENGETAHUAN SISTEM MANAJEMEN BASIS DATA Data harga dan volume permintaan TSR-20 Data pasokan bahan baku TSR-20 Data proses dan waktu kerja, kapasitas mesin Data rencana dan realisasi produksi SISTEM MANAJEMEN BASIS MODEL Prakiraan permintaan TSR dunia Prakiraan harga TSR dunia Ketersediaan bahan baku Ketersediaan kapasitas Pengukuran kinerja rantai pasok SISTEM MANAJEMEN BASIS PENGETAHUAN - basis aturan himpunan data input fuzzy prakiraan harga, volume permintaan dan ketersediaan bahan baku - basis aturan himpunan data ouput fuzzy jumlah produksi - basis logika aturan fuzzy rencana produksi Mekanisme Inferensi ( Rule-Base Skenario ) SISTEM PENGOLAHAN TERPUSAT SISTEM MANAJEMEN DIALOG PENGGUNA Gambar 26 Konfigurasi sistem manajemen ahli perencanaan produksi Rekayasa sistem manajemen ahli perencanaan produksi menggunakan basis model yang disusun secara simultan. Masukan berupa data yang diolah dalam model prakiraan menjadi masukan pad model perencanaan produksi. Hasil yang diperoleh pada model rencana produksi menjadi input pada model ketersediaan kapasitas dan model pengukuran kinerja rantai pasok. Diagram alir yang menggambarkan alur pemodelan dalam rangka perekayasaan sistem manajmen ahli perencanaan produksi ditampilkan pada Gambar 27.

96 71 Mulai Input :Data harga dan volume input :data pasokan bahan baku Penentuan struktur jaringan JST Penentuan struktur jaringan JST Jalankan data pelatihan Jalankan data pelatihan Jalankan data testing Jalankan data testing Jalankan hasil prakiraan Jalankan hasil prakiraan input : Output : prakiraan harga dan permintaan Output : prakiraan pasokan bahan baku data jumlah produksi Fuzifikasi nilai prakiraan harga dan volume permintaan Fuzifikasi nilai prakiraan pasokan bahan baku Fuzifikasi data jumlah produksi Pembuatan basis aturan fuzzy Sistem inferensi fuzzy model Mamdani Defuzifikasi dengan metode Centroid Output : jumlah rencana produksi Penghitungan ketersediaan kapasitas Penghitungan kinerja rantai pasokan Keputusan rencana produksi Keputusan nilai kinerja rantai pasokan Gambar 27 Diagram alir model sistem manajemen ahli perencanaan produksi rantai pasok karet spesifikasi teknis

97 Kerangka Sistem Sistem Manajemen Dialog Sistem manajemen dialog berfungsi untuk mengatur interaksi antara pengguna dengan sistem manajemen ahli. Pengguna memberikan input baik berupa data atau perintah untuk diolah oleh sistem pengambil keputusan yang terdiri dari sistem pakar dan mesin inferensi berbasis pengetahuan sehingga dihasilkan keluaran berupa hasil pengolahan data. Agar memudahkan interaksi antara pengguna dengan sistem perlu tampilan dan struktur sistem yang interaktif dan mudah digunakan (user friendly). Pengguna perangkat lunak Proplan-TSR terdiri dari : 1) administrator adalah staf perusahaan yang memiliki akses untuk mengelola data-data yang diperlukan untuk operasional sistem penunjang keputusan, 2) pakar adalah pengguna yang berhak mengelola aturan nilai variabel, kategori untuk input dan output, logika aturan sebagai basis pengetahuan dari model, dan 3) manajer atau pengambil keputusan yang menentukan keputusan akhir rencana produksi dan nilai kinerja rantai pasokan. Bentuk komunikasi antara pengguna dan sistem menggunakan modul-modul yang terhubung satu sama lain. Modul dapat dipilih sesuai dengan kebutuhan dan kewenangan pengguna menggunakan kotak dialog dan hasil pengolahan ditampilan menu Sistem Pengolahan Terpusat Sistem pengolahan terpusat adalah subsistem yang berfungsi untuk mengendalikan operasional sistem secara terintegrasi. Sistem pengolahan terpusat merupakan penyangga untuk menjamin adanya keterkaitan antar sistem manajemen dialog, sistem manajemen basis data, sistem manajemen basis pengetahuan dan sistem manajemen basis model sehingga tujuan untuk memutuskan jumlah produksi dan tingkat kinerja rantai pasokan dapat dipenuhi Sistem Manajemen Basis Data Rekayasa Sistem Manajemen Ahli (SMA) membutuhkan sejumlah data yang digunakan untuk pengolahan bagi sistem manajemen basis model. Kumpulan data pada sistem manajemen basis data dibedakan atas 1) data statis

98 73 yang telah disimpan pada basis data 2) data dinamis yang bersifat fleksibel dan interaktif yang diperlukan untuk melakukan penyesuaian sehingga memenuhi kebutuhan pengguna. Kumpulan data statis dalam rekayasa model SMA ini adalah data harga dan volume permintaan karet spesifikasi teknis di perdagangan internasional, jumlah hari kerja, jumlah pasokan bahan olah karet, realisasi produksi, rencana awal produksi. Data statis disimpan kedalam sistem manajemen basis data oleh administrator sistem. Data dinamis adalah pengetahuan pakar yang digunakan dalam melakukan inferensi berbasis pengetahuan dari hasil pemodelan yang telah disusun. Data sebagai masukan adalah data linguistik untuk prakiraan harga, prakiraan permintaa dan ketersediaan bahan baku serta data keluaran berupa data berupa himpunan keanggotaan untuk menentukan tingkat produksi. Basis data yang digunakan dalam perancangan sistem manajemen ahli perencanaan produksi ini terdiri atas : 1. Basis data harga dan volume. Data yang diinput dalam basis data ini adalah harga dan volume permintaan pada salah satu perdagangan karet spesifikasi teknis. Pada penelitian ini digunakan data perdagangan transaksi pada pasar komoditas SICOM (Singapore Commodity Exchange). Pasar SICOM dipilih karena transaksi karet spesifikasi teknis pada pasar komoditas SICOM relatif banyak digunakan dala transaksi penawaran dan penjualan yang dilakukan oleh tiga negara penghasil karet utama (Thailand, Indonesia dan Malaysia) dengan para pembeli dari berbagai negara di dunia. Basis data juga dapat menggunakan data transaksi pasar komoditas lain seperti TOCOM (Tokyo Commodity Exchange) ataupun pasar fisik jika data yang dibutuhkan tersedia dan sesuai dengan kepentingan pengambilan keputusan. Dengan menggunakan metode jaringan syaraf tiruan, basis data ini akan digunakan untuk menentukan prakiraan harga dan prakiraan permintaan karet spesifikasi teknis. 2. Basis data pasokan bahan baku. Basis data ini berisi data pasokan bahan olah karet yang diterima oleh pabrik karet spesifikasi teknis sebagai unit pengolah. Data ini digunakan untuk

99 74 memprediksi pasokan bahan olah karet (bokar) untuk periode yang akan datang. Metode prakiraan yang digunakan adalah metode jaringan syaraf tiruan. 3. Basis data produksi. Basis data berisi rencana produksi, realisasi pemenuhan rencana produksi yang digunakan untuk model perencanaan produksi. 4. Basis data kapasitas produksi. Basis data ini berisi data yang dibutuhkan untuk menghitung kapasitas produksi yang tersedia. Data yang diinput adalah jumlah mesin, waktu yang dibutuhkan untuk memproduksi karet spesifikasi teknis untuk setiap tahapan proses, jumlah waktu yang tersedia, utilisasi dan efisiensi yang digunakan dalam penghitungan kapasitas Sistem Manajemen Basis Pengetahuan Basis pengetahuan digunakan untuk menunjang model yang meliputi akuisis pengetahuan dan representasi pengetahuan yang diperoleh dari para pakar, studi literatur dan pengamatan langsung ke lapangan. Interaksi dengan pakar dilakukan melalui metode FGD (focus group discussion). Pakar pada akuisisi pengetahuan dalam model ini adalah praktisi pada Kantor Pemasaran Bersama Nusantara (PT KPBN), praktisi di Gapkindo (Asosiasi Gabungan Perusahaan Karet Indonesia), praktisi di PTPN VIII, praktisi di PT Bakrie Sumatera Plantation Tbk. sebagai pelaksana fungsi produksi dan dan pakar dari Pusat Penelitian Karet sebagai ahli dalam bidang karet. Basis pengetahuan digunakan pada model perencanaan produksi untuk menentukan 1) jenis variabel yang akan dimodelkan dalam perencanaan produksi sebagai faktor pembentuk dinamika dalam perencanaan produksi, 2) nilai kategori untuk setiap variabel, 3) logika aturan fuzzy dalam bentuk If (kondisi)-then- Rules (aksi). Basis pengetahuan ini merupakan sumber kecerdasan sebagai yang pengganti pakar dalam memutuskan jumlah produksi.

100 Mekanisme Inferensi Mekanisme inferensi merupakan bagian yang mengarahkan dan memanipulasi fakta, pengetahuan dan model yang disimpan dalam basis pengetahuan untuk menarik suatu kesimpulan. Bagian ini berfungsi untuk melakukan pengujian terhadap sejumlah fakta dan kaidah-kaidah aturan yang digunakan serta membuat keputusan sesuai penalaran yang dilakukan. Pada model sistem manajemen ahli Proplan-TSR sebagai input adalah nilai prakiraan untuk harga dan volume permintaan dunia ke dalam kategori tinggi, normal dan rendah. Input lain adalah hasil prakiraan pasokan bahan baku yang dikelompokkan ke dalam kategori tinggi, sedang, rendah yang menjadi himpunan fuzzy input. Sedangkan sebagai output adalah jumlah produksi yang dikelompokkan ke dalam himpunan fuzzy tinggi, normal dan rendah. Metode yang digunakan untuk melakukan inferensi adalah fuzzy inference system dengan teknik Mamdani dengan menggunakan fungsi implikasi minimum sedangkan komposisi aturan yang digunakan adalah nilai maksimum. Metode defuzifikasi yang digunakan adalah metode centroid, sehingga nilai tegas (crisp) merupakan nilai titik pusat area fuzzy Sistem Manajemen Basis Model Menurut Turban (2003) basis model merupakan inti dalam mengelola logika pada perancangan sistem penujang keputusan. Menurut Suryadi dan Ramdhani (2002) komponen basis model dalam suatu sistem penunjang keputusan harus menunjang proses pengambilan keputusan. Sistem manajemen ahli perencanaan produksi Proplan-TSR 20, mengintegrasikan sub model yang saling berhubungan dengan dukungan basis data serta basis pengetahuan. Perancangan sistem manajemen basis model yang dibangun adalah hasil integrasi dari beberapa model yaitu : 1) model prakiraan harga dan permintaan, 2) model ketersediaan bahan baku, 3) model perencanan produksi, 4) model ketersediaan kapasitas produksi, dan 5) model pengukuran kinerja. Setiap model menggunakan pendekatan atau metode yang telah teruji berdasarkan studi literatur yaitu metode: 1) jaringan syaraf tiruan untuk prakiraan harga dan volume permintaan, serta prakiraan ketersediaan bahan baku,

101 76 2) metode fuzzy inference system untuk perencanaan produksi, 3) metode perencanaan kapasitas untuk model ketersediaan kapasitas, dan 4) metode bullwhip effect untuk mengukur kinerja rantai pasok. 5.3 Rekayasa Model Rekayasa atau rancangbangun model digunakan untuk merancang model perencanaan produksi yangmengintegrasikan dinamika pada sisi permintaan dan sisi pasokan. Model perencanaan produksi ini juga diintegrasikan dengan model pengukuran kinerja yang bersifat backward untuk menentukan kinerja rantai pasok atas dasar realisasi dari rencna produksi yang dihasilkan. Integrasi dilakukan dengan prinsip menggunakan keluaran dari suatu model akan dijasikan masukan pada model berikutnya. Model yang direkayasa akan dibahas pada sub bab berikut: Model Prakiraan Harga dan Permintaan Penentuan prakiraan permintaan adalah langkah awal dalam penyusunan rencana produksi. Prakiraan permintaan pada umumnya dilakukan dengan metode time series dengan memperhatikan pola data permintaan periode sebelumnya tanpa melibatkan pengaruh dari faktor lain yang berpengaruh secara signifikan seperti perkembangan harga. Sebagai salah satu pengembangan metode untuk menyusun prakiraan permintaan pada penelitian ini digunakan metode Jaringan Syaraf Tiruan (JST) backpropagation. Penelitian prakiraan permintaan produk agroindustri terdahulu oleh Indrawanto (2007) dan Surjasa ( 2011) menggunakan satu parameter untuk satu arsitektur JST, dimana arsitektur JST untuk prakiraan harga dibuat secara terpisah dengan arsitektur JST untuk prakiraan permintaan. Pada penelitian ini parameter harga dan volume permintaan digunakan dalam satu arsitektur JST, sehingga model mempertimbangkan secara bersama-sama pola permintaan dan pola harga pada masa lalu untuk memprediksi harga dan permintaan di masa yang akan datang. Hasil dari model ini adalah prakiraan harga dan prakiraan permintaan yang dijadikan input untuk model perencanaan produksi.

102 77 Perancangan JST pada model ini menggunakan algoritma backpropagation dengan lapisan tersembunyi tunggal (single hidden layer). Algoritma backpropagation banyak digunakan karena kemampuannya dalam mengenali pola data yang digunakan selama pelatihan serta kemampuan jaringan untuk memberikan respon yang benar terhadap pola data input dengan pola yang dipakai selama proses pelatihan. Algoritma ini umumnya menggunakan satu lapisan tersembunyi namun juga bisa ditambahkan beberapa layar tersembunyi dinatara input layer dan output layer. Algoritma backpropagation merupakan algoritma pembelajaran terawasi (supervised learning) dan terdiri atas tiga tahapan yaitu 1) fase feedforward (propogasi maju) pola input pelatihan, 2) fase penghitungan dan backpropagation error dan 3) fase penyesuaian bobot supaya output mendekati target (Siang, 2005 ; Patuelli, 2006 ; Seminar et al., 2010 ; Munakata, 2008) Pada fase feedforward, sinyal masukan dipropagasikan ke lapisan tersembunyi menggunakan fungsi aktivasi. Keluaran dari layar tersembunyi dibandingkan dengan target yang harus dicapai. Selisih antara keluaran dan target merupakan nilai kesalahan. Jika nilai kesalahan lebih kecil dari batas toleransi yang ditetapkan, maka iterasi dihentikan, namun jika nilai kesalahan lebih besar dari batas toleransi, dilakukan modifikasi bobot untuk setiap garis dalam jaringan. Pada fase backpropagation dilakukan penghitungan faktor untuk mendistribusikan kesalahan pada semua lapisan. Selanjutnya pada fase penyesuaian bobot dilakukan modifikasi bobot semua garis sehingga mendekati nilai target. Ketiga fase tersebut diulangi sehingga kondisi yang ditargetkan tercapai baik berupa jumlah epoch yang ditetapkan atau jika nilai kesalahan yang terjadi lebih kecil dari toleransi yang diijinkan (Siang 2005). Algoritma backpropagation bekerja dengan menggunakan error output untuk melakukan perubahan nilai bobot dalam arah mundur. Error output diperoleh melalui tahap forward propagation dengan mengaktifkan neuronneuron menggunakan fungsi aktivasi. Parameter output untuk menentukan kinerja simulasi pada model ini adalah Mean Square Error (MSE), jumlah iterasi (epoch) dan koefisien korelasi. Perancangan JST backpropagation perlu dilakukan penentuan fungsi aktivasi, algoritma training, lapisan tersembunyi dan nilai target

103 78 seperti toleransi error dan jumlah iterasi. Tahap perancangan arsitektur JST ditampilkan pada Gambar 28. Mulai Data historis volume dan harga karet spesifikasi teknis (TSR 20) Normalisasi Data Rancangan Struktur Jaringan : - Jumlah Input - Jumlah Output - Jumlah Data Pelatihan - Jumlah Data Pengujian - Jumlah lapisan Tersembunyi - Jumlah neuron tiap lapisan Fungsi Aktivasi Untuk Setiap Lapisan - Target Error yang diinginkan Nilai Bobot Parameter Jalankan Data Pelatihan Perbaikan Nilai Bobot Parameter T Memuaskan? Y T Memuaskan? Jalankan Data Testing Y Tentukan Jumlah Data Prakiraan Jalankan Hasil prakiraan Evaluasi Hasil Prakiraan Memuaskan? T Selesai Y Gambar 28 Tahapan perancangan JST prakiraan harga dan volume permintaan

104 79 Perancangan arsitektur JST backpropagation secara rinci mengikuti langkah-langkah sebagai berikut : 1. Menentukan fungsi fktivasi Fungsi aktivasi dalam backpropagation harus memenuhi syarat yaitu ; kontinyu, terdiferensial dengan mudah dan merupakan fungsi yang tidak turun (Siang, 2005). Pada perancangan arsitektur JST dalam penelitian ini fungsi aktivasi yang digunakan diantaranya : a. Sigmoid biner (logsig) Formula fungsi sigmoid biner adalah : logsig (n) = 1/ {1+ exp (-n)} b. Sigmoid bipolar (tansig) Formula fungsi sigmoid bipolar adalah : tansig (n) = 2/ {1+ exp (-2*n) -1} c. Purelin (identitas) Formula untuk fungsi purelin adalah: purelin (n) = n 2. Memilih algoritma training Pada tahap pelatihan perlu ditentukan parameter untuk melakukan simulasi, diantaranya adalah arsitektur jaringan, nilai momentum dan target. Menurut Siang (2005) agar pelatihan berjalan lebih cepat dalam proses pembelajaran menggunakan jaringan backpropagation dapat digunakan metode penurunan gradien (traingd), dengan cara 1) penambahan momentum (traingdm), 2) momentum dan learning rate (traingdx), 3) Levenberg-Marquadt (trainglm), 4) Resilient Backpropagation. Momentum merupakan perubahan bobot yang berdasarkan pada arah gradien pola terakhir dan pola data yang dimasukkan sebelumnya.untuk menentukan nilai momentum dapat dilakukan dengan trial and error. Nilai momentum yang dapat digunakan antara 0 dan 1 (Siang, 2005). Nilai momentum dapat ditingkatkan untuk menghindari perubahan bobot yang terlalu dratis, sebagai akibat adanya data yang berbeda secara signifikan dengan data-data lain. Pada penelitian ini proses pelatihan menggunakan 70% dari pola data dan proses pengujian menggunakan 30% pola data yang menggunakan 50 set data rata-rata mingguan yang diambil dari data transaksi harian di bursa komoditas SICOM tahun 2010.

105 80 3. Menentukan lapisan tersembunyi Lapisan tersembunyi berguna untuk mengenali pola data, pada tahapan ini ditentukan jumlah lapisan dan jumlah neuron (ukuran layer). Secara teoritis dinyatakan bahwa jaringan dengan satu lapisan tersembunyi cukup memadai untuk mengenali sembarang pemetaan antara pola masukan dan target dengan tingkat akurasi yang ditetapkan (Seminar et al.2010 dan Siang, 2005). Penentuan jumlah lapisan tersembunyi dilakukan secara trial and error dengan mengacu kepada beberapa alternatif fungsi aktivasi, jumlah neuron serta indikator (target) yang ingin dicapai. 4. Menentukan target nilai kesalahan Target nilai kesalahan adalah parameter yang ditentukan sehingga iterasi dapat dihentikan. Iterasi akan berhenti bila nilai error lebih kecil dari batas yang ditentukan atau jumlah epoch sudah mencapai batas yang ditentukan. Indikator nilai kesalahan pada JST back propagatioan pada umumnya berdasarkan kuadrat rata-rata kesalahan (MSE) yang dijadikan sebagai nilai target (goal). Pada penelitian ini nilai MSE yang ditargetkan adalah 0, Selain target kesalahan indikator pencapaian dibatasi dari jumlah iterasi (epoch) sebanyak 5000 kali iterasi Model Prakiraan Ketersediaan Bahan Baku Bahan baku pembuatan karet spesifikasi teknis kualitas tinggi adalah lateks, sedangkan untuk kualitas rendah adalah lateks yang telah mengumpal yang sering disebut bahan olah karet (bokar). Data pasokan bahan baku yang diterima baik yang berasal dari kebun sendiri dan pasokan dari petani dari periode digunakan untuk membaca pola guna memprediksi pasokan yang akan datang. Metode yang digunakan pada model ini adalah JST backpropagation. Meskipun metode yang digunakan sama dengan model prakiraan dan harga permintaan, namun terdapat perbedaan pada kombinasi neuron input layer. Pada model ini hanya ada satu parameter untuk neuron input layer yaitu pasokan bahan baku tanpa memperhatikan pola hubungan antara jumlah pasokan dengan faktor lain seperti harga, sedangkan pada model prakiraan harga dan volume neuron input layer menggunakan neuron dari parameter harga dan volume

106 81 serta interaksi keduanya dalam pengenalan pola. Data untuk pelatihan pengenalan pola hanya memperhatikan pola yang dibentuk dari data input pasokan bahan baku, sedangkan neuron output adalah prakiraan pasokan bahan baku untuk periode yang akan datang. Tahapan perancangan arsitektur jaringan syaraf tiruan dengan algoritma backpropagation yang digunakan pada model ini secara ringkas disajikan pada Gambar 29. Mulai Arsitektur JST Data Pelatihan Pelatihan JST Target sesuai Tidak Ya Data Pengujian Pengujian JST Akurasi sesuai Tidak Ya Data Harian Implementasi JST Output: Hasil Prakiraan Selesai Gambar 29 Perancangan arsitektur JST prakiraan ketersediaan bahan baku

107 82 Pada model prakiraan asumsi yang digunakan adalah kondisi yang terjadi pada periode sebelumnya akan memiliki pola yang sama dengan kondisi yang akan datang. Hasil prakiraan ketersediaan bahan baku selanjutnya dikategorikan dalam label linguistik berdasarkan pengetahuan pakar, untuk menentukan rentang nilai pada model perencanaan produksi Model Perencanaan Produksi Model perencanaan produksi bertujuan untuk menyusun Jadual Induk Produksi. Metode yang digunakan adalah Fuzzy Inference System (FIS) dengan teknik penalaran Mamdani, disebut juga metode Max Min yang dikembangkan oleh Ebrahim Mamdani di awal tahun 70-an. Penalaran Mamdani memiliki kelebihan dimana nilai input dan output dalam bentuk fuzzy sehingga lebih fleksibel dan memiliki toleransi terhadap data yang tidak tepat dan pengambilan keputusan didasarkan pada sejumlah basis aturan If-Then-Rules (Unahabhoka, 2007; Kusumadewi, 2003). Sistem fuzzy merupakan suatu cara pengambilan keputusan melalui pendekatan logika fuzzy untuk memecahkan masalah-masalah yang mengandung ketidaktepatan (imprecision). Tahapan pemodelan penyusunan rencana produksi disajikan pada Gambar 30. Prakiraan harga dan volume permintaan Prakiraan pasokan bahan baku Jumlah produksi sebelumnya Fuzzifikasi Basis pengetahuan Logika keputusan Defuzzifikasi Rencana Produksi Gambar 30 Tahapan penentuan rencana produksi

108 83 Pemilihan metode FIS bertujuan untuk menyesuaikan rencana produksi sehingga adaptif terhadap dinamika harga dan permintaan di sisi hilir, dan dinamika ketersediaan bahan baku di sisi hulu serta ketersediaan kapasitas produksi pada periode perencanaan yang lebih pendek. Secara garis besar penggunaan FIS dengan metode Mamdani mengikuti langkah sebagai berikut : 1. Penyusunan database untuk data input Input data yang berfungsi sebagai antacendent distrukturkan berdasarkan hasil dari model prakiraan harga dan permintaan, dan ketersediaan bahan baku. Berdasrkan hasil prakiraan harga dan volume permintaan dilakukan pengelompokkan nilai harga dan nilai permintaan. Pengetahuan pakar diakuisi untuk melalui wawancara mendalam untuk menentukan klasifikasi tingkat permintaan dan tingkat harga. Hasil perbandingan nilai prakiraaan nilai tertinggi dan nilai terendah dijadikan basis perhitungan untuk memperoleh klasifikasi aturan yang akan digunakan sebagai input data pada FIS. Kondisi normal adalah kondisi diantara kategori tinggi dan rendah. Basis data untuk input disusun dalam bentuk data linguistik dengan kombinasi beberapa himpunan nilai. Himpunan nilai fuzzy data input dan output Fuzzy Inference System disajikan pada Tabel 8. Tabel 8 Himpunan nilai fuzzy untuk data input dan data Output Parameter Anggota himpunan fuzzy Pertama Kedua Ketiga INPUT Prakiraan harga (PH) Rendah Normal Tinggi (US cent/kg) [PH < 269 ] [330 < PH < 405] [PH > 493] Prakiraan Rendah Normal Tinggi Permintaan (PP) (lots) [PP < 837] [1300 < PP < 1900 ] [PP > 2369 ] Ketersediaan bahan baku (KB) Rendah Sedang Tinggi (ton basah/bulan) [KB < 45] [ 48 < KB < 53] [KB > 57] OUTPUT Rendah Sedang Tinggi Jumlah produksi (JP) [JP < 65] [105 < JP < 150] [JP > 202] (ton kering/bulan)

109 84 2. Proses fuzzifikasi Fuzzifikasi adalah proses merubah nilai input data menjadi bernilai fuzzy menggunakan fungsi keanggotaan (membership function) tertentu. Pada model ini proses fuzzifikasi menggunakan fungsi keanggotaan TFN (Triangular Fuzzy Number) dan fungsi keanggotaan trapezoid. Input data hasil prakiraan harga dan permintaan memiliki nilai linguistik tinggi, normal dan rendah. Demikian juga nilai fuzzy untuk input data ketersediaan bahan baku juga dikategorikan ke dalam selang nilai tinggi, sedang dan rendah. Untuk output data berupa jumlah produksi dikategorikan tinggi, normal dan rendah. Seluruh nilai untuk input data dan output data dalam label linguistik, selanjutnya disusun kedalam himpunan keanggotaan fuzzy dengan mengacu pada semesta pembicaraan. 3. Penyusunan logika keputusan Logika keputusan yang disusun mengikuti aturan yang berdasarkan logika jika maka (If Then Rule). Aturan jika maka dapat disusun berdasarkan hasil akuisisi pengetahuan pakar di lapangan yang mempunyai kemampuan dalam bidang yang dikerjakannya (Elmahi, 2002 ; Pongpaibool, 2007). Pada penelitian ini logika untuk aturan jika-maka digunakan operator and untuk membangun logika pada antacendent. Alternatif aturan yang digunakan untuk menyusun rencana produksi sebagai hasil akuisisi pengetahuan melalui diskusi dengan pakar karet spesifikasi teknis disajikan pada Tabel 9. Alternatif aturan disusun sebagai representasi pengetahuan yang disimpan dalam basis pengetahuan. Adapun bentuk umum dari logika aturan untuk menentukan jumlah produksi adalah sebagai berikut : If ( prakiraan harga is rendah/normal/tinggi ) and ( prakiraan volume permintaan is rendah/normal/tinggi ) and ( prakiraan pasokan bahan baku is rendah/sedang/tinggi ) Then ( jumlah produksi is rendah/normal/tinggi ). Sebagai contoh bentuk logika aturan pertama yang disusun adalah : If prakiraan harga > 493 (tinggi) dan prakiraan permintaan > 2369 (tinggi) dan ketersediaan bahan baku > 57 (tinggi) Then jumlah produksi > 202 (tinggi).

110 85 Tabel 9 Alternatif aturan jika maka untuk rencana produksi Aturan JIKA MAKA ke Prakiraan Prakiraan Ketersediaan Jumlah Harga Permintaan Bahan baku Produksi 1 Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi 2 Tinggi Tinggi Sedang Normal 3 Tinggi Tinggi Rendah Rendah 4 Tinggi Normal Tinggi Tinggi 5 Tinggi Normal Sedang Normal 6 Tinggi Normal Rendah Rendah 7 Tinggi Rendah Tinggi Tinggi 8 Tinggi Rendah Sedang Normal 9 Tinggi Rendah Rendah Rendah 10 Normal Tinggi Tinggi Tinggi 11 Normal Tinggi Sedang Normal 12 Normal Tinggi Rendah Rendah 13 Normal Normal Tinggi Tinggi 14 Normal Normal Sedang Normal 15 Normal Normal Rendah Rendah 16 Normal Rendah Tinggi Tinggi 17 Normal Rendah Sedang Normal 18 Normal Rendah Rendah Rendah 19 Rendah Tinggi Tinggi Tinggi 20 Rendah Tinggi Sedang Normal 21 Rendah Tinggi Rendah Rendah 22 Rendah Normal Tinggi Tinggi 23 Rendah Normal Sedang Normal 24 Rendah Normal Rendah Rendah 25 Rendah Rendah Tinggi Tinggi 26 Rendah Rendah Sedang Normal 27 Rendah Rendah Rendah Rendah 4. Proses Defuzifikasi Setelah nilai input diubah menjadi nilai fuzzy maka diperlukan proses defuzifikasi untuk mendapatkan nilai tegas (crisp). Terdapat beberapa metode untuk melakukan agregasi nilai metode defuzzifikasi pada komposisi aturan Mamdani, pada penelitian ini dipakai metode agregasi dengan fungsi kepadatan centroid. Luas area pada hasil agregasi untuk menentukan nilai output dihitung dengan cara mengambil titik pusat (z*) daerah fuzzy dengan formula :

111 86 z * Z z z (z)dz (z)dz Mengunakan metode Max (Maximum) solusi himpunan fuzzy diperoleh dengan cara mengambil nilai maksimum aturan, kemudian menggunakannya untuk memodifikasi daerah fuzzy, dan mengaplikasikannya ke output dengan menggunakan operator OR (union). Jika semua proposisi telah dievaluasi, maka output akan berisi suatu himpunan fuzzy yang merefleksikan konstribusi dari tiap-tiap proposisi. Secara umum dapat dituliskan: sf[x i ] max( sf [x i ], kf[x i ]) dengan : sf[x i ] : nilai keanggotaan solusi fuzzy sampai aturan ke-i kf[x i ] : nilai keanggotaan konsekuen fuzzy aturan ke-i Selanjutnya menggunakan metode additive (Sum), solusi himpunan fuzzy diperoleh dengan cara melakukan bounded-sum terhadap semua output daerah fuzzy. Secara umum dituliskan sf[x i ] min(1, sf [x i ]+ kf [x i ]) dengan : sf[x i ] : nilai keanggotaan solusi fuzzy sampai aturan ke-i kf[x i ] : nilai keanggotaan konsekuen fuzzy aturan ke-i Model Ketersediaan Kapasitas Produksi Rencana produksi umumnya disusun dalam bentuk Jadwal Induk Produksi. Jadwal induk produksi akan menjadi masukan utama untuk merencanakan kebutuhan sumber daya dan kebutuhan kapasitas. Model ketersediaan kapasitas digunakan untuk menghitung apakah sumber daya yang direncanakan cukup untuk melaksanakan rencana produksi karet spesifikasi teknis jenis SIR 20 di unit pengolahan karet spesifikasi teknis. Hasil perhitungan kapasitas selanjutnya digunakan untuk menjaga keseimbangan antara kebutuhan kapasitas yang

112 87 ditetapkan dalam jadual induk produksi dengan ketersediaan kapasitas di lantai produksi. Input yang digunakan dalam model ini adalah sumber daya yang tersedia berupa jumlah jam kerja, waktu baku yang diperlukan setiap mesin. Berdasarkan data historis yang tersedia selanjutnya dihitung tingkat utilisasi dan efisiensi mesin, yang berfungsi sebagai faktor pengurang ketersediaan kapasitas yang digunakan untuk perawatan mesin. Output dari model ini adalah diperolehnya kapasitas yang tersedia untuk setiap mesin dan kapasitas unit pengolahan untuk menghasilkan karet spesifikasi teknis. Model perhitungan kapasitas dapat dilaksanakan jika tersedia data rencana produksi, nilai untuk parameter sumber daya yang dibutuhkan berupa waktu baku, kemampuan mesin berproduksi pada tingkat utilisasi yang diharapkan. Semua sumberdaya tersebut diasumsikan sudah dibakukan, tersedia pada waktu dan jumlah yang telah direncanakan dan tidak berubah dengan cepat selama horizon waktu perencanaan. Pendekatan RCCP pada penelitian ini menggunakan pendekatan CPOF disesuaikan dengan kondisi proses produksi dan ketersediaan data. Rumus yang digunakan untuk perhitungan proporsi historis adalah : WPi PH i WPT Dimana : PHi : Proporsi Historis pada work center ke i WPi : Waktu proses pada work center ke i WP T : Total waktu proses. Perhitungan kapasitas untuk masing-masing stasiun kerja adalah perkalian proporsi historis stasiun kerja dengan kapasitas total yang dibutuhkan : KB ij = PH T * KB j Keterangan : KB ij : Kebutuhan Kapasitas stasiun kerja i pada periode j PH T : Proporsi historis pada stasiun kerja i KB j : Kapasitas yang dibutuhkan pada periode j Diagram alir tahapan penyusunan model ketersediaan kapasitas untuk validasi rencana produksi ditampilkan pada Gambar 31.

113 88 Mulai Waktu proses, jam kerja, output produksi, kapasitas mesin Rencana Produksi Kapasitas Tersedia AC = T x U x E Kapasitas Dibutuhkan (RCCP) Waktu tersedia T x S x H x W Pendekatan CPOF Utilisasi (output) / (kapasitas ) Pendekatan BOL Efisiensi ( waktu baku )/(waktu aktual) Pendekatan RP Validasi MPS sesuai T Penyesuaian Rencana Produksi Y Selesai Gambar 31 Diagram alir penghitungan kapasitas tersedia Model Pengukuran Kinerja Rantai Pasok Keberhasilan penyusunan rencana produksi dalam mengoptimalkan performansi rantai pasokan membutuhkan suatu model pengukuran kinerja. Model pengukuran kinerja disusun mengacu pada model pengukuran kinerja SCOR (Supply Chain Operations Reference Model). Pada metrik SCOR

114 89 pengukuran reliabilitas diadopsi ukuran bullwhip effect guna mengukur keberhasilan penyusunan rencana produksi yang disusun dengan mempertimbangkan dinamika sisi hilir dan sisi hulu. Salah satu ukuran keberhasilan penyusunan rencana produksi untuk meningoptimalkan kinerja rantai pasok adalah besarnya variansi antara rencana dan realisasi produksi. Variansi keduanya menunjukan keberhasilan dalam menginterpretasikan dinamika dari sisi hilir dan sisi hulu dan merealisasikan produksi untuk memenuhi permintaan konsumen dan menyesuaikan dengan kemampuan pasokan. Berkaitan dengan kinerja dalam perencanaan produksi dikembangkan suatu sistem pengukuran kinerja dengan menggunakan pendekatan bullwhip effect. Mengacu pada formulasi perhitungan bullwhip effect dari Flansoo dan Wouters (2000) dalam Pujawan (2005), pada penelitian ini variansi order adalah rencana produksi yang dihasilkan dari model perencanaan produksi sebelumnya, sedangkan variansi demand adalah realisasi produksi setelah rencana produksi dilaksanakan. Besarnya amplifikasi antara rencana produksi dan realisasi produksi secara matematis pengukuran diformulasikan sebagai berikut : Pengukuran simpangan tidak hanya dilakukan untuk membandingkan rencana dan realisasi produksi juga digunkan untuk mengukur kinerja pasokan bahan baku. sebagai ukuran kinerja kebun dalam menyediakan bahan baku untuk kepentingan pabrik. Perhitungan menggunakan metode yang sama yaitu untuk menghitung nilai amplifikasi antara permintaan yang dikirimkan kepada pemasok dalam hal ini adalah kebun yang berada dalam perusahaan sendiri dengan jumlah pasokan yang diterima oleh pabrik. Nilai ini selanjutnya mengindikasikan kinerja dalam pemenuhan pasokan dari kebun. Tahapan penghitungan bullwhip effect sebagai ukuran kinerja rantai pasok dalam menginterpretasikan dinamika dari sisi permintaan dan pasokan disajikan pada Gambar 32.

115 90 Mulai Rencana Produksi Rencana Produksi Hitung Standar Deviasi Hitung Standar Deviasi Hitung Koefisien Variansi Hitung Koefisien Variansi Hitung Nilai Bullwhip effect Penyesuaian Rencana Produksi Tidak Memuaskan n Ya Selesai Gambar 32 Diagram alir penghitungan kinerja rantai pasok

116 6 IMPLEMENTASI MODEL Rekayasa sistem manajemen ahli Proplan TSR20 yang dirancang menggunakan pendekatan sistem harus memenuhi kriteria mewakili keseluruhan sistem kajian rantai pasok yang dipilih (holistic) untuk mencapai tujuan (cybernetic) perencanaan produksi secara efektif. Model sistem manajemen ahli Proplan-TSR2020 menggabungkan sistem pengambilan keputusan dan sistem pakar. Sistem pakar dikembangkan untuk menentukan jumlah produksi periode yang akan datang berdasarkan hasil pengolahan data pada sub model prakiraan harga, volume permintaan, pasokan bahan baku serta data historis jumlah produksi. Untuk menjamin tercapainya tujuan pengembangan model pengambilan keputusan dalam perencanaan produksi rantai pasok agroindustri karet spesifikasi, dibutuhkan proses verifikasi dan validasi terhadap sistem manajemen ahli perencanaan yang telah dirancang. 6.1 Verifikasi Model Proses verifikasi dilakukan untuk memastikan bahwa model telah dibuat dengan benar dengan memeriksa kesesuaian algoritma yang diterapkan, memeriksa kesalahan yang mungkin terjadi, serta kelengkapan dalam pengembangan model (Conwell, 2000; Macal, 2005). Proses verifikasi pada hasil perancangan sistem manajemen ahli Proplan-TSR20 dilakukan dengan; 1) memeriksa kesesuaian elemen model dengan sistem nyata, 2) logika dan algoritma yang digunakan telah diterapkan secara benar dalam perhitungan setiap sub model, 3) keluaran model memberikan hasil yang konsisten. Verifikasi untuk elemen sistem yang dikaji disesuaikan dengan hasil analisis dan identifikasi sistem rantai pasok karet spesifikasi teknis, yang terdiri dari pabrik sebagai penghasil karet spesifikasi teknis, perkebunan sebagai pemasok bahan olah karet dan kantor pemasaran bersama yang menjalankan fungsi pemasaran. Pemeriksaan algoritma model dilakukan untuk setiap sub model dengan menelusuri apakah program dapat menjalankan proses penghitungan secara benar dan menghasilkan keluaran yang sesuai.

117 92 Penelitian dilakukan pada salah satu perkebunan besar milik negara yaitu PTPN VIII, dan di PT. Bakrie Sumatera Plantation Tbk (PT. BSP) sebagai salah satu perkebunan besar milik swasta. Terdapat perbedaan dalam proses bisnis untuk menyusun suatu rencana produksi antara keduanya. Secara garis besar PTPN VIII memiliki proses bisnis yang lebih panjang dan kewenangan lebih tersentralisasi sehingga pengambilan keputusan untuk penyesuaian rencana produksi menjadi lebih panjang. Sementara pada PT. BSP proses bisnis lebih pendek dan fleksibel dengan kewenangan perencanaan produksi berada pada manajer kebun dan manajer pabrik. Atas pertimbangan 1) kesesuaian tujuan pemodelan dengan hasil perancangan model dalam penyusunan rencana produksi yang lebih adaptif 2) keinginan perusahaan untuk lebih efisien dan efektif dalam pengelolaan produksi 3) ketersediaan data dan informasi, maka proses verifikasi dan validasi setiap model dilakukan menggunakan data dan informasi di PT. Bakrie Sumatera Plantation Tbk Prakiraan Harga dan Permintaan Hasil perancangan model prakiraan harga dan permintaan digunakan untuk memprediksi tingkat harga dan volume permintaan karet spesifikasi teknis dunia khususnya untuk transaksi harian di pasar komoditi SICOM menggunakan data transaksi harian tahun 2010 ( Lampiran 5). Arsitektur JST backpropagation yang banyak digunakan dalam peramalan pada umumnya menggunakan parameter input neuron yang sama seperti yang dikembangkan dalam model prakiraan harga dan prakiraan permintaan oleh Indrawanto (2008) dan prakiraan harga dan permintaan beras oleh Surjasa (2010). Berbeda dengan penelitian terdahulu penelitian ini menggunakan lima neuron dengan parameter yang berbeda. Parameter untuk input layer terdiri atas lima neuron yaitu; 1) harga tertinggi, 2) harga terendah, 3) harga penutupan, 4) volume penutupan dan 5) volume pembukaan. Keluaran dari hasil rancangan JST pada penelitian ini atau disebut juga dengan neuron lapisan output adalah; 1) prakiraan harga dan 2) prakiraan volume permintaan. Untuk mendapatkan data yang dijadikan neuron pada input layer dalam pelatihan dan pengujian, data rata-rata transaksi harian dikelompokkan menjadi

118 93 rata-rata mingguan. Arsitektur terbaik diperoleh dengan melakukan simulasi secara bertahap, keseluruhan hasil simulasi untuk memilih arsitektur tebaik ditunjukkan pada Tabel 10. Tabel 10 Pemilihan arsitektur JST untuk TSR 20 Fungsi Aktivasi Indikator yang ingin dicapai Indikator yang dicapai No Algoritma H I - H H - O Training epoch goal LR Epoch goal (R) Pemilihan jumlah neuron pada hidden layer 1 5 tansig purelin trainrp E E tansig purelin trainrp E E tansig purelin trainrp E E tansig purelin trainrp E E Pemilihan fungsi aktivasi 5 15 tansig purelin trainrp E E tansig logsig trainrp E E tansig tansig trainrp E E logsig purelin trainrp E E logsig tansig trainrp E E logsig logsig trainrp E E Pemilihan algoritma training tansig logsig traingda E E tansig logsig traingdx E E tansig logsig traingd E tansig logsig traingdm E E tansig logsig trainlm E Keterangan : H : hidden layer I-H : dari input ke hidden layer H-O : dari hidden ke output layer LR : learning rate

119 94 Pengolahan data dimulai dengan mengelompokkan data transaksi harian menjadi 251 pola, selanjutnya sebanyak 70% pola data digunakan untuk pelatihan (Lampiran 6) dan 30% data untuk pengujian (Lampiran 7). Arsitektur terbaik diperoleh melalui proses simulasi secara bertahap yaitu tahap ; 1) menentukan jumlah neuron pada hidden layer, 2) pemilihan fungsi aktivasi, dan 3) pemilihan algoritma training. Berdasarkan pencapaian nilai regresi terbaik sebesar 0,987 (no 3 pada Tabel 10) maka jumlah neuron pada hidden layer adalah 15 neuron. Untuk menentukan fungsi aktivasi dilakukan simulasi dengan menggunakan beberapa fungsi aktivasi. Hasil regresi terbaik pada tahap ini sebesar 0,989 (simulasi no 6 pada Tabel 10) menunjukkan fungsi aktivasi terbaik adalah tansig (sigmoid bipolar) dan logsig (sigmoid biner). Sedangkan untuk pemilihan algoritma training yang terbaik adalah trainlm. Berdasarkan nilai target epoch sebanyak 5000 dan nilai MSE 0,00001 maka arsitektur terbaik diperoleh pada simulasi no 15 pada Tabel 10 sehingga arsitektur JST yang dihasilkan pada penelitian ini adalah fungsi aktivasi tansig pada input layer, logsig pada hidden layer dengan algoritma pelatihan trainml. Berdasarkan tiga indikator pelatihan yang dijadikan acuan dalam pemilihan arsitektur terbaik, pada epoch ke 50 target (goal) sudah tercapai dengan nilai MSE mencapai 0, dan nilai koefisien regresi mencapai 0,9977. Pengolahan data menggunakan perangkat lunak Matlab, untuk kepentingan verifikasi juga digunakan perhitungan secara manual. Proses pelatihan menggunakan JST meliputi 3 fase. Fase pertama adalah fase feedforward atau propagasi maju. Pola masukan dihitung maju mulai dari lapisan input hingga lapisan output menggunakan fungsi aktivasi yang ditentukan. Fase kedua adalah adalah fase mundur. Selisih antara keluaran jaringan dengan target yang diinginkan merupakan error yang selanjutnya dipropagasikan mundur dari lapisan output ke lapisan input. Fase ketiga adalah modifikasi bobot untuk memperkecil selisih antara keluaran jaringan dengan target. Algoritma pelatihan untuk jaringan dengan satu lapisan tersembunyi (dengan fungsi aktivasi sigmoid biner) yang digunakan pada model ini mengikuti langkah-langkah sebagai berikut: Langkah 0 : Inisialisasi semua bobot dengan bilangan acak kecil.

120 95 Pada tahap ini dimulai dengan memberi bobot menggunakan nilai acak yang kecil (range [-1,1]. Tahap ini ditentukan bobot yang digunakan dari lapisan input ke lapisan tersembunyi ( v ij ) dan bobot dari lapisan tersembunyi ke lapisan output ( w jk ). Kondisi pemberian bobot berhenti ditentukan dari selisih hasil propagasi maju dengan target (error) atau jumlah iterasi yang dikehendaki. Pada model ini nilai target error adalah dan nilai epoch = Jika salah satu dari kedua kondisi tersebut terpenuhi pelatihan dihentikan. Langkah 1: Jika kondisi penghentian belum terpenuhi, lakukan langkah 2 9 Langkah 2: Untuk setiap pasang data pelatihan, lakukan langkah 3 8 Langkah 3: Tiap unit masukan menerima sinyal dan meneruskannya ke unit tersembunyi diatasnya Langkah 4: Hitung semua keluaran di unit tersembunyi z j (j=1,2,3,4,5) dengan formula : z_net j = v jo + Hasil perhitungan nilai keluaran dari unit tersembunyi adalah : z_net 1 = 1 (0.2) (0.1) (0.2) (-0.1) (0.2) (0.1) = z_net 2 = 1 (-0.1) (0.3) (0.1) (0.3) (-0.1) (0.1) = z_net 3 = 1 (0.1) (0.1) (0.1) (0.1) (0.1) (0.3) = z_net 4 = 1 (0.2) (0.2) (0.2) (0.2) (0.3) (0.1) = z_net 5 = 1 (0.1) (0.1) (-0.1) (0.1) (0.1) (0.1) = Dengan menggunakan fungsi aktivasi sigmoid diperoleh nilai keluaran dengan menggunakan formula : z j = f(z_net j ) = 1/(1+ ) z 1 = f(z_net 1 ) = 1/(1+ ) = 1/(1+ ) = z 2 = f(z_net 2 ) = 1/(1+ ) = 1/(1+ ) = z 3 = f(z_net 3 ) = 1/(1+ ) = 1/(1+ ) = z 4 = f(z_net 4 ) = 1/(1+ ) = 1/(1+ ) = z 5 = f(z_net 5 ) = 1/(1+ ) = 1/(1+ ) = Langkah 5: Menghitung keluaran unit output layer ( y k ) dengan formula y_net k = v ko + Untuk output layer diperoleh nilai keluaran untuk setiap neuron : y_net 1 = 1 (0.2) (0.3) (0.2) (-0.1) (0.4) (0.4) = 0.646

121 96 y_net 2 = 1 (-0.1) (0.2) (0.1) (0.3) (-0.1) (0.2) = Karena pada lapisan tersembunyi ke lapisan output menggunakan fungsi aktivasi identitas f(x) = x, maka y 1 = f(y_net 1 ) = y 2 = f(y_net 2 ) = Target y 1 = dan y 2 = Karena hasil keluaran jaringan masih memilki selisih yang cukup besar maka dilanjutkan ke langkah 6. Pada langkah 6 sampai langkah 9 hasil perhitungan ditunjukkan pada Lampiran 7. Di bawah ini hanya ditunjukkan formula pada setiap langkah. Langkah 6: Hitung faktor δ di unit keluaran y k δ k = (t k y k )f (y_net k ) = (t k -y k )y k (1-y k ) Langkah 7: Hitung penjumlahan kesalahan dari unit tersembunyi (δ) δ_net j = Langkah 8: Hitung semua perubahan bobot Perubahan bobot unit keluaran w jk (baru) = w jk (lama) + Δw jk dan v ij (baru) = v ij (lama) + Δv ij Langkah 9: Kembali ke langkah 1 Secara terinci perhitungan menggunakan algoritma yang dilakukan pada penelitian ini disajikan pada Lampiran 8. Hasil akhir perhitungan bobot berdasarkan nilai target MSE dan epoch ditunjukkan pada Tabel 11, guna menentukan nilai bobot lapisan input ke lapisan tersembunyi Tabel 11 Bobot dari lapisan input ke lapisan tersembunyi (w ij ) z1 z2 z3 z4 z5 x1 (harga tertinggi) x2 (harga terendah) x3 (haga penutupan) x4 (volume penutupan) x5 (volume pembukaan) (bias)

122 97 Selanjutnya untuk hasil perhitungan bobot dari lapisan tersembunyi ke lapisan output ditampilkan pada Tabel 12. Tabel 12 Bobot dari lapisan tersembunyi ke lapisan output (v jk ) y1 (harga) y2 (volume) z1 (neuron1 hidden layer) z2 (neuron2 hidden layer) z3 (neuron3hidden layer) z4 (neuron4 hidden layer) z5 (neuron5hidden layer) (bias) Berdasarkan arsitektur terbaik dilakukan prediksi untuk harga dan volume permintaan untuk periode 16 minggu yang akan datang. Hasil prakiraan harga dan prakiraan volume permintaan dan tingkat akurasi disajikan pada Tabel 13. Tabel 13 Hasil Pengujian Harga dan Volume Permintaan TSR 20 Minggu Aktual Pengujian Akurasi (%) Harga Volume Harga Volume Harga Volume Ke (US cent/kg) (lot) (US cent/kg) (lot) (US cent/kg) (lot) 1 297, ,9 310,38 116,98 97,42 63, , ,0 305,60 994,63 97,57 85, ,42 858,3 308, ,5 98,32 82, ,98 790,6 316, ,5 97,89 90, , ,5 345, ,1 94,20 91, , ,1 294, ,7 93,42 92, ,10 679,2 294, ,7 99,97 94, ,01 594,1 269,02 982,90 93,52 95, ,97 148,21 309,49 851,84 89,12 55, ,36 903,6 295, ,6 96,48 91, ,66 773,8 315, ,6 98,20 77, ,74 928,1 343, ,4 96,01 70, , ,2 353, ,8 97,60 87, , ,0 429, ,1 81,30 83, , ,3 493,57 463,09 81,93 88, , ,1 311,82 906,10 94,38 87,78 Rata-rata 94,72 83,65 Tingkat akurasi dihitung dengan rumus sebagai berikut :

123 98 Berdasarkan hasil perhitungan maka tingkat akurasi untuk prakiraan harga mencapai 91% sedangkan akurasi prakiraan volume permintaan mencapai 87%. Akurasi volume permintaan lebih rendah karena fluktuasi data volume permintaan pada saat pembukaan pada beberapa periode berbeda drastis dengan pola saat penutupan. Berdasarkan nilai pencapaian tingkat akurasi pada prakiraan harga dan volume permintaan selanjutnya aristektur JST digunakan untuk memprediksi parameter harga dan volume permintaan periode yang akan datang (Tabel 14). Tabel 14 Hasil Prakiraan Harga dan Volume Permintaan TSR 20 Minggu ke Prakiraan Harga (US cent/kg) Volume (lots) Maksimum Minimum Prakiraan harga dan volume permintaan yang akan datang memiliki pola yang mendekati pola masa lalu. Fluktuasi harga maupun volume yang cukup besar seperti yang terjadi dalam pasar komoditas SICOM sangat dipengaruhi isu-isu yang berkaitan dengan pertumbuhan industri otomotif sejalan dengan perubahan yang terjadi dalam perekonomian global. Transaksi harian akan bergerak sejalan dengan perkembangan yang terjadi dalam perdagangan Internasional, sehingga terdapat pola fluktuasi yang cukup tajam pada beberapa periode.

124 99 Hasil prakiraaan harga dan prakiraan volume permintaan dibandingkan dengan harga rata-rata untuk memperoleh klasifikasi aturan yang akan digunakan sebagai input untuk menyusun aturan pada sub model perencanaan produksi. Perhitungan selisih antara nilai maksimum prakiraan dengan nilai rata-rata dinyatakan sebagai kategori tinggi, sementara selisih antara nilai rata-rata dengan nilai minimum dinyatakan sebagai kategori rendah. Kondisi normal adalah kondisi diantara kategori tinggi dan rendah. Keseluruhan kategori harga dan permintaan ditunjukkan pada Tabel 8. Perancangan JST untuk model prakiraan harga dan permintaan ini menggunakan bantuan sofware Matlab versi Hasil pengolahan dengan Matlab sebagai contoh ilustrasi disajikan pada Gambar 33. Berdasarkan lima input parameter yang berbeda yaitu harga terendah, harga tertinggi, harga penutupan, volume pembukaan dan volume penutupan dapat dihitung prakiraan untuk harga dan volume permintaan untuk 16 minggu yang akan datang. Gambar 33 Tampilan menu untuk prakiraan harga dan permintaan karet spesifikasi teknis (TSR 20) Berdasarkan hasil diskusi dengan pakar serta studi pustaka, harga dan permintaan karet spesifikasi teknis dipengaruhi beberapa faktor, diantaranya; 1) pasokan karet dunia yang diartikan sebagai jumlah produksi, yang dihasilkan oleh negara pengekspor karet, 2) permintaan karet dunia merupakan nilai impor dari negara industri pengguna karet, 3) harga di pasar fisik yaitu harga pada

125 100 pelelangan karet, 4) harga pasar berjangka yaitu harga pada saat pelelangan di bursa komoditas, 5) nilai tukar mata uang yaitu nilai kurs yang berlaku sesuai mata uang yang digunakan dan 6) musim atau iklim yang mempengaruhi perkebunan karet dalam menghasilkan lateks. Diperlukan kajian lebih dalam untuk menentukan faktor yang paling berpengaruh selain harga untuk digunakan pada pengembangan model berikutnya Ketersediaan Bahan baku Model ketersediaan bahan baku digunakan untuk memperkirakan tingkat ketersediaan bahan baku berdasarkan data pasokan mingguan pada periode tahun 2009 sampai 2011 yang lalu (Lampiran 12). Pada model ini metode JST backpropagation digunakan untuk menghitung prakiraan pasokan bahan baku untuk periode yang akan datang. Berbeda dengan arsitektur pada model prakiraan harga dan volume permintaan, arsitektur JST pada model ketersediaan bahan baku menggunakan input pasokan bahan baku untuk memprediksi jumlah pasokan yang akan datang. Data input dibuat menjadi 138 pola dan setiap pola terdiri atas 12 neuron pada input layer dan 1 neuron pada output layer. Untuk pola pelatihan dan pengujian pola data dibagi dengan perbandingan 70:30 sehingga untuk pelatihan digunakan sebanyak 98 pola data dan untuk pengujian sebanyak 40 pola data. Hasil simulasi untuk mencapai target yang ditetapkan berupa parameter training epoch kali dan tingkat kesalahan dengan parameter Mean Square Error 0,00001, maka arsitektur JST dirancang dengan menggunakan 12 neuron pada input layer dan 60 neuron pada hidden layer dan 1 neuron pada output layer. Algoritma pembelajaran yang digunakan adalah dengan learning rate 0,001 dan fungsi aktivasi sigmoid. Proses normalisasi dilakukan sebelum data diolah dalam JST pada proses pelatihan, pengujian dan implementasi, sedangkan setelah hasil diperoleh dilakukan denormalisasi. Tujuan normalisasi dan denormalisasi adalah untuk menyesuaikan data dengan fungsi aktivasi yang digunakan. Perhitungan dilakukan menggunakan perangkat lunak Matlab, langkah-langkah verifikasi secara manual sama dengan yang digunakan pada model prakiraan harga dan

126 101 volume permintaan. Berdasarkan pola data yang diinput pada proses pelatihan yang bertujuan untuk mengenali pola yang sudah ada (pattern recognation) maka JST mampu belajar sendiri untuk memprediksi pola yang akan datang berdasarkan pola yang telah dikenali. Hasil perhitungan tingkat akurasi pada tahap pengujian ditampilkan pada Tabel 15. Tabel 15 Hasil Perhitungan Tingkat Akurasi Prakiraan Pasokan Bahan Baku No Aktual Pengujian Akurasi Aktual Pengujian Akurasi No (kg basah) (kg basah) (%) (kg basah) (kg basah) (%) Pola 99 Pola 100 Pola 101 Pola 102 Pola 103 Pola 104 Pola 105 Pola 106 Pola 107 Pola 108 Pola 109 Pola 110 Pola 111 Pola 112 Pola 113 Pola 114 Pola 115 Pola 116 Pola 117 Pola ,5 Pola ,9 81,9 Pola ,8 85,2 Pola ,6 95,6 Pola ,7 88,4 Pola ,8 96,5 Pola ,0 96,9 Pola ,7 68,0 Pola ,7 95,2 Pola ,0 74,9 Pola ,2 99,7 Pola ,6 77,5 Pola ,0 98,6 Pola ,6 93,5 Pola ,6 84,8 Pola ,6 99,9 Pola ,6 76,0 Pola ,7 86,6 Pola ,5 90,8 Pola ,1 88,3 Pola ,0 Rata-rata (%) 89,3

127 102 Nilai akurasi JST dalam mengenali pola sejenis dapat dihitung dengan formulasi Tingkat akurasi: persentase tingkat akurasi dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut: Sebagai contoh perhitungan untuk pola 134, tingkat akurasi adalah : = 1-0,06 *100 = 94 % Berdasarkan tingkat akurasi mencapai 89,3% maka arsitektur JST ini digunakan untuk memprediksi jumlah pasokan bahan baku untuk 12 minggu yang akan datang (Tabel 16). Tabel 16 Hasil Prakiraan Pasokan Bahan Baku Jumlah bahan baku Periode kg basah ton basah Minggu ke ,21 Minggu ke ,91 Minggu ke ,29 Minggu ke ,52 Minggu ke ,88 Minggu ke ,36 Minggu ke ,48 Minggu ke ,35 Minggu ke ,21 Minggu ke ,20 Minggu ke ,54 Minggu ke ,84 Rata-rata ,07 Maksimum ,48 Minimum ,35 Hasil prakiraan akan menjadi input model perencanaan produksi. Kategori nilai input bahan baku untuk menyusun nilai himpunan fuzzy dilakukan dengan membagi data ke dalam nilai tinggi, sedang dan rendah berdasarkan selisih antara

128 103 nilai maksimum dan nilai minimum. Untuk membandingkan antara data aktual, data pengujian dan prakiraan dapat dilihat pada Gambar 34. kg basah Minggu Aktual Pengujian Prakiraan Gambar 34 Pola data aktual, data pengujian dan prakiraan Pola data pelatihan, pengujian memiliki kecendrungan berfluktuasi pada periode tertentu demikian juga hasil prakiraan pasokan bahan baku juga memiliki pola data yang berfluktuasi. Fluktuasi terjadi secara berulang pada periode minggu yang sama setiap tahun. Pengaruh musim terhadap jumlah pasokan bahan baku terjadi pada saat bulan dengan curah hujan tinggi dan saat kemarau yang mengakibatkan turunnya produktifitas tanaman karet untuk menghasilkan getah. Hujan yang tinggi menyebabkan lateks menjadi menggumpal karena tercampur dengan ion-ion yang terkandung dalam air hujan. Tampilan menu hasil perhitungan dengan JST backpropagation ditampilkan pada Gambar 35. Gambar 35 Tampilan Menu untuk Prakiraan Pasokan Bahan Baku

129 Penyusunan Rencana Produksi Perencanaan produksi merupakan aktifitas perencanaan taktis dan operasional dengan tujuan untuk menyusun keputusan yang optimum guna memenuhi permintaan konsumen pada periode mendatang. Pada umumnya metode perencanaan produksi mengasumsikan permintaan bersifat konstan dan diprediksi menggunakan data historis dari jumlah permintaan masa lalu. Prakiraan permintaan belum mempertimbangkan pengaruh faktor yang signifikan, hanya memperhatikan trend dari pola permintaan masa lalu. Model sistem manjemen ahli perencanaan produksi yang direkayasa, rencana produksi disusun berdasarkan integrasi dinamika pada permintaan dan pasokan sehingga adaptif terhadap perubahan. Pada sisi permintaan tidak hanya memperhatikan volume permintaan, tapi memasukkan faktor harga dan pola interaksi keduanya sebagai input untuk pola pembelajaran dengan jaringan syaraf tiruan yang digunakan pada model prakiraan. Guna membantu pengambilan keputusan yang mempertimbangkan prakiraan harga, prakiraan volume permintaan, prakiraan dan pasokan bahan baku untuk penentuan jumlah produksi dikembangkan sistem pakar model penyusunan rencana produksi. Tingkat akurasi rencana produksi yang dihasilkan untuk periode satu tahun mendatang membutuhkan suatu sistem pengambilan keputusan yang memungkinkan untuk melakukan penyesuaian karena perubahan kecendrungan data yang bergerak dalam periode yang lebih pendek. Pertimbangan dinamika untuk melakukan penyesuaian menjadi dasar untuk penggunaan sistem pakar yang diintegrasikan dengan sistem pengambil keputusan menjadi sistem manajemen ahli untuk perencanaan produksi. Dalam pengembangan sistem pakar, terdapat dua komponen utama yaitu basis pengetahuan (knowledge base) dan mesin inferensi (Marimin, 2005 dan Unahabhokha et al., 2007). Basis pengetahuan dalam sistem pakar perencanaan produksi ini adalah; 1) karakteristik variabel input dan output yang disusun menjadi fungsi keanggotaan dan, 2) kumpulan aturan yang disusun dalam bentuk Fuzzy If Then Rules yang menjelaskan aturan untuk menghubungkan variabel input dan variabel output. Mesin inferensi yang digunakan adalah metode penalaran Mamdani, dimana nilai variabel yang bersifat samar dapat digunakan

130 105 dalam pengambilan keputusan melalui proses fuzifikasi dan defuzifikasi (Kusumadewi, 2003; Unahabhokha et al., 2007). Untuk membangun basis pengetahuan penyusunan rencana produksi, dilakukan akuisisi pengetahuan pakar melalui wawancara mendalam. Keterlibatan pakar sesuai dengan keahlian, fungsi dan kewenangannya diperlukan untuk menyusun karakteristik himpunan fuzzy untuk variabel input maupun output. Hasil representasi pengetahuan pakar dalam menyusun karakteristik himpunan fuzzy, fungsi keanggotaan dan nilai parameter setiap fungsi keanggotaan disajikan pada Tabel 17. Setiap input data dalam bentuk fungsi keanggotaan fuzzy direpresentasikan dalam bentuk kurva yang menunjukkan titik-titik input ke dalam keanggotaanya. Bentuk kurva pada variabel input menggunakan kurva trapesium untuk nilai rendah dan tinggi, sedangkan untuk nilai normal atau sedang menggunakan kurva segitiga. Bentuk kurva yang mencerminkan fungsi keanggotaan output menggunakan kurva segitiga (triangular fuzzy number). Tabel 17 Representasi kurva untuk variabel input dan variabel output Fungsi INPUT Prakiraan harga (US cent/kg) INPUT Prakiraan Volume Permintaan (lots) INPUT Pasokan bahan baku (ton/bulan) OUTPUT Jumlah Produksi (ton/kering) Himpunan Fuzzy Rendah Normal Tinggi Rendah Normal Tinggi Rendah Sedang Tinggi Rendah Normal Tinggi Jenis Kurva Trapesium Segitiga Trapesium Trapesium Segitiga Trapesium Segitiga Segitiga Segitiga Trapesium Segitiga Trapesium Parameter [ ] [ ] [ ] [ ] [ ] [ ] [ ] [ ] [ ] [ ] [ ] [ ] Setelah penyusunan karakteristik variabel input dan output, selanjutnya pakar memberikan penilaian terhadap aturan dan logika keputusan dari 27 aturan

131 106 yang disusun mengikuti kaidah aturan If ( prakiraan harga is rendah/ normal/ tinggi ) and (prakiraan volume permintaan is rendah /normal /tinggi ) and ( prakiraan pasokan bahan baku is rendah /sedang /tinggi ) Then ( jumlah produksi is rendah/ normal/t inggi). Semua aturan dapat dilihat pada Lampiran 14. Berdasarkan nilai parameter yang disusun sebagai himpunan keanggotaan dalam metode Fuzzy Inference System (FIS), dengan menggunakan program Matlab nilai diinput dalam menu FIS editor untuk prakiraan harga, prakiraan volume dan prakiraan ketersediaan bahan baku dengan menggunakan data yang pada Tabel 17. Perhitungan secara manual juga dilakukan untuk mendukung proses verifikasi. Hasil akuisisi pengetahuan para pakar, menunjukkan dari 27 aturan disusun, kepastian pasokan bahan baku merupakan faktor penting dalam penentuan jumlah produksi. Mengikuti aturan If Then yang telah disusun dapat disimpulkan bahwa implikasi dari aturan terhadap keputusan jumlah produksi ditentukan oleh jumlah ketersediaan bahan baku. Hanya dua dari aturan yang disusun yaitu aturan no 13 (jika harga normal, permintaan normal dan bahan baku tinggi maka jumlah produksi tinggi) dan aturan no 14 (jika harga normal, permintaan normal dan bahan baku sedang maka jumlah produksi sedang) yang memiliki daerah implikasi (Lampiran 14). Hasil pengolahan secara manual untuk evaluasi aturan 13 dan 14 sebagai berikut : Evaluasi aturan α13= min ( α harga normal [381], α permintaan normal [1600], α bahan baku tinggi [57] = min ( 0,8 ; 1; 0,68) = 0,68 α14= min ( α harga normal [381], α permintaan normal [1600], α bahan baku sedang [51] ) = min ( 0,8 ; 1; 0,6 ) = 0,6 Fungsi Implikasi pada basis aturan no. 13 Jika harga normal dan permintaan normal dan bahan baku tinggi maka jumlah produksi tinggi memiliki daerah implikasi µ jmlprod = 0,68 Pada saat µ JMLPROD sebagai berikut: TINGGI [x] = 0.68, maka nilai x dapat ditentukan

132 = (x-155) / 30 x = 175,4 0 ; x 155 atau x 202 µ JMLPROD 13 [ X] = (x-155) / 30 ; 155 < x 175,4 0,68 ; 175,4 < x 202 Fungsi Implikasi pada basis aturan no. 14 Jika harga normal dan permintaan normal dan bahan baku sedang maka jumlah produksi normal memiliki daerah implikasi µ jmlprod = 0,6 Pada saat µ JMLPROD NORMAL [x] = 0.60, maka nilai x dapat ditentukan sebagai berikut: 0.6 = (x-105) / 30 x = = (150-x) / 15 x = ; x 105 atau x 150 µ JMLPROD 14 [ X] = (x-105) / 30 ; 105 x 123 0,6 ; 123 x 141 (150-x) / 15 ; 141 x 150 Prakiraan harga dan volume permintaan memiliki pengaruh yang relatif kecil dibandingkan dengan kepastian pasokan bahan baku. Hal ini disebabkan para pakar menilai saat ini relatif sulit mendapatkan bahan baku dari petani dan pasokan dari kebun sendiri masih diprioritaskan untuk jenis karet kualitas tinggi seperti lateks pekat. Pengolahan data dengan perangkat lunak Matlab relatif mudah digunakan. Melalui menu FIS editor (Gambar 36), tersedia interface untuk memasukkan nilai setiap himpunan fuzzy variabel input maupun variabel output sesuai dengan fungsi keanggotaan yang diinginkan.

133 108 Gambar 36 Tampilan parameter input pada Fuzzy Inference System Sebagai contoh penggunaan FIS editor nilai himpunan fuzzy pada input prakiraan harga ditampilkan pada Gambar 37. Dengan bentuk kurva trapesium pada nilai rendah dan nilai tinggi sera kurva segitiga untuk himpunan fuzzy normal. Gambar 37 Fungsi keanggotan dan nilai input untuk prakiraan harga Setelah semua input dan output dan logika aturan diinput ke dalam menu FIS editor maka dilanjutkan dengan menginput 27 aturan yang disusun dalam basis aturan mengikuti aturan dalam Tabel 9 pada Bab 5. Berdasarkan hasil agregasi dari seluruh nilai input prakiraan harga, prakiraan permintaan dan

134 109 ketersediaan bahan baku, maka dapat dihitung jumlah produksi. Jumlah produksi untuk periode bulan pertama sebesar 161 ton kering SIR 20, nilai ini berada pada kategori tinggi. Tampilan hasil input dan output FIS untuk penentuan jumlah produksi dapat dilihat pada Gambar 38. = = 57 Gambar 38 Tampilan hasil input- output FIS untuk jumlah produksi. Perhitungan secara manual dalam menggunakan metode FIS dengan penalaran Mamdani dan metode defuzikasi menggunakan metode centroid disajikan pada Lampiran 14. Hasil perhitungan manual dekomposisi fungsi implikasi menggunakan metode centroid ditampilkan pada Gambar 39.

135 110 µ x , M2 M5 M M1 M3 M4 M , Jumlah Produksi Gambar 39 Dekomposisi fungsi implikasi Perhitungan Momen : Perhitungan Luas : M1 = M2 = M3 = M4 = M5 = 123 ( x ) x dx = 631,8 A1 = ( )*0,6/2 = 5,4 ( 0.6) xdx = 1425,6 A2 = ( )*0,6 = 10,8 ( ,4 ( x ,4 x) x dx = 308,62 A3 = ( )*0,6/2 = 2,7 155) x dx = 1170,41 A4 = (175,4-155)*0,68/2 = 6,94 ( 0.68) xdx = 3415,21 A5 = ( ,4)*0,68 = 18,09 Menghitung titik pusat : x = 6948,64 43,93 = 158,18 Terdapat sedikit perbedaan dimana hasil dengan Matlab jumlah produksi adalah 161 ton kering sedangkan dengan perhitungan manual sebesar 158,18. Selisih merupakan pembulatan dari perhitungan secara manual.

136 111 Berdasarkan perbandingan jumlah produksi dengan volume permintaan dapat terjadi kondisi bahwa jumlah produksi : 1. Melebihi jumlah permintaan sehingga karet SIR 20 yang dihasilkan akan menambah persediaan barang jadi yang bisa digunakan pada kondisi tingginya volume permintaan 2. Kurang dari volume permintaan, sehingga kemungkinan yang dipilih adalah menggunakan persediaan barang jadi (jika tersedia) atau mengupayakan tambahan pasokan bahan baku. Untuk menentukan jumlah produksi pada bulan-bulan berikutnya dapat dilakukan proses yang sama dengan menggunakan data yang telah disesuaikan (updating data) dengan dinamika yang terjadi pada permintaan dan pasokan. Berdasarkan rencana produksi selanjutnya ditentukan kapasitas yang dibutuhkan yang disajikan pada model ketersediaan kapasitas Ketersediaan Kapasitas Produksi Perencanaan produksi merupakan langkah awal untuk menentukan tindakan berapa banyak dan kapan suatu produk akan diproduksi. Perencanaan yang disusun atas dasar prakiraan perlu dievaluasi secara berkala, dengan periode waktu mengikuti siklus perubahan yang mempengaruhinya serta kemampuan perusahaan untuk melakukan penyesuaian. Pada kegiatan perencanaan produksi, hasil akhir perencanaan dinyatakan sebagai Jadwal Induk Produksi (Master Production Schedulling, MPS) yang disusun dalam periode yang lebih pendek. Penyusunan MPS dipengaruhi oleh kebijakan berproduksi, baik kebijakan make to stock atau kebijkan make to order. Kelayakan MPS dievaluasi dengan cara membandingkan antara kapasitas yang dibutuhkan dengan kapasitas tersedia, menggunakan metode RCCP (Rough Cut Capacity Planning). Dasar perhitungan kapasitas yang dibutuhkan selain MPS adalah waktu proses pada setiap stasiun kerja dan waktu proses untuk memproduksi setiap ton karet spesifikasi teknis. Tahapan dan waktu proses ratarata menggunakan bahan baku koagulum ditunjukkan pada Tabel 18.

137 112 Tabel 18 Tahapan dan waktu proses pembuatan SIR 20 ( per ton kering) Sortasi Stasiun kerja (tahapan proses) Pemecahan (hammer mill) dan Pencucian (bak pencucian) Penggilingan 1 (macerator) Penggilingan 2(creper) Tujuan proses Pembelahan koagulum, dan klasifiaksi berdasarkan kadar kotoran Pemecahan menjadi potongan kecil dan membuang kotoran dengan air Mencampur dan menyatukan potongan koagulum yang terpisah menjadi lembaran (2-3 kali giling) Meratakan permukaan lembaran (5-6 kali giling) Waktu proses 2 menit 6 menit 6 menit 5 menit Pengeringan pendahuluan Mengurangi kadar air menjadi 35% 4 menit Peremahan (shredder) Pengeringan (dryer) Pengempaan ( mesin hidrolik) Pengemasan Membentuk butiran kecil,ukuran sekitar 3 cm x 3 cm Mengeringkan butiran karet dengan menggunakan uap panas pada mesin pengering Membentuk remahan karet menjadi balok (bandela) Membungkus bandela dengan plastik polyetylen dan menyusun dalam palet. Total Waktu Proses per ton SIR 20 5 menit 4 menit 5 menit 3 menit 40 menit Secara garis besar tahapan proses dan waktu yang dibutuhkan untuk memproduksi karet spesifikasi teknis adalah 40 menit/ton kering. Tahapan proses berdasarkan hasil diskusi belum mempertimbangkan konsep produksi bersih, karena masih diperlukan tahapan pembersihan bokar yang menggunakan air dalam jumlah relatif besar. Waktu proses dihitung berdasarkan pengamatan di lapangan dengan mengkonversi jumlah waktu yang dibutuhkan untuk setiap bahan yang diproses pada mesin (stasiun kerja) yang ada. Waktu proses belum dibakukan dengan mengikuti mekanisme penghitungan standar time menggunakan konsep time study. Berdasarkan perhitungan kapasitas yang tersedia dievaluasi apakah MPS yang dihasilkan sesuai dengan kapasitas pabrik untuk memproduksi sejumlah yang direncanakan. Hasil pemodelan rencana produksi untuk periode bulan, namun juga dapat dilakukan untuk periode yang lebih pendek atau lebih panjang, tergantung data updating yang diinput ke dalam model serta kebutuhan dalam

138 113 penyusunan rencana produksi. Jumlah produksi karet spesifikasi teknis dari model perencanaan produksi sebesar 161 ton kering/bulan. Menyesuaikan dengan ketersediaan data di lapangan, pada validasi model digunakan teknik perhitungan metode CPOF, yang dihitung berdasarkan proposi historis sebagai perbandingan antara waktu proses setiap stasiun kerja dengan total waktu proses. Proporsi historis dijadikan faktor pengali untuk menentukan kapasitas yang dibutuhkan setiap bulan. Hasil perhitungan kapasitas yang dibutuhkan dapat dilihat pada Tabel 19. Hasil perhitungan dengan jumlah produksi 161 ton kering/bulan pada bulan pertama, kapasitas yang dibutuhkan sebesar 107, 33 jam. Perhitungan kapasitas tersedia dengan menggunakan penghitungan jam kerja tersedia adalah 7 jam/hari (1 shift/hari), 1 jam istirahat/shift, jumlah hari kerja 24 hari/bulan, jumlah mesin satu unit untuk setiap stasiun kerja diperoleh jam tersedia sebesar 168 jam/bulan. Utilisasi sebagai perbandingan jam yang digunakan dengan jam tersedia pada perhitungan ini bernilai 6/7 atau setara dengan 85,7% dan tingkat efisiensi mesin 95% diperoleh kapasitas tersedia sebesar 136,8 jam. Jika dibandingkan antara kapasitas yang tersedia dan kapasitas yang dibutuhkan maka terdapat kelebihan kapasitas sebesar 29, 47 jam atau sebesar 21,54 %. Hal ini berarti dengan 1 shift/hari kapasitas yang tersedia hanya terpakai sebesar 78,46%. Perhitungan rencana produksi untuk bulan berikutnya, dihitung dengan asumsi jumlah produksi mengalami peningkatan 10% dari bulan sebelumnya. Berdasarkan hasil simulasi menunjukkan utilisasi kapasitas tersedia akan digunakan secara optimal jika jumlah produksi SIR 20 antara 195 sampai 214 ton kering/bulan. Rencana produksi dari bulan ke-1 sampai bulan ke-12 disajikan pada Tabel 19. Berdasarkan hasil validasi di lapangan, kapasitas yang tersedia jauh lebih besar dibanding dengan kapasitas yang dibutuhkan. Kondisi ini terjadi karena pabrik masih kekurangan pasokan bahan olah karet. Pasokan bahan baku dari kebun sendiri sebesar 82% sedang 18 % berasal dari perkebunan rakyat di sekitar agroindustri. Untuk mengoptimalkan utilisasi mesin perlu upaya untuk memperoleh bahan baku dalam jumlah yang lebih banyak pada tingkat utilisasi optimal.

139

140 Tabel 19 Perhitungan kapasitas yang dibutuhkan dengan metode CPOF dari bulan ke -1 sampai ke Rencana Produksi (ton) Waktu proses (menit/ton kering) Stasiun Kerja Proporsi. Historis Bulan ke - 1 Bulan ke - 2 Bulan ke - 3 Bulan ke - 4 Bulan ke - 5 Sortasi 0, Pemecahan dan pencucian 0, Penggilingan 1 0, Penggilingan 2 0, Pengeringan1 0, Peremahan 0, Pengeringan 2 0, Pengempaan 0, Bulan ke - 6 Bulan ke -7 Bulan ke -8 Bulan ke -9 Bulan ke -10 Bulan ke -11 Bulan ke - 12 Pengemasan 0, Total (menit) Total (jam) 107,33 118,1 129,9 142,9 157,1 172,9 190,1 209,2 230,1 253,1 278,4 306,2

141

142 115 Agar pasokan bahan baku lebih terjamin diperlukan upaya untuk peningkatan pasokan bahan baku seperti memiliki suatu supply contract dengan perkebunan rakyat. Rantai distribusi pasokan dari petani melalui pedagang pengumpul sebagai salah satu simpul rantai pasokan, membutuhkan suatu upaya pendekatan agar dapat terjadi koordinasi yang saling menguntungkan bagi pihak agroindustri, petani dan pedagang pengumpul. Alternatif lain adalah perusahaan mengalihkan sebagian lateks langsung menjadi koagulum untuk memenuhi target produksi SIR-20 sehingga mengikuti tingginya volume permintaan dan peningkatan harga Pengukuran Kinerja Rantai Pasok Model pengukuran kinerja yang dirancang dalam SMA Proplan-TSR20 ini merupakan alat evaluasi terhadap rencana produksi dan implementasinya dalam bentuk realisasi produksi dalam lingkup operasional. Selain dari sisi kemampuan produksi juga digunakan untuk evaluasi perencanaan permintaan kebutuhan bahan baku dan jumlah pasokan dari pemasok. Pengukuran kinerja diperlukan untuk mengevaluasi kemampuan aktifitas perencanaan produksi untuk berdaptasi dengan dinamika yang dijadikan input pada model perencanaan produksi. Perbandingan nilai antara rencana dan realisasi dihitung sebagai besarnya amplifikasi informasi dalam ukuran Bullwhip Effect (BE). Perhitungan nilai BE menggunakan perhitungan statistik, standar deviasi dan variansi. Hasil perhitungan nilai BE diverifikasi menggunakan data dari PT Bakrie Sumatera Plantation Tbk., yang telah disesuaikan untuk menjaga kepentingan perusahaan. Untuk kepentingan verifikasi model, maka data untuk rencana produksi dan realisasi produksi adalah data yang sudah ada di lapangan, belum dikaitkan dengan hasil pemodelan rencana produksi pada bagian sebelumnya. Data yang digunakan dalam perhitungan kinerja adalah data rencana dan realisasi produksi tahun pada Lampiran 15. Rumus perhitungan yang digunakan untuk rata-rata ( ), standar deviasi ), koefisien variansi (CV) dan bullwhipt effect adalah : dan

143 116 dan Untuk contoh perhitungan sebagai berikut : perhitungan digunakan data tahun 2011, dengan langkah Perhitungan untuk rencana produksi tahun 2011 adalah : Perhitungan untuk realisasi produksi tahun 2011 adalah : Perhitungan Bullwhip Effect untuk kinerja produksi tahun 2011 adalah: Secara keseluruhan hasil perhitungan nilai kinerja produksi untuk periode disajikan pada Tabel 20. Hasil perhitungan nilai BE sebagai perbandingan variablitas rencana produksi dengan realisasi produksi PT BSP di bawah angka satu, artinya perbandingan variansi mengikuti pola yang mendekati sama antara perencanaan dan yang diproduksi.

144 117 Tabel 20 Perhitungan nilai Bullwhip Effect kinerja produksi Tahun Keterangan µ s CV BE 2009 Rencana Produksi 419,67 89,95 0,21 Realisasi Produksi 146,83 39,43 0,27 0, Rencana Produksi 366,00 80,96 0,22 Realisasi Produksi 120,00 37,70 0,31 0, Rencana Produksi 389,75 67,12 0,17 Realisasi Produksi 135,42 36,43 0,27 0,64 Pola antara permintaan dan pasokan memiliki pola fluktuasi yang sama untuk beberapa periode (Gambar 40). Nilai BE akan mencerminkan besarnya distorsi informasi dari sisi hilir ke sisi hulu. Kondisi ini akan menimbulkan dampak peningkatan persediaan pada sisi hulu melebihi kebutuhan yang sesungguhnya Rencana Produksi (Ton Kering) Realisasi Produksi (Ton Kering) Gambar 40 Perbandingan antara rencana dan realisasi produksi Untuk penghitungan nilai BE pasokan bahan baku, data yang digunakan adalah data masa lalu dari perbandingan permintaan bahan baku dan realisasi pasokan bahan baku dari kebun (Lampiran 16). Contoh perhitungan nilai amplifikasi antara permintaan dan pasokan bahan baku menggunakan data tahun Hasil perhitungan rata-rata (µ), standar deviasi (s) dan koefisien variansi (CV) sebagai berikut : Rencana permintaan bahan baku tahun 2011 adalah :

145 118 Realisasi pasokan bahan baku tahun 2011 adalah : Perhitungan Bullwhip Effect untuk kinerja pasokan bahan baku tahun 2011: Secara keseluruhan perhitungan nilai BE dapat dilihat pada Tabel 21, Tabel 21 Perhitungan nilai Bullwhip Efect kinerja pasokan bahan baku Tahun Keterangan µ s CV BE 2009 Permintaan Bahan Baku , ,02 0,17 Realisasi Pasokan Bahan Baku , ,19 0,13 1, Permintaan Bahan Baku , ,78 0,15 Realisasi Pasokan Bahan Baku , ,39 0,17 0, Permintaan Bahan Baku , ,13 0,22 Realisasi Pasokan Bahan Baku , ,85 0,24 0,92 Hasil perhitungan menunjukkan nilai amplifikasi relatif kecil, mendekati angka satu dengan fluktuasi pola yang relatif sama antara permintaan dan pasokan (Gambar 41). Angka BE yang mendekati satu menunjukan varaibilitas

146 119 permintaan bahan baku terhadap pasokan relatif kecil, artinya terjadi penghalusan pola pesanan dan pola pasokan. Khususnya untuk kepentingan verifikasi pada penelitian ini amplifikasi relatif kecil diduga karena data yang digunakan berupa data pendekatan. Pada kondisi nyata jika nilai BE melebihi satu ini menunjukkan distorsi informasi pada sisi hulu rantai pasokan, karena tidak mendapatkan informasi permintaan sesungguhnya dari pelanggan di sisi hilir. Distorsi informasi akan semakin fluktuatif ke arah hulu rantai pasokan sehingga mengakibatkan inefisiensi seperti peningkatan persediaan, jam lembur atau di sisi sebaliknya terjadinya idle capacity (Pujawan, 2005). Jika amplifikasi cukup besar perlu dicari akar penyebabnya, salah satu cara untuk mengurangi terjadinya bullwhip effect adalah melakukan information sharing khususnya untuk data permintaan pelanggan akhir. 700, , , , , , , Rencana Permintaan Bahan Baku (Kg Basah) Gambar 41 Perbandingan permintaan dan realisasi pasokan bahan baku 6.2 Validasi Model Validasi adalah proses untuk menjamin bahwa model memenuhi persyaratan yang ditetapkan berkaitan dengan metode yang digunakan untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Tujuan validasi model untuk memastikan bahwa model bermanfaat dan menyediakan informasi yang akurat sesuai dengan kondisi nyata dan model dapat diimplementasikan (Conwell, 2000; Macal, 2005). Proses validasi pada model sistem manajen ahli perencanaan produksi agroindustri karet spesifikasi teknis dilakukan dengan menguji model dengan data aktual yang diambil dari PT. BSP sebagai obyek penelitian. Proses validasi hasil

147 120 perekayasaan model dilakukan secara menyeluruh pada paket program sistem manajemen ahli,selain itu juga dilakukan konsultasi dengan pakar yang terkait dengan sistem yang dimodelkan. Rekayasa sistem manajemen ahli perencanaan produksi ini dirancang atas dua dasar pemikiran yaitu sisi pengembangan metode perencanaan produksi dan sisi kepentingan praktis. Rasionalitas dari sisi pengembangan metode adalah diperlukan suatu sistem pengambilan keputusan untuk kegiatan perencanaan produksi yang terintegrasi dan adaptif terhadap dinamika permintaan dan dinamika pasokan bahan baku, sehingga kapasitas produksi dapat dioptimalkan. Pengembangan metode perencanaan produksi tidak lagi dipandang sebagai suatu kegiatan parsial yang hanya didasarkan atas prakiraan permintaan yang diterima pada periode sebelumnya, namun diperlukan suatu metode penyusunan rencana produksi yang mampu menyeimbangkan antara dinamika pada sisi hilir dan sisi hulu serta kapasitas produksi dalam pengelolaan rantai pasok. Dasar pemikiran dari kepentingan praktis adalah perlunya suatu sistem pengambilan keputusan dalam rangka penerapan konsep manajemen rantai pasok, khususnya dalam integrasi kegiatan rencana produksi antara pabrik, pemasok dan kondisi pasar dalam agroindustri karet spesifikasi teknis. Integrasi perencanaan produksi diharapkan akan meningkatkan kinerja rantai pasok sehingga meningkatkan pendapatan setiap mata rantai pasokan. Pemilihan karet alam jenis SIR 20 sebagai obyek kajian, dengan pertimbangan karet SIR 20 adalah; 1) penyumbang ekspor terbesar dari total ekspor karet alam Indonesia, 2) meningkatnya permintaan oleh industri pengguna, 3) meningkatnya harga SIR 20 di pasar Internasional serta, 4) peluang untuk memaksimalkan penyerapan bahan olah karet dari petani karet sehingga dapat meningkatkan pendapatan petani. Atas dasar pemikiran tersebut maka dirancang suatu model konseptual perencanaan produksi dengan menggabungkan beberapa model menggunakan metode analitik dan metode kecerdasan buatan (artificial intellengence) seperti jaringan syaraf tiruan dan metode Fuzzy Inference System. Untuk membangun keterkaitan antar model konseptual perencanaan produksi selanjutnya model direkayasa dalam program komputasi sistem manajemen ahli yang diberi nama Proplan-TSR 20 (Production Planning for Technically Specified Rubber-20),

148 121 yang mengintegrasikan berbagai model dalam basis model dengan pengetahuan pakar, sehingga mampu mengambil keputusan dan melakukan penyesuaian terhadap perubahan seperti yang dilakukan pakar. Untuk menghubungkan sistem dengan pengguna dirancang sistem manajemen dialog (user interface). Implementasi sistem manajemen ahli Proplan-TSR20 menggunakan user interface dengan cara mengakses username sehingga dapat membuka menu yang diperuntukkan bagi pengguna (user). Untuk kepentingan menginput data dan melakukan penyesuaian (editing) tersedia user name bagi aministrator (admin). Halaman depan dari SMA Proplan-TSR20 ditunjukkan pada Gambar 42. Manual untuk menggunakan model ini disajikan pada Lampiran 17. Gambar 42 Tampilan depan sistem manajemen ahli Proplan-TSR20 Hasil validasi menunjukkan bahwa model dapat digunakan untuk melakukan perencanaan produksi yang lebih adaptif karena telah mempertimbangkan dinamika pada sisi permintaan dan dinamika pasokan bahan baku serta ketersediaan kapasitas yang direncanakan. Sistem manajemen ahli Proplan-TSR 20 dapat membantu para pengambil keputusan dalam menyusun rencana produksi SIR 20 dengan lebih cepat dan dapat digunakan untuk mengukur kinerja pasokan dan kinerja perencanaan produksi. 6.3 Implikasi Model Hasil rancangbangun model sistem manajemen ahli perencanaan produksi yang diverifikasi dan divalidasi pada agroindustri karet spesifikasi teknis

149 122 memberikan implikasi dari sisi teoritis dan sisi praktis. Pembahasan implikasi hasil perekayasaan secara teoritis berkaitan dengan relevansi dan kesesuaian hasil rekayasa model dengan teori. Implikasi pada sisi praktis berkaitan dengan implementasi dan kegunaan model untuk diaplikasikan sebagai sistem pengambilan keputusan pada agroindustri karet spesifikasi teknis Implikasi Teoritis Implikasi rekayasa model sistem manajemen ahli perencanaan produksi secara teoritis berkaitan dengan MRP II dan proses perencanaan terintegrasi dalam pengelolaan rantai pasok menggunakan kerangka model SCOR. Pada MRP II penyusunan jadual induk produksi merupakan proses yang disusun mengacu kepada perencanaan operasi dan penjualan, serta berdasarkan pada perencanaan strategis perusahaan. Dasar perencanaan produksi pada umumnya adalah hasil prakiraan permintaan berdasarkan permintaan yang diterima periode sebelumnya sebagai dasar penyusunan rencana produksi yang relatif statis. Pada model Proplan-TSR20 prakiraan permintaan dikembangkan dengan menggabungkan prediksi harga dan volume permintaan di pasar dunia dan selanjutnya diintegrasikan dengan prakiraan ketersediaan bahan baku guna menentukan rencana produksi yang akan datang. Integrasi prakiraan permintaan dan prakiraan pasokan bahan baku mengkonfirmasi pernyataan Tang (2006), tentang konsep consumer produser driver sebagai upaya untuk mengurangi resiko dalam pengelolaan rantai pasok agroindustri. Selain itu model telah mengakomodir pernyataan Nakano (2009) tentang kolaborasi dalam prakiraan pada perencanaan produksi sebagai salah satu prinsip pengelolaan rantai pasok. Pemilihan metode yang menggunakan teknik kecerdasan buatan jaringan syaraf tiruan dalam melakukan prakiraan merupakan teknik yang lebih tepat dalam karena kemampuan mengenali pola data dalam rentang waktu yang lebih panjang. Arsitektur jaringan syaraf tiruan yang mengkombinasikan neuron dengan parameter berbeda pada model prakiraan harga dan permintaan, menjadikan model dapat mengenali pola yang terbentuk dari interaksi kedua parameter secara bersama-sama, sehingga menghasilkan prakiraan permintaan yang lebih dinamis. Integrasi dan dinamis juga diakomodir dalam pengembangan sistem pakar guna

150 123 penyusunan rencana produksi menggunakan pendekatan fuzzy inference system (FIS). Metode FIS merepresentasikan proses pengambilan keputusan oleh pakar ketika menemui kondisi tertentu yang mengandung unsur ketidaktepatan (unprecissed) dan keraguan (ambiguities). Berdasarkan sejumlah input data yang bersifat fuzzy dan aturan yang tersedia yang disusun, melalui akuisisi pengetahuan pakar, maka pengambil keputusan dapat mengambil keputusan atau tindakan yang sesuai sebagaimana yang dilakukan pakar (Siler, 2005). Sebagai bentuk pengembangan metode perencanaan produksi yang lebih komprehensif, hasil rencana produksi divalidasi dengan ketersediaan kapasitas, sesuai dengan teori yang dikembangkan pada teknik MRP II. Perbandingan antara kapasitas yang tersedia dan kapasitas yang diperlukan menjadi dasar untuk melakukan beberapa alternatif tindakan penyesuaian baik pada sisi pengadaan bahan baku, rencana produksi dan kapasitas produksi. Model pengukuran kinerja rantai pasok sebagai proses penentuan tingkat kemajuan untuk mencapai tujuan perlu dilakukan secara spesifik dan terukur. Kinerja dapat dibedakan atas kinerja yang berkaitan dengan aspek ekonomi seperti biaya dan aspek opereasional seperti kinerja teknis (Grunberg, 2004; Tonchia dan Toni, 2001). Pengukuran kinerja teknis pada penelitian ini adalah performansi penyusunan rencana produksi dalam mengakomodir dinamika pasokan, permintaan dan kapasitas produksi. Perhitungan dilakukan dengan membandingkan antara rencana produksi dengan realisasi produksi dengan membandingkan variansi nilai keduanya menggunakan metode perhitungan pengukuran bullwhip effect. Nilai kinerja ini berkaitan dengan metrik ukuran yang berasosiasi pada atribut pengukuran kinerja dari SCOR yang berhubungan dengan metrik; 1) realibility yang berkaitan dengan keandalan dalam pemenuhan pesanan, 2) responsiveness yang terkait dengan kecepatan waktu respon dalam pemenuhan pesanan dan 3) flexibility yang berhubungan dengan kemampuan beradaptasi terhadap perubahan Implikasi Manajerial Penerapan model sistem manajemen ahli perencanaan produksi hasil rekayasa penelitian ini secara khusus dapat digunakan untuk menyusun rencana

151 124 produksi karet alam SIR 20 pada agroindustri penghasil karet spesifikasi teknis. Implementasi model pada agroindustri memungkinkan manajemen untuk melakukan penyesuaian terhadap rencana produksi yang telah disusun. Fasilitas yang tersedia pada model untuk melakukan prediksi atas harga dan volume permintaan menjadi input bagi manajemen untuk mengelola perencanaan permintaan sebagai bagian dari kegiatan updating dalam demand management. Aplikasi model pada agoindustri karet spesifikasi teknis harus didasari keinginan pihak manajemen untuk menerapkan pendekatan perencanaan pengendalian produksi dengan memperhatikan keterkaitannya dengan mata rantai lainnya. Perencanaan produksi dalam konteks manajemen rantai pasok adalah upaya setiap pelaku (mata rantai) pasok secara bersama-sama dari hulu ke hilir menghasilkan dan mengantarkan produk kepada konsumen akhir sehingga meningkatkan service level dan memberikan nilai optimal melalui penurunan biaya (Levi et,al.2002 ) Implikasi manajerial berkaitan dengan validasi di lapangan menunjukkan bahwa agroindustri karet spesifikasi teknis berada dalam kondisi kekurangan bahan baku, sehingga kapasitas yang tersedia masih belum digunakan. Terkait dengan kondisi ini diusulkan beberapa upaya untuk mengoptimalkan kinerja yang dikelompokkan menjadi; 1) upaya yang berkaitan dengan penyesuaian strategi produksi dalam lingkup perencanaan dan pengendalian produksi dan 2) upaya berkaitan dengan pengadaan bahan baku. Alternatif upaya berkaitan dengan penyesuaian lingkup perencanaan pengendalian produksi yang dapat dikendalikan secara internal adalah : 1. Penyusunan rencana produksi secara agregat untuk setiap jenis produk dengan mempertimbangkan arah dan dinamika permintaan pasar dunia. 2. Mengalihkan sebagian bahan baku berupa lateks yang berasal dari kebun sendiri menjadi koagulum untuk menghasilkan produk karet yang memiliki kenaikan dalam volume permintaan dan harga dalam rentang stabil dan mengalami kenaikan. Pada jenis SIR 20 meskipun harga per unit SIR 20 lebih murah dibanding dengan jenis high grade atau produk berbasis lateks, volume permintaan yang besar merupakan faktor kali untuk menghasilkan keuntungan yang lebih besar.

152 Melakukan kolaborasi dalam penyusunan rencana produksi melalui information sharing antar mata rantai di sisi hulu dan sisi hilir. Implikasi manajerial yang berkaitan dengan pengadaan bahan baku dan terkait dengan pihak eksternal diantaranya : 1. Meningkatkan penyerapan bahan olah karet dari kebun rakyat melalui mekanisme supply contract yang saling menguntungkan. Posisi tawar yang bersifat win-win solution antara petani dan agroindustri diharapkan mampu memperpendek jalur distribusi yang menjadi penghalang akses secara langsung antara petani dengan agroindustri. 2. Perlu suatu kelembagaan untuk mengkordinasi dan melakukan fungsi antara mata rantai pasok sehingga dapat ditingkatkan produktifitas dalam menghasilkan karet spesifikasi teknis, serta meningkatkan produksi koagulum dari petani. Beberapa bentuk kelembagaan tersebut adalah konsep inti plasma dan kemungkinan melakukan koordinasi vertikal. 3. Perlu upaya pemanfaatan lahan perkebunan karet dan peningkatan produktivitas kebun lebih optimal, sehingga kapasitas terpasang pabrik pada agroindustri dapat ditingkatkan utilisasinya. 6.4 Kelebihan dan Keterbatasan Model Sistem manajemen ahli perencanaan produksi yang dihasilkan memiliki keterbatasan dan kelebihan. Beberapa kelebihan dari model yang dihasilkan adalah kemampuan model untuk menyusun rencana produksi dengan mempertimbangkan dinamika permintaan dan pasokan serta ketersediaan kapasitas. Untuk mengevaluasi kinerja dirancang model kinerja rantai pasok untuk menentukan keberhasilan perencanaan produksi dalam meginterpretasikan dinamikan pasokan dan permintaan rencana dan realisasi. Integrasi beberapa variabel dalam penyusunan rencana produksi ke dalam sistem manajemen ahli, menghasilkan keputusan rencana produksi yang lebih akurat dan lebih cepat. Model yang dihasilkan merupakan rangkaian dari proses pengolahan secara simultan dari setiap sub model, akurasinya sangat ditentukan oleh input data baik berupa data statistik maupun pengetahuan pakar dalam menyusun logika aturan. Jika pakar memiliki pandangan yang pesimis terhadap kemampuan

153 126 dalam menterjemahkan hasil prakiraan, maka rules yang dibangun cenderung untuk menghasilkan rencana produksi dalam tingkat rendah. Untuk mengakomodasi berbagai pendapat pakar diperlukan suatu modul untuk mengagregasikan pendapat beberapa pakar baik yang berpandangan pesimis maupun optimis, atau perlu dilakukan mekanisme refinement rules (pemampatan aturan) yang memberikan implikasi pada penarikan kesimpulan secara signifikan. Keterbatasan model belum mempertimbangkan faktor lain yang membentuk dinamika permintaan dan pasokan karet spesifikasi teknis seperti pengaruh iklim, harga minyak mentah, harga karet sintetis, pertumbuhan industri pengguna. Pertimbangan pengaruh faktor tersebut dapat diteliti dan dimodelkan untuk melengkapi sistem pengambilan keputusan baik dalam melengkapi basis pengetahuan agar lebih komprehensif. Implementasi di lapangan akan memberikan input untuk perbaikan dalam rangka penyempurnaan hasil perancangan sistem manajemen ahli Proplan-TSR20. Model belum mencakup perencanaan kebutuhan material yang mempertimbangkan pengelolaan persediaan dan belum ditinjau sebagai suatu perencanaan agregat dengan memperhatikan jenis produk berupa lateks pekat, RSS dan produk SIR lainnya. Berkembangnya penggunaan internet memungkinkan model dirancang dalam aplikasi berbasis web sehingga pengguna dapat melakukan information sharing secara real time. Verifikasi dan validasi pada PT. BSP dalam konteks manajemen rantai pasok masih dalam lingkup inbound supply chain, karena antara kebun dan agroindustri berada pada entitas yang sama. Perlu dikembangkan model yang mengakomodir kompleksitas dalam mengelola rantai pasok yang melibatkan mata rantai dengan kepemilikan yang berbeda seperti kemungkinan melakukan koordinasi vertikal antara agroindustri dengan petani.

154 7. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan Mengacu kepada tujuan pemodelan serta hasil verifikasi dan validasi rekayasa model perencanaan produksi pada penelitian ini maka diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Dihasilkan model pengambilan keputusan yang diintegrasikan dalam sistem manajemen ahli untuk melakukan aktifitas perencanaan produksi karet spesifikasi teknis jenis SIR-20. Model direkayasa dengan lingkup model prakiraan harga dan permintaan, model prakiraan ketersediaan bahan baku, model rencana produksi, model ketersediaan kapasitas dan model pengukuran kinerja. Tujuan model perencanaan produksi yang dihasilkan untuk menentukan jumlah produksi SIR 20 setiap bulan. 2. Dihasilkan suatu pendekatan baru dalam menyusun rencana produksi yang mempertimbangkan dinamika pada sisi permintaan dan harga karet spesifikasi teknis jenis TSR-20 di pasar dunia dan dinamika pasokan bahan baku sebagai masukan untuk menentukan jumlah produksi. Hasil keputusan jumlah produksi menjadi dasar perhitungan penentuan kapasitas yang dibutuhkan untuk disesuaikan dengan kapasitas pabrik yang tersedia. 3. Sistem manajemen ahli perencanaan produksi diintegrasikan dengan model pengukuran kinerja yang berguna untuk mengevaluasi variansi perencanaan produksi dengan realisasi produksi, variansi permintaan bahan baku dan pasokan bahan dengan menghitung nilai Bullwhip Effect (BE). Besarnya distorsi informasi dan nilai amplifikasi yang dinyatakan sebagai nilai BE merupakan indikator kemampuan model dalam mengakomodir dinamika permintaan dan pasokan ke dalam model. Nilai ini juga dapat dijadikan indikator kinerja pemasok maupun kinerja pabrik sebagai pengolah. 4. Semua model yang dihasilkan telah diverifikasi dan divalidasi dan menunjukkan bahwa sistem manajemen ahli yang dirancang dapat digunakan dalam proses pengambilan keputusan rencana produksi dan pengukuran kinerja pada agroindustri karet spesifikasi teknis.

155 Implementasi model di lapangan menunjukkan bahwa model dapat digunakan untuk mengambil keputusan untuk aktifitas perencanaan dan pengendalian produksi, sehingga rencana produksi lebih dinamis dan adaptif terhadap dinamika rantai pasok. Ukuran kinerja yang terintegrasi dengan model perencanaan produksi dapat digunakan untuk menentukan tindakan perencanaan agar dapat mengotimalkan rantai pasokan. 7.2 Saran Berdasarkan hasil pembahasan dan analisis dalam penelitian ini, perlu upaya untuk mengembangkan model agar lebih komprehensif. Beberapa saran untuk penelitian lebih lanjut setelah memperhatikan hasil validasi di lapangan adalah : 1. Model prakiraan perlu mempertimbangkan dinamika faktor eksternal lain seperti harga minyak mentah, harga karet sintetis, pola musim sebagai bagian dari model prakiraan permintaan yang lebih menyeluruh. 2. Model perencanaan produksi dilakukan dalam bentuk perencanaan agregat untuk menyusun rencana produksi secara komprehensif untuk berbagai jenis karet alam lain. 3. Model pengukuran kinerja dikembangkan untuk metrik pengukuran fungsi utama lain dalam rantai pasok. 4. Perlu suatu model untuk membandingkan nilai tambah jika dilakukan perubahan keputusan strategi produksi berdasarkan komposisi jenis produk karet alam yang dihasilkan. 5. Perlu pengembangan model perencanaan produksi dalam lingkup rantai pasok yang lebih kompleks melibatkan mata rantai yang berada dalam entitas yang berbeda serta melibatkan petani sebagai salah satu pemasok bahan baku.

156 DAFTAR PUSTAKA Aghezzaf E Capacity Planning and Warehouse Location in Supply Chains with Uncertain Demand. Journal of Operational Research Society 56 : Angerhofer BJ, Angelides MC A Model and Performance Measurement System for Collaborative Supply Chains. Decision Support Systems. Aliev RA, Fuzzy Genetic Approach to Agregate Production-Distribution Planning in Supply Chain Management. Information Sciences 177 : Astuti P Rancangbangun Sistem Intelijen untuk Strategi Pengembangan Agroindustri Tapioka dengan Pendekatan Teori Chaos. [Disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana - Institut Pertanian Bogor. Attaran M, Attaran S Collaborative supply chain management: The most promising practice for building efficient and sustainable supply chains. Journal of Business Process Management. Vol. 13 : 3 Austin JE Agroindustrial Project Analysis. Critical Design Factor. EDI series in Economic Development. Maryland : The John Hopkins University Press. Away GA The Shortcut of Matlab Programming. Penerbit Informatika. Bandung. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Prakiraan Musim Hujan 2010/2011 di Indonesia. Jakarta. Balai Penelitian Perkebunan Bogor Pedoman Pengolahan Karet.Pedoman Praktek. Bogor. Bailey WC, Norina L, Cassavant K The Use of Supply Chain Management to Increase Export of Agricultural Products. Proceedings of the 5 th International Conference on Chain and Network in Agribusiness and the Food Industry (eds. JH Trienekens dan SWF Omta). Wageningen. The Netherlands. Bhuana KS Integrated Rubber Industry: An Experience of PT Perkebunan Nusantara III (Persero). Proceedings of International Rubber Conference and Products Exhibition, Jakarta. Blanchard BS Logistic Engineering and Management. Sixth edition. Pearson Education, New Jersey.

157 130 Boer R Fenomena Enso dan Hubungannya dengan Keragaman Hujan di Indonesia. [Makalah]. Bogor : Laboratorium Klimatologi Jurusan Geofisika dan Meteorogi. FMIPA. - Institut Pertanian Bogor Boer R Penyimpangan Iklim di Indonesia. [Makalah]. Disajikan pada Seminar Nasional Ilmu Tanah, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, 24 Desember. Boer R Pemanfaatan Informasi Iklim untuk Perncanaan Budidaya Tanaman Hortikultura. [Makalah].Disampaikan pada kegiatan Workshop Pemberdayaan Petugas dalam Pengenalan dan Pengendalian OPT Hortikultura. Direktorat Perlindungan Tanaman Hortikultura, Wisma LPP, Yogyakarta 25 April Bolstorf P, Rosenbaum R Supply Chain Excellence. Amacom. New York. Bolstorff P, Rosenbaum R Supply ChainExcellence-A Handbook for Dramatic Improvement Using the SCOR Model. Amacom Brown Agroindustrial Investment and Operations. Washington: The International Bank for Reconstruction and Development. Budiman AFS The Global NR Industry : Current Development and Future Prospects. Proceedings of International Rubber Conference and Products Exhibition, Jakarta. Buede DM The Engineering Design of Systems, Model and Methods. Second Edition. John Willey & Sons, Inc. New Jersey. Burer S, Jones PC, Lowe TJ Coordinating The Supply Chain in The Agricultural Seed Industry. European Journal of Operational Research 185 (1) : Carson JS Model Verification and Validation. Di dalam : Yucesan E, Chen CH, Snowdon L, Charnes JM, editor. Porceeding of 2002 Winter Simulation Conference : Chase RB, Jacobs FR, Aquilano NJ Operation Management for Competitive Advantage. 10 th edition. Mc Graw Hill. New York. Chawla, D, Jha VS Forecasting Production of Natural Rubber in India. Journal of Forecasting. Chopra S, Meindl P Supply Chain Management Strategy, Planning and Operation. USA : Pearson Prentice Hall.

158 131 Chung, Walter WC, Kevin CM Wong, Paul TK Soon An ANN-Based DSS System for Quality Assurance in Production Network. Journal of Manufacturing Technology Management Vol. 18 Issue: 7. Conwell C, LR. Enright, MA Stutzman Capability Maturity Models Support of Modeling and Simulation Verification, Validation, and Accreditation. Proceeding of the 2000 Winter Simulation Conference J. A. Joines, R. R. Barton, K. Kang, and P. A. Fishwick. Croxton KL, SJG Dastugue, DM Lambert, DS Roger The Supply Chain Management Processes. The International Journal of Logistics Management. Volume 12. No. 2 : Crum C, Palmatier GE Demand Management Best Practices : Process, Principles and Collaboration. Florida: J. Ross Publishing. Defee, C. Clifford, Brent W, WS Randall, R. Thomas An Inventory of Theory in Logistics and SCM Research. The International Journal of Logistics Management. Volume 21 No. 3 : Disney, Stephen M. and Marc R. Lambrecht On Replenishment Rules, Forecasting, and The Bullwhip Effect in Supply Chains. New Publishers Inc. Boston. Direktorat Jenderal Perkebunan Roadmap Komoditas Karet Departemen Pertanian. Ebeling CE An Introduction to Reliability and Maintability Engineering. McGraw Hill Companies, Inc. New York. Elmahi, I, C. Thirion, A. Hamzaoui, JI Sculfort A Method for Modelling and Evaluating Supply Chain Performance Using Fuzzy Sets. Proceeding 14 th European Simulation Symposium. A. Verbraek, W. Krug, eds. SCS Europe BVBA. Eriyatno Ilmu Sistem : Meningkatkan Mutu dan Efektifitas Manajemen. Jilid satu-edisi Ketiga. Bogor : IPB Press. Eriyatno dan Sofyar F Riset Kebijakan, Metode Penelitian untuk Pascasarjana. Bogor : IPB Press. Erni N, Haryadi H Pengukuran Bullwhip Effect Rantai Pasok (Studi Kasus di CV Lima Dua). Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri dan Kongres Badan Kerja Sama Penyelenggara Pendidikan Tinggi Teknik Industri (BKSTI) VI, Medan 5 6 Oktober. Erni N, Amperajaya MA, Pakpahan BP Applied Dynamic System Approach in Capacity Panning at PT. SCC. Proceeding of 4rd

159 132 International on Industrial Engineering and Management (4 th ISIEM). Lombok. December 1 4. Faucett L Fundamentals of Neural Networks. Architecture, Algorithms and Applications. Prentice Hall. Fogarty DW, Blackstone JH, Hoffmann TR, Production and Inventory Management. South-Western Publishing. Cincinaty. Ohio. Food and Agriculture Organization of The United Nations. Processing of Natural Rubber. Agricultural Services Bulletin. Galasso F, Merce C, Grabot B Modeling and optimizing of strategic and tactical Production Planning in the Automotive industry under uncertainty. International Journal of Production Research. Vol. 47 : Gapkindo, List of Members. Gabungan Pengusaha Karet Indonesia, Jakarta. Giannakis M, Croom SR Toward of Development of Supply Chain Management Paradigm : A Conceptual Framework. Journal of Supply Chaon Management 2 : Groover MP Automation Production System and Computer Integrated Manufacturing. New York : Prentice Hall. Gumbira SE, Intan AH Menghitung Nilai Tambah Produk Agribisnis. Komoditas II (19) : 48. Gupta A, Maranas CD Managing Demand Uncertainty in Supply Chain Planning., Computer and Chemical Engineering Vol 27 : Hammesfar, RD Jack, James A. Pope, Arileza Ardalan Strategic Planning for Production Capacity. International Joournal of Operations and Production Management Vol. 13 Issue: 5. Haris U Rekayasa Model Aliansi Strategis Sistem Agroindustri Crumb Rubber [Disertasi]. Bogor : Sekolah Pascasarjana - Institut Pertanian Bogor. Honggokusumo S Proyeksi, Produksi, Konsumsi, Ekspor dan Harga Karet. Makalah disampaikan pada Penyusunan Angka Proyeksi Ekspor Non Migas. Badan Litbang Perdagangan. Jakarta. 10 Januari 2011 Honggokusumo, S Indonesia Rubber Industry: Present Status and Perspective. Presented at Grand Hyatt Jakarta, 7 June 2010.

160 133 Honggokusumo S Current Status of Indonesia Ruber Based Industry, International Rubber Conference and Products Exhibition. Indrawanto C Rekayasa Model Evaluasi Kelayakan Pembiayaan Agroindustri Minyak Atsiri dengan Pola Syariah. [Disertasi]. Bogor : Sekolah Pascasarjana - Institut Pertanian Bogor. International Rubber Study Group Rubber Statistical Bulletin Vol. 64 No United Kingdom. Jonsson P, Kjellsdotter L, Rudberg M Applying Advanced Planning Systems for Supply Chain Planning : Three Case Studies. International Journal of Physical. Jou, Yung-Tsan, et al A Neural Network Forecasting Model for Consumable Parts in Semiconductor Manufacturing. Journal of Manufacturing Technology Management Vol. 20 Issue: 3. Juang, YS, SS Lin, HP Kao Design and Implementation of a Fuzzy Inference System for Supporting Customer Requirements. Expert Systems with Applications 32, Kantor Pemasaran Bersama Nusantara Laporan Tahun Bagian Analisis dan Informasi pasar Urusan Analisis Pasar Karet, Jakarta. Kahforoushan, E, Zarif M, Mashahir EB Prediction of Added Value of Agricultural Subsectionsusing Artificial Neural Network: Box-Jenkins and Holt-Winters Methods. Journal of Development and Agricultural Economics Vol. 2(4), pp Kaipia, R Coordinating Material and Information Flows with Supply Chain Planning. International Journal of Logistics Management Vol. 20. Issue: 1. Kathiravan N, Devadasari SR, Michael TB, Goyal SK Total Quality Function Deployment in A Rubber Processing Company: A Sample Application Study. Journal of Production Planning and Control Vol.19 No.1: Klein R, Arun R Interfirm Strategic Information Flows in Logistics Supply Chain Relationships. MIS Quarterly Vol. 33 No. 4: Kusters U, Mc Cullough BD, Bell M Forecasting Software: Past, Present, and Future. International Journal of Forecasting. N.H. Elsevier. Kusumadewi S Artificial Intelligence (Teknik dan Aplikasinya). Graha Ilmu.

161 134 Le Brass J Introduction to Rubber. Maclaren and Sons Ltd. London. Lee HL. Padmanabhan V, Whang S Information Distortion in a Supply Chain : The Bullwhip Effect. Management Science. Vol 43. No 4. April. Frontier esearch in Manufacturing and Logistics. Lee HL Aligning Supply Chain Strategies with Product Uncertainties. IEEE Engineering Management Review Vol 31 : 2. Leung MT, Quintana R, Chen AS Make-to-order product demand forecasting: Exponential smoothing models with neural network correction. Journal of Advances in Business and Management Forecasting.Vol. 6. Levi DS, Kaminsky P, and Levi ES Designing and Managing the Supply Chain: Concepts, Strategies, and Case Studies. Singapore: Irwin McGraw- Hill. Li S, Nathan BR, Nathan TSR, Rao SS. The Impact of Supply Chain Management Practices on Competitive Advantage and Organizational Performance. Omega. Macal CM Model Verification and Validation, Workshop on Threat Anticipation: Social Science Methods and Models. Center for Complex Adaptive Agent Systems Simulation (CAS2) Decision & Information Sciences Division. The University of Chicago and Argonne. National Laboratory. April 7-9. Machfud Rekayasa Model Penunjang Keputusan Kelompok dengan Fuzzy Logic untuk Sistem Pengembangan agroindustri Minyak Atsiri. Disertasi. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Makridakis S, Wheelwright SC, Hyndman RJ Forecasting, Methods and Application. Third edition. John Wiley and Sons Inc. Mamdani E Applications of Fuzzy Logic to Approximate Reasoning Using Linguistic Systems. IEEE Transaction on Computers, Vol. 26 No. 12, pp Marimin Teori dan Aplikasi Sistem Pakar dalam Teknologi Manajerial. Bogor : IPB Press. Marimin, Umano M, Hatono, Tamura H Non-Numeric Method for Pairwise Fuzzy Group-Decision Analysis. Journal of Intelligent and Fuzzy Sistem. Vol.5: Marimin, Feifi D, Martini S, Astuti R, Suharjito, Hidayat S Added Value and Performance Analyses of Edamame Soybean Supply Chain : A Case

162 135 Study. Operation and Supply Chain Management Vol.3. No 3. September 2010 ( ). Marimin, Magfiroh N Aplikasi Teknik Pengambilan Keputusan dalam Manajemen Rantai Pasok. Bogor: IPB Press. Maspangaer D, Honggokusumo S Dampak Penerapan Produksi Bersih Industri Crumb Rubber Pada Peningkatan Pasar Global. Disampaikan pada Seminar/Temu Usaha Sosialisasi Produksi Bersih industri Crumb Rubber. Pekanbaru. 6 Oktober Mula J, Poler R, Garcia SJP Capacity and Material Requirement Planning Modelling by Comparing Deterministic and Fuzzy Models. International Journal of Production Research Vol. 46 No. 20. Munakata T Fundamentals of The New Artificial Intelligence : Neural, Evolutionary, Fuzzy and More. Springer-Verlag, London. Nakano M Collaborative forecasting and planning in supply chains: The impact on performance in Japanese manufacturers. International Journal of Physical Distribution & Logistics Management. Vol 39 : 2. Nasution AH Perencanaan dan Pengendalian Produksi. Guna Widya, Surabaya. Nicholas JM Competitive Manufacturing Management. McGraw-Hill, Singapore. Noori S, Feylizadeh MR, Bagherpour M, Zorriassatine V and Parkin RM Proceeding of Institution of Mechanical Engineers-Part B: Journal Engineering Manufacture Vol Patuelli R, Reggiani A, Nijkamp P, Blien U New Neural Network Methods for Forecasting Regional Employment. The Tinbergen Institute, The Institute for Economic Research of The Erasmus Universiteit Rotterdam, Universiteit van Amsterdam, and Vrije Universiteit Amsterdam. Percin S Use of Fuzzy AHP for Evaluating the Benefits of Information- Sharing Decisions in a Supply Chain. Journal of Enterprise Information Management Vol. 21 Issue: 3. Perdana T Pemodelan Dinamika Sistem Rancangbangun Manajemen Rantai Pasokan Industri Teh Hijau. [Disertasi]: Sekolah Pascasarjana. Intitut Pertanian Bogor. Bogor. Pieter van D, Akkerman R, Taco van der V Opportunities and realities of supply chain integration: the case of food manufacturers. British Food Journal. Vol. 10:2.

163 136 Pongpaibool, P., P. Tangamchit, K. Noodwong Evaluation of Road Traffic Congestion Using Fuzzy Techniques. International Technical Conference. TENCON 2007 IEE Region 10 Conference. Pujawan, IN Supply Chain Management, Guna Widya, Surabaya. Saaty TL Decision Making With The Analytic Hierarchy Process. International Journal Services Sciences, Vol. 1, No. 1. Sadler I California. Logistics and Supply Chain Integration. Sage Publication, Samaranayake P, Toncich D Integration of Production planning, project management and logistics systems for supply chain management. International Journal of Production Research, Vol. 45: 22, Sargent RG Validation and Verification of Simulation Models. Arrington PA, Nembhard HB, Surrock DT, Evans GW (editors). Proceeding of the 1999 Winter Simulation Conference: SCOR Supply Chain Operations Reference Model. Version 7.0. Supply Chain Council. Seminar KB., Marimin dan Andarwulan N Sistem Deteksi Dini untuk Manajemen Krisis Pangan dengan Simulasi Model Dinamik dan Komputasi Cerdas. Manajemen Krisis. IPB Press, Bogor. Setiawan A Studi Peningkatan Kinerja Manajemen Rantai Pasok Sayuran Dataran Tinggi Terpilih di Jawab Barat. [Tesis]: Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Sheikh K Manufacturing Resource Planning (MRP II), with Introduction to ERP, SCM and CRM. Mc Graw Hill, Singapore. Siang, JJ Jaringan Syaraf Tiruan dan Pemogramannya Menggunakan Matlab. Andi -Yogyakarta. Siler W, Buckley JJ Fuzzy Expert Systems and Fuzzy Reasoning. John Wiley & Sons, Inc., Hoboken, New Jersey. Silvia, E Disain Jaringan Syaraf Tiruan untuk Prediksi Kualitas Gula Kristal Putih di Indonesia. [Tesis] Magister Sains, Program Studi Teknologi Industri Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Simatupang, Togar M., R.Sridharan Design for Supply Chain Collaboration. Journal of Business Process Management Vol. 14 Issue: 3.

164 137 Sitompul C, et.al Safety stock placement problem in capacitated supply chains. International Journal of Production Research Vol 1: Stair R, Reynolds G Principles of Information System. Cengage Learning. Boston. USA. Sterman J Business Dynamics: System Thinking and Modelling for Complex World. New York: McGraw Hill. Storey J, Emberson C, Janet Godsell J, Harrison A Supply chain management: theory, practice and future challenges. International Journal of Operations & Production Management : 26 (7). Sukardi Masalah Kebaruan dalam Penelitian Teknologi Industri Pertanian. Jurnal Teknologi Industri Pertanian. Asosiasi Agroindustri Indonesia Departemen Teknologi Industri Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Suparto D, Maspanger DR, Haris U Profil Teknologi Pengolahan dan Karakteristik Limbah pada Industri Karet Remah. Sosialisasi Profil Teknologi dan Penyusunan Pedoman Penaganan Pencemaran Lingkungan pada Industri Crumb Rubber. Bogor, 17 September Surjasa D Rancang Bangun Model Sistem Penunjang Keputusan Cerdas Untuk Sistem Rantai Pasokan Beras di Propinsi DKI Jakarta. [Disertasi]. Bogor : Sekolah Pascasarjana - Institut Pertanian Bogor. Suryadi K Ramdhani MA Sistem Pendukung Keputusan : Suatu wacana struktur idealisasi dan implementasi konsep pengambilan keputusan. Bandung : PT Remaja Rosdakarya. Thongrattana, Phatcharee T Perceived Environmental Uncertainty Along the Thai Rice Supply Chain: An Empirical Approach. Journal of Operations and Supply Chain Management Vol.3 No.3 pp Tang CS Perspective in Supply Chain Risk Management. International Journal of Production Economics Vol Terano, T, K. Asai dan M. Sugeno Fuzzy Systems Theory and Its Application. Academic Press, Inc. San Diego. Tonchia S, Toni AD Peformance Measurement Systems : Models Characteristics and Measures. International Journal of Operations and Production Management 21 (1): Turban, E Decision Support System and Expert System. Management Support System. 2 nd Edition. Prentice Hall. Englewood Cliffs. New Jersey.

165 138 Turban, E, Aronson JE Decision Support Systems and Intellegent Systems, Prentice Hall, New Jersey. Turban, E, Aronson JE, dan TP Liang Decision Support Systems and Intelligent Systems. 7 th Edition. Pearson Prentice Hall. NJ Turban, E, Aronson JE, TP Liang, R. Sharda Decision Support and Business Intelligence Systems. 8 th Edition. Pearson Prentice Hall. New Jersey. Udomjarumani S, Thainugul W The Thai Natural Rubber Industry : Current Developments and Future Challenges. Proceedings of International Rubber Conference and Products Exhibition, Jakarta. Unahabhokha C, Platts K, Tan KH Predictive Performance Measurement System : A Fuzzy Expert System Approach. An International Journal. Vol 14, No. 1, no Utama T Rancangan Sistem Penunjang Keputusan Agroindustri Terpadu Berbasis Karet dengan Memberdayakan Petani Kebun (Kasus : Kabupaten Ogan Komering Ulu, Sumatera Selatan). [Skripsi]. Bogor : Fakultas Teknologi Pertanian Insitut Pertanian Bogor. Utomo TP, Fauzi AM, Tedja T, Romli M, Aman A, Honggokusumo S Kajian perbaikan agroindustri karet remah menggunakan ISM. Prosiding Seminar Nasional dan Teknologi II 2008 Unila, November Utomo TP Rancang Bangun Proses Produksi Karet Remah Berbasis Produksi Bersih. [Disertasi]. Bogor : Sekolah Pasca Sarjana Insitut Pertanian Bogor. Vlachos D, Georgiadis P, Iakovou E A System Dynamics Model for Dynamic Capacity Planning of Remanufacturing in clossed-loop Supply Chain. Journal of Computer and Operation Research. Vorst JGAJ. van der Effective Food Supply Chains: Generating, Modeling and Evaluating Supply Chain Scenarios. PhD thesis, Wageningen University. Vokurka RJ Improving competitiveness through supply chain management : A cumulative improvement approach. Competitiveness Review. Indiana. Vol 12. Walpole, Ronald E, dan Raymond H Myers Ilmu Peluang dan Statistika untuk Insinyur dan Ilmuwan. Bandung : Institut Teknologi Bandung.

166 139 Wang TY, Yeh DH, An Integrated Forecasting DSS Architecture in Supply Chain Management. Operation and Supply Chain Management Vol 2, No 1, Januari 2090 (24-41). Wang CE Supply Chain Inventory Strategies Using Fuzzy Neural Network. JCIS Proceedings, Advances in Intelligent Systems Research. Yager RR Non Numeric Multi Criteria Multi Person Decision Making. Group Decision and Negotiation 2: Zadeh LA A Fuzzy-Algorithmic Approach tothe Definition of Complex or Imprecise Concepts. Electronics Research Laboratory Report ERL-M474, University of California,Berkeley. Zee DJ van der, Vorst JGAJ van der A Modeling Framework for Supply Chain Simulation : Opportunities for Improved Decision Making. Decision Sciences 36 (1) : Zhang H, Liu W, Li X An AHP/DEA Methodology for Vendor Selection in Agile Supply Chain. Working Paper. Hal 3-4. Zhou, FG, F Zhang, BR Yang General Structural Model and Application of Intelligent Decision Support system Based on Knowledge Discovery. Luo Qi (Ed): FCC June 2009, Communication in Computer and Information Science/CCIS 34. Pp Springer-Verlag Berlin Heidelberg. Description of Fuzzy Logic. Diakses 27 Agustus What are Fuzzy Inference System?. Diakses 27 Agustus Diakses 14 Januari 2012.

167 DAFTAR ISTILAH Backpropagation Algoritma pembelajaran dari jaringan syaraf tiruan yang terawasi, biasa digunakan oleh perceptron dengan banyak lapisan. Data Pelatihan Data yang digunakan dalam proses pelatihan jaringan syaraf tiruan supaya jaringan dapat mengenali pola data. Data Pengujian Data yang digunakan dalam proses pengujian dan validasi dari jaringan saraf tiruan. Defuzzifikasi Proses perubahan dari himpunan fuzzy menjadi nilai crisp pada inferensi fuzzy. Epoch Satu iterasi pada proses pelatihan pada jaringan saraf tiruan. Error Galat, perbandingan antara hasil prakiraan dengan hasil yang sesungguhnya. Expert System Lihat Sistem Pakar FIS Fuzzy Inference System, teknik pengambilan keputusan menggunakan logika fuzzy. Forward Propagation Perambatan maju, tahapan pada proses pembelajaran jaringan saraf tiruan. Fungsi Aktivasi Fungsi pada jaringan saraf tiruan yang mentransformasikan penjumlahan sinyal berbobot yang masuk untuk menentukan sinyal keluaran. Fuzzifikasi Proses perubahan nilai crisp menjadi himpunan fuzzy pada sistem inferensi fuzzy. Fuzzy Mamdani Proses fuzzifikasi ketika input dan output juga berbentuk fuzzy. Goal Target tingkat error yang ingin dicapai pada proses pembelajaran jaringan saraf tiruan. Heuristics Teknik pemecahan masalah yang berdasarkan pada pengalaman.

168 Hidden Layer Lapisan tersembunyi pada jaringan saraf tiruan yang terletak antara lapisan input dan lapisan output. If-Then Rule Aturan jika-maka, mendeskripsikan aksi yang akan dilakukan berdasarkan kondisi dan situasi. Input Layer Lapisan pada jaringan saraf tiruan yang menerima masukan untuk diproses. Jaringan Saraf Tiruan Suatu sistem pemrosesan informasi yang memiliki karakteristik performansi khusus yang dapat disamakan dengan cara kerja jaringan syaraf manusia, Karet spesifikasi teknis karet alam yang diperoleh dari pengolahan lateks, koagulum karet atau bahan olah karet yang berasal dari getah pohon Hevea brasiliensis secara mekanis dengan atau tanpa bahan kimia, berbentuk karet remah (crumb rubber) atau karet bongkah (block rubber) yang mutunya ditetapkan berdasarkan spesifikasi teknis. Karet lembaran (sheet rubber) karet alam yang diperoleh dari lateks kebun yang telah digumpalkan dan ditipiskan melalui penggilingan. Knowledge Penghetahuan, salah satu komponen DSS yang digunakan untuk pengambilan keputusan. Koagulum lapangan koagulum karet alam yang diperoleh dari penggumpalan lateks kebun dengan bahan penggumpal atau menggumpal secara alami di dalam mangkuk atau wadah lain yang dilakukan di kebun. Koagulum segar koagulum karet alam yang diperoleh dari penggumpalan lateks kebun dengan bahan penggumpal di dalam bak penggumpalan yang dilakukan di dalam pabrik Lateks kebun getah segar yang diperoleh dari pohon karet Hevea brasiliensis. Learning Rate Laju pembelajaran, salah satu parameter pelatihan jariungan saraf tiruan yang mengendalikan perubahan nilai bobot dan bias selama pelatihan. Logika Fuzzy Alat yang memil,iki kemampuan untuk menghitung dan untuk memodelkan proses berpikir kualitatif manusia dalam analisis sistem dan pengembalian keputusan yang kompleks.

169 Manajemen Rantai Pasokan Konsep bisnis yang mengintegrasikan semua pelaku yang secara umum terdiri dari pemasok, produsen, distributor, ritel sampai konsumen. Matlab Program aplikasi scientific yang mendukung pemodelan, simulasi, perhitungan sistematis, serta pemrograman untuk pengembangan aplikasi berbasis scientific. Model Representasi dari dunia nyata. MSE Mean Square Error, fungsi kinerja yang sering digunakan untuk jaringan syaraf tiruan backpropagation. Neural Network Jaringan saraf tiruan Output Layer Lapisan pada jaringan saraf tiruan yang menghasilkan output hasil proses. Plasticity Retention Index (PRI) indeks nilai plastisitas sesudah dan sebelum pengusangan pada suhu 140 C selama 30 menit, yang menyatakan ketahanan karet alam mentah terhadap oksidasi pada suhu tinggi. Plastisitas awal (P 0 ) nilai plastisitas awal karet yang diukur dengan alat plastimeter Wallace. Sistem Inferensi Fuzzy Proses merumuskan pemetaan dari suatu masukan menuju ke suatu keluaran dengan menggunakan logika fuzzy. Proses tersebut melibatkan: fungsi keanggotaan, operasi logis dan aturan Jika-Maka Sistem Pakar Sistem computer yang menyimpan pengetahuan seorang pakar tentang suatu domain permasalahan yang spesifik dan menyediakan fasilitas untuk pemecahan masalah berdasarkan pengetahuan itu. Sistem Pengolahan dialog Salah satu komponen penyususn Decision Support System langsung dengan pengguna. (DSS) yang berhubungan Sistem Rantai Pasokan Sistem yang mengintegrasikan semua pelaku usaha yang secara umum terdiri dari pemasok, produsen, distributor, ritel sampai konsumen SNI

170 Standar Nasional Indonesia, satu-satunya standar yang berlaku secara nasional di Indonesia. SNI dirumuskan oleh Panitia Teknis dan ditetapkan oleh Badan Standarisasi Nasional. Standard Indonesian Rubber karet alam spesifikasi teknis produksi Indonesia dengan parameter mutu berpedoman standar internasional (ISO). Supervised Learning Proses pembelajaran terawasi, yaitu pembelajaran dengan cara memberikan pasangan masukan dan keluaran yang sesuai terhadap suatu jaringan. TFN Triangular Fuzzy Number, salah satu fungsi derajat keanggotaan pada sistem inferensi fuzzy. Time Series Deret waktu, rangkaian data yang berupa nilai pengamatan yang diukur selama kurun waktu tertentu, berdasarkan waktu dengan interval yang sama. Validasi Proses membandingkan hasil model dengan hasil nyata, apabila diperoleh kesesuaian antara hasil model dan hasil nyata, maka model disebut valid. Verifikasi Proses yang menyatakan bahwa variabel dalam model yang dikembangkan sudah sama dengan variabel dari situasi nyata.

171 Lampiran 1. Realisasi Penjualan Ekspor Karet Alam Produksi PTPN Semester 1 Tahun 2009 Jenis PTPN JUMLAH EKSPOR (kg) Rerata jumlah Karet Januari Februari Maret April Mei Juni ekspor per bulan Rerata nilai ekspor perbulan (FOB, US$) Harga rerata (US$ cents/kg) RSS VIII TOTAL TPC VIII TOTAL SIR-3L VIII TOTAL SIR 3WF VIII TOTAL SIR 5 VIII TOTAL SIR-10 VIII TOTAL SIR-20 VIII TOTAL

172 Lampiran 2. Realisasi Penjualan Ekspor Karet Alam Produksi PTPN Semester 2 Tahun Jenis PTPN JUMLAH EKSPOR (kg) Rerata jumlah Rerata nilai ekspor ekspor per perbulan (FOB, Karet Juli Agustus September Oktober November Desember bulan US$) Harga rerata (US$ cents/kg) RSS VIII TOTAL TPC VIII TOTAL SIR-3L VIII TOTAL SIR 3WF VIII TOTAL SIR 5 VIII TOTAL SIR-10 VIII TOTAL SIR-20 VIII TOTAL

173 Lampiran 3. Ekspor karet alam produksi PTPN VIII tahun 2009 Jenis JUMLAH EKSPOR (kg) Karet Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember RSS TPC SIR-3L SIR 3WF SIR SIR SIR

174 Lampiran 4. Ekspor Berbagai Jenis Karet Alam PTPN VIII semester 1 Tahun Jenis JUMLAH EKSPOR (kg) NILAI EKSPOR dalam kg (US$cts) Jumlah Rerata Jumlah Rerata Jumlah Rerata Nilai ekspor Rerata Harga PTPN semester 1 perbulan semester 1 perbulan tahun 2009 tahun 2009 tahun 2009 perbulan rerata TPC VIII ,04 SIR-3L VIII ,00 TOTAL ,25 SIR- 3WF VIII ,06 TOTAL SIR-5 VIII ,69 TOTAL ,69 SIR 10 VIII ,32 TOTAL ,12 SIR-20 VIII ,83 TOTAL ,83

175 Lampiran 5. Data Transaksi Harian TSR 20 di Bursa SICOM tahun 2010 No. Tanggal Harga Harga Harga Volume Volume transaksi tertinggi terendah penutupan penutupan pembukaan (yyyymmdd) (US cent/kg) (US cent/kg) (US cent/kg) (lots) (lots)

176 No. Tanggal Harga Harga Harga Volume Volume transaksi tertinggi terendah penutupan penutupan pembukaan (yyyymmdd) (US cent/kg) (US cent/kg) (US cent/kg) (lots) (lots)

177 No. Tanggal Harga Harga Harga Volume Volume transaksi tertinggi terendah penutupan penutupan pembukaan (yyyymmdd) (US cent/kg) (US cent/kg) (US cent/kg) (lots) (lots)

178 No. Tanggal Harga Harga Harga Volume Volume transaksi tertinggi terendah penutupan penutupan pembukaan (yyyymmdd) (US cent/kg) (US cent/kg) (US cent/kg) (lots) (lots)

179 No. Tanggal Harga Harga Harga Volume Volume transaksi tertinggi terendah penutupan penutupan pembukaan (yyyymmdd) (US cent/kg) (US cent/kg) (US cent/kg) (lots) (lots)

180 No. Tanggal Harga Harga Harga Volume Volume transaksi tertinggi terendah penutupan penutupan pembukaan (yyyymmdd) (US cent/kg) (US cent/kg) (US cent/kg) (lots) (lots) Nilai rata-rata

181 No. Tanggal Harga Harga Harga Volume Volume transaksi tertinggi terendah penutupan penutupan pembukaan (yyyymmdd) (US cent/kg) (US cent/kg) (US cent/kg) (lots) (lots) Nilai maximum Nilai minimum

182 Lampiran 6. Pola Data Training JST untuk Data SICOM Tahun 2010 Input Output No Harga Harga Harga Volume Volume Harga Volume Tertinggi Terendah Penutupan Penutupan Pembukaan prakiraan Prakiraan X1 X2 X3 X4 X5 Y1 Y

183 No Input Output Harga Harga Harga Volume Volume Harga Volume Tertinggi Terendah Penutupan Penutupan Pembukaan prakiraan Prakiraan X1 X2 X3 X4 X5 Y1 Y

184 No Input Output Harga Harga Harga Volume Volume Harga Volume Tertinggi Terendah Penutupan Penutupan Pembukaan prakiraan Prakiraan X1 X2 X3 X4 X5 Y1 Y

185 No Input Output Harga Harga Harga Volume Volume Harga Volume Tertinggi Terendah Penutupan Penutupan Pembukaan prakiraan Prakiraan X1 X2 X3 X4 X5 Y1 Y

186 158 Lampiran 8. Pengolahan Data JST untuk Prakiraan Harga dan Permintaan TSR 20 Tabel 1. Data input dan output untuk pengujian JST Input Output x1 x2 x3 x4 x5 y1 y2 P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P Nilai maksimum = dan nilai minimum = Normalisasi = 0.8 * (A px ) / ( )) + 0.1, (p = 1,2,,51 dan x = 1,2,3,4,5)

187 159 Hasil normalisasi disajikan pada tabel berikut: Tabel 2. Hasil normalisasi Input Output x1 x2 x3 x4 x5 y1 y2 P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P Arsitektur backpropagation dengan 1 lapisan tersembunyi yang terdiri dari 5 neuron tampak pada gambar 1.

188 160 Gambar 1. Lapisan input terdiri dari 5 neuron dan lapisan output terdiri dari 2 neuron. v ij adalah bobot dari lapisan input ke lapisan tersembunyi/hidden dan w jk adalah bobot dari lapisan tersembunyi ke lapisan output. Pelatihan backpropagation meliputi 3 fase. Fase pertama adalah fase feedforward atau propagasi maju. Pola masukan dihitung maju mulai dari lapisan input hingga lapisan output menggunakan fungsi aktivasi yang ditentukan. Fase kedua adalah adalah fase mundur. Selisih antara keluaran jaringan dengan target yang diinginkan merupakan error. Error tersebut dipropagasikan mundur dari lapisan output ke lapisan input. Fase ketiga adalah modifikasi bobot untuk memperkecil selisih antara keluaran jaringan dengan target. Algoritme pelatihan untuk jaringan dengan satu lapisan tersembunyi (dengan fungsi aktivasi sigmoid biner) adalah sebagai berikut: Langkah 0 Inisialisasi semua bobot dengan bilangan acak kecil (Tabel 3 dan Tabel 4) Mula-mula bobot diberi nilai acak yang kecil (range [-1,1]). Misal bobot yang digunakan seperti tabel 3 (bobot dari lapisan input ke lapisan tersembunyi = v ij ) dan tabel 4 (bobot dari lapisan tersembunyi ke lapisan output = w jk ). Tabel 3. Bobot dari lapisan input ke lapisan tersembunyi (v ij ) z1 z2 z3 z4 z5 x x x x x Tabel 4. Bobot dari lapisan tersembunyi ke lapisan output (w jk ) y1 y2 z z z z z

189 161 Langkah 1 Jika kondisi penghentian belum terpenuhi, lakukan langkah 2 9 Kondisi penghentian dilihat dari selisih hasil propagasi maju dengan target (error) atau jumlah iterasi yang dikehendaki. Misal error = dan epoch = Jika salah satu dari kedua kondisi tersebut terpenuhi pelatihan dihentikan. Langkah 2 Untuk setiap pasang data pelatihan, lakukan langkah 3 8 Langkah 3 Tiap unit masukan menerima sinyal dan meneruskannya ke unit tersembunyi diatasnya Langkah 4 Hitung semua keluaran di unit tersembunyi z j (j=1,2,3,4,5) z_net j = v jo + z_net 1 = 1 (0.2) (0.1) (0.2) (-0.1) (0.2) (0.1) = z_net 2 = 1 (-0.1) (0.3) (0.1) (0.3) (-0.1) (0.1) = z_net 3 = 1 (0.1) (0.1) (0.1) (0.1) (0.1) (0.3) = z_net 4 = 1 (0.2) (0.2) (0.2) (0.2) (0.3) (0.1) = z_net 5 = 1 (0.1) (0.1) (-0.1) (0.1) (0.1) (0.1) = z j = f(z_net j ) = 1/(1+ ), merupakan fungsi aktivasi sigmoid. z 1 = f(z_net 1 ) = 1/(1+ ) = 1/(1+ ) = z 2 = f(z_net 2 ) = 1/(1+ ) = 1/(1+ ) = z 3 = f(z_net 3 ) = 1/(1+ ) = 1/(1+ ) = z 4 = f(z_net 4 ) = 1/(1+ ) = 1/(1+ ) = z 5 = f(z_net 5 ) = 1/(1+ ) = 1/(1+ ) = Langkah 5 Hitung keluaran unit y k y_net k = v ko + y_net 1 = 1 (0.2) (0.3) (0.2) (-0.1) (0.4) (0.4) = y_net 2 = 1 (-0.1) (0.2) (0.1) (0.3) (-0.1) (0.2) = 0.294

190 162 karena pada lapisan tersembunyi ke lapisan output menggunakan fungsi aktivasi identitas f(x) = x, maka y 1 = f(y_net 1 ) = y 2 = f(y_net 2 ) = Target y 1 = dan y 2 = Karena hasil keluaran jaringan masih memilki selisih yang cukup besar maka dilanjutkan ke langkah 6 Langkah 6 Hitung faktor δ di unit keluaran y k δ k = (t k y k )f (y_net k ) = (t k -y k )y k (1-y k ) δ 1 = (t 1 -y 1 )y 1 (1-y 1 ) = ( ) (-0.646) ( ) = δ 2 = (t 2 -y 2 )y 2 (1-y 2 ) = ( ) (-0.294) ( ) = Suku perubahan bobot wjk (dengan α = 0.001): Δw jk = α δ k z j ; j = 0,1,2,3,4,5 Δw 01 = (-0.89)1 = Δw 11 = (-0.89) = Δw 21 = (-0.89) = Δw 31 = (-0.89) = Δw 41 = (-0.89) = Δw 51 = (-0.89) = Δw 02 = (-0.167)1 = Δw 12 = (-0.167) = Δw 22 = (-0.167) = Δw 32 = (-0.167) = Δw 42 = (-0.167) = Δw 52 = (-0.167) = Langkah 7 Hitung penjumlahan kesalahan dari unit tersembunyi (δ) δ_net j = δ_net 1 = (0.3) (0.2) = δ_net 2 = (0.2) (0.1) = δ_net 3 = (-0.1) (0.3) = δ_net 4 = (0.2) (-0.1) = δ_net 5 = (0.4) (0.2) = Faktor kesalahan δ di unit tersembunyi: δ j = δ_net j f (z_net j ) = δ_net j z j (1-z j ) δ 1 = (0.580) ( ) =

191 163 δ 2 = (0.521) ( ) = δ 3 = (0.589) ( ) = δ 4 = (0.602) ( ) = δ 5 = (0.548) ( ) = Suku perubahan bobot ke unit tersembunyi Δv ij = α δ j x i (j = 1,2,3,4,5; i = 0,1,2,3,4,5) z1 z2 z3 z4 z5 x1 Δv 11 = (-0.013) Δv 21 = (-0.008) Δv 31 = (-0.005) Δv 41 = (-0.003) Δv 51 = (-0.015) 0.1 = -1.3 x = -2.4 x = - 5 x = - 6 x = -1.5 x 10-6 x2 Δv 12 = (-0.013) Δv 22 = (-0.008) Δv 32 = (-0.005) Δv 42 = (-0.003) Δv 52 = (-0.015) 0.2 = -2.6 x = - 8 x = - 5 x = - 6 x 10-7 (-0.1) = 1.5 x 10-6 x3 Δv 13 = (-0.013) (- Δv 23 = (-0.008) Δv 33 = (-0.005) Δv 43 = (-0.003) Δv 53 = (-0.015) 0.1) = 1.3 x = -2.4 x = - 5 x = - 6 x = -1.5 x 10-6 x4 Δv 14 = (-0.013) Δv 24 = (-0.008) (- Δv 34 = (-0.005) Δv 44 = (-0.003) Δv 54 = (-0.015) 0.2 = -2.6 x ) = 8 x = - 5 x = - 9 x =-1.5 x 10-6 x5 Δv 15 = (-0.013) Δv 25 = (-0.008) Δv 35 = (-0.005) Δv 45 = (-0.003) Δv 55 = (-0.015) 0.1 = -1.3 x = - 8 x = x = - 3 x = -1.5 x Δv 10 = (-0.013) Δv 20 = (-0.008) (- Δv 30 = (-0.005) Δv 40 = (-0.003) Δv 50 = (-0.015) 0.2 = -2.6 x ) = 8 x = - 5 x = - 6 x = -1.5 x 10-6 Langkah 8 Hitung semua perubahan bobot Perubahan bobot unit keluaran w jk (baru) = w jk (lama) + Δw jk dan v ij (baru) = v ij (lama) + Δv ij w 11 (baru) = w jk (lama) + Δw jk Tabel 4 z1 z2 z3 z4 z5 x (-1.3 x 10-6 ) (-2.4 x 10-6 ) (-5 x 10-7 ) (-6 x 10-7 ) 0.1+(-1.5 x 10-6 ) x (-2.6 x 10-6 ) (-8 x 10-7 ) (-5 x 10-7 ) (-6 x 10-7 ) (1.5 x 10-6 ) x (1.3 x 10-6 ) (-2.4 x 10-6 ) (-5 x 10-7 ) (-6 x 10-7 ) 0.1 +(-1.5 x 10-6 ) x (-2.6 x 10-6 ) (8 x 10-7 ) (-5 x 10-7 ) (-9 x 10-7 ) 0.1 +(-1.5 x 10-6 ) x (-1.3 x 10-6 ) (-8 x 10-7 ) (-1.5 x 10-6 ) (-3 x 10-7 ) 0.1 +(-1.5 x 10-6 ) (-2.6 x 10-6 ) (8 x 10-7 ) (-5 x 10-7 ) (-6 x 10-7 ) 0.1 +(-1.5 x 10-6 ) Tabel 5 z1 z2 x ( ) ( ) x ( ) ( ) x ( ) ( ) x ( ) ( ) x ( ) ( ) ( ) ( ) Langkah 9 Kembali ke Langkah 1

192 164 Berikut adalah bobot yang diperoleh setelah proses pelatihan selesai. Bobot ini yang digunakan dalam proses pengujian dan implementasi. Pada proses pengujian dan implementasi fase yang dilakukan hanyalah fase propagasi maju saja. Tabel 6. Bobot dari lapisan input ke lapisan tersembunyi (w ij ) z1 z2 z3 z4 z5 x x x x x Tabel 7. Bobot dari lapisan tersembunyi ke lapisan output (v jk ) y1 y2 z z z z z

193 Lampiran 11. Kapasitas PabrikPT BSP Tahun 2009 (ton kering) Description Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agust Sept Okt Nov Des Total Total s.d Desember Kapasitas Terpasang Cream Latex Centrifuge Latex ,612 10,612 SIR 3 CV ,040 5,040 SIR 10/20 1,260 1,260 1,260 1,260 1,260 1,260 1,260 1,260 1,260 1,260 1,260 1,260 15,120 15,120 SIR ,048 6,048 RSS BSR ,040 5,040 Bunut Rubber Factory 3,488 3,488 3,488 3,488 3,488 3,488 3,488 3,488 3,488 3,488 3,488 3,488 41,860 41,860 Kapasitas Terpakai Cream Latex Centrifuge Latex ,413 8,413 SIR 3 CV SIR 10/ ,565 3,565 SIR ,426 1,426 RSS BSR ,698 3,698 Bunut Rubber Factory 1,283 1,394 1,287 1,041 1,375 1,549 1,489 1,535 1,335 1,791 1,393 2,144 17,615 17,615 Tingkat Utilisasi Cream Latex Centrifuge Latex 69% 61% 51% 59% 90% 93% 88% 87% 76% 108% 76% 94% 79% 79% SIR 3 CV 0% 0% 0% 0% 0% 0% 0% 0% 0% 8% 45% 70% 10% 10% SIR 10/20 28% 22% 34% 14% 18% 26% 23% 19% 22% 25% 16% 36% 24% 24% SIR 20 28% 22% 34% 14% 18% 26% 23% 19% 22% 25% 16% 36% 24% 24% RSS BSR 44% 111% 57% 66% 61% 66% 72% 100% 67% 85% 59% 93% 73% 73% Bunut Rubber Factory 37% 40% 37% 30% 39% 44% 43% 44% 38% 51% 40% 61% 42% 42%

194 Lampiran 12 Data Pasokan Bahan Baku tahun (kg basah) Bulan Ke Minggu Ke Pasokan Bahan Baku Realisasi Pasokan ,227 49,118 52, ,936 57,659 50, ,465 45,873 48, ,562 51,750 51, ,360 56,957 45, ,139 56,543 58, ,841 53,235 46, ,823 51,521 50, ,643 57,429 49, ,857 56,228 45, ,668 53,901 52, ,987 54,734 53, ,070 58,190 58, ,913 55,476 53, ,179 48,038 47, ,957 56,718 45, ,866 68,756 64, ,840 66,411 71, ,698 61,673 64, ,145 59,481 68, ,770 63,014 62, ,592 67,082 60, ,483 68,603 65, ,720 71,240 64, ,198 67,599 61, ,253 58,253 57, ,459 69,075 66, ,652 68,949 67, ,597 58,118 61, ,616 60,395 69, ,505 66,636 57, ,750 62,469 60, ,909 59,616 60, ,302 59,756 71, ,355 53,847 51, ,761 47,988 56, ,019 54,356 51, ,421 53,888 47, ,827 47,853 55, ,447 53,213 48, ,329 49,959 48, ,132 56,943 53, ,371 46,134 45, ,905 50,058 53, ,235 53,181 56, ,916 50,517 45, ,354 55,053 53, ,033 51,872 48, ,185 46,755 55, ,208 48,204 48, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,799

195 169 Lampiran 13. Data pola untuk pelatihan dan pengujian JST Bahan Baku Input Output Pola Pola Pola Pola Pola Pola Pola Pola Pola Pola Pola Pola Pola Pola Pola Pola Pola Pola Pola Pola Pola Pola Pola Pola Pola Pola Pola Pola Pola Pola Pola Pola Pola Pola Pola Pola Pola Pola Pola Pola Pola Pola Pola Pola Pola Pola Pola Pola Pola Pola Pola Pola Pola Pola Pola Pola Pola Pola Pola Pola Pola Pola Pola Pola Pola Pola Pola Pola Pola Pola Pola Pola Pola Pola Pola Pola Pola

196 170 Pola Pola Pola Pola Pola Pola Pola Pola Pola Pola Pola Pola Pola Pola Pola Pola Pola Pola Pola Pola Pola Pola Pola Pola Pola Pola Pola Pola Pola Pola Pola Pola Pola Pola Pola Pola Pola Pola Pola Pola Pola Pola Pola Pola Pola Pola Pola Pola Pola Pola Pola Pola Pola Pola Pola Pola Pola Pola Pola Pola Pola

197 172 Lampiran 14. Pengolahan Data FIS Perencanaan Produksi Contoh perhitungan manual untuk input HARGA = 381, PERMINTAAN = 1600, Bahan bakuan BAHAN BAKU = 57 Evaluasi aturan : α1 = min ( αharga TINGGI[381], αpermintaan TINGGI [1600], αbahan BAKU TINGGI [57] ) = min ( 0 ; 0 ; 0,68 ) = 0 α2 = min ( αharga TINGGI[381], αpermintaan TINGGI [1600], αbahan BAKU SEDANG [57] )= min ( 0 ; 0 ; 0,6) = 0 α3 = min ( αharga TINGGI[381], αpermintaan TINGGI [1600], αbahan BAKU RENDAH [57] ) = min ( 0 ; 0 ; 0 ) = 0 α4 = min ( αharga TINGGI[381], αpermintaan NORMAL [1600], αbahan BAKU TINGGI [57] ) = min ( 0 ; 1 ; 0,68 ) = 0 α5 = min ( αharga TINGGI[381], αpermintaan NORMAL [1600], αbahan BAKU SEDANG [57] ) = min ( 0 ; 1 ; 0,6 ) = 0 α6 = min ( αharga TINGGI[381], αpermintaan NORMAL [1600], αbahan BAKU RENDAH [57] ) = min ( 0 ; 1; 0 ) = 0 α7 = min ( αharga TINGGI[381], αpermintaan RENDAH [1600], αbahan BAKU TINGGI [57] ) = min ( 0 ; 0; 0,68) = 0 α8 = min ( αharga TINGGI[381], αpermintaan RENDAH [1600], αbahan BAKU SEDANG [57] ) = min ( 0 ; 0; 0,6) = 0 α9 = min ( αharga TINGGI[381], αpermintaan RENDAH [1600], αbahan BAKU RENDAH [57] ) = min ( 0 ;0; 0 ) = 0 α10= min ( αharga NORMAL[381], αpermintaan TINGGI [1600], αbahan BAKU TINGGI [57] ) = min ( 0,8 ; 0; 0,68 ) = 0 α11= min ( αharga NORMAL[381], αpermintaan TINGGI [1600], αbahan BAKU SEDANG [57] ) = min ( 0,8 ; 0 ; 0,6 ) = 0 α12= min ( αharga NORMAL[381], αpermintaan TINGGI [1600], αbahan BAKU RENDAH [57] ) = min ( 0,8 ; 0; 0) = 0 α13= min ( αharga NORMAL[381], αpermintaan NORMAL [1600], αbahan BAKU TINGGI [57] = min ( 0,8 ; 1; 0,68) = 0,68

198 173 α14= min ( αharga NORMAL[381], αpermintaan NORMAL [1600], αbahan BAKU SEDANG [57] ) = min ( 0,8 ; 1; 0,6 ) = 0,6 α15= min ( αharga NORMAL[381], αpermintaan NORMAL [1600], αbahan BAKU RENDAH [57] ) = min ( 0,8 ; 1; 0 ) = 0 α16= min ( αharga NORMAL[381], αpermintaan RENDAH [1600], αbahan BAKU TINGGI [57] ) = min ( 0,8 ; 0 ; 0,68 ) = 0 α17= min ( αharga NORMAL[381], αpermintaan RENDAH [1600], αbahan BAKU SEDANG [57] ) = min ( 0,8 ; 0 ; 0,6) = 0 α18= min ( αharga NORMAL[381], αpermintaan RENDAH [1600], αbahan BAKU RENDAH [57] ) = min ( 0,8 ; 0 ; 0) = 0 α19= min ( αharga RENDAH[381], αpermintaan TINGGI [1600], αbahan BAKU TINGGI [57] ) = min ( 0 ; 0 ; 0,68 ) = 0 α20= min ( αharga RENDAH[381], αpermintaan TINGGI [1600], αbahan BAKU SEDANG [57] ) = min ( 0 ; 0 ; 0,6 ) = 0 α21= min ( αharga RENDAH[381], αpermintaan TINGGI [1600], αbahan BAKU RENDAH [57] ) = min ( 0 ; 0 ; 0 ) = 0 α22= min ( αharga RENDAH[381], αpermintaan NORMAL [1600], αbahan BAKU TINGGI [57] ) = min ( 0 ; 1 ; 0,68) = 0 α23= min ( αharga RENDAH[381], αpermintaan NORMAL [1600], αbahan BAKU SEDANG [57] ) = min ( 0 ; 1 ; 0,6) = 0 α24= min ( αharga RENDAH[381], αpermintaan NORMAL [1600], αbahan BAKU RENDAH [57] ) = min ( 0 ; 1 ; 0 ) = 0 α25= min ( αharga RENDAH[381], αpermintaan RENDAH [1600], αbahan BAKU TINGGI [57] ) = min ( 0 ; 0 ; 0,68 ) = 0 α26= min ( αharga RENDAH[381], αpermintaan RENDAH [1600], αbahan BAKU SEDANG [57] ) = min ( 0 ; 0 ; 0,6 ) = 0 α27= min ( αharga RENDAH[381], αpermintaan RENDAH [1600], αbahan BAKU RENDAH [57] ) = min ( 0 ; 0 ; 0) = 0 Fungsi Implikasi pada basis aturan : 1. Jika HARGA TINGGI dan PERMINTAAN TINGGI dan BAHAN BAKU TINGGI maka JUMLAH PRODUKSI TINGGI tidak memiliki daerah implikasi karena µ jmlprod = 0

199 Jika HARGA TINGGI dan PERMINTAAN TINGGI dan BAHAN BAKU SEDANG maka JUMLAH PRODUKSI NORMAL tidak memiliki daerah implikasi karena µ jmlprod = 0 3. Jika HARGA TINGGI dan PERMINTAAN TINGGI dan BAHAN BAKU RENDAH maka JUMLAH PRODUKSI RENDAH tidak memiliki daerah implikasi karena µ jmlprod = 0 4. Jika HARGA TINGGI dan PERMINTAAN NORMAL dan BAHAN BAKU TINGGI maka JUMLAH PRODUKSI TINGGI tidak memiliki daerah implikasi karena µ jmlprod = 0 5. Jika HARGA TINGGI dan PERMINTAAN NORMAL dan BAHAN BAKU SEDANG maka JUMLAH PRODUKSI NORMAL tidak memiliki daerah implikasi karena µ jmlprod = 0 6. Jika HARGA TINGGI dan PERMINTAAN NORMAL dan BAHAN BAKU RENDAH maka JUMLAH PRODUKSI RENDAH tidak memiliki daerah implikasi karena µ jmlprod = 0 7. Jika HARGA TINGGI dan PERMINTAAN RENDAH dan BAHAN BAKU TINGGI maka JUMLAH PRODUKSI TINGGI tidak memiliki daerah implikasi karena µ jmlprod = 0 8. Jika HARGA TINGGI dan PERMINTAAN RENDAH dan BAHAN BAKU SEDANG maka JUMLAH PRODUKSI NORMAL tidak memiliki daerah implikasi karena µ jmlprod = 0 9. Jika HARGA TINGGI dan PERMINTAAN RENDAH dan BAHAN BAKU RENDAH maka JUMLAH PRODUKSI RENDAH tidak memiliki daerah implikasi karena µ jmlprod = Jika HARGA NORMAL dan PERMINTAAN TINGGI dan BAHAN BAKU TINGGI maka JUMLAH PRODUKSI TINGGI tidak memiliki daerah implikasi karena µ jmlprod = Jika HARGA NORMAL dan PERMINTAAN TINGGI dan BAHAN BAKU SEDANG maka JUMLAH PRODUKSI NORMAL tidak memiliki daerah implikasi karena µ jmlprod = 0

200 Jika HARGA NORMAL dan PERMINTAAN TINGGI dan BAHAN BAKU RENDAH maka JUMLAH PRODUKSI RENDAH tidak memiliki daerah implikasi karena µ jmlprod = Jika HARGA NORMAL dan PERMINTAAN NORMAL dan BAHAN BAKU TINGGI maka JUMLAH PRODUKSI TINGGI memiliki daerah implikasi µ jmlprod = 0,68 Pada saat µ JMLPROD TINGGI [x] = 0.68, maka nilai x dapat ditentukan sebagai berikut = (x-155) / 30 x = 175,4 0 ; x 155 atau x 202 µ JMLPROD 13 [ X] = (x-155) / 30 ; 155 < x 175,4 0,68 ; 175,4 < x Jika HARGA NORMAL dan PERMINTAAN NORMAL dan BAHAN BAKU SEDANG maka JUMLAH PRODUKSI NORMAL memiliki daerah implikasi µ jmlprod = 0,6 Pada saat µ JMLPROD NORMAL [x] = 0.60, maka nilai x dapat ditentukan sebagai berikut. 0.6 = (x-105) / 30 x = = (150-x) / 15 x = ; x 105 atau x 150 µ JMLPROD 14 [ X] = (x-105) / 30 ; 105 x 123 0,6 ; 123 x 141 (150-x) / 15 ; 141 x 150

201 Jika HARGA NORMAL dan PERMINTAAN NORMAL dan BAHAN BAKU RENDAH maka JUMLAH PRODUKSI RENDAH tidak memiliki daerah implikasi karena µ jmlprod = Jika HARGA NORMAL dan PERMINTAAN RENDAH dan BAHAN BAKU TINGGI maka JUMLAH PRODUKSI TINGGI tidak memiliki daerah implikasi karena µ jmlprod = Jika HARGA NORMAL dan PERMINTAAN RENDAH dan BAHAN BAKU SEDANG maka JUMLAH PRODUKSI NORMAL tidak memiliki daerah implikasi karena µ jmlprod = Jika HARGA NORMAL dan PERMINTAAN RENDAH dan BAHAN BAKU RENDAH maka JUMLAH PRODUKSI RENDAH tidak memiliki daerah implikasi karena µ jmlprod = Jika HARGA RENDAH dan PERMINTAAN TINGGI dan BAHAN BAKU TINGGI maka JUMLAH PRODUKSI TINGGI tidak memiliki daerah implikasi karena µ jmlprod = Jika HARGA RENDAH dan PERMINTAAN TINGGI dan BAHAN BAKU SEDANG maka JUMLAH PRODUKSI NORMAL tidak memiliki daerah implikasi karena µ jmlprod = Jika HARGA RENDAH dan PERMINTAAN TINGGI dan BAHAN BAKU RENDAH maka JUMLAH PRODUKSI RENDAH tidak memiliki daerah implikasi karena µ jmlprod = Jika HARGA RENDAH dan PERMINTAAN NORMAL dan BAHAN BAKU TINGGI maka JUMLAH PRODUKSI TINGGI tidak memiliki daerah implikasi karena µ jmlprod = Jika HARGA RENDAH dan PERMINTAAN NORMAL dan BAHAN BAKU SEDANG maka JUMLAH PRODUKSI NORMAL tidak memiliki daerah implikasi karena µ jmlprod = Jika HARGA RENDAH dan PERMINTAAN NORMAL dan BAHAN BAKU RENDAH maka JUMLAH PRODUKSI RENDAH tidak memiliki daerah implikasi karena µ jmlprod = 0

202 Jika HARGA RENDAH dan PERMINTAAN RENDAH dan BAHAN BAKU TINGGI maka JUMLAH PRODUKSI TINGGI tidak memiliki daerah implikasi karena µ jmlprod = Jika HARGA RENDAH dan PERMINTAAN RENDAH dan BAHAN BAKU SEDANG maka JUMLAH PRODUKSI NORMAL tidak memiliki daerah implikasi karena µ jmlprod = Jika HARGA RENDAH dan PERMINTAAN RENDAH dan BAHAN BAKU RENDAH maka JUMLAH PRODUKSI RENDAH tidak memiliki daerah implikasi karena µ jmlprod = 0 µ x , M2 M M1 M3 M , Jumlah Produksi Gambar Dekomposisi fungsi implikasi Perhitungan Momen : Perhitungan Luas : M1 = 123 ( x ) x dx = 631,8 A1 = ( )*0,6/2 = 5,4

203 178 M2 = M3 = M4 = M5 = ( 0.6) xdx = 1425,6 A2 = ( )*0,6 = 10,8 ( ,4 ( x ,4 x) x dx = 308,62 A3 = ( )*0,6/2 = 2,7 155) x dx = 1170,41 A4 = (175,4-155)*0,68/2 = 6,94 ( 0.68) xdx = 3415,21 A5 = ( ,4)*0,68 = 18,09 Menghitung titik pusat : x = 6948,64 43,93 = 158,18

204 Lampiran 16. Data Permintaan Bahan Baku dan Realisasi Pasokan Bahan Baku Periode Bulan Rencana Permintaan Bahan Baku (Kg Basah) Realisasi Pasokan Bahan Baku (Kg Basah) Jan , ,779 Feb , ,426 Mar , ,735 Apr , ,555 May , ,465 Jun , ,576 Jul , ,992 Aug , ,318 Sep , ,119 Oct , ,960 Nov , ,162 Dec , ,189 Jan , ,884 Feb , ,890 Mar , ,968 Apr , ,078 May , ,477 Jun , ,789 Jul , ,523 Aug , ,334 Sep , ,421 Oct , ,191 Nov , ,255 Dec , ,399 Jan , ,980 Feb , ,074 Mar , ,929 Apr , ,693 May , ,767 Jun , ,214 Jul , ,190 Aug , ,253 Sep , ,011 Oct , ,903 Nov , ,430 Dec , ,049

205 Lampiran 17. Petunjuk Penggunaan Aplikasi Proplan-TSR Petunjuk Instalasi Mengkopi file file yang diperlukan serta mengatur konfigurasi sistem agar aplikasi model PROPLAN-TSR20 dapat berjalan dengan baik. Aplikasi model PROPLAN-TSR20 melibatkan beberapa file beserta konfigurasi yang harus diatur sedemikian rupa sehingga aplikasi ini dapat berjalan dengan baik. File file ini (pada PC yang berbeda) kemungkinan tidak tersedia dan konfigurasi yang ada tidak memenuhi persyaratan yang diperlukan PROPLAN-TSR20. Untuk menjamin berjalannya aplikasi model PROPLAN-TSR20 dengan baik diperlukan proses instalasi yang bertujuan meng-kopi file file yang diperlukan serta mengatur konfigurasinya. PROPLAN-TSR20 hanya dapat berjalan pada sistem operasi yang berbasis windows tepatnya Microsoft Windows 9x atau versi yang lebih tinggi dengan minimal RAM 128 dan disk free space sebesar 5 (lima) MB. Di samping itu khusus untuk Sistem Operasi Microsoft Windows 7 diperlukan instalasi aplikasi MSVBVM5 yang dapat didownload pada website resmi microsoft. Khusus untuk sistem operasi yang multiuser (Microsoft Windows XP, Microsoft Windows 2000, atau semacamnya) hendaknya aplikasi model PROPLAN-TSR20 diinstal pada mode administrator. Ada beberapa tahapan yang perlu diperhatikan dalam proses instalasi PROPLAN-TSR20 Untuk melakukan prosedur instalasi disediakan sebuah CD yang berisi 3 (tiga) buah file, diantaranya: proplan-tsr20.cab, setup.exe, dan setup.lst. Berikut adalah beberapa tahapan prosedur instalasi PROPLAN-TSR20: :: Hapus Versi Sebelumnya Instalasi tidak dapat menghapus secara otomatis aplikasi PROPLAN-TSR20 yang telah terinstal pada waktu sebelumnya. Lakukan penghapusan jika sebelumnya anda telah meng-instal Aplikasi PROPLAN-TSR20 sesuai prosedur Menghapus Aplikasi PROPLAN-TSR20 dari Windows. :: Jalankan File Instalasi Jalankan file instalasi PROPLAN-TSR20 dengan meng-klik ganda setup.exe pada direktori / drive dimana file ini ditempatkan. Ikuti semua petunjuk yang ditayangkan pada proses selanjutnya, biasanya pengguna hanya melakukan persetujuan dengan menekan tombol [Enter] pada setiap dialog yang ditampilkan. :: Update File System (Jika Diperlukan) Untuk kasus tertentu terkadang sistem operasi harus melakukan prosedur updating file system terlebih dahulu sebelum proses instalasi dilanjutkan. Tetapi jangan khawatir, konfigurasi ini dilakukan secara otomatis, dan instalasi akan meminta windows untuk di-restart sebelum progres dilanjutkan. Setujui permintaan ini dengan menekan tombol [Enter], windows secara otomatis akan melakukan booting ulang, jika tidak - lakukan booting ulang secara manual. Ulangi lagi prosedur instalasi dari awal. :: Instalasi Selesai Jika proses instalasi berjalan dengan lancar, windows akan membuat program group baru dengan nama PROPLAN-TSR20. Untuk mengaktifkannya, klik shortcut pada Start Programs PROPLAN-TSR20 PROPLAN-TSR20.

206 Aplikasi PROPLAN-TSR20 A plikasi PROPLAN-TSR20 merupakan aplikasi pendukung model Rekayasa model sistem manajemen ahli perencanaan produksi karet spesifikasi teknis yang dirancang dalam suatu paket komputer yang dengan nama PROPLAN-TSR20. Paket program ini disusun untuk membantu pengguna, baik peneliti, pengambil kebijakan, investor, lembaga pembiayaan maupun lembaga ekonomi dalam melakukan analisa sistem perencanaan produksi karet spesifikasi teknis. Adapun uraian ini dirancang untuk membantu operasionalisasi penggunaan aplikasi PROPLAN-TSR20. Menjalankan Aplikasi PROPLAN-TSR20 Aplikasi PROPLAN-TSR20 dapat dijalankan apabila proses instalasi berjalan dengan baik. Apabila terjadi kesalahan dalam prosedur instalasi ataupun pada saat eksekusi program, laporkan kembali kesalahan tersebut kepada system designer. Untuk menjalankan aplikasi PROPLAN-TSR20, klik tombol [Start] pada taskbar windows kemudian pada menu Programs ditampilkan beberapa aplikasi (program group) yang terinstal dalam windows dan salah satunya adalah PROPLAN-TSR20. Arahkan pointer pada grup PROPLAN-TSR20 kemudian klik shortcut PROPLAN-TSR20 untuk mengaktifkannya. Gambar 1. Dialog Akses Aplikasi PROPLAN-TSR20. Halaman pertama yang ditampilkan aplikasi PROPLAN-TSR20 adalah dialog akses aplikasi yang berguna sebagai gerbang otorisasi penggunaan aplikasi. Pada dialog ini ditanyakan mengenai passowrd akses aplikasi. Silahkan masukkan password yang sesuai untuk melanjutkan, kemudian klik

207 184 tombol [Lanjut] atau tekan [Enter] untuk menyetujuinya dan klik [Batal] atau tekan [Esc] untuk membatalkannya. Password sangat sensitif pada jenis karakter, silahkan perhatikan kembali tombol [Caps Lock] akses aplikasi tidak sukses. Struktur Aplikasi PROPLAN-TSR20 Secara struktural konfigurasi aplikasi PROPLAN-TSR20 terdiri dari beberapa modul yang masingmasing dikonstruksi untuk memproses input berupa data untuk menghasilkan output yang berbentuk informasi, alternatif keputusan, strategi kebijakan, atau saran/upaya pengembangan. Modul-modul tersebut secara umum dikelompokkan ke dalam 3 (tiga) bagian antara lain: Perencanaan, Kapasitas Produksi, dan Kinerja. Kelompok modul tersebut dapat diakses dengan cara meng-klik kelompok bersesuaian pada panel yang ditempatkan pada bagian kanan-atas aplikasi. Sedangkan modul-modul dalam kelompok masing-masing dikumpulkan pada panel yang ditempatkan pada bagian kiri aplikasi. Home: Halaman depan aplikasi Prakiraan: Prakiraan harga dan volume permintaan Perencanaan: Perencanaan Produksi menggunakan FIS Kapasitas Produksi: Ketersediaan kapasitas produksi Kinerja: Keberhasilan rencana produksi Gambar 2. Struktur Sistem Aplikasi PROPLAN-TSR20 Kelompok Modul Home, merupakan kelompok modul yang menyajikan deskripsi singkat aplikasi dan konfigurasi aplikasi PROPLAN-TSR20. Klik perintah Home untuk mengaktifkan kelompok modul tersebut, kemudian pada panel kiri aplikasi disediakan beberapa perintah (shortcut) untuk menampilkan halaman-halaman dialog yaitu Tentang Aplikasi. Arahkan pointer pada shortcut yang diinginkan, kemudian klik shortcut tersebut untuk menampilkan halaman yang sesuai. Home Tentang Aplikasi. Berisi informasi mengenai kredit aplikasi yang terdiri dari nama dan pemilik aplikasi.

208 Konfigurasi Aplikasi. Berguna untuk mengganti password aplikasi. Arahkan pointer pada tombol perintah Konfigurasi kemudian klik tombol tersebut untuk menampilkan halaman konfigurasi aplikasi. Gambar 3. Konfigurasi Password dalam PROPLAN-TSR20 Kelompok Modul Prakiraan pada aplikasi PROPLAN-TSR20 dirancang untuk melakukan prakiraan harga, volume permintaan, dan kebutuhan bahan baku karet spesifikasi teknis. Untuk mengaktifkan kelompok modul tersebut dapat dilakukan dengan meng-klik tombol perintah Prakiraan yang diletakan pada panel bagian kanan-atas aplikasi. Dalam modul ini terdapat dua sub modul yaitu sub modul prakiraan harga dan permintaan dan prakiraan kebutuhan bahan baku. Arahkan pointer pada tombol perintah yang sesuai kemudian klik tombol tersebut untuk menampilkan modul yang diinginkan. Prakiraan Modul prakiraan harga dan permintaan maupun modul prakiraan kebutuhan bahan baku diolah menggunakan metode Jaringan Syaraf Tiruan (JST) yang dibangun dengan perangkat lunak eksternal yaitu Matlab. Pada dialog yang ditampilkan, pilih tombol Klik disini untuk melanjutkan untuk menampilkan modul JST dalam perangkat lunak Matlab. Petunjuk pengguanan modul prakiraan harga dan permintaan maupun modul prakiraan kebutuhan bahan baku dengan bahasa matlab akan dijelaskan pada bagian terpisah dari dokumen petunjuk penggunaan ini.

209 186 Gambar 4. Halaman Pembuka Modul Prakiraan Harga, Permintaan, dan Bahan Baku dalam PROPLAN-TSR20 Modul Perencanaan pada aplikasi PROPLAN- TSR20 dirancang untuk untuk menyusun Jadual Induk Produksi (Master Production Scheduling, MPS). Metode yang digunakan adalah metode Fuzzy Inference System (FIS) oleh Mamdani dimana pengambilan keputusan didasarkan pada sejumlah aturan If Then Rules. Untuk mengaktifkan modul Perencanaan dapat dilakukan dengan mengklik tombol perintah Perencanaan yang diletakan pada panel bagian kanan-atas aplikasi. Perencanaan Modul Perencanaan diolah menggunakan metode Jaringan Syaraf Tiruan (JST) yang dibangun dengan perangkat lunak eksternal yaitu Matlab. Pada dialog yang ditampilkan, pilih tombol Klik disini untuk melanjutkan untuk menampilkan modul JST dalam perangkat lunak Matlab. Petunjuk pengguanan modul Perencanaan dengan bahasa matlab akan dijelaskan pada bagian terpisah dari dokumen petunjuk penggunaan ini. Modul Kapasitas Produksi pada aplikasi PROPLAN-TSR20 dirancang dirancang digunakan untuk menghitung apakah sumber daya yang direncanakan cukup untuk melaksanakan rencana produksi karet spesifikasi teknis jenis SIR 20 di unit pengolahan karet spesifikasi teknis. Hasil perhitungan kapasitas selanjutnya digunakan untuk menjaga keseimbangan antara kebutuhan kapasitas yang ditetapkan dalam jadual induk produksi dengan ketersediaan kapasitas di lantai produksi. Untuk menampilkan detail modul Kapasitas Produksi, arahkan pointer pada perintah Kapasitas Produksi yang ditempatkan pada panel kanan-atas aplikasi, kemudian klik perintah tersebut. Kapasitas Produksi

210 Gambar 5. Halaman Pembuka Modul Perencanaan Membuat dokumen baru Membuka dokumen Menyimpan dokumen Gambar 6. Modul Kapasitas Produksi

211 188 Modul Kinerja pada aplikasi PROPLAN-TSR20 dirancang dirancang untuk mengukur keberhasilan penyusunan rencana produksi dalam mengoptimalkan performansi rantai pasokan yang disusun disusun mengacu pada model pengukuran kinerja SCOR (Supply Chain Operations Reference Model). Untuk menampilkan detail modul Kinerja, arahkan pointer pada perintah Kinerja yang ditempatkan pada panel kanan-atas aplikasi, kemudian klik perintah tersebut. Kinerja Membuat dokumen baru Membuka dokumen Menyimpan dokumen Menampilkan nilai variasi data rencana dan realisasi Isikan angka pada sel ini untuk menambahkan data baru Gambar 7. Modul Kinerja Rantai Pasok Mengakhiri Aplikasi Untuk mengakhiri aplikasi PROPLAN-TSR20, gunakan tombol Close yang diletakkan pada bagian kanan atas aplikasi.

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendekatan manajemen rantai pasok telah banyak digunakan sebagai salah satu model untuk meningkatkan keunggulan bersaing dalam industri. Manajemen rantai pasok merupakan

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran

3 METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran 3 METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Perencanaan produksi sebagai suatu keputusan awal yang mempengaruhi aktifitas pada kegiatan lainnya memiliki peran penting untuk mengantisipasi terjadinya inefisiensi

Lebih terperinci

REKAYASA SISTEM MANAJEMEN AHLI PERENCANAAN PRODUKSI KARET SPESIFIKASI TEKNIS

REKAYASA SISTEM MANAJEMEN AHLI PERENCANAAN PRODUKSI KARET SPESIFIKASI TEKNIS REKAYASA SISTEM MANAJEMEN AHLI PERENCANAAN PRODUKSI KARET SPESIFIKASI TEKNIS Nofi Erni 1, M. Syamsul Maarif 2 Nastiti S.Indrasti 2, Machfud 2, Soeharto Honggokusumo 3 1Program Studi Teknik Industri, Fakultas

Lebih terperinci

6 IMPLEMENTASI MODEL 6.1 Verifikasi Model

6 IMPLEMENTASI MODEL 6.1 Verifikasi Model 6 IMPLEMENTASI MODEL Rekayasa sistem manajemen ahli Proplan TSR20 yang dirancang menggunakan pendekatan sistem harus memenuhi kriteria mewakili keseluruhan sistem kajian rantai pasok yang dipilih (holistic)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Menurut data Bank Dunia tahun 2015, Indonesia merupakan negara kedua penghasil karet alami terbesar di dunia. Jenis karet alam yang dihasilkan Indonesia

Lebih terperinci

Pengukuran Kinerja SCM

Pengukuran Kinerja SCM Pengukuran Kinerja SCM Pertemuan 13-14 Dalam SCM, manajemen kinerja dan perbaikan secara berkelanjutan merupakan salah satu aspek fundamental. Oleh sebab itu diperlukan suatu sistem pengukuran yang mampu

Lebih terperinci

Model Prakiraan Harga dan Permintaan pada Rantai Pasok Karet Spesifikasi Teknis Menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan

Model Prakiraan Harga dan Permintaan pada Rantai Pasok Karet Spesifikasi Teknis Menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan 116 Jurnal AL-AZHAR INDONESIA SERI SAINS DAN TEKNOLOGI, Vol. 1, No. 3, Maret 2012 Model Prakiraan Harga dan Permintaan pada Rantai Pasok Karet Spesifikasi Teknis Menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan Nofi

Lebih terperinci

MODEL PERAMALAN HARGA SAHAM DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN PROPAGASI BALIK TRIANA ENDANG

MODEL PERAMALAN HARGA SAHAM DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN PROPAGASI BALIK TRIANA ENDANG MODEL PERAMALAN HARGA SAHAM DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN PROPAGASI BALIK TRIANA ENDANG SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini

Lebih terperinci

ANALISIS BULLWHIP EFFECT DALAM MANAJEMEN RANTAI PASOK

ANALISIS BULLWHIP EFFECT DALAM MANAJEMEN RANTAI PASOK ANALISIS BULLWHIP EFFECT DALAM MANAJEMEN RANTAI PASOK Tita Talitha 1 1 Program Studi Teknik Industri, Fakultas Teknik Universitas Dian Nuswantoro Jalan Nakula I No. 5-11 Semarang Email : tita@dosen.dinus.ac.id

Lebih terperinci

5 PEMODELAN SISTEM 5.1 Konfigurasi Model

5 PEMODELAN SISTEM  5.1 Konfigurasi Model 5 PEMODELAN SISTEM Rekayasa model sistem manajemen ahli perencanaan produksi karet spesifikasi teknis, pada penelitian ini menggunakan pendekatan sistem. Pendekatan ini merupakan metodologi untuk mencapai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Definisi Supply Chain dan Supply Chain Management

II. TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Definisi Supply Chain dan Supply Chain Management II. TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Definisi Supply Chain dan Supply Chain Management Menurut Punjawan (2005) definisi dari supply chain adalah jaringan perusahaan-perusahaan yang bekerja untuk menciptakan dan menghantarkan

Lebih terperinci

Supply Chain Management. Tita Talitha,MT

Supply Chain Management. Tita Talitha,MT Supply Chain Management Tita Talitha,MT 1 Materi Introduction to Supply Chain management Strategi SCM dengan strategi Bisnis Logistics Network Configuration Strategi distribusi dan transportasi Inventory

Lebih terperinci

MODEL PERAMALAN HARGA SAHAM DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN PROPAGASI BALIK TRIANA ENDANG

MODEL PERAMALAN HARGA SAHAM DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN PROPAGASI BALIK TRIANA ENDANG MODEL PERAMALAN HARGA SAHAM DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN PROPAGASI BALIK TRIANA ENDANG SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini

Lebih terperinci

KINERJA PENYAMPAIAN SUKU CADANG PT TOYOTA-ASTRA MOTOR DENGAN MODEL SUPPLY CHAIN OPERATIONS REFERENCE. Oleh NISAA MARDHIYYAH H

KINERJA PENYAMPAIAN SUKU CADANG PT TOYOTA-ASTRA MOTOR DENGAN MODEL SUPPLY CHAIN OPERATIONS REFERENCE. Oleh NISAA MARDHIYYAH H KINERJA PENYAMPAIAN SUKU CADANG PT TOYOTA-ASTRA MOTOR DENGAN MODEL SUPPLY CHAIN OPERATIONS REFERENCE Oleh NISAA MARDHIYYAH H24103115 DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang 1 Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Persaingan perusahaan-perusahaan sangat ketat dalam era globalisasi ini yang menghendaki perdagangan bebas. Persaingan yang sengit dalam pasar global sekarang ini,

Lebih terperinci

PEMODELAN DINAMIKA SISTEM RANCANGBANGUN MANAJEMEN RANTAI PASOKAN INDUSTRI TEH HIJAU TOMY PERDANA

PEMODELAN DINAMIKA SISTEM RANCANGBANGUN MANAJEMEN RANTAI PASOKAN INDUSTRI TEH HIJAU TOMY PERDANA PEMODELAN DINAMIKA SISTEM RANCANGBANGUN MANAJEMEN RANTAI PASOKAN INDUSTRI TEH HIJAU TOMY PERDANA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 SURAT PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

ABSTRACT. Keywords : Model, Intelligence Decision Support System, Rice, Supply Chain, DKI Jakarta.

ABSTRACT. Keywords : Model, Intelligence Decision Support System, Rice, Supply Chain, DKI Jakarta. ABSTRACT DADANG SURJASA. Model Design of Intelligent Decision Support System for Rice Supply Chain System in DKI Jakarta Province. Guided by E. GUMBIRA SA`ID, BUSTANUL ARIFIN, SUKARDI. DKI Jakarta is the

Lebih terperinci

5 KINERJA, SUMBER RISIKO, DAN NILAI TAMBAH RANTAI PASOK BUAH MANGGIS DI KABUPATEN BOGOR

5 KINERJA, SUMBER RISIKO, DAN NILAI TAMBAH RANTAI PASOK BUAH MANGGIS DI KABUPATEN BOGOR 5 KINERJA, SUMBER RISIKO, DAN NILAI TAMBAH RANTAI PASOK BUAH MANGGIS DI KABUPATEN BOGOR 5.1 Kinerja Rantai Pasok Kinerja rantai pasok merupakan ukuran kinerja secara keseluruhan rantai pasok tersebut (Chopra

Lebih terperinci

Rancang Bangun Aplikasi Sistem Informasi Manajemen Rantai Pasok Distribusi Daging Sapi Nasional

Rancang Bangun Aplikasi Sistem Informasi Manajemen Rantai Pasok Distribusi Daging Sapi Nasional A817 Rancang Bangun Aplikasi Sistem Informasi Manajemen Rantai Pasok Distribusi Daging Sapi Nasional Lidra Trifidya, Sarwosri, dan Erma Suryani Jurusan Teknik Informatika, Fakultas Teknologi Informasi,

Lebih terperinci

DAMPAK KEBIJAKAN HARGA DASAR PEMBELIAN PEMERINTAH TERHADAP PENAWARAN DAN PERMINTAAN BERAS DI INDONESIA RIA KUSUMANINGRUM

DAMPAK KEBIJAKAN HARGA DASAR PEMBELIAN PEMERINTAH TERHADAP PENAWARAN DAN PERMINTAAN BERAS DI INDONESIA RIA KUSUMANINGRUM DAMPAK KEBIJAKAN HARGA DASAR PEMBELIAN PEMERINTAH TERHADAP PENAWARAN DAN PERMINTAAN BERAS DI INDONESIA RIA KUSUMANINGRUM SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan

Lebih terperinci

KONSEP SI LANJUT. WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI.

KONSEP SI LANJUT. WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI. KONSEP SI LANJUT WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI. PERTEMUAN 3 KSI LANJUT Supply Chain Management (SCM) Pemahaman dan Fungsi Dasar SCM. Karakter Sistem. Arsitektur Pengembangan dan Tantangan SCM. Peran Internet

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Manajemen Rantai Pasok

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Manajemen Rantai Pasok 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Manajemen Rantai Pasok Manajemen rantai pasok (Supply Chain Management) merupakan pendekatan untuk mengintegrasikan seluruh mata rantai pengadaan barang mulai dari hulu ke hilir,

Lebih terperinci

KONSEP SI LANJUT. WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI.

KONSEP SI LANJUT. WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI. KONSEP SI LANJUT WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI. PERTEMUAN 3 KSI LANJUT Supply Chain Management (SCM) Pemahaman dan Fungsi Dasar SCM. Karakter Sistem SCM. Arsitektur Pengembangan dan Tantangan SCM. Peran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan pengekspor karet spesifikasi teknis terbesar ke

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan pengekspor karet spesifikasi teknis terbesar ke BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan pengekspor karet spesifikasi teknis terbesar ke tiga di dunia setelah Thailand dan Malaysia. Karet spesifikasi teknis (Technically Specified Rubber)

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Karet alam termasuk salah satu komoditi strategis agroindustri di Indonesia karena memberikan peranan yang cukup penting sebagai penghasil devisa negara dari sub-sektor perkebunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini menguraikan beberapa hal mengenai penelitian yaitu latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, batasan masalah dan asumsi, serta sistematika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Di zaman yang global ini persaingan bisnis berjalan cukup ketat dan mengharuskan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Di zaman yang global ini persaingan bisnis berjalan cukup ketat dan mengharuskan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di zaman yang global ini persaingan bisnis berjalan cukup ketat dan mengharuskan manajemen untuk memberikan terobosan yang strategis untuk tetap dapat mengembangkan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Kerangka Pemikiran

METODOLOGI PENELITIAN. Kerangka Pemikiran METODOLOGI PENELITIAN Kerangka Pemikiran Sistem pasokan bahan baku dalam suatu agroindustri merupakan salah satu faktor yang penting untuk menjaga kelangsungan proses produksi. Sistem pasokan ini merupakan

Lebih terperinci

A. KERANGKA PEMIKIRAN

A. KERANGKA PEMIKIRAN III. METODOLOGI A. KERANGKA PEMIKIRAN Agroindustri sutera alam terutama untuk produk turunannnya berupa kokon, benang sutera, dan kain merupakan suatu usaha yang menjanjikan. Walaupun iklim dan kondisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangannya di perusahaan manufaktur, selain

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangannya di perusahaan manufaktur, selain BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangannya di perusahaan manufaktur, selain bersaing dalam dunia pasar yang semakin memunculkan teknologi informasi yang canggih, perusahaan juga

Lebih terperinci

ERP (Enterprise Resource Planning) Pertemuan 2

ERP (Enterprise Resource Planning) Pertemuan 2 ERP (Enterprise Resource Planning) Pertemuan 2 outline Proses Bisnis Perusahaan Manufaktur Rantai Pasok, SCM dan ERP Kebutuhan dan Manfaat Sistem Terintegrasi Proses Bisnis Perusahaan Manufaktur Sub Bab

Lebih terperinci

SUPPLY CHAIN MANAGEMENT

SUPPLY CHAIN MANAGEMENT SUPPLY CHAIN MANAGEMENT Disusun Oleh: Puput Resno Aji Nugroho (09.11.2819) 09-S1TI-04 PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER (STMIK) AMIKOM YOGYAKARTA Jalan

Lebih terperinci

SI403 Riset Operasi Suryo Widiantoro, MMSI, M.Com(IS)

SI403 Riset Operasi Suryo Widiantoro, MMSI, M.Com(IS) SI403 Riset Operasi Suryo Widiantoro, MMSI, M.Com(IS) Mahasiswa mampu menjelaskan perancangan dan pengelolaan rantai pasok dalam organisasi 1. Integrasi rantai pasok dalam organisasi 2. Dinamika rantai

Lebih terperinci

TUGAS E-BISNIS ANALISIS SUPPLY CHAIN MANAGEMENT

TUGAS E-BISNIS ANALISIS SUPPLY CHAIN MANAGEMENT TUGAS E-BISNIS ANALISIS SUPPLY CHAIN MANAGEMENT disusun oleh : NANANG PURNOMO 11.21.0616 S1 TI-TRANSFER JURUSAN TEKNIK INFORMATIKA SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER AMIKOM YOGYAKARTA 2012

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Untuk mengatasi krisis ekonomi, Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia telah membuat Ketetapan MPR Nomor

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Untuk mengatasi krisis ekonomi, Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia telah membuat Ketetapan MPR Nomor I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Untuk mengatasi krisis ekonomi, Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia telah membuat Ketetapan MPR Nomor XVI Tahun 1998 tentang Politik Ekonomi Dalam Rangka

Lebih terperinci

Julian Adam Ridjal PS Agribisnis UNEJ.

Julian Adam Ridjal PS Agribisnis UNEJ. Julian Adam Ridjal PS Agribisnis UNEJ http://adamjulian.web.unej.ac.id/ A. Supply Chain Proses distribusi produk Tujuan untuk menciptakan produk yang tepat harga, tepat kuantitas, tepat kualitas, tepat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Supply chain (rantai pasok) merupakan suatu sistem yang

BAB I PENDAHULUAN. Supply chain (rantai pasok) merupakan suatu sistem yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Supply chain (rantai pasok) merupakan suatu sistem yang mengintegrasikan seluruh proses bisnis pada suatu produk mulai dari hulu hingga ke hilir dengan tujuan menyampaikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Jumlah Tenaga Kerja Penduduk Indonesia (Badan Pusat Statistik, 2014)

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Jumlah Tenaga Kerja Penduduk Indonesia (Badan Pusat Statistik, 2014) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang sebagian besar penduduknya bermata pencaharian di bidang pertanian. Seperti yang terdapat pada Gambar 1.1, dari 110.804.042

Lebih terperinci

ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA INDUSTRI PAKAN TERNAK AYAM DI PROPINSI LAMPUNG DAN JAWA BARAT ANNA FITRIANI

ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA INDUSTRI PAKAN TERNAK AYAM DI PROPINSI LAMPUNG DAN JAWA BARAT ANNA FITRIANI ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA INDUSTRI PAKAN TERNAK AYAM DI PROPINSI LAMPUNG DAN JAWA BARAT ANNA FITRIANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai nilai sangat strategis. Dari beberapa jenis daging, hanya konsumsi

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai nilai sangat strategis. Dari beberapa jenis daging, hanya konsumsi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Daging merupakan salah satu bahan pangan yang sangat penting dalam mencukupi kebutuhan gizi masyarakat, serta merupakan komoditas ekonomi yang mempunyai nilai

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN MODEL PERENCANAAN PRODUKSI AGREGAT DAN JADWAL INDUK PRODUKSI JUS BERBAHAN BAKU BUAH SEGAR IFFAN MAFLAHAH

PENGEMBANGAN MODEL PERENCANAAN PRODUKSI AGREGAT DAN JADWAL INDUK PRODUKSI JUS BERBAHAN BAKU BUAH SEGAR IFFAN MAFLAHAH PENGEMBANGAN MODEL PERENCANAAN PRODUKSI AGREGAT DAN JADWAL INDUK PRODUKSI JUS BERBAHAN BAKU BUAH SEGAR IFFAN MAFLAHAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. fleksibilitas dalam supply chain mereka. Pada prinsipnya manajemen supply chain adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. fleksibilitas dalam supply chain mereka. Pada prinsipnya manajemen supply chain adalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam menghadapi kompetisi bisnis, diperlukan kemampuan untuk mengakomodasikan ketidakpastian internal maupun eksternal dalam mengambil keputusan. Ketidakpastian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai latar belakang penelitian, rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, batasan masalah dalam penelitian dan sistematika penulisan pada penelitian ini.

Lebih terperinci

USULAN STRATEGI PENGEMBANGAN INDUSTRI KARET ALAM INDONESIA

USULAN STRATEGI PENGEMBANGAN INDUSTRI KARET ALAM INDONESIA USULAN STRATEGI PENGEMBANGAN INDUSTRI KARET ALAM INDONESIA Nofi Erni Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Esa Unggul, Jakarta Jln. Arjuna Utara Tol Tomang-Kebon Jeruk Jakarta nofi.erni@esaunggul.

Lebih terperinci

SKRIPSI. Disusun Oleh : DONNY BINCAR PARULIAN ARUAN NPM :

SKRIPSI. Disusun Oleh : DONNY BINCAR PARULIAN ARUAN NPM : PENGUKURAN KINERJA SUPPY CHAIN PERUSAHAAN DENGAN MENGGUNAKAN MODEL SCOR DAN ANALYTIC NETWORK PROCESS (ANP) DI PT LOTUS INDAH TEXTILE INDUSTRIES SURABAYA SKRIPSI Disusun Oleh : DONNY BINCAR PARULIAN ARUAN

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Data Yang Digunakan Dalam melakukan penelitian ini, penulis membutuhkan data input dalam proses jaringan saraf tiruan backpropagation. Data tersebut akan digunakan sebagai

Lebih terperinci

Oleh : Edi Sugiarto, S.Kom, M.Kom. Edi Sugiarto, M.Kom - Supply Chain Management dan Keunggulan Kompetitif

Oleh : Edi Sugiarto, S.Kom, M.Kom. Edi Sugiarto, M.Kom - Supply Chain Management dan Keunggulan Kompetitif Oleh : Edi Sugiarto, S.Kom, M.Kom Edi Sugiarto, M.Kom - Supply Chain Management dan Supply Chain Management pada hakekatnya adalah jaringan organisasi yang menyangkut hubungan ke hulu (upstream) dan ke

Lebih terperinci

RANGKUMAN SIM Ch. 9 MENCAPAI KEUNGGULAN OPERASIONAL DAN KEINTIMAN PELANGGAN MELALUI APLIKASI PERUSAHAAN

RANGKUMAN SIM Ch. 9 MENCAPAI KEUNGGULAN OPERASIONAL DAN KEINTIMAN PELANGGAN MELALUI APLIKASI PERUSAHAAN RANGKUMAN SIM Ch. 9 MENCAPAI KEUNGGULAN OPERASIONAL DAN KEINTIMAN PELANGGAN MELALUI APLIKASI PERUSAHAAN (Achieving Operational Excellence and Customer Intimacy: Enterprise Applications) Rangkuman ini akan

Lebih terperinci

A. Pengertian Supply Chain Management

A. Pengertian Supply Chain Management A. Pengertian Supply Chain Management Supply Chain adalah adalah jaringan perusahaan-perusahaan yang secara bersama-sama bekerja untuk menciptakan dan menghantarkan suatu produk ke tangan pemakai akhir.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki potensi pertanian yang dapat dikembangkan. Kinerja ekspor

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki potensi pertanian yang dapat dikembangkan. Kinerja ekspor I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki potensi pertanian yang dapat dikembangkan. Kinerja ekspor komoditas pertanian menunjukkan pertumbuhan yang cukup baik khususnya pada hasil perkebunan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab II Tinjauan Pustaka ini berisi tentang konsep aktivitas supply chain, Inventory Raw material, Inventory Cost, dan formulasi Basnet dan Leung. 2.1 Supply Chain Semua perusahaan

Lebih terperinci

SI403 Riset Operasi Suryo Widiantoro, MMSI, M.Com(IS)

SI403 Riset Operasi Suryo Widiantoro, MMSI, M.Com(IS) SI403 Riset Operasi Suryo Widiantoro, MMSI, M.Com(IS) Mahasiswa mampu menjelaskan perancangan dan pengelolaan rantai pasok dalam organisasi 1. Rancangan rantai pasok dalam organisasi 2. Rantai pasok pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini sektor industri terus berkembang,sehingga segala aspek yang terdapat pada sebuah industri sangat menentukan keberhasilan dan kemajuan industri tersebut.

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN 21 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Penelitian Tingginya persaingan bisnis di berbagai bidang industri, telah meningkatkan daya saing perusahaan menjadi penting dalam hal efektifitas dan

Lebih terperinci

Seminar Nasional IENACO ISSN: ANALISIS PERFORMANSI RANTAI PASOK DENGAN MODEL SUPPLY CHAIN OPERATIONS REFERENCE DI PD.

Seminar Nasional IENACO ISSN: ANALISIS PERFORMANSI RANTAI PASOK DENGAN MODEL SUPPLY CHAIN OPERATIONS REFERENCE DI PD. ANALISIS PERFORMANSI RANTAI PASOK DENGAN MODEL SUPPLY CHAIN OPERATIONS REFERENCE DI PD. RIKI FAMILY I.Made Aryantha Anthara Program Studi Teknik Industri, Fakultas Teknik dan Ilmu Komputer, Universitas

Lebih terperinci

Oleh : Edi Sugiarto, S.Kom, M.Kom

Oleh : Edi Sugiarto, S.Kom, M.Kom Oleh : Edi Sugiarto, S.Kom, M.Kom Distorsi informasi pada supply chain merupakan satu sumber kendala menciptakan supply chain yang efisien. Seringkali permintaan dari custromer relatif stabil dari waktu

Lebih terperinci

BAB 3 PERANCANGAN PRODUK BARU DALAM PERSPEKTIF SUPPLY CHAIN MANAGEMENT

BAB 3 PERANCANGAN PRODUK BARU DALAM PERSPEKTIF SUPPLY CHAIN MANAGEMENT BAB 3 PERANCANGAN PRODUK BARU DALAM PERSPEKTIF SUPPLY CHAIN MANAGEMENT 3.1 Pendahuluan Dalam perspektif supply chain, perancangan produk baru adalah salah satu fungsi vital yang sejajar dengan fungsi-fungsi

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN

ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

IV. PEMODELAN SISTEM A. KONFIGURASI SISTEM

IV. PEMODELAN SISTEM A. KONFIGURASI SISTEM IV. PEMODELAN SISTEM A. KONFIGURASI SISTEM Sistem Penunjang Keputusan Rantai Pasok Sutera Alam berbasis Web dirancang sebagai alat bantu yang bermanfaat dalam pengambilan keputusan untuk meningkatkan rantai

Lebih terperinci

KAJIAN PORTFOLIO PRODUK TABUNGAN PT BANK MANDIRI (PERSERO), TBK DAN STRATEGI PENGEMBANGANNYA : KASUS PT BANK MANDIRI AREA SAMARINDA

KAJIAN PORTFOLIO PRODUK TABUNGAN PT BANK MANDIRI (PERSERO), TBK DAN STRATEGI PENGEMBANGANNYA : KASUS PT BANK MANDIRI AREA SAMARINDA KAJIAN PORTFOLIO PRODUK TABUNGAN PT BANK MANDIRI (PERSERO), TBK DAN STRATEGI PENGEMBANGANNYA : KASUS PT BANK MANDIRI AREA SAMARINDA BAYU TRISNO ARIEF SETIAWAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menunjukkan pertumbuhan yang cukup baik khususnya pada hasil perkebunan.

I. PENDAHULUAN. menunjukkan pertumbuhan yang cukup baik khususnya pada hasil perkebunan. 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian di Indonesia masih menjadi primadona untuk membangun perekonomian negara. Kinerja ekspor komoditas pertanian menunjukkan pertumbuhan yang cukup baik

Lebih terperinci

Supply Chain Management Systems

Supply Chain Management Systems Supply Chain Management Systems Abstraksi Supply chain management systems mengacu kepada koordinasi berbagai aktifitas dan termasuk penciptaan dan pembuatan serta perpindahan suatu produk dari satu titik

Lebih terperinci

: Yan Ardiansyah NIM : STMIK AMIKOM YOGYAKARTA

: Yan Ardiansyah NIM : STMIK AMIKOM YOGYAKARTA KARYA ILMIAH E-BUSSINESS SUPPLY CHAIN MANAGEMENT disusun oleh : Nama : Yan Ardiansyah NIM : 08.11.2024 Kelas : S1TI-6C JURUSAN TEKNIK INFORMATIKA JENJANG STRATA SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN DAYA SAING PRODUK UNGGULAN DAERAH INDUSTRI KECIL MENENGAH KABUPATEN BANYUMAS MUHAMMAD UNGGUL ABDUL FATTAH

STRATEGI PENGEMBANGAN DAYA SAING PRODUK UNGGULAN DAERAH INDUSTRI KECIL MENENGAH KABUPATEN BANYUMAS MUHAMMAD UNGGUL ABDUL FATTAH i STRATEGI PENGEMBANGAN DAYA SAING PRODUK UNGGULAN DAERAH INDUSTRI KECIL MENENGAH KABUPATEN BANYUMAS MUHAMMAD UNGGUL ABDUL FATTAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016 iii PERNYATAAN

Lebih terperinci

4 ANALISIS SISTEM 4.1 Kondisi Situasional Agroindustri Karet Alam

4 ANALISIS SISTEM 4.1 Kondisi Situasional Agroindustri Karet Alam 4 ANALISIS SISTEM 4.1 Kondisi Situasional Sistem agroindustri karet alam merupakan rangkaian industri dari hulu ke hilir yang membentuk struktur rantai pasok guna menghasilkan berbagai barang pada industri

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Aliran produk Aliran biaya Aliran informasi. Gambar 1. Struktur Rantai Pasok (Anatan dan Lena, 2008)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Aliran produk Aliran biaya Aliran informasi. Gambar 1. Struktur Rantai Pasok (Anatan dan Lena, 2008) 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Manajemen Rantai Pasok Menurut Pujawan (2005), rantai pasokan adalah jaringan perusahaanperusahaan yang secara bersama-sama bekerja untuk menciptakan dan mengahantarkan suatu

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 20 3. METODOLOGI PENELITIAN Kerangka Pemikiran Penelitian Pengembangan agroindustri udang merupakan hal yang sangat penting dalam siklus rantai komoditas udang. Pentingnya keberadaan agroindustri udang

Lebih terperinci

KONSEP SISTEM INFORMASI

KONSEP SISTEM INFORMASI CROSS FUNCTIONAL MANAGEMENTS Materi Bahasan Pertemuan 6 Konsep Dasar CRM Contoh Aliran Informasi CRM Konsep Dasar SCM Contoh Aliran Informasi SCM 1 CRM Customer Relationship Management Konsep Dasar CRM

Lebih terperinci

PENGURANGAN BULLWHIP EFFECT DENGAN METODE VENDOR MANAGED INVENTORY

PENGURANGAN BULLWHIP EFFECT DENGAN METODE VENDOR MANAGED INVENTORY PENGURANGAN BULLWHIP EFFECT DENGAN METODE VENDOR MANAGED INVENTORY Fenny Rubbayanti Dewi dan Annisa Kesy Garside Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Malang Email : fennyrubig@yahoo.com

Lebih terperinci

HUBUNGAN EFEKTIVITAS SISTEM PENILAIAN KINERJA DENGAN KINERJA KARYAWAN PADA KANTOR PUSAT PT PP (PERSERO), TBK JULIANA MAISYARA

HUBUNGAN EFEKTIVITAS SISTEM PENILAIAN KINERJA DENGAN KINERJA KARYAWAN PADA KANTOR PUSAT PT PP (PERSERO), TBK JULIANA MAISYARA HUBUNGAN EFEKTIVITAS SISTEM PENILAIAN KINERJA DENGAN KINERJA KARYAWAN PADA KANTOR PUSAT PT PP (PERSERO), TBK JULIANA MAISYARA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pada tahun 60-an Ford adalah salah satu perusahaan manufaktur mobil besar di dunia, dan sangat terkenal karena memproduksi mobil standar yakni model T yang berwarna hitam antara

Lebih terperinci

ANALISIS INPUT-OUTPUT PERANAN INDUSTRI MINYAK GORENG DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA OLEH: NURLAELA WIJAYANTI H

ANALISIS INPUT-OUTPUT PERANAN INDUSTRI MINYAK GORENG DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA OLEH: NURLAELA WIJAYANTI H ANALISIS INPUT-OUTPUT PERANAN INDUSTRI MINYAK GORENG DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA OLEH: NURLAELA WIJAYANTI H14101038 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang prospektif. Komoditas karet alam memiliki berbagai macam kegunaan

I. PENDAHULUAN. yang prospektif. Komoditas karet alam memiliki berbagai macam kegunaan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Karet alam merupakan salah satu komoditi industri hasil tanaman tropis yang prospektif. Komoditas karet alam memiliki berbagai macam kegunaan terutama sebagai bahan baku

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN ALGORITMA PEMUTUAN EDAMAME MENGGUNAKAN PENGOLAHAN CITRA DAN JARINGAN SYARAF TIRUAN DEDY WIRAWAN SOEDIBYO

PENGEMBANGAN ALGORITMA PEMUTUAN EDAMAME MENGGUNAKAN PENGOLAHAN CITRA DAN JARINGAN SYARAF TIRUAN DEDY WIRAWAN SOEDIBYO PENGEMBANGAN ALGORITMA PEMUTUAN EDAMAME MENGGUNAKAN PENGOLAHAN CITRA DAN JARINGAN SYARAF TIRUAN DEDY WIRAWAN SOEDIBYO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada bab ini akan dipresentasikan metodelogi penelitian yang diuraikan menjadi tujuh sub bab yaitu fokus kajian dan tempat, diagram alir penelitian, k-chart penelitian, konseptual

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. sehingga terjamin mutu teknisnya. Penetapan mutu pada karet remah (crumb

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. sehingga terjamin mutu teknisnya. Penetapan mutu pada karet remah (crumb 13 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Definisi Karet Remah (crumb rubber) Karet remah (crumb rubber) adalah karet alam yang dibuat secara khusus sehingga terjamin mutu teknisnya. Penetapan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri pangan menjadi salah satu industri terbesar di Indonesia dalam hal jumlah perusahaan dan nilai tambah. Dengan meningkatnya jumlah penduduk Indonesia, maka kebutuhan

Lebih terperinci

SUPPLY CHAIN MANAGEMENT ( SCM ) Prof. Made Pujawan

SUPPLY CHAIN MANAGEMENT ( SCM ) Prof. Made Pujawan SUPPLY CHAIN MANAGEMENT ( SCM ) Prof. Made Pujawan Pendahuluan Pelaku industri mulai sadar bahwa untuk menyediakan produk yang murah, berkualitas dan cepat, perbaikan di internal perusahaan manufaktur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkebunan di Negara kita sangat berperan penting baik dibidang ekonomi maupun sosial karena dapat menghasilkan devisa yang cukup besar. Pembangunan ekonomi jangka

Lebih terperinci

EVALUASI AKTIVITAS SUPPLY CHAIN PENGADAAN BAHAN BAKU PRODUK SAMBAL PT XYZ UNTUK OPTIMALISASI PROFIT

EVALUASI AKTIVITAS SUPPLY CHAIN PENGADAAN BAHAN BAKU PRODUK SAMBAL PT XYZ UNTUK OPTIMALISASI PROFIT EVALUASI AKTIVITAS SUPPLY CHAIN PENGADAAN BAHAN BAKU PRODUK SAMBAL PT XYZ UNTUK OPTIMALISASI PROFIT RESEARCH AUDREY MARGARETA WIDJAJA (0840000464) BINUS BUSINESS SCHOOL PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya alam yang beraneka

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya alam yang beraneka BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya alam yang beraneka ragam dan memiliki wilayah yang cukup luas. Di negara agraris, pertanian memiliki peranan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN i DAFTAR ISI DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN i iii iii iv 1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 Rumusan Masalah 4 Tujuan Penelitian 4 Manfaat Penelitian 5 Ruang Lingkup Penelitian 5 2 TINJAUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bisnis telah memberikan dampak terhadap perubahan lingkungan. Dampak

BAB I PENDAHULUAN. bisnis telah memberikan dampak terhadap perubahan lingkungan. Dampak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan industri yang melibatkan berbagai aktivitas dan operasi bisnis telah memberikan dampak terhadap perubahan lingkungan. Dampak lingkungan yang ditimbulkan

Lebih terperinci

Seminar Nasional IENACO 2015 ISSN

Seminar Nasional IENACO 2015 ISSN ANALISIS PERMINTAAN PRODUK DENGAN MENGGUNAKAN METODE BULLWHIP EFFECT DI INDUSTRI KECIL OBAT TRADISIONAL Studi Kasus : CV. Annuur Herbal Indonesia Yandra Rahadian Perdana Jurusan Teknik Industri, Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Persaingan dunia bisnis dan industri saat sekarang ini semakin ketat dalam memenuhi kebutuhan konsumen yang semakin meningkat serta sangat cerdas dalam memilih produk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan bisnis (Naslund et al., 2010). Manajemen rantai pasok melibatkan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan bisnis (Naslund et al., 2010). Manajemen rantai pasok melibatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dari survey yang dilakukan Accenture pada tahun 2010 terhadap sejumlah eksekutif perusahaan, sebanyak 89% menyatakan bahwa manajemen rantai pasok (Supply Chain Management,

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN FUZZY INFERENSI SISTEM UNTUK SELEKSI METODE PENINGKATAN PEROLEHAN MINYAK TINGKAT LANJUT INDAH MUSI INDRIA DEWI G

PENGEMBANGAN FUZZY INFERENSI SISTEM UNTUK SELEKSI METODE PENINGKATAN PEROLEHAN MINYAK TINGKAT LANJUT INDAH MUSI INDRIA DEWI G PENGEMBANGAN FUZZY INFERENSI SISTEM UNTUK SELEKSI METODE PENINGKATAN PEROLEHAN MINYAK TINGKAT LANJUT INDAH MUSI INDRIA DEWI G651034074 SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 SURAT PERNYATAAN

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Hortikultura tergolong sebagai komoditas komersial bernilai ekonomi tinggi (high value commodity). Kontribusi sub sektor hortikultura pada nilai Produk Domestik Bruto (PDB)

Lebih terperinci

MANAJEMEN RANTAI PASOKAN. Suhada, ST, MBA

MANAJEMEN RANTAI PASOKAN. Suhada, ST, MBA MANAJEMEN RANTAI PASOKAN Suhada, ST, MBA MATERI Supply Chain Supply Chain Management ERP MODULES (POSISI SCM, CRM) ERP Modules (Posisi SCM, CRM) SUPPLY CHAIN Sebuah rangkaian atau jaringan perusahaan-perusahaan

Lebih terperinci

SUPPLY CHAIN MANAGEMENT (SCM)

SUPPLY CHAIN MANAGEMENT (SCM) SUPPLY CHAIN MANAGEMENT (SCM) INTRODUCTION T I P F T P U B KONTRAK 50 % UTS 30 % Tugas 20 % Kuis/ present WHAT IS SUPPLY CHAIN? Sebuah rantai pasokan yang terdiri dari semua pihak yang terlibat, secara

Lebih terperinci

PENGUKURAN KINERJA DENGAN MENGGUNAKAN SUPPLY CHAIN MELALUI PENDEKATAN SCOR MODEL DI PT. LASER JAYA SAKTI,Tbk GEMPOL, PASURUAN SKRIPSI

PENGUKURAN KINERJA DENGAN MENGGUNAKAN SUPPLY CHAIN MELALUI PENDEKATAN SCOR MODEL DI PT. LASER JAYA SAKTI,Tbk GEMPOL, PASURUAN SKRIPSI PENGUKURAN KINERJA DENGAN MENGGUNAKAN SUPPLY CHAIN MELALUI PENDEKATAN SCOR MODEL DI PT. LASER JAYA SAKTI,Tbk GEMPOL, PASURUAN SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar

Lebih terperinci

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN VIII. KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN I Dari hasil analisa yang dilakukan terhadap berbagai data dan informasi yang dikumpulkan, dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Pangsa TSR Indonesia

Lebih terperinci

OPTIMALISASI PRODUKSI KARET OLAHAN RIBBED SMOKED SHEET (Kasus : Perkebunan Widodaren, Kabupaten Jember, Jawa Timur) OLEH JUVENA ELIZABETH A

OPTIMALISASI PRODUKSI KARET OLAHAN RIBBED SMOKED SHEET (Kasus : Perkebunan Widodaren, Kabupaten Jember, Jawa Timur) OLEH JUVENA ELIZABETH A OPTIMALISASI PRODUKSI KARET OLAHAN RIBBED SMOKED SHEET (Kasus : Perkebunan Widodaren, Kabupaten Jember, Jawa Timur) OLEH JUVENA ELIZABETH A14103102 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

Muhammad Bagir, S.E.,M.T.I. Pengelolaan Rantai Pasokan

Muhammad Bagir, S.E.,M.T.I. Pengelolaan Rantai Pasokan Muhammad Bagir, S.E.,M.T.I Pengelolaan Rantai Pasokan 1 Rantai Pasok(Supply Chain) Suatu konsep atau mekanisme untuk meningkatkan produktivitas total perusahaan dalam rantai suplai melalui optimalisasi

Lebih terperinci

SEKOLAH PASCASARJANA

SEKOLAH PASCASARJANA ANALISIS DAMPAK PERUBAHAN PENGGUNAAN TANAH TERHADAP LINGKUNGAN DI KABUPATEN TANGERANG Oleh: Sri Martini PROGRAM STUDI MANAJEMEN DAN BISNIS SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011 ANALISIS DAMPAK

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Manajemen rantai pasok, sebagai subyek penelitian, masih dalam masa

BAB 1 PENDAHULUAN. Manajemen rantai pasok, sebagai subyek penelitian, masih dalam masa BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manajemen rantai pasok, sebagai subyek penelitian, masih dalam masa pertumbuhan. Hal ini dicerminkan dari penggunaan aplikasi logistik dalam perusahaan, tidak

Lebih terperinci

PERENCANAAN DAN PENGENDALIAN PRODUKSI SEMEN DENGAN MENGGUNAKAN METODE AGGREGATE PLANNING DI PT. SEMEN GRESIK

PERENCANAAN DAN PENGENDALIAN PRODUKSI SEMEN DENGAN MENGGUNAKAN METODE AGGREGATE PLANNING DI PT. SEMEN GRESIK PERENCANAAN DAN PENGENDALIAN PRODUKSI SEMEN DENGAN MENGGUNAKAN METODE AGGREGATE PLANNING DI PT. SEMEN GRESIK Diajukan Kepada Fakultas Teknologi Industri Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jawa Timur

Lebih terperinci

Analisa Rantai Pasok Material Pada Kawasan Industri Maritim Terhadap Produktivitas Industri Perkapalan

Analisa Rantai Pasok Material Pada Kawasan Industri Maritim Terhadap Produktivitas Industri Perkapalan Analisa Rantai Pasok Material Pada Kawasan Industri Maritim Terhadap Produktivitas Industri Perkapalan Materials Supply Chain Analysis In The Maritime Industrial Estate On The Productivity Of Shipbuilding

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Peningkatan persaingan industri baik industri manufaktur maupun industri jasa akibat adanya perdagangan bebas menyebabkan seluruh industri berusaha untuk melakukan

Lebih terperinci

ANALISIS KONSISTENSI MUTU CRUMB RUBBER DI PABRIK KARET PT. PERKEBUNAN NUSANTARA III MEMBANG MUDA

ANALISIS KONSISTENSI MUTU CRUMB RUBBER DI PABRIK KARET PT. PERKEBUNAN NUSANTARA III MEMBANG MUDA ANALISIS KONSISTENSI MUTU CRUMB RUBBER DI PABRIK KARET PT. PERKEBUNAN NUSANTARA III MEMBANG MUDA SKRIPSI Oleh: RAJU 060308024 DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Lebih terperinci