ANALISIS KESEMPATAN KERJA PADA SEKTOR SEKTOR PEREKONOMIAN DI KABUPATEN BEKASI SEBELUM DAN SESUDAH KRISIS EKONOMI OLEH MILA KARMILA H

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS KESEMPATAN KERJA PADA SEKTOR SEKTOR PEREKONOMIAN DI KABUPATEN BEKASI SEBELUM DAN SESUDAH KRISIS EKONOMI OLEH MILA KARMILA H"

Transkripsi

1 ANALISIS KESEMPATAN KERJA PADA SEKTOR SEKTOR PEREKONOMIAN DI KABUPATEN BEKASI SEBELUM DAN SESUDAH KRISIS EKONOMI OLEH MILA KARMILA H DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

2 RINGKASAN MILA KARMILA. Analisis Kesempatan Kerja pada Sektor-Sektor Perekonomian di Kabupaten Bekasi Sebelum dan Sesudah Krisis Ekonomi (dibimbing oleh FIFI DIANA THAMRIN). Krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia pada tahun 1998, menimbulkan dampak yang sangat luas bagi perekonomian Indonesia. Menurunnya nilai tukar rupiah, melemahnya investasi dan terjadinya inflasi yang tidak terkendali menimbulkan kelesuan usaha pada setiap sektor perekonomian yang juga menyebabkan menurunnya kesempatan kerja di setiap sektor perekonomian tersebut. Bahkan dibeberapa sektor perekonomian terjadi pengurangan tenaga kerja secara besar-besaran sehingga pengangguran semakin meningkat. Dampak krisis ekonomi ini merata dirasakan oleh seluruh wilayah di Indonesia, temasuk Provinsi Jawa Barat dan Kabupaten Bekasi. Tujuan yang ingin dicapai adalah pertama, Menganalisis laju pertumbuhan kesempatan kerja pada sektor-sektor perekonomian di Kabupaten Bekasi jika dibandingkan dengan laju pertumbuhan kesempatan kerja di Provinsi Jawa Barat era sebelum dan sesudah terjadinya krisis ekonomi. Kedua, Menganalisis ketiga komponen pertumbuhan wilayah yaitu Pertumbuhan Regional (PR), Pertumbuhan Proporsional (PP), dan Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW) kesempatan kerja pada sektor-sektor perekonomian di Kabupaten Bekasi era sebelum dan sesudah krisis ekonomi. Data yang digunakan adalah data sekunder berupa data kesempatan kerja Kabupaten Bekasi dan kesempatan kerja Propinsi Jawa Barat yang dicerminkan dari data jumlah tenaga kerja yang bekerja menurut lapangan usaha, tahun untuk data sebelum krisis dan tahun untuk data setelah krisis. Data diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Bekasi, Badan Pusat Statistik Nasional, Dinas Ketenagakerjaan Pemerintah Daerah Kabupaten Bekasi dan data-data pendukung yang diperoleh dari instansi-instansi terkait, seperti perpustakaan-perpustakaan di IPB maupun di luar lingkungan IPB. Alat analisis yang digunakan untuk mengidentifikasikan pertumbuhan sektor ekonomi pada suatu wilayah tertentu adalah analisis Shift Share dengan menggunakan software Microsoft Excel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa era sebelum krisis ekonomi laju pertumbuhan kesempatan kerja di Kabupaten Bekasi mengalami penurunan sebesar 43,79 persen. Sebaliknya terjadi peningkatan laju pertumbuhan kesempatan kerja era sesudah krisis ekonomi sebesar 69,21 persen. Sedangkan di Provinsi Jawa Barat era pra krisis ekonomi memiliki laju pertumbuhan yang meningkat sebesar 9,39 persen, dan era sesudah krisis ekonomi terjadi penurunan laju pertumbuhan kesempatan kerja sebesar 11,08 persen. Era sebelum krisis ekonomi memiliki nilai PRij yang positif, berarti bahwa pertumbuhan kesempatan kerja Provinsi Jawa Barat telah mempengaruhi peningkatan kesempatan kerja di Kabupaten Bekasi sebesar jiwa atau 3,39 persen. Sedangkan setelah krisis

3 ekonomi memiliki nilai PRij yang negatif sebesar jiwa atau -11,08 persen. Komponen pertumbuhan proporsional bila dilihat secara keseluruhan era sebelum krisis ekonomi mengakibatkan peningkatan kesempatan kerja di Kabupaten Bekasi sebesar jiwa atau 3,97 persen, namun mengalami penurunan pertumbuhan kesempatan kerja menjadi jiwa atau 1,20 persen era sesudah krisis ekonomi. Secara umum lapangan kerja di Kabupaten Bekasi era sebelum krisis ekonomi tidak mampu bersaing baik dalam menyerap tenaga kerja, bila dibandingkan dengan rata-rata wilayah lain di Provinsi Jawa Barat. Hal ini diperlihatkan dari nilai PPWij yang negatif, yaitu sebesar jiwa atau -56,82 persen. Sedangkan era sesudah krisis ekonomi sebaliknya, hal ini diperlihatkan dengan nilai PPWij yang positif yaitu sebesar jiwa atau 79,09 persen. Saran yang diajukan dalam penelitian ini adalah pertama, Pemerintah daerah Kabupaten Bekasi diharapkan dapat terus mendorong perkembangan sektor industri pengolahan, sektor bangunan, sektor pengangkutan, dan sektor bank dan lembaga keuangan lainnya, yang mampu memberikan kontribusi yang besar terhadap penyerapan tenaga kerja di Kabupaten Bekasi. Kedua, pemerintah diharapkan menetapkan Peraturan Daerah (Perda) yang dapat meningkatkan pertumbuhan lapangan pekerjaan seperti, sektor pertambangan dan penggalian, sektor perdagangan, hotel, dan restoran, sektor jasa-jasa, dan sektor informal agar mampu berkembang dengan baik, sehingga mempengaruhi sektor pertanian, dan sektor listrik, gas, dan air bersih yang kurang berkembang di Kabupaten Bekasi agar penyerapan tenaga kerja dapat merata di seluruh lapangan pekerjaan yang ada di Kabupaten Bekasi.

4 ANALISIS KESEMPATAN KERJA PADA SEKTOR - SEKTOR PEREKONOMIAN DI KABUPATEN BEKASI SEBELUM DAN SESUDAH KRISIS EKONOMI Oleh : MILA KARMILA H Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

5 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR Dengan ini menyatakan bahwa Skripsi yang disusun oleh Nama Mahasiswa : Mila Karmila Nomor Registrasi Pokok : H Program Studi : Ilmu Ekonomi Judul Skripsi : Analisis Kesempatan Kerja pada Sektor-Sektor Perekonomian di Kabupaten Bekasi Sebelum dan Sesudah Krisis Ekonomi dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Menyetujui, Dosen Pembimbing Fifi Diana Thamrin, SP, M.Si Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi Dr. Ir. Rina Oktaviani, MS NIP Tanggal Pengesahan :

6 PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI PENELITIAN ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN. Bogor, September 2006 Mila Karmila H

7 RIWAYAT HIDUP Penulis bernama Mila Karmila lahir pada tanggal 23 Oktober 1983 di Ciamis, sebuah Kabupaten yang berada di Provinsi Jawa Barat. Penulis adalah anak keempat dari enam bersaudara, dari pasangan Bapak Idi dan Ibu Nanang. Penulis menamatkan Sekolah Dasar pada SDN 2 Tanjung Mulya Ciamis, kemudian melanjutkan ke SLTPN 1 Panumbangan Ciamis dan lulus pada Tahun Pada tahun yang sama penulis diterima di SMUN 2 Cikarang Utara dan lulus pada Tahun Tahun 2002, penulis melanjutkan studinya ke jenjang yang lebih tinggi, yaitu di Institut Pertanian Bogor, melalui program Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima sebagai mahasiswa Departemen Ilmu Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di beberapa organisasi, seperti Forum Mahasiswa Islam Fakultas Ekonomi dan Manajemen (Formasi) dan Persatuan Mahasiswa Galuh Ciamis (PMGC).

8 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Judul skripsi adalah Analisis Kesempatan Kerja pada Sektor- Sektor Perekonomian di Kabupaten Bekasi Sebelum dan Sesudah Krisis Ekonomi. Pada masa krisis ekonomi negara kita mengalami keterpurukan di berbagai bidang kehidupan khususnya di bidang ekonomi, sehingga berpengaruh terhadap kesempatan kerja pada sektor-sektor perekonomian. Hal inilah yang membuat penulis tertarik untuk meneliti seberapa besar laju pertumbuhan kesempatan kerja sebelum dan setelah terjadinya krisis, khususnya di daerah Kabupaten Bekasi. Diharapkan dengan adanya penelitian ini pemerintah Kabupaten Bekasi bisa memperluas kesempatan kerja, khususnya di daerah Kabupaten Bekasi. Di samping hal tersebut, skripsi ini juga merupakan salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Penulis menyadari bahwa skripsi ini terselesaikan atas bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan rasa tulus dan hormat, penulis menghaturkan terima kasih kepada : 1. Fifi Diana Thamrin, SP. M.Si sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan dorongan baik teknis, maupun teoritis dalam prosos pembuatan skripsi ini, sehingga dapat diselesaikan dengan baik. 2. Ir. Wiwiek Rindayanti, M.Si sebagai dosen penguji yang telah memberikan masukan kepada penulis. 3. Widyastutik, SE. M. Si sebagai Komisi Pendidikan yang telah memberikan masukan kepada penulis. 4. Pihak Dinas Ketenagakerjaan Pemda Kabupaten Bekasi, BPS Kabupaten Bekasi, BPS Nasional, serta instansi-instansi terkait yang telah memberikan informasi kepada penulis.

9 5. Bapak Idi dan Ibu Nanang, selaku orang tua tercinta yang tidak pernah berhenti memberikan kasih sayangnya, semangat, dorongan, baik moril maupun materil, serta do a nya kepada penulis. 6. Saudara-saudaraku dan keponakan-keponakanku tersayang yang telah memberikan semangat dan kasih sayangnya kepada penulis. 7. Teguh Suyanto, S.Pi. yang selalu setia memberikan semangat, dukungan, kesabaran dan kasih sayangnya kepada penulis. 8. Sayyidah Majaningtyas, selaku pembahas dan sahabat penulis yang telah memberikan semangat dan masukan kepada penulis. 9. teman-teman seperjuangan : Nani, SE, Esti, SE, Erni, SE, dan Nitta W, dan seluruh IE 39 yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, atas kebersamaannya ketika kuliah di IPB. 10. Sahabat dan teman-temanku, serta AZ-Zahra Crew, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah mengisi hari-hari penulis semakin berkesan selama kuliah di IPB. 11. Peserta seminar dan IE 40, yang telah bersedia hadir dalam seminar penulis dan memberikan masukan yang membantu dalam peyelesaian skripsi ini. Bogor, September 2006 Mila Karmila H

10 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... iv DAFTAR GAMBAR... vi DAFTAR LAMPIRAN... vii I. PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan dan Manfaat Penelitian II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN Tinjauan Teori Kesempatan Kerja Krisis Ekonomi Teori Tenaga Karja Fungsi Permintaan Akan Tenaga Kerja Hasil Penelitian Terdahulu Kerangka Pemikiran Teoritis Teknik Analisis Shift Share Kelebihan Analisis Shift Share Kelemahan Analisis Shift Share Analisis Kesempatan Kerja Rasio Kesempatan Kerja di Kabupaten dan Kesempatan Kerja di Propinsi Pada Sektor-Sektor Perekonomian (Nilai ri, Ra dan Ri) Analisis Komponen Pertumbuhan Wilayah Profil Pertumbuhan Sektor-Sektor Perekonomian Kerangka Pemikiran Konseptual III. METODE PENELITIAN Tempat Penelitian Jenis dan Sumber Data i

11 3.3. Metode Analisis Analisis Kesempatan Kerja Kabupaten Bekasi dan Kesempatan Kerja Propinsi Jawa Barat Rasio Kesempatan Kerja Kabupaten dan Kesempatan Kerja Propinsi (Nilai ri, Ri dan Ra) Analisis Komponen Pertumbuhan Wilayah Analisis Profil Pertumbuhan Kesempatan Kerja Sektor Perekonomian IV. GAMBARAN UMUM Perkembangan Penduduk dan Tenaga Kerja Sektor-Sektor Ekonomi Kabupaten Bekasi Sektor Pertanian Sektor Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas, dan Air Minum Bangunan / Konstruksi Perdagangan, Hotel, dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya Jasa-Jasa Penerimaan dan Pengeluaran Daerah Kabupaten Bekasi Penerimaan Daerah Kabupaten Bekasi Pengeluaran Pemerintah Daerah Kabupaten Bekasi V. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kesempatan Kerja Pada Sektor-Sektor Perekonomian di Kabupaten Bekasi dan Propinsi Jawa Barat Sebelum dan Sesudah Krisis Ekonomi Rasio Kesempatan Kerja di Kabupaten Bekasi dan Kesempatan Kerja di Propinsi Jawa Barat Sebelum dan Sesudah Krisis Ekonomi Analisis Komponen Pertumbuhan Wilayah di Kabupaten Bekasi Sebelum dan Sesudah Krisis Ekonomi ii

12 5.4. Pergeseran Bersih Profil Pertumbuhan Kesempatan Kerja Kabupaten Bekasi Sebelum dan Sesudah Krisis Ekonomi VI. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN iii

13 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Penduduk Berumur 15 Tahun Ke Atas Yang Bekerja Selama Seminggu yang Lalu Menurut Lapangan Pekerjaan Utama di Indonesia Tahun (Jiwa) Jumlah Tenaga Kerja yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha di Provinsi Jawa Barat Tahun (Jiwa) Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan 1993 di Provinsi Jawa Barat Tahun (Juta Rupiah) Jumlah Tenaga Kerja Yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha di Kabupaten Bekasi Tahun (Jiwa) PDRB Kabupaten Bekasi atas Dasar Harga Konstan 1993, Tahun (Juta Rupiah) PDRB Kabupaten Bekasi atas Dasar Harga Konstan 1993 Menurut Lapangan Usaha Tahun (Juta Rupiah) Banyaknya Penduduk Menurut Kelompok Umur Tahun 2004 (Jiwa) Jumlah PendudukMenurut Kecamatan dan Jenis Kelamin Tahun 2004 (Jiwa) Banyaknya Pencari Kerja yang Terdaftar Tahun (Jiwa) Jumlah Tenaga kerja Menurut Lapangan Usaha di Kabupaten Bekasi Tahun 2004 (Jiwa) Perusahaan Besar dan Sedang Menurut Kelompok Industri Tahun Penerimaan Daerah dan Pajak Serta Persentasenya Terhadap PDRB Tahun 2004 (Rupiah) Pengeluaran Daerah serta Persentasenya terhadap PDRB Kabupaten Bekasi Tahun 2004 (Rupiah) Kesempatan Kerja Kabupaten Bekasi Sebelum Krisis Ekonomi Tahun (Jiwa) Kesempatan Kerja Kabupaten Bekasi Sesudah Krisis Ekonomi Tahun (Jiwa) iv

14 16. Kesempatan Kerja Provinsi Jawa Barat Sebelum Krisis Ekonomi Tahun (Jiwa) Kesempatan Kerja Provinsi Jawa Barat Sesudah Krisis Ekonomi Tahun (Jiwa) Rasio Kesempatan Kerja Kabupaten Bekasi dan Provinsi Jawa Barat Sebelum Krisis Ekonomi Tahun Rasio Kesempatan Kerja Kabupaten Bekasi dan Provinsi Jawa Barat Sesudah Krisis Ekonomi Tahun Komponen Pertumbuhan Regional di Kabupaten Bekasi Sebelum Krisis Ekonomi Tahun Komponen Pertumbuhan Nasional Kabupaten Bekasi Sesudah Krisis Ekonomi Tahun Komponen Pertumbuhan Proporsional di Kabupaten Bekasi Sebelum Krisis Ekonomi Tahun Komponen Pertumbuhan Proporsional di Kabupaten Bekasi Sesudah Krisis Ekonomi Tahun Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah di Kabupaten Bekasi Sebelum Krisis Ekonomi Tahun Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah di Kabupaten Bekasi Sesudah Krisis Ekonomi Tahun Pergeseran Bersih Sektor Perekonomian di Kabupaten Bekasi Sebelum Krisis Ekonomi Tahun Pergeseran Bersih Kabupaten Bekasi Sesudah Krisis Ekonomi Tahun v

15 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Kurva Permintaan Tenaga Kerja Jangka Pendek dan Jangka Panjang Terbentunya Permintaan dan Penawaran Pasar Tenaga Kerja dengan Penentuan Tingkat Upah Pasar Model Analisis Shift Share Profil Pertumbuhan Sektor-Sektor Perekonomian Kerangka Pemikiran Konseptual Profil Pertumbuhan Lapangan usaha di Kabupaten Bekasi Sebelum Krisis Ekonomi Tahun Profil Pertumbuhan Lapangan Usaha di Kabupaten Bekasi Sesudah Krisis Ekonomi Tahun vi

16 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Jumlah Tenaga Kerja Yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha di Kabupaten Bekasi Tahun Jumlah Tenaga Kerja Yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha di Kabupaten Bekasi Tahun Jumlah Tenaga Kerja Yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha di Provinsi Jawa Barat Tahun Jumlah Tenaga Kerja Yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha di Provinsi Jawa Barat Tahun Kesempatan Kerja Kabupaten Bekasi Sesudah Krisis Ekonomi Tahun Kesempatan Kerja Propinsi Jawa Barat Sesudah Krisis Ekonomi Tahun Rasio Kesempatan Kerja Kabupaten Bekasi dan Provinsi Jawa Barat Sesudah Krisis Ekonomi Tahun Analisis Shift Share Berdasarkan Komponen Pertumbuhan Wilayah di Kabupaten Bekasi Sesudah Krisis Ekonomi Tahun 1999 dan vii

17 I. PENDAHULUAN Latar Belakang Krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia pada Tahun 1998, menimbulkan dampak yang sangat luas bagi perekonomian Indonesia. Menurunnya nilai tukar rupiah, melemahnya investasi dan terjadinya inflasi yang tidak terkendali menimbulkan kelesuan usaha pada setiap sektor perekonomian yang juga dapat menyebabkan menurunnya kesempatan kerja di setiap sektor perekonomian tersebut. Krisis ekonomi ini mengakibatkan aktivitas dari setiap sektor perekonomian menjadi terhambat, sehingga tidak bisa menjalankan aktivitasnya dengan normal. Hal ini berdampak buruk terhadap perkembangan sektor-sektor perekonomian tersebut. Oleh karena itu, banyak sektor-sektor perekonomian yang mengurangi pemakaian jumlah tenaga kerja, bahkan dibeberapa sektor perekonomian terjadi pengurangan tenaga kerja secara besar-besaran sehingga pengangguran semakin meningkat. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 memperlihatkan bahwa pada Tahun 1998, yaitu pada saat krisis ekonomi melanda negara kita, walaupun dilihat secara keseluruhan penyerapan tenaga kerja nasional mengalami peningkatan, namun bila dilihat dari penyerapan tenaga kerja pada setiap sektor ekonomi mengalami penurunan, kecuali untuk sektor pertanian dan sektor pengangkutan. Penurunan ini disebabkan karena terjadinya krisis ekonomi sangat mempengaruhi aktivitas sektor-sektor perekonomian, terutama sektor-sektor yang dalam proses produksinya menggunakan bahan impor dan sangat rentan terhadap perubahan nilai tukar dan

18 2 suku bunga, sehingga juga berdampak pada penyerapan tenaga kerja. Sektor pertanian dan sektor pengangkutan tidak terlalu terpengaruh oleh terjadinya krisis ekonomi, karena sektor ini tidak terlalu rentan terhadap perubahan nilai tukar dan suku bunga, sehingga masih mampu memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja. Tabel 1. Penduduk Berumur 15 Tahun Ke Atas Yang Bekerja Selama Seminggu Yang Lalu Menurut Lapangan Pekerjaan Utama di Indonesia Tahun (Jiwa) Sektor Tahun Usaha ,51 41,47 46,98 45,75 48,33 47,38 48,44 51,31 48,41 2 0,90 1,04 0,80 0,87 0,54 * 0,75 0,87 1, ,60 13,12 11,84 13,73 13,90 14,41 14,44 13,70 13,20 4 0,20 0,28 0,18 0,22 0,09 * 0,21 0,18 0,28 5 4,50 4,99 4,20 4,07 4,22 4,57 5,09 4,83 5, ,88 20,21 20,04 20,90 22,05 20,82 21,21 20,56 22,79 7 4,69 4,92 4,95 5,01 5,43 5,30 5,57 5,89 6,53 8 0,82 0,78 0,74 0,76 1,06 1,34 1,18 1,56 1, ,90 14,99 14,77 14,57 11,44 13,12 12,35 11,73 12,53 Total 100,00 101,80 104,51 105,87 107,05 108,25 109,25 110,63 111,72 Sumber : BPS (Perluasan Sakernas), * Pendataan pada tahun 2001 kedua lapangan usaha ini digabungkan sebagai lapangan usaha lain-lain yang nilainya sebesar jiwa. Keterangan : 1. Pertanian 6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 2. Pertambangan dan Penggalian 7. Pengangkutan 3. Industri Pengolahan 8. Bank dan Lembaga Keuangan lain 4. Listrik, Gas dan Air Bersih 9. Jasa-jasa 5. Bangunan/Konstruksi Tahun 1999 sampai Tahun 2004, seluruh sektor perekonomian mengalami pertumbuhan kesempatan kerja yang semakin meningkat. Menurut Prasentiantono (2000), beberapa indikator yang menampakkan gejala membaik (Mei 1999), setidaknya ada lima indikator utama yang tampil impresif : 1. Kurs rupiah cenderung stabil, dan bahkan menguat sampai level Rp 8000-an per dollar AS.

19 3 2. Laju inflasi dapat ditekan rendah. Pada bulan Maret sampai April 1999 bahkan terjadi deflasi (inflasi negatif), yaitu minus 0,18 persen dan minus 0,68 persen. 3. Pasar modal juga membaik, yang ditunjukkan dengan kenaikan indeks harga saham gabungan (IHSG) hingga mencapai 560. Angka ini termasuk tinggi untuk ukuran masa krisis. Sebagai perbandingan, rekor indeks terendah adalah 265 (1998) dan rekor tertinggi adalah 720 (sebelum krisis, 1997) 4. Suku bunga dapat diturunkan secara bertahap. Pada pekan pertama Mei 1999 BI sudah berani menetapkan suku bunga simpanan maksimal 34 persen dapat dijamin oleh pemerintah. 5. Harga minyak di pasar dunia terus meningkat. Pada bulan Mei 1999, harga minyak naik hingga menembus US $ 18 per barrel. Hal tersebut menunjukkan bahwa tahun 1999 di Indonesia sudah mengalami masa pemulihan dari keterpurukan ekonomi yang diakibatkan krisis ekonomi, sehingga sudah bisa dikatakan Indonesia sudah keluar dari krisis ekonomi. Tanda-tanda pemulihan ekonomi mulai tampak, setelah Pemilu 7 Juni 1999 dilaksanakan secara relatif sukses, kurs rupiah cenderung menguat dan stabil pada level Rp 6.700,- per dollar. Indeks harga saham naik sampai level 712. Selain itu harga-harga juga mengalami deflasi selama 6 bulan berturut-turut. Dampak krisis ekonomi ini merata dirasakan oleh seluruh wilayah di Indonesia. Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu wilayah yang merasakan dampak dari krisis ekonomi yang melanda nasional. Sebagai akibat dari krisis ekonomi tersebut, penyerapan tenaga kerja di Provinsi Jawa Barat juga mengalami

20 4 pasang surut, tetapi lebih banyak mengalami surutnya. Surutnya penyerapan tenaga kerja pada setiap sektor perekonomian menimbulkan permasalahan yang rumit dan kompleks, terutama permasalahan sosial dan ekonomi. Menurut Tobing (1993) rendahnya kesempatan kerja menimbulkan berbagai masalah sosial ekonomi baru, diantaranya: 1. Rendahnya kualitas pendidikan dan kesehatan; 2. Rendahnya kemampuan daya beli (purchasing power); 3. Meningkatnya jumlah pengangguran; 4. Meningkatnya arus migrasi (desa-kota); dan 5. Ketimpangan pertumbuhan ekonomi antar wilayah. Pasang surut penyerapan tenaga kerja di Provinsi Jawa Barat dapat diketahui melalui jumlah tenaga kerja yang bekerja, seperti yang terlihat dalam Tabel 2. Tabel 2. Jumlah Tenaga Kerja Yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha di Provinsi Jawa Barat Tahun (Jiwa) Lapangan Tahun Usaha Total Sumber : Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), Keterangan : 1. Pertanian 6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 2. Pertambangan dan Penggalian 7. Pengangkutan 3. Industri Pengolahan 8. Bank dan Lembaga Keuangan lain 4. Listrik, Gas dan Air Bersih 9. Jasa-jasa 5. Bangunan / Konstruksi 10. Lainnya (sektor informal)

21 5 Tabel 2 memperlihatkan bahwa sektor pertanian mengalami pasang surut dalam memberikan kontribusi terhadap penyerapan tenaga kerja, tetapi selalu memberikan kontribusi terbesar setiap tahunnya dalam menciptakan kesempatan kerja di Provinsi Jawa Barat. Sektor lainnya merupakan sektor yang memberikan kontribusi paling kecil setiap tahunnya terhadap penyerapan tenaga kerja di Provinsi Jawa Barat, bahkan untuk tahun 2000 sektor lainnya ini tidak memberikan kontribusinya terhadap penyerapan tenaga kerja di Provinsi Jawa Barat tersebut. Tabel 3. Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan 1993 di Provinsi Jawa Barat Tahun (Juta Rupiah) Tahun PDRB , , , , , , , , , , ,50 Sumber : BPS Jawa Barat, Dampak ekonomi rendahnya penyerapan tenaga kerja akhirnya dapat semakin mempengaruhi jumlah tenaga kerja yang ada. Rendahnya daya beli akan berdampak pada turunnya permintaan barang dan jasa serta akan mengurangi aktivitas sektor-sektor perekonomian di Provinsi Jawa Barat. Turunnya aktivitas sektor-sektor perekonomian tersebut salah satunya akan berdampak pada pengurangan jumlah tenaga kerja, yang berarti juga dapat mengurangi kesempatan kerja yang tersedia di Provinsi Jawa Barat, dan pengangguran akan semakin

22 6 bertambah. Contoh konkret saat terjadinya krisis ekonomi tahun 1998, terjadi penurunan pendapatan per kapita (PDRB/Kapita) di Propinsi Jawa Barat menjadi Rp ,13 juta, dari PDRB sebelumnya tahun 1997 yaitu sebesar Rp ,02 juta. Kabupaten Bekasi merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Barat yang terkena dampak dari krisis ekonomi, yang menyebabkan perekonomian di Kabupaten tersebut mengalami keterpurukan. Padahal apabila dilihat pada era sebelum terjadinya krisis ekonomi, perekonomian di Kabupaten ini merupakan salah satu wilayah yang memiliki laju pertumbuhan ekonomi yang baik, dan mampu berkontribusi besar terhadap perekonomian Provinsi Jawa Barat. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi sektor-sektor ekonomi terhadap penyerapan tenaga kerja di Kabupaten Bekasi, yang terdapat dalam Tabel 4. Tabel 4. Jumlah Tenaga Kerja yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha di Kabupaten Bekasi Tahun (Jiwa) Lapangan Tahun Usaha Total Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Bekasi, Susenas, Keterangan : 1. Pertanian 6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 2. Pertambangan dan Penggalian 7. Pengangkutan 3. Industri Pengolahan 8. Bank dan Lembaga Keuangan lain 4. Listrik, Gas dan Air Bersih 9. Jasa-jasa 5. Bangunan/Konstruksi 10. Lainnya (sektor informal)

23 7 Tabel 4 memperlihatkan jumlah tenaga kerja yang bekerja menurut lapangan usaha di Kabupaten Bekasi era sebelum krisis ekonomi terjadi. Sektor sektor perekonomian memberikan kontribusi yang cukup berarti bagi terciptanya kesempatan kerja di Kabupaten Bekasi. Tahun 1996 sektor-sektor ekonomi tersebut mampu memberikan kontribusi paling besar dalam menyerap tenaga kerja dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, yakni sebesar jiwa. Sektor yang terbesar dalam memberikan kontribusinya adalah sektor perdagangan, hotel, dan restoran yakni sebesar jiwa, dan sektor yang terkecil dalam memberikan kontribusinya terhadap penyerapan tenaga kerja di Kabupaten Bekasi adalah sektor lainnya, yakni sebesar jiwa. Namun dipertengahan tahun 1997 kontribusi sektor-sektor perekonomian tersebut mulai mengalami penurunan karena pada saat itu sudah mulai mendekati terjadinya krisis ekonomi. Kontribusi yang diberikan hanya sebesar jiwa dalam menyerap tenaga kerja di Kabupaten Bekasi. Tabel 5. PDRB Kabupaten Bekasi Atas Dasar Harga Konstan 1993, Tahun (Juta Rupiah) No , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , Total , , , , , ,81 Sumber : BPS Kabupaten Bekasi, Susenas, Keterangan : 1. Pertanian 6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 2. Pertambangan dan Penggalian 7. Pengangkutan 3. Industri Pengolahan 8. Bank dan Lembaga Keuangan lain 4. Listrik, Gas dan Air Bersih 9. Jasa-jasa 5. Bangunan/Konstruksi 10. Lainnya (sector informal)

24 8 Kontribusi Sektor-sektor ekonomi terhadap PDRB Kabupaten Bekasi pada era sebelum krisis ekonomi, bila dilihat secara keseluruhan mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, walaupun peningkatannya tidak terlalu besar. Terlihat pada Tabel 5 bahwa pada tahun 1993 kontribusi sektor-sektor ekonomi sebesar Rp ,00 juta, semakin meningkat menjadi Rp ,45 juta pada tahun Tetapi ketika terjadinya krisis ekonomi tahun 1998, kontribusi sektor-sektor ekonomi terhadap PDRB Kabupaten Bekasi mengalami penurunan menjadi Rp ,81 juta, hal ini disebabkan karena terhambatnya aktivitas ekonomi dari sektor-sektor tersebut, ada juga yang menghentikan aktivitasnya. Sesudah krisis ekonomi, stabilitas perekonomian Indonesia berangsurangsur membaik, yang didukung oleh menguatnya perekonomian di seluruh wilayah bahkan menyebar ke daerah-daerah di Indonesia, termasuk Kabupaten Bekasi mengalami pemulihan dalam stabilitas ekonomi. Hal ini terlihat dari semakin meningkatnya PDRB Kabupaten Bekasi mulai tahun Peningkatan PDRB secara kontinyu ini menggambarkan kondisi perekonomian yang mulai stabil, seperti terlihat pada Tabel 6. Tabel 6 menunjukkan bahwa sektor industri pengolahan merupakan sektor yang memberikan kontribusi paling besar setiap tahun terhadap PDRB Kabupaten Bekasi, jika dibandingkan dengan sektor-sektor lain di Kabupaten Bekasi. Hal ini dapat terlihat pada tahun 1999 sektor industri pengolahan memberikan kontribusi berdasarkan harga konstan 1993 yaitu sebesar Rp ,67 juta, yang semakin meningkat menjadi Rp ,00 juta pada tahun Hal ini dikarenakan

25 9 Kabupaten Bekasi merupakan kawasan industri yang banyak memiliki pabrikpabrik, yang mampu memberikan kontribusi terhadap PDRB yang besar pula. Tabel 6. PDRB Kabupaten Bekasi Atas Dasar Harga Konstan 1993 Menurut Lapangan Usaha Tahun (Juta Rupiah) No *) 2004**) , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , Total , , , , , ,44 Sumber : BPS Kabupaten Bekasi, *) Angka Perbaikan **) Angka Sementara Keterangan : 1. Pertanian 6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 2. Pertambangan dan Penggalian 7. Pengangkutan 3. Industri Pengolahan 8. Bank dan Lembaga Keuangan lain 4. Listrik, Gas dan Air Bersih 9. Jasa-jasa 5. Bangunan/Konstruksi 10. Lainnya (sektor informal) Sektor perdagangan, hotel dan restoran pada tahun 2004 memiliki urutan kedua setelah industri pengolahan kemudian diikuti sektor jasa-jasa, sektor pertanian, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor listrik, gas dan air minum, sektor bank dan lembaga keuangan, sektor bangunan / kontruksi, serta yang terakhir sektor pertambangan dan penggalian. Sektor pertambangan dan penggalian selalu memberikan kontribusi paling rendah terhadap PDRB Kabupaten Bekasi, karena di Kabupaten Bekasi hanya memiliki sedikit lahan tambang, sehingga sektor ini hanya mampu memberikan kontribusi yang sedikit pula yaitu hanya sebesar Rp ,63 juta Tahun 1999 dan meningkat menjadi Rp ,43 juta pada Tahun 2004 (Tabel 6).

26 10 Terjadinya krisis ekonomi memberikan pengaruh yang besar terhadap pertumbuhan sektor-sektor perekonomian di Kabupaten Bekasi, sehingga juga menimbulkan dampak terhadap kesempatan kerja di Kabupaten Bekasi, untuk itu perlu dilakukan penelitian mengenai Analisis Kesempatan Kerja pada Sektor- Sektor Perekonomian di Kabupaten Bekasi Sebelum dan Sesudah Krisis Ekonomi, untuk mengetahui sejauh mana laju pertumbuhan kesempatan kerja yang terjadi di Kabupaten Bekasi dengan perbandingan Provinsi Jawa Barat Perumusan Masalah Adapun permasalahan-permasalahan yang dapat diangkat dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana laju pertumbuhan kesempatan kerja pada sektor-sektor perekonomian di Kabupaten Bekasi jika dibandingkan dengan laju pertumbuhan kesempatan kerja pada sektor-sektor perekonomian di Provinsi Jawa Barat era sebelum dan sesudah terjadinya krisis ekonomi? 2. Bagaimana ketiga komponen pertumbuhan wilayah yaitu Pertumbuhan Regional (PR), Pertumbuhan Proporsional (PP), dan Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW) kesempatan kerja pada sektor-sektor perekonomian di Kabupaten Bekasi era sebelum dan sesudah krisis ekonomi?

27 Tujuan dan Manfaat Penelitian Berdasarkan latar belakang dan masalah yang telah dirumuskan, secara khusus penelitian ini bertujuan untuk: 1. Menganalisis laju pertumbuhan kesempatan kerja pada sektor-sektor perekonomian di Kabupaten Bekasi jika dibandingkan dengan laju pertumbuhan kesempatan kerja di Provinsi Jawa Barat era sebelum dan sesudah terjadinya krisis ekonomi. 2. Menganalisis ketiga komponen pertumbuhan wilayah yaitu Pertumbuhan regional (PR), Pertumbuhan Proporsional (PP), dan Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW) kesempatan kerja pada sektor-sektor perekonomian di Kabupaten Bekasi era sebelum dan sesudah krisis ekonomi.

28 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Tinjauan Teori Kesempatan Kerja Kesempatan kerja menurut Departemen Tenaga Kerja (1994) adalah jumlah lapangan kerja dalam satuan orang yang dapat disediakan oleh sektor ekonomi dalam kegiatan produksi. Dalam arti yang lebih luas, kesempatan kerja ini tidak saja menyangkut jumlahnya, tetapi juga kualitasnya. Sedangkan menurut Lipsey, et al. (1995) kesempatan kerja mengandung arti tenaga kerja dewasa yang bekerja penuh waktu. Kesempatan kerja tinggi terjadi ketika kondisi ekonomi berada pada GDP potensial. Menurut Rusli (1995), yang di dasarkan pada data sensus penduduk, jumlah penduduk yang bekerja mencerminkan jumlah kesempatan kerja yang ada. Ini berarti bahwa kesempatan kerja bukanlah lapangan pekerjaan yang masih terbuka, walaupun komponen yang terakhir ini akan menambah kesempatan kerja yang ada di waktu yang akan datang. Penggolongan lapangan pekerjaan yang biasa dipakai menurut Badan Pusat Statistik(BPS) dan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) terdiri dari : 1. Pertanian 2. Pertambangan dan Penggalian 3. Industri Pengolahan 4. Listrik, Gas dan Air Bersih 5. Bangunan / konstruksi

29 13 6. Perdagangan, Hotel, dan Restoran 7. Pengangkutan 8. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya 9. Jasa-jasa Secara umum penciptaan kesempatan kerja dipengaruhi oleh dua faktor pokok yaitu proses produksi dan pasar. Untuk adanya proses produksi diperlukan investasi. Dan dalam produksi, masukan yang berupa bahan, energi alam, dan energi manusia, dengan menggunakan teknologi dikombinasikan untuk menghasilkan barang dan jasa. Kemudian diperlukan pasar untuk mendistribusikan hasil produksi kepada yang menggunakannya serta agar produsennya memperoleh pendapatan. Selain itu, pasar diperlukan untuk menyediakan masukan bagi proses produksi (Fudjaja, 2002). Fudjaja (2002) juga menyatakan bahwa faktor produksi tenaga kerja berkualitas yang memiliki produktivitas tinggi sangat menentukan tingkat pendapatan. Pendapatan akan memberikan efek pengganda terhadap pembangunan dalam bentuk investasi dan pengeluaran, dan keduanya diperkirakan akan berdampak positif terhadap kesempatan kerja. Menurut Tobing (1993), ada beberapa masalah mendasar struktural yang secara langsung mempengaruhi peningkatan kesempatan kerja yaitu : 1. Menyangkut kebijaksanaan kependudukan. 2. Berkaitan dengan penyebaran penduduk antara Pulau Jawa dan di luar pulau Jawa. 3. Menyangkut kualitas tenaga kerja.

30 14 4. Berkaitan dengan adanya kesenjangan antara program pendidikan dengan arah pembangunan. 5. Kurang berkembangnya informasi pasar tenaga. 6. Menyangkut perkembangan di sektor formal dan informal. 7. Menyangkut perkembangan di sektor pertanian dan industri. Menurut Simanjuntak (1998) dasar perkiraan kesempatan kerja adalah rencana investasi dan atau target hasil yang direncanakan, atau secara umum merupakan rencana pembangunan. Tiap kegiatan mempunyai daya serap yang berbeda akan tenaga kerja, baik dalam kualitas maupun dalam kuantitas. Daya serap tersebut berbeda secara sektoral dan penggunaan teknologi. Sektor kegiatan yang dibangun dengan cara padat karya pada dasarnya dapat menciptakan kesempatan kerja yang relatif besar dan terlalu terikat kepada persyaratan keterampilan yang tinggi, sebaliknya sektor atau sub sektor yang dibangun dengan cara padat modal menimbulkan kesempatan kerja yang relatif sedikit akan tetapi dengan tenaga keterampilan yang cukup tinggi Krisis Ekonomi Menurut Andadari, et al. (1999), krisis ekonomi didefinisikan sebagai sesuatu yang abstrak yang dapat ditangkap oleh tanda-tanda/indikator moneter namun tidak semua pelaku ekonomi memahami hal tersebut. Sedangkan menurut Djiwandono (1998), krisis ekonomi terjadi karena timbulnya gejolak ekstern yang melalui dampak proses penularan yang sistemik melanda ekonomi nasional. Dengan struktur keuangan yang masih lemah, maka perkembangan tersebut

31 15 menimbulkan krisis yang meluas, dari ekonomi moneter ke seluruh aspek kehidupan masyarakat. Penularan ini terjadi karena lemahnya struktur ekonomi, tatanan sosial, hukum dan politik yang mempertajam masalah ini menjadi sistemik. Krisis ekonomi menurut Kriswantriono (2003), ditandai dengan adanya gejolak nilai tukar yang menyebabkan terjadinya keterpurukan ekonomi, ini disebabkan oleh dunia usaha yang cenderung melakukan investasi yang berlebihan (over investment) pada sektor-sektor ekonomi yang rentan terhadap perubahan nilai tukar dan suku bunga. Menurut Tarmidi (1998) krisis ekonomi bercirikan: (1). Nilai kurs rupiah yang semakin tertekan. (2). Investasi di dalam negeri yang merosot karena peningkatan suku bunga. (3). Terjadinya inflasi yang tidak terkendali. Menurut Andadari, et al. (1999), dampak krisis ekonomi didefinisikan sebagai perubahan beruntun dan meluas dalam tempo cepat sehingga membingungkan pelaku ekonomi dengan indikator determinan / kebijakan, perilaku (pengaturan bahan dan tenaga kerja, penerimaan penjualan) Teori Tenaga Kerja Tenaga kerja adalah bagian dari penduduk yang mampu bekerja untuk memproduksi barang dan jasa. Tenaga kerja mencakup penduduk yang sudah atau sedang bekerja, yang sedang mencari pekerjaan, dan yang melakukan kegiatan lain seperti bersekolah dan mengurus rumah tangga. Secara praktis pengertian

32 16 tenaga kerja dan bukan tenaga kerja dibedakan hanya oleh batas umur. Di Indonesia semula dipilih batas umur minimum 10 tahun tanpa batas umur maksimum. Dengan demikian tenaga kerja di Indonesia dimaksudkan sebagai penduduk yang berumur 10 tahun atau lebih. Pemilihan 10 tahun sebagai batas umur minimum adalah berdasarkan kenyataan bahwa dalam umur tersebut sudah banyak penduduk berumur muda yang sudah bekerja atau mencari pekerjaan. Dengan bertambahnya kegiatan pendidikan maka jumlah penduduk dalam usia sekolah yang melakukan kegiatan ekonomi akan berkurang. Bila wajib sekolah 9 tahun diterapkan, maka anak-anak sampai dengan umur 14 tahun akan berada di sekolah. Dengan kata lain jumlah penduduk yang bekerja dalam batas umur tersebut akan menjadi sangat kecil, sehingga batas umur minimum lebih tepat dinaikkan menjadi 15 tahun. Atas pertimbangan tersebut, Undang-undang N0. 25 tentang ketenagakerjaan telah menetapkan batas usia kerja menjadi 15 tahun. Dengan kata lain, sesuai dengan mulai berlakunya Undang-undang ini, mulai tanggal 1 Oktober 1998, tenaga kerja didefinisikan sebagai penduduk yang berusia 15 tahun keatas atau lebih (Simanjuntak, 1998) Fungsi Permintaan Akan Tenaga Kerja Permintaan adalah suatu hubungan antar harga dan kuantitas. Sehubungan dengan tenaga kerja, permintaan adalah hubungan antara tingkat upah yang dilihat dari perspektif seorang majikan adalah harga tenaga kerja, dan kuantitas tenaga kerja yang dikehendaki oleh majikan untuk dipekerjakan. Secara khusus permintaan akan tenaga kerja adalah jumlah maksimum tenaga kerja yang mana

33 17 pengusaha bersedia untuk mempekerjakannya pada setiap kemungkinan tingkat upah dalam jangka waktu tertentu (Bellante dan Jackson, 1990). Permintaan pengusaha atas tenaga kerja berbeda dengan permintaan konsumen terhadap barang dan jasa. Konsumen membeli barang karena barang itu akan memberikan kegunaan baginya. Akan tetapi bagi pengusaha, mempekerjakan seseorang karena seseorang itu membantu memproduksi barang dan jasa untuk dijual kepada konsumen. Pertambahan permintaan pengusaha terhadap tenaga kerja tergantung dari pertambahan permintaan masyarakat terhadap barang yang diproduksinya., artinya semakin tinggi permintaan masyarakat akan barang-barang yang dihasilkan oleh sektor ekonomi maka jumlah tenaga kerja yang diminta akan semakin meningkat dengan asumsi tingkat upah tetap. Permintaan akan tenaga kerja yang seperti itu disebut derived demand (permintaan turunan). Gambar 1 merupakan kurva permintaan tenaga kerja jangka pendek dan jangka panjang, sebagai reaksi terhadap naiknya tingkat upah dari W 1 ke W 2. Perusahaan dalam jangka pendek akan mengurangi penggunaan tenaga kerja dari N 1 ke N 1. Dalam jangka panjang sementara perusahaan menggantikan modal untuk tenaga kerja perusahaan selanjutnya mengurangi tenaga kerja sampai N 0. Perusahaan diasumsikan pada mulanya berada dalam keseimbangan jangka pendek dengan tingkat upah pasar W 1, dan tingkat penggunaan tenaga kerja N 1, yang ditunjukkan oleh kurva permintaan perusahaan dalam jangka pendek, VMPP 1. Asumsi lain bahwa perusahaan berada dalam keseimbangan jangka panjang yang didalamnya menghasilkan output dengan kombinasi tenaga kerja

34 18 dan modal paling rendah biayanya. Sekarang misalkan tingkat upah meningkat sampai W 2, maka dalam jangka pendek perusahaan akan menemukan bahwa biaya produksinya telah mengalami kenaikkan sehingga mengurangi penggunaan tenaga kerja sampai N 1, sepanjang skedul VMPP-nya. Dalam jangka panjang, perusahaan lebih lanjut akan melakukan penyesuaian yaitu modal akan menggantikan tenaga kerja, sehingga jumlah tenaga kerja selanjutnya dalam jangka panjang akan berkurang sampai titik N 0. Upah W 2 W 1 D 1r VMPP 1 0 N 0 N 1 N 1 Kesempatan Kerja Sumber : Bellante dan Jackson, Gambar 1. Kurva Permintaan Tenaga Kerja Jangka Pendek dan Jangka Panjang Keterangan : VMPP = Value Marginal Physical Product, nilai pertambahan hasil marginal dari karyawan. D n W N = Permintaan akan tenaga kerja = Upah tenaga kerja = Kesempatan kerja

35 19 Ada dua hal yang patut diperhatikan : pertama, oleh karena fleksibilitas yang ditambahkan yang dimiliki perusahaan itu dalam jangka panjang (D 1r ), maka permintaan tenaga kerja perusahaan itu dalam jangka panjang akan bersifat lebih responsif terhadap perubahan suatu tingkat upah, (dalam hal ini memperlihatkan perubahan yang lebih besar dalam jumlah permintaan tenaga kerja) dibandingkan permintaan tenaga kerja dalam jangka pendek (VMPP) seperti tertera dalam skedul. Kedua, suatu perusahaan yang berada pada keseimbangan jangka panjang haruslah juga berada pada keseimbangan jangka pendek. Oleh karena kurva permintaan jangka panjang menunjukkan jumlah tenaga kerja yang digunakan sehingga menempatkan perusahaan itu pada keseimbangan jangka panjang, maka merupakan suatu kebenaran yang tidak dapat disangkal bahwa setiap titik pada kurva permintaan jangka panjang harus mempunyai kurva permintaan jangka pendek (skedul VMPP) yang melewatinya. Hanya kurva permintaan jangka pendek, VMPP 1 yang diperlihatkan pada Gambar 1. Kurva itu adalah skedul VMPP yang dihubungkan dengan jumlah modal yang dimiliki oleh perusahaan dalam keseimbangan berjangka panjang semula. Begitu perusahaan melakukan perubahan terhadap jumlah modal yang digunakannya, maka skedul VMPP mengalami pergeseran pula (Bellante dan Jackson, 1990). Kurva permintaan tenaga kerja bagi pasar tenaga kerja dapat dilihat pada Gambar 2. Permintaan pasar akan tenaga kerja didapatkan dengan cara menambahkan pada setiap kemungkinan tingkat upah, jumlah tenaga kerja yang diminta oleh setiap industri di pasar.

36 20 Upah Upah Upah Upah S W S W S W S W D 1 D 2 D 3 D N N N N* Kesempatan Kerja Kesempatan Kerja Kesempatan Kerja Kesempatan Kerja Industri 1 Industri 2 Industri 3 Pasar Sumber : Bellante dan Jackson, Gambar 2. Terbentuknya Permintaan dan Penawaran Pasar Tenaga Kerja dengan Penentuan Tingkat Upah Pasar Gambar 2 menjelaskan bahwa kurva permintaan industri adalah D1, D2, dan D3. Tingkat upah pasar (W) ditentukan oleh interaksi permintaan pasar D1+D2+D3 dan penawaran pasar tenaga kerja (S). Dengan menggabungkan permintaan tanaga kerja pasar dan penawaran tenaga kerja pasar, hal itu memungkinkan terbentuknya keseimbangan tingkat upah. Keseimbangan tingkat upah adalah tingkat upah dimana jumlah tanaga kerja yang diminta sama dengan jumlah tenaga kerja yang ditawarkan. Bagi setiap industri jumlah tenaga kerja yang diminta pada tingkat upah (W) dapat ditentukan dari kurva permintaan industri secara individual. Oleh karena itu, semua perusahaan dalam ekonomi menghadapi suatu penawaran tenaga kerja yang elastis sempurna pada tingkat upah (W). Setiap perusahaan selalu memberikan reaksi terhadap tingkat upah yang ditentukan pasar dengan cara menggunakan jumlah tenaga kerja yang memaksimalkan keuntungan (Bellante dan Jackson, 1990).

37 Hasil Penelitian Terdahulu Sumiawati (1997) melakukan penelitian dengan judul Perubahan Kesempatan Kerja Pertanian dan Perkembangan Subsektor Tanaman Pangan (Studi Kasus Kabupaten Dati II Bekasi, Jawa Barat) menggunakan metode Input- Output (I-O) sebagai alat analisis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa selama dasawarsa pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bekasi mengalami perkembangan yang pesat serta diikuti oleh terjadinya perubahan struktur ekonomi, hal ini diketahui dari nilai rasio antara PDRB sektor pertanian dengan PDRB sektor industri pengolahan yang semakin kecil dari tahun ke tahun. Sumbangan sektor industri terhadap PDRB lebih besar, hal ini menandakan bahwa struktur perekonomian di Kabupaten Bekasi mulai lebih mengandalkan sektor industri. Perubahan struktur ekonomi juga ditandai oleh terjadinya perubahan kesempatan kerja pertanian maupun industri. Penurunan kesempatan kerja sektor pertanian menyebabkan terjadinya penurunan perkembangan sub sektor tanaman pangan di Kabupaten Bekasi dan dampak lainnya adalah terjadinya pertambahan tingkat upah pertanian. Sedangkan Restuningsih (2004) penelitiannya dengan judul Analisis Pertumbuhan Sektor-Sektor Perekonomian di Propinsi DKI Jakarta Pada Masa Krisis Ekonomi Tahun , menggunakan metode analisis Shift Share sebagai alat analisisnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada masa krisis ekonomi pengaruh pertumbuhan proporsional menyebabkan penurunan PDRB DKI Jakarta, namun demikian pengaruh daya saing antar sektor perekonomian di Propinsi DKI Jakarta telah meningkatkan PDRB DKI Jakarta. Krisis ekonomi

38 22 yang melanda DKI Jakarta tersebut menyebabkan sebagian besar sektor perekonomian di Propinsi DKI Jakarta tidak dapat bersaing dengan baik dengan sektor ekonomi pada wilayah lainnya. Berdasarkan kelompok sektor di DKI Jakarta, sektor pertanian, sektor industri pengolahan, sektor bangunan, sektor perdagangan, hotel dan restoran serta sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan merupakan kelompok sektor yang memiliki pertumbuhan yang lamban. Sedangkan sektor listrik, gas dan air bersih, sektor pengangkutan dan komunikasi, dan sektor jasa-jasa merupakan kelompok sektor dengan pertumbuhan yang cepat. Penelitian yang dilakukan dengan judul Analisis Kesempatan Kerja pada Sektor-Sektor Perekonomian di Kabupaten Bekasi Sebelum dan Sesudah Krisis Ekonomi, dengan menggunakan Shift Share sebagai alat analisis. Penelitian ini menganalisis laju pertumbuhan kesempatan kerja pada sektor-sektor perekonomian di Kabupaten Bekasi dengan perbandingan Provinsi Jawa Barat era sebelum dan sesudah krisis ekonomi, selain itu juga menganalisis ketiga komponen pertumbuhan wilayah (Pertumbuhan Regional, Pertumbuhan Proporsional dan Pertumbuhan Pangsa Wilayah) kesempatan kerja pada sektorsektor perekonomian di Kabupaten Bekasi era sebelum dan pasca krisis ekonomi Kerangka Pemikiran Teoritis Teknik Analisis Shift Share Analisis Shift Share pertama kali diperkenalkan oleh Perloff, et al pada tahun Pada awalnya, analisis Shift Share digunakan untuk mengidentifikasi

39 23 pertumbuhan sektor-sektor atau wilayah yang lamban di Indonesia. Manfaat lain dari analisis Shift Share dapat menduga dampak kebijakan wilayah ketenagakerjaan. Teknik analisis Shift Share merupakan suatu analisis mengenai perubahan berbagai indikator kegiatan ekonomi, seperti produksi dan kesempatan kerja pada dua titik di suatu wilayah. Analisis Shift Share memiliki tiga kegunaan: 1. Sektor perekonomian dalam menyerap tenaga kerja di suatu wilayah terhadap perkembangan penyerapan tenaga kerja wilayah yang lebih luas. 2. Sektor-sektor perekonomian dalam menyerap tenaga kerja jika dibandingkan secara relatif dengan sektor-sektor lainnya. 3. Suatu wilayah dibandingkan dengan wilayah lainnya, sehingga dapat membandingkan besarnya aktivitas suatu sektor pada wilayah tertentu dan pertumbuhan antar wilayah dalam menyerap tenaga kerja. Dengan demikian, dapat ditunjukkan adanya Shift (pergeseran) hasil pembangunan dalam menciptakan kesempatan kerja di daerah. Selain itu, analisis Shift Share juga dapat digunakan untuk membandingkan laju pertumbuhan kesempatan kerja sektor-sektor perekonomian di suatu wilayah dengan laju pertumbuhan kesempatan kerja nasional serta sektorsektornya dan mengamati penyimpangan-penyimpangan dari perbandingan tersebut. Bila penyimpangannya bernilai positif, maka dapat dikatakan bahwa sektor ekonomi dalam wilayah tersebut memiliki keunggulan kompetitif dalam menciptakan kesempatan kerja.

ANALISIS PERTUMBUHAN KESEMPATAN KERJA PASCA KEBIJAKAN UPAH MINIMUM DI KABUPATEN BOGOR OLEH ERNI YULIARTI H

ANALISIS PERTUMBUHAN KESEMPATAN KERJA PASCA KEBIJAKAN UPAH MINIMUM DI KABUPATEN BOGOR OLEH ERNI YULIARTI H ANALISIS PERTUMBUHAN KESEMPATAN KERJA PASCA KEBIJAKAN UPAH MINIMUM DI KABUPATEN BOGOR OLEH ERNI YULIARTI H14102092 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN

Lebih terperinci

ANALISIS PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR EKONOMI KOTA TANGERANG PADA MASA OTONOMI DAERAH ( ) OLEH NITTA WAHYUNI H

ANALISIS PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR EKONOMI KOTA TANGERANG PADA MASA OTONOMI DAERAH ( ) OLEH NITTA WAHYUNI H ANALISIS PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR EKONOMI KOTA TANGERANG PADA MASA OTONOMI DAERAH (2001-2005) OLEH NITTA WAHYUNI H14102083 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

ANALISIS PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN DI PROVINSI JAWA BARAT SEBELUM, PADA MASA, DAN SETELAH KRISIS EKONOMI OLEH ANA PERTIWI H

ANALISIS PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN DI PROVINSI JAWA BARAT SEBELUM, PADA MASA, DAN SETELAH KRISIS EKONOMI OLEH ANA PERTIWI H ANALISIS PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN DI PROVINSI JAWA BARAT SEBELUM, PADA MASA, DAN SETELAH KRISIS EKONOMI OLEH ANA PERTIWI H14103069 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

ANALISIS PERTUMBUHAN DAN DAYA SAING SEKTOR- SEKTOR PEREKONOMIAN KABUPATEN TASIKMALAYA PADA ERA OTONOMI DAERAH TAHUN

ANALISIS PERTUMBUHAN DAN DAYA SAING SEKTOR- SEKTOR PEREKONOMIAN KABUPATEN TASIKMALAYA PADA ERA OTONOMI DAERAH TAHUN ANALISIS PERTUMBUHAN DAN DAYA SAING SEKTOR- SEKTOR PEREKONOMIAN KABUPATEN TASIKMALAYA PADA ERA OTONOMI DAERAH TAHUN 2001-2005 Oleh TUTI RATNA DEWI H14103066 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Menurut Undang-undang No. 13 Tahun 2003 Pasal 1, tenaga kerja adalah

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Menurut Undang-undang No. 13 Tahun 2003 Pasal 1, tenaga kerja adalah 7 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Pengertian Tenaga Kerja Menurut Undang-undang No. 13 Tahun 2003 Pasal 1, tenaga kerja adalah tiap orang yang mampu melaksanakan pekerjaan baik di dalam

Lebih terperinci

ANALISIS PERTUMBUHAN KESEMPATAN KERJA PRA DAN PASCA OTONOMI DAERAH DI PROPINSI DKI JAKARTA ( ) OLEH ESTI FITRI LESTARI H

ANALISIS PERTUMBUHAN KESEMPATAN KERJA PRA DAN PASCA OTONOMI DAERAH DI PROPINSI DKI JAKARTA ( ) OLEH ESTI FITRI LESTARI H ANALISIS PERTUMBUHAN KESEMPATAN KERJA PRA DAN PASCA OTONOMI DAERAH DI PROPINSI DKI JAKARTA (1996-2004) OLEH ESTI FITRI LESTARI H14102060 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

ANALISIS PERTUMBUHAN KESEMPATAN KERJA SEBELUM DAN SETELAH OTONOMI DAERAH DI KABUPATEN JEMBRANA PROVINSI BALI OLEH EVI NOVIANTI H

ANALISIS PERTUMBUHAN KESEMPATAN KERJA SEBELUM DAN SETELAH OTONOMI DAERAH DI KABUPATEN JEMBRANA PROVINSI BALI OLEH EVI NOVIANTI H ANALISIS PERTUMBUHAN KESEMPATAN KERJA SEBELUM DAN SETELAH OTONOMI DAERAH DI KABUPATEN JEMBRANA PROVINSI BALI OLEH EVI NOVIANTI H14103109 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT)

DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT) DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT) OLEH SRI MULYANI H14103087 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR EKONOMI TERHADAP DISTRIBUSI PENDAPATAN DI KABUPATEN BOGOR. Oleh DIYAH RATNA SARI H

ANALISIS PENGARUH PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR EKONOMI TERHADAP DISTRIBUSI PENDAPATAN DI KABUPATEN BOGOR. Oleh DIYAH RATNA SARI H ANALISIS PENGARUH PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR EKONOMI TERHADAP DISTRIBUSI PENDAPATAN DI KABUPATEN BOGOR Oleh DIYAH RATNA SARI H14102075 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

V. ANALISIS SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN DALAM PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN KARIMUN

V. ANALISIS SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN DALAM PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN KARIMUN V. ANALISIS SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN DALAM PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN KARIMUN Pembangunan perekonomian suatu wilayah tentunya tidak terlepas dari kontribusi dan peran setiap sektor yang menyusun perekonomian

Lebih terperinci

ANALISIS TRANSFORMASI EKONOMI PROVINSI DKI JAKARTA PERIODE OLEH MUHAMAD ROYAN H

ANALISIS TRANSFORMASI EKONOMI PROVINSI DKI JAKARTA PERIODE OLEH MUHAMAD ROYAN H ANALISIS TRANSFORMASI EKONOMI PROVINSI DKI JAKARTA PERIODE 1993-2004 OLEH MUHAMAD ROYAN H14102112 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN MUHAMAD

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. 2010, serta data-data lain yang mendukung. Data ini diperoleh dari BPS Pusat,

III. METODE PENELITIAN. 2010, serta data-data lain yang mendukung. Data ini diperoleh dari BPS Pusat, 29 III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu data Produk Domestik Bruto (PDRB) Kabupaten Cirebon dan Provinsi Jawa Barat

Lebih terperinci

ANALISIS PERTUMBUHAN DAN DAYA SAING SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN DI KOTA BEKASI PADA MASA OTONOMI DAERAH OLEH PRITTA AMALIA H

ANALISIS PERTUMBUHAN DAN DAYA SAING SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN DI KOTA BEKASI PADA MASA OTONOMI DAERAH OLEH PRITTA AMALIA H ANALISIS PERTUMBUHAN DAN DAYA SAING SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN DI KOTA BEKASI PADA MASA OTONOMI DAERAH OLEH PRITTA AMALIA H14103119 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI DAN PERAN SEKTOR UNGGULAN TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA DI PROVINSI DKI JAKARTA OLEH GITA IRINA ARIEF H

IDENTIFIKASI DAN PERAN SEKTOR UNGGULAN TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA DI PROVINSI DKI JAKARTA OLEH GITA IRINA ARIEF H IDENTIFIKASI DAN PERAN SEKTOR UNGGULAN TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA DI PROVINSI DKI JAKARTA OLEH GITA IRINA ARIEF H14050032 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

ANALISIS STRUKTUR EKONOMI DAN IDENTIFIKASI SEKTOR UNGGULAN DI KABUPATEN SUBANG OLEH NURLATIFA USYA H

ANALISIS STRUKTUR EKONOMI DAN IDENTIFIKASI SEKTOR UNGGULAN DI KABUPATEN SUBANG OLEH NURLATIFA USYA H ANALISIS STRUKTUR EKONOMI DAN IDENTIFIKASI SEKTOR UNGGULAN DI KABUPATEN SUBANG OLEH NURLATIFA USYA H14102066 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN TAPANULI UTARA DARI SISI PDRB SEKTORAL TAHUN 2013

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN TAPANULI UTARA DARI SISI PDRB SEKTORAL TAHUN 2013 BPS KABUPATEN TAPANULI UTARA No. 08/07/1205/Th. VI, 06 Oktober 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN TAPANULI UTARA DARI SISI PDRB SEKTORAL TAHUN 2013 Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Tapanuli Utara yang diukur

Lebih terperinci

ANALISIS PERKEMBANGAN PASAR TENAGA KERJA INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA (STUDI KASUS DKI JAKARTA)

ANALISIS PERKEMBANGAN PASAR TENAGA KERJA INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA (STUDI KASUS DKI JAKARTA) ANALISIS PERKEMBANGAN PASAR TENAGA KERJA INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA (STUDI KASUS DKI JAKARTA) DITA FIDIANI H14104050 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS

Lebih terperinci

RINGKASAN ISVENTINA. DJONI HARTONO

RINGKASAN ISVENTINA. DJONI HARTONO RINGKASAN ISVENTINA. H14102124. Analisis Dampak Peningkatan Ekspor Karet Alam Terhadap Perekonomian Indonesia: Suatu Pendekatan Analisis Input-Output. Di bawah bimbingan DJONI HARTONO. Indonesia merupakan

Lebih terperinci

Tabel PDRB Atas Dasar Harga Berlaku dan Atas Dasar Harga Konstan 2000 di Kecamatan Ngadirejo Tahun (Juta Rupiah)

Tabel PDRB Atas Dasar Harga Berlaku dan Atas Dasar Harga Konstan 2000 di Kecamatan Ngadirejo Tahun (Juta Rupiah) 3.14. KECAMATAN NGADIREJO 3.14.1. PDRB Kecamatan Ngadirejo Besarnya Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kecamatan Ngadirejo selama lima tahun terakhir dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 3.14.1

Lebih terperinci

ANALISIS PENINGKATAN INVESTASI PEMERINTAH DI SEKTOR KONSTRUKSI TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA: ANALISIS INPUT-OUTPUT SISI PERMINTAAN

ANALISIS PENINGKATAN INVESTASI PEMERINTAH DI SEKTOR KONSTRUKSI TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA: ANALISIS INPUT-OUTPUT SISI PERMINTAAN ANALISIS PENINGKATAN INVESTASI PEMERINTAH DI SEKTOR KONSTRUKSI TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA: ANALISIS INPUT-OUTPUT SISI PERMINTAAN OLEH HASNI H14102023 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih dikenal dengan istilah otonomi daerah sebagai salah satu wujud perubahan fundamental terhadap

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN DAN KOTA DI PROPINSI JAWA BARAT PERIODE SEBELUM DAN SESUDAH PEMEKARAN WILAYAH OLEH ANGGI MAHARDINI H

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN DAN KOTA DI PROPINSI JAWA BARAT PERIODE SEBELUM DAN SESUDAH PEMEKARAN WILAYAH OLEH ANGGI MAHARDINI H PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN DAN KOTA DI PROPINSI JAWA BARAT PERIODE SEBELUM DAN SESUDAH PEMEKARAN WILAYAH OLEH ANGGI MAHARDINI H14102048 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKUTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI WILAYAH KABUPATEN KARAWANG PERIODE Penerapan Analisis Shift-Share. Oleh MAHILA H

PERTUMBUHAN EKONOMI WILAYAH KABUPATEN KARAWANG PERIODE Penerapan Analisis Shift-Share. Oleh MAHILA H PERTUMBUHAN EKONOMI WILAYAH KABUPATEN KARAWANG PERIODE 1993-2005 Penerapan Analisis Shift-Share Oleh MAHILA H14101003 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam proses pembangunan, khususnya di negara-negara berkembang. Hal ini

I. PENDAHULUAN. dalam proses pembangunan, khususnya di negara-negara berkembang. Hal ini I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ketenagakerjaan merupakan salah satu aspek yang sangat menonjol dalam proses pembangunan, khususnya di negara-negara berkembang. Hal ini disebabkan masalah ketenagakerjaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan masyarakatnya mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada dan. swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang

BAB I PENDAHULUAN. dan masyarakatnya mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada dan. swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang Analisis struktur perekonomian kota Depok sebelum dan sesudah otonomi daerah UNIVERSITAS SEBELAS MARET Oleh: HARRY KISWANTO NIM F0104064 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan daerah merupakan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. tujuan penelitian. Wilayah yang akan dibandingkan dalam penelitian ini

III. METODOLOGI PENELITIAN. tujuan penelitian. Wilayah yang akan dibandingkan dalam penelitian ini III. METODOLOGI PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional dalam penelitian ini mencakup semua pengertian yang digunakan dalam memperoleh dan menganalisis

Lebih terperinci

PEREKONOMIAN DAERAH KOTA BATAM

PEREKONOMIAN DAERAH KOTA BATAM PEREKONOMIAN DAERAH KOTA BATAM Konsentrasi pembangunan perekonomian Kota Batam diarahkan pada bidang industri, perdagangan, alih kapal dan pariwisata. Akibat krisis ekonomi dunia pada awal tahun 1997 pertumbuhan

Lebih terperinci

ANALISIS PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN PASCA OTONOMI DAERAH (STUDI KASUS : KOTA DEPOK)

ANALISIS PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN PASCA OTONOMI DAERAH (STUDI KASUS : KOTA DEPOK) ANALISIS PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN PASCA OTONOMI DAERAH (STUDI KASUS : KOTA DEPOK) Oleh ANNISA ANJANI H14103124 Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI SEKTOR BASIS DAN KETIMPANGAN ANTAR WILAYAH DI PROVINSI PAPUA OLEH BAMBANG WAHYU PONCO AJI H

IDENTIFIKASI SEKTOR BASIS DAN KETIMPANGAN ANTAR WILAYAH DI PROVINSI PAPUA OLEH BAMBANG WAHYU PONCO AJI H IDENTIFIKASI SEKTOR BASIS DAN KETIMPANGAN ANTAR WILAYAH DI PROVINSI PAPUA OLEH BAMBANG WAHYU PONCO AJI H14084025 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan perkapita penduduk yang diikuti oleh perubahan fundamental dalam struktur ekonomi suatu negara. Pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mengimbangi pertambahan angkatan kerja yang masuk ke pasar kerja. memungkinkan berlangsungnya pertumbuhan ekonomi secara terus-menerus

I. PENDAHULUAN. mengimbangi pertambahan angkatan kerja yang masuk ke pasar kerja. memungkinkan berlangsungnya pertumbuhan ekonomi secara terus-menerus 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bidang ketenagakerjaan merupakan salah satu hal yang sangat esensial dalam usaha memajukan perekonomian bangsa. Usaha yang dimaksud dalam bidang ini adalah penyediaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki peran penting bagi perekonomian nasional. Berdasarkan sisi perekonomian secara makro, Jawa Barat memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan teknologi dan serta iklim perekonomian dunia.

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan teknologi dan serta iklim perekonomian dunia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hakekatnya pertumbuhan ekonomi mempunyai tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pertumbuhan ekonomi suatu daerah merupakan salah satu usaha daerah untuk

Lebih terperinci

INDIKATOR EKONOMI PROVINSI JAMBI TAHUN

INDIKATOR EKONOMI PROVINSI JAMBI TAHUN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Salah satu sasaran rencana pembangunan nasional adalah pembangunan disegala bidang dan mencakup seluruh sektor ekonomi. Pertumbuhan ekonomi yang diikuti dengan peningkatan

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI SEKTOR PARIWISATA UNTUK MENINGKATKAN KESEMPATAN KERJA DAN PENDAPATAN MASYARAKAT PROVINSI BALI. Oleh ARISA SANTRI H

ANALISIS POTENSI SEKTOR PARIWISATA UNTUK MENINGKATKAN KESEMPATAN KERJA DAN PENDAPATAN MASYARAKAT PROVINSI BALI. Oleh ARISA SANTRI H ANALISIS POTENSI SEKTOR PARIWISATA UNTUK MENINGKATKAN KESEMPATAN KERJA DAN PENDAPATAN MASYARAKAT PROVINSI BALI Oleh ARISA SANTRI H14050903 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor Alat analisis Input-Output (I-O) merupakan salah satu instrumen yang secara komprehensif dapat digunakan untuk

Lebih terperinci

ANALISIS IDENTIFIKASI SEKTOR UNGGULAN DAN STRUKTUR EKONOMI PULAU SUMATERA OLEH DEWI SAVITRI H

ANALISIS IDENTIFIKASI SEKTOR UNGGULAN DAN STRUKTUR EKONOMI PULAU SUMATERA OLEH DEWI SAVITRI H ANALISIS IDENTIFIKASI SEKTOR UNGGULAN DAN STRUKTUR EKONOMI PULAU SUMATERA OLEH DEWI SAVITRI H14084017 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN DEWI

Lebih terperinci

ANALISIS PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGGARA SEBELUM DAN SESUDAH PENERAPAN OTONOMI DAERAH

ANALISIS PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGGARA SEBELUM DAN SESUDAH PENERAPAN OTONOMI DAERAH ANALISIS PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGGARA SEBELUM DAN SESUDAH PENERAPAN OTONOMI DAERAH OLEH : RICKY ADITYA WARDHANA H14103019 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Uraian dalam Bab ini menjelaskan hasil pengolahan data dan pembahasan terhadap 4 (empat) hal penting yang menjadi fokus dari penelitian ini, yaitu: (1) peranan sektor kehutanan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah 35 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Provinsi Lampung Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah Provinsi Lampung adalah 3,46 juta km 2 (1,81 persen dari

Lebih terperinci

ANALISIS KESEMPATAN KERJA DAN MIGRASI PENDUDUK DI PROVINSI JAWA TENGAH PADA PRA DAN ERA OTONOMI DAERAH OLEH LINA SULISTIAWATI H

ANALISIS KESEMPATAN KERJA DAN MIGRASI PENDUDUK DI PROVINSI JAWA TENGAH PADA PRA DAN ERA OTONOMI DAERAH OLEH LINA SULISTIAWATI H ANALISIS KESEMPATAN KERJA DAN MIGRASI PENDUDUK DI PROVINSI JAWA TENGAH PADA PRA DAN ERA OTONOMI DAERAH OLEH LINA SULISTIAWATI H14053044 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan ekonomi suatu negara akan mengalami kemajuan jika diiringi dengan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan ekonomi suatu negara akan mengalami kemajuan jika diiringi dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi suatu negara akan mengalami kemajuan jika diiringi dengan pertumbuhan ekonomi di daerah-daerahnya. Hal tersebut dapat dilihat dari sistem distribusi

Lebih terperinci

ANALISIS KETERKAITAN KREDIT DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT DHONA YULIANTI

ANALISIS KETERKAITAN KREDIT DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT DHONA YULIANTI ANALISIS KETERKAITAN KREDIT DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT DHONA YULIANTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

ANALISIS INPUT-OUTPUT PERANAN INDUSTRI MINYAK GORENG DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA OLEH: NURLAELA WIJAYANTI H

ANALISIS INPUT-OUTPUT PERANAN INDUSTRI MINYAK GORENG DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA OLEH: NURLAELA WIJAYANTI H ANALISIS INPUT-OUTPUT PERANAN INDUSTRI MINYAK GORENG DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA OLEH: NURLAELA WIJAYANTI H14101038 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN DELI SERDANG TAHUN 2012

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN DELI SERDANG TAHUN 2012 BPS KABUPATEN DELI SERDANG No. 01/07/1212/Th. XIV, 8 Juli 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN DELI SERDANG TAHUN 2012 Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Deli Serdang tahun 2012 yang diukur berdasarkan kenaikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. itu pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan pendapatan perkapita serta. yang kuat bagi bangsa Indonesia untuk maju dan berkembang atas

I. PENDAHULUAN. itu pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan pendapatan perkapita serta. yang kuat bagi bangsa Indonesia untuk maju dan berkembang atas 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi adalah meningkatnya produksi total suatu daerah. Selain itu pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan pendapatan perkapita serta meningkatnya kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS PENENTUAN SEKTOR EKONOMI UNGGULAN KABUPATEN KUNINGAN

BAB 4 ANALISIS PENENTUAN SEKTOR EKONOMI UNGGULAN KABUPATEN KUNINGAN 164 BAB 4 ANALISIS PENENTUAN SEKTOR EKONOMI UNGGULAN KABUPATEN KUNINGAN Adanya keterbatasan dalam pembangunan baik keterbatasan sumber daya maupun dana merupakan alasan pentingnya dalam penentuan sektor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam melakukan analisis tentang pembangunan ekonomi yang terjadi pada suatu negara ataupun daerah. Pertumbuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional dalam rangka

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional dalam rangka I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional dalam rangka pencapaian tujuan dan sasaran pembangunan yang disesuaikan dengan potensi dan permasalahan pembangunan

Lebih terperinci

BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN

BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN No. 11/02/73/Th. VIII, 5 Februari 2014 EKONOMI SULAWESI SELATAN TRIWULAN IV 2013 BERKONTRAKSI SEBESAR 3,99 PERSEN Kinerja perekonomian Sulawesi Selatan pada triwulan IV tahun

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 Nomor Katalog : 9302001.9416 Ukuran Buku : 14,80 cm x 21,00 cm Jumlah Halaman

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYERAPAN TENAGA KERJA SEKTOR INDUSTRI DI KOTA BOGOR. Oleh : EVA DWI PRIHARTANTI H

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYERAPAN TENAGA KERJA SEKTOR INDUSTRI DI KOTA BOGOR. Oleh : EVA DWI PRIHARTANTI H ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYERAPAN TENAGA KERJA SEKTOR INDUSTRI DI KOTA BOGOR Oleh : EVA DWI PRIHARTANTI H14103031 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

ANALISIS PERANAN DAN DAMPAK INVESTASI INFRASTRUKTUR TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA: ANALISIS INPUT-OUTPUT OLEH CHANDRA DARMA PERMANA H

ANALISIS PERANAN DAN DAMPAK INVESTASI INFRASTRUKTUR TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA: ANALISIS INPUT-OUTPUT OLEH CHANDRA DARMA PERMANA H ANALISIS PERANAN DAN DAMPAK INVESTASI INFRASTRUKTUR TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA: ANALISIS INPUT-OUTPUT OLEH CHANDRA DARMA PERMANA H14050184 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

Lampiran 1. PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ATAS DASAR HARGA KONSTAN 2000 (Jutaan Rupiah)

Lampiran 1. PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ATAS DASAR HARGA KONSTAN 2000 (Jutaan Rupiah) 118 Lampiran 1. PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ATAS DASAR HARGA KONSTAN 2000 (Jutaan Rupiah) a. Propinsi Lampung Sektor Provinsi Lampung (Vi) 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Pertanian 10871433 11318866

Lebih terperinci

DAMPAK OTONOMI DAERAH TERHADAP PEMEKARAN PROVINSI BANTEN OLEH CITRA MULIANTY NAZARA H

DAMPAK OTONOMI DAERAH TERHADAP PEMEKARAN PROVINSI BANTEN OLEH CITRA MULIANTY NAZARA H DAMPAK OTONOMI DAERAH TERHADAP PEMEKARAN PROVINSI BANTEN OLEH CITRA MULIANTY NAZARA H14102010 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN CITRA MULIANTY

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 -

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 - IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI 4.1 Kondisi Geografis Kota Dumai merupakan salah satu dari 12 kabupaten/kota di Provinsi Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37-101 o 8'13

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia ( Sadono Sukirno, 1996:33). Pembangunan ekonomi daerah

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia ( Sadono Sukirno, 1996:33). Pembangunan ekonomi daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi adalah suatu usaha untuk meningkatkan pendapatan perkapita dengan cara mengolah kekuatan ekonomi potensial menjadi ekonomi riil melalui

Lebih terperinci

Katalog BPS :

Katalog BPS : Katalog BPS : 9902008.3373 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KOTA SALATIGA TAHUN 2011 KATA PENGANTAR Puji syukur ke hadirat Allah SWT, atas terbitnya publikasi Produk Domestik Regional Bruto Kota Salatiga

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI PADANG LAWAS TAHUN 2012

PERTUMBUHAN EKONOMI PADANG LAWAS TAHUN 2012 BPS KABUPATEN PADANG LAWAS PERTUMBUHAN EKONOMI PADANG LAWAS TAHUN 2012 No. 01/07/1221/Th. V, 8 Juli 2013 Pertumbuhan ekonomi Padang Lawas tahun 2012 yang diukur berdasarkan kenaikan laju pertumbuhan Produk

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. ini adalah wilayah penelitian Kota Bandar Lampung dengan wilayah. arah tersedianya pemenuhan kebutuhan masyarakat.

III. METODOLOGI PENELITIAN. ini adalah wilayah penelitian Kota Bandar Lampung dengan wilayah. arah tersedianya pemenuhan kebutuhan masyarakat. 43 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Konsep dasar dan Defenisi Operasional Konsep dasar dan defenisi operasional dalam penelitian ini mencakup semua pengertian yang digunakan dalam memperoleh dan menganalisa

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI PAPUA BARAT TAHUN 2013

PERTUMBUHAN EKONOMI PAPUA BARAT TAHUN 2013 No. 09/02/91/Th. VIII, 05 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI PAPUA BARAT TAHUN 2013 Ekonomi Papua Barat tahun 2013 yang diukur dari kenaikan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) meningkat sebesar 9,30

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makro adalah pandangan bahwa sistem pasar bebas tidak dapat mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. makro adalah pandangan bahwa sistem pasar bebas tidak dapat mewujudkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan perekonomian setiap negara tidak selalu stabil, tetapi berubahubah akibat berbagai masalah ekonomi yang timbul. Salah satu aspek penting dari kegiatan

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA DAN PENYERAPAN TENAGA KERJA INDUSTRI KECIL MOCHI DI KOTA SUKABUMI OLEH CENITA MELIANI H

ANALISIS KINERJA DAN PENYERAPAN TENAGA KERJA INDUSTRI KECIL MOCHI DI KOTA SUKABUMI OLEH CENITA MELIANI H ANALISIS KINERJA DAN PENYERAPAN TENAGA KERJA INDUSTRI KECIL MOCHI DI KOTA SUKABUMI OLEH CENITA MELIANI H14103045 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 DEPARTEMEN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. keberlanjutan pembangunan dari masyarakat agraris menjadi masayarakat industri.

I. PENDAHULUAN. keberlanjutan pembangunan dari masyarakat agraris menjadi masayarakat industri. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada hakekatnya pembangunan ekonomi mempunyai empat dimensi pokok yaitu pertumbuhan, penanggulangan kemiskinan, perubahan atau transformasi ekonomi dan keberlanjutan pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Bogor merupakan sebuah kota yang berada di Provinsi Jawa Barat. Kedudukan Kota Bogor yang terletak di antara wilayah Kabupaten Bogor dan dekat dengan Ibukota Negara

Lebih terperinci

ANALISIS PERMINTAAN DAN PENAWARAN INDUSTRI KECAP DI INDONESIA OLEH RINA MARYANI H

ANALISIS PERMINTAAN DAN PENAWARAN INDUSTRI KECAP DI INDONESIA OLEH RINA MARYANI H ANALISIS PERMINTAAN DAN PENAWARAN INDUSTRI KECAP DI INDONESIA OLEH RINA MARYANI H14103070 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 RINGKASAN RINA MARYANI. Analisis

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA No. 52/ V / 15 Nopember 2002 PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA INDONESIA TRIWULAN III TAHUN 2002 TUMBUH 2,39 PERSEN Indonesia pada triwulan III tahun 2002 meningkat sebesar 2,39 persen terhadap triwulan II

Lebih terperinci

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB. SUBANG TAHUN 2012

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB. SUBANG TAHUN 2012 BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB. SUBANG TAHUN 2012 4.1.Gambaran Umum Geliat pembangunan di Kabupaten Subang terus berkembang di semua sektor. Kemudahan investor dalam menanamkan modalnya di Kabupaten

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN UMUM PROPINSI JAWA BARAT. Lintang Selatan dan 104 o 48 '- 108 o 48 ' Bujur Timur, dengan luas wilayah

BAB V GAMBARAN UMUM PROPINSI JAWA BARAT. Lintang Selatan dan 104 o 48 '- 108 o 48 ' Bujur Timur, dengan luas wilayah 5.1. Kondisi Geografis BAB V GAMBARAN UMUM PROPINSI JAWA BARAT Propinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 o 50 ' - 7 o 50 ' Lintang Selatan dan 104 o 48 '- 108 o 48 ' Bujur Timur, dengan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur Provinsi Kalimantan Timur terletak pada 113 0 44-119 0 00 BT dan 4 0 24 LU-2 0 25 LS. Kalimantan Timur merupakan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI PAKPAK BHARAT TAHUN 2013

PERTUMBUHAN EKONOMI PAKPAK BHARAT TAHUN 2013 BPS KABUPATEN PAKPAK BHARAT No. 22/09/1216/Th. IX, 22 September 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI PAKPAK BHARAT TAHUN 2013 Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Pakpak Bharat pada tahun 2013 yaitu sebesar 5,86 persen dimana

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN IV TAHUN 2012

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN IV TAHUN 2012 PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN IV TAHUN 2012 Secara total, perekonomian DKI Jakarta pada triwulan IV/2012 yang diukur berdasarkan PDRB atas dasar harga konstan 2000 menunjukkan pertumbuhan sebesar

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang lebih ditekankan pada pembangunan

I.PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang lebih ditekankan pada pembangunan I.PENDAHULUAN A.Latar Belakang Pembangunan di negara-negara berkembang lebih ditekankan pada pembangunan ekonomi, hal ini disebabkan karena terjadinya keterbelakangan ekonomi. Pembangunan di bidang ekonomi

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi Kalimantan Timur dan berbatasan langsung dengan Negara Bagian Sarawak, Malaysia. Kabupaten Malinau

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

ANALISIS DAMPAK SEKTOR PADI, MELINJO, DAN PERTANIAN LAINNYA TERHADAP PEREKONOMIAN KABUPATEN PANDEGLANG: ANALISIS INPUT OUPUT

ANALISIS DAMPAK SEKTOR PADI, MELINJO, DAN PERTANIAN LAINNYA TERHADAP PEREKONOMIAN KABUPATEN PANDEGLANG: ANALISIS INPUT OUPUT ANALISIS DAMPAK SEKTOR PADI, MELINJO, DAN PERTANIAN LAINNYA TERHADAP PEREKONOMIAN KABUPATEN PANDEGLANG: ANALISIS INPUT OUPUT Oleh : DWI ASMORO RAMANTO H14104129 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI

Lebih terperinci

ANALISIS PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN 30 PROPINSI DI INDONESIA TAHUN 1998 DAN 2003 OLEH SETIO RINI H

ANALISIS PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN 30 PROPINSI DI INDONESIA TAHUN 1998 DAN 2003 OLEH SETIO RINI H ANALISIS PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN 30 PROPINSI DI INDONESIA TAHUN 1998 DAN 2003 OLEH SETIO RINI H14102030 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi suatu bangsa. Industrialisasi dapat diartikan sebagai suatu proses

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi suatu bangsa. Industrialisasi dapat diartikan sebagai suatu proses BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam proses pembangunan ekonomi, industrialisasi merupakan salah satu tahap perkembangan yang dianggap penting untuk dapat mempercepat kemajuan ekonomi suatu bangsa.

Lebih terperinci

PERAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN PROVINSI BANGKA BELITUNG (ANALISIS INPUT OUTPUT) Oleh: SIERA ANINDITHA CASANDRI PUTRI H

PERAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN PROVINSI BANGKA BELITUNG (ANALISIS INPUT OUTPUT) Oleh: SIERA ANINDITHA CASANDRI PUTRI H PERAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN PROVINSI BANGKA BELITUNG (ANALISIS INPUT OUTPUT) Oleh: SIERA ANINDITHA CASANDRI PUTRI H14104109 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

ANALISIS PERTUMBUHAN INVESTASI SEKTOR INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA : ANALISIS INPUT-OUTPUT

ANALISIS PERTUMBUHAN INVESTASI SEKTOR INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA : ANALISIS INPUT-OUTPUT ANALISIS PERTUMBUHAN INVESTASI SEKTOR INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA : ANALISIS INPUT-OUTPUT OLEH MIMI MARYADI H14103117 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator ekonomi antara lain dengan mengetahui pendapatan nasional, pendapatan per kapita, tingkat

Lebih terperinci

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 /

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 / BAB IV TINJAUAN EKONOMI 2.1 STRUKTUR EKONOMI Produk domestik regional bruto atas dasar berlaku mencerminkan kemampuan sumber daya ekonomi yang dihasilkan oleh suatu daerah. Pada tahun 2013, kabupaten Lamandau

Lebih terperinci

RINGKASAN. RAHMAWATI. Analisis Peramalan Ekspor Batubara dan Dampaknya Terhadap Perekonomian Indonesia. Dibimbing oleh DJONI HARTONO.

RINGKASAN. RAHMAWATI. Analisis Peramalan Ekspor Batubara dan Dampaknya Terhadap Perekonomian Indonesia. Dibimbing oleh DJONI HARTONO. RINGKASAN RAHMAWATI. Analisis Peramalan Ekspor Batubara dan Dampaknya Terhadap Perekonomian Indonesia. Dibimbing oleh DJONI HARTONO. Negara Indonesia mempunyai kandungan sumberdaya alam berlimpah salah

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan indikator ekonomi makro yang dapat digunakan untuk melihat tingkat keberhasilan pembangunan ekonomi suatu daerah. Laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Majalengka

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INVESTASI SEKTOR PERDAGANGAN DAN SEKTOR INDUSTRI MANUFAKTUR DI JAWA TIMUR SKRIPSI

ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INVESTASI SEKTOR PERDAGANGAN DAN SEKTOR INDUSTRI MANUFAKTUR DI JAWA TIMUR SKRIPSI ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INVESTASI SEKTOR PERDAGANGAN DAN SEKTOR INDUSTRI MANUFAKTUR DI JAWA TIMUR SKRIPSI Diajukan Untuk memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan

Lebih terperinci

ANALISIS PERAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN TERHADAP PEREKONOMIAN PROVINSI SUMATERA UTARA OLEH OKTAVIANITA BR BANGUN H

ANALISIS PERAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN TERHADAP PEREKONOMIAN PROVINSI SUMATERA UTARA OLEH OKTAVIANITA BR BANGUN H ANALISIS PERAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN TERHADAP PEREKONOMIAN PROVINSI SUMATERA UTARA OLEH OKTAVIANITA BR BANGUN H 14104017 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INVESTASI DI PROVINSI DKI JAKARTA OLEH ADHITYA KUSUMANINGRUM H

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INVESTASI DI PROVINSI DKI JAKARTA OLEH ADHITYA KUSUMANINGRUM H ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INVESTASI DI PROVINSI DKI JAKARTA OLEH ADHITYA KUSUMANINGRUM H14103094 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 RINGKASAN

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH SEKTOR PARIWISATA TERHADAP PEREKONOMIAN KOTA BOGOR OLEH: FITRI RAHAYU H

ANALISIS PENGARUH SEKTOR PARIWISATA TERHADAP PEREKONOMIAN KOTA BOGOR OLEH: FITRI RAHAYU H ANALISIS PENGARUH SEKTOR PARIWISATA TERHADAP PEREKONOMIAN KOTA BOGOR OLEH: FITRI RAHAYU H14102072 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN FITRI RAHAYU.

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS IIV.1 Permasalahan Pembangunan Permasalahan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Ngawi saat ini dan permasalahan yang diperkirakan terjadi lima tahun ke depan perlu mendapat

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1 Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Kebijakan pembangunan ekonomi Kabupaten Cianjur tahun 2013 tidak terlepas dari arah kebijakan ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, masih memiliki stuktur

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, masih memiliki stuktur BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, masih memiliki stuktur perekonomian bercorak agraris yang rentan terhadap goncangan kestabilan kegiatan perekonomian.

Lebih terperinci

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA Ekonomi rakyat merupakan kelompok pelaku ekonomi terbesar dalam perekonomian Indonesia dan

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007 BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007 4.1. Gambaran Umum awa Barat adalah provinsi dengan wilayah yang sangat luas dengan jumlah penduduk sangat besar yakni sekitar 40 Juta orang. Dengan posisi

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENERIMAAN DENGAN PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO PERKAPITA PROVINSI DI INDONESIA. Oleh Noviyani H

HUBUNGAN PENERIMAAN DENGAN PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO PERKAPITA PROVINSI DI INDONESIA. Oleh Noviyani H HUBUNGAN PENERIMAAN DENGAN PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO PERKAPITA PROVINSI DI INDONESIA Oleh Noviyani H14103053 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 RINGKASAN

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERTUMBUHAN TOTAL ASET BANK SYARIAH DI INDONESIA OLEH LATTI INDIRANI H

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERTUMBUHAN TOTAL ASET BANK SYARIAH DI INDONESIA OLEH LATTI INDIRANI H ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERTUMBUHAN TOTAL ASET BANK SYARIAH DI INDONESIA OLEH LATTI INDIRANI H14101089 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

Lebih terperinci

GAMBARAN SOSIAL - EKONOMI KOTA PALOPO TAHUN Disampaikan oleh : Badan Pusat Statistik Kota Palopo Palopo, 23 Oktober 2014

GAMBARAN SOSIAL - EKONOMI KOTA PALOPO TAHUN Disampaikan oleh : Badan Pusat Statistik Kota Palopo Palopo, 23 Oktober 2014 GAMBARAN SOSIAL - EKONOMI KOTA PALOPO TAHUN 2013 Disampaikan oleh : Badan Pusat Statistik Kota Palopo Palopo, 23 Oktober 2014 Statistik Dasar UU NO. 16 TAHUN 1997 (TENTANG STATISTIK) Statistik yang pemanfaatannya

Lebih terperinci

ANALISIS PENURUNAN PAJAK TAK LANGSUNG PRODUK-PRODUK PANGAN STRATEGIS DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA (MODEL INPUT-OUTPUT SISI PENAWARAN)

ANALISIS PENURUNAN PAJAK TAK LANGSUNG PRODUK-PRODUK PANGAN STRATEGIS DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA (MODEL INPUT-OUTPUT SISI PENAWARAN) ANALISIS PENURUNAN PAJAK TAK LANGSUNG PRODUK-PRODUK PANGAN STRATEGIS DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA (MODEL INPUT-OUTPUT SISI PENAWARAN) OLEH KEMAS MUHAMMAD HUSNI THAMRIN H14102121 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

Lebih terperinci

INDIKATOR MAKROEKONOMI KABUPATEN PAKPAK BHARAT

INDIKATOR MAKROEKONOMI KABUPATEN PAKPAK BHARAT L A P O R A N K A J I A N INDIKATOR MAKROEKONOMI KABUPATEN PAKPAK BHARAT K E R J A S A M A P R O D I P E R E N C A N A A N W I L A Y A H S E K O L A H P A S C A S A R A J A N A U N I V E R S I T A S S

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT PEREKONOMIAN KALIMANTAN BARAT PERTUMBUHAN PDRB TAHUN 2013 MENCAPAI 6,08 PERSEN No. 11/02/61/Th. XVII, 5 Februari 2014 Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) tahun

Lebih terperinci

Dinamika Pengembangan Subsektor Industri Makanan dan Minuman Di Jawa Timur: Pengaruh Investasi Terhadap Penyerapan Jumlah Tenaga Kerja

Dinamika Pengembangan Subsektor Industri Makanan dan Minuman Di Jawa Timur: Pengaruh Investasi Terhadap Penyerapan Jumlah Tenaga Kerja Dinamika Pengembangan Subsektor Industri Makanan dan Minuman Di Jawa Timur: Pengaruh Investasi Terhadap Penyerapan Jumlah Tenaga Kerja Oleh: Putri Amelia 2508.100.020 Dosen Pembimbing: Prof. Dr. Ir. Budisantoso

Lebih terperinci