BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah memberikan kewenangan yang lebih besar kepada daerah untuk mengatur dan mengurus pemerintahannya sendiri. Pemberian kewenangan dimaksudkan agar daerah dapat meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang didukung dengan penyelenggaraan tata pemerintahan yang baik (good governance). Upaya peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat dimaksud dilaksanakan melalui prinsip-prinsip transparansi, partisipasi dan akuntabilitas. Masa bakti Bupati/Wakil Bupati Bogor periode telah berakhir di penghujung tahun Selanjutnya sesuai dengan amanat undang-undang, Bupati/Wakil Bupati Bogor terpilih periode yaitu pasangan Drs. H. Rachmat Yasin, MM dan Hj. Nurhayanti, SH, MM, M.Si yang dilantik pada tanggal 30 Desember 2013 wajib menyusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Bogor Tahun Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Bogor Tahun adalah dokumen perencanaan pembangunan daerah 5 (lima) tahunan yang menjabarkan visi, misi dan program Bupati/Wakil Bupati terpilih. Untuk mencapai tujuan pembangunan daerah, maka visi, misi dan program tersebut dijabarkan melalui strategi pembangunan daerah berupa kebijakan dan program pembangunan, beserta kerangka pendanaan pembangunan serta kaidah pelaksanaannya. Walaupun undang-undang secara jelas menyatakan bahwa pemerintah daerah mempunyai kewenangan untuk mengatur dan mengurus pemerintahannya sendiri, namun dalam penyusunan perencanaan pembangunan daerah tetap harus memperhatikan antara perencanaan pembangunan pemerintah pusat, provinsi, kabupaten/kota dan antar pemerintah daerah, sehingga pencapaian tujuan pembangunan daerah mendukung pencapaian tujuan pembangunan nasional salah satunya yaitu tercapainya target kesejahteraan masyarakat pada tahun 2015 yang disebut Millenium Development Goals (MDGs). Aspek hubungan tersebut memperhatikan kewenangan yang diberikan, baik yang terkait dengan hubungan sumber daya alam dan sumber daya lainnya, pelayanan umum maupun keuangan, sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah Pusat, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota. RPJMD Kabupaten Bogor I - 1

2 Dalam rangka perencanaan pembangunan nasional, pemerintah daerah harus memperhatikan kewenangan yang diberikan oleh pemerintah pusat dan struktur tata pemerintahan. Oleh karena itu tujuan dan sasaran pembangunan daerah harus memperhatikan permasalahan yang menjadi lingkup nasional maupun amanat pembangunan yang diberikan oleh pemerintah pusat. Alokasi sumber daya daerah harus mendukung penyelesaian masalah nasional maupun penyelesaian masalah yang ada di daerah masing-masing. Oleh karena itu sebagai dokumen perencanaan pembangunan daerah, RPJMD Kabupaten Bogor Tahun merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem perencanaan pembangunan nasional. RPJMD merupakan penjabaran dari visi misi dan program Kepala Daerah yang dalam penyusunannya berpedoman pada Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) dan Kabupaten Bogor Tahun , Rencana Tata Ruang Wilayah Tahun , dan memperhatikan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Jawa Barat Tahun serta Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Bogor Tahun disusun berdasarkan beberapa pendekatan sebagai berikut: 1. Pendekatan teknokratik, pendekatan ini dilaksanakan dengan menggunakan metode dan kerangka berfikir ilmiah untuk mencapai tujuan dan sasaran pembangunan daerah; 2. Pendekatan partisipatif, pendekatan ini dilaksanakan dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan (stakeholders) terhadap pembangunan. Pelibatan ini adalah untuk mendapatkan aspirasi dan menciptakan rasa memiliki terhadap dokumen perencanaan pembangunan daerah serta menciptakan konsensus atau kesepakatan pada semua tahapan penting pengambilan keputusan; 3. Pendekatan atas-bawah (top-down) dan bawah-atas (bottom-up), pendekatan atas-bawah dan bawah-atas dilaksanakan menurut jenjang pemerintahan. Rencana hasil proses atas-bawah dan bawah-atas tersebut diselaraskan melalui musyawarah yang dilaksanakan baik ditingkat nasional, provinsi, kabupaten/ kota, kecamatan serta desa/kelurahan, sehingga tercipta sinkronisasi dan sinergi pencapaian sasaran rencana pembangunan nasional dan rencana pembangunan daerah; 4. Pendekatan politik, pendekatan ini memandang bahwa pemilihan kepala daerah adalah proses penyusunan rencana, karena rakyat pemilih menentukan pilihannya berdasarkan program-program pembangunan yang ditawarkan para calon kepala daerah. Oleh karena itu, rencana pembangunan adalah penjabaran RPJMD Kabupaten Bogor I - 2

3 dari agenda-agenda pembangunan yang ditawarkan kepala daerah saat kampanye ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Bogor Tahun disusun melalui tahapan perencanaan partisipatif dengan mengedepankan proses evaluasi, proyeksi dan analisis terhadap faktor-faktor internal dan eksternal yang berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung terhadap pembangunan daerah Kabupaten Bogor. 1.2 Dasar Hukum Penyusunan Dasar hukum yang dijadikan pedoman dan secara langsung terkait dengan penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Bogor Tahun adalah sebagai berikut : 1. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Kabupaten dalam Lingkungan Propinsi Djawa Barat (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 1950 Nomor 8) sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 4 Tahun 1968 tentang Pembentukan Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten Subang dengan Mengubah Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Kabupaten dalam Lingkungan Propinsi Djawa Barat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1968 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2851); 2. Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851); 3. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286); 4. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah; 5. Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355); 6. Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan PerUndang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389); RPJMD Kabupaten Bogor I - 3

4 7. Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 164, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421); 8. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 9. Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438); 10. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4700); 11. Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725); 12. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578); 13. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); 14. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 89, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4741); 15. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2008 tentang Pedoman Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4815); RPJMD Kabupaten Bogor I - 4

5 16. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4817); 17. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725); 18. Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, Cianjur; 19. Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun ; 20. Peraturan Menteri Dalam Negeri No 54 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 517); 21. Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri Nomor 28 tahun 2010, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor 0199/M.PPN/04/2010 dan Menteri Keuangan Nomor PMK.95/PMK.07/2010 tentang Penyelarasan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) ; 22. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 25 Tahun 2013 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Jawa Barat Tahun ; 23. Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 7 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan yang Menjadi Kewenangan Pemerintahan Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten Bogor Tahun 2008 Nomor 7); 24. Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 19 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bogor Tahun (Lembaran Daerah Kabupaten Bogor Tahun 2008 Nomor 19); 25. Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 27 Tahun 2008 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kabupaten Bogor Tahun (Lembaran Daerah Kabupaten Bogor Tahun 2008 Nomor 27); 26. Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 8 Tahun 2009 tentang Pokok-Pokok Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten Bogor Tahun 2009 Nomor 8, Tambahan Lembaran Daerah Nomor 37). RPJMD Kabupaten Bogor I - 5

6 1.3 Hubungan Antar Dokumen Dalam kaitan dengan sistem perencanaan pembangunan sebagaimana yang telah diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004, maka keberadaan RPJMD Kabupaten Bogor merupakan satu bagian yang utuh dari manajemen kerja di lingkungan Pemerintah Kabupaten Bogor khususnya dalam menjalankan agenda pembangunan yang telah tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) maupun Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bogor , serta dari keberadaannya akan dijadikan sebagai pedoman bagi Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) untuk penyusunan Renstra SKPD. Selanjutnya, untuk setiap tahun selama periode perencanaan akan dijabarkan dalam bentuk Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Kabupaten Bogor sebagai acuan bagi SKPD untuk menyusun Rencana Kerja (Renja) SKPD. Dalam kaitan dengan sistem keuangan sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003, maka penjabaran RPJMD ke dalam RKPD Kabupaten Bogor untuk setiap tahunnya, akan menjadi pedoman bagi penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) Kabupaten Bogor pada setiap tahun anggaran. Gambaran tentang hubungan antara RPJMD Kabupaten Bogor Tahun dengan dokumen perencanaan lainnya, baik dalam kaitan dengan sistem perencanaan pembangunan maupun dengan sistem keuangan adalah sebagaimana ditunjukan pada Gambar 1.1. Gambar 1.1. Hubungan Antara Penyelarasan RPJMD dengan Dokumen Perencanaan Lainnya RPJMD Kabupaten Bogor I - 6

7 1.4 Sistematika Penulisan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Bogor Tahun disusun berdasarkan sistematika sebagai berikut: BAB I. PENDAHULUAN Menjelaskan gambaran umum penyusunan RPJMD agar substansi pada bab-bab berikutnya dapat dipahami dengan baik, meliputi latar belakang, dasar hukum penyusunan, hubungan antar dokumen, sistematika penulisan, serta maksud dan tujuan. BAB II. GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH Menjelaskan secara logis dasar-dasar analisis, gambaran umum kondisi daerah yang meliputi aspek geografi dan demografi serta indikator kinerja penyelenggaraan pemerintah daerah. BAB III. GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN Menyajikan gambaran hasil pengolahan data dan analisis terhadap pengelolaan keuangan daerah. BAB IV. ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS Memuat permasalahan pembangunan daerah dan berbagai isu strategis yang akan menentukan kinerja pembangunan 5 (lima) tahun ke depan. BAB V. VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN Menjelaskan visi dan misi Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor untuk kurun waktu 5 (lima) tahun ke depan, serta tujuan dan sasaran setiap misi pembangunan. BAB VI. STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Memuat dan menjelaskan strategi yang dipilih dalam mencapai tujuan dan sasaran serta arah kebijakan dari setiap strategi terpilih. BAB VII. KEBIJAKAN UMUM DAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH Memuat kebijakan umum dan keterkaitan antara sasaran masing-masing misi dengan strategi yang dipilih, arah kebijakan, indikator kinerja dan program pembangunan daerah. BAB VIII. INDIKASI RENCANA PROGRAM PRIORITAS YANG DISERTAI KEBUTUHAN PENDANAAN RPJMD Kabupaten Bogor I - 7

8 Menguraikan program prioritas Bupati, dan hubungan urusan pemerintah dengan SKPD terkait, beserta program yang menjadi tanggung jawab SKPD dan pencapaian target indikator kinerja pada akhir periode perencanaan dibandingkan dengan pencapaian indikator kinerja pada awal periode perencanaan yang disertai kebutuhan pendanaan. Selain itu disajikan pula indikator 25 penciri yang merupakan top priority pembangunan Kabupaten Bogor 5 (lima) tahun kedepan. BAB IX. PENETAPAN INDIKATOR KINERJA DAERAH Memuat indikator kinerja daerah yang dapat memberikan gambaran tentang ukuran keberhasilan pencapaian visi dan misi Bupati dan Wakil Bupati pada akhir periode masa jabatan. Hal ini ditunjukan dari akumulasi pencapaian indikator outcome program pembangunan daerah setiap tahun atau indikator capaian yang bersifat mandiri setiap tahun sehingga kondisi kinerja yang diinginkan pada akhir periode RPJMD dapat dicapai. BAB X. PEDOMAN TRANSISI DAN KAIDAH PELAKSANAAN Memuat pedoman transisi untuk menjaga kesinambungan pembangunan dan mengisi kekosongan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) setelah RPJMD periode berakhir serta kaidah pelaksanaan RPJMD. BAB XI. PENUTUP Pada Bab ini memuat ringkasan atau kesimpulan dari rencana pembangunan Kabupaten Bogor dilengkapi dengan target pencapaian kinerja akhir periode perencanaan yaitu pada tahun Maksud dan Tujuan Maksud penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Bogor Tahun adalah untuk menggambarkan perencanaan pembangunan lima tahunan Kabupaten Bogor yang akan dijadikan pedoman bagi seluruh pemangku kepentingan, baik bagi Pemerintah Daerah, masyarakat dan dunia usaha dalam membangun kesepahaman, kesepakatan dan komitmen bersama guna mewujudkan cita-cita dan tujuan pembangunan daerah Kabupaten Bogor secara berkesinambungan. Adapun tujuan penyusunan RPJMD Kabupaten Bogor Tahun adalah : 1. Menjabarkan visi, misi dan program kepala daerah terpilih sekaligus menetapkannya menjadi visi, misi dan program pembangunan Kabupaten Bogor; 2. Menjadi pedoman penyusunan Rencana Strategis (Renstra) Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD), Rencana Kerja (Renja) RPJMD Kabupaten Bogor I - 8

9 SKPD, Kebijakan Umum APBD (KUA), serta Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) APBD Kabupaten Bogor; 3. Menjadi sarana untuk menampung aspirasi masyarakat dan membangun konsensus antar stakeholders dalam menentukan arah pembangunan Kabupaten Bogor selama lima tahun mendatang. RPJMD Kabupaten Bogor I - 9

10 BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH 2.1. Aspek Geografi dan Demografi Wilayah Kabupaten Bogor memiliki luas ± ,304 Ha, secara geografis terletak di antara 6º18'0" - 6º47'10" Lintang Selatan dan 106º23'45" - 107º13'30" Bujur Timur, dengan batas-batas wilayahnya : - Sebelah Utara, berbatasan dengan Kota Tangerang Selatan, Kabupaten Tangerang, Kota Depok, Kabupaten dan Kota Bekasi; - Sebelah Barat, berbatasan dengan Kabupaten Lebak; - Sebelah Timur, berbatasan dengan Kabupaten Karawang, Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Purwakarta; - Sebelah Selatan, berbatasan dengan Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten Cianjur; - Bagian Tengah berbatasan dengan Kota Bogor. Kabupaten Bogor memiliki tipe morfologi wilayah yang bervariasi, dari dataran yang relatif rendah di bagian utara hingga dataran tinggi di bagian selatan, yaitu sekitar 29,28% berada pada ketinggian meter di atas permukaan laut (dpl), 42,62% berada pada ketinggian meter dpl, 19,53% berada pada ketinggian meter dpl, 8,43% berada pada ketinggian meter dpl dan 0,22% berada pada ketinggian meter dpl. Selain itu, kondisi morfologi Kabupaten Bogor sebagian besar berupa dataran tinggi, perbukitan dan pegunungan dengan batuan penyusunnya didominasi oleh hasil letusan gunung, yang terdiri dari andesit, tufa dan basalt. Gabungan batu tersebut termasuk dalam sifat jenis batuan relatif lulus air dimana kemampuannya meresapkan air hujan tergolong besar. Jenis pelapukan batuan ini relatif rawan terhadap gerakan tanah bila mendapatkan siraman curah hujan yang tinggi. Selanjutnya, jenis tanah penutup didominasi oleh material vulkanik lepas agak peka dan sangat peka terhadap erosi, antara lain Latosol, Aluvial, Regosol, Podsolik dan Andosol. Oleh karena itu, beberapa wilayah rawan terhadap tanah longsor. Secara klimatologis, wilayah Kabupaten Bogor termasuk iklim tropis sangat basah di bagian selatan dan iklim tropis basah di bagian utara, dengan rata-rata curah hujan tahunan mm/tahun, kecuali di wilayah bagian utara dan sebagian kecil wilayah timur curah hujan kurang dari mm/tahun. Suhu rata-rata di wilayah Kabupaten Bogor adalah C, dengan rata-rata tahunan sebesar 25 C. Kelembaban udara 70% dan kecepatan angin cukup rendah, dengan rata rata 1,2 m/detik dengan evaporasi di daerah terbuka rata rata sebesar 146,2 mm/bulan. RPJMD Kabupaten Bogor II - 1

11 Sedangkan secara hidrologis, wilayah Kabupaten Bogor terbagi ke dalam 8 buah Daerah Aliran Sungai (DAS) yaitu: (1) DAS Cidurian; (2) DAS Cimanceuri; (3) DAS Cisadane; (4) DAS Ciliwung; (5) DAS Cileungsi; (6) DAS Cikarang; (7) DAS Cibeet; (8) DAS Ciberang. Selain itu juga terdapat 32 jaringan irigasi pemerintah, 900 jaringan irigasi pedesaan, 95 situ dan 201 mata air. Secara administratif, Kabupaten Bogor terdiri dari 40 kecamatan yang di dalamnya meliputi 417 desa dan 17 kelurahan (434 desa/kelurahan), yang tercakup dalam RW dan RT. Pada tahun 2012 telah dibentuk 4 (empat) desa baru, yaitu Desa Pasir Angin Kecamatan Megamendung, Desa Urug dan Desa Jayaraharja Kecamatan Sukajaya serta Desa Mekarjaya Kecamatan Rumpin. Luas wilayah Kabupaten Bogor berdasarkan pola penggunaan tanah dikelompokkan menjadi: sawah irigasi/tadah hujan seluas ,37 ha (22,89%), kebun campuran seluas ,17 ha (21,07%), semak belukar seluas ,49 ha (17,20%), hutan seluas ,7 ha (13,58%), permukiman seluas ha (13,35%), ladang/tegalan seluas ha 11,06% serta selebihnya berupa badan air dan rawa. Secara umum, kondisi demografis Kabupaten Bogor dapat digambarkan bahwa penduduk Kabupaten Bogor berdasarkan estimasi Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2013 berjumlah jiwa (angka sementara), yang terdiri dari penduduk laki-laki jiwa dan penduduk perempuan jiwa. Jumlah penduduk tersebut hasil proyeksi penduduk dengan asumsi laju pertumbuhan penduduk sebesar 2,44 persen dibanding tahun Angka ini merupakan laju pertumbuhan penduduk proyeksi selama kurun waktu 1 tahun (hasil proyeksi dari tahun 2012) Aspek Kesejahteraan Masyarakat Fokus Kesejahteraan dan Pemerataan Ekonomi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku di Kabupaten Bogor pada tahun 2013 diprediksi mencapai Rp. 109,67 trilyun atau mengalami peningkatan sebesar 14,35 persen dari tahun sebelumnya. RPJMD Kabupaten Bogor II - 2

12 Tabel 2.1. PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Kabupaten Bogor Menurut Lapangan Usaha Tahun (Juta Rupiah) NO. LAPANGAN USAHA 2012*) 2013**) Distribusi (%) Pertumbuh (1) (2) (3) (4) (5) (6) an (%) I SEKTOR PRIMER , ,48 5,63 24,82 1 Pertanian, Peternakan, Kehutanan, dan Perikanan , ,97 4,10 25,33 2 Pertambangan & Penggalian , ,52 1,53 23,46 II SEKTOR SEKUNDER , ,57 65,00 11,32 3 Industri Pengolahan , ,95 57,62 10,57 4 Listrik, Gas dan Air , ,52 2,85 11,36 5 Konstruksi , ,11 4,53 21,68 III SEKTOR TERSIER , ,39 29,37 19,65 6 Perdagangan, Hotel & Restoran , ,11 20,67 22,20 7 Pengangkutan & Komunikasi , ,38 4,26 16,78 8 Keuangan, Persewaan &Jasa Perusahaan , ,54 1,47 13,84 9 Jasa-jasa , ,36 2,98 10,37 PDRB KABUPATEN BOGOR , ,45 100,00 14,35 Catatan: *) = Angka Perbaikan **) = Angka Sementara Dari Tabel 2.1. sektor ekonomi yang menunjukkan Nilai Tambah Bruto (NTB) terbesar adalah sektor industri pengolahan yang mencapai Rp. 63,17 trilyun atau memiliki andil sebesar 57,60 persen terhadap total PDRB. Berikutnya sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar Rp.18,55 trilyun (19,34 persen). Sedangkan sektor yang memiliki peranan relatif kecil adalah sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan sebesar Rp.1,58 trilyun (1,44 persen). Pengelompokan sembilan sektor ekonomi dalam PDRB menjadi tiga sektor yaitu sektor primer, sekunder dan tersier, menunjukkan bahwa kelompok sektor sekunder masih mendominasi dalam penciptaan nilai tambah di Kabupaten Bogor. Total Nilai Tambah Bruto (NTB) atas dasar harga berlaku dari kelompok sektor sekunder pada tahun 2013 mencapai Rp.71,26 trilyun, atau meningkat 11,28 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Pada kelompok sektor tersier mengalami peningkatan sebesar 19,74 persen yaitu dari Rp.26,92 trilyun pada tahun 2012 menjadi Rp.32,23 trilyun pada tahun Sedangkan kelompok primer meningkat sebesar 24,82 persen atau dari Rp. 4,95 trilyun pada tahun 2012 menjadi Rp. 6,17 trilyun pada tahun RPJMD Kabupaten Bogor II - 3

13 Tabel 2.2. PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000 Kabupaten Bogor Menurut Lapangan Usaha Tahun (Juta Rupiah) NO. LAPANGAN USAHA 2012*) 2013**) Distribusi (%) Pertumbuh (1) (2) (3) (4) (5) (6) an (%) I SEKTOR PRIMER , ,45 5,63 9,10 1 Pertanian, Peternakan, Kehutanan, dan Perikanan , ,29 4,54 9,39 2 Pertambangan & Penggalian , ,15 1,09 7,91 II SEKTOR SEKUNDER , ,25 67,30 4,78 3 Industri Pengolahan , ,59 60,07 4,45 4 Listrik, Gas dan Air , ,92 3,56 3,99 5 Konstruksi , ,73 3,67 11,30 III SEKTOR TERSIER , ,17 27,07 8,60 6 Perdagangan, Hotel & Restoran , ,02 18,14 9,89 7 Pengangkutan & Komunikasi , ,71 3,20 8,60 8 Keuangan, Persewaan &Jasa Perusahaan , ,03 1,81 5,80 9 Jasa-jasa , ,41 3,92 4,23 PDRB KABUPATEN BOGOR , ,87 100,00 6,03 Catatan: *) = Angka Perbaikan **) = Angka Sementara Berdasarkan harga konstan 2000, PDRB atas harga konstan tahun 2013 diprediksi mengalami peningkatan sebesar 6,03 persen, yaitu dari Rp. 36,53 triliun pada tahun 2012 naik menjadi Rp. 38,73 triliun pada tahun Kinerja kelompok sektor primer tahun 2013 menunjukkan peningkatan sebesar 9,10 persen dari tahun sebelumnya, kelompok sektor sekunder meningkat 4,78 persen, dan kelompok sektor tersier mengalami peningkatan sebesar 8,60 persen. Tabel 2.2 menunjukkan nilai PDRB atas dasar harga konstan Kabupaten Bogor beserta distribusi dan pertumbuhannya pada tahun 2012 dan Tabel 2.2. menunjukkan bahwa kinerja perekonomian tertinggi dicapai oleh sektor konstruksi yang mendorong pertumbuhan sebesar 11,30 persen. Terlaksananya berbagai pembangunan infrastruktur serta kemudahan dan adanya subsidi bunga kepemilikian rumah meningkatkan kinerja perekonomian sektor konstruksi. Kinerja yang cukup tinggi juga ditunjukkan pada sektor perdagangan, hotel dan restoran yang mencapai 9,89 persen. Kinerja sektor ini didukung oleh kinerja subsektor perdagangan yang mencapai 9,99 persen karena adanya peningkatan output berbagai barang dan jasa di Kabupaten Bogor. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan juga menunjukkan kinerja yang membaik jika dibandingkan tahun sebelumnya. Pada tahun 2013, sektor ini tumbuh sebesar 9,39 persen yang didorong oleh program revitalisasi pertanian yang dilaksanakan oleh pemerintah mulai memperlihatkan hasil yang menggembirakan. RPJMD Kabupaten Bogor II - 4

14 Berdasarkan time series dari tahun , terlihat bahwa secara umum pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bogor berada pada kisaran 4-6 persen. Terjadi perlambatan pertumbuhan pada tahun 2009 yang disebabkan oleh krisis keuangan global pada tahun 2008 yang dampaknya dirasakan oleh perekonomian Kabupaten Bogor. Pertumbuhan yang sempat melambat ini kemudian meningkat kembali pada tahun-tahun berikutnya. Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) Kabupaten Bogor pada tahun 2013 diprediksi akan tumbuh sebesar 6,03 persen, meningkat jika dibandingkan dengan pertumbuhan tahun 2012 yang tumbuh sebesar 5,99 persen. Peningkatan ini hampir menyamai laju pertumbuhan ekonomi pada tahun 2007 yang mencapai 6,04. Pertumbuhan ekonomi yang cukup baik diperlukan untuk menjaga stabilitas ekonomi dan penciptaan lapangan kerja. Laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bogor selama periode ditunjukkan pada Gambar ,50 6,00 5,50 5,58 5,85 5,95 6,04 5,58 5,96 5,99 6,03 5,00 4,84 5,09 4,50 4,50 4,00 3,94 4,14 3,50 Catatan : *) Angka Perbaikan **) Angka Sementara Gambar 2.1. LPE Kabupaten Bogor Tahun (%) Indikator yang sering digunakan untuk menggambarkan tingkat kemakmuran masyarakat secara makro salah satunya adalah pendapatan per kapita per tahun. Semakin tinggi pendapatan yang diterima penduduk di suatu wilayah maka tingkat kesejahteraan di wilayah bersangkutan dapat dikatakan bertambah baik. PDRB per kapita dapat dijadikan pendekatan untuk indikator pendapatan per kapita. Gambar 2.2. memperlihatkan PDRB perkapita Kabupaten Bogor atas dasar harga berlaku dan konstan. RPJMD Kabupaten Bogor II - 5

15 25,00 20,00 17,09 19,22 21,45 15, ,00 7,10 7,32 7, ,00 - berlaku konstan Gambar 2.2. PDRB Perkapita per Tahun Kabupaten Bogor Tahun (juta rupiah) Gambar 2.2. memperlihatkan PDRB perkapita Kabupaten Bogor atas dasar harga berlaku mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2013, PDRB per kapita atas dasar harga berlaku naik menjadi Rp. 21,45 juta dari tahun sebelumnya Rp. 19,22 juta perkapita. Hal ini berarti terjadi kenaikan pendapatan perkapita sebesar 11,63 persen pada tahun Peningkatan PDRB per kapita di atas, masih belum menggambarkan secara riil kenaikan daya beli masyarakat di Kabupaten Bogor secara umum. Hal ini disebabkan pada PDRB per kapita yang dihitung berdasarkan PDRB atas dasar harga berlaku masih terkandung faktor inflasi yang sangat berpengaruh terhadap daya beli masyarakat. Untuk mengamati perkembangan daya beli masyarakat secara riil dapat digunakan PDRB per kapita yang dihitung atas dasar harga konstan. Bila dilihat atas dasar harga konstan, PDRB per kapita atas dasar harga konstan naik menjadi Rp. 7,58 juta dari tahun sebelumnya Rp. 7,32 juta perkapita. Hal ini berarti terjadi kenaikan pendapatan perkapita sebesar 3,49 persen pada tahun Jika dibandingkan kenaikan PDRB atas harga berlaku dan konstan, maka kenaikan PDRB perkapita atas harga berlaku mencatatkan peningkatan yang lebih besar dibandingkan harga konstan. Hal ini disebabkan pengaruh kenaikan harga-harga barang dan jasa. Selain realisasi dari kondisi ekonomi sebagaimana telah dikemukakan di atas, indikator lain untuk melihat taraf kesejahteraan masyarakat yang biasa digunakan adalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan Jumlah Penduduk Miskin. RPJMD Kabupaten Bogor II - 6

16 Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat prediksi pencapaian dari indikator Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Bogor pada tahun 2013 adalah sebagai berikut: 1. Realisasi Indeks Pembangunan Manusia (IPM) komposit Kabupaten Bogor mencapai 73,45 poin. Kondisi ini menunjukkan bahwa realisasinya lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2012 yaitu sebesar 73,08 poin. Hal ini disebabkan adanya peningkatan realisasi dari seluruh komponen IPM, baik komponen pendidikan (angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah), kesehatan (angka harapan hidup) maupun komponen ekonomi (kemampuan daya beli masyarakat). Angka IPM sebesar 73,45 poin di atas, sesuai dengan klasifikasi UNDP termasuk dalam kelompok masyarakat sejahtera menengah atas, namun belum termasuk dalam kelompok masyarakat sejahtera atas; 2. Prediksi dan realisasi komponen pembentuk IPM berdasarkan estimasi BPS yaitu: a. Angka Harapan Hidup (AHH) diprediksi sebesar 70 tahun, lebih tinggi dari realisasi tahun 2012 sebesar 69,70 tahun; b. Angka Melek Huruf (AMH) diprediksi sebesar 95,35 persen, lebih tinggi dari realisasi tahun 2012 sebesar 95,27 persen; c. Rata-rata Lama Sekolah (RLS) diprediksi sebesar 8,04 tahun, lebih tinggi dari realisasi tahun 2012 sebesar 8,00 tahun; d. Kemampuan Daya Beli Masyarakat (Purchasing Power Parity = PPP) yang dihitung berdasarkan tingkat konsumsi riil per kapita per bulan, diprediksi mencapai sebesar Rp ,-/kapita/bulan, lebih tinggi dari tahun 2012 yaitu sebesar Rp ,-/kapita/bulan. 3. Indikator lainnya yang dapat dijadikan ukuran keberhasilan pembangunan adalah penurunan angka kemiskinan. Jumlah penduduk miskin di Kabupaten Bogor berdasarkan data dari basis data terpadu Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K), pada tahun 2013 berjumlah jiwa (8,82 persen), lebih rendah dari tahun 2012 yang berjumlah sebanyak jiwa (8,74 persen), berarti mengalami penurunan jumlah penduduk miskin sebanyak 400 jiwa atau turun sekitar 0,08 persen dibandingkan dengan tahun Untuk lebih jelasnya, Realisasi dari Indikator Kesejahteraan Masyarakat Kabupaten Bogor disajikan pada tabel berikut : RPJMD Kabupaten Bogor II - 7

17 No. Tabel 2.3. Realisasi Indikator Kesejahteraan Masyarakat Kabupaten Bogor Tahun Indikator Realisasi Kinerja 2011* 2012* 2013** (1) (2) (3) (4) (5) 1. Indeks Pembangunan Manusia (Komposit) 72,58 73,08 73,45 Komponen IPM terdiri dari; a. Angka Harapan Hidup (AHH) (tahun) 69,28 69,70 70,00 b. Angka Melek Huruf (AMH) (%) 95,09 95,27 95,35 c. Rata-rata Lama Sekolah (RLS) (tahun) 7,99 8,00 8,04 d. Kemampuan Daya Beli Masyarakat (Konsumsi riil per kapita) (Rp/kap/bln) 631,63 634,52 636,62 2. Jumlah Penduduk Miskin (jiwa) Sumber : BPS Kabupaten Bogor; Tahun 2012 dan TNP2K pusat. *) Angka Perbaikan **) Angka Sementara Fokus Kesejahteraan Sosial Fokus kesejahteraan masyarakat terdiri dari (1) pendidikan, (2) Kesehatan, (3) Pertanahan, dan (4) Ketenagakerjaan, hasil evaluasi berdasarkan permendagri No 54 Tahun 2010, secara ringkas dapat diuraikan sebagai berikut : Pendidikan Pendidikan merupakan prioritas Nasional dan menjadi target dalam rangka untuk meningkatkan ksejahteraan masyarakat. Capaian kinerja pembangunan bidang pendidikan sampai dengan 2012 relatif berfluaktif dengan tingkat kecenderungan tidak sesuai target. Pencapaian APK Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) sebesar 27,57%, APM SD/MI/SDLB/paket A sebesar 108,09%, APM SMP/SMPLB/Paket B sebesar 84,74%, APM SMA/SMK/MA/SMALB/paket C sebesar 40,24%, RLS sebesar 8,04%, dan AMH sebesar 95,35% serta Rata-rata nilai Ujian Nasional, yaitu : SD/MI sebesar 7,40%, SMP/MTs sebesar 5,52%, SMA/SMK/MA sebesar 6,93%. Kesehatan Analisis kinerja kesehatan di lihat dari angka kelangsungan hidup bayi, angka usia harapan hidup, dan prosentase balita gizi buruk. Hasil evaluasi menunjukkan capaian realisasi kinerja angka usia harapan hidup (tahun) masih di bahwa target RPJMD. Jika dilihat berdasarkan nasional, bahwa kesehatan merupakan prioritas nasional, maka seharusnya Kabupaten Bogor juga harus ikut melaksanakan program tersebut untuk mencapai prioritas nasional, setidaknya kabupaten Bogor harus menargetkan Angka RPJMD Kabupaten Bogor II - 8

18 Kelangsungan Hidup Bayi mencapai 80.00% tentu hal ini tidak mudah karena harus di dukung oleh infrastruktur sarana dan prasarana kesehatan lebih baik. Ketenagakerjaan Secara garis besar penduduk dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu tenaga kerja dan bukan tenaga kerja. Penduduk tergolong tenaga kerja jika penduduk tersebut telah memasuki usia kerja. Batas usia kerja yang berlaku di Indonesia adalah berumur 15 tahun-64 tahun. Angkatan kerja adalah penduduk usia produktif yang berusia tahun yang sudah mempunyai pekerjaan tetapi sementara tidak bekerja, maupun yang sedang aktif mencari pekerjaan. Namun hasil evaluasi menunjukan bahwa nilai Rasio Penduduk yang Bekerja dengan Angkatan Kerja tidak sesuai target, sehingga kemungkinan jumlah pengangguran masih besar Fokus Seni Budaya dan Olahraga Seni budaya Jumlah group kesenian di Kabupaten Bogor sampai pada tahun 2012 sebanyak 114 group, dengan rasio per penduduk sebesar Sedangkan gedung kesenian yang dimiliki Kabupaten Bogor hanyalah satu unit, tentu ini menjadi tantangan dalam rangka untuk meningkatkan seni budaya di Kabupaten Bogor. Olahraga Jumlah organisasi di Kabupaten Bogor memiliki pertumbuhan yang cukup pesat. Pada tahun 2012 tercatat bahwa jumlah organisasi olahraga adalah sebanyak 74, dengan rasio per penduduk mencapai Hal perlu diapresiasi mengingat bahwa jumlah gedung olah raga hanya 4 unit tahun Aspek Pelayanan Umum Pelayanan publik atau pelayanan umum merupakan segala bentuk jasa pelayanan, baik dalam bentuk barang publik maupun jasa publik yang menjadi tanggungjawab Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor dalam upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Untuk menganalisis capaian kinerja daerah pada aspek pelayanan umum terlebih dahulu disusun tabel capaian indikator setiap variabel yang dianalisis menurut kabupaten dan kecamatan di Kabupaten Bogor. Indikator variabel aspek pelayanan umum dilihat berdasarkan fokus urusan wajib dan urusan pilihan yaitu : RPJMD Kabupaten Bogor II - 9

19 Fokus Layanan Urusan Wajib Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah, pemerintahan daerah Kabupaten Bogor melaksanakan 26 urusan wajib dan 8 urusan pilihan. Hasil evaluasi terhadap kinerja berdasarkan urusan dapat dilihat pada uraian dibawah ini : Pendidikan Semua angka indikator yang dipakai menunjukkan peningkatan dari awal tahun 2008 sampai dengan 2012, namun demikian jika dibandingkan target kinerja yang ditetapkan masih ada yang tidak sesuai target. Kesehatan Di Kabupaten Bogor, urusan kesehatan merupakan tugas dan fungsi dari Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Cibinong, RSUD Ciawi, RSUD Leuwiliang dan RSUD Cileungsi. Jika dilihat dari aspek Peningkatan layanan Spesialis, di empat rumah sakit tersebut masih di dominasi oleh RSUD Cibinong dengan jumlah 16 dokter dan kemudian diikuti oleh RSUD Ciawi. Peningkatan ketersediaan tempat tidur kelas III Rumah Sakit relatif tidak sama, yang paling tinggi adalah RSUD Ciawi, dari 42.53% pada tahun 2008 hingga mencapai 83.80% pada tahun 2012, diikuti oleh RSUD Leuwiliang dimana Peningkatan ketersediaan tempat tidur kelas III Rumah Sakit pada tahun 2012 mencapai 72.90%. Cakupan Desa Siaga Aktif di kabupaten Bogor cukup berkembang dari tahun ke tahun, hingga pada tahun 2012 mencapai 214. Dari semua fasilitas ini agar membuat urusan kesehatan cukup berkembang baik yang juga digambarkan dari Cakupan Balita Gizi Buruk mendapat perawatan hingga mencapai 100% dari tahun ke tahun. Pekerjaan Umum Jaringan jalan di Kabupaten Bogor terdiri atas Jalan Nasional, Jalan Provinsi dan Jalan Kabupaten serta jalan lingkungan permukiman. Hingga tahun 2013 jumlah panjang jalan nasional adalah sepanjang 124,85 km dengan jumlah ruas 11, panjang jalan provinsi adalah sepanjang 121,820 km dengan jumlah ruas 10 serta jalan kabupaten adalah sepanjang 1.748,915 km dengan jumlah ruas sebanyak 458 ruas. Untuk jalan lingkungan permukiman yang meliputi jalan perumahan dan jalan desa dari data pemetaan sepanjang 6.662,89 km dengan jumlah panjang jalan yang terdata sepanjang 1.038,17 km dengan jumlah ruas 505 ruas. Kondisi jaringan jalan di Kabupaten Bogor tahun 2013 ditunjukkan dari indikator panjang jalan kabupaten dalam kondisi baik yang mencapai 76,27% dengan rata-rata panjang jalan kabupaten per jumlah penduduk hanya mencapai sekitar 0,32 m/jiwa hal RPJMD Kabupaten Bogor II - 10

20 ini menunjukkan bahwa kapasitas penanganan jalan yang ditangani masih sangat rendah terhadap jumlah penduduk yang sangat tinggi di wilayah Kabupaten Bogor. Dari jumlah panjang jalan kabupaten yang ditangani tersebut, sekitar 2,23% sempadan jalan digunakan oleh pedagang kaki lima dan bangunan liar dan baru sekitar 31,38% jalan yang memiliki trotoar dan drainase. Dari jumlah jalan yang memiliki drainase tersebut hanya sekitar 39,09% yang memiliki drainase yang baik. Untuk jaringan irigasi hingga tahun 2013 tercatat luas daerah irigasi (D.I) yang ada di Kabupaten Bogor adalah Ha yang berada di 2 D.I Kewenangan Nasional, Ha yang berada di 19 D.I kewenangan Pemerintah Provinsi, dan Ha yang berada di 990 D.I kewenangan Pemerintah Kabupaten. Dari jumlah daerah irigasi yang menjadi kewenangan pemerintah kabupaten memiliki panjang saluran sepanjang 2.313,198 km. Kondisi rasio jaringan irigasi di wilayah Kabupaten Bogor hingga tahun 2013 mencapai 4,909 m/ha dengan total luas irigasi kabupaten dalam kondisi baik mencapai 63,50%. Terkait sektor pemakaman dan persampahan, hingga tahun 2013, rasio tempat pemakaman umum persatuan penduduk mencapai 24,95 sedangkan rasio tempat pembuangan sampah per satuan penduduk mencapai 1,99 dengan mengandalkan TPA Galuga sebagai satu-satunya tempat pembuangan akhir sampah yang masih beroperasi untuk wilayah Kota dan Kabupaten Bogor. Perumahan Berdasarkan indikator rasio rumah layak huni di Kabupaten Bogor pada tahun 2013 mencapai 0,18 yang menunjukkan bahwa sekitar 1 rumah layak huni di wilayah Kabupaten Bogor ditempati oleh sekitar 6 jiwa penduduk. Dengan asumsi bahwa setiap rumah tangga terdiri dari 4 orang jiwa maka dengan nilai tersebut menunjukkan bahwa masih terdapat rumah tangga di wilayah Kabupaten Bogor yang belum menikmati rumah layak huni. Nilai tersebut diperkuat dengan data rumah layak huni yang baru mencapai 98,33% sehingga masih ada sekitar 1,67% atau sekitar unit bangunan rumah tidak layak huni yang masih belum tertangani di Wilayah Kabupaten Bogor. Dari jumlah tersebut lingkungan permukiman kumuh yang masih terdapat di Kabupaten Bogor sebesar 0,94% dari luas wilayah Kabupaten Bogor yang masih perlu ditangani. Terkait penyediaan prasarana perumahan dan permukiman seperti air bersih dan listrik, bahwa pada tahun 2013 jumlah rumah tangga pengguna air bersih baru mencapai 44,08% yang terdiri dari sambungan perpipaan PDAM serta sambungan pipa dan non pipa dari penyediaan sarana air bersih pedesaan. Untuk akses penduduk terhadap air minum di Kabupaten Bogor sebagian besar menggunakan pasokan air bersih yang dikelola oleh PDAM Tirta Kahuripan yang bersumber pada 32 unit sumber pelayanan air RPJMD Kabupaten Bogor II - 11

21 bersih dengan kapasitas total 2.270,5 liter/detik baik yang diambil dari sumber mata air, sumur air tanah dalam dan instlasi pengolahan air lengkap (air permukaan). Dari jumlah air bersih yang diproduksi tersebut, hingga tahun 2011, jumlah penduduk yang terlayani oleh jaringan PDAM adalah sebanyak jiwa atau sekitar 13,27%. Dari jumlah tersebut maka sambungan penyediaan air bersih yang bersumber dari sarana air bersih pedesaan mencapai sekitar 30,81%. Sedangkan untuk penyediaan prasarana listrik, jumlah rumah tangga pengguna listrik telah mencapai 82,88%. Penataan Ruang Acuan penataan ruang Kabupaten Bogor yang tertuang dalam Peraturan Daerah Nomor 19 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) tahun , hingga saat ini sedang memasuki tahun keenam sejak ditetapkan dan memasuki tahun kedelapan dari tahun perencanaan. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan Peraturan Pemerintah Nomor 15 tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang, Dokumen Rencana Tata Ruang Wilayah yang telah ditetapkan dapat dilakukan peninjauan kembali. Berdasarkan hal tersebut, maka pada tahun 2013 telah dilakukan peninjauan kembali RTRW Kabupaten Bogor dan disepakati untuk di revisi. Perencanaan detil rencana tata ruang di Wilayah Kabupaten Bogor berupa Rencana Detail Tata Ruang telah selesai disusun untuk 40 kecamatan. Untuk saat ini dokumen perencanaan detil tersebut sedang dalam proses pengesahan termasuk dengan peraturan zonasi sebagai kelengkapan yang tidak terpisahkan. Pemanfaatan ruang di Kabupaten Bogor sepenuhnya mengacu pada RTRW Kabupaten Bogor sesuai dengan Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 17 tahun 2000, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Nomor 19 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) tahun Sebagai upaya pengendalian terhadap perijinan pemanfaatan ruang, telah dibuat Pedoman Operasional Pemanfaatan Ruang yang menetapkan secara rinci aturan-aturan teknis berdasarkan jenis kegiatan dan peruntukan ruang di lokasi yang akan dimanfaatkan. Pola ruang di Kabupaten Bogor mencakup kawasan lindung dan budidaya. Sebagian besar wilayah di sebelah selatan sepanjang perbatasan Kabupaten Bogor menjadi kawasan lindung karena memiliki hutan yang cukup lebat, topografi, elevasi dan curah hujan yang tinggi. Sedangkan kawasan budidaya tersebar di beberapa kecamatan di Kabupaten Bogor. Secara umum, tata ruang Kabupaten Bogor terbentuk dengan struktur ruang wilayah yang menggambarkan rencana sistem pusat pelayanan permukiman perdesaan dan RPJMD Kabupaten Bogor II - 12

22 perkotaan serta sistem perwilayahan pengembangan, merupakan bentuk/gambaran sistem pelayanan berhirarki, yang bertujuan untuk menciptakan pemerataan pelayanan serta mendorong pertumbuhan kawasan perdesaan dan perkotaan di wilayah Kabupaten Bogor serta beberapa kawasan yang menjadi kawasan strategis Kabupaten Bogor. Keseluruhan penataan ruang sebagaimana diuraikan diatas telah mengacu pada : (1) Peraturan Pemerintah nomor 26 Tahun 2008 tentang RTRW Nasional, Kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, Cianjur (Jabodetabekpunjur) sebagai Kawasan Strategis Nasional (KSN); (2) Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, Cianjur (Jabodetabekpunjur) yang mengarahkan pengembangan permukiman Kabupaten Bogor untuk mendorong pengembangan Pusat Kegiatan Nasional Kawasan Perkotaan Jakarta; dan (3) Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 25 Tahun 2010 tentang Perubahan Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2009 tentang RPJMD Provinsi Jawa Barat Tahun yang menetapkan Kabupaten Bogor sebagai bagian pengembangan Kawasan Andalan Bodebekpunjur dalam sektor agribisnis, industri dan pariwisata (wisata agro dan alam), simpul pendukung pengembangan wilayah Bodebekpunjur dan sebagai wilayah konservasi. Kinerja sektor penataan ruang dilihat berdasarkan rasio ruang terbuka hijau per satuan luas wilayah ber HPL/HGB yang hingga pada tahun 2013 mencapai sebesar 26,95%. Sedangkan indikator ruang publik yang berubah peruntukkannya relatif kecil sebesar 0,04% walaupun jika dilihat dari rasio bangunan yang ber-imb per satuan bangunan hanya sekitar 5,34% dari jumlah total bangunan. Terkait penanganan bangunan tanpa ijin di kawasan puncak maka pemerintah daerah Kabupaten Bogor telah berupaya melakukan penertiban dengan pembongkaran bangunan tanpa ijin. Penertiban ini dilakukan di kawasan puncak sebagai salah satu upaya konservasi kawasan puncak sebagai penyangga DKI Jakarta dan menjadi prioritas utama penertiban bangunan tanpa ijin. Berdasarkan hasil pendataan yang dilakukan oleh Dinas Tata Bangunan dan Permukiman (DTBP) Kabupaten Bogor terdapat 304 pemilik bangunan yang tidak memiliki ijin di kawasan puncak. Dari jumlah tersebut, 294 pemilik sudah mendapat teguran dan diantaranya 99 pemilik sudah dibongkar dengan jumlah 211 unit bangunan. Dari 195 pemilik bangunan yang telah mendapat teguran dan belum dibongkar diperkirakan terdapat ± 400 unit bangunan yang selanjutnya akan dilimpahkan kepada Satpol PP untuk ditertibkan. Maka dari 400 unit bangunan yang menjadi target akan dilakukan pelaksanaan penanganan/ penertiban bangunan / villa tanpa izin dengan mempertimbangkan proses RPJMD Kabupaten Bogor II - 13

23 penyelidikan dari PPNS, struktur bangunan, letak, kontur wilayah dan waktu yang dibutuhkan untuk kegiatan tersebut. Dengan demikian penanganan/ penertiban bangunan/ villa tanpa izin dikawasan puncak dapat optimal dan tidak menimbulkan permasalahan dikemudian hari. Perhubungan Cakupan pelayanan transportasi darat meliputi jaringan jalan dan jaringan jalan rel. Hingga tahun 2013 jumlah terminal yang ada di Kabupaten Bogor mencapai 6 unit terminal dari 9 terminal yang direncanakan akan dibangun yang berada di Cileungsi, Laladon, Leuwiliang, Jasinga, Bojonggede dan Cibinong. Penyediaan terminal ini terus dikembangkan untuk memberikan pelayanan transportasi kepada sekitar penumpang/tahun dan sekitar unit kendaraan yang telah dikeluarkan ijin trayek. Dilihat dari data tersebut maka diperkirakan setiap harinya setiap unit kendaraan memiliki tingkat kinerja kendaraan angkutan umum sebesar 130,45%. Dari data diatas terlihat bahwa jumlah armada angkutan umum cukup besar dibandingkan dengan tingkat jumlah penumpang yang diangkut karena jenis angkutan umum yang digunakan adalah jenis angkutan umum perkotaan dengan kapasitas angkut yang kecil. Dengan demikian perlu dilakukan restrukturisasi angkutan umum menjadi jenis angkutan umum masal dengan kapasitas angkut menengah hingga besar (Bis, LRT, Monorel dsb) sehingga rasio kinerja angkutan umum dapat lebih optimal. Perencanaan pembangunan Perencanaan pembangunan ini secara umum merupakan tugas dan fungsi dari Bappeda dan secara berkala terus menghasilkan produk-produk seperti (1) dokumen perencanaan RPJPD yang telah ditetapkan dengan PERDA nomor 27 tahun 2008, (2) Dokumen Perencanaan RPJMD yang telah ditetapkan dengan PERDA nomor 7 tahun 2009, (3) Dokumen Perencanaan RKPD yang telah ditetapkan dengan PERKADA, dan (4) Penjabaran Program RPJMD ke dalam RKPD, seluruh dokumen ini umumnya ada dan tersedia dan dihasilkan oleh Bappeda sesuai dengan periode penerbitannya. Saat ini bagian perencanaan mengembangkan sebuah system yang dikenal dengan e-planning. Sistem ini bertujuan untuk mempercepat proses perencanaan pembangunan yang sesuai dengan visi misi kepala daerah terpilih. Lingkungan Hidup Kondisi lingkungan hidup dilihat berdasarkan kondisi persampahan, akses penduduk terhadap air minum, pencemaran status mutu air serta cakupan penghijauan wilayah rawan longsor dan Sumber Mata Air. Dari sisi persampahan, jika dihitung berdasarkan jumlah penduduk kabupaten Bogor pada tahun 2013 yang mencapai lebih dari 5 juta RPJMD Kabupaten Bogor II - 14

24 penduduk maka jumlah timbulan sampah yang dihasilkan mencapai m 3 /hari sedangkan kapasitas jumlah sampah yang terangkut hanya mampu sebesar m 3 /hari. Berdasarkan data tersebut maka cakupan persentase penanganan sampah di kabupaten Bogor baru mencapai sekitar 29,34% dengan tingkat kapasitas tempat pembuangan sampah per jumlah penduduk hanya sekitar 19,99%. Kondisi lingkungan hidup dilihat berdasarkan penilaian status mutu air, menunjukkan bahwa hasil kajian yang dilakukan Badan Pengendalian Hidup Daerah kualitas beberapa sungai yang melintas di Kabupaten Bogor, diantaranya Sungai Ciliwung, Sungai Cisadane, dan Sungai Cileungsi berada pada level tercemar berat (Level D). Pemerintah Kabupaten Bogor telah secara rutin melakukan pengamatan terhadap sungai-sungai di 8 DAS utama, yaitu Sungai Cisadane, Cileungsi, Cikeas, Ciliwung, Citeureup, dan Kali Bekasi. Dari hasil pengamatan menunjukkan bahwa penurunan kualitas air sungai tidak hanya dipengaruhi oleh banyaknya industri dan padatnya permukiman, namun juga sifat air sungai sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor alam seperti topografi dan komposisi geologis lahan yang dilalui oleh sungai serta kerusakan lahan di hulu sungai. Kebutuhan sarana dan prasarana pengolahan limbah cair sangat besar sejalan dengan banyaknya industri pengolahan dan kegiatan usaha lainnya yang menghasilkan limbah cair. Rata-rata volume limbah cair per tahun selama kurun waktu tahun 2005 sampai dengan 2013, yang dihasilkan dari industri pengolahan dan kegiatan usaha lainnya sebanyak ,92 m 3 /bln. Pertanahan Realisasi Indikator kinerja urusan pertanahan yang dicapai pada tahun 2013 antara lain prosentase luas lahan bersertifikat mencapai 26,50 Ha/1000 jiwa penduduk. Ini menunjukkan bahwa rata-rata setiap penduduk di Kabupaten Bogor memiliki lahan bersertifikat sebesar 265 m 2. Nilai tersebut terus meningkat sejak tahun 2008 sehingga menunjukkan adanya kesadaran masyarakat terhadap tertib administrasi pertanahan di Kabupaten Bogor. Peningkatan nilai persentase luas lahan bersertifikat juga mendorong penerimaan daerah dari sisi pajak. Kependudukan dan Catatan Sipil Rasio penduduk ber-ktp per satuan penduduk hingga pada 2012 sebesar 0.068, demikian pula Rasio bayi berakte kelahiran mencapai pada tahun 2012, dan hal ini sejalan juga dengan Rasio pasangan berakte nikah. Kepemilikan KTP di Kabupaten Bogor baru mencapai 69.28% pada tahun Ini tentu menjadi perhatian bagi dinas terkait, karena akan cukup bermasalah dari administrasi kependudukan. Jumlah penduduk (jiwa) Kabupaten Bogor meningkat pesat menjadi RPJMD Kabupaten Bogor II - 15

25 5.26 juta jiwa pada tahun OPD perlu melakukan strategi yang tepat terkait dalam mengurangi laju pertumbuhan penduduk, sehingga ketersediaan database kependudukan skala kabupaten merupakan suatu program yang mendesak untuk memastikan penduduk tetap secara pasti dan akurat. Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Dari seluruh indikator seperti persentase partisipasi perempuan di lembaga pemerintah, Partisipasi perempuan di lembaga swasta, Rasio KDRT, Persentase jumlah tenaga kerja dibawah umur, Partisipasi angkatan kerja perempuan, Penyelesaian pengaduan perlindungan perempuan dan anak dari tindakan kekerasan terlihat dari tahun ke tahun memiliki perkembangan yang positif bagi peningkatan pelayanan kepada masyarakat. Partisipasi angkatan kerja perempuan mencapai 50.15% tahun Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera Indikator Rata-rata jumlah anak per keluarga menunjukkan perbaikan yang signifikan, karena tingginya rasio penggunaan Rasio akseptor KB, Cakupan peserta KB aktif dan tingginya kesadaran masyarakat akan pentingnya keluarga yang sehat. Sosial Indikator dari urusan sosial antara lain adalah Sarana sosial seperti panti asuhan, panti jompo dan panti rehabilitasi (buah), PMKS yg memperoleh bantuan sosial dan Penanganan penyandang masalah kesejahteraan sosial. Sarana sosial seperti panti asuhan, panti jompo dan panti rehabilitasi relatif meningkat dari tahun ke tahun, hingga mencapai 157 unit pada tahun PMKS yg memperoleh bantuan sosial dan Penanganan penyandang masalah kesejahteraan sosial relatif menurun dengan tingkat prosentase yang sama. Kedua indikator tersebut diketahui pada tahun 2012 mencapai 0.03 persen. Ini mennjukkan bahwa penyandang masalah kesejahteraan sosial di Kabupaten Bogor relative menurun setiap tahunnya. Ketenagakerjaan Angka partisipasi angkatan kerja mencapai persen pada tahun Sementara angka sengketa pengusaha-pekerja sejak tahun 2009 relative mengalami peningkatan namun pada tahun 2012 menurun dari 186 kasus pada tahun 2011 menjadi 179 kasus. Di sisi lain jumlah angkatan kerja terus meningkat, sehingga pengangguran akan semakin besar, dimana tingkat pengangguran terbuka di Kabupaten Bogor pada tahun 2012 mencapai 9,07%. RPJMD Kabupaten Bogor II - 16

26 Koperasi Usaha Kecil dan Menengah Usaha kecil menengah di Kabupaten Bogor sangat penting bagi perekonomian karena turut menyumbang PDRB sektor industri dangan pengolahan yang mecanpai 59,59% dan menyumbang penyerapan tenaga kerja sektor industri dan pengolahan mencapai 28,86%. Pada tahun 2006 jumlah koperasi sebanyak 1446 koperasi, yang aktif sebanyak 800, sedangkan pada tahun 2010 mengalami peningkatan jumlah koperasi sebanyak 1588 koperasi, dan yang aktif sebanyak 943 koperasi. Demikian pula pada tahun 2012 prosentase koperasi yang aktif di Kabupaten Bogor mengalami peningkatan dari tahun ke tahun hingga mencapai 66,33% sebanyak 1103 koperasi. Di Kabupaten Bogor, Usahan Kecil Menengah (UKM) juga merupakan tulang punggung ekonomi Kabupaten Bogor. Jumlah Usaha Mikro dan Kecil hingga pada tahun 2012 mencapai sekitar UKM naik dari tahun 2011 sebanyak UKM lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 2.4. Perkembangan Koperasi di Kabupaten Bogor Tahun Tahun No Kecamatan Jumlah Aktif Tidak Jumlah Aktif Tidak Jumlah Aktif Tidak Jumlah Aktif Tidak Jumlah Aktif Tidak 1 NANGGUNG LEUWILIANG LEUWISADENG PAMIJAHAN CIBUNGBULANG TENJOLAYA CIAMPEA DRAMAGA CIOMAS TAMAN SARI CIJERUK CIGOMBONG CARINGIN CIAWI CISARUA MEGAMENDUNG SUKARAJA BABAKAN MADANG SUKAMAKMUR CARIU TANJUNG SARI JONGGOL CILENGSI KLAPANUNGGAL GUNUNGPUTRI CITEUREUP CIBINONG BOJONGGEDE TAJURHALANG KEMANG RANCABUNGUR PARUNG CISEENG GUNUNGSINDUR RUMPIN CIGUDEG SUKAJAYA JASINGA TENJO PARUNG PANJANG Jumlah RPJMD Kabupaten Bogor II - 17

27 Kebudayaan Indikator urusan Kebudayaan di Kabupaten Bogor adalah (1) Penyelenggaraan festival seni dan budaya, (2) Sarana penyelenggaraan seni dan budaya, dan (3) Benda, Situs dan Kawasan Cagar Budaya yang dilestarikan. Dilihat dari capaian pada urusan kebudayaan masih terlihat cukup baik dan hal ini masih sesuai dengan target RPJMD Kabupaten Bogor. Kepemudaan dan Olahraga Realisasi dari capaian kinerja Urusan Kepemudaan dan Olahraga, dari seluruh indikator sampai tahun 2012 terlihat memiliki perkembangan positif, masih sesuai dengan target RPJMD Kabupaten Bogor. Kesatuan Bangsa dan Politik Dalam Negeri Dari beberapa indikator keberhasilan Urusan Kesatuan Bangsa dan Politik Dalam Negeri terutama terhadap Penegakan PERDA meningkat, hingga mencapai 14.69% pada tahun 2012, dengan Angka kriminalitas yang tertangani adalah sebesar 4.32% pada tahun Kinerja ini masih di bawah target RPJMD Kabupaten Bogor, yaitu sebesar 9.35% pada tahun Otonomi Daerah Ketahanan Pangan Realisasi ketahanan pangan dengan indikator Ketersediaan pangan Utama tercapai pada tingkat 64,36% pada tahun Kebijakan peningkatan ketahanan pangan masyarakat dalam rangka revitalisasi pertanian, perikanan dan kehutanan diarahkan untuk meningkatkan kemampuan nasional dalam penyediaan, distribusi dan konsumsi pangan bagi seluruh penduduk secara berkelanjutan, dengan jumlah cukup, mutu layak, aman, dan halal, didasarkan pada optimasi pemanfaatan sumber daya dan berbasis pada keragaman sumberdaya domestik. Kebijakan tersebut diarahkan pada terwujudnya kemandirian pangan masyarakat, yang antara lain ditandai oleh indikator secara mikro, yaitu pangan terjangkau secara langsung oleh masyarakat dan rumah tangga, serta secara makro yaitu pangan tersedia, terdistribusi dan terkonsumsi dengan kualitas gizi yang berimbang, pada tingkat individu dan wilayah. Pemberdayaan Masyarakat Desa Terdapat delapan indikator ukuran kinerja dari Urusan pemberdayaan masyarakat desa di Kabupaten Bogor, yaitu (1) Rata-rata jumlah kelompok binaan lembaga pemberdayaan masyarakat (LPM), (2) Rata-rata jumlah kelompok binaan PKK, (3) RPJMD Kabupaten Bogor II - 18

28 Jumlah LSM (lembaga), (4) LPM Berprestasi (lembaga), (5) PKK aktif (6) Posyandu aktif (7) Swadaya Masyarakat terhadap program pemberdayaan masyarakat dan (8) Pemeliharaan Pasca Program pemberdayaan masyarakat. Statistik Urusan statistik dalam hal ini memiliki indikator kinerja yaitu penyusunan buku kabupaten dalam angka dan penyusunan Buku Indikator Ekonomi Daerah. Secara berkala urusan ini melakukan update data secara berkala dengan waktu tahunan. Kearsipan Secara umum Pengelolaan arsip secara baku yang merupakan indikator kinerja dari Urusan kearsipan, dimana tingkat keberhasilan mencapai 88,76% pada tahun Komunikasi dan Informatika Secara umum tidak semua indikator yang ada secara langsung di tangani oleh dinas, seperti rasio wartel/warnet terhadap jumlah penduduk, jumlah penyiaran radio/tv local dan jumlah surat kabar nasional/lokal, yang secara langsung dapat diintervensi oleh dinas adalah pembuatan dan pengelolaan website pemerintah daerah, dimana indikator ini telah dibentuk sejak tahun 2008 sebanyak 1 unit. Cakupan layanan komunikasi dan informatika untuk surat kabar telah menjangkau hingga ke pelosok wilayah. Telekomunikasi di Kabupaten Bogor mengalami perkembangan yang pesat sebagai imbas dari perkembangan teknologi dan informasi. Pemanfaatan ruang udara untuk telekomunikasi yang menunjang kegiatan ekonomi serta peningkatan akses masyarakat masih memerlukan perhatian dari pemerintah daerah. Perpustakaan Urusan perpustakaan terlihat bahwa jumlah perpustakaan meningkat dari tahun ke tahun, pada tahun 2008 mencapai 125 hingga pada tahun 2012 mencapai 206. Selain itu jumlah pengunjung perpustakaan pertahun juga mengalami peningkatan dari tahun ke tahun dengan tingkat koleksi buku mencapai 27.98% pada tahun Tinggi jumlah pengunjung perpustakaan per tahun menunjukkan tingginya kesadaran masyarakat dalam membaca buku yang merupakan sumber dari ilmu pengetahuan. Dengan membaca maka masyarakat akan jauh dari keterpencilan dan keterbelakangan. Penyelenggaraan Keamanan dan Ketertiban Masyarakat Ketertiban masyarakat diperlukan untuk menciptakan stabilitas daerah dalam mewujudkan kehidupan masyarakat yang aman dan tentram. Kabupaten Bogor dengan kondisi geografis dan wilayah yang begitu luas, serta statusnya sebagai penyangga RPJMD Kabupaten Bogor II - 19

29 ibukota negara, maka memungkinkan sering terjadinya gangguan ketentraman dan ketertiban umum, antara lain : (1) Masih banyaknya PKL yang berjualan di tempat tempat yang bukan peruntukannya seperti di trotoar, bahu jalan bahkan sampai ke badan jalan. Kondisi ini telah menyebabkan kemacetan arus lalu lintas sehingga kenyamanan para pengguna jalan terganggu, seperti di Kecamatan Cibinong, Ciawi, Cileungsi, Citeureup, Parung, Cisarua dan Leuwiliang; (2) Masih adanya masyarakat yang mendirikan bangunan liar yang berdiri di atas tanah milik negara/pemerintah daerah. Apabila hal ini terus dibiarkan maka dapat menyebabkan berkurangnya aset negara/pemerintah daerah; (3) Masih maraknya praktek prostitusi dan banyaknya warung remang-remang yang dikhawatirkan dapat merusak moral dan menimbulkan penyakit masyarakat; (4) Masih banyaknya jumlah bangunan yang tidak memiliki IMB; (5) Masih adanya masyarakat yang belum mentaati peraturan daerah; (6) Masih banyaknya badan usaha, masyarakat dan perorangan, yang belum memiliki perijinan atau belum lengkap perijinannya atau sudah memiliki perijinan tapi sudah tidak berlaku. Hal ini berpotensi menyebabkan kerugian negara/pemerintah daerah dari sektor retribusi perijinan; (7) Masih banyaknya penambang liar galian C; (8) Maraknya demonstrasi massa terjadi di Kabupaten Bogor yang berasal dari berbagai elemen masyarakat dengan berbagai kepentingannya. Kegiatan-kegiatan penanggulangan gangguan ketenteraman dan ketertiban umum yang telah dilaksanakan oleh Satuan Polisi Pamong Praja antara lain adalah : (1) Penertiban Pedagang Kaki Lima (PKL) di beberapa kecamatan yang paling banyak jumlah PKL-nya dan paling mengganggu ketertiban umum dibandingkan dengan kecamatan lainnya; (2) Penertiban Warung Remang-remang/PSK di beberapa kecamatan, yaitu : Parung, Kemang, Tajurhalang, Cileungsi, Megamendung dan Cisarua; (3) Penertiban Bangunan Liar di beberapa kecamatan, yaitu : Cibinong, Cileungsi, Kemang, Parung, Sukaraja, Babakan Madang, Bojonggede dan Tamansari; (4) Penertiban Bangunan tanpa IMB; (5) Penertiban Galian Liar Golongan C; (6) Penertiban Reklame/Spanduk di 5 kecamatan, yaitu : Cibinong, Sukaraja, Ciawi, Cisarua, dan Megamendung; (7) Penertiban dan pengawasan tempat hiburan yang menyalahi perijinan dan peruntukannya; (8) Penertiban tempat peternakan yang tidak memiliki ijin serta mengganggu kenyamanan masyarakat; dan (9) Penyuluhan dan pencegahan penyakit masyarakat (PEKAT). Selama pelaksanaan tugas, ditemukan berbagai kendala sebagai berikut: (1) Masih kurangnya sumber daya manusia (SDM), baik secara kualitas maupun kuantitas dibandingkan dengan cakupan wilayah Kabupaten Bogor. Bila ditinjau dari luas wilayah dan banyaknya penduduk, maka jumlah anggota Polisi Pamong Praja yang ideal adalah 500 orang, dengan perbandingan 1 orang personil berbanding penduduk; (2) RPJMD Kabupaten Bogor II - 20

30 Masih kurangnya sarana dan prasarana yang memadai dibandingkan dengan banyaknya kegiatan serta luasnya Kabupaten Bogor; (3) Masih lemahnya koordinasi antar intansi terkait Aspek Daya Saing Daerah Tingkat daya saing (competitiveness) daerah merupakan salah satu parameter dalam konsep pembangunan daerah yang berkelanjutan. Secara umum tingkat daya saing suatu daerah, searah dengan tingkat kesejahteraan masyarakat (Sitepu, 2012). Untuk menentukan daya saing daerah diperlukan beberapa indikator yang jelas dan terukur. Indikator daya saing yang digunakan tertuang dalam Permendagri 54 tahun 2010, yaitu (1) Fokus Kemampuan Ekonomi Daerah, (2) Fokus Fasilitas Wilayah/Infrastruktur, (3) Fokus Iklim Berinvestasi, dan (4) Fokus Sumber Daya Manusia Fokus Kemampuan Ekonomi Daerah Fokus kemampuan ekonomi daerah dalam hal ini dilihat dari dua urusan terkait yaitu urusan Otonomi Daerah, Pemerintahan Umum, Administrasi Keuangan Daerah,Perangkat Daerah, Kepegawaian dan Persandian dan urusan Pertanian. Otonomi Daerah Tingkat pendapatan perkapita penduduk (diwakili oleh Pengeluaran Konsumsi per kapita) Kabupaten Bogor relative mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun. produktivitas total daerah relative stabil, hingga pada tahun 2012 mencapai Pertanian Nilai Tukar Petani (NTP) adalah rasio atau perbandingan indeks yang diterima oleh petani dari usaha taninya dengan indeks yang dibayarkan petani dan dinyatakan dalam persen. NTP dihitung oleh BPS Kabupaten sejak tahun 2013 terhadap lima subsektor yaitu sub sektor Tanaman Pangan, Hortikultura, Peternakan, Perkebunan Rakyat dan Perikanan yang selanjutnya dikenal dengan istilah NTP Gabungan. Bila angka NTP lebih besar dari 100 persen memberi indikasi bahwa Petani secara keseluruhan di lima subsektor di Provinsi/Kabupaten itu sudah sejahtera karena ada potensi untuk menabung atau membeli kebutuhan lainnya, sedangkan bila kurang dari 100 persen memberi indikasi bahwa petani di Kabupaten tersebut belum sejahtera atau dengan kata lain belum mampu memenuhi kebutuhan dasarnya. Dengan mengacu pada kriteria tersebut maka dapat disebutkan secara umum petani di Kabupaten Bogor telah sejahtera walaupun tingkat kesejahteraannya masih berada dibawah provinsi Jawa Barat. RPJMD Kabupaten Bogor II - 21

31 2.4.2 Fokus Fasilitas Wilayah/Infrastruktur Fokus fasilitas wilayah/infrastrukutr daerah dalam hal ini dilihat dari urusan terkait yaitu urusan perhubungan, penataan ruang, urusan otonomi daerah, pemerintahan umum, administrasi keuangan daerah, perangkat daerah, kepegawaian dan persandian dan komunikasi dan informatika. Perhubungan Aspek infrastruktur Perhubungan di wilayah Kabupaten Bogor hingga saat ini hanya berorientasi pada pengembangan infrastruktur transportasi darat sebagai konsekuensi dari bentuk morfologis wilayah yang dominan berupa daratan. Pada aspek transportasi darat, salah satu indikator tingkat keberhasilan penanganan infrastruktur jalan adalah meningkatnya tingkat kemantapan dan kondisi jalan, meskipun dengan rasio panjang jalan terhadap kendaraan relatif kecil. Rasio panjang jalan per jumlah kendaraan relative periode menunjukkan angka yang semakin menurun tiap tahunnya yang menunjukkan tingkat penurunan kapasitas pelayanan jaringan jalan seiring perkembangan jumlah kendaraan. Dari data yang diperoleh menunjukkan bahwa hingga tahun 2013 rasio panjang jalan per jumlah penduduk sebesar 0,014% atau menurun sebesar 3% tiap tahunnya. Hal ini menunjukkan semakin padatnya lalu lintas jaringan jalan di wilayah Kabupaten Bogor khususnya di wilayah perkotaan. Kondisi infrastruktur transportasi darat yang lain, seperti : (1) kurangnya ketersediaan perlengkapan jalan dan fasilitas lalu lintas (rambu, marka, pengaman jalan, terminal dan jembatan timbang); (2) belum optimalnya kondisi dan penataan sistem hirarki terminal sebagai tempat pertukaran modal; menyebabkan kurangnya kelancaran, ketertiban, keamanan serta pengawasan pergerakan lalu lintas. Di pihak lain, jumlah orang dan barang yang terlayani angkutan umum di Kabupaten Bogor relatif tinggi. Demikian pula halnya dengan pelayanan angkutan massal seperti bis, masih belum optimal mengingat infrastruktur transportasi darat yang tersedia belum mampu mengakomodir jumlah pergerakan yang terjadi, khususnya pergerakan di wilayah tengah Kabupaten Bogor. Sumber Daya Air Potensi sumberdaya air suatu daerah merupakan kemampuan sumberdaya air wilayah tersebut baik sumberdaya air hujan, air permukaan maupun air tanah, guna memenuhi kebutuhan terhadap air baku yang dimanfaatkan untuk kepentingan domestik, industri maupun pertanian. RPJMD Kabupaten Bogor II - 22

32 Sumberdaya air permukaan di Kabupaten Bogor terdiri dari air sungai, mata air dan air genangan/situ/danau, baik alam maupun buatan. Sungai-sungai yang ada, pada umumnya mempunyai hulu di bagian selatan, yaitu pada bagian tubuh pegunungan di sekitar Gunung Salak, Gunung Gede-Pangrango dan Gunung Halimun, dengan karakteristik alirannya mengalir sepanjang tahun. Pada waktu musim hujan mempunyai debit yang besar dan mengakibatkan banjir setempat, sedangkan pada waktu musim kemarau, di beberapa alur sungai menunjukkan kecenderungan kondisi surut minimum. Wilayah Sungai Rincian DAS Panjang Sungai 1. WS Strategis Nasional Citarum DAS Citarum (Sub DAS Cibeet & 1.380,73 km Cikarang) 2. WS Lintas Provinsi Cidanau- DAS Cidurian dan DAS Ciberang 892,71 km Ciujung-Cidurian 3. WS Lintas Provinsi Ciliwung- Cisadane DAS Cimanceuri, DAS Ciliwung, DAS Cisadane, DAS Cileungsi, 5.609,55 km Kondisi situ di Kabupaten Bogor pada tahun 2012 dirinci sebanyak 95 situ dengan luas sebesar 496,91 Ha dengan volume efektif sekitar m3. Jumlah bangunan/outlet sebanyak 88 buah dengan situ dalam kondisi baik sebanyak 34 buah, situ dalam kondisi sedang sebanyak 22 buah, situ dalam kondisi rusak ringan sebanyak 15 buah dan situ dalam kondisi rusak berat sebanyak 24 buah. Pada aspek infrastruktur sumber daya air dan irigasi, kondisi infrastruktur yang mendukung upaya konservasi, pendayagunaan sumber daya air, pengendalian daya rusak air, keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan sumber daya air dan sistem informasi sumber daya air dirasakan masih belum memadai. Potensi sumber daya air di Kabupaten Bogor yang besar belum dapat dimanfaatkan secara optimal untuk menunjang kegiatan pertanian, industri, dan permukiman. Kewenangan DI di Kabupaten Bogor Nama DI Luas DI Kewenangan Pemerintah Pusat DI Kewenangan Pemerintah Provinsi DI Kewenangan Pemerintah Kabupaten DI Lintas Provinsi: - DI Cipamingkis Ha - DI Curug Serpong 105 Ha DI Lintas Kabupaten/kota: - DI. Cisadane Empang 789 Ha - DI Parakanjati 49 Ha - DI Ciliwung Katulampa 122 Ha - DI Cibanon 419 Ha - DI Bantarjati 20 Ha - DI Kranji 53 Ha - DI Cibalok 63 Ha DI Utuh: - DI Sasak Ha Total Jumlah DI yang tersebar di Kabupaten Bogor sebanyak 900 DI dengan rincian(2013): - Jumlah DI kondisi Baik ha sebanyak 334 buah - Jumlah DI kondisi sedang sebanyak 250 Buah ha - Jumlah DI kondisi rusak sebanyak 295 buah ha Ketersediaan air bersih merupakan salah satu prasyarat bagi terwujudnya permukiman yang sehat. Oleh karena itu akses masyarakat terhadap air bersih merupakan hal yang RPJMD Kabupaten Bogor II - 23

33 mutlak dipenuhi. Pada cakupan pelayanan air bersih baru mencapai 25 kecamatan. Cakupan sanitasi air bersih di 80 desa/kelurahan di 19 kecamatan, yang memiliki kapasitas produksi sebesar 2.098,5 l/dt. Sementara itu, cakupan pelayanan air bersih baru mencapai 56,86%, terdiri dari PDAM 15% dan sisanya pedesaan dari jumlah penduduk Kabupaten Bogor (peningkatan cakupan sarana air bersih yang dilakukan oleh unsur pemerintah hanya 1% - 2% pertahun). Rendahnya cakupan pelayanan air bersih, diantaranya karena menurunnya ketersediaan sumber daya air baku dan daya dukung lingkungan, akibat tersumbatnya badan air/sungai oleh sedimentasi yang relatif tinggi. Listrik dan Energi Sedangkan untuk jaringan listrik, tingkat rasio elektrivikasinya tahun 2013 baru mencapai 82,65%, berarti masih sekitar 42,00% kepala keluarga di Kabupaten Bogor yang belum menikmati listrik, terutama pada kantong-kantong permukiman/ kampung yang sulit dijangkau oleh jaringan listrik yang telah ada di setiap desa. Hal ini disebabkan tingginya kebutuhan energi/listrik akibat pertambahan penduduk, tetapi pada sisi lain tidak diimbangi dengan peningkatan pengadaan listrik sebagaimana yang diharapkan. Sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan energi masyarakat akan dikembangkan konsep Desa Mandiri Energi, yaitu pemenuhan energi listrik dengan memanfaatkan potensi yang ada di daerahnya, seperti pembangkit listrik tenaga mikro hidro, piko hidro, surya dan bioenergi. Penerangan jalan dan sarana jaringan utilitas di Kabupaten Bogor telah dibangun cukup memadai. Namun masih belum mencapai standar yang diinginkan dan belum dibentuk ke dalam suatu jaringan utilitas terpadu. Pengelolaan prasarana Penerangan Jalan Umum (PJU) tetap diprioritaskan pembangunannya pada daerah-daerah tertentu, dengan pertimbangan lokasi daerah-daerah rawan sosial yang sampai dengan saat ini mencapai 44,17 % atau titik lampu dari rencana jumlah titik lampu titik (berdasarkan setiap 50 m dari panjang jalan provinsi). Kegiatan ini akan secara terarah dilaksanakan pembangunannya termasuk pemeliharaannya. RPJMD Kabupaten Bogor II - 24

34 Pos dan Telekomunikasi Peranan pos dan telekomunikasi dalam struktur perekonomian Kabupaten Bogor memang tidak begitu dominan, tetapi dalam menunjang pembangunan di daerah ini cukup besar. Tanpa adanya kontribusi telekomunikasi, dunia usaha di daerah ini tidak semaju seperti sekarang. Berbagai usaha pemerintah untuk memperlancar pelayanan komunikasi, salah satunya peningkatan mutu layanan jasa Pos. Namun tidak dapat dipungkiri dengan maraknya pengembangan teknologi informasi, pemakaian jasa Pos semakin berkurang. Sedangkan pemakaian internet dan telekomunikasi yang menggunakan teknologi wireless terus berkembang pesat. Persampahan Kebutuhan sarana dan prasarana pengolahan sampah sangat besar sejalan dengan banyaknya jumlah penduduk dan diiringi aktivitas yang tinggi menyebabkan volume sampah rata-rata setiap hari mencapai m 3. Kondisi ini menuntut penyediaan sarana dan prasarana pengelolaan sampah yang memadai, karena baru terlayani/terangkut sebanyak 736 m 3 /hari atau 24,17 % dari timbunan sampah di wilayah perkotaan atau hanya 22 kecamatan dari 40 kecamatan di Kabupaten Bogor. Kebutuhan sarana dan prasarana pengolahan limbah cair sangat besar sejalan dengan banyaknya industri pengolahan dan kegiatan usaha lainnya yang menghasilkan limbah cair. Rata-rata volume limbah cair per tahun selama kurun waktu tahun 2003 sampai dengan 2007, yang dihasilkan dari industri pengolahan dan kegiatan usaha lainnya sebanyak ,92 m 3 /bln. Lingkungan Hidup Kondisi fisik sungai-sungai di DAS dan Sub DAS di bagian selatan umumnya memiliki beda tinggi antara dasar sungai dengan lahan di sekitar berkisar antara 3,0-5,0 m, sehingga aliran sungai berpotensi untuk meluap di sekitarnya, baik akibat banjir maupun arus balik akibat pembendungan. Sedangkan untuk bagian utara-barat (Cimanceuri dan Cidurian Hilir) beda tinggi antara dasar sungai dan lahan bantaran di sekitarnya umumnya > 5 m, sehingga umumnya menyulitkan untuk pengambilan langsung maupun pembendungan. Berdasarkan hasil studi Preliminary Study on Ciliwung Cisadane Flood Control Project, 2001 di Kabupaten Bogor terdapat lokasi yang berpotensi untuk pembuatan waduk, yaitu Waduk Sodong dan Waduk Parung Badak. Waduk ini berfungsi sebagai pengendali banjir maupun irigasi. Rencana waduk Sodong berlokasi di Sungai Cikaniki Kecamatan Leuwiliang, anak sungai Cisadane dengan potensi genangan 3,069 km² dan volume 24,027 juta m³. Sedangkan Waduk Parung Badak berada di bagian Hulu Sungai RPJMD Kabupaten Bogor II - 25

35 Cisadane di Kecamatan Rancabungur, dengan potensi genangan 2,75 km² dan volume 40,069 juta m³. Berdasarkan hasil pemantauan kualitas air sungai tahun 2013 diketahui bahwa : - Sungai Ciliwung, kadar rata-rata parameter BOD melampaui kelas mutu I dan II tetapi memenuhi untuk kelas mutu III dan IV; - Sungai Cileungsi, kadar rata-rata dari parameter BOD melampaui kelas mutu I - IV; - Sungai Cisadane, kadar rata-rata dari parameter BOD melampaui kelas mutu I dan II tetapi memenuhi kelas mutu II dan IV; - Sungai Kalibaru, kadar rata-rata parameter BOD melampaui kelas mutu I, II dan III tetapi memenuhi untuk kelas mutu IV; - Sungai Cikeas, kadar rata-rata parameter BOD melampaui kelas mutu I, II dan III tetapi memenuhi untuk kelas mutu IV; - Sungai Cikaniki, kadar rata-rata parameter BOD melampaui kelas mutu I dan II tetapi memenuhi untuk kelas mutu III; - Sungai Cibeet, kadar rata-rata parameter BOD melampaui kelas mutu I, II dan III tetapi memenuhi untuk kelas mutu IV; - Sungai Cipamingkis, kadar rata-rata parameter BOD memenuhi untuk kelas mutu IV. Berdasarkan topografi wilayah masih ada beberapa lokasi yang memungkinkan untuk dikembangkan situ-situ buatan yang dapat dimanfaatkan sebagai tampungan air baku, resapan air, maupun pengendali banjir (Retarding Basin). Air tanah merupakan sumber alam yang potensinya (kuantitas dan kualitasnya) tergantung pada kondisi lingkungan tempat proses pengimbuhan (groundwater recharge), pengaliran (groundwater flow) dan pelepasan air bawah tanah (groundwater discharge) yang berlangsung pada suatu wadah yang disebut cekungan air bawah tanah, terdiri dari air tanah dangkal dan air tanah dalam. Volume air tanah yang digunakan untuk berbagai kegiatan usaha di Kabupaten Bogor sebanyak ,2 m 3 /hari (data SoER Kabupaten Bogor, 2013). Volume tersebut tersebar di 6 cekungan air tanah (CAT) yang meliputi CAT Lintas Provinsi yaitu CAT Serang Tangerang dan CAT Jakarta; CAT Lintas Kabupaten/Kota yaitu CAT Bogor dan CAT Bekasi Karawang; serta Wilayah bukan CAT di Klapanunggal dan Cigudeg. Peningkatan pengawasan dan penegakan hukum telah dilakukan terhadap pencemar dan perusak lingkungan, peningkatan kesadaran semua lapisan masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup dan penyebarluasan informasi dan isu lingkungan RPJMD Kabupaten Bogor II - 26

36 hidup yang diharapkan akan meningkatkan kepedulian banyak pihak terhadap kondisi lingkungan hidup Kabupaten Bogor. Upaya tersebut dilakukan melalui pelatihan/pemantapan kader lingkungan hidup tingkat kecamatan dan desa, pembinaan dan pemantauan pengelolaan lingkungan hidup pada berbagai jenis kegiatan dan usaha masyarakat serta swasta/dunia usaha terhadap penerapan ketentuan AMDAL dan UKL/UPL, penanganan kasus pencemaran lingkungan hidup serta pemberlakuan ijin pembuangan air limbah bagi setiap kegiatan yang berpotensi mengeluarkan limbah cair. Sejak tahun 2003 sampai tahun 2007 telah berhasil dilatih 650 orang kader lingkungan hidup yang terdiri dari berbagai unsur masyarakat, dengan rincian sebagai berikut : Tahun 2003 Tahun 2005 Tahun 2006 Tahun 2007 : 150 orang kader lingkungan hidup. : 150 orang kader lingkungan hidup. : 160 orang kader lingkungan hidup. : 190 orang kader lingkungan hidup. Dalam urusan lingkungan hidup, berbagai upaya telah dilakukan dalam rangka mengendalikan tingkat pencemaran air sungai di Kabupaten Bogor. Upaya tersebut antara lain melalui pemantauan kualitas air sungai secara periodik, penguatan kapasitas kelembagaan melalui program Environmental Pollution Control Management (EPCM), produksi bersih, serta penegakkan hukum lingkungan. Penguatan kapasitas kelembagaan melalui program tersebut telah dapat membangun komitmen industri di dalam mewujudkan pemulihan kualitas air sungai. Sementara dari sisi penegakkan hukum lingkungan telah dilakukan penanganan terhadap industri pencemar. Namun demikian, apabila memperhatikan kondisi kualitas air, upaya-upaya pengendalian tingkat pencemaran air yang telah dilakukan masih belum dapat memberikan efek signifikan terhadap pergeseran status mutu air ke tingkat yang lebih baik. Hal tersebut antara lain disebabkan oleh terbatasnya partisipasi sektor industri dalam program EPCM dan produksi bersih serta belum optimalnya upaya penegakkan hukum di dalam memberikan efek shock theraphy terhadap pelaku pencemar. Terkait dengan perkembangan kondisi air tanah di Kabupaten Bogor, beberapa cekungan air tanah kritis secara umum memperlihatkan kondisi ketersediaan air tanah yang semakin menurun dari tahun ke tahun sebagai implikasi dari meningkatnya pengambilan air tanah untuk keperluan industri, domestik serta komersial. Langkah-langkah konservasi dan pengendalian pemanfaatan air bawah tanah telah dilakukan dalam lima tahun terakhir untuk mengendalikan laju penurunan air tanah, terutama di cekungan air tanah kritis. Langkah tersebut meliputi pemantauan kondisi air tanah, pengendalian pemanfaatan pengambilan air tanah melalui perijinan RPJMD Kabupaten Bogor II - 27

37 dan mekanisme disinsentif, pengawasan dan penertiban pengambilan air tanah secara ilegal serta pembuatan percontohan sumur resapan dalam di kawasan tapak industri. Ke depan, untuk memulihkan kondisi air tanah di Cekungan air tanah kritis masih diperlukan penguatan dan peningkatan efektivitas dari pola langkah-langkah sebagaimana telah ditempuh, serta mendorong partisipasi sektor industri di dalam mengembangkan sumur resapan dalam di kawasan industri. Dalam jangka panjang, perkembangan ekonomi wilayah perlu diarahkan pada aktivitas ekonomi yang berkarakter hemat konsumsi air tanah untuk menekan laju pemanfaatan air tanah. Berkenaan dengan aspek kualitas udara, tingkat aktivitas yang cukup tinggi terutama di daerah perkotaan yang mengakibatkan polusi udara yang cukup memprihatinkan. Kontribusi gas buang kendaraan bermotor terhadap polusi udara telah mencapai %. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah bahwa pada saat ini semakin banyak industri yang mulai menggunakan batu bara sebagai sumber energi yang berkontribusi terhadap penurunan kualitas udara. Bencana gerakan tanah (tanah longsor) merupakan peristiwa alam yang seringkali mengakibatkan banyak kerusakan, baik berupa kerusakan lingkungan maupun kerusakan prasarana dan sarana fisik hasil pembangunan serta menimbulkan kerugian yang tidak sedikit baik berupa harta benda maupun korban jiwa manusia. Pada umumnya bencana tanah longsor dipicu oleh turunnya curah hujan yang cukup tinggi, disamping kondisi kelerengan lahan yang cukup terjal dan tidak tertutup oleh vegetasi serta sifat batuan atau tanah yang cukup sensitif terhadap kondisi keairan. Penataan Ruang Di Kabupaten Bogor ukuran keberhasilan urusan pilihan penataan ruang, ditentukan oleh (1) Ketaatan terhadap RTRW, (2) Luas wilayah produktif, (3) Luas wilayah industry, (4) Luas wilayah kebanjiran, (5) Luas wilayah kekeringan, dan (6) Luas wilayah perkotaan. Dari sisi luas, hanya luas wilayah produktif yang mengalami perkembangan sementara yang lainnya relatif konstan. Namun penataan ruang dapat diberikan apresiasi karena tingkat ketaatan terhadap RTRW mencapai 96.86%, artinya bahwa hanya sekitar 3.74% yang tidak taat dalam penataan ruang. Ini menjadi tugas sendiri bagi OPD terkait untuk menjamin bahwa penggunaan ruang dan wilayah harus sesuai dengan RTRW Kabupaten Bogor. Otonomi Daerah Terlepas dari makna otonomi itu sendiri, urusan pilihan otonomi daerah, pemerintahan umum, administrasi keuangan memiliki indikator antara lain adalah Jenis dan jumlah RPJMD Kabupaten Bogor II - 28

38 bank dan cabang serta Jenis dan jumlah perusahaan asuransi dan cabang. Dari kedua indikator tersebut, perkembangannya relatif konstan dari tahun ke tahun. Komunikasi dan Informatika Prosentase pengguna Hp/Telepon di Kabupaten Bogor, relatif mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, hingga mencapai 34.48% pada tahun Tercatat bahwa tingkat pertumbuhan penggunaan HP/telepon mencapai 10.57% per tahun. Hal ini merupakan suatu indikasi kemajuan dari masyarakat Kabuupaten Bogor itu sendiri, terlihat dari tingginya permintaan akan komunikasi baik dengan penggunaan HP ataupun telepon rumah di dalam beraktivitas sehari-hari Fokus Iklim Berinvestasi Jumlah dan macam pajak yang diterbitkan relatif sama dari tahun ke tahun kecuali pada tahun 2012, jumlah dan macam pajak ada sebanyak 10 sementara jumlah dan retribusi daerah mencapai 28 jenis retribusi dari tahun 2008 sampai dengan Pada tahun 2012 jumlah dan macam retribusi hanya sebanyak 17 retribusi. Disisi lain, jumlah perda yang mendukung investasi mencapai 78 perda pada tahun Perda dapat menjadi sebuah motivasi ataupun menurunkan minat pengusaha dalam berinvestasi, sehingga untuk setiap perda yang diterbitkan haruslah mendukung iklim investasi di daerah. Karena investor akan menanamkan modalnya pada suatu bidang usaha akan selalu memperhatikan faktor-faktor keamanan lingkungan, kepastian hukum, status lahan investasi dan dukungan pemerintah. Dalam pembangunan perekonomian yang dinamis di tingkat nasional maupun di tingkat regional dan lokal, penanaman modal (investasi) menjadi faktor yang sangat penting karena berperan sangat signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, penciptaan lapangan kerja, pengembangan sumberdaya strategis nasional, implementasi dan transfer keahlian dan teknologi, pertumbuhan ekspor dan meningkatkan neraca pembayaran. Penanaman modal tersebut akan memberikan banyak dampak ganda (multiplier effects) dan manfaat bagi banyak pihak termasuk perusahaan, masyarakat dan pemerintah. Sektor industri merupakan komponen utama pembangunan daerah yang mampu memberikan kontribusi ekonomi yang cukup besar, tingkat penyerapan tenaga kerja yang banyak dan terjadinya transformasi kultural daerah menuju ke arah modernisasi kehidupan masyarakat. Kinerja sektor industri menengah dan besar pada tahun 2012, dengan nilai investasi Rp ,- menyerap tenaga kerja orang. Sektor industri menengah besar didominasi oleh industri agro dan loga dengan nilai investasi sebesar Rp ,- dan Rp ,-, sementara itu RPJMD Kabupaten Bogor II - 29

39 industri menengah besar yang paling banyak menyerap tenaga kerja adalah industri tekstil dengan jumlah tenaga kerja sebesar orang Sementara potensi industri kecil menengah pada tahun 2012 nilai investasinya mencapai Rp ,- menyerap tenaga kerja sebesar orang. IKM agro merupakan industri kecil menengah yang paling mendominasi dengan nilai investasi mencapai Rp ,- IKM yang paling banyak menyerap tenaga kerja adalah IKM tekstil dengan jumlah tenaga kerja sebesar orang. Pengembangan perdagangan di Kabupaten Bogor difokuskan pada pengembangan sistem distribusi barang dan peningkatan akses pasar, baik pasar dalam negeri maupun pasar luar negeri. Pengembangan sistem distribusi diarahkan untuk memperlancar arus barang, memperkecil disparitas antar daerah, mengurangi fluktuasi harga dan menjamin ketersediaan barang kebutuhan yang cukup dan terjangkau oleh masyarakat. Adapun peningkatan akses pasar dalam negeri maupun luar negeri dilakukan melalui promosi/pameran produk dan misi perdagangan. Jumlah usaha perdagangan yang terdata pada tahun 2012 sebanyak 8982 perusahaan yang diharapkan pertumbuhannya meningkat 1,05% setiap tahunnya. Jumlah investor berkala nasional (PMDN/PMA) kurun waktu mencapai 678 investor dengan nilai investasi sebesar Rp ,- hal tersebut menjadikan kabupaten peringkat ke-6 dari 26 kabupaten/kota di Jawa Barat untuk realisasi PMA dan PMDN. Perkembangan koperasi selama kurun waktu mengalami peningkatan jumlah koperasi sebanyak 4,72%, yaitu dari sebanyak koperasi pada tahun 2011 menjadi koperasi pada tahun Dari jumlah tersebut, yang termasuk ke dalam koperasi aktif adalah sebanyak unit pada tahun 2011 meningkat menjadi 1103 pada tahun Sebagai upaya pembinaan dan dalam rangka mengetahui perkembangannya (aktif tidak aktifnya), telah dilakukan advokasi kepada koperasi-koperasi yang ada di Kabupaten Bogor. Dengan demikian, koperasi yang bermasalah dapat difasilitasi untuk diselesaikan permasalahannya, misalnya melalui pembubaran, amalgamasi atau pembenahan. Kabupaten Bogor mempunyai sumberdaya galian baik non-logam maupun logam. Pada bahan non-logam, berupa bahan piroklastik dan batuan terobosan dari gunung berapi baik itu sudah terubahkan, terendapkan ataupun masive seperti pasir, andesit, gamping, tanah liat dan sebagainya. Bahan galian logam yang utama adalah emas. Bahan galian non logam ini menyebar terutama di bagian barat dan timur kabupaten RPJMD Kabupaten Bogor II - 30

40 Bogor dan sangat sedikit di bagian tengah. Bahan galian logam seperti emas dan galena menyebar di daerah Bogor Barat di sebagian Kecamatan Nanggung dan Cigudeg serta di daerah Bogor Timur di sebagian Kecamatan Cariu dan Tanjungsari. Bahan galian tersebut saat ini sebagian sudah dieksploitasi. Pada lokasi bahan yang sudah dieksploitasi dihasilkan kegiatan ekonomi masyarakat setempat. Tetapi pengelolaan dampak negatif yang ditimbulkan belum dikelola dengan efektif sehingga berpotensi menghasilkan kerusakan lingkungan dan pencemaran. Pertambangan bahan galian non logam, pada lokasi tertentu sudah mengganggu air tanah dan menimbulkan bahaya tanah longsor, sehingga ekonomi masyarakat pasca tambang juga terganggu. Oleh karena itu perencanaan perbaikan lingkungan dan penyediaan alternatif aktivitas ekonomi harus segera dilakukan. Sedangkan yang belum dieksploitasi selain karena belum ekonomis, mungkin juga karena belum diketahui cadangannya secara terukur. Pada bahan tambang yang belum tereksploitasi ini, upaya menekan kerusakan lingkungan harus dilakukan (konservasi sumberdaya mineral). Sampai dengan tahun 2012 terdapat 153 pemegang SIPD/KP yang masih aktif melakukan kegiatan usaha penambangan seluas 9.511,9Ha yang menurun menjadi 116 pemegang usaha, dengan luasan sebesar ,4Ha, aktivitas penambangan tanpa ijin (PETI) terus megalami penurunan melalui upaya penertiban dengan pembinaan dan penutupan kegiatan penambangan, tercata PETI tahun lokasi menurun dari tahun 2008 sebanyak di 45 lokasi dengan luas bukaan tambang 556,62Ha. Selain sumber daya mineral logam dan non logam, Kabupaten Bogor juga memiliki sumberdaya alam panas bumi, dimana terdapat 15 lokasi yang terindikasi memiliki sumberdaya alam panas bumi, 13 diantaranya sudah beroperasi (Kecamatan Pamijahan), dan menghasilkan energi listrik dengan kapasitas 110MW. Rencana sampai dengan tahun 2015 ke 15 lokasi sumber alam panas bumi dapat dioperasikan. Potensi pariwisata di Kabupaten Bogor cukup menjanjikan, namun belum dikelola secara optimal, proporsional dan profesional serta belum ditempatkan sebagai kegiatan industri pariwisata. Potensi pariwisata yang saat ini dimiliki oleh Kabupaten Bogor antara lain : wisata alam, wisata budaya dan wisata belanja. Kawasan Puncak (di sepanjang koridor jalan) pada waktu-waktu tertentu menjadi daya tarik wisata. Hal ini terlihat dari kunjungan wisatawan domestik (sebagian besar berasal dari penduduk Kota Jakarta) yang jumlahnya cukup signifikan, terutama pada waktu akhir pekan atau libur nasional. Upaya yang sudah dilakukan oleh pemerintah daerah dan para pelaku pariwisata belum memberikan dampak signifikan terhadap kemajuan industri pariwisata Kabupaten Bogor. Kunjungan wisatawan pada tahun 2012 ditargetkan sebesar akan tetapi realisasinya mencapai orang terdiri dari orang wisatawan RPJMD Kabupaten Bogor II - 31

41 mancanegara dan orang wisatawan nusantara. Pada tahun 2013 kunjungan wisatawan mencapai orang Fokus Sumberdaya Manusia Sumber daya manusia di Kabupaten Bogor mengalami peningkatan yang baik dari tahun ke tahun, hingga pada tahun 2012 mencapai dengan tingkat ketergantungan sebesar di tahun yang sama. SDM potensi yang terkandung dalam diri manusia untuk mewujudkan perannya sebagai makhluk sosial yang adaptif dan transformatif yang mampu mengelola dirinya sendiri serta seluruh potensi yang terkandung di alam menuju tercapainya kesejahteraan kehidupan dalam tatanan yang seimbang dan berkelanjutan. Jumlah penduduk Kabupaten Bogor pada tahun 2012 menurut hasil Sensus Penduduk sebanyak jiwa dan pada tahun 2013 telah mencapai jiwa naik sebesar 2,44%. Jumlah penduduk Kabupaten Bogor memberikan kontribusi sebesar Rp. 11,08% dari jumlah penduduk Provinsi Jawa Barat yang berjumlah jiwa dan merupakan jumlah terbesar diantara kabupaten/kota di Jawa Barat. Dari komposisi umur penduduk Kabupaten Bogor pada tahun 2013, yaitu usia 0-14 tahun sebanyak jiwa, usia tahun sebanyak jiwa dan usia 65 tahun ke atas sebanyak jiwa, maka angka beban ketergantungan (dependency ratio) mencapai 53,45 yang berarti diantara 100 orang penduduk usia produktif harus menanggung sebanyak 53 orang penduduk usia non produktif. Jumlah pengangguran terbuka mengalami penurunan dibandingkan dengan tahun 2011, dari orang, menjadi orang, pada tahun 2012 turun sebanyak orang (atau sekitar 10,64%). Kondisi ini menunjukkan bahwa upaya pemerintah Kabupaten Bogor dalam menurunkan jumlah pengangguran telah menunjukan hasil yang memadai, baik yang dilakukan dengan cara mengundang investor, membuka lapangan kerja baru dan meningkatkan keterampilan para pekerja maupun upaya lainnya melalui kemudahan untuk membuka usaha baru dan wirausaha mandiri di sektor formal maupun informal. Tingkat partisipasi angkatan kerja mengalami peningkatan pada tahun 2012 sebesar 65,11% bila dibandingkan dengan tahun 2011, yaitu sebesar 2,57%. Kondisi ini disebabkan implikasi dari bertambahnya angkatan kerja dari luar kabupaten Bogor yang mendapatkan kesempatan kerja atau peluang kerja sehingga berpengaruh terhadap proporsi dari tingkat partisipasi angkatan kerja lokal. RPJMD Kabupaten Bogor II - 32

42 Berkenaan dengan pembangunan kualitas hidup penduduk Kabupaten Bogor, perkembangan kualitas sumberdaya manusia (SDM) Kabupaten Bogor menunjukkan kondisi yang semakin membaik. Hal tersebut antara lain ditunjukkan dengan pencapaian Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang dihitung berdasarkan tiga indikator, yaitu Indeks Pendidikan, Indeks Kesehatan dan Indeks Daya Beli. Pada saat ini, peluang untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui bidang pendidikan sangat terbuka. Hal ini ditopang oleh dukungan pemerintah baik pusat maupun daerah melalui APBN-APBD yang akan berupaya menyediakan anggaran untuk pendidikan sebesar 20 persen. Dalam kaitan ini, pemerintah menyadari bahwa pendidikan merupakan salah satu sarana untuk meningkatkan kecerdasan dan keterampilan manusia, serta mempunyai andil besar terhadap kemajuan sosial ekonomi suatu bangsa. SDM yang berkualitas merupakan salah satu faktor penting bagi kemajuan bangsa. Semakin tinggi tingkat pendidikan masyarakat, maka semakin tinggi kualitas SDM di wilayah tersebut. Peluang untuk mendapatkan lapangan pekerjaan atau menciptakan peluang usaha lebih besar bagi mereka yang berpendidikan tinggi dibandingkan dengan mereka yang berpendidikan rendah Penelaahan RTRW Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor telah menyusun dokumen RTRW melalui Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 19 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bogor tahun , dimana Kabupaten Bogor merupakan salah satu kabupaten/kota yang lebih awal menetapkan Peraturan Daerah tentang RTRW pasca diberlakukannya Undang-undang Nomor 26 tahun Peraturan Daerah nomor 19 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bogor pada tahun 2013 dilakukukan revisi dan sedang dalam proses penetapan. Revisi rencana tata ruang ini dilakukan dengan beberapa pertimbangan terkait terbitnya peraturan perundang-undangan dan kebijakan pusat dan provinsi yang mempengaruhi sistematika, substansi dan arah kebijakan penataan ruang di wilayah Kabupaten Bogor. Terkait materi perubahan substansi RTRW Kabupaten Bogor tersebut maka berikut ini dilakukan penelaahan rencana tata ruang sebagai matra pemanfaatan spasial terhadap kebijakan pembangunan di Kabupaten Bogor sebagai salah satu bahan kebijakan yang akan diacu. Substansi Rencana Tata Ruang Wilayah yang direvisi meliputi tujuan, kebijakan dan strategi; perwujudan struktur ruang; perwujudan pola ruang serta perwujudan kawasan strategis. RPJMD Kabupaten Bogor II - 33

43 Tujuan penataan ruang Kabupaten Bogor adalah MEWUJUDKAN TATA RUANG WILAYAH YANG BERKUALITAS, BERKELANJUTAN DAN BERWAWASAN LINGKUNGAN YANG BERTUMPU PADA KEGIATAN PARIWISATA, PERMUKIMAN, INDUSTRI DAN PERTANIAN DALAM RANGKA MENDORONG PERKEMBANGAN WILAYAH YANG MERATA DAN BERDAYA SAING MENUJU KABUPATEN BOGOR TERMAJU DAN SEJAHTERA. Untuk mewujudkan tujuan penataan ruang tersebut maka disusun kebijakan dan strategi penataan ruang ditampilkan pada tabel berikut: Kebijakan Perwujudan kawasan lindung didalam kawasan hutan dan diluar kawasan hutan dalam rangka optimalisasi fungsi perlindungan regional Pengembangan wisata alam, wisata budaya dan wisata minat khusus sesuai dengan potensi alam dan budaya setempat yang memiliki daya tarik wisatawan mancanegara dengan tetap memperhatikan kelestarian lingkungan hidup Penyediaan lingkungan permukiman perkotaan yang berkualitas, aman, nyaman dan terkoneksi dengan pusat kegiatan di wilayah jabodetabek Pengembangan kawasan peruntukan industri yang bertumpu pada potensi sumber daya lokal yang mampu menghasilkan produk bernilai jual internasional dengan tetap memperhatikan kualitas lingkungan Tabel 2.5. Kebijakan dan Strategi Penataan Ruang Strategi a. Menetapkan kawasan lindung sesuai dengan fisik lahan, daya dukung dan daya tampung lingkungan; b. mengembalikan dan meningkatkan fungsi kawasan lindung yang telah menurun; c. penerapan prinsip zero delta Q policy pada daerah resapan air; d. membatasi perkembangan kegiatan budidaya terbangun di kawasan rawan bencana; e. membatasi perkembangan kawasan terbangun pada enclave yang berada di dalam kawasan hutan ataupun yang berbatasan dengan kawasan hutan; f. membatasi perkembangan kawasan terbangun pada daerah sempadan sungai, setu dan mata air; dan g. membatasi pengembangan prasarana wilayah di dalam dan di sekitar kawasan lindung. a. mengembangkan kawasan wisata alam dengan memanfaatkan potensi alam yang ada; b. mengembangkan kawasan wisata budaya; c. mengembangkan kawasan wisata minat khusus yang berorientasi pasar domestik dan mancanegara secara selektif; d. Penyediaan prasarana pendukung pariwisata. a. Penyediaan fasilitas permukiman yang lengkap dan berkualitas serta berdaya saing; b. pengembangan permukiman perkotaan yang lebih efisien melalui pembangunan perumahan secara vertikal pada wilayah yang perkotaan cepat tumbuh; c. pengembangan permukiman diprioritaskan kepada hunian yang terintegrasi dengan sistem angkutan massal; d. pemanfaatan teknologi ramah lingkungan, energi terbaharukan dan efisiensi energi di kawasan permukiman perkotaan; e. mengembangkan ruang terbuka hijau dengan luas paling sedikit 30 % (tiga puluh persen) dari luas kawasan perkotaan; f. mengendalikan jumlah pergerakan transportasi melalui pengembangan sistem transportasi massal; g. mengendalikan tata air melalui pengembangan sistem drainase dan peningkatan fungsi resapan air; dan h. mengendalikan dan penataan pertumbuhan kawasan permukiman di daerah rawan bencana dan befungsi lindung. a. mendorong penyediaan kawasan industri yang dikelola secara terpadu, lengkap dan ramah lingkungan; b. mengembangkan dan menata industri rumah tangga melalui pemberian dukungan infrastruktur yang memadai sesuai dengan pola ruang yang dikembangkan; c. meningkatkan sarana dan prasarana penunjang kegiatan industri; d. optimalisasi pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya manusia setempat e. pengembangan tematik industri berdasarkan ketersediaan potensi sumber daya yang tersedia; f. menyediakan sistem transportasi regional yang handal, cepat dan RPJMD Kabupaten Bogor II - 34

44 Kebijakan Mempertahankan areal pertanian tanaman pangan dan penataan pusat permukiman pedesaan sebagai simpul distribusi hasil pertanian dalam rangka mendukung upaya ketahanan pangan berkelanjutan Penataan sistem pusat kegiatan dan pelayanan sarana prasarana wilayah secara berjenjang dan sinergis Mewujudkan kawasan strategis daerah sesuai dengan kepentingan wilayah dan berdaya saing Strategi mudah diakses; g. mengendalikan perkembangan kegiatan industri yang memberikan dampak pencemaran lingkungan dan fungsi resapan air; dan h. membatasi pertumbuhan industri di luar kawasan industri. a. menetapkan kawasan pertanian pangan yang berkelanjutan; b. mempertahankan kawasan lahan pertanian pangan berkelanjutan (LP2B); c. pengembangan jaringan irigasi teknis dan non teknis; d. meningkatkan akses jalan dari sentra produksi pertanian ke pusat pemasaran; e. pemberlakuan insentif dan disinsentif yang mampu mendukung perkembangan usaha kegiatan pertanian; f. mengembangkan kawasan agrobisnis berorientasi agropolitan; g. mengembangkan kawasan minapolitan; h. mengembangkan fasilitas dan infrastruktur serta permukiman perdesaan yang dapat menunjang budidaya perdesaan; i. meningkatkan aksesibilitas kawasan permukiman pedesaan terhadap kawasan perkotaan; j. mengembangkan pusat-pusat jasa, koleksi, dan distribusi produkproduk perdesaan; dan k. mengendalikan pertumbuhan permukiman pedesaan yang berada di kawasan lindung. a. memantapkan pengembangan 3 (tiga) WP dan 12 (dua belas) SWP; b. menetapkan sistem pusat kegiatan PKWp, PKLp, PPK, dan PPLk dan PPLd; c. menata dan mengembangkan sistem jaringan prasarana wilayah yang dapat menjadi pengarah, pembentuk, pengikat, pengendali dan pendorong pengembangan wilayah; d. memantapkan keterkaitan fungsional antar pusat kegiatan perkotaan dan perdesaan secara sinergis; e. mengembangkan sistem jaringan jalan tol, jalan arteri primer, dan kolektor primer; f. mengembangkan sistem transportasi, melalui pengembangan terminal angkutan pada pusat-pusat pertumbuhan di wilayah perkotaan, pengembangan terminal angkutan barang pada kawasan industri dan perdagangan, pengembangan terminal agro pada kawasan sentra produksi pertanian serta keterpaduan moda terhadap moda angkutan massal; g. mendorong pengembangan prasarana telekomunikasi; h. meningkatkan jaringan energi untuk memanfaatkan energi terbarukan dan tak terbarukan secara optimal; i. meningkatkan kualitas jaringan prasarana serta mewujudkan keterpaduan sistem jaringan sumber daya air. j. mempertahankan kelangsungan ketersediaan dan pendistribusian sumber air pertanian dan air bersih perkotaan; k. meningkatkan jaringan transmisi dan distribusi minyak dan gas bumi, serta mewujudkan sistem jaringan pipa minyak dan gas bumi yang optimal; l. mengembangkan sistem penanganan persampahan; m. mengembangkan sarana pemakaman untuk memenuhi kebutuhan tanah kuburan; n. pengembangan sarana pendidikan dan olah raga; dan o. pengembangan sarana peribadatan untuk memenuhi kebutuhan keagamaan masyarakat. a. penetapan kawasan strategis kabupaten yang memiliki nilai strategis pertahanan dan keamanan b. penetapan kawasan strategis kabupaten yang memiliki nilai strategis dari sudut kepentingan ekonomi yang berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi kabupaten c. penetapan kawasan strategis kabupaten yang memiliki nilai strategis dari sudut kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup d. penetapan kawasan strategis yang memiliki nilai strategis pendayagunaan sumberdaya alam dan/atau teknologi tinggi RPJMD Kabupaten Bogor II - 35

45 Rencana Struktur Ruang Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hierarkis memiliki hubungan fungsional. Rencana struktur ruang wilayah meliputi pembagian wilayah pengembangan, rencana sistem pusat kegiatan dan rencana sistem jaringan sarana dan prasarana. Wilayah Pengembangan Wilayah pengembangan adalah kesatuan kelompok wilayah administratif kecamatan yang memiliki kesamaan karakteristik fisik dan fungsi yang diarahkan pengembangannya secara terintegrasi. Pembagian wilayah pengembangan ini dibagi kedalam 3 Wilayah Pengembangan dan 12 Sub Wilayah Pengembangan yang tertera pada tabel berikut: Tabel 2.6. Pembagian Wilayah Wilayah Pengembangan Mendorong perkembangan Wilayah Pengembangan (WP) Barat Mengendalikan perkembangan Wilayah Pengembangan (WP) Tengah Mengembangkan perkembangan Wilayah Pengembangan (WP) Timur Arahan Fungsi Pengembangan kegiatan pertanian, pertambangan, kehutanan, perkebunan, pariwisata dan budaya, industri, jasa dan permukiman Pengembangan kegiatan pusat pemerintahan, perdagangan dan jasa, pusat pelayanan sosial, pusat komunikasi, pusat permukiman perkotaan, Pariwisata dan budaya, Industri ramah lingkungan Pengembangan kegiatan perdagangan dan jasa, pertanian, pertambangan, pariwisata, industri manufaktur, pusat permukiman perkotaan. Sub Wilayah Pengembangan a. SWP Cigudeg yang meliputi Kecamatan Cigudeg, Kecamatan Nanggung dan Kecamatan Leuwisadeng; b. SWP Parungpanjang yang meliputi Kecamatan Parungpanjang, Kecamatan Tenjo dan Kecamatan Rumpin; c. SWP Leuwiliang yang meliputi Kecamatan Leuwiliang, Kecamatan Cibungbulang, Kecamatan Pamijahan dan Kecamatan Tenjolaya; d. SWP Jasinga yang meliputi Kecamatan Jasinga dan Kecamatan Sukajaya; dan e. SWP Ciampea yang meliputi Kecamatan Ciampea dan Kecamatan Dramaga a. SWP Cibinong yang meliputi Kecamatan Cibinong, Kecamatan Citeureup, Kecamatan Sukaraja, Kecamatan Bojonggede, Kecamatan Babakan Madang dan Kecamatan Tajurhalang; b. SWP Parung yang meliputi Kecamatan Parung, Kecamatan Gunung Sindur, Kecamatan Kemang, Kecamatan Ciseeng dan Kecamatan Rancabungur; c. SWP Cigombong yang meliputi Kecamatan Cigombong, Kecamatan Caringin dan Kecamatan Cijeruk; d. SWP Ciawi yang meliputi Kecamatan Ciawi, Kecamatan Cisarua dan Kecamatan Megamendung; dan e. SWP Ciomas yang meliputi Kecamatan Ciomas dan Kecamatan Tamansari a. SWP Cileungsi yang meliputi Kecamatan Cileungsi, Kecamatan Gunungputri dan Kecamatan Klapanunggal; b. SWP Jonggol yang meliputi Kecamatan Jonggol, Kecamatan Cariu, Kecamatan Sukamakmur dan Kecamatan Tanjungsari; RPJMD Kabupaten Bogor II - 36

46 Sistem Pusat Kegiatan Sistem pusat kegiatan terbagi atas sistem perkotaan dan sistem pedesaan. Sistem perkotaan disusun secara berhirarkis sesuai dengan ukuran dan fungsi perkotaan sesuai dengan skala pelayanan yang ditentukan. Pembagian struktur pusat kegiatan dalam sistem perkotaan ditetapkan sebagai berikut: 1. Pusat Kegiatan Nasional (PKN), yaitu Kawasan Perkotaan Bodebek; 2. Pusat Kegiatan Wilayah Promosi (PKWp) yaitu Perkotaan Cibinong yang merupakan pusat dari SWP Cibinong; 3. Pusat Kegiatan Lokal Promosi (PKLp) yaitu perkotaan Cileungsi, Cigudeg, Parungpanjang, dan Jonggol; 4. Pusat Pelayanan Kawasan (PPK), yaitu perkotaan Parung, Leuwiliang, Jasinga, Cigombong, Ciawi, Ciomas dan Ciampea; dan Pusat Pelayanan Lingkungan Kota (PPLk) yang tersebar di 22 kecamatan yang merupakan pemusatan aktivitas pelayanan di skala lingkungan permukiman pada wilayah perkotaan. Sedangkan sistem pedesaan dikembangkan untuk memberikan pemerataan pelayanan pada pusat-pusat desa utama yang menjadi simpul aktivitas kegiatan pedesaan dan sebagai instrument untuk memberikan pelayanan ke seluruh wilayah desa. Berdasarkan hal tersebut maka ditetapkan 39 Pusat Pelayanan Lingkungan Desa (PPLd) yang tersebar di 23 Kecamatan. Sistem perdesaan ini dilakukan dengan membentuk Pusat Pelayanan Lingkungan Desa (PPLd) yang dihubungkan dengan sistem jaringan jalan dan infrastruktur yang dibutuhkan untuk pengembangan perdesaan. Terkait dengan pengembangan pusat kegiatan diatas fokus pengembangan diprioritaskan pada pengembangan Cibinong Raya sebagai Pusat Kegiatan Wilayah yang dipromosikan (PKWp) dengan mendorong Cibinong Raya sebagai Pusat Pemerintahan, Pelayanan Sosial dan Ekonomi, Permukiman, Industri, Riset & Teknologi yang memiliki Skala Provinsi dan antar Kabupaten/Kota. Hal ini terkait dengan pengembangan twin metropolitan Bodebek Karpur sebagai Metropolitan Mandiri dengan sektor unggulan industri manufaktur, jasa, keuangan, serta perdagangan, hotel, dan restoran. Selain itu untuk pengembangan pusat kegiatan juga didorong untuk mewujudkan 4 kawasan perkotaan lainnya sebagai Pusat Kegiatan Lokal yang di promosikan sebagai kawasan perkotaan yang berpotensi pada bidang tertentu dan memiliki pelayanan skala daerah atau beberapa kecamatan serta berperan sebagai penyeimbang dalam pengembangan wilayah kabupaten. Terkait hal tersebut maka RPJMD Kabupaten Bogor II - 37

47 pengembangan pusat kegiatan tersebut didorong dengan mengembangkan fasilitas dan infrastruktur seperti yang ditunjukkan dalam tabel berikut : Tabel 2.7. Sistem Pusat Kegiatan Sistem Pusat Kegiatan Perwujudan PKW promosi perkotaan cibinong Perwujudan PKLp Cileungsi Perwujudan PKLp Cigudeg Perwujudan PKLp Parungpanjang Program Yang Didorong Pengembangan rumah sakit cibinong sebagai rumah sakit tipe A Pembangunan sport center di GOR Pakansari Pengembangan kawasan pusat penelitian LIPI Pengembangan akses jaringan jalan regional (1) lingkar Gor Pakansari; (2) Gerbang Tegar Beriman-tol citeureup; (3) Sukahati-jampang; (4) Tol Antasari- Depok-Susukan-Soleh Iskandar Pembangunan terminal tipe A Cibinong Pengembangan sistem angkutan umum masal perkotaan cibinong raya Pengembangan perkotaan hijau cibinong raya Pengembangan CBD kota cibinong Pengembangan kawasan industri Pembangunan kawasan TOD Pengembangan terminal tipe C Pengembangan akses bukaan tol Gunung Geulis Pengembangan rumah sakit tipe B Cileungsi Penataan simpang susun Cileungsi Penataan kawasan industri Cicadas dan Limus Nunggal Pengembangan jalan tol Cimanggis Cibitung Pembangunan TPPS Nambo Pembangunan terminal barang Nambo Pembangunan kawasan TOD Pengembangan rel KA (Nambo-Bekasi) Pembangunan stasiun kereta api Pembangunan pusat pemerintahan Bogor Barat Pembangunan jalan poros barat (1)Cigudeg- Rumpin ; (2)Cigudeg-sukabumi Pengembangan perumahan pegawai bogor barat Pengembangan pusat kota Cigudeg Pengembangan transmisi energi listrik Reklamasi pasca tambang PT. Antam Pengembangan rel KA (Bogor-Rangkas Bitung) Pembangunan terminal barang Pengembangan stasiun kereta api Pengembangan kawasan industry Lokasi Kecamatan Cibinong Kecamatan Cibinong Kecamatan Cibinong Kecamatan Cibinong, Kecamatan Tajurhalang, Kecamatan Bojonggede, Kecamatan Citeureup, Kecamatan Suakraja Kecamatan Cibinong Kecamatan Cibinong, Kecamatan Citeureup, Kecamatan Bojonggede Kecamatan Cibinong Kecamatan Cibinong, kecamatanbabakanmadang Kecamatan Citeureup Kecamatan Bojonggede Kecamatan Citeureup, Kecamatan Bojonggede Kecamatan Cibinong Kecamatan Cileungsi Kecamatan Cileungsi Kecamatan Cileungsi, Kecamatan Gunung Putri, Kecamatan Klapa Nunggal Kecamatan Gunung Putri, Kecamatan Cileungsi Kecamatan Klapa Nunggal Kecamatan Klapa Nunggal Kecamatan Cileungsi Kecamatan Klapa Nunggal, Kecamatan Cileungsi Kecamatan Cigudeg Kecamatan Cigudeg Kecamatan Cigudeg Kecamatan Cigudeg Kecamatan Cigudeg Kecamatan Cigudeg, Kecamatan Leuwisadeng Kecamatan Nanggung Kecamatan Cigudeg Kecamatan Parungpanjang Kecamatan Parungpanjang, Kecamatan Tenjo Kecamatan parungpanjang, Kecamatan Tenjo RPJMD Kabupaten Bogor II - 38

48 Sistem Pusat Kegiatan Perwujudan PKLp Jonggol Program Yang Didorong Pengembangan kawasan permukiman Pengembangan kawasan pusat pendidikan tinggi Penataan pusat kota Parungpanjang Pengembangan kawasan pusat penelitian kedirgantaraan Pengembangan akses jalan tol (Serpong- Balaraja) Pengembangan jaringan rel KA Citayam- Parungpanjang Pengembangan terminal tipe C Pengembangan jaringan jalan poros tengah timur Pengembangan kawasan industry Pengembangan agrowisata terpadu Pengembangan kawasan permukiman terpadu Pembangunan stasiun kereta api Pengembangan terminal tipe C Pembangunan waduk Cijurey Lokasi Kecamatan Parungpanjang, Kecamatan Tenjo, Kecamatan Rumpin Kecamatan Tenjo Kecamatan Parungpanjang Kecamatan Rumpin Kecamatan Tenjo, Kecamatan Parungpanjang Kecamatan Parungpanjang, Kecamatan Rumpin Kecamatan Parungpanjang, kecamatan Tenjo Kecamatan Sukamakmur, Kecamatan Tanjungsari, Kecamatan Cariu Kecamatan Jonggol Kecamatan Sukamakmur, Kecamatan Cariu, Kecamatan Tanjungsari Kecamatan Cariu, Kecamatan jonggol Kecamatan Jonggol Kecamatan Jonggol, Kecamatan Cariu Kecamatan Cariu Sistem Jaringan Prasarana Wilayah Rencana sistem jaringan prasarana wilayah meliputi sistem jaringan prasarana utama yang terdiri dari sistem jaringan transportasi darat, sistem jaringan perkeretaapian, dan sistem jaringan transportasi udara; serta sistem jaringan prasarana lainnya yang terdiri dari sistem jaringan energi dan kelistrikan, sistem jaringan telekomunikasi, sistem jaringan sumber daya air, dan sistem jaringan pengelolaan lingkungan. Rencana Pengembangan sistem jaringan prasarana wilayah tersebut dirinci pada tabel berikut: RPJMD Kabupaten Bogor II - 39

49 Tabel 2.8. Rencana Pengembangan Sistem Jaringan Prasarana Wilayah Klasifikasi Sistem Rencana Pengembangan 1. Sistem Jaringan Prasarana Utama a. Transportasi Darat i. Jaringan Jalan 1. Jalan Nasional: Pengembangan jaringan jalan nasional diarahkan untuk (a) pengembangan jalan tol dan jalan nasional yang sudah ada, (b) pembangunan beberapa ruas jalan tol/bukaan tol baru, (c) pengembangan Jalan Kabupaten yang diprioritaskan untuk diusulkan menjadi status jalan nasional dengan fungsi kolektor primer I, serta (d) Pengembangan Jaringan Jalan Strategis Nasional. 2. Jalan Provinsi: Pengembangan jaringan jalan provinsi diarahkan untuk (a) penanganan terhadap kondisi ruas jalan provinsi dengan fungsi jalan Kolektor Primer II, (b) Pengembangan Jalan Kabupaten yang diprioritaskan untuk diusulkan menjadi status jalan provinsi dengan fungsi kolektor primer III atau jalan baru yang dibangun dengan fungsi kolektor primer III yang berfungsi menghubungkan antar wilayah Kabupaten, serta (c) Pengembangan Jaringan Jalan Strategis Provinsi. 3. Jalan Kabupaten: Pengembangan jaringan jalan kabupaten diarahkan untuk (a) Pengembangan Jalan Arteri Sekunder, (b) Pengembangan Jalan Kolektor Primer IV, (c) Pengembangan Jalan Kolektor Sekunder, serta (d) Pengembangan jalan kabupaten berdasarkan fungsi jalan yang ditetapkan ii. Jaringan pelayanan lalu lintas dan angkutan jalan iii. jaringan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan 1. Optimalisasi dan pengendalian pelayanan Angkutan Antar Kota Antar Provinsi (AKAP); 2. Optimalisasi dan pengendalian pelayanan Angkutan Antar Kota Dalam Provinsi (AKDP); 3. Pengembangan Sistem Angkutan Umum Perkotaan Massal (SAUM) meliputi (a) Pengembangan sistem Bus Rapid Transit yang terintegrasi dengan Kota Bogor; (b) Pengembangan sistem Bus Rapid Transit di perkotaan Cibinong; (c) Pengembangan sistem Bus Rapid Transit antar Perkotaan; (d) Pengembangan sistem angkutan monorel/light Rail Transit perkotaan; serta (e) Pengembangan sistem Angkutan Perbatasan Terintegrasi Bus Transjakarta (APTB). 1. Terminal Angkutan: Pengembangan terminal angkutan dilakukan dengan upaya (a) Pengembangan, Pembangunan dan Peningkatan Terminal baik terminal tipe A, B dan C pada 14 lokasi serta (b) Penataan dan pengendalian sub terminal/pangkalan. 2. Terminal Barang/Peti Kemas: Pembangunan terminal barang/peti kemas di 3 lokasi 3. Kawasan Transit Oriented Development: pengembangan kawasan dengan konsep Transit Oriented Development (TOD) sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c, merupakan kawasan campuran permukiman dan komersil dengan aksesibilitas tinggi terhadap angkutan umum massal, dimana stasiun angkutan umum massal dan terminal angkutan umum massal sebagai pusat kawasan dengan bangunan berkepadatan tinggi. 4. Kawasan Park and Ride: mengembangkan kawasan park and ride baik yang (a) berfungsi untuk memfasilitasi pergerakan komuter baik yang menggunakan angkutan umum masal berbasis rel maupun yang berbasis angkutan bus dikembangkan secara terintegrasi dengan prasarana stasiun maupun terminal serta (b) berfungsi untuk memfasilitasi pergerakan wisata dikembangkan pada daerah tujuan utama wisata yang ada di Kabupaten Bogor. 5. jalur khusus angkutan umum masal dan jalur kendaraan tidak bermotor (non motorized vehicle): dikembangkan pada kawasan perkotaan utama yang memiliki kepadatan penduduk tinggi dan jumlah pergerakan tinggi untuk memberikan pelayanan transportasi yang nyaman bagi penduduk perkotaan. Prioritas pengembangan ini diprioritaskan untuk dikembangkan pada pusat-pusat kegiatan perkotaan dengan fungsi PKWp dan PKLp. b. Perkeretaapian i. Jalur Kereta Api Pengembangan jalur kereta api meliputi (a) Rehabilitasi dan Pengembangan kembali jalur yang sudah tidak berfungsi (1 jalur), (b) Pengembangan Jalur yang sudah ada (2 jalur), serta (c) pembangunan jalur kereta api baru (4 jalur). ii. Stasiun Kereta Api Pengembangan stasiun kereta api meliputi (a) Pemeliharaan dan optimalisasi 2 stasiun penumpang yang sudah ada, (b) Pengembangan 6 stasiun penumpang yang ada dan (c) pembangunan 8 stasiun penumpang baru. c. Transportasi Udara i. Lapangan Udara Pengembangan lapangan udara yang ada baik yang berfungsi sebagai pertahanan keamanan, penelitian dan pendidikan/pelatihan. RPJMD Kabupaten Bogor II - 40

50 Klasifikasi Sistem Rencana Pengembangan ii. Ruang Udara Pengaturan ruang udara baik (a) Ruang udara di sekitar bandara yang dipergunakan untuk operasi penerbangan, (b) Ruang udara yang ditetapkan sebagai jalur penerbangan serta (c) Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP) 2. Sistem Jaringan Prasarana Lainnya a. jaringan energi dan kelistrikan i. sarana pembangkit Peningkatan sarana pembangkit tenaga listrik meliputi PLT Diesel, PLT Air, tenaga listrik PLT Mikro Hidro, PLT Panas Bumi, PLT Sampah, PLT Surya ii. jaringan prasarana energi b. Jaringan sumber daya air c. Jaringan pengelolaan lingkungan Pengembangan jaringan pipa transmisi dan distribusi gas bumi, pengembangan sumber minyak dan gas bumi, pembangunan SPPBE dan SPBG. Selain itu juga dilakukan pengembangan dan pengendalian daerah sekitar Gardu Induk, SUTT dan SUTET, dan Jaringan Transmisi Listrik Pengembangan jaringan sumber daya air meliputi (a) penataan dan pengendalian wilayah sungai yang ada di Kabupaten Bogor, (b) penataan dan pemeliharaan jaringan irigasi, (c) konservasi cekungan air tanah, (d) pemeliharaan dan pengembangan prasarana air baku, serta (e) pengembangan waduk yang diprioritaskan pada waduk cipayung, sukamanah dan cijurei. 1. Jaringan persampahan meliputi: - pembangunan Tempat Pengolahan dan Pemrosesan Akhir Sampah (TPPAS) Regional Nambo - pengembangan Tempat Pengolahan Akhir Limbah Industri di Kecamatan Klapanunggal untuk pengolahan limbah yang mengandung Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) - pengembangan Stasiun Peralihan Antara (SPA) sampah pada setiap Wilayah Pengembangan Barat, Tengah dan Timur 2. Jaringan air limbah meliputi: - pembangunan Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) - pengembangan sarana pengangkutan dan modul IPLT Rencana Pola Ruang Pola ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan fungsi budidaya.telaahan terhadap rencana pola ruang, meliputi Rencana kawasan lindung dan Rencana kawasan budidaya yang memiliki nilai strategis. 1. Kawasan Lindung Berdasarkan analisis pola ruang yang dilakukan dalam rangka revisi rencana tata ruang wilayah Kabupaten Bogor, bahwa Kawasan Lindung di Kabupaten Bogor terdiri atas kawasan lindung di dalam kawasan hutan dan kawasan lindung diluar kawasan hutan. Kawasan lindung di dalam kawasan hutan terdiri atas hutan konservasi berupa Kawasan Pelestarian Alam yang terdiri dari Taman Nasional Gunung Halimun Salak seluas ,01 Ha, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango seluas 7.313,72 Ha, Taman Wisata Alam Gunung Pancar seluas 459,76 Ha dan Taman Wisata Alam Telaga Warna serta berupa Kawasan Suaka Alam berupa Cagar Alam (CA) yang terdiri dari CA. Yanlapa, CA. Telaga Warna, CA. Dungus Iwul dan CA. Arca Domas dengan luas total cagar alam seluas 462,36 Ha. Sehingga luas total kawasan lindung di dalam kawasan hutan adalah seluas ,68 Ha (13,7%). RPJMD Kabupaten Bogor II - 41

51 RPJMD Kabupaten Bogor II - 42

52 (a) Kawasan peruntukkan hutan produksi yang terdiri dari hutan produksi tetap seluas ,10 Ha (9,24%) dan hutan produksi terbatas seluas ,82 ha (3,51%); (b) Kawasan peruntukkan pertanian yang terdiri dari kawasan peruntukkan lahan basah seluas ,51 ha (14,09%), kawasan peruntukkan lahan kering seluas ,26 ha (7,06%), kawasan peruntukkan perkebunan seluas ,67 (11,74%); (c) Kawasan peruntukkan industri seluas 7.954,60 ha (2,65%); (d) Kawasan peruntukkan permukiman yang terdiri dari kawasan peruntukkan permukiman pedesaan seluas ,43 ha (4,02%) dan kawasan peruntukkan permukiman perkotaan seluas ,77 ha (31,97%). Selain itu kawasan yang dimanfaatkan untuk kegiatan budidaya tertentu dapat diarahkan pada kawasan peruntukkan budidaya dengan mengikuti ketentuan yang berlaku. Kawasan ini terdiri dari kawasan peternakan, kawasan perikanan, kawasan pertambangan, kawasan pariwisata dan kawasan lainnya. 3. Rencana Kawasan Strategis Wilayah Kabupaten Bogor selain memiliki fungsi ekonomi juga memiliki fungsi konservasi lingkungan, pertahananan keamanan serta pemanfaatan sumber daya alam dan pemanfaatan teknologi tinggi. Oleh karena itu pengembangan perwilayahan di Kabupaten Bogor dikembangkan berdasarkan fungsi kawasan strategis baik yang ditetapkan di tingkat nasional, provinsi maupun kabupaten. Perincian fungsi kawasan strategis yang ada di wilayah Kabupaten Bogor, dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 2.9. Fungsi Kawasan Strategis Klasifikasi Nama Kawasan Strategis Fungsi Kawasan Strategis Nasional KSN Jabodetabekpunjur Ekonomi KSN SKSD Palapa Klapanunggal Pendayagunaan SDA dan teknologi tinggi. Kawasan Strategis Provinsi KSP Bogor-Puncak-Cianjur Lingkungan hidup KSP Jonggol Ekonomi KSP Panas Bumi dan Pertambangan Mineral Bumi Gunung Salak-Pongkor Pendayagunaan SDA dan teknologi tinggi KSP Panas Bumi Gunung Gede- Pangrango Pendayagunaan SDA dan teknologi tinggi Kawasan Strategis KSK Pangkalan TNI Udara Lapangan Pertahanan dan Keamanan Kabupaten Udara Atang Sanjaya pendidikan/latihan pasukan perdamaian dunia (Peacekeeping) KSK Pusat Kota Cibinong Ekonomi KSK pusat Kota Cileungsi KSK Pusat Kota Cigudeg KSK Pusat Kota Parung Panjang KSK Puncak Lingkungan hidup RPJMD Kabupaten Bogor II - 43

53 Klasifikasi Nama Kawasan Strategis Fungsi KSK Lapangan Panas Bumi Awi Bengkok KSK Pusat Penelitian Kedirgantaraan LAPAN KSK Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) KSK pertambangan ANTAM Pendayagunaan SDA dan teknologi tinggi Kebijakan rencana tata ruang wilayah Kabupaten Bogor tersebut selanjutnya dapat dilihat persebarannya dalam rancangan Peta Struktur Ruang, Peta Wilayah Pengembangan dan Kawasan Strategis serta Peta Pola Ruang yang dapat dilihat pada gambar berikut : RPJMD Kabupaten Bogor II - 44

54 Gambar 2.3. Peta Rencana Struktur Ruang RPJMD Kabupaten Bogor II - 45

55 Gambar 2.4. Peta Rencana Wilayah Pengembangan Dan Kawasan Strategis RPJMD Kabupaten Bogor II - 46

56 Gambar 2.5. Peta Rencana Pola Ruang RPJMD Kabupaten Bogor II - 47

57 Gambar 2.6. Peta Rencana Tata Ruang Wilayah RPJMD Kabupaten Bogor II - 48

58 BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1. Kinerja Keuangan Masa Lalu Keuangan daerah merupakan faktor strategis yang turut menentukan kualitas penyelenggaraan pemerintahan daerah, mengingat kemampuannya akan mencerminkan daya dukung manajemen pemerintahan daerah terhadap penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi tanggungjawabnya. Tingkat kemampuan keuangan daerah, dapat diukur dari kapasitas pendapatan asli daerah, rasio pendapatan asli daerah terhadap jumlah penduduk dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Guna memahami tingkat kemampuan keuangan daerah, maka perlu dicermati kondisi kinerja keuangan daerah, baik kinerja keuangan masa lalu maupun kebijakan yang melandasi pengelolaannya Kinerja Pelaksanaan APBD Guna mengetahui perkembangan kinerja keuangan pemerintah daerah, tidak terlepas dari batasan pengelolaan keuangan daerah sebagaimana diatur dalam Undangundang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 13 Tahun 2006 juncto Permendagri Nomor 59 tahun 2007 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah serta Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pokok-pokok Pengelolaan Keuangan Daerah. Sesuai ketentuan tersebut, kinerja keuangan pemerintah daerah akan berkaitan dengan aspek kinerja pelaksanaan APBD serta aspek kondisi neraca daerahnya. Guna melihat kinerja pelaksanaan APBD, tidak terlepas dari struktur pendapatan daerah dan akurasi belanjanya. Sementara itu neraca daerah akan mencerminkan perkembangan dari kondisi asset pemerintah daerah, kondisi kewajiban pemerintah daerah serta kondisi ekuitas dana yang tersedia. Sumber penerimaan daerah terdiri atas : 1) Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang terdiri dari Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Pengelolaan Kekayaan Daerah yang telah dipisahkan dan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah; 2) Dana Perimbangan yang meliputi Bagi Hasil Pajak, Bagi Hasil Bukan Pajak, Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus; dan 3) Kelompok Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah meliputi Bagi Hasil RPJMD Kabupaten Bogor III - 1

59 Pajak Provinsi, Dana Penyesuaian Otonomi Khusus, Bantuan Keuangan dari Provinsi dan PEMDA lainnya dan Bagi Hasil Retribusi Provinsi. Pendapatan dari dana perimbangan sebenarnya di luar kendali Pemerintah Daerah karena alokasi dana tersebut ditentukan oleh Pemerintah Provinsi berdasarkan formula yang telah ditetapkan. Penerimaan dari dana perimbangan sangat bergantung dari penerimaan Pemerintah Pusat dan formula dana alokasi umum. Dengan demikian, untuk menjamin pendapatan daerah, Pemerintah Daerah memfokuskan pada pengembangan pendapatan asli daerah. Sedangkan pembiayaan bersumber dari Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA), Penerimaan Pinjaman Daerah, Dana Cadangan Daerah (DCD), Hasil Penjualan Kekayaan Daerah yang dipisahkan dan penerimaan dari piutang daerah. Selain dana dari penerimaan daerah tersebut, daerah menerima dana yang bersumber dari Pemerintah Provinsi berupa dana dekonsentrasi dan dana tugas pembantuan yang mana dana tersebut sesuai dengan kebijakan Pemerintah Provinsi yang diperuntukan bagi kepentingan pelaksanaan pembangunan di Kabupaten Bogor. Oleh karena itu, dana masyarakat dan swasta sangat dibutuhkan dalam menentukan keberhasilan pembangunan di Kabupaten Bogor yang dapat memberikan kontribusi lebih dari 80 persen dari total pembangunan. Kinerja pelaksanaan APBD Kabupaten Bogor 5 (lima) tahun terakhir yaitu tahun 2008 hingga tahun 2013, digunakan sebagai dasar dalam penyusunan RPJMD Kabupaten Bogor periode Tahun Untuk mendapatkan gambaran lebih rinci tentang kondisi kinerja pelaksanaan APBD serta neraca daerah dapat diuraikan sebagai berikut : Kinerja Pengelolaan Pendapatan Daerah Kebijakan pendapatan Kabupaten Bogor selama kurun waktu , diarahkan untuk Optimalisasi Penerimaan Pendapatan Daerah dan Peningkatan Pelayanan Administrasi Pemungutan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang Efisien, Efektif dan Taat pada Ketentuan yang Berlaku, yang dilakukan melalui langkah/ upaya pokok, yaitu: 1. Intensifikasi dan ekstensifikasi Pendapatan Asli Daerah; 2. Peningkatan pelayanan administrasi pemungutan PATDA; 3. Peningkatan pemahaman dan kesadaran masyarakat di bidang pendapatan daerah. Dengan ketiga langkah di atas, diharapkan dapat meningkatkan kemampuan keuangan daerah, yakni terdapatnya perkembangan pendapatan daerah yang merupakan sumber pembiayaan untuk pelaksanaan fungsi-fungsi pemerintahan. RPJMD Kabupaten Bogor III - 2

60 Kurun waktu tahun 2008 sampai dengan tahun 2013 pendapatan daerah Kabupaten Bogor mengalami perkembangan yang cukup besar baik dari sisi target maupun realisasi. Berikut digambarkan trend target dan realisasi pendapatan daerah Kabupaten Bogor kurun waktu tahun 2008 sampai dengan tahun 2013, sebagai berikut : TAHUN Tabel 3.1. Target Pendapatan Daerah Kabupaten Bogor Tahun PAD DANA PERIMBANGAN LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH JUMLAH Sumber : LPJP , dan Lap Semester I 2013 TAHUN Tabel 3.2. Realisasi Pendapatan Daerah Kabupaten Bogor Tahun PAD DANA PERIMBANGAN LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH JUMLAH , , , ,99 Sumber : LPJP , dan Lap Semester I 2013 Berdasarkan data trend target dan realisasi pendapatan daerah sebagaimana tergambar di atas terlihat bahwa perkembangan Pengelolaan Pendapatan Daerah setiap tahunnya terus meningkat selama dalam kurun waktu periode , yaitu kenaikan realisasi rata-rata mencapai 15,43 persen dan kenaikan target rata-rata mencapai 14,53 persen, dimulai dari tahun 2008 sebesar Rp dari target Rp , berturut-turut dalam periode tersebut meningkat sampai dengan tahun 2013 sebesar Rp ,99 dari target Rp ,00. Sementara itu, rata-rata komposisi Pendapatan Daerah Kabupaten Bogor periode tahun dapat digambarkan pada diagram berikut ini. RPJMD Kabupaten Bogor III - 3

61 Target REALISASI Dana Perimbangan Lain-Lain Pendapatan Yang Sah; 20,25% PAD 19,46% Dana Perimbangan 59,90% Lain-Lain Pendapatan Yang Sah; 19,74% PAD; 20,37% 60,29% Gambar 3.1. Rata-Rata Komposisi (prosentase) Pendapatan Daerah Kabupaten Bogor Tahun Dari gambar diatas terlihat bahwa komponen Pendapatan Daerah yang memberikan kontribusi terbesar terhadap realisasi Pendapatan Daerah Kabupaten Bogor dalam kurun waktu tahun adalah Dana Perimbangan yaitu mencapai 59,90 persen, kemudian Pendapatan Asli Daerah sebesar 20,37 persen dan Lain-Lain Pendapatan Daerah yang Sah sebesar 19,74 persen. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa pendapatan Kabupaten Bogor pada dasarnya sangat dipengaruhi oleh penerimaan-penerimaan dari pemerintah pusat yaitu Dana Perimbangan. Proporsi PAD sebesar 20,37 persen terhadap total pendapatan selama kurun waktu telah mencapai dan memenuhi syarat rasio kecukupan penerimaan (Revenue Adequacy Ratio) yang minimal sebesar 20 persen dari total pendapatan daerah sebagaimana standar yang berlaku di era otonomi daerah. Namun demikian potensi riil dari PAD harus terus dioptimalkan menjadi potensi terpungut, agar syarat kecukupan (sufficient condition) tetap terpenuhi pada tahun yang akan datang, dan akan terus meminimalisir ketergantungan pada dana yang berasal dari pemerintah pusat. Namun jika dilihat perkembangan prosentase PAD dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan hal ini terlihat dalam gambar dibawah ini : RPJMD Kabupaten Bogor III - 4

62 PAD Dana Perimbangan Lain-Lain Pendapatan Yang Sah ,54% 50,57% 21,89% ,51% 51,81% 21,68% Tahun ,85% 15,90% 51,60% 64,19% 28,55% 19,92% ,51% 69,98% 14,51% ,88% 71,24% 11,88% % Rerata Realisasi Komposisi Gambar 3.2. Rata-Rata Komposisi (prosentase) Pendapatan Daerah Kabupaten Bogor Tahun Pada Tahun 2013 komposisi Realisasi PAD terhadap Pendapatan Daerah sudah mencapai 27,54 persen yang semula pada tahun 2008 komposisi Realisasi PAD terhadap Pendapatan Daerah sebesar 16,83 persen atau naik sebesar 10,32 persen. Kontribusi Pendapatan Asli Daerah terhadap total Pendapatan Daerah Kabupaten Bogor, dalam kurun waktu tahun 2008 sampai dengan tahun 2013 secara rata-rata selama 5 tahun telah mencapai 27,54 persen Kondisi tersebut jika dikaitkan dengan syarat kemandirian dalam pelaksanaan otonomi daerah, Pendapatan Asli Daerah dapat memberikan dukungan yang besar terhadap total pendapatan daerah kontribusi ideal mencapai minimal 20 persen. Untuk Tahun 2013 Pemerintah Kabupaten Bogor telah melampaui angka konstribusi ideal tersebut, jika dibandingkan dengan Kabupaten/Kota yang lain di Jawa Barat dan Kabupaten/Kota di Indonesia maka kontribusi Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Bogor sudah di atas kondisi rata-rata, karena Kabupaten/kota lainnya baru mencapai 5 persen sampai dengan 10 persen. Perkembangan penerimaan Pendapatan Daerah Kabupaten Bogor selama kurun waktu tahun 2008 sampai dengan tahun 2013, secara linier terus meningkat dari masing-masing komponen Pendapatan Daerah, terutama dari Dana Perimbangan, Pendapatan Asli Daerah (PAD) khususnya Pajak Daerah, dan Lain-lain Pendapatan yang Sah, dengan perincian sebagai berikut : 1. Pengelolaan Pendapatan Asli Daerah Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Bogor bersumber dari 4 (empat) komponen, yaitu: (a) Pajak Daerah, (b) Retribusi Daerah, (c) Pengelolaan Kekayaan RPJMD Kabupaten Bogor III - 5

(RPJMD) RPJMD) KABUPATEN BOGOR TAHUN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BOGOR

(RPJMD) RPJMD) KABUPATEN BOGOR TAHUN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BOGOR RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) RPJMD) KABUPATEN BOGOR TAHUN 2013-2018 PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BOGOR 2014 RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) RPJMD) KABUPATEN BOGOR

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... i v viii BAB I PENDAHULUAN... I-1 1.1. Latar Belakang... I-1 1.2. Dasar Hukum Penyusunan... I-3 1.3. Hubungan Antar Dokumen... I-6 1.4. Sistematika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 I - 1

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 I - 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyampaian laporan keterangan pertanggungjawaban Kepala Daerah kepada DPRD merupakan amanah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan

Lebih terperinci

PERUBAHAN RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) KABUPATEN BOGOR TAHUN

PERUBAHAN RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) KABUPATEN BOGOR TAHUN PERUBAHAN RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) KABUPATEN BOGOR TAHUN 2008-2013 PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BOGOR 2011 DAFTAR ISI DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... vi DAFTAR GAMBAR... viii BAB

Lebih terperinci

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2015

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2015 Lampiran I Peraturan Bupati Pekalongan Nomor : 15 Tahun 2014 Tanggal : 30 Mei 2014 RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2015 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dokumen perencanaan

Lebih terperinci

BUPATI BOGOR PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI BOGOR PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI BOGOR PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN BOGOR TAHUN 2013-2018 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT TAHUN 2015 I - 1

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT TAHUN 2015 I - 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 69 mengamanatkan Kepala Daerah untuk menyampaikan Laporan Keterangan Pertanggungjawaban

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM Perkembangan Sejarah menunjukkan bahwa Provinsi Jawa Barat merupakan Provinsi yang pertama dibentuk di wilayah Indonesia (staatblad Nomor : 378). Provinsi Jawa Barat dibentuk

Lebih terperinci

DATA UMUM 1. KONDISI GEOGRAFIS

DATA UMUM 1. KONDISI GEOGRAFIS DATA UMUM 1. KONDISI GEOGRAFIS Wilayah Kabupaten Bogor memiliki luas ± 298.838,31 Ha. Secara geografis terletak di antara 6⁰18'0" 6⁰47'10" Lintang Selatan dan 106⁰23'45" 107⁰13'30" Bujur Timur, dengan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman. X-ii. RPJMD Kabupaten Ciamis Tahun

DAFTAR ISI. Halaman. X-ii. RPJMD Kabupaten Ciamis Tahun DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR GRAFIK... xiii BAB I PENDAHULUAN... I-1 1.1. Latar Belakang... I-1 1.2. Dasar Hukum Penyusunan... I-5

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum Dasar hukum penyusunan Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2016, adalah sebagai berikut: 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang

Lebih terperinci

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN Lampiran I Peraturan Bupati Pekalongan Nomor : 17 Tahun 2015 Tanggal : 29 Mei 2015 RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemerintah

Lebih terperinci

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BOGOR TAHUN 2015 BAB I PENDAHULUAN

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BOGOR TAHUN 2015 BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN PERATURAN BUPATI BOGOR NOMOR : 10 TAHUN 2014 TANGGAL : 30 MEI 2014 RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BOGOR TAHUN 2015 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam rangka mempercepat tujuan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... Halaman BAB I. PENDAHULUAN... I-1 1.1 Latar Belakang... I-1 1.2 Dasar Hukum Penyusunan... I-3 1.3 Hubungan Antar Dokumen... I-4

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN SUMEDANG TAHUN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN SUMEDANG TAHUN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN SUMEDANG TAHUN 2014-2018 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMEDANG, Menimbang

Lebih terperinci

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KOTA PALU DT - TAHUN

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KOTA PALU DT - TAHUN DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Luas Wilayah Kota Palu Menurut Kecamatan Tahun 2015.. II-2 Tabel 2.2 Banyaknya Kelurahan Menurut Kecamatan, Ibu Kota Kecamatan Dan Jarak Ibu Kota Kecamatan Dengan Ibu Kota Palu Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN : PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 54 TAHUN 2008 TANGGAL : 12 SEPTEMBER 2008 TENTANG : RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH (RPJM) DAERAH PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2008-2013

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH KABUPATEN BOGOR

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH KABUPATEN BOGOR BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH KABUPATEN BOGOR 3.7. Kondisi Geografis dan Administratif Kabupaten Bogor merupakan salah satu kabupaten dalam lingkungan Provinsi Jawa Barat. Luas wilayah Kabupaten Bogor adalah

Lebih terperinci

I-1 BAB I PENDAHULUAN. I. Latar Belakang

I-1 BAB I PENDAHULUAN. I. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2007 tentang Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (LPPD) kepada Pemerintah, Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ)

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Cibinong, Maret Bupati Bogor, Hj. NURHAYANTI LAPORAN KINERJA PEMERINTAH (LAKIP) KABUPATEN BOGOR

KATA PENGANTAR. Cibinong, Maret Bupati Bogor, Hj. NURHAYANTI LAPORAN KINERJA PEMERINTAH (LAKIP) KABUPATEN BOGOR KATA PENGANTAR Alhamdulillah, segala puji dan syukur senantiasa kita panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat rahmat dan hidayah-nya, maka Laporan Kinerja Pemerintah Kabupaten Bogor Tahun 2015 dapat

Lebih terperinci

ANALISIS SITUASI DAN KONDISI KABUPATEN BOGOR

ANALISIS SITUASI DAN KONDISI KABUPATEN BOGOR ANALISIS SITUASI DAN KONDISI KABUPATEN BOGOR Oleh : Drs. Adang Suptandar, Ak. MM Disampaikan Pada : KULIAH PROGRAM SARJANA (S1) DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA, IPB Selasa,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR : 16 TAHUN 2011 URAN DAERAH KABUPATEN BOGOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 7 TAHUN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan perdesaan sebagai basis utama dan bagian terbesar dalam wilayah Kabupaten Lebak, sangat membutuhkan percepatan pembangunan secara bertahap, proporsional dan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH TAHUN 2011-2015 Diperbanyak oleh: Badan Perencanaan Pembangunan Daerah

Lebih terperinci

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 92 IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 4.1. Kota Bekasi dalam Kebijakan Tata Makro Analisis situasional daerah penelitian diperlukan untuk mengkaji perkembangan kebijakan tata ruang kota yang terjadi

Lebih terperinci

RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) KABUPATEN MALANG TAHUN 2015

RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) KABUPATEN MALANG TAHUN 2015 RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) KABUPATEN MALANG TAHUN 2015 Oleh: BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH (BAPPEDA) KABUPATEN MALANG Malang, 30 Mei 2014 Pendahuluan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Undang-Undang Nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) dan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah mengamanatkan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Pelaksanaan pembangunan daerah yang selama ini dilaksanakan di Kabupaten Subang telah memberikan hasil yang positif di berbagai segi kehidupan masyarakat. Namum demikian,

Lebih terperinci

BAB VII PENUTUP KESIMPULAN

BAB VII PENUTUP KESIMPULAN BAB VII PENUTUP KESIMPULAN Pencapaian kinerja pembangunan Kabupaten Bogor pada tahun anggaran 2012 telah menunjukkan hasil yang menggembirakan. Hal ini terlihat dari sejumlah capaian kinerja dari indikator

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. RPJMD Kabupaten Grobogan Tahun I 1

BAB I PENDAHULUAN. RPJMD Kabupaten Grobogan Tahun I 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Pemerintah Pusat memberikan kewenangan yang lebih besar kepada daerah untuk melakukan serangkaian

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) KOTA SEMARANG TAHUN

PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) KOTA SEMARANG TAHUN PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) KOTA SEMARANG TAHUN 2010 2015 PEMERINTAH KOTA SEMARANG TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kabupaten Pati merupakan salah satu dari 35 Kabupaten/Kota di Jawa Tengah yang mempunyai posisi strategis, yaitu berada di jalur perekonomian utama Semarang-Surabaya

Lebih terperinci

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2016-2021 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan

Lebih terperinci

BAB IX PENETAPAN INDIKATOR KINERJA DAERAH

BAB IX PENETAPAN INDIKATOR KINERJA DAERAH BAB IX PENETAPAN INDIKATOR KINERJA DAERAH Penetapan indikator kinerja daerah bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai ukuran keberhasilan pencapaian visi dan misi Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah

Lebih terperinci

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KOTA PAGAR ALAM TAHUN 2018

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KOTA PAGAR ALAM TAHUN 2018 RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KOTA PAGAR ALAM TAHUN 2018 PEMERINTAH KOTA PAGAR ALAM TAHUN 2017 KATA PENGANTAR Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Kota Pagar Alam Tahun 2018 disusun dengan mengacu

Lebih terperinci

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) KOTA TANGERANG SELATAN

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) KOTA TANGERANG SELATAN Bab I Pendahuluan 1.1. LatarBelakang Pembangunan pada hakikatnya merupakan suatu proses yang berkesinambungan antara berbagai dimensi, baik dimensi sosial, ekonomi, maupun lingkungan yang bertujuan untuk

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Cibinong, Maret 2015 Bupati Bogor, Hj. NURHAYANTI

KATA PENGANTAR. Cibinong, Maret 2015 Bupati Bogor, Hj. NURHAYANTI KATA PENGANTAR Alhamdulillah, segala puji dan syukur senantiasa kita panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat rahmat dan hidayah-nya, maka Laporan Kinerja Pemerintah Kabupaten Bogor Tahun 2014 dapat

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR

4 GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR 44 Keterbatasan Kajian Penelitian PKL di suatu perkotaan sangat kompleks karena melibatkan banyak stakeholder, membutuhkan banyak biaya, waktu dan tenaga. Dengan demikian, penelitian ini memiliki beberapa

Lebih terperinci

PENDAHULUAN BAB I 1.1. LATAR BELAKANG

PENDAHULUAN BAB I 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Pelaksanaan pembangunan daerah yang merupakan kewenangan daerah sesuai dengan urusannya, perlu berlandaskan rencana pembangunan daerah yang disusun berdasarkan kondisi

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR NOMOR 22 TAHUN 2011 T E N T A N G

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR NOMOR 22 TAHUN 2011 T E N T A N G Design by (BAPPEDA) Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur Martapura, 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR NOMOR 22 TAHUN 2011 T E N T A N G RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH (RPJM) DAERAH

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARIMUN NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) KABUPATEN KARIMUN TAHUN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARIMUN NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) KABUPATEN KARIMUN TAHUN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARIMUN NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) KABUPATEN KARIMUN TAHUN 2011 2016 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARIMUN, Menimbang

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI...

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... Halaman PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KOTA SURAKARTA TAHUN 2016-2021... 1 BAB I PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Dasar Hukum

BAB I PENDAHULUAN A. Dasar Hukum BAB I PENDAHULUAN A. Dasar Hukum Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Gubernur Jawa Barat Akhir Tahun Anggaran 2011 disusun berdasarkan ketentuan sebagai berikut: 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1950

Lebih terperinci

Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851); 3. Undang-Undang Nomor 12

Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851); 3. Undang-Undang Nomor 12 BAB I PENDAHULUAN Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik. Konsekuensi logis sebagai negara kesatuan

Lebih terperinci

ISI DAN URAIAN RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KOTA TASIKMALAYA TAHUN BAB I PENDAHULUAN

ISI DAN URAIAN RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KOTA TASIKMALAYA TAHUN BAB I PENDAHULUAN - 1 - LAMPIRAN PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KOTA TASIKMALAYA TAHUN 2013-2017 ISI DAN URAIAN RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses yang dilaksanakan terus-menerus untuk mencapai tingkat kehidupan masyarakat yang sejahtera lahir dan batin. Proses tersebut dilaksanakan

Lebih terperinci

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kota Bekasi Tahun Revisi BAB I PENDAHULUAN

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kota Bekasi Tahun Revisi BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN : PERATURAN DAERAH KOTA BEKASI Nomor : Tanggal : BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional mengamanatkan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR : 7 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH (RPJM) DAERAH KABUPATEN BOGOR TAHUN 2008 2013 DENGAN

Lebih terperinci

BAB I KONDISI MAKRO PEMBANGUNAN JAWA BARAT

BAB I KONDISI MAKRO PEMBANGUNAN JAWA BARAT BAB I KONDISI MAKRO PEMBANGUNAN JAWA BARAT 1.1. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) beserta Komponennya Angka Partisipasi Kasar (APK) SLTP meningkat di tahun 2013 sebesar 1.30 persen dibandingkan pada tahun

Lebih terperinci

BAB 1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang LAMPIRAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG

BAB 1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang LAMPIRAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG LAMPIRAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH TAHUN 2016-2021 RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH TAHUN 2016-2021 BAB 1. PENDAHULUAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU NOMOR 01 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) KABUPATEN LAMANDAU TAHUN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU NOMOR 01 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) KABUPATEN LAMANDAU TAHUN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU NOMOR 0 TAHUN 204 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) KABUPATEN LAMANDAU TAHUN 203-208 PEMERINTAH KABUPATEN LAMANDAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

Lebih terperinci

RPJMD Kabupaten Jeneponto Tahun ini merupakan penjabaran dari visi, misi, dan program Bupati dan Wakil Bupati Jeneponto terpilih

RPJMD Kabupaten Jeneponto Tahun ini merupakan penjabaran dari visi, misi, dan program Bupati dan Wakil Bupati Jeneponto terpilih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan daerah sebagai bagian integral dari pembangunan nasional dan regional, juga bermakna sebagai pemanfaatan sumber daya yang dimiliki untuk peningkatan kesejahteraan

Lebih terperinci

A. Gambaran Umum Daerah

A. Gambaran Umum Daerah Pemerintah Kota Bandung BAB I PENDAHULUAN A. Gambaran Umum Daerah K ota Bandung terletak di wilayah Jawa Barat dan merupakan Ibukota Propinsi Jawa Barat, terletak di antara 107º Bujur Timur dan 6,55 º

Lebih terperinci

V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5. 1. Letak Geografis Kota Depok Kota Depok secara geografis terletak diantara 106 0 43 00 BT - 106 0 55 30 BT dan 6 0 19 00-6 0 28 00. Kota Depok berbatasan langsung dengan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) KABUPATEN BINTAN TAHUN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) KABUPATEN BINTAN TAHUN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) KABUPATEN BINTAN TAHUN 20162021 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BINTAN, Menimbang

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR TIM PENYUSUN BAPPEDA KOTA BATU

KATA PENGANTAR TIM PENYUSUN BAPPEDA KOTA BATU KATA PENGANTAR Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) Kota Batu tahun 2015 merupakan pemfokusan rencana pembangunan yang akan dilaksanakan oleh Pemerintah Kota Batu pada tahun 2015. Pemfokusan berpedoman

Lebih terperinci

SURAKARTA KOTA BUDAYA, MANDIRI, MAJU, DAN SEJAHTERA.

SURAKARTA KOTA BUDAYA, MANDIRI, MAJU, DAN SEJAHTERA. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, mengamanatkan kepada

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. BAB II. GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH... II Aspek Geografi Dan Demografi... II-2

DAFTAR ISI. BAB II. GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH... II Aspek Geografi Dan Demografi... II-2 DAFTAR ISI DAFTAR ISI Hal DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR... xix BAB I. PENDAHULUAN... I-1 1.1. Latar Belakang... I-1 1.2. Dasar Hukum Penyusunan... I-4 1.3. Hubungan Antar Dokumen RPJMD

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N

BAB I P E N D A H U L U A N BAB I P E N D A H U L U A N A. Latar Belakang Pembangunan pada dasarnya merupakan upaya yang dilakukan secara terarah, terpadu, dan berkesinambungan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Tahapan

Lebih terperinci

Lampiran Peraturan Bupati Tanah Datar Nomor : 18 Tahun 2015 Tanggal : 18 Mei 2015 Tentang : Rencana Kerja Pembangunan Daerah Tahun 2016 DAFTAR ISI

Lampiran Peraturan Bupati Tanah Datar Nomor : 18 Tahun 2015 Tanggal : 18 Mei 2015 Tentang : Rencana Kerja Pembangunan Daerah Tahun 2016 DAFTAR ISI Lampiran Peraturan Bupati Tanah Datar Nomor : 18 Tahun 2015 Tanggal : 18 Mei 2015 Tentang : Rencana Kerja Pembangunan Daerah Tahun 2016 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR GRAFIK DAFTAR ISI i

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. PERATURAN BUPATI MURUNG RAYA KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... vii

DAFTAR ISI. PERATURAN BUPATI MURUNG RAYA KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... vii DAFTAR ISI PERATURAN BUPATI MURUNG RAYA KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... vii BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Dasar Hukum Penyusunan... 2 1.3. Hubungan Antar Dokumen...

Lebih terperinci

H a l I-1 1.1 LATARBELAKANG

H a l I-1 1.1 LATARBELAKANG H a l I-1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATARBELAKANG Dalam rangka melaksanakan amanat Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah

Lebih terperinci

BUPATI ROKAN HULU PROVINSI RIAU

BUPATI ROKAN HULU PROVINSI RIAU BUPATI ROKAN HULU PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI ROKAN HULU NOMOR 23 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN ROKAN HULU TAHUN 2016 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ROKAN HULU,

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Cibinong, Maret 2014 Bupati Bogor, RACHMAT YASIN

KATA PENGANTAR. Cibinong, Maret 2014 Bupati Bogor, RACHMAT YASIN KATA PENGANTAR Alhamdulillah, segala puji dan syukur senantiasa kita panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat rahmat dan hidayah-nya, maka Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I - 1

BAB I PENDAHULUAN I - 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perencanaan pembangunan daerah sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) dan Undang-undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) merupakan pelaksanaan amanat Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang LAMPIRAN : PERATURAN DAERAH NOMOR : 5 TAHUN 2016 TENTANG : PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA TAHUN 2016-2021. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Provinsi Lampung merupakan provinsi yang berada di ujung selatan Pulau Sumatera dan merupakan gerbang utama jalur transportasi dari dan ke Pulau Jawa. Dengan posisi

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 26 Administrasi Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Propinsi Jawa Barat. Secara geografis terletak diantara 6 o 57`-7 o 25` Lintang Selatan dan 106 o 49` - 107 o 00` Bujur

Lebih terperinci

RPJMD KABUPATEN LAMANDAU TAHUN

RPJMD KABUPATEN LAMANDAU TAHUN i BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) berpedoman pada Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Lingga Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Lingga Tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sesuai amanat Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN), Pemerintah berkewajiban untuk menyusun perencanaan pembangunan,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rencana kerja pembangunan daerah yang selanjutnya disingkat RKPD adalah dokumen perencanaan daerah untuk periode 1 (satu) tahun atau disebut dengan rencana pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bahwa Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Purworejo Tahun 2011-2015 telah berakhir pada periode masa kepemimpinan Kepala Daerah Drs. MAHSUN

Lebih terperinci

Peraturan Daerah RPJMD Kabupaten Pulang Pisau Kata Pengantar Bupati Kabupaten Pulang Pisau

Peraturan Daerah RPJMD Kabupaten Pulang Pisau Kata Pengantar Bupati Kabupaten Pulang Pisau Peraturan Daerah RPJMD Kabupaten Pulang Pisau 2013-2018 Kata Pengantar Bupati Kabupaten Pulang Pisau i Kata Pengantar Kepala Bappeda Kabupaten Pulang Pisau iii Daftar Isi v Daftar Tabel vii Daftar Bagan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. RPJMD Kabupaten Bintan Tahun I-1

BAB I PENDAHULUAN. RPJMD Kabupaten Bintan Tahun I-1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah mengamanatkan bahwa

Lebih terperinci

RANCANGAN RENCANA PEMBANGUNANN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN KOTABARU TAHUN

RANCANGAN RENCANA PEMBANGUNANN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN KOTABARU TAHUN RANCANGAN RENCANA PEMBANGUNANN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN KOTABARU TAHUN 2016-2021 PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU 2016 Bab I Daftar Isi... i Daftar Tabel... iii Daftar Gambar... ix PENDAHULUAN I-1

Lebih terperinci

Pemerintah Kabupaten Wakatobi

Pemerintah Kabupaten Wakatobi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Wakatobi memiliki potensi kelautan dan perikanan serta potensi wisata bahari yang menjadi daerah tujuan wisatawan nusantara dan mancanegara. Potensi tersebut

Lebih terperinci

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR BAB I PENDAHULUAN 1-1

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR BAB I PENDAHULUAN 1-1 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR i DAFTAR ISI ii DAFTAR TABEL iv DAFTAR GAMBAR xi I PENDAHULUAN 1-1 1.1 LATAR BELAKANG 1-2 1.2 DASAR HUKUM PENYUSUNAN 1-3 1.3 HUBUNGAN ANTAR DOKUMEN 1-5 1.4 SISTEMATIKA PENULISAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 tentang Pemerintahan Daerah, Pemerintahan Daerah telah diberikan kewenangan untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumber daya yang tersedia. Dalam rangka

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR ISI...

DAFTAR ISI DAFTAR ISI... DAFTAR ISI DAFTAR ISI... i BAB I. PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... I-1 1.2 Dasar Hukum Penyusunan... I-2 1.3 Hubungan RPJMD dengan Dokumen Perencanaan Lain... I-4 1.4 Sistematika Penulisan... I-5

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelaksanaan otonomi daerah secara luas, nyata dan bertanggungjawab telah menjadi tuntutan daerah. Oleh karena itu, pemerintah daerah memiliki hak dan kewenangan dalam mengelola

Lebih terperinci

DAFTAR TABEL. Tabel 2.1 Luas Wilayah Menurut Kecamatan dan Desa/Kelurahan... 17

DAFTAR TABEL. Tabel 2.1 Luas Wilayah Menurut Kecamatan dan Desa/Kelurahan... 17 DAFTAR TABEL Taks Halaman Tabel 2.1 Luas Wilayah Menurut Kecamatan dan Desa/Kelurahan... 17 Tabel 2.2 Posisi dan Tinggi Wilayah Diatas Permukaan Laut (DPL) Menurut Kecamatan di Kabupaten Mamasa... 26 Tabel

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Rancangan Akhir RPJMD Tahun Hal. I LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN. Rancangan Akhir RPJMD Tahun Hal. I LATAR BELAKANG BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Provinsi DKI Jakarta merupakan kota dengan banyak peran, yaitu sebagai pusat pemerintahan, pusat kegiatan perekonomian, pusat perdagangan, pusat jasa perbankan dan

Lebih terperinci

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) KOTA TANGERANG SELATAN

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) KOTA TANGERANG SELATAN Kata Pengantar... i Daftar Isi... ii Daftar Tabel... v Daftar Gambar... ix Daftar Isi BAB I Pendahuluan... I-1 1.1. Latar Belakang... I-1 1.2. Dasar Hukum Penyusunan... I-4 1.3. Hubungan Antar Dokumen...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Karawang Tahun merupakan tahap ketiga dari

BAB I PENDAHULUAN. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Karawang Tahun merupakan tahap ketiga dari BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Karawang Tahun 2016-2021 merupakan tahap ketiga dari pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1 Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Kebijakan pembangunan ekonomi Kabupaten Cianjur tahun 2013 tidak terlepas dari arah kebijakan ekonomi

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PROBOLINGGO NOMOR : 07 TAHUN 2013 BAB I PENDAHULUAN

LAMPIRAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PROBOLINGGO NOMOR : 07 TAHUN 2013 BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PROBOLINGGO NOMOR : 07 TAHUN 2013 Rencana Pembangunan TANGGAL Jangka : 11 Menengah JUNI 2013 Daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Perencanaan pembangunan memainkan

Lebih terperinci

NOMOR : TANGGAL : TENTANG : RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KOTA BOGOR TAHUN 2013 BAB I PENDAHULUAN

NOMOR : TANGGAL : TENTANG : RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KOTA BOGOR TAHUN 2013 BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR : TANGGAL : TENTANG : RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KOTA BOGOR TAHUN 2013 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dokumen Rencana Kerja Pemerintah Daerah

Lebih terperinci

Halaman DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN

Halaman DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN 1. DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN i ii iii vi BAB I PENDAHULUAN I-1 1.1. Latar Belakang I-1 1.2. Dasar Hukum Penyusunan I-3 1.3. Maksud dan Tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Kabupaten Banyuwangi Tahun I-1

BAB I PENDAHULUAN. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Kabupaten Banyuwangi Tahun I-1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam penyelenggaraan pembangunan perlu disusun beberapa dokumen yang dijadikan pedoman pelaksanaan sebagai satu kesatuan dalam sistem perencanaan pembangunan nasional,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GAMBAR... xii

DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GAMBAR... xii BAB I PENDAHULUAN... I-1 1.1. Latar Belakang... I-1 1.2. Dasar Hukum Penyusunan... I-4 1.3. Hubungan Antar Dokumen... I-7 1.4.

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH

BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH Nilai (Rp) BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH Penyusunan kerangka ekonomi daerah dalam RKPD ditujukan untuk memberikan gambaran kondisi perekonomian daerah Kabupaten Lebak pada tahun 2006, perkiraan kondisi

Lebih terperinci

RKPD KABUPATEN LAMANDAU TAHUN 2015

RKPD KABUPATEN LAMANDAU TAHUN 2015 i BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) berpedoman pada Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, Undang-Undang

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. Pendahuluan

Bab I Pendahuluan. Pendahuluan Bab I Pendahuluan LAMPIRAN : PERATURAN DAERAH KOTA SUNGAI PENUH NOMOR TAHUN 2012 TANGGAL JUNI 2012 Rencana Jangka Menengah Daerah (RPJMD) adalah dokumen perencanaan pembangunan daerah untuk periode 5 (lima)

Lebih terperinci

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH -1- BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK,

Lebih terperinci

Rencana Kerja P emerintah Daerah Kabupaten Barru Tahun 2015 DAFTAR ISI

Rencana Kerja P emerintah Daerah Kabupaten Barru Tahun 2015 DAFTAR ISI Rencana Kerja P emerintah Daerah Kabupaten Barru Tahun 2015 DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Dasar Hukum Penyusunan... 3 1.3 Hubungan Antar Dokumen Perencanaan... 5 1.4 Sistematika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Lampiran Peraturan Daerah Kabupaten Sleman Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kabupaten Sleman Nomor 9 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Tahun 2011-2015

Lebih terperinci

LKPJ AKHIR MASA JABATAN BUPATI JOMBANG I BAB

LKPJ AKHIR MASA JABATAN BUPATI JOMBANG I BAB LKPJ AKHIR MASA JABATAN BUPATI JOMBANG 2009-203 I BAB I LKPJ AKHIR MASA JABATAN BUPATI JOMBANG 2009-203 A. DASAR HUKUM Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Akhir Masa Jabatan Bupati dimaksudkan

Lebih terperinci

I - 1 BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I - 1 BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang LAMPIRAN : PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR : 2 TAHUN 2009 TANGGAL : 14 MARET 2009 TENTANG : RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG TAHUN 2008-2013 BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci