POLICY PAPER Rekomendasi Penerapan Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan Tahun (Pembelajaran dari Program USAID-KINERJA)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "POLICY PAPER Rekomendasi Penerapan Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan Tahun (Pembelajaran dari Program USAID-KINERJA)"

Transkripsi

1 POLICY PAPER Rekomendasi Penerapan Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan Tahun (Pembelajaran dari Program USAID-KINERJA) Latar Belakang Tulisan ini dimaksudkan untuk mendokumentasikan secara ringkas pembelajaran penting dari pengalaman pendampingan penerapan Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang Kesehatan Tahun pada Program USAID KINERJA untuk menjadi bahan pertimbangan dalam penerapan SPM selanjutnya dan ditujukan untuk memberikan rekomendasi kepada Kementerian Kesehatan bagi penerapan SPM Bidang Kesehatan Tahun Tulisan ini memuat sepuluh butir rekomendasi bagi perbaikan penerapan SPM Bidang Kesehatan Tahun Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (dan juga Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang sebelumnya berlaku) menyatakan bahwa pelaksanaan pelayanan dasar pada urusan pemerintahan wajib yang berkaitan dengan pelayanan dasar berpedoman pada standar pelayanan minimal (SPM) yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan pada Pasal 51 mengamanatkan bahwa upaya kesehatan didasarkan pada standar pelayanan minimal kesehatan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah. SPM bidang Kesehatan yang berlaku adalah sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan No 741/Menkes/Per/VII/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota. Dari perspektif penyelenggaraan pelayanan dasar bidang kesehatan, SPM menjadi acuan pengukuran kinerja pemerintahan daerah dalam bidang kesehatan dan acuan pengalokasian anggaran yang lebih strategis dan efektif. Bantuan teknis USAID-KINERJA dalam penerapan SPM bidang kesehatan tidak terlepas dari mandat yang diterima program ini untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik pada pemerintah kabupaten/kota mitra melalui tata kelola yang baik dan berbasis standar layanan. Bantuan teknis 1 / 13

2 dalam penerapan SPM bidang kesehatan ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas pemerintah daerah, khususnya Dinas Kesehatan dalam menerapkan SPM untuk manajemen pelayanan publik khususnya pada perencanaan, penganggaran, implementasi, serta monitoring dan evaluasi di tingkat dinas, daerah, dan unit layanan (Puskesmas) secara lebih partisipatif, transparan, akuntabel, dan responsif. Oleh karena itu, penguatan kapasitas dimaksud tidak terbatas pada penguatan aspek teknis, tetapi juga dalam pelibatan partisipasi masyarakat dan media dalam mempromosikan dan mengawasi isu perbaikan tata kelola pelayanan kesehatan. Pendekatan USAID-KINERJA pada Pendampingan Penerapan SPM Kesehatan Pendekatan Program Kinerja dalam meningkatkan tata kelola pelayanan publik berbasis standar layanan dilakukan melalui tiga pilar penting, yaitu: 1. Insentif Memperkuat sisi permintaan (meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap peningkatan kualitas pelayanan publik yang lebih baik. 2. Inovasi Memanfaatkan praktikpraktik inovatif yang ada dan mendukung pemerintah daerah untuk menguji dan menerapkan pendekatanpendekatan pelayanan publik yang menjanjikan; dan 3. Replikasi Memperkuat keberhasilan inovasi secara nasional dan mendukung lembaga-lembaga perantara untuk menyelenggarakan dan menyebarluaskan pelayanan yang lebih baik kepada pemerintah daerah. Dalam pendampingan penerapan SPM bidang Kesehatan, pendekatan pelaksanaan bantuan teknis meliputi (1) Sosialisasi konsep dan pentingnya SPM Kesehatan kepada seluruh stakeholder terkait baik dari pembuat kebijakan, lintas sektor, dan masyarakat. Tercakup dalam masyarakat sipil antara 2 / 13

3 lain, organisasi masyarakat sipil, perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat, tokoh masyarakat, dan media; (2) Evaluasi diri terhadap penerapan SPM dan kebijakan; (3) Penguatan multi pihak yang relevan, peduli, dan berkepentingan dalam pengelolaan SPM pada Pemerintah Daerah dan pengawasan pelaksanaanya; (4) Pengembangan instrument pendampingan bagi penyedia layanan (pemerintah daerah/dinas/unit layanan) serta referensi dan instrument advokasi dan pengawasan bagi masyarakat sipil dan media; (5) Pengintegrasian SPM bidang Kesehatan ke dalam proses perencanaan, penganggaran, pemantauan dan evaluasi; dan (6) Konsolidasi proses dan hasil menuju kesiapan replikasi dalam rangka keberlanjutan pendekatan Program Kinerja. Pendampingan tersebut dilakukan melalui delapan tahapan kegiatan sebagai berikut: 1. Lokakarya Peningkatan Pemahaman dan Kesadaran atas SPM Kesehatan; bertujuan untuk mensosialisasikan konsep dan pentingnya SPM Kesehatan kepada seluruh stakeholder terkait baik dari pembuat kebijakan, lintas sektor, dan masyarakat. 2. Studi banding praktek baik dalam penerapan SPM bidang kesehatan khususnya yang relevan dengan Paket Program USAID KINERJA pada daerah mitra dan non mitra serta penyusunan rencana aksi adopsi penerapannya di daerah; bertujuan untuk promosi dan advokasi melalui bukti nyata dan testimony dari Puskesmas dan Dinas Kesehatan yang telah melaksanakan praktik baik. 3. Review, pembaharuan (renewal) dan penyusunan kebijakan penerapan SPM pada Pemerintah Kabupaten/Kota mitra; bertujuan untuk memperkuat dukungan kebijakan/regulasi dalam upaya pencapaian target SPM berdasarkan gap kebijakan hasil review/kajian. 4. Penyusunan data untuk perhitungan status pencapaian SPM; bertujuan untuk memperkuat pemahaman dan keterampilan atas definisi operasional setiap indikator SPM, data-data yang harus tersedia, cara menghitung capaian SPM, dan mengukur status capaian SPM tingkat kabupaten/kota. 5. Analisis kesenjangan capaian terhadap target SPM, prioritisasi penyebab kesenjangan, identifikasi program dan kegiatan intervensi, serta strategi Penanganan; bertujuan untuk menyusun target dan kurun waktu pencapaian SPM kabupaten/ kota dan untuk memperoleh 3 / 13

4 daftar program dan kegiatan prioritas berdasarkan kesenjangan capaian terhadap target SPM yang ditetapkan pemerintah. 6. Penghitungan kebutuhan anggaran untuk mengurangi kesenjangan capaian dan pelaksanaan program/kegiatan; bertujuan untuk memperkirakan kebutuhan anggaran atas daftar program dan kegiatan prioritas pencapaian target SPM kabupaten/ kota dan mengindikasikan sumber anggarannya. 7. Integrasi target SPM dan kebutuhan anggaran pencapaian target SPM ke dalam dokumen perencanaan dan penganggaran daerah; bertujuan untuk memasukkan target capaian, rencana program dan kegiatan prioritas pencapaian SPM menjadi target kinerja, program, dan kegiatan yang dimuat dalam dokumen perencanaan dan dokumen anggaran, untuk membantu memastikan program dan kegiatan pencapaian SPM tersebut dilaksanakan/direalisasikan. 8. Monitoring dan evaluasi penerapan SPM; bertujuan untuk memantau kemajuan penerapan dan mengevaluasi pelaksanaan program dan kegiatan pada tahun berkenaan. Evaluasi capaian SPM dan umpan balik bagi proses perencanaan berikutnya; bertujuan untuk mengevaluasi kemajuan hasil pencapaian target SPM yang disusun kabupaten/ kota dan kemajuan kinerja kabupaten/kota terhadap pencapaian target SPM yang ditetapkan secara nasional. Hasil evaluasi ini selanjutnya digunakan sebagai proses perencanaan dan penganggaran berikutnya. Potret Penerapan SPM Kesehatan di Kab/Kota Pendampingan SPM bidang Kesehatan yang dilakukan USAID-KINERJA di kabupaten/ kota dampingan telah berkontribusi pada tersedianya dokumen perencanaan dan penganggaran pencapaian SPM (costing SPM), terintegrasinya kegiatan pencapaian SPM dalam dokumen perencanaan dan penganggaran daerah, dan peningkatan capaian sejumlah indikator SPM kesehatan. Sebagai contoh adalah Kota Banda Aceh dan Kabupaten Tulung Agung berikut ini. 4 / 13

5 Pengalaman USAID-KINERJA di daerah dampingan/binaan memberikan sejumlah catatan penting, khususnya yang berkaitan dengan pengelolaan data, teknis kebijakan SPM, dan tata kelola penerapan SPM (keterlibatan dan pengawasan masyarakat sipil). Selengkapnya dapat dilihat dalam uraian sebagai berikut : 1. Pengelolaan Data SPM Data dasar untuk pengukuran capaian indikator SPM tidak selalu tersedia, lengkap,dan akurat, serta belum disepakatinya penanggung jawab untuk data-data tersebut di antara Puskesmas, layanan kesehatan swasta, dan Dinas Kesehatan; 5 / 13

6 2. Alur (dan jadwal) pengumpulan dan pelaporan data dari Puskesmas, layanankesehatan, ke Dinas Kesehatan belum disusun sehingga pelaporan pencapaianspm seolah-olah kegiatan baru, belum dipandang sebagai kegiatan rutin; Dua hal ini sangat berkaitan dengan awareness Dinas Kesehatan dan Puskesmas bahwa efektifitas kegiatan dan alokasi anggaran pertama kali ditentukan oleh validitas data. Pada kab/kota mitra/binaan, KINERJA membantu Puskesmas dan Dinas memperbaiki pendataan dan mendampingi proses pengukuran capaian SPM berdasarkan data yang disepakati sebagai data terkini dan dapat diverifikasi. Data yang disepakati tersebut selanjutnya menjadi basis data perencanaan dan penganggaran SPM bidang Kesehatan selama lima tahun ke depan. A. Kebijakan Teknis Penerapan SPM Meskipun beberapa daerah telah berhasil dalam meningkatkan capaian indicator SPM, jika dilihat dari aspek substansi, terdapat beberapa hal yang membuat kebijakan SPM ini kurang optimal dalam implementasinya. Diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Kelengkapan jenis pelayanan dimana indikator SPM belum mencakup upayapromotif dan preventif yang berdampak besar terhadap status kesehatan masyarakat (misalnya kesehatan lingkungan), juga belum mempertimbangkan fenomena kependudukan. Contoh fenomena kependudukan dimaksud adalah tingginya jumlah penduduk usia lanjut akibat meningkatnya usia harapan hidup. Upaya kesehatan bagi penduduk usia lanjut tentunya menjadi sangat penting mengingat semakin lanjut usia seseorang, semakin rentan kondisi kesehatannya. Jika kesehatan usia lanjut ini tidak tertangani dengan baik justru akan menjadi beban pengeluaran negara yang tidak sedikit. Demikian juga penanganan penyakit tidak menular, dimana sebagai contoh Diabetes Mellitus dan Hypertensi sudah menduduki lima kunjungan terbesar di berbagai Puskesmas dan rumah sakit. 2. Penetapan target yang belum mempertimbangkan variasi tingkat perkembangan antar wilayah dan profil geografi yang beraneka ragam, yang mempengaruhi disparitas kemampuan antara satu daerah dengan daerah lainnya dalam mencapai target nasional / 13

7 3. Formula penghitungan pencapaian indikator SPM dalam hal perhitungan. angka penyebut. Pengukuran indikator layanan SPM secara umum diformulasikan dalam bentuk angka nominator (pembilang) dibagi denominator (penyebut) x 100%. Pembilang Indikator SPM = X 100% Penyebut Pada angka denominator (penyebut), masalah yang masih banyak ditemukan adalah penentuan besaran angka denominator. Angka denominator ditetapkan berdasarkan estimasi yang seringkali berbeda jauh dengan angka riil. Hal ini menyebabkan pencapaian target pada beberapa indikator sulit untuk diwujudkan. Selain persoalan estimasi untuk angka denominator, persoalan juga muncul pada dua indikator, yaitu cakupan pelayanan kesehatan dasar masyarakat miskin dan cakupan pelayanan kesehatan rujukan pasien masyarakat miskin. Mengingat denominatornya adalah jumlah seluruh masyarakat miskin di kabupaten/kota dalam kurun waktu tertentu, maka tidak mungkin mencapai target yang ditetapkan, yaitu 100%. Di Kota Makassar, sebagai salah satu daerah dampingan penerapan SPM bidang Kesehatan, disepakati bahwa perhitungan cakupan pelayanan kesehatan dasar masyarakat miskin dan cakupan pelayanan kesehatan rujukan pasien masyarakat miskin, selain menggunakan formulasi yang ditetapkan nasional, juga menggunakan cara lain untuk memberikan data pembanding, dimana denominator-nya adalah jumlah kunjungan masyarakat miskin di kabupaten/kota dalam kurun waktu tertentu. Artinya, yang dihitung adalah cakupan layanan (hanya) bagi masyarakat miskin yang sakit/berkunjung ke layanan kesehatan, bukan seluruh masyarakat miskin. 4. Indikator positif versus indikator negatif; sebagian besar indikator yang digunakan untuk memantau pencapain SPM bidang kesehatan adalah indikator positif, dimana semakin tinggi nilai pencapaian indikator tersebut, menunjukkan kondisi yang semakin baik. Contohnya indikator cakupan kunjungan ibu hamil K4. Target yang ditetapkan adalah 95%. Semakin 7 / 13

8 tinggi pencapaiannya menunjukkan bahwa semakin banyak ibu hamil yang memeriksakan kehamilannya ke tenaga kesehatan sampai kunjungan yang ke 4, dan hal ini berarti sebuah kondisi yang baik di masyarakat. Berbeda dengan indikator penemuan dan penanganan penyakit Untuk penyakit pertama, Acute Flacid Paralysis (AFP) targetnya adalah > 2 per penduduk di bawah 15 tahun. Ini termasuk indikator negatif. Jika di suatu daerah kejadian AFP pada penduduk di bawah 15 tahunnya tinggi, maka daerah tersebut akan mampu memenuhi target. Tetapi jika sebaliknya, jumlah kasus AFP pada penduduk di bawah 15 tahun rendah (<2), akan daerah tersebut tidak mampu memenuhi target. Hal inilah yang kurang sesuai dengan paradigma sehat, karena yang dijadikan ukuran keberhasilan adalah jumlah kasus. 5. Pilihan kegiatan dan rancangan anggaran untuk mencapai target SPM seringkali didasarkan pada kegiatan yang sudah biasa dilakukan, belum didasarkan atas kajian permasalahan yang dihadapi dan kesenjangan capaian; demikian pula hal dengan rancangan anggaran, belum berdasarkan kinerja yang ditargetkan, melainkan anggaran tahun sebelumnya (yang biasanya dinaikkan 6-10%) 6. Pilihan kegiatan tidak selalu sesuai dengan nomenklatur kegiatan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No 59 Tahun 2007 tentang Perubahan atas PeraturanMenteri Dalam Negeri No 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Di kabupaten /kota mitra, KINERJA membantu mengatasi persoalan dalam perencanaan pencapaian SPM ini melalui kegiatan penghitungan pembiyaaan (costing) SPM Kesehatan. Costing SPM Kesehatan adalah proses merancang target tahunan setiap indikator SPM yang selanjutnya diikuti dengan rancangan kegiatan dan anggaran yang paling sesuai/mendukung tercapainya target pada setiap tahun dan pada pembiayaan jangka menengah. Begitu daftar kegiatan diperoleh, selanjutnya dilakukan harmonisasi judul kegiatan (terpilih) dengan judul baku kegiatan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No 59/2007. Demikian pula halnya terhadap daftar langkah kegiatan dalam KepmenKes No 317/Menkes/SK/V/2009 tentang Petunjuk Teknis Perencanaan Pembiayaan SPM bidang Kesehatan di kabupaten/kota diterbitkan, 8 / 13

9 KINERJA membantu Dinas Kesehatan melalui penyusunan tabel sandingan antara daftar kegiatan dalam KepmenKes No 317/Menkes/SK/V/2009 dengan kegiatan yang sama/sejalan dengan kegiatan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No 59/2007. Harmonisasi judul kegiatan ini adalah untuk mempermudah proses integrasi hasil costing SPM bidang kesehatan ke dalam dokumen resmi perencanaan dan penganggaran daerah. B. Tata Kelola Penerapan 1. Isu pemenuhan hak setiap warga atas Standar Pelayanan Minimal, termasuk bidang kesehatan belum menjadi isu populer di kalangan masyarakat, media, Pemerintah Daerah, dan DPRD. Belum populernya isu SPM ini juga menjadi tantangan bagi Dinas dalam memperjuangkan anggaran untuk meningkatkan kinerja Pemda dalam bidang kesehatan berdasarkan indikator dan target SPM. Kondisi ini memang sangat dipengaruhi atas pengetahuan dan kesadaran warga danmedia untuk meminta /menciptakan demand atas perubahan kualitas pelayanan kesehatan. Bantuan teknis USAID-KINERJA mendorong upaya pemenuhan SPM dengan model partisipatoris lintas sektoral, yang menekankan partisipasi semua pihak terkait, yakni pengguna layanan, lembaga pemerintah, dan masyarakat secara luas. Model ini diterapkan melalui survey pengaduan masyarakat yang indikatornya disusun mengacu pada indikator dan target SPM, dan tindak lanjut Puskesmas ataupun Dinas melalui janji perbaikan pelayanan pun juga mengacu pada perubahan capaian SPM yang disepakati antara pengguna layanan dan lembaga penyedia layanan. Media, melalui jurnalisme warga, mempromosikan dan mewadahi pengawasan implementasi janji perbaikan pelayanan tersebut. Dalam catatan USAID KINERJA, dari seluruh tulisan yang dihasilkan jurnalis warga, sekitar 50% di antaranya adalah terkait dengan sector kesehatan, termasuk upaya pemenuhan SPM. Kota Banda Aceh, Kota Makassar, dan Kabupaten Tulung Agung didukung Multistakeholders Forum (MSF) peduli Kesehatan yang cukup kuat. MSF ini telah mampu menjadi motor edukasi warga atas pelayanan minimal bidang kesehatan yang menjadi haknya, mitra diskusi Puskesmas 9 / 13

10 dan Dinas Kesehatan, sumber data/informasi/tulisan bagi media, serta berpotensi sebagai mitra DPRD dalam pengawasan pelayanan kesehatan. Indikator SPM terkait Kesehatan Ibu dan Anak di tiga daerah ini juga menunjukkan peningkatan capaian. 2. Upaya pencapaian SPM seakan-akan hanya menjadi wilayah Pemerintah Daerah, masyarakat dan media belum dipandang sebagai asset yang dapat digunakan untuk mendorong dan memperbesar kapasitas kabupaten/kota mencapai SPM. Pada kab/kota mitra/binaan, KINERJA memfasilitasi interrelasi antara Dinas Kesehatan, Puskesmas, dengan MSF peduli kesehatan, dan media. Pelibatan dan partisipasi aktif MSF dan media dalam costing SPM telah mendorong inisiatif masyarakat dan media untuk berbagi peran di tingkat lokal sehingga kegiatan pendukung pencapaian SPM tidak sepenuhnya mengandalkan Pemerintah Daerah, tetapi ada yang dikerjakan secara swadaya oleh kelompok/forum masyarakat. Misalnya promosi isu SPM oleh jurnalis warga atau radio lokal dan promosi kesehatan ibu dan anak melalui kelompok perias manten di Bondowoso. 3. Masih banyak kabupaten/kota yang belum menjadikan SPM bidang kesehatan sebagai orientasi kinerja penyelenggaraan urusan kesehatan di kabupaten/kota memperhatikan proses perencanaan dan penganggaran jangka menengah dan tahunan belum mengintegrasikan indikator dan target SPM ini, baik pada dokumen daerah, dokumen Dinas, maupun dokumen rencana dan anggaran Puskesmas. Kepastian dan keberlanjutan komitmen pencapaian target SPM tetap perlu diwujudkan dalam kebijakan perencanaan dan penganggaran yang dituangkan dalam dokumen resmi daerah, Dinas Kesehatan, maupun Puskesmas, bahkan dapat dipayungi oleh regulasi tersendiri, seperti peraturan bupati/walikota tentang penerapan SPM bidang Kesehatan. Mengingat RPJMD dan Renstra Dinas Kesehatan yang berlaku belum cukup mengintegrasikan SPM bidang kesehatan sebagai orientasi kinerja, maka pada 2013, Kota Makassar, berinisiatif menyusun peraturan walikota tentang penerapan SPM bidang Kesehatan. Hasil costing SPM digunakan sebagai acuan target tahunan SPM dan dituangkan dalam salah satu pasal yang 10 / 13

11 mengatur target capaian tahunan. Hasil costing SPM juga menjadi salah satu lampiran peraturan ini. Peraturan walikota yang disahkan pada akhir 2013 ini selanjutnya menjadi acuan RKPD dan Renja Dinas Kesehatan dalam menyusun target kinerja tahunan bidang kesehatan. Rekomendasi Berdasarkan pengalaman USAID-KINERJA dalam pendampingan penerapan SPM bidang kesehatan dan kajian internal tim KINERJA, berikut beberapa rekomendasi kepada Kementerian Kesehatan dalam penerapan Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Kesehatan 2019, yaitu: 1. Alur penyusunan data dasar; Secara garis besar alur penyusunan data dasar adalah Puskesmas dan sarana kesehatan menghimpun data capaian indikator SPM untuk disampaikan ke Dinas Kesehatan (unit data dan informasi-seksi Info Litbang) secara reguler. Dinas Kesehatan menghitung nilai sasaran. Harus dibentuk SOP di tingkat Puskesmas dan dinas kesehatan agar memungkinkan adanya kegiatan verifikasi dan pelacakan kembali jika masih ditemukan data yang kurang meyakinkan. 2. Penetapan beberapa angka proyeksi; Dilakukan pendataan sasaran secara langsung untuk menghitung angka sasaran yang sebenarnya, dan melakukan advokasi kepada pemerintah daerah dan biro pusat statistik mengenai temuan hasil pendataan langsung. 3. Pemahaman definisi operasional dan langkah kegiatan pencapaian SPM (Kepmenkes No. 828/MENKES/SK/IX/2008 dan Permenkes No. 317/MENKES/SK/V/2009); Perlu dilakukan sosialisasi SPM secara berjenjang, diawali dari tingkat Dinas Kesehatan ke seluruh Puskesmas dan kelompok peduli kesehatan tingkat kab/kota, selanjutnya dari Puskesmas ke sarana kesehatan yang dibawahnya, misalnya pustu, puskel, dan posyandu, dan para bidan. Lokakarya penyusunan rencana penerapan SPM secara intens dilakukan dengan melibatkan lintas sektor dan forum multi stakeholder. Dalam lokakarya perlu dilakukan penanaman mindset tentang pentingnya inovasi kegiatan untuk menutup gap capaian SPM kesehatan. 4. Sinergi peran antara Puskesmas, Sarana Kesehatan dan Dinas Kesehatan; Perlu dilakukan penyamaan persepsi antara Puskesmas, sarana kesehatan, dan Dinas Kesehatan tentang target SPM yang menjadi beban Dinas Kesehatan dan posisi Dinas untuk integrasi 11 / 13

12 SPM ke dalam perencanaan dan penganggaran. Masing-masing Puskesmas diberi penjelasan tentang target SPM yang dibebankan Dinas Kesehatan kepada Puskesmas. 5. Sistem informasi terpusat atas data untuk setiap jenis layanan dan indikator SPM perlu disiapkan serta diterapkan oleh seluruh Puskesmas dan Dinas Kesehatan. Hal ini untuk mendukung pemantauan dan evaluasi kemajuan pencapaian SPM, baik di tingkat kecamatan, tingkat kabupaten/kota, provinsi, dan nasional. Sistem informasi terpusat ini juga akan mendukung setiap tingkatan pemerintahan dalam pengambilan keputusan lokus program dan anggaran untuk memperkecil kesenjangan layanan antar wilayah. 6. Untuk memudahkan Dinas Kesehatan dalam mengintegrasikan kegiatan pencapaian SPM ke dalam dokumen APBD agar mengacu dan menggunakan nomenklatur kegiatan sebagaimana tertuang dalam Permendagri No 13/2006 dan perubahannya, diperlukan Surat Edaran Bersama antara Kementerian Kesehatan dan Kementerian Dalam Negeri tentang penyelarasan nomenklatur kegiatan pencapaian SPM. 7. Indikator jenis pelayanan yang termasuk upaya promotif perlu dimuat dalam SPM. SPM yang berlaku saat ini mencakup 4 jenis pelayanan: (1) pelayanan kesehatan dasar, (2) pelayanan kesehatan rujukan, (3) penyelidikan epidemiologi dan penanggulangan KLB, serta (4) promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat. Sejumlah indikator terkait penyelidikan epidemiologi dan penanggulangan KLB pada SPM yang berlaku saat ini turut dipengaruhi ada/ tidaknya upaya preventif, seperti akses sumber air minum layak dan berkelanjutan, akses sanitasi layak dan berkelanjutan, dan penerapan PHBS. 8. Sejumlah kabupaten/kota membuktikan bahwa keterbukaan Dinas Kesehatan untuk melibatkan masyarakat peduli kesehatan dan media telah membantu upaya peningkatan capaian indikator SPM. Diperlukan keterbukaan Dinas Kesehatan untuk melibatkan peran MSF peduli kesehatan dalam proses perencanaan dan penganggaran pencapaian SPM (costing SPM), dan monitoring dan evaluasi bersama kemajuan penerapan dan pencapaian SPM. 9. Untuk mendorong keterbukaan Pemerintah Daerah dalam menggalang partisipasi masyarakat dalam upaya peningkatan capaian indikator SPM, pengukuran kinerja Pemerintah Daerah dalam memenuhi SPM kesehatan disarankan agar tidak hanya 12 / 13

13 menggunakan indikator meningkatnya status capaian, melainkan juga dari ada/tidaknya kegiatan partisipasi sumber daya lokal dalam mendorong pencapaian SPM kesehatan. 10. Untuk mendorong inovasi dalam percepatan pencapaian target SPM, Kementerian Kesehatan, Kementerian Dalam Negeri, dan Kementerian Keuangan perlu mempertimbangkan penerapan mekanisme insentif dan disinsentif/sanksi keuangan bagi kabupaten/kota terhadap pencapaian SPM. Insentif dapat disalurkan melalui DAK atau Hibah Insentif SPM, dan disinsentif dapat diterapkan melalui pembatasan DAU, pembatasan DAK Kesehatan, ataupun mekanisme penggunaan dana tugas pembantuan. Kesimpulan Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan perlu segera melakukan penyesuaian SPM bidang kesehatan. Saat ini merupakan waktu yang tepat mengingat SPM yang saat ini berlaku akan segera memasuki tahun terakhir (2015). Untuk itu, perlu segera ditetapkan SPM yang akan berlaku untuk periode 5 tahun ke depan dengan adanya beberapa penyesuaian sebagaimana diusulkan dalam opsi kebijakan. Regulasi Kementerian Kesehatan atas penerapan SPM Kesehatan juga meliputi tugas Puskesmas dan Dinas Kesehatan dalam hal penyediaan data dasar, penggunaan definisi operasional, dan penyepakatan beban target pencapaian SPM. Perlu dilakukan penegasan kembali oleh Kementerian Kesehatan tentang integrasi SPM dalam perencanaan Puskesmas dan pengalokasian BOK berbasis prestasi pencapaian SPM. Perlunya dirancang mekanisme pemberian insentif untuk kab/kota yang menunjukkan kemajuan hasil pencapaian target SPM. Kementerian Kesehatan perlu melakukan fasilitasi untuk Stakeholder Learning Review untuk implementasi pembelajaran praktek baik/inisiatif baik kab/kota dalam penerapan SPM. Diluar kajian aspek teknis substansi SPM keterlibatan masyarakat merupakan unsur penting dalam penuntasan pencapaian SPM. Peran organisasi masyarakat sipil dan media penting dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan penerapan SPM. 13 / 13

BUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER

BUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER SALINAN BUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN, Menimbang Mengingat :

Lebih terperinci

Rencana Kerja Unit Kerja Biro Pemerintahan Setda Provinsi Banten tahun 2016 PENDAHULUAN. Pendahuluan 1.1

Rencana Kerja Unit Kerja Biro Pemerintahan Setda Provinsi Banten tahun 2016 PENDAHULUAN. Pendahuluan 1.1 Rencana Kerja Unit Kerja Biro Pemerintahan Setda Provinsi Banten tahun 2016 BAB 1 Pendahuluan 1.1 BAB 1 1.1. LATAR BELAKANG Rencana Kerja Pembangunan Daerah yang selanjutnya disebut RKPD, merupakan penjabaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) mengamanatkan penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP); Rencana

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN KEGIATAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN PROMOSI KESEHATAN TAHUN 2016

RENCANA KINERJA TAHUNAN KEGIATAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN PROMOSI KESEHATAN TAHUN 2016 RENCANA KINERJA TAHUNAN KEGIATAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN PROMOSI KESEHATAN TAHUN 2016 Direktorat Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO

PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO SALINAN PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUKOMUKO NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN MUKOMUKO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUKOMUKO,

Lebih terperinci

LPF 2 LANGKAH 2 MEMAHAMI KONSEP RENCANA STRATEGIS

LPF 2 LANGKAH 2 MEMAHAMI KONSEP RENCANA STRATEGIS LPF 2 LANGKAH 2 MEMAHAMI KONSEP RENCANA STRATEGIS 1 REVIU Kewajiban pemerintah terhadap hak-hak anak? Memperluas layanan pendidikan Menyediakan pendidikan dasar yang bebas biaya Mempromosikan pembelajaran

Lebih terperinci

BAB VIII RANCANGAN PROGRAM STRATEGIS

BAB VIII RANCANGAN PROGRAM STRATEGIS BAB VIII RANCANGAN PROGRAM STRATEGIS 8.1. Rancangan Program Peningkatan Peran LSM dalam Program PHBM Peran LSM dalam pelaksanaan program PHBM belum sepenuhnya diikuti dengan terciptanya suatu sistem penilaian

Lebih terperinci

WALIKOTA CIREBON PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA CIREBON NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA CIREBON

WALIKOTA CIREBON PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA CIREBON NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA CIREBON WALIKOTA CIREBON PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA CIREBON NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA CIREBON DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA CIREBON, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah pada pasal 260 menyebutkan bahwa Daerah sesuai dengan kewenangannya menyusun rencana pembangunan Daerah

Lebih terperinci

1.1 Latar Belakang I - 1. Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2010

1.1 Latar Belakang I - 1. Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2010 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perencanaan Pembangunan Daerah dibagi menjadi beberapa tahapan mulai dari Perencanaan Jangka Panjang, Jangka Menengah, dan Tahunan. Dokumen perencanaan jangka panjang

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN DOKUMEN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN DOKUMEN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN DOKUMEN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kabupaten Ogan Komering Ulu PERATURAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG TAHAPAN, TATA CARA PENYUSUNAN, PENGENDALIAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2008 NOMOR : 07 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2008 NOMOR : 07 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2008 NOMOR : 07 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG TAHAPAN, TATA CARA PENYUSUNAN, PENGENDALIAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN RENCANA PEMBANGUNAN SERTA

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang 1-1

PENDAHULUAN Latar Belakang 1-1 Bab 1 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi dan perkembangan wilayah dewasa ini semakin meningkat, namun tidak diimbangi secara optimal dengan penyediaan layanan sektor sanitasi dasar yang layak bagi

Lebih terperinci

Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011.

Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011. Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011. 1. Atas undangan Organisasi Kesehatan Dunia, kami, Kepala Pemerintahan, Menteri dan perwakilan pemerintah datang

Lebih terperinci

Tata Kelola Biaya Operasional Satuan Pendidikan (BOSP) Seri Pembelajaran dari USAID-KINERJA

Tata Kelola Biaya Operasional Satuan Pendidikan (BOSP) Seri Pembelajaran dari USAID-KINERJA Seri Pembelajaran dari USAID-KINERJA 2014 KATA PENGANTAR Peningkatan pelayanan publik oleh unit pelayanan yang dikelola oleh pemerintah daerah merupakan mandat yang diamanatkan dalam berbagai peraturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tersusunnya laporan penerapan dan pencapaian SPM Tahun 2015 Bidang Kesehatan Kabupaten Klungkung.

BAB I PENDAHULUAN. Tersusunnya laporan penerapan dan pencapaian SPM Tahun 2015 Bidang Kesehatan Kabupaten Klungkung. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sesuai Pasal 13 dan 14 huruf j Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, dikatakan bahwa Kesehatan merupakan urusan wajib dan dalam penyelenggaraannya

Lebih terperinci

PEMUTAKHIRAN SSK LAMPUNG TIMUR Tahun 2016

PEMUTAKHIRAN SSK LAMPUNG TIMUR Tahun 2016 Created on 10/3/2016 at 9:8:38 Page 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Untuk memenuhi target pembangunan sektor sanitasi, yang meliputi pengelolaan air limbah domestik, pengelolaan persampahan, dan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS, PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan pemerintahan yang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN BUPATI HUMBANG HASUNDUTAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan proses perubahan kearah yang lebih baik, mencakup seluruh dimensi kehidupan masyarakat suatu daerah dalam upaya meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan Kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang

Lebih terperinci

PP No 38/2007 TENTANG PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN ANTARA PEMERINTAH, PEMDA PROVINSI DAN KAB/KOTA PP 65/2005 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN DAN

PP No 38/2007 TENTANG PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN ANTARA PEMERINTAH, PEMDA PROVINSI DAN KAB/KOTA PP 65/2005 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN DAN EVALUASI PENCAPAIAN SPM BIDANG KESEHATAN (Perbaikan SK Menkes) Dr Siti Noor Zaenab,M.Kes Dinas Kab. Bantul DASAR HUKUM UU No 32 /2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH PP No 38/2007 TENTANG PEMBAGIAN URUSAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, sebagaimana telah

Lebih terperinci

BUPATI SERDANG BEDAGAI PROVINSI SUMATERA UTARA

BUPATI SERDANG BEDAGAI PROVINSI SUMATERA UTARA BUPATI SERDANG BEDAGAI PROVINSI SUMATERA UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA DAN PEDOMAN PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG MEKANISME TAHUNAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN KABUPATEN MALANG BUPATI MALANG,

BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG MEKANISME TAHUNAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN KABUPATEN MALANG BUPATI MALANG, 1 BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG MEKANISME TAHUNAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN KABUPATEN MALANG BUPATI MALANG, Menimbang : a. bahwa untuk lebih menjamin ketepatan dan

Lebih terperinci

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH SALINAN BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang: a. bahwa dalam

Lebih terperinci

Modul PENGENDALIAN DAN EVALUASI

Modul PENGENDALIAN DAN EVALUASI Modul PENGENDALIAN DAN EVALUASI BAGAN ALIR TAHAPAN DAN TATACARA PENYUSUNAN RPJPD dan PELAPORAN 1. Laporan Pra-Pelingkupan 3. Laporan Draf Akhir Persiapan Penyusunan RPJPD 0 2. Laporan Pelingkupan 4. Laporan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Berdasarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, bahwa penyelenggaraan desentralisasi dilaksanakan dalam bentuk pemberian kewenangan Pemerintah

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BELITUNG TIMUR, Menimbang : a. bahwa berdasarkan ketentuan

Lebih terperinci

DINAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN KABUPATEN MUSI RAWAS. Mesin Pemotong Rumput. iii RENCANA KERJA 2015

DINAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN KABUPATEN MUSI RAWAS. Mesin Pemotong Rumput. iii RENCANA KERJA 2015 DINAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN KABUPATEN MUSI RAWAS Mesin Pemotong Rumput RENCANA KERJA 2015 iii KATA PENGANTAR Perubahan paradigma sistim perencanaan berimplikasi pada proses perencanaan yang cukup panjang,

Lebih terperinci

BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR LAMPIRAN NOMOR : 40 TAHUN 2012 LAMPIRAN TANGGAL : 30 MEI 2012

LAMPIRAN PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR LAMPIRAN NOMOR : 40 TAHUN 2012 LAMPIRAN TANGGAL : 30 MEI 2012 1 LAMPIRAN PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR LAMPIRAN NOMOR : 40 TAHUN 2012 LAMPIRAN TANGGAL : 30 MEI 2012 RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2013 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 3

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 3 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Pembangunan Kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG BUPATI SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Page 1

BAB I PENDAHULUAN. Page 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Rencana Kerja (Renja) SKPD merupakan dokumen perencanaan dan pendanaan yang berisi program dan kegiatan SKPD sebagai penjabaran dari RKPD dan Renstra SKPD dalam satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Sanitasi merupakan salah satu sektor yang memiliki keterkaitan yang erat dengan kemiskinan, tingkat pendidikan, kepadatan penduduk, perilaku hidup bersih dan sehat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berkenaan dengan telah disusunnya Perubahan Rencana Jangka Panjang Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Jawa Timur Tahun 2014-2019, maka Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA Jakarta, 28 Maret 2012 Kepada Nomor : 070 / 1082 / SJ Yth. 1. Gubernur Sifat : Penting 2. Bupati/Walikota Lampiran : Satu berkas di Hal : Pedoman Penyusunan Program

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 18 TAHUN 2007 TENTANG MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN KELURAHAN DAN KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 18 TAHUN 2007 TENTANG MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN KELURAHAN DAN KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 18 TAHUN 2007 TENTANG MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN KELURAHAN DAN KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KUPANG, Menimbang : a. bahwa sehubungan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumber daya yang tersedia. Dalam rangka

Lebih terperinci

PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PENETAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM)

PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PENETAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PENETAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) DEPARTEMEN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PENETAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) DEPARTEMEN DALAM NEGERI REPUBLIK

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA SELATAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA SELATAN, PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN, PENGENDALIAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang Bab 1 1.1. Latar Belakang Penyediaan layanan sektor sanitasi dasar yang layak bagi seluruh lapisan masyarakat, khususnya bagi masyarakat berpendapatan rendah dan bertempat tinggal di kawasan padat dan

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2012

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2012 1 PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI SUMATERA UTARA TAHUN 2016

RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI SUMATERA UTARA TAHUN 2016 RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI SUMATERA UTARA TAHUN 2016 PEMERINTAH PROVINSI SUMATERA UTARA I-0 2015 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PROBOLINGGO NOMOR : 07 TAHUN 2013 BAB I PENDAHULUAN

LAMPIRAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PROBOLINGGO NOMOR : 07 TAHUN 2013 BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PROBOLINGGO NOMOR : 07 TAHUN 2013 Rencana Pembangunan TANGGAL Jangka : 11 Menengah JUNI 2013 Daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Perencanaan pembangunan memainkan

Lebih terperinci

TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG

TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 4 TAHUN 2014 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG Bagian Hukum Setda Kabupaten Bandung

Lebih terperinci

BAB VI PEMANTAUAN DAN EVALUASI

BAB VI PEMANTAUAN DAN EVALUASI BAB VI PEMANTAUAN DAN EVALUASI Proses monitoring dan evaluasi merupakan pengendalian yakni bagian tidak terpisahkan dari upaya mewujudkan tujuan yang hendak dicapai. Monitoring atau pemantauan dapat mempermudah

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA SELATAN, Menimbang

Lebih terperinci

PETUNJUK TEKNIS PENGHITUNGAN BIAYA PENGEMBANGAN DESA DAN KELURAHAN SIAGA AKTIF

PETUNJUK TEKNIS PENGHITUNGAN BIAYA PENGEMBANGAN DESA DAN KELURAHAN SIAGA AKTIF PETUNJUK TEKNIS PENGHITUNGAN BIAYA PENGEMBANGAN DESA DAN KELURAHAN SIAGA AKTIF i ii KATA PENGANTAR Desa dan merupakan salah satu indikator dalam Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota.

Lebih terperinci

BAB IV VISI MISI, TUJUAN, SASARAN STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB IV VISI MISI, TUJUAN, SASARAN STRATEGI DAN KEBIJAKAN BAB IV VISI MISI, TUJUAN, SASARAN STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1. Visi dan Misi SKPD Visi SKPD adalah gambaran arah pembangunan atau kondisi masa depan yang ingin dicapai SKPD melalui penyelenggaraan tugas

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG TAHAPAN, TATA CARA PENYUSUNAN, PENGENDALIAN, DAN EVALUASI PELAKSANAAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJAR,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJAR, PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJAR, Menimbang : a. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 27 ayat

Lebih terperinci

RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) KABUPATEN NGAWI TAHUN 2012 BAB I PENDAHULUAN

RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) KABUPATEN NGAWI TAHUN 2012 BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN : PERATURAN BUPATI NGAWI NOMOR : 31 TAHUN 2011 TANGGAL : 24 MEI 2011 1.1. Latar Belakang RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) KABUPATEN NGAWI TAHUN 2012 BAB I PENDAHULUAN Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 58 TAHUN : 2006 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 58 TAHUN : 2006 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 58 TAHUN : 2006 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA CIMAHI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional telah mengamanatkan bahwa agar perencanaan pembangunan daerah konsisten, selaras,

Lebih terperinci

STANDAR PELAYANAN MINIMAL

STANDAR PELAYANAN MINIMAL MATERI INTI 2 POKOK BAHASAN 5: STANDAR PELAYANAN MINIMAL Prinsip standar pelayanan minimal (SPM) merupakan salah satu hal penting dalam alokasi anggaran. Selama tahun 2000-2007 belum berperan sama sekali

Lebih terperinci

RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2015 BAB I PENDAHULUAN

RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2015 BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR : 32 Tahun 2014 TANGGAL : 23 Mei 2014 RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2015 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemerintah

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 02 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 02 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH

LEMBARAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 02 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 02 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH LEMBARAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 02 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 02 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA DEPOK,

Lebih terperinci

Rencana kerja Dinas Komunikasi Informatika dan Statistik Kabupaten Sumbawa Tahun 2017 disusun sebagai bahan acuan penyelenggaraan program dan

Rencana kerja Dinas Komunikasi Informatika dan Statistik Kabupaten Sumbawa Tahun 2017 disusun sebagai bahan acuan penyelenggaraan program dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemerintah Kabupaten Sumbawa pada tahun anggaran 2017 telah menyusun tema pembangunan daerah yang berorientasi pada upaya Pemantapan Pelayanan Publik dan Percepatan

Lebih terperinci

LAPORAN KOMISI INFORMASI PROVINSI JAWA BARAT Tahun 2012

LAPORAN KOMISI INFORMASI PROVINSI JAWA BARAT Tahun 2012 LAPORAN KOMISI INFORMASI PROVINSI JAWA BARAT Tahun 2012 Komisi Informasi Provinsi Jawa Barat pada awal Tahun 2012 telah melaksanakan pertemuan internal membahas rencana strategis (Renstra) 2011-2015 dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perencanaan Pembangunan Daerah adalah suatu proses penyusunan tahapan-tahapan kegiatan yang melibatkan berbagai unsur pemangku kepentingan didalamnya, guna pemanfaatan

Lebih terperinci

BUPATI SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

BUPATI SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH SALINAN BUPATI SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINJAI, Menimbang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SOLOK LAPORAN KINERJA TAHUN 2016

PEMERINTAH KOTA SOLOK LAPORAN KINERJA TAHUN 2016 PEMERINTAH KOTA SOLOK LAPORAN KINERJA TAHUN 2016 BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH (BAPPEDA) KOTA SOLOK 2017 KATA PENGANTAR Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan

Lebih terperinci

GUBERNUR SULAWESI BARAT

GUBERNUR SULAWESI BARAT GUBERNUR SULAWESI BARAT RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI BARAT NOMOR TAHUN 2017 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAN PENGANGGARAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI BARAT,

Lebih terperinci

BUPATI ROKAN HULU PROVINSI RIAU

BUPATI ROKAN HULU PROVINSI RIAU BUPATI ROKAN HULU PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI ROKAN HULU NOMOR 23 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN ROKAN HULU TAHUN 2016 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ROKAN HULU,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DAN PELAKSANAAN MUSYAWARAH PERENCANAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN SSK. I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN SSK. I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kondisi umum sanitasi di Indonesia sampai dengan saat ini masih jauh dari kondisi faktual yang diharapkan untuk mampu mengakomodir kebutuhan dasar bagi masyarakat

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 58 TAHUN : 2006 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 58 TAHUN : 2006 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 58 TAHUN : 2006 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA CIMAHI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SUKABUMI

LEMBARAN DAERAH KOTA SUKABUMI LEMBARAN DAERAH KOTA SUKABUMI TAHUN 2010 NOMOR 6 PERATURAN DAERAH KOTA SUKABUMI Tanggal : 26 Nopember 2010 Nomor : 6 Tahun 2010 Tentang : TAHAPAN, TATA CARA PENYUSUNAN, PENGENDALIAN, DAN EVALUASI PELAKSANAAN

Lebih terperinci

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUKUMBA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berkenaan dengan telah disusunnya Rencana Jangka Panjang Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Jawa Timur Tahun 2014-2019, maka Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Kependudukan

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN

GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN Banjarbaru, 10 Mei 2016 Kepada Yth. Sdr. Kepala Perangkat Daerah lingkup Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan di - tempat SURAT EDARAN NOMOR: 050/ 350 /PMP/Bappeda/2016. TENTANG

Lebih terperinci

LAPORAN BOK UPT DINAS KESEHATAN UNIT PUSKESMAS TAHUN 2013

LAPORAN BOK UPT DINAS KESEHATAN UNIT PUSKESMAS TAHUN 2013 LAPORAN BOK UPT DINAS KESEHATAN UNIT PUSKESMAS TAHUN 2013 KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas terselesaikannya Laporan Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) Dinas Kesehatan Kabupaten

Lebih terperinci

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH NO. 07 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) KABUPATEN PROBOLINGGO TAHUN

PERATURAN DAERAH NO. 07 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) KABUPATEN PROBOLINGGO TAHUN PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO PERATURAN DAERAH NO. 07 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) KABUPATEN PROBOLINGGO TAHUN 2013-2018 JL. RAYA DRINGU 901 PROBOLINGGO SAMBUTAN

Lebih terperinci

BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG KEBIJAKAN KABUPATEN LAYAK ANAK

BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG KEBIJAKAN KABUPATEN LAYAK ANAK BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG KEBIJAKAN KABUPATEN LAYAK ANAK BUPATI MALANG, Menimbang : a. bahwa setiap anak mempunyai hak hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi

Lebih terperinci

ARAHAN DIREKTUR JENDERAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN DESA PADA ACARA

ARAHAN DIREKTUR JENDERAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN DESA PADA ACARA ARAHAN DIREKTUR JENDERAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN DESA PADA ACARA RAPAT KOORDINASI NASIONAL PENGUATAN KELEMBAGAAN TIM KOORDINASI PENANGGULANGAN KEMISKINAN (TKPK) TAHUN 2014 Jakarta, 13 Mei 2014 TARGET

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Pemerintah Republik Indonesia telah memberlakukan kebijakan pembangunan sanitasi sebagai bagian dari strategi nasional bidang sanitasi dan higienitas untuk diterapkan

Lebih terperinci

BUPATI TEMANGGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

BUPATI TEMANGGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH BUPATI TEMANGGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEMANGGUNG, Menimbang : a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala BAPPENAS dan Menteri Dalam Negeri SURAT EDARAN BERSAMA

Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala BAPPENAS dan Menteri Dalam Negeri SURAT EDARAN BERSAMA Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala BAPPENAS dan Menteri Dalam Negeri Jakarta, 20 Januari 2005 Nomor : 0259/M.PPN/I/2005. 050/166/SJ. Sifat : Sangat Segera. Lampiran : 1 (satu) berkas.

Lebih terperinci

B A B I P E N D A H U L U A N

B A B I P E N D A H U L U A N B A B I P E N D A H U L U A N 1.1. LATAR BELAKANG Kondisi sanitasi di Kabupaten Bojonegoro yang telah digambarkan dalam Buku Putih Sanitasi Kabupaten Bojonegoro mencakup sektor air limbah, persampahan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Strategi sanitasi kota (SSK) Kota Mamuju adalah suatu dokumen perencanaan yang berisi kebijakan dan strategi pembangunan sanitasi secara komprehensif pada tingkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. Penyebab utama buruknya kondisi sanitasi karena lemahnya perencanaan pembangunan sanitasi : tidak terpadu, salah sasaran, tidak sesuai kebutuhan, dan tidak berkelanjutan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rencana Strategis (Renstra) Dinas Pendidikan dan Pengajaran Kabupaten Lamandau ( ) 1

BAB I PENDAHULUAN. Rencana Strategis (Renstra) Dinas Pendidikan dan Pengajaran Kabupaten Lamandau ( ) 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dinyatakan bahwa salah satu tujuan Negara Republik Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan

Lebih terperinci

LAMPIRAN XXI KEPUTUSAN BUPATI BOGOR NOMOR : TANGGAL : RENCANA KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN BOGOR TAHUN 2014 BAB I PENDAHULUAN

LAMPIRAN XXI KEPUTUSAN BUPATI BOGOR NOMOR : TANGGAL : RENCANA KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN BOGOR TAHUN 2014 BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN XXI KEPUTUSAN BUPATI BOGOR NOMOR : TANGGAL : RENCANA KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN BOGOR TAHUN 2014 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Perencanaan pembangunan daerah merupakan suatu proses

Lebih terperinci

DEKLARASI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI

DEKLARASI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI DEKLARASI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI Bahwa kemiskinan adalah ancaman terhadap persatuan, kesatuan, dan martabat bangsa, karena itu harus dihapuskan dari bumi Indonesia. Menghapuskan kemiskinan merupakan

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN

RENCANA STRATEGIS BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN RENCANA STRATEGIS BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN 2016-2021 Kata Pengantar Alhamdulillah, puji syukur kehadirat ALLAH SWT, atas limpahan rahmat, berkat dan hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan

Lebih terperinci

Pemerintah Kabupaten Wakatobi

Pemerintah Kabupaten Wakatobi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Wakatobi memiliki potensi kelautan dan perikanan serta potensi wisata bahari yang menjadi daerah tujuan wisatawan nusantara dan mancanegara. Potensi tersebut

Lebih terperinci

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH -1- BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK,

Lebih terperinci

UPAYA KESEHATAN MASYARAKAT YANG BERORIENTASI SASARAN SOP identifikasi kebutuhan dan harapan masyarakat/ sasaran terhadap kegiatan UKM.

UPAYA KESEHATAN MASYARAKAT YANG BERORIENTASI SASARAN SOP identifikasi kebutuhan dan harapan masyarakat/ sasaran terhadap kegiatan UKM. BAB IV 4.1.3 BAB IV. (UKMBS) UPAYA KESEHATAN MASYARAKAT YANG BERORIENTASI SASARAN 4.1.1.1 SOP identifikasi kebutuhan dan harapan masyarakat/ sasaran terhadap kegiatan UKM. 4.1.1.2 Kerangka acuan, metode,

Lebih terperinci

WALIKOTA SINGKAWANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA SINGKAWANG NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG PERSALINAN AMAN

WALIKOTA SINGKAWANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA SINGKAWANG NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG PERSALINAN AMAN WALIKOTA SINGKAWANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA SINGKAWANG NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG PERSALINAN AMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SINGKAWANG, Menimbang : a. bahwa kesehatan

Lebih terperinci

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KOTA MATARAM TAHUN 2016

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KOTA MATARAM TAHUN 2016 PEMERINTAH KOTA MATARAM 2016 RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KOTA MATARAM TAHUN 2016 idoel Tim Penyusun Rencana Kerja Pemerintah Daerah private (RKPD) 1/1/2016 Kota Mataram WALIKOTA MATARAM PROVINSI

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN FLORES TIMUR NOMOR : 10 TAHUN 2017 TANGGAL : 20 November 2017 BAB I PENDAHULUAN

LAMPIRAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN FLORES TIMUR NOMOR : 10 TAHUN 2017 TANGGAL : 20 November 2017 BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN FLORES TIMUR NOMOR : 10 TAHUN 2017 TANGGAL : 20 November 2017 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berdasarkan pasal 3 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. dijalankan oleh BPBD DIY ini, memakai lima asumsi pokok sebagai landasan

BAB VI PENUTUP. dijalankan oleh BPBD DIY ini, memakai lima asumsi pokok sebagai landasan BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian mengenai strategi komunikasi bencana yang dijalankan oleh BPBD DIY ini, memakai lima asumsi pokok sebagai landasan pengelolaan komunikasi bencana

Lebih terperinci

KABUPATEN CIANJUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIANJUR NOMOR 08 TAHUN 2011 TENTANG SISTEM PERENCANAANN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN CIANJUR

KABUPATEN CIANJUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIANJUR NOMOR 08 TAHUN 2011 TENTANG SISTEM PERENCANAANN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN CIANJUR LEMBARAN DAERAH NOMOR 36 KABUPATEN CIANJUR TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIANJUR NOMOR 08 TAHUN 2011 TENTANG SISTEM PERENCANAANN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN CIANJUR DENGANN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR TENTANG INOVASI DAERAH DI PROVINSI JAWA TENGAH

GUBERNUR JAWA TENGAH RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR TENTANG INOVASI DAERAH DI PROVINSI JAWA TENGAH Draft 4 GUBERNUR JAWA TENGAH RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR TENTANG INOVASI DAERAH DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang : a.

Lebih terperinci