I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. komponen dasar yaitu bracket, achwire, dan auxilliary, ketiga komponen ini

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. komponen dasar yaitu bracket, achwire, dan auxilliary, ketiga komponen ini"

Transkripsi

1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Teknik perawatan ortodontik dengan alat cekat merupakan perawatan ortodontik yang sudah banyak dilakukan. Alat cekat mempunyai tiga komponen dasar yaitu bracket, achwire, dan auxilliary, ketiga komponen ini saling berhubungan dan merupakan komponen utama alat cekat (Proffit dan Fields, 2000; Heasman, 2003). Perawatan ortodontik didasarkan pada fakta bahwa dengan pemberian tekanan yang tepat, gigi dapat digerakkan tanpa mengakibatkan kerusakan pada gigi tersebut maupun perlekatan pada tulang (Heasman, 2003). Gerakan gigi ortodontik yang ideal, tulang alveolar akan mengikuti gerakan gigi, sehingga rasio antara remodeling tulang dengan gerakan gigi adalah 1:1. Selama perawatan ortodontik, gaya mekanik yang diaplikasikan pada gigi akan menyebabkan reaksi tulang alveolar. Tekanan yang berlebihan akan mengakibatkan kerusakan jaringan periodontal, serabut-serabut mekanis pada ligament periodontal ruptur, dan sebagian tulang alveolar nekrotik karena injuri pembuluh darah. Tekanan melebihi tekanan darah akan menyebabkan pembuluh darah kapiler pada ligament periodontal kolaps sehingga menghambat suplai darah, sebaliknya apabila tekanan maksimal yang diaplikasikan lebih kecil dari tekanan darah maka pembuluh darah kapiler tidak kolaps, oleh karena itu gaya optimal untuk menggerakkan gigi 1

2 sebaiknya tidak lebih besar dari tekanan pembuluh darah kaliper (Pudyani dkk., 2008). Gaya ortodontik yang diaplikasikan pada mahkota akan diteruskan ke akar, ligamen periodontal dan tulang alveolar, akibatnya akan terjadi perubahan pada fungsi dan sel-sel tulang alveolar. Perubahan pada tulang alveolar meliputi pembentukan tulang pada area regangan dan resorpsi tulang pada area tekanan, hal ini disebut proses remodeling (Pudyani dkk., 2008). Proses tersebut diikuti dengan remodeling sekunder yang berguna untuk mempertahankan ketebalan tulang dan mempertahankan hubungan antara gigi dengan tulang alveolar agar relatif konstan. Kejadian tersebut merupakan fenomena adaptasi seperti disebutkan dalam hukum Wolf yaitu tulang sewaktu-waktu membentuk dan merubah dirinya oleh karena tekanan, akan bertambah atau berkurang massanya untuk mengimbangi tekanan tersebut, sehingga soket gigi seperti bergerak sejalan dengan pergerakan gigi melalui tulang alveolar (Profit dan Fields, 2000;Melsen, 2001; Heasman, 2003). Reaksi jaringan terhadap gerakan gigi ortodontik diketahui terjadi baik melalui tulang atau bersama dengan tulang. Gerakan gigi melalui tulang ditandai dengan indirect resorption pada area yang jauh dari ligamen periodontal, disebut dengan undermining resorption yang dimulai dari sumsum tulang di dekatnya. Selama periode undermining resorption, ligamen periodontal tertekan dan terbentuk area-area hialinisasi sel bebas. Gigi mulai 2

3 bergerak dan soket gigi menjadi agak longgar pada saat undermining resorption mencapai ligamen periodontal dan jaringan hialinisasi hilang, karena pelebaran ligamen periodontal. Resorpsi mulai terjadi pada area yang tertekan, diikuti dengan pembentukan kembali hialinisasi atau kelanjutan dari gerakan gigi melalui direct resorption pada dinding alveolar. Gigi bergerak bersama dengan tulang, maka resorpsi terjadi secara langsung pada dinding alveolus dari ligamen periodontal. Aktivitas osteoklas pada permukaan yang tertekan dan osteoblas pada permukaan regangan terjadi secara sinkron sebagai siklus remodeling yang identik dengan gerakan fisiologis gigi (Profit dan Fields, 2000; Melsen, 2001; Heasman, 2003). Remodeling tulang sangat membantu pada perawatan ortodontik, terutama untuk mencegah relaps hasil perawatan. Relaps adalah kembalinya susunan gigi geligi pada kondisi sebelum perawatan. Perawatan ortodontik mengacu pada enam kunci oklusi normal Andrews (1972), yaitu : hubungan gigi molar pertama Kelas I, angulasi mesiodistal gigi, inklinasi mahkota gigi, tidak ada rotasi, titik kontak baik, dan curve of Spee datar. Hasil perawatan ortodontik dengan mengacu pada enam kunci oklusi Andrew tersebut diharapkan memperoleh hasil yang baik, akan tetapi masih ada relaps. Hal itu disebabkan relaps gigi yang digerakkan oleh kekuatan ortodontik merupakan respon fisiologis jaringan pendukung terhadap tekanan yang diterima (Andrew, 1972; Proffit dan Fields, 2000; Melsen, 2001; Heasman, 2003). 3

4 Tekanan ortodontik juga dapat menyebabkan resorpsi dan inflamasi, sehingga terjadi pengeluaran enzim hidrolitik yang mengaktifkan kolagenase dan akan mengakibatkan terjadinya aktivitas remodeling tulang. Perawatan ortodontik yang menjadi penyebab inflamasi adalah kekuatan mekanis yang dikenakan pada gigi yang akan digerakkan (Poulsen dkk.,2007). Respon ligamen periodontal terhadap tekanan mekanis adalah pelebaran ligamen periodontal, perubahan populasi sel dan aktivitas seluler (Proffit dan Fields, 2000; Carranzadkk., 2002). Hasil dari remodeling tulang yang baik mencegah resorpsi tulang yang berlebihan ditunjukkan dengan tidak terjadinya perubahan posisi gigigigi yang digerakkan dan mempertahankan kedudukan gigi geligi pada posisinya yang baru setelah perawatan aktif selesai dan alat ortodontik dilepas. Resorpsi dan pembentukan tulang terjadi secara seimbang dan massa tulang dipertahankan dalam level konstan pada orang dewasa sehat. Proses remodeling dilakukan terutama oleh sel-sel osteoklas dan osteoblas. Osteoklas bertanggungjawab untuk resorpsi tulang dan berasal dari stem cells hematopoetik yang dikenal dengan monosit, sedangkan osteoblas bertanggung jawab untuk pembentukan tulang dan berasal dari sumsum tulang stromal cells (Idris dkk., 2005; Kruger dkk., 2010; Henriksen dkk., 2011). 4

5 Osteoblas selama perkembangan dan maturasi, mensekresi osteoid, kolagen tipe I, faktor pertumbuhan dan alkalin fosfatase. Mineralisasi tulang terjadi dengan adanya deposisi kristal hidroksiapatit (HA) dalam matriks tulang organik yang terdiri dari kolagen tipe I dan beberapa protein yang lain. Deposisi HA terjadi apabila konsentrasi lokal Ca 2+ dan PO 4 3- di atas nilai ambang. Enzim alkalin fosfatase banyak terdapat dalam osteoblas meningkatkan konsentrasi lokal Ca 2+ dan PO Vesikel matriks yang diproduksi osteoblas akan mengalami penumpukan Ca 2+ dan PO 4 3-, dan alkalin fosfatase serta pirofosfatase terus menerus memecah PO 4 3- dari molekul besar dalam cairan ekstraseluler (Razzouk dkk., 2002; Abbas dkk., 2007). Aktivitas osteoklas dan osteoblas memerlukan banyak energi, sehingga persediaan pembuluh darah harus cukup di sekitar daerah tersebut karena kebutuhan minimal jaringan untuk menggerakkan gigi adalah sistem vaskularisasi yang cukup dan sumber sel yang potensial sehingga dapat mengaktifkan sel-sel. Ligamentum yang mengandung banyak sel mempunyai potensi lebih cepat dan lebih aktif remodelingnya (Proffit dan Fields, 2000; Heasman, 2003; Väänänen, 2005; Gordon dkk., 2007). Kunci proses resorpsi tulang adalah ikatan osteoklas dengan matriks mineral pada permukaan tulang. Faktor yang memperantarai ikatan tersebut adalah osteopontin (OPN), yang merupakan major cell- dan hydroxyapatite- 5

6 binding protein yang disintesis oleh osteoblas (Uemura dkk., 2001; Salih dkk., 2006; Saad dkk., 2008). Asou dkk.(2001), mengamati bahwa OPN diekspresikan pada osteoklas dan juga ada di dalam matriks tulang. Osteopontin memainkan peran penting dalam perlekatan sel-sel tulang dengan matriks tulang dan dalam mengontrol fungsi sel tulang dalam proses resorpsi tulang. Osteopontin diperlukan untuk vaskularisasi yang efisien melalui sel-sel endothelial hemangiogenik dan selanjutnya resorpsi tulang osteoklastik, sehingga tanpa kehadiran OPN akan menghambat pembentukan pembuluh darah baru (angiogenesis), akumulasi osteoklas dan pada akhirnya resorpsi tulang. Hasil penelitian Asou dkk. (2001), membuktikan bahwa sintesis OPN distimulasi oleh calcitriol (1,25-dihydroxyvitamin(D3), yaitu substansi yang merangsang resorpsi tulang. Menurut Denhardt dkk.(2001), OPN diinduksi oleh beberapa sitokin inflamatori yaitu interleukin-1 (IL-1), interleukin-6 (IL-6), tumor nekrosis faktor (TNF) yang diproduksi oleh makrofag dalam merespon inflamasi. Osteopontin banyak ditemukan pada regio permukaan tulang dimana osteoklas tertangkap. Substansi lain yang diketahui spesifik untuk OPN yaitu reseptor vitronektin, banyak ditemukan di area sekitar membran plasma osteoklas. Hal ini mendukung pernyataan bahwa osteoklas apabila meresorpsi tulang ditangkap oleh OPN pada matriks mineral tulang dan reseptor 6

7 vitronektin pada membran plasma osteoklas (Asoudkk.,2001). Osteopontin dan bone sialoprotein (BSP) terakumulasi pada permukaan tulang selama proses perbaikan, hal tersebut bisa menandai adanya transisi antara terjadinya resorpsi dan pembentukan pada jaringan tulang. Bone sialoprotein yang dilapiskan pada kultur kolagen tipe I akan meningkatkan kandungan DNA dan meningkatkan aktivitas alkalin fosfatase (ALP). Bone sialoprotein merupakan metogen preosteoblas dan menyebabkan diferensiasi untuk menjadi osteoblas dan selanjutnya akan menstimulasi kalsifikasi tulang (de Oliveiradkk., 2003; Jinxi dkk., 2006;Harokopakis-Hajishengallis, 2007; Neve dkk., 2010). Diet asam lemak omega-3 polyunsaturated fatty acid (n-3 PUFA) dapat meningkatkan pembentukan tulang. Berdasarkan penelitian n-3 PUFA paling banyak dalam minyak ikan (Benattidkk.,2004; Watkins dkk., 2000; Staschenko, 2002; Calder,2006; Fernandes dkk., 2008). Jenis ikan di Indonesia yang paling banyak mengandung minyak ikan adalah ikan lemuru (Sardinella longiceps). Minyak ikan secara tradisional, diperoleh dengan mengambil limbah hasil pengolahan yang dipanaskan pada temperatur tertentu (Estiasih, 2009) 7

8 Gambar 1.Ikan lemuru (Sardinella longiceps) (Estiasih, 2009). Perubahan diet PUFA ditunjukkan pada komposisi berbagai jaringan, termasuk sel-sel tulang seperti osteoblas. Komposisi PUFA pada membran sel tergantung pada asupan diet. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada manusia yang mengkonsumsi produk ikan, n-3 PUFA EPA dan DHA dari diet sebagian menggantikan n-6 PUFA, terutama Arachidonic acid, di dalam membran sel, sehingga juga meningkatkan fluiditas membran. Sistem imun terkait dengan bone loss, IL-6, IL -1 dan tumor nekrosis faktor-alfa (TNF-α) mempengaruhi pembentukan dan aktivitas bone-resorbing osteoclasts dan oleh karenanya memainkan peranan penting bersama dengan protein selular lainnya untuk mengontrol resorpsi tulang. Modifikasi profil sitokin pro-inflammatori oleh PUFA mempunyai efek positif terhadap pertumbuhan dan perkembangan tulang (Benatti dkk.,2004; Kolanowski, 2005; Idris dkk., 2005; Griel dkk., 2007; Wanten dan Calder, 2007; Kruger dkk., 2010). Sun dkk. (2003) menunjukkan bahwa n-3 PUFAs menurunkan sekresi TNF-α melalui RAW makrofag, yang merupakan prekursor untuk osteoklas di dalam kultur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa apabila tikus C57BL/6 diberi minyak ikan selama 6 bulan menghasilkan kepadatan tulang yang tinggi dan juga menurunkan aktivitas sitokin proinflammatori IL-6 dan TNF-α pada concanavalin-stimulated splenocytes. Produksi sitokin yaitu IL- 1β, IL-6 dan TNF-α dari sel mononuklear secara bermakna lebih rendah setelah 8

9 mengkonsumsi minyak ikan. Staschenko (2002) dan Calder (2006) melaporkan bahwa n-3 PUFA berpotensi sebagai antiinflamasi karena mampu mengubah ekspresi gen inflamatori melalui aktivitas faktor transkripsi. Penelitian ini berusaha mencari solusi agar selama perawatan gigi, inflamasi, kerusakan dan nekrosis jaringan yang terjadi minimal, proses remodeling tulang cepat dan meminimalkan relaps setelah perawatan gigi aktif selesai dengan pemberian minyak ikan yang diekstrak dari ikan lemuru. Penelitian ini juga dimaksudkan untuk mencari kekuatan atau gaya open coil yang tepat dikenakan pada gigi kelinci dan konsentrasi n-3 PUFA yaitu EPA dan DHA dari hasil ekstraksi minyak ikan lemuru (Sardinella longiceps). Gaya open coil dapat menghasilkan gaya minimal, optimal dan berlebih (besar). Gaya minimal tidak akan menghasilkan gerakan gigi yang diinginkan karena gaya yang dihasilkan terlalu lemah sehingga tidak cukup untuk menggerakkan gigi, apabila gaya terlalu berlebihan akan mengakibatkan kerusakan dan nekrosis jaringan. Pudyani dkk. (2008), menyatakan bahwa gaya ortodontik berlebihan tidak akan menggerakkan gigi lebih jauh, namun justru akan menyebabkan kelebihan beban pada jaringan periodontal dan akan mengakibatkan gerakan gigi terhambat. Gaya open coil yang dicari adalah gaya optimal yang diharapkan akan menghasilkan kerja osteoklas dan osteoblas serta remodeling pada jaringan alveolar. Proffit dan Fields (2000), mengatakan besar gaya optimal pada gigi manusia untuk gerakan bodily sebesar gr dan gerakan tipping adalah gr, sedangkan untuk gigi kelinci belum diketahui. 9

10 Ikan lemuru merupakan jenis ikan lokal yang diketahui mempunyai kandungan n-3pufa yang tinggi (Estiasih, 2009). Diet tinggi n-3 PUFA dapat menurunkan produksi PGE 2 dalam kultur tulang femur dan tibia ayam, serta meningkatkan aktifitas serum alkaline fosfatase, yang merupakan enzim spesifik dalam tulang, dan meningkatkan trabecular bone formation rate (BFR), dapat meningkatkan kalsium tulang, remodeling tulang menjadi lebih cepat, jumlah dan aktivitas osteoklas menjadi lebih rendah (Liu dkk., 2003; Kelly dkk., 2003; Reinwald dkk., 2004). B. Perumusan Masalah Berdasarkan latarbelakang masalah, maka dirumuskan teori-teori yang menentukan masalah, sebagai berikut : 1. Remodeling yang baik akan mencegah resorpsi tulang yang berlebihan. 2. Minyak ikan lemuru (Sardinella longiceps) mengandung n-3pufa yang tinggi, yaitu EPA dan DHA yang dapat menurunkan PGE 2 tulang dan meningkatkan aktivitas serum enzim alkalin fosfatase, yang merupakan enzim spesifik dalam tulang (bone-specific isoenzyme), sehingga dikatakan diet n-3 PUFA dapat meningkatkan pembentukan tulang yang berperan penting untuk menurunkan mediator-mediator inflamatori, yaitu sitokin proinflamatori. Berdasarkan latar belakang masalah, dapat diajukan pertanyaan sebagai berikut : 10

11 1. Apakah pengaruh pemberian minyak ikan lemuru (Sardinella longiceps) terhadap remodeling tulang alveolaris kelinci setelah digerakkan secara ortodontik? 2. Apakah pengaruh pemberian minyak ikan lemuru (Sardinella longiceps) terhadap jumlah osteoklas dan osteoblas dalam proses remodeling tulang alveolar setelah digerakkan secara ortodontik? 3. Apakah pengaruh pemberian minyak ikan lemuru (Sardinella longiceps) terhadap kadar IL-1, TNF-α dan ekspresi OPN dalam proses remodeling tulang alveolaris kelinci setelah digerakkan secara ortodontik? 4. Apakah pengaruh pemberian minyak ikan lemuru (Sardinella longiceps) terhadap aktivitas ALP dalam proses remodeling tulang alveolaris kelinci setelah digerakkan secara ortodontik? C. Keaslian Penelitian Proses remodeling dilakukan terutama oleh osteoklas dan osteoblas. Osteoklas berperan dalam proses resorpsi dan osteoblas berperan dalam proses pembentukan tulang. Hasil penelitian Watkins dkk.(2000) melaporkan bahwa diet yang penting untuk remodeling tulang salah satunya adalah n-3 PUFA, hasil penelitian menunjukkan bahwa minyak ikan yang mengandung n-3 polyunsaturated fatty acid (PUFA), khususnya EPA dan DHA dapat menurunkan PGE 2 tulang sehingga dikatakan diet n-3 PUFA dapat meningkatkan pembentukan tulang. Reinwald dkk. (2004) juga melaporkan bahwa tulang tikus yang mengalami kelainan karena defisiensi n-3 PUFA, 11

12 bila diberi n-3 PUFA, maka tulang akan mengalami perbaikan. Hal tersebut dapat dikatakan bahwa diet n-3 PUFA mengatur pembentukan tulang. Indahyani (2001) melaporkan bahwa diet minyak ikan menhaden menurunkan aktivitas osteoklas pada tulang periapikal tikus yang mengalami infeksi. Penelitian Indahyani (2001) dilakukan pada tikus putih jantan jenis Wistar yang mengalami lesi periapikal, untuk mengetahui seberapa besar pengaruh dari pemberian minyak ikan menhaden terhadap ekspresi bone sialoprotein (BSP) dan osteopontin (OPN), pembentukan kristal hidroksiapatit (HA), struktur gigi dan proses erupsi gigi tikus. Sedangkan pada penelitian ini digunakan kelinci New Zealand White yang dipasang alat ortodontik dan diberi ekstraksi minyak ikan lemuru yang telah ditentukan konsentrasi EPA dan DHA. Penelitian ini untuk mengetahui seberapa besar pengaruh dari pemberian minyak ikan lemuru (Sardinella longiceps) terhadap kadar interleukin-1 (IL-1), kadar tumor nekrosis faktor-α (TNF-α), ekspresi osteopontin (OPN) dan aktivitas alkalin fosfatase (ALP) pada proses remodeling alveolaris gigi kelinci yang digerakkan secara ortodontik, sepengetahuan penulis belum pernah dilaporkan. D. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui : 12

13 1. Pengaruh pemberian minyak ikan lemuru (Sardinella longiceps) terhadap proses remodeling tulang alveolaris gigi kelinci setelah digerakkan secara ortodontik. 2. Pengaruh pemberian minyak ikan lemuru (Sardinella longiceps) terhadap jumlah osteoklas dan osteoblas setelah digerakkan secara ortodontik. 3. Pengaruh pemberian minyak ikan lemuru (Sardinella longiceps) terhadap kadar IL-1, TNF-α dan ekspresi OPN dalam proses remodeling tulang alveolaris kelinci setelah digerakkan secara ortodontik 4. Pengaruh pemberian minyak ikan lemuru (Sardinella longiceps) terhadap aktivitas ALP dalam proses remodeling tulang alveolaris kelinci setelah digerakkan secara ortodontik E. Manfaat Penelitian Dengan mengetahui pengaruh pemberian minyak ikan pada remodeling tulang alveolaris gigi kelinci setelah digerakkan secara ortodontik, diharapkan : 1. Dapat memberikan informasi mengenai besar gaya open coil optimal yang tepat dikenakan pada gigi kelinci yang akan menghasilkan kerja osteoklas dan osteoblas optimal serta remodeling yang baik, tidak menimbulkan kerusakan dan nekrosis jaringan tulang alveolaris kelinci 2. Dapat memberikan informasi potensi minyak ikan lemuru (Sardinella longiceps) yang banyak terdapat di Indonesia dalam mempengaruhi remodeling tulang alveolaris, sehingga akan mencegah terjadinya relaps gigi hasil perawatan ortodontik. 13

14 3. Dapat memberikan informasi pengaruh minyak ikan lemuru (Sardinella longiceps) pada proses regenerasi tulang alveolaris. 4. Penelitian ini mempunyai manfaat ekonomis dan praktis bagi pasien : a. Perawatan ortodontik membutuhkan biaya mahal dan waktu perawatan lama. Selama perawatan ortodontik pasien harus meluangkan waktu untuk kontrol ditambah waktu pemakaian retainer selama beberapa bulan untuk mencegah relaps. Minyak ikan akan mempercepat proses remodeling dan mencegah terjadinya relaps gigi, sehingga dengan mengkonsumsi minyak ikan dapat menghemat waktu, biaya dan tenaga. b. Mengembalikan fungsi gigi dan estetis seoptimal mungkin, untuk mendapatkan profil wajah yang ideal. 14

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Minat dan kesadaran untuk menjaga kesehatan gigi dan mulut semakin

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Minat dan kesadaran untuk menjaga kesehatan gigi dan mulut semakin I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Minat dan kesadaran untuk menjaga kesehatan gigi dan mulut semakin meningkat yaitu tidak lagi terbatas pada tumpatan dan pencabutan gigi, namun salah satunya adalah perawatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit periodontal merupakan penyakit yang terjadi pada jaringan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit periodontal merupakan penyakit yang terjadi pada jaringan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit periodontal merupakan penyakit yang terjadi pada jaringan pendukung gigi disebabkan oleh infeksi bakteri dan dapat mengakibatkan kerusakan jaringan periodontal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pencabutan gigi merupakan tindakan yang cukup sering dilakukan di bidang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pencabutan gigi merupakan tindakan yang cukup sering dilakukan di bidang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pencabutan gigi merupakan tindakan yang cukup sering dilakukan di bidang kedokteran gigi. Indikasi pencabutan gigi bervariasi seperti pernyakit periodontal,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perawatan ortodontik berhubungan dengan pengaturan gigi geligi yang tidak teratur

BAB 1 PENDAHULUAN. Perawatan ortodontik berhubungan dengan pengaturan gigi geligi yang tidak teratur 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Perawatan ortodontik berhubungan dengan pengaturan gigi geligi yang tidak teratur dengan cara menggerakkan gigi geligi tersebut ke tempat yang ideal. Pergerakan gigi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebelum akhir tahun 1960-an perawatan ortodonti pada pasien dewasa

BAB I PENDAHULUAN. Sebelum akhir tahun 1960-an perawatan ortodonti pada pasien dewasa BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebelum akhir tahun 1960-an perawatan ortodonti pada pasien dewasa tidaklah umum dan bahkan ditolak. Beberapa dekade terakhir banyak orang dewasa berminat mencari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan pencabutan gigi adalah sebesar 1:6 bahkan di beberapa daerah lebih besar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan pencabutan gigi adalah sebesar 1:6 bahkan di beberapa daerah lebih besar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Angka pencabutan gigi di Indonesia relatif masih tinggi. Rasio penambalan dan pencabutan gigi adalah sebesar 1:6 bahkan di beberapa daerah lebih besar daripada

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dunia sekarang mengalami penderitaan akibat dampak epidemik dari berbagai penyakit penyakit akut dan kronik yang semakin meningkat dari tahun ke tahun. Penyakit penyakit

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa kadar NO serum awal penelitian dari

BAB VI PEMBAHASAN. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa kadar NO serum awal penelitian dari BAB VI PEMBAHASAN VI.1. Pembahasan Hasil uji statistik menunjukkan bahwa kadar NO serum awal penelitian dari kedua kelompok tak berbeda bermakna. Kadar NO serum antar kelompok berbeda bermakna. Kadar NO

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat saat ini. Penelitian yang dilakukan Sony (1990) menyatakan bahwa

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat saat ini. Penelitian yang dilakukan Sony (1990) menyatakan bahwa BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perawatan ortodonti sudah semakin dirasakan sebagai suatu kebutuhan oleh masyarakat saat ini. Penelitian yang dilakukan Sony (1990) menyatakan bahwa kebutuhan akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. merupakan salah satu tujuan kesehatan gigi, khususnya di bidang ilmu

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. merupakan salah satu tujuan kesehatan gigi, khususnya di bidang ilmu BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Mempertahankan gigi selama mungkin di dalam rongga mulut merupakan salah satu tujuan kesehatan gigi, khususnya di bidang ilmu konservasi gigi. Idealnya gigi dalam keadaan

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA DENGAN OSTEOPOROSIS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA DENGAN OSTEOPOROSIS ASUHAN KEPERAWATAN PADA DENGAN OSTEOPOROSIS TINJAUAN TEORI 1. Definisi Osteoporosis adalah penyakit metabolisme tulang yang cirinya adalah pengurangan massa tulang dan kemunduran mikroarsitektur tulang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengambil kebijakan di bidang kesehatan. Beberapa dekade belakangan ini,

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengambil kebijakan di bidang kesehatan. Beberapa dekade belakangan ini, 9 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit diabetes melitus merupakan suatu penyakit yang mempunyai karakterisktik meningkatnya nilai glukosa plasma darah. Kondisi hiperglikemia ini diakibatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Luka merupakan rusaknya integritas kulit, permukaan mukosa atau suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Luka merupakan rusaknya integritas kulit, permukaan mukosa atau suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Luka merupakan rusaknya integritas kulit, permukaan mukosa atau suatu jaringan organ (Harper dkk., 2014). Luka trauma pada jaringan lunak rongga mulut umumnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Makanan adalah sumber kehidupan. Di era modern ini, sangat banyak berkembang berbagai macam bentuk makanan untuk menunjang kelangsungan hidup setiap individu. Kebanyakan

Lebih terperinci

pergerakan gigi isiologis merupakan gerakan gigi secara alami yang terjadi selama dan setelah erupsi. gerakan gigi isiologis melipui:

pergerakan gigi isiologis merupakan gerakan gigi secara alami yang terjadi selama dan setelah erupsi. gerakan gigi isiologis melipui: biology of tooth movement (biologi perger akan gigi) perawatan ortodonik ini dimungkinkan disebabkan oleh fakta bahwa seiap kali gaya lama diterapkan pada gigi, remodeling tulang muncul di sekitar gigi

Lebih terperinci

Pergerakan Gigi Dalam Bidang Ortodonsia Dengan Alat Cekat

Pergerakan Gigi Dalam Bidang Ortodonsia Dengan Alat Cekat Pergerakan Gigi Dalam Bidang Ortodonsia Dengan Alat Cekat Siti Bahirrah Bagian Ortodonsia Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara ABSTRAK Dalam menggerakkan gigi dari keadaan malposisi ke posisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang terjadi akibat kerusakan serat kolagen ligamentum periodontal dan diikuti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang terjadi akibat kerusakan serat kolagen ligamentum periodontal dan diikuti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Poket infraboni merupakan kerusakan tulang yang terjadi pada jaringan pendukung gigi dengan dasar poket lebih apikal daripada puncak tulang alveolar yang terjadi akibat

Lebih terperinci

ABSTRAK/EKSEKUTIF SUMMARY Penelitian Disertasi Doktor (PDD)

ABSTRAK/EKSEKUTIF SUMMARY Penelitian Disertasi Doktor (PDD) ABSTRAK/EKSEKUTIF SUMMARY Penelitian Disertasi Doktor (PDD) Judul : PEMBERIAN ASUPAN IKAN TERI (stolephorus sp) TERHADAP PROSES OSTEOGENESIS MELALUI EKSPRESI OSTEOPROTEGERIN DAN KOLAGEN TIPE I PADA DAERAH

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Luka adalah terjadinya diskontinuitas kulit akibat trauma baik trauma

BAB 1 PENDAHULUAN. Luka adalah terjadinya diskontinuitas kulit akibat trauma baik trauma 3 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Luka adalah terjadinya diskontinuitas kulit akibat trauma baik trauma tajam, tumpul, panas ataupun dingin. Luka merupakan suatu keadaan patologis yang dapat menganggu

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. berhentinya siklus menstruasi disebabkan oleh jumlah folikel yang mengalami

BAB I. PENDAHULUAN. berhentinya siklus menstruasi disebabkan oleh jumlah folikel yang mengalami 1 BAB I. PENDAHULUAN I.1. Latar belakang World Health Organization (WHO) mendefinisikan menopause sebagai berhentinya siklus menstruasi disebabkan oleh jumlah folikel yang mengalami atresia terus meningkat,

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kasus cedera di Indonesia dapat dilihat melalui data morbiditas dan

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kasus cedera di Indonesia dapat dilihat melalui data morbiditas dan 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kasus cedera di Indonesia dapat dilihat melalui data morbiditas dan mortalitas penyakit di Rumah Sakit, cedera menduduki urutan ketiga terbanyak proporsi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. karakteristik hiperglikemia (kadar gula darah yang tinggi) yang terjadi karena

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. karakteristik hiperglikemia (kadar gula darah yang tinggi) yang terjadi karena BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Diabetes Melitus Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia (kadar gula darah yang tinggi) yang terjadi karena

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator dibanding respons imun yang didapat. Inflamasi dapat diartikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mengalami penyembuhan luka (Fedi dkk., 2004). Proses penyembuhan luka meliputi beberapa fase yaitu fase inflamasi,

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mengalami penyembuhan luka (Fedi dkk., 2004). Proses penyembuhan luka meliputi beberapa fase yaitu fase inflamasi, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Luka adalah terputusnya kontinuitas sel dan jaringan tubuh yang disebabkan oleh trauma (Fedi dkk., 2004). Luka dapat disebabkan oleh trauma mekanis, suhu dan kimia (Chandrasoma

Lebih terperinci

MEKANISME ERUPSI DAN RESORPSI GIGI

MEKANISME ERUPSI DAN RESORPSI GIGI MEKANISME ERUPSI DAN RESORPSI GIGI 1. Mekanisme sel-sel dalam erupsi gigi desidui Erupsi gigi desidui dimulai setelah mahkota terbentuk. Arah erupsi adalah vertikal. Secara klinis ditandai dengan munculnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dunia dan mencapai 50% dari jumlah populasi dewasa (Carranza & Newman,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dunia dan mencapai 50% dari jumlah populasi dewasa (Carranza & Newman, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit periodontal banyak diderita oleh manusia hampir di seluruh dunia dan mencapai 50% dari jumlah populasi dewasa (Carranza & Newman, 1996; Teronen dkk., 1997).

Lebih terperinci

BAB 2 SISTEM DAMON. inovatif yang digunakan ortodontis dalam mengoreksi maloklusi. Banyak sistem

BAB 2 SISTEM DAMON. inovatif yang digunakan ortodontis dalam mengoreksi maloklusi. Banyak sistem BAB 2 SISTEM DAMON Sistem bracket self-ligating merupakan salah satu teknologi paling maju dan inovatif yang digunakan ortodontis dalam mengoreksi maloklusi. Banyak sistem bracket self-ligating yang berkembang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. upaya mencapai derajat kesehatan yang optimal (Berg, 1986). Adanya perbedaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. upaya mencapai derajat kesehatan yang optimal (Berg, 1986). Adanya perbedaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keadaan gizi yang baik merupakan salah satu faktor yang penting dalam upaya mencapai derajat kesehatan yang optimal (Berg, 1986). Adanya perbedaan asupan nutrisi atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 41,4% dan osteoporosis selalu menyertai usia lanjut baik perempuan maupun laki-laki,

BAB I PENDAHULUAN. 41,4% dan osteoporosis selalu menyertai usia lanjut baik perempuan maupun laki-laki, BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Para ahli tulang Indonesia sepakat bahwa dengan meningkatnya harapan hidup rakyat Indonesia penyakit kerapuhan tulang akan sering dijumpai. Sejak tahun 1990 sampai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. dengan prevalensi yang masih tinggi di dunia. Menurut WHO tahun 2006,

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. dengan prevalensi yang masih tinggi di dunia. Menurut WHO tahun 2006, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Penyakit periodontal merupakan salah satu penyakit rongga mulut dengan prevalensi yang masih tinggi di dunia. Menurut WHO tahun 2006, prevalensi penyakit periodontal

Lebih terperinci

BAB 2 DAMPAK MEROKOK TERHADAP PERIODONSIUM. penyakit periodontal. Zat dalam asap rokok seperti; nikotin, tar, karbon monoksida

BAB 2 DAMPAK MEROKOK TERHADAP PERIODONSIUM. penyakit periodontal. Zat dalam asap rokok seperti; nikotin, tar, karbon monoksida BAB 2 DAMPAK MEROKOK TERHADAP PERIODONSIUM Kebiasaan merokok sejak lama telah diasosiasikan sebagai penyebab berbagai macam perubahan dalam rongga mulut, seperti kaitannya dengan kanker mulut dan penyakit

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Proses kesembuhan fraktur dimulai segera setelah tulang mengalami kerusakan, apabila lingkungan untuk penyembuhan memadai sampai terjadi konsolidasi. Faktor mekanis dan biologis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kerusakan jaringan periodontal yang meliputi gingiva, tulang alveolar, ligamen

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kerusakan jaringan periodontal yang meliputi gingiva, tulang alveolar, ligamen BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit periodontal adalah kondisi patologis yang ditandai adanya kerusakan jaringan periodontal yang meliputi gingiva, tulang alveolar, ligamen periodontal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. cepat berkembang. Masyarakat makin menyadari kebutuhan pelayanan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. cepat berkembang. Masyarakat makin menyadari kebutuhan pelayanan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan jaman membuat pemikiran masyarakat semakin maju dan cepat berkembang. Masyarakat makin menyadari kebutuhan pelayanan kesehatan, karena pengetahuan masyarakat tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat kehamilan, terjadi peningkatnya kebutuhan janin untuk masa pertumbuhannya, sebagai respon ibu melakukan perubahan metabolisme secara jumlah maupun intensitas,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. gigi akibat akumulasi bakteri plak. Gingivitis dan periodontitis merupakan dua jenis

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. gigi akibat akumulasi bakteri plak. Gingivitis dan periodontitis merupakan dua jenis I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit periodontal adalah peradangan yang terjadi pada jaringan pendukung gigi akibat akumulasi bakteri plak. Gingivitis dan periodontitis merupakan dua jenis penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, terlihat adanya ketertarikan pada polypeptide growth factor

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, terlihat adanya ketertarikan pada polypeptide growth factor BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini, terlihat adanya ketertarikan pada polypeptide growth factor (PGFs) sebagai mediator biologis dalam proses regenerasi periodontal. Bahan-bahan tersebut

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Inflamasi adalah respons protektif jaringan terhadap jejas yang tujuannya

BAB 1 PENDAHULUAN. Inflamasi adalah respons protektif jaringan terhadap jejas yang tujuannya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Inflamasi adalah respons protektif jaringan terhadap jejas yang tujuannya adalah untuk melokalisir dan merusak agen perusak serta memulihkan jaringan menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tulang seperti halnya jaringan hidup lainnya pada tubuh manusia dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tulang seperti halnya jaringan hidup lainnya pada tubuh manusia dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tulang merupakan salah satu penyusun tubuh yang sangat penting dan merupakan salah satu jaringan keras yang terdapat dalam tubuh manusia. Tulang mengandung 30% serabut

Lebih terperinci

FAKTOR IMUNOLOGI PATOGENESIS ENDOMETRIOSIS

FAKTOR IMUNOLOGI PATOGENESIS ENDOMETRIOSIS FAKTOR IMUNOLOGI PATOGENESIS ENDOMETRIOSIS FATMAWATI MADYA SP2FER S ENDOMETRIOSIS Telah banyak hipotesa diajukan untuk menerangkan patogenesis endometriosis, tapi hingga kini belum ada satupun teori yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekitar delapan juta orang mengalami kejadian patah tulang dengan jenis patah

BAB I PENDAHULUAN. sekitar delapan juta orang mengalami kejadian patah tulang dengan jenis patah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Berdasarkan data dari Departemen Kesehatan RI tahun 2009 didapatkan sekitar delapan juta orang mengalami kejadian patah tulang dengan jenis patah tulang yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi tantangan dalam bidang kesehatan di beberapa negara (Chen et al., 2011).

BAB I PENDAHULUAN. menjadi tantangan dalam bidang kesehatan di beberapa negara (Chen et al., 2011). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes tipe 2 merupakan kelainan heterogen yang ditandai dengan menurunnya kerja insulin secara progresif (resistensi insulin), yang diikuti dengan ketidakmampuan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang terus-menerus maka akan terjadi pergerakan gigi. Tekanan tersebut

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang terus-menerus maka akan terjadi pergerakan gigi. Tekanan tersebut BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biomekanika Pergerakan Gigi Perawatan ortodonti didasarkan pada prinsip apabila gigi diberikan tekanan yang terus-menerus maka akan terjadi pergerakan gigi. Tekanan tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tulang merupakan suatu jaringan ikat tubuh terkalsifikasi yang terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tulang merupakan suatu jaringan ikat tubuh terkalsifikasi yang terdiri dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tulang merupakan suatu jaringan ikat tubuh terkalsifikasi yang terdiri dari matriks dan sel-sel. Tulang mengandung matriks organik sekitar 35%, dan matriks anorganik

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penurunan jumlah ookista dalam feses merupakan salah satu indikator bahwa zat yang diberikan dapat berfungsi sebagai koksidiostat. Rataan jumlah ookista pada feses ayam berdasarkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. periodontitis. Dalam kondisi kronis, periodontitis memiliki gambaran klinis berupa

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. periodontitis. Dalam kondisi kronis, periodontitis memiliki gambaran klinis berupa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dunia kedokteran gigi erat sekali kaitannya dengan penyakit yang dapat berujung pada kerusakan atau defek pada tulang alveolar, salah satunya adalah periodontitis. Dalam

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0 37 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini sampel komposit hidroksiapatit-gelatin dibuat menggunakan metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0 hari, 1 hari, 7 hari

Lebih terperinci

serta terlibat dalam metabolisme energi dan sintesis protein (Wester, 1987; Saris et al., 2000). Dalam studi epidemiologi besar, menunjukkan bahwa

serta terlibat dalam metabolisme energi dan sintesis protein (Wester, 1987; Saris et al., 2000). Dalam studi epidemiologi besar, menunjukkan bahwa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam tubuh manusia, sistem imun sangat memegang peranan penting dalam pertahanan tubuh terhadap berbagai antigen (benda asing) dengan memberantas benda asing tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Inflamasi adalah reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator dibanding respons imun yang didapat. Inflamasi dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karies gigi (Wahyukundari, et al., 2009). Berdasarkan hasil riset dasar yang

BAB I PENDAHULUAN. karies gigi (Wahyukundari, et al., 2009). Berdasarkan hasil riset dasar yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyakit periodontal adalah penyakit yang mengenai jaringan periodontal, yaitu jaringan yang menghubungkan antara gigi dan tulang alveolar. Di Indonesia, penyakit

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 6 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Makroskopis Tulang Kelinci Implan terlihat jelas sebagai massa berbentuk padat berwarna putih pada bagian korteks hingga bagian medula tulang. Hasil pemeriksaan makroskopis

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang giat-giatnya melaksanakan pembangunan dalam segala bidang kehidupan. Perkembangan perekonomian di Indonesia yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. oleh dokter gigi untuk menghilangkan gigi dari dalam soketnya dan menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. oleh dokter gigi untuk menghilangkan gigi dari dalam soketnya dan menyebabkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pencabutan gigi adalah salah satu tindakan bedah minor yang dilakukan oleh dokter gigi untuk menghilangkan gigi dari dalam soketnya dan menyebabkan perlukaan (Wray dkk.,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Mekanisme Biologis Pada Pergerakan Gigi Secara Ortodonti

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Mekanisme Biologis Pada Pergerakan Gigi Secara Ortodonti BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Mekanisme Biologis Pada Pergerakan Gigi Secara Ortodonti Perawatan ortodonti dilakukan berdasarkan suatu prinsip bahwa bila suatu tekanan diberikan cukup lama pada gigi, terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ortodontik berdasarkan kebutuhan fungsional dan estetik. Penggunaan alat

BAB I PENDAHULUAN. ortodontik berdasarkan kebutuhan fungsional dan estetik. Penggunaan alat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan meningkatnya gaya hidup dan perubahan pandangan mengenai konsep estetika, masyarakat dewasa ini memilih perawatan ortodontik berdasarkan kebutuhan

Lebih terperinci

I.! PENDAHULUAN. A.!Latar Belakang Masalah. Kasus kerusakan tulang pada bidang kedokteran gigi dapat disebabkan oleh

I.! PENDAHULUAN. A.!Latar Belakang Masalah. Kasus kerusakan tulang pada bidang kedokteran gigi dapat disebabkan oleh I. PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Kasus kerusakan tulang pada bidang kedokteran gigi dapat disebabkan oleh berbagai hal. Nekrosis jaringan pulpa dan penyakit periodontal, misalnya, dapat menyebabkan

Lebih terperinci

Di seluruh dunia dan Amerika, dihasilkan per kapita peningkatan konsumsi fruktosa bersamaan dengan kenaikan dramatis dalam prevalensi obesitas.

Di seluruh dunia dan Amerika, dihasilkan per kapita peningkatan konsumsi fruktosa bersamaan dengan kenaikan dramatis dalam prevalensi obesitas. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Saat ini studi tentang hubungan antara makanan dan kesehatan memerlukan metode yang mampu memperkirakan asupan makanan biasa. Pada penelitian terdahulu, berbagai upaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Luka adalah kasus yang paling sering dialami oleh manusia, angka kejadian luka

BAB I PENDAHULUAN. Luka adalah kasus yang paling sering dialami oleh manusia, angka kejadian luka BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Luka jaringan lunak rongga mulut banyak dijumpai pada pasien di klinik gigi. Luka adalah kasus yang paling sering dialami oleh manusia, angka kejadian luka

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam Global Burden Disease Report, World Health Organization (WHO)

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam Global Burden Disease Report, World Health Organization (WHO) I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Angka kejadian luka pada kecelakaan seiring waktu semakin meningkat. Dalam Global Burden Disease Report, World Health Organization (WHO) melaporkan kecelakaan lalu lintas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penampilan mulut dan senyum dapat berperan penting dalam. penilaian daya tarik wajah dan memberikan kepercayaan diri terhadap

BAB I PENDAHULUAN. Penampilan mulut dan senyum dapat berperan penting dalam. penilaian daya tarik wajah dan memberikan kepercayaan diri terhadap 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penampilan mulut dan senyum dapat berperan penting dalam penilaian daya tarik wajah dan memberikan kepercayaan diri terhadap individu. Individu yang mengalami masalah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Menopause Seiring dengan bertambahnya usia, banyak hal yang terjadi dengan proses perkembangan dan pertumbuhan pada manusia. Namun, pada suatu saat perkembangan dan pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. membuat kadar kolesterol darah sangat sulit dikendalikan dan dapat menimbulkan

BAB 1 PENDAHULUAN. membuat kadar kolesterol darah sangat sulit dikendalikan dan dapat menimbulkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pola makan modern yang banyak mengandung kolesterol, disertai intensitas makan yang tinggi, stres yang menekan sepanjang hari, obesitas dan merokok serta aktivitas

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN MINYAK IKAN LEMURU (Sardinella longiceps) DAN MINYAK IKAN MENHADEN (Brevoortia FEMUR TIKUS WISTAR JANTAN SKRIPSI

PENGARUH PEMBERIAN MINYAK IKAN LEMURU (Sardinella longiceps) DAN MINYAK IKAN MENHADEN (Brevoortia FEMUR TIKUS WISTAR JANTAN SKRIPSI PENGARUH PEMBERIAN MINYAK IKAN LEMURU (Sardinella longiceps) DAN MINYAK IKAN MENHADEN (Brevoortia tyrannus) TERHADAP DENSITAS TULANG FEMUR TIKUS WISTAR JANTAN SKRIPSI Oleh Muarifah NIM 071610101024 FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gigi, mulut, kesehatan umum, fungsi pengunyahan, dan estetik wajah.1 Tujuan

BAB I PENDAHULUAN. gigi, mulut, kesehatan umum, fungsi pengunyahan, dan estetik wajah.1 Tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perawatan ortodontik merupakan suatu faktor penting dalam pemeliharaan gigi, mulut, kesehatan umum, fungsi pengunyahan, dan estetik wajah.1 Tujuan umum perawatan ortodontik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tergantung orang tua. Pengalaman-pengalaman baru di sekolah. dimasa yang akan datang (Budianto, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. tergantung orang tua. Pengalaman-pengalaman baru di sekolah. dimasa yang akan datang (Budianto, 2009). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak SD (sekolah dasar) yaitu anak yang berada pada usia 6-12 tahun, memiliki fisik yang lebih kuat dibandingkan dengan balita, mempunyai sifat individual dalam banyak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Di zaman modern sekarang ini banyak hal yang memang dibuat untuk memudahkan manusia dalam melakukan aktivitasnya, termasuk makanan instan yang siap saji. Kemudahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Cedera otot merupakan salah satu penyebab morbiditas dan penurunan

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Cedera otot merupakan salah satu penyebab morbiditas dan penurunan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Cedera otot merupakan salah satu penyebab morbiditas dan penurunan kondisi fisik seseorang. Olahraga, aktivitas fisik, kontraksi eccentric, trauma akut dan penyakit

Lebih terperinci

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS KD 3.8. Menjelaskan mekanisme pertahanan tubuh terhadap benda

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN 0 BAB 5 HASIL PENELITIAN Berdasarkan pengamatan menggunakan mikroskop dengan pembesaran 4x dan 10x terhadap 60 preparat, terlihat adanya peradangan yang diakibatkan aplikasi H 2 O 2 10%, serta perubahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menimbulkan luka pada soket gigi dan tulang alveolar. Proses penyembuhan tulang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menimbulkan luka pada soket gigi dan tulang alveolar. Proses penyembuhan tulang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pencabutan gigi merupakan tindakan bedah minor yang sering dilakukan dan menimbulkan luka pada soket gigi dan tulang alveolar. Proses penyembuhan tulang alveolar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Proses menjadi tua merupakan suatu proses menghilangnya secara bertahap

BAB 1 PENDAHULUAN. Proses menjadi tua merupakan suatu proses menghilangnya secara bertahap 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah Proses menjadi tua merupakan suatu proses menghilangnya secara bertahap kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri, mempertahankan struktur dan fungsi normalnya

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN BAB 5 HASIL PENELITIAN Pada penelitian perubahan lengkung oklusal akibat kehilangan gigi posterior ini, didapat sebanyak 103 jumlah sampel kemudian dipilih secara purposive sampling dan didapat sebanyak

Lebih terperinci

BAB 2 OSTEOPETROSIS. Osteopetrosis adalah suatu penyakit herediter yang terjadi karena

BAB 2 OSTEOPETROSIS. Osteopetrosis adalah suatu penyakit herediter yang terjadi karena BAB 2 OSTEOPETROSIS 2.1 Definisi Osteopetrosis adalah suatu penyakit herediter yang terjadi karena mineralisasi tulang yang berlebihan sehingga tulang menjadi lebih tebal daripada normal. Resorbsi tulang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. transplantasi. Lebih dari satu juta pasien dirawat karena masalah skeletal, bedah

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. transplantasi. Lebih dari satu juta pasien dirawat karena masalah skeletal, bedah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jaringan tulang adalah salah satu jaringan yang sering digunakan untuk transplantasi. Lebih dari satu juta pasien dirawat karena masalah skeletal, bedah ortodontik, bedah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pilihan bagi masyarakat moderen karena lebih praktis dan bergengsi.

BAB I PENDAHULUAN. pilihan bagi masyarakat moderen karena lebih praktis dan bergengsi. BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Perubahan gaya hidup dengan memilih makan yang siap saji menjadi pilihan bagi masyarakat moderen karena lebih praktis dan bergengsi. Masyarakat kita, umumnya diperkotaan,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. yang bermetabolisme secara aktif dan terintegrasi. Tulang merupakan material komposit,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. yang bermetabolisme secara aktif dan terintegrasi. Tulang merupakan material komposit, BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Fisiologi Penyembuhan pada Fraktur. Tulang adalah suatu jaringan biologis yang bersifat dinamis dan terdiri dari sel-sel yang bermetabolisme secara aktif dan terintegrasi. Tulang

Lebih terperinci

Aspek Biologis Pergerakan Gigi secara Ortodonsi... (Muhammad dan Nur)

Aspek Biologis Pergerakan Gigi secara Ortodonsi... (Muhammad dan Nur) Aspek Biologis Pergerakan Gigi secara Ortodonsi... (Muhammad dan Nur) Aspek Biologis Pergerakan Gigi secara Ortodonsi (The Biologic Aspect of Orthodontic Tooth Movement) Muhammad Nurul Amin 1, Nur Permatasari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. lunak dan tulang penyangga gigi dengan prevalensi dan intensitas yang masih

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. lunak dan tulang penyangga gigi dengan prevalensi dan intensitas yang masih BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit periodontal merupakan suatu peradangan, degenerasi jaringan lunak dan tulang penyangga gigi dengan prevalensi dan intensitas yang masih tinggi. Menurut WHO

Lebih terperinci

Sistem Muskuloskeletal. Yuliati Departemen Biologi Oral

Sistem Muskuloskeletal. Yuliati Departemen Biologi Oral Sistem Muskuloskeletal Yuliati Departemen Biologi Oral Sistem Muskuloskeletal Bones internal framework Muscles generate force and movement Ligaments connect bones Tendons connect muscles to bone Semua

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. ini adalah dengan cara mengumpulkan massa tulang secara maksimal selama masa

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. ini adalah dengan cara mengumpulkan massa tulang secara maksimal selama masa BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Latihan Fisik Strategi untuk mencegah terjadinya osteoporosis yang sedang berkembang dewasa ini adalah dengan cara mengumpulkan massa tulang secara maksimal selama masa pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dkk., 2006). Secara fisiologis, tubuh manusia akan merespons adanya perlukaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dkk., 2006). Secara fisiologis, tubuh manusia akan merespons adanya perlukaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gingiva merupakan bagian dari mukosa rongga mulut yang menutupi tulang alveolar pada kedua rahang dan mengelilingi leher gigi (Reddy, 2008). Perlukaan pada gingiva sering

Lebih terperinci

Tulang Rawan. Struktur Dasar, Tipe dan Lokasi

Tulang Rawan. Struktur Dasar, Tipe dan Lokasi Tulang Rawan Struktur Dasar, Tipe dan Lokasi Suatu tulang rawan memiliki khondrosit yang tersimpan di dalam ruangan (lacunae) dalam matriks ekstraselular. Tulang rawan mengandung banyak air (menyebabkannya

Lebih terperinci

BAB 5 PEMBAHASAN. penelitian terdiri atas pria sebanyak 21 (51,2%) dan wanita sebanyak 20

BAB 5 PEMBAHASAN. penelitian terdiri atas pria sebanyak 21 (51,2%) dan wanita sebanyak 20 70 BAB 5 PEMBAHASAN Telah dilakukan penelitian pada 41 penderita stroke iskemik. Subyek penelitian terdiri atas pria sebanyak 21 (51,2%) dan wanita sebanyak 20 (48,8%). Rerata (SD) umur penderita stroke

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN Latar Belakang Tubuh manusia secara fisiologis memiliki sistim pertahanan utama untuk melawan radikal bebas, yaitu antioksidan yang berupa enzim dan nonenzim. Antioksidan enzimatik bekerja

Lebih terperinci

Tugas Biologi Reproduksi

Tugas Biologi Reproduksi Tugas Biologi Reproduksi Nama :Anggun Citra Jayanti Nim :09004 Soal : No.01 Mengkritisi tugas dari: Nama :Marina Nim :09035 Soal: No.05 factor yang memepengaruhi pematangan serviks Sebelum persalinan dimulai

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu tantangan paling berat di bidang peternakan adalah pencegahan penyakit. Daya tahan tubuh ternak merupakan benteng utama untuk mencegah terjangkitnya penyakit. Daya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Psoriasis merupakan penyakit kulit yang penyebabnya sampai saat ini masih belum

BAB I PENDAHULUAN. Psoriasis merupakan penyakit kulit yang penyebabnya sampai saat ini masih belum 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Psoriasis merupakan penyakit kulit yang penyebabnya sampai saat ini masih belum diketahui. Penyakit ini tidak mengancam jiwa, namun lesi kulit yang terjadi menimbulkan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tulang Alveolar Prosesus alveolaris merupakan bagian dari tulang rahang yang menopang gigi geligi. Tulang dari prosesus alveolaris ini tidak berbeda dengan tulang pada bagian

Lebih terperinci

KEHILANGAN TULANG DAN POLA PERUSAKAN TULANG Kehilangan tulang dan cacat tulang yang diakibatkan penyakit periodontal membahayakan bagi gigi, bahkan

KEHILANGAN TULANG DAN POLA PERUSAKAN TULANG Kehilangan tulang dan cacat tulang yang diakibatkan penyakit periodontal membahayakan bagi gigi, bahkan KEHILANGAN TULANG DAN POLA PERUSAKAN TULANG Kehilangan tulang dan cacat tulang yang diakibatkan penyakit periodontal membahayakan bagi gigi, bahkan bisa menyebabkan hilangnya gigi. Faktor-faktor yang memelihara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jaringan pulpa dapat disebabkan oleh berbagai hal antara lain

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jaringan pulpa dapat disebabkan oleh berbagai hal antara lain BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Inflamasi Jaringan Pulpa Dan Periapikal Inflamasi merupakan mekanisme penting yang diperlukan tubuh untuk mempertahankan diri dari bahaya seperti kerusakan jaringan. Iritasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sering ditemukan pada wanita usia reproduksi berupa implantasi jaringan

BAB I PENDAHULUAN. sering ditemukan pada wanita usia reproduksi berupa implantasi jaringan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Endometriosis merupakan salah satu penyakit ginekologi yang sering ditemukan pada wanita usia reproduksi berupa implantasi jaringan (sel-sel kelenjar dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dikatakan sebagai mukosa mastikasi yang meliputi gingiva dan palatum keras.

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dikatakan sebagai mukosa mastikasi yang meliputi gingiva dan palatum keras. 7 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jaringan lunak rongga mulut dilindungi oleh mukosa yang merupakan lapisan terluar rongga mulut. Mukosa melindungi jaringan dibawahnya dari kerusakan dan masuknya mikroorganisme

Lebih terperinci

Minyak Ikan Lemuru Menghambat Kerusakan Kolagen pada Tulang Alveolaris. Oleh

Minyak Ikan Lemuru Menghambat Kerusakan Kolagen pada Tulang Alveolaris. Oleh Minyak Ikan Lemuru Menghambat Kerusakan Kolagen pada Tulang Alveolaris Oleh Didin Erma Indahyani (1), Izzata Barid (1), Andi Richna (2) Laboratory of Oral Biology, Dental Faculty-University of Jember (1),

Lebih terperinci

Pengaruh Minyak Ikan Lemuru (Sardinella longiceps) terhadap Ekspresi Tumor Necrosis Factor (TNF-α) Kartilago yang Diinduksi Complete Freund's Adjuvant

Pengaruh Minyak Ikan Lemuru (Sardinella longiceps) terhadap Ekspresi Tumor Necrosis Factor (TNF-α) Kartilago yang Diinduksi Complete Freund's Adjuvant Pengaruh Minyak Ikan Lemuru (Sardinella longiceps) terhadap Ekspresi Tumor Necrosis Factor (TNF-α) Kartilago yang Diinduksi Complete Freund's Adjuvant (Effect of Lemuru (Sardinella longiceps) Fish Oil

Lebih terperinci

Salah satu bagian gingiva secara klinis

Salah satu bagian gingiva secara klinis Salah satu bagian gingiva secara klinis adalah: 1... (jawaban yang ditanyakan adabagian gingiva yang dibatasi oleh alur gusi bebas dan batas mukosa gingiva dari bagian gingiva lain dan mukosa alveolar)

Lebih terperinci

Tepi tulang berada lebih apikal pada akar, yang membentuk sudut lancip terhadap tulang

Tepi tulang berada lebih apikal pada akar, yang membentuk sudut lancip terhadap tulang TOPOGRAFI TULANG Kontur tulang yang normal mengikuti pola prominensia akar gigi geligi diselingi oleh depresi (lekukan) vertikal yang melandai ke arah tepi tulang Anatomi tulang alveolar bervariasi antar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Terdapat beberapa tipe dari luka, diantaranya abrasi, laserasi, insisi, puncture,

BAB I PENDAHULUAN. Terdapat beberapa tipe dari luka, diantaranya abrasi, laserasi, insisi, puncture, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Luka merupakan rusaknya permukaan kulit/mukosa yang menghasilkan perdarahan. Luka dapat disebabkan oleh 2 faktor, yaitu faktor fisik dan kimia. Terdapat beberapa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Angka kematian ibu (AKI) merupakan salah satu indikator untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Angka kematian ibu (AKI) merupakan salah satu indikator untuk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka kematian ibu (AKI) merupakan salah satu indikator untuk mengukur status kesehatan ibu disuatu negara. Dari hasil Survei Demografi dan Kesehatan Dasar Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gigi berjejal, tidak teratur dan protrusif adalah kondisi yang paling sering terjadi dan memotivasi individu untuk melakukan perawatan ortodontik. Motivasi pasien

Lebih terperinci

Aspek biologis pergerakan gigi ortodontik

Aspek biologis pergerakan gigi ortodontik Aspek biologis pergerakan gigi ortodontik Patricia Iskandar RSIA Catherine Booth Makassar ABSTRACT Orthodontic tooth movement occurs because of remodeling of paradental tissues, both in bone and periodontal

Lebih terperinci