Tata Kelola Biaya Operasional Satuan Pendidikan (BOSP) Seri Pembelajaran dari USAID-KINERJA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Tata Kelola Biaya Operasional Satuan Pendidikan (BOSP) Seri Pembelajaran dari USAID-KINERJA"

Transkripsi

1 Seri Pembelajaran dari USAID-KINERJA 2014

2

3 KATA PENGANTAR Peningkatan pelayanan publik oleh unit pelayanan yang dikelola oleh pemerintah daerah merupakan mandat yang diamanatkan dalam berbagai peraturan perundangan seperti Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik dan Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63/KEP/M. PAN/7/2003 Tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik. Dengan dukungan USAID, Program KINERJA telah berupaya memperkenalkan program bantuan teknis peningkatan pelayanan publik di 20 kabupaten/kota mitra di empat provinsi di Indonesia (Aceh, Jawa Timur, Kalimantan Barat, dan Sulawesi Selatan) yang bertujuan untuk peningkatan mutu pelayanan publik. Program ini difokuskan pada penguatan pihak penyedia layanan (supply side) dan pihak pengguna layanan (demand side) di sektor pendidikan dasar, kesehatan dasar, dan perbaikan iklim usaha. Pada tahun ketiga Program Kinerja menambah 4 kabupaten/kota lagi di Provinsi Papua yang bekerja khusus di sektor kesehatan. Di bidang Biaya Operasional, Program KINERJA mendorong pemerintah daerah agar menyediakan dana yang cukup bagi sekolah-sekolah agar dapat menyelenggarakan kegiatannya untuk pencapaian standar pelayanan publik (SPP), standar pelayanan minimal (SPM), dan standar nasional pendidikan (SNP). Di hampir semua daerah dana yang diperoleh sekolah dari pemerintah pusat melalui program Bantuan Opersional Sekolah (BOS) tidak mencukupi dan masih ada kesenjangan pembiayaan operasional. KINERJA juga mendorong munculnya kebijakan di tingkat kabupaten/kota agar proses penghitungan kesenjangan pembiayaan sekolah yang transparan, akuntabel, dan berkeadilan dapat diadopsi dan disebarluaskan ke daerah-daerah lainnya. Mengingat praktik-praktik penghitungan BOSP yang dilaksanakan KINERJA bersama pemerintah daerah mitra merupakan pendekatan yang relatif baru dengan intervensi sisi penyedia layanan dan pengguna layanan secara bersamaan, maka untuk lebih memudahkan pemerintah daerah dan para pemangku kepentingan dalam menerapkannya maka diperlukan sebuah modul yang dapat dijadikan sebagai acuan dalam pelatihan, pendampingan, dan pelaksanaannya. Diharapkan modul ini dapat membantu pemerintah daerah yang ingin memperkenalkan dan menerapkan BOSP dengan pendekatan KINERJA di daerahnya. Untuk membantu pemerintah daerah dalam proses dan teknis penerapan pendekatan ini, modul ini juga memuat daftar organisasi yang selama ini membantu KINERJA dan kabupaten/kota mitra dalam penerapan BOSP. Jakarta, Januari

4 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR 1 DAFTAR ISI 2 RINGKASAN EKSEKUTIF 3 Tujuan dan Keberhasilan KINERJA 3 Rekomendasi kepada para Pimpinan Daerah 5 Rekomendasi kepada para Calon OMP 5 Rekomendasi kepada para Penyedia Pelatihan 6 BAB 1 PENDEKATAN KINERJA 7 Pendekatan Umum Proyek KINERJA 7 Prinsip-prinsip Tata Kelola Sektor Pendidikan 8 Prinsip dalam Tata Kelola BOSP 9 BAB 2 PENGALAMAN KINERJA DALAM TATA KELOLA BOSP 10 Situasi yang dihadapi di daerah 10 Bagaimana KINERJA memulai inisiatif 11 Proses kerja 12 BAB 3 MENGATASI TANTANGAN DAN MENCAPAI SUKSES 15 Tantangan 15 Keberhasilan Program 15 BAB 4 REKOMENDASI UNTUK REPLIKASI 19 Rekomendasi kepada daerah lain yang ingin untuk replikasi pendekatan BOSP 19 Rekomendasi untuk OMP 20 Rekomendasi untuk Para Penyedia Latihan 20 DAFTAR LAMPIRAN

5 RINGKASAN EKSEKUTIF Tujuan dan Keberhasilan KINERJA 1. Tujuan Umum Program KINERJA KINERJA merupakan program yang bertujuan membantu pemerintah daerah meningkatkan tata kelola dalam penyediaan layanan publik di Indonesia. Program KINERJA bekerja di sedikit daerah, hanya di enam dari lima ratusan daerah di Indonesia. Program ini sebagai contoh praktik yang baik diharapkan dapat diterapkan dan disempurnakan lagi di daerah-daerah lain. Oleh karena itu, dokumen ini ditujukan kepada para pengambil keputusan yang berminat menerapkan dan menyempurnakan pendekatan KINERJA di daerah mereka. Buku ini dari Seri Pembelajaran USAID-KINERJA menguraikan pembelajaran dari KINERJA dalam penerapan BOSP di mana prinsip, pelajaran dan rekomendasi di angkat untuk memfasilitasi daerah lain yang ingin mengadopsi pendekatan-pendekatan kinerja dalam melaksanakan program BOSP. KINERJA bertujuan untuk meningkatkan pelayanan publik yang difokuskan pada tiga sektor, yakni pendidikan dasar, kesehatan dasar, dan iklim usaha. Di sektor pendidikan KINERJA memusatkan perhatian pada tiga paket, yakni tata kelola distribusi guru proporsional (DGP), penghitungan dan tata kelola biaya operasional satuan pendidikan (BOSP), dan manajemen berbasis sekolah (MBS). Paket DGP dan BOSP lebih ditujukan pada tata kelola di tingkat SKPD. Sedangkan MBS lebih diarahkan pada tingkat sekolah demi peningkatan pelayanan sekolah melalui perencanaan yang berorientasi berbasis data, evaluasi diri sekolah, dan hasil survei pengaduan. Ketiga paket tersebut dilaksanakan dengan pendekatan transparansi, akuntabilitas, partisipatif, dan responsif. Di sektor kesehatan KINERJA memusatkan perhatian pada kesehatan ibu dan anak (KIA), terutama persalinan aman dan ASI eksklusif. Kegiatan ini dilakukan sebagai bagian dari paket kesehatan yang mencakup perbaikan akuntabilitas puskesmas dengan cara melibatkan forum multi-pemangku kepentingan dalam perencanaan dan penganggaran partisipatif, melaksanakan survei pengaduan, membuat janji perbaikan pelayanan antara warga negara dan pemerintah dan meningkatkan manajemen puskesmas untuk memastikan pelayanan publik yang diberikan berkualitas tinggi. Di Papua, paket kesehatan fokus pada tata kelola penguatan sistem kesehatan untuk KIA, HIV/AIDS, dan Tubercolusis (TB). Di sektor iklim usaha yang baik KINERJA memusatkan perhatian pada perbaikan perizinan usaha dibawah Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) dengan cara membuat kebijakan berbasis bukti dan meningkatkan dialog pemerintah dan swasta serta menguatkan pengawasan dari masyarakat publik. Beberapa contoh bantuan iklim usaha yang baik adalah pembentukan PTSP di kabupaten/kota, studi partisipatif mendalam, fasilitasi dialog pemerintah dan swasta, dan bantuan teknis untuk menyusun rancangan peraturan baru. 3

6 2. Lokasi Program KINERJA KINERJA bekerja di 24 kabupaten/kota di 5 provinsi, yakni: 1. Provinsi Aceh: Kabupaten Aceh Singkil, Aceh Tenggara, Bener Meriah, Simeulue, dankota Banda Aceh. 2. Provinsi Jawa Timur: Kabupaten Bondowoso, Jember, Probolinggo. Tulungagung, dan Kota Probolinggo. 3. Provinsi Sulawesi Selatan: Kabupaten Barru, Bulukumba, Luwu, Luwu Utara, dan Kota Makassar. 4. Provinsi Kalimantan Barat: Kabupaten Bengkayang, Kota Singkawang, Melawi, Sambas, dan Sekadau 5. Provinsi Papua: Jayapura, Jayawijaya, Mimika, dan Kota Jayapura. Berdasarkan pilihannya sendiri, tiga daerah menerima bantuan KINERJA untuk menyusun BOSP, yakni Kabupaten Bululumba, Kota Banda Aceh, dan Kabupaten Simeulue. 3. Keberhasilan Program BOSP Pada tahun ini KINERJA bersama organisasi mitra pelaksana dan MSF mendorong pemerintah daerah untuk menggunakan formula yang memperhitungkan besar kecilnya sekolah dalam menentukan alokasi dana penunjuang pendidikan. Hasil-hasil yang telah dicapai adalah sebagai berikut: Ketiga kabupaten/kota mitra KINERJA telah menyelesaikan penghitungan BOSP secara transparan dan partisipatif dengan melibatkan forum multi stakeholder. Kabupaten Bulukumba sudah mengalokasi BOSDA sesuai hasil penghitungan BOSP sejak tahun 2012 dan berlanjut hingga tahun 2014 ini. Kabupaten Simeulue sudah mulai mengalokasi dana tambahan sejak 2011 walaupun belum menutup secara penuh kesenjangan pembiayaan sekolah. Namun pemerintah daerah sudah berkomitmen untuk memenuhi seluruh kebutuhan pembiayaan sekolah di tingkat SD dan SMP pada Kita tahu anggaran di daerah tidak besar. Jadi BOSP telah memberikan kita arahan meskipun kita akui bahwa masih ada kekurangan dalam pemenuhannya, tapi paling tidak pencapaiannya sudah luar biasa Ras Manudin Rahamin, Ketua Komisi D, DPRK Simeulue, Aceh 4

7 Program BOSP merupakan hal yang sangat penting sehingga kita mengetahui dengan pasti berapa dana yang sesungguhnya dibutuhkan setiap sekolah. Dari situ kita bisa merencanakan pemenuhannya kalau belum cukup dari dana BOS. Zulfata, Kepala Bidang Perencanaan Pembangunan SDM, Bappeda Kabupaten Simeulue, Aceh Sama halnya dengan Kabupaten Simeulue, pemerintah Kota Banda Aceh juga sudah mulai mengalokasi dana tambahan sejak Rekomendasi kepada para Pimpinan Daerah Program BOSP yang dilaksanakan Pemerintah Daerah bersama Forum Multi Stakeholder dengan dukungan dari KINERJA menunjukkan bahwa pendekatan yang digunakan telah membawa hasil dan perubahan, sebagaimana disampaikan di atas. Rekomendasi pertama KINERJA kepada pimpinan daerah lain, khususnya daerah dengan anggaran terbatas dan/atau kesenjangan diantara sekolah yang maju dan sekolah yang ketinggalan, adalah untuk belajar dari pengalaman KINERJA, dan dari pengalaman itu menghitung BOSP dan mengintegrasikan hasilnya dalam penyusunan APBD. Berdasarkan pengalaman tersebut, ada beberapa rekomendasi lain untuk Pemerintah Daerah, yakni (a) diperlukan komitmen yang tinggi dari Bupati/Walikota, DPRD dan Dinas Pendidikan untuk melaksanakan program BOSP, (b) setiap kebijakan hendaknya berorientasi pada pelayanan publik, (c) melibatkan masyarakat atau forum-forum multi stakeholder dalam penyelengaraan tata kelola BOSP, (d) mendayagunakan staf dan struktur organisasi yang ada tanpa perlu membentuk unit organisasi baru, (e) berkoordinasi dengan instansiinstansi pemerintah daerah terkait, (f) menetapkan indikator KINERJA dan pengukuruan keberhasilan program, dan (g) mengadopsi pendekatan KINERJA dan menggunakan bahan-bahan yang telah dibuat oleh KINERJA. Rekomendasi kepada para Calon OMP Organisasi-organisasi mitra pelaksana KINERJA telah banyak membantu pemerintah daerah dan forum multi stakeholder dalam melaksanakan program BOSP. Ke depan ada beberapa rekomendasi yang bisa dipertimbangkan oleh OMP dalam upaya melanjutkan perannya, yakni (a) selalu mengintegrasikan aspek tata kelola (governance) dalam setiap kegiatan penguatan dan pendampingan dengan melibatkan masyarakat atau 5

8 forum-forum multi stakeholder, (b) tetap berorientasi pada hasil, tidak sekadar memenuhi jadwal kegiatan dan jumlah peserta, (c) bertindak sebagai advisor yang berperan lebih pada memberi stimulus daripada sebagai pegawai yang melaksanakan program, dan (d) menggunakan modul-modul yang dikekmbangkan KINERJA untuk penguatan kapasitas OMP sendiri maupun penguatan pemerintah daerah dan forum multi stakeholder. Rekomendasi kepada para Penyedia Pelatihan Penyedia pelatihan bisa berupa lembaga-lembaga pendidikan seperti universitas, lembaga swasta khusus pelatihan dan Badan Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) pemerintah yang secara periodik menyelenggarakan latihan untuk pegawai negeri sipil (PNS). Direkomendasi agar lembaga-lembaga tersebut memasukkan pendekatan-pendekatan KINERJA dalam Kurikulum Diklat yang meliputi antara lain (a) tata kelola yang melibatkan masyarakat sebagai pengguna layanan publik, (b) lebih berorientasi pada peningkatan ketrampilan dan tidak sekadar peningkatan pengetahuan dan pemahaman, (c) mengadopsi sebagian modul yang dikembangkan KINERJA. 6

9 BAB 1 PENDEKATAN KINERJA Pendekatan Umum Proyek KINERJA KINERJA bekerja untuk menguatkan sisi penyediaan dan permintaan pelayanan publik yang lebih baik di bidang kesehatan, pendidikan dan iklim usaha yang baik. KINERJA bekerjasama dengan pemerintah daerah untuk mengatasi kesenjangan penyediaan pelayanan publik di bidang kesehatan, pendidikan, dan iklim usaha yang baik. Melalui insentif yang lebih baik, inovasi yang lebih luas, dan lebih banyak jenis replikasi, pemerintah daerah di Indonesia diharapkan mampu menyediakan layanan yang lebih murah dan lebih baik serta lebih responsif terhadap kebutuhan dan permintaan warga negara/pengguna layanan. Salah satu aspek kunci pendekatan KINERJA adalah keterlibatan masyarakat, organisasi masyarakat sipil (LSM), dan media lokal untuk mendorong pelayanan publik yang lebih baik dan pemberian bantuan teknis kepada pemerintah daerah untuk meningkatkan kapasitasnya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. KINERJA berkerjasama organisasi mitra pelaksana (OMP) yang juga menerima pelatihan peningkatan kapasitas dari KINERJA. Beberapa contoh strategi untuk meningkatkan kapasitas pemerintah daerah dan masyarakat adalah: 1. Mendukung pelaksanaan kebijakan berdasarkan kondisi empiris melalui analisa bantuan, seperti Analisa Anggaran Daerah dan Analisa Bantuan Operasional Satuan Pendidikan; 2. Membentuk forum multi-pemangku kepentingan untuk menciptakan kemitraan antara pemerintah dan masyarakat dalam perencanaan dan penganggaran yang partisipastif; 3. Melibatkan masyarakat untuk mengawasi penyediaan pelayanan publik melalui mekanisme penanganan pengaduan dan janji perbaikan pelayanan; serta 4. Mendukung pejabat pengelola informasi dan dokumentasi (PPID), media lokal, dan jurnalis warga untuk menyediakan akses terhadap informasi publik dan meningkatkan permintaan terhadap penyediaan pelayanan publik yang lebih baik. 7

10 Intervensi program KINERJA berada di tiga area, yakni: 1. Meningkatkan pelayanan di bidang kesehatan dan pendidikan. Menguatkan pengguna layanan yang lebih baik; 2. Meningkatkan praktik inovasi yang sudah ada dan mendukung pemerintah daerah untuk menguji dan mengadopsi pendekatan penyediaan pelayanan pendidikan yang menjanjikan; 3. Memperluas inovasi yang sudah dianggap berhasil di tingkat nasional dan mendukung organisasi di Indonesia untuk menyediakan dan menyebarluaskan pelayanan yang lebih baik kepada pemerintah daerah. Dengan bekerja di sisi penyedia dan dan pengguna layanan, maka pendekatan yang digunakan KINERJA dalam melaksanakan program-programnya adalah transparansi, akuntablitas, partisipatif, dan responsif. Prinsip-prinsip Tata Kelola Sektor Pendidikan KINERJA percaya bahwa landasan bagi masa depan Indonesia adalah di bidang pendidikan. Empat pilar pendidikan adalah; (a) pendanaan (b) ketersediaan guru (c) manajemen sekolah yang efektif dan (d) peningkatan standar pendidikan. Program KINERJA mendukung setiap pilar tersebut. Di sektor pendidikan, KINERJA melaksanakan program-program BOSP, DGP (Distribusi Guru Proporsional), dan MBS (Manajemen Berbasis Sekolah) di 17 kabupaten/kota di empat provinsi (Aceh, Jawa Timur, Kalimantan Barat, dan Sulawesi Selatan). Program sektor pendidikan ini dilaksanakan dengan prinsip-prinsip umum sebagai berikut: Keikutsertaan instansi-instansi terkait. Program-program di sektor pendidikan tidak semata-mata dilaksanakan oleh Dinas Pendidikan, melainkan menyangkut beberapa instansi pemerintah daerah lainnya seperti Bappeda, Bagian Organisasi dan Tata Laksana, Bagian Keuangan, Bagian Hukum, dan Badan Kepegawaian Daerah. Oleh karena itu, dalam melaksanakan program-program sektor pendidikan, keterlibatan instansi-instansi tersebut sangat penting. Keikutsertaan forum multi stakeholder. Dari sisi pengguna pelayanan, keterlibatan masyarakat sangat diperlukan karena masyarakat mempunyai kewajiban untuk ikutserta dalam penyelengaraan pendidikan sebagaimana diamanatkan oleh peraturan perundangan. Dengan keterlibatan masyarakat, programprogram sektor pendidikan dapat dilaksanakan secara tranparan dan akuntabel. Berkelanjutan. Semua pendekatan program sektor pendidikan harus dapat berlangsung terus secara berkesinambungan. Hal ini hanya dapat terlaksana ketika manfaat program-program pendidikan dapat dirasakan oleh masyarakat dan pelaksanaannya terus dikawal, tidak saja oleh pemerintah daerah tetapi juga oleh masyarakat melalui forum-forum multi stakeholder. 8

11 Prinsip dalam Tata Kelola BOSP Selain prinsip-prinsip umum tata kelola pendidikan di atas, tata kelola BOSP dilaksanakan dengan prinsipprinsip sebagai berikut: 1. Pelaksanaan dan monitoring alokasi dana ke sekolah diperlukan agar pelaksanaan program BOSP dapat tepat sasaran dan dapat terus disempurnakan. 2. Penghitungan BOSP berdasarkan kebutuhan sekolah, bukan hanya apa yang diinginkan kepala sekolah atau guru serta menampung aspirasi murid, orangtua murid, dan masyarakat. 3. Penghitungan BOSP menggunakan data yang valid dan mutakhir. Untuk itu manajemen data di Dinas Pendidikan dan sekolah menjadi persyaratan utama. 4. Memuat capaian SPP, SPM dan SNP sehingga pembiayaan sekolah lebih diarahkan pada peningkatan pelayanan publik, pemenuhan standar pelayanan minimal, dan pencapaian mutu pendidikan yang lebih tinggi. 5. Didasarkan pada regulasi daerah (Peraturan Bupati/Walikota). Hal ini diperlukan untuk menjamin program BOSP dapat berlangsung terus secara berkesinambungan. 6. Penanganan setiap pengaduan masyarakat agar pengaduan dengan aspek keuangan sekolah menjadi sumber perbaikan alokasi dana. 7. Keberlanjutan program setiap tahunnya untuk memenuhi kesenjangan pembiayaan sekolah yang berpotensi meningkat sesuai kebutuhan pencapaian standar. 9

12 BAB 2 PENGALAMAN KINERJA DALAM TATA KELOLA BOSP Situasi yang dihadapi di daerah Banyak daerah yang meluncurkan program pendidikan gratis tanpa mengetahui dengan pasti jumlah dana yang dibutuhkan sekolah untuk menyelenggarakan program dan kegiatan yang berkaitan dengan pencapaian standar pelayanan minimal yang diamanatkan oleh peraturan perundangan. Itulah sebabnya diperkirakan sekitar 70% sekolah belum mencapai standar pelayanan minimal tersebut. Bagi sekolah-sekolah yang dana operasionalnya tidak mencukupi, pernyataan sekolah gratis menyulitkan dalam upaya memperoleh dukungan dana dari sumber-sumber lain. Masyarakat beranggapan bahwa dengan program sekolah gratis pemerintah (pusat maupun daerah) telah mampu memenuhi seluruh kebutuhan pembiayaan sekolah. Pada kenyataannya tidaklah demikian. Sebagai contoh, Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan meluncurkan program pendidikan gratis dengan mengalokasi dana sebesar Rp per siswa per tahun untuk sekolah dasar. Padahal jumlah itu belum mampu menutup kesenjangan pembiayaan sekolah, yang dari hasil penghitungan biaya operasional satuan pendidikan, membutuhkan total biaya Rp per siswa per tahun. Setelah dikurangi dana dari BOS (Rp ) dan pemerintah provinsi, masih ada kesenjangan sebesar Rp Dengan demikian, pengitungan BOSP menjadi besar manfaatnya. 10

13 Bagaimana KINERJA memulai inisiatif 1. Komitmen Kepala Daerah, DPRD, dan Stakeholders Kabupaten/kota mitra KINERJA memulai inisiatif untuk melaksanakan program BOSP dengan diskusi intensif dengan KINERJA. Beberapa daerahakui pentingnya manfaat dari penghitungan BOSP yang lebih sistematis dan menyepakati pelaksanaan program kerjasama melalui penandatanganan kesepakatan (memorandum of understanding) antara Bupati/Walikota dengan KINERJA. Diskusi-diskusi juga dilaksanakan dengan DPRD, khususnya dengan Komisi yang membidangi pendidikan dan anggaran. Diskusi ini sangat penting untuk mencapai kesepahaman antara pihak eksekutif bidang pendidikan dan legislatif bidang pendidikan supaya ada champion di dua belah pihak untuk menterjemahkan penghitungan BOSP menjadi program dan anggaran sekolah yang adil dan cukup dalam APBD. Selain dengan para penyelenggara negara, diskusi juga dilaksanakan dengan tokoh-tokoh masyarakat, khususnya pemimpin lembaga-lembaga non pemerintah. Keterlibatan masyarakat dalam penghitungan BOSP dan dalam promosi BOSP yang lebih adil dan cukup menjadi landasan sehingga tata kelola BOSP dapat dilaksanakan secara partisipatif, transparan, dan akuntabel. Pengalaman KINERJA menunjukkan bahwa program ini hanya dapat dilaksanakan karena ada komitmen yang kuat dari pembuat kebijakan, terutama Kepala Daerah dan Kepala Dinas Pendidikan serta instansi terkait lainnya termasuk DPRD dan masyarakat. Komitmen ini ditunjukkan dengan penerbitan Peraturan Bupati/Walikota tentang Dana Bantuan Operasional Sekolah (di Kota Banda Aceh dan Kabupaten Simelue disebut dengan Dana Penunjang Pendidikan) berikut petunjuk teknis serta alokasi dana yang dimuat dalam dokumen-dokumen perencanaan dan penganggaran di tingkat kabupaten/kota (APBD) dan Dinas Pendidikan, yakni Rencana Kerja (Renja), Rencana Kerja dan Anggaran (RKA), dan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA). Naskah akademis Peraturan Walikota Banda Aceh dilampirkan. 2. Pengaturan Pekerjaan Di tingkat kabupaten/kota KINERJA memulai programnya dengan merekrut tenaga spesialis di bidang pelayanan publik yang disebut dengan LPSS (Local Public Service Specialist). Tugas utamanya adalah mengkoordinir program bersama pemerintah daerah, forum multi stakeholder (MSF), dan organisasi mitra pelaksana (OMP). Selain itu spesialis juga bertanggungjawab atas penjaminan mutu pelaksanaan program. 11

14 Program BOSP dilfasiltasi oleh OMP yang bekerja secara penuh dalam melaksanakan lokakarya-lokakarya dan pendampingan untuk pemerintah daerah dan forum multi stakeholder. Untuk program BOSP, KINERJA bekerjasama dengan dua OMP, yakni: Lembaga Pelatihan dan Konsultasi Inovasi Pendidikan (LPKIPI) yang bekerja di Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan. GERAK yang bekerja di Kota Banda Aceh dan Kabupaten Simeulue, Aceh. OMP selalu berkoordinasi dengan jajaran pemerintah daerah melalui suatu Tim Teknis yang terdiri dari unsurunsur Bappeda, Dinas Pendidikan, Bagian Organisasi, Bagian Keuangan, Badan Kepegawaian Daerah, dan lembaga-lembaga non pemerintah. Tim Teknis ini dibentuk secara resmi dan berdasarkan Surat Keputusan Bupati/Walikota. 3. Penyusunan rencana kerja Setelah Surat Keputusan Bupati/Walikota diterbitkan, maka Tim Teknis menyusun rencana kerja berikut jadwal pelaksanaan untuk masing-masing tahapan. Jadwal rencana kerja harus sesuai atau mengikuti jadwal perencanaan dan penganggaran daerah. Proses kerja 1. Peran masing-masing stakeholder Pada prinsipnya semua stakeholder bekerjasama dalam pelaksanaan program BOSP di semua tahapan, namun masing-masing stakeholder mempunyai peran khusus. OMP berperan melaksanakan lokakaryalokakarya yang memberikan pengetahuan dan ketrampilan dalam penghitungan BOSP dan pendampingan dalam penghitungan. Tim Teknis berperan melakukan penghitungan BOSP dan menyusun rekomendasi teknis yang disampaikan kepada pengambilan keputusan. Bupati/Walikota berperan dalam menindaklanjuti rekomendasi teknis dengan menerbitkan berikut petunjuk teknisnya. Dinas Pendidikan dan Badan Kepegawaian Daerah berperan dalam melaksanakan alokasi dana ke sekolah sesuai dengan hasil penghitungan dan rekomendasi teknis serta berpedoman pada Peraturan Bupati/Walikota dan petunjuk teknisnya. Selain terlibat dalam Tim Teknis yang melakukan proses penghitungan dan penyusunan rekomendasi teknis, forum multi stakeholder berperan dalam pengawasan pelaksanaan alokasi dana ke sekolah-sekolah. 12

15 Pengawasan dilakukan melalui monitoring dan pengaduan-pengaduan yang kemudian ditindaklanjuti dengan analisis dan laporan kepada para pengambil kebijakan. 2. Pelaksanaan rencana kerja Program BOSP dilaksanakan melalui tahapan-tahapan sebagai berikut: Penghitungan BOSP. Penghitungan didasarkan pada kebutuhan operasional sekolah yang dikaitkan dengan kegiatan-kegiatan pembelajaran untuk mencapai standar pelayanan minimal (SPM) dan standar nasional pendidikan (SNP). Analisis kesenjangan. Analisis kesenjangan ini merupakan kekurangan pembiayaan operasional sekolah berdasarkan selisih hasil penghitungan biaya operasional dan dana bantuan operasional sekolah (BOS) yang diterima dari Pemerintah Pusat. Rekomendasi teknis. Isi rekomendasi teknis yang paling utama adalah mengusulkan agar Pemerintah Daerah menutup kekurangan pembiayaan operasional sekolah dengan menganggarkan dan mengalokasikan dana tambahan ke sekolah-sekolah. Disamping itu diusulkan juga tentang mekanisme pengalokasian dana, termasuk monitoring dan evaluasinya. Uji publik. Hasil penghitungan BOSP dan rekomendasi didiskusikan dengan berbagai pihak, termasuk masyarakat dan DPRD. Hal ini dilakukan agar pihak-pihak yang berkepentingan memahami dan memberi masukan untuk pengambil kebijakan dalam penerapan bantuan operasional sekolah yang bersumber dari pemerintah daerah (BOSDA). Regulasi. Setelah semua pihak yang berkepentingan memahami dan menyetujui hasil penghitungan dan rekomendasi BOSP, maka Bupati/Walikota menerbitkan Peraturan tentang BOSDA yang diikuti oleh petunjuk teknis pelaksanaannya. Perencanaan dan penganggaran. Untuk bisa dilaksanakan, hasil penghitungan dan rekomendasi dimasukkan ke dalam perencanaan dan penganggaran daerah, baik di tingkat kabupaten/kota maupun satuan kerja parangkat daerah (SKPD), yang dalam hal ini Dinas Pendidikan (Renja, RKA, DPA). Pelaksanaan. Sesuai dengan perencanaan dan penganggaran yang telah ditentukan, maka dana bantuan operasional didistribusikan ke sekolah-sekolah yang dilaksanakan secara transparan dan sesuai dengan petunjuk teknis. Pelaporan, monitoring, dan evaluasi. Untuk menjamin distribusi dana ke sekolah-sekolah dilaksanakan sesuai peraturan, maka pelaporan yang akuntabel dilakukan secara teratur sehingga program ini dapat mencapai tujuannya. Monitoring dan evaluasi dilaksanakan secara teratur sehingga perbaikan-perbaikan penyelenggaraan distribusi dan penggunaan dana bantuan sekolah dapat dilaksanakan. 13

16 3. Proses perubahan dan perkembangan manfaat dari cara kerja Sekurang-kurangnya ada tiga perubahan yang segera tampak sebagai hasil pelaksanaan program BOSP dengan pendekatan KINERJA: Peningkatan kapasitas pemerintah daerah dalam daya tanggap terhadap kebutuhan pembiayaan sekolah, ketrampilan penghitungan dan kesenjangan pembiayaan operasional sekolah. Peningkatan keterlibatan masyarakat dalam penyelenggaraan program BOSP. Forum-forum multi stakeholder di Kabupaten Bulukumba dan Kota Banda Aceh telah menunjukkan keterlibatan dan berperan secara signifikan dalam setiap tahapan program. Peningkatan kemampuan finansial sekolah dalam melaksanakan kegiatan-kegiatannya, khususnya pembelajaran untuk secara bertahap mencapai standar pelayanan publik (SPP), SPM dan SNP. Pengalaman di Kabupaten Bulukumba menunjukkan bahwa program BOSP terus berlanjut walaupun masa pendampingan KINERJA sudah berakhir. Hal ini dimungkinkan karena komitmen Pemerintah Daerah dan DPRD sangat tinggi serta adanya forum multi-stakeholder yang aktif mendampingi dan mengawasi program tersebut. 14

17 BAB 3 MENGATASI TANTANGAN DAN MENCAPAI SUKSES Tantangan Pengalaman KINERJA menunjukkan bahwa ada beberapa tantangan yang dihadapi dalam pelaksanaan program BOSP, yakni antara lain: Kadangkala pelaksanaan program ini membutuhkan perubahan perencanaan daerah yang tidak mudah dilakukan. Perubahan tersebut disebabkan proses akhir penghitungan BOSP dan rekomendasi teknisnya tidak sesuai dengan siklus perencanaan dan penganggaran daerah. Keterbatasan anggaran yang tersedia dan prioritas pemenuhan kebutuhan sektor lain menyebabkan program BOSP tidak dapat segera dilaksanakan. Kapasitas para pegawai yang menangani program BOSP masih kurang sehingga proses penghitungan, penyusunan rekomendasi teknis, dan pengintegrasian ke dalam perencanaan dan penganggaran menjadi terhambat. Namun secara bertahap tantangan ini dapat diatasi melalui lokakarya dan pendampingan yang intensif. Kapasitas personil sebagian organisasi mitra pelaksana masih kurang sehingga pada awal pelaksanaan program proses pendampingan kepada pemerintah daerah dan multi stakeholder belum seperti yang diharapkan. Tantangan ini diatasai melalui bimbingan teknis oleh Tim KINERJA. Pergantian pejabat pemerintah daerah yang menyebabkan perubahan komitmen dari pejabat baru. Tantangan ini dapat diatasi dengan penjelasan tentang program sehingga pejabat baru dapat memahami dan memberi dukungan terhadap pelaksanaan program. Keberhasilan Program 1. Contoh keberhasilan Program BOSP di Kabupaten Bulukumba Program BOSP di Kabupaten Bulukumba dapat dijadikan contoh keberhasilan Program BOSP dengan pendekatan KINERJA. Kabupaten ini menghadapi masalah serius dalam hal kualitas layanan pendidikan di sekolah-sekolah yang salah satunya disebabkan karena terbatasnya dana operasional sehingga sekolah tidak dapat mencapai standar pelayanan dan standar pelayanan. Dana yang diterima dari Program BOS 15

18 yang bersumber dari APBN tidak mencukupi sehingga pemerintah daerah perlu menutup kekurangan dana operasional tersebut. a) Upaya mengatasi kekurangan Biaya Operasional Sekolah Dalam rangka untuk mengatasi tantangan kekurangan dana operasional sekolah, pemerintah Kabupaten Bulukumba bekerja sama dengan LSM Forum Pendidikan Bulukumba dan LPKIPI sebagai OMP, melakukan penghitungan biaya operasional sekolah per murid per tahun. Berdasarkan analisis LPKIPI, forum multistakeholder yang terdiri dari pejabat pemerintah dan anggota masyarakat memimpin upaya advokasi untuk mengeluarkan Peraturan Bupati untuk memastikan Program BOSP dilaksanakan secara efektif. Melalui serangkaian diskusi dan negosiasi intensif antara wakil-wakil pemerintah dan masyarakat, peraturan tersebut disahkan sehingga menjadi kebijakan pemerintah daerah untuk mengatasi masalah kekurangan biaya operasional untuk sekolah. Implementasi peraturan bupati ini dipantau oleh forum multi-stakeholder dan mereka bangga melaporkan bahwa peraturan itu akhirnya dilaksanakan dan telah berjalan selama 3 tahun. b) Pendekatan KINERJA Pendekatan KINERJA mengedepankan keterlibatan dari dua sisi, yakni sisi penyedia layanan (pemerintah daerah) dan sisi pengguna layanan (murid, orangtua). Di sisi penyedia layanan, pendekatan ini bertujuan untuk memperkuat pemerintah daerah dalam hal: Meningkatkan perhatian pada dampak kekurangan biaya opersional sekolah untuk peningkatan layanan pendidikan berkualitas Meningatkan kemampuan penghitungan biaya operasional yang dibutuhkan sekolah dalam rangka secara bertahap memenuhi standar pelayanannya Secara efektif menerapkan kebijakan biaya operasional sekolah dalam siklus perencanaan dan penganggaran daerah Di sisi pengguna layanan, pendekatan ini memperkuat masyarakat, khususnya orangtua murid, sehingga mereka akan: Memahami hak-hak mereka terhadap layanan pendidikan yang berkualitas Secara aktif terlibat dalam proses pengambilan keputusan dan pengembangan kebijakan daerah yang mempengaruhi masyarakat 16

19 Melakukan peran pengawasan dan tahan pemerintah daerah bertanggung jawab untuk melaksanakan kebijakan biaya operasional sekolah secara efektif dan secara berkesinambungan Selain itu, pendekatan KINERJA juga menggunakan media massa, termasuk media massa alternatif (jurnalisme warga) sehingga tersedia peluang bagi partisipasi masyarakat. Pendekatan terbuka ini didorong atas dasar kesadaran perlunya tindakan mendesak dan menyoroti kebaikan bersama yang menjadi tujuan kebijakan pemerintah daerah. Di masa lalu, alokasi dana ke sekolah adalah hak pemerintah, namun Kabupaten Bulukumba melibatkan masyarakat untuk melaksanakan alokasi. c) Strategi program Secara kronologis strategi untuk memperkenalkan dan keberhasilan pelaksanaan Program BOSP adalah sebagai berikut : 1). Penguatan organisasi masyarakat sipil Pemerintah Kabupaten Bulukumba memperkuat organisasi masyarakat sipil dengan melibatkan mereka dalam analisis, perencanaan, pengawasan, dan evaluasi. Selain itu, organisasi pemerintah dan masyarakat sipil bekerjasama selama dialog café demokrasi dan dirujuk bersama-sama di media cetak. 2). Pembentukan dan penguatan forum multi-stakeholder (MSF) Pemerintah setempat juga diakui dan didukung oleh Forum Pendidikan Bulukumba melibatkan anggota masyarakat, pekerja pembangunan desa, anggota dewan pendidikan, dan wartawan. Forum ini melakukan kampanye advokasi khusus pada kebijakan tata kelola BOSP. 3). Pembentukan Tim Teknis Pemerintah Kabupaten Bulukumba membentuk tim teknis yang melibatkan beberapa SKPD terkait, termasuk Dinas Pendidikan, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Bagian Pendidikan dan Pelatihan, Dinas Pendapatan, Keuangan dan Aset Daerah, BagianHukum, Bagian Organisasi, dan Forum Pendidikan Bulukumba untuk menghitung, menganalisis, dan memverifikasi biaya operasional sekolah, dan untuk menyusun Peraturan Bupati dan Petunjuk Teknis Pelaksanaan. 4). Advokasi kebijakan oleh Tim Teknis Dinas Pendidikan Kabupaten Bulukumba bekerjasama dengan forum multi-stakeholder menyebarluaskan Peraturan Bupati melalui diskusi-diskusi dan koran lokal. 5). Pemantauan dan evaluasi pelaksanaan kebijakan oleh MSF Menyusul penerbitan Peraturan Bupati forum multi-stakeholder dan jurnalisme warga memantau pelaksanaan alokasi dana ke sekolah-sekolah. 17

20 d) Hasil-hasil Program BOSP Hasil nyata yang memberikan kontribusi terhadap keberhasilan inisiatif dapat diringkas sebagai berikut : Peraturan Bupati No.19 Tahun 2013 tentang Penghitungan BOSP Menerapkan prosedur alokasi biaya opersional ke sekolah-sekolah Pembentukan Tim Teknis dan Tim Implementasi oleh pemerintah daerah Pembentukan Forum Multi Stakeholder (Forum Pendidikan Bulukumba) Alokasi dana untuk biaya operasional ke sekolah-sekolah 2. Program pengungkit Program BOSP yang diperkenalkan oleh KINERJA dan dilaksanakan oleh tiga pemerintah daerah telah menunjukkan hasil-hasil yang baik. Keberhasilan ini tidak hanya ditunjukkan dengan pelaksanaan alokasi dana untuk biaya operasional ke sekolah-sekolah dalam rangka meningkatkan pelayanan publik, tetapi juga keterlibatan masyarakat dalam setiap proses program, dari inisiasi, perencanaan hingga pelaksanaannya. Keterlibatan masyarakat seperti ini merupakan bentuk nyata keterbukaan dan akuntabilitas publik yang dimandatkan oleh peraturan perundangan. Keberhasilan Program BOSP ini dapat dijadikan pengungkit untuk program-program lainnya, tidak hanya di sektor pendidikan, tetapi juga sektor-sektor lainnya dan di instansi-instansi lainnya.masih banyak programprogram pendidikan yang dapat dilaksanakan dengan pendekatan ini, seperti pengangkatan dan distribusi guru, pembangunan dan rehabilitasi gedung sekolah, dan pengadaan sarana pembelajaran. Demikian juga di sektor-sektor lain seperti kesehatan, pekerjaan umum, dan kependudukan. Program-program ini dapat dilaksanakan apabila pemerintah daerah dan masyarakat mempunyai kepedulian dan kemauan untuk secara bersama-sama melaksanakannya. 18

21 BAB 4 REKOMENDASI UNTUK REPLIKASI Program KINERJA untuk BOSP bekerja di sedikit daerah, hanya di tiga dari ratusan daerah di Indonesia. Program ini hanyalah sebagai contoh praktik yang baik dan diharapkan dapat diterapkan di daerah-daerah lain. Oleh karena itu, KINERJA berharap daerah-daerah lain dapat melihat manfaat bagi pemerintah daerah dan masyarakat dari penghitungan BOSP secara lebih adil dan cukup, dan bersedia mereplikasi dan mengadopsi pendekatan-pendekatan KINERJA dalam melaksanakan Program BOSP. Berikut ini adalah rekomendasi bagi daerah-daerah lain, termasuk lembaga-lembaga pendidikan dan pelatihan untuk pegawai negeri sipil dan organisasi-organisasi mitra pelaksananya. Rekomendasi kepada daerah lain yang ingin untuk replikasi pendekatan BOSP Berdasarkan pengalaman KINERJA, ada beberapa rekomendasi untuk Pemerintah Daerah lain yang akan mereplikasi metoda dan pendekatan KINERJA untuk program BOSP. a. Diperlukan komitmen yang tinggi dari Bupati/Walikota, DPRD dan Dinas Pendidikan untuk melaksanakan program BOSP. Komitmen ini ditunjukkan dengan kabijakan formal dan pasti melalui penerbitan peraturan, petunjuk teknis pelaksanaannya, dan memasukkan program ini ke dalam siklus perencanaan dan penganggaran daerah. b. Setiap kebijakan hendaknya berorientasi pada pelayanan publik. Hal ini didasarkan bahwa fungsi utama pemerintah daerah adalah menyelenggarakan kegiatan-kegiatan untuk kepentingan masyarakat dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat sebagaimana diamanatkan oleh peraturan perundangan. c. Melibatkan masyarakat atau forum-forum multi stakeholder dalam penyelengaraan tata kelola BOSP. Oleh karena kegiatan dan program yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah adalah untuk kepentingan masyarakat, maka sudah seharusnya masyarakat dilibatkan dalam penyusunan kebijakan, perencanaan, dan pelaksanaannya. d. Mendayagunakan staf dan struktur organisasi yang ada tanpa perlu membentuk unit organisasi baru. Program ini tidak memerlukan struktur baru dalam organisasi pemerintah daerah maupun pegawai baru, melainkan cukup dengan lebih mendayagunakan pegawai dalam struktur organisasi yang sudah ada. e. Berkoordinasi dengan instansi-instansi pemerintah daerah terkait. Dalam pelaksanaannya, Program 19

22 BOSP memerlukan keterlibatan instansi-instansi lainnya, terutama Bappeda dan Bagian Keuangan. Selain itu, DPRD juga diperlukan keterlibatannya karena institusi inilah yang memberi persetujuan pada setiap program dan anggaran. f. Menetapkan indikator KINERJA dan pengukuruan keberhasilan program. Hal ini diperlukan untuk mengetahui pencapaian program sehingga peningkatan program dari waktu ke waktu dapat dilakukan. g. Mengadopsi pendekatan KINERJA dan menggunakan bahan-bahan yang telah dibuat oleh KINERJA. Bahan-bahan tersebut antara lain berupa modul yang dapat digunakan untuk pelatihan, pendampingan, dan acuan pelaksanaan program. Rekomendasi untuk OMP Rekomendasi untuk OMP yang akan membantu pemerintah daerah yang akan mereplikasi program BOSP adalah: a. Selalu mengintegrasikan aspek tata kelola (governance) dalam setiap kegiatan penguatan dan pendampingan dengan melibatkan masyarakat atau forum-forum multi stakeholder. b. Tetap berorientasi pada hasil, tidak sekadar memenuhi jadwal kegiatan dan jumlah peserta. c. Bertindak sebagai advisor yang berperan lebih pada memberi stimulus daripada sebagai pegawai yang melaksanakan program. d. Menggunakan modul-modul yang dikekmbangkan KINERJA untuk penguatan kapasitas OMP sendiri maupun penguatan pemerintah daerah dan forum multi stakeholder. Rekomendasi untuk para Penyedia Latihan Penyedia pelatihan bisa berupa lembaga-lembaga pendidikan seperti universitas, lembaga swasta khusus pelatihan dan Badan Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) pemerintah yang secara periodik menyelenggarakan latihan untuk pegawai negeri sipil (PNS). Direkomendasi agar lembaga-lembaga Diklat: a. Memasukkan pendekatan-pendekatan KINERJA dalam kurikulum diklat yang meliputi antara lain tata kelola yang melibatkan masyarakat sebagai pengguna layanan publik. b. Lebih berorientasi pada peningkatan ketrampilan dan tidak sekadar peningkatan pengetahuan dan pemahaman. Hal ini hanya dapat dicapai melalui kegiatan lanjutan setelah pelatihan, yakni pendampingan secara terus menerus sampai para peserta pelatihan dapat benar-benar melaksanakan hasil-hasil pelatihan. c. Mengadopsi sebagian modul yang dikembangkan KINERJA. Lembaga Diklat mempunyai modul-modul tersendiri, namun direkomendasikan agar memuat juga sebagian isi modul KINERJA, terutama dalam hal tata kelola dan governance. 20

23 LAMPIRAN

24 CARA MENGGUNAKAN LAMPIRAN Lampiran ini dirancang agar mudah diakses untuk berbagai kebutuhan. Bagi pembaca yang hendak mengetahui komentar pihak lain tentang upaya KINERJA untuk penghitungan BOSP, silahkan membaca Lampiran A tentang testimoni, laporan media dan bahan promosi. Bagi pembaca yang mau mempelajari lebih dalam tentang substansi, silahkan membaca Lampiran B Bagi pembaca yang mau mempelajari cara KINERJA melatih dan memfasilitasi, silahkan membaca Lampiran C dan lampiran berikut. Bahan lengkap dapat dibaca di CD terlampir. Lampiran akhir adalah isi CD, Daftar Bacaan, dan Daftar Singkatan dan Istilah 22

25 DAFTAR LAMPIRAN LAMPIRAN A Testimoni, Laporan Media dan Bahan Promosi 26 LAMPIRAN B Uraian Substansi 29 Pendahuluan 29 Daerah Percontohan 30 Uraian lampiran ini 30 MODUL I Pentingnya BOSP Dalam Peningkatan Mutu Pelayanan Pendidikan 32 Pendahuluan 32 Manfaat Penghitungan BOSP 33 Peran MSF dan Media dalam Penyusunan BOSP 35 Standar Nasional Pendidikan 36 Standar Pelayanan Minimal (SPM) 40 Standar Biaya Operasional Pendidikan 42 Contoh Bahan Presentasi 45 MODUL 2 PENTINGNYA BOSP DALAM PENINGKATAN MUTU PELAYANAN 48 PENDIDIKAN Pendahuluan 48 Biaya Pendidikan (BP) 48 Biaya Satuan Pendidikan (BSP) 49 Biaya Investasi 50 Biaya Operasional 50 Biaya Operasional 51 Biaya Operasi Personalia Satuan Pendidikan (BOPSP) 51 Biaya Operasi Nonpersonalia Satuan Pendidikan (BONSP) 52 Sumber Pendanaan 53 Contoh Bahan Presentasi 64 MODUL 3 PENDEKATAN DAN KONSEP BOSP SERTA CARA PENGHITUNGANNYA 66 Pendahuluan 66 Sejarah Penghitungan BOSP 66 Pendekatan KINERJA Penghitungan BOSP 67 Cara Penghitungan BOSP 70 Penghitungan BOSP Berdasarkan Klasifikasi Sekolah

26 Persiapan untuk penghitungan BOSP 80 Contoh Bahan Presentasi 83 MODUL 4 Proses Penghitungan BOSP 86 Pendahuluan 86 Tahap-tahap Penyusunan BOSP 86 Contoh Bahan Presentasi 91 MODUL 5 Pengawalan dan Advokasi Pembentukan Kebijakan BOSP 100 Pendahuluan 100 Kesempatan bagi masyarakat dalam penyusunan kebijakan BOSP 103 Contoh Bahan Presentasi 106 MODUL 6 Integrasi BOSDA ke dalam Perencanaan dan Penggangaran 108 Pendahuluan 108 Perencanaan Daerah 108 Peran Masyarakat, MSF, dan Media 113 Contoh Bahan Presentasi 116 LAMPIRAN C Cara Pelaksanaan Fasilitasi dan Training 119 Pilihan pelaksanaan fasilitasi dan training 119 Uraian lampiran ini 122 Bahan pendukung 123 MODUL 1 Pentingnya BOSP dalam Peningkatan Mutu Pelayanan Pendidikan 124 Tujuan Pembelajaran 124 Tahap Persiapan 124 Waktu training dan fasilitasi 125 Proses Training dan Fasilitasi 125 MODUL 2 Biaya dan Sumber Pendanaan Biaya Operasional Sekolah 127 Tujuan Pembelajaran 127 Tahap Persiapan 127 Waktu 128 MODUL 3 Pendekatan dan Konsep BOSP Serta Cara Penghitungannya 130 Tujuan Pembelajaran 130 Tahap Persiapan

27 Waktu 130 Proses Fasilitasi 131 MODUL 4 Proses Penghitungan Biaya Operasional Satuan Pendidikan 133 Tujuan Pembelajaran 133 Peserta 134 Proses dan Waktu Latihan 135 Tindak lanjut 136 MODUL 5 Pengawalan dan Advokasi Penyusunan Kebijakan BOSP 137 Tujuan Pembelajaran 137 Persiapan 137 Waktu pelatihan 138 Proses fasilitasi 138 MODUL 6 Integrasi BOSDA ke Dalam Perencanaan dan Penganggaran 140 Tujuan Pembelajaran 140 Persiapan 140 Waktu pelatihan 140 Proses fasilitasi 141 LAMPIRAN D Jenis Pelayanan, Indikator SPM, dan Formula Penghitungan Indikator SPM Bidang Pendidikan 142 LAMPIRAN E Jenis Pelayanan, Indikator SPM, dan Formula Penghitungan Indikator SPM Bidang Pendidikan 172 LAMPIRAN F Naskah Akademik Dana Penunjang Pendidikan Dasar Kota Banda Aceh 178 LAMPIRAN G Daftar Bacaan 198 LAMPIRAN H Bahan di CD 200 LAMPIRAN I Daftar Singkatan/Istilah

28 Lampiran A Testimoni, Laporan Media dan Bahan Promosi Testimoni 1. Ras Manudin Rahamin, SE, Ketua Komisi D, DPRK Simeulue, Aceh Pendidikan itu program nasional dan sudah ditentukan anggaran pendidikan itu tidak kurang dari 20 persen. Dan kita alhamdulilah hampir 30 persen untuk pendidikan. DPRK itu mempunayi tiga peran, yakni penganggaran, legislasi, dan pengawasan. Jadi saya kira perannya sangat luas dan juga sangat menentukan bagi alokasi anggaran yang tidak kurang dari 20 persen itu. Kalau yang di bidang pendidikan, kita terbantu ketika menetapkan standar biaya operasional atau BOSP bagi sekolah SD dan SMP dan itu satu hal yang sangat membantu baik itu bagi pemerintah terutama bagi kami di Komisi D di DPRK untuk mengalokasikan itu. Karena pada prinsipnya kami setuju dan mendukung itu. Hanya saja proses penganggaran itu kan dari eksekutif. Nah ketika proses penganggaran sebelumnya itu tidak mendekati BOSP karena belum diformulasikan dalam sebuah kebijakan dan rumusan tertentu, ya tentu kita tidak punya pedoman. Terkadang itu proses politik yang tinggi sehingga tidak tercapai, misalnya. Kita tahu anggaran di daerah tidak besar. Jadi BOSP telah memberikan kita arahan meskipun kita akui bahwa masih ada kekurangan dalam pemenuhannya, tapi paling tidak pencapaiannya sudah luar biasa. Sampai yang terakhir ini misalnya kalau untuk SMA itu sudah terpenuhi meskipun tidak masuk di program. Tapi kalau SMP sederajat itu hanya tinggal Rp. 133 per murid per tahun saja kurangnya. Sementara untuk SD itu Rp an per murid per tahun. Mudah-mudahan ini kita berharap sebulan lagi kami akan membahas kebijakan umum anggaran, platform, KUA/PPAS 2014, mudah-mudahan ini bisa tertutupi untuk lebih kurang siswa bagi SD. Kita juga dari Komisi D menyarankan agar kebijakan anggaran bagi pendidikan ke depan itu lebih kepada mutu, bukan lagi kepada fisik. Itu yang pertama. Lalu kemudian hal yang lain juga adalah persoalan distribusi. Tetapi saya kira ini adalah teknis sebetulnya bagi kebijakan di eksekutif, terutama di Dinas Pendidikan. 26

29 Selama ini kita terbuka dan berterimakasih kepada USAID-KINERJA.Saya mengikuti program ini efektifnya sejak awal 2012 sampai sekarang. Itu sekali lagi sangat luar biasa karena saya tahu betul bagaimana interaksi Kinerja dengan Pak Rizal sebagai supervisornya di sini yang membantu kita dan sharing data dan lain sebagainya. Kami memberikan informasi dan begitu juga sebaliknya kita mendapatkan informasi untuk kita formulasikan dalam kebijakan kita, baik itu anggaran maupun peraturan-peraturan di tingkat daerah. Kalau boleh berharap program ini bisa dilanjutkan. Nah, kami pemerintah daerah eksekutif dan legislative dan semua stakeholder yang ada di sini tentu punya kewajiban dan tanggung jawab untuk meneruskan ini. Tentu yang paling menjadi tanggung jawab kita adalah bagaimana meneruskanbosp yang sudah ada. Kami juga berharap program BOSP dapat berlanjut terus, terutama alokasi dana ke sekolah-sekolah ketika ditinggalkan USAID-KINERJA. Atau mungkin juga akan ada program yang lain, dan itu akan melengkapi. Saya kira memang kalau secara khusus, kita belum membicarakan itu. Karena memang tentu ketika intervensi USAID- KINERJA selesai dan kita ketemu, kemudian ada rekomendasi. Rekomendasi itu kemudian kita masukkan di dalam perumusan kebijakan. Kita berharap rekomendasi itu yang akan sangat berharga dan membantu kita dan kita berterimakasih untuk itu. 2. Zulfata, Kepala Bidang Perencanaan Pembangunan SDM, Bappeda Kabupaten Simeulue, Aceh Pihak kami mendukung penuh program BOSP dari awal perencanaan untuk meningkatkan pelayanan publik di sektor pendidikan karena sesuai fungsi kami dalam pembangunan sumberdaya manusia melalui pendidikan. Masalah utama pendidikan di Kabupaten Simeulue adalah mutu dan untuk itu perlu dukungan pendanaan yang cukup untuk meningkatkan mutu tersebut. Sekolah membutuhkan dana untuk melaksanakan pendidikan yang bermutu. Program BOSP merupakan hal yang sangat penting sehingga kita mengetahui dengan pasti berapa dana yang sesungguhnya dibutuhkan setiap sekolah. Dari situ kita bisa merencanakan pemenuhannya kalau belum cukup dari dana BOS. Tapi pemenuhan itu juga mungkin tidak bisa sekaligus, bertahaplah, sesuai dengan kemampuan APBD. Yang penting sekolah fokus pada kebutuhan, bukan keinginan. Jadi itu dana untuk operasional sekolah. Makanya kita bersama-sama dengan USAID-KINERJA mencoba advokasi supaya ini kita fokuskan untuk operasional pembangunan di bidang pendidikan, terutama dalam hal kualitasnya. Proses perhitungan BOSP itu kita mulai dari identifikasi di lapangan, di check. Kemudian memang ternyata setelah kita komunikasi dengan para pelaku di lapangan, kepala-kepala sekolah, mereka menyatakan dana untuk opersional sekolah memang masih kurang. Setelah itu kita ajak mereka, duduk secara bersama-sama kita hitung dan kesimpulannya memang masih kurang. Pada tahun 2013 sudah kita mulai mengalokasikan dana ke sekolah untuk menutup kekurangan tersebut. Untuk SMP sudah kita tambah Rp per siswa 27

30 per tahun. Sementara ke depan ini semua kebutuhan BOSP sesuai dengan perhitungan nyata dengan kepala sekolah kita penuhi. Untuk tahun 2014 semua perhitungan BOSP yang semula kita anggap ada kesenjangan dipenuhi dari dana Otonomi Khusus (Otsus) Aceh dan APBK Simeuleu. Ya otomatis sebelum perhitungan, dana yang kita sediakan untuk mendukung operasional di sekolah itu masih kecil dan belum dapat memenuhi kebutuhan. Namun setelah kita sepakat untuk memenuhi, tentu ini akan menguras anggaran. Oleh karena itu kita siasati penganggaran itu sebagiannya kita ambil dari dana Otsus kemudian kita tampung di APBK. Tantangannya kemudian pada saat operasional di lapangan. Pada saat implementasi itu harus ada pengawasan yang ketat. Karena kita berharap kekurangan biaya yang selama ini dianggap sebagai masalah kenapa pendidikan kita kurang bermutu dengan BOSP ini harus sudah dapat meningkatkan mutu. Jadi tantangannya lebih ke arah bagaimana BOSP ini mendorong supaya kualitas pendidikan.harus ada pengawasan melekat. Artinya, dari sisi perjalanan kita sudah anggarkan, dan sudah kita alkoasikan dana untuk itu. Kemudian secara periodik kita akan melakukan monitoring dan sekaligus kita evaluasi. Jadi yang penting sejauh mana ketersediaan anggaran ini mampu berpengaruh atau berdampak terhadap peningkatan mutu atau kualitas pendidikan di Simeuleu sesuai dengan SPM. Laporan Media dan Bahan Promosi Disediakan dalam bentuk file di CD terlampir. 28

31 Lampiran B Uraian Substansi Pendahuluan Lampiran ini adalah kumpulan bahan substansi tentang penghitungan BOSP, upaya mendorong agar hasil penghitungan masuk kedalam perencanaan dan penganggaran daerah, dan pelaksanaan BOSP, sebagai sumber informasi bagi pihak yang ingin mereplikasikan keberhasilan program KINERJA-USAID di daerah yang terbukti sukses dalam tata kelola BOSP. Materi ini ditujukan bagi lembaga/instansi yang hendak melakukan fasilitasi penghitungan BOSP dan penyusunan kebijakan pembiayaan pendidikan (berdasarkan hasil penghitungan BOSP) di kabupaten dan kota. Lembaga/instansi tersebut bisa berbentuk pemda sendiri, calon organisasi mitra pelaksana (OMP) yang ingin memberi fasilitasi, atau calon lembaga diklat yang memasarkan pelatihan saja. Contoh Praktik yang Baik Pemerintah Bulukumba Berkomitmen Super dalam Peningkatan BOSDA Pendidikan merupakan program penting dan menjadi focus perhatian Pemerintah Kabupaten Bulukumba bersama Kinerja USAID, Pemkab Bulukumba melalui Bupati H. Zainuddin Hasan telah membuatkan formulasi yang akan mengefektifkan Biaya Operasional di Butta Panrita Lopi. Hal ini terungkap dalam Hearing Forum Multi Stakeholders Pendidikan dengan Bupati pada tanggal 9 November 2012 di ruang rapat Bupati. Regulasi penghitungan BOSP ini akan dijadikan pedoman bagi unit layanan Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP), untuk menghitung kebutuhan anggaran dalam pelaksanaan pelayanan pendidikan yang berstandar. Mengacu kepada hasil analisis penghitungan BOSP Pendidikan Dasar berbasis SPM, Kabupaten Bulukumba melalui APBD-P TA 2012, Bappeda dan Dinas Pendidikan telah melakukan penambahan biaya operasi untuk SD dan SMP sebesar Rp ,- sehingga terjadi peningkatan anggaran dari APBD murni Rp menjadi Rp

32 LAMPIRAN B - Uraian Substansi Dinas Pendidikan juga telah mengalokasikan anggaran Rp (tertuang dalam DPA- SKPD Pendidikan 2013) untuk pendidikan gratis SD dan SMP di Kabupaten Bulukumba.Jumlah ini meningkat Rp dari sebelumnya sebesar Rp Alokasi anggaran ditujukan untuk pemenuhan biaya operasional pendidikan dasar yang belum dapat dicukupi oleh dana BOS Pusat. Dinas Pendidikan melalui pendampingan KINERJA USAID telah melakukan penghitungan BOSP berbasis standar pelayanan minimal (SPM). Hasil penghitungan menunjukkan gap yang harus dipenuhi daerah sebesar Rp dan ini akan dipenuhi secara bertahap sampai tahun Sumber: Jurnal Kinerja Bulukumba-USAID KINERJA Edisi Hari Jadi Bulukumba ke 53, 4 Februari 2013 Daerah Percontohan Bahan lampiran ini disusun dari modul-modul pelatihan yang dipakai tim KINERJA-USAID dalam fasilitasi di daerah: Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan Kota Banda Aceh, Aceh Kabupaten Simeulue, Aceh Uraian lampiran ini Substansi terbagi menjadi 7 modul, sebagaimana diuraikan berikut ini: 1. MODUL 1 PENTINGNYA BOSP DALAM PENINGKATAN MUTU PELAYANAN PENDIDIKAN. Disini dibahas tentang Standar Nasional Pendidikan, Standar Pelayanan Minimal, Standar Biaya Operasional Pendidikan, Manfaat Biaya Operasional Satuan Pendidikan, dan Peran MSF dan Media dalam Penyusunan BOSP, peserta pelatihan dapat mengerti landasan penyusunan BOSP. 30

33 2. MODUL 2. BIAYA DAN SUMBER PENDANAAN BIAYA OPERASIONAL SEKOLAH. Disini dibahas landasan penganggaran operasional sekolah, dan dasar item-item didalam templat KINERJA untuk penghitungan BOSP yang dipresentasikan di modul yang berikutnya. Juga dibahas tentang Biaya Pendidikan, Biaya Operasional, Biaya Operasi Personalia Satuan Pendidikan, Biaya Operasi Nonpersonalia Satuan Pendidikan, dan Sumber Pendanaan. 3. MODUL 3. PENDEKATAN DAN KONSEP BOSP DAN CARA PENGHITUNGANNYA. Modul ini membahas tentang Pendekatan Penghitungan BOSP, Penentuan Asumsi Dasar, Penentuan Kegiatan, Penentuan Komponen/Subkomponen Biaya, Penentuan Volume, Penentuan Harga Satuan, dan Penghitungan BOSP Berdasarkan Klasifikasi Sekolah. Pada akhir modul ini dibahas tentang cara KINERJA untuk membentuk Tim Penyusun BOSP. 4. MODUL 4. PROSES PENGHITUNGAN BOSP. Modul membahas tentang Tahap-tahap Penyusunan BOSP. 5. MODUL 5. ADVOKASI KEBIJAKAN PENYUSUNAN BOSP. Modul ini membahas tentang advokasi dari dua sisi. Pertama, advokasi dari sisi penyedia layanan (supply side) yang dilakukan oleh aparatur pemerintah daerah sesuai peraturan perundangan dan prosedur yang berlaku. Kedua, advokasi dari sisi pengguna layanan (demand side) yang dilakukan oleh masyarakat melalui forum multi stakeholder (FMS) atau multi-stakeholder forum (MSF). Tujuan advokasi adalah untuk mendorong pemerintah daerah untuk melakukan penghitungan biaya operasional sekolah, membuat kebijakan bantuan operasional sekolah melalui penerbitan Peraturan Bupati/Walikota berikut petunjuk teknisnya, memasukkan alokasi biaya operasional ke dalam perencanaan dan penganggaran, dan melaksanakan alokasi biaya operasional ke sekolah-sekolah. Peran MSF menjadi sangat penting untuk menjamin kebijakan pembiayaan operasional sekolah dilaksanakan sesuai kebutuhan transparan dan akuntabel. 6. MODUL 6. INTEGRASI BOSP KE DALAM PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN. Manfaat dari penghitungan BOSP dihasilkan bila sekolah diberi anggaran untuk kegiatan operasionalnya. Modul ini membahas proses perencanaan dan penganggaran daerah, sampai RKA dan DPA, dan cara KINERJA untuk memastikan hasil penghitungan BOSP dipakai dalam proses tersebut. Dibahas tentang Perencanaan Daerah meliputi Perencanaan Jangka Menengah (RPJMD dan Renstra) dan Perencanaan Tahunan (RKPD dan Renja), dan Penganggaran Daerah (KUA/PAS, APBD, dan RKA), serta Peran Masyarakat dalam Perencanaan dan Penganggaran bidang Pendidikan. 31

34 LAMPIRAN B - Uraian Substansi Modul 1 Pentingnya BOSP dalam Peningkatan Mutu Pelayanan Pendidikan Pendahuluan Biaya Operasional adalah bagian dari dana pendidikan, yang diperlukan untuk membiayai kegiatan operasi satuan pendidikan agar kegiatan pendidikan dapat berlangsung sesuai standar nasional pendidikan secara teratur dan berkelanjutan. Salah satu sumber dana dalam pemenuhan BOSP adalah Bantuan Operasional Sekolah (BOS). BOS merupakan program Pemerintah yang pada dasarnya adalah untuk penyediaan pendanaan biaya operasi nonpersonalia bagi satuan pendidikan dasar sebagai pelaksana program wajib belajar. Namun, dana BOS belum mampu memenuhi biaya operasional satuan pendidikan sesuai tuntutan standar nasional pendidikan. Oleh karena itu, pemerintah daerah harus menyiapkan dana untuk menutupi kekurangan melalui dana BOSDA. BOSDA adalah dana Bantuan Operasional Sekolah yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Istilah yang digunakan untuk BOSDA di masingmasing daerah sangat beragam, misalnya Bantuan Operasional Pendidikan (BOP), Bantuan untuk Pendidikan Gratis, dan lain sebagainya.bosda berhubungan erat dengan program BOS di mana tujuan utamanya adalah meringankan biaya pendidikan untuk menuju pendidikan yang bermutu sesuai tuntutan standar nasional pendidikan. Dalam Modul ini akan dibahas manfaat menghitung BOSP baik bagi sekolah, masyarakat/orangtua, maupun pemerintah, juga peran MSF dalam penyusunan BOSP. Dasar hukum yang mendasari BOSP dibahas, yaitu antara lain Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional sebagai landasan standar nasional pendidikan serta Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 69 Tahun 2009 tentang Standar Biaya Operasi Nonpersonalia. Selanjutnya, menguraikan standar pelayanan minimal, standar biaya operasional pendidikan. 32

35 Manfaat Penghitungan BOSP 1. Sekolah Manfaat penghitungan BOSP detil bagi sekolah sebagai berikut: 1. Sebagai masukan untuk Pedoman mengenai BOSP yang harus dimiliki sekolah berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, Pasal 52 Ayat (1) huruf (i). 2. Sebagai pedoman bagi sekolah di dalam menyusun anggaran. 3. Sebagai bahan untuk mengkomunikasikan kebutuhan dana tambahan bagi biaya operasional sekolah dengan pihak-pihak yang berpotensi memberi dana seperti orangtua, dunia usaha/dunia industri, dan lainlain. 4. Sebagai pendukung lancarnya proses kegiatan belajar mengajar sesuai dengan SPM dan SNP. 2. Masyarakat/Orangtua Manfaat penghitungan BOSP detil bagi masyarakat/orang tua adalah sebagai informasi yang transparan dan mudah dimengerti tentang (1) biaya operasional yang harus dikeluarkan oleh sekolah untuk dapat memberikan pelayanan pendidikan yang bermutu (sesuai standar), dan (2) besarnya dana tambahan yang masih dibutuhkan sekolah untuk menutupi biaya operasionalnya, jika pendapatan sekolah dari pemerintah dan sumber-sumber lain belum mencukupi. Penghitungan BOSP detil bersifat transparan dan mudah dimengerti sehingga akan lebih mudah mendorong partisipasi masyarakat dalam hal pendanaan untuk sekolah, dan (3) Diperoleh gambaran tentang alokasi penggunaan dana operasional di sekolah, sehingga memberi peluang untuk ikut mengawasi penggunaan dana di sekolah. 3. Pemerintah Kabupaten/Kota Manfaat penghitungan BOSP detil bagi Pemerintah Kabupaten/Kota sebagai dasar untuk menghitung kebutuhan pendanaan untuk biaya operasional sekolah untuk seluruh sekolah dalam kabupaten/kota untuk dijadikan sebagai dasar untuk: a. mengalokasikan dana ke sekolah, misalnya sebagai dana pendamping BOS dari pemerintah, bilamana nilai BOSP lebih tinggi dari nilai BOS pusat. 33

36 LAMPIRAN B - Uraian Substansi b. melakukan negosiasi guna mendapatkan tambahan dana pendamping BOS pusat dari pemerintah provinsi. c. menetapkan kebijakan tentang pendanaan pendidikan, misalnya kebijakan diperbolehkannya atau tidak diperbolehkannya penarikan dari orang tua peserta didik jika nilai BOSP lebih tinggi daripada nilai dana BOS pusat ditambah dana pendamping BOS dari APBD Kabupaten/Kota dan APBD Provinsi. Dalam hal kebijakan Sekolah Gratis perlu diperhatikan bahwa jika sekolah tidak boleh lagi menarik dana dari orang tua peserta didik, maka sekolah harus mendapat dana yang cukup sesuai BOSP dari Pemerintah. Kebijakan Sekolah Gratis tanpa pendanaan yang cukup bagi sekolah akan memaksa sekolah memberikan pelayanan pendidikan yang tidak/kurang bermutu. 4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Secara struktural DPRD merupakan lembaga yang bertugas melakukan pengawasan terhadap kinerja pemerintah kabupaten/kota.dalam kaitannya dengan tugas tersebut, DPRD melakukan pengawasan dan pemantauan terhadap kegiatan pemerintah kabupaten secara keseluruhan mulai dari perencanaan, pelaksanaan, sampai akhir kegiatan. DPRD juga berperan aktif dalam pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang APBD dan sangat menentukan dalam menyetujui usulan anggaran baru dari pemerintah daerah setiap tahunnya.sekalipun Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 memberi peluang pemerintah daerah untuk menetapkan rancangan peraturan bupati tentang APBD.Jika DPRD tidak menyetujuinya, maka nilai anggaran maksimalnya adalah sejumlah tahun anggaran sebelumnya.selain menjadi salah satu bentuk sanksi bagi pemerintah daerah, mekanisme tersebut memberi peluang bagi anggota DPRD untuk memainkan perannya dalam mendorong pelaksanaan anggaran berbasis kinerja. Dengan demikian, penghitungan BOSP diharapkan DPRD memiliki acuan dalam melakukan pengawasan dan penganggaran terhadap biaya operasional pendidikan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat tabel berikut ini. Fungsi DPRD dalam Penganggaran dan Pengawasan BOSP No Fungsi Pengawasan Fungsi Penganggaran 1 Akuntabilitas Keuangan dan Kinerja Di Pemda Acuan menghitung anggaran pendidikan 2 Referensi dan Transparansi Bahan pembanding dengan penganggaran SKPD lainnya 3 Rujukan pengawasan keuangan internal Satuan Pendidikan Rujukan menghitung disparitas anggaran tersedia dengan anggaran dibutuhkan 4 Bagian dari fungsi pengawasan melekat Data awal untuk menghitung APBD Perubahan 34

37 Penghitungan Biaya Operasional merupakan salah satu rujukan bagi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah untuk melakukan kontrol atas perencanaan dan penggunaan anggaran pendidikan, baik pada tingkat pemerintah daerah maupun pada tingkat satuan pendidikan, sehingga dinamika penganggaran untuk sektor pendidikan dapat dioptimalkan pengawasannya oleh lembaga legislatif. Dengan demikian alur perencanaan, penggunaan, dan pertanggungjawaban atas penggunaan anggaran yang bersumber dari berbagai pos anggaran dapat dipantau, sehingga dengan BOSP memudahkan bagi DPRD melakukan peran dan fungsinya dari sisi pengawasan. Peran MSF dan Media dalam Penyusunan BOSP Salah satu inovasi KINERJA-USAID yang paling berhasil adalah perkembangan peranserta masyarakat dan media dalam proses tata kelola BOSP, karena mereka terbukti dapat membantu dalam peningkatan mutupendidikan, dandaripengalamanitumereka lebih mampu melaksanakan pengawasan atas pengelolaan BOSP. Karenainimerupakahal yang baru bagi masyarakat dan media, perantersebutmemerlukan proses pendampingan. 1. Peran MSF Peran Forum Multi Stake Holder dalam program bantuan teknis KINERJA-USAID, terkait dengan Biaya Operasional Satuan Pendidikan adalah sebagai berikut: a. Sebagai forum untuk penyadaran dan pengorganisasian masyarakat terkait isu biaya pendidikan. b. Sebagai jaringan komunikasi dan kerja antar pihak yang berkepentingan. c. Sebagai forum konsultasi, khususnya antara pemerintah daerah (penyedia layanan) dengan masyarakat selaku pengguna layanan. d. Sebagai forum untuk mendesakkan kebijakan dalam pemenuhan anggaran untuk pendidikan dasar. e. Sebagai forum untuk memantau pelaksanaan kebijakan terkait dengan biaya pendidikan. 2. Peran Media Peran media tidak hanya memberitakan kegiatan-kegiatan tertentu dalam dunia pendidikan, namun media juga turut andil dalam memberikan masukan dalam inovasi di dunia pendidikan.perkembangan teknologi media berjalan dengan pesat dan dalam masyarakat modern, media mempunyai peran yang signifikan 35

38 LAMPIRAN B - Uraian Substansi sebagai bagian dari kehidupan dalam semua aspek termasuk dunia pendidikan. Adapun peran media dalam penyusunan BOSP adalah: a. Membantu dalam publikasi b. Melakukan penguatan untuk Jurnalis Warga di bidang pendidikan; c. Pendampingan PPID (Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi), khususnya di Dinas Pendidikan. Standar Nasional Pendidikan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menetapkan bahwa Standar Nasional Pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan telah diselaraskan dengan dinamika perkembangan masyarakat lokal, nasional, dan global guna mewujudkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional dengan Peraturan Pemerintah (PP) terbaru yaitu PP No. 32 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Adapun mengenai penjelasan dari PP tersebut adalah sebagai berikut: Peningkatan mutu dan daya saing sumberdaya manusia Indonesia hasil pendidikan telah menjadi komitmen nasional. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional : menyebutkan bahwa salah satu substansi inti program aksi bidang pendidikan adalah penataan ulang kurikulum sekolah sehingga dapat mendorong penciptaan hasil didik yang mampu menjawab kebutuhan sumberdaya manusia untuk mendukung pertumbuhan nasional dan daerah. Dengan demikian pemantapan Standar Nasional Pendidikan dan pengaturan kurikulum secara utuh sangat penting dan mendesak dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut. Berdasarkan PP tersebut, pembiayaan pendidikan terdiri atas tiga jenis biaya, yaitu; (1) biaya investasi, (2) biaya operasional, dan (3) biaya personal. Standar Pembiayaan didefinisi sebagai standar yang mengatur komponen dan besarnya Biaya Operasi yang berlaku selama satu tahun, dan BOSP adalah bagian dari dana pendidikan yang diperlukan untuk membiayai kegiatan operasi satuan pendidikan agar kegiatan pendidikan dapat berlangsung sesuai standar nasional pendidikan secara teratur dan berkelanjutan. Standar biaya operasi satuan pendidikan ditetapkan dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional berdasarkan usulan Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Relevansi Standar Nasional Pendidikan dengan Biaya Operasional Satuan Pendidikan. Biaya operasional satuan pendidikan BOSP) menjadi acuan pada tingkat satuan pendidikan khususnya pada level manajemen 36

39 sekolah untuk merencanakan mekanisme penganggaran dalam menunjang pelaksanaan 8 (delapan) standar nasional pendidikan. Pada tataran manajemen sekolah, program awal yang dilakukan adalah melaksanakan Evaluasi Diri Sekolah (EDS) dimana pada akhir kegiatan akan memunculkan rekomendasi terkait dengan arah kebijakan pengembangan sekolah.evaluasi Diri Sekolah dikembangkan dari instrument 8 standar nasional pendidikan yang memuat secara holistic pencapaian standar pendidikan yang berlaku di Indonesia.Evaluasi Diri Sekolah merupakan program yang memetakan kebutuhan satuan pendidikan. Dengan demikian kebijakan pengembangan satuan pendidikan dapat diformulasikan pada hasil EDS yang dicapai melalui skala prioritas yang tertera pada rekomendasi program. Berdasarkan rekomendasi itulah dibuat Rencana Kerja Sekolah (RKS) yang merupakan program jangka menengah bagi satuan pendidikan.kemudian isi RKS dijabarkan secara terinci melalui rencana tahunan dalam bentuk Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah (RKAS). Standar Nasional Pendidikan Indonesia meliputi 8 (delapan) standar yang menjadi pedoman bagi Pendidik dan Tenaga Kependidikan untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Berikut ini penjelasan 8 Standar Nasional Pendidikan Indonesia: 1. Standar Kompetensi Lulusan (SKL) Standar Kompetensi Lulusan (SKL)untuk satuan pendidikan dasar dan menengah digunakan sebagai pedoman penilaian dalam menentukan kelulusan peserta didik. SKL tersebut meliputi standar kompetensi lulusan minimal satuan pendidikan dasar dan menengah, standar kompetensi lulusan minimal kelompok mata pelajaran, dan standar kompetensi lulusan minimal mata pelajaran. SKL diatur dalam: Permendiknas Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan (SKL) untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, Permendiknas Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, dan Permendiknas Nomor 6 Tahun 2007 tentang Perubahan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. 37

40 LAMPIRAN B - Uraian Substansi 2. Standar Isi Standar Isi mencakup lingkup materi minimal dan tingkat kompetensi minimal untuk mencapai kompetensi lulusan minimal pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu.standar isi tersebut memuat kerangka dasar dan struktur kurikulum, beban belajar, kurikulum tingkat satuan pendidikan, dan kalender pendidikan.standar ini diatur dalam Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. 3. Standar Proses Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Selain itu, dalam proses pembelajaran pendidik memberikan keteladanan. Setiap satuan pendidikan melakukan perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran, dan pengawasan proses pembelajaran untuk terlaksananya proses pembelajaran yang efektif dan efisien. Standar Proses diatur dalam Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. 4. Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.kualifikasi akademik yang dimaksudkan di atas adalah tingkat pendidikan minimal yang harus dipenuhi oleh seorang pendidik yang dibuktikan dengan ijazah dan/atau sertifikat keahlian yang relevan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Kompetensi sebagai agen pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan anak usia dini meliputi: Kompetensi Pedagogik, Kompetensi Kepribadian, Kompetensi Profesional, dan Kompetensi Sosial. Pendidik meliputi pendidik pada TK/RA, SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, SDLB/SMPLB/SMALB, SMK/MAK, satuan pendidikan Paket A, Paket B dan Paket C, dan pendidik pada lembaga kursus dan pelatihan. Tenaga kependidikan meliputi kepala sekolah/madrasah, pengawas satuan pendidikan, tenaga administrasi, tenaga perpustakaan, tenaga laboratorium, teknisi, pengelola kelompok belajar, pamong belajar, dan tenaga kebersihan. Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan diatur dalam Permendiknas Nomor 12 Tahun 2007 tentang Standar Pengawas Sekolah/Madrasah, Permendiknas Nomor 13 Tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah, Permendiknas Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan 38

41 Kompetensi Guru, Permendiknas Nomor 24 Tahun 2008 tentang Standar Tenaga Administrasi Sekolah, Permendiknas Nomor 25 Tahun 2008 tentang Standar Tenaga Perpustakaan Sekolah/Madrasah, dan Permendiknas Nomor 27 Tahun 2008 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Konselor. 5. Standar Sarana dan Prasarana Setiap satuan pendidikan wajib memiliki sarana yang meliputi perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan, buku dan sumber belajar lainnya, bahan habis pakai, serta perlengkapan lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan. Setiap satuan pendidikan wajib memiliki prasarana yang meliputi lahan, ruang kelas, ruang pimpinan satuan pendidikan, ruang pendidik, ruang tata usaha, ruang perpustakaan, ruang laboratorium, ruang bengkel kerja, ruang unit produksi, ruang kantin, instalasi daya dan jasa, tempat berolahraga, tempat beribadah, tempat bermain, tempat berkreasi, dan ruang/tempat lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan. Standar sarana dan prasarana diatur dalam Permendiknas Nomor 24 Tahun 2007 tentang Standar Sarana dan Prasarana untuk Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI), Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs), dan Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah (SMA/MA). 6. Standar Pengelolaan Pendidikan Standar Pengelolaan terdiri dari 3 (tiga) bagian, yakni standar pengelolaan oleh satuan pendidikan, standar pengelolaan oleh Pemerintah Daerah dan standar pengelolaan oleh Pemerintah.Standar Pengelolaan Pendidikan diatur dalam Permendiknas Nomor 19 Tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan Pendidikan oleh Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. 7. Standar Pembiayaan Pendidikan Pembiayaan pendidikan terdiri atas biaya investasi, biaya operasi, dan biaya personal. Biaya investasi satuan pendidikan meliputi biaya penyediaan sarana dan prasarana, pengembangan sumberdaya manusia, dan modal kerja tetap. Biaya personal meliputi biaya pendidikan yang harus dikeluarkan oleh peserta didik untuk bisa mengikuti proses pembelajaran secara teratur dan berkelanjutan. Biaya operasi satuan pendidikan meliputi: Gaji pendidik dan tenaga kependidikan serta segala tunjangan yang melekat pada gaji, Bahan atau peralatan pendidikan habis pakai, dan Biaya operasi pendidikan tak langsung berupa daya, air, jasa telekomunikasi, pemeliharaan sarana dan prasarana, uang lembur, transportasi, konsumsi, pajak, asuransi, dan lain sebagainya. Standar Pembiayaan Pendidikan diatur dalam Permendiknas Nomor 69 Tahun 2009 tentang Standar Biaya Operasi Nonpersonalia Tahun 2009 Untuk Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/ MI), Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs), Sekolah Menengah Atas/Madrasah 39

42 LAMPIRAN B - Uraian Substansi Aliyah (SMA/MA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB), Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa (SMPLB), Dan Sekolah Menengah Atas Luar Biasa (SMALB). 8. Standar Penilaian Pendidikan Penilaian pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas: Penilaian hasil belajar oleh pendidik, Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan, dan Penilaian hasil belajar oleh Pemerintah. Penilaian pendidikan pada jenjang pendidikan tinggi terdiri atas: Penilaian hasil belajar oleh pendidik, dan Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan tinggi. Penilaian pendidikan pada jenjang pendidikan tinggi sebagaimana dimaksud di atas diatur oleh masing-masing perguruan tinggi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.standar Penilaian Pendidikan diatur dalam Permendiknas Nomor 20 Tahun 2007 tentang Standar Penilaian Pendidikan. Standar Pelayanan Minimal (SPM) 1. Sejarah SPM bidang pendidikan Di permulaan masa desentralisasi, Pemerintah melalui Menteri Pendidikan Nasional menetapkan Standar Pelayanan Minimal Pendidikan Dasar sebagai standar nasional mutu pendidikan yang harus diselenggarakan daerah. Kepmendiknas No.053/U/2001 tentang Standar Pelayanan Minimal Pendidikan (SPM) menyatakan bahwaspm bidang pendidikan adalah tolok ukur kinerja pelayanan pendidikan atau acuan bagi penyelenggaraan pendidikan di provinsi dan kabupaten/kota sebagai daerah otonom. Penyusunan SPM ini mengacu kepada PP No. 25 Tahun 2000 tentang pembagian kewenangan yang mengisyaratkan adanya hak dan kewenangan Pemerintah untuk membuat kebijakan tentang perencanaan nasional dan standarisasi nasional. Dalam rangka penyusunan standarisasi nasional itulah, Mendiknas telah menerbitkan Kepmendiknas No.053/U/2001 tersebut yang diharapkan dapat digunakan sebagai pedoman dan sekaligus ukuran keberhasilan dalam penyelenggaraan pendidikan di daerah provinsi, kabupaten/kota bahkan sampai di tingkat sekolah. Kepmendiknas No. 129/U/2004 merupakan hasil revisi dari kepmen sebelumnya sesuai dengan perubahan yang terjadi dalam sistem dan manajemen pendidikan nasional, dengan penerbitan UU no 20 tahun

43 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pada kepmen ini pendidikan nonformal, kepemudaan, olahraga, dan pendidikan usia dini lebih ditonjolkan. Pendidikan nonformal seperti pendidikan keaksaraan, pendidikan kesetaraan SD, SMP, SMA, pendidikan ketrampilan dan bermata pencaharian, kelompok bermain, pendidikan kepemudaan dan olahraga secara ekplisit telah ditentukan standar pelayanan untuk masing-masing SPM. SPM bidang pendidikan menjadi tolok ukur kinerja pelayanan pendidikan yang diselenggarakan Daerah. Pada tahun 2004, UU Pemerintahan daerah diganti dengan UU no 32 tahun 2004, yang mengenalkan konsep urusan wajib dalam pelayanan dasar.pelayanan dasar yang diberikan kepada masyarakat merupakan fungsi Pemerintah dalam memenuhi dan mengurus kebutuhan dasar masyarakat untuk meningkatkan taraf kesejahteraan rakyat. Pasal 11 (4) mengatur bahwa penyelenggaraan urusan pemerintahan yang bersifat wajib (termasuk pendidikan) berpedoman pada standar pelayanan minimal (SPM) yang dilaksanakan secara bertahap dan ditetapkan oleh Pemerintah. Pada PP No 65 tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal disebutkan bahwa SPM adalah ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal. Definisi tersebut jika dikaitkan dengan bidang penyelenggaraan pendidikan dapat diartikan sebagai ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib di bidang pendidikan yang berhak di perolehan oleh seluruh bagian dari subsistem pendidikan. Definisi yang lebih mengerucut lagi adalah yang tertera dalam PP no 17 tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelengaraan Pendidikan (sebagai peraturan pelaksanaan UU sisdiknas), bahwa SPM adalah kriteria minimal berupa nilai kumulatif pemenuhan Standar Nasional Pendidikan yang harus dipenuhi oleh setiap satuan pendidikan. 2. Permendikbud yang berlaku Permendikbud No 23 tahun 2013 tentang Perubahan Atas Permendiknas No 15 tahun 2010 tentang SPM Pendidikan Dasar di Kabupaten/Kota mengemukakan bahwa SPM pendidikan dasar merupakan tolok ukur kinerja pelayanan pendidikan dasar, sekaligus sebagai acuan dalam perencanaan program dan penganggaran pencapaian target masing-masing daerah kabupaten/kota. Pada pasal 2 ayat (1) disebutkan bahwa Penyelenggaraan pelayanan pendidikan dasar merupakan kewenangan kabupaten/kota. Standar pelayanan minimal merupakan batas minimal pemenuhan standar isi, proses, kompetensi lulusan, pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan yang harus dipenuhi oleh setiap satuan pendidikan dasar dan menengah, serta pencapaian target pembangunan pendidikan nasional. 41

44 LAMPIRAN B - Uraian Substansi 3. Relevansi Indikator SPM dan SNP dalam BOSP Dalam penghitungan SPM dalam BOSP, ada 7 (tujuh) indikator SPM yang sangat relevan dengan standar nasional pendidikan yaitu standar isi, standar pengelolaan, standar penilaian, dan standar proses. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini. No Indikator SPM Standar Nasional Pendidikan 1 Sekolah menyusun KTSP Guru menyusun RPP Standar Isi 2 Sekolah menerapkan MBS Standar Pengelolaan 3 Penilaian Laporan evaluasi Laporan ujian penilaian Standar Penilaian 4 Supervisi kepala sekolah kepada guru Standar Proses Sesuai dengan ketentuan Permendiknas 15/2010 Pasal 2, kabupaten/kota menyelenggarakan pelayanan pendidikan dasar sesuai SPM pendidikan yang diukur dengan 27 indikator.untuk lebih jelasnya indikatorindikator tersebut dapat dilihat pada Lampiran C. Standar Biaya Operasional Pendidikan UUD Negara Republik Indonesia 1945 (Amandemen IV) yang menyatakan bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan; setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya; pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang; negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) serta dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional; pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia. Dengan demikian, UUD mengatur tentang pembiayaan pendidikan. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional lebih lanjut telah mengatur beberapa pasal yang menjelaskan pendanaan pendidikan, yaitu pada Pasal 11 Ayat 2 Pemerintah dan 42

45 Pemerintah Daerah wajib menjamin tersedianya dana guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara yang berusia tujuh sampai lima belas tahun. Lebih lanjut pada Pasal 12, Ayat (1) disebutkan bahwa setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan beasiswa bagi yang berprestasi yang orangtuanya tidak mampu membiayai pendidikannya dan mendapatkan biaya pendidikan bagi mereka yang orangtuanya tidak mampu membiayai pendidikannya. Di samping itu disebutkan pula bahwa setiap peserta didik berkewajiban ikut menanggung biaya penyelenggaraan pendidikan, kecuali bagi peserta didik yang dibebaskan dari kewajiban tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pada Bab VIII Wajib Belajar Pasal 34 menyatakan bahwa setiap warga negara yang berusia 6 (enam) tahun dapat mengikuti program wajib belajar; Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya, wajib belajar merupakan tanggung jawab negara yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan Pemerintah, Pemerintah Daerah dan masyarakat. Ketentuan mengenai wajib belajar sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1), Ayat (2) dan Ayat (3) diatur lebih lanjut dengan PP. Pendanaan Pendidikan menjadi tanggungjawab bersama antara Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan masyarakat. Sumber pendanaan pendidikan ditentukan berdasarkan prinsip keadilan, kecukupan, dan keberlanjutan. Pengelolaan dana pendidikan dilakukan berdasarkan pada prinsip keadilan, efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas publik. Secara khusus disebutkan bahwa dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20% dari APBN pada sektor pendidikan dan minimal 20% dari APBD. Gaji guru dan dosen yang diangkat oleh Pemerintah dialokasikan dalam APBN dan APBD. Partisipasi masyarakat dalam pendidikan berbasis masyarakat adalah dengan berperan serta dalam pengembangan, pelaksanaan kurikulum, dan evaluasi pendidikan, serta manajemen dan pendanaannya sesuai dengan standar nasional pendidikan. Dana penyelenggaraan pendidikan berbasis masyarakat dapat bersumber dari penyelenggara, masyarakat, Pemerintah, Pemerintah Daerah dan/atau sumber lain yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Lembaga pendidikan berbasis masyarakat dapat memperoleh bantuan teknis, subsidi dana, dan sumber daya lain secara adil dan merata dari Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah. UU 14/2005 tentang Guru dan Dosen Pasal 13 menyatakan bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib menyediakan anggaran untuk peningkatan kualifikasi akademik dan sertifikasi pendidik bagi guru dalam jabatan yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat. Ketentuan lebih lanjut mengenai anggaran untuk peningkatan kualifikasi akademik dan sertifikasi pendidik diatur dengan PP 43

46 LAMPIRAN B - Uraian Substansi Pada PP 19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan terdapat kerancuan antara Bab I Pasal 1 Ayat (10) dan Bab IX Pasal 62 Ayat (1) s/d (5) tentang ruang lingkup standar pembiayaan. Ketentuan Umum tentang Standar Pembiayaan pada Pasal 1 tampak lebih sempit dari Pasal 62 yaitu standar pembiayaan pada Pasal 1 adalah mencakup standar yang mengatur komponen dan besarnya biaya operasi satuan pendidikan yang berlaku selama satu tahun. Pada Pasal 62 mencakup biaya investasi, biaya operasi dan biaya personal. Pada Bab IX: Standar Pembiayaan, Pasal 62 disebutkan bahwa: 1. Pembiayaan pendidikan terdiri atas biaya investasi, biaya operasi, dan biaya personal. 2. Biaya investasi satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) meliputi biaya penyediaan sarana dan prasarana, pengembangan sumberdaya manusia, dan modal kerja tetap. 3. Biaya personal sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) meliputi biaya pendidikan yang harus dikeluarkan oleh peserta didik untuk bisa mengikuti proses pembelajaran secara teratur dan berkelanjutan. 4. Biaya operasi satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) meliputi: a. Gaji pendidik dan tenaga kependidikan serta segala tunjangan yang melekat pada gaji. b. Bahan atau peralatan pendidikan habis pakai, dan c. Biaya operasi pendidikan tak langsung berupa daya, air, jasa telekomunikasi, pemeliharaan sarana dan prasarana, uang lembur, transportasi, konsumsi, pajak, asuransi, dan lain sebagainya. 5. Standar biaya operasi satuan pendidikan ditetapkan dengan Peraturan Menteri berdasarkan usulan BSNP. Menteri Pendidikan Nasional pada tanggal 5 Oktober 2009, menerbitkan Permendiknas Nomor 69 Tahun 2009 tentang Standar Biaya Operasi Nonpersonalia Tahun 2009 untuk sekolah dasar/madrasah ibtidaiyah (SD/MI), sekolah menengah pertama/madrasah tsanawiyah (SMP/MTs), sekolah menengah atas/madrasah aliyah (SMA/MA), sekolah menengah kejuruan (SMK), sekolah dasar luar biasa (SDLB), sekolah menengah pertama luar biasa (SMPLB), dan sekolah menengah atas luar biasa (SMALB) (Lihat Lampiran 1). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 69 Tahun 2009 tersebut diterbitkan berdasarkan usulan BSNP, yang telah melakukan penghitungan standar biaya operasi untuk setiap jenjang satuan pendidikan. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 69 Tahun 2009 mendefinisikan standar biaya operasi nonpersonalia untuk SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, SMK, SDLB, SMPLB, dan SMALB sebagai standar biaya yang diperlukan untuk membiayai kegiatan operasi nonpersonalia selama 1 (satu) tahun, sebagai bagian dari keseluruhan dana pendidikan agar satuan pendidikan dapat melakukan kegiatan pendidikan secara teratur dan berkelanjutan sesuai Standar Nasional Pendidikan. Standar biaya operasi nonpersonalia tahun 2009 ditetapkan per sekolah/program studi, per rombongan belajar, dan per peserta didik dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 69 Tahun Di samping itu, disediakan table indeks biaya pendidikan untuk seluruh provinsi dan kabupaten/kota di Indonesia 44

47 untuk Tahun 2009 dengan basis biaya pendidikan DKI Jakarta. Untuk mengetahui standar biaya operasi nonpersonalia tahun 2009 untuk suatu daerah, biaya operasi nonpersonalia DKI Jakarta dikalikan dengan indeks biaya pendidikan daerah yang bersangkutan. Satuan pendidikan dasar dan menengah yang belum bias memenuhi Standar Nasional Pendidikan menggunakan biaya satuan yang lebih rendah dari standar biaya ini sebagaimana yang telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 69 Tahun BAHAN PRESENTASI Yang berikut adalah beberapa slide dari presentasi KINERJA-USAID. Seluruh presentasi dapat diakses di filepresentasi 1 pentingnya BOSP dicd yang terlampir. BAB 1 PENTINGNYA BIAYA OPERASIONAL SATUAN PENDIDIKAN (BOSP) DALAM PENINGKATAN MUTU PELAYANAN PENDIDIKAN 45

48 LAMPIRAN B - Uraian Substansi Standar Biaya Operasional Definisi BOSP adalah rata-rata biaya yang dikeluarkan sekolah untuk mendidik satu peserta didik di sekolah. Hanya penghitungan biaya operasi saja. Hasilnya dinyatakan dalam Unit Cost atau Biaya Operasional per- Peserta didik. Hasil penghitungan BOSP akan dibandingkan dengan besarnya dana BOS, BOSDA (Prov 40%, Kab 60%). - Apakah perlu tambahan dana BOS + BOSDA jika tidak cukup. 12 MANFAAT HASIL PENGHITUNGAN BOSP Bagi Sekolah Acuan penyusunan RKAS dan RKT Dasar usulan permintaan tambahan dana (jika kebutuhan lebih besar dari dana yang tersedia) kepada pemerintah, masyarakat, orangtua. Bagi Masyarakat/OrangTua Memberikan informasi tentang kebutuhan dana operasional di sekolah. Bagi Pemda (Pemprov, Pemkab/kota) Menjadi acuan kebyakan pembiayaan pendidikan. Bagi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sebagai bahan dalam melakukan pengawasan terhadap kinerja pemerintah kabupaten dalam pembiayaan pendidikan khususnya Biaya Operasional Satuan Pendidikan

49 Peran MSF dan Media dalam Penyusunan BOSP Sebagai forum untuk penyadaran dan pengorganisasian masyarakat terkait isu biaya pendidikan. Sebagai jaringan komunikasi dan kerja antar pihak yang berkepentingan. Sebagai forum konsultasi, khususnya antara pemerintah daerah (penyedia layanan) dengan masyarakataselaku pengguna layanan. Sebagai forum untuk mendesakkan kebijakan dalam pemenuhan anggran untuk pendidikan dasar. Sebagai forum untuk memantau pelaksanaan kebijakan terkait dengan biaya pendidikan

50 LAMPIRAN B - Uraian Substansi Modul 2 BOSP dalam Peningkatan Mutu Pelayanan Pendidikan Pendahuluan Pendidikan merupakan kunci utama bagi bangsa yang ingin maju dan unggul dalam persaingan global. Pendidikan adalah tugas negara yang paling penting dan sangat strategis. Salah satu faktor penentu dalam meningkatkan kualitas pendidikan adalah biaya pendidikan. Biaya pendidikan merupakan nilai besar dana yang diperkirakan perlu disediakan untuk mendanai berbagai kegiatan pendidikan. Dana pendidikan adalah sumber daya keuangan yang disediakan untuk menyelenggarakan dan mengelola pendidikan. Secara umum pembiayaan pendidikan di Indonesia lebih banyak dilakukan oleh pemerintah dan pemerintah daerah, sehingga untuk mencapai hasil yang maksimal belum dapat diwujudkan. Pemerintah pun terbatas kemampuannya dalam memenuhi tuntutan pembiayaan, baik biaya investasi maupun biaya operasional. Dalam UU no 20 tahun 2003 tentang sisdiknas, masyarakat diberi kesempatan untuk turut serta memikirkan dan berkontribusi pada sector pembiayaan pendidikan. Oleh karena itu, dalam bahan bacaan ini akan dibahas tentang biaya pendidikan, Biaya Satuan Pendidikan (BSP), Biaya Operasional, Biaya Operasi Personalia Satuan Pendidikan, Biaya Operasi Nonpersonalia Satuan Pendidikan, dan Sumber Pendanaan. Dalam pembahasannya, dasar hukum masing-masing biaya dan sumber dana dibahas bersama cara penghitungan historis, yang disempurnakan dengan pendekatan KINERJA-USAID. Biaya Pendidikan (BP) Biaya pendidikan merupakan salah satu komponen masukan instrumental (instrumental input) yang sangat penting dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Dalam setiap upaya pencapaian tujuan pendidikan baik tujuan-tujuan yang bersifat kuantitatif biaya pendidikan memiliki peran yang sangat menentukan. Hampir tidak ada upaya pendidikan yang dapat mengabaikan peranan biaya, sehingga 48

51 dapat dikatakan bahwa tanpa biaya, proses pendidikan tidak akan berjalan. Biaya dalam pengertian ini memiliki cakupan yang luas, yakni semua jenis pengeluaran yang berkenaan dengan penyelenggaraan pendidikan, baik dalam bentuk uang maupun barang dan tenaga. Biaya pendidikan merupakan dasar empiris untuk memberikan gambaran karakteristik keuangan sekolah. Analisis efisiensi keuangan sekolah dalam pemanfaatan sumber-sumber keuangan sekolah dan hasil (output) sekolah dapat dilakukan dengan cara menganalisa biaya satuan (unit cost) per siswa. Biaya satuan per siswa adalah biaya rata-rata persiswa yang dihitung dari total pengeluaran sekolah dibagi seluruh siswa yang ada di sekolah dalam kurun waktu tertentu. Dengan mengetahui besarnya biaya satuan persiswa menurut jenjang dan jenis pendidikan berguna untuk menilai berbagai alternatif kebijakan dalam upaya peningkatan mutu pendidikan. Dalam PP No 19 tahun 2005, pembiayaan pendidikan terdiri atas: (1) biaya investasi, (2) biaya operasi, dan (3) biaya personal. Biaya investasi satuan pendidikan meliputi biaya: (a) penyediaan sarana dan prasarana, (b) pengembangan sumberdaya manusia, dan (c) modal kerja tetap. Biaya personal merupakan biaya pendidikan yang harus dikeluarkan ole peserta didik untuk bias mengikuti proses pembelajaran secara teratur dan berkelanjutan, antara lain seragam sekolah, transport, buku pribadi, konsumsi, akomodasi, dan biaya pribadi lainnya. Biaya operasi satuan pendidikan meliputi; (a) gaji pendidik dan tenaga kependidikan serta segala tunjangan yang melekat pada gaji, (b) bahan atau peralatan pendidikan habis pakai, dan (c) biaya operasi pendidikan tak langsung berupa daya, air, jasa telekomunikasi, pemeliharaan sarana dan prasarana, uang lembur, transportasi, konsumsi, pajak, asuransi, dan lain sebagainya. Pembagian biaya pendidikan dalam PP tersebut sejalan dengan PP No 48 tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan, yang mengatur bahwa biaya satuan pendidikan terdiri atas: (a) biaya investasi, (b) biaya operasi, (c) bantuan biaya pendidikan, dan (d) beasiswa. Biaya penyelenggaraan dan/atau pengelolaan pendidikan terdiri atas; (a) biaya investasi dan (b) biaya operasi. Sedangkan biaya pribadi peserta didik merupakan biaya personal yang meliputi biaya pendidikan yang harus dikeluarkan oleh peserta didik untuk bias mengikuti proses pembelajaran secara teratur dan berkelanjutan. Biaya Satuan Pendidikan (BSP) Biaya Satuan Pendidikan (BSP) adalah besarnya biaya yang diperlukan rata-rata tiap tahun, sehingga mampu menunjang proses belajar mengajar sesuai dengan standar pelayanan yang telah ditetapkan. 49

52 LAMPIRAN B - Uraian Substansi Dari cara penggunaannya BSP dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu; Biaya Investasi dan Biaya Operasional. Biaya Investasi Biaya Satuan Pendidikan (BSP) adalah biaya yang dikeluarkan per-siswa per-tahun untuk menyediakan sumber daya yang tidak habis pakai yang digunakan dalam waktu lebih dari satu tahun, misalnya untuk pengadaan tanah, bangunan, buku, alat peraga, media, perabot dan alat kantor. Biaya Operasional Biaya Operasional adalah biaya yang dikeluarkan per-siswa per-tahun untuk menyediakan sumber daya pendidikan yang habis pakai yang digunakan satu tahun atau kurang. BSP Operasional mencakup biaya personil dan biaya non personil. a) Biaya personil meliputi biaya untuk kesejahteraan, honor guru tidak tetap (GTT), pegawai tidak tetap (PTT), uang lembur dan pengembangan profesi guru (pendidikan dan latihan diklat guru), musyawarah guru mata pelajaran (MGMP), musyawarah kerja kepala sekolah (MKKS), kelompok kerja kepala sekolah (KKKS), kelompok kerja guru (KKG), dan lain-lain. b) Biaya non personalia adalah biaya untuk penunjang kegiatan belajar mengajar (KBM), evaluasi penelitian, perawatan atau pemeliharaan, daya dan jasa, pembinaan kesiswaan dan supervise. Satuan pendidikan yang dimaksud di dalam Modul ini adalah sekolah. Biaya satuan pendidikan yang disebutkan dalam PP No 19 tahun 2005 terdiri atas: (1) biaya investasi dan 2) biaya operasi. Sedangkan dalam PP No 48 tahun 2008, biaya satuan pendidikan terdiri atas; (a) biaya investasi, (b) biaya operasi, (c) bantuan biaya pendidikan, dan (d) beasiswa. Biaya investasi dan biaya operasi dalam PP No 48 tersebut juga dikategorikan sebagai bagian dari biaya penyelenggaraan dan/atau pengelolaan pendidikan. Dengan demikian, baik PP No 19 tahun 2005 maupun PP No 48 tahun 2008 menggunakan istilah biaya operasi sebagian dari biaya pendidikan. Pasal 6 Keputusan Mendiknas No 056/U/2001 tentang Pedoman Pembiayaan Penyelenggaraan Pendidikan di Sekolah menyebutkan, penyelenggaraan pendidikan di sekolah dibiayai terutama dari anggaran daerah 50

53 otonom penyelenggara sekolah yang bersangkutan. Selain itu, pembiayaan dapat dilakukan melalui pemberdayaan peran serta masyarakat, orangtua, dan sumber lainnya. Prinsip yang harus diperhatikan adalah asas musyawarah, mufakat, keadilan, transparansi, akuntabilitas, kemampuan masyarakat, dan ketentuan lain yang berlaku. Biaya Operasional Biaya operasional satuan pendidikan (BOSP) adalah bagian dari dana pendidikan yang diperlukan untuk membiayai kegiatan operasi satuan pendidikan agar kegiatan pendidikan dapat berlangsung sesuai standar nasional pendidikan secara teratur dan berkelanjutan yang terdiri atas biaya operasi kepersonaliaan dan biaya operasi non kepersonaliaan. Sekolah memerlukan adanya pembiayaan operasional pendidikan yang diperoleh dari sumber-sumber yang telah ditentukan demi kelancaran kegiatan pendidikan. Menurut PP No 19 tahun 2005, BOSP adalah bagian dari dana pendidikan yang diperlukan untuk membiayai kegiatan operasi satuan pendidikan agar dapat berlangsungnya kegiatan pendidikan yang sesuai standar nasional pendidikan secara teratur dan berkelanjutan. BOSP tersebut meliputi; (1) gaji pendidik dan tenaga kependidikan serta segala tunjangan yang melekat pada gaji, (2) bahan atau peralatan pendidikan habis pakai, dan (3) biaya operasi pendidikan tak langsung berupa daya, air, jasa telekomunikasi, pemeliharaan sarana dan prasarana, uang lembur, transportasi, konsumsi, pajak, asuransi, dan lain sebagainya. Dalam PP No 48 tahun 2008, biaya operasi terdiri atas; (1) biaya personalia, dan (2) biaya nonpersonalia.bila biaya operasi dalam PP tersebut dicocokkan dengan biaya operasi dalam PP No 19 tahun 2005, maka biaya personalia mencakup butir 1, sedangkan biaya nonpersonalia mencakup butir 2 dan 3 yang disebut di atas. Dengan demikian, pembagian BOSP menjadi BOSP Personalia dan BOSP Nonpersonalia dalam PP No 48 tahun 2008 sejalan dengan PP No 19 tahun 2005 dan juga dengan pembagian BOSP yang dibuat oleh BSNP. Biaya Operasi Personalia Satuan Pendidikan (BOPSP) Dalam PP No 48 tahun 2008 disebutkan bahwa biaya personalia satuan pendidikan meliputi; (a) gaji pokok, (b) tunjangan yang melekat pada gaji, (c) tunjangan struktural, (d) tunjangan fungsional, (e) tunjangan profesi, (f) tunjangan khusus, dan (g) maslahat tambahan. 51

54 LAMPIRAN B - Uraian Substansi Personalia yang terdiri atas pendidik dan tenaga kependidikan di dalam standar pembiayaan, yang seharusnya ada pada satuan pendidikan ditetapkan berdasarkan baik standar pendidik dan tenaga kependidikan maupun standar pengelolaan pada PP No 19 tahun Dalam penghitungan BOSP oleh BSNP, jumlah personalia (pendidik dan tenaga kependidikan) tersebut diasumsikan sama dengan yang terdapat dalam standar pengelolaan pendidikan. Asumsi penghitungan BOSP BSNP dapat dilihat pada tabel berikut ini. Asumsi Penghitungan Biaya Operasional oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) Jenjang Pendidikan Uraian SD/MI SMP/MTs SMA/MA Jumlah Tenaga Kependidikan (Tendik) Golongan dan Masa Kerja Kepsek/Wakepsek IIIc, 5 thn IIIc, 5 thn IIIc, 5 thn Golongan dan Masa Kerja Pendidik IIIa, 0 thn IIIa, 0 thn IIIa, 0 thn Golongan dan Masa Kerja Tenaga Kependidikan: Pustakawan IIa, 3 thn IIb, 3 thn IIb, 3 thn Tata Usaha IIb, 3 thn IIa, 3 thn IIa, 3 thn Tenaga Kebersihan Ib, 0 thn Ib, 0 thn Ib, 0 thn Laboran IIb, 3 thn IIb, 3 thn Teknisi IIb, 3 thn IIb, 3 thn Jumlah Matapelajaran Persentase Jumlah Pendidik Penerima Tunjangan Profesi 10% 30% 30% Sumber: Panduan Penyusunan BOSP, Versi Juni Biaya Operasi Nonpersonalia Satuan Pendidikan (BONSP) Pengertian Biaya Operasi Satuan Pendidikan menurut PP no 19 tahun 2005 adalah bagian dari dana pendidikan yang diperlukan untuk membiayai kegiatan operasi satuan pendidikan agar dapat berlangsungnya kegiatan pendidikan yang sesuai standar nasional pendidikan secara teratur dan berkelanjutan. Standar pembiayaan adalah standar yang mengatur komponen dan besarnya biaya operasi satuan pendidikan yang berlaku selama satu tahun. 52

55 Sejalan dengan pendapat tersebut, masih dalam PP tersebut, klasifikasi biaya operasi nonpersonalia satuan pendidikan yaitu; (a) alat tulis sekolah, (b) bahan dan alat habis pakai, (c) daya dan jasa, (d) pemeliharaan dan perbaikan ringan, (e) transportasi, (f) konsumsi, (g) asuransi, (h) pembinaan siswa, dan (i) penyusunan data dan laporan. Selain menetapkan komponen biaya operasi nonpersonalia satuan pendidikan, BSNP juga telah menetapkan subkomponen dari masing-masing komponen tersebut.di sisi lain, DBE 1 USAID juga telah memfasilitasi beberapa kabupaten/kota di Indonesia dalam menghitung BOSP-nya masing-masing dengan menetapkan subkomponen dari masing-masing komponen berdasarkan 8 (delapan) Standar Pendidikan. Klasifikasi BSNP dan DBE I USAID dapat dilihat di CD BOSP. Sumber Pendanaan Pada program pendanaan satuan pendidikan diharapkan secara ideal memenuhi semua unsur pembiayaan, utamanya membiayai pemenuhan semua standar nasional pendidikan. Tetapi pada kenyataannya kondisi ideal tersebut belum dapat dicapai, karena belum semua satuan pendidikan dapat dipenuhi kebutuhannya secara maksimal, seperti pengadaan perpustakaan, laboratorium, ruang belajar, mebeler, buku, media pembelajaran, tenaga pendidikan professional dan tenaga kependidikan, dan lain-lainnya. Kondisi seperti itulah yang menyebabkan perlunya dukungan/partisipasi semua pihak terkait (stakeholder), karena pendanaan pendidikan bukan hanya tanggung jawab pemerintah, pemerintah daerah, akan tetapi masyarakat diharapkan mengambil peran dalam tanggungjawab pendanaan pendidikan (UU no 20 tahun 2003 ). Adapun sumber-sumber pendanaan pendidikan dapat lihat pada uraian berikut ini. 1. Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Program BOS diluncurkan sebagai langkah nyata Pemerintah maupun daerah dalam rangka peningkatan akses masyarakat terhadap pendidikan dasar, sekaligus sebagai upaya penuntasan target wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun. Tahap demi tahap Pemerintah melakukan penambahan BOS untuk meringankan beban masyarakat mendapatkan pendidikan yang layak. Biaya Operasional Sekolah sebagai tindak lanjut kewajiban konstitusional Pemerintah dalam pendanaan pendidikan merupakan salah satu sumber dana yang digunakan pada satuan pendidikan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak warga negara dalam hal pemenuhan kebutuhan akan pendidikan. BOS juga merupakan dana stimulus yang dapat meringankan beban orang tua peserta didik (masyarakat) dalam memperoleh jaminan mendapatkan pendidikan yang murah dan berkualitas. 53

56 LAMPIRAN B - Uraian Substansi Bantuan Operasional Sekolah adalah program Pemerintah untuk penyediaan pendanaan biaya operasi nonpersonalia bagi satuan pendidikan dasar sebagai pelaksana program wajib belajar. Namun demikian, ada beberapa jenis pembiayaan investasi dan personalia yang diperbolehkan dibiayai dengan dana BOS. Secara umum program BOS bertujuan untuk meringankan beban masyarakat terhadap pembiayaan pendidikan dalam rangka wajib belajar 9 tahun yang bermutu. Adapun perkembangan jumlah Dana BOS yang telah disalurkan oleh pemerintah untuk tiap siswa jenjang SD dan SMP, dapat dilihat pada tabel berikut ini. Perkembangan Jumlah Dana BOS yang Telah Disalurkan oleh Pemerintah pada Jenjang SD dan SMP per Siswa per Tahun No Jenjang Pendidikan Tahun SD SMP SMA Sumber: Data telah diolah 2. Dana Dekonsentrasi Dana Dekonsentrasi adalah dana yang berasal dari APBN yang dilaksanakan oleh gubernur sebagai wakil Pemerintah yang mencakup semua penerimaan dan pengeluaran dalam rangka pelaksanaan Dekonsentrasi, tidak termasuk dana yang dialokasikan untuk instansi vertikal pusat di daerah. Dana Dekonsentrasi merupakan bagian anggaran kementerian negara/lembaga yang dialokasikan berdasarkan rencana kerja dan anggaran kementerian negara/lembaga. Pendanaan dalam rangka Dekonsentrasi dilaksanakan setelah adanya pelimpahan wewenang Pemerintah melalui kementerian negara/ lembaga kepada gubernur sebagai wakil Pemerintah di daerah. Pengaturan Dana Dekonsentrasi bertujuan untuk menjamin tersedianya dana bagi pelaksanaan kewenangan Pemerintah yang dilimpahkan kepada gubernur sebagai wakil Pemerintah. Dengan demikian, pelaksanaan pelimpahan wewenang didanai oleh Pemerintah yang disesuaikan dengan wewenang yang dilimpahkan. Kegiatan Dekonsentrasi di Daerah dilaksanakan oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah yang ditetapkan oleh gubernur. Gubernur memberitahukan rencana kerja dan anggaran kementerian negara/lembaga yang berkaitan dengan kegiatan Dekonsentrasi 54

57 di daerah kepada DPRD. Rencana kerja dan anggaran tersebut diberitahukan kepada DPRD pada saat pembahasan RAPBD. Pendanaan dalam rangka Dekonsentrasi dialokasikan untuk kegiatan yang bersifat nonfisik antara lain koordinasi perencanaan, fasilitasi, pelatihan, pembinaan, pengawasan, dan pengendalian. Contoh Praktik yang Baik Penerapan Pendidikan Gratis di Sulawesi Selatan Jika dikaji secara saksama, program pendidikan gratis sesungguhnya bukan cuma membuka akses yang luas kepada anak tidak mampu untuk dapat mengenyam bangku sekolah tanpa dipungut biaya. Lebih dari itu, program ini secara gradual akan memutus mata rantai kemiskinan, mengembalikan hak-hak anak sekaligus memanusiakan mereka yang selama ini ditindas oleh kuasa modal. Pendidikan Gratis di sini adalah komitmen pemerintah dalam penyelenggaraan pendidikan tanpa mengikutsertakan masyarakat (orang tua) dalam hal pembiayaan, khususnya untuk keperluan operasional sekolah. pengertian diatas mengandung, konsekuensi bahwa kebijakan pendidikan gratis sangat bergantung pada akurasi perhitungan tentang biaya satuan (unit cost) di sekolah. Biaya satuan memberikan gambaran berapa sebenarnya rata-rata biaya (average rill cost) yang diperlukan oleh sekolah untuk melayani satu murid. Besarnya biaya satuan kemudian harus dibandingkan dengan dana BOS (bantuan operasional sekolah) selisihnya di tutupi oleh pemerintah daerah melalui regulasi anggaran yang telah di tetapkan dalam APBD provinsi, kabupaten dan kota. inilah yang kita maksud dengan sebutan dana sharing antara pemerintah pusat dan daerah Kebijakan pendidikan gratis jelas tidak membebankan kekurangan biaya tersebut kepada masyarakat (orang tua). Alternatifnya hanya dua, yaitu dipenuhi oleh pemerintah (pemda) atau dibiarkan tanpa satu pihak pun yang menutupnya. Jika pemda yang akan menutup kekurangan biaya di sekolah berarti diperlukan alokasi APBD sesuai dengan jumlah murid. Semakin besar selisih antara BOS dengan biaya satuan dan semakin besar jumlah murid di suatu daerah semakin besar alokasi APBD yang diperlukan(prof. Dr. Hj. Syamsiah Badruddin, M.Si). Namun faktanya tidak sedikit sekolah yang berinisiatif untuk menutupi kekurangan anggaran sekolah dengan membebankan kepada siswa dengan bentuk pembiayaan yang berangam. Realisasi peraturan daerah (perda) nomor 4 tahun 2008 tentang penyelenggaraan pendidikan gratis di Sulawesi Selatan. Faktanya, dalam merealisasikan komitment pendidikan gratis tidaklah menghabiskan 55

58 LAMPIRAN B - Uraian Substansi sedikit anggaran dari APBN dan APBD Provinsi, kabupaten/kota yang ada d Sulawesi selatan. Sebelumnya di tahun 2008 telah dibuat Memorandum of understanding (Mou) sebagai bentuk nota kesepahaman antara pemerintah provinsi, dan kabupaten/kota untuk merealisasikan program ini dengan uji coba di 11 kabupaten/kota yakni Makassar, Gowa, Takalar, Bantaeng, Bulukumba, Selayar, Pangkep, Barru, Tana Toraja, Luwu Utara, dan Sinjai.Anggaran untuk ujicoba pendidikan gratis di 11 daerah tersebut berkisar Rp 644 miliar yang bersumber dari dana bantuan operasional sekolah (BOS) Rp 405 miliar, APBD provinsi Rp 125 miliar, dan sisanya dari pos APBN. Pemerintah juga tidak melarang adanya bantuan pihak ketiga untuk membantu kelancaran pendidikan. Dalam petunjuk teknis (juknis) disebutkan sedikitnya 15 komponen pembiayaan yang masuk dalam alokasi program pendidikan gratis. di tahun kedua 2009, jumlah alokasi dana pendidikan gratis dari APBD provinsi mencapai miliyar, (Kep. Gubernur Sul-Sel tahun 2008), jumlah ini meningkat tajam setelah program pendidikan gratis direalisasikan merata di seluruh kabupaten/kota di Sulawesi selatan, kemudian alolasi terakhir yang dipublikasikan oleh Dinas Pendidikan Provinsi bahwa jumlah yang telah kucur ke kabupaten kota untuk penyelenggaraan pendidikan gratis telah mencapai 216 miliyar. Khusus di kota Makassar, 18/11 (ANTARA), RAPBD Pokok 2009 untuk mendanai 400-an sekolah tersebut, makassar dibutuhkan anggaran sekitar Rp70an miliar. Dana tersebut akan digunakan untuk membiayai operasional pendidikan dan kegiatan penunjang sekolah. Dana ini lebih besar dari alokasi dana program sekolah gratis tahun 2008 yang hanya Rp3 miliar untuk 31 sekolah yang diprioritaskan bagi keluarga kurang mampu. dana yang diusulkan untuk APBD Pokok 2009 itu merupakan dana sharing dengan Pemprov Sulsel yang berkewajiban mengalokasikan 40 persen dana dari total kebutuhan setiap kabupaten/kota. Untuk kota Makassar alokasi dana sharing pendidikan gratis berdasarkan keputusan gubernur sel-sel berkisar Rp. 23,7 miliyar,-, ini merupakan jumlah alokasi yang tersesar di provinsi Sul-Sel, berdasarkan jumlah sekolah dan jumlah siswa yang ada di kota Makassar. Sehingga kewajiban pemerintah kota makassar untuk mengalokasikan dana program pendidikan gratis dari APBD terbilang paling besar yakni mencapai 58 miliyar.(fajar: 22 Mei 2013). Dipelbagai kalangan mengapresiasi yang cukup tinggi terhadap komitmen pendidikan gratis yang tidak hanya sekedar bumbu-bumbu kampanye pilkada, namun mampu menunjukkan fakta yang rill, atas kerjasama Pemrov dan Pemda kabupaten/kota se-sul-sel, meskipun pada persoalan teknis masih bayak yang perlu di benahi. pernyataan bahwa masyarakat tidak butuh janji namum butuh bukti mungkin lebih tepat di sandingkan dengan kenyataan di atas, namun mesti diakui di 56

59 beberapa kalangan politisi, maupun pemerintahan masih memandang kebijakan ini tidak efektif karena tidak sesuai dengan peruntukannya, dan parahnya ada pula yang merasa ini semacam tekanan. kita bisa saja berasumsi bahwa beban APBD yang semakin membengkak menjadi persolalan pokok (grand problem) yang menyebabkan komitmen pemerintah terhadap pendidikan gratis tergoyahkan, mendahului proses evaluasi terhadap kebijakan yang telah dijalankan dengan komitmen bersama. Indikator biaya menyebabkan sebahagian pihak menjadi gamang dalam bertindak. Padahah adalah jelas bahwa konsep pendidikan gratis bukanlah perencanaan tanpa rencana (planning without plan). Pendidikan yang tidak diskriminatif Konsep demokratisasi dalam pengelolaan pendidikan yang dituangkan dalam UU Sisdiknas 2003 bab III tentang prinsip penyelenggaraan pendidikan (pasal 4) disebutkan bahwa pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan, serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa. Salah satu makna dari kata tidak diskriminatif adalah bahwa penyelenggaraan pendidikan tidak mendikotomikan antara yang kaya dan yang miskin dan merupakan hak azazi setiap warga negera. Adalah benar bahwa kebijakan pembatasan pendidikan gratis hanya pada masyarakat miskin, tepat untuk menekan pengeluaran pemerintah (GE), dari alokasi APBD utuk pendidikan gratis, sehingga selisih yang ada dapat di peruntukkan ke alokasi yang lain, (Oppourtunity cost). Namun asumsi ini akan memperkokoh Gap masyarakat yang diakibatkan oleh strata sosial yang berbeda. Sehingga jangan heran bagi mereka yang merasa dirinya kaya mengtakan bahwa kami menempuh pendidikan dengan biaya yang ekslusif wal hasil pendidikan membentuk kesadaraan naïf yang menilai pendidikan sebagai investasi yang hanya dipandang dari sisi Nilai-nilai ekonomis belaka. Pemikiran lain, dalam hubungan antara masyarakat dan negara sudah jelas ada hubungan timbal balik. Masyarakat punya tanggung jawab terhadap negara dan negara punya tanggung jawab terhadap masyarakat. Hanya saja, dalam beberapa hal hubungan ini dinilai timpang. Masyarakat dipaksa menjalankan kewajibannya, antara lain, membayar pajak, di sisi lain negara belum sepenuhnya menjalankan kewajibannya, termasuk dalam pendidikan.pendidikan bukanlah BBM, yang antara premium dan pertamax memiliki sekat harga yang signifikan. (Wardihan Sabar, 2013). 57

60 LAMPIRAN B - Uraian Substansi Bantuan Operasional Sekolah Daerah (BOSDA) BOSDA berhubungan erat dengan program BOS di mana tujuan utamanya adalah meringankan biaya pendidikan untuk menuju pendidikan yang bermutu. BOSDA adalah dana Bantuan Operasional Sekolah yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Istilah yang digunakan untuk BOSDA di masing-masing daerah sangat beragam, misalnya Bantuan Operasional Pendidikan (BOP), Bantuan untuk Pendidikan Gratis, dan lain sebagainya. Bantuan Operasional Sekolah secara konsep mencakup komponen untuk biaya operasional non personal. Namun karena biaya satuan yang digunakan adalah rata-rata nasional, maka penggunaan BOS dimungkinkan untuk membiayai beberapa kegiatan lain yang tergolong dalam biaya personil dan biaya investasi. Prioritas utama BOS adalah untuk biaya operasional non personil bagi sekolah. Oleh karena itu, keterbatasan dana BOS dari pemerintah Pusat, maka biaya untuk investasi sekolah/madrasah/ponpes dan kesejahteraan guru harus dibiayai dari sumber lain, dengan prioritas utama dari sumber pemerintah, pemerintah daerah dan selanjutnya dari partisipasi masyarakat yang mampu. Kerjasama dengan DUDI Sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku, Pemerintah Kabupaten/Kota dapat juga mengambil kebijakan untuk menjalin kerjasama dengan dunia usaha/dunia industri dan komponen masyarakat lainnya untuk mendapatkan dana tambahan guna menutupi kesenjangan pendanaan BOSP. Masalah pendidikan tidak boleh diabaikan karena amanat konstitusional, sehingga harus menjadi perhatian bukan hanya pemerintah provinsi, daerah, melainkan BUMN dan perusahaan swasta. Keterlibatan perusahaan swasta dalam mendorong dunia pendidikan, menurutnya, sangat dibutuhkan untuk membantu pemerintah. Selama ini anggaran pendidikan dari pemerintah sangat terbatas untuk melayani kebutuhan belajar mengajar masyarakat Indonesia. Contoh Praktik yang Baik Perusahaan Perkebunan Karet PT Lonsum Perusahaan perkebunan karet PT Lonsum di Bulukumba menyalurkan CSRnya berupa: 1. Membantu pengaspalan jalan sepanjang 5 km yang dapat diakses oleh masyarakat untuk 58

61 memudahkan menjangkau sekolah/satuan pendidikan terdekat di daerah Palangisang Kecamatan Ujung Loe. 2. Membantu tunjangan honorarium bagi guru honorer yang mengajar di satuan pendidikan yang mayoritas peserta didiknya adalah anak karyawan (lokasi 15 km dari ibu kota kabupaten). 3. Memfasilitasi pembentukan kelas jauh untuk anak usia sekolah yang tidak dapat mengakses sekolah dasar karena lokasi jauh dari pemukiman karyawan. Dengan demikian, perusahaan menyiapkan ruangan belajar beserta fasilitasnya, sedangkan guru disiapkan oleh sekolah induk, akan tetapi honorarium guru menjadi tanggungan perusahaan. Sekarang ini, dengan adanya kelas jauh tersebut, sebanyak 20 siswa dapat menikmati pendidikan. Pendapatan Asli Sekolah (PAS) Pasal 46 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 menyatakan pendanaan pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat. Sumber-sumber pendapatan sekolah bisa berasal dari pemerintah, usaha mandiri sekolah, orangtua siswa, dunia usaha dan industri, sumber lain seperti hibah yang tidak bertentangan dengan peraturan perundangan yang berlaku, yayasan penyelenggara pendidikan bagi lembaga pendidikan swasta, serta masyarakat luas. Berikut ini disajikan rincian masingmasing sumber pendapatan sekolah. Beberapa kegiatan yang merupakan usaha mandiri sekolah yang bisa menghasilkan pendapatan sekolah antara lain: a) Pengelolaan Kantin Sekolah Pengelolaan kantin sekolah memiliki manfaat tersedianya makanan dan minuman yang sehat dan bergizi, harganya yang terjangkau oleh warga sekolah, juga memiliki nilai bisnis yang menguntungkan bagi sekolah. Hasil penjualan atau sewa tempat penjualan dikumpulkan sehingga menjadi sumber pendapatan. Pengelolaan kantin sekolah perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut: Tempat kantin strategis di dalam sekolah, yang memudahkan warga sekolah untuk mengunjunginya, serta dapat terpantau oleh pengelola sekolah. 59

62 LAMPIRAN B - Uraian Substansi Bangunan kantin didesain secara baik, indah, bersih, nyaman sehingga menyenangkan pengunjungnya. Menu makanan dan minuman bervariasi sesuai selera pembeli dan berkualitas baik, namun harganya diusahakan yang semurah mungkin. Keuangan kantin atau hasil pengelolaan kantin dikelola secara transparan. b) Pengelolaan Koperasi Sekolah Koperasi sekolah, adanya koperasi sekolah disamping memiliki manfaat tersedianya kebutuhan pokok dengan harga yang terjangkau oleh warga sekolah, juga memiliki nilai bisnis yang menguntungkan bagi sekolah. Terkait dengan kebutuhan siswa, usaha koperasi bisa berupa toko yang menyediakan seragam sekolah, buku tulis dan cetak, alat tulis dan kebutuhan belajar lainnya. Terkait dengan kebutuhan guru, koperasi bisa menyediakan seragam guru, alat tulis dan kebutuhan rumah tangga misalnya penyediaan sembako dan kebutuhan lainnya. Selain toko yang menyediakan kebutuhan guru, koperasi bisa mengelola usaha simpan pinjam dengan suku bunga yang lebih rendah daripada suku bunga di bank agar guru dan pegawai sekolah tertarik serta merasa diuntungkan oleh adanya koperasi di sekolah. c) Pengelolaan Wartel Pengelolaan wartel yang tepat juga bisa merupakan pemasukan pendapatan rutin bagi sekolah. Dalam hal ini perlu ditunjuk petugas yang mampu mengelola kegiatan secara tertib, teliti dan memiliki tingkat kejujuran yang tinggi. d) Pengelolaan Jasa Antar Jemput Siswa Pengelolaan jasa antar jemput bagi siswa, barangkali bisa dilakukan bagi sekolah yang lokasinya jauh dari jalur transportasi umum, meskipun usia anak SMA/SMK mungkin kurang berminat menggunakannya. Tetapi tidak ada salahnya kalau pihak sekolah menjaga kemungkinan banyak siswa yang berminat menggunakannya. e) Panen Kebun Sekolah Sekolah yang masih memiliki lahan luas bisa mengelola lahannya dengan menanam tumbuhan yang hasilnya bisa dijual dan bisa menjadi pemasukan pendapatan bagi sekolah. Tentunya sekolah perlu bekerja sama dengan penggarap tanah di sekitar sekolah, agar semua kegiatan berjalan lancar. f) Pengelolaan usaha yang lain Di kotak yang berikut ada pengalaman dari salah satu sekolah di Makassar untuk menggali sumber dana dari masyarakat dengan pengelolaan usaha. 60

63 Contoh Praktik yang Baik Pemanfaatan Unit Produksi Sebagai Sumber Dana Sekolah Dalam rangka mendukung kegiatan belajar mengajar di SMK Negeri 4 Makassar, maka dikembangkan unit produksi yang meliputi : 1. Unit Percetakan 2. Unit Travel Agent 3. Unit Penyewaan Gedung 4. Unit Foto Studio 5. Unit Pertokoan/Swalayan Unit Swalayan SMK Negeri 4 Makassar yang diberi nama Swalayan KESIMA (Kesejahteraan Siswa dan Masyarakat) adalah salah satu Swalayan di Makassar yang menjalin kerja sama dengan GORO. g) Kegiatan yang Menarik Sehingga Sponsor Bersedia Memberi Dana Sekolah bisa menyelenggarakan kegiatan yang menarik warga di dalam sekolah dan perusahaan di sekitar sekolah, sehingga ada sponsor yang memberi dana ke sekolah. Kegiatan ini bisa berupa gerak jalan sehat, pertandingan sepak bola antar sekolah atau kegiatan yang sejenis. h) Kegiatan Seminar/Pelatihan/Lokakarya Kegiatan seminar, pelatihan, lokakarya dengan dana dari peserta yang bisa disisihkan sisa anggarannya untuk sekolah. Penyelenggaraan kegiatan ini tentunya harus dipilih tema yang hangat, perkembangan terkini sehingga menantang peserta mengikutinya. Apabila ada dana yang masuk, sekolah bisa menyisihkan sebagian untuk sekolah. i) Penyelenggaraan Lomba Kesenian dengan Biaya dari Peserta atau Perusahaan Penyelenggaraan gelar dan lomba kesenian antar sekolah dengan biaya dari peserta atau perusahaan yang berminat membantunya. Sebagian dana bisa disisihkan untuk sekolah. 61

64 LAMPIRAN B - Uraian Substansi j) Masyarakat Upaya peningkatan mutu tidak bisa dibebankan sepenuhnya pada sekolah.memang, sekolah adalah ujung tombak dan pemilik kuasa terbesar dalam peningkatan mutu ini.karenanya, diperlukan kemandirian, kemauan kuat, dan kerja keras bagi sekolah untuk meningkatkan mutu pendidikannya.tetapi, kalau kita mengacu pada konsep Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah maka diperlukan sinergi dan kerjasama antara beberapa komponen (stakeholders) yang melingkupi sekolah. Sumber pendanaan dari masyarakat (komite sekolah, alumni, orangtua peduli pendidikan, dan lain-lain). Salah satu sumber dana sekolah yaitu melalui komite sekolah. Dimana Komite Sekolah merupakan suatu lembaga mandiri dibentuk dan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan dengan memberikan pertimbangan, arah dan dukungan tenaga, sarana, dan prasarana serta pengawasan pada tingkat satuan pendidikan. Pemberdayaan Komite Sekolah dapat diwujudkan diantaranya melalui pelibatan mereka dalam penyusunan rencana dan program sekolah, RKAS, pelaksanaan program pendidikan dan penyelenggaraan akuntabilitas pendidikan. Salah satu tugas dan fungsi komite adalah sebagai badan pertimbangan dan pendukung dalam hal penyusunan dan penetapan RKAS serta memberi dukungan dalam financial khususnya dalam penggalian dana dari wali siswa atau masyarakat. Adapun sumber dana dari masyarakat dapat berupa: Bantuan sukarela masyarakat umum insidental Bantuan sukarela masyarakat umum rutin Bantuan alumni Sumber dana yang berasal dari orangtua siswa dapat berupa sumbangan fasilitas belajar siswa, sumbangan pembangunan gedung, dan iuran Komite Sekolah. Selain itu bisa juga sekolah mengembangkan penggalian dana dalam bentuk: (1) Amaljariyah, (2) Zakatmal, (3) Uang tasyakkuran, dan (4) Amal Jumat. Contoh upaya menggali dana dari masyarakat dapat dilihat di kotak yang berikut. 62

65 Contoh Praktik yang Baik IKA SMADA 86 MAKASSAR Visi: Menjalin kebersamaan demi citra sekolah dan alumni SMADA 86 Makassar Misi: Menjadi wadah organisasi bagi alumni SMADA86 Makassar Berperan aktif dalam peningkatan kualitas pendidikan sekolah SMADA Makassar Berperan meningkatkan kesejahteraan sesama alumni SMADA 86 Makassar Turut berpartisipasi dalam aktivitas sosial kemasyarakatan Ikatan SMADA 86 Makassar telah memberikan kontribusi yang besar terhadap peningkatan mutu pendidikan di SMA Negeri 2 Makassar. Salah satu kontribusi yang diberikan tahun 2013 yaitu renovasi Perpustakaan dengan total anggaran adalah Rp ,- (Sembilan puluh enam juta lima ratus ribu rupiah). Bentuk renovasi perpustakaan yang dilakukan adalah merubah dan memperbaiki tampilan perpustakaan yang ada tanpa merubah volume ruangan. Sumber dana berasal dari iuran setiap bulannya minimal Rp per anggota yang disetor atau ditransfer ke rekening Bendahara IKA SAMADA 86 Makassar. Sumber: SMA Negeri 2, Jl. Baji Gau, Makassar. k) Sumber lain Selain yang sudah disebutkan di atas, masih ada sumber pembiayaan alternatif yang berasal dari proyek pemerintah baik yang bersifat block grant maupun yang bersifat matching grant (imbal swadaya). Di tahun anggaran 1997 sampai dengan 2003, sumber alternatif itu dikucurkan oleh Proyek Perluasan dan Peningkatan Mutu Pendidikan melalui mekanisme block grant maupun yang bersifat matching grant. Untuk memperoleh dana dari berbagai pihak utamanya dari dana hibah atau block grant, kepala sekolah perlu menyusun proposal yang menggambarkan kebutuhan pengembangan program sekolah. Komponen proposal dapat disusun sebagai berikut: rumusan visi, misi, dan tujuan sekolah, identifikasi tantangan nyata yang dihadapi sekolah, sasaran, identifikasi fungsi-fungsi sasaran, analisis SWOT, alternatif langkah-langkah pemecahan persoalan, rencana dan Program Peningkatan mutu, anggaran dan rincian penggunaannya. 63

66 LAMPIRAN B - Uraian Substansi BAHAN PRESENTASI Yang berikut adalah beberapa slide dari presentasi KINERJA-USAID. Seluruh presentasi dapat diakses di file Presentasi 2 Sumber pendanaan biaya operasional sekolah di CD yang terlampir. BAB 2 BIAYA DAN SUMBER PENDANAAN BIAYA OPERASIONAL Pengkategorian Biaya Pendidikan (PP 19/2005 & PP 48/2008)

67 Sumber Pendanaan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Dana Dekonsentrasi Bantuan Operasional Sekolah Daerah (BOSDA) Kerjasama dengan DUDI Pendapatan Asli Sekolah (PAS) Masyarakat

68 LAMPIRAN B - Uraian Substansi Modul 3 Pendekatan dan Konsep BOSP Serta Cara Penghitungannya Pendahuluan Modul ini memfokuskan pembahasan pada pendekatan dan konsep BOSP dan cara penghitungannya. Langkah awal penghitungan BOSP oleh Pemerintah Kabupaten/Kota adalah memahami pendekatan dan konsep BOSP. Setelah itu memahami cara penghitungannya yang dimulai dari menentukan berbagai asumsi dasar (kondisi sekolah). Selanjutnya, menetapkan kegiatan-kegiatan dan komponen/ subkomponen biaya untuk menghitung volume dan menentukan harga satuan dari setiap komponen/ subkomponen biaya berdasarkan klasifikasi sekolah. Setelah substansi penghitungan dibahas, modul ini membahas pembentukan Tim Penyusun BOSP yang bertanggungjawab atas seluruh rangkaian proses baik secara akademik maupun secara legal formal. Untuk itu, diperlukan keterwakilan dari berbagai unsur seperti Dinas Pendidikan, BPKAD/DPKAD/Bagian Keuangan Sekretariat Daerah, Bappeda, Sekolah (SD/MI, SMP/MTs), dan Multi Stakeholder Forum (MSF). Sejarah Penghitungan BOSP Bank Dunia telah melakukan penghitungan BOSDA melalui program BOSDA dengan menggunakan pendekatan formula sehingga pengalokasian BOSDA lebih adil dan berbasis kinerja. Program ini meminimalkan ketimpangan antar sekolah melalui alokasi yang lebih adil, sementara efisiensi penggunaan anggaran dapat ditingkatkan dengan pemanfaatan yang lebih sesuai dengan kebutuhan, termasuk untuk mendorong prestasi sekolah. Program BOSDA berformula diterapkan berdasarkan tiga jenis alokasi yaitu alokasi dasar, alokasi karakteristik sekolah dan alokasi prestasi sekolah. Alokasi dasar digunakan untuk memastikan bahwa semua sekolah dalam kondisi apapun menerima BOSDA.Alokasi karakteristik sekolah adalah alokasi yang digunakan untuk mengurangi kesenjangan antar sekolah 66

69 agar lebih adil. Sementara alokasi prestasi sekolah merupakan alokasi untuk mendorong peningkatan prestasi sekolah.penentuan variable dalam masing-masing alokasi merupakan kesepakatan para pemangku kepentingan dengan mempertimbangkan prioritas daerah. Dengan demikian, program ini tidak menghitung kebutuhan rata-rata setiap siswa per tahun sesuai dengan tuntutan Standar Pelayanan Minimal. Ada kecenderungan hasil penghitungan lebih besar pada sekolah yang memiliki prestasi lebih tinggi. Sedangkan, Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) juga telah melakukan penghitungan Standar BOSP dengan menggunakan Pendekatan Biaya. Untuk menghitung Standar BOSP, BSNP mengembangkan template untuk setiap jenjang SD/MI, SMP/MTs, dan SMA/MA (lihat Lampiran 4).Akan tetapi, karena modul ini hanya membahas BOSP pada jenjang SD/MI, dan SMP/MTs, maka templatetemplate BSNP untuk SMA/MAdan SMK tidak dicantumkan di sini. BSNP telah menghitung Standar Biaya Operasional Nonpersonalia, untuk SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA (3 JURUSAN), SMK (76 Program Keahlian), SDLB (5 Tuna), SMPLB (5 Tuna), SMALB (4 Tuna). BNSP melakukan penghitungan dengan menetapkan komponen menggunakan pendekatan biaya yaitu Biaya Personalia (Pendidik & Tenaga Kependidikan) meliputi Gaji dan Tunjangan, dan Biaya Nonpersonalia meliputi: ATS, Daya dan jasa, Pemeliharaan dan perbaikan ringan, Transportasi, Konsumsi, Asuransi, Pembinaan siswa/ekstra-kurilkuler, Bahan dan alat habis pakai, dan Pelaporan. Harga satuan dari setiap komponen BOSP yang digunakan oleh BSNP untuk menghitung nilai BOSP menggunakan harga satuan DKI Jakarta. Daftar tabel indeks biaya pendidikan untuk tahun 2009 masih menggunakan indeks kemahalan konstruksi (IKK) yang dianggap belum benar-benar tepat untuk menghitung biaya pendidikan. Pada saat ini BSNP telah menyusun indeks biaya pendidikan dengan cara mengumpulkan harga satuan komponen BOSP dari setiap kabupaten/kota di Indonesia. Proyek USAID-DBE 1 membantu BSNP mengumpulkan harga satuan komponen BOSP di kabupaten/kota mitra DBE 1. Pendekatan KINERJA Penghitungan BOSP KINERJA memfasilitasi kabupaten/kota dalam menghitung BOSP-nya dengan mengadopsi pendekatan penghitungan BOSP yang telah dilakukan oleh DBE 1 denganmenggunakan template yang telah dikembangkan dari template BSNP. Hal tersebut, disebabkan bahwa pendekatan penghitungan yang 67

70 LAMPIRAN B - Uraian Substansi telah dilakukan oleh DBE 1 dengan pendekatan kegiatan dianggap lebih efisien dan efektif dibanding dengan menggunakan pendekatan biaya mengingat setiap kabupaten/kota memiliki kebutuhan yang berbeda-beda berdasarkan kondisi daerahnya masing-masing. Disamping itu, DBE 1 juga menentukan biaya-biaya yang diperlukan dalam suatu kegiatan, tidak hanya didasarkan kebutuhan terhadap biaya tetapi juga dengan mempertimbangkan kesesuaian biaya dengan peraturan yang ada. Template penghitungan berdasarkan pendekatan kegiatan yang telah dikembangkan oleh DBE 1 dapat dilihat di CD BOSP. Pendekatan penghitungan Biaya Operasional harus diubah dari pendekatan biaya ke pendekatan program kegiatan dengan tolok ukur relevansi kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan pada satuan pendidikan berdasarkan Standar Nasional Pendidikan. Perubahan itu dinilai perlu, karena akan memutuskan rantai biaya pendidikan dan birokrasi yang rumit, sehingga dana yang diterima sekolah bisa lebih besar. Secara umum, penghitungan biaya dapat dilakukan melalui dua pendekatan, yaitu: (1) pendekatan biaya dan (2) pendekatan kegiatan, sebagaimana diilustrasikan: Ilustrasi 1Pendekatan Biaya Ilustrasi 2 Pendekatan Kegiatan 1. Pendekatan Biaya Penghitungan BOSP dengan menggunakan pendekatan biaya dilakukan dengan menyusun/menghitung biaya yang akan dikeluarkan berdasarkan komponen biaya (dengan menggabungkan/ menjumlahkan komponen biaya yang sama) untuk semua kegiatan yang akan dilakukan dan merinci kegiatan-kegiatan yang membutuhkan biaya tersebut. 68

71 2. Pendekatan Kegiatan Penghitungan BOSP dengan menggunakan pendekatan kegiatan dilakukan dengan menyusun/ menghitung biaya berdasarkan kegiatan yang akan dilakukan dan dirinci jenis biaya yang dibutuhkan untuk setiap kegiatan tersebut. Dengan demikian, pada kegiatan yang berbeda terdapat kemungkinan munculnya jenis biaya yang sama. Sebagai contoh, kegiatan A membutuhkan kertas HVS 1 rim untuk surat menyurat, kegiatan B juga membutuhkan kertas HVS 2 rim (karena juga memerlukan surat menyurat). Dengan demikian, jika contoh pada pendekatan kegiatan di atas dimana kegiatan A membutuhkan kertas HVS 1 rim untuk surat menyurat, dan kegiatan B juga membutuhkan kertas HVS 2 rim (karena juga memerlukan surat menyurat), maka dalam pendekatan biaya dapat dibuat dalam bentuk: kertas HVS untuk kegiatan A 1 rim dan kegiatan B 2 rim. Untuk mengetahui perbedaan kedua pendekatan tersebut di atas dapat dilihat dari 2 bentuk penghitungan berikut ini. 3. Bentuk 1 Rincian Barang Dijabarkan Bentuk ini cocok digunakan apabila jumlah kegiatan yang membutuhkan barang yang sama dirasa tidak terlalu banyak dan rinciannya ingin dijabarkan. Pendekatan Kegiatan Pendekatan Biaya 69

72 LAMPIRAN B - Uraian Substansi 4. Bentuk 2 Rincian Barang Tidak Dijabarkan Bentuk ini cocok digunakan apabila jumlah kegiatan yang membutuhkan barang yang sama dirasa cukup banyak dan rinciannya tidak ingin dijabarkan. Pendekatan Kegiatan Pendekatan Biaya Cara Penghitungan BOSP Adapun cara penghitungan BOSP dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut. 1. Penentuan Asumsi Dasar Hasil penghitungan BOSP diharapkan untuk memberikan informasi kepada Pemerintah Kabupaten/Kota. Besaran dana operasional per individu peserta didik per tahun yang dibutuhkan oleh satuan pendidikan agar kegiatan pendidikan dapat berlangsung sesuai standar nasional pendidikan secara teratur dan berkelanjutan. Kenyataan menunjukkan bahwa keadaan sekolah pada setiap jenjang/jenis pendidikan di suatu daerah bervariasi, baik dari jumlah rombel, jumlah siswa per rombel, jumlah guru, jumlah tenaga kependidikan, dan lain-lain. Dengan demikian, untuk menentukan suatu hasil penghitungan BOSP dari setiap jenjang/jenis pendidikan yang variasi tersebut diperlukan suatu asumsi penghitungan. Adapun asumsi dasar yang diperlukan dalam penghitungan BOSP, meliputi: 70

73 1. Jumlah rombongan belajar (rombel) per sekolah. 2. Jumlah peserta didik (siswa) per rombel. 3. Jumlah pendidik (guru) dan tenaga kependidikan per sekolah (sesuai jumlah rombel yang dihitung). 4. Jumlah mata pelajaran. 5. Persentase jumlah pendidik penerima tunjangan profesi. Asumsi dasar tersebut ditetapkan sesuai dengan kondisi umum (kondisi rata-rata) di daerah dengan tetap mempertimbangkan standar-standar yang ada. Hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan hasil penghitungan BOSP yang sesuai kebutuhan riil di sekolah namun tetap mengacu pada standar-standar yang ada. Sebagai contoh dalam menentukan asumsi untuk jumlah pendidik pada jenjang SD/MI: 1. Jika kondisi di daerah (secara faktual) di bawah standar, maka yang diikuti adalah kondisi faktual tersebut. Misalnya: Suatu daerah memiliki kondisi jumlah pendidik pada jenjang SD/MI sebanyak 5 orang pendidik (termasuk kepala sekolah), maka yang menjadi asumsi jumlah pendidik untuk jenjang SD tersebut adalah 5 orang pendidik. 2. Jika kondisi di daerah (secara faktual) di atas standar, maka yang diikuti adalah Standar. Misalnya, suatu daerah memiliki kondisi jumlah pendidik pada jenjang SD/MI sebanyak 11 orang pendidik (termasuk kepala sekolah), maka yang menjadi asumsi jumlah pendidik untuk jenjang SD tersebut adalah 9 orang pendidik. Berdasarkan Standar jumlah tenaga pendidik untuk jenjang sekolah dasar (SD) sebanyak 9 pendidik meliputi; 6 guru kelas, 1 kepala sekolah, dan 2 guru matapelajaran (Agama dan Olahraga). Contoh berikutnya yaitu dalam penentuan asumsi dasar seharusnya dilakukan berdasarkan data. Khusus untuk asumsi jumlah rombel sebaiknya untuk SD/MI diambil kelipatan enam, sedangkan untuk SMP/MTs dan SMA/MA dengan jumlah rombel kelipatan tiga. Sebagai contoh, kenyataan di lapangan di suatu kabupaten/kota menunjukkan: 1. Jumlah rombel SD/MI sebagian besar 12 rombel, bukan 6 rombel sebagaimana asumsi yang digunakan BSNP. 2. Jumlah peserta didik SD/MI per rombel sebagian ebsar 36 orang, bukan 28 orang sesuai Standar Proses. Jika kondisi demikian, maka untuk penghitungan BOSP SD/MI digunakan asumsi jumlah rombel sebanyak 12 rombel, jumlah peserta didik per rombel sebanyak 28 orang. 71

74 LAMPIRAN B - Uraian Substansi Dengan demikian, penentuan pertimbangan jika secara faktual asumsi dasar di bawah standar, maka yang diikuti adalah faktual, didasarkan pada pertimbangan bahwa kebutuhan terhadap sejumlah dana tersebut adalah hanya sebesar itu (meskipun belum memenuhi standar), sedangkan penentuan pertimbangan jika secara faktual asumsi dasar di atas standar maka yang diikuti adalah standar, didasarkan pada pertimbangan bahwa kalau penghitungan didasarkan pada keadaan faktual yang di atas standar, maka penghitungan yang dilakukan akan menghasilkan nilai kebutuhan terhadap sejumlah dana di atas standar bukan untuk memenuhi standar. Di sisi lain, asumsi penghitungan tidak perlukan apabila jumlah sekolah pada jenjang/jenis yang akan dihitung BOSP-nya (misalnya SMK) hanya satu sekolah. Demikian pula jika penghitungan BOSP ini akan dilakukan berdasarkan individu sekolah. Dalam keadaan demikian, unsur-unsur dasar ini akan didasarkan pada kondisi sekolah yang bersangkutan. 2. Penentuan Kegiatan Biaya Operasional Satuan Pendidikan terdiri atas Biaya Operasi Personalia dan Biaya Operasi Nonpersonalia. Biaya operasi personalia tidak dirinci dalam kegiatan tetapi langsung ke dalam komponen biaya. Biaya Operasional Nonpersonalia dirinci dalam berbagai kegiatan sesuai dengan standar-standar nasional pendidikan sebagaimana sudah dijelaskan pada bagian terdahulu. Kegiatan-kegiatan tersebut sudah ditetapkan terlebih dahulu dalam template Penghitungan BOSP berdasarkan Kegiatan (Lihat contoh di Lampiran 4). Namun demikian, Tim Penyusun BOSP harus tetap meninjau ulang kelengkapan dari kegiatankegiatan yang sudah terlebih dahulu dicantumkan pada template penghitungan dan melakukan perbaikan jika terdapat dasar dan alasan yang kuat. Misalnya, jika ada kegiatan yang wajib dilaksanakan di setiap sekolah berdasarkan aturan atau kebijakan pemerintah daerah, maka kegiatan tersebut dapat ditambahkan di template penghitungan yang telah disediakan. Sebaliknya, jika dalam template ada kegiatan yang tidak dilaksanakan di sekolah karena adanya aturan atau kebijakan pemerintah daerah, maka nama kegiatan dalam template tidak perlu dihapus, cukup menulis angka 0 (nol) pada kolom volume, satuan, dan harga satuan tanpa menghilangkan kegiatan dan komponen/subkomponen biaya tersebut dalam template. 3. Penentuan Komponen/Subkomponen Biaya a) Biaya Operasi Personalia Biaya Operasi Personalia meliputi gaji dan tunjangan (yang melekat pada gaji, fungsional, dan profesi) untuk pendidik dan tenaga kependidikan sebagai berikut: 72

75 a. Biaya operasional untuk Pendidik, meliputi; 1) gaji Pokok dan Tunjangan yang melekat pada gaji, untuk pendidik yang merangkap sebagai Kepala Sekolah dan Wakil Kepala Sekolah; 2) gaji pokok dan Tunjangan yang melekat pada gaji untuk pendidik lainnya (yang tidak merangkap sebagai Kepala Sekolah dan Wakil Kepala Sekolah); 3) tunjangan fungsional, untuk guru termasuk yang merangkap sebagai Wakil Kepala Sekolah (tidak termasuk pendidik yang merangkap sebagai Kepala Sekolah); dan 4) tunjangan profesi, untuk guru termasuk yang merangkap sebagai Kepala Sekolah dan Wakil Kepala Sekolah. b. Biaya operasional untuk Tenaga Kependidikan, meliputi; 1) tunjangan Kepala Sekolah (berupa tunjangan fungsinal dan tunjangan lain jika ada) dan Wakil Kepala Sekolah (jika ada) dan 2) gaji pokok dan tunjangan yang melekat pada gaji untuk Laboran, Pustakawan, Teknisi Sumber Belajar, Tenaga Tata Usaha, dan Tenaga Kebersihan. Penghitungan BOSP dimaksudkan untuk menetapkan berapa dana yang diperlukan oleh sekolah untuk kegiatan operasional yang biayanya dibayar langsung oleh sekolah, sehingga template Penghitungan BOSP berdasarkan Kegiatan tidak mencantumkan rincian dari Biaya Operasi Personalia. Dimana pada umumnya, pendidik dan tenaga kependidikan berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS) sehingga gaji dan tunjangan mereka tidak dibayarkan oleh sekolah, melainkan dibayar langsung oleh Pemerintah Kabupaten/Kota. Apabila kondisi pendidik atau tenaga kependidikan di sekolah bukan semuanya PNS (sebagian masih berstatus honorer) dan gajinya maupun tunjangannya (jika ada) sebagian dibayar oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah (Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota) dan sebagian dibayar oleh sekolah tergantung peraturan atau kebijakan daerah masing-masing, maka dalam penghitungan BOSP, komponen Biaya Operasi Personalia ini dapat ditambahkan dan juga dapat dihilangkan, tergantung kondisinya. Jika gaji dan tunjangan personalia honorer harus dibayar oleh sekolah terjadi secara umum (rata-rata), maka gaji dan tunjangan personalia honorer tersebut perlu ditambahkan pada template penghitungan, sebaliknya apabila gaji dan tunjangan personalia honorer tersebut secara umum (rata-rata) dibayar oleh pemerintah atau pemerintah Daerah (Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota), maka gaji dan tunjangan personalia honorer tersebut tidak perlu ditambahkan dalam template penghitungan. Kondisi demikian, nilai BOSP yang ditetapkan akan juga mencakup biaya Operasi Nonpersonalia dan Biaya Personalia untuk personalia honorer tersebut. Demikian juga, dalam penghitungan alokasi dana ke sekolah 73

76 LAMPIRAN B - Uraian Substansi untuk mendanai BOSP, komponen gaji dan tunjangan (bila ada) personalia honerer termasuk di dalammnya. Akan tetapi perlu diketahui bahwa gaji dan tunjangan (jika ada) personalia honerer ditambahkan dalam Biaya Operasional Personalia, harus ditetapkan terlebih dahulu dalam asumsi dasar mengenai personalia honorer tersebut, misalnya jumlah rata-rata personalia honorer dan gaji dan tunjangan (bila ada) per personalia honorer pada setiap sekolah. b) Biaya Operasi Nonpersonalia Biaya Operasi Nonpersonalia yang dimaksudkan dalam modul ini adalah jumlah seluruh pengeluaran sekolah selain yang dimanfaatkan untuk kebutuhan kesejahteraan (gaji dan tunjangan) pendidik dan tenaga kependidikan di sekolah. Perlu dicatat bahwa kebutuhan-kebutuhan operasi nonpersonalia yang sifatnya pribadi bagi pendidik, tenaga kependidik, dan peserta didik tidak termasuk di dalam biaya ini. Dengan demikian, untuk setiap kegiatan yang akan dihitung biayanya, perlu ditetapkan komponen dan subkomponenya (jika ada) biayanya. Selain kegiatan yang sudah dicantumkan dalam Template Penghitungan BOSP berdasarkan Kegiatan sudah dicantumkan juga komponen dan subkomponen biayanya. Tim Penghitungan BOSP harus tetap meninjau ulang kelengkapan komponen dan subkomponen biaya tersebut dan melakukan perbaikan jika perlu. c) Penambahan, Pengurangan, dan Penyesuaian komponen/subkomponen Setiap penambahan, pengurangan, dan penyesuaian nama terhadap komponen/subkomponen yang telah disusun di dalam template Penghitungan BOSP berdasarkan Kegiatan harus memiliki dasar yang kuat, yaitu: a. Penambahan komponen/subkomponen biaya dapat dilakukan apabila komponen/ subkomponen biaya yang ditambahkan tersebut merupakan komponen/subkomponen biaya yang benar-benar dibutuhkan oleh sekolah (berdasarkan standar atau peraturan tertentu). Walaupun demikian, tidak diperbolehkan menambahkan komponen/subkomponen biaya jika berdasarkan peraturan yang ada, sekolah tidak diperbolehkan mengeluarkan dana untuk komponen biaya tersebut. Misalnya, jika suatu daerah memiliki aturan atau kebijakan tersendiri untuk mewajibkan setiap sekolah membina Dokter Kecil atau Polisi Cilik, maka subkomponen ini dapat ditambahkan. b. Pengurangan komponen/subkomponen biaya dapat dilakukan apabila komponen/ subkomponen biaya dalam template Penghitungan BOSP berdasarkan Kegiatan tidak dapat direalisasikan di daerah (meskipun mungkin dibutuhkan oleh sekolah). Misalnya, honor dan transport untuk kegiatan. Walaupun mungkin secara logis honor dan transport tersebut dapat diterima, namun ada aturan di daerah tersebut yang melarang pemberian honor dan transport tersebut. Pengurangan komponen/ subkomponen biaya ini dianjurkan dilakukan dengan memasukkan angka nol (0) ke dalam volume, satuan, dan harga satuan 74

77 tanpa menghilangkan kegiatan dan komponen/subkomponen biaya tersebut dalam template. Dengan demikian, secara otomatis pengeluaran untuk komponen/subkomponen tersebut tidak terhitung dalam BOSP (meskipun tetap ada dalam daftar kegiatan dan komponen biaya). c. Penyesuaian nama subkomponen biaya dapat dilakukan apabila nama subkomponen biaya dalam template penghitungan BOSP, di daerah yang bersangkutan lebih dikenal dengan nama yang lain. Misalnya, dalam template dicantumkan nama subkomponen Peringatan Maulid Nabi Muhammad dan daerah tersebut mayoritas masyarakatnya nonmuslim seperti Kabupaten Tana Toraja, maka nama subkomponen biaya tersebut dapat disesuaikan dengan nama yang sesuai seperti Perayaan Natal. d) Komponen Investasi Ringan dan Bantuan untuk Peserta Didik (Siswa Miskin) Komponen investasi ringan yang dimaksudkan dalam Modul ini yaitu keperluan dalam proses pembelajaran berupa buku teks pelajaran, alat peraga sederhana, dan investasi ringan lain. Sedangkan Bantuan Siswa Miskin yaitu bantuan yang diperuntukkan kepada peserta didik yang orang tuanya kurang mampu agar beban biaya personalnya lebih ringan. Bantuan tersebut dapat berupa bantuan dana transportasi, buku, alat tulis, pakaian seragam, dan uang saku. Komponen investasi ringan dan Bantuan Siswa Miskin ini bisa saja ditambahkan dalam penghitungan BOSP jika Pemerintah Kabupaten/Kota mempunyai kebijakan dimana sekolah diminta bertanggung jawab untuk juga mengelola dana atas beberapa tambahan selain Biaya Operasi Personalia (khusus untuk personalia honorer yang biaya personalianya dibayar langsung oleh sekolah) dan Biaya Operasi Nonpersonalia. Dalam hal ini, Pemerintah Kabupaten/Kota dapat menyalurkan dana ke sekolah sesuai dengan kebutuhan riil masing-masing sekolah atau untuk kemudahan administrasi Pemerintah Kabupaten/Kota dapat juga meminta agar komponen dimaksud dimasukkan sebagai komponen BOSP dan arena itu dihitung kebutuhan rata-ratanya. Misalnya, Pemerintah Kabupaten/Kota ingin agar sekolah mengelola dan membeli sendiri buku teks pelajaran untuk pendidikan dan peserta didik, alat peraga sederhana, dan computer untuk administrasi (secara definsii, komponen-komponen ini sebenarnya adalah komponen biaya investasi, bukan komponen biaya operasional, karena manfaatnya lebih dari satu tahun). Demikian pula, jika Pemerintah Kabupaten/Kota ingin agar sekolah mengelola sendiri bantuan biaya pendidikan, bukan komponen biaya operasional) karena mungkin menganggap sekolah yang paling tahu peserta didiknya yang mana saja yang berasal dari keluarga kurang mampu. Apabila Pemerintah Kabupaten/Kota akan mengalokasikan dana untuk komponen biaya investasi setiap tahun ke sekolah dan memperlakukannya sebagaimana komponen BOSP, maka harga dari komponen biaya 75

78 LAMPIRAN B - Uraian Substansi investasi tersebut dapat dibuat menjadi pertahun dengan cara membaginya dengan umur ekonomis (umur pakai) barang tersebut. Jika harga komponen biaya investasi dihitung penuh untuk satu tahun (tidak dibagi umur ekonomis) maka nilai BOSP Nonpersonalia akan menjadi terlalu tinggi. Jika alokasi dana ke sekolah didasarkan pada nilai yang terlalu tinggi, sekolah akan menerima dana terlalu besar, melebihi yang benarbenar diperukan setiap tahunnya. 4. Penentuan Volume Volume yang dimaksudkan dalam modul ini adalah total kebutuhan atas suatu komponen/subkomponen biaya untuk kegiatan tertentu dalam satu tahun. Dengan demikian, volume dihitung dengan mengalikan antara frekuensi penggunaan/pembayaran/kebutuhan dalam setahun, jumlah pengguna yang membutuhkan, dan jumlah penggunaan/kebutuhan setiap pengguna atau yang membutuhkan. Penentuan volume untuk setiap komponen/subkomponen biaya harus dilakukan secara rinci untuk satu tahun agar transparan dan guna memudahkan verifikasi. Rincian volume tersebut harus mencantumkan informasi tentang: a) Frekuensi per Tahun Bagian ini menunjukkan berapa kali penggunaan/pemakaian/pembayaran untuk komponen biaya untuk kegiatan tertentu dalam satu tahun. Misalnya, untuk gaji, frekuensi per tahun adalah 12 kali atau 13 kali, karena guru dan tenaga kependidikan dibayar 12 kali atau `13 kali dalam satu tahun. b) Jumlah Pengguna atau yang Membutuhkan Bagian ini menunjukkan jumlah pengguna atau yang membutuhkan yaitu obyek yang menjadi pemicu biaya (cost driver) yang dijadikan dasar untuk penghitungan komponen biaya. Jumlah pengguna/yang membutuhkan dapat berupa jumlah pendidik, jumlah peserta didik, jumlah kelompok peserta didik, jumlah rombel, jumlah matapelajaran, atau bahkan jumlah sekolah (yaitu satu sekolah). Misalnya, jumlah pendidik yang dibayar gaji pokoknya, jumlah peserta didik yang dijadikan dasar penghitungan biaya fotokopi untuk administrasi, dan sebagainya. c) Jumlah Penggunaan/Kebutuhan setiap Pengguna atau yang Membutuhkan Bagian ini menunjukkan jumlah penggunaan/pembayaran/kebutuhan per satu kali penggunaan/pemakaian/ pembayaran per satu pengguna/yang membutuhkan. 76

79 d) Satuan Bagian ini menunjukkan satuan dari komponen/subkomponen biaya. Misalnya, lembar untuk fotokopi, batang untuk pensil, dan sebagainya. Contoh: Jika buku absensi peserta didik untuk SD/MI dibutuhkan, satu buah di setiap rombel (misalnya 6 enam rombel) pada setiap semester, berarti: a. Frekuensi per tahun : 2 kali (1 tahun = 2 semester) b. Jumlah yang membutuhkan : 6 rombel c. Jumlah kebutuhan setiap rombel : 1 buah Ini berarti, volume buku absensi tersebut dapat diformulasi sebagai berikut: Buku absensi : 2 semester x 6 rombel x 1 buah = 12 buah Penentuan volume harus konsisten dengan asumsi-asumsi yang telah ditetapkan sebelumnya. Secara teknis, penentuan volume di dalam Template telah menggunakan formula penghitungan sehingga nilai volume dapat diperoleh secara otomatis setelah mengisi rincian volume sebagaimana disebutkan di atas. 5. Penentuan Harga Satuan a) Penentuan Harga Satuan Biaya Operasional Personalia Penentuan harga satuan biaya operasi personalia yang secara umum meliputi gaji dan tunjangan dilakukan berdasarkan peraturan yang mengatur tentang hal tersebut antara lain Undang-undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden (Perpres), dan peraturan lain seperti Peraturan Gubernur, Peraturan/Keputusan Bupati/ Walikota untuk pemberian tunjangan/insentif bagi pendidik dan/atau tenaga kependidikan. Peraturan-peraturan tersebut dapat berubah setiap tahun, oleh karena itu peraturan yang digunakan adalah peraturan terakhir. b) Penentuan Harga Satuan Biaya Operasional Nonpersonalia Penentuan harga satuan biaya operasi nonpersonalia dilakukan berdasarkan Standar Harga Satuan Barang dan Jasa (biasanya dalam bentuk Keputusan Bupati/walikota) setiap daerah. Namun dalam kenyataannya, terkadang ada komponen/ subkomponen biaya yang tidak terdapat dalam Standar Harga Satuan Barang dan Jasa tersebut. Jika hal ini terjadi, maka menentukan harga satuan atas komponen/subkomponen biaya 77

80 LAMPIRAN B - Uraian Substansi tersebut dilakukan dengan menggunakan keputusan pemerintah (misalnya, harga buku teks), menggunakan harga yang ditetapkan instansi yang berwenang (misalnya, listrik per Kwh, air per M3), atau menggunakan harga pasar rata-rata (bukan harga tertinggi atau termurah). Penghitungan BOSP Berdasarkan Klasifikasi Sekolah 1. Klasifikasi Sekolah Apabila Pemerintah Kabupaten/Kota menginginkan penghitungan BOSP yang berbeda karena terdapat kelompok-kelompok sekolah yang dianggap cukup berbeda dalam berbagai hal, yang menyebabkan kebutuhan biaya opersionalnya berbeda satu sama lain, maka penghitungan BOSP dapat dilakukan berdasarkan klasifikasi sekolah. Klasifikasi sekolah dapat dilakukan dengan mengelompokkan sekolah-sekolah berdasarkan berbagai kriteria, seperti; jumlah rombel, jumlah kegiatan tambahan di sekolah, jarak sekolah dari pusat kegiatan, status sekolah, dan hasil akreditasi oleh Badan Akreditasi Sekolah (BAS). Jika jumlah kegiatan tambahan di sekolah dijadikan sebagai pertimbangan dalam melakukan klasifikasi sekolah, disarankan untuk menggunakan kegiatan tambahan di sekolah yang berkaitan langsung dengan peningkatan kemampuan peserta didik, antara lain: a. Pramuka b. Dokter kecil atau kegiatan sejenisnya c. Karya ilmiah atau kegiatan sejenisnya d. Kursus Bahasa Inggris atau Bahasa Asing lainnya di sekolah e. Kursus komputer di sekolah f. Penggunaan laboratorium bahasa g. Kegiatan pengayaan di bidang keagamaan h. Kegiatan pengayaan untuk peserta didik berprestasi i. Kegiatan pembelajaran intensif untuk peserta didik kelas akhir j. Kegiatan keterampilan (ekstra kurikuler). Selanjutnya, sekolah dikelompokkan berdasarkan jumlah kegiatan tersebut di atas. Salah satu alternative cara pengelompokan sekolah adalah: a. Sekolah kategori C : 1 4 kegiatan 78

81 b. Sekolah kategori B : 5 8 kegiatan c. Sekolah kategori A : > 8 kegiatan Seharusnya, klasifikasi sekolah dilakukan dengan tujuan mendorong sekolah menggunakan dana operasional yang dikelola untuk hal-hal yang memang bertujuan meningkatkan layanan kepada peserta didik. Klasifikasi sekolah juga dapat dilakukan dengan menyusun standar pelayanan. Pada umumnya yang menjadi bahan diskusi adalah wacana untuk mengelompokkan sekolah-sekolah ke dalam tiga kelompok, yaitu Sekolah Minimal, Sekolah Standar, dan Sekolah Ideal. Apabila itu dilakukan, tentu saja yang harus dilakukan adalah menyusun kriteria (yang berimplikasi pada kegiatan dan komponen baiya operasional) untuk minimal, standar, dan ideal tersebut. 2. BOSP Berdasarkan Klasifikasi Sekolah Apabila pengklasifikasian sekolah telah dilakukan sehingga kegiatan dan komponen biaya (beserta volume penggunaannya) untuk setiap jenis sekolah dapat dibedakan dengan jelas. Penghitungan BOSP dapat dilakukan dengan mudah sesuai tahapan implementasi dan dengan menggunakan contoh template BOSP yang ada (tanpa klasifikasi sekolah) yang disesuaikan. Dengan kata lain, titik kritis penghitungan BOSP berdasarkan klasifikasi sekolah terletak pada penentuan kegiatan dan komponen biaya untuk setiap kategori sekolah. Meskipun demikian, dasar klasifikasi dan perbedaan kegiatan dan komponen biaya untuk setiap kategori sekolah terkadang memerlukan perdebatan yang panjang. Oleh karena itu, meskipun terlihat mudah, praktek penghitungan BOSP berdasarkan klasifikasi sekolah tidak mudah dilakukan. Pada dasarnya penghitungan BOSP berdasarkan klasifikasi sekolah ini gampang-gampang susah, maka disarankan: a. Mengingat bahwa biasanya terdapat keterbatasan waktu dan sumberdaya, sebaiknya diprioritaskan untuk menghitung BOSP tanpa klasifikasi sekolah. Dalam kondisi demikian, BOSP yang dihitung adalah BOSP minimal yang memasukkan biaya dari kegiatan-kegiatan yang harus dilaksanakan oleh atau tak terhindarkan bagi sekolah. b. Jika penghitungan BOSP berdasarkan klasifikasi sekolah sangat diperlukan maka sebaiknya dilakukan dengan klasifikasi seklah yang sederhana (tidak rumit). Dari berbagai alternatif, klasifikasi sekolah berdasarkan jumlah rombel merupakan klasifikasi yang lebih mudah dan lebih bermanfaat. Hal ini disebabkan karena klasifikasi sekolah berdasarkan jumlah rombel tidak harus menimbulkan adanya perbedaan kegiatan dan komponen/subkomponen biaya tetapi dapat dilakukan hanya dengan perbedaan volume yang disebabkan terutama karena perbedaan jumlah pengguna/yang membutuhkan. Selain itu, 79

82 LAMPIRAN B - Uraian Substansi nilai BOSP yang dihasilkan dari perbedaan jumlah rombel tersebut juga akan cukup berbeda. Klasifikasi sekolah berdasarkan jumlah kegiatan di sekolah juga merupakan pilihan yang dapat dipertimbangkan karena kegiatan di sekolah dapat mencerminkan bentuk layanan pendidikan yang diberikan. Semakin banyak jumlah kegiatan yang dilakukan seharusnya mencerminkan semakin baiknya layanan pendidikan yang diberikan. Direkomendasikan agar penghitungan BOSP berdasarkan klasifikasi sekolah ini dilakukan jika benar-benar diperlukan karena akan terkait dengan rencana kebijakan tertentu yang didasarkan pada klasifikasi seklah tersebut. Jika tidak, maka disarankan agar penghitungan BOSP dilakukan tanpa klasifikasi sekolah. Persiapan untuk penghitungan BOSP 1. Identifikasi Pemangku Kepentingan Setelah mengambil keputusan untuk menghitungkan BOSP dengan pendekatan KINERJA-USAID, Sekda dalam konsultasi dengan kepala instansi terkait menetapkan 1. Kecamatan yang dipilih sebagai pilot 2. Satuan pendidikan di kecamatan tersebut) untuk disertakan sebagai sasaran 3. Instansi yang terkait yang akandiikutsertakan: Dinas Pendidikan, BPKAD/DPKAD/ BagianKeuanganSekretariat Daerah, Bappeda, Sekolah (SD/MI, SMP/MTs) 4. Multi Stockholder Forum (MSF) yang akan diikutsertakan. 5. Membentuk Tim Penyusun BOSP dengan memperhatikan keterwakilan perempuan, dan mengajukan susunan anggota Tim Penyusun BOSP untuk di-sk-kan oleh Kepala Daerah. 2. Pembentukan Tim Penyusun BOSP Tim Penyusun BOSP terdiri atas: 1. Ketua 2. Sekretaris 3. Anggota Tim Penyusun BOSP dibentuk selain mempertimbangkan keterwakilan dari lembaga/instansi terkait dan mempertimbangkan keterwakilan perempuan. Wakil unsur sekolah disesuaikan dengan jenjang/jenis 80

83 pendidikan yang BOSP-nya akan dihitung. Sebagai contoh, jika yang akan dihitung hanya jenjang SD/MI dan SMP/MTs maka wakil-wakil SMA/MA dan SMK tidak diperlukan. Wakil sekolah biasanya adalah kepala sekolah yang dipilih dari sekolah negeri yang terbaik, karena yang dibutuhkan adalah kepala sekolah yang memiliki pemahaman yang cukup mengenai kegiatan di sekolah. Suatu contoh komposisi Tim Penyusun BOSP dapat dilihat pada tabel berikut ini. Dimana keanggotaannya bersifat lintas instansi/lembaga, pembentukan Tim Penyusun BOSP sebaiknya ditetapkan oleh Bupati/Walikota atau Sekretariat Daerah Kabupaten/Kota. Untuk menghindari bias gender di dalam melakukan penyusunan BOSP, maka perlu keterwakilan perempuan di dalam Tim Penyusun. Hal tersebut disebabkan, adanya beberapa kebutuhan-kebutuhan yang diperlukan oleh siswa, guru, dan tenaga kependidikan yang berjenis kelamin perempuan. Sebagai contoh kebutuhan siswa perempuan untuk memenuhi standar proses seperti penyediaan peralatan praktik olahraga, tentu jenis dan berat peralatan untuk laki-laki dan perempuan berbeda. Selain itu, keperluan dalam standar sarana dan prasarana seperti kebutuhan WC Perempuan dan Laki-laki berbeda. Dengan demikian, dalam Tim Penyusun BOSP diperlukan keterwakilan perempuan. Pemilihan wakil dari setiap unsur sebaiknya dilakukan dengan mempertimbangkan kemampuan utama, yaitu kompetensi dalam bidang keuangan/penganggaran/perencanaan. Contoh Komposisi Tim Penyusun BOSP No Unsur Jumlah (orang) 1 Bidang Dikdas (Pengelola BOS) Dinas Pendidikan 2 2 DPKAD/BPKAD/Bagian Keuangan Setda 1 3 Bidang Sosial Budaya Bappeda 1 4 Wakil SD/MI 2 5 Wakil SMP/MTs 2 6 Wakil SMA/MA - 7 Wakil SMK (bila ikut dihitung jumlahnya berdasarkan jenis SMK - yang ada) 8 Multi Stakeholder Forum (MSF) 2 Total (tidak termasuk wakil SMK) 10 Anggota tim atau staf pendampingan harus mampu mengoperasikan computer. Kemampuan menggunakan MS Office Excel diperlukan untuk pencatatan dan penghitungan pada saat penghitungan BOSP, kemampuan menggunakan MS Office PowerPoint diperlukan untuk menyiapkan bahan dan mempresentasikan hasil penghitungan BOSP, sedangkan kemampuan menggunakan MS Office Word diperlukan untuk menyusun Laporan Hasil Penghitungan BOSP. 81

84 LAMPIRAN B - Uraian Substansi Persiapan untuk penghitungan BOSP rikut adalah beberapa slide dari tiga presentasi KINERJA-USAID berkaitan dengan modul ini. Seluruh presentasi dapat diakses di file Presentasi 3 konsep BOSP pendekatan dan cara penghitungannya di CD terlampir. 82

85 BAHAN PRESENTASI BAB 3 PENDEKATAN DAN KONSEP BOSP DAN CARA PENGHITUNGANNYA Pendekatan Penghitungan BOSP Bank Dunia telah melakukan penghitungan BOSDA melalui program BOSDA berformula dengan menggunakan pendekatan formula pengalokasian BOSDA yang lebih adil dan berbasis kinerja. Program BOSDA berformula diterapkan berdasarkan tigajenis alokasi yaitu alokasi dasar, alokasi karakteristik sekolah dan alokasi prestasi sekolah

86 LAMPIRAN B - Uraian Substansi Pendekatan... Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) juga telah melakukan penghitungan Standar BOSP dengan menggunakan Pendekatan Biaya. 6 Komponen BOSP DBE 1 (Berdasarkan Kegiatan) Biaya Personalia (Pendidik & Tenaga Kependidikan) (Tidak dihitung) Biaya Nonpersonalia Standar... Kegiatan... Komponen Biaya... Komponen Biaya... Kegiatan... Komponen Biaya... Komponen Biaya

87 KINERJA KINERJA memfasilitasi kabupaten/kota dalam menghitung BOSP-nya dengan mengadopsi pendekatan penghitungan BOSP yang telah dilakukan oleh DBE 1 dengan menggunakan template yang telah dikembangkan dari template BSN. 10 Penentuan Kegiatan Penentuan Kegiatan Mengacu pada standar-standar nasional pendidikan Yang dapat dilakukan: Penambahan => Jika kegiatan tersebut benar-benar dibutuhkan sekolah karena ada standar/peraturan Pengurangan => Jika kegiatan tersebut tidak dapat dilaksanakan sekolah karena: ada peraturan lain yang melarang sarana dan prasarana yang diperlukan tidak ada sama sekali

88 LAMPIRAN B - Uraian Substansi Modul 4 Proses Penghitungan BOSP Pendahuluan Tim Penyusun BOSP bertugas melaksanakan implementasi BOSP, yang terdiri atas tahap-tahap penyiapan dokumen pendukung, penghitungan BOSP, dan tindak lanjut hasil penghitungan BOSP. Module inimembahas tahap-tahap penghitungan BOSP meliputi tahap penyiapan dokumen pendukung, penghitungan BOSP (penyamaan persepsi, metode penghitungan, pengenalan template penghitungan), dan tindak lanjut hasil penghitungan. Pembahasan berikutnya adalah Finalisasi Hasil Penghitungan BOSP, Konsultasi Internal, dan Penyusunan laporan hasil penghitungan BOSP, serta konsultasi publik, dan pada bagian akhir dibahas tentang Rekomendasi Teknis dalam Pemenuhan Kesenjangan. Untuk lebih jelasnya diuraikan secara rinci berikut ini. Tahap-tahap Penyusunan BOSP Tim Penyusun BOSP bertugas melaksanakan implementasi BOSP, yang terdiri atas 3 tahapan yaitu: 1) Tahap Penyiapan Dokumen Pendukung 2) Tahap Penghitungan BOSP 3) Tahap Tindak Lanjut Hasil Penghitungan BOSP. 1. Tahap Penyiapan Data dan Dokumen Pendukung Penghitungan BOSP memerlukan dokumen pendukung antara lain; a. Data Pokok Pendidikan (Dapodik), yang memuat informasi tentang setiap sekolah dalam satu kabupaten/ kota (nama sekolah, jenjang sekolah, jenis sekolah, jumlah rombel, jumlah peserta didik dalam setiap rombel, jumlah pendidik, jumlah tenaga kependidikan, dan lain-lain). b. Data capaian SPM dan SNP sekolah. 86

89 c. Daftar Harga Satuan Barang dan Jasa (biasanya berupa Surat Keputusan Bupati/Walikota atau pejabat lain yang berwenang. d. Dokumen-dokumen regulasi mengenai pendidikan yang relevan, khususnya mengenai pendanaan Pendidikan (yang dikeluarkan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah). e. Hasil survey pengaduan di tingkat satuan pendidikan khususnya yang berkaitan dengan penghitungan BOSP (bila ada). Data tersebut diperlukan terutama untuk memperoleh informasi yang menjadi dasar penentuan asumsi dasar yang akan digunakan dalam penghitungan BOSP. Data tersebut juga diperlukan untuk menjadi dasar dalam menentukan dalam menghitung besarnya tambahan dana yang diperlukan dalam rangka pemenuhan kebutuhan BOSP dalam hal dana BOS Pusat dan dana pendamping BOS Pusat dari Pemerintah Daerah (jika ada) tidak mencukupi. 2. Tahap Penghitungan BOSP a) Penghitungan BOSP Penghitungan BOSP dilaksanakan oleh tim dalam lokakarya khusus selama dua hari efektif dengan tujuan untuk menghitung dan menghasilkan nilai BOSP tentatif. Adapun peserta lokakarya ini terdiri atas: 1) Tim Penyusun BOSP 2) Pemangku Kepentingan:Anggota Komisi Pendidikan/Panitia Anggaran DPRD, Ketua dan Wakil Ketua Dewan Pendidikan, wakil Kantor Departemen Agama, Kepala Bagian Perencanaan Dinas Pendidikan, wakil Pengawas Sekolah, dan wakil sekolah (sesuai jenjang pendidikan yang BOSP-nya dihitung), dan perwakilan lembaga-lembaga non pemerintah. Nilai BOSP tentative tersebut dihitung untuk masing-masing tingkat pendidikan sekolah. Data relevan dimasukkan dalam tempat Excel yang disediakan dalam CD terlampir: Template 4a BOSP SD MI Template 4b BOSP SMP MTs Template 4c BOSP SMA MA Juga contoh dari Kabupaten Bulukumba terlampir di file Contoh BOSP SD MI Bulukumba dan ontoh BOSP SMP Bulukumba. 87

90 LAMPIRAN B - Uraian Substansi Kabupaten Simeulue dan Kota Banda Aceh sedang mengupayakan untuk menghitungkan BOSP secara berbeda untuk sekolah besar dan sekolah kecil, karena ada hipotesis BOSP per murid yang sama tidak adil untuk sekolah kecil. BOSP ini belum dilaksanakan untuk membuktikan hipotesisnya. b) Finalisasi Penghitungan BOSP Finalisasi penghitungan BOSP dilaksanakan dalam bentuk kegiatan lokakarya selama dua hari efektif. Tujuan Lokakarya 3 pada hari pertama adalah untuk memperoleh masukan dari peserta, terutama wakil dari sekolahsekolah yang belum pernah diundang dalam lokakarya 2 sehingga, jika diperlukan Tim Penyusun BOSP dapat melakukan penyesuaian terhadap nilai BOSP tentatif agar menjadi lebih representati dan realistis. Tujuan Lokakarya 3 pada hari kedua adalah agar Tim Penyusun BOSP dapat melakukan penyesuaian terhadap nilai BOSP tentatif (dengan mempertimbangkan masukan peserta pada hari pertama) serta dapat menyusun bahan presentasi untuk Lokakarya 4 Konsultasi Internal. Peserta lokakarya pada hari pertama berasal dari unsur Tim Penyusun BOSP serta Pemangku Kepentingan yang terdiri atas unsur anggota Komisi Pendidikan/Panitia Anggaran DPRD, Ketua dan Wakil Ketua Dewan Pendidikan, wakil Kantor Departemen Agama, Kepala Bagian Perencanaan Dinas Pendidikan, wakil Kantor Departemen Agama Kepala Bagian Perencanaan Dinas Pendidikan, wakil Pengawas Sekolah, dan wakil sekolah (sesuai jenjang pendidikan yang BOSP-nya dihitung) yang belum pernah terlibat dalam lokakaryalokakarya sebelumnya. Peserta lokakarya pada hari kedua terdiri hanya dari Tim Penyusun BOSP. c) Konsultasi Internal Konsultasi Internal juga dilaksanakan dalam bentuk Lokakarya selama 1 hari efektif dengan tujuan untuk memperoleh tanggapan/masukan dari peserta, yang terdiri atas unsur internal Dinas Pendidikan, terhadap nilai BOSP tentati, sehingga jika diperlukan Tim Penyusun BOSP dapat melakukan penyesuaian terhadap nilai BOSP tentatif dan kemudian menghitung nilai BOSP final yang disepakati secara internal Dinas Pendidikan. Adapun peserta lokakarya ini terdiri atas: 1) Tim Penyusun BOSP 2) Unsur internal Dinas Pendidikan (Kepala, Sekretaris, para Kepala Bidang, wakil UPTD/KCD, wakil pengawas sesuai jenjang pendidikan yang BOSP-nya dihitung 3) Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) 4) Badan Anggaran (Banggar). 88

91 d) Konsultasi Publik Konsultasi publik dilaksanakan dalam bentuk lokakarya selama 1 hari efektif dengan tujuan untuk mempresentasikan nilai BOSP final kepada para penentu kebijakan dan para pemangku kepentingan. Melalui lokakarya ini, diharapkan ada tanggapan dari penentu kebijakan mengenai kebijakan yang akan diambil sebagai tindak lanjut dari hasil penghitungan BOSP. Diharapkan pula agar para pemangku kepentingan dapat memberi dukungan dan akan mendorong terwujudnya dan para pemangku kepentingan. Dalam lokakarya ini, dilakukan penyerahan Laporan Hasil Penghitungan BOSP yang telah dibuat oleh Tim Penyusun BOSP kepada Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota untuk selanjutnya diserahkan kepada Bupati/Walikota, DPRD, Dewan Pendidikan, dan pihak lain yang dianggap penting. Adapun peserta lokakarya konsultasi publik terdiri atas: 1) Tim Penyusun BOSP 2) Penentu Kebijakan: Bupati atau Sekretaris Daerah, Kepala Dinas Pendidikan, Kepala Bappeda, Kepala DPKAD/BPK/Kepala Bagian Keuangan Sekretariat Daerah, Ketua Komisi Pendidikan/Panitia Anggaran DPRD. 3) Pemangku Kepentingan: Ketua dan Wakil Ketua Dinas Pendidikan, wakil Kantor Departemen Agama, Kepala Bagian Perencanaan Dinas Pendidikan, wakil Pengawas Sekolah, wakil Sekolah (sesuai jenjang pendidikan yang BOSP-nya dihitung) yang belum pernah terlibat dalam lokakarya sebelumnya, wakil LSM Pendidikan, dan wakil Media. e) Rekomendasi Teknis Pemenuhan Kesenjangan Rekomendasi teknis pemenuhan kesenjangan antara BOSP dan BOS dalam bentuk lokakarya dilaksanakan selama 1 hari efektif dengan tujuan untuk mengembangkan rekomendasi teknis dan keuangan kebijakan terkait penyusunan dan implementasi kebijakan Biaya Operasional Satuan Pendidikan, serta pendampingan teknis dalam pengajuan proposal kepada Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) dan Badan Anggaran (Banggar) DPRD khususnya mengenai pemenuhan kesenjangan antara BOSP dan BOS. Adapun peserta lokakarya terdiri atas: 1) Tim Penyusun BOSP 2) Penentu Kebijakan: Kepala Dinas Pendidikan, Kepala Bappeda, Kepala DPKAD/BPK/Kepala Bagian Keuangan Sekretariat Daerah, Ketua Komisi Pendidikan/Panitia Anggaran DPRD. 3) Pemangku Kepentingan: Ketua dan Wakil Ketua Dinas Pendidikan, Kepala Bagian Perencanaan Dinas 89

92 LAMPIRAN B - Uraian Substansi Pendidikan, Bappeda, Ketua Dewan Pendidikan, Ketua PGRI, wakil Pengawas Sekolah, wakil Sekolah (sesuai jenjang pendidikan yang BOSP-nya dihitung) yang belum pernah terlibat dalam lokakarya sebelumnya. 3. Tahap Tindak Lanjut Hasil Penghitungan BOSP Biaya Operasional Satuan Pendidikan adalah pemetaan atas kebutuhan biaya operasional non personalia yang diperlukan untuk menjamin terpenuhinya pembiayaan operasional non personalia.hasil penghitungan BOSP dapat menjelaskan berapa biaya sesungguhnya yang dibutuhkan oleh satuan pendidikan, dari mana sumber pembiayaannya dan jika terjadi perbedaan (kurang) siapa yang menanggungnya. Dengan demikian hasil penghitungan BOSP dapat meretas sumber-sumber pembiayaan yang terakumulasi dalam Biaya Operasional Sekolah Daerah (BOSDA ). Laporan Hasil Penghitungan BOSP seharusnya ditindaklanjuti sebagai masukan dalam pengambilan kebijakan pendanaan BOSP, jika tidak ditindaklanjuti, maka penghitungan BOS tidak ada manfaatnya. Lihat template untuk laporan tersebut pada file Templat 4d Laporan hasil penghitungan BOSP di CD terlampir. Kebijakan pendanaan BOSP setidaknya mencakup beberapa hal sebagai berikut: a. Penetapan nilai BOSP; Penetapan nilai BOSP untuk setiap jenjang pendidikan untuk tahun yang bersangkutan. b. Sumber Dana untuk menutupi kesenjangan pendanaan BOSP; Kita sadari bahwa dana BOS dari Pemerintah tidak dapat sepenuhnya mendanai kebutuhan BOSP, Pemerintah Daerah (Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota) perlu mengambil keputusan tentang besarnya kesenjangan pendanaan BOSP yang akan ditutupi dan sumber-sumber dana dari mana saja yang akan digunakan untuk menutupi. Sesuai kemampuan fiskalnya dan sumber-sumber dana yang tersedia, Pemerintah Daerah dapat juga mengambil keputusan untuk menutupi sebagian kesenjangan pendanaan BOSP dalam satu tahun anggaran sebagai langkah awal, dan kemudian secara bertahap menutupi sepenuhnya dalam beberapa tahun anggaran ke depan. c. Pengawasan Keuangan di Sekolah; Terpenuhinya kebutuhan pendanaan BOSP bagi sekolah, baik sebagian maupun sepenuhnya, maka kebijakan perlu mengatur tata cara penggunaan, pencatatan, pelaporan, dan pengawasan penggunaan dana di sekolah. d. Pemutakhiran Nilai BOSP; Biaya Operasional Satuan Pendidikan dihitung berdasarkan harga satuan untuk tahun tertentu serta mempertimbangkan peraturan-peraturan yang berlaku saat penyusunan. Oleh karena itu, kebijakan perlu mewajibkan penghitungan kembali (pemutakhiran) nilai BOSP, antara lain 90

93 terkait berapa sering pemutakhiran harus dilakukan dan pihak-pihak yang harus melakukannya, serta dalam kondisi apa dapat dimutakhirkan meskipun waktu yang ditentukan didalamnya belum berakhir (misalnya karena adanya perubahan peraturan). Pada dasarnya, kebijakan pendanaan BOSP harus diformulasikan ke dalam sebuah dokumen kebijakan formal, misalnya Surat Keputusan atau Peraturan Bupati/Walikota. Contoh Bahan Presentasi Berikut adalah beberapa slide dari presentasi KINERJA-USAID. Seluruh presentasi dapat diakses di CD terlampir. 91

94 LAMPIRAN B - Uraian Substansi a) Presentasi 4a Proses penghitungan BOSP BAB 4 PROSES PENGHITUNGAN BIAYA OPERASIONAL SATUAN PENDIDIKAN Komposisi Tim Penyusun BOSP No. Unsur Jumlah (orang)* 1 Bidang Dikdas (Pengelola BOS) Dinas Pendidikan 2 2 DPKAD BPKAD Bagian Keuangan Setda 1 3 Bidang Sosial Budaya Bappeda 1 4 Wakil SD/MI 2 5 Wakil SMP/MTs 2 6 Wakil SMA/MA - 7 Wakil SMK (bila ikut dihitung jumlahnya berdasarkan - jenis SMK yang ada) 8 Mitra Stakeholder Forum (MSF) 2 Total (tidak termasuk wakil SMK)

95 Tahap-tahap Penyusunan BOSP Tahap Penyiapan Dokumen Pendukung Tahap Penghitungan BOSP Tahap Tindak Lanjut Hasil Penghitungan BOSP Tahap Tindak Lanjut Hasil Penghitungan BOSP Hasil Penghitungan BOSP seharusnya ditindaklanjuti sebagai masukan dalam pengambilan kebijakan pendanaan BOSP, jika tidak ditindaklanjuti, maka penghitungan BOS Tidak ada manfaatnya. 93

96 LAMPIRAN B - Uraian Substansi b) Presentasi 4b Biaya Operasional Non Personalia Satuan Pendidikan Penyamaan Persepsi Biaya Operasional Non Personalia Pengantar UU 20/2003 Sistem Pendidikan Nasional Memuat antara lain: Delapan Standar Nasional Pendidikan PP 19/2005 Standar Nasional Pendidikan Permendiknas 69/2009 Standar Biaya Operasi Nonpersonalia Tahun 2009 SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, SMK, SDLB, SMPLB, SMALB Penghitungan oleh BSNP Jenis-Jenis Pembiayaan Pendidikan Standar Biaya Operasi Nonpersonalia Tahun 2009 Standar Biaya Jakarta Ada indeks untuk setiap daerah (provinsi & kabupaten/kota) 94

97 MANFAAT HASIL PENGHITUNGAN BOSP Bagi Pemda (Pemprov, Pemkab/kota) menjadi acuan kebijakan pembiayaan pendidikan Bagi Sekolah Acuan penyusunan RKAS dan RKT Dasar usulan permintaan tambahan dana (jika kebutuhan lebih besar dan dana yang tersedia) kepada pemenntah, masyarakat, orangtua Bagi Masyarakat/Orang Tua membenkan informasi tentang kebutuhan dana operasional di sekolah Ilustrasi 1: Tdk ada Dana Tambahan dan Pemda BOSP Rp Pembiayaan Kekurangan Rp Dana BOS Rp Sumber Dana Siapa yang tanggung?

98 LAMPIRAN B - Uraian Substansi c) Presentasi 4c Metode Penghitungan Biaya Operasional Non Personalia Satuan Pendidikan Metode Penghitungan Biaya Operasional Non Personalia Langkah 2: Penentuan Kegiatan Penentuan Kegiatan Mengacu pada standar-standar nasional pendidikan Yang dapat dilakukan: Penambahan => Jika kegiatan tersebut benar-benar dibutuhkan sekolah karena ada standar/peraturan Pengurangan=> Jika kegiatan tersebut tidak dapat dilaksanakan sekolah karena: - ada peraturan lain yang melarang - sarana dan prasarana yang diperlukan tidak ada sama sekali 96

99 Asumsi Dasar Penghitungan Jenjang SD/MI URAIAN JUMLAH KETERANGAN Jumlah Rombel Jumlah Siswa Per Rombel 32 Didasarkan pada SPM Jumlah Siswa Satu Sekolah Jumlah Kepsek dan Guru 9 1 Kepsek, 6 Guru Kelas, 2 Guru Mapel Jumlah Tenaga Kependidikan 3 1 Pustakawan, 1 Keamanan, 1 Kebersihan Jumlah Matapelajaran 9 8 Mapel Umum, 1 Mapel Mulok Kebutuhan Dana Tambahan untuk Memenuhi BOSP DESKRIPSI SD/MI SMP/MTs Asumsi Rata-Rata Sekolah 6R-32SR-9G-1TK 12R-36SR-21G-9TK BOSP-Nonpersonalia BOS Pusat Dikurangi untuk Buku BOS Pusat-Buku Dana Pendidikan Gratis (DPG) BOS-Buku + Dana Pendidikan Gratis Kebutuhan Dana BOSP Tambahan per Siswa Jumlah Siswa Kebutuhan Dana BOSP Tambahan Total (Milyar Rp)

100 LAMPIRAN B - Uraian Substansi d) Presentasi 4d pengenalan template penghitungan BOSP PENGENALAN TEMPLATE PENGHITUNGAN BOSP STANDAR PENILAIAN Deskripsi Yang Membutuhkan Kebutuhan Sedap yang Frekuensi Membutuhkan per Tahun Volume Biaya Satuan Total (Rp) Biaya (Rp) Jumlah Keterangan Jumlah Satuan Jumlah Keterangan Jumlah Satuan =2x4x STANDAR PENILAIAN 3.1. Tes Formatir (Ulangan Harian) Penggandaan Soal mapel lembar kali 0 lembar 0 Sub Total 3.2. Ujian Tengah Semester Ujian Tengah Semester Ganjil Penggandaan Soal mapel lembar 1 kali 0 lembar Ujian Tengah Semester Genap Penggandaan Soal mapel lembar 1 kali 0 lembar

101 Deskripsi STANDAR KOMPETENSI KELULUSAN Yang Membutuhkan Kebutuhan Sedap yang Membutuhkan Frekuensi per Tahun Volume Jumlah Keterangan Jumlah Satuan Jumlah Keterangan Jumlah Satuan Biaya Satuan (Rp) Total Biaya (Rp) =2x4x STANDAR KOMPETENSI KELULUSAN (Permendiknas 23/2008) 4.1. Kegiatan Keagamaan Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW a. Honor Penceramah penceramah hari 1 tahun 0 hari 0 b. Sewa Tenda kegiatan paket 1 tahun 0 paket 0 c. Spanduk kegiatan paket 1 tahun 0 paket 0 d. Dokumentasi kegiatan paket 1 tahun 0 paket 0 e. Konsumsi kepsek, guru, tendik, siswa dan undangan paket 1 tahun 0 paket 0 Perbandingan Total Biaya Operasi Non Personalia Berdasarkan Standar BOSP Jenjang SD/MI di Kabupaten Bulukumba 44% 18% 5% 9% 9% 5% 6% 4%

102 LAMPIRAN B - Uraian Substansi Modul 5 Pengawalan dan Advokasi Pembentukan Kebijakan BOSP Pendahuluan Hasil penghitungan BOSP adalah dasar rancangan kebijakan kepala daerah mengenai BOSP, yaitu peraturan kepala daerah (bupati/walikota) tentang Alokasi BOSDA Beserta Perunjuk Teknisnya dan Penyediaan Anggaran untuk Implementasinya. Kebijakan tersebut disusun sesuai dengan prosedur yang diatur peraturan perundang-undangan untuk pembentukan kebijakan. Anggota Tim Penyusunan BOSP dan MSF dapat ikut serta dalam proses pembentukan kebijakan kepala daerah dengan dua cara, sebagai berikut: Para aparat dapat ikut proses perancangan untuk memastikan hasil yang dihitung tetap menjadi basis pembentukan kebijakan tersebut.kami sebut peran ini sebagai pengawalan, karena kepentingan masyarakat dalam perhitungan BOSP dikawal dalam proses perancangan kebijakan MSF dan organisasi-organisasi non pemerintah dapat melakukan advokasi untuk kepentingan masyarakat, dengan mendorong dan memberi masukan dalam proses perancangan kebijakan tersebut.advokasi merupakan bentuk komunikasi persuasif, yang bertujuan untuk mempengaruhi pemangku kepentingan dalam pengambilan kebijakan atau keputusan untuk kepentingan pihak tertentu. Proses advokasi ini sangat penting, agar tujuan penghitungannya tercapai, yaitu, sekolah dapat anggaran yang dibutuhkan demi pendidikan anak-anak bangsa. Adapun langkah-langkah penyusunan setiap instrumen hukum berbeda satu dari yang lain, tetapi secara umum proses penyusunannya harus mencerminkan delapan prinsip tata kelola pemerintahan yang baik. Sebagai contoh, untuk menyusun kebijakan baru, para perancang peraturan sebaiknya melalui enam langkah yaitu: Langkah 1: Identifikasi masalah. Perancang peraturan mengawali penyusunan naskah peraturan dengan menganalisa masalah secara ilmiah bersama para pakar untuk mengidentifikasi bahaya dan risiko, masyarakat terkena dampak, tindakan yang diperlukan, dan prioritas

103 Langkah 2: Identifikasi peraturan dan hukum yang relevan. Pada langkah ini, penyusun peraturan mengidentifikasi perangkat hukum yang relevan, menganalisa kapasitas pemerintah untuk menegakkan peraturan dan anggaran, serta mengawasi lembaga terkait dalam pelaksanaan peraturan. Langkah 3: Penyusunan kertas kerja kebijakan tentang tiga masalah substansial: alasan kebijakan perlu disusun, komponen utama dan cakupan peraturan tersebut, serta proses penyusunan dan pengesahan. Bagi kebijakan yang perlu penelitian lebih dalam atau pembahasan lebih luas, disusun naskah akademik yang terdiri dari: Visi, misi, kajian ilmiah, kerangka hukum dan kelembagaan, serta cakupan dan serta rencana proses penyusunan. Langkah 4: Perancangan usulan kebijakan dengan Konsultasi Publik. Masalah dan perkembangan pikiran tentang usulan kebijakan perlu dibahas dengan pemangku kepentingan.rancangan naskah dapat disajikan kepada panel atau melakukan diskusi kelompok terfokus dengan komunitas khusus, seperti Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), kalangan akademik, untuk mendapatkan tanggapan dan umpan balik. Konsultasi ini juga merupakan caramensosialisasikan rancangan naskah kepada media, pemangku kepentingan dan masyarakat luas.hasil dari langkah ini adalah usulan rancangan peraturan perundangundangan. Langkah 5: Pembahasan usulan rancangan peraturan perundang-undangan. Langkah ini mulai dengan proses harmonisasi usulan rancangan agar konsisten dengan kebijakan yang sudah ada, dan sesuai dengan standar perancangan. Proses pembahasan dengan kepala daerah, DPRD dan Gubernur biasa diatur dalam peraturan perundang-undangan. Pembahasan dengan kelompok lain yang berkepentingan dapat diatur seperti asosiasi, universitas, dan masyarakat berisiko. Proses ini dilanjutkan sampai ada keputusan untuk menetapkan usulan sebagai rancangan kebijakan yang definitif. Langkah 6: Pengesahan. Rancangan kebijakan berlaku demi hukum bila disahkan dan masuk kedalam berita daerah.langkah ini merupakan langkah akhir dari penyusunan perangkat hukum.langkah pertama penerapannya adalah sosialisasi ke masyarakat. Berdasarkan prinsip ini, daerah akan menentukan proses untuk membentuk kebijakan BOSP, dan proses itu akan memberi kesempatan bagi aparat dari tim penyusunan BOSP untuk mengawali penghitungan BOSP dan bagi organisasi masyarakat advokasi untuk kepentingan masyarakat umum. Dalam penyusunan perundang-undangan di Indonesia tidak terlepas dari partisipasi masyarakat itu sendiri. Masyarakat dapat menyampaikan pendapat dan masukan-masukan kepada pemerintah atau lembaga pemerintah yang berwenang untuk membuat perundang-undangan tersebut

104 LAMPIRAN B - Uraian Substansi Partisipasi atau peranan masyarakat dalam penyusunan peraturan perundang-undangan di Indonesia adalah sebagai berikut: 1. Mengoptimalkan lembaga-lembaga penyalur aspirasi masyarakat yang telah ada, yaitu MPR, DPR, DPRD, Orsospol, Badan Permusyawaratan Desa, dan media massa. Lembaga-lembaga itu melakukan pengembangan dalam bidang politik sesuai dengan isi UUD 1945 pasal 28 yaitu Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya yang ditetapkan dengan undang-undang. Undang-undang tersebut adalah Undang-Undang RI No.9 tahun 1998 tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum. 2. Mengawasi berlangsungnya proses pengolahan penyusunan peraturan perundang-undangan dengan menjunjung tinggi nilai-nilai obyektifitas dan tanggung jawab serta hak dan kewajiban sebagai warga masyarakat yang baik. 3. Sebagai motivator percepatan penyusunan dan pemberlakuan peraturan perundang-undangan. 4. Sebagai subyek pendukung ketertiban suasana penyusunan peraturan perundang-undangan. Contoh: Dalam sidang DPR atau MPR yang sedang menyusun RUU atau ketetapan Majelis harus selalu didukung oleh suasana yang aman, tertib, dan teratur dalam pelaksanaannya. Hal ini tidak terlepas dari partisipasi masyarakat yang tanpa membuat gaduh suasana sidang, baik di dalam maupun di luar sidang. Apabila di dalam pelaksanaan undang-undang yang telah ada dan disahkan oleh pihak berwenang seperti yang dikemukakan di atas terdapat undang-undang yang tidak mengakomodasi aspirasi masyarakat Indonesia, maka undang-undang tersebut tidak akan mungkin terlaksana dengan baik. Oleh karena dalam pelaksanaan undang-undang tersebut harus terdapat keinginan, harapan dan kenyataan yang diaspirasikan oleh masyarakat itu sendiri. Pemerintah atau pihak yang berwenang harus dapat menerima aspirasi rakyatnya karena pemerintah tanpa rakyat tidak akan berarti apa-apa. Begitu pula sebaliknya rakyat tanpa ada pemerintah yang berdaulat tidak berarti apa-apa. Pihak yang satu membutuhkan pihak yang lain sebagai subyek maupun objek pelaksana undang-undang itu sendiri. Pemerintah harus memperhatikan, menindaklanjuti aspirasiaspirasi masyarakatnya dengan bertanggung jawab

105 Kesempatan bagi masyarakat dalam penyusunan kebijakan BOSP Di daerah yang ikut sistem KINERJA diadakan serangkaian rapat atau lokakarya dimana masyarakat diberi kesempatan untuk menyampaikan aspirasi dan masukan untuk hasil kajian penghitungan BOSP menjadi dasar kebijakan daerah. Sebelum lokakarya ini, sudah ada kesempatan MSF memberi masukan dalam penghitungan BOSP seperti dibahas di modul sebelumnya. Lokakarya yang berikut memberi kesempatan kepada masyarakat umum diikutsertakan. 1. Lokakarya penyamaan persepsi Tujuan lokakarya ini adalah penyatuan persepsi dan orientasi stakeholder tentang penghitungan BOSP dalam pemenuhan standar pelayanan minimum SPM. Hasil yang ingin dicapai dalam lokakarya ini : Teridentifikasinya Stakeholder pendidikan dalam wadah MSF pendidikan Melalui MSF stakeholder dapat memahami isu-isu berkaitan dengan pendidikan, khususnya BOSP Adanya rekomendasi tentang strategi pengawalan hasil penghitungan BOSP. 2. Diskusi tematik BOSP Tujuan yang ingin dicapai dalam kegiatan adalah peningkatan dan penguatan kapasitas para stakeholder dan penyelenggara pendidikan dalam pengawalan dan advokasi BOSP untuk penyelenggaraan pendidikan dasar yang memenuhi standar pelayanan. Hasil yang ingin dicapai dalam lokakarya ini adalah: MSF semakin memahami isu BOSP dan Standar Pelayanan Pendidikan Dasar. Lahirnya kesepakatan agenda kerja bersama dan strategi MSF dalam mengadvokasi BOSP. Lahirnya rekomendasi para stakeholder kepada pemerintah daerah dan DPRD dalam mempersiapkan kebijakan dalam bentuk regulasi dan anggaran berkenaan dengan BOSP. 3. Dengar Pendapat I dengan Bupati Tujuan Kegiatan ini meliputi: Membangun intensitas komunikasi antara MSF dengan Bupati/Walikota. Melaporkan kepada pihak Pemerintah Kabupaten/Walikota tentang agenda kerja MSF dalam mengadvokasi BOSP

106 LAMPIRAN B - Uraian Substansi Menindaklanjuti Rekomendasi Stakeholder dalam hal mempersiapkan kebijakan regulasi berkenaan dengan BOSP. Hasil yang ingin dicapai dalam kegiatan ini yaitu ada wakil/tokoh dari masyarakat dapat menjadi anggota team penyusun peraturan tentang BOSP. 4. Focus Group Discussion (FGD) I Penyusunan Usulan Rancangan Peraturan Bupati/Walikota tentang BOSP Hasil yang ingin dicapai dalam lokakarya ini: Lahirnya rekomendasi MSF kepada Pemda dalam mempersiapkan kebijakan BOSP. Lahirnya draf awal Rancangan Peraturan Bupati/Walikota tentang BOSP. 5. FGD II Penyusunan Draft Peraturan Bupati/Walikota Tujuan FGD II BOSP adalah meninjau kembali dan melakukan analisa secara partisipatif tentang muatan Draf Peraturan Bupati/Walikota tentang BOSP yang telah disiapkan oleh tim menyusun. Hasil yang ingin dicapai: Draf Peraturan Bupati/Walikota direvisi sesuai dengan masukan masyarakat. Ada mekanisme pengawasan dan partisipasi publik untuk memonitor. Adanya rencana kongkrit bagi MSF dalam keterlibatan perumusan kebijakan untuk peningkatan pelayanan pendidikan di Kabupaten/Kota. 6. Dengar Pendapat I dengan DPRD Tujuan kegiatan ini adalah membangun komunikasi dengan DPRD tentang adanya agenda kerja MSF terkait pembentukan Peraturan Bupati/Walikota tentang BOSP, dan membangun persepsi yang sama dengan unsur DPRD Komisi Pendidikan sebelum pembahasan RAPBD. Hasil yang ingin dicapai dalam lokakarya ini adalah legitimasi agenda kerja MSF dari DPRD, dan kesadaran anggota DPRD berkaitan dengan konsekuensi untuk penganggaran

107 7. FGD III Semi Final draft Peraturan Bupati/Walikota Tujuan FGD III adalah meninjau kembali draf Peraturan Bupati/Walikota DGP yang telah direvisi sebelumnya, serta menyamakan persepsi persiapan dengar pendapat dengan Bupati/Walikota dan DPRD yang berikut. Hasil yang ingin dicapai dalam lokakarya ini adalah finalisasi draf Peraturan Bupati/Walikota. 8. Dengar Pendapat II dengan Bupati/Walikota Tujuan dengar pendapat dengan Bupati/Walikota: Memberikan informasi kepada kepala daerah sejauh mana draf Peraturan Bupati/Walikota ini telah disusun Memberitahukan kepala daerah peran serta masyarakat, dan harapan masyarakat untuk peraturan tersebut Mendengarkan pendapat Bupati/Walikota mengenai draf Peraturan Bupati/Walikota tersebut. Hasil yang ingin dicapai dalam lokakarya ini adalah pemahaman Bupati/Walikota atas maksud dan tujuan penyusunan draf Peraturan Bupati/Walikota tentang BOSP untuk kepentingan masyarakat. 9. Dengar Pendapat II dengan DPRD Tujuan kegiatan ini adalah untuk berbagi informasi dengan DPRD sejauh mana Penyusunan draf Peraturan Bupati/Walikota ini telah dilaksanakan. Hasil yang ingin dicapai dalam lokakarya ini adalah meminta kepada DPRD untuk membantu MSF dalam hal pengawasan implementasi Peraturan Bupati/ Walikota di lapangan nantinya. 10. Lokakarya Perumusan Kebijakan Pemerintah dalam bentuk Peraturan Bupati/Walikota tentang BOSP Tujuan lokakarya ini adalah untuk memaparkan proses penyusunan draf Peraturan Bupati/Walikota tentang BOSP. Hasil yang ingin dicapai dalam lokakarya ini adalah rencana tahapan-tahapan penyusunan draf Peraturan Bupati/Walikota tentang BOSP, serta masukan dari masyarakat berkaitan dengan substansi peraturan

108 LAMPIRAN B - Uraian Substansi 11. FGD IV Finalisasi Peraturan Bupati/Walikota BOSP Penyelarasan Batang Tubuh dan Lampiran Peraturan Bupati/Walikota BOSP Tujuan lokakarya ini adalah untuk melakukan finalisasi draf Peraturan Bupati/Walikota tentang BOSP. Hasil yang ingin dicapai dalam lokakarya ini adalah: Konsiderans rekomendasi dari MSF diakomodasi dalam rancangan peraturan. Penyempurnaan draf Peraturan Bupati/Walikota tentang BOSP. 12. Lokakarya Konsultasi Eksternal Sosialisasi Peraturan Bupati/ Walikota tentang Petunjuk Teknis Penghitungan BOSP Tujuan kegiatan Lokakarya adalah sebagai medium sosialisasi peraturan tersebut kepada masyarakat lebih luas. Hasil yang ingin dicapai dalam lokakarya ini: Lahirnya Rekomendasi Multi Stakeholder Forum (MSF) kepada Pemerintah Daerah dan DPRD tentang pelaksanaan peraturan Bupati/Walikota, dalam proses penganggaran di DPRD, rencana kegiatan dinas dan sekolah dalam tata kelola BOSP. Pemaparan Regulasi Peraturan Bupati/Walikota tentang BOSP kepada Kepala Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Contoh Bahan Presentasi Berikut adalah beberapa slide dari presentasi KINERJA-USAID. Seluruh presentasi dapat diakses di file Presentasi 5 pengawalan dan advokasi kebijakan penyusunan BOSP di CD terlampir

109 BAB 5 ADVOKASI KEBIJAKAN PENYUSUNAN BOSP 107

110 LAMPIRAN B - Uraian Substansi Modul 6 Integrasi BOSDA ke Dalam Perencanaan dan Penganggaran Pendahuluan Pelaksanaan program Biaya Operasional Sekolah Daerah (BOSDA) yang diterapkan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota merupakan suatu program yang positif dalam rangka peningkatan dan kemudahan yang diberikan dalam menempuh pendidikan untuk masyarakat. Memang benar untuk menopang, mendukung, dan memberikan kemudahan dalam pendidikan, selain dana BOS dari pusat, Pemerintah Kabupaten/Kota harus mengintegrasikan BOSDA dalam perencanaan dan penganggaran di Dinas Pendidikan dan Pemerintah Kabupaten/Kota untuk pendidikan dasar dan menengah. Dalam pengalaman KINERJA, banyak peserta inisiatif BOSP kurang mengerti peran dan proses perencanaan dan penganggaran daerah. Dengan mengikuti presentasi materi berikut ini, tim penyusunan BOSP mendapat pengertian yang sama mengenai program, dan fasilitator KINERJA membangun kemitraan dengan anggota tim yang menguasai prosesnya. Dalam modul ini dibahas tentang perencanaan daerah yang meliputi perencanaan jangka menengah (RPJMD dan Renstra) dan perencanaan tahunan (RKPD dan Renja). Selanjutnya, dibahas tentang penganggaran daerah meliputi KUA/PPAS, APBD, dan RKA SKPD Dinas Pendidikan. Pada akhir modul dibahas tentang Peran Masyarakat dalam Perencanaan dan Penganggaran bidang Pendidikan. Perencanaan Daerah Perencanaan daerah merupakan suatu proses yang terus menerus yang melibatkan keputusankeputusan atau pilihan-pilihan penggunaan sumber daya yang ada di daerah dengan sasaran untuk mencapai visi dan misi di masa yang akan datang. Perencanaan Daerah dapat dibagi atas 2 (dua) yaitu Perencanaan Jangka Menengah dan Perencanaan Tahunan. Untuk lebih Jelasnya diuraikan berikut ini

111 1. Perencanaan Jangka Menengah Secara normatif RPJM Daerah merupakan rencana kepala daerah terpilih untuk memenuhi janjian politiknya dalam lima tahun ke depan untuk memenuhi tuntutan kebutuhan masyarakat. Sebagaimana diamanatkan UU no 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, dan UU no 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Pemda berkewajiban untuk menyusun RPJMD sebagai penjabaran dari visi, misi dan program Kepala Daerah kedalam strategi pembangunan daerah. Salah satu sasaran pembangunan daerah dalam RPJMD Provinsi Sulawesi Selatan tahun adalah peningkatan kualitas manusia yang indikator utamanya berupa IPM, dan RPJMD tersebut telah mengintegrasikan BOSDA di dalamnya, sebagaimana digambarkan dalam kotak berikut. Sebagai penjabaran RPJMD, setiap SKPD juga menyiapkan rencana strategisnya.renstra Dinas Pe ndidikanseharusnyamemberiprioritaspadapeningkatanmutupendidikan dengan program peningkatan kompetensi guru, program peningkatan fasilitas sekolah, dan pembiayaan operasional sekolah yang memadai.untukdaerah yang sudahmenghitungbosp, hasilnyadapatdiintegrasikan dalam Renstra SKPD dengan tiga aspek: Renstra mengatur BOSP sebagai sumber daya untuk program peningkatan mutu operasional sekolah secara berkelanjutan Dengan kegiatan operasional sekolah yang makin baik, fasilitas yang ada akan dipakai secara optimal, dan guru yang baik dapat mengajar dengan baik. Juga, kekurangan fasilitas sekolah dan kekurangan kompetensi guru akan semakin jelas, sebagai dasar perencanaan peningkatan kompetensi guru dan perbaikan fasilitas. Renstra dapat melembagakan proses meng-update penghitungan BOSP setiap tahun. Contoh Integrasi BOSDA dalam RPJMD-RPJMD di Provinsi Sulawesi Selatan Visi Pembangunan Sulawesi Selatan untuk 5 tahun pertama RPJMD Sulawesi Selatan Sebagai Provinsi Sepuluh Terbaik Dalam Pemenuhan Hak Dasar. Untuk mencapai visi tersebut dijabarkan dalam misi-misi pembangunan Sulawesi Selatan dalam kurun waktu ada 5 (lima), salah satunya adalah meningkatkan kualitas pelayanan untuk pemenuhan hak dasar 109

112 LAMPIRAN B - Uraian Substansi masyarakat. Hak dasar yang dimaksud diantaranya adalah layanan pendidikan yang terjangkau dan berkualitas. Dalam RPJMD tersebut dicantumkan agenda pembangunan salah satunya adalah masalah utama bidang pendidikan terletak pada akses masyarakat dalam mendapatkan layanan pendidikan dasar, khususnya dalam menuntaskannya wajib belajar sembilan tahun. Ini terkait dengan biaya yang harus ditanggung, terutama dalam pengadaan buku dan berbagai bentuk pungutan. Di samping itu, ketersediaan dan sebaran fasilitas pendidikan yang kurang memadai dibandingkan dengan kebutuhan masyarakat. Kelangkaan fasilitas ini semakin meningkat seiring dengan meningkatnya strata pendidikan. Kualitas penyelenggaraan pendidikan juga membutuhkan perhatian khusus. Kualitas dimaksud terkait dengan standar isi dan proses pembelajaran, kompetensi luaran, pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian. Penyebab ketiga adalah sikap atau wawasan masyarakat terhadap pentingnya pendidikan. Di kalangan petani dan nelayan, anak lebih banyak dipandang sebagai aset produktif ketimbang sebagai "media" investasi (melalui pendidikan). Sikap dan wawasan ini juga tercermin dari rendahnya pengeluaran rata-rata masyarakat untuk pendidikan. Walau pun tetap perlu digarisbawahi bahwa alokasi belanja yang relatif sangat kecil itu terutama disebabkan oleh karena porsi terbesar dari pendapatan telah terserap pada pemenuhan kebutuhan pangan. Sasaran kebijakan peningkatan kualitas pendidikan antara lain: 1. Pendidikan Gratis Sasaran kebijakan ini adalah tersedianya fasilitas dan meningkatnya kualitas penyelenggaraan pendidikan dasar dan menengah (SD dan setara SMP) dan yang sepenuhnya dibiayai oleh pemerintah bagi sebagian besar anak usia sekolah (6-15 tahun). Kebijakan ini diimplementasikan dalam bentuk pembiayaan bersama penyelenggaraan pendidikan dimaksud antara pemerintah melalui program Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dengan Pemerintah Kabupaten/Kota dan Pemerintah Provinsi melalui APBD masing-masing. Porsi Pemerintah Provinsi adalah maksimum sebesar 40% dari sisi kebutuhan dana yang tidak tercover oleh dana BOS

113 2. Peningkatan Kualitas Pelayanan Pendidikan Kebijakan ini pada dasarnya bersifat saling melengkapi dengan kebijakan pertama dan diarahkan pada peningkatan pengetahuan rata-rata masyarakat yang dicerminkan antara lain oleh Rata-rata Lama Sekolah 8,5 tahun (2013). Implementasi kebijakan ini difokuskan kepada upaya-upaya untuk menyediakan fasilitas pendidikan, khususnya SD dan SMP; peningkatan kualitas manajemen sekolah; pemanfaatan teknologi komunikasi dan informasi; perbaikan kesejahteraan dan peningkatan kualitas guru; serta peningkatan akses masyarakat terhadap fasilitas dimaksud, termasuk penyediaan insentif khusus bagi murid berprestasi, khususnya yang berasal dari kalangan miskin, termasuk peningkatan kualitas pendidikan dalam penanaman wawasan dan sikap serta budaya olahraga. 3. Promosi Pendidikan Kebijakan ini diarahkan untuk meningkatkan pemahaman dan kesadaran masyarakat terhadap peranan pendidikan bagi peningkatan kualitas hidup mereka (melalui peningkatan kinerja individu). Sumber: RPJMD Provinsi Sulawesi Selatan Proses Perencanaan and Penganggaran Tahunan Perencanaan dan penganggaran tahunan diharapkan berpihak kepada kepentingan masyarakat sebagai upaya untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan sejahtera. Kepentingan masyarakat disini menyangkut segala fasilitas serta pelayanan yang diperlukan masyarakat secara umum baik secara fisik maupun non fisik seperti fasilitas dan pelayanan di bidang pendidikan. Oleh karena itu untuk mengetahui keberpihakan pemerintah daerah terhadap rakyat dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia dapat dinilai dari seberapa besar anggaran yang dialokasikan untuk kepentingan rakyat di bidang pendidikan. Sebagai contoh Pemerintah Kabupaten Tana Toraja, dengan fasilitasi KINERJA dalam penghitungan BOSP, memberikan perhatian di bidang pendidikan dengan mengalokasikan dana sebesar Rp15,5 miliar untuk membiayai pendidikan gratis tahun Untuk lebih jelasnya dapat dilihat praktik yang baik berikut ini

114 LAMPIRAN B - Uraian Substansi Praktik yang Baik Pendidikan Gratis Dianggarkan Rp.15,5 M Pemerintah Kabupaten Tana Toraja mengalokasikan dana sebesar Rp15,5 miliar untuk membiayai pendidikan gratis tahun Anggaran ini bersumber dari APBD Tana Toraja sebesar 60 persen dan APBD Provinsi Sulawesi Selatan, 40 persen. Pengelola pendidikan gratis 2013 pada Dinas Pendidikan Tana Toraja, Tato Alik, menjelaskan besarnya anggaran yang dialokasikan untuk pendidikan gratis di tingkat sekolah dasar dan sekolah menengah pertama tahun 2013 dialokasikan ke-305 sekolah, dengan rincian, 228 SD dengan jumlah siswa sebanyak orang dan SMP 76 sekolah dengan jumlah siswa sebanyak siswa Dana pendidikan gratis SD dan SMP ini akan ditransfer langsung ke rekening masing-masing sekolah sesuai dengan jumlah siswa. ''Dananya akan ditransfer setiap triwulan atau tiga bulan sekali,'' katanya. Tato menegaskan, dengan adanya dana pendidikan gratis ini, pihak sekolah dilarang keras melakukan pungutan dalam bentuk apapun kepada siswa SD dan SMP. Sebab, semua pembiayaan pendidikan sudah ditanggung dalam pendidikan gratis ini. Adapun item-item yang dibiayai dari program pendidikan gratis, diantaranya ATK siswa, perangkat sekolah, dan insentif kepala sekolah, pegawai pustakawan dan bujang sekolah. Jika ada sekolah yang masih melakukan pungutan kepada siswa bisa dikategorikan pungutan liar, tegasnya. Untuk menjaga agar penggunaan dana pendidikan gratis ini tepat sasaran, Tato mengatakan pihak Dinas Pendidikan akan melakukan pengawasan secara ketat, baik dari sisi penggunaan maupun pelaporan. Kepada orang tua siswa kami menghimbau, jika masih ada sekolah yang melakukan pungutan, segera melapor ke Dinas Pendidikan, pungkasnya. (rp6/uce/t) Sumber: Palopo Pos, Rabu, 13 Feb

115 Proses perencanaan dan penganggaran tahunan mulai dengan persiapan rencana kerja (Renja) sebagai penjabaran RPJM dan Renstra SKPD dengan masukan dari masyarakat lewat proses Musrenbang. Renja menjadi dasar untuk penyusunan Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) sebagai landasan persiapan APBD yang disepakati diantara aparatur dan DPRD. Langkah pertama SKPD dalam penyusunan APDB adalah penyesuaian Renja dengan KUA dan PPAS, dalam bentuk Rencana Kerja dan Anggaran (RKA). Usulan Rancangan APBD disiapkan masing-masing SKPD dengan koordinasi Bappeda dan konsultasi komisi DPRD yang terkait.setelah disusun, RAPBD disampaikan kepada DPRD dan dibahas sampai disepakati. Setelah disetujui Gubernur, APBD yang disahkan dijabarkan dalam Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) yang menjadi basis pengendalian kinerja dan keuangan. Dalam program KINERJA, tim penyusun BOSP dan MSF bekerjasama untuk mengawali BOSP lewat proses perencanaan dan penganggaran tersebut agar hasil penghitungannya menjadi basis anggaran operasional di sekolah. Peran Masyarakat, MSF, dan Media 1. Masyarakat Partisipasi masyarakat yang telah diatur dalam berbagai perundangan dirasa kurang mampu dilaksanakan sesuai dengan yang telah ditetapkan. Partisipasi masyarakat diartikan sebagai keikutsertaan masyarakat untuk mengakomodasikan kepentingan mereka dalam proses penyusunan rencana pembangunan. Dalam perencanaan pembangunan, aspek yang dikaji bukan hanya perencanaan, namun juga pada penganggaran, pengawasan, dan pelaksanaan. Dalam perwujudan realisasi suatu program tidak lepas dari tahapan perencanaan dan penganggaran. Partisipasi masyarakat dalam perencanaan dan penganggaran tersebut mencerminkan hubungan masyarakat sebagai penyumbang pemasukan APBD terbesar dari dana pajak dan retribusi dan pemerintah sebagai pelaksana amanat masyarakat. Usulan yang telah disampaikan masyarakat dalam tahapan perencanaan patut direspon oleh Pemerintah sehingga kegiatan yang direalisasikan dalam APBD merupakan wujud aspirasi masyarakat untuk memperbaiki kesejahteraannya. Tujuan umum yang ingin dicapai dari pelibatan masyarakat dalam bidang perencanaan dan penganggaran adalah terciptanya suatu kondisi anggaran yang murni sehingga dapat menciptakan mekanisme pelaksanaan anggaran yang transparan

116 LAMPIRAN B - Uraian Substansi Dalam UU 25/2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, masyarakat berhak menyampaikan aspirasinya dalam proses bottom-up planning pada Musrenbang desa, kecamatan, dan kabupaten/kota. Agar dalam proses ini masukan dari masyarakat tidak dikalahkan di tingkat Musrenbang tingkat lebih tinggi. 2. Peran Multi Stakeholder Forum (MSF) Multi Stakeholder Forum (MSF) merupakan media dalam mempertemukan antar pemangku kepentingan untuk merespon isu-isu pendidikan yang menjadi kepedulian bersama dan untuk melakukan upaya mencapai tujuan bersama. Anggotanya dari berbagai unsur kepentingan dari masyarakat (individu dan atau kelompok), eksekutif, legislatif, media, sektor bisnis, dan lain-lain. Pertemuan, diskusi dan forum bersama antar pemangku kepentingan menjadi penting untuk mengembangkan proses dialogis dan membangun kesadaran bersama dan melakukan aksi bersama. Dalam konteks pelayanan publik, MSF ini merupakan proses dialogis antara penyedia layanan dan pengguna layanan untuk mencapai suatu pelayanan publik yang efektif, efisien, dan terjangkau. Apa yang telah diupayakan oleh pemerintah (selaku penyedia layanan publik) serta apa yang terjadi dan diharapkan masyarakat (selaku pengguna layanan) harus diupayakan ada titik temu. Pertemuan dan forum juga akan menjadi ajang untuk menyepakati apa saja yang akan dilakukan oleh masing-masing pelaku dalam berbagi peran dan tanggung jawab, berbagi informasi, saling mendukung dalam upaya perbaikan bersama. MSF tidakharusmerupakanpertemuan formal, lokakarya atau bahkan merupakan organisasi atau lembaga formal. Namun, bisa juga merupakan forum-forum terbatas yang informal. Pada tahapan lebih lanjut, MSF bisa saja didorong menjadi organisasi atau lembaga formal jika memang diperlukan sesuai dengan dinamika dan kebutuhan setempat. 3. Peran Media Peran media dalam perencanaan dan penganggaran di bidang pendidikan dilakukan melalui pemantauan, investigasi, advokasi, pengumpulan pendapat masyarakat (poling), evaluasi, kritik/komentar, pengawalan dan penyebarluasan informasi serta memberi ruang bagi masyarakat luas dalam menyampaikan opini tentang pendidikan

117 Peran dan fungsi media terkait proses perencanaan dan penganggaran di bidang pendidikan, antara lain: Meningkatkan wawasan masyarakat dengan caramensosialisasikan visi dan misi pendidikan dan berbagai kebijakan pokok di bidang pendidikan yang tertuang dalam dokumen perencanaan daerah. Meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap makna dan tanggung jawab pembangunan di bidang pendidikan di daerahnya, sehingga mendorong partisipasi mereka dalam proses perencanaan/ pelaksanaan/pengawasan pembangunan di bidang pendidikan. Meningkatkan keterbukaan dan transparansi dengan mensosialisasikan kepada masyarakat mengenai informasi dan agenda daerah berkaitan dengan proses perencanaan pendidikan. Meningkatkan partisipasi dan kontribusi pemikiran masyarakat melalui kegiatan jarring aspirasi (poling pendapat) masyarakat berkaitan dengan isu-isu pendidikan yang strategis, harapan masyarakat, dan substansi-substansi rencana pembangunan pendidikan di daerah. Meningkatkan akuntabilitas proses perencanaan dengan mempublikasikan pelaksanaan proses-proses perencanaan pendidikan dan hasil-hasil rumusan materi rencana dan kebijakan daerah di bidang pendidikan untuk dikritisi dan ditanggapi masyarakat lainnya. Meningkatkan demokratisasi dan komitmen daerah terhadap pengurangan kesenjangan melalui evaluasi, kritik, dan pengawalan terhadap isu-isu pembangunan di bidang pendidikan yang terkait kepentingan masyarakat marginal dan masalah kesenjangan pendidikan. Meningkatkan supremasi hukum melalui investigasi, pengkajian, dan advokasi terhadap proses perumusan kebijakan publik dan penganggaran daerah di bidang pendidikan. Meningkatkan efisiensi dan efektifitas pemerintah daerah dalam perencanaan dan penganggaran pembangunan di bidang pendidikan melalui pemantauan dan pengawasan, kajian dan kritik/masukan, sosialisasi/penyebarluasan informasi seluruh proses perencanaan dan penganggaran pembangunan di bidang pendidikan serta hasil-hasil yang dicapai. Praktik yang Baik Partisipasi Masyarakat Dalam Perencanaan Dan Penganggaran Pembangunan Daerah Di Kabupaten Pati Kabupaten Pati merupakan salah satu kabupaten yang telah mencoba menerapkan proses partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan dalam bidang perencanaan. Kabupaten Pati dipilih sebagai good praktis karena Kabupaten Pati merupakan Kabupaten pertama di Indonesia yang 115

118 LAMPIRAN B - Uraian Substansi mencoba menerapkan pelibatan masyarakat bukan hanya pada tahapan perencanaan, namun juga pada tahapan penganggaran daerah. Proses pelaksanaan melibatkan PERFORM Project untuk tahapan perencanaan dan Program Pendampingan Anggaran Kinerja oleh BIGG (Building Institutions for Good Governance). Uji coba penerapan perencanaan partisipatif Kabupaten Pati dilaksanakan sejak tahun 2002 dengan mengambil tiga kecamatan sebagai sampelnya awal yaitu Kecamatan Tayu, Kecamatan Pati, dan Kecamatan Juwana, dari total dua puluh satu kecamatan yang ada. Pelaksanaan partisipasi masyarakat pada tiap daerah tentu memiliki pengalaman berbeda disesuaikan dengan keadaan tiap daerah yang mempunyai ciri khas tertentu. Tahapan perencanaan dan penganggaran di Kabupaten Pati secara sinergis diterapkan untuk Tahun Anggaran Sejak menerapkan partisipasi masyarakat dalam perencanaan dan penganggaran, Kabupaten Pati menjadi salah satu kabupaten best practi e. Hal ini tidak lepas dari peran Bappeda Kabupaten Pati yang lebih dahulu menerapkan perencanaan dan penganggaran, bahkan sebelum dikeluarkannya UU SPPN yang mengatur sinergisme perencanaan dan penganggaran. Peran Bappeda bertambah ketika Kabupaten Pati menerapkan aturan tersendiri tentang pelaksanaan partisipasi masyarakat, terutama dalam perencanaan. Hal ini merupakan inovasi yang dilakukan oleh Kabupaten Pati. Inovasi tersebut terkait dengan metode-metode yang digunakan, tahapan yang dilalui selama Musrenbang, dan tatacara penentuan stakeholder Inovasi yang dilakukan tersebut tidak lepas juga dari pengaruh organisasi non pemerintah (Non-Government Stakeholder) yang turut mempengaruhi pola pikir masyarakat terhadap perubahan yang terjadi. (Wahyu Dyah Widowati, 2007). Contoh Bahan Presentasi Berikut adalah beberapa slide dari presentasi KINERJA-USAID. Seluruh presentasi dapat diakses di file Presentasi 6 integrasi BOSDA ke dalam perencanaan dan penganggaran di CD terlampir

119 BAB 6 INTEGRASI BOSDA KE DALAM PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN POKOK BAHASAN 1. Perencanaan Daerah (RPJMD, Renstra, RKPD, dan Renja) 2. Penganggaran Daerah (KUA/PAS, APBD, dan RKA) 3. Peran Masyarakat dalam Perencanaan dan Penganggaran bidang Pendidikan

120 LAMPIRAN B - Uraian Substansi Peran Masyarakat dalam Perencanaan dan Penganggaran Bidang Pendidikan Masyarakat Partisipasi masyarakat dalam perencanaan dan penganggaran tersebut mencerminkan hubungan masyarakat sebagai penyumbang pemasukan APBD terbesar dari dana pajak dan retribusi dan pemerintah sebagai pelaksana amanat masyarakat. 17 Peran Multi Stakeholder Forum (MSF) Sebagai media dalam mempertemukan antar pemangku kepentingan untuk merespon isu-isu pendidikan yang menjadi kepedulian bersama dan untuk melakukan upaya mencapai tujuan bersama

121 LAMPIRAN C Lampiran Cara Pelaksanaan Fasilitasi dan Pelatihan Pilihan pelaksanaan fasilitasi dan pelatihan Pada saat awal dimana sebuah daerah memutuskan bawa BOSP akan diterapkan dengan menggunakan pendekatkan KINERJA, prosesnya diatur dalam seri lokakarya, dengan pelatihan pada awal setiap lokakarya. Berdasarakan pengalaman KINERJA, proses yang sama dipakai pada tahun berikutnya, karena ada peserta baru yang belum terlatih, dan juga modul pelatihan dipakai oleh peserta lama untuk diingat kembali substansinya. Sekarang beberapa daerah siap untuk menghitung BOSP untuk tahun ketiga. Tahun ketiga kebanyakan peserta menguasai substansinya, akan tetapi seri lokakarya masih penting agar: Pertemuan semua pemangku kepentingan diatur dengan baik Ada fasilitator yang mendorong tim untuk menyempurnakan penghitungannya agar makin adil, efisien, transparan, dan bertanggungjawab kepada publik. Himpunan modul pelatihan yang dibahas di lampiran ini ditujukan bagi lembaga/instansi yang hendak melakukan fasilitasi penghitungan BOSP dan penyusunan kebijakan pembiayaan pendidikan (berdasarkan hasil penghitungan BOSP) di kabupaten dan kota. Lembaga/instansi tersebut bisa berbentuk pemda sendiri, calon organisasi mitra pelaksana (OMP) yang ingin memberi fasilitasi, atau calon lembaga diklat yang memasarkan pelatihan saja. Fasilitator BOSP. Orang yang ditugaskan untuk fasilitasi tersebut disebut disini sebagai Fasilitator BOSP. Sangat penting para fasilitator BOSP, baik untuk fasilitasi proses penghitungan dan penyusunan BOSP maupun fasilitasi pelatihan bila dibutuhkan, menguasai bahannya, dan berfokus kepada keberhasilan tim. Ia harus memiliki pengetahuan tentang administrasi pendidikan sekolah dan keterampilan sebagai fasilitator yang memadai sehingga dapat melaksanakan pelatihan, memfasilitasi, dan mendampingi pemerintah daerah di dalam proses penyusunan, implementasi, dan monitoring/ evaluasi implementasi BOSP

122 LAMPIRAN C - Cara Pelaksanaan Fasilitasi dan Pelatihan Dalam upaya pemda tersebut, tugas pokok fasilitator BOSP adalah untuk mengarahkan Tim Penyusun BOSP yang dibentuk dari aparat, guru dan LSM yang berkepentingan, untuk menghitung dan menyusun BOSP. Bahan pelatihan ini disusun untuk pelatihan yang diberi kepada aparatur yang berkepentingan tersebut, khususnya Tim Penyusun BOSP. Dalam praktis KINERJA-USAID, tugas fasilitasi dilaksanakan oleh Organisasi Mitra Pelaksana (OMP) yang menyediakan fasilitator baik untuk pelatihan dan pendampingan. Dalam pelaksanaan program KINERJA-USAID, bagian dari bahan ini juga dipakai: Bagi OMP agar memiliki acuan dalam melakukan pendampingan pengelolaan BOSP di daerah Dalam pembahasan para pemimpin daerah dalam proses penentuan kebijakan penyusunan BOSP Multi Stakeholder Forum (MSF) yang diikutsertakan dalam proses penghitungan BOSP sebagai bahan dukungan dalam advokasi sehingga lahir suatu kebijakan peningkatan mutu pendidikan (lihat juga buku Seri Pembelajaran KINERJA-USAID tentang MSF) Media (lihat juga buku Seri Pembelajaran KINERJA-USAID tentang MSF) Proses. Proses fasilitasi KINERJA-USAID digambarkan dalam bagan yang berikut: 120

123 Fokus fasilitasi. Langkah 1 sampai 5 diatas difasilitasi Organisasi Mitra Pelaksana KINERJA-USAID. Langkah 4 dapat didukung oleh pelatihan KINERJA yang lain (pelatihan tentang Multi-Stakeholder Forum dan juga tentang peran media). Fokus kumpulan modul ini adalah langkah ke-6 sampai ke-8.proses fasilitasi penghitungan BOSP berjalan sampai hasilnya dipakai dalam proses penganggaran tahunan. Fokus pelatihan. Bila dianggap penting setiap langkah fasilitasi diawali dengan pelatihan. Tujuan pelatihan adalah: Supaya setiap peserta proses memahami substansi dan kompeten untuk melaksanakan tugasnya. Supaya setiap peserta yang pernah ikut pelatihan sebelumnya ingat kembali prosesnya agar dilaksanakan makin cepat dan profesional. Pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan. Tim KINERJA memulai pelatihan dengan menguraikan pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan Tim Penyusun BOSP yang ditugaskan oleh pemda, sebagaimana ditulis di kotak berikut. Pengetahuan dan ketrampilan dari pelatihan Setelah mengikuti seri kegiatan pendampingan ini diharapkan masing-masing anggotatim Penyusun BOSP akan mempunyai penguasaan mengenai hal-hal berikut: 1. Memahami pentingnya BOSP dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan. 2. Memahami biaya dan sumber pendanaan biaya operasional sekolah. 3. Memahami pendekatan dan konsep BOSP ndidikan dan cara penghitungannya 4. Memahami proses penghitungan BOSP. 5. Mampu melakukan penghitungan BOSP. 6. Mampu melakukan advokasi kebijakan penyusunan BOSP. 7. Mampu mengintegrasikan hasil penghitungan BOSP dalam perencanaan dan penganggaran daerah dan SKPD. 8. Mengetahui contoh praktik baik penerapan BOSP. Tugas fasilitator pelatihan adalah untuk menjamin Tim Penyusun BOSP mampu dan siap untuk melaksanakan tugasnya, serta memberi pendampingan sesuai dengan kebutuhan untuk menghasilkan BOSP yang efektif. Anggota Tim Penyusun BOSP termasuk: 121

124 LAMPIRAN C - Cara Pelaksanaan Fasilitasi dan Pelatihan Staf Dinas Pendidikan yang bertugas menyusun rancangan APBD bidang pendidikan, serta staf Bappeda (Bidang Sosial Budaya) dan Keuangan yang terkait. Wakil dari SD/MI, SMP/MTs dan SMA/MA Wakil dari Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) yang memiliki pemahaman tentang latar belakang, konsekuensi dan berbagai isu kebijakan terkait dengan pengeluaran sekolah dan keluarga untuk pendidikan anak, sehingga mampu memberikan dukungan dan masukan yang bermakna kepada pembuat kebijakan BOSP. Uraian lampiran ini Proses penghitungan BOSP dan tidak-lanjutnya diatur berdasarkan uraian substansi pada Lampiran B, dengan proses, fasilitasi dan latihan diatur dalam himpunan modul sebagai berikut: MODUL 1. PENTINGNYA BOSP DALAM PENINGKATAN MUTU PELAYANAN PENDIDIKAN. Modul ini dapat digunakan sebagai pembukaan tugas penyusunan BOSP MODUL 2. BIAYA DAN SUMBER PENDANAAN BIAYA OPERASIONAL SEKOLAH. Dengan modul ini Fasilitator BOSP dapat membangun pengertian Tim Penyusun BOSP dengan stakeholder yang lain atas latar belakang dan dasar hukum perhitungan landasan penganggaran operasional sekolah, dan dasar item-item di dalam template penghitungan BOSP yang dipresentasikan di modul yang berikutnya. MODUL 3. PENDEKATAN DAN KONSEP BOSP DAN CARA PENGHITUNGANNYA. Setelah mengikuti modul pelatihan, fasilitator akan mendukung pemda untuk membentuk Tim Penyusun BOSP, memilih kecamatan dan sekolah percontohan dan mengumpul data yang dibutuhkan. MODUL4. PROSES PENGHITUNGAN BOSP. Setelah modul pelatihan ini, Tim Penyusun BOSP difasilitasi menghitung BOSP. MODUL 5. ADVOKASI KEBIJAKAN PENYUSUNAN BOSP. Setelah modul pelatihan, Pemda bersama Tim Penyusun BOSP dan MSF difasilitasi merancangkan kebijakan BOSP MODUL 6. INTEGRASI BOSP KE DALAM PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN. Setelah pelatihan ini, Pemda bersama Tim Penyusun BOSP dan MSF difasilitasi agar hasil penghitungan BOSP diintegrasikan dalam perencanaan dan anggaran daerah dan anggaran sekolah

125 Bahan pendukung Lihat juga: Bahan di CD. Lihat Lampiran F untuk daftar file-file yang ada di CD yang dilampirkan, termasuk Template BOSP, contoh bahan presentasi dan juga beberapa bahan yang dapat digunakan sebagai referensi. Panduan fasilitasi lokakarya Tim Penyusun BOSP. Proses penghitungan BOSP oleh Tim Penyusun BOSP diatur dengan seri lokakarya. Panduan fasilitasi lokakarya tersebut disampaikan pada Lampiran G

126 LAMPIRAN C - Cara Pelaksanaan Fasilitasi dan Pelatihan Modul 1 Pentingnya BOSP dalam Peningkatan Mutu Pelayanan Pendidikan Tujuan Pembelajaran Module pertama ini disampaikan kepada aparat senior daerah sebelum Tim Penyusun BOSP dibentuk, dan diatur sebagai pertemuan sosialisasi tentang penyusunan BOSP, dengan memberi penjelasan tentang: Standar Nasional Pendidikan Standar Pelayanan Minimal (SPM) di bidang pendidikan Standar Biaya Operasional Manfaat Biaya Operasional Peran MSF dan media dalam penyusunan Biaya Operasional Tahap Persiapan 1. Persiapan segala hal yang diperlukan untuk penyelenggaraan pertemuan sosialisasi tentang penyusunan Biaya Operasional Satuan Pendidikan. 2. Undang pihak yang terkait dengan pengambilan keputusan kebijakan berkaitan dengan penganggaran dan keuangan sekolah (Dinas Pendidikan, Perwakilan Sekolah jenjang SD/MI dan SMP/MTs, Bappeda, dan Multi Stakeholder Forum). 3. Lakukan pemetaan awal mengenai kesadaran dan pengetahuan peserta terkait dengan penyusunan BOSP. 4. Bagi daerah yang sudah hitung BOSP secara KINERJA, diusulkan dinas menyiapkan survei dari sekolah tentang manfaat dan masalah perhitungan BOSP tahun yang berjalan

127 Waktu Pelatihan dan Fasilitasi Total waktu yang dibutuhkan: 3 x 45 menit (135 menit), dengan rincian sebagai berikut: Waktu Pokok Bahasan 10 menit Pengantar Pemaparan Materi: Standar Nasional Pendidikan Standar Pelayanan Minimal di bidang pendidikan 2x10 menit Standar Biaya Operasional Manfaat Biaya Operasional Peran MSF dan media dalam penyusunan Biaya Operasional Satuan Pendidikan (BOSP) 40 menit Diskusi dan tanya jawab 5 menit Penutup Proses Pelatihan dan Fasilitasi a) Pengantar (10 menit) Fasilitator menyampaikan desain pelatihan pada hari pertama yang terbagi menjadi 3 sesi. Sesi pertama yaitu penyajian materi tentang pentingnya Biaya Operasional dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan. Sesi kedua yaitu penyajian materi tentang biaya dan sumber pendanaan biaya 125

128 LAMPIRAN C - Cara Pelaksanaan Fasilitasi dan Pelatihan operasional sekolah. Dan sesi ketiga yaitu penyajian materi tentang pendekatan dan konsep BOSP dan cara penghitungannya. b) Pemaparan Materi (2x40 menit = 80 Menit) Pemaparan Materi diberi bila hasil pemetaan awal menentukan banyak peserta belum mengerti substansinya. Pada pemaparan materi sosialisasi dilakukan secara panel, yang dilakukan oleh 2 (dua) orang Fasilitator atau narasumber, masing-masing menggunakan waktu 40 menit. Fasilitator (atau narasumber) pertama menjelaskan tentang pentingnya Biaya Operasional dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan meliputi; Standar Nasional Pendidikan dan Standar Pelayanan Minimal, selanjutnya dilanjutkan oleh Fasilitator (atau narasumber) kedua tentang Standar Biaya Operasional Pendidikan, Manfaat Biaya Operasional Satuan Pendidikan, dan Peran MSF dan Media dalam Penyusunan BOSP. Bahan presentasi KINERJA di CD dengan nama file Presentasi 1 pentingnya BOSP. Padatahunpertama BOSP dihitung dengan cara KINERJA, disarankanpelatihandiatasdiperpendek, dandiikuti dengan presentasi tentang pengalaman keberhasilan BOSP pada tahun yang berjalan yang disiapkan Dinas Pendidikan. c) Diskusi/Tanya Jawab (40 menit) Fasilitator memberikan kesempatan kepada peserta untuk memberikan tanggapan-tanggapan atau pertanyaan-pertanyaan yang relevan dengan pentingnya BOSP. Dan sesi ini lebih menekankan pada sharing dengan peserta. d) Penutup (5 menit) Fasilitator menutup Sesi I dengan menarik kesimpulan dari hasil presentasi dan tanya jawab

129 Modul 2 Biaya dan Sumber Pendanaan Biaya Operasional Sekolah Tujuan Pembelajaran Modul kedua ini menjadi dasar pengertian pemangku kepentingan atas landasan penganggaran operasional sekolah, dan dasar item-item di dalam template penghitungan BOSP yang dipresentasikan di modul berikutnya. Setelah mengikuti materi ini, diharapkan peserta memiliki pemahaman tentang Biaya Pendidikan (BP), Biaya Satuan Pendidikan (BSP), Biaya Operasional, Biaya Operasi Personalia Satuan Pendidikan (BOPSP), Biaya Operasi Nonpersonalia Satuan Pendidikan (BONSP), dan Sumber Pendanaan. Peserta pelatihan modul ini adalah orang yang dipilih untuk mewakili peserta pelatihan modul pertama, untuk menjadi anggota Tim Penyusunan BOSP dan narasumbernya. Tahap Persiapan Undang pihak yang terkait dengan BOSP (Dinas Pendidikan, Perwakilan Sekolah jenjang SD/MI dan SMP/ MTs, Bappeda, Multi Stakeholder Forum). Staf dari badan pengelolaan keuangan daerah dan bagian perencanaan Dinas Pendidikan dapat menjadi nara sumber presentasi

130 LAMPIRAN C - Cara Pelaksanaan Fasilitasi dan Pelatihan Waktu Total waktu yang dibutuhkan: 3 x 45 menit (135 menit), dengan rincian sebagai berikut. Waktu Pokok Bahasan 5 menit Pengantar Biaya Pendidikan (BP) Biaya Satuan Pendidikan (BSP) Biaya Operasional 2x40 menit Biaya Operasi Personalia Satuan Pendidikan (BOPSP) Biaya Operasi Nonpersonalia Satuan Pendidikan (BONSP) Sumber Pendanaan 45 menit Diskusi dan tanya jawab 5 menit Penutup Proses Fasilitasi a) Pengantar (5 menit) 128

131 b) Pemaparan materi (2x40 menit = 80 menit) Pada pemaparan materi sosialisasi dilakukan secara panel, yang dilakukan oleh 2 (dua) orang fasilitator atau narasumber masing-masing menggunakan waktu selama 40 menit. Fasilitator (narasumber) pertama menjelaskan tentang Biaya Pendidikan (BP), Biaya Satuan Pendidikan (BSP), Biaya Operasional, selanjutnya fasilitator (narasumber) kedua menjelaskan tentang Biaya Operasi Personalia, Biaya Operasi Nonpersonalia Satuan Pendidikan (BONSP), dan Sumber Pendanaan. Lihat bahan presentasi KINERJA di CD dengan nama file Presentasi 2 Sumber pendanaan biaya operasional sekolah. c) Diskusi dan Tanya Jawab (45 menit) Fasilitator mengatur pelaksanaan diskusi dan tanya jawab. d) Penutup (5 menit) Fasilitator menutup sesi dengan menarik kesimpulan dari hasil presentasi dan tanya jawab 129

132 LAMPIRAN C - Cara Pelaksanaan Fasilitasi dan Pelatihan Modul 3 Pendekatan dan Konsep BOSP Serta Cara Penghitungannya Tujuan Pembelajaran Modul ini adalah lanjutan dari modul sebelumnya, dan dibagi dua karena intensitas substansi untuk orang yang baru masuk ke dalam dunia penghitungan BOSP.Setelah mengikut modul training ini, peserta akan mengerti kekhususan cara KINERJA-USAID untuk menghitung BOSP (Pendekatan Penghitungan BOSP, Penentuan Asumsi Dasar, Penentuan Kegiatan, Penentuan Komponen/Subkomponen Biaya, Penentuan Volume, Penentuan Harga Satuan, dan Penghitungan BOSP Berdasarkan Klasifikasi Sekolah). Setelah modul ini peserta siap untuk membahas seleksi anggota Tim Penyusun BOSP dan perancangan SKnya. Tahap Persiapan Undang peserta yang hadir di modul 2 (dari Dinas Pendidikan, Perwakilan Sekolah jenjang SD/MI dan SMP/ MTs, Bappeda, Multi Stakeholder Forum). Waktu Total waktu yang dibutuhkan: 5 x 45 menit (205 menit), dengan rincian sebagai berikut: 130

133 Waktu Pokok Bahasan 5 menit Pengantar Pendekatan Penghitungan BOSP Penentuan Asumsi Dasar Penentuan Kegiatan 2x40 menit Penentuan Komponen/Subkomponen Biaya Penentuan Volume Penentuan Harga Satuan Penghitungan BOSP Berdasarkan Klasifikasi Sekolah 45 menit Diskusi dan Tanya Jawab 5 menit Penutup Proses Fasilitasi a) Pengantar (5 menit) Fasilitator melanjutkan Sesi III dengan melakukan apersepsi berupa memberi stimulan kepada peserta agar dapat mengikuti sosialisasi/pelatihan dengan baik. Fasilitator juga menyampaikan desain penyajian pada Sesi III yaitu Pendekatan dan Konsep BOSP dan Cara Penghitungannya dengan membagi dua yaitu penyajian materi dan diskusi/tanya jawab. Selanjutnya, mempersilahkan narasumber untuk menyajikan materi. b) Pemaparan Materi (2 x 40 menit = 80 menit) Pada pemaparan materi sosialisasi dilakukan secara panel, yang dilakukan oleh 2 (dua) orang fasilitator (narasumber) masing-masing menggunakan waktu 40 menit. Fasilitator (narasumber) pertama menjelaskan tentang Pendekatan Penghitungan BOSP, Penentuan Asumsi Dasar, Penentuan Kegiatan, selanjutnya Fasilitator (narasumber) kedua melanjutkan menjelaskan tentang Penentuan Komponen/Subkomponen Biaya, Penentuan Volume, Penentuan Harga Satuan, dan Penghitungan BOSP Berdasarkan Klasifikasi Sekolah

134 LAMPIRAN C - Cara Pelaksanaan Fasilitasi dan Pelatihan c) Diskusi dan Tanya Jawab (45 Menit) Fasilitator mengatur pelaksanaan diskusi dan tanya jawab. d) Susunan anggota Tim Penyusun BOSP (45 menit) Fasilitator mempresentasikan bentuk ideal untuk susunan Tim Penyusun BOSP dan seleksi kecamatan percontohan dari pengalaman KINERJA di daerah lain. Dalam pembahasan, model dari daerah lain disesuaikan untuk daerah yang bersangkutan. e) Seleksi anggota Tim dan pemberian tugas untuk merancang SK (45 menit) Peserta diminta mengusulkan kepada Sekda dan kepala daerah siapa sebaiknya menjadi anggota tim penyusunan BOSP, dan siapkan yang diberi tugas untuk merancang SKnya. f) Penutup (5 Menit) Fasilitator menutup sesi dengan menarik kesimpulan dari hasil presentasi dan tanya jawab

135 Modul 4 Proses Penghitungan Biaya Operasional Satuan Pendidikan Tujuan Pembelajaran Setelah sesi training modul ini, Tim Penyusun BOSP dapat menyiapkan rencana aksinya untuk menghitung BOSP. Modul training membahas Tahap-tahap Penyusunan BOSP. Setelah mengikuti pelatihan ini peserta diharapkan dapat: 1. Memahamitahap-tahap penghitungan BOSP meliputi tahap penyiapan dokumen pendukung, penghitungan BOSP (penyamaan persepsi, metode penghitungan, pengenalan template penghitungan). 2. Mampu mempraktekkan penghitungan BOSP dengan menggunakan template penghitungan BOSP dengan baik (lihat template di CD terlampir) 3. Melakukan finalisasi hasil penghitungan BOSP dengan baik. 4. Melakukan konsultasi internal dengan baik. 5. Menyusun laporan hasil penghitungan BOSP dengan sistematis dan baik. 6. Melakukan konsultasi publik dengan baik. 7. Menyusun rekomendasi teknis dalam pemenuhan kesenjangan. Rencana aksi Tim Penyusun BOSP meliputi 6 lokakarya sebagai mana diusulkan pada Lampiran G, dimana peserta menyusun BOSP dan berkonsultasi dengan para pemangku kepentingan, serta tugas persiapan dan tindak lanjut dari masing-masing lokakarya oleh masing-masing anggota Tim. Dalam pengalaman KINERJA- USAID, kemampuan Tim Penyusun BOSP beragamdan semua Tim lebih berhasil bila difasilitasi setiap langkah dalam proses dalam lokakarya sebagaimana diusulkan di lampiran tersebut

136 LAMPIRAN C - Cara Pelaksanaan Fasilitasi dan Pelatihan Tahapan Lokakarya Penghitungan BOSP Nama Lokakarya Latihan penghitungan BOSP Lokakarya 1: Penghitungan BOSP Pendampingan Perhitungan BOSP Lokakarya 2: Finalisasi Penghitungan BOSP Lokakarya 3: Konsultasi Internal Lokakarya 4: Penyusunan Laporan Hasil Penghitungan BOSP Lokakarya 5: Konsultasi Publik Lokakarya 6: Rekomendasi Teknis Pemenuhan Kesenjangan Durasi Waktu Jumlah Peserta Peserta 1 hari 30 Tim Penyusun BOSP, Penentu Kebijakan, dan Pemangku Kepentingan/MSF (termasuk wakil sekolah-sekolah) 2 hari 10 Tim Penyusun BOSP dan Pemangku kepentingan (termasuk Wakil sekolah-sekolah) 2 hari 10 Tim Penyusun BOSP 2 hari Hari I: 25 Hari II: 10 Tim Penyusunan BOSP dan pemangku kepentingan (termasuk wakil sekolah-sekolah yang tidak diundang pada LK 1 & 2. Tim Penyusun BSOP 1 hari 20 Tim Penyusun BOSP, Dinas Pendidikan, UPTD/ KCD, Pengawas Sekolah 2 hari 10 Tim Penyusun BOSP 1 hari 30 Tim Penyusun BOSP, Penentu kebijakan, dan pemangku kepentingan (termasuk wakil sekolahsekolah yang diundang pada LK 1, 2, dan 3) 1 hari 10 Tim Penyusun BOSP Peserta Diusulkan peserta latihan modul ini sebagai berikut. Kegiatan Hari Efektif Jumlah Orang Lokakarya 1: Penyamaan Persepsi tentang BOSP 1 30 Komposisi peserta: Tim Penyusun BOSP 6 Penentu Kebijakan: Kepala Dinas Pendidikan 1 Kepala Bappeda 1 Kepala BPKAD/DPKAD/Kepala Bagian Keuangan Sekretariat Daerah

137 Kegiatan Hari Efektif Jumlah Orang Ketua KomisiPendidikan/Panitia Anggaran DPRD 1 Pemangku Kepentingan: Ketua dan Wakil Ketua Dewan Pendidikan 2 Wakil Kantor Departemen Agama 1 Wakil LSM Pendidikan 1 Wakil Pengawas Sekolah (untuk setiap jenjang yang BOSP-nya dihitung) 3 Kepala Bagian Perencanaan Dinas Pendidikan 1 Wakil SD/MI 5 Wakil SMP/MTs 4 Wakil SMA/MA 3 Proses dan Waktu Latihan Total waktu yang dibutuhkan: 3 x 45 menit (135 menit), dengan rincian sebagai berikut: Waktu Materi PenanggungJawab/ Narasumber Registrasi Peserta (Tim Penyusun BOSP serta nara sumber) Panitia/Fasilitator Pengarahan: Arah kebijakan pembiayaan pendidikan Kabupaten/Kota Latar belakang penghitungan BOSP Pembukaan Lokakarya Sesi 1 Presentasi proses penghitungan BOSP(lihat file Presentasi 4a proses penghitungan BOSP di CD) Tanya Jawab/Diskusi Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota Fasilitator Rehat Panitia/Fasilitator 135

138 LAMPIRAN C - Cara Pelaksanaan Fasilitasi dan Pelatihan Sesi 2 Presentasi Metode dan langkah-langkah penghitungan Fasilitator BOSP (lihat file Presentasi 4b Biaya Operasional Non Personalia Satuan Pendidikan dan file Presentasi 4c Metode Penghitungan Biaya Operasional Non Personalia Satuan Pendidikan di CD) TanyaJawab/Diskusi Sesi 3 Pengenalan templat penghitungan BOSP (Lihat file Presentasi 4d pengenalan template penghitungan BOSP di CD) TanyaJawab/Diskusi Ishoma Panitia/Fasilitator Pembagian Kelompok untuk diskusi asumsi dasar Panitia/Fasilitator penghitungan berdasarkan jenjang pendidikan sebagai dasar mempelajari template masing-masing jenjang pendidikan Diskusi Kelompok Fasilitator Telaah terhadap Asumsi Dasar Telaah terhadap Kegiatan dan Komponen Perlu tidaknya penambahan komponen investasi ringan dan bantuan siswa miskin serta klasifikasi sekolah Presentasi Hasil Diskusi Kelompok Fasilitator TanyaJawab/Tanggapan Penutupan Kepala/Sekretaris Dinas Pendidikan Kabupaten/ Kota Tindak lanjut Pada waktu penutupan pelatihan, anggota Tim Penyusun BOSP diberi tugas persiapan untuk lokakaryalokakarya sebagaimana digambarkan di Lampiran G

139 Modul 5 Pengawalan dan Advokasi Penyusunan Kebijakan BOSP Tujuan Pembelajaran Modul ini membahas tentang upaya untuk mengawali hasil penghitungan BOSP sampai menjadi kebijakan dalam bentuk peraturan Bupati/Walikota.Upaya ini dari dua sisi. Pertama, pengawalan dari sisi penyedia layanan(supply side) yang dilakukan oleh aparat yang menyusun dan mendukung BOSP, sesuai peraturan perundangan dan prosedur yang berlaku. Kedua, advokasi dari sisi pengguna layanan (demand side) yang dilakukan oleh masyarakat melalui multi-stakeholder forum (MSF). Tujuan pengawalan tersebut adalah untuk mendorong pemerintah daerah untuk melakukan penghitungan biaya operasional sekolah berdasarkan kebutuhan aktual, membuat kebijakan bantuan operasional sekolah melalui penerbitan Peraturan Bupati/ Walikota berikut petunjuk teknisnya, memasukkan alokasi biaya operasional ke dalam perencanaan dan penganggaran, dan melaksanakan alokasi biaya operasional ke sekolah-sekolah. Peran MSF menjadi sangat penting untuk menjamin kebijakan pembiayaan operasional sekolah dilaksanakan sesuai kebutuhan, transparan dan akuntabel. Setelah latihan ini Tim Penyusun BOSP dan MSF akan siap untuk kerjasama aparat Pemda dalam proses pembentukan peraturan tentang BOSP, mulai dengan kerjasama untuk menyiapkan rencana aksi proses perancangannya. Tahap Persiapan Undang pihak yang terkait dengan BOSP (Dinas Pendidikan, Perwakilan Sekolah jenjang SD/MI dan SMP/ MTs, Bappeda, Multi Stakeholder Forum). Staf dari badan pengelolaan keuangan daerah dan bagian perencanaan Dinas Pendidikan dapat menjadi nara sumber presentasi

140 LAMPIRAN C - Cara Pelaksanaan Fasilitasi dan Pelatihan Waktu Pelatihan Total waktu yang dibutuhkan untuk pelatihan: 2x 45 menit, dengan rincian sebagai berikut: Waktu 2 x 45 menit Pokok Bahasan Pengawalan intern pemda (Langkah-langkah penyusunan kebijakan oleh pemerintah daerah) Advokasi (langkah pengawalan masyarakat di dalam memastikan terbitnya peraturan bupati tentang BOSDA) Diskusi dan Tanya Jawab Proses fasilitasi a) Pengantar (5 menit) Fasilitator melakukan apersepsi berupa memberi stimulan kepada peserta agar dapat mengikuti lokakarya dengan baik. Dalam hal ini fasilitator mencoba untuk membangkitkan semangat peserta dengan mengajukan pertanyaan atau pernyataan yang sifatnya menstimulasi peserta untuk berpikir tentang advokasi kebijakan biaya pendidikan. Fasilitator menyampaikan desain lokakarya terbagi menjadi 2 sesi. Sesi pertama yaitu penyajian materi tentang advokasi supply dan demand kebijakan biaya pendidikan. Sesi kedua adalah diskusi/tanya jawab

141 b) Pemaparan Materi (50 menit) Fasilitator menjelaskan tentang pengawalan intern (langkah-langkah penyusunan kebijakan di sisi pemerintah daerah) dan advokasi (langkah pengawalan masyarakat di dalam memastikan terbitnya peraturan bupati/ walikota tentang BOSDA). Lihat file Presentasi 5 pengawalan dan advokasi kebijakan penyusunan BOSP di CD terlampir. c) Diskusi/Tanya Jawab (30 menit) Fasilitator memberikan kesempatan kepada peserta untuk memberikan tanggapan-tanggapan atau pertanyaan-pertanyaan yang relevan dengan materi penyajian. Dan sesi ini lebih menekankan pada sharing dengan peserta. d) Penutup (5 menit) Fasilitator menutup sesi dengan menarik kesimpulan dari hasil presentasi dan tanya jawab

142 LAMPIRAN C - Cara Pelaksanaan Fasilitasi dan Pelatihan Modul 6 Integrasi BOSDA ke Dalam Perencanaan dan Penganggaran Tujuan Pembelajaran Manfaat dari penghitungan BOSP dihasilkan bila sekolah diberi anggaran untuk kegiatan operasionalnya. Tim Penyusun BOSP ditugaskan untuk menindaklanjuti penghitungannya lewat proses perencanaan dan penganggarannya, sampai RKA dan DPA, didukung oleh masyarakat. Modul ini membahas tentang Perencanaan Daerah meliputi Perencanaan Jangka Menengah (RPJMD dan Renstra) dan Perencanaan Tahunan (RKPD dan Renja), dan Penganggaran Daerah (KUA/PAS, APBD, dan RKA), serta Peran Masyarakat dalam Perencanaan dan Penganggaran bidang Pendidikan. Setelah latihan ini Tim Penyusun BOSP dan MSF akan siap kerjasama aparat Pemda dalam proses perencanaan dan penganggaran demi kepentingan biaya operasional sekolah yang memadai. Tahap Persiapan Konfirmasikan jadwal perencanaan dan penganggaran daerah. Mengatur latihan ini dan menyesuaikan presentasinya untuk optimalisasi integrasi penghitungan BOSP dengan anggaran tahunan. Undang Tim Teknis Penghitungan BOSP (Dinas Pendidikan, Perwakilan Sekolah jenjang SD/MI dan SMP/ MTs, Bappeda, Multi Stakeholder Forum) yang telah di-sk-an oleh Bupati/Walikota. Waktu pelatihan Total waktu yang dibutuhkan untuk pelatihan: 2 x 45 menit, dengan rincian sebagai berikut: 140

143 Waktu 2 x 45 menit Pokok Bahasan Jadwal perencanaan dan penganggaran daerah Kesempatan dalam jadwal tersebut untuk memastikan integrasi penghitungan BOSP Diskusi dan Tanya Jawab Proses fasilitasi a) Pengantar (5 menit) b) Pemaparan Materi (50 menit) Fasilitator atau nara sumber dari Bappeda menjelaskan tentang jadwal perencanaan dan penganggaran daerah dan kesempatan untuk memastikan hasil penghitungan BOSP masuk dalam anggaran sekolah. Lihat file Presentasi 6 integrasi BOSDA ke dalam perencanaan dan penganggarandi CD terlampir. c) Diskusi/Tanya Jawab (30 menit) Fasilitator memberikan kesempatan kepada peserta untuk memberikan tanggapan-tanggapan atau pertanyaan-pertanyaan yang relevan dengan materi penyajian. Dan sesi ini lebih menekankan pada sharing dengan peserta. d) Penutup (5 menit) Fasilitator menutup sesi dengan menarik kesimpulan dari hasil presentasi dan tanya jawab

144 Lampiran D CONTOH SUSUNAN ACARA LOKAKARYA PENGHITUNGAN BOSP Lampiran ini melengkapi informasi di Modul 4 tentang Proses Penghitungan Biaya Operasional Satuan Pendidikan. Komposisi Peserta Masing-masing Lokakarya Penyusunan Peraturan tentang BOSP Kegiatan Hari Efektif Jumlah Orang Lokakarya 1: Penyusunan BOSP 2 26 Komposisi peserta: Tim Penyusun BOSP 6 Pemangku Kepentingan: Ketua dan Wakil Ketua Dewan Pendidikan 2 Anggota Komisi Pendidikan/Panitia Anggaran DPRD 1 Wakil KantorDepartemenAgama 1 Kepala Bagian Perencanaan Dinas Pendidikan 1 Wakil Pengawas Sekolah(untuk setiap jenjang yang BOSP-nya dihitung) 3 Wakil SD/MI (yang diundang pada Lokakarya 1) 5 Wakil SMP/MTs (yang diundang pada Lokakarya 1) 4 Wakil SMA/MA (yang diundang pada Lokakarya 1) 3 Lokakarya 2: Finalisasi Penyusunan BOSP 2 Hari 1: 26 Komposisi peserta: Tim Penyusun BOSP 6 Pemangku Kepentingan: Ketua dan Wakil Ketua Dewan Pendidikan 2 Anggota Komisi Pendidikan/Panitia Anggaran DPRD 1 Wakil KantorDepartemenAgama 1 Kepala Bagian Perencanaan Dinas Pendidikan

145 Wakil Pengawas Sekolah (untuk setiap jenjang yang BOSP-nya dihitung) 3 Wakil SD/MI (yang tidak diundang padalokakarya 1& 2) 5 Wakil SMP/MTs (yang tidak diundang pada Lokakarya 1 & 2) 4 Wakil SMA/MA (yang tidakdiundang pada Lokakarya1 & 2) 3 Hari 2: 6 Komposisi peserta: Tim Penyusun BOSP 6 Lokakarya 3: Konsultasi Internal 1 20 Komposisi peserta: Tim Penyusun BOSP 6 Kepala Dinas Pendidikan 1 Sekretaris Dinas Pendidikan 1 Kepala-Kepala Bidang Dinas Pendidikan 4 Kepala Bagian Perencanaan Dinas Pendidikan 1 Wakil-Wakil UPTD/KCD Dinas Pendidikan 4 Wakil Pengawas Sekolah (untuk setiap jenjang yang BOSP-nya dihitung) 3 Lokakarya 4: Penyusunan Laporan Hasil Penghitungan BOSP 2 6 Komposisi peserta: Tim Penyusun BOSP 6 Lokakarya 5: Konsultasi Publik 1 30 Komposisi peserta: 143

146 LAMPIRAN D - Contoh Susunan Acara Lokakarya Penghitungan BOSP Lokakarya 1: PENGHITUNGAN BOSP 1. Susunan Acara 2. Proses Fasilitasi a) Pengantar (10 menit) Fasilitator menayangkan slide tentang judul sesi dan sedikit mereviu hasil diskusi sebelumnya tentang penyepakatan agenda. Fasilitator menjelaskan tujuan dan langkah-langkah yang akan dicapai dalam sesi ini. b) Kerja Kelompok atau Diskusi Kelompok (30 menit) Fasilitator meminta setiap kelompok mengerjakan atau mengisi templat dengan cermat dan teliti. Fasilitator memberikan kesempatan kepada peserta lokakarya untuk bertanya bilamana ada hal-hal yang kurang dimengerti. c) Presentasi Hasil Diskusi Kelompok (20 menit) Fasilitator meminta setiap kelompok menunjukkan hasil pekerjaannya secara bersamaan melalui LCD Projector sehingga peserta lokakarya lainnya dapat melihatnya dan memberikan masukan bila perlu. d) Penguatan Fasilitator (20 menit) Fasilitator menyampaikan catatan mengenai hal-hal penting dari hasil kerja kelompok atau diskusi kelompok.hal-hal penting dapat berupa persamaan atau perbedaan pendapat setiap kelompok dalam menentukan komponen, subkomponen, volume, dan harga

147 e) Penutup (10 menit) Fasilitator menutup sesi dengan menyampaikan agar pekerjaan dilanjutkan di rumah dan akan dibahas pada sesi berikutnya. 3. Hasil yang Diharapkan Peserta memahami kegiatan, komponen dan subkomponen BOSP yang ada pada template Penghitungan BOSP Berdasarkan Kegiatan dan mampu menyesuaikan (jika perlu) dengan kondisi Kabupaten/Kota yang bersangkutan. Peserta mampu menghitung dan menghasilkan nilai BOSP tentatif untuk Kabupaten/Kota yang bersangkutan. a) Waktu: 2 hari efektif b) Pengelompokan dan Pengaturan Duduk Peserta Peserta dibagi dalam kelompok yang dibentuk sesuai jenjang sekolah yang BOSP-nya akan dihitung. Kelompok sekolah dapat melanjutkan kelompok yang dibentuk pada Lokakarya 1 ditambah dengan anggota dari Kelompok I yang disebar ke setiap kelompok sekolah. Peserta duduk sesuai kelompoknya masing-masing. Anggota kelompok sekolah terdiri dari: Tim Penyusun BOSP (wakil sekolah dan non-sekolah), wakil sekolah, dan wakil pengawas. Peserta lainnya dipersilahkan memilih ke dalam kelompok sekolah yang mana mereka ingin ikut berdiskusi dan menghitung, tetapi diusahakan agar jumlahnya seimbang pada setiap kelompok. Catatan: Harus ada minimal satu peserta disetiap kelompok sekolah yang terampil mengoperasikan komputer (laptop), khususnya program Microsoft Excel. Jika ruangan memungkinkan, pengaturan tempat duduk peserta sebaiknya dibuat dalam bentuk U. c) Bahan dan Alat RKAS tahun terakhir dari setiap sekolah yang wakilnya hadir pada lokakarya. Print out template Penghitungan BOSP Berdasarkan Kegiatan (sudah dibagikan pada Lokakarya 1)

148 LAMPIRAN D - Contoh Susunan Acara Lokakarya Penghitungan BOSP CD yang berisi softcopy template Penghitungan BOSP Berdasarkan Kegiatan dalam file Excel untuk di-copy ke dalam komputer setiap kelompok sesuai jenjang sekolah. Kertas plano dan spidol besar untuk setiap kelompok. White board/papan tulis. Laptop, LCD, dan layar untuk setiap kelompok. Catatan: Agar diskusi kelompok dapat berjalan sesuai yang diharapkan (seluruh peserta dapat berpartisipasi), disarankan agar laptop yang digunakan pada setiap kelompok cukup 1 unit. d) Metode 1. Curah pendapat 2. Kerja kelompok 3. Presentasi dan Diskusi Notulen Fasilitator wajib mencatat semua hasil tanya jawab dan keputusan-keputusan, serta menyimpan catatan hasil diskusi kelompok selama lokakarya berlangsung dan kemudian membuat laporan rangkuman hasil lokakarya yang harus diserahkan kepada Penentu Kebijakan. e) Penutup (10 menit) Fasilitator menutup sesi dengan menyampaikan agar pekerjaan dilanjutkan di rumah dan akan dibahas pada sesi berikutnya. 3.1 Urutan Kegiatan a) Pleno1: Pengantar 1. Fasilitator menyampaikan pokok bahasan dan materi yang mencakup: Rangkaian lokakarya BOSP dan tujuan Lokakarya 2 BOSP. Hal-hal yang diputuskan pada lokakarya sebelumnya, yang akan menjadi dasar dan arah penghitungan BOSP (asumsi dasar, kegiatan, komponen dan subkomponen, dan lain-lain). Metode penghitungan BOSP berdasarkan kegiatan secara detil

149 2. Tanya jawab/diskusi, dipandu fasilitator. b) Kerja Kelompok1: Penentuan Kegiatan dan Komponen Biaya (Review Hasil Lokakarya 1) 1. Fasilitator membentuk kelompok dan membagi peserta ke dalam kelompok. Ketua Kelompok sebaiknya dari unsur TimPenyusun BOSP. Masing-masing kelompok dipersilahkan menunjuk notulis. 2. Fasilitator meminta peserta membuka print out template Penghitungan BOSP Berdasarkan Kegiatan (yang sudah dibagikan pada Lokakarya 1). 3. Fasilitator menjelaskan apa yang perlu didiskusikan dalam Kerja Kelompok 1, yaitu apakah kegiatan dan komponen biaya yang dipergunakan dalam template Penghitungan BOSP Berdasarkan Kegiatan pada Lokakarya 1 sebagian telah diidentifikasi agar disesuaikan dengan kondisidi Kabupaten/Kotayang bersangkutan sudah tidak perlu diubah lagi. Jika masih perlu, peserta bisa mengusulkan perubahan untuk disepakati bersama. Fasilitator perlu memberikan penekanan bahwa yang akan dihitung adalah standar minimal. 4. Ketua Kelompok memimpin diskusi tentang kegiatan dan komponen biaya. Dimulai dengan membaca kembali bahan yang telah dibagikan secara singkat selama kurang lebih 10menit. Kemudian Ketua Kelompok memimpin diskusi dan meminta usulan-usulan tambahan dari peserta. Fasilitator mengamati/mendampingi dan mengarahkan jika diskusi keluar dari fokus/topik pembicaraan, serta menjaga agar semua peserta bisa menyampaikan pendapatnya. 5. Diskusi difokuskan pada: Apa yang dianggap kurang sesuai? Apa usulan perubahan yang diajukan? Catatan: Usulan perubahan harus disertai dengan alasan/dasar hukum yang jelas, bukan hanya karena keinginan. 6. Notulis dari setiap kelompok menuliskan hasil diskusi kelompoknya dalam kertas plano atau ke dalam komputer untuk kemudian dicetak. Hasil diskusi kelompok ditampilkan dalam bentuk tabel/ matriks yang berisi: Nomor, Butir (yang dianggap kurang sesuai), Tentang, Usulan Perubahan, Alasan/Dasar Hukum

150 LAMPIRAN D - Contoh Susunan Acara Lokakarya Penghitungan BOSP Catatan: Jika Fasilitator melihat kerja kelompok berjalan alot atau terlalu lama, Fasilitator dapat menyampaikan bahwa kegiatan, komponen dan sub komponen biaya hasil kerja kelompok ini masih dapat diubah pada sesi penghitungan BOSP jika ada yang belum terpikirkan (terlupakan) saat ini. Penyampaian informasi tersebut diharapkan dapat membantu untuk memperlancar kerja kelompok. c) Presentasi dan Diskusi Hasil Kerja Kelompok 1 1. Ketua Kelompok dan Notulis dari setiap kelompok mempresentasikan hasil kerja kelompoknya dan memberi penjelasan. 2. Peserta lainnya mendengar dan mencatat komentar serta masukan untuk kemudian disampaikan secara lisan pada sesi tanya jawab. 3. Tanyajawab/tanggapan,dipandu oleh fasilitator. 4. Fasilitator dan notulis dari masing-masing kelompok mencatat hal-hal yang menjadi kesepakatan bersama, dan juga hal-hal yang belum disepakati. Catatan: Untuk mengefisienkan waktu, presentasi kelompok tidak selalu harus dilakukan dari podium utama tetapi dapat dilakukan dari meja masing-masing kelompok. d) Pleno 2: Membangun Kesepakatan tentang Kegiatan dan Komponen Biaya 1. Fasilitator menyampaikan butir-butir yang telah disepakati. 2. Fasilitator mengajak peserta untuk mendiskusikan hal-hal yang belum disepakati dan berusaha semaksimal mungkin agar mencapai kesepakatan. 3. Fasilitator menyampaikan bahwa langkah selanjutnya adalah melakukan penghitungan BOSP. e) Kerja Kelompok 2: Penghitungan BOSP 1. Fasilitator memastikan agar semua anggota kelompok berada dikelompok masing-masing. Pada kerja kelompok2, kelompok harus bekerja dengan menggunakan komputer dan template BOSP 148

151 Excel sesuai dengan jenjang sekolahnya untuk melakukan penghitungan BOSP, yang notulis dari setiap kelompok sebelumnya meng-copy dari fasilitator. 2. Fasilitator menjelaskan bahwa yang akan dilakukan adalah menterjemahkan berbagai asumsi kegiatan dan komponen biaya yang telah disepakati sebelumnya dan menghitungnya kedalam bentuk uang dengan menggunakan template BOSP Excel sesuai jenjang sekolah masing-masing. Perubahan kegiatan dan komponen/subkomponen BOSP masih dimungkinkan selama proses penghitungan. 3. Notulis dari setiap kelompok menuliskan hasil diskusi kelompoknya ke dalam komputer. f) Presentasi dan Diskusi Draf Hasil Penghitungan BOSP 1. Sebelum mempersilahkan kepada salah satu Ketua Kelompok dan Notulis untuk melakukan presentasi draf hasil penghitungan BOSP, fasilitator mengarahkan agar peserta/kelompok yang lain: membandingkan dan menyesuaikan dengan draf hasil penghitungan mereka, baik dari volume (dan unsur-unsurnya) maupun harga. menyamakan harga barang (maupun kegiatan dan komponen/ subkomponen) yang sama, terutama jika barang tersebut spesifikasinya juga sama. Harga yang dipilih sesuai dengan kesepakatan. 2. Fasilitator mempersilahkan kepada salah satu Ketua Kelompok dan Notulis untuk mempresentasikan softcopy Excel dari Penghitungan BOSP jenjang sekolah kelompoknya. Untuk menghemat waktu dan agar tidak membosankan, Ketua Kelompok dan Notulis terutama mempresentasikan hal-hal yang berubah dari template Penghitungan BOSP Berdasarkan Kegiatan asli dari DBE1. 3. Peserta lainnya dapat menanggapi dan memberi masukan secara langsung presentasi yang disampaikan. Tanggapan atau masukan yang diberikan dapat menyangkut volume (dan unsurunsurnya) maupun harga setiap komponen/subkomponen. Tanya jawab/diskusi ini, dipandu fasilitator. 4. Tanggapan dan atau masukan yang disampaikan peserta diupayakan untuk dijawab/diselesaikan dengan tuntas. Jika ada tanggapan dan atau masukan yang memerlukan revisi/koreksi terhadap draf hasil penghitungan BOSP yang dipresentasikan, revisi/koreksi dapat dilakukan secara langsung, baik oleh kelompok yang melakukan presentasi maupun kelompok yang lain. 5. Fasilitator dan Notulis dari masing-masing kelompok mencatat komentar dan masukan peserta

152 LAMPIRAN D - Contoh Susunan Acara Lokakarya Penghitungan BOSP g) Presentasi dan Diskusi Draf Hasil Penghitungan BOSP (lanjutan) 1. Setelah salah satu kelompok melakukan presentasi draf hasil penghitungan BOSP, Fasilitator mempersilahkan kelompok yang lain untuk melakukan presentasi yang sama. 2. Proses pelaksanaan presentasi kelompok tersebut dilakukan sebagaimana presentasi kelompok sebelumnya. h) Pleno2: Penyusunan RencanaTindak Lanjut (RTL) Fasilitator mengajak peserta untuk membuat kesepakatan tentang tindak lanjut lokakarya, antara lain mencakup: jadwal waktu pelaksanaan lokakarya berikutnya, dan hal-hal lain yang dianggap perlu. 3.3 Contoh Susunan Acara Lokakarya 1 a) Hari pertama Penanggung Jawab/ Waktu Materi Narasumber Registrasi Peserta Panitia/Fasilitator Pengarahan Pembukaan Lokakarya Penentuan Kelompok Rambu-Rambu Lokakarya Presentasi Rangkaian Lokakarya BOSP dan Tujuan Lokakarya 2 Kesepakatan Lokakarya sebelumnya (asumsi dasar, kegiatan, komponen) Metode Penghitungan BOSP Berdasarkan Kegiatan detil Cara Penghitungan BOSP Detil Tanya Jawab/ Diskusi Kepala/Sekretaris Dinas Pendidikan Kabupaten/ Kota Fasilitator Fasilitator Rehat Kopi-Teh Panitia/ Fasilitator Kerja Kelompok 1: Penentuan Kegiatan dan Komponen/ Subkomponen BOSP (Review hasil Lokakarya 1) Fasilitator Ketua dan Notulis 150

153 Ishoma Panitia/ Fasilitator Presentasi Hasil Diskusi Kelompok Tanya Jawab/Tanggapan Fasilitator Membangun Kesepakatan tentang Kegiatan dan Komponen/ Subkomponen BOSP Tanya Jawab/ Tanggapan Fasilitator Kerja Kelompok 2: Penghitungan BOSP Fasilitator Ketua dan Notulis Rehat Kopi-Teh Panitia/ Fasilitator Kerja Kelompok 2: Penghitungan BOSP (Lanjutan) Fasilitator Ketua dan Notulis a) Hari kedua Waktu Materi Penanggung Jawab/ Narasumber Refleksi Hasil Lokakarya Hari Pertama Panitia/ Fasilitator Kerja Kelompok: Penghitungan BOSP (lanjutan) Fasilitator Ketua dan Notulis Rehat Kopi-Teh Panitia/ Fasilitator Presentasi Hasil Diskusi Kelompok Tanya Jawab/Tanggapan Fasilitator Ishoma Panitia Presentasi Hasil Diskusi Kelompok (lanjutan) Fasilitator Tanya Jawab/ Tanggapan Rehat Kopi-Teh Panitia/ Fasilitator Penyusunan Rencana Tindak Lanjut Rencana kerja Fasilitator Jadwal lokakarya selanjutnya Penutupan Kepala/Sekretaris Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota 151

154 LAMPIRAN D - Contoh Susunan Acara Lokakarya Penghitungan BOSP Lokakarya 2: FINALISASI PENGHITUNGAN BOSP 1.1 Versi A a) Pengantar (5 menit) Fasilitator membuka sesi dengan melakukan apersepsi agar peserta dapat mengikuti pelatihan dengan baik berupa perkenalan, bermain game, dan menginformasikan bahwa Tim Penyusun telah melakukan penghitungan. b) Pemaparan Materi (50 menit) Fasilitator meminta setiap kelompok mengerjakan atau mengisi templat dengan cermat dan teliti. Fasilitator memberikan kesempatan kepada peserta lokakarya untuk bertanya bilamana ada hal-hal yang kurang dimengerti. Masing-masing sesi diawali dengan presentasi materi 50 menit, dan diskusi 30 menit. 1. Pemaparan Hasil Kerja Kelompok Sesi I a. Wakil dari kelompok 1 jenjang SD menyampaikan hasil kerja kelompoknya. b. Diskusi dan tanya jawab hasil kerja Kelompok I 2. Pemaparan Hasil Kerja Kelompok Sesi II a. Wakil dari kelompok 2 jenjang SD menyampaikan hasil kerja kelompoknya. b. Diskusi dan tanya jawab hasil kerja Kelompok II 3. Pemaparan Hasil Kerja Kelompok Sesi III a. Wakil dari kelompok 3 jenjang SMP menyampaikan hasil kerja kelompoknya. b. Diskusi dan tanya jawab hasil kerja Kelompok III 152

155 4. Pemaparan Hasil Kerja Kelompok Sesi IV a. Wakil dari kelompok 4 jenjang SMP menyampaikan hasil kerja kelompoknya.. b. Diskusi dan tanya jawab hasil kerja Kelompok IV c) Penguatan dan Penutup (25 menit) Fasilitator menyampaikan catatan mengenai hal-hal penting dari hasil kerja kelompok atau diskusi kelompok. Hal-hal penting dapat berupa persamaan atau perbedaan pendapat setiap kelompok dalam menentukan komponen, subkomponen, volume, dan harga. Fasilitator menutup sesi dengan menarik kesimpulan dari hasil presentasi dan tanya jawab. 1.2 Versi B Fasilitator menyampaikan catatan mengenai hal-hal penting dari hasil kerja kelompok atau diskusi kelompok. Hal-hal penting dapat berupa persamaan atau perbedaan pendapat setiap kelompok dalam menentukan komponen, subkomponen, volume, dan harga. a) Tujuan 1. Hari Pertama: Tim Penyusun BOSP memperoleh masukan dari peserta, terutama wakil dari sekolah-sekolah yang belum pernah diundang sebelumnya terhadap nilai BOSP tentatif yang dihasilkan dalam Lokakarya Hari Kedua: Tim Penyusun BOSP dapat melakukan penyesuaian terhadap nilai BOSP tentatif sesuai masukan peserta pada lokakarya hari pertama agar menjadi lebih representatif dan realistis. b) Waktu 2 hari efektif c) Hal yang Perlu Dilakukan Sebelum Pelaksanaan Lokakarya Hasil penghitungan BOSP tentatif pada lokakarya 2 harus sudah diterima oleh para calon peserta 3-5 hari sebelum pelaksanaan lokakarya. Hal tersebut dimaksudkan agar para peserta memiliki waktu yang cukup untuk menelaah hasil penghitungan tersebut sebelum mengikuti lokakarya. Untuk itu, hasil penghitungan BOSP tentatif dilampirkan pada undangan untuk para peserta. Dalam undangan tersebut 153

156 LAMPIRAN D - Contoh Susunan Acara Lokakarya Penghitungan BOSP dapat disampaikan bahwa lampiran tersebut untuk ditelaah dan mendapat tanggapan mengenai kegiatan, komponen/ subkomponen, volume, dan harga. d) Pengelompokan dan Pengaturan Duduk Peserta Hari 1: Peserta duduk sesuai jenjang sekolah masing-masing (terutama pada saat Kerja Kelompok). Hari 2: Peserta duduk bebas. e) Bahan dan Alat 1. RKAS tahun terakhir dari setiap sekolah yang wakilnya hadir pada lokakarya. 2. Printout hasil Lokakarya 2 untuk setiap peserta sesuai dengan kelompok (jenjang sekolah). 3. Kertas plano dan spidol besar untuk setiap kelompok. 4. White board/ papan tulis 5. Laptop, LCD, dan layar. f) Metode: 1. Curah pendapat 2. Kerja kelompok 3. Presentasi dan Diskusi g) Notulen: Fasilitator wajib mencatat semua hasil tanya jawab dan keputusan-keputusan, serta menyimpan catatan hasil diskusi kelompok selama lokakarya berlangsung dan kemudian membuat laporan rangkuman hasil lokakarya yang harus diserahkan kepada Penentu Kebijakan. 1.3 Urutan Kegiatan Hari Pertama a) Pleno1: Pengantar 1. Fasilitator menyampaikan materi Pengenalan BOSP (File: Penyamaan Persepsi BOSP.ppt dan Metode Penghitungan BOSP.ppt) secara singkat

157 2. Pada bagian Rangkaian Lokakarya BOSP, fasilitator menyampaikan rangkaian lokakarya yang telah dilakukan serta tujuan Lokakarya 3 yaitu memperoleh masukan dan memfinalisasi hasil penghitungan BOSPtentatif. 3. Tanya jawab/diskusi, dipandu Fasilitator. b) Pleno 2: Presentasi Hasil Penghitungan BOSP Tentatif Tim Penyusun BOSP yang menjadi Ketua atau Notulis setiap kelompok sekolah menyampaikan ringkasan hasil penghitungan BOSP tentatif yang dihasilkan dalam Lokakarya 2, disertai dengan penjelasan mengenai berbagai perubahan (tambahan, pengurangan, penyesuaian nama kegiatan dan komponen/ subkomponen) yang telah dilakukan. (Tidak ada tanyajawab/ diskusi dalam sesi ini, tanya jawab/diskusi akan dilakukan setelah kerja kelompok). c) Kerja Kelompok: Telaah terhadap Hasil Penghitungan BOSP 1. Fasilitator membentuk kelompok dan membagi peserta ke dalam kelompok sekolah. (Tim Penyusun BOSP tidak menjadi anggota kelompok tetapi hanya mendampingi/mengamati). Masingmasing kelompok dipersilahkan menunjuk Ketua dan Notulis. 2. Fasilitator menjelaskan apa yang perlu didiskusikan dalam Kerja Kelompok yaitu apakah kegiatan, komponen biaya beserta volume dan harga satuannya dari hasil penghitungan BOSP tentatif yang dihasilkan pada lokakarya sebelumnya sudah sesuai dengan kondisi di Kabupaten/Kota yang bersangkutan. Peserta bisa mengusulkan perubahan berdasarkan hasil telaah yang dilakukan sebelum lokakarya maupun yang berkembang saat kerja kelompok untuk disepakati bersama. Catatan: Usulan perubahan harus disertai dengan alasan/dasar hukum yang sangat jelas, bukan hanya karena keinginan. 3. Fasilitator mengingatkan agar kerja kelompok fokus pada penyempurnaan hasil penghitungan BOSP tentatif dan memfinalisasi penghitungan tersebut, bukan mengulang penghitungan dari awal. 4. Ketua Kelompok memimpin diskusi yang dimulai dengan membaca hasil Penghitungan BOSP tentatif dari lokakarya sebelumnya secara singkat selama kurang lebih 10 menit. Kemudian Ketua Kelompok memimpin diskusi tentang setiap kegiatan, komponen biaya beserta volume, dan harga satuannya dari penghitungan BOSP yang sudah ditetapkan dalam Lokakarya sebelumnya maupun usulan-usulan penyempurnaan daripeserta. Fasilitator mendampingi/mengamati dan 155

158 LAMPIRAN D - Contoh Susunan Acara Lokakarya Penghitungan BOSP mengarahkan jika diskusi keluar dari fokus/topik pembicaraan, serta menjaga agar semua peserta bisa menyampaikan pendapatnya. 5. Notulis dari setiap kelompok menuliskan hasil diskusi kelompoknya ke dalam komputer untuk kemudian dicetak. Hasil diskusi kelompok ditampilkan dalam bentuk tabel/matriks yang berisi penyempurnaan terhadap hasil penghitungan BOSP tentatif yang merupakan hasil lokakarya sebelumnya dengan detil sebagai berikut: Nomor, Butir (yang dianggap kurang sesuai), Tentang, Usulan Perubahan, Alasan/Dasar Hukum. d) Tanya Jawab/ Diskusi Hasil Kerja Kelompok 1. Sesi tanya jawab/diskusi, dipandu oleh Fasilitator. 2. Ketua atau Notulis setiap kelompok menyampaikan komentar dan masukan hasil kerja kelompoknya dan memberi penjelasan. (Penyampaian hasil kerja kelompok dapat dilakukan dari meja kelompok). Catatan: Presentasi difokuskan pada perubahan-perubahan terhadap hasil penghitungan BOSP tentatif hasil lokakarya sebelumnya, tidak perlu meliputi keseluruh Penghitungan BOSP. 3. Komentar dan masukan peserta dapat direspon langsung oleh Tim Penyusun BOSP (sesuai kelompok sekolah). Jika perlu melakukan perubahan, perubahan tersebut dapat segera dilakukan pada saat itu juga sehingga pada akhir presentasi perubahan-perubahan yang diperlukan telah tuntas. Hari Kedua e) Pleno1: Pengantar 1. Fasilitator menyampaikan refleksi lokakarya hari pertama. 2. Fasilitator menyampaikan tujuan lokakarya hari kedua, yaitu melakukan review terhadap hasil penghitungan BOSP serta penyesuaian yang telah dilakukan pada hari pertama. Review dilakukan untuk memastikan bahwa penghitungan telah dilakukan dengan benar (tidak ada bagian yang tidak terhitung maupun terhitung ganda). f) Kerja Kelompok: Review terhadap Hasil Penghitungan BOSP Tentatif Tim Penyusun BOSP melakukan review terhadap hasil penghitungan BOSP Tentatif hari pertama untuk memastikan bahwa penghitungan telah dilakukan dengan benar (tidak ada bagian yang tidak terhitung maupun terhitung ganda)

159 g) Pleno 2: Penyusunan Bahan Presentasi untuk Lokakarya 4 Berdasarkan hasil penghitungan BOSP tentatif yang telah direview, Tim Penyusun BOSP menyusun bahan presentasi untuk Lokakarya 4. (Bahan presentasi untuk Lokakarya 4 meliputi konsep BOSP dan hasil penghitugan BOSP tentatif (file: Hasil Penghitungan BOSP Tentatif.ppt) h) Pleno3: Penyusunan Rencana Tindak Lanjut (RTL) Fasilitator mengajak peserta untuk membuat kesepakatan tentang tindak lanjut lokakarya, antara lain mencakup: jadwal waktu pelaksanaan lokakarya berikutnya, dan hal-hal lain yang dianggap perlu. 1.4 Contoh Susan Acara Lokakarya 2 Hari Pertama Penanggung Jawab/ Waktu Materi Narasumber Registrasi Peserta Panitia/ Fasilitator Pengarahan Kegiatan Penghitungan BOSP Pembukaan Lokakarya Rambu-Rambu Lokakarya Penentuan Kelompok Presentasi Pengenalan BOSP Konsep Latar Belakang Metode Penghitungan Rangkaian Lokakarya BOSP Tujuan Lokakarya 2 Tindak Lanjut Hasil Penghitungan BOSP Tanya Jawab/ Diskusi Kepala/ Sekretaris Dinas Pendidikan Kabupaten/ Kota Fasilitator Fasilitator Rehat Kopi -Teh Panitia/Fasilitator Presentasi Hasil Penghitungan BOSP Tentatif Kerja Kelompok Telaah terhadap Hasil Penghitungan BOSP Tentatif Ishoma Panitia Tim Penyusun BOSP Fasilitator Fasilitator Ketua dan Notulis 157

160 LAMPIRAN D - Contoh Susunan Acara Lokakarya Penghitungan BOSP Tanya Jawab/ Diskusi Hasil Kerja Kelompok Tanggapan Tim Penyusun BOSP Ketua/ Notulis Tim Penyusun BOSP Fasilitator Rehat Kopi -Teh Panitia/Fasilitator Tanya Jawab/ Diskusi Hasil Kerja Kelompok (Lanjutan) Tanggapan Tim Penyusun BOSP Ketua/Notulis Tim Penyusun BOSP Fasilitator Hari Kedua Waktu Materi Penanggung Jawab/ Narasumber Registrasi Peserta Panitia/Fasilitator Refleksi Hasil Lokakarya Hari Pertama Fasilitator Tujuan lokakarya hari kedua Fasilitator Kerja Kelompok Review terhadap Hasil Penghitungan BOSP Tentatif Tim Penyusun BOSP Fasilitator Rehat Kopi -Teh Panitia/Fasilitator Kerja Kelompok (Lanjutan) Review terhadap Hasil Penghitungan BOSP Tentatif Tim Penyusun BOSP Fasilitator Ishoma Panitia Penyusunan Bahan Presentasi Lokakarya 4 TimPenyusunBOSP Fasilitator Rehat Kopi -Teh Panitia/Fasilitator Penyusunan Rencana Tindak Lanjut Rencana kerja Jadwal lokakarya selanjutnya Fasilitator Penutupan Kepala/Sekretaris Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota 158

161 Lokakarya 3: KONSULTASI INTERNAL 1.1 Versi A Lokakarya ini menghasilkan tanggapan/masukan dari peserta, yang terdiri atas unsur internal Dinas Pendidikan a) Pengantar (5 menit) Fasilitator membuka sesi dengan melakukan apersepsi agar peserta dapat mengikuti lokakarya dengan baik berupa perkenalan, bermain game, dan menginformasikan bahwa Tim Penyusun telah melakukan penghitungan. b) Pemaparan Materi dan Diskusi (180 menit) Masing-masing sesi diawali dengan pemaparan hasil kerja kelompok 45 menit dan diskusi 45 menit. 1. Pemaparan Hasil Kerja Kelompok Sesi I a. Wakil dari kelompok jenjang SD menyampaikan hasil kerja kelompoknya. b. Diskusi dan tanya jawab hasil kerja kelompok SD 2. Pemaparan Hasil Kerja Kelompok Sesi II a. Wakil dari kelompok jenjang SMP menyampaikan hasil kerja kelompoknya. b. Diskusi dan tanya jawab hasil kerja Kelompok SMP 159

162 LAMPIRAN D - Contoh Susunan Acara Lokakarya Penghitungan BOSP c) Penyesuaian Nilai Hasil Penghitungan Fasilitator mengarahkan kepada Tim Penyusun BOSP untuk dapat melakukan penyesuaian terhadap nilai BOSP tentatif berdasarkan masukan-masukan dari peserta lokakarya lainnya. d) Menghitung BOSP Final Fasilitator mendampingi Tim Penyusun untuk menghitung nilai BOSP final yang disepakati secara internal Dinas Pendidikan e) Penutup (5 menit) Fasilitator menutup sesi dengan menarik kesimpulan dari hasil penghitungan final yang disepakati secara internal Dinas Pendidikan. 1.2 Versi B a) Hasil yang Diharapkan Tim Penyusun BOSP memperoleh tanggapan/masukan dari peserta terhadap nilai BOSP tentatif, sehingga jika diperlukan, Tim Penyusun BOSP dapat melakukan penyesuaian dengan terhadap nilai BOSP tentatif dan kemudian menghitung nilai BOSP final yang disepakati secara internal Dinas Pendidikan. b) Waktu 1 hari efektif c) Pengelompokan dan Pengaturan Duduk Peserta Peserta duduk bebas. Jika ruangan memungkinkan, pengaturan tempat duduk peserta sebaiknya dibuat dalam bentuk U

163 d) Bahan dan Alat 1. Printout hasil penghitungan BOSP tentatif. 2. Kertas plano dan spidol besar untuk setiap kelompok. 3. White board/papan tulis. 4. Laptop, LCD, dan layar. e) Metode Presentasi dan Tanya Jawab/ Diskusi. Notulen Fasilitator wajib mencatat semua hasil tanyajawab dan keputusan-keputusan, serta menyimpan catatan hasil diskusi kelompok selama lokakarya berlangsung dan kemudian membuat laporan rangkuman hasil lokakarya yang harus diserahkan kepada Penentu Kebijakan. 1.3 Urutan Kegiatan a) Pengarahan dan Pembukaan Lokakarya oleh Dinas Pendidikan b) Pengantar oleh Fasilitator Fasilitator menyampaikan pengantar lokakarya yang mencakup: Rangkaian lokakarya BOSP dan tujuan Lokakarya 4 BOSP c) Presentasi Hasil Penghitungan BOSP Tentatif Ketua Tim Penyusun BOSP mempresentasikan hasil penghitungan BOSP tentatif dan memberi penjelasan pada bagian-bagian yang penting. d) Tanya Jawab/ Diskusi 1. Sesi tanya jawab/ diskusi dipandu oleh Fasilitator

164 LAMPIRAN D - Contoh Susunan Acara Lokakarya Penghitungan BOSP 2. Fasilitator memberi kesempatan kepada peserta untuk menyampaikan tanggapan dan masukan. Tanggapan dan masukan peserta diharapkan terutama difokuskan pada bagian-bagian penting yang perlu disepakati. 3. Tanggapan dan atau masukan yang disampaikan peserta diupayakan untuk dijawab/diselesaikan dengan tuntas. Jika ada tanggapan dan atau masukan yang memerlukan revisi/koreksi terhadap hasil penghitungan BOSP tentatif yang dipresentasikan, revisi/koreksi dapat dilakukan secara langsung oleh Tim Penyusun BOSP. e) Penyusunan Rencana Tindak Lanjut (RTL) Fasilitator mengajak peserta untuk membuat kesepakatan tentang tindak lanjut lokakarya, antara lain mencakup: jadwal waktu pelaksanaan lokakarya berikutnya, dan hal-hal lain yang dianggap perlu. 1.4 Contoh Susunan Acara Lokakarya 4 Penanggung Jawab/ Waktu Materi Narasumber RegistrasiPeserta Panitia/ Fasilitator Pengarahan Pembukaan Lokakarya Pengantar Lokakarya Rangkaian Lokakarya BOSP Tujuan Lokakarya Presentasi Konsep BOSP Asumsi Dasar Penghitungan BOSP (Kabupaten/Kota yang bersangkutan) Hasil Penghitungan BOSP Kepala/ Sekretaris Dinas Pendidikan Kabupaten/ Kota Fasilitator Tim Penyusun BOSP Rehat Panitia/ Fasilitator Tanyajawab/ Diskusi Fasilitator Tim Penyusun BOSP Ishoma Panitia Penyusunan Bahan Presentasi Lokakarya 5 Tim Penyusun BOSP Fasilitator Rehat Panitia/ Fasilitator Penyusunan Rencana Tindak Lanjut Fasilitator Rencana kerja Jadwal lokakarya selanjutnya Penutupan Kepala/ Sekretaris Dinas Pendidikan Kabupaten/ Kota 162

165 Lokakarya 4: PENYUSUNAN LAPORAN HASIL PENGHITUNGAN BOSP 1.1 Versi A Lokakarya ini menghasilkan tanggapan/masukan dari peserta, yang terdiri atas unsur internal Dinas Pendidikan a) Pengantar (10 menit) Fasilitator menayangkan slide tentang judul sesi (penyusunan laporan) dan menjelaskan kerangka penyusunan laporan hasil penghitungan. Fasilitator menjelaskan tujuan dan langkah-langkah yang akan dicapai dalam sesi ini. b) Kerja Kelompok atau Diskusi Kelompok (90 menit) Fasilitator meminta kedua setiap kelompok menyusun laporan hasil penghitungan BOSP.Fasilitator memberikan kesempatan kepada peserta lokakarya untuk bertanya bilamana ada hal-hal yang kurang dimengerti. c) Presentasi Hasil Diskusi Kelompok (70 menit) Fasilitator meminta setiap kelompok menunjukkan hasil pekerjaannya masing-masing 35 menit melalui LCD Projector sehingga peserta lokakarya lainnya dapat melihatnya dan memberikan masukan bila perlu

166 LAMPIRAN D - Contoh Susunan Acara Lokakarya Penghitungan BOSP d) Penguatan Fasilitator (45 menit) Fasilitator menyampaikan catatan mengenai hal-hal penting dari hasil kerja kelompok atau diskusi kelompok. Hal-hal penting dapat berupa persamaan atau perbedaan pendapat setiap kelompok dalam menyusun laporan hasil penghitungan. Selanjutnya, fasilitator meminta kesediaan perwakilan dari masing-masing kelompok untuk memaparkan hasil kerja kelompok pada lokakarya berikutnya (Konsultasi Publik). e) Penutup (10 menit) Fasilitator menutup sesi dengan menyampaikan agar pekerjaan diselesaikan dan membuat bahan presentasi pada lokakarya 6 Konsultasi Publik sesi berikutnya. 1.2 Versi B a) Hasil yang Diharapkan Laporan Hasil Penghitungan BOSP yang berisi nilai BOSP final dan rekomendasi tindak lanjut, yang selanjutnya akan diserahkan oleh Tim Penyusun BOSP kepada para penentu kebijakan. b) Waktu 2 hari efektif c) Pengelompokan dan Pengaturan Duduk Peserta Peserta duduk bebas. Jika ruangan memungkinkan, pengaturan tempat duduk peserta sebaiknya dibuat dalam bentuk U. d) Bahan dan Alat 1. Softcopy hasil penghitungan BOSP final 2. Printout hasil penghitungan BOSP final. 3. Kertas plano dan spidol besar untuk setiap kelompok

167 4. Whiteboard/ papan tulis. 5. Laptop, LCD, dan layar untuk setiap kelompok. 6. Printer dan kertas HVS A4. e) Metode Presentasi dan Tanya Jawab/ Diskusi. 1.3 Urutan Kegiatan a) Pengantar oleh Fasilitator Fasilitator menyampaikan pengantar lokakarya yang mencakup: Refleksi lokakarya - lokakarya BOSP sebelumnya Tujuan Lokakarya 6 BOSP b) Penyusunan Draf Laporan Hasil Penghitungan BOSP Tim Penyusun BOSP bersama Fasilitator melakukan penyusunan draf Laporan Hasil Penghitungan BOSP. Penyusunan Draf Laporan Hasil Penghitungan BOSP sebaiknya dilakukan secara berurutan berdasarkan bab-bab yang ada. c) Review terhadap Draf Laporan Hasil Penghitungan BOSP Setelah draf Laporan Hasil Penghitungan BOSP selesai, Tim Penyusun BOSP dan Fasilitator sebaiknya melakukan review terhadap draf tersebut. Review dilakukan untuk memastikan bahwa bagian-bagian laporan telah lengkap serta tidak ada kesalahan penulisan. d) Finalisasi Laporan Hasil Penghitungan BOSP Hasil review terhadap draf Laporan Hasil Penghitungan BOSP ditindaklanjuti dengan melakukan koreksi/perubahan terhadap hal-hal yang dianggap perlu, serta mencetaknya untuk dijilid

168 LAMPIRAN D - Contoh Susunan Acara Lokakarya Penghitungan BOSP e) Penyusunan Rencana Tindak Lanjut (RTL) Fasilitator mengajak peserta untuk membuat kesepakatan tentang tindaklanjut lokakarya, antara lain mencakup: jadwal waktu penyerahan Laporan Hasil Penghitungan BOSP kepada pihak-pihak terkait, dan hal-hal lain yang dianggap perlu. 1.4 Contoh Susunan Acara Lokakarya 5 Hari Pertama Waktu Materi Penanggung Jawab/ Narasumber Registrasi Peserta Panitia/ Fasilitator Pengantar Refleksi Lokakarya-lokakarya sebelumnya Tujuan Lokakarya 6 Fasilitator Penyusunan Draf Laporan BOSP (Bagian I) Bab 1 Bab 2 - Fasilitator - Tim Penyusun BOSP Rehat Kopi -Teh Panitia/ Fasilitator Penyusunan Draf Laporan BOSP (Bagian II) Bab 3 Bab Ishoma Panitia Penyusunan Draf Laporan BOSP (Bagian III) Bagian Awal Lampiran - Fasilitator - Tim Penyusun BOSP - Fasilitator - Tim Penyusun BOSP Rehat Kopi -Teh Panitia/Fasilitator Review Draf Laporan BOSP - Fasilitator - Tim Penyusun BOSP 166

169 Hari Kedua Waktu Materi Penanggung Jawab/ Narasumber Registrasi Peserta Panitia/ Fasilitator Refleksi Lokakarya hari sebelumnya Fasilitator Review Draf Laporan BOSP (lanjutan) - Fasilitator - Tim Penyusun BOSP Rehat Kopi -Teh Panitia/ Fasilitator Finalisasi Laporan BOSP - Fasilitator - Tim Penyusun BOSP Penutupan Fasilitator Ishoma Panitia 167

170 LAMPIRAN D - Contoh Susunan Acara Lokakarya Penghitungan BOSP Lokakarya 5: KONSULTASI PUBLIK 1.1 Versi A Lokakarya ini menghasilkan umpan balik dari para penentu kebijakan dan para pemangku kepentingan. a) Pengantar (5 menit) Fasilitator membuka sesi dengan melakukan apersepsi agar peserta dapat mengikuti pelatihan dengan baik berupa perkenalan, bermain game, dan menyampaikan bahwa proses penghitungan sampai saat ini (kegiatan konsultasi publik). b) Pemaparan Materi dan Diskusi (2 x 90 menit) Masing-masing sesi diawali dengan presentasi materi 45 menit, dan diskusi 45 menit. 1. Pemaparan Hasil Kerja Kelompok Sesi I SD a. Wakil dari kelompok jenjang SD menyampaikan hasil kerja kelompoknya. b. Diskusi dan tanya jawab hasil kerja kelompok SD 2. Pemaparan Hasil Kerja Kelompok Sesi II SMP a. Wakil dari kelompok jenjang SMP menyampaikan hasil kerja kelompoknya. b. Diskusi dan tanya jawab hasil kerja Kelompok SMP 168

171 c) Penutup (5 menit) Fasilitator menutup sesi dengan menarik kesimpulan dari hasil pemaparan dan tanya jawab. 1.2 Versi B a) Hasil yang Diharapkan Tim Penyusun BOSP dapat melakukan penyesuaian sehingga diperoleh nilai BOSP final yang disepakati bersama dengan para penentu kebijakan dan para pemangku kepentingan. b) Waktu 1 hari efektif c) Pengelompokan dan Pengaturan Duduk Peserta Peserta duduk bebas. Jika ruangan memungkinkan, pengaturan tempat duduk peserta sebaiknya dibuat dalam bentuk U. d) Bahan dan Alat 1. Printout hasil penghitungan BOSP final. 2. Kertas plano dan spidol besar untuk setiap kelompok. 3. White board/papan tulis. 4. Laptop, LCD, dan layar untuk setiap kelompok. e) Metode Presentasi dan Tanya Jawab/ Diskusi

172 LAMPIRAN D - Contoh Susunan Acara Lokakarya Penghitungan BOSP f) Notulen Fasilitator wajib mencatat semua hasil tanya jawab dan keputusan-keputusan, serta menyimpan catatan hasil diskusi kelompok selama lokakarya berlangsung dan kemudian membuat laporan rangkuman hasil lokakarya yang harus diserahkan kepada Penentu Kebijakan. 1.3 Urutan Kegiatan a) Pengarahan dan Pembukaan Lokakarya oleh Bupati/ Walikota b) Pengantar oleh Fasilitator Fasilitator menyampaikan pengantar lokakarya yang mencakup: Rangkaian lokakarya BOSP dan tujuan Lokakarya 5 BOSP c) Presentasi Hasil Penghitungan BOSP Ketua Tim Penyusun BOSP mempresentasikan hasil penghitungan BOSP tentatif dan memberi penjelasan pada bagian-bagian yang penting. d) Tanya Jawab/ Diskusi 1. Sesi tanya jawab/diskusi dipandu oleh Fasilitator. 2. Fasilitator memberi kesempatan kepada peserta (khususnya pemangku kepentingan) untuk menyampaikan tanggapan dan masukan, yang diharapkan dapat dijadikan rekomendasi untuk tindak lanjut hasil penghitungan BOSPini. 3. Fasilitator memberi kesempatan kepada para pengambil kebijakan untuk menyampaikan tanggapan, terutama bentuk kebijakan yang diambil sebagai tindak lanjut hasil penghitungan BOSP ini

173 e) Penyusunan Rencana Tindak Lanjut (RTL) Fasilitator mengajak peserta untuk membuat kesepakatan tentang tindak lanjut lokakarya, antara lain mencakup: jadwal waktu pelaksanaan lokakarya berikutnya, dan hal-hal lain yang dianggap perlu 1.4 Contoh Agenda Lokakarya 5 Hari Pertama Penanggung Jawab/ Waktu Materi Narasumber Registrasi Peserta Panitia/ Fasilitator Pengantar Lokakarya Rangkaian Lokakarya BOSP Tujuan Lokakarya Pengarahan Kepala/ Sekretaris Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota Bupati/ Walikota Pembukaan Lokakarya Presentasi Tim Penyusun BOSP Konsep BOSP Asumsi Dasar Penghitungan BOSP (Kabupaten/ Kota yang bersangkutan) Hasil Penghitungan BOSP Penyerahan Laporan Hasil Penghitungan BOSP dari Tim Fasilitator Penyusun BOSP kepada Kepala Dinas Pendidikan untuk selanjutnya diserahkan kepada Bupati, DPRD, Dewan Pendidikan (dan pihak lain yang dianggap penting) Rehat Kopi - The Panitia/ Fasilitator Tanya jawab/ Diskusi - Fasilitator - Tim Penyusun BOSP Ishoma Panitia Penyusunan Rencana Tindak Lanjut Fasilitator Rencana kerja Jadwal lokakarya selanjutnya Rehat Kopi -The Panitia/ Fasilitator Penutupan Kepala/ Sekretaris Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota 171

174 Lampiran E JENIS PELAYANAN, INDIKATOR SPM, DAN FORMULA PENGHITUNGAN INDIKATOR SPM BIDANG PENDIDIKAN No Jenis Pelayanan Indikator SPM Formula 1 SARANA DAN PRASARANA Tersedia satuan pendidikan dalam jarak yang terjangkau dengan berjalan kaki yaitu maksimal 3 km untuk SD/ MI dan 6 km untuk SMP/MTs dari kelompok permukiman permanen. 2 Jumlah peserta didik dalam setiap rombongan belajar untuk SD dan MI tidak melebihi 32 orang, dan untuk SMP dan MTs tidak melebihi 36 orang. Untuk setiap rombongan belajar tersedia 1 (satu) ruang kelas. 3. Di setiap SMP dan MTs tersedia ruang laboratorium IPA yang dilengkapi dengan meja dan kursi yang cukup untuk 36 peserta didik dan minimal satu set peralatan praktek IPA untuk demonstrasi dan eksperimen peserta didik. 4 Di setiap SD/MI dan SMP/ MTs tersedia satu ruang guru yang dilengkapi dengan meja dan kursi untuk setiap orang guru, kepala sekolah dan staf kependidikan lainnya; Prosentase Jumlah kelompok pemukiman permanen di Kab/Kota yang sudah dilayani SD/ MI dalam jarak kurang dari 3 km. Prosentase Jumlah kelompok pemukiman permanen di Kab/Kota yang sudah dilayani SMP/MTs dalam jarak kurang dari 6 km. Prosentase Jumlah keseluruhan rombel SD/MI di wilayah Kabupaten/Kota yang tidak melebihi 32 orang. Prosentase Jumlah ruang kelas SD/MI dibagijumlah rombel SD/MI di wilayah Kabupaten/Kota. Jumlah keseluruhan rombel SMP/MTs di wilayah Kabupaten/Kota yang tidak melebihi 36 orang. Prosentase Jumlah ruang kelas SMP/MTs dibagijumlah rombel SMP/MTs di wilayah Kabupaten/Kota. Prosentase Jumlah keseluruhan SMP/MTs di wilayah Kabupaten/Kota yang memiliki ruang laboratorium IPA yang dilengkapi dengan meja dan kursi untuk 36 peserta didik. Prosentase Jumlah keseluruhan SMP/MTs di wilayah Kabupaten/Kota yang memiliki satu set peralatan praktek IPA untuk demonstrasi dan eksperimen peserta didik. Prosentase Jumlah sekolah di wilayah Kabupaten/Kota yang memiliki satu ruang guru dan dilengkapi dengan meja dan kursi untuk setiap orang guru, kepala sekolah dan staf kependidikan lainnya

175 No Jenis Pelayanan Indikator SPM Formula 5 PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN dan di setiap SMP/MTs tersedia ruang kepala sekolah yang terpisah dari ruang guru. Di setiap SD/MI tersedia 1 (satu) orang guru untuk setiap 32 peserta didik dan 6 (enam) orang guru untuk setiap satuan pendidikan, dan untuk daerah khusus 4 (empat) orang guru setiap satuan pendidikan. 6 Di setiap SMP dan MTs tersedia 1 (satu) orang guru untuk setiap mata pelajaran, dan untuk daerah khusus tersedia satu orang guru untuk setiap rumpun mata pelajaran. 7 Di setiap SD dan MI tersedia 2 (dua) orang guru yang memenuhi kualifikasi akademik S1 atau D-IV dan 2 (dua) orang guru yang telah memiliki sertifikat pendidik. 8 Di setiap SMP dan MTs tersedia guru dengan kualifikasi akademik S-1 atau D-IV sebanyak 70% danseparuh diantaranya (35% dari keseluruhan guru) telah memiliki sertifikat pendidik, untuk daerah khusus masingmasing sebanyak 40% dan 20%. 9 Di setiap SMP dan MTs tersedia guru dengan kualifikasi akademik S-1 atau D-IV dan telah memiliki sertifikat pendidik masingmasing satu orang untuk mata Prosentase Jumlah sekolah di wilayah Kabupaten/Kota yang memiliki satu ruang guru dan dilengkapi dengan meja dan kursi untuk setiap orang guru, dan staf kependidikan lainnya; dan ruang kepala sekolah yang terpisah dari ruang guru. Prosentase Jumlah keseluruhan SD/MI di wilayah Kabupaten/Kota yang memiliki satu orang guru untuk setiap 32 peserta didik. Prosentase keseluruhan SD/MI di wilayah Kabupaten/Kota yang memiliki 6 (enam) orang guru [atau 4 (empat) orang guru untuk daerah khusus]. Prosentase Jumlah keseluruhan SMP/MTs di wilayah Kabupaten/Kota yang memiliki guru untuk setiap mata pelajaran [atau untuk daerah khusus 1 (satu) guru untuk setiap rumpun mata pelajaran. Prosentase Jumlah keseluruhan SD/MI di wilayah Kabupaten/Kota yang memiliki 2 orang guru yang memenuhi kualifikasi akademik S1 atau D-IV. Prosentase Jumlah keseluruhan SD/MI di wilayah Kabupaten/Kota yang memiliki 2 orang guru yang telah memiliki sertifikat pendidik. Prosentase Jumlah keseluruhan SMP/MTs di wilayah Kabupaten/Kota yang memiliki guru dengan kualifikasi S1 atau D-IV 70% [untuk daerah khusus 40%. Prosentase Jumlah keseluruhan SMP atau MTs di wilayah Kabupaten/Kota yang memiliki guru dengan sertifikat pendidik 35% [untuk daerah khusus 20%]. Prosentase Jumlah keseluruhan SMP/MTs di wilayah Kabupaten/Kota yang memiliki guru dengan kualifikasi akademik S1 atau D-IV dan telah memiliki sertifikat pendidik, masingmasing 1 (satu) orang untuk mapel Matematika, IPA, Bahasa Indonesia, dan Bahasa Inggris

176 LAMPIRAN E - Jenis Pelayanan, Indikator SPM, dan Formula Penghitungan Indikator SPM Bidang Pendidikan No Jenis Pelayanan Indikator SPM Formula pelajaran Matematika, IPA, Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris. 10 Di setiap Kabupaten/Kota semua kepala SD dan MI berkualifikasi akademik S-1 atau D-IV dan telah memiliki sertifikat pendidik. 11 Di setiap Kabupaten/Kota semua kepala SMP dan MTs berkualifikasi akademik S-1 atau D-IV dan telah memiliki sertifikat pendidik. 12 Di setiap Kabupaten/Kota semua pengawas sekolah dan madrasah memiliki kualifikasi akademik S-1 atau D-IV dan telah memiliki sertifikat pendidik. 13 KURIKULUM Pemerintah Kabupaten/ Kota memiliki rencana dan melaksanakan kegiatan untuk membantu satuan pendidikan dalam mengembangkan kurikulum dan proses pembelajaran yang efektif. Prosentase Jumlah SD/MI di wilayah Kabupaten/Kota yang berkualifikasi akademik S-1 atau D-IV dan telah bersertifikat pendidik. Prosentase Jumlah Sekolah SMP/MTs di wilayah Kabupaten/Kota yang kepala sekolahnya berkualifikasi akademik S-1 atau D-IV dan telah bersertifikat pendidik. Prosentase Jumlah pengawas sekolah atau madrasah di wilayah Kabupaten/Kota yang berkualifikasi akademik S-1 atau D-IV dan telah bersertifikat pendidik. Bila Kab/kota memiliki rencana dan telah melaksanakan kegiatan untuk membantu sekolah mengembangkan kurikulum dan proses pembelajaran yang efektif. Bila memiliki rencana tetapi belum melaksanakan. bila tidak memiliki rencana untuk membantu sekolah dalam mengembangkan kurikulum dan proses pembelajaran yang efektif. 14 PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN 15 SARANA DAN PRASARANA Kunjungan pengawas ke satuan pendidikan dilakukan satu kali setiap bulan dan setiap kunjungan dilakukan selama 3 jam untuk melakukan supervisi dan pembinaan. Setiap SD dan MI menyediakanbuku teks yang sudah disertifikasi oleh Pemerintah mencakup mata pelajaran Bahasa Indonesia, Matematika, IPA, IPS dengan perbandingan satu set untuk setiap peserta didik. Prosentase Jumlah satuan pendidikan di wilayah Kabupaten/Kota yang mendapat kunjungan oleh pengawas satu kali setiap bulan dan setiap kunjungan selama 3 jam. Jumlah set buku teks Mata pelajaran (Bahasa Indonesia, Matematika, IPA dan IPS) yang sudah disertifikasi yang disediakan dibagi Jumlah peserta didik, sebagai prosentase. Prosentase Jumlah SD/MI di wilayah Kabupaten/Kota yang telah memenuhi IP-15.1 Sekolah

177 No Jenis Pelayanan Indikator SPM Formula 16 Setiap SMP dan MTS menyediakan buku teks yang sudah disertifikasi oleh Pemerintah mencakup semua mata pelajaran dengan perbandingan satu set untuk setiap peserta didik. 17 Setiap SD dan MI menyediakan satu set peraga IPA dan bahan yang terdiri dari kerangka manusia, model tubuh manusia, bola dunia (globe), contoh peralatan optik, kit IPA untuk eksperimen dasar, dan poster IPA. 18 Setiap SD dan MI memiliki 100 judul buku pengayaan dan 10 buku referensi, dan setiap SMP dan MTs memiliki200 judul buku pengayaan dan 20 buku referensi. Jumlah set buku teks mata pelajaran yang sudah disertifikasi. Jumlah peserta didik. Jumlah SMP/MTS yang telah memenuhi IP Sekolah. Jumlah SMP/MTs di wilayah Kabupaten/Kota. Prosentase Jumlah SD/MI di wilayah Kabupaten/Kota yang memiliki set peraga dan bahan IPA secara lengkap. Jumlah judul buku pengayaan dan referensi 110 judul buku. Jumlah judul buku pengayaan dan referensi 220 judul buku. Jumlah SD/MI yang telah memenuhi (hasil rumus di atas. Jumlah SD/MI di wilayah Kabupaten/Kota. Jumlah SMP/MTs yang telah memenuhi (hasil rumus di atas). Jumlah SMP/MTs di wilayah Kabupaten/Kota. 19 PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIK- AN Setiap guru tetap bekerja 35 jam per minggu di satuan pendidikan termasuk kegiatan tatap muka di dalam kelas, merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, membimbing dan melatih peserta didik, serta melaksanakan tugas tambahan yang melekat pada pelaksanaan kegiatan pokok sesuai dengan beban kerja Guru. Jumlah rata-rata jam kerja per minggu seluruh guru tetap. Jumlah keseluruhan guru tetap di satuan pendidikan. Jumlah satuan pendidikan yang telah memenuhi (hasil rumus di atas). Jumlah satuan pendidikan di wilayah Kabupaten/Kota

178 LAMPIRAN E - Jenis Pelayanan, Indikator SPM, dan Formula Penghitungan Indikator SPM Bidang Pendidikan No Jenis Pelayanan Indikator SPM Formula 20 Satuan pendidikan menyelenggarakan proses pembelajaran selama 34 minggu per tahun dengan kegiatan tatap muka sebagai berikut: Kelas I-II: 18 jam per minggu, Kelas III : 24 jam per minggu, Kelas IV VI: 27 jam per minggu, dan Kelas VII IX : 27 jam per minggu. 21 KURIKULUM Setiap Satuan Pendidikan menyusun dan menerapkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) sesuai ketentuan yang berlaku. 22 Setiap guru menerapkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang disusun berdasarkan silabus untuk setiap mata pelajaran yang diampunya. Prosentase Jumlah satuan pendidikan di wilayah Kabupaten/Kota yang menyelenggarakan proses pembelajaran di sekolah selama 34 minggu per tahun dengan kegiatan tatap muka seperti di indikator. Prosentase jumlah keseluruhan satuan pendidikan di wilayah Kabupaten/Kotayang menerapkan KTSP sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Prosentase jumlah keseluruhan guru di satuan pendidikan yang menerapkan RPP berdasarkan silabus untuk mata pelajaran yang diampunya. Prosentase jumlah satuan pendidikan di wilayah kabupaten/kota yang setiap guru menerapkan RPP. 23 PENILAIAN PENDIDIKAN 24 PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN Setiap guru mengembangkan dan menerapkan program penilaian untuk membantu meningkatkan kemampuan belajar peserta didik. Kepala sekolah melakukan supervisi kelas dan memberikan umpan balik kepada guru dua kali dalam setiap semester. Prosentase jumlah keseluruhan guru di satuan pendidikan yang mengembangkan dan menerapkan program penilaian untuk membantu meningkatkan kemampuan belajar peserta didik. Prosentase Jumlah satuan pendidikan di wilayah Kabupaten/Kota yang telah memenuhi (hasil rumus di atas). Prosentase Jumlah satuan pendidikan di wilayah Kabupaten/Kota yang kepala sekolahnya melakukan supervisi kelas dan memberikan umpan balik kepada guru dua kali dalam setiap semester. 25 Setiap guru menyampaikan laporan hasil evaluasi mata pelajaran serta hasil penilaian setiap peserta didik kepada Kepala Sekolah pada akhir. Jumlah keseluruhan guru di satuan pendidikan yang menyampaikan laporan hasil evaluasi mata pelajaran serta hasil penilaian setiap peserta didik kepada Kepala Sekolah pada akhir semester

179 No Jenis Pelayanan Indikator SPM Formula semester dalam bentuk laporan hasil prestasi belajar peserta didik. 26 Kepala Sekolah atau Madrasah menyampaikan laporan hasil Ulangan Akhir Semester (UAS) dan Ulangan Kenaikan Kelas (UKK) serta Ujian Akhir (US/UN) kepada orang tua peserta didik dan menyampaikan rekapitulasinya kepada Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota atau Kandepag pada setiap akhir semester. Prosentase Jumlah satuan pendidikan di wilayah Kabupaten/Kota yang telah memenuhi (hasil rumus di atas). Prosentase jumlah satuan pendidikan di wilayah Kabupaten/Kota yang kepalanya menyampaikan laporan hasil Ulangan Akhir Semester (UAS) dan Ulangan Kenaikan Kelas (UKK) serta Ujian Akhir (US/UN) kepada orang tua peserta didik. Prosentase Jumlah satuan pendidikan di wilayah Kabupaten/Kota yang kepalanya menyampaikan rekapitulasi hasil tes tengah tahunan kepada Dinas Pendidikan Kabupaten/ Kota/ Kandepag pada setiap akhir semester. 27 MANAJEMEN SEKOLAH Setiap satuan pendidikan menerapkan prinsip-prinsip Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). Prosentase Jumlah satuan pendidikan di wilayah Kabupaten/Kota yang memiliki rencana kerja tahunan. Prosentase Jumlah satuan pendidikan di wilayah Kabupaten/Kota yang memiliki laporan tahunan. Jumlah satuan pendidikan di wilayah Kabupaten/Kota yang memiliki komite sekolah yang berfungsi baik

180 Lampiran F NASKAH AKADEMIK DANA PENUNJANG PENDIDIKAN DASAR KOTA BANDA ACEH BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasal 17 ayat (1) huruf f Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh menegaskan bahwa penyelenggaraan pendidikan merupakan urusan wajib yang harus diemban oleh kabupaten/kota di Aceh. Dengan demikian, Kota Banda Aceh sebagai daerah otonom juga memiliki urusan wajib tersebut. Urusan wajib penyelenggaraan pendidikan dimaksud, menurut Pasal 11 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional menyangkut Pendidikan Dasar dan Menengah, juga melekat pada pemerintah kabupaten/kota. Dalam kaitan dengan pendidikan dasar ini Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional mengamanatkan bahwa setiap warga negara yang berusia 7 sampai dengan 15 tahun wajib mengikuti pendidikan dasar, dimana pemerintah pusat dan pemerintah daerah menjadi pihak yang harus memastikan terselenggarakannya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya. Konsekuensi dari amanat undang-undang tersebut adalah Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah wajib memberikan layanan pendidikan bagi seluruh peserta didik pada tingkat pendidikan dasar (SD dan SMP) serta satuan pendidikan lain yang sederajat. Berdasarkan aturan tersebut, maka Pemerintah (Pusat dan Daerah) bertanggung jawab untuk membangun sekolah, membayar gaji guru, menyediakan sarana fisik, fasilitas ruang kelas, dan peralatan kantor sekolah dengan dana yang berasal dari APBD dan APBN. Daerah yang memiliki pendapatan asli daerah yang tinggi, akan memiliki peluang lebih besar untuk membantu pemenuhan kebutuhan dana penyelenggaraan sekolah. Oleh karena itu, dalam penyelenggaraan operasional non personalia pendidikan dasar selain dibiayai oleh Pemerintah Pusat yang disebut dengan Bantuan Operasional Sekolah (BOS), Pemerintah Kota Banda Aceh juga telah menyediakan dana penunjang guna membiayai operasional pendidikan lainnya pada setiap tahun 178

181 anggarannya, yang disebut dengan Bantuan Operasional Sekolah Daerah (BOSDA). Hal ini didasarkan pada konsep, bahwa Otonomi Daerah harus didefinisikan sebagai pelimpahan hak dan kewenangan bagi Pemerintahan dan Rakyat di daerah untuk merencanakan program-program pembangunan daerah di semua sektornya secara otonom dan mandiri 1. Lebih lanjut, bahwa dasar hukum yang juga dapat digunakan dalam pembiayaan pendidikan adalah Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 48 Tahun 2008 Tentang Pendanaan Pendidikan, sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 26 ayat (2). Yaitu pendanaan biaya nonpersonalia untuk satuan pendidikan dasar pelaksana program wajib belajar, baik formal maupun nonformal, yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah sesuai kewenangannya, menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah dan harus dialokasikan dalam anggaran Pemerintah Daerah. Selain itu, Pasal 39 ayat (3) dari PP tersebut, juga menyebutkan bahwa syarat pemberian bantuan pendanaan oleh Pemerintah Daerah sesuai kewenangannya harus diatur dengan Peraturan Kepala Daerah (Perwal/Perbup). B. Identifikasi Masalah Sejak tahun 2011, satuan pendidikan dasar di Kota Banda Aceh selain mendapatkan dana BOS yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), juga memperoleh Dana Penunjang Pendidikan (BOSDA) dari Anggaran Pendapatan Belanja Kota Banda Aceh. Mulai tahun 2011 Pemerintah Kota Banda Aceh telah menyediakan dana penunjang pendidikan sebesar Rp , yang dilanjutkan pada tahun 2012 sebesar ,- dimana untuk BOSDA SD dan SMP Rp ,- sedangkan untuk BOSDA SMA dan SMK sebesar Rp ,-. Dana Penunjang Pendidikan Dasar yang disebut dengan BOSDA itu, didistribusikan kepada 71 Sekolah Dasar Negeri dan 19 Sekolah Menengah Pertama Negeri yang bernaung di bawah Pemerintah Kota Banda Aceh. Letak sekolah tersebut menyebar pada kecamatan-kecamatan dalam wilayah Kota Banda Aceh.Lokasi dimaksud, ada yang berada pada pusat Kota Banda Aceh, dan ada pula yang berada di pinggiran Kota Banda Aceh. Sementara letak dari sekolah-sekolah tersebut telah mempengaruhi pada jumlah siswa yang bersekolah di situ. Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama Negeri yang letaknya di pusat kota jumlah siswanya lebih banyak dibandingkan dengan jumlah siswa pada Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama Negeri yang letaknya di pinggiran kota. Akibatnya, sekolah-sekolah tersebut dapatlah kemudian diklasifikasikan ke dalam tiga kategori, yaitu Sekolah Besar, Sekolah Sedang, dan Sekolah Kecil. 1 J. Kaloh, KepemimpinanKepaladaerah, SinarGrafika, Jakarta, 2010, hal

182 LAMPIRAN F - Naskah Akademik Dana Penunjang Pendidikan Dasar Kota Banda Aceh Pemberian BOS dan BOSDA kepada sekolah-sekolah selama ini, hanya didasarkan pada jumlah siswanya, sebagaimana dapat diketahui dari Peraturan Walikota Banda Aceh Nomor 15 Tahun 2012 Tentang Pedoman Pengelolaan Dana Bantuan Operasional Sekolah Banda Aceh Tahun Maka semakin banyak jumlah siswa, semakin besar pula jumlah BOS dan BOSDA yang diterima sekolah, dan sebaliknya, semakin sedikit jumlah siswa maka semakin kecil pula BOS dan BOSDA yang diterima sekolah. Kondisi ini telah menyebabkan terjadinya kesulitan pengembangan bagi sekolah-sekolah kecil, bahkan untuk kebutuhan-kebutuhan yang minimal saja sekalipun dari sekolah tersebut terasa sulit terpenuhi.sedangkan Sekolah Besar dan Sekolah Sedang, lebih memiliki peluang bagi pengembangan diri sekolah-sekolah tersebut. Realitas dimaksud telah mempengaruhi kepada minat orang tua dan calon siswa dalam memilih sekolah. Sekolah besar dan sedang telah menjadi prioritas pertama dan kedua dalam pemilih sekolah oleh para orang tua dan calon siswa, sedangkan sekolah kecil dipilih ketika calon siswa telah gagal diterima di sekolah besar dan sedang. Akhirnya kondisi ini telah menyebabkan ketidakmerataan mutu pendidikan pada Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama Negeri yang terdapat di Kota Banda Aceh. Di sisi lain pemberian dana BOSDA dimaksud, dalam kenyataannya belum cukup memberi rangsangan bagi upaya peningkatan mutu Pendidikan Dasar di Kota Banda Aceh. Hal ini terjadi karena porsi penggunaan dana BOSDA lebih banyak ke Belanja Pegawai (dalam hal ini honorarium), dibandingkan pada pembiayaan untuk program peningkatan Mutu Pendidikan dan Mutu Layanan Pendidikan. Misalnya, pembiayaan bagi programprogram peningakatan kapasitas Sumber Daya Guru dan pembiayaan atas usaha-usaha penertiban sistem tata-kelola sekolah yang partisipatif, terbuka, bertanggung-jawab dan adanya kepastian pelaksanaan aturan yang adil dan tidak diskriminatif. C. Tujuan dan Kegunaan Naskah akademik 2 ini disusun untuk menjadi rujukan dasar bagi perancangan muatan Peraturan Wali Kota Banda Aceh tentang Dana Penunjang Pendidikan Berkeadilan, yang tentu penyusunannya harus dilandasi pada tinjauan-tinjauan filosofis, sosiologis dan yuridis. Lantas, naskah akademik ini, diharapkan dapat memberikan masukan nilai-nilai dan menjadi pedoman yang jelas dalam perancangan muatan-muatan 2 Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundangan menyebutkan, bahwa Naskah Akademik adalah naskah hasil penelitian atau pengkajian hukum dan hasil penelitian lainnya terhadap suatu masalah tertentu yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah mengenai pengaturan masalah tersebut dalam suatu Rancangan Undang-Undang, Rancangan Peraturan Daerah Provinsi, atau Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota sebagai solusi terhadap permasalahan dan kebutuhan hukum masyarakat 180

183 substansial aturan-aturan yang seharusnya dikandung dalam Peraturan Walikota nantinya. Sehingga terjalinlah harmonisasi dan sinkronisasi antara Peraturan Walikota tentang Dana Penunjang Pendidikan yang nantinya dirancang dan berbagai peraturan perundang-undangan lain yang relevan dengan prinsip-prinsip tata kelola dana BOSDA yang sesuai dengan tuntutan manajemen modern yang bersifat partisipatif, terbuka (transparent), bertanggung-jawab (akuntabel) dan memiliki tingkat kepastian penegakan hukum yang berkeadilan dan nondiskriminatif. D. Metode Pendekatan Proses penyusunan naskah akademik yang akan menjadi rujukan dan pedoman dasar dalam perancangan Peraturan Wali Kota Banda Aceh tentang Dana Penunjang Pendidikan Berkeadilan (BOSP) bagi Pendidikan Dasar Kota Banda Aceh, telah melalui berbagai tahapan proses dan pendekatan, seperti apa yang akan diuraikan sebagai berikut: (1) Adanya pertemuan reguler Forum Peduli Pendidikan Kota Banda Aceh untuk membahas seputar persoalan pola distribusi dan pengaruh kontributif dana BOS bagi proses penyelenggaraan pendidikan di sekolah-sekolah. Forum Peduli Pendidikan Kota Banda Aceh ini terdiri dari para pihak yang meliputi: Dinas Pendidikan, MPD, Perwakilan Sekolah Jenjang SD dan SMP, Perwakilan Komite Sekolah jenjang SD dan SMP, PGRI, LSM Peduli Pendidikan, Media dan Perwakilan masyarakat. Dari diskusi intensif dalam Forum Multi Stakeholder inilah lahir sejumlah penilaian kritis terhadap dana BOS dan lahirnya gagasan-gagasan kreatif untuk menjadi solusi upaya peningkatan kualitas layanan pendidikan. Rekomendasi utamanya adalah, bahwa dana BOS dan BOSDA harus dikelola secara lebih partisipatif, transparan, akuntabel dan berkeadilan, demi upaya meminimalisir kesenjangan kemajuan antar sekolah, untuk kemudian dapat membangun secara bersama-sama dan untuk kemajuan bersama dari semua sekolah yang ada di kota Banda Aceh. (2) Dilakukannya penelusuran dan penelaahan dokumen secara kritis dan mengembangkan suatu analisis komprehensif menyangkut alasan-alasan dan tujuan-tujuan mendasar yang selama ini melatari kebijakan pengalokasian Dana Penunjang Pendidikan Dasar dalam APBK kota Banda Aceh; (3) Melakukan diskusi-diskusi akademik dengan para pihak yang berkompeten, menyangkut aturan-aturan perundang-undangan baik pada tingkat nasional maupun daerah, menyangkut dasar hukum pengalokasian Dana Penunjang Pendidikan Dasar dan menyangkut kerangka pola distribusi dan mekanisme pengelolaan yang harus berpegang teguh pada prinsip-prinsip Good Governance; (4) Pengamatan atas realitas lapangan tentang praktek penyediaan dan distribusi Dana Penunjang Pendidikan Dasar oleh Pemerintah Kota Banda Aceh, sesungguhnya memerlukan suatu sistem tata kelola yang benar, transparan, akuntabel dan partisipatoris

184 LAMPIRAN F - Naskah Akademik Dana Penunjang Pendidikan Dasar Kota Banda Aceh BAB II LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS DAN YURIDIS A. Landasan Filosofis Pada pembukaan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 menyebutkan bahwa sesungguhnya, salah satu dari tujuan Pembangunan Nasional adalah tugas untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Oleh karena itu, pendidikan menjadi salah satu hak dasar semua warga negara (education for all) yang wajib dipenuhi dan diselenggarakan secara terencana, sistematis dan dengan penuh tanggung-jawab oleh Negara. Berdasarkan tinjauan filosofis tersebut, maka pembiayaan oleh Negara (termasuk di dalamnya keuangan daerah) menjadi salah satu faktor yang paling menentukan keberlangsungan layanan pendidikan yang dipenuhi negara. Tanpa pembiayaan dimaksud, maka tujuan pembangunan nasional berupa mencerdaskan kehidupan bangsa menjadi tidak dapat dicapai dan akhirnya hanya sekedar menjadi cita-cita hukum yang utopis belaka 3. Demi tugas untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dimaksud, maka penyelenggaraan pendidikan yang baik dan benar serta menjangkau seluruh lapisan masyarakat dimana pun ia berada, adalah hal yang sangat perlu diperhatikan secara adil, merata dan terbuka. Oleh karenanya, Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 31 ayat (4) menegaskan secara eksplisit bahwa: Negara memprioritaskan Anggaran Pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) serta dari anggaran-anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi pembiayaan penyelenggaraan Pendidikan Nasional. Pembangunan di Indonesia, termasuk pembangunan pendidikan yang diselenggarakan oleh Negara harus dilihat sebagai upaya terencana, terprogram, sistematik dan berkelanjutan dalam rangka peningkatan kesejahteraan dan mutu hidup seluruh warga masyarakat 4, yang didasarkan pada konsep negara kesejahteraan 5. 3 Muhammad Djafar Saidi, Hukum Keuangan Negara, Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2011, hal Sondang P. Siagian, Administrasi Pembangunan: Konsep, Dimensi, dan Strateginya, Ed. 2, Cet. 4, Jakarta, Penerbit Bumi Aksara, 2005, hal Jimly Asshidiqie, Konstitusi Ekonomi, Kompas, Jakarta, 2010, hal

185 Norma-norma yang dirumuskan dalam penyelenggaraan pendidikan harus sesuai dengan prinsip-prinsip dasar hukum, berupa keadilan dan kepastian, yang merupakan prinsip yang dapat berfungsi sebagai pondasi yang memberikan arah, tujuan serta penilaian fundamental, yang mengandung nilai-nilai, dan tuntutan-tuntutan etis 6. Melalui prinsip-prinsip hukum, keadilan dan kepastian, kiranya dapat menjadi nilai intrinsik dalam suatu tatanan etis yang sesuai dengan nilai-nilai kemasyarakatan. Disamping itu, dapat pula mempola kesediaan dirinya untuk hidup bersama berdampingan secara damai dan mutualis simbiosis. Ada beberapa prinsip dalam pendanaan pendidikan bagi daerah, yang sangat penting menurut Pasal 47 dan 48 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 adalah, prinsip keadilan, kecukupan, keberlanjutan, efisiensi dan efektivitas, transparansi dan akuntabilitas publik. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa prinsip keadilan merupakan prinsip utama yang harus diemban dan diperhatikan secara seksama dalam pengalokasian anggaran dan pengelolaan dana pendidikan, karena hukum hanya bisa ditetapkan dalam kaitannya dengan keadilan 7 dan salah satu tujuan hukum adalah untuk menciptakan keadilan. Melalui prinsip keadilan ini, perlu diupayakan pemberian hak persamaan, tapi bukan per-samarata-an. Aristoteles membedakan hak persamaannya sesuai dengan hak proporsional 8. Kesamaan hak dalam pandangan manusia, dapat dipahami bahwa semua orang atau setiap warga negara di hadapan hukum adalah sama dan sejajar. Kesamaan proporsional memberi tiap orang apa yang menjadi haknya sesuai dengan kemampuan dan prestasi yang telah dilakukannya. Lebih lanjut, keadilan menurut pandangan Aristoteles dibagi ke dalam dua macam keadilan, keadilan distributive dan keadilan commutative. Keadilan distributif ialah keadilan yang memberikan kepada tiap orang porsi sesuai menurut pencapaian prestasinya. Sedangkan Keadilan Komunikatif memberikan sama banyaknya kepada setiap orang tanpa membeda-bedakan pencapaian prestasinya, dalam hal ini berkaitan dengan peranan tukar menukar barang dan jasa 9. Keadilan hanya bisa dipahami jika ia dijabarkan batasan indikatifnya sebagai keadaan yang hendak diwujudkan oleh hukum. Upaya untuk mewujudkan keadilan merupakan proses yang sering kali membutuhkan banyak waktu, yang berlangsung dalam ruang dialektika sosial yang niscaya bergerak dinamis. Penjabaran definitif dan indikatif 6 Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, Citra Aditya bakti, Bandung, 2000, hal Theo Huijbers, Filsafat Hukum dalam Lintasan Sejarah, cet VIII, Yogyakarta: Kanisius, 1995, hlm Carl Joachim Friedrich, Filsafat Hukum Perspektif Historis, Bandung: Nuansa dan Nusamedia, 2004, hlm L.J. Van Apeldoorn, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta, Pradnya Paramita, cetakan ke duapuluh enam, 1996, hlm

186 LAMPIRAN F - Naskah Akademik Dana Penunjang Pendidikan Dasar Kota Banda Aceh tentang batasan-batasan keadilan ini, acapkali juga dipengaruhi dan didominasi oleh kekuatan-kekuatan politik yang bertarung dalam kancah sosial-politik, yang kemudian menghasilkan kerangka umum tatanan social politik sebagai wahana bagi aktualisasi keadilan tersebut 10. Filosofi dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) adalah suatu upaya pemerintah untuk memastikan bahwa kegiatan belajar-mengajar di kelas, dapat berlangsung sedemikian rupa. Betapapun sesungguhnya diyakini, bahwa BOS itu belumlah mampu membiayai seluruh kebutuhan pembiayaan pendidikan yang pasti akan saling berbeda-beda satu sama lain antar daerah-daerah. Sehingga dapatlah dipahami bahwa pemberian dana BOS itu lebih sebagai bentuk stimulan dari pemerintah Pusat bagi menggerakkan keberlangsungan pendidikan secara nasional yang merupakan amanah konstitusi. Kendati demikian, aturan pelaksanaan dan petunjuk distribusi pengalokasian BOS, tentu terus perlu dikritisi dan dikembangkan dalam pola-pola yang lebih memberi rasa keadilan dan kepastian anggaran dalam usaha pengembangan kemajuan sekolah. Selama ini, perhitungan dana BOS dari Pemerintah Pusat, demikian pula BOSDA yang berasal dari Pemerintah Kota Banda Aceh, hanya didasarkan pada jumlah siswa di sekolah. Sehingga sekolah-sekolah kecil, yang jumlah siswanya kurang dari 90 orang, dapatlah dipastikan bahwa dana BOS yang diterima sebuah sekolah kecil tersebut tidak dapat membiayai berbagai kebutuhan operasionalnya. Disini tampak bahwa kebijakan distribusi dana BOS luput dari pertimbangan terhadap sekolah-sekolah kecil yang jumlah siswanya sedikit. Oleh karena itu dana BOS dan BOSDA tentu memerlukan pendekatan dan perspektif lain dalam konteks aturan-aturan pendistribusiannya. Hal ini selain untuk memenuhi prinsip-prinsip keadilan dan keseimbangan, juga untuk mewujudkan prinsip kecukupan bagi pembiayaan operasional pendidikan dan keberlanjutan keberadaan suatu lembaga pendidikan sebagaimana harapan yang telah dituangkan dalam Pasal 47, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Adalah sudah semestinya, bahwa Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah niscaya mempertimbangkan perwujudan nilai-nilai kesamaan atau kesetaraan dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan pada setiap satuan pendidikan sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 20 Tahun Yaitu bahwa setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu. 10 Carl Joachim Friedrich, FilsafatHukumPerspektifHistoris, Bandung: NuansadanNusamedia, 2004, hal

187 B. Landasan Sosiologis Dewasa ini dunia pendidikan di Indonesia telah dan sedang dihadapkan pada berbagai problema krusial yang amat membutuhkan perhatian kita semua. Mulai dari persoalan ketidakmerataan akses pendidikan dan mutu layanan pendidikan, kurang efektif dan efisiennya proses pendidikan yang berlangsung di sekolah-sekolah, dalam upaya membentuk Sumber Daya Manusia yang handal dan berkarakter, dan luputnya pertimbangan konstektual terhadap entitas kurikulum dalam perspektif link and match (relevansi lulusan dengan dunia kerja). Itulah sejumlah masalah-masalah besar yang harus dicermati dan dikritisi secara seksama, untuk kemudian dapat ditemukan jalan-jalan pemecahannya. Sesungguhnya, bahwa berbagai problema krusial tersebut tidaklah semata disebabkan keterbatasan anggaran yang tersedia, dari berbagai sumber, yang seringkali dijadikan alas an dari keterpurukan dunia pendidikan Indonesia. Tetapi juga menyangkut kebijakan-kebijakan pendidikan yang dikeluarkan oleh para penyelenggara Negara/pemerintah yang acapkali tidak didasarkan pada kajian-kajian sosiologis yang memadai, dalam rangka upaya menjawab berbagai realitas permasalahan sosial melalui kebijakan pendidikan. Angka Partisipasi Kasar (APK ) di Kota Banda Aceh yang tertinggi terdapat di tingkat SD yaitu 136,48 persen dan yang terendah di tingkat SM yaitu 107,65 persen. Tingginya APK adalah akibat banyaknya siswa usia di luar usia sekolah yang berada di jenjang tersebut ditambah dengan siswa lain penduduk luar Kota Banda Aceh yang bersekolah di Kota Banda Aceh. Demikian juga halnya dengan Angka Partisipasi Murni (APM)SD 114, 99 persen lebih dipengaruhi oleh anak diluar usia sekolah. Penyebaran sekolah untuk jenjang SD sampai sekolah menengah sudah merata dan menjangkau seluruh wilayah Kota Banda Aceh sampai ke daerah pinggiran Kota, namun jumlah siswa pada satuanpendidikante rdapatkesenjangan.oleh karenanya, berdasarkan jumlah siswanya, maka sekolah dimaksud dibagi menjadi sekolah kecil, sekolah sedang, dan sekolah besar. Yang dimaksud dengan sekolah kecil adalah sekolah yang jumlah siswanya kurang dari 190 orang, sekolah sedang adalah sekolah-sekolah yang jumlah siswanya antara 191 sampai dengan jumlah 220, berikutnya sekolah besar adalah sekolah yang jumlah siswanya di atas 220 orang. Dari segi penyebaran letak sekolah, SD dan SMP yang berada di pada pusat kota jumlah siswa lebih banyak dibandingkan pada SD di pinggiran kota. Penyebaran siswa di berbagai Sekolah Dasar ini dapat dilihat pada table berikut: 185

188 LAMPIRAN F - Naskah Akademik Dana Penunjang Pendidikan Dasar Kota Banda Aceh TABEL 1 SEKOLAH DASAR NEGERI DI KOTA BANDA ACEH NOMOR NAMA SEKOLAH JUMLAH SISWA KATEGORI 1 SD Negeri Kecil 2 SD Negeri Kecil 3 SD Negeri Kecil 4 SD Negeri Kecil 5 SD Negeri 7 62 Kecil 6 SD Negeri Kecil 7 SD Negeri Kecil 8 SD Negeri Kecil 9 SD Negeri Kecil 10 SD Negeri Kecil 11 SD Negeri Kecil 12 SD Negeri Kecil 13 SD Negeri Kecil 14 SD Negeri Kecil 15 SD Negeri Kecil 16 SD Negeri Kecil 17 SD Negeri Kecil 18 SD Negeri Kecil 19 SD Negeri Kecil 20 SD Negeri Kecil 21 SD Negeri Kecil 22 SD Negeri Kecil 23 SD Negeri Kecil 24 SD Negeri Kecil 25 SD Negeri Kecil 26 SD Negeri Kecil 27 SD Negeri Kecil 28 SD Negeri Kecil 29 SD Negeri Kecil 186

189 NOMOR NAMA SEKOLAH JUMLAH SISWA KATEGORI 30 SD Negeri Kecil 31 SD Negeri Kecil 32 SD Negeri Kecil 33 SD Negeri Kecil 34 SD Negeri Kecil 35 SD Negeri Kecil 36 SD Negeri Kecil 37 SD Negeri Kecil 38 SD Negeri Kecil 39 SD Negeri Kecil 40 SD Negeri Kecil 41 SD Negeri Kecil 42 SD Negeri Kecil 43 SD Negeri Kecil 44 SD Negeri Kecil 45 SD Negeri Kecil 46 SD Negeri Sedang 47 SD Negeri Sedang 48 SD Negeri Sedang 49 SD Negeri Sedang 50 SD Negeri Sedang 51 SD Negeri Sedang 52 SD Negeri Besar 53 SD Negeri Besar 54 SD Negeri Besar 55 SD Negeri Besar 56 SD Negeri Besar 57 SD Negeri Besar 58 SD Negeri Besar 59 SD Negeri Besar 60 SD Negeri Besar 61 SD Negeri Besar 187

190 LAMPIRAN F - Naskah Akademik Dana Penunjang Pendidikan Dasar Kota Banda Aceh NOMOR NAMA SEKOLAH JUMLAH SISWA KATEGORI 62 SD Negeri Besar 63 SD Negeri Besar 64 SD Negeri Besar 65 SD Negeri Besar 66 SD Negeri Besar 67 SD Negeri Besar 68 SD Negeri Besar 69 SD Negeri Besar 70 SD Negeri Besar 71 SD Negeri Besar Data di atas menunjukkan bahwa jumlah siswa pada berbagai SD Negeri sangatlah bervariasi. Sekolah Dasar kecil lebih banyak jumlah siswanya dibandingkan Sekolah Dasar sedang dan Sekolah Dasar besar. Sekolah Dasar kecil yang berjumlah 45 unit, memiliki jumlah siswa sebanyak orang. Sementara Sekolah Dasar sedang yang berjumlah 6 unit, jumlah siswanya sebanyak orang dan Sekolah Dasar besar yang berjumlah 19 unit jumlah siswanya sebanyak orang. Maka dapatlah disimpulkan bahwa jumlah siswa pada Sekolah Dasar kecil mencapai sepertiga dari keseluruhan jumlah siswa Sekolah Dasar. Berikut ini dapat kita lihat pula distribusi siswa pada sekolah menengah negeri di Kota Banda Aceh sebagaimana digambarkan pada tabel berikut: TABEL 2 SEKOLAH MENENGAH PERTAMA NEGERI DI KOTA BANDA ACEH NOMOR NAMA SEKOLAH JUMLAH SISWA KATEGORI 1 SMP Negeri Kecil 2 SMP Negeri Kecil 3 SMP Negeri Sedang 4 SMP Negeri Besar 5 SMP Negeri Besar 6 SMP Negeri Besar 7 SMP Negeri Besar 188

191 8 SMP Negeri Besar 9 SMP Negeri Besar 10 SMP Negeri Besar 11 SMP Negeri Besar 12 SMP Negeri Besar 13 SMP Negeri Besar 14 SMP Negeri Besar 15 SMP Negeri Besar 16 SMP Negeri Besar 17 SMP Negeri Besar 18 SMP Negeri Besar 19 SMP Negeri Besar Data pada Tabel 2 di atas juga memperlihatkan variasi jumlah antar sekolah, namun variasi jumlah siswa tidak terlalu jarak sebagaimana halnya pada Sekolah Dasar, sebagaimana terlihat pada Tabel 1. Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang berkategori kecil hanya ada dua sekolah dengan jumlah siswanya sebanyak 272 orang. Sedangkan jumlah SMP yang berkategori besar lebih banyak, yaitu 15 unit dengan jumlah siswanya sebanyak orang. Dengan dasar perhitungan BOSDA yang didasarkan pada jumlah siswa, maka sekolah besar akan mendapatkan dana BOSDA yang lebih besar pula. Di sisi lain, pada sekolah besar ini pula terdapat siswa dari para orang tua yang tergolong mampu. Bagi orang tua yang tergolong mampu, pengeluaran bantuan pendidikan untuk sekolah anaknya tidak menjadi persoalan, sehingga SD Negeri yang jumlah siswa besar akan memiliki pendanaan yang lebih dari cukup untuk membiayai operasional sekolah. Kondisi ini akan terjadi sebaliknya pada SD Negeri yang jumlah siswanya sedikit, selain penerimaan dari BOSDA yang kecil, juga mendapatkan kontribusi pembiayaan yang juga kecil dari para orang tua siswa. Hal ini tentunya berimbas pada terjadinya kesenjangan dalam kapasitas Sumber Daya Manusia yang ada di Sekolah-Sekolah Dasar dan juga terjadi kesenjangan mutu pendidikan antar Sekolah-Sekolah Dasar yang berkategori kecil, sedang dan besar. Sementara pada sekolah tingkat SMP, distribusi BOSDA tidak memberikan ketimpangan yang berarti karena distribusi jumlah siswa relatif lebih merata. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa Sekolah Dasar kecil dapat saja tidak mampu memenuhi kebutuhan pembiayaan pendidikan, yang kemudian berkonsekuensi pada rendahnya mutu lulusan sekolah dimaksud. Tidak selamanya pengeluaran sekolah dapat dilihat pada jumlah siswa, misalnya pembiayaan untuk 189

192 LAMPIRAN F - Naskah Akademik Dana Penunjang Pendidikan Dasar Kota Banda Aceh program pengembangan mutu guru dan honorarium guru, dari guru honorer juga tidak dapat dilihat dari jumlah siswa belaka. Karena pada Sekolah Dasar kecil, honorarium diberikan lebih kecil maka akan berdampak pada bobot/kualitas dari guru honor yang dipakai. Guru honor berkualitas justeru akan lebih memilih mengajar pada Sekolah Dasar besar, karena honorarium jauh lebih besar. Selain itu, berdasarkan fakta yang ada, bahwa penyebaran guru bidang studi tertentu juga tidak merata penyebaran dan kualifikasinya pada setiap Sekolah Dasar. Oleh karena itu, BOSDA seharusnya dapat menutupi ketimpangan pembiayaan pendidikan antara Sekolah Dasar kecil dan Sekolah Dasar sedang dengan Sekolah Dasar besar, sehingga Sekolah Dasar kecil dan Sekolah Dasar sedang dapat juga menyelenggarakan pendidikan yang lebih bermutu sebagaimana yang diselenggarakan pada Sekolah Dasar besar. Dengan dasar distribusi BOSDA yang tidak sekedar didasarkan pada jumlah siswa, Sekolah Dasar kecil dapat diharapkan akan mampu membiayai sedikitnya untuk pelayanan minimal, untuk kemudian secara bertahap, suatu saat nanti bahkan dapat mencapai tingkat ideal. C. Landasan Yuridis Ketersediaan anggaran yang memadai dalam penyelenggaraan pendidikan sangat mempengaruhi tingkat keberlangsungan dan kualifikasi yang menyertainya. Dalam konteks ini, pasal 11, UU SISDIKNAS menegaskan, bahwa Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya layanan pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara di wilayahwilayah kewenangannya secara tanpa diskriminasi. Selain itu Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah juga wajib menjamin tersedianya dana guna terselenggarakannya layanan Pendidikan Dasar bagi setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun. Berkenaan dengan itu, pendanaan pendidikan menurut pasal 46, UU SISDIKNAS menjadi tanggung jawab bersama antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah dan masyarakat, dimana Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah bertanggung jawab untuk menyediakan anggaran pendidikan sebagaimana diatur dalam Pasal 31 ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Sehubungan dengan itu, maka Pasal 49 menegaskan, bahwa Dana Pendidikan, selain komponen gaji pendidik dan biaya-biaya kedinasan lain, harus dialokasikan minimal 20% dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Sebagai pelaksanaan UU SISDIKNAS, berkaitan dengan pendanaan pendidikan telah dikeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan. Dalam PP ini disebutkan bahwa biaya pendidikan meliputi: 190

193 a. Biaya Satuan Pendidikan. b. Biaya Penyelenggaraan dan/atau Pengelolaan Pendidikan. c. Biaya Pribadi Peserta Didik. Dalam ketentuan Pasal 50 PP ini, ditegaskan bahwa sumber pendanaan pendidikan ditentukan berdasarkan prinsip keadilan, kecukupan, dan keberlanjutan.prinsip keadilan mengandung makna, bahwa besarnya pendanaan pendidikan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah dan masyarakat disesuaikan dengan kemampuan masing-masing.sedangkan prinsip kecukupan berarti bahwa pendanaan pendidikan cukup untuk membiayai penyelenggaraan pendidikan yang memenuhi Standar Nasional Pendidikan. Selanjutnya prinsip keberlanjutan berarti bahwa pendanaan pendidikan dapat digunakan secara berkesinambungan untuk memberikan layanan pendidikan yang memenuhi Standar Nasional Pendidikan

194 LAMPIRAN F - Naskah Akademik Dana Penunjang Pendidikan Dasar Kota Banda Aceh BAB III FORMULA DISTRIBUSI DAN PENGGUNAAN BOSDA KOTA BANDA ACEH Program Pengembangan BOSDA adalah program yang bertujuan untuk mendorong daerah mengalokasikan BOSDA berbasis keadilan (equity) dan kinerja (performance). Untuk pengalokasian yang lebih berkeadilan dan berbasis kinerja, dikembangkan suatu formula yang kemudian disebut BOSDA berbasis formula. BOSDA berbasis formula adalah pengalokasian BOSDA yang mempertimbangkan karakteristik sekolah (besar kecil, tingkat keterpencilan, jumlah siswa, dan lain lain) dan prestasi sekolah (status sekolah unggulan, nilai ujian nasional (UN), capaian Standar Pelayanan Minimal (SPM), dan lain lain). Dalam perkembangannya, BOSDA di Banda Aceh yang sudah berjalan sejak tahun 2011, perlu secara terpadu (gabungan) menganut prinsip-prinsip antara pemerataan dan proporsionalitas, yang dalam ilmu hukum dikenal dengan konsep Keadilan Komutatif (Justitia Commutativa) dan Keadilan Distributif (Justitia Distributiva). 11 Dengan bersandarkan pada prinsip ini, maka dampak negatif bahwa sekolah besar akan semakin besar dan sekolah kecil akan semakin kecil, dapat dihindarkan sedemikian rupa sejak awal. Disisi yang lain Pemerintah Kota Banda Aceh mempunyai harapan besar bahwa adanya BOSDA bisa menjadi daya ungkit untuk peningkatan mutu pendidikan. Untuk itu penerapan BOSDA yang berbasis formula akan mengakomodasi 2 tujuan sekaligus, yaitu tujuan pemerataan alokasi dana, khususnya untuk sekolah kecil dan peningkatan mutu untuk semua sekolah penerima. Untuk itu formula BOSDA akan menggunakan tiga variable sebagai penentu distribusi yaitu: 1. Alokasi Dasar, adalah alokasi dana yang sama besarnya untuk semua sekolah. 2. Alokasi Karakteristik Sekolah, adalah alokasi dana yang didasarkan pada besar kecilnya sekolah (yang ditentukan dengan ukuran jumlah siswa per sekolah), semakin kecil sekolah akan mendapat alokasi dana yang lebih besar. 3. Alokasi Reward, adalah alokasi dana yang didasarkan pada prestasi sekolah, semakin bagus dan bermutu suatu sekolah, akan mendapatkan alokasi dana lebih besar, sebagai insentif/reward. 11 Keadilan Kommmutatif adalah keadilan menyamaratakan, sedangkan Keadilan Distributif adalah keadilan berdasarkan prestasi atau kebutuhan

195 Untuk keseluruhan alokasi BOSDA ditentukan kuota, yang besarnya menyesuaikan dengan plafon anggaran yang dialokasikan oleh Pemerintah Kota Banda Aceh untuk BOSDA. Untuk setiap alokasi anggaran ditentukan berdasarkan kuota persentase, dimana pada tahap awal akan digunakan persentase sebagai berikut: 1. Alokasi Dasar sebesar 30% 2. Alokasi Karakteristik Sekolah (Alokasi Berdasarkan Kategori Sekolah)sebesar 60%, dan 3. Alokasi Reward sebesar 10 %. Karakteristik sekolah dikelompokkan ke dalam 3 kategori, yang didasarkan pada jumlah siswa per sekolah dengan 6 rombel, yaitu: 1. Sekolah Kecil, dengan jumlah siswa orang (atau rata-rata orang siswa per kelas) 2. Sekolah Sedang, dengan jumlah siswa diatas orang (atau rata-rata di atas orang siswa per kelas) 3. Sekolah Besar, dengan jumlah siswanya di atas 240 orang, dan biasanya jumlah rombelnya mencapai di atas 6. Kuota 30% untuk variabel Alokasi Dasar dimaksudkan adalah 30% dari besaran pagu BOSDA dibagi sama rata untuk semua sekolah tanpa membedakan karakteristik sekolah (besar kecilnya sekolah). Kuota 60 % untuk variabel Alokasi Karakteristik Sekolah dimaksudkan adalah 60 % dari besaran pagu BOSDA akan didistribusikan secara proporsional ke sekolah-sekolah menurut karakteristik sekolah (besar kecilnya sekolah) dengan menggunakan angka perbandingan sementara yaitu: 1. Sekolah Kecil, dengan bobot 1 dan 2. Sekolah Sedang dan Sangat Besar, dengan bobot 2. Pada tahap awal kesenjangan antara sekolah kecil dan sekolah besar tidaklah terlalu besar untuk menjaga tidak terjadi resistensi dari sekolah besar.dibandingkan sebelumnya yang memberi porsi sangat besar untuk sekolah besar, perbandingan ini sudah cukup signifikan.namun demikian ke depannya perlu diberikan porsi yang jauh lebih besar lagi untuk sekolah kecil. Kuota 10 % untuk variabel Alokasi Reward dimaksudkan adalah 10 % dari besaran pagu BOSDA, yang akan di bagikan kepada sekolah-sekolah yang masuk dalam variabel Alokasi Reward, yaitu sekolah dengan keunggulan tertentu. Dinas Pendidikan perlu melakukan penilaian untuk melihat sekolah yang mengalami kinerja baik dengan kriteria tertentu merujuk pada kriteria Standar Nasional Pendidikan (SNP). Namun dalam tahap awal akan digunakan kategori keunggulan yang sudah ditetapkan pemerintah yaitu sekolah berstandar 193

196 LAMPIRAN F - Naskah Akademik Dana Penunjang Pendidikan Dasar Kota Banda Aceh nasional (SSN), sekolah mandiri (dulu RSBI) dan sekolah boarding. 10 % dari pagu BOSDA dibagikan kepada sekolah-sekolah dimaksud secara proporsional menurut sifat sekolah yang juga ditentukan oleh angka perbandingan : 1. Sekolah Boarding, dengan bobot 2, 2. Sekolah Mandiri, dengan bobot 2, dan 3. Sekolah SSN, dengan bobot 1. Bentuk Formula yang dimaksudkan di atas, dapat dilihat pada Tabel di bawah ini. Penerapan formula ini akan berpengaruh pada besaran nominal penerimaan BOSDA pada setiap sekolah. Kalau dibandingkan dengan skenario BOSDA sebelumnya maka setiap sekolah akan menerima dana yang hanya tergantung pada jumlah siswanya, sehingga sekolah besar dengan jumlah siswa yang banyak akan mendapatkan penerimaan jauh lebih besar. Dengan formula ini, sekolah besar tetap akan mendapatkan penerimaan yang lebih besar, tetapi derajat kesenjangannya sudah tidak terlalu jauh lagi dibanding sekolah kecil. Ke depan penerimaan sekolah kecil dapat semakin ditingkatkan lagi, seiring semakin besarnya upayaupaya yang perlu dilakukan untuk mengejar ketertinggalan sekolah-sekolah kecil dibanding sekolah-sekolah besar. Sehingga pada gilirannya nanti, kemajuan pendidikan dapat berlangsung dan berkembang secara relative merata di semua sekolah secara bersama-sama

197 Besaran BOSDA yang akan diterima sekolah dituangkan dalam tabel dan tabel ini merupakan lampiran Peraturan Walikota tentang Pengelolaan Dana BOSDA bagi sekolah-sekolah di Kota Banda untuk setiap tahun. Setiap tahun Walikota perlu mengeluarkan Keputusan dimaksud dengan mempedomani pada formula ini. Dengan BOSDA berformula ini, diharapkan dapat menyelesaikan persoalan prinsip ketercukupan (khususnya di jenjang pendidikan dasar), meskipun masih menyisakan adanya kesenjangan penerimaan antara sekolah besar dan sekolah kecil yang sebenarnya dapat dikatakan sesuatu yang wajar. BOSDA berformula ini jelas akan memperbaiki pola distribusi yang lebih proporsional, berkeadilan dan sekaligus mengurangi jurang kesenjangan. Perbandingan pola distribusi yang didasarkan pada jumlah siswa dan pola distribusi berformula, dapat dilihat pada grafik di bawah ini. Grafik di atas memperlihatkan bahwa pendistribusian BOSDA Berformula (yang akan diterapkan garis merah) meskipun belum mengarah pada pendistribusian yang proporsional berkeadilan tetapi sudah memperbaiki pola pendistribusian BOSDA berdasarkan jumlah siswa yang justru menambah kesenjangan, meskipun tidak setinggi kesenjangan dari dana BOS. Secara bertahap ke depan perlu memperbaiki formula tersebut agar lebih berpihak pada sekolah-sekolah kecil (BOSDA Ideal). Selain itu, bahwa penggunaan distribusi dana BOSDA berformula yang kiranya baru menjamin penerimaan sekolah yang lebih proporsional berkeadilan, namun tidak secara otomatis akan berdampak pada terwujudnya 195

198 LAMPIRAN F - Naskah Akademik Dana Penunjang Pendidikan Dasar Kota Banda Aceh peningkatan mutu pendidikan. Utamanya jika penggunaan dana BOSDA itu tanpa pengaturan penggunaan dan pengawasan yang didasarkan pada prinsip-prinsip tata-kelola manajemen sekolah yang baik dan bersih. Prinsip-prinsip tersebut meliputi: partisipasi masyarakat sejak tahap-tahap perencanaan anggaran hingga pengawasan pelaksanaan program, yang harus dilaksanakan secara transparan, dimana seluruh informasi tentang program dan anggaran dapat diakses masyarakat secara terbuka dan akhirnya sekolah wajib pula memberikan pertanggungjawaban publik (akuntabilitas) secara terbuka dan terpercaya. Untuk itu penggunaan BOSDA Berformula juga perlu diatur secara jelas dan tegas pemanfaatannya pada kegiatan-kegiatan yang berdampak pada peningkatan mutu pendidikan.selain itu, juga senantiasa dilaksanakan dalam sistem tata-kelola manajemen sekolah yang baik dan bersih (Good and Clean School Based Management). Untuk itu, pola alokasi penggunaan dana BOSDA adalah sebagai berikut: 1. Untuk Belanja Aparatur, maksimal 20% 2. Untuk Belanja Publik yang menunjang peningkatan mutu, seperti : a. Kegiatan Peningkatan Mutu Pendidik (Guru) yang mencakup peningkatan sejumlah kompetensi (pedagogik, sosial, personal/kepribadian dan professional) baik melalui pelatihan khusus maupun pembinaan KKG/ MGMP: b. Kegiatan Ekstra Kurikuler bidang akademik dan non-akademik; c. Kegiatan Penguatan Pendidikan Karakter dan Keagamaan Siswa; dan d. Kegiatan Pengembangan Minat dan Budaya Baca; e. Kegiatan Penguatan Kapasitas Komite Sekolah; f. Kegiatan Pembinaan Sistem Manajemen Sekolah yang berorientasi pada pelayanan Prima dan Terpercaya. Agar BOSDA yang didistribusikan berjalan secara efektif, efisien dan tepat sasaran, maka diperlukan langkahlangkah pengawasan khusus yang dilakukan oleh Pemerintah Kota dalam hal ini Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kota Banda Aceh. Dan secara bersama-sama perlu pula melibat masyarakat multi pihak yang kini telah tergabung dalam Forum Bersama Peduli Pendidikan Kota Banda Aceh. Untuk berjalannya pengawasan tersebut, maka Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kota Banda Aceh perlu menyusun petunjuk teknis pengawasan dan pola pelibatan masyarakat, baik secara individu maupun kelompok.pengawasan dimaksud meliputi pengawasan program, pengawasan pelaksanaan dan pengawasan evaluasi pelaporan. Dalam hal ini, pengawasan dari masyarakat di sekolah menjadi aspek yang sangat penting untuk diadakan

199 BAB IV PENUTUP Untuk mendukung peningkatan mutu pendidikan di Kota Banda Aceh maka kebijakan pemberian BOSDA perlu dipertahankan dan untuk memberikan keadilan perlu dilakukan sedikit perubahan sistem perhitungan pembagian dana BOSDA. Sistem perhitungan dengan hanya menggunakan variabel jumlah murid seperti yang dipergunakan pada tahun-tahun sebelumnya dirasakan kurang memberikan rasa keadilan bagi sekolahsekolah kecil. Dengan sistem yang lama, sekolah-sekolah kecil tidak akan mendapat perhatian yang lebih dan nyaris menutup kesempatan berkembang, sehingga bisa berdampak sekolah kecil akan semakin kecil, akan suka berkembang. Sistem dengan Formula baru ini akan memberi perhatian lebih pada sekolah kecil, sekaligus membuka peluang untuk berkembang secara bersama dengan sekolah-sekolah sedang dan besar. Dengan pola ini maka sekolah kecil akan bisa didukung untuk lebih baik, sekolah unggulan-unggulan tetap mendapat dukungan, dan sekolah yang berprestasi akan mendapat penghargaan (reward) untuk terus dapat berkembang secara optimal. *** DAFTAR PUSTAKA Carl Joachim Friedrich, 2004, Filsafat Hukum Perspektif Historis, Nuansa dan Nusamedia, Bandung. J. Kaloh, 2010, Kepemimpinan Kepala daerah, Sinar Grafika, Jakarta. Jimly Asshidiqie, 2010, Konstitusi Ekonomi, Kompas, Jakarta. L..J. Van Apeldoorn, 1996, Pengantar Ilmu Hukum, cetakan kedua puluh enam,pradnya Paramita, Jakarta. Muhammad Djafar Saidi, 2011, Hukum Keuangan Negara, Rajagrafindo Persada, Jakarta. Satjipto Raharjo, 2000,Ilmu Hukum, Citra Aditya bakti, Bandung. Sondang P. Siagian,2005, Administrasi Pembangunan: Konsep, Dimensi, dan Strateginya, Ed. 2, Cet. 4, Bumi Aksara, Jakarta. Theo Huijbers, 1995, Filsafat Hukum dalam lintasan Sejarah, cet VIII, Kanisius, Yogyakarta, Banda Aceh, 17 Desember Revised and edited by Fuad Mardhatillah 197

200 LAMPIRAN G - Daftar Bacaan Lampiran G DAFTAR BACAAN Fattah, Nanang Ekonomi dan Pembiayaan Pendidikan. Bandung: PT. RemajaRosdakarya. Keputusan Menteri Pendidik Nasional Nomor 053/U/2001 tentang Standar Pelayanan Minamal. Panduan Penyusunan Biaya Operasional. Versi Juni Decentralized Basic Education 1 USAID. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Peraturan Pemerintah Nomor l9 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 17 tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelengaraan Pendidikan Peraturan Pemerintah RI Nomor 32 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan Peraturan Pemerintah RI Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal. Permendiknas Nomor 12 Tahun 2007 tentang Standar Pengawas Sekolah/Madrasah. Permendiknas Nomor 13 Tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah. Permendiknas Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru. Permendiknas Nomor 19 Tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan Pendidikan oleh Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Permendiknas Nomor 20 Tahun 2007 tentang Standar Penilaian Pendidikan. Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Permendiknas Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan (SKL) untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Permendiknas Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Permendiknas Nomor 6 Tahun 2007 tentang Perubahan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Permendiknas Nomor 24 Tahun 2007 tentang Standar Sarana dan Prasarana untuk Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI), Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs), dan Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah (SMA/MA). Permendiknas Nomor 24 Tahun 2008 tentang Standar Tenaga Administrasi Sekolah

201 Permendiknas Nomor 25 Tahun 2008 tentang Standar Tenaga Perpustakaan Sekolah/Madrasah. Permendiknas Nomor 27 Tahun 2008 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Konselor. Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Permendiknas Nomor 69 Tahun 2009 tentang Standar Biaya Operasi Nonpersonalia Tahun 2009 untuk sekolah dasar/madrasah ibtidayah (SD/MI), sekolah menengah pertama/madrasah tsanawiyah (SMP/MTs), sekolah menengah atas/madrasah aliyah (SMA/MA), sekolah menengah kejuruan (SMK), sekolah dasar luar biasa (SDLB), sekolah menengah pertama luar biasa (SMPLB), dan sekolah menengah atas luar biasa (SMALB). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Pendidikan Dasar di Kabupaten/Kota. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2013 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 15 Tahun 2010 Tentang Standar Pelayanan Minimal Pendidikan Dasar di Kabupaten/Kota. Sabar, Wardihan Penerapan Pendidikan Gratis di Sulawesi Selatan. sabar.blogspot. com/2013/02/kritik-pendidikan-gratis-di-sulawesi.html. Diakses tanggal 23 Juli Supriadi, Dedi Satuan Biaya Pendidikan Dasar dan Menengah. Bandung: Rosdakarya. UUD Negara Republik Indonesia 1945 (Amandemen IV). Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Wahyu Dyah Widowati Kajian Partisipasi Masyarakat Dalam Perencanaan dan Penganggaran Pembangunan Daerah di Kabupaten Pati. Semarang: Jurusan Perencanaan Wilayah Dan Kota Fakultas Teknik Universitas Diponegoro

202 LAMPIRAN H - Bahan di CD Lampiran H BAHAN DI CD 200

203 Lampiran I DAFTAR SINGKATAN/ISTILAH ABPN Anggaran Pendapatan Belanja Nasional DPKAD Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah APBD Banggar Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Badan Anggaran DUDI DPRD Dunia Usaha dan DuniaIndustri Dewan Perwakilan Rakyat Daerah BAS Badan Akreditasi Sekolah EDS Evaluasi Diri Sekolah BAPPEDA BONSP BOP BOPSP Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Biaya Operasi Nonpersonalia Satuan Pendidikan Bantuan Operasional Pendidikan Biaya Operasi Personalia Satuan Pendidikan GTT IKK KBM KCD Kepsek KKG KKKS Guru Tidak Tetap Indeks Kemahalan Konstruksi Kegiatan Belajar Mengajar Kantor Cabang Dinas Kepala Sekolah Kelompok Kerja Guru Kelompok Kerja Kepala Sekolah BOS BOSDA BOSP Bantuan Operasional Sekolah Bantuan Operasional Sekolah Daerah Biaya Operasinal Satuan Pendidikan KSM KTSP KUA Kesejahteraan Siswa dan Masyarakat Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Kebijakan Umum Anggaran BP Biaya Pendidikan LK Lembar Kerja BPK Badan Pemeriksa Keuangan LSM Lembaga Swadaya Masyarakat BPKAD BSNP BSP BUMN CSR DAK DBE Badan Pengelolaan Keuangandan Aset Daerah Badan Standar Nasional Pendidikan Biaya Satuan Pendidikan Badan Usaha Milik Negara Coperate Social Responsibility Dana Alokasi Khusus Desentralized Basic Education MA MBS Mendiknas Mendikbud MGMP MI MKKS Madrasah Aliyah Manajemen Berbasis Sekolah Menteri Pendidikan Nasional Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Musyarah Guru Mata Pelajaran Madrasah Ibtidayah Musyawarah Kerja Kepala Sekolah 201

204 LAMPIRAN I - Daftar Singkatan/Istilah MSF MTs PAD PAS PGRI Multi Stakeholder Forum Madrasah Tsanawiyah Pendapatan Asli Daerah Pendapatan Asli Sekolah Persatuan Guru Republik Indonesia RPP SD SDLB SKL SKPD Rencana Pelaksanaan Pengajaran Sekolah Dasar Sekolah Dasar Luar Biasa Standar Kompetensi Lulusan Satuan Kerja Perangkat Daerah PNS Pegawai Negeri Sipil SMP Sekolah Menengah Pertama PP PPAS PPG PPID PTT RAPBS Renja Peraturan Pemerintah Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara Pemerataan dan Penataan Guru Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi Pegawai Tidak Tetap Rencana Anggaran Pendapatan Belanja Sekolah Rencana Kerja SMPLB SMA SMALB SMK SNP SPM SPP Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Sekolah Menengah Atas Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Sekolah Menengah Kejuruan Standar Nasional Pendidikan Standar Pelayanan Minimal Sumbangan Penyelenggaraan Pendidikan Renstra Renstrada RKA RKAS Rencana Strategi Rencana Strategi Daerah Rencana Kerja dan Anggaran Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah TAPD TK ToF ToT Tim Anggaran Pemerintah Daerah Taman Kanak-Kanak Training of Facilitator Training of Trainer RKPD RKS Rombel RPJM RPJMD Rencana Kerja Pembangunan Daerah Rencana Kerja Sekolah Rombongan Belajar Rencana Pembangunan Jangka Menengah Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah UAS UKK UN US UUD UPTD Wakasek Ulangan Akhir Sekolah Ulangan Kenaikan Kelas Ujian Nasional Ujian Sekolah Undang-undang Dasar Unit Pelaksana Teknis Dinas Wakil Kepala Sekolah 202

205

206 IMPLEMENTED BY RTI INTERNATIONAL AND PARTNERS USAID - KINERJA Gedung BRI II, Lantai 28, Suite 2807 Jl. Jend Sudirman Kav Jakarta, Phone: Fax: info@kinerja.or.id

Tata Kelola Biaya Operasional Satuan Pendidikan (BOSP) Seri Pembelajaran dari USAID-KINERJA

Tata Kelola Biaya Operasional Satuan Pendidikan (BOSP) Seri Pembelajaran dari USAID-KINERJA Seri Pembelajaran dari USAID-KINERJA 2014 KATA PENGANTAR Peningkatan pelayanan publik oleh unit pelayanan yang dikelola oleh pemerintah daerah merupakan mandat yang diamanatkan dalam berbagai peraturan

Lebih terperinci

TATA KELOLA DISTRIBUSI GURU SECARA PROPORSIONAL (DGP) Seri Pembelajaran dari USAID-KINERJA

TATA KELOLA DISTRIBUSI GURU SECARA PROPORSIONAL (DGP) Seri Pembelajaran dari USAID-KINERJA Ringkasan Eksekutif TATA KELOLA DISTRIBUSI GURU SECARA PROPORSIONAL (DGP) Seri Pembelajaran dari USAID-KINERJA 2014 KATA PENGANTAR Peningkatan pelayanan publik oleh unit pelayanan yang dikelola oleh pemerintah

Lebih terperinci

Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah Berorientasi Pelayanan Publik

Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah Berorientasi Pelayanan Publik IMPLEMENTED BY RTI INTERNATIONAL AND PARTNERS Ringkasan Eksekutif Seri Pembelajaran dari USAID-KINERJA MODUL MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH KINERJA-USAID Gedung BRI II, Lantai 28, Suite 2807 Jl. Jend Sudirman

Lebih terperinci

Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah Berorientasi Pelayanan Publik

Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah Berorientasi Pelayanan Publik IMPLEMENTED BY RTI INTERNATIONAL AND PARTNERS Seri Pembelajaran dari USAID-KINERJA MODUL MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH KINERJA-USAID Gedung BRI II, Lantai 28, Suite 2807 Jl. Jend Sudirman Kav. 44-46 Jakarta,

Lebih terperinci

TATA KELOLA DISTRIBUSI GURU SECARA PROPORSIONAL (DGP) Seri Pembelajaran dari USAID-KINERJA

TATA KELOLA DISTRIBUSI GURU SECARA PROPORSIONAL (DGP) Seri Pembelajaran dari USAID-KINERJA TATA KELOLA DISTRIBUSI GURU SECARA PROPORSIONAL (DGP) Seri Pembelajaran dari USAID-KINERJA 2014 KATA PENGANTAR Peningkatan pelayanan publik oleh unit pelayanan yang dikelola oleh pemerintah daerah merupakan

Lebih terperinci

Pelayanan Publik Sektor Pendidikan

Pelayanan Publik Sektor Pendidikan Policy Brief Pelayanan Publik Sektor Pendidikan Tata Kelola Distribusi Guru Proporsional Tata Kelola Bantuan Operasional Satuan Pendidikan Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah Tulisan ini bertujuan untuk

Lebih terperinci

TATA KELOLA PENERAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG PENDIDIKAN DASAR UNTUK KABUPATEN/KOTA

TATA KELOLA PENERAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG PENDIDIKAN DASAR UNTUK KABUPATEN/KOTA IMPLEMENTED BY RTI INTERNATIONAL AND PARTNERS TATA KELOLA PENERAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG PENDIDIKAN DASAR UNTUK KABUPATEN/KOTA PENGHITUNGAN KEBUTUHAN PEMENUHAN TARGET SPM PENDIDIKAN DASAR

Lebih terperinci

Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Pendidikan

Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Pendidikan Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Pendidikan Kata Pengantar Chief of Party USAID Kinerja Selamat datang di program peningkatan tata kelola pelayanan publik USAID Kinerja. Buku Berbagi Praktik Baik Tata

Lebih terperinci

TATA KELOLA INISIASI MENYUSU DINI DAN ASI EKSKLUSIF

TATA KELOLA INISIASI MENYUSU DINI DAN ASI EKSKLUSIF TATA KELOLA INISIASI MENYUSU DINI DAN ASI EKSKLUSIF Seri Pembelajaran dari USAID-KINERJA Tata Kelola Inisiasi Menyusu Dini dan ASI Eksklusif KINERJA-USAID Gedung BRI II, Lantai 28, Suite 2807 Jl. Jend

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DAN PELAKSANAAN MUSYAWARAH PERENCANAAN

Lebih terperinci

Tata Kelola Persalinan Aman. Seri Pembelajaran dari USAID-KINERJA

Tata Kelola Persalinan Aman. Seri Pembelajaran dari USAID-KINERJA Tata Kelola Persalinan Aman Seri Pembelajaran dari USAID-KINERJA 2014 KATA PENGANTAR Panduan Pendampingan ini ditujukan kepada para pihak yang tertarik lebih dalam bagaimana USAID-KINERJA mengimplementasikan

Lebih terperinci

POLICY PAPER Rekomendasi Penerapan Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan Tahun (Pembelajaran dari Program USAID-KINERJA)

POLICY PAPER Rekomendasi Penerapan Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan Tahun (Pembelajaran dari Program USAID-KINERJA) POLICY PAPER Rekomendasi Penerapan Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan Tahun 2015-2019 (Pembelajaran dari Program USAID-KINERJA) Latar Belakang Tulisan ini dimaksudkan untuk mendokumentasikan secara

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN TUGAS KEHUMASAN DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN DALAM NEGERI DAN PEMERINTAH DAERAH DENGAN

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG BUPATI SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG,

Lebih terperinci

- 2 - MEMUTUSKAN. 12. Kemitraan.../3 AZIZ/2016/PERATURAN/KEMITRAAN DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

- 2 - MEMUTUSKAN. 12. Kemitraan.../3 AZIZ/2016/PERATURAN/KEMITRAAN DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 55 TAHUN 2016 TENTANG POLA KEMITRAAN DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH SALINAN BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang: a. bahwa dalam

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PROBOLINGGO NOMOR : 07 TAHUN 2013 BAB I PENDAHULUAN

LAMPIRAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PROBOLINGGO NOMOR : 07 TAHUN 2013 BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PROBOLINGGO NOMOR : 07 TAHUN 2013 Rencana Pembangunan TANGGAL Jangka : 11 Menengah JUNI 2013 Daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Perencanaan pembangunan memainkan

Lebih terperinci

BUPATI BARITO UTARA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

BUPATI BARITO UTARA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH BUPATI BARITO UTARA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI BARITO UTARA NOMOR 17 TAHUN 2017 TENTANG TUGAS DAN URAIAN TUGAS JABATAN PADA DINAS PENANAMAN MODAL DAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU KABUPATEN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN MELAWI NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN MELAWI NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH +- PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN MELAWI NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MELAWI, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI BANDUNG, Menimbang : a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOLITOLI NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOLITOLI NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOLITOLI NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH DAN PELAKSANAAN MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN TOLITOLI DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU UTARA

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU UTARA PEMERINTAH KABUPATEN LUWU UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU UTARA NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN LUWU UTARA TAHUN 2010-2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

KESEPAKATAN BERSAMA ANTARA

KESEPAKATAN BERSAMA ANTARA KESEPAKATAN BERSAMA ANTARA PEMERINTAH KABUPATEN ACEH SINGKIL DAN TIM KOORDINASI PEMBANGUNAN PENDIDIKAN ACEH TENTANG DUKUNGAN PROGRAM SEDIA UNTUK PENGUATAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN ACEH SINGKIL

Lebih terperinci

Tata Kelola Persalinan Aman. Seri Pembelajaran dari USAID-KINERJA

Tata Kelola Persalinan Aman. Seri Pembelajaran dari USAID-KINERJA Tata Kelola Persalinan Aman Seri Pembelajaran dari USAID-KINERJA 2014 KATA PENGANTAR Panduan Pendampingan ini ditujukan kepada para pihak yang tertarik lebih dalam bagaimana USAID-KINERJA mengimplementasikan

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN TUGAS KEHUMASAN DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN DALAM NEGERI DAN PEMERINTAH DAERAH DENGAN

Lebih terperinci

BUPATI BANYUMAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

BUPATI BANYUMAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI BANYUMAS PERATURAN BUPATI BANYUMAS NOMOR 26 TAHUN 2010 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI BANYUMAS,

Lebih terperinci

BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH

BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH A. KONDISI UMUM 1. PENCAPAIAN 2004 DAN PRAKIRAAN PENCAPAIAN 2005 Pencapaian kelompok

Lebih terperinci

Fiel Trip Coaching PRAKTEK KERJA PENDAMPINGAN Service Standard Sektor Prioritas Pendidikan

Fiel Trip Coaching PRAKTEK KERJA PENDAMPINGAN Service Standard Sektor Prioritas Pendidikan LAPORAN Fiel Trip Coaching PRAKTEK KERJA PENDAMPINGAN Service Standard Sektor Prioritas Pendidikan Kabupaten Bulukukumba ke Kabupaten Sukabumi Jawa Barat Program KINERJA USAID Kerjasama Pemerintah Kabupaten

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 02 TAHUN 2010 TENTANG MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH MALUKU

PEMERINTAH PROVINSI MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 02 TAHUN 2010 TENTANG MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH MALUKU PEMERINTAH PROVINSI MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 02 TAHUN 2010 TENTANG MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH MALUKU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR MALUKU, Menimbang : a.

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN

RENCANA STRATEGIS BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN RENCANA STRATEGIS BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN 2016-2021 Kata Pengantar Alhamdulillah, puji syukur kehadirat ALLAH SWT, atas limpahan rahmat, berkat dan hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DAN PELAKSANAAN MUSYAWARAH PERENCANAAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS, PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan pemerintahan yang

Lebih terperinci

RINGKASAN TATA KELOLA PERSALINAN AMAN, INISIASI MENYUSU DINI DAN ASI EKSKLUSIF

RINGKASAN TATA KELOLA PERSALINAN AMAN, INISIASI MENYUSU DINI DAN ASI EKSKLUSIF TATA KELOLA PERSALINAN AMAN, INISIASI MENYUSU DINI DAN ASI EKSKLUSIF USAID - KINERJA Gedung BRI II, Lantai 28, Suite 2807 Jl. Jend Sudirman Kav. 44-46 Jakarta, 10210 Phone: +62 21 5702820 Fax: +62 21 5702832

Lebih terperinci

TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG

TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 4 TAHUN 2014 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG Bagian Hukum Setda Kabupaten Bandung

Lebih terperinci

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH -1- BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK,

Lebih terperinci

SALINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GUNUNGKIDUL,

SALINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GUNUNGKIDUL, SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH DAN PELAKSANAAN MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI KUNINGAN NOMOR 55 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN BUPATI KUNINGAN NOMOR 55 TAHUN 2016 TENTANG PERATURAN BUPATI KUNINGAN NOMOR 55 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS POKOK, FUNGSI DAN URAIAN TUGAS, SERTA TATA KERJA DINAS PENANAMAN MODAL DAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU KABUPATEN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PENERAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PENERAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PENERAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN FORUM KONSULTASI PUBLIK DI LINGKUNGAN UNIT PENYELENGGARA PELAYANAN

Lebih terperinci

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 20 TAHUN 2018 TENTANG

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 20 TAHUN 2018 TENTANG WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 20 TAHUN 2018 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN FORUM KONSULTASI PUBLIK DI PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA Tahun 2010 Nomor: 8

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA Tahun 2010 Nomor: 8 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA Tahun 2010 Nomor: 8 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR: 8 TAHUN 2010 TENTANG PROSEDUR PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BELITUNG TIMUR, Menimbang : a. bahwa berdasarkan ketentuan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO

PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO SALINAN PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUKOMUKO NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN MUKOMUKO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUKOMUKO,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN DOKUMEN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN DOKUMEN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN DOKUMEN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kabupaten Ogan Komering Ulu PERATURAN

Lebih terperinci

BAB II EVALUASI PELAKSANAAN RENJA SKPK TAHUN LALU 2.1. EVALUASI PELAKSANAAN RENJA SKPK TAHUN LALU DAN CAPAIAN RENSTRA SKPK

BAB II EVALUASI PELAKSANAAN RENJA SKPK TAHUN LALU 2.1. EVALUASI PELAKSANAAN RENJA SKPK TAHUN LALU DAN CAPAIAN RENSTRA SKPK BAB II EVALUASI PELAKSANAAN RENJA SKPK TAHUN LALU 2.1. EVALUASI PELAKSANAAN RENJA SKPK TAHUN LALU DAN CAPAIAN RENSTRA SKPK Rencana Kerja Bappeda Kabupaten Aceh Selatan adalah penjabaran perencanaan tahunan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PENERAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PENERAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PENERAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

WALIKOTA BUKITTINGGI PROVINSI SUMATERA BARAT

WALIKOTA BUKITTINGGI PROVINSI SUMATERA BARAT WALIKOTA BUKITTINGGI PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN WALIKOTA BUKITTINGGI NOMOR 40 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN STANDAR PELAYANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BUKITTINGGI, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BUPATI SERDANG BEDAGAI PROVINSI SUMATERA UTARA

BUPATI SERDANG BEDAGAI PROVINSI SUMATERA UTARA BUPATI SERDANG BEDAGAI PROVINSI SUMATERA UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA DAN PEDOMAN PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG TAHAPAN, TATA CARA PENYUSUNAN, PENGENDALIAN, DAN EVALUASI PELAKSANAAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG Nomor : 1 Tahun 2009 PEMERINTAH KABUPATEN MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG Nomor : 1 Tahun 2009 PEMERINTAH KABUPATEN MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG Nomor : 1 Tahun 2009 PEMERINTAH KABUPATEN MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG TAHAPAN, TATA CARA PENYUSUNAN, PENGENDALIAN DAN EVALUASI

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT BUPATI GARUT LD. 15 2012 R PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT,

Lebih terperinci

PROVINSI JAMBI PERATURAN WALIKOTA JAMBI

PROVINSI JAMBI PERATURAN WALIKOTA JAMBI SALINAN PROVINSI JAMBI PERATURAN WALIKOTA JAMBI NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PENGGUNAAN DAN PENGELOLAAN SISTEM INFORMASI PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA JAMBI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

BUPATI SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

BUPATI SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH SALINAN BUPATI SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINJAI, Menimbang

Lebih terperinci

Renstra 2014 H a l a m a n 1 BAB I PENDAHULUAN

Renstra 2014 H a l a m a n 1 BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembangunan daerah merupakan satu kesatuan dengan pembangunan nasional, yang pelaksanaannya tetap dan senantiasa memperhatikan kondisi, potensi dan sumber daya daerah

Lebih terperinci

BUPATI KATINGAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KATINGAN NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI KATINGAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KATINGAN NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN BUPATI KATINGAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KATINGAN NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI DAN URAIAN TUGAS BADAN PENANAMAN MODAL DAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU KABUPATEN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN SINJAI TAHUN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN SINJAI TAHUN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN SINJAI TAHUN 2008-2013 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINJAI, Menimbang : a.

Lebih terperinci

WALIKOTA BATU PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 35 TAHUN 2013 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN BADAN PENANAMAN MODAL KOTA BATU

WALIKOTA BATU PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 35 TAHUN 2013 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN BADAN PENANAMAN MODAL KOTA BATU SALINAN WALIKOTA BATU PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 35 TAHUN 2013 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI BADAN PENANAMAN MODAL KOTA BATU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BATU, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN BUPATI HUMBANG HASUNDUTAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

WALIKOTA TASIKMALAYA

WALIKOTA TASIKMALAYA WALIKOTA TASIKMALAYA PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA Nomor : 14 Tahun 2008 Lampiran : - TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN NON FORMAL DI KOTA TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN

PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DAN PELAKSANAAN MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN (MUSRENBANG)

Lebih terperinci

BUPATI BARRU PROVINSI SULAWESI SELATAN

BUPATI BARRU PROVINSI SULAWESI SELATAN BUPATI BARRU PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARRU NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH TAHUN 2016-2021 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BARRU,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH NO. 07 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) KABUPATEN PROBOLINGGO TAHUN

PERATURAN DAERAH NO. 07 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) KABUPATEN PROBOLINGGO TAHUN PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO PERATURAN DAERAH NO. 07 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) KABUPATEN PROBOLINGGO TAHUN 2013-2018 JL. RAYA DRINGU 901 PROBOLINGGO SAMBUTAN

Lebih terperinci

Jakarta, Januari 2016 Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah. Hamid Muhammad, Ph.D. NIP iii

Jakarta, Januari 2016 Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah. Hamid Muhammad, Ph.D. NIP iii KATA PENGANTAR Sesuai dengan amanat Undang Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan, Kementerian Pendidikan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 3

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 3 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG

GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG S A L I N A N GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN (CSR) DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA Jakarta, 21 Maret 2011 Kepada, Nomor : 050 / 883 / SJ Yth. 1. Gubernur. Sifat : Penting 2. Bupati/Walikota. Lamp : Satu berkas di - Hal : Pedoman Penyusun Program

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI TENTANG PEDOMAN KERJASAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA CIMAHI

PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI TENTANG PEDOMAN KERJASAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA CIMAHI LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 25 TAHUN : 2003 SERI : E PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 25 TAHUN 2003 TENTANG PEDOMAN KERJASAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA CIMAHI Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN STANDAR PELAYANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN STANDAR PELAYANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN STANDAR PELAYANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS, Menimbang : a. bahwa setiap penyelenggara

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2008 NOMOR : 07 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2008 NOMOR : 07 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2008 NOMOR : 07 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG TAHAPAN, TATA CARA PENYUSUNAN, PENGENDALIAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN RENCANA PEMBANGUNAN SERTA

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI TOLITOLI NOMOR 36 TAHUN

PERATURAN BUPATI TOLITOLI NOMOR 36 TAHUN SALINAN BUPATI TOLITOLI PERATURAN BUPATI TOLITOLI NOMOR 36 TAHUN 2015 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI KANTOR PERWAKILAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN TOLITOLI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TOLITOLI,

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA Jakarta, 28 Maret 2012 Kepada Nomor : 070 / 1082 / SJ Yth. 1. Gubernur Sifat : Penting 2. Bupati/Walikota Lampiran : Satu berkas di Hal : Pedoman Penyusunan Program

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG TAHAPAN, TATA CARA PENYUSUNAN, PENGENDALIAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

-1- BUPATI BENGKAYANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG

-1- BUPATI BENGKAYANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG -1- BUPATI BENGKAYANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA SELATAN, Menimbang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2014 NOMOR 1 SERI E

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2014 NOMOR 1 SERI E LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2014 NOMOR 1 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG STRATEGI PEMBANGUNAN DAERAH RESPONSIF GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN GRESIK

PEMERINTAH KABUPATEN GRESIK PEMERINTAH KABUPATEN GRESIK PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG TAHAPAN, TATA CARA PENYUSUNAN, PENGENDALIAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG MEKANISME TAHUNAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN KABUPATEN MALANG BUPATI MALANG,

BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG MEKANISME TAHUNAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN KABUPATEN MALANG BUPATI MALANG, 1 BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG MEKANISME TAHUNAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN KABUPATEN MALANG BUPATI MALANG, Menimbang : a. bahwa untuk lebih menjamin ketepatan dan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SOLOK LAPORAN KINERJA TAHUN 2016

PEMERINTAH KOTA SOLOK LAPORAN KINERJA TAHUN 2016 PEMERINTAH KOTA SOLOK LAPORAN KINERJA TAHUN 2016 BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH (BAPPEDA) KOTA SOLOK 2017 KATA PENGANTAR Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rencana kerja adalah dokumen rencana yang memuat program dan kegiatan yang diperlukan untuk mencapai sasaran pembangunan, dalam bentuk kerangka regulasi dan kerangka

Lebih terperinci

MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA SALINAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SINJAI PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 8 TAHUN 2005 TENTANG MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN BERBASIS MASYARAKAT

PEMERINTAH KABUPATEN SINJAI PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 8 TAHUN 2005 TENTANG MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN BERBASIS MASYARAKAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 8 TAHUN 2005 TENTANG MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN BERBASIS MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINJAI, Menimbang : a. bahwa pengelolaan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Page 1

BAB I PENDAHULUAN. Page 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Rencana Kerja (Renja) SKPD merupakan dokumen perencanaan dan pendanaan yang berisi program dan kegiatan SKPD sebagai penjabaran dari RKPD dan Renstra SKPD dalam satu

Lebih terperinci

BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH

BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH A. KONDISI UMUM 1. PENCAPAIAN 2004 DAN PRAKIRAAN PENCAPAIAN 2005 Pencapaian kelompok Program Pengembangan Otonomi Daerah pada tahun 2004, yaitu

Lebih terperinci

WALIKOTA SINGKAWANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA SINGKAWANG NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG PERSALINAN AMAN

WALIKOTA SINGKAWANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA SINGKAWANG NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG PERSALINAN AMAN WALIKOTA SINGKAWANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA SINGKAWANG NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG PERSALINAN AMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SINGKAWANG, Menimbang : a. bahwa kesehatan

Lebih terperinci

WALIKOTA BATAM PERATURAN DAERAH KOTA BATAM NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG

WALIKOTA BATAM PERATURAN DAERAH KOTA BATAM NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG WALIKOTA BATAM PERATURAN DAERAH KOTA BATAM NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH DAN PELAKSANAAN MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA BATAM DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN WALIKOTA MATARAM NOMOR : 46 TAHUN 2016 TENTANG

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN WALIKOTA MATARAM NOMOR : 46 TAHUN 2016 TENTANG WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN WALIKOTA MATARAM NOMOR : 46 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS PERINDUSTRIAN, KOPERASI, USAHA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA SELATAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA SELATAN, PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN, PENGENDALIAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 58 TAHUN : 2006 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 58 TAHUN : 2006 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 58 TAHUN : 2006 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA CIMAHI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011.

Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011. Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011. 1. Atas undangan Organisasi Kesehatan Dunia, kami, Kepala Pemerintahan, Menteri dan perwakilan pemerintah datang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN, PENGENDALIAN, DAN EVALUASI PELAKSANAAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN KUDUS DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 18 TAHUN 2007 TENTANG MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN KELURAHAN DAN KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 18 TAHUN 2007 TENTANG MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN KELURAHAN DAN KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 18 TAHUN 2007 TENTANG MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN KELURAHAN DAN KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KUPANG, Menimbang : a. bahwa sehubungan dengan

Lebih terperinci

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN DAERAH KOTA KEDIRI NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN DAERAH KOTA KEDIRI NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN WALIKOTA KEDIRI PERATURAN DAERAH KOTA KEDIRI NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KEDIRI, Menimbang : a. bahwa produk hukum

Lebih terperinci

MODUL PENGEMBANGAN FORUM MULTI STAKEHOLDER (FMS) DALAM UPAYA PENINGKATAN PELAYANAN PUBLIK YANG BERBASIS STANDAR DAN RESPONSIF GENDER

MODUL PENGEMBANGAN FORUM MULTI STAKEHOLDER (FMS) DALAM UPAYA PENINGKATAN PELAYANAN PUBLIK YANG BERBASIS STANDAR DAN RESPONSIF GENDER MODUL PENGEMBANGAN FORUM MULTI STAKEHOLDER (FMS) DALAM UPAYA PENINGKATAN PELAYANAN PUBLIK YANG BERBASIS STANDAR DAN RESPONSIF GENDER Seri Hikmah Pembelajaran dari USAID-KINERJA 2014 KATA PENGANTAR Peningkatan

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2012

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2012 1 PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR BUPATI KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG LEGISLASI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEPULAUAN SELAYAR, Menimbang a. bahwa Peraturan

Lebih terperinci

RENCANA KERJA KECAMATAN ANGSANA TAHUN 2017

RENCANA KERJA KECAMATAN ANGSANA TAHUN 2017 RENCANA KERJA KECAMATAN ANGSANA TAHUN 2017 PEMERINTAH KABUPATEN TANAH BUMBU KECAMATAN ANGSANA DAFTAR ISI Halaman Daftar Isi... ii Daftar Tabel... iii Daftar Bagan... iv Daftar Singkatan... v BAB I PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

KABUPATEN CIANJUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIANJUR NOMOR 08 TAHUN 2011 TENTANG SISTEM PERENCANAANN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN CIANJUR

KABUPATEN CIANJUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIANJUR NOMOR 08 TAHUN 2011 TENTANG SISTEM PERENCANAANN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN CIANJUR LEMBARAN DAERAH NOMOR 36 KABUPATEN CIANJUR TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIANJUR NOMOR 08 TAHUN 2011 TENTANG SISTEM PERENCANAANN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN CIANJUR DENGANN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BUPATI JEPARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN JEPARA

BUPATI JEPARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN JEPARA SALINAN BUPATI JEPARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN JEPARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA, Menimbang : a. bahwa penanaman modal

Lebih terperinci

fpafpasa DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI SELATAN,

fpafpasa DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI SELATAN, fpafpasa PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR : 2 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI

Lebih terperinci