POLA EKSPRESI GEN HbACO2 PADA KULIT BATANG DAN LATEKS KARET (Hevea brasiliensis) AKIBAT STRES EKSPLOITASI CHAIRUNISA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "POLA EKSPRESI GEN HbACO2 PADA KULIT BATANG DAN LATEKS KARET (Hevea brasiliensis) AKIBAT STRES EKSPLOITASI CHAIRUNISA"

Transkripsi

1 POL EKSPRESI GEN HbCO2 PD KULIT BTNG DN LTEKS KRET (Hevea brasiliensis) KIBT STRES EKSPLOITSI CHIRUNIS PROGRM STUDI BIOKIMI FKULTS MTEMTIK DN ILMU PENGETHUN LM INSTITUT PERTNIN BOGOR BOGOR 2008

2 BSTRK CHIRUNIS. Pola Ekspresi Gen HbCO2 pada Kulit Batang dan Lateks Karet (Hevea brasiliensis) kibat Stres Eksploitasi. Dibimbing oleh MRI BINTNG dan TETTY CHIDMSRI. Masa produktif dan kualitas produksi tanaman karet alam (Hevea brasiliensis) amat dipengaruhi oleh respon tanaman terhadap stres eksploitasi. Deteksi dini klon karet yang memiliki respon stres baik dapat dilakukan salah satunya dengan penanda molekuler. Pengetahuan mengenai pola ekspresi gen yang terlibat dalam biosintesis lateks pada tanaman karet diperlukan sebagai langkah awalnya. Penelitian ini mengamati pola ekspresi gen HbCO2 tanaman karet klon PB 260 umur 5 tahun pada pengaruh penyadapan dan stimulasi etefon sebagai dua faktor penyebab stres eksploitasi utama pada tanaman karet perkebunan. Terdapat enam perlakuan; sampel pohon karet yang disadap 2, 4 dan 6 hari sekali serta pohon karet yang diberi 2.5% etefon 3, 6 dan 12 kali setahun (disadap 4 hari sekali). Gen HbCO2 hanya terekspresi pada kulit batang dan ekspresinya lebih dipengaruhi pelukaan disertai pemberian etefon dibanding pelukaan saja. Tingkat ekspresi tertinggi terjadi pada perlakuan stimulasi etefon 12 kali setahun, 30 hari setelah tanaman buka sadap. Ekspresi gen HbCO2 terhenti di bulan ketiga pada intensitas penyadapan dan stimulasi etefon paling sering sementara pada perlakuan lainnya, ekspresi gen terhenti di bulan keempat.

3 BSTRCT CHIRUNIS. The Expression Patterns of HbCO2 gene in Rubber (Hevea brasiliensis) Bark and Latex in Response to Exploitation Stresses. Under the direction of MRI BINTNG and TETTY CHIDMSRI. Productive time and production quality of rubber plants (Hevea brasiliensis) are greatly affected by the plant s response to exploitation stresses. Early detection of a rubber clone which has a good stresses response can be done using molecular marker. The knowledge about the gene expression patterns involved in latex biosynthesis in rubber trees are necessary for the first step. This research observed the HbCO2 gene expression patterns of 5 years old PB 260 rubber clone under the effect of tapping and ethephon stimulation as the two main factors of exploitation stresses in plantation s rubber plants. There were six sample treatments; rubber trees tapped every 2, 4, and 6 days and rubber trees with 3, 6, and 12 times 2.5% ethephon stimulations a year (tapped every 4 days). The gene was expressed only in bark tissues and were more affected by ethephon stimulation followed by tapping rather than tapping only. The highest expression was in 12 times a year ethephon stimulations treatment, 30 days after opening. The gene expressions were stopped on the third month on the highest frequency of tapping and stimulations while others were stopped on the fourth month.

4 POL EKSPRESI GEN HbCO2 PD KULIT BTNG DN LTEKS KRET (Hevea brasiliensis) KIBT STRES EKSPLOITSI CHIRUNIS Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Program Studi Biokimia PROGRM STUDI BIOKIMI FKULTS MTEMTIK DN ILMU PENGETHUN LM INSTITUT PERTNIN BOGOR BOGOR 2008

5 Judul Skripsi Nama NIM : Pola Ekspresi Gen HbCO2 pada Kulit Batang dan Lateks Karet (Hevea brasiliensis) kibat Stres Eksploitasi : Chairunisa : G Disetujui Komisi Pembimbing Prof. Dr. drh Maria Bintang MS Dr Tetty Chaidamsari, MSi Ketua nggota Diketahui Dr. drh. Hasim DE Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan lam Tanggal lulus :

6 PRKT Puji dan syukur kepada llah SWT atas semua karunia dan rahmat-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi sesuai jadwal yang penulis inginkan. Skripsi ini merupakan laporan dari penelitian penulis yang berjudul Pola Ekspresi Gen HbCO2 pada Kulit Batang dan Lateks Karet kibat Stres Eksploitasi yang penulis lakukan mulai bulan Februari hingga Juni 2008 di Laboratorium Biologi Molekuler dan Rekayasa Genetika, Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia, Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. drh Maria Bintang MS selaku pembimbing utama dan Dr Tetty Chaidamsari, MSi. selaku pembimbing anggota yang telah begitu banyak memberi pengarahan dan semangat kepada penulis selama proses penyusunan skirpsi ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Dr Darmono Taniwiryono, MSc. sebagai Kepala Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia dan semua staf Laboratorium Biologi Molekuler dan Rekayasa Genetika, Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia. Tidak lupa untuk mereka yang telah berjuang bersama penulis selama masa penelitian; Fami R, rlyny F, Resti dan David T, terima kasih atas bantuannya, kepada Febri S atas dukungan dan kesabarannya membantu penulis selama penyelesaian laporan ini, juga kepada orang tua untuk semua perhatian dan dukungan moral serta materil. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam skripsi ini tetapi penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Bogor, gustus 2008 Chairunisa

7 RIWYT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor, 9 Mei 1986 sebagai anak pertama dari empat bersaudara pasangan bid bdul Malik dan Siti Hayatin. Tahun 2004 penulis lulus dari SMU Negeri 1 Bogor dan pada tahun yang sama diterima masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis memilih Program Studi Biokimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan lam. Selama menjadi mahasiswa aktif di IPB, penulis menjadi anggota Himpunan Profesi (Himpro) CREBs periode dan sebagai anggota staf Divisi Biokimia Tumbuhan. Selama dua tahun bergabung dengan Divisi Biokimia Tumbuhan, penulis aktif menjadi panitia penyelenggara atau ketua kegiatan divisi tersebut, di antaranya studium generale, pelatihan, dan seminar. Selain itu penulis juga pernah menjadi juara pertama lomba nnouncer Contest yang diadakan oleh Fakultas Teknologi Pertanian IPB tahun Penulis juga mengikuti lomba Program Kreatifitas Mahasiswa tahun 2007 dan Penulis melakukan praktik lapang di Balai Penelitian Tanaman Obat dan romatik, Cimanggu mengenai kultur jaringan tanaman stevia.

8 DFTR ISI Halaman DFTR TBEL...ix DFTR GMBR...ix DFTR LMPIRN... x PENDHULUN...1 TINJUN PUSTK...1 Karet (Hevea brasiliensis)...1 Lateks...2 Etilena...2 CC Oksidase...3 Etefon...3 RT-PCR (Reverse Transcription-Polimeration Chain Reaction)...4 Elektroforesis gel...4 BHN DN METODE...4 Bahan dan lat...4 Metode...5 HSIL DN PEMBHSN...7 Isolasi RN Total Sampel Kulit Batang dan Lateks...7 Kemurnian RN Kulit Batang dan Lateks Hasil Isolasi...8 Konsentrasi RN Kulit Batang dan Lateks Hasil Isolasi...9 Ekspresi Gen HbCO2 pada Kulit Batang...9 Pengaruh Penyadapan terhadap Ekspresi Gen HbCO2 Kulit Batang...10 Pengaruh Etefon terhadap Ekspresi Gen HbCO2 Kulit Batang...11 SIMPULN DN SRN...12 DFTR PUSTK LMPIRN...14

9 DFTR TBEL Halaman 1 Sistem perlakuan dan nomor sampel Nilai kemurnian RN beberapa sampel kulit batang dan lateks Konsentrasi RN beberapa sampel kulit batang dan lateks Tingkat ekspresi gen HbCO2 terhadap pengaruh pelukaan Tingkat ekspresi gen HbCO2 terhadap pemberian etefon...11 DFTR GMBR Halaman 1 Monomer isoprena lur singkat biosintesis etilena Perubahan etefon menjadi etilena pada tanaman karet Elektroforegram RN lateks dengan pita yang utuh Elektroforegram RN kulit batang Elektroforegram RN kulit batang dan RN lateks Ekspresi gen HBCO2 pada beberapa sampel kulit batang Elektroforegram cdn sampel lateks dengan primer aktin Ekspresi gen HbCO2 terhadap pengaruh pelukaan Ekspresi gen HbCO2 terhadap pengaruh stimulasi etefon... 11

10 DFTR LMPIRN Halaman 1 Tahapan penelitian Komposisi larutan sediaan Tahapan isolasi RN kulit batang (metode Chaidamsari 2005) Tahapan isolasi RN lateks (metode Chaidamsari 2005) Elektroforegram RN kulit batang hasil isolasi Elektroforegram RN lateks hasil isolasi Elektroforegram cdn sampel kulit batang Pola ekspresi gen HbCO2 pada kulit batang akibat pelukaan Pola ekspresi gen HbCO2 pada kulit batang akibat stimulasi etefon...28

11 1 PENDHULUN Karet alam (poliisoprena) merupakan salah satu komoditas nonmigas penting di Indonesia. Tercatat pada tahun 2002 produksi karet alam Indonesia sebanyak 1.6 juta ton yang sebagian besar diekspor dengan nilai 1.1 milyar US dolar. Indonesia merupakan produsen karet alam terbesar kedua di dunia setelah Thailand (Nurhaimi-Haris et al 2003) Konsumsi karet alam secara keseluruhan diperkirakan telah meningkat rata-rata 5.9% per tahun sejak tahun 1900 (Budiman 2005). Meskipun saat ini dikenal juga karet sintetis dari bahan baku minyak bumi, karet alam tetap diperlukan karena sifatnya yang tak tergantikan pada beberapa alat dan barang jadi dari karet. Pohon karet baru dapat menghasilkan lateks setelah berumur lima tahun atau lebih (Webster & Baulkwill 1989). Setiap klon tanaman karet memiliki respon berbeda terhadap stres eksploitasi bergantung pada sifat genetiknya. Penyadapan dan penggunaan stimulan (umumnya etefon) merupakan dua stres eksploitasi utama pada tanaman karet perkebunan. Respon tanaman yang kurang baik dapat berakibat pada berkurangnya masa produktif dan kualitas produksi tanaman karet dan seringkali kekurangan ini baru dapat diketahui ketika pohon karet memasuki usia produktif (5 tahun atau lebih) sehingga merugikan perkebunan. Diperlukan cara yang akurat dan efisien (terutama dalam hal waktu) untuk mengetahui kualitas produksi lateks suatu klon karet tanpa harus menunggu hingga tanaman tersebut dapat berproduksi. Gen merupakan informasi genetik yang sangat spesifik menggambarkan sifat suatu individu. Melalui analisis gen, dapat diketahui fenotip individu bahkan sebelum gen tersebut terekspresi. Seleksi dini bibit karet yang memiliki potensi produksi lateks tinggi juga dimungkinkan melalui analisis gen-gen yang terlibat dalam metabolisme pembentukan lateks. Gen HbCO2 merupakan salah satu gen yang terlibat dalam regulasi metabolisme pembentukan lateks dengan menyandi enzim asam aminosiklopropana-1-karboksilat oksidase (CC oksidase atau CO). Enzim ini berperan dalam katalisis oksidasi asam aminosiklopropana-1-karboksilat (CC) menjadi etilena. Etilena itu sendiri dapat meningkatkan aktivitas regenerasi lateks in situ dan metabolisme biosintesis lateks (Kuswanhadi 2005; Jetro 2007). Perkebunan karet umumnya menggunakan senyawa stimulan yang dapat meningkatkan kadar etilena endogen untuk memperpanjang waktu alir lateks. Etefon atau asam 2-kloroetilfosfonat telah lama digunakan sebagai stimulan untuk meningkatkan kadar etilena endogen pada tanaman karet perkebunan (Kuswanhadi 2005). Pemberian etefon akan membuat waktu alir lateks lebih lama dan lateks yang dihasilkan dari satu kali penyadapan lebih banyak. Telah banyak penelitian mengenai efek etefon dan pelukaan terhadap biosintesis etilena endogenus, namun belum sampai pada pengaruhnya terhadap ekspresi gen-gen yang berperan dalam biosintesis etilena. Penelitian ini bertujuan mempelajari pola ekspresi gen HbCO2 sebagai salah satu gen penyandi enzim CO akibat pengaruh pelukaan dan pemberian etefon sebagai stres eksploitasi utama pada tanaman karet perkebunan. Tanaman karet yang digunakan berasal dari klon PB 260 yang memiliki sifat metabolisme lateks tinggi namun kurang responsif terhadap stimulan. Hipotesis penelitian adalah pemberian etefon pada tanaman karet akan meningkatkan ekspresi gen HbCO2. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi berupa pola ekspresi gen HbCO2 saat tanaman mulai buka sadap (umur 5 tahun) yang akan berguna dalam konstruksi penanda molekuler (marka) pada penelitian selanjutnya. Marka tersebut nantinya digunakan untuk deteksi dan seleksi dini klon karet yang mempunyai potensi produksi lateks dan toleransi stres eksploitasi yang baik terhadap pelukaan maupun penggunaan stimulan. Tahapan penelitian meliputi isolasi RN total dari sampel lateks dan kulit batang karet, karakterisasi RN hasil isolasi, sintesis cdn, perbanyakan gen HbCO2 dengan primer H4 dan pengamatan pola ekspresi gen HbCO2. TINJUN PUSTK Karet (Hevea brasiliensis) Karet alam yang biasa kita kenal berasal dari tanaman Hevea Brasiliensis dan merupakan satu-satunya jenis yang ditanam untuk tujuan komersial (Webster & Baulkwill 1989). Saat ini, lateks yang diperoleh dari Hevea brasiliensis memenuhi sekitar 98% dari total lateks yang diproduksi di seluruh dunia (Tim Penulis PS 1998). Tanaman karet berasal dari Brazil dan tumbuh baik pada daerah dataran rendah dengan curah hujan mm/tahun dan

12 2 ph tanah di bawah 6.5. Pohon karet alam liar dapat tumbuh mencapai tinggi 40 meter dan hidup lebih dari 100 tahun. Tinggi tanaman karet budidaya biasanya hanya m karena pertumbuhannya terhambat akibat penyadapan dan hanya berumur sekitar 25 tahun karena pada usia tersebut pohon karet tidak produktif lagi sehingga dilakukan penanaman ulang (Webster & Baukwil 1989). Tanaman karet yang produktif menghasilkan karet, normalnya melakukan regenerasi lateks 3-4 hari setelah penyadapan (Sumarmadji 2001). Lateks dibentuk dan terakumulasi di dalam sel-sel dan jaringan pembuluh lateks yang tersusun pada setiap bagian tanaman. Produksi lateks yang didapat dari penyadapan bergantung pada lamanya aliran dan kecepatan biosintesis lateks (Siswanto 1994). Biosintesis lateks itu sendiri ditentukan oleh ketersediaan bahan dasar pembentuk lateks berupa sukrosa dan oleh aktivitas enzim yang berperan langsung (Jacob & Prevot 1992). Berbagai usaha telah dilakukan untuk meningkatkan produksi lateks tanaman karet, misalnya dengan pengembangan klon karet, penggunaan stimulan maupun pemberian nutrisi dan perawatan khusus yang mendukung pertumbuhan optimal tanaman (Nurhaimi-Haris et al. 2003; Tim Penulis Penebar Swadaya 2006). Beberapa contoh klon tanaman karet yang telah dikembangkan di antaranya serial klon VROS (VROS 33, VROS 49, dan VROS 80) dan serial klon TM (TM 2, TM 6, dan TM 9) yang dihasilkan oleh lembaga penelitian di pulau Sumatera. Beberapa klon yang dihasilkan oleh lembaga penelitian di Jawa adalah BD 5, GT 1, WR 4, TJIR1, LCB 479, dan LCB 1320 (Lasminingsih et al 1994). Klon PB 260 yang digunakan pada penelitian ini berasal dari Malaysia dan merupakan klon anjuran perkebunan skala kecil, yaitu klon yang berpotensi untuk dipromosikan menjadi klon skala besar setelah diuji daya adaptasinya secara luas dan dapat ditanam secara terbatas pada 20-40% areal penanaman (Lasminingsih et. al. 1994). Lateks Lateks merupakan suatu sistem kompleks larut lemak yang terdiri atas hidrokarbon karet, karbohidrat, protein, lipid, karotenoid, garam-garam mineral, enzim, dan berbagai bahan lainnya (De Boer 1950). Komponen lateks ini dapat dipisahkan menjadi tiga bagian utama, yaitu fraksi karet, fraksi serum, dan fraksi lutoid. Pemisahan dilakukan dengan sentrifugasi pada kecepatan rpm selama menit (Putri 2005). Fraksi karet berada pada lapisan atas, berwarna putih susu yang berisi partikel karet atau cis-1,4-poliisoprena (Gambar 1) dan dalam lateks segar partikel karet ini sekitar 30% yang merupakan kadar karet kering (Sumarmadji 2001). Fraksi ini juga mengandung bahan bukan karet seperti fosfolipid, lemak, lilin, protein, logam (Ca, Mg, Cu) dan enzim rubber transferase yang berperan dalam pembentukan polimer karet. Lapisan tengah merupakan fraksi serum sitosol (serum C) yang berupa cairan bening kaya protein dan mudah teroksidasi. Lapisan bawah adalah fraksi lutoid yang bersifat kental seperti gelatin, berisi cairan serum B yang terbungkus oleh membran tipis (mikrokapsul) dan rentan terhadap senyawa kimia, enzim atau bakteri sehingga menyebabkan lateks tidak stabil. Serum B ini mengandung ion kalsium dan magnesium bermuatan positif (d uzac & Jacob 1989). Biosintesis partikel karet atau cis-1,4- poliisoprena berlangsung di dalam pembuluh lateks (laticiferous vessel) dengan bahan dasar sukrosa hasil fotosintesis yang ditranspor dari daun ke dalam pembuluh lateks melalui pembuluh tapis (Dalimunthe 2004). Pembuluh lateks ini berada di jaringan floem yang terdapat di bawah permukaan kulit batang (Cornish et al 1993). Gambar 1 Monomer isoprena (Putri 2005). Etilena Etilena merupakan hormon tanaman dengan struktur kimia yang paling sederhana. Tidak seperti hormon tanaman lain, etilena berwujud gas. Etilena disintesis oleh semua tanaman tingkat tinggi dan produksinya berbeda bergantung pada jenis jaringan, spesies tanaman, dan tahap perkembangan tanaman (Salisbury & Ross 1995). Etilena berpengaruh pada berbagai aspek pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Peranan etilena antara lain merangsang pematangan buah, pertumbuhan dan diferensiasi akar serta pucuk daun juga merangsang penuaan (senescence) bunga dan buah. Etilena juga menginduksi efek fisiologis pada jaringan tanaman, seperti peningkatan

13 3 laju respirasi, peningkatan aktivitas beberapa enzim, dan mempengaruhi perubahan kadar mrn (Gidrol et al 1988). Hormon ini juga punya peranan sebagai hormon stres yang ekspresinya dipengaruhi oleh cekaman lingkungan seperti pelukaan, kekeringan, pengaruh ozon, serangan patogen, senyawa kimiawi, dan suhu ekstrem (Salisbury & Ross 1995; Wang et al 2002). Biosintesis etilena pada tanaman tingkat tinggi dikatalisis oleh dua enzim utama, yaitu asam aminosiklopropana-1-karboksilat sintase (CS) dan asam aminosiklopropana-1- karboksilat oksidase (CO). Sintesis etilena terjadi melalui tiga tahap reaksi utama. Pertama, pembentukan S-adenosil metionina (SM) lalu perubahan SM menjadi asam aminosiklopropana-1-karboksilat (CC) dikatalisis CS dan tahap terakhir adalah oksidasi CC menjadi etilena dikatalisis CO (Wang et al 2002). Komponen esensial pada proses ini adalah TP. ir (H 2 O) dan TP digabung dengan metionina menghasilkan SM dengan melepaskan tiga gugus fosfat. Enzim CS mengatalisis perubahan SM menjadi CC. Tahap ini menghasilkan metiltioadenosin (MT) yang akan digunakan kembali untuk pembentukan metionina, sehingga konsentrasi selulernya tetap terjaga saat laju biosintesis etilena meningkat (Wang et al 2002). Selanjutnya oksigen diperlukan untuk oksidasi CC menjadi etilena (Gambar 2). CS CO Gambar 2 lur singkat biosintesis etilena (Wang et al 2002). CC Oksidase Enzim CC oksidase (CO) disebut juga ethylene forming enzyme (EFE), merupakan enzim yang berperan dalam katalisis oksidasi CC menjadi etilena. Enzim ini pada Hevea brasiliensis disandi oleh beberapa gen (multifamili), yaitu HbCO1, HbCO2, dan HbCO3 (Kuswanhadi et al 2005). Gen HbCO1 memiliki panjang 1456 bp, terdiri atas tiga intron dan empat ekson dengan open reading frame (ORF) 936 bp. Gen HbCO2 memiliki panjang 1504 bp, terdiri atas dua intron dan tiga ekson dengan ORF 954 bp sedangkan gen HbCO3 memiliki panjang 1352 bp dengan ORF 954 bp. Ketiga gen ini memiliki homologi nukleotida sebesar 75-86%. Struktur genom dan ekspresi ketiga gen tersebut berbeda dan pada beberapa spesies, ekspresinya amat dipengaruhi faktor perkembangan tanaman dan lingkungan luar seperti pemberian stimulan, pemberian senyawa pertumbuhan (hormon), dan serangan penyakit atau pelukaan (Kuswanhadi 2005). Etefon Etefon (asam 2-kloroetilfosfonat) disebut juga ethylene releaser karena senyawa ini akan terdekomposisi pada jaringan tanaman membentuk etilena (gambar 3). Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa etilena meningkatkan tekanan internal dan perubahan pada pembuluh lateks yang menyebabkan lambatnya penyumbatan aliran lateks (Jetro 2007). Penggunaan etefon sebagai stimulan tidak ditujukan untuk meningkatkan produksi lateks secara kumulatif karena stimulasi harus diikuti dengan pengurangan frekuensi sadap untuk menghindari keletihan fisiologis tanaman. Stimulasi etefon berlebihan dapat menginduksi terjadinya penebalan atau retakan pada kulit batang, nekrosis dan timbulnya bagian tidak produktif pada irisan sadap yang berujung pada gejala kering alur sadap (KS). Pohon karet yang terkena KS akan berhenti mengalirkan lateks dan diperkirakan kejadian ini menimbulkan kerugian nasional sekitar 1.7 miliar per tahun (Sumarmadji 2001). Meski tidak dapat digunakan untuk meningkatkan jumlah produksi lateks secara keseluruhan, etefon tetap digunakan pada perkebunan karet. Keuntungan menggunakan stimulan seperti etefon adalah menghemat waktu dan tenaga penyadap karena tidak perlu terlalu sering melakukan penyadapan namun hasil yang didapat tetap sama banyaknya

14 4 selain juga mampu menghemat penggunaan kulit batang karet (Karyudi et al 1994). Gambar 3 Perubahan etefon menjadi etilena pada tanaman karet (Jetro 2007). RT-PCR (Reverse Transcription- Polimeration Chain Reaction) Secara prinsip, PCR merupakan proses replikasi berulang antara kali. Tiap siklusnya terdiri atas tiga tahap reaksi, yaitu peleburan (melting), penempelan primer (annealing) dan pemanjangan nukleotida (elongation). Peleburan berlangsung pada suhu tinggi (94 96 C) agar ikatan hidrogen DN putus sehingga DN menjadi utas tunggal. Saat itulah primer akan menempel pada sekuen DN yang komplementer (annealing). Suhu tahap penempelan berkisar C. Suhu yang tidak tepat dapat menyebabkan tidak terjadinya penempelan atau primer menempel di sembarang tempat. Proses elongasi membutuhkan suhu yang bergantung pada jenis DN polimerase yang digunakan. Proses ini biasanya dilakukan pada suhu 76 C jika menggunakan Taq polimerase (Sambrook et al 1989). Metode RT-PCR adalah pengembangan teknik dari PCR yang prinsipnya adalah sintesis DN dari mrn sebagai templatnya (transkripsi balik). Enzim yang digunakan untuk proses ini adalah reverse transcriptase (RT) yang secara komersial diisolasi dari sel bakteri yang terinfeksi Moloney murine leukemia virus (MMLV) dan vian myleoblastosis virus (MV). Fungsi kedua enzim tersebut relatif sama namun berbeda pada suhu dan ph optimum (Reece 2004). Saat proses transkripsi balik, primer oligodt akan menempel pada bagian poli- mrn. Enzim RT mengatalisis pembentukan utas pertama (first strand) cdn dengan memasangkan basa (dntp) yang komplementer terhadap basa pada mrn. RNase H akan memisahkan mrn dari molekul hibrid yang terbentuk. Enzim terminal transferase lalu mensintesis sekuen C berulang (ekor poli-c) pada ujung 3 cdn sebagai situs untuk penempelan primer oligodg. Selanjutnya terjadi pembentukan utas cdn kedua sehingga terbentuk cdn utas ganda (Reece 2004). Elektroforesis Gel Prinsip dasar teknik ini adalah bahwa DN, RN, atau protein memiliki muatan yang dapat dipisahkan oleh medan listrik. Gel yang digunakan biasanya berupa polimer bertaut silang (crosslinked) dengan porositas yang dapat diatur sesuai kebutuhan. Gel yang umum digunakan untuk memisahkan protein atau asam nukleat berukuran kecil adalah poliakrilamida. Pemisahan molekul yang lebih besar (lebih dari beberapa ratus basa) menggunakan gel agarosa yang dibuat dari ekstrak rumput laut yang sudah dimurnikan. Sampel molekul ditempatkan pada sumur gel (well) di dalam larutan penyangga. Saat listrik dialirkan, molekul sampel akan bergerak di dalam matriks gel ke arah salah satu kutub listrik sesuai muatannya. Rangka gula-fosfat menyebabkan asam nukleat bermuatan negatif sehingga molekul asam nukleat akan bergerak dari elektroda negatif menuju elektroda positif. Marka (marker) ikut dielektroforesis pada lajur gel yang paralel dengan sampel. Marka atau penanda molekuler merupakan campuran molekul dengan ukuran berbeda-beda yang dapat digunakan untuk menentukan ukuran molekul pita sampel (Khopkar 1990). Setelah proses elektroforesis selesai, dilakukan pewarnaan (staining) agar molekul sampel yang telah terpisah dapat dilihat. Etidium bromida, perak, atau pewarna biru Coomassie (Coomassie blue) dapat digunakan untuk keperluan ini. Etidium bromida yang ditambahkan pada larutan gel akan membuat molekul sampel terlihat berpendar dalam sinar ultraviolet. Gel kemudian difoto di bawah sinar ultraviolet. Pita-pita (band) yang berbeda pada gel dibandingkan letaknya pada lajur terhadap pita marka untuk menentukan ukurannya. BHN DN METODE Bahan dan lat Bahan yang diperlukan untuk isolasi RN antara lain sampel lateks dan kulit batang tanaman karet klon PB 260, N 2 cair, PVP (polivinyl pyrrolidone), buffer ekstraksi yang terdiri atas EDT 20 mm, NaCl 2 M, Tris HCl 100 mm ph 8.2, CTB (N-cetyl-N,N,Ntrimethylammoniumbromide) 2%, larutan kloroform : isoamilalkohol (Ch : I) 24:1, ß- merkaptoetanol, larutan fenol : kloroform : isoamilalkohol (Ph : Ch : I) 25:24:1, LiCl 8 M, DEPC, ddh 2 O, natrium asetat 3 M ph 5.8,

15 5 etanol absolut, dan etanol 70%. Bahan untuk elektroforesis gel agarosa antara lain bubuk agarosa (Sigma), buffer TBE (Tris basa, asam borat, EDT) 0.5x, etidium bromida 1% (w/v), loading buffer (Brom fenol biru 2.5%, sukrosa 40%), dan marker 1 kb plus (invitrogen). Sintesis cdn menggunakan paket Transcriptor First Strand cdn Synthesis kit (Roche), terdiri atas enzim reverse transcriptase (20 U/µL), bufer RT (5x), inhibitor RNase (40 U/µL), dntp, molecular water (MW), dan primer oligo(dt)18. Perbanyakan DN menggunakan primer H4 forward dan reverse, buffer PCR, cdn hasil RT-PCR, enzim Taq polimerase (Bioron), dntp dan MW. Peralatan untuk isolasi RN antara lain mortar, ruang asam, sentrifus Beckman llegra 64R, sentrifus Eppendorf 5417R, penangas air, autoklaf, pipet Eppendorf, freezer Decby (-40 C) dan Sansio (-20 C). Uji kualitatif dan kuantitatif RN menggunakan spektrofotometer UV-Vis Beckman Coulter-DU 530, sisir dan cetakan agar, bak elektroforesis, parafilm, adaptor 100 volt, UV T2201 (sigma), dan Polaroid Fuji Film FP-3000B. mplifikasi DN menggunakan mesin Genemp PCR System Peralatan gelas yang digunakan antara lain gelas piala, gelas ukur, pipet Mohr, dan labu Erlenmeyer. Metode Penyadapan dan plikasi Stimulan Pengambilan sampel lateks dan kulit batang tanaman Hevea brasiliensis dilakukan berdasarkan metode dari Balai Penelitian Perkebunan Sembawa (1982). Batang dilukai (disadap) sepanjang setengah spiral (s2). Etefon diberikan dengan cara dioleskan pada kulit batang di bawah irisan sadap. Kontrol percobaan berupa kulit batang Hevea brasiliensis yang tidak disadap; dengan dan tanpa pemberian etefon, masing-masing satu sampel. Terdapat enam perlakuan berdasarkan frekuensi sadap dan pemberian etefon. Perlakuan berdasarkan frekuensi sadap terdiri atas pohon karet yang disadap dua hari sekali (d2), empat hari sekali (d4) dan enam hari sekali (d6). Berdasarkan pemberian etefon, perlakuan terbagi atas tiga kelompok, yaitu pohon karet yang diberi etefon tiga kali setahun (E3), enam kali setahun (E6) dan 12 kali setahun (E12) dengan penyadapan empat hari sekali. Konsentrasi etefon yang digunakan 2.5%. Jumlah sampel sebanyak 65 untuk sampel kulit batang dan 58 untuk sampel lateks (Tabel 1). Penomoran sampel dilakukan berdasarkan urutan waktu penyadapan yang dilakukan oleh Balai Penelitian Perkebunan Sembawa. Pengamatan terhadap gen ini dilakukan selama lima bulan mulai Mei hingga Oktober Tabel 1 Sistem perlakuan dan nomor sampel Perlakuan Nomor sampel (K) Nomor sampel (L) Kontrol 1 9 (etefon) 1 9 (etefon) S2 d2 2, 8, 10, 15, 21, 22, 28, 35, 43, 50, 59 S2 d4 3, 11, 16, 23, 29, 36, 44, 51, 60 S2 d6 4, 17, 24, 30, 37, 45, 52, 61 S2 E3 d4 5, 12, 18, 25, 31, 38, 46, 53, 56, 62 S2 E6 d4 7, 14, 20, 27, 33, 40, 42, 48, 55, 58, 64 S2 E12 d4 6, 13, 19, 26, 32, 34, 39, 41, 47, 49, 54, 57, 63, 65 K = kulit batang; L = lateks 2, 8, 10, 15, 21, 22, 28, 35, 43, 50 3, 11, 16, 23, 29, 36, 44, 51 12, 43, 63, 81, 102, 126, 147 5, 12, 18, 25, 31, 38, 46, 53, 56 7, 14, 20, 27, 33, 40, 42, 48, 55, 58 6, 13, 19, 26, 32, 34, 39, 41, 47, 49, 54, 57 Isolasi RN Kulit Batang Karet Isolasi RN kulit batang dilakukan menggunakan metode Chaidamsari et al (2005). Sampel kulit pohon karet 1.5 gram digerus halus dengan N 2 cair dan PVP 1.5 %. Serbuk sampel dimasukkan ke tabung sentrifusa lalu ditambah 15 ml buffer ekstraksi (suhu 65 C) yang telah ditambah 150 L -merkaptoetanol (1%) lalu dikocok kuat sekitar 1 menit. Suspensi diinkubasi dalam waterbath (suhu 65 C) selama 1 jam sambil dikocok kuat tiap 15 menit. Setelah inkubasi, didiamkan 5 menit pada suhu ruang kemudian diekstrak dengan 15 ml Ch : I (24:1) dan dikocok perlahan. Suspensi disentrifugasi 15 menit pada kecepatan rpm, suhu 25 C.

16 6 Supernatan diambil (dihitung volumenya) dan dipindahkan ke tabung sentrifusa baru lalu diekstrak dengan Ph : Ch : I (25:24:1) sebanyak volume supernatan yang didapat kemudian disentrifugasi lagi. Ekstraksi berikutnya dengan Ch : I dilakukan dua kali. Tiap sentrifugasi dilakukan pada kecepatan rpm, suhu 25 C selama 15 menit. Supernatan yang didapat ditambahkan LiCl 10 M hingga konsentrasinya 2 M kemudian disimpan pada suhu 4 C selama semalam. Setelah itu, larutan disentrifugasi dengan kecepatan rpm, 4 C selama 30 menit. Supernatan dibuang, pelet dilarutkan dengan 750 µl ddh 2 O lalu dipindahkan ke tabung mikro. Larutan kemudian diekstrak tiga kali berturut-turut masing-masing dengan fenol, Ph : Ch : I dan Ch : I (sebanyak 1 kali volume supernatan). Tiap ekstraksi diikuti dengan sentrifugasi pada kecepatan rpm, 15 menit dan 4 C. Lapisan atas dipindahkan ke tabung mikro baru lalu ditambahkan Na-asetat 3 M, ph 5.8 sebanyak 0.1 kali volume dan etanol absolut sebanyak 3 kali volume. Larutan disimpan dalam freezer suhu -40 C selama 3 jam. Setelah 3 jam, larutan disentrifugasi pada kecepatan rpm, 4 C selama 30 menit. Supernatan dibuang, pelet dicuci dengan 100 L etanol 70% dan disentrifugasi pada rpm, 4 C selama 5 menit. Etanol dibuang, pelet disentrifugasi lagi pada kecepatan rpm, 4 C, selama 2 menit. Pelet dikeringanginkan beberapa saat lalu ditambah 30 µl DEPC.ddH 2 O. Jumlah inilah yang didapat sebagai stok RN. Isolasi RN Lateks Isolasi RN lateks dilakukan dengan metode Chaidamsari et al (2005) yang telah dimodifikasi. Sebanyak 6 ml sampel lateks yang telah ditambah 6 ml buffer ekstraksi dipanaskan pada suhu 50 C selama 1 jam lalu disentrifugasi 30 menit pada kecepatan rpm dan suhu 20 C. Supernatan dipipet (dihitung volumenya) lalu diekstrak dengan larutan Ph : Ch : I sebanyak 1 kali volume supernatan kemudian disentrifugasi lagi 10 menit pada kecepatan rpm, suhu 4 C. Lapisan atas dipindahkan ke tabung sentrifusa baru dan ditambah Ch : I 1 kali volume, disentrifugasi lagi selama 10 menit, rpm, 4 C. Lapisan atas diambil dan ditambah LiCl 8 M hingga konsentrasi LiCl 2 M lalu disimpan semalam pada suhu 4 C. Setelah semalam, larutan disentrifugasi pada kecepatan rpm, suhu 4 C selama 30 menit. Pengerjaan selanjutnya dilakukan pada kondisi dingin (dalam penangas es). Supernatan dibuang, pelet dilarutkan dengan 750 µl ddh 2 O lalu dipindahkan ke tabung mikro. Larutan diekstrak berturut-turut dengan larutan Ph : Ch : I dan Ch : I (sebanyak 1 kali volume). Tiap ekstraksi diikuti dengan sentrifugasi selama 10 menit, kecepatan rpm pada suhu 4 C. Lapisan atas dipindahkan ke tabung baru lalu diendapkan dengan Na-asetat 3 M, ph 5.8 sebanyak 0.1 kali volume dan etanol absolut sebanyak 3 kali volume. Larutan disimpan dalam freezer pada suhu -40 C selama 3 jam. Setelah 3 jam, larutan disentrifugasi pada kecepatan rpm, 4 C selama 30 menit. Supernatan dibuang, pelet ditambahkan 100 µl etanol 70% kemudian disentrifugasi pada kecepatan rpm, suhu 4 C selama 5 menit. Etanol dibuang, tabung mikro berisi pelet disentrifugasi dengan kecepatan rpm, suhu 4 C, selama 2 menit untuk mengendapkannya. Pelet dikeringanginkan beberapa saat lalu ditambah 30 µl DEPC.ddH 2 O. nalisis Kemurnian dan Konsentrasi RN Larutan RN lateks dan kulit batang hasil isolasi dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif untuk mengetahui kemurnian dan konsentrasinya. Uji kemurnian RN dilakukan dengan dua cara. Pertama dengan metode spektrofotometri, membandingkan serapan larutan RN pada? 260 dan 280 nm (nilai 260/280) juga pada? 260 dan 230 nm (nilai 260/230). Larutan sampel RN sebanyak 2 µl dicampur dengan 198 µl DEPC.ddH 2 O dan diukur serapannya pada panjang gelombang 230, 260, dan 280 nm. Menurut Sambrook et al (1989), kemurnian larutan RN hasil isolasi dapat dikatakan baik jika nilai perbandingan serapan 260/280 nm antara Cara kedua dengan elektroforesis, sebanyak 5 µl sampel RN dicampur dengan 1 µl loading buffer menggunakan pipet mikro di atas kertas parafilm. Sampel yang telah dicampur dimasukkan ke dalam sumur gel dan dielektroforesis pada gel agarosa 1%, tegangan 25 volt selama 2 jam. Setelah itu, gel difoto dengan bantuan sinar UV dan jumlah pita yang terbentuk diamati. Bila dari hasil elektroforesis masih terdapat pita DN maka ditambahkan enzim DNase pada larutan RN lalu diinkubasi pada suhu dan waktu optimum kerja enzim DNase. Konsentrasi RN (uji kuantitatif) ditentukan dengan cara konversi nilai serapan larutan RN pada panjang

17 7 gelombang 260 nm dengan perbandingan bahwa 1 nilai pada serapan 260 nm sama dengan serapan RN dengan konsentrasi 40 µg/ml (Sauer et al 1994). Sintesis cdn Proses ini dilakukan dengan metode RT- PCR untuk mendapatkan utas pertama cdn yang akan digunakan sebagai templat (cetakan) untuk uji ekspresi gen HbCO2. Sebanyak 2 µg/ml larutan RN sampel kulit batang dan lateks hasil isolasi ditambahkan 1 µl primer oligo(dt)18 dan molecular water (MW) hingga volume totalnya 13 µl. Campuran kemudian diinkubasi dalam mesin PCR (Fermentas) pada suhu 65 C selama 10 menit. Setelah 10 menit, semua tabung dipindahkan segera ke penangas es lalu ditambahkan larutan campuran yang berisi 4 µl bufer RT, 1 µl inhibitor RNase (40 U/µL), 2 µl dntp sebagai substrat, dan 1 µl enzim reverse transcriptase (20 U/µL). Tabung kemudian dimasukkan lagi ke dalam mesin PCR dan diinkubasi pada suhu 55 C selama 30 menit dilanjutkan dengan inkubasi pada suhu 85 C (5 menit) untuk inaktivasi enzim dan mendenaturasi DN. Terakhir, suhu dikondisikan 10 C dan dapat dibiarkan selama yang diinginkan. Uji Ekspresi Gen HbCO2 Uji ekspresi gen HbCO2 dilakukan dengan elektroforesis hasil PCR cdn dengan primer H4. Metode PCR berdasarkan prosedur pada Kit Roche. Pertama, dibuat larutan campuran berisi 2.5 µl buffer complete RT-PCR (Roche), 1 µl dntp, 1 µl primer H4 Forward, 1 µl primer H4 Reverse, 1 µl enzim Taq polimerase dan 17.5 µl MW (total 24 µl). Volume larutan campuran yang dibuat dikalikan sesuai jumlah sampel. Tiap 24 µl larutan campuran dipipet ke dalam tabung mikro, diletakkan dalam penangas es lalu ditambahkan 1 µl cdn sampel. Primer aktin ditambahkan pada sampel yang perlu diketahui kualitas cdn-nya. Larutan diinkubasi dalam mesin PCR (Fermentas) yang telah diatur suhu dan waktunya. Denaturasi pada suhu 94 C selama 30 detik, suhu penempelan primer 55 C selama 1 menit dilanjutkan dengan 72 C selama 1 menit untuk aktivasi enzim Taq polimerase dan suhu 72 C selama 7 menit untuk proses polimerasi. Proses PCR dilakukan sebanyak 35 siklus. Setelah itu, dilakukan inaktivasi enzim Taq polimerase pada suhu 10 C. HSIL DN PEMBHSN Isolasi RN Total Sampel Kulit Batang dan Lateks Gen HbCO2 dicari pada kulit batang Hevea brasiliensis karena jaringan ini merupakan tempat terjadinya metabolisme pembentukan lateks tepatnya pada pembuluh lateks atau laticiferous vessel (Dalimunthe 2001). Ekspresi gen ini juga diamati pada lateks sebagai produk dari pembuluh lateks tanaman karet. Isolasi RN untuk sampel kulit batang dimulai dengan penggerusan sampel yang bertujuan menghancurkan dinding sel. Umumnya RN lebih rentan terhadap degradasi enzimatik dibandingkan DN sehingga senyawa diethyl pirocarbonate (DEPC) ditambahkan sebagai denaturan kuat untuk mencegah kerja RNase, yaitu enzim yang dapat mendenaturasi RN. Hancurnya dinding sel menyebabkan sitoplasma beserta RN total keluar dari sel sehingga mudah diekstrak. Nitrogen cair diperlukan pada proses ini untuk menjaga agar RNase tetap inaktif selain juga untuk membekukan jaringan agar mudah dihancurkan (Koolman & Roehm 2005). Polivinil pirolidon ditambahkan untuk mengikat polifenol. Polifenol merupakan senyawa umum pada jaringan tanaman yang dapat menginaktifkan protein sehingga menghambat reaksi lanjutan seperti PCR (Knight 2004). Komponen cetyl trimethylammonium bromide (CTB) dalam buffer ekstraksi berfungsi sebagai antiseptik terhadap bakteri dan jamur. EDT berguna untuk mengikat Mg 2+ (chelating agent) sehingga mempermudah lisis membran sel dan menghambat kerja RNase (Mg 2+ merupakan kofaktor RNase). Merkaptoetanol bekerja sebagai antioksidan yang memangsa (scavenging agent) radikal hidroksil (Knight 2004) sedangkan tris-hcl merupakan komponen bufer untuk menjaga kestabilan ph larutan. Penggunaan senyawa pelarut organik seperti fenol, kloroform dan isoamilalkohol pada proses ekstraksi bertujuan memisahkan kontaminan seperti DN dan protein dari RN. Enzim DNase ditambahkan pada sampel yang masih mengandung DN untuk mendegradasi DN. Senyawa LiCl, natrium asetat dan etanol berguna untuk mengendapkan RN sehingga RN dapat terpisah dari senyawa kontaminan (Chaidamsari et al 2005).

18 8 Isolasi RN yang baik akan menghasilkan dua pita utuh (Gambar 4). Kedua pita tersebut adalah rrn berukuran 28 S dan 18 S yang merupakan rrn sitoplasma utama pada tanaman (Heldt 2005). RN 28 S RN 18 S Gambar 4 Elektroforegram RN lateks dengan pita yang utuh. Kemurnian RN Kulit Batang dan Lateks Hasil Isolasi Kemurnian RN kulit batang dan lateks Hevea brasiliensis hasil isolasi ditentukan dengan metode spektrofotometri dan elektroforesis. Pengukuran serapan larutan dilakukan pada panjang gelombang 230, 260 dan 280 nm. Basa-basa bernitrogen pada molekul RN menyerap sinar ultraviolet (UV) maksimum pada panjang gelombang 260 nm. Berbeda dengan asam nukleat, kontaminan protein memiliki serapan UV maksimum pada panjang gelombang 280 nm. Kontaminasi fenol dapat diketahui pada panjang gelombang 230 nm. Selain fenol, garam-garam chaotropic juga dapat menimbulkan puncak (peak) pada? (Sruhig & mberger 1994). Larutan RN dikatakan memiliki kemurnian yang baik apabila nilai perbandingan serapan? 260/280 nm dan serapan? 260/230 nm antara (Sambrook et al 1989). Bila nilai perbandingan kurang dari 1.8, larutan RN tersebut dapat dikatakan masih banyak mengandung kontaminan seperti protein, fenol, garam-garam chaotropic atau polisakarida. Jika nilai perbandingan melebihi 2, kemungkinan besar masih terdapat DN dalam larutan. Hal ini karena serapan maksimum DN sama dengan RN (260 nm) sehingga adanya DN dalam larutan akan membuat nilai perbandingan serapan RN lebih tinggi (O Connell 2002). Elektroforesis diperlukan untuk memastikan adanya DN kontaminan dalam sampel. Tabel 2 menunjukkan beberapa contoh kemurnian sampel RN kulit batang dan lateks beserta nilai perbandingan serapan tertinggi dan terendahnya masing-masing (cetak tebal). Nilai kemurnian RN kulit batang berkisar antara sedangkan RN lateks berkisar antara Dilihat dari nilai tersebut, secara umum dapat dikatakan hasil isolasi RN lateks relatif lebih tinggi kemurniannya dibanding RN kulit batang. Kisaran nilai kemurnian RN kulit batang menunjukkan bahwa beberapa sampel RN kulit batang masih mengandung kontaminan. Hal ini dapat terjadi disebabkan terbawanya fase fenolik saat proses ekstraksi. Selain itu, isolasi RN kulit batang lebih sulit mendapatkan kemurnian tinggi karena lebih banyak mengandung senyawa polifenol dan polisakarida dibandingkan sampel lateks. Kontaminan DN akan terlihat setelah hasil elektroforesis gel dilihat dengan bantuan sinar UV seperti pada sampel nomor 10, 11, 12, 13 yang nilai perbandingan serapannya lebih dari 2.0 (Gambar 5). Sampel yang masih terkontaminasi DN akan ditambah dengan enzim DNase untuk mendegradasi DN sebelum digunakan untuk proses RT-PCR. Tabel 2 Nilai kemurnian RN beberapa sampel kulit batang dan lateks No sampel 260 nm (260/280) (260/230) K K K K K K K L L L L L L L K = kulit batang; L = lateks; = nilai serapan (a) DN 28 S 18 S (b) Gambar 5 Elektroforegram RN kulit batang (a) nilai kemurnian kurang dari 1.8 (b) nilai kemurnian lebih dari 2.0.

19 9 Konsentrasi RN Kulit Batang dan Lateks Hasil Isolasi Konsentrasi RN hasil isolasi diperkirakan dengan cara spektrofotometri. Menurut Sauer et al 1994, satu nilai serapan () larutan RN pada panjang gelombang 260 nm merupakan serapan RN dengan konsentrasi 40 g/ml sehingga konsentrasi RN didapat dari perhitungan nilai serapan larutan RN pada? 260 nm dikalikan 40 g/ml dikalikan faktor pengenceran (100 kali). Tabel 3 menunjukkan beberapa contoh konsentrasi RN kulit batang dan lateks beserta nilai tertinggi dan terendahnya masing-masing (cetak tebal). Konsentrasi RN kulit batang bervariasi antara 104 hingga 1012 µg/ml sedangkan konsentrasi RN lateks berkisar antara 108 hingga 3798 µg/ml. Konsentrasi RN hasil perhitungan dikonfirmasi dengan elektroforesis, caranya dengan membandingkan tingkat kecerahan pita RN pada gel. Konsentrasi larutan RN yang digunakan untuk elektroforesis dibuat sama, yaitu 250 g/ml dengan tujuan agar intensitas cahaya yang dihasilkan oleh semua pita sampel dapat dibandingkan. Secara teori, pada pita RN yang utuh, makin cerah pita RN pada gel, makin tinggi konsentrasinya. Hal ini tidak berlaku jika kita mengamati pita RN kulit batang nomor 27 (konsentrasi tertinggi) dan nomor 58 (konsentrasi terendah) yang tingkat kecerahan pitanya hampir sama. Kejadian ini menunjukkan bahwa konsentrasi RN nomor 27 sebenarnya lebih rendah daripada yang terukur oleh spektrofotometer akibat sampel tersebut tidak murni. Kontaminasi DN dapat menyebabkan nilai perbandingan serapan larutan RN lebih tinggi (Gambar 6). Terlihat juga dari tingkat kecerahan dan keutuhan pita, secara umum dapat dikatakan perolehan konsentrasi RN lateks lebih tinggi daripada RN kulit batang (Tabel 3). Perbedaan perolehan konsentrasi antara RN kulit batang dan RN lateks dapat disebabkan karena kurang halusnya bubuk kulit batang saat digerus. Semakin halus bubuk kulit batang, semakin luas permukaannya sehingga makin banyak sel yang dapat diekstrak. Lateks lebih mudah diekstrak RN-nya karena tidak berupa sel (hanya cairan). Konsentrasi RN kulit batang yang rendah dapat juga disebabkan oleh proses pengocokan yang kurang kuat saat ekstraksi dengan buffer ekstraksi sehingga tidak semua sel kulit batang terlisis. Tabel 3 Konsentrasi RN beberapa sampel kulit batang dan lateks No sampel (260 nm) Konsentrasi ( g/ml) K K K K K K L L L L L L K = kulit batang; L = lateks (a) (b) Gambar 6 Elektroferegram (a) RN kulit batang konsentrasi rendah (b) RN lateks konsentrasi tinggi. Ekspresi Gen HbCO2 pada Kulit Batang Terekspresi atau tidaknya gen HbCO2 dilihat dari ada tidaknya pita gen pada gel elektroforesis sedangkan tingkat ekspresinya dilihat dan dibandingkan dari intensitas kecerahan pita. Ukuran gen HbCO2 adalah 510 bp sehingga pita DN yang dicari adalah yang sejajar atau dekat dengan pita marker kelima dari bawah (ukuran 500 bp). Pengamatan selama lima bulan menunjukkan bahwa gen HbCO2 pada kulit batang terekspresi tiga hari setelah pemberian etefon. Kontrol kulit batang dengan pemberian etefon (K1) memiliki tingkat ekspresi amat tinggi sementara kontrol kulit batang tanpa etefon (K9) tidak menunjukkan ekspresi gen ini (Gambar 7). Sampel beserta kontrol lateks dengan dan tanpa pemberian etefon (L1 dan L9) tidak memperlihatkan ekspresi gen HbCO2 (tidak muncul pita DN pada gel) sehingga diduga bahwa gen HbCO2 tidak terekspresi pada

20 10 lateks. Sampel lateks tersebut kemudian dielektroforesis lagi dengan menambahkan primer aktin untuk memastikan ada tidaknya RN total dalam larutan. Elektroforegram menunjukkan hanya terdapat pita aktin pada semua sampel lateks yang diuji kembali tanpa ada pita lain pada gel (Gambar 8). Hal ini dilihat dari ukuran pita yang muncul pada gel terletak antara pita marker kedua (200 bp) dan ketiga (300 bp) dari bawah yang sesuai dengan ukuran aktin yaitu 290 bp. Hasil ini memastikan bahwa gen HbCO2 memang tidak terekspresi pada lateks. ktin adalah komponen mikrofilamen, merupakan protein yang paling melimpah di dalam sel eukariot dan selalu dibutuhkan oleh sel (Koolman & Roehm 2005). Protein yang selalu dibutuhkan oleh sel, akan disintesis secara konstan sehingga mrn-nya akan selalu ada pada sitoplasma tanpa terpengaruh kondisi perlakuan. Sifat tersebut membuat mrn aktin dalam sampel uji dapat dijadikan kontrol internal sebagai petunjuk bahwa pada larutan hasil isolasi mengandung RN total. Terkadang pita hasil elektroforesis tidak utuh tetapi memanjang vertikal dan buram (smear). Hal ini dapat disebabkan RN terdegradasi (rusak) akibat aktivitas enzim atau suhu annealing yang tidak tepat. Munculnya pita lain pada gel dapat disebabkan primer yang digunakan kurang spesifik sehingga primer menempel di sembarang tempat dan akhirnya pita DN yang muncul lebih dari satu Gambar 7 Ekspresi gen HbCO2 pada beberapa sampel kulit batang Gambar 8 Elektroforegram cdn sampel lateks dengan primer aktin. Pengaruh Penyadapan terhadap Ekspresi Gen HbCO2 Kulit Batang Tinggi rendahnya ekspresi gen HbCO2 dapat dilihat dari tingkat kecerahan pita DN pada gel elektroforesis yang dapat juga dinyatakan secara semikuantitatif menggunakan program UN-SCN-IT Gel 6.1. Prinsip program tersebut membandingkan nilai piksel pita sampel yang terdeteksi dengan nilai piksel pita marka sebagai standar yang diberi nilai tertentu kemudian dikonversi menjadi satuan konsentrasi (ng) melalui persamaan kurva standar. Konsentrasi pita gen yang dihasilkan dari program ini lebih tepat diinterpretasikan sebagai tingkat ekspresi gen (Tabel 4). Hasil uji ekspresi gen HbCO2 pada sampel kulit batang menunjukkan gen HbCO2 mulai terekspresi pada penyadapan kedua dengan ekspresi paling tinggi pada frekuensi penyadapan dua hari sekali (s2d2). Ekspresi gen HbCO2 pada frekuensi penyadapan empat (s2d4) dan enam hari sekali (s2d6) tidak jauh berbeda (Gambar 9). Setelah seminggu, pengambilan sampel tidak dilakukan per hari perlakuan penyadapan tetapi diambil bersamaan sebulan sekali hingga bulan kelima. Pengamatan per bulan menunjukkan ekspresi tertinggi gen HbCO2 terjadi pada bulan pertama untuk penyadapan s2d2, bulan kedua untuk penyadapan s2d4 dan bulan ketiga untuk penyadapan s2d6. Gen HbCO2 paling sering dan paling tinggi ekspresinya pada kelompok s2d2 namun ekspresi gen ini juga berhenti lebih awal, yaitu pada bulan ketiga sementara kedua kelompok lain terhenti pada bulan keempat. Hal ini memberi kemungkinan bahwa penyadapan dengan frekuensi tinggi (kurang dari 4 hari sekali) menginduksi ekspresi gen HbCO2 lebih tinggi dan sering tetapi juga lebih cepat terhentinya. Ekspresi gen HbCO2 yang cenderung lebih tinggi pada kelompok s2d2 diakibatkan pelukaan tanaman karena penyadapan. Seperti yang telah disebutkan, etilena merupakan salah satu hormon tanaman yang merespon cekaman lingkungan (Salisbury & Ross 1995; Wang et al 2002). Penyadapan direspon tanaman sebagai salah satu cekaman lingkungan berupa pelukaan. Intensitas pelukaan tanaman yang lebih sering akan meningkatkan ekspresi gen HbCO2 sebagai salah satu anggota gen multifamili penyandi enzim CO yang berperan dalam katalisis reaksi perubahan asam aminosiklopropana karboksilat menjadi etilena.

21 11 Tabel 4 Tingkat ekspresi gen HbCO2 terhadap pengaruh pelukaan Hari Tingkat ekspresi ke- d2 d4 d (-) = tidak dilakukan penyadapan. Tingkat ekspresi Hari ke- s2 d2 s2 d4 s2 d6 Gambar 9 Ekspresi gen HbCO2 terhadap pengaruh pelukaan. Pengaruh Etefon terhadap Ekpresi gen HbCO2 Kulit Batang Etefon sebagai stimulan lateks ikut diteliti pengaruhnya terhadap ekspresi gen HbCO2 karena selain sebagai yang paling umum diapakai di perkebunan, juga telah terbukti mempengaruhi kadar etilena endogenus tanaman (Jetro 2007). Tabel 5 memperlihatkan ekspresi tertinggi gen HbCO2 sampel tanpa etefon (s2d4) masih jauh di bawah ekspresi tertinggi sampel dengan pemberian etefon meski frekuensi penyadapannya sama, yaitu empat hari sekali. Hal ini menunjukkan pengaruh etefon dalam meningkatkan ekspresi gen HbCO2. Gen HbCO2 terekspresi tiga hari setelah pemberian etefon yang merupakan ekspresi tertinggi untuk perlakuan etefon tiga (E3) dan enam (E6) kali setahun. Ekspresi gen HbCO2 perlakuan etefon 12 kali setahun (E12) mencapai puncaknya sebulan setelah buka sadap dan tidak terekspresi lagi pada bulan ketiga meskipun tetap diberi etefon hingga bulan kelima. Serupa dengan efek penyadapan s2d2, ekspresi gen HbCO2 kelompok E12 juga berhenti lebih awal dari dua kelompok lainnya yang baru berhenti pada bulan keempat (Gambar 10). Penyadapan yang lebih cepat dari waktu normal regenerasi lateks, yaitu 4-5 hari (Sumarmadji 2001) dan pemberian etefon terlalu sering, yaitu lebih dari 6 kali setahun (Balai Penelitian Perkebunan Sembawa 2007) mempercepat terhentinya ekspresi gen HbCO2. Kenaikan ekspresi gen HbCO2 pada sampel yang diberi etefon diduga merupakan regulasi sel untuk menjaga kestabilan kadar etilena endogen tanaman akibat cekaman fisiologis. Secara umum, gen HbCO2 hanya terekspresi tiga bulan di awal tahun kelima tanaman. Hal ini karena HbCO2 merupakan transient gene, yaitu gen yang hanya diekspresikan selama periode tertentu pada tahap perkembangan tanaman (Kuswanhadi 2005). Tabel 5 Tingkat ekspresi gen HbCO2 terhadap pemberian etefon Hari Tingkat ekspresi ke- E3 E6 E (-) = tidak dilakukan penyadapan; cetak tebal merupakan hari pemberian etefon Tingkat ekspresi Hari ke- s2 d4 s2 E6 d4 s2 E3 d4 s2 E12 d4 Gambar 10 Ekspresi gen HbCO2 terhadap pengaruh pemberian etefon.

POLA EKSPRESI GEN HbACO2 PADA KULIT BATANG DAN LATEKS KARET (Hevea brasiliensis) AKIBAT STRES EKSPLOITASI CHAIRUNISA

POLA EKSPRESI GEN HbACO2 PADA KULIT BATANG DAN LATEKS KARET (Hevea brasiliensis) AKIBAT STRES EKSPLOITASI CHAIRUNISA POLA EKSPRESI GEN HbACO2 PADA KULIT BATANG DAN LATEKS KARET (Hevea brasiliensis) AKIBAT STRES EKSPLOITASI CHAIRUNISA PROGRAM STUDI BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI ISOLASI TOTAL DNA TUMBUHAN DENGAN KIT EKSTRAKSI DNA PHYTOPURE Halaman : 1 dari 5 1. RUANG LINGKUP Metode ini digunakan untuk mengisolasi DNA dari sampel jaringan tumbuhan, dapat dari daun, akar, batang,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7 individu udang Jari yang diambil dari Segara Anakan Kabupaten Cilacap Jawa Tengah.

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium BIORIN (Biotechnology Research Indonesian - The Netherlands) Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi IPB. Penelitian

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA GENETIKA

LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA GENETIKA LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA GENETIKA LAPORAN IV (ISOLASI RNA DARI TANAMAN) KHAIRUL ANAM P051090031/BTK BIOTEKNOLOGI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 0 ISOLASI RNA DARI TANAMAN TUJUAN Tujuan

Lebih terperinci

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI Halaman : 1 dari 5 ISOLASI TOTAL DNA HEWAN DENGAN KIT EKSTRAKSI DNA 1. RUANG LINGKUP Metode ini digunakan untuk mengisolasi DNA dari sampel jaringan hewan, dapat dari insang, otot, darah atau jaringan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu pengumpulan sampel berupa akar rambut, ekstraksi mtdna melalui proses lisis akar rambut, amplifikasi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap BAB III METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap penyiapan templat mtdna, amplifikasi fragmen mtdna pada daerah D-loop mtdna manusia dengan teknik PCR, deteksi

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat 12 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan dari bulan April 2006 sampai dengan bulan April 2007. Penelitian dilakukan di rumah kaca, laboratorium Biologi Molekuler Seluler Tanaman, dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini

BAB III METODE PENELITIAN. Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini BAB III METODE PENELITIAN Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel; lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh; amplifikasi daerah D-loop

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN Bagan Alir Penelitian ini secara umum dapat digambarkan pada skema berikut:

BAB III METODE PENELITIAN Bagan Alir Penelitian ini secara umum dapat digambarkan pada skema berikut: BAB III METODE PENELITIAN Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel, lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh, amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian murni yang dilakukan dengan metode deskriptif, yaitu suatu metode penelitian untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian deskriptif. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode B. Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah sampel DNA koleksi hasil

Lebih terperinci

Tanaman karet akan mengeluarkan getah atau lebih dikenal dengan sebutan lateks. Lateks keluar pada saat dilakukan penyadapan pada tanaman karet.

Tanaman karet akan mengeluarkan getah atau lebih dikenal dengan sebutan lateks. Lateks keluar pada saat dilakukan penyadapan pada tanaman karet. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tanaman karet memiliki peranan yang besar dalam kehidupan perekonomian Indonesia. Banyak penduduk yang hidup dengan mengandalkan komoditas penghasil lateks

Lebih terperinci

METODE MEMPERTAHANKAN KUALITAS DAN KUANTITAS ASAM RIBONUKLEAT (RNA) TANAMAN M. REZEKI MUAMMAR

METODE MEMPERTAHANKAN KUALITAS DAN KUANTITAS ASAM RIBONUKLEAT (RNA) TANAMAN M. REZEKI MUAMMAR METODE MEMPERTAHANKAN KUALITAS DAN KUANTITAS ASAM RIBONUKLEAT (RNA) TANAMAN M. REZEKI MUAMMAR PROGRAM STUDI BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ABSTRAK

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat 12 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Survei penyakit klorosis dan koleksi sampel tanaman tomat sakit dilakukan di sentra produksi tomat di daerah Cianjur, Cipanas, Lembang, dan Garut. Deteksi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan teknik PCR;

BAB III METODE PENELITIAN. amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan teknik PCR; BAB III METODE PENELITIAN Secara garis besar, langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel; lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh; amplifikasi daerah HVI mtdna

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Uji Kualitatif dan Kuantitatif Hasil Isolasi RNA

HASIL DAN PEMBAHASAN. Uji Kualitatif dan Kuantitatif Hasil Isolasi RNA 6 konsentrasinya. Untuk isolasi kulit buah kakao (outer pod wall dan inner pod wall) metode sama seperti isolasi RNA dari biji kakao. Uji Kualitatif dan Kuantitatif Hasil Isolasi RNA Larutan RNA hasil

Lebih terperinci

Pengujian DNA, Prinsip Umum

Pengujian DNA, Prinsip Umum Pengujian DNA, Prinsip Umum Pengujian berbasis DNA dalam pengujian mutu benih memang saat ini belum diregulasikan sebagai salah satu standar kelulusan benih dalam proses sertifikasi. Dalam ISTA Rules,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA PENDAULUAN Asam ribonukleat (RNA) merupakan salah satu biomolekul yang memiliki beberapa fungsi yang berbeda. Salah satu turunan dari RNA adalah ribozim yang mengkatalisis reaksi biokimia sebagaimana kerja

Lebih terperinci

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan sampel. Penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan sampel. Penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel 16 BAB III. METODOLOGI PENELITIAN Bab ini menggambarkan tahapan penelitian yang terdiri dari pengambilan sampel, penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel, amplifikasi D-loop mtdna dengan teknik

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang mengangkat fenomena alam sebagai salah satu masalah dalam penelitian, sehingga dapat menerangkan arti

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Autentikasi Bahan Baku Ikan Tuna (Thunnus sp.) dalam Rangka Peningkatan Keamanan Pangan dengan Metode Berbasis DNA dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang mengangkat fenomena alam sebagai salah satu masalah dalam penelitian. Penelitian ini dapat menerangkan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian akan diawali dengan preparasi alat dan bahan untuk sampling

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian akan diawali dengan preparasi alat dan bahan untuk sampling 16 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian akan diawali dengan preparasi alat dan bahan untuk sampling sel folikel akar rambut. Sampel kemudian dilisis, diamplifikasi dan disekuensing dengan metode dideoksi

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Pembuatan Larutan Stok dan Buffer

LAMPIRAN. Lampiran 1. Pembuatan Larutan Stok dan Buffer LAMPIRAN Lampiran 1. Pembuatan Larutan Stok dan Buffer A. LARUTAN STOK CTAB 5 % (100 ml) - Ditimbang NaCl sebanyak 2.0 gram - Ditimbang CTAB sebanyak 5.0 gram. - Dimasukkan bahan kimia ke dalam erlenmeyer

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai September 2014 di Green

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai September 2014 di Green BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai September 2014 di Green House dan Laboratorium Genetika dan Molekuler jurusan Biologi Fakultas Sains dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian tentang Pengaruh Suhu Annealing pada Program PCR terhadap Keberhasilan Amplifikasi DNA Udang Jari (Metapenaeus elegans) Laguna Segara Anakan

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan Dalam bab ini akan dipaparkan hasil dari tahap-tahap penelitian yang telah dilakukan. Melalui tahapan tersebut diperoleh urutan nukleotida sampel yang positif diabetes dan sampel

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian 3.1 Alat Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penelitian Biokimia, Program Studi Kimia, Institut Teknologi Bandung. Peralatan yang digunakan pada penelitian ini diantaranya

Lebih terperinci

Asam Asetat Glacial = 5,7 ml EDTA 0,5 M ph 8.0 = 10 ml Aquades ditambahkan hingga volume larutan 100 ml

Asam Asetat Glacial = 5,7 ml EDTA 0,5 M ph 8.0 = 10 ml Aquades ditambahkan hingga volume larutan 100 ml 36 Lampiran 1. Pembuatan Larutan Stok dan Buffer A. Pembuatan Larutan Stok Tris HCL 1 M ph 8.0 (100 ml) : Timbang Tris sebanyak 12,114 g. Masukkan Tris ke dalam Erlenmeyer dan ditambahkan 80 ml aquades.

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Deskripsi Pembuatan Larutan Stok dan Buffer

LAMPIRAN. Lampiran 1. Deskripsi Pembuatan Larutan Stok dan Buffer LAMPIRAN Lampiran 1. Deskripsi Pembuatan Larutan Stok dan Buffer 1. Pembuatan Larutan Stok a. CTAB 5 % Larutan dibuat dengan melarutkan : - NaCl : 2.0 gr - CTAB : 5.0 gr - Aquades : 100 ml b. Tris HCl

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Tabel 1. Jumah Sampel Darah Ternak Sapi Indonesia Ternak n Asal Sapi Bali 2 4

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Tabel 1. Jumah Sampel Darah Ternak Sapi Indonesia Ternak n Asal Sapi Bali 2 4 MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Bagian Pemuliaan dan Genetika Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. penelitian ini

Lebih terperinci

The Genetic Fingerprint (Sidikjari Genetik)

The Genetic Fingerprint (Sidikjari Genetik) The Genetic Fingerprint (Sidikjari Genetik) Penting: Jangan lupa selalu memberi label pada tabung Eppi dengan hati-hati. Untuk pipet: Pipet 1000 (biru): gunakan tips biru dan hanya untuk memipet 100-1000

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat Penelitian

METODOLOGI PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat Penelitian 14 METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian dilakukan di Laboratorium Unit Pelayanan Mikrobiologi Terpadu, Bagian Mikrobiologi Kesehatan, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan

Lebih terperinci

II. MATERI DAN METODE. Tempat pengambilan sampel daun jati (Tectona grandis Linn. f.) dilakukan di

II. MATERI DAN METODE. Tempat pengambilan sampel daun jati (Tectona grandis Linn. f.) dilakukan di II. MATERI DAN METODE 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian Tempat pengambilan sampel daun jati (Tectona grandis Linn. f.) dilakukan di enam desa yaitu tiga desa di Kecamatan Grokgak dan tiga desa di Kecamatan

Lebih terperinci

EKSTRAKSI DNA. 13 Juni 2016

EKSTRAKSI DNA. 13 Juni 2016 EKSTRAKSI DNA 13 Juni 2016 Pendahuluan DNA: polimer untai ganda yg tersusun dari deoksiribonukleotida (dari basa purin atau pirimidin, gula pentosa,dan fosfat). Basa purin: A,G Basa pirimidin: C,T DNA

Lebih terperinci

Bab III Bahan dan Metode III.1 Bahan III. 2 Alat

Bab III Bahan dan Metode III.1 Bahan III. 2 Alat Bab III Bahan dan Metode III.1 Bahan Pada penelitian ini, sampel yang digunakan dalam penelitian, adalah cacing tanah spesies L. rubellus yang berasal dari peternakan cacing tanah lokal di Sekeloa, Bandung.

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM METABOLISME DAN INFORMASI GENETIK PERCOBAAN 2 UJI AKTIVITAS SUKSINAT DEHIDROGENASE

LAPORAN PRAKTIKUM METABOLISME DAN INFORMASI GENETIK PERCOBAAN 2 UJI AKTIVITAS SUKSINAT DEHIDROGENASE LAPORAN PRAKTIKUM METABOLISME DAN INFORMASI GENETIK PERCOBAAN 2 UJI AKTIVITAS SUKSINAT DEHIDROGENASE Nama : Imana Mamizar NIM : 10511066 Kelompok : 5 Nama Asisten : Bunga (20513032) Tanggal Percobaan :

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian tentang Karakterisasi genetik Udang Jari (Metapenaeus elegans De Man, 1907) hasil tangkapan dari Laguna Segara Anakan berdasarkan haplotipe

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. juga produksi kayu yang tinggi. Penelitian untuk menghasilkan klon-klon karet

TINJAUAN PUSTAKA. juga produksi kayu yang tinggi. Penelitian untuk menghasilkan klon-klon karet TINJAUAN PUSTAKA Klon Tanaman Karet PB 260 dan IRR 118 Klon unggul merupakan salah satu komponen teknologi terpenting yang secara langsung berperan dalam meningkatkan potensi hasil tanaman. Sejalan dengan

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 19 3. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Juni 2010 di Laboratorium Mikrobiologi, Biokimia dan Bioteknologi Hasil Perairan Departemen Teknologi Hasil

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Isolasi enzim fibrinolitik Cacing tanah P. excavatus merupakan jenis cacing tanah yang agresif dan tahan akan kondisi pemeliharaan yang ekstrim. Pemeliharaan P. excavatus dilakukan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA PENDAHULUAN Karet merupakan salah satu komoditi pertanian yang penting di Indonesia dalam penunjang perekonomian negara. Saat ini, Indonesia menduduki peringkat ke-2 penghasil karet terbesar di dunia.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan dengan metode

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan dengan metode 16 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan dengan metode deskriptif. Penelitian deskriptif adalah suatu metode penelitian untuk membuat deskripsi,

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Penelitian dilakukan di Laboratorium Institute of Human Virology and

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Penelitian dilakukan di Laboratorium Institute of Human Virology and 23 BAB III BAHAN DAN CARA KERJA A. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian dilakukan di Laboratorium Institute of Human Virology and Cancer Biology of the University of Indonesia (IHVCB-UI), Jl. Salemba

Lebih terperinci

PENGARUH WAKTU PENYADAPAN DAN PEMBERIAN ETEFON TERHADAP EKSPRESI GEN HbACO3 PADA LATEKS DAN KULIT BATANG Hevea brasiliensis FAMI RIZALIA

PENGARUH WAKTU PENYADAPAN DAN PEMBERIAN ETEFON TERHADAP EKSPRESI GEN HbACO3 PADA LATEKS DAN KULIT BATANG Hevea brasiliensis FAMI RIZALIA PENGARUH WAKTU PENYADAPAN DAN PEMBERIAN ETEFON TERHADAP EKSPRESI GEN HbACO3 PADA LATEKS DAN KULIT BATANG Hevea brasiliensis FAMI RIZALIA PROGRAM STUDI BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

1 0,53 0,59 2 0,3 0,2 3 0,02 0,02 4 0,04 0,04 5 0,3 0,3 Ilustrasi rangkaian isolasi DNA tersebut dapat dilihat pada Gambar 1 berikut.

1 0,53 0,59 2 0,3 0,2 3 0,02 0,02 4 0,04 0,04 5 0,3 0,3 Ilustrasi rangkaian isolasi DNA tersebut dapat dilihat pada Gambar 1 berikut. PERBANDINGAN BEBERAPA METODE ISOLASI DNA UNTUK PENENTUAN KUALITAS LARUTAN DNA TANAMAN SINGKONG (Manihot esculentum L.) Molekul DNA dalam suatu sel dapat diekstraksi atau diisolasi untuk berbagai macam

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan November 2006 sampai dengan Januari 2008. Penelitian bertempat di Laboratorium Mikrobiologi, Departemen Biologi,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. mengekstraksi DNA dari dari beberapa spesimen herbarium Rafflesia arnoldii

BAB III METODE PENELITIAN. mengekstraksi DNA dari dari beberapa spesimen herbarium Rafflesia arnoldii 21 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif untuk mengekstraksi DNA dari dari beberapa spesimen herbarium Rafflesia arnoldii R.Br dan Rafflesia

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 39 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian deskriptif. Penelitian membuat deskripsi secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta dan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Sebelum melakukan PCR, terlebih dahulu dilakukan perancangan primer menggunakan program DNA Star. Pemilihan primer dilakukan dengan mempertimbangkan parameter spesifisitas,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Bahan yang digunakan adalah daun salam, daun jati belanda, daun jambu biji yang diperoleh dari Pusat Studi Biofarmaka (PSB) LPPM-IPB Bogor. Bahan yang digunakan untuk uji

Lebih terperinci

EKSPRESI GEN ACC OKSIDASE AKIBAT PEMBERIAN ETILENA EKSOGEN DAN PELUKAAN PADA Hevea brasiliensis KLON PB 260 RESTI ARIANTARI

EKSPRESI GEN ACC OKSIDASE AKIBAT PEMBERIAN ETILENA EKSOGEN DAN PELUKAAN PADA Hevea brasiliensis KLON PB 260 RESTI ARIANTARI EKSPRESI GEN ACC OKSIDASE AKIBAT PEMBERIAN ETILENA EKSOGEN DAN PELUKAAN PADA Hevea brasiliensis KLON PB 260 RESTI ARIANTARI PROGRAM STUDI BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan α-amilase adalah enzim menghidrolisis ikatan α-1,4-glikosidik pada pati. α-amilase disekresikan oleh mikroorganisme, tanaman, dan organisme tingkat tinggi. α-amilase memiliki peranan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode 22 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode penelitian deskriptif. B. Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Lokasi Penelitian Penelitian

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE 9 BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan September 2011 sampai dengan Juli 2012. Kegiatan ekstraksi DNA sampai PCR-RFLP dilakukan di laboratorium Analisis

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Pertumbuhan dan Peremajaan Isolat Pengamatan Morfologi Isolat B. thuringiensis

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Pertumbuhan dan Peremajaan Isolat Pengamatan Morfologi Isolat B. thuringiensis 13 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi, Departemen Biologi, IPB, dari bulan Oktober 2011 Mei 2012. Bahan Isolasi untuk memperoleh isolat B. thuringiensis

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN. Oligonukleotida sintetis daerah pengkode IFNα2b sintetis dirancang menggunakan

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN. Oligonukleotida sintetis daerah pengkode IFNα2b sintetis dirancang menggunakan BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Oligonukleotida sintetis daerah pengkode IFNα2b sintetis dirancang menggunakan program komputer berdasarkan metode sintesis dua arah TBIO, dimana proses sintesis daerah

Lebih terperinci

Metode Pengukuran Spektrofotometri (Bergmeyer et al. 1974) Pembuatan Media Heterotrof Media Heterotrof Padat. Pengaruh ph, Suhu, Konsentrasi dan

Metode Pengukuran Spektrofotometri (Bergmeyer et al. 1974) Pembuatan Media Heterotrof Media Heterotrof Padat. Pengaruh ph, Suhu, Konsentrasi dan 4 Metode Penelitian ini dilakukan pada beberapa tahap yaitu, pembuatan media, pengujian aktivitas urikase secara kualitatif, pertumbuhan dan pemanenan bakteri, pengukuran aktivitas urikase, pengaruh ph,

Lebih terperinci

4.1. Alat dan Bahan Penelitian a. Alat Penelitian. No. URAIAN ALAT. A. Pengambilan sampel

4.1. Alat dan Bahan Penelitian a. Alat Penelitian. No. URAIAN ALAT. A. Pengambilan sampel 7 IV. METODE PENELITIAN Ikan Lais diperoleh dari hasil penangkapan ikan oleh nelayan dari sungaisungai di Propinsi Riau yaitu S. Kampar dan S. Indragiri. Identifikasi jenis sampel dilakukan dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Analisis Kuantitatif

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Analisis Kuantitatif BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Analisis Kuantitatif Departemen Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, Depok, pada

Lebih terperinci

PETUNJUK PRAKTIKUM BIOLOGI SEL DAN MOLEKULER Oleh: Ixora Sartika M ISOLASI DNA PLASMID

PETUNJUK PRAKTIKUM BIOLOGI SEL DAN MOLEKULER Oleh: Ixora Sartika M ISOLASI DNA PLASMID PETUNJUK PRAKTIKUM BIOLOGI SEL DAN MOLEKULER Oleh: Ixora Sartika M ixomerc@uny.ac.id ISOLASI DNA PLASMID Plasmid adalah DNA ekstrakromosom yang berbentuk sirkuler dan berukuran kecil (1 200 kb). Sebagian

Lebih terperinci

LAPORAN II (ISOLASI DNA GENOM)

LAPORAN II (ISOLASI DNA GENOM) LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA GENETIKA LAPORAN II (ISOLASI DNA GENOM) KHAIRUL ANAM P051090031/BTK BIOTEKNOLOGI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 0 ISOLASI DNA GENOM TUJUAN 16s rrna. Praktikum

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode 24 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode penelitian deskriptif. B. Objek Penelitian Empat spesies burung anggota Famili

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Genetika dan Molekuler Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian

Lebih terperinci

Pembuatan Media Kultur Bakteri Pemanenan sel bakteri. Isolasi DNA kromosom bakteri. Kloning DNA

Pembuatan Media Kultur Bakteri Pemanenan sel bakteri. Isolasi DNA kromosom bakteri. Kloning DNA LAMPIRAN 15 15 Lampiran 1 Tahapan penelitian Pembuatan Media Kultur Bakteri Pemanenan sel bakteri Isolasi DNA kromosom bakteri Pemotongan DNA dengan enzim restriksi Kloning DNA Isolasi DNA plasmid hasil

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Euphorbiaceae, Genus: Hevea, Spesies: Hevea brassiliensismuell.arg.

TINJAUAN PUSTAKA. Euphorbiaceae, Genus: Hevea, Spesies: Hevea brassiliensismuell.arg. TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Klasifikasi tanaman karet adalah sebagai berikut Divisi: Spermatophyta, Subdivisi: Angiospermae, Kelas: Monocotyledoneae, Ordo: Euphorbiales, Famili: Euphorbiaceae, Genus:

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode deskriptif (Nazir, 1983). B. Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah

Lebih terperinci

ANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI

ANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI 1 ANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI PENDAHULUAN Polimerase Chain Reaction (PCR) PCR adalah suatu reaksi invitro untuk menggandakan jumlah molekul DNA pada target tertentu

Lebih terperinci

SINTESIS cdna DAN DETEKSI FRAGMEN GEN EF1-a1 PADA BUNGA KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.)

SINTESIS cdna DAN DETEKSI FRAGMEN GEN EF1-a1 PADA BUNGA KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) SINTESIS cdna DAN DETEKSI FRAGMEN GEN EF1-a1 PADA BUNGA KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat mencapai derajat Sarjana Sains (S.Si) pada Jurusan Biologi

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler, Bagian Pemuliaan dan Genetika Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE. Betina BEST BB NB RB. Nirwana BN NN RN. Red NIFI BR NR RR

II. BAHAN DAN METODE. Betina BEST BB NB RB. Nirwana BN NN RN. Red NIFI BR NR RR II. BAHAN DAN METODE Ikan Uji Ikan uji yang digunakan adalah ikan nila hibrida hasil persilangan resiprok 3 strain BEST, Nirwana dan Red NIFI koleksi Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar Sempur, Bogor.

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober Amplifikasi gen Growth

MATERI DAN METODE. Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober Amplifikasi gen Growth III. MATERI DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Pengambilan sampel darah domba dilakukan di Kecamatan Koto Tengah Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober 2012. Amplifikasi gen Growth Hormone menggunakan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA GENETIKA

LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA GENETIKA LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA GENETIKA LAPORAN II (ISOLASI DNA GENOM) KHAIRUL ANAM P051090031/BTK BIOTEKNOLOGI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 0 ISOLASI DAN IDENTIFIKASI DNA SEL MUKOSA

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Agustus sampai September tahun 2011. Sampel ikan berasal dari 3 lokasi yaitu Jawa (Jawa Barat), Sumatera (Jambi),

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian

bio.unsoed.ac.id METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian III. METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian 1.1. Peralatan Penelitian Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah botol sampel, beaker glass, cool box, labu

Lebih terperinci

III. Bahan dan Metode

III. Bahan dan Metode III. Bahan dan Metode A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan dari bulan Mei-Juli 2011 yang dilakukan di LPPT UGM Yogyakarta. B. Bahan Penelitian Sampel yang digunakan

Lebih terperinci

SOAL LATIHAN UAS MATA KULIAH KETRAMPILAN DASAR LABORATORIUM BIOMEDIK. Bentuk UAS tahun ini: Ada 3 bagian:

SOAL LATIHAN UAS MATA KULIAH KETRAMPILAN DASAR LABORATORIUM BIOMEDIK. Bentuk UAS tahun ini: Ada 3 bagian: SOAL LATIHAN UAS MATA KULIAH KETRAMPILAN DASAR LABORATORIUM BIOMEDIK Bentuk UAS tahun ini: Ada 3 bagian: 1. CARA KERJA Soal praktek pada UAS lebih rumit dari pada UTS di mana Anda akan diuji atas sebagian

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kriteria penilaian beberapa sifat kimia tanah

Lampiran 1. Kriteria penilaian beberapa sifat kimia tanah 30 LAMPIRAN 31 Lampiran 1. Kriteria penilaian beberapa sifat kimia tanah No. Sifat Tanah Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi 1. C (%) < 1.00 1.00-2.00 2.01-3.00 3.01-5.00 > 5.0 2. N (%)

Lebih terperinci

Deteksi DNA Seara Visual Dengan Teknik Elektroforesis

Deteksi DNA Seara Visual Dengan Teknik Elektroforesis Deteksi DNA Seara Visual Dengan Teknik Elektroforesis Laurencius Sihotang I. Tujuan 1. Mempelajari 2. Mendeteksi DNA yang telah di isolasi dengan teknik spektrofotometrik 2. mengetahui konsentrasi dan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Bahan dan Alat Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah teh hitam yang diperoleh dari PT Perkebunan Nusantara VIII Gunung Mas Bogor grade BP1 (Broken Pekoe 1).

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 20 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif cross sectional molekuler. Data yang diperoleh berasal dari pemeriksaan langsung yang dilakukan peneliti sebanyak

Lebih terperinci

dimana a = bobot sampel awal (g); dan b = bobot abu (g)

dimana a = bobot sampel awal (g); dan b = bobot abu (g) Lampiran 1. Metode analisis proksimat a. Analisis kadar air (SNI 01-2891-1992) Kadar air sampel tapioka dianalisis dengan menggunakan metode gravimetri. Cawan aluminium dikeringkan dengan oven pada suhu

Lebih terperinci

PRAKTIKUM ISOLASI DNA DAN TEKNIK PCR

PRAKTIKUM ISOLASI DNA DAN TEKNIK PCR PRAKTIKUM ISOLASI DNA DAN TEKNIK PCR Tujuan: i) Mengerti metode umum mengisolasi DNA ii) Mengisolasi DNA dari buah dan sel-sel epithelial mulut iii) Mengerti dan mempraktek teknik PCR dengan sempel DNA

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian, Jurusan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian, Jurusan III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian, Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Ekstraksi dan Purifikasi DNA Total DNA total yang diperoleh dalam penelitian bersumber dari darah dan bulu. Ekstraksi DNA yang bersumber dari darah dilakukan dengan metode phenolchloroform,

Lebih terperinci

BAB III METODE A. Jenis Penelitian B. Populasi dan Sampel C. Waktu dan Lokasi Penelitian D. Alat dan Bahan Rizki Indah Permata Sari,2014

BAB III METODE A. Jenis Penelitian B. Populasi dan Sampel C. Waktu dan Lokasi Penelitian D. Alat dan Bahan Rizki Indah Permata Sari,2014 34 BAB III METODE A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian murni atau pure research yang dilakukan dengan metode deskriptif, yaitu suatu metode penelitian untuk membuat deskripsi, gambaran

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Agustus hingga bulan Desember 2013 di Laboratorium Bioteknologi Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi 2 dikeringkan pada suhu 105 C. Setelah 6 jam, sampel diambil dan didinginkan dalam eksikator, lalu ditimbang. Hal ini dilakukan beberapa kali sampai diperoleh bobot yang konstan (b). Kadar air sampel ditentukan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform, BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN 1. Standar DHA murni (Sigma-Aldrich) 2. Standar DHA oil (Tama Biochemical Co., Ltd.) 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform, metanol,

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1 Rancangan Perlakuan Penelitian ini terdiri dari enam perlakuan yang masing-masing diberi 3 kali ulangan. Perlakuan yang diberikan berupa perendaman dengan dosis relhp berbeda yaitu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. (a)

HASIL DAN PEMBAHASAN. (a) 8 tampak diskor secara manual. Kriteria penskoran berdasarkan muncul tidaknya lokus, lokus yang muncul diberi skor 1 dan yang tidak muncul diberi skor 0. Data biner yang diperoleh selanjutnya diolah menjadi

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Farmakologi. Departemen Farmasi FMIPA UI Depok selama tiga bulan dari Februari

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Farmakologi. Departemen Farmasi FMIPA UI Depok selama tiga bulan dari Februari BAB III BAHAN DAN CARA KERJA A. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Farmakologi Departemen Farmasi FMIPA UI Depok selama tiga bulan dari Februari sampai April 2008. B. ALAT

Lebih terperinci

Metode-metode dalam biologi molekuler : isolasi DNA, PCR, kloning, dan ELISA

Metode-metode dalam biologi molekuler : isolasi DNA, PCR, kloning, dan ELISA Metode-metode dalam biologi molekuler : isolasi DNA, PCR, kloning, dan ELISA Dr. Syazili Mustofa, M.Biomed Lektor mata kuliah ilmu biomedik Departemen Biokimia, Biologi Molekuler, dan Fisiologi Fakultas

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 29 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik isolat bakteri dari ikan tuna dan cakalang 4.1.1 Morfologi isolat bakteri Secara alamiah, mikroba terdapat dalam bentuk campuran dari berbagai jenis. Untuk

Lebih terperinci

3 Metodologi Percobaan

3 Metodologi Percobaan 3 Metodologi Percobaan 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian tugas akhir ini dilakukan di Laboratorium Penelitian Kimia Analitik, Program Studi Kimia, FMIPA Institut Teknologi Bandung. Waktu penelitian

Lebih terperinci

Laporan Praktikum Isolasi DNA, Teknik PCR dan Elektroforesis Agarose

Laporan Praktikum Isolasi DNA, Teknik PCR dan Elektroforesis Agarose Laporan Praktikum Isolasi DNA, Teknik PCR dan Elektroforesis Agarose Hari / Tanggal Praktikum : Kamis / 1 November dan 22 November 2012 Nama Praktikan : Rica Vera Br. Tarigan dan Jekson Martiar Siahaan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan pada 4 April 2016 sampai 16 Agustus 2016. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Riset Kimia Material dan Hayati Departemen

Lebih terperinci

I. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2012 di Laboratorium. Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.

I. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2012 di Laboratorium. Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung. 1 I. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2012 di Laboratorium Biokimia, Laboratorium Instrumentasi Jurusan Kimia Fakultas Matematika

Lebih terperinci