Analisis Ketersediaan Pangan dan Kinerja Penyuluh Pertanian dalam Penyediaan Pangan di Kota Bogor

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Analisis Ketersediaan Pangan dan Kinerja Penyuluh Pertanian dalam Penyediaan Pangan di Kota Bogor"

Transkripsi

1 Yoyon Haryanto dan Wida Pradiana Analisis Ketersediaan Pangan dan Kinerja Penyuluh Pertanian dalam Penyediaan Pangan di Kota Bogor JAM 12, 4 Diterima, September 2014 Direvisi, Nopember 2014 Disetujui, Desember 2014 Yoyon Haryanto Wida Pradiana Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian Bogor Abstract: This research is motivated by the condition of the Bogor City residents each year increased density so the impact on the food supply must be provided food institutions Bogor to meet those conditions. It is therefore necessary strategic steps to stimulate and control the availability of food one is to increase the role of agricultural extension as the spearhead of agricultural development in the city of Bogor. The purpose of this research was conducted to analyze the situation of food availability Bogor Year 2011 till 2015 and the role and function of agricultural extension Bogor, in meeting food needs in 2011 until This study was a cross sectional survey methods to collect secondary data and primary. Based on analysis of population required food availability Bogor for all types of commodities are mostly imported from other regions. Dependency of food imports from other regions to predict the next five years will be even higher, this is due to existing agricultural lands currently only 13% of the total land designation and conversion is likely to happen again for the next five years. Extension workers and extension agencies are located in the city of Bogor as it should have duties that no longer oriented towards increasing production. Auth Bogor Agricultural extension is supposed to maintain existing production (13%) and seeks to diversify into the production of refined by developing farmer groups as a basis for the development of food products. The role of other equally important duties that must be agricultural extension in the area of the city is becoming a mediator and liaison food access, because with good access and availability of food then travel relatively more secure society for people in urban areas tend to be dependent on food-food supply results other areas. Keywords: food available, agriculture extension workers Jurnal Aplikasi Manajemen (JAM) Vol 12 No 4, 2014 Terindeks dalam Google Scholar Alamat Korespondensi: Yoyon Haryanto,Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian Bogor Abstrak: Penelitian ini dimotifasi dari kondisi penduduk bogor yang setiap tahun populasi penduduknya meningkat sehingga memberikan efek pada ketersediaan makanan yang perlu disediakan oleh intitusi penyedia bahan pangan bogor. Berkenaan dengan hal ini sehingga perlu adanya strategi kebutuhan untuk menstimulasi dan mengontrol ketersedian makanan untuk meningkatkan peran pengembangan agrikultur sebagai pelopor pengembangan agrikultur kota Bogor. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisi keadaan tersedianya bahan pangan dari tahun 2011 sampai 2015 dan peran serta fungsi pelebaran agrikultur kota Bogor. Untuk memenuhi kebutuhan pangan di tahun 2011 sampai Jenis penelitian ini menggunakan metode survey cross sectional untuk mengumpulkan data primer dan data sekunder. Berdasarkan pada analisis populasi ketersedian bahan pangan untuk kota Bogor pasa semua komoditi kebanyakan diimpor. Ketergantungan impor dari daerah lain memprediksi bahwa ketergantungan ini akan berlangsung dalam lima tahun ke depan bahkan lebih, hal ini dikarenakan ketersedian lahan pertanian hanya 13% dari total lahan yang tersedia. Pekerja atau petani seharusnya tidak hanya fokus pada peningkatan produksi, melainkan juga mampu memanfatkan produksi yang ada (13%) dan mencari variasi dalam memproduksi pangan dengan mengembangkan kemampuan petani melalui penyuluhan pengembangan produk pangan. Penyuluhan ini nantinya diharapkan mampu menjadi mediator dan akses pangan, karena ketersedian dan teraksesnya bahan pangan dapat menciptakan kenyamanan masyarakat yang tinggal di daerah urban yang lebih bergantung pada makanan dan penyediaan makanan dari daerah lain. Kata Kunci: ketersediaan pangan, penyululan pekerja agrikultur 650 JURNAL APLIKASI Nama Orang MANAJEMEN VOLUME NOMOR 4 DESEMBER 2014

2 Analisis Ketersediaan Pangan dan Kinerja Penyuluh Pertanian dalam Penyediaan Pangan Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia agar dapat hidup dan beraktivitas. Kondisi terpenuhinya kebutuhan pangan dikenal dengan istilah ketahanan pangan. Undang-undang No. 7 Tahun 1996 mengenai Pangan menjelaskan bahwa ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi setiap rumahtangga, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup baik jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau. Ketahanan pangan mempunyai peran strategis karena menjamin hak atas pangan, menjadi basis pembentukan sumberdaya manusia yang berkualitas dan menjadi pilar ketahanan nasional (Nainggolan, 2006). Tujuan pembangunan ketahanan pangan itu sendiri adalah untuk menjamin ketersediaan dan konsumsi pangan yang cukup, aman, bermutu dan gizi seimbang, baik pada tingkat nasional, daerah hingga rumah tangga. Pada era otonomi daerah ketahanan pangan menjadi bagian urusan setiap daerah yang wajib dikelola dan diupayakan. Pelaksanaan otonomi daerah yang dimulai sejak tahun 2001, telah menghasilkan perubahan penting yang berkaitan dengan peran pemerintah pusat dan daerah. Peran pemerintah pusat yang sebelumnya sangat dominan saat ini berubah menjadi fasilitator, stimulator atau promotor pembangunan pertanian. Pembangunan pertanian pada era otonomi daerah akan lebih mengandalkan kreativitas rakyat di setiap daerah. Selain itu, proses perumusan kebijakan juga telah berubah dari pola top down dan sentralistik menjadi pola bottom up dan desentralistik. Sesuai dengan visi pembangunan pertanian yaitu terwujudnya pertanian tangguh untuk pemantapan ketahanan pangan, peningkatan nilai tambah dan daya saing produk pertanian serta peningkatan kesejahteraan petani; maka untuk mewujudkan ketahanan pangan suatu wilayah, diperlukan kebijakan pemerintah yang lebih berpihak kepada petani agar seluruh rangkaian proses produksi pertanian dapat berjalan dengan optimal melalui pencapaian produksi dan stabilitas (kepastian) harga yang menempatkan petani pada posisi tawar yang menguntungkan. Pencapaian tersebut dapat terlaksana bila didukung juga oleh kondisi sumberdaya manusia petani dan aparatur yang berkualitas (Departemen Pertanian 2006). Agar usaha peningkatan perilaku masyarakat dilaksanakan lebih terarah, maka kelembagaan penyuluh pertanian sebagai mediator antara masyarakat dan pemerintah diharapkan memiliki visi, misi dan kemampuan sumberdaya manusianya yang mendasar dalam pelaksanaan tugas. Kemampuan tersebut tidak hanya berorientasi pada peningkatan produksi pertanian saja, akan tetapi sampai pada tingkat konsumsi di masyarakat. Hal ini sesuai dengan salah satu misi pembangunan pertanian tahun , yaitu mewujudkan ketahanan pangan melalui peningkatan produksi dan penganekaragaman konsumsi. Untuk melihat situasi dan poyeksi pangan dan tugas pokok dan fungsi serta daya dukung sumberdaya yang ada, maka perlu dianalisis kelembagaan ketahanan pangan di Kota Bogor ini sehingga kelembagaan ini dapat memberikan kontribusi yang bermanfaat bagi peningkatan ketahanan pangan di Kota Bogor. Tujuan Penelitian Menganalisis situasi ketersedian pangan Kota Bogor Tahun 2011 s.d Menganalisis peranan dan fungsi penyuluh pertanian Kota Bogor, dalam memenuhi kebutuhan pangan tahun 2011 s.d METODE Desain, Tempat dan Waktu Desain penelitian ini merupakan Cross Sectional dengan metode survei. Lokasi penelitian dilaksanakan di Kota Bogor. Alasan pemilihan lokasi karena menurut peneliti Kota Bogor memiliki kelembagaan pangan yang strategis dimana penyuluh pertanian bernaung di dalamnya. Penelitian dilaksanakan pada tahun 2011 dan dilanjutkan pada tahun Jenis dan Sumber Data Secara umum data yang dikumpulkan pada penelitian ini adalah data-data sekunder dan data primer yang ada di lingkup instansi Kantor Ketahanan Pangan Kota Bogor yang di dukung dengan data dari Badan Pusat Statistik Kota Bogor, yang meliputi data Program Penyuluhan Pertanian, Neraca Bahan Makanan (NBMserta NBM Re-Entry yang dilakukan oleh peneliti dengan menggunakan tahun dasar 2010 dan 2011 serta jenis-jenis data lainnya yang mendukung dalam penelitian ini. Analisis Proses pengolahan data meliputi editing, coding entry dan analisis. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan sofware NBM untuk mengetahui proyeksi ketersediaan lima tahun ke depan, sedangkan TERAKREDITASI SK DIRJEN DIKTI NO. 66b/DIKTI/KEP/2011 ISSN:

3 Yoyon Haryanto dan Wida Pradiana untuk menganalisis peran penyuluh pertanian dilakukan dengan cara analisis kebijakan dengan program yang telah ada dan dibandingkan dengan kondisi ideal yang seharusnya. Selain itu untuk menghitung proyeksi ketersediaan pangan lima tahun juga dapat dilakukan perhitungan dengan rumus sebagai berikut: Untuk menghitung proyeksi ketersediaan pangan dalam bentuk energi adalah: Proyeksi skor PPH S t = S o + n (S 2015 S o )/d t Di mana: = Skor PPH tahun yang dicari S t S o = Skor PPH tahun awal N = Selisih antara tahun yang dicari dengan tahun awal S 2015 = Skor PPH tahun 2015 (ideal 100) d t = Selisih tahun 2015 dengan tahun awal Proyeksi konstribusi energi (%) E t = E o + n (S 2015 E o )/d t Di mana: E t = kontribusi energi tahun yang dicari E o = kontribusi energi tahun awal n = selisih tahun yang dicari S 2015 = kontribusi energi tahun 2015 yang dicari (ideal = 100) = selisih tahun 2015 dengan tahun awal d t Proyeksi ketersediaan energy (kkal/kap/hari) K t = K o + n (S 2015 K o )/d t Di mana: K t = kontribusi energi tahun yang dicari K o = kontribusi energi tahun awal n = selisih tahun yang dicari S 2013 = kontribusi energi tahun 2015 yang dicari (ideal = 100) = selisih tahun 2015 dengan tahun awal d t Proyeksi ketersediaan pangan (g/kap/hari) G t = G o + n (S 2015 G o )/d t Di mana: G t = kontribusi energi tahun yang dicari G o = konstribusi energi tahun awal n = selisih tahun yang dicari S 2015 = konstribusi energi tahun 2015 yang dicari (ideal = 100) d t = selisih tahun 2015 dengan tahun awal Perhitungan kontribusi (%) komoditas pangan dalam masing-masing kelompok pangan. Kontribusi komoditas pangan dalam masing-masing kelompok pangan berasal dari 16 neraca bahan makanan (NBM), yang merupakan kolom ketersediaan untuk konsumsi perkapita dalam satuan g/hari. Nilai ini kemudian dibagi dengan jumlah total ketersediaan dalam kelompok pangan dikali dengan 100%. Kontribusi komoditas X 1 =g/hari komoditas x 1 100% g/hari total klp pangan x Perhitungan proyeksi ketersediaan setiap komoditas pangan dalam masing-masing kelompok pangan. Hasil perhitungan ini adalah ketersediaan komoditas pangan dengan satuan g/kap/hari, kg/kap/hari dan ton/ tahun. Proyeksi ketersediaan setiap komoditas pangan dalam satuan g/kap/hari (G) dengan kontribusi komoditas dibagi 100. Energi kelompok pangan G 1 x kontribusi komoditas (%) 100 Proyeksi ketersediaan komoditas dalam satuan kg/kap/tahun adalah konversi proyeksi ketersediaan dalam satuan g/kap/hari menjadi kg/kap/hari Energi komoditas dalam g/kap/hari x Proyeksi ketersediaan komoditas dalam satuan ton/tahun merupakan konversi proyeksi ketersediaan dalam satuan kg/kap/tahun menjadi ton/tahun Ketersediaan komoditas dalam g/kap/hari x proyeksi penduduk 1000 Dengan proyeksi penduduk pada tahun t adalah P t = P o x (1 + L) x (t 0) Di mana: Po = jumlah penduduk tahun dasar L = laju pertumbuhan penduduk t = tahun yang dicari 0 = tahun dasar Proyeksi produksi menggambarkan proyeksi jumlah pangan yang harus diproduksi untuk memenuhi proyeksi ketersediaan pangan yang telah ditetapkan sebelumnya. Asumsi yang digunakan dalam menyusun proyeksi produksi adalah perubahan stock, ekspor dan pemakaian dalam wilayah/kabupaten (bibit, pakan, industri, tercecer) pada tahun-tahun berikutnya adalah tetap sama tahun dasar. Proyeksi produksi merupakan 652 JURNAL APLIKASI Nama Orang MANAJEMEN VOLUME 12 NOMOR 4 DESEMBER 2014

4 Analisis Ketersediaan Pangan dan Kinerja Penyuluh Pertanian dalam Penyediaan Pangan proyeksi ketersediaan setelah dijumlah dengan perubahan stock, ekspor dan pemakaian serta dikurangi impor. Pr t = K t + PS + E I + ( P+B+M+BM+T) Keterangan: Pr t = Proyeksi produski pada tahun t (yang dicari) K t = Proyeksi ketersediaan untuk konsumsi (ton/tahun) pada tahun t (yang dicari) PS = Perubahan stock pada tahun dasar E = Penggunaan ekspor pada tahun dasar I = Penggunaan impor pada tahun dasar P = Penggunaan untuk pakan pada tahun dasar B = Penggunaan untuk bibit M = Penggunaan untuk industri makanan dapa tahun dasar B M= Penggunaan untuk industri non makanan pada tahun dasar T = Pangan yang tercecer pada tahun dasar HASIL DAN PEMBAHASAN Situasi Ketersediaan Pangan Ketersediaan Pangan Aktual Untuk mengetahui ketersediaan pangan aktual diperoleh dari Neraca Bahan Makanan yang memberikan informasi tentang situasi pengadaan/penyediaan pangan, baik yang berasal dari produksi, eksporimpor dan stok serta penggunaan pakan, bibit, penggunaan untuk industri, serta informasi ketersediaan pangan untuk memenuhi kebutuhan penduduk dalam suatu wilayah dalam kurun waktu tertentu. Neraca Bahan Makanan tahun 2006 dan Berdasarkan data ketersediaan pangan dari NBM tahun 2008 yang diperoleh dari Kantor Ketahanan Pangan Kota Bogor. Kemudian dianalisis dengan menggunakan (software) aplikasi perencanaan pangan dan gizi, dapat diperoleh gambaran ketersediaan energi dan protein, serta ketersediaan per kelompok pangan. Berdasarkan rekomendasi Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi ketersediaan energi adalah 2200 kkal/kapita//hari dan ketersediaan protein sebesar 57 gr/kapita/hari. Dibandingkan dengan rekomendasi tersebut, perkembangan ketersediaan pangan untuk energi dan protein pada tahun 2008, Kota Bogor sudah melebihi rekomendasi tersebut. Dimana pada tahun 2008 Kota Bogor mampu menyediakan energi sebesar kkal/kap/hari dan protein sebesar 70,48 gr/ kapita/hari. Ketersediaan protein untuk konsumsi didominasi dari pangan nabati yaitu sebsar 59,94 gr/kap/ hari dan sedangkan protein hewani hanya menyumbang sebagian kecil saja yaitu 10,54 gr/kap/hari. Ketersediaan lemak untuk penduduk Kota Bogor, berdasarkan NBM Publikasi memiliki lemak tersedia sejumlah 45 gr/kap/hari dimana unsur nabati sejumlah 35,07 gr/kap/hari dan hewani 9,93 gr/kap/ hari. Ketersediaan lemak penduduk Kota Bogor sebagian besar disuplai dari jenis komoditas pangan nabati terutama jenis pangan buah/biji berminyak. Secara umum masyarakat Kota Bogor masih mengkonsumsi beras sebagai makanan pokok. Hal ini membawa dampak secara langsung terhadap ketersediaan beras di Kota Bogor di mana tingginya konsumsi beras penduduk secara langsung menyebabkan tingginya kebutuhan terhadap beras. Berdasarkan data BPS Kota Bogor tahun 2008 produksi padi di Kota Bogor dari tahun mengalami fluktuasi yang cukup normal. Meskipun secara kasat mata lahan pertanian di Kota Bogor dari kurun waktu tersebut terus menyusut namun Kota Bogor masih mampu menyediakan sebagian kecil padi untuk kebutuhan penduduk Kota Bogor. Data produksi padi dari tahun tersaji pada Tabel 1. Sentra produksi padi Kota Bogor berada di daerah Situ Gede, namun itupun tidak dapat memenuhi seluruh penduduk Kota Bogor, sehingga untuk memenuhi kebutuhan pangan penduduk sebagian besar melalui impor pangan yang bersumber dari wilayah terdekat dengan Kota Bogor. Pada tahun Tabel 1. Jumlah Produksi Padi Kota Bogor dari tahun No Tahun Produksi Luas Lahan Produksi Produksi (Ha) (Ton) Sumber: BPS 2008 dan Programa Penyuluhan Pertanian Tahun 2009 TERAKREDITASI SK DIRJEN DIKTI NO. 66b/DIKTI/KEP/2011 ISSN:

5 Yoyon Haryanto dan Wida Pradiana 2008 total impor beras dari wilayah lain untuk mencukupi kebutuhan konsumsi yaitu ton. Ketersediaan Pangan Ideal berdasarkan Pola Pola Pangan Harapan (PPH) Pola pangan harapan merupakan jenis dan jumlah kelompok pangan utama yang dianjurkan untuk memenuhi kebutuhan energi dan zat gizi, dan pola pangan harapan dapat digunakan sebagai keseimbangan dan keanekaragaman pangan. PPH dapat digunakan sebagai pedoman untuk mengukur keberhasilan diversifikasi pangan, dan untuk tujuan perencanaan dan evaluasi penyediaan pangan bagi pemenuhan kebutuhan konsumsi penduduk maka PPH dapat dterapkan sebagai parameter penyediaan pangan. Dengan demikian melalui pendekatan kebutuhan secara normative pada konsep PPH dapat direncanakan jenis dan berapa banyak pangan yang harus disediakan berasal dari produksi sesuai potensi sumberdaya yang ada serta berapa banyak pangan yang di ekspor atau diimpor. Skor PPH Kota Bogor berdasarkan NBM hasil Publikasi Kantor Ketahanan Pangan dengan ketersediaan energi kkal/kapita/hari diperoleh skor PPH 81,1. Melihat nilai tersebut menggambarkan bahwa ketersediaan pangan di Kota Bogor belum memenuhi kriteria beragam dan bergizi seimbang karena skor yang telah dicapai belum ideal karena pencapaiannya masih dibawah skor 100. Data selengkapnya skor PPH tersaji pada Tabel 2. Tabel 2. Skor PPH Kota Bogor Tahun 2008 Jika melihat PPH pada tabel 2, angka kecukupan energi sejumlah kkal/kap/hari sudah sangat melebihi dari anjuran yaitu idealnya adalah 2200/kkal/ kap/hari. Namun besarnya angka kecukupan energi ini menggambarkan bahwa memang penduduk Kota Bogor sangat tergantung pada beras (padi-padian) sebagai makanan pokoknya dan cenderung mengabaikan sumber pangan lainnya yang dibutuhkan, sehingga perlu sosialiasi secara kontinu dari instansi terkait agar ke depan skor PPH ini dapat mendekati ideal dari segi pangan apapun. Proyeksi Ketersediaan Pangan Proyeksi Ketersediaan Pangan Ideal Untuk menghitung proyeksi jumlah pangan Kota Bogor pada sampai pada tahun 2015, dilakukan dengan menggunakan data awal NBM Kota Bogor tahun 2008 dengan skor PPH adalah 81,1. Untuk mencapai skor PPH ideal yaitu 100 di tahun 2015 banyak hal yang harus diperbaiki baik dari sisi kebijakan dalam ketersediaan pangan maupun akses (distribusi) bahan pangan antar wilayah yang menjadi pemasok ke Kota Bogor. Pencapaian skor PPH yang ideal pada tahun 2015 dapat terwujud apabila setiap tahunnya terjadi peningkatan skor PPH sebesar 1,03%. Proyeksi skor PPH sampai tahun 2015 tersaji pada Tabel 3. Skor PPH 100 pada tahun 2015 menggambarkan bahwa ketersediaan pangan di Kota Bogor sudah mencapai angka kecukupan energi (AKE) yang Kelompok Pangan Ketersedian Skor PPH Kalori % AKE Padi-padian 1,827 73,1 25 Umbi-umbian 207 8,3 2,5 Pangan hewani 131 5,3 10,5 Minyak dan lemak 198 7,9 4 Buah/biji berminyak 7 0,3 0,1 Kacang-kacangan 94 3,8 7,5 Gula 89 3,6 1,8 Sayur dan buah 149 5,9 29,7 Lain-lain Sumber: NBM Kota Bogor tahun 2008 Total 2, ,1 654 JURNAL APLIKASI Nama Orang MANAJEMEN VOLUME 12 NOMOR 4 DESEMBER 2014

6 Analisis Ketersediaan Pangan dan Kinerja Penyuluh Pertanian dalam Penyediaan Pangan Tabel 3. Proyeksi Skor PPH Ketersediaan Tahun 2008 s.d 2015 No Kelompok Pangan Tahun Padi-padian Umbi-umbian Pangan Hewani Minyak dan Lemak Buah/Biji Berminyak Kacang-kacangan Gula Sayur dan Buah Lain-lain Skor PPH dianjurkan yaitu kalori/kapita/hari dan dengan pangan yang bergizi, beragam dan berimbang. Sedangkan kontribusi pangan untuk tiap kelompok pangan (% AKE) untuk mencapai kondisi ideal di tahun 2015 tersaji pada Tabel 4. sesuai dengan anjuran yang telah ditetapkan. Proyeksi rata-rata ketersediaan energi dari setiap kelompok pangan untuk memenuhi angka kecukupan energi ideal tahun 2015 tersaji pada Tabel 5. Tabel 4. Kontribusi Pangan untuk Tiap Kelompok Pangan (% AKE) untuk Mencapai Kondisi Ideal di Tahun 2015 No Kelompok Pangan Kontribusi Pangan Terhadap Angka Kecukupan Energi (% AKE) Padi-padian Umbi-umbian Pangan Hewani Minyak dan Lemak Buah/Biji Berminyak Kacang-kacangan Gula Sayur dan Buah Lain-lain Total Pangan Pada tabel 4 terlihat beberapa peningkatan konstribusi pada beberapa kelompok pangan, untuk kelompok pangan hewani naik 6%, buah biji berminyak naik 3%, pangan lain-lain 3%, dan pangan kacang-kacangan, gula, sayur dan buah mengalami kenaikan 1%. Namun dengan adanya peningkatan pada beberapa kelompok pangan tersebut terjadi juga penurunan sebesar 39% untuk kelompok pangan padipadian dan 4% untuk kelompok pangan umbi-umbian. Dengan keseimbangan ke-9 kelompok pangan ini, Kota Bogor akan memperoleh kondisi ideal yang Kondisi yang minim produksi, secara otomatis Kota Bogor harus menyediakan pangan tersebut dengan cara impor. Oleh karena itu perlu sinergisitas diantara lembaga Pemerintah Daerah dalam mengadakan pangan ideal tersebut. Sesuai dengan capaian pada tahun 2015 sebagai kondisi ideal, maka proyeksi berikutnya adalah untuk mengetahui jumlah pangan yang harus disediakan untuk memenuhi konsumsi penduduk mencapai kuantitas dan kualitas yang optimal. Proyeksi tersebut tersaji pada Tabel 6. TERAKREDITASI SK DIRJEN DIKTI NO. 66b/DIKTI/KEP/2011 ISSN:

7 Yoyon Haryanto dan Wida Pradiana Tabel 5. Proyeksi Rata-rata Ketersediaan Energi dari Setiap Kelompok Pangan Tahun No Kelompok Pangan Rata-Rata Ketersediaan Energi Menurut Kelompok Pangan (Kkal/Kapita/Hari) Padi-padian 1,827 1,828 1,706 1,585 1,343 1,100 2 Umbi-umbian Pangan Hewani Minyak dan Lemak Buah/Biji Berminyak Kacang-kacangan Gula Sayur dan Buah Lain-lain Total Pangan 2,701 2, , , , ,200.0 Tabel 6. Proyeksi Rata-Rata Ketersediaan Pangan untuk Konsumsi (G/Kap/Hari) Tahun No Kelompok Pangan Rata-Rata Ketersediaan Pangan Menurut Kelompok Pangan PPH (Gram/Kapita/Hari) Padi-padian Umbi-umbian Pangan Hewani Minyak dan Lemak Buah/Biji Berminyak Kacang-kacangan Gula Sayur dan Buah Lain-lain Total Pangan 1, , , , , Dengan dilakukannya proyeksi rata-rata ketersediaan pangan untuk dikonsumsi tersebut diharapkan dapat membantu memperkirakan berapa jumlah pangan yang harus tersedia selama satu tahun agar Tabel 7. Proyeksi Ketersediaan Pangan (ton/tahun) Tahun seluruh penduduk Kota Bogor dapat terpenuhi kebutuhan pangannya. Berdasarkan hal tersebut, maka besarnya jumlah pangan yang harus tersedia untuk penduduk Kota Bogor diproyeksi dari tahun ke tahun tersaji pada Tabel 7. Kelompok/Jenis Proyeksi Ketersediaan Pangan ('000 Ton/Tahun) Pangan Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun Padi-padian Umbi-umbian Pangan hewani Minyak dan lemak Buah/biji berminyak Kacang-kacangan Gula Sayur dan buah Lain-lain JURNAL APLIKASI Nama Orang MANAJEMEN VOLUME 12 NOMOR 4 DESEMBER 2014

8 Analisis Ketersediaan Pangan dan Kinerja Penyuluh Pertanian dalam Penyediaan Pangan Kelembagaan dan Kinerja Penyuluh Pertanian Struktur Organisasi Sesuai dengan makna otonomi daerah, dalam upaya mendekatkan pelayanan pemerintah kepada masyarakat, penyelenggaraan penyuluhan pertanian dilimpahkan kepada pemerintah daerah kabupaten/ kota. Hal ini sesuai dengan surat keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 130 tahun 2002, selanjutnya ditegaskan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 41 tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah. Berdasarkan wewenang yang ada pemerintah daerah Kota Bogor telah mengimplementasikan kedalam Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 13 tahun 2008 (nomor 3 seri D) tentang Organisasi Perangkat Daerah. Dalam peraturan daerah tersebut instansi penanggung jawab kegiatan ketahanan pangan dan penyuluhan di tingkat Kota Bogor adalah Kantor Ketahanan Pangan. Struktur Organisasi Kantor Ketahanan Pangan Kota Bogor terdiri atas; Kepala Kantor, Sub Bagian Tata Usaha; Seksi Ketersediaan dan Kerawanan Pangan; Seksi Penganekaragaman dan Keamanan Pangan; Seksi Informasi Penyuluhan Pertanian. Struktur organisasi tersebut tersaji pada Gambar 2. Ketahanan Pangan; (2) Pemberian dukungan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah di bidang Ketahanan Pangan; (3) Pembinaan dan pelaksanaan tugas di bidang Ketahanan Pangan; (4) Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Walikota sesuai dengan tugas dan fungsinya. Jika dilihat dari struktur organisasi, penyuluhan pertanian memiliki peranan sebagai media penyebaran informasi dari pemerintah baik programa pusat maupun daerah serta penyebaran informasi lainnya secara teknis yang terjabarkan dalam programa penyuluhan pertanian setiap tahunnya. Tugas Pokok dan Fungsi Penyuluh Pertanian Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: PER/02/Menpan tahun 2008, tugas pokok dan fungsi penyuluh pertanian adalah melakukan kegiatan yaitu pertama, menyiapkan dan merencanakan pelaksanaan penyuluhan yang meliputi kemampuan dalam mengidentifikasi potensi wilayah, kemampuan mengidentifikasi agroekosistem, kemampuan mengidentifikasi kebutuhan teknologi pertanian, kemampuan menyusun programa penyuluhan, dan kemampuan menyusun rencana kerja Gambar 2. Susunan Organisasi Kantor Ketahanan Kota Bogor Kantor Ketahanan Pangan Kota Bogor mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian urusan di bidang ketahanan pangan, dengan fungsi sebagai berikut: (1) Perumusan kebijakan teknis dibidang penyuluhan. Kedua, melaksanakan penyuluhan pertanian meliputi kemampuan menyusun materi penyuluhan, kemampuan menerapkan metode penyuluhan baik metode penyuluhan perorangan TERAKREDITASI SK DIRJEN DIKTI NO. 66b/DIKTI/KEP/2011 ISSN:

9 Yoyon Haryanto dan Wida Pradiana maupun penyuluhan kelompok serta metode penyuluhan massal. Selain itu, memiliki kemampuan membina kelompok tani sebagai kelompok pembelajaran dan kemampuan mengembangkan swadaya dan swakarsa petani nelayan. Ketiga, kemampuan membuat evaluasi dan pelaporan pelaksanaan penyuluhan. Keempat, kemampuan mengembangkan penyuluhan pertanian seperti merumuskan kajian arah penyuluhan, menyusun pedoman pelaksanaan penyuluhan dan mengembangkan sistem kerja penyuluhan pertanian. Kelima, pengembangan profesi penyuluhan pertanian yang meliputi penyusunan karya tulis ilmiah dan ilmu populer bidang penyuluhan pertanian dan penerjemahan buku penyuluhan. Keenam, kegiatan penunjang penyuluhan pertanian yang meliputi seminar dan lokakarya penyuluhan pertanian. Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor: 273/Kpts/OT.160/4/2007, bahwa dalam melakukan pembinaan kepada petani penyuluh menganut sistem Latihan dan Kunjungan (LAKU). Latihan bagi penyuluh pertanian diselenggarakan di Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) atau di tempat lainnya dengan jadwal dua minggu sekali, proses belajar mengajar di fasilitasi oleh penyuluh pertanian maupun tenaga ahlinya. Kunjungan adalah pertemuan penyuluh pertanian dengan para petani yang dilakukan selama empat hari kerja dalam seminggu dan seorang penyuluh pertanian harus membina 8 sampai 16 kelompok tani di mana kelompok tani tersebut harus dikunjungi setiap dua minggu sekali sesuai dengan jadwal kunjungan penyuluh pertanian. Salah satu dari kegiatan kunjungan tersebut memiliki tujuan untuk menyampaikan informasi dan teknologi baru kepada petani. Menurut Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2006, fungsi sistem penyuluhan meliputi: (a) memfasilitasi proses pembelajaran pelaku utama (masyarakat di dalam dan di sekitar kawasan hutan, petani, pekebun, peternak, nelayan, pembudi daya ikan, pengolah ikan, beserta keluarga intinya) dan pelaku usaha (perorangan warga negara Indonesia atau korporasi yang dibentuk menurut hukum Indonesia yang mengelola usaha pertanian, perikanan, dan kehutanan); (b) mengupayakan kemudahan akses pelaku utama dan pelaku usaha ke sumber informasi, teknologi dan sumber daya lainnya agar mereka dapat mengembangkan usahanya; (c) meningkatkan kemampuan kepemimpinan, manajerial, dan kewirausahaan pelaku utama dan pelaku usaha; (d) membantu pelaku utama dan pelaku usaha dalam menumbuhkembangkan organisasinya menjadi organisasi ekonomi yang berdaya saing tinggi, produktif, menerapkan tata kelola berusaha yang baik, dan berkelanjutan; (e) membantu menganalisis dan memecahkan masalah serta merespons peluang dan tantangan yang dihadapi pelaku utama dan pelaku usaha dalam mengelola usaha; (f) menumbuhkan kesadaran pelaku utama dan pelaku usaha terhadap kelestarian fungsi lingkungan; (g) melembagakan nilai-nilai budaya pembangunan pertanian, perikanan, dan kehutanan yang maju dan modern bagi pelaku utama secara berkelanjutan. Seiring arus teknologi informasi yang semakin canggih, kadang petani jauh lebih pintar dari para penyuluhnya sehingga sebagian dari petani tidak begitu mengharapkan kehadiran penyuluh pertanian sebagai mitra kerjanya, namun berdasarkan pengalaman keberhasilan pembangunan pertanian terdahulu penyuluh pertanian memiliki peran yang penting dalam mengupayakannya. Ke depan Petani teladan dan konak tani, bisa menjadi penyuluh swadaya dan penyuluh swasta. Oleh karena itu mereka perlu mendalami dan menerapkan Undang Undang RI No.16 tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan. Sehingga arah dari tugas dan fungsi penyuluhan semakin jelas dan tidak terfokus hanya untuk meningkatkan produksi tapi harus sudah dimulai untuk upaya peningkatan standar konsumsi keluarga petani sehingga pembangunan ketahanan pangan di negeri ini dapat berjalan dengan baik. Peran dalam Ketahanan Pangan Peranan penyuluh pertanian sebagai fasilitator, motivator dan pendukung gerak usaha petani merupakan titik sentral dalam memberikan penyuluhan kepada petani akan berusaha tani dengan memperhatikan kelestarian dari sumberdaya alam. Kesalahan dalam memberikan penyuluhan kepada petani nantinya akan menimbulkan dampak negatif yang dapat membahayakan lingkungan. Pada prinsipnya proses penyelenggaraan penyuluhan pertanian dapat berjalan dengan baik dan benar apabila didukung dengan tenaga penyuluh yang profesional, kelembagaan penyuluhan yang handal, materi penyuluhan yang berkelanjutan, system penyelenggaraan penyuluhan yang benar serta 658 JURNAL APLIKASI Nama Orang MANAJEMEN VOLUME 12 NOMOR 4 DESEMBER 2014

10 Analisis Ketersediaan Pangan dan Kinerja Penyuluh Pertanian dalam Penyediaan Pangan metode penyuluhan yang tepat dan manajemen penyuluhan yang sinergi. Tugas seorang Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) adalah meniadakan hambatan yang dihadapi seorang petani dengan cara menyediakan informasi dan memberikan pandangan mengenai masalah yang dihadapi. Informasi tentang pengelolaan sumber daya alam dengan teknologi yang baik dan benar sesuai dengan kondisi lahan sangat bermanfaat bagi petani untuk meningkatkan hasil produksinya tanpa harus merusak lingkungan usahataninya sehingga dapat meminimalisir degradasi lahan dan kerusakan lingkungan pada umumnya. Dengan begitu maka strategi penyuluhan pertanian ke depan, dalam rangka mendukung revitalisasi pertanian, dapat ditekankan, diintensifkan dan difokuskan pada kualitas komoditas unggulan daerah, baik pada penerapan teknologi produksi, teknologi pasca panen,efisiensi biaya produksi dan pemasaran. Peranan penyuluh pertanian dalam rangka program pemantapan ketahanan pangan di daerah sangat penting, karena tugas penyuluh sebagai seorang motivator atau penggerak petani dan keluarganya. Sehingga dari peranan penyuluh pertanian ini diharapkan adanya perubahan perilaku petani terhadap pembangunan pertanian tidak hanya berorientasi produksi untuk menggambarkan tingkat kesejahteraan petani akan tetapi terpenuhinya kecukupan pangan bagi satu rumah tangga petani merupakan masalah yang tidak kalah pentingnya. Ketahanan pangan rumah tangga dicirikan dengan setiap warga mengkonsumsi pangan yang cukup dalam jumlah mutu, gizi, aman, beragam dan terjangkau. Untuk itu pengembangan konsumsi pangan dilakukan dengan berbasis pada keanekaragaman baik sumber bahan pangan maupun kelembagaan dan budaya lokal (BKP, 2004). Dalam kegiatan penyuluhan pertanian di Indonesia, penyuluh pertanian lebih cenderung menggambarkan seseorang yang bertugas ke lapangan mengunjungi petani untuk menyampaikan program penyuluhan yang dirancang oleh pemerintah. Pernyataan tersebut tidak seluruhnya benar, tetapi juga tidak salah. Secara garis besar, penyuluh adalah orang yang bekerja atau berkecimpung dalam kegiatan penyuluhan yang melakukan komunikasi pada sasaran penyuluhan, sehingga sasarannya itu mampu melakukan proses pengambilan keputusan dengan benar. Adapun jenis-jenis penyuluh tidak hanya mereka yang turun secara langsung ke lapangan menemui petani, tetapi juga mereka yang merancang program penyuluhan berdasarkan kebutuhan umum dari sasaran penyuluhan. Berdasarkan pengertian tersebut di atas, penyuluh dihadapkan pada peran-peran yang harus dimainkan, sesuai dengan kondisi dan harapan sasaran penyuluhan. Penyuluh dapat memposisikan dirinya sebagai motivator, edukator, fasilitator, dinamisator, organisator, penasihat, penganalisis dan lain-lain, yang peranannya itu akan membawa manfaat terutama bagi petani sebagai sasaran penyuluhannya. Sehubungan dengan berbagai peran tersebut, penyuluh dituntut untuk memiliki berbagai kemampuan antara lain: kemampuan berkomunikasi, berpengetahuan luas, bersikap serta mampu menempatkan dirinya sesuai dengan karakteristik sasaran penyuluhan. Terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi kemampuan penyuluh, baik secara internal maupun eksternal. Faktor internal antara lain: tingkat pendidikan, motivasi, kepribadian dan harga diri serta keadaan sosial budaya penyuluh. Adapun faktor eksternalnya antara lain: manajemen organisasi penyuluhan, insentif atau fasilitas yang diperoleh penyuluh dalam menjalankan tugasnya serta tingkat partisipasi sasaran yang berada di bawah koordinasinya. Faktor-faktor tersebut harus diperhatikan oleh pihak pimpinan organisasi sehingga dapat dijadikan sebagai acuan untuk mengupayakan peningkatan kompetensi penyuluh. Peranan utama lainnya yang diharapkan dari penyuluh ialah menciptakan kemudahan-kemudahan kebutuhan petani baik dalam bentuk tingkat teknologi maupun yang berkaitan dengan kebutuhan informasi serta upaya-upaya peningkatan kesejahteraan. Peranan tersebut di dalamnya termasuk kemudahan-kemudahan dalam memahami masalah pangan dan upaya memperoleh pangan yang baik tersebut, sehingga petani dan keluarganya memperoleh informasi dan kebutuhan pangan secara maksimal dan baik dan upaya memperoleh pangan yang baik tersebut, sehingga petani dan keluarganya memperoleh informasi dan kebutuhan pangan secara maksimal dan baik. Oleh karena itu para penyuluh mempunyai banyak peranan yaitu: (a) Penyuluh sebagai pembimbing petani; seorang penyuluh adalah pembimbing dan guru petani dalam pendidikan non formal untuk orang dewasa. (b) Penyuluh sebagai organisator dan admisator TERAKREDITASI SK DIRJEN DIKTI NO. 66b/DIKTI/KEP/2011 ISSN:

11 Yoyon Haryanto dan Wida Pradiana petani. Dalam penyelenggaraan kegiatan penyuluhan pertanian, penyuluh tidak mungkin melakukan kunjungan kepada masing-masing petani, sehingga petani harus diajak untuk membentuk kelompok tani dan mengambangkan masyarakatnya. (c) Penyuluh sebagai teknisi; seorang penyuluh harus memiliki kemampuan, pengetahuan dan keterampilan teknis yang baik. Tanpa ada pengetahuan dan keterampilan teknis yang baik maka akan sulit baginya dalam memberikan pelayanan jasa konsultasi yang diminta petani. (d) Penyuluh sebagai jembatan penghubung antara lembaga penelitian dan petani. Penyuluh bertugas untuk menyampaikan hasil temuan, informasi dari lembaga penelitian dan kebijakan-kebijakan dari pemerintah. Kehadiran Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) dan peranan penyuluh pertanian di tengah-tengah masyarakat tani di desa masih sangat dibutuhkan untuk meningkatkan sumber daya manusia (petani) sehingga mampu mengelola sumber daya alam yang ada secara intensif demi tercapainya peningkatan produktifitas dan pendapatan atau tercapainya ketahanan pangan dan ketahanan ekonomi. Memberdayakan petani dan keluarganya melalui penyelenggaraan penyuluh pertanian, bertujuan untuk mencapai petani nelayan yang tangguh sebagai salah satu komponen untukmembangun pertanian yang maju, efisien dan tangguh sehingga terwujudnya masyarakat sejahtera. Penyuluh dan lembaga penyuluhan yang berada di wilayah Kota seperti Kota Bogor sudah seharusnya memiliki tupoksi yang tidak berorientasi lagi terhadap peningkatan produksi. Hal ini dikarenakan sebagian besar wilayah kota bukan lagi sektor pertanian melainkan sektor non pertanian, jika ada pun mungkin hanya menjadi bagian kecil dari wilayah. Seperti halnya Kota Bogor, sektor pertanian hanya menyumbang 13% ketersediaan pangan untuk penduduknya, ini mengindikasikan prioritas tugas pokok dan fungsi penyuluh pertanian harus sudah dirubah dari on farm ke arah off farm. Hal yang terpenting tupoksi penyuluh pertanian di kota, khususnya Kota Bogor adalah mempertahankan produksi yang ada (13%) dan berupaya untuk mendiversifikasikan menjadi produksi olahan dengan mengembangkan kelompok-kelompok tani sebagai basis pengembangan produk pangan. Hal tersebut dapat dilakukan dengan upaya: (1) Menjabarkan dan menuangkan pola tugas penyuluh pertanian Kota Bogor dalam kebijakan daerah yang tidak hanya meningkatkan produksi tapi juga mengarah pada pengembangan kemampuan wilayah dalam mempertahankan produksi pertanian yang ada dan konsumsi masyarakat serta mendiversifikan pangan. (2) Meningkatkan kemampuan penyuluh pertanian terutama dalam bidang ketahanan pangan melalui workshop, pelatihan, seminar dan kegiatan umum lainnya. (3) Program kerja ketahanan pangan yang dijabarkan dalam programa penyuluhan pertanian dalam upaya memperbaiki konsumsi masyarakat. Peran yang tak kalah penting lainnya yang harus menjadi tupoksi penyuluh pertanian di wilayah kota adalah menjadi mediator dan penghubung akses pangan. Pengembanga akses pangan menjadi hal yang utama untuk wilayah kota, karena dengan akses yang baik maka perjalanan dan ketersediaan pangan masyarakatnya relatif lebih terjamin karena masyarakat di wilayah kota cenderung tergantung dari panganpangan hasil pasokan daerah lain. Disinilah kembali peran penyuluh pertanian untuk menjaga agar aksesakses dari produsen sampai di konsumen. Hal ini dapat dilakukan dengan cara menyusun strategi pengembangan akses pangan dengan pola kemitraan antara instansi pemerintah dan lembaga swasta yang dituangkan dalam programa penyuluhan pertanian. Sehingga dengan kondisi-kondisi seperti ini ke depan penyuluh pertanian di wilayah Kota mempunyai peran ganda yang tak kalah penting dalam mewujudkan ketahanan pangan nasional. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Ketersediaan pangan yang dibutuhkan penduduk Kota Bogor untuk semua jenis komoditas sebagian besar diimpor dari wilayah lain. Kondisi ini diprediksi juga akan sama untuk lima tahun ke depan. Ketergantungan impor pangan dari wilayah lain diprediksi lima tahun kedepan akan lebih tinggi lagi, hal ini dikarenakan lahan pertanian yang ada saat ini hanya 13% dari total lahan peruntukkan dan kemungkinan akan terjadi konversi lagi untuk lima tahun ke depan. Sesuai dengan surat keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 130 tahun 2002, selanjutnya ditegaskan 660 JURNAL APLIKASI Nama Orang MANAJEMEN VOLUME 12 NOMOR 4 DESEMBER 2014

12 Analisis Ketersediaan Pangan dan Kinerja Penyuluh Pertanian dalam Penyediaan Pangan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 41 tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah. Berdasarkan wewenang yang ada pemerintah daerah Kota Bogor telah mengimplementasikan kedalam Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 13 tahun 2008 (nomor 3 seri D) tentang Organisasi Perangkat Daerah. Dalam peraturan daerah tersebut instansi penanggung jawab kegiatan ketahanan pangan dan penyuluhan di tingkat Kota Bogor adalah Kantor Ketahanan Pangan. Saran Penyuluh dan lembaga penyuluhan yang berada di wilayah Kota seperti Kota Bogor sudah seharusnya memiliki tupoksi yang tidak berorientasi lagi terhadap peningkatan produksi. Tupoksi penyuluh pertanian Kota Bogor seharusnya adalah mempertahankan produksi yang ada (13%) dan berupaya untuk mendiversifikasikan menjadi produksi olahan dengan mengembangkan kelompok-kelompok tani sebagai basis pengembangan produk pangan. Peran yang tak kalah penting lainnya yang harus menjadi tupoksi penyuluh pertanian di wilayah kota adalah menjadi mediator dan penghubung akses pangan, karena dengan akses yang baik maka perjalanan dan ketersediaan pangan masyarakatnya relatif lebih terjamin karena masyarakat di wilayah kota cenderung tergantung dari panganpangan hasil pasokan daerah lain. DAFTAR RUJUKAN Badan Ketahanan Pangan Pedoman Umum. Deptan, Jakarta. BPS Bogor dalam Angka. BPS Bogor. Deptan RI Visi dan Misi Departemen Pertanian. / UU.SP3K.pdf. diakses pada tanggal 25 April KKP Programa Penyuluhan Pertanian. Kantor Ketahanan Pangan Kota Bogor. KKP Programa Penyuluhan Pertanian. Kantor Ketahanan Pangan Kota Bogor. Nainggolan K Kebijakan Umum Ketahanan Pangan. Jakarta: Dewan Ketahanan Pangan, Departemen Pertanian, Departemen Kesehatan dan DPP PERGIZI Pangan. PERDA Kota Bogor Lembaran Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 1 Seri E. Bogor. Permenpan no : PER/02/Menpan/2/2008 tentang Jabatan Fungsional Penyuluh Pertanian dan Angka Kreditnya. pdf. diakses pada tanggal 25 April Presiden Republik Indonesia Undang Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2006 Tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, Dan Kehutanan. Seri online: bpsdm/peraturan/ UU.SP3K.pdf. diakses pada tanggal 25 April TERAKREDITASI SK DIRJEN DIKTI NO. 66b/DIKTI/KEP/2011 ISSN:

METODE PENELITIAN. Tempat dan Waktu

METODE PENELITIAN. Tempat dan Waktu METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Sinjai Provinsi Sulawesi Selatan dengan penentuan lokasi secara purposive. Penelitian ini berlansung selama 2 bulan, dimulai

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan esensial dan komoditas paling strategis dalam kehidupan manusia, pemenuhan kebutuhan pangan merupakan hak azasi manusia. Ketahanan pangan berdasarkan

Lebih terperinci

22/02/2017. Outline SURVEI KONSUMSI PANGAN. Manfaat survei konsumsi pangan. Metode Survei Konsumsi Pangan. Tujuan Survei Konsumsi Pangan

22/02/2017. Outline SURVEI KONSUMSI PANGAN. Manfaat survei konsumsi pangan. Metode Survei Konsumsi Pangan. Tujuan Survei Konsumsi Pangan Outline SURVEI KONSUMSI PANGAN Pengantar Survei Konsumsi Pangan Tujuan Survei Konsumsi Pangan Metode berdasarkan Jenis Data yang diperoleh Metode berdasarkan Sasaran Pengamatan Neraca Bahan Makanan Pola

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pangan dan rempah yang beraneka ragam. Berbagai jenis tanaman pangan yaitu

I. PENDAHULUAN. pangan dan rempah yang beraneka ragam. Berbagai jenis tanaman pangan yaitu I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang kaya dengan ketersediaan pangan dan rempah yang beraneka ragam. Berbagai jenis tanaman pangan yaitu padi-padian, umbi-umbian,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Tabel 1 Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian. Tahun Publikasi BPS Kabupaten Lampung Barat

METODE PENELITIAN. Tabel 1 Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian. Tahun Publikasi BPS Kabupaten Lampung Barat METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Desain penelitian ini adalah retrospektif. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan alasan yaitu (1) Kabupaten Lampung Barat akan melakukan

Lebih terperinci

METODE. - Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura - Dinas Peternakan dan Perikanan - Dinas Perkebunan b. Data NBM tahun (sekunder)

METODE. - Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura - Dinas Peternakan dan Perikanan - Dinas Perkebunan b. Data NBM tahun (sekunder) 31 METODE Desain, Tempat dan Waktu Desain penelitian ini adalah restrospektif. Lokasi penelitian adalah Kabupaten Muara Enim Provinsi Sumatera Selatan (Lampiran 1). Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian. Desain Penelitian

METODE PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian. Desain Penelitian 23 METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Kotabaru Propinsi Kalimantan Selatan. Pemilihan lokasi penelitian secara purposive yang didasarkan atas pertimbangan

Lebih terperinci

ANALISIS KEMANDIRIAN PANGAN ASAL TERNAK DALAM RANGKA MEMANTAPKAN KETAHANAN PANGAN DI KABUPATEN LAMPUNG BARAT

ANALISIS KEMANDIRIAN PANGAN ASAL TERNAK DALAM RANGKA MEMANTAPKAN KETAHANAN PANGAN DI KABUPATEN LAMPUNG BARAT ANALISIS KEMANDIRIAN PANGAN ASAL TERNAK DALAM RANGKA MEMANTAPKAN KETAHANAN PANGAN DI KABUPATEN LAMPUNG BARAT (Self Sufficiency Analysis Animal Food of to Strengthen Food Security in West Lampung District)

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan pertanian sebagai bagian dari pembangunan nasional selama ini mempunyai tugas utama untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat, menyediakan kesempatan kerja, serta

Lebih terperinci

Buletin IKATAN Vol. 3 No. 1 Tahun

Buletin IKATAN Vol. 3 No. 1 Tahun DIVERSIFIKASI KONSUMSI MASYARAKAT BERDASARKAN SKOR POLA PANGAN HARAPAN PADA LOKASI MKRPL DI KEC. KRAMATWATU KAB. SERANG Yati Astuti 1) dan Fitri Normasari 2) 1) Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Banten

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1 Visi dan Misi SKPD Sejalan dengan tugas pokok dan fungsi BPPKP sebagaimana yang diamanatkan dalam Peraturan Bupati (Perbup) Nomor 52 Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk jangka waktu tertentu yang akan dipenuhi dari penghasilannya. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. untuk jangka waktu tertentu yang akan dipenuhi dari penghasilannya. Dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pola Konsumsi adalah susunan tingkat kebutuhan seseorang atau rumahtangga untuk jangka waktu tertentu yang akan dipenuhi dari penghasilannya. Dalam menyusun pola konsumsi

Lebih terperinci

METODE. Keadaan umum 2010 wilayah. BPS, Jakarta Konsumsi pangan 2 menurut kelompok dan jenis pangan

METODE. Keadaan umum 2010 wilayah. BPS, Jakarta Konsumsi pangan 2 menurut kelompok dan jenis pangan METODE Desain, Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan dengan pendekatan prospective study dengan menggunakan data hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Provinsi Papua tahun 2008 sampai tahun

Lebih terperinci

KETAHANAN PANGAN DAN GIZI

KETAHANAN PANGAN DAN GIZI KETAHANAN PANGAN DAN GIZI disampaikan pada : Temu Ilmiah Internasional Persatuan Ahli Gizi Indonesia (PERSAGI) Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian November 2014 OUTLINE 1. Pendahuluan 2. Permasalahan

Lebih terperinci

DATA STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2014

DATA STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2014 DATA STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2014 BADAN KETAHANAN PANGAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2015 1 Perkembangan Produksi Komoditas Pangan Penting Tahun 2010 2014 Komoditas Produksi Pertahun Pertumbuhan Pertahun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu sasaran dari adanya suatu pembangunan adalah menciptakan

I. PENDAHULUAN. Salah satu sasaran dari adanya suatu pembangunan adalah menciptakan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu sasaran dari adanya suatu pembangunan adalah menciptakan pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pembangunan, termasuk di dalamnya pemerataan pendapatan antar suatu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dan terpenting dalam perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah kemampuannya dalam menyerap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cukup mendasar, dianggapnya strategis dan sering mencakup hal-hal yang bersifat

BAB I PENDAHULUAN. cukup mendasar, dianggapnya strategis dan sering mencakup hal-hal yang bersifat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Amang (1993), Pangan merupakan salah satu kebutuhan manusia yang cukup mendasar, dianggapnya strategis dan sering mencakup hal-hal yang bersifat emosional

Lebih terperinci

KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI MENDUKUNG PERCEPATAN PERBAIKAN GIZI

KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI MENDUKUNG PERCEPATAN PERBAIKAN GIZI KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI MENDUKUNG PERCEPATAN PERBAIKAN GIZI Pusat Penganekeragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan BADAN KETAHANAN PANGAN KEMENTERIAN PERTANIAN Penyelenggaraan Pangan dilakukan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Plan), Rencana Kinerja (Performace Plan) serta Laporan Pertanggungjawaban

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Plan), Rencana Kinerja (Performace Plan) serta Laporan Pertanggungjawaban BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menghadapi perubahan yang sedang dan akan terjadi akhir-akhir ini dimana setiap organisasi publik diharapkan lebih terbuka dan dapat memberikan suatu transparansi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Beras merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian besar penduduk

BAB I PENDAHULUAN. Beras merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian besar penduduk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beras merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia yang memberikan energi dan zat gizi yang tinggi. Beras sebagai komoditas pangan pokok dikonsumsi

Lebih terperinci

2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Luwu Timur dan Kabupaten Mamuju Utara di Provinsi Sulawesi Selatan (Lembaran Negara

2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Luwu Timur dan Kabupaten Mamuju Utara di Provinsi Sulawesi Selatan (Lembaran Negara PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PELAKSANA PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN, DAN KEHUTANAN KABUPATEN

Lebih terperinci

BAB II PERENCANAAN KINERJA

BAB II PERENCANAAN KINERJA BAB II PERENCANAAN KINERJA A. RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) A.1. Visi dan Misi Visi Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2013 2018 adalah Terwujudnya masyarakat Kalimantan

Lebih terperinci

PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KOORDINASI PENYULUHAN

PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KOORDINASI PENYULUHAN - 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KOORDINASI PENYULUHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat penting karena pertanian berhubungan langsung dengan ketersediaan pangan. Pangan yang dikonsumsi oleh individu terdapat komponen-komponen

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG KEBIJAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG KEBIJAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL PERATURAN PRESIDEN NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG KEBIJAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang Mengingat : a. bahwa

Lebih terperinci

PROFIL BADAN KETAHANAN PANGAN

PROFIL BADAN KETAHANAN PANGAN A. Tugas Pokok dan Fungsi PROFIL BADAN KETAHANAN PANGAN pengkajian, penyiapan perumusan kebijakan, pengembangan, pemantauan, dan pemantapan ketersediaan pangan, serta pencegahan dan penanggulangan kerawanan

Lebih terperinci

BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 05 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 05 TAHUN 2011 TENTANG BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 05 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PELAKSANA PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN DAN KEHUTANAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

Pola Konsumsi Pangan Penyandang Disabilitas di Kota Malang

Pola Konsumsi Pangan Penyandang Disabilitas di Kota Malang Indonesian Journal of Disability Studies ISSN : - Pola Konsumsi Pangan Penyandang Disabilitas di Kota Malang * Agustina Shinta Pusat Studi dan Layanan Disabilitas (PSLD), Universitas Brawijaya, Malang,

Lebih terperinci

KETERSEDIAAN ENERGI, PROTEIN DAN LEMAK DI KABUPATEN TUBAN : PENDEKATAN NERACA BAHAN MAKANAN PENDAHULUAN

KETERSEDIAAN ENERGI, PROTEIN DAN LEMAK DI KABUPATEN TUBAN : PENDEKATAN NERACA BAHAN MAKANAN PENDAHULUAN P R O S I D I N G 69 KETERSEDIAAN ENERGI, PROTEIN DAN LEMAK DI KABUPATEN TUBAN : PENDEKATAN NERACA BAHAN MAKANAN Condro Puspo Nugroho 1*, Fahriyah 1, Rosihan Asmara 2 1 Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian,

Lebih terperinci

ANALISIS RASIO KETERSEDIAAN DAN KONSUMSI PANGAN STRATEGIS DI KOTA MEDAN

ANALISIS RASIO KETERSEDIAAN DAN KONSUMSI PANGAN STRATEGIS DI KOTA MEDAN ANALISIS RASIO KETERSEDIAAN DAN KONSUMSI PANGAN STRATEGIS DI KOTA MEDAN Diah Winiarti Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Sematera Utara Abstract This study aimed to analysis

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH, SALINAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 16 TAHUN 2015 T E N T A N G TUGAS POKOK, FUNGSI DAN URAIAN TUGAS BADAN KETAHANAN PANGAN DAN KOORDINASI PENYULUHAN PROVINSI

Lebih terperinci

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) : MEWUJUDKAN JAWA TIMUR LEBIH SEJAHTERA, BERDAYA SAING MELALUI KETAHANAN PANGAN YANG BERKELANJUTAN

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) : MEWUJUDKAN JAWA TIMUR LEBIH SEJAHTERA, BERDAYA SAING MELALUI KETAHANAN PANGAN YANG BERKELANJUTAN INDIKATOR KINERJA (IKU) INSTANSI VISI MISI TUJUAN TUGAS : BADAN KETAHANAN PANGAN PROVINSI JAWA TIMUR : MEWUJUDKAN JAWA TIMUR LEBIH SEJAHTERA, BERDAYA SAING MELALUI KETAHANAN PANGAN YANG BERKELANJUTAN :

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional. Pembangunan pertanian memberikan sumbangsih yang cukup besar

I. PENDAHULUAN. nasional. Pembangunan pertanian memberikan sumbangsih yang cukup besar 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan pertanian merupakan bagian integral dari pembangunan ekonomi nasional. Pembangunan pertanian memberikan sumbangsih yang cukup besar bagi perekonomian

Lebih terperinci

PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN DAN GIZI : FAKTOR PENDUKUNG PENINGKATAN KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA

PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN DAN GIZI : FAKTOR PENDUKUNG PENINGKATAN KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN DAN GIZI : FAKTOR PENDUKUNG PENINGKATAN KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA Oleh : Dr. Ir. Achmad Suryana, MS Kepala Badan Ketahanan Pangan Departemen Pertanian RI RINGKASAN Berbagai

Lebih terperinci

PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN BERDASARKAN KEMANDIRIAN DAN KEDAULATAN PANGAN

PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN BERDASARKAN KEMANDIRIAN DAN KEDAULATAN PANGAN PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN BERDASARKAN KEMANDIRIAN DAN KEDAULATAN PANGAN Oleh : Tenaga Ahli Badan Ketahanan Pangan Dr. Ir. Mei Rochjat Darmawiredja, M.Ed SITUASI DAN TANTANGAN GLOBAL Pertumbuhan Penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting dalam perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik secara langsung maupun

Lebih terperinci

POLA PANGAN HARAPAN PADA MASYARAKAT DI KELURAHAN BANMATI KECAMATAN SUKOHARJO KABUPATEN SUKOHARJO

POLA PANGAN HARAPAN PADA MASYARAKAT DI KELURAHAN BANMATI KECAMATAN SUKOHARJO KABUPATEN SUKOHARJO POLA PANGAN HARAPAN PADA MASYARAKAT DI KELURAHAN BANMATI KECAMATAN SUKOHARJO KABUPATEN SUKOHARJO KARYA TULIS ILMIAH Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Program Studi Diploma III (Tiga)

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Penyuluh dan Penyuluhan Pertanian

TINJAUAN PUSTAKA. Penyuluh dan Penyuluhan Pertanian 7 TINJAUAN PUSTAKA Penyuluh dan Penyuluhan Pertanian Menurut Undang Undang Nomor 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan, yang dimaksud dengan penyuluhan pertanian, perikanan,

Lebih terperinci

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 61/Permentan/OT.140/11/2008 TENTANG

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 61/Permentan/OT.140/11/2008 TENTANG MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 61/Permentan/OT.140/11/2008 TENTANG PEDOMAN PEMBINAAN PENYULUH PERTANIAN SWADAYA DAN PENUYUH PERTANIAN SWASTA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN. NOMOR : 49/Permentan/OT.140/10/2009 TENTANG KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENYULUHAN PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN. NOMOR : 49/Permentan/OT.140/10/2009 TENTANG KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENYULUHAN PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 49/Permentan/OT.140/10/2009 TENTANG KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENYULUHAN PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa untuk mengoptimalkan

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2010 NOMOR 5 SERI E

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2010 NOMOR 5 SERI E BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2010 NOMOR 5 SERI E BUPATI BANJARNEGARA PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 5 TAHUN 2011 T E N T A N G PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER

Lebih terperinci

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR BUPATI KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN BUPATI KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 10 TAHUN TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI ORGANISASI, KEPALA BADAN, SEKRETARIS, SUB BAGIAN, BIDANG DAN SUB BIDANG PADA BADAN KETAHANAN PANGAN

Lebih terperinci

ANALISIS PENYEDIAAN PANGAN DI KABUPATEN MALANG (PROVISION OF FOOD ANALYSIS IN MALANG REGENCY)

ANALISIS PENYEDIAAN PANGAN DI KABUPATEN MALANG (PROVISION OF FOOD ANALYSIS IN MALANG REGENCY) AGRISE Volume XIII No. 3 Bulan Agustus 2013 ISSN: 1412-1425 ANALISIS PENYEDIAAN PANGAN DI KABUPATEN MALANG (PROVISION OF FOOD ANALYSIS IN MALANG REGENCY) Anfendita Azmi Rachmatika 1, Nuhfil Hanani 1, Abdul

Lebih terperinci

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 61/Permentan/OT.140/11/2008 TENTANG

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 61/Permentan/OT.140/11/2008 TENTANG MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 61/Permentan/OT.140/11/2008 TENTANG PEDOMAN PEMBINAAN PENYULUH PERTANIAN SWADAYA DAN PENYULUH PERTANIAN SWASTA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BADAN KETAHANAN PANGAN KABUPATEN MUSI RAWAS

BADAN KETAHANAN PANGAN KABUPATEN MUSI RAWAS BADAN KETAHANAN PANGAN KABUPATEN MUSI RAWAS KATA PENGANTAR Dalam rangka menetapkan arah dan acuan pelaksanaan pembangunan ketahanan pangan lingkup Badan Ketahanan Pangan Kabaupaten Musi Rawas dan menindaklanjuti

Lebih terperinci

ANALISIS KETERSEDIAAN DAN KONSUMSI PANGAN BERDASARKAN DAYA DUKUNG LAHAN WILAYAH KABUPATEN GARUT TAHUN UMIYATI

ANALISIS KETERSEDIAAN DAN KONSUMSI PANGAN BERDASARKAN DAYA DUKUNG LAHAN WILAYAH KABUPATEN GARUT TAHUN UMIYATI ANALISIS KETERSEDIAAN DAN KONSUMSI PANGAN BERDASARKAN DAYA DUKUNG LAHAN WILAYAH KABUPATEN GARUT TAHUN 2009-2014 UMIYATI DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

BUPATI KUDUS. PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 20 Tahun 2010 TENTANG

BUPATI KUDUS. PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 20 Tahun 2010 TENTANG BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 20 Tahun 2010 TENTANG KEBIJAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBERDAYA LOKAL DI KABUPATEN KUDUS BUPATI KUDUS, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

KETAHANAN PANGAN: KEBIJAKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL

KETAHANAN PANGAN: KEBIJAKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL KETAHANAN PANGAN: KEBIJAKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL UU NO 7 TH 1996: Pangan = Makanan Dan Minuman Dari Hasil Pertanian, Ternak, Ikan, sbg produk primer atau olahan Ketersediaan Pangan Nasional (2003)=

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOM0R : 15 TAHUN : 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 15 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN PELAKSANA PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN, DAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG GUBERNUR JAMBI Menimbang PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL DI PROVINSI JAMBI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BUPATI BONDOWOSO PERATURAN BUPATI BONDOWOSO NOMOR 35 TAHUN 2010 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI KANTOR KETAHANAN PANGAN KABUPATEN BONDOWOSO

BUPATI BONDOWOSO PERATURAN BUPATI BONDOWOSO NOMOR 35 TAHUN 2010 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI KANTOR KETAHANAN PANGAN KABUPATEN BONDOWOSO BUPATI BONDOWOSO PERATURAN BUPATI BONDOWOSO NOMOR 35 TAHUN 2010 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI KANTOR KETAHANAN PANGAN KABUPATEN BONDOWOSO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BONDOWOSO,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini akan dibahas mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7)

Lebih terperinci

PROFESIONALISME DAN PERAN PENYULUH PERIKANAN DALAM PEMBANGUNAN PELAKU UTAMA PERIKANAN YANG BERDAYA

PROFESIONALISME DAN PERAN PENYULUH PERIKANAN DALAM PEMBANGUNAN PELAKU UTAMA PERIKANAN YANG BERDAYA PROFESIONALISME DAN PERAN PENYULUH PERIKANAN DALAM PEMBANGUNAN PELAKU UTAMA PERIKANAN YANG BERDAYA Fahrur Razi Penyuluh Perikanan Muda pada Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan email: fahrul.perikanan@gmail.com

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTAWARINGIN BARAT,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTAWARINGIN BARAT, BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 33 TAHUN 2009 T E N T A N G TUGAS POKOK DAN FUNGSI KANTOR PENYULUHAN PERTANIAN DAN KETAHANAN PANGAN KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT DENGAN

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. No Data Sumber Instansi 1 Konsumsi pangan menurut kelompok dan jenis pangan

METODE PENELITIAN. No Data Sumber Instansi 1 Konsumsi pangan menurut kelompok dan jenis pangan 17 METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian ini menggunakan desain prospective study berdasarkan data hasil survei sosial ekonomi nasional (Susenas) Provinsi Riau tahun 2008-2010. Pemilihan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu butir yang tercantum dalam pembangunan milenium (Millenium Development Goals) adalah menurunkan proporsi penduduk miskin dan kelaparan menjadi setengahnya antara tahun

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 21 TAHUN TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 21 TAHUN TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KOORDINASI PENYULUHAN

Lebih terperinci

BUPATI PAKPAK BHARAT

BUPATI PAKPAK BHARAT BUPATI PAKPAK BHARAT PERATURAN BUPATI PAKPAK BHARAT NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PELAKSANA PENYULUHAN PERTANIAN DAN KEHUTANAN BUPATI PAKPAK BHARAT, Menimbang

Lebih terperinci

KATEGORI POTENSI KECAMATAN BERDASARKAN SUBSISTEM KETAHANAN PANGAN DI KABUPATEN TRENGGALEK

KATEGORI POTENSI KECAMATAN BERDASARKAN SUBSISTEM KETAHANAN PANGAN DI KABUPATEN TRENGGALEK AGRISE Volume XIV No. 1 Bulan Januari 2014 ISSN: 1412-1425 KATEGORI POTENSI KECAMATAN BERDASARKAN SUBSISTEM KETAHANAN PANGAN DI KABUPATEN TRENGGALEK (CATEGORIES OF THE DISTRICT POTENTIAL BASED ON FOOD

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGIS DAN KEBIJAKAN

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGIS DAN KEBIJAKAN 54 BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGIS DAN KEBIJAKAN 4.1. Visi dan Misi Badan Pelaksana Penyuluhan dan Ketahanan Pangan Dalam rangka mendorong dan meningkatkan pertumbuhan dan pembangunan ekonomi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan adalah usaha untuk meningkatkan kualitas dan perikehidupan masyarakat Indonesia, yang dilakukan secara terus menerus, berlandaskan kemampuan wilayah dengan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Perolehan pangan yang cukup baik dalam jumlah maupun mutu merupakan sesuatu yang penting bagi setiap manusia agar dapat hidup secara berkualitas. Oleh karena itu hak atas kecukupan

Lebih terperinci

SITUASI PANGAN DAN GIZI WILAYAH (Kasus di Kabupaten Tuban) PENDAHULUAN

SITUASI PANGAN DAN GIZI WILAYAH (Kasus di Kabupaten Tuban) PENDAHULUAN SITUASI PANGAN DAN GIZI WILAYAH (Kasus di Kabupaten Tuban) P R O S I D I N G 58 Fahriyah 1*, Rosihan Asmara 1 1 Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya *E-mail ria_bgl@yahoo.com

Lebih terperinci

(PERFORMANCE ANALYSIS OF FARMER GROUP AND ITS RELATIONSHIP WITH HOUSEHOLD FOOD SECURITY LEVEL (CASE STUDY IN RASANAE TIMUR SUBDISTRICT BIMA CITY)

(PERFORMANCE ANALYSIS OF FARMER GROUP AND ITS RELATIONSHIP WITH HOUSEHOLD FOOD SECURITY LEVEL (CASE STUDY IN RASANAE TIMUR SUBDISTRICT BIMA CITY) AGRISE Volume XIV No. 2 Bulan Mei 2014 ISSN: 1412-1425 ANALISIS TINGKAT KINERJA KELOMPOK TANI SERTA HUBUNGANNYA DENGAN TINGKAT KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA PETANI (STUDI KASUS DI KECAMATAN RASANAE TIMUR

Lebih terperinci

BUPATI PULANG PISAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI PULANG PISAU NOMOR 54 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI PULANG PISAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI PULANG PISAU NOMOR 54 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN BUPATI PULANG PISAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI PULANG PISAU NOMOR 54 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KETAHANAN PANGAN

Lebih terperinci

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014 Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014 Sektor pertanian sampai sekarang masih tetap memegang peran penting dan strategis dalam perekonomian nasional. Peran

Lebih terperinci

PERBEDAAN POLA PANGAN HARAPAN DI PEDESAAN DAN PERKOTAAN KABUPATEN SUKOHARJO (Studi di Desa Banmati dan Kelurahan Jetis)

PERBEDAAN POLA PANGAN HARAPAN DI PEDESAAN DAN PERKOTAAN KABUPATEN SUKOHARJO (Studi di Desa Banmati dan Kelurahan Jetis) PERBEDAAN POLA PANGAN HARAPAN DI PEDESAAN DAN PERKOTAAN KABUPATEN SUKOHARJO (Studi di Desa Banmati dan Kelurahan Jetis) PENELITIAN Disusun Dan Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Menyelesaikan Studi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari tanaman, ternak dan ikan

PENDAHULUAN. Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari tanaman, ternak dan ikan PENDAHULUAN Latar Belakang adalah segala sesuatu yang berasal dari tanaman, ternak dan ikan yang memenuhi atas karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral serta turunannya yang bermanfaat bagi pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1 Visi dan Misi Dinas Pertanian Daerah Kabupaten Nganjuk Visi merupakan pandangan jauh ke depan, ke mana dan bagaimana Pembangunan Pertanian

Lebih terperinci

Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan

Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan Anton J. Supit Dewan Jagung Nasional Pendahuluan Kemajuan teknologi dalam budidaya jagung semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dekade ini termasuk di Indonesia. Berdasar Undang-undang Nomor 18 tahun 2012

BAB I PENDAHULUAN. dekade ini termasuk di Indonesia. Berdasar Undang-undang Nomor 18 tahun 2012 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketahanan pangan (food security) telah menjadi isu global selama dua dekade ini termasuk di Indonesia. Berdasar Undang-undang Nomor 18 tahun 2012 tentang Pangan disebutkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang di olah

BAB I PENDAHULUAN. adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang di olah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengertian pangan menurut Peraturan Pemerintah RI Nomor 28 Tahun 2004 adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang di olah maupun yang tidak

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN KETAHANAN PANGAN DAN PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN DAN KEHUTANAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Nainggolan K. (2005), pertanian merupakan salah satu sektor

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Nainggolan K. (2005), pertanian merupakan salah satu sektor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut Nainggolan K. (2005), pertanian merupakan salah satu sektor yang sangat dominan dalam pendapatan masyarakat di Indonesia karena mayoritas penduduk Indonesia

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Muara Beliti, Kepala Badan Ketahanan Pangan Kabupaten Musi Rawas,

KATA PENGANTAR. Muara Beliti, Kepala Badan Ketahanan Pangan Kabupaten Musi Rawas, BADAN KETAHANAN PANGAN KABUPATEN MUSI RAWAS 2014 KATA PENGANTAR Berdasarkan Permendagri No 54 Tahun 2010, Tentang Tahapan, Tatacara Penyusunan, Pengendalian, Dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan

Lebih terperinci

GUBERNUR SUMATERA BARAT

GUBERNUR SUMATERA BARAT GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR : 08 TAHUN 2017 TENTANG PENGANEKARAGAMAN PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG BADAN KOORDINASI PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN DAN KEHUTANAN PROVINSI SUMATERA SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB. I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB. I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan ketahanan pangan merupakan prioritas utama dalam pembangunan karena pangan merupakan kebutuhan yang paling hakiki dan mendasar bagi sumberdaya manusia suatu

Lebih terperinci

1.1. VISI DAN MISI DINAS PERTANIAN, PERIKANAN DAN KEHUTANAN KOTA PRABUMULIH. pedoman dan tolak ukur kinerja dalam pelaksanaan setiap program dan

1.1. VISI DAN MISI DINAS PERTANIAN, PERIKANAN DAN KEHUTANAN KOTA PRABUMULIH. pedoman dan tolak ukur kinerja dalam pelaksanaan setiap program dan BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 1.1. VISI DAN MISI DINAS PERTANIAN, PERIKANAN DAN KEHUTANAN KOTA PRABUMULIH Visi merupakan pandangan ideal yang menjadi tujuan dan cita-cita sebuah organisasi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tantangan global di masa mendatang juga akan selalu berkaitan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Tantangan global di masa mendatang juga akan selalu berkaitan dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan bagian pokok didalam kehidupan dimana dalam kehidupan sehari-hari manusia membutuhkan pemenuhan sandang, pangan, maupun papan yang harus

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2. 1 Tinjauan Pustaka Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan

Lebih terperinci

5 / 7

5 / 7 LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG KEBIJAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL A. LATAR BELAKANG Keberhasilan pembangunan suatu

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA BADAN KETAHANAN PANGAN TAHUN 2017

LAPORAN KINERJA BADAN KETAHANAN PANGAN TAHUN 2017 LAPORAN KINERJA BADAN KETAHANAN PANGAN TAHUN 2017 BADAN KETAHANAN PANGAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2018 i RINGKASAN EKSEKUTIF Laporan Kinerja Badan Ketahanan Pangan Tahun 2017 disusun sebagai salah satu bentuk

Lebih terperinci

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1. Visi dan Misi Penetapan visi sebagai bagian dari perencanaan strategi, merupakan satu langkah penting dalam perjalanan suatu organisasi karena

Lebih terperinci

yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pangan yang cenderung terus meningkat tampaknya akan menghadapi kendala yang cukup berat.

yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pangan yang cenderung terus meningkat tampaknya akan menghadapi kendala yang cukup berat. PROGNOSA KETERSEDIAAN PANGAN (BERAS, GULA PASIR, MINYAK GORENG, BAWANG MERAH, CABE MERAH, TELUR AYAM, DAGING AYAM, DAGING SAPI DAN KACANG TANAH) SAAT HBKN DI KOTA MEDAN Sukma Yulia Sirait 1), Ir. Lily

Lebih terperinci

BUPATI MUSI RAWAS PERATURAN BUPATI MUSI RAWAS NOMOR 28 TAHUN 2008 T E N T A N G

BUPATI MUSI RAWAS PERATURAN BUPATI MUSI RAWAS NOMOR 28 TAHUN 2008 T E N T A N G BUPATI MUSI RAWAS PERATURAN BUPATI MUSI RAWAS NOMOR 28 TAHUN 2008 T E N T A N G PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PELAKSANA PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN DAN KEHUTANAN KABUPATEN MUSI RAWAS DENGAN

Lebih terperinci

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR : 30 TAHUN 2008 TENTA NG

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR : 30 TAHUN 2008 TENTA NG BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR : 30 TAHUN 2008 TENTA NG PENJABARAN TUGAS POKOK, FUNGSI DAN TATA KERJA BADAN PELAKSANA PENYULUHAN DAN KETAHANAN PANGAN KABUPATEN PURWOREJO BUPATI PURWOREJO,

Lebih terperinci

BAB 18 REVITALISASI PERTANIAN

BAB 18 REVITALISASI PERTANIAN BAB 18 REVITALISASI PERTANIAN BAB 18 REVITALISASI PERTANIAN A. KONDISI UMUM Sektor pertanian telah berperan dalam perekonomian nasional melalui sumbangannya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), penerimaan

Lebih terperinci

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PETERNAKAN

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PETERNAKAN POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PETERNAKAN H. ISKANDAR ANDI NUHUNG Direktorat Jenderal Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, Departemen Pertanian ABSTRAK Sesuai

Lebih terperinci

KOMPOSISI KONSUMSI ENERGI DAN PROTEIN YANG DIANJURKAN

KOMPOSISI KONSUMSI ENERGI DAN PROTEIN YANG DIANJURKAN KOMPOSISI KONSUMSI ENERGI DAN PROTEIN YANG DIANJURKAN A. KOMPOSISI KONSUMSI ENERGI YANG DIANJURKAN Tabel 1. Komposisi Konsumsi Pangan Berdasarkan Pola Pangan Harapan Pola Pangan Harapan Nasional % AKG

Lebih terperinci

KERAGAAN PENYULUH PERTANIAN DALAM UPAYA MENDUKUNG PEMBANGUNAN KETAHANAN PANGAN DI KABUPATEN LAMPUNG BARAT

KERAGAAN PENYULUH PERTANIAN DALAM UPAYA MENDUKUNG PEMBANGUNAN KETAHANAN PANGAN DI KABUPATEN LAMPUNG BARAT KERAGAAN PENYULUH PERTANIAN DALAM UPAYA MENDUKUNG PEMBANGUNAN KETAHANAN PANGAN DI KABUPATEN LAMPUNG BARAT (Performance of Agriculture Extension in Supporting Food Security Development in West Lampung District)

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Bontang, Desember 2015 Kepala, Ir. Hj. Yuli Hartati, MM NIP LAKIP 2015, Kantor Ketahanan Pangan Kota Bontang

KATA PENGANTAR. Bontang, Desember 2015 Kepala, Ir. Hj. Yuli Hartati, MM NIP LAKIP 2015, Kantor Ketahanan Pangan Kota Bontang KATA PENGANTAR Dengan Mengucapkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) tahun 2015 Kantor Ketahanan Pangan Kota Bontang telah selesai disusun.

Lebih terperinci

SISTEM KEWASPADAAN PANGAN DAN GIZI

SISTEM KEWASPADAAN PANGAN DAN GIZI SISTEM KEWASPADAAN PANGAN DAN GIZI A. Pendahuluan Berdasarkan Undang-undang Pangan Nomor: 18 Tahun 2012, ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. oleh kelompok menengah yang mulai tumbuh, daya beli masyarakat yang

I. PENDAHULUAN. oleh kelompok menengah yang mulai tumbuh, daya beli masyarakat yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 241 juta dengan ditandai oleh kelompok menengah yang mulai tumbuh, daya beli masyarakat yang meningkat dan stabilitas ekonomi yang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUARA ENIM NOMOR 5 TAHUN 2008

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUARA ENIM NOMOR 5 TAHUN 2008 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUARA ENIM NOMOR 5 TAHUN 2008 PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PELAKSANA PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN DAN KEHUTANAN KABUPATEN MUARA ENIM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peradaban masyarakat untuk memenuhi kualitas hidup semakin dituntut

BAB I PENDAHULUAN. peradaban masyarakat untuk memenuhi kualitas hidup semakin dituntut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan manusia sehingga ketersediaan pangan bagi masyarakat harus selalu terjamin. Manusia dengan segala kemampuannya selalu berusaha mencukupi

Lebih terperinci

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 85 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 85 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 85 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KETAHANAN PANGAN DAN PERIKANAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Komoditas hortikultura yang terdiri dari tanaman buah-buahan dan sayuran,

I. PENDAHULUAN. Komoditas hortikultura yang terdiri dari tanaman buah-buahan dan sayuran, I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengembangan sub-sektor pertanian tanaman pangan, merupakan bagian integral dari pembangunan pertanian dan telah terbukti memberikan peranan penting bagi pembangunan nasional,

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 21 TAHUN 2009 PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 21 TAHUN 2009 PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 21 TAHUN 2009 PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG URAIAN TUGAS JABATAN STRUKTURAL PADA BADAN KETAHANAN PANGAN, PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN DAN

Lebih terperinci