TATA KELOLA DISTRIBUSI GURU SECARA PROPORSIONAL (DGP) Seri Pembelajaran dari USAID-KINERJA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TATA KELOLA DISTRIBUSI GURU SECARA PROPORSIONAL (DGP) Seri Pembelajaran dari USAID-KINERJA"

Transkripsi

1 TATA KELOLA DISTRIBUSI GURU SECARA PROPORSIONAL (DGP) Seri Pembelajaran dari USAID-KINERJA 2014

2

3 KATA PENGANTAR Peningkatan pelayanan publik oleh unit pelayanan yang dikelola oleh pemerintah daerah merupakan mandat yang diamanatkan dalam berbagai peraturan perundangan seperti Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik dan Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63/KEP/M. PAN/7/2003 Tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik. Dengan dukungan USAID, Program KINERJA telah berupaya memperkenalkan program bantuan teknis peningkatan pelayanan publik di 20 kabupaten/kota mitra di empat provinsi di Indonesia (Aceh, Jawa Timur, Kalimantan Barat, dan Sulawesi Selatan) yang bertujuan untuk peningkatan mutu pelayanan publik. Program ini difokuskan pada penguatan pihak penyedia layanan (supply side) dan pihak pengguna layanan (demand side) di sektor pendidikan dasar, kesehatan dasar, dan perbaikan iklim usaha. Pada tahun ketiga Program KINERJA menambah 4 kabupaten/kota lagi di Provinsi Papua yang bekerja khusus di sektor kesehatan. Di bidang Distribusi Guru Proporsional (DGP), Program K mendorong pemerintah daerah agar menyelenggarakan manajemen guru yang lebih merata secara proporsional sehingga mutu layanan pendidikan di daerah menjadi lebih merata pula. KINERJA juga mendorong munculnya kebijakan di tingkat kabupaten/kota agar program DGP dapat diadopsi dan disebarluaskan ke daerah-daerah sekolah lainnya. Mengingat praktik-praktik DGP yang dilaksanakan KINERJA bersama pemerintah daerah mitra merupakan pendekatan yang relatif baru dengan intervensi sisi penyedia layanan dan pengguna layanan secara bersamaan, maka untuk lebih memudahkan pemerintah daerah dan para pemangku kepentingan dalam menerapkannya maka diperlukan sebuah modul yang dapat dijadikan sebagai acuan dalam pelatihan, pendampingan, dan pelaksanaannya. Diharapkan modul ini dapat membantu pemerintah daerah yang ingin memperkenalkan dan menerapkan program DGP dengan pendekatan KINERJA di daerahnya. Untuk membantu pemerintah daerah dalam proses dan teknis penerapan pendekatan ini, modul ini juga memuat daftar organisasi yang selama ini membantu KINERJA dan kabupaten/kota mitra dalam penerapan program DGP. Jakarta, Januari

4 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR 1 DAFTAR ISI 2 RINGKASAN EKSEKUTIF 3 Tujuan dan Keberhasilan KINERJA 3 Rekomendasi kepada para Pimpinan Daerah 4 Rekomendasi kepada para Calon OMP 5 Rekomendasi Kepada Para Penyedia Latihan 5 BAB 1 PENDEKATAN KINERJA 6 Pendekatan Umum Proyek KINERJA 6 Prinsip-prinsip Tata Kelola Sektor Pendidikan 7 Prinsip Dalam 8 BAB 2 PENGALAMAN KINERJA DALAM TATA KELOLA DISTRIBUSI GURU 9 SECARA PROPORSIONAL (DGP) Situasi yang Dihadapi di Daerah 9 Bagaimana Kita Memulai Inisiatif Komitmen Kepala Daerah, DPRD, dan Stakeholders Pengaturan Pekerjaan Penyusunan Rencana Kerja 12 Proses Kerja Peran Masing-masing Stakeholder Pelaksanaan Rencana Kerja Proses Perubahan dan Perkembangan Manfaat Dari Cara Kerja 14 BAB 3 MENGATASI TANTANGAN DAN MENCAPAI SUKSES 15 Tantangan 15 Keberhasilan Program Contoh Keberhasilan Program DGP di Kabupaten Luwu Utara Program Pengungkit 18 BAB 4 REKOMENDASI UNTUK REPLIKASI 19 Rekomendasi Untuk Replikasi di Daerah Lain 19 Rekomendasi Untuk OMP 20 Rekomendasi Untuk Lembaga Diklat 20 DAFTAR LAMPIRAN

5 RINGKASAN EKSEKUTIF Tujuan dan Keberhasilan KINERJA Tujuan Umum Program KINERJA KINERJA merupakan program yang bertujuan membantupemerintahdaerahmeningkatkan tata kelola dalam penyediaan layanan publik di Indonesia. Program KINERJA bekerja di sedikit daerah, hanya di enam dari lima ratusan daerah di Indonesia. Program ini sebagai contoh praktik yang baik diharapkan dapat diterapkan dan disempurnakan lagi di daerah-daerah lain. Oleh karena itu, dokumen ini ditujukan kepada para pengambil keputusan yang berminat menerapkan dan menyempurnakan pendekatan Kinerja di daerah mereka. Buku ini dari Seri Pembelajaran USAID-KINERJA menguraikan pembelajaran dari KINERJA dalam penerapan DGP dimana prinsip, pelajaran dan rekomendasi diangkat untuk memfasilitasi daerah lain yang ingin mengadopsi pendekatan-pendekatan KINERJA dalam melaksanakan program DGP. Program KINERJA dimulai pada bulan Oktober 2010 dan akan berlangsung selama kurang lebih lima tahun hingga Februari Program ini didanai oleh USAID dan dilaksanakan oleh RTI International bersama lima mitra organisasi The Asia Foundation, Social Impact, SMERU Research Institute, Universitas Gadjah Mada, dan Kemitraan. KINERJA bertujuan untuk meningkatkan pelayanan publik yang difokuskan pada tiga sektor, yakni pendidikan dasar, kesehatan dasar, dan iklim usaha. Di sektor pendidikan KINERJA memusatkan perhatian pada tiga paket, yakni tata kelola distribusi guru proporsional (DGP), penghitungan dan tata kelola biaya operasional satuan pendidikan (DGP), dan manajemen berbasis sekolah (MBS). Paket DGP dan BOSP lebih ditujukan pada tata kelola di tingkat pemerintah daerah. Sedangkan MBS lebih diarahkan pada peningkatan pelayanan sekolah melalui perencanaan yang berorientasi berbasis data, evaluasi diri sekolah, dan hasil survei pengaduan. Ketiga paket tersebut dilaksanakan dengan pendekatan transparansi, akunatabilitas, partisipatif, dan responsif. Di sektor kesehatan KINERJA fokus pada kesehatan ibu dan anak (KIA), terutama persalinan aman dan ASI eksklusif. Kegiatan ini dilakukan sebagai bagian dari paket kesehatan yang mencakup perbaikan akuntabilitas puskesmas dengan cara melibatkan forum multi-pemangku kepentingan dalam perencanaan dan penganggaran partisipatif, melaksanakan survei pengaduan, membuat janji perbaikan pelayanan antara warga negara dan pemerintah dan meningkatkan manajemen puskesmas untuk memastikan pelayanan publik yang diberikan berkualitas tinggi. Di Papua, paket kesehatan fokus pada tata kelola penguatan sistem kesehatan untuk KIA, HIV/AIDS, dan Tubercolusis (TB). 3

6 Di sektor iklim usaha yang baik Kinerja memusatkan perhatian pada perbaikan perizinan usaha di bawah Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) dengan cara membuat kebijkan berbasis bukti dan meningkatkan dialog pemerintah dan swasta serta menguatkan pengawasan dari masyarakat publik. Beberapa contoh bantuan iklim usaha yang baik adalah pembentukan PTSP di kabupaten/kota, studi partisipatif mendalam, fasilitasi dialog pemerintah dan swasta, dan bantuan teknis untuk menyusun rancangan peraturan baru. Lokasi Program Kinerja Kinerja bekerja di 24 kabupaten/kota di 5 provinsi, yakni: 1. Provinsi Aceh: Aceh Singkil, Aceh Tenggara, Bener Meriah, Kota Banda Aceh dan Simeulue 2. Provinsi Jawa Timur: Bondowoso, Jember, Kota Probolinggo, Probolinggo, dan Tulungagung 3. Provinsi Sulawesi Selatan: Barru, Bulukumba, Luwu, Luwu Utara, dan Kota Makassar 4. Provinsi Kalimantan Barat: Bengkayang, Kota Singkawang, Melawi, Sambas, dan Sekadau 5. Provinsi Papua: Jayapura, Jayawijaya, Kota Jayapura, dan Mimika. Keberhasilan Program DGP Hingga akhir 2013 ini, hasil-hasil yang telah dicapai adalah sebagai berikut: Enam kabupaten/kota mitra Kinerja telah menyelesaikan penghitungan DGP secara transparan dan partisipatif dengan melibatkan forum multi stakeholder. Kabupaten Luwu Utara sudah mendistribusikan 51 kepala sekolah dan 129 guru sesuai hasil penghitungan DGP. Kabupaten Luwu, Barru, dan Aceh Singkil telah mengeluarkan regulasi dalam bentuk Peraturan Bupati tentang Pemerataan dan Penataan Guru. Kabupaten Bondowoso dan Sambas telah menyelesaikan draf akhir Peraturan Bupati tentang Pemerataan dan Penataan Guru dan dalam waktu tidak lama lagi akan ditandangani oleh Bupati. Rekomendasi kepada para Pimpinan Daerah Program DGP yang dilaksanakan KINERJA bersama Pemerintah Daerah dan Forum Multi Stakeholder menunjukkan bahwa pendekatan yang digunakan telah membawa hasil dan perubahan. Berdasarkan pengalaman tersebut, ada beberapa rekomendasi untuk Pemerintah Daerah, yakni (a) diperlukan komitmen yang tinggi dari Bupati/Walikota, DPRD dan Dinas Pendidikan untuk melaksanakan program DGP, (b) setiap kebijakan hendaknya berorientasi pada pelayanan publik, (c) melibatkan masyarakat atau forum-forum multi 4

7 stakeholder dalam penyelengaraan tata kelola DGP, (d) mendayagunakan staf dan struktur organisasi yang ada tanpa perlu membentuk unit organisasi baru, (e) berkoordinasi dengan instansi-instansi pemerintah daerah terkait, (f) menetapkan indikator kinerja dan pengukuruan keberhasilan program, dan (g) mengadopsi pendekatan Kinerja dan menggunakan bahan-bahan yang telah dibuat oleh K. Rekomendasi kepada para Calon OMP Organisasi-organisasi mitra pelaksana KINERJA telah banyak membantu pemerintah daerah dan forum multi stakeholder dalam melaksanakan program DGP. Ke depan ada beberapa rekomendasi yang bisa dipertimbangkan oleh OMP dalam upaya melanjutkan perannya, yakni (a) selalu mengintegrasikan aspek tata kelola (governance) dalam setiap kegiatan penguatan dan pendampingan dengan melibatkan masyarakat atau forum-forum multi stakeholder, (b) tetap berorientasi pada hasil, tidak sekadar memenuhi jadwal kegiatan dan jumlah peserta, (c) bertindak sebagai advisor yang berperan lebih pada memberi stimulus daripada sebagai pegawai yang melaksanakan program, dan (d) menggunakan modul-modul yang dikembangkan Kinerja untuk penguatan kapasitas OMP sendiri maupun penguatan pemerintah daerah dan forum multi stakeholder. Rekomendasi kepada para Penyedia Pelatihan Penyedia pelatihan bisa berupa lembaga-lembaga pendidikan seperti universitas, lembaga swasta khusus pelatihan dan Diklat pemerintah yang secara periodik menyelenggarakan latihan untuk pegawai negeri sipil (PNS). Lembaga-lembaga tersebut mempunyai peran strategis dalam pendayagunaan para stakeholder yang ikut serta dalam program DGP. Direkomendasi agar lembaga-lembaga Diklat: a. Memasukkan pendekatan-pendekatan KINERJA dalam kurikulum iklat yang meliputi antara lain tata kelola yang melibatkan masyarakat sebagai pengguna layanan publik. b. Lebih berorientasi pada peningkatan ketrampilan dan tidak sekadar peningkatan pengetahuan dan pemahaman. Hal ini hanya dapat dicapai melalui kagiatan lanjutan setelah pelatihan, yakni pendampingan secara terus menerus sampai para peserta pelatihan dapat benar-benar melaksanakan hasil-hasil pelatihan. c. Mengadopsi sebagian modul yang dikembangkan K. Lembaga Diklat mempunyai modul-modul tersendiri, namun direkomendasikan agar memuat juga sebagian isi modul Kinerja, terutama dalam hal tata kelola dan governance. 5

8 BAB 1 PENDEKATAN KINERJA Pendekatan Umum Program KINERJA KINERJA bekerja untuk menguatkan sisi penyediaan dan permintaan pelayanan publik yang lebih baik di bidang kesehatan, pendidikan dan iklim usaha yang baik. KINERJA bekerjasama dengan pemerintah daerah untuk mengatasi kesenjangan penyediaan pelayanan publik di bidang kesehatan, pendidikan, dan iklim usaha yang baik. Melalui insentif yang lebih baik, inovasi yang lebih luas, dan lebih banyak jenis replikasi, pemerintah daerah di Indonesia diharapkan mampu menyediakan layanan yang lebih murah dan lebih baik serta lebih responsif terhadap kebutuhan dan permintaan warga negara/pengguna layanan. Salah satu aspek kunci pendekatan KINERJA adalah keterlibatan masyarakat, organisasi masyarakat sipil (LSM), dan media lokal untuk mendorong pelayanan publik yang lebih baik dan pemberian bantuan teknis kepada pemerintah daerah untuk meningkatkan kapasitasnya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Sebagian besar program KINERJA dilaksanakan melalui organisasi mitra pelaksana (OMP) yang juga menerima pelatihan peningkatan kapasitas dari KINERJA. Beberapa contoh strategi untuk meningkatkan kapasitas pemerintah daerah dan masyarakat adalah: 1. Mendukung pelaksanaan kebijakan berdasarkan kondisi empiris melalui analisa bantuan, seperti Analisa Anggaran Daerah dan Analisa Kesenjangan Distribusi Guru. 2. Membentuk forum multi-pemangku kepentingan untuk menciptakan kemitraan antara pemerintah dan masyarakat dalam perencanaan dan penganggaran yang partisipastif. 3. Melibatkan masyarakat untuk mengawasi penyediaan pelayanan publik melalui mekanisme penanganan pengaduan dan janji perbaikan pelayanan; serta 4. Mendukung pejabat pengelola informasi dan dokumentasi (PPID), media lokal, dan jurnalis warga untuk menyediakan akses terhadap informasi publik dan meningkatkan permintaan terhadap penyediaan pelayanan publik yang lebih baik. 6

9 Intervensi program KINERJA berada di tiga area, yakni: 1. Menguatkan pengguna layanan yang lebih baik 2. Meningkatkan praktik inovasi yang sudah ada dan mendukung pemerintah daerah untuk menguji dan mengadopsi pendekatan penyediaan pelayanan pendidikan yang menjanjikan 3. Memperluas inovasi yang sudah dianggap berhasil di tingkat nasional dan mendukung organisasi di Indonesia untuk menyediakan dan menyebarluaskan pelayanan yang lebih baik kepada pemerintah daerah. Dengan bekerja di sisi penyedia dan dan pengguna layanan, maka pendekatan yang digunakan KINERJA dalam melaksanakan program-programnya adalah transparansi, akuntablitas, partisipatif, dan responsif. Prinsip-prinsip Tata Kelola Sektor Pendidikan Di sektor pendidikan, K melaksanakan program-program BOSP (Biaya Operasional Satuan Pendidikan, DGP (Distribusi Guru Proporsional), dan MBS (Manajemen Berbasis Sekolah) di 17 kabupaten/kota di empat provinsi (Aceh, Jawa Timur, Kalimantan Barat, dan Sulawesi Selatan). Program sektor pendidikan ini dilaksanakan dengan prinsip-prinsip umum sebagai berikut: Keikutsertaan instansi-instansi terkait. Program-program di sektor pendidikan tidak semata-mata dilaksanakan oleh Dinas Pendidikan, melainkan menyangkut beberapa instansi pemerintah daerah lainnya seperti Bappeda, Bagian Organisasi dan Tata Laksana, Bagian Keuangan, Bagian Hukum, dan Badan Kepegawaian Daerah. Oleh karena itu, dalam melaksanakan program-program sektor pendidikan, keterlibatan instansi-instansi tersebut sangat penting. Keikutsertaan forum multi stakeholder. Dari sisi pengguna pelayanan, keterlibatan masyarakat sangat diperlukan karena masyarakat mempunyai kewajiban untuk ikut serta dalam penyelengaraan pendidikan sebagaimana diamanatkan oleh peraturan perundangan. Dengan keterlibatan masyarakat, programprogram sektor pendidikan dapat dilaksanakan secara tranparan dan akuntabel. Berkelanjutan. Semua pendekatan program sektor pendidikan harus dapat berlangsung terus secara berkesinambungan. Hal ini hanya dapat terlaksana ketika manfaat program-program pendidikan dapat dirasakan oleh masyarakat dan pelaksanaannya terus dikawal, tidak saja oleh pemerintah daerah tetapi juga oleh masyarakat melalui forum-forum multi stakeholder. Selain itu, pendekatan KINERJA juga menggunakan media massa, termasuk media massa alternatif (jurnalisme warga) sehingga tersedia peluang bagi partisipasi masyarakat. Pendekatan terbuka ini didorong atas dasar 7

10 kesadaran perlunya tindakan mendesak dan menyoroti kebaikan bersama yang menjadi tujuan kebijakan pemerintah daerah. Di masa lalu, distribusi guru ke sekolah adalah hak pemerintah, namun Kabupaten Luwu Utara misalnya melibatkan masyarakat untuk melaksanakan distribusi guru dengan mempertimbangan sisi permintaan dan jam mengajar standar. Dari sisi masyarakat, pemerataan layanan pendidikan yang memadai dapat diperoleh. Prinsip dalam Selain prinsip-prinsip umum tata kelola pendidikan di atas, tata kelola DGP dilaksanakan dengan prinsip-prinsip sebagai berikut: 1. Penghitungan DGP berdasarkan kebutuhan sekolah, bukan hanya apa yang diinginkan kepala sekolah atau guru serta menampung aspirasi murid, orangtua murid, dan masyarakat. 2. Penghitungan DGP menggunakan data yang valid dan mutakhir. Untuk itu manajemen data di Dinas Pendidikan dan sekolah menjadi persyaratan utama. 3. Merujuk pada SPM sehingga distribusi guru di sekolah lebih diarahkan pada peningkatan pelayanan publik, pemenuhan standar pelayanan minimal, dan pencapaian mutu pendidikan yang lebih tinggi. 4. Didasarkan pada regulasi daerah (Peraturan Bupati/Walikota). Hal ini diperlukan untuk menjamin program DGP dapat berlangsung terus secara berkesinambungan. 5. Monitoring dan pelaksanaan alokasi dana ke sekolah diperlukan agar pelasanaan program DGP dapat tepat sasaran dan dapat terus disempurnakan. 6. Penanganan setiap pengaduan masyarakat mengenai masalah-masalah kekurangan guru. 7. Keberlanjutan program setiap tahunnya untuk memenuhi kesenjangan pembiayaan sekolah yang berpotensi meningkat sesuai kebutuhan pencapaian standar. 8

11 BAB 2 PENGALAMAN KINERJA DALAM TATA KELOLA DISTRIBUSI GURU SECARA PROPORSIONAL (DGP) Situasi yang dihadapi di daerah Karakteristik geografis Indonesia menyebabkan distribusi guru antar wilayah tidak merata. Secara geografis, Indonesia memiliki berbagai wilayah sulit yang dikenal dengan daerah 3T (terdepan, terluar, tertinggal). Pada umumnya guru enggan ditempatkan dan bertugas di daerah-daerah tersebut dalam jangka waktu yang lama. Di daerah-daerah itu moda transportasi dan fasilitas hidup terutama tempat tinggal dan ketersediaan bahan kebutuhan pokok sangat terbatas. Akibatnya, guru cenderung terkonsentrasi di daerah-daerah nyaman. Di sisi lain, di daerah-daerah perkotaan pun ketidakmerataan guru antar sekolah kerap terjadi yang disebabkan oleh penempatan dan penataan guru yang lebih didasarkan pada pertimbangan politis dibandingkan kebutuhan sekolah. Pendistribusian guru secara proporsional ini sangat penting dilakukan sesuai Peraturan Bersama 5 Menteri terkait dengan penataan dan pendistribusian guru. Selain itu, pendistribusian guru ini juga terkait dengan antisipasi rencana pelaksanaan Kurikulum 2013 H. Andi Idris Syukur, Bupati Barru, Sulawesi Selatan Dalam hal penyebaran guru, rasio guru-murid yang rendah, khususnya di tingkat sekolah dasar, tidak otomatis berarti bahwa semua sekolah memiliki jumlah guru yang diperlukan. Bahkan masih banyak sekolah yang kekurangan guru, terutama di daerah terpencil, daerah perbatasan, dan daerah tertinggal. Sebagian besar kabupaten/kota tidak memiliki sistem manajemen guru yang efektif untuk secara cermat menganalisis kekurangan dan kelebihan guru di setiap satuan pendidikan. Dinas Pendidikan cenderung memberi perhatian lebih pada kekurangan guru dibandingkan kelebihan guru. 9

12 Selama ini kan masih ada ketimpangan-ketimpangan dalam pelayanan pendidikan. Nah, salah satu tujuan pembangunan di Kabupaten Barru itu adalah penataan, pemerataan, pendistribusian pelayanan pendidikan. Jadi guru tidak hanya berkumpul di daerah perkotaan, tetapi semua wilayah yang terpencil itu pun harus dijangkau oleh guru-guru dengan kualitas yang sama H. Abustan Andi Bintang, Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan Ketidakmerataan guru mempunyai dampak negatif pada dua hal. Pertama, pelayanan publik bidang pendidikan di sekolah-sekolah yang kekurangan guru menjadi tidak maksimal karena pada jam pelajaran banyak kelas dibiarkan kosong tanpa kegiatan belajar, kriteria ketuntasan mengajar tidak tercapai, dan akhirnya kompetensi murid manjadi rendah. Kedua, guru-guru yang bertugas di sekolah-sekolah yang berkelebihan guru menjadi idle dan tidak dapat memenuhi jumlah jam mengajar sesuai standar (24 jam per minggu) karena harus berbagi dengan guru lainnya. Keadaan ini menimbulkan kerugian pada guru karena berpengaruh pada pengembangan karir guru, yakni sertifikasi dan kenaikan pangkat yang mensyaratkan terpenuhinya jam mengajar. Sementara itu dapat diasumsikan bahwa peningkatan jumlah guru dan rasio guru-murid yang rendah akan menunjukkan jumlah murid per rombongan belajar menjadi kecil dan dengan demikian proses pembelajaran lebih efektif. Ada dua aspek terkait dengan situasi tersebut yang memerlukan eksplorasi lebih lanjut, yakni pengangkatan guru baru dan distribusi guru. Dalam era desentralisasi, tanggung jawab pengangkatan guru menjadi urusan pemerintah kabupaten/kota dan pemerintah pusat berwenang menetapkan kuota jumlah guru PNS. Kuota untuk guru PNS di semua tingkatan terus meningkat dan menyebabkan terus meningkatnya jumlah guru, terutama di tingkat sekolah dasar. Untuk sebagiannya, peningkatan ini disebabkan oleh perubahan status guru honorer menjadi guru PNS. Logikanya, hal ini akan menyebakan menurunnya jumlah guru non-pns. Namun, kenyataannya di sekolah-sekolah di daerah pedesaan dan terpencil masih banyak ditemukan guru yang berstatus honorer, baik yang dibayar oleh pemerintah daerah, maupun oleh sekolah sendiri. Pelimpahan wenangan pengelolaan guru ke pemerintah daerah belum disertai dengan peningkatan kapasitas untuk pengelolaan guru, khususnya berkaitan dengan analisis kebutuhan nyata di setiap tingkat dan jenis sekolah. Hal ini tercermin dari masih banyaknya daerah yang berkelebihan guru kelas (dilihat dari rasio guru untuk jumlah kelas) di tingkat SD, dan guru mata pelajaran tertentu di tingkat SMP dan SMA jika dilihat dari jumlah rombongan belajar dan beban mengajar guru. Padahal saat ini dapat diasumsikan bahwa jumlah anak usia sekolah dasar terus menurun turun. 10

13 Jelaslah bahwa kelebihan guru menyebabkan inefisiensi penggunaan sumber daya. Dalam konteks ini perlu dicatat bahwa banyak kabupaten mengalokasikan dana di sektor pendidikan sekitar 30% sampai 40% dari total anggaran daerah, dan 80% sampai 85% dari porsi itu digunakan untuk membayar gaji/honor dan tunjangan guru. Bagaimana kita memulai inisiatif 1. Komitmen Kepala Daerah, DPRD, dan Stakeholders Kabupaten/kota mitra KINERJA memulai inisiatif untuk melaksanakan program DGP dengan diskusi intensif dengan manajemen Kinerja dan menyepakati pelaksanaan program melalui penandatanganan kesepakatan (memorandum of understanding) antara Bupati/Walikota dengan KINERJA. Diskusi-diskusi juga dilaksanakan dengan DPRD, khususnya dengan Komisi yang membidangi pendidikan dan anggaran. Diskusi ini sangat penting untuk mencapai kesepahaman antara pihak eksekutif dan legislatif sehingga persetujuan program dan anggaran oleh DPRD dapat dilakukan dengan baik. Selain dengan para penyelenggara negara, diskusi juga dilaksanakan dengan tokoh-tokoh masyarakat, khususnya pemimpin lembaga-lembaga non pemerintah. Hal ini untuk lebih mendorong keterlibatan masyarakat sehingga tata kelola DGP dapat dilaksanakan secara partisipatif, transparan, dan akuntabel. Pengalaman Kinerja menunjukkan bahwa program ini dapat dilaksanakan karena ada komitmen yang kuat dari pembuat kebijakan, terutama Kepala Daerah dan Kepala Dinas Pendidikan serta instansi terkait lainnya termasuk DPRD. Komitmen ini ditunjukkan dengan penerbitan Perturan Bupati tentang Pemerataan dan Penataan Guru (di Kabupaten Luwu Utara, Luwu, Barru, dan Aceh Singkil) berikut petunjuk teknis serta alokasi dana yang dimuat dalam dokumen-dokumen perencanaan dan penganggaran di tingkat kabupaten/kota (APBD) dan Dinas Pendidikan, yakni Rencana Kerja (Renja), Rencana Kerja dan Anggaran (RKA), dan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA). 2. Pengaturan Pekerjaan Di tingkat kabupaten/kotakinerja memulai programnya dengan merekrut tenaga spesialis di bidang pelayanan publik yang disebut dengan LPSS (Local Public Service Specialist). Tugas utamanya adalah mengkoordinir 11

14 Intervensi program KINERJA berada di tiga area, yakni: 1. Menguatkan pengguna layanan yang lebih baik. 2. Meningkatkan praktik inovasi yang sudah ada dan mendukung pemerintah daerah untuk menguji dan mengadopsi pendekatan penyediaan pelayanan pendidikan yang menjanjikan. 3. Memperluas inovasi yang sudah dianggap berhasil di tingkat nasional dan mendukung organisasi di Indonesia untuk menyediakan dan menyebarluaskan pelayanan yang lebih baik kepada pemerintah daerah. Dengan bekerja di sisi penyedia dan dan pengguna layanan, maka pendekatan yang digunakan KINERJA dalam melaksanakan program-programnya adalah transparansi, akuntablitas, partisipatif, dan responsif. Prinsip-prinsip Tata Kelola Sektor Pendidikan Di sektor pendidikan, K melaksanakan program-program BOSP (Biaya Operasional Satuan Pendidikan, DGP (Distribusi Guru Proporsional), dan MBS (Manajemen Berbasis Sekolah) di 17 kabupaten/kota di empat provinsi (Aceh, Jawa Timur, Kalimantan Barat, dan Sulawesi Selatan). Program sektor pendidikan ini dilaksanakan dengan prinsip-prinsip umum sebagai berikut: Keikutsertaan instansi-instansi terkait. Program-program di sektor pendidikan tidak semata-mata dilaksanakan oleh Dinas Pendidikan, melainkan menyangkut beberapa instansi pemerintah daerah lainnya seperti Bappeda, Bagian Organisasi dan Tata Laksana, Bagian Keuangan, Bagian Hukum, dan Badan Kepegawaian Daerah. Oleh karena itu, dalam melaksanakan program-program sektor pendidikan, keterlibatan instansi-instansi tersebut sangat penting. Keikutsertaan forum multi stakeholder. Dari sisi pengguna pelayanan, keterlibatan masyarakat sangat diperlukan karena masyarakat mempunyai kewajiban untuk ikut serta dalam penyelengaraan pendidikan sebagaimana diamanatkan oleh peraturan perundangan. Dengan keterlibatan masyarakat, programprogram sektor pendidikan dapat dilaksanakan secara tranparan dan akuntabel. Berkelanjutan. Semua pendekatan program sektor pendidikan harus dapat berlangsung terus secara berkesinambungan. Hal ini hanya dapat terlaksana ketika manfaat program-program pendidikan dapat dirasakan oleh masyarakat dan pelaksanaannya terus dikawal, tidak saja oleh pemerintah daerah tetapi juga oleh masyarakat melalui forum-forum multi stakeholder. Selain itu, pendekatan KINERJA juga menggunakan media massa, termasuk media massa alternatif (jurnalisme warga) sehingga tersedia peluang bagi partisipasi masyarakat. Pendekatan terbuka ini didorong atas dasar 7

15 rekomendasi teknis serta berpedoman pada Peraturan Bupati/Walikota dan petunjuk teknisnya. Selain terlibat dalam Tim Teknis yang melakukan proses penghitungan dan penyusunan rekomendasi teknis, forum multi stakeholder berperan dalam pengawasan pelaksanaan alokasi dana ke sekolah-sekolah. Pengawasan dilakukan melalui monitoring dan pengaduan-pengaduan yang kemudian ditindaklanjuti dengan analisis dan laporan kepada para pengambil kebijakan. 2. Pelaksanaan rencana kerja Program DGP dilaksanakan melalui tahapan-tahapan sebagai berikut: Penghitungan DGP. Penghitungan didasarkan pada kebutuhan operasional sekolah yang dikaitkan dengan kegiatan-kegiatan pembelajaran untuk mencapai standar pelayanan minimal (SPM) dan standar nasional pendidikan (SNP). Analisis kesenjangan. Analisis kesenjangan ini diarahkan pada sekolah-sekolah yang kekurangan guru dan sekolah-sekolah yang berkelebihan guru. Rekomendasi teknis. Isi rekomendasi teknis yang paling utama adalah mengusulkan agar Pemerintah Daerah melaksanakan distribusi guru sesuai hasil analisis kekurangan dan kelebihan guru. Uji publik. Hasil penghitungan DGP dan rekomendasi didiskusikan dengan berbagai pihak, termasuk masyarakat dan DPRD. Hal ini dilakukan agar pihak-pihak yang berkepentingan memahami dan memberi masukan untuk pengambil kebijakan dalam penerapan distribusi guru. Regulasi. Setelah semua pihak yang berkepentingan memahami dan menyetujui hasil penghitungan dan rekomendasi DGP, maka Bupati/Walikota menerbitkan Peraturan tentang Pemerataan dan Penataan Guru yang diikutioleh petunjuk teknis pelaksanaannya. Perencanaan dan penganggaran. Untuk bisa dilaksanakan, hasil penghitungan dan rekomendasi dimasukkan ke dalam perencanaan dan penganggaran daerah, baik di tingkat kabupaten/kota maupun satuan kerja parangkat daerah (SKPD), yang dalam hal ini Dinas Pendidikan (Renja, RKA, DPA). Pelaksanaan. Sesuai dengan perencanaan dan penganggaran yang telah ditentukan, maka distribusi guru dilaksanakan secara transparan dan sesuai dengan petunjuk teknis. Pelaporan, monitoring, dan evaluasi. Untuk menjamin distribusi guru dilaksanakan sesuai peraturan, maka pelaporan yang akuntabel dilakukan secara teratur sehingga program ini dapat mencapai tujuannya. Monitoring dan evaluasi dilaksanakan secara teratur sehingga perbaikan-perbaikan penyelenggaraan distribusi guru dapat dilaksanakan. 13

16 3. Proses perubahan dan perkembangan manfaat dari cara kerja Sekurang-kurangnya ada tiga perubahan yang segera tampak sebagai hasil pelaksanaan program DGP dengan pendekatan Kinerja: Peningkatan kapasitas pemerintah daerah dalam daya tanggap terhadap ketimpangan distribusi guru. Peningkatan keterlibatan masyarakat dalam penyelenggaraan program DGP. Forum-forum multi stakeholder di daerah-daerah mitra KINERJA telah menunjukkan keterlibatan dan berperan secara signifikan dalam setiap tahapan program. Peningkatan kemampuan sekolah dalam melaksanakan kegiatan pembelajarannya untuk secara bertahap mencapai standar pelayanan publik (SPP), SPM dan SNP. Pengalaman di Kabupaten Luwu Utara menunjukkan bahwa program DGP terus berlanjut walaupun masa pendampingan KINERJA sudah berakhir. Hal ini dimungkinkan karena komitmen pemerintah daerah, DPRD sangat tinggi serta adanya forum multi-stakeholder yang aktif mendampingi dan mengawasi program tersebut. 14

17 BAB 3 MENGATASI TANTANGAN DAN MENCAPAI SUKSES Tantangan Pengalaman KINERJA menunjukkan bahwa ada beberapa tantangan yang dihadapi dalam pelaksanaan program DGP, yakni antara lain: Kadangkala pelaksanaan program ini membutuhkan perubahan perencanaan daerah yang tidak mudah dilakukan. Perubahan tersebut disebabkan proses akhir penghitungan DGP dan rekomendasi teknisnya tidak sesuai dengan siklus perencanaan dan penganggaran daerah. Keterbatasan anggaran yang tersedia dan prioritas pemenuhan kebutuhan sektor lain menyebabkan program DGP tidak dapat segera dilaksanakan. Kapasitas para pegawai yang menangani program DGP masih kurang sehingga proses penghitungan, penyusunan rekomendasi teknis, dan pengintegrasian ke dalam perencanaan dan penganggaran menjadi terhambat. Namun secara bertahap tantangan ini dapat diatasi melalui lokakarya dan pendampingan yang intensif. Kapasitas personil sebagian organisasi mitra pelaksana masih kurang sehingga pada awal pelaksanaan program proses pendampingan kepada pemerintah daerah dan multi stakeholder belum seperti yang diharapkan. Tantangan ini diatasai melalui bimbingan teknis oleh Tim KINERJA. Pergantian pejabat pemerintah daerah yang menyebabkan perubahan komitmen dari pejabat baru. Tantangan ini dapat diatasi dengan penjelasan tentang program sehingga pejabat baru dapat memahami dan memberi dukungan terhadap pelaksanaan program. Keberhasilan Program 1. Contoh Keberhasilan Program DGP di Kabupaten Luwu Utara Kabupaten Luwu Utara di Provinsi Sulawesi Selatan menghadapi masalah serius dalam hal ketidaksetaraan dalam kualitas layanan pendidikan yang ditawarkan di sekolah-sekolah. Ketimpangan ini 15

18 disebabkan karena distribusi guru yang tidak merata di sekolah-sekolah perkotaan dan pedesaan. Meskipun rasio guru-murid di Indonesia masih lebih rendah daripada di banyak negara maju, rekrutmen dan penempatan guru terutama dipengaruhi oleh faktor politik daripada kebutuhan sekolah. Sebagai tindakan jangka pendek untuk mengatasi kekurangan ini, banyak sekolah mengangkat guru honorer yang gajinya dibayar langsung oleh sekolah tanpa perhatian yang cukup tentangkualifikasi atau kompetensi mereka. Data distribusi guru di Luwu Utara dikumpulkan dan dianalisis oleh LPKIPI (Lembaga Pelatihan dan Konsultasi Inovasi Pendidikan) menunjukkan bahwa ketersediaan guru kelas dan mata pelajaran hanya 47,76% untuk SD. Selanjutnya, analisis mengungkapkan ketidakseimbangan dalam distribusi guru mata pelajaran dan kelas tertentu. Data menunjukkan bahwa hanya 33,62% SD memiliki guru pendidikan jasmani PNS dan hanya 46,5% memiliki jumlah guru agama PNS yang cukup. Hal ini menimbulkan kesenjangan kualitas pendidikan antar sekolah dan kecamatan. Dalam rangka mengatasi tantangan dengan distribusi guru, pemerintah Kabupaten Luwu Utara bekerja sama dengan LSM Lembaga Pelatihan dan Konsultasi Inovasi Pendidikan (LPKIPI) melakukan pemutakhiran menyeluruh dan validasi data guru serta melakukan analisis mendalam data yang dihasilkan dari pemutakhiran distribusi guru tersebut. Berdasarkan analisis tersebut forum multi-stakeholder yang terdiri dari pejabat pemerintah dan anggota masyarakat melakukan advokasi untuk mengeluarkan peraturan baru untuk memastikan distribusi guru proporsional dimasukkan ke dalam perencanaan dan diimplementasikan secara efektif. Melalui serangkaian diskusi intensif dan negosiasi antara wakil-wakil pemerintah dan masyarakat, peraturan tersebut disahkan pada 23 Oktober 2013 yang menandai kebijakan pemerintah daerah untuk mengatasi masalah distribusi guru yang tidak merata. Implementasi Peraturan Bupati ini dipantau oleh forum multi-stakeholder dan mereka bangga melaporkan bahwa peraturan itu akhirnya dilaksanakan dengan mendistribusikan 129 guru SD ke sekolah-sekolah yang mengalami kekurangan guru. Luwu Utara, sebagai kabupaten percontohan untuk reformasi birokrasi, membuat upaya khusus untuk menekankan proses yang transparan dan mendorong partisipasi masyarakat. Untuk melengkapi upaya forum multi-stakeholder yang disebutkan di atas, organisasi lokal (Fakta), memfasilitasi diskusi rutin dalam forum Warung Demokrasi yang melibatkan berbagai pihak seperti wartawan untuk surat kabar nasional, anggota komisi pemilihan, pimpinan asosiasi guru, pemilik stasiun radio lokal, guru honorer, dan anggota organisasi kemasyarakatan lainnya. Sambil minum kopi, makan makanan ringan, mereka aktif berdiskusi mengenai distribusi guru dan isu-isu pendidikan dasar lainnya. Acara ini disiarkan secara langsung oleh sebuah stasiun radio lokal guna meningkatkan akses informasi bagi masyarakat yang tinggal di daerah terpencil, dan memberikan kontribusi bagi keberhasilan diskusidalam mempromosikan isu- 16

19 isu tersebut dan meningkatkan kesadaran di antara anggota masyarakat yang mempunyai pengaruh untuk mendukung perubahan. a. Strategi Program Secara kronologis strategi untuk memperkenalkan dan keberhasilan pelaksanaan Program DGP adalah sebagai berikut : 1. Sosialisasi dan berbagi praktek yang baik tentang sirkulasi guru, pengenalan manajemen PTK, penyamaan persepsi dan membangun komitmen antar stakeholder. 2. Pelatihan pengolahan Data Base Pendidik dan Tenaga Kependidikan, SIM-NUPTK, dan Padati Web 3. Pengolahan data base pendidik dan kependidikan, Data Base Pendidik dan Tenaga Kependidikan, SIM- NUPTK, dan Padati Web. 4. Analisis manajemen pendidik dan tenaga kependidikan. 5. Pendampingan perumusan rekomendasi kebijakan. 6. Penyampaian perumusan rekomendasi kepada Bupati dan atau stakehoder pendidikan. 7. Advokasi dan pendampingan penganggaran replikasi. 8. Piloting implementasi sirkulasi guru. 9. Monitoring dan evaluasi. 10. Forum multi-stakeholder dan jurnalisme warga memantau pelaksanaannya ke sekolah-sekolah. b. Hasil-hasil Program DGP Hasil nyata yang memberikan kontribusi terhadap keberhasilan inisiatif dapat diringkas sebagai berikut : Data sebaran guru yang valid dan mutakhir; Analisis distribusi guru di seluruh kecamatan di kabupaten/kota mitra; Rekomendasi teknis distribusi guru proporsional; Rencana kerja distribusi guru proporsional; Skema insentif bagi guru yang ditempatkan di daerah terpencil ; Peraturan Bupati/Walikota; Petunjuk teknis pelaksanaan distribusi guru proporsional; Implementasi distribusi guru secara proporsional sesuai rekomendasi teknis. 17

20 2. Program Pengungkit Program DGP yang diperkenalkan oleh KINERJA dan dilaksanakan oleh enam pemerintah daerah telah menunjukkan hasil-hasil yang baik. Keberhasilan ini tidak hanya ditunjukkan dengan pelaksanaan lahirnya kebijakan pemeratan dan penataan guru dalam rangka meningkatkan pelayanan publik, tetapi juga keterlibatan masyarakat dalam setiap proses program, dari inisiasi, perencanaan hingga pelaksanaannya. Keterlibatan masyarakat seperti ini merupakan bentuk nyata keterbukaan dan akuntabilitas publik yang dimandatkan oleh peraturan perundangan. Keberhasilan program DGP ini dapat dijadikan pengungkit untuk program-program lainnya, tidak hanya di sektor pendidikan, tetapi juga sektor-sektor lainnya dan di instansi-instansi lainnya. Masih banyak programprogram pendidikan yang dapat dilaksanakan dengan pendekatan ini, seperti peningkatan kualifikasi dan kompetensi guru, pembangunan dan rehabilitasi gedung sekolah, dan pengadaan sarana pembelajaran. Demikian juga di sektor-sektor lain seperti kesehatan, pekerjaan umum, dan kependudukan. Program-program ini dapat dilaksanakan apabila pemerintah daerah dan masyarakat mempunyai kepedulian dan kemauan untuk secara bersama-sama melaksanakannya. 18

21 BAB 4 REKOMENDASI UNTUK REPLIKASI Program KINERJA untuk DGP bekerja di sedikit daerah, hanya di enam dari ratusan daerah di Indonesia. Program ini hanyalah sebagai contoh praktik yang baik dan diharapkan dapat diterapkan di daerah-daerah lain. Oleh karena itu, KINERJA mendorong agar daerah-daerah lain bersedia mereplikasi dan mengadopsi penedekatan-pendekatan KINERJA dalam melaksanakan Program DGP. Berikut ini adalah rekomendasi bagi daerah-daerah lain, termasuk lembaga-lembaga pendidikan dan pelatihan untuk pegawai negeri sipil dan organisasi-organisasi mitra pelaksananya. Rekomendasi untuk replikasi di daerah Lain Berdasarkan pengalaman Kinerja, ada beberapa rekomendasi untuk Pemerintah Daerah lain yang akan mereplikasi metoda dan pendekatan Kinerja untuk program DGP. a. Diperlukan komitmen yang tinggi dari Bupati/Walikota, DPRD dan Dinas Pendidikan untuk melaksanakan program DGP. Komitmen ini ditunjukkan dengan kabijakan formal dan pasti melalui penerbitan peraturan, petunjuk teknis pelaksanaannya, dan memasukkan program ini ke dalam siklus perencanaan dan penganggaran daerah. b. Setiap kebijakan hendaknya berorientasi pada pelayanan publik. Hal ini didasarkan bahwa fungsi utama pemerintah daerah adalah menyelenggarakan kegiatan-kegiatan untuk kepentingan masyarakat dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat sebagaimana diamanatkan oleh peraturan perundangan. c. Melibatkan masyarakat atau forum-forum multi stakeholder dalam penyelengaraan tata kelola DGP. Oleh karena kegiatan dan program yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah adalah untuk kepentingan masyarakat, maka sudah seharusnya masyarakat dilibatkan dalam penyusunan kebijakan, perencanaan, dan pelaksanaannya. d. Mendayagunakan staf dan struktur organisasi yang ada tanpa perlu membentuk unit organisasi baru. Program ini tidak memerlukan struktur baru dalam organisasi pemerintah daerah maupun pegawai baru, melainkan cukup dengan lebih mendayagunakan pegawai dalam struktur organisasi yang sudah ada. 19

22 e. Berkoordinasi dengan instansi-instansi pemerintah daerah terkait. Dalam pelaksanaannya, Program DGP memerlukan keterlibatan instansi-instansi lainnya, terutama Bappeda, BKD, dan Bagian Keuangan. Selain itu, DPRD juga diperlukan keterlibatannya karena institusi inilah yang memberi persetujuan pada setiap program dan anggaran. f. Menetapkan indikator kinerja dan pengukuruan keberhasilan program. Hal ini diperlukan untuk mengetahui pencapaian program sehingga peningkatan program dari waktu ke waktu dapat dilakukan. g. Mengadopsi pendekatan Kinerja dan menggunakan bahan-bahan yang telah dibuat oleh Kinerja. Bahanbahan tersebut antara lain berupa modul yang dapat digunakan untuk pelatihan, pendampingan, dan acuan pelaksanaan program. Rekomendasi untuk OMP Rekomendasi untuk OMP yang akan membantu pemerintah daerah yang akan mereplikasi program DGP adalah: a. Selalu mengintegrasikan aspek tata kelola (governance) dalam setiap kegiatan penguatan dan pendampingan dengan melibatkan masyarakat atau forum-forum multi stakeholder. b. Tetap berorientasi pada hasil, tidak sekadar memenuhi jadwal kegiatan dan jumlah peserta. c. Bertindak sebagai advisor yang berperan lebih pada memberi stimulus daripada sebagai pegawai yang melaksanakan program. d. Menggunakan modul-modul yang dikekmbangkan KINERJA untuk penguatan kapasitas OMP sendiri maupun penguatan pemerintah daerah dan forum multi stakeholder. Rekomendasi untuk Lembaga Diklat Lembaga-lembaga pendidikan dan latihan (Diklat) di berbagai tingkatan pemerintahan mempunyai peran strategis dalam pendayagunaan aparatur negara karena secara periodik menyelenggarakan latihan untuk pegawai negeri sipil (PNS). Direkomendasi agar lembaga-lembaga Diklat: a. Memasukkan pendekatan-pendekatan Kinerja dalam Kurikulum Diklat yang meliputi antara lain tata kelola yang melibatkan masyarakat sebagai pengguna layanan publik. b. Lebih berorientasi pada peningkatan ketrampilan dan tidak sekadar peningkatan pengetahuan dan pemahaman. Hal ini hanya dapat dicapai melalui kagiatan lanjutan setelah pelatihan, yakni pendampingan 20

23 secara terus menerus sampai para peserta pelatihan dapat benar-benar melaksanakan hasil-hasil pelatihan. c. Mengadopsi sebagian modul yang dikembangkan KINERJA. Lembaga Diklat mempunyai modul-modul tersendiri, namun direkomendasikan agar memuat juga sebagian isi modul KINERJA, terutama dalam hal tata kelola dan governance. 21

24 CARA MENGGUNAKAN LAMPIRAN Lampiran ini dirancang agar mudah di akses untuk berbagai kebutuhan. Bagi pembaca yang mau lihat komentar pihak lain tentang upaya KINERJA di bidang penghitungan DGP, silahkan membaca Lampiran A tentang tesimoni, laporan media dan bahan promosi. Bagi pembaca yang hendak mempelajari lebih dalam tentang substansi, silahkan membaca Lampiran B. Bagi pembaca yang mau mempelajari cara KINERJA melatih dan memfasilitasi, silahkan membaca Lampiran C. Bahan lengkap dapat dibaca di CD terlampir. DAFTAR LAMPIRAN LAMPIRAN A Testimoni, Laporan Media dan Bahan Promosi 24 LAMPIRAN B Uraian Substansi 27 Pendahuluan 27 Daerah Percontohan 27 MODUL I Pentingnya Distribusi Guru Proporsional (DGP) dalam Peningkatan 30 Mutu Pelayanan Pendidikan MODUL 2 Pendekatan dan Konsep Tata Keloka Distribusi Guru Proporsional 52 MODUL 3 Analisis Data Pendidik dan Tenaga Kependidikan 74 MODUL 4 Advokasi Kebijakan Penyusunan DGP 94 MODUL 5 Integrasi DGP ke Dalam Perencanaan dan Penganggaran 112 MODUL 6 Contoh Praktik Baik Penerapan DGP 132 LAMPIRAN C Cara Pelaksanaan Fasilitasi dan Pelatihan 170 Pilihan Pelaksanaan Fasilitasi dan Pelatihan 170 Uraian Lampiran Ini 173 MODUL I Pentingnya Distribusi Guru Proporsional (DGP) dalam Peningkatan Mutu 174 Pelayanan Pendidikan MODUL 2 Pendekatan dan Konsep Proporsional 178 MODUL 3 Analisis Data Pendidik dan Tenaga Kependidikan 181 MODUL 4 Advokasi Kebijakan Penyusunan DGP 185 MODUL 5 Integrasi DGP ke Dalam Perencanaan dan Penganggaran 188 MODUL 6 Contoh Praktik Baik Penerapan DGP

25 LAMPIRAN D BAHAN DI CD 194 LAMPIRAN E Daftar Singkatan/Istilah 195 DAFTAR PUSTAKA

26 Lampiran A Testimoni, Laporan Media dan Bahan Promosi Testimoni: 1. Bupati Barru, Sulawesi Selatan Pada prinsipnya komitmen kami pemerintah kabupaten dan juga cita-cita rakyat Kabupaten Barru adalah menciptakan sistem pendidikan yang baik dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Oleh karenanya salah satu hal yang sangat penting harus kita atur untuk mencapai optimalisasi pelayanan pendidikan kepada rakyat kita adalah sumber daya guru yang ada sehingga sistem belajar mengajar itu bisa berjalan dengan baik. Nah, di Kabupaten Barru ini mulai tahun lalu 2012 kita telah mulai mengkaji. Alhamdulillah bersama USAID kajian itu kita dapat temu kenali permasalahan-permasalahan yang dihadapi dan hal-hal yang perlu mendapatkan perhatian dari pemerintah. Salah satunya adalah bagaimana kita dapat mendistribusikan dengan baik tenaga guru yang ada sesusi dengan kompetensi, sesuai dengan bidang masing-masing. Oleh karenanya tahun 2012 yang lalu hal ini telah kita lakukan di Barru ini di tujuh kecamatan dan sekolah yang tersebar di 55 kelurahan/desa. Pendistribusian guru secara proporsional ini sangat penting dilakukan sesuai Peraturan Bersama 5 Menteri terkait dengan penataan dan pendistribusian guru. Selain itu, pendistribusian guru ini juga terkait dengan antisipasi rencana pelaksanaan Kurikulum Jadi melalui pendistribusian ini sekaligus kita memperoleh database guru dan diharapkan ini menjadi dasar untuk menciptakan suatu standardisasi sistem pendidikan. Jadi yang ada di kota, yang ada di pedalamaan, yang ada di interland antara kota dan pedalaman itu punya standar yang sama karena memang undang-undang dasar kita mengamanatkan bahwa seluruh rakyat Indonesia mempunyai hak untuk mendapatkan pendidikan yang sama dari pemerintah. 24

27 Pendistribusian dan pentataan guru akan kita laksanakan secara sekaligus dan menyeluruh supaya stressnya cuma satu kali. Jadi friksi-friksi yang timbul kita selesaikan sekali saja. Selain itu kita tidak ingin melakukan kerja setengah-setangah. 2. Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan Program distribusi guru secara proporsional tadinya akan dilaksanakan di tiga kecamatan. Tetapi pada saat mau dilakukan, penataan dan pendistribusian guru itu bisa menimbulkan permasalahan baru yang akhirnya kami dari pemerintah kabupaten bekerjasama dengan USAID-KINERJA melakukan secara keseluruhan di tujuh kecamatan. Dan itu sudah kita lakukan pemetaan gurudi tujuh kecamatan dan sudah melakukan analisis datanya. Kita sudah melakukan dengar pendapat, menyampaikan kepada seluruh stakeholder pendidikan untuk memberikan masukan-masukan, indikator-indikator, dan variable-variabel apa yang digunakan untuk melakukan penataan guru itu.jadi bukan hanya pada satu wilayah. Kemudian untuk prosesnya kita sudah terbitkan Peraturan Bupati Nomor 16/2013 Tentang Penataan dan Distribusi Guru PNS di Kabupaten Barru. Sekarang finalisasi data dan Insyaallah tahun ini kita akan melakukan implementasi secara total pada seluruh kecamatan.kami menyiapkan anggaran dalam APBD itu kurang lebih Rp. 100 juta. Dalam prosesnya kita melibatkan seluruh komponen yang ada di tiap kecamatan, yakni UPTD (Unit Pelaksanaan Teknis Daerah). Dinas Pendidikan terlibat secara langsung. Pendataan guru dilakukan secara langsung di kecamatan yang meliputi jumlah guru, latar belakang pendidikan guru, lama bertugas sebagai guru, dan bidang studi yang diajar. Pendataan dilakukan dari bawah dan ini bekerjasama dengan Kinerja USAID itu di dalam analisa melalui bantuan organisasi mitra pelaksana KINERJA, yakni LPKIPI. Kami punya wilayah yang tertinggal dan aksesbilitasnya terbatas, tidak bisa dijangkau oleh kendaraan sehingga itu menjadi satu kendala ketika mau melaksanakan distribusi itu karena banyak guru yang tidak mau ditempatkan di situ. Oleh karena itu kita melakukan sosialisasi bahwa ini harus dilakukan untuk penataan guru dan pendistribusiannya itu supaya ada pemerataan akses dan mutu pendidikan. Selama ini kan masih ada ketimpangan-ketimpangan dalam pelayanan pendidikan. Nah, salah satu tujuan pembangunan di Kabupaten Barru itu adalah penataan, pemerataan, pendistribusian pelayanan pendidikan. Jadi guru tidak hanya berkumpul di daerah perkotaan, tetapi semua wilayah yang terpencil itu pun harus dijangkau oleh guru-guru dengan kualitas yang sama. Memang ada kendala yang terkait dengan persepsi 25

28 guru yang menganggap pemindahan merupakah sebuah hukuman, padahal bukan itu, melainkan untuk kepentingan guru itu sendiri dan pendidikan secara umum. Juga ada peran dan dukungan dari stakeholder lain seperti Dewan Pendidikan, LSM, dan Pers yang secara aktif memberikan masukan kepada kita untuk mencari solusi-solusi ketika ada permasalahan. Bukan hanya untuk penataan guru, tetapi juga berkontribusi pada peningkatan mutu pendidikan. Saya kira keberhasilan program DGP ini juga ditentukan oleh komitmen yang kuat dari Bupati karena beliau meyakini bahwa memperbaiki pendidikan ini harus dimulai dari gurunya dulu. Laporan Media dan Bahan Promosi Disediakan dalam bentuk file di CD terlampir. 26

29 Lampiran B Uraian Substansi Pendahuluan Lampiran ini adalah kumpulan bahan substansi tentang penghitungan DGP, upaya mendorong agar hasil penghitungan masuk kedalam perencanaan dan penganggaran daerah, dan pelaksanaan DGP, sebagai sumber informasi bagi pihak yang ingin mereplikasikan keberhasilan program KINERJA-USAID di daerah yang terbukti sukses dalam tata kelola DGP. Materai ini ditujukan bagi lembaga/instansi yang hendak melakukan fasilitasi penghitungan DGP dan penyusunan kebijakan pembiayaan pendidikan (berdasarkan hasil penghitungan DGP) di kabupaten dan kota. Lembaga/instansi tersebut bisa berbentuk pemda sendiri, calon organisasi mitra pelaksana (OMP) yang ingin memberi fasilitasi, atau calon lembaga diklat yang memasarkan training saja. Daerah Percontohan Bahan lampiran ini disusun dari modul-modul pelatihan yang dipakai tim KINERJA-USAID dalam fasilitasi di daerah-daerah sebagai berikut: Kabupaten Luwu, Kabupaten Luwu Utara Kabupaten Barru Kabupaten Aceh Singkil Kabupaten Bondowoso Kabupaten Sambas Uraian lampiran B Materi yang dibahas dalam modul implementasi program DGP ini terbagi menjadi 7 topik, sebagaimana diuraikan berikut ini: 27

30 LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI MODUL I PENTINGNYA DGP DALAM PENINGKATAN MUTU PELAYANAN PENDIDIKAN. Membahas, tentang Peningkatan Mutu Pelayanan Pendidikan, Pengertian Distribusi Guru secara Proposional (DGP), Dasar Hukum DGP dan Tatakelola beroreintasi pelayanan Publik, Standar Nasional Pendidikan (SNP) tentang Pendidik dan Tenaga Kependidikan, Standar Pelayanan Minimal (SPM) ) tentang Pendidik dan Tenaga Kependidikan, Manfaat dan tantang an dalam implementasi DGP MODUL II PENDEKATAN DAN KONSEP TATAKELOLA PROGRAM DGP. Membahas tentang Prinsipprinsip DGP (efektif, efisien, berkeadilan, partisipatif, akuntabel, transparan, responsif), Pengarus Utamaan Isu Gender dalam DGP, Koordinasi antar Pemangku Kepentingan, Strategi Penerapan DGP dalam Program Kinerja. dan Peran FMS dan Media dalam implementasi DGP. MODUL III ANALISIS DATA PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN. Membahas tentang Sosialisi Pentingnya DGP, Pengumpulan Database, Sinkronisasi data Pendidik dan Kependidikan, Analisa data PTK, Konsolidasi Internal, Identifikasi Isu Strategis DGP, Publikasi Isu Strategis DGP, Rekomendasi Teknis DGP, Konsultasi Publik, Model implementasi dan Pilot Project DGP, dan Sosialisasi rencana implementasi DGP. MODUL IV ADVOKASI KEBIJAKAN DGP Membahas tentang Advokasi Penyedia layanan (Perbup/Perwal, Juknis, pembentukan Tim PPG dengan SK Bupati/Walikota) dan Advokasi penerima layanan (Policy Position), dan Peran FMS dalam Advokasi kebijakan. MODUL V INTEGRASI DGP KE DALAM PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN. Membahas tentang Perencanaan Daerah meliputi Perencanaan Jangka Menengah (RPJMD dan Renstra) dan Perencanaan Tahunan (RKPD dan Renja), dan Penganggaran Daerah (KUA/PAS, APBD, dan RKA), serta Peran Masyarakat dalam Perencanaan dan Penganggaran bidang Pendidikan. MODUL VI CONTOH PRAKTIK BAIK PENERAPAN DGP membahas tentang dokumentasi praktek baik implementasi program DGP di Luwu Utara (proses, kebijakan dan implementasi), 28

31 1 Pentingnya Distribusi Guru Proporsional (DGP) dalam Peningkatan Mutu Pelayanan Pendidikan 29

32 LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI MODUL 1 Pentingnya Distribusi Guru Proporsional (DGP) dalam Peningkatan Mutu Pelayanan Pendidikan... diharapkan peserta memiliki pemahaman tentang pentingnya Distribusi Guru Proposional (DGP)... BAHAN BACAAN Dalam bab ini akan dibahas mengenai peraturan perundang-undangan yang mendasari dgp yaitu antara lain Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Sebagai Landasan Standar Nasional Pendidikan, Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru Dan Dosen, Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan, Peraturan Bersama Lima Menteri Tentang Penataan dan Pemerataan Guru PNS (Peraturan Bersama Mendikbud, Menpan, Mendagri, Menkeu Dan Menteri Agama) : nomor 05/x/pb/2001 nomor spb/03/m.pan-rb/2011 nomor 48 tahun 2011 nomor 158/pmk.01/2011 nomor 11 tahun 2011 tentang penataan dan pemerataan guru PNS. Standar Nasional Pendidikan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menetapkan bahwa Standar Nasional Pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia, bahwa Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan perlu diselaraskan dengan dinamika perkembangan masyarakat lokal, nasional, dan global guna mewujudkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional maka pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) terbaru yaitu PP No. 32 Tahun 2013 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang 30

33 Standar Nasional Pendidikan.Adapun mengenai penjelasan dari PP Nomor 32 Tahun 2013 adalah sebagai berikut: Peningkatan mutu dan daya saing sumberdaya manusia Indonesia hasil pendidikan telah menjadi komitmen nasional. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional : menyebutkan bahwa salah satu substansi inti program aksi bidang pendidikan adalah penataan ulang kurikulum sekolah sehingga dapat mendorong penciptaan hasil didik yang mampu menjawab kebutuhan sumberdaya manusia untuk mendukung pertumbuhan nasional dan daerah. Dengan demikian pemantapan Standar Nasional Pendidikan dan pengaturan kurikulum secara utuh sangat penting dan mendesak dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut. Relevansi Standar Nasional Pendidikan dengan Distribusi Guru secara Proporsional (DGP) menjadi acuan pada tingkat satuan pendidikan khususnya pada level manajemen sekolah untuk merencanakan pengembangan kualitas pendidik dan tenaga kependidikan dalam menunjang pelaksanaan 8 (delapan) standar nasional pendidikan. Pada tataran manajemen sekolah, program awal yang dilakukan adalah melaksanakan evaluasi diri sekolah (EDS) dimana pada akhir kegiatan akan memunculkan rekeomendasi terkait dengan arah kebijakan pengembangan sekolah. Evaluasi Diri Sekolah dikembangkan dari instrument 8 standar nasional pendidikan yang memuat secara holistic pencapaian standar pendidikan yang berlaku di Indonesia. Evaluasi Diri Sekolah merupakan program yang memetakan kebutuhan satuan pendidikan. Dengan demikian kebijakan pengembangan satuan pendidikan dapat diformulasikan pada hasil EDS yang dicapai melalui skala prioritas yang tertera pada rekomendasi program. Berdasarkan rekomnedasi itulah dibuat Rencana Kerja Sekolah yang merupakan program jangka menengah bagi satuan pendidikan. Kemudian isi RKS dijabarkan secara terinci melalui rencana tahunan dalam bentuk Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah (RKAS). Standar Nasional Pendidikan Indonesia meliputi 8 (delapan) standar yang menjadi pedoman bagi Pendidik dan Tenaga Kependidikan untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Berikut ini penjelasan 8 Standar Nasional Pendidikan Indonesia: Standar Kompetensi Lulusan Standar Kompetensi Lulusan untuk satuan pendidikan dasar dan menengah digunakan sebagai pedoman penilaian dalam menentukan kelulusan peserta didik. Standar Kompetensi Lulusan tersebut meliputi standar kompetensi lulusan minimal satuan pendidikan dasar dan menengah, standar kompetensi lulusan minimal kelompok mata pelajaran, dan standar kompetensi lulusan minimal mata pelajaran. Standar Kompetensi Lulusan diatur dalam Permendiknas Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan (SKL) untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, Permendiknas Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan 31

34 LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, dan Permendiknas Nomor 6 Tahun 2007 tentang Perubahan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Standar Isi Standar Isi mencakup lingkup materi minimal dan tingkat kompetensi minimal untuk mencapai kompetensi lulusan minimal pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Standar isi tersebut memuat kerangka dasar dan struktur kurikulum, beban belajar, kurikulum tingkat satuan pendidikan, dan kalender pendidikan. Standar ini diatur dalam Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran, dan pengawasan proses pembelajaran untuk terlaksananya proses pembelajaran yang efektif dan efisien. Standar Proses diatur dalam Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kualifikasi akademik yang dimaksudkan di atas adalah tingkat pendidikan minimal yang harus dipenuhi oleh seorang pendidik yang dibuktikan dengan ijazah dan/atau sertifikat keahlian yang relevan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Kompetensi sebagai agen pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan anak usia dini meliputi: Kompetensi Pedagogik, Kompetensi Kepribadian, Kompetensi Profesional, dan Kompetensi Sosial. Standar Proses Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Selain itu, dalam proses pembelajaran pendidik memberikan keteladanan. Setiap satuan pendidikan melakukan perencanaan proses Pendidik meliputi pendidik pada TK/RA, SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, SDLB/SMPLB/SMALB, SMK/ MAK, satuan pendidikan Paket A, Paket B dan Paket C, dan pendidik pada lembaga kursus dan pelatihan. Tenaga kependidikan meliputi kepala sekolah/madrasah, pengawas satuan pendidikan, tenaga administrasi, tenaga perpustakaan, tenaga laboratorium, teknisi, pengelola kelompok belajar, pamong belajar, dan tenaga kebersihan. Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan diatur dalam Permendiknas Nomor 12 Tahun 2007 tentang Standar Pengawas Sekolah/Madrasah, 32

35 Permendiknas Nomor 13 Tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah, Permendiknas Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru, Permendiknas Nomor 24 Tahun 2008 tentang Standar Tenaga Administrasi Sekolah, Permendiknas Nomor 25 Tahun 2008 tentang Standar Tenaga Perpustakaan Sekolah/Madrasah, dan Permendiknas Nomor 27 Tahun 2008 tentang Standar Kulifikasi Akademik dan Kompetensi Konselor. Standar Sarana dan Prasarana Setiap satuan pendidikan wajib memiliki sarana yang meliputi perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan, buku dan sumber belajar lainnya, bahan habis pakai, serta perlengkapan lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan. Setiap satuan pendidikan wajib memiliki prasarana yang meliputi lahan, ruang kelas, ruang pimpinan satuan pendidikan, ruang pendidik, ruang tata usaha, ruang perpustakaan, ruang laboratorium, ruang bengkel kerja, ruang unit produksi, ruang kantin, instalasi daya dan jasa, tempat berolahraga, tempat beribadah, tempat bermain, tempat berkreasi, dan ruang/tempat lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan. Standar sarana dan prasarana diatur dalam Permendiknas Nomor 24 Tahun 2007 tentang Standar Sarana dan Prasarana untuk Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI), Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah (SMP/ MTs), dan Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah (SMA/MA). Standar Pengelolaan Pendidikan Standar Pengelolaan terdiri dari 3 (tiga) bagian, yakni standar pengelolaan oleh satuan pendidikan, standar pengelolaan oleh Pemerintah Daerah dan standar pengelolaan oleh Pemerintah. Standar Pengelolaan Pendidikan diatur dalam Permendiknas Nomor 19 Tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan Pendidikan oleh Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Standar Pembiayaan Pendidikan Pembiayaan pendidikan terdiri atas biaya investasi, biaya operasi, dan biaya personal. Biaya investasi satuan pendidikan meliputi biaya penyediaan sarana dan prasarana, pengembangan sumberdaya manusia, dan modal kerja tetap. Biaya personal meliputi biaya pendidikan yang harus dikeluarkan oleh peserta didik untuk bisa mengikuti proses pembelajaran secara teratur dan berkelanjutan. Biaya operasi satuan pendidikan meliputi: Gaji pendidik dan tenaga kependidikan serta segala tunjangan yang melekat pada gaji, Bahan atau peralatan pendidikan habis pakai, dan Biaya operasi pendidikan tak langsung berupa daya, air, jasa telekomunikasi, pemeliharaan sarana dan prasarana, uang lembur, transportasi, konsumsi, pajak, asuransi, dan lain sebagainya. Standar Pembiayaan Pendidikan diatur dalam Permendiknas Nomor 69 Tahun 2009 tentang Standar Biaya Operasi Nonpersonalia Tahun 2009 Untuk Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI), Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah (SMP/ MTs), Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah (SMA/MA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), 33

36 LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB), Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa (SMPLB), Dan Sekolah Menengah Atas Luar Biasa (SMALB). Standar Penilaian Pendidikan Penilaian pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas: Penilaian hasil belajar oleh pendidik, Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan, dan Penilaian hasil belajar oleh Pemerintah. Penilaian pendidikan pada jenjang pendidikan tinggi terdiri atas: Penilaian hasil belajar oleh pendidik, dan Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan tinggi. Penilaian pendidikan pada jenjang pendidikan tinggi sebagaimana dimaksud di atas diatur oleh masing-masing perguruan tinggi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Standar Penilaian Pendidikan diatur dalam Permendiknas Nomor 20 Tahun 2007 tentang Standar Penilaian Pendidikan. Standar Pelayanan Minimal (SPM) Untuk menjamin tercapainya mutu pendidikan yang diselenggarakan daerah pemerintah melalui Menteri Pendidikan Nasional telah menetapkan Standar Pelayanan Minimal Pendidikan Dasar, yang dituangkan dalam bentuk regulasi. Seperti SK Mendiknas tentang Standar Pelayanan Minimal Pendidikan (SPM) yaitu Kepmendiknas No.053/U/2001 yang menyatakan bahwaspm bidang pendidikan adalah tolok ukur kinerja pelayanan pendidikan atau acuan bagi penyelenggaraan pendidikan di provinsi dan kabupaten/kota sebagai daerah otonom. Penyusunan SPM bidang Pendidikan Dasar dan Menengah mengacu kepada PP No. 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom mengisyaratkan adanya hak dan kewenangan Pemerintah Pusat untuk membuat kebijakan tentang perencanaan nasional dan standarisasi nasional. Dalam rangka penyusunan standarisasi nasional itulah, Mendiknas telah menerbitkan Keputusan No.053/U/2001 tanggal 19 April 2001 tentang SPM yang diharapkan dapat digunakan sebagai pedoman dan sekaligus ukuran keberhasilan dalam penyelenggaraan pendidikan di daerah provinsi, kabupaten/kota bahkan sampai di tingkat sekolah. Kepmendiknas No. 129/U/2004 merupakan hasil revisi dari kepmen sebelumnya sesuai dengan perubahan yang terjadi dalam sistem dan manajemen pendidikan nasional. Pada kepmen ini pendidikan nonformal, kepemudaan, olahraga, dan Pendidikan Usia Dini lebih ditonjolkan. Pendidikan nonformal seperti pendidikan keaksaraan, pendidikan kesetaraan SD, SMP, SMA, pendidikan ketrampilan dan bermata pencaharian, kelompok bermain, pendidikan kepemudaan dan olahraga secara ekplisit telah ditentukan standar pelayanan untuk masing-masing SPM. Peraturan Pemerintah RI Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal disebutkan bahwa Standar Pelayanan Minimal yang selanjutnya disingkat SPM adalah ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan 34

37 wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal. Definisi tersebut jika dikaitkan dengan bidang penyelenggaraan pendidikan dapat diartikan sebagai ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib di bidang pendidikan yang berhak di peroleh oleh seluruh bagian dari subsistem pendidikan. (SPM)merupakan tolok ukur kinerja pelayanan pendidikan dasar, sekaligus sebagai acuan dalam perencanaan program dan penganggaran pencapaian target masing-masing daerah kabupaten/kota. Pada pasal 2 ayat (1) disebutkan bahwa Penyelenggaraan pelayanan pendidikan dasar merupakan kewenangan kabupaten/kota. Dalam Permendiknas Nomor 129a/U/2004 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pendidikan dijelaskan bahwan Standar Pelayanan Minimal bidang pendidikan adalah tolok ukur kinerja pelayanan pendidikan yang diselenggarakan Daerah. Sedangkan pelayanan dasar yang diberikan kepada masyarakat merupakan fungsi Pemerintah dalam memenuhi dan mengurus kebutuhan dasar masyarakat untuk meningkatkan taraf kesejahteraan rakyat. Definisi yang lebih mengerucut lagi adalah yang tertera dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 17 tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelengaraan Pendidikan, bahwa Standar pelayanan minimal adalah kriteria minimal berupa nilai kumulatif pemenuhan Standar Nasional Pendidikan yang harus dipenuhi oleh setiap satuan pendidikan. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2013 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 15 Tahun 2010 Tentang Standar Pelayanan Minimal Pendidikan Dasar di Kabupaten/ Kota. Dalam Permendiknas tersebut dikemukakan bahwa Standar pelayanan minimal pendidikan dasar Standar pelayanan minimal merupakan batas minimal pemenuhan standar isi, proses, kompetensi lulusan, pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan yang harus dipenuhi oleh setiap satuan pendidikan dasar dan menengah, serta pencapaian target pembangunan pendidikan nasional. Relevansi Indikator SPM dan SNP dalam DGP Ada 7 (tujuh) indikator SPM yang sangat relevan dengan standar nasional pendidikan yaitu standar isi, standar pengelolaan, standar penilaian, dan standar proses. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini. Selain standard yang berkaitan dengan pendidika dan tenaga kependidikan itu sendiri Sesuai dengan ketentuan Permendiknas Nomor 15 Tahun 2010 Pasal 2, penyelenggara pelayanan pendidikan dasar sesuai SPM pendidikan merupakan kewenangan kabupaten/kota. Penyelenggaraan pelayanan pendidikan tersebut terdiri atas 27 indikator. Untuk lebih jelasnya indikator-indikator tersebut dapat dilihat pada table berikut ini. 35

38 LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI Tabel 4. Jenis Pelayanan, Indikator SPM, dan Formula Perhitungan Indikator SPM bidang Pendidikan. No Jenis Pelayanan Indikator SPM Formula 1 SARANA DAN PRASARANA Tersedia satuan pendidikan dalam jarak yang terjangkau dengan berjalan kaki yaitu maksimal 3 km untuk SD/MI dan 6 km untuk SMP/MTs dari kelompok permukiman permanen Jumlah kelompok permukiman permanen yang sudah dilayani SD/ MI dalam jarak kurang dari 3 km Jumlah kelompok pemukiman permanen di Kab/Kota X 100% Jumlah kelompok permukiman permanen yang sudah dilayani SMP/MTs dalam jarak kurang dari 6 km Jumlah kelompok pemukiman permanen di Kab/Kota X 100% 2 Jumlah peserta didik dalam setiap rombongan belajar untuk SD dan MI tidak melebihi 32 orang, dan untuk SMP dan MTs tidak melebihi 36 orang. Untuk setiap rombongan belajar tersedia 1 (satu) ruang kelas Jumlah rombel SD/MI yang tidak melebihi 32 orang Jumlah keseluruhan rombel SD/MI di wilayah Kabupaten/Kota Jumlah ruang kelas SD/MI Jumlah rombel SD/MI di wilayah Kabupaten/Kota Jumlah rombel SMP/ MTs yang tidak melebihi 36 orang Jumlah keseluruhan rombel SMP/ MTs di wilayah Kabupaten/Kota Jumlah ruang kelas SMP/MTs Jumlah rombel SMP/MTs di wilayah Kabupaten/Kota X 100% X 100% X 100% X 100% 36

39 No Jenis Pelayanan Indikator SPM Formula 3. Di setiap SMP dan MTs tersedia ruang laboratorium IPA yang dilengkapi dengan meja dan kursi yang cukup untuk 36 peserta didik dan minimal satu set peralatan praktek IPA untuk demonstrasi dan eksperimen peserta didik Jumlah SMP/MTs yang memiliki ruang laboratorium IPA yang dilengkapi dengan meja dan kursi untuk 36 peserta didik Jumlah keseluruhan SMP/MTs di wilayah Kabupaten/Kota Jumlah SMP/MTs yang memiliki satu set peralatan praktek IPA untuk demonstrasi dan eksperimen peserta didik Jumlah keseluruhan SMP/MTs di wilayah Kabupaten/Kota X 100 X Di setiap SD/MI dan SMP/ MTs tersedia satu ruang guru yang dilengkapi dengan meja dan kursi untuk setiap orang guru, kepala sekolah dan staf kependidikan lainnya; dan di setiap SMP/MTs tersedia ruang kepala sekolah yang terpisah dari ruang guru. Jumlah SD/MI yang memiliki satu ruang guru dan dilengkapi dengan meja dan kursi untuk setiap orang guru, kepala sekolah dan staf kependidikan lainnya Jumlah sekolah di wilayah Kabupaten/Kota Jumlah SMP/MTs yang memiliki satu ruang guru dan dilengkapi dengan meja dan kursi untuk setiap orang guru, dan staf kependidikan lainnya; dan ruang kepala sekolah yang terpisah dari ruang guru. Jumlah sekolah di wilayah Kabupaten/Kota X 100 X

40 LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI No Jenis Pelayanan Indikator SPM Formula 5 PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN Di setiap SD/MI tersedia 1 (satu) orang guru untuk setiap 32 peserta didik dan 6 (enam) orang guru untuk setiap satuan pendidikan, dan untuk daerah khusus 4 (empat) orang guru setiap satuan pendidikan Jumlah SD/MI yang memiliki satu orang guru untuk setiap 32 peserta didik Jumlah keseluruhan SD/MI di wilayah Kabupaten/Kota Jumlah SD/MI yang memiliki 6 (enam) orang guru [atau 4 (empat) orang guru untuk daerah khusus. Jumlah keseluruhan SD/MI di wilayah Kabupaten/Kota X 100 X Di setiap SMP dan MTs tersedia 1 (satu) orang guru untuk setiap mata pelajaran, dan untuk daerah khusus tersedia satu orang guru untuk setiap rumpun mata pelajaran 7 Di setiap SD dan MI tersedia 2 (dua) orang guru yang memenuhi kualifikasi akademik S1 atau D-IV dan 2 (dua) orang guru yang telah memiliki sertifikat pendidik Jumlah SMP/MTs yang memiliki guru untuk setiap mata pelajaran [atau untuk daerah khusus 1 (satu) guru untuk setiap rumpun mata pelajaran Jumlah keseluruhan SMP/MTs di wilayah Kabupaten/Kota Jumlah SD/MI yang memiliki 2 orang guru yang memenuhi kualifikasi akademik S1 atau D-IV Jumlah keseluruhan SD/MI di wilayah Kabupaten/Kota Jumlah SD/MI yang memiliki 2 orang guru yang telah memiliki sertifikat pendidik Jumlah keseluruhan SD/MI di wilayah Kabupaten/Kota X 100 X 100 X

41 No Jenis Pelayanan Indikator SPM Formula 8 Di setiap SMP dan MTs tersedia guru dengan kualifikasi akademik S-1 atau D-IV sebanyak 70% dan separuh diantaranya (35% dari keseluruhan guru) telah memiliki sertifikat pendidik, untuk daerah khusus masing-masing sebanyak 40% dan 20%. 9 Di setiap SMP dan MTs tersedia guru dengan kualifikasi akademik S-1 atau D-IV dan telah memiliki sertifikat pendidik masing-masing satu orang untuk mata pelajaran Matematika, IPA, Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris. 10 Di setiap Kabupaten/Kota semua kepala SD dan MI berkualifikasi akademik S-1 atau D-IV dan telah memiliki sertifikat pendidik. 11 Di setiap Kabupaten/Kota semua kepala SMP dan MTs berkualifikasi akademik S-1 atau D-IV dan telah memiliki sertifikat pendidik. Jumlah SMP/MTs yang memiliki guru dengan kualifikasi S1 atau D-IV 70% [untuk daerah khusus 40% Jumlah keseluruhan SMP/MTs di wilayah Kabupaten/Kota Jumlah SMP/MTs yang memiliki guru dengan sertifikat pendidik 35% [untuk daerah khusus 20%] Jumlah keseluruhan SMP atau MTs di wilayah Kabupaten/Kota Jumlah SMP/MTs yang memiliki guru dengan kualifikasi akademik S1 atau D-IV dan telah memiliki sertifikat pendidik, masingmasing 1 (satu) orang untuk mapel Matematika, IPA, Bahasa Indonesia, dan Bahasa Inggris Jumlah keseluruhan SMP/MTs di wilayah Kabupaten/Kota Jumlah Kepala SD/MI yang berkualifikasi akademik S-1 atau D-IV dan telah bersertifikat pendidik Jumlah SD/MI di wilayah Kabupaten/Kota Jumlah Kepala SMP/MTs yang berkualifikasi akademik S-1 atau D-IV dan telah bersertifikat pendidik Jumlah Sekolah SMP/MTs di wilayah Kabupaten/Kota X 100 X 100 X 100 X 100 X

42 LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI No Jenis Pelayanan Indikator SPM Formula 12 Di setiap Kabupaten/Kota semua pengawas sekolah dan madrasah memiliki kualifikasi akademik S-1 atau D-IV dan telah memiliki sertifikat pendidik Jumlah pengawas sekolah atau madrasah yang berkualifikasi akademik S-1 atau D-IV dan telah bersertifikat pendidik Jumlah pengawas sekolah atau madrasah di wilayah Kabupaten/ Kota X KURIKULUM Pemerintah Kabupaten/ Kota memiliki rencana dan melaksanakan kegiatan untuk membantu satuan pendidikan dalam mengembangkan kurikulum dan proses pembelajaran yang efektif bila Kab/kota memiliki rencana dan telah melaksanakan kegiatan untuk memmbantu sekolah mengembangkan kurikulum dan proses pembelajaran yang efektif bila memiliki rencana tetapi belum melaksanakan bila tidak memiliki rencana untuk membantu sekolah dalam mengembangkan kurikulum dan proses pembelajaran yang efektif. 14 PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN Kunjungan pengawas ke satuan pendidikan dilakukan satu kali setiap bulan dan setiap kunjungan dilakukan selama 3 jam untuk melakukan supervisi dan pembinaan Jumlah satuan pendidikan yang mendapat kunjungan oleh pengawas satu kali setiap bulan dan setiap kunjungan selama 3 jam Jumlah satuan pendidikan di wilayah Kabupaten/Kota X SARANA DAN PRASARANA Setiap SD dan MI menyediakan buku teks yang sudah disertifikasi oleh Pemerintah mencakup mata pelajaran Bahasa Indonesia, Matematika, IPA, IPS dengan perbandingan satu set untuk setiap peserta didik Jumlah set buku teks Mata pelajaran (Bahasa Indonesia, Matematika, IPA dan IPS) yang sudah disertifikasi Jumlah peserta didik Jumlah SD/MI yang telah memenuhi IP-15.1 Sekolah Jumlah SD/MI di wilayah Kabupaten/Kota X 100 X

43 No Jenis Pelayanan Indikator SPM Formula 16 Setiap SMP dan MTS menyediakan buku teks yang sudah disertifikasi oleh Pemerintah mencakup semua mata pelajaran dengan perbandingan satu set untuk setiap perserta didik 17 Setiap SD dan MI menyediakan satu set peraga IPA dan bahan yang terdiri dari kerangka manusia, model tubuh manusia, bola dunia (globe), contoh peralatan optik, kit IPA untuk eksperimen dasar, dan poster IPA. Jumlah set buku teks mata pelajaran yang sudah disertifikasi Jumlah peserta didik Jumlah SMP/MTS yang telah memenuhi IP-16.1 Sekolah Jumlah SMP/MTs di wilayah Kabupaten/Kota Jumlah SD/MI yang memiliki set peraga dan bahan IPA secara lengkap Jumlah SD/MI di wilayah Kabupaten/Kota X 100 X 100 X Setiap SD dan MI memiliki 100 judul buku pengayaan dan 10 buku referensi, dan setiap SMP dan MTs memiliki 200 judul buku pengayaan dan 20 buku referensi. Jumlah judul buku pengayaan dan referensi 110 judul buku Jumlah judul buku pengayaan dan referensi 220 judul buku Jumlah SD/MI yang telah memenuhi (hasil rumus di atas Jumlah SD/MI di wilayah Kabupaten/Kota Jumlah SMP/MTs yang telah memenuhi (hasil rumus di atas) Jumlah SMP/MTs di wilayah Kabupaten/Kota X 100 X 100 X 100 X

44 LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI No Jenis Pelayanan Indikator SPM Formula 19 PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN Setiap guru tetap bekerja 35 jam per minggu di satuan pendidikan termasuk kegiatan tatap muka di dalam kelas, merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, membimbing dan melatih peserta didik, serta melaksanakan tugas tambahan yang melekat pada pelaksanaan kegiatan pokok sesuai dengan beban kerja Guru. Jumlah rata-rata jam kerja per minggu seluruh guru tetap Jumlah keseluruhan guru tetap di satuan pendidikan Jumlah satuan pendidikan yang telah memenuhi (hasil rumus di atas) Jumlah satuan pendidikan di wilayah Kabupaten/Kota X100 X Satuan pendidikan menyelenggarakan proses pembelajaran selama 34 minggu per tahun dengan kegiatan tatap muka sebagai berikut: Kelas I-II: 18 jam per minggu, Kelas III : 24 jam per minggu, Kelas IV VI: 27 jam per minggu, dan Kelas VII IX : 27 jam per minggu Jumlah satuan pendidikan yang menyelenggarakan proses pembelajaran di sekolah selama 34 minggu per tahun dengan kegiatan tatap muka seperti diatas Jumlah satuan pendidikan di wilayah Kabupaten/Kota X KURIKULUM Setiap Satuan Pendidikan menyusun dan menerapkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) sesuai ketentuan yang berlaku 22 Setiap guru menerapkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang disusun berdasarkan silabus untuk setiap mata pelajaran yang diampunya Jumlah satuan pendidikan yang menerapkan KTSP sesuai dengan ketentuan yang berlaku Jumlah keseluruhan satuan pendidikan di wilayah Kabupaten/ Kota Jumlah guru yang menerapkan RPP berdasarkan silabus untuk mata pelajaran yang diampunya Jumlah keseluruhan guru di satuan pendidikan Jumlah satuan pendidikan yang telah memenuhi Jumlah satuan pendidikan di wilayah kabupaten/kota X100 X100 X

45 No Jenis Pelayanan Indikator SPM Formula 23 PENILAIAN PENDIDIKAN Setiap guru mengembangkan dan menerapkan program penilaian untuk membantu meningkatkan kemampuan belajar peserta didik Jumlah guru yang mengembangkan dan menerapkan program penilaian untuk membantu meningkatkan kemampuan belajar peserta didik Jumlah keseluruhan guru di satuan pendidikan X100 Jumlah satuan pendidikan yang telah memenuhi (hasil rumus di atas) Jumlah satuan pendidikan di wilayah Kabupaten/Kota X PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN Kepala sekolah melakukan supervisi kelas dan memberikan umpan balik kepada guru dua kali dalam setiap semester Jumlah satuan pendidikan yang kepala sekolahnya melakukan supervisi kelas dan memberikan umpan balik kepada guru dua kali dalam setiap semester Jumlah satuan pendidikan di wilayah Kabupaten/Kota X Setiap guru menyampaikan laporan hasil evaluasi mata pelajaran serta hasil penilaian setiap peserta didik kepada Kepala Sekolah pada akhir semester dalam bentuk laporan hasil prestasi belajar peserta didik Jumlah guru yang menyampaikan laporan hasil evaluasi mata pelajaran serta hasil penilaian setiap peserta didik kepada Kepala Sekolah pada akhir semester Jumlah keseluruhan guru di satuan pendidikan Jumlah satuan pendidikan yang telah memenuhi (hasil rumus di atas) Jumlah satuan pendidikan di wilayah Kabupaten/Kota X100 X

46 LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI No Jenis Pelayanan Indikator SPM Formula 26 Kepala Sekolah atau Madrasah menyampaikan laporan hasil Ulangan Akhir Semester (UAS) dan Ulangan Kenaikan Kelas (UKK) serta Ujian Akhir (US/ UN) kepada orang tua peserta didik dan menyampaikan rekapitulasinya kepada Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota atau Kandepag pada setiap akhir semester\ Jumlah satuan pendidikan yang menyampaikan laporan hasil Ulangan Akhir Semester (UAS) dan Ulangan Kenaikan Kelas (UKK) serta Ujian Akhir (US/UN) kepada orang tua peserta didik Jumlah satuan pendidikan di wilayah Kabupaten/Kota Jumlah satuan pendidikan yang menyampaikan rekapitulasi hasil tes tengah tahunan kepada Dinas Pendidikan Kabupaten/ Kota/ Kandepag pada setiap akhir semester Jumlah satuan pendidikan di wilayah Kabupaten/Kota X 100 X MANAJEMEN SEKOLAH Setiap satuan pendidikan menerapkan prinsip-prinsip Mana-jemen Berbasis Sekolah (MBS). Jumlah satuan pendidikan yang memiliki rencana kerja tahunan Jumlah satuan pendidikan di wilayah Kabupaten/Kota X 100 Jumlah satuan pendidikan yang memiliki laporan tahunan Jumlah satuan pendidikan di wilayah Kabupaten/Kota X 100 Jumlah satuan pendidikan yang memiliki komite sekolah yang berfungsi baik Jumlah satuan pendidikan di wilayah Kabupaten/Kota X

47 Manfaat DGP Bagi Murid Output dari proses pendidikan ini pada akhirnya adalah meningkatnya mutu peserta didik, baik dari sisi pengetahuan, moralitas, tingkah laku maupun etika. Hal ini akan sulit terjadi jika permasalahan pemenuhan Pendidik (guru) saja tidak terwujud. Distribusi Guru secara Proporsional akan memberi peluang bagi guru untuk mengoptimalkan kewajiban mengajar sesuai standar (Standar Isi, Standar Proses dan Standar Kualifikasi dan Kompetensi). Hal ini akan membuka pintu peningkatan proses pembelajaran dan pemenuhan hak anak untuk memperoleh pelayanan terkait proses dan kualitas pembelajaran. DGP akan meminimalisir jam kosong murid karena ketidak tersediaan guru. Selain itu Distribusi Guru secara Proporsional ini akan memangkas kesenjangan pelayanan pembelajaran antara sekolah yang di pedesaan/terpencil dan perkotaan, antara sekolah kecil dan sekolah yang banyak muridnya dan antara sekolah maju dan sekolah yang tidak maju. Bagi Sekolah Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) adalah lompatan desentralisasi dalam bidang pendidikan. Otonomi sekolah dalam mengelola (merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi) program di satuan pendidikan merupakan tuntutan dan amanah dalam Undang Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun Hal ini akan sulit terwujud jika sumberdaya manusia yang ada di sekolah saja tidak memenuhi kualifikasi dan kompetensi dalam memberikan pelayanan. DGP akan membantu satuan pendidikan untuk memenuhi ketersediaan tenaga pendidik dan kependidikan sesuai standar (SNP dan SPM). Dalam hal ini DGP akan memeberikan rekomendasi rekomendasi teknis penyedian, pengembangan (peningkatan kualitas dan kompetensi) dan distribusi guru hingga ketingkat satuan pendidikan yang akan memudahkan kepala sekolah dalam mengelola proses pembelajatran di satuan pendidikannya Bagi Masyarakat/Orangtua Orangtua murid dan masyarakat sebagai penerima manfaat dalam proses pendidikan. Dalam program DGP ini posisi orangtua dan masyarakat tidak hanya sebagai objek pasif menerima manfaat, lebih dari itu DGP mengoptimalkan peran orangtua, masyarakat dan stakeholder pendidikan untuk terlibat aktif sejak perencanaan (sosialisasi), implementasi (pengembangan rekomendasi teknis dan kebijakan) dan pengawasan implentasi DGP. Hal ini dilakukan program DGP melalui kegiatan pendampingan penguatan masyarakat untuk memahami haknya terkait layanan pendidikan, mendukung kerja pemerintah dalam upaya tranparansi dan akuntabilitas, dan pengawasan dalam implementasi DGP. 45

48 LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI Program DGP ini memberikan peluang bagi masyarakat untuk meningkatkan kapasitasnya dalam upaya memenuhi hak partisipasi untuk mewujudkan pelayanan pendidikan yang berorientasi pada pelayanan publik (efisien, efektif, berkeadilan, akuntable, tranparan dan responsif) Pemerintah Kabupaten/Kota. Pemerintah Kabupaten/Kota Salah satu kendala utama dalam implementasi otonomi daerah adalah rendahnya kapasitas sumberdaya manusia di tingkat daerah dalam mengelola sumberdaya pendidikan itu sendiri. Lemahnya koordinasi antar SKPD dan antar subbagian dalam SKPD Dinas Pendidikan menjadi unsur penghambat dalam upaya mengelola sumberdaya manusia (pendidik dan tenaga pendidikan). Program DGP memberikan alternatif pemecahan dalam implementasinya dengan memberikan pendampingan baik melalui kegiatan pelatihan, workshop maupun penguatan team work baik internal Dinas Pendidikan maunpun antar SKPD dalam upaya memberikan layanan terutama terkait Distribusi Guru secara Proporsional. Program DGP memecah kebuntuan komuniakasi antar bidang dan SKPD dalam melakukan koordinasi baik terkait pendataan, perencanaan dan pengelolaan sumberdaya manusia di SKPD Dinas Pendidikan. Pengembangan payung hukum dalam DGP memberikan kepercayaan bagi SKPD untuk menjalankan pengelolaan sumberdaya pendidikan. Keterlibatan banyak pihak dalam setiap tahapan meyakinkan SKPD pendidikan untuk memberikan layanan yang berorietasi pada pelayanan publik. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Secara struktural DPRD merupakan lembaga yang bertugas melakukan pengawasan terhadap kinerja pemerintah kabupaten/kota. Dalam kaitannya dengan tugas tersebut, DPRD melakukan pengawasan dan pemantauan terhadap kegiatan pemerintah kabupaten secara keseluruhan mulai dari perencanaan, pelaksanaan, sampai akhir kegiatan. DPRD juga berperan aktif dalam pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang APBD dan sangat menentukan dalam menyetujui usulan anggaran baru dari pemerintah daerah setiap tahunnya. Sekalipun Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 memberi peluang pemerintah daerah untuk menetapkan rancangan peraturan bupati tentang APBD. Jika DPRD tidak menyetujuinya, maka nilai anggaran maksimalnya adalah sejumlah tahun anggaran sebelumnya. Selain menjadi salah satu bentuk sanksi bagi pemerintah daerah, mekanisme tersebut memberi peluang bagi anggota DPRD untuk memainkan perannya dalam mendorong pelaksanaan anggaran berbasis kinerja. Dengan demikian, penghitungan BOSP diharapkan DPRD memiliki acuan dalam melakukan pengawasan dan penganggaran terhadap biaya operasional pendidikan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat tabel berikut ini. 46

49 Tabel 5. Fungsi Pengawasan dan Penganggaran dalam Distribusi Guru secara Proporsional No Fungsi Pengawasan Fungsi Penganggaran 1 Akuntabilitas Keuangan di Pemda Acuan menghitung anggaran pendidikan 2 Referensi dan Transparansi Bahan pembanding dengan penganggaran SKPD lainnya 3 Rujukan pengawasan keuangan internal Satuan Pendidikan Rujukan menghitung disparitas anggaran tersedia dengan anggaran dibutuhkan 4 Bagian dari fungsi pengawasan melekat Data awal untuk menghitung APBD Perubahan Tantangan Dalam Menjalankan Program DGP setiap pemerintah kabupaten/kota yang akan melaksakan kegiatan tersebut diantaranya: Dalam menjalankan sebuah program, terutama terkait dengan program governance (tata-layanan) beberapa tantangan yang perlu di bumikan pada 1. Komitmen 2. Anggaran 3. Ketersediaan Sumberdaya 4. Birokrasi 47

50 LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI BAHAN PRESENTASI LATAR BELAKANG Tidak meratanya distribusi guru Terbitnya Permendiknas No. 15 Tahun 2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Pendidikan Dasar di Kabupaten/Kota. SKB 5 menteri 2011 tentang Penataan dan Pemerataan Guru PNS Dana pendidikan80% untukptk, Pendidikan menjadi urusan Prioritas Telah dikembangkannya Sistem Informasi Manajemen Pendidikan Kabupaten/Kota (SIMP-K). TUJUAN Memberikan pemahaman kepada stake holder (PGRI, LSM, Komite Sekolah, DPRD, dll) tentang latar belakang, konsekwensi dan isu anggaran terkait distribusi guru sehingga mampu memberikan masukan yang bermakna kepada pembuat kebijakan. Mendapatkan pengetahuan tentang indikator-indikator pencapaian SPM (Permendiknas No. 15 tahun 2010) dan akses pendidikan dasar. 48

51 Langkah Kegiatan

52

53 22 Pendekatan dan Konsep Tata Keloka Distribusi Guru Proporsional 51

54 LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI MODUL 2 Pendekatan dan Konsep Tata Keloka Distribusi Guru Proporsional... peserta memiliki pemahaman tentang Pendekatan dan Prinsipprinsip DGP (efektif, efisien, berkeadilan, partisipatif,... Pengantar Dalam satu dasawarsa terakhir rasio muridguru di Indonesia telah menurun ke tingkat yang rendah menurut standar internasional, karena pertambahan jumlah tenaga pendidik lebih cepat daripada peningkatan partisipasi siswa pada pendidikan Rasio saat ini berada di bawah tolak ukur internasional yang berkaitan dengan mutu pendidikan yang baik, dan bukti terbaru di Indonesia menunjukkan bahwa pada tingkat ini hubungannya lemah dengan hasil pembelajaran. Dengan kata lain, hasil analisis mengisyaratkan bahwa upaya peningkatan angka rasio murid - guru dari nilai yang ada saa ini tidak akan berpengaruh besar terhadap hasil pembelajaran siswa. Di sisi lain, Kenaikan belanja publik untuk pendidikan baru-baru ini sebagian besar dihabiskan untuk menambah perekrutan guru dan juga perbaikan gaji guru yang ada. Program sertifikasi yang sedang berlangsung, yang ditujukan untuk mensertifikasi semua guru sampai dengan tahun 2015, menjamin guru bersertifikasi akan memperoleh tunjangan profesi setara gaji pokok mereka. Walaupun evaluasi dampak baru-baru ini menemukan bahwa sertifikasi hanya berpengaruh kecil terhadap perbaikan hasil pembelajaran siswa, program tersebut berdampak besar terhadap anggaran. Pada tahun 2012, 35 persen guru telah disertifikasi dan tunjangan profesi menghabiskan 9 persen dari keseluruhan belanja publik untuk pendidikan. Proyeksi dari Kajian Belanja Publik untuk Pendidikan yang terakhir mengisyaratkan bahwa 52

55 seiring bertambahnya jumlah guru yang tersertifikasi beban terhadap anggaran pendidikan akan semakin besar dan mungkin dapat menyisihkan investasi untuk meningkatkan kualitas pendidikan lainnya yang juga penting. Selain itu, guru yang direkrut oleh sekolah merupakan bagian terbesar dari tenaga pendidik yang ada saat ini, terutama di tingkat sekolah dasar. Pada tahun 2010, guru yang direkrut sekolah pada tingkat SD mencapai 30 persen dan pada tingkat SMP 36 persen dari jumlah keseluruhan pada tiap jenjang pendidikan. Guru-guru ini belum menjalani prosedur perekrutan formal dan tidak selalu direkrut berdasarkan standar kepegawaian sekolah. Selain itu, jumlah guru yang diperkirakan oleh pemerintah pusat dan daerah biasanya tidak termasuk guruguru yang direkrut sekolah, sehingga banyak kabupaten/kota yang melaporkan kekurangan guru PNS secara keseluruhan. Pemerintah melalui Menteri Dalam Negeri telah mengeluarkan surat Nomor 421.2/2501/ Bangda/1998 tentang Pedoman Pelaksanaan Penggabungan (Regrouping) Sekolah Dasar. Tujuan penggabungan tersebut adalah untuk mengatasi masalah kekurangan tenaga guru, peningkatan mutu, efisiensi biaya bagi perawatan gedung sekolah dan sekolah yang ditinggalkan dimungkinkan penggunaannya untuk rencana pembukaan SMP kecil/smp kelas jauh atau setara sekolah lanjutan sesuai ketentuan setempat untuk menampung lulusan sekolah dasar. Memang dari sisi efisiensi tujuan penggabungan tersebut sangat bagus, misalnya sarana atau gedung yang ditinggalkannya dapat dimanfaatkan untuk penyelenggaraan SMP kecil atau SMP kelas jauh. Disamping itu, langkah ini juga sekaligus untuk mensukseskan program belajar 9 tahun. Efisiensi ini dengan kasat mata dapat dilihat bahwa untuk penyelenggaraan SMP sebagaimana dimaksud, pemerintah atau masyarakat tidak perlu mempersiapkan lahan, dan gedung serta fasilitas lainnya untuk sebuah investasi. Malahan sekolah yang digabung oleh pemerintah dapat ditawarkan kepada pihak swasta, sehingga dapat memperoleh pemasukan tambahan dari hasil penggabungan tersebut. Secara teoretik melalui kebijakan penggabungan (regrouping) pemerintah dapat menambah jumlah SMP, atau pemerintah juga dapat memperoleh pendapatan atas sewa gedung (SD yang digabung), dan juga efisien dalam membiayai SMP kecil/smp jarak jauh, sehingga alokasi tersebut dapat dialokasikan untuk keperluan sektor lainnya. Hasil penelitian Kiemas Rizka (2005) menunjukkan bahwa perencanaan sarana dan prasarana pendidikan SDN yang terkena kebijakan penggabungan yang tidak digunakan untuk KBM umumnya sudah direncanakan dan dimusyawarahkan terlebih dulu oleh kedua belah pihak (sekolah yang digabungi dengan yang digabung) yang dihadiri oleh kepala sekolah, guru, komite sekolah/bp3 kedua SD serta dihadiri oleh perangkat desa setempat dan Dinas Pendidikan Kulonprogo. Hasil penelitian Yuliana (2004) menunjukkan bahwa penggabungan SD Balangan 53

56 LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI 1 dan SD Sendangrejo mampu berperan dalam meningkatkan efisiensi pendidikan di sekolah dasar. Dijelaskan lebih jauh, nilai indek sefisiensi meningkat dari1, 0 menjadi 2, 3 atau meningkat dari 0,43 menjadi 1,0. Efisiensi biaya produksi tiap satuan produk (unit cost) sebesar Rp ,566 dengan peningkatan produktivitas dari 9,75 menjadi 15,59 atau terjadi peningkatan produktivitas sebesar 5,84. Penggabungan juga mampu mengatasi kekurangan guru sekolah dasar di Kecamatan Minggir dengan sumbangan efektif 6,4%, dari total kekurangan guru sejumlah 78 orang. Penggabungan juga mampu meningkatkan mutu pendidikan melalui perbaikan sarana prasarana pendidikan. Hasil penelitian Marsono (2003) menunjukkan bahwa penggabungan menimbulkan masalah, baik masalah organisasi, kesiswaan, kurikulum (pengajaran), kepegawaian, pembiayaan, hubungan sekolah dengan masyarakat, dan ketatalaksanaan, karena pelaksanaan penggabungan sudah dilakukan, tetapi surat keputusan penggabungan belum terbit. Sayangnya, baik penelitian Kiemas maupun Marsono tersebut baru terbatas pada persoalan teknis penggabungan, rekomenedasi yang diberikan juga baru bersifat teknis. Penelitian Yuliana, nampaknya lebih memberikan kejelasan terhadap efektifitas dan efisiensi tujuan penggabungan, bahkan implikasi terhadap hasil penelitian tersebut dijelaskan bahwa sekalipun kesimpulannya merupakan sebuah indikasi positif bagi pelaksanaan penggabungan sekolah, namun demikian kehati-hatian dalam mengalisa indikasi penggabungan sekolah sangat diperlukan mengingat jumlah penduduk yang kemungkinan besar terus bertambah banyak. Hal yang tak kalah penting harus diingat adalah sebagaimana telah diingatkan oleh Vilfredo Pareto, bahwa efisiensi menurut hukum pareto yang sering disebut dengan pareto optimally adalah pengorbanan atau kerugian pribadi mungkin diharuskan untuk mengamankan pengorbanan publik dan manfaat yang lebih kecil mungkin harus dikorbankan untuk merealisasikan manfaat yang lebih besar. Dengan demikian pasti terdapat dampak bagi sekolah yang diregroup, siswa, guru yang dimutasi serta stakeholder yang berkompeten demi tercapainya sejumlah manfaat dan tujuan penggabungan sekolah dasar (SD Balangan 1 dan SD Sendangrejo). Sebagaimana kita pahami bahwa pendidikan, utamanya pendidikan dasar, dan khususnya sekolah dasar merupakan lembaga pendidikan yang menjadi target pemerintah untuk dilakukan wajib belajar. Ini berarti bahwa pendidikan di sekolah dasar harus menjadi kewajiban pemerintah untuk menuntaskannya. Pada sisi lain pendidikan di sekolah dasar khususnya, dan pendidikan pada umumnya menjadi barang publik. Artinya, sebagai barang publik (publicgoods), pendidikan haru smenjadi kewajiban pemerintah. Implikasinya adalah pemerintah tidak hanya berpikir efisiensi dalam penyelenggaraan pendidikan. Jika pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan hanya berpikir tentang efiiensi pendidikan, maka makna pendidikan telah direduksi sedemikian rupa, sehingga perspektif pendidikan hanya terbatas pada masalah ekonomis. Penyelenggaraan pendidikan menyangkut banyak aspek dan melibatkan berbagai stakeholder, yaitu: 54

57 murid, guru, komite sekolah, bahkan para wali murid atau orangtua. Semua stakeholder ini pasti terkena dampak dari kebijakan penggabungan, yang tidak selamanya sejalan dengan konsep penggabungan itu sendiri. Undang-undang juga mengamanahkan bahwa guru sekolah dasar merupakan guru kelas. Berdasarkan kuota sebenarnya guru sekolah dasar di Sleman relatif terpenuhi. Persoalan yang timbul adalah masalah pemerataan. Dalam kontek ini maka daerah-daerah perbatasan umumnya sangat sarat dengan guru, karena guru-guru di wilayah tersebut merupakan sebuah dampak dari mutasi kepegawaian. Dengan demikian jika terjadi penggabungan kemungkinan yang terjadi adalah banyak guru yang posisinya tidak lagi sebagai guru kelas, sehingga berimplikasi terhadap kenaikan jabatan guru karena kekurangan jam mengajar. Nilai kemanusiaan tidak bisa dianaktirikan, karena pendidikan untuk meningkatkan derajat kemanusiaan, bukan untuk mereduksi nilai-nilai kemanusiaan. Oleh karena itu, mereka (para teoritisi kritis) sangat menyayangkan pendidikan sekarang ini yang terlalu terfokus pada konsep investasi, yang dengan jelas mereduksi konsep pendidikan. Nah, sekiranya hasil pendidikan memiliki kondisi yang dimaksud, berarti ada sesuatu yang salah, apakah kebijakan pendidikan sebagai sebuah rekayasa sosial telah memberikan ruang gerak yang justru menghasilkan manusia yang hanya memiliki satu dimensi, yaitu dimensi ekonomi dan rasional. Inilah yang oleh Horkheimer disebut sebagai rasional instrumental dan oleh Ardono disebut sebagai pemikiran identitas, sementara Marcuse menyebutnya sebagai rasionalitas teknologis, Habermas menyebutnya sebagai rasionalitas teknis (Sudiyono,2000). Dalam konteks desentralisasi dan otonomi daerah saat ini, telah terjadi pelimpahan kewenangan dalam pengelolaan pendidikan sebagai urusan wajib daerah. Dengan demikian, guru sebagai salah satu komponen dalam pendidikan saat ini dikelola secara penuh oleh kabupaten terkait dengan proses pengadaan, pengelolaan dalam hal penempatan (distribusi), mutasi, rotasi, promosi dan penghargaan. Pengelolaan penuh di tingkat kabupaten ini merupakan upaya untuk mendekatkan layanan sehingga proses kebijakan akan menjadi semakin cepat dan sesuai dengan kebutuhan nyata dalam upaya pemenuhan layanan pendidikan yang berkualitas. Salah satu dampaknya adalah alokasi anggaran untuk belanja tidak langsung di sektor pendidikan adalah untuk membayar gaji guru. Karena hingga saat ini jumlah pegawai terbanyak disebuah kabupaten adalah guru yang mencapai hingga 60% dari pegawai yang ada. Dalam perjalanannya, berbagai permasalahan teridentifikasi terjadi sebagai akibat tidak berjalannya paradigma layanan dalam era otonomi daerah dianataranya, pengadaan guru yang formasinya tidak sesuai dengan kebutuhan sekolah, penempatan guru yang tidak merata, insentif guru yang tidak efisien sehingga tidak berdampak pada kinerja, serta banyak guru yang saat ini menjadi pejabat struktural termasuk menjadi pejabat di berbagai kabupaten pemekaran tanpa pengelolaan dan tingginya guru mangkir dari tugas mengajar. 55

58 LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI Dengan demikian, dari aplikasi distribusi guru proporsional diharapkan akan membantu kabupaten dalam pengelolaan sumberdaya guru secara proporsional. Berdasarkan hasil analisis pivot tabel dari aplikasi distribusi guru, maka didapatkan berbagai gambaran berkaitan dengan kecukupan guru kelas dan guru mata pelajaran pada semua jenjang pendidikan. Berdasarkan temuan kondisi yang ada, maka diperlukan pengelolaan sumberdaya manusia yang tepat sehingga akan memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi untuk meningkatkan kualitas layanan sektor pendidikan. Selain itu, pengelolaan sumber daya manusia juga mempertimbangkan aspek efisiensi dalam proses dan efektifitas untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Pengelolaan sumberdaya guru mempertimbangkan SKB 5 Menteri terkait penataan guru pegawai negeri sipil, dan Permendiknas No 15 tahun 2010 terkait Standar Pelayanan Minimal Pendidikan Dasar. Full Time Teaching Equivalent (FTE) dan Mobilitas Guru Sebagai Upaya Efisiensi dan Efektifitas Distribusi Guru Untuk menghitung dan menganalisa kebutuhan guru secara efisien dan efektif salah satu cara yang menjadi pertimbangan adalah pemenuhan jam mengajar guru berdasarkan aturan minimal 24 jam per minggu dari 37,5 jam kerja dalam satu minggu (Full-time Teaching Equivalent) dan mobilitas guru dengan memberikan kesempatan kepada guru yang masih belum memenuhi jam mengajar 24 jam untuk dapat mengajar di sekolah lain dengan pangkal administrasi hanya di satu sekolah. Ini dapat dilakukan hanya untuk daerah dengan sekolah yang terjangkau satu dengan yang lain. Contoh guru matapelajaran Penjaskes di satu sekolah SD hanya akan memiliki jam mengajar 12 jam per minggu, sehingga idealnya satu guru Penjaskes mengelola 2 sekolah SD reguler sehingga dapat memenuhi kewajiban minimal 24 jam per minggu. Perhitungan kecukupan guru didasarkan atas formula sebagai berikut: Kebutuhan Guru Mapel = Jumlah Rombel x Jam Per Minggu Mapel

59 Lihat contoh di bawah ini, untuk kebutuhan analisa mobilitas guru matematika, didasarkan atas hasil analisa ketercukupan guru di masing-masing sekolah: Sekolah Rombel Formula Kebutuhan Guru Ditugaskan SMPN SMPN SMPN SMPN Total Kebutuhan dengan Mobilitas = 48 x 4 24 = 8 Dengan demikian, ada 8 orang guru yang harus melaksanakan pembelajaran di lebih dari satu sekolah untuk mendapatkan pemenuhan 24 jam pelajaran per minggu. 57

60 LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI Berdasarkan aplikasi SIMP-K, maka didapatkan output grafik kecukupan guru jenjang pendidikan tertentu di tingkat kabupaten. Contoh, kecukupan guru SMP Negeri sebagai berikut: Grafik di atas menunjukkan simulasi manajemen guru. Pada grafik biru muda menunjukkan tingkat kecukupan guru PNS di jenjang pendidikan SMP, terlihat bahwa terjadi kelebihan guru untuk semua matapelajaran, tetapi jika diperhatikan grafik warna biru tua menunjukkan bahwa jika dilakukan mobilitas guru maka kebutuhannya tidak sebanyak guru saat ini. 58

61 Dalam perhitungan Full-time Teaching Equivalent (FTE) menunjukkan bahwa dalam informasi individu guru terkait pemenuhan jam mengajar 24 jam per minggu. Dari data ini maka dapat ditetapkan siapa guru yang masih mungkin mengajar di sekolah lain sesuai dengan mata pelajaran yang diampu atau yang serumpun. Dengan memperhatikan hasil perhitungan di atas maka dapat ditetapkan alternatif kebijakan sebagai berikut: 1. Pengadaan (recruitment) guru Jika mengacu pada undang-undang guru dan dosen serta Standar Nasional Pendidikan maka ditetapkan bahwa guru harus sudah berkualifikasi S-1 pada tahun Dengan demikian, perlu dikaji bagaimana kondisi kualifikasi guru untuk yang berpengalaman kerja 1-5 tahun. Perlu ada kebijakan pemenuhan guru segera S-1 sehingga dapat memenuhi standart pelayanan dengan minimal satu sekolah terdapat seorang guru berpendidikan S-1. Tabel di atas menunjukkan contoh proses pengadaan guru berdasarkan kualifikasi pendidikan. Perlu dilihat apakah dalam proses nyata di daerah masih memberikan kesempatan calon guru dengan kualifikasi kurang dari S-1 dan bagaimana dengan kompetensinya apakah calon tersebut adalah lulusan dari Lembaga Pendidik Tenaga Kependidikan (LPTK). Dengan demikian, terkait dengan kondisi ini alternatif kebijakan yang didorongkan adalah: Memastikan guru baru yang diangkat sudah berkualifikasi S-1 kependidikan Pengadaan guru harus berdasarkan kajian kebutuhan guru kelas dan matapelajaran sesui hasil analisa kecukupan guru 59

62 LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI 2. Penugasan guru Salah satu alternatif kebijakan yang didorongkan adalah penugasan guru untuk memenuhi 24 jam mengajar guru. Pemanfaatan secara lebih baik jam mengajar minimal ini akan memberikan kesempatan bagi semua guru untuk memperoleh tunjangan sertifikasi dan menjadikan pengelolaan guru menjadi lebih efisien. Dari proses pengolahan data didapatkan gambaran grafik kondisi guru dengan jumlah jam mengajar. Tabel di atas menunjukkan sebaran jam mengajar guru pada setiap jenjang pendidikan. Yang harus menjadi perhatian adalah kelompok guru yang meng ajar kurang dari 24 jam dan yang lebih dari 30 jam. Meski demikian, kebijakan utama yang akan diambil adalah untuk menyelesaikan masalah guru yang mengajar kurang dari 24 jam karena secara otomatis akan mengurangi beban jam mengajar di kelompok guru dengan beban mengajar lebih dari 30 jam. Disisi lain, harus dilakukan kajian terkait dengan sebaran sekolah, sehingga untuk rombongan belajar yang kondisnya separoh dari jumlah siswa ideal, maka didorong untuk menjadikan kelas rangkap sehingga akan lebih efisien. Kebijakan yang diajukan dalam menyikapi kondisi ini adalah: Redistribusi guru untuk efisiensi Meyakinkan bahwa besaran sekolah cukup efisien 60

63 3. Pengembangan Dari guru yang telah tersedia saat ini, maka perlu dikaji kondisi pemenuhan SPM terkait dengan minimal 2 guru berkualifikasi S-1 di setiap SD dan MI dan 70% guru di jenjang SMP harus sudah S-1 untuk menuju standar pendidikan nasional seluruh guru harus sudah S-1. Dari tabel di atas, menggambarkan bahwa kondisi kualifikasi pendidikan guru jenjang pendidikan TK dan SD masih sangat rendah dengan dominasi kurang dari diploma. Pertimbangan lain yang harus disampaikan adalah sebaran usia guru yang masing belum mencapai S-1, sebagai dasar pertimbangan untuk memberikan dukungan bagi guru yang belum memenuhi kualifikasi S-1. Dalam konteks usia guru, diharapkan dukungan beasiswa kualifikasi di alamatkan bagi guru dengan usia muda sehingga dampak dari beasiswa akan dirasakan dalam pemenuhan standart pelayanan minimal (SPM). Dengan demikian, alternatif kebijakan yang didorongkan adalah Peningkatan kualifikasi guru dengan menyediakan beasiswa belajar untuk guru dengan usia kurang 30 tahun. 61

64 LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI 4. Evaluasi Kinerja seorang guru harus dinilai dari keluaran proses pembelajaran, yaitu tingkat angka mengulang kelas, dan hasil ujian nasional. Berdasarkan kondisi ini maka akan diketahui sekolah-sekolah mana yang mengalami kondisi seperti ini. Dari analisa ini di kaji silang dengan kondisi kualifikasi guru yang tersedia, sehingga akan diketahui korelasi/hubungan antara rendahnya kinerja sekolah dengan kondisi kualifikasi. Jika hubungan keduanya sangat kuat maka hasil evaluasi ini menjadi bagian penguat dari pelaksanaan kebijakan penyediaan beasiswa belajar untuk kualifikasi. Dengan segala keterbatasan di Papua, maka evaluasi kinerja harus diarahkan bagi distrik (kecamatan) yang sudah menyelesaikan tahapan penyediaan akses bagi pendidiknya. 5. Pensiun (Atrisi) Salah satu komponen dalam manajemen sumber daya adalah pengelolaan masa pensiun. Masa pensiun mengakibatkan organisasi kehilangan sumberdayanya yang senior dan berpengalaman. SIMPK akan mengeluarkan kondisi usia guru kelompok yang mendekati masa pensiun dan informasi individu di dalamnya. 1. Penerapan Prinsip-Prinsip Tata Kelola yang Baik dalam DGP Dalam pelaksanaan Distribusi Guru secara Proporsional, perlu disusun sistem manajemen yang dapat mendorong terwujudnya transparansi dan partisipasi publik, akuntabilitas, taat asas,serta prinsip-prinsip pelaksanaan program Distribusi Guru secara proporsional lainnya. Lebih detail, unsur utama tata kelola pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi adalah: Penerapan Prinsip Akuntabilitas Akuntabilitas adalah kewajiban untuk mempertanggungjawabkan pengelolaan dan pengendalian sumber daya dan pelaksanaan kebijakan termasuk keberhasilan atau kegagalan dalam mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan melalui media pertanggungjawaban berupa laporan pelaksanaan (akuntabilitas kinerja) secara periodik. Unsur-unsur pendukung akuntabilitas meliputi: 1) Penetapan Tujuan dan Sasaran yang jelas, baik untuk jangka pendek maupun jangka menengah. Rencana Distribusi Guru secara Proporsional harus mengandung visi dan misi yang jelas, sebagai acuan untuk menyusun tujuan dan sasaran Distribusi Guru secara Proporsional. 2) Struktur Kelembagaan yang solid untuk mendorong terwujudnya sistem manajemen yang efisien dan efektif guna mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan. 62

65 3) Penetapan Kebijakan yang jelas dan terarah, konsisten dengan tujuan organisasi, tertulis, dan transparan. 4) Perencanaan yang realistis, terinci dan sesuai dengan kebutuhan, transparan dan partisipatif, akomodatif terhadap sosial budaya masyarakat setempat, dan merupakan penjabaran tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan Badan Pelaksana. 5) Penetapan Prosedur Kerja yang tepat dan jelas, mudah dilaksanakan, mudah dimengerti dan transparan, serta mempertimbangkan peraturan perundangan yang terkait. 6) Sumber Daya Manusia yang kompeten, profesional dan bermoral. 7) Pelaksanaan Kegiatan yang efektif dan efisien, tertib administrasi, transparan, baik dalam pengadaan barang dan jasa, pengelolaan keuangan, pengelolaan barang inventaris, pengelolaan barang persediaan, maupun pengelolaan barang bantuan. 8) Sistem Pendataan yang jelas, akurat dan sederhana. Laporan pelaksanaan (akuntabilitas kinerja) Distribusi Guru secara Proporsional mengacu pada prinsip-prinsip obyektifitas, transparansi, akurasi yang tinggi, serta profesionalisme yang dapat diandalkan. Penerapan Prinsip Transparansi dan Partisipasi perumusan kebijakan dan pelaksanaan kerja organisasi, dapat diakses oleh publik.transparansi menumbuhkan kepercayaan timbal balik antara pemerintah, masyarakat dan stakeholders lainnya. Prinsip partisipasi dimaksudkan agar publik dapat berpartisipasi aktif dan konstruktif dalam pengambilan keputusan Distribusi Guru secara Proporsional, baik secara langsung maupun melalui institusi yang mewakili kepentingannya. Partisipasi tersebut dibangun atas dasar kebebasan berasosiasi dalam menyampaikan pendapat demi keberhasilan pencapaian tujuan/sasaran Distribusi Guru secara Proporsional. Tiga faktor utama yang dapat mendorong dan mempercepat terwujudnya transparansi dan partisipasi di atas adalah: 1) Ketersediaan data/informasi yang akurat, komprehensif, dan terkini; 2) Kemudahan mengakses data/informasi; serta 3) Keseragaman data/informasi yang disampaikan. Informasi dan kegiatan yang harus transparan meliputi pengelolaan dana yang meliputi sistem, jumlah dan sumber dana, serta penyalurannya; organisasi dan personal meliputi struktur, tugas, personal, dan sistem manajemennya; perencanaan meliputi rencana jangka pendek dan menengah; pelaksanaan meliputi progress report serta kendala yang dihadapi serta mekanisme pertanggungjawaban Penerapan prinsip transparansi dimaksudkan agar data/informasi kegiatan Distribusi Guru secara Proporsional di Kabupaten/Kota termasuk 63

66 LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI 2. Pengarusutamaan Gender dalam DGP a. Gender Disadari bahwa isu gender merupakan isu baru bagi masyarakat, sehingga menimbulkan berbagi tafsiran dan respon yang tidak proposional tentang gender. Salah satu faktor yang mempengaruhinya adalah bermacam-macamnya tafsiran tentang pengertian gender. Istilah gender menurut Oakley (1972) berarti perbedaan atau jenis kelamin yang bukan biologis dan bukan kodrat Tuhan. Sedangkan menurut Caplan (1987) menegaskan bahwa gender merupakan perbedaan perilaku antara laki-laki dan perempuan selain dari struktur biologis, sebagian besar justru terbentuk melalui proses social dan cultural. Gender dalam ilmu sosial diartikan sebagai pola relasi lelaki dan perempuan yang didasarkan pada ciri sosial masing- masing (Zainuddin, 2006:1). Hilary M.Lips mengartikan gender sebagai harapanharapan budaya terhadap laki-laki dan perempuan (cultural expectations for women and men). Sedangkan Linda L. Lindsey menganggap bahwa semua ketetapan masyarakat perihal penentuan seseorang sebagai laki-laki dan perempuan adalah termasuk bidang kajian gender (What a given society defines as masculine or feminim is a componentofgender).h.t. Wilson mengartikan gender sebagai suatu dasar untuk menentukan perbedaan sumbangan laki-laki dan perempuan pada kebudayaan dan kehidupan kolektif yang sebagai akibatnya mereka menjadi laki-laki dan perempuan. Elaine Showalter menyebutkan bahwa gender lebih dari sekedar pembedaan laki-laki dan perempuan dilihat dari konstruksi sosial-budaya (Nasaruddin Umar, 2010: 30). Adapun istilah-istilah yang berkaitan dengan gender sebagaimana yang disampaikan dalam materi Workshop olehtim Gender Direktorat SMP adalah sebagai berikut: 1) Pengarusutamaan Gender Pengarusutamaan gender adalah strategi yang digunakan untuk mengurangi kesenjangan antara penduduk laki-laki dan perempuan Indonesia dalam mengakses dan mendapatkan manfaat pembangunan, serta meningkatkan partisipasi dan mengontrol proses pembangunan. 2) Kesetaraan Gender Kesetaraan gender adalah kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk memperoleh kesempatan serta hak-haknya sebagai manusia, agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan politik, hukum, ekonomi, sosial budaya, pendidikan dan pertahanan dan keamanan nasional ( ankamnas) serta kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan. Terwujudnya kesetaraan gender ditandai dengan tidak adanya diskriminasi antara perempuan dan laki-laki, dan dengan demikian mereka memiliki akses, kesempatan berpartisipasi, kontrol atas pembangunan dan memperoleh manfaat yang 64

67 setara dan adil dari pembangunan. Adapun indikator kesetaraan gender adalah sebagai berikut: a) Akses Yang dimaksud dengan aspek akses adalah peluang atau kesempatan dalam memperoleh atau menggunakan sumber daya tertentu. Mempertimbangkan bagaimana memperoleh akses yang adil dan setara antara perempuan dan laki-laki, anak perempuan dan laki-laki terhadap sumber daya yang akan dibuat. Sebagai contoh dalam hal pendidikan bagi guru adalah akses memperoleh beasiswa melanjutkan pendidikan untuk guru perempuandan laki-laki diberikan secara adil dan setara atau tidak. b) Partisipasi Aspek partisipasi merupakan keikutsertaan atau partisipasi seseorang atau kelompok dalam kegiatan dan atau dalam pengambilan keputusan. Dalam hal ini guru perempuan dan laki-laki apakah memiliki peran yang sama dalam pengambilan keputusan di sekolah atau tidak. d) Manfaat Manfaat adalah kegunaan yang dapat dinikmati secara optimal. Keputusan yang diambil oleh sekolah memberikan manfaat yang adil dan setara bagi perempuan dan laki-laki atau tidak. 3) Keadilan Gender Keadilan gender adalah suatu proses dan perlakuan adil terhadap perempuan dan lakilaki. Dengan keadilan gender berarti tidak ada pembakuan peran, beban ganda, subordinasi, marginalisasi dan kekerasan terhadap perempuan maupun laki-laki. 4) Kesenjangan Gender Dikatakan terjadi kesenjangan gender apabila salah satu jenis kelamin berada dalam keadaan tertinggal dibandingkan jenis kelamin lainnya (L>P atau L<P). b. Kebijakan Pengarusutamaa Gender c) Kontrol Kontrol adalah penguasaan atau wewenang atau kekuatan untuk mengambil keputusan. Dalam hal ini apakah pemegang jabatan ditribusi guru sebagai pengambil keputusan didominasi oleh gendertertentu atau tidak. Untuk mencapai kesetaraan gender, negara harus melakukan intervensi atau campur tangan dengan melakukan kebijakan untuk sebuah pembangunan. Oleh sebab itu pemerintah telah menetapkan beberapa kebijakan tentang pengarusutamaan gender (PUG) yang diturunkan sebagai berikut: 65

68 LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI 1) INPRES No.9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender (PUG) dalam Pembangunan Nasional. Komponen kunci keberhasilan pengarusutamaan gender ditentukan oleh ada tidaknya komitmen politik dan kerangka kebijakan pemerintah dalam mendukung pembangunan berperspektif gender, sumber daya manusia yang memiliki gender analysis skill dan sumber dana yang memadai, data dan statistik gender, alat dan sistem monitoring dan evalusi, media KIE, serta peran serta masyarakat 2) Permendagri No. 15 Tahun 2008 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan PUG dalam Pembangunan di Daerah. Dalam penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan masyarakat di daerah, masih terdapat ketidaksetaraan dan ketidakadilan gender, sehingga diperlukan strategi pengintegrasian gender melalui perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pengangguran, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan daerah 3) Permendiknas No. 84 Tahun 2008 tentang Pedoman Pelaksanaan PUG di Bidang Pendidikan: Untuk memperlancar, mendorong, mengefektifkan dan mengoptimalkan pelaksanaan kegiatan pengarusutamaan gender di bidang pendidikan secara terpadu dan terkoordinasi, maka perlu menetapkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional tentang Pedoman Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender Bidang Pendidikan c. PUG dalam Pendidikan Zainuddin Maliki (2006:7) mengatakan bahwa salah satu penyebab rendahnya kualitas pendidikan diakibatkan oleh adanya diskriminasi gender dalam dunia pendidikan. Ariyanto Nugroho dalam Kompas (2011:12) menyebutkan bahwa pada materi ajar banyak contoh peran laki-laki dan perempuan yang bias gender. Anak-anak harus dilatih sejak dini untuk tidak membedakan peran laki-laki dan perempuan. Mengubah pola pikir hanya bisa melalui pendidikan. Suatu kebijakan pendidikan dikatakan responsif gender apabila mengandung ketetapan yang jelas untuk memperkecil adanya kesenjangan gender di bidang pendidikan. Bappenas bersama-sama dengan WSP II dan CIDA mengembangkan alur kerja analisis gender (gender analysis pathway- GAP) yang dapat digunakan untuk membantu para perencana dalam melakukan pengarusutamaan gender dalam perencanaan kebijakan/program pembangunan (Ismi, 2009 : 136). Dengan menggunakan GAP, para perencana pembangunan dapat mengidentifikas ikan kesenjangan gender (gendergap) dan permasalahan gender (genderissues) serta sekaligus menyusun rencana/ kebijakan/ program pembangunan yang ditujukan untuk memperkecil atau menghapus kesenjangan gender tersebut. a) Tahap Analisis Kebijakan Gender Tahap ini ditujukan untuk mengetahui apakah sebuah kebijakan, responsif gender atau tidak. Ini ibarat sebuah kegiatan untuk men- diagnosa kebijakan. Langkah awal dalam 66

69 tahap ini adalah mengidentifikasi tujuan atau sasaran kebijakan yang ada saat ini, serta tujuan atau sasaran kebijakan apa saja yang telah dirumuskan untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender. Selanjutnya sajian data kuantitatif dan kualitatif yang terpilih menurut jenis kelamin sebagai data pembuka wawasan. Data tersebut dapat melihat apakah program yang ada saat ini sudah memberikan dampak yang berbeda bagi laki-laki dan perempuan. Langkah berikutnya untuk menganalisis sebuah kebijakan responsif gender atau tidak adalah dengan menganalisis berbagai sumber dan atau faktor-faktor penyebab terjadinya kesenjangan gender, dengan tujuan untuk mengetahui ada tidaknya kesenjangan gender dengan menggunakan empat elemen utama yaitu akses, kontrol, partisipasi dan manfaat. Langkah terakhir dalam tahap ini adalah identifikasi masalah gender. Identifikasi masalah gender dapat dilakukan dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut: Apa masalah-masalah gender yang diungkapkan oleh faktor-faktor kesenjangan gender? imana letak kesenjangan gender antara laki-laki dan perempuan? emudian mengapa terjadi kesenjangan dan bagaimana cara mengatasinya? b) Formulasi Kebijakan Gender Tahap ini merupakan tahap kedua dalam analisis gender, sebagai kelanjutan dari tahap sebelumnya. Tahap ini berusaha merumuskan formula kebijakan yang responsif gender. Untuk itu yang perlu dilakukan adalah melakukan identifikasi tentang indikator gender baik berupa indikator kuantitatif dan kualitatif apa saja yang perlu diidentifikasi dengan tujuan untuk mengukur keberhasilan pelaksanaan program yang responsif gender. Selanjutnya perlu mengetahui indikator apa saja yang dapat menjelaskan apakah faktor-faktor kesenjangan sudah berkurang atau tetap atau bahkan bertambah? dan apakah ukuran keberhasilan kesetaraan dan keadilan gender? c) Rencana Tindak Kebijakan Gender Tahap ketiga ini merupakan tahap krusial karena merupakan tindak lanjut dari dua tahap sebelumnya yang menentukan apakah sebuah kebijakan dapat diimplementasikan atau tidak. Untuk itu ada dua langkah dalam tahap ini yaitu penyusunan rencana tindakan kebijakan/program yang responsif gender perlu disusun untuk mengurangi atau menghilangkan kesenjangan antara laki-laki dan perempuan. setelah itu yang perlu dilakukan adalah menentukan sasaran-sasaran apa (kualitatif dan atau kuantitatif) yang perlu dirumuskan untuk setiap rencana tindak kebijakan yang telah disusun. d. Implementasi PUG dalam DGP Pengelolaan tenaga pendidik dan kependidikan yang berwawasan gender dalam istribusi Guru secara Proposiaonal meliputi: 67

70 LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI 1) Perencanaan pengelolaan dan tenaga kependidikan terhadap isu gender 2) Data pilah tenaga pendidik dan tenaga kependidikan berdasarkan jenis kelamin 3) Akses yang sama dalam (Implementasi DGP) perekrutan, ditribusi, pengembangan dan peningkatan kapasitas (kualifikasi dan kompetensi) 4) Formulasi kebijakan DGP yang peka terhadap isu gender 5) Evaluasi kebijakan dengan analisa yang peka terhadap isu gender. 3. Koordinasi antar Pemangku Kepentingan dalam DGP Koordinasi adalah bagian penting diantara anggotaanggota atau unit organisasi yang pekerjaannya saling bergantung. Semakin banyak pekerjaan individu individu atau unit unit yang berlainan tetapi erat hubungannya, semakin besar pula kemungkinan terjadinya masalah masalah koordinasi. Proses pendidikan yang baik dan bermutu tinggi,apabila pengoordinasian input pendidikan dilakukan secara harmonis sehingga mampu menciptakan suasana manajemen yang menyenangkan, mendorong motivasi bekerja,dan memberdayakan sumber daya pendidikan. Dalam implementasi program Distribusi Guru secara Proporsional, setidaknya ada 4 tahap koordinasi yang perlu dilakukan agar implementasi kegiatan ini berjalan efektif, efisien dan berkeadilan. Tahapan tersebut adalah: 1. Koordinasi pada tahap perencanaan 2. Koordinasi tahap pendataan dan analisa 3. Koordinasi pada tahap implentasi 4. Koordinasi pada tahap penilaian Pada setiap tahapan tersebut pihak dinas pendidikan sebagai salah satu penyedia layanan hendaknya melibatkan banyak pihak dalam berkoordinasi, baik koordinasi antar penyedia layanan dalam Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) Dinas pendidikan yang di dalamnya meliputi sub-sub bidang: Ketenagaan, Penyusunan Program, Bidang-bidang menurut jenjang pendidikan, Satuan Pendidikan, Unit Pelaksana Tingkat Daerah (UPTD) Dinas Pendidikan, dan Kesekretariatan. Selain itu Koordinasi juga harus dilakukan antar SKPD penyedia layanan terkait dengan Pendidik dan Tenaga Kependidikan diantaranya Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) sub-bidang Sosial Budaya, Badan Kepegawaian Daerah (BKD), Bagian Keuangan Daerah, Bagian Organisasi dan Tata Laksana (ORTALA) dan Sekretariat Daerah. Selain itu pelibatan dan koordinasi juga dilakukan dengan penerima layanan dan manfaat dalam program ini diantaranya: Guru, Kepala Sekolah, Dewan Pendidikan, stakeholder pendidikan, dan Media. Keterlibatan tersebut dapat dilakukan sesuai proporsi dalam berbagai tahapan kegiatan. Misalnya dalam sosialisasi dan formulasi draft kebijakan sedapat mungkin melibatkan stakeholder penerima layanan untuk mendapat perspektif yang luas terkait rencana implementasi dan kebijakan program ini. Untuk kegiatan analisa data dapat melibatkan BKD, 68

71 UPTD dan bagian ORTALA yang mempunyai basis data bervariasi terkait pendidik dan kependidikan. Peran MSF dan Media dalam Penyusunan BOSP Pendekatan Program KINERJA dalam semua area (Kesehatan, Pendidikan dan Perijinan Terpadu) selalu dilakukan secara terintegrasi, baik penguatan kapasitas Penyedia Layanan (Suplay) maupun Penerima manfaat (Demand). Pendampingan terhadap Penyedia layanan dilakukan dalam upaya peningkatan kualitas/mutu layanan (efektif, efisien, berkeadilan, partisipatif, akuntabel, transparan, responsif). Sementara pendampingan terhadap penerima manfaat/layanan dilakukan dalam upaya penguatan pemahaman terhadap Hak (Partisipasi) dan fungsi pengawasan terhadap program DGP. Dalam hal ini dilakukan dalam bentuk penguatan Forum Multi Stakeholder (FMS) Pendampingan Penguatan Stakeholder dalam pengawasan dan pelaksanaan Distribusi Guru secara Proporsional perlu dilakukan agar terdapat para pihak yang melakukan pengawasan terhadap kesepakatan yang ada. Oleh karena itu, peran Forum Multi Stakehoder (FMS) dan Media sebagai salah satu elemen penting dalam masyarakat yang dapat membantu dalam peningkatan mutu pendidikan melalui pengawasan pengelolaan Guru secara Proporsional. Adapun peran Guru secara Proporsional sebagai berikut. Peran Forum Multi Stakeholder Peran Forum Multi Stakeholder dalam program bantuan teknis USAID-KINERJA, terkait dengan Distribusi Guru secara Proporsional adalah: a. Sebagai forum untuk penyadaran dan pengorganisasian masyarakat terkait isu Guru secara Proporsional; b. Sebagai jaringan komunikasi dan kerja antar pihak yang berkepentingan; c. Sebagai forum konsultasi, khususnya antara pemerintah daerah (penyedia layanan) dengan masyarakata selaku pengguna layanan; d. Sebagai forum untuk mendesakkan kebijakan dalam pemenuhan SPM dan SNP terkait Distribusi Guru secara Proporsional; e. Sebagai forum untuk memantau pelaksanaan kebijakan Distribusi Guru secara Proporsional. Peran Media Peran media tidak hanya memberitakan kegiatankegiatan tertentu dalam dunia pendidikan, namun media juga turut andil dalam memberikan masukan dalam inovasi di dunia pendidikan. Perkembangan teknologi media berjalan dengan pesat dan dalam masyarakat modern, media mempunyai peran yang signifikan sebagai bagian dari kehidupan dalam semua aspek termasuk dunia pendidikan. Adapun peran media dalam DGP adalah: a. Membantu dalam publisitas; b. Melakukan penguatan untuk Jurnalis Warga di bidang pendidikan; c. Pendampingan PPID (Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi), khususnya di dinas pendidikan. 69

72 LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI BAHAN PRESENTASI KONSEP PELAYANAN PUBLIK Pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan dasar sesuai dengan hak-hak sipil setiap warga negara dan penduduk atas suatu barang dan jasa atau pelayanan administrasi yang diselenggarakan oleh penyelenggara pelayanan publik. MANFAAT STANDAR PELAYANAN PUBLIK 1. Memberikan jaminan kepada masyarakat bahwa mereka mendapat pelayanan dalam kualitas yang dapat dipertanggungjawabkan. 2. Memberi fokus pelayanan kepada pelanggan/masyarakat. 3. Menjadi alat komunikasi antara pelanggan dengan penyedia pelayanan dalam upaya meningkatkan pelayanan. 4. Menjadi alat untuk mengukur kinerja pelayanan serta menjadi alat monitoring dan evaluasi kinerja pelayanan. 70

73 Prolog: Gender dan PUG Gender: bukanlah Jenis kelamin tetapi peran sosial yang sepantasnya dimainkan oleh lelaki dan perempuan dalam kehidupan sosialnya. LK PR Laki dan Perempuan hanya berbeda dalam jenis kelamin (kodratik), tetapi tidak dalam peran dan posisi sosial (kultur). 71

74

75 33 Analisis Data Pendidik dan Tenaga Kependidikan 73

76 LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI MODUL 3 BAHAN BACAAN Analisis Data Pendidik dan Tenaga Kependidikan Meningkatkan kapasitas pengelola data kepegawaian dinas pendidikan dalam melakukan perhitungan DGP dengan aplikasi SIMPK... SISTEM INFORMASI MANAJEMEN PENDIDIKAN (SIMP) KABUPATEN/KOTA 1. Persiapan Tahapan ini merupakan langkah awal untuk memulai kegiatan penghitungan distribusi guru. Kegiatan dimulai dengan pengenalan software SIMP-K yang membutuhkan instalasi program Dapodik atau Padati Web, atau PADAMU (Pangkalan data ini akan berkembang sesuai dengan panduan yang diberikan oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan). Kegiatan hari pertama difokuskan pada penyusunan tabel profil pendidik dan penggunaan aplikasi SIMPK untuk menghasilkan perhitungan distribusi guru proporsional dan pencapaian standar pelayanan minimal. 2. Impor Data PadatiWeb Impor data Padati Web dapat dilakukan dimana komputer tersebut atau komputer di Dinas Pendidikan terpasang aplikasi PadatiWeb, terlebih dahulu instal MySQL Connector. 74

77 Padati Web bisa dibaca oleh SIMPK. Kemudian jalankan aplikasi SIMPK di komputer tersebut, bisa dengan fashdisk langsung atau dicopy ke dalam komputer yang ada apalikasi Padati Web. Pilih menu Import Data, kemudian pilih Import data Padati Web, maka akan muncul tampilan seperti gambar di bawah. 75

78 LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI Untuk nama server, port dan user id jarang atau tidak pernah terjadi perubahan, termasuk password (p@ssword123padati). Sedangkan pada version, pilih sesuai dengan data Padatiweb yang akan diimport, lanjutkan dengan meng-klik tombol test. Jika muncul pesan koneksi berhasil, lanjutkan dengan menekan tombol Impor. Impor berhasil jika muncul pesan seperti gambar berikut. 76

79 3. Impor Data SIM-NUPTK Gambar di atas adalah tampilan dari program SIM- NUPTK yang ada di Dinas Pendidikan khususnya pada Bidang Ketenagaan/Kepegawaian. Berbeda dengan proses impor yang ada pada Padatiweb, yang dibutuhkan di sini adalah hanya file database NUPTK dalam bentuk access dengan extension.mdb, dimana database tersebut dapat dilihat di SIMPNUPTK pada layar bagian bawah yang menunjukkan dimana posisi database tersebut berada. Kemudian lakukan Impor NUPTK dengan mengklik tombol Browse, pilih file database NUPTK.mdb yang memiliki date modified terbaru, kemudian lanjutkan dengan menekan tombol Impor seperti gambar di bawah. 77

80 LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI Jika impor selesai dilakukan, maka akan muncul pesan seperti gambar di bawah ini: 4. Review Database Untuk melihat hasil impor yang sudah dilakukan, dapat dilihat pada menu Review Database, maka SIMPK akan menampilkan data-data yang terekam hasil dari proses impor tersebut seperti Total Satuan Pendidikan dan Total Pendidik dan Tenaga Kependidikan, terdapat pada gambar berikut. 78

81 5. Matching NSS (Nomor Statistik Sekolah) Matching NSS adalah proses penggabungan database SIM-NUPTK dengan Padati Web, dilakukan dengan menyandingkan NSS sekolah di SIM-NUPTK dengan NSS sekolah Padati Web. Sebetulnya dalam kondisi ideal NSS di dalam SIM-NUPTK dengan Padati Web akan sama untuk satu sekolah yang sama, dan dapat menggunakan Auto-Match, sementara kondisi lainnya matching harus dilakukan secara manual. Automatch NSS Automatch NSS dapat dilakukan dengan cepat dengan meng-klik tombol Automatch NSS, maka akan muncul layar seperti dibawah beserta petunjuk: 79

82 LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI Matching NSS Manual Matching NSS juga dapat dilakukan secara manual pada tombol Matching NSS dan akan menampilkan seperti pada gambar berikut, pada layar ini dapat memilih salah satu Tab acuan sekolah, yaitu dari daftar Padati atau dari daftar SIM-NUPTK. Namun secara umum banyak yang mengacu sekolah-sekolah dari daftar Padati, karena kondisi sekolah di Padati Web lebih banyak/lengkap. Proses matching secara manual dapat dilakukan dengan mengetik pada kolom sekolah NUPTK atau bisa juga dengan mengklik tanda panah pada setiap baris di dalam kolom tersebut dengan mengacu terhadap baris sekolah di sebelah kanan, yaitu kolom sekolah Padati. Pengetikan harus diawali dengan nama kecamatan (liat gambar di bawah). 80

83 Dalam proses matching manual, Jika terjadi pesan error duplikat data seperti pada gambar di bawah, contoh pada SDN Cemorokandang 1. Berarti sekolah tersebut sudah ada yang menggunakan atau terpasang dengan sekolah lain. Untuk mengatasi hal tersebut, maka perlu dilakukan croscheck terhadap sekolah yang mengalami duplikat data seperti pada gambar dibawah. Jika sekolah sudah di temukan dan terpasang dengan sekolah lain, maka perlu di lepas matchingnya dengan cara meng-klik tulisan Unpair di kolom sebelah kanan pada baris yang sama, seperti pada gambar berikut. Kemudian lakukan matching ulang sesuai dengan sekolah yang sama. 81

84 LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI Backup/Restore Menu Backup NSS berfungsi untuk menyimpan pasangan NSS yang sudah di matchingkan ke dalam SIMPK sehingga pasangan tersebut aman dan tidak terhapus, jika suatu saat terjadi error atau data terhapus, kemudian melakukan impor ulang data yang sama, maka tidak perlu melakukan matching ulang. Cukup dengan menggunakan fasilitas Restore NSS. Maka sistem secara otomatis akan mengembalikan kembali data yang sudah matching. Export/Import Backup 82

85 Sedangkan pada menu Export dan Import NSS, fungsinya hampir sama dengan Backup/Restore. Namun ada sedikit perbedaan, yaitu pada Export NSS, backup disimpan menjadi file MS Excel, sedangkan pada Import untuk mengembalikan bakcup matching NSS yang tersimpan dalam file MS Excel ke dalam database SIMPK. 6. Out-put Generate Output Pivot Jika proses Import sampai dengan Matching sudah dilakukan dengan benar, maka proses Generate Output dapat dilakukan dengan menekan tombol Generate seperti pada gambar di bawah, kemudian anda dapat menentukan di mana file-file output tersebut akan disimpan. Memahami file output Setelah Generate Output sudah selesai dilakukan, maka akan ada sebanyak 30 file output yang akan tersimpan otomatis ke dalam bentuk file MS Excel. Terdapat 3 kelompok program yang bisa dimanfaatkan dari output tersebut, yaitu: a. File , digunakan untuk mengetahui pemetaan Standar Pelayanan Minimal (SPM) b. File , digunakan untuk mengetahui analisis pemetaan Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) atau Manajemen Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PTK) c. File , digunakan untuk analisis data perencanaan strategis Dinas Pendidikan (RENSTRA). 83

86 LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI Panduan Pelaksanaan 1. Download semua keperluan di 2. Unduh offline-installer.zip, folder tersebut berisi file instalasi lengkap. Berikut isinya aplikasi_pendataan.air => aplikasi utama (desktop) AdobeAIRInstaller.exe => runtime Adobe Air SetupAll.exe => gunakan ini jika komputer masih fresh belum pernah instal SetupDBOffline.exe => gunakan ini jika runtime & aplikasi sudah diinstal satu-satu unzip.exe => file ini perlu agar SetupAll / SetupDBOffline bisa jalan 046.zip => file sampel data prefill, untuk Kabupaten Labuhan Batu Utara. 3. Anda harus unduh Database Aplikasi Pendataan Desktop di infopendataan.dikdas.kemdiknas. go.id untuk data kabupaten sesuai tugas anda. Jangan direname setelah unduh, biarkan namanya sebagaimana adanya. 4. SetupAll dapat digunakan juga untuk instalasi online. Namun jika tidak ditemukan koneksi internet ke server, aplikasi akan membaca database offline yg terinstall. 5. Unduh juga file lain seperti: Aplikasi Pendataan Smartphone -> aplikasi untuk mengambil data GPS dan Foto Kode Registrasi Online -> daftar kode registrasi untuk tiap sekolah (dalam excel) 6. Hapus isi direktori %AppData%\id.go.kemdiknas.dikdas.pendataan.desktop jika ada. (Copy paste saja alamat di atas ke alamat di windows explorer untuk menemukan folder tsb. 84

87 7. Jalankan SetupAll, atau secara berurutan : AdobeAIRInstaller, aplikasi_pendataan.air, serta SetupDBOffline.exe. 8. Jika telah selesai buka aplikasi, akan diminta registrasi. Isikan user/password/kode registrasi. Online maupun offline akan berhasil, jika panduan diatas diikuti. 9. Pengisian aplikasi desktop dapat dibaca di manual. 10. Setelah aplikasi desktop diisi, lakukan pengiriman. 11. Minta petugas kk datadik untuk login ke aplikasi manajemen pendataan untuk login ke aplikasi manajemen pendataan ( ), kemudian masuk ke modul Register Pengiriman untuk melakukan aproval sehingga data masuk ke database. 12. Lakukan utk semua sekolah. 13. Setelah data semua terkirim, daftarkan tim survey, surveyor dan mappingnya dengan sekolah di aplikasi manajemen pendataan. Caranya dapat dilihat di manual. 14. Install aplikasi smartphone. Jika sudah kadung diinstall/diregistrasi, reset DB dulu saja. 15. Registrasi smartphone menggunakan user/pass yang didaftarkan sebagai surveyor. 16. Akan muncul daftar sekolah berikut prasarananya. 17. Ambil data posisi dan prasarana. Cara step by stepnya mohon baca manual serta video tutorial di infopendataan.dikdas.kemdiknas.go.id. Setelah selesai kirim data menggunakan tombol sinkronisasi. 85

88 LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI Bahan Hari Ketiga Proses penyusunan kebijakan kepegawaian pendidikan untuk guru didasarkan pada hasil output pengolahan data dengan menggunakan aplikasi SIMP-K dengan input data Padati Web dan SIM-NUPTK. Skema di bawah ini menunjukkan tahapan proses secara besaran muali tahap input hingga output berupa distribusi guru dan pemenuhan SPM kabupaten. SIMPK berbasis access, tidak membutuhkan entry data (entry pada Dapodik/ Padati Web dan NUPTK), berupa file. Yang dibutuhkan untuk proses ini adalah komputer dimana Dapodik/ Padati Web dan SIM-NUPTK dipasang, aplikasi SIMP dan MySQL connector. Alat untuk melakukan analisa agregasi data dan juga untuk melakukan crosstab data. Berikut langkah-langkah dasar dalam membuat pivot tabel: 1. Membuat Pivot Tabel 86

89 Pastikan ada memiliki data tabel source seperti contoh pada gambar di atas. Langkah 1, pilih menu insert, lalu klik gambar icon pivotable. Maka akan muncul seperti pada gambar berikut: Kemudian lanjutkan dengan menekan tombol OK, dan akan muncul tampilan sheet pivot tabel secara otomatis seperti pada gambar di bawah: 87

90 LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI 2. Menyusun Pivot Table Pada langkah berikut ini, dibutuhkan pemahaman lebih lanjut hal-hal apa saja yang perlu di lakukan supaya tabel pivot terisi data sesuai dengan kebutuhan. Pada layar sebelah kanan terdapat kotak menu Pivot Table Field List, dimana field-field tersebut bersumber dari source tabel utama seperti nama field kabupaten, tahun_ data, kecamatan, desa, nama, jenis, status, waktu_penyelenggaraan, gugus dan seterusnya. Field tersebut dapat dipilih dengan cara drag and drop, digeser dan dipindahkan menggunakan mouse pada posisi yang diinginkan seperti digeser pada Report filter, Column labels, Row labels dan Values pada contoh gambar di bawah. Report Filter: Tambahkan/geser field ke area ini, maka dapat dilakukan filtrasi data sesuai dengan data yang diinginkan. Column Labels: Tambahkan/geser field ke area ini, maka data di dalam field akan tampil data pada judul kolom di atas. Row Labels: Tambahkan/geser field ke area ini, maka data di dalam field akan tampil data pada baris kiri. Values: Tambahkan/geser field ke area ini, maka memungkinkan dapat melakukan perhitungan tertentu dalam bentuk nilai dalam area ini. 88

91 3. Filtrasi Data Filtrasi data di sini berfungsi untuk memilih tampilan data yang dibutuhkan pengguna data untuk menampilkan data-data tertentu, contoh menampilkan data pilihan kabupaten/kota, kecamatan, jenis sekolah, status sekolah dan field data yang dapat dilakukan pemilihan dengan meng-klik tombol tanda panah kecil seperti contoh di bawah ini. 4. Value Operation Value operation atau nilai operasi di sini adalah untuk menentukan rangkuman dari perhitungan data ataupun nilai. Langkahnya yaitu dengan meng-klik Field Setting pada menu Options, kemudian akan tampil kotak Value Field Settings seperti pada gambar di bawah. 89

92 LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI Pada kotak Value Field Settings ada 2 Tab menu, yaitu Summarize by dan Show values as. Pada kategori Summarize by terdapat banyak pilihan tipe perhitungan, diantaranya Sum (jumlah), Count (hitung), Average (rata-rata), Max (paling besar), Min (paling kecil), Product (mengkalikan), Cnt Num (hitung/numeric), StdDev(P) (standar deviasi) dan Var (varians). Sedangkan pada menu Show values as terdapat pilihan tampilan data dalam bentuk prosentase, yaitu Normal, Difference From, % Of, % Difference From, Running Total in, % of row, % of column, % of Total, Running Total dan Index. 5. Number Format Number Format atau format penomoran juga dapat dilakukan pada data hasil pivot dengan berbagai kategori, yaitu General (umum), Number (penomoran, decimal), Currency (mata uang RP, $), Accounting (Akuntansi), Date (Tanggal), Time (waktu), Percentage (Persentase), Fraction, Scientific, Text, Special (List dan database) dan Custom (sesuai selera). 90

93 6. Pivot Chart Pivot Chart atau yang sering disebut Grafik Pivot adalah salah satu fasilitas yang dapat menampilkan data hasil pivot tabel ke dalam bentuk tampilan yang lebih menarik dan lebih indah sehingga lebih mudah dibaca, dilihat dan dianalisis. Grafik disini juga bermacam macam bentuknya, mulai dari Column, Line, Pie, Bar, Area, Scatter dan pilihan lainnya. Sebelum menambahkan grafik, klik terlebih dahulu area tabel pivot, kemudian pilih menu Insert, dan pilih grafik sesuai dengan kebutuhan. 91

94 LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI 92

95 44 Advokasi Kebijakan Penyusunan DGP 93

96 LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI MODUL 4 BAHAN BACAAN Advokasi Kebijakan Penyusunan DGP... peserta memiliki pemahaman tentang Advokasi Suplay... ADVOKASI KEBIJAKAN DALAM DISTRRIBUSI GURU PROPORSIONAL Pendahuluan Advokasi sebagai serangkaian tindakan yang bertujuan untuk mengubah kebijakan, kedudukan atau program dari segala jenis lembaga. Pengertian ini mendorong kegiatan advokasi berakhir pada pengambilan keputusan untuk mencari jalan keluar yang lebih baik. Advokasi merupakan salah satu bentuk komunikasi persuasif, yang bertujuan untuk mempengaruhi pemangku kepentingan dalam pengambilan kebijakan atau keputusan. Proses advokasi ini sangat penting bagi Tim Teknis DGP (Distribusi Guru Proporsional) dalam mengkomunikasikan hasil Analisa dan isu-isu penting dalam bidang pendidikan, dilakukan dengan perencanaan strategis dengan target utama adalah pengambil kebijakan. Dalam Bab ini dibahas tentang advokasi suplay yang lebih focus pada langkah-langkah penyusunan kebijakan oleh pemerintah daerah meliputi pembentukan tim teknis, peraturan bupati/walikota (petunjuk teknis), dan akhirnya menjadi peraturan daerah. Bab ini juga membahas tentang advokasi demand yang lebih focus pada langkah-langkah 94

97 pengawalan masyarakat di dalam memastikan terbitnya peraturan bupati/walikota tentang DGP. Advokasi Suplay (Langkah-langkah penyusunan kebijakan oleh pemerintah daerah) Sebelum membahas tentang langkah-langkah penyusunan kebijakan oleh pemerintah daerah. Terlebih dahulu perlu dijelaskan bahwa jenis peraturan di daerah terdiri atas 2 (dua) yaitu keputusan regulatif dan keputusan stifulatif. Keputusan regulatif dikenal sebagai peraturan, yang berlaku sebagai petunjuk penerapan Undang- Undang yaitu Perda dan Peraturan Gubernur/Bupati/ Walikota. Sedangkan keputusan stipulatif, yang dikenal sebagai Surat Keputusan oleh otoritas dalam satu lembaga untuk menentukan kebijakan yang secara khusus mengikat kelompok tertentu dalam lembaga tersebut. Adapun langkah-langkah penyusunan peraturan perundang-undangan tingkat daerah di lingkungan pemerintah daerah diatur dalam: Keputusan Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah (Keputusan Mendagri) No.21 Tahun 2001 tentang Teknik Penyusunan dan Materi Muatan Produk-produk Hukum Daerah. Keputusan Mendagri No.22 Tahun 2001 tentang Bentuk Produk-produk Hukum Daerah. Keputusan Mendagri No.23 Tahun 2001 tentang Prosedur Penyusunan Produk-produk Hukum Daerah. Keputusan Mendagri No.24 Tahun 2001 tentang Lembaran Daerah dan Berita Daerah. Tata cara pembentukan peraturan daerah (Perda) menurut Keputusan Mendagri tersebut adalah sebagai berikut: Persiapan penyusunan raperda (dalam peraturan tata tertib DPRD) Raperda berasal dari DPRD atau kepala daerah. Kepala daerah menyampaikan surat pengantar kepada DPRD, sedangkan pimpinan DPRD menyampaikan raperda kepada kepala daerah. Penyebarluasan raperda dari DPRD dilaksanakan oleh Sekretariat DPRD. Penyebarluasan Raperda dari kepala daerah dilaksanakan oleh Sekretaris Daerah. Bila materi Raperda dari DPRD dan presiden sama, maka yang dibahas adalah Raperda yang disampaikan oleh DPRD. Raperda dari kepala daerah digunakan sebagai bahan sandingan. Pembahasan rancangan Perda Pembahasan Raperda dilakukan oleh DPRD bersama kepala daerah dalam rapat komisi/panitia/alat kelengkapan DPRD yang khusus menangani bidang legislasi dan rapat paripurna. Penarikan kembali Rancangan Perda (Raperda) dapat dilakukan sebelum pembahasan oleh DPRD dan kepala daerah. Penarikan kembali raperda berdasarkan persetujuan bersama antara DPRD dan kepada daerah. Penetapan Raperda menjadi Perda yang telah disetujui bersama oleh DPRD dan kepala daerah, dalam waktu paling lambat 7 hari disampaikan pimpinan DPRD kepada kepala daerah untuk ditetapkan menjadi perda. Raperda ditandatangani oleh kepala daerah dalam jangka 95

98 LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI waktu paling lambat 30 hari sejak Raperda disetujui bersama, maka Raperda tersebut sah menjadi Perda dan wajib diundangkan. komponen utama dan cakupan peraturan tersebut, serta proses penyusunan dan pengesahan Perda. Adapun langkah-langkah penyusunan setiap instrumen hukum berbeda satu dari yang lain, tetapi secara umum proses penyusunannya harus mencerminkan delapan prinsip tata kelola pemerintahan yang baik. Sebagai contoh, untuk menyusun Perda baru, para perancang peraturan sebaiknya melalui enam langkah yaitu: Langkah 1 : Identifikasi masalah. Perancang peraturan mengawali penyusunan naskah peraturan dengan menganalisis masalah secara ilmiah bersama para pakar untuk mengidentifikasi bahaya dan risiko, masyarakat terkena dampak, tindakan yang diperlukan, dan prioritas. Langkah 2 : Identifikasi peraturan dan hukum yang relevan. Pada langkah ini, penyusun peraturan mengidentifikasi perangkat hukum yang relevan, menganalisis kapasitas pemerintah untuk mengakkan peraturan dan anggaran, serta mengawasi lembaga terkait dalam pelaksanaan peraturan. Langkah 3 : Penyusunan naskah akademik. Langkah ini merupakan hasil dari langkah sebelumnya yang terdiri dari visi, misi, kajian ilmiah, kerangka hukum dan kelembagaan, serta penjelasan tentang tiga masalah substansial: alasan Perda disusun, Langkah 4: Konsultasi Publik. Rancangan naskah disajikan kepada panel atau melakukan diskusi kelompok terfokus dengan komunitas khusus, seperti Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), kalangan akademik, untuk mendapatkan tanggapan dan umpan balik. Konsultasi ini juga merupakan cara menyosialisasikan rancangan naskah kepada media, pemangku kepentingan dan masyarakat luas. Langkah 5 : Diskusi legislative. Langkah ini merupakan proses pengambilan keputusan melalui diskusi antara anggota DPRD, Gubernur, Bupati/ Walikota, dan kelompok yang berkepentingan seperti asosiasi, universitas, dan masyarakat berisiko. Langkah 6 : Pengesahan Perda. Langkah ini merupakan langkah akhir dari penyusunan perangkat hukum dan langkah pertama penerapannya. Sosialisasi ke masyarakat diperlukan sebelum peraturan benar-benar disahkan. 96

99 Catatan: Langkah-langkah Pembuatan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota Gambar 1. Diagram Usulan DPRD Berdasarkan PP. No. 1 Tahun Usul dari Anggota DPRD 2. Usul disampaikan kepada Pimpinan penjelasan secara tertulis disertai DPRD dalam bentuk rancangan 3. Sekretariat DPRD memberi nomor pokok terhadap usulan 4. Tanggapan Anggota DPRD lainnya, Kepala Daerah terhadap usulan 5. Dalam Rapat Paripurna pengusul menjelaskan atas usulan 6. Setelah mendapat pertimbangan dari Panitia Musyawarah, usulan disampaikan Pimpinan DPRD pada Rapat Paripurna 7. Tanggapan dari pengusul 8. Keputusan DPRD untuk menerima atau menolak usul menjadi usulan DPRD 9. Pembahasan Raperda oleh komisi/rapat gabungan komisi/pansus bersama pejabat yang ditunjuk oleh kepala daerah 13. Rapat Paripurna menyetujui Raperda yang dituangkan dalam Keputusan DPRD 12. Sambutan Kepala Daerah atas Raperda yang hendak disetujui 11. Pendapat akhir Fraksi-fraksi dalam Rapat Paripurna 10. Laporan hasil pembahasan oleh Pimpinan Pansus dalam Rapat Paripurna 14. Pengesahan dan Pengundangan Sedangkan, langkah-langkah pembuatan kebijakan dalam melakukan Distribusi Guru Proporsional (DGP) yaitu dimulai dari pembentukan Tim Teknis DGP, pembuatan Peraturan Bupati/Walikota. Ada beberapa tahapan dalam pembentukan Tim Teknis DGP yaitu: Menetapkan daerah sasaran (kecamatan yang dipilih sebagai piloting) Memilih satuan pendidikan di kecamatan (piloting) untuk disertakan sebagai sasaran Menetapkan Dinas Pendidikan, BKD, Bappeda, Komite Sekolah, Dewan Pendidikan, Sekolah (SD/MI, SMP/MTs), dan Multi Stockholder Forum (MSF). Membentuk Tim Teknis DGP dengan memperhatikan keterwakilan Gender. Pengajuan susunan anggota Tim Teknis DGP untuk di-sk-kan oleh Pemerintah Daerah. Selanjutnya, langkah-langkah penyusunan kebijakan oleh pemerintah daerah (Peraturan Bupati/Walikota) yaitu: Diawali dengan penandatanganan nota kesepahaman (MOU); Membentuk satuan kerja; Memilih isu sentral yang menjadi kebutuhan masyarakat di sektor pendidikan; Sosialisasi; 97

100 LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI Mempersiapkan naskah akademik; Penelitian naskah akademik oleh bagian hukum; Konsultasi dan koordinasi dengan Dinas Pendidikan; Penyempurnaan naskah akademik; Audensi dengan Bupati/Walikota; Penandatanganan naskah Rancangan Peraturan Bupati oleh Bupati menjadi Peraturan Bupati/walikota; Agar setiap orang mengetahuinya harus dicatat dalam berita daerah; Dokumentasi. 98

101 Gambar2. Diagram Usulan Pemda Berdasarkan KepMendagri No. 23 Tahun Pimpinan unit kerja memprakarsai penyusunan Raperda. 2. Usulan yang dilampiri pokok-pokok pikiran diajukan kepada sekretaris daerah untuk diadakan sinkronisasi dan harmonisasi yang ditugaskan pada bagian hukum. 5. Penyusunan dan pembahasan Raperda oleh bagian hukum atau Tim antar unit kerja. 4. Tanggapan Anggota 4. pembahasan draft awal DPRD lainnya, oleh unit kerja yang Kepala Daerah melibatkan bagian hukum terhadap usulan dan unit kerja terkait. 3. Setelah mendapat persetujuan dari Sekretaris Daerah, unit kerja menyiapkan draft awal. 6. Penyampaian hasil pembahasan kepada kepada Sekretaris Daerah melalui Bagian Hukum yang selanjutnya diajukan kepada Kepala Daerah untuk disetujui. 7. Sekretaris Daerah menyampaikan Raperda kepada DPRD. 8. Sidang pembahasan raperda oleh pejabat yang ditunjuk oleh kepala daerah bersama DPRD. 11. Pengesahan dan Pengundangan Perda. 10. Raperda yang disetujui selanjutnya ditetapkan oleh keputusan DPRD. 9. Rapat Paripurna DPRD untuk menyetujui hasil pembahasan dengan mengagendakan penjelasan resmi dari pemda terhadap Raperda. Untuk meningkatkan status hukum Peraturan Bupati/Walikota menjadi peraturan daerah (Perda), maka ada beberapa langkah yang harus dilalui yaitu: Peraturan Bupati/Walikota dilaksanakan di satuan pendidikan; Evaluasi; Didaftar pada program legislasi daerah oleh Dinas Pendidikan; Diserahkan ke Badan Musyawarah DPRD untuk diagendakan pembahasannya; Masa reses; Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah Rapat paripurna penetapan Rancangan Peraturan Daerah menjadi Peraturan daerah; Dicatat dalam lembaran daerah. Advokasi Demand (Langkah Pengawalan Masyarakat Di dalam Memastikan Terbitnya Peraturan Bupati Tentang Distribusi Guru Proporsional) Partisipasi masyarakat dalam penyusunan peraturan perundang-undangan. Dalam penyusunan perundang-undangan di Indonesia tidak terlepas dari partisipasi masyarakat itu sendiri. Masyarakat dapat menyampaikan pendapat dan masukan-masukan kepada pemerintah atau lembaga pemerintah yang berwenang untuk membuat perundang-undangan tersebut. Partisipasi atau peranan masyarakat dalam penyusunan peraturan perundang-undangan di 99

102 LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI Indonesia adalah sebagai berikut: Mengoptimalkan lembaga-lembaga penyalur aspirasi masyarakat yang telah ada, yaitu MPR, DPR, DPRD, Orsospol, Badan Permusyawaratan Desa, dan media massa. Lembaga-lembaga itu melakukan pengembangan dalam bidang politik sesuai dengan isi UUD 1945 Pasal 28 yaitu Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya yang ditetapkan dengan undang-undang. Undang-undang tersebut adalah Undang-Undang RI No.9 tahun 1998 tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum. Mengawasi berlangsungnya proses pengolahan penyusunan peraturan perundang-undangan dengan menjunjung tinggi nilai-nilai objektivitas dan tanggung jawab serta hak dan kewajiban sebagai warga masyarakat yang baik. Sebagai motivator percepatan penyusunan dan pemberlakuan peraturan perundang-undangan. Sebagai subjek pendukung ketertiban suasana penyusunan peraturan perundang-undangan. Contoh: Dalam sidang DPR atau MPR yang sedang menyusun RUU atau ketetapan Majelis harus selalu didukung oleh suasana yang aman, tertib, dan teratur dalam pelaksanaannya. Hal ini tidak terlepas dari partisipasi masyarakat yang tanpa membuat gaduh suasana sidang, baik di dalam maupun di luar sidang. Apabila di dalam pelaksanaan undang-undang yang telah ada dan disahkan oleh pihak berwenang seperti yang dikemukakan di atas terdapat undangundang yang tidak mengakomodasi aspirasi masyarakat Indonesia, maka undang-undang tersebut tidak akan mungkin terlaksana dengan baik. Oleh karena dalam pelaksanaan undang-undang tersebut harus terdapat keinginan, harapan dan kenyataan yang diaspirasikan oleh masyarakat itu sendiri. Pemerintah atau pihak yang berwenang harus dapat menerima aspirasi rakyatnya karena pemerintah tanpa rakyat tidak akan berarti apa-apa. Begitu pula sebaliknya rakyat tanpa ada pemerintah yang berdaulat tidak berarti apa-apa. Pihak yang satu membutuhkan pihak yang lain sebagai subjek maupun objek pelaksana undang-undang itu sendiri. Pemerintah harus memperhatikan, menindaklanjuti aspirasi-aspirasi masyarakatnya dengan bertanggung jawab. Langkah-langkah yang dilakukan oleh masyarakat dalam mengawal untuk memastikan terbitnya peraturan bupati/walikota tentang DGP yaitu: 1. Lokakarya penyamaan persepsi (Analisis kesenjangan DGP dan Alternatif pendanaan) Tujuan lokakarya ini adalah penyatuan persepsi dan orientasi stakeholder tentang penghitungan DGP dalam pemenuhan standar pelayanan minimum. Hasil yang ingin dicapai dalam lokakarya ini: Teridentifikasinya Stakeholder pendidikan dalam wadah MSF pendidikan; 100

103 Melalui MSF Stakeholder dapat memahami isu-isu berkaitan dengan pedidikan khususnya DGP; Adanya rekomendasi tentang strategi pengawalan hasil penghitungan DGP. 2. Diskusi tematik DGP (Penguatan Kemampuan Analisis Forum Multi Stakeholder dalam Advokasi DGP) Tujuan yang ingin dicapai dalam kegiatan adalah peningkatan dan penguatan kapasitas multi stakeholders dan penyelenggara pendidikan dalam advokasi DGP untuk penyelenggaraan pendidikan dasar yang memenuhi standar pelayanan. Hasil yang ingin dicapai dalam lokakarya ini: MSF semakin memahami isu DGP dan standar pelayanan pendidikan dasar. Lahirnya kesepakatan agenda kerja bersama dan strategi MSF dalam mengadvokasi DGP. Lahirnya rekomendasi stakeholder kepada pemerintah daerah dan DPRD dalam mempersiapkan kebijakan dalam bentuk regulasi dan anggaran berkenaan dengan DGP. Melaporkan kepada pihak Pemerintah Kabupaten/Walikota tentang agenda kerja MSF dalam mengadvokasi DGP. Menindak lanjuti ekomendasi stakeholder dalam hal mempersiapkan kebijakan atau regulasi berkenaan dengan DGP. Hasil yang ingin dicapai dalam kegiatan ini yaitu membentuk team penyusun Regulasi DGP. 4. Focus Group Discussion (FGD) I Penyusunan Rancangan Peraturan Bupati/Walikota tentang DGP Tujuan FGD I ini adalah untuk menyusun draf Pertaturan Bupati/Walikota tentang Distribusi Guru. Hasil yang ingin dicapai dalam lokakarya ini: Lahirnya remomendasi Multi Stakeholder Forum (MSF) kepada Pemerintah Daerah dan DPRD dalam mempersiapkan kebijakan dalam bentuk regulasi dan anggaran berkenaan dengan DGP. Lahirnya draf awal Rancangan Peraturan Bupati/Walikota tentang DGP. 5. FGD II Penyusunan Draf Peraturan Bupati/ Walikota 3. Dengar Pendapat I dengan Bupati/Walikota Tujuan kegiatan ini meliputi: Membangun ntensitas komunikasi antara MSF dengan Bupati/Walikota. Tujuan FGD II DGP: Meninjau kembali draf Peraturan Bupati/ Walikota tentang DGP yang akan direvisi Melakukan analisa secara partisipatif tentang muatan draf Peraturan Bupati/ Walikota tentang DGP

104 LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI Hasil yang ingin dicapai: Draf Peraturan Bupati/Walikota direvisi sesuai petunjuk teknis SKB 5 Menteri Ada mekanisme pengawasan dan partisipasi publik untuk memonitor pelaksanaannya. Adanya rencana kongkrit bagi MSF dalam keterlibatan perumusan kebijakan untuk peningkatan pelayanan pendidikan di kabupaten/kota. 6. Dengar pendapat I dengan DPRD Tujuan kegiatan ini: Membangun komunikasi dengan DPRD tentang adanya agenda kerja MSF terkait Peraturan Bupati/Walikota tentang DGP. Menyamakan persepsi dengan unsur DPRD Komisi Pendidikan. Hasil yang ingin dicapai dalam lokakarya ini: Legitimasi Agenda kerja MSF dari DPRD Persamaan persepsi mengenai pentingnya Draf Peraturan Bupati/Walikota tentang DGP. 7. FGD III Semi Final draf Peraturan Bupati/ Walikota Tujuan FGD III yaitu: Meninjau kembali draf Peraturan Bupati/Walikota DGP yang telah direvisi sebelumnya. Menyamakan persepsi persiapan dengar pendapat dengan Bupati/Walikota dan DPRD. Hasil yang ingin dicapai dalam lokakarya ini: Finalisasi Draft Peraturan Bupati/Walikota Persamaan persepsi mengenai draft Peraturan Bupati/Walikota DGP. 8. Dengar Pendapat II dengan Bupati/Walikota Tujuan dengar pendapat dengan Bupati/Walikota: Memberikan informasi kepada Bupati/Walikota sejauh mana draf Peraturan Bupati/Walikota ini telah disusun. Mendengarkan pendapat Bupati/Walikota mengenai draf Peraturan Bupati/Walikota tersebut. Hasil yang ingin dicapai dalam lokakarya ini: Bupati/Walikota memahami maksud dan tujuan penyusunan draf Peraturan Bupati/ Walikota tentang DGP. Mendapatkan masukan/tanggapan dari Bupati/Walikota mengenai draf Peraturan Bupati/Walikota tersebut. 9. Dengar Pendapat II dengan DPRD Tujuan kegiatan ini adalah untuk 'share' dengan DPRD sejauh mana penyusunan draf Peraturan Bupati/Walikota ini telah dilaksanakan. Hasil yang ingin dicapai dalam lokakarya ini adalah meminta kepada DPRD untuk membantu MSF dalam hal pengawasan implementasi Peraturan Bupati/Walikota di lapangan nantinya

105 10. Lokakarya Perumusan Kebijakan Pemerintah dalam bentuk Peraturan Bupati/Walikota. Tujuan lokakarya ini adalah untuk memaparkan proses penyusunan draf Peraturan Bupati/ Walikota tentang DGP. Hasil yang ingin dicapai dalam lokakarya ini adalah laporan tahapan-tahapan penyusunan draf Peraturan Bupati/Walikota tentang DGP. 11. FGD IV Finalisasi Peraturan Bupati/ WalikotaDGP Penyelarasan Batang Tubuh dan Lampiran Peraturan Bupati/ WalikotaDGP. Tujuan Lokakarya ini adalah untuk melakukan finalisasi Draf Peraturan Bupati/Walikota tentangdgp. Hasil yang ingin dicapai dalam lokakarya ini : Lahirnya remomendasi Forum Multi Stakeholder (FMS) kepada Pemerintah Daerah dan DPRD dalam mempersiapkan kebijakan dalam bentuk regulasi berkenaan dengan DGP. Penyempurnaan draf Peraturan Bupati/ Walikota tentang DGP. 12. Lokakarya Konsultasi Eksternal Sosialiasi Peraturan Bupati/Walikota tentang Petunjuk Teknis Penghitungan DGP. Tujuan kegiatan lokakarya adalah sebagai medium sosialisasi Peraturan Bupati/Walikota tentang petunjuk teknis penggunaan dana DGP. Hasil yang ingin dicapai dalam lokakarya ini: Lahirnya rekomendasi Multi Stakeholder Forum (MSF) kepada Pemerintah Daerah dan DPRD dalam mempersiapkan kebijakan dalam bentuk pengawalan regulasi berkenaan dengan DGP. Pemaparan Peraturan Bupati/Walikota tentang DGP kepada Kepala Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Tabel Rencana dan Realisasi Kegiatan Advokasi No Nama Kegiatan Rencana Kegiatan Pelaksanaan Realisasi 1 Lokakarya Penyamaan Persepsi dd/mm/yyyy dd/mm/yyyy 2 Diskusi Tematik dd/mm/yyyy dd/mm/yyyy 3 Dengar Pendapat I dengan Bupati dd/mm/yyyy dd/mm/yyyy 4 FGD I Rancangan penyusunan Draf Peraturan Bupati/ Walikota tentang DGP dd/mm/yyyy dd/mm/yyyy 103

106 LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI No Nama Kegiatan 5 FGD II penyusunan Draft Peraturan Bupati/Walikota tentang DGP 6 FGD III Semi Final Draft Peraturan Bupati/Walikota tentang DGP 7 FGD IV Finalisasi Peraturan Bupati/Walikota tentang DGP Rencana Kegiatan dd/mm/yyyy dd/mm/yyyy dd/mm/yyyy Pelaksanaan Realisasi dd/mm/yyyy dd/mm/yyyy dd/mm/yyyy 8 Dengar Pendapat II dengan Bupati/Walikota dd/mm/yyyy dd/mm/yyyy 9 Dengar Pendapat I dengan DPR dd/mm/yyyy dd/mm/yyyy 10 Dengar Pendapat II dengan DPRD dd/mm/yyyy dd/mm/yyyy 11 Lokakarya Perumusan Kebijakan Rancangan Peraturan Bupati/Walikota 12 Lokakarya Konsultasi Eksternal Sosialiasi Draf Peraturan Bupati/Walikota DGP. dd/mm/yyyy dd/mm/yyyy dd/mm/yyyy dd/mm/yyyy 13. Monitoring dan Evaluasi dd/mm/yyyy dd/mm/yyyy KEGIATAN PENDAMPINGAN Tahap persiapan dan bahan penunjang Persiapan: Undang Tim Teknis Penghitungan DGP (Dinas Pendidikan, Perwakilan Sekolah jenjang SD/MI dan SMP/MTs, Bappeda, Multi Stakeholder Forum) yang telah di-sk-an oleh Bupati/Walikota. Persiapkan segala hal yang diperlukan untuk penyelenggaraan pertemuan lokakarya penyusunan DGP

107 Bahan penunjang: Materi Lokakarya Lembar Kerja I: Pembuatan Peraturan 1. Identifikasi su dan masalah: a.... b.... c.... d.... e Identikasi dasar hukum (legal baseline) dan bagaimana Perda baru dapat memecahkah masalah: a.... b.... c.... d.... e

108 LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI Lembar Kerja 2. Penyusunan Naskah Akademik I. Pendahuluan 1.1 Latar belakang Tujuan dan kegunaan yang ingin dicapai Metode pendekatan Pengorganisasian

109 Lembar Kerja 3. Penyusunan Naskah Akademik Konsideran Dasar Hukum:.. Ketentuan Umum:... Ketentuan Pidana:

110 LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI II. Ruang Lingkup Naskah Akademik III. Kesimpulan dan Saran 3.1 Kesimpulan berisi: a. b. c. 3.2 Saran-saran berisi: a b. c. IV. Lampiran/Daftar Pustaka 108

111 BAHAN PRESENTASI TUJUAN PEMBELAJARAN Memiliki pemahaman tentang Advokasi Suplay (langkah-langkah penyusunan kebijakan di sisi pemerintah daerah) dan Advokasi Demand (langkah pengawalan masyarakat di dalam memastikan terbitnya peraturan bupati/walikota tentang DGP). 2 POKOK BAHASAN Advokasi Suplay (Langkah-langkah penyusunan kebijakan di sisi pemerintah daerah) Advokasi Demand (langkah pengawalan masyarakat di dalam memastikan terbitnya peraturan bupati tentang DGP)

112 LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI Advokasi Suplay (Langkah-langkah penyusunan kebijakan oleh pemerintah daerah) Langkah 1: Identifikasi masalah Langkah 1: Identifikasi peraturan dan hukum yang relevan Langkah 3: Penyusunan naskah akademik Langkah 4: Konsultasi Publik Langkah 5: Diskusi legislatif Langkah 6: Pengesahan Perda

113 55 Integrasi DGP ke Dalam Perencanaan dan Penganggaran 111

114 LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI MODUL 5 Integrasi DGP ke dalam Perencanaan dan Penganggaran... diharapkan peserta memiliki pemahaman tentang Perencanaan Daerah meliputi Perencanaan Jangka Menengah (RPJMD dan Renstra)... BAHAN BACAAN INTERGRASI DGP KE DALAM PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN DAERAH Pendahuluan Pelaksanaan program Distribusi Guru Proporsional (DGP) yang diterapkan oleh Pemerintah Kabupaten/ Kota merupakan suatu program yang positif dalam rangka peningkatan dan kemudahan yang diberikan dalam menempuh pendidikan untuk masyarakat. Dalam Bab ini dibahas tentang perencanaan daerah yang meliputi perencanaan jangka menengah (RPJMD dan Renstra) dan perencanaan tahunan (RKPD dan Renja). Selanjutnya, dibahas tentang penganggaran daerah meliputi KUA/ PPAS, APBD, dan RKA SKPD Dinas Pendidikan. Pada akhir Bab dibahas tentang Peran Masyarakat dalam Perencanaan dan Penganggaran bidang Pendidikan. Perencanaan Daerah Perencanaan daerah merupakan suatu proses yang terus menerus yang melibatkan keputusankeputusan atau pilihan-pilihan penggunaan sumber daya yang ada di daerah dengan sasaran untuk mencapai visi dan misi di masa yang akan datang

115 Perencanaan Daerah dapat dibagi atas 2 (dua) yaitu Perencanaan Jangka Menengah dan Perencanaan Tahunan. Untuk lebih Jelasnya diuraikan berikut ini. Perencanaan Jangka Menengah (RPJMD dan Renstra) Secara normatif penyusunan RPJM Daerah merupakan tuntutan yuridis konstituisional dalam melaksanakan pembangunan lima tahun ke depan serta memenuhi tuntutan kebutuhan masyarakat yang dinamis sesuai dengan aspirasi yang berkembang melalui mekanisme yang berlaku guna mewujudkan kepemerintahan yang baik. Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) merupakan dokumen perencanaan resmi daerah untuk masa 5 (lima) tahun ke depan. Substansi dokumen ini mengarahkan pembangunan daerah untuk menjawab beberapa persoalan, antara lain arah pengembangan daerah dan sasaran yang ingin dicapai, serta langkah-langkah yang harus ditempuh untuk mencapai sasaran tersebut. Sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pernerintahan Daerah, menyebutkan bahwa Pemerintah Daerah berkewajiban untuk menyusun Pembangunan Jangka Menengah, Rencana Pembangunan Jangka Menengah tersebut dituangkan kedalarn dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah sebagai penjabaran dari visi, misi dan program Kepala Daerah kedalam strategi pembangunan daerah, kebijakan umum. program prioritas kepala daerah, dan arah kebijakan keuangan daerah. Adapun perencanaan jangka menengah yaitu RPJMD dan Renstra yang akan diuraikan berikut ini. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten/Kota dimaksudkan untuk mernberikan arah sekaligus menjadi acuan bagi seluruh komponen pelaku pembangunan di daerah baik bagi pemerintah, masyarakat dan dunia usaha dalam mewujudkan cita-cita dan tujuan pembangunan daerah yang berkesinambungan. Sedangkan tujuannya adalah melalui RPJMD daerah, pelaksanaan pembangunan di daerah dapat dilakukan secara efektif, efisien, dan tepat sasaran dalam membangun daerah yang lebih sejahtera. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) merupakan penjabaran dari visi, misi, dan program yang memuat kebijakan umum pembangunan daerah, kebijakan umum keuangan daerah, strategi dan program Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), lintas SKPD, dan program kewilayahan disertai dengan rencanarencana kerja dalam kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Dalam Dokumen ini RPJMD memuat tentang Visi dan Misi pembangunan dalam kurum waktu 5 tahun. Dari RPJMD itulah terlihat agenda pembangunan yang dapat memberikan gambaran tentang upayaupaya untuk memenuhi hak dasar masyarakat yang paling utama, yaitu pendidikan dan kesehatan

116 LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI Seperti halnya Pembangunan di Provinsi Sulawesi Selatan yang memiliki sasaran pembangunan daerah, yaitu peningkatan kualitas manusia yang indikator utamanya berupa IPM, dengan demikian memberikan gambaran bahwa dalam pencapaian sasaran tersebut harus menjadi salah satu program utama. Konsekuensi suatu program adalah tersedianya anggaran dalam pelaksanaannya. Untuk lebih jelasnya berikut ini dikemukakan contoh RPJMD Pembangunan Provinsi Sulawesi Selatan yang telah mengintegrasikan DGP di dalamnya. Contoh Integrasi DGP dalam RPJMD Provinsi Sulawesi Selatan Visi Pembangunan Sulawesi Selatan untuk 5 tahun pertama RPJMD Sulawesi Selatan Sebagai Provinsi Sepuluh Terbaik Dalam Pemenuhan Hak Dasar. Untuk mencapai visi tersebut dijabarkan dalam misi misi pembangunan Sulawesi Selatan dalam kurun waktu ada 5 (lima), salah satunya adalah meningkatkan kualitas pelayanan untuk pemenuhan hak dasar masyarakat. Hak dasar yang dimaksud diantaranya adalah layanan pendidikan yang terjangkau dan berkualitas. Dalam RPJMD tersebut dicantumkan agenda pembangunan salah satuhnya adalah masalah utama bidang pendidikan terletak pada akses masyarakat dalam mendapatkan layanan pendidikan dasar, khususnya dalam menuntaskan wajib belajar sembilan tahun. Ini terkait dengan biaya yang harus ditanggung, terutama dalam pengadaan buku dan berbagai bentuk pungutan. Di samping itu, ketersediaan dan sebaran fasilitas pendidikan yang kurang memadai dibandingkan dengan kebutuhan masyarakat. Kelangkaan fasilitas ini semakin meningkat seiring dengan meningkatnya strata pendidikan. Kualitas penyelenggaraan pendidikan juga membutuhkan perhatian khusus. Kualitas dimaksud terkait dengan standar isi dan proses pembelajaran, kompetensi luaran, pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian. Penyebab ketiga adalah sikap atau wawasan masyarakat terhadap pentingnya pendidikan. Di kalangan petani dan nelayan, anak lebih banyak dipandang sebagai aset produktif ketimbang sebagai media investasi (melalui pendidikan). Sikap dan wawasan ini juga tercermin dari rendahnya pengeluaran rata-rata masyarakat untuk pendidikan. Walau pun tetap perlu digarisbawahi bahwa alokasi belanja yang relatif sangat kecil itu terutama disebabkan oleh karena porsi terbesar dari pendapatan telah terserap pada pemenuhan kebutuhan pangan. Sasaran kebijakan peningkatan kualitas pendidikan antara lain: Pendidikan Gratis Sasaran kebijakan ini adalah tersedianya fasilitas dan meningkatnya kualitas penyelenggaraan pendidikan dasar dan menengah (SD dan setara SMP) dan yang sepenuhnya dibiayai oleh pemerintah bagi 114

117 sebagian besar anak usia sekolah (6-15 tahun). Kebijakan ini diimplementasikan dalam bentuk pembiayaan bersama penyelenggaraan pendidikan dimaksud antara pemerintah melalui program Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dengan Pemerintah Kabupaten/Kota dan Pemerintah Provinsi melalui APBD masingmasing. Porsi Pemerintah Provinsi adalah maksimun sebesar 40% dari sisi kebutuhan dana yang tidak tercover oleh dana BOS. Peningkatan Kualitas Pelayanan Pendidikan Kebijakan ini pada dasarnya bersifat saling melengkapi dengan kebijakan pertama dan diarahkan pada peningkatan pengetahuan rata-rata masyarakat yang dicerminkan antara lain oleh Rata-rata Lama Sekolah 8,5 tahun (2013). Implementasi kebijakan ini difokuskan kepada upaya-upaya untuk menyediakan fasilitas pendidikan, khususnya SD dan SMP; peningkatan kualitas manajemen sekolah; pemanfaatan teknologi komunikasi dan informasi; perbaikan kesejahteraan dan peningkatan kualitas guru; serta peningkatan akses masyarakat terhadap fasilitas dimaksud, termasuk penyediaan insentif khusus bagi murid berprestasi, khususnya yang berasal dari kalangan miskin, termasuk peningkatan kualitas pendidikan dalam penanaman wawasan dan sikap serta budaya olahraga. Promosi Pendidikan Kebijakan ini diarahkan untuk meningkatkan pemahaman dan kesadaran masyarakat terhadap peranan pendidikan bagi peningkatan kualitas hidup mereka (melalui peningkatan kinerja individu). (Sumber: RPJMD Provinsi Sulawesi Selatan ) Rencana Strategis Daerah (Renstrada) Dokumen Rencana Strategis Daerah (Renstrada) adalah dokumen kerja pemerintah daerah untuk masa kerja lima tahun mendatang. Dokumen ini menjadi penting karena dalam masa lima tahun tersebut, pemerintah daerah berkewajiban untuk mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugasnya sesuai dengan dokumen perencanaan ini di hadapan DPRD. Dokumen Renstrada ini bersifat jangka pendek dan menengah namun tetap diletakkan pada jangkauan jangka panjang, sehingga rumusan visi, misi dan arah kebijakan pembangunan daerah untuk lima tahun mendatang menjadi sangat penting dan strategis. Dokumen Renstrada memuat programprogram strategis yang dibuat berdasarkan strategi setiap bidang. Tujuan dan sasaran penyusunan Renstrada adalah tersedianya suatu dokumen yang strategik dan komprehensif yang menjamin adanya konsistensi perumusan kondisi atau masalah daerah, perencanaan arah kebijakan, pembuatan strategi hingga pemilihan program strategis yang sesuai dengan kebutuhan daerah. Dalam Dokumen Renstrada memuat programprogram strategis yang dibuat berdasarkan strategi di setiap bidang salah satunya adalah bidang 115

118 LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI pendidikan. Dalam penentuan program-program utama, tentunya dipertimbangkan dengan kondisi kemampuan daerah. Pada umumnya, pembiayaan di sektor pendidikan bersumber dari APBD yang terdiri atas Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan Keuangan, Dana Alokasi Khusus (DAK) dan pendapatan lain-lain yang sah serta tidak menutup kemungkinan dana partisipasi pihak ketiga sepanjang sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku. Walaupun dalam Renstra ini tidak dicantumkan secara konkrit besaran anggaran yang dialokasikan dalam melaksanakan program di bidang pendidikan, akan tetapi tentunya dalam melaksanakan program tersebut, membutuhkan ketersediaan dana yang cukup termasuk biaya operasionalnya. Sebagai contoh integrasi DGP dalam Rencana Strategi Daerah dapat dilihat contoh berikut ini. Contoh Integrasi DGP dalam Renstra Pemerintah Kota Makassar Visi Pemerintah Kota Makassar Tahun 2009 sebagai berikut : Terwujudnya Makassar sebagai Kota Maritim, Niaga, Pendidikan yang Bermartabat dan Manusiawi. Terwujudnya atmosfir Pendidikan yang kondusif dalam arti adil dan merata bagi setiap golongan dan lapisan masyarakat, yang relevan dengan dunia kerja, yang mampu meningkatan kualitas budi pekerti, dan yang relevan dengan pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK). Dalam mewujudkan visi tersebut dijabarkan dalam misi. Salah satu misi pemerintah Kota Makassar adalah mendorong peningkatan kualitas manusia melalui pemerataan pelayanan pendidikan, peningkatan derajat kesehatan dan kesejahteraan masyarakat. Dalam renstra tersebut dicantumkan beberapa kebijakan dan program dalam mencapai misi tersebut, diantaranya adalah Peningkatan kualitas pendidikan dapat diupayakan melalui beberapa kegiatan utama, seperti: (1) Pengadaan sarana dan prasaran sekolah/pendidikan; (2) Perbaikan/penyempurnaan kurikulum pendidikan; (3) Pendidikan dan latihan bagi tenaga pendidik; (4) Sosialisasi peran bidang pendidikan dalam pembangunan sumberdaya manusia; dan (5) Pengembangan pendidikan dan latihan kerja. Upaya pencapaian sasaran Strategi RENSTRA Pemerintah Kota Makassar Tahun melalui program strategi yang penerapannya dilaksanakan dalam berbagai kegiatan dengan pembiayaan dari APBD Kota Makassar yang terdiri atas Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan Keuangan, Dana Alokasi Khusus (DAK) dan pendapatan lain-lain yang syah serta tidak menutup kemungkinan dana partisipasi pihak ketiga sepanjang sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku. Perencanaan Tahunan (RKPD dan Renja) Penyusunan perencanaan tahunan adalah untuk menciptakan sinergisitas dalam pelaksanaan pembangunan daerah antar wilayah, antar sektor pembangunan dan antar tingkat pemerintahan serta menciptakan efisiensi alokasi sumber daya dalam pembangunan daerah. Adapun perencanaan 116

119 tahunan meliputi RKPD dan Renja. Untuk lebih jelasnya diuraikan berikut ini. Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) RKPD merupakan dokumen perencanaan tahunan daerah, dimana merupakan penjabaran dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). RKPD mengoperasionalkan Rencana Strategis lima tahunan menjadi Rencana Kerja tahunan dan merupakan aksi nyata bagaimana Visi/ Misi Kepala Daerah dan indikator kinerja daerah dicapai dari tahun ke tahun. RKPD memuat tentang evaluasi dari pelaksanaan RKPD tahun sebelumnya, review pelaksanaan RPJMD tahun lalu, rancangan kerangka ekonomi daerah, program prioritas pembangunan daerah, serta perkiraan pagu indikatif dengan mempertimbangkan kerangka pendanaan dan pagu indikatif. Efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan daerah sangat ditentukan oleh baik buruknya manajemen pemerintahan, termasuk kualitas perencanaan sebagai salah satu fungsi di dalam manajemen. Oleh karena itu peraturan perundangan yang mengatur tentang perencanaan, sedemikian rupa, sehingga mampu menangkap setiap perubahan paradigma yang berkembang. kota dan tingkat provinsi. Dimana seluruh komponen daerah (Pemerintah Kabupaten, DPRD, Dunia Usaha Swasta, Perguruan Tinggi, dan Masyarakat), dituntut memberikan peranan secara nyata dan aktif. Sehingga pada akhirnya dokumen perencanaan yang dibuat bersama-sama menjadi milik bersama untuk dilaksanakan bersama oleh seluruh komponen tadi sesuai dengan fungsinya. Maksud Penyusunan Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) adalah untuk memberikan landasan bagi para penyelenggara pemerintahan dan para pelaku/pelaksana pembangunan dalam menyusun Rencangan Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan PPAS. Adapun tujuan umumnya adalah untuk menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan dan pengawasan serta mempertajam skala prioritas pembangunan di Daerah yang dibiayai dari sumber dana APBD. Tujuan khusus penyusunan RKPD adalah: Sebagai acuan dalam penyusunan Rencana Kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renja SKPD) dan merupakan landasan penyusunan usulan RAPBD. Agar seluruh urusan/program/sasaran kegiatan dapat sejalan dengan target kinerja Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). Berdasarkan pemikiran di atas, maka penyusunan RKPD dilaksanakan melalui mekanisme Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) melalui forum secara berjenjang mulai tingkat desa, tingkat kecamatan, tingkat kabupaten/ Dengan demikian, RKPD merupakan acuan dan pedoman bagi Pemerintah Kabupaten/Kota dalam menyusun kebijakan publik yaitu kerangka Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). RKPD dijabarkan lebih lanjut dalam dokumen Kebijakan 117

120 LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI Umum Anggaran (KUA) serta Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS). Sehingga dalam RKPD tidak dicantumkan secara detail mengenai DGP. Untuk lebih jelasnya Integrasi DGP dalam RKPD dapat dilihat pada contoh berikut ini. Contoh Integrasi DGP dalam RKPD Kabupaten Barru Tahun 2012 Dalam dokumen RKPD Kabupaten Barru Tahun 2012 tercantum bahwa penyelenggaraan pendidikan perlu didukung dengan ketersediaan fasilitas pendidikan berupa bangunan sekolah yang baik pada tingkat SD/MI. SMP/MTs dan SMA/SMK/ MA. Kondisi bangunan sekolah yang baik adalah jumlah kondisi bangunan pada jenjang SD/MI, SMP/ MTs. dan SMA/SMK/MA dalam kondisi bangunan baik dibandingkan dengan jumlah seluruh sekolah SD/MI, SMP/MTS dan SMA/SMK/MA. Tujuan Tujuan dan Sasaran yang ingin dicapai tahun 2012, salah satunya adalah peningkatan kualitas sumber daya manusia. Untuk bidang pendidikan antara lain; (1) Meningkatnya angka partisipasi murni dan angka partisipasi kasar anak usia dini SD, SLTP, dan SLTA dan angka melanjutkan sekolah, (2) Meningkatnya kualitas guru, dan (3) Meningkatnya proses belajar mengajar. Dalam pelaksanaan setiap program dan kegiatan di bidang pendidikan, pendanaannya bersumber dari APBD, APBN dan sumber-sumber lainnya yang sah. Rencana Kerja (Renja) SKPD Dinas Pendidikan Rencana Pembangunan Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renja SKPD) Dinas Pendidikan yang selanjutnya di sebut Rencana Kerja SKPD (Renja SKPD) Dinas Pendidikan adalah dokumen perencanaan satuan kerja perangkat daerah. Sebagai dokumen rencana tahunan satuan kerja perangkat Daerah Dinas Pendidikan Kabupaten/ Kota, Renja DPPKA Mempunyai arti yang strategis dalam mendukung dalam melaksanakan program pembangunan tahunan Pemerintah Daerah di bidang pendidikan mengingat beberapa hal sebagai berikut : Renja SKPD Dinas Pendidikan merupakan dokumen yang secara subtansil penerjemahan dari visi, Misi, dan program SKPD Dinas Pendidikan yang ditetapkan dalam rencana strategis (Renstra) instansi sesuai arahan operasional dalam rencana kerja Dinas Pendidikan. Renja merupakan acuan SKPD Dinas Pendidikan untuk memasukkan program kegiatan ke dalam KUA dan PPAS dan perencanaan program kegiatan yang akan dilaksanakan dalam Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD). Renja merupakan salah satu instrument untuk evaluasi pelaksanaan program kegiatan Dinas Pendidikan untuk mengetahui sejauh mana capaian kinerja yang tercantum dalam rencana kinerja tahunan sebagai wujud dari kinerja SKPD Dinas Pendidikan

121 Mengingat Renja sangat penting dalam mendukung penyelenggaraan program pembanguan tahunan pemerintah daerah, maka sejak awal tahapan penyusunan hingga penetapan dokumen Renja SKPD Dinas Pendidikan harus mengikuti tatacara dan alur penyusunannya sebagaimana tertuang dalam peraturan pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang tahapan tata cara penysunan, pengendalian dan evaluasi pelaksanaan rencana pembangunan daerah. Rencana Kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renja SKPD) Dinas Pendidikan merupakan dokumen perencanaan resmi SKPD Dinas Pendidikan yang dipersyaratkan untuk mengarahkan pelayanan publik Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Dinas Pendidikan dan pembangunan daerah di bidang pendidikan untuk periode 1 (Satu) tahun. Sebagai Rencana Kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah yang mempunyai arti strategis dalam bidang pembangunan Daerah di bidang pendidikan. Secara umum Renja SKPD Dinas Pendidikan diharapkan dapat menjawab dua hal mendasar, yaitu: Arah pelayanan yang akan dikembangkan dan yang hendak dicapai SKPD Dinas Pendidikan dalam satu tahun kedepan; Langkah-langkah strategis yang perlu dilakukan agar tujuan yang telah ditetapkan tercapai. Contoh Dokumen Integrasi DGP dalam Renja Kota Banda Aceh RENJA-SKPD Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kota Banda Aceh merupakan pedoman dan acuan bagi seluruh jajaran pengelola pendidikan di Kota Banda Aceh serta instansi lainnya dalam melaksanakan dan merumuskan kegiatan pembangunan pendidikan selama lima tahun ke depan ( ), sehingga tercipta keselarasan perencanaan peningkatan pelayanan dan mutu pendidikan, baik pada tataran internal maupun eksternal. Renja Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kota Banda Aceh tahun 2013 merupakan penjabaran dari sasaran dan program yang ditetapkan dalam Renstra. Renja ditetapkan pada awal tahun Renja tahun 2013 memuat target kinerja tahun 2013 atas seluruh indikator kinerja pada tingkat kegiatan. Realisasi program/kegiatan yang memenuhi/ tidak memenuhi target kinerja hasil/keluaran yang direncanakan pada Renja Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kota Banda Aceh tahun 2011, salah satunya adalah Program Pendidikan Dasar 9 Tahun adalah sebagai berikut: Pengadaan Perlengkapan Sekolah dengan hasil berupa tersedianya Ruang Kelas sebanyak 8 RKB dari target yang diharapkan sebanyak 8 RKB anggaran sejumlah Rp ,- dengan realisasi sebanyak Rp ,- Penyediaan bantuan operasional sekolah (BOS) 119

122 LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI jenjang SD/SMP Negeri dengan hasil berupa tersedianya biaya Operasional Sekolah sejumlah siswa dari target yang diharapkan sebanyak siswa dengan anggaran sejumlah Rp ,- dengan realisasi sebanyak Rp ,- Penyedian Dana Pengembangan Sekolah Berstandar Internasional meningkatnya jumlah sekolah yang berstandar internasional sebanyak 3 sekolah dari target yang diharapkan sebanyak 12 sekolah anggaran sejumlah Rp ,- dengan realisasi sebanyak Rp ,- Pemberian beasiswa untuk siswa/santri jenjang SD/SMP sebanyak 400 siswa dari target yang diharapkan sebanyak 400 orang, anggaran sejumlah Rp ,- dengan realisasi sejumlah Rp ,- Penyediaan bantuan operasional sekolah (BOS) pusat jenjang SD/SMP Negeri dengan hasil berupa tersedianya bantuan Operasional SD/SMP sebanyak siswa dari target yang diharapkan sebanyak siswa anggaran sejumlah Rp ,- dengan realisasi sejumlah Rp ,- Dana Alokasi Khusus (DAK) dengan hasil meningkatnya sekolah yang memenuhi SPM sebanyak 50 sekolah dari target yang diharapkan sebanyak 50 sekolah dengan anggaran Rp ,- dengan realisasi sebanyak Rp ,- Penganggaran Daerah (KUA dan PPAS, APBD, dan RKA SKPD Dinas Pendidikan) Penganggaran Daerah merupakan suatu proses menyusun kerangka kebijakan publik yang memuat hak dan kewajiban pemerintah daerah dan masyarakat yang tercemin dalam pendapatan, belanja, dan pembiayaan, dengan menggunakan prinsip partisipasi, transparansi, akuntabilitas, disiplin, keadilan, efisiensi, dan efektivitas anggaran. Adapun penganggaran Daerah yang dimaksud adalah KUA dan PPAS, APBD, dan RKA SKPD Dinas Pendidikan. Untuk lebih jelasnya diuraikan berikut ini. KUA dan PPAS Kebijakan Umum Anggaran (KUA) merupakan dokumen kebijakan daerah yang menjadi petunjuk dan ketentuan umum, memuat kondisi ekonomi makro daerah, kebijakan pendapatan, belanja, pembiayaan dan strategi pencapaiannya, yang disepakati sebagai pedoman penyusunan RAPBD. KUA disusun dengan mengacu pada Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) yang merupakan dokumen rencana kerja tahunan daerah, disusun dengan mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). Tujuan penyusunan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) Perubahan APBD Tahun Anggaran tertentu adalah untuk menetapkan plafon anggaran sementara prioritas program dan kegiatan pembangunan berdasarkan RKPD dan Kebijakan 120

123 Umum Perubahan APBD Tahun Anggaran tertentu, sebagai pedoman penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (RKA- SKPD) dalam proses penyusunan Rancangan Perubahan APBD Kabupaten/Kota. Selanjutnya berdasarkan KUA yang telah disepakati, pemerintah daerah menyusun rancangan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS). Rancangan PPAS tersebut disusun dengan tahapan sebagai berikut: Menentukan skala prioritas untuk urusan wajib dan urusan pilihan; Menentukan urutan program untuk masingmasing urusan; dan Menyusun plafon anggaran sementara untuk masing-masing program. Kepala daerah menyampaikan rancangan PPAS yang telah disusun kepada DPRD untuk dibahas paling lambat minggu kedua bulan Juli tahun anggaran berjalan. Pembahasan dilakukan oleh TAPD bersama panitia anggaran DPRD. Rancangan PPAS yang telah dibahas selanjutnya disepakati menjadi PPAS paling lambat akhir bulan Juli tahun anggaran berjalan. KUA dan PPAS yang telah disepakati, masingmasing dituangkan ke dalam nota kesepakatan yang ditandatangani bersama antara kepala daerah dengan pimpinan DPRD. Dalam hal kepala daerah berhalangan, yang bersangkutan dapat menunjuk pejabat yang diberi wewenang untuk menandatangani nota kesepakatan KUA dan PPAS. Dalam hal kepala daerah berhalangan tetap, penandatanganan nota kepakatan KUA dan PPAS dilakukan oleh pejabat yang ditunjuk oleh pejabat yang berwenang. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah rencana keuangan tahunan pemerintah daerah di Indonesia yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. APBD ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Periode APBD meliputi masa satu tahun, mulai dari tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember. Penyusunan APBD dimaksudkan untuk memberikan pedoman kepada pemerintah daerah dalam hal pengelolaan keuangan daerah. Oleh karena itu pemerintah daerah bertanggung jawab untuk menjalankan APBD tersebut berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku. Penyusunan APBD diharapkan berpihak kepada kepentingan masyarakat sebagai upaya untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan sejahtera. Kepentingan masyarakat disini menyangkut segala fasilitas serta pelayanan yang diperlukan masyarakat secara umum baik secara fisik maupun non fisik seperti fasilitas dan pelayanan di bidang pendidikan. Oleh karena itu untuk mengetahui keberpihakan pemerintah daerah terhadap rakyat dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia dapat dinilai dari seberapa besar anggaran yang dialokasikan untuk kepentingan rakyat di bidang pendidikan

124 LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI Pelayanan di sektor pendidikan merupakan salah satu pelayanan publik yang menjadi urusan wajib bagi pemerintah daerah. Dan sekarang ini sektor pendidikan mendapatkan perhatian dari pemerintah pusat dengan mengalokasikan anggaran 20% dari APBN. Dengan anggaran tersebut diharapkan bisa mewujudkan progran wajib belajar sembilan tahun serta mengurangi angka anak putus sekolah. Program tersebut dapat terwujud apabila ada koordinasi yang baik antara pemerintah pusat dan daerah meskipun setiap daerah mempunyai wewenang sendiri untuk mengatur daerahnya masing masing termasuk di sektor pendidikan. Beberapa daerah sudah mulai membebaskan biaya SPP dan buku, perbaikan fasilitas gedung sekolah serta perbaikan kesejahteraan guru. Upaya ini tidak terlepas dari kemampuan anggaran setiap daerah. Sebagai contoh Pemerintah Kabupaten Tana Toraja memberikan perhatian di bidang pendidikan dengan mengalokasikan dana sebesar Rp.15,5 miliar untuk membiayai pendidikan gratis tahun Untuk lebih jelasnya dapat dilihat good practice berikut ini. PRAKTIK BAIK PENDIDIKAN GRATIS DIANGGARKAN Rp.15,5 M Pemerintah Kabupaten Tana Toraja mengalokasikan dana sebesar Rp15,5 miliar untuk membiayai pendidikan gratis tahun Anggaran ini bersumber dari APBD Tana Toraja sebesar 60 persen dan APBD Provinsi Sulawesi Selatan, 40 persen. Pengelola pendidikan gratis 2013 pada Dinas Pendidikan Tana Toraja, Tato Alik, menjelaskan besarnya anggaran yang dialokasikan untuk pendidikan gratis di tingkat sekolah dasar dan sekolah menengah pertama tahun 2013, sebesar Rp15,525 miliar. Dana sebesar ini akan dialokasikan ke-305 sekolah. Dengan rincian, 228 SD dengan jumlah siswa sebanyak orang dan SMP 76 sekolah dengan jumlah siswa sebanyak siswa. Anggaran pendidikan gratis ini 60 persennya ditanggung pemerintah kabupaten sedangkan 40 persennya ditanggung pemerintah provinsi, jelas Tato. Dia mengatakan, anggaran sebesar Rp15,5 miliar ini belum termasuk biaya 122

125 pendidikan gratis tingkat SMA dan SMK, yang hingga saat ini masih menunggu petunjuk pelaksanaan dari pemerintah provinsi. Dana pendidikan gratis SD dan SMP ini akan ditransfer langsung ke rekening masing-masing sekolah sesuai dengan jumlah siswa. Dananya akan ditransfer setiap triwulan atau tiga bulan sekali, katanya. Tato menegaskan, dengan adanya dana pendidikan gratis ini, pihak sekolah dilarang keras melakukan pungutan dalam bentuk apapun kepada siswa SD dan SMP. Sebab, semua pembiayaan pendidikan sudah ditanggung dalam pendidikan gratis ini. Adapun item-item yang dibiayai dari program pendidikan gratis, diantaranya ATK siswa, perangkat sekolah, dan insentif kepala sekolah, pegawai pustakawan dan bujang sekolah. Jika ada sekolah yang masih melakukan pungutan kepada siswa bisa dikategorikan pungutan liar, tegasnya. Untuk menjaga agar penggunaan dana pendidikan gratis ini tepat sasaran, Tato mengatakan pihak Dinas Pendidikan akan melakukan pengawasan secara ketat, baik dari sisi penggunaan maupun pelaporan. Kepada orang tua siswa kami menghimbau, jika masih ada sekolah yang melakukan pungutan, segera melapor ke Dinas Pendidikan, pungkasnya. Alokasi Dana Pendidikan Gratis * ATK Siswa * Perangkat Sekolah * Insentif Kepala Sekolah, Pegawai Pustakawan dan Bujang Sekolah Sumber: Palopo Pos, Rabu, 13 Feb 2013, view 110 x 123

126 LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI RKA SKPD Dinas Pendidikan Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah, yang selanjutnya disingkat (RKA-SKPD) adalah dokumen perencanaan dan penganggaran yang berisi rencana pendapatan, rencana belanja program dan kegiatan SKPD serta rencana pembiayaan sebagai dasar penyusunan APBD. Penyusunan RKA-SKPD dan RKA-PPKD, sebagai acuan/pedoman bagi Kepala SKPD dan SKPKD dalam menyusun rencana kerja dan anggarannya. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam menyusun RKA-SKPD dan RKA-PPKD antara lain: RKA-SKPD disusun dengan menggunakan pendekatan kerangka pengeluaran jangka menengah daerah, penganggaran terpadu dan penganggaran berdasarkan prestasi kerja. Pendekatan penganggaran berdasarkan prestasi kerja dilaksanakan dengan memperhatikan keterkaitan antara pendanaan dengan keluaran yang diharapkan dari pelaksanaan program dan kegiatan serta manfaat yang diharapkan. RKA-SKPD memuat antara lain : Rincian anggaran Pendapatan SKPD terdiri atas pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain PAD yang sah. Rincian anggaran Belanja Tidak Langsung SKPD antara lain gaji pokok dan tunjangan pegawai, tambahan penghasilan PNS, belanja penerimaan lainnya pimpinan dan anggota DPRD serta Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah. Khusus untuk Sekretariat DPRD dianggarkan pula Belanja Penunjang Operasional Pimpinan DPRD, dan lainlain. Rincian anggaran Belanja Langsung menurut program dan kegiatan SKPD. Peran Masyarakat dalam Perencanaan dan Penganggaran bidang Pendidikan Masyarakat Partisipasi masyarakat yang telah diatur dalam berbagai perundangan dirasa kurang mampu dilaksanakan sesuai dengan yang telah ditetapkan. Perlu ditegaskan juga dalam Undangundang, partisipasi masyarakat diartikan sebagai keikutsertaan masyarakat untuk mengakomodasikan kepentingan mereka dalam proses penyusunan rencana pembangunan. Dalam perencanaan pembangunan, aspek yang dikaji bukan hanya perencanaan, namun juga pada penganggaran, pengawasan, dan pelaksanaan. Dalam perwujudan realisasi suatu program tidak lepas dari tahap an perencanaan dan penganggaran. Partisipasi masyarakat dalam perencanaan dan penganggaran tersebut mencerminkan hubungan masyarakat sebagai penyumbang pemasukan APBD terbesar dari dana pajak dan retribusi dan pemerintah sebagai pelaksana amanat masyarakat. Usulan yang telah disampaikan masyarakat dalam tahapan perencanaan patut direspon oleh 124

127 Pemerintah sehingga kegiatan yang direalisasikan dalam APBD merupakan wujud aspirasi masyarakat untuk memperbaiki kesejahteraannya. Tujuan umum yang ingin dicapai dari pelibatan masyarakat dalam bidang perencaaan dan penganggaran adalah terciptanya suatu kondisi anggaran yang murni sehingga dapat menciptakan mekanisme pelaksanaan anggaran yang transparan. Peran Multi Stakeholder Forum (MSF) dan tanggung jawab, berbagi informasi, saling mendukung dalam upaya perbaikan bersama. MSF tidaklah harus merupakan pertemuan formal, lokakarya atau bahkan merupakan organisasi atau lembaga formal. Namun, bisa juga merupakan forum-forum terbatas yang informal. Pada tahapan lebih lanjut, MSF bisa saja didorong menjadi organisasi atau lembaga formal jika memang diperlukan sesuai dengan dinamika dan kebutuhan lokal. Multi Stakeholder Forum (MSF) sebagai media dalam mempertemukan antar pemangku kepentingan untuk merespon isu-isu pendidikan yang menjadi kepedulian bersama dan untuk melakukan upaya mencapai tujuan bersama. Anggotanya dari berbagai unsur kepentingan dari masyarakat (individu dan atau kelompok), eksekutif, legislative, media, sektor bisnis, dan lain-lain. Pertemuan, diskusi dan forum bersama antar pemangku kepentingan menjadi penting untuk mengembangkan proses dialogis dan membangun kesadaran bersama dan melakukan aksi bersama. Dalam konteks pelayanan publik, MSF ini merupakan proses dialogis antara penyedia layanan dan pengguna layanan untuk mencapai suatu pelayanan publik yang efektif, efisien, dan terjangkau. Apa yang telah diupayakan oleh pemerintah (selaku penyedia layanan publik) serta apa yang terjadi dan diharapkan masyarakat (selaku pengguna layanan) harus diupayakan ada titik temu. Pertemuan dan forum juga akan menjadi ajang untuk menyepakati apa saja yang akan dilakukan oleh masing-masing pelaku atau berbagi peran Peran Media Peran media dalam perencanaan dan penganggaran di bidang pendidikan dilakukan melalui pemantauan, investigasi, advokasi, pengumpulan pendapat masyarakat (poling), evaluasi, kritik/komentar, pengawalan dan penyebarluasan informasi serta memberi ruang bagi masyarakat banyak dalam menyampaikan opini tentang pendidikan. Peran dan fungsi media terkait proses perencanaan dan penganggaran di bidang pendidikan, antara lain: Meningkatkan wawasan masyarakat dengan cara menyosialisasikan visi dan misi pendidikan dan berbagai kebijakan pokok di bidang pendidikan yang tertuang dalam dokumen perencanaan daerah. Meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap makna dan tanggung jawab pembangunan di bidang pendidikan di daerahnya, sehingga mendorong partisipasi mereka dalam proses perencanaan/pelaksanaan/pengawasan pembangunan di bidang pendidikan

128 LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI Meningkatkan keterbukaan dan transparansi dengan menyosialisasikan kepada masyarakat mengenai informasi dan agenda daerah berkaitan dengan proses perencanaan pendidikan. Meningkatkan partisipasi dan kontribusi pemikiran masyarakat melalui kegiatan jarring aspirasi (poling pendapat) masyarakat berkaitan dengan isu-isu pendidikan yang strategis, harapan masyarakat, dan substansi-substansi rencana pembangunan pendidikan di daerah. Meningkatkan akuntabilitas proses perencanaan dengan mempublikasikan pelaksanaan prosesproses perencanaan pendidikan dan hasilhasil rumusan materi rencana dan kebijakan daerah di bidang pendidikan untuk dikritisi dan ditanggapi masyarakat lainnya. Meningkatkan demokratisasi dan komitmen daerah terhadap pengurangan kesenjangan melalui evaluasi, kritik, dan pengawalan terhadap isu-isu pembangunan di bidang pendidikan yang terkait kepentingan masyarakat marginal dan masalah kesenjangan pendidikan. Meningkatkan supremasi hukum melalui investigasi, pengkajian, dan advokasi terhadap proses perumusan kebijakan publik dan penganggaran daerah di bidang pendidikan. Meningkatkan efisiensi dan efektifitas pemerintah daerah dalam perencanaan dan penganggaran pembangunan di bidang pendidikan melalui pemantauan dan pengawasan, kajian dan kritik/masukan, sosialisasi/penyebarluasan informasi seluruh proses perencanaan dan penganggaran pembangunan di bidang pendidikan serta hasilhasil yang dicapai. Praktik yang Baik: Partisipasi masyarakat dalam perencanaan dan penganggaran pembangunan daerah di Kabupaten Pati. Kabupaten Pati merupakan salah satu kabupaten yang telah mencoba menerapkan proses partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan dalam bidang perencaaan. Kabupaten Pati dipilih sebagai 'good practice karena Kabupaten Pati merupakan kabupaten pertama di Indonesia yang mencoba menerapkan pelibatan masyarakat bukan hanya pada tahapan perencanaan, namun juga pada tahapan penganggaran daerah. Proses pelaksanaan melibatkan PERFORM Project untuk tahapan perencanaan dan Program Pendampingan Anggaran Kinerja oleh BIGG (Building Institutions for Good Governance). Uji coba penerapan perencanaan partisipatif Kabupaten Pati dilaksanakan sejak tahun 2002 dengan mengambil tiga kecamatan sebagai sampelnya awal yaitu Kecamatan Tayu, Kecamatan Pati, dan Kecamatan Juwana, dari total dua puluh satu kecamatan yang ada. Pelaksanaan partisipasi masyarakat pada tiap daerah tentu memiliki pengalaman berbeda disesuaikan dengan keadaan tiap daerah yang mempunyai ciri khas tertentu. Tahapan perencanaan dan penganggaran di Kabupaten Pati secara sinergis diterapkan untuk Tahun Anggaran

129 Sejak menerapkan partisipasi masyarakat dalam perencanaan dan penganggaran, Kabupaten Pati menjadi salah satu kabupaten best practice. Kegiatan Pendampingan Tahap persiapan dan bahan penunjang: Hal ini tidak lepas dari peran Bappeda Kabupaten Pati yang lebih dahulu menerapkan perencanaan dan penganggaran, bahkan sebelum dikeluarkannya UU SPPN yang mengatur sinergisme perencanaan dan penganggaran. Peran Bappeda bertambah ketika Kabupaten Pati menerapkan aturan tersendiri tentang pelaksanaan partisipasi masyarakat, terutama dalam perencanaan. Hal ini merupakan inovasi yang dilakukan oleh Kabupaten Pati. Inovasi tersebut terkait dengan metode-metode yang digunakan, tahapan yang dilalui selama Musrenbang, dan tatacara penentuan stakeholder Inovasi yang dilakukan tersebut tidak lepas juga dari pengaruh organisasi non pemerintah (Non Government Stakeholder) yang turut mempengaruhi pola pikir masyarakat terhadap perubahan yang terjadi. (Wahyu Dyah Widowati, 2007). Persiapan: Persiapkan segala hal yang diperlukan untuk penyelenggaraan pertemuan lokakarya tentang integrasi DGP ke dalam perencanaan dan penganggaran di Dinas Pendidikan dan Pemerintah Kabupaten/Kota. Undang Tim Teknis Penghitungan DGP (Dinas Pendidikan, Perwakilan Sekolah jenjang SD/MI dan SMP/MTs, Bappeda, Multi Stakeholder Forum) yang telah di-sk-an oleh Bupati/Walikota. Bahan penunjang: Materi Pelatihan/Lokakarya 127

130 LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI BAHAN PRESENTASI Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) RKPD merupakan acuan dan pedoman bagi Pemerintah Kabupaten/Kota dalam menyusun kebijakan publik yaitu kerangka Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). RKPD dijabarkan lebih lanjut dalam dokumen Kebijakan Umum Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (KUA) serta Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS). Peran Masyarakat dalam Perencanaan dan Penganggaran bidang Pendidikan Masyarakat Partisipasi masyarakat dalam perencanaan dan penganggaran tersebut mencerminkan hubungan masyarakat sebagai penyumbang pemasukan APBD terbesar dari dana pajak dan retribusi dan pemerintah sebagai pelaksana amanat masyarakat

131 Peran Multi Stakeholder Forum (MSF) Sebagai media dalam mempertemukan antar pemangku kepentingan untuk merespon isu-isu pendidikan yang menjadi kepedulian bersama dan untuk melakukan upaya mencapai tujuan bersama

132

133 66 Contoh Praktik Baik Penerapan DGP 131

134 LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI MODUL 6 Contoh Praktik Baik Penerapan DGP... diharapkan peserta memiliki pemahaman tentang contoh praktik yang baik penerapan distribusi Guru secara Proporsional. BAHAN BACAAN PENERAPAN DISTRIBUSI GURU PROPORSIONAL DI KABUPATEN LUWU UTARA, SULAWESI SELATAN Pendahuluan Kebutuhan pendidik dan tenaga kependidikan hampir seluruh daerah di Indonesia seolah menjadi buah simalakama, pemenuhan kuantitas dan kualitasnya menjadi suatu keniscayaan sementara beban anggaran dalam proses pemenuhan tersebut menjadi tantangan terberat bagi daerah di era desentralisasi ini terutama bagi dengan APBD rendah. Program distribusi guru secara proporsional (DGP) Kinerja, mempunyai praktek baik dalam mengimplementasikan program DGP tersebut di Kabupaten Luwu Utara dengan kegiatan-kegiatan sebagai berikut: Sosialisasi dan berbagi parktik yang baik tentang Sirkulasi guru, pengenalan manajemen PTK, penyamaan persepsi, dan membangun komitmen antar stakeholder. Pelatihan pengolahan database pendidik dan tenaga kependidikan, SIM-NUPTK, dan Padati Web 132

135 Pengolahan database pendidik dan kependidikan, database pendidik dan tenaga kependidikan, SIM-NUPTK dan Padati Web Analisis manajemen pendidik dan tenaga kependidikan. Pendampingan perumusan rekomendasi kebijakan. Penyampaian perumusan rekomendasi kepada Bupati/Walikota dan atau stakehoder pendidikan Advokasi dan pendampingan penganggaran replikasi. Piloting implementasi sirkulasi guru. Monitoring dan evaluasi. Hasil Analisa Kebutuhan Pendidik di Luwu Utara A. Pendahuluan budi pekerti,dan karakter bangsa yang kuat. Pembangunan bidang pendidikan diarahkan demitercapainya pertumbuhan ekonomi yang didukung keselarasan antara ketersediaantenaga terdidik dengan kemampuan: 1) menciptakan lapangan kerja ataukewirausahaan dan 2) menjawab tantangan kebutuhan tenaga kerja. Oleh karena itu, substansi inti program aksi bidang pendidikan dalam RPJM antara lain: 1. Pengelolaan: Pemberdayaan peran kepala sekolah sebagai manajer sistem pendidikan yang unggul, revitalisasi peran pengawas sekolah sebagai entitas quality assurance, mendorong aktivasi peran Komite Sekolah untuk menjamin keterlibatan pemangku kepentingan dalam proses pembelajaran, dan Dewan Pendidikan di tingkat Kabupaten; Sasaran pembangunan dalam RPJMN di bidang pendidikan ditujukan untukpeningkatan akses masyarakat terhadap pendidikan dan peningkatan mutu pendidikan, antara lain ditandai penurunan jumlah penduduk buta huruf (4,18% di tahun 2014), peningkatan secara nyata persentase penduduk yang dapat menyelesaikan program wajib belajar 9 tahun dengan indikator lama sekolah rata-rata 8,25 tahun di tahun 2014 dan pendidikan lanjutan sertaperkembangan positif pendidikan kejuruan yang ditandai oleh peningkatan jumlah tenaga terampil. Peningkatan akses pendidikan yang berkualitas, terjangkau, relevan, dan efisienmenujupertumbuhan kesejahteraan hidup rakyat, kemandirian, keluhuran 2. Kualitas: Peningkatan kualitas guru, pengelolaan dan layanan sekolah, melalui: 1) program remediasi kemampuan mengajar guru; 2) penerapan sistem evaluasi kinerja profesional tenaga pengajar; 3) sertifikasi ISO 9001:2008 di 100% PTN, 50% PTS, 100% SMK sebelum 2014; 4) membuka luas kerja sama PTN dengan lembaga pendidikan internasional; 5) mendorong 11 PT masuk Top 500 THES pada 2014; 6) memastikan perbandingan guru-murid di setiap SD/MI sebesar 1:32 dan di setiap SMP/MTs 1:40; dan 7) memastikan tercapainya Standar Nasional Pendidikan (SNP) bagi Pendidikan Agama dan Keagamaan paling lambat tahun

136 LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI Rencana aksi pemerintah bidang pendidikan tidak terlepas dari kinerja pendidikan yang telah diatur dalam peraturan perundangan sebelumnya, yaitu UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) yang bertujuan untuk meningkatkan pelayanan bagi peserta didik, dan peningkatan kinerja pendidik dan tenaga kependidikan serta penyelenggara pendidikan baik pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat. Dukungan bagi peserta didik tertuang dalam pasal 11 ayat (1), bahwa pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi; dan wajib menjamin tersedianya dana bagi penyediaan pendidikan untuk setiap warganegara yang berusia 7-15 tahun. Untuk pengelolaan pendidik dan tenaga kependidikan dalam satuan pendidikan diatur pada pasal 41 terdiri dari ayat (1) Pendidik dan tenaga kependidikan dapat bekerja secara lintas daerah, ayat (2) Pengangkatan, penempatan, dan penyebaran pendidik dan tenaga kependidikan diatur oleh lembaga yang mengangkatnya berdasarkan kebutuhan satuan pendidikan formal, dan ayat (3) Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib memfasilitasi satuan pendidikan dengan pendidik dan tenaga kependidikan yang diperlukan untuk menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu. Selanjutnya sebagai pendukung dalampenataan guru diterbitkan UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, seperti ditegaskan dalam Pasal 24, 25 dan 28 bahwa 1) pemerintah wajib memenuhi kebutuhan guru baik dalam jumlah, kualifikasi akademik, maupun dalam kompetensi secara merata untuk menjamin keberlangsungan satuan pendidikan usia dini jalur pendidikan formal dan pendidikan dasar dan menengah yang diselenggarakan oleh Pemerintah, 2) pengangkatan dan penempatan guru dilakukan secara obyektif sesuai dengan peraturan perundang-undangan, 3) guru yang diangkat oleh pemerintah atau pemerintah daerah dapat dipindahtugaskan antar provinsi, antar kabupaten/antar kota, antar kecamatan maupun antar satuan pendidikan karena alasan kebutuhan satuan pendidikan dan atau promosi, 4) guru yang diangkat oleh pemerintah atau pemerintah daerah dapat mengajukan permohonan pindah tugas baik antar provinsi, antar kabupaten/antar kota, antar kecamatan maupun antar satuan pendidikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Implementasi awal kebijakan penataan pendidik dan tenaga pendidik, Departemen Pendidikan Nasional Tahun 2007 menerbitkan Permendiknas No. 19 Tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan Pendidikan pada huruf B mengenai Pelaksanaan Rencana Kerja; angka 6: bidang pendidik dan tenaga kependidikan yang berisi tentang (a) sekolah/ madrasah menyusun program pendayagunaan pendidik dan tenaga kependidikan, (b) program pendayagunaan dengan kriteria antara lain: 1) disusun dengan memperhatikan Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan, 2) dikembangkan sesuai dengan kondisi sekolah/madrasah termasuk pembagian tugas, mengatasi kekurangan tenaga, menentukan sistem penghargaan, dan pengembangan profesi bagi setiap pendidik dan tenaga kependidikan serta menerapkannya secara profesional, adil dan terbuka, (c) 134

137 pengangkatan pendidik dan tenaga kependidikan tambahan dilaksanakan berdasarkan ketentuan yang ditetapkan oleh penyelenggara sekolah/ madrasah, (d) sekolah/madrasah perlu mendukung upaya seperti: 1) promosi pendidik dan tenaga kependidikan berdasarkan azas kemanfaatan, kepatutan dan profesionalisme, 2) pengembangan pendidik dan tenaga kependidikan diidentifikasi secara sistematis sesuai dengan aspirasi individu, kebutuhan kurikulum dan sekolah/madarasah, 3) penempatan tenaga kependidikan disesuaikan dengan kebutuhan jumlah maupun kualifikasinya dengan menetapkan prioritas, dan 4) mutasi tenaga kependidikan dari satu posisi ke posisi lain didasarkan pada analisis jabatan yang disertai dengan orientasi tugas. Sehubungan dengan adanya penghentian sementara pengangkatan CPNS yang dilakukan pemerintah sejak tahun 2010 sebagai akibat ketidakseimbangan belanja tidak langsung dengan belanja langsung, karena berdasarkan data sebagian besar Pemerintah Daerah Kabupaten/kota alokasi APBD terbesar digunakan belanja pegawai yaitu berkisar 70-80% dan sisanya untuk belanja diluar pegawai (modal dan operasional).untuk meningkatkan penggunaan APBD agar digunakan untuk belanja operasional dan modal, sehingga pemerintah daerah tidak dapat mengangkat CPNS fungsional (misalnya guru) dengan mengoptimalkan ketersediaan guru PNS. Sejalan dengan moratorium CPNS tersebut, pemerintah melalui 5 kementrian yang terdiri dari Kementrian Pendidikan Nasional (No.05/X/PB/2011), Kementrian Agama (No.11 Tahun 2011), Kementrian Keuangan (No.158/ PMK.01/2011), Kementrian Dalam Negeri (No. 48 Tahun 2011, dan Kementrian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (No. SPB/03/M.PAN-RB/10/2011) membuat peraturan bersama tentang penataan dan pemerataan guru PNS. Sesuai dengan amanat Peraturan Bersama 5 Menteri tersebut dalam Pasal 4 ayat (1) dan (2), Gubernur, Bupati/Walikota bertanggung jawab dan wajib melakukan penataan dan pemerataan guru PNS antar satuan pendidikan, antar jenjang, dan antar jenis pendidikan di satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah provinsi atau kabupaten/kota yang kelebihan dan kekurangan guru PNS. Selanjutnya dalam Pasal 4 ayat (3) dan (4) bahwa Gubernur, Bupati/Walikota mengkoordinasikan dan memfasilitasi pemindahan guru PNS untuk penataan dan pemerataan guru PNS antar satuan pendidikan, antar jenjang, dan antar jenis pendidikan di wilayah kerjanya sesuai dengan kewenangannya, ayat (5) Gubernur mengkoordinasikan dan memfasilitasi antar satuan pendidikan, antar jenjang dan antar jenis pendidikan sesuai kebutuhan dan kewenangannya untuk penataan guru antar kabupaten/kota dalam satu wilayah provinsi. Dalam melakukan penataan dan pemerataan guru PNS antar satuan pendidikan, antar jenjang dan antar jenis pendidikan berdasarkan pada analisis kebutuhan dan persediaan guru sesuai dengan kebijakan standarisasi teknis yang ditetapkan oleh Menteri Pendidikan Nasional (ayat 6). Implementasi perencanaan dan penataan guru sesuai dengan Peraturan Bersama 5 Menteri dimulai 2 Januari 2012 dan secara efektif berakhir 31 Desember 2013, meskipun dalam peraturan tersebut pada Februari tahun berjalan Bupati/Walikota sudah 135

138 LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI mengirimkan usulan perencanaan dan penataan guru PNS kepada Gubernur. B. Metode Metode yang digunakan dalam menganalisa data DGP adalah metode sederhana dengan memakai data sekunder yang tersedia dan diolah dengan aplikasi SIMPK (Sistem Informasi Manajemen Pendidikan Kabupaten). Aplikasi SIMPK berbasis Microsoft Excell dikembangkan oleh Program Decentralized Basic Education (DBE-1, USAID-RTI) dan digunakan lebih lanjut oleh LPKIPI. Data dasar SIMPK menggunakan data Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang terdapat dalam PadatiWeb, dan NUPTK. Setiap akhir tahun ajaran (Bulan Juli- Agustus) satuan pendidikan diwajibkan untuk mengirimkan LI (lembar individu sekolah) yang akan diunggah dalam sistem PadatiWeb oleh operator Padatiwebb Dinas Pendidikan Kabupaten/ Kota dan selanjutnya data tersebut tersimpan sebagai database Kementerian Dikbud, demikian juga data NUPTK akan tersimpan dalam SIM-NUPTK yang secara langsung terkoneksi dengan Kementrian Dikbud. Update secara online NUPTK dilakukan setiap saat oleh operator Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota dengan menggunakan dukungan data offline NUPTK. Dengan data resmi, valid dan terus menerus diperbaharui yang diolah dengan aplikasi SIMPK diperoleh hasil DGP yang mendekati kondisi nyata. Proses analisa data sangat cepat dengan menggunakan tool-pivot yang terdapat dalam Microsoft-Excell melalui pendekatan drag and drop. Tim Teknis Dinas Pendidikan telah dilatih oleh LPKIPI untuk menggunakan SIMPK, dan Tim Teknis diharapkan dapat melakukan update SIMPK setiap tahun, karena hasilnya tidak hanya dapat digunakan untuk melakukan distribusi guru proporsional secara tepat, namun juga dapat digunakan untuk menghitung kebutuhan untuk mencapai SPM (Standar Pelayanan Minimal Pendidikan Dasar), pemetaan sarana prasarana satuan pendidikan sekabupatan atau se-kecamatan, dan sebagainya. Analisa data DGP difokuskan pada sekolah negeri (SDN, SMPN, dan SMAN) karena sesuai dengan PP No. 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggraan Pendidikan, maka penyelenggaraan dan pengelolaan satuan pendidikan negeri menjadi tanggung jawab pemerintah dan pemerintah daerah. Metode penghitungan kecukupan guru SDN dihitung beradasarkan selisih ketersediaan guru (tidak termasuk kepala sekolah) yang mengajar di sekolah saat ini dengan kebutuhan guru di SDN. Ketersediaan guru dihitung berdasarkan jumlah guru yang saat ini mengajar di SDN baik guru berstatus pegawai negeri sipil (PNS) maupun non PNS. Untuk guru PNS, setiap guru dihitung sebagai guru mengajar penuh waktu (full-time teacher), sedangkan untuk guru non PNS, setiap guru dihitung menurut jumlah jam mengajar. Perhitungan ini diperlukan, karena guru PNS akan dibayar penuh meskipun mengajar kurang dari 24 jam, sementara guru non PNS akan dibayar sesuai dengan beban mengajar. Guru non PNS yang mengajar 24 jam atau lebih per minggu, dihitung sebagai guru mengajar penuh waktu (full-time teacher), sedangkan guru non PNS yang mengajar kurang dari 24 jam per minggu, dihitung menurut rasio jumlah jam mengajar 136

139 terhadap 24 jam per minggu. Misalnya seorang guru mengajar 12 jam per minggu, maka guru tersebut dihitung 0,5 Setara Mengajar Guru Penuh Waktu (Full-time Teacher Equivalent - FTE). Metode perhitungan guru ma pel juga untuk jenjang SMPN dan SMAN. C. Hasil Hasil analisa SIMPK dapat dilihat sampai tingkat unit satuan pendidikan dan satuan individu guru. Namun demikian, hasil SIMPK ini yang telah disepakati bersama stakeholder terkait adalah dalam 3 Kecamatan pilot proyek, karena data LI Tahun 2011 sudah diverifikasi dan data NUPTK Tahun Pemetaan kelebihan guru kelas dan mapel per kecamatan pilot proyek DGP Jenjang SDN. Penetapan lokasi pilot proyek DGP pada awalnya berdasarkan topografi dan kelengkapan data yang dianalisis, sehingga diperoleh 3 kecamatan yaitu: a. Daerah Perkotaan diwakili Kecamatan Sukamaju b. Daerah pegunungan diwakili Kecamatan Sekko c. Daerah pesisir diwakili Kecamatan Malangke Barat Hasil pemetaan kelebihan dan kekurangan guru kelas SD Negeri yang terdapat dalam 3 kecamatan seperti tabel di bawah ini. Tabel 1. Kelebihan dan Kekurangan Guru Kelas Kecamatan Jumlah Sekolah Jumlah Rombel Jumlah Guru PNS Jumlah Guru Non PNS Total Guru Lebih/ kurang Guru Lebih/ Kurang Guru PNS % Kecukupan Kecamatan Malangke Barat Kecamatan Sekko Kecamatan Sukamaju % % % Total % Keterangan: 1) Angka negatif berarti kekurangan 2) Angka positif berarti kelebihan atau tercukupi 3) Angka lebih kurang guru berbentuk nilai desimal karena adanya tambahan FTE Non PNS 137

140 LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI Gambar 1. Kategori Kelebihan dan Kekurangan Guru Kelas Kec. Sukamaju - Non PNS; -105 Kec. Sekko - Non PNS; -80 Kec. Malangke Barat - Non PNS; -78 Kec. Sukamaju + Non PNS; -22 Kec. Sekko + Non PNS; -38 Kec. Malangke Barat + Non PNS; 37 Kec. Sukamaju Kec. Sekko Kec. Malangke Barat Menurut tabel dan gambar di atas, informasi yang diperoleh adalah sebagai berikut: bahkan jumlah guru kelas non PNS masih kelebihan 37 orang guru kelas non PNS. a. emua kecamatan terdapat kekurangan kelas PNS, kekurangan guru kelas paling banyak terjadi pada Kecamatan Sukamaju, kekurangan guru kelas diminimalisir dengan bantuan guru kelas non PNS, namun Kecamatan Sukamaju masih terdapat kekurangan guru kelas sebanyak 22 orang. Demikian juga untuk Kecamatan Sekko terdapat kekurangan 74 guru kelas PNS dan dengan bantuan guru kelas Non PNS masih terdapat kekurangan 32 orang. b. Kecamatan Malangke Barat kekurangan 78 orang guru PNS, akan tetapi dengan adanya bantuan guru kelas non PNS kegiatan proses belajar mengajar di sekolah berlangsung normal, c. Secara kuantitatif jumlah kekurangan guru kelas PNS di Kecamatan Sukamaju paling banyak,hal ini disebabkan jumlah SDN dan jumlah rombel paling banyak diantara 2 kecamatan lain dalam lokasi program DGP yaitu sebesar 1,9 kali lipat jumlah rombel di Kecamatan Sekko atau 1,5 kali lipat jumlah rombel di Kecamatan Malangke Barat. Akan tetapi, jika dilihat dari rasio kecukupun guru kelas baik PNS dan Non PNS, makakecamatan paling kurang kecukupan guru kelasnya adalah Kecamatan Sekko, karena Kecamatan Sekko ketersediaan guru kelas baru tercukupi 71% dari total kebutuhan guru kelasnya. Pemetaan guru mata pelajaran Penjaskes per kecamatan dapat dilihat dalam tabel di bawah ini

141 Tabel 2. Kelebihan dan Kekurangan Guru Mapel Penjaskes Kecamatan Kecamatan Malangke Barat Kecamatan Sekko Kecamatan Sukamaju Jumlah Sekolah Jumlah Rombel Jumlah Guru PNS Jumlah Guru Non PNS Total Guru Lebih/ kurang Guru Lebih/ Kurang Guru PNS % Kecukupan % % % Total % Keterangan: 1) Angka negatif berarti kekurangan 2) Angka positif berarti kelebihan atau tercukupi 3) Angka lebih kurang guru berbentuk nilai desimal karena adanya tambahan FTE Non PNS Kecamatan Kecamatan Malangke Barat Kecamatan Sekko Kecamatan Sukamaju Jumlah Sekolah Tabel 3. Kelebihan dan Kekurangan Guru Mapel PAI Jumlah Rombel Jumlah Guru PNS Jumlah Guru Non PNS Total Guru Lebih/ kurang Guru Lebih/ Kurang Guru PNS % Kecukupan % % % Total % Keterangan: 1) Angka negatif berarti kekurangan 2) Angka positif berarti kelebihan atau tercukupi 3) Angka lebih kurang guru berbentuk nilai desimal karena adanya tambahan FTE Non PNS 139

142 LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI Menurut data rasio kecukupan guru mata pelajaran Penjaskes dan PAI masih terdapat kekurangan guru mapel PNS, namun dengan bantuan guru mapel non PNS kekurangan guru mapel di Kecamatan Sukamaju dan Kecamatan Malangke Barat dapat dicukupi kekurangannya, sedang Kecamatan Sekko masih kekurangan guru mapel Penjaskes maupun PAI. Informasi sangat kasar tersebuthanya bermanfaat untuk melihat secara umum jumlahkekurangan atau kelebihan guru kelas atau guru mapel, namun tidak dapat digunakan untuk melakukan kegiatan perencanaan serta penataan guru kelas dan mapel secara rinci. Mengapa demikian? Karena tidak jelas lokus atau satuan pendidikan yang terjadi kelebihan atau kekurangan, sebab basis penataan guru kelas terdapat di dalam satuan pendidikan. Oleh karena itu, analisa lebih dalam dilakukan per satuan pendidikan di dalam kecamatan. 2. Pemetaan guru kelas SDN per satuan pendidikan per kecamatan a. Kecamatan Malangke Barat Analisa data pada tingkat satuan pendidikan di lingkup Kecamatan Malangke Barat sangat bervariasi dan dapat digolongkan menjadi 4 kategori, yaitu: 1) Kategori pertama: Kekurangan guru kelas/mapel PNS dan Non PNS; 2) Kategori kedua: Kekurangan guru kelas/ mapel PNS dan dicukupi oleh guru kelas/mapel Non PNS; 3) Kategori ketiga: Kekurangan guru kelas/mapel PNS dan dicukupi bahkan kelebihan guru kelas/mapel Non PNS; 4) Kategori keempat: Kelebihan guru kelas/ mapel PNS atau telah tercukupi dan kelebihan guru kelas/mapel Non PNS. Sebaran data kekurangan dan kelebihan guru kelas dapat dilihat dalam tabel berkut ini. Tabel 4. Kelebihan dan kekurangan guru kelas per satuan pendidikan Nama Sekolah Jumlah Rombel Jumlah Guru PNS Jumlah Guru Non PNS Total Guru Lebih/ Kurang Guru Lebih/ kurang Guru PNS Rasio kecukupan SDN 142 POMBAKKA % SDN 157 KALITATA % SDN 158 LIMBONG WARA % SDN 159 PEMBUNIANG % SDN 145 LAMIKO-MIKO % SDN 146 WAELAWI % 140

143 Nama Sekolah Jumlah Rombel Jumlah Guru PNS Jumlah Guru Non PNS Total Guru Lebih/ Kurang Guru Lebih/ kurang Guru PNS Rasio kecukupan SDN 147 LABBU % SDN 149 BAKU-BAKU % SDN 150 PAO % SDN 154 LAYAR PUTIH % SDN 156 RANTELANGI % SDN 155 URUKUMPANG % SDN 152 CENNING % SDN 160 LANDUNG DOU % SDN 143 ARUSU % SDN 151 PENGKAJOANG % SDN 153 MATTIROWALIE % SDN 148 AMASSANGAN % Total % Keterangan: 1) Angka negatif berarti kekurangan 2) Angka positif berarti kelebihan atau tercukupi 3) Angka lebih kurang guru berbentuk nilai desimal karena adanya tambahan FTE Non PNS Berdasarkan tabel di atas, dapat diinformasikan bahwa; 1) 3 SDN yang mengalami kekurangan guru kelas PNS terbanyak disebabkan jumlah guru kelas PNSnya paling sedikit, yaitu 1 orang guru kelas PNS berarti sisanya non PNS. Guru kelas non PNS ini mengajar 4-10 rombel. Dengan adanya guru kelas non PNS yang tidak memiliki ikatan kuat dengan satuan pendidikan, apabila terdapat kesempatan bekerja diluar satuan pendidikan tersebut, seperti satuan pendidikan lain atau diluar bidang pendidikan, maka guru kelas tersebut akan mudah berpindah keluar dari satuan pendidikan bersangkutan dan dampaknya proses PBM sangat rentan dalam kestablian. 2) Temuan menarik di SDN 156 Rantelangi, semua guru kelas berstatus non PNS dan hanya kepala sekolahnya yang PNS. Fakta ini wajib menjadi perhatian Dinas Pendidikan Kabupaten Luwu Utara, perlu adanya distribusi guru PNS ke satuan pendidikan tersebut

144 LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI 3) Jumlah guru kelas PNS terbanyak di SDN 153 Mattirowalie yaitu 8 orang, namum dengan adanya rombel yang melebihi ketersediaan guru kelas PNS sehingga sekolah tersebut masih kekurangan guru kelas PNS dan kekurangan guru kelas PNS dicukupi dengan adanya guru kelas non PNS yang berlebihan. Fakta ini juga perlu diperhatikan oleh pemerintah daerah, karena dalam operasionalisasi guru kelas non PNS menggunakan dana BOS APBN yang seharusnya 80%-nya digunakan diluar honor guru kelas non PNS atau sukwan. dan SDN 158 Limbong Wara sejumlah 6 orang. 2) 2 satuan pendidikan atau 11,1% satuan pendidikan kekurangan guru kelas PNS, namun dengan bantuan guru kelas Non PNS, kekurangan tersebut telah tercukupi sehingga proses belajar mengajar belum perlu dikawatirkan. 3) 13 satuan pendidikan atau 72,2% satuan pendidikan belum tercukupi guru kelas PNSnya, tetapi dengan bantuan guru kelas non PNS proses PBM dapat berjalan normal bahkan Gambar 2. Kategori Kelebihan dan Kekurangan Guru Kelas Series 1 Kategori 4; 0 Series 1 Kategori 3; 13 Series 1 Kategori 2; 2 Series 1 Kategori 1; 3 Berdasarkan informasi di atas, dapat dilihat bahwa: 1) 3 satuan pendidikan atau 16,7% satuan pendidikan mengalami kekurangan guru kelas PNS dan bantuan guru kelas Non PNS masih belum mencukupi. Kekurangan terbesar guru gelas terdapat di SDN 157 Kalitata sejumlah 12 orang, SDN 142 Pombakkasebanyak 9 orang terdapat kelebihan guru kelas Non PNS sampai 8 orang, sepertidi SDN 148 Amassangan. Untuk guru mata pelajaran Penjaskes per satuan pendidikan dalam lingkup Kecamatan Malangke Barat, hasil pemetaannya terdapat dalam bawah ini

145 Tabel 5. Kelebihan dan kekurangan guru mapel Penjaskes per satuan pendidikan Nama Sekolah Jumlah Rombel Jumlah Guru PNS Jumlah Guru Non PNS Total Guru Lebih/ Kurang Guru Lebih/ kurang Guru PNS Rasio kecukupan SDN 142 POMBAKKA % SDN 145 LAMIKO-MIKO % SDN 146 WAELAWI % SDN 157 KALITATA % SDN 159 PEMBUNIANG % SDN 149 BAKU-BAKU % SDN 150 PAO % SDN 152 Cenning % SDN 143 ARUSU % SDN 147 LABBU % SDN 151 PENGKAJOANG % SDN 153 MATTIROWALIE % SDN 154 LAYAR PUTIH % SDN NO 158 LIMBONG WARA % SDN 156 RANTELANGI % SDN 148 AMASSANGAN % SDN 155 URUKUMPANG % SDN 160 LANDUNG DOU % Total % Keterangan: 1) Angka negatif berarti kekurangan 2) Angka positif berarti kelebihan atau tercukupi 3) Angka lebih kurang guru berbentuk nilai desimal karena adanya tambahan FTE Non PNS 143

146 LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI Menurut informasi dalam tabel di atas, dapat diulas sebagai berikut: 1) 5 satuan pendidikan yang kekurangan guru mapel Penjaskes PNS dan tidak terdapat dukungan guru mapel Penjaskes Non PNS, dan 4 satuan pendidikan tersebut rasio kecukupannya 0%, berarti tidak terdapat guru mapel Penjaskes PNS maupun non PNS yaitu di SDN 142 Pombakka, SDN 145 Lamiko-Miko, SDN 146 Waelawi, dan SDN 159 Pembuniang. 2) 12 satuan pendidikan tidak memiliki guru mapel Penjaskes PNS dan hanya 7 satuan pendidikan Limbong wara, SDN 156 Rantelangi, SDN 155 Urukumpang dan SDN 160 Landung Dou, bahkan 3 satuan pendidikan diantaranya telah kelebihan guru mapel Penjaskes Non PNS. 4) Secara keseluruhan dengan mempertimbangkan keterlibatan guru mapel penjaskes Non PNS terdapat kelebihan guru mapel Penjaskes. Berdasarkan mbar 3, sebagian besar satuan pendidikan tercukupi kebutuhan guru Penjaskes yaitu sebesar 44,4%, sedangkan satuan pendidikan yang kekurangan guru mapel Penjaskes PNS dan Non PNS sebesar 27,8%. Kekurangan guru mapel Gambar 3. Persentase Guru Mapel Penjaskes per Kategori Series 1 Kategori 3 1 5,6% Series 1 Kategori ,2% Series 1 Kategori ,4% Series 1 Kategori ,8% Kategori 1 Kategori 2 Kategori 3 Kategori 4 yang dibantu oleh guru mapel Penjaskes Non PNS, sisanya tanpa guru mapel Penjaskes. 3) 4 satuan pendidikan telah tercukupi kebutuhan guru mapel Penjaskes PNS yaitu SDN 158 ini dapat dicukupi melalui pendekatan redistribusi dari sekolah berkelebihan dipindahkan ke sekolah kekurangan guru mapel Penjaskes sesuai dengan mengikuti kriteria DGP. Kelebihan guru penjaskes bukan berstatus PNS, akan menemukan kesulitan 144

147 pada saat melakukan redistribusi guru, karena SK yang dimiliki guru sukwan pada umumnya diterbitkan oleh kepala satuan pendidikan bukan oleh Pemerintah Daerah, alternatif yang bisa dilakukan adalah melakukan himbauan redistribusi guru mapel Penjaskes non PNS ke SDN yang kekekurangan dan memiliki jarak yang berdekatan dengan sekolah sebelumnya (SPM: jarak kurang 3 km). Untuk pemetaan guru Pendidikan Agama Islam per satuan pendidikan dapat dilihat dalam tabel di bawah ini. Tabel 6. Kelebihan dan kekurangan guru mapel Penjaskes per satuan pendidikan Nama Sekolah Jumlah Rombel Jumlah Guru PNS Jumlah Guru Non PNS Total Guru Lebih/ Kurang Guru Lebih/ Kurang Guru PNS Rasio kecukupan SDN 142 POMBAKKA % SDN 150 PAO % SDN 153 MATTIROWALIE % SDN 143 ARUSU % SDN 145 LAMIKO-MIKO % SDN 155 URUKUMPANG % SDN 159 PEMBUNIANG % SDN 156 RANTELANGI % SDN 147 LABBU % SDN 149 BAKU-BAKU % SDN 152 CENNING % SDN 154 LAYAR PUTIH % SDN 157 KALITATA % SDN 158 LIMBONG WARA % SDN 146 WAELAWI % SDN 148 AMASSANGAN % SDN 160 LANDUNG DOU % SDN 151 PENGKAJOANG % Total % Keterangan: 1) Angka negatif berarti kekurangan 2) Angka positif berarti kelebihan atau tercukupi 3) Angka lebih kurang guru berbentuk nilai desimal karena adanya tambahan FTE Non PNS 145

148 LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI Menurut tabel diatas, terdapat 8 satuan pendidikan yang tidak memiliki guru mapel Pendidikan Agama Islam (PAI) baik guru PNS atau Non PNS, dan di sisi lain 2 satuan pendidikan terdapat kelebihan guru mapel PAI PNS sebagai contoh SDN 146 Waelanikelebihan 1 guru mapel PNS, SDN 151 Pangkajoang kelebihan 1 guru mapel PNS atau 2 guru mapel PAI (tambahan 1 guru mapel PAI Non PNS). Analisa secara keseluruhan guru mapel PNS PAI telah tercukupi dengan baik seperti terlihat dalam gambar di bawah ini. Gambar 4. Persentase Guru Mapel PAI per Kategori Series 1 Kategori 3 1 5,6% Series 1 Kategori ,3% Series 1 Kategori ,7% Series 1 Kategori ,4% Kategori 1 Kategori 2 Kategori 3 Kategori

149 b. Kecamatan Sekko Pemetaan guru kelas SDN Kecamatan Sekko dalam tabel di bawah ini. Tabel 7. Kelebihan dan kekurangan guru kelas per satuan pendidikan Nama Sekolah Jumlah Rombel Jumlah Guru PNS Jumlah Guru Non PNS Total Guru Lebih/ Kurang Guru Lebih/ Kurang Guru PNS Rasio kecukupan SDN 234 LORE % SDN 075 LAMBIRI % SDN 080 POKAPPAANG % SDN 082 KARIANGO % SDN 070 BANA % SDN 084 SIPULUNG % SDN 086 LEDAN % SDN 073 BUSAK % SDN 076 AMBALONG % SDN 078 POYAHAANG % SDN 081 HOYANE % SDN 083 MALIMONGAN % SDN 085 RANTEDANGA % SDN 065 RANTE KASUMMONG % SDN 069 PADANG BALUA % SDN 077 PEWANEANG % SDN 079 TANETE BABA % SDN 072 TURONG % SDN 071 TANETE % Total % Keterangan: 1) Angka negatif berarti kekurangan 2) Angka positif berarti kelebihan atau tercukupi 3) Angka lebih kurang guru berbentuk nilai desimal karena adanya tambahan FTE Non PNS 147

150 LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI Gambar 5. Persentase Guru Kelas per Kategori Series 1 Kategori ,5% Series 1 Kategori 4 0 0,0% Series 1 Kategori 2 1 5,3% Series 1 Kategori ,2% Kategori 1 Kategori 2 Kategori 3 Kategori 4 Menurut tabel dan gambar di atas, menunjukkan bahwa: 1) 95% satuan pendidikan di Kecamatan Sekko memiliki 6 rombel dan terdapat 7 satuan pendidikan yang cukup parah kekurangan guru kelas PNS atau non PNS di bawah 50%, sebagai contoh: (a) SDN 234 Lore kekurangan 5 guru kelas, (b) SDN 075 Lambiri, SDN 080 Pokappaang, dan SDN 082 Kariango kekurangan 4 guru kelas, (c) SDN 070 Bana, SDN 084 Si Pulung, SDN 086 Ledan kekurangan 3 guru kelas. Sedangkan 9 SD yang lain kekurangan guru kelas PNS berkisar 3-6 orang dan dukungan guru kelas non PNS masih sangat kurang. 2) 3 SDN atau 15% satuan pendidikan telah tercukupi guru kelas-nya, karena bantuan guru kelas Non PNS. Pemetaan guru mapel Penjaskes per setiap satuan pendidikan seperti tabel di bawah ini. Tabel 8. Kelebihan dan kekurangan guru mapel Penjaskes per satuan pendidikan Nama Sekolah SDN 065 RANTE KASUMMONG Jumlah Rombel Jumlah Guru PNS Jumlah Guru Non PNS Total Guru Lebih/ Kurang Guru Lebih/ Kurang Guru PNS Sum of Frm Rasio % SDN 069 PADANG BALUA % SDN 070 BANA % 148

151 Nama Sekolah Jumlah Rombel Jumlah Guru PNS Jumlah Guru Non PNS Total Guru Lebih/ Kurang Guru Lebih/ Kurang Guru PNS Sum of Frm Rasio SDN 071 TANETE % SDN 072 TURONG % SDN 073 BUSAK % SDN 075 LAMBIRI % SDN 076 AMBALONG % SDN 077 PEWANEANG % SDN 079 TANETE BABA % SDN 081 HOYANE % SDN 083 MALIMONGAN % SDN 085 RANTEDANGA % SDN 086 LEDAN % SDN 234 LORE % SDN 082 KARIANGO % SDN 084 SIPULUNG % SDN 080 POKAPPAANG % SDN 078 POYAHAANG % Grand Total % Keterangan: 1) Angka negatif berarti kekurangan 2) Angka positif berarti kelebihan atau tercukupi 3) Angka lebih kurang guru berbentuk nilai desimal karena adanya tambahan FTE Non PNS 149

152 LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI Gambar 6. Jumlah Sekolah Per Kategori Series 1 Kategori 4; 1 Series 1 Kategori 3; 0 Series 1 Kategori 2; 1 Series 1 Kategori 1; 17 Berdasarkan informasi di atas, dapat ditarik beberapa temuan sebagai berikut: 1) 17 satuan pendidikan atau 89,5% satuan pendidikan kekurangan guru mapel Penjaskes PNS dan bantuan guru mapel non PNS tidak mencukupi. 2) 2 satuan pendidikan atau 10,6% telah tercukupi kebutuhan guru mapel Penjaskes, karena bantuan guru mapel Penjaskes non PNS. 3) Terdapat 15 satuan pendidikan tak memiliki guru mapel Penjaskes.Nilai kosong data guru tersebut menunjukkan tidak terdapat data guru, karena setelah diverifikasi di Kecamatan Sekko oleh operator LI dan NUPTK Dinas Pendidikan, memang tidak ada perubahan data. Untuk pemetaan guru mapel PAI dapat dilihat dalam tabel di bawah ini. Tabel 9. Kelebihan dan kekurangan guru mapel PAI per satuan pendidikan Nama Sekolah Jumlah Rombel Jumlah Guru PNS Jumlah Guru Non PNS Total Guru Lebih/ Kurang Guru Lebih/ Kurang Guru PNS Sum of Frm Rasio SDN 085 RANTEDANGA % SDN 065 RANTE KASUMMONG % SDN 069 PADANG BALUA % SDN 070 BANA % SDN 071 TANETE % 150

153 Nama Sekolah Jumlah Rombel Jumlah Guru PNS Jumlah Guru Non PNS Total Guru Lebih/ Kurang Guru Lebih/ Kurang Guru PNS Sum of Frm Rasio SDN 072 TURONG % SDN 073 BUSAK % SDN 075 LAMBIRI % SDN 077 PEWANEANG % SDN 078 POYAHAANG % SDN 079 TANETE BABA % SDN 080 POKAPPAANG % SDN 081 HOYANE % SDN 082 KARIANGO % SDN 083 MALIMONGAN % SDN 084 SIPULUNG % SDN 086 LEDAN % SDN 234 LORE % SDN 076 AMBALONG % Total % Keterangan: 1) Angka negatif berarti kekurangan 2) Angka positif berarti kelebihan atau tercukupi 3) Angka lebih kurang guru berbentuk nilai desimal karena adanya tambahan FTE Non PNS Menurut informasi dalam tabel di atas antara lain sebagai berikut: 1) 18 satuan pendidikan atau 94,7% satuan pendidikan kekurangan guru mapel PAI PNS dan tidak terdapat bantuan guru mapel non PNS. 2) 1 satuan pendidikan atau 5,3% telah tercukupi kebutuhan guru mapel PAI, karena bantuan guru mapel Penjaskes non PNS. 3) Terdapat 18 satuan pendidikan tak memiliki guru mapel PAI. Nilai kosong data guru tersebut menunjukkan tidak terdapat data guru mapel PAI, berdasarkan hasil verifikasi di Kecamatan Sekko oleh operator LI dan NUPTK Dinas Pendidikan, memang tidak ada perubahan data

154 LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI c. Kecamatan Sukamaju Pemetaan guru kelas yang terdapat di satuan pendidikan seperti terlihat dalam di bawah ini. Tabel 10. Kelebihan dan kekurangan guru kelas per satuan pendidikan Nama Sekolah Jumlah Rombel Jumlah Guru PNS Jumlah Guru Non PNS Total Guru Lebih/ Kurang Guru Lebih/ Kurang Guru PNS Rasio kecukupan SDN 182 WONOKERTO % SDN 172 SUKAMAJU I % SDN 167 TULUNG INDAH I % SDN 174 SUKADAMAI % SDN 180 RAWAMANGUN i % SDN 177 TOLANGI % SDN 181 RAWAMANGN II % SDN 227 PONGKASE % SDN 161 LAMPUAWA % SDN 179 MULYOREJO II % SDN 162 MINANGA TALLU % SDN 176 SIDORAHARJO % SDN 169 KETULUNGAN % SDN 164 KALUKU % SDN 223 SUKAHARAPAN % SDN 183 SUMBER BARU % SDN 166 SAPTA MARGA % SDN 163 TAMBOKE % SDN 168 TULUNG INDAH II % SDN 185 PAOMACANG % SDN 224 LINO % 152

155 Nama Sekolah Jumlah Rombel Jumlah Guru PNS Jumlah Guru Non PNS Total Guru Lebih/ Kurang Guru Lebih/ Kurang Guru PNS Rasio kecukupan SDN 173 SUKAMAJU II % SDN 170 TULUNGSARI I % SDN 178 MULYOREJO I % SDN 165 SALULEMO % SDN 175 SUKAMUKTI % SDN 184 SUBUR #DIV/0! Total % Keterangan: 1) Angka negatif berarti kekurangan 2) Angka positif berarti kelebihan atau tercukupi 3) Angka lebih kurang guru berbentuk nilai desimal karena adanya tambahan FTE Non PNS Gambar 7. Persentase Guru Kelas per Kategori Series 1 Kategori 3 0 0,0% Series 1 Kategori 4 2 7,4% Series 1 Kategori ,6% Series 1 Kategori ,4% Kategori 1 Kategori 2 Kategori 3 Kategori 4 Menurut hasil analisa data tersebut mengambarkan bahwa untuk kelebihan dan kekurangan guru kelas SDN di Kecamatan Sukamaju adalah sebagai berikut: 1) Kekurangan guru kelas PNS terbanyak terdapat di SDN 182 Wonokerto (kekurangan 10 orang), SDN 167 Tulung Indah I (kekurangan 8 orang), SDN 172 Sukamaju I, SDN 180 Rawamangun I (kekurangan 7 orang), SDN 227 Pongkase, SDN 162 Minanga Tallu, SDN 176 Sidoraharjo (kekurangan 6 orang), sedangkan SDN lain kekurangan guru kelas PNS berkisar 1-5 orang

156 LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI 2) Di sisi lain terdapat kelebihan guru kelas PNS yang cukup besar yaitu SDN 184 Subur kelebihan 4 orang dan ditambah 1 orang guru kelas non PNS, fakta ini merupakan potensi untuk meredistribusikan guru kelas PNS internal kecamatan. 3) Secara keseluruhan komposisi jumlah satuan pendidikan sebagian besar yaitu 48,1% satuan pendidikan masih kekurangan guru kelas PNS dan dukungan guru kelas non PNS belum mencukupi, selanjutnya 29,6% satuan pendidikan kekurangan guru kelas PNS namun bantuan guru kelas non PNS telah mencukupi kebutuhan guru kelas. Pemetaan guru mapel Penjaskes dapat dilihat dalam tabel berikut ini. Tabel 11. Kelebihan dan kekurangan guru penjaskes per satuan pendidikan Nama Sekolah Jumlah Rombel Jumlah Guru PNS Jumlah Guru Non PNS Total Guru Lebih/ Kurang Guru Lebih/ Kurang Guru PNS Rasio kecukupan SDN 172 SUKAMAJU I % SDN 176 SIDORAHARJO % SDN 174 SUKADAMAI % SDN 169 KETULUNGAN % SDN 180 RAWAMANGUN i % SDN 185 PAOMACANG % SDN 167 TULUNG INDAH I % SDN 173 SUKAMAJU II % SDN 175 SUKAMUKTI % SDN 182 WONOKERTO % SDN 166 SAPTA MARGA % SDN 179 MULYOREJO II % SDN 163 TAMBOKE % SDN 170 TULUNGSARI I % SDN 181 RAWAMANGN II % SDN 183 SUMBER BARU % SDN 224 LINO % SDN 165 SALULEMO % 154

157 SDN 161 LAMPUAWA % SDN 164 KALUKU % SDN 168 TULUNG INDAH II % SDN 177 TOLANGI % SDN 178 MULYOREJO I % SDN 227 PONGKASE % SDN 162 MINANGA TALLU % SDN 223 SUKAHARAPAN % SDN 184 SUBUR #DIV/0! Grand Total % Keterangan: 1) Angka negatif berarti kekurangan 2) Angka positif berarti kelebihan atau tercukupi 3) Angka lebih kurang guru berbentuk nilai desimal karena adanya tambahan FTE Non PNS Gambar 8. Jumlah Satuan Pendidikan Per Kategori Series 1 Kategori 4; 5 Series 1 Kategori 3; 1 Series 1 Kategori 2; 11 Series 1 Kategori 1; 10 Merujuk dari informasi guru mapel di atas, gambarkan : 1) 4 SDN tidak memiliki Guru mapel Penjaskes, disebabkan data guru penjaskes tidak ada dan telah dilakukan verifikasi data 4SDN tersebut dan hasilnya tidak terdapat perubahan. 2) 10 satuan pendidikan kekurangan guru mapel penjaskes PNS dan dukungan guru mapel non PNS belum dapat mencukupi kebutuhan guru mapel penjaskes 3) 5 satuan pendidikan telah tercukupi guru mapel penjaskes PNS-nya, bahkan 2 satuan 155

158 LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI pendidikan terdapat kelebihan guru mapel enjaskes non PNS. Pemetaan guru mapel PAI kecamatan Sukamaju dapat dilihat dalam tabel di bawah ini. Tabel 12. Kelebihan dan kekurangan guru PAI per satuan pendidikan Nama Sekolah Jumlah Rombel Jumlah Guru PNS Jumlah Guru Non PNS Total Guru Lebih/ Kurang Guru Lebih/ Kurang Guru PNS Rasio kecukupan SDN 174 SUKADAMAI % SDN 168 TULUNG INDAH II % SDN 172 SUKAMAJU I % SDN 176 SIDORAHARJO % SDN 178 MULYOREJO I % SDN 180 RAWAMANGUN i % SDN 182 WONOKERTO % SDN 165 SALULEMO % SDN 223 SUKAHARAPAN % SDN 163 TAMBOKE % SDN 181 RAWAMANGN II % SDN 183 SUMBER BARU % SDN 167 Tulung Indah I % SDN 173 SUKAMAJU II % SDN 179 MULYOREJO II % SDN 161 LAMPUAWA % SDN 164 Kaluku % SDN 169 KETULUNGAN % SDN 177 TOLANGI % SDN 185 PAOMACANG % SDN 224 LINO % SDN 175 SUKAMUKTI % SDN 162 MINANGA TALLU % SDN.166 SAPTA MARGA % 156

159 Nama Sekolah Jumlah Rombel Jumlah Guru PNS Jumlah Guru Non PNS Total Guru Lebih/ Kurang Guru Lebih/ Kurang Guru PNS Rasio kecukupan SDN 227 PONGKASE % SDN 170 TULUNGSARI I % SDN 184 SUBUR #DIV/0! Total % Keterangan: 1) Angka negatif berarti kekurangan 2) Angka positif berarti kelebihan atau tercukupi 3) Angka lebih kurang guru berbentuk nilai desimal karena adanya tambahan FTE Non PNS Gambar 9. Persentase Satuan Pendidikan per Kategori Series 1 Kategori ,0% Series 1 Kategori ,3% Series 1 Kategori 3 0 0,0% Series 1 Kategori ,6% Kategori 1 Kategori 2 Kategori 3 Kategori 4 Berdasarkan data di atas, dapat diperoleh informasi bahwa: 1) 9 SDN atau 33,3% satuan pendidikan kekurangan guru mapel PAI PNS dan dukungan guru mapel PAI Non PNS tidak mencukupi kebutuhannya 2) 10 SDN atau 37,0% satuan pendidikan telah tercukupi kebutuhan guru mapel PAI PNS-nya, bahkan 1 SDN terdapat kelebihan guru mapel PAI PNS dan 1 SDN kelebihan guru mapel PAI non PNS. Kelebihan ini dapat digunakan untuk redistribusi ke tempat yang kekurangan guru mapel PAI

160 LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI 3. Bahan pertimbangan melakukan redistribusi guru Kegiatan dalam melakukan redistribusi guru tidak serta merta kelebihan guru kelas atau guru mapel dari satuan pendidikan dipindahkan pada satuan pendidikan yang mengalami kekurangan guru kelas atau guru mapel, akan tetapi dengan menggunakan 2 aspek pertimbangan, yaitu: siswa dan pendidik. a. Siswa dengan menghitung rasio siswa rombel. 1) Apabila sekolah mengalami kekurangan guru kelas atau guru mapel dengan rasio siswa rombel kecil (kurang dari ½ SPM atau 16 orang per rombel) yang umumnya ditemukan pada sekolah kecil, maka alternatif kegiatan dengan melaksanakan kelas rangkap (multishift grade class) atau regrouping sekolah apabila syarat untuk melakukan regrouping dipenuhi, misalnya jarak antar sekolah berdekatan atau satu halaman sekolah. 2) Apabila sekolah mengalami kekurangan guru kelas atau guru mapel dengan rasio siswa rombel besar (lebih dari 1 ½ SPM (48 orang per rombel), maka alternatif kegiatan dilakukan membuat rombel baru dan melakukan rekrutasi atau redistribusi guru yang berkelebihan sesuai dengan kriteria distribusi guru proporsional. 3) Apabila sekolah mengalami kekurangan guru kelas atau guru mapel dengan rasio siswa rombel mendekati atau sedikit di atas SPM (± 32 orang per rombel), maka alternatif yang digunakan melakukan redistribusi guru kelas yang berlebihan, atau alih fungsi guru mapel dari sekolah lain yang berlebihan untuk menjadi guru kelas sesuai dengan kreteria distribusi guru. b. Pendidik dengan menghitung jumlah pendidik per jenis kualifikasi dan rentang usianya 1) Apabila terdapat kelebihan pendidik maka perlu diidentifikasi kualifikasi gurunya, yang akan dipindahkan adalah berkualifikasi S1 dengan umur produktif (25-55 tahun) 2) Apabila kelebihan pendidik berkualifikasi DIII, maka perlu dicek umur pendidik tersepbut apabila masih dalam umur tahun, masih dimungkinkan mendapatkan beasiswa atau subsidi melanjutkan ke S-1. c. Hasil perhitungan DGP dengan mempertimbangan siswa dan pendidiknya Dengan menggunakan metode tabulasi silang (cross tab) antara rasio siswa rombel dengan kekurangan guru kelas PNS maupun dengan bantuan guru kelas Non PNS, maka dapat dilakukan penyusunan alternatif strategi untuk DGP. Rincian tabel cross tab dapat dilihat di bawah ini

161 Tabel 13. Jumlah satuan pendidikan dengan kelompok rasio siswa rombel per kecamatan Kecamatan/Rasio Siswa Rombel Jml. Sekolah Jml. Guru Kls. PNS Jml. Guru Kls. Non PNs Total Guru Kls. Kurang/Lebih Guru Kls. Kurang/Lebih Guru Kls. PNS Kec. Malangke Barat <16 Siswa <24 Siswa <32 Siswa Kec. Sekko < 8 Siswa <16 Siswa <24 Siswa <32 Siswa Kec. Sukamaju < 8 Siswa <16 Siswa <24 Siswa <32 Siswa >32 Siswa Missing Total Menurut informasi di atas, fokus analisa adalah pada rasio siswa rombel kecil yaitu: 1) 3 satuan pendidikan di Kecamatan Malangke barat dengan jumlah kurang dari 16 siswa per rombel, kekurangan guru PNS tidak dilakukan redistribusi atau rekrutasi tetapi dengan melakukan multishif grade class, dengan meningkatkan kualifikasi pendidik. 2) Demikian juga di Kecamatan Sekko terdapat 11 satuan pendidikan kecil dengan jumlah siswa per rombel kurang 16 orang dilakukan multishif grade clas atau regrouping sekolah apabila memenuhi syarat regrouping. 3) Untuk Kecamatan Sukamaju terdapat 2 satuan pendidikan kecil, tindakan dapat dilakukan seperti di 2 kecamatan lain. Adapun sekolah kecil yang disarankan untuk melakukan multishift grade class seperti terlihat dalam tabel berikut ini

162 LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI Tabel 14. Satuan pendidikan dengan kelompok rasio siswa rombel sangat kecil (< 8 orang per rombel) per kecamatan Rasio Siswa per Rombel (< 8 orang) Sekolah Guru Kelas PNS Guru Kelas Non PNS Total Guru Kelas Kurang/ Lebih Guru Kelas Kurang/Lebih Guru Kelas PNS Kec. Sekko SDN 070 BANA SDN 072 TURONG SDN 075 LAMBIRI SDN 234 LORE Kec. Sukamaju SDN 227 PONGKASE Grand Total Tabel 15. Satuan pendidikan dengan kelompok rasio siswa rombel kecil (< 16 orang per rombel) per kecamatan Rasio Siswa per Rombel (< 8 orang) Sekolah Guru Kelas PNS Guru Kelas Non PNS Total Guru Kelas Kurang/ Lebih Guru Kelas Kurang/ Lebih Guru Kelas PNS Kec. Malangke Barat SDN 145 LAMIKO-MIKO SDN 147 LABBU SDN 159 PEMBUNIANG Kec. Sekko SDN 065 RANTE KASUMMONG SDN 071 TANETE SDN 073 BUSAK SDN 077 PEWANEANG SDN 078 POYAHAANG SDN 082 KARIANGO

163 Rasio Siswa per Sekolah Guru Guru Kelas Total Kurang/ Kurang/ Rombel (< 8 orang) Kelas Non PNS Guru Lebih Guru Lebih Guru PNS Kelas Kelas Kelas PNS SDN 086 LEDAN Kec. Sukamaju SDN 185 PAOMACANG Total Untuk rasio siswa rombel mendekati SPM (32 orang per rombel) tersebar di beberapa sekolah di 3 kecamatan, seperti tabel di bawah ini. Tabel 16. Satuan pendidikan dengan kelompok rasio siswa rombel mendekati SPM (32 orang per rombel) per kecamatan Rasio Siswa per Sekolah Guru Guru Kelas Total Kurang/ Kurang/ Rombel (< 8 orang) Kelas Non PNS Guru Lebih Guru Lebih Guru PNS Kelas Kelas Kelas PNS Kec. Malangke Barat SDN 143 ARUSU SDN 146 WAELAWI SDN 155 URUKUMPANG SDN 157 KALITATA SDN 160 LANDUNG DOU Kec. Sekko SDN 081 HOYANE Kec. Sukamaju SDN 161 LAMPUAWA SDN 163 TAMBOKE SDN 169 KETULUNGAN SDN 170 TULUNGSARI I SDN 172 SUKAMAJU I SDN 177 TOLANGI

164 LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI Rasio Siswa per Rombel (< 8 orang) Sekolah Guru Kelas PNS Guru Kelas Non PNS Total Guru Kelas Kurang/ Lebih Guru Kelas Kurang/ Lebih Guru Kelas PNS SDN 178 MULYOREJO I SDN 183 SUMBER BARU SDN 173 SUKAMAJU II SDN 175 SUKAMUKTI SDN 179 MULYOREJO II SDN 182 WONOKERTO SDN 162 MINANGA TALLU SDN 166 SAPTA MARGA Total Menurut tabel di atas, dapat diperoleh informasi sebagai berikut: 1) Kecamatan Malangke Barat: permasalahan di proses belajar mengajar di kelas ditemukan dalam SDN 157 Kalitata karena kekurangan guru kelas PNS sebanyak 12 orang dan bantuan guru kelas non PNS masih terjadi kekurangan 2 orang. 2) Kecamatan Sekko: permasalahan kegiatan PBM terjadi di SDN 081 Hoyane, karena kekurangan 3 guru kelas PNS dan bantuan guru kelas non PNS masih terdapat kekurangan 2 orang. 3) Kecamatan Sukamaju: terdapat 7 SDN yang kekurangan guru kelas PNS dan dukungan guru kelas non PNS masih terdapat kekurangan, misalnya di SDN 182 Wonokerto (kekurangan 6 orang), SDN 172 Sukamaju I kekurangan 5 orang dan sebagainya, hal ini akan memicu terganggunya proses PBM di sekolah. 4) Tindakan redistribusi perlu dilakukan dari kecamatan lain yang kelebihan guru kelas PNS atau himbauan kepada satuan pendidikan yang kelebihan guru kelas non PNS untuk dimobilisasikan ke satuan pendidikan yang kekurangan guru kelas, meskipun kegiatan ini sulit dilakukan. Alih fungsi guru mapel juga agak kesulitan karena terdapat kekurangan guru mapel PNS. Untuk rasio siswa rombel besar (> 32 orang per rombel), maka pendekatan redistribusi guru dari satuan pendidikan yang berlebihan yang berkualifikasi S-1 dan berumur produktif, yang akan dipindahkan pada satuan pendiddikan yang ber rombel besar dan kekurangan guru kelas PNS. Hasilnya hanya di temukan dalam Kecamatan Sukamaju

165 Tabel 17. Satuan Pendidikan yang memiliki rombel besar (> 32 orang per rombel) Nama Sekolah Sekolah Guru Kelas PNS Guru Kelas Non PNs Total Guru Kelas Kurang/ Lebih Guru Kelas Kurang/Lebih Guru Kelas PNS SDN 164 KALUKU >32 Siswa SDN 165 SALULEMO >32 Siswa Total Pemetaan guru kelas PNS di 3 kecamatan terllihat dalam tabel di bawah ini. Tabel 18. Cross tab kualifikasi pendidik dengan usia saat ini per kecamatan Jenjang Pendidikan [1] th [2] th [3] th [4] th [5] th Total Kec. Malangke Barat D D S Kec. Sekko SMA D D S Kec. Sukamaju SMA D D D S S2 1 1 Total

166 LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI Berdasarkan informasi di atas, dapat diuraikan sebagai berikut: 1) Kecamatan Malangke Barat: (a) sebanyak 51 orang atau 65,4% guru kelas PNS telah berkualifikasi S-1 dan terbanyak dalam usia tahun (34 orang), (b) sebanyak 26 orang atau 33,3% guru kelas PNS berkualifikasi DII dan terbanyak dalam kelompok umur tahun (20 orang), sehingga berpotensi untuk meningkatkan kualifikasi S1, (c) sebanyak 5 orang atau 6,4 % guru kelas PNS 5 tahun ke depan sudah memasuki masa pensiun sehingga perlu disiapkan penggantinya. 2) Kecamatan Sekko: (a) sebanyak 25 orang atau 46,3% guru kelas PNS berkualifikasi DII dan sebagian besar berusia tahun (16 orang), guru ini berpotensi untuk mendapatkan pendidikan lanjutan berkualifikasi S-1, (b) sebanyak 20 orang atau 37,0% guru kelas PNS berkualifikasi SMA dan sebagian besar berumur tahun (10 orang), masih berpotensi untuk mendapatkan jenjang pendidikan S-1, (c) sebanyak 3 orang atau 5,6% guru kelas PNS 5 tahun kedepan memasuki usia pensiun. 3) Kecamatan Sukamaju: (a) sebanyak 70 orang atau 56% guru kelas PNS berkualifikasi S1 ke atas, berpotensi untuk dilakukan redistribusi ke satuan pendidikan yang kekurangan guru kelas PNS, (b) sebanyak 42 orang atau 33,6% guru kelas berkualifikasi DII-D III, dan sebagian besar terdapat dalam kelompok umur tahun (16 orang), hal ini memiliki potensi untuk melanjutkan ke jenjang S-1, (c) sebanyak 18 orang atau 4,4% guru kelas PNS memasuki usia pensiun di 5 tahun mendatang sehingga perlu dipersiapkan penggantinta. 4) Menurut kajian di awal sebagian besar sekolah mengalami kekurangan guru kelas PNS, sehingga sulit dilakukan redistribusi guru kelas PNS. 4. Mekanisme untuk penetapan alternatif strategi guru mapel SDN, SMPN dan SMAN Basis untuk pengaturan pendidik mapel berbasis beban kerja 24 jam per minggu dan khusus untuk pendidik mapel pengembangan diri (BK) dengan menggunakan jumlah siswa siswa per pendidik. Mekanisme penghitungan dan penyusunan alternatif strategi hampir sama dengan guru kelas SDN. D. Rekomendasi DGP Kabupaten Luwu Utara Berdasarkan rangkaian hasil lokakarya yang dilaksanakan selama Bulan Maret dan April 2012, dirumuskan beberapa rekomendasi, antara lain: 1. Menindaklanjutiroad map DGP Kab. Luwu Utara

167 2. Penerbitan Perbup tentang perencanaan dan penataan DGP yangdicatat dalam lembar daerah, bahkan DPRD mengusulkan untuk meningkatkan menjadi Perda perencanaan dan penataan guru PNS. 3. Redistribusi guru di lakukan di dalam wilayah kecamatan internal kecamatan lebih dahulu sesuai dengan kriteria yang telah di tetapkan (ketersediaan guru, kualifikasi, kompetensi guru, waktu mutasi, batas usia,daerah asal, apabila masih kekurangan guru maka dipindahkan dari Kecamatan terdekat). E. Saran Berdasarkan hasil verifikasi data terdapat kendala dalam data LI dan NUPTK, yang jika dilakukan analisa lebih lanjut akan terjadi bias. Hasil temuan verifikasi data LI dan NUPTK adalah sebagai berikut: 1. Dalam data LI ditemukan (a) terdapat jumlah siswa per kelas, tetapi tidak terdapat jumlah rombelnya, (b) jumlah siswa sama dengan jumlah rombel, (c) jumlah guru dalam LI tidak sama dengan jumlah guru dalam NUPTK. 2. Dalam data NUPTK ditemukan yaitu data sertifikasi pendidik yang kosong. Kegiatan update data LI dan NUPTK dilakukan terus menerus di semua kecamatan, sehingga di tahun 2013 semua kecamatan telah memiliki data terbaru

168 LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI BAHAN PRESENTASI CONTOH PRAKTIK BAIK ROAD MAP DGP KABUPATEN LUWU UTARA TH DISUSUN PARTISIPATIF, TRANSPARAN PAYUNG HUKUM PERBUB UNTUK DGP PAYUNG HUKUM PERDA UNTUK DGP LAW ENFORCEMENT PRODUK HUKUM DGP PENGAWALAN PILOT PROYEK 3 KECAMATAN REPLIKASI 4 KECAMATAN REPLIKASI 4 KECAMATAN MEWUJUDKAN DATA VALID DAN RIIL UPDATE RUTIN VERIFIKASI DATA PEMBANGUNAN JAR. TIK DAERAH & UPTD PEMBANGUNAN DATABASE PENDIDIKAN PENGUATAN SDM PENDATAAN MONITORING DAN EVALUASI DGP COMPLAIN SURVEY 166

169 TARGET TAHUN MENDEKATI SPM Penetapan lokasi pilot proyek DGP: - Kecamatan Malengke Barat (pesisir) - Kecamatan Sekko (pegunungan) - Kecamatan Sukamaju (kota) Melakukan analisa untuk DGP - Validasi dan verifikasi data yang berkesinambungan (pertahun (Li) dan per minggu (NUPTK)) - Pembangunan jaringan TlK di dinas dan UPTD Penerbitan PERBUP tentang DGP Tingkat Kabupaten dan Tingkat Kecamatan (Th 2012 ada 3 lokasi pilot proyek) - Disusun bersama perwakilan stakeholder pendidikan - Sosialiasi produk hukum Monev DGP Tahun KE-1 (complain survey) 1. MINIMAL 2 GURU SDN KUALIFIKASI S-1/ D4 2. MINIMAL 2 GURU SDN TELAH BERSERTIFIKAT 3. MINIMAL 70% GURU SMPN KUALIFIKASI Sl/ DIV 4. MINIMAL 35% GURU SMPN TERSERTIFIKA5I TARGET TAHUN MENDEKATI SPM Rekomendasi perbaikan PELAYANAN oleh pihak sekolah yang di support Diknas dan pengambil kebijakan. Replikasi 4 kecamatan baru untuk program DGP Berfungsinya sistem informasi berbasis teknologi data pendidikan di Diknas & UPTD. [Verifikasi dan validasi data secara berkelanjutan pertahun (LI) dan Per minggu (NUPTK)] Menggunakan sistem data terkoneksi (LAN) antara Dikpora dengan: - BKD - BAPPEDA 1. MINIMAL 2 GURU SDN KUALIFIKASI S-1/ D4 2. MINIMAL 2 GURU SDN TELAH BERSERTIFIKAT 1. MINIMAL 70% GURU SMPN KUALIFIKASI Sl/ D4 2. MINIMAL 35% GURU SMPN TERSERTIFIKA5I 167

170 LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI TARGET TAHUN MENDEKATI SPM Rekomendasi perbaikan PELAYANAN oleh pihak sekolah yang di support Diknas dan pengambil kebijakan. Replikasi 4 kecamatan baru untuk program DGP Berfungsinya sistem informasi berbasis teknologi data pendidikan di Diknas & UPTD. [Verifikasi dan validasi data secara berkelanjutan pertahun (LI) dan Per minggu (NUPTK)]. Terbitnya PERDA tentang DGP. 1. MINIMAL 2 GURU SDN KUALIFIKASI S-1/ D4 2. MINIMAL 2 GURU SDN TELAH BERSERTIFIKAT 1. MINIMAL 70% GURU SMPN KUALIFIKASI Sl/ D4 2. MINIMAL 35% GURU SMPN TERSERTIFIKA5I DRAFT REKOMENDASI SEMENTARA Penyusunan MoU (Insentif, Disinsentif, Pernenuhan kuantitas dan kualitas tenaga guru sesuai SPM ) antara Ekskutif (Bupati) dengan DPRD tentang pemenuhan kebutuhan tenaga pendidik di lokasi pilot project (Kecamatan Sekko, Sukamaju dan Malangke Barat). Penerbitan PERBUP tentang pemenuhan tenaga pendidik / DGP dan dimasukkan dalam lembar daerah. Redistribusi guru dilakukan di dalam wilayah kecamatan sesuai dengan kriteria yang telah di tetapkan (ketersediaan guru, kualifikasi, kompetensi guru, waktu mutasi, batas usia, daerah asal, apabila masih kekurangan guru maka dipindahkan dari Kecamatan terdekat)

171 Kriteria Kecamatan Pilot Project selanjutnya (Tahap-2) adalah kecamatan terdekat dengan lokasi yang menjadi daerah Pilot Project (Tahap-1). Pengembangan jaringan TIK (tehnologi informasi dan komputasi) di tingkat kecamatan (UPTD) dengan joint program dengan mini KPPT (Kantor Pelayanan Publik Terpadu) yang ada di tiap kecamatan. Pembangunan LAN dan peningkatan kapasitas SDM di Dikorda dan pembangunan sistem komputer terkoneksi di 3 kecamatan pilot project (Sekko, Sukamaju, Malangke Barat). TERIMAKASIH 169

172 LAMPIRAN C Lampiran Cara Pelaksanaan Fasilitasi dan Pelatihan Pilihan Pelaksanaan Fasilitasi dan Pelatihan Pada saat awal sebuah daerah sudah memutuskan DGP akan diterapkan dengan pendekatkan KINERJA prosesnya diatur dalam seri lokakarya dengan pelatihan. Proses yang sama dipakai pada tahun berikutnya, karena ada peserta baru, dan juga modul pelatihan dipakai oleh peserta lama untuk ingat kembali substansinya. Sekarang beberapa daerah mempunyai pengalaman tiga tahun dengan MBS. Pada tahun ketiga pelatihan tidak begitu penting, akan tetapi seri lokakarya masih penting agar: Pertemuan semua pemangku kepentingan diatur dengan baik Ada fasilitator yang mendorong tim untuk menyempurnakan penghitungannya agar makin adil, efisien, transparan, dan bertanggungjawab kepada publik. Himpunan modul pelatihan yang dibahas di lampiran ini ditujukan bagi lembaga/instansi yang hendak melakukan fasilitasi penghitungan DGP di kabupaten dan kota. Lembaga/instansi tersebut bisa berbentuk pemda sendiri, calon organisasi mitra pelaksana (OMP) yang ingin memberi fasilitasi, atau calon lembaga diklat yang memasarkan pelatihan saja. Fasilitator DGP. Orang yang ditugaskan untuk fasilitasi tersebut disebut di sini sebagai fasilitator DGP. Sangat penting para fasilitator DGP, baik untuk fasilitasi proses penghitungan dan penyusunan DGP maupun fasilitasi pelatihan bila dibutuhkan, menguasai bahannya, dan berfokus kepada keberhasilan tim. Ia harus memiliki pengetahuan tentang administrasi pendidikan sekolah dan keterampilan sebagai fasilitator yang memadai sehingga dapat melaksanakan pelatihan, memfasilitasi, dan mendampingi pemerintah daerah di dalam proses penyusunan, implementasi, dan monitoring/evaluasi implementasi DGP. Dalam upaya pemda tersebut, tugas pokok fasilitator DGP adalah untuk mengarahkan Tim Penyusun DGP yang dibentuk dari aparat, guru dan LSM yang berkepentingan, untuk menghitung dan menyusun DGP. Bahan pelatihan ini disusun untuk pelatihan yang diberi kepada aparatur yang berkepentingan 170

173 tersebut, khususnya Tim Penyusun DGP. Dalam praktis KINERJA-USAID, tugas fasilitasi dilaksanakan oleh Organisasi Mitra Pelaksana (OMP) yang mengadakan fasilitator baik untuk pelatihan dan dukungan on-the-job. Dalam pelaksanaan program KINERJA-USAID, bagian dari bahan ini juga dipakai: Bagi OMP agar memiliki acuan dalam melakukan pendampingan pengelolaan DGP di daerah Dalam pembahasan para pemimpin daerah dalam proses penentuan kebijakan penyusunan DGP Multi Stakeholder Forum (MSF) yang diikutsertakan dalam proses penghitungan DGP sebagai bahan dukungan dalam advokasi sehingga lahir suatu kebijakan peningkatan mutu pendidikan (lihat juga buku seri lessons-learnt KINERJA-USAID tentang MSF) Media (lihat juga buku seri lessons-learnt KINERJA-USAID tentang MSF) Proses. Proses fasilitasi KINERJA-USAID digambarkan dalam bagan yang berikut: 171

TATA KELOLA DISTRIBUSI GURU SECARA PROPORSIONAL (DGP) Seri Pembelajaran dari USAID-KINERJA

TATA KELOLA DISTRIBUSI GURU SECARA PROPORSIONAL (DGP) Seri Pembelajaran dari USAID-KINERJA Ringkasan Eksekutif TATA KELOLA DISTRIBUSI GURU SECARA PROPORSIONAL (DGP) Seri Pembelajaran dari USAID-KINERJA 2014 KATA PENGANTAR Peningkatan pelayanan publik oleh unit pelayanan yang dikelola oleh pemerintah

Lebih terperinci

Tata Kelola Biaya Operasional Satuan Pendidikan (BOSP) Seri Pembelajaran dari USAID-KINERJA

Tata Kelola Biaya Operasional Satuan Pendidikan (BOSP) Seri Pembelajaran dari USAID-KINERJA Seri Pembelajaran dari USAID-KINERJA 2014 KATA PENGANTAR Peningkatan pelayanan publik oleh unit pelayanan yang dikelola oleh pemerintah daerah merupakan mandat yang diamanatkan dalam berbagai peraturan

Lebih terperinci

Tata Kelola Biaya Operasional Satuan Pendidikan (BOSP) Seri Pembelajaran dari USAID-KINERJA

Tata Kelola Biaya Operasional Satuan Pendidikan (BOSP) Seri Pembelajaran dari USAID-KINERJA Seri Pembelajaran dari USAID-KINERJA 2014 KATA PENGANTAR Peningkatan pelayanan publik oleh unit pelayanan yang dikelola oleh pemerintah daerah merupakan mandat yang diamanatkan dalam berbagai peraturan

Lebih terperinci

Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah Berorientasi Pelayanan Publik

Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah Berorientasi Pelayanan Publik IMPLEMENTED BY RTI INTERNATIONAL AND PARTNERS Ringkasan Eksekutif Seri Pembelajaran dari USAID-KINERJA MODUL MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH KINERJA-USAID Gedung BRI II, Lantai 28, Suite 2807 Jl. Jend Sudirman

Lebih terperinci

Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah Berorientasi Pelayanan Publik

Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah Berorientasi Pelayanan Publik IMPLEMENTED BY RTI INTERNATIONAL AND PARTNERS Seri Pembelajaran dari USAID-KINERJA MODUL MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH KINERJA-USAID Gedung BRI II, Lantai 28, Suite 2807 Jl. Jend Sudirman Kav. 44-46 Jakarta,

Lebih terperinci

Pelayanan Publik Sektor Pendidikan

Pelayanan Publik Sektor Pendidikan Policy Brief Pelayanan Publik Sektor Pendidikan Tata Kelola Distribusi Guru Proporsional Tata Kelola Bantuan Operasional Satuan Pendidikan Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah Tulisan ini bertujuan untuk

Lebih terperinci

TATA KELOLA PENERAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG PENDIDIKAN DASAR UNTUK KABUPATEN/KOTA

TATA KELOLA PENERAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG PENDIDIKAN DASAR UNTUK KABUPATEN/KOTA IMPLEMENTED BY RTI INTERNATIONAL AND PARTNERS TATA KELOLA PENERAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG PENDIDIKAN DASAR UNTUK KABUPATEN/KOTA PENGHITUNGAN KEBUTUHAN PEMENUHAN TARGET SPM PENDIDIKAN DASAR

Lebih terperinci

Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Pendidikan

Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Pendidikan Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Pendidikan Kata Pengantar Chief of Party USAID Kinerja Selamat datang di program peningkatan tata kelola pelayanan publik USAID Kinerja. Buku Berbagi Praktik Baik Tata

Lebih terperinci

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH SALINAN BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang: a. bahwa dalam

Lebih terperinci

BUPATI BANYUMAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

BUPATI BANYUMAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI BANYUMAS PERATURAN BUPATI BANYUMAS NOMOR 26 TAHUN 2010 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI BANYUMAS,

Lebih terperinci

BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG MEKANISME TAHUNAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN KABUPATEN MALANG BUPATI MALANG,

BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG MEKANISME TAHUNAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN KABUPATEN MALANG BUPATI MALANG, 1 BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG MEKANISME TAHUNAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN KABUPATEN MALANG BUPATI MALANG, Menimbang : a. bahwa untuk lebih menjamin ketepatan dan

Lebih terperinci

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH -1- BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DAN PELAKSANAAN MUSYAWARAH PERENCANAAN

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG BUPATI SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG,

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN TUGAS KEHUMASAN DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN DALAM NEGERI DAN PEMERINTAH DAERAH DENGAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU UTARA

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU UTARA PEMERINTAH KABUPATEN LUWU UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU UTARA NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN LUWU UTARA TAHUN 2010-2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BUPATI BARITO UTARA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

BUPATI BARITO UTARA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH BUPATI BARITO UTARA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI BARITO UTARA NOMOR 17 TAHUN 2017 TENTANG TUGAS DAN URAIAN TUGAS JABATAN PADA DINAS PENANAMAN MODAL DAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU KABUPATEN

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rencana kerja adalah dokumen rencana yang memuat program dan kegiatan yang diperlukan untuk mencapai sasaran pembangunan, dalam bentuk kerangka regulasi dan kerangka

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN MELAWI NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN MELAWI NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH +- PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN MELAWI NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MELAWI, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI BANDUNG, Menimbang : a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS, PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan pemerintahan yang

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PROBOLINGGO NOMOR : 07 TAHUN 2013 BAB I PENDAHULUAN

LAMPIRAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PROBOLINGGO NOMOR : 07 TAHUN 2013 BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PROBOLINGGO NOMOR : 07 TAHUN 2013 Rencana Pembangunan TANGGAL Jangka : 11 Menengah JUNI 2013 Daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Perencanaan pembangunan memainkan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG Nomor : 1 Tahun 2009 PEMERINTAH KABUPATEN MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG Nomor : 1 Tahun 2009 PEMERINTAH KABUPATEN MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG Nomor : 1 Tahun 2009 PEMERINTAH KABUPATEN MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG TAHAPAN, TATA CARA PENYUSUNAN, PENGENDALIAN DAN EVALUASI

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN DOKUMEN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN DOKUMEN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN DOKUMEN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kabupaten Ogan Komering Ulu PERATURAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOLITOLI NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOLITOLI NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOLITOLI NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH DAN PELAKSANAAN MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN TOLITOLI DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI KUNINGAN NOMOR 55 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN BUPATI KUNINGAN NOMOR 55 TAHUN 2016 TENTANG PERATURAN BUPATI KUNINGAN NOMOR 55 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS POKOK, FUNGSI DAN URAIAN TUGAS, SERTA TATA KERJA DINAS PENANAMAN MODAL DAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU KABUPATEN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG TAHAPAN, TATA CARA PENYUSUNAN, PENGENDALIAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG

TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 4 TAHUN 2014 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG Bagian Hukum Setda Kabupaten Bandung

Lebih terperinci

BUPATI TEMANGGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

BUPATI TEMANGGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH BUPATI TEMANGGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEMANGGUNG, Menimbang : a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Alhamdulillaah,

KATA PENGANTAR. Alhamdulillaah, KATA PENGANTAR Alhamdulillaah, Puji syukur kehadirat Allah SWT karena berkat limpahan rahmat dan petunjuk- Nya kami telah menyusun dokumen Rencana Kinerja Tahunan (RKT) Badan Perencanaan Pembangunan Daerah

Lebih terperinci

SALINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GUNUNGKIDUL,

SALINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GUNUNGKIDUL, SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH DAN PELAKSANAAN MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

Tata Kelola Persalinan Aman. Seri Pembelajaran dari USAID-KINERJA

Tata Kelola Persalinan Aman. Seri Pembelajaran dari USAID-KINERJA Tata Kelola Persalinan Aman Seri Pembelajaran dari USAID-KINERJA 2014 KATA PENGANTAR Panduan Pendampingan ini ditujukan kepada para pihak yang tertarik lebih dalam bagaimana USAID-KINERJA mengimplementasikan

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN

RENCANA STRATEGIS BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN RENCANA STRATEGIS BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN 2016-2021 Kata Pengantar Alhamdulillah, puji syukur kehadirat ALLAH SWT, atas limpahan rahmat, berkat dan hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DAN PELAKSANAAN MUSYAWARAH PERENCANAAN

Lebih terperinci

Renstra 2014 H a l a m a n 1 BAB I PENDAHULUAN

Renstra 2014 H a l a m a n 1 BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembangunan daerah merupakan satu kesatuan dengan pembangunan nasional, yang pelaksanaannya tetap dan senantiasa memperhatikan kondisi, potensi dan sumber daya daerah

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO

PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO SALINAN PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUKOMUKO NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN MUKOMUKO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUKOMUKO,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BELITUNG TIMUR, Menimbang : a. bahwa berdasarkan ketentuan

Lebih terperinci

BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH

BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH A. KONDISI UMUM 1. PENCAPAIAN 2004 DAN PRAKIRAAN PENCAPAIAN 2005 Pencapaian kelompok

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG TAHAPAN, TATA CARA PENYUSUNAN, PENGENDALIAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

BUPATI SERDANG BEDAGAI PROVINSI SUMATERA UTARA

BUPATI SERDANG BEDAGAI PROVINSI SUMATERA UTARA BUPATI SERDANG BEDAGAI PROVINSI SUMATERA UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA DAN PEDOMAN PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG TAHAPAN, TATA CARA PENYUSUNAN, PENGENDALIAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Page 1

BAB I PENDAHULUAN. Page 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Rencana Kerja (Renja) SKPD merupakan dokumen perencanaan dan pendanaan yang berisi program dan kegiatan SKPD sebagai penjabaran dari RKPD dan Renstra SKPD dalam satu

Lebih terperinci

TATA KELOLA INISIASI MENYUSU DINI DAN ASI EKSKLUSIF

TATA KELOLA INISIASI MENYUSU DINI DAN ASI EKSKLUSIF TATA KELOLA INISIASI MENYUSU DINI DAN ASI EKSKLUSIF Seri Pembelajaran dari USAID-KINERJA Tata Kelola Inisiasi Menyusu Dini dan ASI Eksklusif KINERJA-USAID Gedung BRI II, Lantai 28, Suite 2807 Jl. Jend

Lebih terperinci

WALIKOTA CIREBON PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA CIREBON NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA CIREBON

WALIKOTA CIREBON PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA CIREBON NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA CIREBON WALIKOTA CIREBON PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA CIREBON NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA CIREBON DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA CIREBON, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI BARRU PROVINSI SULAWESI SELATAN

BUPATI BARRU PROVINSI SULAWESI SELATAN BUPATI BARRU PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARRU NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH TAHUN 2016-2021 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BARRU,

Lebih terperinci

BUPATI SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

BUPATI SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH SALINAN BUPATI SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINJAI, Menimbang

Lebih terperinci

Banyuwangi Tahun telah ditetapkan melalui surat. : 421/ 159/ /2014 tanggal 23 September Berdasarkan

Banyuwangi Tahun telah ditetapkan melalui surat. : 421/ 159/ /2014 tanggal 23 September Berdasarkan KATA PENGANTAR Rencana Strategis (Renstra) Dinas Pendidikan Kabupaten Banyuwangi Tahun 2010-2015 telah ditetapkan melalui surat Keputusan Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Banyuwangi Nomor : 421/ 159/429.101/2014

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 3

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 3 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Bandung, Januari 2015 KEPALA BADAN PENANAMAN MODAL DAN PERIJINAN TERPADU PROVINSI JAWA BARAT

KATA PENGANTAR. Bandung, Januari 2015 KEPALA BADAN PENANAMAN MODAL DAN PERIJINAN TERPADU PROVINSI JAWA BARAT KATA PENGANTAR Sebagai tindaklanjut dari Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 Tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, yang mewajibkan bagi setiap pimpinan instansi pemerintah untuk mempertanggungjawabkan

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN TUGAS KEHUMASAN DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN DALAM NEGERI DAN PEMERINTAH DAERAH DENGAN

Lebih terperinci

GUBERNUR SULAWESI BARAT

GUBERNUR SULAWESI BARAT GUBERNUR SULAWESI BARAT RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI BARAT NOMOR TAHUN 2017 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAN PENGANGGARAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI BARAT,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG TAHAPAN, TATA CARA PENYUSUNAN, PENGENDALIAN, DAN EVALUASI PELAKSANAAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN, PENGENDALIAN, DAN EVALUASI PELAKSANAAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN KUDUS DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

Rencana kerja Dinas Komunikasi Informatika dan Statistik Kabupaten Sumbawa Tahun 2017 disusun sebagai bahan acuan penyelenggaraan program dan

Rencana kerja Dinas Komunikasi Informatika dan Statistik Kabupaten Sumbawa Tahun 2017 disusun sebagai bahan acuan penyelenggaraan program dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemerintah Kabupaten Sumbawa pada tahun anggaran 2017 telah menyusun tema pembangunan daerah yang berorientasi pada upaya Pemantapan Pelayanan Publik dan Percepatan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN BUPATI HUMBANG HASUNDUTAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PENERAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PENERAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PENERAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

Tata Kelola Persalinan Aman. Seri Pembelajaran dari USAID-KINERJA

Tata Kelola Persalinan Aman. Seri Pembelajaran dari USAID-KINERJA Tata Kelola Persalinan Aman Seri Pembelajaran dari USAID-KINERJA 2014 KATA PENGANTAR Panduan Pendampingan ini ditujukan kepada para pihak yang tertarik lebih dalam bagaimana USAID-KINERJA mengimplementasikan

Lebih terperinci

I - 1 BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I - 1 BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang LAMPIRAN : PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR : 2 TAHUN 2009 TANGGAL : 14 MARET 2009 TENTANG : RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG TAHUN 2008-2013 BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Bandung, 2013 KEPALA BPPT KOTABANDUNG. Drs. H. DANDAN RIZA WARDANA, M.Si PEMBINA TK. I NIP

KATA PENGANTAR. Bandung, 2013 KEPALA BPPT KOTABANDUNG. Drs. H. DANDAN RIZA WARDANA, M.Si PEMBINA TK. I NIP KATA PENGANTAR Puji syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat dan rahmat-nya, kami dapat menyelesaikan Rencana Kerja (RENJA) Badan Pelayanan Perijinan Terpadu Kota Bandung Tahun

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA SELATAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA SELATAN, PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN, PENGENDALIAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA Jakarta, 28 Maret 2012 Kepada Nomor : 070 / 1082 / SJ Yth. 1. Gubernur Sifat : Penting 2. Bupati/Walikota Lampiran : Satu berkas di Hal : Pedoman Penyusunan Program

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2013-2018 DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJAR,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJAR, PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJAR, Menimbang : a. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 27 ayat

Lebih terperinci

RENCANA KERJA (RENJA)

RENCANA KERJA (RENJA) RENCANA KERJA (RENJA) KECAMATAN JURAI TAHUN 2018 KECAMATAN IV JURAI KABUPATEN PESISIR SELATAN Salido, 2017 Rencana Kerja Kecamatan IV Jurai Tahun 2018 1 KATA PENGANTAR Puji syukur kita panjatkan kehadirat

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN

PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DAN PELAKSANAAN MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN (MUSRENBANG)

Lebih terperinci

BAB II PERENCANAAN KINERJA

BAB II PERENCANAAN KINERJA BAB II PERENCANAAN KINERJA B adan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kabupaten Probolinggo menjalankan amanat Misi Kedua dari RPJMD Kabupaten Probolinggo Tahun 2013 2018 yaitu MEWUJUDKAN MASYARAKAT

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PENERAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PENERAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PENERAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Berdasarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, bahwa penyelenggaraan desentralisasi dilaksanakan dalam bentuk pemberian kewenangan Pemerintah

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SOLOK LAPORAN KINERJA TAHUN 2016

PEMERINTAH KOTA SOLOK LAPORAN KINERJA TAHUN 2016 PEMERINTAH KOTA SOLOK LAPORAN KINERJA TAHUN 2016 BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH (BAPPEDA) KOTA SOLOK 2017 KATA PENGANTAR Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA, Menimbang : a. bahwa agar kegiatan pembangunan

Lebih terperinci

POLICY PAPER Rekomendasi Penerapan Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan Tahun (Pembelajaran dari Program USAID-KINERJA)

POLICY PAPER Rekomendasi Penerapan Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan Tahun (Pembelajaran dari Program USAID-KINERJA) POLICY PAPER Rekomendasi Penerapan Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan Tahun 2015-2019 (Pembelajaran dari Program USAID-KINERJA) Latar Belakang Tulisan ini dimaksudkan untuk mendokumentasikan secara

Lebih terperinci

BUPATI SUMBA BARAT DAYA PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI SUMBA BARAT DAYA PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI SUMBA BARAT DAYA PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA TAHUN 2014

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perencanaan merupakan suatu siklus dalam proses menentukan kebijakan melalui urutan pilihan yang tepat dalam jangka waktu tertentu yang telah ditetapkan dalam berbagai

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH(RPJMD) KABUPATEN LUWU TIMUR TAHUN 2011-2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU TIMUR,

Lebih terperinci

-1- BUPATI BENGKAYANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG

-1- BUPATI BENGKAYANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG -1- BUPATI BENGKAYANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PROVINSI GORONTALO

PEMERINTAH PROVINSI GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PROVINSI GORONTALO PEMERINTAH PROVINSI GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PROVINSI GORONTALO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR GORONTALO,

Lebih terperinci

RENCANA KERJA KECAMATAN ANGSANA TAHUN 2016

RENCANA KERJA KECAMATAN ANGSANA TAHUN 2016 RENCANA KERJA KECAMATAN ANGSANA TAHUN 2016 PEMERINTAH KABUPATEN TANAH BUMBU KECAMATAN ANGSANA DAFTAR ISI Halaman Daftar Isi... ii Daftar Tabel... iii Daftar Bagan... iv Daftar Singkatan... v BAB I PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA SELATAN, Menimbang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT BUPATI GARUT LD. 15 2012 R PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT,

Lebih terperinci

BAB II EVALUASI PELAKSANAAN RENJA SKPK TAHUN LALU 2.1. EVALUASI PELAKSANAAN RENJA SKPK TAHUN LALU DAN CAPAIAN RENSTRA SKPK

BAB II EVALUASI PELAKSANAAN RENJA SKPK TAHUN LALU 2.1. EVALUASI PELAKSANAAN RENJA SKPK TAHUN LALU DAN CAPAIAN RENSTRA SKPK BAB II EVALUASI PELAKSANAAN RENJA SKPK TAHUN LALU 2.1. EVALUASI PELAKSANAAN RENJA SKPK TAHUN LALU DAN CAPAIAN RENSTRA SKPK Rencana Kerja Bappeda Kabupaten Aceh Selatan adalah penjabaran perencanaan tahunan

Lebih terperinci

RENCANA KERJA TAHUN 2017 BAGIAN PEMBANGUNAN SEKRETARIAT DAERAH KOTA PADANG

RENCANA KERJA TAHUN 2017 BAGIAN PEMBANGUNAN SEKRETARIAT DAERAH KOTA PADANG RENCANA KERJA TAHUN 2017 BAGIAN PEMBANGUNAN SEKRETARIAT DAERAH KOTA PADANG PEMERINTAH KOTA PADANG SEKRETARIAT DAERAH KOTA PADANG BAGIAN PEMBANGUNAN TAHUN 2016 KATA PENGANTAR Sebagai tindak lanjut instruksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang LAMPIRAN KEPUTUSAN BUPATI BADUNG NOMOR : 1529/03/HK/2015 TANGGAL : 24 JUNI 2015 TENTANG : PENGESAHAN RENCANA KERJA BADAN PELAYANAN PERIZINAN TERPADU KABUPATEN BADUNG TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar

Lebih terperinci

RINGKASAN TATA KELOLA PERSALINAN AMAN, INISIASI MENYUSU DINI DAN ASI EKSKLUSIF

RINGKASAN TATA KELOLA PERSALINAN AMAN, INISIASI MENYUSU DINI DAN ASI EKSKLUSIF TATA KELOLA PERSALINAN AMAN, INISIASI MENYUSU DINI DAN ASI EKSKLUSIF USAID - KINERJA Gedung BRI II, Lantai 28, Suite 2807 Jl. Jend Sudirman Kav. 44-46 Jakarta, 10210 Phone: +62 21 5702820 Fax: +62 21 5702832

Lebih terperinci

BUPATI BANYUMAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

BUPATI BANYUMAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI BANYUMAS PERATURAN BUPATI BANYUMAS NOMOR 32 TAHUN 2010 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI BADAN PELAKSANA PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN, KEHUTANAN DAN KETAHANAN PANGAN KABUPATEN BANYUMAS DENGAN

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2008 NOMOR 21 SERI D PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 43 TAHUN 2008

BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2008 NOMOR 21 SERI D PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 43 TAHUN 2008 BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2008 NOMOR 21 SERI D PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI, TATA KERJA DAN URAIAN TUGAS JABATAN STRUKTURAL DI LINGKUNGAN BADAN PERENCANAAN

Lebih terperinci

RENCANA KERJA KECAMATAN ANGSANA TAHUN 2017

RENCANA KERJA KECAMATAN ANGSANA TAHUN 2017 RENCANA KERJA KECAMATAN ANGSANA TAHUN 2017 PEMERINTAH KABUPATEN TANAH BUMBU KECAMATAN ANGSANA DAFTAR ISI Halaman Daftar Isi... ii Daftar Tabel... iii Daftar Bagan... iv Daftar Singkatan... v BAB I PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA KEDIRI

PEMERINTAH KOTA KEDIRI PEMERINTAH KOTA KEDIRI PERATURAN DAERAH KOTA KEDIRI NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG TRANSPARANSI DAN PARTISIPASI DALAM PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KEDIRI, Menimbang

Lebih terperinci

PERUBAHAN RENCANA KERJA Tahun 2015

PERUBAHAN RENCANA KERJA Tahun 2015 PERUBAHAN RENCANA KERJA Tahun 205 BAGIAN ADMINISTRASI PEMBANGUNAN SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN JOMBANG TAHUN 205 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat-nya, atas taufiq, hidayah dan karunia-nya

Lebih terperinci

BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN

BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN 3.1 Telaahan terhadap Kebijakan Nasional Rencana program dan kegiatan pada Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Pemalang mendasarkan pada pencapaian Prioritas

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 02 TAHUN 2010 TENTANG MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH MALUKU

PEMERINTAH PROVINSI MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 02 TAHUN 2010 TENTANG MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH MALUKU PEMERINTAH PROVINSI MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 02 TAHUN 2010 TENTANG MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH MALUKU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR MALUKU, Menimbang : a.

Lebih terperinci

KABUPATEN BADUNG LAPORAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN TAHUN 2014

KABUPATEN BADUNG LAPORAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN TAHUN 2014 KABUPATEN BADUNG LAPORAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN TAHUN 2014 BAPPEDA LITBANG KABUPATEN BADUNG TAHUN 2015 DAFTAR ISI Hal DAFTAR ISI...

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA Tahun 2010 Nomor: 8

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA Tahun 2010 Nomor: 8 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA Tahun 2010 Nomor: 8 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR: 8 TAHUN 2010 TENTANG PROSEDUR PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN FLORES TIMUR. No. 1, 2013 Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Flores Timur Nomor 0085

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN FLORES TIMUR. No. 1, 2013 Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Flores Timur Nomor 0085 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN FLORES TIMUR No. 1, 2013 Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Flores Timur Nomor 0085 PERATURAN DAERAH KABUPATEN FLORES TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM

Lebih terperinci

BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH

BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH A. KONDISI UMUM 1. PENCAPAIAN 2004 DAN PRAKIRAAN PENCAPAIAN 2005 Pencapaian kelompok Program Pengembangan Otonomi Daerah pada tahun 2004, yaitu

Lebih terperinci

GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 21 TAHUN 2015 TENTANG URAIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA PROVINSI PAPUA

GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 21 TAHUN 2015 TENTANG URAIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA PROVINSI PAPUA GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 21 TAHUN 2015 TENTANG URAIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA PROVINSI PAPUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PAPUA, Menimbang :

Lebih terperinci

BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH NO. 07 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) KABUPATEN PROBOLINGGO TAHUN

PERATURAN DAERAH NO. 07 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) KABUPATEN PROBOLINGGO TAHUN PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO PERATURAN DAERAH NO. 07 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) KABUPATEN PROBOLINGGO TAHUN 2013-2018 JL. RAYA DRINGU 901 PROBOLINGGO SAMBUTAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SUKABUMI

LEMBARAN DAERAH KOTA SUKABUMI LEMBARAN DAERAH KOTA SUKABUMI TAHUN 2010 NOMOR 6 PERATURAN DAERAH KOTA SUKABUMI Tanggal : 26 Nopember 2010 Nomor : 6 Tahun 2010 Tentang : TAHAPAN, TATA CARA PENYUSUNAN, PENGENDALIAN, DAN EVALUASI PELAKSANAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, serta Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional telah mengamanatkan

Lebih terperinci