Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Pendidikan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Pendidikan"

Transkripsi

1 Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Pendidikan

2 Kata Pengantar Chief of Party USAID Kinerja Selamat datang di program peningkatan tata kelola pelayanan publik USAID Kinerja. Buku Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Pelayanan Pendidikan ini merupakan sumbangsih program kami terhadap pemerintah Indonesia. Buku ini berisi kumpulan praktik baik penerapan prinsip-prinsip tata kelola di bidang kesehatan, pendidikan, dan iklim usaha yang baik di beberapa daerah mitra Kinerja. Tata kelola merupakan aspek penting dalam peningkatan pelayanan publik karena tata kelola yang baik dapat meningkatkan kepercayaan dan partisipasi masyarakat yang pada akhirnya dapat membantu pemerintah menjalankan programnya secara berkualitas dan sesuai kebutuhan masyarakat. Tahun 2014 dan 2015 merupakan tahun yang penting dalam mempromosikan praktik baik mitra USAID Kinerja di kancah internasional. Luwu Utara, Aceh Singkil dan Barru menjadi finalis the United Nations Public Service Awards (UNPSA) 2014 masing-masing untuk inovasi distribusi guru proporsional, kemitraan bidan dan dukun, serta penyederhanaan perizinan. Tahun 2015, program kemitraan bidan dan dukun di Aceh Singkil terpilih menjadi salah satu pemenang UNPSA Hal ini merupakan prestasi yang luar biasa karena Indonesia baru pertama kali memenangkan kompetisi paling bergengsi untuk pelayanan publik. Kami terus mendorong mitra-mitra kami untuk terus berinovasi menciptakan pelayanan yang bermutu, mengatasi segala tantangan menggunakan sumber daya yang ada. Kami juga meminta mereka untuk terus berbagi pengalaman dan pengetahuan dengan daerah lain, sehingga pelayanan publik yang baik tidak hanya menjadi milik mitra Kinerja. Kami juga mengucapkan terimakasih kepada organisasi mitra pelaksana, konsultan dan staff Kinerja yang telah bekerja keras mendampingi daerah mitra untuk terus berinovasi. Mereka merupakan ujung tombak kami yang akan siap membantu daerah lain, jika diperlukan. Semoga buku ini dapat menginspirasi semua pihak untuk melaksanakan tata kelola pelayanan baik demi kemajuan pelayanan publik di Indonesia. Jakarta, Juni 2015 Elke Rapp Chief of Party USAID Kinerja Halaman 1

3 Daftar Isi Kata Pengantar Chief of Party USAID Kinerja... 1 Daftar Isi... 2 Menciptakan Lingkungan Belajar Aman dan Nyaman Melalui Manajemen Berbasis Sekolah Berorientasi Pelayanan Publik: Hasil Pembelajaran SMPN 1 Belimbing... 4 Situasi sebelum program dilakukan... 4 Bentuk inovasi... 5 Proses pelaksanaan program... 9 Anggaran yang diperlukan Hasil dan dampak program Monitoring dan evaluasi Tantangan yang dihadapi Keberlanjutan dan peluang replikasi Hasil pembelajaran dan rekomendasi Informasi Kontak Penataan dan Pemerataan Guru Melalui Partisipasi Publik di Kabupaten Barru Situasi sebelum program dilakukan Bentuk inovasi Proses pelaksanaan program Anggaran yang diperlukan Hasil dan dampak program Monitoring dan evaluasi Tantangan yang dihadapi Keberlanjutan dan peluang replikasi Hasil pembelajaran dan rekomendasi Informasi kontak Replikasi Manajemen Berbasis Sekolah Berorientasi Pelayanan Publik di Kota Probolinggo Situasi sebelum program dilakukan Bentuk inovasi Proses pelaksanaan program Anggaran yang diperlukan Hasil dan dampak program Halaman 2

4 Monitoring dan evaluasi Tantangan yang dihadapi Keberlanjutan dan peluang replikasi Hasil pembelajaran dan rekomendasi Informasi kontak Menguatkan Partisipasi Masyarakat dalam Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah di Bener Meriah Situasi sebelum program dilakukan Bentuk inovasi Proses pelaksanaan program Anggaran yang diperlukan Hasil dan dampak program Monitoring dan evaluasi Tantangan yang dihadapi Keberlanjutan dan peluang replikasi Hasil pembelajaran dan rekomendasi Informasi kontak Biaya Operasional Satuan Pendidikan yang Berkelanjutan: Hasil Pembelajaran dari Kabupaten Bulukumba Situasi sebelum program dilaksanakan Bentuk Inovasi Proses pelaksanaan program Anggaran yang diperlukan Hasil dan dampak program Monitoring dan evaluasi Tantangan yang dihadapi Keberlanjutan dan peluang replikasi Hasil pembelajaran dan rekomendasi Informasi Kontak Sekilas tentang USAID Kinerja Pendekatan Strategis USAID Kinerja Program pendidikan USAID Kinerja Halaman 3

5 Menciptakan Lingkungan Belajar Aman dan Nyaman Melalui Manajemen Berbasis Sekolah Berorientasi Pelayanan Publik: Hasil Pembelajaran SMPN 1 Belimbing Program pendidikan USAID Kinerja bertujuan untuk meningkatkan kualitas manajemen pendidikan di tiga bidang: Manajemen Berbasis Sekolah, Distribusi Guru Proporsoional, dan Bantuan Operasional Satuan Pendidikan.

6 Menciptakan Lingkungan Belajar Aman dan Nyaman Melalui Manajemen Berbasis Sekolah Berorientasi Pelayanan Publik: Hasil Pembelajaran SMPN 1 Belimbing Situasi sebelum program dilakukan SMP Negeri 1 Belimbing terletak di Kecamatan Belimbing, Kabupaten Melawi. Sekolah ini berlokasi di sekitar perkebunan sawit milik swasta dimana sebagian orangtua siswa bekerja di perkebunan tersebut. Seperti banyak sekolah di Indonesia, SMP Negeri 1 Belimbing telah menerapkan manajemen berbasis sekolah (MBS). Hal ini merupakan mandat Undang-Undang Nomor 20 tahun 2013 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 48 Ayat (1) menyatakan bahwa Pengelolaan dana pendidikan berdasarkan prinsip keadilan, efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas publik. Sejalan dengan amanat tersebut, Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 49 Ayat (1) menyatakan: Pengelolaan satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah menerapkan manajemen berbasis sekolah yang ditunjukkan dengan kemandirian, kemitraan, partisipasi, keterbukaan, dan akuntabilitas. Namun, pelaksanaan MBS di SMP Negeri 1 Belimbing masih perlu banyak perbaikan. Kerjasama antara sekolah dan masyarakat masih lemah. Banyak orangtua dan masyarakat beranggapan bahwa pemerintah dan sekolah bertanggungjawab sepenuhnya untuk menyediakan layanan pendidikan yang baik. Ada anggapan bahwa orangtua dan masyarakat tidak perlu berkontribusi terhadap sekolah karena semua fasilitas disediakan oleh sekolah menggunakan dana bantuan operasional sekolah (BOS). Selain itu, pihak sekolah juga menganggap bahwa orangtua sulit diajak berpartisipasi dan mengatasi permasalahan sekolah, terutama terkait dengan perbaikan fasilitas Halaman 4

7 sekolah. Hal ini terjadi karena hubungan dan komunikasi yang kurang optimal antara sekolah dengan orangtua dan komite sekolah. Kerjasama yang lemah antara sekolah dan masyarakat menyebabkan sekolah sulit menyediakan sarana dan prasarana yang memadai untuk menyediakan pendidikan yang berkualitas. Ruang kelas relatif tidak terawat dengan beberapa kaca jendela pecah, lantai dari papan yang sudah tua, dan bangku murid yang kurang terawat. Pagar sekolah pun tidak ada sehingga faktor keamanan dan kenyamanan di sekolah pun berkurang. Sarana penunjang seperti kantin dan toilet pun kondisinya kurang memadai. Untuk memperbaiki situasi ini, masyarakat sebagai pengguna layanan perlu memahami bahwa pendidikan berkualitas merupakan tanggungjawab seluruh elemen masyarakat. Pemahaman masyarakat dan orangtua tentang peran dan fungsi mereka di sektor pendidikan perlu ditingkatkan. Bentuk inovasi Sejak tahun 2012, SMP Negeri 1 Belimbing bekerjasama dengan Lembaga Pengkajian Kemasyarakatan dan Pembangunan (LPKP) organisasi mitra pelaksana USAID- KINERJA meningkatkan tata kelola MBS agar dapat beriorientasi pada pelayanan publik. Program ini menekankan aspek tata kelola di kedua sisi, yaitu: 1. Sisi penyedia layanan, program ini fokus pada: a. Pemangku kepentingan di sekolah yang terdiri dari kepala sekolah, guru dan pengawas sekolah mendapat pelatihan tentang MBS beriorientasi pelayanan publik dan belajar pengalaman dari sekolah lain yang telah berhasil menerapkan program ini. b. Setelah itu pihak sekolah didorong untuk memfasilitasi pertemuan dan komunikasi dengan masyarakat dan komite sekolah untuk membagikan pengetahuan tentang model implementasi MBS dan inovasinya. c. Sekolah meningkatkan kapasitasnya untuk menyusun Rencana Kerja Sekolah (RKS), Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah Halaman 5

8 (RAPBS) secara partisipatif serta memasang rencana kerja sekolah dan laporan keuangan di papan informasi. 2. Sisi penerima layanan, program ini fokus pada: a. Penguatan fungsi dan peran komite sekolah agar dapat mengawasi pelaksanaan MBS dan memberikan masukan terkait peningkatan kualitas layanan pendidikan di sekolah. b. Dorongan agar sekolah melakukan survei pengaduan, membuat janji perbaikan pelayanan dan rekomendasi teknis, monitoring pelaksanaan janji perbaikan pelayanan, dan membantu Dinas Pendidikan dan pemerintah kabupaten memonitor monitoring pelaksanaan rekomendasi teknis. c. Seleksi perwakilan masyarakat termasuk komite sekolah untuk menjadi jurnalis warga sebagai salah satu upaya untuk mendorong partisipasi masyarakat untuk mengawasi pelaksanaan MBS. Program ini melatih dan mendampingi para jurnalis agar mereka mampu menulis dan menyiarkan informasi yang terkait upaya perbaikan pelayanan dan manajemen sekolah. Jurnalis diharapkan dapat membuat melakukan advokasi perbaikan pelayanan pendidikan melalui tulisan mereka di media sosial maupun di media cetak dan elektronik seperti surat kabar dan radio lokal. Melalui pendekatan dan strategi tersebut, SMPN 1 Belimbing telah melakukan beberapa inovasi di sektor pendidikan, antara lain: 1. Melibatkan lebih banyak pemangku kepentingan dalam membuat rencana kerja dan anggaran sekolah. Ada empat langkah inovatif yang dilakukan dalam melibatkan lebih banyak pemangku kepentingan di sekolah ini, yaitu: Halaman 6

9 a. Melaksanakan rapat kerja tahunan dengan komite sekolah dan orangtua Gambar 1. Rapat kerja sekolah yang dihadiri kepala sekolah, guru, komite sekolah, dan perwakilan masyarakat Pertemuan rutin setiap tahun ini menjadi sarana bagi komite sekolah dan orangtua untuk dapat terlibat lebih banyak dalam proses perencanaan dan penganggaran program kerja sekolah (RKAS). Dalam pertemuan ini komite sekolah dan orangtua dapat melihat laporan pertanggungjawaban kegiatan dan keuangan sekolah pada tahun ajaran sebelumnya. Hasil pertemuan rutin ini didokumentasikan dengan baik dan dituangkan dalam berita acara rapat yang ditandatangani oleh pihak sekolah (kepala sekolah), pihak orangtua dan masyarakat (ketua komite sekolah) dan pihak pemerintah daerah (kepala UPTD Kecamatan Belimbing dan pengawas sekolah). Ini adalah langkah awal yang sangat baik untuk mengajak orangtua dan masyarakat untuk terlibat dalam proses perencanaan, pelaksanaan, dan monitoring program kerja yang dilakukan sekolah. b. Survei pengaduan, Janji Perbaikan Layanan dan Rekomendasi Teknis Survei pengaduan dilakukan untuk mendapatkan masukan dari para pengguna layanan (murid dan orangtua murid) tentang kualitas pelayanan sekolah dan tantangan yang perlu diperbaiki. Setelah melakukan survei, sekolah dan komite sekolah menganalisa hasil survei dan menentukan apakah tantangan dapat Halaman 7

10 diatasi oleh sekolah sendiri atau perlu dukungan dinas. Pengaduan yang dapat diatasi oleh sekolah dasar pembuatan RKS dan RKAS dan janji sekolah untuk mengatasi tantangan tersebut dituangkan dalam jenji perbaikan layanan. Sedangkan, pengaduan yang tidak dapat diatasi sekolah akan diajukan ke dinas pendidikan dalam bentuk rekomendasi teknis. Selain memberikan masukan bagi sekolah, komite sekolah dan anggota masyarakat mengawasi tindak lanjut pemenuhan janji perbaikan pelayanan. c. Membangun hubungan dengan dunia usaha untuk peduli dan terlibat dalam dunia pendidikan. Lokasi SMPN 1 Belimbing yang terletak di daerah perkebunan sawit menjadikannya sangat strategis untuk membangun hubungan dan kerjasama dengan pihak swasta yang umumnya memiliki program dan anggaran Corporate Social Responsibility (CSR). Untuk itu, kepala sekolah dan komite sekolah telah bekerjasama dengan dunia usaha untuk memperbaiki fasilitas sekolah. Untuk menindaklanjuti kerjasama ini, pengurus komite sekolah membuat proposal dan melakukan komunikasi dengan perusahaan kelapa sawit yang berada di sekitar lokasi sekolah. d. Membuat papan informasi Hal nyata yang dapat dilakukan penyedia layanan untuk membangun transparansi dan akuntabilitas publik adalah memberikan akses kepada para pemangku kepentingan terhadap program kerja dan anggaran sekolah. Oleh karena itu, SMPN 1 Belimbing membuat tiga papan informasi dan memasang rencana kerja di tiga tempat di sekitar sekolah. Melalui media informasi ini, para orangtua, masyarakat dan pihak berkepentingan lainnya dapat memperoleh informasi tentang rencana sekolah dan laporan pertanggungjawaban keuangan sekolah. Langkah transparansi keuangan ini diharapkan dapat memotivasi masyarakat untuk lebih peduli dan aktif terlibat dalam upaya peningkatan kualitas pendidikan. Halaman 8

11 2. Melakukan supervisi mandiri terhadap proses pembelajaran. SMPN 1 Belimbing melakukan evaluasi mandiri untuk meningkatkan kualitas kegiatan belajar mengajar (KBM) di kelas. Para guru merekam proses KBM di kelas menggunakan telepon seluler dengan bantuan seorang murid. Hasil rekaman tersebut digunakan oleh guru untuk mengevaluasi metode dan proses pembelajaran yang sudah dilakukan. Selain untuk evaluasi diri sendiri, hasil rekaman tersebut juga diperlihatkan kepada kepala sekolah untuk didiskusikan bersama dan mendapat masukan. Menindaklanjuti evaluasi mandiri ini, para guru membuat agenda pembelajaran yang berisi catatan guru tentang kesulitan dan hal-hal yang masih perlu diperbaiki dalam memimpin proses pembelajaran. Hasil rekaman dan agenda pembelajaran tersebut menjadi salah satu bahan yang dibahas dalam rapat kerja guru setiap bulan. Para guru dapat saling belajar dan memberikan masukan sehingga kualitas pembelajaran di sekolah tersebut dapat diperbaiki secara berkelanjutan. Proses pelaksanaan program Pelaksanaan program MBS berorientasi pelayanan publik di SMPN 1 Belimbing melibatkan banyak pihak dari sisi penyedia dan pengguna layanan. Tabel berikut menyajikan langkah sistematis pelaksanaan program dan peran berbagai pihak yang terlibat. No Tahap pelaksanaan Pihak terlibat Peran 1 Melaksanakan survei pengaduan Survei ini bertujuan untuk mendapatkan masukan perbaikan dari pengguna layanan, khususnya dari murid, orangtua murid dan masyarakat Penyedia layanan: Kepala sekolah. Guru. Pengguna layanan: Membuat formulir dan mekanisme survei, serta menyiapkan kelengkapan lain yang diperlukan untuk melaksanakan survei. Mengisi formulir survei Halaman 9

12 sekitar. Sebelum survei pengaduan dilakukan, komite sekolah dan masyarakat mendapatkan sosialiasi dan pelatihan tentang hak mendapatkan pendidikan yang berkualitas. Di sisi lain, sekolah juga mendapat pelatihan tentang partisipasi publik dan cara melibatkan masyarakat di perencanaan sekolah. Murid. Orangtua. Masyarakat sekitar. untuk memberikan masukan kepada kepada sekolah. No Tahap pelaksanaan Pihak terlibat Peran 2 Membuat janji perbaikan pelayanan Hasil survei dianalisa dan diverifikasi oleh sekolah. Kemudian, hasil survei yang dapat ditindaklanjuti oleh sekolah dituangkan ke dalam Janji Perbaikan Pelayanan. Dokumen ini ditandatangani oleh kepala sekolah, komite sekolah, dan dikuatkan oleh dinas pendidikan kabupaten. 3 Kepala sekolah, guru dan komite sekolah menyusun RKS secara partisipatif RKS dibuat untuk jangka waktu empat tahun sebagaimana diatur Penyedia layanan: Kepala sekolah. Dinas pendidikan. Pengguna layanan: Murid Komite sekolah/ orangtua Masyarakat sekitar Penyedia layanan: Kepala sekolah Guru Komite sekolah Memperbaiki kualitas layanan terutama terkait janji yang tertulis di janji perbaikan pelayanan. Mendorong dan memonitor janji perbaikan pelayanan. Membuat rancangan RKS berdasarkan masukan masyarakat yang diperoleh dari survei pengaduan. Halaman 10

13 dalam PP nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, pasal 53 yang menyatakan bahwa setiap satuan pendidikan dikelola atas dasar rencana kerja tahunan yang merupakan penjabaran rinci dari rencana kerja jangka menengah satuan pendidikan yang meliputi masa empat tahun. 4 Kepala sekolah, guru dan komite sekolah menyusun RKAS secara partisipatif. Pada tahap penyusunan RKAS ini terdapat sub tahap sebagai berikut: a. Kepala sekolah membuat rancangan RKAS berdasarkan hasil evaluasi diri sekolah (EDS), hasil survei pengaduan dan capaian standar pelayanan mutu (SPM) serta mengacu pada RKS. b. Rancangan tersebut tersebut dibahas dan didiskusikan melalui rapat kerja dengan dewan guru dan komite sekolah. c. Kemudian RKAS dibahas kembali di rapat pleno yang dihadiri oleh pengawas Pengguna layanan: Orangtuamurid/ komite sekolah Murid Penyedia layanan: Kepala sekolah. Guru Pengguna layanan: Mengawasi pelaksanaan RKS. Hal ini dapat dilakukan dengan mengakses informasi tentang rencana kerja sekolah yang dipasang di papan informasi. Melakukan evaluasi bersama berdasarkan data EDS dan capaian SPM, serta hasil survei pengaduan. Menyusun rancanganrkas dengan mengacu pada hasil evaluasi tersebut dan RKS yang telah dibuat sebelumnya. Memfasilitasi rapat pleno dengan mengundang pemangku kepentingan lainnya. Orangtua murid dan Halaman 11

14 sekolah, kepala UPTD, komite sekolah, orangtua murid, dan tokoh masyarakat lainnya. Orangtua murid/ komite sekolah Murid masyarakat dapat memberikan masukan kepada sekolah untuk memperbaiki kualitas layanan pendidikan. No Tahap pelaksanaan Pihak terlibat Peran 5 Publikasi RKS/ RKAS Penyedia layanan: Membangun Sekolah membuat ringkasan RKS/ Kepala sekolah. transparansi dan RKAS yang telah disepakati dalam rapat pleno dan memasangnya di Guru akuntabilitas pelayanan publik papan informasi. Hal ini penting yang dapat agar seluruh pihak dapat melihat informasi tentang RKS/ RKAS dan meningkatkan partisipasi dan laporan keuangannya. respon seluruh pemangku kepentingan sekolah tersebut. Pengguna layanan: Terlibat dan Orangtua murid/ mengawasi komite sekolah pelaksanaan RKS/ Murid RKAS tersebut sesuai Masyarakat dengan peran dan sekitar kewenangan masingmasing. 6 Melaksanakan RKS/ RKAS Penyedia layanan: Kepala sekolah dan Pelaksanaan RKS/ RKAS ini Kepala sekolah dewan guru adalah bersinergi dengan pelaksanaan Guru penanggungjawab Halaman 12

15 program MBS berorientasi pelayanan publik. Perbaikanperbaikan inovatif yang dilakukan dalam implementasi RKAS ini telah dijelaskan di bagian sebelumnya. 7 Monitoring dan evaluasi Monitoring dan evaluasi dilakukan secara internal dan eksternal. Evaluasi internal dilakukan oleh kepala sekolah dan guru. Kepala sekolah memonitor pelaksanaan RKS/ RKAS dan proses kegiatan belajar mengajar. Hasil evaluasi tersebut didiskusikan bersama dengan guru dan komite sekolah dalam pertemuan rutin. Evaluasi eksternal dilakukan oleh komite sekolah dan jurnalis warga. Hasil evaluasi didiskusikan oleh komite sekolah dan jurnalis warga. Pengguna layanan: Orangtua murid/ komite sekolah Murid Penyedia layanan: Sekolah Pengguna layanan: Komite sekolah Murid Penyedia layanan: Sekolah pelakasanaan RKS/ RKAS. Namun, pemangku kepentingan lainnya seperti komite sekolah dan orangtua juga mempunyai tanggung jawab untuk terlibat dan bekerja sama dengan sekolah untuk mengatasi masalah yang muncul di sekolah. Melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan rencana kerja sekolah dan kualitas proses kegiatan belajar mengajar. Memberikan masukan terhadap pelaksanaan rencana kerja sekolah dan kegiatan belajar mengajar. Mendiskusikan hasil monitoring dan masalah pendidikan yang terjadi di sekolah Halaman 13

16 Selain itu, jurnalis warga menyiarkan isu pendidikan dan partisipasi publik melalui radio komunitas Suara Melawi. Evaluasi eksternal juga dilakukan secara formal oleh dinas Pendidikan, khususnya Pengawas Sekolah. Mereka secara rutin memperoleh laporan sekolah dan mengahadiri pertemuan sekolah untuk membahas berbagai masalah sekolah. Pengguna layanan: Komite sekolah Murid Masyarakat dengan berbagai pemangku kepentingan. Jurnalis warga membantu mempublikasikan isu pendidikan dan informasi tentang partisipasi publik. Melakukan monitoring dan evaluasi terhadap penyediaan pelayanan pendidikan di sekolah dan memberikan masukan. Anggaran yang diperlukan Pelaksanaan program MBS berorientasi pelayanan publik tidak perlu anggaran khusus; sekolah dapat menggunakan anggaran sekolah yang sudah ada untuk melaksanakan survei pengaduan yang hanya membutuhkan biaya untuk penggandaan kuesioner dan menindaklanjuti janji perbaikan layanan. Halaman 14

17 Hasil dan dampak program Gambar 2. Siswa mencuci tangan di sekolah. Partisipasi masyarakat yang kuat membantu sekolah menciptakan lingkungan belajar aman dan nyaman serta mendorong siswa berperilaku hidup sehat. Para pemangku kepentingan dismpn 1 Belimbing telah mendapat banyak manfaat dari program MBS berorientasi pelayanan publik yang menggabungkan sisi penyedia dan pengguna layanan. Hasil dan dampak yang nyata terjadi adalah: 1. Kesadaran masyarakat tentang haknya mendapat pelayanan publik yang berkualitas meningkat. Survei pengaduan yang diawali dengan edukasi tentang hak masyarakat terhadap pelayanan publik telah meningkatkan kesadaran komite sekolah sebagai perwakilan masyarakat untuk meminta layanan pendidikan yang berkualitas. Survei pengaduan juga menjadi proses evaluasi yang transparan dan partisipatif. Dalam survei ini, masyarakat dapat merefleksikan kembali kualitas pelayanan pendidikan yang selama ini mereka terima. Selain itu, masyarakat juga diajak untuk ikut memikirkan solusi untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Halaman 15

18 2. Transparansi dan akuntabilitas pelayanan sekolah meningkat. Adanya papan informasi yang membuat RKAS dan laporan keuangan adalah wujud tata kelola di mana transparansi dan akuntabilitas pelayanan publik dilakukan oleh SMPN 1 Belimbing sebagai penyedia layanan. 3. Kepercayaan masyarakat terhadap sekolah meningkat. Keterbukaan sekolah untuk mempublikasi laporan keuangan dan rencana kerjanya telah meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap sekolah. Selain itu, inisiatif sekolah untuk mengundang masyarakat di pertemuan-pertemuan sekolah meningkatkan komunikasi dengan masyarakat. 4. Partisipasi dan respon masyarakat terhadap masalah pendidikan meningkat. Kesadaran masyarakat tentang hak mendapat pelayanan berkualitas dan kepercayaan mereka yang tinggi terhadap sekolah mendorong masyarakat untuk lebih banyak terlibat dalam memecahkan masalah di sekolah. Selain itu, masyarakat juga berinisiatif untuk mencari dukungan dunia usaha untuk membantu memperbaiki fasilitas sekolah. Kerjasama yang kuat antara penyedia layanan (sekolah) dan pengguna layanan (orangtua dan masyarakat serta komite sekolah) menciptakan lingkungan belajar yang nyaman, sehat dan aman. Contoh perbaikan yang telah dilakukan di SMPN 1 Belimbing adalah: a. Membuat taman hijau dan kebun tanaman obat. Sekolah memanfaatkan sebagian lahan sekolah yang dulunya hanya semak belukar, sekolah telah menanam sejumlah tanaman disertai dengan pembuatan bangku kayu dan saung dengan bahan alami. Sarana ini selain membuat lingkungan sekolah lebih sehat dan asri, juga dapat dimanfaatkan guru untuk mengajar tentang lingkungan hidup. b. Memperbaiki kantin sekolah. Kondisi kantin sekolah yang kurang tertata baik membuat murid lebih sering jajan di luar lingkungan sekolah pada Halaman 16

19 waktu jam istirahat. Hal ini sangat berisiko terhadap kesehatan murid. Untuk itu, komite sekolah dan beberapa orangtua murid berinisiatif untuk memperbaiki kantin sekolah. Mereka dan sekolah merencanakan, membuat anggaran dan mengerjakan perbaikan kantin tersebut. Sebagian orangtua ikut menyumbang bahan kayu, atap, uang, dan kebutuhan terkait lainnya. c. Memperbaiki toilet murid. Perbaikan toilet selama program intervensi ini merupakan salah satu langkah awal keterlibatan orangtua di SMPN 1 Belimbing. Toilet untuk murid laki-laki dan perempuan telah dibuat terpisah dan dilengkapi dengan air bersih yang cukup. Bahkan di tahun 2014, sekolah ini mendapat bantuan dari Bank Pembangunan Daerah (BPD) Kalimantan Barat Cabang Melawi, untuk membangun tambahan lima toilet untuk murid perempuan, sehingga fasilitas toilet saat ini sudah memadai dan mendukung perbaikan kualitas pelayanan di sekolah ini. d. Memperbaiki penyekat ruang aula. Pada tahun 2013, orangtua murid SMPN 2013 berinisiatif mengganti sekat kayu antar kelas dengan folding gate (sekat aluminium) untuk ruang aula yang juga berfungsi sebagai ruang kelas. Usul ini diberikan untuk agar kelas dapat dibuka dengan mudah jika sekolah perlu ruang pertemuan yang dapat menampung 374 orangtua murid. Sejak tahun 2012 hingga 2015, orangtua murid telah memberikan dukungan dana rupiah untuk membantu perbaikan fasilitas sekolah. e. Mendapatkan dukungan yang kuat dari dunia usaha. Selain mendapatkan kontribusi dari orangtua siswa, komite sekolah juga mendorong dunia usaha untuk membantu sekolah memperbaiki fasilitasnya. Sejak tahun 2012, dunia usaha telah memberikan dukungan dana kepada sekolah setiap tahun. Selama empat tahun kerjasama, industri telah mengucurkan 140 juta rupiah kepada sekolah. 5. Kapasitas sekolah dalam melaksanakan proses pembelajaran di sekolah meningkat. Para guru mulai memahami dan melaksanakan proses perencanaan dan evaluasi mandiri. Hasil evaluasi didiskusikan dengan kepala sekolah dan Halaman 17

20 juga dalam rapat bulanan dewan guru. Hal ini penting dilakukan agar guru dan kepala sekolah dapat terus memonitor kualitas kegiatan belajar mengajar. Monitoring dan evaluasi Monitoring dan evaluasi program MBS berorientasi pelayanan publik di SMPN 1 Belimbing dilakukan oleh pihak internal dan eksternal secara berkala. Hasil evaluasi ini ditindaklanjuti oleh sekolah untuk memperbaiki kualitas pelayanan pendidikannya. a. Evaluasi internal. Sebagai pihak yang bertanggungjawab atas pelaksanaan RKS/ RKAS, kepala sekolah memonitor pelaksanaan rencana kerja sekolah tersebut. Hasil evaluasi tersebut didiskusikan bersama dengan guru dan komite sekolah dalam pertemuan rutin. Selain itu, kepala sekolah dan guru juga mengevaluasi proses kegiatan belajar mengajar di kelas secara mandiri dan mendiskusikan masalah dan rencana pengajaran dalam pertemuan dewan guru. Evaluasi mandiri ini menjadi salah satu alat untuk menjamin mutu pelayanan pendidikan di sekolah. b. Evaluasi eksternal. Evaluasi eksternal dilakukan oleh komite sekolah dan jurnalis warga. Mereka memastikan janji perbaikan pelayanan sebagai respons survey pengaduan dimasukkan dalam RKS/ RKAS dan dilaksanakan oleh sekolah. Kemudian, komite sekolah mendiskusikan dan mencari solusi masalah pendidikan yang ditemukan dengan sekolah. Sementara itu, jurnalis warga menyebarluaskan hasil monitoring mereka dan isu pendidikan yang dihadapi melalui radio komunitas Suara Melawi. Selain itu, radio komunitas ini juga aktif menyiarkan informasi tentang partisipasi masyarakat dalam memajukan manajemen sekolah dan mengajak masyarakat untuk terlibat aktif di sekolah. Evaluasi eksternal juga dilakukan secara formal oleh dinas pendidikan melalui pengawas sekolah dan kepala UPTD. Mereka secara rutin menerima laporan dari sekolah tentang penyelenggaraan pelayanan pendidikan di sekolah dan Halaman 18

21 menghadiri rapat dengan sekolah. Dinas pendidikan juga memberikan masukan terhadap laporan sekolah. Tantangan yang dihadapi Selama empat tahun program ini berjalan, ada beberapa tantangan utama yang dihadapi dalam proses meningkatkan kualitas pelayanan publik di sektor pendidikan, yaitu: 1. Persepsi awal orangtua dan masyarakat bahwa mereka tidak perlu membantu sekolah karena pendidikan adalah tanggungjawab sepenuhnya pemerintah. Pandangan ini menyebabkan sebagian besar dari orangtua jarang mau terlibat dalam program dan kegiatan sekolah. Namun, paradigma ini dapat diubah melalui kegiatan sosialisasi dan pelatihan yang intensif bagi dinas pendidikan, sekolah dan komite sekolah sebagai perwakilan masyarakat. Sosialisasi tersebut berisi tentang hak masyarakat mendapatkan pendidikan berkualitas dan pentingnya partisipasi publik untuk perbaikan pendidikan bagi sekolah. 2. Kapasitas sumber daya manusia dalam memahami sistem dan cara melaksanakan MBS masih perlu ditingkatkan. Meskipun pemerintah telah melakukan sosialisasi MBS kepada sekolah sebelum program ini berjalan, masih banyak sekolah belum dapat menerapkan MBS karena tidak mempunyai contoh praktik baik dan tidak semua sumber daya manusia di sekolah memiliki keterampilan memadai untuk melaksanakan sistem ini. Tantangan ini diatasi dengan memberikan contoh sekolah yang telah berhasil menerapkan MBS dan memberikan pelatihan intensif kepada sekolah tentang cara penerapan MBS beriorientasi pelayanan publik, termasuk menyusun RKS/ RKAS secara partisipatif. 3. Sebelum program ini dilakukan, komite sekolah tidak berfungsi secara optimal. Namun, setelah mendapatkan pelatihan tentang partisipasi publik, anggota komite sekolah yang terdiri dari perwakilan masyarakat, sekolah, pemerintah Halaman 19

22 daerah memiliki komitmen tinggi untuk bekerjasama untuk meningkatkan kualitas pelayanan di sekolah. Mereka melakukan diskusi dan mencari solusi untuk memperbaiki kualitas pendidikan di sekolah. Akibatnya, sekolah dapat melaksanakan manajemen berbasis sekolah beriorientasi pelayanan publik. Keberlanjutan dan peluang replikasi Pelaksanaan MBS beriorientasi pelayanan publik di SMPN 1 Belimbing dapat berkelanjutan dan berpeluang untuk direplikasi karena: 1. Kepemimpinan kepala sekolah sangat berperan dalam keberlanjutan program. Beliau sangat berkomitmen untuk menerapkan program MBS beriorientasi pelayanan publik. Kepala sekolah yakin bahwa kerjasama erat antara Dinas Pendidikan, sekolah, masyarakat, dan dunia usaha adalah kunci untuk menyediakan pelayanan pendidikan yang berkualitas sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Selain itu, kepala sekolah juga menjadi panutan bagi guru untuk terus berinovasi dan meningkatkan kualitas kegiatan belajar mengajar. Program ini tetap dapat dilaksanakan meskipun ada kepala sekolah berganti jika ada alih pengetahuan yang baik tentang MBS beriorientasi pelayanan publik. Kepala sekolah yang lama juga perlu mengenalkan dan meyakinkan kepada para pemangku kepentingan bahwa penggantinya memiliki komitmen dan kemampuan yang kuat untuk menerapkan program ini. 2. Dukungan kuat dari komite sekolah, masyarakat dan dunia usaha. Masyarakat telah sadar dan merasakan manfaat partisipasi publik terhadap peningkatan kualitas pelayanan sekolah. Oleh karena itu, mereka akan meminta kepada sekolah untuk tetap terlibat aktif dalam program-program sekolah meskipun staff sekolah berganti. 3. Belajar dari pengalaman SMPN 1 Belimbing, Dinas Pendidikan Kabupaten Melawi menerbitkan surat keputusan yang meminta seluruh sekolah di kabupaten ini untuk memajang rencana kerja dan anggarannya serta Halaman 20

23 mendokumentasikan pertemuan dengan baik. Hal ini menjadi salah satu upaya untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas sekolah. Surat keputusan tersebut adalah Surat Keputusan Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Melawi Nomor 36/2014 tentang Penyediaan Papan Informasi, Pemajangan Perencanaan dan Anggaran Sekolah yang diterbitkan pada tanggal 28 Mei 2014; dan Surat Keputusan Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Melawi Nomor 42/2014 tentang Penyediaan Absensi dan Notulensi dalam Pertemuan Rapat Sekolah kedalam Dokumen Rencana Kerja Sekolah atau Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah yang diterbitkan pada tanggal 6 Juni Regulasi ini merupakan dukungan nyata pemerintah daerah untuk mendorong sekolahsekolah lain untuk menerapkan MBS berorientasi pelayanan publik. Hasil pembelajaran dan rekomendasi Sekitar empat tahun pelaksanaan program MBS Berorientasi Pelayanan Publik di SMPN 1 Belimbing Kabupaten Melawi ini telah menghasilkan beberapa perubahan konkrit yang menumbuhkan kesadaran dan paradigm baru bagi para pemangku kepentingan di daerah tersebut. Namun di sisi lain juga memberikan pelajaran untuk perbaikan dalam menghadapi tantangan implementasi program di masa yang akan datang. Manajemen berbasis sekolah membantu sekolah dan masyarakat membangun kesepahaman tentang kualitas pendidikan yang diharapkan. - Theresia Idayani Kepala Sekolah SMPNI Belimbing Pembelajaran dan rekomendasi yang utama dari proses implementasi ini adalah sebagai berikut: 1. Implementasi suatu sistem manajemen yang partisipatif, transparan, akuntabel dan responsif, tidak cukup hanya dilakukan melalui transfer pengetahuan dalam pelatihan atau lokakarya. Diperlukan suatu pola pendampingan intensif langsung di lapangan untuk membangun komitmen dan disiplin kerja para pemangku kepentingan, khususnya sekolah dan orangtua murid. Oleh karena itu, Dinas Halaman 21

24 Pendidikan perlu membuat panduan pelaksanaan MBS dan memberikan bantuan teknis yang intensif kepada sekolah agar mampu menggalang komitmen dari berbagai pemangku kepentingan. 2. Komunikasi terbuka antara sekolah, komite sekolah dan masyarakat sangat diperlukan untuk membangun kepercayaan sehingga publik dapat terus memberikan dukungannya kepada sekolah. SMPN 1 Belimbing telah berhasil memperbaiki komunikasinya dengan berbagai pemangku kepentingan sehingga mereka dapat memperbaiki toilet yang telah lama rusak dengan bantuan orangtua murid. Oleh karena itu, sekolah tetap perlu menjaga komunikasinya dengan para pemangku kepentingan secara terbuka. 3. Model pemberdayaan yang mempertemukan penyedia dan pengguna layanan penting dilaksanakan di tingkat sekolah. Model ini membantu peningkatan kapasitas dua sisi yang melibatkan pengguna layanan, dalam hal ini orangtua murid dan masyarakat, dalam membahas permasalahan di sekolah membuat proses mencari solusi dan membuat perencanaan perbaikan menjadi lebih baik; dan secara langsung kapasitas pihak penyedia layanan (kepala sekolah dan para guru) pun meningkat. Pada akhirnya dapat disimpulkan bahwa proses kerjasama antara penyedia dan pengguna layanan menjadi penting dalam upaya peningkatan pelayanan pendidikan oleh sekolah. 4. Selain fasilitas penunjang, sekolah perlu melakukan inovasi dalam kegiatan belajar mengajar. Supervisi mandiri akan menjadi lebih lengkap ketika disertai dengan inovasi dalam metode pembelajaran dan aspek pedagogis lainnya sehingga prestasi akademik murid meningkat. Dari seluruh pencapaian yang sudah diuraikan di atas dan tantangan yang masih ada, dapat disimpulkan bahwa implementasi program MBS Berorientasi Pelayanan Publik di SMPN 1 Belimbing dapat dijadikan contoh praktik baik bagi sekolah atau pemangku Halaman 22

25 kepentingan lainnya yang ingin meningkatkan kualitas layanan publik dan kualitas pendidikan secara keseluruhan. Informasi Kontak Theresia Idayani, S.Pd Kepala Sekolah SMPN 1 Belimbing, Melawi Jl. Provinsi No. 43, Pemuar Kabupaten Melawi, Kalimantan Barat Halaman 23

26 Penataan dan Pemerataan Guru Melalui Partisipasi Publik di Kabupaten Barru Program pendidikan USAID Kinerja bertujuan untuk meningkatkan kualitas manajemen pendidikan di tiga bidang: Manajemen Berbasis Sekolah, Distribusi Guru Proporsoional, dan Bantuan Operasional Satuan Pendidikan.

27 Penataan dan Pemerataan Guru Melalui Partisipasi Publik di Kabupaten Barru Situasi sebelum program dilakukan Kabupaten Barru adalah salah satu kabupaten yang terletak di pesisir pantai barat Provinsi Sulawesi Selatan dengan luas wilayah 1.174,72 Km2 ( Ha). Kabupaten Barru dapat ditempuh melalui perjalanan darat kurang lebih 2,5 jam atau berada kurang lebih 102 Km sebelah utara Kota Makassar Ibukota Provinsi Sulawesi Selatan. Terkait sektor pendidikan, data yang tersedia berupa indeks pendidikan Kabupaten Barru, sebagai gabungan dari nilai angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah. Indeks pendidikan kabupaten ini telah mengalami peningkatan dari tahun 2004 ke tahun 2007, tetapi posisinya masih dibawah rata-rata indeks pendidikan Provinsi Sulawesi Selatan, seperti terlihat pada tabel berikut: Tahunan Kabupaten Barru Provinsi Sulawesi Selatan Nasional ,29 71,44 76, ,91 71,96 76, ,07 74,37 77, ,56 74,37 77,84 Indeks pendidikan yang masih di bawah rata-rata provinsi dan nasional menunjukkan masih perlunya perbaikan kualitas pendidikan di Kabupaten Barru. Memang banyak faktor yang mempengaruhi kualitas pendidikan di suatu kabupaten, dan salah satu faktor yang penting adalah ketersediaan guru di setiap sekolah. Pemerintah daerah harus memastikan bahwa setiap sekolah mempunyai jumlah guru yang sesuai dengan kebutuhan. Artinya di suatu kabupaten, idealnya selain jumlah guru yang cukup, distribusinya pun harus proporsional. Saat ini data jumlah guru di Barru, untuk guru Sekolah Dasar sekitar 1.680, Sekolah Menengah Pertama 572 guru, Sekolah Menengah Atas sebanyak 235 guru dan Sekolah Menengah Kejuruan 142 guru. Total jumlah guru mencapai Halaman 24

28 Namun, menurut Kepala Dinas Pendidika Kabupaten Barru, distribusi guru masih belum merata karena masih adanya sejumlah sekolah yang masih kekurangan guru. Ketidakmerataan guru ini mempunyai dampak yang kurang produktif bagi sektor pendidikan. Pertama, pelayanan publik bidang pendidikan di sekolah-sekolah yang kekurangan guru menjadi tidak maksimal karena pada jam pelajaran banyak kelas dibiarkan kosong tanpa kegiatan belajar, kriteria ketuntasan mengajar tidak tercapai, dan akhirnya kompetensi murid manjadi rendah. Kedua, guru-guru yang bertugas di sekolah-sekolah yang berkelebihan guru tidak dapat memenuhi jumlah jam mengajar sesuai standar (24 jam per minggu) karena harus berbagi dengan guru lainnya. Keadaan ini menimbulkan kerugian pada guru karena berpengaruh pada pengembangan karir guru, yakni sertifikasi dan kenaikan pangkat yang mensyaratkan terpenuhinya jam mengajar Berdasarkan realitas tersebut dan sesuai dengan regulasi di sektor pendidikan, maka perlu dilakukannya penataan dan pemerataan guru seperti peraturan yang dikeluarkan oleh Pemerintah pusat melalui Peraturan Bersama Lima Menteri tentang Penataan dan Pemerataan Guru PNS yang dikeluarkan pada Oktober Juga perlu dilakukan analisis kebutuhan distribusi guru PNS dengan berperdoman pada Petunjuk Teknis Penataan dan Pemerataan Guru Pegawai Negeri Sipil dan Permendikbud Nomor 62/2013 tentang Sertifikasi Guru dalam Jabatan. Bentuk inovasi Tidak meratanya distribusi guru sebagai akibat manajemen yang tidak didasarkan pada kebutuhan sekolah, tetapi lebih pada kebutuhan pribadi guru. Pemindahan atau pengalihan guru umumnya diprakarsai oleh guru secara individual berdasarkan kepentingan mereka sendiri dan bukan kepentingan sekolah atau kabupaten. Dinas Pendidikan umumnya tidak punya dasar atau patokan data yang valid untuk memutuskan memberikan izin atau tidak dalam menanggapi permintaan pindah dari seorang guru. Akibatnya, sering ada kelebihan guru di satu tempat dan kekurangan guru di tempat lain. Biasanya sekolah di wilayah perkotaan mempunyai kelebihan guru sementara sekolah di pedesaan dan wilayah terpencil seringkali kekurangan guru. Halaman 25

29 Melihat kenyataan bahwa permasalahan ini adalah kewenangan di tingkat pemerintah daerah, maka strategi utama dari program ini adalah memberikan bantuan teknis dan menjalin hubungan kerja yang intensif dengan Dinas Pendidikan Kabupaten Barru. Program USAID-KINERJA menunjuk mitra pelaksana yaitu Lembaga Pendidikan dan Konsultan Inovasi Pendidikan Indonesia (LPKIPI) untuk mendampingi Tim Teknis yang disiapkan oleh pemerintah daerah setempat. Gambar 1. Dinas pendidikan berdikusi tentang capaian standar pelayanan minimum, yang salah satunya mencakup rasio guru dan murid. Hasil analisa ini menjadi sebagai salah satu latar belakang pelaksanaan distribusi guru proporsional Melalui berbagai forum diskusi yang dihadiri oleh para pemangku kepentingan, akhirnya terbentuklah Tim Teknis yang terdiri dari unsur Dinas Pendidikan, Badan Kepegawaian Daerah (BKD), Bappeda, PGRI, dan perwakilan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Halaman 26

30 setempat. Tim inilah yang dilatih oleh LPKIPI untuk menggunakan aplikasi komputer untuk pengolahan data Distribusi Guru Proporsional yang disebut SIMPK. Tujuan pelatihan ini adalah meningkatkan kapasitas penyedia layanan, dalam hal ini staf Dinas Pendidikan Kabupaten Barru, agar trampil dalam melakukan pengolahan data untuk penataan dan pemerataan guru di seluruh wilayah kabupaten. Gambar 2. Staff dinas pendidikan melakukan analisa data distribusi guru Strategi lain yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas pengelolaan data distribusi guru adalah mendampingi Tim Teknis tersebut melakukan pemutakhiran data jumlah dan profil guru-guru yang ada di sekolah-sekolah dari tingkat Sekolah Dasar sampai Sekolah Menengah Atas. Umumnya data yang ada di Dinas Pendidikan berdasarkan pada laporan bulanan dan tahunan yang dibuat sekolah sebagai kelengkapan administrasi di Dinas Pendidikan. Namun pengelolaan yang tidak rapi dan sistematis membuat data tersebut sudah tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya di lapangan. Untuk itulah tim teknis tersebut dengan dibantu oleh LPKIPI turun langsung ke sekolah-sekolah untuk melakukan validasi data sebelum dimasukkan ke dalam aplikasi SIMPK. Data yang valid dan tersimpan secara sistematis dalam suatu sistem pengelolaan data sangat bermanfaat bagi Dinas Pendidikan, tidak hanya untuk mengambil keputusan dan kebijakan tentang distribusi guru proporsional secara tepat, namun juga digunakan untuk menghitung kebutuhan terkait Standar Pelayanan Minimal, pemetaan sarana dan prasarana satuan pendidikan, penyusunan rencana kerja tahunan, dan lain-lain. Dengan data yang valid dan sistem pengolahan data yang terkomputerisasi, Dinas Pendidikan mempunyai dasar yang kuat untuk menghitung distribusi guru dengan benar Halaman 27

31 sehingga kebijakan yang diambil dapat memberikan pemerataan guru untuk semua sekolah yang ada di Kabupaten Barru. Sehingga secara umum strategi penataan dan pemerataan guru di kabupaten Barru ini dilakukan dengan memperhatikan beberapa prinsip, yaitu: 1. Penghitungan distribusi guru berdasarkan kebutuhan sekolah, bukan hanya apa yang diinginkan kepala sekolah atau guru. Proses penghitungan dilaksanakan secara partisipatif, artinya juga menampung aspirasi murid, orangtua, dan masyarakat. 2. Penghitungan distribusi guru menggunakan data yang sudah diperbaharaui. Untuk itu manajemen data di Dinas Pendidikan dan sekolah harus tertata dengan baik dan sistematis. 3. Penghitungan didasarkan pada Standar Pelayanan Minimal (SPM) sehingga distribusi guru di sekolah lebih diarahkan pada peningkatan pelayanan publik, pemenuhan standar pelayanan minimal, dan pencapaian mutu pendidikan yang lebih tinggi. 4. Penghitungan didasarkan pada regulasi daerah (Peraturan Bupati). Hal ini diperlukan untuk menjamin program pemerataan guru ini dapat berlangsung terus secara berkesinambungan. 5. Monitoring pelaksanaan distribusi guru ke sekolah diperlukan agar penataan dan pemerataan guru dapat tepat sasaran dan dapat terus diperbaharui. 6. Penanganan setiap pengaduan masyarakat mengenai masalah-masalah kekurangan guru. Proses pelaksanaan program Setelah komitmen bersama dari pemerintah daerah, DPRD, dan pemangku kepentingan lainnya telah tercapai, maka proses penataan dan pemerataan guru di kabupaten Barru ini dilakukan dengan tahapan seperti sebagai berikut: Halaman 28

32 a. Penghitungan Kebutuhan Guru Penghitungan didasarkan pada kebutuhan operasional sekolah yang dikaitkan dengan kegiatan-kegiatan pembelajaran untuk mencapai standar pelayanan minimal (SPM) dan standar nasional pendidikan (SNP). Jadi hal-hal terkait jumlah mata pelajaran, jam mengajar guru, jumlah kelas, rasio guru dan murid, dan lainlain, harus diperhatikan sebagai variabel dalam perhitungan ini. b. Analisis Kesenjangan Setelah itu dilakukan rapat kerja dan forum diskusi untuk melakukan analisa kesenjangan antara kebutuhan sebenarnya dengan keadaan di sekolah-sekolah yang ada. Analisis ini juga disertai dengan alternatif-alternatif solusi yang difokuskankan pada sekolah-sekolah yang kekurangan guru dan sekolah-sekolah yang berkelebihan guru. c. Rekomendasi Teknis Isi rekomendasi teknis yang paling utama adalah mengusulkan agar Pemerintah Daerah melaksanakan distribusi guru sesuai hasil analisa kekurangan dan kelebihan guru yang sudah dipetakan oleh tim teknis. d. Uji Publik Hasil analisa dan rekomendasi tersebut ditindaklanjuti melalui diskusi dengan berbagai pihak, termasuk masyarakat dan DPRD. Hal ini dilakukan agar pihakpihak yang berkepentingan memahami dan memberi masukan untuk pengambil kebijakan dalam penerapan distribusi guru. e. Pembuatan Regulasi Setelah semua pihak yang berkepentingan memahami dan menyetujui hasil penghitungan dan rekomendasi dari program penataan dan pemerataan guru ini, maka Bupati Gambar 3. SK Bupati Barru tentang Distribusi Guru Proporsional Halaman 29

33 menerbitkan Peraturan tentang Penataan dan Pemerataan Guru yang diikuti oleh petunjuk teknis pelaksanaannya. f. Perencanaan dan Penganggaran Untuk bisa dilaksanakan, hasil penghitungan dan rekomendasi dimasukkan ke dalam perencanaan dan penganggaran daerah, baik di tingkat kabupaten maupun satuan kerja parangkat daerah (SKPD). g. Pelaksanaan Distribusi Guru Berdasarkan regulasi yang sudah ditetapkan, maka sesuai dengan perencanaan dan penganggaran yang telah ditentukan, maka distribusi guru dilaksanakan secara transparan dan sesuai dengan petunjuk teknis yang telah dibuat pemerintah daerah. h. Monitoring, Evaluasi, dan Pelaporan Untuk menjamin distribusi guru dilaksanakan sesuai peraturan, maka pelaporan yang akuntabel dilakukan secara teratur sehingga program ini dapat mencapai tujuannya. Monitoring dan evaluasi dilaksanakan secara periodik sehingga perbaikan-perbaikan penyelenggaraan distribusi guru dapat dilaksanakan. Anggaran yang diperlukan Anggaran yang dibutuhkan untuk melaksanakan program distribusi guru secara proporsional ini adalah sekitar Rp.200 juta yang digunakan untuk keperluan pemutakhiran dan validasi data, penyusunan regulasi (Peraturan Bupati), uji publik serta pertemuan-pertemuan sesuai kebutuhan. Selain itu sejumlah dana yang besarnya disesuaikan dengan kebutuhan dan ketersediaan anggaran daerah juga diperlukan untuk menunjang skema insentif bagi guru-guru yang ditempatkan di daerah-daerah terpencil. Halaman 30

34 Hasil dan dampak program Gambar 4. Siswa bermain di sekolah. Program distribusi guru proporsional yang melibatkan partisipasi masyarakat membantu pemerataan layanan pendidikan. Melalui program ini, secara komprehensif dilakukan penghitungan kondisi aktual guru berdasarkan jumlah rombongan belajar dengan memetakan kelebihan dan kekurangan guru kelas untuk tingkat SD dan SMP. Disamping penghitungan ketersediaan guru kelas berdasarkan jumlah rombongan belajar, Dinas Pendidikan juga melakukan identifikasi rasio jumlah guru dengan jumlah murid dalam satu rombongan belajar dan berhasil mengidentifikasi bahwa di tingkat kabupaten rasio siswa dalam satu rombel dapat dirata-ratakan sebanyak 16 siswa per rombongan belajar yang artinya masih memenuhi rasio ukuran SPM yaitu maksimal jumlah siswa dalam rombel 32 siswa. Berdasarkan hasil analisis kesenjangan dan rekomendasi teknis, Pemerintah Kabupaten Barru melaksanakan mutasi 326 guru PNS yang terdiri dari 261 guru SD, 29 guru SMP, dan 36 guru SMA/SMK melalui SK Bupati yang dikeluarkan pada tanggal 22 September Halaman 31

35 Dari hasil perbaikan data, analisa kesenjangan dan rekomendasi teknis yang telah dihasilkan melalui program ini, maka ada dampak perbaikan yang diperoleh oleh para pemangku kepentingan di kabupaten ini, antara lain: 1. Manajemen data dan informasi, terutama terkait data guru dan pegawai yang ada di Dinas Pendidikan menjadi lebih baik dan teratur. Data yang valid dan rutin diperbaharui tentunya penting bagi pengambil kebijakan untuk membuat keputusan yang benar dan bijaksana. 2. Peningkatan keterlibatan masyarakat dalam penyelenggaraan forum diskusi dan forum kerja yang terkait dengan program penataan dan pemerataaan guru ini. Hal ini tentu memperkuat peran dan fungsi dari masyarakat dalam ikut memperbaiki kondisi pendidikan di kabupaten Barru. 3. Peningkatan kapasitas pemerintah daerah terutama dalam daya tanggap (responsif) terhadap kebutuhan sekolah dalam hal ketimpangan distribusi guru. Pemerataan distribusi guru sangat penting dalam mencapai standar pelayanan publik yang baik. Secara keseluruhan program Kinerja ini telah memberikan dampak kepada perbaikan pelayanan publik dalam hal penataan dan pemerataan guru di Kabupaten Barru. Monitoring dan evaluasi Program ini memberikan kesempatan bagi para pemangku kepentingan bisa memonitor dan mengevaluasi bersama apa yang telah mereka sepakati di awal program. Prinsip kerja itu adalah sebagai berikut: Keikutsertaan instansi-instansi terkait Program-program di sektor pendidikan tidak semata-mata dilaksanakan oleh Dinas Pendidikan, melainkan menyangkut beberapa instansi pemerintah daerah lainnya seperti Bappeda, Bagian Organisasi dan Tata Laksana, Bagian Keuangan, Bagian Hukum, dan Badan Kepegawaian Daerah. Halaman 32

36 Dibentuknya forum multi stakeholder (MSF). Dari sisi pengguna pelayanan, keterlibatan masyarakat sangat diperlukan karena masyarakat mempunyai kewajiban untuk ikut serta dalam penyelengaraan pendidikan sebagaimana diamanatkan oleh peraturan perundangan. Dengan keterlibatan masyarakat, program-program sektor pendidikan dapat dilaksanakan secara tranparan dan akuntabel. Memperhatikan Keberkelanjutan Program Semua pendekatan program sektor pendidikan harus dapat berlangsung terus secara berkesinambungan. Hal ini hanya dapat terlaksana ketika manfaat programprogram pendidikan dapat dirasakan oleh masyarakat dan pelaksanaannya terus dikawal, tidak saja oleh pemerintah daerah tetapi juga oleh masyarakat melalui forum-forum multi stakeholder. Selain itu, pendekatan KINERJA juga menggunakan media massa lokal sehingga tersedia wadah bagi partisipasi masyarakat. Media massa dan forum multi stakeholder berperan dalam pengawasan program penataan dan pemerataan guru ini. Pengawasan dilakukan melalui monitoring dan pengaduan-pengaduan yang kemudian ditindaklanjuti dengan analisis dan laporan kepada para pengambil kebijakan. Tantangan yang dihadapi Dalam setiap implementasi program bantuan teknis, selalu ada tantangan yang dihadapi dan harus diatasi agar program berjalan baik. Untuk pelaksanaan program penataan dan pemerataan guru di kabupaten Barru ini, beberapa tantangan di antaranya: a. Pelaksanaan program di tingkat kabupaten seperti penataan dan pemerataan guru ini membutuhkan keselarasan dengan program kerja yang telah dimiliki pemerintah daerah sebelum program dimulai. Jika diperlukan perubahan perencanaan daerah untuk mendukung pelaksanaan program maka hal tersebut yang tidak mudah dilakukan. Karena perubahan program daerah harus sesuai dengan siklus perencanaan dan penganggaran daerah. Halaman 33

37 b. Untuk melaksanakan seluruh rekomendasi teknis dan melakukan distribusi guru secara merata, dibutuhkan anggaran yang tidak sedikit. Keterbatasan anggaran yang tersedia kadang menjadi tantangan yang harus dihadapi sehingga kadang diperlukan tahapan implementasi sesuai prioritas pemenuhan kebutuhan di sektor pendidikan ini. c. Kapasitas sumber daya manusia yang terlibat dalam implementasi program masih perlu ditingkatkan. Karena itu diperlukan pelatihan dan pendampingan agar pengetahuan dan keterampilan mereka secara bertahap dapat ditingkatkan. d. Membangun komitmen dan disiplin kerja dari seluruh pemangku kepentingan juga menjadi tantangan yang harus dihadapi dalam pelaksanaan program ini. Diperlukan pendampingan yang intensif agar setiap pihak yang terlibat memahami peran dan tanggung jawab yang harus dilaksanakan dalam program ini. Secara bertahap, tantangan tersebut dapat diatasi bersama dengan kerja sama yang baik dari pemerintah daerah, dan para pemangku kepentingan lainnya di kabupaten Barru. Keberlanjutan dan peluang replikasi Dengan komitmen yang baik dari pemerintah daerah di kabupaten Barru dan dukungan yang baik dari forum pemangku kepentingan maka hasil-hasil perhitungan dan analisa yang diperoleh dari program ini dan kebijakan yang sudah ditetapkan oleh Bupati dan Dinas Pendidikan, maka peluang keberlanjutan program ini sangat besar. Melalui komitmen dan penganggaran yang benar, maka penataan dan pemerataan guru dapat terus dilaksanakan sehingga kuantitas dan kualitas guru yang tersedia di sekolahsekolah dapat sungguh-sungguh menjawab kebutuhan riil yang ada di sekolah. Sistem penataan dan pemerataan guru ini juga bisa direplikasi ke kabupaten lain yang ada di Indonesia, apalagi sebagian alat bantu dalam sistem perhitungan ini sudah teraplikasi ke dalam program komputer. Ketika sistem ini dilengkapi dengan modul dan Halaman 34

38 panduan pelaksanaan yang detil, maka pemerintah daerah dan masyarakat dapat melakukan proses perhitungan dan analisa ini secara mandiri. Hasil pembelajaran dan rekomendasi Berdasarkan pengalaman dari proses implementasi program ini, maka beberapa pembelajaran dan rekomendasi yang bisa dicatat untuk perbaikan ke depan adalah: a. Sejak awal dimulainya program, sangat perlu melibatkan masyarakat melalui forum-forum diskusi para pemangku kepentingan. Karena kegiatan perbaikan pelayanan publik yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah adalah untuk kepentingan masyarakat, maka sudah seharusnya masyarakat dilibatkan dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasannya. b. Tim teknis untuk pelaksanaan program harus mengoptimalkan sumber daya manusia yang sudah tersedia di institusi yang ada, tidak perlu perekrutan baru. Dengan melibatkan pegawai yang ada maka proses pemberdayaan institusi pemerintah seperti Dinas Pendidikan, BKD, Bappeda, LSM lokal, dan lain-lain dapat berjalan parallel dengan pelaksanaan program. c. Pelaksanaan program di tingkat kabupaten seperti pemerataan guru ini, melibatkan banyak individu dari berbagai institusi dan elemen masyarakat, sehingga diperlukan koordinasi dan indikator pencapaian yang jelas. Setiap pihak perlu menyadari tanggung jawabnya dalam kerja kolektif yang dilakukan untuk perbaikan pelayanan publik di daerah. Demikian salah satu contoh praktik baik yang telah dilakukan terkait dengan penataan dan pemerataan guru dalam rangka memperbaiki kualitas pelayanan publik. Praktik baik ini dapat direplikasi dan dikembangkan oleh pemerintah daerah lainnya atau pihak lainnya yang peduli terhadap perbaikan mutu pendidikan di Indonesia. Halaman 35

39 Informasi kontak DR. Ir. Abustan, M.Si Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Barru Jl. H.M. Saleh Lawa No.40, Barru Telp/Fax Halaman 36

40 Replikasi Manajemen Berbasis Sekolah Berorientasi Pelayanan Publik di Kota Probolinggo Program pendidikan USAID Kinerja bertujuan untuk meningkatkan kualitas manajemen pendidikan di tiga bidang: Manajemen Berbasis Sekolah, Distribusi Guru Proporsoional, dan Bantuan Operasional Satuan Pendidikan.

41 Replikasi Manajemen Berbasis Sekolah Berorientasi Pelayanan Publik di Kota Probolinggo Situasi sebelum program dilakukan Meskipun manajemen berbasis sekolah (MBS) telah menjadi mandat nasional dan diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005, pasal 49 ayat 1 tentang Standar Nasional Pendidikan, masih banyak sekolah di Kota Probolinggo yang kurang optimal menerapkan program pemerintah ini. Sekolah cenderung melaksanakan MBS hanya untuk memenuhi persyaratan formal tanpa melibatkan masyarakat. Selama ini keterlibatan komite sekolah, sebagai perwakilan masyarakat, masih terbatas pada tandatangan bukti pengesahan rencana kerja sekolah (RKS) dan rencana kerja anggaran sekolah (RKAS); mereka tidak terlibat dalam penyusunan rencana kerja sekolah. Di sisi pengguna layanan, masyarakat dan orangtua cenderung pasif dan tidak terlibat dalam pembangunan sekolah. Akibatnya, kualitas layanan pendidikan di Kota Probolinggo kurang optimal. Dengan bantuan teknis USAID Kinerja melalui organisasi mitra pelaksananya, Lembaga (LPKP), Dinas Pendidikan Kota Probolinggo menerapkan program MBS berorientasi pelayanan publik. Program yang awalnya dilakukan di 20 sekolah ini bertujuan membantu sekolah memperbaiki tata kelola layanannya sehingga kualitas layanan pendidikan di sekolah akan meningkat. Program percontohan ini diawali dengan pelatihan MBS beriorientasi pelayanan publik bagi staf dinas pendidikan dan sekolah. Selama mengikuti pelatihan ini, peserta belajar tentang pentingnya akuntabilitas, transparansi dan partisipasi publik untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Di sisi lain, komite sekolah dan paguyuban kelas mendapatkan pelatihan dan mengikuti berbagai kegiatan pengembangan kapasitas agar mereka mampu terlibat dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pelayanan sekolah. Setelah tiga tahun program MBS beriorientasi pelayanan publik berjalan, banyak perkembangan yang terjadi di 20 sekolah percontohan. Kerjasama komite sekolah, paguyuban kelas, sekolah dan dinas pendidikan semakin kuat. Sekolah mendapatkan Halaman 37

42 umpan balik dari orangtua dan murid tentang kualitas layanan pendidikan melalui survey pengaduan dan menggunakan masukan tersebut dalam perencanaan sekolah. Selain itu, orangtua murid dan masyarakat juga terlibat dalam perencanaan, berkontribusi terhadap pembangunan di sekolah dan mengawasi penyediaan pelayanan di sekolah. Hal ini berdampak pada peningkatan kualitas layanan pendidikan. Bahkan beberapa sekolah mitra mendapat penghargaan, seperti SDN Tisnonegaran 1 yang berhasil memperoleh penghargaan Adiwiyata Bestari Kota Probolinggo tahun 2014 sebagai sekolah peduli dan berbudaya lingkungan. Melihat keberhasilan program MBS beriorientasi pelayanan publik di 20 sekolah mitra, pemerintah Kota Probolinggo memutuskan untuk mereplikasi program ini ke 99 sekolah di seluruh kota. Replikasi tersebut bertujuan untuk meratakan kualitas pendidikan di seluruh kota. Bentuk inovasi Pelaksanaan program MBS berorientasi publik di Kota Probolinggo telah menunjukkan hasil yang nyata bagi sekolah. Setelah melaksanakan program ini selama tiga tahun, 20 sekolah percontohan mampu mengatasi berbagai masalah sekolah, termasuk pembangunan sarana dan penyediaan pelajaran tambahan melalui kerjasama dengan komite sekolah, orangtua dan masyarakat. Prestasi sekolah tersebut juga telah mendapat pengakuan dari wali murid tidak datang hanya jika ada undangan rapat tapi karena kebutuhan wali murid itu sendiri untuk memenuhi kebutuhan anaknya di sekolah. pemerintah kota dan beberapa sekolah mendapatkan penghargaan. Sebagai upaya untuk memeratakan kualitas pendidikan di Kota Probolinggo, pemerintah memutuskan untuk menerapkan MBS beriorientasi pelayanan publik di seluruh sekolah. - Rizqon Komite Sekolah SN Kebonsari Kulon II Salah satu kunci utama dalam pelaksanaan MBS berorientasi pelayanan publik adalah penyadaran dan penguatan kapasitas sekolah sebagai penyedia layanan untuk Halaman 38

43 menerapkan prinsip MBS partisipasi, transparansi dan akuntabilitas. Penyebarluasan program ini di Kota Probolinggo dilakukan melalui berbagi pengetahuan dan pengalaman dari sekolah percontohan ke sekolah non-percontohan. Dalam proses ini, fasilitator MBS yang juga kepala sekolah percontohan memberikan pelatihan dan pendampingan intensif bagi staff sekolah non-percontohan. Pendampingan tersebut bertujuan untuk: menumbuhkan kesadaran bahwa guru dan kepala sekolah bermitra dalam melaksanakan MBS dan memperbaiki kualitas layanan pendidikan di sekolah; meningkatkan kapasitas kepala sekolah untuk melibatkan guru dan pemangku kepentingan lainnya dalam upaya memperbaiki kualitas pelayanan publik; meningkatkan kapasitas guru untuk lebih banyak berkontribusi dalam proses perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi program kerja sekolah. Sebagai tindak lanjut pelatihan MBS, kepala sekolah dan guru mendapatkan beberapa modul pelatihan untuk meningkatkan kapasitas mereka dalam memahami dan menerapkan MBS berorientasi pelayanan publik. Selain itu, sekolah juga menerima pelatihan tentang standar pelayanan minimum (SPM) sebagai acuan minimal kualitas pendidikan. Kegiatan ini membantu sekolah menganalisa capaian mereka dan mengidentifikasi aspek yang belum dicapai. Kerjasama antara sekolah, komite sekolah dan masyarakat sangat diperlukan untuk mencapai SPM tersebut. Tidak hanya menguatkan penyedia layanan, dinas pendidikan Kota Probolinggo, meningkatkan kapasitas komite sekolah dan masyarakat, sebagai salah satu pengguna layanan, agar mereka mampu terlibat dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan layanan pendidikan serta meminta layanan yang berkualitas. Peran komite sekolah dan partisipasi masyarakat harus dikuatkan agar mereka dapat terlibat dan berkontribusi dalam upaya peningkatan layanan sekolah. Partisipasi Halaman 39

44 orangtua dan masyarakat sebagai pengguna layanan mutlak diperlukan dalam pelaksanaan MBS berorientasi pelayanan publik. Untuk memperkuat peran dan fungsi komite sekolah, pengurus komite mendapat pelatihan tentang MBS Berorientasi Pelayanan Publik. Sebagai tindak lanjut dari pelatihan tersebut, komite sekolahdilibatkan dalam analisa kebutuhan, perencanaan, pelaksanaan, monitoring, dan evaluasi program kerja sekolah. Untuk meningkatkan partisipasi orangtua dalam menyelesaikan masalah proses pembelajaran di sekolah, para orangtua murid membentuk paguyuban kelas sebagai mitra dan membantu guru di sekolah. Dengan demikian, orangtua tidak lagi menganggap pendidikan di sekolah hanya urusan guru semata, tetapi mereka juga aktif memantau dan memberikan masukan terhadap proses belajar mengajar. Salah satu upaya meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pelayanan publik, sekolah melibatkan masyarakat dalam monitoring dan evaluasi kinerja dan penggunaan anggaran sekolah. Dalam proses monitoring ini, sekolah memajang perencanaan, program kerja sekolah, dan laporan pertanggungjawaban, termasuk janji perbaikan layanan yang dibuat sebagai respon survey pengaduan di tempat yang strategis dan mudah diakses oleh orangtua murid dan masyarakat. Publikasi tersebut diperbarui setiap tahun atau enam bulan. Strategi ini meningkatkan peran masyarakat untuk memonitor perkembangan layanan pendidikan dan masyarakat dapat memberikan masukan positif terhadap pendidikan. Selain itu, advokasi kebijakan pendukung juga dilakukan untuk mendorong seluruh sekolah di Kota Probolinggo menerapkan MBS beriorientasi pelayanan publik. Advokasi ini menghasilkan Surat Keputusan Kepala Dinas Pendidikan Kota Probolinggo tentang penujukkan fasilitator dan koordinator spesialis MBS yang bertugas memberikan pelatihan dan pendampingan intensif bagi sekolah non-percontohan. Surat ini menjadi dasar bagi fasilitator untuk melaksanakan tugasnya. Halaman 40

45 Penerapan sistem MBS memerlukan tambahan sumber daya sekolah, termasuk sumber daya keuangan. Penyediaan anggaran keuangan untuk mendorong pelaksanaan MBS sangat diperlukan. Pemerintah daerah, dalam hal ini Walikota dan jajarannya di Dinas Pendidikan perlu mendorong DPRD dan pihak terkait lainnya untuk menyediakan anggaran yang memadai baik perbaikan pelayanan publik di sektor pendidikan ini. Proses pelaksanaan program Gambar 1. Pelatihan pembuatan rencana kerja sekolah sebagai bagian dari manajemen berbasis sekolah Program MBS berorientasi pelayanan publik di 20 sekolah percontohan di Kota Probolinggo mampu meningkatkan kualitas layanan pendidikan dasar di sekolah tersebut. Melihat keberhasilan program ini, pemerintah Kota Probolinggo menyebarluaskan MBS beriorientasi publik ke 99 sekolah non-percontohan. Proses diseminasi ini dilakukan dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan. Halaman 41

46 Salah satu strategi diseminasi program MBS beriorientasi pelayanan publik adalah berbagi pengetahuan antara sekolah percontohan dan non-percontohan melalui pelatihan MBS dan kunjungan ke sekolah-sekolah (studi banding) yang berhasil menerapkan MBS dengan baik. Proses berbagi pengetahuan ini dipimpin oleh fasilitator MBS yang juga merupakan kepala sekolah percontohan yang telah diseleksi. Selain itu, Dinas Pendidikan Kota Probolinggo menerbitkan surat keputusan untuk mendukung para fasilitator melakukan tugasnya. Pelaksanaan program MBS beriorientasi pelayanan publik di sekolah non-percontohan mengikuti langkah-langkah pelaksanaan program di sekolah percontohan: 1. Tahap Persiapan Sebelum melaksanakan Program MBS di sekolah-sekolah diseminasi, Dinas Pendidikan melaksanakan Pelatihan untuk Fasilitator yang dibantu oleh USAID- KINERJA dalam hal narasumber dan materi pelatihan (modul). Peserta berjumlah 30 orang yang terdiri dari pengawas sekolah dan kepala sekolah yang dinilai mempunyai kemampuan, khususnya yang berasal dari sekolah-sekolah percontohan yang berhasil melaksanakan program MBS. Dari hasil Gambar 2. Peserta pelatihan berdiskusi pelatihan tersebut dipilih sekitar orang yang ditugaskan memfasilitasi pelatihan-pelatihan dan pendampingan di sekolah. Pelatihan di tingkat sekolah tidak hanya melibatkan kepala sekolag dan guru, juga melibatkan komite sekolah sebagai perwakilan orangtua dan masyarakat. 2. Tahap Pelaksanaan Halaman 42

47 Dengan dukungan Dinas Pendidikan, sekolah menjadi penggerak dalam tahapan ini. Sekolah harus mampu melibatkan komite sekolah, orangtua dan tokoh masyarakat untuk terlibat aktif dalam pelaksanaan program yang meliputi: Penyediaan data sekolah di awal tahun akademik sekolah akan menyajikan data-data sekolah yang mencakup antara lain mengenai murid, guru, sarana, prasarana, dan hasil pembelajaran untuk tahun ajaran yang sebelumnya. Data tersebut dibutuhkan sebagai dasar perencanaan pengembangan sekolah. Penghitungan capaian Standar Pelayanan Minimal (SPM) sekolah didorong untuk bekerjasama dengan komite sekolah untuk menghitung capaian SPM menggunakan data sekolah dan mengidentifikasi aspek yang belum dicapai. Penyusunan evaluasi diri sekolah (EDS) berdasarkan data yang tersedia dan hasil perhitungan SPM,sekolah membuat EDS yang bertujuan mengukur kinerja sekolah dan mengidentifikasi kekurangan sekolah. Hasil EDS juga membantu sekolah menentukan langkah yang perlu diambil untuk meningkatkan kinerja sekolah. Pelaksanaan survei pengaduan sekolah melaksanakan survei pengaduan masyarakat untuk mengetahui pendapat dan pandangan siswa, orangtua dan masyarakat, yang selama ini menjadi pengguna layanan. Penyusunan rencana kerja sekolah (RKS) menggunakan hasil survei pengaduan, sekolah menyusun RKS yang berlaku untuk jangka waktu empat tahun. Rencana jangka menengah tersebut menjadi panduan bagi sekolah untuk menentukan tujuan yang hendak dicapai. Penyusunan rencana kerja dan anggaran sekolah (RKAS) berdasarkan rencana kerja jangka menengah tersebut, sekolah membuat RKAS yang merupakan rencana kerja tahunan beserta rencana anggaran yang diperlukan. Penyusunan RKAS ini melibatkan komite sekolah, orangtua, dan tokoh masyarakat terkait lainnya. Halaman 43

48 Penyusunan janji perbaikan layanan sekolah membuat janji perbaikan layanan untuk merespon hasil survei pengaduan dan menunjukkan komitmen sekolah untuk menyediakan pelayanan pendidikan yang berkualitas. Janji perbaikan layanan tersebut ditandatangani oleh kepala sekolah dan komite sekolah, serta diketahui oleh dinas pendidikan untuk memastikan bahwa sekolah memenuhi janjinya. Penyusunan rekomendasi teknis untuk Dinas pendidikan sekolah membuat rekomendasi teknis untuk merespon pengaduan yang menjadi kewenangan dinas pendidikan, seperti kekurangan jumlah guru dan ruang kelas yang tidak sesuai dengan jumlah rombongan belajar.. Publikasi RKS dan RKAS untuk mewujudkan aspek transparansi dan akuntabilitas pelayanan publik, sekolah wajib mempublikasi RKS dan RKAS yang telah dibuat. Publikasi dilakukan dengan memajang dokumen RKS dan RKAS tersebut di papan informasi sekolah yang dapat diakses oleh publik atau pihak-pihak yang memerlukan. Orangtua siswa dan masyarakat umum sebagai pengguna layanan berhak untuk mengetahui target dan program kerja sekolah. Diakhir tahun akademik, sekolah juga wajib mempublikasikan laporan pelaksanaan dan pertanggungjawaban RKAS yang telah dibuatnya. Anggaran yang diperlukan Pada tahun 2014, pemerintah Kota mengalokasikan Rp yang berasal dari dana alokasi umum dan bantuan provinsi. Anggaran tersebut digunakan untuk melakukan pembinaan kelembagaan dan manajemen di 99 sekolah untuk menerapkan MBS. Selain itu, USAID-KINERJA membantu menyediakan bantuan teknis terbatas selama proses diseminasi berupa penyediaan narasumber. Halaman 44

49 Hasil dan dampak program Gambar 3. Siswa menanam di taman sekolah. Manajemen berbasis sekolah berorientasi pelayanan publik membantu sekolah merespon kebutuhan siswa dan orang tua Pelaksanaan program MBS beriorientasi pelayanan publik secara masif di Kota Probolinggo mulai menunjukkan hasil yang cukup penting. Secara umum, ada peningkatan tata kelola, fasilitas dan lingkungan di sekolah sehingga siswa dan guru merasa lebih nyaman dalam melaksanakan proses pembelajaran. Selain itu, dampak yang cukup penting terlihat pada kerjasama sekolah dan masyarakat yang semakin erat. Dampak program ini bagi sekolah adalah: a. Meningkatkan kapasitas sekolah dalam merespon kebutuhan siswa dan orangtua meningkat. Semua sekolah yang telah menerapkan MBS beriorientasi pelayanan publik telah melakukan survey pengaduan dan evaluasi diri sekolah. b. Sekolah lebih mampu membuat perencanaan program kerjanya yang berorientasi pada pencapaian standar pelayanan minimal (SPM) dan standar nasional pendidikan (SNP) dengan menggunakan data yang lebih valid dan Halaman 45

50 akurat menggunakan masukan dari siswa dan orangtua sehingga sekolah dapat meningkatkan kualitas pendidikannya. c. Meningkatnya kepercayaan masyarakat sebagai pengguna jasa kepada sekolah sebagai penyedia jasa. Peningkatkan kepercayaan tersebut diikuti juga dengan meningkatkan kepedulian dan partisipasi orangtua dan masyarakat dalam memberikan solusi dan saran atas permasalahan-permasalahan yang dihadapi sekolah. Selama empat tahun program ini dilaksanakan, sekolah telah memenuhi semua janji perbaikan layanan dengan bantuan komite sekolah dan paguyuban kelas. Perbaikan janji ini dilakukan sebagai respon sekolah terhadap masukan masyarakat. Keberhasilan program MBS beriorentasi pelayanan publik di Kota Probolinggo juga diakui oleh pemerintah daerah. Enam dari 20 sekolah percontohan mendapat penghargaan atas prestasi sekolah dalam meningkatkan pengelolaan dan pengawasan fasilitas pendidikan di sekolah. Selain itu, SDN Tisnonegaran 1, salah satu sekolah percontohan, berhasil memperoleh penghargaan Adiwiyata Bestari Kota Probolinggo tahun 2014 sebagai sekolah peduli dan berbudaya lingkungan. Dampak program MBS beriorientasi pelayanan publik juga dirasakan oleh masyarakat: a. Masyarakat dapat terlibat aktif dan memberikan masukan untuk perbaikan pelayanan pendidikan. Secara keseluruhan kapasitas Kepala Sekolah, Guru, dan Komite Sekolah pun meningkat dengan adanya diseminasi masif MBS ini. Mereka menjadi lebih aktif untuk berdiskusi dan membangun tanggung jawab bersama untuk memperbaiki sekolah mereka. b. Masyarakat memiliki wadah untuk menyalurkan aspirasi dan kepedulian mereka tentang isu pendidikan. Jurnalis warga yang beberapa diantaranya juga merupakan bagian dari MSF berperan dalam menyuarakan perlunya perbaikan pelayanan pendidikan melalui tulisan-tulisan mereka di media sosial maupun di media arus utama Halaman 46

51 Program ini juga berdampak secara tidak langsung terhadap Dinas Pendidikan. Kepercayaan masyarakat terhadap program Dinas Pendidikan meningkat. Selama tiga tahun pelaksanaan program MBS, Dinas Pendidikan Kota Probolinggo telah memenuhi 80% rekomendasi teknis dari sekolah. Respon dinas terhadap usulan sekolah yang berdasarkan masukan masyarakat telah membuat mereka percaya bahwa pemerintah peduli terhadap kebutuhan masyarakat. Monitoring dan evaluasi Pelaksanan penyebarluasan MBS beriorientasi pelayanan publik di Kota Probolinggo mendapatkan perhatian yang luas dari berbagai elemen masyarakat, perguruan tinggi, dan pemangku kepentingan lainnya. Program ini dimonitor dan dievaluasi oleh pihak yang terkait langsung dengan program sesuai dengan petunjuk teknis yang telah disepakati. Kepala dinas pendidikan selalu memonitor pelaksanaan kegiatan dengan menanyakan kepada fasilitator tentang situasi pelaksanaan program dan kehadiran peserta pelatihan. Secara periodik, beliau juga meminta para pengawas sekolah melakukan kunjungan ke sekolah dan melaporkan perkembangannya kepada kepala bidang pendidikan dasar, dinas pendidikan Kota Probolinggo. Selain itu, kepala sekolah, guru dan komite sekolah juga aktif melakukan evaluasi internal. Evaluasi ini dilakukan untuk memastikan seluruh pihak berkomitmen melaksanakan program ini secara optimal. Tantangan yang dihadapi Dalam mencapai hasil dan dampak yang telah diuraikan diatas, perlu juga dicatat beberapa tantangan yang dihadapi dalam pelaksanaan program MBS Berorientasi Pelayanan Publik ini, yakni antara lain: a. Program diseminasi masif yang melibatkan 20 sekolah mitra memberikan tantangan tersendiri dalam membangun komitmen yang sama dari semua Halaman 47

52 sekolah tersebut. Diperlukan pendekatan yang berbeda untuk membangun komitmen yang baik dari seluruh sekolah mitra yang terlibat. b. Tantangan yang lain adalah kemampuan atau kapasitas dari sumber daya manusia (SDM) yang ada di sekolah tentu tidak sama. Diperlukan adanya pendampingan yang intensif dan sistematis untuk membantu setiap sekolah dalam melaksanakan MBS yang partisipatif, transparan, akuntabel, dan responsif. c. Di awal pelaksanaan program, masih ada resistensi dari sebagian pihak di sekolah, baik yang disampaikan secara eksplisif, maupun implisif. Beberapa pemangku kepentingan enggan diajak melakukan perubahan dalam proses perencanaan sekolah dan tata kelola sekolah yang sudah biasa mereka lakukan sebelumnya. Sehingga diperlukan pelatihan dan pendampingan untuk meyakinkan tentang manfaat yang mereka akan dapatkan ketika proses perencanaan dan tata kelola sekolah didasarkan pada prinsip dan sistem MBS Berorientasi Pelayanan Publik. d. Hal lain yang juga tidak mudah diatasi adalah keterbatasan anggaran sekolah yang tersedia dan perbedaan prioritas pemenuhan kebutuhan sekolah dalam melaksanakan kegiatan kerja mereka. Untuk itulah program ini mencoba mendorong sekolah agarhubungan dan komunikasi dengan orangtua dan masyarakat terus ditingkatkan, sehingga mereka mau terlibat dalam membantu masalah yang dihadapi sekolah. e. Kadang di tengah periode implementasi program, terjadi penggantian Kepala Sekolah di sekolah mitra. Hal ini kadang berdampak pada sedikit menurunnya komitmen dari sekolah tersebut dalam melanjutkan pelaksanaan program ini. Tim KINERJA perlu secara proaktif membangun hubungan dan meyakinkan Kepala Sekolah yang baru tentang manfaat yang diperoleh dari program MBS ini. Keberlanjutan dan peluang replikasi Penyebarluasan masif program MBS beriorientasi pelayanan publik dapat terus dilanjutkan di Kota Probolinggo karena ada beberapa faktor pendukung, yaitu: Halaman 48

53 a. Komitmen yang tinggi dari pejabat pemerintah daerah, termasuk walikota dan dinas pendidikan untuk melaksanakan program ini. Selain itu, komitmen DPRD terkait dengan alokasi anggaran bagi sekolah agar mereka dapat melaksanakan program MBS dan membiayai kegiatan sekolah yang memadai. b. Tim fasilitator yang berasal dari sekolah percontohan merupakan narasumber terbaik bagi sekolah non-percontohan. Mereka telah mengikuti berbagai kegiatan peningkatan kapasitas dan mempunyai pengalaman langsung dalam menerapkan program MBS beriorientasi pelayanan publik. c. Surat Keputusan Dinas Pendidikan mendukung dan mengikat komitmen tim fasilitator MBS melakukan tugas mereka mendampingi sekolah non percontohan menerapkan program ini. Keberhasilan pelaksanaan program MBS beriorientasi pelayanan publik juga mendapat apresiasi dari daerah lain. Salah satu kepala sekolah percontohan diundang menjadi narasumber di lokakarya nasional yang diselenggarakan oleh USAID-KINERJA pada November Melihat keberhasilan dan dampak program ini terhadap kualitas pendidikan di Kota Probolinggo, Pemerintah Kabupaten Pacitan mulai melaksanakan MBS berorientasi pelayanan publik melalui 10 sekolah sebagai percontohan. Kesepuluh sekolah itu melakukan studi banding ke Kota Probolinggo dan dalam penerapan MBS di sekolahnya masing-masing dibantu oleh fasilitator dari Kota Probolinggo. Hasil pembelajaran dan rekomendasi Setelah empat tahun program MBS berorientasi pelayanan publik dilakukan di Kota Probolinggo, ada berbagai hasil pembelajaran yang diperoleh antara lain: a. Membangun komitmen dan meningkatkan kapasitas sekolah untuk mengelola layanan pendidikan yang berorientasi pelayanan publik perlu waktu dan kerja keras. Sistem pendampingan yang tepat dan teratur sangat diperlukan bagi sekolah dalam menerapkan program ini, terutama ketika menyusun RKS dan RKAS berdasarkan hasil analisa capaian SPM dan survei pengaduan serta ketika menerpakan prinsip transparansi dan partisipasi. Oleh karena itu, dinas pendidikan perlu membentuk tim pelaksana yang dapat memberikan Halaman 49

54 pendampingan intensif kepada sekolah yang akan menerapkan program MBS berorientasi pelayanan publik. b. Kepercayaan masyarakat terhadap sekolah dapat dibangun melalui mekanisme pengaduan dan respon sekolah terhadap pengaduan tersebut. Jika kepercayaan masyarakat terhadap sekolah meningkat, mereka akan lebih mudah diajak bekerjasama mengatasi tantangan yang dihadapi sekolah. Oleh karena itu, sekolah perlu meningkatkan transparansi dan akuntabilitasnya dengan menyediakan media bagi masyarakat untuk menyampaikan masukan. Sekolah juga harus terbuka dan merespon pengaduan masyarakat tersebut. c. Peran komite sekolah sangat penting dalam pelaksanaan program MBS. Komite sekolah yang bertugas menjembatani sekolah dengan masyarakat dan mengawasi kualitas pelayanan pendidikan. Komite sekolah juga melakukan monitoring terhadap tindak lanjut janji perbaikan layanan sekolah. d. Pelaksanaan program perlu mempertimbangkan adanya sistem dan mekanisme pemberian insentif atau penghargaan kepada sekolah atau pihak terkait lainnya yang telah menunjukkan komitmen dan kinerja yang sangat memuaskan. Oleh karena itu, pemerintah perlu membuat sistem insentif untuk membangun rasa bangga dan kepercayaan diri dari para peneriman manfaat program, sehingga keberlanjutan dan replikasi program dapat terus berjalan. e. Paguyuban kelas di beberapa sekolah merupakan langkah inovatif yang perlu diteruskan dan ditingkatkan sehingga para guru dan orangtua bisa bekerja sama dalam memperbaiki aspek pedagogis dari proses pembelajaran di kelas. Halaman 50

55 Informasi kontak Kepala Dinas Pendidikan Kota Probolinggo Jl. Basuki Rahmat No.22A Kota Probolinggo Telp Fax Halaman 51

56 Menguatkan Partisipasi Masyarakat dalam Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah di Bener Meriah Program pendidikan USAID Kinerja bertujuan untuk meningkatkan kualitas manajemen pendidikan di tiga bidang: Manajemen Berbasis Sekolah, Distribusi Guru Proporsoional, dan Bantuan Operasional Satuan Pendidikan.

57 Menguatkan Partisipasi Masyarakat dalam Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah di Bener Meriah Situasi sebelum program dilakukan Bener Meriah merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Aceh dengan total populasi sekitar orang (BPS Kabupaten Bener Meriah, 2012). Terkait dengan pendidikan, sekitar 98,76% dari penduduk tersebut sudah bisa membaca dan menulis. Namun hanya sekitar 50% yang tamat sekolah dasar (SD) dan kurang dari 25% yang menyelesaikan pendidikan tingkat lanjutan (SMA). Masih rendahnya kesadaran masyarakat di Kabupaten Bener Meriah untuk menyelesaikan pendidikan formal sampai tingkat SMA bisa jadi disebabkan karena kualitas pendidikan di sekolah belum baik akibat kurangnya komunikasi antara Dinas Pendidikan setempat dan sekolah untuk memberikan pemahaman tentang manfaat sekolah untuk masa depan masyarakat Bener Meriah. Sebagai unit penyedia layanan pendidikan, sebagian besar sekolah di kabupaten ini masih memiliki keterbatasan dalam melaksanakan proses pendidikan yang baik. Hal ini antara lain disebabkan karena (1) kapasitas sumber daya manusia masih kurang, (2) sarana dan prasarana yang terbatas, (3) metode pembelajaran yang masih konvensional, dan (4) pengelolaan sekolah kurang transparan dan tidak partisipatif, sehingga komunikasi dan kerjasama dengan orangtua dan masyarakat pun tidak berjalan optimal. Sementara dari sisi pengguna layanan, dalam hal ini siswa, orangtua, dan masyarakat secara umum kurang mau terlibat dalam menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi sekolah. Mereka merasa atau menganggap pengaduan dan keluhan mereka selama ini ke sekolah tidak diperhatikan dan tidak ditindaklanjuti juga oleh sekolah. Tidak adanya sistem dan manajemen komplain yang benar membuat sebagian besar keluhan masyarakat tidak mendapat respon yang baik dari sekolah, sehingga orangtua Halaman 52

58 dan masyarakat pun menjadi kurang peduli dengan sekolah. Ditambah juga dengan masih terbatasnya kapasitas Komite Sekolah, membuat peran dan fungsi sebagai besar komite sekolah yang ada di Kabupaten Bener Meriah belum berjalan optimal. Secara umum kenyataan di atas menunjukkan bahwa pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) di sebagian besar sekolah belum berjalan secara efektif dan efisien. Prinsip utama dari MBS sebagaimana yang tertulis dalam Peratuan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 49 Ayat (1) adalah: Pengelolaan satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah menerapkan manajemen berbasis sekolah yang ditunjukkan dengan kemandirian, kemitraan, partisipasi, keterbukaan, dan akuntabilitas. Ketika tata kelola sekolah masih belum bersifat partisipatif, transparan dan akutabel, maka hal itu menunjukkan masih belum optimalnya pelaksanaan MBS di sekolah tersebut. Bentuk inovasi Partisipasi masyarakat dalam manajemen sekolah sangat diperlukan untuk meningkatkan kualitas layanan pendidikan. Program ini mempertemukan sisi penyedia dan pengguna layanan. Survei pengaduan merupakan salah satu komponen dalam kerangka MBS yang dimaksudkan agar sekolah dapat memperoleh masukan dari murid, orangtua, dan masyarakat tentang apa yang dirasakan dan dibutuhkan terkait dengan pelayanan sekolah. Dalam penerapannya, pentingnya kerjasama tata kelola di kedua sisi, yaitu: 1. Sisi penyedia layanan: Manfaat komite sekolah dalam pemenuhan standar pelayanan minimal sangat tinggi. Komite sekolah dapat mengetahui mana yang dapat dipenuhi oleh sekolah, dan mana yang dipenuhi oleh kabupaten. - Salmiati Komite Sekolah MIN Janarata MBS menekankan d. Intervensi yang dilakukan dengan memberikan pelatihan kepada Dinas Pendidikan dan pihak sekolah untuk membahas langkah-langkah sistematis Halaman 53

59 dalam penerapan MBS dan berbagi pengalaman praktek yang baik yang sudah dilakukan di daerah lainnya. e. Pihak sekolah juga diberikan pemahaman tentang pentingnya peranan Komite Sekolah dan masyarakat secara luas dalam mengoptimalkan penerapan MBS ini. Selain itu diberikan juga pendampingan kepada sekolah mitra untuk terampil dalam mengajak dan mendorong keterlibatan komite sekolah dan masyarakat dalam ikut menyelesaikan permasalahan pendidikan. f. Peningkatan kapasitas Dinas Pendidikan dan sekolah dalam mengembangkan suatu mekanisme dan prosedur di mana pemangku kepentingan di masyarakat dapat menyampaikan aspirasi dan pendapat mereka secara efektif dan efisien. Peran masyarakat penting untuk membangun tata kelola yang partisipatif dan responsif sesuai dengan prinsip MBS. 2. Sisi penerima layanan: d. Pemberdayaan atau penguatan fungsi dan peran pemangku kepentingan di tingkat kabupaten dan kecamatan. e. Pemberdayaan fungsi dan peran Komite Sekolah sebagai rekan kerja Kepala Sekolah dan Guru. f. Mendorong keterlibatan aktif masyarakat dalam perencanaan dan monitoring pelayanan publik melalui mekanisme Survei Pengaduan secara tertulis dan sistematis. Untuk bisa melakukan pendekatan di kedua sisi tersebut, strategi utama yang harus dibangun adalah hubungan dan komunikasi di antara para pemangku kepentingan. Pengembangan komunitas Manajemen Berbasis Sekolah dapat berjalan apabila ada komunikasi dan rasa saling percaya. Peningkatan kapasitas dari penyedia dan pengguna layanan telah dilakukan lewat beberapa kegiatan inovatif, yaitu: 1. Kebijakan Kolektif dan Pembentukan Fasilitator Daerah (Fasda). Halaman 54

60 Strategi awal yang diperlukan adalah mendorong pemerintah Kabupaten Bener Meriah untuk membuat kebijakan yang diperlukan agar ada komitmen bersama antara Dinas Pendidikan, DPRD, dan Bappeda untuk implementasi program. Dukungan tersebut diwujudkan dengan kesediaan Pemerintah Daerah untuk mendukung penyediaan anggaran (cost sharing) selama implementasi program. Dukungan yang baik dari pemerintah daerah merupakan modal awal yang baik untuk memperbaiki pelayanan publik di sektor pendidikan ini. Kebijakan pendukung lainnya adalah penunjukkan fasilitator daerah (Fasda) untuk terlibat dalam pendampingan terhadap sekolah dan masyarakat. Untuk itu Dinas Pendidikan telah menetapkan sebanyak 15 Fasda dari unsur kepala sekolah dan pengawas sekolah yang dilatih sebagai instruktur tingkat kabupaten. Penetapan ini dilakukan secara bertahap, pada tahun pertama 5 Fasda dari unsur kepala sekolah, sedangkan pada tahun kedua ditambah 10 fasilitator dari unsur pengawas sekolah. Program ini juga melibatkan madrasah yang ada di Kabupaten Bener Meriah, sehingga telah dilakukan juga kegiatan bersama antara Dinas Pendidikan dan Kemenag untuk menyusun rencana kerja secara bersama dengan melibatkan para pemangku kepentingan. Penyusunan rencana kerja ini diperlukan agar semua pihak mengetahui secara tahapan-tahapan implementasi program dan peran mereka masing-masing. 2. Peningkatan Kapasitas Masyarakat. Ketika partisipasi dan keterlibatan diperlukan dari para pengguna layanan, maka hal utama yang diperlukan adalah meningkatkan pengetahuan dan keterampilan mereka agar memahami peran dan fungsinya dalam memberikan Gambar 1. Komite sekolah berdikusi dengan sekolah tentang kondisi pelayanan pendidikan di sekolah Halaman 55

61 kontribusi perbaikan di sektor pendidikan. Untuk itu telah dilakukan kegiatan pemberdayaan masyarakat dalam bentuk berikut ini: a. Pembentukan Forum Peduli Pendidikan Keberadaan program KINERJA di tingkat kabupaten membuat terselenggaranya beberapa pertemuan dan FGD, baik yang sifatnya formal maupun informal, yang melibatkan berbagai lapisan masyarakat, seperti unsur akademisi, tokoh masyarakat, pengusaha, pegiat LSM, tokoh adat, tokoh perempuan, komite sekolah, pengawas sekolah dan lain-lain. Dari diskusi tersebut, muncullah inisiatif untuk membentuk suatu forum masyarakat di tingkat kabupaten diberi nama Forum Peduli Pendidikan Bener Meriah (FPPBM). Forum ini bersifat sukarela dengan tujuan utama adalah sebagai wadah masyarakat untuk advokasi kebijakan dalam rangka peningkatan pelayanan dan mutu pendidikan, mendorong peningkatan partisipasi masyarakat, melakukan pertemuan rutin dengan forum komite kecamatan, dan ikut terlibat dalam penguatan komite sekolah. b. Pembentukan Forum Komite di Tingkat Kecamatan Hal lain yang juga disadari penting dalam penerapan Manajemen Berbasis Sekolah adalah berjalannya peran dan fungsi Komite Sekolah sebagai representasi orangtua dan masyarakat di sekolah. Untuk pemberdayaan Komite Sekolah, dibentuklah suatu forum kerja yang disebut Forum Komite Kecamatan (FKK). Forum ini merupakan sebuah wadah bersama dari komite 20 sekolah mitra yang ada di 3 kecamatan yaitu Kecamatan Wih Pesam, Bukit dan Bandar. Selain pengurus komite dari 20 sekolah mitra tersebut, anggota forum ini juga ditambah dengan tokoh masyarakat kecamatan, kepala desa, unsur perempuan dan pemuda. Halaman 56

62 Forum ini bertujuan untuk mendiskusikan berbagai masalah yang dihadapi oleh komite sekolah dalam memperbaiki kualitas pelayanan sekolah dan solusi yang bisa dilakukan untuk menyelesaikan masalah tersebut. Hal-hal yang didiskusikan ini forum ini akan dibahas bersama dalam pertemuan rutin triwulan yang juga melibatkan Forum Peduli Pendidikan di tingkat Kabupaten Bener Meriah (FPPBM). c. Peningkatan Kapasitas Sekolah. Untuk peningkatan kapasitas sekolah sebagai penyedia layanan, dilakukan pelatihan dan pendampingan secara bertahap dan berkesinambungan. Semua sekolah mitra diberikan pemahaman tentang MBS yang berorientasi pelayanan publik dengan upaya peningkatan partisipasi, akuntabilitas, transparansi, responsif terhadap kebutuhan masyarakat. Selain itu, difasilitasi juga pertemuan rutin lewat forum diskusi (FGD) yang melibatkan orangtua dan komite sekolah untuk mendorong komitmen semua pihak yang ada di sekolah agar dapat menerapkan prinsip dan sistem MBS yang berorientasi pelayanan publik. Penguatan sekolah juga dikuatkan melalui pendampingan dalam penyusunan perencanaan kerja, baik RKS dan RKAS yang partisipatif dan melibatkan komite sekolah dan pemangku kepentingan lainnya yang terkait. Termasuk juga sekolah didorong untuk melakukan publikasi kode etik sekolah, identitas guru kelas, perencanaan sekolah dan laporan keuangan sebagai bukti transparansi pihak sekolah. 3. Pembentukan Tim Pelayanan Publik Sebagai bagian dari penguatan pelayanan publik maka di tingkat sekolah dibentuk Tim Pelayanan Publik (TPP) yang terdiri dari guru dan komite sekolah. Tim ini yang akan proaktif terlibat dalam program pengembangan mekanisme pengaduan masyarakat. Termasuk membahas berbagai pengaduan masyarakat, baik yang Halaman 57

63 disampaikan melalui mekanisme survei pengaduan maupun melalui kotak pengaduan dan SMS pengaduan yang dipersiapkan sekolah.. Proses pelaksanaan program Setelah forum diskusi dan forum kerja terbentuk, maka implementasi program akan fokus kepada pelaksanaan Survei Pengaduan yang merupakan elemen penting dari keterlibatan masyarakat dalam perbaikan kualitas pendidikan. Unit pelayanan publik, termasuk sekolah, memerlukan suatu sistem dan prosedur yang baik untuk mendapatkan masukan dari pengguna layanan. Masukan inilah yang akan menjadi dasar untuk penyedia layanan mengevaluasi dan memperbaiki kualitas pelayanannya. Dan penerapan MBS berorientasi pelayanan publik juga menekankan prinsip keterlibatan, transparansi dan akuntabilitas. Karena itu berbagai tahapan kegiatan dilakukan untuk melaksanakan survei pengaduan tersebut dan memperbaiki kualitas pelayanan sekolah di kabupaten Bener Meriah. Secara sistematis proses pelaksanaan program survei pengaduan tersebut adalah sebagai berikut: 1. Pelatihan Sistem dan Pengelolaan Pengaduan Masyarakat Pelatihan berlangsung selama 2 hari dan diikuti oleh pihak pengguna layanan antara lain siswa, orangtua siswa, komite sekolah dan masyarakat. Juga ada beberapa perwakilan dari sekolah yang ikut serta. Tujuan pelatihan ini adalah: a. Mengidentifikasi pengaduan masyarakat yang disampaikan kepada sekolah. b. Menciptakan kesadaran penyedia layanan (sekolah) dan pengguna layanan (masyarakat) tentang kegunaan dan manfaat survei pengaduan. c. Membangun komitmen masyarakat untuk ikut terlibat dan berpartisipasi secara aktif dalam rangka peningkatan pelayanan publik di sekolah. Selain itu membahas tentang sistematika pelaksanaan survei pelanggan, pelatihan ini juga membekali peserta dengan materi tentang Standar Pelayanan Minimal Halaman 58

64 (SPM). Karena salah satu prinsip tata kelola MBS berorientasi pelayanan publik adalah memuat capaian standar pelayanan publik, standar pelayanan minimal (SPM), dan standar nasional pendidikan sehingga penting bagi pengguna layanan untuk memahami hal tersebut. 2. Persiapan Survei Pengaduan di Sekolah. Dalam tahap persiapan ini, dilakukan pembentukan tim survei yang terdiri dari fasilitator daerah, komite sekolah, dan perwakilan wali murid yang sudah mengikut pelatihan sebelum survei. Anggota tim ini nantinya akan bertindak sebagai pengumpul data atau pewawancara masyarakat pengguna pelayanan untuk mengkonfirmasi pernyataan pengaduan yang ada di dalam kuesioner. Dalam persiapan ini, tim survei juga melakukan diskusi dengan tim dari Pusat Kajian Pendidikan dan Masyarakat (PKPM) untuk berbagi pengalaman dan memperkuat kesiapan pelaksanaan survei. Selain itu juga disiapkan beberapa hal terkait pembagian wilayah survei, jumlah responden, alat bantu kerja yang diperlukan, sosialisasi survei pengaduan, dan strategi membangun komunikasi dengan responden. 3. Pelaksanaan Survei Pengaduan Dalam pelaksanaan survei, total jumlah responden untuk 20 sekolah mitra adalah orang yang terdiri dari siswa, orangtua siswa, dan masyarakat sekitar sekolah. Dalam penyebaran kuesioner, tim survei berkunjung secara langsung ke sekolah dan membagikan kuesioner kepada siswa dengan ikut dibantu Gambar 2.Survei pengaduan di salah satu sekolah mitra Kinerja oleh komite sekolah dan guru dari sekolah yang disurvei. Sedangkan untuk orangtua siswa, berdasarkan kesepakatan dengan pihak sekolah, mereka diundang ke sekolah pada hari pelaksanaan survei. Tingkat kehadiran dan partisipasi orangtua saat pelaksanaan survei sangat baik sehingga Halaman 59

65 tim survei dapat melaksanakan survei sesuai dengan waktu (5 hari) dan rencana yang telah disusun. 4. Pengolahan Data Hasil Survei Setelah data kuesioner dari lapangan terkumpul, ada 2 kegiatan utama yang dilakukan tim survei dalam tahap pengolahan data ini, yaitu: a. Rekapitulasi Data Kuesioner data yang masuk dihitung setiap hari dan dibuat dalam rekapitulasi harian hasil survei. Dan nanti setelah seluruh data sudah masuk, dilakukan rekapitulasi akhir dari data tersebut untuk dicocokkan dengan total jumlah dari hasil rekapitulasi harian. b. Pembuatan Index Pengaduan Masyarakat (IPM) hasil rekapitulasi data tersebut disusun secara berurutan mulai dari permasalahan atau pengaduan yang jumlahnya paling banyak sampai ke jumlah paling sedikit. Hasil IPM inilah yang akan dipublikasikan kepada masyarakat dengan cara setiap sekolah memajang hasil IPM tersebut di papan informasi yang ada di sekolah dan dapat di akses oleh masyarakat luas yang ingin mengetahui hasil survei pengaduan tersebut. 5. Lokakarya Analisa Hasil Survei Pengaduan Sebagai tindak lanjut dari pengolahan data hasil survei tersebut, maka dilakukan lokakarya analisa hasil survei yang dihadiri oleh Kepala Sekolah dan perwakilan Guru dari 20 sekolah mitra. Juga diundang beberapa perwakilan Komite Sekolah dan tokoh masyarakat. Tujuan dari lokakarya ini adalah: a. Melakukan analisa lebih detil tentang masalah-masalah yang mungkin memiliki hubungan sebab akibat dalam hasil survei pengaduan tersebut. Gambar 3. Staff organisasi mitra pelaksana Kinerja, PKPM, mendampingi sekolah menganalisa hasil survey pengaduan b. Mendiskusikan alternatif solusi yang bisa digunakan sebagai tindakan nyata Halaman 60

66 untuk mengatasi masalah. c. Menentukan dan menentukan prioritas perbaikan yang akan dilakukan untuk mengatasi permasalahan tersebut. d. Menyusun draf janji perbaikan pelayanan. Lokakarya berjalan baik dan seluruh peserta cukup aktif dalam menyampaikan pendapatnya terkait hasil survei tersebut dan mereka juga bisa memberikan alternatif solusi sebagai masukan bagi pihak sekolah terkait. 6. Janji Perbaikan Layanan Gambar 4. Penandatanganan janji perbaikan layanan disaksikan pejabat dan perwakilan masyarakat Kabupaten Bener Meriah Hasil analisa ini harus ditindaklanjuti oleh masing-masing sekolah untuk dibahas lagi bersama komite sekolah dan pemangku kepentingan lainnya untuk memastikan bahwa draft tersebut bisa dilaksanakan. Janji Perbaikan Layanan ini akan menjadi salah satu dasar bagi setiap sekolah dalam menyusun rencana kerja dan anggaran tahunan sekolah (RKAS). Pada tanggal 2 Mei 2013 seluruh pemangku kepentingan di kabupaten Bener Meriah, termasuk Dinas Pendidikan dan Kemenag, ikut hadir untuk penandatanganan Janji Perbaikan Layanan. Suatu momen awal yang penting untuk memulai langkah perbaikan pelayanan publik yang sesuai dengan prinsip MBS di mana pengelolaan sekolah harus partisipatif, transparan, akuntabel, dan responsif. Demikian tahapan pelaksanaan program penguatan kapasitas penyedia dan pengguna layanan di tingkat kabupaten Bener Meriah. Selain tim pelaksana KINERJA-USAID, Halaman 61

67 banyak pihak yang terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang telah berlangsung sesuai dengan perannya yang diuraikan sebagai berikut: a. Pemerintah Daerah, dalam hal ini DinasPendidikan dan Kemenag sebagai penentu kebijakan dan memberikan nasihat dan dukungan yang diperlukan dalam implementasi program serta melakukan monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan program. b. Fasilitator Daerah (Fasda) menjadi fasilitator dari kegiatan-kegiatan pelatihan dan pendampingan terkait pelaksanaan program di setiap sekolah mitra. c. Masyarakat yang tergabung dalam Forum Peduli Pendidikan Bener Meriah (FPPBM) berperan melakukan advokasi yang mendorong peningkatan kapasitas penyedia dan pengguna layanan dalam program MBS berorientasi pelayanan publik ini. d. Kepala Sekolah dan Guru aktif berperan dalam membangun komunikasi yang efektif antara komite, masyarakat dan pihak sekolah. Bersama komite, juga aktif terlibat sebagai pelaksana kegiatan survei pengaduan dan menindaklanjuti janji perbaikan pelayanan hasil survei pengaduan yang telah disampaikan masyarakat. e. Siswa di sekolah mitra juga berperan dalam pelaksanaan survei pengaduan di mana mereka juga memberikan masukan tentang permasalahan yang ada di sekolah mereka. f. Komite Sekolah berperan penting dalam memobilisasi partisipasi masyarakat secara luas dan menjadi rekan kerja sekolah dalam melaksanakan berbagai kegiatan dalam program ini g. Media Lokal membantu publikasi dan sosialisasi program sehingga program ini mendapat apresiasi yang baik dari masyarakat di Kabupaten Bener Meriah. Anggaran yang diperlukan Untuk melaksanakan survei pengaduan, sekolah tidak memerlukan anggaran khusus, hanya membutuhkan dana untuk menggandakan kuesioner survei dan konsumsi selama rapat-rapat komite sekolah. Halaman 62

68 Hasil dan dampak program Penerapan survei pengaduan sebagai salah satu pendekatan baru dalam mengembangkan komunitas MBS di Kabupaten Bener Meriah telah membawa hasil dan dampak perubahan dari berbagai aspek yang secara prinsip membangun kerja sama antara sekolah dan masyarakat menuju upaya perbaikan pelayanan publik di sekolah. Berikut ini beberapa hasil dan dampak pelaksanaan program yang dirangkum berdasarkan aspek utama dalam penerapan MBS: 1. Meningkatnya Transparansi dan Akuntabilitas Pengelolaan Sekolah Melalui program ini, sekolah telah menunjukkan itikad baik untuk mulai membangun model pengelolaan sekolah yang transparan kepada masyarakat. Sekolah sudah mempublikasikan berbagai dokumen kerja sekolah, seperti Rencana Kerja Sekolah (RKS), Rencana Kerja dan Anggaran Sekolah (RKAS), Laporan Keuangan Sekolah, Indeks Pengaduan Masyarakat, dan Janji Perbaikan Layanan. Dokumen tersebut bisa dijumpai di papan pengumuman / mading yang ada di sekolah. Orangtua dan masyarakat sudah bisa mengsakses dan mengetahui hal-hal yang terkait dengan pengelolaan sekolah dalam rangka memperbaiki kualitas pendidikan di sekolah tersebut. 2. Meningkatnya Partisipasi Masyarakat Halaman 63

69 Permasalahan Gambar 5. Masyarakat yang bergotong dihadapi royong oleh sekolah membangung seperti perlunya perbaikan sarana dan kebun prasarana sekolah, sebagai sekolah salah sudah satu direspon hasil dengan survey positif oleh komite sekolah dan orangtua. pengaduan. Mereka mau membantu sekolah untuk memperbaiki beberapa fasilitas seperti perbaikan ruang kelas, halaman sekolah, pagar, toilet, dan fasilitas lainnya. 3. Tata Kelola Pelayanan Publik di Sekolah Lebih Responsif Tim Pelayanan Publik yang ada di sekolah dan tim Survei Pengaduan telah menunjukkan sikap kerja yang responsif di mana keluhan dan pengaduan yang diterima dari masyarakat telah ditindaklanjuti secara sistematis dan didiskusikan melalui forum-forum yang ada secara regular. Ini memberikan contoh konkrit dari aspek responsif yang menjadi salah satu aspek penting dalam pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah.. Hasil yang telah dicapai tersebut secara keseluruhan memberikan dampak positif bagi pelayanan publik di Kabupaten Bener Meriah. Sekolah sebagai penyedia layanan sudah merasakan manfaat dari tata kelola yang transparan dan akuntabel, di mana komite sekolah dan masyarakat mau terlibat dan mendukung perbaikan fasilitas dan masalah-masalah lainnya yang dihadapi sekolah. Sementara di sisi pengguna layanan yaitu orangtua dan masyarakat sekarang memiliki rasa percaya pada pengelolaan sekolah. Mereka lebih mau aktif menjalankan peran dan fungsi mereka dalam ikut Halaman 64

Pelayanan Publik Sektor Pendidikan

Pelayanan Publik Sektor Pendidikan Policy Brief Pelayanan Publik Sektor Pendidikan Tata Kelola Distribusi Guru Proporsional Tata Kelola Bantuan Operasional Satuan Pendidikan Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah Tulisan ini bertujuan untuk

Lebih terperinci

Tata Kelola Biaya Operasional Satuan Pendidikan (BOSP) Seri Pembelajaran dari USAID-KINERJA

Tata Kelola Biaya Operasional Satuan Pendidikan (BOSP) Seri Pembelajaran dari USAID-KINERJA Seri Pembelajaran dari USAID-KINERJA 2014 KATA PENGANTAR Peningkatan pelayanan publik oleh unit pelayanan yang dikelola oleh pemerintah daerah merupakan mandat yang diamanatkan dalam berbagai peraturan

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN TUGAS KEHUMASAN DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN DALAM NEGERI DAN PEMERINTAH DAERAH DENGAN

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN TUGAS KEHUMASAN DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN DALAM NEGERI DAN PEMERINTAH DAERAH DENGAN

Lebih terperinci

TATA KELOLA DISTRIBUSI GURU SECARA PROPORSIONAL (DGP) Seri Pembelajaran dari USAID-KINERJA

TATA KELOLA DISTRIBUSI GURU SECARA PROPORSIONAL (DGP) Seri Pembelajaran dari USAID-KINERJA Ringkasan Eksekutif TATA KELOLA DISTRIBUSI GURU SECARA PROPORSIONAL (DGP) Seri Pembelajaran dari USAID-KINERJA 2014 KATA PENGANTAR Peningkatan pelayanan publik oleh unit pelayanan yang dikelola oleh pemerintah

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.5/Menhut-II/2012 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.5/Menhut-II/2012 TENTANG PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.5/Menhut-II/2012 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN TUGAS KEHUMASAN DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR PENGELOLAAN PENDIDIKAN OLEH SATUAN PENDIDIKAN NONFORMAL

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR PENGELOLAAN PENDIDIKAN OLEH SATUAN PENDIDIKAN NONFORMAL SALINAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR PENGELOLAAN PENDIDIKAN OLEH SATUAN PENDIDIKAN NONFORMAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN

Lebih terperinci

WALIKOTA TASIKMALAYA

WALIKOTA TASIKMALAYA WALIKOTA TASIKMALAYA PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA Nomor : 14 Tahun 2008 Lampiran : - TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN NON FORMAL DI KOTA TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

BUPATI ACEH JAYA PERATURAN BUPATI ACEH JAYA NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA

BUPATI ACEH JAYA PERATURAN BUPATI ACEH JAYA NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI ACEH JAYA PERATURAN BUPATI ACEH JAYA NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI ACEH JAYA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pemenuhan

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 36 TAHUN : 2017 PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 34 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KEUANGAN SEKOLAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KULON

Lebih terperinci

BUPATI BARRU PROVINSI SULAWESI SELATAN

BUPATI BARRU PROVINSI SULAWESI SELATAN BUPATI BARRU PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARRU NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BARRU, Menimbang

Lebih terperinci

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 59 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PROGRAM REHABILITASI SOSIAL DAERAH KUMUH KOTA SURABAYA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Adanya dukungan dan fasilitasi institusi-institusi tersebut dalam penerapan sistem penjaminan mutu eksternal sesuai

KATA PENGANTAR. Adanya dukungan dan fasilitasi institusi-institusi tersebut dalam penerapan sistem penjaminan mutu eksternal sesuai KATA PENGANTAR Sesuai dengan amanat Undang Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan, Kementerian Pendidikan

Lebih terperinci

BUPATI SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 71 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 71 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 71 TAHUN 2016 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI, KEDUDUKAN, TUGAS POKOK DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS PENANAMAN MODAL DAN PELAYANAN TERPADU

Lebih terperinci

MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA SALINAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA KEDIRI

PEMERINTAH KOTA KEDIRI PEMERINTAH KOTA KEDIRI PERATURAN DAERAH KOTA KEDIRI NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG TRANSPARANSI DAN PARTISIPASI DALAM PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KEDIRI, Menimbang

Lebih terperinci

WALIKOTA SINGKAWANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA SINGKAWANG NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG PERSALINAN AMAN

WALIKOTA SINGKAWANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA SINGKAWANG NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG PERSALINAN AMAN WALIKOTA SINGKAWANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA SINGKAWANG NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG PERSALINAN AMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SINGKAWANG, Menimbang : a. bahwa kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan prasayarat mutlak untuk mencapai tujuan pembangunan. Salah satu wahana untuk meningkatkan kualitas SDM tersebut

Lebih terperinci

Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011.

Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011. Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011. 1. Atas undangan Organisasi Kesehatan Dunia, kami, Kepala Pemerintahan, Menteri dan perwakilan pemerintah datang

Lebih terperinci

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 41 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PROGRAM REHABILITASI SOSIAL DAERAH KUMUH KOTA SURABAYA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA BARAT PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 90 TAHUN 2015 TENTANG

GUBERNUR JAWA BARAT PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 90 TAHUN 2015 TENTANG 1 GUBERNUR JAWA BARAT PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 90 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERIAN PENGHARGAAN INTENSIFIKASI PEMUNGUTAN PAJAK KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA

Lebih terperinci

Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah Berorientasi Pelayanan Publik

Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah Berorientasi Pelayanan Publik IMPLEMENTED BY RTI INTERNATIONAL AND PARTNERS Ringkasan Eksekutif Seri Pembelajaran dari USAID-KINERJA MODUL MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH KINERJA-USAID Gedung BRI II, Lantai 28, Suite 2807 Jl. Jend Sudirman

Lebih terperinci

BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO

BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO PERATURAN DAERAH KABUPATEN GORONTALO NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PERENCANAAN, PELAKSANAAN PEMBANGUNAN, PEMANFAATAN, DAN PENDAYAGUNAAN KAWASAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BUPATI GARUT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 737 TAHUN 2012 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI GARUT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 737 TAHUN 2012 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 737 TAHUN 2012 TENTANG PROSEDUR ASISTENSI RENCANA KERJA SEKOLAH (RKS), RENCANA KERJA TAHUNAN SEKOLAH (RKTS) DAN RENCANA KERJA ANGGARAN SEKOLAH (RKAS) DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN BUPATI HUMBANG HASUNDUTAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

Himpunan Peraturan Daerah Kabupaten Purbalingga Tahun

Himpunan Peraturan Daerah Kabupaten Purbalingga Tahun LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 18 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DESA DAN RENCANA KERJA

Lebih terperinci

BUPATI BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI,

BUPATI BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI, BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN, PENGENDALIAN DAN EVALUASI RENCANA PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF KAJIAN TENTANG EVALUASI PELAKSANAAN BOS TINGKAT SDN DI KABUPATEN BANJAR KERJASAMA

RINGKASAN EKSEKUTIF KAJIAN TENTANG EVALUASI PELAKSANAAN BOS TINGKAT SDN DI KABUPATEN BANJAR KERJASAMA RINGKASAN EKSEKUTIF KAJIAN TENTANG EVALUASI PELAKSANAAN BOS TINGKAT SDN DI KABUPATEN BANJAR KERJASAMA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN, PENELITIAN, DAN PENGEMBANGAN KABUPATEN BANJAR DENGAN LEMBAGA PENELITIAN

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 113 TAHUN 2012

PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 113 TAHUN 2012 PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 113 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PENDANAAN PENDIDIKAN BAGI SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA), MADRASAH ALIYAH (MA) DAN SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN (SMK) NEGERI/SWASTA DI KABUPATEN

Lebih terperinci

BUPATI GARUT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI GARUT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang Mengingat BUPATI GARUT, : a. bahwa penanaman modal merupakan salah

Lebih terperinci

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

BUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER

BUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER SALINAN BUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN, Menimbang Mengingat :

Lebih terperinci

Strategi UNICEF dalam Mendukung Pemerintah untuk Memperluas Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)

Strategi UNICEF dalam Mendukung Pemerintah untuk Memperluas Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) Strategi UNICEF dalam Mendukung Pemerintah untuk Memperluas Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) Seminar Nasional MBS Hotel Ollino, Malang, 29 Nov 2 Des 2013 Struktur Presentasi Latar Belakang

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 48.A 2012 SERI : E A BEKPERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 48.A TAHUN 2012 TENTANG

BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 48.A 2012 SERI : E A BEKPERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 48.A TAHUN 2012 TENTANG BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 48.A 2012 SERI : E A BEKPERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 48.A TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN BANTUAN OPERASIONAL SEKOLAH DAERAH YANG ANGGARANNYA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengamanatkan bahwa pemerintah daerah, yang mengatur dan mengurus

BAB I PENDAHULUAN. mengamanatkan bahwa pemerintah daerah, yang mengatur dan mengurus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan bahwa pemerintah daerah, yang mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam melaksanakan pengelolaan wilayah pesisir, laut dan pulau-pulau kecil, Kementerian Kelautan dan Perikanan melalui Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir, dan Pulau-Pulau

Lebih terperinci

Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah Berorientasi Pelayanan Publik

Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah Berorientasi Pelayanan Publik IMPLEMENTED BY RTI INTERNATIONAL AND PARTNERS Seri Pembelajaran dari USAID-KINERJA MODUL MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH KINERJA-USAID Gedung BRI II, Lantai 28, Suite 2807 Jl. Jend Sudirman Kav. 44-46 Jakarta,

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PARTISIPASI KOMITE SEKOLAH DENGAN PEMENUHAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL SEKOLAH DASAR DI KECAMATAN KEPANJEN KABUPATEN MALANG

HUBUNGAN ANTARA PARTISIPASI KOMITE SEKOLAH DENGAN PEMENUHAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL SEKOLAH DASAR DI KECAMATAN KEPANJEN KABUPATEN MALANG HUBUNGAN ANTARA PARTISIPASI KOMITE SEKOLAH DENGAN PEMENUHAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL SEKOLAH DASAR DI KECAMATAN KEPANJEN KABUPATEN MALANG Relationship Between Participation of School Committee with Fulfillment

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN FORUM KONSULTASI PUBLIK DI LINGKUNGAN UNIT PENYELENGGARA PELAYANAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 4.1 Bantuan United Nations Children s Fund (UNICEF) Dalam Mensukseskan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 4.1 Bantuan United Nations Children s Fund (UNICEF) Dalam Mensukseskan BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Bantuan United Nations Children s Fund (UNICEF) Dalam Mensukseskan Program MBS di Jawa Barat Pendidikan merupakan hal penting bagi perkembangan dan kesejahteraan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG Nomor : 1 Tahun : 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERANG, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI BANYUMAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

BUPATI BANYUMAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI BANYUMAS PERATURAN BUPATI BANYUMAS NOMOR 32 TAHUN 2010 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI BADAN PELAKSANA PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN, KEHUTANAN DAN KETAHANAN PANGAN KABUPATEN BANYUMAS DENGAN

Lebih terperinci

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 107 TAHUN 2016 TENTANG

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 107 TAHUN 2016 TENTANG WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 107 TAHUN 2016 TENTANG TALENT POOL PEGAWAI NEGERI SIPIL DI PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG, PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, PENGGABUNGAN DESA DAN PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG,

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 064 TAHUN 2014 TENTANG PELAKSANAAN PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 064 TAHUN 2014 TENTANG PELAKSANAAN PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 064 TAHUN 2014 TENTANG PELAKSANAAN PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keinginan pemerintah dan kebutuhan masyarakat. Paradigma baru manajemen

BAB I PENDAHULUAN. keinginan pemerintah dan kebutuhan masyarakat. Paradigma baru manajemen BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses reformasi yang sedang bergulir, membawa perubahan yang sangat mendasar pada tatanan pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dikeluarkannya UU No 22 tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cukup mendasar, terutama setelah diberlakukannya Undang-Undang Republik

BAB I PENDAHULUAN. cukup mendasar, terutama setelah diberlakukannya Undang-Undang Republik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan nasional saat ini sedang mengalami berbagai perubahan yang cukup mendasar, terutama setelah diberlakukannya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor

Lebih terperinci

Banyuwangi Tahun telah ditetapkan melalui surat. : 421/ 159/ /2014 tanggal 23 September Berdasarkan

Banyuwangi Tahun telah ditetapkan melalui surat. : 421/ 159/ /2014 tanggal 23 September Berdasarkan KATA PENGANTAR Rencana Strategis (Renstra) Dinas Pendidikan Kabupaten Banyuwangi Tahun 2010-2015 telah ditetapkan melalui surat Keputusan Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Banyuwangi Nomor : 421/ 159/429.101/2014

Lebih terperinci

KISI-KISI UJI KOMPETENSI KEPALA SEKOLAH/MADRASAH

KISI-KISI UJI KOMPETENSI KEPALA SEKOLAH/MADRASAH Manajerial Menyusun perencanaan untuk berbagai tingkatan perencanaan Memimpin dalam rangka pendayagunaan sumber daya secara optimal Menciptakan budaya dan iklim yang kondusif dan inovatif bagi pembelajaran

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT BUPATI GARUT LD. 14 2012 R PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan yang memberi keleluasaan kepada sekolah untuk mengatur dan

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan yang memberi keleluasaan kepada sekolah untuk mengatur dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Pentingnya peningkatan kualitas pendidikan sebagai prasyarat mempercepat terwujudnya suatu masyarakat yang demokratis, pendidikan yang berkualitas tidak hanya

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI SEMARANG NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN FORUM KABUPATEN SEHAT KABUPATEN SEMARANG

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI SEMARANG NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN FORUM KABUPATEN SEHAT KABUPATEN SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI SEMARANG NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN FORUM KABUPATEN SEHAT KABUPATEN SEMARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BUPATI WONOSOBO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI WONOSOBO NOMOR 77 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI WONOSOBO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI WONOSOBO NOMOR 77 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN BUPATI WONOSOBO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI WONOSOBO NOMOR 77 TAHUN 2016 TENTANG RINCIAN TUGAS DINAS PENANAMAN MODAL DAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU KABUPATEN WONOSOBO DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

PROVINSI BANTEN PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN

PROVINSI BANTEN PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN SALINAN PROVINSI BANTEN PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 33 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN, PENETAPAN DAN PENERAPAN STANDAR PELAYANAN PADA PENYELENGGARA PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BUPATI TANAH BUMBU PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 12 TAHUN TENTANG SISTEM PENGELOLAAN PEMBANGUNAN PARTISIPATIF DAERAH

BUPATI TANAH BUMBU PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 12 TAHUN TENTANG SISTEM PENGELOLAAN PEMBANGUNAN PARTISIPATIF DAERAH BUPATI TANAH BUMBU PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM PENGELOLAAN PEMBANGUNAN PARTISIPATIF DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANAH BUMBU, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASAMAN BARAT NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM PENGELOLAAN PEMBANGUNAN PARTISIPATIF DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASAMAN BARAT NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM PENGELOLAAN PEMBANGUNAN PARTISIPATIF DAERAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASAMAN BARAT NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM PENGELOLAAN PEMBANGUNAN PARTISIPATIF DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASAMAN BARAT, Menimban: a. bahwa pengelolaan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG, Menimbang Mengingat : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

Anggaran Dasar. Konsil Lembaga Swadaya Masyarakat Indonesia [INDONESIAN NGO COUNCIL) MUKADIMAH

Anggaran Dasar. Konsil Lembaga Swadaya Masyarakat Indonesia [INDONESIAN NGO COUNCIL) MUKADIMAH Anggaran Dasar Konsil Lembaga Swadaya Masyarakat Indonesia [INDONESIAN NGO COUNCIL) MUKADIMAH Bahwa kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat adalah salah satu hak asasi manusia yang sangat

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 02 TAHUN 2010 TENTANG MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH MALUKU

PEMERINTAH PROVINSI MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 02 TAHUN 2010 TENTANG MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH MALUKU PEMERINTAH PROVINSI MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 02 TAHUN 2010 TENTANG MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH MALUKU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR MALUKU, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BAB VI PEMANTAUAN DAN EVALUASI SANITASI. 6.1 Gambaran Umum Struktur Pemantauan dan Evaluasi Sanitasi

BAB VI PEMANTAUAN DAN EVALUASI SANITASI. 6.1 Gambaran Umum Struktur Pemantauan dan Evaluasi Sanitasi BAB VI PEMANTAUAN DAN EVALUASI SANITASI 6.1 Gambaran Umum Struktur Pemantauan dan Evaluasi Sanitasi Strategi Sanitasi Kota (SSK) merupakan alat manajemen untuk meningkatkan transparansi perencanaan dan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 33 TAHUN 2011 TENTANG

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 33 TAHUN 2011 TENTANG SALINAN WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 33 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PROGRAM REHABILITASI SOSIAL DAERAH KUMUH KOTA SURABAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO

PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO SALINAN PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUKOMUKO NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN MUKOMUKO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUKOMUKO,

Lebih terperinci

W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A

W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 71 TAHUN 2008 TENTANG FUNGSI, RINCIAN TUGAS DAN TATA KERJA DINAS PENDIDIKAN KOTA YOGYAKARTA WALIKOTA YOGYAKARTA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

KISI-KISI UJI KOMPETENSI KEPALA SEKOLAH/MADRASAH

KISI-KISI UJI KOMPETENSI KEPALA SEKOLAH/MADRASAH Manajerial Menyusun perencanaan untuk berbagai tingkatan perencanaan Memimpin dalam rangka pendayagunaan sumber daya secara optimal Menciptakan budaya dan iklim yang kondusif dan inovatif bagi pembelajaran

Lebih terperinci

BUPATI SERDANG BEDAGAI PROVINSI SUMATERA UTARA

BUPATI SERDANG BEDAGAI PROVINSI SUMATERA UTARA BUPATI SERDANG BEDAGAI PROVINSI SUMATERA UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA DAN PEDOMAN PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

DRAFT BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 31 TAHUN 2018 TENTANG

DRAFT BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 31 TAHUN 2018 TENTANG DRAFT BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 31 TAHUN 2018 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 116 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

KOPI DARAT Kongkow Pendidikan: Diskusi Ahli dan Tukar Pendapat 13 Mei 2015

KOPI DARAT Kongkow Pendidikan: Diskusi Ahli dan Tukar Pendapat 13 Mei 2015 KOPI DARAT Kongkow Pendidikan: Diskusi Ahli dan Tukar Pendapat 13 Mei 2015 Topik #1 Manajemen Guru Rencana Strategis (RENSTRA) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 2015-2019 secara eksplisit menyebutkan

Lebih terperinci

LOGICAL FRAMEWORK ANALYSIS (LFA) KONSIL LSM INDONESIA HASIL PERENCANAAN STRATEGIS MARET 2011

LOGICAL FRAMEWORK ANALYSIS (LFA) KONSIL LSM INDONESIA HASIL PERENCANAAN STRATEGIS MARET 2011 LOGICAL FRAMEWORK ANALYSIS (LFA) KONSIL LSM INDONESIA HASIL PERENCANAAN STRATEGIS MARET 2011 GOAL/IMPACT TINGKATAN TUJUAN/HASIL INDIKATOR SUMBER VERIFIKASI ASUMSI Meningkatnya akuntabilitas, peran dan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.469, 2015 KEMENDIKBUD. Dana Alokasi Khusus. Bidang Pendidikan. Penggunaan. Pencabutan PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2015

Lebih terperinci

BUPATI BOGOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN

BUPATI BOGOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN BUPATI BOGOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BOGOR, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

Komite Advokasi Nasional & Daerah

Komite Advokasi Nasional & Daerah BUKU SAKU PANDUAN KEGIATAN Komite Advokasi Nasional & Daerah Pencegahan Korupsi di Sektor Swasta Direktorat Pendidikan & Pelayanan Masyarakat Kedeputian Pencegahan Komisi Pemberantasan Korupsi KATA PENGANTAR

Lebih terperinci

BUPATI BANYUMAS PERATURAN BUPATI BANYUMAS NOMOR 56 TAHUN 2008 TENTANG

BUPATI BANYUMAS PERATURAN BUPATI BANYUMAS NOMOR 56 TAHUN 2008 TENTANG BUPATI BANYUMAS PERATURAN BUPATI BANYUMAS NOMOR 56 TAHUN 2008 TENTANG PENJABARAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA KANTOR PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KABUPATEN BANYUMAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

SALINAN. Perangkat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 114, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5887);

SALINAN. Perangkat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 114, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5887); SALINAN BUPATI BULUNGAN PROPINSI KALIMANTAN UTARA PERATURAN BUPATI BULUNGAN NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS PENANAMAN MODAL DAN PELAYANAN

Lebih terperinci

BUPATI BANTUL PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 04 TAHUN 2013 TENTANG PEMBINAAN JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL,

BUPATI BANTUL PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 04 TAHUN 2013 TENTANG PEMBINAAN JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, BUPATI BANTUL PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 04 TAHUN 2013 TENTANG PEMBINAAN JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, Menimbang : a. bahwa jasa konstruksi mempunyai peran

Lebih terperinci

WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT

WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT Menimbang WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN WALIKOTA PADANG NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS TATA RUANG, TATA BANGUNAN, DAN PERUMAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2010 TENTANG BENTUK DAN TATA CARA PERAN MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2010 TENTANG BENTUK DAN TATA CARA PERAN MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2010 TENTANG BENTUK DAN TATA CARA PERAN MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN,

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN, PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mewujudkan pemerintahan yang baik dan

Lebih terperinci

WALI KOTA DEPOK PROVINSI JAWA BARAT

WALI KOTA DEPOK PROVINSI JAWA BARAT SALINAN WALI KOTA DEPOK PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALI KOTA DEPOK NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DI KOTA DEPOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALI KOTA DEPOK, Menimbang

Lebih terperinci

KODE ETIK KONSIL LSM INDONESIA

KODE ETIK KONSIL LSM INDONESIA KODE ETIK KONSIL LSM INDONESIA MUKADIMAH Konsil LSM Indonesia menyadari bahwa peran untuk memperjuangkan partisipasi masyarakat dalam segala proses perubahan membutuhkan pendekatan dan pentahapan yang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 27 TAHUN 2012 TENTANG PELAKSANAAN DAN PENETAPAN CAPAIAN INDIKATOR STANDAR PELAYANAN MINIMAL DI KABUPATEN PASURUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN,

Lebih terperinci

BUPATI KLATEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLATEN NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN

BUPATI KLATEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLATEN NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN BUPATI KLATEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLATEN NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KLATEN, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN TENTANG PENYELENGGARAAN KEOLAHRAGAAN KOTA BALIKPAPAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BALIKPAPAN,

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN TENTANG PENYELENGGARAAN KEOLAHRAGAAN KOTA BALIKPAPAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BALIKPAPAN, PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KEOLAHRAGAAN KOTA BALIKPAPAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BALIKPAPAN, Menimbang : a. bahwa pembangunan di bidang

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.955, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN. Sistem Pengendalian Intern Pemerintah. Pedoman. PERATURAN KEPALA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang :

Lebih terperinci

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 37 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 37 TAHUN 2011 TENTANG BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 37 TAHUN 2011 TENTANG FASILITASI PENYELENGGARAAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN DI KABUPATEN BADUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 20 TAHUN 2018 TENTANG

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 20 TAHUN 2018 TENTANG WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 20 TAHUN 2018 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN FORUM KONSULTASI PUBLIK DI PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

LAPKIN SEKRETARIAT DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN TAHUN 2015 BAB II

LAPKIN SEKRETARIAT DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN TAHUN 2015 BAB II BAB II RENCANA STRATEGIS DAN PENETAPAN KINERJA Memaparkan ringkasan/ikhtisar perjanjian kinerja tahun yang bersangkutan, serta pembahasan tentang RENSTRA, tujuan dan Sasaran Visi dan Misi, Penetapan Kinerja,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN BIDANG PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN BIDANG PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN BIDANG PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KLUNGKUNG, Menimbang : a. bahwa bidang pendidikan merupakan

Lebih terperinci

PROFIL KABUPATEN SAMPANG (2014) Tahun berdiri Jumlah penduduk Luas Wilayah km 2

PROFIL KABUPATEN SAMPANG (2014) Tahun berdiri Jumlah penduduk Luas Wilayah km 2 PROFIL KABUPATEN SAMPANG (2014) Tahun berdiri Jumlah penduduk 883.282 Luas Wilayah 1.233 km 2 Skor IGI I. 4,02 Anggaran pendidikan per siswa II. 408.885 rupiah per tahun III. Kota Yogyakarta KABUPATEN

Lebih terperinci

BUPATI BANYUMAS PERATURAN BUPATI BANYUMAS NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN BANYUMAS

BUPATI BANYUMAS PERATURAN BUPATI BANYUMAS NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN BANYUMAS BUPATI BANYUMAS PERATURAN BUPATI BANYUMAS NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN BANYUMAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI BANYUMAS, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

BUPATI TANJUNG JABUNG TIMUR PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI TANJUNG JABUNG TIMUR PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI TANJUNG JABUNG TIMUR PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG TRANSPARANSI TATA KELOLA PEMERINTAHAN DI BIDANG INDUSTRI EKSTRAKTIF MIGAS DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pusat, pemerintah daerah, dan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. pusat, pemerintah daerah, dan masyarakat. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyelenggaraan pendidikan semata-mata bukan hanya tanggungjawab pemerintah pusat tetapi pemerintah daerah dan masyarakat, begitu juga dalam hal pembiayaan

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI KUNINGAN NOMOR 55 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN BUPATI KUNINGAN NOMOR 55 TAHUN 2016 TENTANG PERATURAN BUPATI KUNINGAN NOMOR 55 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS POKOK, FUNGSI DAN URAIAN TUGAS, SERTA TATA KERJA DINAS PENANAMAN MODAL DAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU KABUPATEN

Lebih terperinci

BUPATI BONE PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI BONE NOMOR 84 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI BONE PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI BONE NOMOR 84 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI BONE PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI BONE NOMOR 84 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN, HORTIKULTURA DAN

Lebih terperinci

WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT

WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN WALIKOTA PADANG NOMOR 37 TAHUN 2015 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANAMAN MODAL DAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU Menimbang DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci