ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TARIF PADA INDUSTRI PENERBANGAN INDONESIA UNTUK RUTE DOMESTIK DENGAN KOTA TUJUAN BATAM PERIODE

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TARIF PADA INDUSTRI PENERBANGAN INDONESIA UNTUK RUTE DOMESTIK DENGAN KOTA TUJUAN BATAM PERIODE"

Transkripsi

1 ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TARIF PADA INDUSTRI PENERBANGAN INDONESIA UNTUK RUTE DOMESTIK DENGAN KOTA TUJUAN BATAM PERIODE OLEH: TIKA WULANDARI H DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007

2 RINGKASAN TIKA WULANDARI. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tarif pada Industri Penerbangan Indonesia untuk Rute Domestik dengan Kota Tujuan Batam Periode (dibimbing oleh ARIEF DARYANTO). Sektor transportasi merupakan salah satu sektor penting yang menunjang perekonomian Indonesia. Salah satu sub sektornya adalah sektor transportasi udara yaitu industri penerbangan domestik. Adanya UU No. 5 Tahun 1999 dan deregulasi penerbangan telah membuka peluang bagi pengusaha untuk masuk dalam bisnis industri ini. Kebijakan-kebijakan ini membuat maskapai penerbangan bersaing dalam merebut pangsa pasar melalui strategi tarif. Tarif merupakan salah satu unsur yang sangat penting bagi pengguna jasa, karena apabila tarif angkutan udara rendah, masyarakat atau pengguna jasa akan cenderung semakin sering menggunakan jasa transportasi udara. Jumlah maskapai penerbangan yang meningkat dari tahun ke tahun menyebabkan harga tarif pun bervariasi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi tarif pada industri penerbangan Indonesia untuk rute domestik dengan kota tujuan Batam periode Selain itu juga akan dilihat bagaimana perkembangan industri penerbangan di Indonesia. Pada penelitian ini, untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi tarif untuk rute domestik tujuan Batam digunakan Model Paul Bauer dengan teknik estimasi model menggunakan data panel (pooled data). Data yang digunakan adalah data sekunder berupa data jumlah penumpang, jarak tempuh, pendapatan domestik regional bruto perkapita kota asal, jumlah populasi (penduduk), jumlah transit dalam rute dengan tujuan Batam, harga penjualan ratarata per tahun dan jumlah maskapai dengan kota tujuan Batam. Periode waktu yang digunakan adalah dari tahun 2001 hingga Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi tarif untuk rute tujuan Batam adalah jumlah maskapai penerbangan, jumlah penumpang, jarak tempuh, pendapatan domestik regional bruto perkapita kota asal, jumlah populasi (penduduk), jumlah transit dalam rute dengan tujuan Batam, dan karakteristik bandara kota asal sebagai bandara penghubung atau tidak. Jumlah maskapai penerbangan yang semakin banyak akan menyebabkan rute tersebut menjadi kompetitif dan tarif pun menjadi rendah. Semakin banyak jumlah penumpang, semakin tinggi permintaan terhadap tiket pesawat dan tarif pun naik. Adanya variabel yang tidak sesuai dengan hipotesis untuk jarak tempuh per rute dan PDRB per Kapita kota asal mengindikasikan bahwa tarif yang ditetapkan oleh maskapai penerbangan juga mempertimbangkan keputusan yang ditetapkan oleh maskapai penerbangan lain dan moda transportasi lain. Bertambahnya jumlah penduduk kota asal akan meningkatkan permintaan terhadap jasa penerbangan maka akan menyebabkan kenaikan tarif. Jumlah transit yang bertambah akan menyebabkan tingginya permintaan akan jasa penerbangan sehingga maskapai

3 penerbangan akan menaikkan tarif. Karakteristik bandara penghubung yang berpengaruh terhadap tarif menunjukkan bahwa dengan adanya bandara yang merupakan HUB akan banyak maskapai penerbangan yang transit untuk menuju ke kota lain. Perkembangan Industri penerbangan di Indonesia tiap tahunnya selalu mengalami peningkatan. Hal tersebut dapat dilihat dari perkembangan jumlah maskapai, rute penerbangan, armada pesawat udara, dan jumlah penumpang.

4 PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI SAYA INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN. Bogor, Juli 2007 Tika Wulandari H

5 ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TARIF PADA INDUSTRI PENERBANGAN INDONESIA UNTUK RUTE DOMESTIK DENGAN KOTA TUJUAN BATAM PERIODE Oleh TIKA WULANDARI H Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Pada Departemen Ilmu Ekonomi DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007

6 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh, Nama Mahasiswa : TIKA WULANDARI Nomor Registrasi Pokok : H Program Studi : Ilmu Ekonomi Judul Skripsi : Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tarif pada Industri Penerbangan Indonesia untuk Rute Domestik dengan Kota Tujuan Batam Periode dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Menyetujui, Dosen Pembimbing, Dr. Ir. Arief Daryanto M.Ec. NIP Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi, Tanggal Kelulusan: Dr. Ir. Rina Oktaviani, M. S. NIP

7 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi dengan judul: Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tarif pada Industri Penerbangan Indonesia untuk Rute Domestik dengan Kota Tujuan Batam Periode Industri penerbangan merupakan topik yang sangat menarik karena memiliki peranan yang sangat potensial dalam sektor transportasi di Indonesia. Karena itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan topik ini, khususnya di daerah Otorita Batam. Disamping hal tersebut, skripsi ini juga merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya, terutama kepada Dr. Ir. Arief Daryanto, M.Ec. yang telah memberikan bimbingan baik secara teknis maupun teoritis dalam proses pembuatan skripsi ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik. Ucapan terima kasih juga penulis tujukan kepada Ir. Idqan Fahmi, M.Ec., yang telah menguji hasil karya ini. Semua saran dan kritik beliau merupakan hal yang sangat berharga dalam penyempurnaan skripsi ini. Selain itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Jaenal Effendi, M.A., terutama atas perbaikan tata cara penulisan skripsi ini. Meskipun demikian, segala kesalahan yang terjadi dalam penelitian ini, sepenuhnya merupakan tanggung jawab penulis. Penulis juga sangat terbantu oleh kritik dan saran dari peserta pada Seminar Hasil penelitian skripsi ini. Oleh karena itu, penulis sangat berterimakasih kepada mereka. Penulis juga berterimakasih kepada temen-temen di Pondok Diastin yang selalu memberikan semangat kepada penulis untuk tidak mudah menyerah. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada seluruh anak Riau di Bogor atas kekeluargaan yang telah terjalin selama ini. Penulis juga berterimakasih kepada pihak-pihak lain yang telah membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini namun tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.

8 Akhirnya penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada orang tua penulis, yaitu Bapak Indra Hardi dan Ibu Narti serta saudara-saudara penulis. Kesabaran dan dorongan mereka sangat besar artinya dalam proses penyelesaian skripsi ini. Semoga karya ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pihak lain yang membutuhkan. Bogor, 25 Juli 2007 Tika Wulandari H

9 RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Pekanbaru, 9 April 1985 sebagai anak ketiga dari lima bersaudara pasangan Indra Hardi dan Narti. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SD Negeri 003 Pekanbaru pada tahun 1997, sekolah menengah pertama di SLTP Negeri 13 Pekanbaru pada tahun 2000 dan sekolah menengah atas di SMU Negeri 1 Pekanbaru pada tahun Tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswi Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB. Semasa kuliah penulis pernah menjadi Guru Tambahan dalam Program BEM KM IPB sebagai salah satu bentuk Tri Dharma Perguruan Tinggi. Selain itu juga pernah menjadi panitia Gebyar Nusantara 2005 dan 2006 dalam memperingati Dies Natalis IPB perwakilan dari Organisasi Mahasiswa Daerah.

10 UCAPAN TERIMA KASIH Skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik berkat bantuan, arahan dan dorongan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan penhargaan dan terima kasih yang mendalam kepada: 1. Dr. Ir. Arief Daryanto M.Ec selaku dosen pembimbing skripsi yang senantiasa membimbing, memberikan arahan dan semangat yang sangat berarti dalam penyelesaian skripsi ini atas kesediaan menjadi dosen penguji utama pada sidang skripsi, sumbangan pemikiran dan saran yang membangun untuk perbaikan skripsi penulis atas kesediaan menjadi dosen penguji wakil komdi pada sidang skripsi. 4. Papa dan Mama untuk doa, nasehat, bimbingan, semangat, dorongan dan bantuan serta kasih sayang yang selalu diberikan tanpa terputus dan tak ternilai. 5. Keluarga tercinta: Bang Anto dan Kak Lia, Bang Joni dan Kak Tati, Hendri, Putri dan semuanya untuk doa, semangat dan kasih sayang kepada penulis. Keponakanku tersayang Lala, Faathir dan Tasya yang selalu membuat penulis tersenyum. 6. My Love...someone who cares a lot to me and always make me be special. 7. Diastin Family buat semua kebaikan dan kebersamaan selama ini. 8. Seluruh anak Riau di Bogor untuk persahabatan dan kekeluargaan yang telah terjalin. 9. Teman-teman IE 40 yang tidak bisa disebutkan satu per satu, buat semangat dan perjuangan bersama yang kita lakukan untuk menjadi sarjana ekonomi tentunya.

11 i DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI......i DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GAMBAR... iv DAFTAR LAMPIRAN... v I. PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian... 9 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN Konsep Ekonomi Industri Pendekatan Struktur, Perilaku dan Kinerja Pasar Pasar Oligopoli Teori Persaingan Contestable Market Kebijakan Persaingan Penelitian-penelitian Terdahulu Kerangka Pemikiran Hipotesis III. METODE PENELITIAN Jenis dan Sumber Data Model Penelitian Umum Metode Analisis Data Model Data Panel Uji Kesesuaian Model Evaluasi Model Batasan Operasional Variabel... 43

12 ii IV. GAMBARAN UMUM INDUSTRI PENERBANGAN INDONESIA Sejarah Penerbangan Nasional Kebijakan Angkutan Udara Komersil Perkembangan Deregulasi Angkutan Udara di Indonesia Perkembangan Tarif Penumpang Angkutan Udara di Indonesia V. HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Industri Penerbangan Indonesia Perkembangan Perusahaan Niaga Berjadwal Dalam Negeri Perkembangan Rute Penerbangan Perkembangan Armada Pesawat Udara Perkembangan Penumpang Angkutan Udara Niaga Berjadwal Nasional Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tarif Hasil Estimasi Model Interpretasi Model VI. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 82

13 iii DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Kerangka Identifikasi Autokorelasi Daftar Perusahaan Angkutan Udara Niaga Berjadwal Posisi Desember Pengaturan Perusahaan Angkutan Udara Niaga Berjadwal Perbedaan Tarif Dasar Km No. 61 Tahun 1996 dan KM No. 9 Tahun Perkembangan Armada Udara Angkutan Udara Berjadwal Tahun Perkembangan Penumpang Angkutan Udara Domestik Berjadwal Hasil Estimasi dengan Model Pooled Hasil Estimasi dengan Model Fixed Perbandingan Penelitian Bauer dengan Penelitian Wulandari

14 iv DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Perkembangan Perusahaan Maskapai Penerbangan Dalam Negeri Hubungan Struktur, Perilaku dan Kinerja Pasar Kerangka Pemikiran Konseptual

15 v DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Data Total Hasil Estimasi Model Bauer Hasil Estimasi dengan Model Pooled Hasil Estimasi dengan Model Pooled (White Heteroskedasticity) Hasil Estimasi dengan Model Fixed... 88

16 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada tanggal 5 Maret 1999 Pemerintah mengesahkan Undang-Undang Persaingan Usaha di Indonesia yaitu Undang-Undang no.5 tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Adapun tujuan UU tersebut, seperti dinyatakan dalam pasal 3 adalah: a. mempertahankan kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional sebagai sarana untuk memperbaiki kesejahteraan rakyat. b. Mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan persaingan usaha bagi pelaku usaha besar, menengah dan kecil. c. Mencegah praktek monopolistik dan atau praktek bisnis yang tidak sehat. d. Mendorong keefektifan dan efisiensi kegiatan bisnis. Bab IV UU ini mengharuskan dibentuknya Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) sebagai pengawas pelaksanaan UU. Hal ini diefektifkan dengan Keppres yang dikeluarkan pada 7 Juni Lembaga KPPU bertugas menyusun peraturan pelaksana, memeriksa dan menyelidiki serta mengadili pihak-pihak yang melanggar UU No.5 tahun 1999 tersebut, serta memberikan saran dan pertimbangan terhadap kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan praktek monopoli dan persaingan usaha di Indonesia. Salah satu sektor yang berubah akibat adanya UU No.5/1999 adalah sektor transportasi. Sektor transportasi merupakan sektor yang menunjang sektor lainnya, disamping itu sering disebut sebagai urat nadi perekonomian dalam memacu pembangunan kewilayahan dimana transportasi melakukan aktivitasnya.

17 2 Hal ini dapat dikuatkan dengan adanya asumsi yang menyatakan bahwa gejala dari suatu negara yang maju minimal harus memiliki tiga kriteria pokok yang ada pada negara tersebut, yaitu: memiliki sumber daya alam yang potensial, memiliki sumber daya manusia yang baik dan transportasi yang lancar dan berkembang. Indonesia merupakan negara kepulauan dan memiliki jumlah penduduk yang sangat besar sehingga peranan transportasi yang dalam hal ini salah satunya sektor transportasi udara dianggap potensial dan strategis. Industri ini berperan dalam lalu lintas dan angkutan orang atau barang dan jasa baik domestik maupun internasional. Sektor transportasi udara memiliki keunggulan tersendiri dibanding transportasi darat dan laut yaitu dalam segi kecepatan perjalanan serta dapat menjangkau tempat terpencil yang sulit dihubungi menggunakan moda lain. Deregulasi Penerbangan melalui Peraturan Pemerintah No.40 Tahun 1995 tentang angkutan udara dan Surat Keputusan Menteri No.11 Tahun 2001 tentang Penyelenggaraan Angkutan Udara yang tahun 2005 diganti dengan Keputusan Menteri No. 81 tahun 2005 telah merubah secara signifikan kebijakan nasional tentang industri angkutan udara. Deregulasi tersebut telah membuka peluang bagi pengusaha untuk masuk dalam bisnis industri ini, ditambah dengan adanya SK Menhub No. KM 8/2002 dan No. KM 9/2002 Tentang Mekanisme Penetapan dan Formulasi Perhitungan Tarif Penumpang Angkutan Udara. Adapun kedua surat keputusan tersebut mendasarkan pada koridor batas atas dan bawah yang harus dipatuhi semua operator penerbangan dalam penentuan tarif. Kebijakan inilah yang mengakibatkan pesatnya pertumbuhan angkutan udara dan pada akhirnya langsung menciptakan "perang terbuka" dalam menetapkan tarif angkutan udara

18 3 serendah mungkin. Kondisi ini secara langsung sangat berpengaruh terhadap struktur pasar yang ada. Dari data yang ada pada Direktorat Jenderal Penerbangan Udara Departemen Perhubungan Republik Indonesia, tercatat bahwa pada tahun 1999 jumlah perusahaan penerbangan niaga tidak berjadwal mencapai 55 buah perusahaan. Namun demikian untuk kategori perusahaan penerbangan niaga berjadwal dari tahun 1996 terus mengalami peningkatan sampai dengan tahun 2004, sehingga jumlahnya mencapai 27 perusahaan. Pada tahun 1998 jumlah perusahaan penerbangan niaga berjadwal sempat mengalami penurunan dibanding tahun sebelumnya, yaitu dari 6 perusahaan menjadi 5 perusahaan dan penurunan juga terjadi tahun 2005 menjadi 18 perusahaan. Namun tahun 2006 mengalami peningkatan menjadi 19 perusahaan, seperti yang terlihat pada Gambar 1. Jumlah Maskapai Tahun Niaga Tidak Berjadwal Niaga Berjadwal Gambar 1. Perkembangan Perusahaan Maskapai Penerbangan Dalam Negeri Sumber: Semakin banyaknya maskapai penerbangan menyebabkan persaingan yang meningkat. Persaingan tersebut membuat sebagian besar maskapai penerbangan di Indonesia memakai low fare (tarif tiket murah) sebagai strategi untuk meraih penumpang.

19 4 Strategi perang tarif masih berlangsung sampai saat ini. Berbagai jenis promosi harga dan macam-macam jenis tarif diperkenalkan kepada masyarakat, namun tarif masing-masing perusahaan tidak dapat dipastikan. Tarif angkutan udara cenderung tidak menentu, namun secara umum semakin bervariasi dan memungkinkan memperoleh harga murah. Semakin banyaknya perusahaan penerbangan yang beroperasi, maka akan memacu dan memotivasi perusahaan ke arah persaingan yang lebih sehat. Misi perusahaan akan lebih fokus ke arah customer oriented. Persaingan yang terjadi secara terus menerus akan mengendalikan usaha perusahaan dan memaksa harga turun mendekati biayanya. Bertambahnya jumlah maskapai penerbangan tersebut telah membuat harga menjadi terjangkau bagi masyarakat. Sejalan dengan teori Ekonomi Industri yang mendukung persaingan, menurut Adam Smith absennya persaingan yang ketat akan meningkatkan harga dan ketidakefisienan perusahaan. Seperti yang diketahui bahwa sebelum adanya deregulasi, industri penerbangan jauh dari persaingan yang ketat. 1.2 Perumusan Masalah Setelah abad ke-xx Piero Sraffa yang merupakan tokoh Neo Klasik generasi kedua mengamati banyaknya perusahaan-perusahaan besar. Setiap perusahaan pun mengetahui bahwa kalau seandainya mereka mengubah keputusan output atau penawaran, harga-harga dapat berubah. Hal ini diungkapkan dalam artikelnya: The Laws of Return Under Competitive Conditions tahun 1926.

20 5 Kaum Neo Klasik berasumsi bahwa Persaingan ditentukan oleh struktur pasar. Pada pasar Monopoli, kompetisi berguna yaitu melalui kemampuan produsen dalam mempengaruhi harga sangat besar sehingga produsen (perusahaan) bertindak sebagai penentu harga (price maker) yang tidak hanya disebabkan oleh fungsi produksi tetapi juga mark up. Sebaliknya pada pasar Persaingan Sempurna, produsen sebagai price taker karena mempengaruhi harga sangat kecil. Pada teori Neo Klasik bahwa Persaingan yang pada akhirnya akan mempengaruhi kemampuan produsen dalam penentuan harga, oleh struktur pasar dan jumlah pemain dalam industri. Jadi perlu adanya peran pemerintah yaitu kebijakan untuk mencegah monopoli dan mengubahnya menjadi Pasar Persaingan Sempurna. Contestable Market merupakan alternatif dari Neo Klasik. Contestable Market merupakan sebuah pasar dimana perusahaan mudah masuk dan keluar dari sebuah pasar costly. Dalam teori Contestable Market dinyatakan bahwa sebuah pasar monopoli dapat diubah menjadi pasar persaingan dengan syarat bahwa sunk cost dalam industri tersebut dapat diabaikan. Untuk deregulasi penerbangan, adanya entry akan menimbulkan persaingan. Apabila kemudian sebuah perusahaan penerbangan harus meninggalkan persaingan dalam rute tertentu maka tidak terdapat sunk cost karena perusahaan tersebut hanya memindahkan rute dan bukan membangun lapangan udara baru. Jadi, bila pasar yang akan dideregulasi adalah sebuah pasar monopoli yang membutuhkan investasi infrastruktur yang besar, maka pemerintah harus

21 6 menanggung infrastrukturnya, sehingga perusahaan swasta yang kemudian masuk tidak menanggung biaya sunk cost (Sjahrir, 1995). Perubahan struktur pasar jasa ini menjadi oligopolistik terjadi sejak adanya deregulasi, dimana entry by new firm menjadi mudah karena: a. Investasi oleh maskapai baru murah karena menggunakan pesawat yang tidak dibeli tetapi disewa. Sejak terjadinya Serangan 11 September menyebabkan harga sewa pesawat menjadi sangat murah. b. Regulasi pemerintah tidak memberi perlakuan khusus pada pemain lama. c. Pemerintah sebagai penyedia infrastruktur bandara seperti landasan pacu, terminal penumpang, hanggar pesawat dan lain-lain. d. Respon positif dari pasar yang bisa menawarkan harga murah. Tarif merupakan salah satu unsur yang sangat penting bagi pengguna jasa, karena apabila tarif angkutan udara rendah, masyarakat atau pengguna jasa akan cenderung semakin sering menggunakan jasa transportasi udara. Banyaknya perusahaan penerbangan nasional baru beroperasi, maka salah satu strategi yang diterapkan untuk menarik banyak penumpang atau pengguna jasa adalah dengan cara perang tarif. Perang tarif antar perusahaan penerbangan telah terjadi setelah adanya deregulasi penerbangan, sehingga berdampak yang sangat signifikan terhadap kelangsungan bisnis penerbangan. Tetapi sebenarnya yang menjadi permasalahan bagi pengguna jasa atau penumpang adalah sejauhmana perusahaan penerbangan dapat memberikan pelayanan yang baik atau tidak berkurang serta dapat

22 7 memberikan kenyamanan dan keselamatan bagi pengguna jasa. Kondisi rendahnya tarif akan memberikan keuntungan bagi pengguna jasa, karena harga tiket pesawat udara sama bahkan ada yang lebih murah dibandingkan moda transportasi lainnya, sehingga penumpang yang sudah terbiasa bepergian dengan menggunakan moda transportasi lainnya sekarang dapat merasakan bepergian dengan menggunakan transportasi udara. Tarif merupakan sumber keuntungan bagi perusahaan penerbangan. Berbagai macam strategi tarif diperkenalkan kepada penumpang. Semakin rendah tarif yang ditetapkan maka semakin banyak penumpang yang memilih menggunakan maskapai penerbangan tersebut sehingga pada akhirnya perusahaan memperoleh keuntungan. Penumpang akan beralih kepada maskapai yang menerapkan tarif murah tersebut tarif. Tetapi yang perlu diingat, tarif merupakan sarana pengendali keseimbangan yang adil antara kepentingan perusahaan penerbangan disatu pihak dan kepentingan pengguna jasa angkutan udara dipihak lain. Adapun permasalahan-permasalahan yang akan diteliti: 1) Bagaimana perkembangan Industri penerbangan di Indonesia? 2) Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi tarif untuk rute domestik tujuan Batam periode ?

23 8 1.3 Tujuan Penelitian Perumusan masalah diatas menunjukkan tujuan yang telah penulis laksanakan. Secara ringkas, dapat penulis tegaskan bahwa penelitian yang penulis lakukan bertujuan sebagai berikut: 1) Untuk mengetahui perkembangan industri penerbangan di Indonesia. 2) Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi tarif untuk rute domestik dengan tujuan Batam periode Manfaat Penelitian Hal-hal yang diperoleh dari penelitian tentang analisis faktor-faktor yang mempengaruhi tarif (airfares) pada industri penerbangan Indonesia untuk rute domesik dengan kota tujuan Batam diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang terkait dengan permasalahan yang telah diteliti ini. Secara ringkas, manfaat yang penulis harapkan dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi Pemerintah dan pihak yang terkait lainnya sebagai bahan pertimbangan dalam membuat kebijakan dalam Industri Penerbangan. 2) Hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi perusahaan penerbangan dalam penentuan harga. 3) Hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa yang lain sebagai bahan pelengkap yang masih relevan dengan permasalahan skripsi ini.

24 9 4) Hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi saya khususnya dan mahasiswa Ilmu Ekonomi pada umumnya dalam memahami permasalahan mengenai jumlah maskapai penerbangan terhadap penentuan harga. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian 1) Penelitian ini di fokuskan pada rute dari kota asal dengan tujuan akhir Batam. 2) Penelitian ini hanya mencakup penerbangan domestik untuk kelas ekonomi. 3) Rute dengan tujuan Batam merupakan rute yang padat penumpang. 4) Bandara Hangnadim merupakan salah satu bandara Internasional. 5) Ketersediaan data dari Angkasa Pura II sebagai pengelola bandara-bandara untuk kawasan Indonesia bagian Barat. 6) Jangka waktu penelitian dari tahun 2001 hingga 2005 karena melihat kondisi industri penerbangan Indonesia setelah adanya UU No.5 Tahun 1999.

25 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Ekonomi Industri Menurut Sheperd (1979) ekonomi industri adalah cabang dari ilmu makroekonomi yang menganalisis perusahaan, pasar dan industri. Menurut Koch (1980) ekonomi industri adalah suatu studi teoritis dan empiris tentang kajian struktur pasar dan perilaku penjual maupun pembeli yang mempengaruhi kinerja dan kesejahteraan ekonomi. Sedangkan menurut Jaya (2001) ekonomi industri merupakan suatu keahlian khusus dalam ilmu ekonomi. Ilmu ekonomi ini membantu menjelaskan mengapa pasar perlu diorganisir dan bagaimana pengorganisasiannya mempengaruhi cara kerja pasar industri. Ekonomi industri menelaah struktur pasar dan perusahaan secara relatif lebih menekankan pada studi empiris dari faktor-faktor yang mempengaruhi struktur pasar, perilaku dan kinerja pasar Pendekatan Struktur, Perilaku dan Kinerja Pasar Struktur-Perilaku-Kinerja atau biasa disebut Structure,Conduct and Performance (SCP) merupakan tiga kategori utama yang digunakan untuk melihat kondisi struktur pasar dan persaingan yang terjadi dipasar. Struktur sebuah pasar akan mempengaruhi perilaku perusahaan dalam pasar tersebut yang secara bersama-sama menentukan kinerja sistem pasar secara keseluruhan (Martin,1973 dalam Alistair, 2004). Paradigma SCP yang dimulai dari ukuran-ukuran yang akan mempengaruhi struktur pasarnya, kemudian struktur tersebut akan mempengaruhi

26 11 perilaku dan pada akhirnya juga akan mempengaruhi kinerja pasar tersebut melalui konsumen yang terlihat pada Gambar 2. UKURAN-UKURAN Kondisi Permintaan Kondisi Penawaran Elastisitas permintaan Skala ekonomi Elastisitas silang dari permintaan Ekonomi vertikal STRUKTUR Ukuran distribusi perusahaan Pangsa pasar Kosentrasi Rintangan masuk Elemen-elemen lain PERILAKU Kerjasama dengan pesaing Strategi melawan pesaing Advertensi KINERJA Harga biaya dan pola keuntungan Keseimbangan dalam pendistribusian Pengalokasian yang efisien Keseimbangan teknologi X-efisiensi Pengaruh lainnya Gambar 2. Hubungan Struktur, Perilaku dan Kinerja Pasar Sumber: Jaya (1994). a. Struktur Pasar Struktur pasar merujuk pada jumlah dan ukuran distribusi perusahaan dalam pasar serta mudah atau sulitnya masuk dan keluar dari pasar. Struktur pasar ini menganalisis struktur pasar yang dipengaruhi berbagai faktor baik internal maupun eksternal dan juga mendeskripsikan karakteristik dan komposisi pasar dalam perekonomian. Pasar dapat diartikan sebagai suatu kelompok penjual dan pembeli yang saling bertransaksi, mempertukarkan barang yang dapat

27 12 disubtitusikan. Melalui struktur pasar inilah, struktur pasar dapat dinilai dan dikaji lebih dalam. Struktur pasar yang biasa dikenal secara umum dalam ekonomi adalah monopoli dan persaingan sempurna. Ada juga yang menggolongkan struktur pasar menjadi enam kategori, yaitu: monopoli, perusahaan dominan, oligopoli ketat, oligopoli longgar, monopolistik dan persaingan sempurna (Sheperd,1979). Dalam kajian teori yang dilakukan akan lebih dititik beratkan pada struktur pasar monopoli, oligopoli dan persaingan. Definisi klasik dari struktur pasar Monopoli adalah satu-satunya produsen atau penjual produk atau jasa dalam suatu pasar. Akan tetapi berdasarkan perkembangannya, pengertian monopoli tidak hanya terbatas pada satu-satunya produsen atau penjual, monopoli dapat diartikan sebagai kesatuan tindakan dan keputusan yang diambil, sehingga terjadi pengaturan baik dalam perilaku maupun kinerja (Hasibuan, 1994). Oligopoli merupakan kondisi dimana gabungan beberapa perusahaan terkemuka yang memiliki pangsa pasar antara 40 persen-60 persen. Mereka juga memiliki permintaan yang inelastis dan bekerja sama dalam penentuan harga. Persaingan merupakan tempat terdapatnya banyak penjual dan pembeli, tidak memiliki kekuasaan menentukan harga karena pangsa pasar yang tidak berarti. Dengan hambatan masuk yang rendah dan informasi yang sangat terbuka, para pesaing potensial dapat mudah memasuki pasar. Para produsen mendapat keuntungan normal dan efisiensinya tinggi.

28 13 1) Pangsa Pasar Menurut Sheperd (1979), pangsa pasar menggambarkan besarnya tingkat penjualan relatif perusahaan, yaitu rasio antara besarnya penjualan perusahaan dengan total penjualan industri. Setiap perusahaan memiliki pangsa pasarnya sendiri dan besarnya antara 0 hingga 100 persen dari total penjualan seluruh pasar. Menurut literatur Neo-Klasik landasan posisi pasar perusahaan adalah pangsa pasar yang diraihnya. Pangsa pasar dalam praktek bisnis merupakan tujuan atau motivasi perusahaan. Perusahaan dengan pangsa pasar yang lebih baik akan menikmati keuntungan dan penjualan produk dan kenaikan harga sahamnya. 2) Kosentrasi Pemusatan merupakan kombinasi pangsa pasar dari perusahaan oligopolis dimana mereka menyadari adanya saling ketergantungan. Kosentrasi sering digunakan sebagai ukuran tingkat persaingan. Kosentrasi juga sering dipakai sebagai alat analisis struktur pasar, perilaku dan kinerja perusahaan yang beroperasi di dalamnya dan secara tidak langsung menjadi indikator perilaku anti persaingan atau kolusi (Satriawan dan Wigati, 2002 dalam Citra, 2006). 3) Hambatan untuk masuk (barrier to entry) Menurut Asian Development Bank (2001) barrier to entry dapat didefinisikan sebagai setiap bentuk karakteristik pasar yang menghambat pendatang (entrant) baru untuk bersaing atas dasar yang sama dengan perusahaan yang sudah ada. Dalam definisi lain, kombinasi biaya yang hilang (sunk cost) dan skala ekonomi dapat menjadi barrier to entry.

29 14 Hambatan masuk seringkali diperlukan sebagai subjek perusahaan monopoli dan oligopoli untuk mengambil strategi dalam menghadapi pendatang baru. Hal ini akan dapat meningkatkan kekuatan pasar perusahaan besar dan menjadi ukuran yang dipakai dalam mengetahui hambatan bagi perusahaan baru untuk masuk ke pasar. b. Perilaku Pasar Perilaku pasar terdiri dari kebijakan-kebijakan yang diadopsi oleh para pelaku pasar dan juga pesaingnya terutama dalam hal harga dan karakteristik produk. Perilaku pasar menggambarkan tindakan-tindakan perusahaan sebagai akibat dari struktur pasar yang dihadapinya. Salah satu contoh nyata perilaku yang terjadi di perekonomian Indonesia adalah oligopoli. Pada kondisi pasar oligopoli, perilaku setiap perusahaan akan sulit diperkirakan. Banyak hal yang dapat mempengaruhi kebijakan yang akan diambil oleh suatu perusahaan. Berbeda halnya dengan kondisi pasar persaingan sempurna dimana perusahaan hanya bersifat sebagai penerima harga. Pada umumnya perusahaan yang mendominasi pasar akan berlaku seperti halnya perusahaan monopoli yang akan menaikkan harga untuk memperoleh keuntungan lebih dan menggunakan diskriminasi harga. Sedangkan pada pasar oligopoli, tindakan yang mereka lakukan terkait oleh strategi dimana pilihan tindakannya seringkali tergantung pada kebijakan yang diambil oleh pesaing terdekat (Jaya, 2001).

30 15 c. Kinerja Pasar Hasibuan (1994) mengemukakan bahwa kinerja pasar atau industri adalah hasil kerja yang dipengaruhi oleh struktur dan perilaku industri. Kinerja dalam kaitannya dengan ekonomi memiliki banyak aspek namun biasanya dipusatkan pada tiga aspek pokok, yaitu: efisiensi, kemajuan teknologi dan keseimbangan dalam industri. 1) Efisiensi Efisiensi adalah menghasilkan suatu nilai output yang maksimum dengan menggunakan sejumlah input tertentu baik secara kuantitas (fisik) maupun nilai ekonomis serta tidak ada sumberdaya yang terbuang. Efisiensi terdiri dari efisiensi internal (efisiensi-x) dan efisiensi alokasi. Tingkat efisiensi internal menggambarkan perusahaan yang dikelola dengan baik. Efisiensi ini diukur dengan perbandingan nilai tambah dan nilai input setiap perusahaan. Sedangkan efisiensi alokasi menggambarkan alokasi sumberdaya ekonomi sedemikian rupa sehingga tidak ada lagi perbaikan dalam berproduksi yang dapat menaikkan nilai output. 2) Kemajuan Teknologi Kemajuan teknologi dicapai apabila perusahaan terus menerus melakukan inovasi dalam penguasaan teknologi, melalui alih teknologi dari negara lain ataupun didapat dari riset dan pengembangan perusahaan. Melalui penemuan dan pembaruan teknologi, orang dapat membuat suatu karya baru serta meningkatkan produktivitas produksi barang yang telah ada. Jika hal ini bekerja dengan baik,

31 16 produksi-produksi baru ditawarkan, biaya-biaya menurun dan harga-harga akan memperbesar keuntungan konsumen. 3) Keseimbangan dalam Industri Keseimbangan dalam Industri akan tercapai apabila perusahaan mendistribusikan produk ke pasar sesuai dengan keinginan dan pengharapan yang nyata. Ini sangat erat kaitannya dengan efisiensi dalam pengalokasian Pasar Oligopoli Hasibuan (1994) konsep dasar oligopoli adalah interdependensi (saling ketergantungan) antar pesaing yang satu dengan yang lainnya. Secara teori, oligopoli berarti beberapa perusahaan, dua atau lebih. Perusahaan-perusahaan tersebut mempunyai pangsa pasar yang relatif besar dibandingkan dengan perusahaan pada pasar persaingan sempurna. Oligopoli dibedakan menjadi oligopoli ketat dan oligopoli longgar. Burgess (1989) dalam Ismalianti kecenderungan utama pada pasar oligopoli adalah adanya persamaan harga dan ciri-ciri produk yang sama pada semua perusahaan. Persamaan harga dalam oligopoli ketat hanyalah satu sisi dari kecenderungan yang mendasar. Pengendalian harga secara langsung (karena besarnya kekuatan pasar) hanya akan terjadi pada pasar monopoli. Pada pasar oligopoli, perusahaan mengawasi pesaingnya. Harga yang ditetapkan oleh perusahaan harus berada jauh diatas biaya yang dikeluarkan untuk dapat memperoleh keuntungan. Karena terdapat saling ketergantungan diantara

32 17 perusahaan dalam membuat keputusan, maka ada tiga kemungkinan bagi perusahaan untuk menetapkan harganya: 1. Perusahaan-perusahaan yang ada di pasar membuat perjanjian dengan pesaingnya dalam menentukan tingkat harga jual produk yang disepakati bersama dan disetujui semua pihak. Hal tersebut menciptakan lingkungn persaingan yang aman, akan tetapi bagi konsumen itu beresiko tinggi, karena akan menciptakan tingkat harga yang tinggi, bahkan mungkin sangat tinggi. 2. Masing-masing perusahaan menetapkan harga jual pada tingkat yang serendah mungkin agar dapat mengahancurkan pesaingnya. Tindakan tersebut biasa disebut sebagai perang harga. Untuk dapat tetap bertahan di dalam pasar, masing-masing perusahaan harus dapat berproduksi dengan biaya yang serendah dan seefisien mungkin. 3. Apabila terdapat derajat diferensiasi, perusahaan harus memperlambat laju pemunculan produk baru untuk menekan resiko. 2.2 Teori Persaingan Siswanto (2002) menjelaskan bahwa persaingan atau competition dalam bahasa Inggris oleh Webster didefinisikan sebagai... a struggle or contest between two or more persons for the same objects. Dengan memperhatikan terminologi persaingan diatas, dapat disimpulkan bahwa dalam setiap persaingan akan terdapat unsur-unsur sebagai berikut:

33 18 a. Ada dua pihak atau lebih yang terlibat dalam upaya saling mengungguli. b. Ada kehendak di antara mereka untuk mencapai tujuan yang sama. Meskipun demikian Anderson (1958) berpendapat bahwa persaingan di bidang ekonomi merupakan salah satu bentuk persaingan yang paling utama diantara sekian banyak persaingan antarmanusia, kelompok masyarakat atau bahkan bangsa. Adapun salah satu bentuk persaingan di bidang ekonomi adalah persaingan usaha (business competition) yang secara sederhana bisa didefinisikan sebagai persaingan antara para penjual di dalam merebut pembeli dan pangsa pasar. Dari sudut pandang ekonomi, persaingan membawa implikasi positif. Pertama, persaingan merupakan sarana untuk melindungi para pelaku ekonomi terhadap eksploitasi dan penyalahgunaan. Kondisi persaingan menyebabkan kekuatan ekonomi para pelaku ekonomi tidak terpusat pada tangan tertentu. Kedua, persaingan mendorong alokasi dan realokasi sumberdaya ekonomi sesuai keinginan konsumen. Ketiga, persaingan bisa menjadi kekuatan untuk mendorong penggunaan sumberdaya ekonomi dan metode pemanfaatannya secara efisien. Keempat, persaingan bisa merangsang peningkatan mutu produk, pelayanan, proses produksi dan teknologi. Meskipun secara umum dapat dikatakan aspek positifnya lebih terlihat, kondisi persaingan juga mempunyai aspek negatif. Pertama, sistem persaingan memerlukan biaya dan kesulitan-kesulitan tertentu yang tidak didapati dalam sistem monopoli. Kedua, persaingan bisa mencegah koordinasi yang diperlukan

34 19 dalam industri tertentu. Ketiga, persaingan yang dilakukan oleh pelaku ekonomi yang tidak jujur bisa bertentangan dengan kepentingan publik. 2.3 Contestable Market Sjahrir (1995) menjelaskan bahwa contestable market adalah kondisi pasar persaingan yang terjadi karena dimungkinkannya entry ke dalam pasar monopoli. Akibatnya cost akan didorong turun kebawah. Idealnya kemudian harga yang terbentuk akan sama dengan Long Run Marginal Cost (LRCM). Tetapi tidak semua CM mampu membentuk harga pada saat P=LRMC, karena syarat terbentuknya CM adalah tidak adanya sunk cost. Dengan kata lain bahwa sebuah pasar dapat dideregulasi bila ia tidak mengandung sunk cost. Yang dimaksud dengan sunk cost disini adalah biaya yang dianggap terbuang bila perusahaan berada dalam industri tersebut keluar dari pasar. Kondisi yang dibutuhkan untuk membuat pasar menjadi Perfectly Contestable antara lain: 1. Semua produsen, baik yang aktual maupun potensial mendapat akses yang sama pada teknologi yang digunakannya dalam berproduksi. 2. Teknologi mungkin terkarakter oleh skala ekonomi, meskipun terdapat fixed cost namun fixed cost tersebut bukanlah bagian dari sunk cost. 3. Tidak ada entry lag sehingga pemain baru (entrant) bisa masuk dan langsung dapat berproduksi pada tingkat skala produksi apa pun. 4. Respon yang dimiliki oleh perusahaan yang telah ada (incumbent) lebih lama daripada waktu keluarnya entrant dalam industi tersebut.

35 20 Entrant dapat masuk, membentuk harga yang rendah dari incumbent serta keluar dari industri tanpa resiko mengalami kerugian sebelum incumbent dapat memberikan respon atau tindakan untuk merubah harga. Oleh karena itu perfectly contestable adalah sebuah pasar yang dapat diakses oleh pendatang potensial (entrant) tanpa hambatan masuk (barriers to entry), yang dapat melayani permintaan pasar dengan menggunakan teknik produksi yang sama sebagaimana yang digunakan oleh perusahaan yang telah ada (incumbent). Karena kondisi entry dan exit secara absolute bebas tanpa biaya, dengan adanya informasi yang sempurna, entrant tidak akan mengalami kerugian dalam teknik produksi karena dapat mengacu pada perusahaan yang telah ada dan entrant dapat mengevaluasi keputusannya untuk masuk ke industri dengan tepat dan benar ketika keputusan yang sama diambil oleh perusahaan incumbent (Titie, 2005). 2.4 Kebijakan Persaingan Kebijakan persaingan terdiri dari Undang-Undang Antimonopoli dan Persaingan Usaha, Deregulasi dan Liberalisasi ekonomi. UU Antimonopoli mengatur masalah perilaku perusahaan agar tidak menyalahgunakan market power-nya, sedangkan deregulasi dan liberalisasi menciptakan agar mekanisme pasar dapat berjalan dengan intervensi pemerintah yang minimal. Tujuan Kebijakan Persaingan (competition policy) adalah untuk meminimalisasikan inefisiensi perekonomian yang diakibatkan oleh perilaku pelaku usaha yang bersifat antipersaingan.

36 Penelitian-penelitian Terdahulu Morrison dan Winston (1990), Borenstein (1989) dan Bauer (1989) menganalisa mengenai jumlah maskapai penerbangan dan kaitannya dengan penentuan harga. Boreinstein (1989) memasukkan unsur load factor dari rute-rute penerbangan di AS yang dibagi dalam klasifikasi bandara Hub dan non Hub. Ia mendapatkan bahwa faktor penentu bukanlah jumlah maskapai penerbangan melainkan market share dari maskapai penerbangan dalam rute tertentu. Morrison dan Winston (1990) menggunakan jarak sebagai variabel lain dalam merumuskan fungsi harga tiket (airfares) tetapi ia mengklasifikasikan number of firm menjadi 3 kategori yaitu jumlah pemain pada bandara dengan sistem slot, jumlah penerbangan dengan bandara non slot dan jumlah penerbangan pada bandara kota tujuan. Bauer (1989) menganalisa tentang ada tidaknya pengaruh dari jumlah pemain atau firm terhadap penentuan harga dan faktor apakah yang merupakan penentu dari harga tiket (airfares) ke kota tujuan tertentu (dalam penelitian tersebut cleaveland). Ia menggunakan kerangka dari Contestable Market Theory dan implikasinya dimana jumlah pemain tidak mempengaruhi secara signifikan proses penentuan harga. Dalam penelitiannya Bauer tidak membedakan antara Low Cost Airlines atau penerbangan berbiaya rendah dari industri penerbangan keseluruhan. Hasil dari penelitian Bauer adalah jumlah maskapai penerbangan (firm) tidak mempengaruhi penentuan harga sehingga pasar tujuan Cleveland merupakan pasar yang perfectly contestable. Hal ini berarti Contestable Market terjadi pada industri penerbangan domestik di AS dengan tujuan Cleveland.

37 Kerangka Pemikiran Angkutan udara adalah suatu industri global, dengan kegiatan operasi mencakup antar negara dan antar benua. Dahulunya sistem ekonomi angkutan udara adalah sistem ekonomi tertutup. Perusahaan yang berperan sangat dominan pada saat itu adalah Garuda dan Merpati, kedua-duanya adalah BUMN. Namun, dengan adanya Undang-Undang Persaingan Usaha di Indonesia yaitu Undang-Undang No.5 tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dan deregulasi di bidang penerbangan menyebabkan perkembangan perubahan pengaturan perusahaan angkutan udara niaga berjadwal menuju sistem ekonomi pasar. Deregulasi penerbangan memberikan kemudahan bagi pemain atau perusahan baru untuk masuk dalam industri penerbangan. Hal tersebut berdampak pada pesatnya pertumbuhan perusahaan penerbangan di Indonesia. Akibatnya timbul persaingan antar perusahaan penerbangan yang memperebutkan pasar yang ada. Persaingan antar perusahaan penerbangan biasanya terjadi pada rute-rute padat penumpang dalam penelitian ini adalah rute tujuan akhir Batam. Persaingan tersebut membuat sebagian besar maskapai penerbangan di Indonesia menetapkan strategi tarif untuk meraih penumpang. Untuk melihat faktor-faktor yang diduga mempengaruhi tarif dengan rute domestik tujuan Batam maka digunakan Model Paul Bauer yang sebelumnya melakukan penelitian untuk rute tujuan Cleveland, Amerika Serikat. Untuk kasus di Indonesia akan dilakukan penyesuaian-penyesuaian terhadap Model Paul Bauer tersebut. Selain itu juga dilihat perkembangan industri penerbangan Indonesia.

38 23 Pada akhirnya akan dilihat faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya tarif untuk tujuan Batam. Industri Penerbangan Deregulasi Penerbangan UU No. 5 ahun 1999 Persaingan Antar Maskapai Penerbangan Analisis perkembangan Industri Penerbangan Indonesia Model Paul Bauer Faktor yang Diduga Mempengaruhi Tarif : 1. Jumlah perusahaan penerbangan 2. Jumlah penumpang per rute 3. Jumlah Penduduk kota asal 4. PDRB per Kapita kota asal 5. Jarak tempuh per rute 6. Jumlah Transit 7. Karakteristik Bandara Faktor-faktor yang mempengaruhi tarif untuk tujuan Batam Gambar 3. Kerangka Pemikiran Konseptual 2.7 Hipotesis Berdasarkan permasalahan dan kerangka pemikiran yang telah diuraikan, untuk faktor-faktor yang mempengaruhi tarif pada industri penerbangan Indonesia

39 24 untuk rute domestik dengan kota tujuan Batam pada periode Penulis mengajukan suatu hipotesis yaitu : 1. Jumlah maskapai penerbangan berpengaruh negatif dalam penentuan tarif (airfares) pada pasar domestik dengan kota tujuan Batam. Semakin banyak jumlah maskapai maka semakin kompetitif rute tersebut sehingga maskapai penerbangan akan bersaing dalam memperebutkan penumpang dengan menetapkan harga yang rendah. 2. Jumlah penumpang berpengaruh positif dalam penentuan tarif (airfares) pada pasar domestik dengan kota tujuan Batam. Berdasarkan teori permintaan, kenaikan jumlah penumpang akan menggeser kurva-kurva permintaan untuk jasa penerbangan ke arah kanan, yang menunjukkan bahwa akan lebih banyak yang menggunakan jasa penerbangan. 3. Jumlah penduduk kabupaten atau kota asal berpengaruh positif dalam penentuan tarif (airfares) pada pasar domestik dengan kota tujuan Batam. Pertumbuhan jumlah penduduk belum menciptakan permintaan baru. Penduduk yang bertambah ini harus mempunyai daya beli sebelum permintaan berubah. Tambahan orang berusia kerja, tentunya akan menciptakan pendapatan baru. Jika ini terjadi, permintaan untuk semua komoditi yang dibeli oleh penghasil pendapatan baru akan meningkat. Jadi, semakin banyak jumlah penduduk maka semakin banyak permintaan akan jasa penerbangan. 4. Pendapatan domestik regional bruto per kapita kabupaten atau kota asal berpengaruh positif dalam penentuan tarif (airfares) pada pasar domestik

40 25 dengan kota tujuan Batam. Jika rumah tangga menerima rata-rata pendapatan yang lebih besar maka mereka dapat diperkirakan akan membeli lebih banyak beberapa komoditi, walaupun harga komoditikomoditi itu tetap sama. Dengan melihat keseluruhan rumah tangga, kita memperkirakan bahwa harga berapa pun yang kita ambil, jumlah komoditi akan lebih banyak daripada yang diminta sebelumnya pada tingkat harga yang sama. Jadi semakin besar pendapatan domestik regional bruto per kapita maka semakin besar permintaan akan jasa penerbangan. 5. Jarak tempuh per rute berpengaruh positif dalam penentuan tarif (airfares) pada pasar domestik dengan kota tujuan Batam. Semakin jauh jarak tempuh suatu rute maka akan semakin tinggi tarif yang ditetapkan oleh perusahaan maskapai. 6. Jumlah pemberhentian atau transit (inflight stop) sebagai karakteristik penerbangan untuk rute tersebut berpengaruh positif dalam penentuan tarif (airfares) pada pasar domestik dengan kota tujuan Batam. Semakin banyak orang yang transit di Batam maka akan semakin tinggi tarif yang ditetapkan oleh maskapai penerbangan. 7. Karakteristik Bandar udara kota asal sebagai bandara penghubung ke wilayah Timur dan ke wilayah Barat Indonesia berpengaruh negatif dalam penentuan tarif (airfares) pada pasar domestik dengan kota tujuan Batam. Bertambahnya bandara kota asal sebagai bandara penghubung maka pada bandara tersebut banyak maskapai penerbangan yang transit untuk menuju kota lain, hal ini berarti akan semakin banyak maskapai penerbangan yang

41 26 melayani rute tersebut. Semakin banyak jumlah maskapai ini akan menyebabkan harga tiket menjadi murah.

42 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Penelitian mengenai Faktor-faktor yang mempengaruhi Tarif pada Industri Penerbangan Indonesia untuk Rute Domestik dengan Kota Tujuan Batam memerlukan data sekunder untuk menjadi informasi dalam menganalisis permasalahan dalam penelitian tersebut. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah data yang telah tersedia pada instansi-instansi yang terkait, seperti Biro Pusat Statistik, Direktorat Jenderal Perhubungan Udara, P.T Angkasa Pura II dan INACA (International Air Carrier Assotiation). Data-data sekunder yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data jumlah penumpang, jarak tempuh, pendapatan kota asal, jumlah populasi (penduduk), jumlah transit dalam rute dengan tujuan Batam, harga penjualan rata-rata per tahun dan jumlah maskapai dengan kota tujuan Batam. Mengenai jangka waktu data yang digunakan dari tahun 2001 hingga 2005 dan diolah dengan menggunakan software E-Views Model Penelitian Umum Fungsi persamaan yang akan digunakan untuk mengestimasi faktor-faktor yang mempengaruhi tarif pada industri penerbangan Indonesia untuk rute domestik dengan tujuan Batam periode merupakan model Paul Bauer (1989) yang menggunakan model ini juga untuk mengestimasi faktor determinan dari harga pada penerbangan rute dengan tujuan Cleveland. Hipotesis pada model

43 28 ini mengikuti paradigma Contestable Market, dimana number of firms bukan merupakan determinan airfares. Paul Bauer menyebutkan bahwa penetuan harga (airfares) dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu jumlah maskapai penerbangan (carriers) dalam rute tersebut, jarak tempuh rute, volume lalu lintas udara (air traffic) yang diwakili oleh volume penumpang, karakteristik bandara di USA berupa non atau restricted slot airport, dimana mereka membedakan bandara komersial untuk penerbangan berjadwal dan non komersial untuk private purposes tanpa penerbangan berjadwal dan hubs atau non-hubs airport, dimana bandara kota asal merupakan bandara penghubung (intercity connecting chain) ke berbagai kota dalam wilayah tertentu, karakteristik dari penerbangan tersebut yaitu number of stops (jumlah transit dalam rute tersebut), meal (apakah disediakan makanan dalam rute tersebut), maskapai penerbangan tertentu yang menawarkan rute tersebut dengan karakteristik yang unik (dalam model Bauer diambil Eastern Airlines yang memfokuskan diri pada penerbangan lokal dari negara bagian yang sama dengan Cleveland dan Continental Airlines yang memfokuskan diri pada penerbangan nasional), serta karakteristik kota asal, misalnya pendapatan perkapita, populasi dan apakah kota asal merupakan kota bisnis atau kota pariwisata. Adapun tujuan penelitian yang dilakukan oleh Bauer adalah untuk mengetahui determinan dari harga atau airfares dengan tujuan Cleveland untuk first class, economy dan discount pada tujuan-tujuan tertentu. Paul Bauer menggunakan data yang berasal dari The Official Airline Guide (April 1987) sebagai sumber data untuk harga atau fare dan data mengenai

44 29 karakteristik penerbangan seperti CARRIERS, STOP, SLOT, MEAL, EA, dan CO. Dalam penelitiannya, Bauer hanya menggunakan data penerbangan langsung ke Cleveland dan membedakan menjadi tiga jenis berdasarkan kelas-kelasnya yaitu first class, economy class dan discount fares. Sedangkan data mengenai jumlah penumpang serta jarak diperoleh dari Departemen Transportasi Amerika Serikat, mulai periode 1979 sampai dengan 1989, mencakup semua rute umum domestik dengan tujuan Cleveland. Penelitian tersebut menggunakan 140 observasi dalam bentuk data panel dan diolah dengan metode Ordinary Least Square (OLS). Fungsi persamaannya adalah sebagai berikut: F = α 0 + ß 1 CARRIERS + ß 2 CARRIERS² + ß 3 PASS + ß 4 MILES + ß 5 Keterangan: MILES² + ß 6 POP + ß 7 INC + ß 8 CORP + ß 9 SLOT + ß 10 STOP + ß 11 MEAL + ß 12 HUB + ß 13 EA + ß 14 CO + ε t CARRIERS = Jumlah maskapai penerbangan (carriers) yang mempunyai rute domestik dari kota asal ke kota tujuan Cleveland. CARRIERS 2 = Jumlah maskapai penerbangan (carriers) dikuadratkan untuk melihat perubahan marginal yang menurun atau negatif dari setiap pertambahan jumlah maskapai penerbangan (carriers) dalam rute domestik tersebut. PASS = Volume penumpang dari seluruh maskapai penerbangan (airlines) yang memiliki rute domestik dengan tujuan Cleveland.

Boks 2. Kesuksesan Sektor Jasa Angkutan Udara di Provinsi Jambi

Boks 2. Kesuksesan Sektor Jasa Angkutan Udara di Provinsi Jambi Boks 2. Kesuksesan Sektor Jasa Angkutan Udara di Provinsi Jambi Perekonomian Jambi yang mampu tumbuh sebesar 5,89% pada tahun 2006 merupakan prestasi tersendiri. Pada awal tahun bekerjanya mesin ekonomi

Lebih terperinci

ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA INDUSTRI TELEKOMUNIKASI SELULER INDONESIA OLEH FITRIYANI SOLEHAH H

ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA INDUSTRI TELEKOMUNIKASI SELULER INDONESIA OLEH FITRIYANI SOLEHAH H ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA INDUSTRI TELEKOMUNIKASI SELULER INDONESIA OLEH FITRIYANI SOLEHAH H14104080 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang memuaskan dalam usaha pengembangan ekonomi suatu negara.

BAB I PENDAHULUAN. yang memuaskan dalam usaha pengembangan ekonomi suatu negara. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam aspek perekonomian, jasa angkutan yang cukup serta memadai sangat diperlukan sebagai penunjang pembangunan ekonomi. Tanpa adanya transportasi sebagai

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Keberhasilan fenomenal Southwest Airlines di Amerika Serikat sebagai

BAB I. PENDAHULUAN. Keberhasilan fenomenal Southwest Airlines di Amerika Serikat sebagai BAB I. PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Keberhasilan fenomenal Southwest Airlines di Amerika Serikat sebagai maskapai Low Cost Carrier (LCC) dapat dilihat dari keuntungan yang diperoleh setiap tahunnya.

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERTUMBUHAN TOTAL ASET BANK SYARIAH DI INDONESIA OLEH LATTI INDIRANI H

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERTUMBUHAN TOTAL ASET BANK SYARIAH DI INDONESIA OLEH LATTI INDIRANI H ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERTUMBUHAN TOTAL ASET BANK SYARIAH DI INDONESIA OLEH LATTI INDIRANI H14101089 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Persaingan bisnis yang semakin ketat sekarang ini menyebabkan banyak

BAB I PENDAHULUAN. Persaingan bisnis yang semakin ketat sekarang ini menyebabkan banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Persaingan bisnis yang semakin ketat sekarang ini menyebabkan banyak perusahaan yang terlibat dalam pemenuhan kebutuhan dan keinginan konsumen. Hal ini seakan menuntut

Lebih terperinci

ANALISIS STRUKTUR-PERILAKU-KINERJA INDUSTRI BESI BAJA DI INDONESIA OLEH SARI SAFITRI H

ANALISIS STRUKTUR-PERILAKU-KINERJA INDUSTRI BESI BAJA DI INDONESIA OLEH SARI SAFITRI H ANALISIS STRUKTUR-PERILAKU-KINERJA INDUSTRI BESI BAJA DI INDONESIA OLEH SARI SAFITRI H14102044 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN SARI SAFITRI.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. datang dan berangkat mencapai dan (Buku Statistik

BAB I PENDAHULUAN. datang dan berangkat mencapai dan (Buku Statistik BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bersamaan dengan pulihnya perekonomian Indonesia setelah krisis pada tahun 1997, Industri Penerbangan pun mengalami perkembangan yang signifikan. Indikasi perkembangan

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT PERMINTAAN TEPUNG TERIGU DI INDONESIA (Periode ) OLEH M.

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT PERMINTAAN TEPUNG TERIGU DI INDONESIA (Periode ) OLEH M. ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT PERMINTAAN TEPUNG TERIGU DI INDONESIA (Periode 1982-2003) OLEH M. FAHREZA H14101011 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Industri jasa penerbangan di Indonesia, khususnya untuk penerbangan komersial berjadwal semakin marak sejak dikeluarkannya deregulasi yang mengatur transportasi

Lebih terperinci

DAMPAK OTONOMI DAERAH TERHADAP PEMEKARAN PROVINSI BANTEN OLEH CITRA MULIANTY NAZARA H

DAMPAK OTONOMI DAERAH TERHADAP PEMEKARAN PROVINSI BANTEN OLEH CITRA MULIANTY NAZARA H DAMPAK OTONOMI DAERAH TERHADAP PEMEKARAN PROVINSI BANTEN OLEH CITRA MULIANTY NAZARA H14102010 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN CITRA MULIANTY

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pangsa pasar terbesar di dunia. Pertumbuhan industri penerbangan juga cenderung

BAB I PENDAHULUAN. pangsa pasar terbesar di dunia. Pertumbuhan industri penerbangan juga cenderung BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar belakang penelitian Industri penerbangan merupakan salah satu sektor industri yang memiliki pangsa pasar terbesar di dunia. Pertumbuhan industri penerbangan juga cenderung relatif

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENINGKATAN JUMLAH PASAR MODERN DI KOTA DAN KABUPATEN BOGOR OLEH DIAN AGUSTINA H

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENINGKATAN JUMLAH PASAR MODERN DI KOTA DAN KABUPATEN BOGOR OLEH DIAN AGUSTINA H ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENINGKATAN JUMLAH PASAR MODERN DI KOTA DAN KABUPATEN BOGOR OLEH DIAN AGUSTINA H14052628 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OUTPUT INDUSTRI SEPEDA MOTOR DI INDONESIA. Oleh DEKY KURNIAWAN H

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OUTPUT INDUSTRI SEPEDA MOTOR DI INDONESIA. Oleh DEKY KURNIAWAN H ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OUTPUT INDUSTRI SEPEDA MOTOR DI INDONESIA Oleh DEKY KURNIAWAN H14103122 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penerbangan salah satu yang unik yang disebut Airline Low Cost Carrier (LCC)

BAB I PENDAHULUAN. penerbangan salah satu yang unik yang disebut Airline Low Cost Carrier (LCC) 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dunia usaha penerbangan saat ini telah berkembang pesat dengan berbagai perubahan strategi bagi operator dalam menggunakan berbagai model penerbangan salah satu

Lebih terperinci

ANALISIS INPUT-OUTPUT PERANAN INDUSTRI MINYAK GORENG DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA OLEH: NURLAELA WIJAYANTI H

ANALISIS INPUT-OUTPUT PERANAN INDUSTRI MINYAK GORENG DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA OLEH: NURLAELA WIJAYANTI H ANALISIS INPUT-OUTPUT PERANAN INDUSTRI MINYAK GORENG DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA OLEH: NURLAELA WIJAYANTI H14101038 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI TAMBAH, EFISIENSI DAN FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OUTPUT INDUSTRI MINYAK GORENG SAWIT DI INDONESIA

ANALISIS NILAI TAMBAH, EFISIENSI DAN FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OUTPUT INDUSTRI MINYAK GORENG SAWIT DI INDONESIA ANALISIS NILAI TAMBAH, EFISIENSI DAN FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OUTPUT INDUSTRI MINYAK GORENG SAWIT DI INDONESIA OLEH M. FAJRI FIRMAWAN H14104120 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR EKONOMI TERHADAP DISTRIBUSI PENDAPATAN DI KABUPATEN BOGOR. Oleh DIYAH RATNA SARI H

ANALISIS PENGARUH PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR EKONOMI TERHADAP DISTRIBUSI PENDAPATAN DI KABUPATEN BOGOR. Oleh DIYAH RATNA SARI H ANALISIS PENGARUH PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR EKONOMI TERHADAP DISTRIBUSI PENDAPATAN DI KABUPATEN BOGOR Oleh DIYAH RATNA SARI H14102075 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA INDUSTRI AIR MINUM DALAM KEMASAN (AMDK) DI INDONESIA OLEH SARIFAH H

ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA INDUSTRI AIR MINUM DALAM KEMASAN (AMDK) DI INDONESIA OLEH SARIFAH H ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA INDUSTRI AIR MINUM DALAM KEMASAN (AMDK) DI INDONESIA OLEH SARIFAH H01400104 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). 1 Pernyataan tersebut secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan beragam kebutuhan yang diperlukan masyarakat sebagai konsumen.

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan beragam kebutuhan yang diperlukan masyarakat sebagai konsumen. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Pertumbuhan ekonomi serta perkembangan kebudayaan telah menciptakan beragam kebutuhan yang diperlukan masyarakat sebagai konsumen. Untuk memenuhi tuntutan

Lebih terperinci

Melalui grafik diatas dapat diketahui bahwa demand penumpang penerbangan di Indonesia terus mengalami penurunan dari tahun 1998 hingga tahun 2000.

Melalui grafik diatas dapat diketahui bahwa demand penumpang penerbangan di Indonesia terus mengalami penurunan dari tahun 1998 hingga tahun 2000. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan sistem pemerintahan pasca peristiwa reformasi pada tahun 1998 ikut memicu perkembangan industri jasa transportasi udara nasional yang sempat terpuruk diterpa

Lebih terperinci

ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA INDUSTRI MINUMAN RINGAN DI INDONESIA OLEH SUNENGCIH H

ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA INDUSTRI MINUMAN RINGAN DI INDONESIA OLEH SUNENGCIH H ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA INDUSTRI MINUMAN RINGAN DI INDONESIA OLEH SUNENGCIH H14052889 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 RINGKASAN SUNENGCIH.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagi pemenuhan kebutuhan transportasi yang cepat dan aman. Perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. bagi pemenuhan kebutuhan transportasi yang cepat dan aman. Perkembangan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Semakin berkembangnya bidang teknologi dan perubahan pola kehidupan manusia yang semakin cepat membuat begitu banyak aktivitas yang harus dilakukan oleh manusia untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. adanya ketimpangan dan ketidakmerataan. Salah satu penyebabnya adalah

I. PENDAHULUAN. adanya ketimpangan dan ketidakmerataan. Salah satu penyebabnya adalah I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan yang sering dihadapi dalam perencanaan pembangunan adalah adanya ketimpangan dan ketidakmerataan. Salah satu penyebabnya adalah penyebaran investasi yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang sangat banyak yaitu kurang lebih 210 juta, dengan total wilayahnya

I. PENDAHULUAN. yang sangat banyak yaitu kurang lebih 210 juta, dengan total wilayahnya I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dengan jumlah penduduk yang sangat banyak yaitu kurang lebih 210 juta, dengan total wilayahnya sebesar 5,2 juta kilometer persegi.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tentang struktur dan kinerja industri telekomunikasi seluler. Bab ini juga akan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tentang struktur dan kinerja industri telekomunikasi seluler. Bab ini juga akan BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab ini akan menjelaskan teori-teori yang digunakan untuk melakukan studi tentang struktur dan kinerja industri telekomunikasi seluler. Bab ini juga akan menjadi panduan untuk memahami

Lebih terperinci

ANALISIS PERTUMBUHAN KESEMPATAN KERJA PASCA KEBIJAKAN UPAH MINIMUM DI KABUPATEN BOGOR OLEH ERNI YULIARTI H

ANALISIS PERTUMBUHAN KESEMPATAN KERJA PASCA KEBIJAKAN UPAH MINIMUM DI KABUPATEN BOGOR OLEH ERNI YULIARTI H ANALISIS PERTUMBUHAN KESEMPATAN KERJA PASCA KEBIJAKAN UPAH MINIMUM DI KABUPATEN BOGOR OLEH ERNI YULIARTI H14102092 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN

Lebih terperinci

ANALISIS DAMPAK TRADE FACILITATION TERHADAP PERDAGANGAN BILATERAL INTRA-ASEAN OLEH INDAH JAYANGSARI H

ANALISIS DAMPAK TRADE FACILITATION TERHADAP PERDAGANGAN BILATERAL INTRA-ASEAN OLEH INDAH JAYANGSARI H ANALISIS DAMPAK TRADE FACILITATION TERHADAP PERDAGANGAN BILATERAL INTRA-ASEAN OLEH INDAH JAYANGSARI H14102043 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan, mendukung mobilitas manusia, barang dan jasa serta

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan, mendukung mobilitas manusia, barang dan jasa serta BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dunia penerbangan saat ini mengalami perkembangan yang sangat pesat dan merupakan salah satu unsur penting dalam menggerakan dinamika pembangunan, mendukung mobilitas

Lebih terperinci

ANALISIS EKONOMI PENGELOLAAN SUMBERDAYA AIR PDAM DKI JAKARTA SETELAH ADANYA KONSESI OLEH RETNO TRIASTUTI H

ANALISIS EKONOMI PENGELOLAAN SUMBERDAYA AIR PDAM DKI JAKARTA SETELAH ADANYA KONSESI OLEH RETNO TRIASTUTI H ANALISIS EKONOMI PENGELOLAAN SUMBERDAYA AIR PDAM DKI JAKARTA SETELAH ADANYA KONSESI OLEH RETNO TRIASTUTI H14102035 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 ANALISIS

Lebih terperinci

ANALISIS PERBANDINGAN IKLIM INVESTASI: INDONESIA VERSUS BEBERAPA NEGARA LAIN OLEH: SUSI SANTI SIMAMORA H

ANALISIS PERBANDINGAN IKLIM INVESTASI: INDONESIA VERSUS BEBERAPA NEGARA LAIN OLEH: SUSI SANTI SIMAMORA H ANALISIS PERBANDINGAN IKLIM INVESTASI: INDONESIA VERSUS BEBERAPA NEGARA LAIN OLEH: SUSI SANTI SIMAMORA H14102059 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN

Lebih terperinci

ANALISIS INTEGRASI VERTIKAL PADA INDUSTRI MINYAK GORENG SAWIT DI INDONESIA DAN FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA OLEH HENI SULISTYOWATI H

ANALISIS INTEGRASI VERTIKAL PADA INDUSTRI MINYAK GORENG SAWIT DI INDONESIA DAN FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA OLEH HENI SULISTYOWATI H ANALISIS INTEGRASI VERTIKAL PADA INDUSTRI MINYAK GORENG SAWIT DI INDONESIA DAN FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA OLEH HENI SULISTYOWATI H14104084 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

Lebih terperinci

pengangkutan udara dilakukan oleh perusahaan penerbangan dapat dirasakan

pengangkutan udara dilakukan oleh perusahaan penerbangan dapat dirasakan tanpa didukung adanya jasa angkutan udara, sebab dampak dari adanya pengangkutan udara dilakukan oleh perusahaan penerbangan dapat dirasakan secara langsung, antara lain perhubungan yang cepat, efisien

Lebih terperinci

PASAR MONOPOLI, OLIGOPOLI, PERSAINGAN SEMPURNA

PASAR MONOPOLI, OLIGOPOLI, PERSAINGAN SEMPURNA PASAR MONOPOLI, OLIGOPOLI, PERSAINGAN SEMPURNA P E R T E M U A N 6 N I N A N U R H A S A N A H, S E, M M MONOPOLI Bahasa Yunani monos polein artinya menjual sendiri Penguasaan atas produksi dan atau pemasaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan informasi yang sudah diproses dan dilakukan penyimpanan

BAB I PENDAHULUAN. perubahan informasi yang sudah diproses dan dilakukan penyimpanan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi informasi pada masa sekarang sangat cepat. Teknologi Informasi adalah salah satu alat yang digunakan para manajer untuk mengatasi perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk mencari keuntungan, Namun untuk mencegah terjadinya persaingan. tidak sehat dalam dunia penerbangan.

BAB I PENDAHULUAN. untuk mencari keuntungan, Namun untuk mencegah terjadinya persaingan. tidak sehat dalam dunia penerbangan. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Penerbangan merupakan salah satu sektor transportasi yang banyak diminati. Selain dapat menghemat waktu, penerbangan juga memberikan tarif yang cukup murah untuk setiap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sebagai negara kepulauan terluas di dunia dengan total luas 1,9 juta km 2,

I. PENDAHULUAN. Sebagai negara kepulauan terluas di dunia dengan total luas 1,9 juta km 2, I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai negara kepulauan terluas di dunia dengan total luas 1,9 juta km 2, Indonesia merupakan salah satu negara dengan potensi perpindahan barang dan orang terbesar di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan jumlah pengguna sektor transportasi yang kian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan jumlah pengguna sektor transportasi yang kian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertumbuhan jumlah pengguna sektor transportasi yang kian signifikan merupakan suatu tantangan sekaligus peluang bagi industri transportasi dalam mengembangkan

Lebih terperinci

EKONOMI INDUSTRI (Pertemuan Pertama)

EKONOMI INDUSTRI (Pertemuan Pertama) EKONOMI INDUSTRI (Pertemuan Pertama) Dosen Pengasuh: Khairul Amri, SE. M.Si Bacaan Dianjurkan: Wihana Kirana Jaya, 2008. Ekonomi Industri, BPFE-UGM Yogyakarta. Mudrajat Kuncoro, 2012. Ekonomika Aglomerasi,

Lebih terperinci

ANALISIS PERANAN JASA PARIWISATA DAN SEKTOR PENDUKUNGNYA DALAM PEREKONOMIAN PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (Analisis Input-Output)

ANALISIS PERANAN JASA PARIWISATA DAN SEKTOR PENDUKUNGNYA DALAM PEREKONOMIAN PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (Analisis Input-Output) ANALISIS PERANAN JASA PARIWISATA DAN SEKTOR PENDUKUNGNYA DALAM PEREKONOMIAN PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (Analisis Input-Output) OLEH DWI PANGASTUTI UJIANI H14102028 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS

Lebih terperinci

DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN DI SEKTOR INDUSTRI CPO TERHADAP KESEIMBANGAN PASAR MINYAK GORENG SAWIT DALAM NEGERI OLEH WIDA KUSUMA WARDANI H

DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN DI SEKTOR INDUSTRI CPO TERHADAP KESEIMBANGAN PASAR MINYAK GORENG SAWIT DALAM NEGERI OLEH WIDA KUSUMA WARDANI H DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN DI SEKTOR INDUSTRI CPO TERHADAP KESEIMBANGAN PASAR MINYAK GORENG SAWIT DALAM NEGERI OLEH WIDA KUSUMA WARDANI H14104036 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INTENSITAS ENERGI INDUSTRI MENENGAH-BESAR INDONESIA OLEH HARRY GUSTARA PAMBUDI H

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INTENSITAS ENERGI INDUSTRI MENENGAH-BESAR INDONESIA OLEH HARRY GUSTARA PAMBUDI H ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INTENSITAS ENERGI INDUSTRI MENENGAH-BESAR INDONESIA OLEH HARRY GUSTARA PAMBUDI H14054200 DEPERTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Anisa Rosdiana, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Anisa Rosdiana, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Negara Indonesia adalah Negara kepulauan terbesar di dunia. Laju pertumbuhan yang sangat pesat mencapai 1,5 persen pertahun atau 3,5 juta jiwa, terhitung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat pesat. Terkait dengan pertumbuhan industri jasa, di sisi lain juga semakin

BAB I PENDAHULUAN. sangat pesat. Terkait dengan pertumbuhan industri jasa, di sisi lain juga semakin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada saat ini industri jasa di Indonesia menunjukan perkembangan yang sangat pesat. Terkait dengan pertumbuhan industri jasa, di sisi lain juga semakin meningkatnya

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OUTPUT INDUSTRI MOBIL DI INDONESIA OLEH ANINDITO AJIRESWARA H

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OUTPUT INDUSTRI MOBIL DI INDONESIA OLEH ANINDITO AJIRESWARA H ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OUTPUT INDUSTRI MOBIL DI INDONESIA OLEH ANINDITO AJIRESWARA H14050754 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 2 RINGKASAN

Lebih terperinci

DAN. Oleh H DEPARTEMEN MEN

DAN. Oleh H DEPARTEMEN MEN DAMPAK OTONOMI DAERAH TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DAN PENGEMBANGAN KAPASITAS PRODUKSI LISTRIK DI KAWASAN TIMUR INDONESIA Oleh SIGIT YUSDIYANTO H14104079 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEM

Lebih terperinci

PERSAINGAN USAHA dan JASA KONSTRUKSI

PERSAINGAN USAHA dan JASA KONSTRUKSI PERSAINGAN USAHA dan JASA KONSTRUKSI 2011 1 Cakupan Presentasi 1. Persaingan Usaha yang Sehat Dan KPPU 2. Persaingan Pasar Jasa Konstruksi 3. Masalah Umum Persaingan Usaha Dalam Sektor Jasa Konstruksi

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI DAN PERAN SEKTOR UNGGULAN TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA DI PROVINSI DKI JAKARTA OLEH GITA IRINA ARIEF H

IDENTIFIKASI DAN PERAN SEKTOR UNGGULAN TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA DI PROVINSI DKI JAKARTA OLEH GITA IRINA ARIEF H IDENTIFIKASI DAN PERAN SEKTOR UNGGULAN TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA DI PROVINSI DKI JAKARTA OLEH GITA IRINA ARIEF H14050032 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Pasar penerbangan di Indonesia adalah pasar yang potensial, hal ini didasarkan pada karakteristik demografis Indonesia sebagai negara kepulauan. Selain

Lebih terperinci

ANALISIS FENOMENA DISINTERMEDIASI PERBANKAN DI INDONESIA PASCA KRISIS TERHADAP PERKEMBANGAN SEKTOR RIIL DAN PERTUMBUHAN EKONOMI

ANALISIS FENOMENA DISINTERMEDIASI PERBANKAN DI INDONESIA PASCA KRISIS TERHADAP PERKEMBANGAN SEKTOR RIIL DAN PERTUMBUHAN EKONOMI 1 ANALISIS FENOMENA DISINTERMEDIASI PERBANKAN DI INDONESIA PASCA KRISIS TERHADAP PERKEMBANGAN SEKTOR RIIL DAN PERTUMBUHAN EKONOMI OLEH TATU NIA WULANDARI H14104055 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI

Lebih terperinci

PERCOBAAN EKONOMI UNTUK MENGKAJI KINERJA SISTEM PEMBIAYAAN BANK SYARIAH DAN BANK KONVENSIONAL OLEH IKA SARI WIDAYANTI H

PERCOBAAN EKONOMI UNTUK MENGKAJI KINERJA SISTEM PEMBIAYAAN BANK SYARIAH DAN BANK KONVENSIONAL OLEH IKA SARI WIDAYANTI H PERCOBAAN EKONOMI UNTUK MENGKAJI KINERJA SISTEM PEMBIAYAAN BANK SYARIAH DAN BANK KONVENSIONAL OLEH IKA SARI WIDAYANTI H14103029 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN.

BAB I PENDAHULUAN. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Perkembangan jasa pelayanan maskapai penerbangan dari tahun ke tahun semakin menjadi perhatian masyarakat luas. Hal itu dapat dilhat dari ketatnya persaingan

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA EKONOMI DAN POTENSI KEUANGAN DAERAH KOTA BOGOR SEBELUM DAN SELAMA DESENTRALISASI FISKAL OLEH DHINTA RACHMAWATI H

ANALISIS KINERJA EKONOMI DAN POTENSI KEUANGAN DAERAH KOTA BOGOR SEBELUM DAN SELAMA DESENTRALISASI FISKAL OLEH DHINTA RACHMAWATI H ANALISIS KINERJA EKONOMI DAN POTENSI KEUANGAN DAERAH KOTA BOGOR SEBELUM DAN SELAMA DESENTRALISASI FISKAL OLEH DHINTA RACHMAWATI H14053127 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

pada persepsi konsumen.

pada persepsi konsumen. BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang dilakukan pada industri otomotif di Indonesia tahun 1983-2013, maka dapat diperoleh kesimpulan yaitu: 1. Struktur

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR MEUBEL KAYU INDONESIA KE AMERIKA SERIKAT

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR MEUBEL KAYU INDONESIA KE AMERIKA SERIKAT 1 ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR MEUBEL KAYU INDONESIA KE AMERIKA SERIKAT OLEH ERIKA H14104023 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 2 RINGKASAN

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN DAN KOTA DI PROPINSI JAWA BARAT PERIODE SEBELUM DAN SESUDAH PEMEKARAN WILAYAH OLEH ANGGI MAHARDINI H

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN DAN KOTA DI PROPINSI JAWA BARAT PERIODE SEBELUM DAN SESUDAH PEMEKARAN WILAYAH OLEH ANGGI MAHARDINI H PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN DAN KOTA DI PROPINSI JAWA BARAT PERIODE SEBELUM DAN SESUDAH PEMEKARAN WILAYAH OLEH ANGGI MAHARDINI H14102048 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKUTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penerbangan untuk masuk berkompetisi di industri penerbangan Indonesia. Data

BAB I PENDAHULUAN. penerbangan untuk masuk berkompetisi di industri penerbangan Indonesia. Data BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Persaingan di industri penerbangan Indonesia semakin meningkat, ditunjukkan dengan semakin banyak pemain maskapai penerbangan yang masuk ke pasar Indonesia,

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH PUPUK BERSUBSIDI TERHADAP KINERJA INDUSTRI PUPUK DI INDONESIA

ANALISIS PENGARUH PUPUK BERSUBSIDI TERHADAP KINERJA INDUSTRI PUPUK DI INDONESIA i ANALISIS PENGARUH PUPUK BERSUBSIDI TERHADAP KINERJA INDUSTRI PUPUK DI INDONESIA OLEH DESI PUSPO RINI H14102080 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 ii

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN EKSPOR BIJI KAKAO INDONESIA DI MALAYSIA, SINGAPURA DAN CINA OLEH YULI WIDIANINGSIH H

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN EKSPOR BIJI KAKAO INDONESIA DI MALAYSIA, SINGAPURA DAN CINA OLEH YULI WIDIANINGSIH H ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN EKSPOR BIJI KAKAO INDONESIA DI MALAYSIA, SINGAPURA DAN CINA OLEH YULI WIDIANINGSIH H14053143 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INVESTASI DI PROVINSI DKI JAKARTA OLEH ADHITYA KUSUMANINGRUM H

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INVESTASI DI PROVINSI DKI JAKARTA OLEH ADHITYA KUSUMANINGRUM H ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INVESTASI DI PROVINSI DKI JAKARTA OLEH ADHITYA KUSUMANINGRUM H14103094 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 RINGKASAN

Lebih terperinci

PENGARUH KETERKAITAN ANTAR SEKTOR TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH OLEH DYAH HAPSARI AMALINA S. H

PENGARUH KETERKAITAN ANTAR SEKTOR TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH OLEH DYAH HAPSARI AMALINA S. H PENGARUH KETERKAITAN ANTAR SEKTOR TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH OLEH DYAH HAPSARI AMALINA S. H 14104053 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perjalanan melalui jalur udara merupakan salah satu alternatif bagi seseorang untuk melakukan perjalanan jarak jauh. Salah satu hal dipilihnya perjalanan jalur udara

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN PENGESAHAN... i DAFTAR ISI... i DAFTAR LAMPIRAN... iv Sistematika Pembahasan BAB III... Error! Bookmark not defined.

DAFTAR ISI. HALAMAN PENGESAHAN... i DAFTAR ISI... i DAFTAR LAMPIRAN... iv Sistematika Pembahasan BAB III... Error! Bookmark not defined. DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN... i DAFTAR ISI... i DAFTAR LAMPIRAN... iv 1.1 Rumusan Masalah... 5 1.2 Tujuan Penelitian... 5 1.3 Manfaat penelitian... 5 1.2. Sistematika Pembahasan... 6 BAB II... Error!

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH INFRASTRUKTUR EKONOMI DAN SOSIAL TERHADAP PRODUKTIVITAS EKONOMI DI INDONESIA OLEH KRISMANTI TRI WAHYUNI H

ANALISIS PENGARUH INFRASTRUKTUR EKONOMI DAN SOSIAL TERHADAP PRODUKTIVITAS EKONOMI DI INDONESIA OLEH KRISMANTI TRI WAHYUNI H ANALISIS PENGARUH INFRASTRUKTUR EKONOMI DAN SOSIAL TERHADAP PRODUKTIVITAS EKONOMI DI INDONESIA OLEH KRISMANTI TRI WAHYUNI H14094021 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN EKSPOR BIJI KAKAO INDONESIA OLEH IRMA KOMALASARI H

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN EKSPOR BIJI KAKAO INDONESIA OLEH IRMA KOMALASARI H ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN EKSPOR BIJI KAKAO INDONESIA OLEH IRMA KOMALASARI H14104044 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 RINGKASAN

Lebih terperinci

bagi Indonesia dalam menghadapi persaingan regional maupun global. Kedua, Infrastruktur industri penerbangan juga memiliki kelebihan berupa banyaknya

bagi Indonesia dalam menghadapi persaingan regional maupun global. Kedua, Infrastruktur industri penerbangan juga memiliki kelebihan berupa banyaknya BAB V KESIMPULAN Fenomena ASEAN Open Sky menjadi fenomena yang tidak dapat dihindari oleh Pemerintah Indonesia. sebagai negara yang mendukung adanya iklim perdagangan bebas dunia, Indonesia harus mendukung

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Indonesia dan Amerika Serikat. Untuk mengetahui bagaimana praktik. Sherman Act; Clayton Act; Celler Kefauver Act; Robinson-Patman

BAB V PENUTUP. Indonesia dan Amerika Serikat. Untuk mengetahui bagaimana praktik. Sherman Act; Clayton Act; Celler Kefauver Act; Robinson-Patman BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil pengumpulan data, analisis serta pembahasan pada bab-bab sebelumnya maka Penulis menyimpulkan beberapa hal sebagai berikut: 1. Terdapat perbedaan perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. Menurut Hurriyati (2005, p.49) : untuk bauran pemasaran jasa mengacu

BAB I PENDAHULUAN UKDW. Menurut Hurriyati (2005, p.49) : untuk bauran pemasaran jasa mengacu 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pemasaran merupakan aspek yang sangat penting bagi semua perusahaan yang tetap ingin survive dalam menciptakan keunggulan kompetitif yang berkesinambungan.

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI VOLUME IMPOR KEDELAI INDONESIA

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI VOLUME IMPOR KEDELAI INDONESIA 1 ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI VOLUME IMPOR KEDELAI INDONESIA OLEH POPY ANGGASARI H14104040 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 2 RINGKASAN

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH OTONOMI DAERAH TERHADAP PERTUMBUHAN INVESTASI DI PROVINSI JAWA BARAT OLEH ADI FERDIYAN H

ANALISIS PENGARUH OTONOMI DAERAH TERHADAP PERTUMBUHAN INVESTASI DI PROVINSI JAWA BARAT OLEH ADI FERDIYAN H ANALISIS PENGARUH OTONOMI DAERAH TERHADAP PERTUMBUHAN INVESTASI DI PROVINSI JAWA BARAT OLEH ADI FERDIYAN H14101050 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Perusahaan penerbangan adalah Perusahaan yang bergerak dalam bidang angkutan udara yang mengangkut penumpang, barang, pos, dan kegiatan keudaraan lainnya

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 110 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Bab terakhir ini bertujuan untuk menyimpulkan pembahasan dan analisa pada bab II, III, dan IV guna menjawab pertanyaan penelitian yaitu keuntungan apa yang ingin diraih

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembangunan ekonomi, pertumbuhan ekonomi, dan teori konvergensi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembangunan ekonomi, pertumbuhan ekonomi, dan teori konvergensi. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai teori yang menjadi dasar dari pokok permasalahan yang diamati. Teori yang dibahas dalam bab ini terdiri dari pengertian pembangunan ekonomi,

Lebih terperinci

ANALISIS PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN PASCA OTONOMI DAERAH (STUDI KASUS : KOTA DEPOK)

ANALISIS PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN PASCA OTONOMI DAERAH (STUDI KASUS : KOTA DEPOK) ANALISIS PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN PASCA OTONOMI DAERAH (STUDI KASUS : KOTA DEPOK) Oleh ANNISA ANJANI H14103124 Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan ekonomi dan bisnis yang sangat pesat telah mengubah laju

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan ekonomi dan bisnis yang sangat pesat telah mengubah laju BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi dan bisnis yang sangat pesat telah mengubah laju kehidupan sosial masyarakat. Para pelaku bisnis kegiatannya makin menggeliat, tidak terkecuali

Lebih terperinci

ANALISIS PERKEMBANGAN PASAR TENAGA KERJA INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA (STUDI KASUS DKI JAKARTA)

ANALISIS PERKEMBANGAN PASAR TENAGA KERJA INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA (STUDI KASUS DKI JAKARTA) ANALISIS PERKEMBANGAN PASAR TENAGA KERJA INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA (STUDI KASUS DKI JAKARTA) DITA FIDIANI H14104050 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS

Lebih terperinci

DAMPAK DESENTRALISASI FISKAL TERHADAP KINERJA KEUANGAN DAERAH DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN DAN KOTA PROVINSI JAWA BARAT

DAMPAK DESENTRALISASI FISKAL TERHADAP KINERJA KEUANGAN DAERAH DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN DAN KOTA PROVINSI JAWA BARAT DAMPAK DESENTRALISASI FISKAL TERHADAP KINERJA KEUANGAN DAERAH DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN DAN KOTA PROVINSI JAWA BARAT OLEH ANDROS M P HASUGIAN H14101079 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DAYA SAING DAN PREFERENSI MASYARAKAT DALAM BERBELANJA DI PASAR TRADISIONAL OLEH DEVI NURMALASARI H

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DAYA SAING DAN PREFERENSI MASYARAKAT DALAM BERBELANJA DI PASAR TRADISIONAL OLEH DEVI NURMALASARI H ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DAYA SAING DAN PREFERENSI MASYARAKAT DALAM BERBELANJA DI PASAR TRADISIONAL OLEH DEVI NURMALASARI H14103018 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

Lebih terperinci

2 Indonesia dalam hal melakukan penyelesaian permasalahan di bidang hukum persaingan usaha, yang diharapkan terciptanya efektivitas dan efisiensi dala

2 Indonesia dalam hal melakukan penyelesaian permasalahan di bidang hukum persaingan usaha, yang diharapkan terciptanya efektivitas dan efisiensi dala 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Hukum persaingan usaha sehat diperlukan dalam era dunia usaha yang berkembang dengan pesat. Globalisasi erat kaitannya dengan efisiensi dan daya saing dalam

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN TERMINAL PENUMPANG BANDAR UDARA AHMAD YANI SEMARANG

PENGEMBANGAN TERMINAL PENUMPANG BANDAR UDARA AHMAD YANI SEMARANG LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PENGEMBANGAN TERMINAL PENUMPANG BANDAR UDARA AHMAD YANI SEMARANG Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Teknik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri penerbangan di Indonesia berkembang dengan cepat setelah adanya deregulasi mengenai pasar domestik melalui Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peranan yang sangat penting dan strategis dalam cakupan upaya pencapaian

BAB I PENDAHULUAN. peranan yang sangat penting dan strategis dalam cakupan upaya pencapaian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistem Transportasi Nasional yang keberadaannya memiliki posisi dan peranan yang sangat penting dan strategis dalam cakupan upaya pencapaian tujuan pembangunan nasional

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN 46 IV. METODE PENELITIAN 4.1 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data nilai dan jumlah ekspor teh baik menurut kelompok produk dan negara asal, serta informasi yang

Lebih terperinci

ANALISIS PRODUKTIVITAS FAKTOR PRODUKSI PADA INDUSTRI ALAS KAKI DI INDONESIA OLEH SITTI NURYANI H

ANALISIS PRODUKTIVITAS FAKTOR PRODUKSI PADA INDUSTRI ALAS KAKI DI INDONESIA OLEH SITTI NURYANI H ANALISIS PRODUKTIVITAS FAKTOR PRODUKSI PADA INDUSTRI ALAS KAKI DI INDONESIA OLEH SITTI NURYANI H14103002 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 ANALISIS PRODUKTIVITAS

Lebih terperinci

ANALISIS PENURUNAN PAJAK TAK LANGSUNG PRODUK-PRODUK PANGAN STRATEGIS DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA (MODEL INPUT-OUTPUT SISI PENAWARAN)

ANALISIS PENURUNAN PAJAK TAK LANGSUNG PRODUK-PRODUK PANGAN STRATEGIS DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA (MODEL INPUT-OUTPUT SISI PENAWARAN) ANALISIS PENURUNAN PAJAK TAK LANGSUNG PRODUK-PRODUK PANGAN STRATEGIS DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA (MODEL INPUT-OUTPUT SISI PENAWARAN) OLEH KEMAS MUHAMMAD HUSNI THAMRIN H14102121 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada tahun 2010, Indonesia yang memiliki populasi 237 juta jiwa

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada tahun 2010, Indonesia yang memiliki populasi 237 juta jiwa BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada tahun 2010, Indonesia yang memiliki populasi 237 juta jiwa (www.bps.go.id) menjadikannya sebagai negara terbesar ke empat di dunia setelah China, India, dan Amerika

Lebih terperinci

TIPOLOGI DAN PENGARUH INFRASTRUKTUR TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KAWASAN TIMUR INDONESIA OLEH : CORNELES BULOHLABNA H

TIPOLOGI DAN PENGARUH INFRASTRUKTUR TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KAWASAN TIMUR INDONESIA OLEH : CORNELES BULOHLABNA H TIPOLOGI DAN PENGARUH INFRASTRUKTUR TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KAWASAN TIMUR INDONESIA OLEH : CORNELES BULOHLABNA H14084023 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

KETIMPANGAN DAN PENGARUH INFRASTRUKTUR TERHADAP PEMBANGUNAN EKONOMI KAWASAN BARAT INDONESIA (KBI) OLEH RINDANG BANGUN PRASETYO H

KETIMPANGAN DAN PENGARUH INFRASTRUKTUR TERHADAP PEMBANGUNAN EKONOMI KAWASAN BARAT INDONESIA (KBI) OLEH RINDANG BANGUN PRASETYO H KETIMPANGAN DAN PENGARUH INFRASTRUKTUR TERHADAP PEMBANGUNAN EKONOMI KAWASAN BARAT INDONESIA (KBI) OLEH RINDANG BANGUN PRASETYO H14084020 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

TERMINAL PENUMPANG LOMBOK INTERNATIONAL AIRPORT Penekanan Konsep Desain Renzo Piano

TERMINAL PENUMPANG LOMBOK INTERNATIONAL AIRPORT Penekanan Konsep Desain Renzo Piano LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR (LP3A) TERMINAL PENUMPANG LOMBOK INTERNATIONAL AIRPORT Penekanan Konsep Desain Renzo Piano Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang antara lain terjadi di bandar udara yang dikelola oleh PT Angkasa Pura II. (Persero) sebagaimana digambarkan pada Tabel 1-1.

BAB I PENDAHULUAN. yang antara lain terjadi di bandar udara yang dikelola oleh PT Angkasa Pura II. (Persero) sebagaimana digambarkan pada Tabel 1-1. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan angkutan udara di Indonesia dalam kurun waktu satu setengah dasa warsa pasca krisis moneter sangatlah meningkat pesat. Hal tersebut dapat dilihat

Lebih terperinci

Definisi Pasar Monopoli

Definisi Pasar Monopoli Struktur Pasar Definisi Pasar Monopoli suatu bentuk pasar dimana dalam suatu industri hanya terdapat sebuah perusahaan dan produk yang dihasilkan tidak memiliki pengganti yang sempurna Karakteristik Pasar

Lebih terperinci

ANALISIS EKONOMI KELEMBAGAAN PEMASARAN CPO PRODUKSI P.T. PERKEBUNAN NUSANTARA (PTPN) (Kasus Kantor Pemasaran Bersama (KPB) PTPN Jakarta)

ANALISIS EKONOMI KELEMBAGAAN PEMASARAN CPO PRODUKSI P.T. PERKEBUNAN NUSANTARA (PTPN) (Kasus Kantor Pemasaran Bersama (KPB) PTPN Jakarta) ANALISIS EKONOMI KELEMBAGAAN PEMASARAN CPO PRODUKSI P.T. PERKEBUNAN NUSANTARA (PTPN) (Kasus Kantor Pemasaran Bersama (KPB) PTPN Jakarta) OLEH HENGKY GAMES JS H14053064 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seberapa besar keinginan masyarakat Indonesia untuk terbang? Kutipan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seberapa besar keinginan masyarakat Indonesia untuk terbang? Kutipan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seberapa besar keinginan masyarakat Indonesia untuk terbang? Kutipan berikut adalah sebuah pertanyaan yang tampak sederhana terhadap kondisi masyarakat Indonesia

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Dari penjelasan pada bab-bab sebelumnya dari analisis berbagai data dan fakta yang

BAB V PENUTUP. Dari penjelasan pada bab-bab sebelumnya dari analisis berbagai data dan fakta yang 111 BAB V PENUTUP A.KESIMPULAN Dari penjelasan pada bab-bab sebelumnya dari analisis berbagai data dan fakta yang ada dapat disimpulkan sebagai berikut yaitu: 1. Untuk mengetahui mekanisme masukknya BBM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap jasa penerbangan sebagai moda transportasi yang cepat dan efisien

BAB I PENDAHULUAN. terhadap jasa penerbangan sebagai moda transportasi yang cepat dan efisien BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia merupakan negara kepulauan sehingga permintaan terhadap jasa penerbangan sebagai moda transportasi yang cepat dan efisien menjadi meningkat. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi suatu bangsa. Industrialisasi dapat diartikan sebagai suatu proses

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi suatu bangsa. Industrialisasi dapat diartikan sebagai suatu proses BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam proses pembangunan ekonomi, industrialisasi merupakan salah satu tahap perkembangan yang dianggap penting untuk dapat mempercepat kemajuan ekonomi suatu bangsa.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri jasa transportasi udara sejak awal berkembang dalam menanggapi peningkatan potensi pergerakan manusia yang tersebar dalam berbagai segmentasi masyarakat, baik

Lebih terperinci

PERANAN SEKTOR USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PENYERAPAN TENAGA KERJA DAN PERTUMBUHAN EKONOMI DI INDONESIA OLEH MAHARANI TEJASARI H

PERANAN SEKTOR USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PENYERAPAN TENAGA KERJA DAN PERTUMBUHAN EKONOMI DI INDONESIA OLEH MAHARANI TEJASARI H PERANAN SEKTOR USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PENYERAPAN TENAGA KERJA DAN PERTUMBUHAN EKONOMI DI INDONESIA OLEH MAHARANI TEJASARI DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Definisi industri dalam arti sempit adalah kumpulan perusahaan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Definisi industri dalam arti sempit adalah kumpulan perusahaan yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Industri Definisi industri dalam arti sempit adalah kumpulan perusahaan yang menghasilkan produk sejenis dimana terdapat kesamaan dalam bahan baku yang digunakan, proses,

Lebih terperinci