ANALISIS RASIO KETERSEDIAAN DAN KONSUMSI PANGAN STRATEGIS DI KOTA MEDAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS RASIO KETERSEDIAAN DAN KONSUMSI PANGAN STRATEGIS DI KOTA MEDAN"

Transkripsi

1 ANALISIS RASIO KETERSEDIAAN DAN KONSUMSI PANGAN STRATEGIS DI KOTA MEDAN Diah Winiarti Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Sematera Utara Abstract This study aimed to analysis of availability, consumption, the ratio of strategic food availability and comsuption and consumption patterns. Research in Medan. Sampling method using Multistages Sampling. Methods of analysis using descriptive analysis, ratio, average percentage of expenditure. The results of the study a total of startegic food security for rice in 2009 to tons, tons of cow meat, tons of red chili, and tons of red union. in 2011 to tons of rice, tons of cow meat, to tons of red chili, tons of red union. in 2013 to tons of rice, to tons of cow meat, to tons of red chili, and to tons of red union. Total food consumption strategic in 2009 to tons of rice, to tons of cow meat, to tons of red chili, to tons of red union. In 2011 to tons of rice, to tons of cow meat, to tons of red chili, and to tons of red union. In 2013 to tons of rice, to tons of cow meat, to tons of red chili, and to tons of red union. The ratio of strategic food availability in 2009 lasting only rice food, food security in 2011 also on rice and food security in 2013 shifted to the cow meat. Patterns of consumption with the average total consumption expenditure of strategic food that is Rp /RT/Month. Keywords : Availability, Consumption, Ratio, and Comsumption Patterns Abstrak Penelitian ini bertujuan mengetahui analisis ketersediaan, konsumsi, rasio ketersediaan dan konsumsi pangan strategis dan pola konsumsi. Penelitian di Kota Medan. Metode penarikan sampel menggunakan Multistages sampling. Metode analisis menggunakan analisis deskriptif, rasio, Persentase rata-rata pengeluaran. Hasil penelitian total ketersediaan pangan strategis untuk beras tahun 2009 yaitu ton, daging sapi ton, cabai merah ton, dan bawang merah ton. Tahun 2011 untuk beras ton, daging sapi ton, cabai merah ton, dan bawang merah ton. Tahun 2013 untuk beras ton, daging sapi ton, cabai merah ton, dan bawang merah ton. Total konsumsi pangan strategis tahun 2009 untuk beras yaitu ton, daging sapi ton, cabai merah ton, dan bawang merah ton. Tahun 2011 untuk beras ton, daging sapi ton, cabai merah ton, dan bawang merah ton. Tahun 2013 untuk beras ton, daging sapi ton, cabai merah ton, dan bawang merah ton. Rasio ketersediaan pangan strategis tahun 2009 tahan pangan hanya beras, Tahun 2011 tahan pangan juga pada beras. Tahun 2013 tahan pangan bergeser pada daging sapi. Pola konsumsi masyarakat dengan total rata-rata pengeluaran konsumsi pangan strategis yaitu sebesar Rp /RT/Bulan. Kata Kunci : Ketersedian, Konsumsi, Rasio dan Pola konsumsi

2 PENDAHULUAN Pangan adalah hak asasi manusia. Orientasi dalam mengkonsumsi pangan telah bergeser dari perhatian pada komoditas menjadi perhatian pada nutrisi dan gizi. Kebutuhan nutrisi oleh tubuh hanya dapat dipenuhi dengan mengkonsumsi beraneka ragam pangan. Untuk meningkatkan ketahanan pangan perlu memperhatikan sumber daya, kelembagaan dan budaya lokal, yang salah satunya dilakukan dengan meningkatkan kesadaran masyarakat untuk mengkonsumsi beranekaragam pangan atau memperbaiki pola konsumsinya dengan prinsip gizi seimbang guna membentuk sumber daya manusia yang sehat, aktif, dan produktif. 1 Pola konsumsi pangan dipengaruhi oleh banyak faktor dan pemilihan jenis maupun banyaknya pangan yang dimakan, dapat berlainan dari masyarakat ke masyarakat dan dari negara ke negara. Akan tetapi, faktor- faktor yang tampaknya akan mempengaruhi konsumsi pangan dimana saja di dunia adalah (1) jenis dan banyaknya pangan yang diproduksi dan tersedia, (2) Tingkat pendapatan, (3) Pengetahuan gizi. Apabila jumlah pangan yang ditanam tidak cukup untuk memberikan makan penduduk suatu negara, maka resiko kurang gizi akan tinggi dan gangguan gizi meningkat. Hal ini menyebabkan keadaan kesehatan buruk dan produktivitas rendah tidak hanya pada tingkat lokal tetapi juga pada tingkat nasional. Oleh sebab itu ahli pertanian mempunyai peranan sangat penting dalam pengembangan dan pelaksanaan program pangan dan gizi. Produksi pangan yang lebih banyak dan jenis yang beragam, merupakan langkah pertama menuju ketersediaan pangan yang cukup untuk penduduk. 2 Ketersediaan pangan yang cukup untuk seluruh penduduk di suatu wilayah belum menjamin terhindarnya penduduk dari masalah pangan dan gizi. Kebutuhan pangan untuk konsumsi rumah tangga merupakan hal pokok dalam kelangsungan hidup. Untuk itu, selain ketersediaannya juga perlu diperhatikan pola konsumsi rumah tangga atau keseimbangan kontribusi diantara jenis pangan yang dikonsumsi, sehingga dapat memenuhi standar gizi yang dianjurkan. Pola konsumsi pangan rumah tangga dipengaruhi oleh pola makan sebagian besar penduduk, ketersediaan bahan pangan, dan tingkat pendapatan. Ketersediaan dan konsumsi pangan dapat menjadi masalah utama yang disebabkan oleh adanya kekurangan pemenuhan kebutuhan konsumsi semestinya dimana pada akhirnya untuk memenuhi ketersediaan pangan Kota Medan diperlukan adanya cadangan makanan. 3 Cadangan pangan dalam pemenuhan ketersediaan pangan Kota Medan merupakan komponen yang sangat penting dalam penyediaan pangan yang cukup, beragam, bergizi dan berimbang, baik secara kuantitas maupun secara kualitas, merupakan pondasi yang sangat penting dalam pembangunan sumber daya manusia suatu bangsa. Kekurangan pangan berpotensi memicu keresahan berdampak kepada masalah sosial, keamanan, dan ekonomi. Pemenuhan pangan yang cukup dan berkualitas bagi seluruh penduduk merupakan salah satu tujuan pembangunan pertanian. Disisi lain penyediaan tersebut telah dipenuhi dengan baik seperti yang telah diciri kan oleh pencapaian keberhasilan mempertahankan swasembada beras dan peningkatan ketersediaan pangan lainnya.

3 Tabel 1. Banyaknya Poduksi, Barang Masuk (Impor), Barang Keluar (Ekspor) Dan Persediaan Domestik Bahan Pangan Strategis Kota Medan Tahun 2013 Bahan pangan Produksi Perubahan Barang Masuk Barang Keluar Persediaan No strategis (Keluaran) Stock (Impor) (Ekspor) Domestik 1 Beras Bawang Merah Cabe Merah Daging Sapi Sumber: BKP Medan, 2014 Dilihat dari tabel di atas bahwa Impor bahan pangan strategis Kota Medan yang terbesar adalah dari jenis pangan beras yakni sebesar ton, urutan kedua jenis bahan pangan berasal dari bawang merah yakni sebesar ton dan yang terkecil adalah daging sapi yakni sebesar ton. Ekspor bahan pangan strategis yang terbesar adalah dari jenis bahan pangan beras yakni sebesar ton, urutan kedua jenis bahan pangan berasal dari bawang merah yakni sebesar ton dan yang terkecil adalah daging sapi karena tidak ada yang diekspor dan dapat dilihat bahwa persediaan pangan strategis yang terbanyak yaitu pada beras. Tabel 2. Jumlah Penduduk Dan Laju Pertumbuhan Penduduk Tahun Jumlah Penduduk Laju Pertumbuhan Penduduk (%) , (1,10) , , ,60 Sumber : BKP Medan, 2014 Berdasarkan data BPS Kota Medan diketahui ada penurunan jumlah penduduk Kota Medan dari jiwa pada tahun 2009 menjadi jiwa pada tahun 2010 (hasil Sensus Penduduk tahun 2010 penduduk Kota Medan) dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar -1,10%. Sedangkan pada tahun 2011, jumlah penduduk Kota Medan mengalami peningkatan menjadi jiwa atau tumbuh sebesar 0,93% dari tahun sebelumnya. Sedangkan pada tahun 2012 penduduk Kota Medan sebanyak jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 0,26% dari tahun sebelumnya. Laju pertumbuhan penduduk Kota Medan tahun 2013 sebesar 0,60% dari tahun sebelumnya yakni menjadi Jiwa. Pemenuhan kebutuhan pangan dapat dilihat dari total konsumsi penduduk Kota Medan yang dapat diketahui dengan mengalikan konsumsi pangan per orang dengan jumlah penduduk. Pemenuhan pangan dipengaruhi oleh adanya peningkatan jumlah penduduk. Hal ini berarti jika jumlah penduduk meningkat maka kebutuhan konsumsi akan meningkat yang akhirnya menyebabkan kebutuhan akan pangan meningkat pula. Oleh sebab itu ketersediaan pangan menjadi suatu hal yang penting untuk diperhatikan. Dengan demikian, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Analisis Rasio Ketersediaan Pangan Dan Konsumsi Pangan di Kota Medan. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode deskriptif yaitu suatu metode penelitian yang ditunjukkan untuk menggambarkan fenomena-fenomena yang ada, yang berlangsung saat ini atau saat yang lampau. Penelitian deskriptif dapat mendeskripsikan suatu keadaan saja, tetapi dapat juga mendeskripsikan keadaan dalam tahapantahapan perkembangannya. Metode penentuan daerah penelitian dilakukan secara sengaja (purposive). Lokasi penelitian bertempat di Kota Medan. Jenis penelitian deskriptif ini menggambarkan dan menganalisa ketersediaan pangan dan konsumsi pangan di Kota Medan, dengan empat komoditas pangan strategis di Kota Medan

4 Penentuan sampel penelitian ini adalah dengan cara proportionate stratified random sampling yaitu mengambil sampel secara strata acak sederhana berdasarkan banyaknya jumlah. Populasi dalam penelitian ini adalah petani yang melakukan konversi lahan pertanian baik itu yang melakukan sebagian konversi, maupun melakukan konversi seluruhnya. Populasi pada penelitian ini adalah rumah tangga di Kota Medan sebanyak RT dengan asumsi bahwa rumah tangga tersebut mengkonsumsi pangan strategis seperti beras, cabai merah, bawang merah, dan daging sapi. Penentuan sampel dilakukan dengan cara pengambilan bertahap ganda (Multistages Sampling) yaitu pengambilan sampel yang dilakukan melalui tahap-tahap dengan menggunakan dua atau lebih tahapan. 4 Tahapan-tahapan pelaksanaan yaitu sebagai berikut : 1. Di Kota Medan secara sengaja (purposive) dipilih 3 (tiga) kecamatan yaitu Kecamatan Medan Deli, Medan Marelan, dan Medan Helvetia dengan berdasarkan pertimbangan bahwa kecamatan yang dipilih dapat mewakili secara demografis dan jumlah rumah tangga yang terbanyak sehingga mempengaruhi tingkat konsumsi dan pola konsumsi nya. 2. Dari kecamatan terpilih secara sengaja (purposive) diperoleh populasi jumlah sebanyak RT. 3. Penarikan responden dilakukan secara acak sederhana (simple random sampling), yaitu setiap kecamatan diambil responden sesuai jumlah sampel setiap lokasi penelitian sehingga secara keseluruhan sampel yang dapat mewakili populasi berjumlah 75 rumah tangga (responden). Dengan asumsi bahwa rumah tangga tersebut mengkonsumsi beras, cabai merah, bawang merah dan daging sapi. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data sekunder dan data primer. Data primer diperoleh dari hasil wawancara langsung kepada petani sebagai responden dengan menggunakan daftar pertanyaan (questioner) yang telah dipersiapkan sebelumnya. Sedangkan data sekunder diperoleh dari instansi-instansi terkait. Menyelesaikan masalah satu yaitu bagaimana mengetahui tingkat ketersediaan pangan strategis di Kota Medan, digunakan analisis deskriptif dengan cara melihat data ketersediaan pangan strategis di Kota Medan. Data tersebut bersumber dari Badan Ketahanan Pangan Kota Medan Ketersediaan pangan wilayah untuk suatu komoditas tertentu dapat diformulasikan sebagai berikut : KTSP = PROD + (IP-XP) + SP Dimana: KTSP : ketersediaan pangan untuk dikonsumsi manusia (ton/tahun) PROD : produksi pangan domestik (ton/tahun) (IP-XP) : net impor (IP adalah impor, XP adalah ekspor) (ton/tahun) SP : stok pangan yang dikeluarkan (ton/tahun) Setelah ketersediaan pangan untuk dikonsumsi manusia diketahui dilakukan dalam ton per tahun ke dalam gram per kapita per hari. Ketersediaan pangan wilayah untuk suatu komoditas tertentu (gram/kap/hari) dapat diformulasikan sebagai berikut: KTSP KSP p X 365 hari Dimana : KSP : Ketersediaan pangan (Gram/Kap/Hari) KTSP : ketersediaan pangan untuk dikonsumsi manusia (ton/tahun) p : Jumlah Penduduk (jiwa) 5 Menyelesaikan masalah kedua yaitu bagaimana mengetahui tingkat konsumsi pangan strategis di Kota Medan, digunakan analisis deskriptif dengan cara melihat data konsumsi pangan strategis pertahun di Kota Medan. Data tersebut bersumber dari Badan Ketahanan Pangan Kota Medan.

5 Untuk melihat Konsumsi total dapat dilihat dengan rumus : Ki = Kt p X 365 hari Dimana : Ki : Konsumsi pangan per orang (Gram/Kap/Hari) Kt : Konsumsi total (Gram) p : Jumlah Penduduk (jiwa). 6 Menyelesaikan masalah ketiga dilakukan analisis deskriptif dengan pendekatan rasio ketersediaan pangan strategis dengan konsumsi pangan strategis di Kota Medan. Sehingga, rasio ketersediaan pangan strategis dengan konsumsi pangan strategis di Kota Medan dirumuskan : Rpi = KTSP Kt Dimana : Rpi : Rasio pangan di wilayah i KTSP : ketersediaan pangan untuk dikonsumsi manusia (ton/tahun) Kt : Konsumsi total (Ton) Indikator yakni : Dikatakan ketahanan pangan bila jumlah ketersediaan pangan lebih besar 1,2 kali dibanding dengan jumlah konsumsi pangan: Tidak tahan pangan (rawan pangan) jika RP < 0,8 Tahan pangan tetapi kurang terjamin jika 0,8 < RP < 1,2 Tahan pangan terjamin jika RP > 1,2. 7 Untuk Menyelesaikan masalah 4 digunakan analisis deskrifptif dengan mentabulasi jumlah pengeluaran konsumsi pangan dan dengan menghitung rata-rata pengeluaran konsumsi pangan dengan formulasi sebagai berikut: % rata- rata pengeluaran konsumsi pangan : Jumlah Pengeluaran Konsumsi Pangan Jumlah Total Pengeluaran Rumah Tangga X 100 % HASIL DAN PEMBAHASAN Ketersediaan Pangan Strategis Penyediaan pangan yang cukup, beragam, bergizi dan berimbang, baik secara kuantitas maupun secara kualitas, merupakan pondasi yang sangat penting dalam pembangunan sumber daya manusia suatu bangsa. Kekurangan pangan berpotensi memicu keresahan berdampak kepada masalah sosial, keamanan, dan ekonomi. Pemenuhan pangan yang cukup dan berkualitas bagi seluruh penduduk merupakan salah satu tujuan pembangunan pertanian. Disisi lain penyediaan tersebut telah dipenuhi dengan baik seperti yang telah diciri kan oleh pencapaian keberhasilan mempertahankan swasembada beras dan peningkatan ketersediaan pangan lainnya. Keseimbangan pangan yang menuju kepada keseimbangan gizi senantiasa menjadi salah satu perhatian pemerintah. Keseimbangan gizi artinya adanya keseimbangan antara zat-zat yang diserap tubuh melalui makanan yang dimakan yaitu kalori, protein dan lemak sehingga manusia senantiasa berada dalam keadaan sehat. Untuk lebih jelasnya ketersediaan pangan di Kota Medan dapat dilihat sebagai berikut : Ketersediaan Beras Ketersediaan beras diketahui dari penjumlahan produksi beras, stok, dan net impor yang didapat dari selisih ekspor dan impor. Total ketersediaan beras pada tahun 2009 sebesar ton, pada tahun 2011 sebesar ton, dan pada tahun 2013 sebesar ton. Produksi beras Kota Medan pada tahun 2009 hanya menyumbang sebesar ton dari total ketersediaan sisanya diperoleh dari impor dari luar Medan, sedangkan stok tidak ada untuk membantu ketersediaan beras, untuk ekspor beras Kota Medan tidak ada karena hanya untuk memenuhi kebutuhan beras Kota Medan. Pada tahun 2011 produksi beras menurun menjadi ton, mengakibatkan impor beras naik hampir dua kali lipat dari impor tahun lalu yaitu sebesar ton. Dengan stok beras dari tahun lalu sebesar ton dan dengan mengekspor beras keluar Medan sebesar ton dari total ketersediaan beras Kota Medan pada tahun Sedangkan pada tahun 2013 produksi beras menyumbang hanya sebesar ton dari total ketersediaan beras, dengan impor beras sebesar ton dan stok beras sebesar ton, Kota Medan

6 mengimpor beras sebesar ton. Akibat tingginya jumlah penduduk di Kota Medan membuat pemerintah mengimpor beras untuk mencukupi kebutuhan masyarakatnya. Setelah ketersediaan pangan untuk dikonsumsi manusia diketahui, dilakukan dalam ton per tahun kedalam gram per kapita per hari. Ketersediaan pangan di wilayah tertentu untuk komoditas beras dalam satuan gram per kapita per hari. Didapat bahwa pada tahun 2009 ketersediaan beras sebesar ton/tahun, dengan ketersediaan per kapita 0,396 Kg/hari atau 396,013 gram/hari. Untuk tahun 2011 dengan ketersediaan beras ton/tahun, dengan ketersediaan beras per kapita 0,416 Kg/hari atau 416,506 gram/harinya. Dan untuk tahun 2013 dengan ketersediaan beras yaitu sebesar ton/tahun, dengan ketersediaan per kapita yaitu 0,330 Kg/hari atau 330,015 Gram/hari. Ketersediaan Daging Sapi Ketersediaan daging sapi merupakan penjumlahan dari produksi daging sapi, stok, dan impor lalu dikurangi dengan ekspor. Pada komoditas daging sapi, pemenuhan ketersediaan di Kota Medan di tahun 2009 sebanyak ton, tahun 2011 sebanyak ton dan tahun 2013 sebanyak ton. Bahwa ketergantungan akan daging sapi impor pada tahun 2009 sebesar ton, dengan produksi sebesar ton dan stok tidak ada begitu pun ekspor, karena seluruh ketersediaan daging sapi hanya untuk memenuhi kebutuhan daging sapi di Kota Medan. Di tahun 2011 produksi daging sapi hanya ton dengan impor sebesar ton, dan stok hanya 2 ton. Dan di tahun 2013 mengalami penurunan produksi dengan jumlah produksinya hanya ton dengan impor sebesar ton dengan stok 2 ton. Sumbangan impor untuk ketersediaan yang terlalu besar dibandingkan produksinya. Ketergantungan impor kurang menjamin terpenuhinya kebutuhan penduduk di suatu wilayah. Hal ini dikarenakan pangan impor umumnya fluktuatif dari segi kualitas maupun kuantitasnya, harga yang kurang stabil, dan distribusi yang kurang merata. Tidak ada jaminan bahwa pangan impor dapat menutupi semua kebutuhan penduduk. Oleh karena itu, impor pangan merupakan jalan terakhir yang diambil pemerintah dalam menyediakan pangan untuk penduduk. Setelah ketersediaan pangan untuk dikonsumsi manusia diketahui, dilakukan dalam ton per tahun kedalam gram per kapita per hari. Ketersediaan pangan di wilayah tertentu untuk komoditas daging sapi dalam satuan gram per kapita per hari. Didapat bahwa pada tahun 2009 ketersediaan daging sapi sebesar ton/tahun, dengan ketersediaan per kapita 0,015 Kg/hari atau 15,326 Gram/hari. Untuk ketersediaan daging sapi pada tahun 2011 sebesar ton/tahun, dengan ketersediaan per kapita 0,010 Kg/hari atau 10,249 gram/hari. Sedangkan untuk tahun 2013 ketersediaan daging sapi adalah sebesar ton dengan ketersediaan per kapita 0,013 Kg/hari atau 12,630 gram/hari. Ketersediaan Cabai Merah Ketersediaan cabai merah didapat dari penjumlahan produksi cabai merah dengan stok dan impor, lalu dikurang dengan ekspor. Ketersediaan cabai merah di Kota Medan tahun 2009 sebesar ton, tahun 2011 ketersediaan cabai merah sebesar ton, dan tahun 2013 ketersediaan cabai merah sebesar ton. Bahwa pada tahun 2009 bahwa ketersediaan cabai merah didominasi oleh impor yaitu sebesar ton dengan produksi 535 ton sedangkan stok dan ekspor tidak ada. Pada tahun 2011 impor mengalami peningkatan ketersediaan cabai merah menjadi sebsar ton dengan produksi yang semakin menurun yaitu sebesar 302 ton, begitu pun ditahun sebelumnya stok dan ekspor pun tidak ada. Pada tahun 2013 produksi cabai merah yaitu sebesar 161 ton, ini mengalami kemerosotan dari tahun sebelumnya. Untuk ketersediaan cabai merah, Kota Medan mengimpor dari luar Medan sebesar ton untuk memenuhi kebutuhan akan cabai merah

7 karena stok tidak ada dan Kota Medan mengekspor cabai merah sebesar 476 ton. Setelah ketersediaan pangan untuk dikonsumsi manusia diketahui, dilakukan dalam ton per tahun kedalam gram per kapita per hari. Ketersediaan pangan di wilayah tertentu untuk komoditas cabai merah dalam satuan gram per kapita per hari. Didapat bahwa pada tahun 2009 ketersediaan cabai merah sebesar ton/tahun dengan ketersediaan per kapita 0,006 kg/hari atau 6,547 gram/hari. Untuk ketersediaan cabai merah pada tahun 2011 sebesar ton/tahun, dengan ketersediaan per kapita 0,032 kg/hari atau 32,340 Gram/hari. Sedangkan tahun 2013 ketersediaan cabai merah adalah sebesar ton/tahun dengan ketersediaan per kapita 0,013 kg/hari atau 13,285 gram/hari. Ketersediaan Bawang Merah Ketersediaan bawang merah didapat dari penjumlahan produksi bawang merah dengan stok dan impor, lalu dikurang dengan ekspor. Ketersediaan bawang merah di Kota Medan tahun 2009 sebesar ton. Pada tahun 2011 ketersediaan bawang merah sebesar ton, dan di tahun 2013 ketersediaan bawang merah sebesar ton. Ketersediaan bawang merah disumbang sepenuhnya dari impor luar Kota Medan baik tahun 2009 sebanyak ton, tahun 2011 sebanyak ton dan tahun 2013 sebanyak ton. Pada bawang merah terjadi ketergantungan ketersediaan secara keseluruhan dari impor. Tidak ada stok maupun ekspor untuk komoditas bawang merah di Kota Medan kecuali pada tahun 2013 adanya ekspor bawang merah sebanyak ton. Hal ini dapat membuat instabilitas ketersediaan pangan di Kota Medan bila ada gangguan dari daerah pasokan. Gangguan-gangguan ini dapat disebabkan oleh produksi yang menurun di daerah pemasok, bencana alam, atau kemacetan distribusi pangan tersebut. Setelah ketersediaan pangan untuk dikonsumsi manusia diketahui, dilakukan dalam ton per tahun kedalam gram per kapita per hari. Ketersediaan pangan di wilayah tertentu untuk komoditas bawang merah dalam satuan gram per kapita per hari. Didapat bahwa pada tahun 2009 ketersediaan bawang merah sebesar ton/tahun dengan ketersediaan per kapita 0,014 Kg/hari atau 14,274 Gram/hari. Untuk ketersediaan bawang merah tahun 2011 sebesar ton/tahun, dengan ketersediaan per kapita 0,025 kg/hari atau 24,933 Gram/hari. Sedangkan tahun 2013 ketersediaan bawang merah adalah sebesar ton/tahun dengan ketersediaan bawang merah per kapita 0,010 kg/hari atau 10,476 gram/hari. Konsumsi Pangan Strategis Konsumsi pangan strategis adalah besarnya penggunaan bahan pangan suatu daerah dalam satu tahun oleh sejumlah penduduk di daerah tersebut. Konsumsi pangan di Kota Medan umumnya dipenuhi dari impor pangan luar Kota Medan. Konsumsi bahan pangan terdiri dari konsumsi untuk bahan makanan, pakan ternak, bibit, dan ada yang tercecer saat panen maupun proses distribusi dari produsen menuju konsumen. Namun, konsumsi bahan pangan selalu didominasi oleh pemakaian sebagai bahan makanan penduduk. Konsumsi pangan ini dibagi atas kilogram per hari dan gram per hari. Dan untuk lebih jelasnya dapat dilihat dan dijelaskan sebagai berikut : Konsumsi Beras Konsumsi beras (local rice/sticky rice) merupakan konsumsi terbesar dari beberapa pangan strategis. Hal ini dikarenakan karena kebiasaan masyarakat yang menjadikan nasi sebagai makanan utama. Jumlah pemakaian beras di Kota Medan tahun 2009 sebesar ton, tahun 2011 sebesar ton, dan tahun 2013 sebesar ton. Pada tahun 2009 pemakaian beras untuk konsumsi sebagai bahan makanan sebesar 97,33% dari total pamakaian beras atau sebanyak ton. Sebesar 0,17% dari total pemakaian beras atau sebanyak 521 ton, digunakan sebagai pakan ternak dan sisanya tercecer pada saat panen maupun saat distribusi beras tersebut sampai ke

8 tangan konsumen, yaitu sebesar ton atau 2,50% dari total pemakaian beras di Kota Medan. Tidak terdapat pemakaian beras menjadi bibit pada pemakaian beras di Kota Medan. Pada tahun 2011 pemakaian beras untuk dikonsumsi sebagai bahan makanan sebesar 96,67% dari total pemakaian beras atau sebanyak ton, sebesar 0,66% atau sebanyak ton digunakan untuk diolah dan sebanyak 370 ton dari total pemakaian atau sebesar 0,17% sebagai pakan ternak dan sisanya 2,50% dari total pemakaian beras atau sebanyak ton tercecer. Pada tahun 2013 sebesar 96,67% dari total pemakaian beras untuk dikonsumsi sebagai bahan makanan atau sebanyak ton. Sebesar 2,50% atau sebanyak ton tercecer. Sebanyak ton atau 0,66% dari total pemakaian beras diolah dan sisanya 0,17 atau 404 ton dijadikan pakan ternak. Setelah bahan makanan pangan untuk dikonsumsi manusia diketahui, dilakukan konversi angka untuk dikonsumsi manusia dalam ton per tahun kedalam gram per kapita per hari. Konsumsi pangan di wilayah tertentu untuk komoditas beras dalam satuan gram per kapita per hari. Didapat bahwa pada tahun 2009 konsumsi beras sebesar ton per tahun dengan konsumsi per kapita 0,385 kg/hari atau 385,439 gram/hari. Untuk konsumsi beras pada tahun 2011 sebesar ton/tahun, dengan konsumsi beras per kapita 0,272 kg/hari atau 272,299 gram/hari. Sedangkan tahun 2013 dengan konsumsi beras adalah sebesar ton dengan konsumsi per kapita 0,295 Kg/hari atau 294,808 gram/hari. Konsumsi Daging Sapi Konsumsi total daging sapi (cow meat) di Kota Medan tahun 2009 sebesar ton. Pada tahun 2011 sebesar ton dan pafa tahun 2013 konsumsi daging sapi sebesar ton. Daging sapi merupakan konsumsi daging terbesar penduduk Kota Medan. pada tahun 2009 konsumsi daging sapi untuk bahan makanan mencakup 95% yaitu sebesar ton dari total pamakaian daging sapi di Kota Medan. Daging sapi tidak digunakan untuk pakan ternak dan bibit. Sebesar 5% dari total pemakaian daging sapi, tercecer sebanyak 593 ton pada saat distribusi daging hingga sampai ke konsumen. Pada tahun 2011 sama halnya di tahun 2009 yaitu 95% dari total pemakaian daging sapi untuk konsumsi daging sapi untuk bahan makanan atau dimakan sebanyak ton dan 5% dari total pemakaian daging sapi sebesar 396 ton. Sedangkan pemakaian daging sapi untuk pakan ternak, bibit, dan diolah tidak ada. Untuk tahun 2013 mengalami penurunan jumlah konsumsi daging sapi untuk dimakan menjadi sebanyak ton atau sebesar 94, 72 % dari total pemakaian daging sapi, untuk yang tercecer sebesar 4,96 % dari total pemakaian daging sapi atau sebanyak 78 ton dan adanya pemakaian daging sapi untuk diolah sebesar 0,33% dari total pemakaian daging sapi atau sebanyak 5 ton. Setelah bahan makanan pangan untuk dikonsumsi manusia diketahui, dilakukan dalam ton per tahun kedalam gram per kapita per hari. Konsumsi pangan di wilayah tertentu untuk komoditas daging sapi dalam satuan gram per kapita per hari. Didapat bahwa pada tahun 2009 konsumsi daging sapi sebesar ton/tahun dengan konsumsi per kapita 0,014 kg/hari atau 14,560 gram/hari. Untuk konsumsi daging sapi pada tahun 2011 sebesar ton/tahun, dengan konsumsi daging sapi per kapita 0,010 kg/hari atau 9,734 gram/hari. Sedangkan tahun 2013 konsumsi daging sapi adalah sebesar ton dengan konsumsi daging sapi per kapita 0,002 kg/hari atau 1,911 gram/hari. Konsumsi Cabai Merah Cabai merah termasuk dalam golongan sayur-sayuran. Konsumsi cabai merah merupakan lima terbesar diantara sayur-sayuran setelah bawang merah, terong, sawi, dan bawang putih. Konsumsi total cabai merah (chillies) tahun 2009 di

9 Kota Medan sebesar ton, tahun 2011 sebesar ton dan tahun 2013 sebesar ton. pada tahun 2009 sebesar 94,02% dari pemakaian cabai merah yang digunakan untuk bahan makanan di Kota Medan atau sebanyak ton cabai merah. Sebesar 0,71% dari total pemakaian cabai merah digunakan sebagai bibit atau sebesar 36 ton cabai merah. Dan sisanya yang tercecer sebesar 5,27% dari total pemakaian cabai merah atau sebanyak 267 ton, cabai merah tercecer pada saat panen maupun saat distribusi sampai ke tangan konsumen. Pada tahun 2011 dari total pemakaian cabai merah 93,97% untuk yang dimakan atau di konsumsi yaitu sebesar ton cabai merah, dengan ton atau 5,27% dari total pemakaian tercecer, dan untuk diolah sebanyak 12 ton atau 0,05% dari total pemakaian cabai merah, untuk 0,7 % dari total pemakaian cabai merah digunakan sebagai bibit atau sebanyak 177 ton, untuk pakan ternak tidak ada. Tahun 2013 untuk pemakaian cabai merah yang digunakan untuk konsumsi sebanyak ton atau 93,96% dari total pemakaian cabai merah, digunakan untuk bibit sebanyak 74 ton atau 0,71% dari total pemakaian cabai merah. Sebanyak 5 ton cabai merah diolah atau 0,005% dari total pemakaian, dan yang tercecer sebesar 5,27% dari total pemakaian cabai merah atau sebanyak 546 ton cabai merah. Setelah bahan makanan pangan untuk dikonsumsi manusia diketahui, dilakukan dalam ton per tahun kedalam gram per kapita per hari. Konsumsi pangan di wilayah tertentu untuk komoditas cabai merah dalam satuan gram per kapita per hari. Didapat bahwa pada tahun 2009 konsumsi cabai merah sebesar ton/tahun dengan konsumsi cabai merah per kapita 0,006 kg/hari atau 6,156 gram /hari. Konsumsi cabai merah pada tahun 2011 sebesar ton/tahun, dengan konsumsi cabai merah sebesar 0,030 kg/hari atau 30,389 gram/hari. Sedangkan ditahun 2013 konsumsi cabai merah adalah sebesar ton/tahun dengan konsumsi cabai merah per kapita 0,012 kg/hari atau 12,482 gram/hari. Konsumsi Bawang Merah Bawang merah (union) termasuk dalam golongan sayur-sayuran. Jumlah konsumsi bawang merah merupakan yang tertinggi diantara golongan sayur-sayuran lainnya. Konsumsi total bawang merah tahun 2009 di Kota Medan sebesar ton, tahun 2011 sebesar ton, dan tahun 2013 sebesar ton. Pada tahun 2009 untuk pemakaian bawang merah yang dikonsumsi sebagai bahan makanan sebanyak ton atau sebesar 97,33% dari total pemakaian bawang merah di Kota Medan. Bawang merah yang tercecer sebanyak 276 ton atau 2,50% dari total pemakaian bawang merah, Sisanya untuk pakan ternak sebesar 19 ton atau 0,17% dari total pemakaian bawang merah di Kota Medan. Pada tahun 2011 untuk pemakaian beras sebagai bahan makanan atau yang dimakan ssebanyak ton atau 91,4% dari total pemakaian bawang merah, sebanyak ton atau 8,36% tercecer dan sebanyak 46 ton untuk dijadikan bibit atau 0,24 % dari total pemakaian bawang merah. Pada tahun 2013 pemakaian bawang merah untuk yang dimakan sebanyak ton atau 91,39% dari total pemakaian bawang merah di Kota Medan, sedangkan sebesar 8,36% dari total pemakaian bawang merah atau sebanyak 683 ton tercecer pada saat panen dan distribusi, dan sisanya 0,24% dijadikan bibit atau sebnayak 20 ton. Setelah bahan makanan pangan untuk dikonsumsi manusia diketahui, dilakukan dalam ton per tahun kedalam gram per kapita per hari. Konsumsi pangan di wilayah tertentu untuk komoditas bawang merah dalam satuan gram per kapita per hari. Didapat bahwa pada tahun 2009 konsumsi bawang merah sebesar ton/tahun, dengan konsumsi bawang merah per kapita 0,005 kg/hari atau 13,893 gram/hari. Untuk konsumsi bawang merah pada tahun 2011 sebesar ton/tahun, dengan konsumsi bawang merah per kapita 0,023 kg/hari atau

10 22,789 gram/hari. Sedangkan tahun 2013 konsumsi bawang merah adalah sebesar ton/tahun, dengan konsumsi bawang merah per kapita 0,009 kg/hari atau 9,576 gram/hari. Rasio Ketersediaan dan Konsumsi Pangan di Kota Medan Rasio ketersediaan pangan dengan konsumsi pangan merupakan hal yang penting diketahui untuk menyusun kebijakan-kebijakan yang diambil oleh pemerintah dalam menjaga ketahanan pangan. Rasio ini terdiri dari 2 aspek penting yaitu ketersediaan dan konsumsi. Ketersediaan meliputi produksi, stok pangan dan net impor. Sedangkan konsumsi berhubungan langsung dengan jumlah penduduk. Dari angka rasio pangan ini dapat diketahui bagaimana tingkat ketahanan pangan Kota Medan. Adapun tingkat ketahanan pangan terdiri dari rawan pangan, tahan pangan namun rentan, dan tahan pangan. Tingkat ketahanan pangan yang pertama yaitu tahan pangan. Tahan pangan merupakan kondisi dimana rasio ketersediaan pangan dan konsumsi pangan lebih dari 1,2. Tingkat kedua, tahan pangan namun rentan yaitu dimana rasio ketersediaan pangan dan konsumsi pangan antara 0,8 sampai 1,2. Tingkat ketahanan pangan yang ketiga yaitu rawan pangan. Ketahanan pangan dimana rasio ketersediaan pangan dan konsumsi pangan lebih kecil dari 0,8. Dapat diketahui bahwa keempat pangan strategis yang meliputi beras, cabai merah, bawang merah, dan daging sapi. Pada tahun 2009 kondisi ketahanan pangan berada pada Rentan Pangan kecuali komoditi beras. Keadaan tahan pangan di tempati oleh komoditi beras dengan rasio 1,329 dengan rasio terkecil 1,027 dengan komoditi bawang merah. Pada tahun 2011 kondisi ketahanan pangan berada pada keadaan Rentan Pangan dan sama halnya di tahun sebelumnya komoditi beras berada pada keadaan tahan pangan dengan rasio 1,529 dengan rasio terkecil oleh komoditi daging sapi dengan rasio 1,053. Pada tahun 2013 kondisi ketahanan pangan berada pada Rentan Pangan untuk ketiga komoditi yaitu beras, bawang merah, dan cabai merah. Sedangkan komoditi daging sapi di tahun 2013 berada pada keadaan tahan pangan dengan rasio 6,607. Disusul oleh komoditi beras dengan rasio 1,119, nilai ini masih dibawah 1,2 sehingga masih dikategorikan rentan pangan. Rasio terkecil ditahun 2013 ini ditempati oleh komoditi cabai merah dengan rasio 1,064. Dapat dilihat pada Tabel 27 tidak terjadi perubahan ketahanan pangan komoditi beras pada tahun 2009 dan 2011, pada tahun ini keadaan tahan pangan diakibatkan karena rasio ketersediaan dan konsumsi pangan yang berada di atas 1,2. Hal ini disebabkan oleh pada tahun 2009 ketersediaan pangan melebihi konsumsi pangan sehingga memiliki sisa bahan makanan yang dapat dijadikan stok tahun berikutnya yaitu tahun 2011, sehingga keadaan ditahun 2011 masih dalam keadaan tahan pangan. Sedangkan dari tahun 2011 ketahun 2013 terjadi perubahan dari tahan pangan ke rentan pangan disebabkan karena ketersediaan beras menurun dan di imbangi pula dengan konsumsi beras yang menurun tetapi jumlah penduduk di tahun 2013 meningkat dari tahun berikutnya. Ketersediaan menurun karena stok tahun sebelumnya sedikit dan adanya ekspor keluar daerah. Terjadinya ekspor bertujuan untuk perdagangan, pemasaran dan diedarkan. Rentan pangan adalah keadaan tahan pangan tetapi ketersediaan hanya mampu menutupi konsumsi pangan masyarakat Kota Medan. Untuk komoditi daging sapi, keadaan tahan pangan pada tahun 2009 dan 2011 pada keadaan rentan pangan. Hal ini dikarenakan ketersediaan pangan hanya mampu menutupi konsumsi pangan saja, sehingga berimbas pada tahun sesudahnya dalam penyediaan stok. Tahun 2011 keadaan rentan pangan dapat disebabkan karena penyediaan stok dan produksi sedikit dan impor pun menurun, walaupun jumlah penduduk meningkat tetapi total konsumsi

11 pangan menurun tetapi tidak ketersediaan pun sedikit, sehingga rasio masih dalam keadaan antara 0,8 sampai 1,2, yang disimpulkan ketersediaan hanya mampu menutupi konsumsi pangan. Tetapi keadaan tahan pangan di tahun 2013 ini disebabkan karena rasio diatas 1,2 yaitu 6,607, disebabkan jumlah ketersediaan ini meningkat dari tahun sebelumnya sedangkan konsumsi menurun sekali, dan jumlah penduduk meningkat, hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti: faktor kesehatan, faktor ekonomi, faktor alam, atau faktor dimana masyarakat mencari barang pangan subtitusi dari daging sapi menjadi ikan misalnya, untuk mencari gizi yang sama yang terdapat pada daging sapi. Untuk komoditi cabai merah dan bawang merah memiliki keadaan yang rentan pangan pada tahun 2009, 2011, dan tahun Ini disebabkan bahwa pemerintah Kota Medan menyediakan pasokan pangan hanya untuk memenuhi kebutuhan pangan atau hanya untuk mencukupi konsumsi pangan masyarakat Kota Medan. Tahan pangan menuntut adanya kemampuan menjaga tingkat produksi domestik ditambah dengan kemampuan untuk mengimpor pangan agar dapat memenuhi kebutuhan (kecukupan) pangan penduduk. Kota Medan sangat bergantung dengan pasokan dari luar pangan. Ketergantungan akan pasokan pangan dalam penyediaan pangan merupakan hal yang kurang aman untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan. Untuk mengatasi hal ini pemerintah dan masyarakat perlu membangun suatu sistem kewaspadaan, yang mampu mendeteksi secara dini adanya gejala kerawanan pangan di sekitarnya serta dapat meresponnya dengan cepat dan efektif. Penanganan yang cepat dan tepat sangat diperlukan untuk menghindarkan masyarakat tersebut dari kerawanan yang parah, dengan segala dampak yang mengikutinya. Pada masa yang akan datang upayaupaya memantapkan swasembada beras dan pencapaian swasembada lainnya perlu difokuskan pada terwujudnya ketahanan pangan, diversifikasi konsumsi pangan serta terjaminnya keamanan pangan. Strategi yang sangat penting demi terciptanya ketahanan pangan yang terjamin yaitu penyimpanan pangan pada gudang pangan. Pemerintah Kota Medan perlu meningkatkan stok pangan pada BULOG untuk menjaga stabilitas ketersediaan pangan di Kota Medan bila terjadi instabilitas pasokan maupun impor dari luar Kota Medan. Perlunya stok pangan di gudang pangan Kota Medan bukan hanya pada komoditas beras saja, bahkan untuk pangan strategis lain seperti cabai merah, bawang merah, dan daging sapi. Hal ini dikarenakan pola konsumsi masyarakat Kota Medan lazim menggunakan bahan pangan ini yang sudah menjadi budaya di masyarakatnya. Pola konsumsi Masyarakat di Kota Medan Mengetahui pola konsumsi masyarakat Kota Medan, dapat dilihat dari data konsumsi pangan strategis dan dihitung rata-rata pengeluaran masyarakat terhadap konsumsi pangan. Dan dapat dijelaskan lebih jelas sebagai berikut : Data Konsumsi Beras Pola konsumsi untuk Konsumsi beras di Kota Medan dapat dilihat bahwa masyarakat Kota Medan mengkonsumsi beras dalam sebulan untuk 1-5 kg sebanyak 2,67% atau sebanyak 2 rumah tangga. Konsumsi pada 6-10 sebanyak 34,67% atau 26 rumah tangga yang mengkonsumsi beras. Konsumsi sebesar 14,67% dari total responden atau tepatnya 11 rumah tangga yang mengkonsumsi beras. Untuk konsumsi dengan persentase sebesar 21,33% dari total responden atau tepatnya 16 rumah tangga yang mengkonsumsi beras, pada konsumsi 21-25, sebesar 10,67% dari total responden ada 8 rumah tangga yang mengkonsumsi beras, dari konsumsi 26-30, sebesar 14,67% dari tota responden atau 11 rumah tangga yang mengkonsumsi beras, pada konsumsi 31+ hanya 1,33% dari total

12 responden atau hanya ada 1 responden yang mengkonsumsi beras. Persentase yang terbesar berada pada konsumsi 6-10 dengan menyumbang 34,67% atau sebanyak 26 rumah tangga. Selanjutnya pada konsumsi dengan menyumbang 21,33% atau sebanyak 16 rumah tangga. Berarti rata-rata rumah tangga mengonsumsi beras dari 6 kg sampai 10 kg, dan 16 sampai 20 kg. Data Konsumsi Daging Sapi Pola konsumsi untuk konsumsi daging sapi di Kota Medan dapat dilihat bahwa masyarakat Kota Medan yang mengkonsumsi beras sebesar 0-0,5 dengan 54,67% dari total responden, ada 41 rumah tangga yang mengkonsumsi daging sapi. Konsumsi pada 0,6-1,0 dengan persentase 38,67% dari total responden, tepatnya ada 29 rumah tangga yang mengkonsumsi daging sapi. Dari konsumsi 1,1-1,5 hanya 1,33% atau 1 rumah tangga yang mengkonsumsi daging sapi. Pada konsumsi 1,6-2,0 memiliki 5,33%, hanya 4 rumah tangga yang mengkonsumsi daging sapi. Persentase tertinggi sebesar 54,67% pada konsumsi 0-0,5 atau sebanyak 41 rumah tangga yang mengkonsumsi daging sapi dan 38,67% pada konsumsi 0,6-1,0 sebanyak 29 rumah tangga yang mengkonsumsi daging sapi, berarti rumah tangga mengonsumsi daging sapi antara 0 sampai 0,5 kg dan 0,6 sampai 1 kg. Data Konsumsi Cabai Merah Pola konsumsi untuk konsumsi cabai merah di Kota Medan dapat dilihat bahwa masyarakat Kota Medan yang mengkonsumsi cabai merah pada konsumsi 0-0,5 dengan 36% dari total responden, ada 27 rumah tangga yang mengkonsumsi cabai merah, dari konsumsi 0,6-1 dengan persentase 40%, ada 30 rumah tangga yang mengkonsumsi cabai merah. Pada konsumsi 1,1-1,5 dengan 5,33% dari total responden ada 4 rumah tangga, pada konsumsi 1,6-2,0 dengan 12% dari total responden, ada 9 rumah tangga yang mengkonsumsi cabai merah. Pada konsumsi 2,1-2,5 hanya 1,33% atau 1 rumah tangga yang mengkonsumsi cabai merah. Dan terakhir 2,6-3,0 orang hanya 5,33% atau ada 4 rumah tangga. Persentase terbesar yaitu 40% dimana ada 30 rumah tangga yang mengkonsumsi cabai merah antara 0,6 sampai 1 kg dalam satu bulan dan 36% atau ada 27 rumah tangga yang mengkonsumsi cabai merah antara 0-0,5 kg. Data Konsumsi Bawang Merah Pola konsumsi untuk konsumsi bawang merah di Kota Medan dapat dilihat bahwa masyarakat Kota Medan yang mengkonsumsi bawang merah antara 0-0,5 memiliki 21,33% atau ada 16 rumah tangga yang mengkonsumsi bawang merah, pada konsumsi 0,6 1 atau 52%, ada 39 rumah tangga yang mengkonsumsi bawang merah, antara 1,1 1,5 dengan persentase 8%, ada 6 rumah tangga dan pada konsumsi 1,6 2,0 dengan persentase 16%, ada 12 rumah tangga yang mengkonsumsi bawang merah, pada konsumsi 2,1-2,5 dan 2,6-3 dengan memiliki persentase yang sama yaitu 1,33% atau hanya ada 1 rumah tangga yang mengkonsumsi bawang merah. Persentase tertinggi dalam mengkonsumsi bawang merah yaitu 52% pada konsumsi 0,6 1 dengan jumlah 39 rumah tangga yang mengkonsumsi bawang merah. Berarti banyak rumah tangga yang mengkonsumsi bawang merah dalam satu bulan pada berkisar 0,6 sampai 1 kg. Dan pada konsumsi 0-0,5 dengan 21,33% dimana ada 16 rumah tangga yang mengkonsumsi bawang merah, artinya ada 16 rumah tangga mengkonsumsi bawang merah dalam satu bulan berkisar antara 0 sampai 0,5 kg. Rata-rata pengeluaran konsumsi pangan untuk empat komoditi seperti beras, daging sapi, cabai merah, dan bawang merah adalah sebesar Rp ,38/RT/bulan. Dapat dijelaskan bahwa rata-rata pengeluaran pangan untuk konsumsi beras sebesar Rp /RT/bulan. Beras menyumbang 54,09% dalam total pengeluaran konsumsi pangan strategis. Untuk rata-rata pengeluaran konsumsi daging sapi menyumbang 27,44% dari total pengeluaran konsumsi pangan strategis dengan rata-rata pengeluaran Rp /RT/bulan. Untuk rata-rata pengeluaran konsumsi cabai merah, cabai

13 merah menyumbang 10,67% dari total ratarata pengeluaran konsumsi pangan strategis dengan rata-rata pengeluaran yaitu sebesar Rp /RT/bulan. Untuk pengeluaran konsumsi bawang merah, bawang merah menyumbang 7,80% dari total rata-rata pengeluaran pangan strategis dengan rata-rata pengeluaran konsumsi bawang merah yaitu sebesar Rp /RT/bulan. Rata-rata pengeluaran konsumsi pangan strategis tertinggi ditempati oleh beras, dimana beras menyumbang 54,09% dari total rata-rata pengeluaran beras. Lebih dari 50% pengeluaran konsumsi didominasi oleh beras, hal ini disebabkan karena beras merupakan pangan pokok yang paling utama yang dikonsumsi oleh masyarakat Kota Medan. Masyarakat Kota Medan cenderung mengkonsumsi beras sebagai pangan pokok, dimana masyarakat Kota Medan tidak tertarik atau tidak biasa dengan barang subtitusi dari barang pangan pokok seperti ubi, jagung, talas dan lain-lain. Dan kemungkinan besar di Kota Medan cukup sulit mendapatkan bahan pangan seperti itu, karena tidak setiap hari ada, dan tersedia sebagaimana beras. Setelah beras rata-rata pengeluaran konsumsi pangan ditempati oleh daging sapi dengan menyumbang 27,44%, dari total rata-rata pengeluaran konsumsi pangan. Hal ini dikarenakan oleh harga daging sapi yang begitu tinggi dibandingkan pangan yang lain, sehingga pengeluaran daging sapi pun ikut tinggi walau tidak diimbangi dengan konsumsinya. Dengan rata-rata pendapatan masyarakat Kota Medan yaitu sebesar Rp /bulan dapat dilihat persentase rata-rata pendapatan yang dibandingkan dengan total pengeluaran tiap jenis pangan strategis, agar dapat dilihat persentase perbandingan pengeluaran bahan pangan strategis terhadap pendapatan masyarakat Kota Medan. Persentase rata-rata pendapatan untuk beras yaitu sebesar 4,62%, dimana dari rata-rata pendapatan masyarakat Kota Medan sebesar Rp /bulan dikeluarkan 4,62% untuk membeli beras. Untuk daging sapi, masyarakat Kota Medan mengeluarkan 2,34% dari total rata-rata pendapatan masyarakat. Untuk bahan pangan cabai merah, masyarakat mengeluarkan 0,91% dari total rata-rata pendapatan untuk membeli atau berbelanja cabai merah. Untuk bahan pangan bawang merah, masyarakat mengeluarkan 0,67% dari total rata-rata pendapatan masyarakat untuk membeli atau berbelanja bawang merah dalan satu bulan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa masyarakat hanya mengeluarkan 8,74% dari total rata-rata pendapatan untuk mengkonsumsi pangan strategis dalam 4 jenis seperti beras, daging sapi, cabai merah dan bawang merah. sedangkan selebihnya masyarakat Kota Medan mengkonsumsi barang pangan yang lain dan barang non pangan. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Adapun hal yang dapat disimpulkan adalah sebagai berikut : 1. Total ketersediaan pangan strategis pada tahun 2009 untuk beras yaitu sebesar ton, daging sapi sebesar ton, cabai merah sebesar ton, dan bawang merah sebesar ton. Tahun 2011 untuk beras sebesar ton, daging sapi sebesar ton, cabai merah sebesar ton, dan bawang merah sebesar ton. Tahun 2013 untuk beras sebesar ton, daging sapi sebesar ton, cabai merah sebesar ton, dan bawang merah sebesar ton 2. Total konsumsi pangan strategis pada tahun 2009 untuk beras yaitu sebesar ton, daging sapi sebesar ton, cabai merah sebesar ton, dan bawang merah sebesar ton. Tahun 2011 untuk beras sebesar ton, daging sapi sebesar ton, cabai merah sebesar ton, dan bawang merah sebesar ton. Tahun 2013 untuk beras sebesar ton, daging sapi sebesar 1.490

14 ton, cabai merah sebesar ton, dan bawang merah sebesar ton 3. Rasio ketersediaan pangan strategis pada tahun 2009 untuk yang tahan pangan yaitu beras, sedangkan untuk daging sapi, cabai merah, dan bawang merah pada rentan pangan. Tahun 2011 untuk yang tahan pangan juga pada beras, sedangkan untuk daging sapi, cabai merah, dan bawang merah tetap rentan pangan. Tahun 2013 untuk yang tahan pangan bergeser pada daging sapi, sedangkan beras, cabai merah, dan bawang merah tetap rentan pangan. 4. Pola konsumsi konsumsi masyarakat dengan rata- rata pengeluaran konsumsi pangan strategis untuk beras yaitu sebesar Rp , daging sapi sebesar Rp , cabai merah sebesar Rp , dan bawang merah sebesar Rp Sehingga total rata-rata pengeluaran konsumsi pangan strategis yaitu sebesar Rp /RT/Bulan. Saran Adapun hal yang dapat disarankan adalah 1. Kepada Pemerintah : Hendaknya lebih meningkatkan Pemenuhan pangan yang cukup dan berkualitas bagi seluruh penduduk agar tercapainya swasembada beras dan peningkatan ketersediaan pangan lainnya. 2. Kepada Masyarakat : Pentingnya diversivikasi pangan dan mengurangi atau mengganti konsumsi pangan seperti pangan strategis. DAFTAR PUSTAKA 5. Badan Ketahanan Pangan Kota Medan Analisis Dan Penyusunan pola Konsumsi Dan Supply Pangan Kota Medan. Medan 6. Efendi S, Tukiran Metode Penelitian Survei. LP3ES. Jakarta 7. Puji, A Analisis Rasio Ketersediaan Dan Konsumsi Pangan Strategis di Kota Medan. Universitas Sumatera Utara. Medan. 1. Hanafie, R Pengantar Ekonomi Pertanian. C.V ANDI OFFSET. Yogyakarta. 2. Suhardjo, dkk, Pangan, gizi, dan pertanian. Penerbit ui press, Jakarta 3., 2013, Perencanaan Pangan Dan Gizi, Penerbit Bumi Aksara, Bogor 4. Badan Ketahanan Pangan Kota Medan, Publikasi Neraca Bahan Makanan Kota Medan Medan

ANALISIS RASIO KETERSEDIAAN DENGAN KONSUMSI PANGAN DI KOTA MEDAN

ANALISIS RASIO KETERSEDIAAN DENGAN KONSUMSI PANGAN DI KOTA MEDAN ANALISIS RASIO KETERSEDIAAN DENGAN KONSUMSI PANGAN DI KOTA MEDAN Puji Adelina S 1), Satia Negara Lubis 2) dan Sri Fajar Ayu 3) 1) Alumni Fakultas Pertanian USU 2) dan 3) Staf Pengajar Program Studi Agribisnis

Lebih terperinci

yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pangan yang cenderung terus meningkat tampaknya akan menghadapi kendala yang cukup berat.

yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pangan yang cenderung terus meningkat tampaknya akan menghadapi kendala yang cukup berat. PROGNOSA KETERSEDIAAN PANGAN (BERAS, GULA PASIR, MINYAK GORENG, BAWANG MERAH, CABE MERAH, TELUR AYAM, DAGING AYAM, DAGING SAPI DAN KACANG TANAH) SAAT HBKN DI KOTA MEDAN Sukma Yulia Sirait 1), Ir. Lily

Lebih terperinci

DATA STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2014

DATA STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2014 DATA STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2014 BADAN KETAHANAN PANGAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2015 1 Perkembangan Produksi Komoditas Pangan Penting Tahun 2010 2014 Komoditas Produksi Pertahun Pertumbuhan Pertahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan luas wilayah terbesar se-asia

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan luas wilayah terbesar se-asia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan luas wilayah terbesar se-asia Tenggara, jumlah penduduknya kurang lebih 220 juta jiwa, dengan laju pertumbuhan rata-rata 1,5% per

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Beras merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian besar penduduk

BAB I PENDAHULUAN. Beras merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian besar penduduk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beras merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia yang memberikan energi dan zat gizi yang tinggi. Beras sebagai komoditas pangan pokok dikonsumsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ketahanan pangan merupakan kondisi terpenuhinya pangan rumah tangga yang

BAB I PENDAHULUAN. Ketahanan pangan merupakan kondisi terpenuhinya pangan rumah tangga yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Ketahanan pangan merupakan kondisi terpenuhinya pangan rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Tempat dan Waktu

METODE PENELITIAN. Tempat dan Waktu METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Sinjai Provinsi Sulawesi Selatan dengan penentuan lokasi secara purposive. Penelitian ini berlansung selama 2 bulan, dimulai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor di bidang ekonomi yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor di bidang ekonomi yang memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor di bidang ekonomi yang memiliki arti dan kedudukan penting dalam pembangunan nasional. Sektor ini berperan sebagai sumber

Lebih terperinci

22/02/2017. Outline SURVEI KONSUMSI PANGAN. Manfaat survei konsumsi pangan. Metode Survei Konsumsi Pangan. Tujuan Survei Konsumsi Pangan

22/02/2017. Outline SURVEI KONSUMSI PANGAN. Manfaat survei konsumsi pangan. Metode Survei Konsumsi Pangan. Tujuan Survei Konsumsi Pangan Outline SURVEI KONSUMSI PANGAN Pengantar Survei Konsumsi Pangan Tujuan Survei Konsumsi Pangan Metode berdasarkan Jenis Data yang diperoleh Metode berdasarkan Sasaran Pengamatan Neraca Bahan Makanan Pola

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kecukupan pangan bagi suatu bangsa merupakan hal yang sangat strategis untuk

I. PENDAHULUAN. kecukupan pangan bagi suatu bangsa merupakan hal yang sangat strategis untuk I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan manusia yang paling azasi, sehingga ketersedian pangan bagi masyarakat harus selalu terjamin. Manusia dengan segala kemampuannya selalu berusaha

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Beras merupakan bahan pangan pokok yang sampai saat ini masih dikonsumsi oleh sekitar 90% penduduk

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2. 1 Tinjauan Pustaka Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan

Lebih terperinci

pertanian pada hakekatnya, adalah semua upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat tani menuju kehidupan yang lebih

pertanian pada hakekatnya, adalah semua upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat tani menuju kehidupan yang lebih 1.1. Latar Belakang Pembangunan secara umum dan khususnya program pembangunan bidang pertanian pada hakekatnya, adalah semua upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat tani menuju

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. setelah beras. Jagung juga berperan sebagai bahan baku industri pangan dan

PENDAHULUAN. setelah beras. Jagung juga berperan sebagai bahan baku industri pangan dan PENDAHULUAN Latar Belakang Jagung merupakan salah satu tanaman pangan yang memiliki peranan strategis dan bernilai ekonomis serta mempunyai peluang untuk dikembangkan. Hal ini disebabkan karena kedudukannya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan salah satu komoditi pangan yang sangat dibutuhkan di

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan salah satu komoditi pangan yang sangat dibutuhkan di 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Padi merupakan salah satu komoditi pangan yang sangat dibutuhkan di Indonesia. Oleh karena itu, semua elemen bangsa harus menjadikan kondisi tersebut sebagai titik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang di olah

BAB I PENDAHULUAN. adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang di olah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengertian pangan menurut Peraturan Pemerintah RI Nomor 28 Tahun 2004 adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang di olah maupun yang tidak

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL Dalam Mendukung KEMANDIRIAN PANGAN DAERAH

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL Dalam Mendukung KEMANDIRIAN PANGAN DAERAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL Dalam Mendukung KEMANDIRIAN PANGAN DAERAH Sekretariat Dewan Ketahanan Pangan Disampaikan dalam Rapat Koordinasi Dewan Ketahanan Pangan Provinsi Sumatera

Lebih terperinci

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 5 TAHUN 2013

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 5 TAHUN 2013 GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG KETAHANAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI, Menimbang : bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. produksi beras nasional sangat penting sebagai salah satu faktor yang

BAB I PENDAHULUAN. produksi beras nasional sangat penting sebagai salah satu faktor yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai komoditas pangan utama masyarakat Indonesia, kecukupan produksi beras nasional sangat penting sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi terwujudnya ketahanan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional. Pembangunan pertanian memberikan sumbangsih yang cukup besar

I. PENDAHULUAN. nasional. Pembangunan pertanian memberikan sumbangsih yang cukup besar 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan pertanian merupakan bagian integral dari pembangunan ekonomi nasional. Pembangunan pertanian memberikan sumbangsih yang cukup besar bagi perekonomian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESA PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESA PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESA PENELITIAN 2.1 Tinjuan Pustaka Pengeluaran rumah tangga merupakan salah satu indikator yang dapat memberikan gambaran keadaan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. strategis dan sering mencakup hal-hal yang bersifat emosional, bahkan politis.

BAB I PENDAHULUAN. strategis dan sering mencakup hal-hal yang bersifat emosional, bahkan politis. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan salah satu kebutuhan manusia yang mendasar, dianggap strategis dan sering mencakup hal-hal yang bersifat emosional, bahkan politis. Terpenuhinya pangan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan,

BAB I. PENDAHULUAN. berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut UU pangan no 18 tahun 2012 pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, dan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Tabel 1 Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian. Tahun Publikasi BPS Kabupaten Lampung Barat

METODE PENELITIAN. Tabel 1 Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian. Tahun Publikasi BPS Kabupaten Lampung Barat METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Desain penelitian ini adalah retrospektif. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan alasan yaitu (1) Kabupaten Lampung Barat akan melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beras/padi. Komoditas yang memiliki nama lain Zea mays merupakan sumber

BAB I PENDAHULUAN. beras/padi. Komoditas yang memiliki nama lain Zea mays merupakan sumber BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung adalah salah satu komoditas yang penting di Indonesia setelah beras/padi. Komoditas yang memiliki nama lain Zea mays merupakan sumber pangan penduduk yang tersebar

Lebih terperinci

ANALISIS FORECASTING KETERSEDIAAN PANGAN 2015 DALAM RANGKA PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN PROVINSI SUMATERA UTARA

ANALISIS FORECASTING KETERSEDIAAN PANGAN 2015 DALAM RANGKA PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN PROVINSI SUMATERA UTARA ANALISIS FORECASTING KETERSEDIAAN PANGAN 2015 DALAM RANGKA PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN PROVINSI SUMATERA UTARA Selfia Reni Parange Sinaga 1, Satia Negara Lubis 2, Salmiah 3 1) Mahasiswa Program Studi Agribisnis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. cukup. Salah satu komoditas pangan yang dijadikan pangan pokok

I. PENDAHULUAN. cukup. Salah satu komoditas pangan yang dijadikan pangan pokok I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu kebutuhan dasar manusia adalah kebutuhan akan pangan yang cukup. Salah satu komoditas pangan yang dijadikan pangan pokok masyarakat Indonesia adalah beras. Beras

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting dalam pembangunan Indonesia. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting dalam perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik secara langsung maupun

Lebih terperinci

prasyarat utama bagi kepentingan kesehatan, kemakmuran, dan kesejahteraan usaha pembangunan manusia Indonesia yang berkualitas guna meningkatkan

prasyarat utama bagi kepentingan kesehatan, kemakmuran, dan kesejahteraan usaha pembangunan manusia Indonesia yang berkualitas guna meningkatkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Perumusan Masalah Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya menjadi hak asasi manusia. Pangan yang bermutu, bergizi, dan berimbang merupakan suatu

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani dan merupakan negara yang komoditas utama nya adalah beras. Beras merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. oleh kelompok menengah yang mulai tumbuh, daya beli masyarakat yang

I. PENDAHULUAN. oleh kelompok menengah yang mulai tumbuh, daya beli masyarakat yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 241 juta dengan ditandai oleh kelompok menengah yang mulai tumbuh, daya beli masyarakat yang meningkat dan stabilitas ekonomi yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN Menurut Saliem dkk dalam Ariani dan Tribastuti (2002), pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar bagi

Lebih terperinci

ANALISIS DIVERSIFIKASI KONSUMSI PANGAN RUMAH TANGGA PETANI MINA MENDONG PENDAHULUAN

ANALISIS DIVERSIFIKASI KONSUMSI PANGAN RUMAH TANGGA PETANI MINA MENDONG PENDAHULUAN P R O S I D I N G 125 ANALISIS DIVERSIFIKASI KONSUMSI PANGAN RUMAH TANGGA PETANI MINA MENDONG Farah Ainun Jamil 1, Pudji Purwanti 2, Riski Agung Lestariadi 2 1 Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya

Lebih terperinci

SITUASI PANGAN DAN GIZI WILAYAH (Kasus di Kabupaten Tuban) PENDAHULUAN

SITUASI PANGAN DAN GIZI WILAYAH (Kasus di Kabupaten Tuban) PENDAHULUAN SITUASI PANGAN DAN GIZI WILAYAH (Kasus di Kabupaten Tuban) P R O S I D I N G 58 Fahriyah 1*, Rosihan Asmara 1 1 Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya *E-mail ria_bgl@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara agraris, yakni salah satu penghasil

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara agraris, yakni salah satu penghasil 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara agraris, yakni salah satu penghasil komoditas pertanian berupa padi. Komoditas padi dikonsumsi dalam bentuk beras menjadi nasi.

Lebih terperinci

METODE. Keadaan umum 2010 wilayah. BPS, Jakarta Konsumsi pangan 2 menurut kelompok dan jenis pangan

METODE. Keadaan umum 2010 wilayah. BPS, Jakarta Konsumsi pangan 2 menurut kelompok dan jenis pangan METODE Desain, Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan dengan pendekatan prospective study dengan menggunakan data hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Provinsi Papua tahun 2008 sampai tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketersediaan bahan pangan adalah ketersediaan bahan pangan secara fisik di suatu wilayah dari segala sumber, baik itu produksi domestik, perdagangan dan bantuan. Ketersediaan

Lebih terperinci

KETAHANAN PANGAN DAN GIZI

KETAHANAN PANGAN DAN GIZI KETAHANAN PANGAN DAN GIZI disampaikan pada : Temu Ilmiah Internasional Persatuan Ahli Gizi Indonesia (PERSAGI) Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian November 2014 OUTLINE 1. Pendahuluan 2. Permasalahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pengertian Pangan Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya menjadi hak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cukup mendasar, dianggapnya strategis dan sering mencakup hal-hal yang bersifat

BAB I PENDAHULUAN. cukup mendasar, dianggapnya strategis dan sering mencakup hal-hal yang bersifat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Amang (1993), Pangan merupakan salah satu kebutuhan manusia yang cukup mendasar, dianggapnya strategis dan sering mencakup hal-hal yang bersifat emosional

Lebih terperinci

perluasan kesempatan kerja di pedesaan, meningkatkan devisa melalui ekspor dan menekan impor, serta menunjang pembangunan wilayah.

perluasan kesempatan kerja di pedesaan, meningkatkan devisa melalui ekspor dan menekan impor, serta menunjang pembangunan wilayah. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan pembangunan pertanian dan ketahanan pangan adalah meningkatkan produksi untuk memenuhi penyediaan pangan penduduk, mencukupi kebutuhan bahan baku industri dalam

Lebih terperinci

KETERSEDIAAN ENERGI, PROTEIN DAN LEMAK DI KABUPATEN TUBAN : PENDEKATAN NERACA BAHAN MAKANAN PENDAHULUAN

KETERSEDIAAN ENERGI, PROTEIN DAN LEMAK DI KABUPATEN TUBAN : PENDEKATAN NERACA BAHAN MAKANAN PENDAHULUAN P R O S I D I N G 69 KETERSEDIAAN ENERGI, PROTEIN DAN LEMAK DI KABUPATEN TUBAN : PENDEKATAN NERACA BAHAN MAKANAN Condro Puspo Nugroho 1*, Fahriyah 1, Rosihan Asmara 2 1 Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian,

Lebih terperinci

NERACA BAHAN MAKANAN BAB I PENDAHULUAN

NERACA BAHAN MAKANAN BAB I PENDAHULUAN NERACA BAHAN MAKANAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Neraca Bahan Makanan (NBM) merupakan salah satu alat informasi untuk memahami situasi penyediaan pangan di suatu daerah. Gambaran situasi pangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kelangkaan pangan telah menjadi ancaman setiap negara, semenjak

BAB I PENDAHULUAN. Kelangkaan pangan telah menjadi ancaman setiap negara, semenjak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelangkaan pangan telah menjadi ancaman setiap negara, semenjak meledaknya pertumbuhan penduduk dunia dan pengaruh perubahan iklim global yang makin sulit diprediksi.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan

I. PENDAHULUAN. menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk yang besar menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan penduduknya. Oleh karena itu, kebijakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Indonesia, tercapainya kecukupan produksi beras nasional sangat penting

PENDAHULUAN. Indonesia, tercapainya kecukupan produksi beras nasional sangat penting PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Mengingat perannya sebagai komoditas pangan utama masyarakat Indonesia, tercapainya kecukupan produksi beras nasional sangat penting sebagai salah satu faktor yang

Lebih terperinci

I. LATAR BELAKANG POKOK BAHASAN KEBIJAKAN DAN STRATEGI KETAHANAN PANGAN NASIONAL Posisi Pangan dalam Pembangunan Nasional

I. LATAR BELAKANG POKOK BAHASAN KEBIJAKAN DAN STRATEGI KETAHANAN PANGAN NASIONAL Posisi Pangan dalam Pembangunan Nasional KEBIJAKAN DAN STRATEGI KETAHANAN PANGAN NASIONAL 2010-2014 Oleh Prof. Dr.Ir. Achmad Suryana, MS Kepala Badan Ketahanan Pangan, Kementerian Pertanian Disampaikan pada (KIPNAS) Ke-10 diselenggarakan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jagung merupakan komoditi yang penting bagi perekonomian Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. Jagung merupakan komoditi yang penting bagi perekonomian Indonesia, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung merupakan komoditi yang penting bagi perekonomian Indonesia, kebutuhan jagung di Indonesia mengalami peningkatan, yaitu lebih dari 10 juta ton pipilan kering

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara (Krugman dan Obstfeld, 2009). Hampir seluruh negara di dunia melakukan

BAB I PENDAHULUAN. negara (Krugman dan Obstfeld, 2009). Hampir seluruh negara di dunia melakukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Perekonomian negara-negara di dunia saat ini terkait satu sama lain melalui perdagangan barang dan jasa, transfer keuangan dan investasi antar negara (Krugman dan Obstfeld,

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETERSEDIAAN BERAS DAN JAGUNG DI PROVINSI SUMATERA UTARA

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETERSEDIAAN BERAS DAN JAGUNG DI PROVINSI SUMATERA UTARA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETERSEDIAAN BERAS DAN JAGUNG DI PROVINSI SUMATERA UTARA Wenny Mahdalena L.G*), Tavi Supriana**), Satia Negara Lubis**) *) Alumni Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

TINGKAT KONSUMSI DAN POLA KONSUMSI BERAS MASYARAKAT KOTA MEDAN

TINGKAT KONSUMSI DAN POLA KONSUMSI BERAS MASYARAKAT KOTA MEDAN TINGKAT KONSUMSI DAN POLA KONSUMSI BERAS MASYARAKAT KOTA MEDAN Nora Elfrida Silalahi *), Dr.Ir.Salmiah,M.S **), Ir.M.Jufri,M.Si **) Alumni Program Studi Agribisnis *), dan Staf Pengajar **) Program Studi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pemenuhan protein hewani yang diwujudkan dalam program kedaulatan pangan.

I. PENDAHULUAN. pemenuhan protein hewani yang diwujudkan dalam program kedaulatan pangan. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebutuhan masyarakat terhadap sumber protein hewani semakin meningkat sejalan dengan perubahan selera, gaya hidup dan peningkatan pendapatan. Karena, selain rasanya

Lebih terperinci

Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras

Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras Analisis Kebijakan 1 Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras Ada dua pendapat mengenai faktor penyebab kenaikan harga beras akhirakhir ini yaitu : (1) stok beras berkurang;

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertanian menjadi daerah permukiman, industri, dan lain-lain. Menurut BPN

BAB I PENDAHULUAN. pertanian menjadi daerah permukiman, industri, dan lain-lain. Menurut BPN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lahan pertanian setiap tahunnya berkurang kuantitas maupun kualitasnya. Dari sisi kuantitas, lahan pertanian berkurang karena alih fungsi lahan pertanian menjadi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Kandungan Nutrisi Serealia per 100 Gram

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Kandungan Nutrisi Serealia per 100 Gram I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kekayaan sumber daya alam dalam bidang pertanian merupakan keunggulan yang dimiliki Indonesia dan perlu dioptimalkan untuk kesejahteraan rakyat. Pertanian merupakan aset

Lebih terperinci

1 Universitas Indonesia

1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai merupakan komoditas strategis di Indonesia karena kedelai merupakan salah satu tanaman pangan penting di Indonesia setelah beras dan jagung. Komoditas ini mendapatkan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. pembangunan Nasional. Ketersediaan pangan yang cukup, aman, merata, harga

BAB I. PENDAHULUAN. pembangunan Nasional. Ketersediaan pangan yang cukup, aman, merata, harga BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Peningkatan ketahanan pangan Nasional pada hakekatnya mempunyai arti strategis bagi pembangunan Nasional. Ketersediaan pangan yang cukup, aman, merata,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Komoditas pangan masyarakat Indonesia yang dominan adalah beras yang

BAB I PENDAHULUAN. Komoditas pangan masyarakat Indonesia yang dominan adalah beras yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komoditas pangan masyarakat Indonesia yang dominan adalah beras yang berfungsi sebagai makanan pokok sumber karbohidrat. Beras merupakan komoditi pangan yang memiliki

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Dalam Permentan No 65 Tahun 2010 mengenai Petunjuk Teknis Standard Pelayanan Bidang Ketahanan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat penting karena pertanian berhubungan langsung dengan ketersediaan pangan. Pangan yang dikonsumsi oleh individu terdapat komponen-komponen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk jangka waktu tertentu yang akan dipenuhi dari penghasilannya. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. untuk jangka waktu tertentu yang akan dipenuhi dari penghasilannya. Dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pola Konsumsi adalah susunan tingkat kebutuhan seseorang atau rumahtangga untuk jangka waktu tertentu yang akan dipenuhi dari penghasilannya. Dalam menyusun pola konsumsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia dalam segala sisi kehidupannya memiliki tingkat kebutuhan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia dalam segala sisi kehidupannya memiliki tingkat kebutuhan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam segala sisi kehidupannya memiliki tingkat kebutuhan yang berbeda-beda baik dari sisi kualitas maupun kuantitas. Namun, untuk masalah kebutuhan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masalah dalam mencukupi ketersediaan pangan adalah:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masalah dalam mencukupi ketersediaan pangan adalah: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Menurut Suryana (2003), jumlah penduduk Indonesia yang cukup besar, membutuhkan ketersediaan pangan yang cukup besar, yang tentunya akan memerlukan upaya dan

Lebih terperinci

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) : MEWUJUDKAN JAWA TIMUR LEBIH SEJAHTERA, BERDAYA SAING MELALUI KETAHANAN PANGAN YANG BERKELANJUTAN

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) : MEWUJUDKAN JAWA TIMUR LEBIH SEJAHTERA, BERDAYA SAING MELALUI KETAHANAN PANGAN YANG BERKELANJUTAN INDIKATOR KINERJA (IKU) INSTANSI VISI MISI TUJUAN TUGAS : BADAN KETAHANAN PANGAN PROVINSI JAWA TIMUR : MEWUJUDKAN JAWA TIMUR LEBIH SEJAHTERA, BERDAYA SAING MELALUI KETAHANAN PANGAN YANG BERKELANJUTAN :

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia, karena itu pemenuhan

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia, karena itu pemenuhan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia, karena itu pemenuhan pangan merupakan bagian dari hak asasi individu serta sebagai komponen dasar untuk mewujudkan sumber daya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sektor pertanian yang memiliki nilai strategis antara lain dalam memenuhi

I. PENDAHULUAN. sektor pertanian yang memiliki nilai strategis antara lain dalam memenuhi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan subsektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan sektor pertanian yang memiliki nilai strategis antara lain dalam memenuhi kebutuhan pangan yang terus

Lebih terperinci

Boks.1 PENGARUH PERUBAHAN HARGA TERHADAP JUMLAH PERMINTAAN KOMODITI BAHAN MAKANAN DI KOTA JAMBI

Boks.1 PENGARUH PERUBAHAN HARGA TERHADAP JUMLAH PERMINTAAN KOMODITI BAHAN MAKANAN DI KOTA JAMBI Boks.1 PENGARUH PERUBAHAN HARGA TERHADAP JUMLAH PERMINTAAN KOMODITI BAHAN MAKANAN DI KOTA JAMBI Pangan merupakan kebutuhan pokok (basic need) yang paling azasi menyangkut kelangsungan kehidupan setiap

Lebih terperinci

METODE. - Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura - Dinas Peternakan dan Perikanan - Dinas Perkebunan b. Data NBM tahun (sekunder)

METODE. - Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura - Dinas Peternakan dan Perikanan - Dinas Perkebunan b. Data NBM tahun (sekunder) 31 METODE Desain, Tempat dan Waktu Desain penelitian ini adalah restrospektif. Lokasi penelitian adalah Kabupaten Muara Enim Provinsi Sumatera Selatan (Lampiran 1). Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja

Lebih terperinci

Ketahanan Pangan dan Pertanian. disampaikan pada : Workshop Hari Gizi Nasional (HGN) ke-55

Ketahanan Pangan dan Pertanian. disampaikan pada : Workshop Hari Gizi Nasional (HGN) ke-55 Ketahanan Pangan dan Pertanian disampaikan pada : Workshop Hari Gizi Nasional (HGN) ke-55 Pusat Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan Badan Ketahanan Pangan Februari 2015 KONDISI KETAHANAN PANGAN

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. No Data Sumber Instansi 1 Konsumsi pangan menurut kelompok dan jenis pangan

METODE PENELITIAN. No Data Sumber Instansi 1 Konsumsi pangan menurut kelompok dan jenis pangan 17 METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian ini menggunakan desain prospective study berdasarkan data hasil survei sosial ekonomi nasional (Susenas) Provinsi Riau tahun 2008-2010. Pemilihan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Kedelai merupakan komoditas strategis yang unik tetapi kontradiktif dalam sistem usaha tani di Indonesia. Luas pertanaman kedelai kurang dari lima persen dari seluruh

Lebih terperinci

memberikan multiple effect terhadap usaha agribisnis lainnya terutama peternakan. Kenaikan harga pakan ternak akibat bahan baku jagung yang harus

memberikan multiple effect terhadap usaha agribisnis lainnya terutama peternakan. Kenaikan harga pakan ternak akibat bahan baku jagung yang harus I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan agribisnis nasional diarahkan untuk meningkatkan kemandirian perekonomian dan pemantapan struktur industri nasional terutama untuk mendukung berkembangnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pangan dan rempah yang beraneka ragam. Berbagai jenis tanaman pangan yaitu

I. PENDAHULUAN. pangan dan rempah yang beraneka ragam. Berbagai jenis tanaman pangan yaitu I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang kaya dengan ketersediaan pangan dan rempah yang beraneka ragam. Berbagai jenis tanaman pangan yaitu padi-padian, umbi-umbian,

Lebih terperinci

KETAHANAN PANGAN : SUBSISTEM KETERSEDIAAN

KETAHANAN PANGAN : SUBSISTEM KETERSEDIAAN KETAHANAN PANGAN : SUBSISTEM KETERSEDIAAN Aku sehat karena panganku cukup, beragam, bergizi seimbang, aman, dan halal TEORI KETAHANAN PANGAN Indikator Swasembada Pangan Kemandirian Pangan Kedaulatan Pangan

Lebih terperinci

PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN BERDASARKAN KEMANDIRIAN DAN KEDAULATAN PANGAN

PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN BERDASARKAN KEMANDIRIAN DAN KEDAULATAN PANGAN PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN BERDASARKAN KEMANDIRIAN DAN KEDAULATAN PANGAN Oleh : Tenaga Ahli Badan Ketahanan Pangan Dr. Ir. Mei Rochjat Darmawiredja, M.Ed SITUASI DAN TANTANGAN GLOBAL Pertumbuhan Penduduk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. negara agraris di dunia, peranan tanaman pangan juga telah terbukti secara

I. PENDAHULUAN. negara agraris di dunia, peranan tanaman pangan juga telah terbukti secara 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pangan merupakan bagian dari sektor pertanian yang memiliki peranan sangat penting dalam ketahanan nasional, mewujudkan ketahanan pangan, pembangunan wilayah,

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN KOMODITAS STRATEGIS 2015

PERKEMBANGAN KOMODITAS STRATEGIS 2015 No. 17/03/36/Th.X, 1 Maret 2016 PERKEMBANGAN KOMODITAS STRATEGIS 2015 DI BANTEN, MARGIN PERDAGANGAN DAN PENGANGKUTAN BERAS 4,97 PERSEN, CABAI MERAH 23,04 PERSEN, BAWANG MERAH 13,18 PERSEN, JAGUNG PIPILAN

Lebih terperinci

BEBERAPA FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN DAGING AYAM BROILER PADA RUMAH TANGGA DI KECAMATAN IDI RAYEUK KABUPATEN ACEH TIMUR

BEBERAPA FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN DAGING AYAM BROILER PADA RUMAH TANGGA DI KECAMATAN IDI RAYEUK KABUPATEN ACEH TIMUR BEBERAPA FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN DAGING AYAM BROILER PADA RUMAH TANGGA DI KECAMATAN IDI RAYEUK KABUPATEN ACEH TIMUR Ahmad Ridha Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Samudra Email : achmad.ridha@gmail.com

Lebih terperinci

FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN DAGING AYAM BROILER DI KOTA MEDAN Helmi Mawaddah *), Satia Negara Lubis **) dan Emalisa ***) *)

FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN DAGING AYAM BROILER DI KOTA MEDAN Helmi Mawaddah *), Satia Negara Lubis **) dan Emalisa ***) *) FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN DAGING AYAM BROILER DI KOTA MEDAN Helmi Mawaddah *), Satia Negara Lubis **) dan Emalisa ***) *) Alumni Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanaman cabai yang memiliki nama ilmiah Capsicum annuuml. ini berasal dari

BAB I PENDAHULUAN. Tanaman cabai yang memiliki nama ilmiah Capsicum annuuml. ini berasal dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman cabai yang memiliki nama ilmiah Capsicum annuuml. ini berasal dari kawasan Amerika Selatan dan Tengah. Tanaman cabai yang dicakup disini adalah cabai merah

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI DESEMBER 2017

RELEASE NOTE INFLASI DESEMBER 2017 RELEASE NOTE INFLASI DESEMBER 2017 TPI dan Pokjanas TPID INFLASI IHK Inflasi 2017 Terkendali Dan Berada Pada Sasaran Inflasi Inflasi IHK sampai dengan Desember 2017 terkendali dan masuk dalam kisaran sasaran

Lebih terperinci

FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETERSEDIAAN DAN KONSUMSI PANGAN STRATEGIS DI SUMATERA UTARA ABSTRACT

FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETERSEDIAAN DAN KONSUMSI PANGAN STRATEGIS DI SUMATERA UTARA ABSTRACT FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETERSEDIAAN DAN KONSUMSI PANGAN STRATEGIS DI SUMATERA UTARA Lisa Lestari 1), Dr.Ir.Satia Negara Lubis,MEc 2) dan Ir.M. Jufri MSi 3) 1) Mahasiswa Program Studi Agribisnis,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Pangan merupakan bahan-bahan yang dimakan sehari-hari untuk memenuhi

PENDAHULUAN. Pangan merupakan bahan-bahan yang dimakan sehari-hari untuk memenuhi 53 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan bahan-bahan yang dimakan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia yang berfungsi sebagai pemeliharaan, pertumbuhan, kerja dan penggantian jaringan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan salah satu sektor utama di negara ini. Sektor tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan salah satu sektor utama di negara ini. Sektor tersebut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertanian merupakan salah satu sektor utama di negara ini. Sektor tersebut memiliki peranan yang cukup penting bila dihubungkan dengan masalah penyerapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang) 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Meningkatnya jumlah penduduk dan adanya perubahan pola konsumsi serta selera masyarakat telah menyebabkan konsumsi daging ayam ras (broiler) secara nasional cenderung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pangan adalah kebutuhan pokok sekaligus menjadi esensi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pangan adalah kebutuhan pokok sekaligus menjadi esensi kehidupan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pangan adalah kebutuhan pokok sekaligus menjadi esensi kehidupan manusia, karenanya hak atas pangan menjadi bagian sangat penting dari hak azasi manusia. Ketahanan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Atas Dasar Harga Berlaku di Indonesia Tahun Kelompok

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Atas Dasar Harga Berlaku di Indonesia Tahun Kelompok I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Hortikultura merupakan salah satu sektor pertanian unggulan yang memiliki beberapa peranan penting yaitu dalam pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat, peningkatan pendapatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kesejahteraan masyarakat adalah tujuan utama suatu negara, tingkat

I. PENDAHULUAN. Kesejahteraan masyarakat adalah tujuan utama suatu negara, tingkat 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesejahteraan masyarakat adalah tujuan utama suatu negara, tingkat kesejahteraan masyarakat serta merta akan menjadi satu tolak ukur dalam menilai keberhasilan pembangunan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kedelai merupakan salah satu tanaman palawija penting di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Kedelai merupakan salah satu tanaman palawija penting di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai merupakan salah satu tanaman palawija penting di Indonesia. Berdasarkan luas panen di Indonesia kedelai menempati urutan ketiga sebagai tanaman palawija setelah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya alam yang beraneka ragam dan memiliki wilayah yang cukup luas. Hal ini yang membuat Indonesia menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia, tercapainya kecukupan produksi beras nasional sangat

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia, tercapainya kecukupan produksi beras nasional sangat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tidak bisa dipungkiri beras merupakan kebutuhan pokok paling penting dimasyarakat Indonesia. Mengingat perannya sebagai komoditas pangan utama masyarakat

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara Agraris dimana sebagian besar penduduknya berprofesi sebagai petani. Hal ini di dukung dengan kenyataan bahwa di Indonesia tersedia

Lebih terperinci

STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2013

STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2013 STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2013 BADAN KETAHANAN PANGAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2014 1 I. Aspek Ketersediaan dan Kerawanan Pangan Perkembangan Produksi Komoditas Pangan Penting Tahun 2009 2013 Komoditas

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI TALAS KIMPUL DI NAGARI DURIAN GADANG KECAMATAN AKABULURU KABUPATEN LIMA PULUH KOTA

ANALISIS USAHATANI TALAS KIMPUL DI NAGARI DURIAN GADANG KECAMATAN AKABULURU KABUPATEN LIMA PULUH KOTA ANALISIS USAHATANI TALAS KIMPUL DI NAGARI DURIAN GADANG KECAMATAN AKABULURU KABUPATEN LIMA PULUH KOTA Husnarti Agribisnis Faperta Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat Abstrak Penelitian ini bertujuan

Lebih terperinci

PERDAGANGAN KOMODITAS STRATEGIS 2015

PERDAGANGAN KOMODITAS STRATEGIS 2015 BPS PROVINSI SUMATRA SELATAN No. 13/02/16/Th.XVIII, 05 Februari 2016 PERDAGANGAN KOMODITAS STRATEGIS 2015 DI SUMATRA SELATAN, MARJIN PERDAGANGAN DAN PENGANGKUTAN BERAS 15,24 PERSEN, CABAI MERAH 24,48 PERSEN,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang sekaligus

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang sekaligus I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang sekaligus tantangan baru yang harus dihadapi dalam pembangunan pertanian ke depan. Globalisasi dan liberasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. negara dititikberatkan pada sektor pertanian. Produksi sub-sektor tanaman

I. PENDAHULUAN. negara dititikberatkan pada sektor pertanian. Produksi sub-sektor tanaman I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bagi negara berkembang seperti Indonesia landasan pembangunan ekonomi negara dititikberatkan pada sektor pertanian. Produksi sub-sektor tanaman pangan memberikan kontribusi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pertanian merupakan kegiatan pengelolaan sumber daya untuk menghasilkan bahan pangan, bahan baku untuk industri, obat ataupun menghasilkan sumber energi. Pertanian merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. rakyat secara merata dan adil, penyediaan pangan dan gizi yang cukup memadai

I. PENDAHULUAN. rakyat secara merata dan adil, penyediaan pangan dan gizi yang cukup memadai I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam rangka mempertinggi taraf hidup, kecerdasan dan kesejahteraan rakyat secara merata dan adil, penyediaan pangan dan gizi yang cukup memadai dan terjangkau oleh seluruh

Lebih terperinci