BAB II. Bakteri Filosfer Ageratum conyzoides L. dan Degradasi Kitin. Permukaan tanaman umumnya dihuni oleh berbagai jenis mikroorganisme,

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II. Bakteri Filosfer Ageratum conyzoides L. dan Degradasi Kitin. Permukaan tanaman umumnya dihuni oleh berbagai jenis mikroorganisme,"

Transkripsi

1 7 BAB II Bakteri Filosfer Ageratum conyzoides L. dan Degradasi Kitin A. Keragaman Bakteri Filosfer Permukaan tanaman umumnya dihuni oleh berbagai jenis mikroorganisme, seperti bakteri dan fungi (Lindow & Bradl 2003). Koloni mikroorganisme berbeda-beda, sesuai dengan jenis tanaman dan jaringan yang didiaminya, seperti daun, akar ataupun bunga. Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi keragaman mikroorganisme yang mendiami pemukaan daun, yaitu radiasi ultraviolet, kelembaban, kecepatan angin dan sumber nutrisi. Komunitas bakteri filosfer yang tidak ternaungi kanopi atau setengah ternaungi, akan sangat dipengaruhi oleh radiasi ultraviolet. Adanya radiasi ini menyebabkan dihasilkannya dua jenis mikroorganisme filosfer, yaitu mikroorganisme sensitif ultraviolet dan mikroorganisme yang toleran terhadap ultraviolet (Lindow 2006; Lindow & Bradl 2003; Wilson et al.,2006). Bakteri yang bersifat toleran terhadap UV adalah bakteri yang memiliki pigmen. Pigmen itu diantaranya, merah muda, orange dan kuning (Sundin & Jacob 2001). Keragaman bakteri filosfer juga sangat dipengaruhi oleh kelembaban dan kecepatan angin, kelembaban dapat diperoleh dari air hujan dan embun. Kelembaban ini dapat hilang disebabkan oleh temperatur, angin dan aktivitas sel tanaman. Kelembaban dan kecepatan angin mempengaruhi mobilitas bakteri, yang akhirnya dapat menentukan keberadaan bakteri. Hal lain yang dapat menentukan keragaman dan keberadaan bakteri filosfer, yaitu nutrisi. Kelimpahan nutrisi pada daun dapat mengindikasikan keberadaan

2 8 mikroorganisme. Terutama nutrisi sumber karbon dan sumber nitrogen (Lindow, 2006; Wilson et al.,2006). Banyak sekali kesulitan dalam proses identifikasi mikroorganisme pada permukaan tanaman, karena tidak semua mikroorganisme dapat diisolasi (dikultur) pada media tumbuh di laboratorium. Namun, hal ini dapat diatasi oleh adanya teknik identifikasi secara molekuler, bahkan bagi mikroorganisme yang bersifat unculturable sekalipun. Dalam teknik identifikasi ini, gen yang banyak digunakan adalah gen 16S rrna untuk identifikasi bakteri dan gen 18S rrna untuk fungi (Wilson et al.,2006). Contoh bakteri penghuni filosfer adalah Pseudomonas fluorescens, Pseudomonas syringae, Bacillus cereus, Bacillus subtilis, Erwinia herbicola, Erwinia amylivora dan Serratia sp, dan telah diketahui bahwa bakteri tersebut memiliki aktivitas kitinolitik (Lindow & Bradl 2003; Yurnaliza, 2002; El-Hamshary and Khattab, 2008). Menurut Busam (1997), patogenitas mikrooorganisme terhadap tanaman dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya mengeluarkan protein dalam bentuk enzim kitinase dan hal ini dapat memicu reaksi ketahanan sistemik (systemic acquired resistance/sar) tanaman, Systemic acquired resistance atau SAR dapat memicu tanaman untuk menghasilkan metabolit sekunder dalam sel tanaman tersebut (Percival, 2001; Busam 1997). B. Deskripsi dan Klasifikasi Ageratum conyzoides L Ageratum conyzoides merupakan tumbuhan dari famili Asteraceae. Memiliki habitus herba dengan tinggi 30 cm sampai 80 cm, duduk daun oposita dan memiliki trikoma glandular (Ming, 1999). Tumbuhan ini di berbagai daerah

3 9 di Indonesia memiliki nama yang berbeda antara lain di Jawa disebut bandotan. Di Indonesia, bandotan merupakan tumbuhan liar dan lebih dikenal sebagai tumbuhan pengganggu (gulma) di kebun dan di ladang. Tumbuhan ini, dapat ditemukan juga di pekarangan rumah, tepi jalan, tanggul, dan sekitar saluran air pada ketinggian 1 m sampai m di atas permukaan laut (Sukamto, 2007). Meskipun dianggap gulma, tanaman ini juga sering digunakan sebagai obat tradisional oleh sebagian masyarakat Indonesia. Tanaman ini digunakan untuk mengobati berbagai jenis penyakit kulit, malaria, influenza, radang paru-paru dan tumor (Utami dan Robara 2008). Klasifikasi Ageratum conyzoides L menurut Sukamto (2007) dan Ming (1999). Divisio : Magnoliophyta Classis : Magnoliopsida Ordo : Asterales Famili : Asteraceae Genus : Ageratum Species : Ageratum conyzoides L. Gambar 2.1 Ageratum conyzoides (Dokumentasi Pribadi) Daun Ageratum conyzoides L yang ada di kebun botani UPI memiliki kandungan kimia seperti beta-caryophyllene, precocone II (6,7-dimethoxy, 2,2- dimethyl Ageratochrome), phytol, dan flavoniod (Hardikasari, 2009). Diketahui bahwa metabolit sekunder yang berasal baik dari tanaman maupun hewan menunjukkan beragam aktivitas biologi. Begitu pula senyawa yang terkandung pada daun A. conyzoides, beberapa penelitian telah dilakukan, di antaranya

4 10 sebagai antifungi Candida albicans dan Trichophyton mentagrophytes (Hapsakti, 2009; Hardikasari, 2009). Ekstrak daun A. conyzoides juga digunakan sebagai antibakteri Staphylococcus aureus, Streptococcus pyogenes dan Pseudomonas aeruginosa (Desiarianty, 2009; Pramitha, 2009; Rosantika, 2009). C. Kitin dan Kitinase Kitin adalah polisakarida paling melimpah kedua di alam setelah selulosa. Kitin terdapat dalam komponen struktural eksoskeleton dari serangga dan Crustacea, juga terdapat di dalam dinding sel ragi dan jamur yang jumlahnya berkisar antara % (Laila dan Hendri. 2008). Kitin memiliki struktur yang mirip selulosa. Bila selulosa tersusun atas monomer glukosa, maka kitin tersusun dari monomer N-asetilglukosamin. Struktur kitin secara jelas dapat dilihat pada gambar Gambar 2.2 Struktur Kitin 1. ikatan β-1,4 antar subunit N- asetilglukosamina 2. Gugus hidroksil 3. Gugus Asetil (Modifikasi Hogg,2005) Kitin dilaporkan telah dapat digunakan sebagai bahan pendukung untuk beberapa enzim, seperti papain, laktase, kimotripsin, asam pospatase, dan glukosa isomerase. Sebagai bahan pendukung enzim penggunaannya yang terbesar adalah pada industri makanan dan kosmetik (Laila dan Hendri, 2008). Kitin memiliki tingkat kelarutan yang sangat rendah dalam air, serta mengalami biodegradasi melalui beberapa mekanisme dengan melibatkan kompleks enzim. Salah satu enzim yang dapat mengurai kitin adalah kitinase.

5 11 Kitinase adalah enzim yang umum diproduksi sel bakteri, cendawan, hewan, dan tumbuhan (Pudjihartati, et al. 2006). Enzim kitinase yang dihasilkan tumbuhan dapat menghidrolisis ikatan β-1,4 antar subunit N-asetilglukosamina (NAcGlc) pada polimer kitin. Hidrolisis polimer kitin sebagai salah satu komponen dinding sel hifa cendawan dapat menghambat pertumbuhan hifa. Oleh sebab itu, kitinase dikenal sebagai salah satu protein anti cendawan (Wang et al dalam Pudjihartati et al. 2006). Berdasarkan cara kerja hidrolisis, kitinase dikelompokkan menjadi tiga tipe utama, yaitu: (i) endokitinase, yang memotong secara acak polimer kitin secara internal sehingga menghasilkan oligomer pendek, (ii) eksokitinase (1,4-β-kitobiosidase), yang memotong unit trimer kitobiosa pada ujung terminal polimer kitin, dan (iii) N-asetilglukosamidase, yang memotong unit monomer pada ujung terminal polimer kitin (Brurberg et al dalam Pudjihartati et al. 2006). Menurut Oku (1994) dalam Pudjihartati et al. (2006), peranan kitinase pada ketahanan tanaman terhadap serangan pathogen terjadi melalui dua cara, yaitu: (i) menghambat pertumbuhan cendawan dengan secara langsung menghidrolisis dinding miselia cendawan dan (ii) melalui pelepasan elisitor endogen oleh aktivitas kitinase yang kemudian memicu reaksi ketahanan sistemik (systemic acquired resistance/sar) pada inang. Menurut Angelova (2006), elisitor adalah senyawa-senyawa penginduksi ketahanan sistemik pada tanaman. Elisitor mampu menginduksi berbagai jenis ketahanan sistemik tanaman, diantaranya sintesis metabolit sekunder. Elisitor dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu elisitor biotik dan abiotik. Elisitor biotik ditemukan pada awal tahun 1970-an, sejak saat itu banyak publikasi yang menunjukan fakta bahwa derivat suatu senyawa yang dihasilkan oleh bakteri,

6 12 dapat menginduksi pertahanan sistemik pada tanaman. Elisitor biotik merupakan molekul-molekul yang berasal dari pathogen atau tanaman itu sendiri. Berdasarkan asal substansi pemicu ketahanan sistemik, elisitor biotik dapat dikelompokan kembali menjadi dua, yaitu elisitor eksogen (substansi pemicu berasal dari pathogen) dan elisitor endogen (substansi pemicu berasal dari tanaman). Beberapa molekul yang dapat menjadi elisitor, yaitu polisakarida, oligosakarida, protein, glikoprotein dan asam lemak. D. Gen 16S rrna Sebuah ribosom prokariotik bila dilihat melalui mikroskop elektron, tersusun dari dua subunit, yaitu sub unit besar dan subunit kecil. Subunit ribosom dibangun oleh protein-protein dan molekul-molekul RNA, yang disebut RNA ribosom (rrna, ribosomal RNA). Sekitar 60% dari berat suatu ribosom terdiri dari RNA (Campbell et al. 2000: ). Pada prokariot terdapat tiga jenis rrnas, yaitu: 16S, 23S dan 5S (Olsen et al. 1986). Baik pada eukariota maupun prokariota, subunit besar dan kecil bergabung untuk membentuk ribosom fungsional hanya ketika kedua subunit tersebut terikat pada molekul mrna (Campbell et al. 2000:328). Pengikatan ini terjadi pada 16S rrna di bagian sub unit 30S (subunit kecil) pada ribosom prokariot, karena pada mrna prokariot terdapat urutan basa tertentu yang disebut sebagai tempat pengikatan ribosom (ribosom binding site) atau urutan Shine-Dalgarno (5 -AGGAGGU-3 ), urutan ini spesifik dikenali oleh 16S rrna, dengan demikan dapat dikatakan bahwa, sikuen 16S rrna berfungsi sebagai sikuen anti-shine-dalgarno (Korostelev et al. 2007; Moat et al.,2002). Gen 16S rrna berukuran panjang antara pb dan

7 13 kaya akan basa nitrogen guanin dan sitosin (Moat et al. 2002:56; Clarridge, 2004:842). Pada gen 16S rrna terdapat suatu daerah yang dinamakan daerah lestari (conserved area) dan daerah variabel, sebagian atau seluruh urutan basa pada daerah inilah yang akan menjadi urutan basa yang akan dikenali oleh primer gen 16S. Daerah lestari (conserved area) pada gen 16S rrna umumnya memiliki ukuran sekitar 540 pb (Clarridge, 2004:842). Hal ini yang menjadikan gen 16S rrna sebagai alat dalam metode identifikasi bakteri pada bidang molekuler. Gen 16S rrna memiliki beberapa keunggulan yang memperkuat penggunaanya sebagai alat identifikasi diantaranya, gen ini relatif konstan dan tidak berubah dalam jangka waktu yang sangat lama atau dengan kata lain laju mutasinya sangat kecil (Janda and Abbott, 2007:2761). Pada bidang molekuler terdapat beberapa jenis primer yang dihasilkan dari gen 16S rrna, menurut Marchesi (1997), primer yang paling baik dan stabil adalah primer 63f dan 1387r. E. PCR (Polymerse Chain Reaction) Polymerase Chain Reaction merupakan suatu teknik atau metode perbanyakan (replikasi) DNA secara enzimatik tanpa menggunakan organisme. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 2.3. Menurut Paul (2007), PCR meliputi tiga tahapan dalam satu siklus, yaitu: 1. Tahap Denaturasi Tahap ini berlangsung pada suhu tinggi, antara o C.Hal ini dimaksudkan untuk memisahkan double-strand DNA, menjadi rantai utas tunggal. Pemisahan ini diakibatkan oleh suhu tinggi, yang memicu putusnya ikatan hydrogen pada DNA. Setelah DNA menjadi rantai utas tunggal, maka

8 14 DNA siap menjadi template ( cetakan ) bagi primer (rantai pendek nukleotida atau yang biasa disebut oligonukleotida yang urutan basa nitrogennya telah diketahui). 2. Tahap annealing Pada tahap ini primer menempel pada bagian DNA template yang komplementer urutan basa nitrogennya. Ini dilakukan pada suhu antara C. Penempelan ini bersifat spesifik. Suhu yang tidak tepat menyebabkan tidak terjadinya penempelan primer pada DNA target atau primer menempel di sembarang tempat. Lamanya waktu yang digunakan pada tahap ini biasanya tergantung kepada primer yang digunakan. 3. Tahap elongasi (pemanjangan) Suhu untuk proses ini tergantung dari jenis DNA-polimerase yang digunakan pada reaksi. Secara universal, biasanya enzim yang digunakan adalah Taqpolimerase yang diisolasi dari bakteri Thermus aquaticus. Enzim ini relative stabil bekerja pada suhu tinggi dan tidak terdenaturasi lebih cepat. Proses ini biasanya dilakukan pada suhu 72 C.

9 15 Gambar 2.3 Bagan Proses dalam mesin PCR (Paul, 2007:105) Ketiga proses di atas diulang-ulang antara kali. Akibat proses diatas pula dihasilkan rantai DNA baru yang akan dijadikan template badi primer lain. Karena hal ini berlangsung secara berulang dan terus menerus, maka dihasilkanlah DNA yang berlimpah sesuai dengan jumlah primer. Pada akhirnya akan dihasilkan amplikon, yaitu produk PCR, yang selanjutnya dapat digunakan untuk berbagai keperluan dalam bidang molekuler. F. Elektroforesis Produk PCR (amplikon) dapat divisulisasikan melalui metode elektroforesis atau running. Prinsip dasar teknik elektroforesis adalah pemisahan molekul bermuatan oleh medan listrik. Dalam proses ini molekulmolekul tersebut dipisahkan berdasarkan laju perpindahannya oleh gaya gerak listrik di dalam matriks gel. Medium (matriks gel) elektroforesis yang paling umum digunakan adalah agarosa. Gambar 2.4 akan memperjelas tentang agarosa dan single bands amplikon setelah selesai proses elektroforesis. Konsentrasi agarosa yang digunakan sesuai dengan asam nukleat yang diidentifikasi yaitu antara 0,1-70 kb. Dalam proses elektroforesis, sampel molekul ditempatkan ke dalam sumur (well) pada gel yang ditempatkan di dalam larutan penyangga, dan listrik dialirkan kepadanya.

10 16 Agarose ( - ) Single band ( + ) Gambar 2.4 Agarosa dan single bands amplikon setelah selesai proses elektroforesis ( Modifikasi Tortora et al., 2010) Karena asam nukleat bermuatan negatif dan akan berjalan menuju kutub positif, maka well (sumur) agarosa pada alat elektroforesis diletakan dikutub negatif. Kecepatan migrasi molekul polar (bermuatan) bervariasi tergantung rasio massa dengan muatan, ukuran molekul, berat molekul dan konformasi molekul itu sendiri. Hasil elektroforesis dapat dilihat satelah diwarnai, dan dilihat dengan bantuan cahaya UV. Pewarna etidium bromida dapat dicampurkan langsung dalam gel, gel buffer ataupun setelah elektroforesis berakhir. Etidium bromida akan berinteraksi dengan basa dari molekul DNA dan akan memberikan warna orange fluoresance (berpendar) dibawah lampu Ultra Violet (UV). G. Sikuensing DNA Salah satu metode identifikasi organisme adalah sikuensing. Pada prinsipnya sikuensing adalah metode yang digunakan untuk mendapatkan urutan basa DNA suatu organisme dengan menggunakan mesin sequencer. Metode ini mengalami perkembangan yang progresif setelah Sanger menemukan metode sikuensing yang baru pada tahun Sanger memanfaatkan dua sifat salah satu subunit enzim DNA polimerase yang disebut fragmen klenow. Kedua sifat

11 17 tersebut adalah kemampuannya untuk mensintesis DNA dengan adanya dntp dan ketidakmampuannya untuk membedakan dntp dengan ddntp. Jika molekul dntp hanya kehilangan gugus hidroksil (OH) pada atom C nomor 2 gula pentosa, molekul ddntp atau dideoksi nukleotida juga mengalami kehilangan gugus OH pada atom C nomor 3 sehingga tidak dapat membentuk ikatan fosfodiester (Paul., 2007:102; Moat et al., 2002: ). Gambaran umum proses sikuensing dapat dilihat pada gambar 2.5.

12 18 Primer 3 Template yang tidak diketahui urutan basanya DNA Polymerse, empat dntps, empat ddntps Dye terlihat pada segmen DNA yang dicopy dari template (DNA target sikuensing) Migrasi DNA Dye terlihat pada pada gel elektroforesis Detektor Sinar Laser Laser Hasil pembacaan komputer Gambar 2.5 Sebuah DNA template ditambahkan primer, DNA polymerase, deoxynucleotides dan dideoxynucleotides. Molekul ddntps dilabeli dengan pewarna (dye) yang akan berfluoresensi. Panjang gelombang saat fluroresensi ditangkap oleh detektor dan diterjemahkan oleh computer dalam bentuk grafik (Modifikasi Lehninger, 1997; Moat et al., 2002: ).

13 19 Saat produk sikuensing diseparasikan pada matriks gel, sinar laser ion argon akan menyebabkan eksitasi elektron pada molekul DNA hasil sikuensing yang ujungnya mengandung molekul dideoxynucleotide terminator dye. Hal ini menyebabkan molekul DNA yang ukurannya berbeda-beda akan berfluororesensi. Panjang gelombang yang dihasilkan saat fluroresensi inilah yang akan ditangkap oleh detektor dan diterjemahkan menjadi urutan nukleotida dari gen yang disikuensing. Secara otomatis komputer akan memproses data dari detektor dan hasil sikuen akan muncul dalam bentuk grafik pembacaan sikuen yang dapat dicetak dan lebih memudahkan proses sikuensing DNA. H. Bioinformatika Bioinformatika merupakan kajian yang memadukan disiplin biologi molekul, matematika dan teknik informasi (TI). Ilmu ini didefinisikan sebagai aplikasi dari alat komputasi dan analisa untuk menangkap dan menginterpretasikan data-data biologi molekul. Biologi molekul sendiri juga merupakan bidang interdisipliner, mempelajari kehidupan dalam level molekul. Kajian baru Bioinformatika ini tak lepas dari perkembangan biologi molekul modern yang ditandai dengan kemampuan manusia untuk memahami genom, yaitu cetak biru informasi genetik yang menentukan sifat setiap makhluk hidup yang disandi dalam bentuk pita molekul DNA (asam deoksiribonukleat). Kemampuan untuk memahami dan memanipulasi kode genetik DNA ini sangat didukung oleh TI melalui perangkat perangkat keras maupun lunak. Hal ini bisa dilihat pada upaya Celera Genomics, perusahaan bioteknologi Amerika Serikat yang melakukan pembacaan sekuen genom manusia yang secara maksimal memanfaatkan TI sehingga bisa melakukan pekerjaannya dalam waktu yang

14 20 singkat (hanya beberapa tahun), dibanding usaha konsorsium lembaga riset publik AS, Eropa, dan lain-lain, yang memakan waktu lebih dari 10 tahun (Aprijani and Elfaizi, 2004) Bioinformatika yang digunakan pada penelitian ini berkaitan dengan analisis filogenetik. Teknologi ini merupakan salah satu tahapan yang digunakan untuk mengetahui informasi yang kita butuhkan tentang spasies bakteri yang kita analisis. Sekuen dianalisis dengan cara mencari homologi atau membandingkan (pensejajaran) hasil sekuen yang kita miliki dengan yang terdapat di GenBank. Homologi dicari dengan menggunakan teknik BLAST pada server National Center for Biotechnology Information atau server lain sebagai GenBank. Beberapa server yang menyimpan database mengenai data biologi molekuler, diantaranya adalah GenBank NCBI (National Center for Biotechnology Information) ( European Molecular Biology Laoratory Nucleotide Sequence ( Ribosomal Database Project-II ( (Moat et al., 2002; Cole., 2005; Clarridge, 2004; Aprijani and Elfaizi, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. Keragaman bakteri dapat dilihat dari berbagai macam aspek, seperti

BAB I PENDAHULUAN. Keragaman bakteri dapat dilihat dari berbagai macam aspek, seperti 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keragaman bakteri dapat dilihat dari berbagai macam aspek, seperti morfologi, fisiologi, dan genetik. Setiap habitat yang berbeda memberikan keragaman yang berbeda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara tropis dengan keanekaragaman hayati sangat

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara tropis dengan keanekaragaman hayati sangat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara tropis dengan keanekaragaman hayati sangat tinggi (megabiodiversity) termasuk di dalamnya tanaman obat. Banyak tanaman yang dipercaya masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, merupakan salah satu tumbuhan herba yang banyak mendapat

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, merupakan salah satu tumbuhan herba yang banyak mendapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ageratum conyzoides L. yang dikenal dengan nama daerah babadotan di Indonesia, merupakan salah satu tumbuhan herba yang banyak mendapat perhatian oleh para peneliti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan mikroorganisme antagonis sebagai agen pengendali hayati

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan mikroorganisme antagonis sebagai agen pengendali hayati BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penggunaan mikroorganisme antagonis sebagai agen pengendali hayati memberikan harapan baru untuk pengendalian hama pertanian terutama fungi yang bersifat patogen. Secara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Keanekaragaman hayati di Indonesia sangat tinggi (megabiodiversity)

BAB 1 PENDAHULUAN. Keanekaragaman hayati di Indonesia sangat tinggi (megabiodiversity) BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keanekaragaman hayati di Indonesia sangat tinggi (megabiodiversity) dan merupakan sumber kekayaan alam yang luar biasa. Salah satunya yaitu tumbuhan obat, namun potensinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan suatu sistem terpadu yang saling terkait dalam berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan suatu sistem terpadu yang saling terkait dalam berbagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah merupakan suatu sistem terpadu yang saling terkait dalam berbagai kondisi fisik, kimia serta proses biologi yang secara nyata dipengaruhi oleh faktor lingkungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mitokondria merupakan organel yang terdapat di dalam sitoplasma.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mitokondria merupakan organel yang terdapat di dalam sitoplasma. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fungsi dan Struktur Mitokondria Mitokondria merupakan organel yang terdapat di dalam sitoplasma. Mitokondria berfungsi sebagai organ respirasi dan pembangkit energi dengan

Lebih terperinci

PENGENALAN BIOINFORMATIKA

PENGENALAN BIOINFORMATIKA PS-S1 Jurusan Biologi, FMIPA, UNEJ (2017) PENGENALAN BIOINFORMATIKA Oleh: Syubbanul Wathon, S.Si., M.Si. Pokok Bahasan Sejarah Bioinformatika Istilah-istilah biologi Pangkalan data Tools Bioinformatika

Lebih terperinci

Identifikasi mikroba secara molekuler dengan metode NCBI (National Center for Biotechnology Information)

Identifikasi mikroba secara molekuler dengan metode NCBI (National Center for Biotechnology Information) Identifikasi mikroba secara molekuler dengan metode NCBI (National Center for Biotechnology Information) Identifikasi bakteri pada saat ini masih dilakukan secara konvensional melalui studi morfologi dan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR ISI Bab Halaman DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... ix x xii I II III PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Identifikasi Masalah... 2 1.3 Tujuan Penelitian... 2 1.4 Kegunaan Penelitian...

Lebih terperinci

BAB XII. REAKSI POLIMERISASI BERANTAI

BAB XII. REAKSI POLIMERISASI BERANTAI BAB XII. REAKSI POLIMERISASI BERANTAI Di dalam Bab XII ini akan dibahas pengertian dan kegunaan teknik Reaksi Polimerisasi Berantai atau Polymerase Chain Reaction (PCR) serta komponen-komponen dan tahapan

Lebih terperinci

KATAPENGANTAR. Pekanbaru, Desember2008. Penulis

KATAPENGANTAR. Pekanbaru, Desember2008. Penulis KATAPENGANTAR Fuji syukut ke Hadirat Allah SWT. berkat rahmat dan izin-nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang beijudul "Skrining Bakteri Vibrio sp Penyebab Penyakit Udang Berbasis Teknik Sekuens

Lebih terperinci

Polimerase DNA : enzim yang berfungsi mempolimerisasi nukleotidanukleotida. Ligase DNA : enzim yang berperan menyambung DNA utas lagging

Polimerase DNA : enzim yang berfungsi mempolimerisasi nukleotidanukleotida. Ligase DNA : enzim yang berperan menyambung DNA utas lagging DNA membawa informasi genetik dan bagian DNA yang membawa ciri khas yang diturunkan disebut gen. Perubahan yang terjadi pada gen akan menyebabkan terjadinya perubahan pada produk gen tersebut. Gen sering

Lebih terperinci

BAB XIII. SEKUENSING DNA

BAB XIII. SEKUENSING DNA BAB XIII. SEKUENSING DNA Pokok bahasan di dalam Bab XIII ini meliputi prinsip kerja sekuensing DNA, khususnya pada metode Sanger, pangkalan data sekuens DNA, dan proyek-proyek sekuensing genom yang ada

Lebih terperinci

Teknik-teknik Dasar Bioteknologi

Teknik-teknik Dasar Bioteknologi Teknik-teknik Dasar Bioteknologi Oleh: TIM PENGAMPU Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Jember Tujuan Perkuliahan 1. Mahasiswa mengetahui macam-macam teknik dasar yang digunakan

Lebih terperinci

POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR)

POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) Disusun oleh: Hanif Wahyuni (1210411003) Prayoga Wibhawa Nu Tursedhi Dina Putri Salim (1210412032) (1210413031) SEJARAH Teknik ini dirintis oleh Kary Mullis pada tahun 1985

Lebih terperinci

Identifikasi Gen Abnormal Oleh : Nella ( )

Identifikasi Gen Abnormal Oleh : Nella ( ) Identifikasi Gen Abnormal Oleh : Nella (10.2011.185) Identifikasi gen abnormal Pemeriksaan kromosom DNA rekombinan PCR Kromosom waldeyer Kromonema : pita spiral yang tampak pada kromatid Kromomer : penebalan

Lebih terperinci

ANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI

ANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI 1 ANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI PENDAHULUAN Polimerase Chain Reaction (PCR) PCR adalah suatu reaksi invitro untuk menggandakan jumlah molekul DNA pada target tertentu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Babi Babi adalah sejenis hewan ungulata yang bermoncong panjang dan berhidung leper dan merupakan hewan yang aslinya berasal dari Eurasia. Didalam Al-Qur an tertera dengan

Lebih terperinci

Pengujian DNA, Prinsip Umum

Pengujian DNA, Prinsip Umum Pengujian DNA, Prinsip Umum Pengujian berbasis DNA dalam pengujian mutu benih memang saat ini belum diregulasikan sebagai salah satu standar kelulusan benih dalam proses sertifikasi. Dalam ISTA Rules,

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN 14 BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Konfirmasi bakteri C. violaceum dan B. cereus dilakukan dengan pewarnaan Gram, identifikasi morfologi sel bakteri, sekuensing PCR 16s rdna dan uji kualitatif aktivitas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi ini membutuhkan primer spesifik (sekuen oligonukelotida khusus) untuk daerah tersebut. Primer biasanya terdiri dari 10-20 nukleotida dan dirancang berdasarkan daerah konservatif

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap BAB III METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap penyiapan templat mtdna, amplifikasi fragmen mtdna pada daerah D-loop mtdna manusia dengan teknik PCR, deteksi

Lebih terperinci

2014 KINETIKA PERTUMBUHAN DAN ISOLASI GENOMIK KONSORSIUM BAKTERI HYDROTHERMAL VENT KAWIO MENGGUNAKAN MEDIUM MODIFIKASI LB

2014 KINETIKA PERTUMBUHAN DAN ISOLASI GENOMIK KONSORSIUM BAKTERI HYDROTHERMAL VENT KAWIO MENGGUNAKAN MEDIUM MODIFIKASI LB BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Selama beberapa dekade ini, manusia beranggapan laut dalam itu merupakan lingkungan yang tidak layak huni untuk berbagai jenis organisme. Hal ini disebabkan antara lain

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu pengumpulan sampel berupa akar rambut, ekstraksi mtdna melalui proses lisis akar rambut, amplifikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ageratum conyzoides L. merupakan tumbuhan sejenis gulma pertanian

BAB I PENDAHULUAN. Ageratum conyzoides L. merupakan tumbuhan sejenis gulma pertanian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ageratum conyzoides L. merupakan tumbuhan sejenis gulma pertanian anggota famili Asteraceae yang lebih dikenal sebagai babadotan (Pujowati, 2006). Tumbuhan ini merupakan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 29 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik isolat bakteri dari ikan tuna dan cakalang 4.1.1 Morfologi isolat bakteri Secara alamiah, mikroba terdapat dalam bentuk campuran dari berbagai jenis. Untuk

Lebih terperinci

Organisasi DNA dan kode genetik

Organisasi DNA dan kode genetik Organisasi DNA dan kode genetik Dr. Syazili Mustofa, M.Biomed Lektor mata kuliah ilmu biomedik Departemen Biokimia, Biologi Molekuler, dan Fisiologi Fakultas Kedokteran Unila DNA terdiri dari dua untai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengamatan Pengaruh Aplikasi Getah Pepaya Betina Secara in-vitro Aplikasi getah pepaya betina pada media tumbuh PDA dengan berbagai konsentrasi mempengaruhi secara signifikan

Lebih terperinci

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan sampel. Penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan sampel. Penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel 16 BAB III. METODOLOGI PENELITIAN Bab ini menggambarkan tahapan penelitian yang terdiri dari pengambilan sampel, penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel, amplifikasi D-loop mtdna dengan teknik

Lebih terperinci

Ada 2 kelompok basa nitrogen yang berikatan pada DNA yaitu

Ada 2 kelompok basa nitrogen yang berikatan pada DNA yaitu DNA DNA adalah rantai doble heliks berpilin yang terdiri atas polinukleotida. Berfungsi sebagi pewaris sifat dan sintesis protein. Struktur DNA (deoxyribosenucleic acid) yaitu: 1. gula 5 karbon (deoksiribosa)

Lebih terperinci

Saintek Vol 5, No 6, Tahun 2010 POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) Zuhriana K.Yusuf

Saintek Vol 5, No 6, Tahun 2010 POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) Zuhriana K.Yusuf Saintek Vol 5, No 6, Tahun 2010 POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) Zuhriana K.Yusuf Staf Pengajar Jurusan Kesehatan Masyarakat FIKK Universitas Negeri Gorontalo Abstrak (Polymerase Chain Reaction, PCR) adalah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Elaeidobius kamerunicus Faust. (Coleoptera : Curculionidae) Kumbang ini mengalami metamorfosis sempurna (holometabola), yakni

TINJAUAN PUSTAKA. Elaeidobius kamerunicus Faust. (Coleoptera : Curculionidae) Kumbang ini mengalami metamorfosis sempurna (holometabola), yakni TINJAUAN PUSTAKA Elaeidobius kamerunicus Faust. (Coleoptera : Curculionidae) Kumbang ini mengalami metamorfosis sempurna (holometabola), yakni siklus hidupnya terdiri dari telur larva pupa imago. E. kamerunicus

Lebih terperinci

19/10/2016. The Central Dogma

19/10/2016. The Central Dogma TRANSKRIPSI dr.syazili Mustofa M.Biomed DEPARTEMEN BIOKIMIA DAN BIOLOGI MOLEKULER FK UNILA The Central Dogma 1 The Central Dogma TRANSKRIPSI Transkripsi: Proses penyalinan kode-kode genetik yang ada pada

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kitin dan Bakteri Kitinolitik Kitin merupakan polimer golongan karbohidrat yang dihasilkan dari limbah hasil laut khususnya golongan udang, kepiting, dan kerang. Secara hayati,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jamur Trichoderma sp. Jamur tanah merupakan salah satu golongan yang penting dari golongangolongan populasi tanah yang tersebar secara luas. Bentuk-bentuk tertentu merupakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN Bagan Alir Penelitian ini secara umum dapat digambarkan pada skema berikut:

BAB III METODE PENELITIAN Bagan Alir Penelitian ini secara umum dapat digambarkan pada skema berikut: BAB III METODE PENELITIAN Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel, lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh, amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI ISOLAT BAKTERI DARI PANTAI BANDEALIT JEMBER BERDASARKAN SEKUEN DNA PENGKODE 16S rrna SKRIPSI. Oleh Dina Fitriyah NIM

IDENTIFIKASI ISOLAT BAKTERI DARI PANTAI BANDEALIT JEMBER BERDASARKAN SEKUEN DNA PENGKODE 16S rrna SKRIPSI. Oleh Dina Fitriyah NIM IDENTIFIKASI ISOLAT BAKTERI DARI PANTAI BANDEALIT JEMBER BERDASARKAN SEKUEN DNA PENGKODE 16S rrna SKRIPSI Oleh Dina Fitriyah NIM 061810401071 JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

Lebih terperinci

Fakultas Biologi Unsoed

Fakultas Biologi Unsoed TEKMK PCR oleh Drs. Agus Hery Susanto, M.S. staf pengajar Pendahuluan Teknik PCR (polymerase chain reaction) digunakan untuk menggandakan fragmen DNA (urutan basa nukleotida) tertentu secara invitro melalui

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan Dalam bab ini akan dipaparkan hasil dari tahap-tahap penelitian yang telah dilakukan. Melalui tahapan tersebut diperoleh urutan nukleotida sampel yang positif diabetes dan sampel

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bagi sel tersebut. Disebut sebagai penghasil energi bagi sel karena dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bagi sel tersebut. Disebut sebagai penghasil energi bagi sel karena dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Mitokondria Mitokondria merupakan salah satu organel yang mempunyai peranan penting dalam sel berkaitan dengan kemampuannya dalam menghasilkan energi bagi sel tersebut. Disebut

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 39 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian deskriptif. Penelitian membuat deskripsi secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta dan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian akan diawali dengan preparasi alat dan bahan untuk sampling

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian akan diawali dengan preparasi alat dan bahan untuk sampling 16 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian akan diawali dengan preparasi alat dan bahan untuk sampling sel folikel akar rambut. Sampel kemudian dilisis, diamplifikasi dan disekuensing dengan metode dideoksi

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN. Oligonukleotida sintetis daerah pengkode IFNα2b sintetis dirancang menggunakan

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN. Oligonukleotida sintetis daerah pengkode IFNα2b sintetis dirancang menggunakan BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Oligonukleotida sintetis daerah pengkode IFNα2b sintetis dirancang menggunakan program komputer berdasarkan metode sintesis dua arah TBIO, dimana proses sintesis daerah

Lebih terperinci

URAIAN MATERI 1. Pengertian dan prinsip kloning DNA Dalam genom sel eukariotik, gen hanya menempati sebagian kecil DNA kromosom, selain itu merupakan

URAIAN MATERI 1. Pengertian dan prinsip kloning DNA Dalam genom sel eukariotik, gen hanya menempati sebagian kecil DNA kromosom, selain itu merupakan URAIAN MATERI 1. Pengertian dan prinsip kloning DNA Dalam genom sel eukariotik, gen hanya menempati sebagian kecil DNA kromosom, selain itu merupakan sekuen non kode (sekuen yang tidak mengalami sintesis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumput laut merupakan salah satu sumber daya hayati yang potensial. Menurut data, produksi rumput laut di Indonesia pada tahun 2005 adalah sebesar 910.638 ton, pada

Lebih terperinci

TUGAS TERSTRUKTUR BIOTEKNOLOGI PERTANIAN VEKTOR DNA

TUGAS TERSTRUKTUR BIOTEKNOLOGI PERTANIAN VEKTOR DNA TUGAS TERSTRUKTUR BIOTEKNOLOGI PERTANIAN VEKTOR DNA Oleh: Gregorius Widodo Adhi Prasetyo A2A015009 KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS PERTANIAN PROGRAM

Lebih terperinci

SINTESIS PROTEIN. Yessy Andriani Siti Mawardah Tessa Devitya

SINTESIS PROTEIN. Yessy Andriani Siti Mawardah Tessa Devitya SINTESIS PROTEIN Yessy Andriani Siti Mawardah Tessa Devitya Sintesis Protein Proses dimana kode genetik yang dibawa oleh gen diterjemahkan menjadi urutan asam amino SINTESIS PROTEIN EKSPRESI GEN Asam nukleat

Lebih terperinci

BIOTEKNOLOGI. Perubahan Genetik, Replikasi DNA, dan Ekspresi Gen

BIOTEKNOLOGI. Perubahan Genetik, Replikasi DNA, dan Ekspresi Gen BIOTEKNOLOGI Perubahan Genetik, Replikasi DNA, dan Ekspresi Gen Sekilas tentang Gen dan Kromosom 1882, Walther Flemming menemukan kromosom adalah bagian dari sel yang ditemukan oleh Mendel 1887, Edouard-Joseph-Louis-Marie

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tubuh manusia tersusun atas sel yang membentuk jaringan, organ, hingga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tubuh manusia tersusun atas sel yang membentuk jaringan, organ, hingga 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 DNA Mitokondria Tubuh manusia tersusun atas sel yang membentuk jaringan, organ, hingga sistem organ. Dalam sel mengandung materi genetik yang terdiri dari DNA dan RNA. Molekul

Lebih terperinci

IV PEMBAHASAN. 4.1 Kandungan Protein Produk Limbah Udang Hasil Fermentasi Bacillus licheniformis Dilanjutkan oleh Saccharomyces cereviseae

IV PEMBAHASAN. 4.1 Kandungan Protein Produk Limbah Udang Hasil Fermentasi Bacillus licheniformis Dilanjutkan oleh Saccharomyces cereviseae 25 IV PEMBAHASAN 4.1 Kandungan Protein Produk Limbah Udang Hasil Fermentasi Bacillus licheniformis Dilanjutkan oleh Saccharomyces cereviseae Rata-rata kandungan protein produk limbah udang hasil fermentasi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi DNA Genomik Sengon

HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi DNA Genomik Sengon HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi DNA Genomik Sengon DNA genomik sengon diisolasi dari daun muda pohon sengon. Hasil uji integritas DNA metode 1, metode 2 dan metode 3 pada gel agarose dapat dilihat pada Gambar

Lebih terperinci

Dr. Dwi Suryanto Prof. Dr. Erman Munir Nunuk Priyani, M.Sc.

Dr. Dwi Suryanto Prof. Dr. Erman Munir Nunuk Priyani, M.Sc. BIO210 Mikrobiologi Dr. Dwi Suryanto Prof. Dr. Erman Munir Nunuk Priyani, M.Sc. Kuliah 10. GENETIKA MIKROBA Genetika Kajian tentang hereditas: 1. Pemindahan/pewarisan sifat dari orang tua ke anak. 2. Ekspresi

Lebih terperinci

Struktur. Ingat: basa nitrogen, gula pentosa, gugus fosfat

Struktur. Ingat: basa nitrogen, gula pentosa, gugus fosfat ASAM NUKLEAT ASAM NUKLEAT Asam nukleat (bahasa Inggris: nucleic acid) adalah makromolekul biokimia yang kompleks, berbobot molekul tinggi, dan tersusun atas rantai nukleotida yang mengandung informasi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini

BAB III METODE PENELITIAN. Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini BAB III METODE PENELITIAN Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel; lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh; amplifikasi daerah D-loop

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Leuconostoc, Oenococcus, Pediococcus, Paralactobacillus, Streptococcus,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Leuconostoc, Oenococcus, Pediococcus, Paralactobacillus, Streptococcus, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bakteri Asam Laktat Bakteri asam laktat terdiri dari 13 genera bakteri gram positif meliputi Carnobacterium, Enterococcus, Lactoccoccus, Lactobacillus, Lactosphaera, Leuconostoc,

Lebih terperinci

Adalah asam nukleat yang mengandung informasi genetik yang terdapat dalam semua makluk hidup kecuali virus.

Adalah asam nukleat yang mengandung informasi genetik yang terdapat dalam semua makluk hidup kecuali virus. DNA DAN RNA Adalah asam nukleat yang mengandung informasi genetik yang terdapat dalam semua makluk hidup kecuali virus. ADN merupakan blue print yang berisi instruksi yang diperlukan untuk membangun komponen-komponen

Lebih terperinci

JADWAL PRAKTIKUM BIOKIMIA

JADWAL PRAKTIKUM BIOKIMIA JADWAL PRAKTIKUM BIOKIMIA Waktu Kegiatan dan Judul Percobaan 2 Februari 2018 Penjelasan Awal Praktikum di Lab. Biokimia Dasar 9 Februari 2018 23 Februari 2018 2 Maret 2018 9 Maret 2018 16 Maret 2018 23

Lebih terperinci

Kloning Domain KS dan Domain A ke dalam Sel E. coli DH5α. Analisis Bioinformatika. HASIL Penapisan Bakteri Penghasil Senyawa Antibakteri

Kloning Domain KS dan Domain A ke dalam Sel E. coli DH5α. Analisis Bioinformatika. HASIL Penapisan Bakteri Penghasil Senyawa Antibakteri 3 selama 1 menit, dan elongasi pada suhu 72 0 C selama 1 menit. Tahap terakhir dilakukan pada suhu 72 0 C selama 10 menit. Produk PCR dielektroforesis pada gel agarosa 1 % (b/v) menggunakan tegangan 70

Lebih terperinci

MAKALAH BIOLOGI PERBEDAAN ANTARA DNA dengan RNA

MAKALAH BIOLOGI PERBEDAAN ANTARA DNA dengan RNA MAKALAH BIOLOGI PERBEDAAN ANTARA DNA dengan RNA Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Biologi Oleh: Aria Fransisca Bashori Sukma 141810401023 Dosen Pembimbing Eva Tyas Utami, S.Si, M.Si NIP. 197306012000032001

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen GH Exon 2

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen GH Exon 2 HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen GH Exon 2 Gen GH exon 2 pada ternak kambing PE, Saanen, dan persilangannya (PESA) berhasil diamplifikasi menggunakan teknik PCR (Polymerase Chain Reaction). Pasangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan energi terus meningkat seiring dengan pertambahan penduduk, peningkatan perekonomian serta keberhasilan pembangunan. Sehubungan dengan hal tersebut dibutuhkan

Lebih terperinci

BIO306. Prinsip Bioteknologi

BIO306. Prinsip Bioteknologi BIO306 Prinsip Bioteknologi KULIAH 2. BAHAN DAN KODE GENETIK Bahan Genetik Deoxyribonucleic acid (DNA) ditemukan tahun 1869. Pada saat itu fungsi belum diketahui. Selanjutnya diisolasi dari nukleus berbagai

Lebih terperinci

adalah proses DNA yang mengarahkan sintesis protein. ekspresi gen yang mengodekan protein mencakup dua tahap : transkripsi dan translasi.

adalah proses DNA yang mengarahkan sintesis protein. ekspresi gen yang mengodekan protein mencakup dua tahap : transkripsi dan translasi. bergerak sepanjang molekul DNA, mengurai dan meluruskan heliks. Dalam pemanjangan, nukleotida ditambahkan secara kovalen pada ujung 3 molekul RNA yang baru terbentuk. Misalnya nukleotida DNA cetakan A,

Lebih terperinci

BIO306. Prinsip Bioteknologi

BIO306. Prinsip Bioteknologi BIO306 Prinsip Bioteknologi KULIAH 7. PUSTAKA GENOM DAN ANALISIS JENIS DNA Konstruksi Pustaka DNA Pustaka gen merupakan sumber utama isolasi gen spesifik atau fragmen gen. Koleksi klon rekombinan dari

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. divisualisasikan padaa gel agarose seperti terlihat pada Gambar 4.1. Ukuran pita

HASIL DAN PEMBAHASAN. divisualisasikan padaa gel agarose seperti terlihat pada Gambar 4.1. Ukuran pita IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Amplifikasi Gen Mx Amplifikasi gen Mx telah berhasil dilakukan. Hasil amplifikasi gen Mx divisualisasikan padaa gel agarose seperti terlihat pada Gambar 4.1. Ukuran pita yang

Lebih terperinci

KAJIAN PUSTAKA. Sistematika dari jamur Trichoderma sp. (Rejeki, 2007)

KAJIAN PUSTAKA. Sistematika dari jamur Trichoderma sp. (Rejeki, 2007) KAJIAN PUSTAKA Jamur Trichoderma sp. Jamur Trichoderma sp. Mempunyai morfolog/' sebagai berikut kadidiofora, hylin (bening), tegak lurus, bercabang, bersepta, phialida tunggal atau kelompok, konidia hylin,

Lebih terperinci

Pengertian TEKNOLOGI DNA REKOMBINAN. Cloning DNA. Proses rekayasa genetik pada prokariot. Pemuliaan tanaman konvensional: TeknologiDNA rekombinan:

Pengertian TEKNOLOGI DNA REKOMBINAN. Cloning DNA. Proses rekayasa genetik pada prokariot. Pemuliaan tanaman konvensional: TeknologiDNA rekombinan: Materi Kuliah Bioteknologi Pertanian Prodi Agroteknologi Pertemuan Ke 9-10 TEKNOLOGI DNA REKOMBINAN Ir. Sri Sumarsih, MP. Email: Sumarsih_03@yahoo.com Weblog: Sumarsih07.wordpress.com Website: agriculture.upnyk.ac.id

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Menurut Kottelat dkk., (1993), klasifikasi dari ikan lele dumbo adalah.

TINJAUAN PUSTAKA. Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Menurut Kottelat dkk., (1993), klasifikasi dari ikan lele dumbo adalah. TINJAUAN PUSTAKA Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Menurut Kottelat dkk., (1993), klasifikasi dari ikan lele dumbo adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Family Genus : Animalia : Chordata

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Bakteri Asam laktat (BAL) yaitu kelompok bakteri gram positif, katalase

II. TINJAUAN PUSTAKA. Bakteri Asam laktat (BAL) yaitu kelompok bakteri gram positif, katalase 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bakteri Asam Laktat Bakteri Asam laktat (BAL) yaitu kelompok bakteri gram positif, katalase negatif yang dapat memproduksi asam laktat dengan cara memfermentasi karbohidrat, selnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tuberosum dari family Solanaceae. Kentang juga termasuk salah satu pangan. pengembangannya di Indonesia (Suwarno, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. tuberosum dari family Solanaceae. Kentang juga termasuk salah satu pangan. pengembangannya di Indonesia (Suwarno, 2008). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Balakang Kentang merupakan bahan pangan dari umbi tanaman perennial Solanum tuberosum dari family Solanaceae. Kentang juga termasuk salah satu pangan utama dunia setelah padi,

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan disajikan hasil dan pembahasan berdasarkan langkah-langkah penelitian yang telah diuraikan dalam bab sebelumnya dalam empat bagian yang meliputi; sampel mtdna,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rizki Indah Permata Sari,2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rizki Indah Permata Sari,2014 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara tropis yang dikelilingi oleh perairan dengan luas lebih dari 60% dari wilayah teritorialnya. Perairan Indonesia memiliki sumberdaya hayati

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kitin dan Bakteri Kitinolitik Kitin adalah polimer kedua terbanyak di alam setelah selulosa. Kitin merupakan komponen penyusun tubuh serangga, udang, kepiting, cumi-cumi, dan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Tabel 1. Jumah Sampel Darah Ternak Sapi Indonesia Ternak n Asal Sapi Bali 2 4

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Tabel 1. Jumah Sampel Darah Ternak Sapi Indonesia Ternak n Asal Sapi Bali 2 4 MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Bagian Pemuliaan dan Genetika Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. penelitian ini

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. zat kimia lain seperti etanol, aseton, dan asam-asam organik sehingga. memiliki nilai ekonomis yang lebih tinggi (Gunam et al., 2004).

I. PENDAHULUAN. zat kimia lain seperti etanol, aseton, dan asam-asam organik sehingga. memiliki nilai ekonomis yang lebih tinggi (Gunam et al., 2004). 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Enzim merupakan senyawa protein yang disintesis di dalam sel secara biokimiawi. Salah satu jenis enzim yang memiliki peranan penting adalah enzim selulase. Enzim selulase

Lebih terperinci

FISIOLOGI TUMBUHAN MKK 414/3 SKS (2-1)

FISIOLOGI TUMBUHAN MKK 414/3 SKS (2-1) FISIOLOGI TUMBUHAN MKK 414/3 SKS (2-1) OLEH : PIENYANI ROSAWANTI PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN DAN KEHUTANAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALANGKARAYA 2017 METABOLISME Metabolisme adalah proses-proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan sumber bahan obat

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan sumber bahan obat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan sumber bahan obat alam dan obat tradisional yang telah digunakan oleh sebagian besar masyarakat Indonesia secara

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan teknik PCR;

BAB III METODE PENELITIAN. amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan teknik PCR; BAB III METODE PENELITIAN Secara garis besar, langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel; lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh; amplifikasi daerah HVI mtdna

Lebih terperinci

Proses biologis dalam sel Prokariot (Replikasi) By Lina Elfita

Proses biologis dalam sel Prokariot (Replikasi) By Lina Elfita Proses biologis dalam sel Prokariot (Replikasi) By Lina Elfita 1. Replikasi 2. Transkripsi 3. Translasi TOPIK REPLIKASI Replikasi: Adalah proses perbanyakan bahan genetik. Replikasi bahan genetik dapat

Lebih terperinci

menggunakan program MEGA versi

menggunakan program MEGA versi DAFTAR ISI COVER... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERSEMBAHAN... iii PRAKATA... iv DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR LAMPIRAN... x INTISARI... xi ABSTRACT... xii PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

EKSPRESI GEN. Kuliah ke 5 Biologi molekuler Erlindha Gangga

EKSPRESI GEN. Kuliah ke 5 Biologi molekuler Erlindha Gangga EKSPRESI GEN Kuliah ke 5 Biologi molekuler Erlindha Gangga Mengalirnya informasi dari DNA menuju protein tidak dapat berjalan secara langsung. Pertama DNA akan digunakan sebagai model / cetakan dalam sintesis

Lebih terperinci

replikasi akan bergerak melebar dari ori menuju dua arah yang berlawanan hingga tercapai suatu ujung (terminus).

replikasi akan bergerak melebar dari ori menuju dua arah yang berlawanan hingga tercapai suatu ujung (terminus). Secara sederhana: Mula-mula, heliks ganda DNA (merah) dibuka menjadi dua untai tunggal oleh enzim helikase (9) dengan bantuan topoisomerase (11) yang mengurangi tegangan untai DNA. Untaian DNA tunggal

Lebih terperinci

Gambar 2.1 udang mantis (hak cipta Erwin Kodiat)

Gambar 2.1 udang mantis (hak cipta Erwin Kodiat) 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Udang Mantis 2.1.1 Biologi Udang Mantis Udang mantis merupakan kelas Malocostraca, yang berhubungan dengan anggota Crustasea lainnya seperti kepiting, lobster, krill, amphipod,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Ekstraksi dan Purifikasi DNA Total DNA total yang diperoleh dalam penelitian bersumber dari darah dan bulu. Ekstraksi DNA yang bersumber dari darah dilakukan dengan metode phenolchloroform,

Lebih terperinci

Bimbingan Olimpiade SMA. Paramita Cahyaningrum Kuswandi ( FMIPA UNY 2012

Bimbingan Olimpiade SMA. Paramita Cahyaningrum Kuswandi (  FMIPA UNY 2012 Bimbingan Olimpiade SMA Paramita Cahyaningrum Kuswandi (email : paramita@uny.ac.id) FMIPA UNY 2012 Genetika : ilmu yang memperlajari tentang pewarisan sifat (hereditas = heredity) Ilmu genetika mulai berkembang

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG

DAFTAR ISI DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG DAFTAR ISI ABSTRAK... Error! ABSTRACT... Error! KATA PENGANTAR... Error! DAFTAR ISI... i DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG... Error! BAB I PENDAHULUAN... Error! 1.1 Latar Belakang... Error! 1.2 Rumusan Masalah...

Lebih terperinci

DIAGNOSTIK MIKROBIOLOGI MOLEKULER

DIAGNOSTIK MIKROBIOLOGI MOLEKULER DIAGNOSTIK MIKROBIOLOGI MOLEKULER Sunaryati Sudigdoadi Departemen Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran 2015 KATA PENGANTAR Puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Allah Subhanahuwa ta

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan jenis penelitian dasar dengan menggunakan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan jenis penelitian dasar dengan menggunakan BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian dasar dengan menggunakan metode deskriptif. B. Populasi dan Sampel 1. Populasi yang digunakan dalam penelitian adalah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan dengan metode

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan dengan metode 16 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan dengan metode deskriptif. Penelitian deskriptif adalah suatu metode penelitian untuk membuat deskripsi,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Resistensi bakteri Resistensi antibiotik menjadi masalah ketika antibiotik digunakan secara luas dengan tujuan pemusnahan bakteri, akan tetapi bakteri yang resisten terhadap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perempuan di dunia dan urutan pertama untuk wanita di negara sedang

I. PENDAHULUAN. perempuan di dunia dan urutan pertama untuk wanita di negara sedang I. PENDAHULUAN Kanker serviks menduduki urutan kedua dari penyakit kanker yang menyerang perempuan di dunia dan urutan pertama untuk wanita di negara sedang berkembang (Emilia, dkk., 2010). Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA 1 PENDAHULUAN Kitin adalah polimer alam terbesar kedua setelah selulosa. Paling tidak, sekitar 10 gigaton (10 9 ton) kitin disintesis dan didegradasi setiap tahun di biosfer (Ueda et. al., 2005). Kitin

Lebih terperinci

REKAYASA GENETIKA. By: Ace Baehaki, S.Pi, M.Si

REKAYASA GENETIKA. By: Ace Baehaki, S.Pi, M.Si REKAYASA GENETIKA By: Ace Baehaki, S.Pi, M.Si Dalam rekayasa genetika DNA dan RNA DNA (deoxyribonucleic Acid) : penyimpan informasi genetika Informasi melambangkan suatu keteraturan kebalikan dari entropi

Lebih terperinci

Deteksi DNA Seara Visual Dengan Teknik Elektroforesis

Deteksi DNA Seara Visual Dengan Teknik Elektroforesis Deteksi DNA Seara Visual Dengan Teknik Elektroforesis Laurencius Sihotang I. Tujuan 1. Mempelajari 2. Mendeteksi DNA yang telah di isolasi dengan teknik spektrofotometrik 2. mengetahui konsentrasi dan

Lebih terperinci

Pengertian Mitokondria

Pengertian Mitokondria Home» Pelajaran» Pengertian Mitokondria, Struktur, dan Fungsi Mitokondria Pengertian Mitokondria, Struktur, dan Fungsi Mitokondria Pengertian Mitokondria Mitokondria adalah salah satu organel sel dan berfungsi

Lebih terperinci

DNA FINGERPRINT. SPU MPKT B khusus untuk UI

DNA FINGERPRINT. SPU MPKT B khusus untuk UI DNA FINGERPRINT SPU MPKT B khusus untuk UI 1 Pengertian umum Bioteknologi : seperangkat teknik yang memanfaatkan organisme hidup atau bagian dari organisme hidup, untuk menghasilkan atau memodifikasi produk,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hewan Babi Hewan babi berasal dari Genus Sus, Linnaeus 1758 mempunyai bentuk hidung yang rata sangat khas, hewan ini merupakan jenis hewan omnivora atau hewan pemakan segala.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sintesis fragmen gen HA Avian Influenza Virus (AIV) galur

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sintesis fragmen gen HA Avian Influenza Virus (AIV) galur 20 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. KONDISI OPTIMAL REAKSI AMPLIFIKASI Sintesis fragmen 688--1119 gen HA Avian Influenza Virus (AIV) galur A/Indonesia/5/2005 dilakukan dengan teknik overlapping extension

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI PERTANIAN ISOLASI DNA

LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI PERTANIAN ISOLASI DNA LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI PERTANIAN ISOLASI DNA Disusun Oleh: Nama : Aminatus Sholikah NIM : 115040213111035 Kelompok : kamis, 06.00-07.30 Asisten : Putu Shantiawan Prayoga PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

Lebih terperinci