BAB II DASAR TEORI. Berikut beberapa pengertian dan hal-hal yang berkaitan dengan pasut laut [Djunarsjah, 2005]:

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II DASAR TEORI. Berikut beberapa pengertian dan hal-hal yang berkaitan dengan pasut laut [Djunarsjah, 2005]:"

Transkripsi

1 BAB II DASAR TEORI 2.1 Pasang Surut Laut Pasut laut adalah perubahan gerak relatif dari materi suatu planet, bintang dan benda angkasa lainnya yang diakibatkan aksi gravitasi benda-benda angkasa dan luar materi itu berada. Berikut beberapa pengertian dan hal-hal yang berkaitan dengan pasut laut [Djunarsjah, 2005]: a. Pasut laut terjadi karena massa bulan menghasilkan gaya tarik gravitasi terhadap air laut dan menarik air laut tersebut ke arah kedudukan bulan yang diimbangi oleh gaya tarik bumi terhadap air laut. b. Pasut laut dihasilkan oleh rotasi bumi serta revolusinya mengelilingi matahari. Gerakan tersebut kemudian menghasilkan gerakan air laut yang akan dimodifikasi oleh air laut. c. Pasut laut terjadi akibat adanya medan gaya di permukaan bumi yang dibangkitkan oleh bulan dan matahari. Arah dan bedanya gaya berubah-ubah secara periodik tergantung kepada posisi kedua benda langit tersebut terhadap bumi. Selanjutnya gaya-gaya tersebut merupakan gaya yang membangkitkan pasut laut atau biasa disebut gaya pembangkit pasut. d. Pasut laut merupakan naik turunnya permukaan air laut secara periodik sebagai akibat adanya gaya tarik menarik antara bumi, bulan dan matahari Pengamatan Pasut Tujuan dari pengamatan pasut adalah untuk mencatat atau merekam gerakan vertikal permukaan air laut yang terjadi secara periodik, yang disebabkan oleh gaya tarik-menarik antara bumi dengan benda-benda angkasa terutama bulan dan matahari. Untuk mendapatkan informasi pasang surutnya air laut diperlukan suatu pengamatan di mana diperlukan adanya peralatan pengamatan pasut yang disebut stasiun pengamatan pasut, yang perlu memperhatikan hal-hal: 5

2 a. Lokasi yang mudah dijangkau dan struktur bangunannya kokoh. b. Ditempatkan di lokasi yang mudah diamati dalam berbagai cuaca. c. Lokasi stasiun pasut hendaknya sedekat mungkin dengan benchmark atau titik referensi yang ada. d. Lokasi stasiun pasut hendaknya ditempatkan di lokasi yang mewakili keadaan karakteristik daerah tersebut. e. Kondisi air laut sebaiknya bersih untuk memudahkan pengamatan. Peralatan yang digunakan dalam pengamatan pasut: 1. Alat Pengamat Pasut Sederhana Palem (Tide Pole) Merupakan alat sederhana yang terbuat dari kayu dengan ukuran panjang sekitar 3-5 meter, lebar 5-15 cm sedangkan tebalnya 1-4 cm. Alat ukur ini mirip seperti rambu ukur di mana mempunyai skala bacaan dalam satuan decimeter (Gambar 2.1). Agar ukuran pengamatan air laut benar, maka pemasangan palem harus tegak lurus dengan permukaan air laut. Selain terbuat dari kayu, palem pasut juga dapat dibuat dari pelat tipis atau pita plastik. Pemasangan palem pasut sebaiknya memperhatikan hal-hal yang mempengaruhi kualitas data pengamatan pasut. Pemasangan palem harus kokoh, tidak berubah naik turun. Selain itu lokasi diusahakan agar tidak terganggu oleh kapal yang lewat atau benda terapung lainnya. Gambar 2.1 Alat Pengamat Pasut dengan Pemberat [Djunarsjah, 2005] 6

3 Gambar 2.2 Alat Pengamat Pasut dengan Pengapung (Djunarsjah, 2005) Cara yang paling sederhana untuk mengamati pasut dilakukan dengan palem (Gambar 2.1 dan 2.2). Tinggi muka air setiap jam diamati secara manual oleh operator (pencatat) dan dicatat pada suatu formulir pengamatan pasut. Pencatat akan menuliskan kedudukan tinggi muka air laut relatif terhadap palem pada jam-jam tertentu sesuai dengan skala bacaan yang tertulis pada palem. Muka air laut yang relatif tidak tenang membatasi kemampuan pencatatan dalam menaksir bacaan skala. Walaupun demikian, cara ini cukup efektif untuk memperoleh data pasut dengan ketelitian hingga sekitar 2,5 cm. [Poerbandono & Djunarsjah, 2005] 2. Alat Pengamat Pasut Otomatik (Tide Gauge) a. Jenis pelampung (float tide tide gauge) Alat sensor berupa pelampung yang dihubungkan oleh katrol menuju alat perekam (Gambar 2.3). Perubahan tinggi air laut dapat tercatat pada alat perekam dengan mengikuti perubahan naik turunnya pelampung yang akan menggerakkan jarum pencatat pada alat perekam. 7

4 Gambar 2.3 Alat Pengamat Pasut Tipe Pelampung [Djunarsjah, 2005] b. Jenis tekanan (pressure type tide gauge) Tipe ini menggunakan tekanan air di atas suatu unit yang berubah-ubah akibat besar kecilnya lapisan air di atas unit sensor tersebut sesuai gerakan turun naiknya permukaan laut. Perubahan tekanan ini diteruskan ke unit recorder melalui selang udara yang biasanya terbuat dari karet atau plastik (Gambar 2.4). Gambar 2.4 Alat Pengamat Pasut Tipe Tekanan [Djunarsjah, 2005] 8

5 2.1.2 Analisis dan Prediksi Pasut Metode harmonik pasut banyak digunakan dalam menganalisis data pasut. Metode ini memiliki hipotesis bahwa pasut yang dialami merupakan penjumlahan dari beberapa komponen gelombang yang memiliki amplitudo dan frekuensi tertentu. Analisis pasut bertujuan untuk mendapatkan amplitudo dan beda fase komponen-komponen pasut dengan cara melakukan pengamatan pasut pada selang dan periode waktu tertentu. Tujuan utama pengamatan pasut selain untuk menentukan nilai MSL dan Chart Datum juga untuk dapat memprediksi pasut laut di suatu tempat. Salah satu metode prediksi pasut yaitu dengan menggunakan data analisis harmonik metode kuadrat terkecil. Metode kuadrat terkecil memiliki prinsip bahwa nilai dari kuadrat kesalahan mempunyai nilai yang minimum. Dalam hitung perataan kuadrat terkecil terdapat beberapa metode hitungan yang dapat digunakan, diantaranya adalah perataan parameter, perataan bersyarat, perataan kombinasi, perataan parameter bertahap, perataan bersyarat bertahap dan perataan kombinasi bertahap. Dasar analisis pasut ini dimaksudkan untuk mendapatkan komponen pasut dengan menghitung besaran amplitudo dan fase dari masing-masing komponen pasut serta permukaan laut rata-rata. Besaran tersebut selanjutnya digunakan untuk menentukan komponen pasut manakah yang paling dominan dalam menentukan tinggi muka laut. Adapun fungsi harmonik pasut adalah sebagai berikut ini : dengan : C 0 a j ω j m h( ti ) = C + a f cos( ω t + v 0 j j j i j j j= 1 g )...(2.2) = tinggi rata-rata permukaan air diatas datum yang digunakan = konstanta amplitudo = rata-rata perubahan pada fase disebut konstanta pokok kecepatan g j = fase awal konstanta pasang surut (saat t = 0) h ( t i ) = tinggi permukaan air laut (saat t = i) f j dan v j = argumen astronomis 9

6 2.2 Pengikatan Stasiun Pasut ke BM Pasut Pendefinisian Datum Dalam praktek penentuan posisi, sistem-sistem referensi hitungan mempunyai peranan yang sangat penting untuk melakukan hitungan serta merekam titik-titik di atas permukaan bumi, sehingga titik-titik tersebut dapat direkonstruksi kembali untuk berbagai keperluan, baik praktis maupun ilmiah. Karena begitu pentingnya masalah sistem referensi hitungan dalam penentuan posisi, maka sebelum membahas ke bab selanjutnya terlebih dulu dalam subbab ini akan diterangkan masalah-masalah dari datum geodetik. Tentang definisi dari datum geodetik, ada dua definisi yang perlu dikemukakan, yaitu definisi dulu (sebelum era satelit) dengan definisi modern (era satelit). Adapun definisidefinisi tersebut adalah : Datum geodetik adalah titik asal dari sistem perhitungan dan permukaan tempat dilakukannya perhitungan-perhitungan Datum geodetik adalah himpunan parameter-parameter yang menggambarkan hubungan antara elllipsoid lokal dan sistem referensi geodetik global. Berikut ini beberapa datum dalam geodesi : Datum Vertikal a. Geoid Geoid adalah salah satu bidang equipotensial yang merepresentasikan bentuk bumi. Bidang ini dianggap berimpit dengan permukaan laut rata-rata. Karena distribusi massa bumi yang tidak merata sehingga bentuk geoid menjadi tidak teratur. Sedangkan ellipsoid yaitu bidang referensi yang ditetapkan secara matematis dengan dimensi massa tertentu dan bentuk yang teratur. Maka ada perbedaan dari geoid terhadap ellipsoid yang disebut sebagai undulasi geoid (besaran vektor) dan defleksi vertikal (arah vektor). 10

7 Titik-titik di permukaan bumi mempunyai arah gaya berat berlainan dan potensial gaya berat tertentu. Permukaan yang merupakan tempat kedudukan titik-titik yang mempunyai potensial gaya berat sama besar disebut bidang nivo atau bidang ekuipotensial. Geoid adalah salah satu bidang ekuipotensial diantara bidang ekuipotensial lainnya yang melingkupi bumi. Geoid merupakan permukaan acuan bagi pengukuran gaya berat dan sistem referensi tinggi. Bentuk dari geoid ini tergantung dari distribusi massa bumi tidak teratur maka bentuk geoid pun menjadi tidak beraturan. Geoid merupakan pendekatan terbaik dari bentuk fisik bumi yaitu sekitar 72% dari permukaan terestrial. b. Mean Sea Level (MSL) MSL adalah permukaan yang didefinisikan sebagai hasil rata-rata tinggi permukaan laut setiap saat. Stasiun pasang surut adalah sumber informasi dari data tinggi permukaan laut setiap saat. Di stasiun pasut dicatat saat air naik (pasang) dan turun (surut) dan air laut yang kemudian diolah sehingga diperoleh nilai MSL yang menyatakan posisi MSL. Pada satu titik pengamatan diperlukan interval waktu antara 1-19 tahun untuk menghasilkan MSL lokal. MSL bukan merupakan bidang ekuipotensial. Bidang tersebut hanya menyebabkan adanya arus yang mengalir dari satu bidang ekuipotensial ke bidang ekuipotensial yang lain. Umumnya geoid dikatakan mempunyai lokasi fisik yang sama dengan permukaan laut rata-rata global di mana pasang surut, keadaan atmosfir dan pengaruh arus tidak ada atau disebut juga sebagai permukaan laut rata-rata dalam keadaan tenang. Selisih antara geoid dan MSL adalah SST (Sea Surface Toppography). c. Chart Datum Chart datum atau bidang referensi kedalaman merupakan bidang referensi yang ditentukan setelah mengetahui data-data yang diamati pada saat pengamatan pasut muka air laut. Asumsi bahwa muka laut antar stasiun pasut merupakan bidang datar atau penggunaan data pengamatan yang pendek secara sendiri-sendiri untuk penentuan datum tertentu, menyebabkan kesalahan datum lokal perlu diperhitungkan. Kesalahan datum vertikal akan membawa dampak yang besar dalam penetapan batas laut, terutama untuk kemiringan pantai yang landai. 11

8 International Hydrographic Organization (IHO) merekomendasikan bahwa Lowest Astronomical Tide (LAT) sebagai internasional Chart Datum. LAT digambarkan sebagai tingkatan pasang yang paling rendah yang dapat di prediksi pada setiap kombinasi kondisi-kondisi astronomi. d. Elipsoid Referensi Pada distribusi massa bumi yang teratur akan membentuk bidang ekuipotensial gaya berat yang teratur pula, yaitu elipsoid yang berputar pada sumbu pendeknya. Bidang elipsoid ditentukan sebagai bidang referensi hitungan yang tidak dapat dilakukan terhadap bidang geoid karena bentuknya tidak teratur. Bidang elipsoid yang dipilih harus elipsoid yang paling sesuai dengan bentuk geoid yang melingkupi permukaan bumi pada suatu daerah. Untuk menentukan bentuk elipsoid yang paling sesuai (elipsiod referensi) adalah jika penyimpangan dari undulasi geoid paling minimum. Elipsoid referensi merupakan bidang acuan bagi koordinat titik tiga dimensi. Tinggi di atas elipsoid dihitung sepanjang garis normal yang melalui titik bersangkutan atau disebut juga sebagai tinggi geometrik. Untuk saat ini bentuk elipsoid yang paling sesuai dengan bentuk geoid bumi adalah World Geodetic System 1984 (WGS 84). WGS dapat didefinisikan sebagai suatu sistem dari seluruh titik-titik di mana titik pusat sistem berimpit dengan pusat massa bumi Penentuan Tinggi Orthometrik Dengan Levelling Dalam praktek selisih bacaan rambu belakang dengan bacaan rambu muka pada pengukuran sipat datar menghasilkan beda tinggi. Hal ini adalah benar sepanjang garis bidik (mendatar) sejajar dengan bidang nivo yang melalui masing-masing titik yang diukur. Dalam geodesi (fisik) definisi beda tinggi adalah jarak antara dua bidang nivo. Pada kenyataannya menunjukkan bahwa secara global bidang-bidang nivo tidak saling sejajar, sebab percepatan gaya berat (g) akan makin besar apabila lintang (φ) makin besar pula. Dengan demikian apabila dikembalikan kepada definisi tersebut, pengukuran dengan sipat datar tidak memberikan arti geometrik sebagai beda tinggi antara dua bidang nivo. Dengan demikian agar pengukuran sipat datar mempunyai kontrol artinya mempunyai syarat geometrik yang benar, perlu dilengkapi dengan pengukuran gaya berat. Ukuran tambahan ini juga akan memberikan pengertian tentang sistem tinggi. 12

9 2.3 Pengukuran Kedalaman ( Pemeruman ) Kedalaman laut adalah jarak antara dasar laut pada suatu tempat terhadap permukaan lautnya. Kedalaman laut ini dapat dibagi menjadi beberapa jenis, seperti kedalaman ukuran yaitu kedalaman yang didapat dari bacaan alat ukur; kedalaman lainnya adalah kedalaman peta, yaitu kedalaman dasar laut suatu tempat terhadap chart datumnya. Pengukuran kedalaman laut dapat dilakukan dengan beberapa cara, metoda yang paling sederhana adalah cara mekanis dengan menggunakan galah atau tali ukur, sedangkan yang sangat canggih adalah dengan menggunakan sinar laser yang dipancarkan dari pesawat terbang. Namun cara yang sering digunakan adalah metoda perum gema (echosounder) Cara Mekanis. Cara yang paling sederhana dalam mengukur kedalaman laut adalah dengan menggunakan galah berskala, dengan membaca kedudukan muka laut pada skala galah maka kedalaman bacaan didapat. Namun cara ini sangat berkaitan dengan panjang galah, semakin panjang galah maka semakin banyak masalah didapat dalam pengukuran. Maka untuk lebih memudahkan pengukuran galah diganti dengan pita ukur berskala dengan pemberat diujungnya dikenal dengan sebutan lot, seperti terlihat pada Gambar 2.5. Dengan cara ini pengukuran dapat dilakukan lebih dalam lagi namun masalah baru timbul diantaranya bila pemberat cukup ringan maka pita akan mudah dipengaruhi kedudukannya oleh arus laut sehingga bentangan pita akan melengkung, sedangkan bila pemberat cukup berat maka pita akan meregang sehingga kedalaman bacaan akan lebih kecil dari yang seharusnya. Gambar 2.5 Pengukuran Kedalaman Cara Mekanis 13

10 Pada kedua cara mekanis tersebut diatas data yang didapat terbatas pada tempat atau posisi alat tersebut diturunkan, sedangkan diantara dua tempat yang berurutan tidak diketahui atau diasumsikan mempunyai kedalaman diantara kedua kedalaman pada sisinya, sehingga untuk mendapatkan ukuran yang lebih baik Interval jarak antara dua kedalaman dirapatkan namun berakibat waktu yang dibutuhkan untuk mengukur lebih lama. Sekalipun demikian cara tersebut diatas tidak berarti tidak dapat digunakan pada masa kini, cara tersebut masih dapat digunakan dalam beberapa kondisi yaitu : a. Daerah yang diukur mempunyai kelandaian rendah yang mempunyai permukaan relatif rata. b. Pengukuran diikuti dengan penyapuan kedalaman walaupun dilakukan dengan cara yang juga sederhana ( Dragging ) untuk memeriksa dasar laut dari kedalalaman yang lebih kecil dari batas tertentu, seperti gosong-gosong pada kedalaman sampai 10 meter. c. Pengukuran yang dilakukan untuk memeriksa secara acak pada daerah hasil ukuran yang akan disetujui Perum Gema Cara ini menggunakan gelombang suara yang dipancarkan oleh transducer pemancar pada permukaan laut kemudian dipantulkan oleh dasar laut dan diterima kembali oleh transducer penerima, transducer pemancar dan penerima dapat terletak pada tempat yang terpisah ataupun yang relatif sama. Gelombang udara tersebut yang dikemas dalam bentuk pulsa-pulsa menjalar pada medium air laut dengan kecepatan kurang lebih 1500 m perdetik dengan panjang lintasannya dua kali kedalaman air laut yang dilaluinya. Gambar 2.6 Alat Perum Gema ( Echosounder ) 14

11 Pada alat ukur echosounder (Gambar 2.10) faktor ΔT diukur pada sistem pada alat sedangkan faktor C merupakan besaran konstanta yang menyatakan kecepatan standar yang digunakan pada alat tersebut. Pada kenyataannya nilai C tersebut perlu diberikan koreksi yang bergantung kepada sifat fisik medium yang dilalui gelombang suara, masing - masing memberikan andil dalam penentuan ketelitian kedalaman ukuran. Pada beberapa alat ΔT tidak diukur secara langsung akan tetapi dimanipulasikan dari gerakan stillus ( kawat pembakar ). Dengan penandaan saat gelombang dipancarkan dan diterima pada kertas grafik sepanjang lintasan kawat stilus, maka kedalaman ukuran dapat ditentukan dari jarak anaara kedua tanda tersebut. Sedangkan nilai C manipulasikan sebagai kecepatan lintasan pita stillus. Kedalaman ukuran digambarkan pada kertas grafik ( echogram ), seperti terlihat pada Gambar 2.7, garis jarak antara garis nol ( Zerro line ) dengan garis kedalaman, atau dapat juga ditampilkan dalam bentuk angka. Beberapa alat telah menyediakan garis-garis skala kedalaman pada kertas grafiknya, sedangkan yang lainnya hanya berupa kertas polos/blanko saja. Selain dari pada gambar grafik hasil rekaman alat maka pada kertas grafik tersebut dapat juga dituliskan catatan yang diperlukan pada saat pengukuran, seperti tanggal, waktu, nomor lajur atau fix perum, dsb. Pada waktu atau tempat tertentu pada grafik dapat diberikan tanda garis fix untuk memberikan tanda pada posisi atau kedalaman tersebut dilakukan pengukuran posisinya atau hal lainnya yang dianggap penting. 15

12 Garis Nol Draft Transducer Grafik Kedalaman Angka Garis Kedalaman Garis Kalibrasi Garis & Nomor Fix Gambar 2.7 Kertas Grafik ( Echogram ) 2.4 Penentuan Posisi di Laut Dengan GPS Survei untuk penenentuan posisi dari suatu jaringan titik di permukaan bumi dapat dilakukan secara terestris maupun ekstra terestris, penentuan posisi titik-titik dilakukan dengan melakukan pengamatan terhadap target atau obyek yang terletak di permukaan bumi. Dalam metode penentuan posisi titik secara ekstra terestris, dilakukan dengan melakukan pengamatan atau pengukuran terhadap benda atau obyek di angkasa, baik berupa benda-benda, seperti bintang, bulan, dan quasar, maupun terhadap benda atau obyek buatan manusia seperti satelit. Dari beberapa metode dan penentuan posisi secara ekstra terestris, GPS ( Global Positioning System ) adalah sistem yang saat ini paling banyak digunakan untuk keperluan survei penentuan posisi, termasuk penentuan posisi di laut. Karena ada beberapa hal yang menjadikan survei menggunakan GPS lebih banyak dimanfaatkan, yaitu : 16

13 a. b. c. d. Pada survei GPS tidak diperlukan saling keterlihatan antartitik seperti halnya pada survei terestris, yang diperlukan adalah saling keterlihatan antara titik dengan satelit GPS. Karena tidak memerlukan saling keterlihatan antar titik, maka titik-titikk dalam jaringan GPS bisa mempunyai spasi jarak yang relatif jauh sampai puluhan maupun ribuan km. Pelaksanaann survei GPS dapat dilakukan siang maupun malam hari serta dalam segala kondisi cuaca. Pada survei GPS koordinat titik-titik ditentukan dalam tiga dimensi (posisi horisontal dan vertikal) Prinsip Penentuann Posisi di Laut dengan GPS Padaa dasarnya konsep dasar penentuan posisi dengan GPS adalah reseksi ( pengikatan ke belakang ) dengan jarak, yaitu dengan pengukuran jarak secara simultan ke beberapa satelit GPS yang koordinatnya telah diketahui. Secara vektor, prinsip dasar penentuan posisi dengan GPS diperlihatkan pada Gambar 2.8. Dalam hal ini parameter yang akan ditentukan adalah vektor posisi geosentrik pengamat (R). Untuk itu karena vektor posisi geosentrik satelit GPS (r) telah diketahui maka yang perlu ditentukan adalah vektor posisi toposentris satelit terhadap pengamat (ρ). Gambar 2.8 Prinsip Dasar Penentuan Posisi Dengan GPS (Pendekatan Vektor) 17

14 Padaa pengamatan dengan GPS, yang bisa diukur hanyalah jarak antar pengamat dengan satelit dan bukan vektor-nya. Oleh sebab itu rumus yang tercantum pada gambar 2.8 tidak dapat diterapkan. Untuk mengatasi hal ini, penentuan posisi pengamat dilakukan dengan melakukan pengamatan terhadap beberapa satelit sekaligus secara simultan, dan tidak hanya terhadap satu satelit, seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.9. Padaa operasionalisasi, prinsip penentuan posisi dasar dengan GPS, berdasarkan pada mekanisme pengaplikasiannya dapat diklasifikasikan atas beberapa metode penentuan posisi, yang akan dijelaskan lebih lanjut pada subbab berikutnya. ρ 1 ρ 2 Satelit GPS ρ 3 ρ 4 Pusat Bumi Gambar 2.9 Prinsip Dasar Penentuan Posisi Dengan GPS Posisi yang diberikan oleh GPS adalah posisi tiga dimensi (X, Y, Z ataupun φ, λ, h) yang dinyatakan dalam datum WGS (World Geodetic System) Dengan GPS, titik yang akan ditentukann posisinya dapat diam (static positioning) ataupun bergerak (kinematic positioning). Posisi titik dapat ditentukan dengan menggunakan satu receiver GPS terhadap pusat bumi dengan menggunakan metode penentuan posisi absolut, ataupun terhadap titik lainnya yang telah diketahui koordinatny ya (stasiun referensi) dengan menggunakan metode diferensial (relatif) yang menggunakan n minimal dua receiverr GPS. Di samping itu, GPS dapat memberikan posisi secara instan (real time) ataupun sesudah pengamatan setelah data pengamatannya diproses secara lebih ekstensif (post processing) yang biasanya dilakukan untuk mendapatkan ketelitian yang lebih baik. 18

15 2.4.2 Metode Penentuan Posisi Dalam pengukuran dengan GPS dikenal beberapa metode penentuan posisi dan secara umum dapat dibagi sebagai berikut Metode Absolut Metode Relatif Statik Kinematik Secara umum posisi dapat ditentukan dengan mengacu pada : a. Suatu sistem koordinat yang tetap yang didefinisikan dengan baik, yaitu yang diorientasikan, biasanya ke pusat massa bumi, disebut sebagai Penentuan Posisi Absolut ; atau b. Ke titik lainnya, yaitu dengan menempatkan satu titik di bumi sebagai titik asal suatu sistem koordinat lokal, disebut sebagai Penentuan Posisi Relatif. Namun di dalam penentuan posisi dengan metode-metode tersebut dikenal dua besaran pengukuran atau pengamatan dengan GPS, yaitu pengukuran pseudorange dan pengukuran fase. Kedua metode tersebut dapat digunakan untuk penentuan posisi absolut (point positioning), juga penentuan posisi relatif (differential positioning) Penentuan Posisi Absolut Penentuan posisi secara absolut (absolute positioning) merupakan metode yang paling mendasar dari GPS [Abidin, 2000]. Dalam metode ini hanya diperlukan satu receiver GPS dan yang umum digunakan pada metode ini adalah GPS tipe navigasi (handheld). Pada penentuan posisi secara absolut pada suatu epok dengan menggunakan data pseudorange, ada empat parameter yang harus ditentukan yaitu parameter koordinat (X,Y,Z atau φ, λ, h) dan parameter kesalahan jam receiver GPS. Oleh sebab itu pada penentuan posisi secara absolut pada suatu epok dengan menggunakan data pseudorange diperlukan minimal pengamatan jarak ke empat buah satelit. 19

16 receiver Gambar 2.10 Penentuan Posisi dengan Metode Pseudorange Penentuan Posisi Relatif Yang dimaksudd dengan penentuan posisi relatif adalah penentuan posisi suatu titik dengan menentukan besarnya beda koordinat antara titik yang diketahui koordinatnya (titik tetap) terhadap titik lain yang akan ditentukan koordinatnya, atau dengan perkataan lain di dalam pengamatannyaa salah satu alat penerima (receiver) ditempatkan pada titik yang telah diketahui koordinatnya atau titik yang dianggap sebagai titik referensi dan alat penerima lainnya ditempatkan pada titik lain yang akan ditentukan posisinya. Tujuan penentuan posisi relatif adalah menentukan vektor jarak antara kedua receiver tersebut. Jika kedua receiver masing-masing diletakkan di titik K dan titik U, dimana titik K koordinatnyaa telah diketahui dan titik U tidak diketahui, posisi titik U ditentukan dengan persamaan sebagai berikut :...(2.3) Dimana vektor pengamatan 20

17 Penentuan posisi relatif efektif jika pengamatan dilakukan secara simultan di kedua titik pengamatan, yaitu di titik yang diketahui dan tidak diketahui posisinya. Hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan pengamatan dengan besar kesalahan yang sama di kedua titik tersebut, sehingga bila diselisihkan akan diperoleh posisi relatif yang bebas kesalahan, terutama kesalahan akibat ionosfer dan troposfer. Penentuan koreksi diferensial pada pengamatan pseudorange dapat dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu DGPS (Differential Global Positioning System) dan ACS (Active Control System). Dalam subbab selanjutnya akan dibahas tentang penentuan posisi menggunakan metode DGPS Metode Penentuan Posisi dengan Sistem DGPS Penentuan posisi kinematik dimaksudkan sebagai penentuan posisi suatu titik dimana titik yang akan ditentukan posisinya bergerak. Penentuan posisi titik yang bergerak ini dapat dilakukan dengan metode pengamatan relatif (point positioning) ataupun dengan metode pengamatan relatif (differential positioning), dengan besaran pengamatan menggunakan pseudorange atau beda fase (carrier phase). Hasil penentuan posisinya bisa didapatkan atau diperlukan pada saat pengamatan (real time) ataupun sesudah pengamatan (post processing). Pada pelaksanaan penentuan posisi di laut, metode penentuan posisi kinematik yang digunakan adalah sistem DGPS (differential GPS). Pada metode pengamatan dengan DGPS dibutuhkan minimum dua receiver GPS yaitu di stasiun acuan dan lainnya di stasiun pemakai. Stasiun acuan adalah stasiun yang telah diketahui koordinatnya sedangkan stasiun pengamat adalah stasiun pengamat yang akan ditentukan posisinya dengan DGPS. Stasiun Acuan di titik yang telah diketahui posisinya mengukur jarak ke semua satelit GPS yang dapat teramati. Dari hasil pengukuran data ephimeris dapat diperoleh jarak yang sebenarnya antara satelit GPS dengan stasiun acuan di darat. Perbedaan hasil ukuran dan hasil hitungan jarak diperoleh nilai koreksi jarak ke masing-masing satelit. Sistem DGPS ini dapat dilihat pada Gambar

18 Gambar 2.11 Sistem DGPS Jika hasil koreksi jarak dari stasiun acuan dapat digunakan untuk koreksi jarak hasil pengukuran di stasiun pengamat (kapal laut), maka akan diperoleh data pengukuran yang telah dikoreksi. Atau dengan kata lain bisa menghapus kesalahan pengukuran jarak yang timbul di stasiun pemakai (kapal laut). Hal ini dimungkinkan apabila stasiun pemakai dan stasiun acuan mengamati kelompok satelit yang sama. Prinsip DGPS tersebut cocok digunakan untuk jarak antara stasiun pengamat dengan stasiun referensinya pendek. Dari pernyataan di atas sedikitnya tiga komponen sistem dalam teknik DGPS, yaitu : 1. Sistem DGPS stasiun acuan yang bertugas mengamati sinyal dari satelit GPS dan melakukan koreksi terhadap data hasil pengukuran. Sistem ini memiliki 4 bagian utama, yaitu receiver acuan, pembangkit koreksi diferensial, pembentuk format panduan koreksi diferensial, dan tampilan kontrol. 2. Sistem DGPS stasiun pemakai, yang bertugas mengamati sinyal satelit GPS dan melakukan koreksi data pengamatan dengan data koreksi yang diterima dari sistem DGPS stasiun acuan. 22

19 3. Sistem DGPS hubungan data, yang bertugas memancarkan sebagian atau seluruh data diferensial ke stasiun pemakai untuk pengolahan secara real time. Sistem ini terpisah di dua lokasi, satu di stasiun acuan dan lainnya di stasiun penerima Wide Area DGPS (WADGPS) WADGPS merupakan pengembangan dari DGPS. Sistem ini akan menghasilkan koreksi diferensial untuk wilayah yang lebih luas. Ide dasar dari pengembangan sistem ini adalah keterbatasan stasiun acuan lokal yang mempunyai ketergantungan antara koreksi diferensialnya dengan jarak antara stasiun acuan dan pemakai. Jaringan WADGPS terdiri dari satu stasiun master, beberapa stasiun acuan lokal, dan komunikasi data. Setiap stasiun acuan lokal dilengkapi dengan jam rubidum dan alat penerima GPS yang mampu melacak semua satelit yang terlihat. Data GPS yang diambil dari tiap stasiun acuan lokal dikirim ke stasiun master. Stasiun master mengestimasi parameter hambatan ionosfir, dan kesalahan jam dan ephemeris satelit, berdasar pada data posisi acuan yang sudah diketahui dan informasi yang dikumpulkan. Koreksi yang diperoleh kemudian dikirimkan ke pemakai menggunakan sistem komunikasi yang cocok, seperti satelit atau gelombang radio. Proses penghitungan koreksi dapat dilihat sebagai berikut : 1. Stasiun acuan lokal pada posisi yang sudah diketahui mengumpulkan data pseudorange GPS dari semua satelit yang terlihat. 2. Pseudorange dan ukuran hambatan ionosfir dikirim ke stasiun master. 3. Stasiun master menghitung koreksi. 4. Koreksi dikirimkan ke pemakai. 5. Pemakai menerapakan koreksi ke pseudorange amatan untuk meningkatkan ketelitian pemakaian. 23

BAB III KOREKSI PASUT UNTUK MENUJU SURVEI BATIMETRIK REAL TIME

BAB III KOREKSI PASUT UNTUK MENUJU SURVEI BATIMETRIK REAL TIME BAB III KOREKSI PASUT UNTUK MENUJU SURVEI BATIMETRIK REAL TIME 3.1 Pendahuluan Survei batimetri merupakan survei pemeruman yaitu suatu proses pengukuran kedalaman yang ditujukan untuk memperoleh gambaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kebutuhan akan data batimetri semakin meningkat seiring dengan kegunaan data tersebut untuk berbagai aplikasi, seperti perencanaan konstruksi lepas pantai, aplikasi

Lebih terperinci

SPESIFIKASI PEKERJAAN SURVEI HIDROGRAFI Jurusan Survei dan Pemetaan UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI

SPESIFIKASI PEKERJAAN SURVEI HIDROGRAFI Jurusan Survei dan Pemetaan UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI SPESIFIKASI PEKERJAAN SURVEI HIDROGRAFI Jurusan Survei dan Pemetaan UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI Spesifikasi Pekerjaan Dalam pekerjaan survey hidrografi, spesifikasi pekerjaan sangat diperlukan dan

Lebih terperinci

SURVEI HIDROGRAFI PENGUKURAN DETAIL SITUASI DAN GARIS PANTAI. Oleh: Andri Oktriansyah

SURVEI HIDROGRAFI PENGUKURAN DETAIL SITUASI DAN GARIS PANTAI. Oleh: Andri Oktriansyah SURVEI HIDROGRAFI PENGUKURAN DETAIL SITUASI DAN GARIS PANTAI Oleh: Andri Oktriansyah JURUSAN SURVEI DAN PEMETAAN UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI PALEMBANG 2017 Pengukuran Detil Situasi dan Garis Pantai

Lebih terperinci

TERBATAS 1 BAB II KETENTUAN SURVEI HIDROGRAFI. Tabel 1. Daftar Standard Minimum untuk Survei Hidrografi

TERBATAS 1 BAB II KETENTUAN SURVEI HIDROGRAFI. Tabel 1. Daftar Standard Minimum untuk Survei Hidrografi 1 BAB II KETENTUAN SURVEI HIDROGRAFI 1. Perhitungan Ketelitian Ketelitian dari semua pekerjaan penentuan posisi maupun pekerjaan pemeruman selama survei dihitung dengan menggunakan metoda statistik tertentu

Lebih terperinci

BAB III PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN Data survey Hidrografi

BAB III PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN Data survey Hidrografi BAB III PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN Data survey Hidrografi Hal yang perlu diperhatikan sebelum pelaksanaan survey hidrografi adalah ketentuan teknis atau disebut juga spesifikasi pekerjaan. Setiap pekerjaan

Lebih terperinci

BAB 2 DATA DAN METODA

BAB 2 DATA DAN METODA BAB 2 DATA DAN METODA 2.1 Pasut Laut Peristiwa pasang surut laut (pasut laut) adalah fenomena alami naik turunnya permukaan air laut secara periodik yang disebabkan oleh pengaruh gravitasi bendabenda-benda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. bentuk spasial yang diwujudkan dalam simbol-simbol berupa titik, garis, area, dan

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. bentuk spasial yang diwujudkan dalam simbol-simbol berupa titik, garis, area, dan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Gambar situasi adalah gambaran wilayah atau lokasi suatu kegiatan dalam bentuk spasial yang diwujudkan dalam simbol-simbol berupa titik, garis, area, dan atribut (Basuki,

Lebih terperinci

Penggunaan Egm 2008 Pada Pengukuran Gps Levelling Di Lokasi Deli Serdang- Tebing Tinggi Provinsi Sumatera Utara

Penggunaan Egm 2008 Pada Pengukuran Gps Levelling Di Lokasi Deli Serdang- Tebing Tinggi Provinsi Sumatera Utara Penggunaan Egm 2008 Pada Pengukuran Gps Levelling Di Lokasi Deli Serdang- Tebing Tinggi Provinsi Sumatera Utara Reza Mohammad Ganjar Gani, Didin Hadian, R Cundapratiwa Koesoemadinata Abstrak Jaring Kontrol

Lebih terperinci

BAB II SURVEI LOKASI UNTUK PELETAKAN ANJUNGAN EKSPLORASI MINYAK LEPAS PANTAI

BAB II SURVEI LOKASI UNTUK PELETAKAN ANJUNGAN EKSPLORASI MINYAK LEPAS PANTAI BAB II SURVEI LOKASI UNTUK PELETAKAN ANJUNGAN EKSPLORASI MINYAK LEPAS PANTAI Lokasi pada lepas pantai yang teridentifikasi memiliki potensi kandungan minyak bumi perlu dieksplorasi lebih lanjut supaya

Lebih terperinci

BAB 2 DASAR TEORI. 2.1 Teori Pasut Laut

BAB 2 DASAR TEORI. 2.1 Teori Pasut Laut BAB 2 DASAR TEORI 2.1 Teori Pasut Laut Pasut adalah perubahan gerak relatif dari materi suatu planet, bintang dan benda angkasa lainnya yang diakibatkan aksi gravitasi benda-benda angkasa dan luar materi

Lebih terperinci

URGENSI PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS LAUT DALAM MENGHADAPI OTONOMI DAERAH DAN GLOBALISASI. Oleh: Nanin Trianawati Sugito*)

URGENSI PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS LAUT DALAM MENGHADAPI OTONOMI DAERAH DAN GLOBALISASI. Oleh: Nanin Trianawati Sugito*) URGENSI PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS LAUT DALAM MENGHADAPI OTONOMI DAERAH DAN GLOBALISASI Oleh: Nanin Trianawati Sugito*) Abstrak Daerah (propinsi, kabupaten, dan kota) mempunyai wewenang yang relatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Geodesi merupakan ilmu yang mempelajari pengukuran bentuk dan ukuran bumi termasuk medan gayaberat bumi. Bentuk bumi tidak teratur menyebabkan penentuan bentuk dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teknologi satelit altimetri pertama kali diperkenalkan oleh National Aeronautics and Space Administration (NASA)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teknologi satelit altimetri pertama kali diperkenalkan oleh National Aeronautics and Space Administration (NASA) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teknologi satelit altimetri pertama kali diperkenalkan oleh National Aeronautics and Space Administration (NASA) pada tahun 1973. Saat ini, satelit altimetri mempunyai

Lebih terperinci

PENENTUAN POSISI DENGAN GPS

PENENTUAN POSISI DENGAN GPS PENENTUAN POSISI DENGAN GPS Disampaikan Dalam Acara Workshop Geospasial Untuk Guru Oleh Ir.Endang,M.Pd, Widyaiswara BIG BADAN INFORMASI GEOSPASIAL (BIG) Jln. Raya Jakarta Bogor Km. 46 Cibinong, Bogor 16911

Lebih terperinci

BAB 3 PENENTUAN POSISI DAN APLIKASI ROV

BAB 3 PENENTUAN POSISI DAN APLIKASI ROV BAB 3 PENENTUAN POSISI DAN APLIKASI ROV 3.1. Persiapan Sebelum kegiatan survei berlangsung, dilakukan persiapan terlebih dahulu untuk mempersiapkan segala peralatan yang dibutuhkan selama kegiatan survei

Lebih terperinci

ANALISIS KETELITIAN DATA PENGUKURAN MENGGUNAKAN GPS DENGAN METODE DIFERENSIAL STATIK DALAM MODA JARING DAN RADIAL

ANALISIS KETELITIAN DATA PENGUKURAN MENGGUNAKAN GPS DENGAN METODE DIFERENSIAL STATIK DALAM MODA JARING DAN RADIAL ANALISIS KETELITIAN DATA PENGUKURAN MENGGUNAKAN GPS DENGAN METODE DIFERENSIAL STATIK DALAM MODA JARING DAN RADIAL Oleh : Syafril Ramadhon ABSTRAK Ketelitian data Global Positioning Systems (GPS) dapat

Lebih terperinci

BAB VII ANALISIS. Airborne LIDAR adalah survey untuk mendapatkan posisi tiga dimensi dari suatu titik

BAB VII ANALISIS. Airborne LIDAR adalah survey untuk mendapatkan posisi tiga dimensi dari suatu titik 83 BAB VII ANALISIS 7.1 Analisis Komponen Airborne LIDAR Airborne LIDAR adalah survey untuk mendapatkan posisi tiga dimensi dari suatu titik dengan memanfaatkan sinar laser yang ditembakkan dari wahana

Lebih terperinci

GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS) Mulkal Razali, M.Sc

GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS) Mulkal Razali, M.Sc GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS) Mulkal Razali, M.Sc www.pelagis.net 1 Materi Apa itu GPS? Prinsip dasar Penentuan Posisi dengan GPS Penggunaan GPS Sistem GPS Metoda Penentuan Posisi dengan GPS Sumber Kesalahan

Lebih terperinci

Datum Geodetik & Sistem Koordinat Maju terus

Datum Geodetik & Sistem Koordinat Maju terus Datum Geodetik & Sistem Koordinat Maju terus 31/03/2015 8:34 Susunan Lapisan Bumi Inside eartth Datum geodetik atau referensi permukaan atau georeferensi adalah parameter sebagai acuan untuk mendefinisikan

Lebih terperinci

METODE PENENTUAN POSISI DENGAN GPS

METODE PENENTUAN POSISI DENGAN GPS METODE PENENTUAN POSISI DENGAN GPS METODE ABSOLUT Metode Point Positioning Posisi ditentukan dalam sistem WGS 84 Pronsip penentuan posisi adalah reseksi dengan jarak ke beberapa satelit secara simultan

Lebih terperinci

BAB III TEKNOLOGI LIDAR DALAM PEKERJAAN EKSPLORASI TAMBANG BATUBARA

BAB III TEKNOLOGI LIDAR DALAM PEKERJAAN EKSPLORASI TAMBANG BATUBARA BAB III TEKNOLOGI LIDAR DALAM PEKERJAAN EKSPLORASI TAMBANG BATUBARA 3.1 Kebutuhan Peta dan Informasi Tinggi yang Teliti dalam Pekerjaan Eksplorasi Tambang Batubara Seperti yang telah dijelaskan dalam BAB

Lebih terperinci

PERTEMUAN IV SURVEI HIDROGRAFI. Survei dan Pemetaan Universitas IGM Palembang

PERTEMUAN IV SURVEI HIDROGRAFI. Survei dan Pemetaan Universitas IGM Palembang PERTEMUAN IV SURVEI HIDROGRAFI Survei dan Pemetaan Universitas IGM Palembang Konfigurasi Survei Hidrografi 1. Penentuan posisi (1) dan penggunaan sistem referensi (7) 2. Pengukuran kedalaman (pemeruman)

Lebih terperinci

sensing, GIS (Geographic Information System) dan olahraga rekreasi

sensing, GIS (Geographic Information System) dan olahraga rekreasi GPS (Global Positioning System) Global positioning system merupakan metode penentuan posisi ekstra-teristris yang menggunakan satelit GPS sebagai target pengukuran. Metode ini dinamakan penentuan posisi

Lebih terperinci

BAB 2 KONSEP PENGOLAHAN DATA SIDE SCAN SONAR

BAB 2 KONSEP PENGOLAHAN DATA SIDE SCAN SONAR BAB 2 KONSEP PENGOLAHAN DATA SIDE SCAN SONAR Pengolahan data side scan sonar terdiri dari dua tahap, yaitu tahap real-time processing dan kemudian dilanjutkan dengan tahap post-processing. Tujuan realtime

Lebih terperinci

Pengamatan Pasang Surut Air Laut Sesaat Menggunakan GPS Metode Kinematik

Pengamatan Pasang Surut Air Laut Sesaat Menggunakan GPS Metode Kinematik JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6 No. 2, (2017) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) G-178 Pengamatan Pasang Surut Air Laut Sesaat Menggunakan GPS Metode Kinematik Ahmad Fawaiz Safi, Danar Guruh Pratomo, dan Mokhamad

Lebih terperinci

BAB II METODE PELAKSANAAN SURVEY BATHIMETRI

BAB II METODE PELAKSANAAN SURVEY BATHIMETRI BAB II METODE PELAKSANAAN SURVEY BATHIMETRI II.1. Survey Bathimetri Survei Bathimetri dapat didefinisikan sebagai pekerjaan pengumpulan data menggunakan metode penginderaan atau rekaman dari permukaan

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL NOMOR 15 TAHUN 2013 /2001 TENTANG SISTEM REFERENSI GEOSPASIAL INDONESIA 2013

PERATURAN KEPALA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL NOMOR 15 TAHUN 2013 /2001 TENTANG SISTEM REFERENSI GEOSPASIAL INDONESIA 2013 PERATURAN KEPALA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL NOMOR 15 TAHUN 2013 /2001 TENTANG SISTEM REFERENSI GEOSPASIAL INDONESIA 2013 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL, Menimbang :

Lebih terperinci

Mengapa proyeksi di Indonesia menggunakan WGS 84?

Mengapa proyeksi di Indonesia menggunakan WGS 84? Nama : Muhamad Aidil Fitriyadi NPM : 150210070005 Mengapa proyeksi di Indonesia menggunakan WGS 84? Jenis proyeksi yang sering di gunakan di Indonesia adalah WGS-84 (World Geodetic System) dan UTM (Universal

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengukuran Beda Tinggi Antara Bench Mark Dengan Palem Dari hasil pengukuran beda tinggi dengan metode sipat datar didapatkan beda tinggi antara palem dan benchmark

Lebih terperinci

BAB 2 STUDI REFERENSI

BAB 2 STUDI REFERENSI BAB 2 STUDI REFERENSI Pada bab ini akan dijelaskan berbagai macam teori yang digunakan dalam percobaan yang dilakukan. Teori-teori yang didapatkan merupakan hasil studi dari beragai macam referensi. Akan

Lebih terperinci

BAB III 3. METODOLOGI

BAB III 3. METODOLOGI BAB III 3. METODOLOGI 3.1. Pasang Surut Pasang surut pada umumnya dikaitkan dengan proses naik turunnya muka laut dan gerak horizontal dari massa air secara berkala yang ditimbulkan oleh adanya gaya tarik

Lebih terperinci

BAB 1 Pendahuluan 1.1.Latar Belakang

BAB 1 Pendahuluan 1.1.Latar Belakang BAB 1 Pendahuluan 1.1.Latar Belakang Perubahan vertikal muka air laut secara periodik pada sembarang tempat di pesisir atau di lautan merupakan fenomena alam yang dapat dikuantifikasi. Fenomena tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I. 1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I. 1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I. 1 Latar Belakang Survei batimetri merupakan proses untuk mendapatkan data kedalaman dan kondisi topografi dasar laut, termasuk lokasi obyek-obyek yang mungkin membahayakan. Pembuatan

Lebih terperinci

Orthometrik dengan GPS Heighting Kawasan Bandara Silvester Sari Sai

Orthometrik dengan GPS Heighting Kawasan Bandara Silvester Sari Sai Orthometrik dengan GPS Heighting Kawasan Bandara Silvester Sari Sai STUDI PENENTUAN TINGGI ORTHOMETRIK MENGGUNAKAN METODE GPS HEIGHTING (STUDI KASUS: KAWASAN KESELAMATAN OPERASI PENERBANGAN BANDARA ABDURAHMAN

Lebih terperinci

UJI KETELITIAN DATA KEDALAMAN PERAIRAN MENGGUNAKAN STANDAR IHO SP-44 DAN UJI STATISTIK (Studi Kasus : Daerah Pantai Barat Aceh)

UJI KETELITIAN DATA KEDALAMAN PERAIRAN MENGGUNAKAN STANDAR IHO SP-44 DAN UJI STATISTIK (Studi Kasus : Daerah Pantai Barat Aceh) UJI KETELITIAN DATA KEDALAMAN PERAIRAN MENGGUNAKAN STANDAR IHO SP-44 DAN UJI STATISTIK (Studi Kasus : Daerah Pantai Barat Aceh) N. Oktaviani 1, J. Ananto 2, B. J. Zakaria 3, L. R. Saputra 4, M. Fatimah

Lebih terperinci

Pertemuan 3. Penentuan posisi titik horizontal dan vertikal

Pertemuan 3. Penentuan posisi titik horizontal dan vertikal Pertemuan 3 Penentuan posisi titik horizontal dan vertikal Koordinat 3D Koordinat 3D Koordinat 3D Pernyataan lintang Pernyataan bujur dan Tinggi λ (Bujur) = sudut yang dibentuk antara meridian suatu titik,

Lebih terperinci

BAB 3 PENGAMBILAN DATA DAN PENGOLAHAN DATA SURVEI HIDROGRAFI UNTUK PERENCANAAN ALUR PELAYARAN

BAB 3 PENGAMBILAN DATA DAN PENGOLAHAN DATA SURVEI HIDROGRAFI UNTUK PERENCANAAN ALUR PELAYARAN BAB 3 PENGAMBILAN DATA DAN PENGOLAHAN DATA SURVEI HIDROGRAFI UNTUK PERENCANAAN ALUR PELAYARAN Hal yang perlu diperhatikan sebelum pelaksanaan survei hidrografi adalah ketentuan teknis atau disebut juga

Lebih terperinci

BAB III PENGOLAHAN DATA Proses Pengolahan Data LIDAR Proses pengolahan data LIDAR secara umum dapat dilihat pada skema 3.1 di bawah ini.

BAB III PENGOLAHAN DATA Proses Pengolahan Data LIDAR Proses pengolahan data LIDAR secara umum dapat dilihat pada skema 3.1 di bawah ini. BAB III PENGOLAHAN DATA 3.1. Pengolahan Data LIDAR 3.1.1. Proses Pengolahan Data LIDAR Proses pengolahan data LIDAR secara umum dapat dilihat pada skema 3.1 di bawah ini. Sistem LIDAR Jarak Laser Posisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terdapat dua jenis perairan di dunia ini, yaitu perairan laut dan perairan kedalaman atau yang juga disebut inland water. Perairan kedalaman dapat diklasifikasikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN I.1. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pelabuhan Perikanan Pantai Sadeng, yang kemudian disebut PPP Sadeng, merupakan satu-satunya pelabuhan perikanan pantai yang berada di Daerah Istimewa Yogyakarta. PPP

Lebih terperinci

Jurnal Geodesi Undip Oktober 2013

Jurnal Geodesi Undip Oktober 2013 APLIKASI ECHOSOUNDER HI-TARGET HD 370 UNTUK PEMERUMAN DI PERAIRAN DANGKAL (STUDI KASUS : PERAIRAN SEMARANG) Muhammad Al Kautsar 1), Bandi Sasmito, S.T., M.T. 2), Ir. Hani ah 3) 1) Program Studi Teknik

Lebih terperinci

PETA TERESTRIAL: PEMBUATAN DAN PENGGUNAANNYA DALAM PENGELOLAAN DATA GEOSPASIAL CB NURUL KHAKHIM

PETA TERESTRIAL: PEMBUATAN DAN PENGGUNAANNYA DALAM PENGELOLAAN DATA GEOSPASIAL CB NURUL KHAKHIM PETA TERESTRIAL: PEMBUATAN DAN PENGGUNAANNYA DALAM PENGELOLAAN DATA GEOSPASIAL CB NURUL KHAKHIM UU no. 4 Tahun 2011 tentang INFORMASI GEOSPASIAL Istilah PETA --- Informasi Geospasial Data Geospasial :

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI. Gambar 3.1 Foto stasiun pengamatan pasut di Kecamatan Muara Gembong

BAB 3 METODOLOGI. Gambar 3.1 Foto stasiun pengamatan pasut di Kecamatan Muara Gembong BAB 3 METODOLOGI 3.1 Pasut Dalam pengambilan data pasut, ada dua cara pengukuran yang dapat dilakukan, yitu pengukuran secara manual dan otomatis. Pengukuran manual menggunakan alat palem, sementara dalam

Lebih terperinci

BAB III PENGAMBILAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB III PENGAMBILAN DAN PENGOLAHAN DATA BAB III PEGAMBILA DA PEGOLAHA DATA Pembahasan yang dilakukan pada penelitian ini, meliputi dua aspek, yaitu pengamatan data muka air dan pengolahan data muka air, yang akan dibahas dibawah ini sebagai

Lebih terperinci

Home : tedyagungc.wordpress.com

Home : tedyagungc.wordpress.com Email : tedyagungc@gmail.com Home : tedyagungc.wordpress.com Subagyo 2003, Permukaan bumi merupakan suatu bidang lengkung yang tidak beraturan, sehingga hubungan geometris antara titik satu dengan titik

Lebih terperinci

On The Job Training PENGENALAN CORS (Continuously Operating Reference Station)

On The Job Training PENGENALAN CORS (Continuously Operating Reference Station) On The Job Training PENGENALAN CORS (Continuously Operating Reference Station) Direktorat Pengukuran Dasar Deputi Survei, Pengukuran Dan Pemetaan Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia 2011 MODUL

Lebih terperinci

Tata cara penentuan posisi titik perum menggunakan alat sipat ruang

Tata cara penentuan posisi titik perum menggunakan alat sipat ruang Standar Nasional Indonesia Tata cara penentuan posisi titik perum menggunakan alat sipat ruang ICS 93.010 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... Prakata... Pendahuluan... 1 Ruang lingkup...

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS. Gambar 4.1 Indikator Layar ROV (Sumber: Rozi, Fakhrul )

BAB 4 ANALISIS. Gambar 4.1 Indikator Layar ROV (Sumber: Rozi, Fakhrul ) BAB 4 ANALISIS 4.1. Penyajian Data Berdasarkan survei yang telah dilakukan, diperoleh data-data yang diperlukan untuk melakukan kajian dan menganalisis sistem penentuan posisi ROV dan bagaimana aplikasinya

Lebih terperinci

PRINSIP PENENTUAN POSISI DENGAN GPS

PRINSIP PENENTUAN POSISI DENGAN GPS PRINSIP PENENTUAN POSISI DENGAN GPS Kelompok Kepakaran Geodesi Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung Penentuan Posisi Dengan GPS Posisi yang diberikan adalah posisi 3-D, yaitu

Lebih terperinci

BAB III GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS)

BAB III GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS) BAB III GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS) III. 1 GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS) Global Positioning System atau GPS adalah sistem radio navigasi dan penentuan posisi menggunakan satelit [Abidin, 2007]. Nama

Lebih terperinci

BAB 2 DASAR TEORI. 2.1 Global Positioning System (GPS) Konsep Penentuan Posisi Dengan GPS

BAB 2 DASAR TEORI. 2.1 Global Positioning System (GPS) Konsep Penentuan Posisi Dengan GPS BAB 2 DASAR TEORI 2.1 Global Positioning System (GPS) 2.1.1 Konsep Penentuan Posisi Dengan GPS GPS (Global Positioning System) merupakan sistem satelit navigasi dan penentuan posisi menggunakan satelit.

Lebih terperinci

PENGENALAN GPS & PENGGUNAANNYA

PENGENALAN GPS & PENGGUNAANNYA PENGENALAN GPS & PENGGUNAANNYA PENGENALAN GPS & PENGGUNAANNYA SISTIM GPS SISTEM KOORDINAT PENGGUNAAN GPS SISTIM GPS GPS Apakah itu? Singkatan : Global Positioning System Dikembangkan oleh DEPHAN A.S. yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB I PENDAHULUAN I.1 BAB I PENDAHULUAN I1 Latar Belakang Pulau Bangka dan Belitung telah menjadi propinsi sendiri dengan keluarnya Undang-undang No 27 Tahun 2000 tentang Pembentukan Propinsi Kepulauan Bangka Belitung tepatnya

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Geodesi dan Keterkaitannya dengan Geospasial

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Geodesi dan Keterkaitannya dengan Geospasial BAB II DASAR TEORI 2.1 Geodesi dan Keterkaitannya dengan Geospasial Dalam konteks aktivitas, ruang lingkup pekerjaan ilmu geodesi umumnya mencakup tahapan pengumpulan data, pengolahan dan manipulasi data,

Lebih terperinci

BAB V TINJAUAN MENGENAI DATA AIRBORNE LIDAR

BAB V TINJAUAN MENGENAI DATA AIRBORNE LIDAR 51 BAB V TINJAUAN MENGENAI DATA AIRBORNE LIDAR 5.1 Data Airborne LIDAR Data yang dihasilkan dari suatu survey airborne LIDAR dapat dibagi menjadi tiga karena terdapat tiga instrumen yang bekerja secara

Lebih terperinci

BENTUK BUMI DAN BIDANG REFERENSI

BENTUK BUMI DAN BIDANG REFERENSI BENTUK BUMI DAN BIDANG REFERENSI Geoid dan ellipsoida merupakan bidang 2 yang sangat penting didalam Geodesi. Karena masing 2 bidang tersebut merupakan bentuk bumi dalam pengertian fisik dan dalarn pengertian

Lebih terperinci

BAB 2 TEORI DASAR. 2.1 Pekerjaan Survei Hidrografi

BAB 2 TEORI DASAR. 2.1 Pekerjaan Survei Hidrografi BAB 2 TEORI DASAR Pada bab ini akan dijelaskan uraian mengenai pekerjaan yang dilaksanakan dalam rangka penelitian Tugas Akhir ini, meliputi survei hidrografi yang terdiri dari: survei batimetri atau pemeruman,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pada saat ini kebutuhan akan data batimetri semakin meningkat seiring dengan kegunaan data tersebut untuk berbagai aplikasi, seperti perencanaan pelabuhan, perencanaan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Kota Semarang berada pada koordinat LS s.d LS dan

BAB I. PENDAHULUAN. Kota Semarang berada pada koordinat LS s.d LS dan BAB I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kota Semarang berada pada koordinat 6 0 55 34 LS s.d. 7 0 07 04 LS dan 110 0 16 20 BT s.d. 110 0 30 29 BT memiliki wilayah pesisir di bagian utara dengan garis pantai

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGOLAHAN DATA BAB IV PENGOLAHAN DATA 4.1 Pengolahan Data Data GPS yang digunakan pada Tugas Akhir ini adalah hasil pengukuran secara kontinyu selama 2 bulan, yang dimulai sejak bulan Oktober 2006 sampai November 2006

Lebih terperinci

PENGUKURAN BEDA TINGGI / SIPAT DATAR

PENGUKURAN BEDA TINGGI / SIPAT DATAR PENGUKURAN BEDA TINGGI / SIPAT DATAR Survei dan Pengukuran APA YG DIHASILKAN DARI SIPAT DATAR 2 1 3 4 2 5 3 KONTUR DALAM ILMU UKUR TANAH Kontur adalah garis khayal yang menghubungkan titik-titik yang berketinggian

Lebih terperinci

PENGENALAN GPS & PENGGUNAANNYA Oleh : Winardi & Abdullah S.

PENGENALAN GPS & PENGGUNAANNYA Oleh : Winardi & Abdullah S. Coral Reef Rehabilitation and Management Program (COREMAP) (Program Rehabilitasi dan Pengelolaan Terumbu Karang) Jl. Raden Saleh, 43 jakarta 10330 Phone : 62.021.3143080 Fax. 62.021.327958 E-mail : Coremap@indosat.net.id

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Penelitian Kecamatan Muara Gembong merupakan daerah pesisir di Kabupaten Bekasi yang berada pada zona 48 M (5 0 59 12,8 LS ; 107 0 02 43,36 BT), dikelilingi oleh perairan

Lebih terperinci

SURVEI HIDROGRAFI. Tahapan Perencanaan Survei Bathymetri. Jurusan Survei dan Pemetaan Universitas Indo Global Mandiri Palembang

SURVEI HIDROGRAFI. Tahapan Perencanaan Survei Bathymetri. Jurusan Survei dan Pemetaan Universitas Indo Global Mandiri Palembang SURVEI HIDROGRAFI Tahapan Perencanaan Survei Bathymetri Jurusan Survei dan Pemetaan Universitas Indo Global Mandiri Palembang Tahapan Perencanaan Survey Bathymetri Pengukuran bathimetri dilakukan berdasarkan

Lebih terperinci

Jika sebuah sistem berosilasi dengan simpangan maksimum (amplitudo) A, memiliki total energi sistem yang tetap yaitu

Jika sebuah sistem berosilasi dengan simpangan maksimum (amplitudo) A, memiliki total energi sistem yang tetap yaitu A. TEORI SINGKAT A.1. TEORI SINGKAT OSILASI Osilasi adalah gerakan bolak balik di sekitar suatu titik kesetimbangan. Ada osilasi yang memenuhi hubungan sederhana dan dinamakan gerak harmonik sederhana.

Lebih terperinci

Gambar 1. Pola sirkulasi arus global. (www.namce8081.wordpress.com)

Gambar 1. Pola sirkulasi arus global. (www.namce8081.wordpress.com) Arus Geostropik Peristiwa air yang mulai bergerak akibat gradien tekanan, maka pada saat itu pula gaya coriolis mulai bekerja. Pada saat pembelokan mencapai 90 derajat, maka arah gerak partikel akan sejajar

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI SUNGAI DAN PASANG SURUT

BAB II LANDASAN TEORI SUNGAI DAN PASANG SURUT BAB II LANDASAN TEORI SUNGAI DAN PASANG SURUT 2.1 Sungai Sungai merupakan air larian alami yang terbentuk akibat siklus hidrologi. Sungai mengalir secara alami dari tempat yang tinggi menuju tempat yang

Lebih terperinci

PENENTUAN POSISI DENGAN GPS UNTUK SURVEI TERUMBU KARANG. Winardi Puslit Oseanografi - LIPI

PENENTUAN POSISI DENGAN GPS UNTUK SURVEI TERUMBU KARANG. Winardi Puslit Oseanografi - LIPI PENENTUAN POSISI DENGAN GPS UNTUK SURVEI TERUMBU KARANG Winardi Puslit Oseanografi - LIPI Sekilas GPS dan Kegunaannya GPS adalah singkatan dari Global Positioning System yang merupakan sistem untuk menentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kehidupan masyarakat saat ini sangat tergantung kepada sumber daya energi, salah satunya adalah energi listrik. Keberadaan energi listrik sudah merupakan sebuah keharusan

Lebih terperinci

PENGENALAN GPS & PENGGUNAANNYA

PENGENALAN GPS & PENGGUNAANNYA PENGENALAN GPS & PENGGUNAANNYA PENGENALAN GPS & PENGGUNAANNYA 1. SISTIM GPS 2. PENGANTAR TANTANG PETA 3. PENGGUNAAN GPS SISTIM GPS GPS Apakah itu? Dikembangkan oleh DEPHAN A.S. yang boleh dimanfaatkan

Lebih terperinci

2 BAB II LANDASAN TEORI DAN DATA

2 BAB II LANDASAN TEORI DAN DATA 2 BAB II LANDASAN TEORI DAN DATA 2.1 Pasut Laut Fenomena pasang dan surutnya muka air laut biasa disebut sebagai pasut laut (ocean tide). Pasut terjadi dikarenakan oleh perbedaan gaya gravitasi dari pergantian

Lebih terperinci

Perbandingan Akurasi Prediksi Pasang Surut Antara Metode Admiralty dan Metode Least Square

Perbandingan Akurasi Prediksi Pasang Surut Antara Metode Admiralty dan Metode Least Square 1 Perbandingan Akurasi Prediksi Pasang Surut Antara Metode Admiralty dan Metode Least Square Miftakhul Ulum dan Khomsin Jurusan Teknik Geomatika, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi

Lebih terperinci

Propagasi gelombang radio atau gelombang elektromagnetik dipengaruhi oleh banyak faktor dalam bentuk yang sangat kompleks kondisi yang sangat

Propagasi gelombang radio atau gelombang elektromagnetik dipengaruhi oleh banyak faktor dalam bentuk yang sangat kompleks kondisi yang sangat Propagasi gelombang radio atau gelombang elektromagnetik dipengaruhi oleh banyak faktor dalam bentuk yang sangat kompleks kondisi yang sangat bergantung pada keadaan cuaca dan fenomena luar angkasa yang

Lebih terperinci

Kuliah ke-2 Pengukuran Gelombang

Kuliah ke-2 Pengukuran Gelombang Kuliah ke-2 Pengukuran Gelombang http://scholarworks.uno.edu/cgi/viewcontent.cgi?article=1012&context=oceanwaves UNIVERSITAS GADJAH MADA Pengukuran Gelombang Metode Pengukuran 1. alat-alat ukur berada

Lebih terperinci

TEST KEMAMPUAN DASAR FISIKA

TEST KEMAMPUAN DASAR FISIKA TEST KEMAMPUAN DASAR FISIKA Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan pernyataan BENAR atau SALAH. Jika jawaban anda BENAR, pilihlah alasannya yang cocok dengan jawaban anda. Begitu pula jika

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2.1 Prinsip Kerja GPS (Sumber :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2.1 Prinsip Kerja GPS (Sumber : BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi GPS GPS (Global Positioning System) adalah sistem satelit navigasi dan penentuan posisi yang dimiliki dan dikelola oleh Amerika Serikat dengan bantuan penyelarasan

Lebih terperinci

Membandingkan Hasil Pengukuran Beda Tinggi dari Hasil Survei GPS dan Sipat Datar

Membandingkan Hasil Pengukuran Beda Tinggi dari Hasil Survei GPS dan Sipat Datar Reka Geomatika Jurusan Teknik Geodesi No. 2 Vol. 1 ISSN 2338-350X Desember 2013 Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Membandingkan Hasil Pengukuran Beda Tinggi dari Hasil Survei GPS dan Sipat Datar

Lebih terperinci

B A B IV HASIL DAN ANALISIS

B A B IV HASIL DAN ANALISIS B A B IV HASIL DAN ANALISIS 4.1 Output Sistem Setelah sistem ini dinyalakan, maka sistem ini akan terus menerus bekerja secara otomatis untuk mendapatkan hasil berupa karakteristik dari lapisan troposfer

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pemetaan laut, khususnya pemetaan batimetri merupakan keperluan mendasar dalam rangka penyediaan informasi spasial untuk kegiatan, perencanaan dan pengambilan keputusan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM PENENTUAN BATAS DAERAH

BAB II TINJAUAN UMUM PENENTUAN BATAS DAERAH BAB II TINJAUAN UMUM PENENTUAN BATAS DAERAH Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah pasal 18 menetapkan bahwa wilayah daerah provinsi terdiri atas wilayah darat dan wilayah laut sejauh

Lebih terperinci

GPS vs Terestris (1)

GPS vs Terestris (1) untuk KADASTER Dr. Hasanuddin Z. Abidin Kelompok Keilmuan Geodesi Institut Teknologi Bandung Jl. Ganesha 10, Bandung 40132 E-mail : hzabidin@gd.itb.ac.id vs Terestris (1) Pada survai dengan tidak diperlukan

Lebih terperinci

Sipat datar / Levelling/ Waterpassing

Sipat datar / Levelling/ Waterpassing Civil Engineering Diploma Program Vocational School Gadjah Mada University Sipat datar / Levelling/ Waterpassing Nursyamsu Hidayat, Ph.D. 2 Sipat datar Bertujuan menentukan beda tinggi antara titiktitik

Lebih terperinci

PENGGUNAAN TEKNOLOGI GNSS RT-PPP UNTUK KEGIATAN TOPOGRAFI SEISMIK

PENGGUNAAN TEKNOLOGI GNSS RT-PPP UNTUK KEGIATAN TOPOGRAFI SEISMIK PENGGUNAAN TEKNOLOGI GNSS RT-PPP UNTUK KEGIATAN TOPOGRAFI SEISMIK Oleh : Syafril Ramadhon ABSTRAK Salah satu kegiatan eksplorasi seismic di darat adalah kegiatan topografi seismik. Kegiatan ini bertujuan

Lebih terperinci

PETA LOKASI LAPANGAN MATINDOK-SULAWESI TENGAH LAMPIRAN A

PETA LOKASI LAPANGAN MATINDOK-SULAWESI TENGAH LAMPIRAN A DAFTAR PUSTAKA Adil, Irdam. (2007). Komunikasi Pribadi. Djunarsjah, E. (2001). Standar Survei (Baru) dalam Survei Hidrografi (SP-44 IHO tahun 1998). Forum Ilmiah Tahunan ISI. Surabaya. Djunarsjah, E. (2005).

Lebih terperinci

Pengujian Ketelitian Hasil Pengamatan Pasang Surut dengan Sensor Ultrasonik (Studi Kasus: Desa Ujung Alang, Kampung Laut, Cilacap)

Pengujian Ketelitian Hasil Pengamatan Pasang Surut dengan Sensor Ultrasonik (Studi Kasus: Desa Ujung Alang, Kampung Laut, Cilacap) JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) G-212 Pengujian Ketelitian Hasil Pengamatan Pasang Surut dengan Sensor Ultrasonik (Studi Kasus: Desa Ujung Alang, Kampung Laut,

Lebih terperinci

Jurnal Geodesi Undip Januari2014

Jurnal Geodesi Undip Januari2014 Survei Bathimetri Untuk Pengecekan Kedalaman Perairan Wilayah Pelabuhan Kendal Ahmad Hidayat, Bambang Sudarsono, Bandi Sasmito *) Program Studi Teknik Geodesi, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro Jl.

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS PELAKSANAAN PERENCANAAN ALUR PELAYARAN

BAB 4 ANALISIS PELAKSANAAN PERENCANAAN ALUR PELAYARAN BAB 4 ANALISIS PELAKSANAAN PERENCANAAN ALUR PELAYARAN Tujuan pembahasan analisis pelaksanaan perencanaan alur pelayaran untuk distribusi hasil pertambangan batubara ini adalah untuk menjelaskan kegiatan

Lebih terperinci

Praktikum M.K. Oseanografi Hari / Tanggal : Dosen : 1. Nilai PASANG SURUT. Oleh. Nama : NIM :

Praktikum M.K. Oseanografi Hari / Tanggal : Dosen : 1. Nilai PASANG SURUT. Oleh. Nama : NIM : Praktikum M.K. Oseanografi Hari / Tanggal : Dosen : 1. 2. 3. Nilai PASANG SURUT Nama : NIM : Oleh JURUSAN PERIKANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA 2015 MODUL 5. PASANG SURUT TUJUAN

Lebih terperinci

LATIHAN SOAL MENJELANG UJIAN TENGAH SEMESTER STAF PENGAJAR FISIKA TPB

LATIHAN SOAL MENJELANG UJIAN TENGAH SEMESTER STAF PENGAJAR FISIKA TPB LATIHAN SOAL MENJELANG UJIAN TENGAH SEMESTER STAF PENGAJAR FISIKA TPB Soal No. 1 Seorang berjalan santai dengan kelajuan 2,5 km/jam, berapakah waktu yang dibutuhkan agar ia sampai ke suatu tempat yang

Lebih terperinci

TEORI SIPAT DATAR (LEVELLING)

TEORI SIPAT DATAR (LEVELLING) POKOK BAHASAN : TEORI SIPAT DATAR (LEVELLING) Prinsip penentuan beda tinggi; Jenis Peralatan Sipat Datar: Dumpy Level, Tilting level, Automatic Level; Bagian Alat; Mengatur Alat : garis arah niveau, garis

Lebih terperinci

BAB 3 VERIFIKASI POSISI PIPA BAWAH LAUT PASCA PEMASANGAN

BAB 3 VERIFIKASI POSISI PIPA BAWAH LAUT PASCA PEMASANGAN BAB 3 VERIFIKASI POSISI PIPA BAWAH LAUT PASCA PEMASANGAN 3.1 Pendahuluan Pada kegiatan verifikasi posisi pipa bawah laut pasca pemasangan ini akan digunakan sebagai data untuk melihat posisi aktual dari

Lebih terperinci

BAB III APLIKASI PEMANFAATAN BAND YANG BERBEDA PADA INSAR

BAB III APLIKASI PEMANFAATAN BAND YANG BERBEDA PADA INSAR BAB III APLIKASI PEMANFAATAN BAND YANG BERBEDA PADA INSAR III.1 Model Tinggi Digital (Digital Terrain Model-DTM) Model Tinggi Digital (Digital Terrain Model-DTM) atau sering juga disebut DEM, merupakan

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. dapat dievaluasi, sistem ini menggunakan sistem komunikasi (Carden, et al,

2. TINJAUAN PUSTAKA. dapat dievaluasi, sistem ini menggunakan sistem komunikasi (Carden, et al, 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Telemetri Radio Telemetri merupakan sistem untuk pengumpulan data yang dilakukan disuatu tempat terpencil atau sukar dan mengerjakannya sehingga data tersebut dapat dievaluasi,

Lebih terperinci

Oleh : Kunjaya TPOA, Kunjaya 2014

Oleh : Kunjaya TPOA, Kunjaya 2014 Oleh : Kunjaya Kompetensi Dasar X.3.5 Menganalisis besaran fisis pada gerak melingkar dengan laju konstan dan penerapannya dalam teknologi X.4.5 Menyajikan ide / gagasan terkait gerak melingkar Pengertian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Salah satu tujuan survei hidrografi adalah untuk memetakan topografi dasar laut dan perairan lainnya atau secara spesifik disebut sebagai pemetaan batimetri. Pemetaan

Lebih terperinci

BAB I Pengertian Sistem Informasi Geografis

BAB I Pengertian Sistem Informasi Geografis BAB I KONSEP SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS 1.1. Pengertian Sistem Informasi Geografis Sistem Informasi Geografis (Geographic Information System/GIS) yang selanjutnya akan disebut SIG merupakan sistem informasi

Lebih terperinci

PROSES DAN TIPE PASANG SURUT

PROSES DAN TIPE PASANG SURUT MATA KULIAH: PENGELOLAAN LAHAN PASUT DAN LEBAK SUB POKOK BAHASAN: PROSES DAN TIPE PASANG SURUT Oleh: Ir. MUHAMMAD MAHBUB, MP PS Ilmu Tanah Fakultas Pertanian UNLAM Pengertian Pasang Surut Pasang surut

Lebih terperinci

BAB 2 DASAR TEORI. 2.1 Tinjauan Umum Teknologi Pemetaan Tiga Dimensi

BAB 2 DASAR TEORI. 2.1 Tinjauan Umum Teknologi Pemetaan Tiga Dimensi BB 2 DSR TEORI 2.1 Tinjauan Umum Teknologi Pemetaan Tiga Dimensi Pemetaan objek tiga dimensi diperlukan untuk perencanaan, konstruksi, rekonstruksi, ataupun manajemen asset. Suatu objek tiga dimensi merupakan

Lebih terperinci

Datum dan Ellipsoida Referensi

Datum dan Ellipsoida Referensi Datum dan Ellipsoida Referensi RG141227 - Sistem Koordinat dan Transformasi Semester Gasal 2016/2017 Ira M Anjasmara PhD Jurusan Teknik Geomatika Datum Geodetik Datum Geodetik adalah parameter yang mendefinisikan

Lebih terperinci