BAB V PENUTUP. Indonesia dan Amerika Serikat. Untuk mengetahui bagaimana praktik. Sherman Act; Clayton Act; Celler Kefauver Act; Robinson-Patman

Transkripsi

1 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil pengumpulan data, analisis serta pembahasan pada bab-bab sebelumnya maka Penulis menyimpulkan beberapa hal sebagai berikut: 1. Terdapat perbedaan perkembangan industri penerbangan antara Indonesia dan Amerika Serikat. Untuk mengetahui bagaimana praktik LCC dan kaitannya dengan pelanggaran persaingan usaha tidak sehat, maka dapat dilihat dari berbagai aspek. Ditinjau dari dasar hukumnya, bahwa LCC diatur di Amerika Serikat berdasarkan Sherman Act; Clayton Act; Celler Kefauver Act; Robinson-Patman Act dan US Code Title 49, sedangkan di Indonesia diatur berdasarkan Undang-Undang Penerbangan; Peraturan Menteri Nomor 91 Tahun 2014 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 51 tahun 2014 tentang Mekanisme Formulasi Perhitungan dan Penetapan Tarif Batas Atas Penumpang Pelayan Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri; dan Undang-Undang Anti Monopoli. Kemudian dalam penerapan hukumnya, bahwa praktik LCC di Amerika Serikat bersinggungan dengan beberapa antitrust laws, diantaranya adalah merger, aliansi, dan praktik pricing. Terhadap merger, DOJ memutuskan bahwa praktik merger yang dilakukan maskapai LCC (studi kasus antara Southwest AirTran) belum memenuhi unsur dalam melanggar Clayton Act. Kemudian, 135

2 dalam aliansi penerbangan di Amerika Serikat berhak mendapatkan antitrust immunity, yang mana hanya bisa dilakukan oleh maskapaimaskapai FSC (legacy carriers) dan maskapai-maskapai LCC di Amerika Serikat dianggap belum siap dan compatible untuk mengikuti aliansi sehingga tidak dapat bersaing lebih komprehensif. Kemudian praktik pricing yang dapat dibagi dua yaitu predatory pricing dan diskriminasi harga. Pada nyatanya, ditemukan bahwa maskapai LCC yang mengalami kerugian akibat praktik predatory pricing yang dilakukan oleh maskapai FSC sebagai kompetitornya. Kemudian dalam diskriminasi harga, maskapai LCC memiliki potensi lebih besar dalam melakukan hal tersebut sebab diskriminasi harga merupakan strategi bisnis LCC. Akan tetapi, hingga saat ini belum kasus pelanggaran dalam diskriminasi harga oleh maskapai LCC di Amerika Serikat. Di Indonesia, praktik LCC bersinggungan beberapa kegiatan yang dilarang dalam Undang-Undang Anti Monopoli yang diantaranya penerapan harga di bawah pasar, kartelisasi, dan oligopoli. Dalam penerapan harga di bawah pasar, terjadi fenomena perang harga antara maskapai LCC di Indonesia. Berdasarkan sumber dari beberapa artikel dan penulisan dikatakan bahwa LCC di Indonesia berpotensi untuk melanggar ketentuan Undang-Undang Anti Monopoli yaitu melakukan jual harga di bawah pasar. Namun,hingga saat ini belum ada yang melanggar peraturan persaingan usaha, namun perang harga tersebut telah mengkhawatirkan faktor keselamatan penerbangan di Indonesia. 136

3 Mengenai kartelisasi, sebagian besar maskapai LCC terbukti telah melakukan kartelisasi terhadap harga fuel surcharge sehingga diterapkan sanksi berupa pembatalan perjanjian penetapan fuel surcharge dan menghukum para terlapor untuk membayar denda sebagai bentuk pelanggaran di bidang persaingan usaha. Yang terakhir adalah praktik oligopoli, yang dapat disimpulkan bahwa kondisi penerbangan domestik di Indonesia cenderung mengarah ke praktik oligopoli dan berbahaya bagi iklim persaingan di industri penerbangan. Hal tersebut dikarenakan Lion Air memiliki pangsa pasar sejumlah 24,9% dan Lion Group itu sendiri secara keseluruhan memiliki pangsa pasar sejumlah 41,4%. Berdasarkan adanya dugaan oligopoli yang dilarang tersebut menyebabkan konsumen tergantung pada maskapai LCC yang relatif murah, namun belum ada yang berindikasi melakukan praktik oonopoli. Berdasarkan keseluruhan pembahasan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan interpretasi dan pendekatan yang dilakukan oleh lembaga di Amerika Serikat dan Indonesia terhadap praktik LCC. 2. Terkait dengan pihak yang berperan dalam pengawasan praktik LCC dari sudut pandang hukum persaingan usaha, pada intinya kedua negara memiliki persamaan yaitu pemerintah memiliki peran utama dalam menjaga stabilitas transportasi udara di negaranya. Di Amerika Serikat terdapat DOT sedangkan di Indonesia terdapat Kementerian Perhubungan. Perbedaannya adalah, di Indonesia Kementerian Perhubungan hanya mengatur mengenai perizinan penerbangan dan 137

4 keseluruhan teknis dalam mengoperasikan pesawat. Sedangkan apabila dibandingkan dengan Amerika Serikat, DOT turut memperhatikan terhadap iklim persaingan usaha yang sehat agar sesuai dengan aturan antitrust yang ada dalam industru penerbangan. Di Amerika Serikat, DOT membawahi FAA yang memiliki tanggung jawab lebih dalam terhadap industri penerbangan. Peran nyata yang dilakukan oleh DOT diantaranya adalah mencabut izin maskapai yang bersangkutan apabila mengandung perbuatan curang dalam persaingan usaha; menerima dan menginvestigasi keluhan oleh pihak yang dirugikan akibat praktik predatory pricing; memberikan antitrust immunity kepada aliansi maskapai yang sesuai dengan persyaratan; memberikan slot tambahan kepada maskapai sebagai pelaku usaha baru; meninjau perjanjian kerja sama yang dilakukan antar maskapai; menerapkan SIFL sebagai perhitungan tarif; dan mengawasi aspek keselamatan dan keamanan penerbangan di Amerika Serikat. Selain itu, otoritas lainnya adalah FTC dan DOJ yang berperan dalam menerima gugatan terkait persaingan usaha tidak sehat. FTC adalah sebuah lembaga independen pemerintah Amerika Serikat yang dibentuk dengan tujuan untuk mempromosikan perlindungan konsumen serta mengurangi praktik monopoli dalam bisnis. Sedangkan DOJ yaitu departemen kehakiman Amerika Serikat yang merupakan badan eksekutif federal dan berfungsi dalam menegakan hukum di Amerika Serikat. Instansi lainnya adalah AAI sebagai institusi yang meneliti persaingan usaha 138

5 dan banyak memberikan insentif terhadap pemerintah atas dampak LCC di persaingan usaha. Sedangkan di Indonesia, Kementerian Perhubungan khususnya Dirjen Perhubungan Udara memiliki tanggung jawab dan wewenang dalam pengelolaan industri penerbangan. Dalam menjalankan tugasnya, Kementerian Perhubungan menjalin hubungan dengan instansi lain yaitu KPPU dan INACA. KPPU dalam hal ini memberikan saran kebijakan kepada pemerintah; melakukan kajian di bidang transportasi; dan melakukan pertemuan rutin dengan perusahaan angkutan udara. KPPU pada dasarnya dibentuk untuk mengawasi pelaksanaan Undang- Undang Anti Monopoli. Dalam menghadapi fenomena persaingan usaha yang tidak sehat di industri penerbangan, maka diperlukan peran KPPU untuk bersikap tegas dalam menindak para pelaku usaha. Sedangkan INACA sebagai wadah persatuan antara perusahaan angkutan udara yang berfungsi sebagai penjembatan aspirasi para pelaku usaha. Terkait le,baga pengawas persaingan usaha, terdapat beberapa perbedaan antara KPPU dengan FTC, yaitu perbedaan dalam kewenangan, tata cara penyelesaian perkara, dan penggunaan pembuktian. B. Saran Berdasarkan hasil dari penelitian ini maka Penulis memberikan saran khusus kepada pemerintah Indonesia dimana Pemerintah harus lebih proaktif dalam mendukung kesiapan maskapai LCC di Indonesia, baik dari segi peraturannya, pengawasannya, serta harus mampu dalam menjamin 139

6 iklim persaingan usaha yang sehat. Mengingat bahwa model bisnis LCC di Indonesia masih baru, maka perkembangan maskapai LCC di Indonesia sebaiknya diawasi lebih intensif. Sehingga Penulis mengharapkan adanya peningkatan pengawasan dari seluruh lembaga yang memiliki tugas dan tanggung jawab agar sesuai dengan regulatory framework yang telah ada. Kedua, Penulis menyarankan untuk segala pihak yang berkaitan, baik dari sisi pemerintah, KPPU, INACA, maupun dari maskapai penerbangan sebagai pelaku usaha untuk berpartisipasi dalam mematangkan industri penerbangan sehingga siap dalam persaingan usaha terbuka yang sehat. Mengetahui bahwa industri ini berkaitan dengan pelayanan umum, maka iklim persaingan usaha yang sehat akan memberikan dampak yang baik pula terhadap pelayanan kepada masyarakat luas. Ketiga, Penulis menyarankan bahwa Pemerintah harus lebih matang dalam membentuk kebijakan agar dapat berkesinambungan dengan mekanisme pasar. 140