Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah Berorientasi Pelayanan Publik

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah Berorientasi Pelayanan Publik"

Transkripsi

1 IMPLEMENTED BY RTI INTERNATIONAL AND PARTNERS Seri Pembelajaran dari USAID-KINERJA MODUL MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH KINERJA-USAID Gedung BRI II, Lantai 28, Suite 2807 Jl. Jend Sudirman Kav Jakarta, Phone: Fax:

2

3 KATA PENGANTAR Peningkatan pelayanan publik oleh unit pelayanan yang dikelola oleh pemerintah daerah merupakan mandat yang diamanatkan dalam berberagai peraturan perundangan seperti Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik dan Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63/KEP/M. PAN/7/2003 Tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik. Dengan dukungan USAID, Program KINERJA telah berupaya memperkenalkan program bantuan teknis peningkatan pelayanan publik di 20 kabupaten/kota mitra di empat provinsi di Indonesia (Aceh, Jawa Timur, Kalimantan Barat, dan Sulawesi Selatan) yang bertujuan untuk peningkatan mutu pelayanan publik. Program ini difokuskan pada penguatan pihak penyedia layanan (supply side) dan pihak pengguna layanan (demand side) di sektor pendidikan dasar, kesehatan dasar, dan perbaikan iklim usaha. Pada tahun ketiga Program KINERJA menambah 4 kabupaten/kota lagi di Provinsi Papua yang bekerja khusus di sektor kesehatan. Di bidang manajemen berbasis sekolah (MBS) berorientasi pelayanan publik, Program KINERJA mendorong sekolah-sekolah agar menyelenggarakan kegiatan sekolah berdasarkan pencapaian standar pelayanan publik (SPP), standar pelayanan minimal (SPM), dan standar nasional pendidikan (SNP), dan masukan-masukan dan keluhan dari murid dan orangtua/wali murid. Keluhan-keluahan ini diperoleh melalui survei pengaduan yang dilaksanakan setiap tahun. KINERJA juga mendorong munculnya kebijakan di tingkat kabupaten/kota agar program MBS berorientasi pelayanan publik dapat diadopsi dan disebarluaskan ke sekolah-sekolah lainnya. Beberapa daerah mitra telah mengeluarkan kebijakan untuk menerapkannya di semua sekolah secara bertahap. Dinas Pendidikan di daerah tersebut telah mulai menyebarluaskan praktik-praktik MBS berorientasi pelayanan publik ke sekolah-sekolah lain dan merencanakan akan mencakup seluruh sekolah. Mengingat praktik-praktik MBS berorientasi pelayanan publik yang dilaksanakan KINERJA bersama pemerintah daerah mitra merupakan pendekatan yang relatif baru dengan intervensi sisi penyedia layanan dan pengguna layanan secara bersamaan, maka untuk lebih memudahkan pemerintah daerah, sekolah, dan para pemangku kepentingan dalam menerapkannya maka diperlukan sebuah modul yang dapat dijadikan sebagai acuan dalam pelatihan, pendampingan, dan pelaksanaannya. Diharapkan modul ini dapat membantu pemerintah daerah yang ingin memperkenalkan dan menerapkan MBS dengan pendekatan KINERJA di daerahnya. Untuk membantu pemerintah daerah dalam proses dan teknis penerapan pendekatan ini, modul ini juga memuat daftar organisasi yang selama ini membantu KINERJA dan kabupaten/kota mitra dalam penerapan MBS berorientasi pelayanan publik. Jakarta, Januari

4 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR 1 DAFTAR ISI 2 RINGKASAN EKSEKUTIF 3 Tujuan dan Keberhasilan KINERJA 4 Rekomendasi kepada para Pimpinan Daerah 6 Rekomendasi kepada para Calon OMP 7 Rekomendasi kepada para Penyedia Pelatihan 7 BAB 1 PENDEKATAN KINERJA 8 Pendekatan Umum Proyek KINERJA 8 Prinsip-prinsip Tata Kelola Sektor Pendidikan 9 Prinsip Dalam Tata Kelola MBS 10 BAB 2 Bab 2 PENGALAMAN KINERJA DALAM TATA KELOLA 11 MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH Situasi yang dihadapi di daerah 11 Bagaimana kita memulai inisiatif Komitmen Kepala Daerah, DPRD, dan Stakeholders Pengaturan Pekerjaan Penyusunan rencana kerja 12 Proses kerja Peran masing-masing stakeholder Pelaksanaan rencana kerja Proses perubahan dan perkembangan manfaat dari cara kerja 14 BAB 3 MENGATASI TANTANGAN DAN MENCAPAI SUKSES 16 Tantangan 16 Keberhasilan Program Contoh Keberhasilan Program MBS di Kota Probolinggo Pendekatan KINERJA 18 Manajemen Berbasis Sekolah 2

5 BAB 4 REKOMENDASI UNTUK REPLIKASI 21 Rekomendasi untuk replikasi di daerah Lain 21 Rekomendasi untuk OMP 22 Rekomendasi untuk Lembaga Diklat 22 DAFTAR LAMPIRAN

6 RINGKASAN EKSEKUTIF Tujuan dan Keberhasilan KINERJA - Tujuan Umum Program KINERJA KINERJA merupakan program yang bertujuan membantu pemerintah daerah meningkatkan tata kelola dalam penyediaan layanan publik di Indonesia. Program KINERJA bekerja di sedikit daerah, hanya di enam dari lima ratusan daerah di Indonesia. Program ini sebagai contoh praktik yang baik diharapkan dapat diterapkan dan disempurnakan lagi di daerah-daerah lain. Oleh karena itu, dokumen ini ditujukan kepada para pengambil keputusan yang berminat menerapkan dan menyempurnakan pendekatan KINERJA di daerah mereka. Buku Seri Pembelajaran USAID-KINERJA ini menguraikan pembelajaran dari KINERJA dalam penerapan MBS di mana prinsip, pelajaran dan rekomendasi diangkat untuk memfasilitasi daerah lain yang ingin mengadopsi pendekatan-pendekatan KINERJA dalam melaksanakan program MBS. Program KINERJA dimulai pada bulan Oktober 2010 dan akan berlangsung selama kurang lebih lima tahun hingga Februari Program ini didanai oleh USAID dan dilaksanakan oleh RTI International bersama lima mitra organisasi The Asia Foundation, Social Impact, SMERU Research Institute, Universitas Gadjah Mada, dan Kemitraan. KINERJA bertujuan untuk meningkatkan pelayanan publik yang difokuskan pada tiga sektor, yakni pendidikan dasar, kesehatan dasar, dan iklim usaha. Di sektor pendidikan KINERJA memusatkan perhatian pada tiga paket, yakni tata kelola distribusi guru proporsional (DGP), penghitungan dan tata kelola biaya operasional satuan pendidikan (BOSP), dan manajemen berbasis sekolah (MBS). Paket DGP dan BOSP lebih ditujukan pada tata kelola di tingkat pemerintah daerah. Sedangkan MBS lebih diarahkan pada peningkatan pelayanan sekolah melalui perencanaan yang berorientasi berbasis data, evaluasi diri sekolah, dan hasil survei pengaduan. Ketiga paket tersebut dilaksanakan dengan pendekatan transparansi, akunatabilitas, partisipatif, dan responsif. Di sektor kesehatan KINERJA fokus pada kesehatan ibu dan anak (KIA), terutama persalinan aman dan ASI eksklusif. Kegiatan ini dilakukan sebagai bagian dari paket kesehatan yang mencakup perbaikan akuntabilitas puskesmas dengan cara melibatkan forum multi pemangku kepentingan dalam perencanaan dan penganggaran partisipatif, melaksanakan survei pengaduan, membuat janji perbaikan pelayanan antara warga negara dan pemerintah dan meningkatkan manajemen puskesmas untuk memastikan pelayanan publik yang diberikan berkualitas tinggi. Di Papua, paket kesehatan fokus pada tata kelola penguatan sistem kesehatan untuk KIA, HIV/AIDS, dan Tubercolusis (TB). 4

7 Di sektor iklim usaha yang baik KINERJA fokus pada perbaikan perizinan usaha di bawah Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) dengan cara membuat kebijkan berbasis bukti dan meningkatkan dialog pemerintah dan swasta serta menguatkan pengawasan dari masyarakat publik. Beberapa contoh bantuan iklim usaha yang baik adalah pembentukan PTSP di kabupaten/kota, studi partisipatif mendalam, fasilitasi dialog pemerintah dan swasta, dan bantuan teknis untuk menyusun rancangan peraturan baru. - Lokasi Program KINERJA KINERJA bekerja di 24 kabupaten/kota di 5 provinsi, yakni: 1. Provinsi Aceh: Aceh Singkil, Aceh Tenggara, Bener Meriah, Kota Banda Aceh dan Simeulue 2. Provinsi Jawa Timur: Bondowoso, Jember, Kota Probolinggo, Probolinggo, dan Tulungagung 3. Provinsi Sulawesi Selatan: Barru, Bulukumba, Luwu, Luwu Utara, dan Kota Makassar 4. Provinsi Kalimantan Barat: Bengkayang, Kota Singkawang, Melawi, Sambas, dan Sekadau 5. Provinsi Papua: Jayapura, Jayawijaya, Kota Jayapura, dan Mimika - Keberhasilan Program MBS Program KINERJA-USAID telah melaksanakan pendampingan teknis kepada 180 sekolah-sekolah mitra yang tersebar di 9 kabupaten/kota di 4 Provinsi (Jawa Timur, Aceh, Kalimantan Barat, dan Sulawesi Selatan ) sebagai unit layanan pendidikan untuk menerapkan MBS.Hingga akhir 2013 ini, hasil-hasil yang telah dicapai adalah sebagai berikut: Bersama organisasi mitra pelaksana, KINERJA melaksanakan pendampingan pengembangan MBS berorientasi pelayanan publik di 180 sekolah mitra di sembilan kabupaten/kota di empat provinsi (20 sekolah di masing-masing kabupaten/kota). Pendekatan KINERJA telah menunjukkan manfaat yang cukup signifikan di hampir semua sekolah mitra, baik dari aspek peningkatan partisipasi forum multi stakeholder sekolah, transparansi, akuntabilitas, dan peningkatan kualitas pelayanan sekolah. Sekolah-sekolah menyusun RKS dan RKAS secara partisipatif dan memasukkan program dan kegaiatan menuju pencapaian standar pelayanan serta berdasarkan data yang valid, evaluasi diri sekolah, dan hasil survei pengaduan. Sekolah-sekolah mitra KINERJA melaksanakan survei pengaduan, menganalisis hasilnya menjadi sebuah indeks pengaduan masyarakat, membuat janji perbaikan layanan dan menindaklanjuti pengaduan yang menjadi wewenang sekolah dan menyampaikan rekomendasi tindak lanjut kepada Dinas Pendidikan. 5

8 Di Kabupaten Barru, ada sekolah yang menyampaikan rekomendasi kepada instansi lain di luar Dinas Pendidikan, yakni Dinas Kesehatan dan Puskesmas untuk memperbaiki layanan UKS. Beberapa kepala sekolah menyatakan bahwa survei pengaduan sangat efektif untuk memperbaiki pelayanan sekolah. Tanpa survei pengaduan, mereka tidak mengetahui apa yang menjadi keluhan dan harapan pengguna layanan. Di Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan, terlihat jelas perubahan pelayanan sekolah terhadap murid dan siswa. Fasilitas dan kegiatan pembelajaran membaik sehingga murid belajar dengan nyaman. Lingkungan sekolah juga menjadi lebih baik berkat peran serta pemerintah daerah, komite sekolah, dan masyarakat yang tanggap terhadap pengaduan masyarakat. Beberapa sekolah di Kabupaten Melawi telah berhasil meraih dukungan pendanaan dari orangtua/wali murid, masyarakat, dan dunia industri setelah sekolah menerapkan perencaan yang transparan dan partisipatif. Pada tanggal 2 Mei 2012, Walikota Kota Probolinggo mengeluarkan Surat Keputusan untuk menerapkan MBS di semua sekolah. KINERJA bersama organisasi mitra pelaksana dan MSF mendorong pemerintah daerah untuk mendiseminasi praktik-praktik baik tata kelola manajemen sekolah yang berorientasi pelayanan publik ke semua sekolahsekolah di daerah masing-masing, termasuk melaksanakan survei pengaduan. Dengan berfokus pada pelayanan publik dan khususnya menandaskan pentingnya keterlibatan masyarakat, manajemen sekolah menjadi lebih terbuka dan program-program sekolah menjadi lebih terencana, terarah dan partisipatif. Drs. Endro Suroso, M.Si., Kepala Dinas Pendidikan, Kota Probolinggo Rekomendasi kepada para Pimpinan Daerah Program MBS yang dilaksanakan KINERJA bersama pemerintah daerah dan Forum Multi Stakeholder menunjukkan bahwa pendekatan yang digunakan telah membawa hasil dan perubahan. Berdasarkan pengalaman tersebut, ada beberapa rekomendasi untuk pemerintah daerah, yakni (a) diperlukan komitmen yang tinggi dari Bupati/Walikota, DPRD dan Dinas Pendidikan untuk melaksanakan program MBS, (b) setiap kebijakan hendaknya berorientasi pada pelayanan publik, (c) melibatkan masyarakat atau forum-forum multi 6

9 stakeholder dalam penyelengaraan tata kelola MBS, (d) mendayagunakan staf dan struktur organisasi yang ada tanpa perlu membentuk unit organisasi baru, (e) berkoordinasi dengan instansi-instansi pemerintah daerah terkait, (f) menetapkan indikator KINERJA dan pengukuruan keberhasilan program, dan (g) mengadopsi pendekatan KINERJA dan menggunakan bahan-bahan yang telah dibuat oleh KINERJA. Rekomendasi kepada para Calon OMP Organisasi-organisasi mitra pelaksana KINERJA telah banyak membantu pemerintah daerah dan forum multi stakeholder dalam melaksanakan program MBS. Ke depan ada beberapa rekomendasi yang bisa dipertimbangkan oleh OMP dalam upaya melanjutkan perannya, yakni (a) selalu mengintegrasikan aspek tata kelola (governance) dalam setiap kegiatan penguatan dan pendampingan dengan melibatkan masyarakat atau forum-forum multi stakeholder, (b) tetap berorientasi pada hasil, tidak sekadar memenuhi jadwal kegiatan dan jumlah peserta, (c) bertindak sebagai advisor yang berperan lebih pada memberi stimulus daripada sebagai pegawai yang melaksanakan program, dan (d) menggunakan modul-modul yang dikekmbangkan KINERJA untuk penguatan kapasitas OMP sendiri maupun penguatan pemerintah daerah dan forum multi stakeholder. Rekomendasi kepada para Penyedia Pelatihan Penyedia pelatihan bisa berupa lembaga-lembaga pendidikan seperti universitas, lembaga swasta khusus pelatihan dan Badan Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) pemerintah. Mereka mempunyai peran strategis dalam pendayagunaan para stakeholders yang ikut serta dalam program MBS. Direkomendasi agar lembagalembaga Diklat: a. Memasukkan pendekatan-pendekatan KINERJA dalam Kurikulum Diklat yang meliputi antara lain tata kelola yang melibatkan masyarakat sebagai pengguna layanan publik. b. Lebih berorientasi pada peningkatan ketrampilan dan tidak sekadar peningkatan pengetahuan dan pemahaman. Hal ini hanya dapat dicapai melalui kegiatan lanjutan setelah pelatihan, yakni pendampingan secara terus menerus sampai para peserta pelatihan dapat benar-benar melaksanakan hasil-hasil pelatihan. c. Mengadopsi sebagian modul yang dikembangkan KINERJA. Lembaga pendidikan dan latihan mempunyai modul-modul tersendiri, namun direkomendasikan agar memuat juga sebagian isi modul KINERJA, terutama dalam hal tata kelola dan governance. 7

10 BAB 1 PENDEKATAN KINERJA Pendekatan Umum Proyek KINERJA KINERJA bekerja untuk menguatkan sisi penyediaan dan permintaan pelayanan publik yang lebih baik di bidang kesehatan, pendidikan dan iklim usaha. KINERJA bekerjasama dengan pemerintah daerah untuk mengatasi kesenjangan penyediaan pelayanan publik di bidang kesehatan, pendidikan, dan iklim usaha yang baik. Melalui insentif yang lebih baik, inovasi yang lebih luas, dan lebih banyak jenis replikasi, pemerintah daerah di Indonesia diharapkan mampu menyediakan layanan yang lebih murah dan lebih baik serta lebih responsif terhadap kebutuhan dan permintaan warga negara/pengguna layanan. Salah satu aspek kunci pendekatan KINERJA adalah keterlibatan masyarakat, organisasi masyarakat sipil (LSM), dan media lokal untuk mendorong pelayanan publik yang lebih baik dan pemberian bantuan teknis kepada pemerintah daerah untuk meningkatkan kapasitasnya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Sebagian besar program Kinerja dilaksanakan melalui dana hibah bagi organisasi mitra pelaksana (OMP) yang juga menerima pelatihan peningkatan kapasitas dari KINERJA. Beberapa contoh strategi untuk meningkatkan kapasitas pemerintah daerah dan masyarakat adalah: 1. Mendukung pelaksanaan kebijakan berdasarkan kondisi empiris melalui analisa bantuan, seperti Analisa Anggaran Daerah dan Analisa Bantuan Operasional Satuan Pendidikan; 2. Membentuk forum multi-pemangku kepentingan untuk menciptakan kemitraan antara pemerintah dan masyarakat dalam perencanaan dan penganggaran yang partisipastif; 3. Melibatkan masyarakat untuk mengawasi penyediaan pelayanan publik melalui mekanisme penanganan pengaduan dan janji perbaikan pelayanan; 4. Mendukung pejabat pengelola informasi dan dokumentasi (PPID), media lokal, dan jurnalis warga untuk menyediakan akses terhadap informasi publik dan meningkatkan permintaan terhadap penyediaan pelayanan publik yang lebih baik. 8

11 Intervensi program KINERJA berada di tiga tema pokok, yakni: 1. Menguatkan pengguna layanan yang lebih baik; 2. Meningkatkan praktik inovasi yang sudah ada dan mendukung pemerintah daerah untuk menguji dan mengadopsi pendekatan penyediaan pelayanan pendidikan yang menjanjikan; 3. Memperluas inovasi yang sudah dianggap berhasil di tingkat nasional dan mendukung organisasi di Indonesia untuk menyediakan dan menyebarluaskan pelayanan yang lebih baik kepada pemerintah daerah. Dengan bekerja di sisi penyedia dan dan pengguna layanan, maka pendekatan yang digunakan KINERJA dalam melaksanakan program-programnya adalah transparansi, akuntablitas, partisipatif, dan responsif. Prinsip-prinsip Tata Kelola Sektor Pendidikan Di sektor pendidikan, KINERJA melaksanakan program-program BOSP,DGP (Distribusi Guru Proporsional), dan MBS (Manajemen Berbasis Sekolah) di 17 kabupaten/kota di empat provinsi (Aceh, Jawa Timur, Kalimantan Barat, dan Sulawesi Selatan). Program sektor pendidikan ini dilaksanakan dengan prinsip-prinsip umum sebagai berikut: Keikutsertaan instansi-instansi terkait. Program-program di sektor pendidikan tidak semata-mata dilaksanakan oleh Dinas Pendidikan, melainkan menyangkut beberapa instansi pemerintah daerah lainnya seperti Bappeda, Bagian Organisasi dan Tata Laksana, Bagian Keuangan, Bagian Hukum, dan Badan Kepegawaian Daerah. Oleh karena itu, dalam melaksanakan program-program sektor pendidikan, keterlibatan instansi-instansi tersebut sangat penting. Keikutsertaan forum multi stakeholder. Dari sisi pengguna pelayanan, keterlibatan masyarakat sangat diperlukan karena masyarakat mempunyai kewajiban untuk ikutserta dalam penyelengaraan pendidikan sebagaimana diamanatkan oleh peraturan perundangan. Dengan keterlibatan masyarakat, programprogram sektor pendidikan dapat dilaksanakan secara tranparan dan akuntabel. Berkelanjutan. Semua pendekatan program sektor pendidikan harus dapat berlangsung terus secara berkesinambungan. Hal ini hanya dapat terlaksana ketika manfaat program-program pendidikan dapat dirasakan oleh masyarakat dan pelaksanaannya terus dikawal, tidak saja oleh pemerintah daerah tetapi juga oleh masyarakat melalui forum-forum multi stakeholder. 9

12 Prinsip dalam Tata Kelola MBS Selain prinsip-prinsip umum tata kelola pendidikan di atas, tata kelola MBS dilaksanakan dengan prinsipprinsip sebagai berikut: 1. Berdasarkan kebutuhan sekolah, bukan hanya apa yang diinginkan kepala sekolah atau guru serta menampung aspirasi murid, orangtua murid, dan masyarakat; 2. Perencanaan sekolah menggunakan data yang valid dan mutakhir. Untuk itu manajemen data di Dinas Pendidikan dan sekolah menjadi persyaratan utama; 3. Memuat capaian SPP, SPM dan SNP sehingga pembiayaan sekolah lebih diarahkan pada peningkatan pelayanan publik, pemenuhan standar pelayanan minimal, dan pencapaian mutu pendidikan yang lebih tinggi; 4. Didasarkan pada regulasi daerah (Peraturan Bupati/Walikota). Hal ini diperlukan untuk menjamin program MBS dapat berlangsung terus secara berkesinambungan; 5. Monitoring dan pelaksanaan MBS di sekolah diperlukan agar pelaksanaan program MBS dapat tepat sasaran dan dapat terus disempurnakan; 6. Penanganan setiap pengaduan masyarakat mengenai pelayanan sekolah; 7. Keberlanjutan program setiap tahunnya untuk memenuhi kesenjangan pembiayaan sekolah yang berpotensi meningkat sesuai kebutuhan pencapaian standar. 10

13 BAB 2 PENGALAMAN KINERJA DALAM TATA KELOLA MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH Situasi yang dihadapi di daerah Dalam konteks otonomi, sekolah diberi kewenangan untuk mengatur dirinya dan warga sekolah menurut prakarsa sendiri, berdasarkan aspirasi warga sekolah sesuai dengan peraturan perundangan. Sekolah diberi wewenang untuk mengelola dan memanfaatkan sumber daya sekolah semaksimal mungkin untuk meningkatkan mutu proses dan output pembelajaran. Pada praktiknya pelaksanan MBS perlu lebih ditingkatkan. Sebagian besar sekolah melaksanakan MBS apa adanya, belum dilaksanakan secara maksimal, dan belum mengarah pada perbaikan mutu pelayanan. Di sebagian besar sekolah, pengelolaan masih belum transparan dan akuntabel serta tidak partisipatif, apalagi responsif. Kepedulian orangtua murid dan masyarakat rendah dan menganggap bahwa urusan sekolah semata-mata menjadi tanggung jawab kepala sekolah dan guru. Hal ini sebagiannya disebabkan oleh ketertutupan sekolah dalam penyelenggaraan sekolah dan tidak membuka peluang keterlibatan masyarakat. Bagaimana kita memulai inisiatif 1. Komitmen Kepala Daerah, DPRD, dan Stakeholders Kabupaten/kota mitra KINERJA memulai inisiatif untuk melaksanakan program MBS dengan diskusi intensif dengan manajemen KINERJA dan menyepakati pelaksanaan program melalui penandatanganan kesepakatan (memorandum of understanding) antara Bupati/Walikota dengan KINERJA. Diskusi-diskusi juga dilaksanakan dengan DPRD, khususnya dengan Komisi yang membidangi pendidikan dan anggaran. Diskusi ini sangat penting untuk mencapai kesepahaman antara pihak eksekutif dan legislatif sehingga persetujuan program dan anggaran oleh DPRD dapat dilakukan dengan baik. 11

14 Selain dengan para penyelenggara negara, diskusi juga dilaksanakan dengan tokoh-tokoh masyarakat, khususnya pemimpin lembaga-lembaga non pemerintah. Hal ini untuk lebih mendorong keterlibatan masyarakat sehingga tata kelola MBS dapat dilaksanakan secara partisipatif, transparan, dan akuntabel. Pengalaman KINERJA menunjukkan bahwa program ini dapat dilaksanakan karena ada komitmen yang kuat dari pembuat kebijakan, terutama Kepala Daerah dan Kepala Dinas Pendidikan serta instansi terkait lainnya termasuk DPRD. 2 Pengaturan Pekerjaan Di tingkat kabupaten/kota KINERJA memulai programnya dengan merekrut tenaga spesialis di bidang pelayanan public yang disebut dengan LPSS (Local Public Service Specialist). Tugas utamanya adalah mengkoordinir program bersama pemerintah daerah, forum multi stakeholder, dan organisasi mitra pelaksana (OMP). Selain itu spesialis juga bertanggungjawab atas penjaminan mutu pelaksanaan program. Program MBS dilaksanakan oleh OMP yang bekerja secara penuh dalam melaksanakan lokakarya-lokakarya dan pendampingan untuk pemerintah daerah dan forum multi stakeholder. Untuk program MBS, KINERJA bekerjasama dengan tiga OMP, yakni: PKPM yang bekerja di Kabupaten Bener Meriah, Aceh LPKIPI yang bekerja di Kota Singkawang, Kalimantan Barat CORDIAL yang bekerja di Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan. OMP tidak bekerja sendirian, melainkan selalu berkoordinasi dengan jajaran pemerintah daerah melalui Tim Teknis yang terdiri dari unsur-unsur Bappeda, Dinas Pendidikan, dan lembaga-lembaga non pemerintah, terutama Dewan Pendidikan. Di tingkat sekolah OMP bekerjasama dengan Komite Sekolah. 3 Penyusunan rencana kerja Setelah Surat Keputusan Bupati/Walikota diterbitkan, maka Tim Teknis menyusun rencana kerja berikut jadwal pelaksanaan untuk masing-masing tahapan. Jadwal rencana kerja harus sesuai atau mengikuti jadwal perencanaan dan penganggaran daerah. 12

15 Proses kerja 1 Peran masing-masing stakeholder Pada prinsipnya semua stakeholder bekerjasama dalam pelaksanaan program MBS di semua tahapan, namun masing-masing stakeholder mempunyai peran khusus. OMP berperan melaksanakan lokakaryalokakarya yang memberikan pengetahuan dan ketrampilan dalamkaitannya dengan pencapaian tujuan MBS. Dinas Pendidikan berperan dalam mengeluarkan petunjuk teknis dan monitoring pelaksanaan MBS serta meyediakan bantuan teknis ke sekolah-sekolah jika diperlukan. Kepala sekolah, guru, dan komite sekolah berperan dalam melaksanakan MBS sesuai prinsip-prinsip di atas. Di samping itu komite sekolah berperan dalam pengawasan pelaksanaan MBS dan memberi masukan kepada kepala sekolah. 2 Pelaksanaan rencana kerja Program MBS dilaksanakan melalui tahapan-tahapan sebagai berikut: Penyediaan data sekolah. Data merupakan dasar utama dalam perencanaan sekolah. Setiap tahunnya (biasanya pada awal tahun akademik) sekolah menyajikan data sekolah yang mencakup antara lain mengenai murid, guru, sarana, prasarana, hasil pembelajaran. Data yang dapat digunakan adalah data yang valid dan mutakhir. Oleh sebab itu sekolah perlu meneliti dan memvalidasi data dengan cermat Penghitungan capaian SPM. Berdasarkan data yang tersedia, sekolah bersama komite sekolah menghitung capaian SPM sekolah saat ini sehingga dapat diketahui pada aspek apa saja yang sudah dan belum dicapai Penyusunan EDS (evaluasi diri sekolah). Berdasarkan data yang tersedia dan hasil EDS, kemudian sekolah membuat EDS yang tujuannya adalah untuk mengetahui capaian, kelemahan, kekuatan, dan apa yang perlu dilakukan untuk meningkatkan kinerja sekolah ke depan. Cakupan EDS cukup luas karena menyangkut delapan sandar nasionmal pendidikan (SNP) Pelaksanaan survei pengaduan. Oleh karena sekolah merupakan salah satu unit pelayanan publik, maka dalam upaya meningkatkan mutu layanannya, sekolah melaksanakan survei pengaduan yang tujuannnya untuk mengetahui keluhan apa saja dari pengguna layanan (terutama murid dan orangtua murid) 13

16 Penyusunan RKS (rencana kerja sekolah). RKS biasanya menacakup rencana selama 4 tahun dan dibuat berdasarkan data, EDS, dan hasil survei pengaduan. Dengan demikian rencana jangka menengah sekolah ini menjadi dokumen yang sesuai dengan kondisi sekolah dan tujuan yang hendak dicapai serta dapat dipertanngungjawabkan Penyusunan RKT/RKAS (rencana kerja tahunan/ rencana kerja dan anggaran sekolah). Rencana sekolah tahunan ini disusun secara lebih rinci dan merujuk pada RKS yang telah disiapkan sehingga pencapaian sekolah setiap tahunnya menjadi terukur Penyusunan janji perbaikan layanan. Untuk menjamin pengaduan masyarakat direspon dengan baik, maka sekolah membuat janji perbaikan layanan yang ditandatangani oleh kepala sekolah dan komite sekolah serta diketahui oleh Dinas Pendidikan. Tentu saja janji tersebut menyangkut hal-hal yang dapat ditindaklanjuti oleh sekolah sesuai kemampuan dan wewenangnya Penyusunan rekomendasi teknis untuk Dinas Pendidikan. Hasil survei pengaduan yang tidak dapat ditindaklanjuti oleh sekolah (karena di luar kemampaun dan wewenang sekolah) kemudian dimasukkan ke dalam rekomendasi teknis yang ditujukan kepada Dinas Pendidikan untuk ditindaklanjuti Publikasi RKS, RKT/RKAS, dan LKT. Untuk menjamin transparansi dan akuntablitas publik, maka sekolah diwajibkan untuk mempublikasi rencana jangka menengah, rencana dan anggaran tahunan, dan laporan penggunaan (realisasi) anggaran. Publikasi bisa dalam berbagai bentuk, namun yang paling mudah dan umumnya dilakukan sekolah adalah dengan memajang dokumen-dokumen tersebut di luar ruangan sekolah. 3 Proses perubahan dan perkembangan manfaat dari cara kerja Sekurang-kurang nya ada tiga perubahan yang segera tampak sebagai hasil pelaksanaan program MBS dengan pendekatan KINERJA: Peningkatan kapasitas sekolah dalam daya tanggap terhadap kebutuhan murid dan orangtua murid untuk memperoleh pendidikan yang bermutu; Peningkatan pemahaman penyelenggara pendidikan di sekolah tentang keluhan-keluhan murid, orangtua murid, dan masyarakat yang selama ini tidak diketahui dan direspon; Peningkatan keterlibatan dan dukungan komite sekolah, orangtua murid, dan masyarakat dalam penyelenggaran sekolah; 14

17 Peningkatan suasana lingkungan sekolah yang lebih kondusif sehingga meningkatkan kenyamanan murid dan guru dalam melaksanakan proses pembelajaran. Perubahan-perubahan tersebut nampak jelas di sekolah-sekolah mitra KINERJA antara lain di Bener Meriah, Kota Probolinggo, Singkawang, dan Barru. Di sekolah-sekolah di daerah-daerah tersebut komite sekolah aktif menghimpun dukungan orangtua dan masyarakat untuk membanbtu sekolah dalam memperbaiki lingkungan sekolah. 15

18 BAB 3 MENGATASI TANTANGAN DAN MENCAPAI SUKSES Tantangan Pengalaman KINERJA menunjukkan bahwa ada beberapa tantangan yang dihadapi dalam pelaksanaan program MBS, yakni antara lain: Kadangkala pelaksanaan program ini membutuhkan perubahan perencanaan sekolah yang tidak mudah dilakukan; Keterbatasan anggaran sekolah yang tersedia dan prioritas pemenuhan kebutuhan sekolah; Kapasitas kepala sekolah dan komite sekolah masih kurang sehingga pelaksanaan program MBS tidak berjalan seperti yang diharapkan dan membutuhkan upaya yang lebih keras dan waktu yang lebih lama. Namun secara bertahap tantangan ini dapat diatasi melalui pendampingan yang intensif; Kapasitas personil sebagian organisasi mitra pelaksana masih kurang sehingga pada awal pelaksanaan program proses pendampingan kepada sekolah dan komite sekolah belum seperti yang diharapkan. Tantangan ini diatasi melalui bimbingan teknis oleh Tim KINERJA; Pergantian kepala sekolah yang menyebabkan perubahan komitmen dari kepala sekolah yang baru. Tantangan ini dapat diatasi dengan penjelasan tentang program sehingga kepala sekolah baru dapat memahami dan memberi dukungan terhadap pelaksanaan program; Kepedulian orangtua murid dan masyarakat masih kurang. Mereka menganggap urusan sekolah sepenuhnya menjadi tanggung jawab kepala sekolah dan guru. Tantangan ini direspon dengan mengajak mereka berdiskusi tentang penyelenggaraan sekolah sebenarnya menjadi tanggung jawab bersama dan peran apa yang dapat mereka laksanakan. Keberhasilan Program 1. Contoh Keberhasilan Program MBS di Kota Probolinggo Enam dari 20 sekolah yang bermitra dengan program USAID-KINERJA mendapatkan penghargaan atas prestasi mereka dalam melaksanakan reformasi untuk meningkatkan pengelolaan dan pengawasan fasilitas pendidikan yang mereka miliki. Dalam acara pemberian penghargaan yang diadakan pada tanggal

19 November 2012 di Kota Probolinggo, Kepala Bagian Organisasi Drs. Sukam, memberikan penghargaan kepada SDN Kebonsari Kulon 2, SDN Curah Grinting 1, SDN Wonoasih 2, dan SDN Sumber Taman 1 serta SMPN 8 dan MTs.N. di Kota Probolinggo atas peningkatan kualitas yang mereka capai. Dengan dukungan teknis dari paket manajemen berbasis sekolah proyek KINERJA, sekolah-sekolah tersebut mengundang partisipasi dari orang tua, guru, kepala sekolah dan berbagai pemangku kepentingan lain, dan mencapai keberhasilan yang patut dicontoh dalam meningkatkan kerjasama dengan masyarakat yang mereka layani. Berdasarkan hasil survei terhadap pemangku kepentingan, 20 sekolah mitra KINERJA segera menanggapi ketidakpuasan masyarakat terhadap fasilitas sekolah dan kekurangan-kekurangan lain dalam manajemen pendidikan mereka. Murid dan guru bekerjasama membersihkan fasilitas kamar mandi sekolah, merapihkan halaman sekolah dan bahkan menanam kebun sekolah yang kemudian dimasukkan kedalam pelajaran sains. Komite sekolah yang beranggotakan orang tua, guru dan penyelenggara sekolah menampung masalah-masalah yang disampaikan selama survei dan bekerjasama untuk mencari jalan keluarnya. Dewan juri di Kota Probolinggo mengikutsertakan wakil-wakil dari pemerintah daerah, dunia pendidikan dan mitra KINERJA Lembaga Pengkajian Kemasyarakatan dan Pembangunan (LPKP) yang menggunakan 20 butir kriteria untuk mengevaluasi keberhasilan sekolah dalam melaksanakan transparansi anggaran, serta menyusun dan mengumumkan rencana-rencana kerja tahunan untuk pemantauan masyarakat, dan mendorong partisipasi masyarakat dalam perencanaan dan pengawasan, menerbitkan laporan-laporan tentang visi dan misi yang jelas dan mempertegas komitmen untuk melaksanakan program manajemen berbasis sekolah dalam rangka meningkatkan penyelenggaraan pendidikan sebagai salah satu bentuk pelayanan publik. Kepala SDN KebonsariKulon 2 menyatakan bahwa karena pendampingan KINERJA memberikan begitu banyak manfaat maka ia berharap pendampingan dapat diteruskan karena kegiatan tersebut sejauh ini sangat berguna dalam meningkatkan kualitas sekolahnya. Kepala Dinas Pendidikan Drs. Endro Suroso, M.Si., juga sangat memuji keberhasilan paket manajemen berbasis sekolah dari KINERJA. Dengan berfokus pada pelayanan publik dan khususnya menandaskan pentingnya keterlibatan masyarakat, manajemen sekolah menjadi lebih terbuka, dan program-program sekolah menjadi lebih terencana, terarah dan partisipatif, tuturnya. Penghargaan seperti ini tidak hanya menghormati keberhasilan sekolah-sekolah mitra KINERJA melainkan juga meningkatkan kesadaran sekolah-sekolah di daerah sekitarnya sehubungan dengan apa yang dapat mereka capai melalui program manajemen berbasis sekolah. Motivasi sejawat ini merupakan bagian utama dari fokus KINERJA untuk mereplikasi praktek yang baik dan melaksanakan reformasi yang berkelanjutan. 17

20 Pendekatan KINERJA Enam dari 20 sekolah yang bermitra dengan program USAID-KINERJA mendapatkan penghargaan atas prestasi mereka dalam melaksanakan reformasi untuk meningkatkan pengelolaan dan pengawasan fasilitas pendidikan yang mereka miliki. Pendekatan KINERJA mengedepankan keterlibatan dari dua sisi, yakni sisi penyedia layanan (sekolah) dan sisi pengguna layanan (murid, orangtua). Di sisi penyedia layanan, pendekatan ini bertujuan untuk memperkuat sekolahdalam hal: Meningkatkan perhatian pada dampak kekurangan penyelenggaraan sekolah untuk peningkatan layanan pendidikan berkualitas Meningatkan kemampuan sekolah (kepala sekolah dan guru) dalam rangka secara bertahap memenuhi standar pelayan sekolah Meningkatkan kepedulian pemerintah daerah secara efektif menerapkan kebijakan MBS di semua sekolah Di sisi pengguna layanan, pendekatan ini memperkuat masyarakat, khususnya orangtua murid, sehingga mereka akan: Memahami hak-hak mereka terhadap layanan pendidikan yang berkualitas Secara aktif terlibat dalam proses pengambilan keputusan dan pengembangan kebijakan sekolah yang mempengaruhi masyarakat Melakukan peran pengawasan dan tahan pemerintah daerah bertanggung jawab untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan sekolah secara efektif dan secara berkesinambungan. Selain itu, pendekatan KINERJA juga menggunakan media massa, termasuk media massa alternatif (jurnalisme warga) sehingga tersedia peluang bagi partisipasi masyarakat. Pendekatan terbuka ini didorong atas dasar kesadaran perlunya tindakan mendesak dan menyoroti kebaikan bersama yang menjadi tujuan kebijakan pemerintah daerah. Di masa lalu, kegiatan-kegiatan sekolah hanya dilaksanakan oleh kepala sekolah dan jajarannya. a. Strategi Program Secara kronologis strategi untuk memperkenalkan dan keberhasilan pelaksanaan Program MBS adalah sebagai berikut : 18

21 1. Penguatan komite sekolah Memperkuat orangtua murid dan masyarakat melalui komite sekolah dengan memberi pelatihan dan melibatkan mereka dalam analisis, perencanaan, pengawasan, dan evaluasi. 2. Penguatan kepala sekolah Memperkuat kepala sekolah dalam perencanaan sekolah dan pentingnya keterlibatan komite sekolah dalam penylenggaraan sekolah. Untuk itu kepala sekolah diberi pelatihan dan pendampingan yang intensif. 3. Advokasi kepada Dinas Pendidikan Advokasi diarahkan pada penerbitan kebijakan pemerintah daerah (khususnya Dinas Pendidikan) untuk mendorong penerapan MBS di sekolah-sekolah dan menyediakan dukungan yang diperlukan. 4. Pemantauan dan evaluasi oleh komite sekolah Menyusul penerbitan perencanaan dan pelaksanaan janji perbaikan layanan sekolah, komite sekolah dan jurnnalisme warga memantau pelaksanaan kegiatan-kegiatan sekolah. b. Hasil-hasil Program MBS Hasil nyata yang memberikan kontribusi terhadap keberhasilan inisiatif dapat diringkas sebagai berikut : Sekolah mempunyai manajemen data yang lebih baik; Perencanaan sekolah didasarkan pada data yang valid dan mutakhir, evaluasi diri sekolah, dan hasil survei pengaduan serta mengacu pada pencapaian SPM dan SNP; Penyelenggaraan sekolah menjadi lebih transparan dan akuntabel; Komite sekolah lebih aktif dalam penyelenggaran sekolah dan memberi dukungan kepada sekolah; Pelayanan sekolah kepada murid dan orangtua menjadi lebih baik. Awalnya saya tidak mengerti caranya untuk mengelola sekolah dengan manajemen berbasis sekolah yang berorientasi pelayanan publik. Namun sejak diperkenalkan oleh USAID- KINERJA melalui pelatihan dan pendampingan saya menjadi paham dan merasakan banyak manfaatnya. Ada perubahan pelayanan sekolah terhadap murid-murid setelah melaksanakan survei pengaduan dan menyusun IPM (Indeks Pengaduan Masyarakat) 2. Program Pengungkit Rukmini, Kepala SD Negeri Kebonsari Kulon 02, Kota Probolinggo, Jawa Timur 19

22 Program MBS sangat membantu, terutama adanya survei pengaduan. Jadi pengaduan itu selalu disalurkan kepada komite. Komite menyampaikan kepada pihak sekolah, kemudian pihak sekolah menindaklanjuti. Misalnya, masyarakat sekeliling mengadu bahwa ada guru yang tidak disiplin menjalankan tugas. Komite menyampaikan kepada pihak sekolah, pihak sekolah memanggil guru yang bersangkutan, diingatkan supaya hal-hal semacam ini jangan dibiasakan karena akan merugikan sekolah. Kita dari komite berperan penuh. Mansur, Ketua Komite SMP Negeri 20 Kota Singkawang, Kalimantan Barat Pada tahap awal memang banyak komplain tentang pelayanan sekolah, tapi ketika kami sudah mulai jelaskan kalau sekolah tidak ada kerjasama dengan pihak orangtua murid kita akan susah membuat anak kita memperoleh pendidikan yang bermutu. Jadi harus sama-sama, tidak boleh cuma guru, harus ada oraangtua murid, harus ada Komite Sekolah. Harus ada kerjasama antara semua stakeholder, termasuk Dinas Pendidikan, kalau tidak, ya tidak tercapai. Tri Menanti, Guru SD Negeri Baliatu, Bener Meriah, Aceh Program MBS yang diperkenalkan oleh KINERJA dan dilaksanakan oleh 180 sekolah telah menunjukkan hasil-hasil yang baik. Walaupun intervensi program KINERJA lebih diarahkan pada proses tata kelola sekolah dengan melibatkan komite sekolah, namun program ini menjadi pengungkit untuk program MBS yang lebih luas. Hal ini ditunjukkan dengan semakin membaiknya kegiatan-kegiatan sekolah lainnya, seperti penyediaan sarana dan prasarana sekolah, membaiknya kinerja guru, dan proses pembelajaran yang menjadi lebih baik. Dampak positif lanjutannya adalah bahwa keterlibatan dan dukungan orangtua murid dan komite sekolah meningkat, tidak hanya dalam bentuk tenaga dan waktu, bahkan dana yang disumbangkan untuk perbaikan sebagian fasilitas sekolah. Dukungan seperti ini hanya dimungkinkan apabila sekolah melaksanakan kegiatannya dengan transparan dan akuntabel. 20

23 BAB 4 REKOMENDASI UNTUK REPLIKASI Program KINERJA untuk MBS hanya di 180 sekolah dari ribuan sekolah dan hanya di sembilan dari ratusan daerah di Indonesia. Program ini hanyalah sebagai contoh praktik yang baik dan diharapkan dapat diterapkan di sekolah-sekolah dan di daerah-daerah lain. Oleh karena itu, KINERJA mendorong agar daerah-daerah lain bersedia mereplikasi dan mengadopsi penedekatan-pendekatan KINERJA dalam melaksanakan program MBS. Berikut ini adalah rekomendasi bagi daerah-daerah lain, termasuk lembaga-lembaga pendidikan dan pelatihan untuk pegawai negeri sipil dan organisasi-organisasi mitra pelaksananya. Rekomendasi untuk Replikasi di Daerah Lain Berdasarkan pengalaman KINERJA, ada beberapa rekomendasi untuk Pemerintah Daerah lain yang akan mereplikasi metoda dan pendekatan KINERJA untuk program MBS. a. Diperlukan komitmen yang tinggi dari Bupati/Walikota, DPRD dan Dinas Pendidikan untuk melaksanakan program MBS. Komitmen ini ditunjukkan dengan kebijakan formal dan pasti melalui penerbitan peraturan, petunjuk teknis pelaksanaannya, dan memasukkan program ini ke dalam siklus perencanaan dan penganggaran daerah. b. Setiap kebijakan hendaknya berorientasi pada pelayanan publik. Hal ini didasarkan bahwa fungsi utama pemerintah daerah adalah menyelenggarakan kegiatan-kegiatan untuk kepentingan masyarakat dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat sebagaimana diamanatkan oleh peraturan perundangan c. Melibatkan masyarakat atau forum-forum multi stakeholder dalam penyelengaraan tata kelola MBS. Oleh karena kegiatan dan program yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah adalah untuk kepentingan masyarakat, maka sudah seharusnya masyarakat dilibatkan dalam penyusunan kebijakan, perencanaan, dan pelaksanaannya. d. Mendayagunakan staf dan struktur organisasi yang ada tanpa perlu membentuk unit organisasi baru. Program ini tidak memerlukan struktur baru dalam organisasi pemerintah daerah maupun pegawai baru, melainkan cukup dengan lebih mendayagunakan pegawai dalam struktur organisasi yang sudah ada. e. Menetapkan indikator kinerja dan pengukuruan keberhasilan program. Hal ini diperlukan untuk mengetahui pencapaian program sehingga peningkatan program dari waktu ke waktu dapat dilakukan. 21

24 f. Mengadopsi pendekatan KINERJA dan menggunakan bahan-bahan yang telah dibuat oleh KINERJA. Bahan-bahan tersebut antara lain berupa modul yang dapat digunakan untuk pelatihan, pendampingan, dan acuan pelaksanaan program. Rekomendasi untuk OMP Rekomendasi untuk OMP yang akan membantu pemerintah daerah yang akan mereplikasi program MBS adalah: a. Selalu mengintegrasikan aspek tata kelola (governance) dalam setiap kegiatan penguatan dan pendampingan dengan melibatkan masyarakat atau forum-forum multi stakeholder; b. Tetap berorientasi pada hasil, tidak sekadar memenuhi jadwal kegiatan dan jumlah peserta; c. Bertindak sebagai advisor yang berperan lebih pada memberi stimulus daripada sebagai pegawai yang melaksanakan program; d. Menggunakan modul-modul yang dikembangkan KINERJA untuk penguatan kapasitas OMP sendiri maupun penguatan pemerintah daerah dan forum multi stakeholder. Rekomendasi untuk Penyedia Latihan Penyedia pelatihan bisa berupa lembaga-lembaga pendidikan seperti universitas, lembaga swasta khusus pelatihan dan Badan Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) pemerintah yang secara periodik menyelenggarakan latihan untuk pegawai negeri sipil (PNS). Lembaga-lembaga tersebut mempunyai peran strategis dalam pendayagunaan para stakeholders yang ikut serta dalam program MBS. Direkomendasi agar lembagalembaga Diklat: a. Memasukkan pendekatan-pendekatan KINERJA dalam Kurikulum Diklat yang meliputi antara lain tata kelola yang melibatkan masyarakat sebagai pengguna layanan publik b. Lebih berorientasi pada peningkatan ketrampilan dan tidak sekadar peningkatan pengetahuan dan pemahaman. Hal ini hanya dapat dicapai melalui kegiatan lanjutan setelah pelatihan, yakni pendampingan secara terus menerus sampai para peserta pelatihan dapat benar-benar melaksanakan hasil-hasil pelatihan c. Mengadopsi sebagian modul yang dikembangkan KINERJA. Lembaga-lembaga pendidikan and latihan mempunyai modul-modul tersendiri, namun direkomendasikan agar memuat juga sebagian isi modul KINERJA, terutama dalam hal tata kelola dan governance. 22

25 CARA MENGGUNAKAN LAMPIRAN Lampiran ini dirancang agar mudah diakses untuk berbagai kebutuhan. Bagi pembaca yang ingin melihat komentar pihak lain tentang upaya KINERJA dalam mengembangkan MBS silahkan membaca Lampiran A tentang testimoni, laporan media dan bahan promosi. Bagi pembaca yang ingin mempelajari lebih dalam tentang substansi MBS, silahkan membaca Lampiran B. Bagi pembaca yang ingin mempelajari cara KINERJA melatih dan memfasilitasi, silahkan membaca Lampiran C dan lampiran berikut. Bahan lengkap dapat dibaca di CD terlampir. DAFTAR LAMPIRAN LAMPIRAN A Testimoni, Laporan Media dan Bahan Promosi 25 LAMPIRAN B Uraian Substansi 28 Pendahuluan 28 MODUL I MBS 32 BAHAN BACAAN MBS YANG BERORIENTASI PELAYANAN PUBLIK 24 MODUL 2 Standar Pelayanan dalam Pengelolaan Sekolah 52 BAHAN BACAAN STANDAR PELAYANAN DALAM PENGELOLAAN SEKOLAH 52 MODUL 3 Tata Kelola Perencanaan dan Penganggaran Sekolah 80 BAHAN BACAAN: TATA KELOLA PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN SEKOLAH 80 MODUL 4 Penerapan Manajemen Pelayanan Publik di Sekolah 100 BAHAN BACAAN PENERAPAN MANAJEMEN PELAYANAN PUBLIK DI SEKOLAH

26 MODUL 5 Peran Serta Masyarakat dan Stakeholder dalam Pelayanan Publik di Sekolah BAHAN BACAAN PERAN SERTA MASYARAKAT DAN STAKEHOLDER DALAM PENINGKATAN PELAYANAN PUBLIK DI SEKOLAH MODUL 6 Survei Pengaduan untuk Perbaikan Layanan di Sekolah 138 BAHAN BACAAN: SURVEI PENGADUAN UNTUK PERBAIKAN LAYANAN SEKOLAH 138 MODUL 7 Transparansi dan Akuntabilitas dalam Manajemen Sekolah 172 BAHAN BACAAN: TRANSPARANSI & AKUNTABILITAS DALAM MANAJEMEN SEKOLAH 172 MODUL 8 Praktik Baik (Good Practice) Penerapan MBS Berorientasi Pelayanan Publik Sekolah BAHAN BACAAN: PRAKTIK BAIK (GOOD PRACTICES) PENERAPAN MBS BERORIENTASI PELAYANAN PUBLIK LAMPIRAN C Cara Pelaksanaan Fasilitasi dan Training 199 Pilihan Pelaksanaan Fasilitasi dan Training 199 Uraian lampiran ini 202 MODUL 1 MBS 203 MODUL 2 Standard Pelayanan dalam Pengelolaan Sekolah 206 MODUL 3 Tata Kelola Perencanaan dan Penganggaran Sekolah 209 MODUL 4 Penerapan Manajemen Pelayanan Publik di Sekolah 212 MODUL 5 Peran Serta Masyarakat dan Stakeholder dalam Pelayanan Publik 215 di Sekolah MODUL 6 Survei Pengaduan untuk Perbaikan Layanan di Sekolah 218 MODUL 7 Transparansi dan Akuntabilitas dalam Manajemen Sekolah 221 LAMPIRAN D Bahan di CD 224 LAMPIRAN E Daftar Singkatan/Istilah 225 DAFTAR PUSTAKA

27 Lampiran A Testimoni, Laporan Media dan Bahan Promosi Testimoni 1. Rukmini, Kepala SD Negeri Kebonsari Kulon 02, Kota Probolinggo, Jawa Timur Manfaat MBS banyak sekali. Awalnya saya tidak mengerti caranya untuk mengelola sekolah dengan manajemen berbasis sekolah yang berorientasi pada pelayanan publik. Namun sejak diperkenalkan oleh USAID-KINERJA melalui pelatihan dan pendampingan dengan USAID saya menjadi paham dan merasakan banyak manfaatnya. Ada perubahan pelayanan sekolah terhadap murid-murid setelah melaksanakan survei pengaduan dan menyusun IPM (Indeks Pengaduan Masyarakat). Dari IPM tersebut diketahui, salah satu contohnya, kurangnya toilet untuk murid. Pengaduan ini kemudian kita respon bekerjasama dengan Dinas Pendidikan. Dengan bantuan Pemrintah Kota jumlah toilet berkembang dari hanya satu menjadi tujuh yang bisa dipakai untuk 253 murid. Peran serta masyarakat melalui Komite Sekolah terus meningkat dalam hal membantu sekolah menyediakan fasilitas lingkungan sekolah dan pembelajaran. Hal ini tentunya tidak terlepas dari pelaksanaan manajamen sekolah yang transparan dan secara intens melibatkan masyarakat dan komite sekolah. Komite sekolah ikut dalam proses penyusunan RKS dan RKAS yang bersama dengan laporan penggunaan dana sekolah dipublikasikan dengan menempelnya di papan pengumuman sehingga dapat dilihat oleh siapa saja yang datang ke sekolah. Dengan keterbukaan dan pelibatan tersebut masyarakat menjadi paham tentang masalah yang dihadapi sekolah dalam melaksanakan proses pembelajaran untuk mecapai SPM. Orangtua murid memahami hal itu dan bersama Komite Sekolah mendiskusikan tentang apa yang bisa dilakukan untuk membantu sekolah. Tidak semua kebutuhan bisa dipenuhi oleh dana dari BOS. Semua partispasi dan bantuanmasyarakat dikelola sepenuhnya oleh Komite Sekolah. 25

28 LAMPIRAN A - TESTIMONI, LAPORAN MEDIA DAN BAHAN PROMOSI 2. Mansur, Ketua Komite Sekolah, SMP Negeri 20 Kota Singkawang, Kalimantan Barat Program MBS yang didampingi USAID-KINERJA sangat membantu, terutama adanya survei pengaduan. Jadi pengaduan itu selalu disalurkan kepada komite. Komite menyampaikan kepada pihak sekolah, kemudian pihak sekolah menindaklanjuti. Misalnya, masyarakat sekeliling memonitor bahwa ada guru yang tidak disiplin menjalankan tugas, mereka mengadu ke komite. Komite menyampaikan kepada pihak sekolah, pihak sekolah memanggil guru yang bersangkutan, diingatkan supaya hal-hal semacam ini jangan dibiasakan karena akan merugikan sekolah. Kita dari komite berperan penuh. Partisipasi masyarakat dalam program MBS ini sangat besar artinya. Itu yang kita rasakan besar manfaatnya buat kepentingan proses belajar mengajar di sekolah ini. Kita dari perwakilan orangtua siswa yang terbentuk dalam komite sekolah merasa bersyukur sekali. Artinya dengan sarana dan prasarana yang telah ada ini lebih memotivasi pengajar, kepala sekolah dan jajarannya ke bawah untuk lebih meningkatkan proses belajar mengajar. Dan kita dari komite juga tidak merasa segan-segan, tidak merasa malu-malu untuk memberikan suatu masukan kepada pihak sekolah bahwa bersyukurlah bahwa kalian sudah dibantu dengan program ini. Dan jangan sia-siakan kepercayaan ini. Benar-benar dimanfaatkan buat dunia pendidikan sehingga tidak mengecewakan orang yang benar-benar membantu untuk kemajuan sekolah kita. Itu yang kita harapkan. Artinya prestasi ini meningkat. Kalau bisa kelulusan SMP ini selalu dipertahankan seratus persen karena sekolahnya sudah memadai. Dengan adanya bantuan semacam ini kami berharap lebih menggiatkan dan meningkatkan semangat para pengajar untuk lebih menampakkan hasilnya ke depan. Yang kedua bahwa jangan sampai mengecewakan pihak pemberi bantuan dengan adanya sarana dan prasarana ini. Dan kalau memang masih ada dukungan yang diperlukan, artinya dapat kita rumuskan bersama dan kalau memang ada salurannya, kita minta bantuan yang lebih canggih lah istilahnya. Yang bisa membuat sekolah ini lebih profesional sehingga mampu bersaing di tingkat regional maupun nasional dan bahkan bisa dikenal di mata internasional. Dengan bantuan ini kita patut bangga bahwa ada bantuan yang mampu mengangkat, mendongkrak sekolah ini sehingga ke taraf nasional dan internasional. Dinas Pendidikan tidak lepas dari upaya ini. Artinya keterkaitan Dinas Pendidikan dalam proses belajar mengajar, ketersediaan tenaga guru, kemudian manajemen sekolah dan sebagainya itu adalah satu kesatuan yang memang secara undang-undang itu sudah diatur dan dimandatkan. 26

29 3. Tri Menanti, Guru di SD Negeri Baliatu, Bener Meriah, Aceh Hal baru dalam program MBS yang didampingi USAID-KINERJA adalah survei pengaduan, janji perbaikan layanan, dan rekomendasi teknis. Survei pengaduan di SD Negeri Baliatu Simpang Tiga Kabupaten Bener Meriah itu diadakan pada tanggal 8 Februari Dari hasil survei pengaduan, yang banyak dikeluhkan adalah tentang keberadaan kantin sekolah yang sehat karena memang kantin kami betul-betul tidak layak pakai waktu itu. Kemudian kami diskusikan dengan kepala sekolah, komite sekolah, dewan guru, dan stakeholder sekolah untuk memindahkan kantin sehat ke rumah guru yang ada di sekolah yang kebetulan kosong. Kantinnya masih belum terlalu layak tetapi alhamdulilah sudah mulai bisa dipakai. Banyak sekali, itu di antaranya yang pertama itu sekolah SD Negeri Baliatu itu tidak ada ruang kepala sama ruang guru. Kemudian ruang kelas dan laboratorium masih kurang. Untuk sementara ruang guru dan ruang kepala sekolah itu memakai kelas murid. Kemudian untuk ruang kelas kami gunakan kelas paralel. Itu sudah kami buat dalam rekomendasi ke Dinas Pendidikan. Insyaallah Pemerintah Daerah dapat segera menindaklanjuti rekomendasi tersebut. RKS dan RAKS disusun bersama dengan Komite Sekolah dan dipublikasikan. Kalau selama ini kami buat cuma apa adanya.. Tapi alhamdulilah berkat adanya bimbingan dari USAID-KINERJA, kami sudah bisa membuat RKS dan RAKS walaupun masih belum maksimal. Pada tahap awal memang banyak komplain tentang pelayanan sekolah, tapi ketika kami sudah mulai jelaskan kalau sekolah tidak ada kerjasama dengan pihak orangtua muridkita akan susah membuat anak kita memperoleh pendidikan yangbermutu. Jadi harus sama-sama, tidak boleh cuma guru, harus ada oraangtua murid, harus ada Komite Sekolah. Harus ada kerjasama antara semua stakeholder, termasuk pihak Dinas Pendidikan, kalau tidak, ya tidak tercapai. Tantangan paling berat yang kita hadapi dalam melaksanakan program MBS itu adalah pendanaan. Karena yang selama ini kami kerjakan yang masih bisa bisa kami lakukan terutama seperti pembuatan pos pelayanan terpadu itu belum ada bantuan dari Dinas atau dari manapun, itu masih memakai dana BOS. Namun kami bekerjasama dengan orangtua dan Komite Sekolah untuk melaksanakan janji perbaikan layanan sesuai pengaduan yang disamapikan orangtua dan murid. Apa yang tidak bisa dilakukan oleh sekolah langsung datang bantuan dari masyarakat dan orangtua. Laporan Media dan Bahan Promosi Disediakan dalam bentuk file di CD terlampir. 27

30 LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI Lampiran B Uraian Substansi Pendahuluan 1. Uraian lampiran ini Materi yang dibahas dalam modul pendampingan ini terbagi menjadi 8 topik, sebagaimana diuraikan berikut ini: 1. MODUL 1. MBS BERORIENTASI PELAYANAN PUBLIK. Membahas tentang Sejarah MBS, Pengertian MBS, Dasar Hukum MBS, Tujuan MBS, Prinsip-prinsip MBS, Ciri-ciri/ karakteristik MBS, Aspek Proses dan Substansi MBS. 2. MODUL II. STANDARD PELAYANAN DALAM PENGELOLAAN SEKOLAH. Membahas tentang Standard Pelayanan Publik, Standar Proses (Standard Operasional Prosedur), Standar Pelayanan Minimal Pendidikan, Standar Nasional Pendidikan, Standar lainnya, Upaya Pemenuhan Standar Pelayanan (Tanggungjawab Pemerintah Daerah/Dinas Pendidikan). 3. MODUL III. TATA KELOLA PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN. Membahas tentang jenis-jenis perencanaan sekolah, posisi perencanaan sekolah dalam kerangka perencanaan SKPD, Tahapantahapan perencanaan sekolah. 4. MODUL IV. PENERAPAN MANAJEMEN PELAYANAN PUBLIK DI SEKOLAH. Membahas tentang Dasar Hukum Manajemen Pelayanan Publik, Kondisi Ideal Pelayanan Publik, Kondisi Riil Pelayanan Publik, Pergeseran Paradigma Pelayanan Publik, Posisi Strategis SDM Pendidikan Dalam Pelayanan Publik, Perilaku SDM Pendidikan Dalam Pelayanan Publik, Tantangan Penerapan Pelayanan Publik di Sekolah. 5. MODUL V. PERAN SERTA MASYARAKAT DAN STAKEHOLDER DALAM PELAYANAN PUBLIK DI SEKOLAH. Membahas tentang Makna Peran Serta (Partisipasi) Masyarakat Dalam Peningkatan, Pelayanan Publik di Sekolah, Stakeholder Sekolah, Jenis-Jenis Partisipasi Masyarakat dan Stakeholder Terhadap Program Pendidikan di Sekolah. 6. MODUL VI. SURVEI PENGADUAN UNTUK PERBAIKAN LAYANAN SEKOLAH. Membahas tentang: Pentingnya Survei Pengaduan, Proses Survei Pengaduan, Janji Perbaikan Layanan dan Rekomendasi Perbaikan Layanan, Pemantauan dan Evaluasi Janji dan Rekomendasi Perbaikan Layanan, Survei Ulang. 28

31 7. MODUL VII. TRANSPARANSI DAN AKUNTABILITAS DALAM MANAJEMENSEKOLAH. Membahas Tentang Kaitan Antara Good Governance Dengan Transparansi dan Akuntabilitas, Makna Transparansi dan Akuntabilitas, Jenis-Jenis Akuntabilitas, Contoh Penerapan Transparansi dan Akuntabilitas di Sekolah. 8. MODUL VIII. PRAKTIK BAIK (GOOD PRACTICE) PENERAPAN MBS BERORIENTASI PELAYANAN PUBLIK. Membahas Tentang Praktik-Praktik Baik Manajemen Kurikulum dan Pembelajaran Berbasis Sekolah, Praktik-Praktik Baik Manajemen Kelas Berbasis Sekolah, Praktik-Praktik Baik Manajemen SDM, Praktik-Praktik Baik Manajemen Peserta Didik, Praktik-Praktik Baik Manajemen Sarana Prasarana Berbasis Sekolah, Praktik-Praktik Baik Manajemen Keuangan Berbasis Sekolah, Praktik- Praktik Baik Manajemen Partisipasi Masyarakat Berbasis Sekolah, Contoh Penerapan Praktik MBS di Kabupaten/Kota Mitra KINERJA. 2. Bahan pendukung Lihat juga: Panduan fasilitasi lokakarya Tim Penyusun MBS. Proses penerapan MBS oleh Tim Penyusun MBS diatur dengan seri lokakarya. Panduan fasilitasi lokakarya tersebut disampaikan pada Lampiran D Bahan di CD. Lihat Lampiran C untuk daftar file-file yang ada di CD yang dilampirkan, termasuk contoh bahan presentasi dan juga beberapa bahan yang dapat digunakan sebagai referensi. 29

32

33 1 MBS Berorientasi Pelayanan Publik 31

34 LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI MODUL 1 MBS Berorientasi Pelayanan Publik... peserta menguasai MBS yang berorientasi pelayanan publik... BAHAN BACAAN MBS YANG BERORIENTASI PELAYANAN PUBLIK 1. PENDAHULUAN Konsep manajemen berbasis sekolah sebenarnya telah diperkenalkan sejak lama di Indonesia, ialah sejak tahun 1997/1998. Namun penerapan model tersebut baru menonjol setelah pada tahun 1998, ialah setelah adanya program uji coba model yang dilakukan oleh Direktorat Pendidikan Menengah Umum (sekarang menjadi Direktorat SLTP dan Direktorat Sekolah Menengah Umum), sejak tahun pelajaran 1999/2000 dengan mengikutsertakan 140 SMUN dan 248 SLTP yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Pada tahun pelajaran 2000, jumlah sekolah peserta bertambah sebanyak 486 SMUN dan 158 SLTP (Depdiknas, 2003). Pada tahun 1999, Depdiknas bekerja sama dengan Unesco dan Unicef melakukan rintisan pelaksanaan Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS) di SD dengan mengambil 'setting' Provinsi Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Selatan dan NTT. Pada tahun 2001 diperluas ke Provinsi Jawa Barat, Papua dan NTB dan Sumatra Selatan. Berdasarkan hasil evaluasi ternyata didapati, bahwa sekolah rintisan MBS tersebut lebih unggul prestasi belajarnya dibandingkan dengan SD-SD konvensional yang tidak menerapkan MPMBS (Depdiknas, 2004). Dan, sekolah-sekolah yang menerapkan MPMBS, baik sekolah rintisan MPMBS 32

35 maupun bukan, mendapatkan label dari masyarakat sebagai sekolah berprestasi. MPMBS adalah model manajemen yang memberikan otonomi lebih besar kepada sekolah, memberikan fleksibelitas/keluwesan kepada sekolah, dan mendorong partisipasi secara langsung warga sekolah (guru, siswa, kepala sekolah, karyawan) dan masyarakat (orang tua, tokoh masyarakat, ilmuwan, pengusaha, dsb.) untuk meningkatkan mutu sekolah berdasarkan kebijakan pendidikan nasional serta perundang-undangan yang berlaku (Depdiknas, 2003). Otonomi dapat diartikan sebagai kewenangan/ kemandirian dalam mengatur dan mengurus dirinya sendiri, dan merdeka atau tidak bergantung. Dalam konteks sekolah, otonomi diartikan sebagai kewenangan sekolah untuk mengatur dirinya dan warga sekolah menurut prakarsa sendiri, berdasarkan aspirasi warga sekolah sesuai dengan peraturan perundang-undangan (Depdiknas, 2003). Fleksibelitas diartikan sebagai keluwesan yang diberikan kepada sekolah untuk mengelola, memanfaatkan dan memberdayakan sumber daya sekolah seoptimal mungkin untuk meningkatkan mutu. Dengan keluwesan tersebut, sekolah juga akan lincah dan cerdas, tidak menggantungkan arahan dari atas ketika mengoptimalkan penggunaan sumber daya. Dengan demikian, sekolah lebih responsif dan cepat dalam menghadapi tantangan (Depdiknas, 2003). MPMBS dipandang sebagai bagian dari manajemen berbasis sekolah (MBS). Jika MBS bertujuan meningkatkan semua kinerja sekolah (efektivitas, kualitas/mutu, efisiensi, inovasi, relevansi dan pemerataan serta akses pendidikan), maka MPMBS lebih difokuskan pada peningkatan mutu. Oleh karena itu, MPMBS saat ini lebih ditekankan dibandingkan dengan MBS (Depdiknas, 2003). Sejak diluncurkan sampai dengan sekarang, MBS yang secara konseptual diturunkan dari teori-teori desentralisasi publik, manajemen pelayanan public di bidang pendidikan, tidak banyak mendapatkan pengawalan khususnya yang terkait dengan good governance yang mengerucut ke arah pelayanan publik yang lebih baik. Oleh karena itu, sudah waktunya ada perintisan yang mengarahkan MBS agar tidak keluar dari koridor pelayanan publik yang lebih baik. Berbagai wacana pelayanan prima yang juga dicoba praktikkan dalam kepemrintahan, sepertinya berada dalam kutub yang berbeda dengan MBS. Oleh karena itu, diperlukan penyatuan di antara keduanya sebagaimana pada akar konsep dan teori good governance yang kini diterapkan di berbagai bidang, termasuk di bidang pendidikan. Program USAID-KINERJA yang merupakan program bantuan teknis yang dimaksudkan untuk meningkatkan pelayanan publik yang lebih baik, dari sisi penyedia layanan dan sisi pengguna layanan, melalui pendekatan tata kelola yang baik (good governance) telah melaksanakan pendampingan teknis kepada 180 sekolah-sekolah mitra yang tersebar di 4 Provinsi (Jawa Timur, Aceh, Kalimantan Barat dan Sulawesi Selatan )sebagai unit layanan pendidikan untuk menerapkan MBS Berorientasi Pelayanan Publik. Pendekatan ini telah menunjukkan manfaat yang cukup signifikan di berbagai sekolah mitra, baik dari 33

36 LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI aspek peningkatan partisipasi multi stakeholder sekolah, peningkatan kualitas pelayanan sekolah dan juga semakin transpan dan akuntabilitasnya sekolah dalam perencanaan, pengganggaran serta pelaporan keuangan sekolah. PENGERTIAN MBS BERORIENTASI PELAYANAN PUBLIK Model pendekatan dalam manajemen sekolah yang mengacu pada manajemen berbasis sekolah (school based management) atau disingkat MBS. Di mancanegara, seperti Amerika Serikat, pendekatan ini sebenarnya telah berkembang cukup lama. Pada 1988 American Association of School Administrators, National Association of Elementary School Principals, and National Association of Secodnary School Principals, menerbitkan dokumen berjudul school based managementt, a strategy for better learning. Munculnya gagasan ini dipicu oleh ketidakpuasan atau kegerahan para pengelola pendidikan pada level operasional atas keterbatasan kewenangan yang mereka miliki untuk dapat mengelola sekolah secara mandiri. Umumnya dipandang bahwa para kepala sekolah merasa nirdaya karena terperangkap dalam ketergantungan berlebihan terhadap konteks pendidikan. Akibatnya, peran utama mereka sebagai pemimpin pendidikan semakin dikerdilkan dengan rutinitas urusan birokrasi yang menumpulkan kreativitas berinovasi. Di Indonesia, gagasan penerapan pendekatna ini muncul belakangan sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah sebagai paradigma baru dalam pengoperasion sekolah. Selama ini, sekolah hanyalah kepanjangan tangan birokrasi pemerintah pusat untuk menyelenggarakan urusan politik pendidikan. Para pengelola sekolah sama sekali tidak memiliki banyak kelonggaran untuk mengoperasikan sekolahnya secara mandiri. Semua kebijakan tentang penyelenggaraan pendidikan di sekolah umumnya diadakan di tingkat pemerintah pusat atau sebagian di instansi vertikal dan sekolah hanya menerima apa adanya. Apa saja muatan kurikulum pendidikan di sekolah adalah urusan pusat, kepala sekolah dan guru harus melaksanakannya sesuai dengan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknisnya. Anggaran pendidikan mengalir dari pusat ke daerah menelusuri saluran birokrasi dengan begitu banyak simpul yang masing-masing menginginkan bagian. Tidak heran jika nilai akhir yang diterima di tingkat paling operasional telah menyusut lebih dari separuhnya. Jangan-jangan selama ini lebih dari separuh dana pendidikan sebenarnya dipakai untuk hal-hal yang sama sekali tidak atau kurang berurusan dengan proses pembelajaran di level yang paling operasional, yakni sekolah. MBS yang berorientasi pelayanan publik memusatkan perhatian pada peningkatan mutu dan kualitas layanan pendidikan melalui peningkatan mutu komponen terkait. Komponen-komponen tersebut adalah: a. Siswa, yang menyangkut kesiapan dan motivasi belajarnya. b. Guru, menyangkut kemampuan profesional, moral kerjanya,dan kerjasamanya. 34

37 c. Kurikulum, meliputi relevansi konten dan operasionalisasi proses pembelajarannya d. Dana, sarana dan prasarana, menyangkut kecukupan dan keefektifannya. e. Masyarakat, terutama tingkat partisipasinya dalam pengembangan program program di sekolah. MBS berorientasi pelayanan public memandang bahwa public adalah sebagai pelanggan. Oleh karena itu, keberhasilan MBS yang berorientasi pelayanan public lebih banyak dilihat dari aspek tingkat kepuasan pelanggan, baik internal maupun eksternal. Sekolah dikatakan berhasil jika mampu memberikan layanan sama atau melebihi harapan pelanggan. Dilihat dari jenis pelanggannya, maka MBS berorientasi pelayanan publikdikatakan berhasil jika: a. Siswa puas dengan layanan sekolah, antara lain puas dengan pelajaran yang diterima, puas dengan diperlakukan oleh guru maupun pimpinan, puas dengan fasilitas yang disediakan sekolah dan sebagainya. Pendek kata, siswa menikmati situasi sekolah b. Orang tua siswa puas dengan layanan terhadap anaknya maupun layanan kepada orang tua, misalnya puas karena mendapat laporan periodik tentang perkembangan siswa maupun program-program sekolah. c. Pihak pemakai/penerima lulusan (perguruan tinggi, industri, masyarakat) puas karena menerima lulusan dengan kualitas yang sesuai dengan harapan. d. Guru dan karyawan puas dengan palayanan sekolah, misalnya pembagian kerja, hubungan antar guru/karyawa/pimpinan, gaji/honorarium, dan sebagainya. Ada lima sifat layanan yang harus diwujudkan agar pelanggan puas, yaitu: a. Kepercayaan (reliability). Artinya layanan sesuai dengan yang dijanjikan, misalnya dalam rapat, brosur, dan sebagainya. Layanan semacam itu dapat berlangsung terus menerus dan bukan hanya pada waktu-waktu tertentu. Beberapa aspek dalam keterpercayaan antara lain: kejujuran, aman, tepat waktu, dan ketersediaan. b. Keterjaminan (assurance). Artinya, sekolah mampu menjamin kualitas layanan yang diberikan. Beberapa aspek dalam keterjaminan, misalnya kompetensi guru/staf, dan keobyektifan. c. Penampilan (tangible). Artinya, bagaimana situasi sekolah tampak baik. Beberapa aspek dalam penampilan, misalnya kerapian, kebersihan, ketera-turan, dan keindahan. d. Perhatian (empathy). Artinya, sekolah memberikan perhatian penuh kepada pelanggan. Beberapa aspek dalam keperhatian, misalnya melayani pelanggan dengan ramah, memahami aspirasi mereka, dan berkomunikasi dengan baik. e. Ketanggapan (responsiveness). Artinya, sekolah harus cepat tanggap terhadap kebutuhan pelanggan. Beberapa aspek dari tanggapan, misalnya tanggap terhadap kebutuhan pelanggan dan cepat memperhatikan dan mengatasi keluhan-keluhan yang muncul. 35

38 LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI Secara umum prinsip Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) yang difasilitasi oleh USAID-KINERJA, adalah sebagai berikut: Menempatkan sekolah sebagai unit layanan, dimana sekolah sebagai penyedia layanan diwajibkan untuk memberikan pelayanan sesuai standard yang berlaku (Standard Pelayanan Publik SPP, Standard Pelayanan Minimum - SPM Pendidikan danstandard Nasional Pendidikan SNP) Memberikan ruang partisipasi yang memadai bagi pengguna pelayanan (siswa, orang tua dan masyarakat sekitar) untuk menyampaikan masukan, keluhan dan saran guna peningkatan pelayanan sekolah, melalui survey pengaduan ataupun kotak saran yang tersedia Proses penyusunan dokumen perencanaan sekolah secara partisipatif, antara pihak sekolah bersama multi stakeholder sekolah Memberikan informasi yang memadai bagi multi stakeholder sekolah tentang perencanaan, penganggaran, dan pendanaan sekolah, termasuk pelaporan keuangannya dan informasi penting lainnya sebagai upaya transparansi dan akuntabilitas sekolah. Pemerintah Daerah SKPD terkait lebih aktif dalam mendukung upaya peningkatan pelayanan di sekolah Adanya mekanisme monitoring implementasi MBS Berorientasi pelayanan public oleh multi stakeholder forum (MSF) Adanya jurnalis warga yang aktif dalam mempublikasi kan praktek baik, keluhan dan saran untuk mendukung peningkatan pelayanan public. Flowchart berikut menunjukkan proses MBS yang melibatkan sisi penyedia dan pengguna pelayanan. 36

39 DASAR HUKUM MBS BERORIENTASI PELAYANAN PUBLIK 1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional; 2. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen; 3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah; 4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak; 5. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik 6. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik 7. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan; 8. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 Tentang Pembagian Urusan Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota, 9. Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 Tentang Guru; 10. Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2008 Tentang Pendanaan Pendidikan; 11. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 jo. Nomor 66 Tahun 2010 Tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan; 12. Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 44/U/2002 Tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah; 13. Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 129a/U/2004 Tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pendidikan; 14. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Pelaksanaan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah; sebagaimana diubah dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 6 Tahun 2007 Tentang Perubahan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 Tahun 2006; 15. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13 Tahun 2007 Tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah; 16. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2007 Tentang Standar Kualitas Akademik Guru; 17. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 19 Tahun 2007 Tentang Standar Pengelolaan Pendidikan; 18. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2007 Tentang Standar Penilaian Pendidikan; 19. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Standar Sarana dan Prasarana untuk SD/MI, SMP/MTS dan SMA/ MA; 20. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 41 Tahun 2007 Tentang Standar Proses; 21. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 63 Tahun 2009 Tentang Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan; 37

40 LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI 22. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 15 Tahun 2010 Tentang Standar Pelayanan Minimal Pendidikan Dasar di Kabupaten/Kota; 23. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 48 Tahun 2010 Tentang Rencana Strategis Kementerian Pendidikan Nasional Tahun 2010 s.d. 2014; 24. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 44 Tahun 2012 Tentang Pungutan dan Sumbangan Biaya Pendidikan pada Satuan Pendidikan Dasar. 25. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 13 Tahun 2008 Tentang Pedoman Peningkatan Pelayanan Publik Dengan Partisipasi Masyarakat 2. TUJUAN MBS BERORIENTASI PELAYANAN PUBLIK MBS bertujuan untuk memandirikan atau memberdayakan sekolah melalui pemberian kewenangan (otonomi) kepada sekolah, pemberian fleksibelitas yang lebih besar kepada sekolah untuk mengelola sumberdaya sekolah, dan mendorong partisipasi warga sekolah dan masyarakat untuk meningkatkan mutu pendidikan. Lebih rinci, MBS ini bertujuan untuk: a. Meningkatkan mutu dan kualitas layanan pendidikan melalui peningkatan kemandirian, fleksibilitas partisipasi, keterbukaan, kerjasama, akuntabilitas, sustainabilitas, dan inisiatif sekolah dalam mengelola, memanfaatkan dan memberdayakan sumberdaya yang tersedia; b. Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam menyelenggarakan pendidikan melalui pengambilan keputusan bersama; c. Meningkatkan kapasitas sekolah dan multi stakeholder sekolah dalam menyusun perencanaan dan penganggaran sekolah yang lebih baik sesuai dengan kondisi sekolah saat ini, hasil survei pengaduan serta target capaian yang diharapkan; d. Meningkatkan tanggung jawab sekolah kepada orangtua, masyarakat dan pemerintah tentang mutu sekolahnya; dan e. Meningkatkan kompetisi yang sehat antar sekolah tentang mutu pendidikan dan kualitas pelayanan pendidikan yang akan dicapai. 3. PRINSIP MBS BERORIENTASI PELAYANAN PUBLIK Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 48 Ayat (1) menyatakan bahwa, Pengelolaan dana pendidikan berdasarkan prinsip keadilan, efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas publik. Sejalan dengan amanat tersebut, Peratuan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005Tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 49 Ayat (1) menyatakan: Pengelolaan satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah menerapkan manajemen berbasis sekolah yang ditunjukkan dengan kemandirian, kemitraan, partisipasi, keterbukaan, dan akuntabilitas. 38

41 Berdasarkan kedua isi kebijakan tersebut, prinsip MBS meliputi: (1) kemandirian, (2) keadilan, (3) keterbukaan, (4) kemitraan, (5) partisipatif, (6) efisiensi, dan (7) akuntabilitas. Ketujuh prinsip tersebut disingkat dengan K4 PEA. 1. Kemandirian Kemandirian berarti kewenangan sekolah untuk mengelola sumberdaya dan mengatur kepentingan warga sekolah menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi seluruh warga sekolah sesuai peraturan perundangan. Kemandirian sekolah hendaknya didukung oleh kemampuan sekolah dalam mengambil keputusan terbaik, demokratis, mobilisasi sumberdaya, berkomunikasi yang efektif, memecahkan masalah, antisipatif dan adaptif terhadap inovasi pendidikan, bersinergi, kolaborasi, dan memenuhi kebutuhan sekolah sendiri. 2. Keadilan Keadilan berarti sekolah tidak memihak terhadap salah satu sumber daya manusia yang terlibat dalam pengelolaan sumber daya sekolah, dan dalam pembagian sumber daya untuk kepentingan peningkatan mutu sekolah. Sumber daya manusia yang terlibat, baik warga sekolah maupun pemangku kepentingan lainnya diberikan kesempatan yang sama untuk ikut serta memberikan dukungan guna peningkatan mutu sekolah sesuai dengan kapasitas mereka. Pembagian sumber daya untuk pengelolaan semua substansi manajemen sekolah dilakukan secara bijaksana untuk mempercepat dan keberlanjutan upaya peningkatan mutu sekolah. Dengan diperlakukan secara adil, maka semua pemangku kepentingan akan memberikan dukungan terhadap sekolah seoptimal mungkin. 3. Keterbukaan Manajemen dalam konteks MBS dilakukan secara terbuka atau transparan, sehingga seluruh warga sekolah dan pemangku kepentingan dapat mengetahui mekanisme pengelolaan sumber daya sekolah. Selanjutnya sekolah memperoleh kepercayaan dan dukungan dari pemangku kepentingan. Keterbukaan dapat dilakukan melalui penyebarluasan informasi di sekolah dan pemberian informasi kepada masyarakat tentang pengelolaan sumber daya sekolah, untuk memperoleh kepercayaan publik terhadap sekolah. Tumbuhnya kepercayaan publik merupakan langkah awal dalam meningkatkan peran serta masyarakat terhadap sekolah. 4. Kemitraan Kemitraan yaitu jalinan kerjasama antara sekolah dengan masyarakat, baik individu, kelompok/organisasi, maupun Dunia Usaha dan Dunia Industri (DUDI). Dalam prinsip kemitraan antara sekolah dengan masyarakat dalam posisi sejajar, yang melaksanakan kerjasama saling menguntungkan untuk meningkatkan kualitas pendidikan di sekolah. Keuntungan yang diterima sekolah antara lain meningkatnya 39

42 LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI kemampuan dan ketrampilan peserta didik, meningkatnya kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana sekolah, diperolehnya sumbangan ide untuk pengembangan sekolah, diperolehnya sumbangan dana untuk peningkatan mutu sekolah, dan terbantunya tugas kepala sekolah dan guru. Keuntungan bagi masyarakat biasanya dirasakan secara tidak langsung, misalnya tersedianya tenaga kerja terdidik, terbinanya anggota masyarakat yang berakhlakul karimah, dan terciptanya tertib sosial. Sekolah bisa menjalin kemitraan, antara lain dengan tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh adat, dunia usaha, dunia industri, lembaga pemerintah, organisasi profesi, organisasi pemuda, dan organisasi wanita. 5. Partisipatif Partisipatif dimaksudkan sebagai keikutsertaan semua pemangku kepentingan yang terkait dengan sekolah dalam mengelola sekolah dan pembuatan keputusan. Keikutsertaan mereka dapat dilakukan melalui prosedur formal yaitu komite sekolah, atau keterlibatan pada kegiatan sekolah secara insidental, seperti peringatan hari besar nasional, mendukung keberhasilan lomba antar sekolah, atau pengembangan pembelajaran. Bentuk partisipasi dapat berupa sumbangan tenaga, dana, dan sarana prasarana, serta bantuan teknis antara lain gagasan tentang pengembangan sekolah. 6. Efisiensi Efisiensi dapat diartikan sebagai penggunaan sumberdaya (dana, sarana prasarana dan tenaga) sesedikit mungkin dengan harapan memperoleh hasil seoptimal mungkin. Efisiensi juga berarti hemat terhadap pemakaian sumberdaya namun tetap dapat mencapai sasaran peningkatan mutu sekolah. 7. Akuntabilitas Akuntabilitas menekankan pada pertanggungjawaban penyelenggaraan pendidikan di sekolah utamanya pencapaian sasaran peningkatan mutu sekolah. Sekolah dalam mengelola sumberdaya berdasar pada peraturan perundangan dan dapat mempertangungjawabkan kepada pemerintah, seluruh warga sekolah dan pemangku kepentingan lainnya. Pertanggungjawaban meliputi implementasi proses dan komponen manajemen sekolah. Pertanggungjawaban dapat dilakukan secara tertulis dan tidak tertulis disertai bukti-bukti administratif yang sah dan/atau bukti fisik (seperti bangunan gedung, bangku, dan alat-alat laboratorium). Sejalan dengan adanya pemberian otonomi yang lebih besar terhadap sekolah untuk mengambil keputusan, maka implementasi ketujuh prinsip MBS di sekolah pada dasarnya menyesuaikan dengan situasi dan kondisi sekolah. Sekolah boleh menambah prinsip implementasi MBS yang sesuai dengan karakteristik sekolah, guna mempercepat upaya peningkatan mutu sekolah baik secara akademis maupun non akademis. 40

43 Beberapa hal yang menjadi prinsip MBS Berorientasi Pelayanan Publik yang difasilitasi oleh Program KINERJA antara lain adalah: MBS yang bernuansa kepemerintahan yang baik (goodgovernance); Berfokus kepada peningkatan tata kelola pelayanan pendidikan dan mutu pendidikan; Perencanaan sekolah didasarkan kondisi eksisting dan kondisi yang diharapkan oleh sekolah sesuai dengan standar pelayanan yang ditetapkan (SPM, SNP, SPP), dan disusun secara partisipatif; Evaluasi Diri Sekolah (EDS) akan bersandingan dengan hasil survei pengaduan yang diperoleh dari pihak pengguna layanan (komite sekolah, orangtua, siswa dan masyarakat sekitar sekolah); Adanya maklumat layanan/janji layanan yang merupakan respon atas hasil survei pengaduan yang disepakati antara pihak penyedia layanan dan pengguna layanan; Maklumat/janji layanan harus sejalan dengan perencanaan sekolah; Transparansi dan akuntabilitas sekolah, baik perencanaan sekolah, laporan keuangan sekolah maupun informasi penting lainnya akan dipublikasikan dengan model yang menarik dan mudah dipahami; Adanya Jurnalis Warga sebagai stakeholder pendidikan yang berperan aktif; Pengarusutamaan gender akan menjadi pertimbangan dalam seluruh aspek, perencanaan, implementasi serta evaluasi sekolah; Sekolah Mitra MBS dapat berpartisipasi dalam Musrenbang Tingkat Desa/Kelurahan dan Kecamatan. 4. KARAKTERISTIK MBS BERORIENTASI PELAYANAN PUBLIK MBS tidak dapat dipisahkan dengan sekolah efektif. Karakteristik MBS tidak dapat dipisahkan dengan karakteristik sekolah efektif. Karakteristik MBS/sekolah efektif, harus dilihat dari tiga aspek yang menyatu, yakni output, proses dan input Output Sekolah Dilihat dari sesi output, sekolah yang efektif ditandai oleh dua hal, yakni tingginya prestasi akademik dan pretasi non akademik. Prestasi akademik (academic achievement) meliputi NEM, lomba karya ilmiah, lomba mata pelajaran (IPA, matematika, bahasa Inggeris, fisika) cara-cara berpikir (deduktif, induktif, nalar, divergen, dsb). Sedangkan prestasi non akademik (non academic achievement) meliputi keingintahuan yang tinggi, kerja sama yang baik, rasa kasih 41

44 LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI sayang yang tinggi terhadap sesama, toleransi, kedisiplinan, kerajinan, prestasi olah raga dan kesenian, kepramukaan dsb Proses Dilihat dari segi proses, sekolah yang efektif ditandai oleh: (1) proses belajar mengajar (PBM) yang efektif, (2) kepemimpinan sekolah yang kuat, (3) lingkungan sekolah yang aman dan tertib, (4) pengelolaan tenaga kependidikan yang efektif, (5) memiliki budaya mutu, (6) memiliki team work kompak, cerdas dan dinamis, (7) memiliki kemandirian, (8) partisipasi yang tinggi dari masyarakat, (9) punya keterbukaan, (10) punya kemauan untuk berubah (psikologis dan fisik), (11) melakukan evaluasi dan perbaikan secara berkelanjutan, (12) responsif dan antisipatif terhadap kebutuhan, (13) punya komunikasi yang baik, (14) mempunyai akuntabilitas, dan (15) memiliki serta menjaga sustainabilitas. Secara rinci, aspek proses ini dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Proses belajar pembelajaran efektif, ialah proses belajar yang: Belajar mengetahui (learning to know), belajar bekerja (learning to do), belajar hidup bersama (learning to live together), belajar menjadi diri sendiri (learning to be). 2. Kepemimpinan sekolah yang kuat, ialah yang mampu: Mengkoordinasikan, menggerakkan dan menyerasikan sumber daya pendidikan. Mendorong sekolah untuk mewujudkan visi, misi, tujuan dan sasaran sekolah melalui program yang dilaksanakan secara terencana dan bertahap. Menampilkan manajemen dan kepemimpinan yang tangguh untuk meningkatkan mutu. Memobilisasi sumber sekolah, terutama SDM untuk mencapai tujuan sekolah. 3. Lingkungan sekolah yang aman dan tertib, dengan penjelasan sebagai berikut: Lingkungan sekolah secara keseluruhan: Memberikan dukungan penuh terhadap peningkatan mutu. Lingkungan kelas: Menimbulkan fun belajar, joy full learning, friendly. Suasana sekolah yang menimbulkan desire of knowing, desire of learning dan desire of achievement. Menekankan pada Pemberdayaan siswa Internalisasi tentang apa yang diajarkan sehingga berfungsi sebagai muatan nurani yang dihayati (ethos) dan dipraktikkan (pathos) Tidak sekadar Memorisasi/recall Penekanan pada pengiasaan pengetahuan tentang apa yang diajarkan (logos) 42

45 4. Pengelolaan tenaga kependidikan yang efektif, yang ditandai dengan: Punya kapabilitas yang tinggi. Punya motivasi yang tinggi. Punya komitmen tinggi. Memberikan layanan yang andal dan prima. Antara tenaga satu dengan yang lain bersinergi secara positif untuk meningkatkan mutu. Senantiasa memutakhirkan kemampuan dan keahliannya. Berani berimprovisasi dan mencobakan halhal baru (senang berinovasi). 5. Memiliki Budaya Mutu, dengan indikator: Informasi kualitas dipergunakan untuk perbaikan, bukan mengadili/mengontrol orang. Hasil harus diikuti dengan penghargaan. Kolaborasi dan sinergi, bukan sekadar kompetisi, harus menjadi basis kerja sama. Warga sekolah merasa aman dengan pekerjaannya. Atmosfir keadilan harus ditanamkan. Imbal jasa harus sepadan dengan nilai pekerjaannya. Warga sekolah merasa memiliki sekolah. Kerja sama antar fungsi dan individu harus menjadi kebiasaan hidup sehari-hari di sekolah. 7. Sekolah memiliki kemandirian Punya kewenangan untuk melakukan yang terbaik bagi sekolahnya. Dituntut punya kesanggupan untuk tidak bergantung kepada atasan. Harus punya sumber daya yang cukup dalam menjalankan tugasnya. 8. Partisipasi yang tinggi dari masyarakat. Makin tinggi partisipasi, makin besar rasa memilikinya. Makin besar rasa memilikinya, makin besar tanggungjawabnya. Makin besar rasa tanggungjawabnya, makin besar dedikasinya. 9. Punya keterbukaan. Dalam pengambilan keputusan. Dalam perencanaan dan pelaksanaan kegiatan. Dalam penggunaan uang. Melibatkan pihak-pihak terkait sebagai alat kontrol. 6. Sekolah memiliki team workkompak, cerdas dan dinamis. Team work merupakan karaktersitik MBS, karena output pendidikan merupakan kerja kolektif; bukan individual. 10. Punya kemauan untuk berubah (psikologis dan fisik). Perubahan dipandang menyenangkan. Kemapanan dipandang sebagai ancaman. Tapi, perubahan yang mengarah ke peningkatan. 43

46 LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI 11. Melakukan evaluasi dan perbaikan secara berkelanjutan. Aksentuasi evaluasi tidak sekedar untuk mengetahui seberapa kemampuan peserta didik, tetapi lebih pada pemanfaatan hasil evaluasi untuk perbaikan terus menerus. Perbaikan secara terus menerus harus menjadi kebiasaan. 12. Responsif dan antisipatif terhadap kebutuhan. Sekolah harus responsif terhadap aspirasi yang muncul guna peningkatan mutu. Sekolah harus mampu membaca lingkungan dan menanggapinya secara cepat dan tepat. Sekolah harus pro-aktif atau menjemput bola dan mampu mengantisipasi hal-hal yang akan terjadi. 13. Sekolah punya komunikasi yang baik. Komunikasi yang baik antar warga sekolah dan masyarakat. Komunikasi yang baik akan membentuk team work yang baik, kompak dan cerdas; sehingga berbagai kegiatan bisa dilaksanakan secara merata antar warga sekolah. 15. Sekolah mempunyai akuntabilitas. Akuntabilitas adalah bentuk pertanggungjawaban terhadap apa yang sudah dilaksanakan. Bentuk akuntabilitas: laporan prestasi kepada pemerintah, orangtua dan masyarakat. 16. Sekolah memiliki dan menjaga sustainabilitas. Sustainabilitas dalam program dan pendanaan. Sustainabilitas program: keberlanjutan program yang dirintis sebelumnya, dan bahkan berkembang menjadi programprogram baru yang sebelumnya belum ada. Sustainabilitas pendanaan: kemampuan mempertahankan besarnya dana yang dimiliki dan bahkan makin besar jumlahnya. Sekolah mampu menggali sumber dana dari masyarakat, tidak sekadar menggantungkan dari pemerintah Input Sekolah-sekolah yang efektif, lazimnya mempunyai input sebagai berikut: 1. Sekolah memiliki kebijakan, tujuan dan sasaran mutu yang jelas. Kebijakan, tujuan dan sasaran mutu tersebut dinyatakan oleh kepala sekolah dan disosialisasikan kepada warga sekolah. 2. Sekolah mempunyai sumberdaya tersedia dan siap. Sumber daya tersebut, berupa SDM dan sumber daya selebihnya (uang, peralatan, perlengkapan, bahan). 3. Sekolah mempumnyai staf yang kompeten dan berdedikasi tinggi. 4. Memiliki harapan prestasi tinggi. Kepala Sekolah, guru dan siswa punya komitmen dan motivasi kuat untuk meraih prestasi di berbagai bidang. 5. Fokus pada pelanggan (khususnya siswa). Pelanggan (terutama siswa) harus menjadi 44

47 fokus dari semua kegiatan sekolah, baik input maupun proses diarahkan ke siswa. 6. Sekolah mempunyai input manajemen yang baik, yaitu adanya tugas yang jelas, rencana rinci dan sistematis, program yang mendukung pelaksanaan rencana, sistem pengendali mutu yang efektif. ASPEK PROSES DAN SUBSTANSI MBS Secara etimologis, manajemen berasal dari kata: management (Bahasa Inggeris). Kata management berasal dari kata manage, atau managiare, yang berarti: melatih kuda dalam melangkahkan kakinya (Echols, 1985). Dalam manajemen, terkandung dua makna, yakni mind (pikir) dan action (tindakan) (Sahertian, 1988). Secara terminologis, manajemen berarti: 1. Kemampuan atau ketrampilan untuk memperoleh suatu hasil dalam rangka mencapai tujuan. 2. Segenap perbuatan menggerakkan sekelompok orang atau mengarahkan segala fasilitas dalam suatu usaha kerja sama untuk mencapai tujuan. 3. Bekerja dengan menggunakan/meminjam tangan orang lain. Tiga pengertian ini memberikan isyarat adanya dua jenis pekerjaan, ialah pekerjaan manajerial di satu pihak dan pekerjaan teknis di sisi lain. Yang dimaksud pekerjaan manajerial adalah suatu pekerjaan yang proses penyelesaiannya menggunakan tangan orang lain; sedangkan pekerjaan teknis adalah suatu pekerjaan yang proses penyelesaiannya dengan menggunakan tangan sendiri. Mengingat para manajer ketika bekerja masih juga mau melibatkan orang lain dan bahkan lebih banyak membagi-bagi pekerjaan kepada mereka, maka dari sudut kemauan untuk berbagi dengan orang lain ini ia boleh disebut sebagai: sangat dermawan. Setelah menelaah berbagai jenis pengertian manajemen, penulis sampai pada suatu kesimpulan, bahwa yang dimasud dengan manajemen adalah suatu proses penataan dengan melibatkan sumber-sumber potensial baik yang bersifat manusia manupun yang bersifat non manusia dalam rangka mencapai tujuan secara efektif dan efisien. Beberapa unsur yang terdapat dalam pengertian ini adalah: 1. Adanya suatu proses, yang menunjukkan bahwa ada tahapan-tahapan tertentu yang harus dilakukan jika seseorang melakukan kegiatan manajemen. 2. Adanya penataan, yang berarti bahwa makna dari manajemen sesungguhnya adalah penataan, pengaturan atau pengelolaan. 3. Terdapatnya sumber-sumber potensial yang harus dilibatkan, baik sumber potensial yang bersifat manusiawi maupun yang bersifat non manusiawi. Tetapi, titik tekan pelibatan tersebut lebih banyak ke sumber potensial 45

48 LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI yang bersifat manusiawinya. Sebab, terlibat dan tertatanya sumber-sumber potensial yang bersifat manusiawi, akan dengan sendirinya menjadikan tertatanya sumber potensial yang bersifat non manusiawi. 4. Adanya tujuan yang hendak dicapai, karena pelibatan sumber potensial yang bersifat manusiawi dan non manusiawi tersebut bukan merupakan tujuan; melainkan sebagai instrumen untuk mencapai tujuan atau misi tertentu. 5. Pencapaian tujuan tersebut diupayakan agar secara efektif (sankil) dan efisien (mankus). Proses MBS terdiri atas 4 hal, yang juga dikenal sebagai fungsi MBS, ialah planning, organizing, actuating, dan controlling. Empat proses ini lazim juga digambarkan dalam bentuk siklus, karena setelah langkah controlling, lazimnya dilanjutkan dengan membuat planning baru. Siklus proses manajemen tersebut sebagaimana pada Diagram 1.1. Dari segi proses, manajemen di bidang apapun, hampir tidak berbeda, karena senantiasa dimulai dengan perencanaan dan diakhiri dengan pengawasan. Yang senantiasa membedakan antara manajemen bidang satu dengan bidang yang lain adalah aspek substansinya, atau bidang garapannya. Berarti, yang membedakan antara manajemen pendidikan dengan manajemen ekonomi atau layanan publik yang lain, bukan pada aspek prosesnya melainkan pada aspek substansinya. Aspek substansi ini lazim juga mendapatkan sebutan ruang lingkup, bidang garapan, cakupan dan isi. Bahkan menurut Nawawi, substansi manajemen pendidikan dapat disebut manajemen operatif. Yang menjadi substansi manajemen pendidikan adalah: 1. Manajemen kurikulum dan pembelajaran. 2. Manajemen peserta didik. 3. Manajemen sumber daya manusia. Diagram 1.1. Siklus Proses Manajemen 46

49 4. Manajemen prasarana dan sarana. 5. Manajemen keuangan. 6. Manajemen partisipasi masyarakat. Jika proses manajemen pendidikan beserta substansi intinya tersebut diskemakan, sebagaimana pada Table 1.3. Tabel 1.3. Dimensi Proses dan Substansi MBS Substansi Proses Kurikulum dan Pembelajaran Peserta Didik Sumber Daya Manusia Sarana dan Prasarana Keuangan Humas Perencanaan Pengorganisasian Penggerakan Pengawasan 47

50 LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI BAHAN PRESENTASI Konsep Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) Model manajemen yang memberikan otonomi lebih besar kepada sekolah, memberikan fleksibelitas/ keluwesan kepada sekolah, dan mendorong partisipasi secara langsung warga sekolah (guru, siswa, kepala sekolah, karyawan) dan masyarakat (orangtua, tokoh masyarakat, ilmuwan, pengusaha, dsb.) untuk meningkatkan mutu sekolah berdasarkan kebijakan pendidikan nasional serta perundang-undangan yang berlaku (Depdiknas. 2003). 48

51 INDIKATOR KEBERHASILAN MBS 1. Siswa puas dengan layanan sekolah. 2. Orangtua siswa puas dengan layanan terhadap anaknya maupun layanan kepada orang tua. 3. Pihak pemakai /penerima lulusan (perguruan tinggi, industri, masyarakat) puas karena menerima lulusan dengan kualitas yang sesuai dengan harapan. 4. Guru dan karyawan puas dengan pelayanan sekolah. 49

52

53 22 Standar Pelayanan dalam Pengelolaan Sekolah 51

54 LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI MODUL 2 Standar Pelayanan dalam Pengelolaan Sekolah... peserta memahami jenis-jenis standar pengelolaan sekolah dengan penjelasan rincinya. BAHAN BACAAN STANDAR PELAYANAN DALAM PENGELOLAAN SEKOLAH A. PENDAHULUAN Upaya mewujudkan visi dan misi pendidikan, diperlukan suatu acuan dasar oleh setiap penyelenggara dan satuan pendidikan, yang antara lain meliputi kriteria dan kriteria minimal berbagai aspek yang terkait dengan penyelenggaraan pendidikan. Standar pelayanan dalam pendidikan tersebut, meliputi standar pelayanan minimal (SPM), yang diperuntukkan bagi sekolah-sekolah potensial, pinggiran, sekolah-sekolah populistik atau belum memenuhi SPM; dan standar nasioal pendidikan yang diperuntukkan bagi sekolah-sekolah yang sudah memenuhi SPM. SPM Pendidikan Ditetapkan Berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 129a /U/2004 Tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pendidikan. Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan Standar Pelayanan Minimal bidang pendidikan adalah tolok ukur kinerja pelayanan pendidikan yang diselenggarakan Daerah. Pelayanan dasar kepada masyarakat adalah fungsi Pemerintah dalam memenuhi dan mengurus kebutuhan dasar masyarakat untuk meningkatkan taraf kesejahteraan rakyat. 52

55 Sementara itu, Standar Nasional Pendidikan (SNP) dituangkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, dijadikan sebagai acuan setiap satuan pendidikan dan diharapkan dapat mengembangkan pendidikannya secara optimal sesuai dengan karakteristik programnya. Peraturan Pemerintah ini memberikan arahan tentang perlunya dilaksanakan delapan Standar Nasional Pendidikan (SNP) yang meliputi : (1) standar isi, (2) standar proses, (3) standar kompetensi lulusan, (4) standar pendidik dan tenaga kependidikan, (5) standar sarana dan prasarana, (6) standarpengelolaan, (7) standar pembiayaan, (8) standar penilaian pendidikan. Manajemen pelayanan adalah penataan penyelenggaraan pelayanan secara efektif dan efisien guna mencapai kinerja pelayanan yang optimal. Penyelenggaraan pelayanan adalah: 1. Penyelenggaraan negara; 2. Penyelenggaraan ekonomi negara; 3. Korporasi penyelenggara pelayanan publik; 4. Lembaga independen yang dibentuk oleh pemerintah yang menyelenggarakan pelayanan kepada masyarakat. B. STANDAR PELAYANAN PUBLIK Pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan dasar sesuai dengan hak-hak sipil setiap warga negara dan penduduk atas suatu barang dan jasa atau pelayanan administrasi yang diselenggarakan oleh penyelenggara pelayanan publik. Standar pelayanan publik adalah suatu tolak ukur yang dipergunakan sebagai pedoman penyelenggaraan pelayanan dan acuan penilaian kualitas pelayanan sebagai komitmen atau janji dari penyelenggara pelayanan kepada masyarakat untuk memberikan pelayanan yang berkualitas. Sekolah sebagai salah satu unit pelayanan diwajibkan untuk memberikan pelayanan yang berkualitas kepada siswa dan orangtua sesuai dengan standar pelayanan publik yang disyaratkan. Dalam rangka mencapai kualitas pelayanan, diperlukan penyusunan standar pelayanan publik, yang menjadi tolak ukur pelayanan yang berkualitas, prima dan memuaskan. Penetapan standar pelayanan publik semua merupakan praktik bagus yang terjadi di negara maju, dan secara lambat tetapi pasti sampai juga negara berkembang. Di Amerika Serikat misalnya, ditandai dengan dikeluarkannya executive order pada era pemerintahan Clinton, yang mengharuskan semua instansi pemerintah untuk menetapkan standar pelayanan konsumen. Isi dari executive order tersebut adalah: Identify customer who are, or should be served by the agency, survey the customer to determine the kind and quality of service they want and their level of statisfaction with existing service, post service standards and measure result against the best bussiness, provide the customers with choice in both sources of services, and complaint system easily 53

56 LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI accesible, and provide means to adress customer complaint. Inti dari executive order tersebut adalah adanya upaya pengenalan terhadap pengguna pelayanan publik, survei pengaduan para pengguna untuk menentukan jenis dan kualitas pelayanan yang mereka inginkan dan untuk menetukan tingkat kepuasan pelanggan dengan pelayanan yang sedang berjalan, menyediakan berbagai pilihan sumber-sumber pelayanan kepada pengguna, dan sistem pengaduan yang mudah diakses, serta menyediakan sarana untuk menampung dan menyelesaikan keluhan/pengaduan. Di Inggris juga diperkenalkan Service First the New Character Programme, yang berisi 9 prinsip penyediaan pelayanan publik yang merupakan wujud dari visi pemerintah yang dilaksanakan oleh setiap pegawai negeri. Prinsip-prinsip tersebut adalah: 1. Menentukan standar pelayanan; 2. Bersikap terbuka dan menyediakan informasi selengkap-lengkapnya; 3. Berkonsultasi dan terlibat; 4. Mendorong akses dan pilihan; 5. Memperlakukan semua secara adil; 6. Mengembalikan kejalan yang benar ketika terjadi kesalahan; 7. Memanfaatkan sumber daya secara efektif 8. Inovatif dan memperbaiki; 9. Bekerjasama dengan penyedia layana lainnya. Namun sejauh ini standar pelayanan publik sebagaimana yang dimaksud masih lebih banyak berada pada tingkat konseptual, sedangkan implementasinya masih jauh dari harapan. Hal ini terbukti dari masih buruknya kualitas pelayanan yang diberikan oleh berbagai instansi pemerintah sebagai penyelenggara layanan publik. Adapun manfaat standar pelayanan publik adalah: 1. Memberikan jaminan kepada masyarakat bahwa mereka mendapat pelayanan dalam kualitas yang dapat dipertanggung jawabkan. 2. Memberi fokus pelayanan kepada pelanggan/ masyarakat. 3. Menjadi alat komunikasi antara pelanggan dengan penyedia pelayanan dalam upaya meningkatakan pelayanan. 4. Menjadi alat untuk mengukur kinerja pelayanan serta menjadi alat monitoring dan evaluasi kinerja pelayanan. Agar pelayanan publik dapat dilakukan dengan memenuhi standar, maka birokrasi pemerintahan haruslah melakukan perbaikan kinerja pelayanan publik. Perbaikan kinerja pelayanan publik mutlak harus dilakukan, dikarenakan dalam kehidupan bernegara pelayanan publik menyangkut aspek kehidupan yang sangat luas. Selain itu, aparat birokrasi juga harus meningkatkan mutu pelayanan. Adanya standar pelayanan dapat membantu unit-unit penyedia jasa pelayanan untuk dapat memberikan pelayanan yang terbaik bagi masyarakat pelanggannya. Dalam standar pelayanan ini dapat terlihat dengan jelas dasar hukum, persyaratan pelayanan, 54

57 prosedur pelayanan, waktu pelayanan, biaya serta proses pengaduan, sehingga petugas pelayanan memahami apa yang seharusnya mereka lakukan dalam memberikan pelayanan. Upaya penyediaan pelayanan yang berkualitas antara lain dapat dilakukan dengan memperhatikan ukuran-ukuran apa saja yang menjadi kriteria kinerja pelayanan. Menurut LAN (2003), kritera-kriteria pelayanan tersebut antara lain: 1. Kesederhanaan, yaitu bahwa tata cara pelayanan dapat diselenggarakan secara mudah, lancar, cepat, tidak berbelit-belit, mudah dipahami dan dilaksanakan oleh pelanggan. 2. Reliabilitas, meliputi konsistensi dari kinerja yang tetap dipertahankan dan menjaga saling ketergantungan antara pelanggan dengan pihak penyedia pelayanan, seperti menjaga keakuratan perhitungan keuangan, teliti dalam pencatatan data dan tepat waktu. 3. Tanggung jawab dari para petugas pelayanan, yang meliputi pelayanan sesuai dengan urutan waktunya, menghubungi secepatnya apabila terjadi sesuatu yang perlu segera diberitahukan. 4. Kecakapan para petugas pelayanan, bahwa para petugas pelayanan menguasai keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan. 5. Pendekatan kepada pelanggan dan kemudahan kontak pelanggan dengan petugas. Petugas pelayanan harus mudah dihubungi oleh pelanggan, tidak hanya denga pertemuan secara langsung, tetapi juga melalui telepon atau internet. Oleh karena itu, lokasi dari fasilitas dan operasi pelayanan juga harus diperhatikan. 6. Keramahan, meliputi kesabaran, perhatian, dan persahabatan dalam kontak antara petugas pelayanan dan pelanggan. Keramahan hanya diperlukan jika pelanggan termasuk dalam konsumen konkret. 7. Keterbukaan, yaitu bahwa pelanggan bisa mengetahui seluruh informasi yang mereka butuhkan secara mudah dan gambling, meliputi informasi mengenai tata cara, persyaratan, waktu penyelesaian, biaya dan lain-lain. 8. Komunikasi antara petugas dan pelanggan 9. Kredibilitas, meliputi adanya saling percaya antara pelanggan dengan penyedia pelayanan. 10. Kejelasan dan kepastian yaitu mengenai tata cara, rincian biaya layanan dan tata cara pembayarannya, jadwal waktu penyelesaian layanan tersebut. 11. Keamanan, yaitu memberikan rasa aman dan bebas kepada pelanggan dari adanya bahaya, resiko dan keragu-raguan. 12. Mengerti apa yang diharapkan pelanggan 13. Kenyataan, meliputi bukti-bukti atau wujud nyata dari pelayanan, beruapa fasilitas fisik. 14. Efisien yaitu bahwa persyaratan pelayanan hanya dibatasi pada hal-hal yang berkaitan langsung dengan pencapai sasaran pelayanan dengan tetap memperhatikan keterpaduan antara persyaratan dengan produk pelayanan. 15. Ekonomis yaitu agra pengenaan biaya peleyanan harus ditetapkan secara wajar dengan memperhatikan nilai barang/jasa dan kemampuan pelanggan untuk membayar. 55

58 LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI C. DASAR HUKUM STANDAR PELAYANAN PUBLIK Di Indonesia, upaya untuk menetapkan standar pelayanan publik dalam kerangka peningkatan kualitas pelayanan publik sebenarnya telah lama dilakukan. Upaya tersebut antara lain ditunjukkan dengan terbitnya berbagai kebijakan seperti: 1. Undang-undang No 20 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik 2. Inpres No. 5 Tahun 1984 tentang Pedoman Penyederhanaan dan Pengendalian Perijinan di Bidang Usaha, (dihapus??) 3. Surat Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No. 81 Tahun 993 tentang Pedoman Tatalaksana Pelayanan Umum, 4. Inpres No.1 Tahun 1995 tentang Perbaikan dan Peningkatan Mutu Pelayanan Aparatur Pemerintah Kepada Masyarakat 5. Peraturan Kementrian Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 13 Tahun 2008 Tentang Pedoman Peningkatan Pelayanan Publik dengan Partisipasi Masyarakat 6. Peraturan Kementrian Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 36 Tahun 2012 Tentang Petunjuk Teknis Penyusunan, Penetapan dan Penerapan Standard Pelayanan 7. Surat Edaran Menko Wasbangpan No. 56/ Wasbangpan/6/98 tentang Langkah-langkah Nyata Memperbaiki Pelayanan Masyarakat. Instruksi Mendagri No. 20/1996; 8. Surat Edaran Menkowasbangpan No. 56/MK. Wasbangpan/6/98; Surat Menkowasbangpan No. 145/MK. Waspan/3/1999; hingga Surat Edaran Mendagri No. 503/125/PUOD/1999, yang kesemuanya itu bermuara pada peningkatan kualitas pelayanan. 9. Kep. Menpan No: 63/KEP/M.PAN/7/2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik. 10. Kep. Menpan No. 81/1993 tentang Pedoman Tatalaksana Pelayanan Umum 11. Surat Edaran Depdagri No. 100/757/OTDA tentang Pelaksanaan Kewenangan Wajib dan Standar Pelayanan Minimum, pada tahun D. STANDAR PROSES (STANDAR OPERASIONAL DAN PROSEDUR) BIDANG PENDIDIKAN Standar proses adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran pada satuan pendidikan untuk mencapai standar kompetensi lulusan (PPRI No. 19 Tahun 2005 tentang Standan Nasional Pendidikan, Pasal 1 ayat 6). Adapun PP RI No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Proses dituangkan dalam Bab IV, yaitu mencakup aspek: a. Perencanaan proses pembelajaran, b. Pelaksanaan proses pembelajaran, c. Penilaian hasil pembelajaran. dan d. Pengawasan proses pembelajaran. Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan 56

59 ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. proses pembelajaran pendidik memberikan keteladanan. Setiap satuan pendidikan melakukan perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran, dan pengawasan proses pembelajaran untuk terlaksananya proses pembelajaran yang efektif dan efisien. a. Perencanaan Proses Pembelajaran Perencanaan proses pembelajaran meliputi silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran yang memuat sekurang-kurangnya tujuan pembelajaran, materi ajar, metode pembelajaran, sumber belajar, dan penilaian hasil belajar. b. Pelaksanaan Proses Pembelajaran Pelaksanaan proses pembelajaran harus memperhatikan jumlah maksimal peserta didik per kelas dan beban mengajar maksimal per pendidik, rasio maksimal buku teks pelajaran setiap peserta didik, dan rasio maksimal jumlah peserta didik setiap pendidik. Pelaksanaan proses pembelajaran dilakukan dengan mengembangkan budaya membaca dan menulis. c. Penilaian Hasil Pembelajaran Penilaian hasil pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah menggunakan berbagai teknik penilaian sesuai dengan kompetensi dasar yang harus dikuasai. Teknik penilaian dapat berupa tes tertulis, observasi, tes praktek, dan penugasan perseorangan atau kelompok. Untuk mata pelajaran selain kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi pada jenjang pendidikan dasar dan menengah, teknik penilaian observasi secara individual sekurang-kurangnya dilaksanakan satu kali dalam satu semester. d. Pengawasan Proses Pembelajaran Pengawasan proses pembelajaran meliputi pemantauan, supervisi, evaluasi, pelaporan, dan pengambilan langkah tindak lanjut yang diperlukan. E. STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PENDIDIKAN Standar Pelayanan Minimal diataur dalam babbab dan pasal sebagai berikut: 1. Kewenangan Penyelenggaraan Pendidikan (1) Penyelenggaraan satuan pendidikan luar biasa (Pendidikan Khusus) menjadi wewenang Pemerintah Provinsi; (2) Penyelenggaraan satuan pendidikan dasar dan menengah termasuk Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) menjadi wewenang Pemerintah Kabupaten/Kota; (3) Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/ Kota menyelenggarakan pendidikan 57

60 LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI berdasarkan standar pelayanan minimal pendidikan; (4) Standar pelayanan minimal pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi pelayanan pendidikan, pemuda dan olahraga yang mencakup semua jenis pelayanan hingga mencapai indikator kinerja minimal. 2. Standar Pelayanan Minimal Pendidikan Dasar (1) Standar Pelayanan Minimal (SPM) Pendidikan Sekolah Dasar (SD)/ Madrasah lbtidaiyah (MI) terdiri atas: a. 95 persen anak dalam kelompok usia 7-12 tahun bersekolah di SD/MI. b. Angka Putus Sekolah (APS) tidak melebihi 1 persen dari jumlah siswa yang bersekolah. c. 90 persen sekolah memiliki sarana dan prasarana minimal sesuai dengan standar teknis yang ditetapkan secara nasional. d. 90 persen dari jumlah guru SD yang diperlukan terpenuhi. e. 90 persen guru SD/MI memiliki kualifikasi sesuai dengan kompetensi yang ditetapkan secara nasional. f. 95 persen siswa memiliki buku pelajaran yang lengkap setiap mata pelajaran. g. Jumlah siswa SD/MI per kelas antara siswa. h. 90 persen dari siswa yang mengikuti uji sampel mutu pendidikan standar nasional mencapai nilai memuaskan. dalam mata pelajaran membaca, menulis dan berhitung untuk kelas III dan mata pelajaran bahasa, matematika, IPA dan IPS untuk kelas V. i. 95 persen dari lulusan SD melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs). (2) SPM Pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs) terdiri atas : a. 90 persen anak dalam kelompok usia tahun bersekolah di SMP/ MTs. b. Angka Putus Sekolah (APS) tidak melebihi 1 persen dari jumlah siswa yang bersekolah. c. 90 persen sekolah memiliki sarana dan prasarana minimal sesuai dengan standar teknis yang ditetapkan secara nasional. d. 80 persen sekolah memiliki tenaga kependidikan non guru untuk melaksanakan tugas administrasi dan kegiatan non mengajar lainnya. e. 90 persen dari jumlah guru SMP yang diperlukan terpenuhi. f. 90 persen guru SMP/MTs memiliki kualifikasi, sesuai dengan kompetensi yang ditetapkan secara nasional. 58

61 g. 100 persen siswa memiliki buku pelajaran yang lengkap setiap mata pelajaran. h. Jumlah siswa SMP/MTs per kelas antara siswa. i. 90 persen dari siswa yang mengikuti uji sampel mutu pendidikan standar nasional mencapai nilai memuaskan dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, matematika, IPA, dan IPS di kelas I dan II. j. 70 persen dari lulusan SMP/MTs melanjutkan ke Sekolah Menengah Atas (SMA) / Madrasah Aliyah (MA) / Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). 3. Standar pelayanan minimal pendidikan menengah SPM Pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA)/ Madrasah Aliyah (MA) terdiri atas: a. 60 persen anak dalam kelompok usia tahun bersekolah di SMA/MA dan SMK. b. Angka Putus Sekolah (APS) tidak melebihi 1 persen dari jumlah siswa yang bersekolah. c. 90 persen sekolah memiliki sarana dan prasarana minimal sesuai dengan standar teknis yang ditetapkan secara nasional. d. 80 persen sekolah memiliki tenaga kependidikan non guru untuk melaksanakan tugas administrasi dan kegiatan non mengajar lainnya. e. 90 persen dari jumlah guru SMA/MA yang diperlukan terpenuhi. f. 90 persen guru SMA/MA memiliki kualifikasi sesuai dengan kompetensi yang ditetapkan secara nasional. g. 100 persen siswa memiliki buku pelajaran yang lengkap setiap mata pelajaran. h. Jumlah siswa SMA/MA per kelas antara siswa. i. 90 persen dari siswa yang mengikuti uji sampel mutu standar nasional mencapai nilai memuaskan dalam mata pelajaran bahasa Inggris, Geografi, Matematika Dasar untuk kelas I dan II j. 25 persen dari lulusan SMA/MA melanjutkan ke Perguruan Tinggi yang terakreditasi. 4. SPM Pendidikan SMK a. Angka Putus Sekolah (APS) tidak melebihi 1 persen dari jumlah siswa yang bersekolah. b. 90 persen sekolah memiliki sarana dan prasarana minimal sesuai dengan standar teknis yang ditetapkan secara nasional. c. 80 persen sekolah memiliki tenaga kependidikan non guru untuk melaksanakan tugas administrasi dan kegiatan non mengajar lainnya. d. 90 persen dari jumlah guru SMK yang diperlukan terpenuhi. 59

62 LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI e. 90 persen guru SMK memiliki kualifikasi sesuai dengan kompetensi yang ditetapkan secara nasional. f. 00 persen siswa memiliki buku pelajaran yang lengkap setiap mata pelajaran. g. Jumlah siswa SMK perkelas antara siswa. h. 20 persen dari lulusan SMK melanjutkan ke Perguruan Tinggi yang terakreditasi. i. 20 persen dari lulusan SMK diterima di dunia kerja sesuai dengan keahliannya F. STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN Standar Nasional Pendidikan sebagaimana dikemukakan dalam ketentuan umum PP Nomor 19 Tahun 2005 adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum negara kesatuan Republik Indonesia. Kriteria minimal itu dijadikan parameter dalam evaluasi kinerja sekolah pada setiap jenis dan jenjangnya serta menjadi kriteria tambahan dalam penilaian kinerja pemerintah dan pemerintah daerah yang bertugas memfasilitasi, mengkoordinasi, dan mengembangkan sistem pendidikan. Standar Nasional Pendidikan berfungsi sebagai dasar dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pendidikan, dalam rangka mewujudkan pendidikan nasionalyang bermutu. Sedangkan, tujuan Standar Nasional Pendidikan, yaitu untuk menjamin mutu pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat. Standar Nasional Pendidikan mencakup: 1. Standar Isi Standar Nasional pendidikan yang mencakuyp ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi yang dituangkan dalam kriteria tentang kompetensi tamatan, kompetensi mata pelajaran, kerangka dasar dan struktur kurikulum, beban belajar, kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender pendidikan/ akademik, dan silabus pembelajaran yang harus dipenuhi oleh peserta didik pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu. 2. Standar Proses Standar Nasional Pendidikan yang berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran pada satu satuan pendidikan untuk mencapai standar kompetensi lulusan. 3 Standar Kompetensi Lulusan Standar Nasional Pendidikan tentang kualifikasi kemampuan lulusan yang berkaitan dengan sikap, pengetahuan, dan keterampilan. 4 Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan Standar Nasional Pendidikan tentang kriteria pendidikan prajabatan dan kelayakan fisik maupun mental, serta pendidikan dalam jabatan. 5. Standar Sarana dan Prasarana Standar Nasional Pendidikan yang mencakup kriteria minimal tentang ruang belajar, 60

63 perpustakaan, tempat berolahraga, beribadah, bermain dan berkreasi, serta labolatorium, bengkel kerja, dan sumber belajar lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran termasuk penggunaan teknologi informasi dan komunikasi. 6. Standar Pengelolaan Standar Nasional Pendidikan yang berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan kegiatan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan, kabupaten/kota, provinsi, atau nasional agar tercapai efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pendidikan. 7. Standar Pembiayaan Standar Nasional Pendidikan yang berkaitan komponen dan besarnya biaya investasi, operasi dan personal satuan pendidikan yang berlaku selama satu tahun. 8. Standar Penilaian Pendidikan. Standar Nasional Penilaian Pendidikan tentang mekanisme, prosedur, dan instrumen penilaian hasil belajar peserta didik untuk lima kelompok mata pelajaran oleh pendidik. Selain itu, standar penilaian juga mencakup penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan dan pemerintah. Kedelapan standar isi tersebut dapat dirinci sebagai berikut. 1. Standar Isi Standar isi telah dikembangkan oleh BSNP dan menjadi Peraturan Mentri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk satuan pendidikan dasar dan menengah. a. Pengertian Standar Isi Standar isi menurut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 Tahun 2005 adalah cakupan materi dan tingkat kompetensi untuk mencapai kompetensi lulusan pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Secara keseluruhan standar isi memuat: 1) kerangka dasar dan struktur kurikulum yang merupakan pedoman dalam penyususnan kurikulum pada tingkat satuan pendidikan; 2) beban belajar bagi peserta didik pada satuan pendidikan dasar dan menengah; 3) kurikulum tingkat satuan pendidikan yang akan dikembangkan oleh satuan pendidikan berdasarkan panduan penyususnan kurikulum sebagai bagian tidak terpisahkan dari standar isi; dan 4) kalender pendidikan untuk penyelenggaraan pendidikan pada satuan pendidikan jenjang pendidikan dasar dan menengah. b Fungsi Standar Isi Standar isi berfungsi sebagai salah satu bagian dari standar nasional pendidikan, sebagai acuan dasar (benchmark) oleh setiap penyelenggara satuan pendidikan yang antara lain meliputi kriteria minimal berbagai aspek yang terkait dengan penyelenggaraan pendidikan. Acuan dasar tersebut merupakan standar nasional 61

64 LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI pendidikan yang dimaksudkan untuk memacu pengelola, penyelenggara, dan satuan pendidikan agar dapat meningkatkan kinerjanya dalam memberikan layanan pendidikan yang bermutu. c. Pengembangan Standar Isi Hasil pengembangan aspek muatan standar isi oleh BSNP sebagai berikut. 1) Kerangka dasar kurikulum pendidikan umum (SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, dan SMK/ MAK), pendidikan khusus (SDLB, SMPLB, dan SMALB), dan pendidikan kejuruan (SMK/MAK). Kerangka dasar kurikulum mencakup tiga hal, yaitu: (a) kelompok mata pelajaran dan cakupannya; (b) prinsip pengembangan kurikulum; dan (c) prinsip pelaksanaan kurikulum. Untuk kelompok mata pelajaran dan cakupannya, dinyatakan (PP No. 19, pasal 6, ayat 1) bahwa kurikulum untuk jenis pendidikan umum, kejuruan, dan khusus pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas: a) kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia; b) kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian; c) kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi; d) kelompok mata pelajaran estetika; e) kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga dan kesehatan. Selanjutnya, ada tujuh prinsip pengembangan kurikulum tingkat satuan pendidikan jenjang pendidikan dasar, yaitu: (a) berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya; (b) beragam dan terpadu; (c) tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan seni; (d) relevan dengan kebutuhan kehidupan; (e) menyeluruh dan berkesinambungan; (f) belajar sepanjang hayat; (g) seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah. 2) Struktur kurikulum merupakan pola dan susunan mata pelajaran yang harus ditempuh oleh peserta didik dalam kegiatan pembelajaran. Struktur kurikulum yang telah disusun adalah: a) Struktur kurikulum pendidikan umum (SD/MI,SMP/MTs, dan SMA/MA) b) Struktur kurikulum pendidikan kejuruan (SMK/MAK) c) Struktur kurikulum pendidikan khusus (SDLB, SMPLB, SMALB). 3) Beban belajar untuk jenjang pendidikan SD/MI/SDLB; SMP/MTs/SMPLB; SMA/MA/ SMALB; dan SMK/MAK. Satuan pendidikan SD/MI/SDLB melaksanakan program pendidikan dengan menggunakan sistem paket. Satuan pendidikan SMP/MTs/SMPLB; SMA/MA/ SMALB; dan SMK/MAK kategori standar 62

65 menggunakan sistem paket atau dapat menggunakan sistem kredit semester. Satuan pendidikan SMA/MA/SMALB; dan SMK/MAK kategori mandiri menggunakan sistem kredit semester. a) SD/MI/SDLB berlangsung selama 35 menit; b) SMP/MTs/SMPLB berlangsung selama 40 menit; c) SMA/MA/SMALB/ SMK/MAK berlangsung selama 45 menit. Beban belajar pada ketentuan ini adalah beban belajar sistem paket pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Sistem paket adalah sistem penyelenggaraan program pendidikan yang peserta didiknya diwajibkan mengikuti seluruh program pembelajarn dan beban belajar yang sudah ditetapkan untuk setiap kelas sesuai dengan struktur kurikulum yang berlaku pada satuan pendidikan. Beban belajar setiap mata pelajaran pada sistem paket dinyatakan dalam satuan jam pembelajaran. Beban belajar dirumuskan dalam bentuk satuan waktu yang dibutuhkan oleh peserta didik untuk mengikuti program pembelajaran melalui sistem tatap muka, penugasan terstruktur, dan kegiatan mandiri tidak terstruktur. Semua itu dimaksudkan untuk mencapai standar kompetensi lulusan dengan memperhatikan tingkat perkembangan peserta didik. Kegiatan tatap muka adalah kegiatan pembelajaran yang berupa proses interaksi antara peserta didik dengan pendidik. Beban belajar kegiatan tatap muka per jam pembelajaran pada masing-masing satuan pendidikan ditetapkan sebagai berikut: Beban belajar kegiatan tatap muka per minggu pada setiap satuan pendidikan adalah sebagai berikut: a) Jumlah jam pembelajaran tatap muka per minggu untuk SD/MI/SDLB: 1. Kelas I s.d. III adalah 29 s.d. 32 jam pembelajaran; 2. Kelas IV s.d. VI adalah 34 jam pembelajaran. b) Jumlah jam pembelajaran tatap muka per minggu untuk SMP/MTs/SMPLB adalah 34 jam pembelajaran. c) Jumlah jam pembelajaran tatap muka per minggu untuk SMA/MA/SMALB/ SMK/MAK adalah 38 s.d. 39 jam pembelajaran. Penugasan terstruktur adalah kegiatan pembelajaran yang berupa pendalaman materi pembelajaran oleh peserta didik yang dirancang oleh pendidik untuk mencapai standar kompetensi. Waktu penyelesaian penugasan terstruktur ditentukan oleh pendidik. Kegiatan mandiri tidak terstruktur adalah kegiatan pembelajaran yang berupa pendalaman materi pembelajaran oleh peserta 63

66 LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI didik yang dirancang oleh pendidikuntuk mencapai standar kompetensi. Waktu penyelesaiannya diatur sendiri oleh peserta didik. Beban belajar penugasan terstruktur dan kegiatan mandiri tidak terstruktur terdiri dari: 1. Waktu untuk penugasan terstruktur dan kegiatan mandiri tidak terstruktur bagi peserta didik pada SD/MI/SDLB maksimum 40% dari jumlah waktu kegiatan tatap muka dari mata pelajaran yang bersangkutan. 2. Waktu untuk penugasan terstruktur dan kegiatan mandiri tidak terstruktur bagi peserta didik pada SMP/MTs/SMPLB maksimum 50% dari jumlah waktu kegiatan tatap muka dari mata pelajaran yang bersangkutan. 3. Waktu untuk penugasan terstruktur dan kegiatan mandiri tidak terstruktur bagi peserta didik pada SMA/MA/SMALB/SMK/ MAK maksimum 60% dari jumlah waktu kegiatan tatap muka dari mata pelajaran yang bersangkutan. Penyelesaian program pendidikan dengan menggunakan sistem paket adalah enam tahun untuk SD/MI/SDLB, tiga tahun untuk SMP/MTs/ SMPLB dan SMA/MA/SMALB, dan tiga sampai dengan empat tahun untuk SMK/MAK. Program percepatan dapat diselenggarakan untuk mengakomodasi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa. Sistem kredit semester adalah sistem penyelenggaraan program pendidikan yang peserta didiknya menentukan sendiri beban belajar dan mata pelajaran yang diikuti setiap semester pada satuan pendidikan. Beban belajar setiap mata pelajaran pada sistem kredit semester dinyatakan dalam satuan kredit semester (SKS). Beban belajar satu sks meliputi satu jam pembelajaran tatap muka, satu jam penugasan terstruktur, dan satu jam kegiatan mandiri tidak terstruktur. Panduan tentang sistem kredit semester diuraikan secara khusus dalam dokumen tersendiri. 4) Kalender pendidikan adalah pengaturan waktu untuk kegiatan pembelajaran peserta didik selama satu tahun ajaran yang mencakup permulaan tahun pelajaran, minggu efektif belajar, waktu pembelajaran efektif dan hari libur. a) Alokasi Waktu Permulaan tahun pelajaran adalah waktu dimulainya kegiatan pembelajaran pada awal tahun pelajaran pada setiap satuan pendidikan. Minggu efektif belajar adalah jumlah minggu kegiatan pembelajaran untuk setiap tahun pelajaran pada setiap satuan pendidikan. Waktu pembelajaran efektif adalah jumlah jam pembelajaran setiap minggu, meliputi jumlah jam pembelajaran untuk seluruh matapelajaran termasuk muatan lokal, ditambah jumlah jam untuk kegiatan pengembangan diri. 64

67 Waktu libur adalah waktu yang ditetapkan untuk tidak diadakan kegiatan pembelajaran terjadwal pada satuan pendidikan yang dimaksud. Waktu libur dapat berbentuk jeda tengah semester, jeda antar semester, libur akhir tahun pelajaran, hari libur keagamaan, hari libur umum termasuk hari-hari besar nasional, dan hari libur khusus. b) Penetapan Kalender Pendidikan 1. Permulaan tahun pelajaran adalah bulan Juli setiap tahun dan berakhir pada bulan Juni tahun berikutnya. 2. Hari libur sekolah ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan Nasional, dan/atau Menteri Agama dalam hal yang terkait dengan hari raya keagamaan, Kepala Daerah tingkat Kabupaten/Kota, dan/atau organisasi penyelenggara pendidikan dapat menetapkan hari libur khusus. 3. Pemerintah Pusat/Provinsi/Kabupaten/ Kota dapat menetapkan hari libur serentak untuk satuan-satuan pendidikan. Kalender pendidikan untuk setiap satuan pendidikan disusun oleh masing-masing satuan pendidikan berdasarkan alokasi waktu sebagaimana tersebut pada dokumen Standar Isi ini dengan memperhatikan ketentuan dari pemerintah/pemerintah daerah. 3. Standar Kompetensi Lulusan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) adalah bagian dari stnadar nasional pendidikan yang merupakan kriteria kompetensi lulusan minimal yang berlaku di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dengan SKL kita akan memiliki patok mutu (bench-mark) baik bersifat evaluasi mikro seperti kualitas proses dan kualitas produk maupun bersifat evaluasi makro seperti keevektifan dan efisiensi suatu program pendidikan, sehingga ke depan pendidikan kita akan melahirkan standar mutu yang dapat dipertanggungjawabkan pada setiap jalur, jenis, dan jenjang pendidikan. SKL yang dijabarkan ke dalam Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) mata pelajaran digunakan sebagai pedoman penilaian. SKL adalah kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup pengetahuan, sikap dan keterampilan. SKL mencakup Standar Kompetensi Lulusan Satuan Pendidikan (SKL-SP), Standar Kompetensi Kelompok Mata Pelajaran (SK-KMP), dan Standar Kompetensi Mata Pelajaran (SK-MP). SKL-SP adalah kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup pengetahuan, sikap, dan keterampilan pada setiap satuan pendidikan yang terdiri dari satuan pendidikan dasar (SD/MI/SDLB/Paket A, SMP/MTs/SMPLB/PaketB) dan satuan pendidikan menengah (SMA/MA/SMALB/Paket C, SMK/ MAK). Sedangkan SK-KMP adalah kualifikasi kemampuan lulusan pada setiap kelompok mata pelajaran yang mencakup agam dan Akhlak Mulia, Kewarganegaraan dan Kepribadian, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, Estetika, dan Jasmani, 65

68 LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI Olahraga, dan Kesehatan, baik untuk satuan pendidikan dasar maupun satuan pendidikan menengah. SKL mempunyai tiga fungsi utama, yaitu (1) kriteria dalam menentukan kelulusan peserta didik pada setiap satuan pendidikan (2) rujukan untuk menyusun standar pendidikan lainnya, dan (3) arah peningkatan kualitas pendidikan. 4. Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan adalah kriteria pendidikan prajabatan dan kelayakan fisik maupun mental, serta pendidikan dalam jabatan (UU Nomor , Pasal 13, dan PP 19 Pasal 1, ayat 7). Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan. Sedangkan, tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan (UU No. 20 Tahun 2003 BabI, Pasal 1 ayat 5 dan ayat 6). Tenaga kependidikan bertugas melaksanakan administrasi, pengelolaan, pengembangan, pengawasan, dan pelayanan teknis untuk menunjang proses pendidikan pada satuan pendidikan (UU No , Bab XI, Pasal 39, ayat 1). Tenaga kependidikan meliputi pengelola satuan pendidikan, penilik, pamong belajar, pengawas, peneliti, pengembang, pustakawan, laboran, dan teknisi sumber belajar (UU no. 20, Tahun 2003, Penjelasan Pasal 39, ayat 1). Lingkup Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan mencakup: kriteria pendidikan prajabatan, kelayakan fisik maupun mental, serta pendidikan dalam jabatan. Pendidikan prajabatan adalah pendidikan formal untuk mempersiapkan calon pendidik dan tenaga kependidikan yang diselenggarakan oleh Perguruan Tinggi Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan yang terakreditasi, sesuai dengan perundang-undangan. Kelayakan fisik dan mental pendidik dan tenaga kependidikan adalah kondisi fisk dan mental pendidik dan tenaga kependidikan yang tidak mengganggu pembelajaran dan pelayanan pendidikan. Adapun, Pendidikan dalam jabatan adalah pendidikan dan pelatihan yang diperoleh pendidik dan tenaga kependidikan selama menjalankan tugas untuk meningkatkan kualifikasi akademik dan/atau kompetensi akademiknya. Di dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005, tentang Guru dan Dosen dijelaskan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan usia dini jalur pendidikan formal,pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rokhani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kompetensi yang harus dimiliki guru adalah kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional melalui pendidikan profesi. Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat 66

69 jasmani dan rokhani, serta memilki kemampuan mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kualifikasi akademik adalah tingkat pendidikan minimal yang harus dipenuhi oleh seorang pendidik dari perguruan tinggi terakreditasi yang dibuktikan dengan ijazah dan/ atau sertifikasi keahlian yang relevan dengan jenis, jenjang, dan satuan pendidikan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh pendidik dalam melaksanakan tugas keprofesionalan. Kompetensi pendidik sebagai agen pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan anak usia dini meliputi: (a) kompetensi pedagogik, (b) kompetensi kepribadian, (c) kompetensi profesional, dan (d) kompetensi sosial. Kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan, dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilkinya. Kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia. Kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan secara luas dan mendalam yang memungkinkannya membimbing peserta didik memenuhi standar kopetensi yang ditetapkan dalam Standar Nasional Pendidikan. Kompetensi sosial adalah kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunuikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidiakan, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar. Untuk lebih jelasnya, berikut adalah PP Nomor 19 Tahun 2005 Bab VI tentang Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan 5. Standar Sarana Dan Prasarana Pendidikan Standar sarana dan prasarana adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan kriteria minimum tentang ruang belajar, tempat berolahraga, tempat beribadah, perpustakaan, laboratorium, bengkel kerja, tempat bermain, tempat berkreasi dan berekreasi, serta sumber belajar lain, yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran, termasuk penggunaan teknologi informasi dan komunikasi. Standar sarana dan prasarana mencakup: (1) pengadaan satuan pendidikan, (2) kelengkapan prasarana yang terdiri dari lahan, bangunan gedung, ruang-ruang, dan instalasi daya dan jasa yang wajib dimiliki oleh setiap satuan pendidikan, dan (3) kelengkapan sarana yang terdiri dari perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan, buku dan sumber belajar lainnya, teknologi informasi dan komunikasi, serta perlengkapan lain yang wajib dimiliki oleh setiap satuan pendidikan. Standar sarana dan prasarana ini disusun untuk lingkup pendidikan formal, jenis pendidikan umum, jenjang pendidikan dasar dan menengah yaitu: Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI), Sekolah Menengah Pertama/ Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs), dan Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah (SMA/MA). Berikut adalah PP Nomor , Bab VII tentang Standar Sarana dan Prasarana Pendidikan. 67

70 LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI 6. Standar Pengelolaan Pendidikan Standar pengelolaan adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan kegiatan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan, kabupaten/kota, provinsi, atau nasional agar tercapai efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pendidikan. Standar pengelolaan oleh satuan pendidikan meliputi:(1) perencanaan program sekolah/madrasah; (2) pelaksanaan rencana kerja sekolah; (3) monitoring dan evaluasi; (4) kepemimpinan sekolah/ madrasah; dan (5) sistem informasi manajemen. Sedangkan, standar pengelolaan pendidikan oleh pemerintah daerah meliputi: (1) perencanaan program pemerintah daerah; (2) pengelolaan program wajib belajar; (3) pengelolaan program peningkatan angka partisipasi jenjang pendidikan menengah; (4) pengelolaan program pendidikan keaksaraan; (5) pengelolaan program penjaminan mutu satuan pendidikan; (6) pengelolaan program peningkatan status guru sebagai profesi; (7) pengelolaan program akreditasi pendidikan; (8) pengelolaaan program peningkatan peningkatan relevansi pendidikan; dan (9) pengelolaan program pemenuhan standar pelayanan minimal bidang pendidikan. Standar pengelolaan pendidikan oleh pemerintah meliputi: (1) perencanaan program pemerintah; (2) pengelolaan program wajib belajar; ( 3) pengelolaan program peningkatan angka partisipasi jenjang pendidikan menengah dan tinggi; (4) pengelolaan program pendidikan keaksaraan; (5) pengelolaan program penjaminan mutu satuan pendidikan; (6) pengelolaan program peningkatan status guru sebagai profesi; (7) pengelolaan program peningkatan mutu dosen; (8) pengelolaan program standarisasi pendidikan; (9) pengelolaan program akreditasi pendidikan; (10) pengelolaan program peningkatan relevansi pendidikan; (11) pengelolaan program pemenuhan standar pelaynan minimal bidang pendidikan, dan (12) pengelolaan program penjaminan mutu pendidikan nasional. Secara umum Standar Pengelolaan Pendidikan Nasional bertujuan untuk meningkatkan mutu layanan minimal pengelolaan Pendidikan Nasional. Adapun, secara khusus Standar Pengelolaan Pendidikan bertujuan sebagai berikut. a. Memberikan acuan bagi terwujudnya sistem perencanaan pendidikan pada tingkat nasional, regional/daerah, propinsi, kabupaten/kota, serta pada tingkat satuan pendidikan/ sekolah secara terkoordinasi dan terpadu untuk mampu mengantisipasi aspirasi-aspirasi peningkatan mutu pendidikan. b. Memberi kerangka acuan bagi pengorganisasian, pelaksanaan, pemantauan, dan pengendalian pendidikan, sejalan dengan tuntutan peningkatan mutu dan Standar Pelayanan Pendidikan pada semua bentuk, jenis, dan jenjang pendidikan. c. Sebagai acuan dasar pengawasan dan penilaian pendidikan, yang relevan dan konsisten dengan sistem perencanaan, dan pelaksanaan prgram 68

71 pendidikan pada tingkat pemerintah pusat, pemerintah daerah, propinsi dan kabupaten dan pada tingkat satuan pendidikan. d. Memberikan pedoman kepada seluruh warga bangsa dan khususnya yang berkiprah dalam pengelolaan pendidikan bagaimana merencanakan, mengorganisasikan, melaksanakan, memantau, mengawasi, mengendalikan, dan menilai program pendidikan secara efisien, efektif, baik dan benar. e. Menciptakan terwujudnya koordinasi dan keterpaduan pelaksanaan amanah pendidikan bagi semua rakyat (education for all) baik secara vertikal maupun horisontal antara seluruh unsur kelembagaan yang bertugas, berwewenang dan bertanggungjawab dalam pendidikan mulai dari Pemerintah Pusat, pemerintah Daerah Propinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten/ Kota, dan Satuan Pendidikan dalam Pengelolaan Pendidikan baik pada tingkat nasional, daerah, lokal, dan individual. Ditinjau dari segi manajemen organisasi, terdapat empat hal yang perlu ditata kembali, yaitu: pengaturan pembagian tugas, wewenang, dan tanggung jawab, serta pola hubungan organisasi, pengaturan versus pengelolaan, dan hubungan organisasi fungsional. Pergeseran wewenang sebagai dampak dari desentralisasi pemerintahan seharusnya diikuti dengan pergeseran paradigma dalam seluruh aspek manajemen pendidikan di daerah yang semula dikelola secara sentralistik sekarang harus lebih didesentralisasikan. Untuk itu, dari aspek manajemen pendidikan ada beberapa hal yang perlu memperoleh perhatian, yaitu menyangkut permasalahan: manajemen organisasi, kurikulum, sumber daya manusia pendidiakan, sarana dan prasarana, kesiswaan, hubungan publik (public relation), pembiayaan pendidikan, dan manajemen berbasis sekolah. Dari keseluruhan permasalahan pendidikan baik tingkat makro maupun tingkat mikro pendidikan memang sangat diperlukan adanya Standar Pengelolaaan Pendidikan yang efektif dan efisien. Berikut PP Nomor 19 Bab VIII tentang Standar Pengelolaan Pendidikan. 7. Standar Pembiayaan Pendidikan Standar pembiayaan adalah standar yang mengatur komponen dan besarnya biaya operasi satuan pendidikan yang berlaku selama satu tahun. Biaya operasi satuan pendidikan adalah bagian dari dana pendidikan yang diperlukan untuk membiayai kegiatan operasi satuan pendidikan agar dapat berlangsungnya kegiatan pendidikan yang sesuai standar nasional pendidikan secara teratur dan berkelanjutan. Pembiayaan pendidikan terdiri atas biaya investasi, biaya operasi, dan biaya personal. Biaya investasi satuan pendidikan meliputi biaya penyediaan sarana dan prasarana, pengembangan sumber daya manusia, dan modal kerja tetap. Biaya operasional pendidikan meliputi gaji pendidik dan tenaga kependidikan serta segala tunjangan yang melekat pada gaji, bahan atau peralatan pendidikan habis pakai, dan biaya operasi pendidikan tak 69

72 LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI langsung berupa daya, air, jasa telekomunikasi, pemeliharaan sarana dan prasarana, uang lembur, transportasi, konsumsi, pajak, asuransi, dan lain sebagainya. Biaya personal meliputi biaya pendidikan yang harus dikeluarkan oleh peserta didik untuk bisa mengikuti proses pembelajaran secara teratur dan berkelanjutan. Mengacu pada pasal-pasal dan ayat dalam Standar Nasional Pendidikan yang berkaitan dengan pembiayaan pendidikan dapat disimpulkan bahwa meskipun biaya pendidikan itu terdiri dari biaya investasi, biaya operasi, dan biaya personal, namun standar pembiayaan pendidikan difokuskan pada biaya operasi pendidikan yang merupakan bagian dari dana pendidikan yang diperlukan untuk membiayai kegiatan operasi satuan pendidikan agar dapat berlangsungnya kegiatan pendidikan yang sesuai standar nasuional pendidikan secara teratur dan berkelanjutan. 8. Standar Penilaian Pendidikan Penilaian adalah proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik (PP Nomor ). Evaluasi pendidikan adalah kegiatan pengendalian, penjaminan, dan penetapan mutu pendidikan terhadap berbagai komponen pendidikan pada setiap jalur, jenjang, dan jenis pendidikan sebagai bentuk pertanggungjawaban penyelenggaraan pendidikan. Ulangan adalah proses yang dilakukan untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta didik secara berkelanjutan dalam proses pembelajaran, untuk memantau kemajuan dan perbaikan hasil belajar peserta didik. Ujian adalah kegiatan yang dilakukan untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta didik sebagai pengakuan prestasi belajar dan/atau penyelesaian dari suatu satuan pendidikan. Akreditasi adalah kegiatan penilaian kelayakan program dan/atau satuan pendidikan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan. Penilaian Pendidikan dibagi menjadi lima bagian, yaitu: (1) Penilaian pendidikan pada jenjang pendidikan dasar, menengah, dan pendidikan tinggi; (2) Penilaian hasil belajar oleh pendidik; (3) Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan; (4) Penilaian hasil belajar oleh pemerintah; dan (5) Kelulusan. Penilaian pendidikan pada pendidikan dasar dan menengah terdiri dari penilaian hasil belajar oleh pendidik, penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan, dan penilaian hasil belajar oleh pemerintah. Sedangkan penilaian hasil belajar pada jenjang pendidikan tinggi terdiri dari penilaian hasil belajar oleh pendidik dan penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan tinggi. Penilaian hasil belajar dilakukan untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil dalam bentuk ulangan harian, ulangan tengah semster, ulangan akhir semester, dan ulangan kenaikan kelas. Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan bertujuan menilai pencapaian standar kompetensi lulusan untuk semua mata pelajaran. Penilaian hasil belajar oleh pemerintah bertujuan untuk menilai pencapaian 70

73 kompetensi lulusan secara nasional pada mata pelajaran tertentu dalam kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan teknologi dan dilakukan dalam bentuk ujian nasional. Ujian nasional dilakukan secara obyektif, berkeadilan, dan akuntabel. Hasil ujian nasional digunakan sebagai salah satu pertimbangan untuk: (1) Pemetaan mutu program dan/atau satuan pendidikan; (2) Dasar seleksi masuk jenjang pendidikan berikutnya; (3) Penentuan kelulusan peserta didik dari program dan/atau satuan pendidikan; (4) Pembinaan dan pemberian bantuan kepada satuan pendidikan dalam upayanya untuk meningkatkan mutu pendidikan. Peserta didik dinyatakan lulus dari satuan pendidikan pada pendidikan dasar dan menengah setelah: (1) Menyelesaikan seluruh program pembelajaran; (2) Memperoleh nilai minimal baik pada penilaian akhir untuk seluruh mata pelajaran kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia, kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian, kelompok mata pelajaran estetika, dan kelompok mata pelajaran jasmani, olah raga, dan kesehatan; (3) Lulus ujian sekolah/madrasah untuk kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi; dan (4) Lulus ujian nasional. Berikut adalah PP Nomor 19 Bab X tentang Penilaian Pendidikan. G. STANDAR LAINNYA Sekolah/madrasah yang telah memenuhi syarat SSN diberi kesempatan untuk meningkatkan standarnya sehingga menjadi sekolah bertaraf internasional. Caranya, setelah memenuhi seluruh Standar Nasional Pendidikan hendaknya diperkaya dengan mengacu pada standar pendidikan salah satu negara anggota Organization for Economic Cooperation and Development dan/atau negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan sehingga memiliki daya saing di forum internasional. Adaptasi yaitu penyesuaian unsur-unsur tertentu yang sudah ada dalarn Standar Nasional Pendidikan dengan mengacu pada standar pendidikan salah satu negara anggota OECD dan/atau negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan. Daya saing di forum internasional memiliki makna bahwa siswa dan lulusan Sekolah/Madrasah Bertaraf Internasional antara lain dapat: (a) melanjutkan pendidikan pada satuan pendidikan yang bertaraf internasional, baik di dalam maupun di luar negeri; (b) mengikuti sertifikasi bertaraf internasional yang diselenggarakan oleh salah satu negara anggota OECD dan/atau negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan; (c) meraih medali tingkat internasional pada berbagai kompetisi sains dan matematika. 71

74 LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI 1. Kurikulum Kurikulum merupakan acuan dalam penyusunan silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran. Standar kurikulumnya adalah: a. menerapkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP); b. menerapkan sistem satuan kredit semester di SMA/SMK/MA/MAK; c. memenuhi Standar Isi; dan d. memenuhi Standar Kompetensi Lulusan. Selain itu, keberhasilan tersebut juga ditandai dengan pencapaian indikator kinerja kunci tambahan sebagai berikut: a. sistem administrasi akademik berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) di mana setiap saat siswa bisa mengakses transkripnya masingmasing; b. muatan mata pelajaran setara atau lebih tinggi dari muatan pelajaran yang sama pada sekolah unggul dari salah satu negara anggota OECD dan/atau negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan; c. menerapkan standar kelulusan sekolah/ madrasah yang lebih tinggi dari Standar Kompetensi Lulusan. 2. Proses Pembelajaran Proses pembelajaran yang efektif dan efisien. Proses pembelajaran disesuaikan dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Keberhasilan tersebut ditandai dengan pencapaian indikator kinerja kunci minimal yaitu memenuhi Standar Proses.Selain itu, keberhasilan tersebut juga ditandai dengan pencapaian indikator kinerja kunci tambahan sebagai berikut: a. Proses pembelajaran pada semua mata pelajaran menjadi teladan bagi sekolah/ madrasah lainnya dalam pengembangan akhlak mulia, budi pekerti luhur, kepribadian unggul, kepemimpinan, jiwa entrepreneural, jiwa patriot, dan jiwa inovator; b. Diperkaya dengan model proses pembelajaran sekolah unggul dari negara anggota oecd dan/ atau negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan; c. Menerapkan pembelajaran berbasis tik pada semua mata pelajaran; d. Pembelajaran mata pelajaran kelompok sains, matematika, dan inti kejuruan menggunakan bahasa Inggris, sementara pembelajaran mata pelajaran lainnya, kecuali pelajaran bahasa asing, harus menggunakan Bahasa Indonesia; dan e. Pembelajaran dengan Bahasa Inggris untuk mata pelajaran kelompok sains dan matematika untuk SD/MI baru dapat dimulai pada Kelas IV. Dalam proses pembelajaran selain menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Inggris, juga bisa menggunakan bahasa lainnya yang sering digunakan dalam forum internasional, seperti bahasa Perancis, Spanyol, Jepang, Arab, dan China. 3. Penilaian Penilaian dilakukan untuk mengendalikan mutu pendidikan sebagai bentuk akuntabilitas 72

75 kinerja pendidikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Penilaian terhadap peserta didik dilakukan oleh para guru untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan. Keberhasilan tersebut ditandai dengan pencapaian indikator kinerja kunci minimal, yaitu memenuhi Standar Penilaian.Selain itu, keberhasilan tersebut juga ditandai dengan pencapaian indikator kinerja kunci tambahan, yaitu memperkaya penilaian kinerja pendidikan dengan model penilaian sekolah unggul dari negara anggota OECD dan/atau negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan. 4. Pendidik Pendidik memiliki peranan yang strategis karena mempunyai tugas profesional untuk merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, serta melakukan pembimbingan dan pelatihan. Keberhasilan tersebut ditandai dengan pencapaian indikator kinerja kunci minimal, yaitu memenuhi Standar Pendidik. Selain itu, keberhasilan tersebut juga ditandai dengan pencapaian indikator kinerja kunci tambahan sebagai berikut: 1) Semua guru mampu memfasilitasi pembelajaran berbasis TIK; 2) Guru mata pelajaran kelompok sains, matematika, dan inti kejuruan mampu mengampu pembelajaran berbahasa Inggris; 3) Minimal 10% guru berpendidikan S2/S3 dari perguruan tinggi yang program studinya berakreditasi A untuk SD/MI; 4) Minimal 20% guru berpendidikan S2/S3 dari perguruan tinggi yang program studinya berakreditasi A untuk SMP/MTs; dan 5) Minimal 30% guru berpendidikan S2/S3 dari perguruan tinggi yang program studinya berakreditasi A untuk SMA/SMK/MA/MAK. Guru dalam proses pembelajaran sepanjang diperlukan dan sesuai dengan kebutuhannya, selain menggunakan bahasa Indonesia dan Inggris juga bisa menggunakan bahasa lainnya yang sering digunakan dalam forum internasional, seperti bahasa Perancis, Jerman, Spanyol, Jepang, Arab, dan China. 5. Tenaga Kependidikan Keberhasilan sekolah ditandai dengan pencapaian indikator kinerja kunci minimal, yaitu memenuhi Standar Kepala Sekolah/Madrasah. Selain itu, keberhasilan tersebut juga ditandai dengan pencapaian indikator kinerja kunci tambahan sebagai berikut: 1) Kepala sekolah/madrasah berpendidikan minimal S2 dari perguruan tinggi yang program studinya berakreditasi A dan telah menempuh pelatihan kepala sekolah dari lembaga pelatihan kepala sekolah yang diakui oleh Pemerintah; 2) Kepala sekolah/madrasah mampu berbahasa Inggris secara aktif; dan 3) Kepala sekolah/madrasah bervisi internasional, mampu membangun jejaring internasional, 73

76 LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI memiliki kompetensi manajerial, serta jiwa kepemimpinan dan entrepreneural yang kuat. 6. Sarana dan Prasarana Indikator kinerja kunci minimal, yaitu memenuhi Standar Sarana dan Prasarana haruslah dipenuhi sekolah. Selain itu, keberhasilan tersebut juga ditandai dengan pencapaian indikator kinerja kunci tambahan sebagai berikut: 1) Setiap ruang kelas dilengkapi dengan sarana pembelajaran berbasis TIK; 2) Perpustakaan dilengkapi dengan sarana digital yang memberikan akses ke sumber pembelajaran berbasis TIK di seluruh dunia; dan 3) Dilengkapi dengan ruang multi media, ruang unjuk seni budaya, fasilitas olahraga, klinik, dan lain sebagainya. 7. Pengelolaan Mutu Sekolah/Madrasah Bertaraf Internasional dijamin dengan pengelolaan yang menerapkan manajemen berbasis sekolah/madrasah. Keberhasilan tersebut ditandai dengan pencapaian indikator kinerja kunci minimal, yaitu memenuhi Standar Pengelolaan. Selain itu, keberhasilan tersebut juga ditandai dengan pencapaian indikator kinerja kunci tambahan sebagai berikut: 1) Meraih sertifikat ISO 9001 versi 2000 atau sesudahnya ISO 14000; 3) Merupakan sekolah/madrasah multi-kultural; 4) Menjalin hubungan sister school dengan sekolah bertaraf internasional di luar negeri; 5) Bebas narkoba dan rokok; 6) Bebas kekerasan (bullying); 7) Menerapkan prinsip kesetaraan gender dalam segala aspek pengelolaan sekolah; dan 8) Meraih medali tingkat internasional pada berbagai kompetisi sains, matematika, teknologi, seni, dan olah raga. 8. Pembiayaan Mutu sekolah/madrasah bertaraf internasional dijamin dengan pembiayaan yang sekurangkurangnya terdiri atas biaya investasi, biaya operasional, dan biaya personal. Keberhasilan tersebut ditandai dengan pencapaian indikator kinerja kunci minimal, yaitu memenuhi Standar Pembiayaan. Selain itu, keberhasilan tersebut juga ditandai dengan pencapaian indikator kinerja kunci tambahan, yaitu menerapkan model pembiayaan yang efisien untuk mencapai berbagai target Indikator Kunci Tambahan. H. UPAYA PEMENUHAN STANDARD PELAYANAN (TANGGUNG JAWAB SEKOLAH DAN DINAS PENDIDIKAN) Upaya Dinas Pendidikan Provinsi dalam memenuhi standar pelayananan pendidikan meliputi: a. Menetapkan kebijakan (peraturan, surat edaran, petunjuk teknis, petunjuk pelaksanaan, dan perijinan) terkait dengan pemenuhan standar 74

77 pelayanan pendidikan pembinaan di tingkat provinsi. b. Mengusulkan terbitnya peraturan daerah atau peraturan gubernur tentang pemenuhan standar pelayanan pendidikan pembinaan di tingkat provinsi. c. Menyediakan dana, sarana dan prasarana untuk pemenuhan standar pelayanan pendidikan pembinaan di tingkat provinsi. d. Melaksanakan kebijakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan terkait pemenuhan standar pelayanan pendidikan pembinaan di tingkat provinsi. e. Menyusun program kerja pemenuhan standar pelayanan pendidikan pembinaan di tingkat provinsi. f. Menyusun buku panduan pembinaan MBS di tingkat provinsi; g. Mengusulkan anggaran implementasi pemenuhan standar pelayanan pendidikan pembinaan di tingkat provinsi. h. Mengkoordinasikan dan memfasilitasi pemenuhan standar pelayanan pendidikan pembinaan di tingkat provinsi i. Melaksanakan pengawasan implementasi pemenuhan standar pelayanan pendidikan pembinaan di tingkat provinsi. a. Menetapkan kebijakan (peraturan, surat edaran, petunjuk teknis, petunjuk pelaksanaan, dan perijinan) terkait pemenuhan standar pelayanan pendidikan di tingkat kabupaten/kota; b. Mengusulkan terbitnya peraturan daerah pemenuhan standar pelayanan pendidikan tingkat kabupaten/kota; c. Menyediakan dana, sarana dan prasarana untuk pemenuhan standar pelayanan pendidikan di tingkat kabupaten/kota; d. Melaksanakan kebijakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan terkait pemenuhan standar pelayanan pendidikan di tingkat kabupaten/kota; e. Menyusun program kerja pemenuhan standar pelayanan pendidikan di tingkat kabupaten/kota; f. Menyusun buku panduan pemenuhan standar pelayanan pendidikan di tingkat kabupaten/kota; g. Mengusulkan anggaran pemenuhan standar pelayanan di tingkat kabupaten/kota; j. Melaksanakan pengawasan implementasi pemenuhan standar pelayanan pendidikan di tingkat kabupaten/kota; k. Melaporkan hasil pelaksanaan pemenuhan standar pelayanan baik melalui media elektronik, cetak dan atau media lainnya di tingkat kabupaten/kota. j. Melaporkan hasil pelaksanaan pemenuhan standar pelayanan pendidikan pembinaan di tingkat provinsi. Upaya Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota dalam memenuhi standar pelayananan pendidikan meliputi: 75

78 LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI BAHAN PRESENTASI KONSEP PELAYANAN PUBLIK Pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan dasar sesuai dengan hak-hak sipil setiap warga negara dan penduduk atas suatu barang dan jasa atau pelayanan administrasi yang diselenggarakan oleh penyelenggara pelayanan publik. PRINSIP PENYEDIAAN PELAYANAN PUBLIK 1. Menentukan standar pelayanan 2. Bersikap terbuka dan menyediakan informasi selengkaplengkapnya 3. Berkonsultasi dan terlibat 4. Mendorong akses dan pilihan 5. Memperlakukan semua secara adil 6. Mengembalikan kejalan yang benar ketika terjadi kesalahan 7. Memanfaatkan sumber daya secara efektif 8. Inovatif dan memperbaiki 9. Bekerjasama dengan penyedia layanan lainnya. 76

79 MANFAAT STANDAR PELAYANAN PUBLIK 1. Memberikan jaminan kepada masyarakat bahwa mereka mendapat pelayanan dalam kualitas yang dapat dipertanggungjawabkan. 2. Memberi fokus pelayanan kepada pelanggan/masyarakat. 3. Menjadi alat komunikasi antara pelanggan dengan penyedia pelayanan dalam upaya meningkatkan pelayanan. 4. Menjadi alat untuk mengukur kinerja pelayanan serta menjadi alat monitoring dan evaluasi kinerja pelayanan. 77

80

81 33 Tata Kelola Perencanaan dan Penganggaran Sekolah 79

82 LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI MODUL 3 Tata Kelola Perencanaan dan Penganggaran Sekolah... peserta secara umum mampu menyusun perencanaan dan penganggaran sekolah. BAHAN BACAAN: TATA KELOLA PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN SEKOLAH A. PENDAHULUAN Tesis anti-tesis tentang wacana sentralisasi dan desentrealisasi yang berkembang di bidang politik dan pemerintahan, secara lamban tetapi pasti, sampai juga ke bidang pendidikan. Manajemen pendidikan yang serba sentralistis pun harus mengubah haluan ke arah manajemen pendidikan yang bernuansa desentralisasi, dengan label mentereng manajemen berbasis sekolah. Sebagai fungsi pertama manajemen pendidikan, perencanaan pendidikan yang sebelumnya menonjol nuansa sentralistisnya, kini juga ditonjolkan nuansa desentralistiknya. Proses-proses perencanaan pendidikan yang sebelumnya hanya dilakukan oleh manajer pendidikan di sekolah, kini harus melibatkan komite sekolah dan stake holder sekolah yang lainnya. Rapat kerja dengan agenda tunggal penyusunan rencana sekolah, dapat menjadi arena bagi kepala sekolah, guru, komite sekolah dan stake holders sekolah yang lainnya untuk merumuskan rencana pendidikan di sekolah. 80

83 Di era otonomi daerah ini, rencana strategis (Renstra), yang merupakan bagian dari manajemen strategis tingkat satuan pendidikan sering mengemuka, dan bahkan mulai banyak diterapkan di tingkat satuan pendidikan sekolah. Di khasanah literatur manajemen tingkat satuan pendidikan, Renstra bukanlah hal baru, karena keberadaannya sudah banyak diterapkan di berbagai bidang. Renstra sendiri merupakan produknya, sedangkan proses perencanaannya sendiri dikenal dengan perencanaan strategis. Menurut Inpres No. 7 tahun 1999, perencanaan strategis (strategic planning) merupakan suatu proses yang berorientasi pada hasil yang ingin dicapai selama kurun waktu 1 5 tahun dengan memperhitungkan potensi, peluang, dan kendala yang ada atau mungkin timbul. Perencanaan strategis merupakan bagian dari proses manajemen strategis yang terkait dengan proses identifikasi tujuan jangka panjang dari sebuah lembaga atau organisasi, penggalian gagasan dan pilihan-pilihan, pengambilan langkah-langkah yang diperlukan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan, dan pemantauan (monitoring) kemajuan atau kegagalan dalam rangka menentukan strategi di masa depan (Nickols dan Thirunamachandran, 2000). Dalam latar historika, perencanaan strategis diterapkan di bidang kemiliteran, kemudian diadopsi oleh dunia usaha pada tahun 1950-an. Perencanaan strategis mengalami perkembangan pesat dan banyak dikenal pada tahun 1960 hingga 1970-an, dan berkembang kembali tahun 1990-an. Mintzberg (1994) menyebut perencanaan strategis sebagai sebagai process with particular benefits in particular contexts. Jenis-jenis Perencanaan Sekolah Ada dua jenis perencanaan sekolah. Pertama, perencanaan jangka panjang sekolah yang lazim dikenal juga dengan rencana jangka menengah sekolah (RPJM sekolah). Kedua, perencanaan jangka pendek sekolah yang lazim dikenal juga dengan rencana tahunan sekolah yang disingkat dengan RKT. Perencanaan jangka menengah sekolah (RPJM) disusun dengan mengikuti siklus masa kerja kepala sekolah, ialah 4 tahunan. Oleh karena itu, setiap seorang kepala sekolah dipercaya menjabat di suatu sekolah, diwajibkan membuat rencana jangka menengah sepanjang masa jabatannya, yakni selama 4 tahunan. Rencana jangka menengah sekolah ini, dahulu kala dikenal dengan Rencana Pengembangan Pembangunan Sekolah (RPPS), kemudian berubah menjadi Rencana Pengembangan Sekolah (RPS). Perencanaan jangka pendek sekolah merupakan penjabaran lebih lanjut dari rencana jangka menengah sekolah yang dibuat dengan kurun waktu satu tahun. Perencanan jangka pendek ini lazim dikenal dengan perencana tahunan sekolah. Jika perencanaan jangka menengah merupakan prosesnya, dan hasilnya disebut dengan renncana jangka menengah, maka perencanaan jangka pendek juga merupakan prosesnya, sedangkan haslnya disebut dengan rencana tahunan. Kini, rencana tahunan sekolah dikenal dengan RKT (rencana kerja tahunan). Gabungan antara RPJM dan RKT inilah kini dikenal dengan rencana kerja sekolah, yang lazim disingkat dengan RKS. 81

84 LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI Posisi Renstra Sekolah dalam Renstra SKPD Rencana strategis, yang merupakan produk perencanaan strategis, memuat visi, misi, tujuan, sasaran, cara mencapai tujuan dan sasaran yang meliputi kebijakan, program, dan kegiatan yang realistis dengan mengantisipasi perkembangan masa depan. Renstra strategis di tingkat satuan pendidikan, sebenarnya merupakan penjabaran lebih lanjut dari renstra satuan kerja perangkat daerah (SKPD). Sementara renstra SKPD juga disusun dengan memperhatikan Renstra Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (yang berubah nama menjadi Depdiknas). Gambar 2.1 melukiskan bagaimana renstra SKPD, termasuk SKPD pendidikan, disusun dan melewati berbagai tahapan penyusunan. Diagaram III.1. Pendekatan dan Langkah-Langkah Penyusunan RENSTRA SKPD 82

85 B. TAHAP-TAHAP PERENCANAAN SEKOLAH Tahap-tahap perencanaan sekolah adalah sebagai berikut: 1. Penyiapan Data Kondisi Eksisting Sekolah Tahap pertama perencanaa sekolah adalah penyiapan data kondisi eksisting sekolah. Data kondisi eksisting sekolah hendaknya dikumpulkan oleh satuan tugas perencanaan sekolah. Data tersebut meliputi profil sekolah, hasil survei pengaduan pengguna layanan pendidikan sekolah, serta data capaian SPM pendidikan di tingkat sekolah. Data tersebut dikumpulkan melalui berbagai teknik pengumpulan data, yaitu studi dokumentasi, angket, wawancara, dan teknik survei pengaduan pengguna layanan pendidikan. Sumber data berasal dari seluruh bagian dan unit sekolah, mulai dari bagian pembelajaran, bagian kesiswaan, bagian personalia, bagian keuangan, bagian sarana prasarana dan bagian humas. Data dari multi stake holder pun juga perlu digali, termasuk dari berbagai pihak yang punya kepentingan dan ketertarikan dengan pelayanan pendidikan. Data-data yang sudah dikumpulkan tersebut, hendaknya disaring, diklarifikasi dan digolonggolongkan dan kemudian dituangkan secara padat agar dapat dilakukan analisis lebih lanjut. Data yang bersifat kuantitatif dianalisis dengan teknik kuantitatif statistic, sedangkan data kualitatif hendaknya dianalisis dengan menggunakan teknik analisis kualitatif. Data yang sudah terkumpul dan digolong-golongkan tersebut, hendaknya dapat dipilah mana yang terkait dengan pengguna layanan pendidikan berjenis kelamin pria dan mana yang terkait dengan pengguna layanan pendidikan berjenis perempuan. Penggolongan ini sangat penting agar aspirasi pengguna perempuan dan laki-laki dapat dipenuhi secara seimbang sehingga tidak terjadi bias gender (atau bertitik berat ke jenis kelamin tertentu). 2. Analisis Situasi dan Kondisi Sekolah Rangkaian kegiatan analisis situasi dan kondisi sekolah adalah pencermatan atas aturan perundang-undangan pendidikan yang sedang berlaku dan mempelajari renstra SKPD pendidikan kabupaten/kota. Agar bisa menyusun analisis situasi dan kondisi secara komprehensif, maka perlu dilakukan penajaman terhadap profil sekolah, yang dimulai dengan identifikasi identitas sekolah, peserta didik, tenaga kependidikan, sarana prasarana, keuangan, partisipasi orang tua dan masyarakat, serta prestasi-prestasi yang dimiliki oleh sekolah, baik yang bersifat akademik maupun non akademik. Selanjutnya, profil sekolah tersebut, hendaknya dibandingkan dengan, dan dikerucutkan dari standar-standar pendidikan yang dipergunakan oleh sekolah (standar pelayanan minimal/spm) dan standar nasional 83

86 LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI pendidikan (SNP). Selain itu, survei terhadap komplain pelanggan/stakeholders/publik (survei pengaduan) juga perlu dilakukan agar harapan, tuntutan dan aspirasi mereka juga dapat diakomodasi dalam menyusun analisis situasi dan kondisi sekolah. Data survei pengaduan dari pelanggan tersebut, hendaknya dipilah antara yang berasal dari publik pria dan publik perempuan, agar seluruh kebutuhan, apirasi, harapan dan masalah yang dipecahkan, bisa berimbang dan tidak bias gender. Secara detail petunjuk pelaksanaan survei pengaduan, yang diawali dengan penyusunan kuisioner, pelaksanaan survei, analisis hasil survei pengaduan serta penyusunan janji perbaikan pelayanan dapat dilihat pada Modul dan Buku Saku Penanganan Pengaduan. 3. Merumuskan Visi dan Misi Sekolah Yang dimaksud dengan visi adalah emajinasi moral yang menggambarkan profil sekolah di masa depan. Visi juga berarti wawasan yg menjadi sumber arahan yang digunakan untuk memandu perumusan misi sekolah. Unsur yang harus ada pada visi adalah: (1) pandangan jauh ke depan, ke mana sekolah akan dibawa (2) gambaran masa depan yg diinginkan sekolah. Dirumuskan dengan kalimat yang filosofis, khas, mirip slogan, tetapi mudah diingat. Karena itu, rumusan visi yang bagus hendaknya menantang, jelas dan didasari nilai-nilai tertentu. Contoh rumusan visi: Berdasarkan atas deskripsi profil sekolah, standar pendidikan di sekolah, dan survey pengaduan pelanggan, dapatlah dilakukan analisis kesenjangan. Analisis kesenjangan bermaksud untuk mengetahui gap (kesenjangan) antara standar yang ingin dicapai, dengan kondisi riil sekolah dan hasil survei pengaduuan pelanggan/public/stake holders. Kesenjangan itulah yang perlu mendapatkan pemecahan, agar antara aspek yang diinginkan dengan aspek riilnya dapat dipertemukan. Dengan demikian, aspek riil satuan pendidikan makin relevan (gayut) dengan aspek idealnya. Analisis kesenjangan bisa berupa: analisis SWOT (strength, weakness, opportunity, and threat), analisis akar masalah dan analisis kekuatan medan. UNGGUL DALAM PRESTASI BERDASARKAN IMTAQ TERDIDIK BERDASARKAN IMTAQ Agar rumusan visi yang filosofis tersebut jelas, perlu dirumuskan indikator-indikatornya. Contoh rumusan Visi: UNGGUL DALAM PRESTASI BERDASARKAN IMAN DAN TAQWA Contoh rumusan indikator-indikatornya: 1) Unggul dalam perolehan NEM. 2) Unggul dalam persaingan melanjutkan ke jenjang pendidikan di atasnya. 84

87 3) Unggul dalam lomba karya ilmiah remaja. 4) Unggul dalam lomba kreativitas. 5) Unggul dalam lomba kesenian. 6) Unggul dalam lomba olah raga. 7) Unggul dalam kedisiplinan. 8) Unggul dalam kegiatan keagamaan. Misi adalah tindakan untuk mewujudkan/merealisasi visi. Misi merupakan penjabaran visi dalam bentuk rumusan tugas, kewajiban dan rancangan tindakan yang dijadikan arahan untuk mewujudkan visi. Dengan perkataan lain, bentuk layanan untuk memenuhi tuntutan yang dituangkan dalm visi sebagai indikatornya. Jika rumusan visi berupa kalimat yang menunjukkan keadaan, maka misi berupa kalimat yang menunjukkan tindakan. Contoh rumusan misi: 1) Melakukan pembelajaran dan bimbingan secara efektif. 2) Menumbuhkan semangat keunggulan secara intensif kepada warga sekolah. 3) Mendorong dan membantu setiap siswa untuk mengenali potensi dirinya, sehingga dapat dikembangkan secara optimal. 4) Menumbuhkan penghayatan terhadap ajaran agama. 5) Menerapkan manajemen partisipatif dengan melibatkan seluruh warga sekolah dan stake holders. 4. Merumuskan Tujuan Sekolah Tujuan merupakan apa yang akan dicapai/ dihasilkan dan kapan akan dicapai oleh sekolah. Jika visi mengarah ke jangka panjang, maka tujuan dikaitkan dengan rentang waktu jangka menengah atau siklus 3 tahunan sesuai dengan periodisasi SMP atau SMU. Jika masih dipandang terlalu pendek, boleh juga 2 siklus program sekolah atau 6 tahunan. Berarti, tujuan merupakan tahapan wujud sekolah menuju visi yang telah dicanangkan. Contoh tujuan: 1) Pada tahun 2005, peningkatan skor rata-rata GSA + 2,0 2) Pada tahun 2005, memiliki tim olah raga minimal 3 cabang yang mampu menjadi finalis tingkat propinsi. 3) Pada tahun 2006, memiliki kelompok LKIR yang mampu menjadi finalis LKIR tingkat nasional. 4) Pada tahun 2006, memiliki tim kesenian yang mampu tampil pada acara setingkat kota/ kabupaten. 5. Menganalisis Tantangan Nyata Tantangan nyata adalah kesenjangan (gap) antara antara tujuan yang ingin dicapai dengan kondisi sekolah saat ini. Selisih antara tujuan yang diinginkan dengan kenyataan saat ini. Dibuat rincian pada beberapa tahun (misalnya 2005, 2006, 2007, dst). Contoh: Jika tujuannya berbunyi: Pada tahun 2005 memiliki GSA sebesar +2, sementara saat ini baru mencapai +0,4. Berarti tantangan nyata yang dihadapi oleh sekolah adalah (+2) (+0,4) = (+1,6). Jika pada 85

88 LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI tahun 2005, survey pengaduan stake holders mengharapkansekolah memiliki tim olah raga minimal 3 cabang dan menjadi finalis tingkat kabupaten; sementara saat ini baru punya 1 tim cabang olah raga dan menjadi finalis di tingkat kecamatan, maka tantangan nyatanya adalah: Menambah 2 tim cabang olahraga Meningkatkan 1 peringkat (dari kecamatan ke kabupaten) untuk 1 cabang olahraga Meningkatkan 2 peringkat untuk 2 cabang olah raga. 6. Menentukan Sasaran Rumusannya menggambarkan mutu dan kuantitas yang ingin dicapai serta terukur. Mengacu kepada visi, misi dan tujuan sekolah. Berupa tujuan jangka pendek atau tujuan situasional sekolah, umumnya 1 tahunan. Merupakan perioritas dari beberapa tujuan yang dirumuskan dalam jangka menengah. Contoh: Pada tahun ajaran 2005, sekolah X: (a) memiliki GSA sebesar +0,40 (2), memiliki tim olahraga bola voli yang menjadi finalis di tingkat kabupaten/kota. 7. Mengidentifikasi Fungsi-Fungsi Fungsi-fungsi yang diperlukan untuk mencapai sasaran perlu diidentifikasi. Fungsi-fungsi tersebut adalah fungsi PBM beserta fungsi-fungsi pendukungnya: kurikulum,perencanaan dan evaluasi, fungsi ketenagaan, fungsi keuangan, fungsi pelayanan kesiswaan, fungsi pengembangan iklim sekolah, fungsi hubungan sekolah dengan masyarakat dan fungsi pengembangan fasilitas. Contoh 1: Identifikasi fungsi sasaran Peningkatan GSA minimal +0,40 Fungsi dan Faktornya Kriteria Kesiapan (Kondisi Ideal) Kondisi Nyata Tingkat Kesiapan Faktor Siap Tidak A Fungsi Proses Belajar Mengajar (PBM) 1 Faktor internal: - Motivasi belajar siswa - Perilaku siswa - Motivasi Guru - Pemberdayaan siswa - Keragaman Metode mengajar - Penggunaan waktu belajar 86

89 Fungsi dan Faktornya Kriteria Kesiapan (Kondisi Ideal) Kondisi Nyata Tingkat Kesiapan Faktor Siap Tidak B Fungsi Pendukung PBM: Ketenagaan 1 Faktor internal: - Jumlah guru - Kualifikasi pendidikan guru minimal D-3 - Kesesuaian Ijazah dengan mata pelajaran yang di ampu guru - Beban mengajar guru 2 Faktor Eksternal - Pengalaman mengajar guru - Kesiapan mengajar guru - Fasilitas pengembangan diri C Fungsi Pendukung PBM: Sarana/ Perpustakaan 1 Faktor internal - Buku setiap mata pelajaran - Jumlah buku penunjang - Jumlah lemari dan rak buku - Kebersihan dan kerapihan ruang perpustakaan - Pengelola perpustakaan - Dana pengembangan perpustakaan 2 Faktor eksternal - Dukungan orangtua dalam melengkapi perpustakaan - Kerjasama dengan perpustakaan lain yang lengkap - Kesesuaian buku penunjang dengan potensi daerah dan perkembangan ipteks 87

90 LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI Contoh 2: Identifikasi fungsi sasaran Memiliki tim olahraga bola voli yang menjadi finalis di tingkat Kabupaten/Kota Fungsi dan Faktornya Kriteria Kesiapan (Kondisi Ideal) Kondisi Nyata Tingkat Kesiapan Faktor Siap Tidak A Fungsi Ketenagaan 1 Faktor internal: - Jumlah guru - Jumlah guru olahraga - Kemampuan guru olahraga - Motivasi guru 2 Faktor Eksternal - Pengalaman sebagai pelatih - Dukungan orangtua - Fasilitas pengembangan diri B Fungsi Sarana dan Prasarana 1 Faktor internal - Lapangan bola voli di sekolah. - Alat pendukung olahraga voli (net, bola) - Perawatan sarana dan prasarana 2 Faktor eksternal - Dukungan orang tua - Lapangan bola voli di tingkat kecamatan C Fungsi Pelatihan 1 Faktor Internal - Pemberdayaan siswa - Alokasi waktu pelatihan - Penggunaan waktu pelatihan 2 Faktor eksternal: - Kesiapan siswa dalam menerima pelatihan - Pelatih yang berpengalaman - Uji tanding dengan tim sekolah lain - Dukungan orangtua siswa dalam pelatihan. 88

91 8. Melakukan Analisis SWOT Analisis SWOT dimaksudkan untuk menganalisis kesiapan setiap fungsi dan faktor dari sisi kekuatan internal (strength), kelemahan internal (wakness), peluang eksternal (opportunty) dan ancaman eksternal (treat). Contoh analisis SWOT Sasaran 1: Peningkatan GSA minimal +0,40 Fungsi dan Faktornya Kriteria Kesiapan (Kondisi Ideal) Kondisi Nyata Tingkat Kesiapan Faktor Siap Tidak A Fungsi Proses Belajar Mengajar (PBM) 1 Faktor internal: - Motivasi belajar siswa - Perilaku siswa - Motivasi guru - Tinggi - Disiplin dan tertib di dalam kelas - Tinggi - 60% siswa mempunyai motivasi tinggi - Kurang disiplin dan kurang tertib - Cukup tinggi - Kurang mampu - Pemberdayaan siswa - Keragaman metode mengajar - Guru mampu memberdayakan siswa - Bervariasi - Tidak banyak variasi - Kurang efektif - Penggunaan waktu belajar - Efektif 2 Faktor eksternal: - Kesiapan siswa menerima pelajaran - Dukungan orangtua - Lingkungan sosial sekolah - Lingkungan fisik sekolah - 100% - Tinggi - Kondusif - Nyaman/tenang - 50% - Tinggi - Kurang kondusif - Gaduh/ramai 89

92 LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI Fungsi dan Faktornya Kriteria Kesiapan (Kondisi Ideal) Kondisi Nyata Tingkat Kesiapan Faktor Siap Tidak B Fungsi Pendukung PBM: Ketenagaan 1 Faktor internal: - Jumlah guru - Kualifikasi pendidikan guru minimal D-3 - Kesesuaian ijazah dengan mata pelajaran yang diampu guru - Beban mengajar guru 2 Faktor eksternal: - Pengalaman mengajar guru - Kesiapan mengajar guru - Fasilitas pengembangan diri Cukup Semua guru minimal D-3 100% sesuai Rata-rata 18 JP Rata-rata ³ 5 tahun 100% Tersedia Cukup 60% minimal D-3 70% sesuai Rata-rata 22 JP 6 tahun 80% Kurang lengkap C Fungsi Pendukung PBM: Sarana/Perpustakaan 1 Faktor internal: - Buku setiap mata pelajaran - Jumlah buku penunjang - Jumlah lemari dan rak buku - Kebersihan dan kerapihan ruang perpustakaan - Pengelola perpustakaan - Dana pengembangan perpustakaan Cukup dan lengkap Cukup dan lengkap Cukup Bersih dan rapih Ada dan mampu Tersedia dan cukup Kurang Kurang Kurang Cukup Kurang Tidak tersedia 2 Faktor eksternal: - Dukungan orangtua dalam perpustakaan - Kerjasama dengan perpustakaan lain yang lengkap - Kesesuaian buku penunjang dengan potensi daerah dan perkembangan Ipteks Mendukung Ada kerjasama Tinggi Mendukung Tidak ada Rendah 90

93 Contoh Analisis SWOT Sasaran 2: Memiliki tim olah raga bola voli yang menjadi finalisdi tingkat kabupaten/kota Fungsi dan Faktornya Kriteria Kesiapan (Kondisi Ideal) Kondisi Nyata Tingkat Kesiapan Faktor Siap Tidak A Fungsi Ketenagaan 1 Faktor internal: - Jumlah guru olahraga - Kemampuan guru olahraga dalam bola voli - Motivasi guru Cukup Tinggi Tinggi Cukup Tinggi Cukup tinggi 2 Faktor eksternal: - Pengalaman sebagai pelatih - Dukungan orang tua - Fasilitas pengembangan diri Cukup Tinggi Ada Kurang Tinggi Tidak ada B Fungsi Sarana dan Prasarana Faktor internal: - Lapangan bola voli di sekolah. - Alat pendukung olahraga voli (net, bola) - Perawatan sarana dan Tersedia dan layak pakai Tersedia & layak Terawat dengan baik Tersedia dan kurang layak Tersedia dan kurang layak Terawat baik prasarana Faktor eksternal: - Dukungan orangtua - Lapangan bola voli di tingkat kecamatan Tinggi Tersedia dan layak pakai Cukup Tersedia dan kurang layak 91

94 LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI Fungsi dan Faktornya Kriteria Kesiapan (Kondisi Ideal) Kondisi Nyata Tingkat Kesiapan Faktor Siap Tidak C Fungsi Pelatihan 1 Faktor internal: - Pemberdayaan siswa - Alokasi waktu pelatihan - Penggunaan waktu pelatihan Guru mampu memberdayakan 3 kali seminggu Efektif Cukup mampu Kurang Kurang efektif 2 Faktor eksternal: - Kesiapan siswa dalam menerima pelatihan - Pelatih yang berpengalaman - Uji tanding dengan tim sekolah lain - Dukungan orangtua siswa dalam pelatihan. 100 % Tersedia 1 x sebulan Tinggi 80 % Tidak ada Tidak pernah Tinggi 9. Mengidentifikasi Alternatif Pemecahan Guna mengatasi kelemahan dan ancaman, perlu diidentifikasi alternatif pemecahan. Contoh alternatif untuk kelemahan dan ancaman pada sasaran 1: a. Pengaktifan kegiatan MGMP. b. Pengiriman guru mengikuti pelatihan. c. Peningkatan disiplin siswa. d. Pembentukan kelompok diskusi terbimbing. e. Peningkatan pengadaan buku. f. Peningkatan layanan perpustakaan. g. Contoh alternatif untuk kelemahan dan ancaman pada sasaran 2: h. Pengaktifan bola voli sekolah. i. Peningkatan sarana prasarana olah raga bola voli. j. Peningkatan waktu latihan dan uji tandaing. k. Mendatangkan pelatih dari luar sekolah. 10. Menyusun Program Berdasarkan alternatif pemecahan yang diidentifikasi tersebut, kemudian disusun program beserta rincian dan penanggungjawabnya. Contoh 1: Sasaran 1: Peningkatan GSA minimal +0,40 Rencana: Mengaktifkan MGMP, mengadakan diskusi 92

95 terbimbing, meningkatkan disiplin sekolah dan meningkatkan buku perpustakaan. Program 1: Pengaktifan MGMP sekolah Rincian Program: a. Menyusun strategi guna menyiasati kurikulum yang padat. b. Membahas dan mencari pemecahan masalah yang timbul. c. Membantu guru lain dalam memahami materi yang sulit. d. Pertemuan periodik seminggu sekali, untuk diseminasi hasil MGMP Kabupaten/Kota. e. Mengundang ahli dari sekolah lain atau universitas untuk menyampaikan inovasi terbaru di bidang pembelajaran. Program 2: Diskusi terbimbing Rincian Program: Contoh 2: Sasaran 2: Menjadi finalis turnamen bola voli tingkat kota. Rencana: Peningkatan latihan dan uji tanding tim bola voli sekolah, memperbaiki sarana prasarana olah raga bola voli, meningkatkan perawatan sarana prasarana. Program 1: Peningkatan latihan dan uji tanding tim bola voli sekolah. Rincian Program: a. Mengadakan latihan teratur 3 x seminggu b. Mendatangkan pelatih berpengalaman dari luar c. Mengadakan lomba antar tim di sekolah. d. Mengundang tim sekolah lain untuk uji tanding. e. Melakukan evaluasi kinerja setiap tim. f. Mengikuti turnamen bola voli tingkat kota/ kabupaten. a. Menyusun jadwal pembimbingan dan lokasi setiap kelompok. b. Membimbing siswa yang sedang mengadakan diskusi. c. Mengoptimalkan peranan alumni untuk membimbing siswa. d. Melakukan evaluasi hasil bimbingan setiap kelompok. e. Meningkatkan variasi metode belajar berdasarkan hasil evaluasi. Penanggungjawab Program: Drs. Amin Santoso (Guru Matematika) Penanggungjawab: Dra. Siti Aminah (Guru Olahraga). Program dan kegiatan yang telah disusun sekolah bersama forum multi stakeholder sekolah yang dituangkan dalam dokumen perencanaan sekolah, baik jangka menengah maupun tahunan perlu mendapatkan dukungan dan komitmen dari berbagai pihak, baik dari pihak sekolah, orangtua, komite sekolah, masyarakat sekitar sekolah maupun Dinas Pendidikan bahkan dari Pimpinan Daerah (Bupati/ Walikota) dan termasuk pihak DPRD. 93

96 LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI Untuk itu, diperlukan publikasi dan rekomendasi teknis terkait dengan program dan kegiatan sekolah yang disampaikan secara formal kepada pihak Pemerintah Daerah untuk mendapatkan dukungan dalam implementasinya. Salah satu bentuk rekomendasi teknis yang dapat disampaikan adalah berupa: Janji Perbaikan Pelayanan, yang merupakan respon dan komitmen sekolah terhadap hasil survey pengaduan yang dapat dilaksanakan sendiri oleh sekolah bersama komite sekolah Rekomendasi Perbaikan Pelayanan, yang merupakan usulan yang disampaikan kepada pihak Dinas/pemerintah atas solusi terhadap survei pengaduan yang tidak dapat diselesaikan sendiri oleh pihak sekolah dan komite, dan memerlukan dukungan Dinas pendidikan/ Pemerintah Daerah untuk penyelesaiannya. Forum multi stakeholder pendidikan berkewajiban untuk mengawal janji perbaikan pelayanan dan rekomendasi perbaikan pelayanan ini hingga tahap implementasinya, serta menjembatani komunikasi antara pihak sekolah dan pemerintah daerah guna implementasi program secara optimal. 11. Menyusun Jadwal Agar sasaran dan program tersebut jelas waktu pelaksanaannya, perlu disusun jadwal pelaksanaan seperti Contoh Menyusun Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah (RKAS) Rencana Anggaran yang disusun terdiri atas Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah (RKAS) dan Anggaran Pembiayaan Total seperti Contoh

97 Contoh

98 LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI 96

99 97

100 LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI BAHAN PRESENTASI PERENCANAAN STRATEGIS (STRATEGIC PLANNING) Perencanaan strategis merupakan bagian dari proses manajemen strategis yang terkait dengan proses identifikasi tujuan jangka panjang dari sebuah lembaga atau organisasi, penggalian gagasan dan pilihan-pilihan, pengambilan langkah-langkah yang diperlukan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan, dan pemantauan (monitoring) kemajuan atau kegagalan dalam rangka menentukan strategi di masa depan (Nickols dan Thirunamachandran, 2000). POSISI RENSTRA SEKOLAH DALAM RENSTRA SKPD Rencana strategis, yang merupakan produk perencanaan strategis, memuat visi, misi, tujuan, sasaran, cara mencapai tujuan dan sasaran yang meliputi kebijakan, program, dan kegiatan yang realistis dengan mengantisipasi perkembangan masa depan. Renstra strategis di tingkat satuan pendidikan, sebenarnya merupakan penjabaran lebih lanjut dari renstra satuan kerja perangkat daerah (SKPD). Sementara renstra SKPD juga disusun dengan memperhatikan Renstra Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (yang berubah nama menjadi Depdiknas). 98

101 4 Penerapan Manajemen Pelayanan Publik di Sekolah 99

102 LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI MODUL 4 Penerapan Manajemen Pelayanan Publik di Sekolah... agar peserta menguasai kemampuan mengelola pelayanan publik di sekolah. BAHAN BACAAN: PENERAPAN MANAJEMEN PELAYANAN PUBLIK DI SEKOLAH A. PENDAHULUAN Lembaga pendidikan dalam berbagai jenis dan tingkatannya diselenggarakan pada hakekatnya bukan untuk melayani dirinya sendiri, melainkan melayani kepentingan publik. Pelayanan publik, termasuk di bidang pendidikan, sering menjadi sorotan terutama kalau sudah menyangkut aspek kecepatan pelayanannya, memuaskan-tidaknya, dan sesuai harapan-tidaknya. Padahal, dalam perspektif total quality management (TQM), publik di bidang pendidikan adalah customer yang harus ditingkatkan kepuasannya. Temuan kurang baiknya sistem pelayanan publik, termasuk dalam institusi pendidikan sedikitnya disebabkan dua hal. Pertama, bahwa publik sekarang telah mengalami perubahan sejalan dengan gerakan reformasi secara nasional, sehingga publik yang semula tidak berdaya (powerless) menjadi berdaya, bahkan sangat berdaya (powerfull). Kedua, kenyataan di lapangan menunjukkan SDM institusi pendidikan belum memberikan pelayanan publik yang memuaskan. Pada latar institusi persekolahan, kedua alasan tersebut jika diruntut akan berujung pada persoalan 100

103 tenaga SDM di sekolah, yang terdiri atas tenaga pendidik (guru) dan tenaga kependidikan: kepala sekolah, pengawas sekolah, SDM sekolah, tenaga perpustakaan sekolah dan tenaga laboratorium sekolah. Dalam perspektif yuridis, setidaknya menurut Undang-undang nomor 20 tahun 2003 beserta peraturan perundangan-undangan turunannya, tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan. Tenaga kependidikan bertugas melaksanakan administrasi, pengelolaan, pengembangan, pengawasan, dan pelayanan teknis untuk menunjang proses pendidikan pada satuan pendidikan. Pendidik dan tenaga kependidikan berkewajiban: menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis, dan dialogis; mempunyai komitmen secara profesional untuk meningkatkan mutu pendidikan; dan memberi teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi, dan kedudukan sesuai dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya. B. DASAR HUKUM MANAJEMEN PELAYANAN PUBLIK DI SEKOLAH 1. Undang-Undang Dasar Negara RepubIik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian 3. UndangUndang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian 4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah 5. UndangUndang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah 6. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik C. KONDISI IDEAL PELAYANAN PUBLIK Menurut Lembaga Administrasi Negara (2000), pelayanan publik (public service) adalah pelayanan umum yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah, termasuk institusi sekolah, baik dalam upaya memenuhi kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundangundangan. Pelayanan publik merupakan salah satu perwujudan dari fungsi aparatur negara sebagai abdi masyarakat disamping sebagai abdi negara. Pelayanan publik juga merupakan pelaksanaan dari peraturan pemerintah atau pihak lain yang terkait. Pelayanan publik juga dimaksudkan untuk mensejahterakan masyarakat, karena dengan pelayanan publik yang baik, diharapkan masyarakat dapat memenuhi kebutuhannya. Pelayanan publik pada dasarnya merupakan kombinasi dari berbagai fungsi yang titik tekannya tergantung lembaga dan personel yang menerapkannya. Fungsi-fungsi yang harus dikombinasikan dalam penerapan pelayanan publik yang handal meliputi fungsi 101

104 LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI instrumental, politik, katalis, public interest, dan entrepreneurial (Sunaryo, 2005). Fungsi instrumental berkenan dengan menjabarkan perundang-undangan dan kebijakan publik ke dalam kegiatan rutin. Hal ini terkait dengan sosialisasi kebijakan yang berlaku bagi kegiatan tertentu yang berkaitan dengan pelayanan publik. Masyarakat butuh kejelasan kebijakan untuk urusan-urusan yang menyangkut dirinya. Semakin jelas kebijakan apa yang diterapkan untuk menyelesaikan urusan tertentu bagi masyarakat, maka semakin baik pula pelayanan publik tersebut. SDM sekolah memegang peranan penting dalam fungsi instrumental ini, karena lalu lintas informasi yang terkait dengan undang-undang dan peraturan pemerintah senantiasa melewati mereka. Fungsi politik pelayanan publik berarti memberikan input yang dapat berupa saran dan informasi. Berarti bahwa dalam pelayanan publik diperlukan tambahan informasi kepada masyarakat untuk memperjelas sistem pelayanan publik yang diberikan. SDM sekolah banyak berperan sebagai informan berbagai kebijakan sekolah kepada stake holders-nya. Pelayanan publik tidak boleh meninggalkan interes dan aspirasi masyarakat yang memerlukan pelayanan. Hal ini sesuai dengan fungsi katalis public interest. Interes dan aspirasi masyarakat diintegrasikan dengan kebijakan dan keputusan pemerintah atau pihak lain pembuat kebijakan pelayanan publik, dan diimplementasikan dalam bentuk layanan konkret oleh tenaga administrasi. Fungsi entrepreneurial, yang berkenaan dengan memberi inspirasi bagi kegiatankegiatan inovatif dan non-rutin. Dalam pelayanan publik diupayakan ada ruang untuk melakukan pembaharuan-pembaharuan agar mempermudah, mempermurah dan mempercepat serta memperakurat data/ informasi dalam pelayanan publik. Jika perlu, boleh menyimpang dari kelaziman asal tidak keluar dari koridor aturan dan misi sekolah. Di sinilah peran strategis tenaga administrasi ditantang, bagaimana agar lembaganya tetap akuntabel secara administratif. Birokrasi publik (termasuk birokrasi sekolah dikatakan profesional) manakala dalam pelayanan publik menunjukkan perilaku bertanggungjawab. Konsep tanggungjawab dibedakan menjadi 3, yaitu responsibilitas (responsibility), akuntabilitas (accountability), dan responsivitas (responsiveness) para pemberi layanan (Widodo, 2004). Responsibilitas diartikan sebagai kemampuan untuk melaksanakan apa yang menjadi tugas pokok, fungsi, kewenangan, dan tanggungjawab yang diberikan kepadanya. Tanggungjawab berarti capable to do atau professionality dan rasa tanggungjawab (sense of responsibility). Profesional berarti bahwa tatausahawan dituntut memiliki kecakapan teknis yang memadai dalam menjalankan tugas pokok, fungsi, kewenangan, dan tangungjawab 102

105 dalam pelayanan publik. Dengan memiliki kecakapan teknis, mereka dapat menjalankan tugas dan tanggungjawab secara efektif, efisien, dan produktif. Rasa tanggungjawab berarti SDM sekolah melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya secara serius meskipun tidak ada pihak lain yang mengawasinya. Tenaga administrasi tetap menjaga keberpihakan kepada kepentingan publik, meskipun untuk melakukan penyelewengan bagi mereka cukup terbuka. Akuntabilitas merupakan kewajiban untuk memberikan pertanggungjawaban atau menjawab dan menerangkan kinerja atas tindakan seseorang/pimpinan/badan hukum suatu organisasi kepada pihak yang memiliki hak atau kewenangan untuk meminta keterangan atau pertanggungjawaban. Untuk kepentingan ini, SDM sekolah hendaknya bersikap transparan (transparency) dan terbuka (openness) atas apa yang ditanyakan publik. Tenaga administrasi dinyatakan akuntabel manakala mereka dinilai secara obyektif oleh masyarakat telah dapat mempertanggungjawabkan segala macam perbuatan, sikap, dan sepak terjangnya kepada publik. Responsivitas diartikan sebagai daya tanggap tenaga administrasi terhadap apa yang menjadi permasalahan, kebutuhan, keluhan, dan aspirasi publik yang dilayaninya. Dengan demikian, SDM sekolah dikatakan responsif (cepat tanggap dan cepat menanggapi) yang tinggi jika tanggap terhadap permasalahan, kebutuhan, keluhan, dan aspirasi stake holders sekolah yang dilayani. Sunarto (2005) menyatakan bahwa prinsipprinsip dalam pelayanan publik meliputi: berdayakan masyarakat, yang dapat berupa penciptaan iklim kebebasan untuk berprakarsa dan berkreasi bagi masyarakat; optimalkan pelayanan publik, yakni pelayanan masyarakat yang efisien, adil, mudah dan mendekatkan unit pelayanan ke masyarakat; buka ruang partisipasi publik, dimana dalam manajemen di lembaga pendidikan sedapat mungkin (jika perlu) melibatkan masyarakat dalam merencanakan, pengorganisasian, melaksanakan, dan mengevaluasi kegiatan; dan ubah gaya kerja personel lembaga pendidikan, yang semula ingin dilayani menjadi pelayan bagi masyarakat yang memerlukan. D. KONDISI RIIL PELAYANAN PUBLIK Menurut hasil survey yang dilakukan UGM pada tahun 2002, sebagaimana dikedepankan oleh Imron (2007), bahwa secara umum stakeholders menilai bahwa kualitas pelayanan publik mengalami perbaikan setelah diberlakukannya otonomi daerah. Namun jika dilihat dari sisi efisiensi dan efektivitas, responsifitas, dan kesamaan perlakuan (tidak diskriminatif) masih jauh dari yang diharapkan

106 LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI Temuan Mohamad, bahwa pelayanan yang dilakukan oleh institusi publik paling tidak ditunjukkan dengan kondisi sebagai berikut. Pertama, masih kurang responsif. Kondisi ini terjadi pada hampir semua tingkatan unsur pelayanan, mulai pada tingkatan petugas pelayanan (front line) sampai dengan tingkatan penanggungjawab institusi. Respon terhadap berbagai keluhan, aspirasi, maupun harapan masyarakat seringkali lambat atau bahkan diabaikan sama sekali. Kedua, masih kurang informatif. Berbagai informasi yang seharusnya disampaikan kepada masyarakat, lambat atau bahkan tidak sampai kepada mereka. Keempat, kurang accessible. Berbagai unit pelaksana pelayanan terletak jauh dari jangkauan masyarakat, sehingga menyulitkan bagi mereka yang memerlukan pelayanan tersebut. Kelima, kurang koordinasi. Berbagai unit pelayanan yang terkait satu dengan lainnya sangat kurang berkoordinasi. Akibatnya, sering terjadi tumpang tindih ataupun pertentangan kebijakan antara satu instansi pelayanan dengan instansi pelayanan lain yang terkait. Keenam, masih terlalu birokratis. Pelayanan pada umumnya dilakukan dengan melalui proses yang terdiri dari berbagai level, sehingga menyebabkan penyelesaian pelayanan yang terlalu lama. Dalam kaitan dengan penyelesaian masalah pelayanan, kemungkinan tenaga administrasi untuk dapat menyelesaikan masalah sangat kecil, dan di lain pihak kemungkinan masyarakat untuk bertemu dengan penanggungjawab pelayanan, dalam rangka menyelesaikan masalah yang terjadi ketika pelayanan diberikan, juga sangat sulit. Akibatnya, berbagai masalah pelayanan memerlukan waktu yang lama untuk diselesaikan. Ketujuh, kurang mau mendengar keluhan/saran/aspirasi masyarakat. Pada umumnya aparat pelayanan kurang memiliki kemauan untuk mendengar keluhan/saran/ aspirasi dari masyarakat. Akibatnya, pelayanan dilaksanakan dengan apa adanya, tanpa ada perbaikan dari waktu ke waktu. Kedelapan, masih menunjukkan inefisien. Berbagai persyaratan yang diperlukan (khususnya dalam pelayanan perijinan) seringkali tidak relevan dengan pelayanan yang diberikan. E. PERGESERAN PARADIGMA PELAYANAN PUBLIK DI SEKOLAH Sekolah (terutama yang berstatus negeri) adalah ujung tombak terdepan dalam pelayanan publik di lingkungan Depdiknas. Dalam persoalan pendidikan anak, orangtua dan masyarakat selalu menginginkan agar anaknya mendapatkan pendidikan terbaik dan mendapatkan pelayanan yang prima. Oleh karena itu, sekolah haruslah responsif dalam menyikapi kemauan masyarakat tanpa mengorbankan efisiensi dan efektifitas penyelenggaraan sekolah. Salah satu cara yang dapat digunakan sekolah agar dapat melayani masyarakat dengan prima adalah kemauan untuk menggeser paradigma birokrasi yang lebih sibuk dengan urusan internal, menjadi berorientasi pada pelanggan 104

107 sekolah. Sekolah diharapkan memposisikan pelanggan sebagai hal yang paling depan. Oleh sebab itu, pelanggan dipakai sebagai sasaran pencapaian tujuan. Sekolah selalu mendengar suara pelanggan, memperhatikan kebutuhan dasar dan keinginan pelangggan, dan memperhatikan hukum pelanggan (termasuk dalam hal ini hak-hak pelanggan sekolah) (Ramalia dalam LAN, 2001). Dalam meningkatkan daya saing sekolah, perlu perubahan paradigma birokrasi di sekolah. Yang semula sekolah lebih banyak melayani kebutuhan birokrasi yang lebih tinggi dan kemungkinan sekolah sendiri minta dilayani masyarakat, maka diubah agar sekolah lebih responsif dalam memberikan pelayanan yang bersifat memenuhi kebutuhan pelanggan atau masyarakat yang memerlukan. Untuk mewujudkan dan mempertahankan kepuasan pelanggan sekolah, dapat dilakukan 4 hal sebagaimana pendapat Ramalia (2001). Pertama, mengidentifikasi kembali siapa pelanggan sekolah tersebut. Di sini peran personel hubungan masyarakat, dengan bantuan staf tata usaha haus dilakukan. Stakeholder dalam arti luas dilibatkan dalam pembuatan keputusan utamanya berkenaan dengan kepuasan pelayanan publik di sekolah. Kedua, perlunya memahami tingkat harapan pelanggan sekolah atas kualitas pelayanan. Harapan tingkat kepuasan pelanggan, penting diketahui sebagai acuan untuk menentukan tujuan dan tolok kepuasan pelanggan. Tanpa tolok ukur yang jelas, maka kepuasan pelanggan atau pengguna jasa pelayanan di sekolah sulit diketahui. Pelayanan pelanggan sekolah diartikan sebagai proses yang secara sadar dan terencana yang dilakukan oleh sekolah melalui pemberian pelayanan kepada pelanggan agar pelanggan mencapai kepuasan secara optimal. Untuk dapat menjalankan fungsi yang memuaskan pelanggan, bagi sekolah tidak lepas dari kreatifitas tata usahawannnya. SDM sekolah perlu kreatif mengidentifikasi masalah-masalah yang sedang maupun yang akan dihadapi dalam praktik pemberian layanan sehari-hari. Hal ini sebagai upaya untuk memecahkan masalah yang sedang dihadapi dan upaya mengantisipasi pemecahan masalah yang kemungkinan akan dihadapi pada masa yang akan datang. Ketiga, memahami strategi kualitas layanan pelanggan yang terwujud dalam standar pelayanan prima. Standar pelayanan yang dipakai sebagai tolok ukur adalah standar pelayanan prima. Hal ini dapat dicapai melalui strategi yang dapat menjamin kualitas pelayanan prima yang didukung pula oleh personel pelayanan yang prima. Keempat, memahami siklus pengukuran dan umpan balik dari kepuasan pelanggan. Umpan balik penting untuk mekanisme perencanaan dan pelaksanaan pelayanan berikutnya. Dengan umpan balik akan dapat diketahui hal-hal mana yang perlu diperbaiki dan mana yang perlu dipertahankan atau ditingkatkan

108 LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI Lebih lanjut Ramalia (2001) mengemukakan bahwa layanan pelanggan sekolah yang baik memperhatikan sembilan aspek keinginan pelanggan sebagai berikut: (1) bebas membuat keputusan; (2) memperoleh hasil sesuai dengan keinginan; (3) mempertahankan harga diri; (4) mendapatkan perlakuan secara adil; (5) diterima dan disambut secara baik; (6) diberitahukan segala sesuatu yang terjadi; (7) merasa aman dan dilindungi haknya; (8) didudukkan sebagai orang penting; dan (9) menuntut keadilan. Perubahan paradigma yang disikapi oleh sekolah dalam hal ini cukup banyak. Diantaranya, bahwa sekolah hendaknya mengikutsertakan pembuatan keputusan bagi pelanggannya. Pelanggan perlu diikutsertakan dalam perencanaan hal-hal penting bagi keberlanjutan pelaksanaan pendidikan anakanak di sekolah, antara lain penentuan pelaksanaan kurikulum sekolah, proses belajar mengajar, kegiatan ekstrakurikuler, dan pendidikan moral. Peranan staf tata usaha sebagai supporting system di sekolah sangatlah penting. F. POSISI STRATEGIS SDM SEKOLAH Berdasarkan ketentuan dalam Standarisasi Nasional Pendidikan, jenis SDM di sekolah, diatur menurut jalur, jenjang, dan jenis pendidikan. Pada pasal dinyatakan sebagai berikut: Tenaga kependidikan pada: a. TK/RA atau bentuk lain yang sederajat sekurang-kurangnya terdiri atas kepala TK/RA dan tenaga kebersihan TK/RA. b. SD/MI atau bentuk lain yang sederajat sekurangkurangnya terdiri atas kepala sekolah/madrasah, tenaga administrasi, tenaga perpustakaan, dan tenaga kebersihan sekolah/madrasah. c. SMP/MTs atau bentuk lain yang sederajat dan SMA/MA, atau bentuk lain yang sederajat sekurang-kurangnya terdiri atas kepala sekolah/ madrasah, tenaga administrasi, tenaga perpustakaan, tenaga laboratorium, dan tenaga kebersihan sekolah/madrasah. d. SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat sekurang-kurangnya terdiri atas kepala sekolah/ madrasah, tenaga administrasi, tenaga perpustakaan, tenaga laboratorium, dan tenaga kebersihan sekolah/madrasah. e. SDLB, SMPLB, dan SMALB atau bentuk lain yang sederajat sekurang-kurangnya terdiri atas kepala sekolah, tenaga administrasi, tenaga perpustakaan, tenaga laboratorium, tenaga kebersihan sekolah, teknisi sumber belajar, psikolog, pekerja sosial, dan terapis. f. Paket A, Paket B dan Paket C sekurangkurangnya terdiri atas pengelola kelompok belajar, tenaga administrasi, dan tenaga perpustakaan. Agar pelayanan publik yang dilakukan oleh SDM sekolah dapat optimal, ada beberapa kriteria, yakni kesederhanaan, kejelasan dan kepastian, keamanan, keterbukaan, efisiensi, ekonomis, keadilan, ketepatan waktu dan kuantitatif. Kesederhanaan, artinya bahwa pelayanan publik 106

109 dilaksanakan secara mudah, cepat, tepat, tidak berbelit-belit, mudah dipahami, dan mudah dilaksanakan oleh masyarakat yang memerlukan pelayanan. Sistem pelayanan publik dengan sederhana perlu dilaksanakan, mengingat sebagian besar masyarakat Indonesia (penerima layanan) masih berpendidikan rendah. Kejelasan dan kepastian tentang prosedur/tata cara pelayanan, persyaratan pelayanan, unit kerja atau personel yang bertanggungjawab memberikan pelayanan, rincian biaya dan tata cara pembayaran pelayanan (jika ada), dan jadwal waktu penyelesaian pelayanan. Tentang hal ini perlu diinformasikan secara jelas kepada masyarakat luas, utamanya yang memerlukan pelayanan publik. jangkauan pelayanan diusahakan seluas mungkin dengan distribusi yang merata dan diberlakukan secara adil bagi seluruh lapisan masyarakat. Faktor ketepatan waktu, artinya pelayanan kepada masyarakat harus tepat waktu sesuai yang ditentukan dan diinformasikan kepada masyarakat. Yang terakhir adalah faktor kuantitatif, yakni jumlah masyarakat yang dilayani naik atau turun, rata-rata lamanya waktu pelayanan, penggunaan perangkat teknologi modern untuk memperlancar pelayanan, dan frekuensi keluhan dan pujian dari masyarakat yang diberi layanan; semua itu terdata secara kuantitatif sebagai upaya terus menerus mengembangkan pelayanan kepada masyarakat. G. PERILAKU SDM SEKOLAH Keamanan, dimana proses dan hasil pelayanan dapat memberikan keamanan dan kenyamanan bagi masyarakat yang dilayani. Faktor keterbukaan, artinya segala hal yang bekenaan dengan pelayanan yang diberikan kepada masyarakat diberitahukan secara terbuka kepada masyarakat yang dilayani. Kriteria lain adalah efisiensi, dimana persyaratan pelayanan hanya dibatasi pada hal-hal yang berkaitan langsung dengan pencapaian sasaran pelayanan, dan tidak boleh ada pengulangan persyaratan. Kriteria ekonomis, berarti biaya pelayanan harus ditetapkan secara wajar dengan memperhatikan nilai barang dan jasa pelayanan, kondisi/kemampuan masyarakat, dan ketentuan perundangan yang berlaku. Faktor keadilan dan merata, dimana Agar pelayanan publik di sekolah bisa memuaskan customer, sejumlah perilaku pelayanan haruslah dapat diinternalisasikan dan bahkan ditunjukkan oleh SDM sekolah dalam memberikan layanan kepada customer-nya. Sejumlah perilaku pelayanan tersebut, menyangkut waktu, kecermatan, hepful dan friendly, responsif, proaktif, profesionalitas, kapabel dan cakap (Imron, 2007). Terkait dengan waktu, perilaku berikut haruslah dapat ditunjukkan, yaitu: 1. SDM sekolah memahami ketepatan waktu sangat penting diperhatikan dalam memberikan layanan kepada customer. 2. SDM sekolah mengetahui target waktu yang diperlukan untuk memberikan layanan kepada customer. 3. SDM sekolah selalu mengusahakan 107

110 LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI memberikan layanan kepada customer lebih cepat dari batasan waktu yang ditetapkan. 4. SDM sekolah, jika dirasakan perlu, meluangkan waktu melebihi dari waktu yang ditetapkan dalam memberikan layanan administrasi kepada customer. 4. SDM sekolah memiliki sense perfective atas segala layanan yang dilakukannya. 5. SDM sekolah memiliki inisiatif untuk melakukan upaya pencegahan terhadap kesalahan/ kelemahan/hambatan layanan kepada customer. Terkait dengan relevansi layanan, perilaku berikut haruslah dapat ditunjukkan: 1. SDM sekolah dapat memposisikan diri sesuai dengan TUPOKSI dalam memberikan layanan kepada customer. 2. SDM sekolah menyadari keterkaitan TUPOKSI dengan keseluruhan layanan administrasi di dalam maupun di luar unit kerja. 3. SDM sekolah memahami dan mampu mempraktikkan TUPOKSI-nya dalam rangka pemberian layanan administrasi kepada customer. 4. SDM sekolah mendahulukan kepentingan customers, sehingga mereka merasakan kepuasan dari layanan yang diterimanya. Agar tenaga administrasi bisa cermat dalam memberikan pelayanan, perilaku berikut haruslah memainkan peranan sebagai berikut: 1. SDM sekolah memahami langkah-langkah kerja yang harus dilalui sebelum memberikan layanan. 2. SDM sekolah menggunakan peralatan bantu untuk kecepatan dan ketepatan proses dalam memberikan layanan kepada customer. 3. SDM sekolah berupaya melakukan check and recheck atas hasil layanan yang diberikan kepada customer. SDM sekolah sepatutnya juga hepful dan friendly. Oleh karena itu, perilaku demikian akan ditunjukkan manakala: 1. SDM sekolah menyadari, bahwa keberadaan dirinya sangat banyak ditentukan oleh keberadaan customer-nya. 2. SDM sekolah menyadari, bahwa tanpa ada customer, sesungguhnya dirinya tidak akan punya fungsi dan peran apapun dalam lingkup pekerjaannya. 3. SDM sekolah menyadari, bahwa customer adalah segalanya, karena itu ia senantiasa berpikir bahwa keberadaaan dirinya adalah untuk membantu mereka. 4. SDM sekolah merasa bangga dan senang, jika persoalan yang dimiliki oleh customer sedikit banyak telah terpecahkan melalui bantuan dan pekerjaan yang ia lakukan. 5. SDM sekolah menyadari, bahwa yang menjadi pelayan adalah dirinya, karena itu ia tidak pernah berpikir bahwa customer-lah yang harus melayani dirinya. 6. Ketika memberikan layanan, SDM sekolah melakukannya dengan sungguh-sungguh. 7. Dalam memberikan layanan, SDM sekolah melakukannya dengan senang hati. 8. Dalam memberikan layanan, SDM sekolah menunjukkan wajah yang ramah, menyenangkan, smile, tidak sangar

111 9. Dalam memberikan pelayanan, tenaga administrasi sekolah memperlakukan pihak yang dilayani sebagai customer (pelanggan). 10. Jika SDM sekolah mempunyai persoalan (pribadi, sosial, pekerjaan), tidak dibawanya ke tempat kerja, apa lagi sampai berpengaruh terhadap cara memberikan layanan kepada customer-nya. Responsiveness dan pro-aktif juga akan dapat ditunjukkan, manakala: 1. SDM sekolah senantiasa berpikir dan beranganangan, kapan ia harus melayani customer-nya. Bukan sebaliknya, kapan ia berhenti tidak memberikan pelayanan kepada customer. 2. SDM sekolah menyadari, bahwa pekerjaan melayani customer adalah tanggungjawab dirinya sepenuhnya. Karena itu, ketika memberikan pelayanan tidak menunggu perintah dari atasannya. 3. SDM sekolah senantiasa berpikir, bahwa yang harus ia utamakan dalam memberikan layanan adalah customer. Karena itu, ia selalu berusaha untuk mengutamakan kepentingan customer dalam setiap memberikan pelayanan. 4. SDM sekolah berusaha agar customer yang dilayani tidak usah menunggu lama untuk mendapatkan pelayanan dari dirinya. 5. Ketika ada customer yang kebingungan saat berproses mendapatkan pelayanan, SDM sekolah menawarkan bantuan, dengan menanyakan: apa yang dapat saya bantu? SDM sekolah senantiasa berpikir dan berusaha bagaimana agar customer menjadi mudah dalam urusannya, dan bukan sebaliknya, bagaimana agar mereka mendapatkan kesukaran. 7. SDM sekolah berusaha agar persoalan yang dihadapi oleh klien terkait layanan yang ia dapatkan, secepatnya dapat dituntaskan. 8. SDM sekolah berusaha untuk mengetahui alur kerja sejawatnya, agar ketika sejawatnya berhalangan, ia akan dapat menggantikan dalam memberikan pelayanan. 9. Ketika customer tidak mengerti cara mengakses pelayanan, SDM sekolah berusaha secepatnya untuk memberikan bantuan, tanpa terus menunggu perintah dari atasan langsungnya. 10. Ketika ia punya persoalan dan kesulitan dalam setiap memberikan pelayanan, ia tanya kepada atasannya atau sejawatnya, dan tidak justru menunggu kapan sejawat dan atasannya bertanya kepada dirinya. Profesionalitas, kapabilitas dan kecakapan juga akan dapat ditunjukkan, manakala: 1. SDM sekolah menyusun schedule secara pribadi untuk penyelesaian pekerjaannya, sehingga seluruh pekerjaan yang menjadi tanggungjawabnya, benar-benar terencana (by design). 2. Tenaga administrasi sekolah memahami prosedur dan alur kerja beserta dengan jiwa yang dikandung oleh prosedur dan alur kerja tersebut. 3. Dalam setiap memberikan pelayanan kepada customer, SDM sekolah senantiasa berpedoman kepada alur kerja yang telah ditetapkan oleh atasannya

112 LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI 4. Dalam setiap memberikan pelayanan, SDM sekolah selalu mencari cara-cara yang tercepat, tertepat dan terakurat, tanpa keluar dari koridor dan jiwa prosedur yang telah ditetapkan. 5. Dalam melaksanakan setiap pekerjaannya, SDM sekolah bertindak tenang dan tidak panik meskipun ketika berada dalam tekanan. 6. Dalam menyelesaikan pekerjaan, SDM sekolah mengutamakan ketuntatasan pekerjaan yang menjadi tanggungjawabnya, dan tidak sematamata mengacu kepada waktu dan jam kerja. 7. Terhadap berbagai persoalan terkait dengan pekerjaannya, tenaga administrasisekolah selalu mencari alternatif solusi yang terbaik, tanpa harus melanggar koridor aturan dan prosedur beserta dengan jiwa yang dikandung oleh aturan dna prosedur tersebut. 8. Terhadap pekerjaan yang harus ia selesaikan, SDM sekolah tidak menunda-nunda (menggampangkan), karena jika menumpuk, akan memperendah mutu pelayanan yang dapat ia berikan. 9. Ketika ada sejawat yang mengalami masalah terkait dengan pekerjaannya, SDM sekolah akan membantu memecahkannya, sehingga pekerjaan sejawatnya tidak terbengkelai, dan bisa memuaskan customernya. 10. SDM sekolah selalu berusaha melakukan perbaikan terus menerus mutu pelayanan (kaizen) yang ia berikan sehingga kepuasan customer-nya makin lama makin meningkat. F. TANTANGAN PELAYANAN PUBLIK DI SEKOLAH Sebagai institusi yang banyak memberikan pelayanan publik, sekolah seharusnya mendapat dukungan dari publik yang dilayani. Jika tidak, maka sekolah sebagai institusi yang memberikan pelayanan kepada publik akan mengalami kepayahan dan bahkan kelumpuhan. Oleh karena itu, kepala sekolah beserta dengan tenaga pendidik di sekolah hendaknya berusaha mendapatkan dukungan dari publik yang dilayani. Dukungan tersebut, dimulai dari penyusunan program, pelaksanaan program, dan bahkan sampai ke aspek pembiayaan pelayanan programnya. Di era otonomi daerah, sekolah telah mendapatkan dana dari pemerintah yang disebut dengan dana operasional sekolah (BOS). Dalam realitas, BOS tersebut belum bisa mencukupi semua kegiatan operasional sekolah. Sekolah juga tidak boleh menggunakan dana BOS tersebut sesuai dengan kebutuhan riilnya. Penggunaan dana BOS haruslah sesuai dengan pedoman yang berlaku. Dari pengalaman selama proses pendampingan MBS, banyak sekolah yang masih belum dapat mencukupi kebutuhan operasionalnya jika hanya mengandalkan BOS. Dana BOS, dengan jumlah yang tidak mencukupi tersebut, juga masih sering behadapan dengan tantang yang lebih berat, ialah tidak selalu bisa cair tepat waktu atau sering mengalami keterlambatan. Oleh karena itu, sekolahsekolah yang didampingi dalam menerapkan MBS seringkali mengeluhkan aspek pendanaan ini, 110

113 karena banyak pemerintah daerah yang melarang menggali partisipasi masyakata dalam penggalian dana.berkenaan dengan hal tersebut, maka turunlah Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2012 tentang pungutan dan sumbangan biaya pendidikan pada satuan Pendidikan Dasar. Meskipun beberapa pemerintah daerah juga ada yang menolak Peraturan Menteri tersebut, karena sekolah gratis sudah terlanjur menjadi janji elit politik daerah yang sedang berkuasa. Adapun isi Peraturan Mendikbud tersebut antara adalah sebagai berikut: 1. Pungutan adalah penerimaan biaya pendidikan baik berupa uang dan/atau barang/jasa pada satuan pendidikan dasar yang berasal dari peserta didik atau orangtua/wali secara langsung yang bersifat wajib, mengikat, serta jumlah dan jangka waktu pemungutannya ditentukan oleh satuan pendidikan dasar. 2. Sumbangan adalah penerimaan biayapendidikan baik berupa uang dan/atau barang/jasa yang diberikan oleh peserta didik, orangtua/wali, perseorangan atau lembaga lainnya kepada satuan pendidikan dasar yang bersifat sukarela, tidak memaksa, tidak mengikat, dan tidak ditentukan oleh satuan pendidikan dasar baik jumlah maupun jangka waktu pemberiannya. 3. Pendanaan pendidikan adalah penyediaan sumberdaya keuangan yang diperlukan untuk pengelolaan satuan pendidikan dasar. 4. Biaya pendidikan adalah sumber daya keuangan yang disediakan dan/atau diperlukan untuk biaya satuan pendidikan, biaya penyelenggaraan dan pengelolaan pendidikan, serta biaya pribadi peserta didik sesuai peraturan perundangundangan. Sumber anggaran pendidikan di sekolah bisa berasal dari: 1. Anggaran pendapatan dan belanja daerah; 2. Sumbangan dari peserta didik atau orang tua/ walinya; 3. Sumbangan dari pemangku kepentingan pendidikan dasar di luar peserta didik atau orangtua/walinya; 4. Bantuan lembaga lainnya yang tidak mengikat; 5. Bantuan pihak asing yang tidak mengikat; 6. Sumber lain yang sah. Pungutan yang dilakukan oleh satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh masyarakat wajib memenuhi ketentuan sebagai berikut: 1. Didasarkan pada perencanaan investasi dan/ atau operasi yang jelas dan dituangkan dalam rencana strategis, rencana kerja tahunan, serta anggaran tahunan yang mengacu pada Standar Nasional Pendidikan; 2. Perencanaan investasi dan/atau operasi sebagaimana dimaksud pada huruf a diumumkan secara transparan kepada pemangku kepentingan satuan pendidikan terutama orang tua/wali peserta didik, komite sekolah, dan penyelenggara satuan pendidikan dasar; 3. Dimusyawarahkan melalui rapat komite sekolah; dan 4. Dana yang diperoleh dibukukan secara khusus oleh satuan pendidikan dasar terpisah dari 111

114 LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI dana yang diterima dari penyelenggara satuan pendidikan dasar dan disimpan dalam rekening atas nama satuan pendidikan dasar. dilaksanakan sekolah dalam merespon pengaduan yang masuk; e. Forum multi stakeholder ikut memonitor realisasi Janji Perbaikan Pelayanan Sekolah. G. BEBERAPA CONTOH PENERAPAN PELAYANAN PUBLIK DI SEKOLAH MITRA KINERJA Selama pendampingan teknis Program KINERJA di sekolah mitra di 4 propinsi wilayah kerja KINERJA antara lain adalah: 1. Sekolah memberikan ruang partisipasi masyarakat yang lebih luas, meningkatkan transparansi dan responsibilitas sekolah antara lain melalui: a. Pelaksanaan survei pengaduan, dimana kuisioner survei disusun secara partisipatif oleh multi stakeholder pendidikan dan kuisioner diisi oleh siswa dan orangtua siswa; b. Hasil survei pengaduan yang telah dikonfirmasi kebenarannya dipublikasikan di papan publikasi sekolah, sehingga dapat diketahui oleh seluruh stakeholder sekolah/ publik; c. Bersama forum multi stakeholder sekolah, merespon hasil survei pengaduan, selanjutnya mendiskusikan dan menyusun Janji Perbaikan Pelayanan guna perbaikan pelayanan sekolah; d. Janji perbaikan pelayanan dipublikasikan di papan publikasi sekolah, sehingga publik memahami upaya dan langkah yang akan 2. Meningkatkan partisipasi multi pihak dalam meningkatkan pelayanan sekolah melalui: a. Komite sekolah bersama orangtua ikut berperan aktif dalam mendukung perbaikan pelayanan dengan pengelolaan kantin sehat, pengelolaan lahan kering untuk kebun sekolah, kegiatan-kegiatan ekstra kurikuler lainnya; b. Pihak Pemerintah dan SKPD terkait memberikan perhatian dan dukungan terhadap usulan peningkatan pelayanan sekolah yang disampaikan dalam Rekomendasi Peningkatan Pelayanan sebagai respon terhadap hasil survei pengaduan; c. Siswa, guru dan karyawan sekolah ikut bertanggung jawab terhadap kondisi sekolah. 3. Meningkatkan transparansi dan akuntabilitas sekolah, antara lain melalui: a. Publikasi perencanaan dan penganggaran sekolah di papan publikasi sekolah; b. Publikasi laporan keuangan sekolah termasuk penggunaan dana BOS di papan publikasi sekolah; c. Publikasi tata tertib siswa, guru dan kepala sekolah, sehingga seluruh stakeholder sekolah saling memahami tata tertib yang berlaku

115 4. Meningkatkan kejelasan pelayanan, informasi, aksesibilitas dan pemerataan pelayanan bagi seluruh siswa, antara lain melalui: d. Memberikan ruang bagi para ibu menyusui yang menjemput anaknya di sekolah melalui penyediaan pojok laktasi di sekolah. a. Adanya SOP (standard operasional prosedur) untuk beberapa proses penting, misalnya SOP Penerimaan Siswa Baru, SOP Perpustakaan; b. Adanya informasi pelayanan yang jelas bagi siswa, misalnya hari dan jam pelayanan perpustakaan, penggunaan lab komputer, konseling siswa, pelayanan kesehatan siswa (pemeriksaan gigi, mata); c. Publikasi kalender akademik sekolah di papan publikasi, agar menjadi perhatian bersama dan siswa mendapatkan dukungan khususnya di masa-masa ulangan semester dan kenaikan kelas; d. Publikasi nama dan nomer HP guru, untuk memberikan kemudahan orangtua dalam berkomunikasi dengan guru kelas; e. Publikasi siswa berprestasi agar memberikan penghargaan bagi yang bersangkutan serta memotiviasi bagi siswa lainnya. 5. Kesetaraan gender dalam pelayanan di sekolah, antara lain melalui: a. Penyediaan toilet siswa dan guru yang dibedakan untuk laki-laki dan perempuan; b. Penyediaan pembalut atau keperluan khusus lainnya di ruang UKS; c. Pemilihan komite sekolah yang memperhatikan pula keterwakilan laki-laki dan perempuan; 6. Perubahan perilaku guru, kepala sekolah dan karyawan sekolah, antara lain melalui: a. Slogan senyum, sapa, salam yang dipampangkan di ruang publik; b. Siswa lebih memiliki keberanian dan keaktifan untuk bertanya dan berdiskusi kepada guru; c. Keteladanan perilaku akan mendapat perhatian lebih, karena siswa dan orangtua akan melihat dan berhak memberikan pengaduan. 7. Sarana dan prasarana pendukung pelayanan publik yang lebih baik antara lain: a. Tersedianya washtafel untuk sarana cuci tangan siswa yang memadai; b. Tersedianya tempat parkir yang aman; c. Ruang kelas dan halaman sekolah yang lebih baik dan nyaman; d. Peningkatan penghijauan sekolah, dengan peran aktif siswa; e. Ketersediaan buku yang memadai, fasilitas belajar mengajar yang lebih baik

116 LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI BAHAN PRESENTASI PRINSIP LAYANAN PUBLIK Berdayakan masyarakat Optimalkan pelayanan publik Buka ruang partisipasi publik Ubah gaya kerja personel KONDISI RIIL PELAYANAN PUBLIK - kurang responsif - kurang informatif - kurang accsessible - inefisien - kurang koordinasi - terlalu birokratis - mengabaikan kritik 114

117 PERGESERAN PARADIGMA PELAYANAN PUBLIK BIROKRASI YANG LEBIH SIBUK DENGAN URUSAN INTERNAL BIROKRASI YANG BERORIENTASI PADA PELANGGAN SEKOLAH 115

118

119 55 Peran Serta Masyarakat dan Stakeholder dalam Pelayanan Publik di Sekolah 117

120 LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI MODUL 5 Peran Serta Masyarakat dan Stakeholder dalam Pelayanan Publik di Sekolah... agar peserta menguasai peningkatan peran serta masyakarat dan stakeholder... BAHAN BACAAN: PERAN SERTA MASYARAKAT DAN STAKEHOLDER DALAM PENINGKATAN PELAYANAN PUBLIK DI SEKOLAH A. PENDAHULUAN Salah satu esensi regulasi tentang desentralisasi dan otonomi daerah bidang pendidikan adalah pemberian wewenang, peluang dan keleluasaan yang luas, nyata dan bertanggungjawab kepada daerah dan masyarakat untuk mengatur dan menyelenggarakan urusan wajib bidang pendidikan. Disamping melaksanakan kewenangan bidang pendidikan atas prakarsa sendiri sesuai dengan kepentingan masyarakat dan potensi daerah setempat. Dalam perspektif teoritik, desentralisasi dan demokratisasi pengelolaan pendidikan mengamanatkan penerapan prinsip-prinsip tranparansi, akuntabilitas dan partisipasi (TAP) dalam setiap pengelolaan bidang pendidikan. Berarti, dalam perencanaan, pelaksaksanaan dan pengendalian setiap bidang pendidikan harus memberikan peluang, kesempatan dan 118

121 akses kepada semua pihak (multi stakeholder) untuk mengetahui informasi; melakukan audit, bertanya, dan menggugat pertanggungjawaban; terlibat secara aktif, berkontribusi, melakukan pengawasan dan memanfaatkan hasil pendidikan. Selain memenuhi tuntutan proses desentralisasi dan demokratisasi, keharusan untuk menerapkan prinsip-prinsip TAP juga terkait dengan reformasi pelaksanaan berbagai proyek/program pendidikan terdahulu yang hampir menjadi mitos, ialah ketika habis proyek, maka habis pula kegiatan. Dengan penerapan prinsip TPA diharapkan dapat menjamin sustainabelitas program pembangunan bidang pendidikan. Dalam rangka penerapan prinsip-prinsip TAP, diperlukan upaya identifikasi, penetapan dan pelibatan stakeholder bidang pendidikan, agar terdapat keperpihakan yang bermutu dan nyata serta menjadi suatu gerakan bersama (collective action) yang mendukung pengelolaan program pendidikan. Jumlah, ragam kepentingan dan pengaruh stakeholder dalam pembangunan pendidikan cukup tinggi. Oleh karena itu, tidaklah mudah untuk melakukan penetapan dan pelibatan stakeholder dalam sebuah program. Diperlukan cara-cara yang tepat sehingga penetapan dan pelibatannya memenuhi persyaratan teknis dan politis, disamping pemahaman kearifan lokal yang selama ini dijunjung tinggi oleh masyarakat pada tingkatan lokal. B. MAKNA DAN PARTISIPASI MASYARAKAT Partisipasi adalah suatu term yang menunjuk kepada adanya keikutsertaan secara nyata dalam suatu kegiatan. Partisipasi adalah keterlibatan mental, emosional dan fisik orang-orang dalam suatu kelompok yang mendorong mereka untuk memberikan kontribusikepada tujuan kelompokdan berbagai tanggung jawab dalam pencapaian tujuan itu.partisipasi dapat dikategorikan menjadi (1) partisipasi bebas (spontan dan akibat penyuluhan), dan (2) partisipasi paksaan sebagai konsekuensi dari hukum, kondisi sosial ekonomi dan kebiasaan setempat. Partisipasi juga terkait dengan adanya kerjasama dengan banyak pihak. Dalam kerjasama itu orang mengaktualisasikan diri dengan merealisasikan segenap kemampuannya. Ada beberapa kualifikasi partisipasi yaitu positif, kreatif, kritiskorektif-konstruktif, dan realistis. Suatu partisipasi dinyatakan positif jika mendukung kelancaran usaha bersama guna mencapai tujuan yang diinginkan. Suatu partisipasi dinyatakan keatif jika keterlibatan seseorang selalu dilandasi oleh adanya daya cipta. Partisipasi dikatakan kritis-korektif-konstruktif manakala keikutsertaan dilakukan dengan mengkaji suatu bentuk kegiatan, menunjukkan kekurangan atau kesalahan dan memberikan alternatif yang lebih baik dibandingkan dengan kondisi sebelumnya. Partisipasi dinyatakan realistis manakala keterlibatan dengan memperhitungkan realitas yang ada

122 LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI Partisipasi adalah suatu term yang menunjuk kepada adanya keikutsertaan secara nyata dalam suatu kegiatan. Partisipasi masyarakat dalam kebijaksanaan pendidikan adalah keikutsertaan masyarakat dalam memberikan gagasan, kritik membangun, dukungan dan pelaksanaan kebijaksanaan pendidikan. Partisipasi berarti turut serta dalam suatu kegiatan. Partisipasi adalah keterlibatan mental, emosional dan fisik orang-orang dalam suatu kelompok yang mendorong mereka untuk memberikan kontribusikepada tujuan kelompokdan berbagai tanggung jawab dalam pencapaian tujuan itu ( Davis, 1990). Partisipasi dapat dikategorikan menjadi (1) partisipasi bebas (spontan dan akibat penyuluhan), dan (2) partisipasi paksaan sebagai konsekuensi dari hukum, kondisi sosial ekonomi dan kebiasaan setempat (Duseldorps, 1981). Partisipasi juga terkait dengan adanya kerjasama dengan banyak pihak. Dalam kerjasama itu orang mengaktualisasikan diri dengan merealisasikan segenap kemampuannya. Ada beberapa kualifikasi partisipasi yaitu positif, kreatif, kritiskorektif-konstruktif, dan realistis. Suatu partisipasi dinyatakan positif jika mendukung kelancaran usaha bersama guna mencapai tujuan yang diinginkan. Suatu partisipasi dinyatakan keatif jika keterlibatan seseorang selalu dilandasi oleh adanya daya cipta. Partisipasi dikatakan kritis-korektif-konstruktif manakala keikutsertaan dilakukan dengan mengkaji suatu bentuk kegiatan, menunjukkan kekurangan atau kesalahan dan memberikan alternatif yang lebih baik dibandingkan dengan kondisi sebelumnya. Partisipasi dinyatakan realistis manakala keterlibatan dengan memperhitungkan realitas yang ada. Partisipasi masyarakat dalam pembangunan, termasuk pembangunan pendidikan, terdiri atas: (1) partisipasi buah pikiran, (2) partisipasi keterampilan, (3) partisipasi tenaga, (4) partisipasi harta benda, dan (5) partisipasi uang (Hamijoyo, 1977). Partisipasi dalam pembangunan pendidikan meliputi partisipasi dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dalam suatu program pendidikan. Strategi untuk meningkatkan partisipasi dapat dilakukan dengan (1) membuat rancangan kebijakan, (2) menginformasikan rancangan itu ke masyarakat yang akan terlibat, (3) mengumpulkan tanggapan masyarakat tentang isi rancangan kebijakan, (4) memadukan pendapat masyarakat dengan rancangan kebijakan, (5) membuat kebijakan baru yang mengarah pada pelaksanaan (Sewel, 1977). Dalam sistem pemerintahan yang 'top down' partisipasi masyarakat dalam kebijaksanaankebijaksanaan yang dibuat dan diimplementasikan tidak begitu dipermasalahkan; tetapi pada sistem pemerintahan yang 'bottom up', tingginya partisipasi masyarakat dalam implementasi kebijaksanaan, dapat dijadikan sebagai indikasi sukses tidaknya kebijaksanaan. Muhadjir (1982) menggolongkan partisipasi masyarakat ke dalam tipologinya, yakni partisipasi kuantitatif dan partisipasi kualitatif. Partisipasi kuantitatif menunjuk kepada frekuensi keikutsertaan terhadap implementasi kebijaksanaan, sementara partisipasi kualitatif menunjuk pada tingkat dan derajatnya

123 Koentjoroningrat (1982) menggolongkan partisipasi masyarakat berdasaran posisi individu dalam kelompoknya. Pertama, partisipasi masyarakat dalam aktivitas bersama dalam proyek khusus; kedua, partisipasi anggota masyarakat sebagai individu dalam aktivitas bersama pembangunan. Miftah Thoha (1984) menggolongkan partisipasi masyarakat ke dalam tiga golongan, yaitu: (1) partisipasi mandiri yang merupakan usaha berperan serta yang dilakukan secara mandiri oleh pelakunya, (2) partisipasi mobilisasi, (3) partisipasi seremoni. Partisipasi masyarakat juga dapat dilihat dari cakupannya, yaitu partisipasi secara sempit, partisipasi secara luas dan partisipasi yang merupakan lawan dari kegiatan politik (Kompas, 10 Desember 1983). Secara luas, partisipasi dapat diartikan sebagai demokratisasi politik: masyarakat yang menentukan tujuan, strategi dan perwakilannya dalam pelaksanaan kebijaksanaan atau pembangunan. Secara sempit, partisipasi dapat diartikan sebagai keterlibatan masyarakat dalam keseluruhan proses perubahan dan pengembangan masyarakat sesuai dengan arti pembangunan sendiri. Sebagai lawan dari kegiatan politik. Partisipasi dapat diartikan sebagai golongan-golongan masyarakat yang berbeda-beda kepentingannya dididik mengajukan secara rasional keinginannya dan menerima suka rela keputusan pembangunan. Setelah kebijaksanaan pendidikan yang digulirkan oleh pembuat dan pelaksana kebijaksanaan, umumnya mendapat respons dari masyarakat. Meskipun mungkin suatu kebijaksanaan tidak didukung oleh sebagian masyarakat tetapi haruslah disadari bahwa sebagian masyarakat yang lainnya pasti ada yang mendukung. Heterogenitas masyarakat memungkinkan hal tersebut. Pasti ada di antara lapisan masyarakat yang mau berpartisipasi dalam kebijaksanaan yang dibuat, seberapapun partisipasinya dan sekadar apapun partisipasinya. Meskipun mungkin pembuat dan pelaksana kebijaksanaan tersebut tidak mengupayakan sama sekali partisipasi masyarakat. C. STAKEHOLDER SEKOLAH Stakeholder adalah berbagai pihak yang berkepentingan dan atau terkena dampak suatu proyek/program. Stakeholder bidang pendidikan adalah berbagai pihak yang berkepentingan dan atau terkena dampak suatu proyek/program pendidikan. Stakeholder dalam pembentukan perda pendidikan adalah pihak-pihak yang berkepentingan dan atau terkena dampak keberadaan dan implementasi perda pendidikan. Oleh karena itu, informasi dan peran aktif multi stakeholder sangat diperlukan, termasuk dalam penerapan fungsi kontrol atas pelaksanaan perda bidang pendidikan. Identifikasi stakeholder bidang pendidikan adalah proses menemu-kenali pihak-pihak yang berkepentingan dan atau terkena dampak program pendidikan, serta pemahaman dan kepedulian mereka terhadap program-program partisipatif, termasuk dalam proses pembuatan perda pendidikan. Sementara itu, analisis stakeholder adalah proses pemberian kategori (categorizing)stakeholder yang mempunyai kepentingan dan pengaruh 121

124 LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI tinggi serta menetapkan tingkat kesesuaian peran yang diperlukan dalam proses pembuatan dan pelaksanaan Perda pendidikan. Secara umum identifikasi dan analisis stakeholeder ini bertujuan menemukan, memetakan dan merekomendasikan stakeholder yang tepat untuk dilibatkan secara aktif dalam proses pembentukan perda pendidikan. Adapun secara khusus bertujuan: (1) menemukenali stakeholder yang mempunyai relevansi dengan proses pembentukan perda pendidikan, (2) mengetahui peran stakeholder utama dalam pengelolaan pembangunan pendidikan, (3) mengetahui pengaruh dan kepentingan stakeholder utama dalam pengelolaan pembangunan partisipatif bidang pendidikan, (4) mengetahui pengalaman stakeholder utama dalam mengupayakan pengelolaan pembangunan pendidikan yang seusai dengan nilai-nilai TAP, dan (5) merekomendasikan stakeholder utama yang tepat untuk dapat dilibatkan secara aktif dalam pengelolaan pembangunan pendidikan. Hal-hal, baik nilai maupun proses yang harus diterapkan dalam identifikasi dan analisis stakeholder, adalah: (1) keterlibatan yang representatif; prinsip ini bermaksud untuk memberi peluang kepada pihak-pihak di wilayah atau komunitas tertentu untuk berperan serta dalam pengelolaan program pendidikan, (2) relevan; prinsip ini bermaksud untuk melakukan seleksi para pihak terlibat yang benar-benar tepat dengan mempertimbangkan pengalaman dan kompetensinya di bidang pendidikan, (3) kesetaraan gender; dengan prinsip ini diharapkan akan terjadi keseimbangan proporsi jumlah dan peran antara laki-laki dan perempuan dalam bidang pendidikan. Sasaran yang dimaksudkan di sini adalah pihakpihak atau unsur berupa orang, baik individu maupun kelompok, serta dokumen tertulis yang berperan sebagai sumber informasi bagi penyusunan perda pendidikan. Biasanya, memulai analisis stakeholder dari sumber tertulis, seperti laporan atas hasil pengelolaan proyek/program sebelumnya maupun publikasi di media massa berdasarkan sumber tertulis. D. JENIS PARTISIPASI MASYARAKAT DAN STAKEHOLDER TERHADAP PELAYANAN PUBLIK DI SEKOLAH Di negara yang menjunjung tinggi demokrasi diyakini bahwa pemerintah dibuat dari, oleh dan untuk rakyat. Kebijakan-kebijakan negaranya, termasuk kebijakan pendidikannya, sebagai bagian dari perangkat untuk menjalankan pemerintahan di negara tersebut, juga berasal dari, oleh dan untuk rakyat. Karena itu, partisipasi masyarakat dalam kebijakan pendidikan, termasuk di tingkat satuan pendidikan, sangatlah diperlukan Selain alasan demokrasi, kebijakan pendidikan tersebut secara kongkrit dimaksudkan untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapi oleh rakyat di bidang pendidikan. Rakyat lebih banyak tahu mengenai masalah mereka sendiri, dan bahkan juga banyak mengetahui bagaimana cara memecahkannya. Maka, keterlibatan dan partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pendidikan, sangatlah penting

125 Keikutsertaan masyarakat di tingkat satuan tidak saja sekadar dipandang sebagai loyalitas rakyat atas pemerintahnya, melainkan yang juga tak kalah penting adalah bahwa kebijakan tersebut hendaknya dianggap oleh masyarakat sebagai miliknya. Dengan adanya perasaan memiliki terhadap kebijakan-kebijakan, masyarakat akan semakin banyak sumbangannya dalam pelaksanaan-pelaksanaan kebijakan, termasuk kebijakan pendidikannya. Agar partsipasi masyarakat dapat ditingkatkan, selayaknya lembaga pendidikan melakukan hubungan-hubungan sosial. Hubungan-hubungan sosial ini harus dibangun, baik dengan tokoh-tokoh masyakat maupun dengan mereka yang berada pada posisi grass root. Lazimnya, ketika dengan elit atau tokoh masyarakat sudah dapat dibangun, maka hubungan dengan grass rootnya akan menjadi lancar. Hubungan sosial adalah hubungan yang dijalin oleh suatu lembaga pendidikan dengan masyarakat. Masyarakat di sini, bisa berupa masyarakat yang terorganisir dan masyarakat yang tidak terorganisir. Masyarakat yang terorganisir, juga dapat dikategorikan terorganisir formal dan terorganisir tidak formal. Sedangkan hubungan sosial sendiri, bisa bersifat formal dan tidak formal. Hubungan sosial juga bisa tertuju kepada tokoh atau elit masyarakat, dan bisa juga langsung ke masyarakat. Karena itu, saluran hubungan sosial ini juga bisa menggunakan saluran formal dan bisa menggunakan saluran tidak formal. Sungguhpun demikian, pembuat dan pelaksana kebijakan haruslah senantiasa berusaha agar kebijakan yang digulirkan tadi, menerlibatkan sebanyak mungkin partisipasi masyarakat, terutama dalam hal mungkin partisipasi masyarakat, terutama dalam hal pelaksanaannya. Inilah perlunya upaya dan rekayasa. Beberapa upaya yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Menawarkan sangsi atas masyarakat yang tidak mau berpartisipasi. Sangsi demikian, dapat berupa penghukuman, denda, dan kerugiankerugian yang harus diderita oleh si pelanggar; 2. Menawarkan hadiah kepada mereka yang mau berpartisipasi. Tentu hadiah demikian, berdasarkan kuantitas dan tingkatan atau derajat partisipasinya; 3. Melakukan persuasi kepada masyarakat, bahwa dengan keikutsertaan masyarakat dalam kebijaksanaan yang dilakukan, justru akan menguntungkan masyarakat sendiri, baik dalam jangka pendek maupun janga panjang; 4. Menghimbau masyarakat untuk turut berpartisipasi melalui serangkaian kegiatan; 5. Menerkaitkan partisipasi masyarakat dengan layanan birokrasi yang lebih baik; 6. Menggunakan tokoh-tokoh kunci masyarakat yang mempunyai khalayak banyak untuk ikut serta dalam kebijaksanaan, agar masyarakat kebanyakan yang menjadi pengikutnya juga sekaligus ikut serta dalam kebijaksanaan yang diimplementasikan; 7. Mengaitkan keikutsertaan masyarakat dalam implementasi kebijaksanaan dengan kepentingan mereka. Masyarakat memang perlu diyakinkan, bahwa ada banyak kepentingan 123

126 LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI mereka yang terlayani dengan baik, jika mereka berpartisipasi dalam kebijaksanaan; 8. Menyadarkan masyarakat untuk ikut berpartisipasi terhadap kebijaksanaan yang telah ditetapkan secara syah. Dan, kebijaksanaan yang syah tersebut, adalah salah satu dari wujud pelaksanaan dan perwujudan aspirasi masyarakat. Ada beberapa penyebab mengapa masyarakat enggan atau tidak mau berpartisipasi dalam kebijaksanaan yang digulirkan. Penyebab-penyebab tersebut adalah : 1. Jika kebijakan tersebut bertentangan dengan tata nilai dan tata norma yang dijunjung tinggi oleh masyarakat. 2. Kurang mengikatnya kebijakan tersebut kepada masyarakat. Ada kebijaksanaan yang sangat mengikat kepada masyarakat dan ada yang tidak begitu mengikat. Kebijakan yang sangat mengikat umumnya memberlakukan sanksi yang jelas bahkan bisa menjadi penyebab yang menerima sangsi dianggap mempunyai cacat sosial; sedangkan kebijakan yang tidak demikian mengikat umumnya tidak demikian dipatuhi dan tidak menjadikan penyebab cacat sosial bagi pelanggarnya. 3. Adanya ketidak-pastian hukum baik bagi mereka yang berpartisipasi aktif maupun bagi mereka yang tidak berpartisipasi. 4. Jika kebijakan tersebut terlalu ambisius dan ideal, sehingga oleh masyarakat dianggap tidak realistik. Hal demikian bisa menjadikan penyebab masyarakat enggan berpartisipasi, karena mereka tidak yakin bahwa partisipasi mereka akan membawa hasil. 5. Adanya anggota masyarakat yang memang sengaja tidak berpartisipasi disebabkan alasanalasan untuk mencari untung secara cepat. Padahal, keuntungan tersebut baru didapat, jika ia melanggar ketentuan yang berlaku dalam kebijaksanaan. Anggota masyarakat demikian cenderung tidak mau berpartisipasi dalam kebijaksanaan yang digulirkan. 6. Rumusan kebijakan tidak jelas dan mungkin antara rumusan satunya dengan yang lain kelihatan bertentangan. Ini menyebabkan masyarakat enggan untuk berpartisipasi, lebih-lebih partisipasi aktif yang dilandasi oleh kesadaran yang dalam. Partisipasi masyarakat dalam pembangunan, termasuk pembangunan pendidikan, terdiri atas: (1) partisipasi buah pikiran, (2) partisipasi keterampilan, (3) partisipasi tenaga, (4) partisipasi harta benda, dan (5) partisipasi uang. Partisipasi dalam pembangunan pendidikan meliputi partisipasi dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dalam suatu program pendidikan. Strategi untuk meningkatkan partisipasi dapat dilakukan dengan (1) membuat rancangan kebijakan, (2) menginformasikan rancangan itu ke masyarakat yang akan terlibat, (3) mengumpulkan tanggapan masyarakat tentang isi rancangan kebijakan, (4) memadukan pendapat masyarakat dengan rancangan kebijakan, (5) membuat kebijakan baru yang mengarah pada pelaksanaan. Muhadjir, sebagaimana dikutip oleh Imron, menggolongkan partisipasi masyarakat ke 124

127 dalam tipologinya, ialah partisipasi kuantitatif dan partisipasi kualitatif. Partisipasi kuantitatif menunjuk kepada frekuensi keikutsertaan terhadap implementasi kebijaksanaan, sementara partisipasi kualitatif menunjuk kepada tingkat dan derajatnya. Koentjoroningrat (1982) menggolongkan partisipasi masyarakat berdasaran posisi individu dalam kelompoknya. Pertama, partisipasi masyarakat dalam aktivitas bersama dalam proyek khusus; kedua, partisipasi anggota masyarakat sebagai individu dalam aktivitas bersama pembangunan. Miftah Thoha (1984) menggolongkan partisipasi masyarakat ke dalam tiga golongan, yaitu : (1) partisipasi mandiri yang merupakan usaha berperan serta yang dilakukan secara mandiri oleh pelakunya, (2) partisipasi mobilisasi, (3) partisipasi seremoni. Partisipasi masyarakat juga dapat dilihat dari cakupannya, yaitu partisipasi secara sempit, partisipasi secara luas dan partisipasi yang merupakan lawan dari kegiatan politik (Kompas, 10 Desember 1983). Secara luas, partisipasi dapat diartikan sebagai demokratisasi politik : masyarakat yang menentukan tujuan, strategi dan perwakilannya dalam pelaksanaan kebijaksanaan atau pembangunan. Secara sempit, partisipasi dapat diartikan sebagai keterlibatan masyarakat dalam keseluruhan proses perubahan dan pengembangan masyarakat sesuai dengan arti pembangunan sendiri. Sebagai lawan dari kegiatan politik. Partisipasi dapat diartikan sebagai : golongan-golongan masyarakat yang berbeda-beda kepentingannya dididik mengajukan secara rasional keinginannya dan menerima suka rela keputusan pembangunan. E. KOMITE SEKOLAH/MAJELIS MADRASAH Era reformasi telah membawa perubahan mendasar dalam berbagai bidang kehidupan, termasuk di dalam dunia pendidikan. Salah satu perubahan mendasar yang sedang digulirkan saat ini adalah manajemen negara, yaitu dari manajemen berbasis terpusat menjadi manajemen berbasis daerah. Perubahan manajemen ini diwujudkan dalam pemberlakuan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah. Tujuan dikeluarkannya undang-undang tersebut adalah untuk memberikan kewenangan yang luas, nyata dan bertanggungjawab kepada daerah dan masyarakat sehingga memberi peluang kepada daerah dan masyarakat agar leluasa mengatur dan melaksanakan kewenangannya atas prakarsa sendiri sesuai dengan kepentingan masyarakat setempat dan potensi daerah. Konsekuensi logis dari pemberlakuan undang-undang ini dalam dunia pendidikan adalah bahwa manajemen pendidikan harus disesuaikan dengan jiwa dan semangat otonomi, karena itu manajemen pendidikan berbasis terpusat yang selama ini telah dipraktikkan perlu diubah menjadi berbasis sekolah. Konsep mendasar penyelenggaraan pendidikan dalam era otonomi daerah adalah menjalankan konsep desentralisasi pendidikan. Desentralisasi pendidikan adalah penyerahan wewenang penyelenggaraan pendidikan kepada masyarakat, sehingga pola Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) merupakan andalan bagi implementasi desentralisasi pendidikan. Penerapan MBS memiliki 125

128 LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI karakteristik bahwa partisipasi warga sekolah dan masyarakat merupakan bagian kehidupannya. MBS merupakan model manajemen yang memberikan otonomi lebih besar kepada sekolah dan mendorong pengambilan keputusan partisipatif yang melibatkan secara langsung warga sekolah untuk meningkatkan mutu sekolah berdasarkan pada kebijakan pendidikan nasional (Umaedi, 1999). Penyelenggaraan pendidikan memerlukan dukungan dari masyarakat. Menurut penjelasan umum Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Pendidikan Nasional, menyatakan bahwa penyelenggaraan pendidikan nasional merupakan tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat dan pemerintah. Dari hal ini tersurat bahwa penyelenggaraan pendidikan tidak hanya menjadi tanggung jawab sepenuhnya pada pihak sekolah, namun orang tua dan masyarakat berperan pula dalam memajukan dunia pendidikan. Keikutsertaan masyarakat/orangtua siswa perlu disalurkan secara terorganisasi/kelembagaan. Lembaga tersebut adalah Dewan Pendidikan yang berkedudukan di kabupaten/kota dan Komite Sekolah atau Majelis Madrasah di tingkat satuan pendidikan. Pembentukan lembaga ini berdasarkan pada Surat Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 044/U/2002 tentang pembentukan Dewan Sekolah dan Komite Sekolah. Lembaga ini memiliki fungsi antara lain: (1) mewadahi dan meningkatkan partisipasi para stakeholders pendidikan pada tingkat sekolah untuk turut serta merumuskan, menetapkan, melaksanakan dan memantau pelaksanaan kebijakan sekolah dan pertanggungjawaban pelayanan pendidikan yang berkualitas secara proposional dan terbuka, (2) mewadahi partisipasi para stakeholders untuk turut serta dalam manjemen sekolah sesuai dengan peran dan fungsinya, berkenaan dengan perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi program sekolah secara proposional, (3) mewadahi partisipasi masyarakat, baik individu maupun kelompok sukarela (pemerhati atau pakar pendidikan) yang perduli kepada kualitas pendidikan, secara proposional dan profesional selaras dengan kebutuhan sekolah, (4) menjembatani dan turut serta memasyarakatkan kebijakan sekolah kepada pihak-pihak yang mempunyai keterkaitan dan kewenangan di tingkat daerah (Suherli, 2001). Komite sekolah berperan untuk mendorong perhatian dan komitmen terhadap penyelenggaraan pendidikan yang bermutu, mendorong orang tua dan masyarakat berpartisipasi dalam pendidikan guna mendukung pada peningkatan mutu pendidikan dan pemerataan pendidikan. Nama dari badan ini disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan masingmasing satuan pendidikan seperti komite sekolah, komite pendidikan, dewan sekolah, majelis sekolah, majelis madrasah (Suherli, 2001). Pada jenjang satuan madrasah, komite sekolah lebih dikenal dengan sebutan Komite Madrasah atau ada pula yang bernama Majelis Madrasah yang berdasar pada Keputusan Direktorat Jenderal Binbaga Islam Nomor E/101/2001 tentang pembentukan Majelis Madrasah. Penetapan Majelis Madrasah dapat menjadi mitra bagi madrasah, majelis ini dapat berfungsi 126

129 sebagai penyalur partisipasi masyarakat terhadap penyelenggaraan pendidikan dan sebagai kekuatan kontrol masyarakat. Majelis Madrasah sesuai dengan Kepmendiknas bertujuan untuk: (1) mewadahi dan menyalurkan aspirasi dan prakarsa masyarakat dalam melahirkan kebijakan operasional dan program pendidikan di satuan pendidikan, (2) meningkatkan tanggungjawab dan peranserta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidika,. (3) menciptakan suasana dan kondisi transparan, akuntabel dan demokratis dalam penyelenggaraan dan pelayanan pendidikan yang bermutu di satuan pendidikan (Kepmendiknas, 2002). Secara singkat tujuan adanya Majelis Madrasah adalah membantu kelancaran penyelenggaraan pendidikan di madrasah dalam upaya ikut memelihara, menumbuhkan, meningkatkan dan mengembangkan madrasah. F. FORUM MULTI STAKEHOLDER SEKOLAH SEBAGAI WADAH DALAM PENINGKATAN PARTISIPASI MASYARAKAT TERHADAP PENDIDIKAN DI SEKOLAH Partisipasi masyarakat sangat penting dalam MBS agar kegiatan-kegiatan yang akan dilakuakan benar-benar realistis sesuai dengan kebutuhan, serta sebagai upaya mendapatkan dukungan dalam upaya pelaksanaannya. Forum Multi Stake Holder adalah media untuk mempertemukan antar pemangku kepentingan untuk merespon isu-isu yang menjadi kepedulian bersama serta untuk melakukan upaya mencapai tujuan bersama. Anggotanya dari berbagai unsur kepentingan dari masyarakat (individu dan atau kelompok), eksekutif, legislatif, media, sektor bisnis, dan lain-lain. Pertemuan, diskusi dan forum bersama antar pemangku kepentingan menjadi penting untuk mengembangkan proses dialogis dan membangun kesadaran bersama serta melakukan aksi bersama. Dalam konteks pelayanan publik, forum multi stake holder ini merupakan proses dialogis antara penyedia layanan dan pengguna layanan untuk mencapai suatu pelayanan publik yang efektif, efisien, dan terjangkau. Apa yang telah diupayakan oleh pemerintah (selaku penyedia layanan publik) serta apa yang terjadi dan diharapkan masyarakat (selaku pengguna layanan) harus diupayakan ada titik temu. Pertemuan dan forum juga akan menjadi ajang untuk menyepakati apa saja yang akan dilakukan oleh masing-masing pelaku/berbagi peran dan tanggung jawab, berbagi informasi, saling mendukung dalam upaya perbaikan bersama. Forum Multi Stakeholder, tidaklah harus merupakan pertemuan formal, loka karya atau bahkan merupakan organisasi atau lembaga formal. Namun, bisa juga merupakan forum-forum terbatas yang informal. Pada tahapan lebih lanjut, Forum Multi Stakeholder bisa saja didorong menjadi organisasi atau lembaga formal jika memang diperlukan sesuai dengan dinamika dan kebutuhan lokal. Dalam konteks program Manajemen Berbasis Sekolah, pemangku kepentingan adalah unsurunsur dari masyarakat, baik individu atau kelompok, eksekutif, DPRD, media yang berkepentingan 127

130 LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI terhadap pelayanan pendidikan dasar, khususnya terkait dengan Manajemen Berbasis Sekolah. 1. Alternatif Nama Forum Multi Stakeholder dapat diberi nama sesuai dengan kesepakatan anggotanya. Di bawah ini beberapa contoh alternatif nama yang bisa digunakan, seperti misalnya Gugus Kerja MBS Jaringan Pemantau Pendidikan Dasar Aliansi Masyarakat untuk MBS Koalisi untuk pendidikan dasar berkualitas Forum Kerja MBS Forum Peduli Pendidikan Dasar Kinerja mendorong untuk menggunakan nama-nama sesuai dengan dinamika dan kearifan lokal. Dengan mempertimbangkan dinamika dan kearifan lokal ini diharapkan akan memperkuat rasa memiliki diantara para anggotanya serta dapat memberikan motivasi untuk melakukan upaya untuk mencapai tujuan bersama. 2. Pihak-Pihak yang Terkait Kinerja telah mengembangkan dan memperkuat Forum Multi Stakeholder di tingkat kabupaten/kota. Secara umum pihak-pihak yang terakit dan dapat dilibatkan dalam Forum Multi Stakeholder atau pihak yang memiliki kepentingan adalah sebagai berikut: Di Tingkat Sekolah 1. Komite sekolah 2. Tokoh pemerhati pendidikan 3. Kepala sekolah 4. Guru 5. Perwakilan siswa 6. Ormas terkait isu pendidikan dasar 7. Tokoh adat/daerah 8. Jurnalis 9. Anggota DPRD daerah pemilihan terkait 10. Kepala Desa 11. Orangtua murid Di Tingkat Kabupaten/Kota 1. Perwakilan FMS tingkat sekolah 2. Dewan Pendidikan 3. LSM pendidikan 4. Tokoh pemerhati pendidikan 5. Akademisi terkait isu pendidikan dasar 6. Ormas terkait isu pendidikan dasar 7. Tokoh adat/agama/daerah 8. Jurnalis 9. Anggota DPRD komisi terkait 10. Bappeda 11. Dinas Pendidikan 12. PGRI 13. MKS 128

131 3. Peran Forum Multi Stakeholder dalam Manajemen Berbasis Sekolah Secara umum, peran Forum Multi Stakeholder dalam program terkait dengan Manajemen Berbasis Sekolah sebagai berikut: Di Tingkat Sekolah 1. Pusat informasi masyarakat tingkat unit layanan 2. Memfasilitasi jaringan komunikasi, dan koordinasi antar pemangku kepentingan di tingkat unit layanan 3. Memberikan alternatif-alternatif solusi terkait isu di sekolah 4. Merevitalisasi institusi adat atau forum yg telah ada 5. Menjadi alat pendidikan kritis warga/media pembelajaran (learning center) di tingkat unit layanan 6. Menjadi solidarity makers (warga dan forum-forum) di tingkat unit layanan 7. Memantau pelayanan di tingkat unit layanan 8. Pendamping masyarakat dalam program pelayanan dan pemberdayaan 9. Memediasi dan meresolusi konflik di tingkat unit layanan 10. Memberikan penghargaan terhadap pelayanan yang baik Di Tingkat Kabupaten/Kota 1. Pusat informasi masyarakat tingkat kabupaten/kota 2. Memfasilitasi jaringan komunikasi, dan koordinasi antar pemangku kepentingan di tingkat kab/kota 3. Memberikan alternatif-alternatif solusi terkait dengan isu tentang pengelolaan sekolah 4. Merevitalisasi institusi adat atau forum yang telah ada 5. Menjadi alat pendidikan kritis warga/media pembelajaran (learning center) di tingkat kab/ kota 6. Menjadi solidarity makers (warga dan forumforum) di tingkat kab/kota 7. Memantau pelayanan pendidikan dan mengawal kepentingan warga 8. Advokasi kebijakan untuk perbaikan layanan pendidikan 9. Memediasi dan meresolusi konflik di tingkat kab/kota 10. Menjadi pressure group alat penyeimbang kekuasaan 11. Menorong adanya kompetisi positif dalam peningkatan layanan 129

132 LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI 4. Hasil yang Diharapkan Hasil dari program pengembangan dan penguatan forum multi stakeholder terkait dengan Manajemen Berbasis Sekolah adalah sebagai berikut: a. Berkembangnya forum multi stakeholder untuk melakukan penyadaran masyarakat, advokasi dan monitoring terhadap kebijakan dan pelayanan terkait dengan Manajemen Berbasis Sekolah; b. Tersosialisasikannya peraturan terkait dalam rangka mendukung perbaikan pelayanan pendidikan dasar yang transparan, partisipatif dan akuntabel; c. Tersusunnya kertas posisi untuk kebijakan di daerah tentang jaminan pelayanan pendidikan dasar yang transparan, partisipatif dan akuntabel; d. Adanya kelompok warga yang secara regular memonitor terhadap pelaksanaan kebijakan tentang Manajemen Berbasis Sekolah. F. INOVASI KINERJA DALAM PENINGKATAN PERAN SERTA MASYARAKAT antara inovasi tersebut adalah; penanganan survei pengaduan masyarakat, peran jurnalis warga, dan dukungan stakeholder tingkat kabupaten kota. 1. Penanganan Survey Pengaduan Masyarakat Di dalam kaitan mendukung inisiatif MBS, KINERJA USAID juga melaksanakan kegiatan survei pengaduan, berdasarkan metode yang diatur dalam Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara (Permenpan) Nomor 13 Tahun 2009 tentang Pedoman Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik dengan Partisipasi Masyarakat. Hasil analisa dari survei ini kemudian dipadukan dengan dokumen rencana sekolah yang ada untuk menyusun kebutuhan perbaikan layanan. Bentuk atau rencana perbaikan layanan yang penanganannya berada di bawah kewenangan pihak sekolah, kemudian dimaklumatkan ke publik agar dapat diketahui para pihak yang ada. Hampir seluruh sekolah yang didampingi di Kalimantan Barat telah melakukan maklumat janji layanan, dimana terdapat beberapa sekolah yang telah mulai menggunakan maklumat janji perbaikan layanan tersebut sebagai amunisi untuk meningkatkan partisipasi publik. Kinerja-USAID telah melakukan berbagai inovasi dan terobosan terkait dengan peningkatan peran serta masyarakat dalam pelayanan pendidikan di sekolah. Inovasi dan terobosan tersebut, dapat menjadi lesson learn bagi sekolah yang lain, sehingga dapat diadopsi untuk diterapkan di sekolah sesuai dengan kearifan local masing-masing. Di Di SD Negeri 05 Sekaruh, Kecamatan Teriak, Kabupaten Bengkayang melakukan pembangunan pagar sekolah. Pagar yang dibangun ini berbahan baku kayu bulat, yang diperoleh atas kerjasama siswa dan orangtuanya. Kayu diambil dari hutan yang ada, dan kemudian dikumpulkan oleh para siswa ke sekolah. Pembangunan pagar 130

133 ini merupakan perwujudan janji layanan dan rekomendasi yang dibuat sekolah melalui survei pengaduan, ungkap Herkulanus Mundit, Kepala Sekolah SD Negeri 05 Sekaruh. Sementara di SDN 08 Poring, Kabupaten Melawi, sekolah juga menyatakan penyediaan pagar sekolah merupakan salah satu janji perbaikan sekolah tersebut. Setelah melalui diskusi dan komunikasi yang baik dengan orang tua dan komite sekolah, disepakati setiap orang tua siswa wajib menyumbang 10 batako atau setara dengan Rp , (lima belas ribu rupiah). 2. Peran Jurnalis Warga Jurnalisme warga (bahasa Inggris: citizen journalism) adalah kegiatan partisipasi aktif yang dilakukan oleh masyarakat dalam kegiatan pengumpulan, pelaporan, analisis serta penyampaian informasi dan berita. Tipe jurnalisme seperti ini akan menjadi paradigma dan tren baru tentang bagaimana pembaca atau pemirsa membentuk informasi dan berita pada masa mendatang. Perkembangannya di Indonesia dipicu ketika pada tahun 2004 terjadi tragedi Tsunami di Aceh yang diliput sendiri oleh korban tsunami. Terbukti berita langsung dari korban dapat mengalahkan berita yang dibuat oleh jurnalis professional (Wikipedia, 2012). KINERJA-USAID adalah program kerjasama antara Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Amerika Serikat melalui USAID-Indonesia yang bertujuan untuk meningkatkan kinerja pelayanan publik pada sektor pendidikan, kesehatan dan perijinan usaha. Pendekatan dalam pelaksanaan paket program KINERJA-USAID berfokus pada perbaikan tata kelola Pemerintahan (Governance), yang mendorong terwujudnya penyampaian pelayanan publik yang lebih baik. Salah satu unsur tata kelola pemerintahan yang baik adalah terlaksananya prinsip-prinsip keterbukaan, partisipasi serta akuntabilitas. Dalam usaha untuk mendorong, mempromosikan serta mendukung keterbukaan, partisipasi serta akuntabilitas tersebut, maka KINERJA-USAID mendorong bagaimana media berperan di dalam upaya perbaikan pelayanan publik, melalui mengangkat isu-isu kritis, peningkatan suara publik, maupun perluasan konten media ke berbagai platform media yang lain. Di samping itu yang tidak kalah penting adalah kualitas konten media itu sendiri melalui peningkatan kualitas jurnalistik, produksi konten serta pertautan konten dengan upaya-upaya advokasi yang dijalankan oleh USAID- KINERJA di masing-masing sektor. Media massa mampu menyebarluaskan gagasan warga, sekaligus menenggelamkan aspirasi warga dengan pemberitaan yang berkutat pada aktivitas elit. Bukan rahasia lagi, selama ini warga seringkali ditempatkan pada posisi objek pemberitaan oleh media massa arus utama. Akibatnya, hasil-hasil pemberitaan media massa lebih mewakili cara pandang elit dibanding cara pandang warga. Jurnalisme warga muncul sebagai gerakan atau cara pandang pewartaan baru yang menempatkan warga sebagai subjek dan objek pemberitaan. Warga bisa berperan dalam memproduksi berita, baik berupa teks, foto, suara, dan gambar bergerak

134 LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI Lebih dari itu, pewartaan warga menggeser perilaku dalam bermedia. Hasilnya, pembaca mendapatkan informasi dari sudut pandang warga sendiri. Secara definitif, jurnalisme warga adalah warga biasa yang menyebarluaskan informasi di lingkungannya dengan memperhatikan kaidahkaidah dalam dunia pewartaan. Kegiatan jurnalisme warga tetap mengacu pada tatacara dan prosedur pewartaan yang diatur dalam Undang-undang No.40/1999 tentang Pers. Dengan kata lain, jurnalisme warga memiliki hak dan kewajiban yang sama dengan jurnalisme umum di depan hukum. Permasalahan utama dalam jurnalisme warga adalah rendahnya kemampuan para jurnalisnya. Pelatihan ini merupakan usaha serius Kinerja bersama Puskakom untuk mendorong kerja jurnalis warga ke arah yang lebih baik. Pewartaan warga merupakan salah satu bentuk nyata dari konsep deliberatif demokrasi yang menempatkan warga dalam posisi penting dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Untuk itu, KINERJA USAID memandang penting mendorong lahirnya jurnalis warga yang memiliki peran lebih spesifik di dalam mengangkat berbagai isu-isu serta fenomena yang di dasarkan pada fakta yang tidak selalu bersifat mainstream. Pada banyak kasus yang terjadi di tanah air, jurnalis warga saat ini telah banyak berkontribusi untuk mendorong upayaupaya penegakan kebenaran, penggalian fakta yang belum muncul di dalam media mainstream ataupun membantu mengangkat informasi-informasi penting dari lapangan terkait upaya-upaya advokasi yang sedang terjadi. Sebelum ini telah diupayakan identifikasi calon jurnalis warga yang berasal dari berbagai latar belakang, isu serta kepentingan. Ketertarikan dan minat calon jurnalis warga yang telah diidentifikasi ini terhadap upaya-upaya yang tengah dilakukan oleh KINERJA USAID ini perlu dijembatani dengan berbagai peningkatan kapasitas, termasuk pelatihan yang akan diselenggarakan. 3. Dukungan Stakeholder Tingkat Kabupaten Kota MBS versi USAID-KINERJA dipraktekkan untuk 20 sekolah di Kota Probolinggo sejak Juni 2011 (Solekhan & Baiduri 2012). 20 sekolah mitra tersebut dipilih dari daerah selatan Kota Probolinggo yang terhitung sebagai daerah dengan kondisi pinggiran dan terbelakang. Praktik MBS di Kota Probolinggo diinisiasi untuk menjadi model agar bisa dijadikan referensi dan inspirasi bagi daerah lain. Dorongan replikasi dilakukan untuk bisa diimplementasikan di daerah lain. Praktik ini sedianya akan dipromosikan dalam pertemuan strategis pemerintah kabupaten/ kota di Jawa Timur. MBS berorientasi pelayanan public menjadi judul dari program MBS di Kota Probolinggo. USAID- KINERJA bermitra dengan OMP terpilih bernama LPKP (Lembaga Pengkajian Kemasyarakatan dan Pendidikan) untuk mengimplementasikan desain program yang telah disusun sebelumnya. Secara mendasar aktivitas program berlandaskan tujuan 132

135 untuk meningkatkan kualitas tata kelola sekolah dalam rangka peningkatan mutu pendidikan dasar. Implementasi MBS mendapat dukungan dari kepala daerah dengan diterbitkannya SK Walikota No /281/KEP/ /2011 tentang pembentukan Tim Teknis Pendampingan. Selanjutnya berdasarkan dengan SK tersebut, untuk memperjelas penunjukan tim pelaksana dan sekolah dampingan selama proses implementasi MBS, Kepala Dinas Pendidikan mengeluarkan surat keputusan tentang pembentukan Pokja dan Surat keputusan tentang pemilihan terhadap 20 sekolah mitra MBS

136 LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI BAHAN PRESENTASI KATEGORI PARTISIPASI 1. Partisipasi bebas (spontan dan akibat penyuluhan) 2. Partisipasi paksaan sebagai konsekuensi dari hukum, kondisi sosial ekonomi dan kebiasaan setempat. PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMBANGUNAN 1. Partisipasi buah pikiran. 2. Partisipasi keterampilan. 3. Partisipasi tenaga. 4. Partisipasi harta benda, dan 5. Partisipasi uang

137 STRATEGI DALAM MENINGKATKAN PARTISIPASI 1. Membuat rancangan kebijakan, 2. Menginformasikan rancangan itu ke masyarakat yang akan terlibat, 3. Mengumpulkan tanggapan masyarakat tentang isi rancangan kebijakan, 4. Memadukan pendapat masyarakat dengan rancangan kebijakan, 5. Membuat kebijakan baru yang mengarah pada pelaksanaan

138 LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI 136

139 66 Survei Pengaduan untuk Perbaikan Layanan di Sekolah 137

140 LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI MODUL 6 Survei Pengaduan untuk Perbaikan Layanan di Sekolah... peserta menguasai pengaduan masyarakat mengenai pelayanan publik di sekolah. BAHAN BACAAN: SURVEI PENGADUAN UNTUK PERBAIKAN LAYANAN SEKOLAH A. PENDAHULUAN Sejalan dengan reformasi, otonomi sekolah melalui MBS telah berlangsung sekitar limabelas tahun dan berbagai usaha dan inovasi telah dilakukan untuk mencari model yang lebih efektif dalam mewujudkan tata kelola sekolah yang baik. Di lingkungan sekolah telah dilakukan sejumlah inisiatif untuk membentuk tatakelola sekolah yang semakin memenuhi tuntutan masyarakat. Pembentukan komite sekolah merupakan salah satu inisiatif tersebut. Tatakelola sekolah yang baik adalah konsep pengelolaan sekolah yang menekankan pada pelibatan unsur pemerintah, sekolah, dan masyarakat secara proporsional sebagai tiga pilar utama. Konsep ini merupakan dasar bahwa siapa pun yang berperan dan peran apapun yang dijalankan dalam penyelenggaraan sekolah dituntut untuk lebih berorientasi ke pelayanan publik yang semakin baik. Dengan kata lain, tidak ada tatakelola sekolah yang dapat disebut lebih atau semakin baik jika tidak ada bukti bahwa pelayanan publik semakin baik dan semakin bermutu. Penerapan prinsip tatakelola sekolah yang baik tidak lagi dipandang sebagai keharusan karena ada 138

141 desakan tetapi sudah ditempatkan sebagai suatu kebutuhan untuk mempertahankan keberadaannya. Tanpa penerapan prinsip-prinsip tatakelola yang baik setiap sekolah dipastikan akan terancam keberadaan dan keberlanjutannya. Di unit pelayanan publik seperti sekolah, peningkatan kualitas pelayanan publik adalah titik penting sebagai muara keseluruhan reformasi pendidikan di Indonesia. Hal ini beralasan oleh karena kualitas pelayanan yang diselenggarakan oleh sekolah sampai saat ini masih sangat memprihatinkan. Begitu banyak pengaduan (keluhan) atau pernyataan ketidakpuasan masyarakat terhadap kualitas pelayanan sekolah. Karena itu, kinerja pelayanan publik menjadi titik strategis di mana kepercayaan masyarakat secara luas kepada sekolah dipertaruhkan. Saat ini pengaduan masyarakat terhadap pelayanan sekolah belum dikelola dengan baik sehingga penanganan pengaduan tersebut menjadi tidak sistematis, efisien, efektif, dan bahkan tidak ditangani sama sekali. Akibatnya, pengaduan yang sama berlangsung terus menerus dan karena tidak ditindaklanjuti maka masyarakat menjadi bosan dan bersikap apatis. Tatakelola dan pelayanan sekolah menjadi tidak berkembang. pengaduan, menyusun rencana tindak lanjut, dan melaksanakan tindak lanjut hasil survei tersebut. Ada beberapa peraturan perundangan yang secara langsung dapat dijadikan acuan untuk meningkatkan tatakelola sekolah dan survei pengaduan, yakni: a. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. b. Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63/ KEP/M.PAN/7/2003 (memperbaiki keputusan sebelumnya) tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik. c. Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 26/ KEP/M.PAN/2/2004 tentang Petunjuk Teknis Transparansi dan Akuntabilitas dalam Penyelenggaraan Pelayanan Publik. d. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor PER/20/M. PAN/04/2006 tentang Pedoman Penyusunan Standar Pelayanan Publik. e. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 13 Tahun 2009 tentang Pedoman Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik dengan Partisipasi Masyarakat. Salah satu tahapan awal dalam pengelolaan pengaduan masyarakat adalah dengan mengkoordinir pengaduan melalui survei pengaduan. Selanjutnya berdasarkan hasil survei tersebut dibuat indeks pengaduan masyarakat (IPM) sesuai dengan jumlah masing-masing jenis Peraturan perundangan tersebut merupakan kebijakan unit pelayanan publik di semua sektor, termasuk sekolah. Kebijakan ini menjadi dasar bagi sekolah untuk melakukan upaya nyata dalam mereformasi pelayanannya. Berdasarkan itu berbagai perubahan pendekatan, metode 139

142 LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI dan instrumen (alat bantu) untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik telah dikembangkan dan digunakan. Salah satu instrumen tersebut adalah Indeks Pengaduan Masyarakat (IPM) yang didasarkan pada hasil survei pengaduan. B. PROSES SURVEI PENGADUAN Survei pengaduan merupakan tahapan penting dalam penanganan pengaduan masyarakat terhadap pelayanan sekolah. Proses survei pengaduan sudah diatur dalam Permenpan Nomor 13/2009 sebagai berikut: 1. Persiapan Survei Pengaduan Masyarakat Dalam tahap persiapan ini masyarakat sebagai pengguna pelayanan diminta untuk berpartisipasi dalam perbaikan pelayanan yang diselenggarakan oleh sekolah. Tujuan dari survei adalah untuk mengkonfirmasi pernyataan pengaduan yang ada di kuesioner kepada sebanyak mungkin responden. Terkait dengan persiapan survei, hal yang terpenting adalah bahwa petugas survei siap untuk melaksanakan survei dengan benar dan pengumuman tentang pelaksanaan survei telah sampai kepada seluruh pengguna pelayanan. Adapun langkahlangkah persiapan yang harus dilaksanakan adalah: 1.1. Penyiapan tim pelaksana survei Kesiapan tim pelaksana survey merupakan prasyarat yang harus dipenuhi sebelum survei. Tim ini terdiri dari pihak sekolah (kepala sekolah, guru, dan staf administrasi) dan masyarakat pengguna pelayanan yang dapat diwakili oleh anggota komite sekolah. Anggota tim ini nantinya akan bertindak sebagai pengumpul data atau pewawancara masyarakat pengguna pelayanan untuk mengkonfirmasi pernyataan pengaduan yang ada di dalam kuesioner Penggandaan kuesioner Langkah kedua terkait dengan persiapan survei ini adalah penggandaan kuesioner. Sebelum waktu pelaksanaan survei, Tim pelaksana survei harus segera menggandakan kuesioner sejumlah responden yang ditargetkan Pembagian wilayah dan strategi kerja Untuk memudahkan tim dalam melaksanakan survei, maka perlu dilakukan pembagian wilayah kerja bagi anggota tim. Pembagian wilayah ini dimaksudkan untuk mempermudah tim dalam menjangkau responden yang telah ditargetkan. Selain itu juga untuk menghindari terjadinya dua kali atau lebih survei kepada responden yang sama. Selain itu terkait dengan pembagian wilayah kerja ini maka perlu dipersiapkan pula strategi dalam menjangkau responden. Kegiatan survei yang dilaksanakan ini hanya akan dapat berjalan dengan sukses apabila 140

143 dapat menjangkau sebanyak-banyaknya responden. Paling tidak, jumlah responden sesuai dengan jumlah minimal dari yang ditargetkan. Beberapa strategi yang perlu dilakukan adalah: Memperluas survei di luar sekolah. Artinya, survei tidak hanya lakukan di sekolah, tetapi juga secara lebih luas ke tempat-tempat strategis lainnya di sekitar tempat tinggal orangtua siswa. Melaksanakan survei dalam kelompok, yakni menjangkau responden tidak secara individu melainkan dalam kelompok besar. Hal ini dapat menghemat waktu maupun tenaga serta mempermudah tim untuk menjangkau responden sebanyak-banyaknya. Komunikasi dan koordinasi diantara anggota tim. Survei tidak akan dapat berjalan dengan baik apabila antar anggota tim tidak ada komunikasi dan koordinasi yang baik. Komunikasi dan koordinasi yang baik akan mempermudah tim untuk mengontrol jalannya survei dan juga dalam melakukan rekapitulasi hasil survei Penetapan jumlah responden Kuesioner yang disebarkan sebaiknya disesuaikan dengan jumlah masyarakat pengguna pelayanan, dalam hal ini siswa dan orangtua siswa. Tiap sekolah biasanya telah memiliki data periodik tentang jumlah pengguna layanan (bulanan, kwartal atau tahunan). Berdasarkan data jumlah rata-rata pengguna pelayanan tersebut, jumlah responden minimum yang harus dijangkau selama pelaksanaan survei dapat ditentukan. Sebaiknya, survei dapat menjangkau responden paling sedikit 80% dari jumlah pengguna yang ada. Selanjutnya, kuesioner yang dibagikan kepada masyarakat pengguna pelayanan tidak perlu mencantumkan identitas respondennya atau harus anonim. Anonimitas responden dalam pelaksanaan survei ini dimaksudkan agar kepercayaan dan keberanian dari setiap anggota masyarakat dalam mengungkapkan apa yang mereka nilai terhadap kinerja organisasi penyelenggara pelayanan yang disurvei dapat terjaga. Terlebih lagi oleh karena metode peningkatan kualitas pelayanan publik ini mengedepankan partisipasi masyarakat secara terbuka, sedangkan karakteristik masyarakat di sebagian besar daerah di Indonesia adalah masih sulit dan kurang berani untuk mengungkapkan pendapatnya secara terbuka. Oleh karena itu, faktor anonimitas responden menjadi penekanan yang diperlukan dalam pelaksanaan survei ini. Contoh perhitungan jumlah responden minimum (kuesioner): misalnya jumlah pengguna pelayanan suatu sekolah penyelenggara pelayanan setiap tahun 141

144 LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI adalah , yang terdiri dari responden setiap bulan atau 500 responden selama periode dua minggu. Jika survei akan dilakukan selama dua minggu, maka setidaknya survei menjangkau 80%, yaitu 400 responden Penyiapan alat bantu Alat bantu sangat diperlukan dalam pelaksanaan survei karena berpengaruh terhadap kelancaran pelaksanaan survei. Untuk itu, sebelum dimulainya survei, maka alat-alat bantu yang terkait dengan kegiatan survei ini harus dipastikan ketersediannya. Daftar perlengkapan/fasilitas dan bahan bahan yang harus disediakan: a. Kuesioner pengaduan, b. Tabel rekapitulasi hasil survei, c. Tabel rekapitulasi harian, d. Kotak pengaduan, e. Penyimpan data (folder, filing cabinets), f. Papan informasi, g. Meja informasi, kursi, h. Poster, brosur, pamflet, i. Spanduk, j. Alat tulis Publikasi Keberhasilan kegiatan survei ini ditentukan oleh adanya partisipasi masyarakat pengguna pelayanan dalam mengisi kuesioner yang telah disediakan. Untuk itu informasi dan sosialisasi terkait dengan pelaksanaan survei ini tentulah harus dilaksanakan melalui publikasi yang baik, jelas dan informatif serta terjangkau secara luas. Jenis media publikasi yang dapat digunakan: a. Poster, brosur, pamflet. b. Spanduk c. Baliho d. Media cetak (koran lokal) e. Papan informasi f. Radio g. Televisi 1.7. Pengarahan kepada tim pelaksana survei Surveyor sebagai garda depan dari kegiatan survei perlu dibekali dengan pemahaman yang jelas dan benar mengenai mekanisme pelaksanaan survei serta maksud dan tujuannya. Untuk itu perlu dilakukan pengarahan terkait dengan mekansime tersebut. Hal-hal yang perlu dipahami oleh surveyor antara lain adalah: a. Bagaimana menjangkau responden b. Bagaimana menjelaskan maksud dari kegiatan survei kepada responden c. Tujuan yang ingin dicapai dari survei d. Cara merekapitulasi hasil survei (rekapitulasi hasil survei dan rekapitulasi harian) f. Etika perilaku dalam mewawancara responden 1.8. Penetapan teknik survei Survei yang dilaksanakan dalam metode ini memiliki keunikan tersendiri dibandingkan dengan metode survei pada umumnya, yaitu: 142

145 Sebagai wadah immediate action, yaitu bentuk kegiatan yang dibutuhkan hasilnya secara cepat dan segera. Hal ini terkait dengan upaya perbaikan yang harus segera dilaksanakan oleh organisasi penyelenggara pelayanan. Sebagai sebuah riset yang berbasiskan participatory (participatory research). Hal ini dikarenakan metode ini melibatkan unsur masyarakat baik sebagai responden maupun dalam tim yang melaksanakan survei sehingga dibutuhkan suatu model survei yang sesederhana mungkin. Tahapan wawancara responden dalam pelaksanaan survei pengaduan masyarakat, yaitu: a. Melakukan wawancara atas pernyataan pengaduan yang ada di kuesioner dengan mempertanyakan apakah responden yang bersangkutan mempunyai pengalaman, pernah melihat atau mendengar tentang hal-hal yang tercantum dalam kolom pernyataan pengaduan. b. Meminta responden untuk memberikan tanda contreng ( ) secara langsung pada kolom YA tentang pernyataan pengaduan yang mereka anggap sesuai dengan kondisi mereka, artinya mereka pernah alami, rasakan, lihat atau dengar terkait dengan pelayanan. 2. Pelaksanaan Survei Pengaduan Masyarakat Semakin banyak responden yang dijangkau berarti semakin besar dukungan untuk melakukan perubahan Wawancara Survei dilaksanakan sekolah dan di pertemuanpertemuan atau kegiatan lainnya yang sedang berlangsung sepanjang periode waktu yang telah ditentukan. Misalnya, di sekolah ketika para siswa menerima pelajaran pada jam terakhir. Survei bisa juga di luar jam pelajaran untuk responden orangtua siswa di rumah masing-masing responden atau di tempat para orangtua biasanya berkumpul, misalnya di tempat ibadah atau kelompok-kelompok arisan. Tim menunjukkan kuesioner dan memberikan penjelasan mengenai maksud dan tujuan survei selanjutnya tim meminta reponden untuk mencontreng pada kolom YA jik a mereka mempunyai pengalaman, mengetahui atau pernah mendengar kejadian seperti yang tercantum dalam kolom pernyataan pengaduan pada lembar kuesioner tersebut. Untuk menghindari kekuatiran atas ketidakmampuan responden dalam mengisi kuesioner (misalnya buta huruf, hanya dapat berbahasa daerah, lanjut usia, dan sebagainya), tim dapat memberi penjelasan tentang masing-masing pernyataan pengaduan dengan tidak mengarahkan jawaban responden, bahkan jika responden memiliki keterbatasan maka tim juga dapat membantu mengiisikan jawaban responden. Hal-hal yang harus diingat selama survei adalah sebagai berikut: Jangan bersikap otoriter, Bersikaplah ramah dan menolong, Yakinkan responden bahwa mereka tidak perlu takut akan ada tekanan, 143

146 LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI Jangan memerintah responden, Pastikan kerahasiaan dan kepercayaan selama survei, Bantu responden yang mengalami kesulitan dalam membaca dan menulis, Jelaskan pernyataan pengaduan dengan menggunakan kata-kata sederhana dan jikaperlu gunakan bahasa daerah setempat, Jangan menolak memberikan bantuan bahkan jika bantuan yang diminta tak berkaitan langsung dengan survei Rekapitulasi Setelah kuesioner disebarkan kepada responden, tim harus melakukan rekapitulasi terhadap kuesioner yang masuk. Rekapitulasi ini terbagi menjadi 2 (dua) jenis, yaitu: sejak hari pertama survei sampai hari terakhir pelaksanaan survei. Rekapitulasi hasil survei ini dilakukan dengan cara memberikan tanda turus (I) dalam kolom jumlah responden sesuai dengan pernyataan pengaduan yang dicontreng oleh responden. Selanjutnya tanda turus tersebut dijumlahkan dan hasil penjumlahannya dicantumkan pada kolom jumlah. Jumlah yang tercantum pada Tabel Rekapitulasi Harian (a) selanjutnya dimasukkan ke dalam Tabel Rekapitulasi Hasil Survei (b), sehingga akan diketahui jumlah responden yang mengadu untuk masing-masing pernyataan pengaduan pada tanggal yang sesuai dengan pelaksanaan survei. a) Rekapitulasi harian. Penghitungan yang dilakukan setiap hari terhadap keseluruhan kuesioner yang masuk pada hariitu. Rekapitulasi harian ini menjadi kendali bagi tim terhadap pelaksanaan survei setiap harinya. Dari rekapitulasi harian ini dapat diketahui berapa jumlah kuesioner yang masuk dan berapa responden yang mengkonfirmasi masing-masing pernyataan pengaduan. b) Rekapitulasi akhir hasil survei. Penghitungan dari keseluruhan kuesioner yang masuk setiap harinya. Rekapitulasi total ini akandipublikasikan secara terbuka pada papan informasi untuk diketahui oleh masyarakat pengguna pelayanan Sedangkan pada kolom total diisi dengan jumlah responden yang mengadukan masing-masing pernyataan pengaduan mulai hari ke-1 sampai hari terakhir pelaksanaan survei. Mekanisme rekapitulasi hasil survei ini dilakukan dengan menghadirkan minimal perwakilan dari setiap unsur tim, artinya ada perwakilan dari sekolah maupun masyarakat pengguna pelayanan (komite sekolah/tokoh masyarakat). Jadi setiap harinya, semua unsur yang terlibatdalam pelaksanaan survei perlu duduk bersama dan melakukan rekapitulasi secara bersama. Halini dimaksudkan untuk menjaga objektifitas, transparansi dan kepercayaan masyarakat atas pengolahan data maupun hasil-hasil yang diperoleh dari pelaksanaan survei ini. Kuesioner yang sudah 144

147 direkapitulasi diberi tanda dan dipisahkan dari kuesioner yang belum direkapitulasi dengan tujuan untuk menghindari rekapitulasi ganda. Caranya adalah dengan memberi tanda contreng pada kolom label yang berbunyi Sudah Direkapitulasi. Untuk kemudian disimpan di folder arsip Penyusunan Indeks Pengaduan Masyarakat di sekolah merupakan yang paling banyak (disampaikan oleh 300 orang) diikuti oleh keluhan tentang masalah belum cukup tersedianya buku paket (290 orang). Hasil pemilahan pengaduan menunjukkan bahwa ada 29 masalah yang perlu ditindaklanjuti oleh sekolah dan 4 masalah yang direkomendasikan oleh sekolah kepada Dinas Pendidikan untuk ditindaklanjuti oleh. Berdasarkan jumlah total pada tabel rekapitulasi harian maka disusun Indeks Pengaduan Masyarakat (IPM). Pernyataan pengaduan diurutkan berdasarkan jumlah responden yang menyampaikan pengaduan. Pernyataan pengaduan dengan jumlah responden yang menyampaikan pengaduan tertinggi akan menjadi peringkat pertama. Pengaduan peringkat pertama ditempatkan paling atas, menyusul dibawahnya adalah pengaduan peringkat 2, demikian seterusnya secara berurut sesuai peringkatnya. Selanjutnya tabel ini secara manual atau dengan operasi komputer sederhana dibuat dalam bentuk diagram batang sehingga menjadi sebuah Indeks Pengaduan Masyarakat. Contohnya IPM hasil survei pengaduan di SMP Negeri 1 Bandar di Kabupaten Bener Meriah, Aceh (Diagram 1) yang melibatkan 306 responden dengan perincian 153 siswa dan 153 orangtua/wali siswa. Indeks di sekolah tersebut menunjukkan bahwa dari 33 jenis pengaduan pengaduan masyarakat yang disampaikan, pengaduan tentang belum adanya tim pelayanan keluhan masyarakat Pengaduan yang ditindaklanjuto oleh sekolah: 1. Belum adanya tim pelayanan keluhan masyarakat di sekolah 2. Belum cukup tersedianya buku paket 3. Buku TIK dan IPS kurang 4. Tidak tersedia kantin sehat di sekolah 5. Air bersih kurang 6. Ruang UKS tidak layak 7. Perpustakaan sering tutup 8. Ada pungutan biaya untuk kebersihan 9. Buku perpustakaan tidak lengkap dan tidak rapi 10. Siswa harus memfotocopy buku paket 11. Belum ada sa nksi terhadap kepala sekolah dan guru yang tidak disiplin 12. Guru kurang mengawasi siswa 13. Kegiatan ekstrakurikuler jarang 14. Guru pilih kasih dalam memberi nilai rapor 15. Pertemuan dengan orangtua siswa jarang 16. Guru piket kurang disiplin 17. Masih ada guru yang memberi hukuman fisik dan mental 18. Kepala sekolah tidak transparan 19. Guru kurang menguasai materi pelajaran 20. Guru kurang disiplin dalam mengajar 145

148 LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI 21. Tidak melibatkan komite sekolah dalam penyusunan RKS dan RKAS 22. Metoda mengajar guru tidak efektif dan tidak menyenangkan 23. Materi yang diajarkan tidak sesuai dengan yang diuji 24. Guru tidak memeriksa pekerjaan rumah siswa 25. Sekolah jarang memperingati hari-hari besar Islam 26. Tugas rumah jarang diberikan pada siswa 27. Sekolah kurang bersih dan kurang nyaman 28. Sekolah tidak memiliki pagar 29. Sekolah tidak memiliki majalah dinding yang layak Pengaduan yang direkomendasikan kepada Dinas Pendidikan: 1. Jumlah ruang kelas kurang 2. WC tidak layak pakai 3. Laboratorium IPA dan Bahasa tidak ada 4. LKS tidak tersedia 146

149 Grafik 1. Contoh Indeks Pengaduan Masyarakat 147

150 LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI 2.4. Publikasi Indeks Pengaduan Masyarakat Indeks Pengaduan Masyarakat harus sesegera mungkin diberitahukan (diumpanbalikkan) kepada masyarakat pengguna pelayanan setelah survei selesai. Publikasi IPM ini dapat disajikan dalam bentuk poster Grafik Indeks Pengaduan Masyarakat dalam ukuran (120 x 60 cm) dan dipasang dipapan informasi di sekolah. Selain itu informasikan juga hasil survei kepada masyarakat secara lebih luas melalui media cetak dan elektronik setempat bekerjasama dengan jurnalis warga. Informasi dan pesan yang harus termuat dalam poster publikasi hasil survei IndeksPengaduan Masyarakat adalah: a. Judul poster b. Nama organisasi penyelenggara pelayanan dan kantor cabangnya c. Periode survei d. Hasil survei dalam bentuk diagram batang termasuk jumlah (tidak dalam persen) responden di setiap pernyataan pengaduan e. Jumlah responden yang terjaring f. Ucapan terimakasih kepada responden yang sudah berpartisipasi g. Rencana tindak lanjut h. Himbauan untuk terus menyampaikan pengaduan terkait pelayanan organisasi penyelenggara pelayanan terkait i. Tanda tangan kepala organisasi penyelenggara pelayanan dan stempel organisasi penyelenggara pelayanan 2.5. Pengarsipan kuesioner Kuesioner yang telah selesai direkapitulasi harus diarsipkan sebagai bukti atas pelaksanaan survei ini.sistem pengarsipan harus dibuat sesederhana mungkin dengan menggunakan satu atau beberapa folder. Pengarsipan ini dapat dilakukan berdasarkan siswa, orangtua/wali muris, dan jenis kelamin responden, dan sebagainya. 3. Pertemuan Analisis Masalah dan Penyebabnya Hasil akhir survei pengaduan masyarakat berupa Indeks Pengaduan Masyarakat menjadi dasar untuk analisis dan perumusan tindakan nyata perbaikan pelayanan. Penting disadari lagi bahwa tujuan akhir penggunaan metode ini bukanlah pada pelaksanaan hasil survei pengaduan masyarakat semata,tetapi pada rumusan tindak-tindak nyata yang segera harus dilakukan oleh para penyelenggara pendidikan untuk memperbaiki pelayanan sebagai tanggapan atas pengaduan masyarakat itu. Dengan demikian sasaran akhir adalah tindakan nyata perbaikan pelayanan. Survei pengaduan masyarakat akan memberi hasil berupa pengetahuan tentang sejumlah keadaan (masalah) terkait dengan kinerja pelayanan yang dinyatakan dalam bentuk negatif. Sesuatu yangtidak diinginkan oleh masyarakat pengguna pelayanan. Sampai titik itu yang diperoleh barulah gambaran kondisi pelayanan saat ini (baseline data) menurut persepsi masyarakat 148

151 pengguna pelayanan, yakni siswa dan orangtua/ wali siswa. kebanyakan orang cenderung tidak melakukan apaapa jika menghadapi terlalu banyak masalah. Berhenti hanya sampai pengetahuan tentang kondisi pelayanan saat ini, baik itu berupa Indeks Pengaduan Masyarakat tidak akan memberi arti apa-apa terutama bagi masyarakat pengguna pelayanan. IPM hanya akan mempunyai arti jika pengetahuan tentang situasi kinerja pelayanan ditindaklanjuti dengan analisis yang cermat terhadap penyebab terjadinya kondisi tersebut dan mencari solusi yang logis (pemecahan masalah) untuk kemudian dilaksanakan sebagai tindak nyata untuk memperbaiki keadaan. Hampir di semua kasus berdasarkan pengalaman, tindakan nyata perbaikan pelayanan tidak cukup jika hanya dilakukan oleh para pelaksana pelayanan publik di unit pelayanan tetapi selalu memerlukan tindakan simultan yang harus dilakukan oleh para penyelenggara dan penanggungjawab pelayanan publik bidang pendidikan di tingkat lebih tingggi, yakni Dinas Pendidikan.Hal ini disebabkan karena masalah yang menjadi penyebab pengaduan dapat berkaitan dengan tanggungjawab pihak-pihak terkait di luar wewenang sekolah. Sebelum memutuskan perubahan apa yang perlu dilakukan, analisis masalah penyebab harusdilakukan secara cermat. Untuk menganalisis masalah penyebab pengaduan, digunakan moto Kerjakan Ini dengan Singkat dan Sederhana (KISS). Pertimbangan untuk menggunakan moto ini adalah bahwa untuk memulai perubahan sangatlah tidak memberi semangat jika terlihat begitu banyak masalah yang harus diselesaikan. Bahkan Karena itu, perhatian utama bukanlah untuk melakukan analisis secara mendalam tetapi yang lebih penting adalah menemukan tindakan nyata perbaikanyang sesegera mungkin dapat dimulai; sekalipun tindakan itu nampak sangat sederhana. Analisis masalah penyebab pengaduan dapat dilakukan pada suatu pertemuan yang dihadiri oleh para penyelenggara sekolah, komite sekolah, dan wakil-wakil dari masyarakat pengguna pelayanan (siswa dan orangtua/wali siswa). Pertemuan ini menjadi sarana latihan bagi para peserta kedua belah pihak (penyedia dan pengguna pelayanan) untuk menganalisis masalah-masalah pelayanan secara sederhana dan cepat tetapi metodologis. Masyarakat pengguna pelayanan sering beranggapan bahwa kualitas pelayanan yang buruk hanyalah tanggungjawab para pelaksana pelayanan publik di unit pelayanan, sehingga semua keluhan (pengaduan) ditimpakan kepada mereka. Selama pertemuan, pengguna pelayanan akan menemukan fakta bahwa ada pihak-pihak lain yang harus ikut bertanggung jawab. Bahkan sering kali tugas dan tanggung jawab pihak lain di luar para pelaksana di unit pelayanan itu lebih besar danl ebih menentukan upaya dan keberhasilan untuk mencapai perbaikan. Para pelaksana pelayanan pendidikan di sekolah memang sebagai salah satu sumbermasalah penyebab buruknya kinerja pelayanan dan pada saat yang sama mereka seringkali menjadi korban dari kurangnya dukungan dari petugas dan satuan 149

152 LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI kerja di atasnya atau korban dari keputusan dan kebijakan yang kurang tepat. Jika kedua pihak (penyedia dan pengguna pelayanan) sama-sama memahami situasi nyata seperti diuraikan di atas, maka akan timbul solidaritas para pengguna pelayanan kepada para pelaksana pelayanan. Solidaritas demikian sangat penting dimanfaatkan secara positif bukan untuk melakukan konfrontasi kepada pihak lain tetapi untuk saling bahu-membahu menyelesaikan masalah bersama. Sering sekali ditemukan bahwa permintaan dukungan untuk perbaikan yang diajukan oleh masing-masing sekolah tidak memperoleh perhatian yang cukup. Tetapi jika tuntutan akan perbaikan pelayanan yang diajukan oleh ratusan bahkan ribuan orang masyarakat pengguna pelayanan melalui pengaduan yang mereka ajukan secara kolektif, sangat mungkin akan lebih mendapat perhatian sehingga mendorong perubahan sikap para atasan dan pengambil keputusan atau penyelenggara dan penanggungjawab pelayanan publik di tingkat kabupaten/kota atau provinsi, bahkan nasional. Pengaruh dukungan publik (masyarakat pengguna pelayanan) ini dapat ditingkatkan lagi dengan pemberitaan(pelibatan media massa), publikasi dan/atau komunikasi publik yang efektif tentang situasi yang memerlukan tindakan nyata perbaikan itu. Tim pelaksana survei yang pada hakikatnya berfungsi sebagai fasilitator prosespelaksanaan pertemuan haruslah menyiapkan dan memfasilitasi proses pelaksanaan lokakarya inidengan baik. Jika penggunaan metode ini dikerjasamakan dengan pihak lain yang menyediakanasistensi teknis dan fasilitator tambahan dari luar, maka secara bersama tim fasilitator ini melakukan persiapan tersebut. Uraian berikut ini adalah bagaimana mempersiapkan dan melaksanakan Pertemuan Analisis Masalah Penyebab Pengaduan sebagaimana dimaksud oleh rangkaian proses dan metode yang diuraikan di dalam modul ini Persiapan Pertemuan Analisis Masalah Penyebab Pengaduan Untuk mempersiapkan pelaksanaan Pertemuan Analisis Masalah Penyebab Pengaduan (denganatau tanpa bantuan teknis dari fasilitator dari luar) tugas-tugas penting di bawah ini harus dilakukan oleh tim pelaksana survei, yaitu: a. Menetapkan waktu dan tempat pelaksanaanpertemuan. b. Menentukan peserta pertemuan yang harus diundang (80% dari penyedia pelayanan dan 20%dari pengguna pelayanan). Siapkan dan kirim undangan kepada para calon peserta. Pastikan bahwa peserta dari pihak penyedia pelayanan (sekolah) adalah terutama dari bagian/unit-unit yang disorot dalam Indeks Pengaduan Masyarakat dan sertakan Tim Pelaksana Survei dari organisasi penyelenggara pelayanan yang bersangkutan. c. Memastikan kehadiran fasilitator dari luar jika proses dilakukan dengan kerjasama dengan pihak luar. d. Mempelajari Indeks Pengaduan Masyarakat (hasil survei pengaduan masyarakat) 150

153 dan merencanakan cara menganalisisnya: menyiapkan rencana pembagian kelompok kerja peserta pertemuandan pembagian tugas pembahasan kepada masing-masing kelompok kerja serta fasilitator masing-masing kelompok kerja. e. Memastikan bahwa informasi tentang rencana pelaksanaan pertemuan dikomunikasikan secara efektif kepada pimpinan dan memastikan adanya dukungan. f. Mempersiapkan ruangan dan fasilitas yang diperlukan tersedia dan berfungsi serta mengaturnya sedemikian rupa sehingga mobilitas peserta selama proses pertemuan tidak terhambat. g. Mempersiapkan alat bantu kerja yang tersedia di sekolah: papan tancap (pinboard), laptop, alat untuk mendokumentasikan lokakarya, matriks/tabel, metaplan, spidol, pushpin, poster Indeks Pengaduan Masyarakat, pernyataanpernyataan pengaduan tertulis dalam metaplan, daftar hadir peserta. h. Menyusun acara, skenario pertemuandan pembagian tugas panitia pengorganisasi/ organizer (notulen, pembawa acara jika ada acara yang bersifat protokoler). i. Memberi informasi tentang pertemuan kepada publik dengan menggunakan media spanduk/ surat kabar/harian setempat/radio/poster/media lainnya. 3.2 Analisis Masalah Penyebab Pengaduan Analisis harus dilakukan dengan benar dan jujur dalam mengungkapkan masalah yang sesungguhnya ada, sekalipun sebagian peserta pertemuan adalah bagian dari masalah itu. Buang jauh-jauh kecenderungan lebih dahulu menyalahkan orang lain dan kecenderungan meletakkan masalah pada kurangnya fasilitas dan anggaran. Hanya dengan demikian pertemuan dapat fokus pada pemecahan masalah. a) Tujuan Pertemuan Analisis Masalah Penyebab Pengaduan Sebaiknya hasil survei pengaduan masyarakat yaitu: Indeks Pengaduan Masyarakat sudah disampaikan lebih dahulu kepada para pimpinan dan sudah dipublikasikan sebelum pelaksanaan Pertemuan Analisis Masalah Penyebab Pengaduan. Ini bermaksud agar semua pihak memberi perhatian terhadap masalah yang terjadi dan mendukung pelaksanaan pertemuan tersebut. b) Tahapan pelaksanaan Pertemuan Analisis Masalah Penyebab Pengaduan Metode analisis ini adalah suatu metode yang sangat sederhana. Analisis dimulai dari pengaduan yang terpenting, yaitu pengaduan yang menempati bagian teratas di grafik Indeks Pengaduan Masyarakat. Sekali atau dua kali, fasilitator menjelaskan cara menggunakan alat bantu analisis (kartu metaplan,matriks/ tabel bantu penentuan prioritas, pokok-pokok informasi untuk melakukan cross-check/ periksa silang) kepada peserta pertemuan. Selanjutnya para peserta dapat melakukannya dalam kelompok kecil dengan bantuan fasilitator lokal dan/atau fasilitator dari antara sesama peserta sendiri. Kumpulkan masalah-masalah penyebab pengaduan

154 LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI Jika daftar masalah penyebab pengaduan sudah lengkap, maka dirumuskan alternatif solusi (sebagai tanggapan/respons terhadap pengaduan) yang mungkin dilakukan dan kelompokkan berdasarkan siapa bertanggungjawab atas solusi itu (tanggung jawab internal organisasi penyelenggara pelayanan atau tanggung jawab eksternal atasan atau unit kerja atasan, atau tanggungjawab pemerintah, dan bahkan mungkin tanggungjawab masyarakat pengguna pelayanan itu sendiri). Jika daftar masalah penyebab pengaduan terlalu banyak, fasilitator sebaiknya membantu peserta untuk menentukan prioritas. Metode ini sama dengan yang dilakukan pada pertemuan pengelolaan pengaduan masyarakat, kecuali kriteria prioritas yang mungkin masih perlu disesuaikan. Langkah-langkah rinci kegiatan fasilitator dalam pertemuan analisis masalah: Membagikan grafik Indeks Pengaduan Masyarakat kepada para peserta pertemuandan memberikan ulasan singkat tentang informasi yang terkandung di dalamnya, Menjelaskan tujuan pertemuan, metode atau cara kerja yang akan digunakan dan hasil yang diharapkan, rencana pemanfaatan waktu selama dua hari pertemuan dan peran/fungsi/ tugas peserta dalam pertemuan. Mendemonstrasikan penggunaan alat bantu kerja yang digunakan (bagaimana menggunakan: kertas metaplan, spidol, papan tancap dan alat bantu kerja yang tersedia lainnya). Mendemonstrasikan penggunaan contoh tabel analisis pengaduan, masalah penyebabnya dan solusi (cara mengatasinya). Artinya, fasilitator memberi clue/kunci-kunci dan stimulasi peserta untuk berpikir dan bekerja secara analitis. Menjaga proses dalam pengertian pemanfaatan waktu dibandingkan dengan hasil kerja yang sudah dicapai. Penting untuk diperhatikan bahwa fasilitator sebaiknya mempelajari lebih dahulu tugas dan fungsi organisasi penyelenggara pelayanan yang bersangkutan. Sangat dianjurkan menyempatkan diri melihat situasi fisik kantordan fasilitas serta proses pelaksanaan pelayanan di unit pelayanan. Setidaknya pernah melihat diunit pelayanan sejenis. c) Tahapan Analisis Lakukan analisis dengan langkah sebagai berikut: a) Mulailah menganalisis pengaduan tertinggi (urutan teratas di Indeks Pengaduan Masyarakat): - Bila grafik Indeks Pengaduan Masyarakat mengikuti separuh bentuk kurva normal (mengecil secara gradual dari atas ke bawah) yang perlu dianalisis cukup 1/3 sampai 1/2 dari pengaduan urutan tertinggi. Perhatikan penyebab dan solusinya. Umumnya, 2/3 sampai 1/2 pengaduan terkecil di bagian bawah grafik adalah masalah penyebab dari 1/3 sampai 1/2 pengaduan yang berada di bagian atas grafik, - Bila grafik berbentuk hampir persegi panjang atau segi empat, ini berarti semua pengaduan bermakna sangat 152

155 penting bagi masyarakat pengguna pelayanan. Targetkan setidaknya menganalisis 50% dari jumlah pengaduan keseluruhan di dalam grafik. Pengaduan dapat berhubungan dengan masalah-masalah yang berkaitan dengan aspek: petugas yang bertanggung jawab, yaitu kuantitas (jumlahnya), sikap, perilakunya dankomitmen kerja/rasa tanggungjawabnya, kesungguhan/perhatian, keramahtamahan, ketulusan melayani/membantu, kemampuan/ kompetensi, fasilitas kerja dan peralatan yang digunakan, ketersediaan dana, metoda yang digunakan (manual/ tradisional), peraturan/ketentuan yang berlaku, prosedur kerja/mekanisme kerja internal, kualitas perencanaan, kualitas pengorganisasian (the right man on the right place, multi-skilled operator), kualitas pengawasan/monitoring/ supervisi/ evaluasi, jumlah dan kualitas data atau informasi, kualitas komunikasi dengan pengguna (sosialisasi/penyuluhan/hubungan masyarakat/hubungan dengan pengguna), letak geografis (keadaan lapangan, misalnya pengukuran tanah untuk pelayanan pertanahan). Apabila jumlah pengaduan relatif banyak dan komposisi peserta relatif memadai, maka pembahasan/analisis dapat dibagi kedalam beberapa kelompok kecil sesuai dengan bagian/unit-unit yang ada dalam organisasi penyelenggara pelayananan ataupun berdasarkan jenis pengaduan yang ada. b) Ungkapkan dan masukkan ke dalam tabel bantu kerja semua faktor penyebab yang nyata terjadi. Sebab-sebab yang ditemukan harus merupakan faktor penyebab langsung (tidak adapenyebab perantara). c) Periksa logika hasil analisis dengan membaca secara berurutan hubungan sebab akibat logis antara pengaduan masalah penyebab dengan menggunakan kata sambung disebabkanoleh. d) Untuk setiap masalah penyebab, sangat mungkin tersedia beberapa solusi logis. Karena itu jangan berhenti jika sudah menemukan satu solusi untuk setiap masalah penyebab. Galilahpemikiran tentang kemungkinan solusi logis lainnya. e) Periksa logika hubungan solusi dengan masalah dengan menggunakan kata sambung jika, maka. f) Jika terdapat beberapa solusi yang secara logis merupakan cara untuk mengatasi masing-masing masalah, gunakan kriteria SMART (specific/spesifik, measurable/ terukur, achievable/dapat dicapai, realistic/ realistis, time bound/dalam batas waktu tertentu) untuk menentukan prioritas solusi. g) Setiap solusi yang tidak termasuk prioritas tidak harus dibuang atau dilupakan begitu saja. Dengan cara ini umumnya segera diperoleh berbagai solusi yang dalam waktu segera dapat dilakukan. Setiap solusi yang bukan prioritas tertinggi mungkin dapat 153

156 LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI ditempatkan sebagai solusi yang baru akan dilaksanakan pada dua atau tiga tahun lagi (jangka menengah). Solusi yang diambil dapat berupa: Solusi yang bersifat segera/cepat atau jangka pendek artinya solusi yang dapat dilakukan secara cepat, mudah dan murah, sehingga hasilnya langsung dapat dilihat/ dirasakan oleh para pengguna layanan. Solusi yang bersifat jangka menengah, artinya masih diperlukan waktu untuk melakukan tindakan nyata karena beberapa pertimbangan: dukungan dana yang harus diajukan dalam perubahan anggaran/realokasi anggaran, persetujuan tertulis dari pengambil keputusan. Solusi yang bersifat jangka panjang, artinya jalan keluar yang akan diambil memangharus dilakukan, namun menyangkut biaya, kewenangan, sumberdaya yang harus direncanakan/dirundingkan dengan pihak-pihak pengambil keputusan/atasan organisasi penyelenggara pelayanan yang bersangkutan. Untuk solusi ini, para pengguna layanan (pesertapertemuan) biasanya menginginkan adanyabatasan waktu pelaksanaannya untuk menjamin bahwa ada tindakan nyata perbaikan dalam waktu yang tidak terlalu lama yang segera dapat dilihat/dirasakan oleh para pengguna layanan. h. Kelompokkan setiap solusi kedalam kategori solusi internal dan solusi eksternal. Kriteria kategorisasi sangat sederhana dan dapat digunakan secara cepat, yaitu: Setiap solusi yang segara dapat dilaksanakan dan kewenangan pelaksanaannya berada di tangan para pelaksana di unit pelayanan masuk ke dalam kategori solusi internal, Setiap solusi yang kewenangan pelaksanaannya berada di luar jangkauan para pelaksana pelayanan publik di unit pelayanan masuk ke dalam kategori solusi eksternal. i. Periksa kembali rangkaian logika masalah penyebab dan solusi dengan memastikan: Tidak ada dua sebab/solusi yang sama/ substansinya sama/masalah yang sama. Solusi yang diusulkan tidak bersifat umum, namun sedapat mungkin spesifik, jelas,tidak multi tafsir, terukur, upaya konkrit/ tindakan nyata (bisa dilihat dan dirasakan). Hasil akhir analisis untuk setiap pengaduan direkonfirmasikan kepada semua peserta. Jaga disiplin peserta agar konsisten menggunakan alat bantu kerja analisis yang telah disiapkan. Tunjukkan keterkaitan hasil yang diperoleh bahkan bila perlu sejak kuesioner Pengaduan Masyarakat, Indeks Pengaduan Masyarakat, Tabulasi Hasil Analisis Masalah Penyebab Pengaduan sampai bagaimana 154

157 Janji Perbaikan Pelayanan dirumuskan dari solusiinternal dan bagaimana Rekomendasi Perbaikan Pelayanan dirumuskan dari solusieksternal. Caranya sederhana dengan menjajarkan semua hasil proses tersebut dari kiri ke kanan secara berurutan dan menjelaskannya secara ringkas. Cara ini akan sangatmembantu semua peserta untuk memperkuat pemahaman terhadap keseluruhan metode yang digunakan. Berdasarkan pengalaman, waktu dua hari untuk melakukan analisis terhadap permasalahan-permasalahanpenyebab pengaduan dirasakan sangatlah kurang. Oleh karena itu, bagi unit pelayanan yang ingin menganalisis secara mendalam ataupun ingin menanggapi seluruh pengaduan yang disampaikan pengguna layanan (sesuai Indeks Pengaduan Masyarakat), dapat melanjutkan analisisnya di luar lokakarya, namun dalam waktu yang tidak terlalu lama. Analisis ini dapat dilakukan oleh semua bagian/komponen yang ada dalam unit pelayanan, sehingga penyelesaiannya bisa bersifat komprehensif dan integratif, walaupun belum bersifat mendasar (sampai ke akarnya). C. JANJI PERBAIKAN LAYANAN DAN REKOMENDASI PERBAIKAN LAYANAN kepada masyarakat pengguna pelayanan. Berikan bukti tentang apa yang sudah anda lakukan kepada atasan agar anda memperoleh dukungan lebih lanjut untuk melakukan upaya perbaikan berikutnya. Hasil dari Pertemuan Analisis Masalah Penyebab Pengaduan dapat digunakan untuk berbagaikebutuhan. Manfaat langsung terpenting adalah sebagai umpan-balik kepada masyarakat pengguna pelayanan dalam bentuk yang disebut sebagai Janji Perbaikan Pelayanan dan umpan-balik kepada atasan dan pengambil keputusan dalam bentuk yang disebut Rekomendasi Perbaikan Pelayanan. Hasil analisis masalah penyebab pengaduan dapat menjadi awal dari satu proses perbaikan pelayanan yang lebih intensif dan mendalam. Bagi sekolah dapat menjadi pintu masuk untuk: Pengembangan sistem manajemen kualitas, Penilaian kapasitas dari organisasi penyelenggara pelayanan, Negosiasi yang lebih baik dengan pengambil keputusan untuk meraih dukungan. Di tingkat kebijakan lokal (Dinas Pendidikan) dapat menjadi pintu masuk bagi: Perbaikan dan pengembangan rencana strategis unit dan sektor pelayanan, Bahan pertimbangan untuk melakukan penyesuaian rencana kerja dan alokasi anggaran unit pelayanan dan sektor pelayanan. Lakukan tindakan perbaikan segera. Raih kepercayaan dari pengguna layanan. Beritahukan 155

158 LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI 1. Umpan-balik kepada pengguna layanan Manfaat solusi atas masalah yang dirumuskan pada Pertemuan Analisis Masalah Penyebab Pengaduan masih sangat terbatas jika tidak diumumkan dan diberlakukan, meskipun masih bermanfaat secara internal bagi organisasi penyelenggara pelayanan sebagai pembelajaran. Tetapi segera setelahpelaksanaan Survei Pengaduan Masyarakat ada kewajiban memberi umpan-balik kepada masyarakatpengguna pelayanan tentang langkah-langkah yang akan diambil untuk mengatasi masalah yangdiadukan. Ini dapat dilakukan dengan beberapa cara, misalnya dengan membuat pengumuman sederhana atau dengan semacam rencana tindakan. Disarankan memberi umpan-balik dalam bentuk JanjiPerbaikan Pelayanan. Meski tidak punya kekuatan hukum yang mengikat, Janji Perbaikan Pelayanan hendaknya menjadi wujud tekad moral (moral commitment) pimpinan dan petugas organisasi penyelenggara pelayanan untuk memenuhi janji yang dimuat di dalamnya. Janji Perbaikan Pelayanan harus menjadi tanggapan terhadap isu-isu kepentingan para pengguna pelayanan berdasarkan temuan survei pengaduan masyarakat. Pimpinan dan petugas organisasi penyelenggara pelayanan harus menyampaikan janji mereka secara terbuka untuk perbaikan pelayanan sebatas kewewenangan yang dimiliki dan mengundang para pengguna pelayanan agar terus mengawasi sejauh mana janji tersebut dipenuhi. Ini berarti bahwa masyarakat diberi peluang untuk mengawasi perbaikan pelayanan sesuai dengan yang dijanjikan. Janji ini akan membawa konsekuensi dan akan lebih mendorong organisasi penyelenggara pelayanan agar segera melakukan upaya perbaikan. Satu langkah perbaikan yang meskipun kecil, akan menjadi suatu tanda bagi masyarakat: Kami sudah mulai memperhatikan Anda! dan bahkan pertanda juga bagi para petugas: Kami adalah Para Petugas dari organisasi penyelenggara pelayanan yang dapat dibanggakan!. Mengamati keseluruhan proses yang sudah berlangsung, fasilitator hendaknya menilai apakah secara umum aparatur pelaksana pelayanan publik di unit pelayanan siap menerbitkan Janji Perbaikan Pelayanan yang memuat ukuran keberhasilan (indikator) dan batas waktu pemenuhan janji. Jika secara umum aparatur pelaksana pelayanan publik di sekolah baru meraih percayadiri dan sedang dalam pengembangan keyakinan untuk melakukan perubahan, tidak dianjurkanmemaksa mereka untuk menerbitkan Janji Perbaikan Pelayanan yang sudah sangat tegas memuat ukuran keberhasilan, batas waktu pemenuhan janji. Hal ini dapat menimbulkan rasa cemas danberkurangnya motivasi untuk melanjutkan perubahan dan perbaikan. Janji Perbaikan Pelayanan ditulis seperti surat yang ditujukan kepada pengguna yang memberi informasi bahwa pengaduan sudah diterima dan merupakan pernyataan terbuka tentang upayaperbaikan yang akan dilakukan. Janji Perbaikan Pelayanan harus 156

159 ditulis dalam bahasa sederhana yang mudah dimengerti dalam gaya bahasa yang bersahabat dan meyakinkan. Janji PerbaikanPelayanan harus jujur mengakui adanya keterbatasan kemampuan (tidak semua perbaikan dapatdilakukan sekaligus, pada umumnya pengguna pelayanan akan dapat memaklumi hal itu) dan ada keterbatasan wewenang (ada upaya perbaikan yang mutlak membutuhkan keputusan dari otoritas yang lebih tinggi). Janji Perbaikan Pelayanan akan dikeluarkan dalam bentuk dokumen tertulis, dalam bentuk brosur, poster yang dipasang pada organisasi penyelenggara pelayanan. Brosur dan poster adalah alat yang menjadi umpan-balik kepada pengguna sebagai tindak lanjut survei pengaduan masyarakat. JanjiPerbaikan Pelayanan harus dapat meyakinkan pengguna akan komitmen untuk perbaikan yang dilakukan oleh penyedia pelayanan. Isi pokok Janji Perbaikan Pelayanan: Judul Janji Perbaikan Pelayanan Nama sekolah Tanggal deklarasi Penjelasan ringkas tentang umpan-balik pengaduan Daftar janji untuk menanggapi setiap pengaduan Tindak lanjut Rekomendasi Perbaikan Pelayanan yang diajukan kepada pengambil keputusan Himbauan kepada masyarakat agar terus mengawasi kinerja organisasi penyelenggara pelayanan Ucapan terima kasih kepada para responden Penandatangan dan saksi-saksi Tembusan. 2. Umpan-balik kepada pengambil keputusan Atasan dan pengambil keputusan pada saat yang sama seharusnya mulai menaruh perhatianpada survei pengaduan masyarakat pengaduan dan hasilhasilnya, karena telah beberapa kali dipublikasikan di media masa selama proses berlangsung. Mereka juga mestinya sadar akan besarnya pengaruh yang ditimbulkannya karena telah melibatkan begitu banyak anggota masyarakat sebagai responden. Jika itu sudah terjadi, pastilah mereka berharap mendapat informasi lebih rincidan rekomendasi untuk melakukan perbaikan. Jangan biarkan mereka menunggu terlalu lama. Hasil PertemuanAnalisis Masalah Penyebab Pengaduan dan solusi eksternal menjadi isi dari dokumen yang disebut Rekomendasi Perbaikan Pelayanan. Dokumen ini berisi upayaupaya perbaikan yangperlu dilakukan oleh pemerintah setempat. Adalah hal yang penting bagi sekolah agar menyampaikan rekomendasi ini secara profesional. Itu berarti bahwa Rekomendasi Perbaikan Pelayanan harus dilengkapi denganfakta-fakta, dasar pertimbangan mengapa perbaikan harus dilakukan dan menegaskan bahwasemua itu didasarkan pada aspirasi kebutuhan yang dinyatakan oleh sejumlah besar pengguna pelayanan. Jangan lupa memberitahukan pimpinan sekolah sendiri sudah menyampaikan Janji Perbaikan Pelayanan dan bahkan sudah mulai melaksanakannya. Hal ini akan memberi kesan yang sangat meyakinkan bahwa: Kami tidak hanya meminta 157

160 LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI bantuan, tetapi sudah mulai berbuat dari diri sendiri! Rekomendasi Perbaikan Pelayanan diterbitkan dalam bentuk dokumen tertulis ukuran poster, yangdipasang di kantor organisasi penyelenggara pelayanan agar pengguna dapat mengetahui bahwa sudah ada usaha meyakinkan pengambil keputusan untuk memberikan dukungan. Isi pokok Rekomendasi Perbaikan Pelayanan: Fakta-fakta: sekolah, periode pelaksanaan survei pengaduan masyarakat, jumlah responden. Hasil survei pengaduan masyarakat (Indeks Pengaduan Masyarakat). Informasi tentang Janji Perbaikan Pelayanan dan tindak lanjutnya. Penjelasan tentang perlunya keputusan. Rekomendasi Perbaikan untuk setiap pengaduan dan jumlah responden yangmangadukannya. Saran perubahan/penyesuaian Rencana Pembangunan. Daftar pihak-pihak yang menerima tembusan surat Rekomendasi Perbaikan Pelayanan. Laporan dikirimkan kepada pengambil keputusan ditingkat kabupaten/kota D. PEMANTAUAN DAN EVALUASI Penggunaan metode Peningkatan Kualitas Pelayanan dengan Partisipasi Masyarakat bertujuan meningkatkan kualitas pelayanan publik di sekolah yang akan menghasilkan manfaat nyata dan dapat dirasakan oleh masyarakat pengguna pelayanan. Untuk memastikan bahwa Janji Perbaikan Pelayanan dan Rekomendasi Perbaikan Pelayanan yang telah diterbitkan terpenuhi dan dilaksanakan, isi Janji dan Rekomendasi Perbaikan Pelayanan tersebut harus diintegrasi ke dalam rencana kerja sekolah (RKS dan RKAS). Pelaksanaan Janji dan Rekomendasi Perbaikan Pelayanan melekat mengikuti siklus perencanaan, persiapan anggaran, pelaksanaan sampai ke pertanggungjawaban hasil (akuntabilitas). 3. Temui dan yakinkan pengambil keputusan untuk meraih dukungan Untuk memastikan bahwa semua kegiatan perbaikan serta hasil nyata akan dicapai dalam waktu yang direncanakan perlu dilakukan pemantauan kegiatan serta evaluasi hasil. Beritahukan seluruh pengambil keputusan yang terkait untuk menyampaikan laporan pelaksanaan dan hasil survei pengaduan masyarakat. Laporan berisi kumpulan semua dokumen yang dihasilkan sampai pada pelaksanaan langkah akhir. Pemantauan adalah pengumpulan dan analisis informasi tentang status kegiatan yang menghasilkan gambaran status kegiatan dan mendukung pengendalian dan keputusan tindak lanjut yang tepat. Pemantauan dilaksanakan secara berkala dan seiring dengan siklus perencanaan sekolah. Oleh karena itu pemantauan adalah kegiatan rutin 158

161 dalam konteks pelaksanaan kegiatan. Pemantauan difokuskan pada hasil kegiatan seperti sudah ditentukan/direncanakan. Pemantauan akan memeriksa hasil bukan kegiatan itu sendiri (mis: Kebutuhan buku paket sudah terpenuhi sesuai jumlah siswa (=hasil), bukan: Sejumlah 100 buku paket disediakan (=kegiatan). Evaluasi adalah proses pemeriksaan terhadap dampak yang telah dihasilkan oleh suatu kegiatan serta keluarannya. Evaluasi dilaksanakan secara berkala, tetapi dengan frekuensi lebih rendah daripada pemantauan kemajuan pelaksanaan kegiatan (misalnya: setahun atau dua tahun sekali). Frekuensi evaluasi dampak tergantung pada tujuan evaluasi. Evaluasi memfokuskan dampak padahasil pelaksanaan, yaitu apakah hasil sudah mengakibatkan perubahan yang positif (atau malah negatif). Dampak kegiatan peningkatan pelayanan publik dapat dilihat dari berbagai faktor seperti misalnya, peningkatan kualitas pelayanan sesuai dengan standar tertentu, peningkatan jumlahpengguna suatu unit pelayanan, jumlah penghargaan yang diterima sesudah pelayanan menjadil ebih baik, peningkatan kepuasan masyarakat atau penurunan pengaduan pengguna. Pendekatan evaluasi harus sesuai dengan tujuan evaluasi itu sendiri dan faktor-faktor yang ingin diketahui secara mendalam. Pemantauan dan evaluasi menghasilkan informasi yang menjadi landasan pelaporan rutin kepadapihak yang terkait (akuntabilitas), termasuk sebagai bahan informasi balikan kepada masyarakat pengguna pelayanan. Komitmen untuk pemantauan dan evaluasi tindakan nyata perbaikan pelayanan yang disebutkan di dalam dokumen Janji Perbaikan Pelayanan dan tindakan nyata perbaikan, yang diharapkan dilakukan pihak lain atau pimpinan seperti yang dimuat di dalam dokumen Rekomendasi Perbaikan Pelayanan harus disertai komitmen untuk memantau dan mengevaluasinya. Pemantauan dan evaluasi memberi peluang bagi penyesuaian kegiatan dan perbaikan secara efektif. Jika terjadi perubahan pimpinan sekolah, kegiatan pemantauan menjadi wacana efektif untuk menginformasikan dan membahas status usaha perbaikan pelayanan di suatu unit pelayanan. Sesuai dengan janji dan rekomendasi, pimpinan sekolah melaporkan perkembangan perbaikan pelayanan kepada masyarakat pengguna pelayanan. Masyarakat pengguna juga diberi peluang dan saluran untuk mengawasi pelaksanaan janji dan rekomendasi. Dengan demikian, kegiatan pemantauan dan evaluasi sangat penting dilakukan dengan melibatkan atau mengundang langsung umpan-balik dari masyarakat pengguna pelayanan. 1. Para pihak yang terlibat a. Sekolah sebagai unit pelayanan Tim Pelaksana Survei yang sudah dibentuk di unit pelayanan sebaiknyatidak berhenti bekerja setelah Janji Perbaikan Pelayanan dan Rekomendasi Perbaikan Pelayanan dihasilkan. Tetapi tim ini meneruskan kegiatannya untuk melaksanakan pemantauan dan evaluasi secara berkala untuk memastikan bahwa tujuan janji 159

162 LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI dapat tercapai. Perlu dicatat bahwa komite sekolah masuk dalam bagian ini. dan evaluasi yang diuraikan di atas dan proses pelaksanaannya. b) Masyarakat pengguna pelayanan Masyarakat pengguna pelayanan berhak untuk mengawasi kinerja pelayanan serta implementasi janji di tingkat unit pelayanan. Masukan dapat diberikan dalam bentuk pengaduan tertulis atau lisandan melalui partisipasi langsung dalam kegiatan pemantauan dan evaluasi. 2. Metode pemantauan dan evaluasi Pemantauan dan evaluasi sebaiknya dilaksanakan dengan dua pendekatan, yaitu: Verifikasi status Janji dan Rekomendasi Perbaikan Pelayanan Mengulangi Survei Pengaduan Masyarakat dengan menggunakan kuesioner yang sama dengan yang digunakan pada survei sebelumnya dan membandingkan hasil (Indeks Pengaduan Masyarakat) yang diperoleh dari kedua survei tersebut. Ketiga pihak yang disebutkan di atas dilibatkan secara efektif dalam pelaksanaan kedua pendekatan pemantauan dan evaluasi tersebut di atas. Bagian berikut ini adalah penjelasan tentang tujuan dan hasil masing-masing pendekatan pemantauan 2.1. Verifikasi status realisasi Janji dan Rekomendasi Perbaikan Pelayanan. Tujuan verifikasi status realisasi Janji Perbaikan Pelayanan dan Rekomendasi Perbaikan Pelayanan sesuai dengan kepentingan pihak yang terlibat: a) Tujuan di tingkat sekolah Mengetahui status pelaksanaan janji, sapakah perlu penyesuaian kegiatan atau penyesuaian janji agar lebih realistis, Mengetahui status realisasi rekomendasi sebagai faktor pendukung perbaikan pelayanan yang telah dilakukan oleh sekolah itu sendiri, Melaporkan status-status tersebut kepada masyarakat pengguna pelayanan sebagai balikan sesuai dengan apa yang disebut di dalam dokumen janji dan rekomendasi perbaikan pelayanan. b) Tujuan di tingkat kabupaten/kota (Dinas Pendidikan) Menentukan kemajuan pelaksanaan Janji dan rekomendasi Perbaikan Pelayanan dalam rangka perbaikan pelaksanaan kegiatan, perencanaan dan perubahan kebijakan jika diperlukan. Mengidentifikasi faktor-faktor penghambat realisasi janji Perbaikan Pelayanan yang berkaitan erat dengan atau sangat ditentukan oleh dukungan dari tingkat kabupaten/kota

163 Mengidentifikasi praktek yang baik/inovasi di sekolah yang layak menjadi contoh untuk sekolah-sekolah lainnya. Kegiatan verifikasi status realisasi Janji dan Rekomendasi Perbaikan Pelayanan bersifat sebagaikegiatan pemantauan intern yang dilaksanakan oleh Tim Survei Pengaduan di sekolah dan didukung oleh Dinas Pendidikan. Kegiatan verifikasi status realisasi janji dan rekomendasi sebaiknya dikoordinasikan dengan semuasekolah yang terlibat sehingga hasilhasilnya dapat digabungkan dan masing-masing sekolah dapat saling belajar dari pengalaman Persiapan verifikasi status realisasi Janji dan Rekomendasi Perbaikan Pihak-pihak yang terlibat Tim Dinas Pendidikan mempunyai fungsi koordinasi kegiatan verifikasi status realisasi janji dan rekomendasi di mana lebih dari satu sekolah terlibat. Dalam rangka kegiatan tersebut tim ini bertanggung jawab untuk: Komunikasi mengenai rencana kegiatan ini kepada pihak pengambil keputusan dan pimpinan sekolah. Pelaksanaan pertemuan awal untuk menentukan jadwal, peserta dan tugas persiapan selanjutnya. Tim Survei Pengaduan di tingkat sekolah mempunyai tugas persiapan kegiatan di tingkat sekolah. Tim tersebut akan didampingi oleh Tim Dinas Pendidikan di masing-masing sekolah akan: Mempersiapkan dokumen yang diperlukan. Mempersiapkan format verifikasi status yang diperlukan. Melakukan koordinasi dengan Tim Dinas Pendidikan mengenai jadwaldan peserta kegiatan verifikasi status realisasi. Masyarakat sipil akan berpartisipasi dalam kegiatan melalui keanggotaan di dalam TimPeningkatan Kualitas Pelayanan Publik (Komite Sekolah, LSM, tokoh masyarakat, tokoh agama, dan lain-lain). Pertemuan persiapan kegiatan Pada pertemuan persiapan kegiatan semua peserta menyepakati jadwal kegiatan, peserta serta pembagian tugas secara rinci. Tim Dinas Pendidikan akan mengkoordinasikan pertemuan awal dan mengundang semua Tim Pelaksana Survei terkait. Jadwal kegiatan di masing-masing unit pelayanan: proses verifikasi status realisasi janjiper unit pelayanan akan memerlukan waktu sekitar setengah sampai satu hari per unit pelayanan (tergantung jarak lokasi). Proses verifikasi status rekomendasi akan memerlukan waktu tambahan satu hari per unit karena status harus diverifikasi dengan pihak yang terkait. Jangka waktu diusulkan bahwa kegiatan verifikasi status realisasi dilaksanakan sebelum proses perencanaan dan penganggaran. Dengan demikian hasil dari kegiatan pemantauan ini dapat 161

164 LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI dimanfaatkan dalam penyusunan rencana/anggaran di tahun berikutnya. Rencanakan jadwal sesuai dengan partisipasi peserta. Untuk pemantauan di satu unit pelayanan akan terlibat: Tim Pelaksana Survei Pengaduan di tingkat sekolah. Dua sampai tiga orang anggota tim dari unsur masyarakat sipil atau unsur LSM. Presentasi hasil: Jadwal tentatif untuk presentasi hasil verifikasi status janji dan rekomendasi kepada pimpinan sekolah dari Tim Dinas Pendidikan. Jadwal tentatif untuk presentasi hasil kegiatan pemantauan secara garis besar kepadakepala Dinas Pendidikan atau Bupati/Walikota serta pengambil keputusan yang terkait dari Tim Dinas Pendidikan. Membahas keperluan publikasi hasil realisasi janji dan rekomendasi kepada masyarakat pengguna pelayanan, misalnya melalui poster status pelaksanaan janji dan rekomendasi di masing-masing sekolah. Pemantauan status pelaksanaan janji dan rekomendasi sebaiknya dilaksanakan setiap enam bulan sebelum proses perencanaan/penganggaran untuk memanfaatkan hasilnya dalam rancangan atau penyesuaian rencana kegiatan serta anggaran/ anggaran perubahan. Dokumen yang harus dipersiapkan 1. Indeks Pengaduan Masyarakat (IPM) dari survei pertama. 2. Janji Perbaikan Pelayanan yang resmi ditandatangani oleh Kepala Sekolah. 3. Rekomendasi Perbaikan Pelayanan yang resmi ditandatangani oleh Kepala Unit Pelayanan. 4. Dokumen-dokumen yang menunjuk perencanaan kegiatan, khususnya yang belumdilaksanakan (mis: catatan di APBD, di RKA/RASK dan dokumen perencanaan dan laporan pelaksanaan kegiatan). 5. Format Pemantauan Janji Perbaikan Pelayanan dan Format Pemantauan Rekomendasi Perbaikan Pelayanan. Tanpa dokumen 1. sampai 3 tidak mungkin pemantauan atau evaluasi dilaksanakan. Oleh karena itu pengarsipan yang teliti sangat penting demi pengendalian dan pengelolaan kegiatan menuju sukses kegiatan selanjutnya. Tim Pelaksana Survei Pengaduan di masing-masing sekolah mempersiapkan Format Pemantauan Janji Perbaikan Pelayanan dan Format Pemantauan Rekomendasi Perbaikan Pelayanan. Format-format tersebut disiapkan bagi para anggota tim yang terlibat untuk digunakan sebagai alat bantu kerja. Anggaran yang perlu dipersiapkan Biaya pertemuan koordinasi awal. Fotokopi kuesioner. Biaya transportasi Tim Dinas Pendidikan ke seolah (dua sampai tiga orang/1-2 hari per unit pelayanan)

165 Biaya transportasi Tim Survei Pengaduan terutama pada pelaksanaan survei ulang. Biaya pertemuan pelaporan kepada pengambil keputusan yang terkait Pelaksanaan verifikasi status realisasi Janji dan Rekomendasi Perbaikan Pelayanan Proses verifikasi status realisasi a) Verfikasi status Janji Perbaikan Pelayanan Anggota Tim Dinas Pendidikan bergabung dengan Tim Pelaksana Survei Pengaduan di masing-masing sekolah melaksanakan kegiatan verifikasi status realisasi janji sesuai dengan jadwal kegiatan. Tim Dinas Pendidikan serta Tim Pelaksana survei Pengaduan bertemu dengan kepala sekolah yang ditujukan untuk wawancara awal tentang status kegiatan. Hasil dicatat oleh masing anggota di formatnya. Untuk mengisi format lebih lanjut, tim akan mengobservasi secara langsung bukti nyata di sekeliling sekolah. Pada saat itu juga dapat diminta klarifikasi dari staf sekolah mengenai perubahan yang telah dilaksanakan. Jika bukti langsung untuk pelaksanaan satu butir janji tidak dapat diobservasi tim mencari bukti dalam dokumen yang menyatakan bahwa suatu kegiatan memang telah direncanakan (jika belum ada kenyataan). Langkah itu memerlukan komunikasi lebih lanjut misalnya dengan SKPD. b) Verifikasi status realisasi Rekomendasi Perbaikan Pelayanan Tim juga akan mengumpulkan informasi mengenai status rekomendasi, sejauh manastatus diketahui di tingkat sekolah dan di Dinas Pendidikan. Namun, seringkali pimpinan sekolah serta tim setempat tidak akan mengetahui status realisasi satu butir rekomendasi dan tidak mempunyai akses terhadap pengambil keputusan. Oleh karena itu, Tim Dinas Pendidikan berperan dalam melanjutkan verifikasi status rekomendasi dengan menghubungi Dinas Pendidikan atau jika perlu pimpinan masingmasing instansi tersebut Analisis hasil di tingkat sekolah dan tindak lanjut a) Analisis status Janji Perbaikan Pelayanan Pada akhir kegiatan verifikasi di unit pelayanan, tim secara bersama mengkonsolidasikan catatan dan observasi mereka di Format Verifikasi Status Realisasi Janji Perbaikan Pelayanan. Bersama-sama ditentukan status pelaksanaan masingmasing janji, apakah sudah dilaksanakan, sedang dilaksanakan atau belum dilaksanakan. Status akan dijumlahkan 163

166 LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI di bagian bawah tabel. Hasil ini akan menunjukkan status pelaksanaan di setiap sekolah. Bersama-sama tim akan membahas apakah kegiatan yang telah dilaksanakan atau direncanakan dianggap cukup untuk mencapai tujuan janji dan mengatasi pengaduan. Jika dianggap memerlukan kegiatan tambahan, usulan kegiatan dicatat. Jika dianggap bahwa suatu butir janji tidak dapat tercapai secara realistis oleh sekolah, diusulkan perubahan janji pada format yang sama. Bersama-sama tim juga mengkonsolidasikan faktor hambatan serta praktek yang baik/inovasi yang dapat diobservasi. Tim memeriksa juga bagaimana status publikasi Janji sertarekomendasi Perbaikan Pelayanan di tingkat sekolah. Jika publikasi tersebut perlu ditingkatkan, tim akan mencatat rekomendasi ke depan untuk pimpinan sekolah. Semua hasil yang disepakati diketik di dalam satu format di unit pelayanan sebagai format pelaporan. Laporan dalam Format Verifikasi Status Realisasi Janji Perbaikan Pelayanan dipersiapkan. Tim Pelaksana Survei Pengaduan mempresentasikan hasil kepada pimpinan sekolah untuk membahas penemuan bersama-sama Tim Dinas Pendidikan akan menerima satu salinan format final. b) Analisis status Rekomendasi Perbaikan Pelayanan Tim Dinas Pendidikan mengkonsolidasikan status realisasi janji per sekolah dan merekapitulasi status rekomendasi ( sudah, sedang, belum ) pada hari ke 3 setelah kunjungan ke sekolah. Jika status suatu rekomendasi belum jelas, sebaiknya dicatat sebagai informasi pentinguntuk pengambil keputusan terkait. Jika dianggap memerlukan kegiatan tambahan, usulan kegiatan dicatat. Jika dianggap bahwa suatu butir rekomendasi tidak realistis, tim dapat mengusulkan perubahan rekomendasi pada format yang sama. Laporan dalam Format Verifikasi Status Realisasi Rekomendasi Perbaikan Pelayanan dan diserahkan kepada pimpinan sekolah. c) Tindak lanjut di tingkat unit pelayanan Sesuai dengan hasil pemantauan dan rekomendasi, pimpinan sekolah akan mengambil langkah tindak lanjut: Penyesuaian/tambahan kegiatan perbaikan pelayanan untuk mencapai tujuan janji. Informasi kepada masyarakat pengguna tentang status implementasi janji dan rekomendasi (misalnya dalam bentuk poster yang menyebutkan janji/ rekomendasi serta status). Jika terjadi penyesuaian janji atau rekomendasi, dirumuskan Janji Perbaikan 164

167 Pelayanan dan atau Rekomendasi Perbaikan Pelayanan baru yang diumumkan sesuai dengan proses didalam modul ini. Laporan dalam Format Verifikasi Status Realisasi Janji serta rencana tindak lanjut dikirim oleh pimpinan sekolah ke pihak yang berkaitan dengan perencanaan dan penganggaran di Dinas Pendidikan Analisis hasil di tingkat sekolah/ daerah dan tindak lanjut Setelah pemantauan di semua unit pelayanan dilaksanakan, Tim Dinas Pendidikan mempunyai tugas untuk mengkonsolidasikan temuan secara garis besar untuk pelaporan kepada pengambil keputusan. a) Rekapitulasi status Janji Perbaikan Pelayanan Status realisasi: Jika pemantauan dilaksanakan pada sejumlah unit pelayanan, hasil-hasil rekapitulasi terhadap status janji sudah, sedang, belum dari semua unit dapat dijumlahkan untuk memberikan gambaran (mis: setelah 12 bulan pelaksanaan janji, semua kemajuan unit pelayanan telah berhasil melaksanakan 82% dari semua janji). Faktor penghambat: Jika ada faktor penghambat yang mempengaruhi pelaksanaan kegiatan di beberapa unit pelayanan, faktor itu serta rekomendasi ke depan dicatat untukpresentasi kepada pengambil keputusan supaya dapat ditindaklanjuti. Praktek yang baik/inovasi: Jika Tim Dins Pendidikan sempat mendeteksi beberapa praktek yang baik atau inovasi penyediaan pelayanan yang sebaiknya menjadi contoh pelayanan yang baik untuk sektor tersebut, sebaiknya dicatat. b) Rekapitulasi status Rekomendasi Perbaikan Pelayanan Status realisasi: Jika pemantauan dilaksanakan pada sejumlah sekolah, hasil-hasil rekapitulasi terhadap status rekomendasi ( sudah, sedang, belum ) dari semua sekolah juga dapat digabung untuk memberikan gambaran kemajuan (mis: seletah 12 bulan 60% dari semua rekomendasi telah dilaksanakan, padahal 40% belum ada tindak lanjut). Rekomendasi yang belum dikerjakan atau di mana status belum jelas dicatat sebagai informasi kepada pihak yang berwenang Presentasi hasil kepada Menteri/ Kepala/Gubernur/Bupati/Walikota Tim Dinas Pendidikan akan mempresentasikan secara garis besar hasil dariverifkasi status realisasi Janji dan 165

168 LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI Rekomendasi Perbaikan Pelayanan kepada semua pihak pengambil keputusan yang terkait. a) Tujuan presentasi Pengambil keputusan mempunyai kesempatan untuk melakukan pembahasan dengan Tim Dinas Pendidikan sejauhmana kemajuan implementasi kegiatan peningkatan kualitas pelayanan publik berdasarkan partisipasi masyarakat. Pengambil keputusan serta pihak yang berwenang mengetahui faktor penghambat pelaksanaan perbaikan pelayananan serta rekomendasi tim. Pengambil keputusan diinformasikan mengenai butir Rekomendasi Perbaikan Pelayanan yang tetap memerlukan perhatian. Pihak yang terkait mempunyai informasi mengenai praktek yang baik/inovasi yang dianggap layak diperkenalkan kepada semua sekolah serta usulan tindak lanjut. b) Tindak lanjut dari pengambil keputusan Pada saat awal penerapan metode Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik dengan Partisipasi Masyarakat, pengambil keputusan telah menunjukkan komitmen tinggi dengan mempersiapkan kondisi kondusif bagi penggunaan metode ini, misalnya melalui Surat Keputusan tentang penunjukan sekolah, penunjukan dan penugasan beberapa tim kerja yang diperlukan sebagai pelaksanadan penyediaan anggaran. Sesuai dengan komitmen tersebut pengambil keputusan akan mempertimbangkan hasil dari pemantauan dan mengambil langkah tindak lanjut Pengarsipan Hasil pemantauan status realisasi Janji dan Rekomendasi Perbaikan Pelayanan dalam bentuk laporan diarsipkan di masing unit pelayanan dan oleh Tim Dinas Pendidikan sebagai referensi untuk pemantauan selanjutnya Umpan-balik tentang status pelaksanaan janji dan rekomendasi kepada Masyarakat Pimpinan unit pelayanan menginformasikan kepada masyarakat pengguna tentang hasil verifikasi status realisasi janji dan rekomendasi, misalnya melalui poster yang memberikan informasi terakhir tentang status. Jika Tim Dinas Pendidikan ingin mengkomunikasikan hasil dari pemantauan secara umum juga dapat diperkenalkan kepada masyarakat melalui media massa. Ini akan bermanfaat secara khusus jika pemantauan dilaksanakan di banyak sekolah di suatu kabupaten/kota

169 E. SURVEI ULANG Pelaksanaan kegiatan perbaikan pelayanan sesuai dengan janji dan rekomendasi semestinya menghasilkan perubahan kualitas pelayanan yang terasa oleh masyarakat pengguna. Survei ulang dilaksanakan untuk melihat sejauh mana kegiatan perbaikan yang telah dilaksanakan mempunyai dampak positif terhadap persepsi masyarakat pengguna. Masing-masing pihak terlibat mempunyai tujuan sesuai dengan kepentingannya: a) Tujuan ditingkat sekolah: Mengetahui apakah kegiatan perbaikan yang telah dikerjakan menghasilkan perbaikan persepsi masyarakat sehingga kegiatan tersebut bisa dianggap efektif. Mengetahui pengaduan mana yang tetap menerima jumlah pengaduan yang tinggi sehingga memerlukan aksi perbaikan oleh unit pelayanan b) Tujuan di tingkat kabupaten/kota: Mengetahui secara umum apakah pelaksanaan janji dan rekomendasi telah efektif sehingga terjadi perbaikan persepsi masyarakat. Mengetahui unit pelayanan mana yang sangat berhasil dari segi penurunan pengaduandan yang mana belum. Mengetahui jenis pengaduan mana yang tetap menerima jumlah pengaduan yang tinggi(misalnya sarana/ prasarana, disiplin, kecepatan pelayanan, kejelasan prasyaratan pelayanan,dst) c) Tujuan di tingkat masyarakat pengguna: Mengetahui hasil survei ulang serta tindakan lanjut dalam bentuk Janji dan Rekomendasi Perbaikan Pelayanan yang baru. Kegiatan survei ulang bersifat kegiatan evaluasi terhadap status perbaikan pelayanan yangd ilaksanakan oleh Tim Pelaksana Survei Pengaduan dan Tim Dinas Pendidikan. Sesuai dengan survei pertama, kegiatan ini akan melibatkan masyarakat pada semua langkah. Seperti survei pertama, survei ulang dilaksanakan secara terkoordinasi antara semua sekolah sehingga Analisis Masalah Penyebab Pengaduan dapat dilaksanakan bersama-sama dan sekolah dapat saling belajar dari pengalaman. E.1. Persiapan Survei Ulang dan Lokakarya Analisis Masalah Penyebab Pengaduan Survei ulang sebaiknya dilaksanakan sekitar dua tahun setelah Janji Perbaikan Pelayanan dan Rekomendasi Perbaikan Pelayanan ditandatangani. Setelah dua tahun semestinya perubahan pelayanan dan pengaruh positif oleh 167

170 LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI pelaksanaan rekomendasi sudah sangat terasa oleh masyarakat pengguna. Survei ulang dilaksanakan (a) sebelum proses perencanaan/ penganggaran dan (b) setelah pemantauan status pelaksanaan Janji dan Rekomendasi Perbaikan Pelayanan (lihat sub-bagian tentang evaluasi). Pelaksanaan evaluasi akan memerlukan sekitar 6 minggu dari persiapan kegiatan sampai ke pelaporan. a. Proses survei ulang tidak berbeda dari survei pertama Survei ulang akan memakai kuesioner dari survei pertama sehingga tidak perlu melaksanakan Lokakarya Pengelolaan Pengaduan. Kuesioner tidak boleh diubah agar hasil survei kedua dapat dibandingkan dengan survei pertama. Beberapa catatan tentang persiapan: Persiapan survei ulang dilaksanakan sesuai dengan penjelasan di atas mengenai persiapan survei, termasuk pengumuman pelaksanaan suvei, pembuatan dan publikasi IPM. Tim Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik akan mengkoordinasikan persiapan serta memantau kualitas persiapan survei. Pertemuan Analisis Masalah Penyebab Pengaduan akan menyusul setelah pembuatan IPM dipersiapkan sesuai penjelasan tentang persiapan Pertemuan Analisis Masalah Penyebab Pengaduan di atas. Pembagian kerja antara Tim Dinas Pendidikan serta Tim Pelaksana Survei Pengaduan di tingkat sekolah. Biaya anggaran yang diperlukan sesuai dengan biaya untuk survei pertama serta Pertemuan Analisis Masalah Penyebab Pengaduan yang pertama. Masyarakat tetap diinformasikan pada setiap langkah dan diikutsertakan sesuai dengan penjelasan proses survei pengaduan dan pertemuan analisis masalah penyebab pengaduan yang pertama. b. Dokumen yang harus dipersiapkan Dokumen Indeks Pengaduan Masyarakat hasil survei yang lalu. Format Verifikasi Status Realisasi Janji Perbaikan Pelayanan. Format Verifikasi Status Realisasi Rekomendasi Perbaikan Pelayanan

171 BAHAN PRESENTASI Mengapa Sekolah Perlu Tatakelola yang Baik? Tiga pilar utama penyelenggara pendidikan: 1. Pemerintah 2. Warga sekolah 3. Masyarakat Mengapa Sekolah Perlu Melaksanakan Survei Pengaduan? 1. Sekolah sebagai unit pelayanan 2. Hak pengguna layanan untuk memperoleh pelayanan yang baik 3. Akuntabilitas 169

172

173 77 Transparansi dan Akuntabilitas dalam Manajemen Sekolah 171

174 LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI MODUL 7 TUJUAN PEMBELAJARAN Transparansi dan Akuntabilitas dalam Manajemen Sekolah... peserta menguasai transparansi dan akuntabilitas dalam manajemen sekolah. Tujuan umum pembelajaran adalah peserta menguasai transparansi dan akuntabilitas dalam manajemen sekolah. Tujuan khusus pembelajaran adalah, setelah mengikuti sesi tentang transparansi dan akuntabilitas dalam manajemen sekolah, peserta dapat: 1. Menjelaskan kaitan antara good governance dengan transparansi dan akuntabilitas. 2. Menjelaskan makna transparansi dan akuntabilitas. 3. Mengidentifikasi jenis-jenis akuntabilitas. 4. Menyusun lesson learnt dari praktik baik tentang transparansi sekolah yang mendapatkan pendampingan dari USAID-KINERJA. POKOK BAHASAN 1. Kaitan antara good governance dengan transparansi dan akuntabilitas. 2. Makna transparansi dan akuntabilitas. 3. Jenis-jenis akuntabilitas. 4. Contoh penerapan transparansi dan akuntabilitas di sekolah

175 METODE WAKTU 1. Curah pendapat 2. Ceramah 3. Rsesitasi 4. Presentasi 5. Tanya jawab ALAT DAN BAHAN Total waktu yang dibutuhkan: 3 x 45 menit (135 menit), dengan rincian sebagai berikut: Waktu Pokok Bahasan 5 menit Pengantar 10 menit Pengkondisian 30 menit Fasilitator Presentasi 30 menit Diskusi Kelompok 1. Komputer/laptop 2. LCD 3. Papan dan kertas plano 4. Spidol warna 5. Isolasi kertas 50 menit Wakil Kelompok Presentasi 10 menit Penutup PROSES FASILITASI Pengantar (5 menit) Pengkondisian (10 menit) Pemaparan Materi (30 menit) Penutup (10 menit) Presentasi (50 menit) Diskusi Kelompok (30 menit) 173

176 LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI Pengantar (5 menit) Fasilitator mengajak peserta bermain game. Penutup (10 menit) Fasilitator mereview hasil diskusi. Apersepsi (10 menit) 1. Fasilitator melakukan apersepsi materi peningkatan partisipasi masyarakat dan stake holders dalam pelayanan publik d sekolah. 2. Fasilitator memancing pendapat peserta tentang urgensi transparansi dan akuntabilitas. 3. Fasilitator memancing pikiran kritis peserta terhadap fenomena sekolah yang kurang transparan. Presentasi (30 menit) Fasilitator presentasi garis-garis besar tentang transparansi dan akuntabilitas dalam manajemen sekolah. Diskusi Kelompok (30 menit) 1. Fasilitator membentuk kelompok. 2. Fasilitator memberikan topik yang didiskusikan dalam kelompok. 3. Kelompok mendiskusikan topik yang diberikan. 4. Kelompok merekam hasil diskusi dalam kertas plano. Presentasi (50 menit) 1. Wakil Kelompok Presentasi 2. Anggota kelompok menambahkan (jika ada). 3. Kelompok presenter bertanya jawab dengan para peserta. BAHAN BACAAN BAHAN BACAAN: TRANSPARANSI DAN AKUNTABILITAS DALAM MANAJEMEN SEKOLAH 1. PENDAHULUAN Diskursus tentang good governance atau kepemerintahan yang baik, merupakan kelanjutan perkembangan diskursus tentang good governmet. Good governance merupakan isu yang paling mengemuka belakangan ini, terutama ketika keinginan untuk mewujudkan kepemerintahan yang kapabel sekaligus yang baik menjadi tekad hampir semua negara bangsa. Pemahaman umum tentang good governance mulai mengemuka di Indonesia sejak tahun 1990-an dan semakin populer pada era tahun 2000-an. Kepemerintahan yang baik banyak diperkenalkan oleh lembaga donor atau pemberi pinjaman luar negeri seperti World Bank, Asean Development Bank, IMF maupun lembaga-lembaga pemberi pinjaman lainnya yang berasal dari negara

177 negara maju. Good governance dijadikan aspek pertimbangan lembaga donor dalam memberikan pinjaman dan hibah.good governance ini sudah memasuki ranah universitas dengan label good university governance dan ranah sekolah dengan label good school governance. Good governance mengharuskan penggunaan prinsip-prinsip transparansi dan akuntabilitas dalam penyelenggaraan kepemrintahan. Deklarasi Tokyo mengartikan akuntabilitas sebagai kewajibankewajiban dari individu-individu atau penguasa yang dipercayakan untuk mengelola sumbersumber daya publik dan yang bersangkutan dengannya untuk menjawab hal-hal yang terkait dengan pertanggungjawaban fiskal, manajerial, dan program. Akuntabilitas terkait dengan asesemen tentang standar pelaksanaan kegiatan. Beberapa negara maju di Eropa seperti Jerman dan Inggris telah menerapkan konsep akuntabilitas hampir di setiap aspek kepemerintahan sejak tahun 1970-an. Inggris di era John Major dan Toni Blair memasyarakatkan akuntabilitas dengan menyusun Output and Performance Analysis (OPA Guidance). Pemerintah Inggris menetapkan gagasan tentang Public Services for The Future: Modernisation, Reform, Accountability, yang mengharuskan setiap keputusan tidak hanya berorientasi pada pengeluaran dan atau penyerapan dana,tetapi juga mengenai peningkatan jasa yang diberikan beserta dengan perbaikannya. Jerman menetapkan bahwa keterlibatan pusat (central involvement) dalam kegiatan setiap menteri dibatasi pada masalah kepegawaian, teknologi informasi dan hal-hal keuangan. Dari pola pemerintahan ini, maka pemerintah sesuai dengan tingkatannya secara formal mempunyai akuntabilitas (public accountability) kepada parlemen di tiap tingkatan pemerintahan (federal, negara bagian, dan lokal). 2. MAKNA TRANSPARANSI DAN AKUNTABILITAS Transparansi atau keterbukaan berarti seluruh warga sekolah dan pemangku kepentingan dapat mengetahui mekanisme pengelolaan sumberdaya sekolah. Selanjutnya sekolah memperoleh kepercayaan dan dukungan dari pemangku kepentingan. Keterbukaan dapat dilakukan melalui penyebarluasan informasi di sekolah dan pemberian informasi kepada masyarakat tentang pengelolaan sumberdaya sekolah, untuk memperoleh kepercayaan publik terhadap sekolah. Tumbuhnya kepercayaan publik merupakan langkah awal upaya sekolah dalam meningkatkan peran serta masyarakat terhadap sekolah (Kemendikbud, 2012). Keterbukaan atau transparansi dalam pengelolan sekolah merupakan karakteristik sekolah yang menerapkan MPMBS. Keterbukan/transparansi ini ditunjukkan dalam pengambilan keputusan, perencana dan pelaksanaan kegiatan, penggunaan uang, dan sebagainya, yang selalu melibatkan pihak-pihak terkait sebagai alat kontrol. Akuntabilitas secara harfiah dalam bahasa inggris biasa disebut dengan accoutability yang diartikan sebagai yang dapat dipertanggungjawabkan. Atau dalam kata sifat disebut sebagai accountable

178 LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI Lalu apa bedanya dengan responsibility yang juga diartikan sebagai tanggung jawab. Pengertian accountability dan responsibility seringkali diartikan sama. Padahal maknanya jelas sangat berbeda. Beberapa ahli menjelaskan bahwa dalam kaitannya dengan birokrasi, responsibility merupakan otoritas yang diberikan atasan untuk melaksanakan suatu kebijakan. Sedangkan accountability merupakan kewajiban untuk menjelaskan bagaimana realisasi otoritas yang diperolehnya tersebut. Berkaitan dengan istilah akuntabilitas, Sirajudin H Saleh dan Aslam Iqbal berpendapat bahwa akuntabilitas merupakan sisi-sisi sikap dan watak kehidupan manusia yang meliputi akuntabilitas internal dan eksternal seseorang. Dari sisi internal seseorang akuntabilitas merupakan pertanggungjawaban orang tersebut kepada Tuhannya. Sedangkan akuntabilitas eksternal seseorang adalah akuntabilitas orang tersebut kepada lingkungannya baik lingkungan formal (atasanbawahan) maupun lingkungan masyarakat. Akuntabilitas juga merupakan instrumen untuk kegiatan kontrol terutama dalam pencapaian hasil pada pelayanan publik. Dalam hubungan ini, diperlukan evaluasi kinerja yang dilakukan untuk mengetahui sejauh mana pencapaian hasil serta cara-cara yang digunakan untuk mencapai semua itu. Pengendalian (control) sebagai bagian penting dalam manajemen yang baik adalah hal yang saling menunjang dengan akuntabilitas. Dengan kata lain pengendalian tidak dapat berjalan efisien dan efektif bila tidak ditunjang dengan mekanisme akuntabilitas yang baik demikian juga sebaliknya. Media akuntabilitas yang memadai dapat berbentuk laporan yang dapat mengekspresikan pencapaian tujuan melalui pengelolaan sumber daya suatu organisasi, karena pencapaian tujuan merupakan salah satu ukuran kinerja individu maupun unit organisasi. Tujuan tersebut dapat dilihat dalam rencana stratejik organisasi, rencana kinerja, dan program kerja tahunan, dengan tetap berpegangan pada Rencana Jangka Panjang dan Menengah (RJPM) dan Rencana Kerja Pemerintah (RKP). Media akuntabilitas lain yang cukup efektif dapat berupa laporan tahunan tentang pencapaian tugas pokok dan fungsi dan target-target serta aspek penunjangnya seperti aspek keuangan, aspek sarana dan prasarana, aspek sumber daya manusia dan lain-lain. Perkembangan penyelenggaraan negara di Indonesia memperlihatkan upaya sungguh-sungguh untuk menghasilkan suatu pemerintahan yang berorientasi pada pemenuhan amanah dari seluruh masyarakat. Undang-undang Nomor 28 Tahun 1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas KKN menguraikan mengenai azas akuntabilitas dalam penyelenggaraan negara dan pengelolaan pemerintahan. Hal ini mengisyaratkan bahwa untuk mewujudkan suatu pemerintahan yang responsif, bebas KKN serta berkinerja, kondisi akuntabilitas merupakan 'sufficient condition' atau kondisi yang harus ada. Akuntabilitas menekankan pada pertanggungjawaban penyelenggaraan pendidikan di sekolah, utamanya pencapaian sasaran peningkatan mutu sekolah. Sekolah dalam mengelola sumberdaya berdasar pada peraturan 176

179 perundangan dan dapat mempertangungjawabkan kepada pemerintah, seluruh warga sekolah dan pemangku kepentingan lainnya. Pertanggungjawaban meliputi implementasi proses dan komponen manajemen sekolah. Pertanggungjawaban dapat dilakukan secara tertulis disertai bukti-bukti administratif yang syah, menunjukkan bukti fisik (seperti bangunan gedung, bangku, dan alat-alat laboratorium), atau lisan misalnya rapat dengan mengundang pemangku kepentingan. 3. JENIS-JENIS AKUNTABILITAS SEKOLAH Jenis-jenis akuntabilitas di sekolah terdiri atas sebagai berikut: b. Ada pengembangan potensi non akademik secara optimal. c. Punya kejuaraan non akademik di berbagai bidang. d. Punya kejuaraan non akademik banyak di tingkat lokal, regional, nasional, dan internasional. 3. Akuntabilitas moral, yang ditunjukkan dengan: a. Adanya moral meaning, moral feeling, dan action di sekolah. b. Mengaitkan manajemen dengan fungsi normatif pendidikan, sebagai wahana untuk membangun moral anak didik di masa kini dan masa depan. c. Bertanggungjawab untuk tetap memelihara moralitas masyarakat melalui strategic group di lembaga pendidikan. 1. Akuntabilitas akademik yang ditunjukkan dengan: a. Prestasi akademik tinggi b. Tingkat Kelulusan Tinggi c. Punya kejuaraan di berbagai bidang akademik d. Kejuaraan lomba mata pelajaran e. Kejuaraan olimpiade f. Lulusannya terserap di lembaga pendidikan lanjutan dengan kategori baik. 2. Akuntabilitas non akademik, yang ditunjukkan dengan: a. Mengakomodasi keragaman potensi non akademik peserta didiknya. 4. Akuntabilitas hukum, yang berarti:. a. Kinerja pendidikan tidak keluar dari koridor hukum. b. Kinerja pendidikan menjadi contoh/teladan terkait penaatan terhadap hukum. c. Kinerja pendidikan tidak menimbulkan masalah dari segi hukum. 5. Akuntabilitas politik, yang berarti: a. Apa yang diperbuat oleh pimpinan lembaga pendidikan bisa diterima oleh stakeholdersnya (institusi yang menaungi, orangtua, masyarakat dan warga sekolah). b. Apa yang diperbuat oleh pimpinan lembaga pendidikan menimbulkan satisfaction oleh 177

180 LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI stakeholders-nya (institusi yang menaungi, orangtua, masyarakat dan warga sekolah). 6. Akuntabilitas administratif, yang berarti: a. Kinerja lembaga pendidikan dapat dipertanggungjawabkan secara administratif kepada stakeholders-nya. b. Pertangungjawabannya dalam bentuk laporan yang mudah dipahami dan sesuai dengan pedoman yang ditentukan. 7. Akuntabilitas ekonomik yang berarti: a. Lembaga pendidikan mempunyai prospectus pertumbuhan dan kualitas. b. Kelembagaan pendidikan mempunyai pertumbuhan: ada peningkatan aset: lahan, peserta didik, sumber daya, dan sumber dana. c. Kelembagaan pendidikan mempunyai peningkatan kualitas: secara horisontal dan vertikal. 4. CONTOH PENERAPAN TRANSPARANSI DAN AKUNTABILITAS DI SEKOLAH Penerapan transparansi telah dilakukan oleh sekolah-sekolah yang menerapkan MBS dan mendapatkan pendampingan dari kinerja. SD-SD yang berada di Kota Probolinggo, telah menunjukkan transparansi dala pengelolaan sekolah. Bentuk transparansi yang mereka tunjukkan adalah: 1. Terbuka saat menyusun perencanaan sekolah, karena ada keterlibatan dari multi stake holders dalam proses-proses penusunannya. 2. Hasil penyusunan rencana sekolah yang berbentuk RKS dan program-program sekolah, dipajang pada dinding pengumuman sekolah sehingga dapat dilihat oleh publik yang menjadi pengguna pelayanan pendidikan. 3. Rencana anggaran kegiatan sekolah (RAKS) juga disusun dengan melibatkan komite sekolah, disetujui dan dketahui oleh komite sekolah. Semua warga sekolah bisa mengetahui secara transparan terhadap kebutuhan dana sekolah beserta dengan pembelanjaan dan atau pengeluarannya. 4. RKS pada sekolah-sekolah yang didampingi oleh kinerja selama menerapkan MBS, juga dipajang pada suatu tempat yang dapat diketahui dan diakses dengan mudah oleh publik atau masyarakat. 5. Sebagai bentuk pertanggungjawaban (akuntabilitas), sekolah yang menerapkan MBS selama didampingi oleh kinerja, juga melaporkan kegiatan dan sekolah beserta dengan pengunaan anggarannya kepada orang tua, UPTD, Dinas Pendidikan, Komite Sekolah dan bahkan kepada multi stake holder yang lainnya. 6. Setelah sekolah menerapkan transparansi dan akuntabilitas, maka kepercayaan masyarakat terhadap sekolah makin meningkat, dan partisipasi yang diberikan juga semakin meningkat (lebih lanjut, baca bab: Partisipasi masyarakat dan stake holders dalam pelayanan publik di sekolah)

181 KOMITE SEKOLAH DI JEMBER BANGKIT SETELAH ADA USAID-KINERJA Ibu Lulus Yuliastutik, Kepala Sekolah SDN Sidomekar 08 Kec. Semboro Kab. Jember yang merupakan salah satu sekolah mitra Program USAID-KINERJA, telah mulai menerapkan MBS berpelayanan publik da membuka ruang partisipasi bagi masyarakat dalam meningkatkan mutu sekolah. Menyadari manfaat partisipasi, transparansi, dan akuntabilitas Ibu Lulus segera memulai langkah terobosan dengan mereformasi komite sekolah, yang sebelumnya keberadaan komite sekolah hanya sekedar ada. Alhasil, beliau berhasil menemukan tokoh masyarakat yang peduli terhadap pendidikan bernama Bpk. Risqon, SE yang terpilih menjadi Ketua Komite. Pendampingan teknis KINERJA melalui Lokakarya Penguatan dan Pemberdayaan Komite Sekolah, komite dan kepala sekolah serta guru memahami apa peran dan fungsi komite sekolah. SK Pengurus Komite tertanggal 14 April 2012 telah diterbitkan dan saat ini sudah memiliki AD/ART serta program kerja Komite sekolah yang dilengkapi dengan visi misi. Dibawah kepemimpinan Bapak Risqon, komite Sidomekar 08 mulai bangkit untuk terlibat dalam pengelolaan sekolah sesuai dengan peran dan fungsinya yaitu sebagai Supporting, Mediator, Advisor dan controlling. Beberapa hal yang telah dilakukan oleh Komite Sekolah SDN Sidomekar 08 antara lain : Berpartisipasi aktif dalam proses penyusunan perencanaan sekolah, membantu guru menghitung & menentukan KKM (mengadakan workshop penghitungan & penetapan KKM), membantu meningkatkan mutu dan promosi sekolah. Bekerjasama dengan PT Indofood (mie sedap), Teh Botol Sosro, Yamaha sebagai sponsor lomba baca puisi, mewarna & menggambar untuk anak TK calon murid, drumband dan Famili Cerdas. Acara digelar agar masyarakat dan orang tua murid bersama keluargnya datang ke sekolah dan mengetahui kondisi sekolah sekaligus promosi Bekerjasama dengan Pabrik Gula Semboro untuk mencarikan bea siswa untuk peserta didik Bekerjasama dengan Koperasi Unit Desa (KUD) Semboro, memanfaatkan lahan milik KUD untuk bercocok tanam hortikultura ) Pepaya, kangkung, bayam, gambas, dan katu ) sebagai kegiatan 179

182 LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI ekstra dan praktek pertanian untuk siswa. Hasilnya dijual dengan pembagian 50 % komite sekolah untuk dikembangkan lagi, 25 % sekolah dan pengelola. Mendirikan KANTIN SEKOLAH, hasilnya 50% komite dan 50% sekolah. Tujuannya selain untuk support dana ke sekolah, juga menciptakan jiwa wirausaha siswa dan masyarakat sekolah karena menjual makanan yang diproduksi orang tua murid seperti Klepon, Kripik Pisang, Opak gepit, Kacang telur, Roti kering, dan rengginan. Siswa mengambil sendiri makanan yang dibeli dan mengadministrasikan sendiri dengan memasukan uang serta mencatat sendiri dalam buku, pengelola hanya mengkoordinir & mengawasi serta membantu siswa yang belum bisa. baca, tulis

183 BAHAN PRESENTASI RESPONSIBILITY DAN ACCOUNTABILITY Responsibility merupakan otoritas yang diberikan atasan untuk melaksanakan suatu kebijakan. Accountability merupakan kewajiban untuk menjelaskan bagaimana realisasi otoritas yang diperolehnya tersebut. JENIS-JENIS AKUNTABILITAS SEKOLAH 1. Akuntabilitas akademik 2. Akuntabilitas non akademik 3. Akuntabilitas moral 4. Akuntabilitas hukum 5. Akuntabilitas politik 6. Akuntabilitas administratif 7. Akuntabilitas ekonomik 181

184 LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI AKUNTABILITAS AKADEMIK Prestasi akademik tinggi Tingkat kelulusan tinggi Punya kejuaraan di berbagai bidang akademik Kejuaraan lomba matapelajaran Kejuaraan olimpiade Lulusannya terserap di lembaga pendidikan

185 88 Praktik Baik (Good Practice) Penerapan MBS Berorientasi Pelayanan Publik di Sekolah 183

186 LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI MODUL 8 Praktik Baik (Good Practice) Penerapan MBS Berorientasi Pelayanan Publik Sekolah Tujuan umum pembelajaran adalah peserta dapat mengambil pelajaran dari praktikpraktik penerapan MBS berorientasi pelayanan publik. TUJUAN PEMBELAJARAN Tujuan umum pembelajaran adalah peserta dapat mengambil pelajaran dari praktik-praktik penerapan MBS berorientasi pelayanan publik. Tujuan khusus pembelajaran adalah, setelah mengikuti sesi tentang praktik baik (good practice) penerapan MBS berorientasi pelayanan publik, peserta dapat: 1. Mengidentifikasi praktik baik (good practice) penerapan MBS berorientasi pelayanan publik yang pernah dilihat di daerah masing-masing. 2. Mengambil praktik-praktik baik penerapan MBS berorientasi pelayanan publik sebagai leason leaner. 3. Menganalisis kemungkinan penerapan praktikpraktik baik penerapan MBS berorientasi pelayanan publik di sekolah masing-masing. POKOK BAHASAN 1. Praktik-praktik baik manajemen kurikulum dan pembelajaran berbasis sekolah. 2. Praktik-praktik baik manajemen kelas berbasis sekolah. 3. Praktik-praktik baik manajemen SDM. 4. Praktik-praktik baik manajemen peserta didik. berbasis sekolah

187 5. Praktik-praktik baik manajemen sarana prasarana berbasis sekolah. 6. Praktik-praktik baik manajemen keuangan berbasis sekolah. 7. Praktik-praktik baik manajemen partisipasi masyarakat berbasis sekolah. 8. Contoh Penerapan Praktik MBS di Kabupaten/Kota Mitra Kinerja METODE WAKTU Total waktu yang dibutuhkan: 3 x 45 menit (135 menit), dengan rincian sebagai berkut. Waktu Pokok Bahasan 5 menit Pengantar 10 menit Pengkondisian 30 menit Telaah teks/bahan bacaan 30 menit Diskusi Kelompok 1. Curah pendapat 2. Ceramah 3. Rsesitasi 4. Presentasi 5. Tanya jawab 50 menit Wakil Kelompok Presentasi 10 menit Penutup ALAT DAN BAHAN 1. Komputer/laptop 2. LCD 3. Papan dan kertas plano 4. Spidol warna 5. Isolasi kertas 185

188 LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI PROSES FASILITASI Pengantar (5 menit) Pengkondisian (10 menit) Telaah Bahan Bacaan (30 menit) Penutup (10 menit) Presentasi (50 menit) Diskusi Kelompok (30 menit) Pengantar (5 menit) Fasilitator mengajak senam kepada peserta. Apersepsi (10 menit) 1. Fasilitator melakukan apersepsi materi sebelumnya 2. Fasilitator menggali pengalaman peserta tentang pelaksanaan MBS di sekolahnya masing-masing. 3. Fasilitator memancing pendapat peserta lain tentang pengalaman pelaksanaan MBS di sekolah yang telah diceritakan oleh peserta. Telaah Bahan Bacaan (30 menit) 1. Fasilitator memberikan kesempatan kepada peserta untuk menelaah bacaan tentang good practice MBS berorientasi pelayanan publik. 2. Fasilitator memberikan kesempatan kepada peserta untuk menggaris bawahi hal-hal penting pada bacaan yang ditelaah. 3. Failitator memberikan kesempatan kepada peserta mengidentifikasi good practice MBS berorientasi pelayanan publik di daerahnya masing-masing. Diskusi Kelompok (30 menit) 1. Fasilitator membentuk kelompok 2. Fasilitator memberikan kesempatan sebagian kelompok mendiskusikan langkah-langkah yang dapat ditempuh oleh sekolah untuk mencapai SPM. 3. Fasilitator memberikan kesempatan sebagian kelompok untuk mendiskusikan langkah-langkah sekolah untuk mencapai SNP

189 4. Fasilitator memberikan kesempatan kepada kelompok meringkas hasil diskusinya pada kertas plano. Presentasi (50 menit) 1. Fasilitator membentuk kelompok 2. Fasilitator memberikan kesempatan kepada kelompok untuk mengidentifikasi praktik-praktik MBS berorientasi pelayanan publik yang dapat diterapkan di sekolah masing-masing beserta faktor pendukung, penghambat beserta pemecahannya. 3. Wakil Kelompok Presentasi 4. Anggota kelompok menambahkan (jika ada) 5. Kelompok presenter bertanya jawab dengan para peserta Penutup (10 menit) Fasilitator mereview hasil diskusi BAHAN BACAAN BAHAN BACAAN: PRAKTIK BAIK (GOOD PRACTICES) PENERAPAN MBS BERORIENTASI PELAYANAN PUBLIK A. PENDAHULUAN Banyak good practice manajemen berbasis sekolah berorientasi pelayanan publik yang dapat diangkat dan dapat dijadikan sebagai 'lessons learnt' oleh sekolah-sekolah lain. Good practices tersebut, diangkat dari sekolah-sekolah yang selama ini menerapkan MBS yang dibina oleh pemerintah (Kemendiknas dan Dinas Pendidikan Provinsi dan kabupaten kota) dan yang dibina oleh NGO (termasuk yang didampingi oleh Kinerja-USAID). Mengingat aspek substansi manajemen berbasis sekolah yang berorientasi pelayanan publik tersebut dimulai dari manajemen pembelajaran sampau dengan manajemen partisipasi masyarakat, maka sajian tentang good practices tersebut juga mengikuti alur aspek subtansi manajemen berbasis sekolah yang berorientasi pelayanan publik. B. GOOD PRACTICES MANAJEMEN KURIKULUM BERBASIS SEKOLAH 1. Kurikulum yang diterapkan di sekolah yang menerapkan MBS adalah KTSP. Manajemen mutu KTSP di sekolah yang menerapkan MBS terdiri atas: mencermati perubahan kurikulum, mempelajari KTSP, sosialisasi KTSP, worshop silabus, sharing silabus, expert judgement silabus, dan pengesahan silabus. 2. Pencermatan perubahan kurikulum dilakukan oleh Sekolah yang menerapkan MBS sejak adanya informasi perubahan kurikulum dari 1994 ke KBK, Kurikulum 2004 dan KTSP. Setelah KTSP ditetapkan secara resmi sebagai kurikulum yang dipakai secara nasional, sekolah yang menerapkan MBS mempelajari KTSP. 3. Sosialisasi KTSP di sekolah yang menerapkan MBS dilakukan kepada guru dan stake holders dengan maksud memberikan pemahaman akan 187

190 LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI urgensi KTSP, selanjutnya bisa mencangkokkan komitmen untuk mengimplementasikan KTSP. 4. Penyusunan silabus dilakukan bersama oleh tenaga kependidikan sekolah yang menerapkan MBS sesuai dengan rambu-rambu yang ditetapkan oleh BSNP, dengan mengakomodasi potensi dan kearifan lokal. 5. Sharing silabus, judgement expert, review silabus dan revisi silabus, dilakukan oleh tenaga kependidikan di sekolah yang menerapkan MBS dengan harapan menjadi silabus yang berkualitas karena telah didialogkan dengan sejawat dan mendapatkan banyak masukan dari pakar kependidikan mata pelajaran sesuai keahliannya. 6. Silabus yang sudah melalui perbaikan secara berulang kemudian disahkan dan dirujuk ketika menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). C. GOOD PRACTICES MANAJEMEN PEMBELAJARAN BERBASIS SEKOLAH 1. Manajemen pembelajaran pada sekolah yang menerapkan MBS adalah suatu aktivitas yang bermaksud mewujudkan mutu pembelajaran sehingga proses dan hasil pembelajaran menjadi bermutu. 2. Proses manajemen pembelajaran Sekolah yang menerapkan MBS meliputi: perencanaan pembelajaran, implementasi pembelajaran dan penilaian pembelajaran. 3. Perencanaan pembelajaran dilakukan dengan penyusunan RPP yang bermutu oleh guru, dengan memedomani silabus yang sudah disyahkan, di-sharing-kan dengan dan di-review oleh sejawat dan dilakukan expert-judgement, serta dilakukan revisi berulang. 4. Substansi RPP yang disusun oleh guru Sekolah yang menerapkan MBS meliputi: identitas mata pelajaran, kompetensi, tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, langkah-langkah pembelajaran; metode, media dan sumber belajar; jenis dan instrumen evaluasi; identitas penyusun dan pengesahan oleh penyusun dan kepala sekolah. 5. Dalam pelaksanaan pembelajaran, guru Sekolah yang menerapkan MBS memedomani RPP; menggunakan model, strategi, metode dan media pembelajaran yang mengerucut ke arah PAKEM. 6. Evaluasi pembelajaran yang diterapkan di Sekolah yang menerapkan MBS adalah evaluasi autentik, yang terdiri atas tes dan non tes. Guna mengetahui keberhasilan pembelajaran, Sekolah yang menerapkan MBS menerapkan standar ketuntasan minimal (SKM). 7. Dalam evaluasi pembelajaran (PS, PR, ulangan harian, ulangan sub semester dan ulangan semester), guru mengoreksi dan memberikan balikan kepada siswa. Siswa yang berprestasi dalam berbagai ulangan dan pengerjaan tugas mendapatkan reward dari guru, siswa yang belum mencapai KKM mendapatkan remidi, dan siswa yang sudah mencapai KKM lebih cepat dari kawannya mendapatkan pengayaaan materi pembelajaran

191 8. Keseluruhan hasil evaluasi dikembalikan kepada siswa dan dilaporkan kepada orangtua, melalui raport. E. GOOD PRACTICES MANAJEMEN KESISWAAN BERBASIS SEKOLAH D. GOOD PRACTICES MANAJEMEN KELAS BERBASIS SEKOLAH 1. Ruang kelas pada sekolah yang menerapkan MBS berada dalam keadaan bersih dan terawat, karena disapu dan dilap setiap hari oleh siswa piket yang diatur oleh guru kelas. 2. Ruang kelas sekolah yang menerapkan MBS dihias menarik oleh siswa dengan bimbingan guru kelas sehingga kondusif untuk belajar. 3. Pada dinding ruang sekolah yang menerapkan MBS dipajang karya-karya terbagus siswa dan kalender, serta poster-poster afirmatif yang menggelorakan semangat relajar siswa. 4. Berbagai jenis ringkasan mata pelajaran, mind mapping, rumus matematika dan MIPA, dan pojok mata pelajaran dibuat dan ditempatkan pada ruang kelas Sekolah yang menerapkan MBS secara berkala sesuai dengan kebutuhan pembelajaran. 5. Terdapat aturan yang dipedomani dan dijalankan oleh wali kelas, sehingga kelas yang menjadi tangungjawab guru kelas benar-benar kondusif untuk melaksanakan pembelajaran yang bermutu. 1. Manajemen kesiswaan adalah upaya yang dilakukan oleh pengelola Sekolah yang menerapkan MBS dalam memproses input siswa menjadi output yang bermutu sesuai dengan visi, misi dan tujuan sekolah. 2. Manajemen mutu kesiswaan berbasis terdiri atas rekrutmen siswa baru, identifikasi potensi akademik dan non akademik, pembinaan yang berpotensi akademik dan non akademik, penyaluran bagi yang kurang potensial di bidang akademik dan non akademik, pemantauan siswa yang melanjutkan studi. 3. Rekrutmen siswa baru dilakukan oleh Sekolah yang menerapkan MBS berdasarkan daya tampung sekolah yang didahului dengan penyebaran pengumuman dalam bentuk brosur. 4. Identifikasi potensi akademik dan non akademik siswa dilakukan oleh guru kelas dan satgas yang dibentuk, guna memetakan siswa yang berpotensi akademik, berpotensi non akademik, dan berminat akademik dan non akademik. 5. Siswa berpotensi akademik dibina sampai mengerucut ke kejuaraan lomba mata pelajaran, siswa berpotensi non akademik dibina sampai mengerucut ke kejuaraan lomba non akademik, dan siswa yang berminat akademik dan non akademik disalurkan pembinaannya melalui kegiatan ekstra kurikuler untuk variasi dan pengayaan perolehan belajar di bidang akademik

192 LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI 6. Siswa yang berprestasi dan menjadi juara bidang akademik dan non akademik mendapatkan penghargaan material dan non material serta ditampilkan dalam berbagai kegiatan gebyar sekolah agar makin memacu yang bersangkutan dan kawannya untuk mendapatkan kejuaraan akademik dan non akademik berikutnya. 7. Guna mempertahankan mutu pembinaan, maka setiap pembina mendapatkan insentif pembinaan, dan pembina kesiswaan yang berprestasi mendapatkan rewardbertingkat sesuai dengan tingkatan prestasinya. 8. Berdasarkan pembinaan dan pendampingan yang bermutu kepada siswa, maka Sekolah yang menerapkan MBS banyak mendapatkan kejuaraan penghargaan baik di bidang akademik maupun non akademik. 9. Sekolah yang menerapkan MBS memantau kelanjutan studi lulusannya dan membangun jaringan alumni sebagai bentuk akuntabilitas pembinaan berkelanjutan dan sekaligus mengkondisikan alumni agar memberikan kontribusi akademik dan non akademik kepada sekolah asalnya. F. GOOD PRACTICES MANAJEMEN SDM (TENAGA KEPENDIDIKAN) BERBASIS SEKOLAH 1. Manajemen tenaga kependidikan adalah aktivitas yang dilakukan oleh pengelola Sekolah yang menerapkan MBS untuk merekrut, menugasi, meningkatkan kemampuan, memberikan penghargaan kepada tenaga kependidikan agar memberikan kontribusi yang bermutu terhadap proses pendidikan di sekolah. 2. Aktivitas manajemen tenaga kependidikan terdiri atas: rekrutmen, penugasan, penggajian, peningkatan kualifikasi dan kompetensi, promosi dan penghargaan. 3. Rekrutmen tenaga kependidikan pada Sekolah yang menerapkan MBS melalui seleksi ketat, referensi kepala sekolah dan guru sejawat serta yayasan sehingga yang terekrut memenuhi kualifikasi, prestasi akademik, dedikasi dan kemampuan khusus sesuai dengan ciri khas sekolah yang menerapkan MBS. 4. Penugasan tenaga kependidikan Sekolah yang menerapkan MBS selain pada tugas utama, juga pada tugas tambahan, sesuai dengan kualifikasi, kompetensi dan kemampuan khusus yang dimiliki, dan didasarkan atas kebutuhan riil pengembangan peserta didik di sekolah. 5. Penggajian tenaga kependidikan Sekolah yang menerapkan MBS didasarkan atas jenis dan jumlah beban tugas, kualifikasi dan kompetensi, golongan/ruang, masa kerja dan alokasi serta kemampuan angggaran sekolah. 6. Peningkatan kualifikasi tenaga tenaga kependidikan sekolah yang menerapkan MBS melalui studi lanjut, sedangkan peningkatan kompetensi melalui supervisi, pertemuan ilmiah, pelatihan, workshop, seminar, pendampingan, dan kemitraan dengan lembaga lain. 7. Terdapat upaya pemeliharaan loyalitas dan dedikasi tenaga kependidikan pada sekolah yang menerapkan MBS, dan terdapat upaya 190

193 peningkatan atau promosi karier secara berkelanjutan. F. GOOD PRACTICES MANAJEMEN SARANA PRASARANA BERBASIS SEKOLAH 1. Manajemen sarana prasarana adalah pengaturan sarana prasarana secara bermutu agar siap dipergunakan untuk mendukung pelaksanaan bidang akademik dan non akademik di sekolah yang menerapkan MBS. 2. Aktivitas manajemen sarana prasarana Sekolah yang menerapkan MBS terdiri atas: identifikasi kebutuhan sarana dan prasarana, pengadaan sarana prasarana, inventarisasi sarana prasarana, penggunaan sarana prasarana, perawatan dan pemeliharaan sarana prasarana. 3. Identifikasi kebutuhan sarana prasarana dilakukan oleh pengelola sekolah yang menerapkan MBS dengan bantuan tenaga kependidikan, atau oleh satuan tugas yang dibentuk leh pengelola. 4. Pengadaan sarana prasarana dilakukan berbasis kebutuhan riil sekolah baik di bidang akademik maupun non akademik, dan dilakukan oleh pengelola dan tenaga kependidikan Sekolah yang menerapkan MBS. 5. Pengadaan sarana prasarana sekolah yang menerapkan MBS dilakukan dengan cara pembangunan gedung dan ruangan; pembelian peralatan; mendapatkan sumbangan dari orang tua, masyarakat dan stake holders sekolah yang lainnya. 6. Inventarisasi sarana prasarana pada sekolah yang menerapkan MBS dilakukan setelah sarana prasarana diadakan dengan cara memberikan label sarana prasarana yang ada, dan mencatat pada buku inventaris sekolah, papan inventaris yang ditempatkan pada ruang kepala sekolah dan guru, dan pada daftar inventaris yang ditempelkan pada setiap ruangan. 7. Penggunaan sarana prasarana pada sekolah yang menerapkan MBS dilakukan secara optimal sehingga tingkatan utilitas gedung, ruangan, peralatan pembelajaran dan penunjang pembelajaran pada sekolah yang menerapkan MBS tergolong tinggi pada jam-jam sekolah. 8. Perbaikan, perawatan dan pemeliharaan sarana prasarana pada sekolah yang menerapkan MBS selalu dilakukan agar sarana prasarana yang tersedia tetap layak, aman dan nyaman dipakai sehingga senantiasa siap dipergunakan untuk kepentingan pembelajaran atau akademik dan kepentingan lainnya atau non akademik. H. GOOD PRACTICES MANAJEMEN KEUANGAN BERBASIS SEKOLAH 1. Manajemen keuangan sekolah yang menerapkan MBS adalah upaya penggalian sumber dan pembelanjaan dana secara bermutu dan selektif, guna mendukung aktivitas dan mutu pendidikan dan pembelajaran

194 LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI 2. Aktivitas manajemen keuangan berbasis religi terdiri atas: perencanaan anggaran, penggalian anggaran, realisasi dalam bentuk penggunaan dan pembelanjaan anggaran, dan laporan pertangungjawaban anggaran. 3. Perencanaan anggaran adalah menyusun RAKS yang berbasis pada Renstra sekolah dengan melibatkan stake holders sekolah, selanjutnya diajukan kepada pihak-pihak yang bisa menjadi sumber pebdanaan. 4. Sumber dana sekolah yang menerapkan MBS, terdiri atas sumber tetap dan sumber tidak tetap. Sumber dana tetap terdiri atas uang pangkal/ masuk siswa kelas 1 dan SPP. Sumber dana tidak tetap terdiri atas bantuan suka rela orang tua, bantuan pemerintah (BOS, block grand), bantuan luar negeri, bantuan masyarakat, bantuan partner kerja sama, uang pangkal siswa pindahan, dan usaha sekolah melalui koperasi. 5. Realisasi penggunaan anggaran untuk keperluan penciptaan pembelajaran berkualitas, pembimbingan dan layanan siswa; gaji, honorarium, pendidikan dan pelatihan serta penghargaan tenaga kependidikan; pengadaan, perbaikan dan perawatan sarana prasarana; penggalian dana baru; menggalang kerja sama dengan orangtua, masyarakat dan mitra kerja sama. 6. Laporan angaran sebagai bentuk akuntabilitas dirumuskan secara tertulis dan disampaikan kepada orangtua, komite sekolah, institusi yang menaungi dan pemerintah serta para penyumbang dana. I. GOOD PRACTICES MANAJEMEN PARTISIPASI MASYARAKAT BERBASIS SEKOLAH 1. Manajemen partisipasi masyarakat sekolah yang menerapkan MBS adalah suatu aktivitas penggalangan, penerlibatan dan penggerakan secara bermutu potensi masyarakat, terutama orang ua dalam rangka mendukung proses pendidikan dan pembelajaran yang bermutu di sekolah. 2. Aktivitas manajemen partisipasi masyarakat sekolah yang menerapkan MBS terdiri atas identifikasi potensi orang tua dan masyarakat, memprogramkan kerja sama dengan orangtua dengan masyarakat, berkomunikasi dengan orangtua dan masyarakat, membentuk komite sekolah, membentuk paguyuban orangtua murid, menampilkan prestasi siswa dalam pentas seni dan kegiatan keagamaan, membuat media sekolah. 3. Identifikasi potensi orangtua dan masyarakat dilakukan setiap awal tahun oleh wali kelas dan satuan tugas yang dibentuk untuk melihat kemungkinan partisipasi yang dapat diberikan oleh orangtua dan masyarakat. 4. Berdasarkan atas peta potensi orangtua dan masyarakat, pengelola sekolah yang menerapkan MBS menyusun program kerja dan menggalang partisipasi dari (dan kerja sama dengan) orangtua dan masyarakat. Partisipasi orangtua dan masyarakat dikelola secara bermutu melalui kelembagaan komite 192

195 sekolah (di tingkat sekolah), paguyuban orangtua (di tingkat kelas), serta secara individual ke sekolah. 5. Partisipasi orangtua dan masyarakat di sekolah yang menerapkan MBS dikelola dengan bermutu dalam wujud memberikan sumbangan pikiran, peningkatan kemampuan tenaga kependidikan, sumbangan dana, sumbangan tenaga untuk peningkatan life skill siswa dan sumbangan non dana. J. CONTOH PENERAPAN PRAKTIK MBS DI KABUPATEN/ KOTA MITRA KINERJA Sekolah-sekolah yang didampingi oleh kinerja- USAID dalam menerapkan MBS telah melakukan berbagai jenis praktik-praktik yang baik (good practice) yang dapat dijadikan sebagai lesson learn oleh sekolah-sekolah lain. Di antara berbagai praktik baik tersebut, dilaksanakan oleh SD-SD yang didamping oleh USAID-KINERJA di Jawa Timur dan Kalimantan Barat. Berikut dicuplikkan berapa praktik baik yang dilakukan oleh SD yang menerapkan MBS dengan pendampingan USAID-KINERJA. 1. Penyusunan rencana sekolah yang lebih partisipatif dokumen perencanaan yang akuntabel, yang prosesnya dilakukan secara partisipatif dengan melibatkan tim pengembang sekolah (TPS) dan komite sekolah. Proses penyusunan diawali dengan evaluasi diri sekolah, identifikasi pemenuhan standar pelayanan minimal dan masukan dari masyarakat. Padahal sebelumnya, Rencana Kegiatan Sekolah (RKS) umumnya disusun sepihak hanya oleh kepala sekolah dan sebagian guru. Hampir di semua sekolah dampingan, dokumen rencana yang ada telah dipublikasikan oleh sekolah dengan beragam cara, menyesuaikan kondisi sekolah. Dalam kaitan partisipasi, kesadaran kebutuhan akan peran dari mitra lainnya, mendorong sekolah untuk merevitalisasi ataupun meremajakan tim pengembang dan komite sekolah melalui SK pembentukan dan penyusunan anggaran dasar/ anggaran rumah tangga (AD/ART)-nya. Di Sekadau, seluruh sekolah yang didampingi telah memiliki SK TPS, dimana 18 sekolah telah memiliki SK Komite sekolah dan 12 telah menyusun AD/ART Komite Sekolah. Sejak adanya pendampingan MBS ini, kami jadi lebih mengerti bagaimana membuat perencanaan sekolah dan mengajak orang tua murid untuk terlibat, H. Sabli, S.Pd, Kepsek SDN 47 Penanjung, Kec. Sekadau Hilir Pasca intervensi KINERJA selama satu tahun pertama, seluruh sekolah mitra telah memiliki 193

196 LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI Gambar Rencana Sekolah yang Dipajang 2. Peningkatan partisipasi masyarakat dalam realisasi rencana sekolah Kampanye Pendidikan Gratis yang banyak dilakukan kalangan politisi dan elit lainnya mengakibatkan keengganan masyarakat untuk membantu pembiayaan pendidikan. Banyak kepala sekolah yang merasa seperti disodorkan buah simalakama, dimana setiap kali sekolah mencoba menggalang pendanaan dari orangtua murid maka mengalami penolakan ataupun dituding melakukan pungutan liar. Sebaliknya, jika tidak dilakukan penggalangan pendanaan maka layanan pendidikan yang diberikan akan terkendala. Melalui proses pelibatan para pihak di tingkat sekolah dan berlangsungnya proses perencanaan dan pengelolaan sekolah yang transparan dan akuntabel, kesadaran kritis dari para pihak mulai muncul akan perlunya dukungan mereka, baik berupa masukan penyelesaian masalah, dukungan tenaga maupun pendanaan. Salah satu praktek menarik mengenai hal ini adalah apa yang berlangsung di SMP Negeri 1 Belimbing, Kabupaten Melawi. Sekolah ini mampu menggunakan rencana sekolah, yang dihasilkan melalui proses yang transparan dan partisipatif, dalam menggalang dukungan para pihak. Program yang berhasil diidentifikasi dalam RKT sekolah kemudian dilakukan pelelangan program kepada para pihak yang ada. Karena paham dengan proses yang berlangsung, banyak pihak yang membeli lelang program ini. Berdasarkan RAKS yang dipublikasikan sekolah, pada tahun anggaran , total partisipasi 194

197 para pihak yang berhasil dikumpulkan adalah sebesar Rp (seratus duapuluh lima juta tiga ratus ribu rupiah). Beberapa program yang berhasil dibeli oleh para pihak adalah: penyediaan folding gate untuk ruang kelas, perbaikan toilet, perbaikan ruang UKS, pembangunan kantin sekolah, penyediaan loker HP dan loker sepatu siswa, pembuatan pagar dari batako yang berasal dari sumbangan orangtua siswa, pengadaaan penghijauan sekolah, perbaikan lantai sekolah dengan pemasangan keramik, pengadaan kursi ruang rapat, pembuatan teralis untuk ruang komputer dan ruang koperasi, pelajaran ketrampilan dan les tambahan siswa yang pembiayaannya oleh orang tua murid, dan pembuatan kebun sekolah yang ditanami oleh tumbuhan produksi (buah brazil). 3. Pengupayaan Dukungan dari Pemerintah Daerah Secara umum pelaksanaan program MBS di Kalimantan Barat yang dilakukan telah mampu memperkenalkan konsep tata kelola yang baik pada sekolah-sekolah target. Hampir seluruh sekolah dampingan telah melakukan identifikasi diri sekolah (ada yang menggunakan Profile, EDS, dsbnya), penyusunan dokumen perencana (revisi visi dan misi sekolah, RKS, RKT, RKAS), pelaksanaan perencanaan dan pelaporan keuangan sekolah secara lebih partisipatif, lebih transpan dan lebih menerapkan aspek akuntabilitas. Meskipun derajat penerapannya di setiap sekolah sangat beragam dengan faktor pendorong yang sangat beragam. Banyak pembelajaran menarik yang juga telah terjadi dari implementasi MBS ini di beberapa sekolah. Bahkan ada sekolah yang telah mampu merangkul dunia usaha dan alumni yang ada untuk membantu mewujudkan rencana sekolah yang disusun.pelaksanaan Paket MBS di bidang pendidikan yang telah berlangsung di Kalimantan Barat dipandang perlu dilanjutkan, baik dalam tahapan konsolidasi maupun perluasan ke bebeberapa sekolah lainnya yang berada di lingkup kabupaten bersangkutan. Secara umum, USAID-KINERJA melakukan perluasan melalui: (i) Membentuk Sekolah Percontohan di tingkat Kabupaten dan meningkatkan kapasitas dari sekolah tersebut dalam memberikan layanan sebagai sekolah percontohan MBS; (ii) Menjadikan Kepala Sekolah dan Pengawas sekolah (yang sejatinya memiliki tupoksi dalam supervisi sekolah) sebagai agen perluasan saat melakukan pendampingan ke sekolah; (iii) Mendorong MSF sebagai agen perluasan, terutama dengan mendekati komite sekolah untuk siap berpartisipasi pada agenda sekolah dan juga mendesakkan kebijakan yang mendukung bagi pelaksanaan MBS; dan (iv) Menginisiasi lahirnya SK Kepala Dinas mengenai Pelaksanaan MBS dengan salah satu bagiannya menjelaskan bahwa telah ada sekolah percontohan di wilayahnya, yang dapat dijadikan referensi bagi sekolah lain dalam mengimplementasikannya. Keinginan untuk berlangsungnya perluasan dinyatakan oleh berbagai pihak. Di Melawi, Dinas 195

198 LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI Pendidikan mengalokasikan pendanaan kegiatan kualitas pendidikan, Heni Juniarti, ST, MM, perluasan melalui pelatihan kepada pengawas dan Kepala Bidang Sosial Budaya BAPPEDA Kabupaten 50 orang kepala sekolah mengenai MBS pada 22- Bengkayang. 23 Mei 2013 yang lalu. Sementara di Bengkayang, keinginan perluasan ini dinyatakan secara terbuka Sebelumnya kami tahu ada MBS yang diusung kepada khalayak melalui media lokal yang ada. USAID-KINERJA, namun tidak pernah dilibatkan. Sekarang setelah dilibatkan, kami jadi lebih Dengan kegiatan ini, kita berharap dua puluh tahu mengenai MBS dan kami sepakat untuk sekolah mitra yang terdiri dari enam belas SD mensosialisasikannya ke sekolah binaan kami di dan empat SMP bisa dijadikan contoh untuk luar yang 20 sekolah mitra yang sudah ada ini, sekolah lain dalam rangka meningkatkan Sukarwanta, Pengawas TK/SD di Sekadau. Pernyataan Dukungan Perluasan MBS dari Dinas Kegiatan Pelatihan kepada pengawas dan Pendidikan Kabupaten Bengkayang. 50 orang kepala sekolah mengenai MBS di Melawi pada Mei

199 GOOD PRACTICES MANAJEMEN KELAS BERBASIS SEKOLAH Ruang kelas dirawat dan dihias menarik oleh siswa dengan pengaturan wali kelas. Pada dinding dipajang kalender, karya terbagus siswa, dan poster afirmatif yang menggelorakan semangat belajar siswa. Ringkasan mata pelajaran, mind mapping, rumus MIPA, dan pojok mata pelajaran diganti secara berkala sesuai kebutuhan pembelajaran. Terdapat aturan yang dipedomani wali kelas. dan menjamin kondusifnya pembelajaran berkualitas. Kelas tidak hanya dibatasi pada ruang kelas, tetapi diperluas sampai teras, halaman, taman dan pekarangan sekolah. GOOD PRACTICES MANAJEMEN KESISWAAN BERBASIS SEKOLAH Memproses input menjadi output bermutu sesuai visi, misi dan tujuan sekolah. Aktivitas: rekrutmen siswa baru, identifikasi potensi akademik dan non akademik siswa, pembinaan siswa berpotensi, penyaluran siswa berminat dan pemantauan siswa yang melanjutkan. Rekrutmen siswa baru sesuai daya tampung dan didahului pengumuman. Identifikasi potensi siswa untuk memetakan potensi dan minat siswa. Siswa berpotensi akademik dan non akademik dibina mengerucut ke kejuaraan lomba, siswa yang berminat disalurkan ke kegiatan ekstra kurikuler. Siswa dan tenaga kependidikan juara mendapatkan penghargaan dan ditampilkan dalam gebyar sekolah. Pemantauan kelanjutan studi dan pembentukan alumni

200 LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI GOOD PRACTICES MANAJEMEN TENAGA KEPENDIDIKAN BERBASIS SEKOLAH Merekrut, menugasi,meningkatkan kemampuan, memberikan penghargaan kepada tenaga kependidikan agar memberikan kontribusi bermutu terhadap pendidikan di sekolah. Rektutmen melalui seleksi ketat, referensi kepala sekolah, sejawat dan yayasan sehingga memenuhi kualifikasi, prestasi akademik, dedikasi dan kemampuan khusus sesuai dengan ciri khas Sekolah yang menerapkan MBS. Penugasan pada tugas utama dan tambahan sesuai dengan kualifikasi kompetensi dan kemampuan khususnya, dan didasarkan atas kebutuhan riil pengembangan peserta didik. Penggajian didasarkan atas jenis, beban tugas, kualifikasi, kompetensi, golongan/ruang masa kerja, dan kemampuan angggaran sekolah. Peningkatan melalui studi lanjut, peningkatan kompetensi melalui supervisi, pertemuan ilmiah, pelatihan workshop, semimar pendampingan dan kemitraan dengan lembaga lain. Terdapat upaya pemeliharaan loyalitas dan dedikasi, serta peningkatan karier secara berkelanjutan

201 LAMPIRAN C Lampiran Cara Pelaksanaan Fasilitasi dan Pelatihan Pilihan Pelaksanaan Fasilitasi dan Pelatihan Pada saat awal sebuah daerah sudah memutuskan MBS akan di terapkan dengan pendekatan KINERJA prosesnya diatur dalam seri lokakarya, dan pelatihan pada awal setiap langkah. Proses yang sama dipakai pada tahun berikutnya, karena ada peserta baru, dan juga modul pelatihan dipakai oleh peserta lama untuk dapat diingat kembali substansinya. Sekarang beberapa daerah sudah mempunyai pengalaman melaksanakan MBS selama tiga tahun. Pelatihan mungkin tidak begitu penting lagi bagi daerah tersebut, namun seri lokakarya masih penting agar pertemuan semua pemangku kepentingan dapat diatur dengan baik. Himpunan modul pelatihan yang dibahas di lampiran ini ditujukan bagi lembaga/instansi yang hendak melakukan fasilitasi MBS di kabupaten dan kota. Lembaga/instansi tersebut bisa berbentuk pemda sendiri, calon organisasi mitra pelaksana (OMP) yang ingin memberi fasilitasi, atau calon lembaga diklat yang memasarkan pelatihan saja. Fasilitator MBS. Orang yang ditugaskan untuk fasilitasi tersebut disebut di sini sebagai Fasilitator MBS. Sangat penting agar para fasilitator MBS menguasai bahannya, dan berfokus kepada keberhasilan tim. Ia harus memiliki pengetahuan tentang administrasi pendidikan sekolah dan keterampilan sebagai fasilitator yang memadai sehingga dapat melaksanakan pelatihan, memfasilitasi, dan mendampingi pemerintah daerah di dalam proses penyusunan, implementasi, dan monitoring/evaluasi implementasi MBS. Dalam upaya pemda tersebut, tugas pokok fasilitator MBS adalah untuk mengarahkan Tim Penyusun MBS yang dibentuk dari aparat, guru dan LSM yang berkepentingan, untuk menghitung dan menyusun MBS. Bahan pelatihan ini disusun untuk pelatihan yang diberi kepada aparatur yang berkepentingan tersebut, khususnya Tim Penyusun MBS. Dalam praktik USAID-KINERJA, tugas fasilitasi dilaksanakan oleh Organisasi Mitra Pelaksana (OMP) yang mengadakan fasilitator baik untuk pelatihan dan dukungan pendampingan

202 LAMPIRAN C - CARA PELAKSANAAN FASILITASI DAN PELATIHAN Dalam pelaksanaan program USAID-KINERJA, bagian dari bahan ini juga dipakai: Bagi OMP agar memiliki acuan dalam melakukan pendampingan pengelolaan MBS di daerah Dalam pembahasan para pemimpin daerah dalam proses penentuan kebijakan penyusunan MBS Multi Stakeholder Forum (MSF) yang diikutsertakan dalam proses penerapan MBS sebagai bahan dukungan dalam advokasi sehingga lahir suatu kebijakan peningkatan mutu pendidikan (lihat juga buku seri pembelajaran USAID-KINERJA tentang MSF) Media (lihat juga buku seri pembelajaran USAID-KINERJA tentang MSF). Proses. Proses fasilitasi USAID-KINERJA digambarkan dalam bagan yang berikut: Fokus fasilitasi. Langkah 1 sampai 5 diatas difasilitasi Organisasi Mitra Pelaksana KINERJA-USAID. Langkah 4 dapat didukung oleh pelatihan KINERJA yang lain (pelatihan tentang Multi-Stakeholder Forum dan juga tentang peran media). Fokus kumpulan modul ini adalah langkah ke-6 sampai ke-8. Proses fasilitasi penghitungan BOSP berjalan sampai hasilnya dipakai dalam proses penganggaran tahunan

Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah Berorientasi Pelayanan Publik

Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah Berorientasi Pelayanan Publik IMPLEMENTED BY RTI INTERNATIONAL AND PARTNERS Ringkasan Eksekutif Seri Pembelajaran dari USAID-KINERJA MODUL MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH KINERJA-USAID Gedung BRI II, Lantai 28, Suite 2807 Jl. Jend Sudirman

Lebih terperinci

Tata Kelola Biaya Operasional Satuan Pendidikan (BOSP) Seri Pembelajaran dari USAID-KINERJA

Tata Kelola Biaya Operasional Satuan Pendidikan (BOSP) Seri Pembelajaran dari USAID-KINERJA Seri Pembelajaran dari USAID-KINERJA 2014 KATA PENGANTAR Peningkatan pelayanan publik oleh unit pelayanan yang dikelola oleh pemerintah daerah merupakan mandat yang diamanatkan dalam berbagai peraturan

Lebih terperinci

TATA KELOLA DISTRIBUSI GURU SECARA PROPORSIONAL (DGP) Seri Pembelajaran dari USAID-KINERJA

TATA KELOLA DISTRIBUSI GURU SECARA PROPORSIONAL (DGP) Seri Pembelajaran dari USAID-KINERJA Ringkasan Eksekutif TATA KELOLA DISTRIBUSI GURU SECARA PROPORSIONAL (DGP) Seri Pembelajaran dari USAID-KINERJA 2014 KATA PENGANTAR Peningkatan pelayanan publik oleh unit pelayanan yang dikelola oleh pemerintah

Lebih terperinci

Tata Kelola Biaya Operasional Satuan Pendidikan (BOSP) Seri Pembelajaran dari USAID-KINERJA

Tata Kelola Biaya Operasional Satuan Pendidikan (BOSP) Seri Pembelajaran dari USAID-KINERJA Seri Pembelajaran dari USAID-KINERJA 2014 KATA PENGANTAR Peningkatan pelayanan publik oleh unit pelayanan yang dikelola oleh pemerintah daerah merupakan mandat yang diamanatkan dalam berbagai peraturan

Lebih terperinci

TATA KELOLA DISTRIBUSI GURU SECARA PROPORSIONAL (DGP) Seri Pembelajaran dari USAID-KINERJA

TATA KELOLA DISTRIBUSI GURU SECARA PROPORSIONAL (DGP) Seri Pembelajaran dari USAID-KINERJA TATA KELOLA DISTRIBUSI GURU SECARA PROPORSIONAL (DGP) Seri Pembelajaran dari USAID-KINERJA 2014 KATA PENGANTAR Peningkatan pelayanan publik oleh unit pelayanan yang dikelola oleh pemerintah daerah merupakan

Lebih terperinci

Pelayanan Publik Sektor Pendidikan

Pelayanan Publik Sektor Pendidikan Policy Brief Pelayanan Publik Sektor Pendidikan Tata Kelola Distribusi Guru Proporsional Tata Kelola Bantuan Operasional Satuan Pendidikan Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah Tulisan ini bertujuan untuk

Lebih terperinci

Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Pendidikan

Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Pendidikan Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Pendidikan Kata Pengantar Chief of Party USAID Kinerja Selamat datang di program peningkatan tata kelola pelayanan publik USAID Kinerja. Buku Berbagi Praktik Baik Tata

Lebih terperinci

TATA KELOLA PENERAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG PENDIDIKAN DASAR UNTUK KABUPATEN/KOTA

TATA KELOLA PENERAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG PENDIDIKAN DASAR UNTUK KABUPATEN/KOTA IMPLEMENTED BY RTI INTERNATIONAL AND PARTNERS TATA KELOLA PENERAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG PENDIDIKAN DASAR UNTUK KABUPATEN/KOTA PENGHITUNGAN KEBUTUHAN PEMENUHAN TARGET SPM PENDIDIKAN DASAR

Lebih terperinci

RINGKASAN TATA KELOLA PERSALINAN AMAN, INISIASI MENYUSU DINI DAN ASI EKSKLUSIF

RINGKASAN TATA KELOLA PERSALINAN AMAN, INISIASI MENYUSU DINI DAN ASI EKSKLUSIF TATA KELOLA PERSALINAN AMAN, INISIASI MENYUSU DINI DAN ASI EKSKLUSIF USAID - KINERJA Gedung BRI II, Lantai 28, Suite 2807 Jl. Jend Sudirman Kav. 44-46 Jakarta, 10210 Phone: +62 21 5702820 Fax: +62 21 5702832

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Bandung, Januari 2015 KEPALA BADAN PENANAMAN MODAL DAN PERIJINAN TERPADU PROVINSI JAWA BARAT

KATA PENGANTAR. Bandung, Januari 2015 KEPALA BADAN PENANAMAN MODAL DAN PERIJINAN TERPADU PROVINSI JAWA BARAT KATA PENGANTAR Sebagai tindaklanjut dari Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 Tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, yang mewajibkan bagi setiap pimpinan instansi pemerintah untuk mempertanggungjawabkan

Lebih terperinci

WALIKOTA TASIKMALAYA

WALIKOTA TASIKMALAYA WALIKOTA TASIKMALAYA PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA Nomor : 14 Tahun 2008 Lampiran : - TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN NON FORMAL DI KOTA TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG Nomor : 1 Tahun : 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERANG, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PENERAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PENERAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PENERAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PENERAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PENERAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PENERAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

TATA KELOLA INISIASI MENYUSU DINI DAN ASI EKSKLUSIF

TATA KELOLA INISIASI MENYUSU DINI DAN ASI EKSKLUSIF TATA KELOLA INISIASI MENYUSU DINI DAN ASI EKSKLUSIF Seri Pembelajaran dari USAID-KINERJA Tata Kelola Inisiasi Menyusu Dini dan ASI Eksklusif KINERJA-USAID Gedung BRI II, Lantai 28, Suite 2807 Jl. Jend

Lebih terperinci

MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA SALINAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG

Lebih terperinci

Tata Kelola Persalinan Aman. Seri Pembelajaran dari USAID-KINERJA

Tata Kelola Persalinan Aman. Seri Pembelajaran dari USAID-KINERJA Tata Kelola Persalinan Aman Seri Pembelajaran dari USAID-KINERJA 2014 KATA PENGANTAR Panduan Pendampingan ini ditujukan kepada para pihak yang tertarik lebih dalam bagaimana USAID-KINERJA mengimplementasikan

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI KUNINGAN NOMOR 55 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN BUPATI KUNINGAN NOMOR 55 TAHUN 2016 TENTANG PERATURAN BUPATI KUNINGAN NOMOR 55 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS POKOK, FUNGSI DAN URAIAN TUGAS, SERTA TATA KERJA DINAS PENANAMAN MODAL DAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU KABUPATEN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tata kelola yang baik (good governance) adalah suatu sistem manajemen pemerintah yang dapat merespon aspirasi masyarakat sekaligus meningkatkan kepercayaan kepada pemerintah

Lebih terperinci

BUPATI SUMBA BARAT DAYA PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI SUMBA BARAT DAYA PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI SUMBA BARAT DAYA PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA TAHUN 2014

Lebih terperinci

Jakarta, Januari 2016 Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah. Hamid Muhammad, Ph.D. NIP iii

Jakarta, Januari 2016 Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah. Hamid Muhammad, Ph.D. NIP iii KATA PENGANTAR Sesuai dengan amanat Undang Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan, Kementerian Pendidikan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SALATIGA DAFTAR INFORMASI PUBLIK RINGKASAN RENCANA KERJA BADAN PELAYANAN PERIZINAN TERPADU DAN PENANAMAN MODAL KOTA SALATIGA

PEMERINTAH KOTA SALATIGA DAFTAR INFORMASI PUBLIK RINGKASAN RENCANA KERJA BADAN PELAYANAN PERIZINAN TERPADU DAN PENANAMAN MODAL KOTA SALATIGA PEMERINTAH KOTA SALATIGA DAFTAR INFORMASI PUBLIK RINGKASAN RENCANA KERJA BADAN PELAYANAN PERIZINAN TERPADU DAN PENANAMAN MODAL KOTA SALATIGA TAHUN 2017 1 PERENCANAAN KINERJA 2.1. PERENCANAAN STRATEGIS

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS BADAN PEMERIKSA KEUANGAN

RENCANA STRATEGIS BADAN PEMERIKSA KEUANGAN RENCANA STRATEGIS BADAN PEMERIKSA KEUANGAN 2006-2010 Sambutan Ketua BPK Pengelolaan keuangan negara merupakan suatu kegiatan yang akan mempengaruhi peningkatan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat dan bangsa

Lebih terperinci

RENCANA KERJA TAHUN 2015

RENCANA KERJA TAHUN 2015 RENCANA KERJA TAHUN 2015 SEKRETARIAT DPRD PROVINSI SUMATERA SELATAN JL. KAPTEN A. RIVAI PALEMBANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyusunan Rencana Kerja Tahun Anggaran 2015 adalah Rencana Operasional

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DAN PELAKSANAAN MUSYAWARAH PERENCANAAN

Lebih terperinci

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

- 1 - PEMERINTAH KOTA PONTIANAK PERATURAN DAERAH KOTA PONTIANAK NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG PELAYANAN PUBLIK PEMERINTAH KOTA PONTIANAK

- 1 - PEMERINTAH KOTA PONTIANAK PERATURAN DAERAH KOTA PONTIANAK NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG PELAYANAN PUBLIK PEMERINTAH KOTA PONTIANAK Bagian Organisasi - 1 - PEMERINTAH KOTA PONTIANAK PERATURAN DAERAH KOTA PONTIANAK NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG PELAYANAN PUBLIK PEMERINTAH KOTA PONTIANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PONTIANAK

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Assalamu'alaikum Wr. Wb

KATA PENGANTAR. Assalamu'alaikum Wr. Wb KATA PENGANTAR Assalamu'alaikum Wr. Wb Puji dan syukur kita panjatkan kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa karena berkat dan rahmat-nya kami dapat menyusun Laporan Kinerja (LKJ) Komisi Pemilihan Umum

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil uji hipotesis menunjukan bahwa faktor-faktor kinerja

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil uji hipotesis menunjukan bahwa faktor-faktor kinerja BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI A. KESIMPULAN Berdasarkan hasil uji hipotesis menunjukan bahwa faktor-faktor kinerja pengawas sekolah, kinerja kepemimpinan kepala sekolah, kinerja professional

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR PENGELOLAAN PENDIDIKAN OLEH SATUAN PENDIDIKAN NONFORMAL

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR PENGELOLAAN PENDIDIKAN OLEH SATUAN PENDIDIKAN NONFORMAL SALINAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR PENGELOLAAN PENDIDIKAN OLEH SATUAN PENDIDIKAN NONFORMAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN

Lebih terperinci

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH SALINAN BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang: a. bahwa dalam

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BERITA DAERAH KOTA BEKASI BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 80 2016 SERI : D PERATURAN WALI KOTA BEKASI NOMOR 80 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS POKOK DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA PADA DINAS PENANAMAN MODAL

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 36 TAHUN : 2017 PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 34 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KEUANGAN SEKOLAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KULON

Lebih terperinci

PROVINSI BANTEN PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN

PROVINSI BANTEN PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN SALINAN PROVINSI BANTEN PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 33 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN, PENETAPAN DAN PENERAPAN STANDAR PELAYANAN PADA PENYELENGGARA PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, LAMPIRAN II: Draft VIII Tgl.17-02-2005 Tgl.25-1-2005 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SUMENEP

PEMERINTAH KABUPATEN SUMENEP PEMERINTAH KABUPATEN SUMENEP PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMENEP NOMOR : 4 TAHUN 2011 TENTANG PELAYANAN PUBLIK DI KABUPATEN SUMENEP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang Mengingat : : BUPATI SUMENEP

Lebih terperinci

Tata Kelola Persalinan Aman. Seri Pembelajaran dari USAID-KINERJA

Tata Kelola Persalinan Aman. Seri Pembelajaran dari USAID-KINERJA Tata Kelola Persalinan Aman Seri Pembelajaran dari USAID-KINERJA 2014 KATA PENGANTAR Panduan Pendampingan ini ditujukan kepada para pihak yang tertarik lebih dalam bagaimana USAID-KINERJA mengimplementasikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rencana kerja adalah dokumen rencana yang memuat program dan kegiatan yang diperlukan untuk mencapai sasaran pembangunan, dalam bentuk kerangka regulasi dan kerangka

Lebih terperinci

POLICY PAPER Rekomendasi Penerapan Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan Tahun (Pembelajaran dari Program USAID-KINERJA)

POLICY PAPER Rekomendasi Penerapan Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan Tahun (Pembelajaran dari Program USAID-KINERJA) POLICY PAPER Rekomendasi Penerapan Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan Tahun 2015-2019 (Pembelajaran dari Program USAID-KINERJA) Latar Belakang Tulisan ini dimaksudkan untuk mendokumentasikan secara

Lebih terperinci

BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH

BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH A. KONDISI UMUM 1. PENCAPAIAN 2004 DAN PRAKIRAAN PENCAPAIAN 2005 Pencapaian kelompok

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Adanya dukungan dan fasilitasi institusi-institusi tersebut dalam penerapan sistem penjaminan mutu eksternal sesuai

KATA PENGANTAR. Adanya dukungan dan fasilitasi institusi-institusi tersebut dalam penerapan sistem penjaminan mutu eksternal sesuai KATA PENGANTAR Sesuai dengan amanat Undang Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan, Kementerian Pendidikan

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN

RENCANA STRATEGIS BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN RENCANA STRATEGIS BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN 2016-2021 Kata Pengantar Alhamdulillah, puji syukur kehadirat ALLAH SWT, atas limpahan rahmat, berkat dan hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT BUPATI GARUT LD. 14 2012 R PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

WALIKOTA SINGKAWANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA SINGKAWANG NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG PERSALINAN AMAN

WALIKOTA SINGKAWANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA SINGKAWANG NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG PERSALINAN AMAN WALIKOTA SINGKAWANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA SINGKAWANG NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG PERSALINAN AMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SINGKAWANG, Menimbang : a. bahwa kesehatan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN MELAWI NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN MELAWI NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH +- PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN MELAWI NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MELAWI, Menimbang

Lebih terperinci

BAB II PERENCANAAN KINERJA

BAB II PERENCANAAN KINERJA BAB II PERENCANAAN KINERJA B adan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kabupaten Probolinggo menjalankan amanat Misi Kedua dari RPJMD Kabupaten Probolinggo Tahun 2013 2018 yaitu MEWUJUDKAN MASYARAKAT

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI SKPD Analisis Isu-isu strategis dalam perencanaan pembangunan selama 5 (lima) tahun periode

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN,

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN, PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mewujudkan pemerintahan yang baik dan

Lebih terperinci

BUPATI SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 71 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 71 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 71 TAHUN 2016 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI, KEDUDUKAN, TUGAS POKOK DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS PENANAMAN MODAL DAN PELAYANAN TERPADU

Lebih terperinci

BUPATI KATINGAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KATINGAN NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI KATINGAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KATINGAN NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN BUPATI KATINGAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KATINGAN NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI DAN URAIAN TUGAS BADAN PENANAMAN MODAL DAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU KABUPATEN

Lebih terperinci

BAB 14 PENCIPTAAN TATA PEMERINTAHAN

BAB 14 PENCIPTAAN TATA PEMERINTAHAN BAB 14 PENCIPTAAN TATA PEMERINTAHAN YANG BERSIH DAN BERWIBAWA Salah satu agenda pembangunan nasional adalah menciptakan tata pemerintahan yang bersih, dan berwibawa. Agenda tersebut merupakan upaya untuk

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 6 SERI E

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 6 SERI E LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 6 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJARNEGARA,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2013-2018 DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

LAPORAN KOMISI INFORMASI PROVINSI JAWA BARAT Tahun 2012

LAPORAN KOMISI INFORMASI PROVINSI JAWA BARAT Tahun 2012 LAPORAN KOMISI INFORMASI PROVINSI JAWA BARAT Tahun 2012 Komisi Informasi Provinsi Jawa Barat pada awal Tahun 2012 telah melaksanakan pertemuan internal membahas rencana strategis (Renstra) 2011-2015 dan

Lebih terperinci

BUPATI GARUT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI GARUT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang Mengingat BUPATI GARUT, : a. bahwa penanaman modal merupakan salah

Lebih terperinci

Strategi UNICEF dalam Mendukung Pemerintah untuk Memperluas Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)

Strategi UNICEF dalam Mendukung Pemerintah untuk Memperluas Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) Strategi UNICEF dalam Mendukung Pemerintah untuk Memperluas Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) Seminar Nasional MBS Hotel Ollino, Malang, 29 Nov 2 Des 2013 Struktur Presentasi Latar Belakang

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA Jakarta, 28 Maret 2012 Kepada Nomor : 070 / 1082 / SJ Yth. 1. Gubernur Sifat : Penting 2. Bupati/Walikota Lampiran : Satu berkas di Hal : Pedoman Penyusunan Program

Lebih terperinci

Pembentukan TIM PENGEMBANG SEKOLAH/ MADRASAH (TPS/M)

Pembentukan TIM PENGEMBANG SEKOLAH/ MADRASAH (TPS/M) Pedoman Untuk Kepala Sekolah/Madrasah Pembentukan TIM PENGEMBANG SEKOLAH/ MADRASAH (TPS/M) (Edisi September 2011) Untuk Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL DIREKTORAT

Lebih terperinci

BUPATI BARRU PROVINSI SULAWESI SELATAN

BUPATI BARRU PROVINSI SULAWESI SELATAN BUPATI BARRU PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARRU NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH TAHUN 2016-2021 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BARRU,

Lebih terperinci

Pedoman Teknis Fasilitasi Maklumat Pelayanan untuk Fasilitas Pelayanan Emergensi Ibu dan Bayi Baru Lahir

Pedoman Teknis Fasilitasi Maklumat Pelayanan untuk Fasilitas Pelayanan Emergensi Ibu dan Bayi Baru Lahir Pedoman Teknis Fasilitasi Maklumat Pelayanan untuk Fasilitas Pelayanan Emergensi Ibu dan Bayi Baru Lahir Edisi 1, September 2014 Pokja FMM Perjanjian Kerjasama Maklumat Pelayanan Monitoring Pelayanan 1

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN JENEPONTO

PEMERINTAH KABUPATEN JENEPONTO PEMERINTAH KABUPATEN JENEPONTO PERATURAN DAERAH KABUPATEN JENEPONTO NOMOR TAHUN 2007 TENTANG PELAYANAN PUBLIK DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN JENEPONTO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JENEPONTO

Lebih terperinci

Kebijakan Bidang Pendayagunaan Aparatur Negara a. Umum

Kebijakan Bidang Pendayagunaan Aparatur Negara a. Umum emangat reformasi telah mendorong pendayagunaan aparatur Negara untuk melakukan pembaharuan dan peningkatan efektivitas dalam melaksanakan fungsi penyelenggaraan pemerintahan Negara dalam pembangunan,

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. dijalankan oleh BPBD DIY ini, memakai lima asumsi pokok sebagai landasan

BAB VI PENUTUP. dijalankan oleh BPBD DIY ini, memakai lima asumsi pokok sebagai landasan BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian mengenai strategi komunikasi bencana yang dijalankan oleh BPBD DIY ini, memakai lima asumsi pokok sebagai landasan pengelolaan komunikasi bencana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan di Indonesia telah diatur di dalam Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan di Indonesia telah diatur di dalam Undang-Undang Dasar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan di Indonesia telah diatur di dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasca amandemen Pasal 31 ayat satu, dua, tiga dan empat. Ayat 1 berbunyi Setiap warga

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN BIDANG PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN BIDANG PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN BIDANG PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KLUNGKUNG, Menimbang : a. bahwa bidang pendidikan merupakan

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN TUGAS KEHUMASAN DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN DALAM NEGERI DAN PEMERINTAH DAERAH DENGAN

Lebih terperinci

A. PENDAHULUAN. Prinsip prinsip dari visi diatas adalah :

A. PENDAHULUAN. Prinsip prinsip dari visi diatas adalah : Lampiran : Keputusan Kepala Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu Provinsi Nusa Tenggara Timur Nomor : 503/ / KPPTSP / 2016 Tanggal : 20 Juli 2016 A. PENDAHULUAN 1. VISI Visi berkaitan dengan pandangan

Lebih terperinci

VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN A. Visi Visi adalah rumusan umum mengenai keadaan yang diinginkan pada akhir periode perencanaan, yang mencerminkan harapan yang ingin dicapai dilandasi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PENERAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PENERAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PENERAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF KAJIAN TENTANG EVALUASI PELAKSANAAN BOS TINGKAT SDN DI KABUPATEN BANJAR KERJASAMA

RINGKASAN EKSEKUTIF KAJIAN TENTANG EVALUASI PELAKSANAAN BOS TINGKAT SDN DI KABUPATEN BANJAR KERJASAMA RINGKASAN EKSEKUTIF KAJIAN TENTANG EVALUASI PELAKSANAAN BOS TINGKAT SDN DI KABUPATEN BANJAR KERJASAMA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN, PENELITIAN, DAN PENGEMBANGAN KABUPATEN BANJAR DENGAN LEMBAGA PENELITIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Pengantar

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Pengantar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Pengantar Pembaharuan tata kelola pemerintahan, termasuk yang berlangsung di daerah telah membawa perubahan dalam berbagai dimensi, baik struktural maupun kultural. Dalam hal penyelenggaraan

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 064 TAHUN 2014 TENTANG PELAKSANAAN PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 064 TAHUN 2014 TENTANG PELAKSANAAN PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 064 TAHUN 2014 TENTANG PELAKSANAAN PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

Sekretariat Jenderal KATA PENGANTAR

Sekretariat Jenderal KATA PENGANTAR RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) SEKRETARIAT JENDERAL 2014 KATA PENGANTAR Sesuai dengan INPRES Nomor 7 Tahun 1999, tentang Akuntabilits Kinerja Instansi Pemerintah yang mewajibkan kepada setiap instansi pemerintah

Lebih terperinci

BAB II PERENCANAAN KINERJA 2.1. RENCANA STRATEGIS SEKRETARIAT DPRD KOTA. Rencana strategis merupakan proses yang berorientasi

BAB II PERENCANAAN KINERJA 2.1. RENCANA STRATEGIS SEKRETARIAT DPRD KOTA. Rencana strategis merupakan proses yang berorientasi BAB II PERENCANAAN KINERJA 2.1. RENCANA STRATEGIS SEKRETARIAT DPRD KOTA BANDUNG Rencana strategis merupakan proses yang berorientasi hasil yang ingin dicapai selama kurun waktu satu sampai lima tahun secara

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, Menimbang : a. bahwa penanaman modal merupakan

Lebih terperinci

BAB II PERENCANAAN KINERJA 2.1. RENCANA STRATEGIS SEKRETARIAT DPRD KOTA. penyusunan tahapan-tahapan kegiatan yang melibatkan berbagai

BAB II PERENCANAAN KINERJA 2.1. RENCANA STRATEGIS SEKRETARIAT DPRD KOTA. penyusunan tahapan-tahapan kegiatan yang melibatkan berbagai BAB II PERENCANAAN KINERJA 2.1. RENCANA STRATEGIS SEKRETARIAT DPRD KOTA BANDUNG Perencanaan pembangunan daerah adalah suatu proses penyusunan tahapan-tahapan kegiatan yang melibatkan berbagai unsur pemangku

Lebih terperinci

BUPATI HULU SUNGAI TENGAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

BUPATI HULU SUNGAI TENGAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN BUPATI HULU SUNGAI TENGAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SOLOK LAPORAN KINERJA TAHUN 2016

PEMERINTAH KOTA SOLOK LAPORAN KINERJA TAHUN 2016 PEMERINTAH KOTA SOLOK LAPORAN KINERJA TAHUN 2016 BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH (BAPPEDA) KOTA SOLOK 2017 KATA PENGANTAR Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan

Lebih terperinci

WALIKOTA BUKITTINGGI PROVINSI SUMATERA BARAT

WALIKOTA BUKITTINGGI PROVINSI SUMATERA BARAT WALIKOTA BUKITTINGGI PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN WALIKOTA BUKITTINGGI NOMOR 40 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN STANDAR PELAYANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BUKITTINGGI, Menimbang : a.

Lebih terperinci

- 2 - MEMUTUSKAN. 12. Kemitraan.../3 AZIZ/2016/PERATURAN/KEMITRAAN DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

- 2 - MEMUTUSKAN. 12. Kemitraan.../3 AZIZ/2016/PERATURAN/KEMITRAAN DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 55 TAHUN 2016 TENTANG POLA KEMITRAAN DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PROVINSI GORONTALO

PEMERINTAH PROVINSI GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PROVINSI GORONTALO PEMERINTAH PROVINSI GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PROVINSI GORONTALO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR GORONTALO,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO

PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PROBOLINGGO NOMOR : 01 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN PROBOLINGGO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PROBOLINGGO, Menimbang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU UTARA

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU UTARA PEMERINTAH KABUPATEN LUWU UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU UTARA NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN LUWU UTARA TAHUN 2010-2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH -1- BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK,

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN BIROKRASI PEMERINTAH KOTA MALANG

BAB II GAMBARAN BIROKRASI PEMERINTAH KOTA MALANG BAB II GAMBARAN BIROKRASI PEMERINTAH KOTA MALANG A. Gambaran Umum Birokrasi Pemerintah Kota Malang Pemerintah Kota Malang pada dasarnya telah melakukan langkah-langkah perubahan untuk mewujudkan pemerintahan

Lebih terperinci

DINAS SOSIAL PROVINSI JAWA TENGAH Jl. Pahlawan No. 12 Semarang Telp

DINAS SOSIAL PROVINSI JAWA TENGAH Jl. Pahlawan No. 12 Semarang Telp LAPORAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LKj IP) DINAS SOSIAL PROVINSI JAWA TENGAH DINAS SOSIAL PROVINSI JAWA TENGAH Jl. Pahlawan No. 12 Semarang Telp. 024-8311729 Kata Pengantar Dengan mengucapkan puji syukur

Lebih terperinci

Pelaksanaan, Monitoring, Evaluasi, Pelaporan, dan Pemutakhiran RKS/M/RKT/RKAS

Pelaksanaan, Monitoring, Evaluasi, Pelaporan, dan Pemutakhiran RKS/M/RKT/RKAS Untuk Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) Pedoman Untuk Kepala Sekolah/Madrasah Pelaksanaan, Monitoring, Evaluasi, Pelaporan, dan Pemutakhiran RKS/M/RKT/RKAS KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL

Lebih terperinci

KPU Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Sumedang BAB I PENDAHULUAN

KPU Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Sumedang BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pemilihan Umum adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang diselenggarakan secara demokratis, Langsung Umum Bebas Rahasia, Jujur dan Adil dalam Negara Kesatuan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN TENTANG PENYELENGGARAAN KEOLAHRAGAAN KOTA BALIKPAPAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BALIKPAPAN,

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN TENTANG PENYELENGGARAAN KEOLAHRAGAAN KOTA BALIKPAPAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BALIKPAPAN, PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KEOLAHRAGAAN KOTA BALIKPAPAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BALIKPAPAN, Menimbang : a. bahwa pembangunan di bidang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG TAHAPAN, TATA CARA PENYUSUNAN, PENGENDALIAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA Jakarta, 21 Maret 2011 Kepada, Nomor : 050 / 883 / SJ Yth. 1. Gubernur. Sifat : Penting 2. Bupati/Walikota. Lamp : Satu berkas di - Hal : Pedoman Penyusun Program

Lebih terperinci

RENCANA KERJA KECAMATAN ANGSANA TAHUN 2017

RENCANA KERJA KECAMATAN ANGSANA TAHUN 2017 RENCANA KERJA KECAMATAN ANGSANA TAHUN 2017 PEMERINTAH KABUPATEN TANAH BUMBU KECAMATAN ANGSANA DAFTAR ISI Halaman Daftar Isi... ii Daftar Tabel... iii Daftar Bagan... iv Daftar Singkatan... v BAB I PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Februari Wasit Saronto

KATA PENGANTAR. Jakarta, Februari Wasit Saronto 1 KATA PENGANTAR Laporan Kinerja Asisten Deputi Bidang Hubungan Kemasyarakatan dan Kelembagaan Tahun 2014 disusun sebagai bentuk komitmen untuk mempertanggungjawabkan pelaksanaan tujuan dan sasaran strategis

Lebih terperinci

BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN

BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN 3.1 Telaahan terhadap Kebijakan Nasional Rencana program dan kegiatan pada Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Pemalang mendasarkan pada pencapaian Prioritas

Lebih terperinci

LAPKIN SEKRETARIAT DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN TAHUN 2015 BAB II

LAPKIN SEKRETARIAT DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN TAHUN 2015 BAB II BAB II RENCANA STRATEGIS DAN PENETAPAN KINERJA Memaparkan ringkasan/ikhtisar perjanjian kinerja tahun yang bersangkutan, serta pembahasan tentang RENSTRA, tujuan dan Sasaran Visi dan Misi, Penetapan Kinerja,

Lebih terperinci

Renstra 2014 H a l a m a n 1 BAB I PENDAHULUAN

Renstra 2014 H a l a m a n 1 BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembangunan daerah merupakan satu kesatuan dengan pembangunan nasional, yang pelaksanaannya tetap dan senantiasa memperhatikan kondisi, potensi dan sumber daya daerah

Lebih terperinci

BAB IV P E N U T U P

BAB IV P E N U T U P BAB IV P E N U T U P Sebagai bagian penutup dari Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, dapat disimpulkan bahwa secara umum Pemerintah Kabupaten Mandailing Natal telah memperlihatkan pencapaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Konsep tentang mekanisme penyusunan program kerja pemerintah daerah,

BAB I PENDAHULUAN. Konsep tentang mekanisme penyusunan program kerja pemerintah daerah, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konsep tentang mekanisme penyusunan program kerja pemerintah daerah, termasuk dalam ranah konsep kebijakan keuangan negara. Fungsi pemerintahan dalam berbagai bidang

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI TOLITOLI NOMOR 36 TAHUN

PERATURAN BUPATI TOLITOLI NOMOR 36 TAHUN SALINAN BUPATI TOLITOLI PERATURAN BUPATI TOLITOLI NOMOR 36 TAHUN 2015 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI KANTOR PERWAKILAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN TOLITOLI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TOLITOLI,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 50 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 50 D. UNSUR YANG TERLIBAT 51 E. REFERENSI 51 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 51

DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 50 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 50 D. UNSUR YANG TERLIBAT 51 E. REFERENSI 51 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 51 JUKNIS ANALISIS STANDAR PENGELOLAAN SMA DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 50 B. TUJUAN 50 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 50 D. UNSUR YANG TERLIBAT 51 E. REFERENSI 51 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 51 G. URAIAN PROSEDUR

Lebih terperinci