Geologi Daerah Sirnajaya dan Sekitarnya, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat 27

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Geologi Daerah Sirnajaya dan Sekitarnya, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat 27"

Transkripsi

1 memiliki ciri-ciri berwarna abu-abu gelap, struktur vesikuler, tekstur afanitik porfiritik, holokristalin, dengan mineral terdiri dari plagioklas (25%) dan piroksen (5%) yang berbentuk subhedral hingga anhedral. Karena keterdapatannya yang sangat sedikit, peneliti tidak mengambil sayatan pada fragmen batugamping di breksi ini. Sedangkan analisis sayatan tipis pada matriks breksi didapat bahwa matriksnya berupa batupasir, dengan tekstur klastik, terpilah sedang, dan kemas terbuka. Butirannya terdiri dari plagioklas (30%), kuarsa (13%), piroksen (2%), dan fragmen batuan (5%), dengan semen (20%) berupa mineral lempung, dan porositas (3%) intergranular. Gambar Perbedaan jenis pada fragmen breksi. Foto kiri memperlihatkan fragmen batugamping, dan foto kanan memperlihatkan fragmen andesit. Foto diambil pada Sungai Cicendo bagian Utara. Gambar Struktur graded bedding pada satuan breksi, yang mengindikasikan lingkungan pengendapan yang erat kaitannya dengan arus turbidit. Foto diambil pada Sungai Cicendo bagian Utara. Geologi Daerah Sirnajaya dan Sekitarnya, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat 27

2 Pada breksi terlihat adanya struktur graded bedding (Gambar 3.17). Dari rekonstruksi penampang, didapat bahwa breksi di bagian Utara menghilang di bagian Selatan, sedangkan peneliti tidak mendapati adanya sesar naik ataupun sesar turun diantaranya. Sehingga peneliti menyimpulkan bahwa breksi ini mengalami perubahan fasies dengan batulempung, yang kemudian kesimpulan ini semakin diperkuat dengan analisis mikrofosil yang menunjukkan bahwa batulempung di bagian Utara memiliki umur yang sama dengan batulempung di bagian Selatan. Kesimpulan ini sesuai dengan stratigrafi regional Formasi Cantayan yang dibuat oleh Martodjojo (1984). Tidak ditemukan fosil penunjuk umur dan penciri lingkungan pengendapan sama sekali. Namun, dari posisi stratigrafinya pada daerah penelitian, peneliti dapat menyimpulkan bahwa satuan breksi ini terbentuk pada Miosen Akhir Pliosen Awal. Sedangkan lingkungan pengendapannya diperkirakan berada pada submarine fan bagian upper fan, tempat dimana fragmen-fragmen berukuran kasar diendapkan (Walker, 1978 dalam Martodjojo, 1984) Satuan Batupasir Satuan batupasir menempati 6,4% dari luas total daerah penelitian, dan terdiri dari dua litologi; batupasir tufaan dan batulempung. Singkapan terbaik dapat ditemui pada hulu Sungai Cibinong dan pada jalan setapak di Bukit Pasir Gadung, dimana kita dapat menemui singkapan dengan kondisi segar agak lapuk pada kedua lokasi tersebut. Jurus lapisan didapat berarah relatif Barat Timur. Dari rekonstruksi penampang, ketebalan satuan ini diperkirakan lebih dari 250 meter. Batupasir ini sendiri berwarna coklat muda, terpilah buruk, kemas tertutup, dengan long dan concave-convex contact (Gambar 3.18). Ukuran butir pasir halus kasar, dan komposisi mineral terdiri dari fragmen andesit (20%), plagioklas (13%), dan hornblenda (2%) dengan bentuk butir yang menyudut membundar, matrik (60%) terdiri dari gelas volkanik, dan porositas (5%) berupa fracture. Batulempung yang menyisipi batupasir ini berwarna coklat. Tidak ditemukan fosil sama sekali pada batulempung coklat ini. Geologi Daerah Sirnajaya dan Sekitarnya, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat 28

3 Seperti halnya breksi, terjadi perubahan fasies pada satuan ini. Singkapan batupasir ini terdapat pada bagian Utara, dan sempat hadir dalam bentuk sebuah tinggian pada bagian Timur daerah penelitian. Namun, menuju bagian Barat daerah, batupasir ini menghilang dan diganti dengan kehadiran batulempung. Kesimpulan ini juga memperkuat kesimpulan stratigrafi regional Formasi Cantayan yang dibuat oleh Martodjojo (1984). Satuan ini terletak selaras di atas satuan breksi. Fosil penunjuk umur dan lingkungan pengendapan tidak ditemukan sama sekali pada satuan ini. Namun, dari posisi stratigrafi daerah penelitian, peneliti dapat menyimpulkan bahwa satuan ini juga terbentuk pada N17 N18 (Miosen Akhir Pliosen Awal). Sedangkan lingkungan pengendapannya juga terletak pada submarine fan bagian upper fan (Martodjojo, 1984). Gambar Lapisan batupasir yang terdiri dari batupasir tufaan yang disisipi oleh batulempung berwarna coklat. Foto diambil pada jalan setapak warga di Bukit Pasir Gadung Satuan Andesit Satuan andesit menempati 14% dari luas total daerah penelitian. Singkapannya dapat kita temui dengan baik pada Bukit Pasir Panyaweuyan dan Bukit Pasir Cimangsud. Satuan ini membentuk morfologi pegunungan yang berbentuk kubah dan berada pada ketinggian meter di atas permukaan laut. Berdasarkan rekonstruksi penampang, ketebalan satuan ini diperkirakan mencapai lebih kurang 40 meter. Pada beberapa tempat, andesit hadir dalam wujud autobreksi (Gambar 3.19). Secara megaskopis, berwarna abu-abu gelap, berstruktur vesikuler, dan memiliki Geologi Daerah Sirnajaya dan Sekitarnya, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat 29

4 tekstur afanitik, porfiritik, hipokristalin (Gambar 3.20). Dari sayatan tipis didapat bahwa andesit ini memiliki fenokris (32%) yang terdiri dari plagioklas (27%), dan piroksen (5%), yang berbentuk subhedral hingga anhedral. Sedangkan masadasarnya (66%) terdiri dari plagioklas, piroksen, mineral opak, dan gelas volkanik. Juga didapat kehadiran mineral sekunder (2%) yang terdiri dari mineral opak, mineral lempung, dan klorit. Satuan ini diperkirakan terbentuk di lingkungan darat, pada kala Plistosen Akhir, melalui suatu aktivitas vulkanisme lokal yang terjadi di daerah penelitian, pada waktu yang tidak berbeda jauh dari aktivitas vulkanisme Gunung Pra-Sunda. Meskipun begitu, aktivitas magmatiknya diperkirakan bermula pada awal Plistosen. Pada masa ini, seluruh wilayah Jawa Barat telah menjadi daratan dan mengalami aktivitas pengangkatan yang penting. Pada masa ini juga terjadi perpindahan pusat gunungapi dari selatan ke tengah Pulau Jawa (Martodjojo, 1984). Perpindahan ini ternyata menjadi gejala umum di seluruh gugusan gunungapi Sirkum Pasifik (Karig dan Sharman, 1975 dalam Martodjojo, 1984). Dari rekonstruksi penampang didapat bahwa satuan ini berada di bawah satuan breksi piroklastik dan satuan tuff, yang diperkirakan merupakan hasil dari aktivitas vulkanisme Gunung Pra-Sunda. Sehingga disimpulkan, bahwa aktivitas vulkanisme di daerah penelitian lebih dahulu terjadi daripada aktivitas Gunung Pra-Sunda. Kontak antara satuan ini dengan satuan batulempung yang berada di bawahnya berupa ketidakselarasan, dimana peneliti mendapati adanya gejala efek bakar pada salah satu lokasi di daerah penelitian (Gambar 3.20). Peneliti menyetarakan satuan ini dengan satuan andesit basalt (ab) pada Peta Geologi Lembar Cianjur (Sudjatmiko, 1972). Geologi Daerah Sirnajaya dan Sekitarnya, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat 30

5 Gambar Singkapan satuan andesit pada hulu Sungai Cigentrong berupa autobreksi. Gambar kiri diambil menghadap ke hulu (Utara). Gambar Singkapan andesit lainnya. Gambar kiri memperlihatkan tekstur vesikuler yang menjadi ciri dari lava. Sedangkan gambar kanan memperlihatkan kenampakan kontak antara andesit dengan batulempung dengan kehadiran efek bakar (berwarna hitam). Gambar kiri diambil pada Sungai Cigentrong, dan gambar kanan diambil pada hulu Sungai Cipanengah Satuan Breksi Piroklastik Satuan breksi piroklastik menempati 4,6% pada daerah penelitian, dan menjadi satuan dengan cakupan wilayah terkecil. Satuan ini dapat ditemukan dengan baik pada bagian hilir dari Sungai Cicendo yang membelok ke sebelah Utara daerah penelitian. Pada lokasi tersebut, didapat singkapan breksi piroklastik dalam keadaan segar. Berdasarkan rekonstruksi penampang, ketebalan satuan diperkirakan lebih kurang 60 meter. Geologi Daerah Sirnajaya dan Sekitarnya, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat 31

6 Secara megaskopis, breksi piroklastik berwarna coklat terang, dengan kemas terbuka, terpilah buruk, dan ukuran butir kerikil bongkah (Gambar 3.21). Fragmen didapat berupa andesit, dengan ciri megaskopis berwarna abu-abu gelap, vesikuler, dan bertekstur afanitik. Pada sayatan tipis, diketahui bahwa andesit bertekstur porfiritik, hipokristalin, dengan fenokris berupa plagioklas (23%) dan piroksen (2%), yang berbentuk euhedral hingga anhedral. Masadasarnya sebesar 70% dengan kehadiran tekstur intersertal yang dibentuk oleh plagioklas dan gelas volkanik. Serta kehadiran mineral sekunder (5%) berupa mineral opak. Sedangkan sayatan tipis pada masadasarnya memperlihatkan tekstur klastik, terpilah buruk, dan kemas terbuka. Butirannya terdiri dari kuarsa (5%), plagioklas (5%), piroksen (5%), gelas (5%), dan fragmen andesit (20%), yang berbentuk menyudut membundat tanggung. Matrik 50% berupa gelas volkanik, dan kehadiran mineral sekunder (10%) berupa mineral opak. Mekanisme pembentukan satuan ini diperkirakan berupa piroklastik aliran (Wright, Smith, dan Self, 1980 dalam Sumintadiredja, 2005). Gambar Singkapan breksi piroklastik. Pada kedua foto terlihat adanya struktur graded bedding pada satuan breksi piroklastik ini. Kedua foto diambil pada Sungai Cicendo hilir, dan menghadap ke Timur. Satuan ini diperkirakan terbentuk pada kala Plistosen Akhir. Pada kala itu, seluruh daerah di Jawa Barat telah berbentuk daratan seperti halnya sekarang, yang diakibatkan oleh proses pengangkatan. Proses pengangkatan itu sendiri bermula terjadi pada Kala Plistosen Awal (Martodjojo, 1984). Dan diperkirakan, satuan ini merupakan hasil dari erupsi suatu gunungapi tua, yang mengeluarkan aktivitas volkaniknya pada Plistosen Akhir. Kontak dengan satuan yang lebih tua di bawahnya (breksi) berupa ketidakselarasan. Berdasarkan rekonstruksi penampang dan stratigrafi daerah penelitian, satuan ini diperkirakan terbentuk setelah terbentuknya Geologi Daerah Sirnajaya dan Sekitarnya, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat 32

7 satuan andesit. Kontaknya dengan tuff tidak jelas, melainkan berangsur-angsur (bergradasi). Satuan ini disetarakan dengan satuan Qob (produk gunungapi tua) berdasarkan Peta Geologi Lembar Cianjur (Sudjatmiko, 1972). Pada Peta Geologi Lembar Bandung (Silitonga, 1973), disebutkan bahwa satuan Qob merupakan produk gunungapi yang lebih tua. Gunungapi lebih tua yang dimaksud, oleh Kartadinata (2009) disebut sebagai Gunung Pra-Sunda Satuan Tuf Satuan tuf menempati 31,2% dari total luas daerah penelitian. Dan berada tepat di wilayah Utara dan Selatan daerah. Satuan ini dapat kita temui dengan baik pada Sungai Cibinong, Sungai Cigentrong, dan Sungai Cipicung bagian hilir. Kita dapat menemui singkapan tuf dalam kondisi agak segar lapuk pada lokasi-lokasi tersebut. Satuan ini membentuk bukit-bukit kecil di sepanjang bagian Selatan, dan membentuk morfologi bergelombang pada wilayah Utara daerah.penelitian. Satuan ini terdiri dari tuf, dengan sedikit sisipan lapili dan breksi piroklastik (Gambar 3.22). Tuf, secara megaskopis, berwarna coklat terang, berstruktur vesikuler. Dari sayatan tipis, didapat bahwa tuf bertekstur klastik, terpilah buruk, kemas terbuka, dengan butiran terdiri dari kristal kuarsa (2%), plagioklas (5%), piroksen (5%), gelas (5%), dan fragmen andesit (13%), yang berukuran 0,01-0,1 mm, dan berbentuk menyudut membundar tanggung. Matrik (50%) berupa gelas volkanik, dan terdapat kehadiran mineral sekunder (20%) berupa mineral lempung dan mineral opak. Sehingga, tuf ini berjenis tuf litik. Gambar Singkapan tuf. Gambar kiri memperlihatkan sisipan lapisan lapili, sedangkan gambar kanan memperlihatkan sisipan tipis breksi piroklastik pada lapisan tuf. Kedua gambar diambil pada Sungai Cibinong. Geologi Daerah Sirnajaya dan Sekitarnya, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat 33

8 Mekanisme pengendapan tuf adalah piroklastik jatuhan (fall) dan piroklastik surge (Wright, Smith, dan Self, 1980 dalam Sumintadiredja, 2005). Perbedaan tuf dari kedua jenis genesa ini juga dapat kita bedakan dengan mudah di lapangan. Mekanisme piroklastik jatuhan dapat kita temui pada tuf bagian Utara dan bagian Selatan, yang menutupi morfologi lereng perbukitan. Sementara tuf dengan mekanisme pengendapan piroklastik surge dapat kita temui pada Sungai Cipicung bagian hilir (Gambar 3.23). Perbedaan juga tampak pada sayatan tipis, dimana tuf selatan memiliki kristal dan fragmen-fragmen berukuran lebih besar dari tuf utara. Baik tuf utara maupun tuf selatan memperlihatkan suatu perlapisan yang yang mengindikasikan sumber yang relatif berasal dari utara (Gambar 3.24). Gambar Singkapan tuf lainnya. Gambar kiri memperlihatkan tuf dengan tekstur kasar dan struktur silang siur, yang menjadi penciri dari mekanisme pengendapan piroklastik surge. Sedangkan gambar kanan memperlihatkan suatu perlapisan tuf yang monoton, yang menjadi penciri mekanisme pengendapan piroklastik jatuhan. Gambar kiri diambil pada Sungai Cipicung, dan gambar kanan diambil pada Sungai Cibinong. Gambar Struktur perlapisan pada tuf. Terlihat adanya perlapisan pada tuf yang berarah Utara pada gambar kanan, yang mengisyaratkan arah sumber erupsi. Gambar kiri memperlihatkan perlapisan yang mengarah ke Selatan pada tuf Selatan tipe piroklastik surge. Gambar kiri diambil pada Pasir Sarengseng, dan gambar kanan diambil pada Sungai Cipicung. Geologi Daerah Sirnajaya dan Sekitarnya, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat 34

9 Tuf ini terbentuk pada lingkungan darat, pada Kala Plistosen Akhir, ketika daerah penelitian seluruhnya telah berubah menjadi daratan yang diakibatkan oleh proses pengangkatan (Martodjojo, 1984). Seperti halnya satuan breksi piroklastik, satuan tuf ini juga berasal dari produk erupsi suatu gunungapi tua, yang oleh Kartadinata (2009), disebut sebagai hasil erupsi Gunung Pra-Sunda. Kontak dengan satuan di bawahnya (breksi piroklastik) adalah selaras, meskipun kenampakan di lapangan tidak tegas, melainkan gradasional. Satuan ini disetarakan dengan Qob (produk gunungapi tua) berdasarkan Peta Geologi Lembar Cianjur (Sudjatmiko, 1972). 3.3 STRUKTUR GEOLOGI DAERAH PENELITIAN Analisa struktur geologi dilakukan dengan berbagai analisis. Analisis pertama dilakukan dengan menganalisis peta topografi dan citra DEM (digital elevation model), yang akhirnya akan menghasilkan data berupa kelurusan-kelurusan yang ada di daerah penelitian. Berikutnya, analisis awal tersebut dipadu dengan datadata primer berupa bukti-bukti yang didapat di lapangan, seperti kedudukan lapisan dan jurus (strike & dip) batuan, dan gores garis (slicken slide). Adapun struktur geologi yang dapat ditemukan pada daerah penelitian, antara lain: Struktur lipatan, dan Struktur sesar. Masing-masing jenis struktur diberi nama yang sesuai dengan lokasi geografis tempat struktur tersebut ditemukan Struktur Lipatan Terdapat dua jenis lipatan pada daerah penelitian. Masing-masing lipatan memiliki sumbu lipatan yang relatif berarah Barat Timur. Arah sumbu ini sama dengan arah umum struktur pola Jawa. Dari sini, lipatan-lipatan ini ditafsirkan terbentuk akibat adanya kompresi yang berarah Utara Selatan Antiklin Cicendo Antiklin ini terletak di bagian tengah daerah penelitian, dan dapat dengan mudah ditemukan pada Sungai Cicendo. Pada sungai bagian hulu sungai ini, didapat kedudukan lapisan batulempung N71 E/85 dan N286 E/78. Dari rekonstruksi penampang, didapat bahwa lipatan ini merupakan lipatan yang simetris, dengan sayap lipatan memiliki kemiringan yang relatif sama, dan dengan tebal yang relatif Geologi Daerah Sirnajaya dan Sekitarnya, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat 35

10 sama pula. Sedangkan sumbu lipatan berarah Timurlaut Baratdaya (Gambar 3.25 dan Gambar 3.26). Antiklin ini diperkirakan terbentuk pada kala Plio-Plistosen, ketika batuan di daerah penelitian (Formasi Cantayan) telah terendapkan (Martodjojo, 1984). Gambar Perkiraan arah umum perlapisan (panah warna kuning) dan sumbu relatif antiklin (garis putus-putus warna merah). Kedua foto diambil dari puncak Pasir Gadung, dan menghadap ke Selatan. Gambar Kenampakan sayap-sayap antiklin secara langsung di lapangan. Foto diambil menghadap ke hilir (Barat) Sinklin Cimangsud Sinklin ini tidak ditemukan secara langsung di lapangan, melainkan ditemukan melalui rekonstruksi penampang. Sinklin ini didapat setelah menggabungkan data yang didapat pada Sungai Cicendo bagian Selatan, dengan data lapangan pada Sungai Cipicung bagian hulu. Pada Sungai Cicendo bagian Selatan didapat jurus dan kemiringan perlapisan dengan kedudukan N70 E/50, dan pada Sungai Cipicung bagian hulu ditemukan batuan dengan kedudukan jurus dan perlapisan N241 E/46. Dari rekonstruksi penampang tersebut, didapat bahwa sinklin ini terkubur di bawah Geologi Daerah Sirnajaya dan Sekitarnya, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat 36

11 kompleks perbukitan Cimangsud yang terdiri dari litologi tuff (Gambar 3.27). Sinklin ini juga diperkirakan terbentuk pada kala Plio-Plistosen, setelah terbentuknya lapisan batuan di daerah penelitian yang mengalami deformasi (Formasi Cantayan) (Martodjojo, 1984). Gambar Perkiraan lokasi terkuburnya Sinklin Cimangsud (panah warna merah). Foto diambil dari Lembah Cimangsud dan menghadap Tenggara Struktur Sesar Ada lima jenis sesar di daerah penelitian, yang empat diantaranya berjenis sesar geser, dan satu berjenis sesar naik. Arah relatif sesar-sesar ini adalah Utara Selatan, yang searah dengan Pola Sunda. Seperti halnya pada lipatan, sesar-sesar ini juga diberi nama sesuai dengan nama geografis tempat sesar tersebut ditemukan Sesar Geser Kontolucing Sesar ini terletak persis pada bagian tengah daerah penelitian. Garis sesar ini ditarik setelah ditemukannya gores garis (slicken slide) pada lapisan breksi yang terletak di Sungai Cicendo, tepatnya pada breksi yang membentuk bukit Pasir Kontolucing, dan digabung dengan data kelurusan yang didapat dari analisis citra DEM (Gambar 3.28). Dari gores garis yang ditemukan, didapat data sesar dengan bidang sesar N20 E/35, dengan trend N30 E, plunge 5, dan pitch 10 (Gambar 3.29). Sesar ini sendiri berjenis sesar mengiri. Geologi Daerah Sirnajaya dan Sekitarnya, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat 37

12 Gambar Kelurusan pada Bukit Pasir Kontolucing. Gambar Bukti sesar berupa gores garis pada lapisan breksi. Gambar diambil pada Sungai Cicendo Sesar Geser Cipanengah Sesar ini terletak di bagian tengah daerah peneltian, tepatnya di sebelah Barat sesar geser kontolucing. Garis sesar ini ditarik berdasarkan kelurusan yang didapat dari analisis citra DEM (Gambar 3.30), dan data-data primer lapangan berupa offset pada lapisan breksi di Sungai Cicendo, adanya lapisan acak (slump), serta perbedaan bentukan morfologi yang cukup ekstrim (Gambar 3.31). Sesar ini ditafsirkan berjenis sesar mengiri turun, dengan bidang sesar berarah NW SE. Geologi Daerah Sirnajaya dan Sekitarnya, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat 38

13 Gambar Kelurusan yang ditarik dari citra DEM pada Sungai Cipanengah. Gambar Perbedaan morfologi yang cukup ekstrim pada daerah penelitian (gambar kiri), dan adanya offset pada lapisan breksi di Sungai Cicendo (gambar kanan). Kedua gambar diambil pada lembah Cimangsud. Gambar kiri menghadap ke Utara, dan gambar kanan menghadap ke Barat Sesar Geser Cicendo Sesar ini terletak di bagian Barat daerah penelitian. Seperti halnya kedua sesar sebelumnya, sesar ini berjenis sesar geser mengiri. Garis sesar ditarik berdasarkan perpaduan antara analisis kelurusan dari citra DEM, dan adanya lapisan acak (slump) (Gambar 3.32). Sedangkan bidang sesarnya sendiri ditafsirkan berarah NE SW. Geologi Daerah Sirnajaya dan Sekitarnya, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat 39

14 Gambar Kelurusan (gambar kiri), dan data lapisan acak di lapangan (gambar kanan) Sesar Geser Cimangsud Sesar geser Cimangsud terletak tepat di sebelah Selatan dari sesar geser Kontolucing. Berbeda dengan ketiga sesar yang lain, sesar ini berjenis sesar geser menganan. Garis sesar ditarik melalui perpaduan antara kelurusan yang didapat dari analisis citra DEM, dan data lapisan acak (slump) yang didapat di lapangan (Gambar 3.33). Bidang sesar ditafsirkan berarah NW SE. Gambar Kelurusan (gambar kiri), dan data perlapisan yang acak (gambar kanan) pada Sungai Cimangsud Sesar Naik Cicendo Sesar naik Cicendo terletak di sebelah Timur daerah penelitian, tepatnya pada lembah yang diapit oleh dua tinggian; Pasir Dogdog dan Pasir Cimangsud. Sesar ini merupakan sesar yang diinterpretasikan berdasarkan rekonstruksi penampang melalui Geologi Daerah Sirnajaya dan Sekitarnya, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat 40

15 kedudukan lapisan dan jurus yang didapat peneliti pada lapisan batulempung di hulu sungai Cicendo. Pada bagian utara didapat batulempung dengan kemiringan 78, sedangkan pada bagian selatan didapat batulempung dengan kemiringan 85. Dari rekonstruksi penampang, peneliti menafsirkan bahwa bagian hanging wall sesar berada di bagian selatan, dengan foot wall berada di bagian utara. Kehadiran sesar naik ini diperkirakan berada pada kontak antara breksi dan batulempung. Hal ini ditafsirkan berdasarkan perkiraan secara menyeluruh akan sifat-sifat fisik dari breksi maupun batulempung, serta memperkirakan ketahanan kedua batuan ini akan gaya yang dibebankan kepadanya. Geologi Daerah Sirnajaya dan Sekitarnya, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat 41

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Geomorfologi daerah penelitian diamati dengan melakukan interpretasi pada peta topografi, citra

Lebih terperinci

Gambar Singkapan batulempung I (gambar kiri) dengan sisipan batupasir yang tersingkap pada dinding Sungai Cipaku (gambar kanan).

Gambar Singkapan batulempung I (gambar kiri) dengan sisipan batupasir yang tersingkap pada dinding Sungai Cipaku (gambar kanan). Gambar 3.20. Singkapan batulempung I (gambar kiri) dengan sisipan batupasir yang tersingkap pada dinding Sungai Cipaku (gambar kanan). Gambar 3.21. Struktur sedimen laminasi sejajar pada sisipan batupasir

Lebih terperinci

3.2.3 Satuan lava basalt Gambar 3-2 Singkapan Lava Basalt di RCH-9

3.2.3 Satuan lava basalt Gambar 3-2 Singkapan Lava Basalt di RCH-9 3.2.2.4 Mekanisme pengendapan Berdasarkan pemilahan buruk, setempat dijumpai struktur reversed graded bedding (Gambar 3-23 D), kemas terbuka, tidak ada orientasi, jenis fragmen yang bervariasi, massadasar

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Bentukan topografi dan morfologi daerah penelitian adalah interaksi dari proses eksogen dan proses endogen (Thornburry, 1989). Proses eksogen adalah proses-proses

Lebih terperinci

Umur GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Umur GEOLOGI DAERAH PENELITIAN Foto 3.7. Singkapan Batupasir Batulempung A. SD 15 B. SD 11 C. STG 7 Struktur sedimen laminasi sejajar D. STG 3 Struktur sedimen Graded Bedding 3.2.2.3 Umur Satuan ini memiliki umur N6 N7 zonasi Blow (1969)

Lebih terperinci

dan Satuan Batulempung diendapkan dalam lingkungan kipas bawah laut model Walker (1978) (Gambar 3.8).

dan Satuan Batulempung diendapkan dalam lingkungan kipas bawah laut model Walker (1978) (Gambar 3.8). dan Satuan Batulempung diendapkan dalam lingkungan kipas bawah laut model Walker (1978) (Gambar 3.8). Gambar 3.7 Struktur sedimen pada sekuen Bouma (1962). Gambar 3.8 Model progradasi kipas bawah laut

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Bentukan topografi dan morfologi daerah penelitian adalah interaksi dari proses eksogen dan proses endogen (Thornburry, 1989). Proses eksogen adalah proses-proses

Lebih terperinci

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Secara umum, daerah penelitian memiliki morfologi berupa dataran dan perbukitan bergelombang dengan ketinggian

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Geomorfologi di daerah penelitian diamati dengan melakukan interpretasi peta topografi, citra SRTM, citra DEM,

Lebih terperinci

Gambar 3.6 Model progradasi kipas laut dalam (Walker, R. G., 1978).

Gambar 3.6 Model progradasi kipas laut dalam (Walker, R. G., 1978). (Satuan Breksi-Batupasir) adalah hubungan selaras dilihat dari kemenerusan umur satuan dan kesamaan kedudukan lapisan batuannya. Gambar 3.5 Struktur sedimen pada sekuen Bouma (Bouma, A. H., 1962). Gambar

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Secara umum, daerah penelitian terdiri dari perbukitan dan lembah. Daerah perbukitan memanjang dengan arah barat-timur

Lebih terperinci

Foto III.14 Terobosan andesit memotong satuan batuan piroklastik (foto diambil di Sungai Ringinputih menghadap ke baratdaya)

Foto III.14 Terobosan andesit memotong satuan batuan piroklastik (foto diambil di Sungai Ringinputih menghadap ke baratdaya) Foto III.14 Terobosan andesit memotong satuan batuan piroklastik (foto diambil di Sungai Ringinputih menghadap ke baratdaya) 3.2.2.1 Penyebaran Satuan batuan ini menempati 2% luas keseluruhan dari daerah

Lebih terperinci

berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit.

berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit. berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit. (a) (c) (b) (d) Foto 3.10 Kenampakan makroskopis berbagai macam litologi pada Satuan

Lebih terperinci

Umur dan Lingkungan Pengendapan Hubungan dan Kesetaraan Stratigrafi

Umur dan Lingkungan Pengendapan Hubungan dan Kesetaraan Stratigrafi 3.2.2.3 Umur dan Lingkungan Pengendapan Penentuan umur pada satuan ini mengacu pada referensi. Satuan ini diendapkan pada lingkungan kipas aluvial. Analisa lingkungan pengendapan ini diinterpretasikan

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI Bentang alam dan morfologi suatu daerah terbentuk melalui proses pembentukan secara geologi. Proses geologi itu disebut dengan proses geomorfologi. Bentang

Lebih terperinci

Metamorfisme dan Lingkungan Pengendapan

Metamorfisme dan Lingkungan Pengendapan 3.2.3.3. Metamorfisme dan Lingkungan Pengendapan Secara umum, satuan ini telah mengalami metamorfisme derajat sangat rendah. Hal ini dapat ditunjukkan dengan kondisi batuan yang relatif jauh lebih keras

Lebih terperinci

Gambar 3.13 Singkapan dari Satuan Lava Andesit Gunung Pagerkandang (lokasi dlk-13, foto menghadap ke arah barat )

Gambar 3.13 Singkapan dari Satuan Lava Andesit Gunung Pagerkandang (lokasi dlk-13, foto menghadap ke arah barat ) Gambar 3.12 Singkapan dari Satuan Lava Andesit Gunung Pagerkandang, dibeberapa tempat terdapat sisipan dengan tuf kasar (lokasi dlk-12 di kaki G Pagerkandang). Gambar 3.13 Singkapan dari Satuan Lava Andesit

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI 3.1.1. Morfologi Umum Daerah Penelitian Pengamatan geomorfologi di daerah penelitian dilakukan dengan menggunakan dua metode yaitu metode tidak langsung

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Geomorfologi Kondisi geomorfologi pada suatu daerah merupakan cerminan proses alam yang dipengaruhi serta dibentuk oleh proses

Lebih terperinci

Gambar 2.8. Model tiga dimensi (3D) stratigrafi daerah penelitian (pandangan menghadap arah barat laut).

Gambar 2.8. Model tiga dimensi (3D) stratigrafi daerah penelitian (pandangan menghadap arah barat laut). Gambar 2.8. Model tiga dimensi (3D) stratigrafi daerah penelitian (pandangan menghadap arah barat laut). Barat. 18 3. Breksi Tuf Breksi tuf secara megaskopis (Foto 2.9a dan Foto 2.9b) berwarna abu-abu

Lebih terperinci

Foto 3.6 Singkapan perselingan breksi dan batupasir. (Foto diambil di Csp-11, mengarah kehilir).

Foto 3.6 Singkapan perselingan breksi dan batupasir. (Foto diambil di Csp-11, mengarah kehilir). Apabila diperhatikan, hasil analisis petrografi dari sayatan batupasir kasar dan sayatan matriks breksi diperoleh penamaan yang sama. Hal ini diperkirakan terjadi karena yang menjadi matriks pada breksi

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3. 1 Geomorfologi 3. 1. 1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Daerah penelitian terletak pada kompleks gunung api Tangkubanparahu dengan elevasi permukaan berkisar antara

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Geomorfologi Kondisi geomorfologi pada suatu daerah merupakan cerminan proses alam yang dipengaruhi serta dibentuk oleh proses

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Lokasi penelitian berada di daerah Kancah, Kecamatan Parongpong, Kabupaten Bandung yang terletak di bagian utara Kota Bandung. Secara

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. GEOMORFOLOGI Bentukan topografi dan morfologi daerah penelitian dipengaruhi oleh proses eksogen dan proses endogen. Proses eksogen adalah proses-proses yang bersifat

Lebih terperinci

3.2.3 Satuan Batulempung. A. Penyebaran dan Ketebalan

3.2.3 Satuan Batulempung. A. Penyebaran dan Ketebalan 3.2.3 Satuan Batulempung A. Penyebaran dan Ketebalan Satuan batulempung ditandai dengan warna hijau pada Peta Geologi (Lampiran C-3). Satuan ini tersingkap di bagian tengah dan selatan daerah penelitian,

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Perolehan Data dan Lokasi Penelitian Lokasi penelitian pada Peta Geologi Lembar Cianjur skala 1 : 100.000 terletak di Formasi Rajamandala (kotak kuning pada Gambar

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Geomorfologi pada daerah penelitian ditentukan berdasarkan pengamatan awal pada peta topografi dan pengamatan langsung

Lebih terperinci

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Proses geomorfik adalah seluruh perubahan fisika dan kimiawi yang mempengaruhi bentuk dari suatu permukaan bumi (Thornbury, 1969). Terbentuknya

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Daerah penelitian berada pada kuasa HPH milik PT. Aya Yayang Indonesia Indonesia, yang luasnya

Lebih terperinci

BAB 3 Tatanan Geologi Daerah Penelitian

BAB 3 Tatanan Geologi Daerah Penelitian BAB 3 Tatanan Geologi Daerah Penelitian 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Analisis morfologi yang dilakukan pada daerah penelitian berdasarkan pengamatan tekstur yang tercermin dalam perbedaan ketinggian,

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Morfologi Daerah Penelitian Morfologi yang ada pada daerah penelitian dipengaruhi oleh proses endogen dan proses eksogen. Proses endogen merupakan

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Morfologi secara umum daerah penelitian tercermin dalam kerapatan dan bentuk penyebaran kontur

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI Bentuk morfologi dan topografi di daerah penelitian dipengaruhi oleh proses eksogen yang bersifat destruktif dan proses endogen yang berisfat konstruktif.

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Bentuk dan Pola Umum Morfologi Daerah Penelitian Bentuk bentang alam daerah penelitian berdasarkan pengamatan awal tekstur berupa perbedaan tinggi dan relief yang

Lebih terperinci

Subsatuan Punggungan Homoklin

Subsatuan Punggungan Homoklin Foto 3.6. Subsatuan Lembah Sinklin (foto ke arah utara dari daerah Pejaten). Foto 3.7. Subsatuan Lembah Sinklin (foto ke arah utara dari daerah Bulu). Subsatuan Punggungan Homoklin Subsatuan Punggungan

Lebih terperinci

III.1 Morfologi Daerah Penelitian

III.1 Morfologi Daerah Penelitian TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN III.1 Morfologi Daerah Penelitian Morfologi suatu daerah merupakan bentukan bentang alam daerah tersebut. Morfologi daerah penelitian berdasakan pengamatan awal tekstur

Lebih terperinci

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 34 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 34 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P / Pada sayatan tipis (Lampiran C) memiliki ciri-ciri kristalin, terdiri dari dolomit 75% berukuran 0,2-1,4 mm, menyudut-menyudut tanggung. Matriks lumpur karbonat 10%, semen kalsit 14% Porositas 1% interkristalin.

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH BANTARGADUNG

BAB III GEOLOGI DAERAH BANTARGADUNG BAB III GEOLOGI DAERAH BANTARGADUNG 3.1 GEOMORFOLOGI Metode yang dilakukan dalam analisis geomorfologi ini adalah dengan analisa peta topografi dan citra satelit, sehingga didapatkan kelurusan lereng,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fisiografi Jawa Barat Fisiografi Jawa Barat oleh van Bemmelen (1949) pada dasarnya dibagi menjadi empat bagian besar, yaitu Dataran Pantai Jakarta, Zona Bogor, Zona Bandung

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN III.1 GEOMORFOLOGI III.1.1 Morfologi Daerah Penelitian Morfologi yang ada pada daerah penelitian dipengaruhi oleh proses endogen dan proses eksogen. Proses endogen merupakan

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. Geomorfologi Daerah Penelitian Morfologi muka bumi yang tampak pada saat ini merupakan hasil dari proses-proses geomorfik yang berlangsung. Proses geomorfik menurut

Lebih terperinci

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Geomorfologi daerah penelitian ditentukan berdasarkan intepretasi peta topografi, yang kemudian dilakukan pengamatan secara langsung di

Lebih terperinci

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL BAB 2 GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Secara fisiografis, menurut van Bemmelen (1949) Jawa Timur dapat dibagi menjadi 7 satuan fisiografi (Gambar 2), satuan tersebut dari selatan ke utara adalah: Pegunungan

Lebih terperinci

Ciri Litologi

Ciri Litologi Kedudukan perlapisan umum satuan ini berarah barat laut-tenggara dengan kemiringan berkisar antara 60 o hingga 84 o (Lampiran F. Peta Lintasan). Satuan batuan ini diperkirakan mengalami proses deformasi

Lebih terperinci

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur.

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur. Foto 24. A memperlihatkan bongkah exotic blocks di lereng gunung Sekerat. Berdasarkan pengamatan profil singkapan batugamping ini, (Gambar 12) didapatkan litologi wackestone-packestone yang dicirikan oleh

Lebih terperinci

Umur, Lingkungan dan Mekanisme Pengendapan Hubungan dan Kesebandingan Stratigrafi

Umur, Lingkungan dan Mekanisme Pengendapan Hubungan dan Kesebandingan Stratigrafi 3.2.3.3 Umur, Lingkungan dan Mekanisme Pengendapan Berdasarkan data analisis mikrofosil pada batupasir (lampiran B), maka diperoleh umur dari Satuan Breksi yaitu N8 (Akhir Miosen Awal) dengan ditemukannya

Lebih terperinci

Kecamatan Nunukan, Kabupaten Nunukan, Provinsi Kalimantan Timur

Kecamatan Nunukan, Kabupaten Nunukan, Provinsi Kalimantan Timur Umur Analisis mikropaleontologi dilakukan pada contoh batuan pada lokasi NA805 dan NA 803. Hasil analisis mikroplaeontologi tersebut menunjukkan bahwa pada contoh batuan tersebut tidak ditemukan adanya

Lebih terperinci

BAB III Perolehan dan Analisis Data

BAB III Perolehan dan Analisis Data BAB III Perolehan dan Analisis Data BAB III PEROLEHAN DAN ANALISIS DATA Lokasi penelitian, pada Peta Geologi Lembar Cianjur skala 1 : 100.000, terletak di Formasi Rajamandala. Penelitian lapangan berupa

Lebih terperinci

Bab III Geologi Daerah Penelitian

Bab III Geologi Daerah Penelitian Bab III Geologi Daerah Penelitian Foto 3.4 Satuan Geomorfologi Perbukitan Blok Patahan dilihat dari Desa Mappu ke arah utara. Foto 3.5 Lembah Salu Malekko yang memperlihatkan bentuk V; foto menghadap ke

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Jawa Barat dapat dikelompokkan menjadi 6 zona fisiografi yang berarah barat-timur (van Bemmelen, 1949) (Gambar 2.1). Zona-zona tersebut dari utara ke selatan yaitu:

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI Daerah penelitian hanya berada pada area penambangan PT. Newmont Nusa Tenggara dan sedikit di bagian peripheral area tersebut, seluas 14 km 2. Dengan

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI Pengamatan geomorfologi terutama ditujukan sebagai alat interpretasi awal, dengan menganalisis bentang alam dan bentukan-bentukan alam yang memberikan

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Geomorfologi daerah penelitian dapat dianalisis dengan menggunakan beberapa media, yaitu peta kontur, citra satelit, dan citra Digital Elevation Model

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Kondisi Geomorfologi Morfologi yang ada pada daerah penelitian dipengaruhi oleh proses endogen dan proses eksogen. Proses endogen merupakan proses

Lebih terperinci

Gambar 3.5 Klasifikasi Batugamping berdasarkan Dunham, 1964 ( Loucks et. Al, 2003)

Gambar 3.5 Klasifikasi Batugamping berdasarkan Dunham, 1964 ( Loucks et. Al, 2003) Gambar 3.5 Klasifikasi Batugamping berdasarkan Dunham, 1964 ( Loucks et. Al, 2003) Foto 3.5 Singkapan batugamping di lapangan pada titik pengamatan: A.GH-10, B. GHB - 2 C. SCT -3 D. GHB-4 20 3.2.3 Satuan

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI Bentukan topografi dan morfologi daerah penelitian dipengaruhi oleh proses eksogen dan proses endogen. Proses eksogen adalah proses-proses yang bersifat

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Morfologi daerah penelitian berdasarkan pengamatan awal dari peta topografi dan citra satelit,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI COVER HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN KATA PENGANTAR DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL BAB I PENDAHULUAN 1. I.1.

DAFTAR ISI COVER HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN KATA PENGANTAR DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL BAB I PENDAHULUAN 1. I.1. DAFTAR ISI COVER i HALAMAN PENGESAHAN ii HALAMAN PERNYATAAN iii KATA PENGANTAR iv DAFTAR ISI vi DAFTAR GAMBAR x DAFTAR TABEL xvi SARI xvii BAB I PENDAHULUAN 1 I.1. Latar Belakang 1 I.2. Rumusan Masalah

Lebih terperinci

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur.

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur. Nodul siderite Laminasi sejajar A B Foto 11. (A) Nodul siderite dan (B) struktur sedimen laminasi sejajar pada Satuan Batulempung Bernodul. 3.3.1.3. Umur, Lingkungan dan Mekanisme Pengendapan Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB III STRATIGRAFI 3. 1 Stratigrafi Regional Pegunungan Selatan

BAB III STRATIGRAFI 3. 1 Stratigrafi Regional Pegunungan Selatan BAB III STRATIGRAFI 3. 1 Stratigrafi Regional Pegunungan Selatan Stratigrafi regional Pegunungan Selatan dibentuk oleh endapan yang berumur Eosen-Pliosen (Gambar 3.1). Menurut Toha, et al. (2000) endapan

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. Geomorfologi Menurut Lobeck (1939), faktor utama yang mempengaruhi bentuk bentangan alam adalah struktur, proses, dan tahapan. Struktur memberikan informasi mengenai

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Regional Fisiografi Jawa Barat dapat dikelompokkan menjadi 6 zona yang berarah barattimur (van Bemmelen, 1949 dalam Martodjojo, 1984). Zona-zona ini dari utara ke

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Bentukan topografi dan morfologi daerah penelitian dipengaruhi oleh proses eksogen dan proses endogen. Proses eksogen adalah proses-proses

Lebih terperinci

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN III.1 GEOMORFOLOGI Berdasarkan pembagian fisiografi Jawa Tengah oleh van Bemmelen (1949) dan Pardiyanto (1979) (gambar 2.1), daerah penelitian termasuk ke dalam

Lebih terperinci

KONTROL STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP SEBARAN ENDAPAN KIPAS BAWAH LAUT DI DAERAH GOMBONG, KEBUMEN, JAWA TENGAH

KONTROL STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP SEBARAN ENDAPAN KIPAS BAWAH LAUT DI DAERAH GOMBONG, KEBUMEN, JAWA TENGAH KONTROL STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP SEBARAN ENDAPAN KIPAS BAWAH LAUT DI DAERAH GOMBONG, KEBUMEN, JAWA TENGAH Asmoro Widagdo*, Sachrul Iswahyudi, Rachmad Setijadi, Gentur Waluyo Teknik Geologi, Universitas

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. GEOMORFOLOGI Daerah penelitian memiliki pola kontur yang relatif rapat dan terjal. Ketinggian topografi di daerah penelitian berkisar antara 600-1200 m. Morfologi

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Menurut Van Bemmelen (1949), secara fisiografis dan struktural daerah Jawa Barat dapat di bagi menjadi 4 zona, yaitu Dataran Pantai Jakarta, Zona Bogor, Zona Bandung

Lebih terperinci

GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. Geomorfologi Melalui interpretasi peta topografi dan citra udara serta analisis pola kerapatan kontur yang didasarkan pada klasifikasi van Zuidam, 1985, tatanan umum

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Pengamatan geomorfologi di daerah penelitian dilakukan dengan menggunakan dua metode yaitu metode tidak langsung

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI 4.1 Struktur Sesar Struktur sesar yang dijumpai di daerah penelitian adalah Sesar Naik Gunungguruh, Sesar Mendatar Gunungguruh, Sesar Mendatar Cimandiri dan Sesar Mendatar

Lebih terperinci

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Berdasarkan pembagian Fisiografis Jawa Tengah oleh van Bemmelen (1949) (gambar 2.1) dan menurut Pardiyanto (1970), daerah penelitian termasuk

Lebih terperinci

Hubungan dan Kesebandingan Stratigrafi

Hubungan dan Kesebandingan Stratigrafi 3.2.3.5 Hubungan dan Kesebandingan Stratigrafi Berdasarkan ciri litologi pada satuan batuan ini, maka satuan batulempung disetarakan dengan Formasi Sangkarewang (Koesoemadinata dan Matasak, 1981). Hubungan

Lebih terperinci

Geologi dan Potensi Sumberdaya Batubara, Daerah Dambung Raya, Kecamatan Bintang Ara, Kabupaten Tabalong, Propinsi Kalimantan Selatan

Geologi dan Potensi Sumberdaya Batubara, Daerah Dambung Raya, Kecamatan Bintang Ara, Kabupaten Tabalong, Propinsi Kalimantan Selatan Gambar 3.8 Korelasi Stratigrafi Satuan Batupasir terhadap Lingkungan Delta 3.2.3 Satuan Batulempung-Batupasir Persebaran (dominasi sungai) Satuan ini menempati 20% dari luas daerah penelitian dan berada

Lebih terperinci

BAB II TATANAN GEOLOGI

BAB II TATANAN GEOLOGI TATANAN GEOLOGI BAB II TATANAN GEOLOGI II.1 Struktur Regional Berdasarkan peta geologi regional (Alzwar et al., 1992), struktur yg berkembang di daerah sumur-sumur penelitian berarah timurlaut-baratdaya

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 FISIOGRAFI Menurut van Bemmelen (1949), fisiografi Jawa Barat dibagi menjadi enam zona, yaitu Zona Dataran Aluvial Utara Jawa Barat, Zona Antiklinorium Bogor, Zona Gunungapi

Lebih terperinci

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL BAB 2 GEOLOGI REGIONAL 2.1 FISIOGRAFI Secara fisiografis, daerah Jawa Barat dibagi menjadi 6 zona yang berarah timurbarat (Van Bemmelen, 1949). Zona tersebut dari arah utara ke selatan meliputi: 1. Zona

Lebih terperinci

MENGENAL JENIS BATUAN DI TAMAN NASIONAL ALAS PURWO

MENGENAL JENIS BATUAN DI TAMAN NASIONAL ALAS PURWO MENGENAL JENIS BATUAN DI TAMAN NASIONAL ALAS PURWO Oleh : Akhmad Hariyono POLHUT Penyelia Balai Taman Nasional Alas Purwo Kawasan Taman Nasional Alas Purwo sebagian besar bertopogarafi kars dari Semenanjung

Lebih terperinci

Foto 3.5 Singkapan BR-8 pada Satuan Batupasir Kuarsa Foto diambil kearah N E. Eko Mujiono

Foto 3.5 Singkapan BR-8 pada Satuan Batupasir Kuarsa Foto diambil kearah N E. Eko Mujiono Batulempung, hadir sebagai sisipan dalam batupasir, berwarna abu-abu, bersifat non karbonatan dan secara gradasi batulempung ini berubah menjadi batuserpih karbonan-coally shale. Batubara, berwarna hitam,

Lebih terperinci

Foto 3.24 Sayatan tipis granodiorit (HP_03). Satuan ini mempunyai ciri-ciri umum holokristalin, subhedral-anhedral, tersusun atas mineral utama

Foto 3.24 Sayatan tipis granodiorit (HP_03). Satuan ini mempunyai ciri-ciri umum holokristalin, subhedral-anhedral, tersusun atas mineral utama Foto 3.24 Sayatan tipis granodiorit (HP_03). Satuan ini mempunyai ciri-ciri umum holokristalin, subhedral-anhedral, tersusun atas mineral utama berupa plagioklas, kuarsa (C6-C7) dan k-feldspar (D3-F3).

Lebih terperinci

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Bentukan bentang alam yang ada di permukaan bumi dipengaruhi oleh proses geomorfik. Proses geomorfik merupakan semua perubahan baik fisik maupun

Lebih terperinci

Raden Ario Wicaksono/

Raden Ario Wicaksono/ Foto 3.15 Fragmen Koral Pada Satuan Breksi-Batupasir. Lokasi selanjutnya perselingan breksi-batupasir adalah lokasi Bp-20 terdapat pada Sungai Ci Manuk dibagian utara dari muara antara Sungai Ci Cacaban

Lebih terperinci

hancuran yang muncul sebagai breksiasi. Tebal batulempung dalam perselingan sangat bervariasi, dari 20 cm hingga 30 cm.

hancuran yang muncul sebagai breksiasi. Tebal batulempung dalam perselingan sangat bervariasi, dari 20 cm hingga 30 cm. hancuran yang muncul sebagai breksiasi. Tebal batulempung dalam perselingan sangat bervariasi, dari 20 cm hingga 30 cm. Adapun sisipan tebal konglomerat dicirikan dengan warna abu-abu kecoklatan, fragmen

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN Berdasarkan pengamatan awal, daerah penelitian secara umum dicirikan oleh perbedaan tinggi dan ralief yang tercermin dalam kerapatan dan bentuk penyebaran kontur pada

Lebih terperinci

// - Nikol X - Nikol 1mm

// - Nikol X - Nikol 1mm S S A B B C Foto 3.14 Satuan breksi vulkanik dengan sisipan batupasir-batulempung. Breksi polimik ( B), Monomik (A) dan litologi batupasir-batulempung (bawah,c) Pengambilan sampel untuk sisipan batupasir

Lebih terperinci

BAB II TATANAN GEOLOGI

BAB II TATANAN GEOLOGI BAB II TATANAN GEOLOGI 2.1 Geologi Regional 2.1.1 Fisiografi dan Morfologi Batu Hijau Pulau Sumbawa bagian baratdaya memiliki tipe endapan porfiri Cu-Au yang terletak di daerah Batu Hijau. Pulau Sumbawa

Lebih terperinci

Foto 3.12 Lokasi Singkapan batulempung B (DRM 3)

Foto 3.12 Lokasi Singkapan batulempung B (DRM 3) 3.2.3 Satuan Batulempung B Satuan ini menempati 10% luas daerah penelitian, terletak berada dibagian selatan daerah penelitian dan penyebarannya memanjang baratlaut tenggara Pada peta geologi satuan ini

Lebih terperinci

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P / BAB III GEOLOGI DAERAH PERBUKITAN RUMU 3.1 Geomorfologi Perbukitan Rumu Bentang alam yang terbentuk pada saat ini merupakan hasil dari pengaruh struktur, proses dan tahapan yang terjadi pada suatu daerah

Lebih terperinci

BAB III TATANAN GEOLOGI REGIONAL

BAB III TATANAN GEOLOGI REGIONAL BAB III TATANAN GEOLOGI REGIONAL 3.1 Fisiografi Jawa Barat Van Bemmelen (1949) membagi zona fisiografi Jawa Barat menjadi empat bagian (Gambar 3.1). Pembagian zona yang didasarkan pada aspek-aspek fisiografi

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI DAERAH PENELITIAN Morfologi permukaan bumi merupakan hasil interaksi antara proses eksogen dan proses endogen (Thornbury, 1989). Proses eksogen merupakan

Lebih terperinci

Adanya cangkang-cangkang mikro moluska laut yang ditemukan pada sampel dari lokasi SD9 dan NG11, menunjukkan lingkungan dangkal dekat pantai.

Adanya cangkang-cangkang mikro moluska laut yang ditemukan pada sampel dari lokasi SD9 dan NG11, menunjukkan lingkungan dangkal dekat pantai. BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.2.2.3 Umur Berdasarkan data analisis mikrofosil pada sampel yang diambil dari lokasi BG4 (Lampiran B), spesies-spesies yang ditemukan antara lain adalah Globigerinoides

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Stratigrafi Daerah Nanga Kantu Stratigrafi Formasi Kantu terdiri dari 4 satuan tidak resmi. Urutan satuan tersebut dari tua ke muda (Gambar 3.1) adalah Satuan Bancuh

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Jawa Barat Van Bemmelen (1949) membagi fisiografi Jawa Barat menjadi 4 zona, yaitu: 1. Dataran Pantai Jakarta. 2. Zona Bogor 3. Zona Depresi Tengah Jawa Barat ( Zona

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Menurut Lobeck (1939), faktor utama yang mempengaruhi bentuk bentangan alam adalah struktur, proses, dan tahapan. Struktur memberikan informasi mengenai

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Berdasarkan bentuk topografi dan morfologi daerah penelitian maka diperlukan analisa geomorfologi sehingga dapat diketahui bagaimana

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Metoda yang dilakukan dalam analisis geomorfologi adalah dengan analisis citra SRTM dan analisis peta topografi, sehingga didapatkan kelurusan lereng,

Lebih terperinci

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Analisis geomorfologi dilakukan untuk mempelajari proses bentang alam terbentuk secara konstruksional (yang diakibatkan oleh gaya endogen),

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Geografis Regional Jawa Tengah berbatasan dengan Laut Jawa di sebelah utara, Samudra Hindia dan Daerah Istimewa Yogyakarta di sebelah selatan, Jawa Barat di sebelah barat, dan

Lebih terperinci

BAB IV ASOSIASI FASIES DAN PEMBAHASAN

BAB IV ASOSIASI FASIES DAN PEMBAHASAN BAB IV ASOSIASI FASIES DAN PEMBAHASAN 4.1 Litofasies Menurut Walker dan James pada 1992, litofasies adalah suatu rekaman stratigrafi pada batuan sedimen yang menunjukkan karakteristik fisika, kimia, dan

Lebih terperinci

Affan Arif Nurfarhan /

Affan Arif Nurfarhan / Foto 3.23. Atas: Singkapan batupasir breksian, berlapis sedang, bersusun tingkat, terdiri dari bioklastika. Lintasan Kali Pacalan (SP-5). Bawah: Batas perlapisan batupasir breksian yang menunjukkan sifat

Lebih terperinci