Oleh : Tim Pengendali Ekosistem Hutan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Oleh : Tim Pengendali Ekosistem Hutan"

Transkripsi

1 LAPORAN KEGIATAN PENGAMATAN KONDISI HABITAT MAMALIA BESAR DI BLOK KRAMAT DALAM RANGKA PEMBINAAN HABITAT Oleh : Tim Pengendali Ekosistem Hutan TAMAN NASIONAL BALURAN TAHUN

2 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kondisi populasi satwa mamalia besar, terutama banteng, di kawasan Taman Nasional Baluran diprediksikan telah terjadi penurunan jumlah yang cukup signifikan pada kurun waktu 3 tahun terakhir. Kekhawatiran akan itu menuntut pengelola kawasan untuk lebih serius menangani masalah tersebut. Hingga saat ini telah banyak terjadi perubahan pola perilaku, pergerakan dan populasi satwa (terutama banteng). Hal ini dipengaruhi banyak faktor, yang diantaranya yaitu tingkat gangguan manusia (perburuan liar) dan predator (ajag), menurunnya kualitas dan kuantitas sumber air minum satwa di dalam kawasan serta beberapa faktor lain yang kesemuanya saling berkaitan. Berdasarkan pengamatan di lapangan, guna memenuhi kebutuhan pokok dalam kehidupannya, satwa mamalia besar (terutama banteng) berusaha untuk mencari lokasi atau habitat yang mempunyai daya dukung yang cukup. Salah satu kebutuhan pokok tersebut yaitu ketersediaan pakan dan sumber air minum. Banteng dan satwa mamalia besar lainnya, terutama pada musim kemarau, dapat melakukan perjalanan yang jauh untuk menemukan sumber air. Keterbatasan persediaan air di suatu habitat satwa akan sangat berpengaruh terhadap perilaku, pola pergerakan dan populasi satwa tersebut. Selain faktor keterbatasan sumber pakan dan air, faktor perburuan liar dan predator juga memiliki andil yang cukup berarti dalam penurunan populasi satwa liar. Berdasarkan informasi yang diperoleh selama kegiatan pengamatan mamalia besar (terutama banteng) pada tahun 2003 dan 2004 diketahui beberapa jalur atau lokasi ditemukannya indikasi satwa (perjumpaan langsung, kotoran, jejak dan tanda lainnya) di beberapa tempat yang menyebar di dalam kawasan. Oleh karena itu, sebagai tindak lanjut dari kegiatan pengamatan satwa mamalia besar di Taman Nasional Baluran, diperlukan monitoring lanjutan yang dilakukan secara berkala / rutin setiap periode waktu tertentu. Kegiatan ini berpedoman pada jalur atau lokasi yang ditempuh pada kegiatan tahun sebelumnya dan juga jalur atau lokasi lain yang diindikasikan sebagai perkembangan kondisi habitat banteng di kawasan Taman Nasional Baluran. B. Tujuan Kegiatan Kegiatan identifikasi habitat ini bertujuan : 1. Mengetahui perkembangan kondisi habitat satwa mamalia besar di dalam kawasan Taman Nasional. 2. Mengumpulkan bahan kajian guna pengambilan kebijakan dalam pengelolaan populasi satwa dan habitatnya. 2

3 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. Mamalia Mamalia merupakan hewan yang hampir seluruh tubuhnya tertutup oleh kulit berambut, termasuk hewan berdarah panas. Sebutan mamalia berdasarkan adanya kelenjar mamae pada hewan betina untuk menyusui anaknya yang masih muda. Berdasarkan waktu aktivitasnya mamalia dapat diklasifikasikan menjadi hewan nokturnal (aktif malam hari) dan hewan diurnal (aktif siang hari). Berdasarkan tempat hidupnya dapat diklasifikasikan menjadi hewan arboreal (hidup di pohon) dan terestrial (hidup di darat), berdasarkan jenis makanannya dapat diklasifikasikan menjadi hewan browser (memakan pucuk daun), hewan grasser (pemakan rumput), dan tergolong dalam herbivora, karnivora dan omnivora. 1. Banteng (Bos javanicus d Alton) a. Klasifikasi Nama daerah lain untuk banteng adalah sapi alas (jawa), klebo dan temadu (Kalimantan). Menurut Lekagul dan McNeely (1977) dan Alikodra (1982), secara taksonomi banteng dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Klas : Mammalia Subklas : Theria Ordo : Artiodactyla Subordo : Ruminantia Famili : Bovidae Subfamili : Bovinae Tribe : Bovini Genus : Bos Spesies : Bos javanicus d Alton b. Morfologi Banteng merupakan hewan yang besar, tegap dan kuat dengan memiliki bahu depan yang lebih tinggi daripada bagian belakang dengan sepasang tanduk di kepalanya. Pada banteng jantan dewasa tanduknya berwarna hitam mengkilap, runcing dan melengkung ke arah depan (medio enterior), sedangkan pada betina dewasa tanduknya lebih kecil dan melengkung ke belakang. (Lekagul dan Mc. Neely, 1977 dalam Anonimous, 1997) Pada bagian tengah dada terdapat gelambir (dewlap) memanjang dari pangkal kaki depan hingga bagian leher, tetapi tidak mencapai daerah kerongkongan (Hoorgerwerf, 1970; Helder, 1976 dalam Alikodra, 1997). Menurut Preffer dan Sinaga (1964) dalam Santosa, (1985), berat banteng dewasa di Taman Nasional Baluran dapat mencapai 900 Kg dan tinggi bahunya kurang lebih 170 cm. Banteng jantan mempunyai ukuran tengkorak 50 cm, sedangkan betina dewasa lebih kecil dari ukuran tengkorak banteng jantan. Tinggi bahu bervariasi menurut umur. Banteng jantan yang berumur 8 10 tahun mempunyai tinggi bahu 170 cm, sedangkan banteng betina mempunyai tinggi bahu 150 cm (Hoorgerwerf, 1970 dalam Anonimous 1997). Banteng mempunyai ciri khas yaitu pada bagian pantat terdapat belang putih, bagian kaki dari lutut ke bawah seolah-olah memakai kaos kaki berwarna putih, serta pada bagian atas dan bawah bibir berwarna putih. Banteng jantan mempunyai warna bulu hitam. Semakin tua umurnya makin hitam warna bulunya. Banteng betina warna kulitnya coklat kemerahan, semakin tua umurnya semakin gelap menjadi coklat tua. Warna kulit anak banteng baik yang jantan maupun betina lebih terang dari pada warna kulit banteng betina dewasa, tetapi pada banteng jantan muda (anak) warna kulitnya lebih gelap sejak berumur antara bulan. (Alikodra 1983). Menurut Hoorgerwerf (1970) dan Lekagul & McNeely (1973) dalam Alikodra (1983), umur banteng maksimum berkisar diantara tahun, selanjutnya hidup seekor banteng betina dapat menghasilkan keturunannya sebanyak 21 ekor anak. Umur 3

4 pertama banteng betina mampu untuk berkembang biak adalah 3 tahun, sedangkan banteng jantan lebih dari 3 tahun. c. Populasi dan Penyebarannya Hoogerwerf (1970) dalam Anonimous (1997), menduga bahwa sekitar tahun 1940 populasi banteng di Jawa tidak lebih dari 2000 ekor, sebagian besar terdapat dalam kawasan perlindungan dan di dataran rendah sebelah selatan Jawa. Populasi tersebut menurun terus menerus dari tahun ke tahun, hingga tahun 1978 populasi banteng yang ada di Pulau Jawa diperkirakan tidak lebih dari 1500 ekor. Sebelum tahun 1940, banteng dapat ditemukan pada semua dataran rendah di Pulau Jawa, tetapi sekarang banteng hanya dapat diketemukan dalam suaka margasatwa dan cagar alam yang ada di Pulau Jawa. Di Kalimantan banteng hidup di sepanjang Sungai Mahakam dan di Kalimantan Barat bagian tengah. Sebelum Perang Dunia II, banteng dapat diketemukan hidup bebas pada padang rumput di Burma dan Indo China dan setelah Perang Dunia II banteng sudah jarang diketemukan. Mereka datang ke padang rumput hanya pada waktu malam hari (Lekagul dan McNeely, 1977 dalam Anonimous, 1997). Sekarang ini banteng di Pulau Jawa hanya dapat diketemukan di kawasan pelestarian alam seperti Taman Nasional Ujung Kulon, Suaka Margasatwa Cikamurang, Suaka Margasatwa Cikepuh, Cagar Alam Pananjung Pangandaran, Cagar Alam Leuweung Sancang, Taman Nasional Baluran, Taman Nasional Alas Purwo dan Taman Nasional Meru Betiri (Alikodra 1983). d. Fisiologi Banteng Banteng termasuk satwa yang berkelompok. Jumlah setiap kelompok berjumlah sekitar ekor, yang terdiri dari banteng jantan dewasa, induk dan anak-anaknya. Sex ratio antara banteng jantan dan betina dalam suatu populasi banteng berkisar antara 1 : 3 sampai 1 : 4. Banteng termasuk satwa yang mempunyai satu kali musim kawin dalam satu tahun dan melakukan perkawinan dalam satu periode waktu tertentu tergantung dari lokasi habitatnya. Lama bayi dalam kandungan adalah 9,5 10 bulan (Hoorgerwerf, 1970 dalam Anonimous, 1997). Musim kawin banteng di Taman Nasional Baluran, menurut petugas, berlangsung setelah musim kawin rusa, yaitu antara Bulan Agustus atau September, yang ditandai oleh banyaknya banteng jantan mengeluarkan suara lenguhan. e. Perilaku Banteng, sebagai satwa yang hidup berkelompok, biasanya terdiri dari satu ekor banteng jantan dewasa, bertindak sebagai ketua kelompok, jantan muda, betina induk dan anak-anaknya. Banteng terkenal sebagai satwa yang mempunyai daya penciuman dan pendengaran yang tajam. Sebagai tandanya, di waktu makan banteng sering mengangkat kepala sambil mengibas-ibaskan telinganya untuk mendengar apakah ada bahaya, kemudian mulai makan lagi jika dirasa tidak ada tanda-tanda bahaya yang akan mengganggu. Apabila ada tanda bahaya, banteng yang pertama kali mendengar hal itu akan segera menghadap ke arah sumber bahaya sambil memberi isyarat kepada banteng yang lainnya. Bila ada bahaya mengancam, banteng-banteng muda dan betina terlebih dahulu masuk ke dalam hutan kemudian disusul oleh banteng dewasa jantan (Hoorgerwerf, 1970 dalam Anonimous, 1997). Dalam tiap-tiap kelompok biasanya terdapat beberapa banteng jantan muda (2 5 ekor) yang mana pada saatnya nanti, salah satunya akan menggantikan sebagai ketua kelompok. Waktu pergantian ketua kelompok, sering terjadi perkelahian, dan banteng yang kalah akan memisahkan diri dari kelompoknya dan kadang-kadang diikuti oleh beberapa banteng betina yang setia kemudian membentuk kelompok baru (Alikodra, 1980). Banteng yang sudah tua dan mendekati ajalnya akan memisahkan diri dan menjadi banteng soliter sehingga rawan untuk menjadi mangsa satwa predator (Hoorgerwerf, 1970 dalam Anonimous, 1997). Menurut Alikodra (1983), banteng mempunyai sifat-sifat sebagai berikut : - menyukai daerah yang luas dan tidak ada gangguan alami - daerah yang banyak terdapat garam; daerah yang tidak ada gangguan lalat, lebah dan yang lainnya serta daerah moonson forest, savana dan blang 4

5 - suka hidup berkelompok - suka melakukan perjalanan jauh sambil makan - dan kurang tahan terhadap terik matahari sehingga banteng sering berlindung di bawah pohon rindang di dekat padang rumput/ savana. 2. Kerbau Liar (Bubalus bubalis) a. Klasifikasi Nama daerah lain untuk kerbau air adalah kebo dan maeso (Jawa), munding (Sunda), lambar (Sulawesi), bicil (Timor), kabo (Bali), hadangan dan trewan (Kalimantan) dan karbui (Madura). Menurut Lekagul dan McNeely (1977) dalam Anonimous (1997), secara taksonomi kerbau liar dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Klas : Mamalia Sub Klass : Theria Ordo : Artiodactyla Sub Ordo : Ruminantia Famili : Bovidae Sub Famili : Bovinae Genus : Bubalus Spesies : Bubalus babalis Linnaeus Menurut Mason (1977) dalam Santosa (1985), ada dua tipe kerbau air, yaitu kerbau sawah atau kerbau lumpur (swamp buffalo) dan kerbau sungai (river buffalo). Kerbau lumpur mempunyai warna kulit abu-abu keputihan pada anak-anak dan menjadi biru kehitaman setelah dewasa, tanduk tumbuh ke samping membentuk lengkungan setengah lingkaran serta lebih suka berkubang di kolam yang berlumpur. b. Morfologi Kerbau air termasuk hewan ruminansia besar yang mempunyai ciri-ciri bertubuh besar, warna kulit kelabu hitam dengan rambut pendek kaku tersebar jarang berwarna merah kelabu. Di bawah lehernya terdapat warna merah keputihan yang arahnya melintang seperti huruf V, bagian kaki mulai dari lutut ke bawah seolah-olah memakai kaos kaki berwarna abu-abu keputihan. Pada bagian bibir dan sudut mata bagian atas terdapat warna putih. Warna tubuh kerbau liar jantan dan betina sama. (Santosa, 1985) Kerbau liar mempunyai sepasang tanduk yang besar dengan pangkal yang bergaris-garis melintang dan mempunyai potongan segitiga. Tanduk kerbau jantan lebih besar daripada tanduk kerbau betina (Lekagul dan McNeely, 1977 dalam Santosa, 1985). Selanjutnya menurut Preffer dan Sinaga (1964) dalam Santosa (1985), kerbau liar dewasa yang pernah ditemukan di Taman Nasional Baluran dapat mencapai berat 1000 kg dan tinggi bahunya kurang lebih 150 cm. Kriteria umur dan jenis kelamin kerbau liar berdasarkan ciri morfologisnya yaitu kerbau jantan dewasa warna tubuhnya hitam kebiruan, tanduk relatif lebih besar dan tebal, serta ada penis pada selangkangnya. Sedangkan kerbau betina lebih kecil tubuhnya dan tanduk lebih kecil dan tipis, juga ditandai dengan adanya puting susu dan vagina. c. Populasi dan Penyebarannya Kerbau liar termasuk satwa tropis. Di Indonesia kerbau domestik tersebar di Jawa, Bali, Sumatra, Kalimantan dan Sulawesi. Kerbau dapat hidup di dataran rendah sampai di pegunungan dengan ketinggian 250 meter dari permukaan laut. Kerbau liar yang ada di Taman Nasional Baluran semula merupakan kerbau domestik yang menjadi liar. Kerbau Liar mulai disadari berada di Taman Nasional Baluran semenjak tahun Pada tahun 1955 kerbau liar di Taman Nasional Baluran diduga 110 ekor dan pada tahun 1977 diduga kembali berjumlah 275 ekor. (Wind dan Amir, 1977). d. Fisiologi Kerbau Liar termasuk hewan ruminansia yang mempunyai kromosom 48 buah. Kerbau juga suka berkubang untuk menghindarkan sengatan matahari dan serangga, sehingga disebut juga hewan yang tergantung kepada air (khususnya untuk berkubang). 5

6 Secara fisiologis kerbau kurang tahan terhadap sengatan sinar matahari dibandingkan dengan sapi (Ahmadi, 1986 dalam Anonimous, 1997). Dalam keadaan istirahat dan naungan kerbau mempunyai suhu tubuh, laju pernafasan dan pulsa jantung yang lebih rendah dibandingkan sapi. Bila terkena panas sinar matahari, suhu tubuh, laju pernafasan dan pulsa jantung melonjak cepat. Begitu mendapat naungan atau mendapatkan air keadaan akan menjadi normal kembali. Penyebabnya ialah karena kerbau mempunyai pori-pori dan kelenjar keringat hanya sepersepuluh dari sapi, dimana pori-pori sapi mempunyai kerapatan per sentimeter persegi. Keadaan ini yang menyebabkan kerbau tergantung pada air / kubangan dan naungan. Kerbau mencapai dewasa kelamin pada umur 3 3,5 tahun. Musim kawin terjadi pada Bulan Oktober November. Lama mengandung bayi berkisar hari (Ahmadi, 1986 dalam Anonimous, 1997). e. Perilaku Pada umumnya herbivora menghabiskan waktunya selama berjam-jam hanya untuk makan. Pemamah biak sering berbaring pada waktu memamah biak. (Tanudimadja, 1978 dalam Anonimous, 1997) Tingkah laku makan binatang liar sangat bervariasi, baik lamanya makan maupun frekuensi makannya tiap hari. Jika dilihat tingkah laku makan pada skala pendek, maka tingkah laku makan dilakukan bersama-sama dengan tingkah laku pindah gerak. Gerak tersebut termasuk gerak penjelajahan daerah lingkungannya maupun perpindahan di dalam mencari makan dan memilih makanannya (Suratmo, 1979). Selama musim kemarau kerbau liar betina dan anaknya merumput bersamasama pada tempat yang tinggi atau secara terpisah pada tanah yang datar. Sedangkan pada waktu sore, malam dan pagi hari kerbau tinggal bersama-sama ( Ahmadi, 1986 dalam Anonimous. 1997). Dalam aktivitas harian kerbau liar di Taman Nasional Baluran membentuk kelompok terutama yang dewasa muda dengan tiap kelompoknya ada 5 63 ekor. Tetapi ada juga kerbau liar yang hidup soliter. Kerbau liar membentuk kelompok bila merasakan adanya bahaya dan memperlihatkan perilaku waspada, yaitu dengan berperilaku diam sambil menengadahkan kepalanya dan mencari sumber bahaya dan arah datangnya. Umumnya tindakan yang diambil adalah lari menghindar bersama-sama, dimulai dari anak, induk dan diikuti oleh kerbau jantan sehingga seluruh anggota kelompok merasa selamat (Ahmadi, 1986 dalam Anonimous, 1997). Menurut Tuloch (1978) dalam Anonimous (1997), menyatakan bahwa diantara individu-individu kerbau jarang terjadi interaksi yang agresif. Interaksi agresif sering terjadi apabila ada anak yang mencoba untuk menyusu pada bukan induknya. Saat Kerbau betina sedang birahi akan menunjukkan perilaku tertentu, yaitu dengan menggosokkan tubuhnya dengan tanah, melenguh dan mendengus, mencoba menaiki kerbau yang lain, pada saat lari ekornya diangkat ke atas. Disamping itu kerbau betina yang sedang birahi kadang-kadang menjadi lebih agresif dengan mengembara lebih jauh karena kurang adanya pejantan, tanda-tanda ini akan nampak jelas biasanya pada musim dingin (Ahmadi, 1986 dalam Anonimous. 1997). 3. Rusa Timor ( Cervus timorensis de Blainvile ) a. Klasifikasi Rusa timor merupakan hewan yang dilindungi karena terjadi penurunan populasi yang dianggap sampai pada titik yang kritis, sehingga dikhawatirkan akan mengalami kepunahan. Rusa timor termasuk satwa liar yang berkerabat dekat dengan kancil dan kijang. Klasifikasi lengkap rusa timor menurut Widyastuti (1993) adalah sebagai berikut : Klas Ordo Family Genus Species : Mamalia : Artiodactyla : Cervidae : Cervus : Cervus timorensis 6

7 b. Morfologi Morfologi rusa timor ditandai dengan warna kulit coklat kemerah-merahan, hidupnya berkelompok dan mempunyai daerah teritorial sendiri-sendiri. Rusa jantan berwarna lebih gelap dan bulunya lebih kasar serta mempunyai tanduk yang bercabang indah, dan umumnya berwarna coklat keabu-abuan sampai coklat gelap. Bobot badan dewasa dapat mencapai 60 kg, panjang badan berkisar antar 1,95 2,10 m, tinggi badan 1,00 1,10 m. Umur sapih 4 bulan, dewasa kelamin betina terjadi pada umur 2 tahun 3 bulan dan umur tua sekitar tahun. Lama kebuntingan rusa antara hari. Jumlah anak yang dilahirkan dari setiap kali beranak pada umumnya berjumlah 2 ekor (Jacoeb dan Wiryosuhanto, 1994). c. Habitat Satwa liar dalam hidupnya memerlukan tempat-tempat yang dapat dipergunakan untuk mencari makan, minum, berlindung, bermain dan tempat berkembang biak. Rusa mempunyai sifat mudah beradaptasi dengan lingkungan yang baru. Tempat hidup rusa umumnya di daerah yang dekat dengan hutan dan pada padang rumput / savana. Satwa ini memiliki indera penciuman dan pendengaran yang tajam, sehingga mudah menghindarkan diri dari musuh yang akan memangsanya (Jacoeb dan Wiryosuhanto, 1994). Daerah-daerah yang kering dan terbuka merupakan tempat habitat rusa, seperti padang rumput atau bukit-bukit, berkemiringan yang landai, dengan pohon dan belukar yang tersebar. B. Habitat Satwa Mamalia Besar Guna mendukung kehidupannya, satwa liar membutuhkan satu kesatuan kawasan yang dapat menjamin segala keperluan hidupnya, baik makanan dan air. Menurut Alikodra (1990), habitat merupakan kawasan yang terdiri dari berbagai komponen baik fisik maupun biotik, yang merupakan satu kesatuan dan dipergunakan sebagai tempat hidup serta berkembang biaknya satwa liar. Setiap satwa menempati habitat sesuai dengan lingkungannya yang diperlukan untuk mendukung kehidupannya dan setiap satwa liar menghendaki kondisi yang berbeda-beda. Faktorfaktor yang berpengaruh terhadap kelangsungan hidup satwa liar yaitu terdiri dari makanan, air, temperatur, kelembaban, tekanan udara dan tempat berlindung maupun kawin. Faktor ini secara keseluruhan berperan sebagai sistem yang berfungsi dalam mengendalikan pertumbuhan populasi Perubahan faktor pembatas (pakan dan air pada musim kemarau) baik dari segi kualitas maupun kuantitas dapat mengubah daya dukung lingkungannya. Dalam pembinaan habitat, faktorfaktor pembatas tersebut harus diperhatikan fluktuasinya dan dipantau untuk menetapkan programprogram pengelolaan yang tepat. (Alikodra, 1983) 7

8 BAB III. METODE PELAKSANAAN A. Waktu dan Tempat Kegiatan identifikasi habitat satwa mamalia besar terdiri dari banteng (Bos javanicus), kerbau liar (Bubalus bubalis) dan rusa (Cervus timorensis). Akan tetapi dalam pengamatan lebih dominan ditujukan pada banteng. Kegiatan tersebut dilaksanakan pada tanggal 25 November 2005,sedangkan lokasi identifikasi di Blok Asem Sabuk B. Alat dan Bahan Peralatan dan bahan yang dibutuhkan antara lain sebagai berikut : 1. Alat tulis 6. Binoculer 2. Peta kerja 7. Parang 3. Kamera foto 8. Buku panduan lapangan 4. Handycam 9. Tally sheet 5. Kertas lakmus ph 10. Kompas C. Metode Kegiatan Kegiatan identifikasi habitat dan home range satwa mamalia besar dilaksanakan dengan monitoring langsung di lapangan. Data dan informasi yang dikumpulkan meliputi : 1. Obyek pengamatan : a. Kondisi masing-masing habitat satwa (Sumber air minum satwa alami, tempat minum buatan dan sungai, feeding ground, dll ) b. Satwa mamalia besar (terutama banteng), baik perjumpaan langsung maupun tidak langsung ( jejak, kotoran dan indikasi lainnya). 2. Lokasi pengamatan : a. Sumber-sumber air minum satwa yang menyebar di kawasan Taman Nasional Baluran. b. Lokasi sumber pakan (feeding ground) c. Jalur-jalur pergerakan satwa di dalam kawasan. d. Lokasi-lokasi tertentu yang diidentifikasi sebagai habitat satwa mamalia besar. 3. Metode pelaksanaan : a. Inventarisasi lokasi dan habitat mamalia besar (jumlah sumber air minum satwa, jalur-jalur satwa, feeding ground / savanna dll). b. Penentuan data lapangan yang dikumpulkan dan pembuatan tally sheet : Nama lokasi dan posisi di kawasan yang digunakan sebagai habitat satwa mamalia besar. Identifikasi pemanfaatan habitat tersebut oleh satwa. Kondisi sekitar habitat satwa tersebut. Indikasi satwa yang memanfaatkan habitat tersebut, berupa jejak, kotoran, dan tanda-tanda lainnya. Indikasi ada / tidaknya gangguan terhadap habitat satwa tersebut. Perkiraan jumlah dan jenis satwa dari tanda atau indikasi yang ditemukan di lokasi tersebut. c. Mencatat berbagai informasi lain yang diperlukan dan belum termasuk dalam tally sheet. 8

9 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Habitat Satwa Mamalia Besar Guna mendukung kehidupannya satwa mamalia besar (banteng, rusa dan kerbau liar) di Taman Nasional Baluran membutuhkan satu kesatuan kawasan yang dapat menjamin segala keperluan hidupnya. Satwa liar menempati habitat sesuai dengan lingkungannya yang diperlukan untuk mendukung kehidupannya dan setiap individu atau kelompok satwa liar menghendaki kondisi yang berbeda-beda. Taman Nasional Baluran yang terdiri dari berbagai tipe habitat, mulai dari pantai hingga pegunungan, merupakan kawasan yang menyediakan berbagai potensi dan sesuai dengan kondisi yang diperlukan oleh satwa mamalia besar. Kegiatan identifikasi habitat mamalia besar dilakukan dengan penjelajahan kawasan pada saat puncak musim kemarau, dimana kondisi habitat, ketersediaan pakan dan sumber air pada posisi ekstrim sebagai faktor pembatas dalam kelangsungan kehidupan banteng dan mamalia besar lainnya di Taman Nasional Baluran. Lokasi lokasi yang diamati dapat dilihat pada tabel di bawah ini : 1. Lokasi : Blok Kramat Tipe vegetasi : Merupakan lokasi eks-savana kramat. sebagian didominasi tegakan akasia umur + 4 tahun, kerapatan cukup tinggi. Beberapa bagian terdapat jenis lain tingkat pohon : pilang, mimbo, asam, kesambi, bukol, apak. tumbuhan bawah : nyawon, kapasan, jarong, mimosa Tabel 1. Lokasi yang Diamati dalam Penjelajahan Kawasan Tanda identifikasi Satwa : Banteng (Jejak, kotoran) Rusa (Jejak, kotoran) Fungsi habitat : Lokasi jalur lintasan satwa Lokasi feeding ground (buah dan pucuk daun akasia berduri) Lokasi resting area (temporer digunakan) Keterangan : Sumber air terdekat : Bekol (bak buatan) Ditemukan jalur (jarak tertentu) yang sering dilewati satwa Terdapat banyak jalur setapak pencari biji akasia berduri. Dilintasi bekas / sisa pipa saluran air Talpat Bekol Bagi satwa mamalia besar, terutama banteng, faktor-faktor utama dalam habitat terdiri dari hutan, padang penggembalaan / savana dan sumber-sumber air, baik air tawar maupun air laut yang mengandung mineral. Kebutuhan utama yang disediakan oleh habitat tersebut dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Ketersediaan Pakan dan Sumber Air Minum Banteng dan juga satwa mamalia besar lainnya, memerlukan sumber pakan yang cukup guna menjamin kelangsungan hidupnya. Pada saat musim penghujan, ketersediaan pakan dalam kawasan Taman Nasional Baluran bukan menjadi suatu permasalahan. Akan tetapi berbeda kondisi ketika musim kemarau, faktor sumber pakan dan air menjadi faktor pembatas bagi kelangasungan satwa liar tersebut. Banteng merupakan jenis satwa grasser (pemakan rerumputan) dan browser (pemakan jenis semak dan hijauan lain). Pola kebiasaan makan banteng dapat berubah sewaktu-waktu, terutama dipengaruhi oleh faktor musim dan ketersediaan sumber pakan. Menurut Alikodra (1983) 9

10 dalam hal memilih jenis tumbuhan yang dimakannya, banteng termasuk jenis satwa liar yang kurang selektif. Hampir semua jenis tumbuhan bawah baik rumput maupun bukan rumput dimakan oleh banteng. Sedangkan hasil pengamatan terhadap pakan satwa yang pernah dilaporkan oleh Alikodra (1983) di Taman Nasional Baluran terdiri dari 62 jenis tumbuhan, terdiri dari 31 jenis rerumputan dan 31 jenis lainnya selain rumput (termasuk didalamnya herba, tumbuhan bawah dan buahbuahan). Dalam kegiatan ini juga diamati alternatif pemilihan pakan oleh banteng yang diketahui melalui analisa feses secara kasat mata. Banyak ditemukan feses banteng terdapat biji Acacia nilotica dan beberapa diantaranya ditemukan biji labu hutan. Berdasarkan informasi tersebut disimpulkan bahwa pada musim kemarau saat ini, banyak satwa mamalia besar mencari alternatif pakan berupa polong akasia yang telah jatuh di lantai hutan dan buah-buahan yang berada di dalam hutan. Kondisi yang kini terjadi di kawasan Taman Nasional Baluran yaitu berkurangnya kualitas dan kuantitas padang penggembalaan / savana yang diakibatkan oleh invasi Acacia nilotica. Sebagian besar luas savana yang berada di Bekol dan sekitarnya telah berubah penutupan lahannya dari jenis rumput menjadi tegakan akasia berduri tersebut. Guna mempertahankan keberadaan savana tersebut telah dilakukan pemberantasan tegakan Acacia nilotica dan upaya rehabilitasi savana secara berkelanjutan. Sebagai akibat dari penyempitan luas savana beserta kualitasnya, berdasarkan informasi petugas kawasan, telah terjadi penurunan frekuensi perjumpaan satwa mamalia besar (terutama banteng dan kerbau liar) di Savana Bekol dan sekitarnya. Hal ini dapat disimpulkan bahwa konsentrasi maupun pola pergerakan satwa banteng dan mamalia besar lainnya berpindah ke dalam hutan atau bagian kawasan lainnya. 10

BALAI TAMAN NASIONAL BALURAN 2004

BALAI TAMAN NASIONAL BALURAN 2004 Laporan Kegiatan Pengendali Ekosistem Hutan Hasil Monitoring Pergerakan Dan Penyebaran Banteng Di Resort Bitakol Taman Nasional Baluran Nama Oleh : : Tim Pengendali Ekosistem Hutan BALAI TAMAN NASIONAL

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banteng (Bos javanicus) merupakan salah satu jenis satwa liar yang dilindungi menurut Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada saat ini, banteng (Bos javanicus d Alton 1823) ditetapkan sebagai jenis satwa yang dilindungi undang-undang (SK Menteri Pertanian No. 327/Kpts/Um/7/1972) dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Artiodactyla, Anak Bangsa (Subordo) Ruminansia dan Suku (Family)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Artiodactyla, Anak Bangsa (Subordo) Ruminansia dan Suku (Family) II. TINJAUAN PUSTAKA A. Jenis Rusa Rusa merupakan salah satu jenis satwa yang termasuk dalam Bangsa (Ordo) Artiodactyla, Anak Bangsa (Subordo) Ruminansia dan Suku (Family) Cervidae. Suku Cervidae terbagi

Lebih terperinci

LAPORAN KEGIATAN IDENTIFIKASI HABITAT MAMALIA BESAR DI TAMAN NASIONAL BALURAN. Oleh : Tim Pengendali Ekosistem Hutan

LAPORAN KEGIATAN IDENTIFIKASI HABITAT MAMALIA BESAR DI TAMAN NASIONAL BALURAN. Oleh : Tim Pengendali Ekosistem Hutan LAPORAN KEGIATAN IDENTIFIKASI HABITAT MAMALIA BESAR DI TAMAN NASIONAL BALURAN Oleh : Tim Pengendali Ekosistem Hutan TAMAN NASIONAL BALURAN 2005 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang populasi satwa mamalia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu

BAB I PENDAHULUAN. asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Taman Nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. lingkungannya (Alikodra, 2002). Tingkah laku hewan adalah ekspresi hewan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. lingkungannya (Alikodra, 2002). Tingkah laku hewan adalah ekspresi hewan yang 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Rusa Sambar Perilaku satwa liar merupakan gerak gerik satwa liar untuk memenuhi rangsangan dalam tubuhnya dengan memanfaatkan rangsangan yang diperoleh dari lingkungannya

Lebih terperinci

Laporan Kegiatan Pengendali Ekosistem Hutan. Ujicoba Teknik Pembakaran Terkendali Dalam Upaya Pemeliharaan Savana Bekol

Laporan Kegiatan Pengendali Ekosistem Hutan. Ujicoba Teknik Pembakaran Terkendali Dalam Upaya Pemeliharaan Savana Bekol Laporan Kegiatan Pengendali Ekosistem Hutan Ujicoba Teknik Pembakaran Terkendali Dalam Upaya Pemeliharaan Savana Bekol BALAI TAMAN NASIONAL BALURAN 2004 1 BAB I. PENDAHULUAN Latar Belakang Telah diketahui

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) merupakan salah satu dari sub

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) merupakan salah satu dari sub II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi Gajah Sumatera Gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) merupakan salah satu dari sub species gajah asia (Elephas maximus). Dua sub species yang lainnya yaitu Elephas

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Orangutan Orangutan termasuk kera besar dari ordo Primata dan famili Pongidae (Groves, 2001). Ada dua jenis orangutan yang masih hidup, yaitu jenis dari Sumatera

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. terdiri atas dua sub spesies yaitu kerbau liar dan kerbau domestik. Kerbau

KAJIAN KEPUSTAKAAN. terdiri atas dua sub spesies yaitu kerbau liar dan kerbau domestik. Kerbau II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Tinjauan Umum Kerbau Kerbau adalah hewan ruminansia dari sub famili Bovidae yang berkembang di banyak bagian dunia dan diduga berasal dari daerah India. Kerbau domestikasi atau

Lebih terperinci

SURVEY POTENSI SUMBER BIBIT / BENIH JENIS RUMPUT PAKAN SATWA DI SEKSI KONSERVASI WILAYAH III KARANGTEKOK

SURVEY POTENSI SUMBER BIBIT / BENIH JENIS RUMPUT PAKAN SATWA DI SEKSI KONSERVASI WILAYAH III KARANGTEKOK Laporan Kegiatan Pengendali Ekosistem Hutan SURVEY POTENSI SUMBER BIBIT / BENIH JENIS RUMPUT PAKAN SATWA DI SEKSI KONSERVASI WILAYAH III KARANGTEKOK Oleh : Nama : Arif Pratiwi, ST NIP : 710034820 TAMAN

Lebih terperinci

Analisis Habitat Banteng (Bos javanicus) di Taman Nasional Baluran

Analisis Habitat Banteng (Bos javanicus) di Taman Nasional Baluran Laporan Kegiatan PENGENDALI EKOSISTEM HUTAN Analisis Habitat Banteng (Bos javanicus) di Taman Nasional Baluran Oleh : Nama : Arif Pratiwi, ST NIP : 710034820 BALAI TAMAN NASIONAL BALURAN 2006 BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Gajah Sumatera (Elephas maxius sumateranus) Menurut Lekagung dan McNeely (1977) klasifikasi gajah sumatera

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Gajah Sumatera (Elephas maxius sumateranus) Menurut Lekagung dan McNeely (1977) klasifikasi gajah sumatera II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Gajah Sumatera (Elephas maxius sumateranus) Menurut Lekagung dan McNeely (1977) klasifikasi gajah sumatera sebagai berikut: Kingdom : Animalia Phylum : Chordata Class

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 11 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ekologi perilaku ayam hutan hijau (Gallus varius) dilaksanakan di hutan musim Tanjung Gelap dan savana Semenanjung Prapat Agung kawasan Taman

Lebih terperinci

II.TINJAUAN PUSTAKA. Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun

II.TINJAUAN PUSTAKA. Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun II.TINJAUAN PUSTAKA A. Burung Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun demikian burung adalah satwa yang dapat ditemui dimana saja sehingga keberadaanya sangat sulit dipisahkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Rusa termasuk ke dalam genus Cervus spp yang keberadaannya sudah tentang pengawetan jenis tumbuhan dan satwa mengingat Undang-

I. PENDAHULUAN. Rusa termasuk ke dalam genus Cervus spp yang keberadaannya sudah tentang pengawetan jenis tumbuhan dan satwa mengingat Undang- I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rusa termasuk ke dalam genus Cervus spp yang keberadaannya sudah langka. Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1999 tentang pengawetan jenis

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Tapir asia dapat ditemukan dalam habitat alaminya di bagian selatan Burma, Peninsula Melayu, Asia Tenggara dan Sumatra. Berdasarkan Tapir International Studbook, saat ini keberadaan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Kambing 2.1.1. Kambing Kacang Menurut Mileski dan Myers (2004), kambing diklasifikasikan ke dalam : Kerajaan Filum Kelas Ordo Famili Upafamili Genus Spesies Upaspesies

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi Sapi. Sapi Bali

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi Sapi. Sapi Bali TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Sapi Sapi menurut Blakely dan Bade (1992), diklasifikasikan ke dalam filum Chordata (hewan bertulang belakang), kelas Mamalia (menyusui), ordo Artiodactile (berkuku atau berteracak

Lebih terperinci

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 4. KEANEKARAGAMAN MAKHLUK HIDUP DALAM PELESTARIAN EKOSISTEMLatihan Soal 4.3

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 4. KEANEKARAGAMAN MAKHLUK HIDUP DALAM PELESTARIAN EKOSISTEMLatihan Soal 4.3 SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 4. KEANEKARAGAMAN MAKHLUK HIDUP DALAM PELESTARIAN EKOSISTEMLatihan Soal 4.3 1. Tempat perlindungan Orang utan yang dilindungi oleh pemerintah banyak terdapat didaerah Tanjung

Lebih terperinci

MAKALAH Pengendali Ekosistem Hutan

MAKALAH Pengendali Ekosistem Hutan MAKALAH Pengendali Ekosistem Hutan ANALISA PERKEMBANGAN KONDISI BANTENG (Bos javanicus) DI TAMAN NASIONAL BALURAN Oleh : Nama : Mochammad Yusuf Sabarno NIP : 710031517 TAMAN NASIONAL BALURAN 2007 ANALISA

Lebih terperinci

LAPORAN KEGIATAN Pengendali Ekosistem Hutan PENGUMPULAN DATA DAN INFORMASI PRODUKTIFITAS SAVANA BEKOL PADA MUSIM PENGHUJAN

LAPORAN KEGIATAN Pengendali Ekosistem Hutan PENGUMPULAN DATA DAN INFORMASI PRODUKTIFITAS SAVANA BEKOL PADA MUSIM PENGHUJAN LAPORAN KEGIATAN Pengendali Ekosistem Hutan PENGUMPULAN DATA DAN INFORMASI PRODUKTIFITAS SAVANA BEKOL PADA MUSIM PENGHUJAN TAMAN NASIONAL BALURAN 2006 I. PENDAHULUAN a. Latar Belakang Savana merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bio-ekologi Ungko (Hylobates agilis) dan Siamang (Symphalangus syndactylus) 2.1.1 Klasifikasi Ungko (Hylobates agilis) dan siamang (Symphalangus syndactylus) merupakan jenis

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dibedakan dari bangsa lain meskipun masih dalam spesies. bangsa sapi memiliki keunggulan dan kekurangan yang kadang-kadang dapat

II. TINJAUAN PUSTAKA. dibedakan dari bangsa lain meskipun masih dalam spesies. bangsa sapi memiliki keunggulan dan kekurangan yang kadang-kadang dapat II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keragaman Bangsa Sapi Lokal Bangsa (breed) adalah sekumpulan ternak yang memiliki karakteristik tertentu yang sama. Atas dasar karakteristik tersebut, suatu bangsa dapat dibedakan

Lebih terperinci

Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka. Burung Jalak Bali

Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka. Burung Jalak Bali Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka Burung Jalak Bali Burung Jalak Bali Curik Bali atau yang lebih dikenal dengan nama Jalak Bali, merupakan salah satu spesies burung cantik endemis Indonesia. Burung

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Penelitian Faktor manajemen lingkungan juga berpengaruh terhadap pertumbuhan ternak. Suhu dan kelembaban yang sesuai dengan kondisi fisiologis ternak akan membuat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Rusa merupakan salah satu sumber daya genetik yang ada di Negara Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Rusa merupakan salah satu sumber daya genetik yang ada di Negara Indonesia. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rusa merupakan salah satu sumber daya genetik yang ada di Negara Indonesia. Rusa di Indonesia terdiri dari empat spesies rusa endemik yaitu: rusa sambar (Cervus unicolor),

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Kerbau Rawa

TINJAUAN PUSTAKA Kerbau Rawa TINJAUAN PUSTAKA Kerbau Rawa Kerbau adalah hewan ruminansia dari sub famili Bovidae yang berkembang di banyak bagian dunia dan diduga berasal dari daerah India. Kerbau domestikasi atau water bufallo berasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sekipan merupakan hutan pinus yang memiliki ciri tertentu yang membedakannya dengan hutan yang lainnya.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sekipan merupakan hutan pinus yang memiliki ciri tertentu yang membedakannya dengan hutan yang lainnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sekipan merupakan hutan pinus yang memiliki ciri tertentu yang membedakannya dengan hutan yang lainnya. Adapun yang membedakannya dengan hutan yang lainnya yaitu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing merupakan mamalia yang termasuk dalam ordo artiodactyla, sub ordo

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing merupakan mamalia yang termasuk dalam ordo artiodactyla, sub ordo 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kambing Kambing merupakan mamalia yang termasuk dalam ordo artiodactyla, sub ordo ruminansia, famili Bovidae, dan genus Capra atau Hemitragus (Devendra dan Burn, 1994). Kambing

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bio-Ekologi Owa Jawa 2.1.1 Taksonomi Klasifikasi owa jawa berdasarkan warna rambut, ukuran tubuh, suara, dan beberapa perbedaan penting lainnya menuru Napier dan Napier (1985)

Lebih terperinci

2. Memahami kelangsungan hidup makhluk hidup

2. Memahami kelangsungan hidup makhluk hidup 2. Memahami kelangsungan hidup makhluk hidup 2.1 Mengidentifikasi kelangsungan hidup makhluk hidup melalui adaptasi, seleksi alam, dan perkembangbiakan 1. Mengaitkan perilaku adaptasi hewan tertentu dilingkungannya

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN 31 IV. METODE PENELITIAN 4.1.Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan secara langsung di Taman Wisata Alam (TWA) dan Cagar Alam (CA) Pananjung Pangandaran, dan menggunakan data populasi rusa timor di Taman

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi dan Morfologi Badak Jawa Di dunia terdapat lima jenis badak, badak hitam (Diceros bicornis), badak putih (Ceratotherium simum), badak india (Rhinoceros unicornis),

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bioekologi Merak hijau 2.1.1 Taksonomi Grzimek (1972) menyatakan bahwa klasifikasi merak hijau jawa (Pavo muticus muticus) sebagai berikut : Kingdom Phyllum : Animalia : Chordata

Lebih terperinci

2015 LUWAK. Direktorat Pengembangan Usaha dan Investasi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kementerian Pertanian

2015 LUWAK. Direktorat Pengembangan Usaha dan Investasi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kementerian Pertanian 2015 LUWAK Direktorat Pengembangan Usaha dan Investasi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kementerian Pertanian LUWAK A. Biologi Luwak Luwak merupakan nama lokal dari jenis musang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Organisasi merupakan suatu gabungan dari orang-orang yang bekerja sama

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Organisasi merupakan suatu gabungan dari orang-orang yang bekerja sama 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Organisasi Organisasi merupakan suatu gabungan dari orang-orang yang bekerja sama dalam suatu pembagian kerja untuk mencapai tujuan bersama (Moekijat, 1990). Fungsi struktur

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Umum Kabupaten Kuantan Singingi. Pembentukan kabupaten Kuantan Singingi didasari dengan Undang-undang

I. TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Umum Kabupaten Kuantan Singingi. Pembentukan kabupaten Kuantan Singingi didasari dengan Undang-undang I. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Kabupaten Kuantan Singingi Kabupaten Kuantan Singingi adalah salah satu kabupaten di Provinsi Riau, hasil pemekaran dari kabupaten induknya yaitu kabupaten Indragiri

Lebih terperinci

Laporan Kegiatan Pengendali Ekosistem Hutan REHABILITASI SAVANA BEKOL DENGAN PEMBERANTASAN GULMA. Oleh : TIM PENGENDALI EKOSISTEM HUTAN

Laporan Kegiatan Pengendali Ekosistem Hutan REHABILITASI SAVANA BEKOL DENGAN PEMBERANTASAN GULMA. Oleh : TIM PENGENDALI EKOSISTEM HUTAN Laporan Kegiatan Pengendali Ekosistem Hutan REHABILITASI SAVANA BEKOL DENGAN PEMBERANTASAN GULMA Oleh : TIM PENGENDALI EKOSISTEM HUTAN TAMAN NASIONAL BALURAN 2005 LAPORAN KEGIATAN REHABILITASI SAVANA BEKOL

Lebih terperinci

keadaan seimbang (Soerianegara dan Indrawan, 1998).

keadaan seimbang (Soerianegara dan Indrawan, 1998). II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Suksesi dan Restorasi Hutan Hutan merupakan masyarakat tumbuh-tumbuhan yang di dominasi oleh pepohonan. Masyarakat hutan merupakan masyarakat tumbuh-tumbuhan yang hidup dan tumbuh

Lebih terperinci

BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU

BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU EDY HENDRAS WAHYONO Penerbitan ini didukung oleh : 2 BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU Ceritera oleh Edy Hendras Wahyono Illustrasi Indra Foto-foto Dokumen

Lebih terperinci

Lutung. (Trachypithecus auratus cristatus)

Lutung. (Trachypithecus auratus cristatus) Lutung (Trachypithecus auratus cristatus) Oleh: Muhammad Faisyal MY, SP PEH Pelaksana Lanjutan Resort Kembang Kuning, SPTN Wilayah II, Balai Taman Nasional Gunung Rinjani Trachypithecus auratus cristatus)

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Umum Kabupaten Kuantan Singingi. Pembentukan Kabupaten Kuantan Singingi didasari dengan Undang-undang

II. TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Umum Kabupaten Kuantan Singingi. Pembentukan Kabupaten Kuantan Singingi didasari dengan Undang-undang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Kabupaten Kuantan Singingi Kabupaten Kuantan Singingi adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Riau, hasil pemekaran dari Kabupaten induknya yaitu Kabupaten Indragiri

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Sapi Perah Fries Holland (FH) Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai klasifikasi taksonomi sebagai berikut : Phylum Subphylum Class Sub class Infra class

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. yang berasal dari pulau Bali. Asal usul sapi Bali ini adalah banteng ( Bos

TINJAUAN PUSTAKA. yang berasal dari pulau Bali. Asal usul sapi Bali ini adalah banteng ( Bos II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sejarah Sapi Bali Abidin (2002) mengatakan bahwa sapi bali merupakan sapi asli Indonesia yang berasal dari pulau Bali. Asal usul sapi Bali ini adalah banteng ( Bos Sondaicus)

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. bagian selatan atau pesisir selatan Kabupaten Garut. Kecamatan Pameungpeuk,

HASIL DAN PEMBAHASAN. bagian selatan atau pesisir selatan Kabupaten Garut. Kecamatan Pameungpeuk, IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian Kecamatan Pameungpeuk merupakan salah satu daerah yang berada di bagian selatan atau pesisir selatan Kabupaten Garut. Kecamatan Pameungpeuk, secara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam suatu komunitas atau ekosistem tertentu (Indriyanto, 2006). Relung ekologi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam suatu komunitas atau ekosistem tertentu (Indriyanto, 2006). Relung ekologi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Relung Ekologi Relung (niche) menunjukkan peranan fungsional dan posisi suatu organisme dalam suatu komunitas atau ekosistem tertentu (Indriyanto, 2006). Relung ekologi juga

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dari Banteng (bibos banteng) (Hardjosubroto, 1994). Payne dan Rollinson (1973)

II. TINJAUAN PUSTAKA. dari Banteng (bibos banteng) (Hardjosubroto, 1994). Payne dan Rollinson (1973) 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sapi Bali Sapi Bali merupakan sapi potong asli Indonesia dan merupakan hasil domestikasi dari Banteng (bibos banteng) (Hardjosubroto, 1994). Payne dan Rollinson (1973) menyatakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Burung Tekukur Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang terbentang dari India dan Sri Lanka di Asia Selatan Tropika hingga ke China Selatan dan Asia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Boer Jawa (Borja) Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan antara kambing Afrika lokal tipe kaki panjang dengan kambing yang berasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan kuat yang sebarannya hanya terdapat di pulau-pulau kecil dalam kawasan

BAB I PENDAHULUAN. dan kuat yang sebarannya hanya terdapat di pulau-pulau kecil dalam kawasan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Komodo (Varanus komodoensis Ouwens, 1912) merupakan kadal besar dan kuat yang sebarannya hanya terdapat di pulau-pulau kecil dalam kawasan Taman Nasional Komodo (TNK)

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Taksonomi lutung Jawa Klasifikasi lutung Jawa menurut Groves (2001) dalam Febriyanti (2008) adalah sebagai berikut : Kingdom Class Ordo Sub ordo Famili Sub famili Genus : Animalia

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian tentang karakteristik habitat Macaca nigra dilakukan di CA Tangkoko yang terletak di Kecamatan Bitung Utara, Kotamadya Bitung, Sulawesi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Burung merupakan salah satu jenis hewan yang banyak disukai oleh manusia, hal ini di karenakan burung memiliki beberapa nilai penting, seperti nilai estetika, ekologi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi Klasifikasi ilmiah dari Katak Pohon Bergaris (P. Leucomystax Gravenhorst 1829 ) menurut Irawan (2008) adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia, Phyllum: Chordata,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem Informasi Geografis 2.1.1. Pengertian dan Konsep Dasar Prahasta (2001) menyebutkan bahwa pengembangan sistem-sistem khusus yang dibuat untuk menangani masalah informasi

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rusa timor (Rusa timorensis Blainville 1822) merupakan salah satu jenis satwa liar yang hidup tersebar pada beberapa wilayah di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa sampai

Lebih terperinci

pengembangan KERBAU KALANG SUHARDI, S.Pt.,MP Plasmanutfah Kalimantan Timur

pengembangan KERBAU KALANG SUHARDI, S.Pt.,MP Plasmanutfah Kalimantan Timur pengembangan KERBAU KALANG SUHARDI, S.Pt.,MP Plasmanutfah Kalimantan Timur Latar Belakang 1. Kebutuhan konsumsi daging cenderung mengalami peningkatan sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk Indonesia

Lebih terperinci

LAPORAN SEMENTARA ILMU PRODUKSI TERNAK POTONG PENGENALAN BANGSA-BANGSA TERNAK

LAPORAN SEMENTARA ILMU PRODUKSI TERNAK POTONG PENGENALAN BANGSA-BANGSA TERNAK LAPORAN SEMENTARA ILMU PRODUKSI TERNAK POTONG PENGENALAN BANGSA-BANGSA TERNAK 1. Lokasi :... 2. Bangsa Sapi 1 :... 3. Identitas : (Kalung/No. Sapi/Nama Pemilik...) *) 4. Jenis Kelamin : ( / ) *) 5. Pengenalan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Populasi sapi bali di Kecamatan Benai sekitar ekor (Unit Pelaksana

TINJAUAN PUSTAKA. Populasi sapi bali di Kecamatan Benai sekitar ekor (Unit Pelaksana II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum tentang Sapi Bali Populasi sapi bali di Kecamatan Benai sekitar 1.519 ekor (Unit Pelaksana Teknis Daerah, 2012). Sistem pemeliharaan sapi bali di Kecamatan Benai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi yang menyebar di berbagai penjuru dunia terdapat kurang lebih 795.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi yang menyebar di berbagai penjuru dunia terdapat kurang lebih 795. 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Potong Sapi yang menyebar di berbagai penjuru dunia terdapat kurang lebih 795. Walaupun demikian semuanya termasuk dalam genus Bos dari famili Bovidae (Murwanto, 2008).

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Banteng Taksonomi dan Morfologi Banteng

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Banteng Taksonomi dan Morfologi Banteng II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Banteng 2.1.1 Taksonomi dan Morfologi Banteng Menurut Lekagul dan McNeely (1977) banteng diklasifikasikan ke dalam dunia Animalia, filum Chordata, kelas Mammalia, ordo Artiodactyla,

Lebih terperinci

Evaluasi Rehabilitasi Merak Hijau (Pavo muticus) Dari Hasil Sitaan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di Seksi Karangtekok

Evaluasi Rehabilitasi Merak Hijau (Pavo muticus) Dari Hasil Sitaan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di Seksi Karangtekok Laporan Kegiatan Pengendali Ekosistem Hutan Evaluasi Rehabilitasi Merak Hijau (Pavo muticus) Dari Hasil Sitaan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di Seksi Karangtekok BALAI TAMAN NASIONAL BALURAN 2004

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan jenis kera kecil yang masuk ke

II. TINJAUAN PUSTAKA. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan jenis kera kecil yang masuk ke II. TINJAUAN PUSTAKA A. Taksonomi Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan jenis kera kecil yang masuk ke dalam keluarga Hylobatidae. Klasifikasi siamang pada Tabel 1. Tabel 1. Klasifikasi Hylobates syndactylus

Lebih terperinci

2014, No Republik Indonesia Nomor 4433), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia T

2014, No Republik Indonesia Nomor 4433), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia T No.714, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN KP. Larangan. Pengeluaran. Ikan. Ke Luar. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21/PERMEN-KP/2014 TENTANG LARANGAN

Lebih terperinci

PENDAYAGUNAAN PLOT PERMANEN DI SAVANA BEKOL

PENDAYAGUNAAN PLOT PERMANEN DI SAVANA BEKOL Laporan Kegiatan Pengendali Ekosistem Hutan PENDAYAGUNAAN PLOT PERMANEN DI SAVANA BEKOL Oleh : Nama : Arif Pratiwi, ST NIP : 710034820 TAMAN NASIONAL BALURAN 2005 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengelolaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Menurut Napier dan Napier (1985) monyet ekor panjang dapat. Superfamili : Cercopithecoidea

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Menurut Napier dan Napier (1985) monyet ekor panjang dapat. Superfamili : Cercopithecoidea BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Menurut Napier dan Napier (1985) monyet ekor panjang dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Kelas : Mamalia Ordo : Primates Subordo : Anthropoidea Infraordo :

Lebih terperinci

1.1 Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN. Banteng (Bos javanicus d Alton 1823) merupakan salah satu mamalia

1.1 Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN. Banteng (Bos javanicus d Alton 1823) merupakan salah satu mamalia BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banteng (Bos javanicus d Alton 1823) merupakan salah satu mamalia besar yang hidup di Pulau Jawa. Menurut Alikodra (1823), satwa berkuku genap ini mempunyai peranan

Lebih terperinci

TINJAUAN KEPUSTAKAAN. terutama untuk daerah pedalaman pada agroekosistem rawa dengan kedalaman air

TINJAUAN KEPUSTAKAAN. terutama untuk daerah pedalaman pada agroekosistem rawa dengan kedalaman air II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Tinjauan Umum Kerbau Kerbau rawa memberikan kontribusi positif sebagai penghasil daging, terutama untuk daerah pedalaman pada agroekosistem rawa dengan kedalaman air 3 5 m

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. frugivora lebih dominan memakan buah dan folivora lebih dominan memakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. frugivora lebih dominan memakan buah dan folivora lebih dominan memakan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Taksonomi Kokah Menurut jumlah dan jenis makanannya, primata digolongkan pada dua tipe, yaitu frugivora lebih dominan memakan buah dan folivora lebih dominan memakan daun. Seperti

Lebih terperinci

BAB II RUSA TIMOR SATWA LIAR KHAS INDONESIA YANG DILINDUNGI

BAB II RUSA TIMOR SATWA LIAR KHAS INDONESIA YANG DILINDUNGI BAB II RUSA TIMOR SATWA LIAR KHAS INDONESIA YANG DILINDUNGI II.1 Pengertian Satwa Liar Di Indonesia terdapat banyak jenis satwa liar. Satwa liar adalah semua jenis satwa yang memiliki sifat-sifat liar

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. (1) secara ilmiah nama spesies dan sub-spesies yang dikenali yang disahkan

TINJAUAN PUSTAKA. (1) secara ilmiah nama spesies dan sub-spesies yang dikenali yang disahkan TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Ilmiah Pengklasifikasian primata berdasarkan 3 (tiga) tingkatan taksonomi, yaitu (1) secara ilmiah nama spesies dan sub-spesies yang dikenali yang disahkan secara terang-terangan,

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Sapi Potong Sapi potong adalah jenis sapi yang khusus dipelihara untuk digemukkan karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup baik. Sapi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sama seperti sapi Bali betina. Kaki bagian bawah lutut berwarna putih atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sama seperti sapi Bali betina. Kaki bagian bawah lutut berwarna putih atau 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Madura Bangsa sapi Madura merupakan hasil persilangan antara sapi Zebu dan Banteng. Tubuh dan tanduknya relatif kecil, warna bulu pada jantan dan betina sama seperti

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM GEOGRAFI REGIONAL INDONESIA (GPW 0101) ACARA V: PEMAHAMAN FENOMENA BIOSFER

LAPORAN PRAKTIKUM GEOGRAFI REGIONAL INDONESIA (GPW 0101) ACARA V: PEMAHAMAN FENOMENA BIOSFER LAPORAN PRAKTIKUM GEOGRAFI REGIONAL INDONESIA (GPW 0101) ACARA V: PEMAHAMAN FENOMENA BIOSFER Disusun oleh : Nama NIM : Mohammad Farhan Arfiansyah : 13/346668/GE/07490 Hari, tanggal : Rabu, 4 November 2014

Lebih terperinci

Kelangsungan Hidup Makhluk Hidup

Kelangsungan Hidup Makhluk Hidup Ilmu Pengetahuan Alam Kelangsungan Hidup Makhluk Hidup Kelas IX L/O/G/O Konten Ilmu Pengetahuan Alam Topik yang dipelajari Adaptasi Seleksi Alam Perkembangbiakan Adaptasi Kemampuan makhluk hidup untuk

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Karakteristik Sapi perah Sapi perah (Bos sp.) merupakan ternak penghasil susu yang sangat dominan dibanding ternak perah lainnya dan sangat besar kontribusinya dalam memenuhi

Lebih terperinci

A. Gajah Sumatera (Elephant maximus sumatranus)

A. Gajah Sumatera (Elephant maximus sumatranus) 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Gajah Sumatera (Elephant maximus sumatranus) Gajah Sumatera merupakan sub spesies dari Gajah Asia ( Elephas maximus) yang diperkenalkan Temminck dengan nama ilmiah Elephas maximus

Lebih terperinci

Suhadi Department of Biology, State University of Malang

Suhadi Department of Biology, State University of Malang Berk. Penel. Hayati: ( ), 00 sebaran tumbuhan bawah pada tumbuhan Acacia nilotica (l) Willd. ex Del. di savana bekol taman nasional baluran Suhadi Department of Biology, State University of Malang ABSTRACT

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ilmiah siamang berdasarkan bentuk morfologinya yaitu: (Napier and

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ilmiah siamang berdasarkan bentuk morfologinya yaitu: (Napier and II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bio-ekologi 1. Taksonomi Klasifikasi ilmiah siamang berdasarkan bentuk morfologinya yaitu: (Napier and Napier, 1986). Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Animalia :

Lebih terperinci

PEMILIHAN DAN PENILAIAN TERNAK SAPI POTONG CALON BIBIT Lambe Todingan*)

PEMILIHAN DAN PENILAIAN TERNAK SAPI POTONG CALON BIBIT Lambe Todingan*) PEMILIHAN DAN PENILAIAN TERNAK SAPI POTONG CALON BIBIT Lambe Todingan*) I. PENDAHULUAN Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni (IPTEKS) dalam bidang peternakan, maka pengembangan

Lebih terperinci

MONITORING KEBERADAAN LUTUNG (Trachypithecus auratus cristatus) DI BLOK KALITOPO, RESORT BAMA SEKSI KONSERVASI WILAYAH II BEKOL

MONITORING KEBERADAAN LUTUNG (Trachypithecus auratus cristatus) DI BLOK KALITOPO, RESORT BAMA SEKSI KONSERVASI WILAYAH II BEKOL LAPORAN KEGIATAN Pengendali Ekosistem Hutan MONITORING KEBERADAAN LUTUNG (Trachypithecus auratus cristatus) DI BLOK KALITOPO, RESORT BAMA SEKSI KONSERVASI WILAYAH II BEKOL TAMAN NASIONAL BALURAN 2005 I.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bio-Ekologi Rusa Timor 1. Taksonomi Menurut Schroder (1976), rusa timor (Cervus timorensis) diklasifikasikan ke dalam : Phylum Chordata, Sub phylum Vertebrata, Class Mammalia, Ordo

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 2841/Kpts/LB.430/8/2012 TENTANG PENETAPAN RUMPUN SAPI PERANAKAN ONGOLE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 2841/Kpts/LB.430/8/2012 TENTANG PENETAPAN RUMPUN SAPI PERANAKAN ONGOLE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 2841/Kpts/LB.430/8/2012 TENTANG PENETAPAN RUMPUN SAPI PERANAKAN ONGOLE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa sapi peranakan ongole

Lebih terperinci

IV. BAHAN DAN METODE

IV. BAHAN DAN METODE IV. BAHAN DAN METODE 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di TN Alas Purwo, Kabupaten Banyuwangi, Provinsi Jawa Timur. Penelitian dan pengolahan data dilaksanakan selama 6 bulan yaitu pada bulan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi Burung jalak bali oleh masyarakat Bali disebut dinamakan dengan curik putih atau curik bali, sedangkan dalam istilah asing disebut dengan white starling, white mynah,

Lebih terperinci

Balai Penelitian Kehutanan Palembang Jl. Kol. H. Burlian Km. 6,5 Punti Kayu PO. BOX. 179 Telp./Fax Palembang

Balai Penelitian Kehutanan Palembang Jl. Kol. H. Burlian Km. 6,5 Punti Kayu PO. BOX. 179 Telp./Fax Palembang PENDEKATAN MODEL SISTEM DALAM KEBIJAKAN PENGELOLAAN POPULASI RUSA (Cervus timorensis Mul. & Schl. 1844) DI TAMAN NASIONAL BALURAN (System Model Approach in Management Policy of Deer (Cervus timorensis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijadikan sebagai daya tarik wisata, seperti contoh wisata di Taman Nasional Way

BAB I PENDAHULUAN. dijadikan sebagai daya tarik wisata, seperti contoh wisata di Taman Nasional Way BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Satwa liar mempunyai peranan yang sangat penting bagi kehidupan manusia, baik untuk kepentingan keseimbangan ekosistem, ekonomi, maupun sosial budaya (Alikodra, 2002).

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Burung Pantai Menurut Mackinnon et al. (2000) dan Sukmantoro et al. (2007) klasifikasi burung pantai adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia Fillum : Chordata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Macan tutul (Panthera pardus) adalah satwa yang mempunyai daya adaptasi

BAB I PENDAHULUAN. Macan tutul (Panthera pardus) adalah satwa yang mempunyai daya adaptasi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Macan tutul (Panthera pardus) adalah satwa yang mempunyai daya adaptasi tinggi terhadap berbagai tipe habitat. Berdasarkan aspek lokasi, macan tutul mampu hidup

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. M11, dan M12 wilayah Resort Bandealit, SPTN wilayah II Balai Besar Taman

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. M11, dan M12 wilayah Resort Bandealit, SPTN wilayah II Balai Besar Taman BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian ini dilakukan selama kurun waktu satu bulan di grid vector O11, M11, dan M12 wilayah Resort Bandealit, SPTN wilayah II Balai

Lebih terperinci

lagomorpha. Ordo ini dibedakan menjadi dua famili, yakni Ochtonidae (jenis

lagomorpha. Ordo ini dibedakan menjadi dua famili, yakni Ochtonidae (jenis BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sejarah kelinci Menurut Kartadisatra (2011) kelinci merupakan hewan mamalia dari family Leporidae yang dapat ditemukan di banyak bagian permukaan bumi. Dulunya, hewan ini adalah

Lebih terperinci

MONITORING KEBERADAAN LUTUNG (Trachypithecus auratus cristatus) DI BLOK KAJANG, RESORT BAMA SEKSI KONSERVASI WILAYAH II BEKOL

MONITORING KEBERADAAN LUTUNG (Trachypithecus auratus cristatus) DI BLOK KAJANG, RESORT BAMA SEKSI KONSERVASI WILAYAH II BEKOL LAPORAN KEGIATAN Pengendali Ekosistem Hutan MONITORING KEBERADAAN LUTUNG (Trachypithecus auratus cristatus) DI BLOK KAJANG, RESORT BAMA SEKSI KONSERVASI WILAYAH II BEKOL TAMAN NASIONAL BALURAN 2005 I.

Lebih terperinci

Sejarah Kambing. Klasifikasi Kambing. Filum : Chordota (Hewan Tulang Belakang) Kelas : Mamalia (Hewan Menyusui)

Sejarah Kambing. Klasifikasi Kambing. Filum : Chordota (Hewan Tulang Belakang) Kelas : Mamalia (Hewan Menyusui) Sejarah Kambing Kambing lokal (Capra aegagrus hircus) adalah sub spesies dari kambing liar yang tersebar di Asia Barat Daya dan Eropa. Kambing merupakan suatu jenis binatang memamah biak yang berukuran

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 41 5.1. Ukuran Populasi Rusa Timor V. HASIL DAN PEMBAHASAN Ukuran populasi rusa timor di TWA dan CA Pananjung Pangandaran tahun 2011 adalah 68 ekor. Angka tersebut merupakan ukuran populasi tertinggi dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Sapi Bali Sapi bali adalah sapi potong asli Indonesia yang merupakan hasil

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Sapi Bali Sapi bali adalah sapi potong asli Indonesia yang merupakan hasil BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sapi Bali Sapi bali adalah sapi potong asli Indonesia yang merupakan hasil domestikasi dari banteng (Bibos banteng) (Hardjosubroto, 1994). Menurut Williamson dan Payne (1993),

Lebih terperinci

PENYEBARAN KOMUNITAS FAUNA DI DUNIA

PENYEBARAN KOMUNITAS FAUNA DI DUNIA PENYEBARAN KOMUNITAS FAUNA DI DUNIA Materi Penyebaran Komunitas Fauna di Dunia Keadaan fauna di tiap-tiap daerah (bioma) tergantung pada banyak kemungkinan yang dapat diberikan daerah itu untuk memberi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Asal Usul dan Klasifikasi Domba Bangsa Domba di Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA Asal Usul dan Klasifikasi Domba Bangsa Domba di Indonesia TINJAUAN PUSTAKA Asal Usul dan Klasifikasi Domba Domestikasi domba diperkirakan terjadi di daerah pegunungan Asia Barat sekitar 9.000 11.000 tahun lalu. Sebanyak tujuh jenis domba liar yang dikenal terbagi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas Branchiopoda, Divisi Oligobranchiopoda, Ordo Cladocera, Famili Daphnidae,

Lebih terperinci