DISTRIBUSI AREA, VOLUME, SERTA KARAKTERISTIK MINERALOGI DAN GEOKIMIA ENDAPAN TEFRA JATUHAN DARI ERUPSI GUNUNG KELUD TAHUN 2014

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "DISTRIBUSI AREA, VOLUME, SERTA KARAKTERISTIK MINERALOGI DAN GEOKIMIA ENDAPAN TEFRA JATUHAN DARI ERUPSI GUNUNG KELUD TAHUN 2014"

Transkripsi

1 DISTRIBUSI AREA, VOLUME, SERTA KARAKTERISTIK MINERALOGI DAN GEOKIMIA ENDAPAN TEFRA JATUHAN DARI ERUPSI GUNUNG KELUD TAHUN 2014 Astiti Anggorowati *, Agung Harijoko Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada *corresponding author : astiti.anggorowati@gmail.com ABSTRAK Gunung Kelud yang terletak di Kabupaten Kediri, Kabupaten Malang, Kabupaten Blitar, Provinsi Jawa Timur pada tanggal 13 Januari pukul WIB mengalami erupsi eksplosif. Erupsi ini menghasilkan banyak endapan tefra jatuhan yang tersebar luas dan mempengaruhi kehidupan masyarakat sekitar Kelud. Mitigasi bencana perlu dilakukan untuk mengurangi kerugian dari erupsi tersebut. Peran geologis dalam mitigasi bencana tesebut adalah dengan mengungkap perilaku Gunung Kelud yang tercermin dalam produk erupsinya. Oleh karena itu, endapan tefra jatuhan baru dari erupsi Februari 2014 Gunung Kelud menjadi topik yang menarik untuk dilakukan penelitian. Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui daerah persebaran tefra jatuhan, tipe erupsi, estimasi volume tefra jatuhan, dan komposisi secara mineralogi dan geokimia tefra letusan Februari 2014 Gunung Kelud. Metode penelitian yang digunakan yaitu studi literatur, pengolahan digital data lapangan menggunakan software ArcGIS, Global Mapper, CorelDraw, dan Ashcalc, analisis mineralogi tefra dengan metode granulometri lalu dianalisis dengan mikroskop binokuler, polarisator, dan scanning electron microscope, dan analisis geokimia tefra dengan analisis x-ray fluoressence. Hasil penelitian menunjukkan persebaran tefra jatuhan yang dibuat dalam bentuk peta isopach dan isomass memiliki bentuk yang tidak jauh berbeda yaitu relatif ke arah barat dengan volume tefra jatuhan yang dihasilkan sebesar 10,06 x 10 9 m 3. Tipe erupsi Gunung Kelud Februari 2014 merupakan tipe freatoplini. Tefra jatuhan secara mineralogi berkomposisi pumis terang, pumis gelap, litik, plagioklas, dan piroksen, sedangkan secara geokimia, magma yang menghasilkan tefra tersebut bersifat andesit basaltik. I. PENDAHULUAN Gunung Kelud merupakan salah satu gunung api aktif yang ada di Indonesia, yaitu berada di perbatasan Kabupaten Kediri, Kabupaten Malang, dan Kabupaten Blitar, Provinsi Jawa Timur. Posisi Gunung Kelud ini lebih dekat dengan Kota Kediri, yaitu berjarak sekitar 36 km. Gunung ini terletak di antara gunung api tua Wilis, Anjasmoro, Arjuno-Welirang, Kawi- Butak (Gambar 1). Pada tangal 13 Februari 2014 lalu, Gunung Kelud dinyatakan meletus oleh Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG). PVMBG menyatakan bahwa letusan tersebut merupakan letusan terdahsyat dalam catatan sejarah erupi Kelud, bahkan melebihi erupsi tahun Waktu erupsi Gunung ini relatif singkat, karena sejak dinaikkan statusnya dari Normal menjadi Waspada (level 778 II) pada tanggal 2 Februari 2014, aktivitasnya terus meningkat relatif cepat hingga dinyatakan meletus pada tanggal 13 Februari 2014 tepatnya pukul WIB. Balai Penelitian dan Observasi Laut mempublikasikan hasil pengamatan satelit Suomi NPP-VIIRS yang melintasi Gunung Kelud pada tanggal 14 Februari pukul 00:30 WIB, Satelit Cloud-Aerosol Lidar and Infrared Pathfinder Satellite Observation (CALIPSO) pada pukul 01:10 WIB, dan Satelit Aqua MODIS. Rekaman menunjukkan Gunung Kelud menghasilkan abu vulkanik dengan ketinggian mencapai 20 km dengan puncak hampir 30 km (Gambar 2A). Rekaman satelit Aqua MODIS menunjukkan persebaran abu vulkanik Kelud meliputi sepanjang Pulau Jawa hingga Samudera Hindia (Gambar 2B). Hal tersebut membuktikan dahsyatnya energi letusan dan banyaknya material yang dilontarkan Gunung

2 Kelud, dan tentu saja produk letusan tersebut mempengaruhi khalayak yang tinggal di sekitar Gunung Kelud, terutama yang telah bertempat tinggal di bawah naungannya selama ini. Masyarakat Kediri, Blitar, dan Malang adalah masyarakat yang terkena dampak letusan paling besar, terutama berkaitan dengan kerugian material, sementara untuk korban jiwa akibat letusannya sendiri dilaporkan tidak ada. Tidak ada yang bisa mencegah gunung api yang sedang meletus, karena ia hanya melakukan penyeimbangan. Apa yang dapat kita lakukan adalah melakukan persiapan menghadapi konsekuensi penyeimbangan tersebut, dengan mitigasi. Penelitian erupsi 2014 Gunung Kelud perlu dilakukan untuk mengurangi kerugian material dan hilangnya nyawa masyarakat yang tinggal di sekitar Gunung Kelud bila letusan terjadi lagi nanti. Penelitian tersebut merupakan bagian dari mitigasi bencana. Mengetahui perilaku Gunung Kelud merupakan langkah awal dari mitigasi bencana tersebut. Cara mengetahui perilaku Gunung Kelud adalah dengan meneliti produk letusannya, karena produk inilah yang menjadi cermin apa yang terjadi pada Kelud. Berdasarkan hal tersebut, maka dapat dirumuskan suatu masalah mengenai erupsi Gunung Kelud tahun 2014 lalu, yaitu : Bagaimanakah daerah persebaran tefra yang dihasilkan Gunung Kelud pada erupsi Februari 2014? Berapa volume tefra yang dihasilkan Gunung Kelud pada erupsi Februari 2014? Apa tipe erupsi dari letusan Gunung Kelud Februari 2014? Bagaimanakah karakteristik tefra yang dihasilkan Gunung Kelud pada erupsi Februari 2014 secara mineralogi dan geokimia? 779 II. SAMPEL DAN METODE PENELITIAN Rumusan rumusan masalah yang muncul dapat dijawab dengan metode sebagai berikut. 1. Persebaran Tefra Jatuhan Persebaran tefra jatuhan didapatkan dengan membuat peta isopach dan peta isomass. Data yang diperlukan adalah data koordinat, ketebalan, massa, dan area tiap lokasi pengukuran yang berjumlah 50 lokasi. Data tersebut diolah dengan menggunakan software ArcGIS dan CorelDraw. 2. Volume Tefra Jatuhan Volume tefra jatuhan didapatkan dengan mengolah kembali peta isomass. Setiap kontur dalam peta isomass diukur luasannya dengan menggunakan software Global Mapper. Data nilai kontur dan luas area kontur dimasukkan ke software online AshCalc dalam web vhub.org dengan metode Weibull. 3. Tipe Erupsi Tipe erupsi didapatkan dengan mengolah kembali peta isopach. Kontur 0,01 ketebalan maksimal (0,01Tmax) dalam peta isopach diukur luasannya (D) dengan software Global Mapper. Sampel yang dilewati kontur 0,1 ketebalan maksimal (0,1Tmax) dalam peta isopach (F) diayak dan ditimbang (analisis granulometri). Data granulometri yang dibutuhkan dari sampel adalah data massa sampel dengan ukuran butir lebih halus dari 1 mm. Data luas area (D) dan data granulometri sampel (F) diplotkan dalam diagram F vs D Walker 1973b untuk mendapatkan tipe erupsi 4. Karakteristik Mineralogi dan Geokimia Sampel yang dianalisis karakteristik mineralogi dan geokimianya terlebih dahulu dilakukan analisis granulometri untuk mendapatkan klasifikasi berdasarkan ukuran butirnya. Analisis karakteristik mineralogi dilakukan pada sampel tefra jatuhan yang berukuran 0,5 16 mm (<1Ф), sedangkan analisis karakteristik geokimia dilakukan pada sampel tefra jatuhan pumis yang berukuran >16 mm (<-4Ф).

3 III. Analisis mineralogi bertujuan untuk mengetahui komposisi dari tefra jatuhan. Sampel tefra jatuhan >0,5 mm dianalisis komposisinya dengan metode point counting di bawah pengamatan mikroskop binokuler. Sampel tefra >16 mm berupa sampel pumis dan litik dianalisis komposisinya dari sayatan tipis yang diamati menggunakan mikroskop polarisator. Analisis geokimia bertujuan untuk mengetahui sifat magma yang menghasilkan tefra. Sampel pumis yang berukuran >16 mm dianalisis X- Ray Fluoressence (XRF) untuk mendapatkan nilai persentase oksida SiO 2, Na 2 O, dan K 2 O. Nilai ketiga oksida tersebut diplotkan dalam diagram silika vs alkali untuk mendapatkan sifat magma. DATA DAN INTERPRETASI 1. Persebaran Tefra Jatuhan Data yang diperoleh dari lapangan yang berupa koordinat, ketebalan, area, dan massa yang telah diolah menggunakan software ArcGIS dan Coreldraw adalah pada Gambar 4. Berdasarkan hasil dari isomass (4A) dan isopach (4B) diketahui bahwa keduanya memiliki bentuk yang mirip yaitu berbentuk kipas dengan arah persebaran relatif ke arah barat. Perbandingan persebaran abu vulkanik berdasarkan citra satelit Aqua Modis dan isopach sekilas menunjukkan perbedaan arah. Persebaran berdasarkan citra satelit menunjukkan arah relatif barat daya, sedangkan persebaran abu vulkanik berdasarkan peta isopach menunjukkan arah relatif barat. Namun bila disebandingkan (Gambar 5.), persebaran abu vulkanik pada peta isopach masih berada dalam area persebaran abu vulkanik pada citra satelit. Pada citra satelit, memang arah utama abu vulkanik relatif arah barat daya, namun abu vulkanik dari pusat erupsi juga ada yang menuju ke arah barat. Perbedaan tersebut dapat terjadi akibat pengambilan data sampel. Pengambilan data sampel tefra jatuhan yang 780 menjadi acuan pembuatan peta isopach terbatas hanya di daratan saja dengan arah sebelah barat dari pusat erupsi dengan jarak paling jauh sekitar 300 km dari pusat erupsi. Sampel hanya diambil di daratan saja karena tidak memungkinkan untuk mengambil sampel tefra jatuhan yang telah berada di laut. Padahal, pada citra satelit persebaran abu vulkanik arah barat daya ini dimulai dari abu vulkanik yang berada di Samudra Hindia. Jadi, walaupun menunjukkan hasil yang tampak berbeda, sebenarnya hasil persebaran abu vulkanik pada peta isopach tidak salah, karena memang masih dalam area persebaran abu vulkanik citra satelit. 2. Volume Tefra Jatuhan Dari peta isomass, data diolah kembali dengan Global Mapper sehingga mendapatkan hasil pada Tabel 1. Hasil pengolahan peta isomass menggunakan software AshCalc dengan input data mass/area dan sqrt area mendapatkan hasil perkiraan volume tefra jatuhan sebagai berikut. Dalam software Ashcalc, volume tefra dapat diketahui dengan menggunakan 3 jenis metode, yaitu eksponensial, Power law, dan Weibull. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode Weibull. Alasan pemilihan metode ini adalah karena dalam metode Weibull tidak perlu menentukan batas proksimal dan distal persebaran tefra, serta juga dapat memperkirakan variasi tingkat penipisan ketebalan lapisan tefra. Metode Weibull menggabungkan keuntungan dari metode eksponensial dan metode Power law. Perhitungan volume menggunakan peta isomass dengan metode Weibull dalam software Ashcalc mendapatkan hasil yaitu sebesar 10,06 km 3 atau 10,06 x 10 9 m 3. Umumnya, bila sudah mendapatkan data ketinggian abu vulkanik dan volume tefra, maka tingkat eksplosivitas erupsi juga akan ditentukan. Namun pada penelitian ini tidak dapat ditentukan nilai eksplosivitas erupsinya.

4 Nilai volume tefra yang telah diketahui tersebut tidak bisa diplotkan pada tabel VEI Newhall dan Shall (1982 dalam Pyle, 2000) untuk menentukan tingkat eksplosivitas erupsi, karena nilai tersebut hanya merupakan nilai volume tefra jatuhan saja. Nilai volume yang dapat diplotkan dalam tabel VEI dari Newhall dan Shall merupakan volume dari total tefra, baik yang berupa jatuhan, aliran, maupun seruakan, sementara masalah penelitian telah dibatasi hanya pada tefra jatuhan saja. 3. Tipe Erupsi Penentuan tipe erupsi Gunung Kelud letusan 2014 dilakukan penulis dengan menggunakan peta isopach dengan menggunakan Global Mapper dan data granulometri. Hasil pengolahan peta isopach dengan Global Mapper adalah pada Tabel 2. Tipe erupsi Gunung Kelud dapat diketahui menggunakan pengeplotan nilai F dan D pada diagram Walker (1973b dalam Cas dan Wright, 1988). Data kontur tertinggi dari peta isopach Gunung Kelud telah diketahui yaitu sebesar 40 mm, sehingga data F dan D dapat diketahui yaitu dari data berat butir tefra jatuhan yang berukuran <1 mm pada lokasi yang dilewati kontur 4 mm dan nilai luas area kontur 0,4 mm (Gambar 8). Dari pengukuran luas area kontur 0,4 mm menggunakan software Global Mapper, didapatkan nilai km 2 (lihat tabel 2). Gambar 7 menunjukkan lokasi pengambilan sampel yang dekat dengan kontur 4 mm adalah KLTA 40. Data massa butir tefra yang berukuran <1 mm pada KLTA 40 adalah 72,44 gram dari total massa sampel yang diayak yaitu 76,09 gram, sehingga persentase massa tefra <1 mm adalah (72,44/76,09) x 100% = 95%. Berdasarkan hasil tersebut nilai F dan D telah diketahui, sehingga dapat diplotkan pada diagram Walker Pengeplotan F dan D menunjukkan hasil tipe erupsi Gunung Kelud Februari 2014 yaitu freatoplini (Gambar 9). Tipe letusan freatoplini merupakan letusan 781 plinian yang berasosiasi dengan letusan freatomagmatik. Letusan freatoplini menghasilkan kolom erupsi dan volume tefra seperti pada letusan plinian, namun penyebab letusan ini adalah akibat kontak magma dengan air eksternal seperti pada letusan freatomagmatik. 4. Karakteristik Mineralogi dan Geokimia Karakteristik tefra jatuhan Gunung Kelud meliputi komposisi mineralogi dan geokimia. Mineralogi tefra jatuhan diketahui dengan dua metode yaitu granulometri menggunakan point counting di bawah mikroskop binokuler untuk mendapatkan komposisi butirannya dan sayatan tipis di bawah mikroskop polarisator untuk mendapatkan komposisi fragmennya. 1. Mineralogi Mikroskop Binokuler Karakteristik umum yang dihasilkan dari analisis di bawah mikroskop binokuler yaitu tefra jatuhan Gunung Kelud memiliki komposisi butir berupa pumis terang, pumis gelap, litik, piroksen, dan plagioklas. Pumis terang merupakan komposisi yang mendominasi butiran tefra Gunung Kelud dengan jumlah 54,2% pada KLTA 12, 49,5% pada KLTA 13, 58,5% pada KLTA 15A, dan 65% pada KLTA 26. Dari histogram (Gambar 10) terlihat bahwa semakin halus ukuran butirnya, jumlah pumis akan berkurang, sedangkan jumlah kristal akan bertambah. Kristal plagioklas dan piroksen semakin melimpah pada ukuran butir tefra yang lebih halus, sementara litik sama sekali tidak ditemukan pada ukuran butir tefra yang halus. Fakta tersebut menandakan bahwa magma mendingin terlalu cepat sehingga kristal yang mampu terbentuk hanya berukuran halus. Kristal halus ini densitasnya rendah sehingga akan mudah diangkut oleh angin dan lebih tersebar luas. Pumis memang berdensitas rendah pula karena tersusun dari gelembung-gelembung magma yang terfragmentasi, namun ukuran yang kasar membuat kristal plagioklas dan piroksen yang berukuran halus lebih tersebar daripada pumis.

5 Karakter khusus dibahas dengan menganalisis tiap komposisi butiran. Komposisi pertama yaitu pumis. Pumis yang terdapat pada sampel-sampel tersebut dibagi menjadi dua macam, yaitu pumis terang dan pumis gelap. Kehadiran pumis yang berwarna beda ini mengindikasikan perbedaan magma yang membentuknya. Fakta lain yaitu pumis gelap hanya dijumpai pada lokasi pengambilan sampel yang dekat dengan pusat erupsi. Hal tersebut disebabkan karena berat jenis pumis gelap yang lebih besar daripada pumis terang, sehingga hanya terdistribusi di dekat pusat erupsi saja. Komposisi kedua yaitu litik. Litik yang terdapat pada butiran tefra jatuhan Gunung Kelud terdiri dari dua jenis litik, yaitu litik yang berasal dari kubah 2007 (accessory) dan litik yang bukan dari kubah 2007 (accidental). Litik tersebut diselimuti oleh abu vulkanik. Di bawah mikroskop binokuler, litik yang berasal dari kubah 2007 memiliki kenampakan berwarna abu-abu dan permukaannya berbentuk anguler, komposisi yang tampak adalah plagioklas dan piroksen, sedangkan massa dasarnya tidak tampak komposisinya. Litik yang bukan berasal dari kubah 2007 merupakan litik berjenis plutonik, karena tersusun atas kristal-kristal, tanpa massa dasar. Litik ini tersusun atas kristal yang berwarna hitam dan putih. Penulis tidak membahas lebih lanjut tentang litik non kubah 2007 ini karena sudah di luar batasan masalah yang dibahas. Komposisi ketiga yaitu piroksen. Piroksen dalam butiran yang menyusun tefra jatuhan Gunung Kelud memiliki warna hijau gelap kekuningan. Keyakinan pengidentifikasian mineral piroksen ini juga didukung oleh hasil analisis sayatan tipis di bawah mikroskop polarisator. Piroksen tersebut memiliki dua bentuk, yaitu bentuk yang masih utuh berupa kristal hexagonal dan yang berbentuk tidak rata. Bentuk piroksen yang tidak rata kemungkinan karena hancur saat dilontarkan atau saat jatuh ke permukaan bumi. Penyebab 782 perbedaan bentuk piroksen tersebut karena tingkat resistensi yang berbeda dari mineral piroksen itu sendiri. Piroksen yang lebih resisten akan memiliki bentuk yang utuh. Fakta lain yaitu pada piroksen yang tidak rata ini ketika disentuh dengan ujung jarum akan menempel walaupun tidak semua sisi bisa menempel. Piroksen berbentuk tidak rata ini mengandung unsur Fe yang menempel di permukaannya. Piroksen yang berbentuk utuh dominan tidak mengandung unsur Fe di permukaannya, karena hanya sedikit yang menempel pada ujung jarum. Komposisi keempat yaitu plagioklas. Plagioklas yang menyusun butiran tefra jatuhan Gunung Kelud memiliki 3 bentuk, yaitu tabular, monoklin, dan tidak rata. Ketiga bentuk plagioklas tersebut memiliki kesamaan yaitu berwarna putih keabuan, namun untuk plagioklas berbentuk tidak rata beberapa butir memiliki warna bening yang tidak dominan. Plagioklas merupakan mineral yang mendominasi butiran dengan ukuran butir 0,5 1 mm (1Ф). a. Mikroskop Polarisator Empat sampel batuan telah disayat dan diamati di bawah mikroskop polarisator. Sampel yang diamati merupakan fragmen dalam tefra. Keempat sampel tersebut yaitu sampel pumis KLTA 26, pumis KLT 1A, pumis KLT 2, dan litik KLT 1B. Hasil pengamatan keempat sampel adalah pada gambar 11A. Analisis sayatan tipis pada tahun 2009 telah dilakukan oleh Zaennudin pada kubah lava 2007 Gunung Kelud. Pada penelitian ini analisis sayatan tipis dilakukan pada sampel terpilih berupa sampel pumis terang, litik, dan pumis berlapis. Pumis pada pengambilan sampel tahap pertama (KLTA 26) dan pumis pada pengambilan sampel tahap kedua (KLT 1A) tidak memiliki perbedaan komposisi. Keduanya memiliki komposisi berupa plagioklas, piroksen, dan didominasi gelas vulkanik. Litik pada endapan tefra B (KLT-1B) setelah dibandingkan dengan hasil dari mineralogi kubah lava 2007 (Gambar 11B)

6 IV. ternyata memiliki kesamaan, yaitu memiliki komposisi berupa massa dasar mikrolit plagioklas dan gelas vulkanik, serta fenokris berupa piroksen, mineral opak, dan didominasi oleh plagioklas. Massa dasar tidak mendominasi komposisi litik yaitu hanya sekitar 20%, selebihnya merupakan fenokris. Hal tersebut membuktikan bahwa litik KLT-1B dalam endapan tefra B merupakan litik hasil hancuran kubah lava. Pumis berlapis (KLT 2) merupakan perpaduan antara pumis terang dan pumis gelap. Di bawah mikroskop binokular penyebab perbedaan warna ini tidak akan nampak, namun di bawah mikroskop polarisator perbedaan ini dapat terungkap. Warna terang dan gelap pada pumis ini disebabkan oleh perbedaan warna massa dasar dari pumis. Pumis terang memiliki komposisi fenokris berupa plagioklas, piroksen, mineral opak, dan massa dasar berupa gelas vulkanik yang berwarna bening, sedangkan pumis gelap memiliki fenokris yang sama dengan pumis terang, namun bermassa dasar gelas vulkanik yang berwarna kecoklatan. 2. Geokimia Komposisi geokimia tefra jatuhan diwakili dengan pengolahan sampel pumis dengan analisis XRF. Hasil XRF pumis didapatkan persentase oksida utama SiO 2 dan alkali. Kedua komponen oksida tersebut diplotkan ke diagram silika vs alkali Peccerillo dan Taylor yang telah dibuat oleh Wirakusumah (1991) dan dimodifikasi oleh Zaennudin (2008) sebagai berikut. Hasil yang ditunjukkan produk erupsi 2014 berasal dari magma yang memiliki komposisi andesit basaltik, masih sama seperti pada erupsi-erupsi sebelumnya. DISKUSI Berdasarkan hasil penelitian keempat hal dalam tefra Gunung Kelud, yaitu area persebaran, volume, tipe erupsi, dan karakteristik mineralogi dan geokimia, menunjukkan suatu kecocokan dan antar hasil saling mendukung. Persebaran abu vulkanik 783 erupsi Gunung Kelud 2014 yang luas menunjukkan erupsi yang dahsyat, didukung dengan hasil estimasi volume yang mencapai jutaan meter kubik material yang dilontarkan dan disebarkan ke sepanjang Pulau Jawa. Letusan yang dahsyat ini merupakan tipe letusan freatoplini, yang didukung adanya penemuan singkapan endapan piroklastik seruakan yang bersifat basah yang berada di bawah endapan piroklastik jatuhan. Hal tersebut menandakan sebelum letusan magmatik (plini) terjadi letusan Gunung Kelud 2014 diawali dengan letusan basah (freatomagmatik). Hasil penelitian karakteristik mineralogi menunjukkan adanya magma mingling yang dibuktikan adanya pumis berlapis. Kemungkinan magma mingling ini terjadi karena adanya injeksi magma basa ke dapur magma Gunung Kelud. Injeksi magma basa inilah kemungkinan penyebab naiknya magma Kelud ke permukaan dan berkontak dengan air tanah di sekitar kawah. V. KESIMPULAN Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat ditarik suatu kesimpulan sebagai berikut. 1. Persebaran tefra jatuhan yang dibuat dalam bentuk peta isopach dan isomass memiliki bentuk yang tidak jauh berbeda yaitu relatif ke arah barat, namun masih berada dalam area persebaran abu vulkanik yang tampak pada citra satelit yang relatif berarah barat daya. 2. Volume tefra jatuhan dihasilkan melalui pengolahan data dari kontur isomass adalah sebesar 10,06 km 3 atau 10,06 x 10 9 m Tipe erupsi Gunung Kelud pada Februari 2014 merupakan tipe freatoplini. 4. Karakter tefra jatuhan Gunung Kelud erupsi Februari 2014 secara mineralogi yaitu berkomposisi pumis terang, pumis gelap, litik, plagioklas, dan piroksen, dengan pumis terang sebagai komposisi yang mendominasi. Secara geokimia, tefra

7 VI. jatuhan Gunung Kelud erupsi Februari 2014 tidak mengalami perubahan karena masih bersifat andesit basaltik, sama seperti produk erupsi pra ACKNOWLEDGEMENT Ucapan terimakasih penulis ucapkan kepada Dr. Agung Harijoko, S.T., M.Eng., Dr. Arifudin Idrus, S.T., M.T., Dr. I Wayan Warmada, S.T., M.Eng., Dr. Esti Handini, S.T., M.Sc., Haryo Edi Wibowo, S.T., M.Sc., Bapak Akhmad Zaennudin, Fitrah Fajar, Raja Susatio, Silsilia, S.T. atas bantuan pengambilan data, pengolahan data, analisis data, diskusi, dan review penulisan. DAFTAR PUSTAKA Balai Penelitian dan Observasi Laut, 2014, Sebaran Abu Vulkanik Letusan Gunung Kelud dari Citra Satelit : (diakses 20 Januari 2015 Pukul WIB) Cas, R.A.F. dan Wright, J.V., 1988, Volcanic Successions Modern and Ancient, Unwin Hyman, London. 528 h. Daggitt, M.L., Pyle, D.M., dan Mather, T.A., 2014, Ashcalc : Fisher, R.V. dan Schmincke, H.U., 1984, Pyroclastic Rocks, Springer-Verlag, New York. 472 h. Folk, R.L., dan Ward, W.C., 1957, Brazoz River Bar : A Study in The Significance of Grain Size Parameters, Journal of Sedimentary Petrology, Vol. 17 No. 1, h Kerr, P.F., 1977, Optical Mineralogy, 4th Ed, McGraw-Hill Inc, USA. 491 h. McPhie, J., Doyle, M., dan Allen, R., 1993, Volcanic Textures : A Guide to The Interpretation of Textures in Volcanic Rocks, University of Tasmania, Tasmania. 196 h. Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, 2014, Aktivitas Gunung Kelud : (diakses 20 Januari 2014 Pukul WIB) Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, 2014, Gunung Kelud : (diakses 21 Januari 2015 Pukul WIB) Zaennudin, A., 2008, Kubah Lava Sebagai Salah Satu Ciri Hasil Letusan Gunung Kelud, Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 3 Nomor 2, Agustus 2008, Zaennudin, A., 2009, Prakiraan Bahaya Erupsi Gunung Kelud, Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 4 Nomor 2, Agustus 2009,

8 TABEL Tabel 1. Data area kontur isomass Massa/Area (gr/m 2 ) Luas Kontur (km 2 ) Akar Luas Kontur (km) 5,7 57,708 7, ,9 108,73 10, ,0 223,96 14, ,5 486,82 22,064 1,8 665,46 25, ,7 1277,9 35, ,3 3651,7 60,4293 0,2 5477,6 74,01081 Tabel 2. Data area kontur isopach Ketebalan Luas Kontur (mm) (km 2 ) 40 49, , , , , , , ,

9 GAMBAR Gambar 1. Lokasi Gunung Kelud Gambar 2. Rekaman citra satelit NPP-CALIPSO (A) dan Aqua Modis (B) 786

10 Gambar 4. Peta Isomass (A) dan Isopach (B) Gunung Kelud erupsi Februari 2014 Gambar 5. Persebaran tefra jatuhan berdasarkan peta isopach dibandingkan dengan citra satelit Gambar 6. Hasil perhitungan volume tefra jatuhan menggunakan AshCalc 787

11 Gambar 8. Penentuan nilai F dan D dari peta isopach Gunung Kelud Gambar 9. Plot nilai D dan F pada diagram tipe erupsi (modifikasi Walker, 1973b dalam Cas dan Wright, 1988) Gambar 10. Histogram komposisi tefra jatuhan 788

12 Gambar 11. Sayatan tipis sampel fragmen tefra hasil letusan Februari 2014 (A) dibandingkan dengan sayatan tipis kubah lava 2007 (B) Gambar 12. Plot data geokimia silika vs potasium produk Kelud erupsi Februari

BAB I PENDAHULUAN. Gunung Kelud merupakan salah satu gunung api aktif yang ada di

BAB I PENDAHULUAN. Gunung Kelud merupakan salah satu gunung api aktif yang ada di 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Gunung Kelud merupakan salah satu gunung api aktif yang ada di Indonesia, yaitu berada di perbatasan Kabupaten Kediri, Kabupaten Malang, dan Kabupaten Blitar, Provinsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Menurut Schieferdecker (1959) maar adalah suatu cekungan yang umumnya terisi air, berdiameter mencapai 2 km, dan dikelilingi oleh endapan hasil letusannya.

Lebih terperinci

3.2.3 Satuan lava basalt Gambar 3-2 Singkapan Lava Basalt di RCH-9

3.2.3 Satuan lava basalt Gambar 3-2 Singkapan Lava Basalt di RCH-9 3.2.2.4 Mekanisme pengendapan Berdasarkan pemilahan buruk, setempat dijumpai struktur reversed graded bedding (Gambar 3-23 D), kemas terbuka, tidak ada orientasi, jenis fragmen yang bervariasi, massadasar

Lebih terperinci

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI JALAN DIPONEGORO NOMOR 57 BANDUNG 40122 JALAN JENDERAL GATOT SUBROTO KAV. 49 JAKARTA 12950 TELEPON: 022-7215297/021-5228371 FAKSIMILE:

Lebih terperinci

KUBAH LAVA SEBAGAI SALAH SATU CIRI HASIL LETUSAN G. KELUD

KUBAH LAVA SEBAGAI SALAH SATU CIRI HASIL LETUSAN G. KELUD KUBAH LAVA SEBAGAI SALAH SATU CIRI HASIL LETUSAN G. KELUD AKHMAD ZAENNUDIN Penyelidik Bumi Madya pada Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Sari G. Kelud merupakan gunungapi tipe A di Jawa Timur

Lebih terperinci

Gambar 3.13 Singkapan dari Satuan Lava Andesit Gunung Pagerkandang (lokasi dlk-13, foto menghadap ke arah barat )

Gambar 3.13 Singkapan dari Satuan Lava Andesit Gunung Pagerkandang (lokasi dlk-13, foto menghadap ke arah barat ) Gambar 3.12 Singkapan dari Satuan Lava Andesit Gunung Pagerkandang, dibeberapa tempat terdapat sisipan dengan tuf kasar (lokasi dlk-12 di kaki G Pagerkandang). Gambar 3.13 Singkapan dari Satuan Lava Andesit

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional Kebumian Ke-6 Teknik Geologi Universitas Gadjah Mada, Desember 2013

Prosiding Seminar Nasional Kebumian Ke-6 Teknik Geologi Universitas Gadjah Mada, Desember 2013 PENGARUH KOMPETENSI BATUAN TERHADAP KERAPATAN KEKAR TEKTONIK YANG TERBENTUK PADA FORMASI SEMILIR DI DAERAH PIYUNGAN, BANTUL, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Abstrak Budi SANTOSO 1*, Yan Restu FRESKI 1 dan Salahuddin

Lebih terperinci

INTERPRETASI HASIL ANALISIS GEOKIMIA BATUAN GUNUNGAPI RUANG, SULAWESI UTARA

INTERPRETASI HASIL ANALISIS GEOKIMIA BATUAN GUNUNGAPI RUANG, SULAWESI UTARA INTERPRETASI HASIL ANALISIS GEOKIMIA BATUAN GUNUNGAPI RUANG, SULAWESI UTARA Oktory PRAMBADA Bidang Pengamatan dan Penyelidikan Gunungapi Sari Gunungapi Ruang (+714 m dpl) yang merupakan gunungapi strato

Lebih terperinci

Gambar 2.8. Model tiga dimensi (3D) stratigrafi daerah penelitian (pandangan menghadap arah barat laut).

Gambar 2.8. Model tiga dimensi (3D) stratigrafi daerah penelitian (pandangan menghadap arah barat laut). Gambar 2.8. Model tiga dimensi (3D) stratigrafi daerah penelitian (pandangan menghadap arah barat laut). Barat. 18 3. Breksi Tuf Breksi tuf secara megaskopis (Foto 2.9a dan Foto 2.9b) berwarna abu-abu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibanding erupsi tahun 2006 dan Dari tiga episode tersebut, erupsi terbesar

BAB I PENDAHULUAN. dibanding erupsi tahun 2006 dan Dari tiga episode tersebut, erupsi terbesar BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Pada dekade terakhir ini, Gunung Merapi mengalami erupsi setiap empat tahun sekali, yaitu tahun 2006, 2010, serta erupsi 2014 yang tidak terlalu besar dibanding erupsi

Lebih terperinci

Morfologi dan Litologi Batuan Daerah Gunung Ungaran

Morfologi dan Litologi Batuan Daerah Gunung Ungaran Morfologi dan Litologi Batuan Daerah Gunung Ungaran Morfologi Gunung Ungaran Survei geologi di daerah Ungaran telah dilakukan pada hari minggu 15 Desember 2013. Studi lapangan dilakukan untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA vi DAFTAR ISI JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii LEMBAR PERNYATAAN... iii PRAKATA... iv DAFTAR ISI... vi DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR TABEL... xv SARI... xvi ABSTRACT... xvii BAB I PENDAHULUAN... 1 I.1.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gunung Merapi adalah salah satu gunung api yang sangat aktif di Indonesia yang terletak di daerah berpenduduk padat di Propinsi Jawa Tengah dan Propinsi Daerah Istimewa

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Lokasi penelitian berada di daerah Kancah, Kecamatan Parongpong, Kabupaten Bandung yang terletak di bagian utara Kota Bandung. Secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lamongan dan di sebelah barat Gunung Argapura. Secara administratif, Ranu Segaran masuk

BAB I PENDAHULUAN. Lamongan dan di sebelah barat Gunung Argapura. Secara administratif, Ranu Segaran masuk BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Lokasi penelitian adalah Ranu Segaran, terletak di sebelah timur Gunung Lamongan dan di sebelah barat Gunung Argapura. Secara administratif, Ranu Segaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan korban penderitaan manusia, kerugian harta benda, kerusakan

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan korban penderitaan manusia, kerugian harta benda, kerusakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bencana adalah suatu peristiwa atau rangkaian kejadian yang mengakibatkan korban penderitaan manusia, kerugian harta benda, kerusakan lingkungan, sarana dan prasarana

Lebih terperinci

II. PENGAMATAN 2.1. VISUAL

II. PENGAMATAN 2.1. VISUAL KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI JALAN DIPONEGORO NO. 57 BANDUNG 4122 JALAN JEND. GATOT SUBROTO KAV. 49 JAKARTA 1295 Telepon: 22-7212834, 5228424, 21-5228371

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Bentukan topografi dan morfologi daerah penelitian adalah interaksi dari proses eksogen dan proses endogen (Thornburry, 1989). Proses eksogen adalah proses-proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bertipe komposit strato (Schmincke, 2004; Sigurdsson, 2000; Wilson, 1989).

BAB I PENDAHULUAN. bertipe komposit strato (Schmincke, 2004; Sigurdsson, 2000; Wilson, 1989). BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Dinamika aktivitas magmatik di zona subduksi menghasilkan gunung api bertipe komposit strato (Schmincke, 2004; Sigurdsson, 2000; Wilson, 1989). Meskipun hanya mewakili

Lebih terperinci

DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNIK - UNIVERSITAS GADJAH MADA

DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNIK - UNIVERSITAS GADJAH MADA PRAKTIKUM PETROGRAFI BORANG MATERI ACARA III: PETROGRAFI BATUAN VOLKANOKLASTIK Asisten Acara: 1 2 3 4 Nama Praktikan : NIM : Buku Referensi: McPhie, J, Doyle, M, dan Allen, R, 1993 Volcanic Textures, A

Lebih terperinci

7.4. G. KIE BESI, Maluku Utara

7.4. G. KIE BESI, Maluku Utara 7.4. G. KIE BESI, Maluku Utara G. Kie Besi dilihat dari arah utara, 2009 KETERANGAN UMUM Nama Lain : Wakiong Nama Kawah : Lokasi a. Geografi b. : 0 o 19' LU dan 127 o 24 BT Administrasi : Pulau Makian,

Lebih terperinci

OKSIDA GRANIT DIORIT GABRO PERIDOTIT SiO2 72,08 51,86 48,36

OKSIDA GRANIT DIORIT GABRO PERIDOTIT SiO2 72,08 51,86 48,36 PENGERTIAN BATUAN BEKU Batuan beku atau sering disebut igneous rocks adalah batuan yang terbentuk dari satu atau beberapa mineral dan terbentuk akibat pembekuan dari magma. Berdasarkan teksturnya batuan

Lebih terperinci

7.5. G. IBU, Halmahera Maluku Utara

7.5. G. IBU, Halmahera Maluku Utara 7.5. G. IBU, Halmahera Maluku Utara G. Ibu dilihat dari Kampung Duono, 2008 KETERANGAN UMUM Lokasi a. Geografi b. Adminstrasi : : 1 29' LS dan 127 38' BT Kecamatan Ibu, Kabupaten Halmahera Barat, Prop.

Lebih terperinci

Adi Hardiyono Laboratorium Petrologi dan Mineralogi, Fakultas Teknik Geologi, Universitas Padjadjaran ABSTRACT

Adi Hardiyono Laboratorium Petrologi dan Mineralogi, Fakultas Teknik Geologi, Universitas Padjadjaran ABSTRACT Karakteristik batuan beku andesitik & breksi vulkanik, dan kemungkinan penggunaan sebagai bahan bangunan KARAKTERISTIK BATUAN BEKU ANDESIT & BREKSI VULKANIK, DAN KEMUNGKINAN PENGGUNAAN SEBAGAI BAHAN BANGUNAN

Lebih terperinci

III.1 Morfologi Daerah Penelitian

III.1 Morfologi Daerah Penelitian TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN III.1 Morfologi Daerah Penelitian Morfologi suatu daerah merupakan bentukan bentang alam daerah tersebut. Morfologi daerah penelitian berdasakan pengamatan awal tekstur

Lebih terperinci

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN III.1 GEOMORFOLOGI Berdasarkan pembagian fisiografi Jawa Tengah oleh van Bemmelen (1949) dan Pardiyanto (1979) (gambar 2.1), daerah penelitian termasuk ke dalam

Lebih terperinci

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI PERBANDINGAN KARAKTERISTIK FISIK DAN GEOKIMIA ENDAPAN VULKANIK TIPE PRIMER (ALIRAN, JATUHAN, DAN SERUAKAN PIROKLASTIKA) DAN SEKUNDER (LAHAR) DARI HASIL ERUPSI MERAPI 2010 Yang

Lebih terperinci

BAB V ALTERASI PERMUKAAN DAERAH PENELITIAN

BAB V ALTERASI PERMUKAAN DAERAH PENELITIAN BAB V ALTERASI PERMUKAAN DAERAH PENELITIAN 5.1 Tinjauan Umum Alterasi hidrotermal adalah suatu proses yang terjadi sebagai akibat dari adanya interaksi antara batuan dengan fluida hidrotermal. Proses yang

Lebih terperinci

Telepon: , , Faksimili: ,

Telepon: , , Faksimili: , KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI JALAN DIPONEGORO NO. 57 BANDUNG 40122 JALAN JEND. GATOT SUBROTO KAV. 49 JAKARTA 12950 Telepon: 022-7212834, 5228424, 021-5228371

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kompleks Gunung Api Arjuno Welirang (KGAW) merupakan bagian dari rangkaian gunung api aktif di Pulau Jawa yang berada di bagian selatan ibukota Surabaya, Jawa Timur.

Lebih terperinci

Metamorfisme dan Lingkungan Pengendapan

Metamorfisme dan Lingkungan Pengendapan 3.2.3.3. Metamorfisme dan Lingkungan Pengendapan Secara umum, satuan ini telah mengalami metamorfisme derajat sangat rendah. Hal ini dapat ditunjukkan dengan kondisi batuan yang relatif jauh lebih keras

Lebih terperinci

4.15. G. LEWOTOBI PEREMPUAN, Nusa Tenggara Timur

4.15. G. LEWOTOBI PEREMPUAN, Nusa Tenggara Timur 4.15. G. LEWOTOBI PEREMPUAN, Nusa Tenggara Timur G. Lewotobi Laki-laki (kiri) dan Perempuan (kanan) KETERANGAN UMUM Nama Lain Tipe Gunungapi : Lobetobi, Lewotobi, Lowetobi : Strato dengan kubah lava Lokasi

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Sains & Teknologi (SNAST) GUNUNG API PURBA PULAU NUNUKAN, KABUPATEN NUNUKAN, PROVINSI KALIMANTAN UTARA

Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Sains & Teknologi (SNAST) GUNUNG API PURBA PULAU NUNUKAN, KABUPATEN NUNUKAN, PROVINSI KALIMANTAN UTARA GUNUNG API PURBA PULAU NUNUKAN, KABUPATEN NUNUKAN, PROVINSI KALIMANTAN UTARA P. Asmoro 1, S. Bronto 1, M. Effendi 1, I. Christiana, A. Zaennudin 2 1 PSG BG, Jl. Diponegoro 57 Bandung 40122 2 Pensiunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pada tahun 2010 hingga 2014 kabupaten tanah karo dilanda bencana meletusnya gunung sinabung yang mengakibatkan kerusakan sektor pertanian, permukiman warga, bahkan

Lebih terperinci

KONTROL STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP SEBARAN ENDAPAN KIPAS BAWAH LAUT DI DAERAH GOMBONG, KEBUMEN, JAWA TENGAH

KONTROL STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP SEBARAN ENDAPAN KIPAS BAWAH LAUT DI DAERAH GOMBONG, KEBUMEN, JAWA TENGAH KONTROL STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP SEBARAN ENDAPAN KIPAS BAWAH LAUT DI DAERAH GOMBONG, KEBUMEN, JAWA TENGAH Asmoro Widagdo*, Sachrul Iswahyudi, Rachmad Setijadi, Gentur Waluyo Teknik Geologi, Universitas

Lebih terperinci

6.6. G. TANGKOKO, Sulawesi Utara

6.6. G. TANGKOKO, Sulawesi Utara 6.6. G. TANGKOKO, Sulawesi Utara KETERANGAN UMUM Nama Lain : Tonkoko Nama Kawah : - Lokasi Ketinggian Kota Terdekat Tipe Gunungapi Pos Pengamatan Gunungapi : Administratif: termasuk Desa Makewide, Kecamatan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM PETROLOGI

LAPORAN PRAKTIKUM PETROLOGI LAPORAN PRAKTIKUM PETROLOGI BATUAN BEKU FRAGMENTAL Disusun oleh: Donovan Asriel 21100114140093 LABORATORIUM MINERALOGI, PETROLOGI DAN PETROGRAFI PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fisiografi Jawa Barat Fisiografi Jawa Barat oleh van Bemmelen (1949) pada dasarnya dibagi menjadi empat bagian besar, yaitu Dataran Pantai Jakarta, Zona Bogor, Zona Bandung

Lebih terperinci

PRAKIRAAN BAHAYA ERUPSI GUNUNG KELUD

PRAKIRAAN BAHAYA ERUPSI GUNUNG KELUD PRAKIRAAN BAHAYA ERUPSI GUNUNG KELUD Akhmad ZAENNUDIN Sari Gunung Kelud merupakan salah satu gunung aktif di Jawa Timur yang erupsinya didominasi oleh erupsierupsi eksplosif yang menghasilkan endapan aliran

Lebih terperinci

5.6. G. LEGATALA, Kepulauan Banda, Maluku

5.6. G. LEGATALA, Kepulauan Banda, Maluku 5.6. G. LEGATALA, Kepulauan Banda, Maluku Puncak G. Legatala dilihat dari arah Kampung Lesturu, 1978 KETERANGAN UMUM Nama Lain : Serua, Sorek Lokasi a. Geografi b. Administratif : : 6 o 18' Lintang Selatan

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Pengamatan geomorfologi di daerah penelitian dilakukan dengan menggunakan dua metode yaitu metode tidak langsung

Lebih terperinci

LINGKUP VULKANOLOGI TIPE ERUPSI DAN TIPE GUNUNGAPI LINGKUP VULKANOLOGI

LINGKUP VULKANOLOGI TIPE ERUPSI DAN TIPE GUNUNGAPI LINGKUP VULKANOLOGI MODUL III LINGKUP VULKANOLOGI TIPE ERUPSI DAN TIPE GUNUNGAPI BACKGROUND: ERUPSI G. MERAPI PADA APRIL 2006 LINGKUP VULKANOLOGI 1 Ilmu-Ilmu Geologi yang Terkait dengan Vulkanologi Petrologi magmatisme Geokimia

Lebih terperinci

5.2. G. WETAR, Kepulauan Banda, Maluku

5.2. G. WETAR, Kepulauan Banda, Maluku 5.2. G. WETAR, Kepulauan Banda, Maluku Pulau Gunung Api di utara P. Wetar ditutupi belukar dilihat dari utara (gbr. Kiri) dan dilihat dari barat (gbr. Kanan) (Foto: Lili Sarmili).(2001) KETERANGAN UMUM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kondisi geografis Indonesia terletak pada busur vulkanik Circum Pacific and

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kondisi geografis Indonesia terletak pada busur vulkanik Circum Pacific and BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kondisi geografis Indonesia terletak pada busur vulkanik Circum Pacific and Trans Asiatic Volcanic Belt dengan jajaran pegunungan yang cukup banyak dimana 129 gunungapi

Lebih terperinci

TEKANAN PADA ERUPSI GUNUNG BERAPI

TEKANAN PADA ERUPSI GUNUNG BERAPI TEKANAN PADA ERUPSI GUNUNG BERAPI ARINI ROSA SINENSIS SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (STKIP) NURUL HUDA 2017 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Indonesia dikenal dengan negara yang memiliki

Lebih terperinci

PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1. Data Sekunder Data sekunder yang diperoleh dari PT Semen Padang Untuk menunjang dan melengkapi penelitian ini antara lain berupa : 1. Peta topografi skala 1

Lebih terperinci

Geologi Daerah Sirnajaya dan Sekitarnya, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat 27

Geologi Daerah Sirnajaya dan Sekitarnya, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat 27 memiliki ciri-ciri berwarna abu-abu gelap, struktur vesikuler, tekstur afanitik porfiritik, holokristalin, dengan mineral terdiri dari plagioklas (25%) dan piroksen (5%) yang berbentuk subhedral hingga

Lebih terperinci

Batuan beku atau batuan igneus (dari Bahasa Latin: ignis, "api") adalah jenis batuan yang terbentuk dari magma yang mendingin dan mengeras, dengan

Batuan beku atau batuan igneus (dari Bahasa Latin: ignis, api) adalah jenis batuan yang terbentuk dari magma yang mendingin dan mengeras, dengan Batuan beku atau batuan igneus (dari Bahasa Latin: ignis, "api") adalah jenis batuan yang terbentuk dari magma yang mendingin dan mengeras, dengan atau tanpa proses kristalisasi, baik di bawah permukaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tanah vulkanis merupakan tanah yang berasal dari letusan gunungapi, pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tanah vulkanis merupakan tanah yang berasal dari letusan gunungapi, pada 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah vulkanis merupakan tanah yang berasal dari letusan gunungapi, pada saat gunungapi meletus mengeluarkan tiga jenis bahan yaitu berupa padatan, cair, dan gas.

Lebih terperinci

BAB III STRATIGRAFI 3. 1 Stratigrafi Regional Pegunungan Selatan

BAB III STRATIGRAFI 3. 1 Stratigrafi Regional Pegunungan Selatan BAB III STRATIGRAFI 3. 1 Stratigrafi Regional Pegunungan Selatan Stratigrafi regional Pegunungan Selatan dibentuk oleh endapan yang berumur Eosen-Pliosen (Gambar 3.1). Menurut Toha, et al. (2000) endapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi bencana geologi yang sangat besar, fakta bahwa besarnya potensi bencana geologi di Indonesia dapat dilihat dari

Lebih terperinci

Bersama ini dengan hormat disampaikan tentang perkembangan kegiatan G. Kelud di Kabupaten Kediri, Blitar dan Malang, Provinsi Jawa Timur.

Bersama ini dengan hormat disampaikan tentang perkembangan kegiatan G. Kelud di Kabupaten Kediri, Blitar dan Malang, Provinsi Jawa Timur. KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI JALAN DIPONEGORO NO. 57 BANDUNG 40122 JALAN JEND. GATOT SUBROTO KAV. 49 JAKARTA 12950 Telepon: 022-7212834, 5228424, 021-5228371

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang I.2. Perumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang I.2. Perumusan Masalah 15 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Daerah Bangunjiwo yang merupakan lokasi ini, merupakan salah satu desa di Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul, D.I Yogyakarta. Berdasarkan Peta Geologi Lembar Yogyakarta,

Lebih terperinci

KEMENTRIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI

KEMENTRIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI KEMENTRIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI JALAN DIPONEGORO NO. 57 BANDUNG 1 JALAN JEND GATOT SUBROTO KAV. 9 JAKARTA 195 Telepon: -713, 5,1-5371 Faksimile: -71, 1-537 E-mail:

Lebih terperinci

BAB III METODA PENELITIAN

BAB III METODA PENELITIAN 44 BAB III METODA PENELITIAN 3.1. Metoda Pembacaan Rekaman Gelombang gempa Metode geofisika yang digunakan adalah metode pembacaan rekaman gelombang gempa. Metode ini merupakaan pembacaan dari alat yang

Lebih terperinci

dan Satuan Batulempung diendapkan dalam lingkungan kipas bawah laut model Walker (1978) (Gambar 3.8).

dan Satuan Batulempung diendapkan dalam lingkungan kipas bawah laut model Walker (1978) (Gambar 3.8). dan Satuan Batulempung diendapkan dalam lingkungan kipas bawah laut model Walker (1978) (Gambar 3.8). Gambar 3.7 Struktur sedimen pada sekuen Bouma (1962). Gambar 3.8 Model progradasi kipas bawah laut

Lebih terperinci

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Secara umum, daerah penelitian memiliki morfologi berupa dataran dan perbukitan bergelombang dengan ketinggian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Istimewa Yogyakarta merupakan gunung paling aktif di dunia. Gunung Merapi

BAB I PENDAHULUAN. Istimewa Yogyakarta merupakan gunung paling aktif di dunia. Gunung Merapi 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Gunung Merapi yang berada di Provinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan gunung paling aktif di dunia. Gunung Merapi memiliki interval waktu erupsi

Lebih terperinci

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Berdasarkan pembagian Fisiografis Jawa Tengah oleh van Bemmelen (1949) (gambar 2.1) dan menurut Pardiyanto (1970), daerah penelitian termasuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang terletak di ring of fire (Rokhis, 2014). Hal ini berpengaruh terhadap aspek geografis, geologis dan klimatologis. Indonesia

Lebih terperinci

PETROGENESA LAVA GUNUNG RINJANI SEBELUM PEMBENTUKAN KALDERA

PETROGENESA LAVA GUNUNG RINJANI SEBELUM PEMBENTUKAN KALDERA PETROGENESA LAVA GUNUNG RINJANI SEBELUM PEMBENTUKAN KALDERA Beta Kurniawahidayati 1 *, Mega F. Rosana 1, Heryadi Rachmat 2 1. Universitas Padjadjaran, Fakultas Teknik Geologi 2. Museum Geologi Bandung

Lebih terperinci

EVALUASI SEISMIK DAN VISUAL KEGIATAN VULKANIK G. EGON, APRIL 2008

EVALUASI SEISMIK DAN VISUAL KEGIATAN VULKANIK G. EGON, APRIL 2008 EVALUASI SEISMIK DAN VISUAL KEGIATAN VULKANIK G. EGON, APRIL 28 KRISTIANTO, AGUS BUDIANTO Bidang Pengamatan dan Penyelidikan Gunungapi, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Sari Letusan G. Egon

Lebih terperinci

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P / BAB III GEOLOGI DAERAH PERBUKITAN RUMU 3.1 Geomorfologi Perbukitan Rumu Bentang alam yang terbentuk pada saat ini merupakan hasil dari pengaruh struktur, proses dan tahapan yang terjadi pada suatu daerah

Lebih terperinci

BAB II METODOLOGI PENELITIAN

BAB II METODOLOGI PENELITIAN DAFTAR ISI Halaman Judul... Halaman Pengesahan... Halaman Persembahan... Kata Pengantar... Sari...... Daftar Isi...... Daftar Gambar... Daftar Tabel...... Daftar Lampiran...... i ii iii iv vi vii x xiv

Lebih terperinci

Analisa Statistik Erupsi Gunung Merapi

Analisa Statistik Erupsi Gunung Merapi Analisa Statistik Erupsi Gunung Merapi Dhika Rosari Purbaa), Acep Purqonb) Laboratorium Fisika Bumi, Kelompok Keilmuan Fisika Bumi dan Sistem Kompleks, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut

Lebih terperinci

4.14. G. LEWOTOBI LAKI-LAKI, Nusa Tenggara Timur

4.14. G. LEWOTOBI LAKI-LAKI, Nusa Tenggara Timur 4.14. G. LEWOTOBI LAKI-LAKI, Nusa Tenggara Timur G. Lewotobi Laki-laki (kiri) dan Perempuan (kanan) KETERANGAN UMUM Nama Lain : Lobetobi, Lewotobi, Lowetobi Lokasi a. Geografi Puncak b. Administratif :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu Negara di dunia yang dilewati oleh dua jalur pegunungan muda dunia sekaligus, yakni pegunungan muda Sirkum Pasifik dan pegunungan

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Daerah penelitian berada pada kuasa HPH milik PT. Aya Yayang Indonesia Indonesia, yang luasnya

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Perolehan Data dan Lokasi Penelitian Lokasi penelitian pada Peta Geologi Lembar Cianjur skala 1 : 100.000 terletak di Formasi Rajamandala (kotak kuning pada Gambar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pulau Jawa merupakan busur gunungapi memanjang barat-timur yang dihasilkan dari pertemuan lempeng Eurasia dan Hindia-Australia. Kondisi geologi Pulau Jawa ditunjukkan

Lebih terperinci

BAB III Perolehan dan Analisis Data

BAB III Perolehan dan Analisis Data BAB III Perolehan dan Analisis Data BAB III PEROLEHAN DAN ANALISIS DATA Lokasi penelitian, pada Peta Geologi Lembar Cianjur skala 1 : 100.000, terletak di Formasi Rajamandala. Penelitian lapangan berupa

Lebih terperinci

SURVEI MAGNETOTELLURIK DAERAH PANAS BUMI GUNUNG ARJUNO- WELIRANG JAWA TIMUR

SURVEI MAGNETOTELLURIK DAERAH PANAS BUMI GUNUNG ARJUNO- WELIRANG JAWA TIMUR SURVEI MAGNETOTELLURIK DAERAH PANAS BUMI GUNUNG ARJUNO- WELIRANG JAWA TIMUR Oleh: Asep Sugianto 1), Edi Suhanto 2), dan Harapan Marpaung 1) 1) Kelompok Penyelidikan Panas Bumi 2) Bidang Program dan Kerjasama

Lebih terperinci

Tipe Gunungapi Komposit (Strato( Strato) Sifat Gunungapi Tipe Strato

Tipe Gunungapi Komposit (Strato( Strato) Sifat Gunungapi Tipe Strato Tipe Gunungapi Komposit (Strato( Strato) MacDonald (1972) G. Merapi, 16 Juni 2006 Morofologi lereng berundak, kerucut simetri dan tubuh besar dapat setinggi 3 km, jenis gunungapi terindah Tubuhnya tersusun

Lebih terperinci

Lokasi : Lubuk Berangin Satuan Batuan : Lava Tua Koordinat : mt, mu A B C D E F G A B C D E F G

Lokasi : Lubuk Berangin Satuan Batuan : Lava Tua Koordinat : mt, mu A B C D E F G A B C D E F G No. Sample : BJL- Nama batuan : Andesit Piroksen Lokasi : Lubuk Berangin Satuan Batuan : Lava Tua Koordinat :. mt,.00.0 mu Sayatan batuan beku, berwarna abu-abu, kondisi segar, bertekstur porfiritik, terdiri

Lebih terperinci

7.2. G. GAMKONORA, Halmahera - Maluku Utara

7.2. G. GAMKONORA, Halmahera - Maluku Utara 7.2. G. GAMKONORA, Halmahera - Maluku Utara KETERANGAN UMUM Nama Lain : Gamkunora, Gammacanore Nama Kawah : Kawah A, B, C, dan D. Lokasi a. Geografi b. Administrasi : : 1º 22 30" LU dan 127º 3' 00" Kab.

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK DAN MEKANISME ALIRAN ENDAPAN LAHAR SUNGAI APU, DESA TLOGOLELE, KECAMATAN SELO, KABUPATEN BOYOLALI, PROVINSI JAWA TENGAH

KARAKTERISTIK DAN MEKANISME ALIRAN ENDAPAN LAHAR SUNGAI APU, DESA TLOGOLELE, KECAMATAN SELO, KABUPATEN BOYOLALI, PROVINSI JAWA TENGAH KARAKTERISTIK DAN MEKANISME ALIRAN ENDAPAN LAHAR SUNGAI APU, DESA TLOGOLELE, KECAMATAN SELO, KABUPATEN BOYOLALI, PROVINSI JAWA TENGAH Muhammad Fatih Qodri *, Agung Harijoko Jurusan Teknik Geologi, Fakultas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lokasi Objek Penelitian Berdasarkan bentuk morfologinya, puncak Gunung Lokon berdampingan dengan puncak Gunung Empung dengan jarak antara keduanya 2,3 km, sehingga merupakan

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan. I Putu Krishna Wijaya 11/324702/PTK/07739 BAB I PENDAHULUAN

Bab I. Pendahuluan. I Putu Krishna Wijaya 11/324702/PTK/07739 BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu wilayah di Indonesia yang sering mengalami bencana gerakan tanah adalah Provinsi Jawa Barat. Dari data survei yang dilakukan pada tahun 2005 hingga

Lebih terperinci

PENGARUH INTRUSI VULKANIK TERHADAP DERAJAT KEMATANGAN BATUBARA KABUPATEN LAHAT, SUMATERA SELATAN

PENGARUH INTRUSI VULKANIK TERHADAP DERAJAT KEMATANGAN BATUBARA KABUPATEN LAHAT, SUMATERA SELATAN PENGARUH INTRUSI VULKANIK TERHADAP DERAJAT KEMATANGAN BATUBARA KABUPATEN LAHAT, SUMATERA SELATAN Oleh : Sjafra Dwipa, Irianto, Arif Munandar, Edi Suhanto (Dit. Vulkanologi) SARI Intrusi andesit di bukit

Lebih terperinci

PETROGENESA BATUAN LAVA GUNUNG BARUJARI DAN GUNUNG ROMBONGAN, KOMPLEK GUNUNG RINJANI

PETROGENESA BATUAN LAVA GUNUNG BARUJARI DAN GUNUNG ROMBONGAN, KOMPLEK GUNUNG RINJANI PETROGENESA BATUAN LAVA GUNUNG BARUJARI DAN GUNUNG ROMBONGAN, KOMPLEK GUNUNG RINJANI Sahala Manullang 1*, Heryadi Rachmat 2, Mega F. Rosana 1 1. Universitas Padjajaran, Fakultas Teknik Geologi 2. Museum

Lebih terperinci

Kecamatan Nunukan, Kabupaten Nunukan, Provinsi Kalimantan Timur

Kecamatan Nunukan, Kabupaten Nunukan, Provinsi Kalimantan Timur Umur Analisis mikropaleontologi dilakukan pada contoh batuan pada lokasi NA805 dan NA 803. Hasil analisis mikroplaeontologi tersebut menunjukkan bahwa pada contoh batuan tersebut tidak ditemukan adanya

Lebih terperinci

DIAGRAM ALIR DESKRIPSI BATUAN BEKU

DIAGRAM ALIR DESKRIPSI BATUAN BEKU DIAGRAM ALIR DESKRIPSI BATUAN BEKU Warna : Hitam bintik-bintik putih / hijau gelap dll (warna yang representatif) Struktur : Masif/vesikuler/amigdaloidal/kekar akibat pendinginan, dll. Tekstur Granulitas/Besar

Lebih terperinci

batuan, butiran mineral yang tahan terhadap cuaca (terutama kuarsa) dan mineral yang berasal dari dekomposisi kimia yang sudah ada.

batuan, butiran mineral yang tahan terhadap cuaca (terutama kuarsa) dan mineral yang berasal dari dekomposisi kimia yang sudah ada. DESKRIPSI BATUAN Deskripsi batuan yang lengkap biasanya dibagi menjadi tiga bagian, yaitu: 1. Deskripsi material batuan (atau batuan secara utuh); 2. Deskripsi diskontinuitas; dan 3. Deskripsi massa batuan.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Fisiografi Regional Pulau Lombok terbentuk oleh suatu depresi yang memanjang (longitudinal depresion), yang sebagian besar sudah terisi dan tertutupi oleh suatu seri gunungapi

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI 3.1.1. Morfologi Umum Daerah Penelitian Pengamatan geomorfologi di daerah penelitian dilakukan dengan menggunakan dua metode yaitu metode tidak langsung

Lebih terperinci

Pemodelan Aliran Lahar Menggunakan Perangkat Lunak LAHARZ Di Gunung Semeru, Jawa Timur

Pemodelan Aliran Lahar Menggunakan Perangkat Lunak LAHARZ Di Gunung Semeru, Jawa Timur Pemodelan Aliran Lahar Menggunakan Perangkat Lunak LAHARZ Di Gunung Semeru, Jawa Timur Kushendratno 1, Emi Sukiyah 2, Nana Sulaksana 2, Weningsulistri 1 dan Yohandi 1 1 Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana

Lebih terperinci

GEOLOGI DAERAH CISURUPAN DAN SEKITARNYA, KABUPATEN GARUT, JAWA BARAT

GEOLOGI DAERAH CISURUPAN DAN SEKITARNYA, KABUPATEN GARUT, JAWA BARAT GEOLOGI DAERAH CISURUPAN DAN SEKITARNYA, KABUPATEN GARUT, JAWA BARAT TUGAS AKHIR A Diajukan sebagai syarat untuk kelulusan sarjana strata satu (S-1) di Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi

Lebih terperinci

BAB IV STUDI BATUPASIR NGRAYONG

BAB IV STUDI BATUPASIR NGRAYONG BAB IV STUDI BATUPASIR NGRAYONG 4. 1 Latar Belakang Studi Ngrayong merupakan Formasi pada Cekungan Jawa Timur yang masih mengundang perdebatan di kalangan ahli geologi. Perdebatan tersebut menyangkut lingkungan

Lebih terperinci

5.5. G. LAWARKAWRA, Kepulauan Banda, Maluku

5.5. G. LAWARKAWRA, Kepulauan Banda, Maluku 5.5. G. LAWARKAWRA, Kepulauan Banda, Maluku G. Lawarkawra di P. Nila, dilihat dari arah utara, 1976 KETERANGAN UMUM Nama Lain : Kokon atau Lina Lokasi a. Geografi Puncak b. Administratif : : 6 o 44' Lintang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aktivitas subduksi antara lempeng Indo-Australia dengan bagian selatan dari

BAB I PENDAHULUAN. aktivitas subduksi antara lempeng Indo-Australia dengan bagian selatan dari 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pulau Jawa dianggap sebagai contoh yang dapat menggambarkan lingkungan busur kepulauan (island arc) dengan baik. Magmatisme yang terjadi dihasilkan dari aktivitas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lokasi Penelitian Gunungapi Sinabung adalah gunungapi stratovolkano berbentuk kerucut, dengan tinggi puncaknya 2460 mdpl. Lokasi Gunungapi Sinabung secara administratif masuk

Lebih terperinci

COURSE DESIGN. Semester : 4

COURSE DESIGN. Semester : 4 COURSE DESIGN Nama Matakuliah : PETROGRAFI Kode/SKS TKG 242/ 3 sks Semester : 4 Deskripsi Singkat Matakuliah : Matakuliah petrografi adalah cabang dari ilmu petrologi yang mempelajari mengenai deskripsi

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI Bentang alam dan morfologi suatu daerah terbentuk melalui proses pembentukan secara geologi. Proses geologi itu disebut dengan proses geomorfologi. Bentang

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. BAB III. DASAR TEORI 3.1. Seismisitas Gelombang Seismik Gelombang Badan... 16

DAFTAR ISI. BAB III. DASAR TEORI 3.1. Seismisitas Gelombang Seismik Gelombang Badan... 16 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH... iii KATA PENGANTAR... iv ABSTRAK... v ABSTRACT... vi DAFTAR ISI... vii DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR TABEL... xv DAFTAR

Lebih terperinci

MENGENAL JENIS BATUAN DI TAMAN NASIONAL ALAS PURWO

MENGENAL JENIS BATUAN DI TAMAN NASIONAL ALAS PURWO MENGENAL JENIS BATUAN DI TAMAN NASIONAL ALAS PURWO Oleh : Akhmad Hariyono POLHUT Penyelia Balai Taman Nasional Alas Purwo Kawasan Taman Nasional Alas Purwo sebagian besar bertopogarafi kars dari Semenanjung

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Stratigrafi Daerah Nanga Kantu Stratigrafi Formasi Kantu terdiri dari 4 satuan tidak resmi. Urutan satuan tersebut dari tua ke muda (Gambar 3.1) adalah Satuan Bancuh

Lebih terperinci

Beda antara lava dan lahar

Beda antara lava dan lahar lahar panas arti : endapan bahan lepas (pasir, kerikil, bongkah batu, dsb) di sekitar lubang kepundan gunung api yg bercampur air panas dr dl kawah (yg keluar ketika gunung meletus); LAHAR kata ini berasal

Lebih terperinci

PENENTUAN PALEOGEOGRAFI BERDASARKAN STRUKTUR SLUMP STUDI KASUS FORMASI HALANG DAERAH WONOSARI, KEBUMEN, JAWA TENGAH

PENENTUAN PALEOGEOGRAFI BERDASARKAN STRUKTUR SLUMP STUDI KASUS FORMASI HALANG DAERAH WONOSARI, KEBUMEN, JAWA TENGAH PENENTUAN PALEOGEOGRAFI BERDASARKAN STRUKTUR SLUMP STUDI KASUS FORMASI HALANG DAERAH WONOSARI, KEBUMEN, JAWA TENGAH Rikzan Norma Saputra *, Moch. Indra Novian, Salahuddin Husein Jurusan Teknik Geologi,

Lebih terperinci

Penentuan Daerah Potensi Rawan Bencana Letusan Gunung Kelud Menggunakan Citra Satelit

Penentuan Daerah Potensi Rawan Bencana Letusan Gunung Kelud Menggunakan Citra Satelit Penentuan Daerah Potensi Rawan Bencana Letusan Gunung Kelud Menggunakan Citra Satelit Tri Martha KP* 1), Widya Utama 2), Istiqomah Ari K 1) Jurusan Fisika 2) Program Studi Teknik Geofisika InstitutTeknologi

Lebih terperinci

A B C D E A B C D E. A B C D E A B C D E // - Nikol X Nikol mm P mm

A B C D E A B C D E. A B C D E A B C D E // - Nikol X Nikol mm P mm No conto : Napal hulu Zona ubahan: sub propilitik Lokasi : Alur S. Napal Nama batuan: lava andesit 0 0.5 mm P1 0 0.5 mm Sayatan andesit terubah dengan intensitas sedang, bertekstur hipokristalin, porfiritik,

Lebih terperinci