PEWARISAN KARAKTER KETAHANAN TANAMAN CABAI TERHADAP INFEKSI CHILLI VEINAL MOTTLE VIRUS ZAHRATUL MILLAH

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PEWARISAN KARAKTER KETAHANAN TANAMAN CABAI TERHADAP INFEKSI CHILLI VEINAL MOTTLE VIRUS ZAHRATUL MILLAH"

Transkripsi

1 PEWARISAN KARAKTER KETAHANAN TANAMAN CABAI TERHADAP INFEKSI CHILLI VEINAL MOTTLE VIRUS ZAHRATUL MILLAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007

2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Pewarisan Karakter Ketahanan Tanaman Cabai terhadap Infeksi Chilli Veinal Mottle Virus adalah benar hasil karya saya sendiri dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Desember 2007 Zahratul Millah NIM A

3 ABSTRACT ZAHRATUL MILLAH. Inheritance Study of Resistance to Chilli Veinal Mottle Virus on chillipepper. Supervised by SRIANI SUJIPRIHATI and SRI HENDRASTUTI HIDAYAT One of the major problem in chillipepper production was virus infection, with Chilli Veinal Mottle Virus (ChiVMV) as one of the most important viruses in Asia. Strategy to manage virus infection is not easy. The use of resistant varieties was considered as the best strategy to control viral disease. Important steps in plant breeding for development of resistance varieties involved obtaining of resistance source and understanding genetic control of the trait. The research was conducted in three stages: 1) Resistance evaluation of chillipepper to ChiVMV infection (2) development of genetic material for the inheritance study and (3) inheritance study and estimation the genetic control of chillipepper resistance to ChiVMV infection. Evaluation for resistance was undergone to find resistant and susceptible parents for further inheritance study. This evaluation involve 14 genotypes from the collection of Genetic and Plant Breeding laboratory, Department of Agronomy and Horticultura. ChiVMV isolat Cikabayan was used for the source of inoculum. From this evaluation three genotypes were identified as resistant parents i.e. PBC495, VC211a and CCA321, and only one genotype was identified as susceptible parent. Basic population for genetic materials in inheritance study was developed. This population consisted of: P 1 (resistant parent), P 2 (susceptible parent), F 1 (filial of cross between resistant and susceptible parent), F 1R (filial of reciprocal cross), BC 1 P 1 (filial of backcross with resistant parent), BC 1 P 2 (filial of backcross with susceptible parent) and F2 (second filial of the cross) populations. Following the 1 st and 2 nd experiments above, inheritance study for chillipepper resistance to ChiVMV infection was conducted. On this study, 6 generations population from the cross between PBC495 and ICPN12#4 was used. Disease incidence (DI) and score of absorbance value at λ 405 nm were used as variables for resistance response. Based on the experiment, it was concluded that there was no maternal effect on the inheritance of chillipepper resistance trait to ChiVMV infection. Resistance to ChiVMV infection was controlled by a pair of dominant major gene with full dominant gene action. Biometrical analysis to viral titer showed that resistance to ChiVMV infection was also controlled by at least a group of minor gene with gene action type followed the m[d][h][i] genetic model. Heritability values of the trait were medium to high. Key words : chillipepper, inheritance, resistance, chilli veinal mottle virus.

4 ABSTRAK ZAHRATUL MILLAH. Pewarisan Karakter Ketahanan Tanaman Cabai terhadap Infeksi Chilli Veinal Mottle Virus. Dibimbing oleh SRIANI SUJIPRIHATI dan SRI HENDRASTUTI HIDAYAT Chilli Veinal Mottle Virus (ChiVMV) merupakan salah satu kendala utama dalam produksi cabai. Pengendalian secara konvensional terhadap ChiVMV seringkali tidak efisien. Metode pengendalian yang paling praktis dan dapat diharapkan keberhasilannya adalah dengan menggunakan kultivar tahan. Tahapan yang penting dalam program pemuliaan tanaman untuk menghasilkan varietas yang tahan terhadap penyakit adalah mendapatkan sumber ketahanan dan mengetahui kendali genetik dari karakter ketahanan tersebut. Penelitian terdiri atas 3 tahapan, yaitu: (1) Evaluasi respons ketahanan tanaman terhadap infeksi ChiVMV (2) pembentukan materi kegenetikaan, (3) studi pola pewarisan dan pendugaan komponen genetik ketahanan cabai terhadap infeksi ChiVMV. Penelitian tahap pertama bertujuan mendapatkan tetua tahan dan tetua rentan untuk studi pola pewarisan. Pada percobaan ini telah dievaluasi 14 genotipe cabai, koleksi bagian Genetika dan Pemuliaan Tanaman IPB, dengan ChiVMV isolat Cikabayan. Berdasarkan respon dari dua kali evaluasi pada genotipe terpilih didapatkan tetua tahan yaitu genotipe PBC495, VC211a dan CCA321 serta tetua rentan yaitu ICPN12#4. Kegiatan penelitian tahap kedua bertujuan untuk pembentukan populasi dasar sebagai bahan untuk studi pola pewarisan, yaitu populasi P1 (tetua tahan), P2 (tetua rentan), F1 (hasil persilangan antara tetua tahan dan tetua rentan), F 1R (hasil persilangan resiprok), BC 1 P 1 (silang balik dengan tetua tahan), BC 1 P 2 (silang balik dengan tetua rentan) dan F 2 (keturunan kedua hasil persilangan). Tahapan ketiga penelitian bertujuan untuk mempelajari pola pewarisan karakter ketahanan cabai terhadap infeksi ChiVMV. Pada tahapan ini digunakan populasi enam generasi hasil persilangan PBC495 dengan ICPN12#4, dengan peubah ketahanan indeks gejala dan nilai absorban. Berdasarkan hasil percobaan diketahui bahwa tidak terdapat efek maternal dalam pewarisan karakter ketahanan tanaman cabai terhadap infeksi ChiVMV. Ketahanan terhadap ChiVMV dikendalikan oleh sepasang gen mayor dominan dengan aksi gen dominan sempurna. Analisis biometrik terhadap peubah titer virus menunjukkan ketahanan terhadap ChiVMV juga dikendalikan oleh paling sedikit satu kelompok gen minor dengan tipe aksi gen mengikuti model genetik m[d][h][i]. Nilai duga heritabilitas karakter ketahanan tanaman cabai terhadap infeksi ChiVMV tergolong kategori sedang sampai tinggi Kata kunci : cabai, pewarisan, ketahanan, chilli veinal mottle virus.

5 Hak Cipta Milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2007 Hak cipta dilindungi Undang-undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa menyebutkan sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

6 PEWARISAN KARAKTER KETAHANAN TANAMAN CABAI TERHADAP INFEKSI CHILLI VEINAL MOTTLE VIRUS ZAHRATUL MILLAH Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Departemen Agronomi dan Hortikultura SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007

7 Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. M. Syukur SP.

8

9 PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunianya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis yang berjudul Pewarisan Karakter Ketahanan Cabai terhadap Infeksi Chilli Veinal Mottle Virus. Ucapan terima kasih dan penghargaan penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Sriani Sujiprihati, MS selaku ketua komisi pembimbing, dan Dr. Ir. Sri Hendrastuti Hidayat, MSc selaku anggota komisi pembimbing yang telah dengan sabar memberikan arahan, kritik, saran dan dukungan moril hingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan tesis ini. Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada Rektor, Dekan dan Ketua Jurusan Agronomi Fakultas Pertanian Universitas Sultan Ageng Tirtayasa yang telah memberikan izin untuk melanjutkan program master, Departemen Pendidikan Nasional yang telah memberikan dukungan dana melalui BPPS Dikti, Dr. Ir. Sri Hendrastuti Hidayat selaku ketua Tim Program Kerjasama Faperta IPB- AVRDC atas dukungan dana penelitiannya serta selaku Kepala Laboratorium Virologi Dept. Proteksi Tanaman IPB atas fasilitas penelitian yang diberikan, Kepala Bagian Genetika dan Pemuliaan Tanaman Dept. AGH IPB atas bantuan bahan genetik dan fasilitas di Labdik. Pemuliaan Tanaman, dan kepada Pemprov Banten atas bantuan dana melalui program bantuan biaya penelitian Dispenda Prov. Banten. Ucapan terima kasih penulis sampaikan pula kepada asisten laboratorium, asisten kebun, rekan-rekan penulis dan adik-adik mahasiswa baik di Laboratorium Virologi Tumbuhan maupun di Labdik. Pemuliaan Tanaman yang telah berbagi ilmu, materi penelitian, pengalaman dan bantuan selama penulis melaksanakan penelitian dan menyusun tesis ini. Kepada kedua orang tua, kakanda dan adik-adik tercinta, serta kepada ayah dan ibu mertua beserta segenap keluarga besar atas segala doa, dorongan semangat dan kasih sayangnya penulis haturkan ucapan terimakasih. Untuk anak-anak tersayang, Arifa Khairunnisa dan Batrisyia Khairunnisa, bunda mohon maaf atas waktu dan perhatian bunda untuk kalian yang banyak tersita demi menyelesaikan studi bunda. Kepada suami tersayang, Ir. Khairul M. Lubis MM., adek ucapkan terima kasih yang tak terhingga atas segala doa, kasih sayang, dukungan baik moril maupun materiil serta segenap pengorbanan yang diberikan selama ini. Terakhir penulis sampaikan ucapan terima kasih kepada teman-teman di komplek IPB II, atas jalinan persaudaraan yang diberikan, semoga jalinan ini tak akan lekang oleh jarak dan waktu, serta kepada pihak-pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, yang telah memberikan doa, bantuan, dorongan, kritik dan sarannya selama penulis kuliah dan menyelesaikan penelitian. Akhir kata penulis berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaaat dan memberikan tambahan informasi, khususnya dalam usaha pemuliaan tanaman cabai. Bogor, Desember 2007 Penulis

10 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 19 Desember 1977 sebagai anak kedua dari lima bersaudara dari ayah H. Zahruddin Zen BA dan ibu Hj. Ifah Hanifah BA. Penulis menikah dengan Ir. Khairul M Lubis, MM. pada tanggal 18 Januari 2004 dan telah dikaruniai dua orang putri, Arifa Khairunnisa dan Batrisyia Khairunnisa. Pendidikan dasar dan menengah diselesaikan penulis di Jakarta pada tahun Kemudian pada tahun yang sama penulis diterima di program studi Pemuliaan Tanaman Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran melalui jalur SPMB dan lulus pada tahun Pada tahun 2003 penulis diterima di Program Studi Agronomi Sekolah Pascasarjana IPB. Selama mengikuti pendidikan program magister penulis berkesempatan menjadi dosen luar biasa pada Program Studi Agronomi Fakultas Pertanian Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Banten. Terhitung mulai Desember 2003 penulis diterima sebagai staf pengajar tetap pada instansi yang sama.

11 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL. xi DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... xii xiii PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang.. 1 Tujuan Penelitian Hipotesis... 4 Manfaat Penelitian. 4 TINJAUAN PUSTAKA.. 6 Syarat Tumbuh Tanaman Cabai... 6 Biologi Tanaman Cabai... 7 Hama dan Penyakit Tanaman Cabai... 8 Virus Sebagai Patogen Tanaman... 9 Chilli Veinal Mottle Potyvirus (ChiVMV) Pemuliaan untuk Ketahanan Tanaman terhadap Virus.. 11 BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian Pelaksanaan Percobaan Analisis Data. 31 HASIL DAN PEMBAHASAN.. 39 Respon Ketahanan Beberapa Genotipe Cabai koleksi terhadap infeksi ChiVMV Pembentukan Materi Kegenetikaan Pola Pewarisan Karakter Ketahanan terhadap ChiVMV SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 58

12 DAFTAR TABEL Halaman 1. Interaksi antara gen tanaman inang dan gen virus Penentuan indeks gejala pada tanaman cabai yang terinfeksi ChiVMV Penentuan peringkat ketahanan tanaman cabai terhadap ChiVMV Penentuan skor titer virus berdasarkan nisbah nilai absorban dari sampel tanaman cabai yang diinokulasi oleh ChiVMV Klasifikasi derajat dominansi berdasarkan nilai potensi rasio (hp) Koefisien komponen genetik dalam Joint Scaling Test Hasil evaluasi respon ketahanan cabai terhadap infeksi ChiVMV tahap I Hasil evaluasi respon ketahanan cabai terhadap infeksi ChiVMV tahap II Koefisien korelasi antara peubah kejadian penyakit, intensitas gejala dan titer virus Nilai rata-rata, galat baku, hasil uji beda nilai tengah (Uji T) dan hasil uji kehomogenan ragam (Uji F) dari peubah indeks gejala dan peubah titer virus populasi F 1 dan F 1 resiprok Nilai rata-rata dan galat baku peubah indeks gejala dan titer virus dari populasi P 1, P 2 dan F 1, serta nilai potensi rasio dari kedua peubah Hasil uji kesesuaian sebaran frekuensi ketahanan terhadap ChiVMV berdasarkan indeks gejala pada populasi F 2 dan BC 1 P 2 dengan hipotesis histogram berpuncak dua terhadap beberapa model nisbah Mendel Hasil uji kesesuaian sebaran frekuensi ketahanan terhadap ChiVMV berdasarkan skor titer virus pada populasi F 2 dengan hipotesis histogram berpuncak dua terhadap beberapa model nisbah Mendel Uji skala individu dan skala gabungan kesesuaian model aditif dominan untuk peubah titer virus xi

13 DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Bagan Alir Penelitian Pewarisan Karakter Ketahanan Tanaman Cabai terhadap Infeksi Chilli Veinal Mottle Virus Teknik Persilangan Buatan pada Cabai Teknik inokulasi virus secara mekanik Tipe Gejala Infeksi ChiVMV Skema posisi relatif nilai rata-rata F 1 terhadap nilai rata-rata tetua tahan (P 1 ) dan tetua rentan (P 2 ) serta nilai tengah kedua tetua (MP) Histogram sebaran frekuensi tanaman berdasarkan indeks gejala pada populasi P 1, P 2, F 1, BC 1 P 1, BC 1 P 2 dan F Sebaran frekuensi tanaman berdasarkan titer virus pada populasi P 1, P 2, F 1, BC 1 P 1, BC1P 2 dan F Sebaran frekuensi tanaman berdasarkan titer virus pada populasi F xii

14 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Daftar galur cabai merah yang digunakan Penampilan buah dari delapan genotipe cabai yang dievaluasi pada tahap II Genotipe cabai yang tahan terhadap ChiVMV berdasarkan hasil evaluasi respon ketahanan: A. PBC495; B. VC211a ; C. CCA Genotipe ICPN12#4 yang rentan terhadap ChiVMV berdasarkan hasil evaluasi respon ketahanan Buah dari masing-masing generasi keturunan persilangan genotype PBC495 dengan ICPN12# Uji normalitas sebaran frekuensi populasi F 2 untuk peubah titer virus xiii

15 PENDAHULUAN Latar Belakang Cabai (Capsicum annuum L.) adalah salah satu tanaman ekonomis penting di dunia dan telah dibudidayakan secara meluas (Rubatzky dan Yamaguchi 1997). Kegunaannya yang beragam menjadikan cabai sebagai salah satu komoditas andalan yang bernilai ekonomis tinggi. Selain dimanfaatkan sebagai bumbu masak pada skala rumah tangga, cabai juga digunakan sebagai bahan campuran dalam berbagai industri pengolahan makanan dan minuman, serta untuk pembuatan obat-obatan dan kosmetik (Duriat 1996 a ; Suwandi et al. 2002). Kandungan vitamin A dan C pada buah cabai yang cukup tinggi merupakan nilai tambah dari komoditas ini (Kalloo 1988; Rubatzky dan Yamaguchi 1997; Kusandriani 1996). Rata-rata setiap 100 g buah cabai mengandung 58 kilo kalori, 2.8 g protein, 2.3 g lemak dan 6.6 g karbohidrat, 3 mg kalsium, 18 mg fosfor, 1.3 mg zat besi, IU vitamin A dan 16 mg vitamin C (Thai Horticulture 2006). Sejalan dengan kebutuhan manusia dan teknologi yang semakin berkembang, permintaan akan ketersediaan cabai semakin meningkat. Sayangnya peningkatan ini belum diikuti oleh produktivitas nasional cabai yang masih tergolong rendah. Produktivitas nasional cabai pada tahun 2004 hanya sebesar 6.49 ton/ha dan bahkan mengalami penurunan menjadi 6.39 ton/ha pada tahun 2005 (Deptan 2006). Nilai ini masih sangat kecil dibandingkan dengan potensi produksi nasional yang dapat mencapai 18 ton/ha (Kusandriani 1996). Salah satu kendala utama dalam produksi cabai adalah penyakit yang disebabkan oleh virus. Diketahui terdapat sekitar 45 jenis virus yang dapat menyerang tanaman cabai (Duriat 1996 b ). Salah satu virus yang cukup penting secara ekonomi, yang mengganggu budidaya tanaman cabai adalah chilli veinal mottle virus (ChiVMV). ChiVMV merupakan satu dari lima virus yang paling sering menyerang cabai di Asia (Yoon 1987, diacu dalam Duriat et al b ). Laporan tahunan AVRDC (2003) menyatakan bahwa ChiVMV adalah virus paling penting yang menyerang cabai di Asia subtropis dan tropis, dimana virus ini terdapat di 10 dari 11 negara yang disurvei.

16 2 Di Indonesia, keberadaan ChiVMV telah dilaporkan oleh Duriat et al. pada tahun 1989 (Sulyo et al. 1995). Berdasarkan hasil survei lapangan yang dilakukan Taufik et al. (2005) pada 11 lokasi survei yang menyebar di Jawa dan Sulawesi Selatan dibuktikan bahwa penyebaran ChiVMV di Indonesia cukup luas. Virus ini selalu ditemukan pada setiap pertanaman cabai yang diamati. Infeksi ChiVMV pada fase pertumbuhan awal mengurangi ukuran daun yang diikuti dengan distorsi, serta produksi buahnya lebih sedikit dan lebih kecil (Shah dan Khalid 2001). Selain itu, akibat infeksi virus ini telah dilaporkan dapat menyebabkan kehilangan hasil hingga 100% (AVRDC 2003). Ong et al. (1980), diacu dalam Ang (1995) melaporkan bahwa ChiVMV tidak hanya mengurangi keseluruhan hasil, tetapi juga kualitas dari buah cabai. ChiVMV dapat menimbulkan gejala yang bervariasi pada daun tanaman cabai yang terinfeksi. Gejala pada daun cabai dapat berupa bercak berwarna hijau tua yang tidak beraturan (belang) dan penebalan tulang daun, permukaan daun tidak rata, daun menjadi lebih kecil dan kadang diikuti dengan malformasi daun serta tanaman menjadi kerdil (Siriwong et al. 1995). Keparahan penyakit pada tanaman tergantung pada kultivar dan waktu infeksi (Chiemsombat dan Kittipakorn 1996; CABI 2000). Penyakit yang disebabkan oleh virus pada umumnya sulit dikendalikan. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya : (1) tanaman yang terinfeksi tidak dapat disembuhkan dan dapat menjadi sumber inokulum untuk tanaman disekitarnya; (2) kebanyakan penularan virus di alam terjadi melalui kutu daun dan bersifat non persisten (Palukaitis et al. 1992); (3) virus umumnya memiliki kisaran inang yang luas (Matthews 1991) sehingga target pengendalian menjadi lebih sulit karena penyebaran virus ke seluruh areal pertanaman dapat berlangsung dalam waktu singkat; dan (4) virus umumnya memiliki keragaman genetik yang tinggi yang ditunjukkan oleh banyaknya strain virus tersebut yang dapat menimbulkan gejala atau keparahan penyakit yang berbeda-beda (Palukaitis et al. 1992). Pengendalian secara konvensional terhadap ChiVMV seringkali tidak efisien, karena penyebarannya yang sangat cepat secara non-persisten melalui kutu daun. Metode pengendalian yang paling praktis dan dapat diharapkan

17 3 keberhasilannya adalah dengan menggunakan kultivar tahan (Green dan Kim 1994). Strategi pengendalian penyakit menggunakan kultivar tahan cukup menjanjikan karena murah, aman dan tidak mencemari lingkungan, tidak memerlukan keterampilan khusus bagi petani dan dapat mengendalikan virus kapanpun (Fraser 1992; Duriat 1996 b ). Diantara tujuan pemuliaan tanaman cabai di Indonesia adalah perbaikan daya ketahanan cabai terhadap penyakit. Evaluasi ketahanan beberapa kultivar cabai terhadap ChiVMV telah beberapa kali dilakukan, namun informasi tentang pewarisan karakter ketahanan terhadap ChiVMV pada cabai masih sangat sedikit. Chew dan Ong (1990), diacu dalam Shah dan Khalid (2001) melaporkan bahwa sepasang gen resesif memberikan ketahanan kepada genotipe-genotipe terhadap infeksi ChiVMV. Menurut Chew (1993), diacu dalam Green dan Kim (1994) ketahanan terhadap ChiVMV dikendalikan oleh sepasang gen resesif (kemungkinan sejumlah gen resisten independen terlibat). Sementara Caranta dan Palloix (1995) melaporkan bahwa ketahanan terhadap ChiVMV berdasarkan pengujian terhadap keturunan F1 double haploid hasil persilangan cabai perennial India dengan Yolo wonder dikendalikan oleh dua gen independen, dengan efek dominan yang jelas. Informasi tentang pewarisan suatu karakter yang meliputi ada tidaknya efek maternal, jumlah gen pengendali, aksi gen dan heritabilitas adalah sangat penting dalam menentukan strategi pemuliaan tanaman selanjutnya agar perbaikan karakter tersebut menjadi lebih efektif. Dengan mengetahui pola pewarisan suatu karakter pada tanaman akan memungkinkan bagi kita untuk mengendalikan pewarisan tanaman dan membentuk tipe baru (Hermiati 2000). Pada tanaman cabai, ketahanan terhadap ChiVMV dilaporkan telah ditemukan pada galur tertentu spesies C. annuum, C. frustecens dan C. chinensis (Green dan Kim 1994). Berdasarkan berbagai penelitian diketahui bahwa tingkat ketahanan terhadap ChiVMV antar genotipe cabai tidak sama. Hal ini menunjukkan adanya variabilitas genetik ketahanan terhadap ChiVMV pada cabai.

18 4 Melalui pesilangan antara genotipe cabai yang berbeda karakter ketahanannya diharapkan mampu memperlihatkan model pewarisannya berdasarkan sebaran fenotipe pada keturunan F 2 -nya. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk 1. Mengevaluasi respon ketahanan beberapa genotipe cabai terhadap infeksi ChiVMV 2. Mengetahui ada tidaknya efek maternal dalam pewarisan karakter ketahanan terhadap ChiVMV 3. Menduga jumlah dan aksi gen yang mengendalikan karakter ketahanan terhadap ChiVMV 4. Menduga nilai heritabilitas dari karakter ketahanan terhadap ChiVMV Hipotesis 1. Terdapat respon ketahanan yang berbeda dari genotipe cabai terhadap infeksi ChiVMV 2. Tidak terdapat efek maternal pada pewarisan karakter ketahanan terhadap ChiVMV 3. Pewarisan karakter ketahanan terhadap ChiVMV pada tanaman cabai dikendalikan oleh sedikit gen dengan aksi gen sederhana (simple genic) 4. Nilai duga heritabilitas karakter ketahanan terhadap ChiVMV ini adalah tinggi. Manfaat Penelitian Penelitian yang dilakukan diharapkan dapat memberikan informasi mengenai: 1. Derajat ketahanan beberapa genotipe cabai koleksi yang diuji terhadap infeksi ChiVMV. 2. Peubah yang efektif untuk seleksi ketahanan tanaman cabai terhadap infeksi ChiVMV 3. Kendali genetik pewarisan karakter ketahanan tanaman cabai terhadap infeksi ChiVMV

19 5 Informasi tersebut diharapkan dapat menjadi bahan masukan dalam menentukan strategi pemuliaan yang efektif dan efisien untuk menghasilkan kultivar cabai yang tahan terhadap ChiVMV.

20 TINJAUAN PUSTAKA Syarat Tumbuh Tanaman Cabai Tanaman cabai dapat ditanam mulai dari ketinggian permukaan laut hingga m. Tanaman ini memerlukan cuaca yang panas untuk pertumbuhannya. Suhu siang yang ideal untuk pertumbuhan tanaman cabai rata-rata adalah 20 o C hingga 25 o C. Pertumbuhan tanaman meningkat ketika suhu malam tidak melebihi 20 o C. Bunga tidak terbuahi pada suhu udara di bawah 16 C atau di atas 32 C karena produksi tepung sari yang tidak baik. Pembungaan dan pembuahan akan optimum pada suhu antara 20 o C dan 25 o C (Rubatzky dan Yamaguchi 1997). Cabai tidak menghendaki curah hujan yang tinggi atau iklim yang basah, karena pada keadaan tersebut tanaman akan mudah terserang penyakit, terutama yang disebabkan oleh cendawan. Curah hujan yang baik untuk pertumbuhan tanaman cabai adalah sekitar mm per tahun (Sumarni 1996). Tanaman cabai dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah, asal drainase dan aerasi tanah cukup baik. Bila diharapkan panen yang lebih cepat, cabai sebaiknya ditanam pada tanah lempung berpasir. Bila diharapkan panen lebih lambat cabai lebih cocok ditanam pada tanah yang lebih berat atau tanah liat. Tanah juga harus mengandung cukup bahan organik, unsur hara, dan air, serta bebas dari gulma, nematoda dan bakteri layu. Tingkat kemasaman (ph) tanah: 5.5-6,8 merupakan keadaan yang baik untuk tanaman cabai (Knott dan Deanon 1970; Knott 1962, diacu dalam Sumarni 1996). Keadaan ph tanah sangat penting karena erat kaitannya dengan ketersediaan unsur hara dalam tanah. Apabila ditanam pada tanah yang mempunyai ph lebih dari 7, tanaman cabai akan menunjukkan gejala klorosis, yakni tanaman kerdil dan daun menguning yang disebabkan oleh kekurangan unsur hara besi (Fe). Sebaliknya, pada tanah yang ber-ph kurang dari 5, tanaman cabai juga akan tumbuh kerdil, karena kekurangan unsur hara kalsium (Ca) dan magnesium (Mg) atau keracunan alumunium (Al) dan mangan (Mn) (Knott 1962, diacu dalam Sumarni 1996). Tanah yang paling ideal untuk tanaman cabai adalah yang mengandung bahan organik sekurang-kurangnya 1.5% dan mempunyai ph Suhu tanah juga merupakan faktor penting karena sangat erat hubungannya dengan penyerapan unsur hara oleh tanaman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

21 7 peningkatan suhu tanah dari 13.3 o C menjadi 14.4 C dapat meningkatkan produksi buah cabai (Knott dan Deanon 1970, diacu dalam Sumarni, 1996). Biologi Tanaman Cabai Cabai termasuk tanaman dikotil berbentuk semak, batangnya berkayu, tipe percabangannya tegak atau menyebar dengan karakter yang berbeda-beda tergantung spesiesnya. Struktur perakarannya diawali dari akar tunggang yang sangat kuat, yang bercabang-cabang ke samping dengan akar rambut. Pola pertumbuhannya vegetatif berupa percabangan-percabangan dikotomi dari batang utama dan tunas-tunas lateralnya. Daun cabai merupakan daun tunggal dengan helai daun berbentuk bulat telur lebar atau lanset. Daun berwarna hijau atau hijau tua, tumbuh pada tunas-tunas samping berurutan, pada batang utama dan tunggal tersusun secara spiral (Rubatzky dan Yamaguchi 1997). Bunga tanaman cabai umumnya bersifat tunggal dan tumbuh pada ujung ruas, serta merupakan bunga sempurna (hermaprodit). Mahkota bunga berwarna putih atau ungu tergantung kultivarnya, helaian mahkota bunga berjumlah lima atau enam helai. Diameter mahkota bunga antara 8 15 mm, tergantung pada spesiesnya. Pada dasar bunga terdapat daun buah berjumlah lima helai, kadangkadang bergerigi. Setiap bunga memiliki satu putik (stigma), dengan kepala putik berbentuk bulat. Terdapat lima sampai delapan helai benang sari dengan kepala sari berbentuk lonjong, berwarna biru keunguan (Greenleaf 1986; Kusandriani 1996). Pada saat bunga mekar, kotak sari masak dan dalam waktu relatif singkat tepung sari keluar mencapai kepala putik dengan perantaraan serangga atau angin. Tepung sari berbentuk lonjong, terdiri dari tiga segmen, berwarna kuning mengkilat. Dalam satu kotak sari berkembang sekitar sampai butir tepung sari. Tepung sari umumnya mempunyai ukuran hampir sama antar kultivar (Kusandriani 1996). Ukuran buah cabai beragam dari pendek sampai panjang, sedangkan ujungnya runcing atau tumpul. Bentuk buah umumnya memanjang. Kedudukan buah adalah buah tunggal pada masing-masing ruas (ketiak daun) atau kadangkadang fasciculate. Permukaan kulit dan warna buah bervariasi dari halus sampai bergelombang, warna mengkilat sampai kusam, hijau, kuning, coklat atau kadang-

22 8 kadang ungu pada waktu muda dan menjadi merah waktu matang (Greenleaf 1986; Kusandriani 1996). Buah cabai berongga dengan jumlah rongga bergantung pada kultivarnya. Di dalam rongga buah terdapat plasenta tempat melekatnya biji. Ukuran rongga buah berbeda-beda tergantung ukuran buah. Daging buah renyah, tetapi kadang-kadang lunak tergantung pada kultivarnya. Buah mengandung banyak biji yang terletak di dalam buah, melekat pada plasenta. Umumnya biji cabai berwarna putih kekuningan berbentuk ginjal dan keras, kecuali biji C. pubescens yang berwarna hitam (Kusandriani 1996). Cabai termasuk tanaman yang menyerbuk sendiri, meskipun demikian penyerbukan silang dapat terjadi di lapangan, terutama oleh serangga dan angin. Di antara kultivar-kultivar cabai terdapat perbedaan dalam hal letak kepala putik terhadap kotak sari yang disebut heterostyly. Persilangan sering terjadi pada bunga yang memiliki tangkai putik (stylus) yang panjang dan kepala putik (stigma) yang lebih tinggi daripada kotak sari. Penyerbukan sendiri terjadi pada bunga yang memiliki tangkai putik yang pendek, sehingga letak kepala putik lebih rendah daripada kotak sari (Greenleaf 1986; Kusandriani 1996). Protogyny, yaitu fase dimana putik mencapai masa siap dibuahi (receptive) sebelum tepung sari (pollen) masak, terjadi pada beberapa spesies cabai. Hal ini penting dalam mencegah terjadinya penyerbukan silang untuk menjaga kemurnian varietas cabai (Kusandriani 1996). Kemampuan bersilang antar spesies (species crossability) bervariasi, walaupun semua populasi alami adalah diploid dengan jumlah kromosom 2n = 2x = 24. Namun demikian, pada persilangan antar spesies tertentu terdapat halangan (barrier) (Greenleaf 1986; Kusandriani 1996). Hama dan Penyakit Tanaman Cabai Hama dan penyakit adalah kendala biologis yang sering dihadapi dalam usahatani cabai. Hama yang paling sering merugikan meliputi trip (Thrips parvispinus Karny), tungau (Polyphagotarsonemus latus Banks.) dan kutu daun (Myzus parsicae Sulz. dan Aphis gossypii) (Rubatzky dan Yamaguchi 1997). Penyakit yang sangat merugikan dan merupakan kendala biologis terpenting adalah antraknosa yang disebabkan oleh cendawan Colletotrichum capsici dan C

23 9 gloeosporioides. Patogen ini mulai menyerang saat buah menjelang matang dan seringkali menjadi penyakit pascapanen (Black et al. 1991). Selain cendawan, patogen lain yang seringkali sangat merugikan usahatani cabai adalah virus (Black et al. 1991). Diketahui terdapat sekitar 45 jenis virus yang dapat menyerang tanaman cabai (Duriat 1996 b ). Berbeda dengan antraknosa yang serangan awalnya terjadi pada buah, virus terutama menyerang bagian vegetatif tanaman. Oleh karena itu serangan virus pada perkembangan awal tanaman dapat menyebabkan kerugian hingga 100% (Green dan Kim 1991). Virus sebagai Patogen Tanaman Virus adalah satu unit molekul asam nukleat yang biasanya terbungkus dalam protein atau lipoprotein pembungkus, berukuran sangat kecil, dapat berreplikasi hanya di dalam sel inang yang sesuai, dan berkemampuan menyebabkan penyakit (Matthews 1991). Dari 2000 virus yang telah diketahui, seperempatnya dapat menyerang dan menyebabkan penyakit pada tumbuhan. Virus menyebabkan penyakit tidak dengan cara mengkonsumsi sel atau membunuhnya dengan toksin, tetapi dengan menggunakan substansi sel inang, mengisi ruangan dalam sel dan mengganggu proses dan komponen seluler, yang selanjutnya mengacaukan metabolisme sel dan menyebabkan kondisi dan substansi sel abnormal yang mengganggu fungsi dan kehidupan sel atau organisme (Agrios 1997). Virus masuk ke dalam jaringan tumbuhan antara lain melalui luka yang dibuat secara mekanik atau oleh vektor atau masuk ke dalam ovule bersama tepung sari yang terinfeksi. Infektivitas virus sangat ditentukan oleh bagian asam nukleatnya, yang pada sebagian besar virus tumbuhan berupa RNA. Beberapa jenis virus tumbuhan membutuhkan enzim RNA transkriptase untuk memperbanyak diri dan menginfeksi. Kemampuan RNA virus memproduksi baik RNAnya sendiri maupun protein tertentu, menunjukkan bahwa RNA membawa faktor genetik tertentu (Matthews 1991; Bos 1994). lnfeksi tanaman oleh virus terjadi jika virus mampu memperbanyak diri di dalam sel awal yang terinfeksi dan mampu pindah dari sel yang satu ke sel yang lain sehingga menyebar secara sistemik di dalam jaringan tanaman (Mathews 1991). Perpindahan virus di dalam sel tanaman melalui plasmodesmata yang

24 10 merupakan penghubung antar sel. Perpindahan melalui plasmodesmata tersebut terjadi antara lain dengan bantuan movement proteins (MPs) yang berfungsi meningkatkan ukuran plasmodesmata dan mengikat RNA virus untuk melewati plasmodesmata. Adanya MPs tersebut menyebabkan virus dapat melewati plasmodesmata walaupun diameter virus lebih besar daripada diameter plasmodesmata. Sebagian besar virus dapat dengan cepat terangkut dalam jarak jauh melalui floem. Apabila virus telah masuk ke dalam floem, maka selanjutnya virus tersebut dengan cepat menuju titik tumbuh atau menuju daerah pemanfaatan bahan makanan seperti umbi dan rhizome (Agrios 1997; Mathews 1991). Chilli Veinal Mottle Virus (ChiVMV) Chilli veinal mottle virus (ChiVMV) adalah virus paling penting yang menyerang cabai di Asia subtropis dan tropis, dimana virus ini terdapat di 10 dari 11 negara yang disurvei (AVRDC 2002). Hasil survei lapangan yang dilakukan Taufik et al. (2005 a ) pada 11 lokasi yang menyebar di Jawa dan Sulawesi Selatan membuktikan bahwa penyebaran ChiVMV di Indonesia cukup luas. Virus ini selalu ditemukan pada setiap pertanaman cabai yang diamati. ChiVMV tergolong ke dalam genus Potyvirus, famili Potyviridae. Potyvirus merupakan kelompok terbesar diantara virus-virus yang menyerang tanaman (Agrios 1997). Partikel virus berbentuk filamen, tidak beramplop dan lentur. Panjang partikel 750 sampai 765 nm dan diameter 12 sampai 13 nm (Siriwong et al. 1995, diacu dalam CABI 2000). Genom ChiVMV merupakan utas tunggal RNA dan genom diekspresikan sebagai poliprotein, dengan berat molekul sekitar 9.7 kb (Hull 2002). ChiVMV membentuk badan inklusi yang berbentuk cakra (pinwheel) (Hull 2002; Samad 1986, diacu dalam Lee et al. 1994). ChiVMV dapat ditularkan secara mekanik, melalui penyambungan dan serangga vektor. Serangga yang menjadi vektor bagi ChiVMV adalah A. craccivora, A. gossypii, A. spiraecola, M. persicae, Toxoptera citricidus, Hysteroneura setariae, dan Rhopalosiphum maydis. ChiVMV bersifat non persisten dan tidak dapat ditularkan melalui benih (Ong et al. 1978, diacu dalam Ang 1995; Ong et al. 1979, diacu dalam Murayama et al. 1998). ChiVMV memiliki kisaran inang yang cukup luas, meliputi gulma dan tanaman dari famili Solanaceae, seperti C annuum, C. frutescens, C. chinensis, N.

25 11 tabaccum, N. glutinosa, N. megalosiphon, N. benthamiana, N. sylvestris, Physalis floridana, P. minima, Datura stramonium, D. metel, L. esculentum, Nicandra physalodes, Petunia hybrida, dan S. melongena (CABI 2000). Infeksi ChiVMV pada fase pertumbuhan awal mengurangi ukuran daun yang diikuti dengan distorsi, serta produksi buahnya lebih sedikit dan lebih kecil (Shah dan Khalid, 2001). Selain itu, akibat infeksi virus ini telah dilaporkan dapat menyebabkan kehilangan hasil lebih dari 50 % di Malaysia (Ong et al.1979, 1980, diacu dalam Shah dan Khalid 2001). AVRDC (2003) bahkan melaporkan bahwa kehilangan hasil akibat infeksi ChiVMV bisa mencapai 100%. Ong et al. (1980), diacu dalam Ang (1995) melaporkan bahwa ChiVMV tidak hanya mengurangi keseluruhan hasil, tetapi juga kualitas dari buah cabai. ChiVMV dapat menimbulkan gejala yang bervariasi pada daun tanaman cabai yang terinfeksi. Gejala pada daun cabai dapat berupa bercak berwarna hijau tua yang tidak beraturan (belang) dan penebalan tulang daun, permukaan daun tidak rata, daun menjadi lebih kecil dan kadang diikuti dengan malformasi daun serta tanaman menjadi kerdil (Siriwong et al 1995, diacu dalam Taufik et al b ). Keparahan penyakit pada tanaman tergantung pada kultivar dan waktu infeksi (Chiemsombat dan Kittipakorn 1996; CABI 2000). Pemuliaan untuk Ketahanan Tanaman terhadap Virus Secara umum ada tiga metode yang biasa digunakan untuk mengendalikan virus. Pertama, menghilangkan sumber inokulum di lapangan diantaranya dengan cara melakukan eradikasi tanaman yang telah terinfeksi virus, dan membersihkan gulma yang menjadi inang virus. Kedua, mencegah atau menghambat penyebaran virus dari satu pertanaman ke pertanaman lain. Karena virus sebagian besar ditularkan oleh serangga, maka pencegahan penyebaran virus dapat dilakukan dengan mengendalikan serangga vektor, baik secara kimiawi maupun biologis. Ketiga adalah dengan menggunakan kultivar tahan (Harrison 1987). Diantara berbagai metode pengendalian virus tersebut, penggunaan kultivar tahan adalah yang paling baik. Di samping memberikan kepastian pengendalian virus yang lebih baik, metode ini merupakan yang paling murah, aman, tidak mencemari lingkungan, tidak memerlukan ketrampilan khusus bagi petani dan dapat mengendalikan virus kapanpun mulai menyerang (Hooker 1983; Frasser

26 ). Namun demikian, oleh karena virus umumnya memiliki kisaran inang yang sangat luas, penggunaan kultivar tahan harus dibarengi dengan metode pengendalian lain, seperti pembersihan gulma inang virus dan pengendalian serangga vektor (Palukaitis et al.). Tanaman yang tahan terhadap virus adalah tanaman yang mampu menghambat replikasi dan penyebaran virus di dalam tanaman atau perkembangan gejala (Russell 1981). Tahan adalah karakter tanaman yang berkebalikan dari rentan, dan dapat dikelompokkan menjadi sangat tahan, tahan, dan rentan. Ketahanan ini dapat diwujudkan sebagai kemampuan tanaman untuk membatasi perkembangan virus dalam sel tertentu sehingga virus tidak menyebar ke sel-sel yang lain (Greenleaf 1986; Matthews 1991). Matthews (1991) juga menyatakan bahwa mekanisme ketahanan dalam tanaman dapat berupa penghambatan dalam penyebaran virus dari: 1) sel yang terinfeksi ke sel sekitarnya (penyebaran antar sel), 2) sel parenkima ke jaringan pengangkut (penyebaran antar jaringan), dan 3) jaringan pengangkut ke sel parenkima daun baru (penyebaran antar organ tanaman). Ketahanan tanaman terhadap virus dapat dikelompokkan menjadi tiga tipe, yaitu ketahanan non-inang (non-host resistance), ketahanan kultivar, dan ketahanan terinduksi (Fraser 1987). Ketahanan non-inang adalah bila seluruh individu dari suatu spesies tidak dapat terinfeksi oleh suatu jenis virus tertentu. Spesies tersebut memang bukan inang bagi virus yang dimaksud. Ketahanan kultivar adalah kultivar tertentu tahan terhadap virus yang dapat menginfeksi kultivar lain dalam spesies tersebut. Sedangkan ketahanan terinduksi adalah ketahanan yang muncul pada suatu spesies rentan akibat terinduksi oleh suatu kondisi tertentu, seperti ketahanan yang timbul akibat proteksi silang strain atau jenis virus lain. Di antara ketiga tipe ketahanan tersebut, hanya ketahanan kultivar saja yang dapat bermanfaat bagi program pemuliaan. Konsep ketahanan terhadap penyakit diungkapkan oleh Flor pada tahun 1942 melalui hipotesis gene for gene (Plank Van der 1986). Dalam konsep ini dikemukakan bahwa setiap gen yang mengendalikan sifat tahan pada tanaman inang memiliki pasangan gen komplementer yang mengendalikan sifat virulensi pada patogen. Tanaman inang menunjukkan reaksi tahan jika gen yang

27 13 mengendalikan sifat tahan pada tanaman inang berpasangan dengan gen avirulen patogen. Bila patogen memiliki gen virulen pada pasangan tersebut, maka inang akan menunjukkan reaksi rentan (Plank Van der 1986; Fehr 1987). Interaksi inang dan virus dapat digambarkan dalam model interaksi seperti pada Tabel 1. Tabel 1. Interaksi antara gen tanaman inang dan gen virus Inang Virus Avirulen Virulen (V) (V + ) Rentan (VH) (V + H) (H) rentan rentan Tahan (VH + ) (V + H + ) (H + ) tahan rentan sumber: van der Plank, 1968 Respon tahan hanya terjadi jika inang tahan berinteraksi dengan virus avirulen. Respon rentan terjadi jika inang rentan berinteraksi dengan virus avirulen atau virulen, atau inang tahan berinteraksi dengan virus virulen. Fraser (1992) menyatakan bahwa alel resisten dominan sempurna umumnya berkaitan dengan mekanisme lokalisasi virus yang melibatkan lesio lokal. Alel dominan atau resesif tidak sempurna memungkinkan virus menyebar ke seluruh tanaman, tetapi menghambat multiplikasi virus atau perkembangan gejala. Sedangkan alel resesif penuh mungkin berkaitan dengan kekebalan. Tahapan yang penting dalam program pemuliaan tanaman untuk menghasilkan varietas yang tahan terhadap penyakit adalah mendapatkan sumber ketahanan dan menentukan pola pewarisan sifat ketahanan tanaman inang serta sifat genetik dan interaksi antara inang dengan patogen (Hayes dan Johnson 1971; Allard 1960; Russel 1981). Tahapan tersebut dapat dilaksanakan dengan baik jika pengkajian dilakukan pada lingkungan epidemik bagi patogen, baik dalam laboratorium, rumah kaca maupun di lapang. Masalah yang sering dihadapi adalah: 1) penentuan dan penilaian ketahanan, 2) identifikasi genetik dari sifat ketahanan yang melibatkan interaksi gen yang tidak sealel, kaitan gen, serta adanya bermacam-macam strain virus.

28 14 Penentuan dan penilaian ketahanan diperlukan untuk membedakan antara tanaman yang tahan dan rentan secara tepat. Untuk keperluan tersebut maka dalam setiap pengujian dan seleksi ketahanan tanaman perlu diusahakan terciptanya kondisi lingkungan epidemik yang mampu memberikan kondisi epifitotik patogen (Russell 1981). Metode yang umum dilakukan untuk membuat kondisi seluruh tanaman yang teruji terinfeksi virus adalah melakukan inokulasi buatan. Hal yang perlu diperhatikan untuk mendapatkan keberhasilan inokulasi buatan adalah: 1) inokulum harus tetap bermutu tinggi, 2) penerapan inokulasi sedapat mungkin diusahakan seragam untuk setiap tanaman, 3) kondisi lingkungan pada saat inokulasi dan dalam jangka waktu inkubasi harus sesuai bagi pertumbuhan parasit yang bersangkutan, dan 4) tanaman inang yang akan diuji harus bebas dari penyakit lain dan harus dalam keadaan fisiologik yang cocok untuk terjadinya infeksi atau serangan patogen (Green 1991). Tanaman tahan dan tanaman rentan dapat dibedakan dengan mudah jika ketahanan dikendalikan oleh satu atau dua gen mayor. Pada keadaan tersebut ragam ketahanan akan menunjukkan sebaran terputus atau diskontinyu. Seringkali pada ketahanan yang dikendalikan oleh banyak gen, tidak ada perbedaan yang jelas antara individu tanaman tahan dan tanaman rentan dalam populasi yang bersegregasi dan ragam ketahanan tersebut akan menunjukkan sebaran yang kontinyu dengan perubahan perbedaan ketahanan yang kecil. Oleh karena itu Russell (1981) menyatakan sangat penting sekali untuk melakukan pengukuran atau pendugaan terhadap besarnya intensitas serangan dengan sistem pemberian nilai skor atas gejala yang muncul (indeks penyakit). Varietas tanaman yang tahan virus dapat dirakit melalui seleksi plasma nutfah dan persilangan antar tetua terpilih. Sifat tahan ini dapat berasal dari varietas yang berbeda, varietas komersial, spesies liar sekerabat, spesies lain dalam satu genus, atau genus lain (Kallo 1988; Niks et al. 1993). Dalam upaya tersebut diperlukan adanya beberapa persyaratan yang harus dipenuhi antara lain: (1) diantara tanaman yang dibudidayakan, terdapat genotipe yang tahan terhadap virus, (2) gen yang mengendalikan sifat tahan virus ini sebaiknva tidak terpaut

29 15 dengan sifat agronomis yang tidak diinginkan, dan (3) pemindahan gen dari tanaman tahan ke tanaman penerima harus dapat dilakukan melalui hibridisasi. Evaluasi genotipe dan kultivar cabai untuk ketahanan terhadap ChiVMV telah banyak dilakukan, dan dilaporkan adanya genotipe-genotipe atau kultivar yang memiliki potensi untuk digunakan sebagai sumber gen ketahanan terhadap ChiVMV (Green dan Kim 1994; Duriat et al a,1995 b ; Ang 1995; Dolores 1995; Chiemsombat dan Kittipakorn 1995, Sulyo et al. 1995). Transfer gen ketahanan terhadap virus dari genotipe donor ke genotipe penerima umumnya dilakukan melalui seri persilangan silang balik. Persilangan antar varietas dalam satu spesies adalah yang paling mudah karena memiliki tingkat keberhasilan yang tinggi. Apabila sifat yang diharapkan berada pada spesies lain maka perlu dilakukan persilangan antar spesies. Salah satu hal yang sering menjadi kendala adalah adanya inkompatibilitas antar spesies yang cukup tinggi (Greenleaf 1986). Agar program pemuliaan yang dilakukan menjadi efektif, pola pewarisan karakter dimaksud terlebih dahulu harus diketahui. Informasi tentang ada tidaknya efek maternal, aksi dan jumlah gen pengendali, serta nilai duga heritabilitas adalah sangat penting. Karakter yang pewarisannya dikendalikan oleh efek maternal menandakan bahwa gen pengendali karakter tersebut berada di luar inti (Mather dan Jink 1982). Ada tidaknya efek maternal dapat diuji dengan membandingkan data pengamatan pada F 1 dan F 1 -resiprok (F 1R ). Apabila terdapat pewarisan sitoplasmik atau pengaruh tetua betina maka keturunan persilangan resiproknya masing-masing akan berbeda, dan keturunannya hanya memperlihatkan ciri dari tetua betina (Gardner et al. 1991), sehingga untuk mempelajari pola pewarisannya antara keturunan F 1 dan F 1R -nya tidak dapat digabung, karena segregasi populasi F 2 -nya akan berbeda dan menyimpang dari hukum Mendel. Sebaliknya, apabila tidak terdapat pewarisan secara sitoplasmik atau pengaruh tetua betina, persilangan resiproknya akan memberikan hasil yang sama, sehingga antara keturunan F 1 dan F 1R -nya dapat digabungkan. Petr dan Frey (1966) menggunakan pendugaan terhadap nilai potensi rasio (hp) untuk mengetahui apakah suatu karakter dikendalikan oleh gen dominan atau

30 16 resesif. Potensi rasio adalah nisbah selisih nilai tengah kedua tetua (mid parent) dari rata-rata populasi F 1 terhadap nilai tengah kedua tetua (mid parent) dari ratarata tetua tertinggi. Mather dan Jink (1982) mengemukakan bahwa aksi gen dominan atau resesif dapat juga diketahui melalui besaran nilai pendugaan parameter genetik dominan [h]. Aksi gen dominan atau resesif sangat menentukan dalam pelaksanaan metode silang balik (back cross). Pada karakter yang dikendalikan oleh gen resesif, diperlukan uji progeni pada setiap tahapan seleksi karena individu yang mengandung gen ketahanan tidak dapat dipisahkan langsung pada populasi silang balik yang dihasilkan Pada karakter yang dikendalikan oleh gen dominan, maka individu tahan dapat langsung diseleksi dari populasi silang balik tanpa harus melalui uji progeni (Halloran et al. 1979; Fehr 1947). Penampilan karakter suatu tanaman dapat digolongkan menjadi dua kelompok, yaitu karakter kualitatif dan karakter kuantitatif (Poehlman 1987). Karakter-karakter kualitatif umumnya dikendalikan oleh sedikit gen (monogenic ataupun oligogenic) yang dicirikan dengan sebaran fenotipe pada generasi F 2 -nya diskontinyu, pengaruhnya secara individu mudah dikenali (gen mayor), cara pewarisannya sederhana, tidak atau sedikit dipengaruhi lingkungan, sehingga memiliki nilai duga heritabilitas yang tinggi, dan penyidikan pengaruh gen dapat dilakukan dengan genetika Mendel (Allard 1961; Fehr 1987, Poehlman 1987). Karakter-karakter kuantitatif umumnya dikendalikan oleh banyak gen (poligenic) yang dicirikan dengan variasi fenotipik pada generasi F 2 -nya menyebar normal (kontinyu) dengan pembagian kelas fenotip yang perbedaannya tidak jelas dan sulit diidentifikasi karena pengaruh masing-masing gen secara individu terhadap ekspresi suatu sifat adalah kecil (gen minor) dan bersifat kumulatif, ekspresinya sangat dipengaruhi oleh lingkungan, sehingga memiliki nilai duga heritabilitas yang rendah (Allard 1961; Fehr 1987; Poehlman 1987). Pendugaan awal apakah suatu karakter dikendalikan oleh gen mayor, gen minor atau keduanya sekaligus dilakukan melalui pengamatan sebaran frekuensi pada populasi F 2. Sebaran frekuensi F 2 diskret menandakan bahwa karakter dimaksud dikendalikan oleh gen mayor. Sebaran terusan satu puncak dan normal menandakan gen pengendali adalah gen minor. Sedangkan bila membentuk

31 17 sebaran terusan dengan dua puncak atau lebih, maka karakter tersebut dikendalikan oleh beberapa gen mayor dan gen minor sekaligus (Fehr 1987) Analisis genetik untuk karakter yang dikendalikan oleh gen mayor biasanya dilakukan dengan analisis genetika Mendel, yaitu membandingkan nisbah frekuensi fenotipik hasil pengamatan pada populasi F 2 terhadap nisbah Mendel, atau nisbah fenotipik tertentu dengan uji Chi-Kuadrat (Fehr 1987; Crowder 1993). Untuk keperluan ini fenotipe pada populasi F 2 dikelompokkan ke dalam kelaskelas tertentu sesuai dengan jumlah kelas dalam nisbah pembanding. Pendekatan ini menghasilkan dugaan jumlah dan aksi gen yang bersegregasi untuk karakter yang dipelajari. Tidak semua turunan yang bersegregasi dapat dipisahkan ke dalam kategorikategori tertentu yang nyata dengan rasio yang sederhana. Variasi rasio Mendel dijelaskan dengan dasar interaksi gen, yaitu: pengaruh satu alel dengan alel lainnya pada lokus yang sama (intra alelik) dan pengaruh satu gen pada satu lokus terhadap gen pada lokus yang lainnya (inter alelik). Persilangan yang melibatkan satu pasangan alel (interaksi alel-alel pada lokus yang sama), berdasarkan hukum Mendel, dapat memberikan konsekuensi rasio fenotipik keturunan F 2 hasil hibridisasi sebagai berikut (Strickberger 1972): (1) 3:1 (satu gen bersifat dominan sempurna atau satu gen dengan aksi gen alel ganda), (2) 1:2:1 (satu gen bersifat dominan sebagian), dan (3) 1:2 (satu gen dengan aksi gen lethal). Persilangan yang melibatkan dua pasang alel yang memberikan pengaruh pada penampilan karakter yang sama (interalelik), berdasarkan hukum segregasi dan kombinasi secara bebas dari Mendel, akan memberikan konsekuensi rasio fenotipik keturunan F 2 hasil hibridisasi sebagai berikut (Strickberger 1972): (1) 9:3:3:1 (dua pasang gen bersifat dominan sempurna; fenotipe baru dihasilkan dari interaksi di antara homozigos dominan maupun resesif) (2) 9:3:4 (dua pasang gen bersifat dominan sempurna, tetapi satu pasang gen bila berada dalam keadaan homozigot resesif akan memberikan pengaruh kepada pasangan yang lain). (3) 9:7 (dua pasang gen bersifat dominan sempurna, tetapi keduanya bila berada dalam keadaan homozigot resesif akan saling memberikan pengaruh).

32 18 (4) 12:3:1 (dua pasang gen bersifat dominan sempurna, tetapi satu pasang gen bila berada dalam keadaan homozigot dominan akan memberikan pengaruh kepada pasangan yang lain). (5) 15:1 (dua pasang gen bersifat dominan sempurna, tetapi keduanya bila berada dalam keadaan homozigot resesif akan saling memberikan pengaruh). (6) 13:3 (dua pasang gen bersifat dominan sempurna, tetapi satu pasang gen bila berada dalam keadaan dominan akan memberikan pengaruh kepada pasangan gen ke-dua, dan pasangan gen ke-dua bila berada dalam keadaan homozigot resesif akan memberikan pengaruh kepada pasangan gen pertama). (7) 9:6:1 (dua pasang gen bersifat dominan sempurna; interaksi di antara pasangan dominan akan memunculkan fenotipe baru). (8) 7:6:3 (dua pasang gen, dengan satu pasang gen bersifat dominan sempurna dan pasangan gen yang lain bersifat dominan sebagian; pasangan gen yang pertama jika berada dalam keadaan homozigos resesif akan memberikan pengaruh kepada pasangan gen ke-dua). (9) 6:3:3:4 (dua pasang gen, dengan satu pasang gen bersifat dominan sempurna dan pasangan gen yang lain bersifat dominan sebagian; masingmasing bila berada dalam keadaan homozigot resesif saling memberikan pengaruh, dan bila kedua pasangan gen hadir bersama dalam keadaan homozigos resesif, pasangan gen ke-dua akan memberikan pengaruh pada pasangan gen pertama). (10) 7:4:3:2 (dua pasang gen, dengan satu pasang gen bersifat dominan sempurna dan pasangan gen yang lain bersifat dominan sebagian; fenotipe heterozigot gen dominan sebagian sama dengan homozigot resesif pada pasangan gen dominan sempurna, dan menimbulkan suatu pengaruh aditif bila keduanya muncul bersama). (11) 1:2:2:1:4:1:2:2:1 (dua pasang gen bersifat dominan sebagian dan menimbulkan pengaruh aditif untuk setiap bagian gen dominan). Nilai duga heritabilitas adalah parameter yang sangat penting dalam pemuliaan karena sangat berpengaruh terhadap keefektifan seleksi. Heritabilitas

TINJAUAN PUSTAKA Syarat Tumbuh Tanaman Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Syarat Tumbuh Tanaman Cabai TINJAUAN PUSTAKA Syarat Tumbuh Tanaman Cabai Tanaman cabai dapat ditanam mulai dari ketinggian permukaan laut hingga 13.000 m. Tanaman ini memerlukan cuaca yang panas untuk pertumbuhannya. Suhu siang yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Botani Tanaman Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Botani Tanaman Cabai 3 TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Cabai ditemukan pertama kali oleh Columbus pada saat menjelajahi Dunia Baru. Tanaman cabai hidup pada daerah tropis dan wilayah yang bersuhu hangat. Selang beberapa

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Tanaman Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Tanaman Cabai 3 TINJAUAN PUSTAKA Tanaman cabai (Capsicum annuum L.) termasuk ke dalam kingdom Plantae, divisi Spermatophyta, kelas Dicotyledoneae, ordo Solanes, famili Solanaceae, dan genus Capsicum. Tanaman ini berasal

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai Cabai (Capsicum annuum L.) termasuk dalam genus Capsicum yang spesiesnya telah dibudidayakan, keempat spesies lainnya yaitu Capsicum baccatum, Capsicum pubescens,

Lebih terperinci

EVALUASI KETAHANAN 14 GENOTIPE CABAI TERHADAP INFEKSI CHIVMV (CHILLI VEINAL MOTTLE VIRUS) 1)

EVALUASI KETAHANAN 14 GENOTIPE CABAI TERHADAP INFEKSI CHIVMV (CHILLI VEINAL MOTTLE VIRUS) 1) EVALUASI KETAHANAN 14 GENOTIPE CABAI TERHADAP INFEKSI CHIVMV (CHILLI VEINAL MOTTLE VIRUS) 1) (Evaluation of Resistance to Chilli Veinal Mottle Virus on 14 Chillipepper Genotypes) Zahratul Millah 2) 1 Sebagian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kacang panjang diklasifikasikan sebagai berikut :

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kacang panjang diklasifikasikan sebagai berikut : II. TINJAUAN PUSTAKA.1 Kacang Panjang.1.1 Klasifikasi Tanaman Kacang Panjang Tanaman kacang panjang diklasifikasikan sebagai berikut : Kerajaan Divisi Kelas Sub kelas Ordo Famili Genus : Plantae : Spermatophyta

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai Lingkungan Tumbuh

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai Lingkungan Tumbuh TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai Capsicum annuum L. merupakan tanaman annual berbentuk semak dengan tinggi mencapai 0.5-1.5 cm, memiliki akar tunggang yang sangat kuat dan bercabang-cabang.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Botani Cabai 4 TINJAUAN PUSTAKA Botani Cabai Tanaman cabai merah (Capsicum annuum L.) termasuk ke dalam famili Solanaceae. Terdapat sekitar 20-30 spesies cabai yang telah dikenal, diantaranya C. baccatum, C. pubescent,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian dimulai bulan November 2009 sampai dengan bulan Mei 2010. Kondisi curah hujan selama penelitian berlangsung berada pada interval 42.9 mm sampai dengan 460.7

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi dan Botani Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi dan Botani Cabai 3 TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi dan Botani Cabai Cabai merupakan tanaman yang berasal dari Amerika Selatan. Cabai dikenal di Eropa pada abad ke-16, setelah diintroduksi oleh Colombus saat perjalanan pulang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu tanaman

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu tanaman II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai 2.1.1 Taksonomi dan Morfologi Tanaman kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu tanaman pangan dari famili Leguminosae yang berumur pendek. Secara

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Galur Cabai Besar. Pembentukan Populasi F1, F1R, F2, BCP1 dan BCP2 (Hibridisasi / Persilangan Biparental) Analisis Data

BAHAN DAN METODE. Galur Cabai Besar. Pembentukan Populasi F1, F1R, F2, BCP1 dan BCP2 (Hibridisasi / Persilangan Biparental) Analisis Data 17 BAHAN DAN METODE Studi pewarisan ini terdiri dari dua penelitian yang menggunakan galur persilangan berbeda yaitu (1) studi pewarisan persilangan antara cabai besar dengan cabai rawit, (2) studi pewarisan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai 2.1.1 Klasifikasi tanaman kedelai Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai jenis liar Glycine ururiencis, merupakan kedelai yang

Lebih terperinci

PENGARUH TETUA BETINA PADA PEWARISAN KETAHANAN CABAI TERHADAP CHILI VEINAL MOTTLE VIRUS DALAM POPULASI PERSILANGAN PBC495XPBC275

PENGARUH TETUA BETINA PADA PEWARISAN KETAHANAN CABAI TERHADAP CHILI VEINAL MOTTLE VIRUS DALAM POPULASI PERSILANGAN PBC495XPBC275 Jurnal Ilmu Pertanian dan Perikanan Desember 2012 Vol. 1 No.1 Hal : 43-47 ISSN 2302-6308 PENGARUH TETUA BETINA PADA PEWARISAN KETAHANAN CABAI TERHADAP CHILI VEINAL MOTTLE VIRUS DALAM POPULASI PERSILANGAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Morfologi dan Agroekologi Tanaman Kacang Panjang. Kacang panjang merupakan tanaman sayuran polong yang hasilnya dipanen

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Morfologi dan Agroekologi Tanaman Kacang Panjang. Kacang panjang merupakan tanaman sayuran polong yang hasilnya dipanen II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi dan Agroekologi Tanaman Kacang Panjang Kacang panjang merupakan tanaman sayuran polong yang hasilnya dipanen dalam bentuk polong muda. Kacang panjang banyak ditanam di

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai telah dibudidayakan sejak abad ke-17 dan telah ditanam di berbagai daerah di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai telah dibudidayakan sejak abad ke-17 dan telah ditanam di berbagai daerah di II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai 2.1.1 Klasifikasi tanaman kedelai Kedelai telah dibudidayakan sejak abad ke-17 dan telah ditanam di berbagai daerah di Indonesia. Daerah utama penanaman kedelai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) berasal dari daratan Cina, yang kemudian

TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) berasal dari daratan Cina, yang kemudian II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai 2.1.1 Klasifikasi tanaman kedelai Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) berasal dari daratan Cina, yang kemudian tersebar ke daerah Mancuria, Korea, Jepang, Rusia,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai Cabai merah (Capsicum annuum L.) termasuk kedalam famili Solanaceae. Terdapat sekitar 20-30 spesies yang termasuk kedalam genus Capsicum, termasuk diantaranya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Produksi kedelai di Indonesia pada tahun 2009 mencapai ton. Namun,

I. PENDAHULUAN. Produksi kedelai di Indonesia pada tahun 2009 mencapai ton. Namun, 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Produksi kedelai di Indonesia pada tahun 2009 mencapai 974.512 ton. Namun, pada tahun 2010 produksi kedelai nasional mengalami penurunan menjadi 907.031

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan tanaman asli daratan Cina dan telah dibudidayakan sejak 2500

1. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan tanaman asli daratan Cina dan telah dibudidayakan sejak 2500 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kedelai merupakan tanaman asli daratan Cina dan telah dibudidayakan sejak 2500 SM. Sejalan dengan makin berkembangnya perdagangan antarnegara yang terjadi pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai sumber utama protein nabati. Kontribusi kedelai sangat

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai sumber utama protein nabati. Kontribusi kedelai sangat 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu bahan pangan penting di Indonesia sebagai sumber utama protein nabati. Kontribusi kedelai sangat dominan dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. padi karena banyak dibutuhkan untuk bahan pangan, pakan ternak, dan industri.

I. PENDAHULUAN. padi karena banyak dibutuhkan untuk bahan pangan, pakan ternak, dan industri. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kedelai (Glycine max L) merupakan salah satu komoditas pangan penting setelah padi karena banyak dibutuhkan untuk bahan pangan, pakan ternak, dan industri. Sebagai sumber

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L]. Merrill) merupakan salah satu komoditas pangan

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L]. Merrill) merupakan salah satu komoditas pangan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai (Glycine max [L]. Merrill) merupakan salah satu komoditas pangan dengan kandungan protein nabati yang tinggi dan harga yang relatif murah. Kedelai

Lebih terperinci

PEMBAHASAN UMUM Karakterisasi Genotipe Cabai

PEMBAHASAN UMUM Karakterisasi Genotipe Cabai 77 PEMBAHASAN UMUM Karakterisasi Genotipe Cabai Varietas cabai yang tahan terhadap infeksi Begomovirus, penyebab penyakit daun keriting kuning, merupakan komponen utama yang diandalkan dalam upaya pengendalian

Lebih terperinci

melakukan inokulasi langsung pada buah pepaya selanjutnya mengamati karakter yang berhubungan dengan ketahanan, diantaranya masa inkubasi, diameter

melakukan inokulasi langsung pada buah pepaya selanjutnya mengamati karakter yang berhubungan dengan ketahanan, diantaranya masa inkubasi, diameter PEMBAHASAN UMUM Pengembangan konsep pemuliaan pepaya tahan antraknosa adalah suatu kegiatam dalam upaya mendapatkan genotipe tahan. Salah satu metode pengendalian yang aman, murah dan ramah lingkungan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine Max [L.] Merrill) merupakan tanaman pangan yang memiliki

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine Max [L.] Merrill) merupakan tanaman pangan yang memiliki I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai (Glycine Max [L.] Merrill) merupakan tanaman pangan yang memiliki nilai gizi yang sangat tinggi terutama proteinnya (35-38%) hampir mendekati protein

Lebih terperinci

menunjukkan karakter tersebut dikendalikan aksi gen dominan sempurna dan jika hp < -1 atau hp > 1 menunjukkan karakter tersebut dikendalikan aksi gen

menunjukkan karakter tersebut dikendalikan aksi gen dominan sempurna dan jika hp < -1 atau hp > 1 menunjukkan karakter tersebut dikendalikan aksi gen 71 PEMBAHASAN UMUM Nisbah populasi F2 untuk karakter warna batang muda, bentuk daun dan tekstur permukaan buah adalah 3 : 1. Nisbah populasi F2 untuk karakter posisi bunga dan warna buah muda adalah 1

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai ( Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu tanaman penghasil

I. PENDAHULUAN. Kedelai ( Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu tanaman penghasil I. PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Kedelai ( Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu tanaman penghasil protein dan lemak nabati yang cukup penting untuk memenuhi nutrisi tubuh manusia. Bagi industri

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai (Capsicum sp.) berasal dari Amerika dan menyebar di berbagai negara di dunia. Cabai termasuk ke dalam famili terong-terongan (Solanaceae). Menurut

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Kualitatif Karakter kualitatif yang diamati pada penelitian ini adalah warna petiol dan penampilan daun. Kedua karakter ini merupakan karakter yang secara kualitatif berbeda

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian 1. Evaluasi respon ketahanan tanaman terhadap infeksi ChiVMV

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian 1. Evaluasi respon ketahanan tanaman terhadap infeksi ChiVMV BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Percobaan dilaksanakan di rumah kaca Kebun UF IPB, Tajur dan di rumah kaca kedap serangga Departemen Proteksi Tanaman Faperta IPB, Cikabayan, dari bulan Juli

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Morfologi dan Fisiologi Tanaman Jagung (Zea mays L.)

TINJAUAN PUSTAKA. Morfologi dan Fisiologi Tanaman Jagung (Zea mays L.) 4 TINJAUAN PUSTAKA Morfologi dan Fisiologi Tanaman Jagung (Zea mays L.) Setelah perkecambahan, akar primer awal memulai pertumbuhan tanaman. Sekelompok akar sekunder berkembang pada buku-buku pangkal batang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max L. Merrill) merupakan tanaman pangan yang sangat dibutuhkan

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max L. Merrill) merupakan tanaman pangan yang sangat dibutuhkan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai (Glycine max L. Merrill) merupakan tanaman pangan yang sangat dibutuhkan masyarakat. Kedelai biasanya digunakan sebagai bahan baku pembuatan tempe, tahu, kecap,

Lebih terperinci

VII. PEMBAHASAN UMUM

VII. PEMBAHASAN UMUM VII. PEMBAHASAN UMUM Ketahanan terhadap penyakit antraknosa yang disebabkan oleh Colletotrichum acutatum dilaporkan terdapat pada berbagai spesies cabai diantaranya Capsicum baccatum (AVRDC 1999; Yoon

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Trustinah (1993) sistematika (taksonomi) kacang tanah diklasifikasikan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Trustinah (1993) sistematika (taksonomi) kacang tanah diklasifikasikan 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi dan Morfologi Menurut Trustinah (1993) sistematika (taksonomi) kacang tanah diklasifikasikan sebagai berikut. Kingdom Divisi Sub-divisi Class Ordo Famili Genus Spesies

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemuliaan tanaman adalah suatu metode yang secara sistematik merakit

I. PENDAHULUAN. Pemuliaan tanaman adalah suatu metode yang secara sistematik merakit 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Pemuliaan tanaman adalah suatu metode yang secara sistematik merakit keragaman genetik menjadi suatu bentuk yang bermanfaat bagi kehidupan manusia (Makmur,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu tanaman sumber protein

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu tanaman sumber protein I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu tanaman sumber protein nabati yang penting mengingat kualitas asam aminonya yang tinggi, seimbang dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan sentra pertanaman kacang panjang yang mempunyai

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan sentra pertanaman kacang panjang yang mempunyai I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan sentra pertanaman kacang panjang yang mempunyai keanekaragaman genetik yang luas (Deanon dan Soriana 1967). Kacang panjang memiliki banyak kegunaan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak, berasal

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak, berasal II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai 2.1.1 Klasifikasi tanaman kedelai Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak, berasal dari daerah Manshukuo (Cina Utara). Di Indonesia kedelai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu komoditas pangan

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu komoditas pangan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu komoditas pangan strategis ketiga di Indonesia setelah padi dan jagung. Sejalan dengan bertambahnya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Ilmiah Tanaman Kedelai Klasifikasi ilmiah tanaman kedelai sebagai berikut: Divisi Subdivisi Kelas Suku Ordo Famili Subfamili Genus Spesies : Magnoliophyta : Angiospermae

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai jenis liar

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai jenis liar II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sejarah Singkat Tanaman Kedelai Kedelai merupakan tanaman berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai jenis liar Glycine ururiencis, merupakan kedelai yang menurunkan berbagai kedelai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Secara morfologi tanaman jagung manis merupakan tanaman berumah satu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Secara morfologi tanaman jagung manis merupakan tanaman berumah satu II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi dan Klasifikasi Jagung Manis Secara morfologi tanaman jagung manis merupakan tanaman berumah satu (monoecious) dengan letak bunga jantan terpisah dari bunga betina pada

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Asal-usul dan Penyebaran Geografis Sifat Botani

TINJAUAN PUSTAKA Asal-usul dan Penyebaran Geografis Sifat Botani 3 TINJAUAN PUSTAKA Asal-usul dan Penyebaran Geografis Pepaya (Carica papaya) merupakan tanaman buah-buahan tropika. Pepaya merupakan tanaman asli Amerika Tengah, tetapi kini telah menyebar ke seluruh dunia

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Botani Tanaman Kacang Panjang. Menurut Tim Karya Tani Mandiri (2011), susunan klasifikasi kacang panjang

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Botani Tanaman Kacang Panjang. Menurut Tim Karya Tani Mandiri (2011), susunan klasifikasi kacang panjang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Botani Tanaman Kacang Panjang Menurut Tim Karya Tani Mandiri (2011), susunan klasifikasi kacang panjang secara lengkap adalah sebagai berikut Divisi Kelas Sub kelas

Lebih terperinci

STUDI PEWARISAN KARAKTER KETAHANAN CABAI (Capsicum annuum L.) TERHADAP LAYU BAKTERI (Ralstonia solanacearum) IZMI YULIANAH

STUDI PEWARISAN KARAKTER KETAHANAN CABAI (Capsicum annuum L.) TERHADAP LAYU BAKTERI (Ralstonia solanacearum) IZMI YULIANAH STUDI PEWARISAN KARAKTER KETAHANAN CABAI (Capsicum annuum L.) TERHADAP LAYU BAKTERI (Ralstonia solanacearum) IZMI YULIANAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tomat

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tomat 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tomat Tomat (Lycopersicum esculantum MILL.) berasal dari daerah tropis Meksiko hingga Peru. Semua varietas tomat di Eropa dan Asia pertama kali berasal dari Amerika Latin

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai (Glycine max L) merupakan salah satu tanaman pangan pengasil protein

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai (Glycine max L) merupakan salah satu tanaman pangan pengasil protein II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai 2.1.1 Sejarah Singkat Tanaman Kedelai Kedelai (Glycine max L) merupakan salah satu tanaman pangan pengasil protein nabati. Tanaman ini berasal dari daratan Cina

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pepaya (Carica papaya) merupakan salah satu tanaman buah yang sangat penting dalam pemenuhan kalsium dan sumber vitamin A dan C (Nakasome dan Paull 1998). Selain dikonsumsi sebagai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Serangga Vektor

HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Serangga Vektor HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Serangga Vektor Kutudaun Aphis craccivora yang dipelihara dan diidentifikasi berasal dari pertanaman kacang panjang, sedangkan A. gossypii berasal dari pertanaman cabai.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan sumber protein penting di Indonesia. Kesadaran masyarakat

I. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan sumber protein penting di Indonesia. Kesadaran masyarakat I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai merupakan sumber protein penting di Indonesia. Kesadaran masyarakat akan pemenuhan gizi yang baik semakin meningkat, baik kecukupan protein hewani

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Syarat Tumbuh

TINJAUAN PUSTAKA. Syarat Tumbuh 3 TINJAUAN PUSTAKA Syarat Tumbuh Tanah Jenis tanah yang sesuai untuk pertumbuhan kacang tanah adalah lempung berpasir, liat berpasir, atau lempung liat berpasir. Keasaman (ph) tanah yang optimal untuk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 3 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Perlakuan Cendawan Endofit terhadap Gejala dan Titer ChiVMV pada Tanaman Cabai Tanaman cabai varietas TM88 yang terinfeksi ChiVMV menunjukkan gejala yang ringan yaitu hanya

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan dan Biologi Tanaman Kedelai

2 TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan dan Biologi Tanaman Kedelai 3 2 TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan dan Biologi Tanaman Kedelai Kedelai (Glycine max (L.) Merr.) bukanlah tanaman asli Indonesia. Kedelai diduga berasal dari daratan China Utara atau kawasan subtropis. Kedelai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. secara signifikan. Melalui proses seleksi tanaman yang diikuti dengan penyilangan

I. PENDAHULUAN. secara signifikan. Melalui proses seleksi tanaman yang diikuti dengan penyilangan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemuliaan tanaman telah menghasilkan bibit unggul yang meningkatkan hasil pertanian secara signifikan. Melalui proses seleksi tanaman yang diikuti dengan penyilangan dihasilkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Deskripsi Kacang Hijau Kacang hijau (Vigna radiata L.) merupakan salah satu komoditas tanaman kacang-kacangan yang banyak dikonsumsi rakyat Indonesia. Kacang hijau termasuk

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (2007), benih padi hibrida secara

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (2007), benih padi hibrida secara 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengembangan Padi Inbrida di Indonesia Menurut Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (2007), benih padi hibrida secara definitif merupakan turunan pertama (F1) dari persilangan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Jagung

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Jagung TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Jagung Jagung merupakan tanaman semusim yang menyelesaikan satu siklus hidupnya selama 80-150 hari. Bagian pertama dari siklus tersebut merupakan tahap pertumbuhan vegetatif

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai 4 TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai Cabai termasuk tanaman dalam kingdom Plantae, divisi Magnoliophyta, kelas Magnoliopsida, ordo Solanales, famili Solanaceae, genus Capsicum dan spesies Capsicum

Lebih terperinci

( 2 ) untuk derajat kecocokan nisbah segregasi pada setiap generasi silang balik dan

( 2 ) untuk derajat kecocokan nisbah segregasi pada setiap generasi silang balik dan PEMBAHASAN UMUM Penggabungan karakter resisten terhadap penyakit bulai dan karakter yang mengendalikan peningkatan lisin dan triptofan pada jagung merupakan hal yang sulit dilakukan. Hal ini disebabkan

Lebih terperinci

KERAGAAN FENOTIPE BERDASARKAN KARAKTER AGRONOMI PADA GENERASI F 2 BEBERAPA VARIETAS KEDELAI (Glycine max L. Merril.) S K R I P S I OLEH :

KERAGAAN FENOTIPE BERDASARKAN KARAKTER AGRONOMI PADA GENERASI F 2 BEBERAPA VARIETAS KEDELAI (Glycine max L. Merril.) S K R I P S I OLEH : KERAGAAN FENOTIPE BERDASARKAN KARAKTER AGRONOMI PADA GENERASI F 2 BEBERAPA VARIETAS KEDELAI (Glycine max L. Merril.) S K R I P S I OLEH : DINI RIZKITA PULUNGAN 110301079 / PEMULIAAN TANAMAN PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Lokasi penelitian terletak di Kebun Percobaan Leuwikopo. Lahan yang digunakan merupakan lahan yang biasa untuk penanaman cabai, sehingga sebelum dilakukan penanaman,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Permintaan akan tanaman hias di Indonesia semakin berkembang sejalan

I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Permintaan akan tanaman hias di Indonesia semakin berkembang sejalan I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Permintaan akan tanaman hias di Indonesia semakin berkembang sejalan dengan meningkatnya kesadaran akan lingkungan hidup yang indah dan nyaman. Cabai (Capsicum sp.) disamping

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Jagung (Zea mays L) adalah anggota keluarga Graminae, ordo Maydeae, genus Zea (Fischer

TINJAUAN PUSTAKA. Jagung (Zea mays L) adalah anggota keluarga Graminae, ordo Maydeae, genus Zea (Fischer II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman Jagung Jagung (Zea mays L) adalah anggota keluarga Graminae, ordo Maydeae, genus Zea (Fischer dan Palmer, 1990). Tinggi tanaman jagung berkisar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Keadaan tanaman cabai selama di persemaian secara umum tergolong cukup baik. Serangan hama dan penyakit pada tanaman di semaian tidak terlalu banyak. Hanya ada beberapa

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 71 PENDAHULUAN Latar Belakang Sorgum manis [Sorghum bicolor (L.) Moench] merupakan salah satu tanaman pangan utama dunia. Hal ini ditunjukkan oleh data mengenai luas areal tanam, produksi dan kegunaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman kacang panjang (Vigna sinensis L.) merupakan tanaman sayuran yang

I. PENDAHULUAN. Tanaman kacang panjang (Vigna sinensis L.) merupakan tanaman sayuran yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman kacang panjang (Vigna sinensis L.) merupakan tanaman sayuran yang banyak digemari oleh masyarakat Indonesia yang digunakan sebagai sayuran maupun

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Klasifikasi dan Deskripsi Tanaman Cabai Merah (Capsicum annuum L.)

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Klasifikasi dan Deskripsi Tanaman Cabai Merah (Capsicum annuum L.) II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Deskripsi Tanaman Cabai Merah (Capsicum annuum L.) Tanaman cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan tanaman sayuran yang tergolong tanaman tahunan berbentuk perdu.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Tanaman

TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Tanaman TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Tanaman Morfologi tanaman kedelai ditentukan oleh komponen utamanya, yaitu akar, daun, batang, polong, dan biji. Akar kedelai muncul dari belahan kulit biji yang muncul di sekitar

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai Cabai merupakan tanaman perdu dari famili terung-terungan (Solanaceae). Famili ini memiliki sekitar 90 genus dan sekitar

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. diikuti oleh akar-akar samping. Pada saat tanaman berumur antara 6 sampai

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. diikuti oleh akar-akar samping. Pada saat tanaman berumur antara 6 sampai TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Pada saat jagung berkecambah, akar tumbuh dari calon akar yang berada dekat ujung biji yang menempel pada janggel, kemudian memanjang dengan diikuti oleh akar-akar samping.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Padi

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Padi TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Padi Padi (Oryza sativa L.) adalah tanaman yang termasuk dalam famili Gramineae dan genus Oryza (Grist, 1959). Padi dapat tumbuh pada berbagai lokasi dan iklim yang berbeda.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani Tanaman Caisin Caisin (Brassica chinensis L.) merupakan tanaman asli Asia. Caisin dibudidayakan di Cina Selatan dan Tengah, di negara-negara Asia Tenggara seperti Indonesia,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. dua yaitu cabai besar (Capsicum annuum L.) dan cabai rawit (Capsicum

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. dua yaitu cabai besar (Capsicum annuum L.) dan cabai rawit (Capsicum I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman cabai yang dibudidayakan di Indonesia dikelompokkan menjadi dua yaitu cabai besar (Capsicum annuum L.) dan cabai rawit (Capsicum frutescens L.). Cabai besar dicirikan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tegas, kering, berwarna terang segar bertepung. Lembab-berdaging jenis

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tegas, kering, berwarna terang segar bertepung. Lembab-berdaging jenis 16 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Ada 2 tipe akar ubi jalar yaitu akar penyerap hara di dalam tanah dan akar lumbung atau umbi. Menurut Sonhaji (2007) akar penyerap hara berfungsi untuk menyerap unsur-unsur

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu komoditas sayuran yang banyak

I. PENDAHULUAN. Cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu komoditas sayuran yang banyak I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu komoditas sayuran yang banyak digemari masyarakat Indonesia, sehingga memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Cabai merah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. jenis liar Glycine ururiencis, merupakan kedelai yang menurunkan berbagai

II. TINJAUAN PUSTAKA. jenis liar Glycine ururiencis, merupakan kedelai yang menurunkan berbagai 1 II. TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Sistematika Tanaman Kedelai Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai jenis liar Glycine ururiencis, merupakan kedelai yang menurunkan berbagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu komoditas pangan

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu komoditas pangan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu komoditas pangan bergizi tinggi sebagai sumber protein nabati dengan harga terjangkau. Di Indonesia, kedelai banyak

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN TAHUNAN PENYAKIT PADA KOMODITAS PEPAYA. disusun oleh: Vishora Satyani A Listika Minarti A

LAPORAN PRAKTIKUM HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN TAHUNAN PENYAKIT PADA KOMODITAS PEPAYA. disusun oleh: Vishora Satyani A Listika Minarti A LAPORAN PRAKTIKUM HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN TAHUNAN PENYAKIT PADA KOMODITAS PEPAYA disusun oleh: Lutfi Afifah A34070039 Vishora Satyani A34070024 Johan A34070034 Listika Minarti A34070071 Dosen Pengajar:

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengujian Inokulasi Virus Tungro pada Varietas Hibrida dan Beberapa Galur Padi di Rumah Kaca Pengaruh Infeksi Virus Tungro terhadap Tipe Gejala Gambar 2 menunjukkan variasi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. akar-akar cabang banyak terdapat bintil akar berisi bakteri Rhizobium japonicum

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. akar-akar cabang banyak terdapat bintil akar berisi bakteri Rhizobium japonicum TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Susunan akar kedelai pada umumnya sangat baik, pertumbuhan akar tunggang lurus masuk kedalam tanah dan mempunyai banyak akar cabang. Pada akar-akar cabang banyak terdapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Caisim (Brassica juncea L.) Caisim merupakan jenis sayuran yang digemari setelah bayam dan kangkung (Haryanto dkk, 2003). Tanaman caisim termasuk dalam famili Cruciferae

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Cabai (Capsicum sp ) merupakan tanaman semusim, dan salah satu jenis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Cabai (Capsicum sp ) merupakan tanaman semusim, dan salah satu jenis BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Tanaman cabai Cabai (Capsicum sp ) merupakan tanaman semusim, dan salah satu jenis tanaman hortikultura penting yang dibudidayakan secara komersial, hal ini disebabkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. daun-daun kecil. Kacang tanah kaya dengan lemak, protein, zat besi, vitamin E

II. TINJAUAN PUSTAKA. daun-daun kecil. Kacang tanah kaya dengan lemak, protein, zat besi, vitamin E 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kacang Tanah Kacang tanah tumbuh secara perdu setinggi 30 hingga 50 cm dan mengeluarkan daun-daun kecil. Kacang tanah kaya dengan lemak, protein, zat besi, vitamin E

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Tanaman Gandum

TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Tanaman Gandum 3 TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Tanaman Gandum Gandum (Triticum aestivum L.) merupakan tanaman semusim yang mempunyai dua macam akar yaitu akar kecambah dan akar adventif. Akar adventif ini nantinya akan

Lebih terperinci

Pewarisan Sifat Beberapa Karakter Kualitatif pada Tiga Kelompok Cabai

Pewarisan Sifat Beberapa Karakter Kualitatif pada Tiga Kelompok Cabai Pewarisan Sifat Beberapa Karakter Kualitatif pada Tiga Kelompok Cabai Abdullah Bin Arif 1 *, Sriani Sujiprihati 2, dan Muhamad Syukur 2 1 Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian, Jl.

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT PADA BUDIDAYA CABAI MERAH

IDENTIFIKASI DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT PADA BUDIDAYA CABAI MERAH IDENTIFIKASI DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT PADA BUDIDAYA CABAI MERAH Nurbaiti Pendahuluan Produktifitas cabai di Aceh masih rendah 10.3 ton/ha (BPS, 2014) apabila dibandingkan dengan potensi produksi yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Pepaya (Carica papaya L.) termasuk dalam famili Caricaceae dan genus Carica. Famili Caricaceae ini terdiri dari empat genus yaitu Carica, Jarilla dan Jacaratial yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pemuliaan Jagung Hibrida

TINJAUAN PUSTAKA. Pemuliaan Jagung Hibrida TINJAUAN PUSTAKA Pemuliaan Jagung Hibrida Kegiatan pemuliaan diawali dengan ketersediaan sumberdaya genetik yang beragam. Keanekaragaman plasma nutfah tanaman jagung merupakan aset penting sebagai sumber

Lebih terperinci

Pokok Bahasan: Pemuliaan untuk Tanaman Menyerbuk Sendiri. Arya Widura R., SP., MSI PS. Agroekoteknologi Universitas Trilogi

Pokok Bahasan: Pemuliaan untuk Tanaman Menyerbuk Sendiri. Arya Widura R., SP., MSI PS. Agroekoteknologi Universitas Trilogi 5 Pokok Bahasan: Pemuliaan untuk Tanaman Menyerbuk Sendiri Arya Widura R., SP., MSI PS. Agroekoteknologi Universitas Trilogi 1. Tanaman menyerbuk sendiri 2. Dasar genetik Pemuliaan Tanaman Menyerbuk Sendiri

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani tanaman. Tanaman jagung termasuk dalam keluarga rumput rumputan dengan

TINJAUAN PUSTAKA. Botani tanaman. Tanaman jagung termasuk dalam keluarga rumput rumputan dengan TINJAUAN PUSTAKA Botani tanaman Tanaman jagung termasuk dalam keluarga rumput rumputan dengan spesies Zea mays L. Jagung merupakan tanaman semusim, sama seperti jenis rumput-rumputan yang lain, akar tanaman

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai telah dibudidayakan sejak abad ke-17 dan telah ditanam di berbagai

TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai telah dibudidayakan sejak abad ke-17 dan telah ditanam di berbagai 13 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai 2.1.1 Klasifikasi tanaman kedelai Kedelai telah dibudidayakan sejak abad ke-17 dan telah ditanam di berbagai daerah di Indonesia. Daerah utama penanaman kedelai

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN 36 GENOTIPE CABAI (Capsicum SPP.) KOLEKSI BAGIAN GENETIKA DAN PEMULIAAN TANAMAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

KEANEKARAGAMAN 36 GENOTIPE CABAI (Capsicum SPP.) KOLEKSI BAGIAN GENETIKA DAN PEMULIAAN TANAMAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR KEANEKARAGAMAN 36 GENOTIPE CABAI (Capsicum SPP.) KOLEKSI BAGIAN GENETIKA DAN PEMULIAAN TANAMAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR RAHMI YUNIANTI 1 dan SRIANI SUJIPRIHATI 2 1 Mahasiswa Pascasarjana Sekolah Pascasarjana,

Lebih terperinci

TUGAS TERSTRUKTUR PENGELOLAAN ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN TERPADU

TUGAS TERSTRUKTUR PENGELOLAAN ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN TERPADU TUGAS TERSTRUKTUR PENGELOLAAN ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN TERPADU PROSES INFEKSI DAN GEJALA SERANGAN TOBACCO MOZAIC VIRUS PADA TANAMAN TEMBAKAU Oleh: Gregorius Widodo Adhi Prasetyo A2A015009 KEMENTERIAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Lahan Kering Masam

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Lahan Kering Masam 4 TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Lahan Kering Masam Definisi lahan kering adalah lahan yang pernah digenangi atau tergenang air pada sebagian besar waktu dalam setahun (Mulyani et al., 2004). Menurut Mulyani

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Tanaman Jagung (Zea Mays L.) Jagung (Zea mays L) adalah tanaman semusim dan termasuk jenis rumputan/graminae yang mempunyai batang tunggal, meski terdapat kemungkinan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Curah hujan harian di wilayah Kebun Percobaan PKBT IPB Tajur 1 dan 2 pada Februari sampai Juni 2009 berkisar 76-151 mm. Kelembaban udara harian rata-rata kebun tersebut

Lebih terperinci

KONSEP-KONSEP DASAR GENETIKA

KONSEP-KONSEP DASAR GENETIKA KONSEP-KONSEP DASAR GENETIKA Genetika merupakan salah satu bidang ilmu biologi yang mempelajari tentang pewarisan sifat atau karakter dari orang tua kepada anaknya. Ilmu genetika modern meliputi beberapa

Lebih terperinci

PENGARUH APLIKASI STARTER SOLUTION PADA TIGA GENOTIPE CABAI (Capsicum annuum L.) TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN SERTA KEJADIAN PENYAKIT PENTING CABAI

PENGARUH APLIKASI STARTER SOLUTION PADA TIGA GENOTIPE CABAI (Capsicum annuum L.) TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN SERTA KEJADIAN PENYAKIT PENTING CABAI PENGARUH APLIKASI STARTER SOLUTION PADA TIGA GENOTIPE CABAI (Capsicum annuum L.) TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN SERTA KEJADIAN PENYAKIT PENTING CABAI Triyani Dumaria DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merril) merupakan salah satu komoditas penting dalam

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merril) merupakan salah satu komoditas penting dalam 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai (Glycine max [L.] Merril) merupakan salah satu komoditas penting dalam hal penyediaan pangan, pakan dan bahan-bahan industri, sehingga telah menjadi

Lebih terperinci