BAB 2 TEORI DASAR. 2.1 Pekerjaan Survei Hidrografi
|
|
- Irwan Tan
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB 2 TEORI DASAR Pada bab ini akan dijelaskan uraian mengenai pekerjaan yang dilaksanakan dalam rangka penelitian Tugas Akhir ini, meliputi survei hidrografi yang terdiri dari: survei batimetri atau pemeruman, pengamatan tinggi muka sungai. Bab ini juga akan menjelaskan ketentuan-ketentuan seperti spesifikasi alur pelayaran dan jenis-jenis kegiatan pemeliharaan yang bisa dilakukan. 2.1 Pekerjaan Survei Hidrografi Pada Tugas Akhir ini, peneliti dipersilahkan mengikuti kegiatan survei yang rutin dilakukan oleh PT BERAU COAL dan dibawahi oleh Department Technical Services. Survei batimetri yang dilaksanakan berlokasi di Sungai Kelay dan pengamatan pasang surut yang dilaksanakan selama 29 hari di dermaga kantor utama PT BERAU COAL, Tanjung Redeb. Survei Batimetri adalah kegiatan yang dilakukan untuk menunjang kegiatan eksplorasi yang dilakukan oleh PT BERAU COAL, tujuan dilakukannya survei batimetri ini adalah untuk mengetahui kedalaman dasar sungai terhadap chart datum yang telah didefinisikan sebelumnya. Pada kegiatan survei lapangan, hal utama yang dilakukan adalah kegiatan pengambilan data lapangan, data ini umumnya diolah setelah proses pengambilan data selesai. Oleh karena itu, untuk mendapatkan hasil pengolahan yang baik, diperlukan metode pengambilan data yang baik pula. Dalam menentukan metode pengambilan data sangat terkait dengan tujuan yang ingin dicapai, konsep pengolahan dan teknologi yang digunakan. Pada kegiatan Tugas Akhir ini, data yang diambil adalah data dari kegiatan batimetri lalu dikoreksikan dengan data pengamatan muka sungai yang diamati selama survei berlangsung. Data pengamatan tinggi muka sungai dilakukan selama 29 hari di dermaga kantor utama PT BERAU COAL, Tanjung Redeb, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur. 6
2 2.1.1 Pengamatan Tinggi Muka Sungai Variasi ketinggian muka sungai sejatinya hampir sama dengan pasang surut di laut, namun memiliki beberapa perbedaan dari segi tenaga penggerak dan variasi temporalnya. Sesuai dengan karakteristik alam di daerah kabupaten Berau, Kalimantan Timur yang mempunyai banyak sungai yang sangat lebar dan luas, sehingga pengaruh pasang surut air laut akan besar pengaruhnya terhadap tinggi muka sungai yang akan diamati. Maka pengamatan tinggi muka sungai dilakukan dengan menggunakan metode yang mirip dengan pengamatan pasang surut di laut dengan menambahkan faktor-faktor lain seperti pengaruh pasut laut, curah hujan, iklim, dan lebar sungai, berikut adalah pengertian pasut dan metode yang digunakan dalam pengamatan tinggi muka sungai Pengertian Pasang Surut Pasang surut laut adalah fenomena naik dan turunnya muka laut yang terlihat dari adanya arus laut yang bolak balik secara periodik / harmonik akibat adanya gaya pembangkit pasut, dalam keadaan perairan laut faktor yang mempengaruhi terjadinya pasang surut adalah gaya gravitasi yang diakibatkan posisi bumi terhadap bulan dan matahari (Djunarsjah, 2005). Posisi bumi terhadap bulan dan matahari akan menyebabkan perbedaan tinggi permukaan air laut. Ketika kedudukan matahari, bumi, dan bulan berada dalam satu garis maka akan terjadi pasang maksimum di titik yang berada dalam garis kedudukan bumi, bulan, dan matahari. Fenomena pasut pada kedudukan ini disebut dengan spring tide atau pasut perbani, fenomena ini terjadi dua kali setiap bulan, yaitu pada saat bulan baru (new moon) dan bulan purnama (full moon) seperti terlihat pada gambar
3 Gambar 2.1 Spring Tide (sumber : Ketika posisi matahari tegak lurus dengan sumbu bumi-bulan, maka akan terjadi pasut minimum pada titik di permukaan bumi yang tegak lurus sumbu bumi-bulan. Fenomena ini terjadi di perempat bulan awal dan perempat bulan akhir, fenomena pasut seperti ini disebut dengan neap tide atau pasut mati seperti terlihat pada gambar 2.2. Periode ini akan berlangsung dua kali setiap bulan, oleh karena itu sebaiknya dilaksanakan pengukuran selama 29 hari dengan interval waktu pengukuran maksimal satu jam, untuk dapat melihat 2 kali fenomena pasut perbani dan pasut mati agar dapat dianalisis karakteristik pasang surut di suatu daerah dengan lebih teliti. Gambar 2.2 Neap Tide (sumber : Metode yang Digunakan Pengamatan tinggi muka sungai bertujuan untuk mencatat atau merekam gerakan vertikal permukaan air sungai yang terjadi secara periodik dengan menggunakan 8
4 beberapa metode. Hasil data tinggi muka air yang diamati pada rentang waktu tertentu akan menghasilkan muka sungai rata-rata. Permukaan ini dapat dipakai sebagai tinggi nol yang dijadikan sebagai referensi (datum) vertikal dalam penentuan kedalaman suatu titik. Data tinggi muka sungai dengan kurun waktu yang berbeda dapat menghasilkan informasi dan tujuan yang berbeda pula. Secara umum, informasi yang ingin didapat dari data tinggi muka sungai adalah tipe tinggi muka sungai, dan datum vertikal sungai tersebut. Pada kasus ini, tujuan yang ingin dicapai pada pengamatan tinggi muka sungai adalah untuk menentukan bidang referensi datum vertikal. Pada umumnya bidang referensi vertikal untuk pengukuran di darat adalah MSL (Mean Sea Level) atau MWL (Mean Water Level), sedangkan bidang referensi vertikal untuk pengukuran di laut adalah MSL/MWL dan Chart Datum, namun mengingat maksud dan tujuan dari survei hidrografi ini adalah untuk perencanaan alur pelayaran aman pada perairan sungai, maka bidang referensi lain yang dapat digunakan beserta hubungannya dengan muka surutan (chart datum) sebagai pedoman dalam perencanaan pelabuhan seperti digambarkan pada gambar 2.3 dibawah ini. ΔH Gambar 2.3 Hubungan Antara bidang referensi, dan Chart Datum 9
5 Keterangan : 1. HHWL (Highest High Water Level / Muka Air Tinggi Tertinggi) adalah air tertinggi pada saat pasang surut purnama atau bulan mati. 2. MHWL (Mean High Water Level / Muka Air Tinggi Rerata) adalah rerata dari muka air tinggi selama periode 18.6 tahun. 3. Muka Air Saat (t) adalah ketinggian muka air saat dilaksanakannya pembacaan ukuran saat (t) 4. MWL (Mean Water Level / Muka Air Rerata) adalah muka air rerata antara muka air tinggi rerata dan muka air rendah rerata. Elevasi ini digunakan sebagai referensi untuk elevasi di daratan. 5. MLWL (Mean Low Water Level / Muka Air Rendah Rerata ) adalah rerata dari muka air rendah selama periode 18.6 tahun. 6. LLWL (Lowest Low Water Level / Muka Air Rendah Terendah) adalah air terendah pada saat pasang surut purnama atau bulan mati. 7. CD (Chart Datum), adalah muka surutan air dimana ketinggian air didefinisikan dalam kondisi terendah. 8. BM : Bench mark 9. H BM : tinggi Bench mark terhadap MWL 10. H(t) : tinggi muka air saat (t) 11. ΔH : selisih tinggi antara BM dan Rambu ukur dengan menggunakan waterpass 12. So : Tinggi muka sungai rata-rata 13. Zo : Kedalaman muka surutan (chart datum) Metode yang digunakan untuk perhitungan bidang referensi di atas adalah menggunakan metode Admiralty untuk mendapatkan konstanta harmonik melalui persamaan variansi tinggi muka sungai dengan menggunakan persamaan di bawah ini: 10
6 dimana : A (t) = Amplitudo S 0 = Tinggi muka sungai rata-rata A n = Amplitudo komponen harmonis tinggi muka sungai. G n = Fase komponen tinggi muka sungai n = Konstanta yang diperoleh dari hasil perhitungan astronomis t = waktu Penentuan referensi tinggi dari data pasang surut ditentukan dengan rumus-rumus sebagai berikut (Surimiharja, 1997) : MWL = S 0 HHWL = S 0 +(M2+S2)+(O1+K1) LLWL = S 0 -(M2+S2)-(O1+K1) dimana : O 1 : unsur tinggi muka air tunggal utama yang disebabkan oleh pasut dengan gaya tarik bulan K 1 : unsur tinggi muka air tunggal yang disebabkan oleh pasut dengan gaya tarik matahari M 2 : unsur tinggi muka air ganda utama yang disebabkan oleh pasut dengan gaya tarik bulan S 2 : unsur tinggi muka air ganda utama yang disebabkan oleh pasut dengan gaya tarik matahari Lalu setelah didapatkan ketinggian bidang referensi yang diinginkan, selanjutnya sudah dapat dilaksanakan survei batimetri dengan melakukan pengamatan tinggi muka sungai kembali saat survei batimetri dilangsungkan. 11
7 2.1.2 Survei Batimetri Survei batimetri adalah proses penggambaran garis-garis kontur kedalaman dasar perairan yang meliputi pengukuran, pengolahan, hingga visualisasinya. Pada survei batimetri akan didapatkan garis-garis kontur kedalaman, dimana garis-garis tersebut didapat dengan menginterpolasikan titik-titik pengukuran kedalaman yang tersebar pada lokasi yang dikaji (Djunarsjah, 2005). Selain informasi kedalaman, dibutuhkan juga informasi posisi dari titik kedalaman tersebut. Kegiatan penentuan posisi dan penentuan kedalaman dari suatu titik harus dilakukan dalam waktu yang bersamaan, dengan adanya posisi dan kedalaman dari posisi tersebut, kita dapat membangun topografi dari dasar perairan. Pekerjaan penentuan posisi beserta kedalamannya umumnya disebut dengan kegiatan pemeruman. Untuk menentukan sebuah kedalaman, diperlukan suatu bidang referensi kedalaman, pemilihan bidang referensi bergantung pada maksud dan tujuan dari masing-masing aplikasi seperti perencanaan, dan perancangan pelabuhan, keselamatan pelayaran, dan lain-lain. Bidang referensi yang digunakan dalam kegiatan pemeruman kali ini adalah muka sungai rata-rata dan Lowest Low Water Level (LLWL) dikarenakan hasil survei ini akan dipakai untuk kegiatan keselamatan dan perawatan alur pelayaran. Untuk memperoleh kedalaman yang bereferensikan terhadap datum vertikal, selama kegiatan survei batimetri harus dilakukan pengamatan tinggi muka sungai. Kedudukan muka air yang selalu bevariasi akan menghasilkan kedalaman sesaat pada waktu tertentu, dengan melakukan pengamatan tinggi muka sungai pada waktu yang sama dengan kegiatan penentuan kedalaman, maka kita dapat mereduksi data ukuran kedalaman agar dapat mengacu terhadap datum vertikal yang telah disepakati sebelumnya Tujuan Kegiatan Survei Batimetri Kegiatan batimetri yang dilakukan di PT BERAU COAL bertempat di sungai dan kolam atau danau buatan, hasil dari survei batimetri digunakan untuk mengetahui topografi dasar perairan, salah satu aplikasi dari survei ini adalah dalam keperluan 12
8 pengerukan (dredging), baik itu untuk keamanan pelayaran, perencanaan pelabuhan, penentuan tempat parkir kendaraan sungai, untuk pemantauan pergerakan sedimentasi di dasar sungai dan lain-lain Metode yang Digunakan Pengukuran kedalaman dan penentuan posisi merupakan bagian terpenting dalam kegiatan pemeruman, metode yang digunakan dalam kegiatan pemeruman pada Tugas Akhir ini adalah metode akustik dengan menggunakan Single-Beam Echosounder. Pengukuran kedalaman menggunakan metode akustik merupakan metode yang paling populer dalam dunia hidrografi pada saat ini. Gelombang akustik dapat merambat dengan lebih baik pada medium air dibandingkan pada medium udara, sehingga gelombang ini efektif digunakan dalam penentuan kedalaman air. Metode ini hanya menerapkan konsep fisika sederhana dalam menentukan jarak menggunakan gelombang, jarak dasar perairan relatif terhadap sumber gelombang dengan rumus (Djunarsjah, 2005): d u 1 v t 2 Dimana : du = kedalaman hasil ukuran v = kecepatan suara dalam air t = selisih waktu pengiriman dan penerimaan sinyal Pada proses peremuman, single-beam echosounder mengirimkan sebuah gelombang suara yang merambat melalui medium dan memantulkan kembali gelombang tersebut setelah menyentuh dasar perairan. Perbedaan intensitas dan waktu tempuh gelombang saat gelombang dipancarkan dan diterima kembali menjadi hal utama yang diukur dalam proses pengukuran batimetri menggunakan metode akustik, gambar pengukuran kedalaman menggunakan metode akustik dengan alat singlebeam echosounder dapat dilihat pada gambar
9 Gambar 2.4 Pengukuran Kedalaman Secara Akustik (Single-Beam Echosounder ) (sumber : Dalam penentuan posisi secara horisontal, digunakan system Global Positining System (GPS) sebagai teknologi penentuan posisi dari kedalaman, adapun metode penentuan posisi horisontal yang digunakan ialah Real Time Kinematik GPS atau RTK-GPS Penentuan Posisi Horisontal Menggunakan RTK- GPS Sistem RTK (Real-Time Kinematic) adalah sistem penentuan posisi real-time secara differensial yang menggunakan data fase (Abidin, ZH. 2006) Sistem ini merupakan sistem penentuan posisi real-time secara diferensial yang menggunakan lebih dari satu antena GPS sekaligus. Dimana satu antena digunakan sebagai stasiun referensi dan antena lainnya dipasang pada wahana bergerak atau rover. Sistem ini dapat disebut real-time karena stasiun monitor GPS mengirimkan data koreksi ke wahana bergerak atau rover secara real-time menggunakan sistem komunikasi data tertentu. Melalui gelombang radio koreksi ini dikirimkan setiap saat dari stasiun monitor ke stasiun rover melalui antena differensial untuk kemudian di aplikasikan pada tiap sinyal satelit yang diterima oleh rover, seperti terlihat pada gambar 2.5. Untuk metode Real Time Kinematik memiliki ketelitian yang sangat tinggi yang dapat mencapai 10 cm. Dengan cara ini maka secara real time nilai koordinat rover akan dapat ditentukan untuk penentuan posisi pada pekerjaan survei hidrografi. 14
10 Satelit GPS Stasiun Referensi Sinyal Frekuensi Radio Rover Gambar 2.5 Metode Real Time Kinematic GPS (RTK-GPS) 2.2 Spesifikasi Alur Pelayaran Keselamatan pelayaran adalah hal yang paling diutamakan dalam kegiatan transportasi hasil batubara. Alur pelayaran di pelabuhan sungai ini tidak dapat terlepas dari pekerjaan survei hidrografi. Oleh karena itu, kedalaman, panjang, dan lebar alur pelayaran menjadi salah satu persyaratan navigasi yang penting, hal ini tentu saja dipengaruhi oleh kondisi fisik alam (kondisi sungai, iklim, cuaca, dan karakteristik sungai). Agar alur pelayaran sungai dapat berfungsi dengan baik dan aman, maka diperlukan sebuah kegiatan pemeliharaan secara berkala yang diperlukan karena kedalaman sungai cenderung berubah-ubah (Kramadibrata, 2002). Berdasarkan hasil konferensi International Association of Ports and Harbours (IAPH) Juni 1983 di Vancouver, Kanada, merekomendasikan bahwa pada umumnya seluruh pelabuhan harus melakukan kegiatan pemeliharaan alur pelayaran secara kontinu (terus-menerus) di sepanjang alur pelayaran untuk mengakomodasikan kapal-kapal yang masuk dan menjaga keamanan serta keselamatan pelayaran agar sesuai dengan persyaratan navigasi yang baik dan benar. Jenis pelayaran sungai yang relatif dilewati oleh kapal-kapal kecil menyebabkan spesifikasi alur ini menjadi tidak terlalu diperhatikan. Namun mengingat akan diadakannya sebuah kegiatan transportasi batubara yang memerlukan kapal-kapal yang berdimensi besar, spesifikasi ini menjadi penting dan harus diperhatikan dalam rangka menciptakan alur pelayaran yang aman. 15
11 Pertama-tama dijelaskan terlebih dahulu gambaran mengenai jenis-jenis kapal yang akan melewati daerah Sungai Kelay, Berau, Kalimantan Timur Jenis-Jenis Kapal Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya untuk menentukan spesifikasi alur pelayaran sungai, perlu diketahui dimensi dari kapal yang akan melewati wilayah perairan tersebut. Dimensi ini meliputi panjang, lebar, dan batas kedalaman (draft) dari kapal tersebut, jenis kapal yang biasa digunakan oleh PT BERAU COAL dalam kegiatan transportasi hasil pertambangan batubara diantaranya adalah (Shipping Dept. PT BERAU COAL): 1. Kapal Tongkang (Barge) Kapal tongkang adalah kapal yang tidak memiliki mesin dan awak, kapal ini difokuskan untuk mengangkut muatan dalam jumlah besar, terdapat dua jenis dimensi dari kapal tongkang yang digunakan oleh PT BERAU COAL yaitu (Shipping Dept. PT BERAU COAL): a) Kapal tongkang besar (300 ft): Nama : RMN 365 Panjang : m Lebar : m Draft maksimum : 5.49 m Kapasitas kargo : 7500 MT b) Kapal tongkang sedang (270 ft) Nama : RMN 2703 Panjang : m Lebar : 21.4 m Draft maksimum : 4.9 m Kapasitas Kargo : 5550 MT Penggunaan tongkang ini selalu disertai dengan penggunaan kapal tunda (tugboat) yang berfungsi untuk menarik dan mengarahkan kapal tongkang menuju tempat yang diinginkan. 16
12 Salah satu jenis kapal tongkang dapat dilihat pada gambar 2.6. Gambar 2.6 Kapal Tongkang RMN 365 (Sumber : PT BERAU COAL) 2. Kapal Tunda (Tugboat) Kapal tunda ini digunakan sebagai kapal penggerak dari sebuah kapal tongkang, biasanya satu kapal tongkang dapat digerakkan oleh 2 kapal tunda sekaligus. Jenis dan dimensi dari kapal tunda yang digunakan adalah (Shipping Dept. PT BERAU COAL): a) Nama : KSA 12 b) Panjang : m c) Lebar : 7.75 m d) Draft maksimum : 3.55 m Salah satu jenis kapal tunda yang digunakan dapat dilihat pada gambar 2.7. Gambar 2.7 Kapal Tunda KSA 12 (Sumber : PT BERAU COAL) 17
13 Setelah diketahui spesifikasi dan dimensi dari kapal yang akan digunakan, untuk mendapatkan sebuah spesifikasi alur pelayaran yang aman, dibutuhkan informasi mengenai kedalaman, dan lebar alur pelayaran yang sudah ada pada sungai tersebut. Berikut adalah beberapa metode dan faktor-faktor yang digunakan untuk mendesain alur pelayaran Kedalaman Alur Pelayaran Setiap pelabuhan memiliki standar alur pelayaran yang berbeda-beda, lebar dan kedalaman alur pelayaran merupakan faktor yang sangat penting dalam standardisasi pelabuhan. Nilai kedalaman tersebut tidak boleh kurang dari ukuran draft kapal yang melewati alur pelayaran tersebut, sehingga setiap pelabuhan memiliki klasifikasi tersendiri bagi kapal-kapal yang akan melewati alur pelayaran pelabuhan. Untuk mendapatkan kondisi operasi yang ideal, kedalaman air di alur pelayaran harus cukup besar untuk memungkinkan pelayaran pada muka air rendah terendah (LLWL) dengan kapal bermuatan maksimum, atau kedalaman alur harus lebih besar dibandingkan dengan batas muatan kapal terbesar yang melewatinya. Selain faktorfaktor tersebut, ada beberapa hal lain yang harus diperhatikan untuk menentukan draft kedalaman pelabuhan. Kedalaman alur pelayaran secara umum dapat ditentukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Kramadibrata, 2002): H = d + G + R + P Dimana: H = Kedalaman alur d = Draft kapal G = Gerak vertikal kapal karena gelombang dan squat R = Ruang bebas bersih untuk alur sebesar 10%-15% dari draft kapal P = Ketelitian pengukuran Secara grafis perhitungan kedalaman alur pelayaran digambarkan pada gambar
14 Permukaan Air Rendah Terendah d H G R P Gambar 2.8 Skema penentuan kedalaman alur pelayaran (Sumber : Soedjono Kramadibrata) Lebar Alur Pelayaran Pada dasarnya, faktor-faktor yang mempengaruhi lebar alur pelayaran agar dapat dilalui kapal laut dengan aman diantaranya adalah jenis lalu-lintas (alur pelayaran satu arah dan dua arah), ukuran kapal, dan sudut pembelokan air. Alur pelayaran satu arah (gambar 2.9) dan alur pelayaran dua arah (gambar 2.10) memiliki geometri lebar alur seperti terlihat pada gambar 2.9 dan gambar 2.10 (Kramadibrata,2002) A C A D 1 Gambar 2.9 Lebar alur pelayaran satu arah (Sumber : Soedjono Kramadibrata) 19
15 A C E C A D 2 Gambar 2.10 Lebar alur pelayaran dua arah (Sumber : Soedjono Kramadibrata) Keterangan: A : Faktor pengaman antara sisi alur sebesar 1.5 sampai 2 kali lebar kapal (B) B : Lebar kapal yang direncanakan melewati alur pelayaran C : Lebar untuk pergerakan horisontal kapal yang disebabkan alur pelayaran yang tidak searah dengan arus air, sebesar 1.6 sampai 2 kali lebar kapal (B) D1 : Lebar total alur pelayaran satu arah sebesar 4.6 sampai 6 kali lebar kapal D2 : Lebar total alur pelayaran dua arah sebesar 6.2 sampai 9 kali lebar kapal Selain dari kurangnya lebar, atau kedalaman sungai, terdapat beberapa faktor lainnya yang dapat mengganggu aktifitas pelayaran untuk transportasi batubara. Jenis dari bahaya ini dapat disebut dengan hambatan pelayaran sungai. 2.3 Hambatan Pelayaran Sungai Hambatan pelayaran sungai adalah hal-hal yang dapat mengganggu aktifitas pelayaran di sungai, hal ini dapat terjadi karena berbagai macam hal, diantaranya adalah (Pelayaran Sungai dan Danau : ) : 1. Tonggak-tonggak yang tertanam di sungai. 2. Dahan atau ranting-ranting kayu yang menjorok ketengah sungai serta sampah rumah tangga. 3. Sisa-sisa penebangan kayu atau hutan yang terbawa oleh hutan yang terbawa arus sungai. 20
16 4. Balok-balok kayu yang terlepas dari ikatannya. 5. Batu-batuan dan segala macam endapan atau pendangkalan sungai 6. Jenis tumbuh-tumbuhan atau gulma yang berada di alur pelayaran, khususnya di perairan tropis seperti di Pulau Kalimantan dengan jenis tanaman seperti eceng gondok yang sering berada pada perairan yang kecepatan arusnya rendah. 7. Pendangkalan sungai atau alur karena daerah aliran sungai kurang dikendalikan dengan baik, terutama tambang yang membuang sisa hasil tambang (tailing) ke sungai mengakibatkan pendangkalan yang relatif cepat. Untuk dapat menanggulangi berbagai jenis hambatan dan memenuhi spesifikasi alur pelayaran yang diinginkan, salah satu jenis pekerjaan yang dapat adalah dengan melaksanakan pekerjaan pengerukan. 2.4 Pekerjaan Pengerukan Pengerukan merupakan proses pemindahan tanah dengan menggunakan suatu peralatan atau suatu alat berat, dengan cara mekanis dan/atau hidraulis dari suatu tempat ke tempat lain (misalnya dari suatu dasar sungai ke tempat lain), peralatan yang lazim digunakan biasanya berupa kapal (Hermawan, 2010). Pekerjaan pengerukan tentunya membutuhkan biaya yang besar, sehingga untuk dapat melakukannya dibutuhkan sebuah perencanaan dan spesifikasi pekerjaan yang rumit. Oleh karena itu biasanya kegiatan ini dilakukan setelah menilai konsekuensi ekonomi yang dapat ditimbulkan untuk perusahaan yang melaksanakan kegiatan tersebut. Tujuan pekerjaan pengerukan adalah untuk berbagai macam keperluan, diantaranya (Nugraha, 2008): a) Memperdalam dasar sungai / laut b) Memperbesar penampang sungai c) Mengambil material pasir laut untuk keperluan urugan yang nantinya dialokasikan untuk keperluan pembangunan atau reklamasi tanah d) Mengambil material / tanah / lumpur di dasar sungai untuk keperluan penambangan 21
17 e) Keperluan navigasi f) Pengendalian banjir / pengambilan material di muara sungai (delta) g) Rekayasa konstruksi dan reklamasi h) Pemeliharaan pesisir / pantai Berdasarkan keperluannya, pekerjaan pengerukan dapat dikelompokkan menjadi 4 jenis pekerjaan, yaitu (Dredging for Navigation a handbook for port and waterways authorities): Pengerukan Awal (Capital Dredging) Jenis pengerukan ini sangat diperlukan dalam pembuatan kolam / alur pelayaran baru, guna mempermudah manuver bagi kapal-kapal yang berada di wilayah perairan, membuat pelabuhan baru (termasuk alur pelayarannya). Pekerjaan pengerukan ini merupakan suatu kegiatan konstruksi yang besar, dan dalam beberapa kasus, pekerjaan ini memerlukan waktu yang cukup lama namun memiliki hasil yang signifikan dan berkelanjutan. Seperti menciptakan sebuah daratan, perbaikan lingkungan wilayah perairan serta membuat alur sungai Pengerukan Perawatan (Maintenance Dredging) Jenis pengerukan ini merupakan pengerukan yang dilakukan secara berkala, dan dilaksanakan dalam rangka untuk menjaga kedalaman alur pelayaran yang sudah ada dari pendangkalan. peristiwa ini menyebabkan alur pelayaran menjadi tidak dapat dilewati oleh kapal-kapal yang sesuai dengan kriteria pelabuhan tersebut. Dalam kasus perairan sungai, penyebab dari pendangkalan yang paling utama adalah sedimentasi. Fenomena ini dapat terjadi akibat adanya timbunan massa benda yang diakibatkan oleh faktor alamiah seperti arus sungai, longsor, dan lain-lain Pengerukan Batu (Rock Dredging) Jenis pengerukan ini merupakan pekerjaan yang paling sulit dan mahal, karena material yang dikeruk berupa batu keras atau padatan lainnya yang memerlukan bantuan peralatan khusus yang juga beresiko tinggi untuk merusak lingkungan dan alam seperti bahan peledak dan linggis tajam (rock-breaker). 22
BAB 4 ANALISIS PELAKSANAAN PERENCANAAN ALUR PELAYARAN
BAB 4 ANALISIS PELAKSANAAN PERENCANAAN ALUR PELAYARAN Tujuan pembahasan analisis pelaksanaan perencanaan alur pelayaran untuk distribusi hasil pertambangan batubara ini adalah untuk menjelaskan kegiatan
Lebih terperinciBAB 3 PENGAMBILAN DATA DAN PENGOLAHAN DATA SURVEI HIDROGRAFI UNTUK PERENCANAAN ALUR PELAYARAN
BAB 3 PENGAMBILAN DATA DAN PENGOLAHAN DATA SURVEI HIDROGRAFI UNTUK PERENCANAAN ALUR PELAYARAN Hal yang perlu diperhatikan sebelum pelaksanaan survei hidrografi adalah ketentuan teknis atau disebut juga
Lebih terperinciSPESIFIKASI PEKERJAAN SURVEI HIDROGRAFI Jurusan Survei dan Pemetaan UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI
SPESIFIKASI PEKERJAAN SURVEI HIDROGRAFI Jurusan Survei dan Pemetaan UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI Spesifikasi Pekerjaan Dalam pekerjaan survey hidrografi, spesifikasi pekerjaan sangat diperlukan dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kebutuhan akan data batimetri semakin meningkat seiring dengan kegunaan data tersebut untuk berbagai aplikasi, seperti perencanaan konstruksi lepas pantai, aplikasi
Lebih terperinciPembuatan Alur Pelayaran dalam Rencana Pelabuhan Marina Pantai Boom, Banyuwangi
G186 Pembuatan Alur Pelayaran dalam Rencana Pelabuhan Marina Pantai Boom, Banyuwangi Muhammad Didi Darmawan, Khomsin Jurusan Teknik Geomatika, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi
Lebih terperinciPROSES DAN TIPE PASANG SURUT
MATA KULIAH: PENGELOLAAN LAHAN PASUT DAN LEBAK SUB POKOK BAHASAN: PROSES DAN TIPE PASANG SURUT Oleh: Ir. MUHAMMAD MAHBUB, MP PS Ilmu Tanah Fakultas Pertanian UNLAM Pengertian Pasang Surut Pasang surut
Lebih terperinciTERBATAS 1 BAB II KETENTUAN SURVEI HIDROGRAFI. Tabel 1. Daftar Standard Minimum untuk Survei Hidrografi
1 BAB II KETENTUAN SURVEI HIDROGRAFI 1. Perhitungan Ketelitian Ketelitian dari semua pekerjaan penentuan posisi maupun pekerjaan pemeruman selama survei dihitung dengan menggunakan metoda statistik tertentu
Lebih terperinciBAB III PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN Data survey Hidrografi
BAB III PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN Data survey Hidrografi Hal yang perlu diperhatikan sebelum pelaksanaan survey hidrografi adalah ketentuan teknis atau disebut juga spesifikasi pekerjaan. Setiap pekerjaan
Lebih terperinciPraktikum M.K. Oseanografi Hari / Tanggal : Dosen : 1. Nilai PASANG SURUT. Oleh. Nama : NIM :
Praktikum M.K. Oseanografi Hari / Tanggal : Dosen : 1. 2. 3. Nilai PASANG SURUT Nama : NIM : Oleh JURUSAN PERIKANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA 2015 MODUL 5. PASANG SURUT TUJUAN
Lebih terperinciPEKERJAAN SURVEI HIDROGRAFI DAN PERENCANAAN ALUR PELAYARAN DALAM USAHA TRANSPORTASI HASIL PERTAMBANGAN BATUBARA
PEKERJAAN SURVEI HIDROGRAFI DAN PERENCANAAN ALUR PELAYARAN DALAM USAHA TRANSPORTASI HASIL PERTAMBANGAN BATUBARA (STUDI KASUS : SUNGAI KELAY, BERAU, KALIMANTAN TIMUR) TUGAS AKHIR Karya ilmiah yang diajukan
Lebih terperinciBAB II SURVEI LOKASI UNTUK PELETAKAN ANJUNGAN EKSPLORASI MINYAK LEPAS PANTAI
BAB II SURVEI LOKASI UNTUK PELETAKAN ANJUNGAN EKSPLORASI MINYAK LEPAS PANTAI Lokasi pada lepas pantai yang teridentifikasi memiliki potensi kandungan minyak bumi perlu dieksplorasi lebih lanjut supaya
Lebih terperinciBAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengukuran Beda Tinggi Antara Bench Mark Dengan Palem Dari hasil pengukuran beda tinggi dengan metode sipat datar didapatkan beda tinggi antara palem dan benchmark
Lebih terperinciPROSES DAN TIPE PASANG SURUT
PROSES DAN TIPE PASANG SURUT MATA KULIAH: PENGELOLAAN LAHAN PASUT DAN LEBAK SUB POKOK BAHASAN: PROSES DAN TIPE PASANG SURUT Oleh: Ir. MUHAMMAD MAHBUB, MP PS Ilmu Tanah Fakultas Pertanian UNLAM Pengertian
Lebih terperinciBab III METODOLOGI PENELITIAN. Diagram alur perhitungan struktur dermaga dan fasilitas
Bab III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Diagram Alur Diagram alur perhitungan struktur dermaga dan fasilitas Perencanaan Dermaga Data Lingkungan : 1. Data Topografi 2. Data Pasut 3. Data Batimetri 4. Data Kapal
Lebih terperinciBAB 2 DATA DAN METODA
BAB 2 DATA DAN METODA 2.1 Pasut Laut Peristiwa pasang surut laut (pasut laut) adalah fenomena alami naik turunnya permukaan air laut secara periodik yang disebabkan oleh pengaruh gravitasi bendabenda-benda
Lebih terperinciBAB III KOREKSI PASUT UNTUK MENUJU SURVEI BATIMETRIK REAL TIME
BAB III KOREKSI PASUT UNTUK MENUJU SURVEI BATIMETRIK REAL TIME 3.1 Pendahuluan Survei batimetri merupakan survei pemeruman yaitu suatu proses pengukuran kedalaman yang ditujukan untuk memperoleh gambaran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terdapat dua jenis perairan di dunia ini, yaitu perairan laut dan perairan kedalaman atau yang juga disebut inland water. Perairan kedalaman dapat diklasifikasikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I.1
BAB I PENDAHULUAN I1 Latar Belakang Pulau Bangka dan Belitung telah menjadi propinsi sendiri dengan keluarnya Undang-undang No 27 Tahun 2000 tentang Pembentukan Propinsi Kepulauan Bangka Belitung tepatnya
Lebih terperinciPengertian Pasang Surut
Pengertian Pasang Surut Pasang surut adalah fluktuasi (gerakan naik turunnya) muka air laut secara berirama karena adanya gaya tarik benda-benda di lagit, terutama bulan dan matahari terhadap massa air
Lebih terperinciSTUDI PENENTUAN DRAFT DAN LEBAR IDEAL KAPAL TERHADAP ALUR PELAYARAN (Studi Kasus: Alur Pelayaran Barat Surabaya)
Studi Penentuan Draft dan Lebar Ideal Kapal Terhadap Alur Pelayaran STUDI PENENTUAN DRAFT DAN LEBAR IDEAL KAPAL TERHADAP ALUR PELAYARAN Putu Angga Bujana, Yuwono Jurusan Teknik Geomatika FTSP-ITS, Kampus
Lebih terperinciBAB III 3. METODOLOGI
BAB III 3. METODOLOGI 3.1. Pasang Surut Pasang surut pada umumnya dikaitkan dengan proses naik turunnya muka laut dan gerak horizontal dari massa air secara berkala yang ditimbulkan oleh adanya gaya tarik
Lebih terperinciBAB 3 PENENTUAN POSISI DAN APLIKASI ROV
BAB 3 PENENTUAN POSISI DAN APLIKASI ROV 3.1. Persiapan Sebelum kegiatan survei berlangsung, dilakukan persiapan terlebih dahulu untuk mempersiapkan segala peralatan yang dibutuhkan selama kegiatan survei
Lebih terperinciSURVEI HIDROGRAFI PENGUKURAN DETAIL SITUASI DAN GARIS PANTAI. Oleh: Andri Oktriansyah
SURVEI HIDROGRAFI PENGUKURAN DETAIL SITUASI DAN GARIS PANTAI Oleh: Andri Oktriansyah JURUSAN SURVEI DAN PEMETAAN UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI PALEMBANG 2017 Pengukuran Detil Situasi dan Garis Pantai
Lebih terperinciPERTEMUAN IV SURVEI HIDROGRAFI. Survei dan Pemetaan Universitas IGM Palembang
PERTEMUAN IV SURVEI HIDROGRAFI Survei dan Pemetaan Universitas IGM Palembang Konfigurasi Survei Hidrografi 1. Penentuan posisi (1) dan penggunaan sistem referensi (7) 2. Pengukuran kedalaman (pemeruman)
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI SUNGAI DAN PASANG SURUT
BAB II LANDASAN TEORI SUNGAI DAN PASANG SURUT 2.1 Sungai Sungai merupakan air larian alami yang terbentuk akibat siklus hidrologi. Sungai mengalir secara alami dari tempat yang tinggi menuju tempat yang
Lebih terperinciOPTIMALISASI DERMAGA PELABUHAN BAJOE KABUPATEN BONE
PROSIDING 20 13 HASIL PENELITIAN FAKULTAS TEKNIK OPTIMALISASI DERMAGA PELABUHAN BAJOE KABUPATEN BONE Jurusan Perkapalan Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin Jl. Perintis Kemerdekaan Km.10 Tamalanrea
Lebih terperinciKARAKTERISTIK PASANG SURUT DI PERAIRAN KALIANGET KEBUPATEN SUMENEP
KARAKTERISTIK PASANG SURUT DI PERAIRAN KALIANGET KEBUPATEN SUMENEP Mifroul Tina Khotip 1, Aries Dwi Siswanto 2, Insafitri 2 1 Mahasiswa Program Studi Ilmu Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pelabuhan merupakan salah satu jaringan transportasi yang menghubungkan transportasi laut dengan transportasi darat. Luas lautan meliputi kira-kira 70 persen dari luas
Lebih terperinciBathymetry Mapping and Tide Analysis for Determining Floor Elevation and 136 Dock Length at the Mahakam River Estuary, Sanga-Sanga, East Kalimantan
JURNAL ILMIAH SEMESTA TEKNIKA Vol. 16, No. 1, 21-30, Mei 2013 21 Pemetaan Batimetri dan Analisis Pasang Surut untuk Menentukan Elevasi Lantai dan Panjang Dermaga 136 di Muara Sungai Mahakam, Sanga-Sanga,
Lebih terperinciPuncak gelombang disebut pasang tinggi dan lembah gelombang disebut pasang rendah.
PASANG SURUT Untuk apa data pasang surut Pengetahuan tentang pasang surut sangat diperlukan dalam transportasi laut, kegiatan di pelabuhan, pembangunan di daerah pesisir pantai, dan lain-lain. Mengingat
Lebih terperinciBAB II LiNGKUP PEKERJAAN PeNGERUKAN ALUR PELAYARAN PELABUHAN
BAB II LiNGKUP PEKERJAAN PeNGERUKAN ALUR PELAYARAN PELABUHAN Pekerjaan pengerukan dapat dikelompokkan menjadi empat jenis, yaitu: Pengerukan Awal (Capital Dredging), Pengerukan Perawatan (Maintenance Dredging),
Lebih terperinciBAB 4 ANALISIS. Gambar 4.1 Indikator Layar ROV (Sumber: Rozi, Fakhrul )
BAB 4 ANALISIS 4.1. Penyajian Data Berdasarkan survei yang telah dilakukan, diperoleh data-data yang diperlukan untuk melakukan kajian dan menganalisis sistem penentuan posisi ROV dan bagaimana aplikasinya
Lebih terperinciBAB III PENGAMBILAN DAN PENGOLAHAN DATA
BAB III PEGAMBILA DA PEGOLAHA DATA Pembahasan yang dilakukan pada penelitian ini, meliputi dua aspek, yaitu pengamatan data muka air dan pengolahan data muka air, yang akan dibahas dibawah ini sebagai
Lebih terperinciPEMETAAN KEDALAMAN PERAIRAN SEBAGAI DASAR EVALUASI ALUR PELAYARAN PLTU SUMURADEM KABUPATEN INDRAMAYU
JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 4, Nomor 2, Tahun 2015, Halaman 533-540 Online di : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jose PEMETAAN KEDALAMAN PERAIRAN SEBAGAI DASAR EVALUASI ALUR PELAYARAN PLTU SUMURADEM
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I. 1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN I. 1 Latar Belakang Survei batimetri merupakan proses untuk mendapatkan data kedalaman dan kondisi topografi dasar laut, termasuk lokasi obyek-obyek yang mungkin membahayakan. Pembuatan
Lebih terperinci3 Kondisi Fisik Lokasi Studi
Bab 3 3 Kondisi Fisik Lokasi Studi Sebelum pemodelan dilakukan, diperlukan data-data rinci mengenai kondisi fisik dari lokasi yang akan dimodelkan. Ketersediaan dan keakuratan data fisik yang digunakan
Lebih terperinciBray, R.N. Dredging a Hand Book For Engineer. Edward Arnold Ltd. London
Daftar pustaka Bray, R.N. Dredging a Hand Book For Engineer. Edward Arnold Ltd. London. 1979. United Nations Development Programme. Dredging For Navigation: a Handbook For Port and Waterways Authorities.
Lebih terperinciKL 4099 Tugas Akhir. Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari. Bab 4 ANALISA HIDRO-OSEANOGRAFI
Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari Bab 4 ANALISA HIDRO-OSEANOGRAFI Bab ANALISA HIDRO-OSEANOGRAFI Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam
Lebih terperinciPENGUKURAN LOW WATER SPRING (LWS) DAN HIGH WATER SPRING (HWS) LAUT DENGAN METODE BATHIMETRIC DAN METODE ADMIRALTY
PENGUKURAN LOW WATER SPRING (LWS) DAN HIGH WATER SPRING (HWS) LAUT DENGAN METODE BATHIMETRIC DAN METODE ADMIRALTY Nila Kurniawati Sunarminingtyas Email: sunarminingtyas@gmail.com Abstrak : Pembangunan
Lebih terperinciPENENTUAN DAERAH REKLAMASI DILIHAT DARI GENANGAN ROB AKIBAT PENGARUH PASANG SURUT DI JAKARTA UTARA
PENENTUAN DAERAH REKLAMASI DILIHAT DARI GENANGAN ROB AKIBAT PENGARUH PASANG SURUT DI JAKARTA UTARA Veri Yulianto*, Wahyu Aditya Nugraha, Petrus Subardjo Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Oseanografi,
Lebih terperinciGambar 2.1 Peta batimetri Labuan
BAB 2 DATA LINGKUNGAN 2.1 Batimetri Data batimetri adalah representasi dari kedalaman suatu perairan. Data ini diperoleh melalui pengukuran langsung di lapangan dengan menggunakan suatu proses yang disebut
Lebih terperinciBAB II METODE PELAKSANAAN SURVEY BATHIMETRI
BAB II METODE PELAKSANAAN SURVEY BATHIMETRI II.1. Survey Bathimetri Survei Bathimetri dapat didefinisikan sebagai pekerjaan pengumpulan data menggunakan metode penginderaan atau rekaman dari permukaan
Lebih terperinciJurnal Geodesi Undip Januari2014
Survei Bathimetri Untuk Pengecekan Kedalaman Perairan Wilayah Pelabuhan Kendal Ahmad Hidayat, Bambang Sudarsono, Bandi Sasmito *) Program Studi Teknik Geodesi, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro Jl.
Lebih terperinciSURVEI HIDROGRAFI. Tahapan Perencanaan Survei Bathymetri. Jurusan Survei dan Pemetaan Universitas Indo Global Mandiri Palembang
SURVEI HIDROGRAFI Tahapan Perencanaan Survei Bathymetri Jurusan Survei dan Pemetaan Universitas Indo Global Mandiri Palembang Tahapan Perencanaan Survey Bathymetri Pengukuran bathimetri dilakukan berdasarkan
Lebih terperinciKL 4099 Tugas Akhir. Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari. Bab 1 PENDAHULUAN
Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari Bab 1 PENDAHULUAN Bab PENDAHULUAN Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari 1
Lebih terperinciJURNAL OSEANOGRAFI. Volume 2, Nomor 3, Tahun 2013, Halaman Online di :
JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 2, Nomor 3, Tahun 2013, Halaman 238-244 Online di : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jose Pemetaan Batimetri dan Analisis Pasang Surut Untuk Menentukan Elevasi Lantai
Lebih terperinciANALISIS PASANG SURUT PERAIRAN MUARA SUNGAI MESJID DUMAI ABSTRACT. Keywords: Tidal range, harmonic analyze, Formzahl constant
: 48-55 ANALISIS PASANG SURUT PERAIRAN MUARA SUNGAI MESJID DUMAI Musrifin 1) 1) Staf Pengajar Fakultas Perikanan dan Ilmu Universitas Raiu Diterima : 5 April 2011 Disetujui : 14 April 2011 ABSTRACT Tidal
Lebih terperinciPERANAN SURVEI HIDROGRAFI UNTUK PERENCANAAN LOKASI PEMBANGUNAN PELABUHAN
Survei Hidrografi untuk Lokasi Pelabuhan Pradono Joanes De Deo PERANAN SURVEI HIDROGRAFI UNTUK PERENCANAAN LOKASI PEMBANGUNAN PELABUHAN Pradono Joanes De Deo Dosen Teknik Geodesi FTSP ITN Malang ABSTRAKSI
Lebih terperinciPerbandingan Akurasi Prediksi Pasang Surut Antara Metode Admiralty dan Metode Least Square
1 Perbandingan Akurasi Prediksi Pasang Surut Antara Metode Admiralty dan Metode Least Square Miftakhul Ulum dan Khomsin Jurusan Teknik Geomatika, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. Kota Semarang berada pada koordinat LS s.d LS dan
BAB I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kota Semarang berada pada koordinat 6 0 55 34 LS s.d. 7 0 07 04 LS dan 110 0 16 20 BT s.d. 110 0 30 29 BT memiliki wilayah pesisir di bagian utara dengan garis pantai
Lebih terperinciBAB III PERENCANAAN PERAIRAN PELABUHAN
BAB III PERENCANAAN PERAIRAN PELABUHAN III.1 ALUR PELABUHAN Alur pelayaran digunakan untuk mengarahkan kapal yang akan masuk ke dalam kolam pelabuhan. Alur pelayaran dan kolam pelabuhan harus cukup tenang
Lebih terperinciPengujian Ketelitian Hasil Pengamatan Pasang Surut dengan Sensor Ultrasonik (Studi Kasus: Desa Ujung Alang, Kampung Laut, Cilacap)
JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) G-212 Pengujian Ketelitian Hasil Pengamatan Pasang Surut dengan Sensor Ultrasonik (Studi Kasus: Desa Ujung Alang, Kampung Laut,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bulan dan matahari keduanya memberikan tarikan terhadap bumi yang besarnya tergantung kepada besarnya massa benda yang saling tarik menarik tersebut. Bulan memberikan
Lebih terperinciI Elevasi Puncak Dermaga... 31
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... v HALAMAN PERNYATAAN.. vi HALAMAN PERSEMBAHAN... vii INTISARI... viii ABSTRACT... ix KATA PENGANTAR...x DAFTAR ISI... xii DAFTAR GAMBAR... xvi DAFTAR
Lebih terperinciBAB II PENENTUAN BATAS LAUT DAERAH
BAB II PENENTUAN BATAS LAUT DAERAH 2.1 Dasar Hukum Penetapan Batas Laut Daerah Agar pelaksanaan penetapan batas laut berhasil dilakukan dengan baik, maka kegiatan tersebut harus mengacu kepada peraturan
Lebih terperinciSTUDI PEMETAAN BATIMETRI DAN ANALISIS KOMPONEN PASANG SURUT UNTUK PENENTUAN ALUR PELAYARAN DI PERAIRAN PULAU GENTING, KARIMUNJAWA
JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 4, Nomor 1, Tahun 2015, Halaman 287-296 Online di : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jose STUDI PEMETAAN BATIMETRI DAN ANALISIS KOMPONEN PASANG SURUT UNTUK PENENTUAN
Lebih terperinciTIPE DERMAGA. Dari bentuk bangunannya, dermaga dibagi menjadi dua, yaitu
DERMAGA Peranan Demaga sangat penting, karena harus dapat memenuhi semua aktifitas-aktifitas distribusi fisik di Pelabuhan, antara lain : 1. menaik turunkan penumpang dengan lancar, 2. mengangkut dan membongkar
Lebih terperinciPengamatan Pasang Surut Air Laut Sesaat Menggunakan GPS Metode Kinematik
JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6 No. 2, (2017) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) G-178 Pengamatan Pasang Surut Air Laut Sesaat Menggunakan GPS Metode Kinematik Ahmad Fawaiz Safi, Danar Guruh Pratomo, dan Mokhamad
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Penelitian Kecamatan Muara Gembong merupakan daerah pesisir di Kabupaten Bekasi yang berada pada zona 48 M (5 0 59 12,8 LS ; 107 0 02 43,36 BT), dikelilingi oleh perairan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pada saat ini kebutuhan akan data batimetri semakin meningkat seiring dengan kegunaan data tersebut untuk berbagai aplikasi, seperti perencanaan pelabuhan, perencanaan
Lebih terperinciJURNAL OSEANOGRAFI. Volume 4, Nomor 1, Tahun 2015, Halaman Online di :
JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 4, Nomor 1, Tahun 2015, Halaman 93-99 Online di : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jose STUDI KARAKTERISTIK DAN CO-RANGE PASANG SURUT DI TELUK LEMBAR LOMBOK NUSA TENGGARA
Lebih terperinciSTUDI BATIMETRI UNTUK MENENTUKAN KEDALAMAN TAMBAH KOLAM DERMAGA PERAIRAN SANTOLO GARUT
JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 6, Nomor 1, Tahun 2017, Halaman 61 67 Online di : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jose STUDI BATIMETRI UNTUK MENENTUKAN KEDALAMAN TAMBAH KOLAM DERMAGA PERAIRAN SANTOLO
Lebih terperinciSimulasi pemodelan arus pasang surut di kolam Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta menggunakan perangkat lunak SMS 8.1 (Surface-water Modeling System 8.
48 Maspari Journal 01 (2010) 48-52 http://masparijournal.blogspot.com Simulasi pemodelan arus pasang surut di kolam Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta menggunakan perangkat lunak SMS 8.1 (Surface-water Modeling
Lebih terperinciPENGARUH SIMULASI AWAL DATA PENGAMATAN TERHADAP EFEKTIVITAS PREDIKSI PASANG SURUT METODE ADMIRALTY (STUDI KASUS PELABUHAN DUMAI)
PENGARUH SIMULASI AWAL DATA PENGAMATAN TERHADAP EFEKTIVITAS PREDIKSI PASANG SURUT METODE ADMIRALTY (STUDI KASUS PELABUHAN DUMAI) Rosmiati Ahmad 1), Andy Hendri 2), Manyuk Fauzi 2) 1) Mahasiswa Jurusan
Lebih terperinci2. TINJAUAN PUSTAKA. utara. Kawasan pesisir sepanjang perairan Pemaron merupakan kawasan pantai
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Perairan Pantai Pemaron merupakan salah satu daerah yang terletak di pesisir Bali utara. Kawasan pesisir sepanjang perairan Pemaron merupakan kawasan pantai wisata
Lebih terperinciPENGANTAR OCEANOGRAFI. Disusun Oleh : ARINI QURRATA A YUN H
PENGANTAR OCEANOGRAFI Disusun Oleh : ARINI QURRATA A YUN H21114307 Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Hasanuddin Makassar 2014 Kondisi Pasang Surut di Makassar Kota
Lebih terperinciStudi Pemetaan Batimetri dan Analisis Komponen Pasang Surut Untuk Menentukan Elevasi dan Panjang Lantai Dermaga di Perairan Keling, Kabupaten Jepara
JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 3, Nomor 4, Tahun 2014, Halaman 660 670 Online di : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jose Studi Pemetaan Batimetri dan Analisis Komponen Pasang Surut Untuk Menentukan
Lebih terperinciIII-11. Gambar III.13 Pengukuran arus transek pada kondisi menuju surut
Hasil pengukuran arus transek saat kondisi menuju surut dapat dilihat pada Gambar III.13. Terlihat bahwa kecepatan arus berkurang terhadap kedalaman. Arus permukaan dapat mencapai 2m/s. Hal ini kemungkinan
Lebih terperinciPENDAHULUAN. I.2 Tujuan
I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Menurut Ongkosongo (1989), pengetahuan mengenai pasang surut secara umum dapat memberikan informasi yang beraneka macam, baik untuk kepentingan ilmiah, maupun untuk pemanfaatan
Lebih terperinciSMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 8. SUPLEMEN PENGINDRAAN JAUH, PEMETAAN, DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG)LATIHAN SOAL 8.3.
SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 8. SUPLEMEN PENGINDRAAN JAUH, PEMETAAN, DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG)LATIHAN SOAL 8.3 1. Data spasial merupakan data grafis yang mengidentifikasi kenampakan
Lebih terperinciBAB 1 Pendahuluan 1.1.Latar Belakang
BAB 1 Pendahuluan 1.1.Latar Belakang Perubahan vertikal muka air laut secara periodik pada sembarang tempat di pesisir atau di lautan merupakan fenomena alam yang dapat dikuantifikasi. Fenomena tersebut
Lebih terperinciDefinisi Arus. Pergerakkan horizontal massa air. Penyebab
Definisi Arus Pergerakkan horizontal massa air Penyebab Fakfor Penggerak (Angin) Perbedaan Gradien Tekanan Perubahan Densitas Pengaruh Pasang Surut Air Laut Karakteristik Arus Aliran putaran yang besar
Lebih terperinciANALISA BATIMETRI DI PERAIRAN DERMAGA KIPI MALOY KALIMANTAN TIMUR
JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 6, Nomor 1, Tahun 2017, Halaman 108 115 Online di : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jose ANALISA BATIMETRI DI PERAIRAN DERMAGA KIPI MALOY KALIMANTAN TIMUR Maulana Mukti
Lebih terperinciKONDISI BATIMETRI DAN SEDIMEN DASAR PERAIRAN DI KOLAM PELABUHAN CARGO PT. PERTAMINA RU VI BALONGAN, JAWA BARAT
JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 4, Nomor 3, Tahun 2015, Halaman 625-634 Online di : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jose KONDISI BATIMETRI DAN SEDIMEN DASAR PERAIRAN DI KOLAM PELABUHAN CARGO PT. PERTAMINA
Lebih terperinciPENGUMPULAN DATA DAN ANALISA
BAB III PENGUMPULAN DATA DAN ANALISA 3.1. UMUM Pada perencanan detail pengembangan pelabuhan diperlukan pengumpulan data dan analisanya. Data yang diambil adalah data sekunder yang lengkap dan akurat disertai
Lebih terperinciLAPORAN RESMI PRAKTIKUM PASANG SURUT
LAPORAN RESMI PRAKTIKUM PASANG SURUT MODUL I METODE ADMIRALTY Disusun Oleh : PRISMA GITA PUSPAPUAN 26020212120004 TIM ASISTEN MOHAMMAD IQBAL PRIMANANDA 26020210110028 KIRANA CANDRASARI 26020210120041 HAFIZ
Lebih terperinciJURNAL OSEANOGRAFI. Volume 5, Nomor 2, Tahun 2016, Halaman Online di :
JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 5, Nomor 2, Tahun 2016, Halaman 234-242 Online di : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jose PEMETAAN BATIMETRI DAN LAJU SEDIMENTASI UNTUK ALUR PELAYARAN DI PELABUHAN PERIKANAN
Lebih terperinciOleh : Ida Ayu Rachmayanti, Yuwono, Danar Guruh. Program Studi Teknik Geomatika ITS Sukolilo, Surabaya
PENENTUAN HWS (HIGH WATER SPRING) DENGAN MENGGUNAKAN KOMPONEN PASUT UNTUK PENENTUAN ELEVASI DERMAGA (Studi Kasus: Rencana Pembangunan Pelabuhan Teluk Lamong) Oleh : Ida Ayu Rachmayanti, Yuwono, Danar Guruh
Lebih terperinciPerencanaan Layout dan Penampang Breakwater untuk Dermaga Curah Wonogiri
Perencanaan Layout dan Penampang Breakwater untuk Dermaga Curah Wonogiri Oleh Hendry Pembimbing : Dr. Paramashanti, ST.MT. Program Studi Sarjana Teknik Kelautan, FTSL, ITB Hendry_kl_itb@live.com Kata Kunci:
Lebih terperinci2. TINJAUAN PUSTAKA. Letak geografis Perairan Teluk Bone berbatasan dengan Provinsi Sulawesi
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Oseanografi Perairan Teluk Bone Letak geografis Perairan Teluk Bone berbatasan dengan Provinsi Sulawesi Selatan di sebelah Barat dan Utara, Provinsi Sulawesi Tenggara di
Lebih terperinciLAPORAN TUGAS AKHIR (KL-40Z0) Perancangan Dermaga dan Trestle Tipe Deck On Pile di Pelabuhan Garongkong, Propinsi Sulawesi Selatan. Bab 1.
LAPORAN TUGAS AKHIR (KL-40Z0) Perancangan Dermaga dan Trestle Tipe Deck On Pile di Pelabuhan Garongkong, Propinsi Sulawesi Selatan Bab 1 Pendahuluan Bab 1 Pendahuluan Perancangan Dermaga dan Trestle Tipe
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN ANALISIS. yang digunakan dalam perencanaan akan dijabarkan di bawah ini :
BAB IV HASIL DAN ANALISIS 4.1 Data Perencanaan Dalam perencanaan diperlukan asumsi asumsi yang didapat dari referensi data maupun nilai empiris. Nilai-nilai ini yang nantinya akan sangat menentukan hasil
Lebih terperinciJurnal Geodesi Undip Oktober 2013
APLIKASI ECHOSOUNDER HI-TARGET HD 370 UNTUK PEMERUMAN DI PERAIRAN DANGKAL (STUDI KASUS : PERAIRAN SEMARANG) Muhammad Al Kautsar 1), Bandi Sasmito, S.T., M.T. 2), Ir. Hani ah 3) 1) Program Studi Teknik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. bentuk spasial yang diwujudkan dalam simbol-simbol berupa titik, garis, area, dan
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Gambar situasi adalah gambaran wilayah atau lokasi suatu kegiatan dalam bentuk spasial yang diwujudkan dalam simbol-simbol berupa titik, garis, area, dan atribut (Basuki,
Lebih terperinciAnalisis Penentuan Debit dan Muka Air Rencana Bagi Perencanaan Dermaga dan Alur Pelayaran Batubara di Sungai Eilanden, Papua
Reka Racana @ Jurusan Teknik Sipil Vol. 2 No. 3 Jurnal Online Institut Teknologi Nasional September 2016 Analisis Penentuan Debit dan Muka Air Rencana Bagi Perencanaan Dermaga dan Alur Pelayaran Batubara
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penutupan Lahan Tahun 2003 2008 4.1.1 Klasifikasi Penutupan Lahan Klasifikasi penutupan lahan yang dilakukan pada penelitian ini dimaksudkan untuk membedakan penutupan/penggunaan
Lebih terperinciSimulasi Pemodelan Arus Pasang Surut di Luar Kolam Pelabuhan Tanjung Priok Menggunakan Perangkat Lunak SMS 8.1
79 Indriani et. al./ Maspari Journal 01 (2010) 79-83 Maspari Journal 01 (2010) 79-83 http://masparijournal.blogspot.com Simulasi Pemodelan Arus Pasang Surut di Luar Kolam Pelabuhan Tanjung Priok Menggunakan
Lebih terperinciLaut dalam dengan kedalaman -20 m memanjang hingga 10 km ke arah timur laut
28 46 ' 60" 12 14 ' 30" 001 7 9 2' 20" 00 8 0 02 0 07 0 03 006 R O A D - 4 BEA & CUKAI KPLP PENGERUKAN 101 INTERLAND 102 El.+4.234 J A L A N A N G G A D A I 103 J A L A N D O S O M U K O J A L A N S U
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang langsung bertemu dengan laut, sedangkan estuari adalah bagian dari sungai
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Muara Sungai Muara sungai adalah bagian hilir dari sungai yang berhubungan dengan laut. Permasalahan di muara sungai dapat ditinjau dibagian mulut sungai (river mouth) dan estuari.
Lebih terperinciBAB II DASAR TEORI. 2.1 Geodesi dan Keterkaitannya dengan Geospasial
BAB II DASAR TEORI 2.1 Geodesi dan Keterkaitannya dengan Geospasial Dalam konteks aktivitas, ruang lingkup pekerjaan ilmu geodesi umumnya mencakup tahapan pengumpulan data, pengolahan dan manipulasi data,
Lebih terperinciII TINJAUAN PUSTAKA Pas Pa ang Surut Teor 1 Te Pembentukan Pasut a. Teor i Kesetimbangan
4 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pasang Surut Pasang surut selanjutnya disebut pasut adalah fenomena naik dan turunnya permukaan air laut secara periodik yang disebabkan oleh pengaruh gravitasi benda benda langit
Lebih terperinciKERANGKA ACUAN KERJA (KAK) STUDI KELAYAKAN PEMBANGUNAN BREAKWATER DI PELABUHAN BANTAENG
KERANGKA ACUAN KERJA (KAK) STUDI KELAYAKAN PEMBANGUNAN BREAKWATER DI PELABUHAN BANTAENG I. LATAR BELAKANG II. MAKSUD DAN TUJUAN Maksud dari pengadaan jasa ini adalah mendapatkan hasil Studi untuk perencanaan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Kondisi Fisik Daerah Penelitian II.1.1 Kondisi Geografi Gambar 2.1. Daerah Penelitian Kabupaten Indramayu secara geografis berada pada 107 52-108 36 BT dan 6 15-6 40 LS. Berdasarkan
Lebih terperinciPendangkalan Alur Pelayaran di Pelabuhan Pulau Baai Bengkulu
Pendangkalan Alur Pelayaran di Pelabuhan Pulau Baai Bengkulu L. Arifin, J.P. Hutagaol dan M.Hanafi Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan Jl. Dr. Junjunan 236 Bandung 40174 Abstract Shoaling
Lebih terperinciPELABUHAN CPO DI LUBUK GAUNG
PERENCANAAN LAYOUT PELABUHAN CPO DI LUBUK GAUNG Jeffisa Delaosia Kosasih 1 dan Dr. Nita Yuanita, ST.MT 2 Program Studi Sarjana Teknik Kelautan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung,
Lebih terperinciBAB II DASAR TEORI. Berikut beberapa pengertian dan hal-hal yang berkaitan dengan pasut laut [Djunarsjah, 2005]:
BAB II DASAR TEORI 2.1 Pasang Surut Laut Pasut laut adalah perubahan gerak relatif dari materi suatu planet, bintang dan benda angkasa lainnya yang diakibatkan aksi gravitasi benda-benda angkasa dan luar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Waduk Sermo merupakan struktur bangunan berisi air yang berada di permukaan tanah yang berlokasi di Dusun Sermo, Desa Hargowilis, Kecamatan Kokap, Kabupaten Kulon
Lebih terperinciProsiding PIT VII ISOI 2010 ISBN : Halaman POLA SPASIAL KEDALAMAN PERAIRAN DI TELUK BUNGUS, KOTA PADANG
POLA SPASIAL KEDALAMAN PERAIRAN DI TELUK BUNGUS, KOTA PADANG (SPATIAL PATTERN OF BATHYMETRY IN BUNGUS BAY, PADANG CITY) Oleh YULIUS, H. PRIHATNO DAN I. R. SUHELMI Pusat Riset Wilayah Laut dan Sumberdaya
Lebih terperinciURGENSI PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS LAUT DALAM MENGHADAPI OTONOMI DAERAH DAN GLOBALISASI. Oleh: Nanin Trianawati Sugito*)
URGENSI PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS LAUT DALAM MENGHADAPI OTONOMI DAERAH DAN GLOBALISASI Oleh: Nanin Trianawati Sugito*) Abstrak Daerah (propinsi, kabupaten, dan kota) mempunyai wewenang yang relatif
Lebih terperinciIII METODE PENELITIAN
25 III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan meliputi seluruh Perairan (Gambar 3.1). Pelaksanaan penelitian dimulai bulan Januari hingga Mei 2011. Pengambilan data
Lebih terperinci